Pencarian

Misteri Gadis Gila 1

Dewa Arak 80 Misteri Gadis Gila Bagian 1


MISTERI GADIS GILA oleh Aji Saka Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting : Puji S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau sehiruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Aji Saka Serial Dewa Arak
dalam episode: Misteri Gadis Gila
128 hal. ; 12 x 18 cm
1 "Guru...!"
Terdengar seruan bernada takut-takut yang be-
rasal dari mulut mungil seorang gadis berkulit tubuh putih mulus terbungkus
pakaian hitam. Sehingga, terlihat menyolok sekali dengan warna pakaiannya. Dia
berdiri di belakang sosok berpakaian merah yang ten-
gah duduk di pinggir sungai dengan pandangan tertuju ke depan. Entah, apa yang
tengah ditatapnya.
"Hm...!"
Sosok berpakaian merah itu sukar digambar-
kan ciri-cirinya, karena pakaiannya longgar membuat
bentuk tubuhnya tak terlihat jelas. Apalagi wajahnya ditutupi topeng tengkorak
sungguhan, sehingga sukar
dikenali. Dia hanya menggumam pelan, tanpa sedikit
pun bergeming atau bahkan menoleh.
"Sejak keluar beberapa minggu yang lalu dan
kembali dalam keadaan terluka, Guru jadi sering ber-
laku seperti ini. Aku jadi ikut sedih dan terharu. Aku tidak ingin Guru
bersedih. Aku ingin berbuat sesuatu untuk membantu Guru. Katakan, Guru. Apa yang
telah terjadi"! Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk
membantu," ujar gadis berpakaian hitam, mulai berani. Padahal menilik dari jari-
jemarinya yang saling
genggam dan dipermainkan, bisa terlihat kegelisahan
hatinya. "Hhh...!"
Sosok bertopeng tengkorak menghembuskan
napas berat, seakan hendak menyingkirkan beban
yang mengganjal dalam dada.
"Aku tidak bermaksud untuk membuatmu ber-
sedih atau bingung, Linggar. Kuharap lebih baik kau
tidak usah memikirkan persoalan ini. Terlalu rumit!
Kau akan bingung dan pusing nantinya!" sahut sosok berpakaian merah, yang
dipanggil guru.
"Tidak, Guru. Aku tidak akan pusing! Dan lagi,
apa artinya pusing sedikit dibanding pengorbananmu.
Guru telah memelihara ku sejak kecil, hingga sebesar ini dengan penuh kasih
sayang. Guru telah mengang-gapku seperti anak sendiri. Bahkan aku menganggap-
mu sebagai orangtua ku sendiri. Tentu saja, itu kalau Guru tidak keberatan.
Jadi, tidak ada salahnya kalau Guru menceritakan masalah yang menghimpit batin-
mu," ujar gadis berpakaian hitam yang dipanggil Linggar, panjang lebar sambil
duduk di sebelah sosok bertopeng tengkorak yang tetap tak menoleh.
Sosok bertopeng tengkorak tidak memberi ja-
waban apa-apa. Diam. Sementara Linggar menunggu
dengan sabar, kendati tidak bisa menduga apa yang
tengah berkecamuk dalam batin sosok gurunya ini.
Amat sulit untuk membaca perasaan lewat wajah itu.
Karena yang terlihat hanya topeng belaka, yang sejak dulu sorotnya selalu
dingin! "Ayolah, Guru. Tidak baik menyimpan masalah
sendirian. Lagi pula, bila mengeluarkan masalah yang mengganjal hati, akan
membuat dada dan pikiran
menjadi lega," bujuk Linggar setengah bernada meng-gurui. "Kau benar," akhirnya
keluar juga ucapan lewat mulut yang tidak pernah terlihat "Tidak ada salahnya
kau kuberitahukan. Barangkali saja kau bisa memecahkan masalah yang ku alami.
Toh, kau telah cukup
dewasa, dan memiliki kepandaian cukup untuk terjun
dalam dunia persilatan."
"'Terima kasih atas kepercayaanmu, Guru,"
ucap Linggar dengan wajah berseri-seri.
Linggar sama sekali tidak tahu kalau di balik
topengnya, sosok berpakaian merah itu tersenyum
mendengar ucapannya.
"Kau pernah kuceritakan mengenai anakku,
bukan"!" tanya sosok berpakaian merah longgar itu sambil menoleh dan menatap
sepasang mata Linggar
lekat-lekat Linggar sampai bergidik di dalam hati ketika
melihat sepasang mata yang tajam mencorong dan
bersinar kehijauan yang memancar dari balik topeng
itu. Sorot mata yang seakan-akan dapat mengetahui
apa yang tengah tersembunyi di dalam hati.
