Pencarian

Arca Dewi Bumi 1

Pendekar Mata Keranjang 16 Arca Dewi Bumi Bagian 1


ARCA DEWA BUMI Darma Patria Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Cover oleh Henky
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Darma Patria Pendekar Mata Keranjang 108
dalam episode: Arca Dewi Bumi 128 hal. https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
SATU MALAM merambat makin jauh. Angkasa
terlihat gelap tak ditaburi satu bintang pun. Arak-arakan awan hitam yang
mendadak bergulung
menambah hamparan bumi makin digenggam ke-
butaan. Gunung Kembar, dua buah gunung yang
berdiri kokoh saling berhadapan di daerah Bokor terlihat hitam kelam laksana dua
tangan raksasa.
Puncak keduanya tak terlihat menyemburkan
asap seperti biasanya. Malah perlahan-lahan arakan awan hitam menutupi puncak
gunung. Di hutan kecil lereng Gunung Kembar, se-
sosok tubuh samar-samar tampak berkelebat ce-
pat. Namun tak jarang sosok ini mendadak
menghentikan kelebatan tubuhnya. Kepalanya
menengadah, sepasang matanya berputar liar, ia sepertinya mencari sesuatu. Dan
ketika matanya tak menemukan yang dicari, sosok ini berkelebat kembali ke arah
Gunung Kembar. Saat hutan telah terlewati dan gugusan
dua gunung di depan matanya, sosok ini yang
ternyata adalah seorang pemuda mengenakan
pakaian hijau yang dilapis dengan baju dalam
warna kuning lengan panjang kembali hentikan
larinya. Kedua matanya yang menyorot tajam, liar menebar menembus kegelapan.
Kepalanya bergerak ke sana kemari mengikuti arah pandangan
matanya. "Sialan benar! Aku tak bisa menyelidik jika
keadaannya gelap begini!" rutuk sang pemuda seraya usap dahi dan lehernya yang
telah dibasahi keringat.
"Apakah aku harus menanti hingga kea-
daan terang...?" batin sang pemuda seraya tarik kuncir rambutnya. Ia tampak
bimbang, hingga
untuk beberapa saat lamanya ia hanya tegak berdiri sambil sesekali menghela
napas panjang. "Semoga yang dikatakan Dewi Kayangan
benar adanya, hingga perjalanan ini tidak sia-
sia...," gumam sang pemuda yang bukan lain adalah Aji alias Pendekar Mata
Keranjang 108. "Arca Dewi Bumi.... Hmm.... Aku sebenar-
nya masih meragukan tentang adanya arca itu,
meski Eyang Selaksa dan Eyang Wong Agung
pernah mengatakan bahwa mendiang Guru mere-
ka, Panembahan Gede Laksana pernah membica-
rakannya. Apalagi aku harus menemukan orang
yang bernama Sahyang Resi Gopala, yang ka-
tanya pemegang petunjuk tentang arca itu. Jika benar, bisa dihitung, berapa usia
Sahyang Resi Gopala. Apakah itu mungkin?" pikir Pendekar 108
menghubung-hubungkan kete-rangan yang per-
nah didengarnya baik dari Eyang Selaksa mau-
pun Dewi Kayangan.
Untuk beberapa lama murid Wong Agung
ini berdiam diri. Lalu menghela napas panjang.
"Aku telah melakukan perjalanan cukup
jauh. Terlalu bodoh jika harus diombang-
ambingkan perasaan tanpa membuktikan sendiri!
Dan...," Aji tak meneruskan gumamannya karena sepasang matanya melihat
lengkungan tipis me-
nyeruak di antara arak-arakan awan hitam yang mengambang di angkasa.
Sepasang mata Aji makin membeliak tatka-
la bersamaan dengan menyeruaknya lengkungan
tipis berwarna kemerahan itu, arak-arakan awan hitam bergerak menyusur angkasa
dan perlahan pula menghilang. Dan bersamaan dengan berge-
raknya arakan awan hitam, lengkungan tipis berwarna kemerahan semakin membesar,
dan akhir- nya membentuk sebuah bulatan.
"Hmm.... Malam ini sebetulnya memang
malam purnama! Tapi...!" Pendekar 108 membesarkan sepasang matanya, memandang
tak ber- kedip ke arah bulatan bulan yang baru saja muncul dari balik arakan awan hitam.
"Heran. Apa mataku yang tidak normal..."
Atau...?" Aji angkat kedua tangannya dan digo-sok-gosokkan pada kedua matanya.
Lalu mata itu kembali memandang ke arah sang rembulan.
"Aneh. Pertanda apa ini...?" gumam Aji bertanya pada diri sendiri. Sepasang
matanya tetap memandang tak kesiap pada rembulan yang kini
telah membentuk bulat penuh. Namun bukan bu-
latan bulan ini yang membuat murid Wong Agung
ini merasa heran dan aneh. Ternyata sang rembulan itu berwarna tidak seperti
biasanya, melainkan berwarna merah darah! Dan juga terlihat sebuah lingkaran
agak besar yang mengelilingi sang rembulan!
"Mudah-mudahan ini bukan pertanda bu-
ruk...," gumam Pendekar 108 seraya luruskan pandangannya, karena bersamaan
munculnya sang rembulan, ke mana saja pandangannya di-
layangkan akan nampak jelas. Hanya saja segala yang tampak oleh pandangan mata
berubah warna menjadi kemerah-merahan!
"Menurut Dewi Kayangan, Sahyang Resi
Gopala berada pada sebuah kuil kecil di sela dua gunung ini. Hmm.... Sebaiknya
aku mencarinya sekarang...!"
Murid Wong Agung ini lantas putar pan-
dangannya sebentar. Lalu bergerak hendak me-
langkah ke arah sela gunung yang tampak ditum-
buhi semak belukar merangas tinggi-tinggi dan
berwarna kemerahan tertimpa cahaya rembulan.
Namun, gerakan kaki Pendekar 108 tertahan. Ka-
rena saat itu juga dua bayangan terlihat berkelebat dan berdiri kokoh dengan
mata masing- masing memandang ke arah gunung.
"Siapa mereka..."!" kata Pendekar Mata Keranjang dalam hati seraya menindih rasa
terkejut. Sepasang matanya tak berkedip memandangi dua
sosok yang berdiri tak jauh darinya.
"Rupanya kita tak sendirian!" bisik sosok yang sebelah kanan seraya lirikkan
matanya pada Pendekar 108. Sosok yang di sebelah kiri menghela napas. Tanpa
melirik ia berkata.
"Aku sudah tahu! Tujuannya pun tentu
sama dengan kita. Kita selesaikan dia sebelum ki-ta meneruskan penyelidikan!"
Habis berkata demikian, sosok yang sebe-
lah kiri ini gerakan tubuhnya ke samping, menghadap Pendekar Mata Keranjang.
Sebenarnya Aji hendak berkelebat menyeli-
nap begitu dua bayangan tadi datang, namun ka-
rena kedatangan dua sosok ini begitu cepat dan mendadak, membuat murid Wong
Agung urungkan niatnya. Ia berpikir, tak ada gunanya me-
nyembunyikan diri, karena bagaimana pun juga
perburuan Arca Dewi Bumi ini membutuhkan ke-
beranian menghadapi siapa dan apa pun!
"Siapa kau...".'" bentak sosok yang di sebelah kiri. Dia adalah seorang gadis
muda berparas cantik jelita. Mengenakan pakaian atas warna hijau tipis yang di
bagian dadanya dibuat agak rendah, hingga sembulan dadanya yang tampak
membusung menantang terlihat agak jelas. Pa-
kaian bawahnya berwarna kembang-kembang
yang di bagian tengahnya dibuat membelah, hing-ga tatkala angin malam menerpa,
sepasang pa- hanya yang berkulit putih tampak jelas. Sepasang matanya bulat dan tajam.
Rambutnya panjang
dan dikepang dua.
Mungkin karena masih terkesima dengan
pemandangan di hadapannya, murid Wong Agung
tak segera menjawab pertanyaan sang gadis ber-
baju hijau. "Sebenarnya kita tak usah tahu siapa
adanya orang kalau hanya ingin membunuh!"
sambung sosok yang di sebelah kanan ketika
mengetahui Pendekar Mata Keranjang tidak sege-
ra menjawab. Seperti halnya sosok yang di sebelah kiri,
ternyata sosok yang di sebelah kanan adalah juga seorang gadis muda. Parasnya
juga cantik jelita.
Mengenakan pakaian atas warna putih tipis dipa-
du dengan pakaian bawah kembang-kembang
yang di bagian tengahnya juga dibuat membelah.
Sepasang matanya juga bulat tajam. Hanya ram-
but gadis ini tampak dipotong pendek.
"Hmm.... Baru kali ini aku bertemu dengan gadis-gadis berparas cantik, bertubuh
bagus dan tentunya berilmu tinggi. Siapa mereka" Ah, ternyata tempat ini telah
pula diendus banyak
orang! Sialan benar!" kata Pendekar 108 dalam hati sambil terus memperhatikan
dua gadis cantik di hadapannya.
Dua gadis yang bukan lain adalah Bidadari
Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur sejenak saling berpandangan
(Mengenai dua gadis ini baca serial Pendekar Mata Keranjang 108 dalam
episode : "Badai di Karang Langit").
"Singa Betina! Kita tak usah banyak cin-
cong dan pertimbangan! Lekas kita selesaikan
pemuda itu!" berkata gadis berbaju putih saat dilihatnya Singa Betina Dari Timur
tampak ragu- ragu. "Benar ucapanmu! Tapi tak ada salahnya kita mengetahui siapa adanya pemuda
itu! Kita baru saja menginjakkan kaki di tanah Jawa, kita belum tahu seluk beluk daerah
ini, lebih-lebih ki-ta belum tahu tokoh-tokoh di tanah Jawa ini!
Siapa tahu dia bisa memberi sedikit keterangan!"
"Hmm.... Berarti mereka orang-orang yang
baru muncul! Dan mendengar percakapannya,
mereka datang dari luar tanah Jawa! Siapa pun
mereka, aku harus berhati-hati! Apalagi tujuan kedatangan mereka tak lain untuk
mencari arca itu!" Pendekar 108 membatin, lalu alihkan pandangannya ke jurusan lain, seakan-
akan tak mengacuhkan dua gadis di hadapannya.
