Pencarian

Batu Lahat Bakutuk 1

Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk Bagian 1


BATU LAHAT BAKUTUK Oleh: D. AFFANDY
Diterbitkan oleh: Mutiara, Jakarta
Cetakan Pertama : 1995
Sampul : BUCE Setting Oleh : Sinar Repro
Hak penerbitan ada pada penerbit Mutiara
Dilarang mengutip, mereproduksi
dalam bentuk apapun tanpa ijin
tertulis dari penerbit.
D. Affandy Serial Pendekar Blo'on
Dalam episode Batu Lahat Bakutuk
Cerita ini adalah fiktif
Persamaan nama, tempat dan ide
hanya kebetulan belaka.
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
SATU Tidak satu pun rumah terlihat di tengah-
tengah dataran tandus itu. Dalam sehari dua kali terlihat burung gagak hinggap
di celah-celah sebuah bukit. Entah apa yang dilakukan oleh bu-
rung gagak ini tidak seorang pun yang tahu. Ka-
rena memang belum pernah ada orang yang bera-
ni datang ke daerah yang cukup angker ini.
Hanya bila kita mau melihat lebih dekat la-
gi, terlebih-lebih ke celah-celah bukit. Maka di sana ada sebuah pemandangan
misterius yang mengundang tanya. Rupanya diantara tiga buah
bukit cadas yang mengapit dataran sempit terse-
but terlihat puluhan tengkorak menggeletak di
atas tanah. Melihat keadaannya yang sudah ber-
lumut, tentulah orang ini telah lama meninggal
bahkan mungkin sudah berpuluh-puluh tahun.
Dan barangkali pula sebelum meninggal mereka
mengalami perlakuan yang sadis. Sebab diantara
tengkorak itu ada yang retak, banyak pula giginya yang rontok bahkan ada pula
yang remuk tulang
pelipisnya. Diantara lima belas tengkorak kepala itu
ada satu yang masih berambut, wajahnya terbalut
kulit seakan tidak berdaging sedangkan rambut-
nya panjang menjela. Sudah matikah dia"
Ternyata orang ini belum mati, ia masih
mampu mengangkat kepala, walau tubuhnya mu-
lai batas leher ke bawah tertimbun tanah. Terka-
dang kepala itu tertunduk atau terkulai di atas
tanah. Kak! Kak!
Tiba-tiba seekor burung gagak menyambar
di atas kepalanya sambil memperdengarkan suara
ribut. Orang yang tubuhnya terbenam ini angkat
kepala, menengadah ke atas disertai sesungging
senyum hampa. "Gagak sahabatku! Kau datang lagi" Da-
tang dengan membawakan kehidupanku!" rintih si laki-laki.
Kekkk! Seakan mengerti burung tersebut menya-
hut ia hinggap di atas pasir persis di depan hi-
dung orang ini. Si laki-laki membuka mulutnya,
setangkai buah-buahan yang dibawa oleh burung
hitam ini dimakannya. Tidak satu pun buah tersi-
sa. Burung berbulu hitam ini memperhatikan si
laki-laki dengan tatapan iba.
"Sahabatku hitam"!" Berkata orang ini
"Kau lihatlah tengkorak kawan-kawanku! Mereka semua telah meninggalkan aku
seorang diri. Aku
sudah tidak ingat lagi sudah berapa puluh tahun
aku dipendam disini, di dalam tanah jahanam
ini!" Kaaaakkk!
Si burung menyahut sekaligus gelengkan
kepala. "Kau tentu tidak tahu, sama seperti diriku ini. Mau gila rasanya aku,
ingin mati saja aku ini seperti kawan-kawanku. Aku tahu tanah ini men-
gandung racun jahat, kurasa tubuhku sekarang
sudah hancur. Sahabatku apakah semua ini per-
tanda bahwa hidupku segera akan berakhir?" ke-luh si laki-laki seakan penuh
penyesalan. Keeeeek! Sang gagak menguik lagi, kedua kakinya
mencakar-cakar tanah yang menimbun leher
orang ini. Lalu tiba-tiba saja ia menadahkan pa-
ruhnya ke langit. Ketika itu langit memang men-
dung, suasana berubah gelap sedangkan angin
bertiup dengan kencang sekali. Burung hitam ter-
sebut tampak berubah gelisah, berulang kali ter-
dengar suara pekikannya.
"Mengapa harus takut sahabatku, hitam"
Tidak ingatkah kau selama aku dikubur disini hi-
dup-hidup belum pernah sekalipun turun hujan"
Bahkan angin pun belum pernah berhembus se-
kencang ini. Gagak! Apakah ini pertanda bala
atau bahagia" Atau nasibku akan lebih celaka da-
ri kawan-kawanku yang sudah mati" Gagak hi-
tam, kurang bagaimana lagi nasib mempermain-
kan diriku ini" Kurang bagaimana aku bersikap
baik pada sesama manusia" Perempuan sundel
itu benar-benar telah menyengsarakan aku lahir
batin!" dengus si laki-laki dengan perasaan tidak senang.
Trat! Traat! Gleeer! Didahului oleh serangkaian kilat yang me-
nyambar, petir pun menggelegar sambung me-
nyambung tiada henti. Burung gagak semakin
bertambah gelisah.
"Inilah saat yang kunanti-nantikan seba-
gaimana yang telah dijanjikan oleh Dewata kepa-
daku, gagak." ucap si laki-laki, seraya menenga-dahkan wajahnya ke langit.
Ketika itu hujan me-
mang turun dengan derasnya. Petir menggelegar
tiada henti, rambut laki-laki ini pun basah.
Buummm! Terjadi ledakan di suatu tempat, maka ta-
nah bergetar dengan dahsyatnya. Kemudian gun-
cangan semakin bertambah hebat saja, seakan
ada makhluk raksasa yang hendak keluar dari
dalam perut bumi. Si laki-laki mulai cemas. Da-
lam hati ia panjatkan doa agar tidak terjadi malapetaka lagi atas dirinya.
Gllllkh...! Brool! Tiba-tiba saja tanah yang menghimpit dan
memendam tubuh orang ini selama berpuluh-
puluh tahun rengkah terbelah. Seakan-akan ada
satu kekuatan gaib yang membelahnya. Burung
gagak yang sejak tadi mendampingi sekarang ber-
geser menjauh. Terbang di atas batu di salah satu bukit diantara tiga buah bukit
cadar yang menge-lilingi lapangan sempit tersebut.
Laki-laki berambut panjang menjela keliha-
tan girang bukan main. Begitu senangnya ia ter-
bebas dari tanah yang memendamnya selama ber-
tahun-tahun sampai ia berteriak-teriak seperti
orang setengah gila. Tentu saja suara teriakannya tenggelam ditelan deru suara
hujan. Tanpa sadar
ia merayap naik, maka terlihatlah sebuah peman-
dangan menakjubkan membalut sekujur tubuh-
nya. Bagian tubuh orang ini berwarna putih. Tapi hampir di seluruh permukaan
tubuhnya terdapat
akar-akaran yang melibat dengan erat mulai dari
telapak kaki, perut, dada dan juga kedua tangan-
nya. Akar-akaran tersebut bukan cuma satu atau
dua buah saja. Jumlahnya tidak terhitung. Ini
merupakan suatu keanehan juga mengingat di
tempat itu tidak satu pun pohon ada yang tum-
buh. Setelah keluar dari timbunan tanah, maka
orang ini berusaha melepaskan akar-akaran yang
melibat tubuhnya. Namun baru saja ia menyen-
tuh salah satu dari akar-akaran tadi, ia menjerit kesakitan. Laki-laki berambut
panjang ini sempat tercengang karenanya.
Ia masih penasaran, disentuhnya lagi akar-
akaran yang melibat tubuhnya. Kali ini terlihat
ada loncatan cahaya yang menyambar, untung
orang ini cepat menarik tangannya, sehingga ca-
haya putih melesat dan terus menghantam bukit
yang terdapat di sebelah kirinya.
Duum! Bukit bergetar dan mengeluarkan pijaran
bunga api. Orang ini terkagum-kagum dan sea-
kan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia menoleh ke arah burung gagak
yang masih tetap
berdiri tegak tidak jauh di batu bukit sebelah kiri.
"Gagak, sudah berapa lama aku dipendam"
Kurasa ada dua puluh tahun bukan" Selama itu,
gagak. Tubuhku kini digelayuti akar, bukan sem-
barang akar, kurasa akar batuah atau mungkin
akar bakutuk. Atau mungkin akar sakti ini mun-
cul dari bumi ketujuh" Kau lihatlah tangan-
tanganku pun terbungkus akar-akaran. Kutanya-
kan padamu apakah ini termasuk pengaruh ku-
tuk perempuan keparat itu?"
Kekk! Si gagak menyambut sambil gelengkan ke-
pala. Laki-laki gondrong ini juga sama mengge-
leng, sama-sama bingung. Sampai akhirnya ia
berkata. "Marilah kita pergi dari neraka ini! Aku
akan mencarinya kemana pun ia bersembunyi!"
ucap orang ini tegas.
Orang ini selanjutnya melangkah satu-satu
meninggalkan bukit kembar tiga, bekas neraka
penyiksaan yang telah dijalaninya dengan berba-
gai penderitaan dan cobaan berat yang hampir-
hampir tidak dapat dipikulnya.
*** Sange tiga puluh tahun yang lalu memang
jauh berubah bila dibandingkan saat ini. Dulu
Sange adalah sebuah kota perdagangan kecil yang
cukup ramai. Penduduknya hidup berdampingan
dengan damai dan juga suka bergotong-royong.
Namun sekarang segala-galanya telah berubah.
Sange menjadi sebuah tempat yang sepi angker
dan seakan telah kembali ke jaman ratusan ta-
hun yang silam. Patung-patung batu terdapat di-
mana-mana, baik yang berujud seperti manusia,
laki, perempuan anak-anak maupun patung-
patung dalam bentuk hewan.
Tidak ada yang tahu apakah patung-
patung ini dipahat oleh seorang pematung yang
ulung atau mereka dulunya adalah manusia yang
kemudian dikutuk menjadi patung.
Tiga puluh tahun adalah sebuah misteri,
keanehan, keajaiban dan kemisteriusan yang ti-
dak terungkap ini. Tidak ada manusia tempat un-
tuk bertanya. Sange daerah tertutup, daerah di-
mana setiap ada yang berani menginjakkan kaki
di tanah ini tidak akan pernah kembali ke dunia
ramai. Pagi itu setelah hampir dua hari dua ma-
lam Sange dan sekitarnya di guyur hujan lebat.
Terlihat seorang laki-laki berbadan kurus beram-
but awut-awutan berpakaian penuh tambalan
tampak melintas di kota mati tersebut. Ia me-
nunggang kuda berbulu hitam, sama seperti
orangnya. Kuda tunggangan ini pun kurus kering
seperti cacingan. Di bahu orang ini terdapat senjata aneh berbentuk kebutan.
Melewati kota mati
Sange, orang ini langsung cengengesan.
"Ratu Leak memang manusia sakti man-
draguna. Tidak percuma aku berguru dengannya.
