Batu Lahat Bakutuk 2
Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk Bagian 2
menghantam bagian
dada dan perut lawan. Ia melihat sinar hitam
memancar dari akar-akaran aneh yang membelit
tubuh Wayan. Ini merupakan sebuah kenyataan
yang sangat aneh. Seakan akar-akaran itu men-
gandung sebuah kekuatan tersembunyi. Hal ini
yang membuat Suro tertegun cukup lama, sikap-
nya yang lengah ini segera dimanfaatkan oleh la-
wan untuk menyerangnya dengan pukulan
'Cambuk Neraka'.
"Cambuk Neraka'! Awas...!!" Si Buta Mata Kejora kembali berteriak memberi
peringatan. Wuuk! Glaar! "Akh...!"
Pendekar Mandau Jantan menjerit terta-
han, tubuhnya terpelanting dan terus terguling-
guling. Ada darah yang menetes di sudut-sudut
bibirnya. Wayan Tandira terkekeh senang, Si Buta Mata Kejora jadi prihatin,
walaupun matanya tidak dapat melihat apa yang sedang terjadi, tapi
perasaannya mengatakan bahwa Pendekar yang
terlahir di gunung Bromo dan besar di gunung
Mahameru tersebut sedang terancam bahaya be-
sar. Ia sebenarnya ingin membantu, tapi merasa
serba salah, sebab orang yang dihadapi oleh mu-
rid Penghulu Siluman Kera Putih dan Murid Ma-
laikat Berambut Api ini adalah ketua negeri
Sange. "Hentikanlah perkelahian!" seru Si Buta Mata Kejora.
"Kepala adat, jangan kau coba mencegahku
atau kau bersedia menemani pemuda ini ke nera-
ka"!" dengus Wayan Tandira tidak senang.
"Dewi Dewata, dia bukan mata-mata dan
bukan pula kaki tangan Ratu Leak. Hentikanlah,
kumohon!" "Mohonlah pada setan dan orang-orang
yang mati gentayangan akibat ulah manusia ja-
lang itu. Hiyaa...!" teriak Wayan Tandira berapi-api. Tanpa bicara apa-apa lagi
tubuhnya tiba-tiba saja melesat ke arah Suro. Pemuda konyol yang
sudah dilanda kejengkelan ini sama sekali tidak
berusaha menghindar. Malah ia pergunakan ju-
rus 'Serigala Melolong Kera Sakti Kibaskan Ekor'.
Dan tangannya di silangkan, sebelah kaki diang-
kat dan ditekuk.
Splak! Dukk! Duukk! "Heh...!"
Wayan terdorong mundur lalu jatuh terdu-
duk. Sebaliknya Suro menjerit kesakitan. Bukan
akibat benturan tenaga dalam, melainkan karena
kedua tangannya yang sempat bersentuhan den-
gan akar-akaran seperti tersengat puluhan ekor
ular berbisa. Sungguh pun begitu ia segera berdiri kem-
bali. Memandang ke depan, dilihatnya Wayan
Tandira dalam keadaan berlutut sambil meme-
gangi wajahnya. Laki-laki itu menangis terisak-
isak, entah apa yang membuatnya begitu.
"Kau tadi mau membunuhku, mengapa se-
karang malah menangis" Apakah kau rindu pada
anak isterimu, pemimpin negeri?"
"Huk huk huk! Entah mengapa aku sea-
kan-akan melihat dewata marah padaku bila aku
menyerangmu tadi. Kurasa ucapan Ketua adat
benar, kau bukan musuh sebagaimana yang ku-
duga!" kata Wayan Tandira terisak-isak.
"Huk huk huk! Aku juga senang jika kau
mau sadar" Suro meniru tangisan Wayan Tandira.
"Lalu sekarang apa yang hendak kau perbuat"
Apakah bertarung denganku lagi sampai salah
seorang diantara kita ada yang mampus. Manusia
bodoh itu namanya, aku sendiri jelek-jelek begini masih punya banyak
pertimbangan!"
"Aku tidak ingin bertarung denganmu, cu-
kup!" sahut Wayan di sela-sela isak tangisnya.
"Lalu apakah kau juga berniat mencari Ra-
tu Leak?" tanya Suro.
"Hem...!" Wayan Tandira menggeram. "Perempuan itu harus kubunuh! Tiga puluh
tahun aku dipendamnya hidup-hidup. Kau lihat, tubuh-
ku yang terbalut akar ini. Aku telah berusaha
memotongnya tapi tidak bisa. Semua ini gara-gara Ratu Leak keparat itu!
Sudahlah, tinggalkan aku
disini, aku tidak ingin ada orang yang melihatku, aku malu. Huk huk huk...!"
"Pemimpin negeri, bukankah lebih baik jika
kita bersama-sama pergi ke Batu Lahat Bakutuk!"
Si Buta Mata Kejora ikut bicara. Namun orang
yang diajaknya bicara gelengkan kepala.
"Pergilah kalian kesana lebih awal. Mung-
kin nanti aku akan menyusul!" sahut Wayan Tandira. Laki-laki berambut gondrong
yang sekujur tubuhnya diselimuti akar ini langsung melangkah
pergi. Suro hanya garuk-garuk kepala, ia menarik tangan Si Buta Mata Kejora
untuk segera meninggalkan tempat itu.
ENAM "Inikah tempatnya, kakek buta" Aku men-
cium bau maut di sini. Aku juga mengendus bau
kelicikan!" Berkata pemuda baju biru. Ia mengedarkan pandangan matanya ke
sekeliling tempat
itu. Banyak juga pohon-pohon di sekitar bukit-
bukit itu, akan tetapi pohon-pohon tersebut men-
jadi batu akibat kutukan Ratu Leak. Tengkuk Su-
ro meremang berdiri, ia menoleh ke arah kakek
buta yang berdiri tidak jauh di sebelahnya. Ter-
nyata kelihatannya kakek ini merasa jerih. "Ada lagikah tempat yang lebih
mengerikan dari tempat ini?" "Hemm, ada. Bukit Kembar Tiga Terlaknat!
Di sanalah Wayan Tandira dan anak buahnya di-
benam. Aku heran jika kemudian ia muncul den-
gan tubuh dipenuhi akar-akaran." sahut Si Buta Mata Kejora.
"Kurasa disana banyak pohon!"
"Tidak satu pun!"
"Lalu akar-akaran sakti itu apakan mung-
kin datang dari perut bumi" Terlalu banyak keja-
dian-kejadian ganjil disini" gumam Suro sambil garuk-garuk kepala. "Tempat ini
sunyi, seakan tidak berpenghuni. Apa tujuanmu membawa aku
ke sini?" tanya Suro Blondo, perasaannya mulai tidak enak.
"Karena di daerah ini Ratu Leak kudengar
bersembunyi."
Pendekar Blo'on kelihatannya seperti tidak
puas mendengar jawaban si kakek.
"Aku terkadang merasa heran melihat di-
rimu, matamu buta tapi kau tau semua tempat
yang kau lalui. Aku terkadang merasa tidak yakin kalau kau benar-benar buta"!"
kata si pemuda sambil tersenyum mencibir.
"Mengapa keadaanku yang kau persoalkan.
Waspadalah wahai Pendekar Tolol! Aku mencium
adanya bahaya di sekitar kita!!" Si Buta Mata Kejora memperingatkan.
Suro cepat meneliti keadaan di sekeliling
mereka. Pemuda ini memang tidak melihat sesu-
atu, tapi aneh. Sekujur tubuhnya bertambah me-
rinding. Dalam pada itu sekonyong-konyong ter-
dengar suara ringkik kuda di kejauhan.
"Ada orang datang ke sini, kakek. Tahukah
kau siapa orangnya?" tanya Pendekar Mandau
Jantan, seraya memandang ke arah datangnya
suara. Belum sempat Si Buta Mata Kejora menga-
takan sesuatu, tiba-tiba saja ada sesuatu yang
seperti melompati kepala mereka.
"Hieehhh...!"
"Heh...!" Suro pentang matanya lebar-lebar, seakan ia tidak percaya dengan
pandangan matanya sendiri. "Kala Demit" Bagaimana ia bisa hadir di sini" Mengapa
tangannya masih utuh"
Padahal aku pernah membuatnya buntung!" batin si pemuda. Untuk lebih jelasnya
bentrok antara Kala Demit dan Pendekar Blo'on dalam episode
terdahulu. "Terkejut bocah ajaib?" Kala Demit tersenyum mencibir.
"Kau" Bagaimana kau dapat menyambung
tanganmu?" tanya Suro.
Kala Demit tertawa ngakak, angin bertiup
sepoi-sepoi. Suro mencium bau sesuatu yang
sangat khas, bau harum khas perempuan. Seba-
gaimana seperti yang didapatinya di perahu batu
pinggir pantai.
"Bukan sesuatu yang sulit, Pendekar
Blo'on!" Kala Demit mendengus sengit. "Sekarang perhitungan itu harus dimulai,
Pendekar Blo'on.
Tahukah kau bahwa orang yang paling kubenci di
kolong langit ini tidak lain adalah kunyuk ber-
tampang tolol sepertimu?"
Saking geramnya Suro garuk-garuk kepala
sampai berulang-ulang. Ia teringat kira-kira ba-
gaimana kematian orang tuanya ketika terjadi ke-
kacauan di gunung Bromo dulu.
"Kala Demit manusia iblis! Apakah tidak
salah yang kudengar" Seharusnya akulah yang
menuntutmu. Karena kau dan Sepasang Iblis Pe-
gat Nyawa telah membunuh kedua orang tuaku.
Mengapa sekarang jadi tebolak, eeh... terbalik.
Aku yang sudah, gila apa kau yang sudah sint-
ing?" maki Suro.
"Siapa manusia yang kau ajak bicara, Pen-
dekar tolol?" Tiba-tiba saja Si Buta Mata Kejora bertanya.
"Dia bukan manusia, tapi iblis yang me-
nyaru sebagai manusia!" sahut Pendekar Blo'on sengit. "Kurasa dia punya hubungan
tertentu dengan Ratu Leak, Suro. Kalau kita dapat mering-
kusnya hidup-hidup. Kita bisa mengorek keteran-
gan dari mulutnya!" Si kakek mengisiki.
"Bagaimana kalian dapat mengorek kete-
rangan dariku, jika jiwa kalian lebih dulu kukorek dan segera kukirim ke
neraka?" "Huh, aku ingin melihat untuk yang kedua
kalinya apakah kau dapat membuktikan mulut
besarmu itu" Kuragukan jangan-jangan cuma
mulutmu saja yang pintar bicara, atau kau men-
gagulkan Ratu Leak itu, eh..."!" ejek Suro begitu mencemo'oh.
"Bangsat! Hiaaa...!"
Dengan masih menunggang kuda hitamnya
yang kurus kering itu. Kala Demit hantamkan ke-
dua tangannya kanan kiri secara berturut-turut.
Sinar putih, kuning dan merah bertebaran di
udara bagaikan kunang-kunang. Si Buta Mata
Kejora langsung tutup hidungnya begitu merasa-
kan nafasnya menjadi sesak. Suro menghindar ke
samping dan diam-diam sempat terkejut juga ke-
tika menyadari bahwa Kala Demit tidak memper-
gunakan pukulan sebagaimana pernah dipergu-
nakan dulu ketika berhadapan dengannya.
Pemuda ini tidak dapat berdiam lebih lama.
Lalu secara cepat ia kibaskan kedua tangannya
siap lepaskan pukulan 'Ratapan Pembangkit
Sukma'. Kala Demit palsu yang pernah mati-
matian bertarung dengan pemuda ini saat terjadi
ledakan pertama lepaskan pukulan susulan den-
gan kekuatan berlipat ganda.
Serangan seperti ini benar-benar tidak per-
nah diduga oleh Suro Blondo. Akibatnya sungguh
buruk sekali bagi Suro, tubuhnya yang terhantam
pukulan 'Neraka Perut Bumi' kontan terpelanting.
Lebih celaka lagi punggungnya terhempas batu.
Braak! Batu hancur berantakan, Suro menggeliat
dan berusaha bangkit berdiri. Kala Demit acung-
kan jari telunjuknya siap lepaskan serangan
'Tusukan Jari Penghantar Maut'. Dua baris sinar
melesat dari ujung jemari tangan Kala Demit, da-
lam waktu bersamaan Si Buta Mata Kejora yang
rupanya merasa khawatir lepaskan pukulan pula.
Sinar biru memotong di pertengahan jalan. Hing-
ga kembali terdengar suara ledakan dan serangan
Kala Demit jadi melenceng
Si Buta Mata Kejora sempat tergontai-
gontai, melihat hal ini Suro jadi tertawa-tawa. Ia sendiri tidak suka bertarung
secara keroyokan
seperti itu. "Kakek buta! Aku belum mampus, kelenger
pun belum. Tidak usah main kroyok. Nanti apa
kata orang-orang rimba persilatan melihat keja-
dian ini?" dengus Suro.
"Tidak perduli apa kata setan-setan rimba
persilatan!" sahut Si Buta Mata Kejora, tidak kalah sengitnya. "Tiga puluh tahun
rakyat negeri Sange menderita kutukan, mereka terjemur panas, tersiram hujan
tanpa mampu bergeser dari
penderitaan. Siapa yang memperdulikan mereka"
Siapa yang mau mengerti nasib mereka, hayo sia-
pa"!" "Tentu saja kita sendiri. Sudahlah minggir dulu, nanti jika kau melihat
aku sudah terkapar
dan tidak ada nafasnya. Kau boleh sesuka hatimu
melabrak Kala Demit!"
"Huh, orang-orang golongan putih menga-
ku orang paling bersih dan yang paling jujur. Kenyataannya kalian tidak ubahnya
seperti kecoa- kecoa pengecut yang cuma pandai main keroyok!"
teriak Kala Demit yang merasa berada di atas an-
gin. Suro Blondo sama sekali tidak menanggapi.
Ia menggenjot tubuhnya, gerakan kilat yang disertai salto ini cepat bukan main.
Tahu-tahu tin- junya sudah menghantam kaki kuda Kala Demit.
Praak! Kuda meringkik keras, tulang kaki bela-
kangnya hancur. Kala Demit melihat kejadian ini
Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terpaksa lepaskan tendangan, Suro lebih cepat
lagi melompat ke belakang. Serangan tidak men-
genai sasaran, Kala Demit langsung melompat da-
ri punggung kuda sebelum binatang tunggangan
itu tersungkur ke tanah.
Kini mereka saling serang dengan jarak
yang begitu rapat. Sekonyong-konyong Kala Demit
merubah jurus-jurus serangannya. Ia sempat
berputar dua kali, lalu sambil membentak keras
sikunya menghantam dada Suro. Sayang si ko-
nyol sudah berkelit, dadanya di miring-miringkan ke depan sedangkan kepala
condong ke belakang.
Gerakan-gerakan seperti monyet ini dikenal den-
gan nama 'Seribu Kera Putih Mengecoh Harimau'.
Wuuut! "Haes...!"
Si pemuda sentakkan dadanya ke bela-
kang, sejurus kemudian kaki Kala Demit telah
menyodok ulu hatinya.
Des! Des! Tubuh pemuda ini sempat terpelintir, na-
mun betapa cerdiknya pemuda bertampang keto-
lol-tololan ini. Ia berputar setengah lingkaran sebelum punggungnya jatuh ke
tanah belakang tu-
mitnya menghantam pinggang lawan pula.
Buuk! "Huugkh!"
"Bangsat! Ternyata kau masih dapat juga
cari selamat! Heaa...!" Kala Demit katupkan bibirnya rapat-rapat. Tiba-tiba saja
ia memutar-mutar kedua tangannya di atas kepala. Tubuhnya meliuk sedemikian
rupa, dua kali ia jungkir balik.
Dan.... Wuut! Hantaman yang mengarah rusuk kiri lu-
put. Suro membalas dengan melepaskan tendan-
gan pula. Wuss! Ternyata serangan balasan yang dilaku-
kannya juga tidak mengenai sasaran. Suro sem-
pat tertegun sambil leletkan lidah. Ia merasa ada sesuatu yang aneh pada
lawannya. Gerakan
orang ini mirip dengan gerakan perempuan. Apa-
kah Kala Demit mempelajari ilmu-ilmu baru yang
membuat sifat dan tingkah lakunya seperti seo-
rang wanita"
Tidak ada waktu lagi bagi Suro Blondo un-
tuk berpikir lebih jauh. Kala Demit lepaskan pu-
kulan 'Pemusnah Raga Penebus Jiwa'. Kala Demit
membalikkan punggung tangannya, dari bagian
punggung tangan itu tiba-tiba saja menderu segu-
lung angin topan disertai hawa panas bukan
main. Si Buta Mata Kejora terpaksa melompat
dan menyingkir. Udara di sekeliling tempat itu terasa panas bukan alang
kepalang. "Manusia setan ini benar-benar ingin me-
rampas nyawaku! Apa boleh buat, hmm...!" Suro mengadu kedua telapak tangannya.
Lagi tangan kiri kanan diangkatnya sejajar dengan wajah. Se-
telah itu secepat kilat didorongkannya ke depan.
Zzzzzzzt! Sontak terdengar suara jeritan di mana-
mana. Sinar merah hitam menderu, suasana pa-
nas semakin bertambah panas berganda. Deru
kedua pukulan tersebut sudah tidak dapat diben-
dung-bendung. Kemudian terjadilah ledakan yang
sangat keras sekali.
Bluaar! "Akh...!"
Kala Demit sempat tergontai-gontai, bibir-
nya meneteskan darah. Ada bagian wajahnya
yang sempat terobek. Ia tidak ingin hal ini dilihat oleh lawannya. Itulah
sebabnya selagi debu panas masih menutupi udara. Selagi lawannya berusaha
bangkit berdiri dengan menahan luka dalam dan
pakaian robek besar di dada kiri. Kala Demit me-
ninggalkan kalangan pertempuran.
Apa yang dilakukan oleh lawan ternyata
sempat dilihat oleh Pendekar Mandau Jantan ini
sehingga ia berteriak sambil mengejar.
"Setan hina dina, tidak akan kubiarkan
kau lolos dari tanganku untuk yang kedua ka-
linya!" Si Buta Mata Kejora pun mengikuti Suro, tapi ia kalah cepat dari pemuda
itu. Ternyata Kala Demit tanpa menoleh-noleh lagi terus melarikan
diri. Ia tidak perduli dengan teriakan Suro. Tam-paknya ia memang sengaja
melarikan diri melalui
jalan berbatu yang sempit lagi sulit. Hingga ke-
mudian ia menghilang di balik gundukan batu
besar. "Heh, baru saja ia lewat sini. Mengapa tiba-tiba saja bisa menghilang
seperti setan?" batin Suro dengan kening berkerut. "Mustahil aku tidak
melihatnya jika ia lari ke lain tempat. Kala Demit, bagaimana pun manusia
bukanlah setan. Aku harus mencarinya sampai dapat!"
Suro Blondo berputar-putar mengitari se-
keliling batu. Rasanya tidak ada tempat yang da-
pat dijadikan persembunyian Kala Demit. Sekali
lagi ia berputar, lalu terlihat olehnya sebuah pun-dasi panjang seperti sebuah
makam berbatu. "Ada makam" Makam siapa" Cuma ada sa-
tu makam di sini!" kata Pendekar Blo'on.
Duk! Jduk! Duk!
"Tolong... siapapun yang ada di luar sana,
tolonglah!" rintih sebuah suara dari balik makam tersebut. Kejut pemuda ini
bukan alang kepalang.
"Siapa" Mengapa bisa sampai terkubur di
situ?" tanya Suro, lalu garuk-garuk kepala, bingung. "Seseorang telah
menguburkan aku di sini.
Tolonglah, aku sudah hampir tidak dapat berna-
fas!" sahut sebuah suara di balik makam batu.
Terdorong oleh rasa ingin menolong dan
mengingat mungkin perempuan itu telah dijeru-
muskan oleh Kala Demit ke makam batu itu. Ma-
ka Pendekar yang besar di gunung Mahameru itu
segera datang menghampiri.
Namun baru saja ia menginjak ujung ma-
kam batu, makam tersebut langsung melesat ke
dalam. Suro yang dalam keadaan berjongkok ti-
dak sempat lagi menyelamatkan diri.
"Awaaaas! Jebakan!!" teriak sebuah suara.
Namun terlambat, bayangan putih tadi bahkan
berusaha menyambar punggung Suro. Namun
sangat disayangkan daya luncuran lebih cepat la-
gi. Ketika sosok bayangan putih hendak masuk ke
dalam lubang tersebut. Maka batu menutup kem-
bali. Blaaang! "Heh...!"
Bayangan putih itu ternyata adalah seo-
rang gadis berkerudung ia menghela nafas den-
gan wajah diwarnai perasaan cemas.
"Aku baru melihatnya, nasib celaka apa
yang terjadi padanya" Bagaimana aku harus me-
nolong jika sudah begini?" Si gadis mengeluh, hatinya menjadi masgul.
"Suro...! Pendekar tolol, kemana engkau?"
kata sebuah suara. Si gadis cepat menoleh.
"Astaga!" serunya ketika ia melihat di depannya berdiri seorang kakek bermata
buta. "Aku mencium bau perempuan. Siapa
kau?" tanya Si Buta Mata Kejora.
