Pencarian

Iblis Berkabung 3

Dewa Arak 90 Iblis Berkabung Bagian 3


mengakui dalam hati kalau Iblis Berkabung merupa-
kan tokoh yang tak ada taranya. Disaksikannya sendiri kedahsyatan dan kecepatan
setiap serangan Malaikat
Obat Sakti. Tapi, toh Iblis Berkabung mampu menge-
lakkannya secara mudah.
Dewa Arak yakin benar dirinya tak akan mam-
pu melakukan tindakan seperti yang diperbuat Iblis
Berkabung. Serangan-serangan Malaikat Obat Sakti
datang terlalu cepat dan penuh gerakan-gerakan lanjutan yang tak terduga.
Merupakan hal yang berbahaya
mengelakkan serangan-serangan seperti itu tanpa berpindah kedudukan. Namun,
Iblis Berkabung mampu
melakukannya! Ketidakadaan serangan balasan dari Iblis Ber-
kabung yang membuat Dewa Arak tak turun tangan
membantu. Pemuda ini memperhatikan jalannya per-
tarungan dengan sepasang mata hampir tak berkedip.
"Kurasa sudah cukup permainan ini, Tua
Bangka!" Iblis Berkabung berseru keras ketika Malaikat
Obat Sakti telah melancarkan serangan sampai sepu-
luh jurus. Dan pada jurus ke sebelas Malaikat Obat
Sakti mengirimkan bacokan sisi tangan kanan ke arah leher Iblis Berkabung.
Wuttt! Serangan Malaikat Obat Sakti mengenai angin
ketika Iblis Berkabung merendahkan tubuhnya. Gera-
kan itu disusuli dengan gedoran tapak tangan kanan
terbuka ke arah dada.
Desss! "Aaaakh...!"
Malaikat Obat Sakti yang tak bisa mengelakkan
serangan itu karena terlalu bernafsu menyerang, mengeluarkan jeritan menyayat
hati. Gedoran Iblis Berkabung secara telak menghantam dadanya.
Tubuh Malaikat Obat Sakti melayang deras ke
belakang laksana daun kering diterbangkan angin.
Semburan darah kental muncrat dari mulutnya.
"Kek...!"
Untuk kedua kalinya Dewa Arak dan Sumbi
berseru kaget dan khawatir. Seakan berlomba Sumbi
dan Dewa Arak melesat mengejar tubuh Malaikat Obat
Sakti yang masih melayang-layang. Iblis Berkabung
hanya tersenyum mengejek melihat tindakan mereka
yang terlalu mengkhawatirkan keselamatan Malaikat
Obat Sakti. Tokoh sesat ini tahu pukulannya telah cukup untuk mengirim nyawa
Malaikat Obat Sakti ke ne-
raka. Kendati demikian, Iblis Berkabung yang memi-
liki watak kejam merasa tidak puas. Kekhawatiran
Dewa Arak dan Sumbi yang besar terhadap keselama-
tan Malaikat Obat Sakti menimbulkan maksud keji di
hatinya. Iblis Berkabung segera mengembangkan jari-
jari tangan kanannya, Sekejap jari yang semula ber-
warna putih seperti dikapur itu merah membara. To-
koh sesat ini kemudian menjentikkan jari-jari itu.
Lima leret sinar kebiruan meluncur dari ujung
jari Iblis Berkabung. Cepat luar biasa sinar-sinar itu mengarah ke tubuh
Malaikat Obat Sakti yang masih
melayang-layang di udara.
Zzzbbb...! Bunyi letupan tak keras terdengar ketika lima
larik sinar kebiruan menghantam tubuh Malaikat Obat Sakti. Kakek berjenggot
panjang itu memekik memilu-kan. Lima bagian depan tubuhnya langsung terbakar
seiring dengan bolongnya bagian-bagian tubuh yang
terkena sinar. Hanya dalam sekejap api yang timbul
membakar sekujur tubuh Malaikat Obat Sakti.
"Kek...!"
Kembali jeritan itu dikeluarkan Arya dan Sum-
bi. Mereka terasa terpukul sekali melihat tubuh Malaikat Obat Sakti telah lebih
dulu dibungkus kobaran api
sebelum berhasil mereka tangkap.
Dewa Arak benar-benar dilibat penyesalan yang
amat besar. Seperti juga Sumbi, pemuda ini menghen-
tikan larinya dan menatap tubuh yang terbungkus ko-
baran api itu hingga jatuh di tanah. Arya dan Sumbi terpaku kaku di tempatnya.
"Ha ha ha...!"
Iblis Berkabung tertawa bergelak melihat kese-
dihan yang diderita kedua muda mudi itu. Maksud ha-
tinya untuk memukul perasaan mereka berhasil den-
gan baik. Sekujur tubuh Dewa Arak menggigil keras se-
perti orang terkena demam tinggi. Pemuda berambut
putih keperakan ini geram bukan main melihat keke-
jaman Iblis Berkabung. Arya tahu tanpa diberikan serangan terakhir tadi nyawa
Malaikat Obat Sakti pun
belum tentu dapat diselamatkan. Tak selayaknya kalau Iblis Berkabung mengirimkan
serangan susulan.
"Terkutuk!" maki Arya dengan wajah merah padam. "Ha ha ha...!"
Tawa Iblis Berkabung dengan nada yang tak
pantas keluar dari mulut manusia menyambuti ma-
kian Dewa Arak. Lelaki berpakaian serba putih ini kelihatan gembira bukan main
melihat Arya tengah mur-
ka. "Kau tak senang kalau kakek yang sudah mau
mati itu kubunuh" Mau membalas dendam" Lebih
baik kau urungkan saja niatmu. Anjing kecil. Kau tak termasuk orang-orang yang
harus menjadi korbanku!
Tapi apabila kau memaksa, aku pun tak keberatan
mengirim nyawamu ke neraka!"
"Keparat!"
Tanpa mempedulikan keadaan dirinya yang tak
memungkinkan untuk menghadapi tokoh selihay Iblis
Berkabung, Dewa Arak melesat menerjang.
Guci araknya diayunkan siap untuk dihantam-
kan ke kepala lawan. Melihat Dewa Arak telah mengi-
rimkan serangan, Sumbi tak tinggal diam. Gadis berpakaian merah ini pun meluruk
ke arah Iblis Berka-
bung. Dengusan merendahkan dikeluarkan Iblis Ber-
kabung. Kekuatan dan kedahsyatan serangan sepa-
sang muda-mudi itu amat jauh di bawah serangan Ma-
laikat Obat Sakti. Padahal, kakek berjenggot panjang itu saja serangannya hampir
tak berarti apa-apa baginya. "Cecoro-cecoro seperti kalian tak layak untuk
berhadapan denganku!"
Iblis Berkabung mengibaskan tangannya seper-
ti orang mengusir nyamuk. Angin keras yang keluar
dari gerakannya membuat Arya dan Sumbi terdorong
ke belakang dan jatuh terguling-guling. Tapi mereka bukan termasuk orang-orang
yang mudah digertak.
Begitu kekuatan yang membuat tubuh mereka jatuh
terguling-guling habis, keduanya bergegas bangkit
berdiri hendak menyerang kembali.
"Huakh...!"
Dewa Arak dan Sumbi memuntahkan darah se-
gar dari mulutnya. Angin serangan Iblis Berkabung telah membuat sepasang muda-
mudi ini terluka parah.
Maksud hati untuk kembali menyerang pun terpaksa
diurungkan. Kalau mereka memaksakan diri menyerang, lu-
ka yang diderita akan semakin parah dan mungkin
dapat membawa mereka ke lubang kubur. Sementara
untuk mengerahkan tenaga dalam bisa membuat luka
itu semakin parah. Yang dapat dilakukan sepasang
muda-mudi ini hanya menatap Iblis Berkabung dengan
sorot mata dendam.
"Ha ha ha...!"
Iblis Berkabung hanya tertawa bergelak. Den-
gan sorot mata penuh kemenangan dan ejekan dita-
tapnya Arya dan Sumbi.
"Kalian beruntung aku telah cukup gembira
dengan berhasil menewaskan tua bangka itu. Sehing-
ga, aku tak berselera lagi untuk mengirim kalian berdua ke akhirat. Apalagi aku
telah bersumpah untuk
lebih dulu mengurus keturunan dan ahli waris penge-
cut-pengecut yang telah membunuh Iblis Berkabung
terdahulu. Kelak apabila seleraku timbul, kalian akan kubunuh! Ha ha ha...!"
