Pencarian

Memburu Manusia Setan 2

Pendekar Bloon 5 Memburu Manusia Setan Bagian 2


berdenyut-denyut. Sebenarnya Suro Blondo sempat melihat lawannya melarikan diri
tadi. Namun ia tidak sempat mencegah, karena pukulan Perkasa menghadang
langkahnya. "Benar-benar manusia kampret! Ia
melarikan diri di saat aku hampir mencapai sebuah kemenangan!" maki Pendekar
Blo'on sambil golang-golengkan kepalanya.
"Sudahlah, cepat atau lambat kita pasti akan menemukannya lagi!" ujar Dewi
Arimbi yang baru saja selesai mengobati luka dalam yang dideritanya.
"Kita harus memburu manusia setan itu!" tegas Pendekar Blo'on.
"Ya, kau sendiri bagaimana" Apakah sudah dapat meneruskan perjalanan kembali?"
tanya Dewi Arimbi.
"Aku tidak apa-apa. Mari kita pergi...!" ajak Suro Blondo.
Tanpa berkata apa-apa lagi mereka segera berangkat ke arah matahari terbit.
Tepatnya ke Bukit Cadas Siluman.
*** Setelah mengobrak-abrik tempat
persembunyian Mustika Jajar yang lama.
Kakek berbadan pendek tidak sampai satu meter itu segera membakarnya. Dalam
waktu sebentar saja api pun telah berkobar-kobar.
"Dia telah hengkang dari sini!
Kemana perginya gadis iblis itu?" pikir laki-laki berkumis dan berjenggot putih
ini. "Sekarang aku melakukan segala-galanya seorang diri. Bocah gendeng itu
entah dimana rimbanya! Apa Dewi Kehidupan telah membunuhnya?" Wiro Suryo hanya
menggelengkan kepalanya saja. Tidak lama setelah itu ia meneruskan perjalanannya
kembali dengan hati kecewa.
Akan tetapi belum lama dia
berjalan. Tiba-tiba saja dari semak-semak belukar bermunculan sosok tubuh
menghadang Tenggiling Kedil. Melihat penampilan mereka tampaknya orang-orang ini
dari rimba persilatan. Cuma yang agak mencurigakan kelima laki-laki tersebut
seperti orang linglung,
"Berhenti...!" perintah salah seorang di antaranya yang memakai baju hijau. Wiro
Suryo alias Tenggiling Kedil menghentikan langkahnya. Kemudian ia tertawa
membahak. "Kau memerintahkan aku berhenti.
Besar juga nyalimu!" bentak si kakek.
"Kau harus menyerah pada kami, Kisanak. Kalau engkau mau bergabung, tentu ketua
kami tetap membiarkan engkau tetap hidup!"
"Ha ha ha...! Hidup sembilan puluh tahun, baru sekali ini ada orang berani
membentakku! Aku jadi ingin bertanya apakah ketua kalian itu Betina Dari
Neraka?" "Benar!" sahut yang memakai baju hitam dengan angkuhnya.
"Kalian lihat api di belakang sana!
Sebentar tadi aku baru saja membakar bekas tempat tinggal Iblis Betina Dari
Neraka. Sekarang aku malah sedang memburu manusia setan itu. Tegasnya walaupun
aku punya badan kecil dan pendek, tetapi aku tidak suka diperintah oleh
siapapun. Mengerti!" dengus Tenggiling Kedil.
Ucapan Wiro Suryo ini tentu membuat kelima laki-laki yang menghadangnya menjadi
sangat marah. "Diberi kesempatan hidup malah minta racun. Bunuh si pendek jelek itu!"
perintah yang berbaju hijau.
Serentak kelima orang ini menerjang Wiro Suryo. Kaki dan tangan mereka meluncur
menghujani tubuh kakek berbadan sangat pendek ini. Tetapi dengan cara bergulung-
gulung seperti Tenggiling. Ia berhasil menghindari serangan kelima lawannya.
Bahkan ia kemudian melipat badannya sehingga berbentuk bulat seperti bola.
Dengan begitu ia menggelinding kesana kemari dengan cepatnya. Kelima laki-laki
yang menyerang Wiro Suryo jadi terkejut. Ia tidak menyangka lawan yang
dihadapinya dapat melakukan tindakan yang aneh-aneh.
"Tendangan Berantai! Heaa...!"
Disertai teriakan keras, dalam
waktu bersamaan mereka melepaskan tendangan ke arah Wiro Suryo. Semula kakek itu
tetap berada di tempat. Tetapi
ketika serangan kaki lawannya semakin bertambah dekat. Maka ia kembali
menggelundung seperti bola. Tidak dapat dihindari lagi kaki mereka beradu dengan
kaki kawannya sendiri.
Bletak! "Wadoww...!"
Mereka menjerit kesakitan. Ketika orang-orang ini melompat mundur. Maka tampak
kaki mereka menjadi pincang.
"Goblok, mengapa menyerang kaki kawan sendiri!" bentak yang berbaju hitam sewot.
"Siapa sangka dia bakal menghindar!" sergah kawannya tidak senang.
"Sekarang serang pakai senjata!"
perintah laki-laki berbadan tinggi besar yang berdiri tegak di sebelah kanan
Wiro Suryo. Kawan-kawannya menganggukkan kepala.
Sring! Sriing! Mereka segera mencabut clurit yang tergantung di pinggang masing-masing.
Wiro Suryo segera bangkit berdiri. Ia mengusap-usap perutnya yang tidak memakai
baju. Ketika senjata-senjata itu di
kibaskan ke depan. Maka terdengar desir angin menggiriskan hati. Clurit-clurit
di tangan lawan terus bergerak kemana saja Wiro Suryo mencoba menghindar.
Terkadang menusuk, membabat, mengait atau malah
menebas. Dengan kelincahannya yang sangat luar biasa sekali Wiro Suryo terus
berkelit. Karena hujan serangan bertubi-tubi. Maka kakek pendek ini terpaksa
mengerahkan ajian 'Suket Sekilen'.
Kehebatan ajian ini walaupun lawan sudah memastikan bahwa serangan senjatanya
sudah mengenai sasaran. Tetapi serangan tersebut sesungguhnya hanya sejengkal
lagi mengenai sasaran.
Berulang kali serangan-serangan
gencar dilakukan oleh lawannya. Tapi sampai sejauh itu mereka masih belum
berhasil melukai apalagi merobohkan Wiro Suryo. Lima belas jurus berlalu tanpa
membawa hasil bagi lawan-lawannya. Si kakek merasa telah cukup memberi
kesempatan pada mereka.
"Manusia-manusia tolol begundal iblis, kodok buduk kebo bunting! Serangan yang
kalian lakukan tidak bermutu semuanya! Sekarang lihatlah baik-baik bagaimana
caranya mempecundangi manusia tolol seperti kalian!" teriak Wiro Suryo.
Bet! Sekali berkelebat, maka tubuh
Tenggiling Kedil lenyap dari pandangan mata. Rupanya ia menyusup ke pertahanan
lawannya. Karena tubuhnya yang pendek, ia menyelinap di bawah selangkangan lawan
sambil menjambreti buah jambu yang cuma dua biji itu. Atau tidak jarang ia
meremas tempat keramat ini.
"Aarkh...!"
"Wuaaakh...!"
"Keparat...!"
Jerit kesakitan dan suara makian terdengar silih berganti. Mereka berjingkrakan
seperti monyet-monyet yang terserang penyakit ayan. Sedangkan tangan kiri mereka
memegangi pusakanya yang terasa semakin memanjang.
"Ha ha ha...! Bertarung ya...
bertarung, tidak usah menjerit apa lagi memaki." kata Wiro Suryo sinis.
"Tua bangka setan kejepit bumi! Kau harus merasakan pembalasan kami!" teriak
salah seorang di antaranya dengan geram.
Mendahului kawan-kawannya laki-laki itu menyerang Wiro Suryo dengan
mempergunakan jurus 'Menepis Hujan di Siang Hari'. Ini merupakan salah satu
jurus andalan bagi kelima lawan
Tenggiling Kedil tersebut. Mula-mula ia melakukan gerakan-gerakan seperti
menangkis, sedangkan kedua kakinya ter-kembang. Detik berikutnya seperti seekor
babi hutan laki-laki tersebut meluruk deras ke arah Wiro Suryo. Serangan ini
jelas sangat berbahaya bagi si kakek pendek. Namun ia menghindar ke samping,
lalu merundukkan kepalanya serendah mungkin. Setelah clurit lewat di atas
kepalanya. Maka ia menangkap pergelangan
tangan lawan. Tep! Sambil mencekal pergelangan tangan lawan, tangan kiri si kakek merampas senjata
milik lawan. Begitu senjata berada di tangannya. Ia mengibaskan senjata
melengkung itu ke perut lawan.
Brebet...! "Aaakh...!"
Laki-laki berbaju hitam menjerit keras. Isi perutnya berbusaian keluar,
sedangkan darah mengucur seperti kerbau disembelih. Anehnya Wiro Suryo tidak
langsung melepaskan lawan. Ketika melihat lawan lain menyerangnya. Maka si baju
hitam yang telah tewas tadi dilemparkan ke arah para penyerangnya.
Wees! Gabruuk! Tiga orang lawan jatuh terduduk
tertimpa mayat kawannya sendiri. Mereka segera bangkit berdiri dan berlompatan
ke arah Wiro Suryo sambil mengibaskan senjata di tangan. Tetapi ketika itu Wiro
Suryo telah berguling-guling menjauhi lawannya. Sehingga serangan-serangan itu
hanya mengenai angin atau menghantam senjata kawan sendiri.
8 "Cincang bangsat pendek itu!"
teriak salah seorang lawan kepada tiga orang kawannya. Teriakan itu segera
disambut dengan teriakan yang lain-lainnya. Lalu mengepung Wiro Suryo dari empat
penjuru arah sekaligus.
"Hemm, nyali kalian memang cukup besar! Tetapi kemampuan tidak ada!" kata si
kakek pendek mengejek. Ketika sedang bicara begitu, tiba-tiba terasa sambaran
angin dingin dari bagian rusuk sebelah kiri. Tenggiling Kedil cepat berpaling.
