Pencarian

Malaikat Penggali Kubur 3

Joko Sableng Malaikat Penggali Kubur Bagian 3


segera memberi tanda.
Saat itu Wuiandari yang juga mendapat tugas khusus
dari Ki Buyut Pagar Aiam agar membuntuti Sltoresmi
tiba-tiba melihat tanda yang dilepaskan Ayu Laksmi.
Hingga saat itu juga terpaksa dia berbeiok dari belakang Sitoresmi dan
berkelebat ke arah datangnya tanda.
Ketika Dewi Seribu Bunga melepas pukulan 'Api
Seribu Bunga', saat itulah Wulandarl sampai di tempat mana Ayu Laksmi berada,
dan melihat Ayu Laksmi
mendapat serangan, Wulandarl segera pula lepaskan
pukulan 'Kabut Neraka'. Hingga membuat pukulan Dewi
Seribu Bunga harus bentrok dengan dua pukulan. Inilah yang menyebabkan tubuh
Dewi Seribu Bunga terlempar
sampai tiga tombak ke belakang.
-oo0dw0oo- SEMBILAN AHANAM!" maki si jubah kuning Wulandari
dengan sepasang mata tak berkesip memandang
JkearahPendekar131danDewiSeribuBunga
yang tampak masih saling berpelukan.
Dada gadis berjubah kuning ini berdebar keras. Dari
mulutnya terdengar gumaman tak
jelas. Setelah mendengus keras, dia melirik pada Ayu Laksmi.
"Firasatku tak salah. Pemuda itu pasti punya tujuan sama dengan kita! Mumpung
masih di sini, kita habisi sekarang juga!"
Ayu Laksmi tidak menyahut ucapan Wulandar!.
Sebaliknya gadis berjubah biru ini hanya memandang ke depan dengan tatapan tajam
menyengat. "Siapa gadis berbaju merah itu"!" tanya Wulandari dalam hati. "Ucap Ki Buyut
benar. Telah banyak orang bermunculan! Dan pasti tujuannya adalah memburu
Kitab Serat Biru! Hm...."
Gadis berjubah kuning ini segera utarakan isi hatinya pada Ayu Laksmi.
Untuk beberapa saat Ayu Laksmi terdiam. Namun
kejap lain dia palingkan kepala ke arah Wulandarl.
"Pemuda itu memanggilnya Dewi Seribu Bunga...!"
Tiba-tiba Wulandari tertawa panjang.
"Dewi Seribu Bunga"!" ulangnya dengan nada mengejek.
"Tampang begitu bergelar Seribu Bunga" Bunga
apa"!"
"Tak perlu urus segala macam nama, yang penting keduanya harus segera kita
singkirkan!" ujar Ayu Laksmi, lalu tanpa bicara lagi dia salurkan tenaga dalam
pada kedua tangannya siapkan pukulan sakti 'Kabut Neraka'.
Wulandarl tak menunggu, begitu tahu saudara
seperguruannya siapkan pukulan, dia pun cepat alirkan tenaga dalam pada kedua
tangannya. Sementara di depan sana, Pendekar 131 tak hiraukan
ucapan-ucapan gadis berjubah biru dan kuning. Murid
Pendeta Sinting ini perlahan-lahan menggandeng Dewi
Seribu Bunga lalu didudukkan bersandar pada sebatang pohon.
Untuk beberapa saat Ayu Laksmi dan Wulandarl sama
memandang tak berkedip pada Pendekar 131 dan Dewi
Seribu Bunga. Tiba-tiba Ayu Laksmi berpaling.
"Kau siap"!"
Wulandari hanya mengangguk. Sejurus kedua murid
Dewi Siluman ini saling berpandangan, lalu saling
memberi isyarat.
Di seberang, Pendekar 131 tampak memandang tajam
pada Dewi Seribu Bunga. Yang dipandang tampak
tundukkan kepala dengan menggigit bibir.
"Dewi.... Aku akan salurkan hawa murni untuk
mengurangi rasa sakit di tubuhmu...."
Dewi Seribu Bunga gelengkan kepala. "Aku tak apa-apa. Jangan hiraukan diriku.
Lihat! Mereka hendak
lepaskan pukulan lagi...."
Tanpa diketahui, dari balik rumpun semak belukar
sepasang mata tampak menatap tajam pada Pendekar
131 dan Dewi Seribu Bunga, lalu beralih pada Ayu
Laksmi dan Wulandari. Lantas beralih lagi pada sosok Pendekar 131. Untuk
beberapa saat lamanya mata itu
tak bergerak lagi. Terus menatap tak berkesip! Tak
berselang lama terlihat dua telapak tangan putih
menutupi mata dari balik rumpun semak belukar Itu.
"Pendekar 131...," terdengar bisikan halus dari balik rumpun semak belukar. "Tak
kuduga jika kau telah punya pilihan.... Ah. Dia memang gadis Jelita. Dan pasti
dari kalangan orang baik-baik. Tidak seperti diriku, yang banyak dilumuri
dosa.... Tapi tidak bolehkah orang
sepertiku ini mengharap sepenggal hati dari seseorang?"
Telapak tangan yang menutup mata di balik rumpun
semak belukar perlahan-lahan diturunkan. Kini tampak sepasang mata itu merah
sembab. "Pendekar 131.... Tahukah kau, aku.... Ah, tapi mungkinkah itu" Aku mengenalmu,
tapi kau tidak.
Hem.... Haruskah aku mencintai orang yang tak
mengenalku" Bisakah cinta tumbuh bersemi tanpa
adanya saling mengenal" Pendekar 131. Sebenarnya
aku ingin kau mengenalku, tapi aku takut. Apa yang
harus kulakukan sekarang..." Terus menutup diri dengan hati memendam, perasaan"
Ataukah aku akan berterus
terang...?"
Tiba-tiba satu bayangan berkelebat dan laksana kilat langsung menyelinap masuk
ke balik rumpun semak
belukar tak jauh dari sepasang mata yang sedari tadi memandang pada Pendekar
131. Sepasang mata itu mementang besar, laju kepalanya
berputar memperhatikan berkeliling. Tiba-tiba sepasang mata itu menyipit dan
membesar ketika menangkap satu sosok tubuh besar dengan enaknya menggeletak
telentang sejarak lima langkah di sampingnya.
Orang yang menggeletak ternyata seorang kakek
bertubuh besar. Rambutnya putih disanggul tinggi ke
atas. Sepasang matanya besar dan lurus memandang
langit. Anehnya sepasang mata Itu hanya kelihatan
putihnya saja pertanda orang yang memilikinya adalah orang buta. Kakek ini
mengenakan baju gombrong besar berwarna hijau yang di bagian perutnya tampak
melingkar satu ikat pinggang besar yang di pangkalnya terdapat cermin bulat
tepat pada depan perutnya.
"Gadis cantik...," tiba-tiba si kakek bertubuh besar buka mulut dengan wajah
masih menghadap langit dan
tubuh telentang.
"Husss!" terdengar orang memberi isyarat agar si kakek tak buka mulut.
"Jangan takut, Anak cantik! Mereka tak mungkin
mendengar...," ujar si kakek lalu tertawa perlahan.
"Siapa orang tua ini" Meski tubuhnya besar, tapi keberadaannya di sampingku
tidak bisa kuketahui. Lebih-lebih meski kulihat sepasang matanya buta, namun dia
tahu jika aku adalah seorang gadis...," gumam orang di samping si kakek yang
sedari tadi sepasang matanya
mengintai dan memandangi pada Pendekar 131.
"Biasanya...," kata si kakek. "Dari cahaya sorot mata, air muka dan sikap, orang
bisa dengan mudah ditebak.
Hemmm... Pandangan matamu suram, rona wajahmu
keruh. Sikapmu gelisah. Tentu kau sedang dilanda
perasaan hebat. Dan kalau seorang gadis mengalami
perasaan hebat demikian, biasanya hal yang dihadapi
bukan lain adalah masalah cinta! Bagaimana...?"
Orang di samping si kakek yang ternyata adalah
seorang gadis muda berparas cantik mengenakan jubah
warna merah dan bukan lain adalah Sitoresml terdiam.
Tapi diam-diam dalam hati si gadis membatin. "Jangan-jangan orang tua ini yang
diceritakan Ayu Laksmi tempo hari.... Matanya buta, tapi dugaannya tidak pernah
meleset!" "Kalau tak salah, apakah orang di hadapanku ini yang bernama Gendeng Panuntun"!"
tanya Sitoresmi dengan suara perlahan setengah berbisik.
