Pencarian

Misteri Topeng Merah 3

Jodoh Rajawali 02 Misteri Topeng Merah Bagian 3


hayakan perguruan.
Pendekar Rajawali Merah tidak tahu bahwa
dirinya sedang dicari-cari oleh Kembang Mayat
dan Lembayung Senja. Pendekar Rajawali Merah
tetap melangkah menuju ke Gua Mulut lblis, se-
suai dengan peta yang dibuat oleh Sendang Suci,
si Tabib Perawan itu.
Tetapi, kali ini langkah Yoga kembali terhenti
karena seseorang memanggilnya dari arah bela-
kang dengan panggilan seenaknya,
"Hai...! Rajawali"
Begitu panggil orang tersebut. Tapi Yoga pa-
ham dirinya itulah yang dimaksud orang tersebut.
Maka ia pun hentikan langkahnya dan berpaling
ke belakang. Ternyata orang yang memanggilnya
adalah lelaki bertubuh kurus berwajah bulat,
mengenakan pakaian coklat tua. Orang tersebut
tak lain adalah si Nyali Kutu, yang selamat dari pertarungan bersama keempat
orang-orang Tanah
Gerong itu. Tetapi kali ini agaknya Nyali Kutu tidak sen-
dirian lagi, melainkan bersama satu orang yang
tampaknya lebih terhormat ketimbang ketua
rombongannya tempo hari, yaitu si Rahang Besi.
Orang yang bersama Nyali Kutu itu berpakaian
mewah, warna baju dan celananya adalah kuning,
tapi jubahnya berwarna biru mengkilap, seperti
terbuat dari kain jenis satin tempo dulu. Orang
tersebut berwajah bengis dengan kumis lebat me-
lintang ke kiri-kanan. Kepalanya dihias dengan
lempengan emas berukir sebagai pengganti ikat
kepala yang berambut pendek rapi itu. la pun
mengenakan gelang dari lempengan logam emas
berhias bebatuan warna-warni. la menunggang
seekor kuda warna hitam keling, sementara Nyali
Kutu berlari-lari mengikutinya dari samping. Keadaan itu menandakan bahwa orang
tersebut ada- lah orang yang punya derajat lebih tinggi dari si Nyali Kutu.
Ketika berhenti di depan Yoga, orang itu be-
lum mau turun dari kudanya. la berseru menyapa
dari atas punggung kuda dengan sapaan tak ra-
mah, "Kau yang bernama Pendekar Rajawali Merah"!"
"Benar!" jawab Yoga dengan tegas.
"Kalau begitu, kaulah orang yang kucari se-
jak kemarin!"
"Untuk apa mencariku?"
"Untuk membunuhmu!"
"Siapa kau ini, datang-datang mau membu-
nuhku?" "Aku yang bernama Panglima Makar, pengu-
asa Tanah Gerong!"
"Ooo... kamu yang bernama Panglima Ma-
kar"! Aku pernah mendengar namamu dari bebe-
rapa anak buahmu yang bandel-bandel itu!" kata Yoga dengan tenang, tapi ia sudah
siap menjaga sikap sewaktu-waktu dapat serangan dari Pan-
glima Makar. Yoga yakin, pertarungan tak bisa
dihindari lagi, sebab Panglima Makar agaknya
orang yang sulit diberi pengertian dan sulit diajak damai.
Dengan lompatan tanpa membuat kuda ber-
gerak sedikit pun, Panglima Makar turun dari ku-
danya. Kuda segera disingkirkan oleh Nyali Kutu, ditambatkan di pohon kecil. Di
sana ia menunggu
penguasanya mengajukan tuntutan atas kema-
tian keempat orangnya tempo hari.
"Sudah kukatakan kepada anak buahmu,
bahwa bukan aku dan guruku yang membunuh
Putri Ganis, anakmu itu. Tapi mereka tidak per-
caya! Mereka menyerang kami, dan kami tidak
mau diserang! Dari pada kami yang dibunuh oleh
mereka, bukankah lebih balk mereka yang kami
bunuh"!" kata Yoga dengan seenaknya.
Panglima Makar menggeram dengan mena-
han marah, "Apa pun alasanmu, kau telah berhutang empat nyawa kepadaku, maka aku
pun ingin menagihnya!"
"Mengapa aku kau katakan berhutang nya-
wa" Aku hanya mempertahankan nyawa! Kalau
orang-orangmu itu mau menuruti saranku agar
jangan menyerang aku dan guruku, maka mereka
tidak akan mati!"
"Makin lama kata-katamu makin memerah-
kan telinga! Sekarang terima saja pembalasanku
Ini, haaahh...!'
Braaak...! Dengan satu kali sentakan, kaki Panglima
Makar menghentak ke bumi, dan saat itu pula
tubuh Pendekar Rajawali Merah terpental terbang
ke atas bagai ada yang melemparkannya tinggi-
tinggi. Wuutt! Panglima Makar segera mencabut
pedang, menunggu lawannya turun dan akan se-
gera menebasnya dengan pedang panjang itu.
Tetapi Pendekar Rajawali Merah yang sempat
terkejut dengan datangnya serangan seperti itu.
cepat-cepat menguasai diri dan bersalto satu kali, hingga kini kakinya hinggap
di salah satu dahan
pohon. Jleeg...! Dengan tegak dan sigap, Pendekar
Rajawali Merah berdiri di dahan tersebut.
"Gggrrr...! Turun kau!" geram Panglima Makar yang merasa penantian pedangnya
tertunda. "Kalau kau melawanku, kau nanti ikut-
ikutan mati seperti Rahang Besi dan teman-
temannya! Kalau kau mati, lantas siapa yang
akan menjadi penguasa di Tanah Gerong! Sebaik-
nya jangan melawan aku!" seru Yoga dari atas pohon.
"Jangan banyak bacot kau! Turun dan hada-
pi aku!" bentak Panglima Makar. Tapi agaknya Pendekar Rajawali Merah tidak
berminat untuk melayani orang itu, karena ia tak membunuh
dengan sia-sia seperti hari-hari kemarin. Hanya
saja, rupanya Panglima Makar menjadi sangat
penasaran kepada Yoga, maka dengan mengge-
ram panjang la melompat dan menendang pohon
tersebut dengan satu kakinya.
Duuhg...! Wuutt, wuuttt..! Tubuh Yoga segera melesat
dan bersalto di udara dua kali. Jika ia tidak segera turun dari pohon itu, maka
ia akan menjadi
hangus seperti keadaan pohon tersebut. Tendan-
gan Panglima Makar bukan sekadar tendangan
biasa, melainkan penuh kekuatan tenaga dalam
dan membuat pohon tersebut menjadi terbakar
dan hangus. Dari akar sampai ujung daunnya
paling tinggi dibungkus api secara cepat. Api itu pun dalam waktu yang luar
biasa singkatnya telah membuat hangus pohon tersebut. Sepertinya
api itu pun bukan sembarang api yang bisa untuk
memasak nasi. Melihat lawannya sudah turun dari atas po-
hon, Panglima Makar segera menyerangnya den-
gan buas. Ia melompat dengan pedang berkelebat
ke sana-sini menjebak gerakan lawan.
"Heaaah...!"
Wuuuttt...! Yoga berguling ditanah menyam-
bar sebatang kayu yang besarnya satu lengan dan
panjangnya hampir satu ukuran tombak. Kayu
kering itu segera digunakan untuk menangkis te-
basan pedang lawan yang bergerak dari kanan ke
kiri. Yrrak... Trrakk...! Buuhg...! Pendekar Rajawali Merah berhasil menangkis
dua kali tebasan
pedang, namun lengah di bagian perutnya, se-
hingga perut itu tertendang telak oleh kaki Panglima Makar. Yoga terpental ke
belakang dan membentur pohon dalam keadaan berdiri. Namun
ia segera menarik napas dan menahannya dalam
perut, kejap berikutnya rasa sakit itu pun lenyap dan Pendekar Rajawali Merah
siap hadapi lawannya lagi dengan menggunakan kayu kering terse-
but. "Edan! Kayu itu tak bisa putus oleh pedangku"!" pikir Panglima Makar.