Dilihatnya sebuah clurit hampir menebas beberapa buah tulang rusuknya yang
kecil-kecil. Kakek berambut jarang ini melompat-lompat seperti seekor kodok. Lalu ia
mengerahkan tenaga dalamnya ke bagian telapak tangan. Ketika tenaga dalamnya itu
telah tersalur ke bagian telapak tangan. Maka sekujur tubuhnya tampak seperti
memancarkan cahaya putih berkilauan. Kemudian Wiro Suryo melenting ke udara.
"'Aji Pancar Cahaya'! Shaaaa...!"
Disertai dengan teriakan keras
menggelegar. Wiro Suryo mengibaskan kedua tangannya yang berwarna putih itu ke
arah lawan-lawannya. Detik itu juga tampak melesat empat larik sinar putih
menyilaukan mata. Sinar yang menebarkan hawa sejuk seperti di pegunungan ini
langsung menghantam ke empat orang lawan-lawannya.
Buum! "Huaakh...!"
Ke empat laki-laki tersebut jatuh terpelanting. Saat mereka masih melayang di
udara. Dari mulut mereka menyemburkan darah. Begitu mereka terhempas di tanah
maka jiwa mereka sudah tidak dapat diselamatkan lagi. Tampak dengan jelas dari
pori-pori mereka keluar darah berwarna hitam. Begitu dahsyat ajian yang dimiliki
oleh Wiro Suryo ini. Sehingga lawan-lawannya yang tewas pun sudah tidak
merasakan rasa sakit lagi.
"Mati yang sia-sia adalah kematian yang orang itu sendiri tidak tahu untuk apa
membela orang yang bersalah!" kata si kakek. "Weleh-weleh, perjalananku jadi
tertunda gara-gara empat kroco pesing ini!" Tenggiling Kedil menggelengkan
kepalanya. Ia baru saja bermaksud memutar langkah, ketika terdengar suara tidak
jauh di belakangnya.
"Lima Iblis Clurit Maut, mati percuma membuang nyawa! Kita sekarang bertemu
lagi. Aku gembira karena hutang lama segera terbalas!" bentak sebuah suara. Wiro
Suryo menunggu untuk beberapa saat lamanya. Karena yang bicara tadi
tidak kelihatan juga maka ia segera menyahuti....
"Mendengar suaramu seperti burung hantu, aku mana kena ditipu! Kalau badan belum
menjadi setan lebih baik tunjukkan diri. Walau kau dapat merubah suaramu seperti
burung bangkai. Aku pasti mengenal tampangmu!"
"Hak hak hak...! Bagus kalau kau masih kenal diriku. Kau tinggal sebutkan
kematian yang bagaimana yang kau mau?"
dengus orang itu. Lalu terlihat sosok tubuh berkelebat ke arah Tenggiling Kedil.
Tidak sampai sekedipan mata, tampak seorang laki-laki bertubuh jangkung berdiri
tegak di depannya.
"Ternyata mataku tidak kena ditipu.
Kau pasti Wiku Palawa yang kutinggalkan dalam keadaan sekarat di depan pagar
tembok majikanmu, Iblis Betina Dari Neraka!" dengus Wiro Suryo ketus.
"Tidak pernah kupungkiri kehebatan mu! Sayangnya kau kemari tidak bersama-sama
bocah miring itu. Apakah dia sudah mampus?" ejek Wiku Palawa. Untuk lebih
jelasnya siapa Wiku Palawa (Dalam Episode Betina Dari Neraka).
"Kawanku Suro Blondo tampangnya memang ketolol-tololan, namun otaknya cerdik.
Sekarang mungkin ia sedang bertarung dengan Iblis Betina Dari Neraka Majikanmu!"
pancing Wiro Suryo memanasi.
"Ha ha ha...! Bukan hanya tubuhmu saja yang membuat iba orang lain.
Ternyata kau juga adalah seorang pemimpi.
Bagaimana mungkin majikanku di Bukit Cadas Siluman dapat dikalahkan oleh bocah
tolol itu. Sedangkan selain perkasa dia sendiri punya ratusan pengawal yang
terdiri dari mayat-mayat hidup!" jawab Wiku Palawa. Tanpa ia sadari ucapannya
barusan tadi sudah merupakan sebuah keterangan bagi Tenggiling Kedil.
"Walaupun Betina Dari Neraka punya seribu pengawal. Ia tidak mungkin lolos dari
maut. Anak ajaib itu akan memenggal kepalanya, kemudian membuang tubuh Mustika
Jajar ke taut Selatan!"
"Keparat pendusta! Kau hanya mengulur-ulur waktu saja! Kini giliranmu mati
ditanganku." dengus Wiku Palawa.
"Jangan bicara seperti geledek.
Buktikanlah kau punya kejantanan kalau tidak merasa malu." sahut Wiro Suryo
disertai senyum.
Semakin panas hati Wiku Palawa
mendengar ucapan lawannya. Tiba-tiba saja ia melompat ke depan sambil
mengebutkan tongkat di tangannya. Si kakek tidak menyangka datangnya serangan
secepat itu. Sehingga dengan telak tongkat lawan menghantam punggungnya.
Buuk! "Aduh... duh...!"
Wiro Suryo terhuyung-huyung.
Sedangkan Wiku Palawa terus mendesak dengan serangan tongkat hitamnya. Jurus
yang dipergunakan oleh Wiku Palawa juga tidak tanggung-tanggung. Ia
mempergunakan jurus Tongkat Pelebur Darah. Hanya dalam waktu singkat tampak
sinar hitam seakan mengepung Wiro Suryo dari seluruh penjuru arah. Kakek
berbadan pendek setinggi setengah meter ini dibuat kalang kabut.
"Hih...!"
Tiba-tiba saja ia melambung tinggi ke udara. Setelah berjumpalitan beberapa kali
tubuhnya meluncur deras ke arah lawan. Kakinya yang pendek menghantam kepala
lawannya. Walaupun Wiku Palawa sudah berusaha merundukkan kepalanya serendah
mungkin. Tetapi kaki Wiro Suryo terus mengejar dan....
Gladuk...! "Wuaakh...!"
Laki-laki berpakaian serba kuning ini merasa dunia seakan berputar-putar.
Kepalanya sakit berdenyut. Walaupun begitu tampaknya
ia menjadi semakin
nekad. Apalagi mengingat beberapa waktu yang lalu Wiro Suryo pernah
mempermalukan dirinya dengan membuat sang Wiku tidak sadarkan diri.
Kini ia menyodokkan tongkatnya ke perut Tenggiling Kedil. Tetapi si kakek super
pendek sudah menggelundung dan
bergerak menjauh.
Cwieet! Serangan Wiku Palawa hanya membeset angin. Rupanya hal ini membuat sang Wiku
menjadi bertambah geram. Kemudian ia menggeser kakinya ke samping sebanyak dua
langkah. Sedangkan tongkat hitam di tangannya ia putar dengan cepat, sehingga
menimbulkan suara angin menderu-deru.
"'Sabetan Geledek' Shaaa...!"
teriak Wiku Palawa.
Sambil terus memutar tongkat, Wiku Palawa melompat-lompat ke depan mendekati
musuh bebuyutannya. Tongkat dikibaskannya ke arah lawan, sedangkan kaki menyapu
bagian bawah tubuh Wiro Suryo. Serangan seperti ini jarang dilakukan oleh orang-
orang rimba persilatan. Karena selain menguras tenaga, gerakannya pun sangat
sulit. Si kakek kerdil sempat terkesiap juga. Tetapi ia segera berjumpalitan ke
belakang. Tendangan kaki Wiku Palawa luput, namun tongkatnya sempat menghantam


Pendekar Bloon 5 Memburu Manusia Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perut Wiro Suryo.
Gdbuuk! "Atauww...!"
Tenggiling Kedil meringis kesakitan sambil berjingkat-jingkat. Tampaknya
Tenggiling Kedil tidak kapok. Tiba-tiba saja ia berguling-guling perut sang
Wiku. Buuk! Lawannya sempat terdorong mundur.
Tetapi sekejab kemudian ia sudah melompat dan menginjak dada Tenggiling Kedil.
Ngiik! "Wei... orang gendeng, kualat kau menginjak dada orang tua!" teriak kakek konyol
ini sambil meronta. Namun injakan kaki lawan semakin kuat. Malah Wiku Palawa
menghantamkan tongkat di tangannya ke bagian kepala lawannya. Dengan gerakan
yang sangat aneh, tubuh yang terinjak itu tiba-tiba meluncur ke depan. Sedangkan
tongkat di tangan Wiku terus meluncur dan menghantam tulang kakinya sendiri.
Glotak! "Aduuh...!"
Wiku Palawa menjerit kesakitan
terhantam tongkatnya sendiri. Wiro Suryo yang sudah berdiri sepenuhnya usap-usap
dadanya yang memerah. Ia kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Ha ha ha...! Agaknya otakmu benar-benar sudah miring. Masa kaki sendiri
dipukuli. Makanya jangan terlalu bernafsu membunuh orang, otak di pakai, jangan
asal mengumbar tenaga. Main serudak-seruduk macam babi. Dasar anak buahnya
iblis!" teriak Wiro Suryo seperti sedang memarahi anaknya yang nakal.
"Manusia bangsat! Makanlah nih tongkatku...!" geram Wiku Palawa.
Set! Bet! Bet! Tongkat hitam itu kemudian menderu-deru. Sesekali meliuk, menotok bagaikan
seekor ular cobra yang sedang marah.
Menghadapi serangan yang bertubi-tubi ini penghuni Gunung Sembung segera
mengerahkan ajian 'Suket Sekilen'. Hanya sebentar saja serangan-serangan
lawannya tampak menjadi kacau dan tidak pernah mengenai sasarannya. Dalam
penglihatan Wiku Palawa, setiap tusukan maupun gamparan tongkatnya mengenai
bagian tubuh Tenggiling Kedil. Namun kenyataan yang di dapat sungguh sangat
bertolak belakang sekali. Tidak satupun serangan itu mengena. Sebaliknya
serangan balasan yang dilakukan oleh Wiro Suryo berulang kali menghantam dada
maupun kening lawannya.
