Pencarian

Iblis Berkabung 1

Dewa Arak 90 Iblis Berkabung Bagian 1


IBLIS BERKABUNG Oleh Aji Saka Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting: Tuti S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Aji Saka Serial Dewa Arak
Dalam episode Iblis Berkabung
128 hal ; 12 x 18 cm
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
1 Seekor kuda coklat berpacu cepat melintasi ja-
lan berumput di kaki gunung. Penunggangnya seorang
gadis cantik berpakaian hijau yang bertingkah seperti orang kesetanan. Kendati
binatang tunggangannya telah berlari demikian cepat, tetap saja cambuk yang
tergenggam di tangan berkali-kali dilecutkan pada bagian belakang kuda coklat!
Saat itu matahari bersinar dengan terik. Keti-
dakadaan awan-awan di langit membuat suasana
siang itu panas bukan main. Angin yang bertiup pun
tak membuat kulit dan tubuh terasa nyaman. Namun
keadaan itu tampaknya tak dipedulikan oleh si gadis.
Sekarang dia tengah melalui jalan selebar dua
tombak yang di kanan kirinya terhampar rumput se-
tinggi satu tombak. Kecepatan lari kuda coklat tetap tak berubah. Debu mengepul
tinggi tercipta di tempat yang ditinggalkan kuda itu.
Sing, sing, singng...!
Tiba-tiba bunyi berdesing nyaring yang mengi-
ringi meluncurnya benda-benda berkilat mengejutkan
si gadis. Apalagi ketika diketahuinya benda-benda berkilat yang bukan lain
pisau-pisau tajam itu meluncur ke arah kuda tunggangannya,
Gadis berpakaian hijau semakin mempergencar
lecutannya untuk mendahului agar serangan pisau-
pisau tak mengenai sasaran. Tapi ketika disadari tindakannya tak akan membawa
hasil, karena pisau-
pisau yang meluncur terlalu banyak dan sebagian me-
luncur ke arah yang akan dilalui kuda coklat, si gadis segera melakukan tindakan
lain. Gadis berusia sekitar dua puluh tahun dan
berwajah cantik itu mengepitkan kedua kakinya ke perut binatang tunggangannya.
Lalu, mulutnya yang
memiliki sepasang bibir merah basah mengeluarkan
lengkingan tinggi. Maka... kuda coklat terbawa naik ke atas dan meluncur ke
depan bak terbang. Kuda coklat itu baru mendarat kembali di tanah setelah
melayang-layang di udara sejauh lima tombak. Belasan batang pisau meluncur di
bawah kaki binatang itu. Seakan-akan binatang tunggangan si gadis melompati
pisau- pisau. Begitu kuda coklat berhasil mendarat tanpa
menimbulkan bunyi gaduh si gadis tak segera memacu
binatang tunggangannya. Dia malah menarik tali ke-
kang kuda. Sementara kuda coklat yang menyadari
adanya bahaya mengancam bermaksud untuk melari-
kan diri sejauh-jauhnya dari tempat itu. Namun betapa pun keras usahanya untuk
kabur binatang itu tak
mampu bergeming dari tempatnya!
Melalui nalurinya akhirnya kuda coklat pun
mengerti kalau penunggangnya memiliki kekuatan
jauh di atas bahaya itu. Jadi tak ada gunanya bersikeras. Maka meski ringkikan-
ringkikan ketakutan dike-
luarkan binatang itu tak memaksakan diri untuk ka-
bur lagi. Baru saja kuda coklat itu tenang, dari balik kerimbunan semak
keluarlah puluhan sosok yang didahului dengan bunyi riuh-rendah rerumputan dis-
ibakkan. Si gadis tampak tetap tenang duduk di atas ku-
da coklatnya. Dengan sepasang matanya yang bening
diperhatikannya sosok-sosok yang membentuk lingka-
ran untuk mengurungnya. Sosok-sosok yang jumlah-
nya tak kurang dari dua puluh lima orang itu rata-rata bersikap liar dan
berwajah kasar. Di tangan mereka
tergenggam senjata yang terhunus siap untuk diper-
gunakan. "Sungguh tak kusangka gerombolan tikus-tikus
buduk kembali muncul di tempat ini!" dengus gadis berpakaian hijau. "Rupanya
waktu lima tahun telah cukup untuk membuat tempat ini kalian jadikan daerah
untuk melakukan tindakan keji!"
"Ha ha ha...!"
Bagai telah disepakati sebelumnya puluhan
orang kasar itu tertawa bergelak. Ucapan si gadis mereka anggap seperti hal yang
lucu dan mengundang
kegelian di hati.
Seorang lelaki tinggi besar berkulit hitam legam
melangkah maju menghampiri si gadis.
"Rupanya kau cukup tahu daerah ini, Anak
Manis" Sayangnya kau ketinggalan berita. Tempat ini telah menjadi wilayah
kekuasaan kami sejak beberapa bulan lalu. Tak boleh seekor makhluk pun lewat
tempat ini tanpa perkenan dari kami!" tandas lelaki hitam yang merupakan
pimpinan rombongan penghadang.
"Kalian mencari penyakit sendiri dengan berani menghadangku!" sahut si gadis
penuh keyakinan akan kemampuan diri.
Kemudian, gadis berpakaian hijau itu melompat
turun dari punggung kuda. Mulutnya berdecak pelan
memberikan perintah pada binatang tunggangannya.
Kuda coklat yang memang sejak tadi sudah gelisah itu segera berlari congklang
meninggalkan tempat itu.
Rombongan penghadang menyibak memberi jalan sete-
lah melihat isyarat dari lelaki tinggi besar. Kuda coklat itu pun melaju tanpa
mendapatkan gangguan.
"Sekarang aku ingin tahu maksud kalian
menghadang perjalananku. Asal kalian tahu saja aku
tak senang dengan gangguan ini. Karena saat ini aku mempunyai keperluan yang
amat penting!" tegas gadis
berpakaian hijau. "Perbuatan kalian cukup untuk membuatku bertindak keras!"
"Wanita sombong! Kau akan menyesali uca-
panmu itu. Mulutmu yang lancang itu akan mem-
buatmu ku perkosa habis-habisan!" Lelaki berkulit hitam menghardik dengan tak
kalah sengitnya. Didahu-
lui geraman keras bak binatang buas terluka, lelaki itu kemudian meluruk ke arah
si gadis. Kedua tangannya
terkembang dan digerakkan untuk meringkus lawan-
nya. Gadis berpakaian hijau mengerutkan sepasang
alisnya melihat cara penyerangan yang kurang ajar itu.
Tentu saja dia tak ingin tubuhnya dipeluk lelaki tinggi besar yang bau badannya
apek. Si gadis segera meng-genjot kan kaki sehingga tubuhnya melayang ke atas.
Lelaki berkulit hitam pun hanya memeluk angin kare-
na orang yang dijadikan sasaran telah berada beberapa jari di atasnya.
Kenyataan itu saja sudah membuat lelaki tinggi
besar menjadi geram. Dan kegeraman itu semakin
menjadi-jadi ketika mengetahui tingkah si gadis. Gadis berpakaian hijau itu
mempergunakan kesempatan di
saat berada di atas lawannya untuk mendorong kepala lelaki tinggi besar.
Kemudian, dia bersalto beberapa kali dan menjejak tanah dengan mantap sekitar
satu tombak di belakang sang pemimpin para penghadang.
Berbeda dengan si gadis. yang mendarat den-
gan nyaman, lelaki berkulit hitam terhuyung-huyung
ke depan akibat serangan gadis berpakaian hijau. Do-rongan itu keras bukan main.
Untungnya dia mampu
mematahkan kekuatan adu dorong itu. Kalau tidak
wajahnya pasti akan terjerembab mencium tanah.
"Setan!" maki lelaki tinggi besar penuh geram.
Tubuhnya segera dibalikkan menatap ke arah si gadis
yang berdiri tenang seakan menunggunya. Sepasang
mata lelaki itu menyiratkan kemarahan yang sangat.
"Kau harus menebus mahal kelancanganmu
ini, Perempuan Setan! Tak seorang pun boleh mem-
permainkan Bangkalan!"
Lelaki tinggi besar yang bernama Bangkalan ini
mencabut golok besar yang tergantung di punggung.
Diawali teriakan keras yang membuat sebagian besar
anak buahnya mendekap telinga. Bangkalan men-
gayunkan goloknya.
Wusss! Lagi-lagi serangan Bangkalan mengenai tempat
kosong! Golok besar yang diayunkan ke arah pinggang si gadis berhasil dielakkan
lawan. Begitu serangan lewat, kaki kiri si gadis bergerak mencuat ke arah perut.
Cepat bukan main serangan itu dilancarkan.
Bukkk! "Hugh...!"
Keluhan tertahan keluar dari mulut Bangkalan.