"Benar, Guru," jawab Linggar agak serak karena suaranya mendadak tercekat di
tenggorokan. Perasaan ngeri yang muncul tiba-tiba menye-
babkan suara Linggar demikian. Dan dia mempunyai
alasan yang kuat. Apalagi setelah menyadari kalau gurunya bukan dari golongan
baik-baik. Malah sebalik-
nya! Meski terhadap dirinya amat baik, tapi Linggar tidak berani bertindak
sembarangan. Dia tahu gurunya
memiliki watak amat aneh. Bisa saja tanpa alasan so-
sok berpakaian merah itu akan menghukumnya. Bah-
kan membunuhnya kalau kebetulan tengah tidak se-
nang hati! "Nah! Itulah sebabnya, Linggar. Beberapa hari
yang lalu, ketika tengah terjun ke dunia persilatan lagi, aku bertemu seorang
pemuda yang wajahnya amat mirip dengan orangtuanya. Sehingga aku yakin, jangan-
jangan anak itu adalah anakku yang terpaksa berpisah karena keadaan."
Linggar tak begitu kaget mendengarnya. Apalagi
gurunya telah terlalu sering bercerita tentang anaknya.
"Apakah putramu itu mengenalmu, Guru"!"
"Tentu saja tidak! Topeng yang ku kenakan ini
membuat wajahku tidak dikenalnya. Celakanya lagi,
sebelum aku sempat menemukan akal agar dapat
memperkenalkan diriku padanya, muncul seorang
pendekar muda berjuluk Dewa Arak yang langsung
mencampuri urusan ini. Kami terlibat pertarungan.
Dan ternyata, dia lihai bukan main. Aku dapat dika-
lahkannya. Beruntung aku bisa melarikan diri. Kalau
tidak..., entah apa yang terjadi dengan diriku..."
Barulah Linggar saat ini benar-benar kaget.
"Jadi..., luka yang Guru derita karena bentrok dengan Dewa Arak"! Hhh...! Biar
aku yang akan membalaskan
dendammu itu, Guru. Akan kucari Dewa Arak. Akan
kubalaskan sakit hatimu, Guru. Dan apabila, dia terla-lu lihai, akan kucari cara
lain untuk mengalahkannya!
Aku berjanji, Guru!" tandas Linggar seraya bangkit dengan kedua tangan terkepal.
Sikapnya terlihat gagah bukan main.
"Kalau begitu, wakililah aku untuk menemukan
putraku itu. Juga balaskan dendamku pada Dewa
Arak!" titah sosok berpakaian merah longgar.
"Akan kulaksanakan perintahmu, Guru! Kapan
aku harus berangkat"!"
"Sekarang juga!"
"Baik, Guru!" jawab Linggar mantap. "Sekarang juga akan kupersiapkan semua yang
kuperlukan untuk bekalku."
Sosok berpakaian merah tidak memberi jawa-
ban. Tapi, Linggar tidak menjadi kecil hati. Dia telah kenal betul watak gurunya
yang aneh. Maka dengan
semangat menggebu tubuhnya berbalik untuk kembali
ke pondoknya untuk segera berangkat mencari Dewa
Arak "Aku pergi dulu, Guru!"
*** Linggar melakukan perjalanan tanpa tergesa-
gesa. Sambil melangkah, kepalanya ditolehkan ke ka-
nan dan ke kiri, menikmati pemandangan indah yang
terhampar di sekitarnya.
Tempat tinggal Linggar bersama gurunya me-
mang di atas puncak Gunung Merbabu. Sewaktu me-
ninggalkan gurunya, dia langsung mengerahkan ilmu
meringankan tubuh yang membuat sosoknya tidak ter-
lihat saking cepatnya bergerak. Bahkan kedua kakinya bagai tak menyentuh tanah!
Tapi begitu telah berada di lereng, perjalanan dilakukan secara biasa.
Ketika mengalihkan perhatian ke depan, Ling-
gar terperanjat Di kejauhan dari kaki gunung, tampak berkelebat tiga sosok hitam
di kejauhan. Gerakannya
cepat bukan main. Dan mata Linggar yang tajam, sege-
ra saja mengetahui kalau itu adalah tiga sosok tubuh yang memiliki ilmu
meringankan tubuh luar biasa! Jelas, mereka adalah orang-orang persilatan!
Jantung Linggar berdetak jauh lebih cepat.
Arah yang dituju tiga sosok itu adalah puncak Gunung Merbabu tempat gurunya
tinggal! Perasaan tidak enak, mulai merayapi hatinya. Karena Linggar tahu,
tempat gurunya tinggal sangat terpencil, tidak pernah dida-
tangi orang! Maka tak heran kalau Linggar mulai mengkha-
watirkan keadaan gurunya. Bukan tidak mungkin ka-
lau tiga sosok itu memang ingin menemui gurunya
tanpa maksud baik.
