Pencarian

Wasiat Dewa Geledek 3

Jodoh Rajawali 01 Wasiat Dewa Geledek Bagian 3


* ** 7 TERNYATA orang yang terlihat
mengintip percakapan Yoga dengan Sendang Suci Itu adalah seorang gadis cantik
bertubuh ramping dan berpakaian warna
merah dengan rompi ketat biru muda yang bagian depannya terkancing rapat. ia
mempunyai bentuk wajah yang sedikit
lonjong tapi kecantikannya cukup memukau
lawan jenis. Gadis berambut panjang yang diikat menjadi satu dengan pita merah
sutera itu adalah keponakan dari Jalak Hutan yang bernama Mutiara Naga.
Hubungannya dengan Sendang Suci cukup baik, sering minta nasihat tentang segi
pengobatan. Sebenarnya Mutiara Naga tadi ingin
temui Tabib Perawan itu, namun demi
melihat seraut wajah tampan milik seorang pendekar muda, Mutiara Naga urungkan
niatnya datang ke pondok Sendang Suci. la lebih merasa senang memandang pemuda
tampan itu dari balik persembunyiannya, karena dengan begitu apa yang ingin
dipandangnya dapat dilakukan tanpa rasa kikuk dan malu kepada Sendang Suci.
"Menarik sekali dia. Hatiku bisa
bergetar bila memandanginya. Getaran ini cukup indah. Tapi... agaknya Mahligai
pun menaruh minat kepada pemuda itu. Tak enak jika aku tampilkan diri di depan
mereka. Ada baiknya kuikuti saja nanti jika
pemuda itu pergi dari rumah Tabib
Perawan. Aku bisa berkenalan dengannya secara bebas jika tidak di rumah Bibi
Sendang Suci itu!" pikir Mutiara Naga yang membuat ia bertahan di
persembunyiannya.
Maka ketika ia melihat Yoga
tinggalkan tempat itu, la pun segera
mengikutinya dari jarak tak seberapa
jauh. Namun tiba-tiba langkahnya
dipatahkan oleh kekuatan tenaga dalam
yang dilepaskan dari Jarak jauh. Angin padat menghantam pinggang Mutiara Naga,
membuatnya jatuh terjungkal dan
berguling-guling di tanah.
"Keparat! Siapa yang berani
menyerangku dengan sembunyi-sembunyi"!
Melihat jenis serangannya yang begitu
kuat tanpa bunyi dan hawa sedikit pun, pasti serangan itu datangnya dari orang
Perguruan Belalang Liar! Hmmm... siapa orangnya yang menggunakan pukulan jarak
jauh milik orang Perguruan Belalang Liar tadi"!"
Mata tajam Mutiara Naga memandang
sekelilingnya dengan penuh selidik.
Kemudian pandangan matanya tertuju pada serumpun bambu dalam jarak delapan
tombak darinya. Serumpun bambu itu mencurigakan, sehingga Mutiara Naga pun
mengirimkan pukulan jarak jauhnya ke arah tersebut dengan melepaskan sinar merah dari
telapak tangan kirinya.
Wuuut...! Wesss...!
Duaar...! Sinar merah itu menghantam hancur
serumpun bambu tersebut. Tapi tak ada
sesosok bayangan yang berkelebat
meninggalkan tempat tersebut. Mutiara
Naga menyipitkan pandangan matanya yang mencari orang yang menyerangnya di
sekeliling serumpun bambu yang sudah
hancur berantakan itu.
Rupanya Mutiara Naga salah sasaran.
Orang yang dicarinya ada di bawah tanaman perdu yang tingginya hanya sebatas
pinggul itu. Orang tersebut bersembunyi di sana dengan menelungkupkan tubuhnya.
Orang itu sekarang bangkit dan
menampakkan diri setelah ia puas melihat Mutiara Naga kebingungan mencarinya.
Orang itu langsung tertawa dengan suara lengking meninggi, membuat gendang
telinga terasa mau pecah. Mutiara Naga segera menutup kedua telinganya dengan
menggunakan telapak tangannya.
"Hik hik hik hik hiiik...!
Kau seperti kucing kehilangan ekornya,
Mutiara Naga! Hik hik hik hiiik...!"
Setelah tawa itu terhenti, kedua
tangan Mutiara Naga pun dilepaskan dari telinga. Tapi ia siap bergerak menutup
telinga lagi jika didengarnya perempuan yang berdiri dalam jarak delapan langkah
itu akan tertawa lagi. Mutiara Naga tahu, tawa itu jelas tawa yang mengandung
kekuatan tenaga dalam untuk memecahkan gendang telinga lawan. Hanya orang-orang
Perguruan Belalang Liar saja yang bisa melakukan tawa seperti itu.
"Biadab kau, Merak Betina!" maki Mutiara Naga kepada perempuan berusia
antara dua puluh tujuh tahun itu.
Perempuan cantik berwajah mungil
indah, bermata bundar dan bertahi lalat kecil dl ujung dagu kirinya itu hanya
menyunggingkan senyum sinis sambil maju dua tindak. la mengenakan pakaian hijau
muda dengan rompi panjang sebetis
berwarna kuning gading. Rambutnya panjang sebahu diikat kain merah yang melilit
di kepalanya. Selain ia menyelipkan pisau besar semacam pisau berburu, juga
mengenakan sabuk dari kulit binatang
warna hitam yang mempunyai banyak pisau kecil melingkari pinggangnya. Pisau-
pisau terbang itu dalam keadaan slap cabut dan siap melayang ke arah lawannya
kapan saja. "Tiba saatnya kita bikin perhitungan, Mutiara Naga!" ucap Merak Betina dengan
lantangnya. "Kalau dulu kau membunuh tiga orang perguruanku, sekarang aku
sendiri yang akan menebus nyawa mereka dengan
mencabut nyawamu, Mutiara Naga!"
"Aku terpaksa membunuh ketiga
orangmu, karena mereka melukai adikku
hingga cacat kakinya! Jadi pantaslah
kalau aku berbuat kejam terhadap mereka, karena mereka mendului bertindak kejam
pada keluargaku, Merak Betina!"
Terbayang wajah adik lelakinya di
benak Mutiara Naga yang bernama Wibawa Arga. Sebenarnya hubungan Mutiara Naga
dengan Wibawa Arga tidak terlalu rukun.
Sering terjadi selisih paham dan cekcok, terkadang mereka sampai berkelahi hanya
perkara kecil. Wibawa Arga selalu dibela oleh ayah Mutiara Naga, sehingga
Mutiara Naga akhirnya memilih hidup menyendiri walau tidak berarti berkelana
jauh dari keluarganya.
Tetapi ketika ia mendengar Wibawa
Arga mengalami nasib buruk, sebagai
kakak, Mutiara Naga tetap saja tak tega untuk membiarkan adik kandungnya
bernasib buruk. Mutiara Naga segera pulang ke
rumah dan ia sangat terkejut melihat
kedua kaki adiknya ternyata telah
buntung. Mendidih darah Mutiara Naga kala itu.
"Siapa yang lakukan semua ini, Wibawa Arga"! Katakan, siapa"!" sentak Mutiara
Naga. "Mereka yang lakukan!"
"Mereka siapa" Jawab dengan jelas!"
Wibawa Arga diam sebentar, kemudian
menjawab, "Orang-orang Perguruan Belalang Liar."
Terdengar gigi Mutiara Naga
menggeletuk menahan kemarahannya. Lalu, Wibawa Arga menceritakan duduk perka-
ranya. Ia ingin jumpa dengan gadis yang ditaksirnya, murid Perguruan Belalang
Liar yang bernama Merak Betina. Tetapi ia justru terlibat pertikaian dengan
gadis lain, hingga diluar kesadarannya ia telah
membunuh gadis itu.
Wibawa Arga akhirnya ditangkap oleh
orang-orang Perguruan Belalang Liar yang dipimpin oleh Kembang Mayat. Wibawa
Arga diadu dengan seorang murid Kembang Mayat yang jago pedang. Akhirnya, Wibawa
Arga bernasib malang. Kedua kakinya berhasil dibuntungi oleh orang tersebut,
kemudian ia dibuang di tepi jalan menuju ke
kadipaten. Seseorang menemukannya, lalu mengantarkan Wibawa Arga pulang. Sejak
itulah, Mutiara Naga benci dan menaruh dendam kepada orang Belalang Liar dan
berhasil membunuh tiga anggota perguruan tersebut.
