Pencarian

Rahasia Darah Kutukan 2

Joko Sableng 42 Rahasia Darah Kutukan Bagian 2


"Jahanam! Kau...."
"Jangan berteriak atau membuat gerakan!" potong
Perempuan Kembang Darah sambil berpaling. "Jawab
saja tanyakan kalau kau ingin mendengar jawaban dari pertanyaanmu!"
"Itu pertanyaan gila!"
"Tapi perlu mendapat jawaban!"
"Aku tidak akan menjawab!"
"Berarti ganjalanmu akan terus berlangsung!"
Bidadari Tujuh Langit tegak dengan dada berguncang. Saat itulah matanya menumbuk
pada sosok Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala.
Beberapa saat perempuan ini pandangi dua gadis berbaju merah dan kuning dengan
perasaan tak karuan.
Tapi saat lain perempuan bertubuh bahenol ini geleng
kepala dengan menggumam.
"Mustahil.... Bukan! Bukan mereka!"
Di lain pihak, dipandangi Bidadari Tujuh Langit begitu rupa, mau tak mau membuat
Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala merasa tak enak
hati. Namun ingat akan tindakan yang telah dilakukan
orang terhadap mereka. Galuh Empat Cakrawala segera berbisik.
"Kalaupun benar dia orang yang kita cari, aku akan
membunuhnya!"
"Segalanya bisa saja terjadi! Mengapa sudah yakin
mustahil"!" Perempuan Kembang Darah berkata begitu
mendengar gumaman Bidadari Tujuh Langit yang tegak hanya dua langkah di
hadapannya. Bidadari Tujuh Langit sentakkan wajah ke arah Perempuan Kembang Darah. "Katakan
siapa adanya kedua gadis muridmu itu!"
Perempuan Kembang Darah tidak buru-buru buka
mulut. Sebaliknya menoleh ke arah Galuh Sembilan
Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala yang sama kancingkan mulut dengan mata
memandang tak berkesip
menunggu jawaban orang.
"Telingamu dengar pertanyaan orang! Mengapa tidak jawab"!" Bidadari Tujuh Langit
membentak karena
Perempuan Kembang Darah tidak segera buka mulut.
"Kau pernah berbuat gila pada mereka"!" Perempuan Kembang Darah balik ajukan
tanya. Bidadari Tujuh Langit angkat kedua tangannya. Namun kali ini Perempuan Kembang
Darah bukannya merasa takut. Sebaliknya tertawa perlahan seraya berucap.
"Kau tidak akan lakukan apa-apa padaku sebelum
kujawab pertanyaanmu...."
Bidadari Tujuh Langit menggeram. Kedua tangannya berkelebat. Namun setelah
jalan, dia hentikan gerakan kedua tangannya, membuat Perempuan Kembang Darah
makin keraskan tawa dan berkata lagi.
"Mengapa tidak kau teruskan"! Kau takut aku
mampus"!"
Kesabaran Bidadari Tujuh Langit pupus. "Aku tidak
butuh jawabanmu!" hardiknya. Kedua tangannya diteruskan berkelebat. Namun entah
mengapa tiba-tiba dia
belokkan arah kelebatan tangannya.
Bummm! Bummm! Tanah empat langkah di samping Perempuan Kembang Darah muncrat semburat.
Sebagian luruh bertaburan pada sosok mayat Iblis Muka Setan dan Perempuan
Kembang Darah. "Aku tak segan membuatmu seperti tanah itu kalau
kau tidak segera buka mulut!" bentak Bidadari Tujuh
Langit. Lalu angkat kedua tangannya lagi.
"Aku akan menjawab kalau kau jawab dulu pertanyaanku. Kau pernah berbuat gila
pada kedua gadis
itu"!"
"Mereka telah berani kurang ajar menipuku! Untung
aku memberinya dengan imbalan kenikmatan!"
"Hem... Begitu"! Apa rasanya lain"!"
Tampang Galuh Sembilan Gerhana dan Empat Cakrawala sudah merah mengelam. Kalau
saja mereka tak sadar tengah terluka dalam, pasti kedua gadis ini
akan nekat berkelebat.
Bidadari Tujuh Langit mendengus. Lalu melangkah
satu tindak. Tangan kanannya berkelebat jambak rambut Perempuan Kembang Darah
hingga kepala perempuan berbaju biru ini tersentak tengadah. Namun jelas
tidak ada raut ketakutan pada wajahnya! Membuat Bidadari Tujuh Langit bantingkan
kaki dan berteriak.
"Jawab tanyaku atau kuputus tanggal kepalamu!
Siapa adanya kedua muridmu itu!"
Mata Perempuan Kembang Darah melirik dengan bibir sunggingkan senyum. Lalu
perempuan kekasih Iblis Muka Setan ini pejamkan matanya dan berkata.
"Enam belas tahun lalu aku mengambil mereka dari
Istana Lima Bidadari!"
Bidadari Tujuh Langit rasakan darahnya laksana sirap. Tanpa sadar tangan
kanannya yang menjambak
rambut orang disentakkan ke depan. Hingga kepala
Perempuan Kembang Darah teleng ke depan. Namun
saat lain kembali Bidadari Tujuh Langit gerakkan tangan kanan dan sentakkan
rambut Perempuan Kembang Darah ke belakang.
"Katakan sekali lagi siapa adanya kedua muridmu
itu!" Perempuan Kembang Darah tertawa panjang. "Enam belas tahun lalu aku mengambilnya
dari Istana Lima Bidadari!"
Bidadari Tujuh Langit tahan napas. Kepalanya berputar memandang ke arah Galuh
Sembilan Gerhana
dan Galuh Empat Cakrawala yang masih tidak mengerti, karena mereka tidak tahu
Istana Lima Bidadari.
"Benarkah ucapan perempuan ini"! Apa dia tidak
mengada-ada"!" Bidadari Tujuh Langit membatin. Lalu
seolah belum yakin dengan jawaban orang, dia kembali
bertanya. "Benar kau mengambilnya dari Istana Lima Bidadari"!"
"Telingamu tidak tuli! Apa..."
Hanya sampai di situ ucapan yang terdengar dari
mulut Perempuan Kembang Darah, karena bersama
dengan itu kaki kiri Bidadari Tujuh Langit terangkat.
"Tahan!" hampir bersamaan Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala
berteriak. Namun Bidadari Tujuh Langit tidak acuhkan teriakan orang. Kaki kanannya yang
dibuat tumpuan tubuh diputar. Kaki kirinya berkelebat.
Desss! Perempuan Kembang Darah tidak sempat lagi perdengarkan suara keluhan. Karena
darah sudah sem-
burat dari mulutnya. Saat yang sama sosoknya mental
dan jatuh terkapar tiga tombak di belakang sana tanpa
bergerak-gerak lagi! Nyawa perempuan kekasih Iblis
Muka Setan ini putus dengan dada melesak dan berubah menjadi laksana dipanggang!
Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala tersentak kaget. Dan keduanya
jadi merinding ketika tiba-tiba Bidadari Tujuh Langit berpaling ke arah
mereka dan berkelebat lalu tegak hanya beberapa langkah di hadapan mereka dengan
mata memandang tak
berkesip! *** TUJUH SEMENTARA itu, melihat apa yang terjadi Pendekar
131 sejak tadi sempat serba salah. Dalam hati kecilnya
dia tidak bisa membiarkan begitu saja Bidadari Tujuh
Langit bertindak kasar pada orang yang sudah tidak
berdaya. Namun dia sadar, apa pun yang akan dilakukannya tidak akan bisa
membantu. Selain jarak antara
dia dengan Bidadari Tujuh Langit agak jauh, sengketa
antara kedua perempuan itu tidak mungkin dapat diselesaikan dengan cara baik-
baik. Hingga akhirnya murid Pendeta Sinting hanya bisa tegak memandang.
Di lain pihak, Nenek Selir tegak diam laksana patung begitu mendengar dan
melihat apa yang terjadi.
Dan sosoknya bergetar ketika melihat Bidadari Tujuh
Langit sudah tegak di hadapan Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala.
"Selama ini aku telah dengar perihal perempuan binal itu! Tapi mungkinkah benar
jika kedua gadis itu
adalah anak-anaknya"! Ah... Aku tak dapat bayang-
kan bagaimana perasaan mereka kalau benar mereka
adalah ibu dan anak! Padahal mereka berdua telah diperlakukan gila oleh
perempuan itu..! Nasib manusia
memang tidak bisa diduga! Dia mencari anaknya, begitu jumpa ternyata..." Nenek
Selir tidak lanjutkan ucapan. Dia gelengkan kepala. Lalu menghela napas panjang.
"Selama ini aku juga tengah mencari di mana
rimbanya anakku! Tapi aku belum juga mendapat titik
terang! Mungkinkah pada akhirnya nanti aku bisa bertemu dengan anakku"!" Kembali
Nenek Selir menghela
napas panjang. Saat itulah dia mendengar bentakan
Bidadari Tujuh Langit.
"Kalian berdua! Jangan berani berkata dusta padaku! Katakan siapa kalian
sebenarnya"!"
Galuh Empat Cakrawala berpaling pada Galuh Sembilan Gerhana dan berbisik.
"Siapa pun adanya perempuan ini, dia harus mampus di tangan kita! Siapkan tenaga
dalam semampu kau bisa!"
Tanpa menunggu sambutan, Galuh Empat Cakrawala segera alihkan pandangan pada
Bidadari Tujuh Langit dan berkata.
"Kau telah tahu siapa kami! Kau tidak perlu lagi
bertanya!"
Bidadari Tujuh Langit menggeram dalam hati. Namun raut wajahnya jelas
membayangkan perasaan
bimbang. Beberapa saat lamanya dia menatapi sosok
kedua gadis di hadapannya sambil menghela napas.
Saat kemudian dia buka mulut. Kali ini suaranya ditekan rendah. Bahkan bibirnya
sunggingkan senyum.
"Sebenarnya di antara kita tidak ada silang sengketa. Kalaupun ada itu karena
salah paham kalian!
Jadi..." "Kau telah membuat aib! Aneh jika kau mengatakan
di antara kita tak ada silang sengketa! Justru sengketa
kita tak akan tuntas sebelum salah satu di antara kita
mampus!" Galuh Empat Cakrawala sudah memotong.
"Baiklah kalau hal itu kalian anggap urusan besar!
Tapi mari kita lupakan sejenak urusan itu! Aku perlu
keterangan benar dari kalian!"
"Kau telah tahu. Kami berdua adalah murid Iblis
Muka Setan dan Perempuan Kembang Darah!" Yang
buka suara Galuh Sembilan Gerhana.
"Aku tahu... Yang jadi pertanyaan, kalian tahu siapa
sebenarnya adanya kalian?"
Tidak ada yang menjawab. Bidadari Tujuh Langit
kembali menghela napas panjang. Lalu berkata.
"Pada pertemuan kita dahulu, kalian mengatakan
akulah yang membunuh kedua orang tua kalian, hingga kalian mencariku untuk
membalas! Sekarang aku
tanya. Kalian tahu siapa orang tua kalian yang kubunuh"!"
Setelah terdiam agak lama, akhirnya Galuh Empat
Cakrawala yang menjawab.
"Kami memang tidak tahu! Tapi kami percaya kaulah yang membunuhnya!"
"Kalian dengar ucapan guru perempuan kalian tadi"!"