Kaki mungil lawannya ternyata mendarat telak di sasaran yang dituju. Seketika
tubuh lelaki ini terhuyung-huyung ke belakang bak ditumbuk seekor kerbau.
Kenyataan pahit ini membuat Bangkalan sema-
kin mata gelap. Dia tahu kalau si gadis memiliki kepandaian tinggi. Tapi hal itu
tetap tak membuatnya
mundur. Begitu berhasil tegak kembali dengan sedapat mungkin dia menyembunyikan
rasa sakit yang mendera. Kemudian buru-buru dikeluarkannya perintah
yang menggeledek.
"Bereskan perempuan liar itu!"
Tanpa menunggu perintah dua kali puluhan
anak buah Bangkalan meluruk ke arah gadis berpa-
kaian hijau. Senjata beraneka ragam pun terayun
mencari sasaran empuk di tubuh gadis itu.
Gadis berpakaian hijau tetap berdiri bertolak
pinggang. Dia tak kelihatan khawatir sama sekali.
Yang ada di benak gadis ini adalah sedikit keheranan melihat Bangkalan masih
mampu berdiri tegak. Padahal tendangannya itu cukup untuk membuat seekor
badak roboh. Tapi Bangkalan tidak! Ini berarti lelaki hitam itu memiliki kulit
tubuh yang kuat.
Serangan-serangan berbagai senjata dari segala
arah yang semakin dekat membuat si gadis segera me-
lupakan masalah Bangkalan. Lagi-lagi kelihayannya
dipertunjukkan. Lincah laksana kera dan gesit laksana bayangan tubuhnya
berkelebatan ke sana kemari.
Tanpa menemui kesulitan sedikit pun gadis berpa-
kaian hijau menyelinap di antara kelebatan serangan lawan. Jerit-jerit kesakitan
diikuti dengan bermenta-lannya tubuh-tubuh para penghadang tercipta ketika si
gadis mulai balas menyerang. Setiap kali tangan
atau kakinya bergerak seorang lawan terpental keluar dari kancah pertarungan.
Orang yang sial itu roboh
dan tak melanjutkan pertarungan lagi. Memang tak
tewas, namun luka yang mereka derita cukup parah!
Bangkalan menggeram melihat nasib yang me-
nimpa anak buahnya. Tapi apa dayanya" Disadarinya
kalau saat ini dia dan gerombolannya keliru memilih korban. Gadis berpakaian
hijau terlalu tangguh untuk dihadapi. Bangkalan tahu jika perlawanan ini terus
dilakukan hanya akan merugikan diri sendiri.
Karena itu Bangkalan segera mengeluarkan si-
ulan nyaring. Sebuah isyarat pada anak buahnya un-
tuk bergerak mundur. Anak buah Bangkalan yang
memang sudah merasa gentar melihat banyaknya re-
kan-rekan mereka yang roboh, buru-buru meninggal-
kan kancah pertarungan. Mereka lalu menyelinap ma-
suk di kelebatan hamparan rumput.
Hanya dalam waktu sebentar saja suasana ga-
duh yang semula melanda tempat itu kini hening kem-
bali. Yang tinggal di situ hanya gadis berpakaian hijau dan hampir separo anak
buah Bangkalan. Si gadis
menyusut peluh didahinya dengan sapu tangan hijau.
Dia tak melakukan pengejaran sama sekali terhadap
lawan-lawannya. Malah kemudian ditinggalkannya
tempat itu untuk melanjutkan perjalanannya yang tadi tertunda.
*** "Keparat!"
Suara makian keras penuh kemarahan dan ke-
geraman terdengar menggelegar. Atap dan dinding ser-ta lantai ruangan di mana
sosok pemilik seruan itu berada sampai tergetar keras.
Sosok yang memaki itu adalah seorang gadis
cantik jelita berkulit putih dan halus. Tubuhnya yang padat ramping terbungkus
pakaian hijau. Seorang gadis yang menarik!
Gadis berpakaian hijau ini adalah gadis yang
beberapa waktu lalu menghajar Bangkalan dan gerom-
bolannya. Di hadapan si gadis yang hanya terpisah
oleh meja berbentuk persegi panjang duduk dua orang lelaki berusia tiga puluhan.
Lelaki ini sama-sama bersikap dan berwajah
gagah. Pakaian keduanya berwarna putih yang pada
dada sebelah kiri atas terdapat sulaman telapak tangan dengan benang merah. Pada
wajah yang menyi-
ratkan kejantanan itu tampak kesedihan besar.
"Mengapa aku tak diberitahu mengenai keja-
dian ini, Kak Sandaka"!" tanya si gadis penasaran
sambil menatap lelaki yang berkumis melintang.
Sandaka terdengar menghela napas berat sea-
kan-akan tengah berusaha membuang ganjalan yang
menyesakkan dadanya.
"Maafkan kalau tindakan yang kami ambil ini
salah, Inani. Tapi percayalah, kami bermaksud baik.
Kami tak ingin membuatmu memikirkan kejadian ini
yang akan mengganggu latihanmu. Lagipula kami pikir tak lama lagi kau akan
menyelesaikan latihanmu dan
kembali ke sini," jawab Sandaka lirih karena merasa bersalah.
Inani hanya terdiam. Agaknya bisa diterimanya
alasan yang dikemukakan Sandaka.
"Ada hal lain yang membuat kami mengambil
keputusan seperti itu, Inani," tambah lelaki gagah sa-tunya yang berwajah
persegi mirip muka singa.
Inani mengalihkan pandangannya ke arah lela-
ki bermuka singa.
"Tolong beritahukan padaku, Kak Kalaban. Dan
juga tolong ceritakan semua kejadian yang kalian ketahui hingga ayahku diculik
orang. Andaikata berita ini terdengar sampai di dunia persilatan, bukankah akan
membuat nama Perkumpulan Tapak Darah jadi bahan
tertawaan?"
"Itulah alasan yang kami maksudkan, Inani,"


Dewa Arak 90 Iblis Berkabung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jawab Kalaban. "Karena itu meskipun dengan berat ha-ti masalah itu kami usahakan
untuk tidak sampai di telingamu sebelum kau sendiri tiba di sini. Biarlah pe-
ristiwa ini hanya diketahui oleh perkumpulan kita sa-ja."
"Sebagai tambahan, Inani," sela Sandaka. "Ka-mi tak berdiam diri saja. Beberapa
murid yang memili-ki kepandaian cukup telah kami utus untuk mencari
tahu nasib ayahmu. Tapi beberapa hari yang lalu
hanya seorang di antara mereka yang kembali dalam
keadaan terluka parah. Sebelum tewas dia sempat
memberitahukan kalau rombongan mereka dihadang
oleh gerombolan golongan hitam yang dipimpin oleh
seorang tokoh yang bernama Bangkalan. Lawan yang
lebih banyak jumlahnya membuat murid-murid yang
kami utus tak mampu bertahan."
"Keparat! Kalau ku tahu hal itu sebelumnya tak akan kuampuni mereka semua!"
desis Inani sambil mengepalkan jari-jari tangannya yang halus dan lentik.
Kelihatan jelas kalau gadis ini merasa geram.
"Kau telah berjumpa dengan mereka, Inani"!"
Hampir berbarengan Sandaka dan Kalaban mengaju-
kan pertanyaan tanpa menyembunyikan rasa kaget-
nya. "Benar," Inani mengangguk. "Mereka mencoba menghadang perjalananku. Tapi
kemudian mereka me-larikan diri ketika tahu aku bukan tokoh yang bisa
mereka buat permainan."
Sandaka dan Kalaban tak merasa heran men-
dengar Inani mampu membuat rombongan Bangkalan
kocar-kacir. Mereka bisa memperkirakan ketinggian
tingkat kepandaian yang dimiliki Inani. Gadis itu menjadi murid seorang tokoh
golongan putih yang memiliki kepandaian amat tinggi dan berjuluk Singa Berbulu
Emas. Sedangkan dari ayahnya, Ketua Perkumpulan
Tapak Darah, Inani hanya mempelajari dasar-dasar il-mu silat saja. Ketua
Perkumpulan Tapak Darah me-
mang memiliki kepandaian amat tinggi. Tapi tentu saja tidak dapat dijajarkan
dengan Singa Berbulu Emas
yang merupakan salah seorang datuk golongan putih.
Inani sendiri tampak bersikap tak peduli den-
gan kekaguman kedua lelaki yang terhitung kakak se-
perguruannya itu. Benaknya masih dipenuhi pikiran
mengenai kejadian yang menimpa ayahnya.
"Kalau menurut pendapatku, maaf, bukannya
hendak meremehkan kemampuan Kak Sandaka dan
Kak Kalaban, gerombolan Bangkalan akan bisa di-
musnahkan. Keberadaan gerombolan itu di sana akan
membuat tercemarnya perkumpulan kita. Bukankah
tempat yang dijadikan daerah kekuasaan gerombolan
itu tak jauh dari perkumpulan ini" Apa kata orang-
orang persilatan nanti" Aku yakin mereka akan men-
ganggap Perkumpulan Tapak Darah takut atau tak
mampu membasmi mereka. Padahal aku yakin tak
demikian adanya," sambung Inani.
