Pencarian

Liang Maut Di Bukit Kalingga 2

Joko Sableng 22 Liang Maut Di Bukit Kalingga Bagian 2


di dalam tandu. Juga menerangkan siapa adanya si nenek yang pada saku pa-
kaiannya membekal sapu tangan besar berwarna me-
rah. Hingga tak heran kalau Joko sudah mengenali
siapa saja orang yang kini berada di hadapannya
meski mereka belum pernah bertemu. Pendekar 131
juga tahu kalau antara Putri Kayangan dengan Ratu
Pewaris Iblis punya silang sengketa. (Lebih jelasnya silakan baca serial Joko
Sableng dalam episode : "Ger-bang Istana Hantu").
"Ratu Pewaris Iblis!" desis Putri Kayangan. "Bagai-
mana tahu-tahu dia muncul di sini"! Apakah selama
ini tanpa sepengetahuanku dia selalu mengikuti lang-kahku" Padahal setelah
kegagalan memasuki Istana
Hantu pada beberapa waktu yang lalu, aku tidak
punya perjanjian apa-apa dengannya lagi! Hem.... Lalu apa maksud ucapannya
tadi..."! Apa yang dikatakan-nya lebih penting"!"
"Ratu Pewaris Iblis!" kata Putri Kayangan. "Setelah kegagalan kita dahulu,
kurasa di antara kita sudah tidak ada perjanjian apa-apa! Tapi ucapanmu tadi
mem- buatku sedikit heran! Harap kau mau terangkan apa
maksud ucapanmu tadi!"
Ratu Pewaris Iblis menyeringai lalu tertawa menge-
keh. Namun mendadak si nenek putus suara tawanya.
Sepasang matanya menatap satu persatu pada orang
yang berada di tempat itu. Saat matanya memandang
Putri Kayangan, nenek ini langsung angkat bicara.
"Putri Kayangan! Saat ini di antara kita tidak ada
perjanjian apa-apa! Maka jangan menyesal kalau aku tidak bisa terangkan apa
maksud ucapanku kalau kau
tidak mengerti!"
Habis berkata begitu, Ratu Pewaris Iblis tersenyum
dingin. Lalu arahkan pandangan matanya pada murid
Pendeta Sinting. "Aku yakin manusia inilah Pendekar 131! Anak manusia yang telah
mendapatkan beberapa
kitab sakti dan baru saja menggegerkan Kedung Ombo!
Lebih-lebih lagi dia baru saja mendapatkan senjata
dahsyat milik bekas penguasa Kampung Setan!" Ratu
Pewaris Iblis mendongak. "Dari pertanyaan Putri
Kayangan, gadis itu rasanya belum mengenal siapa
pemuda ini! Aku memerlukan pemuda itu! Dan itu be-
rarti Putri Kayangan dan kambratnya harus enyah dari sini!"
Ratu Pewaris iblis memandang pada Putri Kayangan
yang saat itu tengah berpikir dan bertanya-tanya apa maksud ucapan Ratu Pewaris
Iblis. Saat lain si nenek telah berujar,
"Putri Kayangan! Kurasa kau tidak sengaja berhenti
di sini!" "Ucapanmu aneh!" sahut Putri Kayangan. "Katakan
terus terang apa maumu sebenarnya!"
Ratu Pewaris Iblis tertawa pendek. Seraya alihkan
pandangan matanya, dia berkata. "Teruskan perjala-
nanmu!" Putri Kayangan balik tertawa. Sementara Joko
hanya diam sambil tidak alihkan pandangan matanya
dari sosok Putri Kayangan. Di seberang sana, Tokoh-
tokoh Penghela Tandu sudah merasa geram menden-
gar ucapan Ratu Pewaris Iblis. Malah secara serempak keempat orang ini telah
kerahkan tenaga dalam.
"Ratu Pewaris Iblis!" ujar Putri Kayangan. "Boleh
aku tahu kenapa kau mengusirku dari tempat ini"!
Bukankah selama ini kita saling bersahabat dan tidak ada silang sengketa"!"
"Ini dunia persilatan! Kau boleh menganggapku se-
bagai sahabat, tapi tak ada yang menyalahkan ku ka-
lau aku menganggapmu sebaliknya! Dan jangan kau
harap bisa tahu mengapa harus pergi dari sini! Kau
hanya perlu lakukan ucapanku tanpa harus bertanya!"
Meski sudah merasa geram dengan ucapan si ne-
nek, namun Putri Kayangan masih menindihnya. Dia
berpaling pada Pendekar 131. "Tampaknya nenek itu
ada urusan dengan pemuda ini tanpa harus diketahui
orang lain! Hem.... Kalau pemuda ini seperti dugaanku, aku tahu pasti apa
urusannya!"
Setelah membatin begitu, Putri Kayangan angkat
suara. Ratu Pewaris Iblis! Kau punya urusan dengan pe-
muda ini"!" Putri Kayangan lirikkan matanya pada
murid Pendeta Sinting.
Ratu Pewaris Iblis bantingkan kaki kanan seraya
membentak garang. "Kau tak perlu bertanya! Kau
hanya perlu angkat kaki dari sini!"
"Nenek sialan! Kurobek mulutmu!" Tiba-tiba laki-
laki bercelana kolor warna merah berteriak. Saat lain sosoknya berkelebat dan
tahu-tahu telah tegak lima
langkah di hadapan Ratu Pewaris Iblis.
Tiga orang laki-laki dari Tokoh-tokoh Penghela Tan-
du tidak tinggal diam. Ketiganya serentak berkelebat dan tegak berjajar di
sebelah si celana kolor merah.
Ratu Pewaris Iblis tertawa panjang. "Rupanya kalian anjing-anjing yang setia!
Aku tanya, apa imbalan yang kalian terima hingga begitu setia"! Tubuh montok-
nya"!"
Paras wajah Putri Kayangan seketika berubah me-
rah mengelam. Tubuhnya bergetar dengan tenggorokan
turun naik. Sepasang matanya mendelik berkilat.
"Nenek gila! Tak kusangka jika mulut tuamu begitu
kotor!" Mendengar ucapan Putri Kayangan, Ratu Pewaris
Iblis bukannya marah. Sebaliknya makin perkeras ge-
lakan tawanya sebelum akhirnya berujar.
"Ini dunia persilatan! Banyak hal yang tidak diduga sangka tiba-tiba terjadi!
Kalau kau tidak segera angkat kaki, kematian yang sebelumnya juga tidak kau
sangka akan menjadi bagianmu!"
"Jahanam setan!" teriak laki-laki bercelana kolor
merah. Sosoknya melesat ke depan. Kedua tangannya
bergerak lepaskan satu pukulan.
"Tak ada gunanya aku berada di sini! Mereka pasti
tidak tahu apa yang saat ini sedang kuselidiki!"
Pendekar 131 melirik pada Putri Kayangan dan Ra-
tu Pewaris Iblis. Saat bersamaan dia gerakkan kaki
melangkah tinggalkan tempat itu.
"Kita masih punya urusan, Anak Muda! Jangan be-
rani melangkah!" Tiba-tiba Ratu Pewaris Iblis membentak. Kedua tangannya
terangkat lalu dihantamkan ke
depan menghadang kedua tangan si celana kolor me-
rah yang telah sampai di depan hidungnya!
*** LIMA BUKK! Bukkk! Terdengar benturan keras tatkala tangan kiri kanan
laki-laki bercelana kolor merah bentrok dengan kedua tangan Ratu Pewaris Iblis.
Laki-laki salah satu dari Tokoh-tokoh Penghela Tandu itu tersurut dua langkah ke
belakang. Dadanya yang terbuka terlihat turun naik
dengan keras. Tampangnya yang angker berubah ma-
kin menyeramkan! Di hadapannya si nenek tampak
mundur satu langkah dengan menyeringai.
Di sebelah samping, murid Pendeta Sinting tampak
hentikan langkah. Memandang sekilas pada Ratu Pe-
waris Iblis lalu berpaling pada Putri Kayangan. Dia tersenyum seraya angkat
bahu. Di seberangnya, Putri
Kayangan tampak hendak paksakan untuk balas se-
nyuman. Namun diurungkan tatkala mendadak ter-
dengar bentakan tiga kali berturut-turut.
Berpaling, tampaklah tiga laki-laki dari Tokoh-tokoh Penghela Tandu telah
melesat ke depan. Belum sampai lesatan tubuh masing-masing orang sampai di
hadapan Ratu Pewaris Iblis, ketiganya sudah lepas pukulan jarak jauh bertenaga
dalam kuat. Terdengar beberapa kali desingan keras. Saat lain
tampak beberapa gelombang dahsyat menghampar ga-
nas ke arah Ratu Pewaris Iblis.
Sesaat Ratu Pewaris Iblis tampak terkesiap. Namun
di lain kejap kedua tangannya telah tertarik ke belakang. Didahului bentakan
keras, kedua tangan si ne-
nek bergerak mendorong ke depan.
