Pencarian

Keris Naga Merah 1

Pendekar Bayangan Sukma 5 Keris Naga Merah Bagian 1


1 Pengawal yang bernama Surya itu segera
menjalankan perintah. Pengawal yang satu lagi
masih berdiri di dekat pintu. Raja memanggilnya.
"Bagaimana dengan penjagaan di luar?"
Pengawal itu menunduk. Juga tidak mengangkat
wajahnya ketika menjawab,
"Sebagaimana yang hamba ketahui,
penjagaan diperkuat dengan beberapa orang
bayaran, Paduka."
Raja merasa tidak enak pengawal itu
menyahut tanpa mengangkat kepalanya.
"Kau tidak perlihatkan wajahmu padaku,
kenapa?" tanya Raja agak marah.
Tetapi pengawal itu masih menunduk.
"Hamba malu memperlihatkan wajah
hamba..." "Hei, memang kau siapa?"
"Hamba pengawal baru, Paduka."
Raja manggut-manggut. Mungkin pengawal
baru itu masih agak canggung menghadapinya.
Maklum, Raja adalah orang yang sangat
dihormati. Raja terdiam. Menunggu kedatangan
orang-orang yang dipanggilnya.
Mendadak pengawal itu maju selangkah.
Dia mengangkat wajahnya, menatap Raja. Raja
terkejut, karena pengawal itu ternyata seorang
wanita. Apa-apaan ini, mengapa wanita yang
dipilih menjadi pengawal" Siapa yang
mengambilnya"
Belum lagi Raja menemukan jawabannya,
wanita itu sudah menodongkan tombaknya.
Tatapannya bengis. Raja terperangah.
"Apa-apaan ini?" tanyanya tenang dan
berwibawa. "Aku menginginkan kematianmu, Raja!"
desis wanita itu dengan suara menyeramkan.
"Kau siapa?"
"Kalau kau mau tahu, aku anak buah
Madewa Gumilang, yang mendapat tugas untuk
membunuhmu. Terimalah ajalmu, Raja!" sahut
wanita itu bengis.
Wanita itu menggerakan tombaknya
dengan cepat. Dan secepat itu pula, Raja berkelit ke samping. Tusukan itu luput.
Melihat serangannya gagal, wanita itu memekik. Sambil
bergulingan dia menusukkan kembali tombaknya.
Raja berusaha menghindar dengan jalan
bersalto. Dan menyambar pedang yang
tergantung di dinding. Raja berdiri dengan siaga.
Menanti serangan wanita itu lagi.
Wanita itu berbalik, Dan terkekeh.
"Tak ada gunanya kau melawan anak buah
Madewa Gumilang, Raja! Karena perlawananmu
akan sia-sia!"
Wanita itu membuang tombaknya. Ia
menyilangkan kedua tangannya. Tahu-tahu dia
melesat dengan cepat. Gerakannya seakan tak
terlihat. Raja buru-buru menyabetkan pedangnya
ke depan. Tubuh wanita itu melentik ke atas. Dan tangannya membentuk cakar siap
mengancam ubun-ubun Raja.
Raja cepat berguling. Cakar wanita itu
menembus lantai. Betapa dahsyat. Agaknya
wanita itu memang ingin cepat-cepat mengambil
nyawa Raja. Tentu saja Raja berusaha
mempertahankan selembar nyawanya. Ini
rupanya yang menggelisahkan nya sejak tadi.
Ketika wanita itu akan menyerang lagi Raja
sudah melempar tombak yang dipegang wanita
itu tadi. Wanita itu tidak berkelit. Dengan tangkas dia menangkap mata tombak
itu. Dan dengan
sekali sentak tombak itu patah.
Raja terbelalak. Dan 'siiinng!" patahan
tombak itu melesat ke arahnya. Raja bergerak ke
samping menghindar. Patahan tombak itu terus
bergerak. Pada saat itu pintu ruangan terbuka.
Pengawal yang bernama Surya datang bersama
orang-orang yang dipanggil Raja. Baru saja dia
mempersilahkan mereka masuk, tubuhnya
langsung kelojotan. "Aaah...!"
Patahan tombak itu menembus tubuhnya!
Orang-orang itu terkejut. Serentak mereka
masuk dan sebagian mencari tahu penyebab
kematian Surya. Mereka melihat seorang wanita
sedang terkekeh.
Raja Tianawarman agak lega karena orang-
orangnya datang. Juga tiga jago bayaran itu. Yang tak lain dari Datuk Sakti
Berjubah Putih,
Pendekar Kipas Sakti dan Dewi Maut yang
menyamar sebagai jago bayaran.
Tiga jago bayaran itu sudah berdiri
membelakangi Raja. Berhadapan dengan wanita
itu yang masih terkekeh.
"Siapa kau, Wanita cantik?" tanya Datuk sakti dengan suara angker.
"Hi... hi... kita pernah berjumpa bukan"
Kau sudah lupa rupanya denganku, Datuk!"
Datuk sakti memperhatikan dengan
seksama. Tetapi dia tetap tak mengenali wanita
itu. Mendadak wanita itu membuka pakaian
pengawalnya. Dan sekarang terlihat sebuah
pakaian ringkas berwarna merah menyala!
"Kau"!"
"Ya... akulah Mawar merah. Yang saat ini
siap untuk mencabut nyawa kalian semua. Dulu
sudah pernah kuperingatkan kepadamu, Datuk.
Jika mengganggu tugasku lagi, kubunuh kau!
Sekarang bersiaplah! Juga kau pendekar tampan
dan dewi cerewet! Mari kita ramaikan permainan
ini sebelum kubunuh Raja!"
"Kau mimpi, Mawar merah! Hari ini kau
akan menemui ajalmu di tanganku!" bentak
Datuk Sakti tak kalah seramnya.
"Hi... hi... kau yang mimpi, Datuk! Murid
Dewi Cantik Penyebar Maut tak akan mundur
setapak pun!"
Raja Tianawarman terkejut mendengarnya.
Murid Dewi Cantik Penyebar Maut" Kalau begitu
wanita itu dusta mengatakan anak buah Madewa
Gumilang. Yang menuduh pendekar budiman itu
sebagai pemberontak raja!
Di hadapannya, wanita cantik itu terkekeh
lagi. "Ayo tunggu apa lagi, cepat kalian serang aku! Ku ingin semakin cepat,
akan semakin mudah membinasakan kalian!"
"Bangsat!" Datuk Sakti membentak jengkel.
Dia membuka jurusnya, tanpa membuang waktu
lagi dia menerjang dengan dua buah pukulan
lurus ke arah wajah dan dada Mawar merah.
Merasakan dorongan angin yang kuat,
Mawar merah malah menerjang pula. Memapaki
dengan kedua tangannya. Gerakannya pun tak
kalah cepat dan kuatnya.
Dua benturan tenaga sakti membuat
keduanya terhuyung. Tapi cepat kembali
keduanya saling melancarkan serangan.
"Des...! Des...!"
Kembali berbenturan tangan keduanya.
Ketika Datuk sakti terhuyung, Mawar merah
sudah bersalto ke depan. Dan melancarkan
tendangannya. Cepat Datuk sakti menangkis
dengan lututnya. Tetapi gempuran tenaga
tendangan Mawar merah lebih besar. Lagipula
posisi Datuk sakti tidak menguntungkan.
Keseimbangannya berada hanya di kaki kiri.
"Des...!"
Dia pun jatuh bergulingan.
Tanpa membuang waktu lagi, Mawar
merah memekik hebat. Menerjang dengan tumit
siap mengancam kepala Datuk sakti. Tetapi
belum sampai maksudnya, dia telah bersalto
sambil membentak jengkel, "Bangsat!"
Dan bagai sehelai bulu tubuhnya hinggap
di tanah. Berhadapan dengan Dewi maut yang
melempar tombak ke arahnya tadi. Sementara
Datuk sakti beringsut berdiri. Kakinya terasa
remuk. "Kau rupanya ingin cari mati juga, Dewi!"
seru Mawar Merah marah. Tak ayal lagi, ia
mengeluarkan jurus andalannya. Menggempur
sejuta batu karang!
Melihat gelagat itu, Dewi maut pun
mengeluarkan pukulan saktinya. Tangannya
terlihat berwarna hijau. Begitu pula dengan
Mawar Merah. Kepalannya berubah menjadi
merah. Dan tahu-tahu selarik sinar merah
berkelebat dari jari-jarinya. Dewi maut berkelit dan menyerang dengan pukulan
saktinya. Tetapi Mawar merah sudah bersiap sejak
tadi. Dia menyongsong dengan pukulan
menggempur sejuta batu karang. Pekikan
keduanya begitu dahsyat, merobek keheningan
malam. Dan membangunkan Sekarjingga yang
langsung berlari ke dalam pelukan suaminya.
Dan kini dua tokoh sakti itu saling
menghantam. Dua buah pukulan sakti
berbenturan dengan dahsyat. Sedikit membuat
ruangan itu bergoyang.
Dari keduanya muncul asap berwarna
putih dan agak menyakitkan mata.
Tahu-tahu terdengar pekikan keras,
"Aaaaah!"
Dua buah tubuh terlempar dari kepulan
asap itu. Jatuh bergulingan dan ambruk dalam
keadaan muntah darah!
"Dewi Maut!" seru Pendekar Kipas Sakti sambil memburu wanita itu yang dalam
keadaan sekarat. Dari mulutnya mengalir darah kental.
Dadanya turun naik. Nafasnya sesak. Benturan
tadi seakan mematahkan semua tulang-
tulangnya. Dewi Maut meringis kesakitan. Ia menolak
ketika diberikan dua buah pil pemunah racun.
"Aku... ah... hidupku tak akan lama lagi...
untuk apa... ditahan... tahan... aku bangga...
sebelum a... ajalku... bisa mem...
persembahkan... hidupku... untuk negara....
Aaaah!" "Dewi!" panggil Datuk Sakti Berjubah Putih sambil menahan pula sakit kakinya.
Dewi Maut tersenyum.
"Benar katamu dulu, Datuk.... Dewi Cantik
Penyebar Maut... wanita iblis yang hebat se...
sekali.... Muridnya saja... belum mampu aku
mengalahkan... ah... aku tak kuat lagi.... Selamat tinggal semua...."
Dewi Maut itu menarik nafas panjang. Lalu
meregang. Dan hilanglah nyawanya. Tamat sudah
Dewi sakti itu.
Sementara itu, keadaan Mawar merah pun
tak lebih dari Dewi Maut. Tetapi dia masih
mampu bertahan. Dengan susah payah dia
bangkit. Tetapi sebelum dia berdiri tegak,
Pendekar Kipas Sakti sudah mengibaskan
tangannya. Dari kipas itu melesat lima buah
jarum beracun. Dan menancap di lima bagian Mawar
merah, yang terguling lagi dengan muntah darah.
Meringis menahan sakit. Lalu tamat pula riwayat
gadis yang kejam itu!
Mereka sangka, dengan kematian Mawar
merah sudah berakhir petaka itu....
