Pencarian

Bidadari Penyebar Cinta 3

Pendekar Mata Keranjang 25 Bidadari Penyebar Cinta Bagian 3


perasaannya pada sang guru, namun sebelum dia
sempat berkata, si Wong Agung telah buka mulut
lagi. "Selama perjalananmu ini, apakah kau
memperoleh sesuatu yang menyangkut lembaran
kulit itu?"
"Benar, Eyang! Aku sempat bertemu dengan
Setan Pesolek dan seorang nenek bergelar Peri Kupu-kupu. Mereka berdua
memberikan petunjuk
padaku. Hanya saja aku belum bisa mengartikan
petunjuk itu!" Aji lalu mengatakan petunjuk yang
dikatakan Setan Pesolek dan Peri Kupu-kupu.
"Dasar orang-orang aneh! Memberi petunjuk pun aneh-aneh...," gerutu Wong Agung
setelah mendengar petunjuk yang dikatakan muridnya.
"Aku juga tak bisa memecahkan petunjuk itu....
Tapi petunjuk itu kuyakin pasti benar jika yang
mengatakannya adalah Setan Pesolek dan Peri
Kupu-kupu! Aku tahu siapa adanya Peri Kupukupu!"
"Tapi, Eyang...."
"Apa"!"
Aji sejenak bimbang, namun ketika dilihatnya Wong Agung memandangnya lekat-
lekat, akhirnya Aji menceritakan pertemuannya dengan Setan Pesolek hingga Setan
Pesolek pergi dengan
membawa kipasnya.
"Celaka!" tiba-tiba Wong Agung mengeluh.
"Ada yang tidak beres dalam hal ini!"
Ucapan Wong Agung membuat Aji terkejut
besar. Dadanya berdebar keras. Malah keringat
dingin mulai mengalir membasahi tubuhnya.
"Kau yakin betul orang itu adalah Setan Pesolek"!" tanya Wong Agung. Kali ini
suaranya keras menusuk, membuat debaran dada Aji makin keras.
"Melihat ciri-cirinya aku yakin dia Setan Pesolek, Eyang!"
"Lalu apa yang dikatakannya padamu saat
itu"!" tanya Wong Agung pula. Suaranya makin keras dan parau.
"Dia tidak mengatakan apa-apa. Hanya aku
disuruh mengulangi petunjuk yang beberapa waktu sebelumnya dikatakan padaku!"
"Jelas sudah!" sahut Wong Agung seolah
mengeluh. "Apanya yang jelas, Eyang"!"
"Aji! Jelas jika kau dikibuli orang! Kau kecolongan dua hal besar, Aji! Kipas
ungu 108 dan petunjuk itu!"
Telinga Aji laksana disambar petir di siang
hari. Tubuhnya menggigil dengan mulut terkancing rapat. Sementara Wong Agung
sendiri gelenggeleng kepala dengan mulut bergumam tak jelas,
lalu berulangkali tampak menghela napas panjang
dan dalam. Untuk beberapa lama kedua orang murid
dan guru ini sama-sama diam dengan dada dibun-
cah perasaan masing-masing.
"Hem.... Aku ingat sekarang," ucap Pendekar 108 dalam hati. "Saat itu keparat
yang berkedok Setan Pesolek suaranya agak ditahan. Dan
mendorongku sampai jatuh terjengkang. Dan dia
pun berdiri di tempat yang remang-remang! Jahanam betul! Siapa bangsat berkedok
Setan Pesolek itu"! Jelek benar nasibku.... Lembaran kulit belum
bisa kudapatkan, senjataku telah dibawa orang.
Lebih dari itu petunjuk lembaran kulit itu juga telah diketahui orang.... Apa
yang harus kulakukan
sekarang"!"
"Aji! Semuanya telah terjadi. Penyesalan setinggi langit tak ada gunanya dan tak
menyelesaikan urusan! Satu-satunya jalan, kau harus segera
menyelidik bukit itu, sekaligus pasang telinga
mencari tahu siapa adanya orang yang mengelabuimu! Tugasmu memang makin berat.
Tapi itu harus kau jalani! Jadikanlah kejadian ini sebagai
peringatan bagi langkahmu selanjutnya! Aku harus meninggalkanmu. Waspadalah!
Kulihat banyak orang berkeliaran di kawasan ini. Tujuan mereka
pasti kau sudah tahu!"
"Eyang.... Bisa kau katakan ciri-ciri yang
bergelar Mata Malaikat itu"!" ujar Aji begitu melihat gurunya bangkit dan hendak
meninggalkan tempat itu. "Manusia yang bergelar Mata Malaikat itu
mempunyai kelainan pada matanya. Dua-duanya
cacat, tapi cacat yang berbeda oleh karena itu, dia
lebih sering memejamkan matanya."
Habis berkata begitu, Wong Agung berkele-
bat tinggalkan tempat itu.
"Sialan betul! Jadi orang tua itu yang bergelar Mata Malaikat! Bukan tak mungkin
jika dia yang mengatakan pada Utusan Iblis jika aku adalah Mata Malaikat! Orang tua
kurang ajar! Tak berani tunjukkan diri malah mengumpankan orang
lain! Walah, nasibku benar-benar lagi tidak mujur...," gumam Pendekar 108
sendirian seraya
bangkit lalu melangkah perlahan meninggalkan
tempat itu. Namun gerakan kakinya tertahan
tatkala tiba-tiba terdengar siulan lirih dari arah belakang.
Pendekar 108 putar diri. Mendadak mulutnya menguncup ke depan, lalu terdengar
siulan panjang, sementara sepasang matanya terpentang
lebar-lebar memandang ke depan.
SEPULUH SEORANG di hadapan Pendekar 108 perdengarkan suara tawa merdu. Sebelah matanya
dikedipkan, lalu kedua tangannya diangkat merapikan rambutnya. Bibirnya yang
merah mencorong
tersenyum. Dengan sedikit goyangkan pinggulnya
dia melangkah mendekat ke arah Aji.
"Sayang. Siapa namamu"!" tanyanya sambil
memperhatikan Aji dari kaki hingga rambut.
Murid Wong Agung jerengkan sepasang matanya sambil usap-usap hidungnya dan
terse- nyum. Namun sesaat kemudian senyumnya pupus, membuat orang di hadapan Aji yang
ternyata adalah perempuan setengah baya berambut kepang dan bukan lain adalah Kamaratih
hentikan langkah dengan kening berkerut.
"Pemuda tampan! Kau ini aneh. Sekilas tadi
kau cengar-cengir, namun tiba-tiba kau pasang
tampang seperti orang mau buang air. Ada apa"!
Apakah paras cantikku ini yang membuatmu berubah"!"
Aji tidak menyahuti ucapan Kamaratih.
Tampaknya kejadian yang baru saja menimpa dirinya hingga menyebabkan senjata dan
petunjuk berharga diambil dan diketahui orang membuat
murid Wong Agung ini menjadi hati-hati dan bertindak waspada.
"Kau tak mau jawab tanyaku tak apa.
Hanya sayang jika perjumpaan indah ini berakhir
tanpa kenangan! Hik.... Hik.... Hik...!"
"Maukah kau menerangkan siapa dirimu"!"
tanya Pendekar Mata Keranjang pada akhirnya.
Kamaratih kembali kerdipkan sebelah matanya. "Pada anak tampan seperti kau, akan
kuturuti segala maumu! Semua permintaanmu! Kau
mau minta apa" Katakanlah dan tunjuk yang mana!" kata Kamaratih sambil geliatkan
tubuhnya membuat murid Wong Agung ini dadanya berdebar
dan jakun turun naik.
"Aku mau tahu siapa dirimu!" ujar Aji.
"Hanya itu" Tidak ada yang lain-lain" Atau
kau malu-malu menunjuk"!"
"Urusan tunjuk-tunjukan kita bicarakan
nanti setelah kau menerangkan siapa dirimu. Aku
khawatir, jangan-jangan kau bangsa hantu yang
berkeliaran di pagi hari...."
