Pencarian

Petaka Cinta Berdarah 1

Pendekar Bayangan Sukma 3 Petaka Cinta Berdarah Bagian 1


PETAKA CINTA BERDARAH Oleh Fahri A. Hak cipta dan Copy Right
Pada Penerbit Dibawah Lindungan Undang-Undang
Dilarang Mengcopy atau Memperbanyak Sebagian atau Seluruh Isi Buku Ini
Tanpa Izin Tertulis dari Penerbit
Fahri A. Serial Pendekar Bayangan Sukma
Dalam Episode 003 :
Petaka Cinta Berdarah
128 Hal.; 12 x 18 Cm
http://duniaabukeisel.blogspot.com
1 Wajah Wirapati memerah. Tetapi
dia diam saja. Kalau saja tidak ada yang dipikirkannya sejak tadi, sudah
diserangnya Pratiwi itu. Diam-diam dia berpikir akan kedatangan Madewa
Gumilang ke tempat ini. Dia kuatir, selagi dia bertanding dengan dewi
cabul ini, Madewa Gumilang datang.
Sudah jelas dia akan menderita
kekalahan, karena tenaganya akan habis dipakai untuk menandingi Pratiwi.
Lebih baik dia mengajak berdamai saja dewi cabul itu. Atau kalau bisa biar
mereka bersekutu untuk menghadapi
Madewa Gumilang atau Pendekar Bayangan Sukma.
Maka dia pun mulai membaik-baikan
Pratiwi dengan harapan dapat mengorek keterangan mengenai munculnya kembali
Selendang Merah Itu.
"Aku tidak pengecut, Pratiwi.
Tapi kupikir, kita belum pernah bermusuhan. Belum pernah sekali pun berbuat salah. Sekarang, mendadak saja kita
saling menyerang penuh kebencian.
Ini benar-benar tidak ada gunanya."
"Hmm, apa maumu sebenarnya,
Wirapati?"
"Ha... ha... kau bolehlah membawa gadis itu.
Aku pun tidak membu-
tuhkannya. Aku hanya menyekap dia
untuk memancing datangnya musuh
besarku, orang yang telah membunuh
kedua orang seperguruanku."
"Siapa dia?" tanya Pratiwi yang mulai tertarik dengan cerita Wirapati.
"Madewa Gumilang," sahut Wirapati dengan penuh kebencian.
"Siapa?" Pratiwi terkejut.
"Madewa Gumilang"!"
"Ha... ha..agaknya kau terkejut mendengar nama itu, Dewi cabul. Apa kau punya
permasalahan dengan orang yang bernama Madewa Gumilang?"
Pratiwi terdiam. Rupanya kau
berada di sini, Madewa, geramnya dalam hati. Memang, sebenarnya Pratiwi hendak
mencari Madewa, orang yang telah menyebabkan putusnya lengan kirinya.
Walaupun memutuskannya adalah Biparsena, tetapi Pratiwi tetap menyalahkan Madewa
Gumilang. Pemuda yang menjadi gara-gara dengan tersiarnya kabar
tentang pusaka Dewa Matahari (baca : Pedang Pusaka Dewa Matahari).
Sejak menderita kekalahan dari
Biparsena, Pratiwi langsung bersem-
bunyi dengan lengan yang buntung.
Sebenarnya dia tidak marah dengan
Madewa, tetapi pemuda itu membiarkan dia semalaman suntuk tergeletak kedi-nginan
tanpa dipindahkan ke tempat
yang aman. Juga pemuda itu meninggalkannya begitu saja. Pratiwi geram
kalau ingat akan Madewa. Selama
setahun itu pula Pratiwi bersembunyi di puncak gunung Halimun. Dan secara
kebetulan, di dasar bawah gunung itu, dia menemukan sebuah Kitab kuno yang
berisikan ilmu silat. Dan kebetulan lagi, kalau ilmu itu hanya bisa
dimainkan dengan sebelah tangan. Bagi yang bertangan lengkap, mau tak mau harus
membuntungi tangan itu jika
ingin menguasai ilmu yang terdapat di kitab kuno itu.
Dengan penuh semangat Pratiwi
mempelajari semua isinya. Gerakannya semakin hari ,semakin hebat. Setahun genap,
tamatlah si Dewi cabul dalam mempelajari ilmu silat yang sangat
ampuh, yang diketahui Pratiwi bernama ilmu silat yang mengandalkan
kelincahan tubuh dan gerakan sebelah tangan.
Setelah menguasai ilmu itu,
keinginan Pratiwi untuk mencari Madewa semakin menggebu-gebu. Suatu siang dia
pun berangkat. Selama perjalanannya, kebiasaannya sejak dulu muncul kembali
kalau melihat pemuda-pemuda tampan.
Sudah setahun dia berusaha
mematikan nafsu birahi demi menguasai ilmu yang terdapat dalam kitab kuno itu,
kini nafsu itu bangkit Kembali.
Hampir di setiap tempat Pratiwi
menjerat setiap pemuda yang berkenan di hatinya untuk diajak bermain cinta
sekaligus menyempurnakan ilmu
selendang merahnya. Dengan menge-
luarkan ilmu pengharum tubuhnya, tidak sulit bagi Pratiwi untuk mengajak
pemuda-pemuda memenuhi nafsu birahinya. Semua bertekuk lutut. Dan seperti
kebiasaan dewi cabul itu, jika si
pemuda menolak, maka mautlah sebagai gantinya!
Suatu hari, sampailah dia ke
tanah genting ini. Jarak yang sangat jauh sekali. Pratiwi beristirahat
untuk melepas lelah. Belum lagi
matanya terpejam, dia mendengar teriakan seorang gadis, yang ketakutan.
Pratiwi langsung mencari sumber teriakan itu. Dan akhirnya dia mengetahui apa
yang akan terjadi di dalam goa, Wirapati hendak menodai Nindia!
Dan Wirapati telah menyebut-
nyebut nama Madewa Gumilang, pemuda yang disebutnya musuh besarnya,
kemarahan dan dendam Pratiwi semakin naik. Maka tanpa ragu-ragu lagi, dia
menjawab pertanyaan Wirapati, "Yah...
pemuda itu punya hutang yang belum
terbayar!"
Wirapati tergelak. "Rupanya kau mendendam juga pada pemuda bangsat
itu! Nah, mengapa kita tidak bekerja sama saja untuk menundukkannya" Pemuda
setan itu kurasa semakin hebat saja.
Dulu pun dia dengan mudah membunuh.
dua saudara seperguruanku! Dengan ada kita, maksudku, dua orang yang saling
bersatu, pasti akan mudah untuk
mengalahkan pemuda itu."
Pratiwi terdiam. Perlahan matanya
melirik lengan kirinya yang buntung akibat sabetan pedang Siluman Mata Air yang
telah hangus pedang itu akibat sabetan Biparsena.
Tiba-tiba kepalanya menegak. Ia
menatap Wirapati dengan tegas.
Wirapati hanya tenang-tenang saja.
"Tidak, masalah ini tetap menjadi urusanku! Aku tidak
mau kau mencampurinya! Biar kuselesaikan dendamku ini pada Madewa Gumilang!
Sekarang, apa maumu Wirapati?"
Wirapati sudah menduga kalau itu
jawabannya. Dia hanya mengangkat kedua bahunya.
"Baiklah, masalah itu memang
harus diselesaikan sendiri-sendiri.
Aku pun tidak ingin bermusuhan
denganmu. Dan masalah gadis itu,
terserah padamu."
"Maksudmu?"
"Kau bawa silahkan, tidak kau bawa silahkan."
Pratiwi belum tahu siapa
sebenarnya gadis ini, seketika dia
bertanya, "Sebenarnya, ada maksud apa kau menawan gadis ini?"
"Ha... ha... akhirnya pertanyaan itu datang juga. Dengar Pratiwi, gadis ini
adalah putri seorang hartawan yang telah ditolong oleh Madewa dalam suatu
perampokan. Dan sekarang aku
menawannya. Jelas, untuk memancing
kedatangan Madewa ke tanah genting
ini. Kalau Madewa tidak datang, aku akan menghina gadis ini habis-habisan,
sebelum kubunuh. Dan kepalanya akan kubawa ke rumah Hartawan itu sebagai rasa
kesalku!" Wirapati tergelak lagi.
Nindia menjerit kecil. Menge-
rikan! Ini semua bermula dari Madewa Gumilang. Wanita berlengan buntung itu pun
agaknya mendendam pada Madewa.
Diam-diam dia menyesal, Madewa telah menolong keluarganya!
Pratiwi manggut-manggut. Jalan
pikiran yang bagus. Kalau begitu dia harus membawa gadis ini. Dia pun
membutuhkannya untuk memancing Madewa.
"Baik! Wirapati, aku akan membawa gadis ini. Jika Madewa datang,
katakan, kalau dia kutunggu di puncak gunung Halimun! Jangan sampai dia
tidak datang! Katakan juga, kuberi dia waktu lima bulan sejak hari ini!"
Pratiwi lalu menghampiri Nindia.
la tersenyum seraya mengulurkan
tangannya. "Ayo gadis manis, sekarang kau harus ikut aku."
Nindia hanya mengangguk saja. Dia
pun merasa lebih baik ikut wanita itu daripada disekap
Wirapati yang kemungkinan besar akan merenggut
kehormatannya. Buru-buru dia mengena-
kan pakaiannya yang sobek-sobek akibat ulah Wirapati.
Sebelum pergi Pratiwi berkata
pada Wirapati, "Katakan yang jujur pada Madewa, aku menunggu!"
Wirapati mengangguk sambil ter-
gelak. Pratiwi mengandeng lengan
Nindia. Tapi belum sampai mereka ke pintu goa, terdengar desingan beruntun dari
belakang. "Awasss!" desis Pratiwi seraya mendorong
tubuh Nindia lalu dia
sendiri bersalto dua kali. Dengan
sigap dia berbalik. Wirapati tergelak-gelak.
"Bangsat keji!" desis Pratiwi geram. Untung dia masih mendengar akan adanya
angin kecil dari belakang.
Rupanya Wirapati diam-diam melemparkan jarum-jarum berbisanya.
"Tidak mudah kau membawa gadis itu begitu saja, Pratiwi!"
"Apa maksudmu" Kau sudah mengatakan semauku untuk membawanya atau tidak."
"Masih juga tidak mengerti....
Aku yang mendapatkannya dengan susah payah, kau semudah itu membawanya.
Tidak, aku akan mempertahankannya
sampai Madewa datang menjemputnya."
geram Wirapati yang jengkel serangan gelapnya luput.
"Bangsat!!" Pratiwi menggerakkan tangan kanannya. Mendadak Wirapati
merasakan dorongan angin yang besar datang dari depan. Dia cepat berkelit.
Dan dorongan angin itu menerjang
dinding goa hingga hancur berantakan.