Bummm! Bummm! Tempat itu laksana dilanda gempa luar biasa. Bebe-
rapa pukulan yang saling beradu di udara mencipta-
kan muncratan nyala api sebelum akhirnya bertabur
lenyap. Sosok Ratu Pewaris Iblis terdorong sampai tiga langkah dengan terhuyung-
huyung. Paras wajahnya
yang mengeriput makin melipat dan pias laksana tidak berdarah. Untuk sesaat si
nenek periksa keadaan dirinya. Begitu sadar kalau tidak mengalami cedera dalam,
dia cepat kerahkan tenaga dalam.
Di depan sana, tiga laki-laki dari Tokoh-tokoh
Penghela Tandu tampak tegak dengan tubuh hampir
melorot jatuh setelah terseret tujuh langkah. Tampang
ketiganya pias. Sejurus ketiganya saling berpandangan lalu memberi isyarat
dengan anggukkan kepala.
Putri Kayangan tampak mendengus geram melihat
apa yang telah dialami beberapa pembantunya. Dia segera berkelebat. Namun
Pendekar 131 telah melompat
memotong gerakan si gadis.
"Putri Kayangan. Kuharap kau mau lakukan apa
yang dikehendaki nenek itu!"
Putri Kayangan berpaling ke jurusan lain seraya
berkata. "Ini urusanku! Harap kau tidak buka suara
memberi saran!"
Murid Pendeta Sinting gelengkan kepala perlahan
meski dia tahu si gadis tidak melihatnya. "Kau telah dengar. Dia tidak punya
urusan apa-apa denganmu!
Malah dia bilang punya urusan denganku...."
"Hem.... Lalu apa sebenarnya hubunganmu dengan
nenek gila itu"!" tanya Putri Kayangan tanpa berpaling.
"Aku sendiri tidak tahu! Aku baru mengenalnya dis-
ini! Aku menduga dia salah lihat! Mungkin dia punya urusan dengan orang yang
mirip denganku! Tapi bisa
saja ucapannya tadi hanya alasan. Sementara tujuan
sebenarnya dia ingin kenal denganku dan naksir pa-
daku! Itulah nasib jelekku.... Di mana-mana yang naksir cuma nenek-nenek!"
Kepala Putri Kayangan berpaling. Untuk beberapa
lama gadis cantik ini pandangi Joko dengan mata me-
nyipit membelalak. Diam-diam dalam hati dia berkata.
"Siapa sebenarnya pemuda ini"! Dia seakan tidak
peduli dengan apa saja! Malah menganggap remeh
urusan!" Setelah membatin begitu, Putri Kayangan berujar.
"Kalau nenek gila itu benar-benar naksir kau, kau
sendiri bagaimana"!"
Belum sampai murid Pendeta Sinting menjawab,
dari arah seberang Ratu Pewaris Iblis telah memben-
tak. "Apa yang kalian bicarakan, hah"!!
"Aku bilang padanya, meski kau sudah berusia lan-
jut, tapi tetap kelihatan cantik!" jawab Joko lalu anggukkan kepala pada Putri
Kayangan. Putri Kayangan
diam saja meski bahunya sedikit berguncang menahan
geli. Sebaliknya raut wajah Ratu Pewaris Iblis tampak mengelam. Saat lain tiba-
tiba nenek ini melesat ke depan. Bukan ke arah murid Pendeta Sinting, melainkan
menyongsong ke arah laki-laki bercelana kolor merah yang tegak sendirian
terpisah dari tiga Tokoh-tokoh Penghela Tandu.
Si laki-laki bercelana kolor merah rupanya sadar,
dia tidak mungkin mampu hadapi Ratu Pewaris Iblis
sendirian. Karena Tokoh-tokoh Penghela Tandu ini ba-ru bisa tangguh jika lakukan
serangan berempat. Hal ini rupanya telah diketahui oleh Ratu Pewaris Iblis.
Hingga begitu melihat si celana kolor merah terpisah, dia segera melesat. Dengan
begitu, tiga lainnya nanti akan mudah diatasinya.
Laki-laki bercelana kolor merah cepat berkelebat ke samping. Belum sampai
kakinya menginjak tanah,
tangan kirinya melambai. Tiga laki-laki dari Tokoh-
tokoh Penghela Tandu segera melesat berbarengan.
Laki-laki bercelana kolor hitam tahu-tahu telah te-
gak di belakang si celana kolor merah. Sementara laki-laki bercelana kolor warna
kuning tegak di samping si celana kolor merah. Sementara si celana kolor hijau
sendiri di belakang si celana kolor kuning.
"Barisan Naga Iblis!" tiba-tiba si laki-laki bercelana kolor merah berteriak.
Saat bersamaan keempat laki-laki berkepala gundul ini serempak bergerak memben-
tuk jalur ke kanan dan kiri saling bersilangan. Inilah jurus andalan Tokoh-tokoh
Penghela Tandu yang terkenal dengan jurus 'Barisan Naga Iblis'. Hanya beberapa
tokoh saja yang mampu menghindar dari jurus 'Ba-
risan Naga Iblis', karena jika lawan lolos dari sergapan orang yang paling
depan, maka orang di belakangnya
akan segera menggebrak. Demikian seterusnya berpu-
tar-putar hingga jika lawan lengah sedikit, maka tak ampun lagi nyawanya akan
putus! Melihat apa yang dilakukan Tokoh-tokoh Penghela
Tandu, Ratu Pewaris Iblis urungkan niat untuk te-
ruskan kelebatannya. Dia cepat jejakkan kaki. Sosoknya melesat mundur. Saat
bersamaan tangan kanan-
nya menyambar sapu tangan pada saku pakaian pan-
jangnya. Sapu tangan warna merah agak besar inilah
yang dalam rimba persilatan dikenal dengan Sapu
Tangan Iblis. Ratu Pewaris Iblis angkat tangan kanannya yang
memegang Sapu Tangan Iblis. Sepasang matanya me-
mandang tak berkesip dengan mulut menyeringai ke
arah 'Barisan Naga Iblis' yang terus bergerak cepat ke arahnya.
Begitu berada satu tombak di hadapan Ratu Pewa-
ris Iblis, tiba-tiba Tokoh-tokoh Penghela Tandu percepat kelebatan tubuh masing-
masing. Hingga sosok
keempatnya hanya merupakan bayangan yang berge-
rak saling bersilangan.
Ratu Pewaris Iblis tidak berani bertindak ayal. Dia juga tidak berani menerobos
masuk 'Barisan Naga Iblis'. Karena nenek ini maklum, untuk menerobos 'Barisan
Naga Iblis', diperlukan tenaga dalam berlipat-lipat untuk menghadang setiap
pukulan yang datang susul
menyusul dan bergelombang.
Ratu Pewaris Iblis menunggu. Begitu 'Barisan Naga
Iblis' berada empat langkah di hadapannya, dia melesat mundur. Saat bersamaan
tangan kanannya yang
memegang Sapu Tangan Iblis menyentak.
Wuutt! Satu warna merah menderu angker ke arah Tokoh-
tokoh Penghela Tandu.
Tokoh-tokoh Penghela Tandu cepat angkat tangan


Joko Sableng 22 Liang Maut Di Bukit Kalingga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masing-masing, lalu serempak mereka sentakkan ke
depan. Wuuut! Wuutt! Wuutt! Wuutt!
Empat gelombang luar biasa dahsyat bergelombang
menyongsong ke depan dari empat jurusan!
Blamm! Blamm! Blamm! Blamm!
Terdengar empat kali ledakan keras. Sosok Ratu
Pewaris Iblis mental ke belakang dengan tangan kanan yang memegang Sapu Tangan
Iblis tersentak dan ter-putar keras ke belakang. Malah kalau saja nenek ini
tidak segera dapat kuasai diri niscaya Sapu Tangan Iblis akan lepas dari
genggaman tangannya! Sosoknya
terhuyung-huyung dan bergetar keras.
Sementara di seberang depan, begitu terdengar le-
dakan pertama, si laki-laki bercelana kolor warna merah tampak mencelat lalu
terkapar di atas tanah dengan mulut kucurkan darah! Saat lain laki-laki yang
bercelana kolor warna hitam tersapu deras ke belakang sampai beberapa tombak
sebelum akhirnya jatuh terjengkang dengan mulut megap-megap keluarkan da-
rah! Kemudian disusul dengan melayangnya sosok la-
ki-laki bercelana kolor warna kuning sebelum akhirnya juga jatuh bergulingan
jauh di belakang. Yang terakhir adalah sosok laki-laki bercelana kolor warna
hijau. La-ki-laki ini terdorong ke belakang. Karena di belakang sana sudah tiga
sosok yang terkapar, saat sosoknya
terdorong ke belakang, kakinya tampak menyambar
laki-laki bercelana kolor warna kuning, hingga tak ampun lagi sosok laki-laki
bercelana hijau terhenti dengan terbanting tidak jauh dari si celana kolor warna
kuning! Ratu Pewaris Iblis tampaknya tidak mau menunggu
lama. Begitu melihat Tokoh-tokoh Penghela Tandu sa-
ma berkaparan, sosok si nenek membuat satu gera-
kan. Tubuhnya melesat ke udara. Dari atas udara,
tangan kanannya yang menggenggam Sapu Tangan Ib-
lis kembali berkelebat mengibas. Yang dituju adalah si celana kolor warna merah.
