Pencarian

Titah Dari Liang Lahat 1

Joko Sableng 13 Titah Dari Liang Lahat Bagian 1


Hak cipta dan copy right pada penerbit dibawah lin-
dungan undang-undang
Dilarang mengcopy atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit Pengarang:
Zhaenal Fanani SATU MALAIKAT Penggali Kubur tersurut satu tindak
dengan sepasang mata mendelik tak berkesip dan mu-
lut menganga namun tak perdengarkan suara. Paras-
nya berubah dengan tengkuk dingin.
Untuk beberapa saat dia hanya dapat pandangi so-
sok berjubah hitam yang kini melingkar tak bergerak-
gerak dua langkah di hadapannya. Dadanya berdebar
keras. Sekujur tubuhnya bergetar.
"Siapa manusia ini"!" tanya Malaikat Penggali Kubur dalam hati setelah dapat
kuasai rasa kejutnya.
"Berjubah hitam panjang.... Jangan-jangan manusia ini yang dilihat dalam mimpi
Guru. Tapi... dia sudah
tewas!" sekali lagi Malaikat Penggali Kubur pandangi sosok berjubah hitam yang
tadi duduk bersila di atas
batu dan kini melingkar di atas tanah.
"Ada keanehan...," desis Malaikat Penggali Kubur dengan kepala berputar dan
sepasang mata pandangi
berkeliling sebelum akhirnya kembali ke sosok tak bergerak di hadapannya. "Jubah
dan sekujur tubuhnya sudah berlumut. Berarti dia sudah lama mati! Tapi aku tidak
membaui bau bangkai. Anggota tubuhnya pun
tidak rusak.... Mimpi Guru benar-benar bukan hanya
kembang tidur! Dan petunjuk orang yang menamakan
Iblis Rangkap Jiwa benar adanya.... Jadi manusia in-
ilah yang kucari!" Malaikat Penggali Kubur dongakkan kepala dengan bibir
tersenyum. "Guru mengatakan orang ini membuka jubahnya di bagian dada. Lalu
tampak sebuah kitab... Pemuda murid Bayu Bajra In-
gat akan ucapan gurunya beberapa saat yang lalu.
Ingat akan hal Itu, cepat Malaikat Penggali Kubur
melangkah satu tindak lalu Jongkok dengan kedua
tangan bergerak ka arah Jubah bagian atas orang tua
yang melingkar tak bergerak. Namun gerakan kedua
tangan Malaikat Penggali Kubur tertahan. Dahinya
berkerut dengan mata menatap tajam. Bukan meman-
dang pada sosok dl hadapannya melainkan pada ba-
gian samping batu di mana tadi orang tua berjubah
duduk. Waktu orang tua berjubah hitam panjang tadi du-
duk dl atas batu, bagian samping batu memang tidak
kelihatan karena tertutup jubah hitamnya yang pan-
jang. Setelah orang tua itu jatuh, kini tampaklah ba-
gian samping batu itu.
Ternyata di bagian samping batu itu ada rangkaian
tulisan. Sesaat Malaikat Penggali Kubur perhatikan
rangkaian tulisan itu dengan mata menyipit. Karena
ternyata rangkaian tulisan itu ditulis dengan darah!
Malaikat Penggali Kubur pandangi rangkaian tuli-
san lalu beralih pada sosok di hadapannya. Kejap lain dia arahkan kembali
pandangannya pada rangkaian,
tulisan lalu membaca dengan mulut bergetar.
Pesan bagi anak manusia yang menemukan diriku.
Kau akan mendapatkan sebuah karya luar biasa
dahsyat dalam tubuhku.
Setelah kau dapatkan karya itu, angkat mayatku
dua belas langkah dari tempat ini ke jurusan kanan.
"Karya.... Pasti yang dimaksud adalah...." Malaikat Penggali Kubur tidak
lanjutkan gumaman nya. Sebaliknya dia segera arahkan pandangannya pada sosok
orang tua berjubah. Kedua tangannya segera bergerak
membuka kancing bagian atas jubah orang.
Sepasang mata Malaikat Penggali Kubur membe-
sar. Di balik jubah hitam orang yang telah tersingkap,
tampaklah sebuah kitab berwarna hitam. Namun sang
pemuda tidak segera gerakkan tangan untuk mengam-
bil. Sebaliknya memperhatikan sekitar Kitab Hitam
yang terikat di dada orang. .
Di sekitar dada orang tua itu terlihat bercak-bercak
darah mengering. Malah sebagian ada di sampul kitab.
"Heran.... Mulut dan hidungnya tidak mengucur-
kan darah. Demikian pula telinganya. Dari mana darah
itu?" Malaikat Penggali Kubur sibakkan Jubah hitam
orang ke bawah. Namun dia tidak menemukan luka
yang mengucurkan darah.
"Ah.... itu urusan nanti. Yang penting aku telah menemukan kitab Itu.... Dan aku
harus lakukan apa
yang tertera di batu itu. Pasti orang tua ini yang menu-lis!" Kedua tangan
Malaikat Penggali Kubur menyentuh kitab yang terikat di dada orang. Ada hawa
dingin tatkala kedua tangannya menyentuh sampul kitab.
Dengan kedua tangan bergetar. Malaikat Penggali Ku-
bur segera tarik kitab Itu.
Dengan tangan masih bergetar murid Bayu Bajra
ini segera memeriksa kitab bersampul hitam. Pada
sampulnya tidak ada tulisan. Dia coba membuka. Na-
mun dia tersentak kaget. Ternyata bagaimanapun dia
berusaha membuka, lembaran kitab itu laksana leng-
ket dan tidak bisa dibuka.
"Bagaimana aku mempelajari isinya kalau tidak bi-sa dibuka" Jangan-jangan ini
kitab palsu! Tapi.... "Malaikat Penggali Kubur perhatikan lebih seksama lagi.
Karena pada sampulnya ada bercak-bercak darah dan
menduga di balik bercak darah ada tulisan, tangan
kanannya segera mengusap-usap sampul kitab hilang-
kan bercak-bercak darah.
Bersamaan dengan itu tiba-tiba terdengar deruan
perlahan. Malaikat Penggali Kubur tersentak. Menduga
ada orang lain yang lancarkan pukulan, dia cepat seli-napkan Kitab Hitam ke
balik pakaiannya.
Karena sewaktu mengusap sampul kitab mengha-
dap ke atas, mendadak saat itu juga ranggasan daun
dan ranting-ranting yang banyak tumbuh di bagian
lamping jurang laksana dilanda gelombang dahsyat.
Kejap lain Malaikat Penggali Kubur menyaksikan lamp-
ing Jurang bersih rata. Yang terlihat kini adalah serpihan-serpihan daun dan
ranting yang sejenak bertabur
sebelum akhirnya tersapu angin.
"Aneh.... Apa yang terjadi" Jelas tidak ada orang yang lancarkan pukulan.
Sewaktu aku mengusap
sampul kitab ini tiba-tiba terdengar deruan, lalu ada gelombang tidak terlihat
yang menyapu rata daun dan
ranting di atas sana! Jangan-jangan inilah kedahsya-
tan kitab yang kutemukan! Tapi aku belum percaya
kalau tidak membuktikannya sendiri!"
Malaikat Penggali Kubur putar diri setengah lingka-
ran. Kedua tangannya bergerak mengusap sampul ki-
tab di balik pakaiannya. Saat itu juga terdengar de-
ruan pelan. Tidak ada gelombang angin yang terlihat.
Namun, bersamaan dengan itu batu-batu di hadapan-
nya serta jajaran pohon yang ada laksana disapu ke-
kuatan luar biasa dahsyat.
Batu-batu itu langsung pecah berantakan. Jajaran
pohon berderak tumbang dan langsung menghitam
laksana dipanggang bara api.
Malaikat Penggali Kubur tegak dengan mata seolah
tak percaya dengan apa yang disaksikan. Namun se-
saat kemudian dia menyeringai seraya bergumam pe-
lan. "Hem.... Jadi aku hanya perlu mengusap tanpa harus mempelajari isinya....
Benar-benar luar biasa!
Rimba persilatan akan segera guncang. Dan cita-citaku menjadi tokoh sakti akan
terwujud! Sejengkal lagi dunia persilatan akan berada di genggamanku!"
Malaikat Penggali Kubur tegak dengan mata seolah
tak percaya dengan apa yang disaksikan. Namun se-
saat kemudian dia menyeringai seraya bergumam pe-
lan. "Hem.... Jadi aku hanya perlu mengusap tanpa
harus mempelajari isinya... Benar-benar luar biasa!
Rimba persilatan akan segera guncang! Dan cita-citaku menjadi tokoh sakti akan
terwujud! Sejengkal lagi dunia persilatan akan berada di genggamanku!"
Malaikat Penggali Kubur tengadah. Terbayang
wajah Pendekar 131 di pelupuk matanya. Mulutnya
menyunggingkan senyum aneh. Lalu berseru. "langkah mu tidak akan panjang lagi,
Pendekar! Kau hanya
tinggal tunggu saat-saat kematian!"
Malaikat Penggali Kubur rapikan letak Kitab
Hitam di balik pakaiannya. Lalu putar diri lagi menghadap sosok orang tua
berjubah hitam yang masih me-
lingkar di atas tanah. Saat itulah sepasang matanya
melihat sesuatu menyembul di bawah mana tadi Kitab
hitam berada di dada orang.