Wirapati agak kecut juga melihat
serangan itu. Tanpa menggerakkan
tubuhnya Pratiwi mampu mengirim
pukulan jarak jauh. Sekarang Pratiwi yang tergelak. "Hik... hik... jangan kaget
kau, Bangsat curang! Itulah yang dinamakan pukulan Angin Menghalau
Hujan! Ilmu yang kudapat dari Kitab kuno di dasar gunung Halimun!"
"Bah! Keluarkan semua ilmumu,
Pratiwi! Kita akan bertarung sampai mati!" bentak Wirapati seraya menyerang
dengan pukulan lurus. Tangan yang mengepal itu mengeluarkan asap.
Pratiwi agak kaget melihatnya. Tapi dia cepat memapaki dengan pukulan
Angin Menghalau Hujan.
Tanpa menggerakan tubuhnya pula
dia mengirimkan pukulan jarak jauh
itu. Wirapati menggeram jengkel seraya bersalto. Masih melayang di atas dia
menyerang kembali. Suasana dalam goa itu sangat gaduh sekali. Nindia hanya
terpaku tanpa ada pikiran untuk
melarikan diri. Dia menekap kupingnya dengan kedua tangannya untuk menutupi
suara yang bising itu.
"Lihat serangan, Pratiwi! Ini
yang dinamakan Naga Menguak Langit!"
Lalu Wirapati menerjang dengan gerakan
tangan yang cepat sekali. Terasa di kulit Pratiwi dorongan angin yang
hebat. Gerakan Naga Menguak Langit
begitu dahsyat, sambung menyambung.
Jurus Pratiwi dihalaunya dengan sekali pukul. Tetapi Pratiwi cepat bangkit
kembali. Dia menggunakan jurus Angin Menggoda Hujan. Mendadak saja tubuhnya
bergoyang dengan hangat. Lirikannya pun menggoda.
Wirapati tergagap. la menghen-
tikan serangannya. Jurus yang aneh.
Jurus yang penuh godaan. la memper-
hatikan Pratiwi menggerakan seluruh tubuhnya, mengundang gairah sekali.
Pinggulnya yang besar berlenggak-
lenggok penuh pesona. Dadanya yang
montok bergoyang terayun-ayun. Membuat Wirapati menelan ludahnya.
Itulah jurus baru andalan Pratiwi. Yang membuat orang melihatnya terpana penuh gairah. Jurus yang aneh dan
memgerikan. Karena yang tidak
waspada akan mampus dengan sekali
pukul. Begitu pula dengan Wirapati. Ia terpaku penuh gairah. Sedangkan
Pratiwi semakin genit bergoyang. Hanya tinggal dua tindak lagi jaraknya
berdiri dengan Wirapati. Dan tiba-tiba dengan teriakan keras, Pratiwi
menerjang dengan tangan lurus ke
depan. Wirapati terkejut. Tak ada
waktu untuk menangkis. Sebisa-bisanya dia berguling kesamping, tapi tak
urung bahunya terkena pukulan Pratiwi.
Wirapati merasakan bahunya di-
timpa godam yang sangat berat sekali.
Dia terhuyung jatuh, Pratiwi terbahak.
"Rasakan itu, Bangsat curang!"
"Kau... kau yang curang, Pratiwi,"
geram Wirapati marah dan kesakitan.
"Hik... hik... Jadi orang jangan mata keranjang. Itulah akibatnya.
Wirapati, saat ini aku tidak telengas menurunkan
tangan mautku padamu, mengingat kau akan menghadapi musuhmu yang juga musuhku, biarlah tanda di bahumu
kenangan dariku! ingat
Wirapati, katakan pada Madewa kalau aku menunggu kedatangannya di puncak gunung
Halimun!" Pratiwi lalu menghampiri Nindia yang pucat wajahnya. "Ayo gadis manis,


Pendekar Bayangan Sukma 3 Petaka Cinta Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau ikut denganku! Kita tinggalkan si Bangsat curang itu di sini!"
Nindia memegang tangan Pratiwi.
Begitu terpegang,
dia merasakan tubuhnya terbang. Si Selendang Merah telah membawanya lari dengan ilmu
meringankan tubuhnya yang hebat.
Di dalam goa, Wirapati mengumpat!
"Bangsat kau Pratiwi, kalau kau bukan mencari musuhku juga, sudah kukejar ke
mana pun kau pergi!!"
Nindia tidak banyak tanya dalam
perjalanan. Dia merasa telah cukup
baginya mengenal wanita cantik
berlengan buntung ini. Tadi dia
mendengar wanita ini bernama Pratiwi, alias Dewi cabul. Atau julukannya yang
menakutkan si Selendang Merah.
Tadi dia kaget sekali karena
merasakan tubuhnya terbang. Dia
menjerit tertahan karena terkejut.
Tetapi lama kelamaan terbiasa. Diam-diam Nindia ingin berguru pada wanita cantik
ini. Pratiwi tidak langsung membawa
Nindia ke puncak gunung Halimun. Dia mengajaknya mampir di sebuah desa yang
bernama Jati Beringin. Sebuah desa
yang indah dan tentram.
Ki Lurah Lanangneweng adalah
seorang lurah yang mampu dan baik
dalam memimpin desanya. Ki Lurah juga seorang pesilat yang lumayan ilmunya.
Karena lurahnya mempunyai ilmu silat, masyarakat di desa itu merasa aman
dari gangguan orang-orang jahat. Sebab Ki Lurah Lanangwenang mampu menangani
semua itu. Hari ini Ki Lurah Lanangneweng
sedang kedatangan tamu. Seorang laki-laki yang memakai ikat kepala putih dan
bertato telapak tangan di tengah-tengahnya ada seekor naga. Ki Lurah tahu siapa
orang ini. Salah satu
anggota dari Telapak Naga, yang
katanya kini menguasai desa tetangga.
Tetapi sebagai seorang lurah dan orang yang berilmu, Ki Lurah tenang-tenang
saja. Dia menyambut baik kedatangan
orang itu. Anggota Telapak Naga yang bernama
Caturseta mengusap-usap kedua tangannya. Dan sesekali meraba tato di
dadanya. Yang dimaksudkan untuk
menakut-nakuti lurah Jati
Beringin itu. Tetapi sedikit pun Ki Lurah
tenang saja. Dia mendehem setelah
mendengar penuturan Caturseta.
"Hmmm, maaf Saudara. Saya sebagai lurah di sini, merasa berkewajiban melindungi
rakyat di sini. Jadi saya harap, Saudara maklum, kalau jawaban saya ini tidak
berkenan di hati
Saudara." "Hhh, Ki Lurah!" suara Caturseta berwibawa. "Janganlah kita bersilat lidah,
cepat katakan apa jawabanmu itu."
"Hanya satu Saudara, saya tidak mungkin bisa memenuhi permintaan
Saudara itu."
Wajah Caturseta memerah.
"Jadi...."
"Ya, saya sudah katakan, harap Saudara maklum."
Mendengar suara yang tenang itu
naik darah Caturseta. "Ki Lurah, aku sudah katakan, kalau kau menolak,
berarti kau berani menentang
Perkumpulan Telapak Naga!"
"Bukan maksudku menantang,
Saudara. Perkumpulan Telapak Naga te-
lah terdengar kesaktiannya, karena
pimpinan mereka yang bernama
Krampelaksa adalah seorang tokoh yang sakti. Juga gelar yang dimilikinya pun
membuat orang menjadi jeri, Naga Putih Peminum Tuak! Tapi Saudara... di sini
saya sebagai lurah, punya kewajiban, yang mana menginginkan desa ini makmur dan
tentram, tanpa gangguan apa-apa.
Lalu tahu-tahu Saudara datang, dengan menyampaikan berita yang mengerikan.
Harus menyediakan seorang perawan
murni yang dipersembahkan untuk Naga Putih Peminum Tuak, setiap malam
Jum'at! Nah, mana mungkin saya bisa menerima permintaan itu, Saudara" Saya tidak
ingin..." "Tutup bacotmu, Ki Lurah!" geram Caturseta marah. "Kau benar-benar berani
membangkang! Sudah kuminta
secara baik-baik tapi kau tak
mengindahkannya. Baik, perkumpulan
Telapak Naga akan menculik perawan
murni setiap malam Jum'at! Camkan itu, Ki Lurah!"
Setelah berkata demikian,
Caturseta bangkit mohon diri. Tapi
Lanangneweng menahannya, "Tunggu, Saudara!"
Caturseta berbalik dan mendengus.
"Mau apa"!"
"Aku akan mempertahankan desa ini dari
gangguan Perkumpulan Telapak
Naga. Boleh kau melakukannya, tapi
ingat, kami tidak akan tinggal diam!"
Kata-kata itu terdengar menghina
sekali bagi telinga Caturseta. Benar-benar minta mampus orang ini. Maka sambil
berseru keras, dia langsung
menyerang dengan pukulan lurus kemuka.
Ki Lurah Lanangneweng memang bukan lurah sembarangan. Dia cepat berkelit
kesamping dan kakinya menyambar
pinggang Caturseta.
"Des!"
Seharusnya Caturseta jatuh ter-
guling terkena tendangan yang keras itu. Tapi dia hanya goyang sedikit.
Lalu loncat menerkam. Tangan kanannya membuka, jari-jarinya merapat satu
sama lain. Inilah ilmu Telapak Naga yang dimiliki oleh semua anggota
perkumpulan Telapak Naga.
Naga Putih Peminum Tuak tidak
tanggung-tanggung menurunkan ilmunya.
Itu merupakan pamungkas dari ilmu
perkumpulan Telapak Naga. Ilmu yang mengerikan!
"Hati-hati, Ki Lurah!!" sambil memperingatkan Caturseta menyerang.
Sambaran angin yang datang dari
telapak tangannya membuat Ki Lurah
Lanangneweng kaget juga. Cepat dia
berkelit. Tapi gerakan ilmu telapak naga begitu cepat. Maka tak ampun
lagi, bagian belakang dari Lanang-
neweng terkena pukulan itu.
"Des!"
Akibatnya sungguh mengerikan.
Punggung Lanangneweng berasap. Dan
terceplaklah di kepulan itu telapak berwarna hitam. Kalau ilmu itu
Krampelaksa yang melakukannya, orang yang terkena bisa langsung mampus
dengan tubuh hangus!
Caturseta terbahak. "Ha... ha...
apa yang akan kau pertahankan, Ki
Lurah" Ilmumu tak ada sejari dari
ilmuku!" Lalu dia melompat dan menghilang, sementara tawanya masih menggema.
Dengan menahan sakit yang amat
sangat, Ki Lurah berlari ke dalam
rumahnya. Istrinya yang sedang menyu-sui anaknya terkejut melihat telapak hitam
di punggung suaminya.
"Kakang Lanang! Kenapa punggungmu"!" jeritnya setelah meletakkan bayinya yang
sedang tidur. "Ambil, ambil... air, Nyai!
Basahi tubuhku," kata Lanangneweng terbata.
Istrinya, Nyai Sekar, menuruti
perintah suaminya. Seketika Lanang-
neweng merasakan sejuk di tubuhnya.
Tetapi begitu air kering, kembali
dirasakannya perih yang sakit sekali.
