Pencarian

Tinju Penggetar Bumi 2

Dewa Arak 15 Tinju Penggetar Bumi Bagian 2


persilatan, Dewa Angin Puyuh" Kau biarkan aku melanggar janjiku
sendiri?" selak Dewa Rambut Merah dengan nada tinggi.
"Masalahnya lain, Dewa Rambut Merah. Kau difitnah," Dewa Angin Puyuh masih
mencoba menasihati. "Kalau kau tidak turun tangan, urusan ini akan berlarut-
larut. Bahkan bukan tidak mungkin kalau orang yang telah
memfitnahmu itu tengah merencanakan kejahatan lain."
"Apa pun masalahnya, aku tidak akan melanggar sumpahku sendiri. Ingat itu, Dewa
Angin Puyuh."
"Ahhh...!" Dewa Angin Puyuh menghela napas berat mengetahui
kekerasan hati rekannya.
"Kau tahu, Dewa Angin Puyuh,"
sambung Dewa Rambut Merah lagi "Dewa Obat Tangan Delapan baru saja
meninggalkan tempat ini!"
"Ahhh...!" kembali Dewa Angin Puyuh mendesah kaget "Benarkah apa yang kau
katakan itu, Dewa Rambut Merah"!"
Kakek berambut merah itu hanya
menganggukkan kepala.
"Apa keperluannya datang kemari, Dewa Rambut Merah?" desak Dewa Angin
Puyuh. Nada suara dan wajahnya
menyiratkan keterkejutan yang amat sangat
Dan memang sebenarnya kakek
beralis putih itu terkejut bukan main.
Sungguh tidak disangka kalau Tiga Dewa Sungai Naga bisa singgah di sini, setelah
belasan tahun berpisah.
"Sama seperti kau juga, Dewa Angin Puyuh," jawab Dewa Rambut Merah.
"Mengabarkan adanya fitnah terhadap diriku dan juga menyuruhku terjun dalam
dunia persilatan."
"Pasti usulnya kau tolak," duga Dewa Angin Puyuh.
Dewa Rambut Merah sama sekali
tidak menyahut. Hanya anggukan kepala yang memberikan petunjuk kalau dia
membenarkan dugaan rekannya.
Dewa Angin Puyuh menghela napas
dengan kepala tertunduk dalam.
Sepasang matanya menekuri tanah.
"Oleh karena itu, Dewa Angin Puyuh. Tidak ada gunanya lagi
membujukku. Pendirianku tidak akan berubah. Rasanya, kau hanya akan
membuang-buang waktu dan tenaga saja."
"Kalau begitu, aku pergi dulu, Dewa Rambut Merah," pamit kakek beralis putih
itu. Suaranya terdengar lesu, selesu wajahnya.
Setelah berkata demikian, Dewa
Angin Puyuh lalu membalikkan tubuhnya.
"Mari kita pergi, Palageni," ajak kakek itu pada muridnya.
Palageni tidak berani membantah,
walaupun sebenarnya hatinya kecewa sekali melihat penyelesaian yang
dilakukan gurunya. Di samping kecewa, perasaan kaget pun sejak tadi sudah
melanda hatinya. Sungguh tidak
disangka kalau antara gurunya dengan Dewa Rambut Merah terdapat sebuah hubungan
yang begitu erat. Namun, mengapa hubungan itu kelihatannya mulai renggang"
Memang, gurunya telah memberi
tahu tentang hubungan dekatnya dengan Dewa Rambut Merah. Tapi, hanya itu saja.
Kakek beralis putih itu tidak memberi tahu kalau dirinya, Dewa Obat Tangan
Delapan, dan Dewa Rambut Merah ternyata juga berjuluk Tiga Dewa
Sungai Naga yang telah menggegerkan dunia persilatan puluhan tahun lalu.
Memang, Dewa Angin Puyuh tidak pernah menceritakan semua masa lalunya pada
pemuda berbaju kuning itu.
Kini kedua orang yang sama-sama
lesu itu bergerak cepat menuruni
lereng. Tak ada seorang pun yang
berniat membuka percakapan. Sebenarnya, Palageni ingin menanyakan kepada gurunya
mengenai Tiga Dewa Sungai Naga. Tapi karena tampaknya Dewa Angin Puyuh sedang
kurang senang, sehingga pemuda berbaju kuning ini tidak berani
menanyakannya. Akibatnya, mereka
berdua bergerak menuruni lereng tanpa berkata-kata.
*** "Palageni," panggil Dewa Angin Puyuh sesampainya di kaki gunung.
Sepasang mata kakek ini menatap tajam wajah muridnya.
"Ya, Guru," sahut pemuda berbaju kuning, pelan tak bersemangat.
"Aku telah tua, Palageni. Dan semua kepandaian yang kumiliki telah kuwariskan
kepadamu. Maka, kini
wakililah diriku untuk mencari pelaku pembunuhan terhadap orang tuamu.
Bagaimana, Palageni" Kau mau
menerimanya?"
Pemuda berbaju kuning ini
menganggukkan kepala. ''Terima kasih atas kepercayaan yang Guru berikan padaku."
"Pergilah, Palageni. Jangan
buang-buang waktu lagi."
"Kalau demikian, aku berangkat dulu, Guru," sambut pemuda berbaju kuning itu
mohon diri. "Hati-hati, Palageni," Dewa Angin Puyuh menasihati sambil menepuk-nepuk bahu
muridnya. "Akan kuperhatikan semua nasihat guru."
Setelah berkata demikian,
Palageni bergerak cepat meninggalkan tempat itu Gerakannya cukup gesit, karena
ditunjang oleh ilmu meringankan tubuh yang sudah hampir mencapai
kesempurnaan. Beberapa saat kemudian, tubuhnya semakin mengecil hingga
akhirnya lenyap ditelan jalan.
Sedangkan Dewa Angin Puyuh hanya
menatap kepergian muridnya. Dia baru melangkah pergi dari situ, ketika tubuh
Palageni tidak terlihat lagi.
Tubuhnya melesat cepat, disertai ilmu meringankan tubuh yang telah mencapai
tingkat tinggi.
Sementara itu, Palageni segera
mengerahkan seluruh kemampuan yang dimiliki. Tubuhnya berkelebatan cepat,
sehingga yang terlihat hanya bayangan yang melesat cepat. Dan ketika
matahari telah condong ke Barat,
Palageni tiba di sebuah jalan. Di kanan kiri jalan itu terbentang padang rumput
luas, yang tinggi rumputnya mencapai satu tombak.
Mendadak langkah pemuda berbaju
kuning berhenti, ketika pendengarannya yang tajam menangkap adanya suara
gemerisik pelan di kerimbunan
rerumputan. Palageni mengawasi
hamparan padang rumput yang di
kanannya. Sepasang matanya bergerak liar, mencari-cari asal suara
mencurigakan yang didengarnya.
Suara gemerisik itu terdengar
semakin keras. Dan belum lagi Palageni bisa menduga-duga, tiba-tiba beberapa
sosok bayangan hitam berlompatan
keluar dari balik kerimbunan padang rumput itu.
Sebentar pemuda berbaju kuning
itu terkesiap, namun segera
melentingkan tubuhnya ke belakang. Dia berputaran beberapa kali di udara,
kemudian dengan gerakan indah dan manis, kedua kakinya mendarat di
tanah. 4 Palageni mengedarkan pandangan ke sekeliling. Matanya menatap tajam beberapa
sosok tubuh yang bergerak cepat mengurungnya. Dalam hati, pemuda berbaju kuning
ini menghitung jumlah pengepungnya. Sebelas orang!
Yang membuat hati murid Dewa
Angin Puyuh ini terkejut adalah gambar tengkorak kepala manusia yang ditopang
dua batang tulang-belulang yang saling bersilangan pada dada para
pengepungnya. Dewa Angin Puyuh telah mence-
ritakan banyak tokoh besar dunia
persilatan kepadanya. Baik golongan sesat maupun putih. Dan salah satu di
antaranya, seorang tokoh sesat
mengerikan yang tinggal di sebuah
pulau kecil di tengah Danau Bangkai.
