Tokoh Tokoh Kembar 3
Pendekar Bloon 21 Tokoh Tokoh Kembar Bagian 3
lama lagi. Ia bersama Mustika Jajar alias Iblis Betina Dari Neraka segera
meninggalkan Ratu Leak.
*** Duuk! Duuuk! "Hea...!"
"Kuat-kuatlah kau berpegangan!" teriak kakek berpakaian putih berselempang putih
pada laki-laki gondrong di belakangnya. Orang yang
membonceng di punggung belakang kuda tung-
gangannya mempererat pelukan pada pelana ku-
da. Saat itu kuda putih yang di kenal dengan na-
ma Si Putih Kaki Langit terus melesat dengan ke-
cepatan laksana kilat.
"Menurutmu masih luaskah daerahmu
ini?" "Sange cukup luas, Datuk! Kita hanya tinggal menelusuri daerah-daerah
pinggiran pantai.
Aku yakin Ratu Leak masih mendekam di negeri
kami ini!"
"Bagaimana kau bisa merasa yakin, anak
ketek! Apa kau punya semacam penciuman yang
dapat mengetahui dimana Ratu Leak bersem-
bunyi!" "Aku bukan anjing pelacak, Datuk! Kesim-pulanku ini berdasarkan
kenyataan bahwa hingga
saat ini penduduk negeri masih juga belum terbe-
bas dari pengaruh sihir perempuan itu!"
"Baiklah, mudah-mudahan kita segera me-
nemukan apa yang kita cari!" ujar laki-laki berpakaian putih selempang putih
yang tidak lain ada-
lah Datuk Nan Gadang Paluih yang sesungguh-
nya. Mereka ini terus menjelajah daerah-daerah
yang mereka curigai sebagai tempat persembu-
nyian Ratu Leak.
Sementara itu pada saat yang sama di lain
tempat namun masih di daerah Sange juga, Ma-
nusia Topeng, Mata Iblis, Dewi Kerudung Putih
dan Malaikat Berambut Api sudah sampai di dae-
rah berbukit-bukit di bagian timur negeri itu. Lalu mereka melewati dataran
rendah yang kering kerontang. Saat rombongan ini mendaki ke arah
bukit. Tiba-tiba saja Malaikat Berambut Api ber-
teriak memberi peringatan.
"Aku mendengar suara nafas beberapa
orang di atas sana! Aku juga mendengar suara
benda-benda berat bergeser! Hendaknya berhati-
hatilah, kurasa maut telah menghadang kita...!"
Belum lagi ucapan kakek Dewana ini terhenti, da-
ri atas bukit yang baru hendak mereka daki me-
luncur beberapa buah batu besar menerjang me-
reka. "Gila jahanam, pekerjaan siapa ini!?" dengus Mata Iblis. Kakek bermata
buta ini bukannya
malah lari menyelamatkan diri atau turun kemba-
li ke lembah melainkan terus berlari ke atas bukit seakan seperti orang gila
yang menyongsong
maut. "Ini pekerjaan orang-orang iseng yang hendak merampas nyawa kita!" Manusia
Topeng me-nimpali. Ia dengan ilmu meringankan tubuhnya
melompat ke sana ke mari dengan indahnya. Se-
dangkan Mata Iblis gerakkan tangannya yang
memakai sarung Sutra Kencana itu ke samping
kanan dan kiri dengan posisi menyibak. Sehingga
batu-batu besar yang seharusnya menghantam
dirinya meleset dari sasaran.
Apa yang dilakukan oleh Mata Iblis adalah
sesuatu yang sangat mengagumkan karena tidak
sembarangan orang dengan mudah dapat me-
nyingkirkan batu yang tengah meluncur itu
hanya dengan sebelah tangan. Mata Iblis terus
berlari ke atas, hingga tidak lama sampailah ia di
atas bukit tersebut. Sungguh pun ia tidak dapat
melihat tetapi Mata Iblis dapat merasakan di atas bukit paling tidak berdiri dua
orang yang tidak dikenalnya sama sekali.
"Cepatlah ke sini semuanya?" teriak Mata Iblis dengan suara keras menggelegar.
Orang-orang yang berada di bawah segera naik. Malaikat Berambut Api, Manusia
Topeng dan Dewi Kerudung hanya dalam waktu sebentar saja sudah be-
rada di atas bukit itu. Mereka segera mengetahui ternyata disana telah menunggu
seorang kakek tua berwajah tanpa terbalut daging, matanya cu-
ma sebelah dari berwarna merah menyala. Tidak
jauh dari samping kakek itu tampak seorang ga-
dis cantik berpakaian hijau. Dari cara gadis itu memandang kelihatan jelas bahwa
ia sangat memandang remeh tokoh-tokoh dari golongan lurus
ini. Satu hal yang membuat Malaikat Berambut
Api terheran-heran, ia melihat kakek berwajah
tanpa daging ini begitu memandangnya langsung
tidak pernah mengalihkan perhatian dari dirinya.
"Malaikat Berambut Api manusia jahanam!
Masih ingatkah kau kepadaku atau kau malah ti-
dak mengingatku sama sekali?" teriak Tua Tengkorak Mata Api Demikian marahnya ia
sampai- sampai tidak menghiraukan orang-orang yang
menyertai kakek ini.
Dewana alias Malaikat Berambut Api ter-
diam cukup lama dengan alis berkerut. Ia seperti lupa-lupa ingat dengan orang
beralis agak berdiri
dan berumbai-umbai ini. Atau mungkin ia pernah
bertemu pada suatu waktu dimasa silamnya yang
kurang begitu menggembirakan"
"Dewana" Kurasa otakmu belum tumpul.
Saat itu empat puluh tahun yang lalu. Kita bertarung di Sungai Kuning. Aku
hampir membunuh-
mu dengan pukulan 'Pelebur Raga'. Tetapi celaka, kau mempergunakan tipu
muslihatmu dengan jurus 'Neraka Pembasmi Iblis' serta pukulan
'Neraka Hari Terakhir'. Kekalahan itu bukan se-
suatu yang aneh, Dewana. Yang membuatku me-
rasa terhina, kau hancurkan wajahku, kau cung-
kil pula mataku yang kiri di saat aku dalam kea-
daan antara hidup dan mati. Kau manusia penge-
cut Dewana" Ini adalah hari yang menentukan
bagimu. Kutidak pernah khawatir sungguh pun
kau membawa seribu kawan!" teriak Tua Tengkorak Mata Api penuh rasa permusuhan.
Sekarang mengertilah Malaikat Berambut
Api duduk persoalan yang sebenarnya. Orang ini
tidak lain adalah Darpakala atau Si Racun Kun-
ing. Manusia sesat dari Sungai Kuning yang dulu
pernah membunuh kekasih Dewana yang perta-
ma. Sumtirah saudara seguru Dewana, ia cantik,
manja, sayangnya suka bersahabat dengan orang-
orang golongan putih dan hitam. Sumtirah alias
Satriavi adalah kekasih Dewana di masa mereka
masih sama-sama muda. Mereka sama-sama
mencinta, sehingga suatu saat kelak mereka akan
mengukuhkan hubungan cinta mereka ke jenjang
perkawinan. Tetapi apa yang kemudian terjadi.
Satriavi hamil, kehamilan itu terjadi akibat sahabat Satriavi, yaitu Darpakala
telah membiusnya.
Pemuda aliran sesat ini menodai Satriavi berulang kali dalam keadaan gadis itu
tidak sadarkan diri.
Sadar akan aib yang menimpa dirinya. Maka sete-
lah meninggalkan pesan Satriavi membunuh diri.
Dewana tentu menjadi marah pada Darpakala. Ia
mencari manusia sesat itu ke Sungai Kuning,
hingga terjadilah pertarungan antara hidup dan
mati. Perlu diketahui waktu itu Darpakala diban-
tu oleh buaya-buaya kuning yang sangat ganas.
Sehingga jika bukan karena ketinggian ilmu yang
dimiliki Dewana, niscaya ia tewas di tangan Dar-
pakala. SEMBILAN Teringat akan segala sesuatu yang terjadi
di masa lalu. Malaikat Berambut Api tiba-tiba merasa hatinya seperti di iris-
iris sembilu. Perlahan ia memandang tajam ke arah kakek bermuka
tanpa berbalut daging dengan tatapan dingin me-
nusuk. Manusia topeng, Mata Iblis dan Dewi Keru-
dung Putih yang tidak tahu duduk persoalan di-
antara mereka berdua hanya diam saja.
"Darpakala, Racun Kuning atau siapa saja
julukanmu. Aku tidak perduli, aku merasa kau
dulu telah menghina diriku. Apa yang menimpa
dirimu kuanggap sebagai suatu pelajaran pahit
sekaligus berharga bagi dirimu, tidak tahunya ha-timu malah menjadi penasaran.
Kau bukan me- nyadari apa yang telah kau lakukan, tidak ta-
hunya malah semakin bertambah sesat!" dengus Malaikat Berambut Api.
"Saudara!" seru Manusia Topeng. "Mengapa mengulur-ulur waktu" Sebaiknya serahkan
masalah ini padaku, biar aku yang tua bangka ini ingin merasakan betapa banyak
kesaktian yang dimilikinya sehingga ia bermulut besar seperti ini!"
"Tidak! Aku merasa berterima kasih atas
perhatian kalian. Persoalanku dengan Tua Teng-
korak Mata Api adalah persoalan yang sangat pri-
badi sekali. Untuk itu kuminta pada kalian agar
jangan turut campur. Menurutku sebaiknya sau-
dara semua tidak usah menunggu lebih lama.
Mencari Ratu Leak dan mengambil Batu Lahat
Bakutuk lebih cepat adalah lebih baik!" kata Malaikat Berambut Api.
"Tidak bisa, bangsat cebol yang memakai
topeng itu adalah bagianku!" Mustika Jajar tiba-tiba saja melangkah maju.
Setelah memperhatikan sekejap, Manusia
Topeng segera mengenali. "Ha ha ha! Perempuan cantik, tapi berhati busuk. Jika
kau mau berpikir dua kali tentu kau tidak akan gegabah ingin men-jajalku"
Menurut hematku lebih baik kau mem-
bantu gurumu dari segala kemungkinan yang da-
pat membuat matanya yang cuma satu-satunya
itu mbrojol keluar. Kau pasti bukan lawanku! Te-
tapi jika kau tetap memaksaku, biarkan kawan-
kawan kami Mata Iblis dan Dewi Kerudung Putih
melanjutkan perjalanan!" Manusia Topeng ajukan isyarat. Mustika Jajar tampak
keberatan. Namun
Tua Tengkorak Mata Api memberi isyarat agar
Mustika membiarkan kedua orang itu lewat.
Maka dibiarkan saja Dewi Kerudung Putih
dan Mata Iblis berlalu. Setelah kedua orang ini
lewat. Maka Tua Tengkorak Mata Api yang sudah
merasa yakin benar Ratu Leak pasti akan mem-
bunuh Mata Iblis dan Dewi Kerudung Putih ia
kembali berbalik ke arah musuh yang sangat di
bencinya. "Dewana, untuk kau ketahui agar tidak
mampus penasaran. Beberapa tahun yang lewat
muridmu yang Bodoh itu hampir membuat celaka
muridku. Untuk itu biarlah hari ini aku menagih
hutang-hutang itu berikut bunga-bunganya!"
"Setan mata sebelah, bagaimana dengan
aku?" celetuk Manusia Topeng. "Apa aku harus jadi penonton bersama muridmu?"
"Mustika, bunuh tua setan yang memakai
topeng itu"!" perintah Tua Tengkorak Mata Api.
Untuk melakukan perintah gurunya bukanlah se-
suatu yang mudah. Rasanya Manusia Topeng
mempunyai tingkat kepandaian lebih tinggi di-
bandingkan dengan Datuk Nan Gadang Paluih.
Jelas dalam hal ini ia tidak boleh hanya mengan-
dalkan jurus-jurus serta pukulan yang diwa-
riskan oleh uwa gurunya saja. Bagaimana pun ia
harus mempergunakan jurus serta pukulan wari-
san gurunya sendiri.
"Guru aku berjanji bukan hanya akan
membunuhnya saja. Tetapi aku juga akan mem-
beset-beset yang menutupi wajahnya. Agar kita
semuanya tahu siapa dia yang sebenarnya!" sahut Iblis Betina Dari Neraka. Tiba-
tiba gadis cantik yang sudah bukan perawan lagi ini melesat ke
depan. Tangan kanan menghantam ke bagian da-
da, sedangkan kaki meluncur deras ke bagian pe-
rut lawannya. Serangan yang dilancarkan oleh
gadis itu bukan serangan biasa. Karena ia telah
melepaskan pukulan 'Segala Racun Segala Bisa'.
Tampak jelas kaki dan tangan Mustika Ja-
jar telah berubah menghitam. Dan deru angin
yang ditimbulkannya pun jelas menebar hawa
busuk yang dingin bukan main.
Wuuut! Sebagai tokoh yang berpengalaman Manu-
sia Topeng sadar betul dengan bahaya ini. Se-
hingga ia berkelit, serangan Mustika baik tendangan kaki maupun tendangan tangan
dua-duanya luput. Dalam hati ia sempat tercekat juga. Selagi serangannya nyeplos begitu
saja, Manusia Topeng
cepat melompat mundur ke belakang. Kemudian
punggung tangannya melibas.
Buuuk! Braak! Terhantam pukulan Manusia Topeng, Mus-
tika nyaris terpelanting. Syukur ia mempunyai
ilmu meringankan tubuh yang luar biasa. Sehing-
ga dengan cepat ia dapat memperbaiki posisi dan
siap menyerang kembali.
"Hmm, kali ini aku tidak akan membiarkan
mu lolos begitu saja!" geram Mustika Jajar marah.
Manusia Topeng hanya tersenyum.
Sekarang ia tidak menunggu lagi lawan
membangun serangan, tiba-tiba saja laki-laki
pendek ini melompat ke udara. Kakinya menyapu
ke bagian kepala lawan.
Set! Set! "Heh...!"
Sekarang Manusia Topeng yang di buat ka-
get bukan alang kepalang. Ia tadi merasa yakin
serangannya mencapai sasaran. Tetapi dengan
gerakan yang aneh lawan telah dapat menghinda-
rinya. Manusia Topeng memperhatikan gerakan
Mustika. Lalu terdengar seruan kaget.
"Langkah Langkah Sesat?"" desisnya.
"Hi hi hi...! Bagus sekali ternyata kau telah mengetahui jurus-jurus mautku
Pendekar Bloon 21 Tokoh Tokoh Kembar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bangsat bertopeng. Sekarang rasakanlah ini! Heaa...!" Suara si gadis melengking
tinggi. Secepat kilat tubuhnya
mengambang di udara, lalu ia meliuk-liuk disertai putaran aneh di udara. Setiap
jari-jari tangan
Mustika bergerak, maka lima jalan darah lawan
dalam keadaan terancam. Manusia Topeng mera-
sa ada tekanan yang menghebat dan mengurung
setiap gerakannya.
"Hia...! Cha,cha...!"
Tiba-tiba Manusia Topeng jungkir balik,
kaki menghadap ke atas kepala menghadap ke
bawah. Ia bertumpu dengan kedua tangannya.
Kemudian ketika serangan lawan terus mende-
ranya secara bertubi-tubi. Maka Manusia Topeng
gerakkan kakinya dalam posisi menggunting.
Clak! "Aih...!"
Gadis itu sempat keluarkan seruan terta-
han ketika kaki lawan hampir saja memotong pu-
tus kedua tangannya sekaligus. Tiba-tiba saja ia berguling-guling. Lalu kakinya
menendang dengan cepat dan telak sekali.
Duuuk! "Wuakh...!" Manusia Topeng menjerit keras. Tubuhnya sempat terlempar dan
nyangsang di atas dahan yang rimbun. Selagi Manusia To-
peng dalam keadaan seperti itu Mustika Jajar le-
paskan pukulan ke arahnya. Untung Manusia
Topeng cepat menyingkir. Jika tidak tubuhnya
pasti hangus terhantam serangan lawan yang
mengandung hawa panas bukan main tersebut.
Untuk sementara waktu kita tinggalkan
dulu Manusia Topeng dan Mustika yang masih te-
rus terlihat pertempuran sengit. Pada waktu ber-
samaan pula Malaikat Berambut Api juga sedang
terlibat pertempuran sengit dengan musuh be-
buyutannya, yaitu Tua Tengkorak Mata Api. Dua
tokoh aliran hitam dan putih yang sudah lama
menyimpan dendam berkarat ini tampaknya su-
dah mulai mengumbar jurus-jurus ataupun pu-
kulan mautnya. "Hiaaa...!"
Tua Tengkorak Mata Api tiba-tiba saja me-
lompat mundur. Kedua tangannya segera digosok-
gosokkan satu dengan yang lainnya. Sebentar sa-
ja kedua tangan kakek berwajah macam tengko-
rak ini telah berwarna menghitam keseluruhan-
nya. "Dewana...! Hari ini kau tidak akan lolos dari kematianmu!" dengus Tua
Tengkorak Mata Api dengan marahnya.