"Apa yang terjadi, Kakang?" tanya Nyai Sekar cemas.
"Orang Telapak Naga menyerangku."
"Siapa?"
"Tamu yang datang tadi...."
"Oh! Ke... kenapa dia menye-
rangmu" Begitu tega sekali... oh...
punggungmu hitam, Kakang."
"Tidak apa Nyai, sebentar juga sembuh.... Orang tadi bernama
Caturseta... dia salah seorang anggota dari perkumpulan Telapak Naga...."
"Lalu...."
"Dia minta padaku... agar
menyerahkan setiap malam Jum'at...."
"Menyerahkan apa, Kakang?"
Lanangneweng terdiam. Lalu, "Dia minta... seorang perawan murni... yang akan
dipersembahkan untuk Naga Putih Peminum Tuak...."
"Oh, Tuhan...." Nyai Sekar menekap wajahnya. "Permintaan yang mengerikan!"
"Yah... itulah sebabnya aku
menolak, lalu orang tadi menyerangku dengan pukulan Telapak Naga."
"Lalu... apa yang akan kau
perbuat, Kakang?"
"Aku tidak tahu... yang pasti aku akan berusaha mengagalkan setiap aksi
penculikan mereka...."
Tiba-tiba Nyai Sekar menjerit
tertahan. Ki Lurah Lanangneweng kaget.
"Ada apa, Nyai?"
"Nanti... nanti malam Jum'at,
Kakang...."
"Oh!" Ki Lurah tersentak. Ia bangkit dengan cepat. "Aku harus memberitahu
penduduk Nyai, agar mereka
berhati-hati!" Lalu tanpa menghiraukan rasa sakitnya, Ki Lurah berlari ke
luar rumah. Istrinya hanya menangis terguguk
di ranjang. Kehidupan yang sulit
rupanya mulai merambati keluarganya.
Yah, sejak Perkumpulan Telapak Naga mulai
mendatangkan aksinya pada
mereka. *** 2 Orang-orang terkejut ketika Ki
Lurah berseru-seru di tanah lapang
itu. Serentak mereka berduyun-duyun ke sana, ingin tahu apa sebabnya.
Mungkin ini penting sekali,
karena Ki Lurah sendiri yang meneriak-kannya.
Tak berapa lama kemudian, alun-
alun itu telah penuh sesak. Hampir
semua penduduk menghadirinya.
Ki Lurah Lanangneweng berdiri di
tengah-tengah mereka dengan sikap
serba cepat. Dia berseru, "Wahai kawan-kawan semua, ternyata desa kita ini tidak bisa
bertahan lama dalam ketentraman dan kedamaiannya! Karena sebentar lagi bencana
yang terburuk akan datang pada kita!"
Serentak terdengar gumaman ramai.
Dan sahutan. "Ki Lurah, apa maksudmu?"
"Bahaya apa yang datang pada
kami, Ki Lurah?"
"Bukankah desa kita selalu
tentram dan tak pernah ada keributan?"
"Cepat terangkan pada kami!"
"Sabar, sabar, Kawan-kawan! Aku akan menerangkan semuanya pada kalian, karena
ini bencana yang terburuk yang akan menimpa kita!
Belum lima belas menit yang lalu,
seorang yang mengaku bernama Caturseta datang ke rumahku. Ketahuilah, dia
adalah salah seorang dari Perkumpulan Telapak Naga yang kita tahu mereka
adalah orang-orang yang kejam!
Yang datang hanya untuk
menyebarkan teror bagi kita semua!
Maksud kedatangan Caturseta itu
adalah, agar aku
mau menyediakan
seorang perawan murni yang berada di sini untuk ketua mereka yang bernama
Krampelaksar Permintaan yang gila-gilaan dan
jauh di bawah moral! Menyediakan
seorang perawan murni untuk
dipersembahkan kepada pemimpin mereka, adalah gila jika kita mau memenuhi
permintaan itu!
Jelas-jelas aku menolak. Aku
tidak mau mengorbankan setiap wargaku untuknya. Dan akhirnya kami berkelahi.
Rupanya ilmuku jauh berbeda di bawah
ilmu Caturseta. Dan ini sebagai
kenang-kenangan dari orang itu!"
Ki Lurah Lanangneweng membalikkan
badan. Terlihat pukulan hitam di
punggungnya. Orang-orang berseru
tertahan. "Telapak Naga!" seruan itu terdengar
panik di antara seruan
tertahan orang banyak. Yang berseru itu adalah seorang perempuan cantik
berlengan buntung.
Wanita yang berdiri di sampingnya
menoleh. Lalu bertanya, "Apakah Telapak Naga itu, Kak?"
"Telapak Naga adalah nama jenis pukulan yang berbahaya, yang sekaligus dipakai
untuk nama perkumpulan. Aku telah lama mendengar akan adanya
perkumpulan baru yang sesat itu."
Dari depan terdengar lagi suara
Ki Lurah Lanangneweng, "Kawan-kawan, orang dari perkumpulan Telapak Naga itu
marah besar padaku! Setelah
melumpuhkan aku, dia mengancam, akan menculik seorang perawan murni setiap malam
Jum'at. Dan ancaman itu berlaku untuk detik ini!"
Kembali seruan tertahan ter-
dengar. Dan gadis-gadis yang masih
perawan semua mendadak berwajah pucat.
Mereka ngeri akan menjadi sasaran
penculikan itu dan diserahkan pada
ketua perkumpulan sesat itu. Dan
paniklah mereka semua, ketika ingat
ini adalah malam Jum'at, di mana aksi penculikan yang pertama akan


Pendekar Bayangan Sukma 3 Petaka Cinta Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berlangsung. Semua menjerit-jerit ketakutan,
Beberapa orang Ibu merangkul anak
perawannya erat-erat seolah aksi
penculikan itu sudah terlaksana
Ki Lurah Lanangneweng menenangkan
penduduknya. Setelah tenang, dia
melanjutkan perkataannya lagi, "Kawan-kawan, sekarang maksudku untuk
mengumpulkan kalian adalah, agar kita bersatu untuk melawan penculik-penculik
itu! Dengan kekuatan yang
banyak, kemungkinan besar aksi
penculikan itu berhasil digagalkan!"
Semua mendukung usul itu. Tapi
ada juga yang mengusulkan agar melapor pada raja. Agar raja yang menangani
masalah itu. Tetapi Ki Lurah
Lanangneweng menolak, dengan alasan,
"Selagi kita mampu melawan, kita tidak perlu meminta bantuan raja dulu!"
"Tapi desa kita ini bisa
merupakan neraka yang mengerikan bagi setiap anak gadis, Ki Lurah!" teriak salah
seorang. "Memang, tapi kita harus berusaha menghilangkan mimpi buruk itu! Kita harus
bersatu, Saudara-saudara! Kita harus saling membantu menghalau setiap serangan
yang datang!"
Dan mulai saat itulah, setiap
kepala keluarga dan pemuda-pemuda
mempersiapkan senjata dirumahnya. Juga memeriksa semua kunci jendela dan
pintu. Bahkan ada yang memasang
jebakan berupa lubang tanah yang
ditutupi alang-alang.
Gadis manis yang duduk di warung
nasi itu pun nampak ketakutan. Kata-kata lurah tadi telah membuatnya
ngeri. Tetapi wanita cantik yang duduk di sebelahnya kelihatan tenang-tenang
saja. Sedikit pun tidak menampakkan ketakutan. Malah setetes keringatnya pun tak
jatuh. Gadis muda itu melirik yang duduk
di sebelahnya, yang masih asyik
menikmati kue-kue yang dijual di
warung nasi itu. Sebentar lagi malam akan tiba. Kini mereka akan menginap di
mana, sementara bayangan penculikan terus saja menghantuinya.
"Kakak Pratiwi," gadis muda itu meluncurkan kata.
Wanita cantik yang masih asyik
itu menoleh. Ia tersenyum melihat
wajah gadis manis itu pucat.
"Jangan takut adik
Nindia. Biarlah penculikan itu dilakukan, asal kita tidak diganggu."
"Tapi... aku takut, Kak."
"Hik... hik... selama aku berada di sisimu, tak perlu kau takuti. Ayo
makanlah...."
"Saya sudah kenyang," gadis muda yang tak lain Nindia itu menunduk.
Tiba-tiba dia berkata lagi, "Sebaiknya kita pergi saja dari tempat ini. Aku
sudah mengantuk, Kak. Kita bisa cari penginapan sekarang."
"Kita akan menginap di sini,
Nindia." Nindia terkejut. Juga Bapak tua
yang punya warung itu. Wah, bisa
gawat. Dia tadi sudah beruntung tidak punya anak gadis lagi, tapi sekarang kedua
wanita cantik ini akan menginap di sini. Bisa berabe. Buru-buru dia berkata,
"Saudari yang terhormat, sebaiknya saudari ikuti saja kata-kata adik saudari.
Adik saudari benar,
lebih baik lekas mencari penginapan sebelum aksi penculikan itu datang."
"Ah, Bapak tua. Bilang saja kami tidak boleh menginap di sini." Pratiwi
tersenyum manis.
Bapak tua itu tersipu. Tapi dia
harus menjelaskan, "Bukan maksudku melarang kalian berdua menginap di
sini. Tidak. Jika ancaman penculikan anak perawan itu tidak ada, sebulan pun
kalian menginap di sini tak apa tanpa bayar. Tapi sekarang, biar pun kalian
berani bayar mahal permalam, saya
tetap tidak mengizinkan.
Maklumlah saudari, saya takut kalau ancaman penculikan itu terjadi pada diri
kalian berdua...."
Pratiwi hanya terkikik "Malah
saya berharap akan diculik, Pak. Saya
ingin kenal dengan Krampelaksa yang gelarnya mengejutkan orang."
Wajah Bapak Tua itu kaget bukan
kepalang. Benar-benar gadis edan yang satu ini. Mengharapkan bertemu dengan
Krampelaksa. Huh!
Orang mendengar namanya
saja sudah ciut nyalinya, apalagi bertemu!
Dan bukan hanya bertemu, akan
dijadikan santapan malam Naga Putih Peminum Tuak itu! Mengerikan!
Bapak tua itu rupanya tidak mau
lagi bercakap-cakap dengan gadis edan itu. Makanya dia langsung membereskan
semua dagangannya.
Lalu berkata, "Maaf, warung ini akan tutup."
Pratiwi tidak membantah. Dia
hanya tertawa saja. Setelah membayar, dia mengajak Nindia mencari tempat
penginapan. Nindia merapatkan tubuhnya pada tubuh Pratiwi ketika melangkah,
Apalagi malam sudah datang. Keadaan desa itu sunyi sekali, lain dari
biasanya. Dan jam tujuh ini, gardu-gardu ronda sudah penuh dengan
penjaga. Yang biasanya hanya lima
orang, kali ini di setiap gardu ada lima belas orang lengkap dengan
senjata, keris, tombak, golok dan
lain-lain. Mereka menemukan penginapan yang
tak begitu besar. Harganya pun murah.