Si kakek yang memang Gendeng Panuntun adanya
tertawa pelan. Sambil usap-usap cermin di depan
perutnya dia berucap.
"Hem.... Aku senang kau telah mengenalku, Anak
Cantik. Kalau tak salah, bukankah kau gadis yang dicari-cari dua temanmu Itu"!"
"Betul, Kek...!"
"Bisa katakan
padaku, apa yang sedari tadi membuatmu memandang tak berkedip dan bicara
sendiri"!"
"Aku tak bisa mengatakan padamu!"
Gendeng Panuntun tertawa perlahan. "Hem... Inilah salah satu kekuatan cinta!
Membuat orang lebih percaya pada benda mati daripada yang bernapas. Lebih
percaya pada orang yang melihat daripada orang buta!"
"Bukan karena itu aku tak mau mengatakan padamu!"
sahut Sitoresmi.
Gendeng Panuntun geleng-gelengkan
kepala. Sepasang matanya yang putih bolak-balik mengerjap.
Tubuhnya tetap telentang.
"Kunasihati, Anak cantik. Beban apa pun yang kau pikul, jika kau mau berbagi
dengan orang lain, meski tampak tak berkurang setidak-tidaknya langkahmu akan
lebih ringan! Apalagi bebanmu adalah beban hati. Satu beban yang tak tampak
dipandang mata tapi bisa
membutakan mata!"
"Aku.... Aku tak bisa mengutarakannya padamu...,"
gumam Sitoresmi seraya gelengkan kepalanya perlahan.
"Kuatkan hati. Katakan apa yang kau lihat!*
Setelah terdiam agak lama, akhirnya Sitoresmi berkata dengan suara agak
tersendat. "Di seberang sana kulihat dua saudara seperguruanku. Sementara di
depan mereka ada seorang pemuda bersama seorang gadis
jelita...."
"Kau tertarik dengan pemuda yang kau katakan
bersama dengan gadis berparas jelita itu"!"
Sitoresmi tak menjawab. Gendeng Panuntun tersenyum. "Biasanya, jika seorang gadis ditanya dan menjawab tidak, maka
jawaban itu belum menjamin
apakah gadis Itu benar bersungguh-sungguh. Tapi bila si gadis tidak menjawab,
bisa dipastikan jawabannya
adalah ya!"
Ucapan si kakek membuat gadis di sampingnya
berubah paras. Mungkin karena ucapan si kakek ada
benarnya, pada akhirnya Sitoresmi mengatakan terus
terang apa yang ada dalam hatinya.
"Sebenarnya aku memang menyukainya, Kek! Tapi
aku takut. Ada beberapa hal yang pasti akan
menghadang. Apalagi dia telah...." Sitoresmi tak kuasa teruskan kata-katanya.
"Anak cantik. Pengorbanan adalah satu hal yang
tak dapat dipisahkan dari sebuah cita-cita dan cinta.
Tanpa pengorbanan segalanya akan terasa hambar.
Dan harus diingat, cinta suci tidak selamanya harus
memiliki! Orang sudah merasa bahagia jika orang
yang dicintai mendapat kebahagiaan,"
Gendeng Panuntun hentikan bicaranya sebentar sebelum akhirnya meneruskan. "Segala
sesuatu ada jalan keluarnya, Anak cantik: Tak terkecuali hal yang kini menjadi
beban perasaanmu!"
"Katakanlah Kek. Apa jalan keluar itu!"!'
"Kau harus ambil kuputusan. Lupakan dan tinggalkan dia atau hadapi segala
sesuatu yang menghadang
dengan resiko berkorban!"
"Kek. Rasanya aku tak bisa lupakan dia. Tapi aku juga belum tahu apakah aku
dapat menghadang rintangan!"
"Memutuskan masalah pelik begini membutuhkan
waktu panjang. Dan...." Gendeng Panuntun putuskan ucapannya karena dari arah
depan sana terdengar suara ledakan keras.
Sitoresmi cepat berpaling untuk mengetahui apa yang
terjadi. Namun karena pemandangan di depan sana
dihamburi taburan tanah, hingga untuk beberapa saat
gadis berjubah merah ini belum bisa menentukan apa
yang terjadi. "Menurutmu, apakah aku harus keluar dari sini...?"
tanya Sitoresmi.
Tak terdengar suara jawaban. Sitoresmi berpaling.
Gadis salah seorang murid Dewi Siluman ini melengak
tak percaya. Kakek bertubuh besar sudah tidak tampak di tempatnya tadi
menggeletak! -oo0dw0oo- SEPULUH EWAKTU terjadi percakapan antara Sitoresmi
dan Gendeng Panuntun, di depan sana
SWulandaridanAyuLaksmiyangsudahsama
saling memberi isyarat untuk lepaskan pukulan,
segera saja hantamkan kedua tangan masing-masing
kirimkan pukulan 'Kabut Neraka'.
Karena kedua gadis murid Dewi Siluman ini melepas
pukulan secara bersama-sama, maka saat itu juga
tempat Itu laksana dibungkus kabut putih. Suasana
berubah menjadi luar biasa panas, dan terdengar suara laksana gelombang hebat.
Di seberang, melihat datangnya serangan, Dewi
Seribu Bunga cepat peringatkan Pendekar 131. Murid
Pendeta Sinting ini segera berpaling. Sejenak dia jadi melengak melihat ganasnya
pukulan. Sadar bahwa bukan saja harus selamatkan diri sendiri, namun juga harus
menyelamatkan Dewi Seribu Bunga
yang tak mungkin lagi bisa bergerak menghindar dengan cepat, murid Pendeta
Sinting segera kerahkan tenaga
lalu lepaskan pukulan 'Lembur Kuning'.
Kejap kemudian terdengar ledakan hebat ketika
pukulan 'Kabut Neraka' yang dilepas secara bersama
oleh Wulandari dan Ayu Laksmi bentrok dengan pukulan
'Lembur Kuning'.
Tanah bertabur ke udara menutupi pemandangan, lalu


Joko Sableng Malaikat Penggali Kubur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat itu bergetar keras. Samar-samar dalam pekatnya suasana tampak sosok
Wuiandari dan Ayu Laksmi
terpental jauh ke belakang lalu sama terkapar di atas tanah.
"Bangsat Jahanam!" maki Wuiandari. Setelah meneliti dan tak mengalami cidera
parah, gadis berjubah kuning cepat bergerak bangkit. Namun serentak sepasang
mata gadis ini membelalak besar. Kedua kakinya dibanting ke atas tanah, hingga
tanah dua tembak di sekitar
tempatnya berdiri bergetar.
"Keparat! Setan alas!" Wulandari terus memaki-maki dengan kepala berputar dan
mata liar menyapu.
"Wulandari! Ada...."
"Diam!" potong Wulandarl saat Ayu Laksmi hendak ajukan tanya.
Periahan-lahan Ayu Laksmi bangkit duduk. Memandang sekejap pada Wulandarl yang melangkah
mondar-mandir sambil terus mengomel. Gadis berjubah
biru menarik napas panjang dan dalam.
"Tak ada guna memaki. Yang kita perlukan sekarang bergerak mencari ke mana
mereka pergi!"
Ternyata di tempat itu tinggal mereka berdua.
Sementara Joko Sableng dan Dewi Seribu Bunga sudah
tak kelihatan lagi.
"Ini salah kita! Salah kita!" teriak Wulandari.
"Jangan salahkan diri sendiri! Semuanya sudah
terjadi!" "Seandalnya kita langsung lepaskan gabung 'Kabut Neraka' dan 'Sinar Setan'!
Pasti bangsat tidak akan lolos!
Dua kali dia lepas dari tangan kita!
"Waktu kita masih panjang. Kalau tujuan sama, tentu akan bertemu lagi!" ujar Ayu
Laksmi mereda kemarahan Wulandari.
"Sekarang lebih baik kita teruskan perjalanan!"
Karena Wulandari sepertinya tak mendengarkan
ucapan Ayu Laksmi, gadis berjubah biru ini segera putar diri setengah lingkaran.
"Kita bertemu di tempat yang ditentukan. Aku pergi sekarang!"
Namun gerakan Ayu Laksmi tertahan tatkala saat itu
dari rumpun semak belukar satu sosok tubuh berkelebat keluar.
Ayu Laksmi cepat berpaling, sementara
Wulandarl yang masih dilanda kemarahan cepat angkat
kedua tangannya tinggi-tinggi hendak lepaskan pukulan pada sosok yang berkelebat
datang. Tunggul Aku Sitoresmi!" teriak orang yang berkelebat.