Julukannya, Gendruwo Pulau Setan.
Tokoh sesat itu tidak tinggal
sendirian di pulau itu. Ada puluhan orang anak buahnya yang memiliki
kepandaian mengerikan. Dan kini,
Palageni memang tengah bertemu
gerombolan iblis yang bernama
Gerombolan Pulau Setan.
Diam-diam Palageni harus mengakui kalau gerombolan pengepung ini benar terdiri
dari orang-orang mengerikan.
"Haaat..!"
Sambil berteriak menggelegar,
salah seorang anggota Gerombolan Pulau Setan menyerang. Tangan kanannya yang
terkembang membentuk cakar, meluncur cepat ke arah leher.
Pada saat yang sama, dari samping kiri pemuda berbaju kuning itu,
pengeroyok lain melancarkan satu
tendangan miring ke arah pelipis.
Sementara dari belakang, menendang lurus ke arah punggung.
Meskipun mendapat serangan
beruntun, Palageni tidak menjadi
gugup. Dengan perhitungan matang, tubuhnya dirundukkan dan langsung
menendang ke belakang.
Wuttt, wuttt, plakkk...!
Kejadiannya berlangsung begitu
cepat. Serangan dari samping dan depan berhasil dielakkan Palageni. Sementara
dari belakang, berhasil ditangkisnya.
Akibatnya, tubuh anggota Gerom-
bolan Pulau Setan itu terjengkang ke belakang, dan jatuh terduduk di tanah.
Mulutnya nampak menyeringai, menahan rasa sakit yang teramat sangat. Tokoh sesat
ini merasakan kakinya seperti patah-patah tulangnya. Memang, tenaga dalam yang
dimiliki Palageni jauh berada di atasnya.
Melihat betapa mudahnya pemuda
berbaju kuning itu mematahkan
serangan-serangan, mereka tidak
bersikap main-main lagi. Disadari kalau pemuda ini adalah seorang lawan yang
amat tangguh. Singgg, srattt, singgg...!
Kini di tangan Gerombolan Pulau
Setan itu tercekal senjata andalan masing-masing. Ada yang menggenggam pedang,
golok, tombak, ataupun
trisula. Srattt..! Sinar terang berpendar ketika
Palageni mencabut keluar goloknya. Dan secepat golok itu terhunus, secepat itu
pula diputar-putarkan di depan dada. Senjatanya digerakkan dari kanan atas ke
kiri bawah, dan dari kiri atas ke kanan bawah. Angin menderu keras seperti
amukan topan. Itulah ilmu 'Golok Angin Puyuh'
yang telah diciptakan Dewa Angin Puyuh dari ilmu tongkatnya. Memang, kakek
beralis putih itu melihat, muridnya
lebih berbakat dan lebih suka
bersenjatakan golok daripada tongkat.
Makanya jurus yang semula bernama
'Tongkat Angin Puyuh', berubah menjadi
'Golok Angin Puyuh'.
Meskipun ilmu golok itu
diciptakan dari ilmu tongkat, dan sedikit banyak telah mengalami
perubahan di sana-sini, namun kedahsyatannya sama sekali tidak berkurang.
Bahkan tidak kalah hebat dengan
induknya. "Hiyaaat..!"
Diiringi bentakan nyaring, tubuh
beberapa orang anggota Gerombolan Pulau Setan itu meluruk menerjang Palageni.
Desingan nyaring merobek udara terdengar mengiringi tibanya serangan-serangan
itu. Palageni bersikap tenang. Golok
di tangannya berkelebat cepat
menangkis setiap serangan yang datang bagaikan hujan. Suara berdentang
nyaring terdengar berkali-kali begitu senjata kedua belah pihak berbenturan.
Jerit-jerit keterkejutan terde-
ngar dari mulut anggota Gerombolan Pulau Setan, begitu merasakan tangan yang
memegang pedang bergetar hebat.
Telapak tangan yang menggenggam pun terasa panas bukan main.
Tindakan Palageni tidak hanya
sampai di situ saja. Golok di
tangannya berkelebat cepat mengancam
lawan-lawannya. Tapi anggota-anggota Gerombolan Pulau Setan bukan tokoh
rendahan. Mereka dapat mengelak dan balas menyerang. Beberapa saat kemudian,
pertempuran sengit pun kembali terjadi
Di jurus-jurus awal, Gerombolan
Pulau Setan bertarung secara
sewajarnya. Mereka tidak menggunakan kelicikan untuk mencari kemenangan.
Ketika pertarungan menginjak sepuluh jurus, Palageni belum juga berhasil
didesak. Dan ini membuat para
pengeroyok itu mulai bermain licik.
"Haaat..!"
Seorang yang berwajah kurus
kering seperti tak berdaging,
berteriak keras seraya melompat
menerjang. Tongkat berujung pisau di tangannya menusuk cepat ke arah leher
Palageni. Melihat bahaya maut mengancam
keselamatan nyawanya, Palageni cepat melompat ke belakang. Sehingga, ujung
tongkat berbentuk pisau itu hanya menyambar tiga jengkal di depan
lehernya. Mendadak, tanpa sepengetahuan
Palageni, laki-laki berwajah kurus kering laksana tengkorak itu memijit sebuah
tonjolan kecil yang ada
digagang tongkatnya.
Trekkk! Singgg...!
Mendadak saja pisau yang terdapat di ujung tongkat itu terlepas dari batang
tongkat, lalu meluncur cepat laksana anak panah lepas dari busur ke arah
tenggorokan Palageni
Pemuda berbaju kuning ini
terkejut bukan main mendapat serangan yang tidak disangka-sangka itu.
Sebisa-bisanya tubuhnya digeliatkan untuk menghindari serangan. Tapi...
Crasss...! Palageni kalah cepat, sehingga
bahunya terserempet bilah pisau itu.
Seketika itu juga cairan merah kental mengalir dari luka yang tergores.
Belum juga Palageni sempat berbuat sesuatu, lawan yang bertubuh tinggi besar
mengibaskan tangannya. Dan...
Serrr...! Belasan jarum halus menyambar
cepat ke arah pemuda berbaju kuning itu. Ada bau amis yang memuakkan, mengiringi
tibanya serangan.
Palageni sadar kalau jarum yang
dilepaskan lawan mengandung racun.
Maka dia tidak berani bertindak
ceroboh. Buru-buru goloknya diputar laksana baling-baling hingga terdengar suara
mengaung keras.
Tringgg, tringgg...!
Jarum-jarum itu berpentalan tak


Dewa Arak 15 Tinju Penggetar Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentu arah begitu tersambar golok murid Dewa Angin Puyuh itu. Beberapa di
antaranya justru menyambar ke arah
beberapa anggota Gerombolan Pulau Setan. Karuan saja hal itu membuat mereka
terperanjat dan pontang-panting menyelamatkan diri. Tapi, sehabis memunahkan
serangan jarum-jarum
beracun itu, tiba-tiba rasa pusing menyerang Palageni. Bahkan bukan hanya itu
saja. Perasaan lemas pun melanda tubuhnya pula. Mulanya Palageni
kebingungan, tapi sesaat kemudian tersadar.
"Racun...," desis pemuda berpakaian kuning geram.
Benak Palageni berpikir keras,
bagaimana dia bisa terkena racun. Tak salah lagi. Setelah berpikir sesaat,
muncul sebuah dugaan di benaknya.
Pasti racun itu berasal dari luka di bahu kirinya.
Dalam kungkungan rasa pusing dan
lemas yang kian melanda, Palageni menyempatkan diri untuk melihat luka di bahu
kirinya. Seketika hatinya terperanjat, karena ternyata luka itu telah membengkak
dan berwarna kehitaman. Kini sudah jelas asal racun itu.
Racun itu ternyata terhitung
racun yang bekerja cepat. Palageni merasa kan kepalanya semakin pusing.
Bahkan tubuhnya kian melemah. Pandang matanya berkunang-kunang.
"Ha ha ha...! Pemuda keparat...!
Kini baru kau tahu kehebatan
Gerombolan Pulau Setan, heh"!"