"Kalau bukan karena ada aliran tenaga dalam pada kayu tersebut, pasti pedangku
sudah berhasil memotongnya dua kali!
Hmmm... boleh juga ilmu anak sinting ini"!"
Kembali Panglima Makar yang berjiwa mu-
dah penasaran itu menyerang Pendekar Rajawali
Merah dengan sabetan-sabetan pedangnya. Tetapi
kayu kering itu digunakan menangkisnya bebera-
pa kali, dan untuk kali ini kayu kering itu berhasil menyodok ulu hati Panglima
Makar dengan sabetan cepat. Buuuhg...!
Kelihatannya sentakan itu tak seberapa be-
rat, hanya terlihat cepat saja, namun hasilnya
membuat tubuh Panglima Makar terlempar bagai
dihempaskan badai dahsyat dari arah depan. Tu-
buh itu sempat melayang dalam keadaan mem-
bungkuk ke depan dan kedua tangan merentang
sedikit ke samping, kakinya tidak menapak ta-
nah. "Heeggh...!"
Mata Panglima Makar mendelik karena
punggungnya menghantam batang kayu pohon
yang tadi terbakar itu. Begitu tubuh membentur
batang pohon tersebut, langsung tersentak ke de-
pan antara tiga langkah dari pohon tersebut.
Brukk...! Ia jatuh tersungkur, namun cepat-cepat bangkit dan menggenggam
pedangnya lebih kuat
lagi. Pertarungan itu ternyata ada yang menon-
tonnya secara sembunyi-sembunyi, yaitu Lem-
bayung Senja dan Kembang Mayat. Mereka ber-
dua ada di atas pohon berdaun lebat, sehingga
tak mudah diketahui siapa pun. Mereka berdua
dengan asyiknya menyaksikan pertarungan terse-
but, di mana Kembang Mayat dan Lembayung
Senja sudah mengenal siapa Panglima Makar itu.
Karenanya, Kembang Mayat pun berkata,
"Bisa mati anak muda itu melawan Panglima Ma-
kar! Dia tak tahu kehebatan ilmu Panglima Makar
yang sangat tinggi itu!"
"Anak muda tersebut, Ketua... adalah Pen-
dekar Rajawali Merah yang kita cari-cari!" kata Lembayung Senja.
"Pemuda tampan itu si Pendekar Rajawali
Merah..."!" Kembang Mayat minta penegasan karena dia hampir tak percaya dengan
apa yang di- bayangkan dalam benaknya dengan kenyataan
yang dilihatnya.
"Benar, ketua! Dia Pendekar Rajawali Merah
yang bernama Yoga!
Cukup lama Kembang Mayat memperhatikan
ke arah Yoga tak berkedip. Dalam hatinya terjadi satu pergumulan yang cukup seru
antara mem-percayai laporan Lembayung Senja atau memper-
cayai hati nuraninya. Sampai kemudian Lem-
bayung Senja berkata lirih,
"Mengapa kita tidak membantu Panglima
Makar untuk membunuh Pendekar Rajawali Me-
rah, Ketua"! Saya rasa saat ini adalah saat yang tepat untuk membalas kematian
Merak Betina, Ketua!" "Orang setampan dia tak pantas dicurigai
sebagai pembunuh! Cari orang lain saja, Lem-
bayung Senja!"
"Agaknya Ketua mulai berubah pikiran!" kata Lembayung Senja kian lirih,
sepertinya takut untuk mengucapkannya. Kembang Mayat menjawab,
"Memang, aku berubah pikiran! Karena pe-
muda setampan dia, semenarik dia, semengge-
maskan dia, sungguh tak pantas kita tuduh seba-
gai pembunuh Merak Betina! Merencanakan sua-
tu pembunuhan saja ia tak pantas, apalagi mela-
kukan pembunuhan tanpa alasan membela diri,
lebih tak pantas lagi! Sebaiknya jangan menuduh
dia! Aku merasa tak rela jika wajah setampan dia kau curigai sebagai komplotan
yang bersekongkol
membunuh Merak Betina!"
"Terserah Ketua saja, aku sudah memberi
jawaban apa adanya," kata Lembayung Senja.
"Bagaimana kalau kita cari si Topeng Merah
saja! Kurasa dia lebih pantas kita cari dan kita bunuh, karena memang dari
tangannya senjata
rahasia itu dilepaskannya untuk membunuh Me-
rak Betina!"
"Memang tangan Topeng Merah yang mem-
bunuhnya, Ketua. Tapi...."
'Tak usah pakai kata tapi lagi. Dia saja sasa-
ran kita!"
"Lalu, pemuda tampan itu"!"
"Akan kutemui dia dan kubicarakan kebena-
ran sikapnya dalam masalah kematian Merak Be-
tina itu. Jika terbukti dia tidak bersalah, kita bebaskan dia dari segala macam
kecurigaan dan tu-
duhan." "Jika terbukti bersalah, bagaimana?"
"Yaah... kita peringatkan dia agar lain kali jangan begitu!"
Lembayung Senja memandangi sang Ketua,
lalu menggelengkan kepala dengan samar-samar.
Lembayung Senja mulai paham maksud sang Ke-
tua. Jelas sang Ketua telah terkesan melihat ke-
tampanan pendekar ganteng Itu. Jelas sang Ketua
tak akan bersikap tegas lagi jika berhadapan dengan Pendekar Pemikat Hati' itu.
Karenanya, Lem-
bayung Senja tak segan-segan ajukan usul kepa-
da sang Ketua, "Kalau begitu, mengapa kita tidak bantu dia saja untuk mengalahkan Panglima
Makar"!"
"Hatiku sedang menyusun rencana itu, Lem-


Jodoh Rajawali 02 Misteri Topeng Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bayung Senja! Tapi... jangan bergerak dulu, agaknya Panglima Makar terdesak
terus oleh serangan
si Tampan itu, padahal si Tampan hanya meng-
gunakan sebatang kayu kering, bukan pedang!"
Memang hanya sebatang kayu kering, tapi
bisa membuat Panglima Makar kewalahan mela-
wannya. Bahkan kali ini, Yoga berhasil membuat
gerak tipuan yang mengakibatkan pergelangan
tangan lawan berhasil dihantam dengan batang
kayu kering tersebut. Plokk...!
"Auh...!"
Pedang di tangan Panglima Makar pun terle-
pas. Dada yang terbuka menjadi sasaran empuk
bagi kaki Yoga. Wuuttt...! Beehg...!
Wuusss...! Panglima Makar terpental bebera-
pa langkah jaraknya. la tak sempat berhenti un-
tuk mengerang walau terasa sakit. la cepat-cepat bangkit dan kali ini
mengeraskan kedua tangannya sambil menggeram bengis. Kemudian ia ber-
lari dan melompat di udara menyerang Pendekar
Rajawali Merah.
"Heeaaahh...!" Kedua telapak tangannya
membara merah bagaikan besi terpanggang api.
Saat itu sebenarnya Yoga ingin melompat
dan menyambut gerakan terbang itu. Tetapi tiba-
tiba sekelebat bayangan merah meluncur cepat
dari belakang Yoga, melintasi kepala Pendekar
Rajawali Merah itu dan mengadu tangan dengan
Panglima Makar.
Plak, plak, plak...! Buueehg...!