Sehingga pelipis Wiku Palawa tampak mengucurkan darah dan membengkak sebesar
telur ayam. Sang Wiku tampaknya mulai bingung dan merasa kehabisan akal menghadapi orang tua
yang sama konyolnya dengan Pendekar Blo'on ini. Akhirnya ia terpaksa melompat
mundur ke belakang. Tongkat ditangannya ia campakkan ke samping.
Tenggiling Kedil menanggapinya dengan tawa.
"Rupanya kau sudah jenuh
mempergunakan tongkat, ya..." Sekarang apa kau mau mempergunakan tongkat
kramatmu" Ha ha ha...! Sebaiknya jangan.
Tongkat itu khusus untuk perempuan, mustahil kau memasukkannya ke lubang semut
atau pantatku. Nanti semut-semut marah dan membuatmu menjadi konyol!" ejek si
kakek rada-rada ngeres.
Pipi Wiku Palawa tampak menggembung menahan geram. Wajahnya merah padam.
Tetapi ia tetap tutup mulut dan
konsentrasi mengerahkan tenaga dalam ke bagian telapak tangan. Beberapa detik
setelah kedua tangan itu telah menjadi hitam. Lalu....
"'Petaka Gila Durjana'! Hiyaa...!"
Disertai teriakan melengking
seperti seekor serigala kelaparan, Wiku Palawa menghantamkan kedua tangannya ke
depan. Sepuluh larik sinar hitam menebar bau busuk melesat bagaikan jilatan
lidah api ke arah Wiro Suryo. Hanya beberapa saat kemudian sinar hitam tersebut
menghantam Wiro Suryo.
Gledeng...! "Aaaa...!"
Dengan telak pukulan tersebut
menghantam tubuh lawannya. Wiro Suryo tergontai-gontai. Namun tidak ada satupun
bagian yang kurang dari tubuhnya. Kiranya ketika lawan melepaskan pukulan tadi,
Tenggiling Kedil membentengi dirinya dengan ajian 'Suket Sekilen'. Ketika debu
lenyap dari udara, maka Wiro Suryo
tertawa membahak. Ia berdiri bertolak pinggang.
"Pukulan picisan begitu kau pamerkan di depanku! Jika kau punya yang lebih ampuh
lagi, kuberi kesempatan padamu untuk melepaskannya. Jika tidak kau bakal tidak
mendapat pengampunan ke dua dariku!" dengus si kakek super pendek. Wiku Palawa
tercengang. Ia telah melepaskan pukulan tingkat paling tinggi yang ia miliki.
Sosok di depannya pastilah bukan manusia, sebab bila manusia sungguhan. Paling
tidak tubuhnya telah hancur berkeping-keping.
Merasa tidak punya pilihan lain
lagi, maka Wiku Palawa terpaksa
mempergunakan asap pembius pemberian Mustika Jajar. Laksana kilat ia
menyambitkan benda hitam sebesar kepalan tangan orang dewasa ke depan Wiro
Suryo. Buum! Begitu suara ledakan terdengar.
Maka asap tebal langsung menebar ke arah Wiro Suryo. Sebagai orang yang telah
kenyang makan asam garam rimba
persilatan. Tentu ia mengetahui kekuatan apa yang terkandung di dalam tabir asap
itu. Sehingga sejak awal, sebelum bahan pembius itu meledak ia telah menutup
indera penciumannya.
"Aakkkh... mengapa begini...!"
desis si kakek.
Kemudian tubuhnya tampak terhuyung-huyung. Setelah itu ia jatuh terlentang
seperti orang yang tidak sadarkan diri.
Wiku Palawa merasa senang bukan
main melihat lawannya roboh. Ternyata si pendek konyol ini masih kena diakali.
Siapa kira akan semudah itu ia menangkap Wiro Suryo yang dianggapnya memiliki
mukjizat tersebut.
"He he he...! Ternyata jalan pikiranmu sependek tubuhmu! Manusia sepertimu akan
sangat berguna bila bergabung dengan kami!" kata Wiku Palawa.
Tanpa merasa curiga sedikitpun. Ia segera mendekati Tenggiling Kedil dengan
maksud membawanya pergi ke Bukit Cadas Siluman. Namun diluar dugaan, Wiro Suryo
membalikkan tubuhnya. Sedangkan kedua tangan dihentakkan ke arah lawan.
Segulung sinar putih menderu. Begitu dekatnya jarak di antara mereka sehingga
Wiku Palawa tidak sempat lagi menghindar.
Tidak terelakkan lagi ajian 'Pancar Cahaya' yang dilepaskan Wiro menghantam
tubuh lawannya. Nyawa Wiku Palawa putus seketika, sehingga dia tidak sempat lagi
menyadari apa yang terjadi dengan dirinya. Wiro Suryo bangkit berdiri.
"Dia entah ke akherat atau neraka aku tidak perduli. Yang terpenting aku sudah
mendapat petunjuk dimana iblis bersembunyi!" kata kakek kerdil itu
sambil melangkah pergi.
9 Dengan langkah terhuyung-huyung.
Perkasa kembali ke Bukit Cadas Siluman dengan membawa kekalahannya. Ketika itu
di bagian bangunan depan yang belum jadi sepenuhnya tampak sepasukan mayat hidup
sedang berjaga-jaga. Selain mayat-mayat hidup ini masih ada lagi beberapa orang
laki-laki berpakaian serba hitam.
Mereka juga adalah anak buah Iblis Betina Dari Neraka yang berhasil ditundukkan
oleh Wiku Palawa. Mustika Jajar sedang mondar-mandir di dalam ruangan pribadinya
ketika pintu depan terkuak dengan paksa. Ia tampak terkejut juga saat melihat
Perkasa dalam keadaan terluka.
"Kekasihku, apa yang terjadi denganmu?" tanya Mustika Jajar.
Gadis cantik itu segera menghampiri kekasihnya. Kemudian ia memapahnya menuju ke
tempat tidur. "Pemuda tolol itu telah melukaiku.
Dia tidak sendiri, melainkan datang bersama seorang gadis air." Lapor Perkasa
dengan suara timbul tenggelam tidak beraturan.
"Dewi air maksudmu?"
"Ya...."
"Keparat! Suro Blondo kelewat berani bertindak sewenang-wenang terhadap mu!
Rupanya dia belum tahu bahwa melukai dirimu sama saja artinya menyakiti aku.
Jangan khawatir kekasihku. Bila si keparat itu datang ke sini. Tentu tidak ada
jalan hidup baginya dan sebuah kubur telah kusediakan buatnya!"
"Dia sangat kuat sekali!" sergah Perkasa seakan ragu.
"Biarkan dia punya kekuatan selangit tembus, namun aku adalah Iblis Betina Dari
Neraka. Tidak ada yang dapat mengalahkan orang sepertiku! Nah sekarang kau
istirahatlah. Aku akan menyediakan obat-obatan untukmu...!" kata Mustika Jajar.
"Tunggu Junjunganku!"
Si gadis hentikan langkah.
"Ada apa?"
"Apakah kau lupa bahwa setiap penyakit yang kuderita tidak ada obatnya"
Tubuhku tidak seperti manusia biasa.
Badanku tidak bisa menyerap obat apapun.
Terkecuali yang satu itu...!" Perkasa tidak melanjutkan kata-katanya. Tetapi
Mustika Jajar cepat tanggap. Maka ia pun tertawa mengikik.
"Hik hik hik...! Hemm, akupun hampir lupa bahwa kau tidak pernah makan dan tidak
pernah tidur. Makananmu adalah
cinta...! Tetapi apakah kau sekarang sudah siap melakukannya?" tantang si gadis.
"Dalam keadaan hancur sekalipun aku selalu siap melakukan yang satu itu!"
sahut Perkasa. Mustika Jajar tersenyum. Tanpa
membuang-buang waktu lagi ia segera melepaskan kancing-kancing bajunya.
Setelah melepaskan seluruh pakaian yang menutupi auratnya. Maka ia langsung
memeluki tubuh Perkasa. Dadanya yang membusung menekan dada Perkasa yang bidang.
Dengan agresip sekali ia menjatuhkan ciuman bertubi-tubi di bibir dan leher
kekasihnya. Perkasa
menggeliatkan tubuhnya. Terdengar suara erangan dari mulut laki-laki penjelmaan
patung tersebut.
"Perkasa. Kau tidak boleh mati, tanpamu hidupku akan menjadi sunyi. Tiada yang
dapat menghilangkan dahaga yang kurasakan. Kau adalah segala-galanya bagiku!"
desis si gadis dengan mata setengah terpejam.
Perkasa segera bersaksi atas apa yang terjadi pada dirinya ia memeluk Mustika
Jajar dengan erat. Sementara tangannya yang kokoh bergerak nakal ke sekujur
tubuh si gadis, sehingga membuat Mustika Jajar menggelinjang.
"Per-ka-sa... se-ka-rang....
Cepatlah lakukan...!" bisik Mustika Jajar di telinga Perkasa. Apa yang terjadi
kemudian terasa begitu cepat. Saat Perkasa memasuki diri si gadis. Maka Mustika
Jajar menjerit lirih, sedangkan pelukannya semakin bertambah erat saja.
Apa yang terjadi di dalam ruangan tersebut. Selanjutnya hanyalah dinding kamar
yang menjadi saksi bisu atas perbuatan terkutuk mereka. Sampai akhirnya mereka
sampai pada puncak pendakian. Mustika Jajar terkapar di sisi kekasihnya. Gadis
cantik itu tersenyum puas. Sedangkan diluar sepengetahuan Mustika Jajar. Luka-
Iuka yang diderita oleh kekasihnya secara perlahan hilang dengan sendirinya.
"Walaupun dalam keadaan terluka, ternyata kau masih tetap hebat, Perkasa!"
puji si gadis sambil menyeka bukit-bukit di dadanya yang berkeringat.
Perkasa hanya tersenyum. Tidak lama ia sudah bangkit berdiri dan berjalan
mondar-mandir di tengah-tengah ruangan.