Persekutuan sejati yang sama-sama mendatang-
kan keuntungan! Ha ha ha...!" Habis tertawa orang ini sejenak menghentikan lari
kudanya. Rupanya ia tertarik dengan patung perempuan
yang berada di pinggir jalan. Wajah patung me-
mang kelihatan sangat cantik sekali. Matanya
terpejam, tapi seperti ada air mata yang menetes di sudut-sudut matanya. Seakan
patung batu itu
menangis. "Patung yang indah, sayang Ratu Leak
berpesan padaku agar jangan menyentuh satu
pun patung yang terdapat di seluruh daerah
Sange ini! Sekarang kata sepakat sudah sama-
sama aku capai. Pendekar Blo'on! Huh...!" paras laki-laki tua ini tiba-tiba saja
berubah. "Melalui tangannya semua malapetaka akan terjadi. Malapetaka yang
membuat rimba persilatan di nusan-
tara ini jadi geger, tapi mereka juga akan dibuat tidak akan percaya. Dunia
sudah terbalik, Ratu
Leak punya rencana! Ha ha ha...! Jika dulu bocah ajaib itu sempat memburuku
sampai ke Madura,
jika dulu aku juga tidak dapat memiliki bayi ajaib yang terlahir pada malam satu
Asyuro itu! Sekarang sudah waktunya kegemparan lain timbul!
Sekarang waktunya golongan putih menjadi he-
boh!" kata si laki-laki bertampang angker yang tidak lain adalah Kala Demit.
Untuk lebih jelasnya siapa tokoh yang ikut ambil bagian dalam pem-bunuhan orang
tua Suro Blondo! (Dalam Episode
Neraka Gunung Bromo & Bayang-Bayang Kema-
tian), "Huh, untuk apa aku membuang-buang
waktu percuma! Rasanya lebih cepat aku sampai
ke tempat tinggal Ratu Leak akan lebih baik lagi!"
guman Kala Demit.
"Heaa...! Hiyaaa...!"
Tali kekang kuda dihentakkan dengan ke-


Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ras, kuda hitam kurus kering meringkik panjang
sambil batuk-batuk dua kali. Tidak berselang la-
ma binatang tunggangan ini pun sudah melesat
meninggalkan kota mati. Suasana hening kemba-
li. Ternyata keheningan tersebut tidak ber-
langsung lama. Di tempat yang baru saja diting-
galkan oleh Kala Demit muncul sosok tubuh ber-
penampilan aneh. Orang ini berjalan hanya den-
gan sebelah kakinya. Sedangkan kaki yang lain-
nya tersambung dengan sebuah besi pipih ber-
bentuk seperti gergaji. Kedua tangan orang ini ju-ga putus sebatas siku, bagian
yang putus itu disambung dengan sebuah gaitan, sedangkan yang
satunya lagi terpasang sebuah tombak besar ber-
warna kuning. Wajah orang ini dalam keadaan
hancur, walau bagian yang hancur itu telah men-
gering. Tokh tetap meninggalkan bekas-bekas lu-
ka yang mengerikan.
Sreng! Sreng! Breng! Breng! Setiap orang ini berjalan sambil melompat,
maka terdengar suara aneh yang ternyata setelah
diperhatikan rupanya gergaji yang tersambung di
kaki kanannya itulah yang bergesekan dengan
tanah atau batu sehingga menimbulkan suara
yang membuat linu telinga.
Dia adalah seorang laki-laki juga kepalanya
hingga ke dagu lonjong, sedangkan bagian ram-
butnya lancip. Orang ini tiba-tiba saja melompat
di atas atap bangunan yang telah membatu. Ke-
mudian memicingkan matanya memandang di ke-
jauhan. Ia hanya melihat sisa-sisa debu yang
mengepul tinggi di udara.
"Siapa yang bisa merobah dunia jika bukan
nafsu angkara murka. Tiga ratus tahun nafsu
terpidana dalam neraka, tapi sekarang malah se-
makin angkuh. Kotaku, tanahku Sange, kini men-
jadi belantara batu. Ratu Leak... kapankah kutuk laknatmu berakhir?" desis orang
ini. Kaki kanannya yang tersambung gergaji digesek-gesekkan di
atas atap batu, sehingga menimbulkan suara-
suara yang menyakitkan telinga. "Gila... tanah ini tanah mengandung kutuk, semua
tempat terkena kutuk. Keluargaku, saudara-saudaraku. Dan se-
mua yang ada di Sange ini terkena kutukan.
Ohhk, betapa malangnya. Kemana perginya para
Peri dan Dewata, apakah mereka semua sudah ti-
dak menghiraukan manusia, apakah Dewata su-
dah tidur semua atau mereka menulikan telinga.
Ratu Leak; aku tidak tahu muslihatmu aku juga
tidak tahu rencana busukmu. Tapi kurasa Dewa-
ta tidak kena kau tipu. Wayan Tandira pemimpin
suku, pemimpin Negeri yang selalu hidup dimana
dan dalam waktu kapan saja. Uhh... huk huk
huk...! Benarkah pemimpin orang-orang Sange ini
masih ada" Sudah dua puluh tahun ia tidak terli-
hat di mana keberadaannya." rintihnya penuh ke-piluan. "Aku Ktut Bacasona tidak
mungkin ber-pangku tangan selama-lamanya, baru saja tanda-
tanda itu berakhir. Kurasa sekaranglah waktunya
bagiku, orang yang terselamat dari malapetaka itu untuk membuat perhitungan.
Orang-orang Negeri
yang menjadi patung harus segera dibebaskan
dari kutuk!"
Ktut Bacasona tiba-tiba saja menoleh ke
belakang. Sekejap tadi ia merasa mendengar sua-
ra gemerisik batu seperti diinjak oleh seseorang.
Memperhatikan agak lama, ternyata ia tidak me-
lihat sesuatu apapun. Ktut Bacasona melompat
dari atas atap batu, lalu melakukan pemeriksaan
berulang-ulang.
"Rasanya tidak mungkin ada orang berke-
liaran di sini selain orang tadi. Semua orang di Sange ini sudah dikutuk menjadi
batu. Mereka mustahil dapat menjadi manusia kembali sebe-
lum Ratu Leak dapat dimusnahkan!" tegas Ktut Bacasona.
Ia terus mencari-cari kian kemari, hingga
ia merasa lelah sendiri. Untuk sekedar diketahui, Ktut Bacasona adalah satu-
satunya manusia
yang luput dari kutukan Ratu Leak. Sebab tiga
puluh tahun yang lalu ketika kutukan dijatuhkan
oleh Ratu Leak untuk daerah Sange, orang ini se-
dang berada di Jawa. Mengenai hubungannya
dengan Wayan Tandira. Ia masih terhitung sauda-
ra satu guru. Dulu sebelum Ratu Leak melancar-
kan sepak terjangnya di daerah Sange. Wayan
Tandira adalah pemimpin Negeri Sange, ia peng-
hulu adat sekaligus pemimpin di masyarakatnya.
Wayan Tandira di waktu itu termasuk seo-
rang pemuda yang sakti mandraguna, karena di
waktu kecilnya ia gemar sekali berguru baik da-
lam hal ilmu olah kanuragan maupun ilmu silat.
Kalangan persilatan di waktu itu tidak ada yang
berani mengganggunya, karena ia memiliki puku-
lan dahsyat yang dikenal dengan nama
'Belengguh' dan 'Cambuk Neraka'. Kedua pukulan
ganas ini benar-benar sangat sulit dicari tandingannya. Sebab setiap sasaran
yang terkena se-
rangan ini akan menjadi leleh seperti lilin yang terbakar.
Demikianlah Wayan Tandira memimpin
Sange dari tahun ke tahun. Sampai pada suatu
saat muncul Ratu Leak. Perempuan yang menga-
ku datang dari jurang neraka ini mengusik kepe-
mimpinan Wayan Tandira. Bahkan hampir selu-
ruh daerah Kuta telah dikuasainya. Ada juga be-
berapa tokoh sakti di daerah itu yang mencoba
melakukan perlawanan. Namun mereka semua-
nya tewas di tangan Ratu Leak, kalau pun ada
yang masih bertahan hidup nasib mereka pun le-
bih sengsara lagi. Ratu Leak dengan kesaktiannya mampu mengutuk seseorang
menjadi batu. Ketika Wayan Tandira yang penyabar ini
sudah tidak dapat lagi menahan kesabarannya.
Maka ia pun menghadapi tantangan Ratu Leak.
Maka terjadilah pertempuran sengit yang disaksi-
kan oleh seluruh penduduk Negeri Sange.
Dalam pertempuran sehari itu, Wayan
Tandira ternyata tidak mampu menandingi kesak-
tian Ratu Leak. Ia kalah, sebagai hukuman atas-
nya. Wayan Tandira bersama orang-orang keper-
cayaan dikubur dalam keadaan hidup-hidup mu-
lai sebatas leher ke bawah Di Bukit Kembar Tiga
Terlaknat. Saat Ktut Bacasona kembali, ia telah men-
dapati Negerinya berubah menjadi belantara batu.
Tidak tahu kepada siapa ia harus bertanya. Yang
jelas ketika itu pula muncul Ratu Leak. Setelah
mengetahui kejadian yang sebenarnya, maka ter-
jadi perkelahian sengit antara Ktut Bacasona
dengan Ratu Leak. Dalam kejadian ini dapat dite-
bak, Ktut Bacasona ternyata kalah dan ia dibun-
tungi satu kaki dan kedua tangannya secara ke-
jam oleh Ratu Leak.
Bertahun-tahun ia hidup merana dalam
kesengsaraan dan penuh penderitaan. Namun
Ktut Bacasona adalah seorang laki-laki berhati
baja yang tidak mudah putus asa. Ia mengasing-
kan diri di ujung pulau Bali. Dimana tempat itu
tidak termasuk dalam wilayah kutukan Ratu
Leak. Sampai tadi malam ia melihat tanda-tanda
seperti yang diterimanya dari Dewata bahwa ku-
tuk Ratu Leak mulai melemah, ini merupakan su-
atu pertanda bahwa ia harus mulai bergerak.
"Sudah tidak ada lagi waktu bagiku untuk
tetap bertahan disini! Aku harus melakukan pe-
nyelidikan dimana kira-kira si Jahanam itu ber-
sembunyi...!" dengus Ktut Bacasona.
Tanpa menyia-nyiakan waktu yang ada, la-
ki-laki berwajah mengerikan ini langsung me-
ninggalkan Sange.
DUA Pemuda berbaju biru ini merasa seperti se-
dang bermimpi saja. Bagaimana tidak" Tadi ma-
lam ia sampai di ujung timur pulau Jawa. Disana
ia mendengar orang-orang bicara tentang Kala
Demit. Sang musuh besar yang telah ikut mem-
bunuh ayah dan ibunya ketika terjadi heboh be-
sar di gunung Bromo. Waktu itu ia pernah men-
cari laki-laki berambut jabrik ini dan juga menca-ri kedua katai bersaudara
(dalam Episode Bayang-Bayang Kematian). Tapi sampai ia berte-
mu dengan Dewi Kerudung Putih di daerah itu,
musuh besarnya konon pergi ke Madura. Seka-
rang untuk kedua kalinya Pendekar Mandau Jan-
tan mendengar orang yang sangat dibencinya itu.