"Ouhhg...!" Panglima Makar terpental dan jatuh di dekat kudanya. la memuntahkan
darah da- ri telinga, hidung, dan mata mulai berasap. Da-
danya terkena pukulan dahsyat. Bukan dari Yoga,
bukan pula dari Kembang Mayat ataupun Lem-
bayung Senja. Pukulan dahsyat itu datang dari
sekelebat bayangan merah tadi yang tak lain ada-
lah si Topeng Merah.
"Dia lagi..."!" gumam Yoga di dalam hatinya.
Topeng Merah berpaling sebentar ke arah Yoga,
lalu dengan sentakan pelan ia meleset pergi den-
gan cepat meninggalkan pertarungan. Kehadiran-
nya seakan hanya untuk menjatuhkan Panglima
Makar, setelah itu tak ada urusan lagi dengan
orang-orang di situ.
Kehadirannya membuat beberapa pasang
mata terkesima, termasuk si Nyali Kutu yang se-
jak tadi lebih baik menjadi penunggu kuda ketim-
bang ikut bertarung. Kembang Mayat dan Lem-
bayung Senja juga terkesima melihat kemunculan
Topeng Merah yang hanya sekejap itu. Bahkan
Lembayung Senja belum sempat mengatakan ke-
pada sang Ketua tentang si Topeng Merah itu, ia
hanya baru menuding untuk memberitahukan
kepada sang Ketua tentang Topeng Merah terse-
but, tapi tahu-tahu orang misterius itu telah lenyap dari penglihatannya. Ke
mana larinya, juga tak jelas. Setan atau manusia; juga tak jelas.
Tetapi Yoga memastikan, Topeng Merah bu-
kan setan, melainkan manusia berilmu tinggi. Se-
kali pukul Panglima Makar rubuh dan terluka pa-
rah di dalam tubuhnya. Bahkan ia segera lompat
ke kudanya dan kabur dengan kudanya itu, se-
mentara Nyali Kutu dengan ketakutan segera ber-
lari mengikuti arah perginya kuda hitam tersebut
"Dia membuntutiku terus"!" gumam Yoga
dalam renungannya saat itu: "Muncul sebentar, lalu lenyap! Seakan dia selalu
mencampuri urusanku! Apakah secara disengaja atau secara tidak sengaja memang
dia punya urusan sendiri dengan lawanku"!"
Jleeg...! Wuuttt...! Plakk...!
Yoga mendengar orang melompat dan berada
di belakangnya, ia menyangka orang itu adalah
Topeng Merah, karenanya dengan cepat ia kele-
batkan kakinya menendang dalam gerakan me-
mutar. Gerakan kaki itu tertangkis oleh sepotong tangan milik gadis cantik
berhidung mancung,
namun memancarkan kharisma dan wibawa. Ga-
dis cantik itu tak lain adalah Kembang Mayat,
disusul kemudian kemunculan Lembayung Senja.
Yoga terperanjat kaget dan malu, akhirnya terse-
nyum dan senyum Itu sungguh meluluhkan hati
setiap wanita. * * * 8 YANG ada dalam pikiran Kembang Mayat
adalah bagaimana bisa berkenalan dengan Pen-
dekar Rajawali Merah yang dijuluki oleh Lem-
bayung Senja sebagai Pendekar Tampan Pemikat
Hati. Di atas pohon tadi, Kembang Mayat telah
berkata terus terang kepada Lembayung Senja,
"Aku tertarik sama dia!" Karena itu, ketika sekarang Kembang Mayat si berhadapan
dengan Pen- dekar Rajawali Merah, segera otaknya berputar
memancing perhatian dan minat, supaya Yoga bi-
sa didekatinya. Kembang Mayat pun menampak-
kan sikap tenang dan kalem, seolah-olah tidak
terlalu tertarik dengan ketampanan dan kegaga-
han Yoga. Ketika Yoga tersenyum karena kecele
atas tendangannya tadi, Kembang Mayat hanya
membalas dengan senyuman tipis, walau hatinya
bergemuruh melihat senyuman tersebut.
"Maaf, kusangka kau si Topeng Merah tadi!"
kata Yoga saat itu.
"Jika aku Topeng Merah, apakah kau Ingin
menyerangnya?"
"Benar! Karena ia selalu membuntutiku dan
mencampuri urusanku!"
"O, jadi kau bukan temannya Topeng Me-
rah?" "Bukan!"
"Kalau begitu tuduhan Lembayung Senja itu
keliru! Maafkan kami, karena tadi kami me-
nyangka kau bersekongkol dengan Topeng Merah.
Ternyata tidak!"
"Kau orang Perguruan Belalang Liar, teman
dari Merak Betina itu?"
"Benar," jawab Kembang Mayat. Lembayung Senja menimpali,
"Beliau adalah Ketua kami!"
"Ketua..."!" mata Yoga makin lekat memandang, ada keheranan di hatinya melihat
sang Ke- tua semuda itu. Hampir saja Yoga tidak memper-
cayai hal itu, namun ketika sang Ketua berkata,
"Namaku; Kembang Mayat, cucu dari Nyai
Sangkal Pati! Mungkin kau pernah mendengar
nama nenekku itu!"
Barulah Yoga percaya bahwa gadis muda
yang cantik belia itu adalah Ketua Perguruan Be-
lalang Liar, la pernah mendengar dua nama itu
dari Sendang Suci, namun waktu itu tak ter-
bayang semuda inilah sang Ketua yang bernama
Kembang Mayat. "Boleh aku tahu ke mana arah tujuan pergi
mu, Pendekar Rajawali Merah"!" tanya Kembang Mayat.
"Aku mau ke lereng Gunung Tambak Petir."
"Oh, gunung keramat itu!" gumam Kembang Mayat sambil kedua tangannya bersidekap
di da-da. "Kau akan ke sana sendirian?"
"Ya. Aku harus menemukan Gua Mulut Iblis.
Karena di dalam gua itu terdapat sebuah telaga yang bernama...."
'Telaga Bangkai!" sahut Kembang Mayat.
"Kau tahu tentang Telaga Bangkai itu ru-
panya?" "Nenekku pernah bercerita tentang telaga
tersebut. Mau apa kau ke sana kalau boleh ku
tahu?" "Mencari bunga Teratai Hitam sebagai obat!"
"Teratai Hitam..."! Mengapa jauh-jauh ke
Gunung Tambak Petir" Di tempatku pun ada Te-
ratai Hitam yang bisa dipakai untuk campuran
obat pemunah racun! Aku tahu persis tentang
bunga tersebut!"
"Jadi, di tempatmu ada bunga Teratai Hi-
tam?" "Cukup banyak! Kalau kau mau, ambillah
sesukamu!" Jawab Kembang Mayat.
Sementara itu, Lembayung Senja berkerut
dahi dan merasa heran mendengar ucapan sang
Ketua. la membatin, "Seingatku di Pesanggrahan Belalang Liar tidak ada bunga
Teratai Hitam! Ma-lahan dulu Nyai Guru Sangkal Pati pernah kebin-
gungan mencari bunga Teratai itu. Tapi mengapa
sekarang Ketua bilang cukup banyak bunga Tera-
tai Hitam di pesanggrahan" Jangan-jangan sang
Ketua tidak bisa bedakan antara bunga Teratai
dengan bunga mawar kering"!"
Lembayung Senja tak tahu bahwa itu adalah
siasat Kembang Mayat untuk mengajak Pendekar
Rajawali Merah. Dengan sedikit tipuan, Pendekar
Tampan Pemikat Hati wanita itu pasti akan ikut
pulang dan bila perlu memaksakan diri untuk da-
tang ke Pesanggrahan Belalang Liar. Lembayung
Senja baru mengetahui siasat itu setelah Yoga
akhirnya ikut pulang ke tempat kediaman Kem-
bang Mayat. Di perjalanan Kembang Mayat sem-
pat membisikkan siasatnya yang berhasil itu.