Kini ia bertemu dengan Merak Betina,
dan saat itu Merak Betina berkata, "Kau berhutang nyawa pada kami, dan harus kau
bayar!" "Kalau itu kehendakmu, terimalah
pukulan 'Naga Setan' ku ini! Hiaaah...!"
Mutiara Naga berkelebat tangannya
seperti membuang sesuatu ke arah depan.
Pan bersamaan dengan itu terlepaslah
sinar merah berpendar-pendar yang
melayang cepat menghantam tubuh Merak
Betina. Tetapi agaknya perempuan berwajah mungil Itu cukup sigap menghadapi
serangan lawannya. la sentakkan telapak tangan kirinya yang mengeluarkan cahaya
sinar putih bagai sebatang tongkat tak lebih dari satu jengkal panjangnya.
Wuuttt..,! Sinar putih perak itu
menghantam sinar merah dan terjadilah
benturan dan dentuman yang cukup hebat.
Blarrr...! Gelombang getaran yang timbul dari
ledakan itu menghempas kedua arah. Merak Betina tersentak mundur tiga tindak,
sedangkan Mutiara Naga terpental sejauh lima langkah dan terhuyung-huyung jatuh.
Melihat lawannya terhuyung-huyung,
dengan cepat kedua tangan Merak Betina melepaskan sesuatu ke depan. Wuutt,
wuuttt...! Ternyata ia telah mencabut dua pisau terbangnya yang dilemparkan
dengan gerakan amat cepat ke arah tubuh lawan.
Zingng, zingng...!
Kemilau dua sinar yang timbul dari
pantulan matahari ke logam putih pisau terbang itu membuat mata Mutiara Naga
terkesiap sekejap, lalu ia melompat
dengan sentakan kakinya dan pedang pun tercabut dengan cepat. Sraat...! Lalu
dikibaskan ke arah datangnya dua pisau kecil tersebut.
Tring, tring...! Pisau itu berhasil
dihalaunya dan mental ke arah sebatang pohon. Keduanya sama-sama menancap di
satu batang pohon yang ada di sebelah kiri Mutiara Naga. Jrub, jruub...!
"Hiaaat...!" Mutiara Naga cepat melompat dan bersalto di udara dua kali,
kemudian ketika tubuhnya hendak mendarat,
pedangnya ditebaskan ke arah dada
lawannya. Wuuttt...
Merak Betina berhasil menghindari
tebasan itu dengan lompat ke belakang
satu tindak. Dengan cepat ia cabut pisau besarnya dan ganti menebaskannya ke
perut Mutiara Naga. Wuusss...!
Hampir saja perut Mutiara Naga robek
oleh pisau besar itu seandainya ia tidak segera menarik diri mundur dalam satu
lompatan cepat. Bersamaan dengan itu,
kaki Merak Betina berkelebat menendang dan berhasil mengenai wajah Mutiara Naga.
Wuuutt...! Plokkk...!
"Biadab kau!" geram Mutiara Naga setelah merasakan bibirnya berdarah
akibat tendangan Merak Betina.
Maka dengan cepat Mutiara Naga
kibaskan pedangnya ke sana-sini hingga terdengar bunyi
menggaung; wuungng,
wuung...! Dan mata Merak Betina mengikuti tiap gerakan pedang karena takut
datang menyerang sewaktu-waktu. Namun ternyata jurus itu hanya jurus tipuan
belaka, sehingga Merak Betina tak sempat
menghindar ketika pukulan jarak jauh
berwarna hijau gelap itu terlepas dari tangan kiri Mutiara Naga. Zlaap...!
Buhhg...! "Aaahg...!"
Sinar hijau sebesar lebar telapak
tangan Itu menghantam telak dada Merak Betina. Tubuh yang terhantam sinar hijau
gelap itu terpental mundur dan membentur sebatang pohon. Tubuh Merak Betina
mengerang kesakitan di bawah pohon itu, sambil memegangi dada kanannya yang
terbakar dan hangus. Pakaiannya menjadi hitam dan bolong serta mengepulkan asap
putih kehitaman.
Melihat lawannya terkulai tak
berdaya, Mutiara Naga segera sentakkan kakinya, tubuhnya segera meluncur terbang
ke arah lawan dengan pedang terarah
kedepan, siap menusuk dada lawannya.
Tetapi, tiba-tiba berkelebat bayangan
melintas di depan mata Mutiara Naga.
Jrubb...! Ujung pedang itu menusuk
batang pohon hingga masuk hampir separo bagian. Mutiara Naga terkesiap melihat
Merak Betina telah lenyap dari bawah
pohon itu. Cepat-cepat Mutiara Naga
mencabut pedangnya itu dan berpaling ke belakang.
"Oh, kau..."!" gumamnya kaget begitu melihat seorang pemuda tampan berpakaian
putih lengan panjang dilapis selempang warna coklat dan celana merah diikat
menjadi satu dengan baju bulunya dengan kain warna hitam tebal. Pemuda berambut
panjang tanpa ikat kepala itu tak lain adalah Pendekar Rajawali Merah.
Mutiara Naga yang berdiri di depan
pendekar tampan dalam jarak tiga tombak itu tiba-tiba jatuh terkulai karena
kepalanya mendadak pusing dan berat
sekali. la tidak tahu bahwa pada saat
Pendekar Rajawali Merah berkelebat
menyambar tubuh Merak Betina, ia telah melepaskan pukulan lembut bercahaya putih
yang sangat cepat. Pukulan itu dinamakan pukulan 'Cakar Ger-sang', yang dapat
membuat lawan menjadi pusing, berat
kepalanya dan mual perutnya. Tak terlalu berbahaya, tapi cukup untuk melumpuhkan
lawan dalam sekejap.
"Kenapa dengan diriku..."!" ucap Mutiara Naga tak sadar.
Pendekar Rajawali Merah berkata,
"Maaf, aku tidak bermaksud memihak lawan mu dan mencelakai kamu! Aku hanya ingin
memisahkan pertarungan kalian dan
menyelamatkan perempuan yang sudah tak berdaya ini, Nona! Terpaksa kulepaskan
pukulan 'Cakar Gersang' untuk menghentikan seranganmu yang sangat berbahaya bagi
keselamatan nyawa perempuan ini!"
"Kau... kau... aduh, kepalaku sakit sekali!" Mutiara Naga terkulai jatuh semakin
terbaring. Napasnya terengah-engah dan keringat dinginnya pun keluar.
Terdengar Yoga berkata dari jarak lebih dekat lagi, "Aku membutuhkan perempuan
ini, karena tadi kudengar ia tertawa
begitu lengkingnya, bisa untuk dipakai memanggil seekor burung di angkasa!
Sekali lagi, maaf... kupinjam sebentar
lawanmu ini untuk satu keperluan! Kelak akan kukembalikan padamu, Nona!"
Setelah berkata begitu, Yoga
berkelebat pergi sambil membawa Merak
Betina yang terkulai di atas pundak kiri Yoga. Mutiara Naga hanya memperhatikan
kepergian Yoga, tak bisa mengejar karena sekujur badannya menjadi lemas lunglai
untuk beberapa saat.
* ** 8 KALAU tidak segera ditangani Yoga,
Merak Betina tidak akan tertolong lag!
jiwanya. Pukulan Mutiara Naga sungguh
dahsyat dan berbahaya. Beruntung sekali Merak Betina mempunyai suara tawa yang


Jodoh Rajawali 01 Wasiat Dewa Geledek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lengking, sehingga menarik perhatian Yoga dan segera disembuhkan oleh Pendekar
Rajawali Merah itu.
Tetapi agaknya ada salah pengertian
pada diri Merak Betina. Ketika ia sadar penolongnya adalah seorang pendekar
tampan dan punya daya pikat tinggi itu, Merak Betina merasa mendapat kesempatan
untuk membuka hatinya. Pikirnya, Pendekar Rajawali Merah itu telah terpikat
olehnya dan karena itu membawanya lari dari
pertarungannya dengan Mutiara Naga.