Sandaka dan Kalaban saling berpandangan.
"Memang demikian kenyataannya, Inani," ujar Sandaka pelan.
Inani terjingkat kaget mendengar jawaban yang
tak disangka-sangkanya itu.
"Apa maksudmu, Kak Sandaka"! Kalian tak
mampu melenyapkan atau setidak-tidaknya mengusir
gerombolan Bangkalan"!" Inani kelihatan begitu heran dan penasaran.
Sandaka dan Kalaban tampak menganggukkan
kepala. "Tidak mungkin!" sentak Inani keras sehingga membuat seisi ruangan
bergetar. Debu-debu berjatu-han dari atap ruangan pertemuan.
"Memang kedengarannya tak masuk akal, In-
ani," kilah Sandaka dengan sabar. "Tapi itulah kenyataannya. Apakah kau tak
melihat kehadiran kami di
sini hanya berdua?"
Wajah Inani tampak pias. Dia tahu murid uta-
ma ayahnya memang bukan hanya Sandaka dan Kala-
ban. Masih ada dua orang lagi. Tapi kejadian yang menimpa ayahnya membuat gadis
itu tak sempat memi-
kirkan dan melihat keanehan yang terjadi.
"Maksudmu, Kak Sandaka...?" ujar Inani dengan suara kering. Ia mulai bisa
menduga-duga nasib
yang telah menimpa dua murid utama yang lainnya.
"Mereka berdua tewas?"
"Mereka berdua tewas bersama dengan belasan
murid perkumpulan ini sewaktu hendak membasmi
gerombolan Bangkalan, Inani," jawab Kalaban lirih tanpa menyembunyikan kedukaan
yang melanda hatinya. "Begitu tinggikah kemampuan Bangkalan?"
gumam Inani seperti bicara pada dirinya sendiri. "Padahal baru kemarin aku
mengalahkannya secara mu-
dah. Dan ku nilai kemampuannya biasa-biasa saja."
"Kepandaian Bangkalan memang tak terlalu
tinggi, Inani. Salah seorang di antara kami pun akan mampu mengimbangi atau
mungkin mengalahkannya," timpal Sandaka cepat "Hanya saja yang tak mampu kami
hadapi adalah tokoh yang berdiri di belakang Bangkalan."
"Ahhh...! Jadi Bangkalan bukan pimpinan ge-
rombolan itu"!" Inani terkejut bukan main. Sekarang murid tunggal Singa Berbulu
Emas ini maklum mengapa dua murid utama ayahnya tewas.
"Justru tokoh di belakang Bangkalan yang
membuatnya berani menantang secara terang-
terangan. Perlu kau ketahui Inani, di dunia persilatan telah muncul tokoh-tokoh
hebat golongan hitam. Kemunculan mereka membuat orang-orang semacam
Bangkalan merasa memiliki pelindung, sehingga mere-
ka berani muncul dan mengacau," jelas Sandaka.
"Begitukah, Kak Sandaka" Sayang aku belum
pernah mendengarnya. Aku yakin guruku pun tidak
mengetahuinya. Bisa kau beritahukan tokoh-tokoh hi-
tam itu, Kak?"
"Tentu saja, Inani. Hanya saja sepanjang yang
kuketahui. Tapi kurasa itu telah cukup. Karena tokoh-tokoh golongan hitam yang
akan kusebutkan ini begitu muncul telah merajai golongan itu dengan kemampuannya
yang luar biasa. Celakanya lagi tokoh-tokoh hitam ini tak hendak berdiri
sendiri, melainkan hendak menjadi pemimpin bagi golongannya. Dengan demikian
kekuatan yang terhimpun akan semakin kuat bukan
main. Dan bila itu terjadi celaka besar akan menimpa golongan kita dan dunia
persilatan. Kekacauan dan
angkara murka akan merajalela di mana-mana!"
Sandaka menghentikan keterangannya seben-
tar untuk mengatur napas. Wajah lelaki ini tampak
menyiratkan kegentaran dan kengerian.
"Tokoh-tokoh itu berjuluk Raja Serigala Hitam
dan Raja Laut Bermuka Setan. Raja Laut Bermuka Se-
tan begitu muncul langsung menundukkan tokoh-
tokoh golongan hitam yang selama ini melakukan ke-
jahatan secara sembunyi-sembunyi. Tokoh sesat itu
kemudian mengangkat dirinya sebagai pemimpin. Ke-
mudian dengan tokoh-tokoh hitam yang telah ditak-
lukkan nya, diserbunya perkumpulan-perkumpulan
golongan putih dan para pendekar. Tingkat kepan-
daiannya yang tinggi membuat banyak pendekar dan
tokoh-tokoh persilatan golongan putih ditewaskannya.
Raja Laut Bermuka Setan muncul dari daerah selatan."
Sandaka kembali menghentikan ceritanya. Di-
teguknya air liur untuk membasahi tenggorokannya
yang kering. Kalaban segera memutuskan untuk
menggantikan saudara seperguruannya bercerita.
"Sedangkan Raja Serigala Hitam muncul dari
daerah utara. Tindakannya sama dengan Raja Laut
Bermuka Setan. Mungkin jika terjadi pertemuan anta-
ra mereka akan tercipta pertarungan untuk mempere-
butkan kedudukan sebagai pimpinan tunggal bagi se-
mua tokoh aliran hitam. Dan Bangkalan serta gerom-
bolannya termasuk tokoh-tokoh hitam taklukan Raja
Serigala Hitam."
"Apakah Kak Sandaka dan Kak Kalaban pernah
menyaksikan sendiri kelihaian tokoh-tokoh hitam itu?"
tanya Inani ingin tahu.
"Hanya Raja Serigala Hitam, Inani," jawab Sandaka. "Raja Laut Bermuka Setan
belum kami saksikan.
Kau tahu sendiri tempat kita termasuk dalam wilayah Raja Serigala Hitam, lagi
pula Laut Selatan jauh dari tempat ini."
"Bagaimana, Kak" Maksudku kepandaian Raja
Serigala Hitam. Apakah benar tingkat kepandaiannya
amat tinggi?"
Sandaka menganggukkan kepala. "Raja Serigala
Hitam menyerbu tempat ini seorang diri, Inani. Beberapa murid menjadi korban
amukannya. Namun
ayahmu keburu menghadangnya. Ayahmu dan tokoh
lihai itu bertarung. Tak ada yang menang atau kalah.
Raja Serigala Hitam yang tahu kedudukannya tak
menguntungkan karena dia datang sendirian kabur
meninggalkan tempat ini. Sepeninggal Raja Serigala Hitam ayahmu jatuh sakit.
Rupanya beliau terluka pa-
rah. Dan kurasa tokoh hitam itu pun demikian. Bebe-
rapa hari setelah itu ayahmu menghilang. Padahal beliau belum sembuh dari
lukanya. Mengingat keadaan-
nya kami tahu kalau beliau tak menghilang atas ke-
mauannya sendiri. Apalagi pada malam lenyapnya
ayahmu beberapa murid tewas dibunuh oleh penye-
rang gelap."
Inani tercenung. Cerita tentang lenyapnya
ayahnya dan tokoh hitam berjuluk Raja Serigala Hitam
membuatnya berpikir keras. Gadis ini sekarang telah bisa memperkirakan
ketinggian ilmu Raja Serigala Hitam. Harus diakuinya kalau tingkat kepandaian
tokoh hitam itu amat tinggi. Ayahnya sendiri sampai terluka parah. Padahal hanya
bisa dihitung dengan jari tokoh golongan putih yang memiliki kepandaian
setingkat dengan ayahnya. Tentu saja gurunya, Singa Berbulu
Emas, tak masuk dalam hitungan.
"Yang kami khawatirkan," lanjut Sandaka tanpa peduli pada Inani yang tengah
tercenung sehingga terpaksa gadis itu membuyarkan lamunannya. "Kedatangan Raja
Serigala Hitam kembali. Ketidak-beradaan ayahmu akan membuat perkumpulan ini
hancur. Dan bila hal itu terjadi tokoh-tokoh golongan hitam semakin leluasa menyebar angkara
murka. Apalagi yang
mereka takuti kalau Perkumpulan Tapak Darah saja
dapat dihancurkan"!"