"Pukulan Segala Racun Segala Bisa sejak
dulu kau memang sudah memilikinya. Tetapi
sangat disayangkan kulihat tidak ada perkem-
bangan yang berarti. Ternyata kau hanya seorang
pembual bermulut besar!" sahut Malaikat Berambut Api tidak kalah sinisnya.
Mendengar ucapan lawan yang sangat me-
remehkan dirinya, jelas saja Tua Tengkorak Mata
Api jadi bertambah berang. Tanpa bicara apa-apa
lagi ia lepaskan pukulan maut yang memang te-
lah dipersiapkannya.
Penghuni pulau Seribu Satu Malam ini se-
gera dapat merasakan adanya hawa dingin menu-
suk menerpa dirinya. Dadanya langsung sesak,
tenggorokan seperti di tusuk-tusuk jarum panas.
"Heep!"
Malaikat Rambut Api diam-diam kerahkan
tenaga sakti untuk mengusir pengaruh serangan
lawan ini. "Heh...!"
Kakek ini tersentak kaget, wajahnya sedikit
memucat. Ternyata walau pun ia telah mengerah-
kan hawa sakti untuk mengusir serangan lawan
ini. Ia masih merasakan gelombang serangan be-
rupa hawa panas yang mendera tiada putus-
putusnya. "Kunyuk keparat ini ternyata banyak mem-
punyai kemajuan! Aku tidak mungkin menghin-
dar terus!" pikir si kakek rambut merah. Lalu ia kepalkan kedua tangannya hingga
membentuk tinju. Krrtttkkh!
Ada suara berkeretekan ketika masing-
masing jari tangan si kakek menangkup bersatu
padu antara satu dengan yang lainnya.
"Hiiih...!"
Sambil melompat ke depan, laksana kilat
tangannya meluncur. Tua Tengkorak Mata Api
sama sekali tidak menduga adanya serangan
mendadak ini. Ia angkat kakinya sedangkan kepa-
la dan badan ditarik ke belakang.
Des! Des! Baik kakek Dewana maupun Tua Tengko-
rak sama-sama terkena pukulan. Dua-duanya
terhuyung beberapa tindak ke belakang. Tetapi
laksana kilat kakek Dewana sambil memperguna-
kan jurus 'Kacau Balau', sudah membangun se-
rangan lagi. Tentu saja serangan-serangan yang
dilancarkan oleh Malaikat Berambut Api merupa-
kan serangan yang sangat berbahaya di samping
mengandung tenaga dalam tinggi. Sebaliknya
Darpakala yang memang dilamun dendam tidak
terlihat keder mendapat hujan serangan bertubi-
tubi. Bagaikan singa gurun, Darpakala alias Ra-
cun Kuning dan lebih di kenal dengan julukan
Tua Tengkorak Mata Api dapat menghindari hu-
jan serangan lawannya. Sebaliknya serangan ba-
lasan yang dilakukan oleh Darpakala juga dapat
dihindari oleh Malaikat Berambut Api.
Kenyataan yang dihadapinya ini benar-
benar membuatnya menjadi marah. Tiba-tiba saja
ia jatuhkan diri ke tanah dengan posisi mene-
lungkup. Kedua tangannya mengembang dan
langsung dipukulkan ke bumi.
Hanya beberapa saat saja setelah tangan
Tua Tengkorak Mata Api menjejak ke tanah. Maka
kedua tangan itu tiba-tiba saja memancarkan ca-
haya berwarna pelangi.
"Pukulan Pelebur Raga?" Hmm rupanya
bajingan ini telah berhasil mengamalkan pukulan
sesat yang dulu pernah menghebohkan!" desis Malaikat Berambut Api. Walaupun ia
sempat terkesiap, tetapi dengan cepat ia usap dadanya. Se-
telah itu bersiap-siap pula dengan pukulan
'Ratapan Pembangkit Sukma'.
"Dewana, jika hari ini kau tidak mampus
dengan pukulan Pelebur Raga. Biarlah untuk ma-
sa selanjutnya aku mengasingkan diri di Lembah
Wadal (tumbal). Ini adalah satu-satunya pukulan
maut yang kurancang khusus untuk membu-
nuhmu di samping ada satu pukulan lagi yang
kuberi nama Tiga Gerhana Penghantar Maut!
Malaikat Berambut Api sama sekali tidak
menyahut. Mata kakek ini setengah terpejam.
Otot-otot tubuhnya yang kekar bersembulan. Ke-
ringat sebesar-besar kacang kedelai bercucuran
membasahi seluruh tubuhnya. Pabila Tua Teng-
korak Mata Api memandang ke arah lawannya
untuk yang terakhir kali. Maka ia sempat tercekat juga. Seluruh rambut di kepala
si kakek yang berwarna merah tampak seakan-akan menyala.
Sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan.
Tetapi apalah artinya bagi Tua Tengkorak Mata
Api yang sudah dilamun marah.
"Hiaaa...!"
Diawali dengan teriakan melengking tinggi.
Tua Tengkorak melesat ke depan sedangkan tan-
gannya di dorong dengan kecepatan penuh. Ter-
dengar suara bergemuruh bagaikan deru angin
yang tidak ada putus-putusnya. Lalu sinar pelan-
gi itu sontak memanjang menjadi sesuatu yang
menggiriskan. Lesatan sinar pelangi itu ke arah
lawan saja sudah membuat si kakek Dewana yang
mempunyai tenaga dalam tinggi sudah mulai ter-
seret-seret. Pohon-pohon tercabut sampai ke
akar-akarnya. Manusia Topeng yang hampir ber-
hasil mengalahkan lawannya sempat tergontai-
gontai, ia keluarkan suara pekikan berulangkali.
Malaikat Berambut Api sadar betul ini merupakan
ujian yang paling berat bagi dirinya.
Bet! Zeeb! Zeeb! Malaikat Berambut Api sekonyong-konyong
dorongkan kedua tangannya ke depan. Apa yang
dilakukan oleh si kakek bukanlah sesuatu yang
mudah. Karena serangan yang dilakukannya sea-
kan terhalang sebuah tembok baja berlapis-lapis.
Malah sekarang tubuhnya terus terdorong sedikit
demi sedikit. Deg! Deg! Malaikat Berambut Api lipat gandakan te-
naga dalamnya. Setelah itu ia hantamkan kedua
tangannya ke arah serangan lawan tersebut. Apa
yang terjadi kemudian adalah sesuatu yang san-
gat luar biasa. Dari telapak tangan kakek Dewana tiba-tiba saja menderu segulung
sinar putih laksana salju. Terjadilah saling dorong untuk bebe-
rapa saat lamanya. Dua-duanya saling ngotot. La-
lu.... Buum! Akhirnya terjadilah ledakan dahsyat. Dua
sosok tubuh sama-sama terpelanting sedangkan
di bagian lain. Terlihat Mustika Jajar jatuh terduduk dengan mata melotot.
Manusia Topeng lagi-
lagi nyangkut di atas pohon tinggi.
Wajah Malaikat Berambut Api tampak pu-
cat laksana kain kapan. Ia mencoba menarik na-
fas, tetapi dadanya malah sakit bukan main. Bila memandang ke arah Tua Tengkorak
Mata Api. Kakek yang wajahnya tidak terbalut daging ini
mandi darah. Ternyata ia mengalami goncangan
bagian dalam yang sangat hebat. Keadaannya
saat itu antara sadar dan tiada. Mustika Jajar
tentu sangat mengkhawatirkan keselamatan gu-
runya. Mengingat lawan ketika itu sudah bangkit
berdiri dan kini telah siap melepaskan pukulan
Neraka Hari Terakhir.
"Celaka guruku!!" desisnya. Mustika ingin menolong gurunya. Tetapi hal itu
sangat sulit dilakukannya. Benturan tenaga sakti tadi telah
mempengaruhinya. Padahal ia mempunyai tingkat
tenaga dalam yang tidak bisa dianggap remeh.
Mungkin jika orang biasa yang terkena pengaruh
pukulan tadi, orang itu tewas seketika.
"Tua Tengkorak Mata Api! Aku menjunjung
tinggi tata krama pertarungan rimba persilatan.
Tetapi khusus buatmu merupakan pengecualian.
Kau tidak ubahnya seperti seekor ular berbisa
yang mencari pemukul. Jika hari ini aku tidak
dapat melenyapkanmu, biarlah aku mati dengan
kaki menjunjung langit dan kepala menjunjung
bumi! Heaaa...!" Malaikat Berambut Api. Memutar-mutar kedua tangan di atas
kepala. Kini ia telah siap dengan pukulan 'Kidung Maut' salah satu ilmu
ciptaannya yang baru dan belum pernah di-turunkan pada cucu sekaligus muridnya
Suro Blondo. "Heaaa...!"
Wuung! Terdengar suara gaung yang seakan datang
dari perut bumi. Lalu terlihat sinar merah hitam melesat ke arah Tua Tengkorak.
Kakek berwajah tanpa daging ini mustahil dapat menghindar dari
lawannya, karena ia tidak kuasa menyelamatkan
diri. Bahkan menggeser punggungnya saja ia ti-
dak mampu. Tidak pelak lagi serangan lawan pun
menghantam dirinya. Tua Tengkorak Mata Api
mencelat, tubuhnya kemudian terkapar. Orang
tua yang mempunyai ilmu Iblis Pembangkit Roh
ini tewas seketika dengan keadaan hangus. Mus-
tika Jajar tentu saja menjerit histeris melihat gurunya kena di bantai lawan. Ia
tiba-tiba saja berlari sambil melepaskan pukulan ke arah Malaikat
Berambut Api. Melihat betapa berbahaya seran-
gan lawan, maka si kakek segera membuang di-
rinya ke tempat yang aman. Sehingga pukulan
yang dilakukan lawan mengenai tempat kosong.
Akan tetapi betapa kagetnya kakek Dewana
ketika ia bangkit berdiri, gadis yang menyerang-
nya tadi serta mayat Darpakala sudah tidak ada
lagi di situ. Bila memandang ke atas pohon, Ma-
nusia Topeng masih tetap menyerang sang di sa-
na. "Lebih baik kubiarkan dia dalam keadaan
seperti itu! Aku harus mencari tahu siapa Ratu
Leak dan di mana dia bersembunyi!" batin Malaikat Berambut Api.
SEPULUH Jliiigkh! Pemuda berbaju biru tiba-tiba melompat
turun dari atas pohon. Ia gelengkan kepala dan
usap-usap matanya seakan tidak percaya dengan
penglihatannya sendiri.
"Aku tidak tidur makanya tidak bermimpi,
tidak juga mabuk tapi mengapa penglihatanku
jadi begini. Orang ini jelas-jelas mirip dengan aku, bajunya, rambut juga
wajahnya. Cuma lebih tolol
sedikit! Rasanya aku tidak punya saudara kem-
bar. Tetapi dia mengapa mirip benar dengan diri-
Pendekar Bloon 21 Tokoh Tokoh Kembar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ku?" batin pemuda baju biru alias Suro Blondo.
Pendekar Blo'on lalu melangkah lebih
mendekat lagi. Lalu pemuda baju biru yang entah
datang dari mana itu melangkah pula ke arahnya.
Mereka saling pandang-pandangan. Bila Suro ter-
senyum, maka pemuda di depannya juga ikut ter-
senyum. Pendekar Mandau Jantan garuk-garuk
kepala, eeh pemuda yang sungguh mirip dengan
dirinya itu juga ikut garuk-garuk kepala.
Sedemikian penasarannya pemuda ini,
hingga jari telunjuknya mendorong jidat orang
itu. Ternyata pemuda berbaju biru yang segala-
galanya mirip dengan dirinya ikut mendorong pu-
la. "Ha ha ha...! Tidak mabuk mengapa pen-
glihatanku jadi lucu?" seru Suro semakin bertambah besar saja rasa heran
dihatinya. Pemuda
tampan bertampang tolol itu juga ikut tertawa.
"Kalau tidak mabuk, berarti kita memang
sudah jadi gila!" celetuk pemuda itu pula.
"Kau siapa" Mengapa wajahmu mirip benar
dengan aku?" tanya si konyol, sekarang ekspresi wajahnya benar-benar serius.
"Kau yang siapa?"
"Kunyuk betul, kau yang meniru aku! Pa-
dahal aku tidak punya saudara kembar di dunia
ini. Apakah kau setan?" tanya Suro lagi.
"Kaulah yang setan!" maki pemuda di depannya sinis.
Suro garuk-garuk kepala. Bingung, pena-
saran bercampur kesal sedikit. "Kau hendak kemana?" tanya Pendekar Blo'on.
"Mencarimu!" sahut pemuda itu singkat.
Sepasang mata Suro yang jenaka berputar
liar "Mencariku" Apakah ada seseorang yang menyuruhmu?"
"Benar."
"Untuk apa?" desak Pendekar Mandau Jantan semakin tidak sabar.
"Membunuhmu, ya... kurasa aku datang
untuk membunuhmu. Karena memang itulah tu-
gas yang diberikan padaku!"
Suro Blondo tiba-tiba saja tertawa tergelak-
gelak. Melihat Suro tertawa, maka orang di de-
pannya ikut tertawa bekakakan.
"Siapa yang menyuruhmu?"
"Kurasa itu tidak penting kau ketahui,
Pendekar Blo'on!" sinis suara pemuda itu.
"Apakah kau Pendekar Blo'on juga?" pancing Suro
Lawan anggukkan kepala. Saking kagetnya
Suro sampai melangkah mundur. Keningnya ber-
kerut dalam, rasanya apa yang ia lihat memang
tidak masuk akal. Ada orang segala-galanya mirip benar. dengan dirinya. Kalau
pun ia sedang menyamar, mengapa bisa persis betul" Kenyataan
ini hampir tidak dapat diterima akal sehatnya,
begitu ia tidak percayanya sampai-sampai ia
mencubit lengannya sendiri. Ternyata memang te-
rasa sakit, berarti Suro tidak sedang mimpi.
"Entah aku yang tolol atau engkau yang
sudah gila! Kalau kau benar-benar sebagai Pen-
dekar Blo'on apakah senjata andalanmu yang
akan kau pergunakan untuk membunuhku?""
Tanpa bicara pemuda yang mirip Suro ke-
luarkan senjata. Suro langsung cengengesan keti-
ka pemuda itu keluarkan sebuah clurit berwarna
hitam. "Hmm, ternyata perabotan yang kau bawa bengkok. Sedangkan Pendekar Blo'on
sejati punya senjata lurus, ada lubang spesialnya. Senjata
bengkok begitu bisa salah tusuk salah sasaran!"
ejek Pendekar ini ketus. "Apakah kau punya senjata yang lain?"
Yang ditanya langsung buka celana dan
tunjukkan apa yang dia miliki. Tawa Suro Blondo
semakin menjadi-jadi.
"Wah lebat betul. Rupanya kau punya tidak
pernah di cukur, lagipula mengapa hitam keriput
dan bulukan begitu?"
"Ha ha ha...! Jadi apa yang kau maksud
dengan senjataku yang lain?" tanya pemuda itu sama tololnya.
Di samping geli, Suro lama-kelamaan jadi
sewot juga. Tiba-tiba ia meninju wajah lawannya.
Plaak! Pemuda itu terdorong mundur, lalu usap
keningnya yang benjol sebesar telur puyu. Tidak
disangka-sangka pemuda itu lakukan serangan
kilat. Tinjunya yang meluncur tidak sempat di-
elakkan lagi oleh Suro yang lengah.
Took! Pendekar Blo'on meringis. Bila ia mengu-
sap keningnya, maka terdapat benjolan sebesar
telur angsa. "Sontoloyo, manusia sompret! Berani betul
kau berbuat kurang ajar padaku!"
"Itu belum seberapa sebab sebentar lagi
aku akan membunuhmu!" sahut lawannya sinis.
"Gila betul. Jangan kau cuma pentang ba-
cot lekas buktikan jika kau ingin membunuhku!"
tantang Pendekar Mandau Jantan tanpa sung-
kan-sungkan lagi.
"Ha ha ha! Aku gembira sekali, ternyata
kau memang menghendaki mati. Maka kau lihat-
lah serangan!" teriak pemuda tersebut.
Dengan kecepatan sulit di duga-duga, tiba-
tiba saja lawan sudah mengayunkan celuritnya ke
wajah Suro. Pemuda ini langsung berkelit dengan
jurus 'Kacau Balau'. Ternyata serangan pertama
hanya tipuan saja, karena ketika Suro mengelak
celurit tiba-tiba menyimpang dan berbelok mene-
rabas perut. Pendekar Blo'on terpaksa berjumpli-
tan sambil memaki.
"Rupanya kau punya keedanan dan tipu
menipu pula. Heaaa...!" Pemuda ini membentak garang. Ia tetap mempergunakan
jurus menghindar 'Kacau Balau'. Namun di samping itu ia juga
mengerahkan jurus 'Seribu Kera Putih Mengecoh
Harimau'. Lawannya yaitu pemuda bertampang
dan berpakaian seperti dirinya tidak tinggal diam.