"Telinga kami masih sempurna!" jawab Galuh Empat Cakrawala.
"Bagus! Kalian pernah dengar tentang Istana Lima
Bidadari"!"
"Itu bukan urusan kami! Kalaupun kami tahu, apa
pedulimu"!"
"Dengar! Istana Lima Bidadari adalah istana yang
kubangun pada beberapa puluh tahun silam! Istana
itu kubangun untuk kelima anakku! Kalau benar ucapan guru perempuan kalian,
berarti kalian adalah...."
"Jangan mimpi! Kami tidak percaya dengan keterangan itu!" Galuh Empat Cakrawala
lagi-lagi sudah menukas ucapan Bidadari Tujuh Langit.
"Hem.... Aku masih ingat benar. Kelima anakku kuberi tanda!" Bidadari Tujuh
Langit berkata sendiri dalam hati dengan coba menindih rasa jengkel dengan
jawaban yang didengar.
Setelah berpikir agak lama, akhirnya perempuan
bertubuh bahenol ini buka mulut lagi
"Kalian boleh tidak percaya dengan keterangan
yang kalian dengar. Tapi apa kalian tahu jika di..."
"Percuma kau meyakinkan!" Kali ini yang memotong
adalah Galuh Sembilan Gerhana. "Siapa pun adanya
dirimu, kau tetap manusia yang harus mampus di tangan kami!"
"Terpaksa aku harus bertindak dengan caraku sendiri!" gumam Bidadari Tujuh
Langit. "Kalau ternyata
mereka bukan, mereka harus menyusul si Pasangan
Mesum!" Berpikir begitu Bidadari Tujuh Langit segera maju
dua tindak. Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala sudah waspada
dengan gerakan orang.
Hingga meski dalam keadaan terluka dalam cukup parah, namun kedua gadis ini
sekuat tenaga coba kerahkan tenaga dalam yang tersisa. Lalu serentak mereka
berdua angkat tangan masing-masing.
Bidadari Tujuh Langit terlihat bimbang. Beberapa
kali dia menghela napas dengan kepala tengadah.
"Aku ingin mengajak kalian bicara baik-baik! Siapa
tahu di antara kita memang masih ada hubungan..."
Akhirnya Bidadari Tujuh Langit buka mulut setelah
agak lama berpikir.
"Terlambat kau mengatakan hal itu! Seandainya
kau mengatakannya sebelum menabur aib, mungkin
kami masih bisa menerima!" kata Galuh Empat Cakrawala.
"Hem... Bodohnya diriku. Seharusnya aku melihat
tanda itu sebelum peristiwa itu terjadi! Tapi semuanya
memang sudah terlambat! Apa yang harus kulakukan
sekarang"! Membunuh mereka"! Dan percaya saja jika
mereka bukanlah anak yang diambil dari Istana Lima
Bidadari pada enam belas tahun silam"! Tapi selama
ini aku telah berusaha mencari. Sekarang ada sebuah
titik terang. Apakah kesempatan ini akan kulewatkan
begitu saja"!"
Dalam kebimbangannya begitu rupa, tiba-tiba Bidadari Tujuh Langit ingat akan
ucapan Iblis Muka Setan
dan Perempuan Kembang Darah saat mereka bertemu
tidak lama berselang.
"Dua manusia itu pernah mengatakan aku akan
berperang dengan perasaanku sendiri! Dan saatnya tidak lama lagi!" Terngiang
kembali ucapan Iblis Muka
Setan ketika dia bertemu dengan laki-laki berpakaian
gombrong itu pada beberapa hari yang lalu. "Apakah


Joko Sableng 42 Rahasia Darah Kutukan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kejadian hari ini yang dimaksud ucapannya"! Hem...."
Kalau Bidadari Tujuh Langit dilanda perasaan bimbang, sebenarnya diam-diam Galuh
Sembilan Gerhana
dan Galuh Empat Cakrawala juga didera perasaan ragu-ragu. Hanya saja karena rasa
marah lebih menguasai diri kedua gadis ini, mereka tidak begitu acuhkan
perasaan. "Ah.... Sebaiknya aku menunggu waktu yang tepat!"
Akhirnya Bidadari Tujuh Langit memutuskan. "Mungkin saat ini mereka masih marah
dengan peristiwa
tempo hari. Saat lain siapa tahu pikiran mereka berubah!"
Habis berpikir begitu, Bidadari Tujuh Langit tatapi
kedua gadis di hadapannya. Dia tersenyum, lalu tanpa
buka mulut lagi dia balikkan tubuh dan melangkah
menjauh. Saat itulah Galuh Empat Cakrawala memberi isyarat pada saudaranya. Saat lain
kedua gadis ini telah
sentakkan tangan masing-masing.
Wuutt! Wuutt! Wuutt! Wuuut! Empat gelombang melabrak lurus ke arah Bidadari
Tujuh Langit. Walau gelombang yang melesat itu hanya mengandalkan sisa-sisa tenaga dalam,
namun gelombang itu
masih mampu melabrak hancur bongkahan batu besar!
Bidadari Tujuh Langit berpaling. Namun kali ini tidak membuat gerakan apa-apa.
Dia hanya kerahkan
tenaga dalam untuk menahan diri.
Dess! Dess! Sosok Bidadari Tujuh Langit terpental satu tombak
dan terhuyung-huyung.
Mendapati hal demikian, Galuh Sembilan Gerhana
dan Galuh Empat Cakrawala tidak menunggu lagi. Mereka segera angkat tangan
masing-masing, lalu kembali lepaskan pukulan!
Bidadari Tujuh Langit menghadapi gelombang yang
datang dengan bibir tersenyum dan kepala lurus menatap silih berganti pada Galuh
Sembilan Gerhana dan
Galuh Empat Cakrawala. Lagi-lagi perempuan Ini tidak
membuat gerakan hadangan atau menghindar.
Dess! Dess! Untuk kedua kalinya sosok Bidadari Tujuh Langit
terpental lalu jatuh terduduk satu setengah tombak
dari tempatnya semula. Paras wajahnya berubah. Namun saat lain perempuan ini
telah sunggingkan senyum dan berkata.
"Kalian kuberi kesempatan untuk tumpahkan apa
yang kalian mau... Karena aku percaya kalian adalah
anak-anak yang diambil dari Istana Lima Bidadari..!"
"Siapa berani sebut-sebut Istana Lima Bidadari"!"
Tiba-tiba satu teguran terdengar. Satu sosok tubuh
berkelebat. Bidadari Tujuh Langit sentakkan wajah ke samping.
Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala
berpaling. Nenek Selir pentangkan mata lalu bergumam.
"Manusia apa lagi yang muncul ini"! Nada ucapannya seperti dia tahu benar Istana
Lima Bidadari!"
Orang terakhir yang menoleh adalah murid Pendeta
Sinting. Tapi justru dia orang yang paling tersentak
kaget! Di tempat itu telah tegak seorang pemuda berparas
tampan berusia kira-kira tiga puluh tahunan. Sosoknya yang kekar dibalut dengan
jubah hitam panjang
melapis pakaian warna putih. Rambutnya hitam panjang. Jika orang yang melihat
meneliti dari ujung rambut sampai ujung kaki, maka akan tahu jika pemuda
berjubah hitam ini mengenakan sebuah cincin berwarna hijau pada ibu jari kaki
kanannya. "Datuk Kala Sutera!" gumam Pendekar 131 mengenali siapa pemuda berjubah hitam.
Dia memperhatikan
sesaat seraya membatin.
"Pemuda ini mencari tahu tentang kelima anaknya
yang katanya lenyap begitu saja pada enam belas tahun silam! Sementara Bidadari
Tujuh Langit juga sebut-sebut masa enam belas tahun silam! Apa hubungan antara
keduanya"! Dari ucapan Putri Pusar Bumi, cincin yang dikenakan di jari kaki
Bidadari Tujuh Langit itu pasti yang disebut-sebut Sepasang Cincin
Keabadian! Lalu beberapa saat lalu, kekasih Nenek Se-
lir itu mengatakan pedang putih yang berada di dalam
kotak emas berukir bernama Pedang Keabadian! Apakah keduanya juga ada
kaitannya"! Atau hanya nama
saja yang sama"!"
Selagi Joko membatin begitu, di seberang depan sana mendadak pemuda berjubah
hitam panjang berpaling ke arahnya. Sepasang mata si pemuda membeliak
angker dengan mulut menyeringai.
"Pasti dia menagih janji! Apa yang harus kukatakan
padanya"!" Joko mendesis dengan bibir coba tersenyum pada si pemuda berjubah
hitam yang bukan lain
memang Datuk Kala Sutera adanya.
Datuk Kala Sutera anggukkan kepala. Lalu putar
kepala ke arah Nenek Selir. Saat itulah si nenek baru
sadar siapa adanya si pemuda.
"Sialan! Nyatanya dia!" gumam Nenek Selir.
Seperti diketahui, ketika terjadi pertemuan antara
Datuk Kala Sutera dengan Pendekar 131 beberapa hari
yang lalu, muncullah Nenek Selir. Karena kemunculan
nenek ini akhirnya Joko bisa lolos.
Untuk beberapa saat Datuk Kala Sutera pandangi
Nenek Selir dengan seksama. Lalu angkat tangan kirinya. Kepalanya didongakkan.
Tangan kirinya terus diputar lurus ke arah murid Pendeta Sinting. Lalu terdengar
ucapannya. "Kau!" Tangan kiri Datuk Kala Sutera memutar ke
arah si nenek. "Dan kau! Jangan berani beranjak dari
tempat masing-masing! Urusan kita tempo hari belum
selesai!" "Aku tak punya urusan apa-apa denganmu!" Nenek
Selir berteriak.
Datuk Kala Sutera tarik pulang tangannya. Masih
dengan tengadahkan kepala dia kembali berucap.
"Kau telah membawa kabur pemuda itu! Padahal
dia harus menjawab pertanyaanku! Silakan kau anggap itu bukan satu urusan! Tapi
bagiku itu adalah
urusan besar!"
"Siapa yang membawa kabur"! Dia sendiri yang mengikutiku! Lagi pula apa
untungnya aku membawa kabur pemuda jelek begitu"! Sementara aku banyak
punya kenalan pemuda tampan"! Hik... Hik... Hik..!"
"Nek! Mengapa kau sekarang berkata begitu"! Saat
kau membawaku kabur, kau bilang akulah pemuda
paling tampan yang pernah kau temukan! Setelah urusanmu selesai, enak saja kau
bilang aku pemuda jelek!" Joko berteriak menyahut.
"Tutup mulut kalian! Jangan kira aku percaya pada
sandiwara gila ini!" bentak Datuk Kala Sutera. Datuk
Kala Sutera tampaknya bisa membaca gelagat, karena
pada pertemuan mereka tempo hari, pemuda berjubah
hitam ini sempat terkecoh dengan ucapan Nenek Selir
dan Pendekar 131.
Habis membentak begitu, Datuk Kala Sutera arahkan pandang matanya pada Bidadari
Tujuh Langit. Untuk beberapa saat kedua orang ini saling pandang. Sepasang mata Datuk Kala
Sutera tampak menyipit membelalak. Kepalanya disorongkan ke depan
ke belakang. Diam-diam pemuda Ini membatin.
"Sepertinya mataku pernah melihat sosok perempuan cantik ini! Tapi di mana..."