"Pemuda ini wajahnya tampan, tubuhnya
tegap, sorot matanya tajam. Hm.... Apakah dia ju-ga menginginkan arca itu...?"
diam-diam gadis yang berbaju hijau yang bukan lain adalah Singa Betina Dari
Timur berkata dalam hati. Sepasang matanya terus memperhatikan Pendekar 108 dari
ujung kaki hingga ujung rambut.
Selagi Pendekar 108 arahkan pandangan
pada jurusan lain, dan Singa Betina Dari Timur membatin, gadis berbaju putih
yang bukan lain
Bidadari Bertangan Iblis maju satu tindak seraya membentak lantang.
"He! Katakan cepat, siapa kau! Dan apa
kerjamu malam-malam di sini"!"
Pendekar Mata Keranjang 108 palingkan
wajahnya. Bibirnya menyunggingkan sebuah se-
nyum. Seraya usap-usap hidung dan sepasang
mata memandang ke arah paha keduanya yang
sedikit terbuka, ia berkata.
"Gadis cantik! Sebetulnya aku tak suka
menyebutkan namaku, namun karena yang men-
gajukan pertanyaan adalah gadis-gadis cantik,
atau terpaksa menghilangkan rasa tak sukaku!"
"He! Kau tak usah berpanjang lebar! Jawab saja pertanyaanku!" bentak si baju
putih Bidadari Bertangan Iblis menyela kata-kata Aji.
"Wah, sebenarnya aku juga tak senang di-
bentak-bentak, namun karena yang membentak
adalah gadis cantik, aku terpaksa harus menghi-
langkan rasa tak senangku...," kembali Aji hentikan ucapannya. Namun ketika
dilihatnya Bidada-
ri Bertangan Iblis membuka mulut hendak kelua-
rkan suara, Aji buru-buru melanjutkan ucapan-
nya. "Namaku.... Zubaidah binti Mahmud! Seorang pengelana malam yang selalu
menginginkan hadirnya sang rembulan! Kalau tak keberatan,
harap kalian sudi mengatakan siapa kalian sebenarnya...!"
Mendengar kata-kata Pendekar 108, Bida-
dari Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur saling berpadangan satu sama
lain. Dahi kedua
gadis ini tampak mengernyit.
"Aneh. Apakah aku tak salah dengar den-
gan apa yang disebutkan pemuda itu" Zubaidah
binti Mahmud.... Hmm...," batin si baju hijau Singa Betina Dari Timur seraya
tercenung. Kalau Singa Betina Dari Timur tercenung,
tidak demikian halnya dengan Bidadari Bertangan Iblis. Gadis ini langsung
alihkan pandangannya pada Pendekar 108. Sepasang matanya menyengat tajam. Ia
merasa perkataan pemuda di hada-
pannya adalah bohong. Dengan melotot ia mem-
bentak garang. "He! Waktu kami sangat terbatas! Sebelum
habis kesabaran kami, jawab dengan sungguh-
sungguh pertanyaan kami!"
Pendekar Mata Keranjang 108 usap ujung
hidungnya. Sepasang matanya balas menatap pa-
da Bidadari Bertangan Iblis.
"Gadis cantik! Ketahuilah, nama itu pem-
berian kedua orangtuaku! Aku tak berani meru-
bahnya meski sebagian orang memang agak he-
ran! Malah sebagian ada yang usul agar diganti Zubaidah binti Zubaini! Walau
nama itu agak bagus namun aku tak ada niatan untuk merubah-
nya! Kau sendiri siapa"!"
Bidadari Bertangan Iblis mendengus keras,
sementara Singa Betina Dari Timur diam-diam


Pendekar Mata Keranjang 16 Arca Dewi Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertawa dalam hati.
Entah untuk menggertak atau memperke-
nalkan nama besarnya, dengan raut muka mena-
han marah dan berpaling ke jurusan lain si baju putih Bidadari Bertangan Iblis
berkata. "Dengar baik-baik! Aku adalah Bidadari
Bertangan Iblis, sedang saudara seperguruanku
ini bergelar Singa Betina Dari Timur! Kami adalah orang-orang dari Pulau Bima!"
Meski sebenarnya Pendekar Mata Keran-
jang 108 belum pernah mendengar nama-nama
itu, namun ia pura-pura terperanjat dan berkata sambil bungkukkan sedikit
bahunya. "Ah, kiranya inikah tokoh-tokoh dari tanah seberang yang namanya begitu kesohor
hingga tanah Jawa. Aku sangat gembira dapat berjumpa
dengan orang-orang hebat seperti kalian! Tapi apa gerangan yang membuat tokoh-
tokoh hebat macam kalian jauh-jauh datang ke tanah Jawa dan
ke tempat yang tak berpenghuni ini..." Apakah
kalian tak salah alamat" Atau memang kalian
pengelana malam sepertiku....?"
Bidadari Bertangan Iblis tertawa panjang.
Sedangkan Singa Betina Dari Timur diam. Hanya
sepasang matanya terus tak beranjak memperha-
tikan Pendekar 108.
Namun tiba-tiba si baju putih Bidadari Ber-
tangan Iblis hentikan tawanya. Tanpa meman-
dang lagi pada Pendekar Mata Keranjang, ia berkata. "Siapa pun kau, tak berhak
bertanya tentang kedatangan kami!"
"Dan cepat tinggalkan tempat ini!" sambung si baju hijau Singa Betina Dari
Timur. Mendengar sambungan kata-kata Singa
Betina Dari Timur, Bidadari Bertangan Iblis berpaling. Dahinya berkerut. Ia
merasa heran sauda-ra seperguruannya menyuruh sang pemuda sege-
ra pergi, padahal pada awalnya ia yang mengatakan ingin lekas menyelesaikan sang
pemuda. Namun perasaan heran Bidadari Bertangan Iblis tidak berlangsung lama, karena
saat itu juga Pendekar 108 angkat bicara.
"Bidadari Bertangan Iblis, Singa Betina Da-ri Timur! Kalau aku tak diberi hak
untuk ber- tanya, itu tak apa! Tapi.... Permintaan kalian agar aku tinggalkan tempat ini,
rasa-rasanya tak
mungkin kulakukan!"
Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Betina
Dari Timur kembali saling berpandangan. Dan
sebelum salah satu di antaranya ada yang buka
mulut, Pendekar Mata Keranjang 108 telah me-
lanjutkan ucapannya.
"Seperti kataku tadi, aku adalah pengelana malam. Dan kalian tentu tahu, sebagai
sang pengelana malam sungguh disayangkan jika begitu
saja melewatkan malam yang sangat aneh ini! Li-hatlah di sela gunung itu!"
Meski dengan perasaan masing-masing,
Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur sama-sama arahkan
pandangannya pada
tempat yang dikatakan Aji.
Kedua gadis dari daratan Bima ini sama-
sama melengak kaget. Mata keduanya membeliak
besar. Entah kapan berpindahnya, mendadak sa-
ja sang rembulan yang berwarna merah darah
dan memancarkan cahaya kemerah-merahan itu
kini muncul di sela dua Gunung Kembar
Dengan masih diselimuti beberapa tanda
tanya, Singa Betina Dari Timur menoleh pada Bidadari Bertangan Iblis. Sesaat
dipandanginya gadis muda berpakaian putih tipis itu. Mulutnya
bergerak membuka seakan hendak mengucapkan
sesuatu. Namun ia urungkan tatkala dilihatnya
saudara seperguruannya itu sedang menekuri
sang rembulan. Sejenak Singa Betina Dari Timur tampak dilanda kebimbangan. Namun
akhirnya ia palingkan kembali wajahnya lurus ke depan dan
kembali memandang sang rembulan. Tapi hanya
sesaat. Tak berselang lama, gadis berbaju hijau ini palingkan kembali pada
saudara seperguruannya. Setelah menghela napas, dia berbisik perlahan.
"Bidadari! Kita tak boleh terbawa perasaan!
Kita lanjutkan perjalanan! Dan suruh pemuda itu meninggalkan tempat ini! Apa pun
alasannya!"
Bidadari Bertangan Iblis anggukan kepa-
lanya. Lalu berpaling pada Pendekar Mata Keran-
jang dan berkata.
"Pengelana malam! Seperti kataku tadi,
waktu kami pun terbatas! Apa pun alasanmu,
kami tak mau tahu. Yang pasti, kau harus cepat tinggalkan tempat ini! Kau bisa
menikmati bulan itu jauh dari sini!"
Pendekar Mata Keranjang 108 tersenyum,
kepalanya bergerak menggeleng.
"Ah, sayang sekali. Permintaanmu tak bisa kulakukan! Bulan itu hanya akan tampak
mem-pesona jika dipandang dari sini!"
"Hmm.... Begitu" Berarti kau menyia-
nyiakan kesempatan yang kami berikan!"
"Maksudmu...?" tanya Pendekar 108.
Bidadari Bertangan Iblis tertawa sinis.
"Pada mulanya kami ingin membunuhmu!
Namun melihat kau hanyalah seorang pengelana
malam, keinginan itu kami urungkan. Dengan
syarat kau harus tinggalkan tempat ini. Jika kau tak meninggalkan tempat ini,
kematianlah yang
menantimu!"
Pendekar 108 menghela napas panjang.
Tangan kanannya bergerak menarik-narik kuncir
rambutnya. "Ah, betapa malang nasib sang pengelana
malam. Ingin melihat indahnya sang rembulan
saja tebusannya harus mati! Apakah tidak ada
tebusan yang lebih ringan?"
"Kau rupanya membuat kesabaranku hi-
lang! Terimalah nasib malangmu!" habis berkata begitu si baju putih Bidadari
Bertangan Iblis tarik kedua tangannya sedikit ke belakang, dan serta-
merta di dorong ke arah Pendekar Mata Keran-
jang. DUA ANGIN menggemuruh dahsyat dan me-
nyambar cepat. Pendekar 108 segera melompat ke arah samping, dan dari tempatnya
kini, murid Wong Agung segera pula dorong kedua tangan-
nya. Hal ini sengaja ia lakukan untuk menjajaki tenaga dalam lawan.
Plarrr! Letupan keras terdengar memuncah kesu-
nyian lereng Gunung Kembar tatkala dua puku-
lan bertenaga dalam itu bentrok di udara. Tanah di tempat itu terasa bergetar
dan semak belukar terpapas ujungnya hingga rata!