"Kakek, apakah kau sahabatnya Pendekar
Blo'on, Suro Blondo?" tanya si gadis yang tidak lain adalah Dewi Kerudung Putih.
Untuk lebih jelasnya dalam Episode Bayang-Bayang Kematian.
"Kau mengenalnya, apakah kau juga saha-
batnya?" "Begitulah! Suro memang sahabatku, su-
dah lama aku mencarinya!" Lalu Dewi Kerudung Putih memperkenalkan diri termasuk
menyebut asal usulnya dari pantai selatan.
"Lalu sekarang kemana pemuda gendeng
itu" Aku tidak melihat dia berlari mengejar Kala Demit kesini?" jelas Si Buta
Mata Kejora. Dek! Berdebar dada si gadis. Selalu saja ia me-
rasa tidak enak bila ada orang menyebut-nyebut
Kala Demit. Dan ia sadar betul kalau Suro benar-
benar menghendaki nyawa Kala Demit karena to-
koh sesat itu telah membunuh orang tuanya di
gunung Bromo. "Aku pun baru melihatnya, barusan ia
mendekati makam batu ini. Aku tidak tahu siapa
yang hendak ditolongnya dan apa yang menarik
perhatiannya. Tiba-tiba makam batu amblas ke
bawah. Ia terperosok ke dalamnya, aku tidak
sempat menolong. Maafkan aku...!" kata Dewi Kerudung Putih.
"Ah... ah... celaka... ini adalah Liang Lahat Bakutuk. Dia telah terperangkap.
Siapa yang menjebaknya" Kaaau...!!" Si Buta Mata Kejora menggembor marah.
TUJUH Betapa berubahnya wajah Si Buta Mata Ke-
jora melihat kenyataan ini. Liang Lahat Bakutuk
entah apapun yang berada di dalamnya tetap me-
rupakan bahaya besar yang dapat mengancam
keselamatan Pendekar Blo'on. Lalu siapa gadis
ini" Jangan-jangan ia hanya mengaku-ngaku se-
bagai sahabatnya Suro Blondo, padahal dialah
yang telah menjerumuskan Suro ke dalam Liang
Lahat Bakutuk. Siapa dapat menduga isi hati
manusia" "Anak gadis orang berkerudung! Apakah
aku bisa percaya dengan penjelasanmu ini. Seta-
huku dia tadi mengejar Kala Demit, orang itu
menghilang lalu muncul engkau. Bagaimana aku
tidak curiga?" kata Si Buta Mata Kejora. Ucapan si kakek buta tentu membuat
marah Dewi Kerudung Putih.
"Orang tua, memang diantara kita baru sal-
ing kenal. Tapi antara aku dan Suro sudah lama
saling mengetahui siapa diri masing-masing. Kau
tidak perlu bercuriga padaku. Seandainya Liang
Lahat ini dapat terbuka aku pasti orang pertama
yang akan menyusul ke dalam untuk mengetahui
bagaimana keadaannya!"
Penjelasan Dewi Kerudung putih ini ru-
panya masih juga kurang bisa diterima oleh Si
Buta Mata Kejora. Ia bingung karenanya menjadi
ragu untuk dapat membedakan siapa kawan dan
siapa lawan. Si kakek kemudian bicara dengan
suara lantang. "Maafkan aku, untuk percaya pada orang
lain bagiku sangat sulit sekali, apalagi orang itu baru saja kukenal."
"Jika kau tidak mau mempercayai ucapan
manusia, siapa lagi orang yang kau percayai da-
lam hidup di dunia ini?" dengus Dewi Kerudung Putih. "Entahlah!" Si Buta Mata
Kejora gelengkan kepala ragu. Sekonyong-konyong dan di luar du-gaan tiba-tiba
saja, tinjunya menderu dan meng-
hantam wajah si gadis.
"Hait! Apa-apaan kau..."!" teriak Dewi sambil mengelakkan serangan si kakek
buta. Wuut! Serangan kilat itu lewat sejengkal di atas
kepala Dewi Kerudung Putih. Serangan pertama
luput, si kakek lepaskan tendangan kilat pula.
Angin keras menyambar, Dewi saking kesalnya
langsung menangkis dengan siku kiri.
Duuk! Dewi Kerudung Putih terhuyung ke bela-
kang, Si Buta Mata Kejora sempat tergetar tu-
buhnya. Bagian kakinya terasa linu seperti orang yang terserang penyakit
reumatik. "Lebih baik kau hentikan perkelahian gila
ini!" seru si gadis, marah bercampur cemas. Ma-
rah karena si kakek tidak dapat membedakan la-
wan dan kawan. Cemas karena ia menghawatir-
kan keselamatan Pendekar Blo'on.
"Mana bisa, sebelum aku tahu siapa kau
yang sesungguhnya!" Si Buta Mata Kejora tetap ngotot. "Orang tua gila. Otakmu
benar-benar sudah tidak dapat kau pergunakan untuk berfikir.
Atau kau memang orang sinting yang gila berke-
lahi"!" "Terserah apa pendapatmu, yang jelas aku tidak mau tahu sebelumnya
benar-benar bersih
sebagai kawan atau lawan!" sahut Si Buta Mata Kejora. "Hiiih...!"
Kakek buta sekonyong-konyong melompat,
tangannya mencengkeram wajah Dewi Kerudung
Putih. Namun si gadis melompat, lalu lepaskan
pukulan 'Badai Seribu'. Sebagaimana telah sama-
sama kita ketahui (dalam Episode Bayang-Bayang
Kematian), Dewi Kerudung Putih adalah gadis
aneh yang lebih suka tinggal di atas perahu.
Kini serangan menderu, hawa dingin men-
cucuk disertai meluncurnya sinar putih. Sebuah
pukulan yang tidak dapat dianggap enteng, na-
mun Si Buta Mata Kejora menyampok dengan
ujung lengan bajunya.
Byaar! "Uth...!"
Si Buta Mata Kejora yang semula men-
ganggap enteng serangan lawan sempat ter-
huyung. Ujung lengan bajunya robek dan seperti
ada ratusan batang jarum menusuk-nusuk da-
gingnya. Menggigil tubuh si kakek, ia kerahkan
tenaga dalam untuk mengusir hawa dingin terse-
but. Dalam hati ia memuji kesaktian yang dimiliki oleh lawannya.
"Sudah kubilang, hentikan kakek buta"
Apakah tidak terlintas dalam benakmu bagaima-
na nasib Pendekar Blo'on saat ini?" lagi-lagi Dewi Kerudung Putih berteriak
memperingatkan.
Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku belum lagi kalah! Mana aku bisa di-
ajak bicara"!" kata Si Buta Mata Kejora.
Sesabar-sabarnya Dewi Kerudung Putih,
tentu lama-kelamaan menjadi gusar juga. Ia sa-
lurkan tenaga dalam ke bagian tangannya, tangan
itu digerakkannya ke bawah, lalu ia tarik ke atas dan kemudian dihantamkannya ke
arah lawan. "Gelora Laut Selatan'!" teriak si gadis menyebut nama pukulan yang
dilepaskannya. Wuusss! "Walah, pukulan yang keji!" dengus Si Buta Mata Kejora. Laki-laki tua ini angkat
tangannya tinggi-tinggi lalu dirangkapkan di atas kepala. Begitu kedua tangan menyatu,
maka berpijarlah se-
baris sinar kuning, lalu melesat ke depan dengan kecepatan berganda. Benturan
keras tidak dapat
dihindari lagi.
Terjadi letupan, dua sosok tubuh tampak
terpental. Satu semburkan darah, sedangkan sa-
tunya lagi menggeliat di atas tanah seperti orang yang meregang ajal.
"Ha ha ha...! Keluar juga kecap dari dada-
ku, bocah" Tapi kurasa kau juga menderita luka
dalam, kepalang tanggung mengapa kita tidak
mengadu jiwa sekalian?" ejek Si Buta Mata Kejora.
"Setan alas! Tua bangka buta ini keras ke-
pala sekali!" maki Dewi Kerudung Putih. Ia terpaksa berguling-guling ketika
merasakan adanya
sambaran angin melabrak tubuhnya.
Wuut! Wuut! Buum! Buum! Pukulan yang dilepas oleh Si Buta Mata
Kejora hanya mengenai angin. Melabrak batu po-
hon di belakangnya hingga hancur berantakan.
Dewi Kerudung Putih tidak dapat membayangkan
bagaimana jika dirinya yang terkena serangan itu.
Setelah gagal untuk yang kesekian kalinya,
Si Buta Mata Kejora memang seperti tidak puas.
Tiba-tiba saja ia mencabut senjata aneh berben-
tuk bulan sabit. Senjata itu cara penggunaannya
adalah dengan dilemparkan setelah diputar-putar
lebih dulu. Dan memang itulah yang dilakukan
oleh Si Buta Mata Kejora saat ini.
Siing! Senjata aneh tersebut membelah udara,
berputarnya di udara sedemikian cepat, Dewi Ke-
rudung Putih siap mencabut senjatanya ketika
menyadari betapa berbahayanya serangan senjata
maut itu. Namun tiba-tiba saja dalam keadaan
yang menegangkan demikian, terdengar suara
ringkikan kuda yang panjang. Terlihat pula
bayangan putih berselempang putih berkelebat.
Tap! Senjata maut berbentuk aneh itu ditang-
kap oleh bayangan tadi. Si Buta Mata Kejora wa-
lau tidak melihat namun terkejut sekali melihat
kenyataan ada orang dapat menangkap senjata
mautnya selagi masih melayang dan berputar di
udara. Sementara kuda berlari cepat mendekat,
sehingga ketika tubuh bayangan putih melayang
turun, dalam sekejapan mata saja sudah berada
di atas punggung kuda putihnya. Senjata beng-
kok seperti bulan di timang-timang di atas tela-
pak tangan yang putih halus seperti sutera.
Laki-laki berambut putih, berkumis dan
berjenggot putih memandang ke arah kakek buta
dengan tatapan mata aneh. Si Buta Mata Kejora
kedip-kedipkan matanya.
"Aku tidak melihat, tapi aku dapat merasa-
kan ada orang yang datang kesini! Perkenalkan
namamu, atau engkau masih ada hubungan ter-
tentu dengan gadis itu?" tanya si kakek dingin.
"Hhm, aku Datuk Nan Gadang Paluih! Da-
tang dari jauh tanah Andalas mencari si terkutuk Ratu Leak. Kulihat bukan matamu
saja yang bu-ta, tapi hatimu juga dipenuhi angkara murka!
Gadis itu tidak bersalah, mengapa kau menye-
rangnya mati-matian dan hendak pula membu-
nuhnya?" dengus si baju putih Selempang Putih.
"Terlalu banyak penderitaan dan kesengsa-
raan membuatku marah. Terlalu banyak kutukan
membuat aku mudah curiga pada siapa saja."
"Kecurigaan yang membabi buta! Kalau
kau merasa tidak mampu menguasai amarahmu,
silahkan kau tumpahkan emosimu atasku! Aku
ingin melihat seberapa hebat ilmu-ilmu sakti
orang Sange!" tantang sang Datuk.
Si Buta Mata Kejora tidak langsung menja-
wab. Salah satu kehebatan orang dari Andalas ini tentu dibuktikan dengan
menangkap senjata miliknya ketika masih melesat di udara. Dan men-
gingat nada ucapannya yang seakan membenci
Ratu Leak. Rasanya orang ini pun punya urusan
penting dengan perempuan yang telah menjatuh-
kan kutuk itu. "Maaf, aku mempunyai dua kali kebutaan
karena tidak melihat tingginya gunung Agung di
depanku. Sebenarnya aku menghawatirkan nasib
sahabat baruku, Pendekar Blo'on. Ia terjebak di
Liang Lahat Bakutuk! Karena kulihat gadis itu berada disini, maka aku bercuriga
padanya jangan-
jangan ia mata-mata Ratu Leak...!" jelas si kakek buta. "Adanya Liang Lahat
Bakutuk bermula dari Batu Lahat Bakutuk. Sekarang ini terciptalah neraka
terkutuk karena batu batuah itu jatuh ke
tangan orang yang salah. Sebuah liang lahat,
hemm... dimanakah tempatnya?" tanya Datuk
Nan Gadang Paluih.
Dewi Kerudung Putih tanpa diminta lang-
sung menunjuk ke arah makam tanpa nisan den-
gan dasar seperti batu pelataran berwarna putih.
Si laki-laki datang mendekati.
"Liang lahat ini besarnya seribu kali dari
besarnya batu Bakutuk milikku yang dicuri Ratu
Leak! Sebuah adi kesaktian turun temurun yang
diwariskan kakek buyutku. Kini aku harus me-
rampasnya sebelum merenggut korban lebih ba-
nyak lagi." batin Datuk Nan Gadang Paluih.
"Bagaimana orang tua" Apakah kita dapat
menjebol makam batu ini?" tanya Dewi Kerudung Putih tidak sabar.
Datuk Nan Gadang Paluih gelengkan kepa-
la. "Kurasa sahabatmu sengaja dipancing oleh lawannya untuk mendekati jebakan
ini. Liang lahat
ini tidak mungkin dibuka, terkecuali dengan Batu Lahat Bakutuk pula. Tapi di
dunia ini cuma satu
Batu Lahat dan yang cuma satu-satunya itu telah
dicuri oleh Ratu Leak kurang lebih sekitar tiga
puluh lima tahun yang silam!" jelas si Datuk.
"Bagaimana nasib kawanku?" tanya si gadis semakin khawatir.
"Itu yang sulit, nasib manusia tidak seo-
rang pun yang tahu. Dengan batu itu Ratu Leak
bisa punya seribu rencana."
"Biar aku bobol Makam terkutuk celaka
ini!" dengus Si Buta Mata Kejora.
Datuk Nan Gadang Paluih sama sekali ti-
dak mencegah, ia sadar betul usaha apapun yang
dilakukan kakek keras kepala ini tidak akan
mendatangkan hasil. Sebab sepengetahuannya
pula tidak ada pukulan sakti manapun yang
mampu menghancurkan barang-barang yang ter-
cipta dari Tuah Batu Lahat Bakutuk!
Sementara itu Si Buta Mata Kejora sudah
siap melepaskan pukulan saktinya. Sebentar saja
kedua tangannya telah berubah memerah. Si Bu-
ta Mata Kejora tiba-tiba saja hantamkan kedua
tangannya ke arah liang lahat di depannya.
Terjadi guncangan yang sangat keras seka-
li, kilatan sinar merah berbalik dan nyaris menghantam pemiliknya jika saja ia
tidak cepat mem-
buang diri dan berguling-guling.
Si Buta Mata Kejora gelengkan kepala den-
gan wajah sepucat mayat. Dadanya terguncang
dan jantung berdenyut lebih keras lagi. Sayang
kakek yang keras kepala ini tidak mengenai rasa
jeri, walau pada kenyataannya batu liang lahat
selebar setengah depa dan sepanjang dua meter
tidak mengalami kerusakan walau sedikit pun.
"Aku harus mencobanya lagi!" berseru si kakek, penasaran.
"Kau tidak akan dapat merubah sesuatu
apa pun. Apa yang kau lakukan hanya akan sia-
sia saja!" Datuk Nan Gadang Paluih memperingatkan. Percuma saja peringatan itu
bagi kakek dekil ini. Ia kembali menyiapkan pukulan 'Angin
Biru'. Orang-orang di Sange tahu pasti kehebatan pukulan yang satu ini.
"Huuup...!"
Si Buta Mata Kejora tarik kedua tangannya
ke belakang. Tiba-tiba saja kedua tangannya di-
hantamkannya ke hamparan batu liang lahat di
depannya. Wuuuk! Duuumm! Wuaas! Si Buta Mata Kejora menjerit histeris, tu-
buhnya terdorong ke belakang. Mulutnya me-
nyembur darah, orang ini terkapar terhantam pu-
kulannya sendiri. Nafas Si Buta Mata Kejora me-
gap-megap, Datuk Nan Gadang Paluih datang
menghampiri. "Banyak sekali orang celaka di dunia ini
termakan tulah sendiri. Kepandaian sebesar ke-
lingking mana bisa mengungkit gajah! Dasar bo-
doh keras kepala pula...!" gerutu Sang Datuk.
"Bagaimana keadaannya, Datuk?" tanya
Dewi Kerudung Putih.
"Ini namanya mampus tidak hidup pun se-
gan. Anak dara, menjauhlah. Aku akan mengoba-
tinya!" ucap Datuk Nan Gadang Paluih tegas. Salah satu tokoh dari Andalas ini
kemudian men- gambil batu sebesar lengan.
"Hendak kau apakan dia Datuk?" Si gadis merasa khawatir kalau orang berbaju
putih berselempang putih ini malah mencelakai Si Buta Mata
Kejora. Sehingga ia pun melompat menghadang.
"Anak kuciang! Menyingkir kataku, dia su-
dah mau mampus! Kalau tidak cepat kutolong
aku khawatir darah semakin menggumpal di se-
tiap pembuluh darahnya.!" bentak sang Datuk.
Meskipun ragu-ragu Dewi Kerudung Putih ter-
paksa mematuhi perintah orang ini
Datuk Nan Gadang Paluih menelung-
kupkan badan Si Buta seenaknya sendiri. Kemu-
dian batu yang berada dalam genggamannya di-
hantamkan ke sekujur tubuh Mata Kejora. Tentu
orang ini menjerit-jerit kesakitan seperti orang yang sekarat. Namun Datuk Nan
Gadang Paluih sama sekali tidak menghiraukan jeritan kakek
buta. Ia terus memukul-mukul tubuh si kakek.
"Aaakh... celaka, kau orang gila! Mengapa
kau malah memukuli badanku, apakah kau hen-
dak membunuhku"!" teriak Si Buta Mata Kejora.
"Diam, kau orang yang hendak mampus
tahu apa" Penyakitmu kau cari sendiri. Aku lebih tahu apa yang tidak kau
ketahui!" dengus sang Datuk. "Kau mengobatiku, mengapa harus me-nyiksa seperti
ini?" jerit si kakek manakala han-taman batu di tubuhnya tidak juga berhenti.
"Mulutmu bisa diam atau nggak" Apa kau
ingin agar aku memukul mulutmu dengan batu
juga?" "Kau orang gila?" maki si kakek.
Plok! "Akh...!" Si Buta Mata Kejora menjerit. Datuk Nan Gadang Paluih rupanya menampar
pipi si kakek. Sementara itu darah mengalir di sudut-
sudut bibir si kakek. Seketika ia merasa ada pe-rubahan dalam dirinya. Ia
merasakan nafas men-
jadi longgar, tubuh terasa enteng. Diam-diam ia
merasa takjub atas apa yang dilakukan oleh Da-
tuk Nan Gadang Paluih. Rupanya saat memukuli
si kakek tadi, Datuk Nan Gadang Paluih diam-
diam mengerahkan tenaga dalam untuk meng-
hancurkan darah yang bergumpal pada setiap
pembuluh darah Si Buta Mata Kejora, hingga sa-
kit mendera yang dirasakannya hampir hilang
sama sekali. "Ohk, ternyata kau orang hebat!" puji Si Buta Mata Kejora. "Aku merasa berterima
kasih padamu!" kata si kakek.
"Mengapa kau malah memikirkan segala
terima kasih" Batuku, batuku! Batu Lahat Baku-
tuk. Aku harus memikirkan cara bagaimana agar
dapat menembus penutup liang Lahat ini"!" desis laki-laki setengah baya itu
cemas. Bukan hanya
Datuk Nan Gadang Paluih saja yang bingung,
Dewi Kerudung Putih dan Si Buta Mata Kejora ju-
ga bingung memikirkan nasib Pendekar Blo'on.
DELAPAN Suro seperti tercampak ke jurang neraka
yang panas di lamun api. Liang Lahat yang men-
jebloskan dirinya dalam perangkap maut itu sea-
kan tanpa dasar, gelap dan di sana sini terdengar suara jeritan mengerikan.
Suara-suara itu terus
terdengar menggidikkan telinga yang mendengar-
nya. Dan hal itu berlangsung terus selama tu-
buhnya melayang dan melayang. Hingga akhirnya
ia terjatuh. Jatuh di atas daging busuk terbakar.
Di sana sini terdapat bangkai-bangkai yang ber-
timbun, mayat-mayat itu semuanya sudah han-
cur. Sungguh aneh memang jika mereka ternyata
Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masih bertahan hidup. Orang-orang sengsara
yang berada di jurang liang lahat itu entah siapa dan entah datang dari mana.
Namun kelihatannya mereka mengalami berbagai-bagai penyik-
saan. Sosok-sosok setengah mayat setengah ma-
nusia ini menggapai-gapai ke arah Suro. Melihat
pemandangan yang mengerikan itu tengkuk Pen-
dekar Blo'on meremang berdiri.
Ia bergerak mundur, ruangan di dasar
liang lahat itu seakan tidak mengenal batas.
"Siapakah mereka" Apa sekarang aku su-
dah mati?" pikir Suro, bingung. Pemuda baju biru mencubit tangannya. Terasa
sakit sekali, "Jelas aku belum mati. Aku masih hidup, segar bugar
dan belum sinting!"
"Hraagk!"
"Harrk...!"