Malaikat Penggali Kubur jongkok seraya
memperhatikan. Dia ulurkan tangan mengusap sesua-
tu yang menyembul karena di bagian dada orang ba-
nyak bercak darah.
"Ujung senjata!" desis Malaikat Penggali Kubur seraya tarik pulang tangannya.
"Jadi darah itu karena senjata yang melukai dadanya...,"
Malaikat Penggali Kubur lepas jubah hitam orang.
Lalu membalikkan tubuhnya. Dia tersentak kaget. Pa-
da bagian punggung orang tua itu tampak menancap
sebuah gagang pedang. Melihat hanya gagangnya yang
kelihatan sementara di bagian dada orang hanya me-
nyembul sedikit jelas kalau pedang itu merupakan pe-
dang kecil. "Pedang ini menancap dari belakang, pasti ini dilakukan orang lain. Jadi orang
tua itu tewas terbunuh!
Hem,... Aku harus segera lakukan apa yang tertulis di batu itu. Bagaimanapun
juga orang tua ini telah me-wariskan sesuatu luar biasa padaku!"
Malaikat Penggali Kubur kenakan kembali jubah
sosok orang tua itu. Lalu perlahan-lahan dia angkat
dan melangkah menghadap ke kanan lalu melangkah
dengan menghitung.
Saat hitungan langkahnya sampai dua belas, dia
berhenti. Di hadapannya kini tampak sebuah tanah
berlobang sedalam satu setengah tombak berbentuk
persegi panjang sepanjang dua tombak dan lebarnya
satu tombak. Di samping tanah berlobang terlihat
gundukan tanah.
"Benar-benar luar biasa orang ini. Dia telah
siapkan liang lahat untuk dirinya!"
Seakan tahu apa yang harus dilakukan, Malai
kat Penggali Kubur perlahan-lahan melompat turun
memasuki lobang persegi panjang. Perlahan-lahan pu-
la diletakkan sosok orang tua di atas tanah berbentuk liang lahat itu. Sejenak
dia pandangi tubuh si orang
tua. Lalu memandang sekeliling. Saat itulah matanya
melihat dinding tanah di bagian samping laksana dite-
kan-tekan tangan hingga membentuk sebuah tulisan!
Dengan sedikit belalakkan sepasang matanya,
Malaikat Penggali Kubur mulai membaca tulisan di
dinding tanah. "Terima kasih kau telah lakukan apa yang
kuinginkan, Siapa pun kau adanya, kau kini bukanlah
manusia seperti sebelum kau berhasil menemukanku.
Kau telah menemukan kitab luar biasa sakti. Tapi ada beberapa hal yang harus kau
lakukan. Kau harus memusnahkan seluruh anak keturunan bekas seorang
permaisuri bernama Ken Rakasiwi. Kau harus singkirkan tokoh-tokoh rimba
persilatan hingga kau menjadi manusia tanpa tanding seperti cita-citaku! Untuk
mengetahui seluruh anak turunan Ken Rakasiwi, pergilah ke sebuah kuil di pantai
timur. Sementara ini kau harus menyamar. Kalau semuanya sudah jelas, tiba
saatnya bagimu lakukan tugas!
Datuk Kematian Malaikat Penggali Kubur mengulang dua kali tuli-
san di dinding tanah Liang lahat Lalu berpaling pada
wajah orang tua di hadapannya.
"Datuk Kematian.... Aku akan laksanakan tugas-
mu! Sosok Malaikat Penggali Kubur sedikit membung-
kuk. Kejap lain dia mendongak. Sekali membuat gera-
kan, sosoknya telah berada di atas Liang Lahat.
Sejurus dia arahkan pandangannya berkeliling.
"Aku merasakan perubahan pada diriku. Gerakanku
amat ringan. Hem.... ini pasti karena kitab ini!" gumamnya sambil kedua tangan
menyentuh kitab di ba-
lik pakaiannya. Saat lain kedua tangannya bergerak
menimbun lobang Liang Lahat dengan tanah yang
menggunduk di sekitar liang lahat.
Begitu lobang liang lahat tertutup Malaikat Pengga-
li Kubur menarik napas panjang. Lalu putar diri dan
melangkah ke tempat di mana dia tadi terjatuh.
Kepala Malaikat Penggali Kubur mendongak. "Ju-
rang ini tidak terlalu dalam. Tapi karena di sampingnya tidak ada lagi tumbuhan
yang bisa dibuat pegan-
gan terpaksa aku harus naik dengan caraku sendiri...."
Malaikat Penggali Kubur melangkah ke arah samp-
ing jurang. Kembali kepalanya tengadah. Kejap lain dia sentakkan kedua kakinya
ke tanah. Sosoknya melenting ke atas sampai dua tombak. Sebelum tubuhnya
melayang turun lagi, kedua tangan dan kakinya berge-
rak menghantam tanah di samping jurang.
Sebenarnya semula Malaikat Penggali Kubur mera-
sa bimbang akan apa yang hendak dilakukan. Namun
karena percaya pada kitab di balik pakaiannya dia lalu mencoba.
Bagian lamping jurang adalah tanah gembur kare-
na hanya ditumbuhi pohon-pohon kecil. Sekali sentuh
tanahnya pasti longsor. Hal inilah yang semula menja-
dikan Malaikat Penggali Kubur merasa was-was.
Namun begitu kedua tangan dan kaki Malaikat
Penggali Kubur bergerak menghantam tanah di lamp-
ing jurang untuk menahan agar tubuhnya tidak jatuh,
pemuda ini jadi terkejut sendiri.
Meski kedua tangan dan kakinya kini masuk ke
dalam tanah di lamping jurang hingga tubuhnya
menggantung, tanah di lamping jurang tidak longsor!
Malaikat Penggali Kubur tidak menunggu terlalu
lama. Dia segera tarik pulang kedua tangannya. Se-
mentara kedua kakinya masih masuk ke tanah lamp-
ing jurang. Kedua tangannya lalu diangkat ke atas dan kembali di hujamkan masuk
ke tanah. Kejap lain sepasang kakinya ditarik. Lalu diangkat ke atas. Dengan
cara begitu, pada akhirnya Malaikat Penggali Kubur


Joko Sableng 13 Titah Dari Liang Lahat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai di bibir jurang.
Ketika bibir jurang telah terlihat, Malaikat Penggali Kubur gerakkan tangan dan
kakinya bersamaan. Sosoknya melenting ke udara melalui bibir jurang.
Wuuuutt Malaikat Penggali Kubur terkesiap kaget. Begitu
sosoknya melampaui bibir jurang ada satu gelombang
angin menyambar deras ke arahnya. Kalau murid
Bayu Bajra yang kini telah mendapat Kitab Hitam cip-
taan Ageng Barada alias Datuk Kematian tidak segera
gerakkan bahunya, niscaya tubuhnya akan terhantam
gelombang yang tiba-tiba menyambar.
Sebagai pemuda yang bertahun-tahun digembleng
Bayu Bajra, seorang tokoh rimba persilatan yang cu-
kup disegani, Malaikat Penggali Kubur sadar kalau ada orang lain di tempat itu.
Lebih-lebih kini daya pendengarannya makin tajam karena kitab di balik pakaian-
nya. Gelombang yang lolos menghantam Malaikat Peng-
gali Kubur terus menerabas sebelum akhirnya meng-
hantam bibir jurang di seberang sana. Di lain pihak,
Malaikat Penggali Kubur cepat putar diri dan berpal-
ing. Sepasang matanya mendelik angker. Rahangnya
mengembung dengan pelipis bergerak-gerak. Namun
rasa kaget lebih tampak di wajah si pemuda dari pada
rasa geram karena diserang mendadak!
*** DUA Di hadapan Malaikat Penggali Kubur sejarak sepu-
luh langkah tegak seorang laki-laki yang raut wajahnya hampir tidak tertutup
daging. Kepalanya tidak ditumbuhi rambut. Sepasang matanya besar menjorok ke-
luar. Laki-laki ini mengenakan pakaian compang-
camping yang dibercaki tanah. Laki-laki yang bukan
lain adalah Iblis Rangkap Jiwa ini sunggingkan se-
nyum seringai. Saat lain kepalanya mendongak. Tan-
gan kanannya bergerak ke depan membuat sikap se-
perti orang meminta. Lalu terdengar suaranya mem-
bentak keras. "Serahkan Kitab Hitam itu padaku!" Sesaat Malaikat Penggali Kubur tercekat.
Namun ingat akan kitab
di balik pakaiannya, pemuda murid Bayu Bajra ini ter-
tawa pendek. Dalam hati dia berkata.
"Aneh. Dia yang menunjukkan di mana tempat be-
radanya kitab ini, tapi kenapa dia tiba-tiba hendak
meminta dariku" Dia memiliki kepandaian sangat ting-
gi. Tentunya tidak sulit baginya untuk mengambilnya
sendiri ke dalam jurang. Apalagi dia telah tahu tempatnya...."
Seperti diketahui, Gumara alias Malaikat Penggali
Kubur dibangunkan gurunya dari semadi. Gurunya la-
lu menceritakan tentang mimpinya. Malaikat Penggali
Kubur lalu melakukan perjalanan. Di puncak Bukit
Selamangleng, Malaikat Penggali Kubur berjumpa den-
gan seorang laki-laki yang sebutkan diri sebagai Iblis Rangkap Jiwa. Dari laki-
laki inilah Malaikat Penggali Kubur mendapat petunjuk di mana adanya Kitab
Hitam. (Lebih jelasnya baca serial Joko Sableng dalam
episode: "Warisan Laknat").