Lembayung Senja akhirnya tertawa pelan dan dis-
embunyikan. "Seharusnya kau kejar si Panglima Makar
itu! Dia adalah orang yang patut dilenyapkan dari muka bumi," kata Kembang Mayat
menunjukkan sikap memihak pada Yoga. Tetapi dengan lembut
Yoga berkata, "Orang yang sudah lari, berarti dia sudah
mengakui kekalahannya! Tak perlu kita membu-
runya. Karena di dalam sebuah pertarungan yang
ada hanya dua makna, yaitu menang atau kalah.
Kalau yang satu sudah merasa kalah, untuk apa
dikejar dan dibunuh"!"
'Tapi kejahatannya bisa kambuh kembali
dan menyerang diri kita dari belakang! Kita bisa dibuatnya celaka!"
"Itu salah diri kita sendiri, mengapa tidak hati-hati dan kurang waspada! Dan
orang yang berbuat jahat suatu saat akan mati oleh kejaha-
tannya sendiri! Entah melalui perantara pedang
lawan atau ulahnya sendiri!"
"Menarik juga ajaranmu itu! Pasti kau dapat dari gurumu!" Kembang Mayat selalu
menampakkan sikap menyenangkan buat hati Yoga. Kadang
ia memuji atau menyanjung beberapa hal yang
ada pada diri Yoga, sehingga Yoga semakin jauh
melangkah semakin terkesan oleh sikap baik
Kembang Mayat. Sementara itu, Lembayung Senja
hanya diam saja, tak banyak bicara. Tapi diam-
diam ia mencuri ilmu berbicara yang dapat mem-
buat lawan jenisnya tertarik kepadanya. Menden-
gar percakapan sang Ketua dengan Yoga, Lem-
bayung Senja menjadi tahu bahwa cara menun-
dukkan lelaki ternyata bukan hanya dengan ke-
cantikan saja, melainkan bisa dengan mengguna-
kan kelincahan berbicara:
"Aku tahu di mana letak Tanah Gerong. Ka-
lau kau ingin ke sana mencari Panglima Makar,
aku bersedia mengantarkanmu ke sana! Barang
kali kau ingin meluruskan perselisihan yang sa-
lah anggapan seperti antara kamu dan aku dalam
masalah kematian Merak Betina!"
Tidak! Aku tidak ingin ke Tanah Gerong. Le-
bih utama mendapatkan Teratai Hitam ketimbang
memperpanjang urusan dengan Panglima Makar
itu!" Padahal, seandainya Yoga dan Kembang
Mayat benar-benar datang ke Tanah Gerong, ma-
ka mereka tidak akan mendapatkan Panglima
Makar di sana. Sebab, Panglima Makar dan Nyali
Kutu yang setia itu bukan lari ke Tanah Gerong,
melainkan lari untuk minta bantuan kepada se-
seorang. Mereka lari ke sebuah lembah, di mana
di lembah yang sunyi sepi itu terdapat sebuah
makam berbatu nisan hitam.
Makam itu terletak di bawah sebuah pohon
rindang yang besar dan tinggi. Sebuah gubuk ke-
cil dibangun di samping makam tersebut. Ru-
panya makam itu ada penjaganya. Dan kepada
penjaga makam itulah Panglima Makar memohon
bantuannya dalam melawan Pendekar Rajawali
Merah yang dianggap berilmu tinggi, namun tak
setinggi penjaga makam tersebut.
Orang yang menjaga kuburan itu adalah le-
laki berwajah ganas, mempunyai kumis lebat,
mata lebar, badan agak besar. Pakaiannya serba
biru dan sabuknya berwarna hitam, besar. Ia me-
nyelipkan pedang lebar berujung lengkung dan
runcing. Rambutnya panjang diikat dengan logam
tembaga yang melingkari kepala. Logam tembaga
itu berhias kepala singa kecil yang mulutnya
ternganga, dan hiasan itu tepat berada di keningnya. Orang tersebut adalah si
Mata Neraka, yang
pernah mengejar-ngejar Mahligai untuk dikawini.
Mata Neraka adalah sahabat Panglima Ma-
kar, karena mereka sama-sama berpikiran seru-
pa, yaitu menghalalkan segala macam cara untuk
mendapatkan kebutuhan pribadinya. Jelasnya,
mereka sama-sama orang sesat, namun baik usia
maupun ilmunya masih tua Mata Neraka, yang
merupakan adik bungsu dari Malaikat Gelang


Jodoh Rajawali 02 Misteri Topeng Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Emas. Sedangkan orang yang berjuluk Malaikat
Gelang Emas itu tokoh sesat yang kala itu sedang menjadi momok bagi setiap
orang. Selain ilmunya
sangat tinggi, Malaikat Gelang Emas adalah orang yang paling keji dari yang
terkeji. Dialah yang sedang dicari-cari oleh Pendekar
Rajawali Merah dan Pendekar Rajawali Putih. Ka-
rena Malaikat Gelang Emas itulah yang memisah-
kan dua tokoh sakti yang berpasangan sebagai
suami-istri, yaitu mendiang Dewa Geledek dan
mendiang Dewi Langit Perak, keduanya adalah
guru utama dari Yoga dan Lili.
Kalau bukan karena tugas menjaga kuburan
sang kakek, Mata Neraka pasti sudah berkeliling jagat dan melakukan tindakan-
tindakan yang sama sesatnya dengan kakak sulungnya, yaitu
Malaikat Gelang Emas. Tapi karena mendapat tu-
gas dari Malaikat Gelang Emas bahwa ia harus
menjaga kuburan kakek mereka selama tiga ta-
hun, maka Mata Neraka merasa seperti sedang
dipenjara oleh sang kakak. Ia sering merasa kesepian di tempat itu, sehingga
untuk membuang kesepiannya ia berlatih terus jurus-jurus warisan dari kakeknya, sehingga
semakin lama semakin
tinggi ilmu Mata Neraka itu.
Ketika ia melihat kedatangan Panglima Ma-
kar bersama Nyali Kutu, senyumnya menjadi
gembira dan ia menyambutnya penuh tawa. Apa-
lagi mereka adalah teman, sehingga tak segan-
segan Mata Neraka tahu-tahu melepaskan puku-
lan jarak jauhnya melalui sebatang rumput yang
tadi digigit-gigitnya. Rumput panjang itu diki-
baskan ke depan dan sebentuk tenaga dalam tan-
pa sinar melesat menghantam dada Panglima
Makar yang ada di punggung kuda. Wuuttt...!
Buuhg...! "Uuuhg...!" Panglima Makar terjungkal ke belakang, jatuh dari atas punggung
kuda, sementa- ra itu kudanya sendiri lari ketakutan dan dikejar-kejar oleh Nyali Kutu. Kuda
itu menjadi liar kare-na kepalanya ikut terkena hantaman jarak jauh
tersebut. "Ha ha ha ha...! Lemah sekali kau sekarang, Panglima Makar!" seru Mata Neraka
menertawa-kan jatuhnya Panglima Makar.
"Setan kecut kau! Aku sedang terluka, ta-
hu"!" bentak Panglima Makar sambil berusaha bangkit.
"O, kau sedang terluka"! Ha ha ha ha...! Pantas semakin bonyok saja dadamu! Coba
lihat...!"
Panglima Makar dibawa ke gubuk. Bajunya
dibuka. Dadanya tampak hitam kebiru-biruan.
Mata Neraka menggumam,
"Pukulan ini sangat berbahaya. Untung kau
memiliki tenaga dalam yang cukup lumayan, se-
hingga bisa bertahan datang kemari!"