Tak heran jika Merak Betina sejak
saat itu merapatkan diri terus kepada
Pendekar Rajawali Merah dan menampakkan kesetiaan dan kelembutan kasih
sayangnya. Yoga sendiri mulai membaca sikap yang
salah arti itu, sehingga terang-terangan Yoga berkata,
"Aku menolongmu dan membawamu lari karena kudengar kau mempunyai suara tawa yang
lengking. Suara tawamu itu dapat
dipakai untuk memanggil seekor burung
Rajawali Putih yang sedang kucari-cari.
Karena itu, aku ingin mengajakmu ke
Gunung Menara Salju dan memperdengarkan suara tawamu di sana. Jujur saja, suara
tawamu itu mirip sekali dengan panggilan minta tolong bagi seorang burung
rajawali!"
"Aku mau membantumu mencari burung Rajawali Putih di Gunung Menara Salju, tapi
aku harus mendapatkan sesuatu dari pertolonganku itu! Aku minta upah!"
"Berapa upah yang kau minta?" tanya Yoga sambil tersenyum geli.
"Bukan berupa uang atau emas
permata!" "Lalu, upah apa yang kau minta?"
"Perhatian darimu!"
Yoga tertawa lepas. Tawanya itu
membuat Merak Betina malu dan bersungut-sungut menahan senyum sambil mencubit
lengan pemuda ganteng Itu. Si pemuda
ganteng tak merasakan cubitan tersebut, tapi
lebih berpikir tentang cara
menolaknya. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan hanya dengan berkata,
"Beri aku kesempatan untuk
memikirkannya setelah kutemukan burung Rajawali Putih itu!"
"Uhhg...!" tiba-tiba Merak Betina terpekik dengan tubuh tersentak ke depan,
hampir jatuh jika tidak berpegangan
lengan Yoga. Rupanya ada seseorang yang melepaskan pukulan jarak jauh ke
punggung Merak Betina dari belakang.
Setelah menangkap tubuh Merak Betina
yang tersentak ke depan sambil
menyeringai kesakitan itu, Pendekar
Rajawali Merah segera berpaling ke
belakang, dan ia menemukan seorang gadis nakal dan bandel telah berdiri di bawah
sebuah pohon dengan wajahnya yang murung dan cemberut. Gadis berpakaian kuning
itu tak lain adalah Mahligai, murid dan
keponakan Tabib Perawan.
Merak Betina segera tegakkan badannya
dan menahan sakit setelah mengetahui
penyerangnya adalah gadis cantik.
Kemarahan Merak Betina bertambah besar, sebab Mahligai ternyata sudah mengenal
Yoga dan dari tempatnya ia berseru,
"Mengapa kau justru mengajak
perempuan ini, Yo"! Dia tak akan bisa
melindungimu, selain hanya akan
merepotkan kamu dalam perjalanan ke
Gunung Menara Salju!"
"Apakah kau pikir kau bisa melindungi Pendekar Rajawali Merah jika kau diajak
ikut ke Gunung Menara Salju, Gadis
Bodoh"!" sentak Merak Betina. "Aku tahu kau murid Tabib Perawan yang tak laku
kawin itu! Kau pikir dengan mendekati
Pendekar Rajawali Merah ini kau bisa
dijodohkan gurumu dengannya"! Tidak!"
"Merak Betina, jangan berkata
begitu!" sergah Yoga.
Mahligai menjawab dengan suara
lantang, "Lancang betul mulut liarmu, Merak Betina! Sepantasnya mulut orang-
orang Perguruan Belalang Liar yang kotor-kotor itu dihancur
lumatkan dengan
pukulan 'Kobra Gila' Ini! Hiaaat...!"
Zaappp...! Selarik sinar ungu keluar
dari telapak tangan Mahligai yang
disentakkan ke depan. Selarik sinar ungu itu berkelok-kelok jalannya bagai
seekor ular kobra kehilangan arah. Gerakannya yang liar itu tidak memungkinkan
dihantam dengan jurus lain kecuali hanya bisa
dihindari. Maka, Merak Betina pun segera sentakkan kakinya ke tanah dan tubuhnya
melenting di udara. Wuuttt...!
Dari atas sana ia pun melepaskan
pukulan berbahaya berupa serbuk merah
bintik-bintik yang menyala terang tiap bintiknya. Serbuk merah itu melesat
dengan cepat setelah pukulan 'Kobra Gila'
menghantam pohon dan membuat pohon
tersebut menjadi hangus seketika tanpa keluarkan api kecuali asap putih.
"Merak Betina! Mahligai! Tahan amarah kalian!" seru Yoga, dan seruan itu kembali
tak dihiraukan oleh mereka.
Pukulan serbuk merah bintik-bintik
itu sudah telanjur menyerang Mahligai, dan gadis itu tak sempat menghindarinya.
Zruubbb...! Serbuk merah bintik-bintik itu menerpa dada Mahligai dan membuat
gadis itu tersentak mundur dua tindak.
Tetapi segera tertegun beberapa saat.
Terdengar Merak Betina tertawa
lengking yang membuat Pendekar Rajawali Merah menutup telinga,
"Hiih hik hik hik hiiikkk...! Kau pikir hanya kau sendiri yang mempunyai jurus
gila, Mahligai"! 'Kobra Gilamu
tidak seberapa berbahaya dibandingkan
pukulan 'Racun Edan' yang kini meresap dalam dadamu! Tak akan ada orang yang
mampu menawarkan dan melenyapkan Racun Edan kecuali diriku sendiri! Gurumu, si
Tabib Perawan, belum punya obat pemunah Racun Edan! Biar sampai botak kepalanya,
Tabib Perawan tak akan bisa sembuhkan
dirimu, Mahligai!"
"Gggrrr...! Jahanam kau! Kubunuh kau, Merak Betina! Hiaaat...!"
"Hai, tunggu...! Tahan semuanya!
Tahan...!" seru Yoga kebingungan
sendiri.. Mahligai berlari menyerang Merak
Betina, tapi yang diserang sudah lebih dulu melarikan diri dengan gerakan
peringan tubuh yang cukup tinggi.
Mahligai mengerang buas sambil mengejar lawannya, la bagai tak pedulikan lagi
dengan pendekar ganteng yang dilintasinya itu.
"Sial!" Yoga memaki
jengkel sendirian. "Dasar perempuan bodoh semua!
Perselisihan tak punya makna dilakukan!
Bodoh! Aku tak mau mengejar perempuan-
perempuan bodoh itu! Aku tak mau peduli lagi dengan mereka! Biarlah aku ke
Gunung Menara Salju seorang diri saja! Tak perlu membawa Merak Betina! Bikin
susah dan menghambat langkah saja perempuan-
perempuan itu!"
Pendekar Rajawali Merah teruskan
perjalanan seorang diri. la merasa lebih tenang dalam kesendirian, ketimbang
harus ditemani seorang wanita
yang dapat menimbulkan kericuhan dalam pikirannya.
Walaupun dalam hati Yoga mengakui bahwa kecantikan dan lekuk tubuh Merak Betina
memang menarik hati dan menggiurkan
sekali, tapi untuk kali ini Pendekar
Rajawali Merah memaksakan diri untuk
tidak berpikir ke arah situ, la lebih
memusatkan perhatiannya ke Gunung Menara
Salju, dan hatinya pun sempat bertanyatanya,
"Jika Nyai Guru Dewi Langit Perak tidak kutemukan di Gunung Menara Salju, lantas
ke mana lagi kira-kira aku harus mencari beliau" Jangan-jangan beliau
telah melarikan diri sampai ke dataran Cina atau ke Tibet" Mungkinkah aku harus
melawatnya sampai ke sana"!"
Langkah pun terhenti, sebuah jurang
dengan ngarai terjalnya membentang di
depan Yoga. Gemuruh suara air terjun yang tinggi itu terdengar bagaikan ombak
1autan yang sedang mengamuk. Untuk
melihat ke arah dasar air terjun terlalu dalam, sehingga tak ada yang bisa
dilihat dari atas tebing mulut jurang itu.
"Mahligai mengatakan, aku harus
melintasi ngarai dan jurang terjal yang amat dalam ini! Jika kulakukan dengan
melintas di tepian air terjun itu,
keadaannya sangat licin dan berbahaya.
Belum lagi aku harus menyeberangi lautan untuk mencapai sebuah daratan di mana
terletak Gunung Menara Salju. Rasa-
rasanya jika kutempuh dengan jalan kaki, harus memutar jauh untuk mencapai
daratan yang sebenarnya masih menjadi satu dengan tanah di sini! Hmm...! Kurasa
lebih baik meminta bantuan si Merah saja!"