Bidadari Bertangan Iblis surutkan langkah
satu tindak. Dahinya mengkerut, sementara se-
pasang matanya yang bulat makin membesar. Dia
merasa pemuda di hadapannya bukanlah orang
yang bisa dianggap enteng. Karena begitu bentrok pukulan terjadi, ia merasakan
kedua tangannya
gemetar dan kesemutan!
Di seberang, Pendekar Mata Keranjang
sendiri sadar jika Bidadari Bertangan Iblis tak bi-sa dihitung remeh. Dengan
bentrok pukulan tadi, murid Wong Agung ini bisa mengukur bila tenaga dalam sang
gadis berbaju putih ini sangat kuat.
"Setan alas! Tampaknya pemuda ini bukan
orang sembarangan! Keyakinanku bahwa na-
manya bukan nama sebenarnya makin terbukti!
Dia hanya berpura-pura mengaku sebagai penge-
lana malam! Hmm.... Siapa pun dia, yang pasti
dia sedang dalam perjalanan untuk mencari arca itu! Dia harus segera
disingkirkan!" batin Bidadari Bertangan Iblis. Lalu gadis ini meloncat ke arah
Singa Betina Dari Timur dan berbisik.
"Singa Betina! Pengakuan pemuda ini tak
bisa dipercaya! Aku yakin pemuda ini tujuannya sama dengan kita! Dia harus cepat
kita sudahi!"
Sejenak Singa Betina Dari Timur masih
termangu memandangi Pendekar 108. Dalam hati
gadis ini pun sebenarnya punya dugaan seperti
saudara seperguruannya. Namun gadis berbaju
hijau ini punya perasaan lain yang ia sendiri tak bisa menguraikannya, apalagi
jika pandangan matanya bertemu dengan pandangan mata Pen-
dekar 108. "Singa Betina! Bagaimana pendapatmu"!"
tanya Bidadari Bertangan Iblis tatkala ditunggu agak lama, Singa Betina Dari
Timur belum juga
menyahut. "Bidadari! Aku pun punya dugaan seperti-
mu! Tapi, kalau keadaan tidak terpaksa, lebih
baik kita usir saja dia dari sini! Terlalu banyak resiko jika kita langsung
turun tangan untuk membunuhnya!"
Meski dalam hati dilanda berbagai perta-
nyaan atas kata-kata saudara seperguruannya,
namun Bidadari Bertangan Iblis tak menunjuk-
kan perasaan itu. Seraya maju setindak, ia berkata lantang.
"He! Hari ini kami masih punya sedikit perasaan! Kuperingatkan dirimu sekali
lagi. Lekas tinggalkan tempat ini!"
Pendekar Mata Keranjang 108 gelengkan
kepalanya perlahan.
"Bidadari! Singa Betina! Dengarlah sekali lagi. Aku tak akan menyia-nyiakan
pemandangan bagus ini! Karena setelah berkelana berpuluh-
puluh tahun menjelajahi malam, baru kali ini aku mendapatkan pemandangan sebagus
ini! Jadi ba-gaimanapun juga aku tak aman meninggalkan
tempat ini! Kalau kalian merasa terganggu, kalian boleh pergi!"
"Keparat!" rutuk Bidadari Bertangan Iblis.
Kemarahan dalam diri sang gadis tampaknya su-
dah tidak bisa dibendung lagi. Apalagi ketika Aji secara halus mengusir mereka
dari tempat itu.
Maka dengan didahului bentakan keras Bidadari
Bertangan Iblis, kembali lancarkan serangan! Kali ini dengan berkelebat ke
samping, dan sebelum
kedua kakinya menginjak tanah, kedua tangan-
nya sudah menyentak ke arah Pendekar 108!
Pendekar 108 yang sedari tadi telah was-
pada, lesatkan tubuhnya ke atas menghindari serangan Bidadari Bertangan Iblis.
Namun murid Wong Agung ini terperanjat, karena begitu tubuhnya berada di udara, dari sisi
samping tiba-tiba bersiur angin dahsyat.
Wuuuttt! Tanpa berpaling ke sisi, Aji segera sentak-
kan tangan kanannya.
Wuuuttt! Angin kencang melesat memapak samba-
ran angin dari arah sisi. Hebatnya, sentakan tangan kanan Aji tak mampu membuat
sambaran angin yang melesat ke arahnya terpapasi! Sambaran angin yang melesat ke arahnya
laksana punya mata dan dapat dikendalikan. Karena begitu tangan Aji menyentak,
sambaran angin itu membelok dan kini menyambar dari arah atas!
"Sialan!" maki Pendekar 108 seraya sentakkan kembali tangan kanannya ke atas!
Wuuuttt! Plaaarrr! Kali ini bentrok pukulan tak bisa dihindar-
kan lagi, karena Aji memang sengaja menunggu
hingga sambaran angin yang ke arahnya begitu
dekat. Tapi, lagi-lagi murid Wong Agung ini dibuat terkejut, karena begitu
terjadi bentrok pukulan, dan tubuhnya baru saja mendarat, Bidadari Bertangan
Iblis telah merangsek dari udara dengan kaki menyilang, sementara kedua
tangannya mengarah pada kepala dan dada!
"Aku tak bisa tinggal diam! Urusan ini harus segera kuselesaikan! Waktu akan
habis jika berlama-lama!" pikir Aji. Kedua tangannya lalu diangkat ke atas
kepala, sementara kaki kanannya diangkat sejajar dada.
Brak! Desss! Bidadari Bertangan Iblis terdengar kelua-
rkan seruan tertahan, tubuhnya melenting balik ke atas. Untung gadis ini segera
membuat gerakan jungkir balik di udara, jika tidak niscaya tu-
buhnya akan jatuh terkapar.
Pendekar Mata Keranjang sendiri sempat
terseret tiga langkah ke belakang, namun ia segera dapat menguasai tubuhnya.
Melihat saudara seperguruannya dapat di-
buat mental ke udara, Singa Betina Dari Timur
yang sedari tadi hanya melihat cepat melompat.
Dan ketika Pendekar 108 baru dapat menguasai
tubuhnya, gadis berbaju hijau ini segera merangsek maju sambil hantamkan kedua
tangannya! Wuuuttt! Sambaran angin kencang melesat menda-
hului hantaman tangan, hal ini menunjukkan
bahwa hantaman tangan itu bukan main-main.
Sadar akan hal itu, Pendekar Mata Keranjang 108
cepat pula kelebatkan kedua tangannya dari arah samping kanan dan kiri.
Prak! Prakkk! Bentrok tangan yang sama-sama dialiri te-
naga dalam tak bisa dielakkan lagi.
Singa Betina Dari Timur terlihat mundur
sampai empat langkah ke belakang. Wajahnya
yang cantik nampak meringis menahan sakit pa-
da kedua tangannya. Sedangkan Pendekar Mata
Keranjang geser tubuhnya satu tindak ke arah
samping. "Sudahlah! Tak ada gunanya hal ini dite-
ruskan! Kalian bisa kemari lagi besok malam! Malam ini biarlah keindahan sang
rembulan jadi mi-likku!" kata Pendekar 108 seraya usap-usap lengannya yang baru
saja bentrok dengan tangan
Singa Betina Dari Timur.
"Jangan harap kau bisa melewati malam
ini dengan selamat!" bentak Bidadari Bertangan Iblis, lalu tubuhnya berkelebat
dan lenyap di udara!
Melihat hal ini, Singa Betina Dari Timur
tak tinggal diam, meski dalam hati masih dige-
layuti perasaan yang tak bisa diartikan, namun gadis ini tak mau rencananya
porak poranda. Maka ia pun segera melesat ke udara.


Pendekar Mata Keranjang 16 Arca Dewi Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dari atas udara, tiba-tiba Bidadari Bertan-
gan Iblis telah bersatu dengan Singa Betina Dari Timur, dan serta-merta kedua
gadis dari daratan Bima ini lancarkan serangan!
Bidadari Bertangan Iblis kerahkan segenap
tenaganya pada kedua tangannya, dan dihantam-
kan ke arah kepala Pendekar Mata Keranjang.
Sebelum kedua tangan datang menghantam, ter-
lihat larikan-larikan sinar putih lebih dulu menggebrak. Singa Betina Dari Timur
yang tampaknya tak mengharapkan kematian, hantamkan kedua
tangannya, tapi diarahkan pada kaki Pendekar
Mata Keranjang!
Melihat serangan bahaya dan datang dari
arah dua jurusan, Pendekar Mata Keranjang 108
cepat buat gerakan jumpalitan. Kedua kakinya
melejang ke atas memapak kedua tangan Bidada-
ri Bertangan Iblis sementara kedua tangannya
mendorong ke depan memapak serangan Singa
Betina Dari Timur.
Des! Desss! Terdengar dua kali seruan tertahan saat
kedua kaki dan tangan Pendekar 108 bertemu
dengan kedua tangan Bidadari Bertangan Iblis
dan Singa Betina Dari Timur.
Baik tubuh Bidadari Bertangan Iblis mau-
pun Singa Betina Dari Timur tampak mental ba-
lik. Namun yang dialami Bidadari Bertangan Iblis agak parah, karena saat
lancarkan serangan, ia kerahkan segenap tenaga dalamnya. Hingga
tatkala tubuhnya mental balik, gadis ini tak dapat lagi menguasai tubuh, dan tak
ampun lagi tubuhnya terkapar di atas tanah! Sementara Singa Betina Dari Timur
meski sempat mental ke belakang, namun bisa segera diatasi keadaan, hingga gadis
berbaju hijau ini masih bisa mendarat dengan tegak walau sebelumnya terlihat
terhuyung- huyung. Hebatnya, meski Bidadari Bertangan Iblis
terkapar, namun gadis ini segera bergerak bangkit. Dan didahului bentakan
melengking, Bidadari Bertangan Iblis telah melesat kembali. Kedua tangannya
dibuka dan dihantamkan bertubi-tubi!
Hingga kejap itu juga larikan-larikan sinar putih menebar hawa panas menghampar
di tempat itu. "Gila! Dia tampaknya tahan pukulan juga!
Aku harus berhati-hati!"
Pendekar Mata Keranjang 108 cepat bang-
kit dan serta-merta kibaskan tangan kanannya
yang ternyata telah memegang kipas ungunya.