Ia juga membalas serangan Suro dengan tidak ka-
lah dahsyatnya, tetapi bukan menggunakan ju-
rus-jurus seperti yang dimainkan oleh pemuda
itu. Sungguh pun demikian serangan-serangan
yang dilancarkannya tetap berbahaya dan men-
gandung tipu-tipu. Tiba-tiba saja Pendekar Blo'on melancarkan tendangan
berputar. Lawan segera
dapat merasakan adanya desiran angin kencang
menerpa ke bagian pinggang. Pemuda baju biru
langsung melompat ke udara. Dalam keadaan me-
lesat ia lepaskan tendangan beruntun. Suro jadi
kaget, ia hanya mampu menghindari beberapa
tendangan, tetapi ketika kaki lawan terus berpu-
tar-putar di atas kepalanya, Suro sudah tidak kuasa lagi selamatkan diri.
Des! "Ukh...!"
Pendekar Blo'on tekad kepalanya yang se-
perti hendak pecah. Bumi dirasakannya berputar
lebih cepat. Selagi ia belum sempat berdiri karena menikmati sakit yang bukan
kepalang. Lawan telah nekad menyerangnya dengan pukulan jarak
jauh. "Oh... aku bisa mati konyol kalau begini"!"
desis Pendekar Blo'on. Belum lagi ia sempat ber-
diri. Tiba-tiba ia kerahkan tenaga dalamnya ke
bagian kedua tangannya. Samar-samar Suro me-
lihat cahaya merah kehitam-hitaman melesat ke
arahnya. Tanpa membuang-buang waktu pemuda
ini langsung lepaskan pukulan 'Kera Sakti Meno-
lak Petir'. Wuut! Wuuut! Seer! Seketika terasa adanya sambaran hawa
dingin mencucuk hidung dari telapak tangan Su-
ro yang terkembang. Lalu di tengah jalan terjadilah benturan keras bukan main.
Baik Suro mau- pun pemuda yang sungguh mirip dengan dirinya
itu sama-sama terpelanting roboh. Selagi Pende-
kar Blo'on masih berusaha melancarkan jalan da-
rah yang tersendat, lawan telah menerjang lagi
sambil mengayunkan celurit di tangannya.
Wuut! "Aiiih...!"
Dengan terpaksa pemuda ini berguling-
guling. Tetapi lawan setelah melihat serangannya tidak mencapai sasaran langsung
berbalik, dan kini menyerang lagi dengan bacokan maupun tu-
sukan yang semakin berbahaya.
"Hiyaa...!"
Celurit tiba-tiba melesat di bagian bahu
Suro. Pemuda ini kerahkan jurus 'Kacau Balau',
satu-satunya jurus khusus menghindar yang ia
miliki. Wuuus! Liukan-liukan serampangan yang dilaku-
kan Pendekar Blo'on benar-benar membuatnya
dapat membebaskan diri dari maut selama bebe-
rapa kali. Lawan ternyata tidak putus asa. Ka-
kinya mendadak saja meluncur dan...
Buuk! "Huuk!"
Pendekar Blo'on jatuh terguling-guling. Da-
lam keadaan sedemikian itu ia masih sempat le-
paskan pukulan 'Matahari Rembulan Tidak Ber-
sinar' ke arah lawan.
Zzzzttss! Tidak terelakkan lagi lawannya yang begitu
bernafsu memburu Suro tidak sempat menghin-
dar lagi. Di saat ledakan keras terjadi, maka lawan Suro terpelanting roboh.
Tetapi anehnya se-
rangan maut itu tidak membawa akibat apa-apa.
Malah seperti orang linglung lawan bangkit lagi.
Ia garuk-garuk kepala sebagaimana tingkah Pen-
dekar Blo'on juga.
"Kau lihatlah aku ndak apa-apa!" ejek pemuda itu. Sekarang Pendekar Blo'on yang
dibuat bingung. Melihat lawan bertolak pinggang lagi,
maka si konyol langsung lepaskan pukulan
'Ratapan Pembangkit Sukma'. Sekonyong-
konyong ia melompat ke udara lalu hentakkan
kedua tangannya ke arah lawan. Angin kencang
di sertai badai salju menderu dahsyat ke arah lawan. Dan kelihatannya pemuda itu
sama sekali tidak berminat menghindari pukulan ganas terse-
but. Buuum! Dengan telak pukulan tersebut menghan-
tam lawan. Untuk yang kedua kalinya lawan ter-
jajar. Namun sebagaimana tadi ia tidak menderita apalagi sampai terluka terkena
pukulan Suro. Si
konyol gelengkan kepalanya berulang-ulang.
"Ini tidak boleh terjadi. Aku harus mencoba sampai dimana kehebatan jurus
Congcorang wa-risan kakek Bayang Bayang!" batin Pendekar
Blo'on. "Kau bingung" Ha ha ha...! Orang yang sudah hendak mati memang suka
bingung. Tetapi
percayalah, kematian dengan di penggal leher ti-
dak begitu sakit. Menurut yang kudengar rasanya
seperti di gigit semut dan ada gatal-gatalnya sedikit!" ejek lawannya. Lalu
seraya membolang baling celurit hitam di tangan.
"Hmm, kau boleh jadi kebal. Kekebalan ada
tiga, yang lunak yang keras dan berlubang salah
satu diantaranya merupakan titik kelemahan
yang tidak dapat ditawar-tawar!" teriak Pendekar Blo'on, suaranya melengking
tinggi. "Heaa...!"
Pemuda itu tiba-tiba saja angkat kaki ka-
nannya, jari-jari tangan kanan kiri kemudian saling merapat. Seterusnya bergerak
mengait ke de- pan atau mencatuk bagaikan tangan-tangan
cengcorang yang hendak menggapai daun. Suro
pun berjingkrak kian kemari.
"Uuuuuu...!"
Bibir pemuda itu termonyong-monyong.
Tap! Tap! Zuup! Zuup! Wuuk! Senjata lawan membabat, Suro ber-
jingkrak. Lalu tangannya yang saling merapat me-
luncur ke arah tenggorokan. Lawan terpaksa lin-
dungi tenggorokannya. Angin mendesir. Sekedi-
pan mata tangan Suro telah beralih ke sasaran
lain. Crok! Corok!
"Heekh...!"
Hantaman itu membuat lawannya ter-
huyung ke belakang. Suro melompat maju dan
kembali tangannya mendera berulang-ulang.
Cos! Cos! Craak! "Akkkh...!"
Tiba-tiba saja terdengar jeritan lawannya
saat kedua matanya terkena hantaman Suro. Da-
lam keadaan utuh kedua mata lawan keluar. Ru-
panya di situlah titik kelemahan lawannya.
Suro terus mencecar bagian lainnya. Kini
yang menjadi sasaran jemari tangannya adalah
bagian dada dan perutnya. Karena menderita luka
yang sedemikian mengerikan, maka lawan sudah
tidak dapat menguasai dirinya lagi. Untuk yang
kesekian kalinya dadanya di buat berlubang,
bahkan bukan itu saja. Sambil meliuk-liuk ia
hantam perut lawannya.
Jros! Jros! Perut itupun berlubang, ususnya berbua-
saian. Lawan menjerit setinggi langit. Dalam keadaan mandi darah tubuhnya
Pendekar Bloon 21 Tokoh Tokoh Kembar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terhempas, berkelo-
jotan beberapa saat lamanya. Kemudian sosok itu
menghitam disertai menebarnya kabut putih
hingga akhirnya lenyap dari pandangan mata.
"Ternyata ia manusia jejadian. Siapa yang
telah melakukannya" Kurasa Batu Lahat Bakutuk
itulah yang menjadi sumbernya!" pikir Suro. "Ra-tu Leak, tunggulah, kau akan
merasakan apa yang dulu pernah kuderita!"
Dan Pendekar Blo'on akhirnya berkelebat
pergi meninggalkan daerah yang sepi itu.
SEBELAS "Aku dapat merasakan di sinilah manusia
keparat itu bersembunyi! Rasanya aku sudah ti-
dak sabar lagi untuk membuat perhitungan den-
gannya!" geram pemuda gondrong yang sekujur tubuhnya terbungkus akar-akar
berwarna hitam.
Yang diajak bicara adalah laki-laki berpa-
kaian putih selempang putih yang tidak lain ada-
lah Datuk Nan Gadang Paluih.
"Tenanglah, ini masih merupakan daerah
kekuasaanmu! Sebagaimana dugaanmu aku pun
merasa ia pasti bersembunyi di celah batu itu!
Tunggu apa lagi, panggillah dia keluar untuk
menjumpai kita!" kata Datuk Nan Gadang.
Wayan Tandira baru saja hendak berteriak,
tiba-tiba di atas batu yang menjulang tinggi terlihat sosok berpakaian hijau
berdiri tegak dengan
tatapan sinis. "Kalian muncul lagi" Rupanya kalian tidak
jera dan terus mengejarku ke mana saja aku per-
gi!" kata perempuan itu yang tidak lain adalah Ra-
tu Leak. "Aku mana mungkin meninggalkan Sange
selama Batu Lahat Bakutuk berada di tanganmu!"
sahut Datuk Nan Gadang Paluih.
"Dan kau...?" Pertanyaan Ratu Leak ditujukan pada Wayan Tandira.
"Hmm... keparat! Kau berpura-pura tidak
tahu. Kesalahanmu segudang, belum lagi masya-
rakatku yang kau kutuk menjadi patung batu. Ti-
dak ada hukuman yang setimpal dengan kesala-
han yang kau perbuat terkecuali membunuhmu
secara perlahan-lahan!" sahut Wayan demikian sinisnya.
"Bagus! Simpanlah mimpi-mimpi kalian
itu. Aku sendiri sudah punya rencana bagaimana
caranya untuk mengakhiri pengejaran kalian.
Sayang tokoh-tokoh kembaran yang kuciptakan
banyak yang tewas sia-sia. Tetapi kalian lihatlah ini!" seru Ratu Leak. Tiba-
tiba ia memutar tengkorak kepala bayi di atas kepalanya.
Glerr! Dari kepala tengkorak bayi melesat sinar
warna warni yang terasa menyilaukan mata.
"Datuk, perempuan jahanam itu menge-
rahkan kutuk buat kita!" teriak Wayan Tandira.
Datuk Nan Gadang Paluih tertawa membahak
mendengar peringatan Wayan.
Selanjutnya tokoh dari Andalas ini cabut
senjata mautnya yang sudah tidak asing lagi. Yai-tu Angkin Pelebur Petaka.
Senjata di kibaskan ke arah sinar-sinar kutukan yang menerjang ke
arahnya tersebut. Terjadilah benturan-benturan
dahsyat di udara. Wayan Tandira sendiri terpaksa mengerahkan pukulan Belenggu
Neraka di saat dirinya mendapat serangan sinar kutukan itu. Sa-
tu hal yang patut diketahui, andai sinar kutukan itu sampai mengenai diri Wayan.
Dirinya dapat berubah menjadi patung seketika.
Melihat serangan pertamanya gagal, Ratu
Leak menggembor marah. Masih tetap berdiri di
atas batu runcing ia lepaskan pukulan 'Neraka
Perut Bumi'. Ratu Leak membagi serangannya ke
dua arah sekaligus.
Untuk yang kesekian kalinya, lagi-lagi Da-
tuk Nan Gadang kebutkan Angkin Pelebur Petaka.
Sedangkan Wayan sekarang tidak memperli-
hatkan reaksi sama sekali kecuali mengerahkan
tenaga dalam ke sekujur tubuhnya. Sehingga ke-
tika serangan lawan menghantam tubuhnya, ma-
ka dari akar-akar itu memijar cahaya hitam.
Buuum! Ledakan yang terjadi akibat bertemunya
dua tenaga sakti membuat Wayan jatuh terdu-
duk. Ratu Leak melompat dari atas batu untuk
menyelamatkan diri dari pukulannya yang mem-
balik akibat di halau Angkin Pelebur Petaka di
tangan Datuk Nan Gadang.
Orang ini memaki, tetapi juga harus ber-
juang keras menghindari serangan gencar yang
dilakukan oleh Datuk Nan Gadang berserta
Wayan. Ratu Leak tiba-tiba menerkam ke arah
Wayan, sedangkan kaki kiri menerabas ke dada
Datuk Nan Gadang.
Melihat serangan ini Wayan segera melam-
bung tinggi ke udara. Sambil berkelit ia menghantam dagu lawannya. Gerakan
pemimpin negeri
Sange ini rupanya telah dapat dibaca oleh lawan-
nya. Ratu Leak kibaskan tengkorak bayi di tan-
gannya sehingga membentur dada Wayan.
Buuuk! "Haaakh...!"
Kraak! Wayan menjerit tertahan, bukan hanya
akar-akar itu saja yang terhantam hancur oleh
tengkorak bayi tersebut. Tetapi pukulan telak itu membuat Dada pemuda itu patah.
Darah menyembur dari mulut si gondrong, sementara Ratu
Leak telah melepaskan tendangan beruntun ke
arah bagian yang sama. Datuk Nan Gadang tidak
tinggal diam. Ia segera melesat ke depan untuk
selamatkan Wayan Tandira. Angkin di tangan
langsung dilecutkan.
Seer! Ratu Leak sambil memaki terpaksa tarik
serangan, kini ia melompat ke kiri untuk sela-
matkan diri dari hantaman angkin maut itu. Ter-
nyata Datuk Nan Gadang tidak tinggal diam hing-
ga di sini saja. Tangan kirinya dengan cepat
menghantam pinggang lawan.
"Ait...!"
Dees! Walaupun Ratu Leak telah berusaha
menghindar sedapat mungkin. Tetapi pinggang-
nya kena di hajar oleh lawannya. Tubuh orang ini sempat berputar karena demikian
kerasnya serangan Datuk Nan Gadang itu. Ratu Leak kemu-
dian tergelimpang. Tampak jelas pada sudut-
sudut bibirnya meneteskan darah. Datuk Nan
Gadang terus mengejarnya sambil berkata...
"Cepat kau serahkan Batu Lahat yang telah
kau curi itu!"
Ratu Leak tersenyum sinis. Sebagai jawa-
bannya ia lepaskan pukulan 'Pemusnah Raga
Penghancur Jiwa'. Tentu saja sekarang Datuk
Nan Gadang yang di buat pontang-panting. Ia ter-
paksa berguling-guling hingga pukulan itu hanya
beberapa jengkal lewat di atas punggungnya.
Wuut! Belum lagi sempat Datuk berdiri ia le-
paskan pukulan pula ke arah Ratu Leak. Perem-
puan ini tidak sempat menyadari apa yang dila-
kukan lawan, karena saat itu ia telah melompat
ke arah Wayan yang terluka parah dan langsung
menghajar pemuda itu dengan tinjunya.
Praak! "Akhh...!"
Serpihan otak bercampur darah berham-
buran menyertai terdengarnya jeritan Wayan
Tandira. Datuk Nan Gadang terperangah melihat
apa yang terjadi. Sangat disesalkan ia terlambat menolong pemuda itu walaupun
pukulan yang ia
lepaskan pada akhirnya membuat Ratu Leak ter-
pelanting dengan menderita luka dalam yang cu-
kup serius. Datuk Nan Gadang dalam kesempa-
tan itu cepat menghampiri Wayan. Tetapi pemuda
itu ternyata telah tewas dalam keadaan yang san-
gat mengerikan.
"Datuk keparat! Jangan kau sebut aku Ra-
tu Leak jika hari ini kau tidak binasa di tangan-ku!" teriak perempuan itu tiba-
tiba. Sekejap kemudian Ratu Leak mengeluarkan batu berwarna
warni dan berbentuk empat persegi. Datuk Nan
Gadang memperhatikan benda tersebut. Tidak as-
ing lagi itulah Batu Lahat Bakutuk yang telah
menjadi pangkal bencana selama ini.
"Apa yang hendak dilakukan oleh perem-
puan jahanam itu"!" pikir Datuk Nan Gadang.
Ternyata Ratu Leak menggosok-gosok ke
empat sisi Batu Lahat Bakutuk tersebut. Setelah
di gosok-gosokan, maka keluarlah empat larik ca-
haya yang terasa panas bukan main.
Melihat ke arah Ratu Leak, Datuk Nan Ga-
dang merasa tidak kuasa memandang ke arah itu
lebih lama. Matanya terasa sakit mendenyut pa-
nas dan mengeluarkan air. Yang lebih mengerikan
lagi Datuk Nan Gadang Paluih merasa kepalanya
sakit bukan main. Orang ini jatuh terduduk, ka-
rena begitu silau matanya sudah tidak dapat me-
lihat apa-apa lagi terkecuali warna-warna putih
disana sini. Bukan main dahsyat kharisma batu terse-
but, pohon-pohon di sekitarnya langsung layu.
Batu-batu sebesar kerbau langsung menjadi ser-
buk halus. Kuda Datuk Nan Gadang meringkik
keras. Dikala Ratu Leak secara pengecut hendak
membokong pemilik batu yang asli. Maka terden-
gar suara ringkikan panjang. Ada kaki sebesar
dua kali pohon kelapa melangkah mendekati Da-
tuk Nan Gadang.
Kemudian terlihat sebuah kepala besar me-
runduk, mulutnya terbuka. Tahu-tahu Datuk Nan
Gadang sudah terangkat tinggi-tinggi, sehingga
selamatlah ia dari bencana yang mengancamnya.
Ternyata yang menyelamatkan penghuni Ngarai
Sianok ini tidak lain dan tidak bukan adalah si
Putih Kaki Langit.