Terdengar oleh telinga Palageni,
ucapan salah seorang pengeroyoknya yang diiringi suara tawa bergelak penuh
kemenangan. "Keparat curang! Jangan harap dapat berbuat sekehendak hati
kalian...!"
Seiring dengan terdengarnya suara bentakan itu, sesosok bayangan putih
berkelebat Tappp...! Cepat bukan main gerakan sosok
bayangan putih itu. Bahkan sebelum Gerombolan Pulau Setan berbuat
sesuatu, tubuh Palageni telah berhasil disambarnya.
"Hey...!" teriak anggota gerombolan yang bertubuh tinggi besar kaget
"Jangan lari kau, Pengecut...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi,
Gerombolan Pulau Setan lalu bergerak mengejar. Tapi ternyata sosok bayangan
putih itu memang tidak bermaksud
melarikan diri. Terbukti setelah
meletakkan tubuh Palageni di tanah, tubuh bayangan itu berbalik menanti
kedatangan para pengeroyoknya.
Terdengar suara-suara kekaguman
dari mulut anggota Gerombolan Pulau
Setan begitu melihat sosok bayangan putih itu.
"Ah...! Tidak salahkah
penglihatanku?" seru anggota gerombolan yang bertubuh tinggi besar.
"Benarkah seorang bidadari yang telah berdiri di hadapanku?"
"Luar biasa...!" sambut laki-laki bermuka teng-korak. "Wajahnya begitu
cantik...."
"Bentuk tubuhnya pun
menggiurkan...," yang lain ikut menyahuti.
Memang tidak salah apa yang
dibicarakan Gerombolan Pulau Setan itu. Sosok bayangan putih itu ternyata
seorang wanita berwajah cantik jelita.
Kulit wajahnya putih, halus, dan
mulus. Rambutnya panjang hitam dan terurai sampai ke bawah bahu. Sangat pas
sekali dengan pakaiannya yang serba putih.
Gadis berpakaian putih ini
menggertakkan gigi mendengar ucapan orang-orang berseragam merah itu.
Kemarahan mulai menjalari hatinya.
Ucapan mereka semakin lama semakin kurang ajar saja. Pandangan mata
mereka tampak liar, seperti hendak menelannya bulat-bulat. Persis mata seekor
serigala lapar yang melihat anak domba.
"Mulut kalian terlalu kotor...!"
seru gadis berpakaian putih itu penuh ancaman.
"Ha ha ha...!" hanya suara tawa bergelak bernada kurang ajar
menyambuti ucapan gadis itu. Dan tentu saja hal ini membuat gadis itu tambah
naik darah. "Orang-orang seperti kalian harus diberi pelajaran! Agar tidak
sembarangan mengumbar ucapan kotor lagi...!"
Setelah berkata demikian, gadis
berpakaian putih itu melesat
menerjang. Gerakannya cepat bukan main, sehingga membuat Gerombolan Pulau Setan
yang masih tertawa-tawa itu terkejut bukan main. Mereka memang memandang rendah,
setelah mengetahui sosok bayangan putih itu ternyata adalah seorang gadis muda.
Dan sikap memandang rendah itulah yang justru mencelakakan mereka.
Serangan gadis berpakaian putih itu terlalu cepat datangnya, sehingga sebisa-
bisanya mereka mengelak.
Plakkk, plakkk...!
Dua anggota Gerombolan Pulau
Setan terjengkang ke belakang begitu tepakan kaki gadis berpakaian putih itu
mengenai dada dan perut mereka.
Seketika itu juga tubuh kedua orang itu jatuh bergulingan di tanah. Tampak darah
segar muncrat dari mulut mereka.
Tentu saja hal ini membuat
anggota Gerombolan Pulau Setan lainnya terperanjat. Kenyataan ini menyadarkan
mereka kalau gadis berpakaian putih yang cantik jelita laksana bidadari ini
tidak bisa dipandang rendah.
Seketika sikap main-main mereka pun lenyap. Dan dengan teriakan-teriakan penuh
kemarahan, Gerombolan Pulau Setan menyambut serbuan gadis
berpakaian putih. Maka, hujan senjata pun berhamburan ke arah gadis itu.
"Hmh...," gadis berpakaian putih itu mendengus. Tiba-tiba kedua
tangannya mengembang membentuk cakar naga. Dan anehnya lagi, kedua tangannya
sampai sebatas pergelangan
berwarna merah darah! Serbuan
Gerombolan Pulau Setan yang bersenjata dihadapi dengan tangan kosong!
Meskipun begitu, gadis berpakaian putih sama sekali tidak terdesak.
Sepasang tangannya yang membentuk cakar naga berkelebat ke sana kemari mencari
sasaran. Dan hebatnya, setiap kali tangan atau kakinya bergerak, ada sosok tubuh
yang roboh di tanah.
Suara jerit kesakitan terdengar
saling susul, diiringi robohnya sosok-sosok tubuh di tanah. Sia-sia usaha yang
dilakukan gerombolan itu untuk merobohkan lawan dengan cara-cara licik. Gerakan
gadis berpakaian putih itu terlalu lincah, sehingga mampu
mengelakkan setiap serangan yang da tang mengancam.
Dua jeritan melengking panjang,
mengakhiri per-awanan Gerombolan Pulau Setan itu. Kini, tidak ada lagi
anggota gerombolan yang berdiri tegak.
Semuanya roboh di tanah dalam keadaan terluka parah. Suara rintihan pelan keluar
dari mulut-mulut mereka.
Gadis berpakaian putih itu
menatap sosok-sosok tubuh yang
tergolek satu persatu. Baru kemudian kakinya melangkah menghampiri tubuh
Palageni yang tengah tergolek. Dia bermaksud memeriksa luka yang dialami pemuda
berbaju kuning itu.
Gadis berpakaian putih itu
berjongkok. Diperhatikannya sejenak luka di bahu kiri yang kini telah membengkak
dan berwarna kehitaman.
Kemudian dijumput pedang yang
tersampir di punggungnya. Lalu dengan ujung pedang, ditorehnya luka yang telah
membengkak itu Seketika itu juga, darah mengalir dari luka di tubuh Palageni. Warnanya
kehitaman dan berbau busuk. Gadis itu membiarkan darah yang berwarna
kehitaman mengalir habis.
Gadis berpakaian putih lalu
mengurut-urut tengkuk Palageni. Tak lama kemudian terdengar keluhan
disusul mengerjap-ngerjapnya sepasang mata pemuda berpakaian kuning itu.
Beberapa saat lamanya sepasang mata itu terpaku menatap seraut wajah
cantik jelita yang berada di dekatnya.
Jantung Palageni seketika berdetak kencang begitu mencium bau harum yang keluar
dari tubuh gadis itu.
"Telan pil ini," ujar gadis
berpakaian putih itu sambil
mengangsurkan sebuah pil berwarna coklat
Tahu kalau gadis itu bermaksud
menolongnya, Palageni segera
mengulurkan tangan menerima. Dan tanpa ragu-ragu lagi segera ditelannya pil itu.
Tidak sulit bagi orang persilatan untuk menelan pil itu walau tanpa adanya air.
Mendadak gadis berpakaian putih
itu menoleh ke belakang.
Pendengarannya yang tajam menangkap suara aneh di belakangnya. Seketika dia
bangkit berdiri begitu melihat dua sosok tubuh berdiri dalam jarak
sekitar empat tombak di belakangnya.
Palageni ikut menoleh. Dan
seketika wajah pemuda berpakaian
kuning ini memucat. Dikenalinya betul salah seorang di antara mereka. Sosok
tubuh itu tak lain adalah Dewa Rambut Merah. Sementara yang seorang lagi tidak
dikenalinya. Sosok itu adalah seorang laki-
laki tinggi besar dan bercambang bauk lebat. Rambutnya hitam, panjang, dan
bergelombang. Dia bertelanjang dada, dan hanya bercelana sebatas lutut berwarna
merah. Di sekujur tubuhnya, penuh bulu-bulu lebat. Di pangkal lengan, di
pergelangan tangan, di leher, di pinggang, dan juga di
pergelangan kaki, dililit oleh gelang berwarna kuning keemasan. Gelang ini
sebenarnya adalah ular yang telah mati dan dikeringkan.
