Pencarian

Arca Dewi Bumi 2

Pendekar Mata Keranjang 16 Arca Dewi Bumi Bagian 2


"Perempuan sundal ini rupanya punya ma-
salah dengan Pendekar Mata Keranjang 108!
Meski aku tahu dia juga sedang memburu Arca
Dewi Bumi namun lebih baik aku menunggu. Ka-
lau dia berhasil membuat roboh pemuda itu, akulah lawannya! Untuk sementara aku
berpura- pura menuruti kata-katanya!" kata Bawuk Raga Ginting dalam hati, lalu dia
berkata. "Sobatku Dewi Bunga Iblis! Sebagai saha-
bat lama, aku akan menuruti kata-katamu. Sila-
kan selesaikan urusanmu dengan pemuda jaha-
nam itu!" Dewi Bunga Iblis keluarkan tawa perlahan,
namun jelas suara tawanya penuh nada ejekan.
Kepalanya lantas berpaling pada Pendekar Mata
Keranjang. "Bagaimana dia bisa tahu tempat ini..."
Apakah tempat beradanya Sahyang Resi Gopala
telah diketahui banyak orang..." Melihat tempat beradanya rahasia keberadaan
Sahyang Resi Gopala pemegang Arca Dewi Bumi telah bocor dan
diketahui banyak orang! Hmm.... Jika demikian, pertarungan besar rupanya tak
akan terelakkan
lagi...," Pendekar 108 berkata dalam hati sambil kerahkan tenaga dalam pada
kedua tangannya.
Murid Wong Agung sadar, jika bahaya yang akan
dihadapi tidaklah kecil, maka dia tak berani bertindak ceroboh apalagi lengah.
Di sebelah belakang, Bidadari Bertangan
Iblis dan Singa Betina Dari Timur tampak tak ada yang buka suara. Keduanya
terdiam dengan mata
masing-masing terus memperhatikan ke depan.
Namun diam-diam dalam hati masing-masing ga-
dis ini mulai timbul kesadaran bahwa apa yang
dikatakan Aji benar adanya.
"Jahanam kecil!" tiba-tiba Dewi Bunga Iblis berkata setengah berteriak.
"Malam ini nyawamu tak akan lolos lagi da-ri tanganku!"
Pendekar Mata Keranjang 108 tersenyum
mendengar ucapan Dewi Bunga Iblis.
"Hmm.... Aku tahu, itu hanya gertak sam-
bal. Bagaimanapun juga dia masih membutuhkan
diriku jika dia menginginkan arca itu! Jadi tak mungkin dia langsung membunuhku!
Ha.... Ha.... Ha.... Kau salah Dewi...," batin Aji seraya tertawa sendiri dalam hati.
Dan apa yang ada di batin Pendekar 108
tak meleset. Karena segera diam-diam pula Dewi Bunga Iblis berkata dalam hati.
"Tak kusangka jika di tempat ini telah banyak manusia. Ini akan mempersulit
keadaan. Apalagi aku harus menangkap pemuda ini tanpa
cedera. Bagaimanapun juga masih sangat kuper-
lukan, karena hanya dialah satu-satunya manu-
sia yang dapat mengambil arca itu!"
Namun Dewi Bunga Iblis tak mau menun-
jukkan apa yang dalam hatinya. Justru yang ia
tampakkan adalah sikap garang dan sepertinya
tidak butuh dengan Pendekar 108. Malah dengan
lantang pula ia lantas berkata.
"Jahanam kecil! Kuberi kesempatan pada-
mu untuk berdoa agar jalanmu jadi lapang!"
Lagi-lagi Pendekar Mata Keranjang hanya
menjawab ucapan Dewi Bunga Iblis dengan sung-
gingkan senyum. Tapi sifat usil murid Wong
Agung ini tampaknya tak bisa hilang, karena setelah agak lama ditunggu Dewi
Bunga Iblis hanya
diam seraya memperhatikan, dia berkata.
"Dewi Bunga Iblis! Sebenarnya aku tak
mengharapkan di antara kita terjadi silang seng-keta. Hanya saja kau harus
mengerti, tak mung-
kin bagiku menerima cintamu yang kau katakan
suci murni sebening embun pagi itu! Kalau kau
tidak keberatan, aku bisa mencarikan penggan-
ti...," Pendekar 108 tak meneruskan ucapannya, karena sekejap itu juga Dewi
Bunga Iblis tampak bantingkan kakinya dan melotot.
"Jahanam! Kau bicara apa..."!"
Pendekar Mata Keranjang undurkan lang-
kah satu tindak sepertinya terkejut. Lalu dengan tanpa memandang dia berkata.
"Dewi Bunga Iblis! Kau tak usah malu se-
gala masalah kita didengar orang lain. Dan per-cayalah, meski aku menolak
cintamu, namun kau
tetap kuanggap sebagai teman baikku!"
Mendengar keterangan Pendekar 108, dari
tempatnya berdiri Bawuk Raga Ginting keluarkan tawa panjang lalu berkata.
"Nasib jelek seperti itu nyatanya tidak
hanya menimpa diriku sendiri! Sakit memang jika cinta sebening embun pagi
ditolak mentah-mentah.... Apalagi sampai didengar orang banyak.
Hik.... Hik.... Hik...!"
Dewi Bunga Iblis matanya melotot angker,
lalu berpaling pada Bawuk Raga Ginting.
"Manusia cebol jelek! Jaga mulutmu! Sete-
lah urusanku selesai, kau akan merasakan ba-
gaimana nikmatnya meregang nyawa! Dengar itu!"
Habis berkata begitu, Dewi Bunga Iblis pa-
lingkan lagi wajahnya pada Pendekar Mata Keranjang 108. Dengan suara tinggi
menahan marah ia berkata.
"Mulutmu yang kotor perlu juga dirobek
sebelum nyawamu melayang!" begitu kata-
katanya selesai, Dewi Bunga Iblis tampak putar tubuhnya. Tiba-tiba tubuhnya
lenyap, dan tahu-
tahu telah berada dua langkah di samping Pendekar 108 dan serta-merta pula telah
hantamkan tangan kanannya ke arah lambung murid Wong
Agung! Pendekar 108 yang telah waspada gerakan kaki kanannya ke belakang satu
tindak. Hantaman tangan Dewi Bunga Iblis menghajar tempat
kosong sejengkal di depan lambung Pendekar
108, saat itulah Pendekar 108 gerakan kaki ka-
nannya melejang ke depan. Tapi Dewi Bunga Iblis rupanya telah tahu hal itu.
Bersamaan dengan
melejangnya kaki Aji, ia angkat kaki kanannya ke atas. Prakkk!
Terdengar benturan keras ketika kedua
kaki saling beradu. Pendekar 108 tampak merin-
gis dengan tubuh terhuyung ke belakang, semen-
tara Dewi Bunga Iblis keluarkan seruan tertahan.
Tubuhnya terseret ke samping sampai beberapa
langkah. Begitu kakinya terhenti, tiba-tiba Dewi Bunga Iblis sabetkan tangan
kanannya. Wuuuttt! Tiga kuntum bunga berwarna hitam mele-
sat cepat ke arah Pendekar 108. Hebatnya, meski hanya kuntuman bunga, namun
lesatannya me-nimbulkan desingan keras disertai menyambar-
nya angin kencang.
Pendekar 108 putar tubuhnya setengah
lingkaran, kaki kanannya ditarik sedikit ke belakang. Tangan kanannya yang
memegang kipas serta-merta dikebutkan menyilang.
Bret! Bret! Breeettt!
Tiga kuntum bunga hancur lebur tersam-
bar sinar putih yang keluar dari kipas Aji. Namun Aji terperangah kaget, karena
begitu tangan kanannya mengebut, Dewi Bunga Iblis telah melesat seraya
mendorongkan kedua tangannya, sementara kakinya ditekuk sebatas lutut.
Sambil menggerendeng panjang pendek,
Pendekar Mata Keranjang 108 cepat tarik kaki kirinya ke belakang disejajarkan
dengan kaki ka-
nannya, tubuhnya kini sejajar lurus dengan ta-
nah. Pukulan tangan Dewi Bunga Iblis lewat di atas tubuhnya. Namun kini kedua
kaki perempuan ini menerjang ke arah kepala dan pinggang Aji yang masih dalam
posisi sejajar tanah.
Pendekar Mata Keranjang gulingkan tu-
buhnya. Terjangan Dewi Bunga Iblis menghajar
tanah hingga terbongkar dan membentuk kuban-
gan sedalam setengah tombak. Tapi perempuan
ini tak mau memberi kesempatan. Begitu terjan-
gan kakinya tak mengena sasaran, dia cepat pula lesatkan tubuhnya setengah
tombak ke udara, la-lu menerjang kembali! Kedua tangannya pun ki-
rimkan pukulan!
Aji tak mau ambil resiko. Begitu Dewi Bun-
ga Iblis menerjang kembali, murid Wong Agung ini dorong kedua tangannya,
sementara kakinya
mencuat ke atas
Blaammm! Ledakan segera terdengar membuncah
tempat itu. Karena Dewi Bunga Iblis tak menge-
rahkan seluruh tenaga dalamnya, sementara
Pendekar Mata Keranjang sebaliknya, maka tak
ampun lagi tubuh Dewi Bunga Iblis mencelat ke
belakang. Sedangkan Pendekar 108 terus bergu-
lingan. Pada satu tempat yang dirasa agak jauh dari Dewi Bunga Iblis, Pendekar
108 hentikan gulingan tubuhnya, dan dengan gerak cepat ia sege-ra bangkit.
Di seberang, Dewi Bunga Iblis terlihat baru
saja mendarat dengan tubuh terhuyung-huyung.
"Keparat! Kalau begini terus-terusan, aku bisa roboh di tangan anak ingusan ini!
Peduli setan dengan syarat hanya pemuda itu yang kelak
bisa mengambil arca itu! Aku tak mau dibuat ma-lu di hadapan orang banyak!"
batin Dewi Bunga Iblis. Dia telah memutuskan untuk membunuh
Pendekar Mata Keranjang 108, dan melupakan
niatnya untuk hanya menangkap.
Perempuan berwajah putih ini lantas maju
satu langkah. Kedua tangannya menyatu dan dis-
ejajarkan dada. Sepasang matanya memejam ra-
pat. Mulutnya mengucapkan sesuatu.
Melihat hal ini, Aji tak tinggal diam. Tangan
kanannya ditarik ke belakang menyilang, semen-
tara tangan kirinya membuka dan siap lancarkan pukulan.