Ternyata tidak. Karena dengan tiba-tiba
saja muncul dua orang gadis berpakaian merah
pula. Mereka adalah Pinus merah dan Melati
merah, yang langsung terpekik melihat kawannya
tergeletak tanpa nyawa.
Keduanya berbalik. Tatapan mereka
nyalang. Seolah tatapan itu mampu menembus
jantung yang ditatap. Raja tidak mau membuang
waktu lagi, dia mengibaskan tangannya ke atas.
Dan serentak para pengawal mengurung dua
wanita itu. Yang hanya menatap mereka dengan
bengis. Para pengawal segera maju menyerang
dengan beruntun. Bagaikan air bah yang siap
menghantam jembatan. Tetapi dua wanita itu
bukan jembatan. Mereka adalah tembok raksasa,
yang tidak mampu dijebol oleh apa pun.
Begitu serangan datang, kedua wanita itu
hanya mengibaskan tangan mereka. Dan
berkelebatan sinar merah dari tangan keduanya.
Yang menghantam barisan penyerang itu hingga
berantakan dan hangus lalu menemui ajalnya.
Yang tidak terkena masih nekat
menyerang. Tetapi mereka jelas-jelas bukan
tandingan kedua wanita itu. Yang hanya sekali
mengibaskan tangan sudah membuat mereka
mampus kelojotan.
Terdengar bentakan Datuk Sakti,
"Mundur!"
Sisa-sisa pengawal itu mundur dengan


Pendekar Bayangan Sukma 5 Keris Naga Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cepat. Mereka juga enggan mengantarkan nyawa
kepada dua gadis itu. Datuk sakti dan Pendekar
Kipas Sakti sudah maju ke depan. Kedua wanita
itu pun maju selangkah. Sikap mereka angker.
Penuh nafsu ingin membunuh, membalas
kematian Mawar merah. Pada siapa saja yang
berada di sana!
"Jadi kalian lagi yang menghalangi
perbuatan kami!" desis Pinus Merah. "Hari ini kau Pendekar Kipas Sakti,
kulenyapkan kau dari
muka bumi!."
Pendekar tampan itu hanya tersenyum.
Mengipas-ngipas dengan tenang.
"Pinus merah... ajal di tangan Yang Kuasa.
Kalau kau mampu, lakukanlah! Aku juga ingin
segera membunuhmu!"
"Bangsat!" Pinus merah. Siap menyerang.
Pendekar tampan itu tertawa. "Ruangan ini
terlalu kecil untuk kita. Kami tunggu kalian di
luar!" Lalu dia melesat keluar. Disusul oleh
Datuk Sakti Berjubah Putih. Pinus merah dan
Melati merah melesat menyusul. Di saat melesat
itu, Pinus merah melancarkan pukulan jarak
jauhnya pada raja dan istrinya.
Untung raja sejak tadi waspada. Sambil
mendorong tubuh Sekarjingga, dia bergulingan
menghindari sinar merah itu.
Pendekar Kipas Sakti dan Datuk Sakti
Berjubah Putih sudah menunggu di halaman
istana. Dua tubuh bersalto ke depan mereka. Dan
langsung melancarkan tendangan ke kepala
mereka. Serentak keduanya menangkis.
"Duk...!"
Dua serangan tadi tertahan. Kedua gadis
itu bersalto ke belakang. Dan kembali bersalto ke depan. Kali ini cakar mereka
mengancam jantung!
Suatu pertunjukan meringankan tubuh
yang hebat. Kali ini kedua orang yang diserang itu
berkelit ke samping dan berbalik melancarkan
pukulan ke punggung lawan.
Kembali pertunjukan ilmu meringankan
tubuh diperlihatkan kedua wanita itu. Tahu-tahu
tubuh keduanya melentik ke atas. Dan mereka
memutar dengan tendangan lurus.
Lagi keduanya menangkis serangan itu.
Tapi kali ini kedua wanita itu membarengi dengan sinar merah yang mengancam dari
jarak dekat. "Heiit!" Datuk sakti memekik dan
bergulingan. Menyadarkan pendekar tampan itu
untuk berbuat serupa.
Dan keduanya berdiri agak jauh dari kedua
wanita sakti itu. Sengaja mengatur jarak dan
nafas. Keduanya kini masing-masing menghadapi
satu lawan. Pendekar Kipas Sakti dengan Pinus merah,
lawan yang pernah dihadapinya sebulan yang
lalu. Datuk Sakti Berjubah Putih berhadapan
dengan Melati merah yang sudah tidak sabar
ingin merenggut nyawanya.
Di atas rembulan sudah menghilang.
Malam telah berganti. Mentari sudah muncul di
ufuk sana. Cahayanya memancarkan sinar
keemasan. Dua pasang manusia yang siap bertarung
itu masih mencari kesempatan dan kelengahan
lawan. Matanya menatap waspada.
Tetapi rupanya Melati merah tidak mau
membuang waktu lagi, apalagi terbayang kembali
wajah Mawar merah yang sudah menjadi mayat
itu. Pukulan lurusnya menerjang Datuk sakti.
Kali ini pun Datuk sakti tak mau ayal lagi. Dia
hanya menyentakkan kedua tangannya ke depan.
Sebuah dorongan angin menghantam Melati
merah hingga bergulingan.
Rupanya Datuk sakti itu masih mempunyai
sebuah ilmu simpanan yang hebat. Melati merah
bangkit, menatap penuh kemarahan. Tiba-tiba dia
menyentakkan kedua tangannya pula. Sepuluh
sinar merah keluar dari jari-jarinya. Dan
mengejar Datuk sakti.
Dengan susah payah Datuk sakti
menghindar. Dan dia pun tak mau kalah,
dikeluarkannya pukulan jarak jauhnya. Selarik
sinar putih pun berkelebat. Kali ini Melati merah yang bergulingan menghindar.
Sementara itu, Pinus merah sudah
menendang. Pendekar Kipas Sakti menangkis
dengan keras. Tetapi tendangan Pinus merah
bukanlah tendangan sembarangan. Itu tendangan
berantai. Yang ditangkis masih bisa menendang
lagi. Malah sampai lima kali.
Pendekar tampan itu pun berusaha
menangkis, terakhir menghindar.
Keduanya sudah saling menyerang.
Berbagai kesaktian dan ketrampilan dipamerkan
dalam adu kesaktian itu. Benar-benar suatu
pemandangan yang mengerikan sekaligus
menakjubkan. Pasir yang berada di kalangan itu
berterbangan. Yang melihat pertarungan itu
diam-diam menjadi kecut sendiri.
Sekarjingga pun menyembunyikan,
wajahnya di dada suaminya. Ngeri.
Empat orang yang bertarung itu, bagaikan
seribu kerbau gila yang mengamuk. Bahkan lebih
dahsyat. Berbagai gerakan disajikan dengan
tangguh dan cepat.
Tetapi sampai sejauh itu, belum ada
kelihatan yang terdesak. Mereka masih
berimbang. Tetapi setelah Pinus merah
mengeluarkan ilmu kebalnya menahan gelombang
batu karang, baru kelihatan Pendekar Kipas Sakti agak terdesak. Pukulan dan
tendangannya diterima begitu saja oleh Pinus merah tanpa
merasakan sakit sedikit pun. Bahkan pukulan
sakti pendekar tampan itu tak mampu menembus
ilmu kebal Pinus merah!
Dengan mengandalkan ilmu kebalnya itu,
dia terus mendesak Pendekar Kipas Sakti. Dua
buah pukulannya mendarat tepat di dada
pendekar tampan itu.
Dan tahu-tahu Pinus merah berbalik.
Tendangannya memutar dengan cepat. Sedetik
pendekar tampan itu tidak merunduk, copot
kepala dari lehernya. Lalu ia menangkis dan
melancarkan pukulannya ke perut Pinus merah.
"Buk..,!"
Pukulan itu diterima Pinus merah seperti
tak ada masalah. Kembali dia mendesak.
Pendekar tampan itu buru-buru berguling.
Dan "Siiing!" dia melontarkan senjata
rahasia dari kipasnya. Kali ini Pinus merah
melompat menghindar. Mengetahui lawannya
menghindar, pendekar tampan ini mengetahui
kalau ilmu kebal Pinus merah hanya bisa
menahan pukulan dan tendangan, sekalipun
pukulan atau tendangan itu amat saktinya.
Buru-buru dia bersalto dan bergulingan,
menyambar sebuah tombak dari salah seorang
pengawal. Dan menerjang Pinus merah.
Benar dugaannya, Pinus merah
menghindar! Rupanya ilmu kebal itu amat
pantang bersentuhan dengan besi. Ujung tombak
itu terbuat dari besi!
Kali ini pendekar tampan itu berada di atas
angin. Dia mendesak dengan hebat. Sampai suatu
ketika ujung tombaknya menggores bahu Pinus
merah yang langsung mengaduh.
"Ha... ha... ajalmu sebentar lagi, Pinus
merah!" Pinus merah mengusap darah yang
merembes keluar. Ia menatap pendekar tampan
itu dengan marah. Dan dengan gerakan cepat di
melancarkan pukulan jarak jauhnya. Pendekar
Kipas Sakti bergulingan. Tapi serangan jarak jauh itu terus mencecarnya.
Sebisanya dia menghindar. Sementara itu keadaan Melati merah
terdesak oleh Datuk Sakti, dua kali dia kena
pukul di dada dan wajahnya.
Rupanya ilmu dorongan tenaga angin
Datuk sakti itu, tidak mampu ditandingi Melati
merah. Dia hanya bisa membalas melalui pukulan
jarak jauhnya. Tetapi datuk tua itu pun
membalas dengan sinar putihnya. Membuat
Melati merah menjadi kelabakan.
Tahu-tahu dia bersalto mendekati Raja dan
Sekarjingga. Dan tahu-tahu kedua tangannya
sudah berada di leher dua orang pemimpin itu.
Raja dan istrinya tersedak. Tak menyangka Melati merah akan berbuat curang. Para
pengawal serentak berbalik dan mengurung Melati merah.
Datuk sakti pun tak menyangka Melati
merah akan berbuat curang. Dia melesat ke
depan. Dan membentak, "Hhh! Kau hendak
berbuat apa, Melati merah"!"
Melati merah terkekeh. Cengkeraman di
leher Raja dan Sekarjingga menguat. Membuat
keduanya kesakitan. Dan tidak bisa berbuat apa-
apa. Sebenarnya Raja bisa melepaskan
cengkraman itu, tetapi dia kuatir dengan istrinya.
Istrinya tidak bisa berbuat apa-apa. Apa mungkin dia bisa melepaskan diri begitu
dia menerjang nanti" Raja tidak berani mengambil resiko dengan mengorbankan istrinya.
"Kau jangan mendekat, Datuk!" bentak
Melati Merah. "Selangkah lagi kau maju, nyawa keduanya akan melayang! Aku tidak
main-main, Datuk!" Datuk sakti pun yakin Melati Merah tidak
main-main. Itu bukan gertakan sambal belaka.