Ratu Leak memaki-maki, cahaya di sekeli-
lingnya masih menghampar putih, karena Batuk
Lahat Bakutuk masih memancarkan sinar pelan-
gi. Dalam pada itu terlihat ada sebuah bayangan
putih berkelebat. Tidak jauh dari hadapan Ratu
Leak, berdiri tegak seorang kakek tua berjenggot putih. Cambangnya yang lebat
hampir menutupi
sebagian wajahnya. Ia memandang Ratu Leak
dengan mata disipitkan. Sungguh pun silau ca-
haya membuat matanya menjadi sakit, akan teta-
pi paling tidak ia sudah dapat mengenali siapa
orang yang memegang Batu maut tersebut.
"Pamungkur Walikandi! Sungguh perbua-
tanmu teramat sesatnya! Ternyata Ratu Leak ti-
dak lain adalah dirimu sendiri. Apakah katamu
jika dunia mengetahui keadaanmu yang sebenar-
nya?" seru si kakek yang tidak lain adalah Penghulu Siluman Kera Putih.
Mendengar suara dan melihat siapa yang
datang, bukan main marahnya Ratu Leak. Keben-
ciannya yang selama ini selalu disimpannya da-
lam hati sekarang berkobar-kobar kembali.
"Barata Surya keparat! Rupanya muridmu
tidak berhasil membunuhmu! Kau jangan banyak
bicara, kekalahanku yang dulu sekarang tidak
mungkin terulang lagi! Aku akan membunuhmu
dengan Batu Lahat Bakutuk ini!" teriak Ratu Leak panas bukan main.
"Pamungkur Walikandi! Selama sekian ta-
hun ternyata kau masih belum tobat juga" Aku
mana mungkin menikah denganmu, karena aku
cap pedang dan kau pun cap pedang juga. Kau
laki-laki sakit Ratu Leak" Jiwamu sakit dan pikiranmu juga sakit. Kau hendak
menyalahi kodrat
Tuhan?"" kata Barata Surya yang kiranya mengenali Ratu Leak yang sebenarnya.
"Manusia jahanam! Jangan kau berkotbah
di depanku! Seandainya Dewana ada bersamamu,
ia pun pantas mati di tanganku!" teriak Ratu Leak semakin bertambah kalap.
"Ho ho ho...! Rupanya Malaikat Berambut
Api dulu hampir terpedaya juga olehmu! Malang
sungguh, kehadiranmu hanya membuat berbagai
kerusakan saja di muka bumi. Kau laki-laki seja-
ti, tetapi mengapa ingin jadi perempuan"!" seru Penghuni Siluman Kera Putih.
Wajah di balik cahaya Batu Lahat Bakutuk
itu tampak menegang. Ia kembali menggosok-
gosok Batu Lahat di tangannya, sehingga batu
tersebut memancarkan cahaya lebih terang lagi.
Sinar terang itu membuat Barata Surya merasa
tubuhnya seperti di panggang matahari. Ia pun
terpaksa lindungi matanya dari pengaruh cahaya
yang dapat membutakan mata tersebut.
Wuus! Ternyata Penghulu Siluman Kera Putih
hanya dalam waktu singkat telah terkepung oleh
sinar warna warni yang menyilaukan itu. Barata
Surya tiba-tiba lepaskan pukulan ke arah sinar-
sinar yang semakin menyusut dan seakan hendak
menjerat dirinya.
Wuuut! Buuum! "Hek...!"
Pendekar Bloon 21 Tokoh Tokoh Kembar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata pukulan yang dilakukan oleh si
kakek tidak mengakibatkan apa-apa. Sinar yang
bentuknya seperti lingkaran-lingkaran itu tidak
mampu di hancurkan oleh pukulan si kakek. Ba-
rata Surya merasa sekujur tubuhnya seperti
mendidih. Tiba-tiba si kakek melompat ke udara.
Dengan demikian ia terbebas dari lingkaran sinar maut itu. Kini setelah terbebas
ia lepaskan pukulan lagi ke arah Ratu Leak. Selarik sinar mengge-bu-gebu dan
meluncur deras ke arah Ratu Leak.
Namun sebelum serangan berhasil menyentuh
lawan. Lagi-lagi dari Batu Lahat Bakutuk melun-
cur sinar putih dengan kekuatan empat sampai
lima kali lebih besar
Sekarang Barata Surya malah yang menja-
di terancam. Kakek ini segera berguling-guling.
Sayang sinar yang melesat dari Batu Lahat Baku-
tuk terus mengikutinya. Sehingga....
Buuuum! Tidak terelakkan lagi luncuran sinar itu
pun menghantam telak Barata Surya. Penghulu
Siluman Kera Putih mengeluh tinggi. Ia jatuh terhempas, dadanya seperti hendak
meledak. Ia menjadi kaget ketika tidak dapat menggerakkan
sekujur tubuhnya. Dalam kesempatan itu pula
Ratu Leak pusatkan seluruh cahaya yang me-
mancar dari batu tersebut ke arah Barata Surya.
Penghulu Siluman Kera Putih benar-benar teran-
cam keselamatannya saat itu. Pada detik-detik
yang kritis itu muncul dua sosok bayangan yang
bergerak langsung ke arah Ratu Leak dengan
maksud merampas batu. Namun sebelum niat
mereka terlaksana, tiba-tiba pijaran Batu LahatBakutuk menghantam ke dua-duanya.
Tidak ampun lagi orang-orang yang hendak
menyelamatkan Barata Surya terbanting sejauh
dua tombak. Yang satu ke kiri dan yang lainnya
ke kanan Ternyata mereka tidak lain adalah Mata
Iblis dan Dewi Kerudung Putih. Di antara kedua-
nya Dewi Kerudung Putihlah yang menderita luka
paling serius. Sebab seperti telah sama kita ketahui, kekuatan gadis ini
tersedot ke dalam tanduk Sakti Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya.
"Kalian semua benar-benar menghendaki
kematian dariku!" pekik Ratu Leak setelah melihat siapa orang orang yang
bermaksud merampas
batu di tangannya Mata Iblis tanpa bicara apa-
apa segera kerahkan kekuatan matanya. Sejurus
kesudahannya meluncur dua larik sinar merah ke
arah Ratu Leak. Tetapi apa yang kemudian terja-
di. Ketika Ratu Leak menggerakkan batu sebagai
tameng maka serangan Mata Iblis membalik den-
gan kecepatan berlipat ganda dan panas berganda
pula. Mata Iblis tidak sempat lagi menghindar
karena sedemikian cepat datangnya sinar terse-
but. Tidak ampun lagi tubuhnya pun terhantam
serangannya sendiri yang berbalik. Kakek ini
menggerung keras. Ia jelas menderita luka bakar
yang tidak ringan.
"Hik hik hik...! Sudah kukatakan pada ka-
lian. Hari ini terlalu banyak orang-orang dari golongan lurus yang harus mati di
Sange ini!" desis Ratu Leak sinis.
Selanjutnya Ratu Leak yang merasa berada
di atas puncak kemenangan ini segera angkat Ba-
tu Lahat Bakutuk di atas kepalanya. Inilah detik-detik yang paling mendebarkan
dari seluruh per-
tempuran itu. Semua orang menjerit kesakitan
manakala api yang bersumber dari Batu Lahat
Bakutuk melesat kian kemari menyambar apa sa-
ja yang terdapat di sekitarnya.
Datuk Nan Gadang Paluih melihat adanya
bahaya itu. Ia dengan masih rebah di atas pung-
gung kudanya segera berteriak memberi aba-aba
pada orang-orang dari golongan lurus.
"Menyingkirlah kalian! Tidak seorang pun
yang dapat menyelamatkan diri dari kobaran api
kutukan!" Kecuali Barata Surya yang memang tidak
takut mati. Mata Iblis dan Dewi segera menyingkir sedapat yang mereka lakukan.
Tampaknya sekejap lagi tubuh Barata Surya benar-benar hangus.
Masih beruntung dalam saat-saat yang mene-
gangkan itu tampak berkelebat bayangan biru.
Bayangan biru gerakkan tangannya, dari lengan
tampak melesat sinar hitam yang terasa dingin
bukan main. Sinar itu langsung melabrak kedua
tangan Ratu Leak. Dan...
Teees! "Aaaah...!"
Ratu Leak menjerit kesakitan, Batu Lahat
Bakutuk di tangannya langsung tercampak ke
udara. Melihat hal ini Datuk Nan Gadang tanpa
menghiraukan sakit yang dideritanya segera me-
nyambar batu tersebut. Ratu Leak menggerung
keras melihat kenyataan Batu Lahat sudah tidak
berada di tangannya lagi.
Cepat ia menoleh, ternyata sinar hitam tadi
melesat dari tangan Suro yang terdapat sebuah
benda hitam kecil. berbentuk empat persegi.
"Pemuda jahanam! Lihatlah apa yang telah
kau lakukan ini! Kau harus terima kematianmu!"
teriak Ratu Leak setelah mengetahui siapa orang-
nya yang telah menggagalkan rencananya itu.
"Ratu Leak manusia sundelan! Cukup su-
dah kau bikin sengsara orang. Hati ini rasanya
sudah kau tipu mentah-mentah! Mustahil aku
berdiam diri melihat guruku hampir kau buat ma-
ti!" seru Suro.
"Tolol bangsat! Rasakanlah...!" teriak Ratu
Leak Sekonyong-konyong tangannya terjulur dan
menjambak rambut Suro. Sedangkan tangan lain
yang memegang tengkorak bayi menghantam ke
bagian punggung.
Dua serangan sekaligus yang datang dalam
waktu bersamaan membuat Suro jadi kalang ka-
but. Ia pun demi menyelamatkan diri terpaksa ke-
luarkan jurus 'Kacau Balau'. Gerakan-gerakan
yang tidak beraturan segera terlihat. Ratu Leak
gagal menjambak rambut Suro, tetapi bagian
punggung pemuda itu kena digetok senjata maut
lawannya. "Ukkkh...!"
Saking sakitnya Suro sampai berputar-
putar. Ratu Leak semakin bersemangat saja un-
tuk menghabisi lawan. Ia tiba-tiba hentakkan ke-
dua tangannya siap lepaskan pukulan 'Liang
Hantu Penebus Kutuk'.
Begitu laki-laki yang menyamar sebagai pe-
rempuan ini dorong lagi kedua tangannya. Tidak
ayal terdengar suara gelegar di sana sini. Suro
terpelanting kian kemari. Hantaman yang disertai hawa panas tersebut membuat
pakaian Suro tercabik-cabik.
"Bangsat...!" maki Pendekar Blo'on. Lalu ia membalas serangan lawan dengan
melepaskan pukulan 'Neraka Hari Terakhir'. Ratu Leak segera melompat ke udara. Tetapi
kakinya masih kena
disambar serangan lawan. Pukulan pamungkas
yang dimiliki oleh Suro ini sama sekali tidak dapat membuat lawannya roboh
terkecuali hanya
terluka sedikit saja.
Sementara itu Datuk Nan Gadang, Barata
Surya, Mata Iblis sebenarnya ingin membantu
Pendekar Blo'on yang kelihatannya dalam kea-
daan keteter. Namun mereka tidak berani mela-
kukannya karena takut dianggap pengecut. Da-
lam kesempatan itu, Suro telah berdiri tegak dengan wajah sedikit pucat dan
tubuh dibasahi ke-
ringat dingin. "Seandainya aku pergunakan Mandau,
mungkin aku dapat membunuhnya. Tetapi aku
lebih tertarik mempergunakan jurus-jurus
'Congcorang'...!" batin Suro.
Dan benar saja, sejurus kemudian pemuda
ini sudah melompat ke depan. Jari-jari tangannya menyatu rapat. Bergerak liar
menggait, mencucuk
ke beberapa bagian di tubuh lawan.
Ratu Leak sempat terkesiap melihat tangan
Suro meluncur menyambar tenggorokannya. Ia
kibaskan tengkorak bayi di tangan. Serangan ini
tidak dihindari Suro melainkan disambutnya.
Clok! Clook! Tengkorak kepala bayi itupun berlubang di
beberapa bagian. Ratu Leak terkejut setengah ma-
ti. Ia hampir tidak mempercayai pemandangannya
sendiri. Selagi ia dalam keadaan kaget seperti itu, Suro menghantam tengkorak
kepala bayi itu lagi.
Prak! Senjata andalan Ratu Leak hancur. Laki-
laki yang suka menyaru seperti perempuan ini
menjerit marah. Bersamaan dengan hancurnya
perantara kutukan itu. Maka pengaruh kutukan
pun hilang raib, sehingga terlihat ada tanda-
tanda kehidupan di sana sini.
Ratu Leak tidak dapat tinggal diam. Ia pun
lepaskan pukulan ke arah lawan. Sayang Suro
sudah melompat tinggi ke udara. Tiba-tiba tu-
buhnya meluncur deras ke bawah. Bukan main
cepatnya serangan ini, tahu-tahu jemari tangan si konyol sudah menembus ubun-
ubun Ratu Leak.
Ratu Leak alias Pamungkur Walikandi
menjerit tertahan, matanya melotot. Suro me-
nyentakkan tangannya kembali. Ratu Leak meng-
gelegar di atas tanah dan tidak mampu bangkit
lagi. Di balik batu sepasang mata yang sedari
tadi mengawasi jalannya pertempuran tampak le-
ga. Diam-diam ia pergi meninggalkan Suro, murid
sekaligus cucu kandungnya. Di bagian lain Ma-
nusia Topeng setelah melihat kematian Ratu Leak
juga pergi ke jurusan lain.
Kini hanya tinggal Datuk Nan Gadang Pa-
luih, Mata Iblis dan Dewi Kerudung Putih saja
yang masih berada di situ.
"Guruku, ke mana guruku...?" tanya Suro ketika tidak melihat Barata Surya berada
disitu. Datuk Nan Gadang Paluih yang baru saja melucu-
ti seluruh pakaian Ratu Leak langsung menyahu-
ti. "Ha ha ha...! Kurasa gurumu merasa malu,
sebab ternyata manusia yang berjuluk Ratu Leak
itu seorang laki-laki seperti dia!"
Suro kaget, dia pun menoleh ke arah mayat
Ratu Leak. Maka tawanya pun meledak.
"Pendekar Bodoh, jangan cuma tertawa.
Berikan tanduk Sakti yang kau bawa. Bukankah
seluruh kekuatan Dewi Kerudung Putih tertahan
disitu?" "Tanduk sakti yang mana, kakek buta"
Tanduk yang runcing atau tanduk milik Sang Pe-
lucut Segala Daya?" sahut Suro. Diam-diam ia melirik ke arah Dewi. Gadis itu
tersenyum malu-malu. "Pemuda ceriwis, berikan tanduk Sang Pelucut Segala
Ilmu...!" dengus Dewi Kerudung Putih. Diam-diam ia merasa gembira juga melihat
Suro dalam keadaan tidak kekurangan sesuatu
apapun. Suro menyerahkan tanduk yang tersimpan
di balik punggungnya. Tanduk itu langsung dibe-
rikan pada Dewi.
"Hati-hati Dewi, jangan sampai kau salah
memasukkan tanduk ini. Salah-salah tenaga sak-
timu malah nyasar kemana-mana"!" kata Suro
sambil garuk-garuk kepala.
"Anak kanciang! Bicaramu ngaco, tapi aku
senang padamu. Lebih girang lagi hatiku karena
Batu Lahat Bakutuk telah kembali lagi padaku!"
Datuk Nan Gadang putar kudanya. Sebelum pergi
ia masih sempat mendengar ejekan Suro.
"Datuk babuntuik, jangan sampai batumu
bikin celako lagi. Aku bisa mengutukmu tidak da-
pat jodoh seumur hiduik...!"
"Anak kanciang, lagak bana bicaramu...!"
dengus Datuk Nan Gadang Paluih, seraya tanpa
menoleh-noleh lagi langsung membedal kudanya
meninggalkan Sange yang mulai ramai kembali
dengan lenyapnya kutukan Ratu Leak
Suro hanya cengar-cengir. Ketika ia melihat
ke arah Dewi dan Mata Iblis, ternyata kedua
orang itu juga telah raib dari tempatnya masing-
masing. "Dewi-dewi... ternyata kau lebih tertarik
dengan tua bangka mata buta!" gerutu Suro
Blondo sambil melangkah pergi.
TAMAT Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com
/DuniaAbuKeisel
Serial Pendekar Blo'on
1. Neraka Gunung Bromo
2. Bayang-Bayang Kematian
3. Pemikat Iblis
4. Betina Dari Neraka
5. Memburu Manusia Setan
6. Undangan Maut
7. Neraka Neraka
8. Khianat Empat Datuk
Pendekar Bloon 21 Tokoh Tokoh Kembar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
9. Anak Langit & Pendekar Lugu
10. Sang Maha Sesat
11. Lima Utusan Akherat
12. Perjalanan ke Alam Baka
13. Jodoh di Gunung Kendeng
14. Pendekar Kucar Kacir
15. Api di Puncak Sembuang
16. Rahasia Pedang Berdarah
17. Persekutuan Orang-Orang Sakti
18. Batu Lahat Bakutuk
19. Nagari Batas Ajal
20. Perintah dari Alam Gaib
21. Tokoh Tokoh Kembar
Pedang Kiri 18 Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 10
lama lagi. Ia bersama Mustika Jajar alias Iblis Betina Dari Neraka segera
meninggalkan Ratu Leak.