Sambil tertawa-tawa Iblis Berkabung memba-
likkan tubuh dan melesat meninggalkan tempat itu.
Dewa Arak dan Sumbi tak bisa berbuat apa pun untuk
mencegahnya. Kedua orang muda yang tak berdaya ini
hanya bisa menatap kepergian tokoh sesat mengi-
riskan hati itu dengan sorot mata penuh kemarahan!
*** Angin malam yang dingin berhembus menusuk
sampai ke tulang. Lolong anjing hutan yang mengaung panjang menambah keseraman
suasana malam. Saat
itu langit cukup cerah. Sang dewi malam yang me-
nampakkan diri di langit secara utuh membuat kea-
daan di persada kelihatan terang. Bahkan sinar bulan purnama mampu menerangi
gelapnya hutan.
Di hutan kecil itu tampak dua sosok tubuh
berdiri saling berhadapan dalam jarak sekitar lima
tombak. Yang satu bertolak pinggang, sedangkan yang
lain bersedekap. Masing-masing saling menatap sosok di depannya dengan sinar
mata yang sulit untuk diterka. Yang jelas, mata kedua sosok ini mencorong tajam
bak mata harimau dalam gelap.
"Apa maksudmu mengirim utusan untuk me-
mintaku datang ke tempat ini, Muka Setan?" tanya sosok yang bertolak pinggang.
Ucapan ini sebenarnya pelan, tapi ternyata
mampu bergema ke seluruh penjuru tempat itu. Bina-
tang-binatang malam yang tengah berkeliaran ke sana kemari tampak terkejut.
Mereka bergegas menjauhkan
diri dari tempat pertemuan kedua tokoh yang sama-
sama memiliki ciri-ciri mengiriskan itu.
"Apa maksudmu sewaktu datang ke istanaku
Serigala Hitam?" sosok yang bersedekap malah balas bertanya.
"Maksudku memerintahkanmu untuk datang
ke hutan ini pun demikian."
Dua sosok itu bukan lain dari Raja Serigala Hi-
tam dan Raja Laut Bermuka Setan. Dua tokoh yang
menjadi dedengkot di wilayah masing-masing. Mereka
mengangkat diri sendiri di atas pihak yang diajak bicara. Oleh karena Raja
Serigala Hitam menggunakan ka-
ta Raja Laut Bermuka Setan meminta kedatangannya.
Sebaliknya, Raja Laut Bermuka Setan mempergunakan
kata memerintahkan.
"Begitukah"!" ejek Raja Serigala Hitam sinis.
"Bukankah kau semula meremehkan dan bahkan me-
nolak usulku" Mengapa kau mendadak berubah pen-
dirian" Apakah bocah-bocah ingusan yang kau kata-
kan tak ada artinya itu datang menyatroni sarangmu
dan mengobrak-abriknya"!"
"Ha ha ha...!"
Raja Laut Bermuka Setan meledakkan tawa.
Lelaki kurus ini merasa geli mendengar ucapan sain-
gannya. "Mana mungkin mereka berani menyatroni istanaku! Apakah mereka sudah
mempunyai nyawa
rangkap" Jangankan bocah-bocah yang belum hilang
dari bau kencur itu, setan sekalipun tak akan berani mendatangi sarangku!"
Raja Serigala Hitam mendengus. Tawa menge-
jek pun dikeluarkannya. Dia tahu Raja Laut Bermuka
Setan menyembunyikan sesuatu. Kalau tak ada apa-
apanya tak akan mungkin pendirian lelaki kurus itu
berubah begitu cepat.
"Aku berubah pendirian karena terpikir olehku
dengan penggabungan kita berdua akan bisa lebih
menguntungkan. Kedudukan kita semakin kuat. Dan
itu berarti kita akan bisa berbuat lebih banyak. Bahkan, penggabungan kita akan
membuat golongan hi-
tam berjaya!" lanjut pimpinan bajak laut selatan mengajukan alasan yang dicari-
cari. Alasan sebenarnya Raja Laut Bermuka Setan
ini adalah pertemuannya dengan Sumbi dan Dewa
Arak yang mengakibatkan nya terluka dalam beberapa
hari yang lalu. Memang benar dia telah menyebarkan
racun berbahaya sebelum pergi meninggalkan Dewa
Arak. Tapi, lelaki kurus ini tak yakin Sumbi dan Dewa Arak akan mati. Tingkat
kepandaian Sumbi membuat
Raja Laut Bermuka Setan terbuka pikirannya. Kalau
Sumbi saja sudah sehebat itu, bagaimana pula gu-
runya" Padahal tokoh setingkatan guru Sumbi masih
ada tiga orang lagi. Dan tokoh setingkatan Sumbi kemungkinan lebih dari satu
orang. Belum lagi diperhi-tungkan keberadaan Dewa Arak. Itulah sebabnya sete-
lah berpikir beberapa hari, Raja Laut Bermuka Satan memutuskan untuk menerima
tawaran bergabung dari
Raja Serigala Hitam.
"Aku bersedia menerima usulmu itu, Muka Se-
tan...," ucap Raja Serigala Hitam menggantung ucapannya di tengah jalan.
Raja Laut Bermuka Setan mendengus. Lelaki
ini tahu ucapan yang dihentikan itu menjadi pertanda kalau usul yang
dikemukakannya tak akan demikian
mudah diterima oleh Raja Serigala Hitam. Tokoh sesat pimpinan wilayah utara ini
rupanya merasa sakit hati dengan sikapnya waktu itu. Dan sikap Raja Serigala
Hitam yang berbalik enggan membuat Raja Laut Ber-
muka Setan merasa geram.
"Rupanya kau mengajukan syarat pula, Seriga-
la Hitam" Kau meniru tingkah ku waktu itu, heh"!"
"Hanya sedikit mirip, Muka Setan," jawab Raja Serigala Hitam kalem. "Hanya saja
persyaratannya berbeda denganmu. Nah, dengarkan baik-baik. Aku
bersedia untuk bergabung denganmu asal aku yang
menjadi pimpinan tertinggi!"
"Syarat gila!" rutuk Raja Laut Bermuka Setan dengan sorot mata berkilat-kilat
karena kemarahan
yang melanda. "Seharusnya malah sebaliknya, Serigala Hitam. Apabila kita
bergabung aku yang harus menjadi pimpinan tertinggi. Dan kau kuberi kedudukan
yang terhormat menjadi wakilku. Bagaimana" Enak bukan?"
"Hal itu hanya bisa terjadi apabila aku telah
menjadi mayat, Muka Setan!" tandas Raja Serigala Hitam keras.
"Apa susahnya melakukan hal itu"!" sergah Ra-ja Laut Bermuka Setan tak kalah
kerasnya.

Dewa Arak 90 Iblis Berkabung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kaulah yang akan kubuat menjadi mayat tak
berarti, Muka Setan!"
Raja Serigala Hitam yang tak kuasa menahan
amarahnya lagi segera melompat, menerjang Raja Laut
Bermuka Setan. Di tengah jalan tubuhnya diputar
mengikuti putaran kaki kanannya yang laksana bal-
ing-baling. Suasana yang semula hening segera terpecahkan oleh deru angin
bercicitan tajam dari putaran kaki Raja Serigala Hitam. Dengan tubuh serta kaki
berputaran tokoh sesat itu meluncur ke arah lawan-
nya. Arah yang dijadikan sasaran serangan adalah kepala Raja Laut Bermuka Setan!
Raja Laut Bermuka Setan mengenal benar sua-
tu serangan maut. Buru-buru tubuhnya dilempar ke
belakang sehingga serangan perdana lawannya men-
genai tempat kosong. Tapi, Raja Serigala Hitam segera menyusulinya dengan
serangan lanjutan. Raja Laut
Bermuka Setan menyambutnya dengan hangat. Perta-
rungan antara dua pimpinan wilayah yang berbeda ini pun segera berlangsung.
Hanya berbeda waktu sebentar saja dua datuk
sesat yang semula saling berbincang-bincang untuk
bersatu kini telah saling serang untuk membunuh. Tak puas hanya dengan bertangan
kosong, masing-masing
pihak menggunakan senjata andalan. Raja Laut Ber-
muka Setan menggunakan dayung. Sementara Raja
Serigala Hitam mempergunakan sepasang cakar baja
yang memiliki tangkai sebagai pegangan. Dengan
adanya senjata andalan di tangan kedua tokoh ini tak ubahnya harimau yang tumbuh
sayap. Kedahsyatan
serangan mereka berlipat ganda.