Melati Merah gadis yang kejam, yang mungkin
digembleng oleh Dewi Cantik Penyebar Maut
untuk menjadi seorang pembunuh.
"Lepaskan mereka, Melati Merah!" seru
Datuk sakti pula. "Kita teruskan pertarungan itu!"
"Bah! Mudah saja melepaskan daging yang
sudah di tangan! Datuk... ambil pedang itu!" seru Melati Merah sambil melirik
salah seorang pengawal yang membawa pedang.
Datuk sakti belum beranjak. Tak mengerti
maksud Melati Merah. Melati merah membentak,
"Ambil! Kalau tidak, kubunuh dua orang ini!!"
Datuk sakti ragu-ragu. Akhirnya dia
mengambil pedang itu.
"Ini pedang itu...."
"Sekarang kau penggal lehermu sendiri,
Datuk!" bentak Melati merah yang membuat
semua kaget. Sementara itu Pinus merah pun sudah
bersalto, berdiri di samping Melati Merah.
Pendekar Kipas Sakti tidak jadi memburu.
Ia pun tegang melihat Raja dan istrinya
dalam cengkeraman mereka dan melihat Datuk
sakti ragu-ragu. Pedang itu masih dipegangnya.
"Cepat Datuk, kau penggal dirimu! Atau...
kau ingin kedua orang ini mati sebelum ajalmu?"
geram Melati Merah sambil memperkuat
cengkraman di leher raja dan istrinya.
Sekarjingga mengeluarkan suara tercekik.
Membuat Raja menjadi gelagapan. Padahal dia
sendiri merasakan susah bernafas, Melati Merah
menyambung, "Kalau kau belum melaksanakan
perintahku Datuk, kubunuh kedua orang ini!
Cepat!" Datuk sakti menjadi kebingungan. Di lain pihak dia ingin mempertahankan
dirinya, di lain
pihak dia ingin raja dan istrinya selamat. Tetapi bagaimana caranya
menyelamatkan mereka yang
sudah di ujung tanduk itu"
Tak ada pilihan lain, demi keselamatan
Baginda dan istrinya Datuk sakti rela berkorban.
"Baik, Melati Merah! Semua akan
kulakukan. Satu pintaku, setelah kematianku,
kau tinggalkan tempat ini!"
Melati Merah mendengus mengejek.
"Cepat kerjakan! Penggal lehermu!"
Datuk sakti menatap pedang yang
digenggamnya erat-erat. Perlahan-lahan matanya
terpejam. Dan perlahan-lahan pula pedangnya
terayun. Semua memperhatikan dengan tegang.
Dan.... "tak!" pedang yang dipegangnya jatuh
sebelum sampai ke leher. Datuk sakti itu
terhuyung ke belakang. Melati merah terkejut.
Siapa yang telah melepaskan pedang itu. Belum
lagi dia sempat tahu orangnya, tahu-tahu kedua
tangannya terasa kesemutan. Dan genggamannya
terlepas. Raja cepat mendorong istrinya dan
berguling menjauhi Melati merah.
"Bangsat!" Melati merah menggeram. Pinus merah bersiap pula. Dia juga tidak tahu


Pendekar Bayangan Sukma 5 Keris Naga Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siapa yang melakukan itu.
Tiba-tiba terdengar suara tawa yang keras
di tembok istana. Seorang tua bertubuh pendek
gemuk tergelak-gelak sambil memegangi
perutnya. Tetapi matanya kelihatan agak terpejam dan seperti orang tidur.
Datuk sakti yang sudah berdiri berseru,
"Dewa Tua Pengantuk!"
Orang bertubuh pendek itu terbahak.
Datuk sakti bersyukur, di saat kritis itu
sahabatnya datang.
Melati merah menggeram marah
mengetahui siapa yang telah melepaskan
tawanannya. Tangannya mengibas. Sinar merah
yang merupakan andalan orang-orang Dewi
Cantik Penyebar Maut berkelebat.
Orang tua bertubuh pendek itu bersalto ke
depan, menghindari sinar merah itu. Walaupun
gemuk tubuhnya terasa ringan sekali. Ia berdiri di samping Datuk Sakti Berjubah
Putih. "Ha... ha... hanya orang-orang begini saja
kau tak mampu mengalahkannya, Datuk;..."
Memerah wajah Datuk sakti itu. Tetapi dia
menyahut, "Mereka orang-orang pilihan, Dewa gemuk! Kau pun belum tentu mampu
menghadapinya!"
Kembali dewa tua itu tertawa. Lalu
berguling ke depan, tubuhnya bagaikan sebuah
tong yang berjalan. Ia berdiri tepat di depan
kedua anak buah dewi sesat atau Nindia.
"Kalian, rupanya yang membuat onar lagi,"
kata dewa tua itu. "Cepat kalian bersujud dan meminta maaf, sebelum nyawa kalian
ku cabut!"
Dewa Tua Pengantuk terbahak. Matanya
masih tetap terpejam tubuhnya yang gemuk
terguncang-guncang.
"Ha... ha.,. kau masih banyak omong pula!"
Sehabis berkata begitu, dia menerjang.
Sungguh di luar dugaan, tubuhnya yang gemuk
itu bukan merupakan penghalang baginya untuk
bergerak. Gerakannya cepat dan gesit.
Pukulannya pun penuh tenaga.
Kedua wanita itu terkejut. Pinus merah
berkelit. Melati merah menangkis dengan tangan
kanannya. Dan seketika dia terhuyung. Betapa
besarnya tenaga kakek gemuk itu.
"Hayo kalian keluarkan ilmu kalian! Biar
kuremas kepala kalian nanti!" seru Dewa tua.
Dan serentak Melati merah dan Pinus
merah menyerang. Dua serangan yang datangnya
dari arah berlawanan hanya membuat Dewa tua
bingung sejenak. Tiba-tiba ia bersalto ke belakang dan bersalto lagi ke depan.
Saat kedua gadis itu berkelebat dia menjejakkan kedua kakinya di
punggung mereka. Kembali keduanya terhuyung.
Pendekar Kipas Sakti mengibas kipasnya.
Berterbangan jarum-jarum beracunnya ke arah
kedua wanita itu. Sebisanya mereka berkelit.
Tetapi jarum-jarum itu telah melaksanakan
tugasnya dengan baik. Menembus kulit putih
keduanya. Tiba-tiba keduanya mengerang. Dan
ambruk ke tanah dengan mulut mengeluarkan
darah. Beberapa detik kemudian, nyawa
keduanya lepas dari tubuh masing-masing.
Hampir bersamaan. Dan terkulai tanpa bersuara
lagi. Semua menghela nafas lega, Walaupun telat, kedatangan Dewa Tua Pengantuk
itu sangat diperlukan sekali. Tanpa kedatangannya tadi,
tamatlah semua riwayat yang ada di sana. Dan
istana berhasil digulingkan.
Dewa Tua Pengantuk terbahak. Dia baru
saja menyelesaikan satu tugas yang luar biasa, di
mana dia menerangkan kepada rakyat yang
terpengaruh ingin memberontak. Rakyat sebagian
sudah dihasut oleh orang-orang Dewi Cantik
Penyebar Maut. Dan mereka akan siap
memberontak. Rencananya hari ini di saat Mawar
merah berhasil membunuh raja.
Tetapi semua sudah berakhir. Dewa Tua
Pengantuk juga masih harus menghindari
bentrokan dengan lima murid dari perguruan
Topeng Hitam, yang dia tahu karena salah
paham. Matahari menyengat panas. Mayat-mayat
yang bergeletakan diangkat dan dikuburkan. Raja
Tianawarman mengundang mereka masuk.
Dari omong-omong itu, Datuk Sakti
Berjubah Putih, Pendekar Kipas Sakti dan Dewa
Tua Pengantuk, akan segera berangkat mencari
persembunyian Dewi Cantik Penyebar Maut.
Raja mengangguk mengerti. Juga mengerti
kalau rencana memberontak itu bukan dari
Madewa Gumilang.
Ketika senja mulai turun, orang-orang itu
berangkat. 2 Begitu meninggalkan perguruan Topeng
Hitam, Madewa Gumilang beserta Paksi Uludara
segera mencari jejak di mana Dewi Cantik
Penyebar Maut berada. Dalam kesempatan itu,
dia juga mampir ke rumah Abindamanyu, yang
saat ini masih dalam keadaan bergembira, karena
telah kembalinya putri Nindia.
Mulanya pun Madewa menyangka itu
Nindia yang asli, tetapi lama kelamaan dia
menemukan kejanggalan. Di mana dia melihat
gerakan Nindia begitu ringan seolah memiliki ilmu meringankan tubuh dan selalu
berpakaian merah.
Kita sudah tahu siapa gadis itu
sebenarnya, yang tak lain adalah Dahlia merah.
Yang diperintahkan gurunya untuk menyamar
sebagai Nindia. Hanya menyamar, tidak
ditugaskan merampok atau membunuh. Saat itu
Dahlia merah heran, kenapa mendadak gurunya
memerintahkan tidak seperti biasanya.
Dia lalu menganalisa setiap kejadian yang
ada. Dan kesimpulannya membuatnya terkejut
sendiri. Di kelima murid gurunya, hanya dia yang mirip dengan gurunya. Dan saat
ini, Tuan Abindamanyu juga orang-orang yang ada
menyangkanya Nindia. Berarti dia mirip dengan
putri Abindamanyu.
Lalu kembali kepada perintah gurunya,
tidak boleh membunuh atau menyakiti siapa pun
di rumah Abindamanyu. Apa sebabnya"
Dan kesimpulan itu, gurunya adalah putri
Abindamanyu alias Nindia. Walau mulanya Dahlia
merah ragu-ragu dengan kesimpulannya sendiri.
Sementara itu Madewa masih
memperhatikan gerak-gerik Dahlia merah secara
diam-diam. Dalam waktu satu jam saja dia sudah
bisa menebak, kalau ini bukan putri Nindia.
Untuk membuktikan kebenarannya, dia
bertanya langsung pada Abindamanyu dan
dijawab, Ya. Itu memang bukan Nindia yang asli.
Itu dilakukan agar istrinya sembuh. Memang
benar, kesehatan istrinya sudah hampir pulih.
Tetapi yang membuat Madewa curiga, gadis
itu selalu berpakaian merah. Tidak pernah mau
memakai pakaian warna lain, biarpun
Abindamanyu menyediakannya.
Yang ditakutkan Madewa hanya satu, gadis
itu adalah anak buah Dewi Cantik Penyebar
Maut. Paksi Uludara pun menyadari hal itu.
Tetapi dia lebih banyak diam. Namun dia was-
pada menjaga kalau terjadi apa-apa.
Selesai membicarakan urusan Nindia,
keesokan harinya Madewa berpamitan.
Abindamanyu melepas kepergian keduanya
dengan harapan Madewa segera menemukan
putrinya. Sementara istrinya berada di samping
Nindia palsu, dengan senyum ceria.