*** Duuk! Duuuk! "Hea...!"
"Kuat-kuatlah kau berpegangan!" teriak kakek berpakaian putih berselempang putih
pada laki-laki gondrong di belakangnya. Orang yang
membonceng di punggung belakang kuda tung-
gangannya mempererat pelukan pada pelana ku-
da. Saat itu kuda putih yang di kenal dengan na-
ma Si Putih Kaki Langit terus melesat dengan ke-
cepatan laksana kilat.
"Menurutmu masih luaskah daerahmu
ini?" "Sange cukup luas, Datuk! Kita hanya tinggal menelusuri daerah-daerah
pinggiran pantai.
Aku yakin Ratu Leak masih mendekam di negeri
kami ini!"
"Bagaimana kau bisa merasa yakin, anak
ketek! Apa kau punya semacam penciuman yang
dapat mengetahui dimana Ratu Leak bersem-
bunyi!" "Aku bukan anjing pelacak, Datuk! Kesim-pulanku ini berdasarkan
kenyataan bahwa hingga
saat ini penduduk negeri masih juga belum terbe-
bas dari pengaruh sihir perempuan itu!"
"Baiklah, mudah-mudahan kita segera me-
nemukan apa yang kita cari!" ujar laki-laki berpakaian putih selempang putih
yang tidak lain ada-
lah Datuk Nan Gadang Paluih yang sesungguh-
nya. Mereka ini terus menjelajah daerah-daerah
yang mereka curigai sebagai tempat persembu-
nyian Ratu Leak.
Sementara itu pada saat yang sama di lain
tempat namun masih di daerah Sange juga, Ma-
nusia Topeng, Mata Iblis, Dewi Kerudung Putih
dan Malaikat Berambut Api sudah sampai di dae-
rah berbukit-bukit di bagian timur negeri itu. Lalu mereka melewati dataran
rendah yang kering kerontang. Saat rombongan ini mendaki ke arah
bukit. Tiba-tiba saja Malaikat Berambut Api ber-
teriak memberi peringatan.
"Aku mendengar suara nafas beberapa
orang di atas sana! Aku juga mendengar suara
benda-benda berat bergeser! Hendaknya berhati-
hatilah, kurasa maut telah menghadang kita...!"
Belum lagi ucapan kakek Dewana ini terhenti, da-
ri atas bukit yang baru hendak mereka daki me-
luncur beberapa buah batu besar menerjang me-
reka. "Gila jahanam, pekerjaan siapa ini!?" dengus Mata Iblis. Kakek bermata
buta ini bukannya
malah lari menyelamatkan diri atau turun kemba-
li ke lembah melainkan terus berlari ke atas bukit seakan seperti orang gila
yang menyongsong
maut. "Ini pekerjaan orang-orang iseng yang hendak merampas nyawa kita!" Manusia
Topeng me-nimpali. Ia dengan ilmu meringankan tubuhnya
melompat ke sana ke mari dengan indahnya. Se-
dangkan Mata Iblis gerakkan tangannya yang
memakai sarung Sutra Kencana itu ke samping
kanan dan kiri dengan posisi menyibak. Sehingga
batu-batu besar yang seharusnya menghantam
dirinya meleset dari sasaran.
Apa yang dilakukan oleh Mata Iblis adalah
sesuatu yang sangat mengagumkan karena tidak
sembarangan orang dengan mudah dapat me-
nyingkirkan batu yang tengah meluncur itu
hanya dengan sebelah tangan. Mata Iblis terus
berlari ke atas, hingga tidak lama sampailah ia di
atas bukit tersebut. Sungguh pun ia tidak dapat
melihat tetapi Mata Iblis dapat merasakan di atas bukit paling tidak berdiri dua
orang yang tidak dikenalnya sama sekali.
"Cepatlah ke sini semuanya?" teriak Mata Iblis dengan suara keras menggelegar.
Orang-orang yang berada di bawah segera naik. Malaikat Berambut Api, Manusia
Topeng dan Dewi Kerudung hanya dalam waktu sebentar saja sudah be-
rada di atas bukit itu. Mereka segera mengetahui ternyata disana telah menunggu
seorang kakek tua berwajah tanpa terbalut daging, matanya cu-
ma sebelah dari berwarna merah menyala. Tidak
jauh dari samping kakek itu tampak seorang ga-
dis cantik berpakaian hijau. Dari cara gadis itu memandang kelihatan jelas bahwa
ia sangat memandang remeh tokoh-tokoh dari golongan lurus
ini. Satu hal yang membuat Malaikat Berambut
Api terheran-heran, ia melihat kakek berwajah
tanpa daging ini begitu memandangnya langsung
tidak pernah mengalihkan perhatian dari dirinya.
"Malaikat Berambut Api manusia jahanam!
Masih ingatkah kau kepadaku atau kau malah ti-
dak mengingatku sama sekali?" teriak Tua Tengkorak Mata Api Demikian marahnya ia
sampai- sampai tidak menghiraukan orang-orang yang
menyertai kakek ini.
Dewana alias Malaikat Berambut Api ter-
diam cukup lama dengan alis berkerut. Ia seperti lupa-lupa ingat dengan orang
beralis agak berdiri
dan berumbai-umbai ini. Atau mungkin ia pernah
bertemu pada suatu waktu dimasa silamnya yang
kurang begitu menggembirakan"
"Dewana" Kurasa otakmu belum tumpul.
Saat itu empat puluh tahun yang lalu. Kita bertarung di Sungai Kuning. Aku
hampir membunuh-
mu dengan pukulan 'Pelebur Raga'. Tetapi celaka, kau mempergunakan tipu
muslihatmu dengan jurus 'Neraka Pembasmi Iblis' serta pukulan
'Neraka Hari Terakhir'. Kekalahan itu bukan se-
suatu yang aneh, Dewana. Yang membuatku me-
rasa terhina, kau hancurkan wajahku, kau cung-
kil pula mataku yang kiri di saat aku dalam kea-
daan antara hidup dan mati. Kau manusia penge-
cut Dewana" Ini adalah hari yang menentukan
bagimu. Kutidak pernah khawatir sungguh pun
kau membawa seribu kawan!" teriak Tua Tengkorak Mata Api penuh rasa permusuhan.
Sekarang mengertilah Malaikat Berambut
Api duduk persoalan yang sebenarnya. Orang ini
tidak lain adalah Darpakala atau Si Racun Kun-
ing. Manusia sesat dari Sungai Kuning yang dulu
pernah membunuh kekasih Dewana yang perta-
ma. Sumtirah saudara seguru Dewana, ia cantik,
manja, sayangnya suka bersahabat dengan orang-
orang golongan putih dan hitam. Sumtirah alias
Satriavi adalah kekasih Dewana di masa mereka
masih sama-sama muda. Mereka sama-sama
mencinta, sehingga suatu saat kelak mereka akan
mengukuhkan hubungan cinta mereka ke jenjang
perkawinan. Tetapi apa yang kemudian terjadi.
Satriavi hamil, kehamilan itu terjadi akibat sahabat Satriavi, yaitu Darpakala
telah membiusnya.
Pemuda aliran sesat ini menodai Satriavi berulang kali dalam keadaan gadis itu
tidak sadarkan diri.
Sadar akan aib yang menimpa dirinya. Maka sete-
lah meninggalkan pesan Satriavi membunuh diri.
Dewana tentu menjadi marah pada Darpakala. Ia
mencari manusia sesat itu ke Sungai Kuning,
hingga terjadilah pertarungan antara hidup dan
mati. Perlu diketahui waktu itu Darpakala diban-
tu oleh buaya-buaya kuning yang sangat ganas.
Sehingga jika bukan karena ketinggian ilmu yang
dimiliki Dewana, niscaya ia tewas di tangan Dar-
pakala. SEMBILAN Teringat akan segala sesuatu yang terjadi
di masa lalu. Malaikat Berambut Api tiba-tiba merasa hatinya seperti di iris-
iris sembilu. Perlahan ia memandang tajam ke arah kakek bermuka
tanpa berbalut daging dengan tatapan dingin me-
nusuk. Manusia topeng, Mata Iblis dan Dewi Keru-
dung Putih yang tidak tahu duduk persoalan di-
antara mereka berdua hanya diam saja.
"Darpakala, Racun Kuning atau siapa saja
julukanmu. Aku tidak perduli, aku merasa kau
dulu telah menghina diriku. Apa yang menimpa
dirimu kuanggap sebagai suatu pelajaran pahit
sekaligus berharga bagi dirimu, tidak tahunya ha-timu malah menjadi penasaran.
Kau bukan me- nyadari apa yang telah kau lakukan, tidak ta-
hunya malah semakin bertambah sesat!" dengus Malaikat Berambut Api.
"Saudara!" seru Manusia Topeng. "Mengapa mengulur-ulur waktu" Sebaiknya serahkan
masalah ini padaku, biar aku yang tua bangka ini ingin merasakan betapa banyak
kesaktian yang dimilikinya sehingga ia bermulut besar seperti ini!"
"Tidak! Aku merasa berterima kasih atas
perhatian kalian. Persoalanku dengan Tua Teng-
korak Mata Api adalah persoalan yang sangat pri-
badi sekali. Untuk itu kuminta pada kalian agar
jangan turut campur. Menurutku sebaiknya sau-
dara semua tidak usah menunggu lebih lama.
Mencari Ratu Leak dan mengambil Batu Lahat
Bakutuk lebih cepat adalah lebih baik!" kata Malaikat Berambut Api.
"Tidak bisa, bangsat cebol yang memakai
topeng itu adalah bagianku!" Mustika Jajar tiba-tiba saja melangkah maju.
Setelah memperhatikan sekejap, Manusia
Topeng segera mengenali. "Ha ha ha! Perempuan cantik, tapi berhati busuk. Jika
kau mau berpikir dua kali tentu kau tidak akan gegabah ingin men-jajalku"
Menurut hematku lebih baik kau mem-
bantu gurumu dari segala kemungkinan yang da-
pat membuat matanya yang cuma satu-satunya
itu mbrojol keluar. Kau pasti bukan lawanku! Te-
tapi jika kau tetap memaksaku, biarkan kawan-
kawan kami Mata Iblis dan Dewi Kerudung Putih
melanjutkan perjalanan!" Manusia Topeng ajukan isyarat. Mustika Jajar tampak
keberatan. Namun
Tua Tengkorak Mata Api memberi isyarat agar
Mustika membiarkan kedua orang itu lewat.
Maka dibiarkan saja Dewi Kerudung Putih
dan Mata Iblis berlalu. Setelah kedua orang ini
lewat. Maka Tua Tengkorak Mata Api yang sudah
merasa yakin benar Ratu Leak pasti akan mem-
bunuh Mata Iblis dan Dewi Kerudung Putih ia
kembali berbalik ke arah musuh yang sangat di
bencinya. "Dewana, untuk kau ketahui agar tidak
mampus penasaran. Beberapa tahun yang lewat
muridmu yang Bodoh itu hampir membuat celaka
muridku. Untuk itu biarlah hari ini aku menagih
hutang-hutang itu berikut bunga-bunganya!"
"Setan mata sebelah, bagaimana dengan
aku?" celetuk Manusia Topeng. "Apa aku harus jadi penonton bersama muridmu?"
"Mustika, bunuh tua setan yang memakai
topeng itu"!" perintah Tua Tengkorak Mata Api.
Untuk melakukan perintah gurunya bukanlah se-
suatu yang mudah. Rasanya Manusia Topeng
mempunyai tingkat kepandaian lebih tinggi di-
bandingkan dengan Datuk Nan Gadang Paluih.
Jelas dalam hal ini ia tidak boleh hanya mengan-
dalkan jurus-jurus serta pukulan yang diwa-
riskan oleh uwa gurunya saja. Bagaimana pun ia
harus mempergunakan jurus serta pukulan wari-
san gurunya sendiri.
"Guru aku berjanji bukan hanya akan
membunuhnya saja. Tetapi aku juga akan mem-
beset-beset yang menutupi wajahnya. Agar kita
semuanya tahu siapa dia yang sebenarnya!" sahut Iblis Betina Dari Neraka. Tiba-
tiba gadis cantik yang sudah bukan perawan lagi ini melesat ke
depan. Tangan kanan menghantam ke bagian da-
da, sedangkan kaki meluncur deras ke bagian pe-
rut lawannya. Serangan yang dilancarkan oleh
gadis itu bukan serangan biasa. Karena ia telah
melepaskan pukulan 'Segala Racun Segala Bisa'.
Tampak jelas kaki dan tangan Mustika Ja-
jar telah berubah menghitam. Dan deru angin
yang ditimbulkannya pun jelas menebar hawa
busuk yang dingin bukan main.
Wuuut! Sebagai tokoh yang berpengalaman Manu-
sia Topeng sadar betul dengan bahaya ini. Se-
hingga ia berkelit, serangan Mustika baik tendangan kaki maupun tendangan tangan
dua-duanya luput. Dalam hati ia sempat tercekat juga. Selagi serangannya nyeplos begitu
saja, Manusia Topeng
cepat melompat mundur ke belakang. Kemudian
punggung tangannya melibas.
Buuuk! Braak! Terhantam pukulan Manusia Topeng, Mus-
tika nyaris terpelanting. Syukur ia mempunyai
ilmu meringankan tubuh yang luar biasa. Sehing-
ga dengan cepat ia dapat memperbaiki posisi dan
siap menyerang kembali.
"Hmm, kali ini aku tidak akan membiarkan
mu lolos begitu saja!" geram Mustika Jajar marah.
Manusia Topeng hanya tersenyum.
Sekarang ia tidak menunggu lagi lawan
membangun serangan, tiba-tiba saja laki-laki
pendek ini melompat ke udara. Kakinya menyapu
ke bagian kepala lawan.
Set! Set! "Heh...!"
Sekarang Manusia Topeng yang di buat ka-
get bukan alang kepalang. Ia tadi merasa yakin
serangannya mencapai sasaran. Tetapi dengan
gerakan yang aneh lawan telah dapat menghinda-
rinya. Manusia Topeng memperhatikan gerakan
Mustika. Lalu terdengar seruan kaget.
"Langkah Langkah Sesat?"" desisnya.
"Hi hi hi...! Bagus sekali ternyata kau telah mengetahui jurus-jurus mautku
Pendekar Bloon 21 Tokoh Tokoh Kembar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bangsat bertopeng. Sekarang rasakanlah ini! Heaa...!" Suara si gadis melengking
tinggi. Secepat kilat tubuhnya
mengambang di udara, lalu ia meliuk-liuk disertai putaran aneh di udara. Setiap
jari-jari tangan
Mustika bergerak, maka lima jalan darah lawan
dalam keadaan terancam. Manusia Topeng mera-
sa ada tekanan yang menghebat dan mengurung
setiap gerakannya.
"Hia...! Cha,cha...!"
Tiba-tiba Manusia Topeng jungkir balik,
kaki menghadap ke atas kepala menghadap ke
bawah. Ia bertumpu dengan kedua tangannya.
Kemudian ketika serangan lawan terus mende-
ranya secara bertubi-tubi. Maka Manusia Topeng
gerakkan kakinya dalam posisi menggunting.
Clak! "Aih...!"
Gadis itu sempat keluarkan seruan terta-
han ketika kaki lawan hampir saja memotong pu-
tus kedua tangannya sekaligus. Tiba-tiba saja ia berguling-guling. Lalu kakinya
menendang dengan cepat dan telak sekali.
Duuuk! "Wuakh...!" Manusia Topeng menjerit keras. Tubuhnya sempat terlempar dan
nyangsang di atas dahan yang rimbun. Selagi Manusia To-
peng dalam keadaan seperti itu Mustika Jajar le-
paskan pukulan ke arahnya. Untung Manusia
Topeng cepat menyingkir. Jika tidak tubuhnya
pasti hangus terhantam serangan lawan yang
mengandung hawa panas bukan main tersebut.
Untuk sementara waktu kita tinggalkan
dulu Manusia Topeng dan Mustika yang masih te-
rus terlihat pertempuran sengit. Pada waktu ber-
samaan pula Malaikat Berambut Api juga sedang
terlibat pertempuran sengit dengan musuh be-
buyutannya, yaitu Tua Tengkorak Mata Api. Dua
tokoh aliran hitam dan putih yang sudah lama
menyimpan dendam berkarat ini tampaknya su-
dah mulai mengumbar jurus-jurus ataupun pu-
kulan mautnya. "Hiaaa...!"
Tua Tengkorak Mata Api tiba-tiba saja me-
lompat mundur. Kedua tangannya segera digosok-
gosokkan satu dengan yang lainnya. Sebentar sa-
ja kedua tangan kakek berwajah macam tengko-
rak ini telah berwarna menghitam keseluruhan-
nya. "Dewana...! Hari ini kau tidak akan lolos dari kematianmu!" dengus Tua
Tengkorak Mata Api dengan marahnya.
"Pukulan Segala Racun Segala Bisa sejak
dulu kau memang sudah memilikinya. Tetapi
sangat disayangkan kulihat tidak ada perkem-
bangan yang berarti. Ternyata kau hanya seorang
pembual bermulut besar!" sahut Malaikat Berambut Api tidak kalah sinisnya.