Ternyata tingkat kepandaian kedua datuk
kaum sesat ini berimbang. Puluhan jurus telah ber-
langsung namun belum ada pihak yang berhasil men-
desak lawan, jalannya pertarungan tetap sengit. Kedua belah pihak saling
berganti melancarkan serangan.
"Manusia-manusia Goblok..." Mengapa harus
saling bentrok sendiri"!"
Tiba-tiba ucapan bernada penuh teguran ter-
dengar mengatasi kegaduhan yang tercipta dari pertarungan Raja Laut Bermuka
Setan dan Raja Serigala Hitam. Kedua tokoh itu tampak terkejut. Ucapan yang
diyakini ditujukan untuk mereka itu mampu membuat
isi dada tergetar hebat. Bahkan, aliran tenaga mereka pun tersumpal meski hanya
sebentar. Belum lagi lenyap keterkejutan yang mendera
hati, terdengar bunyi mendesing nyaring diiringi dengan berkelebatannya sinar-
sinar kehijauan ke arah
mereka. Raja Serigala Hitam dan Raja Laut Bermuka
Setan tak mempunyai pilihan lain kecuali menghenti-
kan pertarungan. Sinar-sinar kehijauan itu meluncur ke arah pelipis mereka.
Mendengar dari bunyinya, kedua tokoh itu tahu nyawa mereka bisa melayang apa-
bila terkena sasaran. Pelipis mereka bisa hancur berantakan.
Dua datuk sesat pimpinan wilayah yang berbe-
da itu bergegas menggerakkan senjata di tangan untuk memapaki serangan sinar-
sinar kehijauan.
Trang, trangng...!
Bunyi berdentang nyaring terdengar ketika ca-
kar Raja Serigala Hitam dan dayung Raja Laut Bermu-
ka Setan membentur sinar-sinar. Tubuh kedua datuk
sesat itu terhuyung-huyung ke belakang beberapa
langkah. Tangan mereka terasa kesemutan dan lum-
puh sesaat. Cakar baja dan dayung kedua datuk kaum
sesat itu jatuh ke tanah. Tangan yang lumpuh mem-
buat jari-jari mereka tak bisa lagi mencekal senjata.
Raja Serigala Hitam dan Raja Laut Bermuka Se-
tan terkejut bukan main melihat kenyataan ini. Keduanya segera sadar kalau tokoh
yang mencampuri uru-
san mereka memiliki tenaga dalam amat kuat. Terbuk-
ti, benturan yang terjadi membuat senjata mereka le-
pas dari pegangan dan tangan yang mencekal menjadi
lumpuh. Keterkejutan Raja Serigala Hitam dan Raja Laut
Bermuka Setan semakin menjadi-jadi ketika melihat
sinar-sinar kehijauan yang telah membuat senjata mereka lepas. Sinar-sinar itu
ternyata hanya daun! Hampir dua datuk sesat ini tak percaya akan penglihatan
mereka. Dua helai daun yang besarnya tak lebih dari telapak tangan bayi itu
ternyata mampu membuat tangan mereka lumpuh. Hati Raja Laut Bermuka Setan
dan Raja Serigala Hitam bergidik membayangkan ke-
kuatan tenaga dalam orang yang melontarkannya.
Mereka saling berpandangan sebentar. Tapi da-
ri pertemuan mata itu keduanya telah bermufakat un-
tuk menghadapi tokoh yang mencampuri urusan me-
reka. Bak hantu saja, karena tanpa mengeluarkan
bunyi sedikit pun, sesosok bayangan putih menjejak-
kan kaki di tanah. Sekitar dua tombak dari dua datuk sesat. Raja Serigala Hitam
dan Raja Laut Bermuka Setan yang tak sadar kalau berdiri berdampingan mena-
tap pendatang baru itu penuh selidik.
"Mengapa harus bertarung dengan orang sego-
longan"!" tegur sosok yang bukan lain dari Iblis Berkabung sambil merayapi
wajah-wajah di depannya. "Su-dahi pertarungan kalian. Mulai sekarang kalian
adalah sahabat. Meski kepandaian kalian tak seberapa, kalian kuangkat sebagai
wakil-wakilku!" lanjutnya dengan sikap angkuh.
Raja Serigala Hitam dan Raja Laut Bermuka Se-
tan saling mengerling satu sama lain.
"Siapa kau, Sobat" Apa hakmu sehingga berani
mencampuri urusan Kami" Bahkan kau telah berani-
beraninya mengatur kami. Tahukah kau siapa adanya
kami"!" bentak Raja Serigala Hitam seraya menatap wajah Iblis Berkabung lekat-
lekat. Di lubuk hatinya Raja Serigala Hitam yang
hampir tak mengenai rasa takut itu merasa ngeri juga melihat Iblis Berkabung.
Tokoh yang terkenal sejak ratusan tahun lalu itu memang memiliki wibawa yang
mengiriskan. "Aku adalah Raja Laut Bermuka Setan!" sambung Raja Laut Bermuka Setan tak kalah
keren. Bah- kan dadanya dibusungkan ketika mengucapkan kata-
kata demikian. Tapi karena memang kurus, yang tam-
pak malah tulang-tulangnya. "Belasan tahun aku dan kelompokku merajalela di Laut
Selatan tanpa ada yang mampu menghalangi. Tapi sekarang aku adalah datuk
sesat wilayah selatan. Semua tokoh golongan hitam
yang berada di wilayah itu mengakuiku sebagai datuk mereka!"
"Dan, aku berjuluk Raja Serigala Hitam! Kekua-
saanku adalah wilayah utara. Sebagian besar tokoh-
tokoh golongan hitam telah menjadi pengikutnya. Akulah datuk sesat wilayah
utara!" Raja Serigala Hitam buru-buru menyambung.
"Pertarungan yang terjadi antara kami adalah
untuk menentukan siapa yang lebih berhak menjadi
datuk sesat di delapan penjuru mata angin!" beritahu Raja Laut Bermuka Setan.
Iblis Berkabung terlihat hanya tersenyum men-
gejek. "Hentikan saja pertarungan tak berguna itu.
Aku yang akan menjadi datuk kalian dan semua tokoh
golongan hitam. Aku yang akan membuat golongan ki-
ta berjaya seperti pada masa dua ratus tahun silam!"
tandas Iblis Berkabung mantap.
Raja Serigala Hitam dan Raja Laut Bermuka Se-
tan merasa heran. Apakah julukan mereka belum per-
nah didengar oleh Iblis Berkabung sehingga tokoh itu tak menjadi gentar"
"Aku cukup gembira karena kalian telah mem-
punyai banyak pengikut," lanjut Iblis Berkabung tanpa mempedulikan keheranan
kedua datuk di depannya.
"Tapi jangan berpuas diri dulu. Cari lagi pengikut se-banyak-banyaknya. Bagi
yang tak mau bergabung,
bunuh saja! Dan apabila kalian menemui kesulitan,
aku yang akan turun tangan. Nanti setelah pengikut
yang kalian kumpulkan telah banyak, kita serbu kerajaan. Satu demi satu kerajaan
kita taklukkan, hingga kita akan mempunyai sebuah kerajaan yang amat besar.
Kerajaan Setan, demikian namanya! Ha ha ha...!"
Raja Serigala Hitam dan Raja Laut Bermuka Se-
tan terpaku keheranan. Mereka tak pernah berpikir
sampai sejauh itu. Merebut kerajaan dan membentuk
kerajaan sendiri, kerajaan dari golongan mereka! Luar biasa! Sungguh sebuah usul
yang cemerlang. Selama
ini mereka hanya berkeinginan untuk mencari pengi-
kut yang banyak, agar bisa menekan golongan putih
yang menjadi musuh bebuyutan. Usul Iblis Berkabung
menimbulkan keinginan di benak kedua datuk sesat
itu. "Kau bicara seakan-akan kami ini bersedia
memenuhi keinginanmu, Sobat?" ujar Raja Laut Bermuka Setan dengan suara dan
sikap keren. "Kau tahu ucapanmu itu sebenarnya telah cukup menjadi alasan
bagi kami untuk membunuhmu. Tapi karena saat ini
kami tengah mempunyai urusan lain, kami beri ke-
sempatan padamu meninggalkan tempat ini dengan
nyawa di badan!"