Di tengah jalan, Madewa berkata pada
Paksi Uludara tentang kecurigaannya pada gadis
berbaju merah itu. Paksi Uludara pun
menyatakan kecurigaannya. Akhirnya mereka
sepakat untuk kembali ke rumah Abindamanyu
nanti malam. Dan ketika malam mulai menyelimuti seisi
dunia, di atas genting rumah Abindamanyu
menyelinap dua sosok tubuh dengan hati-hati.
Gerakan keduanya ringan dan mantap.
Salah seorang dari mereka bersalto turun.
Juga tanpa menimbulkan suara. Berlari
mengendap dengan cepat. Di depan jendela yang
masih menyala lampunya, orang itu terdiam.
Nampak berkonsentrasi. Matanya terpejam. Dan
pandangannya bisa menembus ke dalam kamar
itu. Melihat seisi kamar itu. Itulah ilmu
pandangan menembus sukma, yang hanya
dimiliki oleh seorang saja. Dan orang itu Madewa Gumilang.
Dia melihat gadis yang dicurigainya sedang
duduk bersemadi. Dan telapak tangannya
nampak memancar sinar merah. Dan perlahan-
lahan sinar itu melesat menghantam dua buah
bata di hadapannya hingga hancur berantakan.
Madewa sadar, kalau ternyata dugaannya
benar. Dan gadis itu sangat membahayakan
keluarga Abindamanyu. Dia mengalihkan
tatapannya ke arah Paksi Uludara yang menjaga
di atas. Paksi Uludara masih bersiaga. Madewa
segera mengirimkan suara jarak jauhnya yang
tepat terdengar di telinga Paksi Uludara.
"Dugaan kita tepat, ternyata gadis itu
murid Dewi Cantik Penyebar Maut. Tapi tak usah
kuatir, biar aku selesaikan!"
Madewa menghentikan konsentrasinya. Dia
mengetuk jendela itu. Nindia palsu alias Dahlia
merah yang sedang bersemadi tersentak. Dia
buru-buru merapikan sikapnya. Dia tidak boleh
ketahuan sebagai murid Dewi Cantik Penyebar
Maut. Buru-buru dia membuka jendela itu.
"Siapa?"
Tuk! Tuk! Dia tak sempat bertanya lagi, karena dua
buah totokan telah hinggap di bawah iganya dan
di lehernya. Membuat tubuhnya kaku dan
suaranya menghilang.
Madewa cepat melompat dan menutup
jendela. Dia memperhatikan gadis itu. Ternyata
orang yang berbahaya yang berada di rumah
Tuan Abindamanyu,
"Kau tak perlu takut, Nona. Aku tidak akan
berbuat apa-apa," kata Madewa pelan. "Dan maafkan aku, kalau aku mencurigaimu.
Untuk kerja sama kita Nona, ada baiknya kau mengakui
terus terang, siapa sebenarnya dirimu?"
Tangan Madewa bergerak cepat.
Membebaskan totokannya di urat leher gadis itu.
Yang langsung membentak marah, "Kurang ajar!
Kau laki-laki ceriwis, berani-beraninya masuk ke kamarku"!"
"Ini demi kepentingan kita semua, Nona."
"Kurang ajar!" gadis itu mendelik marah.
"Nanti kulaporkan ayah akan ulahmu ini!"
"Di sini tak ada ayahmu, Nona. Kau
bukanlah putri Nindia. Dan aku hanya ingin
tahu, siapa kau sebenarnya" Cepat jawab
pertanyaanku, Nona...."
Gadis itu terbelalak gusar. Apa-apaan
orang ini, dia menyangka dirinya siapa.
"Kau bicara apa?" serunya jengkel. Kalau
saja tubuhnya bisa digerakkan, sudah
ditempeleng nya orang ini.
"Aku mencurigaimu, Nona. Aku tahu kau
bukanlah putri Nindia. Karena Nindia tidak punya keahlian ilmu silat dan
kesaktian. Aku sudah
mengintip kamar ini tadi, Nona. Dari tanganmu
memancar sinar merah. Dan kau selalu berbaju
merah. Aku curiga padamu... sebagai anak buah
Dewi Cantik Penyebar Maut!"
Sekarang gadis itu terdiam. Tidak berkata-
kata lagi. Memang dia anak buah dewi sesat itu.
Dan dia bernama Dahlia merah. Dalam hati
Dahlia merah menggeram. Rupanya orang ini
mengetahui siapa dirinya. Orang yang selama ini
selalu membuat keresahan. Dan secara tidak
langsung menjadi buronan orang golongan putih!
Gadis itu memicingkan matanya. Menatap
tajam Madewa yang tahu gadis itu sudah
mengaku. Suaranya mendesis, "Aku tidak
memungkiri, kalau aku anak buah Dewi Cantik
Penyebar Maut."
"Apa maksudmu dikirim ke mari oleh dewi
sesat itu?"
Dahlia merah terdiam. Lebih baik diam,
karena dia sendiri tidak tahu.
"Aku bisa marah besar padamu, Nona!"
geram Madewa. Kalau saja tubuhnya tidak dalam keadaan


Pendekar Bayangan Sukma 5 Keris Naga Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertotok, akan dilabraknya laki-laki ini. Tapi
tangan laki-laki itu sudah melayang di pipinya.
"Aku tidak tahu apa maksudmu dikirim ke
mari oleh dewi sesat itu. Dan sekarang Nona...
katakan, di mana tempat dia berada" Cepat
Nona... aku membutuhkan bantuanmu. Anak
istriku berada di tangan mereka!"
Dahlia merah mendengus mengejek. Biar
kau tahu rasa! Tawanan di tangan gurunya, tidak
ikan bisa hidup lama. Dia akan mati disiksa atau dibunuh sekaligus.
"Sampai kapan pun aku tidak akan bicara
di mana guruku berada."
"Kau"!" geram Madewa.
"Ya, aku anak buah Dewi Cantik Penyebar
Maut. Dan tidak akan semudah itu membocorkan
rahasia." Madewa kehabisan akal menghadapi
wanita bandel itu. Tahu-tahu dia menotok urat
lehernya kembali. Lalu membopong tubuh gadis
itu dan melesat ke luar. Dia ingin melihat, sampai di mana kekeras kepalaan
gadis itu. Melihat bayangan berkelebat, Paksi
Uludara cepat bersalto dan menyusul.
Madewa membawa Dahlia merah ke
sebuah hutan yang jauh dari rumah
Abindamanyu. Dia mencari serat-serat akar
pohon yang banyak terdapat di sana dan
menyambungnya menjadi tali. Lalu melempar tali
itu ke sebuah dahan dan mengikat kedua kaki
Dahlia merah. Lalu ditariknya tali itu hingga
tubuh Dahlia merah tergantung dengan kepala di
bawah. Paksi Uludara hanya memperhatikan saja.
Madewa melepaskan totokan di urat leher Dahlia
merah. Totokan pada bagian bawah tulang
iganya, dibiarkan saja. Tubuh itu tergantung
kaku dan kepala di bawah.
"Kalau kau belum menunjukkan di mana
ketuamu berada, aku akan melepaskan. Biar
dirimu di makan harimau! Mari Paksi, kita lihat
saja kehebatan gadis ini!"
Madewa mengajak Paksi Uludara
meninggalkan tempat itu. Tetapi kemudian
mereka bersembunyi. Dahlia merah mengetahui
hal itu. Dia bertekad akan bertahan semampu
mungkin. Baru harimau. Apa sih yang
ditakutkannya"
Tetapi begitu muncul seekor harimau
belang yang besar, dia bergidik. Apalagi harimau itu mengendus-ngendus dirinya.
Dahlia merah lupa, dia dalam keadaan tertotok, tidak bisa
berbuat apa-apa. Harimau itu sudah mengitari
tubuhnya. Melihat ada mangsa empuk yang enak
buat disantap. Meremang bulu kuduk Dahlia merah. Biar
bagaimana pun dia seorang wanita, yang jijik
dengan binatang macam begituan. Tetapi
walaupun begitu dia tidak mau menjerit.
Ditahannya kengeriannya ketika harimau itu
mengaum keras, seakan merontokkan jantung!
Namun ketika harimau itu mengindap-
indap dan mengambil ancang-ancang untuk
menerkam, secara tak sadar Dahlia merah
menjerit. "Lepaskan...! Lepaskan aku!" jeritnya
ketakutan dan jeritan itu mengejutkan harimau
akan tetapi tidak membuatnya takut hanya
agaknya menunda terkamannya. Kelihatan
harimau itu menunggu. Karena tidak terjadi apa-
apa, dia mengambil ancang-ancang lagi untuk
menerkam. Kengerian semakin membesar di hati
Dahlia merah. Tubuhnya sukar sekali digerakkan.
Kalau bisa bergerak, dia tidak akan sekuatir ini.
Harimau itu mengaum dulu sebelum
menerkam, Dahlia merah menjerit-jerit.
"Lepaskan... lepaskan aku! Ya, ya... aku
akan mengatakan di mana Dewi Cantik Penyebar
Maut berada.... Tolooong! Lepaskan!"
Harimau itu sudah melompat dan
menerkam. Dahlia merah memejamkan matanya,
menanti dirinya diterkam. Tetapi tiba-tiba
terdengar suara erangan harimau itu keras dan
gedebuk. Perlahan-lahan Dahlian merah
membuka matanya. Harimau itu bergulingan
sambil mengeluarkan erangan kesakitan. Di leher
dan perutnya tertancap dua batang kayu.
Tak jauh dari harimau yang kesakitan itu
berdiri dua orang yang menawannya tadi.
Harimau itu bergulingan hebat dan
mengeluarkan auman panjang yang mengakhiri
hidupnya. Sejenak Dahlia merah merasa gembira
terlepas dari ancaman maut itu.
Madewa Gumilang merasa dia menang.
Dengan diiringi Paksi Uludara dia mendekati
Dahlia merah. "Katakan, di mana berada dewi sesat itu?"
"Baik, baik. Tapi turunkan dulu aku dan
lepaskan semua yang mengekang gerakanku.".
Madewa langsung menurunkan dan
membebaskan diri gadis itu. Dia sudah tak sabar
ingin bertemu anak istrinya. Dia yakin, keduanya berada dalam kekuasaan dewi
sesat yang cantik
itu. "Cepat katakan," kata Madewa ketika Dahlia merah sudah terbebas. Gadis itu
sedang mengusap-usap pergelangan tangannya. Ia
melirik Madewa.
"Tak jauh dari sini."
"Ayo antar kami ke sana." Dahlia merah melangkah duluan. Madewa Gumilang dan
Paksi Uludara mengikuti dari belakang. Baru mereka
berjalan sepuluh langkah, tiba-tiba Dahlia merah memekik dan bersalto ke
belakang, melewati
kedua pendekar itu.
Dan saat bersalto itu dia mengibaskan
tangannya. Berkelebat senjata andalannya yang
berupa pukulan jarak jauh sinar merah.