Wuutt! Untuk kedua kalinya warna merah berkiblat angker.
Saat bersamaan, Ratu Pewaris Iblis tarik pulang
tangan kanannya, lalu serta-merta tangan kanannya
dikebutkan ke arah laki-laki bercelana hitam. Begitu warna merah telah
berkiblat, si nenek terus kebutkan Sapu Tangan Iblis ke arah laki-laki bercelana
kolor warna kuning. Dan terakhir kalinya, bersamaan dengan mendaratnya kedua
kaki si nenek di atas tanah,
tangan kanannya bergerak mengibaskan Sapu Tangan
Iblis ke arah laki-laki bercelana kolor warna hijau!
Hingga saat itu juga empat warna merah tampak ber-
kiblat susul menyusul ke arah masing-masing Tokoh-
tokoh Penghela Tandu!
Masing-masing Tokoh-tokoh Penghela Tandu tam-
pak tersentak kaget karena mereka sedang hendak
bergerak bangkit dan belum kerahkan tenaga dalam.
Namun melihat bahaya sudah di depan mata, mereka
sekuat tenaga cepat kerahkan tenaga dalam lalu sama menghadang warna merah
pukulan si nenek dengan
angkat kedua tangan masing-masing.
Dari tangan masing-masing Tokoh-tokoh Penghela
Tandu tampak menghampar gelombang angin. Namun
karena masing-masing orang telah terluka bagian da-
lam, gelombang yang melesat dari tangan masing-
masing orang ini tidak begitu dahsyat.
"Celaka!" desis Putri Kayangan. Gadis ini tampak
kebingungan. Tidak mungkin baginya menghadang
empat warna merah yang datang ke arah masing-
masing laki-laki Tokoh-tokoh Penghela Tandu.
Dalam puncak kebingungannya, Putri Kayangan
akhirnya melesat ke depan. Karena yang dilabrak terlebih dahulu oleh pukulan si
nenek adalah laki-laki bercelana kolor warna merah, gadis ini akhirnya sentakkan
kedua tangannya menghadang pukulan yang
mengarah pada si celana kolor warna merah.
Murid Pendeta Sinting sendiri sejenak tampak bim-
bang. Dia tidak tahu harus berbuat apa! Namun begitu melihat Putri Kayangan
telah melepas pukulan menghadang warna merah yang mengarah pada si celana
kolor warna merah, akhirnya Joko ikut melesat ke depan. Kedua tangannya
disentakkan. Wuuutt! Wuutt! Joko sadar, sapuan warna merah yang melesat dari
Sapu Tangan Iblis tidak bisa dihadang dengan tenaga sembarangan. Maka begitu
kedua tangannya bergerak,
dia langsung lepaskan pukulan sakti 'Lembur Kuning'.
Hingga saat itu juga keadaan di tempat itu disemburati warna merah yang
menghampar dari Sapu Tangan Iblis dan warna kuning yang melesat dari kedua
tangan murid Pendeta Sinting!
Blarr! Biaarr! Blarr! Blarr:
Untuk kedua kalinya terdengar ledakan dahsyat
empat kali susul menyusul. Sosok Ratu Pewaris Iblis seketika tersapu deras ke
belakang dan jatuh terjengkang di atas tanah dengan mulut semburkan darah!
Putri Kayangan sendiri terhuyung-huyung dan
hampir saja melorot jatuh. Dadanya bergerak keras turun naik. Di sebelahnya,
laki-laki bercelana kolor warna merah bergulingan setelah memekik tinggi. Dari
mulut dan hidungnya tampak belepotan darah. Jelas
laki-laki ini terluka dalam cukup parah! Malah seandainya saja Putri Kayangan
tidak segera menghadang
pukulan yang mengarah padanya, mungkin nyawanya
sulit ditolong!
Sementara tiga laki-laki Tokoh-tokoh Penghela
Tandu tampak terseret sampai satu tombak ke bela-
kang. Beruntung bagi laki-laki bercelana kolor warna hitam dan kuning karena
pukulan yang dilepas murid
Pendeta Sinting masih menghadang, hingga meski ke-
duanya tetap terluka, namun nyawanya masih sela-
mat! Namun tidak demikian halnya dengan si celana
kolor warna hijau. Dia harus menghadang pukulan
Sapu Tangan Iblis dengan tenaga dalamnya sendiri karena warna merah itu tidak
sempat terpangkas puku-
lan 'Lembur Kuning' yang dilepas Pendekar 131! Hing-ga begitu terdengar ledakan,
sosok laki-laki bercelana kolor warna hijau tampak melenting jauh ke belakang
sebelum akhirnya jatuh bergedebukan di atas tanah
dengan nyawa melayang!
Pendekar 131 sendiri tampak tersurut dua langkah.
Tangan kiri kanannya yang baru saja menghadang pu-
kulan sapu tangan si nenek tampak bergetar. Dia me-
rasakan kedua tangannya laksana baru saja bentrok
dengan tembok tebal yang dialiri hawa panas luar biasa. Hingga untuk beberapa
saat Joko merasakan da-
rahnya laksana mendidih dan menyentak-nyentak!
Ketiga laki-laki berkepala gundul dari Tokoh-tokoh Penghela Tandu segera
kerahkan tenaga dalam masing-masing. Ketiganya lalu sama berpaling. Mereka
berniat akan lakukan penyerbuan lagi pada si nenek.
Namun begitu melihat si celana kolor warna hijau tidak bergerak-gerak lagi,
ketiganya menjadi kalap. Tanpa pedulikan keadaan dari masing-masing yang telah
terluka cukup parah, ketiganya serentak bangkit. Saat berikutnya, tanpa diduga
sama sekali oleh Putri
Kayangan, ketiganya sama melesat ke arah Ratu Pewa-
ris Iblis yang telah tegak dengan mengangkat tangan kanan acung-acungkan Sapu
Tangan Iblis. "Tahan serangan!" teriak Putri Kayangan. Namun
teriakan si gadis terlambat. Ketiga orang itu telah sen-
takkan tangan masing-masing walau mereka sadar,
tenaga dalam mereka sudah hampir habis.
Ratu Pewaris Iblis hadapi serangan ketiga orang di
hadapannya dengan tersenyum dingin. Saat lain tan-
gan kanannya bergerak tiga kali di udara kebutkan
Sapu Tangan Iblis.
Sudah sangat terlambat bagi Putri Kayangan untuk
lepaskan pukulan, karena ketiga orang pembantunya
itu telah lepaskan pukulan masing-masing dari arah
dekat! Malah kalau saja Putri Kayangan lepas pukulan, tidak tertutup kemungkinan
pukulannya akan menghantam salah satu dari ketiga orang Tokoh-tokoh
Penghela Tandu yang masih hidup itu. Hingga akhir-
nya gadis ini hanya bisa berteriak tanpa membuat gerakan apa-apa!
Di belakang sana, murid Pendeta Sinting juga tam-
pak terlengak kaget melihat tindakan ketiga laki-laki pembantu Putri Kayangan.
Dia sama sekali tidak menduga kalau ketiga orang itu akan berbuat nekat. Hing-ga
sudah sangat terlambat sekali bagi Joko untuk lepaskan pukulan hadangan!
Begitu warna merah berkiblat, tiga gelombang yang
melesat lemah dari tangan masing-masing Ketiga To-
koh-tokoh Penghela Tandu menyibak bertaburan ke
samping kiri kanan. Saat yang sama ketiga laki-laki ini berseru tertahan. Sosok
ketiganya sesaat laksana tegang kaku. Namun kejap lain sosok ketiganya mence-
lat tersapu dengan saling bertubrukan di atas udara.
Begitu sosok mereka bertiga jatuh terkapar di atas tanah, ketiga orang ini
terlihat bergerak menggeliat. Tapi laksana disentak tangan setan, sosok
ketiganya tiba-tiba tegang kaku! Mulut masing-masing orang yang telah
berhamburan darah tampak menganga. Ketiga la-
ki-laki dari Tokoh-tokoh Penghela Tandu ini putus
nyawanya dengan tubuh hampir hangus.
Ratu Pewaris Iblis tengadahkan kepala. Mulutnya
terbuka perdengarkan suara tawa kekehan panjang.
Nenek ini masukkan sapu tangan merah ke dalam sa-
ku pakaiannya. Lalu melesat ke hadapan Putri Kayan-
gan. Begitu sepasang kaki Ratu Pewaris Iblis menginjak
tanah, tangan kirinya diangkat lurus ke arah Putri
Kayangan. "Saat ini aku masih memandang mu sebagai saha-
bat. Tapi pandanganku akan berbalik kalau kau tidak segera enyah dari sini!"