Sepasang mata Iblis Berkabung seperti meman-
carkan api ketika Raja Laut Bermuka Setan menyele-
saikan ucapannya. Terlihat sekali tokoh luar biasa ini merasa tersinggung.
*** 6 "Mulutmu terlalu lancang, Monyet Buduk! Mu-
kamu yang sudah buruk itu akan kubuat semakin bu-
ruk sebagai ganjaran atas kekurangajaranmu. Setidak-tidaknya hal ini akan
menjadi peringatan bagi yang
lain untuk tak bertingkah seenaknya!"
Iblis Berkabung menutup ucapannya dengan
sebuah lesatan ke arah Raja Laut Bermuka Setan. Da-
tuk wilayah selatan yang diserang memang sudah ber-
siaga sejak tadi. Dayung yang sudah dipungutnya dari tanah diayunkan ke arah
tubuh Iblis Berkabung.
Hati Raja Laut Bermuka Setan agak tercekat
ketika dia hanya melihat sesosok bayangan melesat ke arahnya. Lelaki ini tak
bisa melihat jelas. Maka,
dayung yang dihantamkan digerakkan menurut nalu-
rinya saja. "Akh...!"
Raja Laut Bermuka Setan memekik ketika me-
rasakan sakit dan nyeri pada telinganya sebelah ka-
nan. Iblis Berkabung sendiri sudah berada di tempatnya lagi. Entah kapan lelaki
berpakaian serba putih itu kembali ke tempatnya. Raja Laut Bermuka Setan hampir
memekik kaget melihat benda yang dipamerkan Ib-
lis Berkabung. Benda itu diangkat sejajar dengan wajahnya.
"Inilah hukuman atas kelancangan mulutmu,
Monyet!" ujar Iblis Berkabung dingin.
Raja Laut Bermuka Setan mengenali benda ter-
sebut. Itu adalah daun telinganya! Sekarang Raja Laut Bermuka Setan tahu kalau
rasa sakit yang melanda telinga kanannya adalah karena daun telinga itu telah
dibikin penggal! Bergegas Raja Laut Bermuka Setan
menotok jalan darah di sekitar luka untuk menghentikan mengalirnya darah.
Kemudian, dengan didahului
gertakkan giginya lelaki kurus ini memutar dayungnya, bersiap untuk melancarkan
serangan. Raja Laut Bermuka Setan dilanda amarah yang
amat sangat. Hal-hal lain tak dipikirkannya lagi. Yang ada di benaknya hanya
membalas perlakuan Iblis Berkabung. Sedikit pun tak terpikirkan olehnya kalau
Iblis Berkabung memiliki kepandaian lebih tinggi daripa-danya! Raja Serigala
Hitam tidak demikian. Kakek ini melihat dengan hati ngeri dan telinga Raja Laut
Bermuka Setan yang dipertunjukkan Iblis Berkabung.
Bukan bendanya yang membuat datuk utara ini mera-
sa ngeri. Tapi, dia tak melihat kapan Iblis Berkabung melakukannya! Padahal Raja
Serigala Hitam tak pernah lekang memperhatikan tindak-tanduk Iblis Berka-
bung. Memang Raja Serigala Hitam melihat sekeleba-
tan sinar putih, namun bentuknya amat tak jelas. Tak bisa tokoh sesat itu
melihatnya. Kalau Iblis Berkabung berkehendak, bukan hanya daun telinga Raja
Laut Bermuka Setan yang diambilnya, tapi juga nyawanya.
Mudah baginya untuk menghantam pelipis Raja Laut
Bermuka Setan dalam sekali serang. Kenyataannya da-
tuk selatan itu tak bisa mempertahankan telinganya.
Jangankan mempertahankan, tahu terancam pun ti-
dak. "Simpan dulu kemarahanmu, Muka Setan," be-
ritahu Raja Serigala Hitam sebelum Raja Laut Bermu-
ka Setan mengirimkan serangan. Raja Serigala Hitam
bukan khawatir atas keselamatan Raja Laut Bermuka
Setan. Justru dia akan lebih gembira jika datuk selatan itu tak ada.
Kalau datuk utara ini mencegah tindakan Raja
Laut Bermuka Setan hanyalah karena rasa khawatir
hal itu akan menimbulkan kemarahan Iblis Berka-
bung. Dirinya bisa jadi ikut terancam apabila Iblis Berkabung murka.
Raja Laut Bermuka Setan menoleh dan mena-
tap saingannya lekat-lekat. Lelaki ini baru ingat kalau dia dan Raja Serigala
Hitam akan bergabung untuk
menentang Iblis Berkabung. Tapi mengapa Raja Seriga-la Hitam belum bersiap-siap"
"Apakah kau takut, Serigala Hitam?" tanya Raja Laut Bermuka Setan. Sedapat
mungkin dia menyembunyikan kekhawatirannya kalau Raja Serigala Hitam
membenarkan pertanyaan itu.
"Bukan masalah takut atau tidak, Muka Setan,"
kilah Raja Serigala Hitam. "Kita belum tahu siapa adanya tokoh ini. Aku ingin
tahu siapa dia. Orang ini pasti memiliki julukan. Kepandaiannya tinggi!"
"Aku memang lupa menjawab pertanyaan ka-
lian tadi," sambut Iblis Berkabung dengan tenang. "Ta-pi tak ada salahnya jika
jawaban itu kuberikan sekarang. Pernahkah kalian mendengar julukan Iblis Ber-
kabung" Nah, akulah orangnya!"
Kalau saja saat itu ada halilintar menyambar
tepat di depan mereka, tak akan Raja Laut Bermuka
Setan dan Raja Serigala Hitam seterkejut ini. Kedua datuk sesat itu sampai
terlonjak ke belakang bagai diputar ular berbisa. Keduanya menatap Iblis
Berkabung dengan sepasang mata seakan ingin melompat keluar
dari rongganya.
"Iblis Berkabung"!" desis kedua datuk kaum sesat itu dengan bibir bergetar dan
suara menggigil. Terlihat jelas kegentaran melanda hati.
Memang, Raja Laut Bermuka Setan maupun
Raja Serigala Hitam pernah mendengar julukan Iblis
Berkabung. Tokoh itu merupakan cerita yang mereka
dengar turun-temurun. Hanya saja ketika sampai ke
telinga mereka tidak didengar bagaimana ciri-ciri Iblis Berkabung. Semula kedua
datuk sesat ini lebih condong menduga cerita mengenai Iblis Berkabung hanya
sebuah dongeng. Sama sekali tak disangka tokoh yang luar biasa itu muncul
kembali dan sekarang berada di depan mereka.
"Benar. Akulah Iblis Berkabung. Aku akan me-
mimpin kalian dan pengikut-pengikut kalian serta semua kawan-kawan segolongan
untuk berjaya seperti
pada masa dua ratus tahun lalu!" tandas Iblis Berkabung. "Bagaimana kami bisa
yakin kau adalah Iblis Berkabung" Sepanjang yang kami dengar Iblis Berkabung


Dewa Arak 90 Iblis Berkabung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah lama tewas," ujar Raja Serigala Hitam hati-hati. "Iblis Berkabung tak akan
pernah lenyap dari muka bumi. Iblis Berkabung akan selalu muncul ke
dunia persilatan. Memang benar Iblis Berkabung dulu telah tewas. Bahkan tidak
hanya seorang, melainkan
tiga. Tapi aku, Iblis Berkabung yang keempat, tak akan bernasib seperti mereka.
Aku akan membuat kekuasaan Iblis Berkabung lebih jaya dari masa dua ratus tahun
silam!" ujar Iblis Berkabung mantap.
Raja Serigala Hitam dan Raja Laut Bermuka Se-
tan kelihatan bingung. Jawaban Iblis Berkabung
hanya sebagian kecil saja yang mereka mengerti. Ja-
waban itu tak menyingkap rahasia besar yang menye-
limuti Iblis Berkabung.
"Untuk lebih meyakinkan kalian kalau aku ada-
lah Iblis Berkabung yang memiliki kepandaian tak ada taranya di muka bumi ini,
kalian berdua boleh maju
dan menyerangku. Tak sampai tiga jurus kalian dapat kurobohkan!"