"Aku terpaksa menggunakan kipas agar
urusan ini cepat selesai!" kata Aji dalam hati.
Kilauan cahaya putih tampak menebar
membentuk kipas begitu Pendekar Mata Keran-
jang kibaskan tangan kanannya.
Wuuuttt! Weeesss!
Bidadari Bertangan Iblis berseru keras.
Bukan saja karena terkejut melihat serangannya tertahan, namun juga karena
menahan sakit oleh hamparan hawa panas yang keluar dari tangannya sendiri dan
juga dari kipas Pendekar Mata
Keranjang! Tubuh gadis ini tampak terapung di
udara. Anehnya meski tak ada hasil, malah tatka-la Aji lipat gandakan tenaga
dalamnya, tubuh Bidadari Bertangan Iblis terdorong ke belakang! Dan saat Aji
tarik pulang kipasnya lalu disentakkan kembali, Bidadari Bertangan Iblis
terpekik, tubuhnya makin melenting lebih jauh ke belakang
sebelum akhirnya melayang turun dan terkapar di atas tanah!
"Jahanam laknat! Kau telah cederai sauda-
raku! Terimalah kematianmu!" teriak Singa Betina Dari Timur. Rasa tidak ingin
membunuh lelaki ini mendadak hilang lenyap kala mengetahui Bidadari Bertangan
Iblis terkapar di tanah dengan darah meleleh dari sudut bibirnya. Tanpa menunggu
lebih lama lagi, gadis ini segera tarik kedua tangannya ke belakang lalu diputar
sebentar, dan ti-ba-tiba tubuhnya melesat ke arah Pendekar Mata Keranjang seraya
hantamkan kedua tangannya ke
arah kepala. Bersamaan dengan hantaman tan-
gannya, sinar hitam menyambar deras keluarkan
suara menggemuruh!
Pendekar 108 tak mau ambil resiko. Meski
ia tahu bahwa tenaga dalam lawan masih bisa dijajari, namun karena ia ingin
cepat selesaikan urusan, maka kembali murid Wong Agung ini ki-
baskan kipasnya seraya rundukkan kepala. Tan-
gan kirinya dibuka dan didorong pelan.
Plarrr! Terdengar letupan tatkala sinar hitam dari
telapak tangan Singa Betina Dari Timur meng-
hantam serangan yang keluar dari telapak tangan Pendekar Mata Keranjang! Namun
gadis ini tampaknya tak kenal takut, meski kedua tangannya
telah terasa ngilu dan sakit laksana ditusuk-
tusuk, tapi ia meneruskan lesatan tubuhnya. Malah kedua kakinya kini ia kem-
bangkan dan di-
hantamkan dari arah samping kiri kanan Pende-
kar Mata Keranjang!
"Sialan! Seandainya cuaca terang, tentu
aku mendapat pemandangan lebih indah lagi!"
gumam Pendekar 108 saat matanya menangkap
kembangan kedua kaki Singa Betina Dari Timur.
Karena bersamaan dengan terkembangnya kaki,
pakaian bawah gadis ini yang dibuat membelah
tengah tampak menyibak dan memperlihatkan
kedua paha yang ada di baliknya!
Namun murid Wong Agung ini tak bisa ber-
lama-lama menikmati paha di balik pakaian ba-
wah Singa Betina Dari Timur, karena saat itu juga hantaman kaki telah
melabraknya dari samping
kanan dan kiri.
Pendekar 108 cepat undurkan langkah sa-
tu tindak, tiba-tiba tubuhnya di robohkan ke belakang dengan pantat terlebih
dahulu. Dan serta-merta kedua kakinya diangkat menyilang ke ka-
nan dan kiri! Prak! Prakkk! Singa Betina Dari Timur terdengar meme-
kik. Tubuhnya terbanting ke tanah dengan pung-
gung terlebih dahulu, sementara Pendekar Mata
Keranjang 108 tarik pulang kedua kakinya seraya meringis. Dan ketika murid Wong
Agung ini melirik pada kedua kakinya, ia sedikit terkejut. Kedua kakinya telah
berwarna kebiru-biruan akibat bentrok dengan kedua kaki Singa Betina Dari Timur.
Sadar bahwa pemuda di hadapannya lebih
tinggi ilmunya, Singa Betina Dari Timur palingkan wajahnya pada Bidadari
Bertangan Iblis yang kini tampak telah berdiri. Ia seakan minta pertimbangan. Di
belakang, Bidadari Bertangan Iblis sendiri tampak ragu-ragu antara meneruskan
perta- rungan yang ia percaya tak dapat ia menangkan, atau meninggalkan tempat itu yang
berarti tujuannya akan tak sampai.
Selagi kedua gadis ini terbawa perasaan
masing-masing, Pendekar Mata Keranjang 108
bangkit dan seraya mengusap-usap mulutnya ia
berkata. "Bidadari Bertangan Iblis, Singa Betina Da-ri Timur! Aku sarankan pada kalian
agar segera tinggalkan tempat ini! Aku tahu, kalian datang jauh-jauh dengan
tujuan memburu Arca Dewi
Bumi. Benar..." Tapi ketahuilah oleh kalian, benda itu kini banyak dibicarakan
dan diperebutkan tokoh-tokoh baik dari golongan hitam maupun golongan putih! Aku
tahu, ilmu kalian tidak cetek, namun menurutku, untuk menghadapi tokoh-tokoh
yang sedang memburu arca itu kalian akan
tergilas! Sungguh amat disayangkan jika gadis-
gadis cantik seperti kalian harus dihantam badai di tanah Jawa ini!"
Habis berkata, Pendekar Mata Keranjang
108 balikkan tubuh dengan kepala tengadah me-
mandangi sang rembulan yang kini telah bergeser dan berada di atas puncak Gunung
Kembar. Untuk beberapa saat lamanya, baik Bida-
dari Bertangan Iblis maupun Singa Betina Dari
Timur terdiam. Namun sesaat kemudian Singa
Betina Dari Timur bangkit dan segera melangkah ke arah Bidadari Bertangan Iblis.
"Bagaimana Bidadari..."!" tanya Singa Betina Dari Timur begitu dekat.
Bidadari Bertangan Iblis tak segera menja-
wab. Pandangan matanya diarahkan pada Pende-
kar Mata Keranjang, lalu beralih pada rembulan yang memancarkan warna merah.
Setelah menarik napas panjang, ia berkata.
"Kita telah melakukan perjalanan cukup
jauh, apakah kita akan balik begitu saja karena gertak sambal pemuda itu" Tidak!
Kita teruskan perjalanan memburu arca itu! Karena menurut
keterangan pemuda itu, berarti arca itu betul-
betul ada!"
Singa Betina Dari Timur tatapi wajah sau-
dara seperguruannya. Dahinya mengernyit. Na-
mun ia tak keluarkan suara.
"Kau takut..." Atau kau tertarik dengan
pemuda itu..."!" kata Bidadari Bertangan Iblis tanpa alihkan pandangannya.
Paras wajah Singa Betina Dari Timur kon-
tan berubah saat mendengar kata-kata saudara
seperguruannya. Meski dalam hati ia tak me-
nyangkal, namun ia merasa tak pantas mengata-
kan hal itu pada saudara seperguruannya dalam
situasi yang demikian ini. Maka untuk menutupi perasaannya, gadis berbaju hijau
ini berkata. "Bidadari! Kita dalam perjalanan memburu
benda mustika, tidak layak kiranya kita membicarakan soal tertarik atau tidak
pada seorang pemuda!" Bidadari Bertangan Iblis palingkan wajahnya pada Singa
Betina Dari Timur. Sejurus di-
pandanginya saudara seperguruannya itu seakan
ingin meyakinkan apa yang baru saja diucapkan.
"Kenapa kau memandangiku seperti itu?"
tanya Singa Betina Dari Timur merasa tak enak.
Bidadari Bertangan Iblis tersenyum.
"Bila begitu kau setuju dengan rencanaku
tadi! Meneruskan perjalanan ini dan membunuh
pemuda itu!"
Mungkin karena tak mau terjadi silang
pendapat, atau mungkin untuk menutupi pera-
saannya dan tak mau menyakiti hati saudara se-
perguruannya, dengan berat hati Singa Betina
Dari Timur anggukan kepala.
Meski dalam hati masih ada ganjalan, me-
lihat anggukan kepala Singa Betina Dari Timur, Bidadari Bertangan Iblis alihkan
pandangannya pada Pendekar 108 yang kini masih tegak membe-
lakangi mereka, lalu berkata.
"Kita hadapi bersama-sama!"
Habis berkata begitu, Bidadari Bertangan
Iblis takupkan kedua tangannya sejajar dada, matanya dipejamkan, sedangkan
mulutnya berke-
mik-kemik. Melihat hal itu, Singa Betina Dari Timur tak tinggal diam. Dia segera
pula melakukan seperti yang diperbuat Bidadari Bertangan Iblis.
Di depan, merasa dua gadis di belakangnya
tak lagi keluarkan percakapan dan merasa kata-
katanya dituruti agar keduanya segera mening-
galkan tempat itu, Pendekar Mata Keranjang
membatin. "Hmm.... Mereka tampaknya menuruti ka-
ta-kataku. Itu memang lebih baik! Terlalu sayang jika gadis-gadis cantik seperti
mereka harus mati muda. Ah.... Kenapa aku harus terlalu pikirkan hidup
mereka...?"
Aji lantas luruskan pandangannya ke sela
Gunung Kembar yang tampak kemerahan dan
banyak ditumbuhi semak belukar tinggi merangas serta pohon-pohon berdaun lebat.
"Berita tentang arca ini nyatanya telah me-nyebar hingga luar tanah Jawa....
Hmm.... Aku harus segera mendapatkannya! Bukan tidak mus-
tahil tempat beradanya arca itu pun telah diketahui banyak orang!"
Berpikir begitu, murid Wong Agung ini lan-
tas melangkah dan hendak berkelebat. Namun
baru saja kakinya bergerak, terdengar suara tawa mengekeh panjang.