Mendengar ucapan lawan yang sangat me-
remehkan dirinya, jelas saja Tua Tengkorak Mata
Api jadi bertambah berang. Tanpa bicara apa-apa
lagi ia lepaskan pukulan maut yang memang te-
lah dipersiapkannya.
Penghuni pulau Seribu Satu Malam ini se-
gera dapat merasakan adanya hawa dingin menu-
suk menerpa dirinya. Dadanya langsung sesak,
tenggorokan seperti di tusuk-tusuk jarum panas.
"Heep!"
Malaikat Rambut Api diam-diam kerahkan
tenaga sakti untuk mengusir pengaruh serangan
lawan ini. "Heh...!"
Kakek ini tersentak kaget, wajahnya sedikit
memucat. Ternyata walau pun ia telah mengerah-
kan hawa sakti untuk mengusir serangan lawan
ini. Ia masih merasakan gelombang serangan be-
rupa hawa panas yang mendera tiada putus-
putusnya. "Kunyuk keparat ini ternyata banyak mem-
punyai kemajuan! Aku tidak mungkin menghin-
dar terus!" pikir si kakek rambut merah. Lalu ia kepalkan kedua tangannya hingga
membentuk tinju. Krrtttkkh!
Ada suara berkeretekan ketika masing-
masing jari tangan si kakek menangkup bersatu
padu antara satu dengan yang lainnya.
"Hiiih...!"
Sambil melompat ke depan, laksana kilat
tangannya meluncur. Tua Tengkorak Mata Api
sama sekali tidak menduga adanya serangan
mendadak ini. Ia angkat kakinya sedangkan kepa-
la dan badan ditarik ke belakang.
Des! Des! Baik kakek Dewana maupun Tua Tengko-
rak sama-sama terkena pukulan. Dua-duanya
terhuyung beberapa tindak ke belakang. Tetapi
laksana kilat kakek Dewana sambil memperguna-
kan jurus 'Kacau Balau', sudah membangun se-
rangan lagi. Tentu saja serangan-serangan yang
dilancarkan oleh Malaikat Berambut Api merupa-
kan serangan yang sangat berbahaya di samping
mengandung tenaga dalam tinggi. Sebaliknya
Darpakala yang memang dilamun dendam tidak
terlihat keder mendapat hujan serangan bertubi-
tubi. Bagaikan singa gurun, Darpakala alias Ra-
cun Kuning dan lebih di kenal dengan julukan
Tua Tengkorak Mata Api dapat menghindari hu-
jan serangan lawannya. Sebaliknya serangan ba-
lasan yang dilakukan oleh Darpakala juga dapat
dihindari oleh Malaikat Berambut Api.
Kenyataan yang dihadapinya ini benar-
benar membuatnya menjadi marah. Tiba-tiba saja
ia jatuhkan diri ke tanah dengan posisi mene-
lungkup. Kedua tangannya mengembang dan
langsung dipukulkan ke bumi.
Hanya beberapa saat saja setelah tangan
Tua Tengkorak Mata Api menjejak ke tanah. Maka
kedua tangan itu tiba-tiba saja memancarkan ca-
haya berwarna pelangi.
"Pukulan Pelebur Raga?" Hmm rupanya
bajingan ini telah berhasil mengamalkan pukulan
sesat yang dulu pernah menghebohkan!" desis Malaikat Berambut Api. Walaupun ia
sempat terkesiap, tetapi dengan cepat ia usap dadanya. Se-
telah itu bersiap-siap pula dengan pukulan
'Ratapan Pembangkit Sukma'.
"Dewana, jika hari ini kau tidak mampus
dengan pukulan Pelebur Raga. Biarlah untuk ma-
sa selanjutnya aku mengasingkan diri di Lembah
Wadal (tumbal). Ini adalah satu-satunya pukulan
maut yang kurancang khusus untuk membu-
nuhmu di samping ada satu pukulan lagi yang
kuberi nama Tiga Gerhana Penghantar Maut!
Malaikat Berambut Api sama sekali tidak
menyahut. Mata kakek ini setengah terpejam.
Otot-otot tubuhnya yang kekar bersembulan. Ke-
ringat sebesar-besar kacang kedelai bercucuran
membasahi seluruh tubuhnya. Pabila Tua Teng-
korak Mata Api memandang ke arah lawannya
untuk yang terakhir kali. Maka ia sempat tercekat juga. Seluruh rambut di kepala
si kakek yang berwarna merah tampak seakan-akan menyala.
Sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan.
Tetapi apalah artinya bagi Tua Tengkorak Mata
Api yang sudah dilamun marah.
"Hiaaa...!"
Diawali dengan teriakan melengking tinggi.
Tua Tengkorak melesat ke depan sedangkan tan-
gannya di dorong dengan kecepatan penuh. Ter-
dengar suara bergemuruh bagaikan deru angin
yang tidak ada putus-putusnya. Lalu sinar pelan-
gi itu sontak memanjang menjadi sesuatu yang
menggiriskan. Lesatan sinar pelangi itu ke arah
lawan saja sudah membuat si kakek Dewana yang
mempunyai tenaga dalam tinggi sudah mulai ter-
seret-seret. Pohon-pohon tercabut sampai ke
akar-akarnya. Manusia Topeng yang hampir ber-
hasil mengalahkan lawannya sempat tergontai-
gontai, ia keluarkan suara pekikan berulangkali.
Malaikat Berambut Api sadar betul ini merupakan
ujian yang paling berat bagi dirinya.
Bet! Zeeb! Zeeb! Malaikat Berambut Api sekonyong-konyong
dorongkan kedua tangannya ke depan. Apa yang
dilakukan oleh si kakek bukanlah sesuatu yang
mudah. Karena serangan yang dilakukannya sea-
kan terhalang sebuah tembok baja berlapis-lapis.
Malah sekarang tubuhnya terus terdorong sedikit
demi sedikit. Deg! Deg! Malaikat Berambut Api lipat gandakan te-
naga dalamnya. Setelah itu ia hantamkan kedua
tangannya ke arah serangan lawan tersebut. Apa
yang terjadi kemudian adalah sesuatu yang san-
gat luar biasa. Dari telapak tangan kakek Dewana tiba-tiba saja menderu segulung
sinar putih laksana salju. Terjadilah saling dorong untuk bebe-
rapa saat lamanya. Dua-duanya saling ngotot. La-
lu.... Buum! Akhirnya terjadilah ledakan dahsyat. Dua
sosok tubuh sama-sama terpelanting sedangkan
di bagian lain. Terlihat Mustika Jajar jatuh terduduk dengan mata melotot.
Manusia Topeng lagi-
lagi nyangkut di atas pohon tinggi.
Wajah Malaikat Berambut Api tampak pu-
cat laksana kain kapan. Ia mencoba menarik na-
fas, tetapi dadanya malah sakit bukan main. Bila memandang ke arah Tua Tengkorak
Mata Api. Kakek yang wajahnya tidak terbalut daging ini
mandi darah. Ternyata ia mengalami goncangan
bagian dalam yang sangat hebat. Keadaannya
saat itu antara sadar dan tiada. Mustika Jajar
tentu sangat mengkhawatirkan keselamatan gu-
runya. Mengingat lawan ketika itu sudah bangkit
berdiri dan kini telah siap melepaskan pukulan
Neraka Hari Terakhir.
"Celaka guruku!!" desisnya. Mustika ingin menolong gurunya. Tetapi hal itu
sangat sulit dilakukannya. Benturan tenaga sakti tadi telah
mempengaruhinya. Padahal ia mempunyai tingkat
tenaga dalam yang tidak bisa dianggap remeh.
Mungkin jika orang biasa yang terkena pengaruh
pukulan tadi, orang itu tewas seketika.
"Tua Tengkorak Mata Api! Aku menjunjung
tinggi tata krama pertarungan rimba persilatan.
Tetapi khusus buatmu merupakan pengecualian.
Kau tidak ubahnya seperti seekor ular berbisa
yang mencari pemukul. Jika hari ini aku tidak
dapat melenyapkanmu, biarlah aku mati dengan
kaki menjunjung langit dan kepala menjunjung
bumi! Heaaa...!" Malaikat Berambut Api. Memutar-mutar kedua tangan di atas
kepala. Kini ia telah siap dengan pukulan 'Kidung Maut' salah satu ilmu
ciptaannya yang baru dan belum pernah di-turunkan pada cucu sekaligus muridnya
Suro Blondo. "Heaaa...!"
Wuung! Terdengar suara gaung yang seakan datang
dari perut bumi. Lalu terlihat sinar merah hitam melesat ke arah Tua Tengkorak.
Kakek berwajah tanpa daging ini mustahil dapat menghindar dari
lawannya, karena ia tidak kuasa menyelamatkan
diri. Bahkan menggeser punggungnya saja ia ti-
dak mampu. Tidak pelak lagi serangan lawan pun
menghantam dirinya. Tua Tengkorak Mata Api
mencelat, tubuhnya kemudian terkapar. Orang
tua yang mempunyai ilmu Iblis Pembangkit Roh
ini tewas seketika dengan keadaan hangus. Mus-
tika Jajar tentu saja menjerit histeris melihat gurunya kena di bantai lawan. Ia
tiba-tiba saja berlari sambil melepaskan pukulan ke arah Malaikat
Berambut Api. Melihat betapa berbahaya seran-
gan lawan, maka si kakek segera membuang di-
rinya ke tempat yang aman. Sehingga pukulan
yang dilakukan lawan mengenai tempat kosong.
Akan tetapi betapa kagetnya kakek Dewana
ketika ia bangkit berdiri, gadis yang menyerang-
nya tadi serta mayat Darpakala sudah tidak ada
lagi di situ. Bila memandang ke atas pohon, Ma-
nusia Topeng masih tetap menyerang sang di sa-
na. "Lebih baik kubiarkan dia dalam keadaan
seperti itu! Aku harus mencari tahu siapa Ratu
Leak dan di mana dia bersembunyi!" batin Malaikat Berambut Api.
SEPULUH Jliiigkh! Pemuda berbaju biru tiba-tiba melompat
turun dari atas pohon. Ia gelengkan kepala dan
usap-usap matanya seakan tidak percaya dengan
penglihatannya sendiri.
"Aku tidak tidur makanya tidak bermimpi,
tidak juga mabuk tapi mengapa penglihatanku
jadi begini. Orang ini jelas-jelas mirip dengan aku, bajunya, rambut juga
wajahnya. Cuma lebih tolol
sedikit! Rasanya aku tidak punya saudara kem-
bar. Tetapi dia mengapa mirip benar dengan diri-
Pendekar Bloon 21 Tokoh Tokoh Kembar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ku?" batin pemuda baju biru alias Suro Blondo.
Pendekar Blo'on lalu melangkah lebih
mendekat lagi. Lalu pemuda baju biru yang entah
datang dari mana itu melangkah pula ke arahnya.
Mereka saling pandang-pandangan. Bila Suro ter-
senyum, maka pemuda di depannya juga ikut ter-
senyum. Pendekar Mandau Jantan garuk-garuk
kepala, eeh pemuda yang sungguh mirip dengan
dirinya itu juga ikut garuk-garuk kepala.
Sedemikian penasarannya pemuda ini,
hingga jari telunjuknya mendorong jidat orang
itu. Ternyata pemuda berbaju biru yang segala-
galanya mirip dengan dirinya ikut mendorong pu-
la. "Ha ha ha...! Tidak mabuk mengapa pen-
glihatanku jadi lucu?" seru Suro semakin bertambah besar saja rasa heran
dihatinya. Pemuda
tampan bertampang tolol itu juga ikut tertawa.
"Kalau tidak mabuk, berarti kita memang
sudah jadi gila!" celetuk pemuda itu pula.
"Kau siapa" Mengapa wajahmu mirip benar
dengan aku?" tanya si konyol, sekarang ekspresi wajahnya benar-benar serius.
"Kau yang siapa?"
"Kunyuk betul, kau yang meniru aku! Pa-
dahal aku tidak punya saudara kembar di dunia
ini. Apakah kau setan?" tanya Suro lagi.
"Kaulah yang setan!" maki pemuda di depannya sinis.
Suro garuk-garuk kepala. Bingung, pena-
saran bercampur kesal sedikit. "Kau hendak kemana?" tanya Pendekar Blo'on.
"Mencarimu!" sahut pemuda itu singkat.
Sepasang mata Suro yang jenaka berputar
liar "Mencariku" Apakah ada seseorang yang menyuruhmu?"
"Benar."
"Untuk apa?" desak Pendekar Mandau Jantan semakin tidak sabar.
"Membunuhmu, ya... kurasa aku datang
untuk membunuhmu. Karena memang itulah tu-
gas yang diberikan padaku!"
Suro Blondo tiba-tiba saja tertawa tergelak-
gelak. Melihat Suro tertawa, maka orang di de-
pannya ikut tertawa bekakakan.
"Siapa yang menyuruhmu?"
"Kurasa itu tidak penting kau ketahui,
Pendekar Blo'on!" sinis suara pemuda itu.
"Apakah kau Pendekar Blo'on juga?" pancing Suro
Lawan anggukkan kepala. Saking kagetnya
Suro sampai melangkah mundur. Keningnya ber-
kerut dalam, rasanya apa yang ia lihat memang
tidak masuk akal. Ada orang segala-galanya mirip benar. dengan dirinya. Kalau
pun ia sedang menyamar, mengapa bisa persis betul" Kenyataan
ini hampir tidak dapat diterima akal sehatnya,
begitu ia tidak percayanya sampai-sampai ia
mencubit lengannya sendiri. Ternyata memang te-
rasa sakit, berarti Suro tidak sedang mimpi.
"Entah aku yang tolol atau engkau yang
sudah gila! Kalau kau benar-benar sebagai Pen-
dekar Blo'on apakah senjata andalanmu yang
akan kau pergunakan untuk membunuhku?""
Tanpa bicara pemuda yang mirip Suro ke-
luarkan senjata. Suro langsung cengengesan keti-
ka pemuda itu keluarkan sebuah clurit berwarna
hitam. "Hmm, ternyata perabotan yang kau bawa bengkok. Sedangkan Pendekar Blo'on
sejati punya senjata lurus, ada lubang spesialnya. Senjata
bengkok begitu bisa salah tusuk salah sasaran!"
ejek Pendekar ini ketus. "Apakah kau punya senjata yang lain?"
Yang ditanya langsung buka celana dan
tunjukkan apa yang dia miliki. Tawa Suro Blondo
semakin menjadi-jadi.
"Wah lebat betul. Rupanya kau punya tidak
pernah di cukur, lagipula mengapa hitam keriput
dan bulukan begitu?"
"Ha ha ha...! Jadi apa yang kau maksud
dengan senjataku yang lain?" tanya pemuda itu sama tololnya.
Di samping geli, Suro lama-kelamaan jadi
sewot juga. Tiba-tiba ia meninju wajah lawannya.
Plaak! Pemuda itu terdorong mundur, lalu usap
keningnya yang benjol sebesar telur puyu. Tidak
disangka-sangka pemuda itu lakukan serangan
kilat. Tinjunya yang meluncur tidak sempat di-
elakkan lagi oleh Suro yang lengah.
Took! Pendekar Blo'on meringis. Bila ia mengu-
sap keningnya, maka terdapat benjolan sebesar
telur angsa. "Sontoloyo, manusia sompret! Berani betul
kau berbuat kurang ajar padaku!"
"Itu belum seberapa sebab sebentar lagi
aku akan membunuhmu!" sahut lawannya sinis.
"Gila betul. Jangan kau cuma pentang ba-
cot lekas buktikan jika kau ingin membunuhku!"
tantang Pendekar Mandau Jantan tanpa sung-
kan-sungkan lagi.
"Ha ha ha! Aku gembira sekali, ternyata
kau memang menghendaki mati. Maka kau lihat-
lah serangan!" teriak pemuda tersebut.
Dengan kecepatan sulit di duga-duga, tiba-
tiba saja lawan sudah mengayunkan celuritnya ke
wajah Suro. Pemuda ini langsung berkelit dengan
jurus 'Kacau Balau'. Ternyata serangan pertama
hanya tipuan saja, karena ketika Suro mengelak
celurit tiba-tiba menyimpang dan berbelok mene-
rabas perut. Pendekar Blo'on terpaksa berjumpli-
tan sambil memaki.
"Rupanya kau punya keedanan dan tipu
menipu pula. Heaaa...!" Pemuda ini membentak garang. Ia tetap mempergunakan
jurus menghindar 'Kacau Balau'. Namun di samping itu ia juga
mengerahkan jurus 'Seribu Kera Putih Mengecoh
Harimau'. Lawannya yaitu pemuda bertampang
dan berpakaian seperti dirinya tidak tinggal diam.