"Apa yang terjadi"!" tanya Sitoresmi begitu sosoknya tegak lima langkah di depan
Wulandari. Wulandari tak menjawab. Hanya sepasang matanya menatap pada
Sitoresmi dengan pandangan menyelidik.
"Mudah-mudahan mereka tak tahu atau mendengar
percakapanku dengan orang tua itu...." Diam-diam Sitoresmi membatin. Lalu
memandang pada Ayu Laksmi.
Ayu Laksmi memberi isyarat agar Sitoresmi mendekat
ke arahnya. Tanpa pikir panjang, Sitoresmi segera
melangkah mendekat ke arah Ayu Laksmi.
"Teruskan perjalanan! Tak ada gunanya bertanya
pada orang yang sedang dilanda amarah! Nanti
kuceritakan apa yang baru saja terjadi!"
Habis berkata begitu, Ayu Laksmi berkelebat pergi.
Sementara Sitoresmi memandang sejurus pada Wulandari. Dan tanpa keluarkan sepatah kata pun dia
meninggalkan tempat itu juga.
Karena tak ada lagi suara yang terdengar, Wulandari
palingkan wajah ke arah mana tadi Ayu Laksmi berada.
Pelipis gadis ini bergerak-gerak. Dagunya mengembung.
Kedua tangannya mengepal lalu dihantamkan satu sama
lain ketika mendapati tinggal dirinya sendiri di tempat itu.
"Sialan! Jahanam!" makinya lalu bantingkan kaki.
Untuk kesekian kalinya tempat itu bergetar. Akhirnya Wulandari melangkah
meninggalkan tempat itu. Namun
tiba-tiba saja salah seorang dari murid Dewi Siluman ini hentikan langkah,
karena saat itu terdengar orang
tertawa perlahan.
"Heran. Mataku baru saja mengelilingi tempat ini. Lalu Sitoresmi dan Ayu Laksmi
baru saja pergi. Adalah aneh jika tiba-tiba saja ada orang di sekitar tempat ini
yang tak kuketahui
kapan datangnya! Pasti dia memiliki kepandaian luar biasa! Hemm...." Wulandari cepat alirkan tenaga dalam pada kedua
tangannya, lalu cepat pula
balikkan diri menghadap ke arah datangnya suara tawa.
Wulandari terkesiap. Hanya beberapa langkah dari
tempatnya berdiri dilihatnya tegak seorang kakek
bertubuh besar mengenakan pakaian gombrong warna
hijau dengan rambut disanggul tinggi ke atas. Pada
pinggang kakek ini tampak melingkar sebuah ikat
pinggang besar yang di bagian depan perutnya terdapat sebuah cermin bulat.
"Adakah kedatanganku membuatmu terkejut"!" si kakek yang bukan lain adalah
Gendeng Panuntun ajukan tanya.
Karena masih dibungkus hawa amarah ditambah
dengan rasa terkejut dengan kemunculan orang,
membuat Wulandari tidak segera menjawab. Malah dia
pelototkan sepasang matanya. Namun kejap lain gadis
ini segera membentak.
"Orang tua! Hari ini aku tak butuh ocehanmu! Lekas tinggalkan tempat ini!"
Gendeng Panuntun tersenyum. Tangan kanannya
mengusap-usap cermin bulat di depan perutnya.
Kepalanya bergerak mendongak. Lalu terdengarlah
ucapannya. "Kalau kau tak mau dengar omonganku, biarlah
omonganku akan kudengar sendiri. Hanya sayang
jika...." "Orang tua!" tukas Wulandari. "Aku tidak main-main!
Kudengar kau buka suara, aku tak segan membuat
mulutmu bungkam!"
"Ah. Siapa berani main-main denganmu, Anak cantik.
Aku bersungguh-sungguh....
Aku ingin dengar omonganku sendiri. Jika kau tak suka, harap jangan
dengarkan...."
Wulandari yang bersifat tak sabaran, segera melompat ke depan. Kemarahan yang
tadi ditindihnya segera
dimuntahkan. Gadis ini sambil melompat kirimkan satu jotosan ke arah mulut si
kakek. Wuuuttt! Terdengar suara tawa pendek Wulandari tersentak
namun makin naik pitam karena bukan saja jotosan
tangannya tak mengenai sasaran, namun di depannya si kakek mendongak dengan
perdengarkan tawa!
Mendadak gadis berjubah kuning ini membuat gerakan
berputar dua kali di atas tanah. Pada putaran ketiga, dengan mengandalkan kaki
sebelah sebagai tumpuan
Wulandari hentikan putarannya tepat saat menghadap
Gendeng Panuntun. Lalu dengan cepat kaki sebelahnya
melesat lepaskan satu tendangan.
Buukkk! Tendangan kaki Wulandari mendarat telak di mulut
Gendeng Panuntun. Namun untuk kedua kailnya gadis
berjubah kuning ini melengak kaget. Karena jangankan mengeluh, kepala kakek
bertubuh besar ini pun tak
bergeming! Bahkan sambil tertawa-tawa, Gendeng
Panuntun usap-usap mulutnya yang baru saja terkena
tendangan. "Luar biasa. Tendangan hebat! Sekarang boleh aku bicara"!" ujar Gendeng Panuntun
sambil tersenyum.
Wulandari tegak di atas tanah dengan mata terbeliak
dan mulut terkancing rapat. Di hadapannya, Gendeng
Panuntun usap-usap cerminnya lalu tanpa pedulikan
orang dia buka mulut.
"Manusia memang diberi perasaan marah. Tapi jika salah tempat akan jadi salah
kaprah. Berjalanlah dengan membawa lentera. Di sana akan kau temui bahtera...."
Meski dada Wuiandari masih disarati dengan rasa
geram, namun diam-diam dia juga menyimak kata-kata
Gendeng Panuntun.
"Sialan betul! Ucapannya menyinggung diriku! Aku tak mau dengar lagi ucapannya!"
ucap Wuiandari dalam hati.
Lalu gadis ini segera keluarkan hardikan keras tatkala dilihatnya Gendeng
Panuntun hendak buka mulutnya
lagi. "Gendeng Panuntun! Cukup! Tinggalkan tempat ini!"
"Ah. Sebenarnya aku masih ingin mendengar
ucapanku sendiri. Namun karena kau tak berkenan, apa boleh buat. Aku akan turuti
perintahmu tinggalkan tempat ini. Tapi...."
"Tak ada tapi!" sentak Wuiandari menukas ucapan si kakek. Kedua tangannya
diangkat tinggi siapkan pukulan
'Kabut Neraka'.
"Ah, 'Kabut Neraka'. Jadi kau masih ada sangkut-paut dengan Durga Ratih."
Wulandari tegak terbelalak. Kedua tangannya tertahan di udara. Gadis ini diam-
diam juga merasa terkejut
bagaimana Gendeng Panuntun tahu bahwa dirinya
hendak siap lepaskan pukulan 'Kabut Neraka', meski dia juga bertanya-tanya
sendiri siapa yang dimaksud dengan Durga Ratih.
"Orang tua! Jangan bicara sembarangan. Siapa Durga Ratih"!" kata Wulandari pada
akhirnya. "Sebetulnya aku ingin katakan padamu. Namun
karena sudah waktunya aku tinggalkan tempat ini. jadi sementara waktu biarlah
tersimpan dulu jawaban itu
untuk kita bicarakan lagi suatu hari kelak. Maafkan diri tua bangka ini...."
Gendeng Panuntun usap-usap cerminnya. Lalu putar
tubuh dan masih dengan mendongak, kakek ini
melangkah ke jurusan selatan.
Wuiandari tatapi punggung orang dengan mata
menerawang jauh.
"Durga Ratih.... Hemmm... Jadi masih ada orang lain yang memiliki pukulan 'Kabut
Neraka'. Aku teringat pada kecurigaan Ayu Laksmi yang katanya mengenali pukulan
orang. Jangan-jangan orang itu adalah Durga Ratih yang masih tak berani
tunjukkan diri. Ah, aku juga sepertinya mengenali pukulan perempuan berpunuk
tempo hari. Apakah dia Durga Ratih..." Edan! Kenapa aku jadi
pusing urusan orang" Aku harus segera pergi.... Jika tidak, aku bisa kehilangan
jejak Sitoresmi!"
Berpikir begitu, akhirnya Wuiandari segera berkelebat tinggalkan tempat yang
telah sepi itu.
-oo0dw0oo- SEBELAS OSOK berjubah putih yang basah kuyup oleh
keringat itu hentikan larinya saat sepasang
SkakinyamenginjaklerengbukitWatuGedeg.