Wajah Palageni pucat pasi begitu
teringat sosok yang berdiri di sebelah Dewa Rambut Merah ini, walaupun
sebenarnya dia tidak kenal. Gurunya pernah menceritakan kepadanya tentang tokoh
yang memiliki ciri-ciri seperti ini. Kalau tidak salah, dia berjuluk Gendruwo
Pulau Setan. Seorang tokoh hitam yang mengerikan, kejam, dan keji luar biasa. Tak terasa bulu tengkuknya meremang.
Sebenarnya, Palageni heran.
Mengapa Dewa Rambut Merah seperti tidak mengenalinya" Padahal mereka belum lama
habis bertemu. Dan yang lebih mengherankan, mengapa kakek berambut merah ini
berkawan dengan tokoh sesat macam Gendruwo Pulau
Setan" Bermacam-macam pertanyaan
benar-benar menggayuti benaknya.
Sementara itu, Genderuwo Pulau
Setan menatap sosok-sosok tubuh yang tergolek di tanah, yang memang anak
buahnya. Di wajah yang menyeramkan
itu, sama sekali tidak terlihat adanya perasaan apa-apa. Wajah itu terlihat
begitu dingin, kaku tanpa perasaan.
Perlahan tangan yang berbulu
lebat itu mengambil kendi kecil yang terletak di pinggangnya. Lalu
ikatannya dibuka. Masih dengan wajah dingin, dibukanya tutup kendi itu.
Gadis berpakaian putih dan
Palageni hanya memandang perbuatan Gendruwo Pulau Setan. Mereka ingin tahu apa
yang akan dilakukan laki-laki tinggi besar dan penuh bulu ini. Dahi kedua orang
ini berkernyit ketika melihat wajah para anggota Gerombolan Pulau Setan memucat.
Terlihat jelas kalau mereka semua dicekam rasa takut yang memuncak.
Tapi wajah Gendruwo Pulau Setan
tetap tidak berubah. Dingin, dan kaku tanpa perasaan. Masih dengan raut wajah
beku, kendi yang telah dibuka itu dituangkan ke tubuh setiap orang yang tergolek
di tanah. Setetes demi setetes cairan kuning keluar dari mulut kendi. Masing-
masing orang mendapati setetes.
Mengerikan! Terdengar suara
mendesis seperti sebatang besi panas membara yang direndam dalam air
dingin. Ada uap tipis mengepul naik ke udara, yang berasal dari bagian tubuh
yang terkena tetesan cairan kuning itu. Dan seketika itu pula, terdengar
jeritan menyayat hati dari mulut para anggota Gerombolan Pulau Setan. Jerit yang
lebih mirip lolong orang yang tengah di ambang maut. Tubuh mereka pun
menggelepar-gelepar seperti ikan yang terdampar di darat.
Palageni dan gadis berpakaian
putih menatap dengan mata terbeliak lebar. Perasaan ngeri yang hebat
mencekam hati keduanya. Bahkan tanpa disadari, sepasang kaki gadis
berpakaian putih itu menggigil.
Memang pemandangan yang terlihat
terlalu mengerikan. Dari tubuh yang terkena tetesan itu, semula hanya mengepul
uap tipis. Tapi semakin lama, uap itu semakin tebal dan banyak.
Kemudian, menjadi asap putih tebal dan bergumpal-gumpal. Suara mendesis
terdengar mengiringi. Dan jeritan yang keluar pun semakin menyayat hati.
Wajah Palageni dan gadis
berpakaian putih semakin pucat pasi, begitu melihat tubuh anggota gerombolan itu
menciut seiring semakin
menebalnya asap yang keluar sampai akhirnya lenyap. Luar biasa! Cairan kuning
itu ternyata memiliki daya rusak yang begitu mengerikan!
Menghancurkan tubuh manusia!
"Ha ha ha...!"
Laki-laki tinggi besar dan
berbulu lebat itu tertawa terbahak-bahak. Begitu mendadak. Dan dengan
tiba-tiba pula, tawanya berhenti.
Kemudian dengan raut wajah bengis, ditatapnya gadis berpakaian putih dan
Palageni. Kontan sekujur tubuh gadis
berpakaian putih itu lemas. Tenaganya seperti musnah semua. Memang, kejadian
yang dilihatnya terlalu mengerikan sehingga membuat hatinya terguncang.
Bahkan tanpa dapat ditahan lagi, dia duduk bersimpuh dengan lututnya.
Memang, kedua kakinya seperti tidak kuat lagi untuk menunjang tubuhnya.
Dengan langkah lambat-lambat,
Gendruwo Pulau Setan dan Dewa Rambut Merah menghampiri Palageni yang masih
terbaring, dan gadis berpakaian putih yang berdiri dengan lututnya.
Gadis berpakaian putih itu
kemudian menggertakkan gigi. Dan....
"Groaaahhh...!"
Suara geraman keras laksana suara seekor harimau yang hendak melumpuhkan
mangsanya, keluar dari mulut gadis berpakaian putih itu.
Hebat bukan main akibat geraman
itu. Udara terasa tergetar hebat.
Daun-daun pohon bergoyang-goyang.
Bahkan Palageni pingsan seketika.
Sementara langkah Gendruwo Pulau Setan dan Dewa Rambut Merah terpaksa
berhenti. Keduanya segera mengerahkan tenaga dalam untuk mebwan pengaruh
teriakan yang membuat dada terasa bergetar dan kedua kaki lemas.
Kini gadis berpakaian putih
bangkit berdiri. Tenaga dalamnya telah pulih kembali seperti semula, sehabis
menggeram. Sekarang dia telah bersiap menghadapi kedua orang lawannya.
"Biar aku yang menghadapinya, Kang!'' ucap Gendruwo Pulau Setan pada Dewa Rambut
Merah tanpa menoleh.
Suaranya terdengar keras dan kasar.
Kemudian tanpa menunggu jawaban lagi, kakinya segera melangkah menghampiri si
gadis. "Kau hebat, Nisanak!" puji Gendruwo Pulau Setan dengan suara mengguntur.
"Tapi jangan terlalu
berbesar hati dulu. Belum pernah ada seorang pun yang bisa mengalahkanku!"
Gadis berpakaian putih itu hanya
tersenyum mengejek. Walaupun hatinya sempat terguncang akibat menyaksikan
pemandangan menggiriskan tadi, namun gadis itu segera dapat mengusirnya dengan
tenaga dalam. Dan kini rasa takutnya telah sirna, dan yang ada hanyalah tekad


Dewa Arak 15 Tinju Penggetar Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk menghadapi segala yang akan terjadi.
"Aku tidak akan membunuh lawan yang tidak kuketahui jelas nama atau julukannya,"
sambung laki-laki tinggi besar berbulu lebat itu tanpa
mempedulikan sikap gadis berpakaian putih. "Kalau kau bukan seorang
pengecut, sebutkan nama dan
julukanmu!"
Memang cerdik cara Gendruwo Pulau Setan ini membuat orang terpaksa
membuka mulut. Sebagai seorang yang kenyang pengalaman, dia tahu kalau gadis ini
pantang dimaki sebagai
pengecut. Maka segera dikeluarkan ucapan itu.
Gadis berpakaian putih
menggertakkan gigi, geram. Licik
sekali laki-laki tinggi besar yang mengerikan ini. Sekarang suka atau tidak
suka, terpaksa dia harus
mengenalkan diri kalau tidak mau
dimaki pengecut.
"Namaku Melati! Orang-orang
persilatan menjulukiku Dewi Penyebar Maut," jawab gadis berpakaian putih yang
ternyata Melati, tak kalah kasar.
Namun ternyata Gendruwo Pulau
Setan sama sekali belum pernah
mendengar julukan Dewi Penyebar Maut.