Pemilik penginapan itu agak ragu-ragu
mengizinkan mereka menginap. Dia
rupanya juga tak
ingin terlibat kesulitan. Kamar yang telah penuh itu hampir semuanya diisi oleh laki-laki.
Juga ada wanita tapi yang telah
bersuami dan punya anak.
Sekarang kedua gadis cantik itu
ingin menginap di tempatnya. Tak ada jalan lain selain mengizinkan, apalagi
mereka berjanji hanya satu malam
menginap dan besok akan melanjutkan perjalanan.
"Huh! Semua seakan dibayangi oleh ketakutan!" gerutu Pratiwi ketika merebahkan
tubuhnya di ranjang. Ia
menggerutu panjang-pendek. Sementara Nindia hanya mendengarkan saja.
Pratiwi berkata lagi, "Pokoknya, tengah malam nanti, aku akan keluar!"
Nindia tersentak, "Kemana, Kak?"
"Aku ingin tahu markas Perkum-
pulan Telapak Naga itu!"
Nindia ingin membantah, tapi dia
tidak berani. Wanita cantik itu seakan yakin akan kemampuannya untuk membela
diri. Maka Nindia mendiamkan saja. Ia juga merebahkan tubuhnya di ranjang.
Ketika merebahkan tubuhnya itulah
Nindia teringat akan rumahnya. Ibunya.
Ayahnya. Juga ketika penculikan yang dilakukan Wirapati atas dirinya. Dan nyaris
dia diperkosa, Ingatan itulah yang membuat Nindia ketakutan ketika mendengar
keterangan Ki Lurah
Lanangneweng di alun-alun tadi siang!
Dia menghela nafas panjang.
Diliriknya Pratiwi yang tengah
memainkan selendang merahnya. Selama berada di sisi wanita cantik berlengan
buntung itu, Nindia merasa keselamatannya terjamin!
Tak berapa lama kemudian, matanya
pun terpejam. *** 3 Tepat tengah malam, Pratiwi
bangkit. Duduk di ranjangnya. Sejak tadi dia memang tidak tidur. Walaupun
matanya terpejam. Pendengarannya tetap bekerja. Mendengar apa yang sedang
atau akan terjadi di luar sana. Tetapi sejak tadi tidak terdengar apa-apa, hanya
kantongan di gardu-gardu ronda, yang menandakan orang-orang desa itu sedang
bersiaga penuh.
Tak jauh dari ranjangnya, ter-
dengar dengkur yang lembut dan
beraturan. Nindia yang keletihan sejak pagi tertidur pulas. Pratiwi bangkit
berdiri. Memperhatikan wajah cantik Nindia. Gadis yang benar-benar cantik, yang
membuat orang memandangnya dan tak mau lepas dari obyek yang
mengasyikkan itu.
Sedikit pun tak ada noda yang
membuat cacat wajah itu, selain kerut keletihan. Besok pun hilang kalau
letihnya sudah hilang.
Wanita cantik ini, sayang kalau
sampai dimakan oleh Wirapati, desis Pratiwi dalam hati. Merasa beruntung karena
dia datang sebelum Wirapati
melakukan aksinya.
Tetapi dewi cabul itu tetap orang
sesat. Kegemarannya menghisap sari
perjaka pria membuatnya terkenal
sebagai orang sesat berwajah cantik.
Kali ini pun pikiran jelek
melintas di benaknya. Ia tersenyum
sendiri. Sejak tadi yang dipikirkan hanya mengenai Krampelaksa, ketua
perkumpulan Telapak Naga dan ancaman penculikan perawan untuknya!
Pratiwi yakin, gadis yang tidur
di hadapannya ini seorang perawan
murni. Dan diam-diam Pratiwi ingin
menyerahkan Nindia untuk naga tua itu.
Pasti Naga tua itu akan
menerimanya dengan tangan terbuka.
Bagaikan anjing diberi sekerat daging.
Biar bagaimana pun, Pratiwi tahu,
kalau saat ini Nindia sedang dicari oleh Madewa Gumilang, pemuda yang
telah membuatnya mendendam! Dengan
diserahkannya Nindia kepada Krampelaksa, Pratiwi yakin, Krampelaksa akan takluk
akan perintahnya.
Dan kekuasaan Perkumpulan Telapak
Naga akan jatuh ke tangannya. Karena
di saat Krampelaksa menggeluti tubuh Nindia, Pratiwi akan menghajarnya
sampai minta ampun!
Dan merebut kekuasaan dari tangan
Krampelaksa. Dan dia akan meme-
rintahkan Krampelaksa dan anak buahnya untuk membunuh Madewa Gumilang.
Pekerjaan yang ringan dan mudah.
Pratiwi terkekeh sendiri. Itulah
rencana yang membayang di benak si
Selendang Merah. Rencana yang keji dan menakutkan.
Diam-diam dia tersenyum, menge-
rikan. Matanya nanar
membayangkan keberhasilan rencananya. Dia akan
menangkap dan menyiksa Madewa Gumilang sampai menjerit-jerit.
Pratiwi menghampiri Nindia yang
sedang tertidur pulas. Ia memper-
hatikan seluruh tubuh gadis itu.
Benar-benar indah dan menantang.
Tiba-tiba tangannya bekerja
dengan cepat. Menotok dua kali. Satu menotok urat di punggung Nindia dan satu
menotok urat suara di lehernya.
Dengan cepat dia menelanjangi
gadis itu. Tidak puas hanya
memperhatikan bagian luar tubuh gadis itu saja.
Terlihatlah suatu pemandangan
yang indah dan penuh pesona. Setiap pria pasti akan mencair liurnya, dan
langsung menggeluti tubuh indah itu.
Bentuk tubuh yang bagus, tanpa
cacat sedikit pun. Semua masih murni.
Tidak puas hanya menatap, Pratiwi
meraba seluruh tubuh Nindia. Halus.
Mulus. Pratiwi sendiri bergetar
merabanya. Suatu santapan yang lezat untuk
Krampelaksa. Pasti Naga tua itu tidak akan menolak disuguhkan hidangan yang
lezat ini. Pratiwi kembali membetulkan
pakaian Nindia dan melepaskan kedua totokannya.
Nindia yang masih tertidur pulas
tidak tahu soal itu! Juga tidak tahu apa yang dipikirkan dan dikerjakan
Pratiwi atas dirinya nanti.
Pratiwi kembali ke tempat
tidurnya. Membayangkan lagi kemenangan yang ada di tangannya. Dia akan
mencincang Madewa Gumilang, pemuda
yang telah membuat sengsara bagi
dirinya. Dengan bantuan Krampelaksa, Pra-
tiwi merasa kekuatannya bertambah.
"Aaaaaah! Tolooooong!" tiba-tiba terdengar jeritan itu. Menyentak dan
membangunkan keheningan malam.
Pratiwi bergerak cepat. Dia
melompat keluar melalui jendela dan segera mencari sumber suara itu. Tidak jauh
darinya, para peronda sudah
berpencar mencari pula. Pratiwi juga melihat, kalau Ki Lurah Lanangneweng berada
di salah satu pencari itu!
Benar-benar kesiagaan yang sigap!
"Saudara, saudara! Kita berpencar!" seru Ki Lurah Lanangneweng.
"Suara jeritan itu terdengar dari rumah Tapadwipa! cepat, jangan sampai
terlambat!!"
Mereka berjumlah dua puluh orang.
Dan empat orang masing-masing menjaga di lima penjuru. Mengelilingi rumah itu.
Di dalam sang pemilik rumah sudah
tergeletak bermandikan darah tak
bernyawa, begitu pula dengan istrinya!
Tapi jeritan itu terdengar parau dari dalam kamar, suara Murni, anak semata
wayang Tapadwipa. Tapi kemudian
terdiam. Rupanya si penculik telah
menotok urat suara dan urat kejang
sang gadis. Penculik itu berpakaian hitam-
hitam. Ia sudah tahu kalau dirinya
dikepung. Namun dia nampak tenang-
tenang saja. Tidak gelisah. Dengan
santai dia memanggul tubuh Murni yang terdiam kaku, lalu keluar melalui
pintu depan! Serentak para pengurung. Mendeka-


Pendekar Bayangan Sukma 3 Petaka Cinta Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tinya. Orang itu terkekeh dengan tawa yang menakutkan.
Ki Lurah Lanangneweng maju dan
berseru geram, "Bangsat biadab!
Kembalikan gadis itu pada kami!"
Orang itu terus terkekeh. Tiba-
tiba dia menghentikan kekehannya. Dan
bersuara tajam, "Ki Lurah, tadi siang sudah kuperingatkan padamu, kalau aksi
penculikan anak perawan di desa ini akan dilakukan oleh
Perkumpulan Telapak Naga!"
Secara tak langsung Ki Lurah
Lanangneweng sudah bisa menebak siapa penculik itu.
Dia membentak, "Caturseta!
Kembalikan gadis itu pada kami,
kataku! Jangan sampai kami melumat
habis tubuhmu!"
Caturseta terkekeh lagi. "Apa kau tak salah omong, Ki Lurah?"
"Setaaannn! Kawan-kawan, habisi bangsat itu!" seru Ki Lurah sambil maju
menyerang dengan goloknya.
Serentak yang lain berbuat yang sama.
Berpuluh senjata tajam melayang
mengarah pada tubuh Caturseta.
Tetapi orang itu hanya terkekeh.
Masih terkekeh pula dia membentak dan
"wuutt!" tubuhnya sudah melompat dan berdiri di wuwungan rumah Tapadwipa.
Senjata-senjata yang menyerang itu tak menemui sasarannya. Orang-orang menggeram
antara jengkel dan kagum.
Tawa menggema lagi dari atas
wuwungan Itu. "Ha... ha... Ki Lurah Lanang-
neweng! Aksi Perkumpulan Telapak Naga tidak main-main. Ini buktinya!
Sekarang aku permisi.... Kalau kalian tidak puas... tunggu kedatangan aksi
kamu selanjutnya... malam Jum'at
mendatang! Ha... ha...!"
Lalu sosok bayangan hitam itu
melayang dan menghilang. Beberapa
orang mencoba mengejar namun sia-sia.
Bayangan itu seperti hilang begitu saja lenyap. Seolah menembus ke dasar bumi.
Ki Lurah Lanangneweng menggeram
jengkel. Marahnya tidak ketulungan.
Aksi penculikan didepan matanya, tidak mampu dielakkan.
Omongan orang-orang Telapak Naga
benar-benar terbukti.
Beberapa orang pengejar kembali
dengan tangan hampa. Dan melapor,
"Kami tidak melihat apa-apa, Pak Kepala! Juga tidak mendengar apa-apa sedikit
pun! Orang itu bagaikan iblis yang bisa menghilang!"
Ki Lurah menghela nafas, jengkel.
"Mereka benar-benar luar biasa."
"Ya, Pak Kepala. Orang satu saja kita tidak mampu menangkapnya, apalagi dengan
yang lainnya."
"Kita harus segera bertindak."
"Ya!!" sahut yang lain serempak.