Seakan tidak terjadi apa-apa pada dirinya.
"Cepat atau lambat dia pasti datang kemari! Disaat itulah seluruh anak buahku
menghabisinya!" dengus si gadis sambil mengenakan pakaiannya kembali.
"Kuharap junjungan mampu
membunuhnya!" kata Perkasa seakan merasa
sangat khawatir,
"Tidak usah takut. Aku adalah orang nomor satu di kolong langit ini! Tidak
seorang pun dapat mengalahkan aku!" sahut gadis itu dengan segala keangkuhannya.
*** Untuk sementara kita tinggalkan
dulu Perkasa dan kekasihnya yang sedang berandai-andai itu. Sementara di halaman
depan, mayat-mayat hidup terus berjaga-jaga dari segala kemungkinan. Pada
kesempatan itu tiba-tiba di langit sana terdengar suara gemuruh disertai
pekikan-pekikan burung yang sangat banyak sekali jumlahnya.
"Kek... kreak... kreak...!"
Burung-burung bangkai semakin
banyak berdatangan. Setelah kawanan burung bangkai itu memenuhi langit di atas
Bukit Cadas Siluman. Maka tiba-tiba saja terdengar suara siulan. Gelombang suara
siulan tersebut tidak beraturan.
"Bunuh...!"
Terdengar bentakan mengandung
perintah. Dengan serentak dan disertai suara teriakan keras. Maka burung-burung
pemakan bangkai itu meluncur turun menyerang mayat-mayat hidup. Para pengawal
Mustika Jajar tampak menjadi panik. Mereka segera melakukan
perlawanan. Tetapi burung-burung bangkai menjadi semakin ganas. Rupanya mereka
mengetahui bahwa yang mereka serang sebenarnya adalah bangkai-bangkai hidup yang
menjadi sumber makanan mereka.
Mayat-mayat hidup menjadi panik, daging busuk mereka tercabik-cabik di sana-
sini. Tetapi mereka dengan sengit melakukan serangan balasan. Tangan mereka
mencengkeram setiap burung-burung yang hinggap di bahu atau di kepala mayat-
mayat ini. Rupanya suara ribut-ribut di luar sempat di dengar oleh Mustika
Jajar. Bersama Perkasa ia menghambur keluar.
Betina Dari Neraka terkesiap setelah melihat kawanan burung itu menyerang anak
buahnya. "Pasukan hitam, mengapa kalian hanya diam menonton!" teriak si gadis ditujukan
langsung pada belasan laki-laki bersenjata golok besar.
Mendapat perintah dari atasannya, maka belasan orang berbaju hitam itu langsung
mencabut goloknya dan membantu mayat-mayat hidup.
"Perkasa! Burung-burung keparat itu bagianmu." tegas Mustika Jajar.
Perkasa pemuda gagah penjelmaan
patung karya cipta Pematung Kelana dengan cepat mendongak ke langit. Di atas
sana ia melihat ratusan ekor burung bangkai sedang terbang berputar-putar di
sertai suara kak-kik-kok memekakan telinga.
Pemuda itu tiba-tiba mengibaskan kedua tangannya ke udara. Secara spontan tampak
bunga api meluncur deras membelah udara. Lalu....
Blar! Blaar! Pukulan dahsyat yang dilepaskan
oleh Perkasa menghantam burung-burung pemakan bangkai tersebut.
"Kek...!"
Burung-burung itu berkaparan mati dengan tubuh hangus seketika. Walaupun begitu
sebagian besar di antaranya selamat.
Burung-burung yang selamat kembali menyerang pengawal yang terdiri dari mayat-
mayat hidup maupun pengawal Iblis Betina Dari Neraka yang memakai baju hitam.
Hanya dalam waktu yang singkat
mayat-mayat hidup itu kehilangan daging-daging busuk yang menempel pada badan
mayat. Mayat-mayat itu jatuh bangun.
Namun meskipun tinggal tulang belulang mereka bangkit lagi dan kembali menyerang
kawanan burung-burung tersebut sehingga suasana di sekeliling tempat itu menjadi
hingar-bingar. Semakin lama pertarungan antara
kawanan burung-burung bangkai dengan pasukan mayat hidup pengawal Mustika Jajar
berubah menjadi semakin seru. Sudah
banyak pula burung-burung bangkai yang mati, sebaliknya walaupun mayat-mayat
hidup tersebut tercabik-cabik. Namun mereka masih tetap bertahan seakan tidak
ada sesuatu apapun yang berkurang dalam diri mereka.
Lama kelamaan jumlah burung pemakan bangkai itu semakin menyusut. Tampaknya
mayat-mayat hidup berada dalam kondisi yang menguntungkan. Pasukan berpakaian
serba hitam yang melihat kenyataan ini segera berlompatan mundur. Sampai
akhirnya mereka membentuk barisan seperti semula. Pada saat itulah tiba-tiba
terdengar suara bentakan di sertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Tahan...!"
Mayat-mayat hidup tampak terhuyung ke belakang. Dari arah lain terlihat seorang
laki-laki memakai topi caping berjalan mendekati Mustika Jajar.
"Harum benar bau disini" Pasukan mayat. Setahuku hanya Tua Tengkorak Mata Api
saja yang memiliki ilmu iblis Pembangkit Mayat. Tidak kusangka gadis secantik
dan semudamu mempunyai kekuatan langka itu. Apa hubunganmu dengan Tua Tengkorak


Pendekar Bloon 5 Memburu Manusia Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mata Api?" tanya kakek bertopi caping bambu itu penuh selidik.
"Hik hik hik...! Kau sendiri siapa"
Apakah burung-burung bangkai itu milikmu?" Mustika Jajar malah balik
bertanya. Seakan pertanyaan kakek berwajah seperti terbelah ini hanya angin lalu
saja. "Akulah Datuk Tabala Muka alias Si Burung Bangkai!" jawab si kakek ketus.
"Sekarang coba kau sebutkan kau punya nama atau gelar kalau punya. Dan katakan
pula siapa nama gurumu?"
"Aku Mustika Jajar alias Betina Dari Neraka. Guruku memang Tua Tengkorak Mata
Api." jawab si gadis.
Jika semula wajah di balik topi
caping bambu tampak berseri-seri mendengar julukan Mustika Jajar. Maka setelah
gadis berpakaian tembus pandang ini menyebutkan nama gurunya. Maka wajah yang
seperti terbelah itu tampak berkerut. Kini setelah mendengar nama gurunya. Maka
keinginannya untuk menja-jaki kehebatan Iblis Betina Dari Neraka hilang
seketika. "Benar kau muridnya Tua Tengkorak Mata Api?"
"Kau tidak percaya silakan mampus dulu dan tanyakan kebenaran di
neraka...!" kata si gadis.
"Ha ha ha...! Pulau Pelebur Dosa.
itu jauh dari mata jauh pula dari hati.
Sengaja kucari kau ke sini semata-mata ingin menghapus julukanmu yang kelewat
muluk itu. Tidak kusangka kau muridnya Tua Tengkorak Mata Api. Si tua bengal
yang kehilangan matanya karena ingin menjajal kehebatan Malaikat Berambut
Api...!" desis Datuk Tabala Muka. Jika semula Iblis Betina Dari Neraka telah
bersiap-siap menjaga segala kemungkinan.
Maka sekarang setelah kakek di depannya ada menyebut-nyebut nama gurunya. Maka
Mustika Jajar jadi bertanya-tanya dalam hati. Siapa agaknya orang tua ini"
"Kau mau membunuhku" Apakah kau mampu?" tanya si gadis dengan senyum menantang.
"Semula memang.... Tetapi sekarang tidak lagi...!" jawab Datuk Tabala Muka
tegas. "Hik hik hik...! Mengapa" Apakah karena kau merasa terpikat dengan kecantikanku
dan kemulusan tubuhku atau kau takut mampus?" ejek Iblis Betina Dari Neraka.
"Hak hak hak...! Datuk Tabala Muka tidak pernah mengenal rasa takut kepada
siapapun. Jika benar-benar kau muridnya Tua Tengkorak Mata Api. Apakah manusia
Maha Sesat itu tidak pernah bercerita kepadamu tentang adik seperguruannya yang
tinggal di Pulau Pelebur Dosa?" Mustika Jajar terdiam. Tiba-tiba ia berseru....
"Guruku memang pernah bercerita tentang adik seperguruannya yang berjuluk Si
Burung Bangkai... andakah orangnya?"
tanya si gadis.
"Ha ha ha...! Di dunia ini hanya ada satu julukan Si Burung Bangkai. Tidak
kusangka aku punya murid keponakan yang mempunyai ambisi besar sepertimu! Betapa
Tua Tengkorak Mata Api akan bangga kepadamu!" Melihat kenyataan bahwa Datuk
Tabala Muka masih merupakan paman gurunya sendiri, maka Mustika Jajar segera
menjura hormat dan sikapnya pun berubah menjadi ramah.
10 "Setelah mengetahui keinginan apa yang terkandung dalam niatku. Apakah paman
guru kini bersedia bergabung denganku?" tanya si gadis sambil membasahi bibirnya
yang kemerahan dan mengedipkan matanya yang nakal.
"Mengapa tidak. Jika telah
kuketahui siapa kau. Tentu aku turut mendukung usahamu untuk mendirikan sebuah
kerajaan persilatan. Aku akan membantumu sekuat kemampuanku!" kata Datuk Tabala
Muka. Iblis Betina Dari Neraka merasa
senang mendengar keputusan Datuk Tabala Muka. Ia kemudian mendekati sang Datuk
tanpa ragu-ragu lagi.
"Bersama pasukan Mayat ini aku telah mendirikan sebuah bangunan merah
tidak jauh dari sini. Paman bisa melihatnya betapa megahnya kerajaan persilatan
yang kubangun. Jika paman mau, mari kita ke sana. Sementara ini kita biarkan
pasukan mayat hidup ini bertahan di Bukit Cadas Siluman. Mereka akan menjadi
ujung tombak di barisan depan."
"Jauhkah tempat itu dari sini?"
tanya Datuk Tabala Muka.
"Tidak jauh. Hanya dua jam dari bukit ini."