Selagi Malaikat Penggali Kubur membatin, Iblis
Rangkap Jiwa perdengarkan suara tawa panjang. Lalu
dia berkata. "Kau kuberi waktu menimbang. Namun kau hanya.
punya dua pilihan! Pertama. Serahkan Kitab Hitam
dan kau bisa pulang dengan membawa nyawa. Kedua.
Aku mengambil sendiri kitab itu dengan caraku na-
mun sekalian dengan nyawamu!"
Mendengar ucapan Iblis Rangkap Jiwa, Malaikat
Penggali Kubur balik perdengarkan tawa panjang. Ma-
lah kini kedua tangannya berkacak pinggang.
Waktu jumpa di puncak Bukit Selamangleng, Ma-
laikat Penggali Kubur memang kecut menghadapi Iblis
Rangkap Jiwa. Malah murid Bayu Bajra ini sempat pa-
srah tewas di tangan Iblis Rangkap Jiwa. Namun kini
Malaikat Penggali Kubur telah membekal kitab dah-
syat. Dia yakin, bagaimanapun kehebatan ilmu Iblis
Rangkap Jiwa, dia pasti akan tersapu pukulan tak ter-
lihat dari Kitab Hitam. Kepercayaan inilah yang mem-
buat Malaikat Penggali Kubur tidak merasa jera den-
gan ancaman orang.
Di lain pihak, meski Iblis Rangkap Jiwa belum
mengetahui benar bagaimana kedahsyatan Kitab Hi-
tam, namun dari gerakan Malaikat Penggali Kubur
yang telah dapat meloloskan diri dari pukulannya saat keluar dari bibir jurang
membuat laki-laki ini tidak
mau bertindak ayal. Dia jelas telah menangkap adanya
perubahan pada pemuda di hadapannya. Apalagi kini
Malaikat Penggali Kubur berani tertawa panjang sambil berkacak pinggang. Padahal
beberapa saat yang lalu,
pemuda dapat dibuat jatuh bergedebukan hanya den-
gan sentakan kedua kakinya!
Malaikat Penggali Kubur luruskan kepalanya me-
mandang tajam ke dalam bola mata besar Iblis Rang-
kap Jiwa. Setelah menyeringai dia berkata.
"Kau telah menimbang ucapanmu, Manusia Iblis"!
Dengar baik-baik! Kalau kau tawarkan dua pilihan pa-
daku, aku hanya punya satu jalan untukmu!. Ikut ber-
gabung denganku atau mampus saat ini juga!"
Walau merasa terkejut dengan ucapan Malaikat
Penggali Kubur namun Iblis Rangkap Jiwa malah per-
keras suara tawanya. Kejap lain dia berkata.
"Jangan membuat aku berubah pikiran! Atau kau
lebih suka serahkan kitab itu beserta nyawamu seka-
lian"!"
"Kau tahu siapa yang tengah kau hadapi"!" tanya Malaikat Penggali Kubur seraya
palingkan kepala memandang pada jurusan lain.
Iblis Rangkap Jiwa puaskan tertawa dahulu sebe-
lum berujar. "Kalau tidak tahu siapa kau, tidak mungkin aku
tunjukkan di mana kitab itu berada!"
"Hem.... Rupanya pengetahuanmu luas juga!" sahut Malaikat Penggali Kubur masih
tanpa berpaling.
"Aku tahu banyak siapa kau lebih dari dirimu! Kau murid tunggal seorang anak
manusia bernama Bayu
Bajra! Kau mempunyai dendam berkarat pada anak
manusia bergelar Pendekar Pedang Tumpul 131 Joko
Sableng dan kawan-kawannya! Lebih dari itu kau
punya lima pusaran rambut di kepala!"
Laksana disentak setan, kepala Malaikat Penggali
Kubur berpaling. Matanya tetapi Iblis Rangkap Jiwa
dari atas hingga bawah. Diam-diam dalam hati ia ber-
kata heran. "Bagaimana dia tahu aku memiliki lima pusaran rambut di kepala"
Padahal...."
Belum sampai Malaikat Penggali Kubur lanjutkan
kata hatinya, Iblis Rangkap Jiwa telah buka mulut lagi.
"Kau terkejut. Pertanda ucapanku benar!"
Malaikat Penggali Kubur tidak menyahut. "Orang
ini aneh. Dia punya ilmu tinggi dan tahu dl mana kitab berada. Namun dia tidak
berusaha mengambil sendiri,
malah menunjukkan padaku. Dia juga tahu aku punya
lima pusaran rambut dl kepala padahal aku baru men-
genalnya!. Aku harus tahu semua keanehan ini!"
Berpikir begitu Malaikat Penggali Kubur lalu berka-
ta. "Aku akan berikan apa yang kau minta. Tapi jawab dulu pertanyaanku!"
Iblis Rangkap Jiwa tertawa ngakak sambil geleng-
gelengkan kepala. "Dengan atau tanpa syarat pun kitab itu harus kau berikan
padaku! Tapi aku masih
berbaik hati padamu. Kau mau tanya apa"!"
"Kau punya kepandaian tinggi. Kau juga tahu di
mana Kitab Hitam berada. Kenapa kau tidak mengam-
bilnya sendiri" Lalu dari mana kau tahu aku memiliki
pusaran rambut sebanyak lima buah"!"
"Sebenarnya pertanyaan orang bodoh! Tapi tak
apalah, apa yang menjadi pertanyaanmu akan kuja-
wab!" kata Iblis Rangkap Jiwa sambil tertawa pendek membuat paras wajah Malaikat
Penggali Kubur merah
padam. Namun pemuda ini coba menindih perasaan-
nya. "Sebuah kitab sakti diciptakan hanya ditentukan untuk satu orang meski
banyak orang berusaha merebutnya! Dari semadi yang kulakukan beberapa tahun,
kuketahui bahwa anak manusia yang memiliki pusa-
ran rambut berjumlah lima buah yang dapat mengam-
bil Kitab Hitam itu. Aku juga tahu bahwa anak manu-
sia bernama Gumara yang memiliki pusaran rambut
berjumlah lima!" sejenak Iblis Rangkap Jiwa hentikan keterangannya. Sementara di
hadapannya Malaikat
Penggali Kubur dengarkan dengan saksama.
"Aku memang memiliki kepandaian tinggi dan tahu
di mana beradanya Kitab Hitam itu. Tapi aku bukan
manusia bodoh. Karena bagaimanapun ketinggian il-
mu orang, selain anak manusia yang memiliki pusaran
rambut lima buah maka segala usahanya untuk men-
gambil kitab itu akan sia-sia! Malah dia akan menda-
pat celaka!"
"Mengapa kau percaya saat aku mengatakan na-
maku Gumara padahal kita baru pertama kali berte-
mu"!" tanya Malaikat Penggali Kubur setelah Iblis
Rangkap Jiwa hentikan keterangannya.
"Saat mengatakan kau dalam keadaan terjepit akan mampus!. Dalam keadaan seperti
itu, tidak mungkin
orang berkata dusta! Lebih dari pada itu, kau datang tepat seperti
perhitunganku! Jelas"!"
Malaikat Penggali Kubur tersenyum aneh. "Kau
masih inginkan kitab itu"!"
"Lagi-lagi pertanyaan bodoh yang kau ucapkan!"
sahut Iblis Rangkap Jiwa. "Ratusan tahun aku me-
nunggu! Hanya manusia kerdil otak yang sia-siakan
kesempatan yang ditunggu selama itu!" Ucapan Iblis Rangkap Jiwa memang benar
adanya. Karena sebenarnya orang ini adalah seorang dedengkot rimba per-
silatan yang sudah dikenal kalangan dunia persilatan
pada ratusan tahun yang silam.
Mendengar kata-kata Iblis Rangkap Jiwa, mungkin
karena menduga ucapan Iblis Rangkap Jiwa hanya
mengada-ada, Malaikat Penggali Kubur bukannya naik
pitam meski dadanya bergemuruh. Sebaliknya dia ter-
tawa pendek dan berkata.
"Kalau kau menginginkannya, harap kau suka
mengambilnya sendiri! Kitab Hitam memang berada
padaku! Tapi harus kau ingat. Seperti ucapanmu, se-
buah kitab sakti diciptakan hanya untuk satu orang!
Dan kau telah tahu bahwa aku, Malaikat Penggali Ku-
bur yang ditentukan berjodoh memilikinya!"
"Hem.... Jadi kau telah bergelar Malaikat Penggali Kubur! Bagus, itu satu
isyarat bahwa kau telah meng-gali kuburmu sendiri!"
"Dengar, Manusia Iblis!" hardik Malaikat Penggali Kubur. "Gumara telah lama
menyandang gelar Malaikat Penggali Kubur!"
"Kau boleh menyandang gelar apa pun dan sejak
kapan pun! Tapi jangan harap Iblis Rangkap Jiwa akan
takut mendengarnya!" Habis berkata begitu, Iblis Rangkap Jiwa tertawa bergelak.
"Terserah kau takut apa tidak dengan gelaranku.