Yoga segera sentakkan tangan kanannya
ke atas. Jari kelingking, jari telunjuk
dan ibu jarinya berdiri tegak ujung-ujung jari itu keluarkan sinar merah yang
melesat lurus ke angkasa dan bertemu di sana menimbulkan dentuman yang
menggaung-gaung. "Bung, wung, wung, wung...!"
Itulah bahasa isyarat memanggil Rajawali Merah. Dan suara gaung itu hanya bisa
dipahami oleh Rajawali Merah karena
mempunyai nada tersendiri serta alunan irama yang khas bagi pendengaran Rajawali
Merah. Maka dalam beberapa saat kemudian, seekor burung Rajawali Merah besar
datang dan mendarat di dekat Yoga.
"Kraahk...! Keeaahk...!" burung itu bagai memberi salam pada pendekar ganteng
yang akan menungganginya.
"Kita mencari kekasihmu ke Gunung Menara Salju! Apakah kau tahu arahnya"!"
"Kaahk...! Khaaak...!" burung jantan itu manggut-manggut sambil menggerakkan
sayapnya: yang belum merentang lebar.
"Baiklah kalau kau tahu, kita
berangkat ke sana, Merah!"
Yoga segera naik ke atas punggung
rajawali jantan Itu,
kemudian dalam beberapa saat saja Yoga telah berada di angkasa, terbang dengan menunggang
seekor burung Rajawali Merah yang besar dan
berparuh kekar itu. Ia dibawanya
berkeliling satu kali, kemudian segera burung besar itu meluncur terbang ke arah
utara. Dengan gagahnya Yoga bertengger di
atas punggung burung itu, menerabas awan putih yang sesekali tampak, sesekali
membuatnya lenyap bagai ditelan awan.
Pendekar itu tampak jauh lebih gagah
daripada ia menunggang kuda.
Dalam ketinggian itu ternyata angin
berhembus cukup kencang. Yoga
memerintahkan agar burung Rajawali Merah terbang jangan terlalu tinggi. Maka
burung itu pun merendah, dan kini mereka sedang menyeberangi langit di atas
lautan. Maka Yoga memandang sekeliling sambil mencari-cari siapa tahu menangkap
gerakan seekor burung Rajawali Putih.
Namun sepanjang penerbangannya itu, yang mereka temui hanyalah burung-burung
kecil, camar laut, dan kadang juga seekor elang hitam. Mereka lari terbirit-
birit ketika melihat seekor rajawali besar
terbang mendekati mereka.
Tak ada burung atau hewan lain yang
berani mendekati jalur penerbangan
Rajawali Merah. Bahkan seekor ikan paus yang muncul di permukaan air laut itu
buru-buru menenggelamkan diri sewaktu
Rajawali Merah melintas diatasnya.
Agaknya burung Rajawali Merah itu juga mempunyai semacam kharisma tersendiri di
antara para hewan, yang membuat mereka sungkan berhadapan dengan sang Rajawali
Merah itu. Puncak Gunung Menara Salju mulai
kelihatan. Warnanya putih keabu-abuan, dan bagian bawahnya membiru. Yoga
memerintahkan Rajawali Merah untuk
terbang lebih cepat lagi ke arah gunung tersebut. Dan dengan suara khasnya,
Rajawali Merah menyerukan kesanggupannya untuk terbang lebih cepat. Sayapnya
yang tegar dan perkasa mengibas kuat bagai
ingin menyingkirkan mega-mega. Penung-
gangnya sendiri tampak lebih bersemangat lagi untuk segera mencapai tempat yang
dituju. Rambutnya yang panjang meriap-riap dibelakang
tersapu angin, satu
tangannya berpegangan pada bulu bagian leher burung, satunya lagi sedang
menunjuk-nunjuk ke arah gunung tersebut, tentu saja diiringi dengan ucapan-
ucapan yang tak terjangkau oleh pendengaran
orang yang melihatnya dari daratan.
Semakin dekat dengan gunung tersebut,
semakin rendah terbang sang rajawali.
Tetapi Yoga merasakan adanya angin aneh yang berhembus dari arah depan-nya.
Angin itu berkecepatan tinggi dan membawa hawa hangat yang terasa mulai memanas
di kulit. Yoga segera berteriak kepada
rajawalinya, "Hati-hati, ada angin kiriman yang tak jelas maksudnya!"
"Kreeaahg...! Krraahg...!"
Rajawali melakukan gerakan menukik.
Wuuttt...! Ia bagai menghindari gelombang
hawa panas yang makin dekat dengan gunung itu semakin terasa jelas. Kini ia
terbang lebih rendah lagi, tak seberapa tinggi dari permukaan air laut.
Tetapi kejap berikutnya, angin panas
itu berubah menjadi badai. Hembusannya begitu kuat, hingga membuat binatang
besar itu terhenti di udara karena tak sanggup mendesak hembusan angin dari arah
depannya. Angin badai Itu bagaikan ingin melemparkan rajawali besar bersama
penunggangnya. Sang rajawali
bertahan dengan mencoba menukik lebih ke bawah
lagi. Tapi semakin ke bawah badai semakin mengamuk kuat. Ombak lautan bergulung-
gulung bagaikan ikut mengamuk. Sementara itu, Yoga berpegangan kuat-kuat pada
bulu-bulu di bagian leher burung dengan posisi setengah tengkurap di punggung
burung itu. "Kraahk...! Kraahg...!" Rajawali Merah menjerit-jerit dan bergerak memutar bagai
terhempas kehilangan kendali dan keseimbangan.
"Meraaah...! Hati-hati...!" teriak Yoga dengan berusaha menjaga keseimbangan
tubuhnya. Tetapi karena badai begitu
kuatnya, maka tubuh kecil di atas
punggung burung besar itu terhempas jatuh ke laut.
"Meraaaah...!".
"Kraaahk...! Kraahg...! Kraahg...!"
Rajawali Merah bermaksud menyambar tubuh Yoga yang sedang melayang turun
mendekati permukaan air laut, tetapi cakar rajawali segera ditariknya kembali
karena ombak lautan datang bergulung-gulung tingginya seukuran pohon kelapa di


Jodoh Rajawali 01 Wasiat Dewa Geledek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pantai. Besar dan ganas ombak itu, sehingga Rajawali Merah menyelamatkan diri
dengan terbang ke atas lebih cepat lagi. Sedangkan Yoga tak tertolong, jatuh ke
lautan berombak ganas. Byuurrr..!
Rajawali Merah masih berkeliling,
terbang mengitari lautan tempat jatuhnya Yoga. Badai yang mengganas itu telah
reda. Tapi ombak masih bergulung-gulung bagai ingin menelan benda apa pun yang
ada di depannya.
Burung besar itu hanya memekik-mekik
selama di angkasa, karena ia melihat
gerakan tubuh Yoga yang berusaha
menyelamatkan diri dari gulungan ombak, namun justru terseret masuk dalam
gerakan air yang memutar.
"Kraaahk...! Kraahg...!" Rajawali Merah bagai memekik tegang melihat Yoga
semakin tenggelam karena masuk dalam
pusaran arus gelombang yang sangat
berbahaya itu. Sampai pada akhirnya
burung besar itu memekik keras dan
panjang ketika Yoga jelas-jelas tersedot pusaran arus tanpa bisa berkelit dan
menghindari lagi.
"Krraaahhg...!"
Yoga hanya mendengar pekikan burung
besar itu sekilas, setelah itu ia tak
mampu mendengar apa-apa lagi. Ia berjuang melawan pusaran air laut itu yang
makin lama semakin menyedotnya lebih ke dalam.
Tangan dan kakinya menggapai-gapai, namun tubuhnya tetap
terpelanting berputar-
putar sampai di kedalaman yang paling
dalam. Semakin ke dalam putaran itu
semakin lamban, dan dengan satu sentakan kuat Yoga berhasil melepaskan diri,
keluar dari lingkaran arus air yang
berputar-putar itu. Zruub...!
Ia berenang sejadinya dan berusaha
keluar dari perjalanan di dalam laut itu, tapi tubuhnya terlalu lemas. Bahkan
gerakan gelombang bawah laut begitu kuat dan menghempaskan tubuh lemas itu.
Wuuhg...!"