Untuk beberapa lama sepasang matanya
memperhatikan tak berkedip ke seluruh lereng bukit yang banyak ditumbuhi pohon-
pohon besar dan rimbun semak
belukar. "Beringin kembar.... Itulah tandanya!" desis si sosok seraya terus mengawasi
berkeliling. Lalu orang ini
melompat ke samping. Dari tempatnya kini berdiri, di antara kerapatan pohon dan
rimbun semak belukar,
orang ini melihat dua pohon beringin besar yang berdiri kokoh berjajar.
Tanpa banyak pikir lagi, orang itu segera berkelebat.
Kejap lain tubuhnya telah tegap di depan dua pohon
beringin besar.
"Beringin kembar. Inilah tempat yang kucari!" gumam si orang yang ternyata
adalah seorang pemuda berparas tampan dengan rambut panjang mengenakan jubah
besar warna putih. Sosoknya besar tegap. Sepasang
matanya tajam ditingkah dagu kokoh dan mulut selalu
sunggingkan senyum aneh.
Dengan langkah pasti, si pemuda melangkah ke arah
beringin kembar di mana di belakangnya tampak sebuah gua batu yang telah
disamaki lumut hitam. Namun
langkah pemuda ini tertahan ketika tiba-tiba sepasang telinganya menangkap suara
orang mendesah panjang.
Namun sejenak kemudian tempat itu kembali sepi.
Meski kuduknya sedikit meremang, namun si pemuda
teruskan langkah. Baru tiga langkah kembali terdengar suara orang mendesah.
Bahkan kali Ini disusul dengan suara orang mengerang laksana dicekik!
"Hem.... Dengan terdengarnya suara itu, berarti di sini masih dihuni manusia!
Tapi aneh. Kenapa yang
terdengar hanya desahan panjang dan suara orang
seperti hendak menjerit..."!"
Si pemuda tenangkan hati. Dia tegak diam menunggu.
Tapi kali ini suara itu tidak lagi terdengar. Si pemuda tajamkan telinga. Tapi
suara desahan dan jerit tertahan itu tak lagi tertangkap telinganya.
"Jangan-jangan orang sekarat hendak...." Si pemuda kini cepat melompat dan
segera menerobos masuk ke
dalam gua batu.
Untuk sesaat si pemuda disambut dengan suasana
gelap. Namun setelah agak terbiasa sepasang matanya
mulai mencari-cari. Saat itulah suara desahan panjang terdengar lagi. Si pemuda
cepat palingkan kepala ke
arah sumber datangnya suara.
Si pemuda mendadak keluarkan suara terperanjat
ketika sepasang matanya melihat sesosok tubuh
tergantung dengan kaki di atas kepala di bawah!


Joko Sableng Malaikat Penggali Kubur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Anehnya, meski tubuh orang ini tampak tergantung, yang menggantung sosoknya
bukanlah tali. Melainkan satu
cahaya hitam berkilat-kilat.
Cahaya hitam itu menggantung mulai dari langit-langit gua sampai
membelit sekujur tubuh orang.
"Ini pasti ulah orang yang memiliki kepandaian luar biasa! Apakah orang ini yang
kucari"!" si pemuda pandangi berlama-lama tubuh orang yang tergantung.
Ternyata dia adalah seorang kakek mengenakan pakaian tambal-tambal. Rambutnya
putih panjang. Wajahnya
cekung dengan dibalut kulit keriput tipis.
"Harus kupastikan apakah orang ini yang kucari!" kata si pemuda dalam hati lalu
sunggingkan senyum aneh.
"Orang tua! Apakah kau yang bergelar Dewa
Sukma"!"
Sepasang mata orang yang tergantung dengan tali
aneh itu membuka. Namun mulutnya tetap bungkam tak
perdengarkan suara menjawab. Bahkan tak lama
kemudian, sepasang matanya memejam kembali.
"Jangan-jangan dia tak dengar...." Si pemuda ulangi lagi pertanyaannya dengan
suara dikeraskan.
Orang yang tergantung tidak menjawab. Malah
membuka matanya pun tidak, membuat si pemuda mulai
agak jengkel karena dia yakin orang yang ditanya
mendengar suaranya. Tapi karena merasa punya satu
kepentingan, si pemuda menindih rasa geramnya, lalu
kembali berkata dengan suara agak lirih.
"Orang tua! Ada pesan untukmu dari seseorang...."
Si pemuda menunggu. Mula-mula tak ada gerakan
apa-apa dari orang tua tergantung itu. Tapi tak lama kemudian matanya terbuka.
Malah kini menatap tajam ke arah si pemuda.
"Siapa kau"!" tiba-tiba si kakek ajukan tanya.
Suaranya keras menggelenggar, hingga karena tak
menyangka, si pemuda sempat terkesiap.
"Hem.... Caraku mengena!" desis si pemuda lal kembali sunggingkan senyum aneh.
"Menghadap orang macam begini, tidak boleh tunjukkan kelemahan. Nama
pun harus terdengar angker!"
Setelah terdiam agak lama, si pemuda akhirnya
menjawab tanya si kakek.
"Aku Malaikat Penggali Kubur! Kau bukankah Jalu Paksi yang lebih dikenal dengan
gelaran Dewa Sukma"
Benar"!"
"Bertahun-tahun malang melintang, hanya beberapa orang tertentu yang tahu nama
asliku. Orang ini masih muda, tapi rupanya telah tahu banyak tentang diriku...."
"Aku tak mau jawab sebelum kau katakan siapa kau sebenarnya dan siapa orang yang
menitip pesan padamu!" "Aku adalah murid tunggal Bayu Bajra. Dialah yang juga titip pesan padamu!"
"Bayu Bajra adikku...," gumam si kakek. "Hem....
Sepuluh tahun silam dia memang mengatakan punya
seorang murid. Dan kalau pemuda ini sampai tahu nama asliku juga tempat
tinggalku, berarti dia tak berkata mendustaiku "
"Kek! Ini pasti perbuatan orang. Apa sebenarnya yang telah terjadi"!" pemuda
yang bukan lain adalah Gumara yang kini mengaku bergelar Malaikat Penggali Kubur
cepat ajukan tanya sebelum si kakek yang ternyata
adalah kakak Bayu Bajra, guru Gumara alias Malaikat
Penggali Kubur buka mulut.
"Gila! Ini memang bukan perbuatan setan. Tapi
perbuatan manusia berhati setan!" ujar si kakek yang sebenarnya bukan lain
adalah Jalu Paksi yang dalam
rimba persilatan lebih dikenal dengan gelar Dewa
Sukma. Seorang tokoh kelas atas yang beberapa puluh
tahun silam bersama tokoh-tokoh besar lainnya sempat malang melintang meramaikan
rimba persilatan.
"Tapi kenapa kau tidak segera bebaskan dirimu, Kek"
Bukankah...."
Jalu Paksi alias Dewa Sukma telah tertawa keras
sebelum ucapan Malaikat Penggali Kubur selesai, hingga si pemuda putuskan
ucapannya. "Anak mudai Ini bukan tali biasa. Aku bisa bebas dengan tangan orang lain! Kau
mau bantu aku"!"
Malaikat Penggali Kubur tak buka mulut untuk
memberikan jawab, namun diam-diam otaknya merencana. "Hai! Kau dengar ucapku. Kenapa tidak memberi
jawab"!" tanya Dewa Sukma.
Malaikat Penggali Kubur sunggingkan senyum aneh.
Seraya melangkah mendekat dia angguk-anggukkan
kepala. Lalu memandangi cahaya hitam yang menggantung dan membelit sekujur tubuh Dewa Sukma.
"Orang tua. Sebelum aku katakan mau atau tidak, aku ingin pastikan dulu apakah
kau betul-betul Dewa
Sukma"!"
"Kurang ajar! Bukit Watu Gedeg hanya dihuni oleh satu orang! Dan jika kau tak
mengatakan murid Bayu
Bajra adikku, lebih baik aku mati daripada buka mulut minta bantuan!"
"Hem.... Sekarang katakan apa yang harus kulakukan!"
"Cari simpul terakhir dari cahaya sialan ini. Kerahkan sedikit tenaga dalam lalu
tarik simpul dengan menahan napas! Ingat baik-baik. Waktu menarik tali simpul
kau harus membelakangi! Sekali kau lakukan dengan
menghadap, bukan hanya aku yang celaka, namun kau
juga akan menemui ajal! Jelas" Sekarang lakukan! Aku sudah tak tahan!"