Yang pasti kau kini sedang berhadapan dengan manu-
sia yang telah berjodoh dengan Kitab Hitam!"
"Ternyata kau bukan hanya tolol tapi juga tuli. Aku tadi berkata, anak manusia
yang memiliki lima buah
pusaran rambut yang dapat mengambil kitab itu! Jadi
kau hanya dapat mengambil kitab itu dan bukan be-
rarti kau yang ditentukan mewarisi kitab itu!"
Habis berkata begitu, Iblis Rangkap Jiwa kembali
gerakkan tangan kanan membuat sikap meminta. "Kitab itu! Serahkan baik-baik
padaku!" "Tuanmu ini telah menyuruhmu mengambilnya
sendiri! Perlu ku ulangi lagi"!"
"Baik! Akan kuambil beserta nyawamu sekalian!"
sentak Iblis Rangkap Jiwa. Bersamaan dengan itu so-
soknya laksana kilat berkelebat ke arah Malaikat
Penggali Kubur.
Belum sempat Malaikat Penggali Kubur membuat
gerakan, kedua tangan Iblis Rangkap Jiwa telah me-
nyambar ke arah kepalanya dengan keluarkan suara
berdesir keras! Pertanda sambaran itu telah dialiri tenaga dalam kuat.
Sesaat Malaikat Penggali Kubur tampak terkesiap,
namun pemuda ini tidak tinggal diam. Dia cepat ang-
kat kedua tangannya. Karena sadar siapa adanya
orang yang dihadapi. meski dia telah membekal Kitab
Hitam namun dia tidak berani bertindak ayal. Hampir
segenap tenaga dalamnya dikerahkan.
Desss! Dua pasang tangan beradu keras. Sosok Malaikat
Penggali Kubur laksana tersapu gelombang luar biasa
dahsyat hingga tubuhnya terdorong deras ke belakang.
Kedua tangannya bergetar dan tampak menggembung
merah. Paras wajahnya berubah pucat. Di hadapan-
nya, Iblis Rangkap Jiwa tidak bergeming sama sekali malah bibirnya tersenyum
menyeringai lalu tertawa
bergelak. "Kau hanya ditakdirkan sebagai manusia yang da-
pat mengambil kitab itu. Dan akulah orang yang berjo-
doh memilikinya! Tapi semuanya sudah terlambat! Aku
bukan hanya inginkan kitab itu, namun sekalian den-
gan nyawamu!"
Malaikat Penggali Kubur katupkan rahang. Mulut-
nya terkancing rapat. Sejurus dia perhatikan kedua
tangannya. Kejap lain sosoknya melesat ke depan. Ke-
dua tangannya diangkat tinggi.
Iblis Rangkap Jiwa hadapi serangan dengan kedua
tangan berkacak pinggang. Dia hanya pandangi lawan
tanpa membuat gerakan apa-apa. Malah bersamaan
dengan itu dia perdengarkan suara tawa ngakak!
Bukkkk! Bukkkk!
Kedua tangan Malaikat Penggali Kubur telak
menghantam kepala Iblis Rangkap Jiwa. Kepala gun-
dul laki-laki Ini hanya tersentak ke atas. Sementara
Malaikat Penggali Kubur cepat tarik pulang kedua tan-
gannya dengan kaki mundur dua tindak.
Jahanam! Manusia ini ternyata kebal terhadap pu-
kulan!" kata Malaikat Penggali Kubur dengan rahang mengembung. Tanpa menunggu


Joko Sableng 13 Titah Dari Liang Lahat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lama dia kepalkan kedua tangannya dan sekonyong-konyong dipukulkan ke
depan. Dari kedua tangan Malaikat Penggali Kubur tam-
pak melesat cahaya terang sekejap. Kejap lain terden-
gar deruan dahsyat lalu menggebrak gelombang angin
luar biasa dahsyat. Inilah pertanda kalau murid Bayu
Bajra ini telah lepaskan pukulan sakti 'Telaga Surya'.
Melihat ganasnya pukulan yang kini menggebrak
ke arahnya, Iblis Rangkap Jiwa bukannya mundur dan
membuat gerakan memangkas serangan lawan. Seba-
liknya dia perkeras gelakan tawanya, lalu menyong-
song pukulan lawan dengan maju satu tindak dan tan-
gan masih kacak pinggang!
Desssss! Pukulan sakti Telaga Surya' yang dilepas Malaikat
Penggali Kubur telak menggebrak sosok Iblis Rangkap
Jiwa. Sesaat tubuh laki-laki berkepala gundul ini
goyah, saat lain sosoknya laksana dihempas gelom-
bang dan terdorong ke belakang sampai satu tombak.
Tubuh laki-laki ini terhuyung-huyung lalu doyong
hendak roboh. Malaikat Penggali Kubur sunggingkan senyum. Ma-
lah dia hendak perdengarkan suara tawa. Namun be-
lum sampai suara tawanya terdengar, senyumnya pu-
tus laksana direnggut setan! Sepasang matanya men-
delik besar dengan mulut menganga. Di hadapannya
Iblis Rangkap Jiwa membuat gerakan aneh.
Begitu sosoknya yang terhantam pukulan sakti
'Telaga Surya' hendak jatuh terjerembab, Iblis Rangkap Jiwa angkat kaki kanannya
lalu diputar. Laksana ditahan satu kekuatan, mendadak tubuh Iblis Rangkap
Jiwa terhenti. Kaki kanannya yang diangkat serta-
merta dihentakkan di atas tanah,
Tanah di tempat itu bergetar keras. Namun bukan
hal itu yang membuat Malaikat Penggali Kubur bela-
lakkan sepasang matanya. Bersamaan dengan berge-
raknya kaki Iblis Rangkap Jiwa, sosoknya melesat ke
depan dengan tangan dan kaki bergerak masing-
masing lakukan pukulan!
Rupanya Malaikat Penggali Kubur maklum bahaya
sedang mengancam jiwanya. Secepat kilat dia melom-
pat ke belakang. Bersamaan dengan menjejaknya kaki
di atas tanah, kedua tangannya bergerak mengusap ke
bagian perut di mana tersimpan Kitab Hitam.
Terdengar suara deruan perlahan. Mungkin belum
mengetahui bagaimana kedahsyatan kitab ciptaan Da-
tuk Kematian apalagi hanya terdengar deruan perla-
han tanpa terlihatnya cahaya atau gelombang yang
menyambar, Iblis Rangkap Jiwa teruskan gerakannya.
Namun mendadak Iblis Rangkap Jiwa berseru ter-
tahan. Sosoknya laksana ditahan gelombang luar biasa
dahsyat. Belum tahu apa yang terjadi, sosoknya tersa-
pu deras sebelum akhirnya jatuh menekuk di atas ta-
nah dengan mulut kucurkan darah kehitaman. Jelas
kalau laki-laki ini telah terluka dalam.'
Untuk beberapa lama Iblis Rangkap Jiwa pandangi
sekujur tubuhnya. Dia serasa masih tak percaya den-
gan apa yang dialaminya. Karena selama malang me-
lintang dalam rimba persilatan sampai dirinya menga-
singkan diri, hanya beberapa orang yang dapat mem-
buat dirinya jatuh di atas tanah.
Kini menghadapi seorang pemuda yang beberapa
saat yang lalu sudah pasrah menunggu kematian di
tangannya, dirinya bukan hanya dibuat jatuh mene-
kuk di atas tanah namun juga telah melukai bagian
dalam tubuhnya! Namun laki-laki ini segera sadar. Hal ini mungkin masih ada
hubungannya dengan kitab
yang ada di tangan si pemuda. Merasa yakin akan hal
itu, keinginannya untuk merebut kitab itu semakin
menggebu. Dia segera kerahkan tenaga dalamnya un-
tuk cepat bergerak bangkit.
Namun Iblis Rangkap Jiwa jadi tercekat sendiri.
Belum sampai dia kerahkan kembali tenaga dalamnya
untuk lakukan serangan, tiba-tiba kedua kakinya
goyah. Meski Iblis Rangkap Jiwa telah kerahkan tenaga luar dalamnya, namun sia-
sia. Kini bukan hanya sepasang kakinya yang goyah, namun sekujur tubuhnya
bergetar keras. Kejap lain sosoknya limbung sebelum
akhirnya jatuh lagi di atas tanah dengan mulut kelua-
rkan seruan tertahan.
Malaikat Penggali Kubur yang sejurus tadi sempat
terlengak melihat lawan masih bisa bergerak bangkit,
buka mulut perdengarkan tawa mengekeh panjang.
Dengan tangan berkacak pinggang dia melangkah ke
arah jatuhnya Iblis Rangkap Jiwa.
Iblis Rangkap Jiwa sekuat tenaga kerahkan tenaga
dalamnya. Baru saja kedua tangannya teraliri tenaga
dalam. Tiba-tiba orang ini berseru dengan mata men-
delik. Kedua tangannya bergetar keras. Bukan siap la-
kukan pukulan, melainkan orang ini rasakan kedua
tangannya laksana dipanggang bara api!
Malaikat Penggali Kubur hentikan langkah dua tin-
dak di hadapan Iblis Rangkap Jiwa. "Hem.... Manusia Iblis ini kurasa memiliki
tenaga luar biasa kuat. Kalau tidak, mungkin tubuhnya sudah tak berkutik lagi!