Meskipun demikian, Linggar berusaha tenang
dengan sikap tak peduli. Kakinya terus terayun. Tapi
baru beberapa betas tindak, terpaksa langkahnya di-
hentikan. Karena, tiga sosok itu telah berdiri berjajar menghalangi jalannya.
"Siapa kalian"! Mengapa menghalangi perjala-
nanku"!" tanya Linggar dengan sikap tenang sambil merayapi tiga sosok yang
berdiri di hadapannya.
"Ha ha ha...!"
Salah seorang dari tiga sosok yang berdiri da-
lam jarak tiga tombak di depan Linggar tertawa terbahak-bahak. Seakan-akan
pertanyaan yang diajukan
gadis itu sangat lucu. Sosok itu memiliki tubuh tinggi besar dan bercambang bauk
lebat "Kau seorang gadis luar biasa, Anak Manis!
Sungguh berani kau bersikap seperti itu pada kami!
Kau tahu, siapa kami"!"
"Kami berjuluk Tiga Setan Langit Bumi!" sambung lelaki yang bertubuh kecil
kurus. Kemudian, jari tangannya yang kecil-kecil menuding kawannya yang
lebih dulu berbicara. "Dia berjuluk Setan Tenaga Raksasa. Sedangkan aku berjuluk
Setan Tanpa Bayan-
gan." "Dan aku Setan Pisau!" sambut lelaki terakhir yang warna kulit wajahnya
kekuningan. Linggar terkejut. Tapi dengan pandainya, pera-
saan itu disembunyikan hingga tidak terlihat pada wajahnya yang cantik. Gurunya,
pernah menceritakan
tentang tokoh-tokoh dunia persilatan, baik dari golongan putih maupun hitam.
Dan, Tiga Setan Langit Bumi
ini termasuk dalam golongan hitam yang memiliki ke-
pandaian tinggi. Namun, Linggar tidak merasa gentar.
"Dan maksud kalian menghadang perjalanan-
ku"!" Linggar mengulang pertanyaannya yang belum terjawab dengan sikap masih
tenang "Hanya untuk menanyakan keperluanmu bera-
da di tempat ini," sahut Setan Pisau dengan sikap tenang. Di samping memiliki
sikap tenang, Linggar juga memiliki watak cerdik. Maka mendapat pertanyaan
ringan itu, tidak langsung dijawabnya. Dari pertanyaan seperti itu bisa jadi
dirinya terperangkap bila memberi jawaban sejujurnya. Tentu saja keselamatan
gurunya sangat dikhawatirkan. Dia tahu, gurunya banyak
mempunyai musuh! Dan bukan tidak mungkin Tiga
Setan Langit Bumi merupakan musuhnya.
"Kalau aku tidak mau menjawab"!" pancing
Linggar. "Ha ha ha...!"
Setan Bertenaga Raksasa tertawa bergelak. To-
koh ini memang gemar tertawa.
"Ingin kami tahu, sampai berapa lama kau bisa
bertahan untuk tidak memberi jawaban!"
"Biar aku yang memaksanya!"
Setelah berkata demikian, Setan Pisau menu-
bruk Linggar. Tangan kanannya dengan jari-jari mene-
gang kaku ditusukkan ke arah dada gadis berpakaian
hitam ini. Bunyi mencicit tajam terdengar, ketika jari-jari tangan itu merobek
udara. Linggar tahu, tusukan jari tangan Setan Pisau
amat berbahaya. Bahkan tak kalah berbahaya jika di-
banding tusukan senjata tajam. Jari-jari itu bahkan
mampu menghujam batu karang yang paling keras se-
kalipun! Secepat kilat Linggar melompat ke belakang
sambil menghunus pedang dan membabatkannya ke
leher Setan Pisau.
Setan Pisau terperanjat melihat serangan bala-
san yang cepat ini. Kenyataan ini menyadarkan dirinya kalau gadis muda ini tak
bisa dipandang remeh! Maka
dengan kecepatan menakjubkan, diambilnya pisau da-
ri balik bajunya. Lalu dengan kecepatan dahsyat, di-
tangkisnya pedang yang mengancam leher.
Trang! Bunyi nyaring disertai bunga api berpijar men-
giringi terjadinya benturan pedang Linggar dengan se-bilah pisau mengkilap di
tangan kiri Setan Pisau.