Maklum, julukan itu hanya muncul
sebentar saja, kemudian lenyap bagai ditelan bumi. Tambahan lagi, laki-laki
tinggi besar ini tinggal di sebuah pulau terpencil yang agak terpisah dengan
dunia luar. Gendruwo Pulau Setan menoleh,
menatap wajah Dewa Rambut Merah.
Sepasang matanya menyorotkan
pertanyaan besar. Kakek berambut merah ini tahu maksud pandangan laki-laki
tinggi besar itu. Apa lagi kalau bukan ingin mengetahui, apakah dia pernah
mendengar julukan itu"
5 Dewa Rambut Merah mengangkat bahu pertanda tidak mengetahuinya juga.
Gendruwo Pulau Setan kembali
mengalihkan perhatian pada Melati.
Gadis berpakaian putih ini sudah bisa menduga kelihaian lawannya. Maka tanpa
ragu-ragu lagi ilmu andalannya segera dikeluarkan, yakni 'Cakar Naga Merah'.
Dan sebelumnya, untuk pertama kali dalam usaha memulihkan diri, telah
dikeluarkan jurus yang belum pernah dipergunakannya, 'Raungan Naga Merah'.
Gendruwo Pulau Setan sudah bisa
memperkirakan kalau gadis di
hadapannya ini adalah seorang lawan yang lumayan tangguh. Buktinya suara
lengking yang keluar dari mulut gadis itu mengandung pengerahan tenaga dalam
tinggi. Maka, ilmu andalannya pun dikeluarkan pula, 'Tinju Penggetar Bumi'!
Kokoh, indah, dan kelihatan
mantap sekali pembukaan jurus dari ilmu 'Tinju Penggetar Bumi' ini.
Gendruwo Pulau Setan membentuk kuda-kuda rendah. Kedua tangan terkepal.
yang kiri terpalang di depan dada, sementara yang kanan tegak lurus ke
atas. Letak tangan kanan berada di depan tangan kiri. Kedua tangan yang mengepal
itu mengejang keras penuh kekuatan.
Derrr...! Bumi bergetar hebat bagai terjadi gempa ketika tokoh sesat yang
menggiriskan ini menghentakkan kaki ke tanah. Dan memang inilah yang selalu
dilakukan Gendruwo Pulau Setan setiap kali hendak melancarkan serangan.
Hentakan kaki itu bukan tanpa maksud.
Karena dengan melakukan demikian, dia telah mengambil tenaga dari bumi. Dan
inilah yang menyebabkan ilmu 'Tinju Penggetar Bumi' milik Gendruwo Pulau Setan
ditakuti tokoh-tokoh persilatan sekarang ini.
"Hiaaat...!"
Diiringi bentakan menggelegar
yang menggetarkan jantung, pemilik Pulau Setan itu melompat menerjang.
Tangan kanannya meluncur cepat ke arah dada Melati.
Hebatnya, deru angin dahsyat
menyambar sebelum serangan itu tiba.
Begitu kerasnya, sehingga membuat tubuh Melati hampir terlempar jauh.
Untung saja, gadis itu cepat
mengerahkan tenaga dalam pada kedua kakinya. Sehingga, sepasang kakinya bagaikan
telah terhunjam ke dalam bumi.
Melati terkejut bukan main
melihat kedahsyatan serangan lawannya.
Sulit dibayangkan, sampai di mana kekuatan tenaga dalam yang dimiliki laki-laki
bertubuh tinggi besar ini.
Padahal, serangan yang dilancarkan kekasihnya pun tidak akan menimbulkan
kekuatan dahsyat seperti ini,
sekalipun mengerahkan seluruh tenaga dalam.
Melati tidak berani bersikap
ceroboh. Dari deru angin yang timbul, kedahsyatan serangan itu bisa
diperkirakan. Maka pukulan itu tidak berani ditangkisnya. Gadis berpakaian putih
ini melesat ke samping,
melakukan lompatan harimau. Kemudian tubuhnya bergulingan menjauh. Melati tidak
berani mengelakkan serangan yang begitu dahsyat tanpa menggeser kaki.
Gendruwo Pulau Setan menggeram keras begitu melihat serangannya berhasil
dielakkan lawan. Cepat-cepat dia
bergerak mengejar, memburu Melati.
Tapi, gadis berpakaian putih itu lebih cepat lagi. Tubuhnya melompat ke atas,
melewati kepala laki-laki tinggi besar berbulu lebat itu. Dan ketika berada di
atas, kedua cakarnya mengancam kepala belakang Gendruwo Pulau Setan.
Tokoh sesat yang menggiriskan itu terkejut bukan main. Kini baru
disadari kalau gadis berpakaian putih itu memiliki ilmu meringankan tubuh
yang berada di atasnya. Maka tanpa membuang-buang waktu lagi, tubuhnya segera
ditekuk ke depan sehingga
serangan cakar Melati lewat beberapa jengkal di atas kepalanya. Pada saat yang
sama, kaki kanannya menendang ke atas melalui belakang. Persis seekor
kalajengking yang hendak menyengat lawan dengan ekornya.
Tidak ada jalan lain bagi Melati.
Dalam keadaan berada di udara,
merupakan suatu hal yang tidak mungkin untuk mengelakkan serangan. Satu-satunya
jalan untuk meredam serangan itu adalah menangkisnya. Maka, gadis berpakaian
putih ini segera
menghentakkan kedua tangannya.
Plakkk...! Suara berderak keras seperti
beradunya dua batang logam, seketika terdengar. Tubuh Melati terlempar ke atas.
Mulut gadis ini menyeringai menahan rasa sakit yang mendera.
Dadanya terasa sesak. Apalagi kedua tangannya yang terasa bagaikan lumpuh!
Meskipun demikian, dengan manis
dan indah sekali tubuhnya bersalto beberapa kali di udara. Kemudian
kakinya mendarat ringan di tanah, sekitar lima tombak dari lawannya. Ada
perasaan heran yang menyelimuti hati Melati. Mengapa serangan laki-laki tinggi
besar berbulu hitam ini tidak sedahsyat sebelumnya"
Akan tetapi, Melati tidak bisa
berlama-lama tenggelam dalam
keheranannya. Gendruwo Pulau Setan sama sekali tidak memberi kesempatan, dan
kembali menerjangnya.
Melati sadar kalau tenaga dalam
Gendruwo Pulau Setan jauh lebih kuat darinya. Jadi, mustahil kalau dia berani
sembarangan menangkis. Gadis berpakaian putih ini tidak mau memberi kesempatan
pada laki-laki tinggi besar itu untuk menekannya dengan kelebihan tenaga
dalamnya. Sebaliknya dengan menggunakan
kelebihan dalam hal ilmu meringankan tubuh, gadis berpakaian putih ini
mengelakkan setiap serangan lawan.
Sesaat kemudian, pertarungan sengit pun kembali terjadi.
Suara angin menderu dan mencicit
nyaring, menyemaraki pertarungan
antara kedua tokoh berbeda aliran itu.
Bumi bergetar hebat setiap kali
Gendruwo Pulau Setan menghentakkan kaki saat hendak melancarkan serangan.
Pertarungan yang terjadi
berlangsung kurang menarik. Melati sedapat mungkin menghindari terjadinya adu
tenaga dalam dengan lawannya.
Setiap serangan Gendruwo Pulau Setan selalu dielakkannya. Sementara setiap
serangannya sendiri selalu ditarik kembali, bila lawan terlihat akan
menangkisnya. Suatu keuntungan bagi Melati,
ilmu meringankan tubuhnya berada di atas lawan. Sehingga, dia tidak
mengalami kesulitan mengelakkan setiap serangan. Dan karena selalu mengelak,
akibatnya gadis berpakaian putih ini terlihat seperti berada dalam keadaan
terdesak. Tiga puluh jurus telah berlalu.
Dan selama itu, Melati selalu
menghindari terjadinya benturan. Tapi meskipun begitu, ada satu kesimpulan yang
berhasil didapat. Kekuatan tenaga lawan bisa berlipat ganda, karena setiap kali
sebelum menyerang kakinya dihentakkan terlebih dahulu ke tanah.