Malaikat Penggali Kubur bukannya segera melakukan
apa yang diperintahkan si kakek. Melainkan pandangi
cahaya hitam seraya manggut-manggut. Dan tiba-tiba
pemuda ini balikkan tubuh dan melangkah menjauh.
"Gila! Apa yang kau lakukan"! Hendak ke mana kau"l"
"Aku tak bisa membantumu, Keki Dan aku sebenarnya belum yakin benar apakah kau
betul-betul Dewa Sukma
adik Eyang guruku!"
"Setan! Kalau tak ikut bertanggung jawab, sudah sejak lama aku ingin mati saja!"
maki si kakek dalam hati. Lalu berujar dengan suara keras.
"Anak muda! Bebaskan aku dulu, nanti akan
kubuktikan keraguanmu!"
Malaikat Penggali Kubur tersenyum. Lalu balikkan
tubuh menghadap mulut gua. "Kek! Aku yang akan
membantumu. Nyawamu sekarang tergantung padaku.
Jadi aku yang menentukan!"
"Hai! Apa maksudmu"!"
"Pembuktian bahwa dirimu adalah Dewa Sukma harus kau lakukan sebelum aku membuka
ikatan celaka itul
Bagaimana" Aku tak mau tertipu orang yang mengaku-
ngaku sebagai Dewa Sukma."
"Bagaimana aku akan buktikan" Lihat. Aku hanya bisa buka mulut dan mata!"
"Justru dari situlah aku butuh pembuktian itu!"
"Hem.... Katakan apa sebenarnya yang kau mau!"
"Eyang guru pernah mengatakan
bahwa kau memegang peta tempat tersimpannya kitab sakti Serat
Biru. Sekarang katakan di mana kau simpan peta itu!
Kau cukup buka mulut saja!"
Dewa Sukma menggerendeng tak habis-hablsnya
dalam hati. Sepasang matanya menyipit membesar
perhatikan tak berkesip pada punggung Malaikat
Penggali Kubur. Yang dipandangi tersenyum aneh.
Pemuda murid Bayu Bajra Ini sebenarnya sejak semula
sudah memendam niat buruk. Dasar sifatnya pun tinggi hati. Namun dengan
kelicikannya dia dapat menyimpan
dan menyembunyikan sifat aslinya. Hingga gurunya
sendiri tak tahu jika muridnya mempunyai maksud
tertentu di balik sikap baiknya selama lima belas tahun menimba ilmu.
Seraya masih membelakangi, Malaikat Penggali Kubur
berujar. "Kau tak buka mulut. Berarti kau bukan Dewa Sukma.
Hem.... Selamat tinggal!"
Malaikat Penggali Kubur melangkah. Tapi sebelum
kakinya bergerak, Dewa Sukma telah berteriak.
"Tunggul! "Aku ada perlu lain yang penting. Lekas katakan atau aku tinggalkan tempat ini!"
"Benar-benar sialan pemuda ini! Hem.... Kalau saja aku tak merasa khawatir
dengan apa yang akan terjadi menimpa rimba persilatan...."
"Anak muda!" akhirnya Dewa Sukma berkata. "Hantam mulut gua sebelah kiri!"
"Kau rupanya ingin permainkan aku, Orang tual"
"Sialan kurang ajar! Siapa main-main"! Lakukan apa yang kukatakan atau kau tak
akan mendapatkan bukti
itu!" "Hem.... Jangan-jangan peta Itu disimpan di mulut gua yang dikatakannya. Betul-
betul tempat simpanan yang
tak terduga!" pikir Malaikat Penggali Kubur.
Pemuda murid Bayu Bajra ini melangkah perlahan ke
arah mulut gua, sejenak sepasang matanya memperhatikan batu yang menjadi bagian dari mulut
gua. "Jika kau menipu, bukan saja aku akan tinggalkan tempat ini, tapi aku akan
mengantarmu ke liang akherat!"
desis Malaikat Penggali Kubur. Lalu serta-merta
gerakkan tangan kanannya menjotos mulut gua sebelah
kiri. Karena jotosan itu mengandung tenaga dalam, sekali jotos batu besar pasti
akan hancur berkeping-keping.
Tapi Malaikat Penggali Kubur jadi terkesiap. Jotosannya hanya membuat mulut gua bergetar!
Sementara tak secuil pun mulut gua Itu bertaburan.
"Kau harus kerahkan segenap tenaga dalammu, Anak muda!"
Malaikat Penggali Kubur menyeringai. Dia segera
kerahkan segenap tenaga dalamnya.Dan sekonyong-
konyong kedua tangannya bergerak sekaligus menghantam mulut gua.
Bukkk! Buukkk! Byaarrr! Mulut gua sebelah kiri hancur berantakan. Di antara
hamburan batu si pemuda melihat benda mirip kotak
yang terlempar keluar.
Tanpa pikir panjang lagi, Malaikat Penggali Kubur
segera melesat menghambur keluar. Kotak berwarna
hitam yang tergeletak nyangsrang di antara rumpun
semak belukar cepat diambil.
Dengan dada bergetar, kotak hitam segera dibuka.
Mata Malaikat Penggali Kubur tiba-tiba mendelik besar tatkala dapati kotak hitam
itu tidak berisi apa-apa!
"Jahanam! Penipu busuk!" kotak hitam dibanting. Dan serta-merta tubuhnya melesat
ke dalam gua. Tegak
dengan mulut terkancing tiga langkah di hadapan tubuh Dewa Sukma yang
tergantung. Dewa Sukma tersenyum. Lalu berujar lirih.
"Jangan berlaku bodoh, Anak muda! DI dalam kotak itu kau memang tak akan
menemukan peta. Namun jika
kau buka lapisan bagian tutup kotak, di situ akan kau dapatkan peta itu! Ayo
sekarang bebaskan akui"
"Akan kubuktikan dahulu ucapanmu!" kata Malaikat Penggali Kubur, lalu bergerak
lagi berkelebat keluar.
Sementara di dalam gua Dewa Sukma kembali hanya
bisa menghela napas.
Di luar gua, Malaikat Penggali Kubur segera lakukan
seperti apa yang dikatakan Dewa Sukma. Dan
mendadak terbelalaklah mata murid Bayu Bajra ini. Pada lapisan penutup kotak dia
menemukan lipatan kain putih yang ketika dipentangkan terlihat gambar sebuah
peta! "Aku berhasil! Ha... ha... ha...!"
"Hai! Sekarang giliranmu lakukan apa yang kuperintah!" Dari dalam gua Dewa Sukma berteriak.
"Dewa Sukma. Kau masih inginkan peta ini"!" Dari luar Malaikat Penggali Kubur
ajukan tanya. "Hai! Apa maksudmu"!"
"Akan kubuktikan dahulu apakah peta ini asli atau palsu!"
"Setan! Bagaimana harus membuktikannya"!"
"Kau tidak bodoh Dewa Sukma! Aku akan melakukan perjalanan menurut apa yang
tertera dalam peta ini. Jika terbukti benar sampai ke Pulau Biru, berarti peta
ini asli.

Joko Sableng Malaikat Penggali Kubur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jadi harap kau bersabar menunggu sampai aku tiba
kembali. Ha... ha... ha...!"
"Jahanam! Setan Alas! Kau menipuku!" teriak Dewa Sukma.
"Berteriaklah sepuasmu, Dewa Sukma. Itu akan
mempercepat hari kematianmu! Ha ... ha ... ha ... !"
Suara tawa Malaikat Penggali Kubur makin lama
makin perlahan sebelum akhirnya lenyap.
DUA BELAS IRA-KIRA baru seratus tombak dari tempat di
mana Dewa Sukma berada, tepatnya pada
Ksatudataran luas yangjarangdi tumbuh!
pohon dan semak-belukar, satu teguran keras
mendadak terdengar, Gumara yang kini menggelari diri dengan julukan Malaikat
Penggali Kubur bukan saja
tersentak kaget, namun juga memutuskan suara
tawanya. "Garis kehidupanmu mujur, Anak muda! Kulihat kau
tertawa-tawa sendirian. Tentu kau baru saja mendapat rejeki besar. Sudi berbagi
rejeki itu barang sedikit denganku"!"
"Meski aku belum bisa memastikan apakah peta Ini asli atau palsu, namun tidak
akan kubiarkan anak
manusia jenis apa pun yang hendak menyentuhnya!
Aneh, dari mana bangsat itu tahu aku mendapat rejeki"
Tentu yang dimaksud adalah peta ini. Hemmm...."