Ia juga membalas serangan Suro dengan tidak ka-
lah dahsyatnya, tetapi bukan menggunakan ju-
rus-jurus seperti yang dimainkan oleh pemuda
itu. Sungguh pun demikian serangan-serangan
yang dilancarkannya tetap berbahaya dan men-
gandung tipu-tipu. Tiba-tiba saja Pendekar Blo'on melancarkan tendangan
berputar. Lawan segera
dapat merasakan adanya desiran angin kencang
menerpa ke bagian pinggang. Pemuda baju biru
langsung melompat ke udara. Dalam keadaan me-
lesat ia lepaskan tendangan beruntun. Suro jadi
kaget, ia hanya mampu menghindari beberapa
tendangan, tetapi ketika kaki lawan terus berpu-
tar-putar di atas kepalanya, Suro sudah tidak kuasa lagi selamatkan diri.
Des! "Ukh...!"
Pendekar Blo'on tekad kepalanya yang se-
perti hendak pecah. Bumi dirasakannya berputar
lebih cepat. Selagi ia belum sempat berdiri karena menikmati sakit yang bukan
kepalang. Lawan telah nekad menyerangnya dengan pukulan jarak
jauh. "Oh... aku bisa mati konyol kalau begini"!"
desis Pendekar Blo'on. Belum lagi ia sempat ber-
diri. Tiba-tiba ia kerahkan tenaga dalamnya ke
bagian kedua tangannya. Samar-samar Suro me-
lihat cahaya merah kehitam-hitaman melesat ke
arahnya. Tanpa membuang-buang waktu pemuda
ini langsung lepaskan pukulan 'Kera Sakti Meno-
lak Petir'. Wuut! Wuuut! Seer! Seketika terasa adanya sambaran hawa
dingin mencucuk hidung dari telapak tangan Su-
ro yang terkembang. Lalu di tengah jalan terjadilah benturan keras bukan main.
Baik Suro mau- pun pemuda yang sungguh mirip dengan dirinya
itu sama-sama terpelanting roboh. Selagi Pende-
kar Blo'on masih berusaha melancarkan jalan da-
rah yang tersendat, lawan telah menerjang lagi
sambil mengayunkan celurit di tangannya.
Wuut! "Aiiih...!"
Dengan terpaksa pemuda ini berguling-
guling. Tetapi lawan setelah melihat serangannya tidak mencapai sasaran langsung
berbalik, dan kini menyerang lagi dengan bacokan maupun tu-
sukan yang semakin berbahaya.
"Hiyaa...!"
Celurit tiba-tiba melesat di bagian bahu
Suro. Pemuda ini kerahkan jurus 'Kacau Balau',
satu-satunya jurus khusus menghindar yang ia
miliki. Wuuus! Liukan-liukan serampangan yang dilaku-
kan Pendekar Blo'on benar-benar membuatnya
dapat membebaskan diri dari maut selama bebe-
rapa kali. Lawan ternyata tidak putus asa. Ka-
kinya mendadak saja meluncur dan...
Buuk! "Huuk!"
Pendekar Blo'on jatuh terguling-guling. Da-
lam keadaan sedemikian itu ia masih sempat le-
paskan pukulan 'Matahari Rembulan Tidak Ber-
sinar' ke arah lawan.
Zzzzttss! Tidak terelakkan lagi lawannya yang begitu
bernafsu memburu Suro tidak sempat menghin-
dar lagi. Di saat ledakan keras terjadi, maka lawan Suro terpelanting roboh.
Tetapi anehnya se-
rangan maut itu tidak membawa akibat apa-apa.
Malah seperti orang linglung lawan bangkit lagi.
Ia garuk-garuk kepala sebagaimana tingkah Pen-
dekar Blo'on juga.
"Kau lihatlah aku ndak apa-apa!" ejek pemuda itu. Sekarang Pendekar Blo'on yang
dibuat bingung. Melihat lawan bertolak pinggang lagi,
maka si konyol langsung lepaskan pukulan
'Ratapan Pembangkit Sukma'. Sekonyong-
konyong ia melompat ke udara lalu hentakkan
kedua tangannya ke arah lawan. Angin kencang
di sertai badai salju menderu dahsyat ke arah lawan. Dan kelihatannya pemuda itu
sama sekali tidak berminat menghindari pukulan ganas terse-
but. Buuum! Dengan telak pukulan tersebut menghan-
tam lawan. Untuk yang kedua kalinya lawan ter-
jajar. Namun sebagaimana tadi ia tidak menderita apalagi sampai terluka terkena
pukulan Suro. Si
konyol gelengkan kepalanya berulang-ulang.
"Ini tidak boleh terjadi. Aku harus mencoba sampai dimana kehebatan jurus
Congcorang wa-risan kakek Bayang Bayang!" batin Pendekar
Blo'on. "Kau bingung" Ha ha ha...! Orang yang sudah hendak mati memang suka
bingung. Tetapi
percayalah, kematian dengan di penggal leher ti-
dak begitu sakit. Menurut yang kudengar rasanya
seperti di gigit semut dan ada gatal-gatalnya sedikit!" ejek lawannya. Lalu
seraya membolang baling celurit hitam di tangan.
"Hmm, kau boleh jadi kebal. Kekebalan ada
tiga, yang lunak yang keras dan berlubang salah
satu diantaranya merupakan titik kelemahan
yang tidak dapat ditawar-tawar!" teriak Pendekar Blo'on, suaranya melengking
tinggi. "Heaa...!"
Pemuda itu tiba-tiba saja angkat kaki ka-
nannya, jari-jari tangan kanan kiri kemudian saling merapat. Seterusnya bergerak
mengait ke de- pan atau mencatuk bagaikan tangan-tangan
cengcorang yang hendak menggapai daun. Suro
pun berjingkrak kian kemari.
"Uuuuuu...!"
Bibir pemuda itu termonyong-monyong.
Tap! Tap! Zuup! Zuup! Wuuk! Senjata lawan membabat, Suro ber-
jingkrak. Lalu tangannya yang saling merapat me-
luncur ke arah tenggorokan. Lawan terpaksa lin-
dungi tenggorokannya. Angin mendesir. Sekedi-
pan mata tangan Suro telah beralih ke sasaran
lain. Crok! Corok!
"Heekh...!"
Hantaman itu membuat lawannya ter-
huyung ke belakang. Suro melompat maju dan
kembali tangannya mendera berulang-ulang.
Cos! Cos! Craak! "Akkkh...!"
Tiba-tiba saja terdengar jeritan lawannya
saat kedua matanya terkena hantaman Suro. Da-
lam keadaan utuh kedua mata lawan keluar. Ru-
panya di situlah titik kelemahan lawannya.
Suro terus mencecar bagian lainnya. Kini
yang menjadi sasaran jemari tangannya adalah
bagian dada dan perutnya. Karena menderita luka
yang sedemikian mengerikan, maka lawan sudah
tidak dapat menguasai dirinya lagi. Untuk yang
kesekian kalinya dadanya di buat berlubang,
bahkan bukan itu saja. Sambil meliuk-liuk ia
hantam perut lawannya.
Jros! Jros! Perut itupun berlubang, ususnya berbua-
saian. Lawan menjerit setinggi langit. Dalam keadaan mandi darah tubuhnya
Pendekar Bloon 21 Tokoh Tokoh Kembar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terhempas, berkelo-
jotan beberapa saat lamanya. Kemudian sosok itu
menghitam disertai menebarnya kabut putih
hingga akhirnya lenyap dari pandangan mata.
"Ternyata ia manusia jejadian. Siapa yang
telah melakukannya" Kurasa Batu Lahat Bakutuk
itulah yang menjadi sumbernya!" pikir Suro. "Ra-tu Leak, tunggulah, kau akan
merasakan apa yang dulu pernah kuderita!"
Dan Pendekar Blo'on akhirnya berkelebat
pergi meninggalkan daerah yang sepi itu.
SEBELAS "Aku dapat merasakan di sinilah manusia
keparat itu bersembunyi! Rasanya aku sudah ti-
dak sabar lagi untuk membuat perhitungan den-
gannya!" geram pemuda gondrong yang sekujur tubuhnya terbungkus akar-akar
berwarna hitam.
Yang diajak bicara adalah laki-laki berpa-
kaian putih selempang putih yang tidak lain ada-
lah Datuk Nan Gadang Paluih.
"Tenanglah, ini masih merupakan daerah
kekuasaanmu! Sebagaimana dugaanmu aku pun
merasa ia pasti bersembunyi di celah batu itu!
Tunggu apa lagi, panggillah dia keluar untuk
menjumpai kita!" kata Datuk Nan Gadang.
Wayan Tandira baru saja hendak berteriak,
tiba-tiba di atas batu yang menjulang tinggi terlihat sosok berpakaian hijau
berdiri tegak dengan
tatapan sinis. "Kalian muncul lagi" Rupanya kalian tidak
jera dan terus mengejarku ke mana saja aku per-
gi!" kata perempuan itu yang tidak lain adalah Ra-
tu Leak. "Aku mana mungkin meninggalkan Sange
selama Batu Lahat Bakutuk berada di tanganmu!"
sahut Datuk Nan Gadang Paluih.
"Dan kau...?" Pertanyaan Ratu Leak ditujukan pada Wayan Tandira.
"Hmm... keparat! Kau berpura-pura tidak
tahu. Kesalahanmu segudang, belum lagi masya-
rakatku yang kau kutuk menjadi patung batu. Ti-
dak ada hukuman yang setimpal dengan kesala-
han yang kau perbuat terkecuali membunuhmu
secara perlahan-lahan!" sahut Wayan demikian sinisnya.
"Bagus! Simpanlah mimpi-mimpi kalian
itu. Aku sendiri sudah punya rencana bagaimana
caranya untuk mengakhiri pengejaran kalian.
Sayang tokoh-tokoh kembaran yang kuciptakan
banyak yang tewas sia-sia. Tetapi kalian lihatlah ini!" seru Ratu Leak. Tiba-
tiba ia memutar tengkorak kepala bayi di atas kepalanya.
Glerr! Dari kepala tengkorak bayi melesat sinar
warna warni yang terasa menyilaukan mata.
"Datuk, perempuan jahanam itu menge-
rahkan kutuk buat kita!" teriak Wayan Tandira.
Datuk Nan Gadang Paluih tertawa membahak
mendengar peringatan Wayan.
Selanjutnya tokoh dari Andalas ini cabut
senjata mautnya yang sudah tidak asing lagi. Yai-tu Angkin Pelebur Petaka.
Senjata di kibaskan ke arah sinar-sinar kutukan yang menerjang ke
arahnya tersebut. Terjadilah benturan-benturan
dahsyat di udara. Wayan Tandira sendiri terpaksa mengerahkan pukulan Belenggu
Neraka di saat dirinya mendapat serangan sinar kutukan itu. Sa-
tu hal yang patut diketahui, andai sinar kutukan itu sampai mengenai diri Wayan.
Dirinya dapat berubah menjadi patung seketika.
Melihat serangan pertamanya gagal, Ratu
Leak menggembor marah. Masih tetap berdiri di
atas batu runcing ia lepaskan pukulan 'Neraka
Perut Bumi'. Ratu Leak membagi serangannya ke
dua arah sekaligus.
Untuk yang kesekian kalinya, lagi-lagi Da-
tuk Nan Gadang kebutkan Angkin Pelebur Petaka.
Sedangkan Wayan sekarang tidak memperli-
hatkan reaksi sama sekali kecuali mengerahkan
tenaga dalam ke sekujur tubuhnya. Sehingga ke-
tika serangan lawan menghantam tubuhnya, ma-
ka dari akar-akar itu memijar cahaya hitam.
Buuum! Ledakan yang terjadi akibat bertemunya
dua tenaga sakti membuat Wayan jatuh terdu-
duk. Ratu Leak melompat dari atas batu untuk
menyelamatkan diri dari pukulannya yang mem-
balik akibat di halau Angkin Pelebur Petaka di
tangan Datuk Nan Gadang.
Orang ini memaki, tetapi juga harus ber-
juang keras menghindari serangan gencar yang
dilakukan oleh Datuk Nan Gadang berserta
Wayan. Ratu Leak tiba-tiba menerkam ke arah
Wayan, sedangkan kaki kiri menerabas ke dada
Datuk Nan Gadang.
Melihat serangan ini Wayan segera melam-
bung tinggi ke udara. Sambil berkelit ia menghantam dagu lawannya. Gerakan
pemimpin negeri
Sange ini rupanya telah dapat dibaca oleh lawan-
nya. Ratu Leak kibaskan tengkorak bayi di tan-
gannya sehingga membentur dada Wayan.
Buuuk! "Haaakh...!"
Kraak! Wayan menjerit tertahan, bukan hanya
akar-akar itu saja yang terhantam hancur oleh
tengkorak bayi tersebut. Tetapi pukulan telak itu membuat Dada pemuda itu patah.
Darah menyembur dari mulut si gondrong, sementara Ratu
Leak telah melepaskan tendangan beruntun ke
arah bagian yang sama. Datuk Nan Gadang tidak
tinggal diam. Ia segera melesat ke depan untuk
selamatkan Wayan Tandira. Angkin di tangan
langsung dilecutkan.
Seer! Ratu Leak sambil memaki terpaksa tarik
serangan, kini ia melompat ke kiri untuk sela-
matkan diri dari hantaman angkin maut itu. Ter-
nyata Datuk Nan Gadang tidak tinggal diam hing-
ga di sini saja. Tangan kirinya dengan cepat
menghantam pinggang lawan.
"Ait...!"
Dees! Walaupun Ratu Leak telah berusaha
menghindar sedapat mungkin. Tetapi pinggang-
nya kena di hajar oleh lawannya. Tubuh orang ini sempat berputar karena demikian
kerasnya serangan Datuk Nan Gadang itu. Ratu Leak kemu-
dian tergelimpang. Tampak jelas pada sudut-
sudut bibirnya meneteskan darah. Datuk Nan
Gadang terus mengejarnya sambil berkata...
"Cepat kau serahkan Batu Lahat yang telah
kau curi itu!"
Ratu Leak tersenyum sinis. Sebagai jawa-
bannya ia lepaskan pukulan 'Pemusnah Raga
Penghancur Jiwa'. Tentu saja sekarang Datuk
Nan Gadang yang di buat pontang-panting. Ia ter-
paksa berguling-guling hingga pukulan itu hanya
beberapa jengkal lewat di atas punggungnya.
Wuut! Belum lagi sempat Datuk berdiri ia le-
paskan pukulan pula ke arah Ratu Leak. Perem-
puan ini tidak sempat menyadari apa yang dila-
kukan lawan, karena saat itu ia telah melompat
ke arah Wayan yang terluka parah dan langsung
menghajar pemuda itu dengan tinjunya.
Praak! "Akhh...!"
Serpihan otak bercampur darah berham-
buran menyertai terdengarnya jeritan Wayan
Tandira. Datuk Nan Gadang terperangah melihat
apa yang terjadi. Sangat disesalkan ia terlambat menolong pemuda itu walaupun
pukulan yang ia
lepaskan pada akhirnya membuat Ratu Leak ter-
pelanting dengan menderita luka dalam yang cu-
kup serius. Datuk Nan Gadang dalam kesempa-
tan itu cepat menghampiri Wayan. Tetapi pemuda
itu ternyata telah tewas dalam keadaan yang san-
gat mengerikan.
"Datuk keparat! Jangan kau sebut aku Ra-
tu Leak jika hari ini kau tidak binasa di tangan-ku!" teriak perempuan itu tiba-
tiba. Sekejap kemudian Ratu Leak mengeluarkan batu berwarna
warni dan berbentuk empat persegi. Datuk Nan
Gadang memperhatikan benda tersebut. Tidak as-
ing lagi itulah Batu Lahat Bakutuk yang telah
menjadi pangkal bencana selama ini.
"Apa yang hendak dilakukan oleh perem-
puan jahanam itu"!" pikir Datuk Nan Gadang.
Ternyata Ratu Leak menggosok-gosok ke
empat sisi Batu Lahat Bakutuk tersebut. Setelah
di gosok-gosokan, maka keluarlah empat larik ca-
haya yang terasa panas bukan main.
Melihat ke arah Ratu Leak, Datuk Nan Ga-
dang merasa tidak kuasa memandang ke arah itu
lebih lama. Matanya terasa sakit mendenyut pa-
nas dan mengeluarkan air. Yang lebih mengerikan
lagi Datuk Nan Gadang Paluih merasa kepalanya
sakit bukan main. Orang ini jatuh terduduk, ka-
rena begitu silau matanya sudah tidak dapat me-
lihat apa-apa lagi terkecuali warna-warna putih
disana sini. Bukan main dahsyat kharisma batu terse-
but, pohon-pohon di sekitarnya langsung layu.
Batu-batu sebesar kerbau langsung menjadi ser-
buk halus. Kuda Datuk Nan Gadang meringkik
keras. Dikala Ratu Leak secara pengecut hendak
membokong pemilik batu yang asli. Maka terden-
gar suara ringkikan panjang. Ada kaki sebesar
dua kali pohon kelapa melangkah mendekati Da-
tuk Nan Gadang.
Kemudian terlihat sebuah kepala besar me-
runduk, mulutnya terbuka. Tahu-tahu Datuk Nan
Gadang sudah terangkat tinggi-tinggi, sehingga
selamatlah ia dari bencana yang mengancamnya.
Ternyata yang menyelamatkan penghuni Ngarai
Sianok ini tidak lain dan tidak bukan adalah si
Putih Kaki Langit.