Secepat kilat Pendekar Mata Keranjang pa-
lingkan wajahnya ke arah sumber tawa. Demikian juga Bidadari Bertangan Iblis dan
Singa Betina Dari Timur. Malah dua gadis ini berpaling sambil
undurkan kaki masing-masing satu tindak, kare-
na suara tawa mengekeh panjang itu mengan-
dung tenaga dalam tinggi, bukan saja mampu
membuat konsentrasi kedua gadis ini buyar, na-
mun juga mampu membuat tanah di tempat itu
bergetar! TIGA PENDEKAR 108 tersentak kaget. Demikian
juga Bidadari Bertangan Iblis serta Singa Betina Dari Timur. Karena begitu
kepala masing-masing bergerak berpaling, tak seorang pun terlihat!
Pendekar Mata Keranjang lantas alihkan
pandangannya pada Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur meski dia
percaya bahwa kekehan tawa tadi bukan keluar dari dua gadis
cantik ini. Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Betina
Dari Timur pun lantas alihkan pandangan mas-
ing-masing pada Aji begitu mata mereka tak me-
nemukan siapa-siapa. Sejenak mata dua gadis ini beradu dengan mata Pendekar Mata
Keranjang 108. Sepasang mata Bidadari Bertangan Iblis
terlihat membesar dan berkilat-kilat. Wajahnya jelas masih menyembunyikan
perasaan dendam.
Namun tak demikian halnya dengan Singa Betina
Dari Timur. Ser pasang mata gadis berbaju hijau ini tampak bulat tanpa kilatan-
kilatan rasa benci.
Malah paras mukanya tampak berubah merah
dan buru-buru mengalihkan pandangan pada ju-
rusan lain, meski tubuhnya tetap lurus menghadap Aji.
Hal ini tampaknya tak lepas dari pandan-
gan murid Wong Agung. Diam-diam dalam hati
dia berkata. "Hmm.... Bidadari Bertangan Iblis tampak-
nya masih menaruh benci padaku! Sedangkan
Singa Betina Dari Timur rupanya sebaliknya!
Seandainya aku tidak sedang dalam mengemban
tugas, ingin rasanya aku mengenal mereka lebih jauh...."
Selagi ketiga orang ini sedang dilanda pera-
saan masing-masing, terdengar kembali suara ta-wa mengekeh panjang. Dan sebelum
ketiga orang ini gerakan masing-masing kepala ke arah sumb-
er suara tawa, sesosok bayangan telah berkelebat dan tahu-tahu telah berdiri di


Pendekar Mata Keranjang 16 Arca Dewi Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

samping Pendekar 108. Sepasang matanya membeliak besar pandangi Pendekar 108,
lantas beralih pada Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur.
Pendekar 108 berkerut dahi, sepasang ma-
tanya memperhatikan sosok yang kini tak jauh di sampingnya. Sementara Bidadari
Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur terlihat surutkan
langkah masing-masing satu tindak seraya men-
gawasi tak berkedip.
Sosok yang baru datang ternyata adalah
seorang manusia yang sulit dikenali laki perempuannya. Melihat bentuk tubuhnya
dia bisa dis- ebut laki-laki. Namun jika melihat paras wajah-
nya yang memakai bedak putih tebal serta bibir merah menyala dipoles, dia adalah
seorang perempuan. Rambut sosok ini panjang sebahu, na-
mun bagian atasnya dipotong pendek hingga
menjadi jabrik. Bibirnya yang dipoles merah itu tampak tebal sebelah atas.
Hidungnya besar dan bengkok. Tapi yang membuat sosok ini seram,
tangan kanannya menggenggam sebuah tombak
yang ujungnya bercabang tiga berwarna kuning
dan sisi-sisinya lebih besar dari tengahnya. Pang-kalnya agak menggelembung dan
membentuk se- kuntum bunga! Dan sosok ini tingginya tak lebih dari ukuran pinggang orang
biasa! "Bawuk Raga Ginting!" seru Pendekar Mata Keranjang begitu dapat mengenali sosok
cebol di sampingnya. "Sialan! Dari mana dia tahu tempat ini" Apakah dia datang
sendirian atau bersama
muridnya...?" batin Aji seraya tebarkan pandangan berkeliling.
"Siapa kau"!" bentak Bidadari Bertangan Iblis dengan mata tetap tak beranjak
memperhatikan sosok cebol di sampingnya. Meski ia tahu bahwa sosok cebol di
sampingnya adalah orang
berilmu tinggi, karena suara tawanya saja mampu membuat tanah bergetar, namun
gadis berbaju putih tipis ini tak menunjukkan rasa takut sama sekali. Bahkan seraya membentak,
bibirnya tersenyum sinis
Manusia cebol berbedak tebal dan berbibir
merah polesan yang bukan lain memang Bawuk
Raga Ginting guru dari Pandu atau manusia yang berjuluk Gembong Raja Muda,
tertawa mengekeh
(Tentang Bawuk Raga Ginting dan Gembong Raja
Muda baca serial Pendekar Mata Keranjang 108
dalam episode : "Gembong Raja Muda").
Namun mendadak saja Bawuk Raga Gint-
ing hentikan tawanya. Sepasang matanya me-
nyengat tajam pandangi silih berganti pada Bidadari Bertangan Iblis serta Singa
Betina Dari Timur. "Gadis-gadis jelek! Kalian tak pantas tanya padaku! Aku yang
punya hak ajukan pertanyaan
pada kalian! Siapa kalian"! Dan apa tujuan kalian malam-malam begini keluyuran
ke tempat ini"!"
"Singa Betina! Banci cebol ini lagaknya
sombong betul! Dia belum tahu sedang berhada-
pan dengan siapa saat ini!" berkata dara baju putih Bidadari Bertangan Iblis
seraya palingkan wajah dan tertawa sinis.
"Manusia tak normal biasanya memang
berlagak. Apa dikira wajahnya lebih cantik dari monyet dibedaki..."!" sambung
Singa Betina Dari Timur sambil palingkan muka dan meludah ke
tanah. Dalam menghadapi Bawuk Raga Ginting,
sifat asli kedua gadis ini yang begitu meremehkan orang dan sombong terlihat
jelas. Mendengar ucapan kedua gadis di sam-
pingnya, Bawuk Raga Ginting bukannya marah.
Sebaliknya Penghuni Bandar Lor ini malah terta-wa perlahan, namun makin lama
makin panjang dan makin keras. Bersamaan dengan meledaknya
tawa Bawuk Raga Ginting, tiba-tiba tanah di tempat itu bergetar, angin berhembus
kencang hingga membuat pakaian bagian bawah Bidadari Bertan-
gan Iblis dan Singa Betina Dari Timur terlihat berkibar-kibar menampakkan paha
masing-masing yang mulus.
Melihat hal ini, baik Bidadari Bertangan Ib-
lis maupun Singa Betina Dari Timur segera ke-
rahkan tenaga dalam masing-masing pada kedua
kaki dan telinga. Demikian pula Pendekar Mata
Keranjang. "Gawat! Masalah ini akan jadi berkepan-
jangan. Bagaimana sekarang" Meneruskan perja-
lanan kurasa tak mungkin, selain tempatnya su-
dah dekat juga terlalu beresiko! Tetap di sini berarti harus berhadapan dengan
Bidadari Bertan-
gan Iblis, Singa Betina Dari Timur serta Bawuk Raga Ginting...! Daripada
meneruskan mencari
Sahyang Resi Gopala dengan dibayang-bayangi
perasaan tak tenang, lebih baik kuselesaikan du-lu mereka!" putus Pendekar 108.
Namun, murid Wong Agung ini masih tak ucapkan sepatah kata
pun. Ia hanya diam seraya mengawasi tiga orang di sekelilingnya yang kini tengah
saling keluarkan tenaga dalam masing-masing.
Singa Betina Dari Timur berpaling pada
saudara seperguruannya, lalu berkata.
"Bidadari! Percuma kita main-main begini.
Malam sudah merangkak makin jauh sedangkan
waktu kita terbatas, sebaiknya kita lunasi si Cebol ini!"
"Cebol! Apakah kau sudah tahu, sedang
berhadapan dengan siapa kali ini" Dan apakah
kau telah berpamitan pada anak cucumu di hu-
tan sebelah itu"!" yang berkata kali ini adalah Bidadari Bertangan Iblis.
Bawuk Raga Ginting hentikan tawanya.
Wajahnya berubah merah padam dan matanya
melotot angker. Pelipisnya bergerak-gerak mem-
buat bedak tebal di wajahnya merekat, sementara tangan kanannya yang memegang
tombak bergerak meremas hingga saat itu juga terdengar suara gemeretak.
"Kunyuk kecil biadab! Aku tak usah tahu
siapa kalian kalau hanya untuk membunuh!" teriak Bawuk Raga Ginting. Ia lalu
angkat tombaknya dan diputar pulang balik ke kiri dan ke kanan. Kejap itu juga
terdengar suara menderu-
deru laksana kobaran api tersapu hamparan an-
gin kencang. Dan bersamaan itu pula hawa panas menyesaki tempat itu!
"Gadis-gadis sembrono! Mereka tak tahu
sedang berhadapan dengan siapa! Tapi aku tak
akan bertindak dahulu!" batin Pendekar Mata Keranjang 108. Dia amat menyayangkan
tindakan Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur yang menganggap remeh Bawuk
Raga Ginting. Di seberang, melihat apa yang dilakukan
Bawuk Raga Ginting, Bidadari Bertangan Iblis
menyeringai lalu berkata pada Singa Betina Dari Timur. "Monyet berbedak ini
tampaknya ingin unjuk kebolehan akrobat di hadapan kita! Apa dikira kita akan
tertawa oleh banyolannya?"
"Betul! Dikira kita penonton yang tak
punya bekal!" timpal Singa Betina Dari Timur sambil tertawa pendek.
Bawuk Raga Ginting tiba-tiba percepat pu-
taran tombaknya. Dan tubuhnya lantas melenting ke udara. Di atas udara ia putar
tubuhnya beberapa kali, namun mendadak dengan gerak yang
sukar diikuti mata, tubuhnya menukik deras ke
arah Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur!
Kedua gadis ini yang tidak menduga sama
sekali tampak terkejut. Buru-buru keduanya hantamkan masing-masing tangannya ke
atas! Wuuuttt! Wuuuttt!
Namun betapa terkejutnya kedua gadis da-
ri daratan Bima ini. Karena serangan keduanya
hanya menghantam udara! Sosok Bawuk Raga
Ginting yang tadi terlihat menukik ke arah mere-ka laksana lenyap di telan bumi.