Sementara itu, Mata Neraka sendiri mem-
perhatikan bagian ulu hati yang berwarna merah
legam dan ada bagian yang merah samar-samar.
Mata Neraka mengenali pukulannya sendiri, yaitu
yang merah samar-samar. Tapi yang merah legam
di ulu hati itu, jelas pukulan orang lain. Diam-
diam Mata Neraka menggumam kagum melihat
ketahanan Panglima Makar menerima pukulan-
pukulan seberat itu. Orang lain yang menerima
pukulan-pukulan seberat itu pasti sudah mati se-
jak tadi, tapi Panglima Makar ini agaknya punya
nyawa yang cukup bander dan tak mau minggat
dari raganya walau sudah dihantam beberapa kali
di bagian dada. Jelas banyak luka di bagian da-
lam tubuh Panglima Makar.
Tanpa diminta, Mata Neraka segera menya-
lurkan hawa murninya ke dalam tubuh Panglima
Makar. Cukup lama hal itu dilakukan, sampai
akhirnya pengobatan tersebut berhasil melum-
puhkan racun dan luka yang ada di tubuh Pan-
glima Makar. Pada saat itu, Nyali Kutu datang terengah-
engah dan berkata kepada Panglima Makar, "Ku-da kita kabur, Tuan Panglima!
"Aku sudah tahu kalau dia kabur! Tapi apa-
kah kau tidak bisa mengejarnya dan memba-
wanya pulang ke mari"!"
"Tidak... tidak bisa, Panglima!"
"Bodoh amat kau ini!!" bentak Panglima Ma-
kar Mata Neraka tertawa sebentar, kemudian
bertanya kepada Panglima Makar,
"Apakah luka-lukamu itu yang membawamu
datang kemari, Makar"!"
"Bukan hanya karena luka, tapi aku ingin
minta bantuanmu!
"Aha...! Pasti kau ingin suruh aku memba-
laskan lawanmu yang telah melukai dadamu se-
bonyok itu, bukan"!"
"Benar!"
"Huah hah hah hah hah... !" Mata Neraka tertawa terbahak-bahak. Panglima Makar
bersun- gut-sungut menahan dongkol.
"Siapa orang yang berani melukaimu sebo-
nyok itu, hah"!"
"Seorang anak muda!" jawab Panglima Makar masih bersungut-sungut.
"Dengan anak muda saja kau kalah" Bagai-
mana kau ini, hah" Mana kesaktianmu sebagai
seorang panglima armada perang Kerajaan Swa-
danaga dulu, hah"! Masa' dengan anak muda saja
kalah"!"
"Dia berilmu tinggi!"
"Hmm...! Siapa anak muda itu?"
"Pendekar Rajawali Merah!" jawab Panglima Makar.
Jawaban itu membuat Mata Neraka tertegun
dengan wajah mulai penuh kebencian. Tak ada
senyum lagi di bibir orang angker itu. Matanya
pun sedikit menyipit membayangkan Pendekar
Rajawali Merah yang setahu dia adalah murid
Dewa Geledek. Terbayang kegagalannya menjerat
Mahligai gara-gara kehadiran anak muda yang
berlagak jagoan itu.
Panglima Makar mulai perdengarkan sua-
ranya lagi, "Aku sudah berusaha mengerahkan ilmuku, tapi aku tak mampu
menumbangkan nya. Bahkan akulah yang dibuat seperti mainan
oleh anak semuda dia!"
"Memalukan sekali!" gerutu Mata Neraka dalam geram.
'Terakhir kali pertempuran kami semakin di-
buat parah oleh kemunculan manusia bertopeng
merah. Dia menyerangku dengan satu kali puku-
lan dan membuatku semakin rapuh!"
"Siapa Topeng Merah itu"!"
'Tak ku tahu wajahnya, juga tak ku tahu
namanya, yang jelas pasti dia teman dari Pende-
kar Rajawali Merah yang datang membelanya!"
Mata Neraka tertegun sebentar, lalu berkata,
"Kabar terakhir yang sempat kudengar dari orang lewat, Rajawali Merah sudah
menemukan jodoh-nya, yaitu Rajawali Putin. Jika orang bertopeng
merah itu adalah teman yang selalu melindungi
murid Dewa Geledek itu, berarti orang tersebut
adalah murid dari Dewi Langit Perak!"
"Bukankah Dewi Langit Perak sudah mati"
Menurut kabarnya diserang oleh kakakmu dan ia
jatuh ke laut yang ganas"!"
"Memang. Tapi menurut penjelasan kakak-
ku; Malaikat Gelang Emas, istri Dewa Geledek itu ternyata punya murid perempuan
yang bernama Lili. Ketika Dewi Langit Perak jatuh ke laut yang ganas, murid itu pun ikut
jatuh, tapi apakah keduanya mati atau tidak, kurang jelas! Belum lama ini
Malaikat Gelang Emas melihat sekelebat burung Rajawali Putih ditunggangi seorang
gadis muda, tapi tak jelas apakah dia murid Dewi Lan-
git Perak atau gadis lain yang kebetulan bisa
menjinakkan burung Rajawali Putih yang besar
itu!" "Apakah kau tak sanggup mengalahkan mereka"!"
"Setan kau!" sentak si Mata Neraka dengan
gusar. "Bayi seperti mereka hanya sekali injak modar semua!"
"Kalau begitu tolong balaskan sakit hatiku
kepada Pendekar Rajawali Merah itu! Empat anak
buahku mati dihabisi oleh mereka!"
Mata Neraka menghempaskan napas. Kesal
dengan hatinya sendiri. Kemauan hati ingin sege-
ra membunuh murid-murid Dewa Geledek dan
Dewi Langit Perak, sebab kedua orang sakti itulah yang melukai kakeknya dengan
pukulan beracun
ganda yang tak bisa disembuhkan, sampai akhir-
nya sang kakek mati hanya gara-gara ingin mem-
peroleh sepasang pedang pusaka milik dua tokoh
sakti itu. Akhirnya, sang kakek pun mati dan di-
kuburkan di situ. Usaha merebut dua pedang pu-
saka diteruskan oleh cucunya, yaitu Malaikat Ge-
lang Emas, yang telah memecah belah hubungan
cinta antara Dewa Geledek dengan Dewi Langit
Perak. Sedangkan sekarang kuburan sang kakek
itu harus ditunggui oleh salah satu dari kedua
murid dan cucu sekaligus yang masih hidup, yai-
tu Malaikat Gelang Emas atau Mata Neraka. Tiga
saudara tua Mata Neraka telah tewas dalam
upaya merebut dua pedang pusaka itu.
"Ini yang membuatku tak bisa pergi ke ma-
na-mana," kata Mata Neraka. "Malaikat Gelang Emas akan marah jika aku keluyuran
ke mana-mana Tugasku harus menunggui makam kakek
ini selama tiga tahun!"
"Kenapa harus ditunggui" Bukankah ini
hanya sebuah makam?"
"Memang. Tapi aku harus menjaga supaya
makam ini tidak dilangkahi oleh orang."
"Jika dilangkahi dan tidak dilangkahi apa
akibatnya?"
"Kakekku meninggal akibat racun ganda dari
kedua guru anak-anak ingusan itu. Kakek berpe-
san, apabila la meninggal, usahakan agar kubu-
ran nya jangan sampai dilangkahi oleh siapa pun.
Apabila selama tiga tahun kuburan ini tidak di-
langkahi oleh siapa pun, maka kakek akan bang-
kit dari kubur dalam keadaan bebas racun ganda,
tapi jika satu kali saja dilangkahi oleh orang, ma-ka kakek akan mati selama-
lamanya dan tidak
akan bangkit lagi. Karena itulah aku ditugaskan
menjaga makam kakek supaya jangan sampai ada
yang melangkahi nya! Karena kami berharap ka-
kek bisa bangkit lagi. Dan jika kakekku bangkit
lagi, maka seluruh dunia persilatan akan dikuasai olehnya!"