Maka tanpa membuang-buang waktu lagi
ia pun melakukan pengejaran sampai ke pinggi-
ran pantai. Dan Kala Demit ternyata telah menye-
berang sampai ke Bali. Suro Blondo alias Pende-
kar Blo'on tidak tinggal diam ia dengan menum-
pang sebuah perahu melakukan pengejaran.
Sayang sampai di tengah-tengah lautan pera-
hunya bocor, seakan memang ada orang yang
hendak mencelakakannya. Lalu siapa" Mustahil
Kala Demit yang telah melakukannya" Dia sama
sekali tidak mengetahui kehadiran Pendekar
Blo'on di daerah itu. Masih untung si konyol me-
miliki ilmu meringankan tubuh yang sudah san-
gat sempurna. Sehingga ia dapat mempergunakan
sepotong papan pecahan perahu untuk mencapai
daratan terdekat.
Namun sekarang ia setelah sampai di ping-
gir pantai, si konyol jadi terheran-heran. Daerah yang ditujunya seperti tidak
berpenghuni. Suro
memandang ke sekelilingnya dengan mulut ter-
monyong-monyong.
"Edan, aku tadi malam melihat satu titik
kecil, seperti sebuah perahu. Kurasa perahu Kala Demit, jalannya cepat, meliuk-
liuk. Rasanya perahu itu menghilang disini. Tapi tidak mungkin!
Di sekeliling ku yang ada hanya belantara batu, pohon-pohon menjadi batu, rumah
batu, patung-patung manusia dari batu, kambing batu, ayam
batu dan semuanya serba batu! Apa yang terjadi
di sini" Apa mungkin aku mendatangi tempat
yang tidak pernah terusik oleh orang luar sama
sekali" Celaka aku, kok ya begini sialnya! Lalu
apa yang harus kulakukan?" pikir Suro sambil garuk-garuk kepala, bingung.
Ia hampir melangkahkan kakinya, namun
ketika melihat ke arah pantai sebelah kiri. Pan-
dangan matanya tertumbuk pada sebuah perahu.
"Hmm, sekarang tahulah aku. Kala Demit
memang menuju tempat ini. Apa urusannya da-
tang ke sini" Mau mati saja kok memilih tempat
yang jauh. Dasar manusia sesat!" Tergesa-gesa Pendekar Blo'on datang
menghampiri. Namun
alangkah terkejutnya pemuda rambut kemerahan
ini ketika melihat bahwa perahu yang dihampi-
rinya hanya sebuah batu panjang mirip perahu.
Suro gelengkan kepala sambil meneliti. "Adalah suatu hal yang mustahil jika
sampan batu ini dapat dipergunakan berlayar. Ia pasti tenggelam sebelum sampai
ke tengah-tengah laut sana. Eeh,
ada yang terasa aneh disini. Mengapa setelah du-
duk di atas perahu ini aku mencium bau harum
semerbak seperti wangi tubuh wanita" Apa
mungkin ada orang lain disini?" batin Pendekar Mandau Jantan meragu. Ia melompat
dari dalam perahu ini, lalu kembali menoleh ke arah papan
perahu yang dipergunakannya untuk menyela-
matkan diri tadi. Mata Suro membulat lebar, ia
mengusap-usap matanya beberapa kali. Apa yang
terlihat tidak berubah, papan sisa perahu bekas
dipakainya juga telah berubah menjadi batu.
"Naga-naganya ada yang tidak beres terjadi
disini. Atau apa memang otakku yang sudah tidak
beres?" Pemuda ini garuk-garuk kepala lagi. "Jika setiap yang datang ke sini
langsung berubah
menjadi batu, bukan mustahil aku juga sebentar
lagi segera menjadi patung batu!" Teringat sampai disini tanpa sadar tengkuknya
tiba-tiba saja meremang berdiri.
Ia memutuskan untuk segera mencari tahu
tentang keanehan-keanehan yang terjadi. Semen-
tara itu di luar sepengetahuannya ada sinar hitam yang terus membayanginya.
Sinar itu di lain waktu langsung menghantam tubuh Suro tanpa me-
nimbulkan rasa. Itulah sinar kutuk milik Ratu
Leak yang selalu bergentayangan di bawah keku-
asaan iblis untuk menghancurkan orang-orang
yang dikehendaki oleh penguasa segala ilmu hi-
tam tersebut. Adalah sesuatu yang sangat luar
biasa jika Suro tidak mempan bahkan tidak ter-
pengaruh oleh sinar hitam yang biasanya dapat
menjadikan orang lain menjelma menjadi batu.
Bahkan sinar hitam yang berada di bawah penga-
ruh kekuatan iblis itu sekarang seakan-akan ber-
gerak mundur menjauh hingga kemudian meng-
hilang tertiup angin.
Lalu mengapa Suro tidak dapat dipengaru-
hi oleh pengaruh kutukan Ratu Leak" Sebagai-
mana telah sama kita ketahui, Pendekar Blo'on
Suro Blondo terlahir pada malam satu asyuro.
Malam paling keramat dan paling tinggi dalam hi-
tungan masyarakat Jawa. Malam satu Asyuro
adalah malam penuh berkah, malam suci yang
paling tinggi bila dibandingkan hari-hari lainnya.


Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sadar atau tidak Suro dilindungi oleh kekuatan-
kekuatan gaib yang berasal dari rahmat Tuhan.
Itulah sebabnya saat kelahirannya dua puluh ta-
hun yang silam membuat gempar kalangan rimba
persilatan. Ia dijuluki si bocah ajaib sebagaimana diramalkan oleh seorang
pertapa di Pantai Laut
Selatan Ki Begawan Sudra. Tiga tanda-tanda aneh
dalam diri Suro memang sama persis sebagaima-
na yang dikatakan oleh pertapa Sakti tersebut.
Antara lain ada sebuah tompel besar di pung-
gung, kulitnya putih bersih dan rambut hitam
kemerah-merahan.
Tompel yang terdapat pada bagian pung-
gung Suro antara lain adalah sebagai penangkal
dari segala macam ilmu sihir maupun kutukan
secara alami, sedangkan rambutnya yang keme-
rahan adalah jalan pelepasan bagi tenaga dalam-
nya bila kemarahannya telah meluap.
Kini Suro telah melangkahkan kakinya
menuju daerah pedalaman. Setiap tempat yang
dilaluinya pasti menimbulkan rasa heran yang
mendalam. Di sana sini ia melihat patung batu.
"Eeh, patung bisa menangis" Ini manusia
atau patung" Kalau patung mustahil bisa menan-
gis"!" Suro berhenti lalu mengusap-usap pipi patung perempuan. Semakin diusap
semakin ba- nyak air mata yang keluar. Tiba-tiba tanah terasa bergetar. Pada kesempatan itu
pula terdengar suara tawa menyentak tidak jauh di belakangnya.
Reflek si konyol cepat menoleh ke belakang.
Sayang ia tidak melihat siapapun di sana terke-
cuali patung juga.
"Apa patung itu yang baru saja tertawa"
Patung kok bisa tertawa?" gerutu Suro. Ia segera datang menghampiri, termonyong-
monyong ia memperhatikan patung laki-laki. Bibir patung da-
lam keadaan terkatup rapat. "Engkaukah yang baru tertawa tadi?" tanya Pendekar
Blo'on. Tidak ada jawaban. Suro rupanya masih
kurang yakin, sehingga ia memperhatikan patung
tersebut dengan lebih seksama lagi. Ternyata pa-
tung memang tidak juga bicara. Pendekar Blo'on
gelengkan kepala, bosan.
"Anak manusia, aku melihat tanah Sange
hatiku jadi sedih. Tidakkah kau sedih melihat
angkara murka manusia" Patung yang kau dekati
itu andai saja mampu bicara pasti sudah menje-
rit. Lebih dari itu ada satu hal yang membuat aku jadi heran. Mengapa kau tidak
menjadi patung batu setelah memasuki tanah kutukan ini" Apa
yang kau punya" Kulihat tampangmu tidak
meyakinkan, apakah kau punya barang rahasia?"
tanya sebuah suara. Suro tertegun, memandang
berkeliling seperti orang yang sedang bingung.
Sekali lagi ia tidak melihat ada orang lain disitu, tapi mengapa ia mendengar
suara orang bicara"
"Hooiii... kau hantu apa manusia juga se-
pertiku. Seandainya manusia mengapa tidak mau
tunjukkan diri" Atau kau takut padaku?" seru Suro setengah berteriak.
"Aku manusia juga seperti dirimu itu.
Sayang aku tidak mampu keluar dari pondok ja-
hanam ini karena kaki dan tanganku terbeleng-
guh rantai kutukan! Datanglah ke sini, kau bantu aku niscaya kelak aku juga
menolongmu...!" sahut suara tadi.
Suro Blondo nyaris tidak dapat menahan
tawa. Jika orang yang bicara itu menolong dirinya saja tidak mampu, bagaimana ia
dapat menolong orang lain"
"Engkau ini lucu, rantai kutukan itu ter-
buat dari apa" Menolong dirimu saja kau tidak
becus, bagaimana kau dapat menolongku?" ejek Suro sambil tertawa-tawa.
"Jika tikus dapat masuk ke dalam lubang
yang kecil, apakah gajah dapat masuk ke lubang
tikus" Kau telah menginjakkan kaki ke daerah
yang paling berbahaya dalam hidupmu. Nah apa-
kah kau juga masih ingin berleha-leha" Cepatlah
kau kemari sebelum Ratu Leak melihatmu!"
"Siapa Ratu Leak?"
"Pemuda tolol, jangan cuma garuk-garuk
kepala melulu. Cepat kau ke sini!" geram suara tadi seakan tidak sabar.
Pendekar Mandau Jantan tampak ragu-
ragu. Hingga pada akhirnya ia memutuskan un-
tuk menghampiri rumah yang berada di depan-
nya. Pintu rumah berselimut debu, seakan sudah
berpuluh-puluh tahun pintu tersebut dalam kea-
daan tertutup. Suro mendorong pintu sekuat te-
naga. Pintu ternyata tidak bergeming. Suro men-
dorong lagi. Hasilnya... pintu tetap tidak bergerak.
"Edan... mengapa pintu jadi begini" Siapa
yang menguncinya?" pikir murid Penghulu Siluman Kera Putih dan Malaikat Berambut
Api. Me- rasa kesal, Pendekar Mandau Jantan ini berte-
riak. "Hei orang di dalam, pintu sudah ku dorong-dorong. Seperti yang kau lihat
pintu seakan me-
lawanku. Siapa sih sebenarnya yang telah men-
gunci pintu ini?" tanya si konyol serius.
"Hmm, aku terkunci di dalam rumah ini
sudah sejak tiga puluh tahun yang lalu. Siapa
yang mengunci" Tentu saja perempuan terkutuk
Ratu Leak. Aku tidak punya kekuatan untuk me-
lepaskan pukulan. Tiga puluh tahun tubuhku te-
rantai dan tertotok pula. Sungguh sial nasibku,
akan lebih sial lagi jika kau tidak mampu mem-
buka pintu itu. Daripada kau hanya bengong-
bengong begitu, mengapa tidak cepat lepaskan
pukulan"!" jawab suara dari dalam.