Selagi kedua gadis ini tenggelam dalam ke-
terkejutan, dari arah samping terdengar angin
menderu dahsyat. Kedua gadis ini segera berpaling ke samping. Angin menggemuruh
yang men- geluarkan hawa panas menyambar ke arah kedu-
anya! Namun kedua gadis ini tetap tak menemu-
kan sosok Bawuk Raga Ginting!
"Hati-hati! Kita harus berpencar!" bisik Bidadari Bertangan Iblis seraya
melompat ke samping untuk menghindari sambaran angin.
"Ya. Kita harus berpencar untuk memecah
perhatiannya!" timpal Singa Betina Dari Timur seraya melompat pula ke samping
berlawanan. Namun baru saja kedua gadis ini jejakkan
kaki masing-masing di atas tanah, terdengar sua-ra tawa panjang Bawuk Raga
Ginting. Kedua gadis cantik ini makin heran dan
terkejut, karena suara tawa itu datang dari atas!
Dan belum lenyap rasa heran keduanya, tiba-tiba sosok Bawuk Raga Ginting telah
menukik ke arah Bidadari Bertangan Iblis dengan kedua kaki melejang-lejang.
Hebatnya, meski kedua kaki Bawuk
Raga Ginting tampak mungil, namun sambaran
angin yang keluar bersamaan dengan lejangan
kakinya sungguh sulit dipercaya. Karena samba-
ran angin itu mampu menghamburkan tanah di
bawahnya! Melihat hal ini, Bidadari Bertangan Iblis
cepat angkat kedua tangannya lalu dihantamkan
ke arah Bawuk Raga Ginting.
Suara tawa Bawuk Raga Ginting tiba-tiba
lenyap! Tubuhnya pun mendadak lenyap, dan se-
rangan Bidadari Bertangan Iblis untuk kedua kali menghajar udara kosong! Saat
itulah tiba-tiba si baju putih Bidadari Bertangan Iblis terdengar
berseru tertahan. Bukan hanya karena terkejut
namun juga karena Bawuk Raga Ginting telah sa-
tu langkah di belakangnya dan kaki kanannya
menerjang deras ke arah punggungnya!
Desss! Karena Bidadari Bertangan Iblis tak me-
nyangka, maka gadis baju putih ini tak bisa lagi mengelak dari terjangan kaki
Bawuk Raga Ginting. Hingga saat itu juga tubuhnya terdorong ke depan. Di saat
demikian itulah, Bawuk Raga Ginting lantas dorong kedua tangannya.
Wuuttt! Angin deras menggebrak. Bidadari Bertan-
gan Iblis yang sedang terdorong tak bisa meng-
hindar, hingga tubuhnya terhantam telak puku-
lan jarak jauh Bawuk Raga Ginting.
Gadis berbaju putih ini menjerit tinggi. Tu-
buhnya makin deras terdorong ke depan sebelum
akhirnya terjerembab mencium tanah!
Melihat saudara seperguruannya roboh,
Singa Betina Dari Timur yang dari tadi tampak
terkesima, tersadar dari rasa terkesimanya. Ia segera meloncat ke arah Bawuk
Raga Ginting. Dan
tanpa bicara lagi, kedua tangannya langsung dihantamkan ke arah kepala. Sinar
hitam berlesa- tan terlebih dahulu sebelum kedua tangan itu
sendiri menghajar sasaran!
Bawuk Raga Ginting sunggingkan senyum
sinis. Tombak di tangan kanannya ditancapkan
ke atas tanah. Kedua tangannya lalu bergerak lurus bersamaan dengan rundukkan
kepalanya menghindari hantaman serangan lawan. Dan be-
gitu serangan lawan lewat satu jengkal di atas kepalanya, kedua tangannya cepat
melesat. Singa Betina Dari Timur tampak terkejut,
karena pinggangnya terasa dapat dipegang oleh
tangan Bawuk Raga Ginting. Gadis ini segera gerakan kedua kakinya hendak
menerjang, namun
gerakannya tertahan, karena saat itu juga Bawuk Raga Ginting telah sapukan
kakinya ke arah kaki Singa Betina Dari Timur.
Prakkk! Tubuh Singa Betina Dari Timur tampak
oleng ke samping, dan saat itulah tangan Bawuk Raga Ginting mencengkeram
pinggang gadis itu
dan serta-merta dibantingkan ke samping!
Buk! Karena bantingan itu bersamaan dengan
olengnya tubuh, membuat tubuh Singa Betina
Dari Timur menghantam tanah dengan deras. Da-
rah telah tampak meleleh dari sudut bibir gadis berbaju hijau ini. Kakinya pun
terasa hendak penggal dan panas membara!
Bawuk Raga Ginting tertawa mengekeh. La-
lu melangkah mendekati Singa Betina Dari Timur.
Namun baru saja dua tindak, Aji segera berkelebat dan menghadang.
Bawuk Raga Ginting hentikan langkah. Se-
pasang matanya sejenak mengawasi Pendekar
Mata Keranjang. Dahinya mengernyit. Kepalanya
lalu mendongak. Dari mulutnya terdengar suara
tawa. Namun tawa itu hanya pendek. Seraya tetap mendongak, ia berkata.
"Pendekar Mata Keranjang 108! Kau ten-
tunya masih ingat kata-kata terakhirku dahulu.
Malam ini perhitungan kita akan tuntas! Kau sudah siap"!"
Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Betina
Dari Timur saling pandang begitu Bawuk Raga
Ginting sebutkan gelar Aji. Aji sendiri tampak sunggingkan senyum dan berkata.
"Bawuk Raga Ginting! Perhitungan di anta-
ra kita bagiku telah kuanggap selesai! Dan kalau kau tak ingin mengalami nasib
yang lebih parah daripada waktu yang silam, lekas tinggalkan tem-
pat ini!" Bawuk Raga Ginting tertawa ngakak men-
dengar ucapan Pendekar 108, membuat bedak di
wajahnya tampak rekat dan jatuh berguguran.
Kepalanya lantas bergerak dan lurus memandangi Pendekar 108.
"Pendekar 108! Dengar baik-baik! Perhi-
tungan di antara kita tak akan selesai sebelum satu di antara kita pergi ke
akhirat! Dan malam ini akan kita tentukan siapa di antara kita yang pergi
terlebih dahulu!"
Habis berkata begitu, Bawuk Raga Ginting
tampak tengadahkan kepala kembali. "Kau sudah siap..."!"
Begitu ucapannya selesai, Bawuk Raga
Ginting jejakkan sepasang kakinya ke atas tanah.
Tubuhnya yang mungil melesat ke udara. Dari
atas udara Penghuni Lembah Bandar Lor ini langsung kirimkan serangan! Tangan
kirinya dibuka, dan didorong kearah Aji. Sementara tangan kanannya yang
menggenggam tombak memutar-
mutar suara yang menggemuruh, sementara dari
arah samping terdengar suara menderu-deru
yang mengeluarkan hawa panas keluar dari puta-
ran tombak. Melihat hal ini jelas bahwa Bawuk
Raga Ginting ingin segera menyudahi Pendekar


Pendekar Mata Keranjang 16 Arca Dewi Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mata Keranjang 108.
Pendekar 108 untuk sesaat masih tegak
sambil memperhatikan, lalu tubuhnya ia putar
satu kali, dan serta-merta tangan kanannya yang telah menggenggam kipas ia
sabetkan meleng-kung ke depan, sementara tangan kirinya dido-
rong. Sinar lengkung membentuk kipas, segera
melesat, sementara dari tangan kirinya menyam-
bar sinar putih berkilauan yang disertai suara ledakan gelombang ombak! Kejap
itu juga tempat
itu berubah menjadi terang benderang bersemu
merah! Blaaammm!
Tanah di tempat itu kontan bergetar dan
terbongkar! Semak belukar serta pohon yang tak jauh dari situ berderak dan
akhirnya tumbang!
Hebatnya, sosok Bawuk Raga Ginting sepertinya
tak tergoyahkan. Memang, untuk sesaat sosoknya tampak tertahan di udara, namun
begitu ledakan terdengar, sosoknya kembali melesat dan kini
menukik deras ke arah Pendekar 108 dengan se-
pasang kaki lurus sementara tombaknya men-
gayun dari bawah ke atas!
Pendekar 108 yang terjajar dua langkah ke
belakang cepat angkat tangan kirinya dan dis-
ilangkan di depan kepala, sementara tangan ka-
nannya kembali menebarkan kipas.
Werrr! Sosok Bawuk Raga Ginting yang sedang
menukik tiba-tiba tertahan. Namun manusia ce-
bol ini segera lipat gandakan tenaga dalamnya, dan kejap itu juga tombaknya
dihujamkan ke arah Pendekar Mata Keranjang 108.
Wuuuttt! Kalau sosok Bawuk Raga Ginting tertahan,
tidak demikian halnya dengan tombaknya. Tom-
bak itu terus melesat meski Aji telah kembali ki-
baskan kipasnya.
"Gila!" maki Pendekar Mata Keranjang seraya melompat ke samping. Namun
gerakannya tertahan karena saat itu juga sosok Bawuk Raga Ginting telah berhasil menerobos
dan kini kakinya mengarah pada arah gerakan tubuh Pende-
kar 108. Pendekar 108 terjajar hingga satu tombak
ke belakang begitu terjangan Bawuk Raga Ginting beradu dengan tangan kirinya.
Tapi tampaknya Bawuk Raga Ginting tak mau lagi memberi ke-
sempatan. Begitu sosok Aji terjajar, Bawuk Raga Ginting lipatkan tenaga dalamnya
dan sekonyong-konyong menerjang kembali! Hebatnya, sambil
melesat menerjang, tangan kirinya menyambar
tombak yang tak mengena sasaran dan kini ter-
tancap di atas tanah.
Pendekar 108 cepat melompat mundur un-
tuk menghindar, namun naas, karena di bela-
kangnya menghadang pohon besar. Satu-satunya
jalan untuk selamatkan diri tiada lain harus
menghindar ke samping kanan atau kiri.
Dan baru saja Pendekar Mata Keranjang
memutuskan untuk menghindar ke samping ka-
nan, tiba-tiba tombak Bawuk Raga Ginting telah melesat ke arah kanan! Kini tanpa
bisa dihindari lagi Pendekar Mata Keranjang harus menghindar
ke samping kiri. Rupanya hal itu telah diperhitungkan oleh Bawuk Raga Ginting
karena begitu tubuh Aji bergerak ke arah kiri, Bawuk Raga
Ginting menggebrak ke kiri!