Di tengah-tengah suara jerit kesakitan itu
tiba-tiba saja terdengar erangan panjang di belakangnya. Suro cepat menoleh,
dalam kegelapan ia
melihat beberapa sosok tubuh berlidah panjang
bermata bolong mendekatinya. Bukan hanya
mendekat, ternyata mereka menyerang Pendekar
Blo'on. Suro berlari menghindar di tengah-tengah kerumunan manusia mayat yang
sedang mengalami bermacam-macam siksaan. Ternyata manu-
sia-manusia setengah mayat yang menyerangnya
tidak melakukan pengejaran. Suro sampai di ten-
gah-tengah orang yang kaki dan tangannya diran-
tai, sementara besi panas menembus mulai dubur
sampai ke bagian ubun-ubun. Begitu ngerinya
melihat penderitaan mereka. Suro sampai meme-
kik-mekik tertahan.
"Aku seperti berada di dalam neraka!
Ohk... bagaimana ini! Aku harus mencari jalan
keluar!" Suro garuk-garuk kepala, bingung. Di tengah-tengah kebingungannya
itulah sayup-sayup terdengar suara yang seakan datang dari
arah gemuruh api yang menyala-nyala di sisi ki-
rinya. "Suro Blondo Pendekar Blo'on, Hi hi hi...!
Selamat datang di tempat kami. Bukankah kau
dapat merasakan penyambutan kami yang sangat
ramah?" Seperti orang linglung Suro memandang ke arah suara. Ia tidak melihat
apa-apa terkecuali orang yang sedang disiksa.
"Ya, penyambutanmu sangat luar biasa.
Ketakutanku membuat aku ingin kencing, kenge-
rianku membuat aku ingin berak. Tempat apakah
ini?" tanya Suro keluarkan keringat dingin.
"Inilah salah satu singgasana untuk seo-
rang tamu agung sepertimu...!" sahut suara yang seakan datang dari tengah
kobaran api disertai
tawa dingin menggidikkan.
"Kau siapa?" bentak Suro, seraya menutup hidungnya. Bau busuk bangkai memang
sangat menyengat sekali. Sehingga Suro mau muntah
dan kepalanya pusing tujuh keliling.
"Aku bukan siapa-siapa?"
"Kau iblis terkutuk!" maki Suro geram.
"Tindakanmu sangat pengecut. Kau telah menje-bakku secara licik!"
"Hik hik hik...! Hari ini kulihat seorang
Pendekar Besar dalam keadaan ketakutan. Hari
ini kulihat betapa wajah seorang Pendekar beru-
bah pucat seperti mayat. Engkau akan mati pe-
lan-pelan dalam ketakutan!"
"Setan! Kau...!" Suro tidak sempat melan-jutkan kata-katanya karena dari arah
belakang ada sepasang tangan busuk meneteskan nanah
dan lendir menyergapnya. Lalu dari depan, dari
samping kiri datang beramai-ramai.
"Ekh...! Mati aku emak, setengah manusia
setengah mayat ini mencekikku. Ekh... mati
emak...!" pekik Suro. Ia pun meronta-ronta. Jepi-tan sosok-sosok busuk semakin
kuat saja. Dari
balik kobaran api terdengar suara cekikikan.
Suro marah, ia meronta, lalu hantamkan
sikunya kanan kiri. Dua orang yang memitingnya
dengan tangan terpental. Pendekar Blo'on terus
meronta-ronta. Hingga orang-orang yang menye-
rangnya berpelantingan roboh. Mereka bangkit
kembali, dan entah dari mana datangnya jumlah
mereka semakin bertambah banyak.
"Aku tidak mungkin membuang tenaga
dengan percuma. Yang aku butuhkan saat ini
adalah jalan keluar dari neraka ini!" guman Suro dalam hati. Pemuda ini segera
berlari ke ruangan lain. Setiap ada yang menghadangnya ia lepaskan
pukulan menggeledek.
Tapi langkah Suro tiba-tiba terhenti, di de-
pannya ia melihat seperti ada sungai. Sungai yang airnya tidak mengalir sama
sekali, air sungai itu
berwarna merah kekuning-kuningan!
"Orang-orang tersiksa, bunuh pemuda
yang bergelar Pendekar Mandau Jantan itu!"Kembali terdengar suara mengguntur bernada pe-
rintah. Dari segala penjuru ruangan yang gelap
namun panas itu bermunculan sosok setengah
mayat setengah manusia menyerbu ke arah Suro.
Pemuda ini tercekat.
"Naga-naganya aku bisa mati konyol jika
harus melayani mereka!" maki si pemuda.
"Bunuh! Bunuh!" terdengar suara ribut-
ribut memerintah. Lalu terdengar sahutan yang
lainnya. "Bunuh, jadikan dia teman kita dalam pe-
nyiksaan!"
Orang-orang yang menyerbu ke arah Suro
semakin bertambah banyak saja. Pemuda ini ter-
paksa lepaskan pukulan sakti secara beruntun.
Orang-orang yang mengalami berbagai macam
penyiksaan ini berpelantingan. Suro memang me-
rasa tidak punya pilihan lain lagi. Ia segera melompat ke sungai yang membelah
tengah-tengah ruangan. "Ukh...! Hoeeeek...!"
Pendekar Blo'on langsung muntah. Air
sungai itu ternyata terdiri dari campuran nanah
dan darah yang busuk. Dalamnya sampai sebatas
leher. Suro memaki-maki. Dari kobaran api ter-
dengar suara tawa cekikikan. Tokh akhirnya Pen-
dekar Blo'on dapat juga sampai ke seberang. Pe-
muda ini lalu berlari ke lain tempat. Ternyata di
seberang sungai ini pun ruangannya sangat luas
tanpa batas. Setelah berjalan ke sana kemari, ia melihat seperti ada cahaya.
"Matahari" serunya. "Ada cahaya matahari menerobos masuk ke sini. Berarti dunia
luar tidak jauh lagi dari sini. Tapi dari mana aku bisa mengetahui jalan keluar
bagiku" Tidak ada pintu
tidak ada jendela. Semua dinding berlumuran da-
rah...!" Pemuda ini lalu meneliti, tiba-tiba ia melihat di antara dinding yang
berlumuran darah itu
terdapat sebuah pintu yang terkuak lebar.
"Aneh, aku tadi tidak melihat pintu di su-
dut sana, mengapa pintu itu tiba-tiba saja ada"
Apakah aku salah melihat?" Suro garuk-garuk kepala. Pintu terkuak semakin lebar.
Dari dalamnya muncul seorang gadis dalam keadaan polos
tanpa pakaian. Yang mengejutkan Suro, gadis itu
cukup dikenalnya. Dia tidak lain adalah Dewi Bu-
lan. Dewi Bulan berjalan ke arahnya sambil ter-
senyum. Darah muda Pendekar Blo'on berdesir,
keadaan gadis ini sangat menantang sekali. Sepa-
sang payudaranya putih membusung, kedua pa-
hanya demikian mempesona. Belum pernah Suro
melihat pemandangan seperti ini dalam hidupnya.
Untuk lebih jelasnya siapa Dewi Bulan (dalam Ep-
isode Hianat Empat Datuk).
"Bulan...!" desis Suro, ia mengerjabkan matanya berulang-ulang. Dewi Bulan tiba-
tiba saja lenyap dari pandangan matanya. Di depannya ki-ni berdiri Dewi Arimbi,
keadaan gadis ini pun sa-ma seperti Dewi Bulan tadi. Untuk mengetahui
siapa Dewi Arimbi (dalam Episode Memburu Ma-
nusia Setan). Suro semakin terpana.
"Arimbi...?"" Lagi-lagi Suro menyebut orang yang pernah dikenalnya. Ia usap
matanya berulang-ulang. Sosok telanjang Dewi Arimbi tiba-tiba saja sirna.
Kemudian berganti dengan sosok lain, seorang gadis juga. Gadis misterius yang
sebagian wajahnya ditumbuhi bulu-bulu lembut. Siapa lagi
jika bukan Dewi Kerudung Putih.
"Gila, apa sesungguhnya yang sedang ter-
jadi dengan diriku?" desis Suro bingung. Ia men-jambak rambutnya. Dan tiba-tiba
terdengar suara
teriakannya yang panjang melengking.
"Haaaarkh...!"
Sosok Dewi Kerudung Putih pun lenyap.
Suro memandang lurus ke depan. Ia sempat ter-
kesiap, karena di depannya berdiri seorang gadis cantik, si betina jalang
Mustika Jajar. Gadis itu menyeringai, ia berdiri tegak dengan kedua tangan
bersilang di depan dada.
"Kkk... kau..."!" Suro keluarkan seruan kaget. "Hik hik hik...! Terkejut
Pendekar Mandau Jantan keparat" Kau tentu menyangka tanganku
sudah tidak dapat tersambung lagi bukan" Man-
dau jahanam senjatamu memang telah memutus
tanganku. Tapi seperti yang kau lihat musuh be-
sarku. Sekarang aku tidak kekurangan sesuatu
apa pun! Apa jawabmu kini setelah kau terpe-
rangkap dalam kekuatan Batu Lahat Bakutuk"
Apakah kau masih hendak memamerkan pukulan
atau jurus-jurus picisan yang kala itu sangat kau bangga-banggakan" Hik hik
hik...!" Sosok gadis yang ternyata Iblis Betina Dari Neraka, tertawa terkikik-
kikik. Hilang sudah rasa kaget di hati Su-ro. Sekarang ia malah ikut-ikutan
tertawa sambil menggaruk rambutnya berulang-ulang.
"Mustika Jajar perempuan yang penuh
keedanan. Apakah setelah kehilangan Perkasa
kau sekarang sudah mendapatkan yang lebih be-
sar lagi. Ha ha ha... kasihan juga nasib kekasih-mu yang patung itu. Sekarang
aku dapat bayang-
kan betapa kesepiannya dirimu. Lagipula di dunia ini sulit mencari laki-laki
sehebat dan sebesar
Perkasa. Aku pernah melihatnya sebelum kau
berhasil menguasainya dulu. Hebat, lho. Anu ga-
jah saja masih kalah besar!" ejek Suro
Merah padam wajah gadis itu bukan kepa-
lang. Jika menuruti kata hatinya ingin rasanya ia melabrak Pendekar Blo'on. Tapi
ia ingat pesan uwa gurunya, Ratu Leak.
"Pemuda gila! Tertawalah sepuasmu, nanti
kau akan menangis dalam penderitaan yang tidak
pernah dibayangkan oleh manusia manapun di
dunia ini...!" teriak Mustika Jajar.
Suro sama sekali tidak terpancing dengan
ucapan Iblis Betina Dari Neraka. Mulut pemuda
itu tiba-tiba termonyong-monyong. "Penderitaan yang bagaimana kau maksudkan"
Kata orang jika
sudah dalam pelukanmu bukan penderitaan yang
kudapatkan, tapi kebahagiaan berpacu dalam
nafsu. Aihk, perempuan keblinger. Sekarang aku
sedang bingung aku dan kau apakah sudah bera-
da di neraka atau sorga"!"
"Inilah nerakamu, neraka bagi seorang
pendekar konyol! Kau akan mampus, gurumu ju-
ga akan menyusulmu!" maki si gadis.
"Ha ha ha...! Ancamanmu itu sudah entah
yang keberapa kalinya kudengar. Sebelum aku
mati, maukah kau menjelaskan padaku siapa
yang melakukan pekerjaan licik ini" Dan eeh...
satu lagi, apakah kau melihat Kala Demit?" tanya Suro. "Nanti kau akan mendengar
semua penjelasan setelah di neraka" Sekarang terimalah
ajalmu!" tegas Iblis Betina Dari Neraka. Tiba-tiba terdengar suara suitan
panjang dari bibirnya yang kemerah-merahan itu. Beberapa pintu lainnya segera
terbuka. Tiga orang gadis berwajah bengis
dan sadis muncul. Mereka membawa tali penjerat
yang disimpul pada setiap bagian ujungnya.
"Tiga orang telah cukup untuk menjerat
leher, kaki tanganmu! Rasanya belum komplit ji-
ka belum kuundang Sang Pelucut Segala Ilmu Se-
gala Daya!" sinis suara Mustika Jajar.
Plok-plok-plok!
Sebelum hilang gema suara tepukan Mus-
tika Jajar. Terdengar suara bergemuruh. Lantai
rupanya tergetar keras, lalu terjadi keretakan di sana sini. Getaran disertai
ledakan-ledakan terus terjadi. Sehingga tampak sinar merah merekah
seperti bara. "Haaang...!"
Muncul sosok tubuh tinggi besar, bagian
kepalanya terdapat sebuah tanduk. Di ujung tan-
duk itu terdapat sinar berkilau-kilauan. Suro tertegak melihat semua keanehan
demi keanehan ini. Memandang ke arah sosok berkulit hitam
berwajah seperti kera Suro tutupi matanya. Entah makhluk apa yang baru keluar
dari dalam bumi
ini. Matanya besar-besar, hidungnya lebar. Se-
dangkan mulutnya meneteskan darah. Ia hanya
mendengar sebentar tadi Iblis Betina Dari Neraka menyebut enam buah kata 'Sang
Pelucut Segala Ilmu Segala Daya'. Apa yang akan dilakukan oleh
makhluk kera ini" Apapun yang terjadi Suro ha-
rus bersikap lebih hati-hati.
"Suro, kau lihatlah, makhluk ini dan gadis-
gadis bengis itu hanya tinggal menunggu perin-
tahku. Sebuah kata kuucapkan, maka nasibmu
segera berakhir sampai disini saja!" ancam Mustika Jajar.
"Sebuah ancaman tidaklah membuat nya-
liku ciut. Dan kematian bukanlah sesuatu yang
aku takuti. Kau bebas berbuat apa saja, karena
neraka ini memang mungkin daerah kekuasan-
mu! Ha ha ha...!"
"Tentu aku tidak bodoh, Suro. Kematianmu
tidak secepat itu, nanti sudah ada yang menga-
turnya. Sekarang tugas Penghela Neraka untuk
meringkusmu! Laksanakan!" perintah Mustika Jajar.
Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hem...!"
Tiga gadis berpakaian serba hitam lang-
sung berpencar mengatur posisi. Suro dengan su-
dut matanya mengitarkan perhatiannya. Tahu-
tahu secepat bayangan....
Wuuut! Tiga buah tali bersimpul menjerat Pendekar
Blo'on. Serangan mendadak ini segera dielakkan
oleh Suro. Namun tiga gadis bengis kembali me-
lontarkan tali di tangan mereka. Sementara Mus-
tika Jajar dan Sang Pelucut Segala Ilmu Segala
Daya memperhatikan semua ini dari jarak yang
tidak jauh. Set! "Aih, hampir saja...!" seru Pendekar Blo'on.
Pemuda ini terus melompat atau berkelit meng-
hindar. Tetapi serangan yang dilancarkan oleh ketiga gadis bengis ini semakin
bertambah hebat
dan ganas. Sehingga Pendekar Blo'on terpaksa
mengerahkan jurus 'Seribu Kera Putih Mengecoh
Harimau'. Inilah salah satu jurus yang sangat
dikhawatirkan oleh Mustika Jajar, karena dulu ia juga pernah merasakan kehebatan
jurus tersebut.
"Sergap!!" teriaknya memperingatkan gadis-gadis yang sedang berusaha meringkus
Suro. Apa yang diperintahkan oleh Mustika memang tidak
mudah untuk melaksanakannya. Karena beru-
lang kali tali berbentuk jerat bersimpul ini selalu mengenai bayangan Suro
Blondo. "Tebar!" Si gadis kembali memberi aba-aba.
Seketika salah seorang dari mereka langsung me-
lesat ke udara. Yang satunya lagi menyerang dari bawah, sedangkan yang lainnya
berputar-putar mengitari Suro.
Wut! Wut! Wut! Serangan beruntun yang datang dari ber-
bagai arah ini membuat Suro tercengang. Ia sege-
ra berguling-guling, sehingga jerat tali yang dari atas lolos dari samping kiri
juga lulus. Namun
yang dari arah belakangnya tidak dapat dihindari oleh pemuda ini.
Sreet! Buk! Bagaikan durian jatuh Suro terpelanting
dengan pantat menghantam lantai lebih dulu.
Pemuda ini meringis kesakitan, hatinya menyum-
pah. Kakinya yang terjerat tali disentakkan. Suro berguling-guling tangannya
cepat melepaskan tali yang mengikat kaki kiri. Sayang gerakannya kalah cepat.
Tali kembali meluncur dan kali ini
menjerat tangan kanannya.
Set! Bagaikan seekor kerbau yang hendak di-
jagal keadaan Suro Blondo saat itu. Mustika Jajar tertawa terkikik-kikik. Walau
pun begitu pendekar Mandau Jantan tetap berusaha meronta.
Wuut! Sebuah tali yang dilontarkan gadis bengis
ketiga meluncur. Namun Pendekar Blo'on sudah
menghindar. Dua orang menarikkan tali yang
menjerat kaki kiri dan tangan kanan.
Buuuk! "Wadow, setan kapiran!" maki Suro. Dalam keadaan yang serba sulit itu Suro
menyalurkan tenaga dalamnya kebagian tangan yang terbebas.
Gadis ketiga masih berusaha menjeratkan talinya
ke bagian tubuh lawan. Namun Suro licin seperti
belut. "Pentang!" Perintah Iblis Betina Dari Neraka.
Dua gadis langsung menarik tali-tali yang
telah menjerat kaki dan tangan lawannya. Suro
yang merasa diperlakukan seperti hewan mengge-
ram marah. SEMBILAN Dengan kecepatan yang sangat luar biasa
sekali Pendekar Blo'on lepaskan pukulan 'Neraka
Hari Terakhir' ke arah tiga gadis berwajah angker ini. Terdengar suara jeritan
di sana-sini. Sinar merah hitam menggebu.
Buum! Terjadi suara ledakan tiga kali berturut-
turut. Ketiga gadis itu menjerit kesakitan di saat hawa panas menghantam tubuh
mereka. Sungguh pun orang-orang ini terluka, tetapi anehnya
mereka sudah bangkit berdiri. Lebih celaka tubuh mereka semakin meninggi. Si
pemuda sempat tercengang melihat kejadian yang aneh ini. Ia sudah tidak punya
waktu lebih lama. Tubuhnya masih
dalam keadaan terikat, maka melalui tangan yang
bebas itu ia mencoba mengambil Mandau dari
warangkanya. "Jangan beri kesempatan padanya untuk
melakukannya!" teriak Mustika Jajar memberi aba-aba. "'Sang Pelucut Segala Ilmu
Segala Daya'! Lakukanlah tugasmu!"
Sosok berkulit hitam berwajah seperti mo-
nyet besar menggeram. Sinar merah yang keluar
dari ujung tanduknya langsung melesat bergu-
lung-gulung ke arah Suro. Pemuda ini gabungkan
dua pukulan, lalu hentakkan kedua tangannya ke
arah sinar merah yang datang menyerang secara
bergulung-gulung seperti angin puyuh tersebut.
Blak! "Ekh...!"
Pendekar Mandau Jantan terkesiap. Puku-
lan "Neraka Hari Terakhir' yang dilepaskannya hanya membuat sosok hitam
bertanduk merah ini
bergetar saja. Sedangkan pusaran angin sinar
merah terus melabraknya. Suro memekik terta-
han. Sedapat mungkin ia berusaha membebaskan
diri dari gulungan sinar tersebut. Tangan kanan
melepaskan pukulan. 'Matahari Rembulan Tidak
Bersinar' sedangkan tangan kiri lepaskan puku-
lan "Ratapan Pembangkit Sukma'.
Wus! Tup! Tup! "Aih, celaka...!" seru Suro. Pukulan yang dilepaskannya seakan amblas tersedot
sinar yang keluar dari tanduk makhluk berwajah monyet
tersebut. Pontang-panting pemuda ini selamatkan
diri. Pak! Pak!
Sinar merah tiba-tiba menyergap dan meli-
batnya. Suro meronta, sekujur tubuhnya tiba-tiba seperti diperas mulai dari
ujung kaki. Pemuda
konyol ini menjerit setinggi langit seluruh badannya menggeletar hebat, ia
merasa seperti ada be-
ribu tangan gaib yang meremasnya dengan keku-
atan yang semakin menggila. Remasan itu kian
lama bergerak ke arah perut, dada dan akhirnya
ke sekujur tubuh. Telinga, hidung dan mulut
Pendekar Blo'on mengucurkan darah. Suro mera-
sa pandangan matanya berkunang-kunang, tu-
buh tidak bertenaga dan pandangan mata kemu-
dian menggelap hingga akhirnya ia tidak sadar-
kan diri. Iblis Betina Dari Neraka tertawa bergelak.
Tiga gadis berwajah angker segera mementang
tangan, kaki Pendekar Blo'on ini ke empat juru-
san. "Bawa dia ke ruangan pengadilan!" ucapan Mustika Jajar ditujukan pada tiga
gadis yang dikenal sebagai 'Juru Siksa'. Orang-orang ini segera menyeret dengan
kasar lawan mereka. Mustika
Jajar lalu menoleh ke arah 'Sang Pelucut Segala
Ilmu Segala Daya'. Seraya berkata "Kau datang dari dasar Neraka Perut Bumi atas
panggilan Ba-tu Lahat Bakutuk. Kau tidak boleh kembali ke
tempat asalmu sebelum Ratu Leak memberimu
izin. Mulai sekarang tugasmu adalah merintangi
tokoh-tokoh golongan putih yang mana pun yang
coba-coba memasuki Liang Lahat Bakutuk ini.
Adakah kau mengerti?"