Itulah sebabnya, setiap kali
Gendruwo Pulau Setan menghentakkan kakinya, Melati selalu menghindar sejauh
mungkin. Kekuatan yang
terkandung dalam serangannya terlampau dahsyat. Jangankan terkena langsung,
angin serangannya saja sudah membuat tubuhnya hampir terlempar.
Gendruwo Pulau Setan mengger-
takkan gigi. Hatinya geram bukan main melihat kegesitan lawannya. Tapi, apa
daya" Ilmu meringankan tubuhnya memang berada di bawah Melati. Tambahan lagi,
ilmu 'Tinju Penggetar Bumi' memang tidak mengandalkan kecepatan gerak.
Jurus-jurus ilmu itu dilakukan dengan tenaga penuh, tapi gerakannya agak lambat
Seratus jurus pun terlewat Dan
kini pakaian Melati telah basah oleh peluh yang membanjiri sekujur
tubuhnya. Gadis berpakaian putih ini telah merasa lelah. Pengerahan ilmu
meringankan tubuh yang selalu
dilakukan dengan seluruh kemampuanlah yang menjadi penyebabnya.
Napas gadis itu mulai memburu.
Gerakan-gerakannya juga sudah tidak segesit semula. Sementara serangan-serangan
lawan terlihat masih
sedahsyat pertama kali. Tidak ada tanda-tanda kalau Gendruwo Pulau Setan merasa
lelah. Padahal sejak awal
jurus, serangannya selalu dilancarkan dengan kekuatan penuh.
Diam-diam Melati mengeluh dalam
hati. Perasaan heran dan takjub pun merayapi hatinya. Laki-laki tinggi besar
berbulu lebat ini seperti
memiliki sumber tenaga yang tidak habis-habisnya.
Seiring rasa lelah yang melanda,
gerakan Melati semakin lama semakin lambat. Bahkan beberapa kali,
serangan-serangan yang dilancarkan Gendruwo Pulau Setan hampir bersarang di
tubuhnya. Hanya di saat-saat
terakhir, gadis ini mampu mengelakkan diri.
Derrr! Kembali Gendruwo Pulau Setan
menjejakkan kakinya. Sekejap kemudian,
serangannya meluncur. Deru angin
dahsyat membuat batu-batu kecil
beterbangan ke sana kemari. Debu pun mengepul tinggi ke udara.
Melati terkejut bukan main.
Apalagi tubuhnya amat lelah. Tenaganya hampir habis terkuras. Meskipun
begitu, Melati berusaha sekuat tenaga menyelamatkan selembar nyawanya.
Bibirnya digigit kuat-kuat, kemudian melompat ke samping.
Usaha terakhir Melati tidak sia-
sia. Serangan lawan berhasil
dielakkan, dan hanya mengenai tempat kosong. Tapi karena kuatnya angin yang
mengiringi tibanya serangan itu, tak urung tubuhnya yang tengah berada di udara
terpelanting. Di saat itulah, Gendruwo Pulau
Setan memburu tubuh yang tengah
terhuyung-huyung itu. Tanpa
menghentakkan kakinya lagi, dia
bergerak mengejar. Kedua tangannya yang terkepal siap dipukulkan ke arah dada
lawannya. Wajah Melati seketika memucat.
Disadari kalau serangan itu tidak akan mungkin bisa dielakkan. Menangkis pun
sama dengan mencari mati. Mendapat serangan yang begitu mendadak, apalagi
keadaannya yang demikian, membuat Melati tidak mungkin untuk mengerahkan tenaga
dalam penuh. Sedangkan serangan lawan juga mengandung tenaga dalam
sepenuhnya yang memang berada di atas Melati. Maka akibat yang diterimanya
sangat besar. Di saat yang gawat itu, melesat
sesosok bayangan ungu memotong tibanya serangan ke arah Melati. Dem angin keras
mengiringi sampokan bayangan itu.
Karuan saja hal ini membuat
Gendruwo Pulau Setan terkejut bukan kepalang. Dia sadar kalau gerakannya
diteruskan, serangan sosok bayangan ungu itu akan lebih dulu menghantamnya
sebelum serangannya mengenai tubuh lawan. Terpaksa serangannya dibatalkan,
kemudian dipapaknya serangan sosok bayangan ungu itu.
Plakkk...! Baik sosok bayangan ungu maupun
tubuh Gendruwo Pulau Setan sama-sama terpental balik ke belakang. Tapi dengan
indah dan manis sekali,
keduanya bersalto beberapa kali di udara, kemudian mendarat ringan di tanah.
Baik Gendruwo Pulau Setan maupun
sosok bayangan ungu itu sama-sama terkejut bukan main tatkala merasakan betapa
kuatnya tenaga dalam yang
terkandung dalam serangan satu sama lain. Tangan yang berbenturan terasa
bergetar hebat. Sesaat keduanya saling tatap penuh selidik.
"Siapa kau"!"
Ada nada keterkejutan yang sangat dalam pertanyaan yang keras mengguntur dari
mulut Gendruwo Pulau Setan. Dan memang, sebenarnya dia terkejut sekali ketika
melihat orang yang telah
menjegal serangannya.
Sosok bayangan ungu itu ternyata
seorang pemuda berusia sekitar dua puluh satu tahun dan berpakaian ungu.
Tapi bukan hal itu yang menimbulkan keterkejutan di hati laki-laki tinggi besar
berbulu lebat ini. Rambut pemuda itulah yang kini jadi perhatiannya.
Rambut itu putih, panjang dan
meriap. Persis se-perti benang-benang perak. Kalau saja orang melihat dari
belakang, mungkin menduga kalau dia telah berusia lanjut. Pemuda berambut putih
seperti benang-benang perak ini memang amat langka. Dia memang pernah mendengar
kalau ada seorang pemuda yang mempunyai rambut seperti ini. Dan pemuda itu
adalah seorang tokoh yang julukannya menggetarkan dunia
persilatan. Sepasang bola mata Gendruwo Pulau Setan yang tajam dan bersinar
kehijauan segera beralih ke pakaian yang dikenakan pemuda berambut putih
keperakan itu. Dan kini keyakinannya semakin menebal. Jelas, pemuda di
hadapannya ini adalah tokoh yang
menggemparkan itu. Apalagi jika
mengingat benturan tadi. Tenaga dalam
yang dimiliki pemuda itu tidak kalah dengan tenaganya sendiri!
"Siapa kau"!" bentak Gendruwo Pulau Setan lagi.
Untuk pertama kalinya dia bersikap waspada, tidak menganggap remeh lawan.
"Namaku Arya Buana," sahut pemuda berambut putih keperakan itu kalem.
"Hmh...!" Gendruwo Pulau Setan mendengus. "Jadi, kau rupanya Dewa Arak yang
telah menggemparkan dunia persilatan itu...?"


Dewa Arak 15 Tinju Penggetar Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Merah wajah pemuda berpakaian
ungu yang memang Dewa Arak. Terasa ada kesinisan besar dalam suara laki-laki
tinggi besar di hadapannya.
"Begitulah orang-orang
menjulukiku. Aku sendiri lebih suka jika dipanggil Arya saja," sahut Dewa Arak
merendah. "Tidak usah berpura-pura merendah, Dewa Arak!" tandas Gendruwo Pulau Setan.
Keras dan kasar nada suaranya.
"Aku telah banyak mendengar tentang dirimu, yang merasa paling sakti di dunia
ini. Sehingga, selalu saja
mencampuri urusan orang lain dengan mengajukan alasan-alasan yang tidak masuk
akal! Dan kini, aku
membuktikannya sendiri!"
"Kau salah mengerti, Kek," merah selebar wajah pemuda berambut putih keperakan
itu. "Bukannya aku usilan dan sok merasa sakti. Tapi, haruskah
kubiarkan saja kekejaman berlangsung di depan mataku" Membiarkan orang yang
tidak berdaya dibantai olehmu"!"
"Tidak usah membela diri, Dewa Arak! Kau beralasan menyelamatkan orang yang
hendak dibantai! Sementara kau sendiri" Apa yang kau lakukan"!
Jangan merasa sok suci, Dewa Arak!"