Tiba-tiba Dewi Bunga Iblis keluarkan ben-
takan lengking. Tubuhnya berkelebat. Kedua tangannya yang telah dialiri tenaga
dalam penuh segera disentakkan ke arah Pendekar Mata Keran-
jang! Weerrr! Serangkum angin dahsyat serta larikan-
larikan berwarna hitam menebarkan hawa panas
menggebrak laksana gelombang.
Pendekar 108 sesaat terdiam. Kedua ma-
tanya ia pejamkan, lalu didahului bentakan ga-
rang, tubuhnya melesat menyongsong. Tangan
kanannya disentakkan sementara tangan kirinya
mendorong kuat-kuat.
Blaaammm! Tubuh dua orang ini sama-sama mental ke
belakang. Meski keduanya tampak coba menahan
tubuh masing-masing namun gagal. Hingga ke-
duanya saling jatuh berkaparan di atas tanah!
Namun Dewi Bunga Iblis tampaknya tak menyia-
nyiakan kesempatan. Begitu tubuhnya terkapar,
tangan kanannya segera menyentak.
Wuuuttt! Dua kuntum bunga hitam melesat. Pende-
kar 108 yang baru saja terkapar, terkesiap da-
rahnya. Tangan kirinya segera menghantam. Satu bunga bisa dilabrak dan hancur.
Namun sekuntum lainnya lolos dan menerabas pundak kanan-
nya. Craaasss! Pundak Aji langsung keluarkan darah kehi-
taman. Bajunya di bagian pundak robek mengan-
ga. Sementara bunga hitam itu menancap!
Dengan meringis menahan panas dan nyeri
di pundak, Pendekar 108 segera menotok jalan
darah di sekitar pundaknya. Tapi baru saja murid Wong Agung ini menotok jalan
darahnya, Dewi Bunga Iblis telah bangkit dan sekonyong-konyong
berkelebat ke arah Aji.
Pendekar 108 segera menggeser tubuhnya
menghindar. Lalu dengan jejakkan kakinya dia
melesat ke udara, membuat gerakan jungkir balik beberapa kali menghindar dari
serangan Dewi Bunga Iblis yang meluncur deras seakan tiada
habis-habisnya. Karena saat itu seraya melesat, Dewi Bunga Iblis sentak-sentakan
kedua tangannya tanpa henti.
Ketika tubuh Dewi Bunga Iblis hampir
mendekati tubuh Pendekar Mata Keranjang 108,
tiba-tiba perempuan ini keluarkan bentakan. Kedua tangannya dihantamkan
sekaligus! Mendapati hal ini, Pendekar Mata Keran-
jang cepat putar-putar kipasnya, karena dia keluarkan seluruh tenaga dalamnya,
maka putaran kipasnya mengeluarkan asap putih yang melin-
dungi dirinya serta mengeluarkan hamparan an-
gin dahsyat yang siap untuk menggebrak.
Bummm! Dua tenaga dalam bertemu di udara. Tu-
buh Dewi Bunga Iblis langsung terputar dan me-
nukik. Di lain pihak, Pendekar 108 terdengar keluarkan pekikan. Karena pundaknya
yang terluka terasa semakin membara. Tubuhnya pun mencelat dan terbanting di
atas tanah. Dewi Bunga Iblis yang tampaknya lebih
kenyang pengalaman segera bangkit lalu meloncat menerobos kepulan asap yang saat
itu masih melingkupi tempat itu. Dari balik kepulan asap putih, perempuan ini
dapat melihat gerakan Pendekar 108 yang baru saja bangkit dan tertatih-tatih
seraya memegangi pundaknya.
"Modar kau sekarang!" bentak Dewi Bunga Iblis sambil hantamkan kedua tangannya
kirimkan pukulan jarak jauh yang telah dialiri tenaga dalam kuat.
Pendekar 108 melengak. Dia cepat rebah-
kan kembali tubuhnya ke atas tanah, namun ka-
rena pundaknya terluka, gerakannya sedikit lamban, hingga meski dapat menghindar
namun pinggangnya tersambar juga.
Deesss! Pendekar 108 terpekik. Tubuhnya terputar
di atas tanah. Pakaian sebelah pinggang langsung hangus!
Dewi Bunga Iblis mendarat dengan ter-
huyung-huyung. Setelah dapat menguasai diri,
perempuan ini memperhatikan Pendekar Mata
Keranjang 108 yang masih terkapar di atas tanah dengan mengerang perlahan sambil
memegangi pundak dan pinggangnya. Kipas ungunya tampak


Pendekar Mata Keranjang 16 Arca Dewi Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tergeletak di sampingnya.
"Hmm.... Untung aku masih bisa memper-
hitungkan. Jika tidak tentunya dia sudah putus nyawanya!" batin Dewi Bunga Iblis
sambil mengusap-usap dadanya.
Di sebelah belakang, begitu melihat Pende-
kar 108 terkapar, Bawuk Raga Ginting terlihat berubah parasnya. Diam-diam dia
menjadi kecut. Apalagi tatkala teringat akan ancaman Dewi Bun-ga Iblis. Maka untuk menjaga
kemungkinan, se-
cara diam-diam pula manusia cebol ini kerahkan segenap tenaga dalamnya. Tapi dia
masih belum berani bertindak, karena saat itu Dewi Bunga Iblis tampak melangkah perlahan ke
arah Pendekar Mata Keranjang.
Di sebelah samping, Bidadari Bertangan Ib-
lis dan Singa Betina Dari Timur tampak terhe-
nyak. Nyali kedua gadis ini benar-benar telah habis melihat beberapa kejadian di
hadapan mere- ka. Namun mereka sepertinya masih enggan me-
ninggalkan tempat itu. Apalagi Singa Betina Dari Timur. Begitu melihat Aji
terkapar, dari mulutnya terdengar jeritan kecil. Paras wajahnya tak bisa
menyembunyikan perasaan khawatir.
"Seandainya aku mampu, tak akan kubiar-
kan perempuan itu menjamahnya! Oh, apakah
perempuan bergelar Dewi Bunga Iblis itu akan
membunuhnya..." Jika benar, aku tak akan ting-
gal diam meski aku harus berkorban! Bukankah
dia juga telah menyelamatkan nyawaku...?" batin Singa Betina Dari Timur seraya
hela napas panjang. Lalu kerahkan tenaga dalamnya dan hendak bangkit!
"Singa Betina! Apa yang hendak kau laku-
kan" Kau jangan bertindak ceroboh!" tegur Bidadari Bertangan Iblis seraya
melirik. "Aku tak akan biarkan perempuan itu
membunuhnya! Dia tadi telah menyelamatkan di-
riku dari manusia cebol itu! Aku sekarang harus membalas budinya!"
Bidadari Bertangan Iblis keluarkan serin-
gai. Sambil arahkan pandangannya pada Dewi
Bunga Iblis ia berkata.
"Kau jangan bodoh! Apakah kau tadi tidak
melihat" Perempuan itu melancarkan serangan
dengan memilih bagian yang tidak mematikan!
Berarti dia tidak mengharapkan kematian pemu-
da itu! Apalagi kau dengar sendiri, bahwa perempuan bergelar Dewi Bunga Iblis
itu mencintainya!
Apa mungkin dia membunuh orang yang dicin-
tainya...?"
"Cinta kadang-kadang membuat orang ber-
tindak gelap mata, dan tak jarang membuat orang harus rela berkorban! Jadi tak
mustahil jika perempuan itu akan bertindak gelap mata membu-
nuh pemuda itu karena ditolak cintanya!"
"Dan kau akan rela berkorban karena jatuh hati pada pemuda itu,..?" Bidadari
Bertangan Iblis cepat menyela, membuat Singa Betina Dari Timur parasnya berubah
mengelam. Namun gadis ini
cepat menyembunyikan perasaannya dengan ter-
senyum dan berkata.
"Kau jangan salah tafsir. Semua itu kula-
kukan karena dia tadi telah menyelamatkan jiwa-ku! Apakah tindakanku salah...?"
Singa Betina Dari Timur bertanya namun seraya terdengar sedikit bergetar.
Bidadari Bertangan Iblis palingkan wajah-
nya. Dipandanginya paras saudara seperguruan-
nya seakan ingin meyakinkan kata-katanya. Bi-
birnya lalu tersenyum. Kepalanya bergerak menggeleng perlahan.
"Aku tak bisa mengatakan tindakanmu sa-
lah. Tapi setidaknya kau berpikir, bahwa perjalanan kita tidak hanya sampai di
sini! Yang akan kita hadapi tentunya masih membutuhkan pen-
gorbanan lebih besar!"
Singa Betina Dari Timur terdiam sejenak.
Sepasang matanya tetap tak kesiap memandangi
gerak langkah Dewi Bunga Iblis yang terus men-
dekati Aji. Dalam hati diam-diam gadis ini berkata sendiri.
"Apa pun alasannya, aku akan tetap meno-
longnya jika Dewi Bunga Iblis bertindak hendak membunuhnya!"
Lain yang ada dalam hati Singa Betina Dari
Timur, lain pula yang dirasakan Bidadari Bertangan Iblis. Diam-diam dia juga
berkata. "Aku tak habis pikir. Kenapa sifat Singa
Betina Dari Timur tiba-tiba berubah begitu" Biasanya dia tak ambil peduli dengan
tindakan orang! Sekarang..." Dia malah mau berkorban
demi pemuda yang baru saja dikenalnya! Aneh....
Apakah ini kelakuan orang yang sedang jatuh ha-ti...?" Selagi kedua gadis ini
tenggelam dalam ka-ta hatinya masing-masing, dan Dewi Bunga Iblis terus
melangkah makin dekat, tiba-tiba sayup-sayup terdengar suara orang tertawa
cekikikan yang bersahut-sahutan dengan suara gemerinc-
ing. Dewi Bunga Iblis hentikan langkahnya. Kepalanya tengadah seakan memandangi
bulan yang kini tepat berada di atasnya dan makin berwarna merah. Dahinya mengernyit,
telinganya bergerak-gerak seakan menajamkan pendengaran.
Bawuk Raga Ginting pun beliakkan sepa-
sang matanya dan diarahkan pada satu jurusan.
Mata itu jelalatan liar. Sementara dahinya meng-
kerut, napasnya memburu agak kencang.
Di tempat agak belakang, Bidadari Bertan-
gan Iblis dan Singa Betina Dari Timur penggal ka-ta hatinya masing-masing.
Sejurus keduanya saling berpaling dan berpandangan. Lalu serentak
mengalihkan pandangan masing-masing pada ju-
rusan yang kini juga dipandangi Bawuk Raga
Ginting. Kedua mata gadis ini membesar dengan
hati dibungkus tanda tanya.
