Pencarian

Misteri Dewa Seribu Kepalan 3

Dewa Arak 39 Misteri Dewa Seribu Kepalan Bagian 3


Sementara itu, Garuda Cakar Lima
segera bersalto beberapa kali di udara, kemudian mendarat manis di tanah. Dan
sepasang mata kakek kecil kurus ini kontan membelalak ketika mengetahui pada
pergelangan tangan Memedi Tangan Api sama sekali tidak terjadi apa-apa. Padahal,
sampokan Garuda Cakar Lima mampu
menghancurkan batu yang paling keras sekalipun! Tapi, ternyata sama sekali tidak
membuahkan hasil ketika berbenturan dengan tangan Memedi Tangan Api. Jelas,
dalam pengerahan tenaga dalam tadi, Memedi Tangan Api telah membuat keampuhan
cakar lawan menjadi putus.
Memedi Tangan Api yang semula
dilanda kemarahan melihat kejadian yang menimpa pakaiannya, jadi gembira melihat
keterkejutan lawan. Dia tahu, mengapa Garuda Cakar Lima terkejut.
"Hanya sampai disitukah keampuhan ilmu yang kau miliki, Garuda Cakar Lima"
Kudengar, kedua cakarmu sanggup menghancurkan benda yang keras sekali pun. Tapi
kenyataannya, tak lebih dari elusan tangan wanita!"
Garuda Cakar Lima menggertakkan
gigi mendengar ejekan itu. Dia tahu, Memedi Tangan Api memiliki tenaga dalam
jauh lebih kuat daripadanya. Dan dengan keunggulan itulah, kakek bertubuh
jangkung ini mampu membuat serangan kedua cakarnya pudar! Tapi, hal itu tidak
membuatnya gentar.
"Haaat...!"
Didahului pekikan melengking nya-
ring yang menyakitkan telinga, Garuda Cakar Lima kembali menerjang Memedi Tangan
Api. Jurus 'Garuda'nya kembali dikeluarkan.
Hebat bukan kepalang jurus 'Garuda'
milik Garuda Cakar Lima. Dengan ilmu itu, kakek kecil kurus ini memang seperti
menjelma seperti seekor burung garuda.
Tubuhnya yang selalu berada di udara melancarkan serangan bertubi-tubi yang
mematikan ke berbagai bagian tubuh Memedi Tangan Api.
Tapi, sepak terjang Memedi Tangan
Api tidak kalah menggiriskan. Serangan Garuda Cakar Lima yang mau tidak mau
harus dihadapi dengan sepasang tangan, tidak membuatnya terdesak. Gerakan kedua
tangannya tidak kalah berbahaya dibanding serangan-serangan lawan. Bahkan
beberapa kali kakek kecil kurus itu dibuatnya terpental.
Iblis Tanpa Wajah, Widuri, dan
Palasena memperhatikan pertarungan yang berlangsung disertai perhatian penuh.
Mata mereka hampir tidak berkedip, karena
pertarungan memang berlangsung amat menarik. Pertarungan seperti itu
mengingatkan orang akan pertarungan seekor garuda melawan ular!
Di jurus-jurus awal, pertarungan
berlangsung kurang imbang. Serangan-serangan Garuda Cakar Lima datang
bertubi-tubi, laksana gelombang. Dan Memedi Tangan Api yang kesulitan untuk
melancarkan serangan karena kedudukan lawan berada di udara, tampak menjadi
kewalahan. Dia dipaksa mundur. Hal ini tidak aneh, karena kakek bertubuh
jangkung ini tidak bisa menggunakan kakinya.
Tapi memasuki jurus kesepuluh,
Memedi Tangan Api mulai bisa memperbaiki keadaannya. Dan itu dilakukan dengan
sering tangkisannya terhadap serangan Garuda Cakar Lima. Dengan keunggulan
tenaga dalam, tubuh Garuda Cakar Lima mampu dibuat terjengkang ke belakang. Dan
saat itu pula, dia memburu dengan
melancarkan serangan-serangan susulan.
Perlahan-lahan Memedi Tangan Api
mulai ganti menguasai keadaan. Sampai akhirnya, Garuda Cakar Lima malah mulai
terdesak. Apalagi ketika ilmu andalannya yang bernama 'Tangan Api' dikeluarkan.
Garuda Cakar Lima tampak semakin terdesak hebat.
Hebat bukan kepalang ilmu 'Tangan
Api' milik Memedi Tangan Api. Penggunakan ilmu itu membuat kedua tangannya
terlihat merah seperti besi terbakar. Dan yang lebih gila lagi, setiap gerakan
tangan kakek bertubuh jangkung ini menimbulkan hawa panas.
Semakin lama, hawa di sekitar
pertempuran itu mulai semakin panas.
Bahkan semakin menggila. Sampai akhirnya, Garuda Cakar Lima mulai merasakan
akibatnya. Sekujur wajah dan tubuh Garuda Cakar Lima malah telah dibanjiri
peluh. Pakaiannya pun sudah basah kuyup, karena keringat yang terus-menerus keluar.
Bukan itu saja. Pengaruh hawa panas itu membuat dada Garuda Cakar Lima terasa
sesak, karena udara di sekitar tempat itu telah pengap.
Menginjak jurus keempat puluh,
keadaan Garuda Cakar Lima semakin
mengkhawatirkan. Palasena yang melihat hal ini menjadi cemas bukan kepalang.
Sebaliknya, Iblis Tanpa Wajah dan Widuri tampak gembira. Mereka tahu, robohnya
Garuda Cakar Lima hanya tinggal menunggu waktu saja.
Garuda Cakar Lima sudah tidak mampu melancarkan serangan lagi. Menangkis pun
tidak pernah dilakukan sejak Memedi Tangan Api menggunakan ilmu 'Tangan Api'nya.
Tentu saja, karena dia tidak mau tangannya hangus terbakar. Maka yang
diperbuatnya hanya mengelak saja!
Di jurus keempat puluh tujuh,
Memedi Tangan Api melancarkan gedoran ke arah rusuk kanan Garuda Cakar Lima.
Kakek kecil kurus itu langsung mengelakkan serangan itu dengan melompat ke
belakang. Sungguh sama sekali tidak disangka oleh Garuda Cakar Lima, kalau tangan kiri
Memedi Tangan Api ikut digedorkan pula.
Padahal, pada saat itu tubuhnya tengah berada di udara.
Kakek kecil kurus ini merasa heran bukan kepalang melihat serangan susulan
Memedi Tangan Api ini. Sekali lihat saja bisa diketahui kalau serangan susulan
itu tidak akan mencapai sasaran, karena memang tubuhnya telah berada di luar
jangkauan tangan manusia. Sekalipun tangan Memedi Tangan Api berukuran panjang,
tapi mengapa kakek jangkung itu tetap melancarkan serangan"
Keheranan Garuda Cakar Lima
berganti keterkejutan, ketika melihat tapak tangan Memedi Tangan Api terus
meluncur mengejarnya. Padahal, Garuda Cakar Lima tahu kalau sampai jarak itu
seharusnya tangan Memedi Tangan Api tidak akan bisa meluncur lagi. Tapi,
ternyata Garuda Cakar Lima kecele. Buktinya telapak tangan Memedi Tangan Api
terus mengikutinya.
Sesaat Garuda Cakar Lima
kebingungan. Tapi sebagai tokoh berpengalaman, sudah bisa diduga mengapa tangan
itu terus mengikutinya. Memedi Tangan Api ternyata telah menguasai ilmu yang
dapat memanjang dan memendekkan tangan atau kaki.