* * * Tak ada upaya dari seseorang yang
sia-sia. Ada kalanya perjuangan
membutuhkan kekuatan yang melebihi daya kemampuan. Namun bagaimanapun juga nasib
manusia tetap ada di tangan Yang Mana
Kuasa. Demikian halnya dengan Yoga.
Perjuangannya dalam mempertahankan hidup
terasa sudah melebihi daya yang ada.
Hempasan gelombang bawah laut itu
ternyata hanya membuatnya tak sadarkan diri beberapa saat.
Ketika ia sadar dari pingsannya,
terpaksa ia sudah berada di sebuah relung tebing karang. Lidah ombak masih
menyapu wajahnya bagai cemeti yang jahat. Yoga berusaha merayap untuk lebih
masuk ke relung itu. Ternyata relung tersebut
punya lorong ke atas dan memungkinkan untuk didaki. Yoga pun segera mendaki
lorong tersebut, sehingga ia terbebas
dari air laut yang bergelombang besar
itu. Rupanya di dasar laut itu ada gua
yang tidak terkena siraman air laut. Gua itu pada mulanya berbentuk lorong yang
memanjang ke atas dan cukup tinggi. Di ujung lorong itulah terdapat ruangan
lebar, yaitu sebuah gua bebas air laut, karena gua itu sepertinya berada di
dalam perut gunung karang yang ada di dasar
laut. Bahkan gua tersebut dalam keadaan terang, karena mempunyai tanaman sejenis
lumut yang menyala hijau memenuhi dinding gua. Yoga menjadi seperti berada dalam
ruang lingkup bermandikan cahaya hijau.
Tapi dengan cahaya lumut aneh itulah,
mata Yoga bisa memandangi keadaan
sekeliling gua.
Dengan sisa tenaganya yang masih
lemas, Yoga menyusuri lorong gua yang
berkelok-kelok dan seluruhnya terdiri
dari batuan jenis karang. Yoga tak berani menyentuh lumut menyala hijau itu,
karena takut lumut itu beracun ganas.
Langkah menyusuri lorong itu
terhenti, karena ia tiba di persimpangan.
Ada tiga lorong yang bisa ditempuhnya, satu lorong berpenerangan cahaya hijau,
yaitu yang dilewatinya tadi, satu lorong sebelah kanannya dalam keadaan gelap,
sedangkan lorong sebelah kirinya
mempunyai cahaya merah. Yoga memandangi lorong itu dan berkata dalam hatinya,
"Sepertinya ada cahaya api di sana!
Mungkinkah ada orang di dalam lorong
bercahaya merah api itu"!"
Tiba-tiba dari lorong yang gelap itu,
Yoga melihat sekelebat sinar putih perak melesat ke arahnya. Cepat-cepat Yoga
melompat untuk menghindarinya, tapi sinar putih perak itu ternyata membelok arah
dan memburu-nya. Buuhg...! Sinar putih perak itu menghantam punggung Yoga bagai
sebuah tendangan kaki kuda yang beratnya tiga kali lipat tenaga kuda.
"Uuhg...!" Yoga mengerang dan sulit bernapas, akhirnya ia jatuh pingsan lagi
dalam keadaan terpuruk di lantai gua.
9 KETIKA Pendekar Rajawali Merah itu
sadarkan diri, tahu-tahu ia sudah berada di ruangan besar berpenerangan nyala
api obor. Jumlah obornya yang mengelilingi dinding tak rata itu lebih dari
sepuluh dan dalam keadaan besar. Anehnya, nyala api itu tidak menimbulkan asap
hitam yang membuat hangus bagian atas di mana obor itu diletakkan. Jelas obor
itu menggunakan jenis bahan bakar bukan dari minyak tanah, mungkin dari sari minyak
ikan yang dapat menimbulkan api tanpa
asap hangus yang membekas di
sekelilingnya. Yoga sungguh merasa heran melihat
keadaannya sendiri. la berada di sebuah pembaringan yang terbuat dari susunan
batu dan mempunyai tikar dari lumut-lumut kering yang dirakit sedemikian rupa.
Bahkan barang-barang di sekitarnya pun mengingatkan Yoga pada cerita zaman
purba, di mana segalanya serba alami.
Batang-batang obor itu pun terbuat dari tulang ikan besar, mungkin bagian tulang
punggung ikan. Batu-batuan jenis karang yang sudah dihaluskan tersusun rapi di
sana-sini, membentuk semacam meja atau kursi tempat duduk. Tetapi anehnya
ruangan berpenerangan api obor itu
mengabarkan bau wangi, bukan bau amis.
Bau wangi itu seperti bau cendana yang
ada di sarung pedangnya. Mungkinkah bau harum cendana dari sarung pedang Yoga
dapat mengabar memenuhi ruangan besar
itu" "Siapa penghuni ruangan besar ini"!
Hmmm.. Kurasa aku masih berada dl gua bawah laut! Dinding-dindingnya berton-
jolan, Itu menandakan dinding gua yang tak berlumut hijau seperti lorong yang
kulewati tadi..Lalu, siapa yang membawaku kemari" Siapa yang menyerangku di
persimpangan lorong tadi" Mungkinkah
makhluk peri dasar laut yang menawanku di ruangan besar ini?"
Yoga memeriksa pedangnya, ternyata
sudah terlepas dari punggung dan berada di samping pembaringan. Dalam hatinya
Yoga berkata lagi:
"Kurasa siapa pun yang membawaku ke ruangan ini, dia bukan bermaksud jahat
padaku! Terbukti dia tinggalkan pedang pusaka ini di sampingku! Kalau dia
bermaksud jahat, pasti dia akan
menyembunyikan pedang ini, atau... atau dia tidak tahu benda apa yang ada di
punggungku tadi" Mungkin dia tidak
mengenal pedang. Tapi... hei"! Lenganku telah dibalutnya! Oh, mungkin tadi
lenganku terluka saat mendaki lorong dari dasar laut. Aku tak sadar kalau lengan
kiriku terluka dan... dan sekarang telah dibalut dengan kain! Hmmm... kain ini
sepertinya kain jenis sutera lama. Oh, ada rempah-rempah yang digunakan sebagai
pengering luka"! Siapa yang telah
membalut lukaku ini sebenarnya" Mengapa ruangan lebar ini sepi-sepi saja"!"
Ada lorong yang membelok ke arah
kanan di ujung sana. Ada juga lorong yang lurus dan berkeadaan remang-remang.
Yoga memperhatikan kedua
lorong tersebut
dengan keragu-raguan. la ingin melangkah menyusuri lorong yang remang-remang,
tapi takut ada jebakan yang mematikan di sana.
Ia ingin menyusuri lorong yang membelok ke kanan itu, tapi seingatnya lorong
Itulah yang menjadi tempatnya pingsan
akibat serangan orang tak
diketahui wujudnya Itu. Jangan-jangan di lorong itu dia mengalami nasib serupa tadi"
Pendekar Rajawali Merah itu akhirnya
hanya duduk di tepi
pembaringan, merenungi langkah yang harus diambilnya.
Tapi beberapa saat kemudian, dari lorong yang membelok ke kanan itu muncul
seraut wajah yang membuat Yoga terperangah dan tertegun beberapa saat Mulutnya
ternganga sedikit, matanya melebar, gerakkannya
mematung seketika. Jantungnya pun terasa berdetak lebih cepat dari biasanya.
Lidah Yoga merasa kelu, hingga untuk
mengucapkan sepatah kata pun sulit .
sekali rasanya. la masih tetap ternganga ketika raut wajah itu datang
mendekatinya perlahan-lahan.
Seraut wajah itu adalah seraut wajah
cantik sekali. Serupa betul dengan wajah-wajah para bidadari dari kayangan. Si
cantik itu berpakaian merah jambu. la
mempunyai rambut panjang sebatas punggung dengan bagian tengahnya disanggul
sederhana. Yoga memperkirakan usia si cantik itu
antara dua puluh empat tahun, tiga tahun lebih tua darinya. Karena memang si
cantik itu kelihatan lebih dewasa dari Yoga sendiri. Matanya yang bulat bening
dengan sedikit poni di keningnya memang kelihatan mempermuda wajah cantiknya,
tapi tidak bisa menyembunyikan kedewasaannya. Hidungnya yang mancung, bibirnya
yang mirip sekuncup mawar segar, cahaya dari sorot matanya jika memandang,
mengesankan sikap dewasa yang melebihi Yoga. Ditambah lagi dengan rambut yang
disanggul tengah dengan dililit lempengan perak berukir, menampakkan sekali cara
dandanannya yang cukup dewasa.