Suasana mendadak sunyi senyap. Masing-
masing orang menunggu dengan tegang. Dan ke-
tegangan itu semakin menjadi-jadi tatkala tiba-tiba, suara cekikikan yang
ditingkahi suara gemerincing itu lenyap!
Pendekar Mata Keranjang yang dapat men-
duga siapa adanya orang yang cekikikan, meng-
hela napas panjang. Sepasang matanya pun me-
mandang tajam pada satu jurusan, jurusan mata
yang saat itu juga sedang dipelototi oleh Bawuk Raga Ginting dan Bidadari
Bertangan Iblis serta Singa Betina Dari Timur. Hanya Dewi Bunga Iblis yang tetap
tengadah memandang bulan.
Tak heran jika tiga pasang mata itu me-
mandang pada satu jurusan, karena suara ceki-
kikan tadi dapat dipastikan dari arah itu.
Selagi suasana dicengkeram ketegangan
begitu rupa, tiba-tiba sesosok bayangan melayang turun dari sebuah pohon. Begitu
menjejak tanah, sepasang mata sosok ini menebar berkeliling pandangi satu
persatu orang. Lalu berkata dengan
sesekali diselingi suara tawa cekikikan.
"Malam purnama yang aneh. Seaneh
orang-orangnya! Menyesal aku kesasar ke tempat ini! Kukira ada sesuatu yang
pantas untuk diter-tawakan, ehh.... Tak tahunya yang kutemukan
adalah orang-orang yang tak mau tertawa ceki-
kak-cekikik.... Hik.... Hik.... Hik...!" sejenak sosok itu hentikan kata-
katanya, namun tak lama kemudian telah menyambung. Kepalanya kini men-
dongak. "Bulan berwarna merah darah! Adakah itu
yang membuat orang-orang ini tak mau cekikikan bersama-sama" Aneh.... Ya,
aneh.,.. Hik.... Hik....
Hik...!" Sekonyong-konyong Bawuk Raga Ginting cepat palingkan wajahnya, demikian
pula Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur serta Pendekar 108.
Hanya Dewi Bunga Iblis yang tampak masih tengadah. Namun tubuhnya terlihat
sedikit bergetar. Dan pelan-pelan tangannya mengepal.
ENAM BAWUK Raga Ginting tampak tercekat, se-
mentara Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Beti-na Dari Timur kelihatan
tercenung heran, me-
mandang tak berkedip pada sosok yang ada di
hadapan mereka. Hanya Pendekar Mata Keran-
jang 108 yang tak memperlihatkan rasa terkejut.
Di hadapan mereka tampak seorang pe-
rempuan gemuk besar. Usianya telah lanjut, tu-
buhnya sedikit bungkuk. Rambutnya panjang dan
putih disanggul ke atas. Sepasang matanya sayu kelabu, namun besar dan menjorok
ke dalam ce-kungan yang dalam. Bibirnya merah polesan. Dia hanya mengenakan
anting-anting sebelah, tapi
anting-anting itu agak besar dan dimuati bebera-pa anting-anting kecil. Pada
pinggangnya yang
bengkak besar tampak melilit selendang berwarna merah. "Dewi Kayangan.... Kau
muncul juga di si-ni!" gumam Pendekar 108 mengenali siapa adanya perempuan
bertubuh besar dan mengenakan anting-anting sebelah yang barusan datang.
Bidadari Bertangan Iblis dekatkan kepa-
lanya pada Singa Betina Dari Timur dan berbisik.
"Selain banyak yang berilmu tinggi, nya-
tanya tokoh-tokoh di tanah Jawa juga aneh-
aneh.... Bagaimana menurutmu?"
"Meski aneh, tapi tidak bisa dipandang remeh. Hmm.... Betul juga!" jawab Singa
Betina Da-ri Timur seraya terus memperhatikan pada pe-
rempuan gemuk besar yang bukan lain memang
Dewi Kayangan. "Bagaimana perempuan sebesar itu bisa ti-
ba-tiba berada di sini, padahal suara cekikikannya tadi berada di sana...?"
kembali Bidadari Bertangan Iblis berbisik seraya gelengkan kepalanya.
"Aku sendiri heran. Dia mampu bergerak
secepat itu!"
Selagi dua gadis ini berbisik-bisik, Bawuk
Raga Ginting tampak tersenyum lalu berkata.
"Sungguh tak dinyana, di malam yang aneh
ini aku dapat bersua kembali dengan tokoh hebat
bergelar Dewi Kayangan. Bagaimana keadaan-
mu...?" Dewi Kayangan cekikikan panjang, kepalanya lantas bergerak lurus dan
berpaling pada Bawuk Raga Ginting. Sejenak sepasang mata De-wi Kayangan mendelik
memperhatikan. Serta
merta perempuan bertubuh gemuk ini hentikan
cekikikannya. Tangan kirinya bergerak menunjuk pada Bawuk Raga Ginting.
"Manusia pendek yang tak bisa ditebak
usia dan laki perempuannya, bukankah kau yang
bernama Bawuk Raga Ginting?" ujar Dewi Kayangan. Lalu meneruskan. "Untuk apa kau
ikut ber-tegang-tegang di sini" Apakah kau juga kesasar seperti aku...?"
Paras muka Bawuk Raga Ginting merah
mengelam. Pelipisnya bergerak-gerak dengan da-
gu sedikit terangkat. Walau jelas dia sangat marah dengan ucapan Dewi Kayangan,
namun kare- na tahu siapa adanya Dewi Kayangan, maka dia
menindih amarahnya. Dan buru-buru sungging-
kan senyum seraya berkata.
"Ucapmu benar. Aku tersasar! Bagaimana
kalau kita meneruskan perjalanan bersama-
sama...?" meski bicara demikian, sebenarnya dalam hati Bawuk Raga Ginting
berkata. "Dia sangat berbahaya jika sampai turut
campur masalah ini! Ketinggian ilmunya masih
sulit untuk dijajari siapa pun saat ini! Aku harus bisa membujuknya agar dia
meninggalkan tempat
ini. Lalu aku akan kembali ke sini...."
Dewi Kayangan gelengkan kepala sambil
cekikikan kembali.
"Sungguh sayang sekali kau hidup selalu
kesasar! Kudoakan semoga kau tidak mati dalam
keadaan kesasar! Dan maaf, ajakanmu tak bisa
kulayani, aku takut jadi orang kesasar! Hik....
Hik.... Hik...!"
Bawuk Raga Ginting laksana disengat
mendengar ucapan Dewi Kayangan. Sementara
Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur tampak menahan tawa
sedangkan Pendekar 108 geleng-gelengkan kepala.
Habis berkata begitu, tanpa mempedulikan
Bawuk Raga Ginting yang marah, Dewi Kayangan
palingkan wajahnya dan pandangi Dewi Bunga Ib-
lis yang juga adalah adiknya sendiri. Tangannya kembali bergerak menunjuk dan
berkata. "Ini, satu lagi orang yang kesasar! Dasar anak salah asuhan, sudah diberitahu
masih juga kesasar!" Dewi Kayangan cekikikan sebentar, lalu meneruskan.
"Anak kesasar! Kalau kau tidak ingin terus kesasar lekas pergi dari sini! Ini
tempatnya orang-orang kesasar! Pergi cepat!"
Dewi Bunga Iblis luruskan kepalanya, na-
mun matanya tak memandang pada Dewi Kayan-
gan. "Kali Nyamat!" panggil Dewi Bunga Iblis menyebut nama asli kakaknya. "Tutup
mulut bu-sukmu! Kau tak berhak memerintah aku! Di tem-
pat ini tak berlaku saudara. Kau tetap kau, dan aku adalah aku!"
Dewi Kayangan memperkeras tawa cekiki-
kannya, hingga kepalanya manggut-manggut,
membuat gemerincing anting-antingnya kembali
terdengar. "Mekar Sari!" Dewi Kayangan ikut-ikutan menyebut nama asli Dewi Bunga Iblis.
"Rupanya kau telah kesasar terlalu dalam hingga tak dapat diselamatkan. Kalau
memang demikian pendi-rianmu, aku sebagai kakakmu hanya memohon
semoga kau dilapangkan jalan!"
Habis berkata begitu, lagi-lagi tanpa mem-
pedulikan Dewi Bunga Iblis, ia melangkah ter-
bungkuk-bungkuk ke arah Aji. Kesempatan ini
tampaknya digunakan oleh Dewi Bunga Iblis.
Tanpa keluarkan suara perempuan berwajah pu-
tih ini segera hantamkan tangan kanannya ke
arah Dewi Kayangan.
Yang diserang sejenak hentikan langkah-
nya. Kepalanya berpaling sebentar. Lalu seper-
tinya tidak sedang diserang, Dewi Kayangan te-
ruskan langkahnya. Namun begitu pukulan jarak
jauh Dewi Bunga Iblis yang telah dialiri tenaga dalam penuh itu hampir melabrak
tubuhnya, De-wi Kayangan perdengarkan suara cekikikan
lengking. Dan tiba-tiba sosoknya berputar lalu lenyap! Hingga serangan Dewi
Bunga Iblis hanya
menghajar udara kosong.
Selagi semua orang mencari-cari, tiba-tiba
Dewi Kayangan telah berdiri dengan cekikikan di samping Pendekar Mata Keranjang.
Tangan kirinya tampak mengelus-elus sanggulan rambut-
nya. Namun mendadak tangan kanannya berge-
rak mengibas ke samping, arah di mana Dewi
Bunga Iblis berada.
Wuuusss!

Pendekar Mata Keranjang 16 Arca Dewi Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Serangkum angin yang tak keluarkan sua-
ra melesat cepat. Hebatnya bersamaan dengan
itu, suasana di tempat itu berubah panas!
Dewi Bunga Iblis cepat meloncat ke samp-
ing untuk menghindar. Rangkuman angin terus
menerabas sebelum akhirnya menghajar sebuah
pohon. Pohon itu kontan berderak dan tumbang.
"Dewi...," kata Aji seraya menjura hormat begitu Dewi Kayangan memandang ke
arahnya. Sejurus Dewi Kayangan pandangi murid
Wong Agung ini dari ujung rambut hingga ujung
kaki. Lalu pandangannya beralih pada Bidadari
Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur. Ti-ba-tiba Dewi Kayangan cekikikan
lagi. "Anak monyet! Aku heran. Meski kau anak
monyet, tapi setiap kutemui selalu saja ada gadis-gadisnya! Yang berbaju coklat
kemarin dulu ma-
na...?" Pendekar Mata Keranjang 108 gelengkan kepalanya. Tangan kanannya tetap
mendekap pundak serta tangan kiri menekap pinggangnya.