Sementara itu Setan Tenaga Raksasa dan Setan
Tangan Bayangan membelalakkan mata saking kaget-
nya, ketika melihat tubuh Setan Pisau terhuyung-
huyung empat langkah ke belakang akibat benturan
keras tadi. Padahal Linggar hanya terhuyung dua
langkah! Setan Pisau yang mengalami sendiri kejadian
itu tidak hanya kaget saja, tapi juga marah. Dia benar-benar malu! Kenyataan ini
pun menyadarkan dirinya
kalau gadis ini bukan lawan ringan! Maka sambil men-
geluarkan teriakan kemarahan, lelaki bermuka kuning
ini menerjang. Kali ini tindakannya tidak setengah-
setengah lagi. Setan Pisau langsung mengeluarkan se-
luruh kemampuannya!
Memang tidak percuma bila lelaki bermuka ku-


Dewa Arak 80 Misteri Gadis Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ning ini berjuluk Setan Pisau. Sepasang pisau yang berada di tangannya,
berkelebatan laksana kilat men-
gancam ke berbagai bagian tubuh Linggar. Sebuah
permainan pisau yang benar-benar luar biasa.
Meskipun demikian, Linggar tidak ciut nya-
linya. Bahkan gadis ini mampu mengirimkan serangan
yang tak kalah berbahaya! Ketenangannya membuat
setiap serangan Setan Pisau selalu berhasil dikan-
daskan! Bahkan Linggar yang tahu kelebihannya da-
lam tenaga, selalu mengajak untuk berbenturan senja-
ta. Tentu saja Setan Pisau yang telah kenyang
pengalaman mengetahui maksud lawannya. Maka dia
berusaha secepat mungkin untuk menghindari terja-
dinya benturan senjata. Andaikata tidak mungkin, di-
usahakannya untuk berbenturan secara tidak lang-
sung, agar tidak terlalu merugikan dirinya. Tindakan yang diambil ini, membuat
Setan Pisau jadi berada di pihak yang terdesak.
Sementara Setan Tenaga Raksasa dan Setan
Tanpa Bayangan tahu kalau dibiarkan terus, rekan
mereka akan menghadapi bahaya. Bahkan bukan ti-
dak mungkin akan tewas. Maka setelah saling berpan-
dangan sebentar, kedua anggota Tiga Setan Langit
Bumi ini mengeluarkan senjata masing-masing. Setan
Tanpa Bayangan mencabut golok besarnya, sedangkan
Setan Tenaga Raksasa mengeluarkan ruyung berba-
tang tiga. Lalu sambil berteriak keras bagai harimau terluka, mereka terjun
dalam kancah pertarungan!
Hanya dalam beberapa gebrakan, keadaan lam
kancah pertarungan berubah! Linggar yang tadi berada dalam kedudukan mendesak,
sekarang menjadi terdesak! Satu hal yang menguntungkan Linggar adalah
ketenangannya. Karena sifat itulah, dia dapat bertahan lebih lama!
Memang, siasat yang dipergunakan Linggar kali
ini cukup jitu. Betapa pun gencar serangan-serangan
yang meluncur, tapi karena kuatnya pertahanannya,
tak satu pun yang mengenai sasaran yang dituju.
Bahkan setiap tangkisan membuat lawannya ter-
huyung-huyung. Kendati demikian, Tiga Setan Langit Bumi tidak
cepat putus asa. Bahkan berkat pengalaman dalam
kancah dunia persilatan, ketiga tokoh sesat itu segera menemukan siasat untuk
menarik keuntungan dari
cara yang dipergunakan Linggar dengan melancarkan
serangan bergiliran tanpa putus-putus.
Cara Tiga Setan Langit Bumi ini memang cerdik
bukan main. Serangan yang bergantian, membuat
Linggar terus-menerus mengerahkan tenaga penuh
tanpa istirahat. Sedangkan lawan-lawannya mempu-
nyai waktu untuk memulihkan tenaga. Maka hanya
dalam beberapa jurus saja tenaga Linggar telah jauh
berkurang. Des! Karena kurang cepat menangkis akibat terlalu
lelah, tendangan Setan Tanpa Bayangan mendarat di
paha Linggar. Tubuhnya kontan terjengkang ke bela-
kang. Pedangnya terlempar. Sebelum dia sempat ber-
buat sesuatu, golok Setan Tanpa Bayangan telah me-
nempel di lehernya. Sedikit saja ditekankan, nyawa
gadis ini akan melayang ke alam baka.
Linggar pun mengendurkan urat-urat syarafnya
yang telah menegang, karena siap untuk dipergu-
nakan. Disadari kalau tidak ada gunanya lagi melaku-
kan perlawanan.
"Tunggu apa lagi"! Ayo, bunuhlah aku! Kau kira
aku orang yang takut mati"!" tantang Linggar, tenang.