"Mengapa pasukan mayat hidup ditinggalkan disini. Bukankah lebih baik mereka
menjaga singgasana mu?"
"Semua ini kulakukan untuk mengecoh perhatian musuh-musuhku! Singgasana megah
dari batu pualam putih itu dibangun dengan bantuan iblis. Jika sampai rusak.
Aku akan meratapinya seumur hidup!"
"Ha ha ha...! Ternyata kau sangat cerdik dalam mengatur siasat. Aku yakin bocah
tolol itu tidak akan lolos bila telah sampai disini!"
"Siapa yang paman guru maksudkan?"
tanya Mustika Jajar dengan kening berkerut.
"Siapa lagi kalau bukan si tolol Suro Blondo."
"Oh itu, aku sendiri memang ingin menangkapnya hidup atau mati. Pernah dia dan
kawannya termakan jebakanku, tetapi entah mengapa ia dapat meloloskan diri!"
ujar Mustika Jajar, geram.
"Jangan takut. Aku akan membantumu.
Kelak aku akan menangkapi tokoh-tokoh rimba persilatan yang tidak mau tunduk
kepadamu!" janji Datuk Tabala Muka.
"Aku senang mendengarnya." sahut si gadis sambil mengedipkan matanya. "Paman
guru tahu, bahwa guru Suro Blondo adalah musuh besar guruku. Bahkan guru telah
berpesan padaku agar mencari Malaikat Berambut Api. Cuma aku belum bisa
melaksanakan perintah guru, karena sekarang ini aku harus melakukan tugas utama
yang menjadi cita-citaku selama ini!"
"Dan cita-citamu hampir berhasil, bukan?"
"Memang. Tetapi hanya sebagian saja. Oh ya... sekarang kita lihat betapa
megahnya singgasana yang dibangun hanya dalam waktu semalam itu." ujar si gadis.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Iblis Betina Dari Neraka dengan diikuti oleh
Datuk Tabala Muka dan Perkasa segera meninggalkan Bukit Cadas Siluman.
Sehingga di atas bukit itu sekarang yang tertinggal hanya pasukan Mayat Hidup
dan juga pasukan hitam yang jumlahnya tidak lebih hanya lima belas orang saja.
Sedangkan mayat-mayat hidup tampaknya jumlah mereka tidak berkurang dan mencapai
ratusan. * * * Menjelang sore hari, di Bukit Cadas Siluman tampak sosok berbadan pendek
berlari-lari seperti sedang bermain kucing-kucingan. Gerakannya lincah dan
cepat. Sehingga sekilas seperti setan gentayangan yang sedang memburu waktu.
Tingkah kakek yang cuma berselempang kain putih ini memang mirip dengan seorang
bocah kecil yang nakal. Cuma yang membedakannya, kakek ini berambut putih, kumis
dan janggutnya juga berwarna putih.
Kakek bertampang lucu ini seperti kita ketahui bernama Wiro Suryo alias
Tenggiling Kedil.
Ia menyisir Bukit Cadas Siluman
semata-mata karena mendapat keterangan bahwa Betina Dari Neraka membangun sebuah
kekuatan baru disana. Setelah sampai di puncak bukit sebelah selatan. Tenggiling
Kedil sekonyong-konyong hentikan larinya.
Karena badannya yang setinggi setengah meter, maka ia tidak melihat keadaan di
depannya. "Susahnya jadi manusia adalah seperti diriku ini. Ingin menggapai langit, langit
begitu tinggi. Mau menggapai matahari, tubuhku pasti hangus.
Ingin melihat ke depan, terpaksa memanjat pohon dulu ah!" kata Wiro Suryo kesal.
Lalu dia menghampiri sebatang pohon
berukuran sedang-sedang saja. Dengan gerakan cepat sulit diikuti mata ia mulai
memanjat. "Heh... ternyata aku sudah sampai di pucuk. Mengapa harus ke pucuk, kalau
jatuhkan bisa mampus." gerutu Tenggiling Kedil. Ia bergerak agak turun. Di depan
sana ia melihat sebuah bangunan yang tidak begitu mewah. Di depan bangunan
terbuat dari kayu itu tampak ratusan laki-laki bertampang aneh-aneh sedang
berjaga-jaga. "Di situ rupanya manusia setan bersembunyi. Aku hampir kena di tipu jika Wiku
Palawa tidak kasih petunjuk. Aku harus kesana!" pikir Wiro Suryo.
Ia bermaksud menuruni pohon yang dipanjatnya. Namun gerakannya terhenti ketika
melihat dua sosok tubuh bergerak mengendap-endap di bawah pohon tersebut.
"Kurasa kita sudah hampir sampai!"
kata yang berada di bawah pohon berbisik pada gadis baju putih yang berada di
sampingnya. "Lihatlah, penjagaan begitu ketat.
Aku heran dalam waktu tidak lama Betina Dari Neraka mampu mengumpulkan pengikut-
pengikut yang cukup besar." gadis baju putih menyahuti. Pemuda di sampingnya
julurkan kepala sambil mengangguk-angguk macam burung perkutut. Lalu digaruknya
belakang kepala berulang-ulang.
"Tidak heran. Orang-orang yang
tidak mau berpihak padanya pasti dibunuh.
Kita juga harus berhati-hati, aku khawatir gurunya yang dapat menghidupkan
patung ada bersamanya. Urusan bisa jadi kapiran jika mata sumplung itu ada
bersama Mustika Jajar."
"Kau takut, Suro" Kita berdua kurasa bisa mengatasi mereka." menyahuti gadis
baju putih penuh keyakinan.
"Jangan kelewat memandang rendah dengan kemampuan lawan. Kau tahu tidak.
Aku sendiri bersama bocah tua bangka berambut putih dan berkumis cuma beberapa
lembar itu pernah masuk dalam perangkap iblis Betina. Sebenarnya bukan
kesalahanku, tapi kesalahan si tolol itu.
Untung gurumu memisahkan kami. Kalau tidak bocah sinting itu bisa membuat aku
semakin miring!" dengus pemuda berambut hitam kemerahan.
Walaupun kata-kata Suro Blondo
terdengar pelan, tetapi sempat didengar oleh Wiro Suryo.
"Pemuda edan ini kalau nggak dibikin babak belur pasti selalu menghina orang
lain. Dia kira dirinya itu siapa!"
dengus Tenggiling Kedil dalam hati.
Set! Ser,...! Wiro Suryo tiba-tiba melakukan
sesuatu. "Hah... hujan gerimis." Suro Blondo
menyeka tangannya yang terkena air.
"Tidak ada mendung mengapa ada hujan?" tanya Dewi Arimbi.
"Nah hujan lagi...!" kata si pemuda.
Lalu ia menyeka air yang bergulir di atas batang hidungnya. Tetapi ia mengendus
bau pesing menyengat.
"Kurang ajar, bukan hujan. Tapi air kencing. Mana ada Malaikat kencing secara
kurang ajar begini !" dengus Pendekar Blo'on.
Suro Blondo tidak disangka-sangka memungut batu di bawah kakinya. Sedangkan Wiro
Suryo terpaksa menahan nafas dan menahan tawa.
"Kalau bukan perbuatan tua bangka edan kejepit bumi. Pasti ini perbuatan setan!
Setiap setan usil harus dikasih mampus!" Pendekar Blo'on secepat cahaya
melemparkan dua buah batu ke atas pohon.
Wuut! Jdaak! "Aduh...!"
Di atas pohon terdengar suara
mengadu disertai melayangnya sosok tubuh pendek ke bawah.
Gubrak ..! Tenggiling Kedil jatuh tepat di
depan kaki murid Penghulu Siluman Kera Putih dan Malaikat Berambut Api. Begitu
mengenali orang yang mengusilinya. Maka
Suro tertawa membahak.
"Oh... rupanya kau setan yang telah mengirimkan hujan padaku! Manusia macam kau
memang selalu bikin jengkel orang lain. Dasar tua bangka sinting." dengus
Pendekar Blo'on sambil pencongkan mulutnya.
"Pemuda sinting! Jangan kau berani kurang ajar padaku. Kau punya kesalahan sudah
melebihi takaran. Kini setelah kau bergandengan dengan seorang gadis cantik.
Kau berpura-pura tidak mengenal kawan lama."
"Apa salahku Tenggiling Kedil. Kau hendak mengatakan bahwa berjalan seorang diri
tidak enak atau kau malah merasa iri" Besarkan dulu badanmu, nanti kalau sudah
besar dan dewasa baru kau boleh punya pasangan." ejek Wiro Suryo.
"Bukan... bukan itu...! Aku mau tau kau punya jawaban, mengapa tempo hari kau
meninggalkan aku di pinggir sungai. Hayo mengapa, coba jawab?"
"Oh... itu. Kurasa hanya kebetulan saja guru Dewi Arimbi menyukai aku.
Beliau tidak mau mengajakmu karena walau kau sudah berjenggot dianggapnya kau
masih bocah kecil."
Dewi Arimbi hanya diam saja melihat Suro dan Wiro berdebat. Ia rupanya sadar
bahwa kedua manusia yang dihadapinya
benar-benar sinting.
"Kau jangan meledekku. Sekarang kita punya tugas besar dan pesta pembantaian
yang besar pula."
"Apa maksudmu?"
"Di depan sana ada sebuah bangunan.
Turut Wiku Palawa yang sudah kojor di tanganku. Katanya Betina
Dari Neraka sekarang menghimpun kekuatan di Bukit Cadas Siluman ini. Apa pendapatmu,
sobatku?" desah Wiro Suryo ingin tahu.
"Wiku Palawa sudah mampus, aku sendiri hampir membunuh Perkasa. Sayang dia
melarikan diri setelah terluka parah."
"Kurasa Perkasa segera pulih setelah mendapat kehangatan dari Mustika Jajar."
sahut Tenggiling Kedil.
"Bagaimana kau tahu?"
"Menurut ramalanku begitu."
"Sudahlah, sekarang lebih baik kita santroni manusia setan itu." tegas Suro
Blondo memutuskan.
"Tunggu dulu...!"