Terjangan kaki Bawuk Raga Ginting yang
terkenal dengan jurus 'Sapu Bumi' memang ber-
hasil dihindarkan dengan melesat satu tombak ke atas. Terjangan kaki itu
menghantam pohon
hingga berderak tumbang, namun tangan kanan
Bawuk Raga Ginting yang tiba-tiba melesat men-
gikuti lesatan tubuhnya tak lagi bisa dielakkan.
Desss! Tubuh Pendekar 108 melayang ke belakang
begitu tangan kanan Bawuk Raga Ginting meng-
hajar perutnya. Baju di bagian perut itu robek dan ia sendiri terkapar di atas
tanah dengan perut terasa ingin muntah
Melihat hal ini Singa Betina Dari Timur
yang telah bangkit segera melompat ke dekat Bidadari Bertangan Iblis.
"Bidadari! Apa yang harus kita perbuat sekarang?"
Bidadari Bertangan Iblis tak segera buka
suara. Sepasang matanya masih mengawasi ke
arah Bawuk Raga Ginting dan Pendekar Mata Ke-
ranjang 108 silih berganti. Lalu tak lama kemudian berpaling pada Singa Betina
Dari Timur dan berkata.
"Lebih baik kita tunggu saja selesainya pertarungan ini! Dan siapa pun
pemenangnya, kita
hadapi bersama-sama!"
"Tapi...," Singa Betina Dari Timur tak meneruskan ucapannya, karena belum
selesai dia bicara, Bidadari Bertangan Iblis telah menyahut.
"Singa Betina! Lupakan dahulu tentang ja-
sa pemuda bergelar Pendekar Mata Keranjang 108
itu! Tantangan yang akan kita hadapi tampaknya
demikian besar. Tapi kita tak boleh mundur! Bagaimana pendapatmu"!" Bidadari
Bertangan Iblis balik ajukan pertanyaan.
Meski dalam hati masih tak menyetujui ja-
lan pikiran saudara seperguruannya, Singa Beti-na Dari Timur anggukan kepala dan
berkata. "Bidadari! Kita memang tak boleh mundur
walau apa pun yang terjadi! Arca itu harus bisa kita rebut!"
Bidadari Bertangan Iblis tersenyum. Di-
pandangnya lekat-lekat wajah saudara sepergu-
ruannya. Namun mendadak wajah Bidadari Ber-
tangan Iblis berubah.
"Adakah sesuatu yang mengganjal di hati-
mu?" tanya Singa Betina Dari Timur begitu men-dapati perubahan pada wajah
Bidadari Bertangan Iblis. Bidadari Bertangan Iblis menghela napas panjang.
Pandangannya kini mengarah pada sang
rembulan. "Singa Betina! Seumur hidupku, baru kali
ini aku melihat bulan berwarna merah darah.
Apakah pertarungan di tempat ini awal dari tanda banjirnya darah seperti
diisyaratkan oleh merahnya bulan itu...?"
Singa Betina Dari Timur ikut-ikutan me-
mandang ke arah sang rembulan.
"Isyarat kadang-kadang memang jadi ke-
nyataan. Namun apakah kita harus mundur
hanya sebab sebuah isyarat yang belum tentu jadi kenyataan?"
Bidadari Bertangan Iblis kembali menghela
napas panjang. Mulutnya kembali membuka hen-
dak berkata, namun ia urungkan tatkala dari
arah depan terdengar Bawuk Raga Ginting angkat bicara. "Pendekar 108! Sungguh
malang nasibmu karena harus mati muda! Tentunya kau belum
merasakan nikmatnya sorga dunia! Tapi percaya-
lah.... Di alam barumu nanti kau akan merasakan hal itu! Hik.... Hik....
Hik...!" Pendekar Mata Keranjang 108 yang kini te-
lah bangkit melangkah satu tindak ke depan. Sepasang matanya menyengat tajam
memperhati- kan Bawuk Raga Ginting, lalu berkata.
"Kunyil!" Aji memanggil Bawuk Raga Ginting dengan nama aslinya. "Urusan nasib
dan mati adalah urusan yang di atas sana!"
Bawuk Raga Ginting tertawa panjang hing-
ga bahunya tampak berguncang.
"Begitu..." Akan kubuktikan bahwa kema-
tianmu adalah urusanku! Dan nasibmu ada di
tanganku!"
Habis berkata begitu, Bawuk Raga Ginting
putar tubuhnya dengan cepat. Tiba-tiba sosoknya lenyap dari pandangan. Namun
sesaat kemudian
Penghuni Lembah Bandar Lor ini telah berada li-ma langkah di hadapan Pendekar
Mata Keranjang dengan kedua tangan bersilangan di depan dada.
Tombaknya tetap berputar di tangan kanannya
yang menyilang dan tetap keluarkan deruan ber-
talu-talu. Pendekar 108 yang telah waspada segera
undurkan langkah satu tindak. Kipas ungunya te-
lah ia pindahkan ke tangan kiri, sementara tangan kanannya membuka dan ditarik
sedikit ke belakang sejajar dada. Tampaknya murid Wong
Agung telah siap dengan jurus 'Bayu Kencana'!
Namun baru saja kedua orang ini hendak
sama-sama lancarkan jurus masing-masing, ter-
dengar suara tawa mengekeh.
Baik Pendekar 108 maupun Bawuk Raga
Ginting urungkan niat masing-masing, karena
suara tawa itu begitu membahana. Bahkan mesti
kedua orang ini telah menahan dengan keluarkan tenaga dalam, namun suara tawa
itu seakan tak bisa dibendung. Terus membahana dan menya-
kitkan gendang telinga!
Pendekar 108 dan Bawuk Raga Ginting li-
patkan tenaga dalamnya masing-masing, namun
kedua orang ini terkejut bukan alang kepalang.
Karena tenaga dalam mereka tak mampu mem-
bendung suara tawa, hingga kedua orang ini sa-
ma-sama gerakan tangan masing-masing untuk
menutup telinganya.
Kalau Pendekar 108 dan Bawuk Raga Gint-
ing sampai menutupi kedua telinga masing-
masing, yang dialami Bidadari Bertangan Iblis
dan Singa Betina Dari Timur lebih parah lagi. Kedua gadis ini telah mencoba
menahan suara tawa dengan kerahkan tenaga dalam, namun usahanya
sia-sia. Dan tatkala kedua gadis ini takupkan
tangan masing-masing pada telinganya, keduanya terkejut. Tangan masing-masing
terasa hangat dan basah. Dan ketika mereka menarik tangan-
nya, mereka sama-sama keluarkan pekikan terta-
han. Ternyata kedua tangan mereka telah basah
oleh darah! Darah yang keluar dari telinga masing-masing karena tertekan tenaga
dalam suara tawa yang tak mampu mereka tangkis! Bukan
hanya sampai di situ, ketika suara tawa itu terus membahana, kedua gadis ini
tampak oleng dan
tak lama kemudian jatuh berguling-guling di atas tanah seraya memekik kesakitan!
Namun suara tawa membahana itu tiba-
tiba lenyap, suasana hening mencekam tempat
itu. Pendekar 108 dan Bawuk Raga Ginting tebarkan pandangan masing-masing. Saat
itulah men- dadak terdengar suara orang bersyair.
EMPAT MALAM merangkak larut pada genggaman
bulan merah. Malam ini rembulan merah mengambang di
lingkaran angkasa.
Segalanya merah, merah laksana darah!
Di mana manusia akan mendapatkan setitik
penerang warna putih"
Malam menyusur meninggalkan bentangan
warna merah. Ah, betapa mahalnya harga sebuah pene-
rang putih. Hanya manusia berhati putih yang akan
mendapatkannya!
"Siapa gerangan yang mengucapkan syair
itu" Tenaga dalamnya demikian hebat! Adakah
orang ini juga menginginkan arca itu..." Hmm....
Dia sepertinya tahu akan isyarat yang diberikan oleh sang rembulan. Adakah
isyarat itu akan jadi kenyataan..." Darah.... Apakah memang akan terjadi
pertumpahan darah besar di tempat ini?" Aji membatin seraya tebarkan kembali
pandangan matanya. Namun hingga matanya lelah menebar,
ia tidak menemukan seorang pun!
Apa yang ada di benak Aji tak jauh beda
dengan apa yang ada di hati Bawuk Raga Ginting.
"Siapa pun adanya orang yang keluarkan
tawa dan nyanyikan syair, yang pasti dia manusia berilmu sangat tinggi! Kalau
dia ikut-ikutan
memburu arca itu, masalah akan makin panjang!
Hm..., bulan merah, apakah itu isyarat akan ter-jadinya pertumpahan darah malam
ini" Peduli
dengan semua itu! Siapapun dia dan apa pun
yang bakal terjadi, tekadku telah bulat! Aku harus pulang dengan membawa Arca
Dewi Bumi!"
Sementara itu, Bidadari Bertangan Iblis
dan Singa Betina Dari Timur yang telah bangkit dan kini duduk bersila
berdampingan tampak saling pandang. Wajah kedua gadis ini masih tam-
pak pucat pasi. Baju atas keduanya tampak ber-
cak-bercak darah, demikian juga tangan dan ba-
gian samping lehernya.
"Hm.... Benar juga apa yang dikatakan pe-
muda itu. Para pemburu Arca Dewi Bumi ternyata orang-orang yang kepandaiannya
sukar untuk di-jajaki. Tapi apakah aku harus kembali.." Bagaimana dengan
Bidadari Bertangan Iblis..." Apakah
dia masih tetap pada pendiriannya...?" Singa Betina Dari Timur menimbang-nimbang
dalam hati, lalu berkata pada Bidadari Bertangan Iblis.
"Bidadari! Kurasa keadaan tidak mengun-
tungkan jika kita teruskan perburuan ini. Bu-
kannya aku takut, namun kita sekarang harus
menghitung untung ruginya!"
Bidadari Bertangan Iblis tersenyum sinis.
Tanpa berpaling ia berkata.
"Singa Betina! Kaki telah telanjur melangkah, dan barang buruan telah dekat,
apakah kita akan melangkah mundur lagi" Kalau kau ingin
balik, pergilah! Aku masih ingin membuktikan ji-ka aku tak bisa digilas begitu
saja di tanah Jawa!