"Hik.... Hik.... Hik...! Jadi kau menduga aku
begitu" Dugaanmu itu pulakah yang membuatmu
mendadak bertampang norak"! Sebelum aku menerangkan siapa diriku, apakah kau
ingin memastikan bahwa aku bukan hantu"!" habis berkata
begitu, kedua tangan Kamaratih terangkat ke dada, dan serta-merta tangan itu
membuka kancingkancing baju hijaunya. Di lain kejap murid Wong
Agung mendelik silau melihat dua buah payudara
besar putih kencang di depan hidungnya.
Kamaratih cekikikan, lalu teruskan tangannya membuka kancing-kancing bajunya.
"Edan! Bagaimana mungkin orang berusia
sekian dadanya masih begitu bagus?" batin Aji dalam hati. Dan begitu melihat
Kamaratih terus
membuka kancing-kancing bajunya, Pendekar 108
segera berujar.
"Cukup! Cukup.... Aku percaya. Harap tutup kembali buah-buahan itu!"
"Tak menyesal tidak melihat semuanya"
Atau barangkali kau masih malu-malu?"
Pendekar 108 geleng-gelengkan kepalanya
meski dadanya bergetar makin keras dan aliran
darahnya menggelegak. "Sekarang harap kau suka
terangkan siapa dirimu...."
Kamaratih tertawa cekikikan dahulu sebelum menjawab.
"Orang-orang memanggilku Kamaratih....
Sekarang giliranmu untuk sebutkan diri!"
"Tapi tutup dulu buah-buahan putih itu.
Kalau hantu sungai ada yang bermata bongsang,
bisa celaka!" kata Aji sambil naikkan kedua alis
matanya. "Kau benar-benar tak berhasrat menyentuhnya barang sekejap?"
"Hasrat memang ada. Tapi itulah. Aku takut
penyakitku kambuh!"
"Hik... Hik.... Hik...! Jadi kau penyakitan.
Mungkin kau sembarang pilih orang.... Kasihan!
Boleh aku lihat bagaimana kalau sedang penyakitan...?"
"Bukan itu maksudku! Aku selalu terkencing-kencing dulu jika menyentuh...."
Tawa Kamaratih makin keras mendengar
ucapan Aji. "Kau masih berdusta padaku!"
"Berdusta"!" ulang Aji agak heran. Sebaliknya Kamaratih terus cekikikan sebelum
akhirnya berkata. "Sebelum menyentuh pun kulihat celanamu sudah basah kunyup.... Hik....
Hik.... Hik...!"
Tanpa sadar, murid Wong Agung ini raba
celananya. "Gila! Apa mata nenek menor ini sudah
kabur" Celanaku masih kering. Dan kurasa belum
setetes pun kencingku keluar...."
"Tak usah cemas, Anak Muda! Celanamu tidak basah. Aku hanya ingin lihat apakah
kau punya senjata andalan! Aku tadi khawatir, kau
menolak tawaranku karena kau tak punya senjata
andalan. Sekarang aku percaya. Kau masih punya
itu.... Hik.... Hik.... Hik...!"
"Edan! Aku kena kibulnya...," rutuk Aji akhirnya ikut tertawa.
"Hem.... Sekarang giliranmu, Anak Muda!"
"Giliran apa"!"
"Sebutkan diri, lalu katakan apa perlumu di
sini juga jelaskan kau ke sini sama siapa!"
"Aduh. Pertanyaanmu banyak sekali. Padahal kau tadi cuma sebutkan siapa dirimu
tak menyebutkan perlunya di sini, juga tak menjelaskan sama siapa ke sini...," kata
Pendekar Mata Keranjang sambil usap-usap hidungnya.
"Aku akan terangkan nanti...," sahut Kamaratih.
"Hem.... Namaku Aji. Di sini aku tak punya
perlu apa-apa. Datang ke sini tiada teman tiada
siapa!" "Hem.... Kali ini baru benar-benar kau berdusta! Jangan kira aku tak tahu, Aji!
Bukankah kedatanganmu ke sini perlu ikut berpacu merebut
lembaran kulit itu" Benar bukan"!"
Karena Aji tak menjawab, akhirnya Kamaratih melanjutkan ucapannya. "Kawasan ini
sekarang tidak lagi sepi, Aji! Memang, jika dipandang
sepintas tampaknya sunyi tak ada orang. Namun
di balik itu, banyak mata mengintip. Tubuh mendekam dan dada berdebar-debar!"
"Hem.... Rupanya nenek menor ini telah tahu semuanya. Tapi aku tetap harus
berhati-hati!"
"Bibik Cantik...!" kata Aji seraya senyumsenyum. "Tujuan utamaku ke sini
sebenarnya bukan untuk urusan lembaran kulit itu. Tapi untuk
mencari seseorang bergelar Mata Malaikat...."
"Hai...!" seru Kamaratih kesenangan mendengar dirinya dipanggil Aji dengan
sebutan Bibik Cantik. "Kau bilang mencari kakek itu. Ada apa gerangan?"
"Orang tua kurang ajar itu telah mencelakakanku! Akan kucabuti seluruh bulu-bulu
rambutnya jika sampai ketemu!"
"Seluruhnya?"
"Ya! Seluruhnya! Tanpa ada yang terkecuali!!"
"Hik.... Hik.... Hik....! Kau betul-betul anak
bodoh! Mau-maunya mencabuti bulu-bulu kakekkakek! Tapi ditawari yang bagus-bagus
menolak! Aku jadi curiga padamu!"
"Curiga apa"!"
"Jangan-jangan kau laki-laki yang tertarik
pada kakek-kakek! Hik.... Hik.... Hik...! Tapi kuingatkan kepadamu. Jangan kau
keburu menduga yang tidak-tidak pada orang tua itu!"
"Hem.... Kau membelanya" Bibik Cantik!
Kini aku yang khawatir padamu?"
"Khawatir apa"!"
"Jangan-jangan kau yang mendahuluiku
mencabuti bulu-bulunya! Ha.... Ha.... Ha...! Atau
barangkali kau kekasihnya"!"
"Ah.... Kau tak tahu, Anak Muda! Jelek-jelek
begini, aku punya simpanan beberapa pemuda
yang siap pakai! Kalau suka kau pun bisa menjadi
simpananku! Kau mau..,"!"
"Tawaranmu banyak sekali, Bibik Cantik!
Tapi sayang, aku belum berselera. Kapan-kapan
kalau seleraku timbul, aku akan mencarimu. Sekarang aku harus pergi...."
"Tunggu! Kau betul-betul hendak mencari
orang tua itu"!" tanya Kamaratih menahan kepergian Aji. Murid Wong Agung
anggukkan kepalanya.
"Ingat, Anak Muda! Aku tahu siapa Mata
Malaikat. Dia orang baik!"
"Itu karena kau tak pernah dikerjainya! Sedang aku" Merasakan sendiri akibat


Pendekar Mata Keranjang 25 Bidadari Penyebar Cinta di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ulahnya! Malah nyawaku hampir kabur karenanya!"
Kamaratih dongakkan kepala sambil perdengarkan suara tawa pelan.
"Anak muda! Jangan kau lihat seseorang
dari tindakannya, tapi lihat apa yang ada di balik
tindakannya itu! Terkadang, kelihatan tindakannya jelek bahkan merugikan kita.
Tapi di balik semua itu sebenarnya ada hal baik yang tersembunyi! Sebaliknya,
tampaknya dia berbuat baik,
namun di balik itu ada niat jahat yang ditutupi!"
"Tapi aku tak melihat adanya kebaikan di
balik tindakan setan tua itu!"
"Untuk membuktikannya memang diperlukan waktu, Anak Muda!"
"Bibik Cantik sendiri perlu apa di sini"!"
Pendekar Mata Keranjang alihkan pembicaraan.
"Menunggu seseorang!"
"Kakek-kakek, ya?"
"Betul!" jawab Kamaratih singkat, membuat
Aji senyum-senyum.
"Bibik Cantik! Kau tadi bilang punya simpanan beberapa pemuda. Tentunya kakek
ini sangat istimewa hingga kau sampai menunggunya!"
"Sangat istimewa dan bersejarah!"
"Wah, pasti permainannya hebat sampai
berkesan begitu mendalam di hatimu!"
"Memang dia tiada duanya di dunia ini! Tapi
sayang...," Kamaratih tak lanjutkan ucapannya,
membuat Aji cepat menyahut.