Sayang, sadarnya Garuda Cakar Lima pada saat yang tidak tepat. Sekarang, dia
tidak bisa berbuat sesuatu lagi untuk menyelamatkan nyawanya dari tangan maut
lawan. Dengan untung-untungan, tubuhnya segera digeliatkan. Namun....
Bukkk! Gedoran Memedi Tangan Api mendarat cukup telak di dada atas sebelah kanan.
Memang, usaha untung-untungan Garuda Cakar Lima cukup berguna. Hingga,
serangan yang semula mengancam dada tengah, jadi menghantam dada atas sebelah
kanan. Tubuh Garuda Cakar Lima kontan
terjengkang ke belakang. Darah segar menitik di sudut-sudut mulutnya. Dan pada
bagian yang kena gedoran pun tampak tergambar tapak tangan berwarna merah.
"Guru...!" jerit Palasena keras.
Pemuda berpakaian coklat ini
terkejut bukan kepalang melihat apa yang dialami gurunya. Dan seiring teriakan
itu, tubuhnya melesat cepat ke arah Garuda Cakar Lima.
Cepat bukan kepalang gerakan
Palasena. Tapi, masih lebih cepat lagi gerakan Iblis Tanpa Wajah. Sebelum pemuda
berpakaian coklat ini mendekati Garuda Cakar Lima, wanita berpakaian indah itu
telah terlebih dulu mencegatnya. Hal ini bukan karena ilmu meringankan tubuh
Palasena berada di bawah Iblis Tanpa Wajah, tapi karena memang harus melewati
Iblis Tanpa Wajah bila ingin mendekati tempat gurunya berada.
Iblis Tanpa Wajah menatap wajah
Palasena penuh selidik, kemudian
mendengus keras. Sementara Palasena yang terpaksa menghentikan langkah, balas
menatap. Dikenalinya betul, kalau ternyata orang yang tengah berdiri di
hadapannya adalah bibi gurunya.
Baru disadari kalau bibinya ternyata berjuluk Iblis Tanpa Wajah, sekaligus musuh gurunya. Namun, dia
berusaha menahan rasa dendam yang
diamanatkan gurunya.
Namun, lain halnya Iblis Tanpa
Wajah. Dia tidak tahu kalau pemuda berpakaian coklat yang berdiri di
hadapannya adalah Palasena, anak yang dulu telah diusirnya. Memang, Palasena
sekarang jauh berbeda dengan Palasena dulu.
"Kau harus bayar mahal atas
perbuatanmu terhadap Gajah Kecil Berbisa, Anak Sombong!" desis Iblis Tanpa
Wajah, penuh ancaman. Palasena menghela napas berat.
"Aku tidak ingin melawanmu, Bibi.
Dan aku hanya ingin mengajukan pertanyaan padamu, setelah guruku kutolong
terlebih dahulu," kata Palasena, pelan.
"Keparat! Apa maksudmu memanggilku seperti itu, Anak Sombong"! Cepat katakan
sebelum kesabaranku hilang"!" hardik Iblis Tanpa Wajah disertai kerutan alis,
karena heran mendengar panggilan Palasena terhadapnya.
"Aku Palasena, Bi. Apakah kau tidak ingat lagi"!"
"Hahhh.,."!"
Sepasang mata Iblis Tanpa Wajah
terbelalak. Bahkan mulutnya pun ternganga lebar.
Jelas, pernyataan Palasena
membuatnya terkejut bukan kepalang.
"Kau..., kau..., Palasena"!" tanya Iblis Tanpa Wajah terbata-bata.
Palasena menganggukkan kepala.
"Benar, Bi. Maaf... Aku harus segera menolong guruku...."
Usai berkata demikian, Palasena
menjejakkan kaki. Sesaat, tubuhnya melesat ke depan. Memang, Garuda Cakar Lima
tampak mulai terancam lagi.
"Mau ke mana kau, Anak Sialan"!
Serahkan dulu nyawamu! Baru boleh pergi!"
Bukkk! Gedoran Memedi Tangan Api mendarat cukup telak di dada Garuda Cakar Lima.
Sayang, kakek itu tidak menyadari hal ini sejak tadi. Sehingga usahanya untuk
menghindar pun sia-sia, sebab tangan Memedi Tangan Api bisa mulur dan terus
mengejarnya! Seiring keluarnya ucapan itu, Iblis Tanpa Wajah menggenjotkan kaki. Maka
tubuhnya melayang, lalu hinggap manis di atas tanah di depan Palasena.
Palasena menggertakkan gigi, karena merasa sangat kesal melihat Iblis Tanpa
Wajah menghalangi maksudnya. Sama sekali tidak disangka kalau bibi gurunya ini
ternyata tetap membencinya. Dan jelas, dia bermaksud membunuhnya. Maka disa-
darinya, apabila tidak menyingkirkan Iblis Tanpa Wajah lebih dulu, Garuda Cakar
Lima tidak akan bisa tertolong lagi.
Palasena melirik keadaan Garuda
Cakar Lima. Tampak gurunya tengah
mendekapkan tangan kanannya pada bagian dada yang terkena gedoran tangan lawan.
Darah segar mengalir dari sudut mulutnya.
Sementara, Memedi Tangan Api
melangkah menghampirinya sambil tertawa terbahak-bahak. Menilik dari langkahnya
yang satu-satu dan lambat-lambat, bisa diketahui kalau kakek jangkung ini tidak
tergesa-gesa untuk menghabisi nyawa lawannya.
"Kau telah terkena pukulan 'Tangan Api', Garuda Cakar Lima. Tidak ada lagi
harapan bagimu untuk hidup. Tanda tapak tangan pada dadamu akan terus meluas.
Dan darah akan terus mengalir keluar dari mulutmu. Perginya nyawa dari tubuhmu
hanya tinggal menunggu waktu saja, Garuda Cakar Lima! Ha ha ha..."
Keras sekali ucapan Memedi Tangan
Api, sehingga menggema di seluruh penjuru tempat itu. Iblis Tanpa Wajah, Widuri,
dan Palasena pun mendengarnya. Dan pemuda berpakaian coklat itu merasa cemas
bukan kepalang.
Namun perasaan yang sebaliknya
melanda Iblis Tanpa Wajah, yang tergambar jelas pada wajahnya. Hanya Widuri yang
tidak menampakkan perasaan apa-apa, dan tetap dingin. Tidak ada gambaran
perasaan sama sekali.
"Hiyaaa...!"
Tak kuat menahan gejolak perasaan
cemas yang melanda, Palasena menjerit keras. Dan pada saat yang bersamaan dengan
keluarnya jeritan itu, tubuhnya melenting ke atas. Langsung dilewatinya kepala
Iblis Tanpa Wajah.
"Hey! Jangan harap bisa melewati Iblis Tanpa Wajah, Bocah Keparat!"
Iblis Tanpa Wajah melenting ke
belakang tanpa membalikkan tubuh. Tak pelak lagi, tubuhnya melayang ke belakang
dalam keadaan tubuh menelentang.
Sedangkan beberapa jengkal di atasnya, Palasena melayang dalam keadaan tubuh
terlungkup. Tidak hanya sampai di situ saja
Iblis Tanpa Wajah bertindak. Saat
tubuhnya tengah berada di udara,
tangannya langsung bergerak. Bahkan sebuah kipas baja merah berbentuk indah
telah disodokkan ke arah dada Palasena.
Cittt! Suara mencicit nyaring terdengar
ketika ujung-ujung runcing kipas baja itu meluncur menuju sasaran. Maka bisa
diperkirakan akibat yang akan terjadi apabila serangan ini mengenai sasaran.
Palasena terkejut bukan kepalang.
Disadari kalau bibi gurunya ini benar-benar hendak membunuhnya. Maka dia pun
tidak mempunyai pilihan lain. Buru-buru senjatanya yang terselip di balik
pinggang dikeluarkan untuk memapak serangan Iblis Tanpa Wajah.