Dia sebut-sebut Istana Lima Bidadari. Dari mana dia tahu"! Padahal cerita
Istana Lima Bidadari sudah enam belas tahun silam!"
Jika diam-diam Datuk Kala Sutera membatin, Bidadari Tujuh Langit ternyata juga
berkata dalam hati.
"Aku ingat benar jika pernah bertemu dengan pemuda
ini! Sayang aku tidak ingat kapan dan di mana! Anehnya mengapa dia sebut-sebut
Istana Lima Bidadari layaknya orang yang tahu"!"
Melihat sikap kedua orang di seberang depan, Nenek Selir kernyitkan dahi.
"Aneh.... Sandiwara apa
yang tengah dimainkan kedua manusia itu"! Aku yakin
yang perempuan adalah Bidadari Tujuh Langit. Yang
laki-laki adalah Datuk Kala Sutera. Cincin pada ibu jari keduanya membuktikan
hal itu. Semua orang di kolong tanah Tibet juga sudah tahu kalau kedua manusia
itu adalah pasangan suami-istri! Tapi mengapa
mereka seperti orang yang tidak saling kenal"! Tidak
ada yang bicara atau saling sapa! Mereka hanya saling
mendelik layaknya orang baru jatuh cinta!"
Selagi Nenek Selir menduga-duga, di seberang depan Datuk Kala Sutera buka mulut.
"Harap tidak keberatan mengatakan siapa dirimu!"
"Gila! Ada apa ini..."! Apakah pemuda itu sudah lamur"!" Nenek Selir mendesis.
"Kau yang harus katakan dulu siapa adanya dirimu!" Bidadari Tujuh Langit buka
suara. Si nenek terkejut. "Aku memang mendengar kedua
manusia itu berpisah. Tapi adalah gila kalau sekarang
tidak saling kenal!"
*** DELAPAN DATUK Kala Sutera pandangi lekat-lekat wajah Bidadari Tujuh Langit. Mendadak dia
surutkan langkah
dengan mata maki mementang.
"Aku ingat! Bukankah dia perempuan yang kutemui
ketika aku baru mendapatkan cincin dari Sepasang
Cincin Keabadian"! Perempuan ini pula yang sempat
membawa perahuku! Dia juga yang kutemukan di sekitar Istana Lima Bidadari pada
enam belas tahun si-
lam!" Datuk Kala Sutera membatin. "Astaga! Perempuan ini pula yang sosoknya bisa
berubah menjadi nenek-nenek!" Datuk Kala Sutera tercekat dengan kuduk
dingin. Lalu putar pandangan berkeliling.
"Kau tak mau sebutkan diri! Lebih baik kau segera
angkat kaki dari tempat ini!" Bidadari Tujuh Langit
buka mulut. Datuk Kala Sutera tidak hiraukan ucapan orang.
Sebaliknya dia terus membatin. "Apa hubungan perempuan ini dengan gadis baju
ungu bernama Dayang
Tiga Purnama.... Gadis itu juga berubah sosoknya
menjadi nenek-nenek saat hendak kudekati!" Sang Datuk ingat pertemuannya dengan
Dayang Tiga Purnama
belum lama berselang. Saat itu di mata sang Datuk,
sosok Dayang Tiga Purnama memang berubah menjadi
seorang nenek-nenek ketika sang Datuk mulai dibakar
nafsu dan hendak mendekati. Hingga Datuk Kala Sutera batalkan niat dan kabur.
Karena ucapannya tidak diacuhkan orang, Bidadari
Tujuh Langit pasang tampang angker. Lalu mulutnya
membuka hendak membentak. Namun tiba-tiba mulut
itu terkancing lagi. Sepasang matanya mendelik.
"Kalau tak salah, bukankah manusia laki-laki berjubah hitam panjang ini adalah
manusia yang kuberi
tumpangan perahu setelah aku mendapatkan cincin
dari Sepasang Cincin Keabadian"! Bukankah dia juga
yang coba-coba mengikuti langkahku hingga ke Istana
Lima Bidadari"! Tapi saat itu dia bersikap aneh... Tidak ada hujan tidak ada
angin mendadak dia lari tunggang langgang! Hem... Peristiwa itu sudah berlalu
enam belas tahun silam... Hem.... Anehnya, wajah dan
sosoknya tidak mengalami perubahan! Apakah dia...."
Belum sampai Bidadari Tujuh Langit lanjutkan
membatin, Datuk Kala Sutera buka suara.
"Kau tahu apa tentang Istana Lima Bidadari"!"
"Aku yang seharusnya tanya padamu! Kau tiba-tiba
muncul dan ikut campur pembicaraanku!" sahut Bidadari Tujuh Langit.
Datuk Kala Sutera sekali lagi pandangi sosok Bidadari Tujuh Langit dengan lebih
seksama. Lalu berucap.
"Aku Datuk Kala Sutera! Akulah yang membangun
Istana Lima Bidadari!"
Bidadari Tujuh Langit terdiam beberapa saat. Namun kejap lain tiba-tiba dia
perdengarkan tawa bergelak panjang. Dengan angkat tangan menunjuk pada
sosok sang Datuk dia berkata.
"Kau dahulu kuberi tumpangan perahu! Kau juga
coba-coba mengikutiku hingga ke Istana Lima Bidadari! Adalah aneh kalau kau
sekarang mengatakan kau
yang membangun Istana Lima Bidadari!"
"Hem... Jadi benar! Dialah perempuan yang sempat
kujumpai pada enam belas tahun silam!" Membatin
Datuk Kala Sutera. Lalu berkata.
"Sebenarnya aku yang harus merasa aneh! Kau tahu" Perahu yang kau bawa
sebenarnya adalah milikku! Kalaupun saat itu aku pura-pura sebagai pengait
yang perahunya hancur diterjang badai, karena saat
itu aku tak mau ribut denganmu! Dan kau harus juga
tahu. Aku tidak mengikutimu! Saat itu aku memang
tengah menuju Istana Lima Bidadari!"
Bidadari Tujuh Langit makin keraskan tawa mendengar keterangan Datuk Kala
Sutera. Namun laksana
disentak setan, perempuan ini putuskan gelakan tawanya. Lalu membentak.
"Siapa pun adanya dirimu, aku tak punya waktu
banyak untuk bicara denganmu. Katakan saja apa
maumu sebenarnya!"
"Kau sebut-sebut anak yang diambil dari Istana Li-
ma Bidadari. Aku ingin tahu siapa yang kau maksud!"
Datuk Kala Sutera arahkan pandangan pada Galuh
Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala. Lalu
teruskan ucapan. "Kedua gadis itu"!"
"Kuperingatkan agar kau lekas angkat kaki dari hadapanku!" kata Bidadari Tujuh
Langit tidak menjawab
pertanyaan orang.
"Aku tanya! Aku tak akan pergi sebelum mendapat
jawaban! Lagi pula aku punya urusan dengan pemuda
dan nenek keparat itu!" Datuk Kala Sutera pulang balikkan kepala memandang silih
berganti pada Pendekar 131 dan Nenek Selir.
"Kau boleh punya urusan dengan siapa saja! Tapi
kalau kau kait-kaitkan dengan Istana Lima Bidadari,
kau akan menyesal! Bukan saja kau tak akan mendapat keterangan apa-apa, tapi kau
juga tak akan selesaikan urusanmu yang lain. Karena kau akan mampus
terlebih dahulu!"
Kali ini Datuk Kala Sutera yang tertawa panjang.
"Ucapanmu aneh. Aku yang membangun Istana Lima
Bidadari. Tapi kau mengatakan aku akan menyesal kalau kait-kaitkan urusan dengan
istana yang kubangun!"
"Hem.... Begitu"!" ujar Bidadari Tujuh Langit dengan senyum dingin. "Aku tanya.
Kau yang membangun Istana Lima Bidadari. Mengapa kau sekarang
mencari keterangan yang ada kaitannya dengan istana
itu"!"
"Karena anakku lenyap dari istana itu pada enam
belas tahun lalu!"


Joko Sableng 42 Rahasia Darah Kutukan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bidadari Tujuh Langit tampak terkesiap kaget. Tapi
cuma sesaat. Saat lain perempuan ini tertawa dan berkata.
"Tampaknya kau pandai mengarang cerita.... Bisa
ceritakan padaku bagaimana anakmu bisa lenyap"!"
Datuk Kala Sutera tidak segera menjawab. Bidadari
Tujuh Langit alihkan pandangan. Lalu buka mulut lagi.
"Kau tak tahu bagaimana anakmu lenyap. Bagaimana mungkin orang akan percaya jika
kau manusianya yang membangun istana itu"! Kau terlalu mengada-ada cerita....
Sebelum aku muak, jalan terbaikmu
adalah menyingkir dari tempat ini!"
Datuk Kala Sutera geleng kepala dengan menyeringai. "Aku tanya sekali lagi.
Kedua gadis itukah yang
kau sebut-sebut sebagai anak yang diambil dari Istana
Lima Bidadari"!"
"Kalau aku tak mau jawab, kau mau apa"!"
Melasa ditantang begitu rupa, dada Datuk Kala Sutera laksana dibakar. Tapi laki-
laki ini masih coba menindih hawa kemarahan. Lalu berkata.
"Enam belas tahun silam aku sengaja menghindar
agar tidak terjadi silang masalah denganmu! Tapi sekarang..."
"Sekarang mengapa"!" sahut Bidadari Tujuh Langit.
"Aku tak segan membunuhmu jika kau tidak mau
jawab pertanyaanku tadi!"
Bidadari Tujuh Langit lagi-lagi tertawa. "Dari tadi
aku sudah tidak mau jawab pertanyaanmu. Mengapa
kau masih diam saja"!"
Belum habis ucapan Bidadari Tujuh Langit. Datuk
Kala Sutera sudah berkelebat dan tegak hanya beberapa langkah di hadapan sang
Bidadari. "Terakhir kali aku bicara. Jawab...."
Ucapan Datuk Kala Sutera terputus. Karena bersamaan dengan itu mendadak Bidadari
Tujuh Langit sudah menyergap ke depan. Kedua tangan dikelebatkan
menghantam! Bukk! Bukk! Kedua tandan Bidadari Tujuh Langit bentrok dengan kedua tangan Datuk Kala Sutera
yang diangkat menghadang pukulan yang datang. Kedua orang ini
sama tersentak mundur. Wajah masing-masing berubah.
Bidadari Tujuh Langit memandang sesaat pada sosok Datuk Kala Sutera. Dari
bentroknya tangan, tampaknya sang Bidadari maklum jika lawan memiliki tenaga
dalam cukup kuat. Hingga begitu tersentak mundur, dia cepat lipat gandakan
tenaga dalam pada kedua kaki. Saat lain kembali dia berkelebat ke depan.
Di lain pihak, Datuk Kala Sutera sendiri tampaknya
tidak mau bertindak ayal. Begitu tahu apa yang dilakukan orang, dia tidak
menunggu. Dia segera pula
berkelebat menyongsong sosok Bidadari Tujuh Langit.
Di atas udara. Bidadari Tujuh Langit putar tubuhnya ke kiri. Lalu sekonyong-
konyong kaki kirinya
membuat gerakan menendang!
Wuutt! Terdengar deruan angker. Sekilas tampak sinar merah berkiblat.
Datuk Kala Sutera tekuk kaki kanannya. Saat lain
kaki kanannya dihantamkan ke samping kanan menghadang tendangan kaki kiri
Bidadari Tujuh Langit.