"Sayang apanya"!"
"Pertemuan kali ini adalah yang terakhir!
Karena tanganku sendiri yang akan menguburnya!"
"Ah.... Kenapa ekornya jadi jelek begitu, Bibik Cantik"!"
"Aku tak mau tahu! Mungkin itu sudah
takdirnya!"
"Boleh kutahu, siapa orang yang kau tunggu itu"!"
Kamaratih memandang Pendekar Mata Keranjang lekat-lekat seraya sunggingkan
senyum lalu gelengkan kepala. "Itu urusanku, Anak Muda!
Kalau kau ingin tahu, lainnya saja. Misalnya urusan senang-senang denganku...."
"Edan! Itu lagi, itu lagi!" gumam Aji dalam
hati. Lalu pemuda ini berkata. "Bibik Cantik! Urusan senang-senang kita
bicarakan kapan-kapan.
Bukankah kau tadi bilang di kawasan ini banyak
mata mengintip, banyak tubuh mendekam. Kalau
kita sampai diintip mereka, bisa berantakan semuanya! Kalau ada waktu baik,
tempat baik, kita
bicarakan lagi...."
"Hem.... Rupanya kau tak tahu, Anak Muda!
Sebenarnya sudah sejak tadi kita diintip orang!
Kau ingin tahu"!"
Belum sampai Aji memberi tanggapan ucapan Kamaratih, perempuan berambut kepang
ini telah gerakkan tangan kanannya mendorong ke
arah samping. Saat itu juga terdengar deruan dahsyat, di kejap lain gelombang
angin deras melesat
menerabas kerimbunan semak.
Bersamaan dengan menerabasnya pukulan
ke arah tanaman, terdengar seruan tertahan. Lalu
murid Wong Agung melihat sesosok tubuh melesat
ke udara. Setelah membuat gerakan jumpalitan tiga kali, sosok itu mendarat
delapan langkah di hadapan Aji dan Kamaratih.
Untuk beberapa lama sepasang mata Aji
memperhatikan. Tiba-tiba mulutnya membuka.
"Kau...!" ujarnya begitu dapat mengenali
siapa adanya orang.
SEBELAS DI hadapan Aji dan Kamaratih, saat itu tegak seorang gadis muda mengenakan
pakaian warna kuning. Paras wajahnya cantik, sepasang
matanya bulat dan berhidung mancung. Rambutnya panjang dikuncir dengan
menggunakan ikat
kepala yang juga berwarna kuning.
Gadis cantik bukan lain adalah Drupadi sejenak memandang silih berganti pada Aji
dan Kamaratih. Pandangan matanya tampak aneh, malah
ketika pandangannya tepat pada Kamaratih gadis
ini sedikit membelalak dan tatapannya seolah menyelidik.
Kamaratih sendiri tampak terkejut melihat
Aji sudah mengenali siapa adanya si gadis, Perempuan setengah baya ini tak
menghiraukan pandangan Drupadi, dia malah berpaling pada Aji dan
berkata sambil tersenyum.
"Anak muda. Tampaknya kau sudah mengenalnya...."
"Kami pernah berjumpa!" Yang menyahut
adalah Drupadi. Gadis ini lantas alihkan pandangannya pada Aji. Untuk beberapa
saat kedua orang
ini saling bentrok pandang.
"Pendekar 108.... Dia akhirnya datang juga
ke kawasan ini. Apakah dia sengaja menyusulku
atau ada keperluan lain..." Tapi kenapa bersamasama dengan Kamaratih" Apakah
mereka.... Ah...!"
perasaan gadis ini disarati dengan berbagai dugaan dan pertanyaan.
Kalau Drupadi membatin demikian, diamdiam dalam hati Aji pun berkata. "Kulihat
perubahan pada gadis ini. Apakah sudah sejak tadi dia
mencuri dengar percakapanku dengan nenek menor ini?"
Kamaratih berpaling pada Drupadi. Lalu
bertanya. "Drupadi! Apakah bangsat itu sudah kelihatan batang hidungnya?"
Drupadi tidak segera buka mulut untuk
menjawab, meski tahu siapa yang dimaksud bangsat oleh Kamaratih. Seperti
dituturkan dalam episode sebelumnya (Baca serial Pendekar Mata Keranjang dalam
episode : "Bukit Siluman"), dalam
pertemuan dengan Kamaratih, nenek berambut
kepang ini mengatakan mencari gurunya Drupadi,
yakni Manusia Neraka.
Melihat orang yang ditanya tidak menjawab,
Kamaratih tampak sedikit melebarkan sepasang
matanya. Dia buka mulut kembali hendak mengajukan tanya tapi Drupadi telah
mendahului sambil
gelengkan kepala.
"Bibik.... Aku belum melihatnya...."
Kamaratih tertawa bergelak mendengar
Drupadi ikut-ikutan memanggil Bibik seperti yang
diucapkan Aji. "Gara-gara si tampan ini kau ikut-ikutan
memanggilku Bibik.... Tapi tak apa, aku suka
panggilan itu...," ujar Kamaratih dengan melirik
pada Aji. Yang dilirik senyum-senyum sambil usapusap hidungnya, membuat Drupadi
memberengut. Dada gadis ini sedikit panas melihat dua orang di
hadapannya saling senyum serta saling lirik.
Bayangan kecemburuan jelas tampak di wajahnya.
Hingga sesaat kemudian gadis ini alihkan pandangannya pada jurusan lain.
"Hai.... Kau bilang telah pernah jumpa. Tapi
kau tak bertegur sapa. Ada apa di antara kalian
sebenarnya?" tegur Kamaratih setelah mengetahui
sikap Drupadi. "Benar, Bibik. Kami memang pernah jumpa.
Dan di antara kami tidak ada apa-apa!" yang menjawab kali ini adalah Pendekar
Mata Keranjang seraya memandang pada Drupadi.
Tiba-tiba Kamaratih perdengarkan suara
tawa cekikikan, membuat Drupadi dan Aji samasama berpaling.
"Anak muda!" kata Kamaratih pada Aji.
"Aku tahu. Mungkin Drupadi cemburu padaku!
Hik.... Hik.... Hik...! Hatinya panas karena kita berada berdua-duaan. Ayo!
Sekarang katakan padanya, bahwa kita hanya omong-omong. Tak lebih
dari itu!"
Aji jadi tergagu diam mendengar ucapan
Kamaratih, sementara wajah Drupadi tampak berubah merah mengelam. Mulut gadis
itu mengeluarkan gumaman tak jelas.
"Hei! Disuruh bicara kenapa diam" Ah, sebelum dia datang, bicaramu banyak
sekali, tapi setelah dia di hadapanmu kau seperti orang tak bisa
bicara! Kau malu, ya"! Apakah aku yang harus bicara padanya?"
"Edan! Nenek menor ini benar-benar mengerjai ku! Awas kau!" ancam Aji dalam
hati. Dan sebelum dia sempat bicara, Kamaratih telah mendahului.
"Drupadi.... Hilangkan prasangka buruk di
hati. Meski kami berdua bersepi-sepi. Namun kami
tak melakukan hal tak terpuji. Kalau kau masih
cemburu di hati. Kau akan merugi sendiri...."
Mendengar nada bicara Kamaratih, murid
Wong Agung geleng-geleng kepala, sedangkan
Drupadi makin merah. Namun diam-diam gadis ini
merasa lega. "Bibik.... Kau jangan terus menggodaku...!"
kata Drupadi pada akhirnya. Wajahnya kembali
cerah, meski kini tak berani memandang langsung
pada Pendekar Mata Keranjang.
Kamaratih tersenyum genit. Lalu melangkah
mendekati Drupadi. Setelah dekat dia berbisik.
"Drupadi.... Aku telah mengalami pahit getirnya cinta. Aku tanya padamu. Apakah
kau telah betul-betul menyelidik siapa sebenarnya pemuda
itu"! Kau jangan salah pilih, Drupadi. Agar kau tak
menyesal kelak kemudian hari!"
Meski perasaannya tak enak, akhirnya Drupadi menjawab juga.
"Bibik.... Kalau dia sudah disebut orang sebagai seorang pendekar, apakah masih
perlu diragukan"!"