Tranggg! Bunga api memercik ke sana kemari
ketika senjata-senjata mereka berbenturan keras di udara.
"Hup!"
Hampir berbarengan, Iblis Tanpa
Wajah dan Palasena mendaratkan kedua kakinya di tanah, dan langsung
memperhatikan senjata masing-masing.
Keduanya khawatir kalau benturan keras itu membuat senjata rusak. Hati mereka
pun lega ketika melihat senjata-senjata yang tergenggam tidak menampakkan
kerusakan sama sekali.
"Hey! Dari mana kau dapat senjata
itu, Bocah Keparat"!" tanya Iblis Tanpa Wajah keras, agak membentak.
Pertanyaan wanita berpakaian indah itu diucapkan demikian keras, karena perasaan
terkejut yang amat sangat.
Bahkan mulutnya sampai ternganga lebar.
Karuan saja hal ini membuat
Palasena heran. Demikian pula Widuri, Garuda Cakar Lima, dan Memedi Tangan Api.
Bahkan Memedi Tangan Api sampai
menghentikan langkahnya, dan menengok untuk mengetahui jenis senjata digenggam
Palasena. Luar biasa! Tarikan keterkejutan
yang menggelegak tampak pada wajah Memedi Tangan Apt Sorot matanya menampakkan
ketidakpercayaan ketika menatap ke arah senjata yang tergenggam di tangan
Palasena. Keterkejutan yang melanda Memedi
Tangan Api semakin membuat perasaan Palasena penasaran. Diperhatikannya senjata
yang dulu sering dipandangnya.
Senjata itu adalah pemberian Ki Lawata, berupa sebuah keris berkeluk sembilan.
Bilahnya berwarna kuning berkilauan, seakan-akan terbuat dari emas murni.
Sementara, gagangnya terbuat dari gading!
"Dari mana kau dapatkan senjata itu, Bocah Keparat"!" tanya Iblis Tanpa Wajah
lagi dengan suara bergetar.
"Dari guruku...," jawab Palasena
jujur.

Dewa Arak 39 Misteri Dewa Seribu Kepalan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Gurumu..."! Jadi..., dia bukan gurumu"!" tanya Iblis Tanpa Wajah sambil
menunjuk ke arah Garuda Cakar Lima.
"Dia guruku juga. Guru yang
pertama. Dan...."
"Jangan kau jawab pertanyaannya, Sena! Dia..., huakh...!"
Garuda Cakar Lima memuntahkan
darah, sebelum sempat menyelesaikan ucapannya. Kemudian, dia jatuh tanpa daya di
tanah. Tubuhnya menggelepar-gelepar di tanah
seperti ayam dipotong urat
lehernya. "Guru...!" jerit Palasena keras.
Pemuda berpakaian coklat itu
menghambur ke arah Garuda Cakar Lima.
Tapi baru beberapa tindak, kembali langkahnya berhenti begitu Iblis Tanpa Wajah
telah berdiri di depannya. Bahkan, kali ini wanita itu telah didampingi Memedi
Tangan Api. "Kalau kau masih menganggapku sebagai bibi gurumu, jangan hiraukan dia!" tandas
Iblis Tanpa Wajah keras.
"Tapi..., dia guruku. Dan, aku harus menolongnya...," jawab Palasena cemas
ketika melihat keadaan gurunya.
Kakek kecil kurus itu masih
menggelepar-gelepar di tanah. Inilah kekejian ilmu 'Tangan Api', apabila
pengaruhnya sudah memuncak. Dan lawan
yang menjelang ajal, nasibnya akan mengerikan.
"Kalau kau masih ingin berbakti kepada orang tuamu..., dan bermaksud membalaskan
sakit hati mereka, tidak usah mempedulikannya! Bahkan kau sebenarnya bergembira
melihat penderitaannya!" cetus Iblis Tanpa Wajah lagi.
"Mengapa?" tanya Palasena serak.
"Karena, dia adalah sahabat akrab Dewa Seribu Kepalan! Orang yang telah membunuh
kedua orang tuamu!" kali ini Memedi Tangan Api yang menjawab.
"Apa"!" teriak Palasena kaget. "Kau bohong! Bohong! Kubunuh kau...!
Hiyaaat...!"
Dengan kemarahan meluap-luap,
Palasena menerjang Memedi Tangan Api.
Kedua tangannya yang terkepal dipukulkan bertubi-tubi.
Angin menderu keras terdengar,
seiring tibanya serangan Palasena. Batu-batu besar kecil bergulingan dan
beterbangan. Dari ini saja sudah bisa diperkirakan kekuatan tenaga dalam yang
dimiliki Palasena.
Memedi Tangan Api dan Iblis Tanpa
Wajah saling berpandangan dengan mata terbelalak melihat kedahsyatan ilmu itu.
Bahkan Widuri yang sejak tadi diam membisu, agak berubah wajahnya. Apalagi,
ketika melihat kepalan tangan Palasena
berubah menjadi banyak. Bahkan melihat hal ini, kepalanya menjadi pusing. Sukar
untuk mengetahui bagian yang akan
diserang. "Hih!"
Memedi Tangan Api mengertakkan
gigi, kemudian melompat memapak datangnya serbuan Palasena. Sudah bisa
diperkirakan kalau kedua belah pihak akan berpapakan di tengah jalan.
Bresss! Di tengah-tengah perjalanan, ben-
turan di udara tidak bisa dielakkan lagi.
Keras bukan kepalang! Tubuh Palasena dan Memedi Tangan Api kontan terjengkang ke
belakang dan jatuh bergulingan di tanah.
Tapi, baik Palasena maupun Memedi
Tangan Api ternyata sama-sama
sigap. Dengan gerakan cepat dan indah, keduanya bangkit berdiri. Yang lucu, keduanya
sama-sama menggelengkan kepala seperti hendak membuang rasa pusing yang
menyerang. Palasena telah bersiap untuk
melakukan serangan kembali. Tapi....
"Tahan, Sena!"
Untuk pertama kalinya, Iblis Tanpa Wajah memanggil pemuda berpakaian coklat itu
dengan namanya. Kontan Palasena pun menoleh. Dan dengan sendirinya, niatnya
untuk menyerang Memedi Tangan Api
diurungkan. Memedi Tangan Api sama sekali tidak menggunakan kesempatan itu untuk
melakukan serangan.
"Kalau kau melanjutkan serangan, aku tidak akan memberitahukan tempat
persembunyian musuh besarmu!" ancam Iblis Tanpa Wajah.
"Maksudmu..., Dewa Seribu
Kepalan"!" tanya Palasena setengah tidak percaya.
"Benar! Hanya aku, dia, dan kedua gurumu yang mengetahui tempat persembunyian
Dewa Seribu Kepalan," jawab wanita berpakaian indah itu sambil menunjuk Memedi
Tangan Api. "Benar," sahut Memedi Tangan Api.
"Kau tahu..., Dewa Seribu Kepalan telah menyembunyikan diri. Dan itu dilakukan
setelah membunuh kedua orang tuamu.
Hampir tidak ada orang yang mengetahui tempatnya. Dan kami bersedia mengantarmu
ke sana. Asal.., kau tidak menyerang kami. Kau bersedia berjanji"!"
Palasena segera memikirkan tawaran Memedi Tangan Api sejenak. Lalu....
"Baiklah. Aku tidak akan menyerang kalian. Tapi, awas! Kalian jangan coba-coba
permainkan aku!" ancam putra Pendekar Tombak Sakti itu.
"Jangan khawatir.'" sahut Iblis Tanpa Wajah bernada yakin.