Inani terdiam. Disadarinya kekhawatiran San-
daka beralasan. Perkumpulan Tapak Darah memang
merupakan perkumpulan aliran putih terbesar. Ke-
hancuran perkumpulan ini akan menimbulkan puku-
lan berat bagi golongan putih. Sebaliknya, golongan hitam akan semakin berbesar
hati. Itu berarti mereka
akan semakin berani menyebar angkara murka di ma-
na-mana. "Kurasa hal itu tak perlu terlalu kalian risaukan, Kak Sandaka. Aku akan
berusaha sekuat tenaga
untuk mencegah tindakan Raja Serigala Hitam. Demi
Perkumpulan Tapak Darah dan terutama sekali demi
tegaknya kebenaran dan keadilan, akan ku pertaruh-
kan nyawaku untuk menentang Raja Serigala Hitam!"
tegas Inani penuh semangat.
"Syukurlah kalau demikian, Inani. Tenagamu
memang amat berarti. Kaulah yang menjadi andalan
kami untuk menghadapi keangkaramurkaan Raja Se-
rigala Hitam," sahut Sandaka sambil mengembangkan senyum gembira.
Inani tak memberikan tanggapan. Sementara
kendati di wajah dan mulut Sandaka serta Kalaban
menampakkan kegembiraan, namun di dalam hati me-
reka timbul kekhawatiran besar. Apakah Inani akan
mampu menghadapi Raja Serigala Hitam yang demi-
kian lihai. Memang mereka tahu guru Inani, Singa
Berbulu Emas, merupakan tokoh golongan putih yang
memiliki tingkat kepandaian tak terukur tingginya. Ta-pi Inani" Gadis itu tak
akan mungkin sehebat gu-
runya. Dan lagi sebagai seorang gadis muda yang baru tamat berguru pengalaman
bertarungnya boleh dibi-lang tak ada. Padahal kemenangan dalam pertarungan
tak hanya didasarkan pada ketinggian ilmu. Pengala-
man bertarung pun amat menentukan.
Sandaka dan Kalaban tahu, sebagai datuk
kaum sesat wilayah utara Raja Serigala Hitam, seba-
gaimana tokoh sesat lainnya, memiliki sifat licik. Pertarungan yang dilakukannya
penuh dengan siasat dan
tipuan. Mampukah Inani yang masih hijau itu me-
nangkalnya"
Kalau saja Singa Berbulu Emas yang turun
tangan, dua murid utama Perkumpulan Tapak Darah
ini akan merasa yakin Raja Serigala Hitam tak akan
mampu bertindak seenaknya. Sayangnya tokoh golon-
gan putih yang telah merasa dirinya tua itu tak mau ikut campur lagi dalam
kancah kerasnya dunia persilatan.
"O ya Kak Sandaka, Kak Kalaban," ujar Inani setelah terdiam beberapa lama.
Ucapan ini membuat
Kalaban dan Sandaka menghentikan alun pikiran me-
reka. Perhatiannya kini dialihkan pada Inani.
"Ada apa, Inani?" Kalaban yang mendahului mengajukan pertanyaan.
"Selama menunggu Raja Serigala Hitam me-
nyerbu tempat ini, aku bermaksud memberikan petun-
juk-petunjuk pada murid-murid. Bagaimana, Kak?"
usul Inani dengan mata berbinar-binar. Gadis itu terlihat penuh semangat.
"Sebuah gagasan yang bagus sekali!" puji Sandaka dan Kalaban berbarengan dengan
perasaan gem- bira yang tampak jelas pada wajah dan sorot mata mereka. "Apakah kami pun
termasuk dalam orang-
orang yang akan kau beri petunjuk itu, Inani?" tanya Kalaban setengah bercanda.
"Tentu saja!" tandas Inani cepat dengan sikap bersungguh-sungguh.
Kalaban dan Sandaka mengeluh dalam hati. Ini
adalah salah satu sifat pada diri Inani yang sangat mereka sayangkan.
Inani terlalu menganggap dirinya berkemam-
puan tinggi. Gadis itu memiliki watak angkuh. Padahal sifat seperti ini
seharusnya tak ada pada diri seorang pendekar. Karena keangkuhan dan memandang
tinggi diri sendiri akan membuat sikap hati-hatinya berku-
rang. Dan lagi sifat itu dapat mengurangi kesungguhan nya dalam berlatih.
Kendati demikian Kalaban dan Sandaka tak be-
rani mengutarakan perasaannya itu. Mereka khawatir
Inani akan tersinggung. Biarlah pengalaman yang akan membuka mata gadis itu
kalau di bumi ini banyak tokoh-tokoh lihai. Kalaban dan Sandaka malah menun-
jukkan sikap gembira atas jawaban yang diberikan Inani.
"Terima kasih atas kebaikan hatimu, Inani,"
ujar Kalaban. Yang disambut dengan anggukan kepala
oleh Sandaka sebagai tanda menyetujui ucapan Kala-
ban.

Dewa Arak 90 Iblis Berkabung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

*** 2 Glarrr! Untuk yang kesekian kalinya halilintar mengge-
legar di angkasa. Beberapa saat lamanya suasana
siang yang agak kelam, karena sinar sang surya terhalang gumpalan awan hitam
pekat yang memenuhi ang-
kasa menjadi terang-benderang. Titik-titik hujan per-lahan turun membasahi bumi
dengan diiringi hembu-
san angin dingin yang membekukan tulang.
Dalam suasana seperti itu rasanya orang lebih
suka tinggal di dalam rumah. Tapi tak demikian hal-
nya dengan sosok bayangan serba hitam yang tengah
berlari di bawah curahan air hujan. Tubuhnya kecil
kurus namun gerakannya cepat bukan main, sehingga
tak terlihat bentuk tubuhnya selain bayangan tak jelas!
Sosok bayangan hitam itu ternyata seorang ka-
kek berusia sekitar enam puluh tahun. Kulitnya hitam legam bak arang. Tubuhnya
yang kecil kurus dibungkus pakaian hitam pekat, Kakek ini kelihatan angker bukan
main. Apalagi dengan adanya dua buah taring
di sisi-sisi kiri dan kanan mulutnya.
Kakek berpakaian hitam itu ternyata tak hanya
sendirian berlari di waktu keadaan alam sedang tak
menyenangkan seperti itu. Di belakangnya berkeleba-
tan puluhan sosok yang mengenakan pakaian aneka
ragam dan bentuk tubuh bermacam-macam, namun
rata-rata memiliki gerakan gesit.
Kakek berpakaian hitam berlari terus tanpa
mempedulikan puluhan sosok di belakangnya. Sepa-
sang matanya menatap tajam di depan. Tampak se-
buah bangunan besar dan megah yang dikelilingi pa-
gar kayu bulat. Pada bagian atas pintu gerbangnya
terdapat sebuah papan tebal berukir yang bertuliskan huruf-huruf yang berbunyi
'Perkumpulan Tapak Darah'. Kakek berpakaian hitam ini rupanya tengah
menuju bangunan itu. Demikian juga dengan puluhan
sosok yang menilik sikap mereka agaknya berasal dari golongan hitam. Di antara
mereka tampak Bangkalan!
Kakek berpakaian hitam merupakan orang per-
tama yang mendekati pintu gerbang. Sayang kedatan-
gannya telah diketahui oleh murid-murid Perkumpulan Tapak Darah di saat si kakek
dan rombongannya masih jauh di luar pagar.
Dari dalam bangunan-bangunan yang terdapat
salam markas Perkumpulan Tapak Darah berkelebatan
belasan orang. Di antara mereka terdapat Kalaban dan Sandaka. Karena telah
terlebih dulu diketahui, begitu kakek berpakaian hitam menjejak tanah setelah
melompati pagar kayu bulat, di depannya telah berdiri puluhan murid Perkumpulan
Tapak Darah. Kakek berpakaian hitam segera mengedarkan
pandangan memperhatikan satu persatu wajah-wajah
di depannya. Ada sesuatu yang tengah dicari si kakek
"Mengapa hanya keroco-keroco seperti kalian
yang muncul" Mana Sokapanca" Suruh dia keluar!"
seru kakek berpakaian hitam keras.
"Beliau tengah mempunyai satu urusan. Tapi
andaikata kau bersedia menunggu tak lama lagi pun
beliau akan menjumpaimu," jawab Sandaka dengan berusaha bersikap tenang.
Lelaki berkumis tebal ini diam-diam merasa te-
gang dan gelisah bukan main. Kakek berpakaian hitam yang bukan lain dari Raja
Serigala Hitam telah muncul. Tapi Inani yang dijadikan andalan saat ini tengah
mandi. Dia dan seluruh murid Perkumpulan Tapak
Darah hanya bisa berharap agar murid Singa Berbulu
Emas itu segera selesai dengan urusannya. Atau, setidak-tidaknya Raja Serigala
Hitam bersedia menunggu.
Raja Serigala Hitam mendengus. Tarikan wa-
jahnya menyiratkan ketidaksabaran. Kelihatan jelas
kalau tokoh ini merasa bimbang untuk bertindak. Saat itulah terdengar bunyi
derap kaki bergemuruh menghantam bumi. Sesaat kemudian puluhan rombongan
tokoh hitam di bawah pimpinan Bangkalan meluruk
masuk ke halaman Perkumpulan Tapak Darah. Meli-
hat kenyataan ini murid-murid Perkumpulan Tapak
Darah tak bisa tinggal diam. Mereka segera menghu-
nus senjata masing-masing dan menyambut serbuan
Bangkalan dan gerombolannya.