"Terserahlah apa maumu, Kek,"
Arya hanya ter-enyum getir. Kepalanya terasa pusing mengadu mulut dengan
Gendruwo Pulau Setan. "Hanya kuminta, lepaskan gadis itu!"
"Kalau aku tidak mau"!" sahut Gendruwo Pulau Setan bernada
menantang. "Terpaksa akan kugunakan caraku sendiri!" tandas Arya tegas.
"Ha ha ha...! Boleh coba kalau mampu, Dewa Usilan!" Gembira hati laki-laki
tinggi besar berbulu lebat ini, melihat kemarahan Dewa Arak.
Terus terang, memang ada sedikit
keraguan di hatinya, akan mampukah dia menghadapi Dewa Arak yang terkenal
tangguh ini"
*** Arya tahu kalau lawan di
hadapannya ini memiliki kepandaian tinggi. Dari benturan tadi, sudah bisa diukur
kekuatan tenaga dalam lawan.
Buktinya, tangannya sampai tergetar
hebat. Padahal, seluruh tenaga
dalamnya tadi sudah dikerahkan.
Bukti lain yang lebih jelas lagi
adalah kekalahan Melati. Kepandaian kekasihnya itu sudah diketahui betul.
Jarang ada yang mampu menandinginya.
Apalagi sampai mengalahkan. Kepandaian Melati tidak berselisih jauh dengan
kepandaiannya. Maka, melihat betapa gadis berpakaian putih itu begitu kewalahan
menghadapi Gendruwo Pulau Setan, makin jelaslah buktinya.
"Haaat..!"
Sambil mengeluarkan teriakan
mengguntur, Gendruwo Pulau Setan
menyerang Dewa Arak. Dia melancarkan tendangan lompat bertubi-tubi ke arah ulu
hati, dada, dan leher dengan badan sebelah kiri menghadap lawan.
Arya tahu kalau lawan belum
mengeluarkan ilmu andalannya. Maka, dia juga tidak ingin menggunakan ilmu yang
telah membuat julukannya
menggemparkan dunia persilatan.
Digunakannya saja ilmu warisan
ayahnya, 'Delapan Cara Menaklukkan Harimau'. Kakinya segera ditarik ke belakang,
sambil mendoyongkan tubuh.
Maka serangan bertubi-tubi itu
mengenai tempat kosong, sekitar dua jengkal di depan sasaran.
Pada saat yang sama, tangan kanan Dewa Arak yang berbentuk cakar
menyampok deras ke arah mata kaki
lawan. Gendruwo Pulau Setan tentu saja tidak ingin mata kakinya hancur. Maka
kakinya buru-buru ditarik kembali. Dan begitu sampokan itu lewat, sambil
melompat setindak, kakinya kembali menendang bertubi-tubi ke sasaran yang sama.
Arya tidak punya pilihan lain
lagi. Buru-buru tubuhnya dilempar ke belakang. Dia bersalto sekali di
udara, kemudian mendarat ringan di tanah.
Gendruwo Pulau Setan tidak mau
memberi kesempatan pada lawannya. Maka tanpa membuang-buang waktu lagi, Dewa
Arak segera dikejarnya. Sesaat
kemudian terjadilah pertarungan sengit antara mereka.
Pertarungan antara kedua tokoh
sakti ini berlangsung sengit. Apalagi kedua belah pihak benar-benar memiliki
kepandaian seimbang. Baik tenaga dalam maupun kecepatan gerak mereka juga
terlihat setingkat.
Hebat, akibat pertarungan antara
kedua tokoh sakti ini. Batu-batu besar kecil beterbangan tak tentu arah. Deru
dan cicit angin juga ikut menyemaraki.
Beberapa kali kedua belah pihak
sama-sama terjajar mundur setiap kali kedua tangan mereka berbenturan.
Dalam waktu sekejap saja, tiga
puluh jurus telah berlalu. Dan selama itu belum nampak ada tanda-tanda yang
akan terdesak. Karuan saja hal ini membuat kedua belah pihak sama-sama penasaran
bukan main. "Haaat..!"
Gendruwo Pulau Setan berteriak
mengguntur. Dan seiring teriakan itu, tubuhnya melenting ke belakang. Dia
bersalto beberapa kali di udara,
kemudian mendarat beberapa tombak di tanah.
Dewa Arak tidak mengejarnya, dan
hanya berdiri menanti. Dia tahu kalau lawan akan menggunakan ilmu andalan.
Dijumputnya guci yang tersampir di punggung, kemudian dituang ke
mulutnya. Gluk... gluk... gluk...!
Suara tegukan terdengar ketika
arak itu memasuki tenggorokan Dewa Arak. Seketika itu juga, ada hawa hangat yang
berputar dalam perut Arya, dan perlahan merayap naik ke atas kepala.
Baru saja Arya menyampirkan
kembali gucinya di punggung, serangan Gendruwo Pulau Setan telah menyambar tiba.
Laki-laki tinggi besar berbulu lebat itu menghentakkan kakinya ke tanah sebelum
menyerang. Dewa Arak terperanjat. Hembusan
angin yang luar biasa kerasnya
mengiringi tibanya serangan itu. Dari bukti ini saja, Arya bisa
memperkirakan betapa besar kekuatan
yang terkandung dalam serangan itu.
Dan tenaga sedahsyat ini belum muncul pada serangan serangan sebelumnya.
Mungkinkah ilmu andalan itu mampu menambah tenaganya sampai sedahsyat ini"
Mustahil! Arya tidak percaya! Dia tahu kalau ilmu andalan memang
mempunyai banyak keunggulan dibanding ilmu yang bukan andalan. Meskipun begitu,
tidak mungkin dapat menambah tenaga sampai sekuat ini.
Sesaat Dewa Arak kebingungan.
Hatinya masih kurang percaya kalau tenaga dalam yang terkandung dalam serangan
ini begitu dahsyat.
Dewa Arak adalah orang yang
selalu bersikap hati-hati, dan tidak pernah memandang rendah lawannya. Oleh
karena itu, meskipun tidak percaya kalau tenaga yang terkandung dalam serangan
itu dahsyat bukan kepalang, tapi dia tidak berani coba-coba
menangkisnya. Arya ingin tahu dulu, apakah benar serangan itu mengandung tenaga
dalam yang demikian dahsyat.
Baru saja Dewa Arak memutuskan
untuk mengelak, secara tak sengaja kepalanya menoleh ke belakang.
Seketika itu juga hatinya terkejut.
Karena di belakangnya tergolek seorang pemuda berbaju kuning.
Pemuda berambut putih keperakan
ini jadi kebingungan. Kalau serangan itu dielakkan, sudah dapat dipastikan
pemuda berbaju kuning itu akan menjadi korban. Dewa Arak tidak ingin
mengorbankan orang lain untuk
kepentingan dirinya sendiri. Maka dia memutuskan untuk menangkis serangan itu.
"Hiyaaa...!"
Sambil mengeluarkan teriakan
melengking nyaring, Dewa Arak memapak serangan yang menyambar tiba.
Dukkk...! Suara keras seperti terjadi
benturan antara dua benda besar
terdengar. Hebat akibatnya. Tubuh Gendruwo Pulau Setan terpental balik ke
belakang. Tapi dengan gerakan indah dan manis, tubuhnya bersalto beberapa kali
di udara. Kemudian, kedua kakinya mendarat ringan di tanah.
Tidak demikian halnya dengan
Arya. Tubuh pemuda itu melayang deras ke belakang. Cairan merah kental
menetes deras dari mulut dan
hidungnya, mengiringi tubuh yang terus melayang.
Luncuran itu baru berhenti ketika menabrak sebatang pohon. Menilik dari getaran
keras pada batang pohon itu, dapat diperkirakan betapa kerasnya benturan tenaga
dalam tadi. Tubuh Dewa Arak merosot dan jatuh di tanah. Mulut pemuda itu nampak menyeringai
begitu bokongnya
menghantam tanah. Cairan merah kental
masih mengalir dari mulut dan
hidungnya. "Kang Arya...!"