"Yah... kita harus segera
bertindak. Kita tidak bisa mendiamkan aksi begini terus menerus. Kita harus
berani berbuat hal yang penuh resiko.
Kita harus berani menyerang ke desa sebarang, menghadapi langsung Perkumpulan
Telapak Naga. Tapi...."
"Tapi apa, Pak Kepala" Usul itu kami dukung dengan sepenuh hati, demi membela
kebenaran dan keadilan!"
"Ya, kami rela mengorbankan nyawa untuk desa ini! Untuk
anak-anak perawan yang tak berdosa!"
"Ya, kami akan membela! Iya,
tidak kawan-kawan?"
Yang lain bersorak setuju. Orang-
orang yang gagah berani, demi
kebenaran dan keadilan.
Ki Lurah tersenyum melihat
semangat mereka. Tetapi apa mereka
mampu menghadapi Perkumpulan Telapak Naga yang dipimpin oleh tokoh sesat yang
sakti" Sedangkan tadi, melawan satu
orang saja mereka tidak berdaya.
Belum lagi yang lain"
Pak Lurah geram. Mengapa harus
ada orang-orang sesat itu di muka bumi ini. Tetapi untuk keadilan dia pun
rela mengorbankan nyawa.
Penuh keyakinan Pak Lurah
mengangguk. Bersorak dengan disambut oleh yang lain penuh semangat. Mereka akan
berjuang semampu mereka!
"Baik! Kita atur rencana, lalu kita serang markas mereka! Kita gempur mereka
sampai titik darah penghabisan!
Dan sekarang, kembali kalian menjaga!"
Orang-orang yang rela berkorban.
Dengan semangat dan sorak gemuruh
mereka kembali ke pos mereka.
Ki Lurah mengajak beberapa orang
untuk mengurus jenazah Tapadwipa dan istrinya.
*** 4 Desa tetangga yang menjadi markas
Perkumpulan Telapak Naga bernama
Babakan Ngarai. Desa yang dulunya
tentram dan damai.
Udara yang sejuk selalu membuat
penduduk Babakan Ngarai bekerja dengan giat.
Tetapi sejak orang-orang Telapak
Naga berdatangan ke desa itu, Babakan Ngarai seperti mereka. Orang-orang itu
mengacau dan mengobrak-abrik seisi
desa itu. Bahkan kalau ada nama yang lebih
pedih daripada neraka, pasti itu lebih tepat.
Memang ketika datang, orang-orang
Telapak Naga tidak membuat onar.
Mereka menunjukkan sikap sebagai tamu yang baik. Lurah Babakan Ngarai yang
bernama Ringkihsamin, menyambut
kedatangan mereka dengan baik.
Namun tinggal namun. Nasib Ringkihsamin tak ubahnya dengan Ki Lurah Lanangneweng. Tetapi lebih naas nasib
Ringkihsamin. Dia ditemukan mati terbunuh
dengan tubuh hancur. Dan di dada dan perutnya ada gambar cap lima jari.
Tentunya bekas pukulan orang Telapak Naga.
Jadilah Babakan Ngarai desa yang
mengerikan. Bagaimana tidak" Pajak dinaikkan
dengan seenaknya. Ongkos hidup susah.
Dan kadang masih dirampok dan
dipukuli. Orang-orang laki yang kuat dan gagah, diharuskan menjadi anggota
Telapak Naga. Yang tua dan tak mampu mereka bunuh dengan sadis, di hadapan anak
dan istrinya. Yang lebih menyeramkan sudah
tentu nasib kaum wanitanya. Tak
perduli gadis, perawan, wanita yang bersuami, ataupun yang sudah lanjut, kalau
mereka suka, ditariknya wanita itu kesemak-semak. Dan digilir
beramai-ramai sampai pingsan!
Nasib yang menyedihkan.
Maka tak jarang gadis-gadis
banyak yang bunuh diri sebelum atau sesudah diperkosa.
Walaupun yang sedikit berani,
bisa bermanis muka dan dengan sukarela menjadi selir salah seorang dari
anggota perkumpulan itu atau dari
ketuanya. Tapi yang menghargai harkat
kewanitaan" Mereka lebih rela mati
daripada diinjak-injak kehormatannya.
Dan bisa ditebak, lambat laun
kaum wanita didesa itu berkurang.
Itulah sebabnya, Perkumpulan Telapak Naga beralih mencari wanita ke desa
sebarang! Sasarannya desa Jatiberingin! Yang terkenal akan
kecantikan dan kemolekan mojangnya.
Dan Krampelaksa sudah mengirim
utusannya Untuk berbicara dengan Ki Lurah Lanangneweng yang jelas-jelas menolak
permintaan itu.
Bayangan hitam itu berkelebatan
dengan cepat. Di pundak orang itu
tubuh seorang gadis terkulai lemah.
Dialah Caturseta yang memakai ilmu
larinya untuk menghindari kejaran
orang-orang Jatiberingin.
Tugas hampir dijalankan dengan
baik. Orang-orang itu tidak ada yang
sanggup mengejarnya. Namun tanpa
disadarinya, sejak tadi ada yang
membuntuti. Seorang wanita cantik
berlengan buntung.
Gerak dan langkahnya kelihatan
lebih hebat daripada Caturseta. Dialah Pratiwi yang lihai.
Di depan rumah yang megah,
Pratiwi berdiri. Dua orang penjaga di sana tidak banyak. Begitu mengenali
Caturseta. Mereka membuka pintu.
Caturseta langsung" masuk dan
menuju ke ruang tengah, di mana
ketuanya menunggu dengan tidak sabar.
Dan matanya langsung melotot penuh
birahi melihat kerja Caturseta yang membawa hasil.
Ia bangkit dan tertawa nyaring.
Bertepuk. Memberi tanda agar Caturseta
meletakkan 'buruan' itu.
Caturseta menurunkan gadis itu
dalam posisi terlentang, hingga
ketuanya bisa melihat kecantikan wajah dan kemontokan tubuh gadis itu, yang
nyata tercetak oleh pakaian tipis yang dikenakannya.
Krampelaksa menjilat-jilat bibir-
nya. Matanya berkilat-kilat.
"Ha... ha... kerja yang bagus, Caturseta!" puji sang ketua. "Sebagai imbalannya,
kau boleh ambil gadis ini besok, setelah aku pakai... ha...
ha...!" Caturseta membungkuk hormat,
gembira. Sejak tadi dia sudah panas dingin memanggul dan memeluk tubuh
gadis itu. Kalau saja dia tidak ingat akan ketuanya, sudah digarapnya lebih dulu
perawan cantik itu.
Tapi jika ketahuan dia yang
menggarap, bisa mampus tergantung
besoknya! Namun keinginan itu akan
terpenuhi besok.
Ketuanya akan memberikan gadis
itu kepadanya. Biar bekas tidak
mengapa, baru satu kali pakai.
Apalagi dia sering menikmati
tubuh wanita yang sudah berulang kali dipakai teman-temannya!
Besok, besok dia akan terbang ke
sorga! Gembira Caturseta membayangkan
itu. Dia buru-buru berpamitan.
"Terima kasih, Ketua! Saya mohon diri!" kata Caturseta seraya undur ke belakang.
Ia melangkah ke samping dari bagian gedung itu.
Di pojok dekat taman sana, dia
tinggal. Rumah mungil yang indah dan dirasakan Caturseta
bagai sorga dunianya. Sorga yang indah. Di sana sudah ada dua wanita cantik yang
menunggu. Itu wanita desa Babakan
Ngarai, yang diambilnya sebagai wanita simpanannya.
Begitu sampai, dia memanggil
kedua wanita itu yang
langsung terburu-buru menghampirinya. Ia
mencowel kedua pipi wanita itu. Dan mencubitnya dengan gemas.
"Kalian semakin cantik saja! Ayo kita main-main sejenak!"
Kedua wanita itu terdiam. Siksaan
yang amat pedih yang merasa rasakan setiap kali melayani Caturseta. Namun
menolak berarti maut, dan keduanya
belum mau mati. Tak ada jalan lain.
Dengan menahan air matanya agar tidak jatuh,
Kedua wanita itu melayani
Caturseta yang terkekeh-kekeh ke-
enakan. Yah... tirani benar-benar telah
menjajah desa Babakan Ngarai. Desa
yang diimpikan sebagai desa yang damai dan sentosa, sekarang bagaikan suatu
wabah penyakit menular, yang ditakuti setiap orang.
Di dalam ruangan yang megah,
Krampelaksa sedang memperhatikan gadis yang terlentang itulah Murni yang baru
tersadar dari pingsannya terbelalak kaget. Di mana dia berada" Dan siapa orang
ini" Dia ingin bergerak, tapi tubuhnya
terasa kaku. Dia ingin berteriak, tapi suaranya bagaikan menghilang.
Krampelaksa tertawa pelan. Lalu
membungkuk. Tangannya membelai dada Murni yang montok yang hanya bisa
mendelik dengan marah.
"Ha... ha... jangan galak-galak, Nona. Sebentar lagi kau akan kuajak bersenang-
senang. Hmm, aku sudah tidak sabar ingin menikmati kehangatan
tubuhmu." Sehabis berkata begitu Krampelaksa membawa Murni ke kamarnya.
Gadis itu ingin meronta, tapi tetap tak bisa.
Dibaringkannya tubuh Murni di
ranjang. Lalu dia sendiri membuka


Pendekar Bayangan Sukma 3 Petaka Cinta Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bajunya. Dengan gerakan cepat
Krampelaksa melepaskan totokan di urat leher dan punggung. Ketika mulut Murni
terbuka dengan mengeluarkan tenaga
dalam sedikit! Krampelaksa melempar pil ke mulut
Murni yang langsung tertelan.
Murni tersedak. Dia bangkit dan
berseru marah, "Bangsat rendah, kembalikan aku kerumahku"
Krampelaksa hanya tertawa. Gadis
itu akan membentaknya lagi. Tapi tiba-tiba Murni merasakan hawa panas di
tubuhnya. Dan kepalanya agak pening.
Rupanya pil yang ditelan Murni tadi adalah pil perangsang dosis tinggi.
Gajah pun akan terangsang diberikan pil itu.
Tubuh Murni menyentak-nyentak.
Nafsu birahinya naik.
Keinginannya yang satu itu mendadak begitu
menggebu. Krampelaksa terbahak. Dia tidak membuang waktu lagi. Langsung
diterkamnya tubuh gadis itu!
Rupanya tanpa setahu Krampelaksa,
perbuatannya itu ada yang mengintai dari atas genting. Si Selendang merah, yang
kini menahan nafas melihat adegan yang mengasyikkan di bawah sana.
Dia tadi terkejut, tidak menyang-
ka siapa sebenarnya orang yang bernama Krampelaksa yang berjuluk Naga Putih
Peminum Tuak. Disangkanya orang itu hanyalah seorang tua yang jelek dan kerap
kali minum tuak. Tapi ini tidak.
Orang Itu seorang pemuda yang tampan dan gagah, juga tidak meminum tuak.
Malah kalau dilihat dengan seksama,
orang itu lebih muda dari Caturseta!