"Membunuhmu semudah membalikkan telapak
tangan, Anak Manis!" kata Setan Tenaga Raksasa pa-rau, setelah terlebih dulu
tertawa bergelak. "Tapi, untuk apa"! Kami hanya ingin mengajukan satu perta-
nyaan padamu. Dan apabila kau bersedia menjawab-
nya, akan kami bebaskan! Bagaimana"!"
Linggar diam. Sikap tenang membuatnya tidak
segera menjawab, melainkan mempertimbangkan.
"Bukankah kau punya hubungan dengan Teng-
korak Darah"!" tanya Setan Pisau yang mempunyai watak tidak sabar, waktu Linggar
terdiam. Linggar sama sekali tidak terkejut mendengar
dugaan yang demikian tepat. Dia sudah menduga, ka-
lau kedatangan Tiga Setan Langit Bumi ini ada hubun-
gan dengan gurunya, Tengkorak Darah. Dan menilik
tingkah mereka, bisa diketahui kalau maksud yang
terkandung tidak baik. Maka gadis berpakaian serba
hitam ini diam membisu, tidak memberi jawaban sedi-
kit pun. Setan Pisau menggertakkan gigi karena geram melihat pertanyaannya tidak
dipedulikan. Seketika kedua tangannya yang menggenggam pisau digerakkan
dengan kecepatan mengagumkan. Sehingga yang terli-
hat hanya kelebatan sinar-sinar yang menyilaukan
mata. Sementara Linggar hanya memejamkan mata
untuk menanti datangnya maut, ketika melihat Setan
Pisau menggerakkan sepasang senjatanya. Tapi, ter-
nyata yang ditunggu-tunggu tidak kunjung datang.
Gadis itu hanya merasa kelebatan angin bermain di
bagian atas tubuhnya. Lalu, desingan pisau lelaki
bermuka kuning itu tidak terdengar lagi. Berbarengan dengan itu, Linggar
merasakan hawa dingin menghembus bagian atas tubuhnya.
Perasaan heran membuat Linggar membuka
matanya. Dan, gadis itu kontan terpekik keras dengan wajah merah padam. Dengan
kedua tangannya dia berusaha menutupi sepasang payudara yang menyembul
seakan ingin melompat keluar. Ternyata, sekujur tu-
buh bagian atasnya telah tidak tertutup pakaian lagi!
Sedangkan pakaian hitam bagian atasnya telah berse-
rakan di tanah dalam keadaan tercabik-cabik!
Dalam keadaan lain, Linggar mungkin menga-
gumi kehebatan permainan pisau Setan Pisau, se-
hingga mampu mencabik-cabik pakaian yang melekat
di tubuh tanpa melukai kulitnya sedikit pun. Tapi se-
karang, yang ada di benaknya hanya perasaan malu
yang amat sangat dan marah! Tapi apa dayanya"
Ujung golok Setan Tanpa Bayangan ternyata masih
menempel di lehernya. Sedangkan di sebelah kirinya,
Setan Tenaga Raksasa pun siap melancarkan serangan
maut dengan ruyung berbatang tiganya.
Sikap tenang Linggar mulai tidak terlihat De-
ngan gugup, bagian tubuhnya yang telanjang berusaha
disembunyikan dengan kedua tangannya. Tapi, tinda-
kannya hampir tidak berguna sama sekali. Sebagian
payudaranya tetap saja terlihat. Apalagi bagian tubuhnya yang lain, yang tidak
bisa disembunyikan. Terlihat putih, halus, dan mulus. Sehingga, membuat sepasang
mata Tiga Setan Langit Bumi tertuju pada tubuh telanjang itu dengan sorot
seakan-akan ingin menelan bu-
lat-bulat. Sorot nafsu memancar pada mata-mata yang
terbelalak lebar, seakan hendak melompat keluar dari rongganya!
"Apakah kau masih mau bersikeras juga, Anak
Manis"!" ancam Setan Pisau lagi. Suara napasnya memburu, karena cengkeraman
nafsu birahi yang mulai berkobar. "Sekali sepasang pisauku ini bergerak la-gi,
kau akan berdiri dalam keadaan telanjang bulat di sini. Dan setelah itu, tinggal
menerima nasib menjadi permainan kami sampai kami puas! Sampai kau mati
kelelahan! Pilih saja salah satu! Menjawab pertanyaan itu atau..."
"Iblis-iblis keparat!" maki Linggar geram dan putus asa, karena tidak berdaya
menerima pilihan
yang menyulitkan ini. Hatinya merasa ngeri mem-
bayangkan Setan Pisau akan melaksanakan an-
camannya. "Kalian tidak memberiku pilihan lain!"