Seraya meringis menahan sakit dan panas, Aji
berkata. "Dewi. Kuharap kau sudi...," Pendekar 108
tak meneruskan ucapannya karena dilihatnya
Dewi Kayangan tampak melotot.
"Dasar anak mata perempuan! Bukankah
kau telah diberi bekal oleh Tua Bangka Tak Berkaki...?"
"Tua Bangga Tak Berkaki.... Hmm.... Yang
dimaksud tentu Gongging Baladewa!" pikir Pendekar 108. Tiba-tiba Aji tepuk
jidatnya, dan serta-merta merogoh ke balik pakaiannya. Tak lama
kemudian tangannya ditarik kembali dan dide-
katkan ke mulutnya. Dari tangan Pendekar Mata
Keranjang tampak dua butiran kecil berwarna putih melesat masuk ke mulutnya.
"Kenapa aku bisa lupa begini rupa" Bu-
kankah jauh-jauh hari Gongging Baladewa dan
Dewi Bayang-Bayang telah membekaliku dengan
obat penawar racun.... Sialan benar!" rutuk Aji dalam hati seraya cengengesan,
karena begitu butiran putih itu masuk, perlahan-lahan pula tu-
buhnya berubah normal kembali.
"He...! Mana dia..." Ditanya orang malah
ketawa-ketawa!" bentak Dewi Kayangan.
"Dia..." Yang kau maksud dia siapa?" Aji balik bertanya.
"Gadis yang dulu bersamamu!"
"Ooohh...," Pendekar 108 melongo. "Dia telah pergi...."
"Hmm.... Begitu" Yang itu siapa..."!" tanya Dewi Kayangan seraya arahkan
pandangannya pada Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur.
"Cerewet benar! Kenapa soal itu ditanya-
kan...," batin Pendekar 108 dongkol. Namun ia tak berani mengucapkannya. Yang
keluar justru senyum di bibirnya.
"Mereka adalah gadis-gadis dari tanah se-
berang. Yang berbaju putih bernama Yuli Anastasia Raka Rumpun Seruni. Yang
berbaju hijau bernama Siti Ngatimah Robiul Watu Geger...."
Mendengar kata-kata Aji, Bidadari Bertan-
gan Iblis tampak memberengut tak senang, seba-
liknya Singa Betina Dari Timur tampak palingkan wajahnya dengan menahan tawa.
Dewi Kayangan tampak kerutkan dahi. Wajahnya lantas berpaling pada Bidadari Bertangan Iblis
dan Singa Betina Dari Timur.
"Hmm!... Gadis-gadis berparas ayu.
Sayang, namanya terlalu kampungan.... Bagai-
mana kalau kuganti dengan...." Sejenak Dewi Kayangan berpikir, lalu melanjutkan.
"Yanto dan satunya Ngatimun.... Bagus bukan..." Hik....
Hik.... Hik...!"
Bidadari Bertangan Iblis keluarkan dengu-
san perlahan. Wajahnya tampak mengelam. Ke-
dua tangannya tampak mengepal menahan ma-
rah. Sementara Singa Betina Dari Timur semakin terguncang-guncang bahunya
menahan tawa. "Setan alas! Tampaknya dua orang itu sa-
ma-sama sintingnya!" gumam Bidadari Bertangan Iblis dengan mata mendelik pada
Pendekar Mata Keranjang 108. Pendekar Mata Keranjang sendiri terpingkal-pingkal seraya menahan
pinggangnya. "Kalian orang-orang sinting yang tak pan-
tas lagi diberi hak hidup!" tiba-tiba Dewi Bunga Iblis membentak.
"Betul! Bahkan hak mati pun sebenarnya
terlalu baik!" Yang menyahut adalah Bawuk Raga Ginting. Habis berkata begitu,
Bawuk Raga Ginting melompat mendekati Dewi Bunga Iblis dan
berbisik. "Kau hadapi yang gemuk itu, aku akan me-
lunasi yang Mata Keranjang!"
Dewi Bunga Iblis melirik. Dalam hati sebe-
narnya ia tak senang dengan usul Bawuk Raga
Ginting. Namun setelah ditimbang-timbang ak-
hirnya ia berkata.
"Baik! Tapi ingat. Aku tak menginginkan
pemuda itu tewas! Cukup kau ciderai saja! Kalau kau berbuat di luar itu, nyawamu
akan kucabut sekalian! Kau mengerti..."!"
"Sombong benar kunyuk ini! Awas kau...!"
ancam Bawuk Raga Ginting dalam hati. Namun
tiba-tiba dahi Bawuk Raga Ginting mengernyit.
"Hmm.... Apa yang mendasari hingga dia mence-gahku untuk membunuh pemuda itu"
Apakah benar yang dikatakan pemuda itu bahwa dia
mencintainya..." Ataukah ada tujuan lain..." Aku jadi penasaran...," batin Bawuk
Raga Ginting. Meski hatinya panas dengan ucapan Dewi Bunga
Iblis, namun memperhitungkan bahwa dirinya tak mungkin menghadapi Dewi Kayangan,
akhirnya perempuan pendek ini pun anggukan kepalanya.
Bersamaan dengan anggukan kepala Ba-
wuk Raga Ginting, Dewi Bunga Iblis segera me-
lompat ke arah Dewi Kayangan.
"Kali Nyamat! Malam ini kita tentukan sia-pa yang paling berhak untuk hidup
lebih pan- jang!" Dewi Kayangan menghela napas panjang.
Sepasang matanya mengawasi lekat-lekat adik
kandungnya. Namun tiba-tiba cekikikannya ke-
luar lagi. "Mekar Sari! Sebelum segalanya terjadi, ku-beritahukan padamu. Dengarkan baik-
baik! Arca Dewi Bumi hanya dapat diambil dan diwarisi oleh satu orang! Dan kau tahu siapa
adanya orang itu!
Jadi jangan kau terlalu ambisi! Terimalah apa
yang ada! Kembalilah ke jalan terang...."
Dewi Bunga Iblis mendengus keras. Se-
mentara Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Beti-na Dari Timur saling pandang
satu sama lain.
"Ternyata dugaan kita jauh melesat. Tokoh-tokoh di sini telah mengetahui rahasia
arca itu lebih daripada yang kita ketahui. Tak kusangka...,"
kata Bidadari Bertangan Iblis.
Singa Betina Dari Timur anggukan kepa-
lanya, lalu berbisik.
"Bagaimana tindakan kita sekarang...?"
"Kita tunggu. Mungkin saja kata-kata pe-
rempuan gemuk itu hanyalah guyonan belaka.
Kau lihat, sedari tadi omongannya tidak pernah sungguh-sungguh!"
Sementara itu di dalam hati Bawuk Raga
Ginting timbul berbagai dugaan begitu mendengar ucapan Dewi Kayangan.
"Hanya seorang..." Dewi Bunga Iblis ka-
tanya tahu siapa orang itu.... Hmm.... Apakah
pemuda ini..." Bukankah Dewi Bunga Iblis men-
cegahku untuk membunuh pemuda itu..." Benar
kemungkinan begitu...."
Selagi orang-orang dilanda pikiran masing-
masing, Dewi Bunga Iblis tiba-tiba jejakkan kakinya ke atas tanah. Dari mulutnya
terdengar bentakan keras. Tubuhnya terlihat melenting ke
udara. Dari atas udara kedua tangannya disatu-
kan dan dihantamkan sekaligus ke arah Dewi
Kayangan. Weerrr! Hamparan angin deras serta gelombang
asap hitam segera mengepung tempat itu.
Dewi Kayangan terlihat mengerjap-
ngerjapkan sepasang matanya yang besar. Tu-
buhnya tiba-tiba doyong ke samping kanan sea-
kan hendak jatuh terjerembab. Namun sejengkal
lagi tubuh gemuk itu menghantam tanah, kaki
kanannya menekan sementara tangan kanannya
juga menyentak ke atas tanah. Terjadilah hal
yang luar biasa.
Tubuh besar Dewi Kayangan tiba-tiba
mencelat ringan ke udara menerobos hamparan
asap hitam. Dan sesaat kemudian di udara ter-
dengar bentakan-bentakan tinggi dari mulut Dewi Bunga Iblis, yang diseling
cekikikan Dewi Kayangan. Tatkala semua orang mendongak, samar-
samar terlihat Dewi Kayangan putar-putar selendang merahnya yang ternyata telah
melilit sekujur tubuh Dewi Bunga Iblis. Dan terlihat pula bagaimana Dewi Bunga
Iblis meronta-ronta seraya
kerahkan tenaga dalam untuk melepaskan diri,
namun rupanya tak berhasil. Malah semakin ke-
ras rontaan Dewi Bunga Iblis, lilitan selendang merah Dewi Kayangan semakin
ketat membelit.
Seakan ingin mempertontonkan pada orang
di bawahnya, Dewi Kayangan tiba-tiba lejangkan sepasang kakinya hingga pakaian
yang dikena- kannya berkelebat. Anehnya, begitu pakaian Dewi Kayangan menggelepar, asap hitam
yang menutupi tempat itu lenyap sirna! Hingga kini jelas terlihat apa yang
terjadi di udara.
Sekujur tubuh Dewi Bunga Iblis sudah
tampak basah kuyup, malah kulit putih penutup
wajahnya pun mengelupas dan jatuh. Namun
Dewi Bunga Iblis tampaknya tak mau menyerah
begitu saja. Sepasang matanya dia pejamkan, napasnya dia tahan hingga beberapa
saat lamanya. Lalu dengan membentak garang, napasnya ia
hembuskan keras-keras.
Bret! Brettt! Selendang merah milik Dewi Kayangan
yang melilit tubuh Dewi Bunga Iblis perlahan-
lahan robek. Suara cekikikan Dewi Kayangan ti-
ba-tiba lenyap. Tubuhnya yang gemuk besar tiba-tiba membuat gerakan jumpalitan,
dan tahu-tahu sosoknya telah menggelinding cepat di atas selendangnya. Semua
orang di bawah, juga Dewi Bun-
ga Iblis menduga jika Dewi Kayangan pasti akan langsung menghajar dengan
hantamkan tangan
atau kakinya ke arah Dewi Bunga Iblis. Namun
dugaan itu meleset. Karena tiba-tiba saja Dewi Kayangan hentikan gelindingan
tubuhnya. Kedua
kakinya terlihat melejang ke atas, lalu serta-merta dihujamkan pada
selendangnya. Dewi Kayangan
tampak berdiri di atas selendang!