Wuutt! Dari kelebatan kaki kanan Datuk Kala Sutera terdengar deruan yang tak kalah
angkernya. Dan saat
yang sama terlihat kilatan sinar hijau.
Bukkkk! Baik Bidadari Tujuh Langit maupun Datuk Kala Sutera sama perdengarkan seruan
tegang. Kaki kiri sang
Bidadari terpental balik ke udara. Sosoknya Ikut terputar. Lalu tersapu mencelat
ke belakang. Perempuan ini
memang tak sampai jatuh. Namun sempat terhuyunghuyung di atas tanah beberapa
saat dengan ke-dua lutut goyah.
Dua tombak di seberang, Datuk Kala Sutera tampak
melayang turun dengan sosok tersentak-sentak. Sesaat
pemuda berjubah hitam ini sempat oleng ke samping.
Namun begitu sosoknya membuat gerakan berputar.
Dia telah kembali tegak.
"Aneh.... Kaki kiriku mencelat! Baru kali ini aku
mengalaminya!" Bidadari Tujuh Langit mendelik memperhatikan kaki kirinya. Kaki
kiri itu memang tidak
mengalami cedera apa-apa. Namun Bidadari Tujuh
Langit rasakan kaki itu tegang kaku dan laksana luluh
lantak! "Siapa laki-laki itu sebenarnya"!" Bidadari Tujuh
Langit sentakkan kepala lurus pandangi sosok Datuk
Kala Sutera. Saat yang sama, Datuk Kala Sutera yang
diam-diam juga merasa heran tengah menatap tajam
pada Bidadari Tujuh Langit.
Beberapa saat berlalu. Tiba-tiba laksana didorong
kekuatan dahsyat, Bidadari Tujuh Langit dan Datuk
Kala Sutera sama surutkan langkah dengan mulut perdengarkan seruan tertahan kala
masing-masing mata
keduanya melihat ibu jari kaki lainnya mengenakan
cincin! "Aku ingat betul! Cincin yang kukenakan adalah
cincin dari Dewi Keabadian. Cuma aku tak habis pikir.
Bagaimana aku lupa mengapa hanya satu cincin yang
kudapatkan"! Dan aku tahu persis, cincin yang dikenakan pemuda itu adalah
pasangan dari cincin yang
kupakai! Bagaimana bisa begini"!" Sang Bidadari membatin.
Di lain pihak, Datuk Kala Sutera juga berkata dalam hati. "Perempuan itu
mengenakan cincin di ibu jari
kaki kiri. Jelas itu adalah cincin dari Sepasang Cincin
Keabadian! Bagaimana dia bisa mendapatkannya"!
Aku lupa sama sekali. Bagaimana saat itu aku hanya
mendapatkan satu cincin"!" Datuk Kala Sutera menggeleng. Lalu tengadah coba
mengingat. Tapi sekuat tenaga dia mencoba, tetap saja tak bisa.
"Hem... Aku harus bisa merebut cincin itu dari tangannya!" Akhirnya Bidadari
Tujuh Langit memutuskan
setelah agak lama berpikir namun tak juga ingat apa
yang telah dilakukannya saat mendapatkan cincin
yang kini berada di ibu jari kaki kirinya.
Sementara itu begitu tak bisa mengingat, Datuk Kala Sutera segera arahkan
pandangan pada Bidadari
Tujuh Langit dan bergumam sendiri.
"Cincin yang dikenakan adalah pasangan dari cincin yang kupakai! Sekarang tak
penting bagaimana dia
bisa mendapatkan cincin itu! Yang pasti, dia harus
menyerahkan padaku!"
Berpikir begitu, Datuk Kala Sutera kerahkan tenaga
dalam pada kedua tangan. Lalu berteriak.
"Aku akan melupakan urusan pertanyaan yang belum kau jawab! Tapi sebagai
gantinya, kau harus serahkan cincin di ibu jari kaki kirimu!"
Bidadari Tujuh Langit pasang tampang angker.
Sambil menyeringai dia menyahut.
"Sebelum kuturuti permintaanmu, serahkan dahulu
cincin hijau di ibu jari kaki kananmu!"
"Aku meminta baik-baik!" kata Datuk Kala Sutera
sambil angkat kedua tangan.
"Kau kira aku takut"!" sahut Bidadari Tujuh Langit
dengan ikut angkat kedua tangan. Lalu sepasang matanya dipentang.
Datuk Kala Sutera melangkah maju. Bidadari Tujuh
Langit tidak tinggal diam. Dia ikut gerakkan kaki me-
langkah ke depan. Mata masing-masing saling perang
pandang. Saat lain hampir bersamaan kedua orang ini
sama gerakkan tangan masing-masing.
Namun baru setengah jalan, tiba-tiba satu sosok
tubuh berkelebat. Dua rangkum gelombang berkiblat
ke arah Datuk Kala Sutera dan Bidadari Tujuh Langit.
Datangnya gelombang serangan yang tiba-tiba bukannya membuat Datuk Kala Sutera
dan Bidadari Tujuh Langit hilang kewaspadaan. Mereka tak mau berlaku ayal.
Kesempatan kecil tidak mustahil akan dimanfaatkan lawan. Hingga tanpa berpaling
ke arah datangnya gelombang, kedua orang ini hanya putar gerakan tangan masing-
masing lalu dihantamkan menghadang gelombang yang datang. Sementara tangan
satunya tetap berada di atas udara berjaga-jaga.
Bummm! Bummm! Dua ledakan keras terdengar ketika gelombang yang
tiba-tiba berkiblat terhadang gelombang yang melesat
dari tangan kanan Datuk Kala Sutera dan Bidadari Tujuh Langit.
Suara ledakan belum lenyap, terdengar orang bersuara.
"Enam belas tahun buka waktu yang panjang! Tapi
terlalu lama bagi sebuah urusan darah! Datuk Kala
Sutera, Bidadari Tujuh Langit! Akhirnya kita bertemu
lagi!" Datuk Kala Sutera dan Bidadari Tujuh Langit saling
pandang beberapa saat. Lalu serentak mereka berpaling.
Memandang ke depan, sang Datuk dan sang Bidadari melihat seorang laki-laki
berusia agak lanjut bertampang angker. Parasnya bulat ditingkah kumis lebat
dan alis tebal mencuat. Dia hanya memiliki mata sebelah kanan. Mata kiri ditutup
dengan sebuah kulit ber-
bentuk bundar berwarna hitam yang diikatkan ke belakang kepalanya. Pada pipi
kirinya melintang codet
besar dan panjang sampai telinga. Rambutnya dibiarkan bergerai panjang menutupi
sebagian paras wajah
dan pundaknya. Laki-laki ini mengenakan pakaian hitam-hitam yang dilapis dengan
jubah panjang warna
hitam sebatas lutut.
"Enam belas tahun berlalu! Tapi pasti kalian tak lupa padaku!" berkata laki-laki
bermata satu sambil memandang silih berganti pada Datuk Kala Sutera dan
Bidadari Tujuh Langit.
Namun mata satu-satunya laki-laki berjubah hitam
ini terhenti dan terpentang besar kala melihat pakaian
bawah Bidadari Tujuh Langit yang robek dan sedikit
menyingkap hingga sembulan kedua pahanya yang putih dan padat terlihat jelas!
*** SEMBILAN SETAN Enam Lembah!" hampir bersamaan Datuk
Kala Sutera dan Bidadari Tujuh Langit bergumam.
"Syukur mata kalian belum buta untuk mengenaliku! Ha... Ha... Ha...!" Laki-laki
bermata satu berucap
tanpa alihkan pandangannya dari paha Bidadari Tujuh
Langit. Malah dia usap-usap dagunya dengan lidah dikeluarkan sedikit menyaput
bibirnya. Datuk Kala Sutera dan Bidadari Tujuh Langit sama
unjuk tampang terkejut. Bukan karena ucapan laki-laki yang baru disebutnya
sebagai Setan Enam Lembah,
melainkan merasa heran dapat bersama-sama mengenali siapa adanya si laki-laki!
"Kemunculan manusia mata satu ini pasti ada hu-
bungannya dengan peristiwa lama! Anehnya, apa kaitannya dengan perempuan baju
putih yang dipanggilnya Bidadari Tujuh Langit ini"!" Datuk Kala Sutera
membatin. Baru saja sang Datuk membatin begitu, Bidadari
Tujuh Langit sudah buka suara.
"Setan Enam Lembah! Puluhan tahun silam nyawamu masih kusisakan! Sebelum sisanya
kuambil sekalian, masih ada waktu bagimu untuk enyah dari tempat ini!"
Setan Enam Lembah tertawa panjang. "Tadi sudah
kukatakan. Enam belas tahun bukan waktu yang panjang. Tapi terlalu lama untuk
sebuah urusan darah!
Kau tahu. Aku sudah tak tahan untuk menunggu lagi!
Enam belas tahun lalu nyawamu memang masih utuh.
Tapi akan berakhir hari ini!"
"Hem... Ternyata Setan itu punya urusan pula dengan perempuan itu!" Datuk Kala
Sutera terus membatin. "Anehnya, mengapa urusan itu terjadi enam belas
tahun lalu" Sama dengan terjadinya urusanku dengan
setan mata satu itu"!"
"Setan Enam Lembah!" Kembali Bidadari Tujuh Langit buka mulut. "Kau datang
mengantar sisa nyawa!
Aku tak segan untuk mengambilnya!" Bidadari Tujuh
Langit berkelebat ke depan. Sekali kedua tangannya
bergerak, dua sinar merah berkiblat!
Setan Enam Lembah tahu gelagat. Dia bukannya
menghadang pukulan yang datang dengan sentakkan
kedua tangan, namun berkelebat menghindar. Lalu
memutar arah dan tahu-tahu sudah tegak dua langkah di samping Bidadari Tujuh
Langit! Gerakan cepat Setan Enam Lembah sempat membuat Bidadari Tujuh Langit terkesiap
kaget. Namun belum sampai lenyap rasa kagetnya, kaki kanan orang
sudah menderu di depan wajahnya!
Bidadari Tujuh Langit pukulkan tangan kanan kiri.
Tapi sebelum kedua tangannya menghantam kaki kanan orang, Setan Enam Lembah
sudah tendangkan
kaki kiri ke arah pinggul sang Bidadari.
Bukkk! Sosok Bidadari Tujuh Langit terlempar ke samping.
Kedua tangan perempuan ini memang masih terus
menghantam, namun karena sosoknya terlempar, hantaman kedua tangannya melabrak
udara kosong. Setan Enam Lembah tidak mau memberi kesempatan. Begitu sosok Bidadari Tujuh
Langit terlempar ke
samping, dia susuli dengan sentakkan kedua tangan
lepas pukulan jarak jauh bertenaga dalam tinggi!
Wuutt! Wuuuutt!
Bidadari Tujuh Langit berteriak marah. Sambil melesat setengah tombak ke udara,
kedua tangan dan
kakinya disentakkan sekaligus!
Tempat Itu laksana ditelan sinar merah ketika dari
kedua tangan dan kaki Bidadari Tujuh Langit melesat
sinar merah yang berkiblat susul menyusul.
Baru saja Bidadari Tujuh Langit lepas pukulan,
mendadak Datuk Kala Sutera melompat ke depan.
Tanpa diduga sama sekali, pemuda berjubah hitam
panjang ini sentakkan kedua tangan ke arah Bidadari
Tujuh Langit! Wuutt! Wuutt! Dua gelombang angin yang disemburati warna hijau
menggebrak ganas.