"Aku mengerti...!" sahut Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya sambil menggeram.
"Nah disinilah tempatmu! Jangan pergi ke
mana pun sebelum ada perintah dariku atau pe-
rintah dari Ratu Leak...!" tegas Mustika Jajar.
Sosok hitam berwajah seperti monyet besar
bertanduk merah memancarkan cahaya angguk-
kan kepala sambil menggeram pula.
Mustika Jajar tanpa menunggu lebih lama
segera meninggalkannya. Suasana pada bagian
ruangan itu berubah menjadi sunyi. Mungkin pa-
da ruangan-ruangan lain yang seperti neraka itu
penyiksaan terus berlangsung.
*** Datuk Nan Gadang Paluih duduk menekur
di atas bahu, kuda putihnya berdiri tegak tidak
jauh di sampingnya. Ia memang sedang bingung
memikirkan cara bagaimana agar dapat menem-
bus Liang Lahat Bakutuk. Rasanya jalan keluar
itu memang sulit dicari. Tapi jika ia tetap berdiam diri, keadaan akan bertambah
lebih parah lagi.
Ratu Leak bisa menjebak mereka semua. Batu
Lahat Bakutuk mempunyai kekuatan yang sung-
guh dahsyat. Dengan kekuatan yang terkandung
dalam batu tersebut. Ratu bisa berbuat apa saja
"Rajo di atas rajo. Batu Lahat Bakutuk
adalah rajanya batu-batu gaib. Siapa sangka uru-
san bisa menjadi begini rumit" Sekarang orang-
orang sakti tidak ubahnya seperti sampah. Ratu
Leak punya kuasa, tanpa Batu Lahat Bakutuk.
Seribu Ratu Leak tidak kupandang sebelah mata.
Bangsat, jauh-jauh dari Ngarai Sianok hanya ber-
pusing-pusing memikirkan nasib si batu."
"Putih Kaki Langit...!" gumannya ditujukan pada kuda di sampingnya. "Apa
pendapatmu tentang hal ini?"
Kuda alam gaib tersebut meringkik pan-
jang. Seraya, kuda itu mendekati Datuk Nan Ga-
dang Paluih. Mulutnya terbuka ke arah pinggang
sang Datuk. Lalu sesuatu disentakkan. Ikat ping-
gang Datuk Nan Gadang Paluih terlepas. Datuk
terbelalak. "Angin Pelebur Petaka"! Apa maksud-mu kau menarik angkin sakti ini"
Apakah ingin agar aku menghantam pintu Liang lahat itu den-
gan angin ini?"
"Hik! Hiiiik...!"
Si Putih Kaki Langit keluarkan ringkikan
pendek. Kepala digoyang-goyangkan ke atas dan
ke bawah. Tahulah Datuk Nan Gadang Paluih apa
yang dikehendaki oleh kuda tersebut. Laki-laki
berbaju putih berselempang putih mendekati pin-
tu Liang Lahat Bakutuk.
Sementara itu Dewi Kerudung Putih dan Si
Buta Mata Kejora berdiri tegak tidak jauh dari
Liang Lahat di mana Suro terperosok di dalam-
nya. Dua orang ini juga sama bingungnya. Keliha-
tannya sampai saat itu mereka masih belum me-
nemukan cara untuk menghancurkan pintu pe-
nutup Liang Lahat Bakutuk.
Kini perhatian Dewi Kerudung Putih tertuju
pada Datuk Nan Gadang Paluih. Tokoh dari Anda-
las ini mulai memutar-mutar, angkin Pelebur Pe-
taka. Sekejap saja angin menderu-deru. Udara
semakin memanas, wajah sang Datuk semakin
lama semakin menegang. Angkin tiba-tiba melun-
cur deras menghantam batu.
Buuuuum! Terdengar dentuman keras bukan main.
Cahaya Putih seperti kunang-kunang bertebaran
di udara. Tanah bergetar pintu Liang Lahat bergetar, sayang tidak terjadi
kehancuran di situ. Datuk Nan Gadang Paluih demi melihat semua ini
goyangkan kepala.
"Putih Kaki Langit, Angkin Pelebur Petaka
rasa-rasanya seperti tidak berguna. Benar kata-
ku, ini buktinya!" seru Datuk Nan Gadang Paluih ditujukan pada kuda gaibnya.
"Hiik!"
"Aku tidak mau melakukannya lagi, Putih!
Kita harus menunggu waktu yang baik. Kulihat
pengaruh kutuk Ratu Leak sudah mulai mele-
mah!" ujar sang Datuk.
Dewi Kerudung Putih melangkah mendeka-
ti. Kelihatannya ia ingin mengatakan sesuatu. Ba-ru saja mulutnya terbuka, tiba-
tiba saja terdengar suara pelan seseorang.
Ujung timur dan ujung barat
Manusia mana yang dapat menempuh ja-
raknya" Bumi Gusti Allah sungguh besar luasnya
Kekuasaannya meliputi segala
Rahmat dan kasih sayangNya tidak pernah
terputus Diberikan pada semua yang bersukur atau
tidak bersukur Lalu apa rasa terima kasih manusia"
Hidupnya hanya menuruti keinginan nafsu
rendah. Sombongnya, angkuhnya, melebihi pencip-
ta-nya Setiap jalan pasti ada ujungnya
Setiap persoalan pasti ada jalan keluarnya
Hidup manusia tidak kekal, pasti binasa
Bila langit menangis, bumi menjadi subur
Aku... aku, siapa aku..."
Serentak ketiga orang yang berdiri di tepi
Liang Lahat itu menoleh dan memandang ke arah
datangnya suara. Di atas batu tidak jauh dari ku-da putih. Terlihat seorang
laki-laki berbadan pendek memakai topeng-topengan berbentuk wajah
anak kecil duduk mencangkung dengan kedua
tangan menopang dagu. Orang ini tidak memakai
baju, celananya hitam. Di dadanya yang telanjang terlihat sebuah ketapel dan
kompeng (dot) anak
kecil. Pertama melihat penampilan orang mema-
Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kai topeng anak kecil ini Dewi Kerudung Putih ingin tertawa. Sebaliknya Datuk
Nan Gadang Paluih
kerutkan keningnya.
Apa yang dikatakan oleh laki-laki pendek
memakai topeng itu bukan tidak punya makna
tertentu. Lalu siapa orang di balik topeng bocah ini" Datuk Nan Gadang datang
mendekati. Si laki-laki tertawa ha ha hi hi.
"Wahai Kisanak yang bicara dalam sair!
Dapatkah kau sebutkan siapa dirimu?" tanya Datuk Nan Gadang Paluih. Yang ditanya
tertawa la- gi. Lalu tutupi wajahnya. Setelah itu ia menjawab seperti orang yang bersair.
Untuk menutup rasa malunya manusia me-
makai topeng Sadar tidak sadar manusia suka memakai
topeng Bicara manusia dengan topeng, langkah manusia juga dengan topeng
Topeng-topeng yang nakal
Penutup rasa malu dan kebusukan
Bila topeng-topeng bertanggalan"
Itu namanya kiamat
Berhadapan dengan Tuhan tidak perlu me-
makai topeng Karena Tuhan melihat langsung isi hati ma-
nusia Topeng adalah aku
Aku adalah topeng
Topeng-topeng adalah bagian hidup manu-
sia Aku topeng Topeng itu aku!
Berubah wajah Datuk Nan Gadang Paluih
seketika mendengar kata-kata yang diucapkan
oleh laki-laki pendek bertopeng bocah. Ia seka-
rang sudah berumur hampir lima puluh atau
enam puluh tahun. Dulu gurunya ketika masih
kecil pernah bercerita ada seorang tokoh aneh berumur sekitar seratus lima puluh
tahun. Jadi jika benar orang ini adalah Manusia Topeng alias Setan Topeng.
Berarti umurnya sekarang hampir
dua ratus tahun.
"Engkaukah yang bergelar Manusia To-
peng?" tanya Datuk Nan Gadang Paluih. Yang ditanya kembali tertawa ha ha hi hi.
Tidak di langit tidak di bumi itu tempat ting-galku! Jika mau tahu siapa aku,
kenalilah diri sendiri Langit luas bumi luas
Di perut bumi petaka menanti
Topeng aku Aku topeng! Jawaban ini sudah cukup jelas bagi Datuk
Nan Gadang Paluih siapa adanya laki-laki pendek
bertopeng bocah ini. Dulu ia mendengar Manusia
Topeng memiliki kepandaian tinggi, walau pun
wataknya sulit ditebak. Untuk itulah Datuk Nan
Gadang Paluih langsung menjura hormat.
"Aku manusia rendah tidak berguna men-
gucapkan salam selamat datang padamu!" ucapnya dengan sedikit membungkukkan
tubuhnya. Sebaliknya Dewi Kerudung Putih tentu merasa
terheran-heran melihat tingkah sang Datuk yang
seakan terlalu berlebihan terhadap orang yang belum mereka kenal sama sekali.
Dewi tentu tidak
mau bersikap merendah seperti itu. Ia tetap tegak di tempatnya memandangi Datuk
Nan Gadang Paluih dan laki-laki pendek memakai topeng bocah
silih berganti.
Kebanyakan orang bijak bersikap dan ber-
tingkah laku seperti orang bodoh!
Sedikit ilmu sombong selangit!
Hi hi hi Ha ha ha! Pusing pusing memikirkan Liang Lahat
mengapa tidak dikencingi saja?"
Datuk Nan Gadang Paluih, Dewi Kerudung Putih maupun Si Buta Mata Kejora yang
sejak ta-di hanya diam saja ternganga. Manusia Topeng ini bicara asal keluar
saja. Apa mungkin ucapannya
dapat dipercaya" Inilah yang dipikirkan oleh Datuk Nan Gadang Paluih.
Lagipula kalau benar siapa sanggup mela-
kukannya" Di situ ada Dewi, mau ditaruh dimana
rasa malu ini" Karena melihat ketiga orang ini tidak juga bergerak. Manusia
Topeng melompat
mendekati Liang Lahat.
SEPULUH Ia menghadap ke arah Dewi Kerudung Pu-
tih, lalu seenaknya saja tarik celana hitamnya
hingga sebatas lutut.
Seeerrr! Dewi Kerudung Putih memekik kaget. wa-
jahnya merah karena malu dan ia cepat menying-
kir ke tempat aman. Manusia Topeng tertawa ha
ha hi hi. Datuk Nan Gadang Paluih juga pentang
matanya, bukan karena ngeri atau ngiler melihat
anunya Setan Topeng, yang membuatnya terpe-
ranjat justru, pintu batu Liang Lahat yang terke-na kencing Manusia Topeng
tampak mengepulkan
asap putih menebar bau pesing dan bau telur bu-
suk. Asap putih semakin lama semakin meneb-
al, meliuk-liuk di udara untuk akhirnya lenyap.
Penutup batu liang lahat hancur menjadi
debu. Setelah itu diteliti oleh Dewi Kerudung Putih, ternyata hanya bagian atas
saja yang hancur.
Batu penutup liang lahat setebal setengah
hasta tidak hancur seluruhnya.
Manusia Topeng terdiam, ia mendongak ke
langit. Setelah itu memperhatikan orang-orang di sekelilingnya satu demi satu.
Kencing memang sudah kukencingi.
Mempan tidak mempan!
Tapi kurasa ada cara ada jalan
Ketapelku... Senjata sakti Pembelah Bumi
Ingin kulihat! Ingin kulihat!
Manusia Topeng lepas ketapelnya yang
tanpa karet itu, terkecuali terikat tali berwarna hitam. Datuk Nan Gadang Paluih
kerutkan keningnya. Si Buta Mata Kejora coba pertegas pen-
dengaran. "Aku dengar ada suara mendengung!" bi-
siknya ditujukan pada Dewi Kerudung Putih. Wa-
lau cemberut gadis itu tetap menjawab juga. "Ya, Manusia, Topeng keluarkan
ketapel butut. Aku
tidak tahu apa saja yang akan dilakukan oleh
orang-orang gila disini!"
"Jangan sembarangan kau bicara! Dia bu-
kan manusia biasa seperti kita..,.!" ujar Si Buta Mata Kejora. Sekonyong-konyong
terdengar suara
Manusia Topeng.
Yang megah belum tentu kokoh
Yang butut belum tentu rapuh
Wajah Dewi merah padam mendengar sin-
diran Manusia Topeng. Laki-laki Pendek memakai
topeng bocah ini tiba-tiba acungkan ketapel ca-
bang dua di tangannya tinggi-tinggi. Cabang ke-
tapel lalu dihantamkannya ke arah batu liang la-
hat. Tum! Tum! Tum!
Tiga tempat dihantam, tiga lubang besar
tercipta. Dari dalam liang lahat yang bolong men-guap bau busuk menyengat.
Manusia Topeng ter-
tegak, wajah di balik topeng pucat pasi. Akibat
pengerahan tenaga sakti tadi serta pengaruh si-
nar yang membalik membuat dada Manusia To-
peng sakit mendenyut dan sesak luar biasa.
Laki-laki bertopeng bocah ini usap-usap
dadanya beberapa kali. Si Buta Mata Kejora se-
perti tidak sabar dan ingin cepat-cepat masuk ke dalam lubang di depannya.
"Jangan ada yang turun!" berteriak Datuk Nan Gadang Paluih memberi peringatan.
"Aku pemilik Batu Lahat Bakutuk, kira-kiranya apa
yang terjadi di bawah sana aku sudah dapat me-
nerka!" Lalu Sang Datuk mengambil Angkin Pelebur Petaka yang saat itu telah
dijadikan ikat kepalanya. Angkin warna Putih dilecutkan ke udara.
Sreset! Angkin tersebut mendadak saja berubah
panjang dengan lebar lebih kurang setengah tom-
bak. "Di bawah sana setelah mencium bau busuk ini pasti telah diciptakan neraka
jadi-jadian. Aku yakin Suro tercebur ke bawah sana. Kita ha-
rus membuat jembatan terselamat dengan meng-
gunakan Angkin Pelebur Petaka! Kepada Manusia
Topeng harap hancurkan sisa-sisa batu penutup
Liang Lahat Bakutuk ini!" pinta Datuk Nan Gadang Paluih.
Manusia Topeng tertawa ha ha hi hi. Ia
menggigit-gigit kompengnya, sedangkan wajahnya
tetap tertutup rapat. Orang ini tiba-tiba melompat mundur. Tangan diputar-putar
di atas kepala, bibirnya mendesis seperti orang yang meniup air
panas. "Heaa! Jebol... bol... bol...!"
Dihantamnya sisa-sisa penutup batu lahat
tersebut. Sisa batu bercampur tanah muncrat di
udara. Terlihat sebuah lubang besar menganga
berbentuk empat persegi panjang.
Bau busuk semakin bertambah menyengat.
Datuk Nan Gadang Paluih setelah melihat lubang
yang menguak lebar di depannya langsung ki-
baskan angkinnya ke dalam lubang tersebut.
Sret! Maka terbentang sebuah jembatan angkin
yang cukup lebar. Jembatan angkin itu oleh Da-
tuk diperkirakan melewati sungai penyelamatan,
yaitu sungai nanah bercampur darah.
"Aku mencium bau api yang membakar!
Apakah angkinmu tidak terbakar wahai anak lima
setengah hari! Hi hi hi...!" Ucapan Manusia Topeng ditujukan pada Datuk Nan
Gadang Paluih. "Api neraka jejadian tidak mungkin dapat
menghanguskan angkin Pelebur Petaka! Siapa
yang ingin berangkat duluan cepat lalui jembatan angkin ini!" perintah Datuk Nan
Gadang. "Ha ha ha...! Siapa mau berangkat ke nera-
ka duluan, silakan!" Manusia Topeng menimpali.
"Aku sendiri meskipun ingin melihat Ratu Leak yang konon cantik luar biasa tidak
mau lewat jembatan di atas neraka. Aku ingin mencari jalan
lain yang lebih selamat!" kata laki-laki berbadan pendek ini. Selesai bicara
tubuhnya mendadak
saja raib dari pandangan mata. Ketiga orang yang berada di pinggir-pinggir liang
lahat terkejut sekali, terlebih-lebih Dewi Kerudung Putih yang sejak tadi
meremehkan orang aneh setengah gila itu.
"Biar aku yang menyeberangi jembatan
angkin ini. Aku percaya dengan kebenaran Datuk
Nan Gadang Paluih. Aku sudah tuaan, kalau
langkahku sampai meleset dan tercebur ke nera-
ka ciptaan Ratu Leak aku tidak menyesal. Ha ha
ha...!" Dan Si Buta Mata Kejora ini pun naik ke atas jembatan angkin. Tubuhnya
dalam waktu singkat melesat ke dalam liang lahat Bakutuk.
Kini tinggal giliran Dewi Kerudung Putih,
gadis ini kelihatan ragu-ragu untuk mengikuti
apa yang dilakukan oleh Si Buta Mata Kejora
"Kau tunggu apa lagi, anak dara" Jemba-
tan angkin itu tidak dapat kupertahankan lebih
lama!" datuk Nan Gadang Paluih memperin-
gatkan. "Baiklah, terlanjur aku datang dari jauh.
Ratu Leak harus kita ringkus! Walaupun ia punya
kesakitan sebanyak buih di lautan!" Dan gadis ini kemudian naik ke jembatan
angkin. Tubuhnya
dalam waktu singkat telah meluncur ke dalam
Liang Lahat tersebut.
Sayup-sayup ia mendengar jerit orang-
orang kesaktian. Udara sontak menjadi panas
luar biasa. Seolah-olah ia sedang menuju ke da-
lam tungku pembakaran.
Datuk Nan Gadang Paluih menoleh ke arah
kuda putihnya. Kuda alam gaib itu meringkik
panjang seakan memberi persetujuan.
"Putih Kaki Langit! Bersiagalah kau di sini, nanti jika aku memerlukan bantuanmu
aku akan memanggilmu!" pesan sang Datuk.
Kuda meringkik lagi, Datuk Nan Gadang
Paluih segera melangkah ke atas jembatan ang-
kin. Sekejap saja tubuhnya telah lenyap dari pandangan mata.
*** Kedua kaki dan kedua tangan Suro dipen-
tang, simpul-simpul tali yang mengikatnya begitu kuat. Bagian ujung tali
tergantung begitu saja
seakan ada kekuatan gaib yang menahannya. Di
bawah sosok Suro yang tidak sadarkan diri, seja-
rak dua tombak api tampak menyala-nyala. Baju
pemuda itu sebagian telah meleleh terjilat api.
Namun masih belum ada tanda-tanda bahwa pe-
muda ini akan segera sadar.
Tiga gadis bengis yang dikenal dengan ju-
lukan Sang Jurus Siksa terus mengawasi. Ek-
spresi mereka sama sekali tidak menunjukkan
rasa belas kasihan.
Tidak lama terdengar suara langkah-
langkah kaki mendekat ke arah mana Sosok Pen-
dekar Blo'on tergantung. Yang datang ternyata
Mustika Jajar alias Iblis Betina Dari Neraka.
"Bagaimana keadaannya?" bertanya gadis
cantik berpakaian merangsang itu ditujukan pada
salah seorang gadis yang berada di sebelahnya.
"Ia pingsan berat, mungkin juga hampir
mampus!" sahut gadis bengis itu ringan.
"Murid keponakanku! Kematiannya ada di
tanganku. Kau tidak usah mencemaskannya.
Pendekar edan ini dapat kita jadikan apa saja se-suai dengan kehendakku. Melalui
tangannya kita tidak usah bersusah payah mencari dan membu-
nuh kedua gurunya. Nanti aku akan menjadikan-
Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nya sebagai alat pembunuh yang baik! Seluruh
rimba persilatan akan menjadi gempar dengan pe-
ristiwa yang bakal terjadi. Seorang Pendekar be-
sar membunuh gurunya sendiri apakah ini bukan
peristiwa yang menghebohkan" Hik hik hik! Tapi
yang lebih penting dari semua itu wahai murid
keponakanku. Sekarang kita mulai kedatangan
tamu. Tamu agung yang kematiannya juga sudah
ditentukan disini! Biar mereka kesasar dan jalan-jalan ke neraka dulu! Kalian
sebagai anggota tuan rumah wajib menyambut kedatangan mereka!"
kata suara tanpa rupa yang tidak lain adalah Ra-
tu Leak. Sang Juru Siksa dengan diikuti oleh Iblis
Betina Dari Neraka kemudian segera menuju ke
pintu utama. Sedangkan sosok Suro yang terikat
tali dan dalam keadaan mengambang di udara
kemudian kelihatan bergerak mengambang. Sea-
kan ada kekuatan yang tidak terlihat telah me-
mindahkannya. Bagaimana nasib Pendekar Blo'on
yang dalam keadaan pingsan dan kehilangan
hampir seluruh kekuatannya itu" Seperti apakah
rupa Batu Lahat Bakutuk dan sedasyat apa ke-
kuatan yang terkandung di dalamnya" Mampu-
kah Datuk Nan Gadang Paluih merampas benda
sakti miliknya itu" Atau ia malah menjumpai ke-
binasaan setelah berada di dalam Liang Lahat
Bakutuk" Bagaimana pula dengan pemimpin ne-
geri, Wayan Tandira" Nantikan kelanjutannya!!
TAMAT SEGERA TERBIT!!!