Kamaratih mengernyitkan dahi. Lalu condongkan mukanya pada Drupadi dan berbisik
lagi. "Pendekar" Pendekar siapa dia"!"
"Apa dia tadi tak mengatakan padamu"!"
Drupadi balik bertanya.
"Mana ada seorang pendekar yang mau
mengaku-aku! Katakan padaku, pendekar siapa
kekasihmu itu"!"
Drupadi tersipu-sipu mendengar ucapan
perempuan setengah baya itu. Setelah dapat menguasai gejolak hatinya dia
berkata. "Dialah yang digelari rimba persilatan dengan Pendekar Mata Keranjang!"
Saking kagetnya, Kamaratih berseru tertahan. Lalu tiba-tiba saja ia melangkah
lagi ke arah Aji. Kira-kira lima langkah dari hadapan Pendekar
108 perempuan ini bungkukkan sedikit tubuhnya
membuat gerakan seperti orang menjura hormat
sambil berkata.
"Tak disangka jika kau adalah seorang pendekar bergelar Pendekar Mata Keranjang
108 yang dibicarakan kalangan rimba persilatan. Aku gembira sekali dapat jumpa dengan
kau, Pendekar 108. Terimalah hormatku dan maafkan segala
ucapanku yang mungkin tadi ada yang tidak berkenan di hati."
Aji jadi serba salah. Setelah menghela napas
panjang akhirnya murid Wong Agung ini ikut
bungkukkan tubuh dan berujar.
"Sebenarnya aku hanyalah, orang biasa.
Hanya orang-orang yang menyebutku demikian.
Padahal, ilmuku masih sedangkal mata kaki! Lagi
pula aku sekarang tak pantas digelari Pendekar
108!" Kamaratih terkejut mendengar kata terakhir
Aji, demikian juga Drupadi. Apalagi tatkala dilihatnya wajah Aji berubah
membayangkan kecewa dan
beban berat. "Pendekar 108! Seorang pendekar biasanya
memang selalu merendah...," ucap Kamaratih dengan memandang tajam pada Aji.
"Ucapanmu benar, Bibik Cantik. Tapi seperti kataku tadi, sekarang aku tak pantas
digelari Pendekar 108!"
"Mengapa bisa begitu?" tanya Drupadi ikut
bicara. "Kipas ungu 108 telah lepas dari tangan
ku!' Aji memutuskan berterus-terang pada kedua
orang di hadapannya karena dia yakin dua orang
itu orang baik-baik. Juga berharap siapa tahu di
antara keduanya nanti bisa membantu, setidaktidaknya memberitahu siapa adanya
orang yang telah berhasil membawa lari kipasnya.
Baik Kamaratih maupun Drupadi melengak
kaget. "Kau tidak sedang bercanda bukan, Anak
Muda"!" tanya Kamaratih seolah masih belum percaya dengan keterangan Aji. Malah
Drupadi segera menimpali. "Kau jangan membuat kami deg-degan
dengan keteranganmu!"
Aji gelengkan kepalanya. "Aku bersungguhsungguh!"
Kamaratih dan Drupadi sama-sama menarik napas panjang.
"Apakah kau mencurigai Mata Malaikat
hingga kau tadi mengatakan sedang mencarinya?"
tanya Kamaratih setelah diam agak lama.
"Urusan dengan Mata Malaikat perihal
lain.... Namun tak tertutup kemungkinan orang
yang menyamar sebagai Setan Pesolek dan membawa lari kipas itu adalah dia!"
"Hem.... Kau harus berhati-hati dalam menyelidik urusan pelik ini, Anak Muda.
Kuasai tindakan! Jangan sampai salah turunkan tangan.
Sebab siapa pun orangnya yang membawa kipas
itu, saat ini pasti mencari kambing hitam! Malah
tidak mustahil jika dia akan melempar fitnah pada
orang lain, hingga timbul kesimpangsiuran. Jika
itu terjadi, urusan ini akan makin sulit dijejaki!
Lebih dari itu kau akan menemui jalan buntu!"
"Itulah yang saat ini membelit pikiranku,
Bibik...," ujar Aji dengan suara pelan.
"Sayang, saat ini aku sendiri sedang terbelenggu dengan urusan yang belum
selesai. Seandainya...," Kamaratih tak melanjutkan ucapannya.
Sebaliknya perempuan setengah baya ini angkat
tangan kanannya, membuat Drupadi dan Aji
memperhatikan dengan kening sama-sama mengernyit.
"Kawasan ini akan tambah semarak.... Seorang pendatang muncul lagi. Lihat ke
sebelah timur!" desis Kamaratih.
Serentak murid Wong Agung dan Drupadi
arahkan pandangan mata masing-masing ke arah
timur. Dari tempat mereka, mata mereka menangkap sesosok bayangan berlari cepat
menuju ke arah mereka. Pendekar Mata Keranjang dan Drupadi sejenak saling pandang.


Pendekar Mata Keranjang 25 Bidadari Penyebar Cinta di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kita belum tahu siapa dia. Namun sedikit
banyak kita tahu apa tujuannya orang itu ke tempat lain. Apa tidak sebaiknya
untuk sementara kita menghindar" Biar urusan tidak bertambah panjang dan makin
ruwet!" usul Aji seraya memandang pada Kamaratih.
Kamaratih turunkan tangan kanannya lalu
menggeleng perlahan.
"Dia datang dengan terang-terangan. Itu
menunjukkan bahwa dia orang yang tidak punya
musuh. Dan belum tentu punya kepentingan yang
ada sangkut pautnya dengan perebutan lembaran
kulit itu. Mungkin saja dia mencari seseorang yang
diduga kuat berada di kawasan ini. Karena tanpa
disadari siapa pun, kawasan ini sekarang sudah
menjadi tempat berkumpulnya para dedengkot
rimba persilatan...."
"Pendapatmu ada benarnya. Tapi kalau dia
orang baru, berarti tak ada hubungannya dengan
orang yang membawa lari kipasku, karena aku yakin pencuri busuk itu masih
berkeliaran di kawasan ini. Aku tak mau membuat urusan tambahan,
aku akan pergi sekarang!" kata Aji lalu putar tubuh hendak meninggalkan tempat
itu. Namun baru saja melangkah, terdengar suara orang menegur.
"Kita belum saling kenal dan berbicara,
mengapa buru-buru hendak pergi"!"
Berpaling, Aji jadi melengak. Di tempat itu
kini telah tegak seseorang.
"Busyet! Larinya luar biasa. Baru saja aku
melihat dia masih berkelebat jauh di sana. Sekarang tahu-tahu sudah nongkrong di
sini!" DUA BELAS KARENA saat itu Aji tegak membelakangi,
maka murid Wong Agung ini hanya terkejut karena
kedatangannya yang tak terduga dan begitu cepat.
Namun tidak demikian halnya dengan Kamaratih
dan Drupadi yang langsung berhadapan dengan
orang yang baru datang. Kedua orang ini serentak
mengeluarkan seruan tertahan, membuat Aji balikkan tubuh dan memandang pada
orang yang baru datang. Sejenak sepasang matanya melebar,
mulutnya komat-kamit.
"Busyet! Ini orang tidak waras atau edan"
Atau setengah tak waras setengah gila"!"
Lima langkah di hadapan ketiga orang itu,
tegak acuh tak acuh seorang yang tidak bisa dikenali laki-perempuannya. Mengenakan pakaian
gombrong besar menutup seluruh anggota tubuhnya sampai kaki. Di lehernya melilit
sebuah selendang batik hingga leher itu tak kelihatan. Wajahnya dipoles hitam
legam entah dari bedak apa.
Yang pasti paras wajahnya jadi hitam berkilat-kilat
dan tak bisa dikenali. Matanya tajam, rambutnya
diberi pewarna merah. Rambut itu dikuncir sampai sepuluh buah. Tiap kunciran
dihiasi dengan sobekan kain batik yang diikatkan di bagian mata.
Melihat keadaan orang ini, Kamaratih yang
semula menduga orang itu orang baik-baik sedikit
banyak jadi ragu-ragu. Hingga setelah rasa terkejut dan gelinya hilang, dia
segera keluarkan teguran.
"Orang asing! Siapa kau?"