Namun keduanya bukan jago-jago kemarin,
yang mudah tertipu. Mereka tak percaya begitu
saja dengan Dahlia merah. Keduanya sudah siaga
sejak tadi. Dengan gesit masing-masing berkelit
secara berlawanan. Begitu mereka berdiri tegak,
Dahlia merah terbahak sambil berkacak
pinggang. "Tidak semudah itu memaksaku,
Sahabat.... Aku bukanlah seorang
pengkhianat,..."
"Kau berkhianat kepada kami!" geram
Madewa marah. "Aku lebih taat pad ketuaku dari pada
kalian!" balas Dahlia merah tak kalah galaknya.
"Bangsat!" Madewa langsung melesat ke
depan. Menyerang dengan pukulan lurus. Dahlia
merah memapaki dengan cepat pula.
"Des...! Plak...!"
Keduanya bersalto ke udara. Dan saling
menyerang kembali begitu hinggap di tanah.
Beberapa kali Dahlia merah mengirimkan sinar
merahnya, tetapi dengan menggunakan jurus
Ular Meloloskan Diri, semua itu luput. Bahkan
Madewa melesat dengan cepat dan mengirimkan
sebuah pukulan Tembok Menghalau Badai.
Saat itu pun Dahlia merah sudah
mengeluarkan ilmu berkelitnya yang bernama
menghindar hujan menghalau badai.
Kelincahannya dipakai untuk mengimbangi
pukulan sakti Madewa. Keduanya sama-sama
pandai menghindar dan berkelit. Kelincahan
keduanya seimbang.
Beberapa kali serangan Madewa luput.
Tiba-tiba Madewa mengubah jurusnya. Ular
mematuk katak kali ini dipergunakan. Dan
tangannya bergerak dengan sangat cepatnya.
Mencecar dengan gencar.
Dada Dahlia merah tergedor serangan tadi.
Saat dia terhuyung Madewa menghantam dengan
pukulan tembok menghalau badai.
"Des! Krak!"
Tubuh itu ambruk dengan beberapa tulang
yang patah. Madewa memburu tetapi ajal telah
mengundang Delima merah untuk pergi.
Terdengar desisan kagum Paksi Uludara
yang dari tadi hanya nonton saja.
"Serangan yang berbahaya namun kejam,"
kata Paksi Uludara sambil bertepuk.
Madewa bangkit dan menghampiri Paksi
Uludara. "Dia sudah mati. Tak ada jalan lain, kita
harus menembus hutan ini. Kurasa disekitar sini
dewi sesat itu berada!" Lalu dia melesat dengan disusul Paksi Uludara. Kelebatan
lari kudanya sangat cepat. Masing-masing memamerkan ilmu
lari dan meringankan tubuh mereka.
Sampai keduanya berhenti karena tiba-tiba
saja terdengar derap langkah bergegas di
belakang mereka. Tanpa dikomando lagi
keduanya melompat ke atas pohon. Dan
mengintai. Di bawah lima orang berpakaian hitam-
hitam dan bertopeng hitam tiba. Mereka
celingukan, seolah kebingungan ke mana
perginya dua orang yang dibuntuti tadi.
Tiba-tiba Paksi Uludara melompat turun
dan berdiri di hadapan mereka. Serentak lima
orang itu mencabut sepasang pedang yang
menggantung di punggung mereka masing-
masing. Tetapi mendadak kelimanya menjatuhkan
diri di hadapan Paksi Uludara.
"Oh, guru kiranya yang berada di sini,"
kata salah seorang dengan nada menyesal.
Paksi Uludara tertawa pelan. Menyuruh
Madewa turun, Dan menyuruh kelima orang itu
bangkit. Sebelum dia berkata, salah seorang
sudah maju dan menjura, "Maafkan kami, guru.
Kami tidak menyangka guru yang kami kejar tadi.
Kami kira Dewa Tua Pengantuk. Karena sampai
saat ini, kami belum berhasil menangkap Dewa
Tua Pengantuk untuk dihadapkan kepada guru-"
Lagi-lagi Paksi Uludara tertawa. Lalu
menerangkan kepada lima orang itu yang ternyata
murid-muridnya siapa adanya Dewa Tua
Pengantuk. "Begitulah, semua hanya salah paham.
Dan siasat adu domba yang dijalankan Dewi
Cantik Penyebar Maut." Paksi Uludara berpaling pada Madewa. "Bagaimana saudara,
kita lanjutkan pencarian kita?"
"Sebentar. Aku yakin, dewi iblis itu berada di sekitar hutan ini!" Tahu-tahu
Madewa merangkum kedua tangannya di dada. Dan
perlahan-lahan tubuhnya turun dan duduk
bersila. Kembali dia menggunakan ilmu
andalannya, pandangan menembus sukma dan
tatapannya kembali beredar dengan seksama.
Meneliti setiap tempat, bahkan menerobos
dinding-dinding gua yang ada di sekitar hutan itu.
Sampai suatu ketika dia melihat sebuah
gua yang kelihatan terang di dalamnya. Madewa
semakin mempertajam pandangannya. Dan
menembus ke dalam.
Di sebuah sudut gua itu terlihat sebuah
batu yang bernyala indah. Bersinar karena
berhiaskan permata, intan dan emas. Dan dia
melihat seorang wanita cantik berbaju merah
sedang duduk menghadap ke singgasana itu.
Pikiran berputar di kepala Madewa. Dialah
Dewi Cantik Penyebar Maut. Dan di sampingnya
berdiri seorang gadis berbaju merah pula seolah
menjaga dewi itu.
Pandangan Madewa berputar lagi. Dan
bukan main terkejutnya dia, ketika melihat Ratih Ningrum terkulai dalam keadaan
terikat. Begitu
pula dengan Pranata Kumala yang terkulai dalam
keadaan terikat pula.
Betapa kejam! Kemarahan Madewa bangkit.
Dia menghentikan konsentrasinya dan
bangkit seraya menjerit keras.
Suaranya bergetar menusuk kalbu.
Paksi Uludara dan murid-muridnya
bingung. Malah mereka bersiap, mungkin saja
Madewa mendengar sesuatu yang mencurigakan.
Madewa merasa kemarahannya agak
menurun. Dia berbalik dan berkata, "Aku sudah mengetahui di mana dewi iblis itu
berada! Istri dan anakku menjadi tawanan mereka. Aku akan
segera ke sana!"
Tanpa menunggu jawaban Paksi Uludara
lagi, Madewa melesat.
"Saudara! Tunggu!" seru Paksi Uludara
seraya menyusul, kelima muridnya pun bergerak


Pendekar Bayangan Sukma 5 Keris Naga Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan cepat. Madewa sudah ingin membunuh dewi iblis
itu cepat-cepat. Kalau dia tahu anak dan istrinya terluka, akan dibumiratakan
gua itu. Dia langsung melesat memasuki gua yang
dilihat oleh pandangan menembus sukmanya.
Tetapi tiba-tiba dia bersalto. Sebuah sinar merah menyongsong larinya. Sinar
merah itu terus
berkelebat. Paksi Uludara yang baru memasuki
pintu gua bergulingan menghindari. Begitu pula
dengan murid-muridnya. Tetapi naas, murid yang
paling belakang, tak sempat berguling.
Sinar merah itu menghantam tepat di
jantungnya! Tubuh itu meregang dengan jantung
hangus. "Pandu!" seru Paksi Uludara terkejut.
Tetapi nyawa muridnya sudah tak tertolong. Dia
berbalik geram. "Dewi iblis, kuminta nyawamu penebus nyawa muridku!" serunya dan
melesat kembali.
Di tempat yang agak luas, dia melihat
Madewa sudah berhadapan dengan dewi cantik
dan seorang muridnya. Dewi iblis itu terkekeh
melihat Madewa Gumilang berdiri dengan mata
marah. Tetapi tiba-tiba dewi iblis itu terdiam.
Matanya mendadak redup. Pemuda yang dicintai
dan dirinduinya kini berdiri di hadapannya. Ingin dia berlari ke pelukannya,
merebahkan kepala di
dadanya. Betapa indahnya. Betapa bahagianya.
Tetapi semua itu tidak bisa dia lakukan. Saat ini orang yang dicintainya
merupakan musuh utama
yang harus dimusnahkan!
Dewi iblis atau Nindia, terkekeh kembali.
Perasaan wanitanya memanggilnya untuk tidak
menyerang lebih dulu. Dan bergetar kembali
melihat pemuda yang dirinduinya.
"Selamat datang di tempatku ini, Madewa,"
suaranya bergetar pula. Sampai-sampai Puspa
merah melirik. Kenapa suara guru bergetar"
Tidak seperti biasanya yang seram dan
mencekam. "Aku tak perlu berbasa-basi! Hari ini, kau
dan muridmu, akan kumusnahkan dari muka
bumi!" seru Madewa.
"Hi... hi... kau bermimpi, Madewa. Baiklah, sebelum kita laksanakan pertempuran
itu, ada baiknya kau mengenalku...."
"Aku sudah tahu siapa kau, Dewi! Kau
wanita iblis kejam yang tak kenal dosa! Dosamu
tak berampun lagi!"
"Baik. Baik. Kau jahat menuduhku seperti
itu, Madewa. Ingatkah kau lima tahun yang lalu,
saat kau menolong seorang gadis bernama
Nindia?" Madewa terdiam. Jelas dia ingat. Tadi pun dia telah membunuh Nindia
palsu. Tapi mau
apa dewi sesat itu bertanya-tanya"
"Aku tahu soal itu!"
"Kau tahu di mana gadis itu berada?"
"Sampai saat ini, aku tidak tahu dia berada di mana...."
Belum lagi selesai bicara Madewa, Paksi
Uludara sudah memotong, "Untuk apa kita
teruskan percakapan ini! Lebih baik kita segera
musnahkan wanita itu, Madewa!"
Nindia terkekeh.
"Kau pemarah sekali, Kakek Tua!"
"Kau telah membunuh muridku, Dewi!
Sinar merahmu sungguh berbahaya dan kejam!"
Nindia terkekeh lagi. "Salah muridmu
sendiri, kenapa tidak menghindar" Hi... hi...
Madewa, kita teruskan pembicaraan tadi....
Memang tak ada seorang pun yang tahu di mana
gadis itu berada. Tetapi hari ini kau akan
mengetahuinya...."
Dada Madewa berdebar lebih cepat. Kalau
begitu putri Nindia berada dalam cengkraman
Dewi penyebar maut itu. Pantas dicari ke mana
pun tidak ketemu.
"Di mana dia" Cepat kau keluarkan! Dan
lepaskan anak istriku, Dewi...."
"Hi...hi..., aku takut kau tidak
mengenalinya, Madewa. Kau masih ingat suara
gadis itu?"
Kembali Madewa terdiam. Mengingat-ingat.
Yah... suara Nindia halus dan mendayu-
dayu. Lembut, sedap didengar telinga.
"Aku masih ingat suaranya."
Tiba-tiba tatapan dewi sesat itu meredup.
Ia menghela nafas panjang. Semua menunggu
dengan tegang. Begitu pula dengan Puspa merah.