NAGARI BATAS AJAL
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Pohon Kramat 11 Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Pedang Hati Suci 7
menghantam bagian
dada dan perut lawan. Ia melihat sinar hitam
memancar dari akar-akaran aneh yang membelit
tubuh Wayan. Ini merupakan sebuah kenyataan
yang sangat aneh. Seakan akar-akaran itu men-
gandung sebuah kekuatan tersembunyi. Hal ini
yang membuat Suro tertegun cukup lama, sikap-
nya yang lengah ini segera dimanfaatkan oleh la-
wan untuk menyerangnya dengan pukulan
'Cambuk Neraka'.
"Cambuk Neraka'! Awas...!!" Si Buta Mata Kejora kembali berteriak memberi
peringatan. Wuuk! Glaar! "Akh...!"
Pendekar Mandau Jantan menjerit terta-
han, tubuhnya terpelanting dan terus terguling-
guling. Ada darah yang menetes di sudut-sudut
bibirnya. Wayan Tandira terkekeh senang, Si Buta Mata Kejora jadi prihatin,
walaupun matanya tidak dapat melihat apa yang sedang terjadi, tapi
perasaannya mengatakan bahwa Pendekar yang
terlahir di gunung Bromo dan besar di gunung
Mahameru tersebut sedang terancam bahaya be-
sar. Ia sebenarnya ingin membantu, tapi merasa
serba salah, sebab orang yang dihadapi oleh mu-
rid Penghulu Siluman Kera Putih dan Murid Ma-
laikat Berambut Api ini adalah ketua negeri
Sange. "Hentikanlah perkelahian!" seru Si Buta Mata Kejora.
"Kepala adat, jangan kau coba mencegahku
atau kau bersedia menemani pemuda ini ke nera-
ka"!" dengus Wayan Tandira tidak senang.
"Dewi Dewata, dia bukan mata-mata dan
bukan pula kaki tangan Ratu Leak. Hentikanlah,
kumohon!" "Mohonlah pada setan dan orang-orang
yang mati gentayangan akibat ulah manusia ja-
lang itu. Hiyaa...!" teriak Wayan Tandira berapi-api. Tanpa bicara apa-apa lagi
tubuhnya tiba-tiba saja melesat ke arah Suro. Pemuda konyol yang
sudah dilanda kejengkelan ini sama sekali tidak
berusaha menghindar. Malah ia pergunakan ju-
rus 'Serigala Melolong Kera Sakti Kibaskan Ekor'.
Dan tangannya di silangkan, sebelah kaki diang-
kat dan ditekuk.
Splak! Dukk! Duukk! "Heh...!"
Wayan terdorong mundur lalu jatuh terdu-
duk. Sebaliknya Suro menjerit kesakitan. Bukan
akibat benturan tenaga dalam, melainkan karena
kedua tangannya yang sempat bersentuhan den-
gan akar-akaran seperti tersengat puluhan ekor
ular berbisa. Sungguh pun begitu ia segera berdiri kem-
bali. Memandang ke depan, dilihatnya Wayan
Tandira dalam keadaan berlutut sambil meme-
gangi wajahnya. Laki-laki itu menangis terisak-
isak, entah apa yang membuatnya begitu.
"Kau tadi mau membunuhku, mengapa se-
karang malah menangis" Apakah kau rindu pada
anak isterimu, pemimpin negeri?"
"Huk huk huk! Entah mengapa aku sea-
kan-akan melihat dewata marah padaku bila aku
menyerangmu tadi. Kurasa ucapan Ketua adat
benar, kau bukan musuh sebagaimana yang ku-
duga!" kata Wayan Tandira terisak-isak.
"Huk huk huk! Aku juga senang jika kau
mau sadar" Suro meniru tangisan Wayan Tandira.
"Lalu sekarang apa yang hendak kau perbuat"
Apakah bertarung denganku lagi sampai salah
seorang diantara kita ada yang mampus. Manusia
bodoh itu namanya, aku sendiri jelek-jelek begini masih punya banyak
pertimbangan!"
"Aku tidak ingin bertarung denganmu, cu-
kup!" sahut Wayan di sela-sela isak tangisnya.
"Lalu apakah kau juga berniat mencari Ra-
tu Leak?" tanya Suro.
"Hem...!" Wayan Tandira menggeram. "Perempuan itu harus kubunuh! Tiga puluh
tahun aku dipendamnya hidup-hidup. Kau lihat, tubuh-
ku yang terbalut akar ini. Aku telah berusaha
memotongnya tapi tidak bisa. Semua ini gara-gara Ratu Leak keparat itu!
Sudahlah, tinggalkan aku
disini, aku tidak ingin ada orang yang melihatku, aku malu. Huk huk huk...!"
"Pemimpin negeri, bukankah lebih baik jika
kita bersama-sama pergi ke Batu Lahat Bakutuk!"
Si Buta Mata Kejora ikut bicara. Namun orang
yang diajaknya bicara gelengkan kepala.
"Pergilah kalian kesana lebih awal. Mung-
kin nanti aku akan menyusul!" sahut Wayan Tandira. Laki-laki berambut gondrong
yang sekujur tubuhnya diselimuti akar ini langsung melangkah
pergi. Suro hanya garuk-garuk kepala, ia menarik tangan Si Buta Mata Kejora
untuk segera meninggalkan tempat itu.
ENAM "Inikah tempatnya, kakek buta" Aku men-
cium bau maut di sini. Aku juga mengendus bau
kelicikan!" Berkata pemuda baju biru. Ia mengedarkan pandangan matanya ke
sekeliling tempat
itu. Banyak juga pohon-pohon di sekitar bukit-
bukit itu, akan tetapi pohon-pohon tersebut men-
jadi batu akibat kutukan Ratu Leak. Tengkuk Su-
ro meremang berdiri, ia menoleh ke arah kakek
buta yang berdiri tidak jauh di sebelahnya. Ter-
nyata kelihatannya kakek ini merasa jerih. "Ada lagikah tempat yang lebih
mengerikan dari tempat ini?" "Hemm, ada. Bukit Kembar Tiga Terlaknat!
Di sanalah Wayan Tandira dan anak buahnya di-
benam. Aku heran jika kemudian ia muncul den-
gan tubuh dipenuhi akar-akaran." sahut Si Buta Mata Kejora.
"Kurasa disana banyak pohon!"
"Tidak satu pun!"
"Lalu akar-akaran sakti itu apakan mung-
kin datang dari perut bumi" Terlalu banyak keja-
dian-kejadian ganjil disini" gumam Suro sambil garuk-garuk kepala. "Tempat ini
sunyi, seakan tidak berpenghuni. Apa tujuanmu membawa aku
ke sini?" tanya Suro Blondo, perasaannya mulai tidak enak.
"Karena di daerah ini Ratu Leak kudengar
bersembunyi."
Pendekar Blo'on kelihatannya seperti tidak
puas mendengar jawaban si kakek.
"Aku terkadang merasa heran melihat di-
rimu, matamu buta tapi kau tau semua tempat
yang kau lalui. Aku terkadang merasa tidak yakin kalau kau benar-benar buta"!"
kata si pemuda sambil tersenyum mencibir.
"Mengapa keadaanku yang kau persoalkan.
Waspadalah wahai Pendekar Tolol! Aku mencium
adanya bahaya di sekitar kita!!" Si Buta Mata Kejora memperingatkan.
Suro cepat meneliti keadaan di sekeliling
mereka. Pemuda ini memang tidak melihat sesu-
atu, tapi aneh. Sekujur tubuhnya bertambah me-
rinding. Dalam pada itu sekonyong-konyong ter-
dengar suara ringkik kuda di kejauhan.
"Ada orang datang ke sini, kakek. Tahukah
kau siapa orangnya?" tanya Pendekar Mandau
Jantan, seraya memandang ke arah datangnya
suara. Belum sempat Si Buta Mata Kejora menga-
takan sesuatu, tiba-tiba saja ada sesuatu yang
seperti melompati kepala mereka.
"Hieehhh...!"
"Heh...!" Suro pentang matanya lebar-lebar, seakan ia tidak percaya dengan
pandangan matanya sendiri. "Kala Demit" Bagaimana ia bisa hadir di sini" Mengapa
tangannya masih utuh"
Padahal aku pernah membuatnya buntung!" batin si pemuda. Untuk lebih jelasnya
bentrok antara Kala Demit dan Pendekar Blo'on dalam episode
terdahulu. "Terkejut bocah ajaib?" Kala Demit tersenyum mencibir.
"Kau" Bagaimana kau dapat menyambung
tanganmu?" tanya Suro.
Kala Demit tertawa ngakak, angin bertiup
sepoi-sepoi. Suro mencium bau sesuatu yang
sangat khas, bau harum khas perempuan. Seba-
gaimana seperti yang didapatinya di perahu batu
pinggir pantai.
"Bukan sesuatu yang sulit, Pendekar
Blo'on!" Kala Demit mendengus sengit. "Sekarang perhitungan itu harus dimulai,
Pendekar Blo'on.
Tahukah kau bahwa orang yang paling kubenci di
kolong langit ini tidak lain adalah kunyuk ber-
tampang tolol sepertimu?"
Saking geramnya Suro garuk-garuk kepala
sampai berulang-ulang. Ia teringat kira-kira ba-
gaimana kematian orang tuanya ketika terjadi ke-
kacauan di gunung Bromo dulu.
"Kala Demit manusia iblis! Apakah tidak
salah yang kudengar" Seharusnya akulah yang
menuntutmu. Karena kau dan Sepasang Iblis Pe-
gat Nyawa telah membunuh kedua orang tuaku.
Mengapa sekarang jadi tebolak, eeh... terbalik.
Aku yang sudah, gila apa kau yang sudah sint-
ing?" maki Suro.
"Siapa manusia yang kau ajak bicara, Pen-
dekar tolol?" Tiba-tiba saja Si Buta Mata Kejora bertanya.
"Dia bukan manusia, tapi iblis yang me-
nyaru sebagai manusia!" sahut Pendekar Blo'on sengit. "Kurasa dia punya hubungan
tertentu dengan Ratu Leak, Suro. Kalau kita dapat mering-
kusnya hidup-hidup. Kita bisa mengorek keteran-
gan dari mulutnya!" Si kakek mengisiki.
"Bagaimana kalian dapat mengorek kete-
rangan dariku, jika jiwa kalian lebih dulu kukorek dan segera kukirim ke
neraka?" "Huh, aku ingin melihat untuk yang kedua
kalinya apakah kau dapat membuktikan mulut
besarmu itu" Kuragukan jangan-jangan cuma
mulutmu saja yang pintar bicara, atau kau men-
gagulkan Ratu Leak itu, eh..."!" ejek Suro begitu mencemo'oh.
"Bangsat! Hiaaa...!"
Dengan masih menunggang kuda hitamnya
yang kurus kering itu. Kala Demit hantamkan ke-
dua tangannya kanan kiri secara berturut-turut.
Sinar putih, kuning dan merah bertebaran di
udara bagaikan kunang-kunang. Si Buta Mata
Kejora langsung tutup hidungnya begitu merasa-
kan nafasnya menjadi sesak. Suro menghindar ke
samping dan diam-diam sempat terkejut juga ke-
tika menyadari bahwa Kala Demit tidak memper-
gunakan pukulan sebagaimana pernah dipergu-
nakan dulu ketika berhadapan dengannya.
Pemuda ini tidak dapat berdiam lebih lama.
Lalu secara cepat ia kibaskan kedua tangannya
siap lepaskan pukulan 'Ratapan Pembangkit
Sukma'. Kala Demit palsu yang pernah mati-
matian bertarung dengan pemuda ini saat terjadi
ledakan pertama lepaskan pukulan susulan den-
gan kekuatan berlipat ganda.
Serangan seperti ini benar-benar tidak per-
nah diduga oleh Suro Blondo. Akibatnya sungguh
buruk sekali bagi Suro, tubuhnya yang terhantam
pukulan 'Neraka Perut Bumi' kontan terpelanting.
Lebih celaka lagi punggungnya terhempas batu.
Braak! Batu hancur berantakan, Suro menggeliat
dan berusaha bangkit berdiri. Kala Demit acung-
kan jari telunjuknya siap lepaskan serangan
'Tusukan Jari Penghantar Maut'. Dua baris sinar
melesat dari ujung jemari tangan Kala Demit, da-
lam waktu bersamaan Si Buta Mata Kejora yang
rupanya merasa khawatir lepaskan pukulan pula.
Sinar biru memotong di pertengahan jalan. Hing-
ga kembali terdengar suara ledakan dan serangan
Kala Demit jadi melenceng
Si Buta Mata Kejora sempat tergontai-
gontai, melihat hal ini Suro jadi tertawa-tawa. Ia sendiri tidak suka bertarung
secara keroyokan
seperti itu. "Kakek buta! Aku belum mampus, kelenger
pun belum. Tidak usah main kroyok. Nanti apa
kata orang-orang rimba persilatan melihat keja-
dian ini?" dengus Suro.
"Tidak perduli apa kata setan-setan rimba
persilatan!" sahut Si Buta Mata Kejora, tidak kalah sengitnya. "Tiga puluh tahun
rakyat negeri Sange menderita kutukan, mereka terjemur panas, tersiram hujan
tanpa mampu bergeser dari
penderitaan. Siapa yang memperdulikan mereka"
Siapa yang mau mengerti nasib mereka, hayo sia-
pa"!" "Tentu saja kita sendiri. Sudahlah minggir dulu, nanti jika kau melihat
aku sudah terkapar
dan tidak ada nafasnya. Kau boleh sesuka hatimu
melabrak Kala Demit!"
"Huh, orang-orang golongan putih menga-
ku orang paling bersih dan yang paling jujur. Kenyataannya kalian tidak ubahnya
seperti kecoa- kecoa pengecut yang cuma pandai main keroyok!"
teriak Kala Demit yang merasa berada di atas an-
gin. Suro Blondo sama sekali tidak menanggapi.
Ia menggenjot tubuhnya, gerakan kilat yang disertai salto ini cepat bukan main.
Tahu-tahu tin- junya sudah menghantam kaki kuda Kala Demit.
Praak! Kuda meringkik keras, tulang kaki bela-
kangnya hancur. Kala Demit melihat kejadian ini
Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terpaksa lepaskan tendangan, Suro lebih cepat
lagi melompat ke belakang. Serangan tidak men-
genai sasaran, Kala Demit langsung melompat da-
ri punggung kuda sebelum binatang tunggangan
itu tersungkur ke tanah.
Kini mereka saling serang dengan jarak
yang begitu rapat. Sekonyong-konyong Kala Demit
merubah jurus-jurus serangannya. Ia sempat
berputar dua kali, lalu sambil membentak keras
sikunya menghantam dada Suro. Sayang si ko-
nyol sudah berkelit, dadanya di miring-miringkan ke depan sedangkan kepala
condong ke belakang.
Gerakan-gerakan seperti monyet ini dikenal den-
gan nama 'Seribu Kera Putih Mengecoh Harimau'.
Wuuut! "Haes...!"
Si pemuda sentakkan dadanya ke bela-
kang, sejurus kemudian kaki Kala Demit telah
menyodok ulu hatinya.
Des! Des! Tubuh pemuda ini sempat terpelintir, na-
mun betapa cerdiknya pemuda bertampang keto-
lol-tololan ini. Ia berputar setengah lingkaran sebelum punggungnya jatuh ke
tanah belakang tu-
mitnya menghantam pinggang lawan pula.
Buuk! "Huugkh!"
"Bangsat! Ternyata kau masih dapat juga
cari selamat! Heaa...!" Kala Demit katupkan bibirnya rapat-rapat. Tiba-tiba saja
ia memutar-mutar kedua tangannya di atas kepala. Tubuhnya meliuk sedemikian
rupa, dua kali ia jungkir balik.
Dan.... Wuut! Hantaman yang mengarah rusuk kiri lu-
put. Suro membalas dengan melepaskan tendan-
gan pula. Wuss! Ternyata serangan balasan yang dilaku-
kannya juga tidak mengenai sasaran. Suro sem-
pat tertegun sambil leletkan lidah. Ia merasa ada sesuatu yang aneh pada
lawannya. Gerakan
orang ini mirip dengan gerakan perempuan. Apa-
kah Kala Demit mempelajari ilmu-ilmu baru yang
membuat sifat dan tingkah lakunya seperti seo-
rang wanita"
Tidak ada waktu lagi bagi Suro Blondo un-
tuk berpikir lebih jauh. Kala Demit lepaskan pu-
kulan 'Pemusnah Raga Penebus Jiwa'. Kala Demit
membalikkan punggung tangannya, dari bagian
punggung tangan itu tiba-tiba saja menderu segu-
lung angin topan disertai hawa panas bukan
main. Si Buta Mata Kejora terpaksa melompat
dan menyingkir. Udara di sekeliling tempat itu terasa panas bukan alang
kepalang. "Manusia setan ini benar-benar ingin me-
rampas nyawaku! Apa boleh buat, hmm...!" Suro mengadu kedua telapak tangannya.
Lagi tangan kiri kanan diangkatnya sejajar dengan wajah. Se-
telah itu secepat kilat didorongkannya ke depan.
Zzzzzzzt! Sontak terdengar suara jeritan di mana-
mana. Sinar merah hitam menderu, suasana pa-
nas semakin bertambah panas berganda. Deru
kedua pukulan tersebut sudah tidak dapat diben-
dung-bendung. Kemudian terjadilah ledakan yang
sangat keras sekali.
Bluaar! "Akh...!"
Kala Demit sempat tergontai-gontai, bibir-
nya meneteskan darah. Ada bagian wajahnya
yang sempat terobek. Ia tidak ingin hal ini dilihat oleh lawannya. Itulah
sebabnya selagi debu panas masih menutupi udara. Selagi lawannya berusaha
bangkit berdiri dengan menahan luka dalam dan
pakaian robek besar di dada kiri. Kala Demit me-
ninggalkan kalangan pertempuran.
Apa yang dilakukan oleh lawan ternyata
sempat dilihat oleh Pendekar Mandau Jantan ini
sehingga ia berteriak sambil mengejar.
"Setan hina dina, tidak akan kubiarkan
kau lolos dari tanganku untuk yang kedua ka-
linya!" Si Buta Mata Kejora pun mengikuti Suro, tapi ia kalah cepat dari pemuda
itu. Ternyata Kala Demit tanpa menoleh-noleh lagi terus melarikan
diri. Ia tidak perduli dengan teriakan Suro. Tam-paknya ia memang sengaja
melarikan diri melalui
jalan berbatu yang sempit lagi sulit. Hingga ke-
mudian ia menghilang di balik gundukan batu
besar. "Heh, baru saja ia lewat sini. Mengapa tiba-tiba saja bisa menghilang
seperti setan?" batin Suro dengan kening berkerut. "Mustahil aku tidak
melihatnya jika ia lari ke lain tempat. Kala Demit, bagaimana pun manusia
bukanlah setan. Aku harus mencarinya sampai dapat!"
Suro Blondo berputar-putar mengitari se-
keliling batu. Rasanya tidak ada tempat yang da-
pat dijadikan persembunyian Kala Demit. Sekali
lagi ia berputar, lalu terlihat olehnya sebuah pun-dasi panjang seperti sebuah
makam berbatu. "Ada makam" Makam siapa" Cuma ada sa-
tu makam di sini!" kata Pendekar Blo'on.
Duk! Jduk! Duk!
"Tolong... siapapun yang ada di luar sana,
tolonglah!" rintih sebuah suara dari balik makam tersebut. Kejut pemuda ini
bukan alang kepalang.
"Siapa" Mengapa bisa sampai terkubur di
situ?" tanya Suro, lalu garuk-garuk kepala, bingung. "Seseorang telah
menguburkan aku di sini.
Tolonglah, aku sudah hampir tidak dapat berna-
fas!" sahut sebuah suara di balik makam batu.
Terdorong oleh rasa ingin menolong dan
mengingat mungkin perempuan itu telah dijeru-
muskan oleh Kala Demit ke makam batu itu. Ma-
ka Pendekar yang besar di gunung Mahameru itu
segera datang menghampiri.
Namun baru saja ia menginjak ujung ma-
kam batu, makam tersebut langsung melesat ke
dalam. Suro yang dalam keadaan berjongkok ti-
dak sempat lagi menyelamatkan diri.
"Awaaaas! Jebakan!!" teriak sebuah suara.
Namun terlambat, bayangan putih tadi bahkan
berusaha menyambar punggung Suro. Namun
sangat disayangkan daya luncuran lebih cepat la-
gi. Ketika sosok bayangan putih hendak masuk ke
dalam lubang tersebut. Maka batu menutup kem-
bali. Blaaang! "Heh...!"
Bayangan putih itu ternyata adalah seo-
rang gadis berkerudung ia menghela nafas den-
gan wajah diwarnai perasaan cemas.
"Aku baru melihatnya, nasib celaka apa
yang terjadi padanya" Bagaimana aku harus me-
nolong jika sudah begini?" Si gadis mengeluh, hatinya menjadi masgul.
"Suro...! Pendekar tolol, kemana engkau?"
kata sebuah suara. Si gadis cepat menoleh.
"Astaga!" serunya ketika ia melihat di depannya berdiri seorang kakek bermata
buta. "Aku mencium bau perempuan. Siapa
kau?" tanya Si Buta Mata Kejora.
"Kakek, apakah kau sahabatnya Pendekar
Blo'on, Suro Blondo?" tanya si gadis yang tidak lain adalah Dewi Kerudung Putih.