Bidadari Tujuh Langit berseru tegang. Kedua tangannya yang baru saja lepas
pukulan menghadang pukulan Setan Enam Lembah memang masih bergerak
terangkat. Namun belum sampai dihantamkan, pukulan Datuk Kala Sutera sudah
menerjang! Blaarr! Blarrr!
Di depan, terdengar ledakan hebat ketika pukulan
Setan Enam Lembah bentrok dengan pukulan yang dilepas Bidadari Tujuh Langit.
Kawasan hutan bambu
itu berguncang keras. Tanahnya semburat bertabur ke
udara. Sosok Setan Enam Lembah tersapu dan jatuh terjengkang di atas tanah dengan mulut
langsung semburkan darah. Jubah yang dikenakan robek hingga sebatas pinggang.


Joko Sableng 42 Rahasia Darah Kutukan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rambutnya yang panjang terpangkas
dan tebarkan hawa seperti rambut terbakar. Kulit sekujur tubuhnya mengelupas
hingga sekujur tubuh laki- laki ini berubah menjadi merah keputih-putihan!
Di lain pihak, saat pukulan yang dilepas bentrok
dengan pukulan Setan Enam Lembah, sosok Bidadari
Tujuh Langit tersentak ke belakang. Dan belum sempat dia kuasai diri, mendadak
pukulan yang dilepas
Datuk Kala Sutera menyongsong! Hingga tanpa ampun
lagi sosok perempuan bertubuh bahenol Ini mental deras malah sempat terbanting
di udara beberapa kali
sebelum akhirnya jatuh terkapar di atas tanah dengan
mulut perdengarkan seruan tertahan dan kucurkan
darah! "Jahanam licik!" maki Bidadari Tujuh Langit seraya
cepat salurkan hawa sakti untuk meredam rasa nyeri
pada dada dan kedua lengannya yang terasa seakan
tanggal. Saat lain dia terbungkuk-bungkuk bangkit.
Datuk Kala Sutera tersenyum. Lalu melompat ke
arah Bidadari Tujuh Langit. Namun gerakannya tertahan ketika tiba-tiba Setan
Enam Lembah gelundungkan diri dan sekonyong-konyong mentalkan tubuhnya
ke udara menghadang gerakan Datuk Kala Sutera
dengan sentakkan kakinya!
Datuk Kala Sutera tak mau gegabah. Dia tahu gera-
kan cepat orang. Hingga begitu kaki Setan Enam Lembah bergerak, dia cepat papasi
dengan tendangan. Sementara kedua tangannya terangkat di udara.
Perhitungan Datuk Kala Sutera tidak meleset. Sebab begitu kakinya bergerak
menendang, Setan Enam
Lembah dorongkan kedua tangannya!
Wuutt! Wuutt! Gelombang angin dahsyat menderu angker lurus ke
arah kepala sang Datuk.
Datuk Kala Sutera cepat rundukkan kepala. Kedua
tangannya digerakkan. Saat itulah mendadak dua sinar merah menyala berkiblat!
Datuk Kala Sutera tercekat. Dalam keadaan seperti
itu dia diharuskan memilih. Menghadang pukulan Setan Enam Lembah atau menghadang
sinar merah yang
ternyata dilepas oleh Bidadari Tujuh Langit.
Karena sadar kematian Bidadari Tujuh Langit lebih
berharga daripada kematian Setan Enam Lembah, akhirnya Datuk Kala Sutera
sentakkan kedua tangannya
menghadang kiblatan sinar merah pukulan Bidadari
Tujuh Langit. Desss! Bummm! Sinar merah dan hijau tampak semburat ke udara.
Datuk Kala Sutera terhempas beberapa tombak ke
udara, lalu melayang jatuh dengan sosok terputar sebelum akhirnya jatuh terkapar
di atas tanah. Untuk beberapa saat sosok Datuk Kala Sutera terdiam. Namun saat lain pemuda ini
telah bergerak bangkit. Hanya saja, begitu kepalanya terangkat, mulutnya tampak mengembung.
Lalu semburkan darah!
Hampir bersamaan dengan jatuhnya sosok sang Datuk, sosok Setan Enam Lembah juga
meluncur deras sebelum akhirnya jatuh menghantam tanah. Laki-laki
ini sebenarnya tidak terkena pukulan apa-apa. Bahkan
pukulan yang dilepas mampu membuat sosok Datuk
Kala Sutera terlempar ke udara. Namun bias bentroknya pukulan Bidadari Tujuh
Langit dan Datuk Kala
Sutera tidak mampu ditahan karena dirinya telah terluka dalam. Hingga begitu
terdengar ledakan, sosoknya
terpental lalu melayang deras ke bawah menghantam
tanah! Jika Datuk Kala Sutera dan Bidadari Tujuh Langit
masih mampu bergerak bangkit, tidak demikian halnya
dengan Setan Enam Lembah. Laki-laki ini tetap berada
di atas tanah tanpa mampu bergerak bangkit. Namun
diam-diam dia kerahkan tenaga dalam yang bisa dilakukan. Dan melirik ke arah
Bidadari Tujuh Langit dan
Datuk Kala Sutera.
Datuk Kala Sutera dan Bidadari Tujuh Langit sendiri langsung saling pandang.
Saat lain keduanya sama
angkat tangan masing-masing. Namun hingga agak lama, kedua orang ini belum juga
ada yang membuat gerakan. Malah sesekali mata mereka melirik ke arah Setan Enam
Lembah. Jelas mereka bimbang. Di satu sisi
jika mereka saling pukul, tidak tertutup kemungkinan
Setan Enam Lembah menggunakan kesempatan itu
untuk lepas pukulan. Sementara kalau mereka lepas
pukulan langsung ke arah Setan Enam Lembah ti-dak
mustahil salah satunya akan mencuri kesempatan itu
untuk menghantam.
"Urusan ini akan tertunda kalau tidak segera diselesaikan!" Akhirnya Datuk Kala
Sutera bergumam. "Setan itu harus kuhabisi dahulu! Jika tidak, dia bisa
menghalangi langkahku!"
Berpikir begitu, akhirnya Datuk Kala Sutera lipat
gandakan tenaga dalam pada tangan kiri. Saat lain dia
melompat ke samping. Tangan kanan dihantamkan ke
arah Setan Enam Lembah. Sementara tangan kiri terus
berada di atas udara berjaga-jaga kalau Bidadari Tujuh
Langit lepaskan pukulan.
Namun ternyata Bidadari Tujuh Langit tidak memanfaatkan kesempatan menghantamnya
sang Datuk untuk lepas pukulan ke arah pemuda berjubah hitam
itu. Sebaliknya justru perempuan ini ikut berkelebat
dan lepas pukulan ke arah Setan Enam Lembah!
Apa yang dilakukan Datuk Kala Sutera dan Bidadari Tujuh Langit membuat Setan
Enam Lembah tercengang. Laki-laki bermata satu ini tadi sempat terkejut
dan hampir saja tak percaya ketika melihat Datuk Kala
Sutera dan Bidadari Tujuh Langit saling pukul. Tapi
hal itu mau tak mau membuatnya lega meski dia tak
tahu mengapa kedua orang yang dikenalnya sebagai
suami-istri itu saling pukul.
Namun rasa lega itu mendadak sirna ketika tahutahu keduanya kini lepas pukulan
bersamaan ke arahnya.
Dalam keterkejutannya, Setan Enam Lembah masih
mampu berpikir cepat. Dia tidak mungkin mampu
menghadang pukulan dua orang sekaligus. Apalagi dia
sudah tidak bisa bergerak bangkit.
Maka Setan Enam Lembah cepat sentakkan tubuh
bergulingan menghindari pukulan yang dilepas Datuk
Kala Sutera yang hanya sentakkan tangan kanannya.
Wusss! Gelombang pukulan Datuk Kala Sutera menderu
hanya beberapa jengkal di samping Setan Enam Lembah yang memang dikenal sebagai
tokoh yang memiliki
ilmu peringan tubuh tingkat tinggi hingga gerakannya
sangat cepat. Begitu lolos dari serapan Datuk Kala Sutera, Setan
Enam Lembah sentakkan kedua tangan menghadang
pukulan Bidadari Tujuh Langit.
Dua jengkal lagi dua pukulan itu bentrok di udara,
mendadak dari arah samping, terdengar suara deruan
dahsyat. Lalu dua rangkum angin luar biasa berkiblat
memangkas pukulan Bidadari Tujuh Langit!
Bummm! Pukulan yang dilepas Bidadari Tujuh Langit tertahan sesaat di udara. Lalu
semburat. Hebatnya semburatan itu masih terus menderu! Saat itulah gelombang
yang dilepas Setan Enam Lembah melabrak!
Setan Enam Lembah terguling hingga dua tombak.
Sementara Bidadari Tujuh Langit tersurut dua langkah.
"Siapa berani ikut campur"!" Bidadari Tujuh Langit
berteriak seraya berpaling.
Saat bersamaan satu sosok bayangan berkelebat.
Semua kepala yang ada di tempat itu bergerak mengikuti berkelebatnya sosok
bayangan yang saat lain telah
tegak dua langkah di samping Setan Enam Lembah.
*** SEPULUH DIA ternyata adalah seorang gadis berparas jelita.
Rambutnya yang hitam lebat disanggul ke atas. Sepasang matanya bundar dipadu
dengan bulu mata lentik.
Hidung mancung ditingkah bibir merah tanpa polesan.
Kulitnya putih bersih dibalut dengan pakaian warna
biru. "Eyang...." Gadis jelita berbaju biru perdengarkan
suara dan langsung jatuhkan diri di hadapan Setan
Enam Lembah. Bahunya tampak berguncang keras.
Saat lain terdengar isakan tangisnya.
Perlahan Setan Enam Lembah buka sepasang mata-
nya. Melihat siapa yang ada di hadapannya laki-laki
bermata satu ini coba sunggingkan senyum meski dari
sudut bibirnya terus kucurkan darah.
"Aku senang melihatmu di tempat ini...," kata Setan
Enam Lembah. Suaranya tersendat dan hampir tidak
terdengar. "Kau lihat laki-laki berjubah hitam itu"!"
"Jangan banyak bicara dulu, Eyang! Aku akan berusaha menolongmu! Kita tinggalkan
tempat ini!" Gadis
berbaju biru buka suara. Lalu bergerak bangkit.
"Jangan berlaku tolol! Pertolongan apa pun tidak
akan membuatku hidup! Dan saat ini adalah hari kesempatanmu!"
"Eyang.... Lupakan semua itu! Kau lebih berharga
dari segalanya!" Gadis berbaju biru teruskan gerakannya. Namun tangan Setan Enam
Lembah segera menarik ujung pakaian yang dikenakan gadis di hadapannya, hingga
gerakan bangkit si gadis tertahan.
"Ini kesempatan terakhir kali bicara denganmu! Kau
lihat laki-laki berjubah hitam itu! Kau harus membunuhnya! Setelah itu..."
Ucapan Setan Enam Lembah
terputus. Kepalanya yang tadi tengadah karena mengikuti gerakan bangkit si gadis
perlahan-lahan lunglai.