Suro Blondo sampai melompat mundur
saking kagetnya. Tiga puluh tahun orang itu
mengaku dalam keadaan terantai dan tertotok.
Adalah sesuatu yang luar biasa jika orang di da-
lam rumah itu dapat bertahan hidup. Lalu Ratu
Leak itu siapa hingga dapat menjatuhkan kutu-
kan" "Pemuda rambut merah macam buntut
kuda, mengapa kau tidak cepat bertindak?"
"Jangan khawatir, aku segera mengambil
tindakan. Menjauhlah kau dari balik pintu. Aku
takut niatku hendak menolong malah mencelaka-
kan kau pula. Awas...!" teriak Pendekar Mandau Jantan. Seraya melompat mundur
kedua tangan digosok-gosokkan satu dengan yang lainnya. Ti-
dak lama setelah pemuda Ajaib ini menyalurkan
tenaga dalam ke bagian telapak tangannya! Maka
kedua tangan Suro hingga sebatas pergelangan
tangan telah berubah memutih laksana salju. Ru-
panya si konyol sudah siap melepaskan pukulan
'Ratapan Pembangkit Sukma'.
"Hiyaa...!"
Pemuda ini tiba-tiba saja mendorongkan
kedua tangannya ke depan. Selarik sinar putih
menderu bergulung-gulung disertai menebarnya
hawa dingin yang menusuk-nusuk. Lalu....
Buuum! Terjadi ledakan keras menggelegar. Tanah
pasir bergetar hebat. Pintu hancur berkeping-
keping, debu dan serpihan-serpihan pintu berta-
buran di udara. Ketika puing-puing itu luruh
kembali di tanah. Maka terlihatlah kegelapan di
dalam rumah. Suro melangkah masuk, orang di
dalam terbatuk-batuk.
"Orang di dalam apakah kau masih hidup?"
Bertanya Suro Blondo dengan serius.
"Uhuk uhuk uhuk...! Ya aku masih hidup,
kau hebat, pukulan apa yang baru kau lepaskan
tadi" Aku mencium hawa maut!" sahut suara dari dalam. "Mengapa kau rewel sekali.
Mungkin aku melepaskan pukulan Nenek Bawel Kehilangan
Susur, bisa jadi pukulan Setan Gila Main Con-
gklak! Mengapa cerewet?" Suro bersungut-sungut.
"Keadaan di dalam ini gelap sekali. Aku tidak ta-hu kau di sebelah mana!" Orang
di dalam bangunan tertawa mendengar ucapan Pendekar Blo'on.
"Jangan tertawa, kasih tahu aku, engkau
berada di sebelah mana?" bentak Suro semakin kesal. "Beloklah ke kiri!" sahut
orang itu. Suro tertegak, kini ia baru menyadari bahwa orang
yang diajaknya bicara memiliki ilmu memindah-
kan suara. Jika seseorang memiliki ilmu yang
langka ini saja tidak mampu memutus belengguh
rantai kutuk Ratu Leak, Suro tidak dapat mem-
bayangkan betapa tingginya kesaktian yang dimi-
liki oleh Ratu Leak.
Suro belok ke kiri, di tengah-tengah kege-
lapan itu ia melihat seorang laki-laki duduk dengan kaki dan tangan terikat
terbelenggu rantai
sebesar ujung lidi. Suro Blondo tergelak-gelak melihat benda kecil yang sebagian
membenam ke da-
lam tanah ini. "Tua bangka sepertimu punya guna apa"
Rantai sekecil ini saja kau tidak mampu memu-
tuskannya. Padahal dengan tenaga kasar saja
pun kau sudah dapat berbuat banyak. Ha ha
ha...!" "Manusia terkadang memang suka tertipu dengan apa yang dilihatnya. Kau
harus tahu pemuda gendeng, rantai ini bagian lainnya menem-
bus ke dalam bumi ke tujuh. Jika kau merasa
hebat, coba kau putuskan benda kutukan ini
dengan tenagamu atau kau lepaskan seribu pu-
kulanmu jika kau punya kemampuan!" kata laki-laki tua itu tanpa maksud
meremehkan. "Mari biar kucoba!" sahut si konyol, sewot.
Rantai kutukan ditariknya kiri kanan. Tapi rantai sebesar ujung lidi ini sedikit
pun tidak bergeming.
Wajah si pemuda memerah, matanya mendelik
dan berputar-putar liar seakan tidak percaya.
"Kalau dibilang edan, memang lebih gila.
Aku mana bisa dibuat percaya jika tidak menyak-
sikannya sendiri. Rantai kutukan ini sangat kuat sekali. Darimana Ratu Leak
mendapatkan benda
celaka ini" Sebaiknya aku pergunakan tenaga da-
lam!" batin si bocah Ajaib dalam hati.
Dengan mengandalkan tenaga dalam, mu-
lailah ia berusaha memutus rantai tersebut. Ber-
getar kedua tangannya di saat seluruh tenaga
terkumpul di kedua tangan.
"Huh, sia-sia, sia-sia! Sampai mencret pun
kau tidak mungkin dapat memutus rantai kutu-
kan celaka ini.!" dengus si kakek.
"Bagaimana kalau kulepaskan pukulan
saktiku"!"
"Jika pukulanmu tidak dapat menghan-
curkannya, salah-salah pukulanmu membuatku
mati konyol! Kurasa jika kau punya senjata,
mungkin ada sedikit harapan bagiku untuk
menghirup udara kebebasan!"
"Senjata?" seru Pendekar Mandau Jantan.
Ia jadi ingat dengan mandau dibalik pinggangnya.
Tanpa bicara lagi, pemuda ini segera mengelua-
rkan senjata. Mandau berwarna hitam dengan
empat lubang miring digenggamnya erat-erat.
"Renggangkan kedua kakimu orang tua jika
tidak ingin kehilangan kaki. Nasibmu bisa sema-
kin malang dan merana jika kau harus kehilan-
gan kedua kaki!" Suro berteriak keras. Mandau Jantan diangkat tinggi-tinggi.
Setelah itu yang
terdengar hanyalah suara ringkik, tangis dan sua-ra tawa berkepanjangan. Sinar
hitam berkiblat
dan.... Traanggg...!
Terlihat adanya bunga api berpijaran se-
perti kunang-kunang yang bertaburan di udara.
Terdengar ada suara tawa kegirangan. Orang yang
baru tertawa tadi adalah si kakek terbelenggu
rantai selama puluhan tahun. Sedangkan Suro
meringis kesakitan, tangannya yang memegang
hulu Mandau tergetar keras dan lecet.
"Cepat anak tolol, kaki sudah kau be-
baskan, sekarang hanya tinggal kedua tanganku!
Wah... senjatamu memang hebat, aneh tapi he-
bat. Bisa meringkik seperti kuda sakit ayan, bisa menangis seperti nenek-nenek
kehilangan pacar
barunya dan bisa tertawa seperti orang gila! Ayo...
cepatlah, aku sudah tidak sabar untuk menghi-
rup udara bebas!" kata si kakek senang bukan main. Rupanya dalam kegelapan si
kakek tidak dapat melihat sebagaimana ekpresi Pendekar
Blo'on saat itu.
TIGA Suro Blondo cemberut, kalau tidak men-
gingat ia baru saja bertemu dengan orang ini ten-tu ia marah.
"Ayo orang muda, aku punya banyak raha-
sia yang pantas kau ketahui. Jika kau tidak mau
membantu membebaskan aku, mana aku sudi
mengatakan padamu apa yang aku ketahui." tegas si kakek.
"Orang tua sableng! Kau bicara seenak pe-
rutmu, kau tidak tahu apa yang sedang kupikir-
kan. Kau bicara tentang segala macam barang ra-
hasia apa kau kira aku suka melihat tempat-
tempat yang kau rahasiakan" Kurasa yang ter-
sembunyi di tempat rahasia itu adalah barang
yang sudah bulukan, keriput jelek dan jamuran.
Apalagi mengingat tiga puluh tahun tidak pernah
dicuci. Ha ha ha...!" Si Konyol tertawa ngakak.
Orang tua yang tangannya masih terbelenggu
rantai kutukan menyumpah-nyumpah.
"Pemuda gila dari mana kau" Bicaramu
ngelantur, tampangmu penuh keedanan tidak ta-


Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hunya kata-katamu lebih edan lagi. Awas aku
pasti akan membunuhmu!" Ancam si kakek.
Si pemuda pencongkan mulutnya lalu ter-
senyum. "Jika sekarang aku sudah tahu niat busukmu, untuk apa aku susah payah
membe- baskanmu" Kau adalah tua bangka yang tidak
pandai membalas guna. Aku tidak punya urusan
denganmu, lebih baik sekarang aku pergi saja!"
Suro bangkit berdiri.
"Hei, orang gila tunggu dulu! Kau akan
menyesal bila meninggalkan aku begitu saja. Apa-
lagi jika sampai kau terperangkap di batu Lahat
Bakutuk. Seumur hidup kau tidak akan pernah
selamat, hayo jangan malu-malu jangan segan-
segan. Kau bantu aku pasti aku tidak akan melu-
pakan budi baikmu...!"
"Kau mengertakku?" tanya Pendekar Blo'on ragu-ragu.
"Kau lihatlah wajahku, kau lihat pula ma-
taku yang buta, apakah orang buta sepertiku
punya hati sekeji itu?"
"Hehh...!" Suro melengak kaget. Ia sama sekali tidak menyangka kalau orang tua
itu buta. Sebab suasana di dalam ruangan pengap itu me-
mang gelap sehingga ia tadi tidak begitu memper-
hatikan keadaan si kakek. "Jadi kau buta" Wah kalau begitu maafkanlah aku orang
buta. Kini aku kembali untuk membebaskan rantai celaka
itu!" kata Suro. Mandau di tangan kembali diangkatnya tinggi-tinggi.
Wuut! Triing! "Ha ha ha...! Sekarang aku bebas, aku be-
bas...!" Si kakek buta tiba-tiba saja menghambur keluar dari pintu yang bobol.
Ia menari-nari, ber-jingkrak-jingkrak bahkan menyanyi-nyanyi, hi-
langlah kepedihan dan derita yang dirasakannya
selama berpuluh-puluh tahun. Sebaliknya Suro
hanya bisa melongo dan geleng-geleng kepala.
"Aku heran melihat orang tua ini. Matanya
buta tetapi seperti melihat saja. Ia berlari tanpa menabrak satu penghalang
pun." batin si pemuda. Ia melangkah keluar meninggalkan rumah tua
itu, berdiri di depan pintu sambil memperhatikan orang yang baru saja
ditolongnya. Ternyata orang ini sudah berjalan menjauh tanpa menoleh-noleh
lagi. Suro merasa dipermainkan.
"Orang tua buta, tunggu...!" teriak Suro jengkel.
"Aku tidak punya waktu, keadaan begini
mendesak. Jika kau ingin tahu apa yang aku ke-
tahui, sebaiknya kau ikuti aku. Jika tidak, terserah kau mau pergi ke mana! Satu
hal yang perlu kau ketahui, daerah ini sangat berbahaya. Ratu
Leak kudengar-dengar ingin membunuh Penghulu
Siluman Kera Putih dan seorang kakek tua bang-
ka yang konon berambut merah sepertimu!" jelas si kakek buta seenaknya.