Untuk lebih jelasnya dalam Episode Bayang-Bayang Kematian.
"Kau mengenalnya, apakah kau juga saha-
batnya?" "Begitulah! Suro memang sahabatku, su-
dah lama aku mencarinya!" Lalu Dewi Kerudung Putih memperkenalkan diri termasuk
menyebut asal usulnya dari pantai selatan.
"Lalu sekarang kemana pemuda gendeng
itu" Aku tidak melihat dia berlari mengejar Kala Demit kesini?" jelas Si Buta
Mata Kejora. Dek! Berdebar dada si gadis. Selalu saja ia me-
rasa tidak enak bila ada orang menyebut-nyebut
Kala Demit. Dan ia sadar betul kalau Suro benar-
benar menghendaki nyawa Kala Demit karena to-
koh sesat itu telah membunuh orang tuanya di
gunung Bromo. "Aku pun baru melihatnya, barusan ia
mendekati makam batu ini. Aku tidak tahu siapa
yang hendak ditolongnya dan apa yang menarik
perhatiannya. Tiba-tiba makam batu amblas ke
bawah. Ia terperosok ke dalamnya, aku tidak
sempat menolong. Maafkan aku...!" kata Dewi Kerudung Putih.
"Ah... ah... celaka... ini adalah Liang Lahat Bakutuk. Dia telah terperangkap.
Siapa yang menjebaknya" Kaaau...!!" Si Buta Mata Kejora menggembor marah.
TUJUH Betapa berubahnya wajah Si Buta Mata Ke-
jora melihat kenyataan ini. Liang Lahat Bakutuk
entah apapun yang berada di dalamnya tetap me-
rupakan bahaya besar yang dapat mengancam
keselamatan Pendekar Blo'on. Lalu siapa gadis
ini" Jangan-jangan ia hanya mengaku-ngaku se-
bagai sahabatnya Suro Blondo, padahal dialah
yang telah menjerumuskan Suro ke dalam Liang
Lahat Bakutuk. Siapa dapat menduga isi hati
manusia" "Anak gadis orang berkerudung! Apakah
aku bisa percaya dengan penjelasanmu ini. Seta-
huku dia tadi mengejar Kala Demit, orang itu
menghilang lalu muncul engkau. Bagaimana aku
tidak curiga?" kata Si Buta Mata Kejora. Ucapan si kakek buta tentu membuat
marah Dewi Kerudung Putih.
"Orang tua, memang diantara kita baru sal-
ing kenal. Tapi antara aku dan Suro sudah lama
saling mengetahui siapa diri masing-masing. Kau
tidak perlu bercuriga padaku. Seandainya Liang
Lahat ini dapat terbuka aku pasti orang pertama
yang akan menyusul ke dalam untuk mengetahui
bagaimana keadaannya!"
Penjelasan Dewi Kerudung putih ini ru-
panya masih juga kurang bisa diterima oleh Si
Buta Mata Kejora. Ia bingung karenanya menjadi
ragu untuk dapat membedakan siapa kawan dan
siapa lawan. Si kakek kemudian bicara dengan
suara lantang. "Maafkan aku, untuk percaya pada orang
lain bagiku sangat sulit sekali, apalagi orang itu baru saja kukenal."
"Jika kau tidak mau mempercayai ucapan
manusia, siapa lagi orang yang kau percayai da-
lam hidup di dunia ini?" dengus Dewi Kerudung Putih. "Entahlah!" Si Buta Mata
Kejora gelengkan kepala ragu. Sekonyong-konyong dan di luar du-gaan tiba-tiba
saja, tinjunya menderu dan meng-
hantam wajah si gadis.
"Hait! Apa-apaan kau..."!" teriak Dewi sambil mengelakkan serangan si kakek
buta. Wuut! Serangan kilat itu lewat sejengkal di atas
kepala Dewi Kerudung Putih. Serangan pertama
luput, si kakek lepaskan tendangan kilat pula.
Angin keras menyambar, Dewi saking kesalnya
langsung menangkis dengan siku kiri.
Duuk! Dewi Kerudung Putih terhuyung ke bela-
kang, Si Buta Mata Kejora sempat tergetar tu-
buhnya. Bagian kakinya terasa linu seperti orang yang terserang penyakit
reumatik. "Lebih baik kau hentikan perkelahian gila
ini!" seru si gadis, marah bercampur cemas. Ma-
rah karena si kakek tidak dapat membedakan la-
wan dan kawan. Cemas karena ia menghawatir-
kan keselamatan Pendekar Blo'on.
"Mana bisa, sebelum aku tahu siapa kau
yang sesungguhnya!" Si Buta Mata Kejora tetap ngotot. "Orang tua gila. Otakmu
benar-benar sudah tidak dapat kau pergunakan untuk berfikir.
Atau kau memang orang sinting yang gila berke-
lahi"!" "Terserah apa pendapatmu, yang jelas aku tidak mau tahu sebelumnya
benar-benar bersih
sebagai kawan atau lawan!" sahut Si Buta Mata Kejora. "Hiiih...!"
Kakek buta sekonyong-konyong melompat,
tangannya mencengkeram wajah Dewi Kerudung
Putih. Namun si gadis melompat, lalu lepaskan
pukulan 'Badai Seribu'. Sebagaimana telah sama-
sama kita ketahui (dalam Episode Bayang-Bayang
Kematian), Dewi Kerudung Putih adalah gadis
aneh yang lebih suka tinggal di atas perahu.
Kini serangan menderu, hawa dingin men-
cucuk disertai meluncurnya sinar putih. Sebuah
pukulan yang tidak dapat dianggap enteng, na-
mun Si Buta Mata Kejora menyampok dengan
ujung lengan bajunya.
Byaar! "Uth...!"
Si Buta Mata Kejora yang semula men-
ganggap enteng serangan lawan sempat ter-
huyung. Ujung lengan bajunya robek dan seperti
ada ratusan batang jarum menusuk-nusuk da-
gingnya. Menggigil tubuh si kakek, ia kerahkan
tenaga dalam untuk mengusir hawa dingin terse-
but. Dalam hati ia memuji kesaktian yang dimiliki oleh lawannya.
"Sudah kubilang, hentikan kakek buta"
Apakah tidak terlintas dalam benakmu bagaima-
na nasib Pendekar Blo'on saat ini?" lagi-lagi Dewi Kerudung Putih berteriak
memperingatkan.
Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku belum lagi kalah! Mana aku bisa di-
ajak bicara"!" kata Si Buta Mata Kejora.
Sesabar-sabarnya Dewi Kerudung Putih,
tentu lama-kelamaan menjadi gusar juga. Ia sa-
lurkan tenaga dalam ke bagian tangannya, tangan
itu digerakkannya ke bawah, lalu ia tarik ke atas dan kemudian dihantamkannya ke
arah lawan. "Gelora Laut Selatan'!" teriak si gadis menyebut nama pukulan yang
dilepaskannya. Wuusss! "Walah, pukulan yang keji!" dengus Si Buta Mata Kejora. Laki-laki tua ini angkat
tangannya tinggi-tinggi lalu dirangkapkan di atas kepala. Begitu kedua tangan menyatu,
maka berpijarlah se-
baris sinar kuning, lalu melesat ke depan dengan kecepatan berganda. Benturan
keras tidak dapat
dihindari lagi.
Terjadi letupan, dua sosok tubuh tampak
terpental. Satu semburkan darah, sedangkan sa-
tunya lagi menggeliat di atas tanah seperti orang yang meregang ajal.
"Ha ha ha...! Keluar juga kecap dari dada-
ku, bocah" Tapi kurasa kau juga menderita luka
dalam, kepalang tanggung mengapa kita tidak
mengadu jiwa sekalian?" ejek Si Buta Mata Kejora.
"Setan alas! Tua bangka buta ini keras ke-
pala sekali!" maki Dewi Kerudung Putih. Ia terpaksa berguling-guling ketika
merasakan adanya
sambaran angin melabrak tubuhnya.
Wuut! Wuut! Buum! Buum! Pukulan yang dilepas oleh Si Buta Mata
Kejora hanya mengenai angin. Melabrak batu po-
hon di belakangnya hingga hancur berantakan.
Dewi Kerudung Putih tidak dapat membayangkan
bagaimana jika dirinya yang terkena serangan itu.
Setelah gagal untuk yang kesekian kalinya,
Si Buta Mata Kejora memang seperti tidak puas.
Tiba-tiba saja ia mencabut senjata aneh berben-
tuk bulan sabit. Senjata itu cara penggunaannya
adalah dengan dilemparkan setelah diputar-putar
lebih dulu. Dan memang itulah yang dilakukan
oleh Si Buta Mata Kejora saat ini.
Siing! Senjata aneh tersebut membelah udara,
berputarnya di udara sedemikian cepat, Dewi Ke-
rudung Putih siap mencabut senjatanya ketika
menyadari betapa berbahayanya serangan senjata
maut itu. Namun tiba-tiba saja dalam keadaan
yang menegangkan demikian, terdengar suara
ringkikan kuda yang panjang. Terlihat pula
bayangan putih berselempang putih berkelebat.
Tap! Senjata maut berbentuk aneh itu ditang-
kap oleh bayangan tadi. Si Buta Mata Kejora wa-
lau tidak melihat namun terkejut sekali melihat
kenyataan ada orang dapat menangkap senjata
mautnya selagi masih melayang dan berputar di
udara. Sementara kuda berlari cepat mendekat,
sehingga ketika tubuh bayangan putih melayang
turun, dalam sekejapan mata saja sudah berada
di atas punggung kuda putihnya. Senjata beng-
kok seperti bulan di timang-timang di atas tela-
pak tangan yang putih halus seperti sutera.
Laki-laki berambut putih, berkumis dan
berjenggot putih memandang ke arah kakek buta
dengan tatapan mata aneh. Si Buta Mata Kejora
kedip-kedipkan matanya.
"Aku tidak melihat, tapi aku dapat merasa-
kan ada orang yang datang kesini! Perkenalkan
namamu, atau engkau masih ada hubungan ter-
tentu dengan gadis itu?" tanya si kakek dingin.
"Hhm, aku Datuk Nan Gadang Paluih! Da-
tang dari jauh tanah Andalas mencari si terkutuk Ratu Leak. Kulihat bukan matamu
saja yang bu-ta, tapi hatimu juga dipenuhi angkara murka!
Gadis itu tidak bersalah, mengapa kau menye-
rangnya mati-matian dan hendak pula membu-
nuhnya?" dengus si baju putih Selempang Putih.
"Terlalu banyak penderitaan dan kesengsa-
raan membuatku marah. Terlalu banyak kutukan
membuat aku mudah curiga pada siapa saja."
"Kecurigaan yang membabi buta! Kalau
kau merasa tidak mampu menguasai amarahmu,
silahkan kau tumpahkan emosimu atasku! Aku
ingin melihat seberapa hebat ilmu-ilmu sakti
orang Sange!" tantang sang Datuk.
Si Buta Mata Kejora tidak langsung menja-
wab. Salah satu kehebatan orang dari Andalas ini tentu dibuktikan dengan
menangkap senjata miliknya ketika masih melesat di udara. Dan men-
gingat nada ucapannya yang seakan membenci
Ratu Leak. Rasanya orang ini pun punya urusan
penting dengan perempuan yang telah menjatuh-
kan kutuk itu. "Maaf, aku mempunyai dua kali kebutaan
karena tidak melihat tingginya gunung Agung di
depanku. Sebenarnya aku menghawatirkan nasib
sahabat baruku, Pendekar Blo'on. Ia terjebak di
Liang Lahat Bakutuk! Karena kulihat gadis itu berada disini, maka aku bercuriga
padanya jangan-
jangan ia mata-mata Ratu Leak...!" jelas si kakek buta. "Adanya Liang Lahat
Bakutuk bermula dari Batu Lahat Bakutuk. Sekarang ini terciptalah neraka
terkutuk karena batu batuah itu jatuh ke
tangan orang yang salah. Sebuah liang lahat,
hemm... dimanakah tempatnya?" tanya Datuk
Nan Gadang Paluih.
Dewi Kerudung Putih tanpa diminta lang-
sung menunjuk ke arah makam tanpa nisan den-
gan dasar seperti batu pelataran berwarna putih.
Si laki-laki datang mendekati.
"Liang lahat ini besarnya seribu kali dari
besarnya batu Bakutuk milikku yang dicuri Ratu
Leak! Sebuah adi kesaktian turun temurun yang
diwariskan kakek buyutku. Kini aku harus me-
rampasnya sebelum merenggut korban lebih ba-
nyak lagi." batin Datuk Nan Gadang Paluih.
"Bagaimana orang tua" Apakah kita dapat
menjebol makam batu ini?" tanya Dewi Kerudung Putih tidak sabar.
Datuk Nan Gadang Paluih gelengkan kepa-
la. "Kurasa sahabatmu sengaja dipancing oleh lawannya untuk mendekati jebakan
ini. Liang lahat
ini tidak mungkin dibuka, terkecuali dengan Batu Lahat Bakutuk pula. Tapi di
dunia ini cuma satu
Batu Lahat dan yang cuma satu-satunya itu telah
dicuri oleh Ratu Leak kurang lebih sekitar tiga
puluh lima tahun yang silam!" jelas si Datuk.
"Bagaimana nasib kawanku?" tanya si gadis semakin khawatir.
"Itu yang sulit, nasib manusia tidak seo-
rang pun yang tahu. Dengan batu itu Ratu Leak
bisa punya seribu rencana."
"Biar aku bobol Makam terkutuk celaka
ini!" dengus Si Buta Mata Kejora.
Datuk Nan Gadang Paluih sama sekali ti-
dak mencegah, ia sadar betul usaha apapun yang
dilakukan kakek keras kepala ini tidak akan
mendatangkan hasil. Sebab sepengetahuannya
pula tidak ada pukulan sakti manapun yang
mampu menghancurkan barang-barang yang ter-
cipta dari Tuah Batu Lahat Bakutuk!
Sementara itu Si Buta Mata Kejora sudah
siap melepaskan pukulan saktinya. Sebentar saja
kedua tangannya telah berubah memerah. Si Bu-
ta Mata Kejora tiba-tiba saja hantamkan kedua
tangannya ke arah liang lahat di depannya.
Terjadi guncangan yang sangat keras seka-
li, kilatan sinar merah berbalik dan nyaris menghantam pemiliknya jika saja ia
tidak cepat mem-
buang diri dan berguling-guling.
Si Buta Mata Kejora gelengkan kepala den-
gan wajah sepucat mayat. Dadanya terguncang
dan jantung berdenyut lebih keras lagi. Sayang
kakek yang keras kepala ini tidak mengenai rasa
jeri, walau pada kenyataannya batu liang lahat
selebar setengah depa dan sepanjang dua meter
tidak mengalami kerusakan walau sedikit pun.
"Aku harus mencobanya lagi!" berseru si kakek, penasaran.
"Kau tidak akan dapat merubah sesuatu
apa pun. Apa yang kau lakukan hanya akan sia-
sia saja!" Datuk Nan Gadang Paluih memperingatkan. Percuma saja peringatan itu
bagi kakek dekil ini. Ia kembali menyiapkan pukulan 'Angin
Biru'. Orang-orang di Sange tahu pasti kehebatan pukulan yang satu ini.
"Huuup...!"
Si Buta Mata Kejora tarik kedua tangannya
ke belakang. Tiba-tiba saja kedua tangannya di-
hantamkannya ke hamparan batu liang lahat di
depannya. Wuuuk! Duuumm! Wuaas! Si Buta Mata Kejora menjerit histeris, tu-
buhnya terdorong ke belakang. Mulutnya me-
nyembur darah, orang ini terkapar terhantam pu-
kulannya sendiri. Nafas Si Buta Mata Kejora me-
gap-megap, Datuk Nan Gadang Paluih datang
menghampiri. "Banyak sekali orang celaka di dunia ini
termakan tulah sendiri. Kepandaian sebesar ke-
lingking mana bisa mengungkit gajah! Dasar bo-
doh keras kepala pula...!" gerutu Sang Datuk.
"Bagaimana keadaannya, Datuk?" tanya
Dewi Kerudung Putih.
"Ini namanya mampus tidak hidup pun se-
gan. Anak dara, menjauhlah. Aku akan mengoba-
tinya!" ucap Datuk Nan Gadang Paluih tegas. Salah satu tokoh dari Andalas ini
kemudian men- gambil batu sebesar lengan.
"Hendak kau apakan dia Datuk?" Si gadis merasa khawatir kalau orang berbaju
putih berselempang putih ini malah mencelakai Si Buta Mata
Kejora. Sehingga ia pun melompat menghadang.
"Anak kuciang! Menyingkir kataku, dia su-
dah mau mampus! Kalau tidak cepat kutolong
aku khawatir darah semakin menggumpal di se-
tiap pembuluh darahnya.!" bentak sang Datuk.
Meskipun ragu-ragu Dewi Kerudung Putih ter-
paksa mematuhi perintah orang ini
Datuk Nan Gadang Paluih menelung-
kupkan badan Si Buta seenaknya sendiri. Kemu-
dian batu yang berada dalam genggamannya di-
hantamkan ke sekujur tubuh Mata Kejora. Tentu
orang ini menjerit-jerit kesakitan seperti orang yang sekarat. Namun Datuk Nan
Gadang Paluih sama sekali tidak menghiraukan jeritan kakek
buta. Ia terus memukul-mukul tubuh si kakek.
"Aaakh... celaka, kau orang gila! Mengapa
kau malah memukuli badanku, apakah kau hen-
dak membunuhku"!" teriak Si Buta Mata Kejora.
"Diam, kau orang yang hendak mampus
tahu apa" Penyakitmu kau cari sendiri. Aku lebih tahu apa yang tidak kau
ketahui!" dengus sang Datuk. "Kau mengobatiku, mengapa harus me-nyiksa seperti
ini?" jerit si kakek manakala han-taman batu di tubuhnya tidak juga berhenti.
"Mulutmu bisa diam atau nggak" Apa kau
ingin agar aku memukul mulutmu dengan batu
juga?" "Kau orang gila?" maki si kakek.
Plok! "Akh...!" Si Buta Mata Kejora menjerit. Datuk Nan Gadang Paluih rupanya menampar
pipi si kakek. Sementara itu darah mengalir di sudut-
sudut bibir si kakek. Seketika ia merasa ada pe-rubahan dalam dirinya. Ia
merasakan nafas men-
jadi longgar, tubuh terasa enteng. Diam-diam ia
merasa takjub atas apa yang dilakukan oleh Da-
tuk Nan Gadang Paluih. Rupanya saat memukuli
si kakek tadi, Datuk Nan Gadang Paluih diam-
diam mengerahkan tenaga dalam untuk meng-
hancurkan darah yang bergumpal pada setiap
pembuluh darah Si Buta Mata Kejora, hingga sa-
kit mendera yang dirasakannya hampir hilang
sama sekali. "Ohk, ternyata kau orang hebat!" puji Si Buta Mata Kejora. "Aku merasa berterima
kasih padamu!" kata si kakek.
"Mengapa kau malah memikirkan segala
terima kasih" Batuku, batuku! Batu Lahat Baku-
tuk. Aku harus memikirkan cara bagaimana agar
dapat menembus penutup liang Lahat ini"!" desis laki-laki setengah baya itu
cemas. Bukan hanya
Datuk Nan Gadang Paluih saja yang bingung,
Dewi Kerudung Putih dan Si Buta Mata Kejora ju-
ga bingung memikirkan nasib Pendekar Blo'on.
DELAPAN Suro seperti tercampak ke jurang neraka
yang panas di lamun api. Liang Lahat yang men-
jebloskan dirinya dalam perangkap maut itu sea-
kan tanpa dasar, gelap dan di sana sini terdengar suara jeritan mengerikan.
Suara-suara itu terus
terdengar menggidikkan telinga yang mendengar-
nya. Dan hal itu berlangsung terus selama tu-
buhnya melayang dan melayang. Hingga akhirnya
ia terjatuh. Jatuh di atas daging busuk terbakar.
Di sana sini terdapat bangkai-bangkai yang ber-
timbun, mayat-mayat itu semuanya sudah han-
cur. Sungguh aneh memang jika mereka ternyata
Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masih bertahan hidup. Orang-orang sengsara
yang berada di jurang liang lahat itu entah siapa dan entah datang dari mana.
Namun kelihatannya mereka mengalami berbagai-bagai penyik-
saan. Sosok-sosok setengah mayat setengah ma-
nusia ini menggapai-gapai ke arah Suro. Melihat
pemandangan yang mengerikan itu tengkuk Pen-
dekar Blo'on meremang berdiri.
Ia bergerak mundur, ruangan di dasar
liang lahat itu seakan tidak mengenal batas.
"Siapakah mereka" Apa sekarang aku su-
dah mati?" pikir Suro, bingung. Pemuda baju biru mencubit tangannya. Terasa
sakit sekali, "Jelas aku belum mati. Aku masih hidup, segar bugar
dan belum sinting!"
"Hraagk!"
"Harrk...!"