"Kalau begitu, mari kita
berangkat'" ajak Memedi Tangan Api, seraya beranjak meninggalkan tempat itu.
Iblis Tanpa Wajah pun melangkah
pula. Tapi.... "Tunggu sebentar" Aku akan
menguburkan mayat guruku dulu," kata Palasena.
Memang, Garuda Cakar Lima sudah
tidak bernyawa lagi. Dia telah tewas ketika Palasena tengah bertarung melawan
Memedi Tangan Api.
"Kau masih mau menguburkan
mayatnya" Kau harus tahu. Dia adalah sahabat baik musuh besar ayahmu, Sena!"
tandas Iblis Tanpa Wajah.
"Biar bagaimanapun juga, dia adalah guruku, Bibi," cetus Palasena ragu-ragu.
Memang, ketika mengetahui Garuda
Cakar Lima adalah sahabat Dewa Seribu Kepalan, hilanglah rasa hormat Palasena
terhadap kakek itu. Bahkan keinginan untuk menguburkannya amat kecil. Tak aneh,
begitu mendapat teguran Iblis Tanpa Wajah jiwanya langsung melempem.
"Kita tidak punya banyak waktu, Sena. Aku khawatir, bila kita menguburkan mayat
Garuda Cakar Lima lebih dulu, Dewa Seribu Kepalan akan keburu melarikan diri.
Lagi pula, mayat itu bisa diurus Kuntari."
Palasena mengangguk-anggukkan kepa-la pertanda membenarkan usul bibi
gurunya. Benaknya seakan buntu, dan tidak bisa diajak berpikir. Sama sekali
tidak teringat kalau menurut cerita Memedi Tangan Api tadi, Kuntari tengah
berada dalam cengkeraman murid kakek jangkung itu.
Kali ini Palasena tidak menahan
lagi ketika Memedi Tangan Api, Iblis Tanpa Wajah, dan Widuri melangkah
meninggalkan tempat itu. Bahkan ikut melangkah di belakang mereka. Tidak ada
perasaan menyesal sedikit pun di hati Palasena, ketika meninggalkan mayat
gurunya dalam keadaan seperti itu.
Kenyataan kalau Garuda Cakar Lima adalah sahabat kental Dewa Seribu Kepalan,
telah menghilangkan rasa hormatnya terhadap kakek itu.
8 "Ki Lawata! Keluar kau, Pengecut!
Aku datang ingin menghukummu...!" teriak Memedi Tangan Api keras di depan sebuah
mulut gua. Kakek jangkung ini mengerahkan
tenaga dalam pada teriakannya. Jadi, tak aneh kalau teriakan itu menggema sampai
jauh. Usai mengucapkan panggilan, Memedi Tangan Api berdiri diam menunggu.
Demikian pula Iblis Tanpa Wajah dan
Widuri yang berdiri di kanan kirinya.
Namun, Palasena tidak tampak ada di situ.
Memang, Palasena memutuskan untuk bersembunyi lebih dulu, dan mengintai dari
tempat yang tersembunyi. Memedi Tangan Api menjamin Palasena akan bertemu Dewa
Seribu Kepalan, apabila mau memenuhi sarannya itu. Dan Memedi Tangan Apilah yang
menyarankan Palasena agar
bersembunyi lebih dulu.
Semula Palasena menolak. Tapi
ketika ditekankan kalau hal itu sangat penting, maka pemuda berpakaian coklat
ini tidak bisa menolak lagi. Keinginannya untuk bertemu Dewa Seribu Kepalan
sangat besar. Dia tidak keberatan untuk memenuhi permintaan seperti itu, apabila
benar-benar bisa menemukan musuh besarnya. Dan kini, Palasena tengah mengintai
dari balik gundukan batu, sekitar tiga tombak di belakang mereka.
Tampak olehnya seorang kakek
berpakaian penuh tambahan melangkah keluar dari dalam gua. Sikapnya terlihat
tenang sekali. Tanpa perlu memperhatikan lebih lama pun, Palasena tahu kalau
orang itu adalah Ki Lawata!
Sementara itu, Ki Lawata tampak
menghentikan langkahnya ketika telah berada dalam jarak dua tombak di hadapan
ketiga orang tamu tak diundang itu.
"Rupanya kau, Memedi Tangan Api.
Entah, bagaimana caranya kau bisa sampai di sini. Dan siapa pula dua orang
wanita yang kau bawa ini?"
Pelan ucapan Ki Lawata, tapi
bergema di sekitar tempat itu. Sehingga, Palasena yang berada agak jauh pun
mendengarnya. "Kau tidak mengenalnya, Ki Lawata"!
Dia adalah kawan lamaku! Iblis Tanpa Wajah. Inilah wajah aslinya!"
''Iblis Tanpa Wajah?"
Dahi Ki Lawata langsung berkernyit dalam. Ditatapnya wajah wanita berpakaian
indah itu lekat-lekat
"Rupanya ini orang yang mempunyai julukan itu. O ya, Memedi Tangan Api.
Sikapmu sekarang aneh sekali. Mengapa kau memanggilku Ki Lawata" Dan, dari mana
kau dapatkan nama itu"!" sambung Ki Lawata.
"Ha ha ha...! Jadi, kau ingin agar aku memanggilmu dengan julukan yang selama
ini kau sembunyikan, karena takut bertanggung jawab akibat perbuatanmu"!
Baiklah! Aku akan memanggil dengan julukanmu yang dulu, Dewa Seribu Kepalan!
Rupanya, kau sudah bosan juga menggunakan nama palsu, Dewa Seribu Kepalan!"
"Dewa Seribu Kepalan..."! Jadi, Ki Lawata adalah Dewa Seribu Kepalan..."!"
ucap Palasena dalam hati disertai
perasaan kaget, di tempat persem-
bunyiannya. Wajah pemuda berpakaian coklat itu tampak pucat pasi. Otaknya bagaikan buntu,
tidak mau diajak berpikir. Sehingga untuk beberapa saat lamanya dia hanya
terdiam. Ki Lawata yang sebenarnya adalah
Dewa Seribu Kepalan mengernyitkan dahi.
Jelas, dia bukan orang bodoh. Oleh karena itu, bisa dirasakan adanya keanehan
pada sikap Memedi Tangan Api.
"Kau belum menjawab, dari mana kau mendapat nama Ki Lawata, Memedi Tangan Api,"
tagih Dewa Seribu Kepalan.
Memedi tangan Api tersenyum
mengejek. "Kalau hal itu memang sangat
berarti bagimu, baiklah akan kukatakan.
Nama itu kudapat dari seorang pemuda yang tengah mencari-cari pembunuh orang
tuanya. Namanya, Palasena."
Kakek jangkung itu menghentikan
ucapannya sejenak. Ditatapnya wajah Dewa Seribu Kepalan alias Ki Lawata yang
mendadak pucat laksana mayat
"Pemuda itu sekarang berada di sini...."
Seketika itu pula, Dewa Seribu
Kepalan tersentak. Pandangannya pun langsung diedarkan berkeliling.
Dia percaya, Memedi Tangan Api
mengatakan hal yang sebenarnya. Sikap kakek jangkung itulah yang menyebabkan
harus menduga demikian.
Meskipun demikian, tak urung Dewa
Seribu Kepalan terjingkat ke belakang ketika melihat Palasena muncul dari balik
sebuah batu besar.
"Hhh...!"
Ki Lawata alias Dewa Seribu Kepalan menghela napas berat melihat sikap Palasena.
Tanpa bertanya pun, sudah bisa diperkirakan akan hal yang akan dilakukan putra
Pendekar Tombak Sakti itu. Sikap, tingkah, dan raut wajah Palasena tampak tidak
menunjukkan persahabatan.