Aku tak ingin dia mampus. Aku butuh tenaga orang macam
dial Meski Kitab Hitam telah berada di tanganku, tapi yang kuhadapi di depan
sana bukan satu orang. Aku
percaya kitab ini mampu membuat musuhku tewas
termasuk Pendekar 131, namun kalau tangan orang
lain bisa, kenapa aku bersusah payah"!"
Berpikir sampai di situ, Malaikat Penggali Kubur
maju lagi satu tindak. Tengkuk Iblis Rangkap Jiwa te-
rasa dingin. Laki-laki ini buka mulut dengan kepala
diangkat. Namun sebelum suaranya terdengar, kaki
Malaikat Penggali Kubur telah bergerak lakukan ten-
dangan! Bukkkk! Sosok iblis Rangkap Jiwa mencelat mental sejauh
satu tombak dan terjengkang di atas tanah dengan
mulut makin banyak kucurkan darah. Malah kini dari
lobang hidungnya juga keluar darah kehitaman!
Iblis Rangkap Jiwa bertahan sekuat tenaga. Perla-
han-lahan dia bergerak bangkit. Namun belum sampai
duduk, satu kaki telah mendorong tubuhnya hingga
sosoknya kembali terjengkang! Kejap lain Malaikat
Penggali Kubur telah gerakkan tubuh sedikit mem-
bungkuk. Tangan kanannya bergerak.
Di hadapannya, Iblis Rangkap Jiwa terkesiap. Dia
masih coba menghindar namun gerakan tangan Malai-
kat Penggali Kubur lebih cepat. Hingga saat itu juga Iblis Rangkap Jiwa rasakan
sekujur anggota tubuhnya
tegang kaku tidak bisa digerakkan!
"Membuat nyawamu putus, bagiku semudah ke-
dipkan mata! Tapi aku ingin melihat bagaimana orang
sekarat! Ha... ha... ha...!" ujar Malaikat Penggali Kubur dengan dongakkan
kepala tanpa memandang.
"Kitab itu sungguh luar biasa dahsyat! Aku harus tetap hidup dan merebut kitab
itu!" Diam-diam Iblis Rangkap Jiwa membatin. Laki-laki ini buka mulut
meski tanpa bisa gerakkan tubuh karena telah ditotok.
"Harap bebaskan diriku! Apa pun yang kau perin-
tahkan, aku akan melakukannya!"
Malaikat Penggali Kubur menyeringai. Kepalanya
berpaling mendelik angker menatap pada iblis Rang-
kap Jiwa. Ucapan manusia iblis sepertimu mana bisa
dipercaya! Kau dengar tadi ucapanku" Aku ingin meli-
hat bagaimana manusia sekarat!"
"Kau telah memiliki kitab sakti. Kau lihat sendiri,
aku pun tak sanggup melawanmu! Kalau aku tidak
melakukan apa yang kau perintahkan, bukankah tidak
sulit bagimu membunuhku" Lagi pula, kau memen-
dam dendam pada beberapa orang. Dengan bantua-
nku, mungkin semuanya akan lebih cepat selesai!"
Malaikat Penggali Kubur tertawa bergelak menden-
gar ucapan Iblis Rangkap Jiwa. "Aku kini memiliki kekuatan untuk melampiaskan
dendam ku!"
"Ucapanmu benar! Tapi kau jangan lupa. Kurasa di antara musuhmu terdapat
beberapa orang yang
mungkin tidak bisa kau kalahkan!"
Rahang Malaikat Penggali Kubur mengembung be-
sar. Urat lehernya terlihat menggurat Jelas. Sepasang matanya mendelik makin
angker. Pelipis kiri kanannya
bergerak-gerak. Saat lain terdengar suaranya memben-
tak keras. "Kau tahu apa tentang musuh-musuhku, hah"!
Dan siapa orang yang tidak dapat kukalahkan"! Kitab
sakti telah ada di tanganku! Kau yang memiliki ilmu
kepandaian tinggi saja dapat kubuat sekarat!"
Meski sudah tidak bisa membuat gerakan dan
hanya dapat buka mulut bersuara, Iblis Rangkap Jiwa
perdengarkan tawa pelan lalu berkata.
"Segala sesuatu ada kelemahannya! Kudengar mu-
suh besarmu Pendekar Pedang Tumpul 131 bukan
hanya memiliki kitab sakti, namun juga dikelilingi beberapa orang yang bukan
saja memiliki kepandaian
tinggi namun juga memiliki ilmu aneh! Aku tak dapat
mengatakan siapa dia orangnya tapi aku merasakan
hal itu!" Untuk beberapa saat lamanya Malaikat Penggali
Kubur terdiam. Namun saat lain dia telah tertawa ber-
gelak dan berujar.
"Kau tak dapat mengatakan siapa orangnya. Ba-
gaimana mungkin kau tahu orang itu memiliki Ilmu
aneh bahkan tak bisa kukalahkan"!*
"Dunia kita adalah dunia persilatan. Dunia yang
kadang kala tidak masuk di akal namun terjadi. Seka-
rang coba kau terka berapa kira-kira umurku?"
Meski sejenak Malaikat Penggali Kubur enggan
menjawab, namun akhirnya dia angkat bicara. "Delapan puluh tahun! Dan itu usia
manusia yang pantas
masuk Liang kubur!"
Mendengar jawaban Malaikat Penggali Kubur, Iblis
Rangkap Jiwa tidak menampakkan raut marah. Seba-
liknya dia tertawa perlahan lalu berkata.
"Perkiraanmu salah jauh. Aku berumur tiga kali lipat dari yang kau katakan! Dan
nyatanya aku belum
pantas masuk Liang kubur! Inilah salah satu kalau
dunia kita adalah dunia yang kadang kala tidak masuk
akal!" Malaikat Penggali Kubur pandangi sosok tak berge-
rak di hadapannya. Sebelum pemuda Ini buka mulut,
Iblis Rangkap Jiwa telah lanjutkan ucapannya. "Aku telah malang melintang dalam
dunia persilatan pada
sezaman nenekmu. Jadi aku lebih banyak tahu dunia
persilatan lebih dari yang kau ketahui!"
"Hem.... Lalu apakah kau merasa mampu mengha-
dapi orang yang kau kira memiliki ilmu aneh itu"!"
Mendengar pertanyaan Malaikat Penggali Kubur,
Iblis Rangkap Jiwa tidak segera menjawab. Namun je-
las wajahnya berubah. Dia merasa Malaikat Penggali
Kubur tidak akan teruskan niat membunuhnya.
Setelah agak lama, baru Iblis Rangkap Jiwa buka
mulut lagi. "Aku telah pengalaman menghadapi beberapa
orang tokoh. Jadi sedikit banyak aku dapat memperhi-
tungkan orang yang kuhadapi!"
"Ucapanmu bisa dipercaya"!"
Semua akan kau lihat nanti. Aku memang dari go-
longan sesat, dan aku memiliki tugas memusnahkan
semua orang golongan putih. Bukankah musuh-
musuhmu Juga dari golongan Itu" Jadi sebenarnya ki-
ta memiliki musuh yang sama!"
"Hem.... Begitu" Baiklah. Kau akan kubebaskan.
Tapi ingat! Sekali kau bertindak di luar yang kuperintahkan, nyawamu tidak
kuampuni lagi!"
Habis berkata begitu, tangan kanan Malaikat Peng-
gali Kubur bergerak bebaskan totokan yang disarang-
kan pada Iblis Rangkap Jiwa. Saat itu Iblis Rangkap
Jiwa telah dapat gerakkan anggota tubuhnya meski
sangat lemah karena banyaknya darah yang keluar da-
ri mulut dan hidungnya. Seperti diketahui, Iblis Rangkap Jiwa bukan hanya
dikenal sebagai dedengkot rim-
ba persilatan yang telah berusia ratusan tahun. Na-
mun dia juga dikenal sebagai tokoh yang berkepan-
daian sangat tinggi dan kebal segala pukulan. Hingga
meski gelombang dahsyat tidak kelihatan yang keluar
dari kitab di balik dada Malaikat Penggali Kubur
menghantamnya, Iblis Rangkap Jiwa masih bisa berta-
han dan tidak berubah hitam kulit tubuhnya meski
mengalami luka agak parah. Dari sini pun bisa diduga
betapa kuat sesungguhnya pertahanan tubuh iblis
Rangkap Jiwa. "Kau kuperintahkan untuk kembali ke puncak Bu-
kit Selamangleng! Tetaplah di sana sampai aku datang!
Ingat! Bunuh semua manusia yang datang ke bukit
itu!" Sejenak Iblis Rangkap Jiwa pandangi Malaikat Penggali Kubur dengan wajah
tidak mengerti. Rupanya
Malaikat Penggali Kubur dapat menangkap apa yang
ada di benak iblis Rangkap Jiwa. Seraya sunggingkan
senyum seringai dia berkata,
"Nyawamu ada di tanganku! Kau hanya perlu ja-
lankan perintahku tanpa harus bertanya! Kau den-
gar"!"
Meski dalam hati menyumpah-nyumpah, akhirnya
Iblis Rangkap Jiwa hanya anggukkan kepala. Sementa-
ra Malaikat Penggali Kubur tertawa perlahan dan di-
am-diam dalam hati berkata. "Lambat laun kabar tentang kitab ini pasti akan
tersiar! Dan akan banyak
manusia yang menuju Bukit Selamangleng. Tugas ma-
nusia Iblis inilah yang mengurusnya!"