"Jadi kau bersedia menjawab pertanyaan ka-
mi"!" tanya Setan Pisau lagi dengan pandang masih
melahap bagian tubuh Linggar yang telanjang.
Linggar mengangguk, meski dengan hati berat
"Aku memang mempunyai hubungan dengan
Tengkorak Darah. Beliau adalah guruku...," jawab gadis ini, lirih.
"Jadi..., Tengkorak Darah benar tinggal di tem-
pat ini"! Di atas Puncak Merbabu sana"!" Setan Tenaga Raksasa ikut mengajukan
pertanyaan. Sama seperti Setan Pisau, mata lelaki tinggi be-
ar ini leluasa menjilati tubuh Linggar yang telanjang.
Sinar matanya seperti mata seekor harimau lapar me-
lihat kambing gemuk!
Linggar mengangguk.
Tiga Setan Langit Bumi saling berpandang se-
bentar. Kemudian hampir bersamaan mereka tertawa
bergelak. "Aku telah menjawab pertanyaan kalian. Berar-
ti, aku bisa pergi dari sini sekarang," tagih Linggar.
Lagi-lagi Tiga Setan Langit Bumi saling berpan-
dang dan tertawa bergelak. Seakan-akan pertanyaan
yang diajukan gadis itu merupakan sebuah hal yang
amat lucu. "Aku tidak mengerti apa yang kau maksudkan,
Anak Manis," ujar Setan Tenaga Raksasa dengan suara mengejek.
"Bukankah kalian telah berjanji untuk membe-
baskan aku, apabila pertanyaan kalian kujawab"! Nah!
Pertanyaan kalian telah kujawab! Sekarang, aku me-
nagih janji! Ataukah..., kalian ini hanya sekelompok pengecut hina yang biasa
menarik janji yang telah di-ucapkan"! Apakah ucapan yang keluar dari mulut ka-
lian tak ubahnya kotoran yang keluar dari lubang du-
bur kalian"! Setelah dikeluarkan, lalu dilupakan begitu saja"!"
2 Tajam bukan main ucapan Linggar. Apalagi, di-
ucapkan dengan suara keras. Sampai-sampai wajah
Tiga Setan Langit Bumi berubah-ubah karena pedas-
nya nada ucapan itu.
"Siapa yang tidak menepati janji, Nona Bermu-
lut Lancang"!"
Setan Tenaga Raksasa masih mampu meredam
kemarahannya. Sehingga, tidak melampiaskannya da-
lam bentuk perbuatan. Hanya saja ucapan lelaki tinggi besar ini penuh getaran
kemarahan. "Kalian semua!" tandas Linggar berani sambil menatap wajah tiga tokoh sesat itu.
Kemarahan membuat gadis ini bertindak demi-
kian. Kemarahan yang timbul karena merasa ditipu.
Juga khawatir akan terjadinya peristiwa mengerikan
terhadap dirinya.
"Bukankah kalian telah berjanji untuk membe-
baskan bila aku menjawab pertanyaan" Tapi, mengapa
aku tidak boleh pergi dari sini"! Bukankah itu berarti kalian melanggar
perjanjian yang telah dibuat sendiri"!"
"Siapa bilang"!" tukas Setan Tenaga Raksasa dengan suara tinggi. "Kaulah yang
tidak menyimak perjanjian yang telah disepakati, Nona Berpikiran Pendek! Ingat!
Bukankah aku berjanji akan membe-
baskanmu kalau telah selesai berurusan denganmu!
Paling tidak setelah berurusan dengan tubuhmu yang
molek!" Linggar mengutuk dalam hati. Dia tahu, Tiga Setan Langit Bumi memang
sengaja bertindak licik
dengan mencari celah-celah kelemahan dari janji yang dibuat, demi keuntungan
diri sendiri. Tapi, apa yang bisa dilakukannya sekarang"!
Dalam waktu yang hanya sebentar, Linggar be-
rusaha keras untuk mencari jalan keluar agar bisa lolos dari malapetaka yang
mengerikan. Tapi, rasanya
sukar! Dia tahu, ketiga lawannya telah siap sedia. Sedikit saja, otot-otot atau
urat sarafnya menegang, mereka akan lebih dulu bertindak! Dan gadis ini yakin
kalau akan kalah cepat bergerak, mengingat kedudukan-
nya yang tidak menguntungkan.
Linggar bimbang. Haruskah membiarkan saja
Setan Pisau melakukan perbuatan tak senonoh yang
lebih mengerikan" Menyayat celananya dengan sepa-
sang pisaunya" Ataukah dia bergerak untuk menyela-
matkan diri, dengan akibat terkena serangan Setan
Tanpa Bayangan atau Setan Tenaga Raksasa"!