Sementara itu, Memedi Tangan Api
segera memberi isyarat pada Iblis Tanpa Wajah, dan Widuri untuk menyingkir dari
tempat ini. Kakek jangkung ini memang bermaksud membiarkan Dewa Seribu Kepalan
dan Palasena gontok-gontokan. Maka, sudah bisa diperkirakannya hal itu akan
terjadi. Iblis Tanpa Wajah tentu saja
mengerti maksud Memedi Tangan Api. Maka putrinya pun diajak untuk menyingkir.
Dan Widuri yang kini berubah menjadi seorang gadis yang berwatak dingin,
melangkah meninggalkan tempat itu.
Tapi Dewa Seribu Kepalan melihat
hal itu. Dengan beringas kepalanya menoleh.
"Tak akan kubiarkan kau menyebar malapetaka lagi, Memedi Tangan Api!"
Usai berkata demikian Dewa Seribu
Kepalan melesat ke arah Memedi Tangan Api. Gilanya, dalam serangan pertama ilmu
andalannya yang bernama 'Tinju Bayangan'
sudah dikeluarkan. Kedua tangannya seperti telah berubah menjadi puluhan
banyaknya. Hingga, sulit diketahui sasaran yang akan dituju.
Deru angin yang jauh lebih keras
dari akibat yang ditimbulkan Palasena langsung tercipta. Debu mengepul tinggi ke
udara. Batu-batu besar dan kecil
beterbangan ke sana kemari. Dan semua itu terjadi akibat serangan yang tengah
dilancarkan Dewa Seribu Kepalan.
Memedi Tangan Api begitu terkejut
melihat serangan Dewa Seribu Kepalan.
Sama sekali tidak disangka kalau Palasena tidak langsung menyerang kakek
berkulit merah ini. Bahkan pemuda berpakaian coklat itu malah termenung.
Memedi Tangan Api tidak tahu kalau di hati Palasena tengah terjadi
pergulatan batin. Dia ingin membalaskan sakit hati orang tuanya, tapi di lain
pihak tidak ingin menentang gurunya. Ki Lawata adalah orang yang amat dihormati
dan dicintainya. Bahkan, mungkin melebihi cintanya pada dirinya sendiri. Sama
sekali tidak disangka kalau Ki Lawata itu adalah Dewa Seribu Kepalan! Orang yang
amat dibencinya di dunia ini!
Pertarungan batin itulah yang
menyebabkan Palasena termenung bagai orang kehilangan akal. Sepasang matanya
menatap kosong ke depan. Bahkan sama sekali tidak tahu kalau Dewa Seribu Kepalan
alias Ki Lawata tengah menyerang Memedi Tangan Api. Sehingga, kakek bertubuh
jangkung ini kelabakan.
Meskipun demikian, Memedi Tangan
Api adalah seorang tokoh sesat yang memiliki kepandaian amat tinggi. Maka tidak
heran kalau bisa bertindak cepat.
Maka buru-buru tubuhnya dilempar ke belakang, sehingga serangan Dewa Seribu
Kepalan hanya mengenai tempat kosong Tapi, tindakan Dewa Seribu Kepalan tidak
hanya sampai di situ saja. Begitu serangannya berhasil dielakkan, kembali
dilancarkan serangan susulan.
Memedi Tangan Api tidak tinggal
diam. Segera dikeluarkannya ilmu 'Tangan Api' untuk mengadakan perlawanan. Maka,
pertarungan sengit pun tidak bisa


Dewa Arak 39 Misteri Dewa Seribu Kepalan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dielakkan lagi.
*** Iblis Tanpa Wajah terperanjat
melihat perkembangan yang sama sekali tidak disangka-sangka itu. Matanya segera
melirik Palasena. Dahinya kontan
berkernyit ketika melihat pemuda
berpakaian coklat itu tengah termenung
"Tunggu apa lagi, Sena! Pembunuh orang tuamu telah berada di depan mata!
Cepat balas sakit, hatimu!" teriak Iblis Tanpa Wajah.
Palasena masih diam. Tapi melihat dari gerakan air mukanya, bisa diketahui kalau
ucapan Iblis Tanpa Wajah berpe-ngaruh padanya. Meskipun demikian, tetap saja
pemuda berpakaian coklat itu belum bertindak apa-apa. Iblis Tanpa Wajah tidak
kehilangan akal.
"Bahkan bukan itu saja yang
dilakukan. Selama bertahun-tahun, kau telah ditipu mentah-mentah! Kau, tahu
Paman gurumu pun telah tewas di tangannya ketika hendak membalas dendam atas
kematian kedua orang tuamu!" lanjut wanita berpakaian indah itu lagi.
Palasena tersentak. Bahkan kali ini Palasena tidak bisa tinggal diam lagi.
Pemuda berpakaian coklat ini langsung mengeluarkan suara melengking nyaring,
kemudian melompat menerjang Dewa Seribu Kepalan. Tanpa ragu-ragu, ilmu
andalannya yang bernama 'Tinju Bayangan'
dikeluarkan. Wuttt! Diiringi suara menderu, kedua tinju Palasena meluncur ke arah Dewa Seribu
Kepalan. Dewa Seribu Kepalan terkejut bukan kepalang melihat Palasena menyerang.
Apalagi, secara kalang kabut begitu.
Padahal saat itu Memedi Tangan Api tengah melancarkan serangan ke arahnya! Maka
serangan itu membuat sasaran Memedi Tangan Api tidak lagi tertuju pada dirinya,
melainkan Palasena.
"Awas, Sena!"
Dewa Seribu Kepalan berteriak
keras, memberi peringatan ketika dilihat Palasena terus saja melancarkan
serangan tanpa mempedulikan meluncurnya serangan Memedi Tangan Api. Sementara
Memedi Tangan Api pun tidak menghentikan serangannya, sekalipun sasaran serangan
itu berubah. Sebagai seorang yang berwatak licik, Memedi Tangan Api tahu kalau
Dewa Seribu Kepalan sangat menyayangi
muridnya. Jadi, tak mungkin pengemis tua itu membiarkan muridnya celaka. Dia
pasti akan bertindak untuk menyelamatkan nyawa muridnya.
Dugaan Memedi Tangan Api ternyata
tidak meleset. Dewa Seribu Kepalan yang melihat bahaya besar tengah mengancam
muridnya segera bertindak cepat. Dengan sebuah gerakan mengagumkan, pergelangan
tangan Palasena berhasil ditangkapnya, dan langsung dilemparkannya. Ini adalah
satu jenis ilmu yang dimiliki Dewa Seribu Kepalan. Ilmu 'Gulat'!
Baru saja tubuh Palasena melayang, serangan Memedi Tangan Api meluncur.
Memang terlalu tiba-tiba datangnya.
Jelas, tidak ada kesempatan lagi baginya untuk mengelak atau menangkis.
Patut diacungkan jempol kemampuan
Dewa Seribu Kepalan. Dalam keadaan terjepit seperti itu,
tubuhnya masih mampu digeliatkan. Hasilnya, serangan itu mengenai tempat kosong!
Rupanya, Memedi Tangan Api sudah
memperhitungkan hal itu. Buktinya, begitu serangannya berhasil dielakkan, kaki
kanannya meluncur. Cepat bukan kepalang.
Akibatnya.... Bukkk! Telak dan keras sekali tendangan
Memedi Tangan Api mengenai perut Dewa Seribu Kepalan. Tubuh guru Palasena kontan
terjengkang ke belakang. Cairan merah kental langsung memercik dari mulutnya.
Brukkk! Diiringi suara berdebuk keras,
tubuh Dewa Seribu Kepalan ambruk di tanah. Pada saat yang bersamaan Palasena
mendarat di tanah. Hanya bedanya, pemuda berpakaian coklat itu hinggap dengan
kedua kaki. Sedangkan Dewa Seribu Kepalan dengan punggungnya.