Mata Pendekar Rajawali Merah tertarik
pada pedang yang ada di genggaman tangan kanan perempuan itu. Pedang tersebut
bersarung perak berukir, gagangnya putih, di ujung gagangnya ada hiasan dua
kepala burung rajawali yang bertolak belakang.
Makin berdebar saja hati Yoga melihat
ciri-ciri pedang tersebut, sehingga ia
pun bermaksud mengajukan pertanyaan, tapi sudah didahului oleh perempuan cantik
itu. "Siapa kau sebenarnya, sehingga kau menyandang pusaka Pedang Lidah Guntur?"
Terkejut hati Yoga mendengar
perempuan secantik bidadari itu
menyebutkan nama pusaka pedangnya.
Berkerutlah dahi Yoga dalam memandanginya. Setelah beberapa saat ia terbungkam
heran, barulah ia memberikan jawaban
dengan suaranya yang pelan dan lembut.
"Namaku Yoga Prawira; akulah Pendekar Rajawali Merah, murid dari Dewa Geledek!"
Mata perempuan cantik itu terkesiap.
Bulu matanya yang lentik itu merapat
sejenak. Kemudian ia maju dua tindak
hingga berjarak sekitar empat langkah
dari tempat Yoga duduk.
"Kalau begitu dugaanku tadi tak
salah," katanya. Dan Yoga buru-buru bertanya,
"Kaukah yang bernama Dewi Langit
Perak"!" Tapi perempuan cantik itu hanya diam menatap tak berkedip dengan sorot
pandangan mata yang aneh, punya kesan dan makna tersendiri, yang hanya bisa
dirasakan dl dalam hati Yoga. Kejap
berikutnya perempuan itu berkata, ikutlah aku...!"
Karena perempuan cantik itu bergerak
melangkah, maka Yoga pun menuruti langkah
kaki perempuan tersebut. Rupanya Yoga
dibawanya ke lorong yang remang-remang itu. Dan langkah mereka berhenti di
sebuah ruangan kecil yang penuh dengan nyala api kecil dari pelita yang terbuat
dari tulang-tulang ikan. Api kecil itu mengitari sesosok kerangka yang mempunyai
bagian masih utuh. Kerangka manusia itu terletak di atas selembar kain jubah
warna merah jambu. Wujudnya tinggal
tulang-belulang yang sudah kering tapi antara satu dan lainnya masih merekat
utuh. "Tulang-belulang siapa itu?" tanya Yoga.
"Guruku; Dewi Langit Perak!"
"Oh..."!" Sekejap wajah Yoga terperanjat kaget dengan mata melebar
memandangi kerangka manusia itu. Kemudian Yoga membungkukkan badan, memberi
hormat kepada kerangka tersebut. Setelah itu
mundur dua tindak, dan perempuan itu
segera melangkah kembali ke tempat
semula, Yoga mengikutinya dari samping kiri.
"Lima tahun yang lalu kami terdampar di gua ini!" kata perempuan cantik itu.
Yoga masih belum mengajukan pertanyaan, karena ia sengaja membiarkan perempuan
itu melanjutkan ceritanya sambil
melangkah pelan-pelan menuju ruangan
lebar yang terang benderang itu.
"Lima tahun yang lalu, Guru
menyelamatkan aku dari kejaran Malaikat Gelang Emas! Kami melarikan diri ke
Lembar Pusar Bumi, yaitu sebuah tempat di dasar jurang yang amat dalam dan tak
diketahui oleh siapa pun. Di Lembah Pusar Bumi itulah Guru menemukan ragaku. Aku
dalam keadaan terluka parah. Pada waktu itu aku berusia tujuh tahun. Aku jatuh
dari lereng jurang karena sengaja dibuang oleh sekelompok manusia yang membenci
keluargaku, yang tak kutahu siapa mereka Itu. Dan sampai sekarang aku sudah
lupa, siapa mereka dan siapa orangtuaku
sebenarnya."
Perempuan berbibir menggiurkan itu
duduk di tepi pembaringan, sedangkan Yoga berdiri di depannya dengan pundak kiri
bersandar pada dinding ruangan yang tidak runcing. Perempuan itu meneruskan
kisahnya dengan sesekali menatap Yoga.
"Aku dididik dan dibesarkan oleh Guru di Lembah Pusar Bumi itu! Sampai aku
dewasa, aku diizinkan untuk muncul di
dunia persilatan, tapi harus menjauhi tokoh sesat yang berjuluk Malaikat Gelang
Emas. Namun, pertemuan itu tak bisa
dihindari lagi, aku dikejar-kejar oleh Malaikat Gelang Emas, karena ia mengincar
pedang yang kubawa ini!" sambil perempuan itu menunjukkan pedang tersebut. Yoga
menyahuti, "Pusaka Pedang Sukma Halilintar!"
"Benar! Pada masa lalu, Guru terpisah dari Kakek Guru Dewa Geledek juga akibat
mempertahankan pedang pusaka mereka. Tapi pedang ini jatuh ke laut, beberapa
waktu kemudian berhasil ditemukan oleh Guru
lagi, namun keadaan mereka sudah terpisah jauh dan saling tak mengetahui di mana
tempat masing-masing berada. Aku pernah diajak berkeliling mencari Kakek Guru
Dewa Geledek, tapi kami tak pernah


Jodoh Rajawali 01 Wasiat Dewa Geledek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menemukan beliau. Kabarnya pun tak pernah kami dengar."
"Lantas bagaimana dengan pengejaran Malaikat Gelang Emas itu?"
"Aku lari ke Lembah Pusar Bumi, dan Malaikat Gelang Emas mencari tahu tempat
persembunyian Guru. Maka sebelum Malaikat Gelang Emas menyerang, Guru mengajakku
lari. Kami terbang dengan menunggang
seekor burung Rajawali Putih dengan arah tujuan Gunung Menara Salju. Tapi di
perjalanan, kami diserang oleh Malaikat Gelang Emas. Guru terluka, dan Rajawali
Putih terhempas badai, sehingga kami
berdua jatuh ke laut, tersedot pusaran arus yang akhirnya membawa kami ke gua
ini. Guru dalam keadaan terluka parah.
Aku berusaha mengobatinya sesuai petunjuk beliau, tapi jiwanya tak tertolong
lagi. Guru hanya bertahan hidup tiga hari atau empat hari, aku tak pasti, dan setelah
itu beliau wafat!".
Wajah perempuan cantik itu tampak
menahan duka yang hampir-hampir membuat air matanya meleleh. Yoga buru-buru
melontarkan pertanyaan agar duka Itu
tidak memeras air mata si perempuan
cantik, "Mengapa kau tidak keluar dari gua Ini selama lima tahun?"
"Aku tidak punya jalan keluar! Jika aku harus keluar dari lorong dasar laut,
kemungkinan selamat sangat tipis. Sebelum Guru wafat, beliau pernah bilang
padaku, bahwa satu-satunya jalan untuk keluar
dari gua ini adalah melewati lorong
tembus yang bisa membawa kami ke lereng Gunung Menara Salju. Aku ditugaskan
mencari lorong berbentuk persegi empat.
Kutemukan lorong itu, tapi dalam keadaan tertutup batu kristal yang amat besar.
Kucoba menggeser dan menghancurkannya, tapi tak berhasil sedikit pun. Kata Guru,
batu kristal itu adalah Mata Iblis, yang sulit dihancurkan oleh benda pusaka apa
pun." "Kelihatannya Guru Dewi Langit Perak tahu seluk-beluk gua ini"!"
"Menurut ceritanya, beliau semasa kecil pernah terperosok di sebuah sumur yang
ada di lereng Gunung Menara Salju.
Beliau masuk ke sumur tanpa dasar bersama pamannya yang kala itu mengajaknya
berburu. Sumur itu ternyata adalah lorong yang tembus ke gua ini. Dan semasa
itu, di gua ini hidup seekor ular naga
bertanduk satu. Ular naga itu sangat
ganas, dan akan menjadi busuk tubuhnya jika terkena air, sebab itu ia sering
menunggu mangsanya yang terperosok ke
dalam sumur tanpa dasar itu. Lalu, untuk menghindari kejaran ular naga tersebut,
paman dari Guru Dewi Langit Perak menutup lorong persegi empat dengan kekuatan
ilmunya yang mengkristal dan bernama Batu Mata Iblis. Sebuah lapisan batu yang
bisa tembus pandang tapi tak bisa dihancurkan oleh siapa pun."