Dalam saat-saat yang menentukan, mendadak
Linggar mendengar ucapan di telinganya. Begitu jelas, sehingga hatinya merasa
khawatir kalau Tiga Setan
Langit bumi mendengarnya. Tapi ketika melihat ketiga tokoh sesat itu masih
bersikap biasa, dia tahu kalau ucapan itu hanya ditujukan padanya seorang.
Linggar yang memiliki seorang guru berkepan-
daian tinggi, segera tahu kalau ucapan itu hanya bisa dilakukan melalui ilmu
mengirimkan suara dari jauh.
Sebuah ilmu yang hanya bisa dikuasai oleh orang yang telah memiliki tenaga dalam
sukar diukur tingkatan-nya. "Jangan kaget, Nona. Aku akan menarik tu-
buhmu ke belakang. Kuharap kau jangan melakukan
perlawanan. Ikuti saja kekuatan tarikan itu, agar aku lebih mudah
menolongmu...."
Jantung Linggar berdebar tegang. Dia tahu ada
orang sakti yang berusaha menolongnya. Dan karena
keadaannya yang sulit untuk ditolong secara biasa,
orang sakti itu hendak menolongnya dengan cara tak
lazim. Menarik! Dan Linggar tahu, cara itu membutuh-
kan tenaga dalam amat kuat!
Sementara itu, Setan Pisau masih memper-
mainkan sepasang pisaunya di depan dada. Rupanya,
perasaan Linggar ingin disiksanya lebih dulu, sebelum melaksanakan ancamannya.
Memang, bagi orang seke-jam Setan Pisau, semakin tersiksa hati lawan, semakin
gembira hatinya. Lelaki bermuka kuning ini sengaja
mengulur-ulur waktu untuk mencabik-cabik celana
Linggar, kendati sebenarnya nafsu birahinya telah meledak-ledak di ubun-ubun!
Sementara, Setan Tenaga Raksasa dan Setan
Tanpa Bayangan diam-diam mendongkol bukan main
melihat sikap rekannya. Kedua tokoh dari Tiga Setan
Langit Bumi ini sudah hampir tidak tahan lagi untuk
melihat Linggar berbugil ria di hadapan mereka.
"Hey...!"
Seruan kaget itu keluar hampir berbareng dari
mulut Tiga Setan Langit Bumi ketika melihat tubuh
Linggar tahu-tahu tertarik secara keras ke belakang.
Padahal, mereka tidak melihat adanya gelagat kalau
gadis berpakaian hitam itu akan melakukan sebuah
gerakan pun. Tiga Setan Langit Bumi segera tahu kalau ada
pihak ketiga yang telah campur tangan. Kemarahan
besar pun bergolak di hati mereka. Bagai diberi perintah, tubuh mereka melesat
memburu tubuh Linggar
yang tengah melayang deras ke belakang. Tiga Setan
Langit Bumi berusaha untuk merampas tubuh gadis


Dewa Arak 80 Misteri Gadis Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu. Tapi sebelum maksud Tiga Setan Langit Bumi
terlaksana, dari balik kerimbunan pepohonan melun-
cur tiga benda berwarna kehijauan. Cepat sekali lun-
curannya, hingga mengeluarkan bunyi melengking
nyaring. Arah yang dituju adalah leher tiga Setan Langit Bumi!
Tiga tokoh sesat ini tidak berani bertindak ge-
gabah. Dari bunyi yang terdengar bisa diketahui kalau tiga benda kehijauan itu
cukup dahsyat. Maka tanpa
membuang-buang waktu lagi, senjata andalan masing-
masing segera digunakan untuk memapaki.
Trang, trang, trang!
Tiga Setan Langit Bumi tanpa sadar menyeri-
ngai, ketika merasakan tangan yang menggenggam
senjata terasa sakit-sakit dan bergetar hebat. Hal ini benar-benar mengejutkan
hati! Apalagi, ketika melihat kalau benda kehijauan itu hanya berupa daun!
Sungguh tidak bisa dipercaya kalau tiga helai daun mampu membuat tangan mereka
kesemutan hebat! Demikian
kuatkah tenaga dalam orang yang lelah campur tangan
itu, sehingga mampu membuat senjata yang lebih be-
sar dan berat hampir terlepas dari pegangan!
Akibat tangkisan pada daun-daun itu, Tiga Se-
tan Langit Bumi terpaksa menggagalkan maksud men-
gejar Linggar. Sebelum mereka sempat berbuat sesua-
tu, dari arah kerimbunan pepohonan melesat sesosok
bayangan. Dan hanya dengan sekejap saja, sosok
bayangan itu telah berdiri di depan Tiga Setan Langit Bumi! Tiga Setan Langit
Bumi terpaksa mengalihkan
pandangan dari tubuh Linggar yang telah lenyap di balik kerimbunan pepohonan, ke
arah sosok yang berdiri di hadapan mereka.