Dentang senjata beradu pun mulai menyema-
raki suasana yang semula hening. Sesekali terdengar jerit tertahan dari sosok-
sosok yang terkena serangan lawan. Darah mengalir membasahi halaman Perkumpulan
Tapak Darah. Tubuh-tubuh bertumbangan ke
bumi. Tak hanya di pihak Perkumpulan Tapak Darah,
tapi juga korban dari pihak rombongan Bangkalan. Jeritan kematian terdengar
paling susul-menyusul.
Raja Serigala Hitam yang semula hanya me-
nyaksikan jalannya pertarungan dengan tenang tam-
pak mengernyitkan alis. Kakek ini segera tahu kalau tingkat kemampuan anak buah
Bangkalan masih berada di bawah murid-murid Perkumpulan Tapak Da-
rah. Hanya Bangkalan seorang yang memiliki ke-
mampuan di atas tingkat rata-rata murid Perkumpulan Tapak Darah itu. Tapi
kelebihan Bangkalan pun tak
berarti. Karena baru saja dia mengamuk Sebentar se-
gera dihadang oleh Kalaban. Dua pentolan kelompok
masing-masing ini dalam waktu singkat telah terlibat dalam pertarungan sengit.
Raja Serigala Hitam menggeram keras. Kakek
ini kelihatan marah bukan main. Sekejap kemudian
tubuhnya melesat ke dalam kancah pertarungan. Raja
Serigala Hitam mengamuk. Dan akibatnya memang
mengiriskan hati. Ke mana saja tangan atau kakinya bergerak sudah dapat
dipastikan ada murid Perkumpulan Tapak Darah yang roboh tanpa nyawa. Hanya
dalam waktu sebentar saja telah lima orang tewas di tangannya.
"Keparat Keji...! Akulah lawanmu...!"
Berbarengan dengan selesainya ucapan itu se-
kelebatan bayangan hijau melesat masuk ke dalam
kancah pertarungan. Sosok hijau itu langsung menye-
rang Raja Serigala Hitam dengan serangan-serangan
dahsyat. Raja Serigala Hitam mengenal serangan berba-
haya. Dia tahu ada lawan tangguh yang menyerang-
nya. Maka buru-buru kakek ini melompat mundur
menjauhi kancah pertarungan. Serangan sosok hijau
itu pun mengenai tempat kosong.
"Siapa kau"!" tanya Raja Serigala Hitam ketika melihat jelas penyerangnya dan
mendapati dia adalah seorang gadis berpakaian hijau.
Semula Raja Serigala Hitam menyangka penye-
rangnya adalah Sokapanca, Ketua Perkumpulan Tapak
Darah. Sungguh pun bentakan yang mengawali seran-
gan itu dikenalinya sebagai suara seorang perempuan!
Inani menentang pandang mata Raja Serigala
Hitam dengan berani. Dadanya dibusungkan ketika
memberikan jawaban. Tindakan itu membuat bukit
kembar yang menonjol di dada Inani semakin terlihat jelas. "Kau ingin tahu siapa
aku" Aku adalah putri tunggal dari Ketua Perkumpulan Tapak Darah!" tandas Inani
mantap. "Ha ha ha,..!"
Raja Serigala Hitam tertawa terbahak-bahak.
Kakek ini merasa geli setelah tahu siapa yang akan
menghadapinya. "Lucu sekali! Apakah si keparat Sokapanca su-
dah kehabisan orang untuk menandingiku sehingga
mengutus bocah yang masih bau kencur seperti kau"
Bocah, cepat kau panggil Sokapanca keluar dan
menghadapiku sebelum aku lupa kalau kau hanya
seorang gadis muda!"
"Menghadapi orang seperti kau tak perlu ayah-
ku. Aku sendiri yang akan mengirim nyawamu ke ak-
hirat, Serigala Hangus!" sesumbar Inani.
Gadis itu menutup ucapannya dengan persia-
pan untuk menyerang. Jari-jari tangannya terkembang membentuk cakar. Kemudian
dengan didahului lengkingan keras tangan kanannya meluruk ke arah ulu
hati. Sementara cakar tangan kiri menempel di perge-langan tangan. Kedudukan
tangan kiri terpalang di depan dada.
Raja Serigala Hitam terperanjat ketika menden-
gar bunyi bercicitan tajam yang mendahului serangan Inani. Kakek yang telah
kenyang pengalaman ini segera tahu kalau lawannya yang masih muda ini memiliki
tenaga dalam kuat. Hanya orang yang memiliki tenaga
dalam kuat saja mampu menimbulkan bunyi bercici-
tan nyaring dalam serangannya.
Kenyataan ini menyadarkan Raja Serigala Hi-
tam kalau Inani memiliki kemampuan tinggi. Maka,
datuk kaum sesat ini tak bertindak setengah-setengah lagi. Dengan pengerahan
tenaga dalam penuh dipapakinya serangan putri Sokapanca.
Prattt! Tubuh Inani terhuyung dua langkah. Sementa-
ra Raja Serigala Hitam hanya terdorong satu langkah.
Inani dan Raja Serigala Hitam segera memper-
baiki kedudukan yang tak menguntungkan itu. Kenda-
ti demikian keduanya tak saling bergebrak kembali.
Balk Inani maupun Raja Serigala Hitam masih terpe-
ranjat dengan hasil benturan yang terjadi.
Raja Serigala Hitam tak menyangka lawannya
yang masih muda ternyata memiliki tenaga dalam de-
mikian kuat. Rasanya sulit untuk dipercaya kalau Sokapanca mampu mendidik
putrinya sampai memiliki
kepandaian seperti ini.
Di lain pihak Inani tak kalah terkejutnya. Gadis
ini tak menyangka Raja Serigala Hitam demikian lihai.
Sehingga dalam adu tenaga mampu mengunggulinya.
Kenyataan ini memukul perasaan Inani yang selama
ini mengira kepandaiannya sulit menemukan tandin-
gan. Gadis ini baru percaya kalau Sandaka dan Kala-
ban tak melebih-lebihkan berita mengenai kemampuan
Raja Serigala Hitam.
Meskipun demikian Inani tak merasa gentar
sedikit pun. Bak macan luka gadis ini mendahului
menyerang Raja Serigala Hitam, Inani mengerahkan
seluruh kemampuannya. Bahkan ilmu andalan gu-
runya langsung dipergunakan. Pertarungan sengit pun terjadi ketika Raja Serigala
Hitam menyambutinya.
Hanya dalam waktu sebentar saja sepuluh jurus telah terlampaui.
Lewat lima belas jurus Inani mulai terdesak.
Gadis ini memang bukan tandingan Raja Serigala Hi-
tam. Tak hanya dalam tenaga Inani harus mengakui
keunggulan lawannya, tapi juga dalam pengalaman
bertempur. Untungnya putri Sokapanca itu masih
memiliki kelebihan dalam ilmu meringankan tubuh.
Mutu ilmu silatnya pun setingkat di atas lawan. Itu sebabnya Inani masih mampu
mempertahankan diri.
"Gadis Liar! Apa hubunganmu dengan Singa
Berbulu Emas"!" tanya Raja Serigala Hitam sambil terus melancarkan desakan-
desakan berbahaya.
Kakek berpakaian hitam ini berhasil mengeta-
hui kalau Inani tidak menggunakan ilmu-ilmu Soka-
panca. Selewat sepuluh jurus Raja Serigala Hitam
mempunyai dugaan tentang pemilik ilmu yang dimain-
kan Inani. Gerakan-gerakan Inani mengingatkannya
pada tokoh persilatan aliran putih yang telah beberapa tahun ini tak terdengar
lagi beritanya.
"Untuk apa kau bertanya-tanya tentang guru-
ku, Serigala Hangus" Apakah kau ingin nyawamu le-
pas dari badan"!" sahut Inani masih ketus kendati keadaannya sudah terhimpit
"Ha ha ha...!"
Raja Serigala Hitam memperdengarkan tawa
mengejek. "Kalau tua bangka tolol yang menjadi gurumu
itu tak keburu menyembunyikan diri sudah lama nya-
wanya kukirim ke neraka!"
"Tutup mulutmu, Keparat!"
Baru saja Inani mengeluarkan makian menden-
gar ucapan Raja Serigala Hitam terhadap gurunya, sebuah pukulan si kakek
bersarang di perutnya.
"Hugh...!"
Sambil memperdengarkan keluhan tertahan
tubuh Inani terjengkang ke belakang. Cairan merah
kental mengalir dari sudut mulutnya.