Belum sampai orang berwajah hitam menjawab.
Drupadi telah menyambung teguran Kamaratih. "Katakan pula kepentinganmu di
kawasan ini!" "Jelaskan juga kau ini bangsa laki-laki apa
perempuan. Kalau perempuan umurmu berapa,
cantik apa jelek. Jika perlu terangkan berapa ukuran dada dan pinggangmu!" Aji
menyahut. Membuat Drupadi berpaling dan merengut, matanya
sedikit mendelik. Sementara Kamaratih kelihatan
tersenyum. Orang berwajah hitam gerakkan kepalanya
ke arah Pendekar 108. Bibirnya yang hitam bergerak sunggingkan seulas senyum.
Tiba-tiba orang
ini perdengarkan suara tawa mengekeh panjang.
Lalu berkata. "Aku suka berjumpa dengan orang-orang
yang banyak bicara banyak tanya. Tapi sayang,
aku tak suka dengan nada tanya yang banyak
mengandung kecurigaan! Kalau pertama jumpa
didahului kecurigaan, mana mungkin akan terjalin
sebuah persahabatan"!"
Pendekar Mata Keranjang mengernyit, demikian juga Kamaratih dan Drupadi.
"Ucapanmu tadi masih kusangsikan. Namun sekarang jelas. Jadi orang ini bukan
saja menyembunyikan wajah dan jenisnya, suaranya pun
sengaja disarukan! Hem.... Jelas ada maksud tertentu dari semua tindakannya
ini...," duga Aji dalam hati.
Mendengar suara orang ini, Kamaratih makin curiga. Dengan suara agak keras
perempuan setengah baya ini kembali keluarkan teguran.
"Orang asing! Kita belum kenal dan bukan
sahabat! Kami tak punya waktu banyak. Jawab saja pertanyaan kami!"
Kembali orang berwajah hitam tengadahkan
kepala lalu keluarkan suara pelan.
"Tak apa jika kau tak menganggapku sebagai sahabat. Namun bagiku, semua makhluk
adalah sahabat. Bukankah hakikat menjalani hidup
adalah bersahabat dan saling tolong sesama"!" suara orang ini masih disarukan
antara suara lakilaki dan perempuan.
"Betul!" sahut Aji. "Tapi dengan tindakanmu
yang menyembunyikan wajah dan menyarukan
suara membuat orang enggan bersahabat, malah
akan lari terkencing-kencing! Lebih dari itu akan
jatuh rasa curiga padamu!"
"Anak muda! Orang arif bijaksana tidak
akan memandang seseorang dari lagak dan penampilan. Lebih-lebih tidak akan
menjatuhkan prasangka buruk sebelum jelas-jelas terlihat!"
Aji jadi terdiam dan angkat bahu dengan
berpaling pada Kamaratih. Kamaratih sendiri tampaknya sudah tak sabaran.
"Orang asing! Jangan bicara panjang lebar!
Lekas sebutkan dirimu atau lekas angkat kaki dari
sini!" "Kalau jawaban dari pertanyaan kalian tadi
akan menjadi jembatan persahabatan, baiklah.
Akan kujawab semua pertanyaan kalian...," Kata
orang berwajah hitam. Dia menarik napas sejenak
lalu melanjutkan.
"Aku Putri...."
Sebelum orang berwajah hitam meneruskan
kata-katanya, tiba-tiba Kamaratih tertawa bergelak.
"Hem.... Jadi kau seorang putri! Hik....
Hik.... Hik...! Teruskan bicara, Putri...."
Orang berwajah hitam tidak tersinggung
atau marah mendengar ucapan, Kamaratih yang
jelas mengejek, sebaliknya orang ini malah tersenyum lantas buka suara lagi.
"Aku Putri Hitam. Kepentinganku mencari
sesuatu yang terpendam." Orang berwajah hitam
yang sebutkan diri sebagai Putri Hitam lalu arahkan pandangannya pada Pendekar
Mata Keran- jang. "Untuk pertanyaanmu, Anak Muda. Kali ini
aku belum dapat memberi jawaban pasti. Karena
cantik atau jelek adalah sesuatu yang tak bisa diukur. Tergantung dari sudut
mana orang memandang! Aku pun belum sempat mengukur berapa
besar dada dan pinggangku! Jelas"!"
"Belum!" sela Aji. "Kau belum mengatakan
dari jenis laki atau perempuan!"
Putri Hitam tertawa pelan. "Dengar, Anak
Muda! Jenis seseorang dapat merubah suasana.
Urusan maha penting seorang laki-laki terkadang
menjadi kabur jika sudah berhadapan dengan gadis muda cantik nan jelita. Begitu
juga sebaliknya.
Dengan tidak mempermasalahkan jenis, kukira
persahabatan akan lebih tulus. Bukankah begitu"!"
"Walah, jadi sulit berhadapan dengan orang
macam begini...," gumam Pendekar Mata Keranjang sambil jerengkan sepasang
matanya. "Terserah padamu sajalah kalau begitu!"
"Kau bilang mencari sesuatu yang terpendam. Apa itu"!" Kamaratih keluarkan suara
kembali. "Aku telah menerangkan siapa diriku. Sebelum kujawab pertanyaanmu, tak enak
rasanya jika aku tak tahu siapa kalian adanya! Bukankah persahabatan pasti diawali dengan
saling kenal diri"!"
Kamaratih tampak paling tidak sabar
menghadapi Putri Hitam. Sementara Drupadi
hanya diam namun tak henti-hentinya sepasang
matanya memandang lekat-lekat. Seakan berusa-
ha menembus polesan hitam dan pakaian gombrong orang ini untuk dapat mengenali
siapa adanya orang di balik itu semua. Sedangkan Aji
tampak acuh tak acuh, tapi segala ucapan orang
diperhatikannya baik-baik.
"Aku Kamaratih!" akhirnya Kamaratih yang
menjawab. Lalu berpaling pada Drupadi. "Dia
Drupadi," terakhir Kamaratih arahkan kepalanya
pada murid Wong Agung. "Dia pemuda bergelar
Pendekar Mata Keranjang 108!"
"Ah, hari ini rupanya aku berkesempatan
jumpa dengan orang-orang berilmu tinggi dalam
rimba persilatan. Juga dengan seorang pendekar
yang namanya mulai harum di telinga orang. Terimalah hormatku...," Putri Hitam
gerakkan tubuhnya sedikit membungkuk.
Kamaratih tidak menyambuti, dia hanya
mengangguk demikian juga dengan Drupadi.
Hanya Aji yang tampak membungkuk, malah dia
sambil takupkan kedua tangan dan lututnya sedikit ditekuk. Lalu berujar.
"Ucapan di telinga terkadang lain dengan
mata yang melihat. Aku belum apa-apa jika dibanding dengan dirimu, Putri...."
"Orang bijak memang tak mau menunjukkan diri...," kata Putri Hitam, lalu
berpaling pada Kamaratih. Belum sampai berkata, Kamaratih telah buka mulut. "Terangkan sesuatu
yang terpendam itu!"
"Sobatku, Kamaratih. Urusan itu biarlah
tersimpan di dada ini. Aku tak mau membuat
orang lain ikut menyimpannya. Hanya kalau boleh
tahu, apakah ini kawasan Sungai Siluman yang
menuju arah Bukit Siluman"!"
Ucapan Putri Hitam membuat Aji dan Drupadi serta Kamaratih saling pandang.
"Apakah kau hendak ke sana"!" tanya Aji
dengan memandang pada Putri Hitam.
"Orang tanya arah selatan, kadang sebenarnya dia hendak ke utara. Aku bertanya
bukan berarti aku akan ke sana!" ujar Putri Hitam.
"Busyet! Orang begini ini yang tak bisa dikibuli! Malah orang akan jatuh
terperosok jika tak
hati-hati! Maunya apa sebenarnya orang ini"! Sesuatu yang terpendam, hem....
Jangan-jangan maksudnya Lembaran Kulit Naga Pertala...," duga
Pendekar 108. Lalu dia bertanya lagi.
"Kalau kau tak hendak ke sana, kenapa
tanya arah Bukit Siluman"!"
"Pendekar 108. Ingin tahu adalah hal yang
wajar, bukan?"