Raja Serigala Hitam dan Raja Laut Bermuka Se-
tan hampir memaki mendengar ucapan yang menurut
mereka keterlaluan itu. Jangankan bersama, baru seorang dari mereka saja jarang
tokoh persilatan yang mampu mengimbangi. Andaikata pun ada belum pernah ada yang
mampu mengalahkan dalam tiga jurus.
Namun Iblis Berkabung sesumbar akan merobohkan
mereka berdua dalam tiga jurus!
"Bagaimana kalau dalam tiga jurus kau belum
bisa mengalahkan kami?" pancing Raja Serigala Hitam, ingin tahu tanggapan Iblis
Berkabung. "Itu tak akan terjadi!" tandas Iblis Berkabung penuh keyakinan. "Dan andaikata
terjadi, aku akan melupakan semua ucapanku sebelumnya. Aku tak
akan pernah mencampuri urusan kalian lagi!"
"Baik! Kami terima janjimu ini, Iblis Berka-
bung," Raja Laut Bermuka Setan yang memberikan jawaban. Raja Serigala Hitam
langsung menggerak-
gerakkan cakar bajanya ketika saingannya telah selesai memberikan sambutan. Raja
Laut Bermuka Setan
sendiri menggenggam dayungnya erat-erat. Kedua da-
tuk kaum sesat ini lebih dulu saling bertukar pandang.
Keduanya setuju untuk mempergunakan cara yang le-
bih aman agar selama tiga jurus pertarungan Iblis
Berkabung tak berhasil memenuhi janjinya.
"Kami telah siap, Iblis Berkabung!" beritahu Ra-
ja Serigala Hitam.
Iblis Berkabung tertawa bergelak ketika me-
nunggu beberapa saat tak terlihat tanda-tanda dua datuk kaum sesat itu akan
menyerangnya. Tokoh sesat
yang tak ubahnya dongeng itu segera paham akan tin-
dakan yang diambil lawan-lawannya.
"Buatlah pertahanan yang paling kuat. Akan
kubuktikan kalau tak sampai tiga jurus kalian akan
berhasil kurobohkan!"
Belum lagi gema ucapannya lenyap. Iblis Ber-
kabung telah melesat menerjang dua lawannya. Lelaki berambut merah darah ini
terpaksa menyerang karena
Raja Laut Bermuka Setan dan Raja Serigala Hitam
mengambil kedudukan bertahan. Rupanya demi untuk
memenangkan pertaruhan, kedua datuk kaum sesat
itu tak mau melancarkan serangan lebih dulu. Dengan menyerang kemungkinan untuk
dirobohkan lawan lebih cepat. Karena setiap penyerangan menimbulkan
celah-celah yang dapat dipergunakan lawan untuk
memasukkan serangan.
Raja Serigala Hitam dan Raja Laut Bermuka Se-
tan terperanjat ketika hanya melihat sekelebatan sinar putih menyambar ke arah
mereka. Demikian cepat lesatan sinar putih itu, sehingga jangankan arah serangan
yang dituju oleh Iblis Berkabung, bentuk serangan yang dilancarkan pun tak mampu
mereka lihat. Kendati demikian kedua datuk kaum sesat ini
tak kehilangan akal. Senjata-senjata yang ada di tangan diputar sekuat mungkin
untuk membungkus selu-
ruh tubuh mereka. Seekor lalat pun tak akan bisa me-nembus gulungan senjata
mereka tanpa terkena!
"Ha...!"
Iblis Berkabung membentak keras di saat ten-
gah melesat menyerbu lawan-lawannya. Bukan samba-
ran bentakan. Tapi dialiri tenaga dalam tinggi. Akibatnya memang luar biasa.
Raja Serigala Hitam dan Raja Laut Bermuka Setan merasakan dada mereka tergetar
hebat. Aliran tenaga dalam keduanya tiba-tiba terhen-ti. Bahkan tanpa dapat
dicegah lagi mereka terhuyung-huyung.
Raja Serigala Hitam dan Raja Laut Bermuka Se-
tan ternyata mampu mempertunjukkan kalau mereka
tak memalukan mendapat julukan datuk-datuk kaum
sesat. Keadaan yang tak menguntungkan itu segera
mereka perbaiki dengan melempar tubuh ke tanah dan
bergulingan menjauh.
Seakan telah dirundingkan lebih dulu sebe-
lumnya, dua datuk kaum sesat ini melempar tubuh ke
arah yang saling berlawanan. Raja Serigala Hitam ke kiri sedangkan ke kanan
diambil oleh Raja Laut Bermuka Setan. Iblis Berkabung tak memusingkan masa-
lah itu. Laksana hantu dia mengejar Raja Serigala Hitam dan menghujaninya dengan
serangan. Raja Serigala Hitam mengetahui datangnya ba-
haya. Cakar baja di tangannya diputar untuk melin-
dungi tubuh. Tapi hanya sebentar saja tindakan itu bi-sa dilakukan. Dirasakan
ada sesuatu menyentuh bela-
kang sikunya. Siku itu lumpuh sesaat, dan cakar baja datuk utara itu berpindah tangan.
Sebelum Raja Serigala Hitam sempat bertindak
lebih jauh, dirasakan bahu kanannya disentuh. Maka
seketika itu juga tubuh Raja Serigala Hitam ambruk ke tanah bagai sehelai karung
basah. Dengan mempergunakan kecepatan geraknya rupanya Iblis Berkabung
telah menotok siku dan bahu kanan Raja Serigala Hi-
tam. Tanpa mempedulikan Raja Serigala Hitam, Iblis Berkabung melesat ke arah
Raja Laut Bermuka Setan
yang baru saja bangkit dari bergulingnya. Raja Laut Bermuka Setan berusaha
sekuat tenaga untuk bertahan. Namun seperti juga saingannya, lelaki kurus ini
dirobohkan secara mudah oleh Iblis Berkabung.
Iblis Berkabung menatap kedua lawannya yang
terkapar di tanah. Kedua tangan lelaki berpakaian serba putih ini terlipat di
depan dada. "Bagaimana" Apakah kalian masih meragukan
kalau aku adalah Iblis Berkabung" Hanya dalam dua
jurus kalian berdua dapat kurobohkan!" dengus Iblis Berkabung.
"Kami mengaku kalah. Sekarang kami yakin
kau memang Iblis Berkabung. Kami bersedia untuk
bekerja sama denganmu dan setuju kau menjadi pim-
pinan kami," jawab Raja Serigala Hitam.
"Ha ha ha...!" Iblis Berkabung tertawa bergelak penuh kegembiraan. "Sekarang
kalian boleh bangkit,"
ujar lelaki berambut merah darah ini sambil menden-
gus. Raja Serigala Hitam dan Raja Laut Bermuka Setan hampir tak percaya akan apa
yang mereka alami.
Totokan yang membelenggu mereka langsung bebas
ketika Iblis Berkabung mendengus. Baru kali ini mere-ka temui ada tokoh yang
mampu membebaskan pen-
garuh totokan dengan dengusan! Ini berarti dengan ca-ra yang sama Iblis
Berkabung dapat melumpuhkan
mereka. Dengan penuh rasa gentar dan takjub Raja Se-
rigala Hitam dan Raja Laut Bermuka Setan bangkit
berdiri. Mereka telah takluk sepenuhnya. Keduanya
merasa yakin dengan pemimpin selihai Iblis Berkabung jalan mencapai keinginan
mereka untuk membentuk
kerajaan sesat akan terlaksana.
*** Hembusan angin siang yang panas menerbang-
kan debu tebal di sebuah dataran luas di atas puncak sebuah gunung. Tempat ini
dinamai Puncak Dunia!
Dari lereng sebelah barat dan timur berkelebat
sesosok bayangan. Cepat bukan main gerakannya se-
hingga membuat bentuk tubuhnya tak terlihat jelas.
Hanya kelebatan bayangan kuning dan bayangan biru
dalam bentuk yang samar. Dua sosok bayangan itu
bergerak lincah melalui medan yang sulit. Beberapa
kali dua sosok itu melompat-lompat tinggi tak jarang pula melompat jauh
menyeberangi jurang-jurang yang
tak begitu lebar. Tak lama kemudian kedua sosok itu telah berada di puncak
gunung. Mereka bertemu di
hamparan tanah lapang yang berdebu.