Bukankah guru tidak menawan orang selain
Ratih Ningrum dan Pranata Kumala"
Ah, mungkin gurunya punya siasat yang
jitu lagi. Dan semua terkejut. Puspa merah pun
terkejut. Tiba-tiba gurunya berkata, suranya
bukan suara yang seperti didengar. Kali ini suara itu lembut. Mendayu-dayu. Dan
agak terisak! "Madewa... akulah
Nindia, putri Abindamanyu yang menghilang lima tahun yang
lalu...." Madewa tersentak. Ia menatap tak percaya.
Benarkah Dewi Cantik Penyebar Maut yang kejam
itu putri Nindia" Dari mana gadis itu
mendapatkan ilmu kesaktian. Dan bagaimana
cepatnya gadis lembut berubah menjadi beringas.
Kenapa" Kenapa"
Dan dewi itu sudah melanjutkan, "Ini
semua gara-gara kau sendiri, Madewa! Kau telah
menyebabkan aku berubah! Kau telah
membuatku sengsara. Sejak lama aku mencintai,
Madewa.... Tapi rupanya kau hancurkan cinta itu
karena kau sudah mempunyai seorang kekasih!
Saat itu hatiku gundah. Terluka. Siang malam
aku membayangkan kau yang berkasih-kasihan
dengan Ratih Ningrum, dan membuatku
menangis selalu dan tidak rela kau berkasih-
kasihan dengannya. Saat itu aku bersumpah,
akan membunuh salah seorang dari kalian, atau
kedua-duanya! Untungnya seorang kakek sakti
membawaku ke gunung Muria. Empat tahun aku
digemblengnya sampai menjadi gadis yang sakti.
Dan dendamku semakin membara walau cintaku
padamu tak pernah hilang.
Akhirnya aku berhasil keluar dari gunung
itu setelah kubunuh guruku sendiri. Itu semua
gara-garamu pula, Madewa! Dosaku sudah
bertumpuk. Tak mungkin terampuni. Aku juga
telah berdosa pada ayah dan ibu.
Semua sudah kepalang basah. Aku akan
menambah dosa itu dengan beberapa nyawa lagi
hari ini! Bersiaplah, Madewa! Ajal telah
mengundangmu di sini!"
Madewa masih terdiam, memperhatikan
wanita itu. Benarkah dia Nindia" Gadis yang lima tahun lalu pernah ditolongnya"
Tetapi semua figur dari gadis itu memang mirip dengan putri
Nindia. Wajahnya pun tak berubah. Hanya
menampakkan kebengisan dan seperti
memendam rindu yang amat dalam.
Dia tidak boleh memakai kekerasan. Gadis
ini yang bisa menyembuhkan penyakit Nadia, istri Abindamanyu. Apalagi Nindia
palsu telah dibunuh oleh Madewa. Dia harus bisa membujuk
agar gadis ini kembali ke jalan yang benar. Dan
kembali ke pangkuan ayah dan ibunya.
"Putri Nindia... mengapa semua jadi
begini?" kata Madewa lirih. Dulu pun dia tahu gadis itu mencintainya. "Kau
seorang gadis yang lembut tapi telah berubah menjadi seorang wanita
yang kejam. Putri Nindia... kembalilah ke jalan
yang benar... Ayah dan bundamu merindukan
mu..." "Aku pun rindu pada mereka, Madewa....
Tetapi aku harus membunuhmu hari ini...." suara Nindia agak terisak.
"Putri... semua yang lalu biarlah berlalu.
Perbuatanmu telah melampaui batas. Kau telah
membuat semua menjadi kacau... Nindia... kau
adalah seorang yang terpelajar... Ayah bundamu
pasti kecewa melihat putri yang disayanginya
menjadi seorang gadis yang kejam...."
"Ini semua gara-gara kau, Madewa! Kau
telah menghancurkan hatiku!" suara Nindia
berubah. Kejam. Bengis. Ia menuding Madewa
penuh kebencian. "Aku tak akan tenang hidup di dunia ini, sebelum membunuhmu!
Membunuh orang yang membiarkan hatiku sengsara...."
"Nindia... kini aku telah beristri. Dulu pun aku tak mungkin bisa menerimamu....
Kembalilah Nindia... bundamu sakit keras karena rindu
padamu...."
Kembali wajah Nindia meredup. Ibunya
sakit keras" Bunda yang dirinduinya" Oh... dia
menutup kedua wajahnya dengan kedua
tangannya. Menangis terisak. Dan mendadak dia
mengangkat wajahnya. Kembali kebengisan itu
nampak. Kebenciannya semakin menjadi-jadi
pada Madewa. "Kau harus kubunuh, pemuda kejam!"
serunya seraya mengibaskan tangannya. Dan
sinar merah melesat dengan cepatnya!
Madewa berkelit ke samping. Tetapi jarum-
jarum berbisa yang dilontarkan lagi oleh Nindia
kembali membuatnya kelabakan. Dia bersalto dan
hingga di hadapan Nindia,
"Tahan putri.... Semua ini tak ada gunanya
kita lakukan...."
"Aku tak ingin mendengar suaramu lagi,
Madewa! Aku telah bersumpah akan mencabut
nyawamu! Madewa... jika kau bisa membunuhku,
sampaikan salamku kepada ayah dan ibu. Ratih
Ningrum dan putramu kukembalikan secara
utuh! Tetapi jika kau yang terbunuh, akan ku
siksa kedua orang yang kau kasihi itu sampai
mampus!" "Jaga seranganku, Madewa! Kau Puspa
merah, hadapi kakek jelek itu!"
Sesudah berkata demikian, Nindia melesat
ke depan. Tangannya membentuk cakar yang siap
mencabut jantung Madewa.
Melihat serangan itu, Madewa merunduk
dari menangkis. Dan kakinya bergerak ingin
mengibas kaki Nindia. Tetapi begitu kaki Madewa
bergerak gadis itu sudah bersalto. Dan
menjejakkan sebelah kakinya di punggung
Madewa. Sungguh cepat gerakannya.
"Des!"
Madewa terguling menerima tendangan
penuh tenaga itu. Ia kembali berdiri tegak.
Berkata sebelum Nindia menyerang lagi, "Kita tak perlu bertempur, Putri.
Kembalilah ke jalan yang
benar...,"
"Kau tak perlu berkhotbah!" Nindia
mengibaskan kedua tangannya sekaligus. Dan
sinar merah berkelebat dari sepuluh jarinya.
Madewa pun bergerak cepat. Mau tak mau
dia harus membalas kalau tidak ingin mati
konyol. Dia bergulingan menghindari sinar merah
itu. Tetapi sinar merah itu terus mengejarnya.
Madewa mulai mengeluarkan jurus berkelitnya
yang ampuh, jurus Ular Meloloskan Diri.
Serangan sinar merah itu tak ada yang
menemui sasarannya. Tiba-tiba Madewa memekik
dan tubuhnya seakan terbang melesat ke depan.
Nindia merasakan dorongan angin yang
sangat hebat. Dia adalah didikan seorang kakek
sakti di gunung Muria. Serangan itu dengan
mudah saja dielakkan. Bahkan dia membalas
dengan pukulan menggempur sejuta batu karang.
"Des! Plak!"
Dua buah tenaga penuh berbenturan.
Madewa terhuyung lima langkah, sedangkan
Nindia hanya satu langkah. Berarti pukulan
Nindia lebih sakti dari pukulan yang dikeluarkan Madewa. Tembok Menghalau Badai.
Sementara itu, Puspa merah sudah
menyerang Paksi Uludara. Serangan gadis itu pun
tak kalah hebatnya Seperti gurunya. Paksi
Uludara sejenak agak kewalahan. Tetapi ketika
dia mencabut pedang mustikanya, dia langsung
berada di atas angin.
Dia adalah jago pedang nomor satu saat
itu. Ilmu pedangnya belum ada yang menandingi.
Empat orang muridnya hanya menonton saja
tanpa berbuat apa-apa. Mereka kuatir, kalau
dibantu Paksi Uludara malah marah. Lagipula,
gadis itu pasti tak akan berumur panjang.
Kibasan dan tusukan permainan pedang
Paksi Uludara benar-benar hebat dan cepat.
Pedangnya menderu-deru dan bergulung-gulung.
Selain itu ilmu meringankan tubuhnya pun tinggi.
Semakin sempurnalah serangan-serangannya
pada Puspa merah yang berusaha menghindar


Pendekar Bayangan Sukma 5 Keris Naga Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekuat tenaga. Sekali waktu Paksi Uludara berguling dan
pedangnya menusuk ke atas. Puspa merah
menjerit kaget. Karena barang rahasianya yang
diancam oleh Paksi Uludara.
"Bangsat cabul!" bentaknya seraya
menghindar dan mengirimkan serangan dengan
kaki. Tetapi dia cepat menarik kakinya, karena
Paksi Uludara sudah mengibaskan pedangnya.
Puspa merah kembali menjerit kaget. Dia
bergulingan dan mengambil jarak agak jauh dari
Paksi Uludara berdiri.
"Baik, Kakek cabul. Aku akan mengadu
jiwa denganmu!" geramnya seraya membuka
jurus baru. Paksi Uludara hanya menunggu dengan
bersiaga. Tiba-tiba Puspa merah menerjang
dengan teriakan keras. Kelebatan tubuhnya
menimbulkan desiran angin yang keras. Paksi
Uludara menyambut serangan itu dengan
pedangnya. Tetapi Puspa merah sudah bertekad untuk
mengadu nyawa. Dia tidak menghindar. Malah
memasuki gulungan pedang itu. Paksi Uludara
semakin cepat memainkan pedangnya. Tetapi
sungguh di luar dugaan. Ketika pedang itu akan
menyambar tubuh Puspa merah, Puspa merah
melenting ke samping. Menghantam salah
seorang murid perguruan Topeng Hitam, Dan
menyambar sepasang pedangnya.
Murid perguruan Topeng Hitam itu ambruk
dengan tubuh berdarah.
Kini Puspa merah sudah memegang
sepasang pedang. Dia pun memainkannya dengan
hebat. Jurus pedang Empat Penjuru dan sedikit-
sedikit dia mampu mengimbangi permainan
pedang Paksi Uludara. Namun Paksi Uludara
adalah orang sakti berilmu pedang yang sampai
saat ini belum terkalahkan. Dan pedang
mustikanya itu menyabet dengan deras.
Menghantam kedua tangan Puspa merah hingga
buntung. Paksi Uludara bukanlah orang yang kejam.
Tetapi hari ini dia bertindak kejam. Seorang
muridnya telah mampus lagi. Maka dia menjerit
keras dan pedangnya menusuk Puspa Merah
hingga ambruk dan mati seketika itu juga.
Pekikannya membuat Nindia menoleh. Ia marah
melihat muridnya mati. Mendadak dia merubah
serangannya. Kali ini melesat ke arah Paksi
Uludara dengan hebat.
Cakarnya mengancam dengan deras. Paksi
Uludara berkelit, Dan menusukkan pedangnya.