"Berlama-lama bicara dengan orang ini tak
ada gunanya...," bisik Kamaratih. Lalu tanpa pikir
panjang lagi dia berkata.
"Ini memang kawasan Sungai Siluman yang
menuju arah Bukit Siluman! Kalau ingin ke sana,
kau bisa membuat perahu. Atau tidak ada yang
melarang jika kau memang berenang!"
"Ah, sobatku Kamaratih tampaknya sedang
tidak bersahabat. Mungkin hatimu sedang kusut.
Menunggu seseorang yang tak kunjung datang barangkali" Atau mungkin ada sesuatu
berharga yang hilang"! Atau...," Putri Hitam tidak melanjutkan ucapannya. Dia malah
tertawa perlahan la-
lu mendongak. Kamaratih dan Pendekar 108 dadanya berdebar-debar. Sejenak dua orang ini
berpaling dan saling pandang. Aji masih dapat menahan hatinya,
dia berpikir Putri Hitam mungkin kebetulan bicara
yang ada sangkut pautnya dengan masalah yang
kini dihadapi Kamaratih atau dirinya sendiri. Namun tidak demikian halnya dengan
Kamaratih. Mendengar orang bicara yang menyangkut perihal
dirinya, perempuan setengah baya berambut kepang ini makin curiga, dan saat itu
juga langsung membentak. "Kau ini sebenarnya siapa. Dan tahu apa
tentang diriku, hah".'"
"Hai.... Ada apa ini"!" ujar Putri Hitam terkejut. "Kau tiba-tiba membentakku.
Lalu bertanya yang bukan-bukan. Apa ada yang salah ucapanku"!"
"Ucapanmu tidak ada yang salah! Semuanya betul! Namun ucapanmu telah menyinggung
urusanku dan lebih-lebih urusan Pendekar 108!
Kita sebelumnya tidak kenal, namun tiba-tiba kau
tahu urusan kami. Jangan-jangan kaulah yang
menyamar dan membawa lari kipas itu!" Kamaratih nyerocos dengan suara keras.
"Sobatku, Kamaratih. Jaga ucapan. Aku tidak tahu urusanmu juga urusan Pendekar
108, apalagi urusan kipas dan samar-menyamar!"
"Putri Hitam...," kata Aji agak pelan. "Kalau
kau memang yang menyamar dan membawa lari
kipasku, kuharap kau sekarang menyerahkannya
padaku secara baik-baik!"
"Pendekar 108! Kau juga ikut-ikutan menuduhku"!"
"Aku tidak menuduh. Tapi kipasku dibawa
lari oleh seseorang yang menyamar. Kali ini kau
datang dengan menyamar. Orang yang membawa
lari kipasku bisa merubah suara. Kau juga demikian. Apakah tanda-tanda ini belum
kuat sebagai petunjuk"!"
Putri Hitam tertawa pelan tapi panjang.
"Pendekar 108. Sama belum tentu tak beda!
dan kukatakan sekali lagi, aku tak tahu-menahu
urusan kalian!"


Pendekar Mata Keranjang 25 Bidadari Penyebar Cinta di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dusta!" teriak Kamaratih. "Kau menutupi
wajahmu agar tak dikenali. Kalau orang baik-baik
mengapa takut perlihatkan wajah"!"
"Tindakan orang berlainan, Kamaratih. Kalau urusanku bisa tercapai dengan jalan
begini, kenapa orang lain mesti ribut"!" nada suara Putri
Hitam mulai agak tinggi.
"Kalau kau betul-betul tidak dusta, harap
kau mau digeledah! Kalau kau perempuan, silakan
pilih di antara dua orang ini mana yang kau tunjuk untuk menggeledah! Kalau kau
laki-laki pasti
kau akan lebih senang! Nah, silakan pilih!" kata Aji
sambil berpaling pada Drupadi dan Kamaratih.
"Berarti kau menginjak hakku!"
"Terserah apa namanya, yang pasti aku kehilangan kipas dan kau adalah orang yang
pantas untuk dicurigai!"
"Aku tak mengambil kipasmu dan aku tak
sudi diperlakukan seperti itu!"
"Berarti kau minta jalan kekerasan!" seru
Kamaratih. "Itu bukan pilihanku, karena kalian yang
menentukan!" jawab Putri Hitam dengan suara
tinggi. "Keparat! Kau menantang rupanya! Baik,
aku ingin tahu juga siapa adanya jahanam di balik
penutup wajahmu itu!"
Habis berkata begitu, Kamaratih melompat.
Dua langkah di hadapan Putri Hitam kedua tangannya segera diangkat hendak
lepaskan pukulan.
"Tahan!" seru Putri Hitam. Orang ini tidak
membuat gerakan. Tetap tegak dengan memandang tajam pada Kamaratih.
"Jalan ini tidak akan menyelesaikan urusan, Kamaratih. Malah akan membuat bibit
permusuhan. Kalau...."
"Diam! Kau yang menanam bibit itu! Sebelum tumbuh besar sebaiknya dipotes sejak
sekarang!"
Wuuttt! Wuuttt!
Kedua tangan Kamaratih telah berkelebat
kirimkan pukulan. Keduanya langsung mengarah
ke batok kepala Putri Hitam. Pukulan baru setengah jalan, angin deras telah
melesat mendahului,
pertanda hantaman itu telah dialiri tenaga dalam
tinggi. Aji dan Drupadi sama-sama membeliak besar, malah tanpa sadar Aji memanggil nama
Putri Hitam, karena mereka berdua melihat Putri Hitam
tidak membuat gerakan apa-apa meski pukulan
Kamaratih sejengkal lagi menghajar kepalanya.
Bukk! Bukkk! Dan tangan Kamaratih telak menghajar kepala Putri Hitam. Namun semua orang di
situ jadi melengak. Bahkan Kamaratih berseru tertahan
sambil surutkan langkah dua tindak. Betapa tidak" Kepala itu hanya menyentak
sebentar ke kanan kiri. Lalu diam lagi. Sementara sosok Putri Hitam tidak
bergeming sama sekali!
"Hampir tak kupercaya jika tak menyaksikan sendiri. Pukulan Kamaratih kuyakin
bukan pukulan biasa. Namun kepala itu bagaikan bongkahan gunung batu! Siapa sebenarnya
orang ini"
Ucapannya begitu mendalam. Hem.... Apakah kata-katanya bisa dipercaya" Aku harus
menyelidik...," Aji berkata sendiri dalam hati.
Di sebelah depan, melihat pukulannya
hanya mampu membuat kepala orang tersentak
sebentar, darah Kamaratih jadi mendidih. Cepat
perempuan ini kerahkan tenaga dalamnya. Sesaat
kemudian kedua tangannya diangkat lalu dihantamkan ke arah Putri Hitam.
Wuuuttt! Wuuuttt!
Gemuruh laksana gelombang terdengar saat
dari kedua tangan Kamaratih melesat asap putih
tebal. Suasana pun berubah jadi dingin menusuk!
Putri Hitam pentangkan sepasang matanya.
Tiba-tiba kedua tangannya diangkat tinggi-tinggi di
depan tubuhnya. Lalu serentak disentakkan!
Beeettt! Beeettt!
Tidak ada suara yang keras, juga tidak ada
sambaran angin yang melesat keluar. Namun bersamaan dengan menyentaknya tangan,
asap putih pukulan Kamaratih tertahan. Di lain kejap, Kama-
ratih tampak terhuyung-huyung lalu jatuh berlutut dengan tubuh bergetar!
Entah merasa Kamaratih telah dianggap
sahabat baik, atau mungkin juga masih mencurigai bahwa yang melarikan kipasnya
adalah Putri Hitam, Aji segera menghambur dan tahu-tahu berdiri tegak tiga langkah di hadapan
Putri Hitam. "Putri Hitam. Aku masih mau bicara baikbaik. Serahkan kipas itu atau biarkan
kami menggeledahmu jika kau benar-benar tak mengambilnya!"
"Pendekar 108. Sudah kukatakan. Aku tak
mengambil dan aku tak mau digeledah!"
"Berarti benar-benar kau suka jalan kekerasan!"
"Itu bukan jalanku, tapi pilihanmu!"