Tangan kanannya yang memegang ujung baju si gadis
terlepas. "Eyang...." Gadis baju biru menjerit. Lalu menubruk
sosok Setan Enam Lembah yang sudah tidak bernyawa
lagi. Untuk beberapa saat tempat itu hanya dipecah oleh
tangisan gadis baju biru. Namun tiba-tiba si gadis putuskan suara tangisnya. Dan
laksana kesetanan, gadis
ini bergerak bangkit dan balikkan tubuh menghadap
Datuk Kala Sutera!
Bersamaan dengan membaliknya sosok si gadis,
Pendekar 131 yang sedari tadi hanya bisa diam su-
rutkan langkah kaget. Di seberang depan, Nenek Selir
juga tak kalah kagetnya. Malah kalau saja nenek ini tidak cepat sadar, mungkin
dia sudah buka mulut berteriak.
Yang tampak kaget tapi sunggingkan senyum adalah Bidadari Tujuh Langit. Malah
perempuan ini segera
melangkah maju hendak mendekat.
"Harap berhenti!" Gadis berbaju biru segera membentak tanpa berpaling ke arah
Bidadari Tujuh Langit.
Lalu melompat dan tegak beberapa langkah di hadapan Datuk Kala Sutera.
"Bidadari Delapan Samudera!" Pendekar 131 bergumam tahu siapa adanya gadis baju
biru. "Dari sikapnya jangan-jangan Datuk Kala Sutera yang selama ini
dicari! Aku jadi makin bingung dengan urusan orangorang di tempat ini!
Sepertinya semua masih ada kaitannya. Tapi...."
Joko tidak lanjutkan gumaman. Karena saat itu Nenek Selir sudah buka mulut.
"Hai! Kau lupa padaku..."!'
Gadis baju biru yang bukan lain memang Bidadari
Delapan Samudera adanya melirik ke arah Nenek Selir.
Sesaat bibirnya tersenyum. Lalu kepalanya mengangguk. Tapi saat lain kembali
pandang matanya mengarah pada Datuk Kala Sutera.
"Hai!" Joko ikut-ikutan berteriak seraya lambaikan
tangan. "Kau ingat padaku?" Joko sorongkan wajah ke
depan. Bidadari Delapan Samudera tampak terkejut begitu
menoleh dan melihat siapa orang yang lambaikan tangan. Dadanya jadi berdebar
apalagi dia baru saja melihat adanya Nenek Selir di tempat itu.
"Pemuda itu berada di tempat ini. Demikian juga
nenek berselempang kain hitam. Apa mereka...."
"Kau lupa padaku"!" Joko ulangi pertanyaan. Lalu
melangkah mendekati.
Sebenarnya Bidadari Delapan Samudera sudah
akan buka mulut mencegah. Namun walau mulutnya
sudah terbuka menganga, tapi tidak ada suara yang
terdengar. Baru ketika Joko hampir mendekat, suara Bidadari
Delapan Samudera terdengar.
"Aku tahu siapa kau! Tapi harap tidak lanjutkan
langkah!" Murid Pendeta Sinting berhenti. Pandangi sosok Bidadari Delapan Samudera sesaat
lalu berucap. "Bidadari.... Kita perlu bicara!"
Bidadari Delapan Samudera geleng kepala. "Tidak
ada yang perlu kita bicarakan! Harap melangkah mundur!"
"Hem.... Terlalu bahaya kalau gadis ini harus berhadapan dengan Datuk Kala
Sutera. Tapi bagaimana
aku harus menghalangi niatnya"! Siapa pun adanya
laki-laki mata satu itu, pasti dia adalah orang yang selama ini dekat dengannya!
Dan kematiannya akan
membuat dia bertindak nekat!" Pendekar 131 berkata
dalam hati. Lalu berkata.
"Bidadari.... Kau mungkin lupa. Ada...."
"Aku mau bicara dengan pemuda berjubah hitam
ini! Harap tidak buka suara!" Bidadari Delapan Samudera menukas ucapan Joko.
Lalu teruskan ucapan seraya memandang lekat-lekat pada Datuk Kala Su-tera.
"Kau telah membunuh eyang guruku! Tapi itu bukan hal penting bagiku!" Bidadari
Delapan Samudera
geleng kepala walau sebenarnya dia harus kuatkan diri
untuk mengatakan hal itu. "Asal kau jawab dengan jujur pertanyaanku!"
Datuk Kala Sutera balas memandang dengan ter-
senyum. Namun dia segera alihkan pandang matanya
pada Bidadari Tujuh Langit. "Kalau aku meladeni gadis
ini, urusan cincin itu bisa tertunda lagi! Yang akan dibicarakan pasti mampusnya
manusia mata satu itu!"
Berpikir begitu, tanpa buka mulut sambuti ucapan
Bidadari Delapan Samudera, Datuk Kala Sutera segera
melompat ke arah Bidadari Tujuh Langit. Tapi gerakannya tertahan ketika Bidadari
Delapan Samudera
ikut melompat memotong gerakan sang Datuk.
"Aku tak punya waktu untuk jawab pertanyaanmu!
Menyingkirlah dari hadapanku atau kau akan menyusui gurumu!"
"Jelitaku...." Bidadari Tujuh Langit menyahut. "Beri


Joko Sableng 42 Rahasia Darah Kutukan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jalan padanya. Apa pun pertanyaanmu, nanti aku
akan menjawabnya!"
"Aku tak perlu bertanya padamu! Jangan berani bicara atau bergerak dari
tempatmu!" bentak Bidadari
Delapan Samudera.
Selagi Bidadari Delapan Samudera bicara, Datuk
Kala Sutera gerakkan tangan kanan.
Tanah di sekitar tempat tegaknya Bidadari Delapan
Samudera muncrat semburat. Hingga untuk beberapa
saat pandangan gadis jelita ini terhalang. Ketika semburatan tanah luruh, Datu
Kala Sutera sudah tidak
terlihat lagi di hadapan si gadis.
Bidadari Delapan Samudera berpaling ke arah mana
Bidadari Tujuh Langit berada. Ternyata sang Datuk
sudah tegak di hadapan perempuan bertubuh bahenol
ini dengan tangan terangkat ke udara. Di hadapannya,
Bidadari Tujuh Langit juga angkat kedua tangannya
dengan mata terpentang besar.
Bidadari Delapan Samudera hendak melompat. Tapi
belum sampai bergerak, Datuk Kala Sutera sudah melompat ke arah Bidadari Tujuh
Langit dengan tubuh
dilorotkan ke bawah. Tangan kiri kanannya menyambar ke arah kaki kiri Bidadari
Tujuh Langit. Bidadari Tujuh Langit tidak tinggal diam. Kedua kakinya disentakkan ke belakang.
Lalu sorongkan tubuh
bagian atasnya ke bawah. Tangan kiri kanan berkelebat menghadang gerakan kedua
tangan Datuk Kala
Sutera. Bukkk! Bukkk! Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera sama
terbanting ke samping dan jatuh menghantam tanah.
Melihat apa yang terjadi, murid Pendeta Sinting cepat berkelebat ke arah
Bidadari Delapan Samudera.
Dengan pegang lengan si gadis, Joko berbisik.
"Memang tidak ada yang perlu kita bicarakan. Tapi
lebih baik kita pergi dari tempat ini!"
Ketika merasa lengannya dipegang orang, hampir
saja Bidadari Delapan Samudera kelebatkan tangan.
Namun begitu mendengar suara orang, dia tahan gerakannya. Entah mengapa dada
gadis ini berdegup kencang. Hingga dia bukannya simak ucapan yang terdengar,
melainkan coba kuasai diri.
Melihat si gadis hanya diam saja, Joko cepat tarik
tangannya mengajak Bidadari Delapan Samudera menjauh.
"Jangan berani teruskan tindakan! Harap lepaskan
tanganmu!" Bidadari Delapan Samudera buka mulut
setengah membentak begitu sosoknya terseret.
"Bidadari.... Aku tahu bagaimana perasaanmu saat
ini. Tapi terlalu bahaya jika turuti kemarahan!"
Bidadari Delapan Samudera berpaling dan menatap
sesaat pada sepasang bola mata murid Pendeta Sinting, "terima kasih.... Tapi aku
telah tentukan apa yang
harus kulakukan! Harap lepaskan tanganmu dan menjauh dari tempat ini!"
Joko mempererat cekalan tangannya pada lengan
Bidadari Delapan Samudera. "Harap jangan berlaku
bodoh! Kau sama saja dengan bunuh diri! Kau tahu
siapa yang akan kau hadapi"!"
"Kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan bagiku! Bahkan aku memilih mati
daripada hidup dengan
rahasia yang terselubung!"
"Bidadari... Aku tahu seseorang yang mungkin dapat ungkap rahasia hidupmu!"
Bidadari Delapan Samudera geleng kepala. "Hanya
laki-laki berjubah hitam itu yang tahu! Aku tak ingin
dia mampus sebelum buka mulut jawab pertanyaanku!"
Bidadari Delapan Samudera tepiskan cekalan tangan pendekar 131. "Aku tak segan
membunuhmu jika
kau halangi tindakanku!"
Joko lepaskan cekalan tangannya. Namun secepat
kilat kedua tangannya bergerak kembali sarangkan totokan!
Bidadari Delapan Samudera berseru tertahan ketika
mendapati apa yang dilakukan murid Pendeta Sinting.
"Apa yang kau lakukan"! Apa maksudmu dengan
semua ini"! Kau telah membuat satu kesalahan besar!
Aku akan membunuhmu!" Bidadari Delapan Samudera
berteriak setengah menjerit. Tapi hanya itu yang bisa
dilakukan, karena bersamaan itu sosoknya melorot jatuh.
Pendekar 131 cepat menyambar sosok Bidadari Delapan Samudera. Saat lain
berkelebat ke arah Nenek
Selir. "Nek! Kau tahu apa yang harus kau lakukan pada
gadis ini! Sekarang aku harus pergi dulu!"
Joko letakkan tubuh Bidadari Delapan Samudera di
hadapan si nenek yang masih tegak dengan kedua
tangan memegang pedang.
Yang diajak bicara bukannya cepat menyahut, melainkan memandang tajam pada Joko.
"Kau tak akan pergi dari sini, Setan Seberang! Dosamu padaku sudah tidak bisa
diucapkan kata-kata!"
Berubahlah paras Pendekar 131. "Astaga! Tadi dia
bercanda denganku! Mengapa sekarang tiba-tiba berubah"!"
"Nek...!"
"Jangan buka mulut!" hardik si nenek. "Kau tetap di
sini atau pedangku akan memutus batang lehermu sekarang juga!"
"Nek...." Kali ini Bidadari Delapan Samudera yang
angkat suara dengan mata mendelik ke arah Joko yang
tegak di sampingnya. "Harap tak keberatan melepaskan aku dari totokan ini!"
Nenek Selir alihkan pandang matanya pada Bidadari Delapan Samudera yang
tergeletak di atas tanah.
Mendadak nenek ini perdengarkan tawa cekikikan.
"Pemuda itu yang menotokmu. Mengapa minta aku
yang harus membebaskan"!"
"Nek! Harap tidak terus bercanda! Memang dia yang
lakukan pekerjaan keparat ini! Tapi kurasa kau bisa
membantuku!"
"Kalau aku turuti permintaanmu, berarti aku membuat satu urusan! Padahal
urusanku dengan dia belum selesai! Tunggulah sampai aku tuntaskan persoalan!
Setelah itu kita lihat nanti!"
Bidadari Delapan Samudera bergumam tak jelas.