Pendekar Mandau Jantan tercengang men-
dengar kata-kata yang diucapkan si kakek buta.
Suro berpikir apakah kakek yang dimaksudkan
oleh si kakek buta ini Penghulu Siluman Kera Pu-
tih gurunya atau memang ada Penghulu-
Penghulu lainnya. Lalu siapa kakek rambut me-
rah yang seperti dikatakan oleh kakek buta ini"
"Hei, kakek melek tapi tidak bisa melihat!
Kau harus jelaskan orang yang baru kau katakan
itu!" pinta Suro.
"Ha ha ha! Huk huk huk...! Aku tidak
punya waktu, kau dengar" Lebih baik kau ikuti
aku saja!" dengus si kakek buta dengan sikap acuh tak acuh. Saking kesalnya Suro
sampai garuk-garuk kepala berulang-ulang.
"Kakek buta, apakah untuk mengatakan
siapa namamu saja kau juga tidak punya waktu?"
teriak si pemuda sengit.
"Aku Si Buta Mata Kejora!" jawab si kakek singkat.
Pendekar Blo'on baru saja hendak mena-
nyakan beberapa hal lainnya. Sayang Si Buta Ma-
ta Kejora telah menghilang dari depannya. Karena masih penasaran, pemuda ini
segera mengerahkan ajian Kilat Bayangan. Inilah ilmu lari cepat yang dimiliki
oleh Pendekar Blo'on.
*** Laki-laki berpakaian penuh tambalan ber-
senjata kebutan itu membelok di sebuah tikun-
gan. Ia memperhatikan suasana di sekelilingnya,
dan setelah memastikan tidak ada orang lain di
sekitar situ, ia melompat turun dari atas pung-
gung kudanya. Pantat kuda kurus dielus-elusnya
sebanyak tiga kali. Kuda meringkik keras, kemu-
dian berlari kencang sekali. Kuda itu menuju ke
sebuah rumah gubuk reot kemudian menghilang
dari pandangan mata.
Laki-laki berambut awut-awutan terse-
nyum. Ia berjalan menghampiri pintu rumah batu
diketuknya sebanyak tiga kali. Tidak terdengar
suara jawaban apa-apa terkecuali desiran angin
halus. "Uwa, apakah kau mendengarku?" tanya si laki-laki.
Lalu terdengar suara jawaban pelan seo-
rang wanita seakan datang dari sebuah tempat
yang jauh. "Masuklah, pintu tidak pernah terkunci, wahai murid keponakanku!"
Laki-laki bersenjata kebutan melangkah
masuk. Segera menyambar bau yang teramat bu-
suk. Laki-laki ini seakan tidak perduli, atau ia memang sudah terbiasa dengan
bau-bauan seperti ini. "Kau datang untuk yang kedua kalinya di Sange ini, murid
keponakanku. Apa kabar gurumu Tua Tengkorak Mata Api?" bertanya suara ta-di.
"Guru si mata satu dalam keadaan baik-
baik saja."
"Lalu bagaimana kabar tanah Jawa?"
"Tanah Jawa biasa-biasa saja, cuma pen-
duduknya semakin padat, karena orang-orangnya
bunting dan beranak terus!" sahut si laki-laki rambut jabrik.
Orang ini memperhatikan suasana di da-
lam ruangan yang cuma diterangi cahaya pelita
minyak. Satu hal yang patut diketahui, bahwa di
ruangan itu hanya laki-laki itu sendiri. Tidak ada siapa-siapa di situ, jadi ia
bicara dengan suara gaib yang datang dari sebuah tempat jauh.
"Bagaimana dengan tanganmu?" tanya su-
ara gaib itu lagi.
"Berkat pertolongan uwa guru dulu. Tan-
ganku kini sudah normal kembali. Aku bersum-
pah akan membalas semua kegagalan yang terjadi
dulu!" kata si laki-laki.
"Hi hi hik! Tiga puluh tahun aku menung-
gu, murid keponakanku. Guru musuh besarmu
itu adalah musuh gurumu dan juga musuhku
yang paling besar. Aku akan melakukan pembala-
san yang setimpal melalui tangan muridnya sen-
diri...! Aku punya kuasa di Sange ini, hingga pemimpin Negeri pun kubenamkan
dalam tanah. Masyarakatnya kukutuk menjadi batu. Aku Ratu
Leak, ratu dari segala ratu peri. Hik hik hik...!
Murid keponakanku, mengapa kau datang kemari
dengan menyamar sebagai Kala Demit?"
"Kala Demit adalah musuh terbesar Pende-
kar Blo'on, orang itu kabarnya telah membunuh
orang tua si tolol di lereng Bromo. Jika aku tidak melakukan penyamaran, aku
khawatir ia tidak
dapat masuk ke dalam perangkap kita. Sakit hati
ini harus terbalas, uwa...!" geram orang ini.
Tiba-tiba ia teringat dengan kenangan pa-
hit dua tahun yang lalu, dimana ia kalah berta-
rung dengan Pendekar Blo'on. Bukan hanya itu
saja, ia bahkan nyaris kehilangan tangannya, ma-
sih beruntung dalam keadaan yang sangat keritis
muncul gurunya. Untuk lebih jelasnya (Dalam
Episode Pemikat Iblis terdiri dari tiga Episode).
Karena Tua Tengkorak Mata Api tidak sanggup
menyambung tangan muridnya yang putus, maka
mereka tidak kembali ke Ciruyung, Tua Tengko-
rak Mata Api membawa muridnya ke Sange. Di si-
tulah saudara seperguruannya berada. Berkat ke-
saktian yang dimiliki oleh Ratu Leak, tangan yang terbabat putus oleh senjata,
Pendekar Blo'on dapat tersambung lagi.
Rasa sakit dalam hati orang ini masih be-
lum kunjung tersembuhkan. Pengalaman pahit
sebagai orang yang terkalahkan masih menggores
ingatannya. Ia telah kehilangan Perkasa, patung hasil ciptaan pematung Kelana.
Dan yang telah dihidupkan oleh gurunya dengan tumbal perawan
dan bantuan iblis.
Jika dulu gurunya kehilangan mata karena
ulah Malaikat Berambut Api, ia hampir kehilan-
gan tangan karena ulah Pendekar Blo'on. Murid
dan guru sama-sama menyimpan dendam mem-
bara. Lalu sekarang apa susahnya jika ia menun-
tut balas sedangkan Pendekar Blo'on sudah ter-
pancing datang ke Sange karena penyamarannya
sebagai Kala Demit.
"Kau lebih banyak diam, apakah kau men-
dapat musibah di perjalanan?" bertanya suara tanpa rupa.
"Tidak! Justru penyamaranku ini telah
berhasil mendatangkan Pendekar edan itu kesini."
sahut Kala Demit palsu. Kemudian enak saja ia
menanggalkan pakaian luarnya. Setelah pakaian
luar ditanggalkan, ia mengusap wajahnya. Maka
lepas pula rambutnya yang awut-awutan. Seka-
rang tiada kumis dan tidak ada pula jenggot. Wa-
jah licin, berkulit bersih dan cantik. Bila bagian tangan diusap maka kulit yang
penuh kerut me-rut itu pun berubah halus. Ternyata ia memakai
topeng tipis terbuat dari bahan semacam kulit.
Kini ia telah menjelma menjadi gadis yang tera-
mat cantik, bukan lagi sebagai Kala Demit musuh
besar Pendekar Blo'on. Tapi ia mungkin saja men-
jadi orang yang lebih berbahaya dari Kala Demit
bagi Suro Blondo. Tubuh gadis ini ramping meng-
giurkan, setiap laki-laki yang memandangnya
pasti langsung jatuh cinta mati-matian.
"Berkat petunjuk uwa guru yang dapat
menembus alam gaib. Penyamaranku yang sem-
purna itu telah mendatangkan hasil. Seekor ka-
kap tolol, yang dulu hampir saja membuat aku
mampus kini sudah berada di mulut kail. Ia tidak mungkin dapat lolos, rencana
uwa Ratu Leak un-
tuk mendatangkan kedua gurunya pasti berhasil.
Kakap berikut kedua bapak moyangnya sudah
dapat dipastikan memakan umpan kita. Umpan
yang telah uwa persiapkan selama berpuluh-
puluh tahun;" ujar si gadis.
"Mustika Jajar!" berkata suara tanpa rupa dengan suara parau. "Apapun yang telah
kuren-canakan, bukan hanya sekedar menghancurkan
Pendekar Blo'on dan kedua gurunya. Aku punya
rencana yang lebih besar dari semua itu. Hanya
saat ini aku tidak dapat mengatakannya padamu.
Kepadamu kupesankan agar bersikap waspada
menghadapi segala kemungkinan, karena baru
saja ku tahu iblis yang menjadi kaki tanganku
mengatakan bahwa ia tidak sanggup membuat
Pendekar Blo'on menjadi patung. Dalam arti ku-
tukku seakan tidak mempan. Entah apa yang di-
miliki oleh Pendekar bego itu. Yang jelas aku masih punya beribu-ribu cara untuk
membuatnya hancur! Ingat kegagalan baktimu pada gurumu
sendiri merupakan peristiwa yang sangat mema-
lukan. Jangan sampai terulang lagi, jangan sam-
pai!" tegas suara tanpa rupa dengan suara keras berapi-api.
"Aku mengerti uwa guru. Pemuda itu da-
tang mengejar aku ke Sange ini seorang diri. Ia
pasti merasa berada di sebuah negeri belantara
batu. Patung-patung hasil kutukan uwa tidak
mungkin dapat diajaknya bersahabat, bicara atau
tempat bertanya. Cuma yang membuat aku heran
mengapa ia tidak dapat termakan kutukmu" Bu-
kankah kutuk uwa Ratu Leak tetap berlaku bagi
siapa saja yang tidak uwa kehendaki?" ujar Mustika Jajar dengan kening berkerut.
Suara tanpa ujud terdiam, hingga mem-
buat Betina Dari Neraka menjadi gelisah.
"Tirai alam gaib yang baru saja kusingkap
mengatakan. Bahwa pemuda itu memiliki tiga
tanda-tanda ajaib. Satu diantaranya adalah pe-
nangkal kutukan."
"Apakah penangkal itu berupa benda,
uwa?" "Dia bukan berupa benda, penangkal alami itu sudah ada sejak ia
dilahirkan. Ujudnya berupa sebuah tompel...!"
"Hanya tompel?" Mata yang indah itu terbelalak lebar. "Hanya tompel saja, tapi
mengapa ku-tukanmu tidak dapat menguasai jiwa dan ra-
ganya?" tanya si gadis dengan perasaan heran bukan main.
Suara tanpa ujud tertawa rawan. "Bukan
hanya tompel biasa. Kalau pun ada orang punya
sejuta tompel di tubuhnya, hal itu tidak ada ar-
tinya bagiku. Mungkin karena ia terlahir pada
malam satu Asyuro, dimana setiap ilmu dituakan.