Di tengah-tengah suara jerit kesakitan itu
tiba-tiba saja terdengar erangan panjang di belakangnya. Suro cepat menoleh,
dalam kegelapan ia
melihat beberapa sosok tubuh berlidah panjang
bermata bolong mendekatinya. Bukan hanya
mendekat, ternyata mereka menyerang Pendekar
Blo'on. Suro berlari menghindar di tengah-tengah kerumunan manusia mayat yang
sedang mengalami bermacam-macam siksaan. Ternyata manu-
sia-manusia setengah mayat yang menyerangnya
tidak melakukan pengejaran. Suro sampai di ten-
gah-tengah orang yang kaki dan tangannya diran-
tai, sementara besi panas menembus mulai dubur
sampai ke bagian ubun-ubun. Begitu ngerinya
melihat penderitaan mereka. Suro sampai meme-
kik-mekik tertahan.
"Aku seperti berada di dalam neraka!
Ohk... bagaimana ini! Aku harus mencari jalan
keluar!" Suro garuk-garuk kepala, bingung. Di tengah-tengah kebingungannya
itulah sayup-sayup terdengar suara yang seakan datang dari
arah gemuruh api yang menyala-nyala di sisi ki-
rinya. "Suro Blondo Pendekar Blo'on, Hi hi hi...!
Selamat datang di tempat kami. Bukankah kau
dapat merasakan penyambutan kami yang sangat
ramah?" Seperti orang linglung Suro memandang ke arah suara. Ia tidak melihat
apa-apa terkecuali orang yang sedang disiksa.
"Ya, penyambutanmu sangat luar biasa.
Ketakutanku membuat aku ingin kencing, kenge-
rianku membuat aku ingin berak. Tempat apakah
ini?" tanya Suro keluarkan keringat dingin.
"Inilah salah satu singgasana untuk seo-
rang tamu agung sepertimu...!" sahut suara yang seakan datang dari tengah
kobaran api disertai
tawa dingin menggidikkan.
"Kau siapa?" bentak Suro, seraya menutup hidungnya. Bau busuk bangkai memang
sangat menyengat sekali. Sehingga Suro mau muntah
dan kepalanya pusing tujuh keliling.
"Aku bukan siapa-siapa?"
"Kau iblis terkutuk!" maki Suro geram.
"Tindakanmu sangat pengecut. Kau telah menje-bakku secara licik!"
"Hik hik hik...! Hari ini kulihat seorang
Pendekar Besar dalam keadaan ketakutan. Hari
ini kulihat betapa wajah seorang Pendekar beru-
bah pucat seperti mayat. Engkau akan mati pe-
lan-pelan dalam ketakutan!"
"Setan! Kau...!" Suro tidak sempat melan-jutkan kata-katanya karena dari arah
belakang ada sepasang tangan busuk meneteskan nanah
dan lendir menyergapnya. Lalu dari depan, dari
samping kiri datang beramai-ramai.
"Ekh...! Mati aku emak, setengah manusia
setengah mayat ini mencekikku. Ekh... mati
emak...!" pekik Suro. Ia pun meronta-ronta. Jepi-tan sosok-sosok busuk semakin
kuat saja. Dari
balik kobaran api terdengar suara cekikikan.
Suro marah, ia meronta, lalu hantamkan
sikunya kanan kiri. Dua orang yang memitingnya
dengan tangan terpental. Pendekar Blo'on terus
meronta-ronta. Hingga orang-orang yang menye-
rangnya berpelantingan roboh. Mereka bangkit
kembali, dan entah dari mana datangnya jumlah
mereka semakin bertambah banyak.
"Aku tidak mungkin membuang tenaga
dengan percuma. Yang aku butuhkan saat ini
adalah jalan keluar dari neraka ini!" guman Suro dalam hati. Pemuda ini segera
berlari ke ruangan lain. Setiap ada yang menghadangnya ia lepaskan
pukulan menggeledek.
Tapi langkah Suro tiba-tiba terhenti, di de-
pannya ia melihat seperti ada sungai. Sungai yang airnya tidak mengalir sama
sekali, air sungai itu
berwarna merah kekuning-kuningan!
"Orang-orang tersiksa, bunuh pemuda
yang bergelar Pendekar Mandau Jantan itu!"Kembali terdengar suara mengguntur bernada pe-
rintah. Dari segala penjuru ruangan yang gelap
namun panas itu bermunculan sosok setengah
mayat setengah manusia menyerbu ke arah Suro.
Pemuda ini tercekat.
"Naga-naganya aku bisa mati konyol jika
harus melayani mereka!" maki si pemuda.
"Bunuh! Bunuh!" terdengar suara ribut-
ribut memerintah. Lalu terdengar sahutan yang
lainnya. "Bunuh, jadikan dia teman kita dalam pe-
nyiksaan!"
Orang-orang yang menyerbu ke arah Suro
semakin bertambah banyak saja. Pemuda ini ter-
paksa lepaskan pukulan sakti secara beruntun.
Orang-orang yang mengalami berbagai macam
penyiksaan ini berpelantingan. Suro memang me-
rasa tidak punya pilihan lain lagi. Ia segera melompat ke sungai yang membelah
tengah-tengah ruangan. "Ukh...! Hoeeeek...!"
Pendekar Blo'on langsung muntah. Air
sungai itu ternyata terdiri dari campuran nanah
dan darah yang busuk. Dalamnya sampai sebatas
leher. Suro memaki-maki. Dari kobaran api ter-
dengar suara tawa cekikikan. Tokh akhirnya Pen-
dekar Blo'on dapat juga sampai ke seberang. Pe-
muda ini lalu berlari ke lain tempat. Ternyata di
seberang sungai ini pun ruangannya sangat luas
tanpa batas. Setelah berjalan ke sana kemari, ia melihat seperti ada cahaya.
"Matahari" serunya. "Ada cahaya matahari menerobos masuk ke sini. Berarti dunia
luar tidak jauh lagi dari sini. Tapi dari mana aku bisa mengetahui jalan keluar
bagiku" Tidak ada pintu
tidak ada jendela. Semua dinding berlumuran da-
rah...!" Pemuda ini lalu meneliti, tiba-tiba ia melihat di antara dinding yang
berlumuran darah itu
terdapat sebuah pintu yang terkuak lebar.
"Aneh, aku tadi tidak melihat pintu di su-
dut sana, mengapa pintu itu tiba-tiba saja ada"
Apakah aku salah melihat?" Suro garuk-garuk kepala. Pintu terkuak semakin lebar.
Dari dalamnya muncul seorang gadis dalam keadaan polos
tanpa pakaian. Yang mengejutkan Suro, gadis itu
cukup dikenalnya. Dia tidak lain adalah Dewi Bu-
lan. Dewi Bulan berjalan ke arahnya sambil ter-
senyum. Darah muda Pendekar Blo'on berdesir,
keadaan gadis ini sangat menantang sekali. Sepa-
sang payudaranya putih membusung, kedua pa-
hanya demikian mempesona. Belum pernah Suro
melihat pemandangan seperti ini dalam hidupnya.
Untuk lebih jelasnya siapa Dewi Bulan (dalam Ep-
isode Hianat Empat Datuk).
"Bulan...!" desis Suro, ia mengerjabkan matanya berulang-ulang. Dewi Bulan tiba-
tiba saja lenyap dari pandangan matanya. Di depannya ki-ni berdiri Dewi Arimbi,
keadaan gadis ini pun sa-ma seperti Dewi Bulan tadi. Untuk mengetahui
siapa Dewi Arimbi (dalam Episode Memburu Ma-
nusia Setan). Suro semakin terpana.
"Arimbi...?"" Lagi-lagi Suro menyebut orang yang pernah dikenalnya. Ia usap
matanya berulang-ulang. Sosok telanjang Dewi Arimbi tiba-tiba saja sirna.
Kemudian berganti dengan sosok lain, seorang gadis juga. Gadis misterius yang
sebagian wajahnya ditumbuhi bulu-bulu lembut. Siapa lagi
jika bukan Dewi Kerudung Putih.
"Gila, apa sesungguhnya yang sedang ter-
jadi dengan diriku?" desis Suro bingung. Ia men-jambak rambutnya. Dan tiba-tiba
terdengar suara
teriakannya yang panjang melengking.
"Haaaarkh...!"
Sosok Dewi Kerudung Putih pun lenyap.
Suro memandang lurus ke depan. Ia sempat ter-
kesiap, karena di depannya berdiri seorang gadis cantik, si betina jalang
Mustika Jajar. Gadis itu menyeringai, ia berdiri tegak dengan kedua tangan
bersilang di depan dada.
"Kkk... kau..."!" Suro keluarkan seruan kaget. "Hik hik hik...! Terkejut
Pendekar Mandau Jantan keparat" Kau tentu menyangka tanganku
sudah tidak dapat tersambung lagi bukan" Man-
dau jahanam senjatamu memang telah memutus
tanganku. Tapi seperti yang kau lihat musuh be-
sarku. Sekarang aku tidak kekurangan sesuatu
apa pun! Apa jawabmu kini setelah kau terpe-
rangkap dalam kekuatan Batu Lahat Bakutuk"
Apakah kau masih hendak memamerkan pukulan
atau jurus-jurus picisan yang kala itu sangat kau bangga-banggakan" Hik hik
hik...!" Sosok gadis yang ternyata Iblis Betina Dari Neraka, tertawa terkikik-
kikik. Hilang sudah rasa kaget di hati Su-ro. Sekarang ia malah ikut-ikutan
tertawa sambil menggaruk rambutnya berulang-ulang.
"Mustika Jajar perempuan yang penuh
keedanan. Apakah setelah kehilangan Perkasa
kau sekarang sudah mendapatkan yang lebih be-
sar lagi. Ha ha ha... kasihan juga nasib kekasih-mu yang patung itu. Sekarang
aku dapat bayang-
kan betapa kesepiannya dirimu. Lagipula di dunia ini sulit mencari laki-laki
sehebat dan sebesar
Perkasa. Aku pernah melihatnya sebelum kau
berhasil menguasainya dulu. Hebat, lho. Anu ga-
jah saja masih kalah besar!" ejek Suro
Merah padam wajah gadis itu bukan kepa-
lang. Jika menuruti kata hatinya ingin rasanya ia melabrak Pendekar Blo'on. Tapi
ia ingat pesan uwa gurunya, Ratu Leak.
"Pemuda gila! Tertawalah sepuasmu, nanti
kau akan menangis dalam penderitaan yang tidak
pernah dibayangkan oleh manusia manapun di
dunia ini...!" teriak Mustika Jajar.
Suro sama sekali tidak terpancing dengan
ucapan Iblis Betina Dari Neraka. Mulut pemuda
itu tiba-tiba termonyong-monyong. "Penderitaan yang bagaimana kau maksudkan"
Kata orang jika
sudah dalam pelukanmu bukan penderitaan yang
kudapatkan, tapi kebahagiaan berpacu dalam
nafsu. Aihk, perempuan keblinger. Sekarang aku
sedang bingung aku dan kau apakah sudah bera-
da di neraka atau sorga"!"
"Inilah nerakamu, neraka bagi seorang
pendekar konyol! Kau akan mampus, gurumu ju-
ga akan menyusulmu!" maki si gadis.
"Ha ha ha...! Ancamanmu itu sudah entah
yang keberapa kalinya kudengar. Sebelum aku
mati, maukah kau menjelaskan padaku siapa
yang melakukan pekerjaan licik ini" Dan eeh...
satu lagi, apakah kau melihat Kala Demit?" tanya Suro. "Nanti kau akan mendengar
semua penjelasan setelah di neraka" Sekarang terimalah
ajalmu!" tegas Iblis Betina Dari Neraka. Tiba-tiba terdengar suara suitan
panjang dari bibirnya yang kemerah-merahan itu. Beberapa pintu lainnya segera
terbuka. Tiga orang gadis berwajah bengis
dan sadis muncul. Mereka membawa tali penjerat
yang disimpul pada setiap bagian ujungnya.
"Tiga orang telah cukup untuk menjerat
leher, kaki tanganmu! Rasanya belum komplit ji-
ka belum kuundang Sang Pelucut Segala Ilmu Se-
gala Daya!" sinis suara Mustika Jajar.
Plok-plok-plok!
Sebelum hilang gema suara tepukan Mus-
tika Jajar. Terdengar suara bergemuruh. Lantai
rupanya tergetar keras, lalu terjadi keretakan di sana sini. Getaran disertai
ledakan-ledakan terus terjadi. Sehingga tampak sinar merah merekah
seperti bara. "Haaang...!"
Muncul sosok tubuh tinggi besar, bagian
kepalanya terdapat sebuah tanduk. Di ujung tan-
duk itu terdapat sinar berkilau-kilauan. Suro tertegak melihat semua keanehan
demi keanehan ini. Memandang ke arah sosok berkulit hitam
berwajah seperti kera Suro tutupi matanya. Entah makhluk apa yang baru keluar
dari dalam bumi
ini. Matanya besar-besar, hidungnya lebar. Se-
dangkan mulutnya meneteskan darah. Ia hanya
mendengar sebentar tadi Iblis Betina Dari Neraka menyebut enam buah kata 'Sang
Pelucut Segala Ilmu Segala Daya'. Apa yang akan dilakukan oleh
makhluk kera ini" Apapun yang terjadi Suro ha-
rus bersikap lebih hati-hati.
"Suro, kau lihatlah, makhluk ini dan gadis-
gadis bengis itu hanya tinggal menunggu perin-
tahku. Sebuah kata kuucapkan, maka nasibmu
segera berakhir sampai disini saja!" ancam Mustika Jajar.
"Sebuah ancaman tidaklah membuat nya-
liku ciut. Dan kematian bukanlah sesuatu yang
aku takuti. Kau bebas berbuat apa saja, karena
neraka ini memang mungkin daerah kekuasan-
mu! Ha ha ha...!"
"Tentu aku tidak bodoh, Suro. Kematianmu
tidak secepat itu, nanti sudah ada yang menga-
turnya. Sekarang tugas Penghela Neraka untuk
meringkusmu! Laksanakan!" perintah Mustika Jajar.
Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hem...!"
Tiga gadis berpakaian serba hitam lang-
sung berpencar mengatur posisi. Suro dengan su-
dut matanya mengitarkan perhatiannya. Tahu-
tahu secepat bayangan....
Wuuut! Tiga buah tali bersimpul menjerat Pendekar
Blo'on. Serangan mendadak ini segera dielakkan
oleh Suro. Namun tiga gadis bengis kembali me-
lontarkan tali di tangan mereka. Sementara Mus-
tika Jajar dan Sang Pelucut Segala Ilmu Segala
Daya memperhatikan semua ini dari jarak yang
tidak jauh. Set! "Aih, hampir saja...!" seru Pendekar Blo'on.
Pemuda ini terus melompat atau berkelit meng-
hindar. Tetapi serangan yang dilancarkan oleh ketiga gadis bengis ini semakin
bertambah hebat
dan ganas. Sehingga Pendekar Blo'on terpaksa
mengerahkan jurus 'Seribu Kera Putih Mengecoh
Harimau'. Inilah salah satu jurus yang sangat
dikhawatirkan oleh Mustika Jajar, karena dulu ia juga pernah merasakan kehebatan
jurus tersebut.
"Sergap!!" teriaknya memperingatkan gadis-gadis yang sedang berusaha meringkus
Suro. Apa yang diperintahkan oleh Mustika memang tidak
mudah untuk melaksanakannya. Karena beru-
lang kali tali berbentuk jerat bersimpul ini selalu mengenai bayangan Suro
Blondo. "Tebar!" Si gadis kembali memberi aba-aba.
Seketika salah seorang dari mereka langsung me-
lesat ke udara. Yang satunya lagi menyerang dari bawah, sedangkan yang lainnya
berputar-putar mengitari Suro.
Wut! Wut! Wut! Serangan beruntun yang datang dari ber-
bagai arah ini membuat Suro tercengang. Ia sege-
ra berguling-guling, sehingga jerat tali yang dari atas lolos dari samping kiri
juga lulus. Namun
yang dari arah belakangnya tidak dapat dihindari oleh pemuda ini.
Sreet! Buk! Bagaikan durian jatuh Suro terpelanting
dengan pantat menghantam lantai lebih dulu.
Pemuda ini meringis kesakitan, hatinya menyum-
pah. Kakinya yang terjerat tali disentakkan. Suro berguling-guling tangannya
cepat melepaskan tali yang mengikat kaki kiri. Sayang gerakannya kalah cepat.
Tali kembali meluncur dan kali ini
menjerat tangan kanannya.
Set! Bagaikan seekor kerbau yang hendak di-
jagal keadaan Suro Blondo saat itu. Mustika Jajar tertawa terkikik-kikik. Walau
pun begitu pendekar Mandau Jantan tetap berusaha meronta.
Wuut! Sebuah tali yang dilontarkan gadis bengis
ketiga meluncur. Namun Pendekar Blo'on sudah
menghindar. Dua orang menarikkan tali yang
menjerat kaki kiri dan tangan kanan.
Buuuk! "Wadow, setan kapiran!" maki Suro. Dalam keadaan yang serba sulit itu Suro
menyalurkan tenaga dalamnya kebagian tangan yang terbebas.
Gadis ketiga masih berusaha menjeratkan talinya
ke bagian tubuh lawan. Namun Suro licin seperti
belut. "Pentang!" Perintah Iblis Betina Dari Neraka.
Dua gadis langsung menarik tali-tali yang
telah menjerat kaki dan tangan lawannya. Suro
yang merasa diperlakukan seperti hewan mengge-
ram marah. SEMBILAN Dengan kecepatan yang sangat luar biasa
sekali Pendekar Blo'on lepaskan pukulan 'Neraka
Hari Terakhir' ke arah tiga gadis berwajah angker ini. Terdengar suara jeritan
di sana-sini. Sinar merah hitam menggebu.
Buum! Terjadi suara ledakan tiga kali berturut-
turut. Ketiga gadis itu menjerit kesakitan di saat hawa panas menghantam tubuh
mereka. Sungguh pun orang-orang ini terluka, tetapi anehnya
mereka sudah bangkit berdiri. Lebih celaka tubuh mereka semakin meninggi. Si
pemuda sempat tercengang melihat kejadian yang aneh ini. Ia sudah tidak punya
waktu lebih lama. Tubuhnya masih
dalam keadaan terikat, maka melalui tangan yang
bebas itu ia mencoba mengambil Mandau dari
warangkanya. "Jangan beri kesempatan padanya untuk
melakukannya!" teriak Mustika Jajar memberi aba-aba. "'Sang Pelucut Segala Ilmu
Segala Daya'! Lakukanlah tugasmu!"
Sosok berkulit hitam berwajah seperti mo-
nyet besar menggeram. Sinar merah yang keluar
dari ujung tanduknya langsung melesat bergu-
lung-gulung ke arah Suro. Pemuda ini gabungkan
dua pukulan, lalu hentakkan kedua tangannya ke
arah sinar merah yang datang menyerang secara
bergulung-gulung seperti angin puyuh tersebut.
Blak! "Ekh...!"
Pendekar Mandau Jantan terkesiap. Puku-
lan "Neraka Hari Terakhir' yang dilepaskannya hanya membuat sosok hitam
bertanduk merah ini
bergetar saja. Sedangkan pusaran angin sinar
merah terus melabraknya. Suro memekik terta-
han. Sedapat mungkin ia berusaha membebaskan
diri dari gulungan sinar tersebut. Tangan kanan
melepaskan pukulan. 'Matahari Rembulan Tidak
Bersinar' sedangkan tangan kiri lepaskan puku-
lan "Ratapan Pembangkit Sukma'.
Wus! Tup! Tup! "Aih, celaka...!" seru Suro. Pukulan yang dilepaskannya seakan amblas tersedot
sinar yang keluar dari tanduk makhluk berwajah monyet
tersebut. Pontang-panting pemuda ini selamatkan
diri. Pak! Pak!
Sinar merah tiba-tiba menyergap dan meli-
batnya. Suro meronta, sekujur tubuhnya tiba-tiba seperti diperas mulai dari
ujung kaki. Pemuda
konyol ini menjerit setinggi langit seluruh badannya menggeletar hebat, ia
merasa seperti ada be-
ribu tangan gaib yang meremasnya dengan keku-
atan yang semakin menggila. Remasan itu kian
lama bergerak ke arah perut, dada dan akhirnya
ke sekujur tubuh. Telinga, hidung dan mulut
Pendekar Blo'on mengucurkan darah. Suro mera-
sa pandangan matanya berkunang-kunang, tu-
buh tidak bertenaga dan pandangan mata kemu-
dian menggelap hingga akhirnya ia tidak sadar-
kan diri. Iblis Betina Dari Neraka tertawa bergelak.
Tiga gadis berwajah angker segera mementang
tangan, kaki Pendekar Blo'on ini ke empat juru-
san. "Bawa dia ke ruangan pengadilan!" ucapan Mustika Jajar ditujukan pada tiga
gadis yang dikenal sebagai 'Juru Siksa'. Orang-orang ini segera menyeret dengan
kasar lawan mereka. Mustika
Jajar lalu menoleh ke arah 'Sang Pelucut Segala
Ilmu Segala Daya'. Seraya berkata "Kau datang dari dasar Neraka Perut Bumi atas
panggilan Ba-tu Lahat Bakutuk. Kau tidak boleh kembali ke
tempat asalmu sebelum Ratu Leak memberimu
izin. Mulai sekarang tugasmu adalah merintangi
tokoh-tokoh golongan putih yang mana pun yang
coba-coba memasuki Liang Lahat Bakutuk ini.
Adakah kau mengerti?"
"Aku mengerti...!" sahut Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya sambil menggeram.