Lalu berkata pada Joko dengan suara meradang.
"Pemuda asing! Kalau kau ingin sesuatu, mengapa
berlaku pengecut seperti ini"! Lepaskan totokanku!"
Joko tidak pedulikan radangan Bidadari Delapan
Samudera. Sebaliknya dia memutar tubuh.
"Kau akan tetap di sini!" Nenek Selir sudah buka
suara sebelum Joko teruskan gerakan.
Ketika murid Pendeta Sinting melirik, matanya
membelalak dan kuduknya jadi dingin. Nenek Selir telah angkat kedua tangannya
yang memegang gagang.
"Nek.... Baiklah! Kalau apa yang kulakukan tempo
hari kau anggap satu dosa, aku menerima! Tapi kumohon kau memberiku
kesempatan...."
"Kesempatanmu sudah habis!"
"Tapi...."
"Kau pergi dengan leher putus atau tetap di sini
hingga aku memutuskan!"
Selagi Pendekar 131 dan Nenek Selir bicara, diamdiam Bidadari Delapan Samudera
coba kerahkan tenaga dalam untuk lepaskan diri dari totokan. Namun
hingga tubuhnya bergetar dan berkeringat, dia tidak
mampu membebaskan diri.
"Lebih baik kalian membunuhku!" Bidadari Delapan
Samudera berteriak.
"Itu urusan mudah!" sahut Nenek Selir.
"Mengapa tidak kau lakukan"! Apa sebenarnya yang
kalian inginkan"!"
"Jangan bertanya padaku! Bukan aku yang melakukannya!"
"Tapi setidaknya kau bisa lakukan sesuatu untukku! Aku telah menceritakan
semuanya padamu! Seharusnya kau mengerti!"
Nenek Selir anggukkan kepala. "Kau memang telah
cerita banyak padaku. Tapi satu cerita bukanlah merupakan jaminan aku harus
lakukan sesuatu padamu!"
"Ah... Ternyata aku salah sangka pada kalian... Selama ini kukira kalian orang-
orang yang...."
"Percuma kau mengeluh!" Nenek Selir memotong.
"Diam saja di situ! Lihat apa yang terjadi!"
Habis berkata begitu, Nenek Selir arahkan matanya
ke depan. Walau tetap waspada khawatir si nenek melakukan sesuatu yang tak
terduga, perlahan-lahan Joko ikut putar kepala lalu memandang ke depan, di
tempat mana Datuk Kala Sutera dan Bidadari Tujuh
Langit tampak sama bergerak bangkit.
*** SEBELAS KITA tinggalkan dahulu ketegangan di tempat mana
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera berada.
Kita menuju satu tempat tidak jauh dari tempat mana
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera berada.
Seperti diketahui, saat terjadi bentrok antara Bidadari Tujuh Langit, Nenek
Selir dan Pendekar 131, mendadak terdengar gaung aneh yang membuat semua
orang harus salurkan hawa sakti dan tutup jalan pendengaran. Lalu terlihat
gulungan benda hitam menukik dari atas udara. Saat lain suasana berubah gelap
dan semua orang rasakan matanya perih.
Ketika suasana berubah terang lagi, ternyata Paduka Seribu Masalah, Manusia
Tanah Merah, Bidadari
Pedang Cinta, dan Dayang Tiga Purnama sudah lenyap.
Ketika suasana berubah gelap dan semua orang rasakan matanya perih, mendadak
Dayang Tiga Purnama dan Bidadari Pedang Cinta rasakan siuran angin di
sebelahnya. Kedua gadis ini cepat membuat gerakan.
Khawatir yang berkelebat ke arahnya adalah Bidadari
Tujuh Langit atau Datuk Kala Sutera.
Namun belum sempat kedua gadis Ini bergerak le-
bih jauh, mereka merasakan sosok masing-masing sudah berada di panggulan orang.
Dan belum sempat
keduanya buka mulut, mereka merasakan dibawa terbang.
Mungkin takut salah tindak, baik Bidadari Pedang
Cinta maupun Dayang Tiga Purnama berusia tidak
membuat gerakan meski diam-diam mereka kerahkan
tenaga dalam pada kedua tangan masing-masing.
Ketika mendapati keadaan sudah terang, sertamerta Bidadari Pedang Cinta dan
Dayang Tiga Purnama buka mata masing-masing. Namun belum sampai
kedua gadis ini bisa mengetahui siapa gerangan sosok
yang memanggulnya, mereka merasakan tubuh masing-masing terangkat ke udara.
Bidadari Pedang Cinta dan Dayang Tiga Purnama
cepat pentang mata dari atas udara. Hampir bersamaan mereka angkat kedua tangan
masing-masing lalu memandang ke bawah.
Namun mendadak kedua gadis itu sama tarik pulang tangan masing-masing. Lalu
melayang turun.
"Eyang...." Dayang Tiga Purnama buka mulut seraya melangkah ke arah satu sosok
tubuh tambun besar milik seorang perempuan berusia lanjut. Nenek ini
berambut putih panjang sebatas betis. Wajahnya disamaki gumpalan daging hingga
hidung dan matanya
seakan melesak lenyap. Perempuan tambun besar ini
mengenakan pakaian ketat warna merah.
DI lain pihak, Bidadari Pedang Cinta segera pula
melangkah mendekati perempuan tambun besar seraya membatin.
"Gadis ini memanggilnya Eyang. Jangan-jangan dialah gadis yang sering
diceritakan Eyang Guru padaku...."
Bidadari Pedang Cinta hentikan langkah lima tindak
di hadapan perempuan tambun besar. Sementara
Dayang Tiga Purnama sudah menjura hormat dua tindak di hadapan si perempuan
tambun besar seraya
ber-ucap lagi. "Eyang.... Aku harus segera kembali. Aku telah menemukan orang yang selama ini
kucari!" Si perempuan tambun besar geleng kepala. "Dia
tengah menuju kemari. Kau tak usah kembali!"
Si perempuan tambun besar arahkan matanya pada
sosok Bidadari Pedang Cinta. Bibirnya tersenyum. Bidadari Pedang Cinta balas
anggukkan kepala lalu berkata.
"Putri Pusar Bumi... Sebenarnya aku tengah menuju ke tempatmu..."
"Aku tahu..," ujar perempuan bertubuh tambun besar yang ternyata bukan lain
adalah Putri Pusar Bumi.
"Eyang... Kau mengenalnya. Siapa dia"!" bertanya
Dayang Tiga Purnama sambil melirik ke arah Bidadari
Pedang Cinta. "Kau ingat kakak kandungku si cebol berambut
panjang itu"!"
"Iblis Pedang Kasih..," gumam Dayang Tiga Purnama.
"Hem.... Dia adalah muridnya."
Dayang Tiga Purnama berpaling pada Bidadari Pedang Cinta yang tidak lain memang
murid tunggal Iblis
Pedang Kasih, kakak kandung Putri Pusar Bumi.
"Nenek tadi mengatakan gadis ini adalah kekasih
pemuda negeri seberang itu.... Benarkah"!" Dayang Tiga Purnama ingat ucapan
Nenek Selir. Di lain pihak, diam-diam Bidadari Pedang Cinta juga tengah berkata dalam hati.
"Gadis ini punya silang
sengketa dengan Joko Sableng. Apa yang harus kukatakan padanya"! Jangan-jangan
dia percaya ucapan
nenek tadi kalau aku adalah kekasih pemuda itu...
Aku harus menjelaskan padanya!"
"Mengapa kalian diam saja"! Kuharap kalian bisa
menyelesaikan ganjalan di hati jika hal itu ada di antara kalian!" berkata Putri
Pusar Bumi bisa membaca gelagat.
Hampir bersamaan Bidadari Pedang Cinta dan
Dayang Tiga Purnama sama geleng kepala lalu saling
lem-par senyum dan anggukkan kepala.
"Eyang... Tidak ada apa-apa di antara aku dengan
dia! Aku baru saja bertemu dengannya..." Dayang Tiga
Purnama buka suara.
"Betul! Tidak ada ganjalan apa-apa di antara kami..." Bidadari Pedang Cinta
menimpali. "Bagus! Hal itulah yang kuharapkan!" kata Putri
Pusar Bumi sambil berpaling pada satu jurusan. "Kita
akan membicarakan sesuatu. Apa pun nantinya yang
akan kalian dengar, kuharap kalian percaya walau sebenarnya mungkin kalian tidak
menduga dan tidak
percaya...."
Dada Bidadari Pedang Cinta dan Dayang Tiga Purnama sama berdebar. Belum sampai
ada yang buka mulut bertanya, Putri Pusar Bumi sudah berkata lagi.
"Mereka sudah datang...."
Dayang Tiga Purnama dan Bidadari Pedang Cinta
berpaling ke arah mana mata Putri Pusar Bumi tengah


Joko Sableng 42 Rahasia Darah Kutukan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memandang. Dari sebuah tikungan rumpun bambu tampak seorang kakek bertubuh pendek melangkah
perlahanlahan. Kakek ini berambut panjang hingga menjulai
tanah. Pada punggungnya terlihat punuk besar hingga
kala melangkah, sosok orang ini seperti doyong ke depan. Pada pinggangnya tampak
melilit sebuah pedang
berkilat. "Eyang Guru...," gumam Bidadari Pedang Cinta mengenali siapa adanya laki-laki
bertubuh pendek yang
tengah melangkah. Dia bukan lain memang Eyang
Guru gadis berbaju hijau ini, yakni Iblis Pedang Kasih.
"Apa yang akan dibicarakan..."! Kedengarannya
aneh! Aku harus percaya walau sebenarnya aku tidak
menduga dan tidak percaya...."
Selagi Bidadari Pedang Cinta membatin begitu,
pandang matanya menumbuk pada dua sosok tubuh
yang muncul di belakang Iblis Pedang Kasih. Yang sebelah kanan adalah seorang
laki-laki berusia lanjut
mengenakan jubah tanpa lengan berwarna abu-abu. Di
sebelahnya adalah satu sosok tubuh yang tidak terlihat raut wajahnya karena
orang Ini sengaja sembunyikan wajah di belakang rangkapan kedua kakinya yang
ditekuk. Orang ini menjajari laki-laki berjubah tanpa
lengan dengan cara melompat-lompat sambil terus
sembunyikan wajah di belakang rangkapan kedua kakinya.
"Aku tidak kenal siapa orang tua berjubah tanpa
lengan. Tapi yang pasti satunya adalah Paduka Seribu
Masalah!" Dayang Tiga Purnama bergumam yang
hanya mengenali orang yang sembunyikan wajah di
bela-kang rangkapan kedua kakinya dan yang bukan
lain memang Paduka Seribu Masalah adanya.
Hanya beberapa saat, ketiga orang yang muncul dari tikungan sudah berada tidak
jauh dari tempat tegaknya Bidadari Pedang Cinta.
Putri Pusar Bumi segera melangkah mendekati ketiga orang yang baru muncul. Lalu
buka suara seraya
memandang ke arah laki-laki berjubah tanpa lengan.
"Manusia Tanah Merah. Tidak kusangka kalau kita
akan bertemu lagi! Bagaimana kabarmu"! Ah... Ah..!"
"Terima kasih kau masih ingat padaku..," berkata
laki-laki berjubah tanpa lengan yang memang Manusia
Tanah Merah adanya. "Sayang, menginjak usia bau tanah, aku harus mengalami nasib
kurang beruntung...