Bet! Bettt! Anehnya, selendang itu tidak robek terkena
hantaman kaki Dewi Kayangan. Malah kini men-
geras dan melayang deras ke bawah dengan Dewi
Kayangan terdengar cekikikan sambil berdiri dan bergoyang-goyang di atas
selendang! Di sebelah ujung, melihat tubuhnya menu-
kik deras, Dewi Bunga Iblis sekali lagi mencoba kerahkan tenaga dalamnya, namun
tak berhasil. Hingga tanpa ampun lagi tubuhnya menghujam
deras di atas tanah.
Belum lagi Dewi Bunga Iblis merangkak
bangkit, Dewi Kayangan telah melesat seraya cekikikan. Karena tubuh Dewi Bunga
Iblis masih terlilit selendang, maka bersamaan dengan melesatnya tubuh Dewi Kayangan, tubuh
Dewi Bunga Iblis pun ikut terseret.
"Kau memang harus dihukum biar tak ke-
sasar lagi!" kata Dewi Kayangan seraya hentikan lesatannya di dekat sebatang
pohon. Setelah melirik sebentar, tubuhnya kembali melesat. Lagi-lagi tubuh Dewi
Bunga Iblis ikut tertarik.
Dengan gerakan yang sulit diikuti pandan-
gan mata, Dewi Kayangan berputar mengelilingi
batang pohon, dan tahu-tahu Dewi Bunga Iblis telah tersandar duduk di batang
pohon dengan tu-
buh terlilit selendang yang dibebatkan pada batang pohon!
"Jahanam! Lepaskan diriku! Kubunuh
kau!" teriak Dewi Bunga Iblis. Namun ia hanya bisa berteriak, karena tubuhnya
tak bisa digerakkan lagi!
Dewi Kayangan pandangi sejenak adik kan-
dungnya itu. Tangannya bergerak mengelus sang-
gul rambutnya, lalu berkata.
"Kau harus saksikan dengan diam bahwa
segala perkataanku tadi benar! Arca itu hanya
dapat diambil dan diwarisi oleh seorang! Buktikan!" Di seberang, melihat hal
yang menimpa Dewi Bunga Iblis, Bawuk Raga Ginting tampak
ciut nyalinya. Namun karena dia telah berhada-
pan dengan Pendekar Mata Keranjang 108, maka
perasaan kecut itu ia tepiskan.
Didahului bentakan garang, Bawuk Raga
Ginting segera melesat ke udara. Satu tombak di udara, sosoknya tiba-tiba
berputar dan dengan
gerak cepat, tubuhnya melesat dengan kaki lurus ke arah Pendekar 108.
Aji jejakkan sepasang kakinya ke atas ta-
nah. Tubuhnya melesat menyongsong tubuh Ba-
wuk Raga Ginting.
Prakkk! Terdengar benturan keras tatkala sepasang
kaki bentrok di udara. Karena Bawuk Raga Gint-
ing telah terluka, maka tenaga yang dikeluarkannya tidaklah sedemikian kuat,
hingga begitu terjadi benturan, tubuhnya melesat deras ke bela-
kang. Dan terkapar di atas tanah. Sementara
Pendekar 108 juga mental, namun dia segera da-


Pendekar Mata Keranjang 16 Arca Dewi Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pat menguasai tubuh, hingga dengan membuat
dua kali jungkir balik, dia dapat mendarat dengan kaki kokoh.
"Jahanam kerdil!" maki Bawuk Raga Ginting seraya merangkak bangkit. Namun baru
saja berdiri, Pendekar 108 telah menggebraknya den-
gan sapuan kaki kanan menyilang.
Sambil menindih rasa terkejut dan marah,
Bawuk Raga Ginting cepat tarik tubuhnya sedikit ke belakang, hingga sapuan kaki
kanan Aji lewat di depan dadanya. Namun tatkala Aji putar tubuhnya dan sapukan
kembali kaki kanannya se-
raya ajukan tubuh ke depan, Bawuk Raga Ginting tak dapat lagi menghindar,
hingga.... Desss! Bawuk Raga Ginting melenguh keras. So-
soknya, mental ke samping dan bergulingan di
atas tanah. Bawuk Raga Ginting tampaknya tak mau
dipecundangi. Meski merasakan sekujur tubuh-
nya sakit, dia cepat bangun. Namun manusia ce-
bol ini melengak kaget. Di belakangnya telah berdiri Dewi Kayangan sambil
cekikikan. Sepasang
mata Bawuk Raga Ginting melotot besar, tubuh-
nya bergetar, tangannya gemetar, bukan karena
marah melihat Dewi Kayangan, namun justru ka-
rena sambil cekikikan Dewi Kayangan entah dari mana datangnya telah memegang
rotan dan bergerak cepat dengan melilitkan rotan hutan itu pa-da tubuh Bawuk
Raga Ginting yang baru saja
bangkit. "Keparat! Apa yang hendak kau lakukan"!"
bentak Bawuk Raga Ginting seraya bergulingan
dan me-ronta-ronta. Namun meski hanya seutas
rotan, Bawuk Raga Ginting tak mampu untuk me-
lepaskan diri. Bahkan meski Bawuk Raga Ginting telah kerahkan tenaga dalamnya!
Sambil cekikikan Dewi Kayangan melang-
kah ke arah Bawuk Raga Ginting.
"Kau tadi bilang kesasar, sekarang akan
kutunjukkan jalan yang benar agar kau tak kesasar lagi!" kata Dewi Kayangan
sambil gerakan ka-ki kanannya menyapu tubuh Bawuk Raga Gint-
ing. Meski gerakan kaki Dewi Kayangan terlihat pelan, hebatnya saat itu juga
Bawuk Raga Ginting memekik. Tubuhnya melayang dan bergelimpan-gan dekat dengan
tempat Dewi Bunga Iblis!
Pendekar 108 usap-usap ujung hidungnya
lalu melangkah ke arah Dewi Kayangan. Tapi ba-
ru saja dua langkahkan kaki, terdengar suara
orang menegur disusul berkelebatnya dua sosok bayangan.
TUJUH MALAM ini kita lanjutkan perhitungan
yang tertunda!" bentak sosok di hadapan Pendekar Mata Keranjang 108 sebelah
kanan. Dia ada-
lah seorang perempuan setengah baya. Meski de-
mikian, paras wajahnya masih menampakkan ke-
cantikan. Rambutnya panjang, sepasang matanya
bulat tajam. Pada salah satu cuping hidungnya
terlihat sebuah cincin berwarna kekuningan.
Sementara di sebelah perempuan ini tam-
pak seorang laki-laki juga berusia setengah baya.
Rambutnya panjang namun telah diwarnai putih.
Sepasang matanya juga tajam.
"Dayang Naga Puspa! Jogaskara!" gumam Pendekar 108 begitu mengenali siapa adanya
dua sosok di hadapannya.
"Bagus! Ingatanmu masih encer. Berarti
kau juga tak lupa akan masalah kita!" kata perempuan yang hidung sebelahnya
terlingkari cincin, dan bukan lain memang Dayang Naga Puspa.
"Dan masalah itu harus tuntas malam ini
juga!" sambung laki-laki di sebelah Dayang Naga Puspa yang tak lain memang
Jogaskara adanya.
Dua orang ini adalah murid Dadung Ran-
tak, seorang tokoh silat berilmu tinggi yang ber-mukim di Lembah Rawa Buntek
(Tentang Dayang
Naga Puspa dan Jogaskara silakan baca serial
Pendekar Mata Keranjang 108 dalam episode
:"Dayang Naga Puspa").
"Hmm.... Rahasia tentang Arca Dewi Bumi
memang telah diketahui banyak orang. Aku harus bisa menyelamatkannya dari tangan
orang-orang tak bertanggung jawab!" kata Pendekar 108 dalam hati seraya memperhatikan silih
berganti pada Dayang Naga Puspa dan Jogaskara.
Sementara itu di sebelah belakang, melihat
kedatangan Dayang Naga Puspa dan Jogaskara,
Bidadari Bertangan Iblis tampak sedikit terkejut.
Sebelum ia buka suara, Singa Betina Dari Timur telah berkata dahulu.
"Tampaknya kegegeran di tempat ini tak
akan cepat selesai!"
"Benar! Tapi kita harus tetap menunggu.
Karena selain bisa mendapatkan kejelasan ten-
tang arca itu, siapa tahu nasib baik ada pada ki-ta. Kita harus pandai-pandai
memanfaatkan situasi!" ujar Bidadari Bertangan Iblis dengan memperhatikan Dayang
Naga Puspa serta Jogaskara.
Singa Betina Dari Timur menghela napas
panjang. Wajahnya jelas menampak kekecewaan.
Dia berpaling pada Bidadari Bertangan Iblis. Mulutnya membuka hendak mengucapkan
sesuatu, tapi sebelum ucapannya keluar, Bidadari Bertangan Iblis telah berkata.
"Aku tahu, sebenarnya kau tidak setuju
dengan jalan pikiranku. Daripada hal itu menjadi beban buatmu, kalau kau ingin
pulang dahulu, pergilah!"
Singa Betina dari Timur kembali hanya
menarik napas panjang. Dalam benak gadis ini
dibuncah perasaan bingung. Dia ingin meninggalkan tempat itu karena sadar jika
tak mungkin mampu menghadapi orang-orang di tempat itu,
namun di lain sisi dia mengkhawatirkan kesela-
matan Bidadari Bertangan Iblis, saudara seperguruannya. Juga, sebenarnya dia
masih ingin men-
genali Pendekar Mata Keranjang 108 lebih jauh, karena dia tak dapat mendustai
dirinya sendiri, bahwa dia mulai menyukai pemuda itu.
Sedangkan Dewi Bunga Iblis tampak men-
delik melihat kedatangan Dayang Naga Puspa dan Jogaskara.
"Betina keparat itu muncul juga! Hmm...
Siapa laki-laki di sampingnya" Sepertinya aku ba-ru pertama kali ini melihatnya!
Seandainya aku bisa bergerak, akan kuhadapi betina jahanam
itu!" batin Dewi Bunga iblis sambil melotot. Perempuan ini memang punya dendam
pada Dayang Naga Puspa, karena dia pernah dipecun-
dangi pada beberapa waktu yang lalu.
Hanya Bawuk Raga Ginting yang tampak-
nya belum mengenal Dayang Naga Puspa, karena
meski telah mengingat-ingat namun parasnya
masih menunjukkan ketidaktahuan.
"Hmm.... Mungkin karena aku lama tak
muncul ke rimba persilatan yang membuatku tak
bisa mengenali siapa adanya dua orang ini! Tapi harapanku semoga mereka dari
golonganku, hingga bisa kuajak kompromi dan melepaskan di-
riku dari rotan tua jahanam itu!" kata Bawuk Ra-ga Ginting.