Sosok bayangan coklat ternyata seorang kakek
berpakaian coklat. Usianya sekitar enam puluh tahun, tapi tubuhnya yang pendek
masih terlihat kekar. Wajahnya yang agak kecoklatan mempunyai sebelah mata
yang selalu berkedip-kedip. Hal ini membuat kakek itu kelihatan lucu. Padahal
dia adalah seorang tokoh besar golongan putih. Pendekar Seribu Kepalan, julu-
kannya. Sosok bayangan kuning memiliki ciri-ciri yang
mengiriskan hati. Dia juga seorang kakek. Wajahnya persegi dan ditumbuhi kumis.
Serta cambang lebat.
Pakaiannya serba kuning keemasan. Sekujur tubuh-
nya yang tak tertutup pakaian terlihat ditumbuhi bulu-bulu agak kekuningan.
Karena inilah kakek ini dijuluki orang sebagai Singa Berbulu Emas.
"Mengapa kau kelihatan gelisah, Singa?" tanya Pendengar Seribu Kepalan. "Apakah
kau khawatir mu-ridmu akan dapat dikalahkan oleh muridku?"
"Lupakan soal pertandingan itu dulu, Kepalan,"
sahut Singa Berbulu Emas dengan menyiratkan kegeli-
sahan besar di wajahnya. "Ada masalah yang lebih penting dan gawat."
"Masalah apa, Singa" Merupakan sebuah masa-
lah besar kukira sehingga mampu membuat orang se-
pertimu gelisah. Sayang, aku terlalu banyak bersem-
bunyi di sarang hingga tak mengetahui atau terlihat masalah apa pun. Apalagi
tempat tinggalku tak jauh
dari tempat ini. Jadi tak bisa mengetahui masalah apa yang terjadi di tengah
jalan." "Iblis Berkabung muncul lagi," desis Singa Berbulu Emas dengan suara lirih
seakan-akan takut ter-
dengar orang lain.
"Apa"!" Pendekar Seribu Kepalan terjingkat kaget seperti disengat ular berbisa.
Ucapan lirih Singa Berbulu Emas di telinganya tak kalah mengejutkan da-ri
meledaknya halilintar.
"Kudengar dan kulihat sendiri bukti-bukti ke-
munculan tokoh yang mengerikan itu. Beberapa per-
kumpulan telah dihancurkannya. Tentu saja perkum-
pulan golongan kita. Kekacauan terjadi di mana-mana.
Pengikut-pengikut iblis itu telah tak terhitung lagi jumlahnya," urai Singa
Berbulu Emas. "Tak kusangka...," desah Pendekar Seribu Kepalan setengah tak percaya. "Padahal
kukira iblis itu tak akan muncul lagi. Oleh karena itu Sumbi, muridku, tak
kuceritakan dengan tokoh ini."
"Aku pun menduga begitu, Kepalan. Tak kuceri-
takan juga pada Inani, muridku," sambut Singa Berbulu Emas.
"Mudah-mudahan saja si Obat dan si Gila men-
getahui hal ini lalu menceritakan pada murid-
muridnya," harap Pendekar Seribu Kepalan.
"Itulah sebabnya aku bergegas ke tempat ini
untuk memberitahukanmu dan juga mengusulkan
agar pertandingan untuk sementara ditunda. Aku ya-
kin kau telah berada di sini, Kepalan. Kau yang mempunyai tempat ini dan sudah
pasti akan memper-
siapkannya agar dapat terpakai untuk pertandingan."
"Kalau demikian halnya kurasa tempat ini akan
menjadi kuburan kita semua, Singa. Iblis Berkabung
pasti telah mengetahui rencana kita dan berencana
menyerbu tempat ini. Mudah-mudahan saja mereka
lebih dulu datang agar kita dapat bersama-sama me-
nyusun kekuatan untuk menghadapinya. Bila mereka
tiba cepat, kita harus segera meninggalkan tempat ini dan menentukan tempat-
tempat yang dapat kita jadikan pemusatan kekuatan."
"Aku pun bermaksud demikian, Kepalan," sambut Singa Berbulu Emas. "Setelah
selesai mengambil kata sepakat, kita semua pergi sebelum Iblis Berkabung
menyatroni tempat ini."
"Sebuah rencana yang bagus sekali. Sayang,
tak berjalan sesuai kehendak kalian...!"
Suara yang terdengar jelas di tempat itu me-
nyambuti ucapan Singa Berbulu Emas. Singa Berbulu
Emas dan Pendekar Seribu Kepalan terkejut. Mereka
mengedarkan pandangan ke sekitar untuk mengetahui
orang yang telah berbicara. Tapi tak ada seorang pun yang mereka jumpai. Hanya
ada sesosok tubuh yang
belum terlihat jelas di kejauhan dan tengah melesat menuju tempat mereka.
Singa Berbulu Emas dan Pendekar Seribu Ke-
palan saling berpandangan. Jantung keduanya berde-
tak kencang karena hati mereka dilanda ketegangan.
Berbagai pertanyaan bergayut di benak kedua datuk
golongan putih ini.
Benarkah sosok itu yang berbicara" Berbicara
dari jauh sekali tapi terdengar jelas bukan hal yang mengejutkan bagi Singa
Berbulu Emas dan Pendekar
Seribu Kepalan, tapi mendengar ucapan orang dari jarak yang masih amat jauh
merupakan hal yang menge-
jutkan! Bila benar sosok yang tengah melesat ke arah mereka yang berbicara,
berarti sosok itu mendengar
pembicaraan mereka. Inilah hal yang membuat kedua
datuk golongan putih itu merasa tegang. Begitu sosok itu terlihat jelas, wajah
Singa Berbulu Emas dan Pendekar Seribu Kepalan langsung berubah hebat.
"Iblis Berkabung!" desis kedua pendekar tua ini tanpa menyembunyikan
keterkejutan yang melanda
hati. Iblis Berkabung sendiri menghentikan lari ketika telah berjarak tiga
tombak dari dua datuk golongan putih itu. Tokoh sesat yang penuh rahasia ini
menatap kedua pendekar di depannya sambil tertawa bergelak.
"Kalian kaget?" dengus Iblis Berkabung penuh ejekan. "Kalian pasti tak menyangka
aku akan muncul lagi. Si tua bangka tukang obat pun demikian sebelum nyawanya
kukirim ke neraka!"
Deggg! Singa Berbulu Emas dan Pendekar Seribu Ke-
palan bagai ditubruk kerbau mendengar berita itu. Keduanya tahu tukang obat yang
dimaksud Iblis Berka-
bung itu pasti rekan mereka, Malaikat Obat Sakti.
"Kalian kaget?" Ejekan itu dikeluarkan lagi oleh Iblis Berkabung. Keterkejutan
kedua kakek itu kelihatan menggembirakan hatinya. "Kalian akan lebih kaget lagi
kalau kukatakan tokoh-tokoh yang akan bertemu di tempat ini tak akan pernah ada
yang sampai. Sekitar jalan menuju tempat ini telah dijaga oleh pengikut-
pengikutku. Tentu saja secara sembunyi-sembunyi.
Betapapun hebatnya mereka tak akan mampu meng-
hadapi ratusan pengikutku!"


Dewa Arak 90 Iblis Berkabung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Keparat!" maki Singa Berbulu Emas murka.
"Terkutuk!" geram Pendekar Seribu Kepalan.
"Ha ha ha...! Iblis Berkabung malah mengum-
bar tawa gembira. "Di sana murid-murid kalian dibantai, dan di sini kalian akan
kujadikan kerak neraka!"
Singa Berbulu Emas dan Pendekar Seribu Ke-
palan yang tak kuasa lagi menahan amarah langsung
melesat menerjang. Iblis Berkabung sambil tertawa terlihat mengelak. Lelaki
berambut merah darah ini
menghadapi kedua lawannya seperti ketika mengha-
dapi Malaikat Obat Sakti. Dia tak sungguh-sungguh
bertarung. Kedua lawannya dipermainkan dulu seenak
hatinya. *** "Kau lihat itu, Pemuda Ajaib"!" Pertanyaan itu dikeluarkan oleh seorang kakek
kecil kurus berpakaian lusuh dan kumal. Wajahnya yang kotor berdebu
dan rambutnya yang berantakan membuat si kakek
tak ubahnya orang gila.
Keadaan kakek itu sudah mengherankan. Tapi
yang lebih mengejutkan lagi adalah sepasang matanya.