Malam itu adalah hari yang penuh berkah, rah-
mat Tuhan tercurah-curah dari langit. Tapi eng-
kau tidak usah merasa risau, aku sudah punya
cara untuk menangani pemuda ini. Dia bukan
rintangan yang sulit. Kau lihat jika seluruh Sange ini saja dapat kutaklukkan,
apa sulitnya mengu-rus bocah setolol dia!"
Lega hati Mustika Jajar. mendengarnya.
"Hi hi hi...! Pendekar Blo'on, musibah apalagi yang paling memalukan bagi
seorang Pendekar
andai ia telah kehilangan seluruh kesaktiannya!
Ia akan merasakan pembalasanku, berpuluh-
puluh penderitaan nanti yang akan dirasakan-
nya." geram Iblis Betina Dari Neraka.
"Hmm, tindakanmu memang patut kupuji.
Tapi kau tidak boleh turun tangan tanpa seizin-
ku!" cegah suara tanpa rupa.


Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mustika Jajar tampak kurang puas men-
dengar jawaban suara tanpa rupa. "Mengapa harus begitu" Dulu aku yang merasakan
malunya, yang merasai sakitnya dan aku pula yang mera-
sakan penderitaannya. Sedangkan uwa Ratu ti-
dak punya sangkut paut apa-apa antara persoa-
lanku dengan Pendekar Blo'on." dengus si gadis.
"Hik hik hik! Kau telah berhutang tangan
padaku, kau juga telah berhutang kesaktian dari-
ku. Aku berkuasa penuh atas daerah ini, aku
memang tidak punya kepentingan tertentu den-
gan Pendekar tolol itu, tapi dengan kedua gu-
runya aku punya persoalan yang sangat besar!"
Meskipun kurang puas mendengar jawa-
ban suara tanpa rupa ini, Mustika Jajar terpaksa memendam kekesalahannya dalam
hati. "Lalu apa yang harus kulakukan?" Bertanya si gadis dengan wajah cemberut.
"Kau harus tetap menyamar sebagai Kala
Demit. Dengan begitu pasti Pendekar tolol itu terus bersemangat mengejarmu.
Sekali waktu pan-
cinglah dia mendekati Batu Lahat Bakutuk. Dari
sanalah segala-galanya akan dimulai. Pendekar
Blo'on akan mengalami nasib yang sangat tragis.
Hik hik hik...!"
"Jadi...?""
"Mulai sekarang coba kau pastikan dimana
pemuda itu berada. Jangan kau lupakan tugas
lain, jika kau bertemu dengan siapa saja harap
kau bereskan! Mulai saat ini kau harus memper-
gunakan segala macam kesaktian yang kuberikan
padamu. Sedangkan segala ilmu yang diberikan
oleh gurumu tidak berlaku disini!"
"Jika pemuda itu telah kutemukan?"
"Kau bawa dia ke Batu Lahat Bakutuk. Ka-
rena di sanalah jalan menuju kehancuran bagi
orang-orang yang tidak kukehendaki.! Hik hik
hik!" suara tanpa rupa tergelak-gelak.
Suasana di dalam ruangan berubah sunyi,
Iblis Betina Dari Neraka terdiam untuk sejenak
lamanya. Apa yang dikatakan Ratu Leak masih
mengiang di telinganya. Ia percaya sekali Ratu
Leak mampu menghancurkan dunia persilatan
karena begitu tingginya kesaktian yang dimili-
kinya. Kalau dipikir-pikir Ratu Leak memang
mempunyai cita-cita yang tinggi, ia ingin menja-
dikan seluruh nusantara ini sebagai tanah kutu-
kan. Ia ingin mengembalikan manusia ke jaman
batu, manusia dijadikan patung batu, hewan batu
dan semuanya serba batu. Tetapi rasanya ada
yang lebih penting dari semua itu, hanya Ratu
Leak sendiri yang mengetahuinya.
Tidak lama gadis cantik menggiurkan yang
selalu memakai pakaian merangsang ini merias
wajahnya kembali. Tidak sampai sepemakan sirih
ia telah berubah dalam penyamarannya sebagai
Kala Demit. Mustika Jajar kemudian keluar me-
ninggalkan rumah batu, berjalan cepat meng-
hampiri kuda kurus berbulu hitam.
EMPAT Kuda bertubuh kurus kering itu meringkik
keras ketika Kala Demit melompat ke atas pung-
gungnya. Kala Demit yang tidak lain adalah Iblis Betina Dari Neraka tanpa
menoleh kanan kiri
langsung membedal kudanya menuju Batu Lahat
Bakutuk. Namun baru beberapa puluh batang tom-
bak, tiba-tiba saja kelihatan sesosok tubuh me-
layang dari kerimbunan semak-semak yang mem-
batu. Kuda kurus mengangkat kakinya tinggi-
tinggi. Sreng! Sreng!
Di depan Kala Demit kini telah berdiri seo-
rang laki-laki berdagu lonjong berkepala lancip
seperti kerucut. Sebelah kakinya tersambung
dengan sebuah gergaji, sedangkan kedua tangan-
nya yang putus disambung dengan gaitan dan ju-
ga tombak. Kala Demit sipitkan matanya, me-
mandang ke arah orang ini disertai senyum men-
gejek. "Orang aneh, menyingkirlah dari hadapan-
ku!" teriak Kala Demit tidak sabar. Dalam hati ia merasa heran juga melihat
orang berkaki gergaji
bertangan gaitan dan tombak tidak terkena kutu-
kan. Atau karena pengaruh kutukan Ratu Leak
sudah mulai melemah"
"Kulihat kau orang asing di Sange ini. Ti-
dak ada orang asing yang dapat berkeliaran den-
gan bebas terkecuali ia punya hubungan tertentu
dengan Ratu Leak! Perempuan keparat itu adalah
manusia jahanam. Setiap orang yang bersahabat
dengannya, ia berarti jahanam lainnya yang ha-
rus mampus di tanganku!" dengus Ktut Bacaso-na.
Wajah di balik topeng Kala Demit berubah
merah padam mendengar kata-kata pedas yang
dilontarkan oleh laki-laki berkepala lancip ini.
"Manusia gila, tidak ada hujan tidak ada
angin kau marah-marah di depan orang yang be-
lum kau kenal sama sekali!" maki Kala Demit.
"Hak hak hak! Terlalu lama hidup menderi-
ta, aku pun sudah tidak tahu bagaimana caranya
agar dapat tertawa lebih baik. Kau orang pertama yang kulihat. Demi kebesaran
pemimpin Negeri
Wayan Tandira! Aku akan memenggal kepalamu,
dan yang paling ringan menyeretmu di depan tu-
lang-belulangnya ke bukit Kembar Tiga!" dengus Ktut Bacasona.
"Huh, apa yang kau bisa. Keadaan tubuh-
mu saja sudah membuatku prihatin. Sayang uca-
panmu terlalu menghina Ratu Leak. Jadi tidak
ada jalan lain bagimu terkecuali segera berangkat ke neraka. Kupindahkan nyawamu
dari raga ka-sarmu ke langit! Eeh... bukan ke langit, tapi ke jurangnya neraka
Jahanam! Hi hi hi...!"
"Bangsat! Kudengar suara tawamu rasanya
kau bukan laki-laki. Kau pasti perempuan yang
menyaru sebagai laki-laki! Semakin bertambah je-
las saja kedudukanmu di mataku. Tidak bisa dis-
angkal, kau pasti anak buahnya si tukang kutuk
Ratu Leak!"
"Banyak mulut, siya...!" Kala Demit menggebrak kudanya. Ia mengacungkan jari
telunjuk- nya. Sebaris sinar berwarna putih kuning dan
merah melesat dengan hebatnya ke arah Ktut Ba-
casona. Laki-laki ini sempat kaget juga begitu merasakan sambaran angin panas
menghantam wa- jahnya. Breng! Cepat sekali Ktut melompat ke samping.
Sinar putih kuning dan merah terus menghantam
angin. Buuummm!
Batu di belakang Ktut Bacasona hancur
berkeping-keping. Terlihat percikan bunga api
memijar di udara. Meremang tengkuk si laki-laki, ia tidak dapat membayangkan
bagaimana andai
pukulan tadi menghantam dirinya. Memang Mus-
tika Jajar barusan tadi melepaskan serangan
yang dikenal dengan nama 'Tusukan Jari Peng-
hantar Maut'. Salah satu ilmu langka warisan Ra-
tu Leak. Mustika Jajar dari gurunya memang
mewarisi berbagai ilmu kesaktian. Namun oleh
Ratu Leak segala macam kesaktian yang diturun-
kan Tua Tengkorak Mata Api untuk sementara ti-
dak boleh dipergunakan.
"Masih juga kau dapat menghindar kunyuk
berkaki gergaji!" dengus Kala Demit palsu. Dua jari telunjuknya kiri kanan
diacungkannya lagi ke depan. Wut! Wuut!
Dua baris sinar tiga warna lebih panas me-
labrak Ktut Bacasona. Laki-laki ini terkesiap. Sa-tu serangan cepat mungkin saja
dapat dihinda- rinya. Tapi kali ini dua serangan datang sekali-
gus. Hebatnya lagi di tengah jalan dua larik sinar membelah menjadi enam bagian.
Enam bagian sinar melesat ke arah enam titik kematian di tu-
buh Ktut Bacasona.
"Mati aku!" maki si kaki gergaji. Ia tidak punya pilihan lain. Segera tangannya
yang ber-sambung dengan tombak dan gaitan di putar. An-
gin menderu. Laki-laki ini tiba-tiba merasakan
adanya satu dorongan yang sangat dahsyat na-
mun tidak terlihat. Ktut Bacasona terus putar
tangan yang tersambung dengan senjata sambil
melompat. Bum! Buum! Sinar putih kuning merah seperti pecah
bertaburan di udara bagaikan kunang-kunang
yang bertebaran saat membentur senjata Ktut
Bacasona tadi. Ktut menjerit kesakitan. Ia mele-
pas dua senjata yang tersambung dengan tangan
dan sempat meleleh. Tangan-tangannya yang
memang sudah buntung sebatas lengan melepuh.
Orang ini menggerung, sementara Kala Demit
bergelak-gelak mengumbar tawanya.
Ktut Bacasona segera sadar bahwa lawan
memiliki kepandaian yang mungkin lebih tinggi
darinya. Ia harus mengambil tindakan jika tidak
ingin dirinya celaka. Secepat kilat tubuhnya me-
layang, ia mempergunakan senjata gergaji di ka-
kinya. Sing! Sing! Sing!
Suara mendesing-desing menggema di uda-
ra bisu. Serangan ini jelas telak dan menggorok
leher. Kala Demit mendengus sengit, karena begi-
tu rendahnya serangan lawan. Maka ia terpaksa
berguling-guling.
Breng! Serangan luput, sebagian gergaji menghan-
tam batu di depannya hingga membuat lubang
mengerikan sebanyak enam puluh mata gergaji.
Kala Demit bergidik ngeri. Sebelum bangkit lawan telah berbalik, seakan dapat
berjalan di udara lawan hantamkan senjata mautnya.