"Empat pembantuku telah kau bunuh! Aku tak
akan tinggalkan tempat ini tanpa nyawamu melayang
sebagai tebusan nyawa keempat pembantuku!"
Ratu Pewaris Iblis tertawa panjang. "Berarti kau ingin menyusul keempat anjingmu
itu! Aku tak segan
untuk mengantarmu menyusul mereka!"
Putri Kayangan kertakkan rahang. Saat itu juga dia
berkelebat. Namun gerakannya tertahan tatkala tiba-
tiba satu tangan telah melintang di hadapannya.
"Putri.... Aku tahu kau berilmu tinggi dan mampu
menghadapi nenek itu! Tapi untuk saat ini kurasa bukan saat yang baik untuk
menghadapinya! Harap kau
suka tinggalkan tempat ini!"
Putri Kayangan berpaling. Tampak Pendekar 131
tersenyum sambil anggukkan kepala. Tangan kanan-
nya yang melintang menghalangi gerakan si gadis ditarik pulang.
"Pemuda tak dikenal! Harap kau tidak ikut urusan-
ku! Aku akan tinggalkan tempat ini setelah mengambil nyawa nenek gila itu
sebagai imbalan keempat nyawa
pembantuku!"
"Tapi.... Kau dalam keadaan tegang! Itu akan mem-
bahayakan keselamatanmu! Biarlah nenek itu kuha-
dapi! Aku tahu bagaimana caranya menghadapi seo-
rang nenek! Lagi pula dia telah mengatakan punya
urusan denganku!"
Putri Kayangan menyeringai. Kepalanya mengge-
leng. "Nyawa harus dibayar nyawa! Dan bayaran itu tidak harus menunggu!"
Habis berkata begitu, Putri Kayangan berkelebat ke
depan. Kedua tangannya serta-merta bergerak melepas satu pukulan!
"Bagus! Kau akan mengalami kenyataan yang sebe-
lumnya tidak kau duga!" desis Ratu Pewaris Iblis. Tangan kanannya segera
menyelinap ke dalam sakunya.
Saat tangan kanannya diangkat, tampak Sapu Tangan
Iblis telah berkibar-kibar di atas udara. Saat bersamaan, Ratu Pewaris Iblis
telah kebutkan tangan ka-
nannya! *** ENAM Sebenarnya Pendekar 131 tak mau ikut campur
urusan antara Ratu Pewaris iblis dengan Putri Kayangan. Karena urusannya sendiri
belum bisa diselesai-
kan. Apalagi Ratu Pewaris iblis mengatakan ada uru-
san dengannya. Kalau dia ikut-ikutan, bukan tidak
mungkin Ratu Pewaris Iblis akan makin marah. Itu
akan menambah kesulitan baginya. Namun begitu me-
lihat kedahsyatan Sapu Tangan Iblis yang ada di tangan si nenek, dia jadi
khawatir akan keselamatan Putri Kayangan. Maka begitu Ratu Pewaris Iblis telah
kebutkan sapu tangannya, tanpa pikir panjang lagi mu-
rid Pendeta Sinting segera berkelebat sambil lepaskan pukulan sakti 'Lembur
Kuning'. Blaar! Blaar! Warna merah yang berkiblat dari sapu tangan Ratu
Pewaris Iblis membentur gelombang dahsyat yang
mencuat dari kedua tangan Putri Kayangan dan ge-
lombang serta warna sinar kuning yang melesat dari
kedua tangan murid Pendeta Sinting hingga akibatkan ledakan luar biasa dahsyat.
Tempat itu kembali laksana disapu topan. Tanah-
nya muncrat ke udara menutupi pemandangan. Bebe-
rapa jajaran pohon yang berada sekitar lima tombak
dari tempat bentroknya pukulan bergetar keras. Beberapa di antaranya langsung
terbongkar lalu tumbang.
Dua pukulan yang menghadang warna merah dari
sapu tangan Ratu Pewaris Iblis membuat nenek ini
terpelanting ke udara. Dari mulutnya sudah tampak
kucurkan darah tanda dia telah terluka cukup dalam.
Dalam keadaan seperti itu tubuh si nenek jatuh setelah terlebih dahulu
menghantam tanah agak tinggi
yang berada di belakangnya.
Di bagian seberang, sosok Putri Kayangan tampak
jatuh terduduk dengan tubuh tegang laksana tidak bi-sa digerakkan! Aliran
darahnya seperti disumbati hingga untuk beberapa saat gadis ini diam kaku dengan
mata sedikit membeliak! Tidak jauh dari tempat Putri Kayangan, murid Pendeta
Sinting coba kuasai diri dari huyungan tubuh serta kedua lututnya yang goyah.
Meski Joko selamat dari cedera, namun bukan berarti tidak mengalami akibat dari
bentroknya pukulan. Karena bersamaan dengan itu dia merasakan dadanya
sesak dan aliran darahnya panas serta menyentak-
nyentak! Ratu Pewaris Iblis cepat mengatur jalan darahnya.
Hingga kucuran darah yang menyembur dari mulutnya
mampu ditahan. Saat lain nenek ini telah lipat gandakan tenaga dalam lalu
bergerak bangkit dengan mata
jereng besar memandang angker ke depan.
Pendekar 131 cepat kerahkan tenaga dalam pula.
Lalu melompat dan tegak di samping Putri Kayangan
yang coba himpun tenaga murni untuk menguasai diri
dari luka dalamnya.
"Putri.... Bukankah lebih baik kau menghindar da-
hulu"! Kau telah terluka"


Joko Sableng 22 Liang Maut Di Bukit Kalingga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalaupun aku harus mampus, aku rela! Asal ber-
sama-sama nenek gila itu!"
"Putri...! Kau hanya sia-siakan nyawa kalau bertin-
dak nekat!"
"Aku tak kenal siapa kau! Harap jangan terus me-
nerus menghalangiku!"
"Baiklah! Aku akan katakan siapa diriku! Tapi bu-
kan di sini tempatnya! Tunggulah aku kira-kira seratus tombak sebelah barat dari
tempat ini! Aku akan selesaikan nenek itu lalu menyusulmu!"
Putri Kayangan memandang sejenak pada murid
Pendeta Sinting. "Hem.... Dari sikap dan pukulannya, aku hampir yakin akan siapa
dia sebenarnya! Sayang
sekali nenek gila itu tiba-tiba muncul di sini! Untuk sementara, lebih baik aku
turuti ucapan pemuda ini!
Urusan dengan nenek gila itu bisa kuurus nanti!"
Membatin begitu, akhirnya Putri Kayangan berkata
pelan. "Baik! Aku akan turuti ucapanmu! Aku me-nunggumu di sebelah barat! Tapi
kalau kau berkata
dusta, kelak aku akan mencarimu!"
Habis berkata, Putri Kayangan putar diri. Saat lain setelah memandang satu
persatu pada mayat empat
pembantunya, dia berkelebat tinggalkan tempat itu.
Mendapati hal demikian, Ratu Pewaris Iblis tidak
tinggal diam. Dia segera melompat ke depan. Tangan kanannya diangkat tinggi-
tinggi siap kebutkan sapu
tangan. Pendekar 131 segera menghadang. "Nek! Dia telah
lakukan apa yang kau minta.... Harap tidak teruskan tindakan!"
Ratu Pewaris Iblis memandang Pendekar 131 Joko
Sableng dengan mata mendelik. Lalu beralih pada so-
sok Putri Kayangan yang terus berkelebat. Meski tangan kanannya urung bergerak
kebutkan sapu tangan-
nya, namun nenek ini buka suara dengan keras.
"Putri Kayangan! Kau telah membuat satu urusan
denganku! Kalau saat ini nyawamu lolos, itu hanya ter-tundanya kematianmu
beberapa saat!" Ratu Pewaris
Iblis lalu tertawa panjang.
Namun laksana disabet setan, mendadak si nenek
putuskan tawanya. Matanya yang jereng kini menatap
murid Pendeta Sinting. Kejap lain mulutnya terkuak
perdengarkan bentakan garang.
"Pemuda sialan! Kau murid Pendeta Sinting bu-
kan"!"
"Kalau aku tidak berterus terang, mungkin urusan
ini jadi panjang! Lagi pula aku ingin tahu apa sebenarnya kemauan nenek ini!"
pikir Joko dalam hati, lalu berkata.
"Ucapanmu benar, Nek!"
"Hem.... Bagus! Aku tahu.... Kau telah memperoleh
kitab sakti! Tapi untuk saat ini aku tidak tertarik dengan kitab itu!" Ratu
Pewaris Iblis hentikan ucapannya.
Bibirnya tersenyum. Dia sengaja hentikan ucapannya
untuk melihat bagaimana sikap orang begitu menden-
gar ucapannya. Pendekar 131 sesaat terdiam dengan dahi berkerut.
Namun belum sampai dia dapat menentukan arah bi-
cara orang, Ratu Pewaris Iblis telah buka mulut lagi.