Kalau Malaikat Penggali Kubur diam-diam memba-
tin begitu, diam-diam Iblis Rangkap Jiwa juga berkata sendiri dalam hati.


Joko Sableng 13 Titah Dari Liang Lahat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sebenarnya aku lebih suka mengikuti ke mana anak manusia itu pergi. Dengan
demi- kian aku lebih banyak punya kesempatan untuk me-
rebut kitab itu! Tapi apa boleh buat. Sementara ini aku harus lakukan apa yang
diucapkan! Kabar kitab itu
sebentar lagi pasti akan tersiar! Dan akan banyak ma-
nusia yang menuju puncak Bukit Selamangleng. Den-
gan membunuh mereka satu persatu, orang yang men-
ginginkan kitab itu akan berkurang! Dan akan tiba
saatnya bagiku merebutnya!"
Malaikat Penggali Kubur putar diri. "Satu hal yang harus kau ingat! Kalau
Pendekar 131 menuju puncak
bukit, jangan buat mampus! Tunda nyawanya sampai
aku datang!"
Habis berkata begitu, Malaikat Penggali Kubur ter-
tawa panjang. Ketika suara tawanya sirna, Iblis Rang-
kap Jiwa sudah tidak melihat lagi sosok si pemuda. Iblis Rangkap Jiwa menoleh ke
arah selatan. Samar-
samar terlihat Malaikat Penggali Kubur telah berada di tikungan kaki bukit dan
sekejap kemudian lenyap.
"Hem.... Bukan hanya berubah menjadi manusia
sakti, tapi gerakan tubuhnya sudah hampir sulit diiku-ti pandangan mata biasa!
Aku harus mencari akal un-
tuk merebut kitab sakti itu!"
Iblis Rangkap Jiwa bergerak bangkit. Terbungkuk-
bungkuk dia melangkah menuju puncak Bukit Sela-
mangleng. *** TIGA PENDEKAR 131 tegak di balik sebatang pohon ke-
lapa dengan sepasang mata tak berkesip memandang
ke depan. Sudah agak lama murid Pendeta Sinting ini
berada di situ. Namun sejauh Ini dia hanya meman-
dang tanpa membuat gerakan apa-apa.
"Jangan-jangan kuil itu tidak berpenghuni! Tidak kulihat batang hidungnya orang
di sana! Padahal aku
yakin kuil itulah yang dikatakan Gendeng Panuntun....
Hem.... Tak ada kepastian sebelum aku menyaksikan
sendiri ke sana!"
Walau telah berkata begitu, namun Joko tidak se-
gera beranjak keluar dari balik pohon kelapa. Sebaliknya memandang lebih
seksama. Sejarak sepuluh tombak dari tempatnya, terlihat
sebuah kuil agak besar yang menghadap hamparan
laut. Setelah berpikir, akhirnya murid Pendeta Sinting
memutuskan untuk keluar dari tempatnya mengintai.
Namun gerakannya tertahan. Dan buru-buru dia ra-
patkan tubuhnya ke batangan pohon kelapa dengan
sepasang mata makin mendelik ke arah kuil. Meski
saat itu suasana sudah agak gelap karena matahari
sudah berada di bentangan kaki langit sebelah barat
dan hendak tenggelam, namun dari arah tempatnya
tegak, murid Pendeta Sinting meski samar-samar ma-
sih menangkap adanya satu sosok berkelebat keluar
dari kuil. "Aku harus tahu siapa adanya sosok itu!" Pendekar 131 segera berkelebat keluar
dan berlari menyusul
orang yang baru saja keluar dari kuil. Namun terlam-
bat. Bayangan yang baru saja keluar dari kuil telah lenyap laksana ditelan bumi.
Murid Pendeta Sinting
hanya dapat mengenali bayangan itu mengenakan pa-
kaian berupa Jubah merah menyala.
"Astaga!" Joko tegak dengan tubuh bergetar. "Jangan-Jangan orang tadi adalah
gadis berjubah merah
yang kutemui sedang mandi beberapa hari yang lalu!
Celaka kalau dia telah memperoleh keterangan!"
Seperti dituturkan dalam episode : "Warisan Lak-
nat", Joko sempat berjumpa dengan seorang gadis berjubah merah dan sempat
mengatakan apa yang jadi
urusannya pada gadis itu.
"Dari mana dia tahu kuil itu tempat tinggal Cucu Dewa"! Apa dia juga pernah
jumpa dengan Gendeng
Panuntun dan menanyakan tempat tinggalnya Cucu
Dewa"!"
Seperti yang dituturkan dalam episode : "Warisan Laknat", murid Pendeta Sinting
sempat bertemu dengan Gendeng Panuntun. Dari orang yang memiliki ke-
pandaian aneh ini, Joko mengetahui tempat tinggalnya
Cucu Dewa yang menurut Raja Tua Segala Dewa ada-
lah orang yang tahu kelemahan Iblis Rangkap Jiwa
yang dikatakannya mengetahui di mana beradanya Ki-
tab Hitam. Pendekar 131 cepat putar diri. Lalu berkelebat
kembali menuju arah kuil. Dia tegak sepuluh langkah
di depan kuil dengan mata tak berkesip memperhati-
kan sekeliling, Saat lain mulutnya telah terbuka. Na-
mun belum sampai ada suara yang terdengar, satu
bayangan berkelebat dari dalam kuil dan tahu-tahu se-
jarak lima langkah dart tempatnya telah berdiri satu sosok tubuh!
Pendekar 131 pentangkan sepasang matanya.
Orang di hadapannya ternyata adalah seorang laki-laki bertubuh pendek. Sosoknya
gempal. Kepalanya besar
ditumbuhi rambut lebat hitam dikelabang dua. Sepa-
sang matanya sipit dengan hidung besar. Dia menge-
nakan pakaian berwarna hitam. Tangan kanannya
bergerak-gerak mainkan dua butiran batu hitam yang
dilempar-lemparkan ke atas. Meski tahu ada orang te-
gak dl hadapannya, namun dia seolah acuh malah ti-
dak memandang! Murid Pendeta Sinting mendehem berharap agar
orang berpaling. Tapi walau dia telah berkali-kali mendehem malah sempat agak
dikeraskan, orang bertubuh
pendek di hadapannya tetap mainkan batu hitam se-
besar ibu jarl tanpa pedulikan kehadiran orang!
Pendekar 131 jerengkan sepasang matanya. Siap
angkat bicara. Tapi mendadak orang di hadapannya te-
lah mendahului buka mulut.
"Siapa kau"!" Orang ini perdengarkan suara tanpa memandang. Dia tetap mainkan
dua butiran batu hitam, malah sejenak kemudian dia putar tubuh seten-
gah lingkaran! "Bukankah yang berdiri di hadapanku ini adalah
Cucu Dewa?" tanya Joko lalu ikut-ikutan putar diri setengah lingkaran hingga
keduanya saling memunggun-
gi. Orang bertubuh pendek tidak segera menjawab,
membuat Joko melirik ke belakang. Saat itulah tiba-
tiba orang di belakangnya membuat gerakan dengan
gelengkan kepalanya.
Wuuuttl Rambut hitam yang dikelabang dua berkelebat
angker keluarkan suara menderu keras.
Pendekar 131 kancingkan mulut rapat-rapat. Sece-
pat kilat dia merunduk lalu melompat dan putar diri
menghadap orang.
"Aku tanya siapa kau!" Orang bertubuh pendek kembali perdengarkan suara
membentak. Bersamaan
dengan itu sosoknya berputar. Sepasang matanya yang
sipit mementang besar. Tangan kanannya tetap me-
mainkan batu hitam dilempar-lemparkan ke atas se-
tinggi dadanya saling bersimpangan dengan batu sa-
tunya. "Aku Joko...!"
"Hem.... Joko apa" Joko Kendil" Joko Loro" Joko
Tingkir"!"
"Joko Sableng!"
"Nama buruk!" sahut orang bertubuh pendek sambil tertawa pelan. "Apa tujuanmu
berada di sekitar ru-mahku" Sejak tadi kau sembunyi-sembunyi mengintai!
Apa yang kau cari, hah"!"
"Hem.... Dia telah tahu kalau aku berada di sini sudah agak lama!" kata Joko
dalam hati lalu berkata.
"Apa benar kau yang disebut orang Cucu Dewa"!"
"Aku tanya apa yang kau cari di sini!" sentak orang bertubuh pendek dengan mata
makin dlpentangkan
besar. Murid Pendeta Sinting gelengkan kepala lalu buka
mulut. "Aku mencari orang bernama Cucu Dewa!"
Orang di hadapan Joko sipitkan sepasang ma-
tanya, Diam-diam orang ini berkata sendiri dalam hati.
'Sudah dua orang tak diundang mendadak muncul!"
"Apa tujuanmu mencari Cucu Dewa"!"
Karena tak mau dijebak orang yang baru dikenal
apalagi orang itu belum katakan siapa dirinya, Joko
gelengkan kepala seraya berkata pelan.
"Aku tak bisa mengatakan sebelum aku jumpa
dengan orang yang kucari!"
"Hem.... Begitu" Kalau demikian, lekas angkat kaki dari hadapanku!"
"Aku tak akan pergi dari sini sebelum aku bertemu dengan orang yang kucari!"
jawab Joko sambil menatap orang di hadapannya lekat-lekat.