Meski baru saja jejakkan kaki di rimba persilatan,
namun karena pemuda murid Bayu Bajra ini punya sifat tinggi hati walau dia tak
menunjukkan di depan gurunya, dia segera putar diri lalu berkacak pinggang
dengan sepasang mata menyengat tajam memandang tak
berkesip ke depan.
Dari tempatnya berdiri, Malaikat Penggali Kubur
melihat seorang kakek bertubuh tinggi kurus. Sepasang matanya besar melotot.
Rambutnya panjang kelimis
diuraikan ke depan, hingga raut wajah kakek ini hanya terlihat samar-samar. Dia
mengenakan pakaian panjang gombrang
sebatas mata kaki berwarna hitam. Keangkeran sosok kakek ini makin nyata jika orang
melihat pada raut wajahnya yang kelihatan samar-samar, karena ternyata warna
kulit wajahnya hitam legam!
Kelopak matanya juga terlihat besar. Si kakek tegak
dengan sedikit tengadah dan kedua tangan merangkap
di depan dada. Lalu terlihat sepasang matanya bergerak memejam. Hingga kini dari
balik uraian rambutnya yang tampak raut hitam angker!
Walau Malaikat Penggali Kubur merasa memiliki
kepandaian tinggi dan pada dasarnya punya sifat
sombong, melihat tampang si kakek mau tak mau
membuat hatinya berdebar. Namun semua itu hanya
sekejap. Di lain kejap sifat aslinya muncul.
Sambil ikut dongakkan kepala, Malaikat Penggali
Kubur perdengarkan dengusan keras. Lalu terdengarlah suara bentakannya.
"Siapa kau"! Berani menghadang, selembar nyawamu melayang!"
Si kakek luruskan kepalanya menghadap Malaikat
Penggali Kubur. Sepasang matanya masih tetap
terpejam rapat. Tiba-tiba si kakek tertawa bergetok.
"Melihat kau tanya siapa aku, jelas pertanda kau masih bau kencur dalam dunia
persilatan! Hem.... Tapi tak ada salahnya kita berkenalan. Pasang telinga baik-
baik! Dunia persilatan memberi julukan padaku Datuk
Hitam! Kau sendiri siapa"!"
Malaikat Penggali Kubur tersenyum aneh. "Aku
Malaikat Penggali Kubur! Manusia yang membuat liang
untuk kuburkan siapa saja yang berani ikut campur
semua urusanku! Kau dengar"!"
"Hem... Begitu" Pasti kau memiliki ilmu hebat. Tapi ucapan setinggi langit hanya
akan ditertawakan orang tanpa tunjukkan bukti! Dan jangan mengira Datuk Hitam
lari terkentut-kentut dengar ancaman orang!"
"Inilah saat-saat yang selama Ini kutunggu. Menjajal ilmu yang telah kupelajari
selama lima belas tahun...,"
batin Malaikat Penggali Kubur. Kemudian alihkan
pandangannya pada jurusan lain seraya berkata.
"Akan kulipat lidahmu hingga tak bisa bicara,
kubungkam mulutmu hingga tak dapat tertawa sebagai
bukti ucapan Malaikat Penggali Kubur bukan seperti
busa di lautan!"
"Hem.... Bangsat tengik sombong Ini nampaknya
memang berbekal ilmu. Tapi apakah dia benar-benar
telah mendapatkan peta itu" Dia datang dari jurusan di mana Dewa Sukma berada.
Wajahnya cerah berseri....
Kalau belum tahu dengan mata kepalaku sendiri,
bagaimana aku bisa membuktikannya"!" kata Datuk Hitam dalam hati. Lalu berujar.
"Bagi Datuk Hitam, nyawa manusia tidak ada
harganya. Namun saat ini tanganku masih bisa diajak
kompromi. Hanya saja hal itu harus mendapat imbalan.
Dari itulah aku tadi menawarkan padamu untuk memberi sediki rejeki yang sudah
kau peroleh!"
"Jehanam! Apa yang kau maksud dengan rejeki,
hah"!" hardik Malaikat Penggali Kubur sambil palingkan kembali kepalanya.
Datuk Hitam tertawa berbahak. "Kau datang dengan tertawa-tawa dari arah tempat
Dewa Sukma. Kalau tidak mendapat rejeki dari Dewa Sukma, mana mungkin kau
berbuat begitu" Hanya orang gila yang tertawa sendiri tanpa ada sebab!"
Rahang Malaikat Penggali Kubur mengembang, pelipis
kiri kanannya bergerak-gerak. Sepasang matanya
terpentang angker, pertanda dadanya telah terbungkus hawa amarah. Namun Malaikat
Penggali Kubur segera
tersenyum aneh. Pemuda ini selain berhati sombong
ternyata juga memendam sifat licik dan pura-pura.
Bahkan begitu liciknya, sampai-sampai gurunya tak
mengetahui sifat asli muridnya ini.
"Datuk Hitam!" ucap Malaikat Penggali Kubur. "Orang tertawa bukan selamanya
karena mendapat rejeki.
Demikian juga dengan apa yang kualami saat Ini!"
"Hem.... Jika begitu, katakan apa yang membuatmu seperti orang gila itu!"
Meski dadanya bergemuruh disebut seperti orang gila, tapi si pemuda bukannya
naik pitam. Sebaliknya dia
hanya tersenyum, lalu berkata.
"Aku memang datang dari tempat Dewa Sukma untuk menyampaikan pesan seseorang.
Tapi sampai di sana,
pesan itu terpaksa urung kusampaikan secara langsung, dan hanya kutulis lalu
kuletakkan di depan tempat
tinggalnya. Lalu aku pergi begitu saja dan bertemu
denganmu di sini!"
"Keparat! Aku tanya kenapa kau bertingkah seperti orang gila!" sentak Datuk
Hitam seraya goyang-goyangkan kepala, hingga rambutnya yang mengurai
kedepan bergerak sedikit menyibak ke kiri kanan.
"Yang kau tanyakan itulah yang juga menyebabkan aku urungkan niat sampaikan
pesan. Aku tak bisa
katakan padamu, lebih baik kau melihatnya sendiri saja!"
Lalu tiba-tiba Malaikat Penggali Kubur tertawa bergelak-gelak.
"Aku tak percaya ucapan orang gila sepertimu!"
"Percaya atau tidak itu urusanmu! Aku hanya ingin mengatakan bahwa kau juga akan
berlaku mirip orang
gila jika telah melihatnya sendiri!"
"Herrm,... Aku jadi ingin lihat apa sebenarnya yang terjadi. Tapi aku tidak
mudah dipecundangi ucapan anak bau kencur seperti dia...,'' desis Datuk Hitam.
Lalu maju selangkah dan berkata.
"Mendengar ceritamu, aku tak sabar ingin melihatnya.
Tapi sebelum itu, serahkan dulu peta itu padaku!"
Tampang Malaikat Penggali Kubur langsung berubah.
Untuk beberapa saat, sepasang matanya tak berkesip
pandangi sosok Datuk Hitam. "Jahanam ini ternyata telah tahu. Sialan betul! Tapi
apa hendak dikata. Pantang
serahkan benda yang telah berada di tangan!" batinnya.
Di depan sana, Datuk Hitam jerengkan sepasang
matanya. Sekali lihat dia telah tahu apa yang
berkecamuk dalam dada si pemuda.
"Hemm.... Gertakku nyatanya tidak sia-sia. Perubahan wajahnya menunjukkan bahwa
bangsat itu telah
mendapatkan rejeki dari Dewa Sukma. Heran.... Dewa
Sukma bukanlah tokoh yang begitu saja bisa dibikin
mampus, apalagi serahkan peta yang menyimpan benda
sakti. Untuk urusan Ini saja aku siapkan diri bertahun-tahun lamanya. Kalau
bangsat itu berhasil mendapatkan peta itu, berarti dia bukan lawan yang dapat
dipandang enteng...." Diam-diam Datuk Hitam juga berkaia dalam hati. Setelah
berpikir sejurus, akhirnya Datuk Hitam berujar.
"Bagaimana"! Jangan banyak pikir. Waktuku hanya sedikit! Ada urusan lain yang
harus cepat kuselesaikan!"
Malaikat Penggali Kubur mendengus keras. Namun
sejauh ini dia belum beri jawaban. Hingga Datuk Hitam kembali buka mulut.
"Baik! Mungkin aku harus menunda dahulu urusanku.
Dan...." "Kau tak akan pernah selesaikan urusanmu, Datuk Hitam! Hari ini aku telah
menggali lobang kubur
untukmu!" tukas Malaikat Penggali Kubur.