"Kurang ajar! Terimalah ganjaranmu!"
Wuuttt! Wuuuttt!
Karena telah melihat bagaimana pukulan
Kamaratih dibuat lenyap sebelum menghajar sasaran, Pendekar Mata Keranjang tak
mau main-main lagi. Sekali buka serangan murid Wong Agung ini
telah kirimkan pukulan 'Mutiara Biru'.
Suasana di tempat ini kini berubah semburat warna biru, lalu cuaca menjadi panas
menyengat, pada saat bersamaan dua sinar biru membersit dan mengembang melesat
cepat ke arah Putri
Hitam. Putri Hitam kembali pentangkan sepasang
matanya. Kedua tangannya tetap di bawah. Begitu
sinar biru panas setengah tombak lagi menghajar
tubuhnya, orang ini membuat gerakan seperti
mengangkat. Sampai di depan dada kedua tangannya disentakkan ke atas.
Beeettt! Beeettt!
Sinar biru serentak terhenti. Kejap lain sinar pukulan itu melesat ke udara
dengan cepatnya. Hingga hanya dalam beberapa saat sinar itu
lenyap laksana ditelan langit! Pada saat bersamaan
semburat sinar biru di tempat itu sirna memudar!
Di belakang, tubuh Aji mental ke belakang lalu
menghantam sosok Kamaratih yang hendak bergerak bangkit. Kedua orang ini
terpuruk saling tindih, malah kedua wajah mereka bersentuhan!
Mungkin tak sadar dan untuk menyelamatkan diri agar tak jatuh terlalu keras,
maka Aji segera saja memeluk tubuh Kamaratih, hingga
saat bergulingan orang ini sama saling berpelukan.
"Hai! Wajahmu jangan terus menekan. Bedakku bisa morat-marit. Pelukanmu juga
lepaskan!" seru Kamaratih. Namun Aji seolah tak
mendengar ucapan orang ini. Dia malah menempelkan wajahnya dan pelukannya
dipererat. "Dasar konyol! Saat begini juga masih sempat bercanda!" teriak Kamaratih. Lalu
berbisik pelan. "Kalau kau ingin, kenapa di depan orang,
Anak Muda" Waktu sepi tadi kau menolak! Atau
kau ingin kekasihmu itu makin cemburu"
Sadar ucapan orang ini, Aji cepat lepaskan
pelukannya lalu menggeser tubuhnya dan bergerak bangkit. Demikian juga
Kamaratih. Pertamatama yang terlihat oleh Pendekar Mata Keranjang
adalah Drupadi yang kini tegak membelakangi.
Namun dari arah samping masih terlihat bagaima-
na paras wajah gadis cantik ini. Merah padam dan
memberengut! Namun Aji tak sempat memikirkan
lebih lama lagi karena saat itu Kamaratih telah
angkat bicara. "Keparat itu telah lenyap!"
Pendekar 108 sapukan pandangannya berkeliling. Dan ucapan Kamaratih memang betul
Putri Hitam tak ada lagi di tempat itu.
"Hem.... Kalaupun pergi, tentu belum jauh
dari sini. Aku penasaran. Aku harus tahu siapa
dia! Kalau dia tahu urusanku, sedikit banyak
mungkin tahu di mana dan siapa sebenarnya yang
membawa lari kipasku! Kalau tadi dia tak mau
mengatakan, mungkin keburu sakit hati oleh katakataku dan ucapan nenek menor
itu.... Aku akan
menyusulnya!" berpikir begitu, tanpa bicara lagi
murid Wong Agung segera berkelebat meninggalkan tempat itu.
"Tunggu!" tahan Kamaratih. Namun Pendekar 108 telah lenyap di sela rimbunan
semaksemak. Mendengar suara Kamaratih, Drupadi berpaling. Pandangannya mengedar berkeliling.
Saat matanya tak menemukan lagi sosok Aji, gadis ini
alihkan pandangannya pada Kamaratih. Tatapan
matanya tampak aneh. Lalu tanpa keluarkan sepatah kata, gadis baju kuning ini
putar tubuh dan
berkelebat pergi.
Kamaratih menghela napas panjang dan dalam.
"Aku tahu perasaannya. Cemburunya
mungkin makin besar padaku. Hem.... Aku akan
menjelaskannya padanya. Lagi pula pada pemuda
baik macam dia, mana mungkin aku berani main
gila?" Sejurus perempuan berambut kepang ini
layangkan pandangannya jauh ke depan. "Siapa
sebenarnya orang yang mengaku Putri Hitam itu"
Baru kali ini aku jumpa dengan manusia berilmu
tinggi begitu. Ah.... Lebih baik aku bersiap menanti
bangsat si Manusia Neraka! Melihat telah banyak
orang yang datang ke sini, tak lama lagi pasti dia
akan muncul!"
Perlahan-lahan Kamaratih tundukkan kepalanya. "Aneh. Meski aku jatuh
terjengkang, namun
aku tak merasakan sakit sama sekali. Jelas, jika
orang itu tak mau mencederaiku. Ah.... Orang
aneh dan penuh misterius." Kamaratih rapikan
rambutnya, lalu sekali berkelebat sosoknya lenyap
dari tempat itu.
TIGA BELAS KITA kembali pada Utusan Iblis yang tengah
berkelebat mengejar orang yang diduganya mengirimkan pukulan hingga tubuhnya
tersapu dan hampir saja roboh. Mungkin karena geram dan
penasaran, pemuda ini sampai melupakan urusannya dengan Pendekar 108 dan
meninggalkannya begitu saja. Namun setelah agak jauh berkelebat mencari dan tak
menemukan orang yang me-
nyerangnya secara gelap, pemuda ini sadar.
"Bangsat! Jangan-jangan aku dikecoh
orang...." Cepat pemuda ini segera putar tubuh
dan berkelebat kembali ke arah di mana tadi Pendekar 108 berada. Apa yang
dikhawatirkan Utusan
Iblis terbukti. Murid Wong Agung sudah tak ada
lagi di tempatnya semula!
Seperti diketahui, begitu Utusan Iblis berkelebat, Wong Agung muncul di tempat
itu dan memberi isyarat pada muridnya untuk mengikuti
dirinya. "Keparat busuk! Aku betul-betul dikelabui
orang. Jahanam!" Utusan Iblis tak habis-habisnya
memaki sambil bantingkan kaki. Rahangnya mengembang, matanya merah dan dadanya
keras bergetar.
Seraya membawa geram dan marah yang
berkobar, akhirnya pemuda ini terus berkelebat ke
arah timur. Dan setelah jauh mencari dan tak menemukan siapa pun akhirnya pemuda
ini duduk bersandar pada sebatang pohon yang agak terlindung dari pandangan.
Lama pemuda murid Titisan Iblis ini duduk
bersandar sambil pikirannya mengembara ke mana-mana. Tiba-tiba dia tarik
tubuhnya duduk tegak, sepasang matanya dibeliakkan memandang
ke depan. "Ada orang berlari ke arah timur. Tak dapat
kupastikan laki perempuannya. Barangkali...,"
Utusan Iblis tak berpikir panjang. Dia segera
bangkit lalu berkelebat mengejar bayangan yang
baru saja tertangkap matanya.
"Berhenti!" teriak Utusan Iblis begitu bayangan yang dikejar sudah tak jauh lagi
dari dirinya. Sosok yang dikejar tak pedulikan teriakan
orang. Malah dia makin kencangkan larinya,
membuat Utusan Iblis makin curiga dan kerahkan
segenap ilmu peringan tubuhnya untuk mengejar.
Ketika sosok yang dikejar berada lima tombak di depannya, kembali Utusan Iblis
keluarkan seruan keras. "Berhenti atau tubuhmu kuhancurkan!"
Mendengar ancaman orang, tiba-tiba sosok yang
dikejar Utusan Iblis hentikan larinya. Sebelum sosok itu berbalik, terdengar dia
perdengarkan suara
tawa cekikikan panjang.
"Perempuan...," desis Utusan Iblis lalu berhenti sepuluh Langkah di belakang
orang. "Katakan perlumu mengejar dan menyuruhku berhenti!" tegur orang di depan lalu
balikkan tubuh.