Dewa Seribu Kepalan mencoba
bangkit, tapi ternyata tidak mampu.
Bahkan justru dari mulutnya menyemburkan darah segar. Jelas, dia telah terluka
dalam. "Ha ha ha...!"
Memedi Tangan Api tertawa tergelak-gelak penuh kemenangan. Kemudian dengan
langkah satu-satu, dihampirinya tubuh Dewa Seribu Kepalan yang tergolek.
"Hi hi hik...!"
Iblis Tanpa Wajah pun tertawa pula, seraya melangkah di sebelah Memedi Tangan
Api. Hanya Widuri dan Palasena yang
tidak menunjukkan perasaan apa pun pada wajahnya. Widuri memang seakan tidak
peduli terhadap keadaan di sekitarnya.
Sedangkan, Palasena masih dilanda perasaan bimbang.
"Sekarang balaskan dendammu, Sena!
Musuh besarmu telah tak berdaya di depan mata! Kau, tahu. Ayah dan ibumu
meninggal secara mengenaskan! Ibumu telah diperkosa olehnya, dan ayahmu mencoba
membalas penghinaan itu. Tapi, dia kalah dan tewas. Ibumu kemudian bunuh diri,
karena tidak kuat menahan penghinaan itu!"
Terdengar suara bergemeretak keras dari mulut Palasena ketika mendengar ucapan
Iblis Tanpa Wajah. Dengan wajah beringas, dihampirinya Dewa Seribu Kepalan.
Lenyap sudah kebimbangan yang melanda hatinya. Yang ada di benaknya
hanya membalas dendam pada Dewa Seribu Kepalan.
Tapi sebelum Palasena sempat
menjatuhkan serangan, sesosok bayangan ungu berkelebat dan menyambar tubuh Dewa
Seribu Kepalan.
Tappp! "Hey!"
Bukan hanya Palasena saja yang
terkejut. Memedi Tangan Api, Iblis Tanpa Wajah, dan Widuri pun dilanda perasaan
yang sama. Bagai diperintah, pandangan mata mereka semua beredar ke arah
melesatnya sosok bayangan ungu itu.
*** "Hup!"
Sosok bayangan ungu itu mendarat
berjarak sepuluh tombak dari tempat Palasena. Dan di situ pula tubuh Dewa Seribu
Kepalan yang berada di
pondongannya diturunkan.
"Dewa Arak...!" desis Palasena kaget.
Sosok bayangan ungu yang ternyata
memang Dewa Arak tersenyum getir.
"Sama sekali tidak kusangka kau akan bertindak sekeji ini, Sena! Kau hendak
membunuh gurumu sendiri. Padahal, orang ini telah menyelamatkan hidupmu,"
ucap Dewa Arak keren.
"Kau tidak usah membelanya, Dewa Arak!" sentak Palasena keras. "Dia seorang
manusia terkutuk. Orang tuaku telah dibunuh secara keji! Wajarlah kalau aku
bermaksud membalas dendam padanya"!"
"Wajar kalau hal itu benar. Tapi yakinkah kau kalau pembunuh orang tuamu adalah
Dewa Seribu Kepalan"! Sadarkah kau, Sena" Kau telah ditipu mentah-mentah!
Pembunuh orang tuamu adalah Memedi Tangan Api dan Iblis Tanpa Wajah!"
tandas Dewa Arak.
"Jangan kau dengar ucapannya, Sena!"
Tapi Palasena tidak menghiraukan
ucapan Iblis Tanpa Wajah. Jelas, perkataan Dewa Arak benar-benar membuat hatinya
penasaran bukan kepalang
"Semua ucapan Dewa Arak benar, Sena! Bukan Dewa Seribu Kepalan yang membunuh
orang tuamu. Aku telah menyeli-dikinya selama bertahun-tahun!" sambut sebuah
suara. Bukan hanya Palasena saja yang
menoleh. Widuri dan Iblis Tanpa Wajah pun melakukan hal yang sama. Mereka memang
amat mengenal suara itu.
"Kau..., kau..., masih hidup..."!"
desis Iblis Tanpa Wajah terbata-bata ketika melihat pemilik suara itu.
Dia adalah seorang laki-laki
berwajah gagah, dan bercambang bauk lebat
"A..., ayah..."! Kau..., masih hidup..."!"
Terdengar amat lirih ucapan Widuri.
Tapi, jelas dikeluarkan dengan penuh perasaan. Raut wajahnya yang biasanya
membeku kaku, kini tampak menampakkan ketidakpercayaan. Di wajah cantik itu
tersirat gambaran perasaan gembira bercampur tak percaya.
Laki-laki bercambang lebat yang tak lain dari adik seperguruan Pendekar Tombak
Sakti dan bernama Wangun Santang, menganggukkan kepala.
"Aku masih hidup, Widuri. Ibumu mengiraku telah tewas!"
"Jadi...?"
"Ibumu berusaha membunuhku. Dia telah membubuhkan racun dalam minumanku, hingga
aku tidak berdaya. Kemudian tubuhku dibuangnya ke dalam jurang.
Untung nasib baik berpihak padaku. Dewa Arak telah menolongku," tutur Wangun
Santang. "Ah...!"
Wajah Widuri menampakkan gambaran
perasaan yang sukar dilukiskan. Tapi, yang terlihat jelas adalah perasaan
terluka. "Be..., benarkah ucapan Ayah, Bu"!"
tanya gadis berpakaian hitam ini, gagap.
"Aku bukan ibumu! Dan dia bukan ayahmu! Kau dengar"! Kau adalah anak
kelaparan yang dipungut si Keparat Wangun Santang untuk teman bermain Palasena!
Kau dengar"! Mampuslah kau, Anak Liar!
Hih...!" Wuttt! Crottt...!
"Akh...!"
Widuri memekik tertahan ketika
ujung kipas baja yang ditusukkan Iblis Tanpa Wajah tepat menghujam perutnya.
Memang, serangan itu terjadi demikian cepat. Akibatnya, Widuri yang tengah
terpukul mendengar cerita Iblis Tanpa Wajah, tidak sempat mengelak. Cairan merah
segar langsung muncrat-muncrat dari bagian yang terluka.
"Widuri...!"
Hampir berbarengan, Wangun Santang dan Palasena menjerit keras. Dan....
"Haaat...!"
Diiringi jeritan keras yang lebih
mirip raung binatang buas terluka, Wangun Santang menerjang Iblis Tanpa Wajah.
Sedangkan Palasena masih berdiri diam terpaku.
Iblis Tanpa Wajah bertindak cepat.
Ditariknya kipas yang terhujam di perut Widuri. Darah pun semakin membanjir
keluar dari bagian yang terluka. Tubuh gadis berpakaian hitam itu pun terhuyung-
huyung ke belakang, kemudian ambruk ke tanah.
"Widuri...!" jerit Palasena lagi.
Semula, Palasena hendak menghambur ke arah Widuri. Tapi, maksudnya langsung
diurungkan begitu melihat Iblis Tanpa Wajah mengibaskan kipasnya. Semula,
Palasena memang merasa heran melihat tindakan wanita berpakaian indah itu.
Tapi kebenarannya langsung berganti keterkejutan.
Betapa tidak" Ketika kipas itu
dikibaskan, ujung-ujungnya melesat keluar. Bagaimana hal itu terjadi, Palasena
sama sekali tidak mengerti. Yang jelas, ujung-ujung kipas itu ternyata mirip
mata pisau. Sing, sing, sing!
Ujung-ujung kipas itu meluncur
cepat ke arah Wangun Santang. Padahal, saat itu tubuh adik seperguruan Pendekar
Tombak Sakti tengah berada di udara.