Biji matanya yang kiri tertuju lurus ke depan. Sedang yang kanan berkeliaran ke
sana kemari. Itu pun masih ditambah dengan adanya asap dua warna yang mengepul
dari atas kepala. Sebelah kiri putih dan sebelah kanan merah. Asap yang kanan
meluncur ke arah
dinding ruangan di mana si kakek berada. Di dinding yang dituju oleh asap merah
tampak terlihat gambar.
Puncak Dunia, di mana saat itu Iblis Berkabung ten-
gah terlibat pertarungan dengan Singa Berbulu Emas
dan Pendekar Seribu Kepalan.
"Kedua orang yang tengah bertarung dengan Ib-
lis Berkabung itukah yang berjuluk Singa Berbulu
Emas dan Pendekar Seribu Kepalan, Kek?" tanya pemuda yang disapa si kakek
sebagai pemuda ajaib.
Pemuda itu bukan lain dari Arya Buana alias
Dewa Arak. Di sebelah kiri si kakek, Arya duduk bersila. Sedangkan di sebelah
kanan duduk Sumbi. Seperti juga Dewa Arak, Sumbi tengah mengarahkan pandangan
pada dinding di mana terpampang pertarungan Ib-
lis Berkabung dan dua datuk golongan putih.
"Benar," jawab si kakek yang tak henti-hentinya tersenyum. "Sekarang jangan
sampai kau lengah dari pertarungan itu sekejap pun. Tunggu hingga Iblis
Berkabung menyerang, dan akan kau lihat di mana kele-
mahannya."
Arya tak berani menjawab. Dia hanya men-
gangguk untuk menunjukkan pada kakek itu kalau dia
mengerti. Sepasang matanya tak berkedip memperha-
tikan jalannya pertarungan di dinding ruangan. Ruangan itu sebenarnya adalah
sebuah gua di dalam tanah, di atas Puncak Dunia.
Sumbi pun menujukan pandangan dengan pe-
nuh rasa tertarik pada gambar-gambar di dinding gua.
Tapi, sesekali dengan sembunyi-sembunyi matanya di-
kerlingkan pada Dewa Arak. Gadis berpakaian merah
ini telah jatuh hati pada Arya. Semula memang hanya tertarik saja. Tapi semakin
lama setelah mengenal sifat dan pribadi Arya, Sumbi tak bisa mengelak dari
serbuan panah-panah asmara! Setiap kali mengerling di
benak Sumbi terbayang semua pengalamannya. Teru-
tama sekali ketika mereka berdua terluka parah oleh Iblis Berkabung. Pengalaman
ini dan seterusnya terca-
tat di benak Sumbi.
"Kau tak apa-apa, Sumbi?"
Masih terngiang di telinga Sumbi pertanyaan
yang diajukan Dewa Arak ketika Iblis Berkabung telah lenyap dari pandang mata
mereka. Sumbi hanya mampu menggeleng. Perhatian
yang diberikan Arya menimbulkan rasa aneh di ha-
tinya. Sumbi merasa tersanjung. Dan saat memberikan jawaban dia menatap Arya
yang saat itu tengah me-mandangnya untuk menanti jawaban.
Sumbi baru sadar kalau Arya memiliki wajah
tampan dan terlihat jantan. Rambut pemuda itu yang
putih panjang dan tergerai di mata Sumbi semakin
membuat Arya menarik. Rambut itu membuat Arya ke-
lihatan matang.
"Syukurlah," hanya itu yang dikatakan Arya.
Tapi Sumbi merasakan dalam ucapan itu terpapar rasa lega. Usai berkata demikian
Arya lalu duduk bersemadi. Sepasang matanya dipejamkan dan kedua tan-
gannya yang terbuka dipertemukan di depan dada.
Sumbi mempergunakan kesempatan itu untuk mem-
perhatikan Arya secara leluasa. Wajah Sumbi bak terbakar ketika tengah larut
memperhatikan, orang yang diperhatikan membuka matanya. Sumbi buru-buru
membuang pandangannya ke arah lain. Dia merasa
malu sekali karena tertangkap basah tengah memper-
hatikan Arya dengan penuh minat
"Kau tak bersemadi untuk mengobati lukamu,
Sumbi" Setelah pulih kita cari Iblis Berkabung dan ki-ta balaskan kematian Kakek
Malaikat Obat Sakti," ujar Arya seakan tak merasakan sikap Sumbi sebagai hal
yang aneh. "Terima kasih atas pemberitahuanmu, Arya.
Aku memang masih terkenang akan kematian Malaikat
Obat Sakti. Dan aku benci sekali terhadap Iblis Berkabung," timpal Sumbi
sekenanya. "Aku bisa mengerti apa yang tengah kau rasa-
kan, Sumbi," sahut Arya, "Aku pun demikian. Tapi kalau kita hanya bersikap
begitu saja, kapan akan dapat membuat perhitungan dengan Iblis Berkabung" Iblis
itu akan menyebar bencana lebih banyak. Obati dulu
lukamu Sumbi, setelah itu baru kita pikirkan hal lainnya." Tanpa banyak bicara
Sumbi segera bersemadi.
Sikap Arya yang seakan tak tahu tingkah Sumbi dan
justru mengalihkan pada persoalan lain membuat ke-
kaguman Sumbi semakin membesar. "Benar-benar
seorang pemuda yang bijaksana," puji Sumbi dalam hati. Cukup lama sepasang muda-
mudi ini bersemadi. Semadi itu baru terhenti karena ada ucapan yang masuk ke
telinga mereka. Ucapan yang diselingi tawa mengekeh.
"Luar biasa...! Luar biasa...! Tak kusangka ada sepasang muda-mudi yang memiliki
wajah elok lebih
suka bersemadi ketimbang bermesraan. He he he...!"
Arya dan Sumbi membuka mata. Di depan me-
reka yang duduk bersemadi bersebelahan berdiri seo-
rang kakek kecil kurus. Kakek ini menatap Arya dan
Sumbi berganti-ganti. Kepalanya digeleng-gelengkan
dengan senyum terkembang di bibir.
Arya terkejut bukan main melihat kenyataan
ini. Kakek yang kelihatannya kurang waras itu mampu berada di depannya tanpa dia
mendengar kehadiran-nya. Padahal dalam semadi pendengarannya jauh lebih tajam!
Toh, si kakek mampu ada di dekatnya tanpa didengar langkahnya.
Kenyataan ini mengingatkan Arya pada Malai-
kat Obat Sakti, Kakek yang ahli pengobatan itu pun
mampu berada di dekatnya tanpa dia ketahui. "Apakah kakek kecil kurus ini salah
satu dari datuk-datuk golongan putih?" tanya Arya dalam hati.
"Kalau aku tak salah menebak...." tanpa peduli pada keheranan Arya juga
kemarahan yang terpancar
dari sepasang mata Sumbi, si kakek terus bicara dengan senyum-senyum memamerkan
giginya yang telah
banyak tanggal. "Iblis Berkabung yang telah datang kemari dan menyebarkan
kejadian ini, bukan" Dan
aku yakin sahabatku si tukang obat itu sekarang tentu telah mengadakan
perjalanan ke nirwana. Bukankah
demikian, Pemuda Ajaib?"
Arya hampir tersenyum mendengar panggilan
yang ditujukan padanya. Tapi pemuda ini mampu me-
nahannya. Sebuah dugaan melintas di benaknya ten-
tang siapa adanya kakek itu.
"Apakah aku tengah berhadapan dengan tokoh
yang berjuluk Dewa Gila Tanpa Bayangan, yang meru-
pakan salah satu datuk golongan putih?" tanya Arya.
"He he he...! Julukan kentut. Pemuda Ajaib,
mana mungkin manusia seperti aku kau anggap dewa.
Lagi pula mana ada dewa yang gila dan tak mempu-
nyai bayangan" He he he...! Sungguh lucu...!"
Arya dan Sumbi saling berpandangan melihat
tanggapan kakek yang memang berjuluk Dewa Gila
Tanpa Bayangan. Tak heran kalau ada kata-kata gila
untuk julukan kakek itu. Sikapnya memang tak layak
seperti manusia waras.
"Pemuda Ajaib dan kau juga Nona yang tengah
kasmaran, kita tak mempunyai waktu banyak. Dunia
persilatan tengah berada dalam bahaya besar. Golongan hitam tak lama lagi akan
berjaya. Cepat ikut
aku...!" Kakek kecil kurus lalu membalikkan tubuh dan melesat ke arah dari mana
tadi dia datang. Hanya dalam sekejapan tubuhnya telah mengecil sebesar ibu ja-
ri. Arya dan Sumbi kembali saling berpandangan.