"Nah disinilah tempatmu! Jangan pergi ke
mana pun sebelum ada perintah dariku atau pe-
rintah dari Ratu Leak...!" tegas Mustika Jajar.
Sosok hitam berwajah seperti monyet besar
bertanduk merah memancarkan cahaya angguk-
kan kepala sambil menggeram pula.
Mustika Jajar tanpa menunggu lebih lama
segera meninggalkannya. Suasana pada bagian
ruangan itu berubah menjadi sunyi. Mungkin pa-
da ruangan-ruangan lain yang seperti neraka itu
penyiksaan terus berlangsung.
*** Datuk Nan Gadang Paluih duduk menekur
di atas bahu, kuda putihnya berdiri tegak tidak
jauh di sampingnya. Ia memang sedang bingung
memikirkan cara bagaimana agar dapat menem-
bus Liang Lahat Bakutuk. Rasanya jalan keluar
itu memang sulit dicari. Tapi jika ia tetap berdiam diri, keadaan akan bertambah
lebih parah lagi.
Ratu Leak bisa menjebak mereka semua. Batu
Lahat Bakutuk mempunyai kekuatan yang sung-
guh dahsyat. Dengan kekuatan yang terkandung
dalam batu tersebut. Ratu bisa berbuat apa saja
"Rajo di atas rajo. Batu Lahat Bakutuk
adalah rajanya batu-batu gaib. Siapa sangka uru-
san bisa menjadi begini rumit" Sekarang orang-
orang sakti tidak ubahnya seperti sampah. Ratu
Leak punya kuasa, tanpa Batu Lahat Bakutuk.
Seribu Ratu Leak tidak kupandang sebelah mata.
Bangsat, jauh-jauh dari Ngarai Sianok hanya ber-
pusing-pusing memikirkan nasib si batu."
"Putih Kaki Langit...!" gumannya ditujukan pada kuda di sampingnya. "Apa
pendapatmu tentang hal ini?"
Kuda alam gaib tersebut meringkik pan-
jang. Seraya, kuda itu mendekati Datuk Nan Ga-
dang Paluih. Mulutnya terbuka ke arah pinggang
sang Datuk. Lalu sesuatu disentakkan. Ikat ping-
gang Datuk Nan Gadang Paluih terlepas. Datuk
terbelalak. "Angin Pelebur Petaka"! Apa maksud-mu kau menarik angkin sakti ini"
Apakah ingin agar aku menghantam pintu Liang lahat itu den-
gan angin ini?"
"Hik! Hiiiik...!"
Si Putih Kaki Langit keluarkan ringkikan
pendek. Kepala digoyang-goyangkan ke atas dan
ke bawah. Tahulah Datuk Nan Gadang Paluih apa
yang dikehendaki oleh kuda tersebut. Laki-laki
berbaju putih berselempang putih mendekati pin-
tu Liang Lahat Bakutuk.
Sementara itu Dewi Kerudung Putih dan Si
Buta Mata Kejora berdiri tegak tidak jauh dari
Liang Lahat di mana Suro terperosok di dalam-
nya. Dua orang ini juga sama bingungnya. Keliha-
tannya sampai saat itu mereka masih belum me-
nemukan cara untuk menghancurkan pintu pe-
nutup Liang Lahat Bakutuk.
Kini perhatian Dewi Kerudung Putih tertuju
pada Datuk Nan Gadang Paluih. Tokoh dari Anda-
las ini mulai memutar-mutar, angkin Pelebur Pe-
taka. Sekejap saja angin menderu-deru. Udara
semakin memanas, wajah sang Datuk semakin
lama semakin menegang. Angkin tiba-tiba melun-
cur deras menghantam batu.
Buuuuum! Terdengar dentuman keras bukan main.
Cahaya Putih seperti kunang-kunang bertebaran
di udara. Tanah bergetar pintu Liang Lahat bergetar, sayang tidak terjadi
kehancuran di situ. Datuk Nan Gadang Paluih demi melihat semua ini
goyangkan kepala.
"Putih Kaki Langit, Angkin Pelebur Petaka
rasa-rasanya seperti tidak berguna. Benar kata-
ku, ini buktinya!" seru Datuk Nan Gadang Paluih ditujukan pada kuda gaibnya.
"Hiik!"
"Aku tidak mau melakukannya lagi, Putih!
Kita harus menunggu waktu yang baik. Kulihat
pengaruh kutuk Ratu Leak sudah mulai mele-
mah!" ujar sang Datuk.
Dewi Kerudung Putih melangkah mendeka-
ti. Kelihatannya ia ingin mengatakan sesuatu. Ba-ru saja mulutnya terbuka, tiba-
tiba saja terdengar suara pelan seseorang.
Ujung timur dan ujung barat
Manusia mana yang dapat menempuh ja-
raknya" Bumi Gusti Allah sungguh besar luasnya
Kekuasaannya meliputi segala
Rahmat dan kasih sayangNya tidak pernah
terputus Diberikan pada semua yang bersukur atau
tidak bersukur Lalu apa rasa terima kasih manusia"
Hidupnya hanya menuruti keinginan nafsu
rendah. Sombongnya, angkuhnya, melebihi pencip-
ta-nya Setiap jalan pasti ada ujungnya
Setiap persoalan pasti ada jalan keluarnya
Hidup manusia tidak kekal, pasti binasa
Bila langit menangis, bumi menjadi subur
Aku... aku, siapa aku..."
Serentak ketiga orang yang berdiri di tepi
Liang Lahat itu menoleh dan memandang ke arah
datangnya suara. Di atas batu tidak jauh dari ku-da putih. Terlihat seorang
laki-laki berbadan pendek memakai topeng-topengan berbentuk wajah
anak kecil duduk mencangkung dengan kedua
tangan menopang dagu. Orang ini tidak memakai
baju, celananya hitam. Di dadanya yang telanjang terlihat sebuah ketapel dan
kompeng (dot) anak
kecil. Pertama melihat penampilan orang mema-
Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kai topeng anak kecil ini Dewi Kerudung Putih ingin tertawa. Sebaliknya Datuk
Nan Gadang Paluih
kerutkan keningnya.
Apa yang dikatakan oleh laki-laki pendek
memakai topeng itu bukan tidak punya makna
tertentu. Lalu siapa orang di balik topeng bocah ini" Datuk Nan Gadang datang
mendekati. Si laki-laki tertawa ha ha hi hi.
"Wahai Kisanak yang bicara dalam sair!
Dapatkah kau sebutkan siapa dirimu?" tanya Datuk Nan Gadang Paluih. Yang ditanya
tertawa la- gi. Lalu tutupi wajahnya. Setelah itu ia menjawab seperti orang yang bersair.
Untuk menutup rasa malunya manusia me-
makai topeng Sadar tidak sadar manusia suka memakai
topeng Bicara manusia dengan topeng, langkah manusia juga dengan topeng
Topeng-topeng yang nakal
Penutup rasa malu dan kebusukan
Bila topeng-topeng bertanggalan"
Itu namanya kiamat
Berhadapan dengan Tuhan tidak perlu me-
makai topeng Karena Tuhan melihat langsung isi hati ma-
nusia Topeng adalah aku
Aku adalah topeng
Topeng-topeng adalah bagian hidup manu-
sia Aku topeng Topeng itu aku!
Berubah wajah Datuk Nan Gadang Paluih
seketika mendengar kata-kata yang diucapkan
oleh laki-laki pendek bertopeng bocah. Ia seka-
rang sudah berumur hampir lima puluh atau
enam puluh tahun. Dulu gurunya ketika masih
kecil pernah bercerita ada seorang tokoh aneh berumur sekitar seratus lima puluh
tahun. Jadi jika benar orang ini adalah Manusia Topeng alias Setan Topeng.
Berarti umurnya sekarang hampir
dua ratus tahun.
"Engkaukah yang bergelar Manusia To-
peng?" tanya Datuk Nan Gadang Paluih. Yang ditanya kembali tertawa ha ha hi hi.
Tidak di langit tidak di bumi itu tempat ting-galku! Jika mau tahu siapa aku,
kenalilah diri sendiri Langit luas bumi luas
Di perut bumi petaka menanti
Topeng aku Aku topeng! Jawaban ini sudah cukup jelas bagi Datuk
Nan Gadang Paluih siapa adanya laki-laki pendek
bertopeng bocah ini. Dulu ia mendengar Manusia
Topeng memiliki kepandaian tinggi, walau pun
wataknya sulit ditebak. Untuk itulah Datuk Nan
Gadang Paluih langsung menjura hormat.
"Aku manusia rendah tidak berguna men-
gucapkan salam selamat datang padamu!" ucapnya dengan sedikit membungkukkan
tubuhnya. Sebaliknya Dewi Kerudung Putih tentu merasa
terheran-heran melihat tingkah sang Datuk yang
seakan terlalu berlebihan terhadap orang yang belum mereka kenal sama sekali.
Dewi tentu tidak
mau bersikap merendah seperti itu. Ia tetap tegak di tempatnya memandangi Datuk
Nan Gadang Paluih dan laki-laki pendek memakai topeng bocah
silih berganti.
Kebanyakan orang bijak bersikap dan ber-
tingkah laku seperti orang bodoh!
Sedikit ilmu sombong selangit!
Hi hi hi Ha ha ha! Pusing pusing memikirkan Liang Lahat
mengapa tidak dikencingi saja?"
Datuk Nan Gadang Paluih, Dewi Kerudung Putih maupun Si Buta Mata Kejora yang
sejak ta-di hanya diam saja ternganga. Manusia Topeng ini bicara asal keluar
saja. Apa mungkin ucapannya
dapat dipercaya" Inilah yang dipikirkan oleh Datuk Nan Gadang Paluih.
Lagipula kalau benar siapa sanggup mela-
kukannya" Di situ ada Dewi, mau ditaruh dimana
rasa malu ini" Karena melihat ketiga orang ini tidak juga bergerak. Manusia
Topeng melompat
mendekati Liang Lahat.
SEPULUH Ia menghadap ke arah Dewi Kerudung Pu-
tih, lalu seenaknya saja tarik celana hitamnya
hingga sebatas lutut.
Seeerrr! Dewi Kerudung Putih memekik kaget. wa-
jahnya merah karena malu dan ia cepat menying-
kir ke tempat aman. Manusia Topeng tertawa ha
ha hi hi. Datuk Nan Gadang Paluih juga pentang
matanya, bukan karena ngeri atau ngiler melihat
anunya Setan Topeng, yang membuatnya terpe-
ranjat justru, pintu batu Liang Lahat yang terke-na kencing Manusia Topeng
tampak mengepulkan
asap putih menebar bau pesing dan bau telur bu-
suk. Asap putih semakin lama semakin meneb-
al, meliuk-liuk di udara untuk akhirnya lenyap.
Penutup batu liang lahat hancur menjadi
debu. Setelah itu diteliti oleh Dewi Kerudung Putih, ternyata hanya bagian atas
saja yang hancur.
Batu penutup liang lahat setebal setengah
hasta tidak hancur seluruhnya.
Manusia Topeng terdiam, ia mendongak ke
langit. Setelah itu memperhatikan orang-orang di sekelilingnya satu demi satu.
Kencing memang sudah kukencingi.
Mempan tidak mempan!
Tapi kurasa ada cara ada jalan
Ketapelku... Senjata sakti Pembelah Bumi
Ingin kulihat! Ingin kulihat!
Manusia Topeng lepas ketapelnya yang
tanpa karet itu, terkecuali terikat tali berwarna hitam. Datuk Nan Gadang Paluih
kerutkan keningnya. Si Buta Mata Kejora coba pertegas pen-
dengaran. "Aku dengar ada suara mendengung!" bi-
siknya ditujukan pada Dewi Kerudung Putih. Wa-
lau cemberut gadis itu tetap menjawab juga. "Ya, Manusia, Topeng keluarkan
ketapel butut. Aku
tidak tahu apa saja yang akan dilakukan oleh
orang-orang gila disini!"
"Jangan sembarangan kau bicara! Dia bu-
kan manusia biasa seperti kita..,.!" ujar Si Buta Mata Kejora. Sekonyong-konyong
terdengar suara
Manusia Topeng.
Yang megah belum tentu kokoh
Yang butut belum tentu rapuh
Wajah Dewi merah padam mendengar sin-
diran Manusia Topeng. Laki-laki Pendek memakai
topeng bocah ini tiba-tiba acungkan ketapel ca-
bang dua di tangannya tinggi-tinggi. Cabang ke-
tapel lalu dihantamkannya ke arah batu liang la-
hat. Tum! Tum! Tum!
Tiga tempat dihantam, tiga lubang besar
tercipta. Dari dalam liang lahat yang bolong men-guap bau busuk menyengat.
Manusia Topeng ter-
tegak, wajah di balik topeng pucat pasi. Akibat
pengerahan tenaga sakti tadi serta pengaruh si-
nar yang membalik membuat dada Manusia To-
peng sakit mendenyut dan sesak luar biasa.
Laki-laki bertopeng bocah ini usap-usap
dadanya beberapa kali. Si Buta Mata Kejora se-
perti tidak sabar dan ingin cepat-cepat masuk ke dalam lubang di depannya.
"Jangan ada yang turun!" berteriak Datuk Nan Gadang Paluih memberi peringatan.
"Aku pemilik Batu Lahat Bakutuk, kira-kiranya apa
yang terjadi di bawah sana aku sudah dapat me-
nerka!" Lalu Sang Datuk mengambil Angkin Pelebur Petaka yang saat itu telah
dijadikan ikat kepalanya. Angkin warna Putih dilecutkan ke udara.
Sreset! Angkin tersebut mendadak saja berubah
panjang dengan lebar lebih kurang setengah tom-
bak. "Di bawah sana setelah mencium bau busuk ini pasti telah diciptakan neraka
jadi-jadian. Aku yakin Suro tercebur ke bawah sana. Kita ha-
rus membuat jembatan terselamat dengan meng-
gunakan Angkin Pelebur Petaka! Kepada Manusia
Topeng harap hancurkan sisa-sisa batu penutup
Liang Lahat Bakutuk ini!" pinta Datuk Nan Gadang Paluih.
Manusia Topeng tertawa ha ha hi hi. Ia
menggigit-gigit kompengnya, sedangkan wajahnya
tetap tertutup rapat. Orang ini tiba-tiba melompat mundur. Tangan diputar-putar
di atas kepala, bibirnya mendesis seperti orang yang meniup air
panas. "Heaa! Jebol... bol... bol...!"
Dihantamnya sisa-sisa penutup batu lahat
tersebut. Sisa batu bercampur tanah muncrat di
udara. Terlihat sebuah lubang besar menganga
berbentuk empat persegi panjang.
Bau busuk semakin bertambah menyengat.
Datuk Nan Gadang Paluih setelah melihat lubang
yang menguak lebar di depannya langsung ki-
baskan angkinnya ke dalam lubang tersebut.
Sret! Maka terbentang sebuah jembatan angkin
yang cukup lebar. Jembatan angkin itu oleh Da-
tuk diperkirakan melewati sungai penyelamatan,
yaitu sungai nanah bercampur darah.
"Aku mencium bau api yang membakar!
Apakah angkinmu tidak terbakar wahai anak lima
setengah hari! Hi hi hi...!" Ucapan Manusia Topeng ditujukan pada Datuk Nan
Gadang Paluih. "Api neraka jejadian tidak mungkin dapat
menghanguskan angkin Pelebur Petaka! Siapa
yang ingin berangkat duluan cepat lalui jembatan angkin ini!" perintah Datuk Nan
Gadang. "Ha ha ha...! Siapa mau berangkat ke nera-
ka duluan, silakan!" Manusia Topeng menimpali.
"Aku sendiri meskipun ingin melihat Ratu Leak yang konon cantik luar biasa tidak
mau lewat jembatan di atas neraka. Aku ingin mencari jalan
lain yang lebih selamat!" kata laki-laki berbadan pendek ini. Selesai bicara
tubuhnya mendadak
saja raib dari pandangan mata. Ketiga orang yang berada di pinggir-pinggir liang
lahat terkejut sekali, terlebih-lebih Dewi Kerudung Putih yang sejak tadi
meremehkan orang aneh setengah gila itu.
"Biar aku yang menyeberangi jembatan
angkin ini. Aku percaya dengan kebenaran Datuk
Nan Gadang Paluih. Aku sudah tuaan, kalau
langkahku sampai meleset dan tercebur ke nera-
ka ciptaan Ratu Leak aku tidak menyesal. Ha ha
ha...!" Dan Si Buta Mata Kejora ini pun naik ke atas jembatan angkin. Tubuhnya
dalam waktu singkat melesat ke dalam liang lahat Bakutuk.
Kini tinggal giliran Dewi Kerudung Putih,
gadis ini kelihatan ragu-ragu untuk mengikuti
apa yang dilakukan oleh Si Buta Mata Kejora
"Kau tunggu apa lagi, anak dara" Jemba-
tan angkin itu tidak dapat kupertahankan lebih
lama!" datuk Nan Gadang Paluih memperin-
gatkan. "Baiklah, terlanjur aku datang dari jauh.
Ratu Leak harus kita ringkus! Walaupun ia punya
kesakitan sebanyak buih di lautan!" Dan gadis ini kemudian naik ke jembatan
angkin. Tubuhnya
dalam waktu singkat telah meluncur ke dalam
Liang Lahat tersebut.
Sayup-sayup ia mendengar jerit orang-
orang kesaktian. Udara sontak menjadi panas
luar biasa. Seolah-olah ia sedang menuju ke da-
lam tungku pembakaran.
Datuk Nan Gadang Paluih menoleh ke arah
kuda putihnya. Kuda alam gaib itu meringkik
panjang seakan memberi persetujuan.
"Putih Kaki Langit! Bersiagalah kau di sini, nanti jika aku memerlukan bantuanmu
aku akan memanggilmu!" pesan sang Datuk.
Kuda meringkik lagi, Datuk Nan Gadang
Paluih segera melangkah ke atas jembatan ang-
kin. Sekejap saja tubuhnya telah lenyap dari pandangan mata.
*** Kedua kaki dan kedua tangan Suro dipen-
tang, simpul-simpul tali yang mengikatnya begitu kuat. Bagian ujung tali
tergantung begitu saja
seakan ada kekuatan gaib yang menahannya. Di
bawah sosok Suro yang tidak sadarkan diri, seja-
rak dua tombak api tampak menyala-nyala. Baju
pemuda itu sebagian telah meleleh terjilat api.
Namun masih belum ada tanda-tanda bahwa pe-
muda ini akan segera sadar.
Tiga gadis bengis yang dikenal dengan ju-
lukan Sang Jurus Siksa terus mengawasi. Ek-
spresi mereka sama sekali tidak menunjukkan
rasa belas kasihan.
Tidak lama terdengar suara langkah-
langkah kaki mendekat ke arah mana Sosok Pen-
dekar Blo'on tergantung. Yang datang ternyata
Mustika Jajar alias Iblis Betina Dari Neraka.
"Bagaimana keadaannya?" bertanya gadis
cantik berpakaian merangsang itu ditujukan pada
salah seorang gadis yang berada di sebelahnya.
"Ia pingsan berat, mungkin juga hampir
mampus!" sahut gadis bengis itu ringan.
"Murid keponakanku! Kematiannya ada di
tanganku. Kau tidak usah mencemaskannya.
Pendekar edan ini dapat kita jadikan apa saja se-suai dengan kehendakku. Melalui
tangannya kita tidak usah bersusah payah mencari dan membu-
nuh kedua gurunya. Nanti aku akan menjadikan-
Pendekar Bloon 18 Batu Lahat Bakutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nya sebagai alat pembunuh yang baik! Seluruh
rimba persilatan akan menjadi gempar dengan pe-
ristiwa yang bakal terjadi. Seorang Pendekar be-
sar membunuh gurunya sendiri apakah ini bukan
peristiwa yang menghebohkan" Hik hik hik! Tapi
yang lebih penting dari semua itu wahai murid
keponakanku. Sekarang kita mulai kedatangan
tamu. Tamu agung yang kematiannya juga sudah
ditentukan disini! Biar mereka kesasar dan jalan-jalan ke neraka dulu! Kalian
sebagai anggota tuan rumah wajib menyambut kedatangan mereka!"
kata suara tanpa rupa yang tidak lain adalah Ra-
tu Leak. Sang Juru Siksa dengan diikuti oleh Iblis
Betina Dari Neraka kemudian segera menuju ke
pintu utama. Sedangkan sosok Suro yang terikat
tali dan dalam keadaan mengambang di udara
kemudian kelihatan bergerak mengambang. Sea-
kan ada kekuatan yang tidak terlihat telah me-
mindahkannya. Bagaimana nasib Pendekar Blo'on
yang dalam keadaan pingsan dan kehilangan
hampir seluruh kekuatannya itu" Seperti apakah
rupa Batu Lahat Bakutuk dan sedasyat apa ke-
kuatan yang terkandung di dalamnya" Mampu-
kah Datuk Nan Gadang Paluih merampas benda
sakti miliknya itu" Atau ia malah menjumpai ke-
binasaan setelah berada di dalam Liang Lahat
Bakutuk" Bagaimana pula dengan pemimpin ne-
geri, Wayan Tandira" Nantikan kelanjutannya!!
TAMAT SEGERA TERBIT!!!
NAGARI BATAS AJAL
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Pohon Kramat 11 Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Pedang Hati Suci 7