Memang, Wangun Santang tengah meluruk ke arah Iblis Tanpa Wajah.
Wangun Santang terperanjat. Apalagi ketika melihat ujung-ujung kipas itu
meluncur ke arahnya secara beriringan.
Hal itu terjadi karena Iblis Tanpa Wajah mengibaskan kipasnya beberapa kali.
Hal inilah yang membuat Palasena
menghentikan maksudnya menghambur ke arah Widuri. Pemuda berpakaian coklat ini
segera melesat ke arah Iblis Tanpa Wajah yang masih mengibaskan kipasnya. Dan
tanpa sungkan-sungkan lagi, Palasena
langsung melancarkan tendangan miring bertubi-tubi ke arah Iblis Tanpa Wajah.
Iblis Tanpa Wajah menyadari adanya bahaya mengancam. Maka tanpa ragu-ragu lagi
tubuhnya segera berbalik, dan langsung menangkis dengan kipasnya yang ternyata
masih lengkap bilah-bilahnya!
Tukkk, desss! "Akh...!"
Iblis Tanpa Wajah menjerit
memilukan. Tubuhnya kontan terjengkang ke belakang disertai semburan darah segar
dari mulut. Memang, kejadiannya berlangsung demikian cepat! Pergelangan kaki
Palasena berputar aneh, lalu terus melanjutkan serangan. Hasilnya, kaki itu
tidak membentur kipas, melainkan membentur pergelangan tangan Iblis Tanpa Wajah.
Akibatnya, kipas wanita sesat itu terlempar karena pergelangan tangannya terasa
lumpuh. Dan sebelum Iblis Tanpa Wajah sempat berbuat sesuatu, tendangan susulan
Palasena menghantam telak dadanya disertai suara gemeretak tulang-belulang yang
patah. Jelas, tendangan Palasena kuat bukan kepalang.
"Akh!"
Jerit kesakitan Wangun Santang
terdengar bersamaan dengan terlemparnya tubuh Iblis Tanpa Wajah. Ternyata, ada
beberapa buah ujung-ujung kipas yang sempat menghunjam perutnya. Dan itu
terjadi karena ujung kipas tidak hanya satu buah, dan meluncur susul-menyusul.
Brukkk! Hampir berbareng tubuh Wangun
Santang dan Iblis Tanpa Wajah jatuh ke tanah. Iblis Tanpa Wajah tewas seketika,
sedangkan Wangun Santang sekarat.
Dewa Arak yang sejak tadi tidak
sempat berbuat apa-apa karena kejadiannya berlangsung sangat cepat, segera
menghampiri Wangun Santang. Hanya sekali lesat saja, dia telah berada di dekat
Wangun Santang.
"Hhh...!"
Dewa Arak menghela napas berat
melihat keadaan Wangun Santang. Sekali lihat saja bisa diketahui, tidak ada
harapan hidup lagi bagi adik seperguruan Pendekar Tombak Sakti itu. Dan baru
saja helaan napas pemuda berambut putih keperakan itu lenyap, pendengarannya
yang tajam menangkap adanya gerakan yang mencurigakan. Dan ketika kepalanya
menoleh hati Dewa Arak langsung tercekat Dilihatnya Memedi Tangan Api
menyerang ke arah Dewa Seribu Kepalan yang tengah bersemadi untuk memulihkan
luka dalamnya. "Hih...!"
Dewa Arak segera menghentakkan
kedua tangannya ke depan. Seketika itu, berhembus angin keras berhawa panas
menyengat dari kedua tangan yang
dihentakkan. Inilah jurus 'Pukulan Belalang'! Dan Dewa Arak terpaksa
menggunakannya untuk mencegah serangan Memedi Tangan Api terhadap Dewa Seribu
Kepalan. Memedi Tangan Api terkejut bukan
kepalang, namun tidak berani bertindak sembarangan untuk memapak. Disadari
bahaya besar yang terkandung dalam serangan itu. Maka serangannya terpaksa
dibatalkan. Dan dia cepat melompat mundur, sehingga serangan itu menyambar lewat
di depannya. Kesempatan itu memang ditunggu-
tunggu Dewa Arak. Maka pemuda berambut putih keperakan itu buru-buru melesat.
Dan hanya dalam sekali lesatan saja, tubuhnya telah berada di hadapan Memedi
Tangan Api. "Keparat! Terpaksa kau yang akan kubunuh lebih dulu, Dewa Arak!" geram Memedi
Tangan Api. "Hih!"
Kakek jangkung ini langsung melan-
carkan serangan berupa gedoran kedua telapak tangannya. Tampak kedua tangan itu
berwarna merah ketika ilmu 'Tangan Api' telah digunakan.
Melihat hal ini, Dewa Arak buru-


Dewa Arak 39 Misteri Dewa Seribu Kepalan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buru mengambil gucinya yang kemudian dituangkan ke dalam mulut
Gluk... Gluk... Gluk...!
Suara tegukan terdengar ketika arak itu melewati tenggorokannya. Sesaat
kemudian, kedua kaki Dewa Arak pun tidak berdiri tetap lagi di tanah.
Pada saat yang sama, gedoran kedua tapak tangan terbuka Memedi Tangan Api
meluncur. Maka, buru-buru
Dewa Arak memapaknya. Guci yang dipegang oleh kedua tangannya segera disorongkan.
Blanggg! Keras bukan kepalang benturan yang terjadi. Akibatnya, tubuh Dewa Arak dan
Memedi Tangan Api sama-sama terhuyung ke belakang. Dewa Arak terjajar dua
langkah, sedangkan Memedi Tangan Api empat
langkah. Memedi Tangan Api menggeram melihat kenyataan ini. Sama sekali tidak disangka
kalau Dewa Arak memiliki tenaga dalam sekuat ini. Padahal, tenaga Dewa Seribu
Kepalan saja tidak sekuat ini. Dan tentu saja hal ini membuatnya penasaran di
hatinya. Maka diputuskannya untuk
menyerang lebih dahsyat. Tak pelak lagi, pertarungan sengit pun berlangsung.
Hebat bukan kepalang pertarungan
antara kedua tokoh yang sama-sama
memiliki kepandaian tinggi itu. Debu mengepul tinggi ke udara. Tanah
terbongkar tak tentu arah. Itu pun masih ditambah suasana di sekitar pertarungan
yang panas bukan kepalang.
Hal itu terjadi karena kedua tokoh yang bertarung sama-sama menggunakan tenaga
berhawa panas. Dewa Arak dengan
'Tenaga Sakti Inti Matahari', sedangkan Memedi Tangan Api menggunakan ilmu
'Tangan Api'nya.
Sayangnya, pertarungan yang
berlangsung dahsyat itu sama sekali tidak mempunyai penonton. Palasena satu-
satunya orang yang sama sekali tidak terluka, tengah sibuk dengan Widuri dan
Wangun Santang. Memang, pemuda berpakaian coklat itu telah meletakkan tubuh
Wangun Santang dan Widuri berdampingan. Sementara, Dewa Seribu Kepalan masih
tenggelam dalam semedinya.
"Benarkah pembunuh orang tuaku bukan Dewa Seribu Kepalan, Paman?" tanya Palasena
ingin memastikan. Pemuda itu masih merasa bimbang sampai saat ini.
Wangun Santang mengangguk.
"Agar kau tidak bertanya-tanya lagi, akan kuceritakan sejelas-jelasnya!"
Wangun Santang menghentikan ucapannya yang terputus-putus. Ditatapnya wajah
Widuri yang telah menjadi mayat. Sinar mata adik seperguruan Pendekar Tombak
Baja itu tampak menyorotkan kesedihan mendalam.