Selagi orang-orang di situ dibungkus den-
gan perasaan masing-masing, tiba-tiba Dewi
Kayangan keluarkan tawa cekikikannya. Lalu
berkata. "Tampak-tampaknya malam ini banyak se-
kali orang kesasar.... Hik.... Hik.... Hik...! Apakah mereka sudah pada buta,
padahal meski malam,
sang rembulan tetap bersinar terang walau war-
nanya merah.... Hik.... Hik.... Hik...!"
Dayang Naga Puspa menoleh. Bibirnya
sunggingkan senyum. Lalu mendekatkan kepa-
lanya pada Jogaskara dan berbisik.
"Kakang! Malam ini kita beruntung sekali.
Sekali tepuk dua ikan besar tertangkap!"
"Maksudmu...?" tanya Jogaskara tak mengerti arah pembicaraan adik
seperguruannya.
"Kau lihat perempuan gembrot itu. Dialah
Dewi Kayangan, orang yang tahu persis tentang
rahasia Arca Dewi Bumi. Sementara pemuda itu
adalah satu-satunya orang yang kelak dapat
mengambil arca itu. Kalau kita dapat menakluk-
kan mereka berdua malam ini, Arca Dewi Bumi
pasti jatuh ke tangan kita!"
Jogaskara manggut-manggut. Lalu alihkan
pandangannya pada Dewi Kayangan. Dahinya se-
dikit mengernyit. Namun tiba-tiba saja sepasang matanya melotot besar, bibirnya
sunggingkan senyum. Bukan karena melihat penampilan Dewi
Kayangan, tapi justru karena melihat Bidadari
Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur.
"Hmm.... Gadis-gadis cantik dengan poton-
gan tubuh menggemaskan. Sudah pasti mereka
menjanjikan kehangatan tersendiri di atas tempat tidur. Mudah-mudahan masalah di
tempat ini cepat selesai. Aku sudah tak sabar jika melihat potongan tubuh
seperti mereka...," kata Jogaskara dalam hati tanpa kesiap memandang pada
Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur.
Yang dipandangi serta-merta buang muka mas-
ing-masing dan memandang jurusan lain. Hal ini membuat Jogaskara usap-usap
janggutnya sambil manggut-manggut dengan pandangan penuh
arti. "Kakang! Kau hadapi pemuda itu! Aku yang akan menggulung perempuan gembrot
itu! Ingat, kalau bisa jangan sampai tewas! Kita bikin seperti dua orang di batang pohon
itu!" kata Dayang Na-ga Puspa seraya arahkan pandangannya pada
Dewi Bunga Iblis dan Bawuk Raga Ginting.
Ketika pandangan Dayang Naga Puspa ben-
trok dengan mata Dewi Bunga Iblis, Dewi Bunga
Iblis tampak berpaling dan meludah ke tanah.
Sementara Dayang Naga Puspa terlihat tersenyum
sinis. Mendengar bisikan Dayang Naga Puspa,
Jogaskara anggukan kepala. Dan bersamaan itu,
Jogaskara segera meloncat ke arah Pendekar 108.
Sementara Dayang Naga Puspa putar tubuhnya
menghadap Dewi Kayangan.
"Bersiaplah kunyuk tengik!" bentak Jogaskara seraya angkat kedua tangannya dan
langsung dihantamkan sekaligus pada Pendekar
108. Wuuuttt! Serangkum angin laksana gelombang pra-
hara melesat cepat ke arah Pendekar 108. Bukan hanya membawa suara menggemuruh,
namun ju-ga menebarkan hawa panas menyengat!
Aji tarik tangannya ke belakang. Kedua
tangannya ditarik sedikit ke belakang, dan serta-merta didorong ke depan.
Weerrr! Blaaammm! Terdengar dentuman dahsyat tatkala ge-
lombang angin yang keluar dari tangan Aji melabrak serangan Jogaskara. Meski
serangan mereka bentrok di udara, namun karena serangan itu telah dialiri tenaga
dalam tinggi, membuat masing-masing orang ini sama-sama mencelat ke bela-
kang! Setelah sama-sama membuat gerakan salto
dua kali, kedua orang ini mendarat dengan kaki kokoh. Namun tampaknya Jogaskara
ingin segera menyudahi pertarungan ini dengan cepat, karena begitu kakinya mendarat, dia
segera menjejakkan
kembali. Tubuhnya melesat cepat dan tahu-tahu
sudah satu langkah di hadapan Pendekar 108.
Murid Wong Agung hanya melihat keleba-
tan warna hitam disertai suara menderu. Tahu-
tahu kedua tangan Jogaskara telah berkelebat di-depan kepalanya!
Weettt! Weeetttt!
Pendekar 108 angkat kedua tangannya dan
dihantamkan menyilang di depan kepala dan da-
danya. Des! Desss! Dua pasang tangan beradu di udara kelua-
rkan suara keras. Jogaskara mengeluarkan se-
ruan tertahan sambil melompat mundur. Kesem-
patan ini tak disia-siakan oleh Aji. Murid Wong Agung ini segera melompat ke
depan dan tangan
kanannya diayunkan ke arah dada Jogaskara dari arah bawah.
Desss! Jogaskara terhuyung-huyung ke belakang
dengan menahan dadanya. Dan belum sempat dia
kuasai diri, Aji telah terjangkan tumit ke dadanya!
Tubuh Jogaskara oleng sesaat lalu roboh di
atas tanah! Untuk beberapa saat lamanya laki-
laki ini diam tak bergerak-gerak. Dayang Naga
Puspa yang siap akan menghadapi Dewi Kayan-
gan urungkan niat. Dia berpaling pada Jogaskara.
Wajahnya tampak cemas dengan keadaan kakak
seperguruannya itu. Namun, begitu kakinya hen-
dak melangkah mendekati, Jogaskara tiba-tiba
melenting ke udara.
Di atas udara, Jogaskara putar tubuhnya,
lalu menukik ke arah Pendekar 108. Di tangan
kanannya tampak keris yang memancarkan ca-
haya hitam berkilat! Dan diputar-putar hingga kejap itu juga terlihat kilatan-
kilatan warna hitam membersit ke sana kemari disertai suara mendesis-desis!
Pendekar Mata Keranjang 108 cepat tarik
kipas ungu dari balik pakaiannya, lalu melompat mundur tiga tindak. Murid Wong
Agung sadar jika sampai salah membuat gerakan atau terlambat
bergerak tak mustahil keris di tangan Jogaskara akan dapat menembus tubuhnya.
Sadar akan hal itu, Pendekar Mata Keran-
jang pun segera lesatkan diri ke udara. Di udara, kipasnya dia tebarkan
menyamping sementara
tangan kirinya dia hatamkan ke depan.
Sinar putih berkilau membentuk kipas se-
gera menghampar disertai hawa panas serta an-
gin dahsyat yang keluarkan suara menggemuruh.
Hingga saat itu juga tempat itu menjadi terang benderang dan panas!
Melihat hal itu, Jogaskara segera lipat gan-
dakan tenaga dalamnya, lalu membentak garang
dan melesat menerobos kilauan cahaya putih!
Tangan kanannya memutar keris sementara tan-
gan kirinya mendorong!
Blarrr! Prakkk!


Pendekar Mata Keranjang 16 Arca Dewi Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yang terdengar selanjutnya adalah ledakan
dahsyat yang disusul dengan suara beradunya
dua senjata. Tempat itu bergetar hebat laksana dilanda gempa. Tanahnya
berhamburan ke udara.
Saat tanah yang menutup udara surut, ter-
lihat Pendekar 108 jatuh terduduk di atas tanah, sementara Jogaskara terhuyung-
huyung. Namun kaki kanannya tampak goyah dan tak lama ke-
mudian dia pun jatuh bersimpuh!
Melihat hal ini Dewi Kayangan keluarkan
tawa cekikikan, sementara Dayang Naga Puspa
mendengus. Dewi Bunga Iblis melotot tak berke-
dip, sedangkan Bawuk Raga Ginting geleng-
gelengkan kepalanya.
Yang paling cemas melihat keadaan ini
adalah Singa Betina Dari Timur. Meski tidak
mengatakan, paras wajah gadis ini nampak ce-
mas, malah tatkala Pendekar 108 jatuh, dari mulutnya terdengar jeritan kecil.
Namun gadis ini cepat takupkan telapak tangannya tatkala Bidadari Bertangan
Iblis berpaling dengan wajah
memberengut, namun tak mengeluarkan kata-
kata. Di depan, begitu jatuh bersimpuh Jogaska-ra cepat bangkit. Meski lengannya
terasa hendak terpenggal namun tak ia rasakan. Laki-laki ini segera pula
berkelebat. Keris di tangannya kembali diputar. Karena kini dengan pengerahan
tenaga dalam penuh, maka keris hitam itu seakan-akan
lenyap! Yang terlihat kemudian adalah bersitan-bersitan kilat hitam disertai
suara mendesis-desis angker!
Pendekar 108 tak tinggal diam. Sambil ke-
rahkan seluruh tenaga dalamnya, kipasnya ia kibaskan kembali sementara tangan
kirinya meng- hantam! Hebatnya, Jogaskara seakan tak terpenga-
ruh dengan serangan yang dilancarkan Aji. Tu-
buhnya seakan dibungkus dengan kilatan hitam
hingga dia bisa terus menerobos.
Murid Wong Agung terkejut bukan alang
kepalang. Dan belum sempat untuk lancarkan se-
rangan kembali, Jogaskara telah ada di hadapannya. Keris di tangan kanannya
kembali mengge-
brak dari arah samping kiri, sementara tangan ki-ri menghantam dari samping
kanan. Dengan menekan rasa terkejut, Pendekar
Mata Keranjang membuat gerakan miringkan tu-
buh ke samping kanan untuk menghindar dari
sabetan keris. Tangan kanannya diangkat untuk
menangkis hantaman tangan Jogaskara. Namun
Aji tertipu. Begitu keris lolos menghajar sasaran, Jogaskara urungkan niat untuk
hantamkan tangan kirinya. Yang dilakukan laki-laki itu justru angkat kaki
kanannya dan dihujamkan lurus ke
lambung Pendekar 108. Aji masih bisa mengelak
dengan tarik lambungnya ke belakang, namun hal itu membuat anggota tubuh bagian
atasnya maju ke depan. Hal itu segera dimanfaatkan Jogaskara
dengan sabetkan kembali kerisnya! Walau Aji masih bisa mengelak lagi, namun
ujung keris yang berbentuk tumpul itu masih sempat menyabet
lengan kanan Pendekar 108. Lengan kanan Pen-
dekar Mata Keranjang serta-merta mengeluarkan
darah hitam, dan asap hitam juga tampak men-
gepul. Paras murid Wong Agung kontan berubah
pucat pasi. Wajahnya meringis menahan sakit
dan panas yang mulai menjalar ke seluruh tu-
buhnya. Jogaskara dongakkan kepala lalu kelua-
rkan tawa bergerai-gerai.