"Ada apa lagi?" tanya Suro, seraya menghentikan langkah tanpa menoleh ke
belakang. "Kau belum memperkenalkan aku pada gadis cantik ini. Apakah dia sekarang telah
menjadi sobatmu atau kekasihmu?"
Memerah wajah Dewi Arimbi mendengar ucapan Wiro Suryo. Lalu matanya melotot,
namun Tenggiling Kedil malah tertawa.
"Tanyakan saja padanya, aku tidak layak menjawab pertanyaanmu, orang tua gila."
dengus si pemuda kemudian melanjutkan langkahnya kembali.
Karena berulangkali Dewi Arimbi
terus memelototi Wiro Suryo. Maka kakek pendek itu tidak berani mengajukan
pertanyaan. Lebih kurang dua puluh tombak berjalan. Akhirnya mereka sampai di
depan bangunan yang belum jadi sepenuhnya itu.
Serentak mayat-mayat hidup dan pasukan hitam mengepung mereka.
"Gila... orang-orang ini tidak ramah pada tamunya." bisik Wiro Suryo pada
Pendekar Blo'on.
"Kurasa mereka bangkai berjalan.
Cobalah rasakan bau yang sangat busuk ini." desis Suro sambil garuk-garuk
kepalanya. Dewi Arimbi tidak menyahut.
Sebaliknya tampak bersikap waspada menghadapi segala kemungkinan.
11 Hidung Tenggiling Kedil kembang
kempis. Ternyata memang tercium bau bangkai di situ.
"Aku tahu cara mengatasinya.
Sekarang kita hadapi mereka bersama-sama...!" kata Wiro Suryo. Tidak seorang pun
yang sempat menanggapi kata-kata
Tenggiling Kedil. Karena pada saat itu mayat-mayat hidup tersebut telah
menyerang mereka dari seluruh penjuru arah.
"Groak...! Hraaagh...!"
Terdengar suara-suara aneh di sana-sini. Mayat-mayat hidup yang jumlahnya
mencapai ratusan itu menghujani mereka dengan pukulan, tendangan maupun cakaran
dengan mempergunakan kuku-kukunya yang panjang.
"Hiyaa...!"
Sambil berteriak keras, Dewi Arimbi tiba-tiba melentik ke udara. Ia berputar-
putar di sana, lalu ketika tubuhnya meluncur ke bawah. Maka kedua tangannya
dihentakkan ke arah mayat-mayat hidup yang mengeroyoknya.
Wuut! Selarik sinar merah laksana bara melesat dengan cepat ke arah lawan-lawannya.
Beberapa saat kemudian pukulan yang dilepaskan oleh Dewi menghantam sasaran.


Pendekar Bloon 5 Memburu Manusia Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Buum...! "Aaaa...!"
Terdengar jeritan keras. Beberapa mayat hidup jatuh terjungkal dengan sekujur
tubuh hangus dan tidak bangkit-bangkit lagi.
"Gunakan pukulanmu, Suro!" teriak Tenggiling Kedil.
Begitu mendengar aba-aba dari
kawannya, maka Pendekar Blo'on sambil menghindari setiap serangan yang datang
segera melepaskan pukulan 'Matahari Rembulan Tidak Bersinar'. Ketika pemuda
berambut hitam kemerahan-merahan menghentakkan kedua tangannya ke arah mayat-
mayat itu. Tampak selarik sinar redup menderu keluar dari telapak tangan
Pendekar Blo'on. Detik itu juga pukulan yang dilepaskan oleh Pendekar Blo'on
menghantam ke arah sasaran.
Glaar! "Hraaakh...!"
Terdengar jerit kesakitan disana sini. Tampak beberapa sosok mayat tergelimpang
roboh. Hawa panas yang keluar dari telapak tangan si pemuda itu ternyata membuat
mayat-mayat itu tidak dapat bertahan hidup. Setelah mengetahui kelemahan mayat-
mayat hidup ini. Maka Suro, Wiro maupun Dewi segera melepaskan pukulan mautnya
berulang-ulang. Korban dipihak mayat hidup terus berjatuhan.
Tetapi mereka yang masih tetap bertahan tampak menjadi semakin bertambah
beringas. Melihat keganasan mereka, Suro Blondo terpaksa mempergunakan jurus
'Kacau Balau' yaitu sebuah jurus khusus menghindar yang diwariskan oleh Malaikat
Berambut Api. Suro meliuk-liukkan badannya, setiap langkahnya tidak beraturan.
Terkadang tubuhnya terhuyung ke depan atau condong ke belakang. Tetapi terkadang
dengan cepat ia menerjang ke depan sambil melepaskan tendangan beruntun ke arah
mayat-mayat tersebut.
Duuk!. "Hegkh...!"
Satu dua sosok mayat hidup jatuh terpelanting. Tetapi kawan-kawannya yang berada
di samping dan dari belakang menghujani si pemuda dengan serangan-serangan
menggeledek. "Hraaakh...!"
"Wadoww...!"
Pendekar Blo'on jatuh tunggang
langgang. Pukulan mayat-mayat hidup yang menghantam dada
dan punggung serta
perutnya, membuat pemuda ini merasa tubuhnya seperti remuk. Walaupun begitu Suro
cepat bangkit berdiri. Sementara Tenggiling Kedil entah pergi kemana.
"Sialan. Si pendek malah merat di saat aku dan Dewi sibuk menghadapi bangkai-
bangkai berjalan ini." gerutu si pemuda.
Baru saja Pendekar Blo'on mencoba melepaskan pukulannya yang paling ampuh.
Pada saat itu pula dari dalam bangunan keluar Tenggiling Kedil dengan membawa
obor menyala dengan jumlah besar.
"Sisakan tenaga kalian untuk menghadapi Betina Dari Neraka. Sekarang
kita serang mayat-mayat bau ini dengan api!" teriak Wiro Suryo. Seraya kemudian
melemparkan api ke tengah-tengah mayat yang mengeroyok Suro dan Dewi.
"Huaaah...!"
Mayat-mayat hidup tersebut
berserabutan menyelamatkan diri dari amukan api.
"Melemparkannya pelan-pelan, bocah tua. Salah-salah mengenai diriku!" teriak si
pemuda. Ia lalu menangkap salah satu obor yang melayang-layang di udara.
Dengan mempergunakan obor menyala tersebut Suro menerjang ke arah lawan-
lawannya. Setiap sosok mayat yang terkena api, pasti mereka mengeluarkan jeritan
aneh. Lalu tubuhnya ambruk dan tidak dapat bangun lagi. Walaupun pasukan mayat
hidup ini jumlahnya cukup banyak. Tetapi karena ketiga lawan mereka mengetahui
kelemahannya. Maka dalam waktu yang agak lama, mayat-mayat hidup ini terkapar
dan kembali ke ujud aslinya.
Sekarang tinggallah lima belas
sosok berpakaian serba hitam. Ternyata mereka ini tidak takut api. Kenyataan ini
membuat Suro Blondo jadi golang-golengkan kepalanya.
"Tenggiling Kedil, bagaimana ini!
Mereka tidak mampus kena api!" kata si pemuda sambil garuk-garuk kepala.
"Ha ha ha...! Tololnya kau. Mereka
bukan mayat, tapi manusia hidup seperti kita juga. Hadapilah dengan kemampuan
yang kau miliki!" sahut Wiro Suryo.
Dewi Arimbi yang
juga sedang menyerang laki-laki berpakaian hitam menjadi geli hatinya. Pemuda yang telah
menyita perhatiannya itu terlalu polos dan lugu. Walau kadang-kadang juga
memperlihatkan kecerdikannya yang tersembunyi. Bagi Dewi sendiri menghadapi
pasukan hitam ini tidak begitu mendapat kesulitan yang berarti. Karena tampaknya
kekuatan, baik berupa tenaga dalam maupun ilmu silat yang dimilikinya jauh lebih
tinggi dibandingkan lawan-lawannya.
Walaupun begitu, untuk tidak membuang tenaga terlalu banyak. Dewi Arimbi
kemudian melepaskan selendang yang melilit di pinggangnya yang ramping.
Ctar! Ctar! Saat Selendang Api melecut di
udara. Maka terlihat pijaran bunga api kemana-mana. Selendang itu kemudian
meliuk-liuk bagaikan seekor ular. Lalu mematuk ke enam jalan kematian. Melihat
keganasan senjata lawannya. Maka pasukan hitam ini mencabut golok besar yang
tergantung di pinggang.
Sriing! Bet! Bet! Laki-laki berpakaian hitam tersebut langsung mengibaskan golok besarnya
menyambuti setiap serangan yang datang.
Tetapi Dewi bertindak cukup cerdik.
Ketika golok-golok lawannya menebas selendang mautnya. Maka ia menarik balik
serangan, disaat lawan lengah maka selendang itu berubah kaku seperti pedang.
Selendang meluncur deras menghantam perut dan wajah lawannya.
Jless! Praat! "Auukh...!"
Tiga orang laki-laki berpakaian
hitam menjerit keras. Perut mereka ada yang tertembus ujung selendang. Dua di
antara mereka mukanya hancur terhantam selendang.
Melihat kawan-kawannya berkaparan di atas tanah secara mengerikan. Maka lima
orang lainnya dengan garang menerjang ke arah Dewi sejengkal lagi senjata-
senjata lawan mencincang tubuhnya. Maka Dewi segera melentingkan tubuhnya di
udara. Walau pun begitu salah satu golok lawan masih mengenai betis si gadis.
Sret! "Akh...!" Dewi Arimbi keluarkan jerit tertahan. Tetapi tanpa menghiraukan rasa
sakit di bagian kakinya ia
berjumpalitan di udara. Sedangkan selendang di tangannya secepat kilat
menghantam dua orang lawan yang terus
bergerak mengejarnya. Karena kedua laki-laki itu sedang mengambang di udara,
tentu sangat sulit bagi mereka untuk menghindari serangan selendang. Mereka
kemudian membabatkan golok dengan maksud menangkis.
Tetapi Selendang Api milik Dewi
Arimbi seakan tertahan di udara. Golok kedua laki-laki itu menebas angin,
barulah setelah sabetan golok berlalu.