"Hemm.... Kita buktikan untuk siapa lobang kubur yang kau gali! Jangan-jangan
kau gali lobang kubur untuk
dirimu sendiri!" kata Datuk Hitam lalu tertawa berderai.
Namun suara tawa itu mendadak terputus laksana
dirobek setan ketika tiba-tiba Malaikat Penggali Kubur membuat
gerakan seperti menyembah. Kedua tangannya saling menakup dan diangkat sejajar kening.
Lalu kaki kanannya ditarik sedikit ke belakang. Kejap lain tubuhnya melesat ke
depan dengan kedua tangan
lepaskan satu pukulan ke arah kepala Datuk Hitam!
Datuk Hitam dongakkan kepala tanpa membuat
gerakan menghindar. Begitu sejengkal lagi kedua tangan Malaikat Penggali Kubur
menghantam pecah batok
kepalanya, kakek berwajah hitam ini angkat kedua
tangannya. Bukkk! Bukkk! Dua pasang tangan saling beradu keras. Datuk Hitam
rasakan sapuan luar biasa keras, hingga begitu terjadi bentrok tangan, sosok
kakek ini terjajar satu tombak ke belakang. Ketika si kakek singkapkan kain di
bagian lengannya, dia terlengak kaget mendapati lengan
tangannya menggembung berwarna merah! Si kakek
cepat alirkan tenaga dalam, lalu pandangi Malaikat
Penggali Kubur dengan mata mendelik angker.
Saat itu, Malaikat Penggali Kubur tampak tegak
dengan sepasang kaki goyang. Namun raut wajahnya
jelas memendam rasa sakit. Malah kejap itu juga
sepasang matanya bergerak terpejam. Namun sejurus
kemudian membuka kembali dan balas menatap
pandangan Datuk Hitam dengan senyum seringai!
Datuk Hitam diam-diam bertanya-tanya sendiri dalam
hati tentang siapa sebenarnya adanya si pemuda. Dia
memang telah tahu jika Dewa Sukma adalah seorang
tokoh yang memiliki ilmu tinggi, tapi dengan sekali
bentrok tadi, dia sadar bahwa tidak mustahil jika si pemuda dapat mengimbangi
Dewa Sukma. Hal Itu
membuatnya tidak berani bertindak ayal. Bukan saja
karena bisa mendapat celaka, tapi persiapannya
bertahun-tahun hanya akan sia-sia.
Berpikir sampai di situ, Datuk Hitam segera kerahkan tenaga dalam pada kedua
tangan dan kakinya. Kejap itu juga sepasang kaki si kakek bergerak-gerak.
Dan.... Blepp! Bleepp! Sepasang kaki Datuk Hitam masuk ke dalam tanah
sebatas mata kaki.
Malaikat Penggali Kubur sedikit terkesiap. Karena
bersamaan dengan masuknya kaki si kakek ke dalam
tanah, tempat dia tegak berdiri bergetar keras! Belum tahu apa yang hendak
diperbuat si kakek, mendadak si kakek melesat ke atas. DI udara dia membuat
gerakan telentang, tiba-tiba seraya masih telentang tubuhnya berputar cepat dan
menggebrak lurus ke arah Malaikat Penggali Kubur dengan sepasang kaki mencuat
dari balik pakaian hitamnya, lepaskan satu tendangan
dahsyat! Malaikat Penggali Kubur pentangkan sepasang
matanya dengan kedua tangan diangkat siap kirimkan
pukulan. Namun sebelum tangannya bergerak, si
pemuda rasakan deruan angin luar biasa kencang.
"Keparat!" umpat Malaikat Penggali Kubur lalu arahkan kedua tangannya ke depan.
Baru tangannya bergerak
setengah jalan hendak lepaskan pukulan, tubuhnya
terhuyung ke belakang hingga kedua tangannya oleng ke atas dan pukulannya
melenceng menghajar tempat
kosong di udara.
Malaikat Penggali Kubur kertakkan rahang, dia lipat
gandakan tenaga dalam, lalu kedua tangannya kembali
diangkat ke atas siap lancarkan pukulan. Namun pemuda murid Bayu Bajra ini jadi
terkesiap. Deru angin yang datang dari arah depan begitu luar biasa dahsyat,
hingga sebelum dia sempat hantamkan kedua tangannya
lepaskan pukulan, tubuhnya tersapu ke beiakang sampai empat langkah! Kejap
kemudian sepasang kaki tampak
mencuat dari balik pakaian hitam di depan hidung
Malaikat Penggali Kubur!
Bukkk! Sosok Malaikat Penggali Kubur terpental. Datuk Hitam segera pula berkelebat di
udara, memburu tubuh
Malaikat Penggali Kubur. Lalu untuk kedua kalinya kaki kanannya bergerak
lepaskan satu tendangan.
Bukkk! Malaikat Penggali Kubur berseru tertahan. Tubuhnya
melayang dan terbanting di udara. Lalu menghujam ke
bawah dan terpuruk dengan kepala lebih dulu menghajar tanah!
Malaikat Penggali Kubur rasakan tubuh dan kepalanya
laksana pecah. Tapi mendapati gelagat bahaya belum
selesai, pemuda murid Bayu Bajra ini segera kerahkan tenaga dalam, lalu secepat
kilat bergerak bangkit dan tegak dengan kaki terkembang.
Dua tombak di hadapannya, si pemuda melihat Datuk
Hitam goyang-goyangkan kepala lalu tertawa terbahak


Joko Sableng Malaikat Penggali Kubur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan kepala tengadah dan mata terpejam. Mendadak
Datuk Hitam ulurkan tangannya ke depan.
"Peta Itu atau akan kuambil beserta nyawamu
sekalian!"
Malaikat Penggali Kubur katupkan mulut. Sejenak dia
terkesiap, karena mulutnya terasa asin pertanda ada
darah yang menunjukkan bahwa dirinya telah terluka
bagian dalam. "Ha... ha... ha...l" Tiba-tiba Datuk Hitam perdengarkan tawa panjang. Lalu
berkata. "Jangan bertindak bodoh!
Kau telah terluka, memutus selembar nyawamu saat ini bagiku semudah membalik
telapak tangan!"
Malaikat Penggali Kubur tak hiraukan ucapan orang.
Sebaliknya dia kepalkan tangan.
Tak menunggu lama, si pemuda segera angkat kedua
tangannya. Seraya membentak garang, dia pukulkan
kedua tangannya ke arah Datuk Hitam.
Wuuttt! Wuttt! Dari kepalan tangannya membersit sinar terang,
namun cuma sekejap, kejap lain terdengar deru luar
biasa dahsyat, pada saat bersamaan menghampar
gelombang angin laksana gelombang yang menggidikkan dan menebar hawa luar biasa panas!
Inilah pukulan sakti 'Telaga Surya', satu pukulan sakti yang telah diwarisi dari
Bayu Bajra dan telah lima belas tahun dilatih dan dipelajarinya.
Beberapa puluh tahun silam, pukulan 'Telaga Surya'
sempal membuat guru Malaikat Penggali Kubur yakni
Bayu Bajra ditakuti dan disegani lawan dan kawan.
Bahkan hanya beberapa tokoh saja yang dapat
mengimbangi kehebatan pukulan 'Telaga Surya'. Hingga saat pukulan Itu dilepas
oleh Malaikat Penggali Kubur, Datuk Hitam terlihat tersirap kaget.
Kakek berpakaian gombrong panjang berwarna hitam
Ini segera rentangkan kedua telapak tangannya.
Terdengar suara berkeretekan. Lalu serta-merta Datuk Hitam dorong kedua telapak
tangannya ke depan.
Wuusss! Wuusss!
Meiesat dua jalur hitam di udara yang bukan saja
membuat tempat itu berubah gelap gulita, namun juga
perdengarkan suara keras laksana gemuruh badai dan
menyambarnya angin luar biasa kencang!
Inilah pukulan sakti Datuk Hitam yang disebut 'Puspa Jagat'. Satu pukulan yang
menghantar Datuk Hitam
menjadi salah satu momok rimba persilatan dan juga
membuat dirinya sebagai tokoh jajaran atas yang
menjadikan beberapa tokoh harus berpikir dua kali untuk coba-coba mencari urusan
dengan Datuk Hitam. Selain
memiliki pukulan sakti 'Puspa Jagat', Datuk Hitam juga dikenal memiliki ilmu
'Mendera Bayu'. Satu ilmu yang membuat sang Datuk bisa telentang dan berputar
cepat di atas udara. Sementara lawan akan merasakan sapuan gelombang angin luar
biasa dahsyat. Ilmu 'Mendera
Bayu' Inilah yang tadi membuat Malaikat Penggali Kubur terhuyung-huyung dan
pukulan yang dilepas melenceng
jauh di udara. Bummm! Terdengar ledakan hebat saat pukulan 'Telaga Surya'
yang dilepas Malaikat Penggali Kubur beradu dengan
pukulan 'Puspa Jagat' yang dikirim Datuk Hitam.