Raja Serigala Hitam benar-benar tokoh kawa-
kan berdarah dingin. Inani yang telah tak berdaya akibat serangannya bergegas
diburunya. Kakek ini ber-
maksud mengirim nyawa gadis itu ke neraka agar bisa segera membantu gerombolan
Bangkalan yang tengah
terdesak. Raja Serigala Hitam melompat memburu Inani
yang masih terhuyung-huyung. Di pertengahan jalan
tubuhnya dibalikkan sambil mengirimkan kibasan ka-
ki ke arah pelipis. Kakek ini ingin menghancurkan kepala putri Sokapanca!
Wuttt! "Heh..."!"
Raja Serigala Hitam mengeluarkan seruan. Ki-
basannya mengenai tempat kosong! Inani telah tak berada di tempatnya lagi ketika
kaki kakek ini melayang.
Raja Serigala Hitam murka bukan main. Dia
tahu ada seseorang yang telah menyelamatkan calon
korbannya. Dugaan si kakek memang tak salah. Sebe-
lum kepala Inani hancur terhantam kaki Raja Serigala Hitam, sehelai sabuk
melayang dan melilit tubuh Inani lalu menariknya ke belakang. Tarikan sabuk ini
yang membuat serangan Raja Serigala Hitam mengenai tempat kosong.
Raja Serigala Hitam menatap dengan sorot ma-
ta penuh kemarahan pada tokoh yang telah menolong
Inani. Tokoh itu terlihat duduk mencangkung di atas genting salah satu bangunan.
Sang penolong yang ternyata seorang pemuda berpakaian abu-abu balas me-
natap Raja Serigala Hitam sambil menggulung sabuk
yang tadi dipakai membelit tubuh Inani.
Inani sendiri berdiri bersandar di dinding ban-
gunan tepat di bawah penolongnya. Gadis itu tampak
tak berdaya. Serangan Raja Serigala Hitam memang
dahsyat bukan main. Inani agaknya terluka parah!
"Siapa kau, Monyet Kurap"! Sungguh berani
mencampuri urusan Raja Serigala Hitam!" bentak Raja Serigala Hitam seraya
memperhatikan pemuda berpakaian abu-abu lekat-lekat.
Raja Serigala Hitam tak segera melancarkan se-
rangan. Kakek ini tak berani memandang rendah pe-
muda itu setelah menghadapi kenyataan kalau Inani
yang demikian muda telah memiliki kepandaian tinggi.
Bukan tak mungkin pemuda berpakaian abu-abu itu


Dewa Arak 90 Iblis Berkabung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memiliki kepandaian tinggi pula. Raja Serigala Hitam rupanya kini bertindak
hati-hati. "Mengapa harus takut terhadap tua bangka
yang beraninya hanya terhadap seorang gadis?" ejek pemuda berpakaian abu-abu.
Usai berkata demikian pemuda itu melayang
turun dari atas genting. Raja Serigala Hitam sampai membelalakkan mata karena
kaget melihat cara pemuda itu turun. Kedua tangannya hanya dikibaskan
ke belakang tanpa adanya gerakan pada tubuh atau
kaki. Tapi toh tubuh pemuda itu meluncur turun den-
gan sangat ringannya.
"Kalau begitu kau harus mampus!" bentak Raja Serigala Hitam. Bersamaan dengan
ucapan itu dia mengirimkan gedoran kedua tangan terbuka ke arah
dada pemuda berpakaian abu-abu yang baru saja
menjejakkan kedua kakinya di tanah.
"Ganas sekali...!" ucap pemuda berpakaian abu-abu dengan wajah memancarkan
kengerian yang di-
buat-buat. Pemuda itu lalu melompat tinggi ke atas. Lagi-
lagi gerakan itu dilakukannya tanpa menjejakkan kaki yang berarti. Raja Serigala
Hitam hanya melihat sekelebatan bayangan menyambar ke atas dan serangan
yang dilancarkannya pun mengenai tempat kosong.
Raja Serigala Hitam marah karena merasa di-
permainkan. Dengan amarah meluap-luap kembali di-
kirimkannya serangan lanjutan. Serangan ini lebih
dahsyat daripada sebelumnya.
"Jangan! Tolong...! Tolooong...!" Seperti layaknya orang ketakutan pemuda
berpakaian abu-abu
menjerit-jerit dengan sikap ngeri. Wajahnya kelihatan kebingungan ketika
serangan Raja Serigala Hitam menyambar ke arahnya.
Raja Serigala Hitam merasa heran melihat ting-
kat pemuda itu. Apalagi ketika melihat sampai serangan yang dikirimkannya hampir
mengenai sasaran si
pemuda belum mengelak atau menangkis, setidak-
tidaknya membuat persiapan. Pemuda itu malah me-
nutupi wajahnya seperti orang yang merasa ngeri. Ba-ru ketika serangan hampir
mendarat di sasaran, den-
gan gerakan seperti tak disengaja dan asal-asalan serangan Raja Serigala Hitam
dibuat punah! Raja Serigala Hitam jadi penasaran. Benaknya
digayuti pertanyaan besar. Benarkah pemuda ini tak
memiliki kepandaian yang berarti" Rasa penasaran
menyebabkan Raja Serigala Hitam terus melancarkan
serangan. Sampai lima jurus Raja Serigala Hitam melan-
carkan serangkaian serangan dahsyat susul-menyusul.
Tapi tak satu pun yang mengenai sasaran. Pemuda
berpakaian abu-abu selalu berhasil mengelakkan se-
tiap serangan kendati dengan gerakan seperti asal-
asalan. Sementara mulutnya senantiasa menyerukan
teriakan ketakutan.
Raja Serigala Hitam pun sadar kalau pemuda
itu seorang tokoh berkepandaian tinggi. Hanya saja
kemampuannya disembunyikan dengan tingkahnya
yang aneh. Tiba-tiba, masih dengan serangan yang terus dilancarkan, Raja
Serigala Hitam teringat akan sesuatu yang membuat detak jantungnya bertambah ce-
pat. Tokoh hitam itu teringat pada datuk golongan
putih yang setingkatan dengan Singa Berbulu Emas.
Tokoh ini terkenal akan ilmu-ilmunya yang aneh dan
wataknya yang ganjil. Di samping tokoh aneh ini me-
miliki ilmu meringankan tubuh dan kecepatan gerak
yang luar biasa. Itulah sebabnya dunia persilatan men-julukinya Dewa Gila Tanpa
Bayangan! Mungkinkah
pemuda ini mempunyai hubungan dengan datuk yang
aneh itu" Tanya Raja Serigala Hitam dalam hati.
"Hey, Pemuda Gila! Apakah kemampuanmu
hanya bergerak ke sana kemari seperti monyet lapar"
Apakah kau tak mempunyai kemampuan lain" Atau-
kah kau takut bertempur denganku"!"
Raja Serigala Hitam memanas-manasi agar pe-
muda yang menjadi lawannya mau melakukan perla-
wanan. Dengan demikian dia dapat menilai kemam-
puan lawan. Setelah itu bisa diketahui apakah pemuda berpakaian abu-abu ini
mempunyai hubungan dengan
Dewa Gila Tanpa Bayangan.
Raja Serigala Hitam melambung tinggi ke uda-
ra. Kemudian dari atas dia menukik turun menyerang
ubun-ubun si pemuda dengan jari-jari tangan terpen-
tang lebar. "Gila! Raja Serigala Hitam, seharusnya kau
mengganti julukanmu dengan burung hitam! Hi hi...!"
Pemuda berpakaian abu-abu masih sempat ter-
tawa-tawa. Sebelum melakukan. tindakan yang sejak
tadi tak dilakukannya. Dia memapaki serangan Raja
Serigala Hitam!
Plakkk! Benturan yang menimbulkan bunyi keras terja-
di. Tubuh Raja Serigala Hitam terpental balik ke udara sedangkan si pemuda tak
bergeming sedikit pun. Tapi, kedua kakinya amblas ke dalam tanah sampai melewati
mata kaki! Rupanya tekanan dari atas yang terlalu dahsyat tak mampu ditahan oleh
tanah. "Hi hi hi...! Kau hebat, Burung Hitam. Sekarang ganti aku yang menyerang!"
Gema ucapannya belum habis tapi tubuh pe-
muda berpakaian abu-abu telah melesat ke arah Raja
Serigala Hitam yang baru saja menjejak tanah. Tubuh pemuda itu seperti berubah
menjadi bayangan. Namun
Raja Serigala Hitam sempat melihat pemuda berpa-
kaian abu-abu mengirimkan serangan dengan gedoran
kedua tangan terbuka.
Raja Serigala Hitam masih penasaran dengan
benturan yang baru saja terjadi. Dia tak yakin lawannya memiliki tenaga dalam
yang demikian kuat dan
mampu mengimbangi tenaga dalamnya. Ketidakpua-
san dan ketidakyakinan itu mendorongnya untuk me-
lakukan tindakan nekat!