Yang dipandang balas memandang hingga untuk
beberapa saat kedua orang Ini saling bentrok mata.
Saat lain orang bertubuh pendek berpaling lalu berka-
ta. "Siapa yang menyuruhmu datang ke sini"!"
"Gendeng Panuntun!"
Orang di hadapan Pendekar 131 telengkan kepa-
lanya. Parasnya berubah.
"Kau mengenalnya"!" tanya murid Pendeta Sinting begitu melihat perubahan pada
raut wajah orang.
"Aku tidak kenal! Hanya aku pernah dengar na-
manya! Apa hubunganmu dengan Gendeng Panun-
tun"!"
"Dia sahabatku!"
"Kenapa dia menunjukkan tempat ini padamu"!"
Murid Pendeta Sinting gelengkan kepala. "Aku tak bisa mengatakan pada orang yang
belum kuketahui
siapa namanya! Harap maafkan!"
Orang bertubuh pendek di hadapan Joko bergu-
mam tak jelas. Kejap lain dia buka mulut "Akulah orang yang kau cari! Katakan
apa tujuanmu sekarang!"
Pendekar 131 tidak segera menjawab. Sebaliknya
memandang orang dengan tatapan menyelidik.
"Sayang aku tak mengetahui apa ciri-ciri orang yang kucari. Namun kalau dia
berada di sini, bukan tak
mungkin memang dia orang yang kucari...."
"Kau tak mau jawab pertanyaanku...?" hanya itu yang diucapkan orang. Sesaat lain
orang pendek ini telah putar tubuh lalu melangkah.
"Tunggu!"
Orang bertubuh pendek yang menyatakan diri se-
bagai orang yang dicari Joko yang berarti adalah Cucu Dewa hentikan langkah
tanpa berkata. Joko melangkah mendekat. Lalu angkat bicara.
"Dalam dunia persilatan ada seorang tokoh bergelar Iblis Rangkap Jiwa. Menurut
yang kudengar dia memiliki
kesaktian luar biasa...."
"Pasti pertanyaanmu sama dengan pertanyaan
orang yang datang mendahuluimu! Tapi teruskan!" tukas Cucu Dewa.
Murid Pendeta Sinting kerutkan dahi. "Pasti yang dimaksud adalah gadis berjubah
merah yang sebutkan
diri bernama Putri Sableng itu! Benar-benar celaka kalau orang ini telah memberi
petunjuk pada gadis itu!"
pikir Joko dalam hati lalu teruskan ucapannya.
"Turut penjelasan orang yang kupercaya, hanya
kaulah satu-satunya orang yang tahu kelemahan Iblis
Rangkap Jiwa! Harap kau mau katakan kelemahan
orang itu!"
"Kalau kau ingin tahu kelemahan orang, berarti
kau punya niat jahat!"
"Jangan salah sangka! Aku tidak punya maksud
buruk! Ini semata-mata hanya untuk berjaga-jaga!"
"Kenapa kau ingin mengetahui kelemahannya"!"
"Dia mengetahui tentang beradanya sebuah kitab
sakti. Padahal kalau kitab itu sampai berada di tangan orang yang tidak
bertanggung jawab, maka rimba persilatan akan celaka! Iblis Rangkap Jiwa mungkin
saja tidak mau mengatakan dl mana beradanya kitab sakti,
malah mungkin akan berbuat yang tidak-tidak! Aku
hanya menginginkan keterangan darinya di mana be-
radanya kitab itu!"
"Kau ingin mewarisi kitab itu"!" tanya Cucu Dewa.
Murid Pendeta Sinting tertawa pendek seraya geleng-
kan kepala. "Justru sebaliknya. Aku akan memusnahkan kitab itu!"
"Hem.... Kalau tujuanmu begitu, baiklah! Tapi jika nantinya kau bertindak lebih
dari sekadar mencari keterangan tentang beradanya kitab itu, dosanya kau
tanggung sendiri! Setuju"!"
Murid Pendeta Sinting hanya anggukkan kepala.
Sementara Cucu Dewa balikkan tubuh lalu berkata.
"Mendekatlah kemari!"
Pendekar 131 terlihat bimbang. Seakan tahu apa
yang ada dalam benak Joko, Cucu Dewa berujar. "Hal ini adalah urusan pribadi
orang yang hanya kalangan
tertentu boleh mengetahuinya! Aku tak mau menang-
gung dosa jika ada orang lain yang mendengarnya!"
Murid Pendeta Sinting putar kepalanya dengan ma-
ta mendelik memandang sekitar. Belum sampai dia
berkata, Cucu Dewa telah berkata mendahului.
"Di sekitar sini memang tidak ada orang! Tapi bagaimanapun juga aku harus
berhati-hati! Ini me-
nyangkut hidup mati seseorang!"
Mendengar ucapan Cucu Dewa, Joko segera me-
langkah mendekat.
"Dekatkan telingamu ke mulutku!" kata Cucu De-wa. "Busyet! Jangan-jangan orang
ini...." Belum sampai Joko teruskan kata hatinya, Cucu
Dewa telah berujar. "Jangan bikin aku merubah niat!"
Mendengar ancaman orang, murid Pendeta Sinting ce-
pat lakukan apa yang dikatakan Cucu Dewa. Telin-
ganya didekatkan pada mulut orang.
Cucu Dewa bergumam pelan. Kejap lain orang ber-
tubuh cebol ini tarik pulang kepalanya dari telinga Jo-ko. Bersamaan dengan itu
murid Pendeta Sinting tam-
pak melengak. Sepasang matanya membelalak dengan


Joko Sableng 13 Titah Dari Liang Lahat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mulut menganga.
"Apakah dia tidak bercanda"!" bisik Joko lalu angkat kepalanya dengan senyum
ditahan. Kejap lain dia
luruskan kepalanya menghadap Cucu Dewa.
"Kedengarannya tak mungkin! Tapi kenyataannya
memang demikian!" ujar Cucu Dewa sambil terse-
nyum. Habis berkata begitu, Cucu Dewa gerakkan kedua
kakinya memutar. Namun gerakan orang ini tertahan
tatkala Joko menahan dengan berseru.
"Masih ada yang perlu kutanyakan padamu!" Cucu Dewa kernyitkan dahi. "Kalau
tidak mengingat kau sa-habatnya Gendeng Panuntun, sudah ku usir kau sejak
tadi! Lekas katakan!"
"Aku tadi melihat seorang gadis keluar dari kuil.
Apakah dia muridmu" Atau barangkali Istrimu"!"
"Kau jangan berpura-pura!" kata Cucu Dewa masih tetap membelakangi.
"Aku tidak mengerti maksudmu!"
"Bagaimana ini" Dia tadi bilang kau adalah keka-
sihnya! Malah dia sempat titip salam untukmu! Dia
sudah memastikan bahwa kau akan ke sini!"
Pendekar 131 tercengang mendengar ucapan Cucu
Dewa. "Celaka!" gumamnya lalu melompat ke hadapan Cucu Dewa dan berkata.
"Apakah dia tadi juga menanyakan seperti yang kutanyakan padamu" Apakah kau juga
memberi keteran-
gan padanya"!'
"Aku tidak bisa menolak permintaan orang. Apalagi
yang meminta keterangan adalah seorang gadis berwa-
jah cantik!"
"Benar-benar celaka!"
"Hai! Kau ini bicara apa"! Apa yang celaka" Apa
gadismu Itu kecelakaan" Kau memang harus bertang-
gung jawab jika itu terjadi! Tapi tak ada ruginya men-gawini gadis cantik macam
dia!" "Ini bukan masalah untung atau rugi! Aku bukan
kekasih gadis itu! Aku baru saja mengenainya! Aku ha-
rus segera menyusul!"
"Terserah. Itu urusanmu! Kau susul boleh, tidak juga silakan! Kau katakan dia
bukan kekasihmu, tak
ada yang melarang! Kau akui dia kekasihmu, aku Juga
tidak akan merebut! Hanya...." Cucu Dewa tidak lanjutkan ucapannya membuat Joko
langsung menyahut.
"Hanya apa"!"
"Kalau kau benar-benar tidak suka padanya, aku
tidak keberatan mengambilnya sebagai kekasih!"
Murid Pendeta Sinting pentangkan sepasang ma-
tanya namun kejap lain dia perdengarkan tawa pan-
jang. Begitu tawanya berhenti, Joko Jadi terkesiap
sendiri. Sosok Cucu Dewa sudah tak kelihatan di tem-
pat itu! "Ke mana dia" Padahal aku masih perlu keterangan di mana beradanya Iblis Rangkap
Jiwa.... Aku akan
masuk kuil. Pasti dia lenyap menuju ke sana!"
Murid Pendeta Sinting melangkah. Namun tiba-tiba
dia hentikan langkahnya. Sepasang matanya tak ber-
kesip memandang ke tempat di mana tadi Cucu Dewa
tegak berdiri. Di atas tanah yang bercampur pasir, terlihat tuli-
san yang tidak begitu jelas namun masih bisa dibaca.
Pergilah ke Bukit Selamangleng. Di sana akan kau
temui orang yang kau cari.