"Malam ini nyawamu tak akan bisa disela-
matkan lagi, Anak Keparat!"
Pendekar 108 kertakkan rahang. Sepasang
matanya berkilat-kilat pandangi Jogaskara. "Bagaimanapun juga aku harus
bertahan! Arca itu tidak boleh jatuh ke tangan orang-orang sesat!
Nyawa pun akan kupertahankan!" batin Aji, lalu alirkan tenaga dalamnya ke bagian
lengan yang terluka. Namun murid Wong Agung ini terkejut,
karena begitu melirik lengannya, kulitnya telah berwarna hitam dan menggelembung
besar! Tubuhnya pun terasa semakin panas, hingga meski
tidak membuat gerakan, bintik-bintik keringat
meleleh dari sekujur tubuhnya.
Namun rupanya Pendekar 108 tidak lagi
memikirkan keadaan tubuhnya, yang dia ta-
kutkan sekarang adalah jatuhnya Arca Dewi Bu-
mi ke tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Maka seraya menahan sakit
dan panas di sekujur tubuhnya, murid Wong Agung ini segera
melesat ke depan seraya lancarkan serangan!
Jogaskara masih tegak tertawa, namun ti-
ba-tiba suara tawanya lenyap. Tubuhnya melent-
ing ke udara. Dari udara tangan kirinya meng-
hantam kirimkan serangan jarak jauh menangkis
serangan Aji ternyata telah keluarkan jurus 'Bayu Cakra Buana'.
Tempat itu kembali laksana dilanda gempa.
Hawa panas semakin menebar! Sementara kila-
tan-kilatan sinar hitam terus membersit ke sana kemari seakan tiada habis-
habisnya. "Jogaskara...! Malam ini nyawamulah yang
tidak bisa diselamatkan!" teriak Aji, lalu putar-putar kipasnya. Hingga saat itu
juga tempat itu dibungkus asap putih! Saat itulah Pendekar 108
segera hantamkan tangan kirinya beberapa kali
ke arah Jogaskara.
Karena tertutup asap putih, Jogaskara
hanya mendengar menderunya angin kencang.
Namun dia waspada. Segera dia membuat gera-
kan menghindar dengan jumpalitan di udara.
Aji lipat gandakan serangannya dengan
hantamkan tangan kirinya. Sementara Jogaskara
putar kembali kerisnya seraya sentakkan tangan kirinya.
Blammm! Tubuh Jogaskara nampak melayang turun
saat terjadi bentrok pukulan. Saat itulah Pendekar 108 melompat menerobos asap
putih. Murid Wong Agung samar-samar dapat menangkap so-
sok Jogaskara yang terhuyung-huyung di balik
asap putih. Dan kesempatan ini tak disia-siakan.
Sambil melompat Aji lipat kipas ungunya,
tangan kanannya mengepal, sedang kaki kanan-
nya lurus. Melihat kelebatan lawan, Jogaskara nam-
pak terpengaruh. Namun sebelum dia bisa mem-
buat gerakan untuk menangkis, ujung kipas Pen-
dekar Mata Keranjang 108 telah menghantam
lambungnya. Bukan hanya sampai di situ, begitu Jogaskara meraung keras sambil
memegangi lambungnya, kaki kanan Pendekar 108 mengha-
jar bahunya! Jogaskara kembali keluarkan pekikan
lengking. Tubuhnya terputar dan terbanting keras ke atas tanah! Lambungnya
tampak keluarkan
darah. Demikian pula mulut dan hidungnya. Ke-
ris hitam di tangan kanannya mencelat!
Namun bersamaan dengan robohnya Jo-
gaskara, Aji merasa kedua kakinya bergetar he-
bat. Sekujur tubuhnya makin panas. Matanya
berkunang-kunang. Dan tak lama kemudian, lu-
tut murid Wong Agung ini pun terlihat menekuk, tubuhnya melorot lalu jatuh
terduduk! Saat demikian, tiba-tiba Dayang Naga Pus-
pa melirik, lalu berkelebat dan kirimkan sapuan kaki kiri ke arah Pendekar 108!
Perempuan ini tampaknya sudah tak bisa menguasai kemarahan
melihat saudara seperguruannya bisa dibuat ro-
boh bersimbah darah. Hingga dia melupakan pe-
sannya sendiri agar Jogaskara tak membunuh
Pendekar Mata Keranjang.
DELAPAN HIK.... Hik.... Hik...! Manusia kesasar ter-
nyata bukan hanya mata dan hatinya yang tidak
bisa melihat, tapi juga kakinya!" teriak Dewi Kayangan seraya cekikikan dan
lejangkan kakinya ke depan, ke arah Dayang Naga Puspa yang sedang lakukan
tendangan ke arah Pendekar Ma-ta Keranjang.
Meski hanya melejang, namun saat itu juga
serangkum angin deras menghampar menyambar
ke arah Dayang Naga Puspa.
Dayang Naga Puspa tak peduli, dia te-
ruskan tendangan kakinya ke arah Pendekar 108
yang sedang jatuh terduduk. Namun setengah
depa lagi kaki Dayang Naga Puspa menghajar da-
da Aji, perempuan ini terlengak kaget. Kakinya terasa tertahan dan melenceng,
hingga menghajar
udara kosong di depan Pendekar 108.
"Bangsat tengik!" teriak Dayang Naga Puspa marah mengetahui tendangannya
melenceng. Serta-merta perempuan ini melesat ke arah Dewi Kayangan. Sebenarnya dia tak
hendak melumpuhkan Pendekar 108 yang telah merobohkan
kakak seperguruannya. Namun karena dihadang
oleh sambaran angin yang keluar dari lejangan
kaki Dewi Kayangan, maka segala kemarahannya
kini ditumpahkan pada Dewi Kayangan. Hingga
saat sampai di hadapan Dewi Kayangan, Dayang
Naga Puspa telah mulai serangan dengan han-
tamkan tangan kanannya ke arah kepala serta
susupkan tangan kiri mengarah ke perut Dewi
Kayangan. Di hadapan Dayang Naga Puspa, Dewi
Kayangan tampak ulurkan tangan kanannya, se-
mentara tangan kirinya melambai dari arah ba-
wah. Sebenarnya Dewi Kayangan ingin mencekal
tangan kanan dan kiri Dayang Naga Puspa yang
lancarkan pukulan padanya. Namun nyatanya
Dayang Naga Puspa tahu akan hal itu, hingga secepat kilat Dayang Naga Puspa
tarik pulang kem-
bali dua tangannya. Dan bersamaan dengan itu
kaki kanannya bergerak menyusur tanah meng-
hantam kaki Dewi Kayangan.
Blekkk! Tubuh gemuk besar Dewi Kayangan am-
bruk ke atas tanah. Anehnya, begitu tubuhnya
ambruk, bukan lenguhan yang terdengar dari mu-
lutnya, melainkan suara cekikikannya!
Paras muka Dayang Naga Puspa merah
mengelam merasa tendangannya tidak dirasakan
oleh Dewi Kayangan. Diam-diam dia kerahkan te-
naga dalamnya, lalu mendekat ke arah Dewi
Kayangan yang masih belum bangun.
"Malam ini cekikikanmu akan lenyap sela-
manya! Kau bernasib sial hingga bertemu dengan Dayang Naga Puspa!"
Habis berkata begitu, Dayang Naga Puspa
lentingkan tubuhnya setengah tombak. Disertai
bentakan keras, kedua kakinya langsung meng-
hantam bersamaan!
Des! Desss! Karena hujaman kaki Dayang Naga Puspa
telah teraliri tenaga dalam, maka tak ampun lagi tubuh Dewi Kayangan terlihat
melenting jauh sebelum akhirnya ambruk kembali dan berguling-
guling di atas tanah laksana besi bundar!
Namun semua mata yang memandang se-
jenak tersirap, karena begitu tubuhnya berhenti, Dewi Kayangan langsung bangkit
duduk. Sepasang matanya yang besar, liar memandang berke-
liling. Dan ketika matanya berujung pada Dayang Naga Puspa, cekikikannya kembali
terdengar! Dayang Naga Puspa menggereng keras. Ge-
rahamnya beradu keluarkan suara gemeletak. Pe-
lipis kiri kanannya bergerak-gerak, dahinya
mengkerut. Kemarahan perempuan itu tampak-
nya sudah setinggi gunung.
"Keparat sundal! Punya ilmu kebal apa dia"
Pukulanku sepertinya tidak membawa pengaruh
apa-apa! Hmm.... Seandainya aku tidak memerlu-
kannya, sudah kutembus perutnya dengan tom-
bakku!" batin Dayang Naga Puspa seraya meraba bagian pinggangnya di mana tombak
miliknya tersimpan. Dayang Naga Puspa lantas terlihat pejam-
kan sepasang matanya, mulutnya komat-kamit,
tenaga dalamnya ia lipat gandakan. Dan selagi
Dewi Kayangan masih tenggelam dengan cekiki-
kannya, mendadak Dayang Naga Puspa berkele-
bat dan hantamkan kedua tangannya ke arah ke-
pala Dewi Kayangan.
Bet! Bettt! Sinar hitam melesat mendahului sebelum
kedua tangan itu sendiri menghajar kepala Dewi Kayangan.
Suara cekikikan Dewi Kayangan lenyap se-
ketika, dan bersamaan dengan itu dari mulutnya terdengar suara 'aduh', membuat
semua mata orang di situ melebar ingin melihat apa yang terjadi. Semua mata yang melihat
makin membe- liak besar, karena dugaan mereka bahwa kepala
Dewi Kayangan akan dibuat pecah meleset sama
sekali. Karena bersamaan dengan terdengarnya
suara 'aduh' sosok gemuk Dewi Kayangan rebah
ke belakang hingga tubuhnya sejajar tanah,
membuat hantaman kedua tangan Dayang Naga
Puspa melabrak angin.
Saat itulah, dengan gerakan cepat luar bi-
asa, Dewi Kayangan angkat kembali tubuhnya
dan serta-merta kedua tangannya menjulur men-
cekal pinggang Dayang Naga Puspa, sementara
kakinya diluruskan dan disapukan pada kaki
Dayang Naga Puspa.
Dayang Naga Puspa melengak kaget. Dia


Pendekar Mata Keranjang 16 Arca Dewi Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih bisa menghindar dari sergapan tangan De-
wi Kayangan dengan geser tubuhnya ke samping.