"Pendekar 131! Kau telah memperoleh banyak reze-
ki! Bagaimana kalau kau berikan padaku salah sa-
tunya"! Tidak baik bukan, seseorang serakah memiliki banyak rezeki"!"
"Nek! Kita baru kali ini bertemu. Adalah menghe-
rankan kalau kau mengatakan aku punya banyak re-
zeki! Apa kau tidak salah ucap" Atau jangan-jangan
kau salah meminta!"
"Mataku tidak buta! Telingaku masih bisa menden-
gar! Kau tak usah banyak bicara!"
"Hem.... Begitu"! Mau katakan rezeki apa yang hen-
dak kau minta dariku"!"
"Aku hanya minta Kembang Darah Setan!"
Meski sedikit banyak bisa menduga sebelumnya,
begitu mendengar ucapan si nenek, tak urung murid
Pendeta Sinting tersentak juga. "Berarti kabar tentang Kembang Darah Setan itu
telah menebar dalam kalangan rimba persilatan! Edan betul! Aku kena getahnya!"
Diam-diam Joko membatin. Lalu berkata pelan.
"Nek...! Aku jadi sangsi. Apakah telingaku tidak salah dengar dengan ucapanmu?"
"Terserah telingamu salah dengar atau tidak! Yang
pasti kau telah dengar permintaanku!" Ratu Pewaris
Iblis melangkah sambil angkat tangan kanannya yang
menggenggam Sapu Tangan Iblis. Begitu mendapat tiga tindak, tangan kirinya
menjulur ke depan membuat
gerakan meminta.
"Kembang Darah Setan! Serahkan padaku! Jika ti-
dak.... Kau akan mengalami nasib seperti empat anj-
ing-anjing pembantu itu!" Tangan kiri Ratu Pewaris Iblis bergerak menunjuk pada
empat mayat Tokoh-tokoh
Penghela Tandu.
"Nek..."
"Diam!" hardik si nenek. "Jangan berani buka mulut
lagi!" Pendekar 131 tidak hiraukan ancaman orang. Dia
lanjutkan ucapannya. "Nek.... Terus terang saja! Aku tidak memiliki barang yang
kau minta! Aku memang
punya beberapa kembang, tapi Kembang Darah Setan
tidak ada padaku!"
"Setan! Kau lancang bicara! Kalau kau memiliki be-
berapa kembang, sekarang kuminta semuanya!"
"Wah.... Mana bisa begitu" Kembang-kembang ini
harus kuserahkan pada beberapa orang! Tapi kalau
kau meminta, aku bersedia mencarikan untukmu!"
Ratu Pewaris Iblis menyeringai. "Aku tahu, Anak
Muda! Kau hanya mempermainkan diriku! Dan perlu
kau tahu, adalah tindakan tolol kalau kau berani pertaruhkan nyawa demi sebuah
kembang!" "Ucapanmu benar, Nek! Adalah tindakan tolol kalau
pertaruhkan nyawa demi sebuah kembang! Tapi kalau
aku tidak membawa kembang itu bagaimana"! Apakah
tindakan orang yang meminta pada orang yang tidak
punya bukan lebih tolol lagi"!"
Ratu Pewaris Iblis perdengarkan dengusan keras.
Dengan masih acungkan tangan kanan, dia berteriak.
"Aku bicara satu kali lagi! Serahkan kembang itu
secara baik-baik atau kau inginkan aku mengambilnya dengan caraku sendiri!"
"Ah.... Cara bagaimana yang akan kau lakukan,
Nek"! Aku bisa menduga, sebagai orang yang berusia
lanjut, tentu kau banyak pengalaman dan pasti cara-
mu asyik...."
Ratu Pewaris Iblis tak dapat menahan perasaan
mendengar ucapan murid Pendeta Sinting.
"Kau rupanya sudah bosan hidup!" teriak si nenek.
Saat bersamaan sosoknya melesat ke depan. Tangan
kanannya bergerak kebutkan sapu tangan, sementara
tangan kirinya ikut menyentak ke depan.
Wuutt! Wuutt! Gelombang angin dahsyat disertai menghamparnya
warna merah menderu ganas dengan keluarkan suara
bergemuruh angker.
Murid Pendeta Sinting tidak berani bertindak ayal.
Ganasnya gelombang yang datang menunjukkan kalau
si nenek telah kerahkan hampir segenap tenaga da-
lamnya! Apalagi masih ditambah dengan berkiblatnya
warna merah yang kedahsyatan akibatnya telah dike-
tahui murid Pendeta Sinting.
Pendekar 131 segera kerahkan tenaga dalam ham-
pir seluruhnya pada kedua tangannya. Saat itu juga
kedua tangannya berubah menjadi kuning. Saat lain
kedua tangannya didorong ke depan.
Blaarrr! Ledakan kali ini sungguh luar biasa dahsyat. Sosok
Ratu Pewaris Iblis langsung terpental sampai tiga tombak dengan mulut
perdengarkan pekikan tinggi. So-
soknya jatuh berlutut dengan hidung dan mulut keluarkan darah. Rupanya cedera
dalam yang dialami si nenek waktu menghadapi Tokoh-tokoh Penghela Tandu
serta bentrokan pukulannya dengan Putri Kayangan
serta murid Pendeta Sinting sebelum ini membuat Ra-
tu Pewaris Iblis harus menerima kenyataan pahit. Karena luka dalamnya makin
parah dan kucuran darah-
nya makin deras.
Murid Pendeta Sinting sendiri tampak jatuh terdu-
duk. Namun dia bisa segera bangkit berdiri. Memang
masih terhuyung-huyung dan wajahnya pucat pasi
serta dadanya berdenyut sakit. Namun dia tidak men-
galami cedera terlalu parah.
"Tidak ada gunanya melayani dia! Aku harus segera
tahu urusan pelik ini! Jika tidak, aku akan makin di-buru orang, padahal aku
tidak tahu urusannya!"
Joko melirik sejenak pada Ratu Pewaris Iblis. Saat
lain dia putar tubuh lalu berlari tinggalkan si nenek.
Ratu Pewaris Iblis sebenarnya tahu akan kepergian
murid Pendeta Sinting. Namun si nenek masih berpikir panjang. Adalah berisiko
besar dalam keadaan terluka begitu rupa jika berkelebat mengejar dan lakukan
serangan. Hingga si nenek hanya memandang dengan
hati panas dan memaki panjang pendek.
TUJUH Di balik lindungan satu batang pohon besar berja-
rak seratus tombak sebelah barat tempat di mana
Pendekar 131 dan Ratu Pewaris Iblis bertempur, Putri Kayangan mulai tampak
cemas. Apalagi tidak berselang lama telinganya lamat-lamat masih bisa menden-
gar ledakan. Gadis berparas luar biasa cantik ini sebentar-
sebentar arahkan pandangannya ke arah timur. Kedua
tangannya saling meremas dengan dada berdebar. En-
tah mengapa tiba-tiba gadis ini sangat mengkhawatirkan keselamatan murid Pendeta
Sinting. Kalau pertu-
rutkan kata hati, ingin rasanya dia segera mengham-
bur kembali ke tempat Pendekar 131. Tapi mengingat
ucapan dan janji murid Pendeta Sinting yang segera
akan menyusulnya, gadis ini akhirnya tabahkan hati
bersabar menunggu meski kian lama perasaan cemas
itu makin mendera lebih dalam.
Setelah ditunggu agak lama dan yang ditunggu be-
lum juga muncul, kekhawatiran Putri Kayangan makin
menjadi-jadi. "Apa yang terjadi dengan pemuda itu"!
Mengapa dia tidak segera muncul di sini" Mendengar
ledakan tadi, pasti mereka selesaikan urusan dengan jalan kekerasan. Hem.... Apa
benar dia adalah Pendekar Pedang Tumpul 131 yang menurut sebagian orang
saat ini telah mendapatkan Kembang Darah Setan..."
Kalau benar, apa aku harus teruskan niat untuk men-
gambil kembang itu dari tangannya"!"
Putri Kayangan menghela napas panjang. "Mengapa
kau selalu khawatir dengan dirinya" Apa yang terjadi dengan diriku"! Aku.... Aku
tak pernah mengkhawatir-kan orang seperti saat ini!" Gadis cantik ini kembali
arahkan pandang matanya ke arah timur. "Apa yang
harus kulakukan sekarang" Apakah aku harus me-
nunggu tanpa kepastian jelas" Ataukah aku harus
menyusulnya ke sana"!"
Putri Kayangan melangkah mondar-mandir dengan
mata tak berkesip memandang ke jurusan timur. Dan
setelah lama menunggu tidak juga muncul orang yang
ditunggu, akhirnya Putri Kayangan bergumam sendiri.
"Firasat ku mengatakan ada sesuatu yang tidak
beres! Terpaksa aku harus kembali ke sana"!"