Untuk sesaat kedua alis mata Utusan iblis
naik ke atas. Bibirnya hendak tersenyum, tapi tiba-tiba berubah jadi seringai
dan kejap lain dia keluarkan dengusan.
Ternyata orang di hadapan Utusan Iblis
adalah seorang perempuan setengah baya. Mukanya mengenakan bedak putih agak
tebal, bibirnya merah menyala dengan rambut dikepang. Perempuan yang bukan lain
adalah Kamaratih ini
tersenyum lalu keluarkan tawa lagi.
"Perempuan sundal...," gumam Utusan Iblis.
"Tak ada gunanya bicara dengan perempuan begini
rupa. Lebih baik aku segera menuju bukit itu.
Urusan dengan Mata Malaikat bisa diselesaikan
kapan-kapan. Lagi pula kuyakin orang itu masih
berkeliaran di sekitar kawasan ini...," berpikir begitu, Utusan Iblis balikkan
tubuh tanpa berkata lagi.
Lalu hendak berkelebat meninggalkan tempat itu.
"Tunggu dulu, Anak Ganteng...," tahan Kamaratih membuat Utusan Iblis urungkan
niat.

Pendekar Mata Keranjang 25 Bidadari Penyebar Cinta di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanpa putar tubuhnya lagi si pemuda membentak.
'"Ada apa"!"
"Aneh. Kau tadi kulihat bersemangat sekali
mengejarku. Kini kau tampak bermuram durja.
Apakah wajah atau tubuhku kurang menarik hatimu" Ah, mungkin kau belum
melihatnya. Kalau
sudah tahu, mungkin kau akan mengikuti ke maha aku pergi. Hik.... Hik.... Hik...!
Kau ingin bukti..."!"
Masih tanpa balikkan tubuh, Utusan Iblis
meludah ke tanah, lalu membentak.
"Jangan banyak mulut, Tua Bangka! Daripada melihat tubuh telanjangmu, lebih baik
lihat kerbau bunting!"
Melihat sikap dan mendengar ucapan Utusan Iblis, Kamaratih menjadi geram. Namun
perempuan ini kali ini masih coba menindihnya. Lalu
dia berujar. "Jangan komentar sebelum lihat bukti,
Anak Ganteng...."
"Perempuan sundal! Aku ada urusan. Perlihatkan saja tubuh telanjangmu pada
kambingkambing di sana itu. Barangkali ada salah satu
yang tertarik!"
Ejekan Utusan Iblis membuat Kamaratih
tak dapat lagi menahan amarahnya, hingga saat
itu juga dia kancingkan kembali bajunya yang tadi
mulai dibuka. Dan kejap itu juga dia meloncat ke
depan. Kedua tangannya dipukulkan ke arah
punggung si pemuda.
Merasa ada gelagat tak enak, Utusan Iblis
cepat putar tubuh. Sepasang matanya mendelik
besar tatkala saat itu juga dua tangan telah berada
di depan hidungnya.
"Perempuan jahanam! Kau belum tahu siapa yang sedang kau hadapi saat ini!"
teriak Utusan Iblis lalu palangkan kedua tangannya ke depan.
Bukk! Bukkk! Dua pasang tangan beradu keras. Kamaratih keluarkan seruan tertahan lalu cepat
mundur dengan wajah berubah pucat. Kedua tangannya
yang baru saja bentrok terasa panas dan bergetar.
Dadanya pun sedikit sesak. Di hadapannya Utusan Iblis tampak menyeringai lalu
meludah. Sepasang mata pemuda ini berubah jadi merah beringas. Pelipis kiri
kanannya bergerak-gerak.
"Perempuan sundal!" seru Utusan Iblis. "Pasang telinga baik-baik. Yang tegak di
hadapanmu saat ini adalah Utusan Iblis! Sebelum kucopot
nyawamu, katakan siapa kau"!"
Kamaratih dongakkan kepala sambil perdengarkan suara tawa panjang.
"Kau telah berulang kali menyebutnya. Kenapa masih tanya"! Hik.... Hik....
Hik...! Aku tahu
sekarang. Kau tadi mengejarku, kau kira aku
orang yang kau cari, ya?"
Utusan Iblis kernyitkan dahi. "Hem.... Sun-
dal ini tampaknya tahu. Jangan-jangan dia yang
mempermainkan dan mengecohku...," Kata si pemuda dalam hati. Dan diam-diam pun
Kamaratih membatin. "Pemuda ini tampaknya orang baru dalam
dunia persilatan. Ilmunya tinggi. Namun dari tindakannya rupanya bukan orang
baik-baik. Hem....
Meski aku bukan orang baik-baik, namun aku tak
suka jika orang macam dia sampai berhasil mendapatkan lembaran kulit yang saat
ini diperebutkan orang itu. Beradanya dia di kawasan ini
pasti untuk urusan lembaran kulit itu. Aku harus
mencegahnya, setidak-tidaknya mengulur waktunya, tapi bagaimana nanti dengan
urusanku..."!"
Untuk beberapa lama kedua orang ini sama-sama diam. Dan tanpa disadari oleh
mereka diam-diam dari sela kerimbunan semak-semak
yang rapat, sepasang mata mengawasi mereka tak
berkedip. Namun sesekali wajah orang yang mengawasi ini senyum-senyum sambil
usap-usap hidungnya.
"Perempuan sundal!" teriak Utusan Iblis.
"Kau tahu urusanku. Berarti kaulah orang yang
mengecohku dan menyelamatkan pemuda konyol
itu!" Dituduh demikian, Kamaratih jadi naik pitam. "Bukan saja mulutmu yang busuk,
ternyata hatimu juga kotor!"
"Orang salah kadang-kadang menutupi
dengan tingkah dan mulut sok suci! Tapi aku takkan terkecoh! Terimalah
kematianmu, Sundal
Tua!" Utusan Iblis angkat kedua tangannya, sementara Kamaratih tak tinggal diam.
Perempuan ini pun kerahkan tenaga dalamnya, lalu palangkan
kedua tangannya di depan dada.
"Walah, urusan sepele berubah jadi berteletele.... Daripada lihat orang ugal-
ugalan begini, lebih baik mengurus diriku dulu. Hem.... Mencari
lembaran kulit itu terlebih dahulu atau langsung
menyelidik ke bukit" Tapi menurut Setan Pesolek,
hanya kipas itu mungkin yang bisa membuka tabir. Berarti aku harus mendapatkan
kipas itu dahulu.... Sialan betul! Langkahku jadi terhalang gara-gara si keparat
orang yang menyamar dan
membawa kipas itu!" gumam orang di sela kerapatan semak-semak yang bukan lain
adalah Pendekar 108. Murid Wong Agung ini segera bergerak
hendak bangkit meninggalkan tempat itu. Namun
gerakannya tertahan tatkala dari arah depan, arah
mana berada Utusan Iblis dan Kamaratih sedang
sama-sama hendak kirimkan serangan, terdengar
orang berseru. "Tahan serangan!" Di lain kejap sesosok
bayangan berkelebat dan tegak di tengah-tengah
antara Utusan Iblis dan Kamaratih.
Dia adalah seorang kakek berambut putih
panjang, bermata cacat. Tubuhnya terbungkus
pakaian perempuan. Tapi, ketika dia bergerak terlihat pakaian dari kulit ular di
baliknya. Pendekar Mata Keranjang pentangkan sepasang matanya. Mulutnya komat-kamit.
"Mengenakan pakaian perempuan, rambutnya dikepang...," murid Wong Agung sekali
lagi memperhatikan. Tiba-tiba sepasang matanya berubah merah berkilat-kilat,
rahangnya mengembang, kedua telapak tangannya bergerak membuka keluarkan suara
bergemeretakan. Dadanya bergetar keras.
Tanpa pedulikan lagi pada Utusan Iblis
yang sebenarnya sedang mencari dirinya, murid
Wong Agung ini langsung bangkit dan cepat berkelebat ke arah si kakek!
SELESAI Segera terbit: LEMBARAN KULIT NAGA PERTALA
https://www.facebook.com
/DuniaAbuKeisel
Scan/PDF: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Rahasia Peti Wasiat 8 Kemelut Blambangan Seri Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Naga Sasra Dan Sabuk Inten 33
^