Tetapi Nindia melenting ke atas. Dan
selarik sinar merah berkelebat, menghantam
tangan kiri Paksi Uludara.
"Aaaah!" Paksi Uludara menjerit kesakitan.
Panas sekali dirasakannya. Ia terhuyung. Melihat guru mereka kalah, tiga orang
murid perguruan
Topeng Hitam serentak menyerang. Tetapi mereka
bukanlah tandingan Nindia.
Dengan sekali kibas saja, mereka tunggang
langgang dan tewas seketika dengan muntah
darah. Nindia menggeram. Menghadapi Paksi
Uludara yang sedang menahan rasa sakit.
"Hutang nyawa dibayar nyawa! Kau harus
membayar nyawa Puspa merah, Kakek!"
Dan Nindia mengibaskan tangannya.
Dorongan angin yang keras mengarah kepada
Paksi Uludara. Melihat bahaya yang mengancam,
Madewa Gumilang cepat bersalto dan mendorong
tubuh Paksi Uludara.
Serangan itu luput, menabrak dinding gua
yang hancur berantakan. Nindia menggeram
marah. "Bangsat kau, Madewa! Kubunuh kau!"
"Putri... sadarlah, semua ini tak ada
gunanya," kata Madewa mencoba membujuk.
"Mari kita kembali ke rumah...."
"Tidak! Aku harus membunuhmu dulu!"
bentak Nindia dan dia pun memekik keras dan
menyerang Madewa dengan dahsyatnya.
Madewa menunduk sedikit ketika pukulan
Nindia mengarah ke wajahnya. Dan Madewa cepat
menyodokkan sikunya hingga Nindia surut ke
belakang. Madewa meneruskan serangan itu
dengan tendangan dan membuat Nindia kali ini
bersalto menghindar.
"Bangsat! Terima kematianmu, Madewa!"
Nindia membentak. Tahu-tahu kedua tangannya
mengepal dan mengeluarkan asap merah. Itulah
jurus simpanannya yang ampuh.
Madewa pun beriap. Ia merangkum tenaga
di tangannya. Dia pun sudah mengeluarkan jurus
andalannya, pukulan bayangan sukma. Dari
kedua tangannya mengeluarkan asap putih,
Keduanya saling berhadapan. Di mata
Nindia penuh nafsu membunuh, sedangkan
Madewa masih berharap, agar gadis ini mau
kembali ke jalan yang benar.
Cinta memang mengalahkan segala-
galanya, membutakan semuanya. Jika cinta tak
kesampaian, dia akan berubah menjadi dendam
yang mengalahkan segala-galanya! Tetapi bagi
yang bersabar, semua itu bisa ditahannya.
Tiba-tiba terdengar lengkingan Nindia. Dia
sudah bergerak menyerang. Madewa pun berbuat
yang sama. Tak ada jalan lain, dia harus
mempertahankan selembar nyawanya. Dua tubuh
itu melesat ke depan saling memapaki.
"Des! Des!"
Dua buah pukulan sakti itu beradu dengan
kerasnya. Menimbulkan kepulan asap dan suara
yang menggetarkan. Dari kumpulan asap itu
terlihat dua tubuh terpental ke belakang. Dari
mulut kedua-duanya mengeluarkan darah.
Rupanya kedua pukulan sakti itu seimbang.
Mendadak di saat tubuh Nindia masih tergeletak,
Paksi Uludara menyerang, dengan sisa tenaganya.
Tetapi dia lupa, kesaktian dewi saat itu
sangat tinggi. Nindia berguling seraya
mengibaskan tangannya. Dua larik sinar merah
melayang dan menghantam hangus Paksi
Uludara. "Ketua!" seru Madewa Gumilang terkejut, susah payah dia bangkit dan memburu.
Tubuh Paksi Uludara hangus. Nafasnya masih terdengar
walau putus-putus.
Ia menahan nyeri yang amat sakit.
Perlahan matanya terbuka, menatap Madewa
dengan tatapan yang redup.
"Madewa... ajal menantiku... di sini...
Hanya satu pesanku... kau... pim... pinlah...
perguruan Topeng Hi... tam... salam untuk....
murid... ah...."
Tubuh gagah itu terkulai dan hilang
nyawanya. Madewa memandang sedih tubuh
Paksi Uludara. Tetapi begitu mendengar kekehan
Nindia, dia bangkit dengan marahnya. Tak ada
jalan lain, dia harus membunuh wanita sesat ini!
Tetapi kesaktian gadis itu benar-benar luar
biasa. Madewa hendak menggunakan senjatanya,
seruling naga warisan Ki Rengsersari, mendiang
gurunya. Tetapi dia ingat, anak dan istrinya
berada di sini. Keduanya bisa mati kelojotan
mendengar suara seruling itu.
Tahu-tahu Madewa berkelebat. Pukulan
bayangan sukma menerjang Nindia yang berkelit
dan menghantamkan pukulan saktinya. Saat
serangannya luput, Madewa menenangkan
jiwanya. Menurunkan rasa marahnya.
Mendadak keajaiban itu terjadi, Ketika
Nindia hendak menyerangkan pukulannya,
tubuhnya mendadak terjengkang ke belakang dan
bergulingan muntah darah.
Pukulannya menerjang dia sendiri! Itulah
keajaiban yang terjadi pada Madewa setelah dia
menghisap sari rumput kelangkamaksa. Rumput
sakti yang hanya dimiliki oleh para dewa.
Tubuh yang muntah darah itu berusaha
bangkit, tetapi ambruk kembali. Madewa berbalik, hendak melontarkan pukulan
jarak jauhnya. Dia
ingin menghabisi saja Nindia yang sudah menjadi
gadis setan. Tetapi dia menurunkan tangannya.
Kasihan melihat gadis itu merintih. Lagipula, dulu gadis itu amat dikasihinya.
Dan gadis itu bisa
menjadikan obat penyembuh bagi Nadia.
Perlahan Madewa menghampiri Nindia
yang tengah menahan sakit. Serangannya tadi
sangat luar biasa. Dan tanpa disangka serangan
itu berbalik memakannya sendiri. ."Putri...."
Mata Nindia meredup.
"Madewa... maaf... maafkan aku... Ah...
aku telah banyak dosa. Dan benar katamu...
perbuatanku tak terampuni...."
"Sabar putri... bertahanlah...."
"Kurasa... ajalku sudah tiba, Madewa....
Sampaikan salam maafku kepada ayah dan ibu....
Katakan saja, bahwa putrinya telah mati di
tengah jurang.... Madewa... berbahagialah engkau dengan Ratih Ningrum... juga
putramu.... Terus
terang, aku iri pada mereka, yang telah merebut
hatimu... Sampai mati pun kubawa cintaku
padamu... Cintaku tak akan hilang... dan... aku...
ingin kau mati bersamaku hari ini!"
Nindia tiba-tiba melayangkan pukulannya.
Tetapi dia salah perhitungan. Pada saat tenang
begitu, keajaiban rumput kelangkamaksa
berfungsi. Tak ayal lagi, kembali pukulan itu
menghantamnya sendiri dan meninggal dengan
muntah darah. "Putri Nindia!" seru Madewa terkejut.
Tetapi gadis itu telah pergi untuk selama-
lamanya. Heran, bibirnya tersenyum. Seolah
berbahagia bisa mati dekat orang yang
dicintainya. Madewa tersendat. Entah kenapa dia
terisak. Baru kali ini dia terisak selama
petualangannya. Dibelainya pipi Nindia dengan
lembut. Dulu pipi itu milik seorang gadis yang
manis dan manja, tetapi kini milik seorang gadis yang mati dalam kesesatan.
Madewa menengadah, menatap atap gua
dan pancarannya sampai ke langit.
"Maafkanlah segala perbuatannya,
Gusti...."
Sesudah itu dia mencari Ratih Ningrum
dan Pranata Kumala. Mereka berpelukan dengan
gembira. Madewa menguburkan mayat-mayat itu
di dalam gua. Gua yang menjadikan tempat
terakhir bagi mereka, juga Paksi Uludara!
Ketika menguburkan tubuh Nindia,
sesuatu jatuh dari angkinnya. Sebuah keris
berwarna merah. Itulah keris Naga Merah yang
dicurinya dari gurunya di gunung Muria.
Ratih Ningrum terharu melihat kesetiaan
cinta Nindia pada suaminya. Kalau tahu semua
akan jadi begini, dulu lebih baik dia tidak mencari kekasihnya. Biarlah Nindia
berbahagia dengan
kekasihnya. Nindia merupakan contoh orang baik yang
menjadi jahat. Banyak manusia yang seperti itu,
yang selalu menurutkan hawa nafsunya dengan
jalan apa pun, asal semuanya terpuaskan!
Selesai menguburkan semuanya, Madewa,
istrinya dan anaknya pergi ke rumah
Abindamanyu, hendak memberitahukan semua
kejadian itu. Sesampai di sana, ada ramai-ramai di
rumah itu. Rupanya, Nadia sudah meninggal
dunia tadi malam. Begitu mendadak. Tanpa
sempat berpesan apa-apa. Dia sudah gembira di
akhir ajalnya dapat bertemu dengan putri
tersayangnya. Nadia tidak tahu, putrinya yang selama ini
menemaninya adalah Nindia palsu alias Dahlia
Merah. Semua itu merupakan teka-teki yang tak
terjawabkan bagi Nadia sampai ke liang
kuburnya. Setelah semua urusan itu diselesaikan,
Madewa berpamitan. Mereka langsung menuju ke
perguruan Topeng Hitam. Madewa Gumilang
hendak menjalankan semua amanat Paksi Ulu
dara walau sebenarnya dia enggan.
Murid-murid Paksi Uludara menerima
semuanya dengan tabah. Dan di bawah pimpinan
Madewa Gumilang, perguruan Topeng Hitam men
julang namanya.
Tetapi diam-diam ada beberapa orang yang


Pendekar Bayangan Sukma 5 Keris Naga Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

iri, apalagi Madewa diketahui memiliki keris Naga Merah, keris sakti punya kakek
sakti di gunung
Muria 3 Di bawah lereng pegunungan sebelah timur
sana, merupakan daerah yang terindah. Banyak
lembah dan hutan rimba yang liar tak jauh dari
sana. Hanya di bawah pegunungan itu saja
banyak terdapat dusun-dusun kecil yang hanya
terdiri dari beberapa kepala keluarga yang
sederhana. Hidup mereka sangat sederhana.
Hidup hanya dari bertani dan berburu.
Hari itu udara sangat cerah. Matahari baru
muncul dari peraduan. Para penduduk bekerja
dengan giat, demi mencari penghidupan keluarga
mereka. Dusun-dusun itu merupakan sebuah
daerah yang tentram. Apalagi telah lama di sana
bercokol sebuah perguruan silat yang sudah
menjulang namanya. Perguruan Topeng Hitam.