Tapi aku tidak menyesal. Jika tidak begitu, janganjangan urusanku akan berlanjut
di dalam tanah!"
Putri pusar Bumi arahkan pandang matanya pada
Iblis Pedang Kasih. "Rasanya sudah tiba saatnya kita
mulai pembicaraan ini!"
Iblis Pedang Kasih anggukkan kepala sambil melirik
pada muridnya Bidadari Pedang Cinta, membuat gadis
ini makin tak enak.
Putri Pusar Bumi menghela napas panjang. Lalu
berpaling pada Paduka Seribu Masalah yang duduk
rangkapkan kaki dengan sembunyikan wajah di belakang kedua kakinya. Lalu buka
mulut. "Sahabatku, Paduka Seribu Masalah... Terima kasih kau mau bergabung bersama
kami. Kuharap kau
nanti mau..."
Belum habis ucapan Putri Pusar Bumi, Paduka Seribu Masalah sudah perdengarkan
suara. "Jangan berharap banyak. Aku takut memberi harapan! Tapi aku senang bertemu
dengan kalian. Sudah
lama rasanya kita tidak saling bertemu muka!"
Mungkin sudah mengenal siapa adanya Paduka Seribu Masalah, Putri Pusar Bumi
tidak lagi sambuti
ucapan orang. Sebaliknya segera alihkan pandangan
silih berganti pada Dayang Tiga Purnama dan Bidadari
Pedang Cinta. Lalu berkata.
"Dayang Tiga Purnama... Bidadari Pedang Cinta...
Kalian tadi telah dengar ucapanku. Sekali lagi kuharap
kalian nanti percaya dengan apa yang kalian dengar..." Putri Pusar Bumi hentikan
ucapannya sesaat.
Bidadari Pedang Cinta dan Dayang Tiga Purnama saling pandang dengan wajah heran
tak mengerti. Na-
mun kedua gadis ini tidak ada yang berusaha buka
mulut. "Sebenarnya apa yang akan kukatakan pada kalian
sudah tersimpan selama enam belas tahun. Kalaupun
baru kali ini kuutarakan, karena harus menunggu saat
yang tepat!"
Untuk kedua kalinya Putri Pusar Bumi hentikan
ucapan, membuat Dayang Tiga Purnama dan Bidadari
Pedang Cinta makin tak enak hati dan berdebar-debar.
"Sebenarnya kalian berdua adalah saudara kandung...."
Bidadari Pedang Cinta dan Dayang Tiga Purnama
sama surutkan langkah kaget. Mata mereka saling
pandang membelalak. Mulut mereka menganga tanpa
ada yang perdengarkan suara.
"Dayang Tiga Purnama...." Putri Pusar Bumi lanjutkan ucapan. "Kalau selama ini
aku menyuruhmu mencari keterangan pada Paduka Seribu Masalah, karena selain dia tahu banyak
masalah orang, terus terang se-lama ini aku tak berani mengatakannya padamu. Aku
ingin kau mendengar dari Paduka Seribu Masalah. Karena aku yakin kau pasti akan
percaya... Lain
halnya kalau aku bilang langsung kepadamu. Tapi karena keadaannya sudah
mendesak, aku harus berani
terus terang padamu. Lagi pula di sini ada Paduka Seribu Masalah..."
Dayang Tiga Purnama menghela napas panjang. Lalu buka mulut dengan suara
tersendat. "Lalu siapa orangtua kami"!"
Putri Pusar Bumi bukannya segera menjawab, melainkan berpaling pada Iblis Pedang
Kasih. "Harap tidak sembunyikan sesuatu! Kalau kami memang saudara kandung, harap
katakan siapa orangtua
kami!" Bidadari Pedang Cinta ikut buka suara.
"Paduka Seribu Masalah... Harap kau membantu
kami mengatakannya!" Iblis Pedang Kasih angkat suara.
"Ah... Mengapa kalian takut mengatakannya"! Kalau kalian saja merasa takut,
apalagi aku..."
"Paduka... Masalahnya bukan takut atau tidak. Tapi
ucapanmu pasti lebih bisa dipercaya..." Iblis Pedang
Kasih kembali buka suara.
"Aku tak berani... Aku tak berani!"
"Paduka Seribu Masalah... Aku bukannya ingin
ikut campur. Tapi hal ini adalah urusan sangat penting bagi seorang anak
manusia! Harap kau tidak takut
mengatakan yang sebenarnya!" Manusia Tanah Merah
ikut bicara. Paduka Seribu Masalah gerakkan pantat ke belakang. Kepalanya seakan-akan
digerakkan terangkat.
Namun saat lain kembali orang ini benamkan wajah
dalam-dalam di belakang rangkapan kedua kakinya.
Terdengar dia menghela napas panjang sebelum akhirnya terdengar ucapan.
"Baiklah... Tapi kuharap ini adalah keterangan terakhir yang dapat kuberikan.
Aku takut jika menjawab
pertanyaan lainnya..."
Putri Pusar Bumi dan Iblis Pedang Kasih sama anggukkan kepala. Sementara
Bidadari Pedang Cinta dan
Dayang Tiga Purnama terlihat makin tegang.
"Gadis-gadis cantik... Ibu kalian adalah Bidadari
Tujuh Langit... Ayah kalian adalah Datuk Kala Sutera..."
Saking kagetnya, hampir bersamaan Bidadari Pedang Cinta dan Dayang Tiga Purnama
berkelebat dan tegak di kanan kiri Paduka Seribu Masalah.
"Harap jangan bertanya lagi. Aku tidak berani menjawab!" Paduka Seribu Masalah
sudah perdengarkan
suara sebelum ada yang buka mulut.
"Dayang Tiga Purnama, Bidadari Pedang Cinta... Kalian Ingat ucapanku tadi...
Kalian harus percaya apa
yang telah kalian dengar!"
"Tapi itu tidak mungkin! Bidadari Tujuh Langit adalah perempuan yang memiliki
kelainan! Bagaimana
mungkin perempuan seperti dia punya anak"!" Bidadari Pedang Cinta berteriak.
"Kelainan itu terjadi setelah dia melahirkan kalian,"
kata Putri Pusar Bumi.
"Datuk Kala Sutera selama Ini tidak kenal siapa istrinya! Bagaimana mungkin dia
juga bisa memiliki
anak"!" Kali ini yang buka suara adalah Dayang Tiga
Purnama ingat akan keterangan Pendekar 131.
"Kejanggalan aneh Itu memang masih jadi tanda
tanya besar hingga sekarang... Mungkin Paduka Seribu
Masalah bisa memberi penjelasan..," berkata Iblis Pedang Kasih.
Paduka Seribu Masalah gerakkan kepala pulang balik perlahan di belakang
rangkapan kedua kakinya.
"Kalian tadi sudah dengar. Harap jangan bertanya
lagi... Aku takut!"
"Aku tidak percaya dengan semua ini!" Bidadari Pedang Cinta berseru dengan tubuh
bergetar dan suara
serak. "Aku juga tidak percaya!" Dayang Tiga Purnama
ikut berteriak.
"Anak-anak cantik... Harap tenangkan diri..." Manusia Tanah Merah coba
menenangkan suasana.
"Tidak! Aku tak bisa tenang sebelum bisa membuktikan sendiri!" teriak Bidadari
Pedang Cinta. "Bukti memang diperlukan... Tapi harap kau berlaku tenang dan tabahkan hati.
Apalagi hal ini tidak
mudah!" kembali Manusia Tanah Merah angkat bicara.
Bidadari Pedang Cinta memandang lekat-lekat pada
Dayang Tiga Purnama. Yang dipandang balas memandang.
"Benarkah semua ini"! Benarkah"!" Bidadari Pedang
Cinta membatin. "Seandainya bukan Bidadari Tujuh
Langit yang disebutkan namanya..." Bidadari Pedang
Cinta menghela napas panjang.
"Bidadari... Aku tahu bagaimana perasaanmu. Tapi
kau harus sadar. Ini adalah kenyataan yang harus kau
terima! Siapa pun adanya Bidadari Tujuh Langit, kau
harus menganggap apa adanya!" berkata Iblis Pedang
Kasih. "Aku bisa menerima kenyataan macam apa pun,
Eyang. Tapi dalam hal satu ini, rasanya aku sulit dan
belum percaya!" ujar Bidadari Pedang Cinta. Lalu ajukan tanya pada Dayang Tiga
Purnama. "Kau sendiri bagaimana"!"
Dayang Tiga Purnama terdiam beberapa saat sebelum akhirnya buka mulut.
"Aku tak bisa menjawab sebelum aku mendapat keterangan pasti dari orang yang
bersangkutan! Hanya
saja rasa percaya ini begitu kecil dibanding tidak percaya!" Dayang Tiga Purnama
tengadahkan kepala. Lalu
lanjutkan ucapan seperti bicara dengan diri sendiri.
"Seandainya benar, sebagai seorang ibu pasti dia
akan mencari anak-anaknya! Tapi hal itu tidak dia lakukan!"
"Perempuan itu bukan saja tidak berusaha mencari
anak-anaknya! Tapi sudah berani hendak berbuat gila
menjijikkan pada anaknya! Tidak pantas perempuan
seperti dia dipanggil ibu!" Bidadari Pedang Cinta sahuti
ucapan Dayang Tiga Purnama.
"Bukan hanya Itu. Laki-laki bernama Datuk Kala
Sutera Itu juga tidak layak dipanggil ayah! Dia pernah
berusaha hendak bertindak aib padaku!" Dayang Tiga
Purnama menimpali.
"Anak-anakku...," kata Putri Pusar Bumi. "Mereka
melakukannya karena tidak tahu siapa sebenarnya kalian adanya!"
"Eyang... Justru itulah yang membuatku tidak percaya. Bagaimana seorang ayah dan
seorang ibu tidak
bisa mengenali anak-anaknya!"
"Eyang..." Bidadari Pedang Cinta berkata seraya
berpaling pada Iblis Pedang Kasih. "Aku harus pergi...."
"Tunggu!" tahan Iblis Pedang Kasih.
Tapi Bidadari Pedang Cinta seolah tidak mendengar
teriakan orang. Dia berkelebat tinggalkan tempat itu
dan berlari sekuat yang dia bisa.
Dayang Tiga Purnama berpaling pada Putri Pusar
Bumi. Tanpa buka mulut, gadis ini balikkan tubuh lalu berkelebat mengejar
Bidadari Pedang Cinta.
Putri Pusar Bumi, Iblis Pedang Kasih, Manusia Tanah Merah saling pandang. Tanpa
ada yang coba buka
suara, perlahan-lahan ketiga orang ini melangkah meninggalkan tempat itu
mengambil arah mana tadi Bidadari Pedang Cinta dan Dayang Tiga Purnama
berkelebat. "Hai... Mengapa kalian tidak mengajakku"! Kalian
takut aku ikut serta"!" Paduka Seribu Masalah perdengarkan teriakan. Saat lain
orang ini melompat-lompat
mengejar dengan kaki ditekuk dan wajah disembunyikan dalam-dalam di belakang
rangkapan kedua kakinya!
SELESAI Segera terbit: KARMA MANUSIA SESAT
Scanned by Clickers
Edited by Adnan Sutekad
PDF: Abu Keisel
https://www.facebook.com/pages/DuniaAbu-Keisel/511652568860978
Jodoh Si Naga Langit 3 Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen Bukit Pemakan Manusia 19
^