Praang! Kala Demit memaki, tangannya nyaris
tanggal, ia jatuh tunggang langgang sambil terus berguling-guling. "Keparat
berkaki gergaji ini benar-benar tidak dapat dipandang enteng! Ia harus tahu
rasa!" maki orang ini. Melihat lawan mengambang dan melakukan penyerangan dari
uda- ra. Kala Demit tiba-tiba lepaskan pukulan dah-
syat 'Neraka Perut Bumi'. Serangan maut ini juga warisan Ratu Leak. Sontak Ktut
Bacasona merasakan adanya sinar kemilau yang membutakan
mata. Suasana seperti bagai di neraka, masih di
udara terdengar suara jeritan Ktut Bacasona, tu-
buhnya tersentak ke belakang. Kemudian jatuh
terhempas dalam keadaan hangus.
"Hi hi hi...! Pukulan yang luar biasa. Ilmu kesaktian uwa Ratu Leak memang hebat. Kini
terbuka mataku, bahwa cita-cita uwa berdasar-
kan atas keyakinan yang kuat! Hi hi hi...! Manu-
sia kaki gergaji! Mampuslah kau... mampus...
mampus...!" maki Kala Demit. Seraya melompat kembali ke atas punggung kudanya.
Tali kekang kuda disentakkan dengan keras, maka melesatlah
kuda tersebut meninggalkan debu-debu yang ber-
terbangan. *** Kuda putih itu seakan-akan memang berja-
lan di atas laut. Ia menerjang gelombang laut
pantai barat dengan langkah lebar dan tidak per-
nah mengenal rasa lelah. Yang menakjubkan laut
yang sedemikian dalam itu hanya sampai setinggi
lututnya saja. Ia memang seekor kuda raksasa
yang sangat luar biasa besarnya. Di atas pung-
gung kuda tersebut duduk seorang laki-laki ber-
pakaian putih berselempang putih, memakai ikat
kepala warna putih. Dilihat dari jauh, orang ini tidak ubahnya seperti seekor
lalat yang hinggap di
punggung kuda. Ombak di pantai laut barat kian menggila,
si laki-laki berumur sekitar lima puluh tahun
menyandarkan punggungnya pada punggung ku-
da. Kakinya yang bersilangan terguncang-
guncang. Sementara kuda putih yang terus berla-
ri di laut dalam namun cuma setinggi lututnya
meringkik keras. Bila kuda ini mengeluarkan sua-
ra, maka suaranya menimbulkan gelombang laut
yang kian menggila.
"Ada apa Kaki Langit" Aku tidak melihat
dan mendengar apa-apa. Apakah kau ada melihat
sesuatu?" bertanya laki-laki baju putih selempang putih. Seraya duduk, memandang
ke depan, terlihat olehnya gugusan sebuah pulau. "Kita sudah sampai, Putih Kaki
Langit. Aku mencium bau kutukan itu. Aku mengendus sesuatu yang sangat
aku benci, Batu Bakutuk telah memperlihatkan
kehebatannya. Aku tidak menyangka, betina sint-
ing itu sudah mengetahui rahasianya! Ayolah...
jangan kau ragu-ragu, pengaruh kutuk tidak
akan berlaku bagi dirimu dan diriku!" kata si laki-laki, wajahnya muram. Sehitam
mendung yang bergelayut di kaki langit.
Kuda putih meringkik lagi, sampai di ping-
gir pantai ia berhenti. Bukan main tinggi binatang tunggangan tersebut. Seakan-
tingginya hampir
menggapai langit. Pantasan saja laut yang begitu dalam hanya sampai sebatas
lututnya. Jika saat
itu ada orang yang melihat pemandangan ini, ten-
tu saja tidak akan percaya melihat tinggi dan be-
sarnya kuda berbulu putih tersebut.
Laki-laki berselempang dan berbaju putih
berdiri di atas punggung kudanya. Bibirnya yang


Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertutup kumis putih berkemak-kemik. Samar-
samar terdengar suaranya seakan datang dari se-
buah lubuk yang teramat dalam.
"Datuk Nan Gadaing Paluih, itu namaku.
Jalan melintas darat, langkah menyeberang laut.
Putih Kaki Langit sahabat sejati dari alam gaib.
Raksasa membawa tuah si kecil. Si kecil memba-
wa tuah si raksasa. Alam gaib beda dari alam
nyata, yang nyata tidak mampu menembus alam
gaib. Mata kasat sampai binasa tidak becus me-
neropong kegelapan. Datuk Nan Gadang Paluih
mampu melakukannya. Si Putih Kaki Langit sa-
habatku alam gaib. Ia biji matoku, si besar sahabatnya yang kecil. Yang kecil
sahabat si besar.
Maka kembali ke bentuk umumnya kuda! Kemba-
li... li li li...!" suara laki-laki yang bernama Datuk Nan Gadang Paluih
menggema di seantero penjuru pantai.
Kuda raksasa yang tubuhnya menjulang
tinggi ke langit meringkik keras, tubuhnya tergetar. Lalu terjadi proses
penyusutan yang sungguh aneh bahkan sulit dipercaya. Kuda raksasa itu terus
berproses, mengecil semakin bertambah kecil.
Hingga akhirnya terjadi proses aneh itu setelah
tubuhnya sebesar kuda pada umumnya.
"Putih Kaki Langit, Ngarai Sianok telah kita tinggalkah! Semua ini gara-gara
Batu Bakutuk yang dicuri oleh betina jalang itu. Tiga puluh ta-
hun, Kaki Langit. Coba kau bayangkan. Aku baru
mengetahui batu sakti itu hilang setelah adikku
Ratu Penyair Tujuh Bayangan pergi ke tanah
orang Jawa. Kita sudah ketiwasan (terlambat).
Kau lihat patung-patung batu itu. Mereka masih
manusia juga, manusia menjadi batu karena pen-
garuh kutuk!" kata si laki-laki sengit. Untuk lebih jelasnya siapa Ratu Penyair
dan Datuk ini (dalam episode Undangan Maut). "Ayoo sahabatku, kita selidiki di
mana jejaknya wanita jalang itu! Ja-lanmu biar lebih cepat agar selamat!" kata
Datuk Nan Gadang Paluih. Ia menyentuh ubun-ubun Si
Putih Kaki Langit, kuda itu sepontan melesat
dengan kecepatan laksana kilat. Hanya dalam
waktu sekejapan mata, kuda tidak terlihat lagi.
*** Suro masih memperhatikan kakek buta di
depannya. Hampir sepanjang malaman orang ini
menceritakan segala sesuatu yang berhubungan
dengan kutuk di tanah Sange. Terkadang hati
pemuda ini menjadi jerih, terkadang timbul kege-
ramannya. Dan tidak jarang ia memaki perbuatan
si durjana Ratu Leak.
"Anak tolol, aku sering minta petunjuk pa-
da dewata. Aku merasa Dewata berkenan mem-
bebaskan rakyat negeri Sange dari kutukan. Nan-
ti, setelah kehadiranmu ini. Berkah kehadiranmu
di sini, membebaskan mereka. Tapi aku melihat
ada tanda-tanda bahwa kau juga akan mengalami
celaka disini!" kata si Buta Mata Kejora.
Saking kagetnya Suro sampai melompat
dari atas tikar rombeng yang didudukinya. Saat
itu mereka memang duduk di dalam rumah bo-
brok agak jauh dari Sange. Sebenarnya tidak da-
pat dikatakan rumah, karena atap dan dinding-
nya tidak ada, hanya tiang-tiangnya saja.
"Jangan kau menakut-nakuti aku, kakek
buta! Aku pun tidak sudi menolong orang jika
nyawaku sendiri terancam. Orang tolol namanya
jika untuk kepentingan orang lain ia harus mere-
lakan nyawanya!" celetuk Suro sambil bersungut-sungut.
"Apakah kau tidak sadar kalau dirimu itu
Pendekar tolol" Mustahil kau dapat keluar dari
Sange ini sebelum menghadapi kenyataan, kau
sudah mulai masuk dalam perangkap dan jerat-
jerat setan!" dengus Si Buta Mata Kejora.
Suro memandang ke atas, karena rumah
tidak beratap ia dapat langsung melihat langit
yang biru. Ia memperhatikan kedua tangan dan
kakinya. Lalu terdengar tawanya....
"Kuakui kau memang manusia aneh, kek.
Adalah salah besar kalau kau mengatakan aku
sudah masuk ke dalam jerat-jerat setan. Kedua
kakiku masih bebas bergerak. Di sekeliling ku tidak ada perangkap terkecuali
gubuk reot yang ti-
dak beratap dan berdinding ini! Ha ha ha...! Kau menipu mana kena aku ditipu!
Orang buta mau mengadali orang melek, mana mungkin... eeh,
mana mungkin"!"
"Ternyata kau memang tolol, bukan tam-
pangmu saja yang bego, jalan fikiranmu juga me-
nunjukkan kedunguan otakmu! Apa yang kuka-
takan itu hanyalah kiasan saja, adakah kau bisa
mengerti"!" hardik Si Buta Mata Kejora.
"Kau orang buta yang tidak tahu diri. Ka-
lau terus memaki, biar aku minggat dari sini. Hi-duplah bersama masyarakatmu
yang telah diku-
tuk menjadi patung-patung yang dungu, patung
bego yang biasanya cuma keluarkan air mata!"
dengus murid Penghulu Siluman Kera Putih sen-
git. "Olala... tidak usah ngotot, saling tarik urat leher dalam keadaan begini tidak
ada gunanya. Kau merupakan penentu, jika kau salah langkah
maka kedua gurumu, pun bisa celaka"!"
"Bualan apa lagi yang kau berikan. pada-
ku, kakek buta. Mana kena guruku ditipu. Mere-
ka adalah orang-orang cerdik yang tidak bisa termakan muslihat apapun!" Si
konyol rupanya terlalu yakin dengan kemampuan yang dimiliki oleh
kedua gurunya. Sehingga sedikit pun ia tidak
mau percaya dengan ucapan Si Buta Mata Kejora
"Percuma saja aku berdebat dengan orang
bodoh sepertimu. Daripada berdebat lebih baik ki-ta berangkat ke Batu Lahat
Bakutuk!" "Bicaramu ngaco, kakek buta. Kalau kau
sudah bosan bicara mengapa tetap duduk di sini"
Ayo berangkat!!" Suro bangkit berdiri diikuti oleh Si Buta Mata Kejora. Mereka
keluar meninggalkan
bangunan reot menempuh padang-padang berba-
tu di tengah-tengah teriknya panas matahari
Belum jauh mereka meninggalkan gubuk
reot itu, tiba-tiba terdengar suara burung di atas kepala mereka. Si Buta Mata
Kejora, angkat wajahnya menghadap langit. Suro tertawa terkekeh-
kekeh melihat kakek ini seperti gelisah.
"Ha ha ha! Seratus kali kau memandang ke
langit, mana kau tahu apa yang berada di atas-
mu! Eeeeh, kulihat wajahmu berubah pucat, kek!
Apakah burung gagak itu yang membuatmu ta-
kut?" ejek Pendekar Blo'on.
"Pemuda sedeng, kau melihat tapi tidak ta-
hu apa yang kau lihat. Bukankah yang terbang di
atas kita seekor burung gagak?" tanya Si Buta Mata Kejora tercekat.