Dan Pratiwi yakin, gelar peminum
tuak itu bukan arti yang sebenarnya.
Tapi sebagai orang pemetik bunga!
Melihat ketampanan dan kegagahan
Krampelaksa, menitik air liur Pratiwi.
Dia menginginkan pula pemuda itu.
Tidak perduli bukan perjaka lagi, tapi dia ingin! Maka dia menunggu sampai
pemuda itu selesai menggarap korbannya.
Hampir satu jam barulah
'pertarungan' itu selesai. Pratiwi
langsung mendobrak genting dan turun ke bawah. Krampelaksa yang masih ngos-
ngosan terkejut. Dia menyambar celananya. Tapi begitu dilihatnya yang
datang seorang wanita cantik dia
tersenyum. Santai saja dia memakai
celananya. "Ada apa gerangan Nona malam-
malam begini datang kemari?"
Pratiwi tersenyum memikat. Ia
melangkah dengan genit. "Aku ingin seperti gadis itu...."
Krampelaksa terkejut, tapi kemudian tersenyum. Ia membuka kedua tangannya lebar-lebar
menyambut Pratiwi dalam pelukannya. Dasar kedua-duanya manusia sesat, manusia yang tak
bisa menahan nafsu. Di dalam kamar itu terulang lagi kemaksiatan yang hina!
Perbuatan jijik yang dilakukan
oleh budak-budak nafsu! Nafsu memang
membuat orang lupa daratan, apapun akan dilakukan untuk memuaskan nafsu itu.
Orang yang sudah dikuasai nafsu begitu berbahaya. Itulah sebabnya,
orang disuruh belajar bersabar.
Maksudnya agar bisa mengekang nafsu apa pun juga!
Setelah perbuatan hina itu
selesai, Pratiwi mulai dengan
rencananya. Untuk menjerumuskan Nindia dalam pelukan Krampelaksa! Jelas saja
Krampelaksa girang bukan main. Ini
suatu suguhan yang bagus! Lagipula, dia pun masih bisa menikmati tubuh
Pratiwi yang hangat, yang sudah lihai dalam urusan begituan.
Pratiwi bangkit. Menggeliatkan
tubuhnya yang pegal. Lalu berpaling pada Krampelaksa.
"Tapi aku punya syarat untuk
itu!" Krampelaksa hanya tertawa. "Ha...
ha... akan kupenuhi semua permintaan-mu, Manis...."
Pratiwi tersenyum. Rupanya
pimpinan Perkumpulan Telapak Naga
sudah hampir bisa dikuasainya. Lalu dia berkata, "Aku minta, kau harus tunduk
pada perintahku!"
Sedetik Krampelaksa terkejut.
Tapi di detik lain dia kembali
tertawa. "Baik, baik, apa pun yang kau
perintahkan, akan kulakukan...."
"Hik... hik... bagus. Aku suka padamu, Krampel. Sekarang dengarkan aku... aku
punya dendam pada seorang yang bernama Madewa Gumilang. Dendamku itu akan
kulaksanakan dipuncak Halimun beberapa bulan yang akan datang.
Ketahuilah, Krampel... pemuda itu
punya kesaktian yang hebat... dia
murid tunggal Ki Rengsersari alias
Pendekar Ular Sakti...."
"Apa" Pendekar Ular Sakti"!"
Krampelaksa agak terkejut mendengarnya. Dulu gurunya pernah bercerita
tentang kehebatan Pendekar Ular Sakti, tapi kemudian diketahui kalau orang sakti
itu sudah mampus. Tapi kemudian Krampelaksa tertawa. "Aku tidak takut pada
muridnya...."
Pratiwi tersenyum genit. "Aku
sudah duga itu. Dan kamu tahu apa
keinginanku...."
"Tak perlu kuatir, Manis. Aku akan membantumu menghadapi pemuda itu.
Belum tentu dia mampu menandingi ilmu Telapak Nagaku yang lihai."
Pratiwi terkikik penuh hasutan.
Dia merasa rencananya sudah matang.
Sekarang harus segera kembali sebelum Nindia terbangun dan matahari terbit.
Dia mencium dulu Krampelaksa
sebelum pergi. "Aku akan membawa gadis itu padamu Jum'at yang akan datang!"
Lalu "wutt!" Pratiwi melesat dan menghilang bagai bayangan. Tapi harum
tubuhnya yang membuat orang bisa mabuk birahi tercium di hidung Krampelaksa.
Itulah Ilmu Pengharum Tubuh yang
dipunyai si dewi cabul alias Selendang Merah.
*** 5 Deburan ombak yang keras
terdengar beberapa kali. Suasana
daerah itu sunyi dan menyeramkan.
Tetapi dari kejauhan terlihat dua
bayangan berkelebat dengan cepat dan ringannya. Seakan berlomba adu
kecepatan berlari.
Kedua pemuda itu berwajah tampan.
Hanya yang satu lebih besar dan tegap dan yang satunya lagi lebih kecil,
tapi jelas kalau keduanya punya ilmu silat yang tinggi.
Kedua orang itu berhenti sambil
menatap derasnya ombak yang ber-
kejaran. "Di mana tanah genting itu,
Saudara Madewa?" tanya yang bertubuh kecil yang kita ketahui adalah sahabat baru
Madewa Gumilang yang bernama Adi Permana atau Camar Walet Putih Dari Utara!
"Aku pun tidak tahu tempatnya,"
sahut pemuda yang berdiri di
sampingnya sambil memandang berkeli-
ling. Madewa memang hendak mencari
tanah genting di mana putri dari
Abindamanyu ditawan oleh Wirapati.
Madewa sudah menceritakan semua itu pada sahabat barunya.
Tadi Madewa menolak sahabat
barunya itu ikut ke tanah genting yang berada di sebelah timur laut selatan.
Dia pikir ini urusan pribadinya dengan Wirapati setahun yang lalu. Tapi
sahabat barunya itu tetap ingin ikut.
Dengan seperti anak perempuan sahabat barunya itu ngambek!
Akhirnya tak ada pilihan lain,
Madewa mengajaknya. Sahabat barunya itu sebenarnya tengah melakukan suatu tugas,
di mana hendak melacak pembunuh ayahnya!
Tiba-tiba Madewa ingat, tanah
genting itu berada di sebelah timur.
Dia cepat mengajak sahabat barunya itu ke sana. Dengan mempergunakan ilmu
lari, keduanya saling kejar mengejar.
Tetapi tetap jarak mereka berbarengan, tak ada yang kalah dan menang. Namun
dalam hati Madewa merasa, ilmu larinya masih berada jauh di atas ilmu lari Adi
Permana. Sementara Adi Permana
merasa, kalau sahabat barunya itu
hanya mengeluarkan setengah dari ilmu larinya!
Tak kurang dari setengah jam,
keduanya tiba di tanah genting.
Suasana di sini lebih mencekam. Sunyi.
Dan pohon-pohon besar yang tumbuh
membuat bulu kuduk meremang
melihatnya. Diam-diam Madewa heran
melihat Adi Permana. Sebagai orang
yang lama berdiam di gunung, kenapa nampak pucat melihat keadaan daerah ini.
Seolah dia belum pengalaman
menginjakkan kakinya ke tempat semacam ini!
Tetapi Madewa tidak lagi
mempersoalkan hal itu, karena suara yang menyeramkan terdengar dari atas.
Begitu menakutkan! Lagi-lagi Madewa melihat teman barunya itu seperti
ketakutan. Wajahnya memucat. Padahal Madewa yakin, kalau ilmu silat yang
dimiliki temannya itu tinggi!
Madewa memperhatikan sekeliling-
nya. "Wirapati, cepat kau tampakan
batang hidungmu, karena aku tidak
sabar untuk membunuhmu!" bentak Madewa dengan disertai tenaga
dalam dan terlihat kalau suaranya menggema
sampai ke pantai laut selatan.
Tetapi bentakannya hanya disambut
oleh tawa mengejek Wirapati yang
menunggu sejak lama.
"Bangsat! Cepat kamu keluar!!"
"He... he... pemuda tolol,
teriak-teriak tak ada gunanya!"
terdengar bentakan itu. Sekarang ilmu arah belakang. Madewa cepat berbalik.
Nyalimu sungguh besar, Pemuda tolol!
Ketahuilah, sekarang adalah hari
kematianmu karena ulahmu yang membunuh kedua saudara seperguruanku! Keduanya
akan merasa aman kalau kau sudah
mampus di tanganku!!"
"Cepat kau keluar! Aku... pun
sudah tak sabar ingin menghajarmu!"
"He... he...!" Tiba-tiba Madewa merasakan angin dahsyat dari belakang.
Pukulan jarak jauh yang berbahaya. Dia membentak. Sambil menubruk temannya yang
terbengong, dia berguling
berkelit. Pukulan itu luput menimpa pohon yang langsung tumbang.
"Bangsat keji! Kau berani berbuat curang, Cepat keluar!" geram Madewa seraya
bangkit Adi permana pun berbuat demikian. Kali ini dia bersiaga.
Bahkan dia mencabut sepasang pedangnya dengan sigap!
"He... he... kalau kau tidak
ingin mati konyol cepat serang aku, Madewa... sebelum serangan gelap yang lain
datang...."
"Bangsat!" Madewa mendengus.
Tetapi sejurus kemudian dia berdiam.
Berkonsentrasi Rupanya dia tengah
mengeluarkan ilmu andalan pemberian gurunya, ilmu pandangan menembus
sukma. Penglihatannya dapat menembus jarak yang jauh dan gunung sekali pun.
Maka di detik lain terlihatlah di
matanya, kalau Wirapati tengah
ongkang-ongkang kaki di atap pohon
sebelah kanan darinya. Lalu melompat berpindah. Sesekali
dia berada gelayutan di pohon sebelah kiri Adi Permana.
Tiba-tiba Madewa membentak. Dan
"Ciaaat!"
Tubuhnya menerjang ke atas dengan
cepat. Wirapati terkejut. Dia langsung berkelit dengan jalan bersalto dan
hinggap ke bawah. Madewa pun berbuat yang sama. Dan kini keduanya
berhadapan dengan
gagah. Wirapati
mendengus jengkel. Ternyata pemuda itu tahu permainannya di atas pohon dan kini
tertawa mengejek melihatnya pias.
"He... he... Wirapati, Wirapati!
Sekali pun kau bersembunyi di dasar bumi, aku akan tahu tempatmu...!"
Madewa mengejek. Tapi tawanya tahu-
tahu terhenti. Dia membentak,
"Sekarang, dl mana kau sembunyikan putri Nindia! Cepat berikan padaku
Wirapati... kalau kau tak mau tubuhmu lumat kuhancurkan!"
Itu bukan gertakan sambal,
Wirapati pun tahu hal itu. Tapi
percuma kalau dia takut. Dia sudah
mempunyai ilmu yang diandalkannya
sekarang. Lagipula, Nindia dibawa
pergi oleh Pratiwi. Biar dia berpura-pura Nindia berada di dalam. Dia harus
membunuh dulu pemuda setan Ini.