Sambil mengeluarkan teriakan yang mengge-
tarkan sekitar tempat itu Raja Serigala Hitam melesat menyambuti kedatangan
lawannya. Kedua tangan kakek ini pun didorongkan ke depan.
Bresss! Benturan yang kedua kalinya ini jauh lebih
dahsyat dari sebelumnya. Getaran yang terjadi terasa oleh semua orang yang
berada di situ, juga bangunan-bangunan bergetar keras. Namun akibat yang lebih
hebat diterima oleh Raja Serigala Hitam dan pemuda
berpakaian abu-abu. Tubuh kedua tokoh itu sama-
sama terhuyung-huyung empat langkah ke belakang
dengan kedua tangan terasa nyeri.
Sekarang Raja Serigala Hitam sadar kalau la-
wannya benar-benar tangguh bukan main. Maka keti-
ka dilihatnya Inani berhasil memulihkan kekuatannya Raja Serigala Hitam
mengeluarkan pekikan yang merupakan isyarat pada gerombolan Bangkalan untuk
meninggalkan tempat itu.
Raja Serigala Hitam sendiri melesat cepat lebih
dulu. Bangkalan dan gerombolan sesaat kemudian me-
lakukan hal yang sama. Untuk itu anak buah Bangka-
lan harus membuka jalan darah. Beberapa di antara
mereka yang tak mampu melakukan tindakan itu ak-
hirnya harus menemui nasib sial tewas di tangan mu-
rid-murid Perkumpulan Tapak Darah. Yang berhasil lolos hanya Bangkalan dan
hampir separo anak buah-
nya. Sisanya tewas dalam pertempuran.
"Ayo mau lari ke mana kau, Burung Hitam"
Sampai ke mana pun kau lari akan kukejar! Ayo...!"
Pemuda berpakaian abu-abu berlari-larian di
tempatnya hingga membuat tanah tergetar hebat. Mu-
lutnya tak henti-hentinya mengeluarkan seruan untuk menakut-nakuti lawan.
Raja Serigala Hitam hanya bisa menahan kema-
rahan di hati. Dia tahu pemuda itu tak mengejarnya.
Tapi ucapan-ucapan yang dikeluarkannya membuat
kakek itu seperti berlari karena ketakutan! Di dalam hatinya Raja Serigala Hitam
berjanji akan membuat
perhitungan dengan pemuda aneh itu.
Sebenarnya kalau saja Inani tak ada atau gadis
itu terluka parah Raja Serigala Hitam tak akan kabur.
Tapi karena luka Inani ternyata tak begitu parah se-
mentara pemuda aneh itu amat tangguh, sudah pasti
dibutuhkan waktu cukup lama bagi Raja Serigala Hi-
tam untuk mengalahkannya.
Apabila hal itu terjadi dan Inani ikut terjun da-
lam kancah pertarungan Raja Serigala Hitam yakin dirinya akan berhasil
dikalahkan sepasang muda-mudi
itu. Maka tokoh sesat yang cerdik ini memutuskan untuk kabur. "Masih banyak
waktu dan kesempatan untuk membuat perhitungan," hibur kakek itu dalam ha-ti.
Sandaka dan Kalaban menghela napas lega me-
lihat keberhasilan mereka mengusir penyerbuan Raja
Serigala Hitam. Keberuntungan mereka tak lepas dari pertolongan pemuda aneh.
Maka setelah memerintahkan adik-adik seperguruan mereka untuk membe-
reskan halaman dari mayat-mayat dan darah, kedua
murid utama Perkumpulan Tapak Darah ini mendekati
pemuda berpakaian abu-abu.
"Terima kasih atas pertolongan Anda, sahabat
muda yang perkasa. Tanpa pertolonganmu mungkin
gerombolan penjahat itu tak akan dapat kami usir demikian mudah. Boleh kami tahu
namamu, Sahabat?"
tanya Sandaka penuh hormat.
Pemuda itu terlihat tersenyum-senyum sendiri
sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Apa yang kulakukan" Aku hanya meladeni
monyet hitam tadi bermain-main. Jadi, tindakanku itu merupakan pertolongan pada
kalian" Syukurlah kalau
demikian," jawab pemuda itu. "Mengenai nama pang-gillah aku Banterang."
"Jangan kau besar kepala, Banterang!" sergah Inani seraya mengayunkan kaki
mendekati. "Aku pun belum tentu kalah oleh Raja Serigala Hitam. Sayang
kau keburu datang dan menggempurnya. Padahal aku
belum mengerahkan seluruh kemampuanku!"
Sandaka dan Kalaban hanya bisa mengeluh da-
lam hati melihat tingkah Inani. Mereka merasa tak
enak pada Banterang. Tapi untuk menegur Inani me-
reka lebih tak berani lagi. Maka, kedua murid utama ini hanya bisa berharap
Banterang tak tersinggung.
Harapan Sandaka dan Kalaban ternyata terpe-
nuhi. Banterang tak merasa tersinggung atas ucapan
Inani. Pemuda itu malah tersenyum lebar.
"Benar-benar pemuda yang memiliki watak
aneh!" ucap Sandaka dan Kalaban dalam hati.
"Kau benar, Nona," sambut Banterang dengan ringannya. "Burung hitam tadi memang
hampir berhasil kau kalahkan. Lagi pula apa susahnya mengalah-
kan burung?"
"Tak usah berbelit-belit bicara, Banterang!" sergah Inani ketus. "Benarkah kau
murid Dewa Gila Tanpa Bayangan"!"
"Luar biasa! Kau ternyata tak hanya lihai saja, Nona. Tapi juga cerdik. Aku
memang murid Dewa Gila
Tanpa Bayangan."
"Buang puji-pujian kosong itu, Banterang! Ke-
tahuilah, aku bernama Inani. Guruku adalah Singa
Berbulu Emas. Kurasa kau tahu apa artinya bukan?"
sela Inani lagi seraya menatap wajah Banterang lekat-lekat. Sinar mata gadis ini
terlihat penuh tantangan.
"Tentu saja, Inani," jawab Banterang masih kalem, kendati Inani selalu bicara
dengan nada tinggi dan ketus. "Bukankah kau, aku dan murid datuk-datuk lainnya
harus bertarung untuk menentukan
guru siapa yang lebih unggul?"
"Benar!" jawab Inani cepat "Dan waktunya adalah dua minggu lagi di Puncak Dunia.
Aku harap kau tak lupa untuk pergi ke sana agar bisa ditentukan sia-
pa yang lebih unggul!"
Banterang hanya tertawa.
"Waktunya masih cukup lama, Inani. Aku akan
pergunakan sisa waktu itu untuk bermain-main dulu
menikmati dunia indah ciptaan Tuhan ini; Tapi apabila waktunya tiba, aku akan
datang!" Ucapan Banterang masih terdengar. Tapi tu-
buhnya sudah tak berada di situ lagi. Sandaka dan Kalaban tanpa sadar berdecak
kagum melihat kenyataan
ini. Mereka tak melihat Banterang bergerak tapi tahu-tahu pemuda itu sudah tak
ada di situ lagi! Inani sebenarnya terkejut juga. Tapi keangkuhan mendorong-
nya untuk tak memperlihatkan perasaan itu. Bahkan
gadis itu malah mendengus.
"Kemampuan seperti itu saja dipamerkan di de-
panku!" ucap gadis berpakaian hijau ini sambil membalikkan tubuh dan melangkah
pergi. Sandaka dan Kalaban saling berpandangan.
Kedua murid utama Perkumpulan Tapak Darah ini
sangat menyayangkan sikap tinggi hati Inani. Sayangnya mereka merasa tak enak
hati untuk menegurnya.
Sandaka dan Kalaban hanya bisa menatap punggung
putri ketua mereka dengan sorot mata penyesalan.
*** 3 Lelaki itu berusia sekitar lima puluh lima ta-
hun. Tubuhnya kurus dengan kumis tipis dan jarang-
jarang menghiasi wajahnya yang berbentuk tirus mirip tikus. Hidungnya memiliki
ujung yang melengkung sedikit ke bawah mirip paruh burung. Lelaki ini keliha-
tan angker bukan main. Apalagi karena sepasang ma-
tanya yang sipit menyorot tajam dan memancarkan
kekejaman. Lelaki yang mengenakan pakaian rompi dari
benang emas ini tengah duduk di atas sebuah kursi
indah. Kepalanya disandarkan pada sandaran kursi
yang layaknya hanya dimiliki seorang raja, karena tangan-tangan kursi dihiasi
taburan permata.
Di kanan-kiri lelaki kurus itu berdiri dua orang
wanita muda berwajah cantik. Keduanya hanya men-
genakan penutup tubuh ala kadarnya untuk menutupi
dada dan bagian bawah pusar sehingga kelihatan jelas kulit tubuhnya yang putih
halus. Dua wanita muda itu memegang kipas bertang-
kai panjang. Kipas yang terbuat dari bulu-bulu burung itu digerakkan tak henti-
hentinya mengipasi lelaki berompi indah. Beberapa kali dua wanita muda ini tam-
pak menggigit bibir ketika tangan-tangan lelaki kurus merayapi tubuh mereka.