Putri Kayangan segera keluar dari balik batang po-
hon. Lalu berlari ke arah timur. Namun belum sempat si gadis gerakkan tubuh
berkelebat, satu sosok bayangan berkelebat dan tegak di seberang depan sana.
Putri Kayangan terkesiap. Sepasang kakinya berge-
rak mundur satu tindak dengan paras berubah ngeri.
Sepasang matanya membelalak besar memperhatikan
tak berkesip. "Rasanya aku hampir tidak percaya ada manusia
macam dia!" desis Putri Kayangan. Sekali lagi dia perhatikan dengan seksama
seolah belum percaya dengan
pandangannya. Orang di seberang depan gerakkan kepala. Mulut-
nya perdengarkan suara.
"Kau menunggu seseorang"! Dari tadi kulihat si-
kapmu gelisah!"
Putri Kayangan makin terkejut mendapati ucapan
orang yang jelas menunjukkan jika dia telah memper-
hatikan si gadis sejak tadi tanpa diketahuinya.
"Siapa kau"!" Putri Kayangan angkat bicara.
Orang di seberang sana yang ternyata adalah seo-
rang laki-laki gerakkan kepala menggeleng. Dia adalah laki-laki yang usianya
bisa dipastikan lanjut. Rambutnya putih awut-awutan. Mengenakan pakaian besar
kedodoran. Sepasang matanya besar. Namun bukan
itu saja yang membuat Putri Kayangan hampir tidak
percaya pada pandang matanya. Malah kalau saja
orang ini tidak perdengarkan suara, mungkin Putri
Kayangan masih belum percaya kalau yang dihada-
pinya saat itu masih manusia adanya. Karena ternyata sekujur tubuh laki-laki ini
tidak dilapis daging sama sekali. Sosoknya hanya merupakan kerangka! Dia bukan
lain adalah Setan Liang Makam. Seorang tokoh
yang dahulu bernama Maladewa. Generasi terakhir da-
ri Kampung Setan yang terpendam selama tiga puluh
enam tahun di makan batu.
"Siapa yang kau tunggu"!" Setan Liang Makam aju-
kan tanya. Putri Kayangan tidak segera menjawab. Setan Liang
Makam menyeringai lalu tertawa bergelak. Puas ta-
wanya dia perdengarkan suara lagi.
"Aku bertanya padamu! Kau pernah melihat seorang
pemuda bergelar Pendekar Pedang Tumpul 131"!"
Putri Kayangan terkesiap kaget. Wajahnya langsung
berubah. "Pasti urusannya sama dengan nenek gila
itu!" Diam-diam dada gadis cantik ini makin cemas.
Dan tanpa sengaja pandangannya beralih ke jurusan
timur. Kalau tadi dia mengharap munculnya murid
Pendeta Sinting, kali ini dia mengharap sebaliknya.
Sedikit banyak rupanya Putri Kayangan sudah dapat
menebak apa maksud Setan Liang Makam. Dia juga
merasa maklum kalau orang di hadapannya bukan
orang sembarangan. Kehadirannya yang tak bisa dike-


Joko Sableng 22 Liang Maut Di Bukit Kalingga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahui membuktikan semua itu!
"Mengapa kau tanya padaku"!" tanya Putri Kayan-
gan. "Kau adalah seorang gadis cantik jelita! Kudengar,
pemuda bergelar Pendekar 131 selalu dikagumi bebe-
rapa gadis. Siapa tahu kau adalah salah satunya. Ma-ka, mungkin kau tahu di mana
dia berada!"
Wajah Putri Kayangan sekilas berubah merona me-
rah mendengar pujian orang. Namun mengingat kece-
masannya, rona merah sirna seketika berganti dengan wajah membayangkan
kekhawatiran. "Aku tidak pernah mengagumi seorang pemuda! Ka-
rena aku telah punya pilihan! Jadi kau mungkin salah bertanya padaku!"
Setan Liang Makam arahkan pandangannya pada
Putri Kayangan. "Kau tidak perlu khawatir.... Aku
mencarinya bukan ada masalah! Justru aku ingin
memberi saran padanya!"
Putri Kayangan sejenak tampak bimbang. "Aku be-
lum pernah mengenalnya! Dia juga belum katakan sia-
pa dirinya! Mana mungkin aku harus percaya pada
ucapannya..." Apalagi urusan Kembang Darah Setan
adalah urusan dunia persilatan. Jadi tak mungkin
maksudnya hanya sekadar memberi peringatan!"
membatin Putri Kayangan. Lalu berkata dengan bibir
sunggingkan senyum untuk tutupi keterkejutannya.
"Kalau aku tahu, aku akan katakan padamu meski
aku belum tahu siapa kau! Aku tidak peduli kau hen-
dak memberi saran atau membunuhnya!"
"Aku Setan Liang Makam!" ujar Setan Liang Makam.
"Kau benar-benar tidak tahu"!"
Putri Kayangan gelengkan kepala. "Aku memang
pernah mendengar nama orang yang kau cari! Tapi
aku belum pernah jumpa dengannya!"
"Baik...," ujar Setan Liang Makam seraya balikkan
tubuh. "Tapi kau ingat, jika ucapanmu tadi kelak ke-nyataannya terbalik, kau
akan menyesal!"
Habis berkata begitu, Setan Liang Makam berkele-
bat ke arah utara. Putri Kayangan cepat berkelebat ke arah timur dengan dada
makin cemas. Namun baru
saja sosoknya bergerak, samar-samar matanya me-
nangkap bayangan berkelebat dari arah depan.
Putri Kayangan serta-merta hentikan kelebatannya
dengan menarik napas panjang. Matanya membesar
dengan bibir tersenyum. Dadanya yang tadi dilanda
kecemasan tiba-tiba sirna. Dan seolah tak sabar, begitu matanya merasa yakin
siapa adanya orang yang
berlari dari arah depan, dia segera lanjutkan lari menyongsong.
"Pendekar 131! Kau...." Putri Kayangan tidak lan-
jutkan ucapannya. Mungkin karena terlalu cemas, be-
gitu dekat dengan sosok yang berlari di depan, Putri Kayangan segera menghambur
dan pegangi lengan
orang yang ternyata bukan lain adalah murid Pendeta Sinting. Namun begitu sadar
akan tindakannya, gadis cantik ini lepaskan pegangan tangannya malah dia tidak
lanjutkan ucapan.
Murid Pendeta Sinting sendiri sejurus tampak kaget
dengan sikap Putri Kayangan. "Ternyata dia telah tahu siapa diriku! Jadi dia
tadi hanya pura-pura! Dasar perempuan.... Di depan orang pura-pura tak kenal!
Ta-pi...."
"Kau tidak apa-apa"!" tanya Putri Kayangan mem-
buat Joko putus kata hatinya.
Murid Pendeta Sinting tersenyum. "Sudah kubilang
tadi, aku tahu bagaimana caranya menghadapi seo-
rang nenek-nenek!"
Putri Kayangan hadapkan wajah ke jurusan lain.
Tiba-tiba wajahnya kembali cemas. Joko tampak ker-
nyitkan dahi. "Parasmu berubah! Ada apa"!"
"Kita harus segera tinggalkan tempat ini!"
"Hai! Kau belum mengatakan ada apa"!"
"Bukan di sini tempatnya bertanya!" Putri Kayangan
balikkan tubuh. Lalu melangkah. Namun merasa mu-
rid Pendeta Sinting belum juga beranjak dari tempatnya, Putri Kayangan
berpaling. "Harap kau suka turuti ucapanku! Karena aku tadi telah ikuti saran
mu!" Habis berkata begitu, Putri Kayangan cepat berlari.
Meski tidak tahu apa yang dimaksud Putri Kayangan,
akhirnya Joko berlari menyusui di belakang si gadis.
*** "Kau Pendekar 131, bukan"!" Putri Kayangan sudah
ajukan tanya begitu gadis ini berhenti pada satu tempat. Lalu putar tubuh
menghadap Joko yang tadi tegak di belakangnya.
"Dari pertanyaanmu, berarti kau tadi hanya men-
duga-duga!" ujar murid Pendeta Sinting. "Kalau seandainya aku bukan, bagaimana"!
Dan kalau aku benar
orang yang kau duga, bagaimana"!"
Putri Kayangan menghela napas dalam. Sesaat dia
tatapi murid Pendeta Sinting. "Kalau seandainya kau bukan, aku hampir tak
percaya! Seandainya dugaanku
benar, maka berhati-hatilah!"
"Apa maksud ucapanmu"!"
"Sebelum kujawab, jawab dahulu pertanyaanku.
Kau Pendekar 131 atau bukan!"
Sejurus murid Pendeta Sinting berpikir. Lalu ang-
gukkan kepala seraya berkata.
"Dugaanmu benar!"
Putri Kayangan sekali lagi memperhatikan dengan
seksama. Namun sejauh ini dia tidak buka mulut,
membuat murid Pendeta Sinting jadi gelisah.