Setelah diam beberapa saat dan merenungi
cerita tersebut, Panglima Makar kembali membu-
juk Mata Neraka dengan berkata,
"Jika memang itu tugasmu, aku sanggup
menggantikan tugasmu sementara kau pergilah
mencari Pendekar Rajawali Merah, bunuh dia!
Aku yang menjaga makam ini supaya tidak di-
langkahi oleh siapa pun!"
'Tapi kakakku jika melihatnya akan marah
dan menghajarku! Sebab aku dianggap melalai-
kan tugas!"
"Katakan saja, Panglima Makar yang menja-
ga makam ini! Apa bedanya dijaga olehmu dengan
dijaga oleh ku, toh maksud penjagaan nya aku
sudah tahu persis, yaitu supaya makam jangan
dilangkahi orang!"
Mata Neraka membenarkan kata-kata Pan-
glima Makar dalam hatinya. Tapi ia sendiri masih diliputi kebimbangan untuk
meninggalkan makam seperti tempo hari. Tapi jika dengan alasan
bahwa makam sudah ada yang menjaganya, ma-
ka kemungkinan besar Malaikat Gelang Emas bi-
sa memaklumi keadaan adiknya.
"Berangkatlah!" bujuk Panglima Makar. "Biar ku jaga makam ini! Aku pun gembira
kalau kakekmu bisa bangkit lagi, setidaknya aku bisa
menjadi muridnya atau pengikutnya!"
"Baiklah kalau begitu!" jawab Mata Neraka.
"Akan kucari Pendekar Rajawali Merah maupun Putih. Kupenggal kepala mereka dan
kutan-capkan di depan situ sebagai tontonanku setiap
harinya!" "Aku percaya kau pasti berhasil, karena ilmu yang kau miliki jauh lebih tinggi
dari ilmu yang ada padaku, maupun yang ada pada mereka! Kau
pasti bisa memenggal kepala mereka, Mata Nera-
ka!" sambil Panglima Makar menepuk-nepuk
pundak orang angker itu. Maka terbakarlah se-
mangat Mata Neraka mendengarkan sanjungan
itu, dan pergilah ia mencari Pendekar Rajawali
Merah, maupun Pendekar Rajawali Putih. Kubu-
ran sang kakek dipercayakan kepada Panglima
Makar yang ditemani oleh pengikut setianya,
yaitu Nyali Kutu.
* * * 9 RUPANYA percakapan tentang makam itu
ada yang mencuri dengar. Ketika Mata Neraka
melangkah meninggalkan makam antara delapan
tindak, tiba-tiba ekor matanya melihat sekelebat bayangan yang melesat dari
batik pohon. Cepat-cepat Mata Neraka memutar tubuhnya dan mele-
paskan pukulan tenaga dalamnya dengan meng-
hentakkan kedua tangannya ke depan.
Wuuuttt...!' Pukulan jarak jauhnya yang bertenaga tinggi
itu berhasil melesat mengenai tubuh yang me-
layang hendak melompati makam dan arah bela-
kang gubuk. Tubuh itu belum sampai di atas ma-


Jodoh Rajawali 02 Misteri Topeng Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kam sudah terhantam pukulan jarak jauh Mata
Neraka. Buuuhg...! Brraak...! Gubraasss...! Tubuh itu
terpental dan menabrak gubuk. Gubuk itu men-
jadi rubuh, tapi tubuh tersebut segera melesat
naik dengan jejakan kaki kirinya ke tanah. Mele-
satlah ia menerabas atap gubuk yang terbuat dari anyaman ilalang kering itu.
Maka jebol pula atap gubuk tersebut dan keadaan gubuk itu sudah
menjadi morat-marit.
Kejadian yang begitu cepat itu membuat
Panglima Makar terpukau ditempat dan mengge-
ragap sampai tak mengerti apa yang harus dila-
kukannya. Ketika ia memperoleh kesadarannya
kembali, matanya sudah memandang ke arah ga-
dis cantik yang berdiri di jalanan menuju makam.
Sementara itu, Mata Neraka juga sudah berdiri
dan slap menyerang gadis yang ingin melompati
makam tersebut.
Melihat pedang di punggung mempunyai ga-
gang berhias kepala rajawali dari bahan perak putih, maka Mata Neraka segera
dapat mengenali
bahwa gadis itu adalah Pendekar Rajawali Putih.
Panglima Makar berseru, "Mata Neraka, per-
gilah sana! Biar kuhadapi gadis itu!"
'Tidak bisa, Panglima Makar! Kau habis ter-
luka berat, dan gadis itu adalah si Pendekar Ra-
jawali Putih!"
"Hahh..."!" Panglima Makar terbelalak kaget.
Nyali Kutu menyahut di samping Panglima Makar,
"iya, memang dia gadis yang ikut membunuh Rahang Besi, Tuan Panglima!"
"Kenapa dari tadi diam saja kau"!" sambil tangan Panglima Makar mendorong kepala
Nyali Kutu. Lili sama sekali tidak sengaja datang ke kuburan itu. Setelah ia ditinggal
pergi Yoga yang
membawa Mahligai ke rumah bibinya, Lili pergi
tak tentu arah dengan hati kecewa namun me-
mendam rindu. Akhirnya ia menangkap suara
orang bercakap-cakap yang menyebut-nyebut ka-
ta 'rajawali', maka ia mendekati tempat mereka
dan mendengar semua yang dikatakan oleh Mata
Neraka. Itulah sebabnya Lili ingin melangkahi
makam itu, supaya kakek Mata Neraka tidak bisa
bangkit lagi di kelak kemudian hari.
Tetapi usahanya itu sempat gagal, karena
mata jeli adik Malaikat Gelang Emas Itu menge-
tahui gerakannya. Kini Pendekar Rajawali Putih
terpaksa harus berhadapan dengan si Mata Nera-
ka. Sedikit pun tak ada gentar pada diri Pendekar Rajawali Putih, bahkan ia
masih bisa memandang
lawannya yang gusar itu dengan tenang.
"Rupanya aku tidak perlu terlalu repot men-
carimu, Anak Manis! Sungguh mati aku tidak
pernah bayangkan kalau murid Dewi Langit Perak
itu ternyata cantiknya melebihi wajah bidadari!"
'Tutup mulutmu, Manusia sesat! Bersiaplah
terbang ke neraka menyusul kakekmu yang ada
di dalam kubur itu!"
"Gggrrmm...!" Mata Neraka menggeram dengan wajah semakin angker. "Bocah bayi bau
pes-ing masih berani berkoar begitu di depanku! Ha-
bislah nyawamu sekarang juga! Heaaah...!"
Mata Neraka semburkan cahaya merah dari
kedua matanya ke arah Pendekar Rajawali Putih.
Wuuttt...! Bluubb.,.! Wuusss...! Sinar merah itu membakar tanah yang tadi
dipijak oleh Lili, sedangkan Lili sendiri telah melentingkan tubuh
dan berpindah tempat dengan gerakan salto satu
kali. Sambil bersalto ia melepaskan pukulan te-
naga dalamnya melalui telapak tangan, berupa
selarik sinar hijau yang menghantam ke arah Ma-
ta Neraka. Zlappp...!