"Hem.... Dia seolah tahu apa yang hendak kuta-
nyakan!" Murid Pendeta Sinting arahkan pandangannya ke
arah kuil. Kejap lain dia balikkan tubuh dan berkele-
bat tinggalkan tempat itu,
* * * EMPAT MATAHARI baru saja tenggelam saat satu sosok
bayangan berkelebat laksana dikejar setan mendaki
Bukit Selamangleng. Dalam beberapa saat saja bayan-
gan ini telah hampir mencapai puncak bukit yang saat
itu tampak sunyi namun terang benderang karena ca-
haya sang rembulan telah memancar dari sebelah ti-
mur. Bayangan ini untuk sesaat hentikan larinya. Kepa-
lanya bergerak berputar lalu tengadah lurus mengha-
dap puncak bukit. Ternyata dia adalah seorang gadis mengenakan jubah merah
menyala. Paras wajahnya
cantik. Sepasang matanya bulat dengan rambut hitam
lebat dikuncir tinggi. Meski gadis ini tampak tidak bu-ka mulut, namun mulutnya
yang merah ranum terlihat
bergerak-gerak seolah mengunyah sesuatu.
"Sepi! Tidak kulihat adanya gerakan orang! Di ma-na manusia yang katanya
bergelar Iblis Rangkap Jiwa
itu" Jangan-jangan Setan Jelek pemuda sedeng itu
hanya mengarang cerita! Tapi keterangan Cucu De-
wa...." Gadis berjubah merah mendadak sunggingkan senyum. Ketegangan yang
sejenak tadi terlihat di wajahnya lenyap. "Hampir tidak ku percaya ucapan Cucu
Dewa. Tapi mungkinkah seorang tokoh macam dia
memberi keterangan dusta" Hem.... Aku ingin segera
buktikan keterangan orang itu!"
Gadis berjubah merah yang saat berjumpa dengan
Pendekar Pedang Tumpul 131 beberapa waktu yang la-
lu sebutkan diri dengan Putri Sableng teruskan kelebatannya ke puncak bukit.
(Tentang pertemuan gadis ini
dengan murid Pendeta Sinting baca serial Joko Sab-
leng dalam episode : "Warisan Laknat").
Baru saja Putri Sableng injakkan sepasang kakinya
di puncak bukit, tiba-tiba terdengar deruan dahsyat.
Kejap lain satu gelombang luar biasa ganas menyam-
bar ke arah si gadis.
Karena telah waspada, Putri Sableng cepat berge-
rak menghindar dengan sentakkan kedua kakinya. So-
soknya berkelebat ke samping. Sambaran angin yang
melabrak lewat satu jengkal di samping pundaknya!
Lolos dari serangan gelap, Putri Sableng cepat pu-
tar diri dengan kedua tangan diangkat dan sepasang
mata terpentang besar. Namun gadis ini terkesiap sen-
diri. Dia tidak melihat siapa-siapa!
Mungkin karena tidak sabar dan maklum kalau dia
tidak berada sendirian di tempat itu, gadis ini buka
mulut membentak.
"Mengapa tidak perlihatkan diri"!"
Belum lenyap suara Putri Sableng mendadak dari
sebuah tanah yang agak menggunduk terdengar suara
orang tertawa panjang. Namun laksana direnggut se-
tan, suara tawa itu tiba-tiba terputus. Bersamaan dengan itu tanah yang
menggunduk bergerak-gerak. Kejap
lain tanah itu muncrat ke udara lalu tampaklah satu
sosok tubuh! Putri Sableng jerengkan sepasang matanya makin
besar. Gerakan-gerakan mulutnya makin keras Namun
sejauh ini dia tidak buka mulut bicara. Dia hanya per-
hatikan orang yang baru muncul.
Ternyata orang itu adalah seorang laki-laki berke-
pala gundul dengan mata besar menjorok keluar. Dia
mengenakan pakaian compang-camping yang dibercaki
tanah. Paras wajahnya hampir tidak tertutup daging.
Laki-laki yang muncul dan bukan lain adalah Iblis
Rangkap Jiwa adanya pentangkan mata besar-besar.
Lalu tersenyum dan buka mulut.
"Tidak kuduga kalau malam-malam dingin begini
aku kedatangan seorang bidadari! Sungguh sebuah re-
jeki besar! Gadis cantik nan jelita. Siapa namamu?"
"Melihat tampangnya. pasti inilah manusia bergelar Iblis Rangkap Jiwa itu!
Tampangnya boleh juga, hik...
hik... hik...!" Gadis berjubah merah tertawa sendiri dalam hati. Lalu angkat
bicara sambil tersenyum.
"Kalau tidak salah lihat, bukankah orang yang tegak di hadapanku ini adalah
seorang tokoh besar yang
dikenal kalangan rimba persilatan dengan gelar angker Iblis Rangkap Jiwa?"
Cuping hidung Iblis Rangkap Jiwa tampak men-
gembang. Bibirnya makin lebar perlihatkan senyum.
Seraya melangkah mendekat dia berkata.
"Apa yang kau katakan tidak salah, Anak Cantik!
Sekarang aku tanya padamu, siapa namamu" Dan bu-
kankah kau datang ke tempat ini tidak karena terse-
sat?" Gadis berjubah merah balas tersenyum. Seraya
bungkukkan sedikit tubuhnya dia berujar pelan.
"Aku diberi nama orang tuaku Putri Sableng! Padahal aku tidak sableng! Hik....
Hik.... Hik... Aku sampai ke tempat ini memang tidak tersesat!"
Iblis Rangkap Jiwa sudah menebak apa jawaban
sang gadis. Dari gerakan si gadis yang dapat hindar-
kan diri dari pukulannya, malah iblis Rangkap Jiwa
sudah dapat meraba apa tujuan si gadis. Meski begitu, laki-laki berkepala gundul
ini ajukan tanya.
"Kalau tidak tersesat, barangkali kau punya mak-
sud"!"
"Jauh berjalan tentu punya maksud! Hik.... Hik....
Hik...!" "Mau katakan apa maksudmu, Anak Cantik"!"
"Bertahun-tahun aku mendengar nama besarmu. Hal itu membuatku ingin jumpa!"
"Hanya itu tujuanmu datang ke sini"!" tanya Iblis Rangkap Jiwa dengan kening
yang hampir tak terbungkus daging bergerak mengernyit meski bibirnya
masih sunggingkan senyum.
Yang ditanya menjawab dengan anggukan kepala.
"Aku selalu penasaran jika mendengar cerita orang.
Hal itulah mungkin yang menyebabkan orang tuaku
memberikan nama Sableng! Aku jarang pulang hanya
karena ingin jumpa dengan orang yang ceritanya per-
nah kudengar!"
"Kau sekarang telah jumpa denganku. Apa yang
sekarang akan kau lakukan?"
Putri Sableng putar tubuhnya sedikit. Lalu enak
saja dia menjawab.
"Pulang!"
Habis berkata begitu, gadis berjubah merah ini te-
ruskan putaran tubuhnya lalu melangkah sambil te-
ruskan ucapannya, "Selamat malam! Mudah-mudahan
kalau ada saat yang baik aku ingin berkunjung ke sini lagi!"
Sesaat Iblis Rangkap Jiwa perhatikan gerakan tu-
buh si gadis. Kejap lain sosoknya berkelebat dan tahutahu telah tegak di hadapan
Putri Sableng dengan si-
kap menghadang.
"Suasana telah gelap! Jalanan tentu sunyi! Apa ti-
dak sebaiknya kalau pulang menunggu hari terang"!"
Gadis berjubah merah tertawa cekikikan. "Kau Ini lucu! Suasana terang benderang
begini kau katakan
gelap! Atau kau memang suka bercanda!"
Iblis Rangkap Jiwa dongakkan kepala. "Ah....
Mungkin karena kedatanganmu aku jadi salah ucap!"
ujarnya lalu luruskan kepalanya dengan mata me-
mandang tak berkesip.
Putri Sableng tertawa lalu menyisi dan teruskan
langkahnya tanpa berkata. Namun langkah gadis ini
tertahan. Karena mendadak Iblis Rangkap Jiwa mem-
buat gerakan sekali lagi dan tahu-tahu sosoknya telah tegak dua tindak dl
hadapan Putri Sableng dengan ma-ta membeliak ke arah dadanya.
Dipandangi begitu rupa, gadis berjubah merah ti-
dak merasa Jengah, sebaliknya malah tertawa cekiki-
kan hingga dadanya yang membusung bergerak-gerak
turun naik membuat sepasang mata Iblis Rangkap Ji-
wa makin terpentang.
"Aku melihat sikapmu berubah! Apa sebenarnya
yang kau inginkan"!*
Iblis Rangkap Jiwa tertawa pelan lalu berkata den-
gan suara bergetar.
'Baru saat ini aku melihat gadis cantik sepertimu!
Bagaimana kalau malam ini kita habiskan berdua di
sini"!"
"Sebenarnya tawaran bagus...."
Paras wajah Iblis Rangkap Jiwa berubah. Namun
cuma sekejap, saat lain raut wajahnya jelas mem-
bayangkan perasaan kecewa ketika Putri Sableng ber-
kata. "Jangan bergembira dahulu. Tawaranmu me-
mang bagus. Namun karena saat ini masih ada yang
harus kulakukan, dengan menyesal aku tak dapat
memenuhi permintaanmu! Mungkin lain kali kita bisa
bersenang-senang...."
Tengkorak Maut 28 Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Pengelana Rimba Persilatan 7
^