Misalnya dia kalah, biarlah dia mati menyusul saudara seperguruannya, yang
penting dia sudah membalaskan
dendammu. Dan lagi masih ada dewi
cabul yang mendendam juga. Nanti dia akan memberitahu di bawa siapa Nindia dan
ditunggu di mana pemuda itu oleh Pratiwi.
Sekarang, dia harus berpura-pura
Nindia ada padanya!
"Kau pikir kau mampu
mengalahkanku, Pemuda edan! Jangan
mimpi di siang bolong! Demi langit dan bumi,
hari ini adalah hari
kematianmu!"
"Jangan banyak bacot, di mana
Nindia kau sembunyikan!"
"Dia tidak kurang apa-apa, bocah!
Hanya kau boleh tahu, sampai besok kau tidak menolongnya, gadis itu sudah
akan mati, karena sudah kuberi racun yang sangat ganas namun menghisap


Pendekar Bayangan Sukma 3 Petaka Cinta Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

korbannya secara perlahan," sahut Wirapati berbohong agar Madewa kelihatan
beringas. Dan benar, pemuda itu langsung menyerangnya demi jurus ular mematuk
katak. Gerakannya cepat dan tangannya
meliuk mirip ular. Tapi Wirapati cepat berkelit lalu memapakinya dengan ilmu
yang dimilikinya.
Tempat itu sekarang menjadi
ramai. Dua orang jago yang bertarung laksana
seribu ekor gajah yang mengamuk di tempat itu.
Adi Pernama hanya menyaksikan
saja. Diana diam dia ngeri melihat
pertarungan yang berbahaya itu. Tapi detik kemudian, dia mempersiapkan
kedua pedangnya. Dia harus membantu Madewa Gumilang membunuh orang jelek itu.
Apalagi tadi nyawanya sudah
diselamatkan pemuda itu dari serangan gelap Wirapati!
Maka sambil menjerit dia masuk ke
arena pertarungan. Kedua pedangnya
berkelebat dengan cepat. Dan menyambar tempat-tempat yang berbahaya di tubuh
Wirapati. Wirapati menjerit kaget. Dia menghindar sambil mencabut pedangnya.
"Bangsat cilik, kau berani-
beraninya mencampuri urusanku!"
"Masa bodoh! Kau pun tadi hendak merenggut nyawaku! Saudara Madewa,
izinkan aku untuk membalas sakit
hatiku karena ulahnya tadi!!"
Tetapi Madewa menggeleng, lalu
berkata tegas, "Saudara, kau tidak perlu ikut campur! Ini urusan kami
berdua, sebaiknya kau minggir saja."
"He... he... betul, betul,...
nanti kalau dia sudah mampus, kau baru maju, bocah cilik!" ejek Wirapati sambil
meloncat setindak. Dan
memainkan jurus pedangnya.
Tetapi Adi Pernama tidak mau
mundur. Dia tetap jengkel akibat ulah Wirapati tadi. Tanpa menghiraukan
seruan Madewa, dia menyerang Wirapati!
Perbuatannya nekat sekali, karena dia
masuk ke gulungan pedang Wirapati!
"Saudara!" jerit Madewa.
Tapi terlambat. Pedang di tangan
Adi Permana sudah menyambar kepala
Wirapati. Namun Wirapati cepat
menangkis. Dan gerakannya sukar
ditebak, ilmu pedangnya aneh. Dia
ganti menyambar pergelangan kaki Adi Permana, lalu menepis bahu pemuda itu yang
langsung menekap bahunya yang
berdarah karena tak sempat berkelit!
Madewa memburu. "Saudara, sudah kukatakan tadi, kau tidak perlu ikut campur
urusan ini. Sebaiknya kau
beristirahat!"
Adi Permana mengangguk. Sepasang
pedangnya dimasukkan lagi kesarungnya.
Dia merasa ilmunya tak berguna sekali.
Percuma dia pergi dari perguruan untuk mencari pembunuh ayahnya kalau hanya
sekali gebrak dia sudah kalah.
Setelah yakin Adi Permana mau
menuruti sarannya, Madewa berbalik
pada Wirapati. "Kita teruskan permainan ini,
Wirapati!"
"He... he... mau cepat-cepat
mampus rupanya. Baik!" Wirapati menerjang dengan jeritan hebat.
Pedangnya menyambar ke sana kemari.
Madewa dengan mengandalkan kelincahan dan ilmu peringan tubuhnya, berkelit
menghindar sambaran pedang itu. Diam-diam dia merasa heran. Wirapati salah
seorang dari Tiga Dewa Penunggang Kuda memiliki ilmu pedang yang sangat aneh.
Setahu Madewa dulu Wirapati bergelar pukulan tangan geledek yang hanya
mengandalkan pukulan saja. Tetapi kini dia memiliki ilmu pedang yang aneh.
Madewa tidak tahu, kalau Wirapati
tengah mengeluarkan ilmu pedangnya yang baru, yang bernama ilmu pedang Membelah Mega!
Madewa sudah merasakan betapa
hebatnya ilmu pedang itu. Dia
membentak dan bersalto keluar dari
lingkaran pedang itu.
Dia mendecak, "Ilmu pedang yang luar biasa!"
Wirapati terkekeh. "Kau jeri
melihat kelihaianku sekarang, Madewa"
Sudah kukatakan, kau akan mampus hari ini! Tahan serangan!!"
Wirapati kembali melancarkan
serangannya. Pedangnya berkelebat
dengan hebat. Madewa berkali-kali
berkelit dan tidak diberi kesempatan untuk membalas. Jurus Ular Meloloskan Diri
dan ditambah dengan kelincahannya membuat Madewa luput dari serangan
yang hebat itu.
Wirapati berteriak dengan hebat.
Kembali angin yang ditimbulkan oleh pedang itu bersiuran dengan hebat.
Madewa tetap berkelit dan
berjumpalitan. Tiba-tiba terdengar
seruan, "Saudara! Pakai pedangku!!" !
Sambil bersalto Madewa menangkap
sepasang pedang yang dilempar oleh Adi Permana.
"Tep!"
Pedang berhasil disambarnya, tapi
belum lagi dia menjejakkan kakinya ke tanah, pedang Wirapati sudah
menyambar. Tak ada jalan lain. Dengan sebisanya Madewa menangkis.
"Des!!"
"Traangg!"
Benturan kedua pedang itu
menimbulkan pijar yang amat terang.
Keduanya terhuyung. Dari mulut Madewa keluar cairan darah.
Sedangkan Wirapati kembali berdiri dengan cepat tanpa cidera sedikit pun!
Jelas Wirapati yang menang. Sebab
Madewa tengah bersalto di atas,
seluruh tenaga dalamnya hanya dipakai untuk kekuatan saltonya, tidak untuk
menangkis. Dan begitu serangan
Wirapati dengan sepenuh tenaga
dalamnya datang, Madewa kewalahan.
Wirapati tertawa mengejek.
"Ha... ha... inikah murid
Pendekar Ular Sakti yang hebat itu"
Bah, nol besar! Madewa... detik ini nyawamu
harus melayang!" Wirapati
menengadah ke langit-langit yang
megah, saksikanlah, hari ini aku akan membunuh orang yang bernama Madewa
Gumilang!"
Wirapati sudah bersiap. Adi
Permana berseru, "Awas, Madewa!!"
Madewa bangkit dengan memper-
siapkan pedangnya. Kali ini dia
menghindar jalan darah di pergelangan tangan Wirapati, agar pedang yang
dipegangnya terlepas. Maka begitu
Wirapati menerjang, dia cepat mem-
babatkan pedangnya ke pergelangan
tangan Wirapati.
Wirapati terkejut. Dia menggeser
tangannya ke kanan. Dari samping dia membalas. Tetapi belum lagi gerakannya
sampai, dia sudah menyodok perut
Madewa dengan pedangnya! Madewa
sekarang yang terkejut. Keanehan dan keampuhan ilmu pedang itu membuatnya
bingung. Dia menghindar dengan cepat.
Tapi satu sontekan kaki pada lututnya membuat dia terhuyung.
Dan Wirapati sudah mengejar
dengan pedangnya. Tak ada kesempatan bagi Madewa untuk mengelak. Menangkis pun
sudah tak ada waktu lagi. Ujung pedang itu sudah mengancamnya.
Namun tiba-tiba keanehan terjadi.
Tubuh Wirapati mental sebelum maksudnya tercapai. Dan jatuh muntah darah!
Madewa menghela nafas panjang.
Keanehan itu terjadi lagi. Kehebatan ilmu yang didapatnya ketika secara tak
sengaja menghisap air dari rumput
kelangkamaksa, yang membuatnya bisa membalikkan serangan lawan jika sudah
terdesak betul. Ilmu itu tidak bisa
digunakan sembarangan. Dalam keadaan menang dia pun tidak bisa
menggunakannya. Dan memang Madewa
tidak tahu cara mengeluarkannya!
Adi Permana terkejut. Tadi dia
sudah membayangkan kalau sahabat
barunya akan mampus di ujung pedang Wirapati, tapi kini terlihat kawannya tegak
dengan sempurna. Adi sudah
bermaksud hendak menolongnya tadi.
Wirapati menggeram hebat.
"Setan! Dulu pun kau mengalahkan kami dengan ilmu setanmu itu, tapi sekarang
sambutlah, Pukulan Naga Menguak Langit!"
Sesudah itu Wirapati menggerang
hebat. Tangannya meregang. Dan dari dua kepalannya terlihat asap merah
berkepulan. Menandakan inti dari ilmu itu sudah sampai di dua kepalannya.
Madewa merasa, kali ini dia harus
menggunakan pula Pukulan Bayangan
Sukma warisan gurunya yang hebat itu.
Dia pun berkonsentrasi. Dan kedua
tangannya menggeluarkan asap putih.
Kini keduanya sudah berhadapan.
Masing-masing menatap lawannya dengan nafsu ingin membunuh! Dan Wirapati
sudah mengerang dengan hebat. Dia
menyerbu. Madewa pun tak mau kalah.
Dia berbuat hal yang sama.
Memapakinya! Jeritan Adi Permana terdengar.
Dan terdengar gelegar dari tempat itu.
Kedua jotosan yang penuh tenaga sakti beradu.
"Duaarr!"
Keduanya kembali terhuyung. Tapi
kali ini berbalik. Yang muntah
darah... Wirapati, sedangkan Madewa tetap biasa walau nafasnya ngos-ngosan!
Kejadian yang mendebarkan!
Wirapati diam-diam mengeluh. Ilmu
Pukulan Naga Menguak Langit, yang
dipelajarinya selama setahun, ternyata belum mampu juga menandingi
ilmu Pukulan Bayangan Sukma! Merasa sudah tak mampu lagi, Wirapati menjadi
nekat. Biar bagaimana pun dia harus bisa membunuh pemuda ini, paling tidak
memberi kenangan yang tak terlupa
selama hidupnya!