Blarrr...! Sinar hijau itu terhantam oleh sinar merah
lagi dari telapak tangan Mata Neraka. Akibatnya
ledakan itu membuat Mata Neraka terbang ke be-
lakang karena terpental hebat. la jatuh berguling-guling menyusuri jalanan
menurun. Sedangkan
Pendekar Rajawali Putih hanya jatuh di tempat,
untuk kemudian segera bangkit dan mengejar
Mata Neraka. la mengejar dengan bersalto beru-
langkali dengan tangan dan kaki menapak tanah
secara bergantian. Keadaan seperti itu sulit bagi Panglima Makar untuk membokong
Lili, melepaskan pukulan jarak jauh dari arah belakang Li-
li. Srettt...! Pedang besar berujung lengkung
dan runcing itu dicabut oleh Mata Neraka. Pende-
kar Rajawali Putih belum mau mencabut pedang
pusakanya, karena merasa masih mampu meng-
hadapi lawan tanpa senjata. la hanya mengerah-
kan tenaga dalamnya melalui kedua tangan yang
melintang di dada, lalu segera melepaskan jurus
mautnya yang berupa sinar biru patah-patah dari
perpaduan dua jari tengah tangannya. Sinar biru
patah-patah itu meluncur dengan deras dan ce-
pat. Zlap, zlap, zlap, zlap, zlap...!
"Hiaaat...!" Mata Neraka menggerakkan pedangnya hingga menghadang di depan dada.
Pe- dang itu memantulkan sinar biru yang memben-
turnya. Setiap sinar biru yang membentur pedang
membalik ke arah Lili dengan membentuk sudut
kecil. "Hiaaah...!" Lili memekik sambil bersalto ke beberapa arah, karena ia
hampir saja dihantam
habis oleh sinar birunya sendiri.
Pada saat bersalto ke beberapa arah itulah,
mata manusia berwajah angker itu melepaskan
selarik sinar merah. Claapp...! Dan Pendekar Ra-
jawali Putih segera sentakkan tangan kanannya,
melepaskan sinar putih yang menghantam sinar
merah terang itu. Blaarrr...!
Ledakan kali ini lebih besar lagi, gelombang
ledakannya makin bertambah kuat. Tubuh Pen-
dekar Rajawali Putih terpental dan jatuh berguling-guling menuruni tanah miring,
demikian pula Mata Neraka juga menuruni tanah miring dan
berguling-guling.
"Jangan lari kau, Bangsaaat...!"teriak Mata Neraka.
"Aku di sini, Beruk!" seru Lili.
"Heaaat...!" Mata Neraka melompat dalam sa-tu sentakkan kaki, tubuhnya melayang
maju ba- gaikan terbang dengan pedang siap ditebaskan.
Sedangkan, Lili pun rupanya tak mau kalah ma-
ju. Ia juga melesat bagaikan terbang dengan tan-
gan lurus ke depan, siap menghantam dengan
kedua telapak tangannya. "Hiaaat...!"
Pedang besar itu pun ditebaskan. Telapak
tangan gadis cantik itu seperti baja. Trangng...!
Pedang itu ditahan dengan telapak tangannya
tanpa luka sedikit pun. Kemudian, telapak tangan yang kiri menghantam dada Mata
Neraka. Buuhg...! "Eehg...!" Mata Neraka memekik. Tubuh mereka bersimpangan di udara. Cepat-cepat
kaki Pendekar Rajawali Putih menendang ke belakang
bagaikan seekor kuda memencal lawannya.
Deesss...! Tepat mengenai punggung lawan, sete-
lah itu ia bersalto satu kali dan mendarat dengan sigap di tanah. Sedangkan Mata
Neraka jatuh tersungkur dengan wajah membentur batu. Darah
pun mulai mengucur dari batang hidung Mata
Neraka. Melihat lawannya masih tersungkur, Pende-
kar Rajawali Putih segera mengirimkan pukulan
jarak jauhnya dari kedua tangan yang berhimpit
di depan dada, lalu dibentangkan ke atas telinga.
Telapak tangan itu melepaskan sinar ungu dua
larik yang segera bertemu di pertengahan jarak
dan menjadi satu menghantam punggung Mata
Neraka. Wuuusst...!
Blaarrr...! Pendekar Rajawali Putih terkejut sekali meli-
hat ada sinar merah mematahkan sinar ungunya,
Sinar merah itu bercampur dengan sinar biru, se-
perti cakram bentuknya. Bagian tengah merah,
tepiannya biru. Dan sinar tersebut menghantam
sinar ungu dari arah samping kanan. Tepat
menghadang di ujung sinar ungu tersebut.
Akibatnya timbul ledakan yang amat dahsyat
dan membuat tubuh si Mata Neraka terpental
berjungkir balik tak karuan, sedangkan tubuh
Pendekar Rajawali Putih pun terpelanting jatuh
dan berguling-guling lagi menuruni tanah miring.
Tubuh itu terbentur pohon dan berhenti bergul-
ing. Tulang rusuk Lili terasa patah akibat benturan dengan pohon yang cukup
kuat. Dengan menahan rasa sakit, Pendekar Raja-
wali Putih berusaha bangkit. Ia memandang ke
arah Mata Neraka, ternyata dari arah datangnya
sinar merah bertepian biru tadi muncul sesosok
tubuh yang terbungkus kain merah seluruhnya.
Dialah si Topeng Merah.
"Edan betul orang bertopeng merah itu"!
Siapa dia sebenarnya"! Ada di pihak mana dia"
Kelihatannya dia membela si Mata Neraka!" pikir Lili sambil menyipit dalam
memandangnya. Kehadiran manusia bertopeng merah itu
agaknya tidak dihiraukan oleh Mata Neraka.
Orang bengis itu segera bangkit dan mengambil
pedang besarnya yang tadi terpental jatuh saat
terjadi ledakan. Kemudian ia mengejar Pendekar
Rajawali Putih yang ada di tanah bawahnya.
Sambil melontarkan teriakan liar, la berlari dengan cepat dan pedangnya siap
ditebaskan dari
atas ke bawah. Sedangkan si Topeng Merah itu
pun ikut-ikutan mengejar Lili dengan gerakan
yang lebih cepat dari Mata Neraka.
Wuusstt...! Kembali Lili melepaskan pukulan
bersinar merah, kali ini sinar merah itu berkelok-kelok dan keluar dari jari-
jarinya. Dengan kedua tangan masih terangkat memancarkan sinar me-
rah berkelok-kelok. Pendekar Rajawali Putih me-
lihat sekilas sinar biru melesat dari tangan si Topeng Merah. Padahal sinar dari
jemarinya itu di-
arahkan kepada Mata Neraka dan tubuh Mata
Neraka terbungkus sinar merah. Orang itu tak bi-
sa bergerak dan berteriak-teriak kesakitan seperti terkena aliran listrik,
tubuhnya pun mengejang-ngejang.
Sayang sekali sinar biru itu datang dan
hampir mengenai kepala Pendekar Rajawali Putih.
Untung gadis itu segera berguling dan hentikan
serangannya kepada si Mata Neraka. Sinar biru
itu melesat di atas kepalanya hanya dalam jarak
kurang dari satu jengkal. Sinar itu membentur
bongkahan batu, dan bongkahan batu itu bukan
saja meledak menjadi kepingan-kepingan kecil,
namun hancur lebur menjadi butiran-butiran pa-
sir yang menyembur.
Bruusss...! "Auh...! semburan pasir itu ada yang masuk
ke mata Pendekar Rajawali Putih. Akibatnya, Lili tak bisa melihat lawannya
dengan jelas. Matanya
perih dan sibuk membersihkan dari pasir-pasir
itu. "Celaka, aku tak bisa melihat serangan lawan kalau begini! Aku harus
melarikan diri ke
mana saja!" pikir Lili. Maka dengan gerakan yang dinamakan Jurus 'Langkah Bayu',
Lili pun melesat pergi dan tak terlihat gerakannya oleh kedua lawannya itu.