Hampir tawa keduanya meledak. Bagaimana mungkin
mereka mengikuti si kakek kalau dalam sekejapan saja telah tertinggal demikian
jauh. Dalam keadaan tenaga mereka pulih seluruhnya pun mereka tak akan bisa
mengikuti lari kakek itu yang luar biasa cepatnya. Tak heran jika julukan yang
didapatnya tanpa bayangan!
"Hey...!"
Bentakan itu membuat Arya dan Sumbi hampir
terlempar karena kagetnya. Si kakek tadi telah berada di depan mereka lagi.
Kedua tangannya berkacak di
pinggang dan wajahnya dipasang seangker mungkin.
Sepasang matanya tampak dibelalakkan selebar-
lebarnya seperti tingkah orang dewasa yang sedang
memarahi anak kecil.
"Mengapa kalian malah bengong" Ah! Kalau
menuruti kalian berdua urusan ini tak akan pernah
selesai!" Setelah berkata demikian Dewa Gila Tanpa
Bayangan mengulurkan tangan dan membawa Arya
dan Sumbi melesat. Pasangan muda-mudi ini ingin
meronta, tapi begitu si kakek berdehem, sekujur tubuh mereka langsung lemas
bagai tertotok.
Sumbi sampai memejamkan mata karena me-
rasa ngeri melihat betapa cepatnya si kakek berlari.
Entah berapa lama berlari, gadis ini tak tahu. Matanya baru dibuka ketika tak
ada lagi angin keras menerpa tubuhnya. Mereka rupanya telah sampai di tempat
yang dituju si kakek.
"Lihat, Pemuda Ajaib...!"
Seruan Dewa Gila Tanpa Bayangan membuat
Sumbi tersadar dari lamunannya. Dilihatnya Iblis Berkabung tengah melancarkan
serangan. Tentu saja pa-
da gambar di dinding. Terlihat pula Pendekar Seribu Kepalan berhasil mengelak.
Tapi tak demikian halnya dengan Singa Berbulu Emas. Tokoh itu terkena gedoran
pada dadanya. Singa Berbulu Emas ambruk ke tanah dan di-
am tak bergerak-gerak lagi. Mati. Gedoran pada dada itu rupanya membuat tulang-
tulangnya hancur berantakan dan nyawanya melayang meninggalkan raga.
"Kau lihat itu, Pemuda Ajaib?" tanya Dewa Gila Tanpa Bayangan untuk memastikan.
Arya mengangguk.
"Kalau begitu tunggu apa lagi" Datangi tempat
itu lalu bereskan Iblis Berkabung dengan menyerang
kelemahannya!" sentak Dewa Gila Tanpa Bayangan.
Dewa Arak tidak membantah sedikit pun. Dia
segera melesat meninggalkan tempat itu. Sumbi ingin ikut bergerak menyusul, tapi
dicegah oleh Dewa Gila Tanpa Bayangan. Sumbi pun membatalkan maksudnya. Gadis
itu mengarahkan pandangan lagi pada
dinding. Tak lama kemudian dilihatnya Dewa Arak
tengah bertarung dengan Iblis Berkabung untuk mem-
bantu Pendekar Seribu Kepalan.
Masuknya Dewa Arak dalam kancah pertarun-
gan membuat kedudukan Iblis Berkabung terdesak.
Berkali-kali Iblis Berkabung mengeluarkan seruan kaget ketika melihat serangan
Dewa Arak tertuju pada
kelemahannya. Rasa khawatirnya semakin memuncak
ketika Pendekar Seribu Kepalan mengikuti tindakan
Dewa Arak. Iblis Berkabung terus-menerus didesak.
Tokoh sesat yang mengiriskan hati ini tak mempunyai
kesempatan sedikit pun untuk balas menyerang.
Saat itu di dinding tampak pasangan muda-
mudi melesat menuju kancah pertarungan. Sumbi tak
mengenalnya. Tapi tidak demikian halnya dengan De-
wa Gila Tanpa Bayangan. Kakek itu terlihat tersenyum lebar. "Syukurlah muridku
yang gendeng itu, si Banterang, mengingat pesanku," gumamnya dengan gembi-ra.
"Pesan apa, Kek?" tanya Sumbi ingin tahu.
"Tentang adanya penyerbuan besar-besaran ke
tempat ini. Jauh-jauh hari ku pesan padanya untuk mencari pendekar-pendekar guna
menentang rombongan hitam itu," beritahu Dewa Gila Tanpa Bayangan yang rupanya
sudah menduga akan terjadi penyerbuan ini.
Pemuda yang dilihat Sumbi dan kakek itu me-
mang Banterang. Sedangkan si gadis adalah Inani, putri Ketua Perguruan Tapak
Darah. Pasangan muda-
mudi ini bertemu di kaki gunung saat terlibat pertarungan dengan rombongan Iblis
Berkabung. Inani dan
Banterang segera melesat ke puncak ketika dilihatnya rombongan pendekar ada di
atas angin. Keduanya tiba pada saat pertarungan tengah berlangsung.
"Haat...!"
Tendangan Pendekar Seribu Kepalan ke ping-
gang sebelah kiri membuat Iblis Berkabung melempar
tubuh ke belakang. Kesempatan ini yang ditunggu-
tunggu Dewa Arak. Pemuda itu melompat menerjang.
Guci araknya diayunkan ke arah pinggang sebelah kiri.
Blarrr! Bunyi keras seperti halilintar menyambar ter-
dengar begitu guci menghantam pinggang Iblis Berka-
bung. Baik tubuh Dewa Arak maupun Iblis Berkabung
terpental ke arah yang berlawanan. Sedangkan tempat
di bawah tubuh Iblis Berkabung semula tampak se-
buah gambar kepala manusia bertanduk. Pada kedua
sisinya dililit rantai sepanjang kira-kira satu tombak.
Gambar dari logam dan rantai itu hancur berantakan!
Rantai bergambar manusia bertanduk itulah
yang dilihat Arya di saat Iblis Berkabung menyerang.
Itulah kelemahan Iblis Berkabung. Arya segera bangkit berdiri dengan lunglai.
Akibat benturan tadi membuatnya merasa lemas sekali.
Kendati demikian Arya merasa lega. Dia terse-
nyum. Tapi bukan pada Pendekar Seribu Kepalan. Pe-
muda ini tersenyum untuk Dewa Gila Tanpa Bayangan
yang diyakininya melihatnya dari gambar di dinding
gua. Tapi Arya melongo dan merasa malu. Dewa Gila
Tanpa Bayangan dan Sumbi tengah berlari menuju ke
arahnya!

Dewa Arak 90 Iblis Berkabung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Senyum Arya yang lenyap segera terganti den-
gan helaan napas berat begitu didengarnya jeritan pilu.
"Ayaaah...!"
Inani yang mengeluarkan seruan itu. Gadis ini
menghambur ke arah tubuh Iblis Berkabung sambil
menangis terisak-isak. Dipeluknya mayat Iblis Berkabung yang ternyata adalah
Sokapanca, Ketua Pergu-
ruan Tapak Darah yang lenyap secara aneh!
Arya tak merasa heran karena Dewa Gila Tanpa
Bayangan telah memberitahukannya. Rantai bergam-
bar manusia bertanduk itulah yang menciptakan Iblis-Iblis Berkabung. Rantai yang
mengandung roh jahat
dan selalu berkelana mencari tokoh yang tengah sekarat untuk dijadikan Iblis
Berkabung! Dan kali ini yang menjadi korban adalah Sokapanca.
Banterang, Sumbi, Dewa Gila Tanpa Bayangan,
dan Dewa Arak hanya bisa diam. Mereka ikut merasa-
kan kesedihan. Mereka bahkan hanya mengerling keti-
ka sisa rombongan kaum pendekar yang bertarung
bergerak mendatangi tempat itu. Pertarungan rupanya telah selesai dengan
kemenangan di pihak pendekar.
Tak terdengar lagi dentang senjata beradu atau jerit kemarahan dan pekik
kematian. Yang terdengar sekarang hanya tangisan sedih Inani.
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Kisah Si Bangau Putih 16 Biang Ilmu Hitam Hek Hoat Bo Karya Rajakelana Rajawali Emas 3
^