"Apakah dia meragukan diriku" Apakah dia sebe-
lumnya pernah melihat orang yang mirip denganku se-
perti yang pernah dialami Dewi Seribu Bunga"!" Joko berpikir dalam hati. Dia
hendak menanyakan pada Putri Kayangan. Namun setelah dipikir sekali lagi, murid
Pendeta Sinting urungkan niat. Hingga untuk beberapa lama dia menunggu sambil
memandang pada gadis
di hadapannya. "Kau mengenal orang bergelar Setan Liang Ma-
kam"!" tanya Putri Kayangan setelah agak lama ter-
diam. Saking kagetnya, Joko hampir saja surutkan lang-
kah. "Apa hubunganmu dengan orang itu"!" Joko balik ajukan tanya dengan dada
berdebar. Putri Kayangan gelengkan kepala. "Aku bertanya!
Jangan kau balik bertanya sebelum menjawab perta-
nyaanku!" "Aku pernah jumpa dengannya satu kali! Aku tidak
paham benar siapa dia adanya! Justru aku heran di-
buatnya!" "Dia meminta sesuatu darimu"!" tanya Putri Kayan-
gan lagi. "Gadis ini rupanya tahu banyak!" batin Joko seraya
anggukkan kepala.
"Hem.... Dugaanku tidak salah!" gumam Putri
Kayangan. "Berarti Setan Liang Makam tadi berkata
dusta padaku!"
"Apakah nenek gila tadi juga melakukan hal sa-
ma"!"
Sekali lagi murid Pendeta Sinting anggukkan kepa-
la. Lalu berujar pelan.
"Apa kau juga hendak meminta sesuatu dariku se-
perti apa yang mereka minta"!"
Putri Kayangan terdiam. Rupanya murid Pendeta
Sinting dapat membaca sikap si gadis. "Sebelum terjadi apa-apa antara kita,
kusarankan padamu untuk tidak
meminta apa-apa dariku! Aku tidak memiliki apa yang selama ini orang pikir
berada padaku!"
"Hem.... Aku merasa aneh dengan diriku...," kata
Putri Kayangan dalam hati. "Sebelum bertemu den-
gannya, aku sudah bertekad untuk mendapatkan
Kembang Darah Setan! Tapi begitu aku jumpa den-
gannya, tiba-tiba pikiranku berubah.... Kembang Da-
rah Setan sepertinya bukan barang berharga lagi buatku.... Aku.... Aku lebih
senang pertemuan ini dibanding dengan mendapatkan Kembang Darah Setan....
Ucapan Setan Liang Makam ada benarnya. Pemuda ini
banyak dikagumi beberapa gadis! Apakah aku sebe-
narnya juga tertarik padanya..."!"
"Pendekar 131! Aku...."
Sebelum Putri Kayangan teruskan ucapannya, mu-
rid Pendeta Sinting telah menukas. "Panggil saja Joko!
Namaku Joko Sableng...."
Putri Kayangan tersenyum. Lalu lanjutkan ucapan-
nya yang tadi terputus. "Aku tidak akan meminta apa-apa darimu! Tapi tak ada
salahnya bukan aku ber-
tanya"!"
"Sepanjang aku bisa menjawab, aku akan buka su-
ara!" "Saat ini rimba persilatan telah banyak yang tahu
kalau Kembang Darah Setan berada di tanganmu! Aku
jadi heran kalau kau mengatakan tidak memilikinya!"
"Kalau kau heran, aku malah heran tiga kali! Itulah sebenarnya yang saat ini
menjadi beban pikiranku!
Banyak orang menduga aku memiliki Kembang Darah
Setan! Padahal, melihatnya pun aku belum pernah!
Dan justru dengan kabar yang tersiar itu, aku bebera-pa kali harus mengalami
nasib buruk dan hampir-
hampir saja celaka!"
"Bagaimana bisa begitu"!"
"Aku tak bisa jawab pertanyaanmu ini! Karena saat
ini aku sedang cari jawaban pertanyaanmu itu! Melihat saja belum pernah tapi
kabar yang tersiar, aku telah memiliki Kembang Darah Setan"
Murid Pendeta Sinting melangkah lalu bertanya.
"Apa kau tahu cerita tentang Kembang Darah Setan"!"
"Aku hanya mendengar jika Kembang Darah Setan
adalah senjata dahsyat yang pernah dimiliki oleh seorang tokoh dari Kampung
Setan! Dan Kembang Darah
Setan itu sekarang ada di tanganmu!"
Pendekar 131 hentikan langkahnya. "Putri Kayan-
gan.... Harap kau percaya padaku! Aku tidak memiliki Kembang Darah Setan! Apa
yang saat ini tersiar adalah berita bohong!"
Habis berkata begitu, Pendekar 131 berpaling. "Aku
harus segera pergi!"
"Tunggu!" teriak Putri Kayangan seraya melompat
menjajari. "Aku percaya padamu.... Dan kusarankan
padamu agar kau berhati-hati! Aku baru saja jumpa
dengan Setan Liang Makam! Dia mencarimu!"
Murid Pendeta Sinting sejenak tampak terkejut. Be-
lum sampai dia bertanya, Putri Kayangan telah berka-ta. "Kau tak keberatan bukan
kalau aku ikut dengan-
mu"! Kurasa kau akan menyelidiki urusan ini!"
"Putri.... Ini bukan urusan biasa! Apalagi jika kabar telah tersiar ke mana-
mana. Setiap saat nyawaku terancam bahaya! Harap kau tidak ikut melibatkan
diri!" "Aku telah tahu dan mengerti risikonya! Semuanya
sudah ku pikirkan! Harap kau tidak menghalangiku
dan tidak merasa keberatan!"
"Tapi...."
"Kalau kau merasa keberatan, berarti kau telah
mendapatkan Kembang Darah Setan"
"Baiklah!" kata Joko akhirnya. "Tapi kuharap kau
nanti tidak menyesal!"
Wajah Putri Kayangan berubah. Bibirnya terse-
nyum. Dadanya berbunga. Di lain pihak, murid Pende-
ta Sinting menarik napas panjang. Sambil melangkah
perlahan dia bergumam sendiri. "Mudah-mudahan dia
nanti tidak membuat urusan makin runyam. Aku se-
benarnya menyesal.... Mengapa aku baru bisa bertemu
dengannya saat menghadapi masalah pelik begini"!"
"Kau memikirkan sesuatu"!" Putri Kayangan ajukan
tanya begitu melangkah di samping Joko.
"Aku kecewa.... Mengapa kita harus bertemu saat
aku menghadapi urusan sulit! Jika tidak, sudah tadi-tadi aku mengajak mu ikut
serta!" Dada Putri Kayangan berdebar. Jika saja dia tidak
ingat kalau si pemuda baru dikenalnya, mungkin dia
sudah menggandeng tangan si pemuda dan menggeng-
gam tangannya. "Putri.... Kau tahu ke mana arah Setan Liang Ma-
kam"!"
Putri Kayangan sedikit tersentak kaget karena saat
itu dia sedang dalam lamunan. Hingga dia hanya ang-
kat tangan kanan menunjuk arah utara. Sementara
wajahnya tampak merona merah.
"Kita harus menghindari dia sementara waktu!"
"Lalu ke mana sekarang kita melangkah"!"
"Itulah yang selalu membuatku bingung. Sampai
saat ini aku belum bisa menentukan langkah pasti!
Semua jalan laksana buntu! Padahal keadaanku sudah
terpojok!"
"Kau mau menceritakan padaku semuanya"! Sete-
lah itu mungkin kita bisa bicarakan langkah yang harus kita lakukan!"
Mendengar ucapan Putri Kayangan, murid Pendeta
Sinting memandang berkeliling.
"Kalau Setan Liang Makam baru saja berada di sini,
berarti tempat ini tidak aman untuk bicara! Kita harus cari tempat yang aman!
Aku akan ceritakan padamu!"
"Aku tahu tempat yang aman untuk bicara!" ujar
Putri Kayangan.
"Apa ucapan gadis ini bisa dipercaya"!" Sesaat Joko meragu. "Ah.... Kalau dia
berlaku macam-macam, apa
boleh buat! Lagi pula daripada menghadapi si nenek
itu, lebih baik menghadapi dia!"
"Rupanya kau masih meragukan diriku...."
Pendekar 131 melengak kaget mendengar kata-kata
Putri Kayangan. Belum sempat Joko buka suara, si
gadis telah lanjutkan ucapannya.
"Terus terang. Pada mulanya aku memang berniat
membuat perhitungan denganmu! Tapi setelah men-
dengar keteranganmu, niatku berubah! Jadi harap kau lenyapkan prasangka buruk
terhadapku! Dan kalau-pun kau masih menduga jelek, aku akan pergi tak jadi ikut
denganmu!"
Habis berkata begitu, Putri Kayangan berkelebat.