Dulu perguruan Topeng Hitam dipimpin
oleh seorang ketua yang bernama Paksi Uludara,
seorang jago pedang yang amat tangguh. Tetapi
sejak empat tahun terakhir, perguruan itu tidak
lagi dipimpin oleh Paksi Uludara, karena beliau
telah menemui ajalnya di tangan Nindia atau
Dewi Cantik Penyebar Maut.
Dan sebelum ajalnya Paksi Uludara
memberi amanat kepada Madewa Gumilang,
seorang tokoh yang amat sakti, untuk memimpin
perguruan Topeng Hitam (baca: Petaka Cinta
Berdarah). Di bawah pemimpin baru itu, keadaan
perguruan Topeng Hitam semakin tangguh.
Bahkan diakui sebagai perguruan terbesar saat
itu. Selain, ketua mereka yang baru amat disegani kawan maupun lawan, istrinya
pun seorang pendekar wanita yang hebat. Dia bernama Ratih
Ningrum. Wanita yang pandai pula memainkan
pedang. Semakin tinggilah nama perguruan Topeng
Hitam. Tetapi biar begitu, ada pula beberapa
perguruan silat yang iri pada nama besar mereka.
Salah satu perguruan yang amat membenci
mereka adalah perguruan Cakar Naga. Mereka
dulu adalah perguruan yang amat tinggi, tetapi
sekarang berada di bawah kedudukan perguruan
Topeng Hitam. Ketua perguruan Cakar Naga bernama Resi
Sendaring, seorang laki-laki berusia empat puluh tujuh tahun yang tinggi
ilmunya. Jurus-jurus
cakar naganya amatlah tangguh. Dia didampingi
oleh enam bawahannya yang tangguh pula.
Pagi ini Resi Sendaring sedang awut-
awutan pikirannya. Sejak dikalahkan oleh
perguruan Topeng Hitam; hadiah dan salam
perguruan yang di bawahnya beralih ke
perguruan Topeng Hitam yang berarti hilanglah
pemasukan yang amat penting.
Resi Sendaring benar-benar geram. Dia
tidak menginginkan hal itu berlanjut terus
menerus. Akhirnya dia memanggil enam
bawahannya untuk berunding. Mencari jalan
untuk mengambil alih kembali kejayaan nama
perguruan Cakar Naga.
Enam bawahannya itu terdiri dari dua
wanita tangguh dan enam laki-laki yang tangguh
pula. Kesaktian dan nama mereka sudah
menjulang, merupakan tokoh-tokoh hitam
golongan sesat. Mereka dulu membuat nama
mereka menjulang dengan sendiri-sendiri. Tetapi
karena telah takluk oleh Resi Sendaring mereka
mengabdikan diri.
Mereka terdiri dari Madurka, seorang laki-
laki yang bertubuh gemuk. Tangan kiri orang
buntung, diganti dengan sebuah besi yang
ujungnya lancip. Dia bergelar, Orang Cacat Sakti.
Di samping orang itu duduk seorang
wanita setengah baya. Wanita itu memakai
kerudung putih. Sikapnya manis dan sopan. Dia
bergelar Dewi Mulia Berhati Busuk. Wajah dan
pakaiannya saja yang kelihatan baik, tetapi
semua itu palsu. Karena dia adalah wanita yang
sangat kejam. Di samping wanita itu duduk pemuda
tampan yang selalu tersenyum. Dia masih sangat
muda. Tabiatnya aneh. Kadang seperti orang
sinting. Dia sangat ahli dalam melempar senjata.
Pemuda itu bernama Angkasena dan dia berjuluk
Iblis Berwajah Bocah.
Di hadapan ketiga orang itu duduk pula
tiga orang yang lain wajah dan tingkahnya. Yang
berhadapan dengan Madurka, seorang pria
setengah baya yang sangat kurus. Saking
kurusnya tulang-tulang pria itu bertonjolan
keluar. Di pinggangnya menyantel sebuah pedang
tipis yang tajam. Pria itu bernama Tidasewu. Pria diberi julukan Dewa Pedang,
karena permainan
pedangnya amat hebat.
Di samping Tidasewu duduk seorang
wanita yang berwajah buruk. Sebelah matanya
picek. Bibirnya tebal. Di bagian kulit wajahnya
bertonjolan luka yang menjijikkan. Tetapi
mengherankan, karena anggota tubuhnya yang
lain sangat halus, dan mulusnya. Tidak ada luka
yang mengerikan macam di wajahnya. Wanita itu
bernama Sumpila. Wanita itu sangat hebat
kesaktian dan kepandaiannya. Jurus-jurusnya
amat tangguh, yang merupakan gerakan dari
burung bangau. Dia berjuluk Dewi Buruk Rupa.
Dan yang terakhir adalah seorang pria yang
kelihatan genit. Beberapa kali lidahnya menjilat bibirnya. Dan dia mengikik
selalu. Pria itu
bernama Aryo Gembala. Seorang pria dari lereng
gunung pengging yang bergelar Banci Murah
Senyum. Itulah orang-orang yang dikumpulkan oleh
Resi Sendaring. Rata-rata orang itu semua pernah dikalahkannya, yang
menandakan betapa tingginya ilmu kesaktian Resi Sendaring.
Resi Sendaring mengemukakan masalah
yang menjadi ganjalan hatinya terhadap
perguruan Topeng Hitam dan kebenciannya
kepada ketua perguruan itu yang bernama
Madewa Gumilang.
Orang-orang yang dipanggilnya itu
mengangguk setuju ketika Resi Sendaring berkata
akan menyerbu ke perguruan itu.
"Jalan itu adalah jalan yang baik di rimba
persilatan, Resi," kata Madurka sambil
mengusap-usap tangan kirinya yang berbentuk
besi lancip. "Ya, aku pun setuju dengan usul itu,"
dukung Tidasewu yang juga amat membenci pada
Madewa Gumilang. Dia adalah sahabat erat
Krampelaksa, ketua perkumpulan Telapak Naga
yang tewas di tangan Madewa (baca: Dendam
Orang-orang Gagah). Telah lama Tidasewu
mencari kesempatan yang baik untuk
membalaskan dendam itu.
Dan saat ini rencananya itu akan segera
terlaksana. "Kalau begitu, bagaimana cara kita
mengatur strategi yang baik?" tanya Sumpila, Dewi Buruk Rupa. Dia pun iri
terhadap kecantikan istri Madewa yang bernama Ratih
Ningrum. Resi Sendaring tertawa karena usulnya
disambut dengan baik. Dia telah menyusun
semua rencana itu dengan matang. Tinggal
menunggu kesempatan untuk menjalankan
semua itu. Tetapi itu pun tidak akan lama.
Karena kesempatan sebentar lagi datang.
"Rencanaku itu sudah ada di benakku,
Sumpila. Kita menunggu waktu yang tepat untuk
menyerbu ke sana," jawabnya dengan gembira.
Nimas Sertani alias Dewi Mulia Berhati
Busuk, angkat suara, "Resi Sendaring yang
kuhormati, aku pernah mendengar nama Madewa
Gumilang. Kalau tidak salah, dia adalah murid
seorang tokoh legenda yang sakti, Ki Rengsersari atau Pendekar Ular Sakti,
benarkah itu?"
Resi Sendaring mengangguk mengiyakan.
"Ya, dia merupakan murid tunggal tokoh
legendaris itu, yang kesaktiannya pun tak kalah
dengan Ki Rengsersari. Bahkan dia memiliki ilmu
simpanan gurunya...."
"Kesaktian macam apa itu, Resi?" tanya
Nimas Setani lagi.
"Sebuah pukulan yang amat hebat.
Pukulan Bayangan Sukma."
Sampai di situ Resi Sendaring berkata,
terdengar seruan kaget. Pukulan Bayangan
Sukma, pukulan yang amat saktinya. Tak ada
satu pun yang bisa menandingi pukulan sakti itu.
Tetapi mereka bukanlah tokoh-tokoh
golongan sesat yang baru mencuat namanya.
Pukulan macam itu tidak membuat mereka jeri.
Mereka sudah tertawa-tawa lagi. Bahkan
keinginan untuk menjatuhkan perguruan Topeng
Hitam semakin menggebu-gebu.
Sebuah rencana telah disusun oleh Resi
Sendaring adalah rencana yang hebat dan
mantap. Membuat Resi Sendaring sendiri amat
yakin akan rencananya. Pasti rencana itu akan
berhasil dan membawa kembali nama perguruan
Cakar Naga menguak di atas bumi ini.
Setelah terjadi tanya dan jawab di sana-
sini, akhirnya Resi Sendaring mengemukakan
rencananya. Rencana itu hebat namun keji.
Suatu rencana yang berada di luar dugaan
enam orang bawahannya. Bahkan mereka merasa
jeri untuk melakukannya. Namun mereka adalah
abdi-abdi Resi Sendaring yang setia. Walaupun
dari golongan sesat, tetapi kesetiaan mereka jaga sebagai seorang pendekar.
Sebagai tokoh kelas
utama! Resi Sendaring telah mengatur rencana itu sedemikian rupa sehingga nampak
merupakan sebagai bantuan, padahal di balik semua itu
terselip rencana terselubung yang amat keji.
Resi Sendaring tertawa ketika mendengar
jawaban dari bawahannya. Mereka setuju untuk
membantu. Bahkan rela mengorban nyawa sekali
pun. "Kalian tak perlu kuatir...." kata Resi Sendaring sambil tetap tertawa.
"Nyawa kalian tak akan hilang dalam rencana ini. Aku tahu, kalian
adalah pendekar-pendekar yang tangguh, bisa
melindungi nyawa dari serangan apa pun.
Lagipula, aku menjamin... keselamatan kalian
akan terjaga. Kalian tahu, apa yang kuinginkan
dari keruntuhan perguruan Topeng Hitam?"
Resi Sendaring mengedarkan pandangan.
Tetapi tak ada jawaban. Dan jawaban Resi
Sendaring sungguh di luar dugaan mereka.
Rupanya kali ini Resi Sendaring selalu membuat
kejutan-kejutan.
"Aku menginginkan istri Madewa yang
bernama Ratih Ningrum itu menjadi istriku...."
Semua terdiam. Resi Sendaring tertawa
terbahak-bahak. Tawanya sedemikian kerasnya.
Seakan membawa suara dan rencananya itu ke
pelosok negeri.
Rencana yang keji!
*** 4 Di perguruan Topeng Hitam, seperti biasa
pagi itu murid-muridnya tengah berlatih. Mereka
masih berlatih ilmu pedang warisan Paksi
Uludara. Raja pedang yang amat tangguh. Jurus-
jurus pedangnya sangat hebat dan berbahaya.
Tak jauh dari mereka berlatih ada seorang
anak laki-laki kecil yang mengikuti gerakan
mereka. Dengan susah payah bocah itu mengikuti
setiap gerakan. Di tangannya terpegang sebuah
pedang yang terbuat dari kayu. Anak itu
Misteri Pulau Neraka 1 Rumah Judi Pancing Perak Pendekar 4 Alis Karya Khu Lung Pedang Medali Naga 14
^