"Biadab kau! Jangan lari! Ku buru kau ke
mana saja, Jahanam!" seru si Mata Neraka sambil wajahnya berlumuran darah,
sedangkan si Topeng Merah Itu pun lenyap menghilang ketika
Mata Neraka berpaling ke belakang, ingin menga-
jaknya bicara. Entah ke mana si Topeng Merah
bersembunyi saat itu, yang jelas Mata Neraka ti-
dak mau kehilangan lawannya, maka ia pun sege-
ra mengejar Lili, mencarinya ke arah mana saja, jauh dari makam kakeknya.
Angin besar datang di sekeliling makam itu.
Nyali Kutu deg-degan, karena hari itu matahari
sudah hampir tenggelam. Angin besar datang se-
perti awal kehadiran hantu-hantu kuburan. la
bergegas mendekati Panglima Makar yang sedang
tertegun memandangi makam itu sambil me-
nunggu Mata Neraka kembali.
Di makam itu tumbuh setangkai bunga se-
perti mawar tapi berwarna kuning. Indah sekali
warnanya di ujung senja itu. Panglima Makar ter-
tarik untuk memetiknya. Tapi ketika ia mem-
bungkuk, tiba-tiba tangan yang akan memetik
bunga di atas makam itu menjadi kaku dan sakit
sekali. Disusul kemudian tubuhnya tersentak dan
jatuh ke belakang dalam keadaan terpental keras.
la merasakan ada seseorang yang menendangnya
dari samping yang membuat perutnya menjadi
sangat mual, Nyali Kutu terbengong saja bagaikan patung
hidup memandangi tuannya jatuh terkapar di de-
kat reruntuhan gubuk. Ia tak tahu apa penye-
babnya, tapi ia lihat wajah tuannya menjadi pucat
pasi seperti orang mau mati. Nyali Kutu gemetar dan ikut-ikutan pucat pasi.
Panglima Makar mencoba bangkit dengan
masih menyeringai. Lalu ia memandang ke arah
makam itu, ternyata masih kosong. Tidak ada
seorang pun di sana. Namun tiba-tiba ia dike-
jutkan sebuah suara besar dari arah samping ki-
rinya, "Keparat busuk kau, Makar!"
"Ooh..."!" Panglima Makar sangat terkejut melihat orang berjubah hitam dengan
tepian jubah warna merah mengkilap. Orang itu berwajah


Jodoh Rajawali 02 Misteri Topeng Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

angker, kumisnya tebat, dan melengkung ke ba-
wah menjadi satu dengan jenggotnya yang pen-
dek. Alisnya juga tebal dan membentuk garis san-
gar ke atas. Rambutnya botak separo kepala, ba-
gian belakang tumbuh panjang sebatas pundak.
Kepala botak separo itu diikat dengan ikat kepala kain merah mengkilap dengan
simbol swastika di
tengah keningnya. Ciri-ciri itulah yang membuat
Panglima Makar terkejut dan menjadi takut, ka-
rena orang itu adalah Malaikat Gelang Emas.
"Mana si Mata Neraka"!" gertak Malaikat Gelang Emas.
"Per... pergi...! Memburu... memburu...."
"Siapa yang menyuruhnya pergi, hah"! Kau
yang menyuruhnya"!"
"Iya... iya! Aku menunjukkan di mana Pen-
dekar Rajawali Merah berada! Lalu, Mata Neraka
ingin membunuh murid Dewa Geledek itu, juga
akan membunuh murid Dewi Langit Perak...!"
"Dari mana kau tahu ada Pendekar Rajawali
Merah?" "Ak... aku diserangnya! Dan aku mengadu
pada Mata Neraka, sehingga Mata Neraka...."
Plookkk...! Buuhk...! "Eeehg...!"
Wajah Panglima Makar dihantamnya kuat-
kuat oleh Malaikat Gelang Emas, juga dadanya
ditendang dengan sangat kuatnya hingga hampir
saja jebol. "Kalau begitu kau yang menjadi penyebab
perginya adikku itu! Kau yang mempengaruhinya,
sehingga ia meninggalkan tugasnya! Bangsat bu-
suk kau, Makar!"
Panglima Makar yang terkapar itu segera di-
dekati. Lalu, jari tangan kanan Malaikat Gelang
Emas mekar semuanya, menekuk kaku dan dis-
entakkan ke bawah. Zraaap...! Sinar merah seper-
ti petir menancap di dada Panglima Makar. Tubuh
itu tersentak kejang satu kali, setelah itu lenyap, tinggal pakaiannya. Tulang
dan rambutnya tidak
tersisa sedikit pun.
"Kau layak mendapat hukuman dariku, ka-
rena telah mempengaruhi Mata Neraka mening-
galkan tugas!" geram Malaikat Gelang Emas. Dan hal itu membuat Nyali Kutu
menjadi semakin gemetar dan basah celananya karena tak tahan
membendung air seninya. Ia sangat ketakutan
melihat tuannya meninggal dan tubuhnya meleleh
begitu saja, tinggal pakaiannya yang tersisa.
"Siapa kau..."!" bentak Malaikat Gelang Emas kepada Nyali Kutu. Nyali Kutu tak
bisa menjawab kecuali hanya menuding-nuding pa-
kaian Panglima Makar. Mulutnya ternganga tanpa
suara. "0, kau pelayannya Makar"!"
Seperti orang gagu, Nyali Kutu mengangguk-
angguk antara tersenyum dengan menyeringai ke-
takutan. Malaikat Gelang Emas memandanginya
sesaat, kemudian berkata,
"Jaga kuburan ini, sebagai ganti tuanmu
menjaganya! Jangan ada yang melangkahi, dan
jangan coba-coba kau lari! Ke mana pun kau lari
akan kukejar dan ku binasakan seperti tuanmu
itu! Mengerti"!"
Nyali Kutu mengangguk-angguk dengan. wa-
jah semakin pucat membiru, sedangkan Malaikat
Gelang Emas segera pergi. Mata Nyali Kutu terbe-
lalak hampir copot dari kelopaknya melihat Ma-
laikat Gelang Emas menembus pohon, bagaikan
bayangan yang melesat pergi dengan tanpa peduli
benda apa pun di depannya. Rupanya ia ingin
mengejar Mata Neraka dan ingin menghajar sang
adik karena melalaikan tugas utama, yaitu men-
jaga makam kakek mereka.
Tetapi Mata Neraka tidak tahu kalau sedang
dikejar oleh kakaknya. la sendiri sibuk mengejar Pendekar Rajawali Putih ke
berbagai arah. Sementara itu Pendekar Rajawali Putih sendiri sibuk membersihkan
matanya ketepi sungai sambil hatinya membatin,
"Apa urusan si Topeng Merah itu sehingga
menyerangku"! Siapa sebenarnya dia" Apakah dia
orang utusannya si Malaikat Gelang Emas"! Il-
munya cukup tinggi juga! Mataku jadi perih begi-
ni! Kuhabisi dia kalau sampai ketemu denganku
satu lawan satu!"
Kalau saja ada Yoga di situ, pasti Mata Nera-
ka dan Topeng Merah segera dibabat habis den-
gan memadukan dua jurus rajawali nya itu.
Sayang sekali Yoga ada bersama Kembang Mayat.
Benarkah di sana Yoga akan dapatkan bunga Te-
ratai Hitam" Bagaimana jika Yoga justru terkena
Racun Bunga Asmara yang dimiliki Kembang
Mayat itu" Lalu, bagaimana dengan Topeng Me-
rah" Siapa sebenarnya dia"
SELESAI JODOH RAJAWALI Segera terbit!!!
serial Jodoh Rajawali dalam episode:
RATU KEMBANG MAYAT
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Rendra
Pedang Tanpa Perasaan 4 Sang Ratu Tawon Pendekar 4 Alis Seri 9 Karya Khulung Kisah Si Rase Terbang 2
^