Ratu Leak memaki-maki, cahaya di sekeli-
lingnya masih menghampar putih, karena Batuk
Lahat Bakutuk masih memancarkan sinar pelan-
gi. Dalam pada itu terlihat ada sebuah bayangan
putih berkelebat. Tidak jauh dari hadapan Ratu
Leak, berdiri tegak seorang kakek tua berjenggot putih. Cambangnya yang lebat
hampir menutupi
sebagian wajahnya. Ia memandang Ratu Leak
dengan mata disipitkan. Sungguh pun silau ca-
haya membuat matanya menjadi sakit, akan teta-
pi paling tidak ia sudah dapat mengenali siapa
orang yang memegang Batu maut tersebut.
"Pamungkur Walikandi! Sungguh perbua-
tanmu teramat sesatnya! Ternyata Ratu Leak ti-
dak lain adalah dirimu sendiri. Apakah katamu
jika dunia mengetahui keadaanmu yang sebenar-
nya?" seru si kakek yang tidak lain adalah Penghulu Siluman Kera Putih.
Mendengar suara dan melihat siapa yang
datang, bukan main marahnya Ratu Leak. Keben-
ciannya yang selama ini selalu disimpannya da-
lam hati sekarang berkobar-kobar kembali.
"Barata Surya keparat! Rupanya muridmu
tidak berhasil membunuhmu! Kau jangan banyak
bicara, kekalahanku yang dulu sekarang tidak
mungkin terulang lagi! Aku akan membunuhmu
dengan Batu Lahat Bakutuk ini!" teriak Ratu Leak panas bukan main.
"Pamungkur Walikandi! Selama sekian ta-
hun ternyata kau masih belum tobat juga" Aku
mana mungkin menikah denganmu, karena aku
cap pedang dan kau pun cap pedang juga. Kau
laki-laki sakit Ratu Leak" Jiwamu sakit dan pikiranmu juga sakit. Kau hendak
menyalahi kodrat
Tuhan?"" kata Barata Surya yang kiranya mengenali Ratu Leak yang sebenarnya.
"Manusia jahanam! Jangan kau berkotbah
di depanku! Seandainya Dewana ada bersamamu,
ia pun pantas mati di tanganku!" teriak Ratu Leak semakin bertambah kalap.
"Ho ho ho...! Rupanya Malaikat Berambut
Api dulu hampir terpedaya juga olehmu! Malang
sungguh, kehadiranmu hanya membuat berbagai
kerusakan saja di muka bumi. Kau laki-laki seja-
ti, tetapi mengapa ingin jadi perempuan"!" seru Penghuni Siluman Kera Putih.
Wajah di balik cahaya Batu Lahat Bakutuk
itu tampak menegang. Ia kembali menggosok-
gosok Batu Lahat di tangannya, sehingga batu
tersebut memancarkan cahaya lebih terang lagi.
Sinar terang itu membuat Barata Surya merasa
tubuhnya seperti di panggang matahari. Ia pun
terpaksa lindungi matanya dari pengaruh cahaya
yang dapat membutakan mata tersebut.
Wuus! Ternyata Penghulu Siluman Kera Putih
hanya dalam waktu singkat telah terkepung oleh
sinar warna warni yang menyilaukan itu. Barata
Surya tiba-tiba lepaskan pukulan ke arah sinar-
sinar yang semakin menyusut dan seakan hendak
menjerat dirinya.
Wuuut! Buuum! "Hek...!"
Pendekar Bloon 21 Tokoh Tokoh Kembar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata pukulan yang dilakukan oleh si
kakek tidak mengakibatkan apa-apa. Sinar yang
bentuknya seperti lingkaran-lingkaran itu tidak
mampu di hancurkan oleh pukulan si kakek. Ba-
rata Surya merasa sekujur tubuhnya seperti
mendidih. Tiba-tiba si kakek melompat ke udara.
Dengan demikian ia terbebas dari lingkaran sinar maut itu. Kini setelah terbebas
ia lepaskan pukulan lagi ke arah Ratu Leak. Selarik sinar mengge-bu-gebu dan
meluncur deras ke arah Ratu Leak.
Namun sebelum serangan berhasil menyentuh
lawan. Lagi-lagi dari Batu Lahat Bakutuk melun-
cur sinar putih dengan kekuatan empat sampai
lima kali lebih besar
Sekarang Barata Surya malah yang menja-
di terancam. Kakek ini segera berguling-guling.
Sayang sinar yang melesat dari Batu Lahat Baku-
tuk terus mengikutinya. Sehingga....
Buuuum! Tidak terelakkan lagi luncuran sinar itu
pun menghantam telak Barata Surya. Penghulu
Siluman Kera Putih mengeluh tinggi. Ia jatuh terhempas, dadanya seperti hendak
meledak. Ia menjadi kaget ketika tidak dapat menggerakkan
sekujur tubuhnya. Dalam kesempatan itu pula
Ratu Leak pusatkan seluruh cahaya yang me-
mancar dari batu tersebut ke arah Barata Surya.
Penghulu Siluman Kera Putih benar-benar teran-
cam keselamatannya saat itu. Pada detik-detik
yang kritis itu muncul dua sosok bayangan yang
bergerak langsung ke arah Ratu Leak dengan
maksud merampas batu. Namun sebelum niat
mereka terlaksana, tiba-tiba pijaran Batu LahatBakutuk menghantam ke dua-duanya.
Tidak ampun lagi orang-orang yang hendak
menyelamatkan Barata Surya terbanting sejauh
dua tombak. Yang satu ke kiri dan yang lainnya
ke kanan Ternyata mereka tidak lain adalah Mata
Iblis dan Dewi Kerudung Putih. Di antara kedua-
nya Dewi Kerudung Putihlah yang menderita luka
paling serius. Sebab seperti telah sama kita ketahui, kekuatan gadis ini
tersedot ke dalam tanduk Sakti Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya.
"Kalian semua benar-benar menghendaki
kematian dariku!" pekik Ratu Leak setelah melihat siapa orang orang yang
bermaksud merampas
batu di tangannya Mata Iblis tanpa bicara apa-
apa segera kerahkan kekuatan matanya. Sejurus
kesudahannya meluncur dua larik sinar merah ke
arah Ratu Leak. Tetapi apa yang kemudian terja-
di. Ketika Ratu Leak menggerakkan batu sebagai
tameng maka serangan Mata Iblis membalik den-
gan kecepatan berlipat ganda dan panas berganda
pula. Mata Iblis tidak sempat lagi menghindar
karena sedemikian cepat datangnya sinar terse-
but. Tidak ampun lagi tubuhnya pun terhantam
serangannya sendiri yang berbalik. Kakek ini
menggerung keras. Ia jelas menderita luka bakar
yang tidak ringan.
"Hik hik hik...! Sudah kukatakan pada ka-
lian. Hari ini terlalu banyak orang-orang dari golongan lurus yang harus mati di
Sange ini!" desis Ratu Leak sinis.
Selanjutnya Ratu Leak yang merasa berada
di atas puncak kemenangan ini segera angkat Ba-
tu Lahat Bakutuk di atas kepalanya. Inilah detik-detik yang paling mendebarkan
dari seluruh per-
tempuran itu. Semua orang menjerit kesakitan
manakala api yang bersumber dari Batu Lahat
Bakutuk melesat kian kemari menyambar apa sa-
ja yang terdapat di sekitarnya.
Datuk Nan Gadang Paluih melihat adanya
bahaya itu. Ia dengan masih rebah di atas pung-
gung kudanya segera berteriak memberi aba-aba
pada orang-orang dari golongan lurus.
"Menyingkirlah kalian! Tidak seorang pun
yang dapat menyelamatkan diri dari kobaran api
kutukan!" Kecuali Barata Surya yang memang tidak
takut mati. Mata Iblis dan Dewi segera menyingkir sedapat yang mereka lakukan.
Tampaknya sekejap lagi tubuh Barata Surya benar-benar hangus.
Masih beruntung dalam saat-saat yang mene-
gangkan itu tampak berkelebat bayangan biru.
Bayangan biru gerakkan tangannya, dari lengan
tampak melesat sinar hitam yang terasa dingin
bukan main. Sinar itu langsung melabrak kedua
tangan Ratu Leak. Dan...
Teees! "Aaaah...!"
Ratu Leak menjerit kesakitan, Batu Lahat
Bakutuk di tangannya langsung tercampak ke
udara. Melihat hal ini Datuk Nan Gadang tanpa
menghiraukan sakit yang dideritanya segera me-
nyambar batu tersebut. Ratu Leak menggerung
keras melihat kenyataan Batu Lahat sudah tidak
berada di tangannya lagi.
Cepat ia menoleh, ternyata sinar hitam tadi
melesat dari tangan Suro yang terdapat sebuah
benda hitam kecil. berbentuk empat persegi.
"Pemuda jahanam! Lihatlah apa yang telah
kau lakukan ini! Kau harus terima kematianmu!"
teriak Ratu Leak setelah mengetahui siapa orang-
nya yang telah menggagalkan rencananya itu.
"Ratu Leak manusia sundelan! Cukup su-
dah kau bikin sengsara orang. Hati ini rasanya
sudah kau tipu mentah-mentah! Mustahil aku
berdiam diri melihat guruku hampir kau buat ma-
ti!" seru Suro.
"Tolol bangsat! Rasakanlah...!" teriak Ratu
Leak Sekonyong-konyong tangannya terjulur dan
menjambak rambut Suro. Sedangkan tangan lain
yang memegang tengkorak bayi menghantam ke
bagian punggung.
Dua serangan sekaligus yang datang dalam
waktu bersamaan membuat Suro jadi kalang ka-
but. Ia pun demi menyelamatkan diri terpaksa ke-
luarkan jurus 'Kacau Balau'. Gerakan-gerakan
yang tidak beraturan segera terlihat. Ratu Leak
gagal menjambak rambut Suro, tetapi bagian
punggung pemuda itu kena digetok senjata maut
lawannya. "Ukkkh...!"
Saking sakitnya Suro sampai berputar-
putar. Ratu Leak semakin bersemangat saja un-
tuk menghabisi lawan. Ia tiba-tiba hentakkan ke-
dua tangannya siap lepaskan pukulan 'Liang
Hantu Penebus Kutuk'.
Begitu laki-laki yang menyamar sebagai pe-
rempuan ini dorong lagi kedua tangannya. Tidak
ayal terdengar suara gelegar di sana sini. Suro
terpelanting kian kemari. Hantaman yang disertai hawa panas tersebut membuat
pakaian Suro tercabik-cabik.
"Bangsat...!" maki Pendekar Blo'on. Lalu ia membalas serangan lawan dengan
melepaskan pukulan 'Neraka Hari Terakhir'. Ratu Leak segera melompat ke udara. Tetapi
kakinya masih kena
disambar serangan lawan. Pukulan pamungkas
yang dimiliki oleh Suro ini sama sekali tidak dapat membuat lawannya roboh
terkecuali hanya
terluka sedikit saja.
Sementara itu Datuk Nan Gadang, Barata
Surya, Mata Iblis sebenarnya ingin membantu
Pendekar Blo'on yang kelihatannya dalam kea-
daan keteter. Namun mereka tidak berani mela-
kukannya karena takut dianggap pengecut. Da-
lam kesempatan itu, Suro telah berdiri tegak dengan wajah sedikit pucat dan
tubuh dibasahi ke-
ringat dingin. "Seandainya aku pergunakan Mandau,
mungkin aku dapat membunuhnya. Tetapi aku
lebih tertarik mempergunakan jurus-jurus
'Congcorang'...!" batin Suro.
Dan benar saja, sejurus kemudian pemuda
ini sudah melompat ke depan. Jari-jari tangannya menyatu rapat. Bergerak liar
menggait, mencucuk
ke beberapa bagian di tubuh lawan.
Ratu Leak sempat terkesiap melihat tangan
Suro meluncur menyambar tenggorokannya. Ia
kibaskan tengkorak bayi di tangan. Serangan ini
tidak dihindari Suro melainkan disambutnya.
Clok! Clook! Tengkorak kepala bayi itupun berlubang di
beberapa bagian. Ratu Leak terkejut setengah ma-
ti. Ia hampir tidak mempercayai pemandangannya
sendiri. Selagi ia dalam keadaan kaget seperti itu, Suro menghantam tengkorak
kepala bayi itu lagi.
Prak! Senjata andalan Ratu Leak hancur. Laki-
laki yang suka menyaru seperti perempuan ini
menjerit marah. Bersamaan dengan hancurnya
perantara kutukan itu. Maka pengaruh kutukan
pun hilang raib, sehingga terlihat ada tanda-
tanda kehidupan di sana sini.
Ratu Leak tidak dapat tinggal diam. Ia pun
lepaskan pukulan ke arah lawan. Sayang Suro
sudah melompat tinggi ke udara. Tiba-tiba tu-
buhnya meluncur deras ke bawah. Bukan main
cepatnya serangan ini, tahu-tahu jemari tangan si konyol sudah menembus ubun-
ubun Ratu Leak.
Ratu Leak alias Pamungkur Walikandi
menjerit tertahan, matanya melotot. Suro me-
nyentakkan tangannya kembali. Ratu Leak meng-
gelegar di atas tanah dan tidak mampu bangkit
lagi. Di balik batu sepasang mata yang sedari
tadi mengawasi jalannya pertempuran tampak le-
ga. Diam-diam ia pergi meninggalkan Suro, murid
sekaligus cucu kandungnya. Di bagian lain Ma-
nusia Topeng setelah melihat kematian Ratu Leak
juga pergi ke jurusan lain.
Kini hanya tinggal Datuk Nan Gadang Pa-
luih, Mata Iblis dan Dewi Kerudung Putih saja
yang masih berada di situ.
"Guruku, ke mana guruku...?" tanya Suro ketika tidak melihat Barata Surya berada
disitu. Datuk Nan Gadang Paluih yang baru saja melucu-
ti seluruh pakaian Ratu Leak langsung menyahu-
ti. "Ha ha ha...! Kurasa gurumu merasa malu,
sebab ternyata manusia yang berjuluk Ratu Leak
itu seorang laki-laki seperti dia!"
Suro kaget, dia pun menoleh ke arah mayat
Ratu Leak. Maka tawanya pun meledak.
"Pendekar Bodoh, jangan cuma tertawa.
Berikan tanduk Sakti yang kau bawa. Bukankah
seluruh kekuatan Dewi Kerudung Putih tertahan
disitu?" "Tanduk sakti yang mana, kakek buta"
Tanduk yang runcing atau tanduk milik Sang Pe-
lucut Segala Daya?" sahut Suro. Diam-diam ia melirik ke arah Dewi. Gadis itu
tersenyum malu-malu. "Pemuda ceriwis, berikan tanduk Sang Pelucut Segala
Ilmu...!" dengus Dewi Kerudung Putih. Diam-diam ia merasa gembira juga melihat
Suro dalam keadaan tidak kekurangan sesuatu
apapun. Suro menyerahkan tanduk yang tersimpan
di balik punggungnya. Tanduk itu langsung dibe-
rikan pada Dewi.
"Hati-hati Dewi, jangan sampai kau salah
memasukkan tanduk ini. Salah-salah tenaga sak-
timu malah nyasar kemana-mana"!" kata Suro
sambil garuk-garuk kepala.
"Anak kanciang! Bicaramu ngaco, tapi aku
senang padamu. Lebih girang lagi hatiku karena
Batu Lahat Bakutuk telah kembali lagi padaku!"
Datuk Nan Gadang putar kudanya. Sebelum pergi
ia masih sempat mendengar ejekan Suro.
"Datuk babuntuik, jangan sampai batumu
bikin celako lagi. Aku bisa mengutukmu tidak da-
pat jodoh seumur hiduik...!"
"Anak kanciang, lagak bana bicaramu...!"
dengus Datuk Nan Gadang Paluih, seraya tanpa
menoleh-noleh lagi langsung membedal kudanya
meninggalkan Sange yang mulai ramai kembali
dengan lenyapnya kutukan Ratu Leak
Suro hanya cengar-cengir. Ketika ia melihat
ke arah Dewi dan Mata Iblis, ternyata kedua
orang itu juga telah raib dari tempatnya masing-
masing. "Dewi-dewi... ternyata kau lebih tertarik
dengan tua bangka mata buta!" gerutu Suro
Blondo sambil melangkah pergi.
TAMAT Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com
/DuniaAbuKeisel
Serial Pendekar Blo'on
1. Neraka Gunung Bromo
2. Bayang-Bayang Kematian
3. Pemikat Iblis
4. Betina Dari Neraka
5. Memburu Manusia Setan
6. Undangan Maut
7. Neraka Neraka
8. Khianat Empat Datuk
Pendekar Bloon 21 Tokoh Tokoh Kembar di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
9. Anak Langit & Pendekar Lugu
10. Sang Maha Sesat
11. Lima Utusan Akherat
12. Perjalanan ke Alam Baka
13. Jodoh di Gunung Kendeng
14. Pendekar Kucar Kacir
15. Api di Puncak Sembuang
16. Rahasia Pedang Berdarah
17. Persekutuan Orang-Orang Sakti
18. Batu Lahat Bakutuk
19. Nagari Batas Ajal
20. Perintah dari Alam Gaib
21. Tokoh Tokoh Kembar
Pedang Kiri 18 Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 10