Meski aku tahu taruhan dari semua itu adalah
nyawa!" Mendengar ucapan Bidadari Bertangan Ib-
lis, Singa Betina Dari Timur gelengkan kepalanya.
Ia sebenarnya ingin menuruti kata-kata Aji untuk segera meninggalkan tempat itu.


Pendekar Mata Keranjang 16 Arca Dewi Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun benak-nya tak menginginkan saudara seperguruannya
berjuang sendirian, hingga meski dengan berat
hati dia tetap di situ.
"Bidadari! Kau keras kepala. Tapi tak
mungkin aku meninggalkanmu sendirian di sini!
Meski aku sebenarnya berat dengan keputusan-
mu!" Singa Betina Dari Timur berkata sendiri dalam hati. Pandangannya kini
mengarah pada Pendekar 108. Ia sejenak tak kesiap pandangi
pemuda murid Wong Agung ini.
"Tak dapat kudustai diriku sendiri, sebe-
narnya ada perasaan aneh di hatiku saat pertama
bertemu dengan dia. Aji, hmm.... Apa dia suka
mempermainkan perempuan hingga digelari de-
mikian..." Tapi tampaknya dia pemuda baik hati.
Dia masih mau menolongku meski aku tadi telah
berniat membunuhnya! Ah, seandainya...," Singa Betina Dari Timur tak meneruskan
kata hatinya, karena dilihatnya Bawuk Raga Ginting telah melangkah maju, dan
membentak garang.
"Siapapun kau, kalau bukan bangsa pen-
gecut, tunjukkan dirimu!"
Hening sejenak. Sepasang mata Bawuk Ra-
ga Ginting liar menyapu keliling tempat itu. Namun lagi-lagi matanya tak
menemukan manusia
baru di tempat itu, dan bahkan suara tegurannya tak ada yang menyahut.
Bawuk Raga Ginting keluarkan dengusan
keras. Kepalanya bergerak ke samping kanan dan kiri. Dan tatkala matanya tak
juga menemukan orang yang dicari, dengan kerahkan tenaga da-
lamnya ia dongakan kepala dan berkata lantang.
"Pengecut bersembunyi! Keluarlah! Hadapi-
lah Bawuk Raga Ginting!"
Karena suara itu telah dialiri tenaga dalam,
maka suara itu bergaung keras hingga memantul
ke lereng gunung.
Bawuk Raga Ginting sesaat menunggu,
namun tak ada juga sosok yang muncul.
"Keparat! Jahanam busuk! Pengecut edan!"
maki Bawuk Raga Ginting. Mendadak sepasang
kakinya ia bantingkan ke atas tanah. Tubuhnya
melesat ke udara. Satu tombak di udara, tiba-tiba tubuhnya melesat ke arah
Pendekar 108 dengan
tombak dibolang-balingkan! Dari mulutnya ter-
dengar geraman keras. Tampaknya segala kesala-
han hatinya kini ditumpahkan pada Pendekar
108. "Saatnya aku bertindak!" gumam Pendekar 108. Tangan kirinya yang memegang
kipas ia hentakkan menyamping, sementara tangan ka-
nannya yang membuka ia tarik perlahan ke bela-
kang. Terjadi suatu hal yang luar biasa. Bersamaan dengan melesatnya sinar putih
membentuk kipas, tubuh Bawuk Raga Ginting tertahan di
udara! Bawuk Raga Ginting buka telapak tangan
kirinya dan lepaskan pukulan jarak jauh dari
udara, namun manusia cebol ini terperangah ka-
get. Sambaran angin dahsyat yang melesat keluar dari telapak tangannya bergerak
perlahan dan perlahan-lahan pula menyatu dan menuju satu
arah, yakni telapak tangan kanan Pendekar 108!
Bukan hanya sampai di situ, begitu rangkuman
angin itu dekat telapak tangan, rangkuman angin tersebut tersedot dan masuk ke
telapak tangan!
Dan bersamaan itu pula tubuh Bawuk Raga Gint-
ing bergerak perlahan ke arah Pendekar Mata Keranjang. Anehnya, meski Bawuk Raga
Ginting ke- rahkan tenaga dalam untuk menggebrak dengan
ayunkan tombaknya, namun gerakannya seperti
tertahan. Hingga tubuhnya meluncur tanpa ber-
gerak! Inilah kehebatan jurus pamungkas 'Bayu
Kencana' yang berhasil dipelajari Aji dari bumbung bambu pemberian perempuan tak
bernama (Mengenai jurus 'Bayu Kencana' baca serial Pendekar Mata Keranjang 108 dalam
episode : "Per-sekutuan Para Iblis").
Keringat telah membasahi sekujur tubuh
Bawuk Raga Ginting. Bedak tebal di wajahnya
serta polesan merah bibirnya telah lenyap terha-pus lelehan keringatnya.
Wajahnya tak bisa lagi menyembunyikan rasa takut, bahkan ketika untuk kesekian
kalinya tak berhasil mengendalikan luncuran tubuhnya, dari mulutnya terdengar
umpatan tak karuan. Dan ketika tubuhnya telah
satu tombak di hadapan Aji, manusia cebol ini pejamkan sepasang matanya.
Bibirnya yang tebal
sebelah atas dan kiri berwarna kebiruan tampak saling menggegat.
Begitu tubuh Bawuk Raga Ginting telah sa-
tu tombak di hadapan Pendekar Mata Keranjang,
murid Wong Agung ini segera angkat kakinya,
tangan kanannya ditarik deras ke belakang.
Bukkk! Deeesss!
Bawuk Raga Ginting memekik tinggi. Tu-
buhnya mencelat kembali ke belakang sebelum
akhirnya terkapar di atas tanah! Dari mulutnya menyembur darah segar. Namun
manusia cebol ini seperti tak mengenal rasa sakit. Dengan menahan perut dan pinggangnya, ia
merambat bangkit lalu duduk dengan mata mencari-cari
tombaknya. Pendekar Mata Keranjang 108 berpaling
pada Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur. Sesaat dipandanginya
dua gadis cantik ini. Dan ketika pandangannya bertemu dengan
mata Singa Betina Dari Timur, gadis berbaju hijau ini cepat alihkan pandangan.
Wajahnya ber- semu merah. Sebenarnya Aji tahu bahwa Singa Betina
Dari Timur menyimpan sesuatu padanya. Namun
karena keadaannya tidak memungkinkan, Aji ter-
paksa menepiskan dahulu perasaannya dan ber-
kata. "Bidadari Bertangan Iblis, Singa Betina Da-ri Timur! Sebaiknya kalian
turuti saranku tadi!
Bukannya berarti aku menganggap kalian tak
mampu, namun terlalu besar akibat yang akan
kalian alami jika kalian bersikeras!"
Singa Betina Dari Timur hanya diam. Na-
mun sesekali matanya melirik. Sebaliknya Bida-
dari Bertangan Iblis langsung keluarkan dengu-
san begitu mendengar kata-kata Pendekar 108.
Gadis ini balas menatap dan berkata.
"Menuruti katamu, nasib dan mati adalah
ditentukan yang di atas sana! Kami tak akan meninggalkan tempat ini sebelum
tujuan kami ber-
hasil! Kau jangan coba-coba menggertak hanya
karena kau dapat merobohkan manusia cebol
itu!" Aji gelengkan kepalanya. Bibirnya tersenyum. Sambil usap-usap hidung yang
gatal ia berkata lagi. "Kuhargai ketegaran jiwamu! Tapi apakah
kau telah memperhitungkan untung ruginya"!"
Bidadari Bertangan Iblis tertawa perlahan.
Nada tawanya jelas mengisyaratkan ejekan.
"Rupanya kau hanya pandai omong tapi
otak bodoh! Apakah kau tak tahu, jika selalu
memperhitungkan untung rugi maka hidup akan
dicekam kebuntuan! Dan akhirnya mati dalam
kesia-siaan!"
Pendekar 108 menghela napas panjang.
"Ucapanmu benar! Tapi hidup tanpa perhi-
tungan akan membawa manusia mati sia-sia! Kau
tahu itu..."!"
Bidadari Bertangan Iblis sejenak terdiam.
Namun tak lama kemudian mulutnya membuka
hendak berkata, tapi sebelum terdengar sua-
ranya, dari arah belakang terdengar angin mende-ru dahsyat.
Dan baru saja Pendekar Mata Keranjang
108 berpaling, di hadapannya telah berdiri sesosok tubuh. Dia adalah seorang
perempuan. Usianya tidak bisa ditentukan karena raut wajahnya ditutup sepotong kulit tipis
berwarna putih.
Pakaiannya agak gombrong. Di dadanya sebelah
kiri terlihat sekuntum bunga berwarna hitam.
Pendekar 108 surutkan langkah satu tin-
dak. Dahinya mengernyit dengan mata memper-
hatikan. Sementara Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur sama-
sama membeliak-kan mata masing-masing. Sedang di seberang
Bawuk Raga Ginting tampak sunggingkan se-
nyum. Batuk-batuk beberapa kali dan berkata.
"Ah, sobatku Dewi Bunga Iblis.... Lama kita tak jumpa. Kau baik-baik saja?"
sambil berkata Bawuk Raga Ginting melangkah mendekat.
LIMA MANUSIA berpakaian agak gombrong dan
wajahnya ditutupi kulit berwarna putih yang bukan lain memang Dewi Bunga Iblis
palingkan wa- jah pada Bawuk Raga Ginting. Tiba-tiba Dewi
Bunga Iblis melangkah dua tindak menyongsong
langkah Bawuk Raga Ginting dan berteriak lan-
tang. "Bergerak melangkah lagi, kuremukkan ba-tok kepalamu! Diam di tempatmu!
Dan jangan coba-coba mencampuri urusanku dengan anak
keparat ini!"
Bawuk Raga Ginting hentikan langkahnya.
Dia untuk beberapa saat lamanya tegak dengan
sepasang mata tak berkedip memandangi Dewi
Bunga Iblis. Meski dalam hati memaki panjang
pendek namun manusia cebol ini tampaknya
punya perhitungan sendiri hingga ia turutkan dan biarkan saja dirinya diancam.
Badai Awan Angin 5 Candika Dewi Penyebar Maut X I Ilmu Ulat Sutera 13
^