Suasana yang sebentar tadi gelap gulita karena bias
pukulan 'Puspa Jagat' bertambah pekat katika hamburan tanah
akibat bentroknya dua pukulan bertabur menyungkup tempat itu.
Sosok Malaikat Penggali Kubur tampak mencelat
mental sejauh dua tombak, terhuyung-huyung beberapa
kali sebelum akhirnya jatuh terduduk dengan wajah
laksana tak berdarah. Napasnya megap-megap dan
darah kehitaman keluar membasahi jubah putihnya.
"Iblis Jahanam!" rutuk Malaikat Penggali Kubur dengan suara mendesis. "Aku tak
mungkin teruskan pertarungan ini dengan keadaan begini! Aku bisa mendapat celaka
dan peta Ini akan jatuh ke tangan setan tua itu! Hemm...."
Malaikat Penggali Kubur angkat kepalanya dan memandang berkeliling. Saat itu suasana masih
dibungkus kepekatan.
"Tunggulah Setan tua! Urusan kita belum selesai.
Kelak urusan ini akan kita tuntaskan!" gumam si pemuda, lalu secepat kilat dia
bergerak bangkit dan secepat itu pula dia berkelebat tinggalkan tempat Itu.
Saat suasana terang kembali, Datuk Hitam yang juga
tampak terduduk dengan tubuh bergetar dan bergumam
tak jelas, pentangkan sepasang matanya tak berkesip.
Seakan tak percaya dengan pandangan matanya, kakek
ini gerakkan tangan kanan menyibak uraian rambutnya
yang menutupi wajah. Tiba-tiba kakek Ini keluarkan
sumpah serapah tidak karuan ketika menyadari bahwa
Malaikat Penggali Kubur benar-benar telah pergi
tinggalkan tempat itu.
"Anak keparat itu benar-benar memiliki ilmu yang tak boleh dipandang
sembarangan! Apakah dia betul-betul
telah mendapatkan peta itu dari Dewa Sukma" Dan apa
yang dilakukan Dewa Sukma hingga anak jahanam tadi
tertawa mirip orang gila"! Hem.... Kalau tak melihat sendiri, bagaimana aku
mendapat jawaban pasti"!"
Datuk Hitam berpikir, lalu bergerak bangkit. Setelah yakin bahwa Malaikat
Penggali Kubur betul-betul tidak ada di tempat itu, sang Datuk jejak tanah.
Tanah itu terbongkar, dan bersamaan itu sosok Datuk Hitam
berkelebat. -oo0dw0oo- Pada satu tempat di mana tampak dua pohon beringin
kembar berdiri kokoh, Datuk Hitam hentikan larinya.
Sepasang matanya dijerengkan memandang seantero
tempat itu. Saat matanya menangkap sebuah gua tak
jauh di belakang pohon, sang Datuk kembali melesat ke depan. Lalu berhenti lima
langkah di depan mulut gua.
"Hemm.... Mulut gua bagian kiri tampak berantakan. ini pasti perbuatan tangan
manusia! Sialan! Jangan-jangan ini perbuatan anak keparat itu!" desah Datuk
Hitam dengan sepasang mata memeriksa dengan tajam.
"Tampaknya hal ini dilakukan dengan sengaja! Orang yang memukul mulut gua
sepertinya menjaga agar ada
sesuatu yang tak terkena pukulan"
Paras wajah Datuk Hitam mendadak berubah.
Mulutnya komat-kamit dengan mata mendelik angker.
"Jahanam busuk!" terdengar umpatan dari mulutnya.
"Jangan-jangan anak bangsat Itu benar-benar telah mendahuluiku mendapatkan peta
itu!" Tanpa pikir panjang lagi, Datuk Hitam segera
berkelebat masuk ke dalam gua. Sepasang matanya
segera menyapu ke seluruh ruangan gua. Tiba-tiba
kepala sang Datuk yang ikut bergerak berputar terhenti.
Sepasang matanya makin membeliak. Seraya angkat
tangannya menyibak uraian rambut yang menghalangi
pandangannya, sang Datuk berkata pelan.
"Hemm.... Yang ini pasti bukan perbuatan si anak jahanam itu! Setan alas!
Berarti telah banyak orang yang datang mendahuluiku!"
"Melihat keadaannya bukan satu purnama dua
purnama dia tergantung seperti itu! Jika bukan orang yang berkepandaian tinggi,
pasti sudah mampus sejak
lama...," gumam Datuk Hitam tatkala melihat satu sosok tergantung dengan kaki di
atas dan kepala di bawah.
Sosok ini tergantung dengan satu tali berupa sinar hitam yang bukan saja
menggantung tubuhnya namun juga
membelit sekujur tubuhnya.
"Siapa yang mempunyai perbuatan gila ini" Tapi
aneh.... Tapi siapa pun manusianya yang punya ulah ini bagiku tidak penting!
Jauh lebih penting mengetahui
apakah peta itu masih di tangannya atau sudah
berpindah tangan!"
Datuk Hitam pandang sekali lagi pada sosok yang
tergantung dan bukan lain adalah Dewa Sukma. Lalu
seraya tengadah dia berkata.
"Dewa Sukma! Tentu tidak enak hidup bergelantungan begitu
rupa. Sebagai sahabat
aku ingin sekali menolongmu. Apa jawabmu"!"
Dewa Sukma tidak buka mulut untuk memberi
jawaban. Bahkan sepasang matanya pun tetap terpejam
rapat. Hanya tarikan napasnya yang terdengar berat.
Mungkin menduga Dewa Sukma tidak mendengar
ucapannya karena tubuhnya telah iemah, Datuk Hitam
ulangi lagi ucapannya dengan suara agak keras. Namun sejauh ini orang yang
diajak bicara tetap diam.
"Kau mendengar! Jangan berlagak tuli!" hardik Datuk Hitam geram karena
pertanyaannya tidak terjawab.
Beberapa saat berlalu. Perlahan Dewa Sukma buka
kelopak matanya. Lalu memandang pada Datuk Hitam.
Tapi mulutnya tetap terkancing tak perdengarkan
sepatah kata. "Dewa Sukma! Aku telah tawarkan pertolongan
padamu. Harap kau suka beri jawaban!"
"Nada ucapanmu mengisyaratkan kau punya pamrih
dalam urusan tawar menawar ini.... Sebelum kujawab
tanyamu, aku tanya padamu. Apa yang ada di balik
ucapanmu!"
Datuk Hitam tertawa pelan. "Ternyata kau pandai menduga. Terus terang saja, aku
akan menolongmu
dengan syarat berikan padaku peta itu!"
Meski tampak lemah, Dewa Sukma perdengarkan
tawa pelan. Sejenak kemudian dia berkata. "Harap kau suka tinggalkan aku
sendirian!"
"Dewa Sukma...."
"Aku tak suka bicara dua kali!" potong Dewa Sukma sebelum Daluk Hitam selesaikan
ucapannya. "Jahanam!" dengus sang Datuk. "Datang jauh-jauh percuma jika berhampa tangan.
Tak mendapat peta,
nyawamu pun jadilah!"
Habis berkata begitu, Datuk Hitam angkat kedua
tangannya dengan telapak terkembang. Sang datuk siap lepaskan pukulan sakt!
'Puspa Jagat'. Tapi sebelum
telapak tangan sang datuk bergerak, satu suara
membuat orang tua bertampang hitam angker Ini
melengak kaget.
"Masih pantaskah lepaskan pukulan 'Puspa Jagat'
untuk membunuh orang yang tak bisa melawan" Hik...
hik... hik... Datuk Hitam cepat putar diri. Namun hingga sepasang
matanya dlbeliakkan besar-besar dan uraian rambut di wajahnya disibakkan, sang
datuk tidak melihat siapa-siapa !
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Molan_150
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
PENDEKAR PEDANG TUMPUL 131
JOKO SABLENG Segera terbit: seriai Joko Sableng Pendekar Pedang Tumpul 131
dalam episode :
KITAB SERAT BIRU
Pendekar Aneh Naga Langit 36 Suling Emas Dan Naga Siluman Bu Kek Sian Su 11 Karya Kho Ping Hoo Pendekar Guntur 9
^