Selendang itu meluncur kembali dan bergerak ke dua arah sekaligus.
Clep! Cleep! "Hekh...!"
Kedua anak buah Mustika Jajar ini melotot, suara tercekat karena teng-gorokannya
tertembus selendang Dewi.
Mereka langsung jatuh ke semak-semak.
Darah mengucur deras, tubuhnya berke-lojotan sebentar kemudian terdiam untuk
selama-lamanya.
Sementara itu Wiro Suryo yang juga sedang menghadapi pasukan hitam tanpa
mengalami hambatan yang berarti segera menyudahi perlawanan dua orang lawan.
"Sudah bosan aku main-main
denganmu. Hiii...!"
Kakek berbadan sangat pendek ini segera berguling-guling ke samping kiri.
Lawan mengejarnya dengan sabetan golok bertubi-tubi. Kalaulah Wiro Suryo
memiliki kepandaian biasa-biasa saja.
Niscaya tubuhnya telah tercabik-cabik terkena sabetan golok. Namun tokoh dari
Gunung Sembung ini punya segudang pengalaman di samping memang memiliki ajian
'Suket Sekilen'. Sehingga semakin sulitlah bagi kedua lawannya untuk melukai
Wiro Suryo. Tenggiling Kedil tiba-tiba saja
bangkit berdiri. Kemudian ia melompat sejauh dua tombak ke belakang. Di saat itu
kedua tangan maupun sekujur tubuhnya telah memancarkan cahaya putih. Itulah ilmu
'Pancar Cahaya' yang tidak ada duanya ini.
"Suuuit....!"
Wiro Suryo bersuit nyaring. Lalu kedua tangannya dikibaskan ke depan.
Wuus! Detik itu juga meluncur dua larik sinar putih membutakan mata ke arah lawan-
lawannya. Karena silau, tentu kedua orang ini melindungi matanya dengan telapak
tangan. Mereka baru sadar bahwa maut mengancam jiwa mereka pada saat ilmu
pukulan 'Pancar Cahaya' menghantam tubuh mereka.
Buuum! "Aaaa...!"
Jeritan panjang disertai dengan
terpentalnya dua sosok tubuh beberapa batang tombak ke belakang. Mereka tewas
detik itu juga dengan sekujur tubuh
berubah putih macam debu. Di lain pihak Suro Blondo dan Dewi Arimbi juga baru
saja selesai mengakhiri perlawanan pasukan hitam. Mereka jelas tampak sangat
kelelahan. "Bagaimana bocah tua. Apakah kau melihat ada manusia setan di dalam bangunan
itu?" tanya Pendekar Blo'on serius. Wiro Suryo menggelengkan kepalanya. Suro
menggaruk-garuk kepalanya karena bingung. Namun pada saat itulah secara tiba-
tiba terdengar bentakan-bentakan keras menulikan telinga. Ketiga orang ini
serentak berpaling ke arah datangnya suara.
12 Dengan jelas mereka melihat ada
tiga sosok bayangan bergerak cepat ke arah mereka. Hanya dalam beberapa detik
saja, terlihat ada dua orang laki-laki dan seorang gadis berwajah cantik telah
berdiri di depan mereka. Suro Blondo walaupun terkejut, namun tetap berusaha
tersenyum. "Manusia setan dan kekasihnya telah datang. Yang satunya lagi kalau tidak salah
adalah Datuk Tabala Muka.
Tenggiling Kedil, lihatlah tampang orang bercaping itu. Menurutmu apakah dia
bukan sebangsanya siluman juga?" tanya Suro.
Sambil bicara ia melirik ke arah Si Burung Bangkai.
"Iblis dan siluman bagiku hampir sama. Mari kita sikat saja!" tegas Tenggiling
Kedil. Belum sempat Suro Blondo bicara, Mustika Jajar telah memotong.
"Kalian bertiga merupakan peng-halang yang harus dienyahkan dari muka bumi ini.
Sejak dulu aku menginginkan kematianmu dan juga kematian gurumu Pendekar Blo'on.
Jika gurunya belum aku dapatkan, membunuh muridnya yang tolol pun bagiku sudah
merupakan kesenangan tersendiri."
Secepat kilat tanpa disangka-sangka Betina Dari Neraka menyerang Pendekar
Blo'on. Tinju kanan kirinya menderu menghantam pelipis dan dada si pemuda.
Itulah sebuah jurus 'Gempa Di Lereng Cilawu'. Suro menyadari serangan lawannya
ini sangat berbahaya. Sehingga ia segera mempergunakan jurus 'Seribu Kera Putih
Mengecoh Harimau'.
"Nguk...! Nguuk!"
Suro Blondo berjingkrak-jingkrak, atau berjongkok sambil berguling-guling.
Sesekali ia tampak menggaruk-garuk kepalanya seperti seekor monyet. Kemudian ia
melompat ke depan. Tangannya
terpentang menyambut tinju lawannya.
Tap! "Heh...!"
Mustika Jajar terkejut. Ia terus mendorongkan tinjunya ke arah lawan, tetapi
lawannya tidak bergeming. Dengan licik gadis berpakaian merangsang ini kemudian
menghantam perut lawannya dengan lutut terlipat.
Des! "Hekh...!"
Suro Blondo terbungkuk-bungkuk.
Perutnya mual bukan main. Ketika ia menarik nafas, maka dari lubang hidungnya
tampak darah menetes. Rupanya lawan telah mengerahkan tenaga dalam penuh dalam
gebrakan pertama tadi.
Sementara itu Dewi Arimbi sendiri merasa terheran-heran melihat Datuk Tabala
Muka malah bergabung dengan Betina Dari Neraka. Ketika bertemu beberapa waktu
lalu Datuk Tabala Muka ingin membunuh Mustika Jajar karena dirinya merasa
tersaingi, tetapi kini"
"Rupanya kau ular berkepala dua.
Katanya kau ingin membunuh manusia setan itu, tidak tahunya kini kau malah
menyeberang ke pihaknya." dengus Dewi gusar.
"Ha ha ha...! Waktu itu aku tidak tahu bahwa Betina Dari Neraka adalah murid
keponakanku. Setelah kuketahui siapa dia. Maka kini tentu saja aku membelanya
sekuat tenagaku!" sahut Datuk
Tabala Muka. "Iblis selamanya tetap iblis, Dewi.
Dia tidak bisa berubah menjadi kambing, sapi atau kerbau, apalagi manusia
seperti kita. Dia musuh kita yang nyata, mengapa sekarang kita tidak
menggebuknya?" ujar Wiro Suryo.
Mendapat aba-aba dari kakek
berbadan sangat pendek ini. Tentu saja Dewi tidak mau menunggu lebih lama. Ia
segera menyerang Datuk Tabala Muka.
Karena menyadari lawannya sangat tangguh.
Maka begitu melancarkan serangan Dewi Arimbi langsung mengerahkan jurus-jurus
andalannya. Datuk Tabala Muka tertawa mengekeh.
"Aku lebih suka berkelahi dengan gadis secantikmu. Kau pasti masih perawan. Jika
kau nanti kalah, maka aku akan mengajakmu bermain cinta sampai kau merengek-
rengek minta ampun!" ujar sang Datuk.
"Manusia cabul, makanlah selen-dangku!" teriak Dewi Arimbi dengan marahnya.
Datuk Tabala Muka yang baru saja hendak bicara lagi langsung menutup mulut
rapat-rapat. Terlebih-lebih ketika melihat lecutan selendang di tangan lawan
menimbulkan percikan bunga api. Dengan cepat Datuk Tabala Muka alias si Burung
Bangkai melepas capingnya dan langsung melemparkannya ke arah Dewi.
Gadis ini tidak mau mengambil
resiko. Segera ia mengerahkan tiga perempat dari seluruh tenaga dalam yang
dimilikinya ke bagian selendang. Setelah itu selendang kembali dilecutkan ke
arah topi bambu yang melayang-layang mengincar leher Dewi. Topi caping bambu
seperti ada kekuatan yang menggerakkannya langsung berkelit. Namun Selendang Api
terus bergerak mengejar, hingga akhirnya benturan keras terjadi.
Braak! Caping bambu milik Datuk Tabala
Muka hancur berkeping-keping. Tentu pemiliknya yang memandang enteng lawan jadi
terkejut. "Keparat! Makanlah ini...!" teriak si Burung Bangkai.
Kemudian jari tangannya dirapatkan.
Setelah sepuluh jari tangan menyatu.
Tubuhnya menerjang ke depan. Sedangkan tangan terus meluncur ke dada Dewi.
Serangan ini sangat dahsyat, karena si Burung Bangkai mengerahkan jurus 'Jari
Maut Bermata Satu'.
Dewi Arimbi segera dapat merasakan adanya satu tekanan hawa dingin
menghimpitnya. Tetapi rupanya Wiro Suryo yang sedang bertarung melawan Perkasa
sempat melihat serangan yang dihadapi Dewi. Tenggiling Kedil walaupun sedang
repot segera menolong Dewi dengan
melepaskan ajian 'Pancar Cahaya' ke arah Datuk Tabala Muka.
"Serangan keji!" dengus Wiro ditujukan pada si Burung Bangkai.
Wuut! Segulung cahaya putih menderu-deru ke arah Datuk Tabala Muka. Ajian 'Pancar
Cahaya' yang melesat dari tangan Wiro Suryo memotong tangan Datuk Tabala Muka.
Jika kakek berwajah aneh ini tidak cepat menarik tangannya. Tentu tangan itu
buntung atau paling tidak hangus terkena pukulan yang dilepaskan oleh Wiro
Suryo. "Jadah...!"
Si Burung Bangkai mengumpat sambil membanting dirinya ke samping.


Pendekar Bloon 5 Memburu Manusia Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Buum! Terjadi guncangan keras ketika
serangan Tenggiling Kedil mengenai tempat kosong.
Sebuah lubang menganga di samping Datuk Tabala Muka. Ia tidak dapat membayangkan
apa yang terjadi dengan dirinya jika pukulan tadi menghantam tangan. Sambil
memaki-maki dihati, Datuk Tabala Muka bangkit berdiri. Dewi yang selamat dari
maut tanpa memberi
kesempatan lagi langsung menyerang Datuk Tabala Muka.