"Kau menebak begitu karena aku sudah
mengatakannya padamu, apa sesungguhnya yang
membuatmu takut" Kau seperti melihat hantu,
padahal matamu buta?"" Suro garuk-garuk kepa-la.
"Burung gagak itu adalah burung pen-
damping pimpinan kami! Sekarang aku tidak ta-
hu bagaimana nasibnya dipendam Ratu Leak di
Tiga Bukit Kembar! Burung gagak.... akh, aku
mencium baunya. Dia bukan gagak yang lain. Dia
pendamping pemimpin negeri itu! Anak muda,
coba kau lihat apakah kau tidak melihat ada
orang lain disini?"
Suro Blondo mengedarkan matanya, selain
burung gagak yang terbang berputar-putar di atas kepala mereka memang tidak ada
siapa pun di si-
tu. Suro gelengkan kepala. Namun akhirnya ter-
tawa sendiri setelah menyadari ketololannya.
"Orang buta ini mana melihat isyaratku!"
LIMA "Bagaimana anak muda" Mengapa kau di-
am saja seperti orang tuli yang sangat bego?" bertanya Si Buta Mata Kejora tidak
sabar. "Mata budek kuping buta! Tidak ada siapa-
siapa disini selain kita berdua dan burung jelek itu!" sahut Suro Blondo dengan
mulut terpencong.
"Kak!"
"Wuut! Burung gagak yang terbang berputar-putar
di atas Suro tiba-tiba menukik dan menyambar.
"Weit, kakek buta. Burung itu marah kuka-
tain jelek! Bagaimana ini?" tanya Suro. Pontang panting ia menghindari patukan
paruh burung yang terus menyerangnya dengan cepat dan ber-
tubi-tubi. "Ha ha ha! Mampuslah kau. Binatang itu
sangat memahami bahasa manusia. Kau menghi-
nanya, sekarang kau rasakan sendiri akibatnya!"
teriak si kakek sambil terus tertawa-tawa.
"Kek!"
Wuur! Suro terus mengelak atau sesekali me-
nyampok burung itu. Burung gagak hitam cepat
berkelit begitu merasakan adanya sambaran an-
gin yang sangat keras. Tiba-tiba terdengar suitan panjang. Burung gagak bergerak
menjauh namun di belakang Pendekar Blo'on tiba-tiba menyambar
angin dingin yang sangat luar biasa sekali
"Aih...!"
Tubuh pemuda ini meliuk, kemudian ber-
salto ke samping kiri. Di depannya terdengar sua-ra dentuman bagai letusan
gunung. Si Buta Mata
Kejora tergontai-gontai. Suro terhuyung sambil leletkan lidah. Ia tidak
kekurangan satu apapun,
hanya dadanya mendenyut sakit. Cepat ia putar
kepala. Dan matanya pun kontan terbelalak.
"Astaga! Kakek buta, lihatlah ada manusia
kayu, eeh... maksudku manusia akar datang ke-
sini. Apakah dia masih saudaramu, atau anak-
mu"!" seru pemuda rambut kemerah-merahan ini kaget. Saking tidak percayanya ia
sampai ingin kencing. "Kau bicara apa" Hendak menipuku lagi?"
dengus si kakek buta tidak percaya,
"Pentang matamu lebar-lebar, dari leher
badan, tangan dan kakinya terbungkus akar. Aku
tidak tahu apakah dia manusia sungguhan atau
kayu berjalan!" kata Suro, sementara orang yang disebut-sebutnya sudah berjalan
mendekat ke arahnya. "Coba kau sebutkan ciri-ciri wajahnya?"
perintah Si Buta Mata Kejora. Suro garuk-garuk
kepala, bibirnya terpencong, monyong-monyong
sebentar lalu memandang ke arah laki-laki di de-
pannya dengan kedua mata menyipit.
"Kau dengar baik-baik. Dia laki-laki seperti kita juga, kumis ada sedikit
mungkin cuma beberapa helai. Jenggotnya kurasa sekitar sepuluh bi-ji. Rambutnya
panjang, dagunya kokoh! Apakah
kau mengenalnya, kek?" Mata buta yang memutih keseluruhannya tampak berkeriapan.
Kening si kakek berkerut dalam. Tiba-tiba ia berseru...
"Tunggu!" Seraya melangkah maju ke de-
pan. "Aku rasanya mengenal wajahnya. Dan Si Buta Mata Kejora tiba-tiba saja
menjatuhkan diri dan berlutut. "Wayan Tandira pemimpin kami, benarkah engkau
Wayan Tandira"!" desis orang ini sambil sesunggukan.
Orang yang dipanggil Wayan Tandira ber-
geming pun tidak. Malah kedua bibirnya terkatup
rapat. Otot-otot rahangnya menegang.
"Aku mengenalmu sebagai penduduk
Sange ini, kakek Buta Mata Kejora. Aku meng-
hargaimu sebagai orang tua dan manusia. Aku
membencimu karena telah bersekutu dengan mu-
suh! Keadaan negeri begitu buruk, nasib masya-
rakat-ku benar-benar hina dina. Kau ketua adat,
mengapa kau gadaikan harga diri dan keper-
cayaan masyarakat pada pemuda asing ini!" dengus laki-laki yang sekujur tubuhnya
diselimuti akar-akaran aneh, sinis.
"Ampun beribu ampun. Para dewata meli-
hat, para dewata mendengar, pemuda ini sama
sekali bukan musuh kita! Ia ingin bekerja sama
dengan kita guna menghancurkan Ratu Leak dan
merampas Batu Bakutuk! Engkau salah menilai,
engkau salah sangka, pemimpin negeri!" jelas Si Buta Mata Kejora.
"Terlalu lama dipendam dalam tanah, ra-
sanya aku sulit membedakan mana kawan dan
mana lawan. Aku tidak suka melihat kunyuk tolol
itu! Dia harus kubunuh!"
"Jangan...!" teriak Si Buta Mata Kejora.
Pendekar Mandau Jantan mula-mula memang
dapat menahan diri mendengar ucapan Wayan
Tandira. Namun karena laki-laki rambut panjang
ini terlalu mencurigainya. Sekarang ia tidak dapat lagi menahan kesabarannya.
"Manusia akar, rambut gondrong! Aku ben-
ci melihat manusia sombong, tapi aku lebih benci lagi mendengar ucapanmu! Kau
bukan memikirkan negerimu, kau juga tidak memikirkan masya-
rakatmu yang berdiri mematung menjadi batu.
Kau hanya mementingkan kekuasaanmu! Manu-
sia bermental kerdil macammu buat apa menjadi
pemimpin?" desis Suro marah bukan main.
Wayan Tandira melotot, kupingnya terasa
panas hingga bergerak-gerak. Pikirnya pemuda
itu tampangnya seperti orang tolol, tapi bicaranya menyakitkan.
"Aku tahu apa yang aku perbuat" Aku rela
dipendam selama hampir tiga puluh tahun dalam


Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanah semata-mata karena demi rakyatku!" sahut Wayan Tandira semakin sengit.
"Itu manusia tolol namanya!" ejek Pendekar Blo'on, dalam hati ia tertawa karena
melihat lawan ternyata terpancing dengan kata-katanya.
"Kalau merasa jadi orang pintar mengapa mau dipendam segala. Lawan saja kalau
perlu sampai ada yang mampus. Apa guna kau jadi laki-laki,
apa guna kau punya barang. Kalau merasa men-
jadi banci lebih baik barangmu dipajang saja di
jidad...!"
"Suro...!" Si Buta Mata Kejora bermaksud mencegah kata-kata Suro yang
serampangan itu.
Namun sudah terlambat, Suro nyengir kuda. La-
wan langsung menggebraknya dengan serang-
kaian serangan yang sangat mematikan lagi tidak
ada putus-putusnya.
"Walah emak, ada orang gila mengamuk!"
seru Suro. Dengan lincah ia menghindari seran-
gan-serangan gencar yang dilakukan oleh Wayan
Tandira. Ia berjingrak-jingkrak, mengelak sambil melompat atau terkadang
berjongkok. Di lain
waktu pemuda ini garuk-garuk sekujur tubuhnya.
Dari bibirnya yang termonyong-monyong terden-
gar suara ngak-ngik-nguk yang tidak ada putus-
putusnya. Wayan Tandira merasa kesal melihat ke-
nyataan setiap serangan yang dilancarkannya ti-
dak mendatangkan hasil. Sekonyong-konyong ia
melompat ke depan, tangan mencengkeram ke
bagian lambung sedangkan, kaki kiri lepaskan
tendangan menggeledek. Dalam keadaan berjong-
kok Suro melesat ke udara. Dua serangan berun-
tun yang dilakukan oleh Wayan Tandira mengenai
tempat kosong. Si konyol berputar di udara, ka-
kinya yang menekuk mendadak terjulur seperti
gerakan kepala ular yang mematuk. Wayan tidak
sempat tarik wajahnya. Dan....
Dhaak! Kepala laki-laki rambut panjang itu sempat
tersentak ke belakang. Terdengar suara jeritan
pendek, Wayan terhuyung-huyung sambil mema-
ki. Diam-diam ia kerahkan tenaga dalam ke ba-
gian tangan. Sehingga kedua tangan pemuda itu
yang terbalut akar-akar aneh berwarna putih lak-
sana perak. Sontak udara berubah menjadi pa-
nas, Si Buta Mata Kejora keluarkan seruan kaget.
"Pukulan 'Blenggu'...!" desisnya seakan memberi peringatan pada Suro Blondo
Pemuda rambut kemerah-merahan me-
langkah mundur sejauh dua tindak.
"Hup! Huup...!"
"Jurus 'Kacau Balau'..!" gumam si pemuda menyebut nama jurus yang
dipergunakannya.
Sepontan tubuhnya meliuk-liuk, langkah-
langkahnya tidak teratur dan setiap gerakan yang dilakukannya benar-benar
serampangan terkesan
seperti gerakan orang mabuk berat. Inilah jurus
menghindar paling kacau yang tokoh-tokoh di
rimba persilatan sendiri tidak pernah memili-
kinya. Wuss! Wuus!
Blaar! "Weit-weit kiamat!" maki Suro. Ternyata pukulan maut yang dilepaskan oleh Wayan
Tandira mengenai tempat kosong. Suro sambil ter-
huyung-huyung langsung berbalik dan balas le-
paskan pukulan 'Matahari Rembulan Tidak Ber-
sinar'. Seketika terlihat sinar merah redup melesat dari telapak tangan Pendekar
Blo'on yang ter-kembang. Wayan Tandira melompat, serangan
pertama luput, sayang pukulan susulan tidak da-
pat dihindarinya lagi.
Buuum! "Wuaarrrkkh...!"
Wayan Tandira menjerit keras sambil ber-
guling-guling. Bagian dadanya yang terlibat akar-akaran memang tidak cedera.
Tapi bagian leher
hingga ke wajah terasa panas seperti di panggang bara api.
Laki-laki ini menggeram, diam-diam Suro
sendiri sempat terperangah. Tadi ketika sebagian pukulan yang dilepaskannya
Sepasang Pedang Iblis 24 Pedang Bengis Sutra Merah ( Tan Ceng In) Karya See Yan Tjin Djin Kelana Buana 17
^