"Dewa Seribu Kepalan adalah tokoh sakti aliran putih yang telah banyak
membinasakan tokoh jahat. Rupanya, di antara yang tewas terdapat orang-orang
yang mempunyai hubungan dengan Iblis Tanpa Wajah dan Memedi Tangan Api. Maka,
keduanya berniat membalas dendam".
Kembali Wangun Santang menghentikan ucapannya. Keadaannya memang sudah
mengkhawatirkan. Bahkan ketika bercerita pun, napasnya terengah-engah.
"Namun, usaha kedua itu gagal. Dewa Seribu Kepalan terlalu sakti untuk mereka.
Maka diputuskan untuk mengambil jalan lain. Kebetulan, Iblis Tanpa Wajah
memendam dan sakit hati pada Pendekar Tombak Sakti. Karena, pendekar yang
dicintainya itu menikah dengan wanita lain. Iblis Tanpa Wajah mengatur siasat.
Salah seorang murid Memedi Tangan Api disamarkan, sehingga serupa dengan Dewa
Seribu Kepalan. Kemudian, Dewa Seribu Kepalan palsu ini memperkosa istri
Pendekar Tombak Sakti. Akibatnya,
Pendekar Tombak Sakti mencari Dewa Seribu Kepalan yang padahal adalah sahabat
karibnya. Dan pertarungan tidak bisa dielakkan lagi, meskipun Dewa Seribu
Kepalan tegas-tegas mengatakan kalau tidak melakukannya."
"Lalu..., Dewa Seribu Kepalan membunuh ayahku?" potong Palasena tidak sabar.
"Sama sekali tidak, Sena. Meskipun
kalau mau, Dewa Seribu Kepalan bisa membunuh ayahmu. Tapi, itu tidak
dilakukannya. Bahkan malah bersikap mengalah. Dia tidak melancarkan serangan-
serangan yang melukai, apalagi membunuh.
Padahal, ayahmu menyerang dengan maksud membunuh. Karena tak tahan menanggung
malu, ayahmu bunuh diri. Demikian pula istrinya."
"Ahhh...!" desah Palasena kaget.
''Tapi Dewa Seribu Kepalan tidak
ingin tokoh persilatan lain tahu masalah kalau ayahmu membunuh diri. Karena, hal
itu akan membuat nama besar ayahmu akan jatuh. Dengan kelihaiannya, dibuat
kejadian kalau seakan-akan ayahmu tewas di tangannya. Meskipun demikian, Dewa
Seribu Kepalan terpukul melihat kenyataan ini. Maka dia pun mengasingkan
diri...." "Lalu..., mengapa Dewa Seribu Kepalan tidak menceritakan masalah sebenarnya
padaku, Paman?" tanya Palasena.
Suara pemuda berpakaian coklat ini terdengar bergetar karena perasaan haru yang
menggelegak. Segumpal perasaan bersalah pun bersarang dalam hatinya. Dia telah
menuduh Dewa Seribu Kepalan yang ternyata berhati mulia dengan tuduhan sekeji
itu. Padahal, pengorbanan gurunya amat besar. Sungguh dirinya telah berubah
menjadi manusia terkutuk!
"Dari mana kau mengetahui semua ini, Paman?"
"Aku menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengungkap rahasia ini, Sena.
Sama sekali tidak kusangka kalau istriku adalah Iblis Tanpa Wajah. Padahal, dulu
kukira Iblis Tanpa Wajah itu adalah seorang laki-laki. Dia dijuluki seperti itu,
karena tak seorang pun yang mengenal wajahnya. Kasihan, Widuri. Bertahun-tahun
dia telah diasuh Iblis Tanpa Wajah, dan dididik dengan ajaran-ajaran yang sama
sekali tidak disukainya. Batinnya
tertekan. Jadi tidak heran kalau wataknya jadi aneh. Dingin. Apalagi, ketika
diberitahu aku telah meninggal. Dia seperti orang kurang akal. Ah! Aku telah
menelantarkannya. Dan... akh...!"
Wangun Santang memekik tertahan,
lalu kepalanya pun terkulai.
"Paman...!"
Palasena mengguncang-guncangkan
tubuh Wangun Santang sambil terus
berteriak-teriak. Tapi, paman gurunya sama sekali tidak menyambut. Karena, nyawa
Wangun Santang memang telah
melayang meninggalkan raga.
"Akh...!"
Di sela-sela teriakan Palasena,
terdengar jeritan menyayat. Tapi pemuda berpakaian coklat itu sama sekali tidak
mempedulikannya. Dia memang masih sibuk
mengguncang-guncangkan tubuh pamannya.
Jelas Palasena belum menerima kenyataan kalau paman gurunya telah tiada.
Palasena baru menoleh ketika
terdengar suara berdebuk keras di
sebelahnya. Ternyata, tubuh Memedi Tangan Api telah terjerembab tak berdaya.
Kakek jangkung ini terjengkang ke belakang, karena guci Dewa Arak menghantam
dadanya. Sehingga terluka dalam. Hal itu terjadi di jurus ke seratus dua puluh, setelah
Dewa Arak mencerahkan seluruh
kemampuannya. Kedua tangan, guci, dan semburan araknya merupakan satu kesatuan
yang menggilas habis perlawanan Memedi Tangan Api.
"Huakh...!"
Memedi Tangan Api memuntahkan darah segar dari mulutnya ketika berusaha bangkit.
Hal ini menandakan kakek
jangkung ini sedang terluka dalam. Memang, gedoran guci Dewa Arak keras bukan
kepalang. Palasena menggeram keras, dan
amarahnya kontan bergolak. Diletakkannya mayat Wangun Santang di tanah, kemudian
meluruk ke arah Memedi Tangan Api dengan keris di tangan.
Jrottt! Sepasang mata Memedi Tangan Api
membelalak lebar ketika keris Palasena menyate lehernya. Seketika itu juga,
darah berhamburan keluar. Dan ketika pemuda berpakaian coklat mencabut kembali
kerisnya, Memedi Tangan Api tewas untuk selamanya.
"Hhh...!"
Dewa Arak menghela napas berat
melihat hal itu, namun tidak bisa
menyalahkan tindakan Palasena. Gucinya disampirkan kembali ke punggung, kemudian
kakinya melangkah menghampiri Palasena.
Palasena mengangkat kepala.
"Mengapa kau bisa berada di sini, Arya?" tanya Palasena tanpa gairah.
"Pertemuanku denganmu, kuceritakan pada Wangun Santang. Beliau kaget, karena
namamu mirip dengan keponakannya. Ketika telah sembuh dari pengaruh racun, kami
berdua mencarimu sampai tiba di Gunung Kumang. Di sana, kami menjumpai murid
Memedi Tangan Api tengah memperkosa Kuntari. Lalu, murid Memedi Tangan Api itu
kubunuh. Sedang kan aku telah
terlambat menyelamatkan Kuntari yang bunuh diri. Dan setelah itu, kami
mengikuti jejakmu sampai di sini."
Palasena mengangguk-anggukkan kepa-la. Hanya dia sendiri yang mengerti
maksudnya. Kemudian dengan langkah lesu, dihampirinya Dewa Seribu Kepalan yang
masih sibuk bersemadi. Arya hanya
menatapinya dengan sinar mata penuh haru.
Angin senja meniup semilir lembut,
seakan-akan tengah berusaha menghibur keresahan di hati Palasena. Perlahan-lahan
matahari mulai tenggelam di Barat.
Tak lama lagi, tempatnya akan digantikan sang Dewi Malam.
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan/E-Book: Abu Keisel
Editor Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Misteri Patung Kematian 1 Dewi Ular 48 Perempuan Penghisap Darah Kaki Tiga Menjangan 17
^