Dewa Arak 90 Iblis Berkabung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka hanya diam membisu
tak bisa bertindak apa pun. Hanya sorot sepasang ma-ta keduanya yang menyatakan
kalau tindakan lelaki
kurus tak berkenan di hati mereka.
Di sudut ruangan besar dan megah itu duduk
seorang wanita muda yang juga berpakaian ala kadar-
nya. Wanita ini tengah memainkan kecapi. Petikan na-da-nadanya terdengar merdu
di telinga. Tok, tok, tok...!
Bunyi ketukan pelan pada daun pintu ruangan
itu membuat lelaki berompi indah menegakkan kepala.
Sepasang matanya terlihat menyiratkan kemarahan
karena keasyikannya merasa terganggu.
"Apakah kau sudah tak sayang nyawa lagi se-
hingga berani mengganggu istirahatku"!" dengus lelaki kurus pada orang yang
mengetuk daun pintu.
"Ampunkan hamba, Yang Mulia Raja Laut," jawab suara dari balik daun pintu penuh
rasa takut. "Hamba tak bermaksud mengganggu. Tapi...."
"Kalau begitu, cepat menyingkir dari sini sebelum kesabaranku hilang dan kau
mendapat hukuman
yang besar!" potong lelaki kurus yang bukan lain dari Raja Laut Bermuka Setan.
Ucapan datuk sesat wilayah selatan ini mem-
buat sekitar ruangan itu bergetar keras. Akibat yang tak kalah dahsyat terjadi
pada tiga wanita muda yang berada di ruangan itu. Tubuh mereka menggigil keras
sehingga kipas-kipas di tangan lepas dari cekalan dan bahkan salah satu tali
kecapi putus! Raja Laut Bermuka Setan tahu hal itu. Tapi dia
sama sekali tak peduli. Sepasang matanya yang me-
nyorot penuh kemarahan tetap tertuju pada daun pin-
tu. "Ka belum beranjak dari tempatmu, Keparat!
Apakah kau tak sayang nyawamu"!" seru Raja Laut Barmuka Setan dengan suara
semakin meninggi.
Datuk sesat yang sebelumnya merupakan ke-
pala bajak laut ini dengan pendengarannya yang tajam tahu kalau pengetuk pintu
belum beranjak dari tempatnya. Hal itu yang membuat kemarahannya semakin
berkobar. "Hamba mohon ampun, Yang Mulia Raja Laut,"
ujar sosok dari balik daun pintu dengan suara menggigil. "Tapi di luar ada orang
yang hendak bertemu dengan Yang Mulia."
"Goblok! Tolol! Tidak bisakah kau menyuruh-
nya menunggu, Bego"!" bentak Raja Laut Bermuka Setan. "Aku sedang istirahat!"
"Orang itu tak mau menunggu, Yang Mulia.
Hamba telah menyuruhnya menunggu, tapi dia tetap
berkeras hendak menjumpai Yang Mulia. Maka...."
"Bodoh! Manusia tak berotak!" Lagi-lagi Raja Laut Bermuka Setan memotong dengan
makian. "Kalau orang itu tak mau menunggu usir saja! Kalau perlu bunuh!"
"Orang itu lihai sekali, Yang Mulia. Saat ini dia tengah dikeroyok. Tapi kawan-
kawan roboh di tangannya," jawab pemilik suara dari balik daun pintu.
"Keparat! Kau tahu siapa orang yang tak tahu
diri dan mencari penyakit itu"!"
"Dia memperkenalkan diri sebagai Raja Serigala Hitam, Yang Mulia!"
Raja Laut Bermuka Setan terdiam. Keningnya
berkernyit dalam. Dia telah mendengar berita kalau di wilayah utara telah muncul
tokoh sesat yang berjuluk Raja Serigala Hitam. Raja Laut Bermuka Setan pun ta-hu
kalau Raja Serigala Hitam mempunyai maksud
yang sama dengannya, merajai dunia kaum sesat dan
mengangkat diri sebagai datuk. Namun sungguh tak
disangka secepat ini Raja Serigala Hitam bertindak
menyatroni tempat kediamannya.
"Kembali ke tempatmu, Manusia Tolol! Aku
akan ke sana dan mengambil nyawa tokoh tak tahu di-
ri itu!" Terdengar langkah-langkah kaki menjauhi daun pintu. Raja Laut Bermuka
Setan bangkit dari
kursinya lalu mengambil dayung baja berlapis emas.
Kemudian, dia melangkah meninggalkan ruangan.
Di halaman depan bangunan megah dan indah
milik Raja Laut Bermuka Setan memang tengah terjadi pertarungan sengit.
Raja Serigala Hitam mengamuk menghadapi
keroyokan anak buah Raja Laut Bermuka Setan yang
sebagian besar adalah para bajak laut. Sekitar dua pu-
luh orang yang mengeroyok Raja Serigala Hitam. Tapi tokoh ini tak tampak
terdesak, bahkan beberapa lawannya telah bergeletakan di tanah.
Raja Laut Bermuka Setan berdiri tegak di am-
bang pintu bangunan tempat tinggalnya yang besar.
Dayung yang menjadi senjata andalannya dipegang
oleh lelaki bermata satu di sebelah kirinya. Raja Laut Bermuka Setan
memperhatikan jalannya pertarungan
sebentar dengan sepasang alis berkerut.
Kepala bajak laut selatan ini harus mengakui
kalau Raja Serigala Hitam memiliki kepandaian tinggi.
Dia merasa tidak yakin akan mampu mengalahkan to-
koh wilayah utara itu. Namun tentu saja. Raja Laut
Bermuka Setan tak menjadi gentar karenanya. Dengan
langkah lebar diayunkan kakinya menuruni tangga ba-
tu yang menuju ke halaman luas di depannya.
"Mundur semua...!" seru Raja Laut Bermuka Setan keras begitu telah berada di
halaman. Belasan anak buah Raja Laut Bermuka Setan
berlompatan mundur dan menjauhi Raja Serigala Hi-
tam. Raja Laut Bermuka Setan menatap wajah tamu
tak diundang itu tajam-tajam. Raja Serigala Hitam tak mau kalah. Dia balas
menatap dengar tak kalah ga-rangnya. Untuk sesaat kedua pimpinan kaum sesat
dari wilayah yang berbeda ini saling bertatapan, seakan-akan tengah mengadu
kekuatan melalui sinar ma-
ta. "Kau terlalu lancang, Serigala Hitam," dengus Raja Laut Bermuka Setan. "Di
wilayahmu boleh kau bertingkah seenakmu. Tapi di wilayah ini, apalagi di tempat
kediamanku, kau sama saja dengan mengantar
nyawa bila melakukan tindakan seperti ini!"
"Kau terlalu sombong, Muka Setan!" sahut Raja Serigala Hitam tak mau kalah
gertak. Saingannya me-
nyapanya dengan membuang gelar raja. Maka dia pun
melakukan hal yang sama. "Perlu kau ketahui, aku tak takut terhadapmu! Tapi
perlu kukatakan kalau keda-tanganku kemari tak bermaksud untuk mencari per-
musuhan denganmu!"
Raja Laut Bermuka Setan tersenyum mengejek.
"Tak ingin mencari permusuhan katamu, Seri-
gala Hitam" Tapi di sini kau menyebar kekacauan, me-lukai banyak anak buahku!
Dan katamu bukan hen-
dak mencari permusuhan" Ucapan macam apa itu"!"
"Kalau saja anak buahmu tak terlalu berkeras
mencegahku tentu aku tak perlu melakukan tindakan
ini, Muka Setan!" tandas Raja Serigala Hitam. "Namun perlu kau catat
keteranganku ini bukan berarti aku
membela diri. Aku tak takut terhadapmu, Muka Se-
tan!" "Aku pun tak takut, Serigala Hitam!" balas Raja Laut Bermuka Setan tak mau
kalah. "Kau ingin bertarung sekarang"!"
Raja Laut Bermuka Setan segera melangkah
untuk mengatur jarak bertarung. Tapi Raja Serigala
Hitam tetap diam di tempat. Lelaki berompi hitam ini malah menggelengkan kepala.
"Bertarung itu mudah, Muka Setan. Kapan pun
kau inginkan aku siap, tapi tidak sekarang! Bukan karena apa-apa. Aku datang
kemari membawa urusan
penting. Urusan yang menyangkut golongan kita," kilah Raja Serigala Hitam.
Kisah Bangsa Petualang 13 Pedang Bengis Sutra Merah ( Tan Ceng In) Karya See Yan Tjin Djin Harpa Iblis Jari Sakti 1
^