Di lain pihak perkelahian antara Mustika Jajar dan Pendekar Blo'on sudah memakan
waktu hampir enam puluh jurus.
Tampaknya kedua belah pihak sudah sama-sama terluka. Apalagi ketika itu Mustika
Jajar telah mempergunakan senjatanya yang berbentuk aneh macam bulan sabit ini.
Senjata itu menderu-deru mengeluarkan sinar menyilaukan. Kemana Pendekar Blo'on
menghindar, maka kesitu pula senjata Betina Dari Neraka mengejarnya. Suro merasa
mati kutu, ia terus saja
mengerahkan jurus 'Kacau Balau' dan jurus
'Seribu Kera Putih Mengecoh Harimau'.
Dengan mengerahkan kedua jurus ini, serangan-serangan lawan dapat diatasinya.
Namun tiba-tiba saja Mustika Jajar membentak garang. Serentak tubuh gadis itu
berkelebat lenyap dari pandangan mata Suro. Pemuda berambut hitam kemerah-
merahan ini segera menyadari bahaya sedang mengancamnya. Untuk itu ketika
merasakan sambaran angin dingin di bagian punggungnya. Ia segera melenting ke
udara. Tetapi gerakannya itu kalah cepat dengan luncuran senjata Mustika Jajar.
Sehingga bagian iganya kena dilukai oleh lawan.
Crees! "Akh...!"
Tanpa menghiraukan sakit yang ia derita. Pendekar Blo'on terus berputar-putar di
udara. Kemudian ketika tubuhnya meluncur deras ke bawah. Maka ia mengibaskan
kedua tangan ke arah sasaran.
"'Neraka Hari Terakhir'! Hiya...!"
teriak si pemuda.
Buum! "Arkh...!"
Tidak dapat dihindari lagi, Mustika Jajar jatuh terpelanting. Kalau bukan dia
yang terkena pukulan itu. Tentu sudah tewas meregang nyawa. Tanpa menghiraukan
darah yang mengucur dari sudut-sudut bibirnya. Maka Betina Dari Neraka bangkit
berdiri. Tiba-tiba ia tertawa, suara tawanya semakin lama semakin meninggi.
Tentu saja Suro jadi terheran-heran. Ia tidak tahu bahwa tawa si gadis
sebenarnya cara aneh yang mungkin jarang ditemui di rimba persilatan untuk
menyembuhkan luka dalam yang dideritanya.
Ternyata sekejab kemudian memang tampak Mustika Jajar seperti tidak menderita
luka dalam. Sekarang ia malah menghimpun tenaga dalam untuk melepaskan pukulan
'Segala Racun Segala Bisa'.
Inilah salah satu pukulan maut yang paling diandalkannya. Hanya dalam waktu
sekejab kedua telapak tangan Betina Dari Neraka telah berubah menghitam. Suro
terkesiap. Namun segera mencabut Mandau Jantan dari balik bajunya. Mandan
berwarna hitam dengan empat sisi lubang miring di tengah-tengahnya langsung
dikibaskan ke depan.
Terlihat sinar hitam berkelebat.
Lalu terdengar suara mendengung disertai rintihan semacam tangis dari senjata
itu. Pada waktunya Mustika Jajar telah mengibaskan tangannya ke arah sasaran.
Sinar hitam terus meluncur, lalu membentur senjata milik si pemuda.
Wees! Anehnya begitu pukulan 'Segala
Racun Segala Bisa' mengenai senjata milik Suro. Pukulan tersebut seperti
menembus ruang hampa. Tidak ada suara ledakan terdengar. Betina Dari Neraka
terkejut setengah mati. Kelengahannya yang cuma sebentar ini langsung
dipergunakan oleh Suro Blondo. Tubuhnya tiba-tiba meluruk deras ke arah lawan.
Sedangkan Mandau Jantan di tangan ia kibaskan.
Betina Dari Neraka sempat terkejut.
Ia cepat menggeser tubuhnya ke kiri.
Namun ujung Mandau membabat putus tangannya.
Craas! "Akh...!"
Mustika Jajar menjerit tertahan.
Ia mengambil putusan tangan yang tergeletak di depannya. Tetapi ketika itu Suro
telah berputar. Kembali Mandau berkelebat.
Cres! "Huaakg...!"
Mustika Jajar tampak terhuyung-
huyung. Perutnya robek, ususnya
berbusaian. Gadis itu merasa sekaranglah ajalnya tiba. Tetapi pada saat yang
kritis itu sebuah bayangan berkelebat menyambar tubuh Iblis Betina Dari Neraka.
Hanya sekejab saja bayangan lenyap, Suro bermaksud mengejar. Namun pada saat itu
ia mendengar suara jeritan si Dewi Arimbi. Ketika ia menoleh ke arah datangnya
suara. Kiranya ia melihat Dewi yang dalam keadaan tertotok sedang ditindih oleh
Datuk Tabala Muka.
Masih memegang Mandau Suro Blondo memburu. Datuk Tabala Muka yang hampir saja
dapat merenggut kesucian si gadis memang sempat merasakan sambaran angin dingin
di punggungnya. Namun begitu ia menoleh senjata lawan langsung menebas lehernya.
Datuk Tabala Muka tidak sempat menghindar lagi. Karena ia begitu terkesima
melihat keindahan tubuh Arimbi.
Crees! Dhel...! Kepala Datuk Tabala Muka langsung menggelinding dan menimpa dada si gadis yang
tidak berpenutup apa-apa. Dewi Arimbi menjerit. Suro segera menendang kepala
berikut tubuh sang Datuk yang menindih tubuh telanjang Dewi. Suro kemudian
membebaskan totokan di tubuh si gadis. Begitu terbebas dari totokan Dewi Arimbi
langsung menyambar pakaiannya yang tercabik-cabik. Karena pakaian itu tidak
pantas dipakai maka Suro Blondo sambil cengar-cengir memberikan pakaiannya.
"Pakailah! Untung iblis itu tidak sempat membuatmu malu!" kata si pemuda
berambut hitam kemerahan. Kemudian ia memandang ke arah Wiro Suryo alias
Tenggiling Kedil. Ternyata kakek tua itu sedang berjuang habis-habisan
menghadapi Perkasa. Manusia penjelmaan patung itu ternyata mempunyai daya tahan
yang sungguh sangat luar biasa.
Dihadapan Perkasa, ternyata
Tenggiling Kedil untuk sekian jurus lamanya terpaksa bergerak mundur. Ketika
Perkasa mendesak dengan pukulan-pukulan yang mematikan. Ternyata Tenggiling
Kedil ini memapakinya dengan sebelah tangan.
Benturan keras tidak dapat dihindari lagi.
Duuk! "Wei... eudan...!" dengus si kakek pendek. Sebenarnya tenaga dalam yang dimiliki
oleh pemuda ini tidak lebih tinggi dari tenaga dalam yang dimiliki si kakek.
Namun karena tubuhnya yang pendek dan agak kurus. Sehingga ia tidak dapat
mempertahankan kuda-kudanya.
Dengan cepat ia bangkit berdiri lagi.
Ketika itu Perkasa mulai menginjak-injak dirinya. Bocah tua kerdil ini lalu
menggelundung seperti bola kian kemari.
"Hiaa...!"
Perkasa berteriak murka karena
setiap injakannya hanya menghancurkan batu dan tampak seperti tidak teratur.
Tiba-tiba saja laki-laki penjelmaan patung ini melepaskan pukulan dahsyat yang
bersumber dari inti api.
"Hei... orang tua pendek jelek!
Awas! Lawanmu kelihatannya tidak main-main. Kau bisa gosong jadi ubi bakar, jika
kau tetap membiarkan dia melepaskan pukulan!" Suro Blondo mengingatkan.
"Tidak usah takut. Aku akan menahannya dengan ajian Pancar Cahaya!"
sahut si kakek aneh.
Benar saja, ketika sinar merah
menderu cepat ke arah Wiro Suryo. Maka sekujur tubuh si kakek berubah putih di
selimuti cahaya. Lalu tangannya yang juga telah berwarna putih segera
dihentakkannya ke depan
Buum! Buum! "Aaaaa...!"
Terdengar jeritan keras di tengah-tengah suara ledakan dahsyat yang terjadi.
Wiro Suryo terjengkang sambil muntahkan darah kental. Lalu terdengar ledakan
lagi. Ketika semua mata memandang ke arah Perkasa. Maka terlihatlah tubuh sosok
patung itu hancur berkeping-keping menjadi batu terkena ajian Pancar Cahaya.
"Hmm, bukan main-main!" desis
Pendekar Blo'on memuji.
Dengan terpincang-pincang Teng-
giling Kedil menghampiri dan langsung bertanya.
"Kemana Iblis Betina itu?"
"Dia sudah terluka parah. Tapi seseorang telah menyelamatkannya!" sahut Pendekar
Blo'on. "Pasti perbuatan gurunya!"
"Aku harus pergi! Tidak baik mata tua melihat sepasang muda-mudi yang sedang
lirik-lirikan!"
Pendekar Blo'on baru saja mau
memaki. Namun ternyata sahabatnya yang super pendek itu telah menghilang dari
pandangan mata.
"Pakaian itu cocok denganmu, Rimbi?"
"Jangan menghina, baju jelek begini!"
"Ha ha ha! Yang terpenting bagian-bagian yang terbuka dapat ditutupi.
Hampir saja kau menjadi pengantin kesiangan Datuk Tabala Muka! Aduh... mana
tahan aku membayangkannya!"
Dewi Arimbi cemberut. Lalu dengan wajah memerah ia segera berlalu
meninggalkan Suro Blondo.
"Hei... tunggu.... Jangan kau tinggalkan aku...!"
"Hi hi hi! Kalau punya kaki mengapa tidak mengejar?" tantang si gadis sambil
tertawa. "Nantang nih! Awas kalau dapat aku pasti menciummu!" kata si pemuda lalu
menyusul Dewi Arimbi.
T A M A T Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com
Pangeran Perkasa 9 Beruang Salju Karya Sin Liong Pendekar Panji Sakti 21
^