Sambil menggeram hebat dia
melompat menerjang dengan segenap ilmu saktinya itu. Madewa pun kembali
memapaki. Dan kembali pula benturan dua buah tenaga sakti terjadi. Kali ini
benar-benar mematikan. Madewa
jatuh terhuyung dan muntah darah.
Sementara Wirapati jatuh dalam keadaan sekarat. Tubuhnya terasa sakit sekali
menyentak-nyentak aliran darahnya!
Benar-benar tidak ada harapan
untuk membunuh pemuda berpakaian
putih-putih itu. Tapi dia teringat, masih ada Pratiwi yang bisa membunuh pemuda
itu. Dengan sisa tenaganya yang lemah, Wirapati berkata tersendat, "Pe..
pemuda gila... kau... tak akan
menemukan.. gadis itu di sini....
Dia... dia... dibawa Pratiwi si
Selendang Merah.... Dan kau... ditunggu di puncak gunung Halimun...tiga bulan
men... datang... aku... ohhh!"
Tamatlah nasib Tiga Dewa
Penunggang Kuda. Adi Permana berlari memburu Madewa. Dia pun masih terluka,
namun dia cepat menubruk pemuda itu.
Dan memberikannya sebuah pil putih.
Madewa cepat menelannya. Badannya
terasa agak mendingan. Adi Permana
sendiri pun sudah menelan pil itu.
"Bagaimana keadaanmu, Saudara?"
"Ah... agak baikan. Terima kasih Adi, atas pilnya." Adi Permana membantu Madewa
bangkit. Madewa
berkata lagi, "Kita harus mencari desa yang terdekat.... Untuk menunggu saat
tiga bulan mendatang...."
Sambil membimbing Madewa
melangkah, Adi Permana bertanya, "Aku tidak tahu siapa Pratiwi si Selendang
Merah itu?"
Madewa mengeluh. Masih ada
persoalan lagi rupanya. Pratiwi, dewi cabul yang menjadi musuhnya sejak
dulu. Ada persoalan apa lagi
dengannya" Lagi Madewa mengeluh. Telah lama dia bertekad hendak mencari
ayahnya... namun kembali masalah ini
membuat perjalanannya terhambat (baca: Pedang Pusaka Dewa Matahari).
Keduanya terus melangkah. Begitu
senja turun, keduanya tiba di desa
Babakan Ngarai!
"Ya, aku yakin! Dia putraku! Aku yakin!" terdengar seruan itu. Dan yang berseru
muncul dari balik semak.
Dan terdengar makian, "Bah!
Ingat, Karto... sekian lama kau tidak menjumpai anak itu! Bagaimana mungkin kau
bisa mengenali anak itu!"
"Diam kau, Pandan! Ini urusanku!
Naluri kebapakanku menyatakan dia
anakku!" Pandan Ningsih mendengus. Lalu
terdiam. Hatinya galau. Betapa harunya dia mendengar kata-kata itu. Naluri
kebapakan. Dia tidak mempunyai naluri macam
itu. Tak sekali pun naluri keibuan.


Pendekar Bayangan Sukma 3 Petaka Cinta Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Untuk menutupi rasa harunya itu dia membentak, "Kau mau apa lagi?"
"Aku akan terus mengikuti pemuda itu dengan kawannya! Anakku sungguh luar biasa.
Dia mampu mengalahkan
orang sakti tadi!"
"Bah!"
"Kau jangan melecehkan anakku, Pandan!"
"Jelas saja dia menang. Karena ada bantuan temannya."
"Tapi anakku lebih sakti!"
"Tidak. Teman anakmu yang sakti.
Dia mampu membunuh perlawanan orang yang bernama Wirapati itu!"
Kartonggolo menjadi panas.
"Kau pun belum tentu menang
melawan anakku, Pandan!"
Pandan Ningsih terbahak.
"Anakmu" Ha-ha-ha... ingat
Karto... anak ini laki-laki. Biar
bagaimana pandainya ilmu anakmu, dia pasti akan bertekuk lutut di kakiku"
"Setan! Kau hendak mempengaruhi anakku pula?"
"Tidak. Aku sudah cukup puas
dengan ayahnya."
"Hhh!" Kartonggolo mendengus.
Sejak tadi dia dengan istrinya
memperhatikan orang-orang
itu bertanding. Kartonggolo berdebar keras melihat betapa gagahnya anak itu
menghentikan serangan lawannya.
Ya, dia yakin. Salah seorang dari
mereka itu anaknya. Yang lebih kecil dan berkumis tipis itu anaknya!
Dia yakin. Tompel besar di tangan kiri anak
itu sudah merupakan tanda yang berarti buatnya.
Dia akan tetap mencari dan
mengikutinya "Pandan, lebih baik kau pulang.
Aku bisa menyelesaikan urusanku ini sendiri."
"Tidak!" Pandan Ningsih
menggeleng tegas
Lalu merajuk, "Karto... kita sudah sama-sana tua....
Masa kau tidak mengizinkan aku ikut"
Aku kan istrimu...."
"Tapi kau hendak membunuh
anakku." Mendadak Pandan Ningsih mengang-
guk, tegas. "Ya!"
"Nah, lebih baik kau pulang."
"Tidak, anak itu akan merebut
kasih sayangmu dariku! Aku tidak
perduli dia anakmu atau bukan. Aku harus membunuhnya! Aku tidak mau kau membagi
kasih sayangmu padanya."
Kartonggolo mendengus jengkel.
"Betapapun menyebalkan aku. Karena aku sayang kamu."
"Bah!" Kartonggolo mengambil tongkatnya. Lalu melangkah.
Pandan Ningsih menyusul, "Aku
ikut, Karto!"
Kartonggolo diam saja. Terus
melangkah. Begitu pula dengan istrinya. Dia mengikuti dengan senyum.
Tertawa sambil bernyanyi-nyanyi.
Tingkahnya cepat berubah. Memang,
Pandan Ningsih akhir-akhir ini cepat berubah. Kadang marah. Kadang
tersenyum. Kadang merajuk. Pokoknya memusingkan Kartonggolo.
Tetapi Pandan Ningsih istrinya.
Dia tidak boleh meninggalkannya begitu saja. Biar bagaimana pun dia istrinya
yang tersayang, walau bukan ibunya
Madewa. Oh, bagaimana dengan nasibnya
Warsih sekarang"
*** 6 Sudah tiga kali Nindia memergoki
Pratiwi keluar malam. Dan dia tidak tahu apa kebutuhan Pratiwi di malam itu. Dia
hanya pura-pura tidur kalau Pratiwi bangun dan meloncat dari
jendela. Malam ini pun demikian. Nindia
sengaja tidak tidur, namun matanya
terpejam agar disangka tidur oleh
wanita berlengan buntung itu. Tepat tengah malam, Pratiwi bangkit.
Memeriksa sebentar pada gadis itu, lalu meloncat keluar melalui jendela.
Begitu Pratiwi menghilang, Nindia
cepat melompat. Dia jadi penasaran
sekali melihat tingkah si dewi cabul.
Dengan keinginan yang bulat
dia mengikuti ke mana Pratiwi pergi. Namun dia bukanlah seorang wanita yang ahli
silat. Dia tidak punya ilmu lari
cepat. Dia hanya seorang wanita yang anggun, lembut dan menggemari sastra.
Maka baru beberapa detik saja, dia
sudah kehilangan jejak. Pratiwi sudah menghilang entah ke mana.
Saat itu Nindia menyesali tidak
bisa bermain silat! Dengan lesu dia
kembali kekamarnya. Kembali direbahkannya tubuhnya di ranjang. Dia
merenung memikirkan tingkah aneh kawan barunya itu. Benar-benar aneh. Apa
tidak mungkin... Pratiwi menyelidiki kasus penculikan di malam Jum'at yang lalu"
Ah, apa mau dia sebenarnya.
Waktu itu dia saja berkata biar saja itu bukan urusannya. Jadi tidak
mungkin dia menyelidiki tentang
penculikan itu.
Sementara itu apa yang diduga
Nindia sebenarnya benar. Tapi tidak sepenuhnya, karena Pratiwi sudah asyik dalam
rangkulan Krampelaksa, yang tak perduli akan gadis yang dijanjikan
Pratiwi. Dia pun sudah senang Pratiwi mau
melayaninya. Dan dia benar-benar sudah mabuk kepayang. Pratiwi memang wanita
cabul yang hebat dengan ilmu pengharum tubuhnya siapa pun akan terlena. Tak
kecuali ketua Perkumpulan Telapak Naga ini. Apa pun yang diminta Pratiwi akan
dilakukannya! Pratiwi gembira karena ketua ini
sudah dalam genggamannya. Dengan
dibantu olehnya, mungkin dia bisa
mengalahkan musuhnya yang menimbulkan dendam kesumat yang dalam. Madewa
Gumilang, ajalmu tak lama lagi....
Setelah bicara sebentar mengenai
masalah dendamnya dengan Krampelaksa, Pratiwi pun kembali ke penginapan,
yang pemiliknya telah dia paksa dan ancam untuk mengizinkannya menginap selama
dua minggu tanpa bayar!
Nindia yang masih belum tidur
langsung memejamkan matanya begitu
Pratiwi datang. Pratiwi langsung
tertidur tanpa curiga pada Nindia yang mengetahui perbuatannya.
Keesokkan harinya seperti biasa
Nindia bangun. Dia tak bertanya
tentang tingkah aneh Pratiwi. Seperti biasa dia mandi. Sehabis mandi itulah dia
mendengar bentakan kasar dari
salah sebuah kamar, "Hei, Bangsat tua!
Kalau kau beritahu soal ini pada gadis di kamarku itu, kubunuh kau!!"
Nindia yakin itu suara si
Selendang Merah. Tapi bukankah wanita itu masih tidur tadi" Buru-buru dia
melesat ke kamarnya. Pratiwi sudah
tidak ada di ranjangnya! Rupanya dia bangun ketika Nindia mandi. Lalu apa maksud
Pratiwi membentak demikian" Dan siapa yang bentaknya"
Tahu-tahu pikiran jelek melintas
di benak Nindia! Pratiwi hendak
menjerumuskannya untuk dijadikan
santapan Krampelaksa. Biar bagaimana pun juga, dia baru mengenal Pratiwi, yang
disangkanya dewa penolong.
Berpikiran jelek begitu, Nindia
langsung melarikan diri. Dia berlari sekuat tenaga, menghindari si
Selendang Merah. Dan tanpa sadar dia
berlari di mana Krampelaksa berdiam dengan anak buahnya!
Pratiwi keluar dari kamar itu
dengan jengkel. Rupanya kepergiannya setiap malam diketahui oleh pemilik
penginapan itu. Pratiwi menjadi marah, dia kuatir rencananya akan tercium
oleh Nindia. Makanya dia cepat
mengancam dan memberi hajaran pada
pemilik penginapan itu!
Lalu dia menyelinap kembali ke
kamarnya. Disangkanya Nindia belum
selesai mandi. Dia berpura-pura tidur kembali. Namun ditunggu sampai sekian
Kelana Buana 9 Lembah Merpati Karya Chung Sin Pengelana Rimba Persilatan 15
^