"Lalu, pada saat kau masuk gua ini bersama Nyai Guru, apakah naga bertanduk satu
itu masih ada?"
"Sudah tiada! Mungkin air laut meluap dan sampai menggenangi gua ini, sehingga
naga itu mati. Hanya sisa kulitnya yang telah rapuh kami temukan menjadi lapisan
karang yang ada di dekat rongga menuju ke laut itu."
Yoga menarik napas panjang-panjang.
Kemudian ia duduk di samping perempuan cantik itu, dan berkata,
"Apa saja yang kau lakukan selama lima tahun di dalam gua ini?"
"Mempelajari kitab Rembulan Putih yang selalu dibawa Guru ke mana-mana itu.
Kitab Rembulan Putih adalah rangkuman
dari jurus-jurus yang dimiliki oleh Guru dan Kakek Guru; Dewa Geledek. Tapi
sampai saat ini belum bisa kuselesaikan hingga tamat, karena aku masih belum
tahu beberapa jurus yang dirahasiakan oleh
Kakek Guru Dewa Geledek, dan jurus itu hanya ditulis namanya saja di dalam Kitab
Rembulan Putih."
"Jurus apa yang kau maksud?"
"Banyak. Antara lain; jurus 'Rajawali Membelah Matahari!'
Yoga tersenyum dan berkata, "Aku
menguasai jurus itu!"
"0, ya..."!" wajah perempuan cantik itu mulai berseri sedikit. 'Tapi apakah kau
menguasai jurus 'Rajawali Membelah Bulan'?"
Yoga menggelengkan kepala dan
berkata, "Kurasa kau menguasainya, karena itu jurus ciptaan Nyai Guru Dewi
Langit Perak!"
"Sangat menguasai," jawab perempuan cantik itu dengan senyum bangganya. Yoga
menatapnya beberapa saat, hingga keduanya menjadi saling bungkam tapi saling
beradu tatapan mata. Kejap berikutnya, perempuan itu memalingkan wajahnya, tak
tahan menerima sesuatu yang mendebarkan
hatinya. Sementara itu, Yoga segera
bertanya, "Sekarang kita ditakdirkan untuk
bertemu di gua Ini: Tapi aku belum tahu
siapa namamu?"
"Panggil saja aku; Lili, karena
begitulah Guru memanggilku!"
"Lili...," gumam Yoga sambil merenung sesaat Perempuan cantik cepat berpaling
menyangka dirinya di panggil. Mata mereka kembali saling bertemu, dan Yoga
berkata, "Sebuah nama yang bagus, mudah
diingat dan mudah melekat di hati!"
senyum Yoga mekar kian tebar. Lili
tersipu dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tapi ia segera berpaling
menatap Yoga kembali karena Yoga berkata,
"Tidakkah kau ingin keluar dari
penjara ini, Lili"!"
"Keinginan itu sudah menjadi karang di dalam hatiku, Yo. Aku sudah tidak
punya keinginan keluar, karena aku tahu tak ada lagi jalan untuk menuju ke alam
bebas, sebab batu kristal Mata Iblis itu tak bisa digempur dengan semua ilmu
yang sudah kumiliki."
"Mengapa tidak kau izinkan aku
mencoba menggempur Batu Mata Iblis itu"
Apakah kau sangsi dengan kedahsyatan
Pedang Lidah Guntur ini"!"
"Kalau kau ingin mencobanya, aku tak keberatan mengantarmu ke lorong itu!"
Maka, dengan tanpa ragu-ragu lagi,
mereka berdua bergegas menuju lorong
berbentuk persegi empat. Lorong itu
semacam pintu gua yang sudah tertutup
oleh lapisan kristal. Kristal tersebut dalam keadaan buram, mungkin karena sudah
cukup lama tersekap lembab di sana.
Kristal berbentuk bundar bagaikan bola besar yang mengganjal tepat di tengah
pintu tersebut dulunya berwarna putih
bening, tapi sekarang selain buram juga berwarna kehijau-hijauan.
"Gempurlah dia, jika berhasil, maka kita akan bisa lolos dari penjara alam ini!"
kata Lili setelah beberapa saat Pendekar Rajawali Merah itu memperhatikan bola
kristal tersebut.
"Mundurlah, akan kugunakan jurus
'Rajawali Lebur Jagat'...!" kata Yoga sambil mengatur jarak berdirinya.
Sementara itu Lili pun berdebar-debar karena ia berharap dapat keluar dari
tempat itu dengan berhasilnya Yoga
memecahkan Batu Mata iblis tersebut.
Sekelebat sinar merah bening melesat
dari telapak tangan Yoga.
Claaap...! Buuush...!
Sinar merah bening itu padam saat
membentur Batu Mata Iblis. Batu kristal itu masih tidak bergeming sedikit pun.
Bahkan Yoga mencobanya, sampai tiga kali, tapi pukulan 'Rajawali Lebur Jagat'
tidak berhasil membuat Batu Mata Iblis menjadi serbuk lembut seperti benda-benda
lainnya yang terkena pukulan tersebut.
"Cakar Gerhana...!" seru Yoga, dan
tangannya berkelebat bagaikan mencakar sesuatu, dari kelima jarinya keluar
barisan sinar merah berkelok-kelok yang segera menghantam Batu Mata Iblis itu.
Zrraab...! Zuuurrp...!
Lima sinar merah itu hanya
memercikkan bunga api dan asap putih,
untuk kemudian padam. Sedangkan Batu Mata Iblis masih tetap kokoh dan tak
tergores sedikit pun. Padahal biasanya jurus
'Cakar Gerhana' itu bisa membuat benda apa pun rontok dan menjadi butiran-
butiran sebesar kacang hijau.
"Luar biasa kekuatan Batu Mata Iblis ini!" gumam Yoga, dan ia melirik Lili,
ternyata perempuan cantik itu sedang
menertawakan dirinya sambil
menyembu- nyikan senyum. Yoga menjadi semakin
penasaran dan ingin menutupi rasa malu akibat kegagalannya. Sejenak ia mendengar
Lili berkata, "Kekuatan sejenis itu sudah kupakai beberapa kali tapi tak ada yang bisa
membuatnya hancur!"
"Baiklah! Agaknya Batu Mata Iblis Ini salah satu lawan yang tangguh dan luar
biasa saktinya! Tapi belum tentu ia mampu menahan pedang pusakaku; Lidah
Guntur...!"
Srrrt...! Yoga mencabut Pedang Lidah
Guntur. Bumi terasa berguncang sejenak.
Di luar gua terjadi satu ledakan petit
yang menggelegar, namun tak didengar oleh Yoga dan Lili. Pedang Lidah Guntur
menyala merah pijar, membuat mata Lilt sempat memandang penuh rasa kagum. Tapi
rasa kagum itu hanya dipendamnya dalam hati.
Yoga segera menebaskan pedangnya ke-
samping, wuuuttt...! Dan melesatlah
cahaya itu yang menghantam batu tersebut.
Tapi keadaannya masih sama saja. Batu
Mata Iblis tidak bergeming dan tergores sedikit pun tidak. Padahal nyala sinar
merah akibat kibasan pedang tadi biasanya bisa merobek pohon sebesar apa pun,
bisa merobek batu setangguh apa pun, lebih-lebih tubuh manusia, bisa hancur
tercabik-cabik oleh sinar merah tersebut.
Setelah Yoga melakukan usaha
penggempuran Batu Mata Iblis beberapa
kali, baik dengan keampuhan pedangnya
maupun tenaga dalamnya, dan masih tidak membawa hasil apa-apa kecuali lelah,
maka Lili segera mencabut pedangnya yang
bernama Pedang Sukma Halilintar. Sent...!
Ggrrr...! Tanah gemuruh, bumi bagai
dilanda gempa sepintas. Di luar sana,
guntur menggelegar tak didengar oleh
mereka. Hal itu membuat mata Yoga
terkesiap dan tertegun beberapa saat. la memandangi pedang Lili yang menyala
pilar putih warna perak sedikit kebiru-biruan.