Joko Sableng 22 Liang Maut Di Bukit Kalingga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun kelebatannya sengaja dipelankan. Karena se-
benarnya gadis ini hanya berkata memancing dan in-
gin tahu. Begitu melirik dan terlihat murid Pendeta Sinting
berkelebat menyusul dirinya, baru Putri Kayangan percepat kelebatan tubuhnya
dengan bibir sunggingkan
senyum! *** DELAPAN Di sebuah lereng bukit yang sepi dan berpeman-
dangan indah, Pendekar 131 Joko Sableng tampak te-
gak dengan kedua tangan bersedekap di depan dada.
Sementara tidak jauh dari tempat tegaknya Joko, Putri Kayangan duduk berlutut
dengan mata terus memperhatikan pada sang Pendekar. Bibirnya terus sunggingkan
senyum. "Pemuda ini benar-benar tampan.... Terus terang
aku jatuh hati padanya! Namun apakah hal ini harus
mengorbankan apa yang selama ini kucita-citakan"!
Dan apakah keterangannya bisa kupercaya kalau
Kembang Darah Setan memang tidak berada padanya"
Ah.... Aku harus lakukan sesuatu.... Ini adalah kesempatan baik!" Putri Kayangan
membatin dalam hati.
"Joko.... Mendengar semua keteranganmu, kupikir
aku juga punya pendapat sama! Ada seseorang yang
memerankan sebagai dirimu dalam urusan ini!"
Joko berpaling. Mendadak sepasang mata murid
Pendeta Sinting sedikit membesar. Karena dilihatnya Putri Kayangan telah rebah
dengan sikap menggoda.
Kaki sebelahnya ditekuk ke atas hingga pakaian ba-
wahnya menyingkap dan pahanya yang kencang serta
putih mulus terlihat jelas. Anehnya, si gadis seolah tidak peduli. Malah enak
saja dia mainkan kedua tan-
gannya. Sementara sepasang matanya melirik pada
Joko. "Kau punya pendapat apa yang harus kulakukan
sekarang"!"
"Itu kita pikirkan nanti.... Aku punya seorang kenalan yang mungkin bisa
memecahkan urusanmu!"
"Siapa"!" Joko langsung ajukan tanya.
"Ku sebut pun kau tak akan mengenalinya! Karena
memang jarang orang yang mengenalinya meski dia
berilmu sangat tinggi! Tapi lupakan dahulu soal itu...,"
seraya berkata, Putri Kayangan angkat kaki satunya
lagi. Karena kedua kakinya telah terangkat, maka tidak ampun lagi pakaian
bawahnya luruh hingga paha
kedua kakinya terlihat jelas.
"Busyet! Dia sengaja atau tidak"!" kata Joko dalam
hati seraya berpaling dengan dada berdebar.
Putri Kayangan melirik sekali lagi. Lalu gerakkan
tubuhnya miring. Kaki kanan ditekuk di atas tanah
sementara kaki kiri tetap menekuk di atas. Lalu kepalanya diangkat dan
ditopangkan pada tangan kanan-
nya yang ditekuk sebatas lengan.
"Joko.... Kau sudah punya kekasih"!" Putri Kayan-
gan bertanya. Perlahan-lahan murid Pendeta Sinting gerakkan ke-
pala menoleh. Karena saat itu Putri Kayangan meng-
hadap ke arahnya, maka terpaksa Joko hentikan eda-
ran matanya pada wajah si gadis, meski sedikit dia sudah dapat melihat posisi
tubuh Putri Kayangan yang
membuat dadanya makin berdebar.
Sambil tersenyum menutupi gejolak hatinya, Pen-
dekar 131 buka suara. "Aku memang kenal beberapa
orang gadis, namun selama ini aku belum...."
"Semua laki-laki tentu akan berkata begitu! Aku
sudah menduga apa lanjutan ucapanmu...!" Putri
Kayangan memotong kata-kata Joko.
Sambil terus tersenyum, perlahan-lahan Putri
Kayangan bergerak bangkit. Lalu melangkah mendeka-
ti murid Pendeta Sinting. Yang didekati tegak diam
laksana patung. Putri Kayangan berhenti dua langkah di hadapan murid Pendeta
Sinting. "Kau berwajah tampan dan berilmu tinggi! Aku tak
heran bila kenalan mu banyak gadis-gadis cantik! Dan terus terang saja, sejak
pertemuan kita tadi, aku tertarik padamu...."
Ucapan terus terang Putri Kayangan membuat mu-
rid Pendeta Sinting tergagu. Dia hanya tegak dengan mulut terkancing. Namun Joko
merasa ada keanehan.
Tiba-tiba saja hidungnya mencium aroma sangat ha-
rum. "Aku harus berhati-hati dengan perempuan ini! Ada
yang aneh dengan sikapnya...."
"Ada sesuatu yang membuatmu gelisah"!" tanya Pu-
tri Kayangan masih dengan bibir tersenyum.
Murid Pendeta Sinting ikut tersenyum seraya ge-
lengkan kepala. Putri Kayangan angkat tangannya lalu diulurkan ke depan. "Kita
hanya berdua di sini! Kau tak usah gelisah...." Putri Kayangan maju satu tindak.
Kedua tangannya kini merangkul pinggang Joko mem-
buat murid Pendeta Sinting makin berdebar.
"Putri.... Kita di sini perlu bicara urusan yang sedang kuhadapi...."
"Benar.... Tapi tidak salah bukan kalau kita lua-
ngkan waktu sedikit untuk bersenang-senang"! Lagi
pula aku tahu bagaimana nanti selesaikan urusanmu!"
Sambil berkata begitu Putri Kayangan tarik kedua
tangannya hingga tubuh Joko maju ke depan. Kedua-
nya kini saling bersentuhan. Joko makin rasakan aro-ma bau harum.
Putri Kayangan sejenak memandang ke dalam bola
mata murid Pendeta Sinting. Saat lain gadis ini telah dorong wajahnya ke depan.
Joko tersedak kaget tatkala bibir Putri Kayangan telah menyentuh bibirnya.
Entah karena apa, tiba-tiba Joko lupa akan kewas-
padaannya. Malah begitu merasakan bibirnya tersen-
tuh bibir Putri Kayangan, dia segera menyambut. Ke-
dua tangannya pun segera bergerak memeluk pinggang
si gadis. Pendekar 131 tidak ingat berapa lama dia saling pe-
luk cium dengan Putri Kayangan. Yang pasti dirasa-
kannya, perlahan-lahan kepalanya pening. Dia coba
membuka kelopak matanya dengan menarik wajah da-
ri wajah si gadis. Namun kepalanya laksana dipantek tak bisa digerakkan. Dia
masih mencoba gerakkan kedua tangannya yang memeluk pinggang Putri Kayan-
gan. Kedua tangannya memang lepas. Namun secara
aneh luruh lunglai ke bawah. Bahkan bersamaan den-
gan luruhnya kedua tangannya, lututnya terasa goyah.
Kejap lain tubuh Joko melorot jatuh dengan mata terpejam rapat!
Murid Pendeta Sinting memang tidak pingsan. Dia
masih dapat merasakan hembusan napas orang di
sampingnya. Bahkan dia masih merasakan ada tangan
yang meraba-raba pada sekujur tubuhnya. Anehnya,
dia tidak bisa membuka matanya. Dan sekujur tubuh-
nya lemas tak bisa digerakkan!
Joko coba pusatkan pikiran. Namun sia-sia. Hingga
akhirnya dia pusatkan perhatian pada apa yang bisa
dirasakan. Karena perlahan-lahan bajunya terasa di-
buka. Lalu ada tangan menyelinap ke balik pakaiannya yang terbuka. Dia juga
mendengar gumaman. Namun
tidak begitu jelas dan layaknya diperdengarkan dari tempat yang sangat jauh
sekali. Beberapa saat berlalu. Tiba-tiba Joko mendengar
suara bersinan berturut-turut panjang dan menggema.
Bersamaan dengan terdengarnya suara bersinan, ra-
baan tangan pada tubuhnya terhenti. Joko masih me-
rasakan ada sesuatu yang tertarik dari dalam pa-
kaiannya. "Pedang Tumpul 131!" Joko membatin. Dia hendak
berteriak. Namun mulutnya kelu. Dia baru bisa buka
mulut tatkala suara bersinan lenyap.
"Putri...," hanya itu suara yang diucapkan mulut
murid Pendeta Sinting. Pada saat yang sama sepasang matanya terbuka dan
mementang besar.
"Apa yang terjadi dengan diriku"!" Joko cepat bergerak duduk. Kepalanya cepat
berputar. Dia tidak melihat lagi Putri Kayangan.
"Ke mana gadis itu"! Ada yang tidak beres! Aku
mencium aroma harum. Lalu aku merasakan ciuman
gadis itu. Tapi setelah itu aku hanya bisa merasakan tanpa bisa buka mulut dan
mata! Malah tubuhku lemas.... Apa sebenarnya yang telah terjadi" Apa yang
dilakukan Putri Kayangan"!"
"Bruss! Bruss! Bruss!"
Terdengar orang bersin tiga kali. Joko terlengak.
Tapak Tapak Jejak Gajahmada 3 Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo Sepasang Pedang Iblis 14
^