Namun sapuan kaki Dewi Kayangan tak bisa lagi
dielakkan. Hingga kejap itu juga tubuh doyong
hendak roboh ke samping kanan. Saat itulah ke-
dua tangan Dewi Kayangan menyergap pinggang-
nya, dan sekonyong-konyong tubuh Dayang Naga
Puspa diangkatnya sedikit lalu dibanting ke atas tanah! Brak!
Terdengar pekikan melengking keluar dari
mulut Dayang Naga Puspa. Tanah di mana dia
terbanting tampak melesak hingga setengah tom-
bak! Bukan hanya sampai di situ, begitu Dayang Naga Puspa bangun, Dewi Kayangan
cepat putar tubuhnya dan kaki kanannya melejang deras ke
arah punggung Dayang Naga Puspa!
Bukkk! Untuk kedua kali terdengar pekikan dari
mulut Dayang Naga Puspa. Kali ini tubuhnya
mencelat hingga beberapa tombak dan baru ber-
henti tatkala tubuhnya menghajar sebatang po-
hon sampai berderak tumbang!
Dewi Kayangan terbungkuk-bungkuk
bangkit. Sejenak sepasang matanya mengawasi
Dayang Naga Puspa. Lalu cekikikannya kembali
meledak! Dayang Naga Puspa segera bangun. Dis-
ekanya darah yang tampak meleleh dari bibirnya.
Sepasang matanya lantas membelalak menyengat
pada Dewi Kayangan. Tiba-tiba tangan kanannya
bergerak ke balik pakaiannya. Dan saat ditarik kembali, tampak benda hitam
memancarkan kilatan-kilatan aneh.
Cekikikan Dewi Kayangan terhenti seketi-
ka. Dahi perempuan gemuk ini mengernyit. Sepa-
sang matanya membesar dan menyipit.
"Tombak Naga Puspa! Ada sangkut paut
apa kau dengan Tua Bangkotan Dadung Ran-
tak..."!" kata Dewi Kayangan seraya kembali cekikikan. "Bagus! Kau sudah tahu
tombak di tanganku yang akan mengantarmu masuk liang ku-
bur! Soal sangkut paut apa, tanyakan nanti pada teman-temanmu di alam kubur!"
desis Dayang Naga Puspa seraya menyeringai ganas.
"Hmm.... Jika tombak itu sampai kesasar
di tanganmu, dan kau tidak gunakan semestinya, jangan menyesal jika kau sendiri
yang akan jadi sasaran!"
"Banyak mulut! Kita saksikan, siapa yang
pantas jadi sasaran!" bentak Dayang Naga Puspa marah.
"Tentu saja kau! Karena kau orang kesasar!
Hik.... Hik.... Hik...! Dan layak dijadikan sasaran!"
Ucapan Dewi kayangan makin membuat
Dayang Naga Puspa naik pitam. Hatinya telah
memutuskan untuk menghabisi Dewi Kayangan,
dan mengenyahkan rencananya semula yang
hanya mau membuat Dewi Kayangan bertekuk lu-
tut tanpa harus membunuh.
Dayang Naga Puspa lantas putar Tombak
Naga Puspa di tangannya. Suara menderu berde-
sis-desis segera terdengar disertai melesatnya kilatan-kilatan mengerikan!
Tak jauh di hadapannya, Dewi Kayangan
terlihat dongakkan kepalanya. Mulutnya berke-
mik-kemik. Sepasang tangannya disatukan. Dan
perlahan-lahan dari tangannya keluar asap men-
gepul keputih-putihan. Dewi Kayangan tampak-
nya kerahkan jurus 'Pusaran Sukma'!
Namun sebelum kedua orang ini lancarkan
serangan, tiba-tiba terdengar orang mengalunkan nyanyian syair.
Bulan warna merah darah menggelayut di
lingkar angkasa.
Wajah-wajah merah beringas menatap ce-
mas. Darah telah mengalir memerahi bumi nan hitam. Di manakah damai akan
dicari..."
Saat napas manusia berhulu pada kesera-
kahan. Saat nurani manusia terpeleset pada ke-
sombongan. Saat tujuan manusia terpaku pada 'suatu
benda'. Dan saat tangan manusia menjawab dengan aliran darah.
Betapa sia-sianya hidup mereka!
Hanya manusia sadar diri dan tahu isyarat.
Bakal menemukan artinya hidup!
Wahai manusia! Segalanya telah ditentu-
kan. Hanya manusia yang berhak akan mendapatkannya!
Untuk beberapa lama baik Dayang Naga
Puspa maupun Dewi Kayangan terlihat terdiam.
Demikian juga Dewi Bunga Iblis dan Bawuk Raga
Ginting. Sementara Bidadari Bertangan Iblis dan Singa Betina Dari Timur
tercengang seakan mengartikan bait-bait syair yang baru didengarnya.
Sedang Pendekar Mata Keranjang 108 dan Jo-
gaskara yang kini tampak sama-sama duduk
dengan paras memucat kernyitkan kening seraya
hembuskan napas panjang-panjang.
Tempat itu sejenak dilanda kesenyapan.
Tak ada satu pun yang keluarkan suara.
"Peduli setan dengan segala syair-syair bu-tut itu! Yang kuinginkan sekarang
adalah nya- wanya!" gumam Dayang Naga Puspa. Lalu didahului dengan bentakan tinggi, tubuhnya
melesat. Sosoknya lenyap, yang tampak sekarang adalah
putaran-putaran tombaknya yang berkilat-kilat
dan menggebrak dari segala jurusan.
Dewi Kayangan bantingkan kedua kakinya
ke atas tanah. Tubuhnya melambung ke udara.
Meski perempuan gemuk ini tak takut, namun
tampaknya dia sadar jika tombak di tangan lawan sangat berbahaya. Maka begitu
tubuhnya berada
di atas, kedua tangannya segera disentakkan ke depan, saat mana Dayang Naga
Puspa datang menyongsong! Bettt! Dayang Naga Puspa berseru tertahan. Un-
tung ia masih bisa menghindar dengan genjot tubuhnya hingga serangan Dewi
Kayangan hanya menyerempet pundaknya. Namun demikian, tak
urung perempuan ini terbeliak. Karena pakaian
bagian pundak langsung terbakar!
"Perempuan edan! Aku bersumpah, akan
kukuliti sekujur tubuhmu!" teriak Dayang Naga Puspa. Dia lantas hantamkan tangan
kirinya, yang kemudian disusul dengan lesatan tubuhnya
seraya angkat tombaknya tinggi-tinggi ke atas!
Di depan, Dewi Kayangan yang baru saja
mendarat, tampak takupkan kedua tangannya la-
lu dibuka dan didorong perlahan ke depan. He-
batnya, saat itu juga terdengar suara angin menderu berputar-putar laksana
pusaran. Asap putih pun terlihat melingkupi tempat itu.
Dayang Naga Puspa tertahan, dan kalau
saja dia tak cepat melompat mundur, niscaya tubuhnya akan masuk dalam pusaran!
Namun pe- rempuan ini telah bulat tekadnya. Hingga begitu mundur, tubuhnya ia gulingkan ke
atas tanah. Dan saat gulingannya mendekati pusaran angin
yang dibuat Dewi Kayangan, tiba-tiba ia lepaskan tombaknya dengan kerahkan
tenaga dalam penuh! Tombak Naga Puspa menerobos angin pu-
saran. Dewi Kayangan hanya mendengar deru de-
singan tombak itu, karena pandangannya tertu-
tup asap putih. Dan baru saja dia bergerak hendak menghindar, tombak Dayang Naga
Puspa te- lah menyongsong di depannya!
Seraya membelalak, Dewi Kayangan mem-
buat gerakan rebah untuk menghindar, kepa-
lanya memang bisa diselamatkan dari hujaman
tombak, namun pahanya sempat tergores!
Tombak hitam itu terus menerabas lewat di
atas tubuh Dewi Kayangan, saat itulah Dayang
Naga Puspa melejang. Tubuhnya melesat menyu-
sul tombaknya. Dan sebelum tombak itu menghu-
jam pohon, Dayang Naga Puspa telah menyam-
barnya! "Apa kataku, malam ini kau akan menemui
teman-temanmu di liang kubur! Hik.... Hik....
Hik...!" kata Dayang Naga Puspa seraya balikkan tubuh dan hendak kirimkan
serangan lagi. Namun Dayang Naga Puspa terkejut. Sepasang ma-
tanya tak menemukan sosok Dewi Kayangan!
"Keparat! Ke mana lenyapnya..."!"
Selagi Dayang Naga Puspa termangu-
mangu sambil menebar pandangan, tiba-tiba ter-
dengar cekikikan dekat sekali di belakangnya!
Secepat kilat Dayang Naga Puspa hujam-
kan tombaknya ke belakang dengan balikkan tu-
buh. Wuuuttt! Beeettt! Bersamaan bergeraknya tangan Dayang
Naga Puspa yang menghujamkan tombak, tangan
kiri Dewi Kayangan yang ternyata telah di belakangnya bergerak. Dan tahu-tahu
tangan Dayang Naga Puspa telah dicekalnya!
Dayang Naga Puspa segera hujamkan tan-
gan kirinya, namun bersamaan itu pula tangan
kanan Dewi Kayangan mengibas keras menyamp-
ing. Prakkk! Tangan kiri Dayang Naga Puspa mental ke
belakang, sementara tangan kanan Dewi Kayan-
gan terus bergerak dan kini menghantam tangan
kanan Dayang Naga Puspa yang telah berhasil dicekal. Prekkk!
Dayang Naga Puspa menjerit tinggi. Ba-
hunya seakan penggal terhantam tangan kanan
Dewi Kayangan. Tangan kanannya bergetar hebat
dan akhirnya tombak di genggamannya jatuh!
Bersamaan dengan itu kaki Dewi Kayangan te-
rangkat dan melejang deras ke arah dada Dayang Naga Puspa.
Kembali Dayang Naga Puspa menjerit. Ka-
rena tangan kanannya masih dicekal, tubuhnya
yang kena tendang tetap tak bergeming di hada-
pan Dewi Kayangan. Malah kini tampak sedikit
menyorong ke depan karena dadanya sedikit ditekuk. Saat itulah sambil cekikikan
Dewi Kayan- gan sapukan kakinya pada sepasang kaki Dayang
Naga Puspa. Brak! Blek! Dayang Naga Puspa ambruk dengan deras-
nya ke atas tanah. Namun dengan sisa-sisa tenaganya, perempuan ini julurkan
tangan hendak mengambil tombaknya. Tapi ia terkejut besar, karena ternyata tangan kanan dan
Si Pedang Tumpul 1 Mas Rara Seri Arya Manggada 2 Karya S H Mintardja Suramnya Bayang Bayang 16
^