Sama membaranya dengan Pedang Lidah
Guntur. Yoga ingat cerita mendiang gurunya
tentang Pedang Sukma Halilintar itu yang konon bisa keluarkan sinar putih perak
untuk menjerat lawan dan susah lepas.
Pedang itu jika melukai lawan bisa
keluarkan asap putih dan luka menjadi
hitam, tapi darah lawan menjadi putih
seperti getah pohon, sukar diselamatkan lagi nyawanya. Bahkan pedang itu pun
menurut cerita mendiang guru Yoga, dapat mengeluarkan hawa panas yang mampu
melelehkan baja. Jika ternyata Lili
selama ini tak sanggup menghancurkan Batu Mata Iblis, maka itu pertanda batu
tersebut melebihi baja kerasnya, mungkin seratus kali lipat dari kekerasan logam
baja. "Yo, kita gabungkan kekuatan pusaka kita masing-masing, siapa tahu bisa
meleburkan Batu Mata Iblis!" kata Lili.
"Baik! Bersiaplah....'"
"Hiaaat...!" Lili menebaskan pedang dengan gerakan singkat namun tepat.
Pedangnya disentakkan ke depan dan
keluarlah sinar putih terang, sedangkan pedang Yoga mengeluarkan sinar merah.
Kedua sinar putih merah itu menghantam Batu Mata Iblis, tapi batu tersebut tetap
tidak tergores seujung kuku pun.
"Hiaatt..,!"
"Jodoh Rajawali!" teriak Yoga sambil
mengibaskan pedangnya dan membentur
pedang Lili hingga membentuk silang.
Trangng...! Dari persilangan kedua pedang itu keluarlah sinar ungu yang melesat
cepat dan tak terputus sedikit pun. Sinar ungu itu menghantam Batu Mata Iblis
tepat di bagian pertengahannya. Blarrr...!
Glegaarrr...! Kedua tubuh pendekar rajawali itu
terpelanting dan terpental ke belakang.
Batu Mata Iblis pecah dan semburkan
serpihannya. Bahkan pintu lorong
berbentuk persegi empat itu pun hancur dalam keadaan tak berbentuk lagi. Seluruh
gua dan lorong yang ada di situ
bergemuruh, berguncang-guncang, langit gua rontok beberapa bagian, namun tak
sempat membuatnya rubuh.
"Kita berhasil, Yo...!" seru Lili dengan wajah sangat kegirangan.
"Ternyata perpaduan jurus 'Jodoh
Rajawali' kita menghasilkan kekuatan yang maha dahsyat, Lili!"
"Benar! Selama lima tahun aku
merindukan hancurnya Batu Mata Iblis itu, tapi baru sekarang terjadi nyata apa
yang kuimpi-impikan selama ini! Oh, senangnya hatiku, Yoga! Kau telah
membebaskan aku dari penjara abadi ini!" tanpa sadar, karena perasaan girang
yang meluap tak terkendalikan, Lili memeluk Yoga dan
tertawa-tawa berburai air mata.
"Lili, sebaiknya kita cepat susuri lorong itu dan kau perlu selekasnya
menghirup udara segar di luar gua ini!"
"Ya, ya...! Aku setuju," jawab Lili dengan penuh semangat. Maka, mereka pun
segera menyusuri lorong dari sumur yang dikabarkan sebagai sumur tanpa dasar
itu. Dalam beberapa waktu kemudian, ternyata mereka muncul juga di permukaan bumi
lewat sebuah lubang yang ada di lereng Gunung Menara Salju itu.
Sudah tentu kegirangan Lili menjadi
semakin berkepanjangan. Ia merasa telah bebas dari penjaranya selama lima tahun
hidup dalam kesendirian dan kesunyian.
Kemunculan Yoga merupakan kebebasan bagi Lili, dan karenanya Lili sesekali
mengucapkan terima kasih atas pertolongan Yoga yang dianggapnya sebagai dewa
penolong. Tapi Yoga berkata,
"Bukankah aku sendiri terperosok
masuk dalam penjara abadi Itu" Kalau tak ada pedangmu, aku pun tak mampu
pecahkan Batu Mata Iblis Itu. Jadi bukan aku yang menolongmu, melainkan kita
sama-sama berhasil mengalahkan kekuatan dahsyat
dari Batu Mata Iblis tersebut! Perpaduan jurus 'Jodoh Rajawali' kita itulah yang
bisa kalahkan kekuatan apa pun juga!"
"Oh, ya... kurasa memang begitu! Eh, hmm... tapi, aku rindu sama si Putih! Ke
mana aku harus mencari si Putin"!"
"Cobalah kau panggil dengan caramu sendiri, barangkali burung Rajawali
Putihmu itu ada di sekitar gunung ini!"
Kemudian, Lili pun memasukkan dua


Jodoh Rajawali 01 Wasiat Dewa Geledek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jarinya ke mulut dan meniupnya panjang-panjang, "Siiiuuuttt...! Siiiuuuttt...!
Siiuuuttt...!"
Yoga sendiri juga meniup jarinya,
"Suiitt...! Suiittt...!"
Kepala mereka mendongak memandang
langit, mencari-cari benda bergerak di angkasa. Beberapa saat terlihat burung
Rajawali Merah datang dari arah timur.
Gerakannya begitu gesit menuju ke arah suara yang memanggilnya.
"Hal, itu Rajawali Merah! Kaukah
pemiliknya"!" tanya Lili.
"Ya! Dan... dan lihat ke barat!
Bukankah di sana seperti ada sesuatu yang sedang bergerak kemari"!"
"Oh, ya...! Benar.
Itu dia si Putih... Lalu, Lili pun meniup jarinya lagi panjang-panjang. "Siiuuut...!
Siiuuut...!" Irama dan nadanya hampir sama dengan suitan memanggil Rajawali
Merah, tapi sebenarnya punya perbedaan tersendiri.
"Kraaahg...! Kraahg...!" terdengar jeritan Rajawali Merah dari timur. Suara itu
bagaikan disahut dari arah barat.
"Kreeaahg...! Kreeeaaahg...!" Lalu kedua burung itu bersahutan dan tak jadi
menukik ke arah dua pendekar rajawali
itu. Kedua burung itu saling melintas di udara, berputar-putar sambil jejeritan.
Seakan keduanya saling melepas rindu
setelah tiga puluh tahun tidak saling jumpa. Sedangkan Lili dan Yoga yang
memandangnya dari bawah sama-sama tertawa geli melihat kedua burung itu saling
melepas rindu di udara, saling cakar,
saling mematuk, saling kejar, dan pada akhirnya si jantan yang berwarna merah
lebih dulu menukik ke bumi, si putih yang betina pun mengikutinya.
Tapi mendadak kedua pendekar
berkendaraan burung rajawali itu sama-
sama melompat dan bersalto terpisah,
karena sekelebat sinar merah bagai
piringan baja itu menghantam ke arah
mereka. Wuuttt...! Sinar merah lebar itu berhasil dihindari, dan akibatnya sinar
merah tersebut menghantam satu pohon,
tetapi tiga pohon di belakangnya ikut
tumbang dan hancur. Blarrr...!
Wuuurrrsss...! Yoga berseru, "seseorang telah
menyerang kita, Lili!"
"Ya. Aku hafal dengan jenis
serangannya! Sinar merah itu milik
Malaikat Gelang Emas!"
"Kulihat gerakan berkelebat ke arah selatan! Aku mengejarnya!"
Wuuttt...! Yoga berlari lebih dulu,
sedang Lili tersentak cemas. la pun
segera berseru,
"Yooo...! Tunggu!" dan Lili cepat-cepat berlari menyusul Yoga. Sementara itu,
dua ekor burung rajawali besar
berwarna merah dan putih segera terbang mengikuti kedua pendekar itu dari
angkasa. Benarkah penyerangnya Malaikat Gelang
Emas" Mampukah mereka mengalahkan tokoh sesat yang sangat sakti itu" Lalu,
bagaimanakah petualangan 'Jodoh Rajawali'
selanjutnya"
SELESAI Ikuti kisah selanjutnya!!! serial
Jodoh Rajawali dalam episode:
MISTERI TOPENG MERAH
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Rendra
http://duniaabukeisel.blogspot.com
Pendekar Pemanah Rajawali 38 Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Pedang Medali Naga 21
^