Terdengar jerit penuh
kekhawatiran. Disusul melesatnya
sesosok bayangan putih ke arah Dewa Arak.
Dengan tertatih-tatih Dewa Arak
bangkit berdiri. Diusapnya darah yang menetes dari hidung dan mulut dengan
punggung tangan. Sekujur tangannya terasa lumpuh. Dadanya pun terasa sesak bukan
main. Dicobanya menarik napas panjang. Kontan mulutnya
meringis begitu ada rasa sakit yang mendera dadanya. Dewa Arak telah
terluka dalam. "Kang.... Kau..., kau tidak apa-apa?" tanya Melati. Nada suara dan wajahnya
menyiratkan kekhawatiran yang amat sangat.
Dewa Arak menatap raut wajah
cemas kekasihnya, seraya tersenyum.
Perlahan kepalanya digelengkan.
''Tidak, Melati. Aku tidak apa-
apa," sahut Arya, berdusta.
''Tapi, Kang...," Melati masih mencoba membantah.
"Sudahlah, Melati. Pergilah! Biar aku yang akan menahannya."
"Ha ha ha...!" Gendruwo Pulau Setan tertawa bergelak.
Sebagai seorang tokoh tingkat
tinggi, dia tahu kalau Dewa Arak telah terluka dalam yang cukup parah.
"Bersiap-siaplah untuk menerima kematianmu, Dewa Arak...!"
"Hih...!"
Mendadak Melati menghentakkan
kedua tangannya ke arah Gendruwo Pulau Setan. Seketika itu juga, bertiup
hembusan angin kencang yang menyambar ke arah laki-laki tinggi besar yang tengah
tertawa-tawa penuh kemenangan itu. Inilah jurus 'Naga Merah Membuang Mustika'.
Gendruwo Pulau Setan yang
menyadari adanya serangan berbahaya, segera menghentikan tawanya. Buru-bliru
tubuhnya melompat ke samping dan langsung bergulingan menjauh.
Kesempatan yang hanya sekejap itu tidak disia-siakan Melati. Cepat
laksana kilat disambarnya tubuh Dewa Arak, dan tidak lupa tubuh Palageni.
Melihat hal ini Dewa Rambut Merah yang sejak tadi hanya menonton saja, bergegas
mengejar. Karena pada saat itu, Gendruwo Pulau Setan tengah
mengelakkan diri dan serangan jurus
'Naga Merah Membuang Mustika'. Namun, tentu saja hal ini membuat Dewa Arak
khawatir. Sekali lihat saja, dia tahu kalau kakek berambut merah itu
memiliki kepandaian tinggi. Gerakannya cepat bukan main. Mungkin kalau dalam
keadaan biasa, Melati dapat mengung-guli ilmu meringankan tubuh kakek itu.
Tapi, sekarang Melati tengah membawa dua orang. Jelas gadis itu pasti akan
tersusul oleh Dewa Rambut Merah. Dan menilik dari gerak-gerik Dewa Rambut Merah,
Melati akan mengalami sedikit kesulitan untuk merobohkannya. Dan itu berarti
memberi kesempatan pada
Gendruwo Pulau Setan untuk menyusul.
Maka bila hal itu terjadi, celakalah mereka.
Tanpa mempedulikan keadaan
dirinya yang telah terluka dalam, Dewa Arak segera menghentakkan kedua tangan ke
arah Dewa Rambut Merah.
Wusss...! Angin keras berhawa panas
menyengat, menyambar ke arah Dewa Rambut Merah. Karuan saja hal ini membuat
kakek itu terkejut bukan main.
Sebagai seorang tokoh kondang, dia mengenal serangan maut. Maka segera
pengejarannya dibatalkan, dan langsung melempar tubuh ke samping dan
bergulingan di tanah. Sehingga,
serangan Dewa Arak mengenai tempat kosong.
"Uhk... uhk...!"
Arya terbatuk-batuk. Ada cairan
merah kental memercik keluar dari mulutnya. Luka dalamnya pun semakin parah.
Seharusnya dalam keadaan
terluka dalam seperti itu, Arya tidak
boleh terlibat pertarungan kembali yang memaksanya menggunakan tenaga dalam.
Karena, hal itu akan membuat luka dalamnya semakin parah. Apalagi, bila sampai
mengerahkan tenaga dalam yang berlebihan seperti pada jurus 'Pukulan Belalang'
itu. Sebagai seorang yang telah
memiliki kepandaian tinggi, Dewa Arak pun tahu hal itu Tapi, itu terpaksa
dilakukan. Kalau tidak, keadaan yang lebih buruk akan menimpa mereka.
Sekarang Melati dapat bebas mene-
ruskan larinya. Dan begitu Gendruwo Pulau Setan dan Dewa Rambut Merah bangkit
dari bergulingnya, tubuh gadis berpakaian putih itu telah lenyap ditelan
lebatnya padang ilalang. Hal itu memang disengaja oleh Melati.
Karena kalau menempuh jalan terbuka, lawan akan terus mengejarnya. Malah ada
kemungkinan akan bisa menyusul karena dia membawa-bawa beban. Itulah sebabnya,
Melati memilih melalui
hamparan padang ilalang luas. Dalam suasana yang sudah agak gelap ini,
kerimbunan ilalang ini cukup
melindunginya. "Keparat..!" Gendruwo Pulau Setan memaki kalang kabut. Perasaan penasaran tampak
jelas, baik pada wajah maupun sorot matanya.
"Sudahlah...," hibur Dewa Rambut Merah seraya menepuk bahu laki-laki
tinggi besar berbulu lebat itu. "Masih ada kesempatan lain untuk membereskan
mereka." Rupanya hiburan kakek berambut
merah itu dapat diterima Gendruwo Pulau Setan. Terbukti, dia tidak
marah-marah lagi. Hanya saja kedua tangannya tetap mengepal keras,
memperdengarkan suara bergemeretak nyaring. Kemudian perlahan-lahan
mereka meninggalkan tempat itu.
Meneruskan pencarian di hamparan
padang ilalang tinggi yang luas
membentang dalam suasana yang semakin gelap, adalah sebuah pekerjaan sia-sia.
6 Melati sadar keadaan sangat
membahayakan. Tanpa ragu-ragu seluruh ilmu meringankan tubuh yang
dimilikinya segera dikerahkan, untuk melintasi jalan kecil di antara
kerimbunan ilalang yang tinggi.
Tinggi dan lebatnya kerimbunan
ilalang itu sebenarnya sudah cukup untuk menyembunyikan mereka dari
pandangan para pengejarnya. Apalagi ditambah suasana malam yang cukup gelap.
Meskipun begitu, gadis


Dewa Arak 15 Tinju Penggetar Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berpakaian putih ini tetap saja
berlari sambil membungkukkan tubuhnya.
"Cukup, Melati," ujar Arya, setelah mengetahui kalau mereka telah berada di
tempat yang cukup jauh dari lawan-lawan yang tangguh tadi. Pelan dan lemah
sekali suaranya. ''Turunkan aku."
Melati sama sekali tidak
membantah. Larinya segera dihentikan, kemudian tubuh Arya dan Palageni
diturunkan. Meskipun begitu, sekujur urat-urat syarafnya menegang penuh
kewaspadaan. ''Tenanglah, Melati. Mereka tidak akan mungkin bisa menemukan kita,"
ujar Arya untuk menenangkan hati
kekasihnya. "Apa yang membuatmu begitu yakin, Kang?" tanya Melati ingin tahu.
"Padang ilalang ini sangat luas, Melati. Ilalangnya tinggi-tinggi.
Belum lagi suasana malam yang cukup gelap. Aku yakin, mereka akan berpikir dua
kali untuk mencari kita."
Melati mengangguk-anggukkan
kepala. Alasan yang dikemukakan Arya bisa diterimanya. Seketika itu juga urat-
urat syaraf di tubuhnya
mengendur. Setelah melihat Melati bisa
ditenangkan, Arya lalu duduk bersila.
Pedang Bengis Sutra Merah 3 Giring Giring Perak Karya Makmur Hendrik Si Kangkung Pendekar Lugu 11
^