"Keparat! Rupanya kau yang telah mencampuri
urusan kami"! Sebutkan namamu sebelum kami kirim
ke akhirat, Bangsat"!" bentak Setan Pisau penuh kemarahan, sambil menatap tajam
pada sosok yang ber-
diri di hadapannya. Seakan dia ingin menelan bulat-
bulat lewat sorot matanya.
"Orang berwatak keji seperti kalian, tidak patut untuk mengenal namaku!" tandas
sosok yang telah menyelamatkan Linggar dengan suara penuh getar
kemarahan. Sosok ini adalah seorang pemuda berambut pu-
tih keperakan, berpakaian ungu. Siapa lagi kalau bu-
kan Arya Buana alias si Dewa Arak" Pendekar muda
yang paling benci melihat kejahatan berupa pelecehan harkat wanita. Tak aneh
kalau Arya demikian marah
pada Tiga Setan Langit Bumi.
"Keparat! Kucincang kau...!"
Setan Pisau yang tidak bisa mengekang ama-
rahnya lagi melihat sambutan Dewa Arak, langsung
menerjang maju dengan tusukan sepasang pisaunya
secara bertubi-tubi.
Tapi dengan sikap tenang, Dewa Arak mengelak
di antara kelebatan sinar pisau. Sekali kedua tangannya bergerak menotok siku,
Setan Pisau mengeluh ter-
tahan. Tuk! "Aaakh!"
Kedua tangan Setan Pisau mendadak lumpuh.
Maka tanpa dapat dicegahnya lagi, sepasang senja-
tanya jatuh ke tanah. Dan sebelum dia sempat menya-
dari apa yang telah terjadi, Dewa Arak telah menepuk kedua pangkal lengannya
secara cepat. Pak! "Aaakh...!"
Untuk kedua kalinya, Setan Pisau memekik ter-
tahan. Tubuhnya terhuyung ke belakang dengan ke-
dua tangan tergantung di sisi pinggang. Wajah lelaki ini yang memang sudah
kuning, semakin kuning karena rasa sakit yang amat sangat. Tulang pangkal lengan
Setan Pisau telah hancur berantakan. Dan ini berarti, lelaki tokoh Tiga Setan
Langit Bumi ini tidak akan kuasa lagi mengerahkan tenaga dalam pada kedua tan-
gannya. Dengan sendirinya, Setan Pisau telah kehilangan kemampuannya yang
diandalkan. Setan Tanpa Bayangan dan Setan Tenaga Rak-
sasa terkejut campur marah ketika melihat keadaan
rekan mereka. Sama sekali tidak disangka kalau lawan yang dihadapi demikian
sakti, sehingga mampu membuat Setan Pisau tidak berdaya hanya dalam segebra-
kan. Perasaan marah membuat sisa tokoh Setan Langit
Bumi ini meluruk menerjang Dewa Arak.
Setan Tenaga Raksasa mengayunkan ruyung ke
arah kepala. Sedangkan Setan Tanpa Bayangan mem-
babatkan golok ke arah leher!
Sementara Dewa Arak tidak bergeming sedikit
pun dari tempatnya, kendati menghadapi dua buah se-
rangan maut yang amat berbahaya. Sikapnya tetap te-
nang. Baru ketika serangan-serangan itu menyambar
dekat, pemuda berambut putih keperakan ini bertin-
dak. Hantaman ruyung pada kepalanya ditangkis den-
gan tangan kanan. Sedangkan babatan golok pada leh-
er dibiarkan saja, setelah mengerahkan tenaga dalam
untuk membuat leher itu lebih keras daripada baja!
Pyar! Tak! Ruyung Setan Tenaga Raksasa kontan hancur
berantakan ketika berbenturan dengan tangan Dewa
Arak yang penuh getaran tenaga dalam kuat. Sedang-
kan golok Setan Tanpa Bayangan yang menghantam
sasaran, terpental kembali seakan menghantam gum-
palan karet keras!
Dua tokoh Setan Langit Bumi ini terperanjat.
Dan kesempatan itu dipergunakan Dewa Arak sebaik-
baiknya untuk melancarkan serangan. Dia segera
mendesak maju. Kemudian, dua tangannya menepak
dada lawan-lawannya. Masing-masing sekali, dan tidak begitu keras.
Pak! Pak! Kendati demikian, tubuh Setan Tenaga Raksasa
dan Setan Tanpa Bayangan kontan terjengkang ke be-
lakang bagai diseruduk kerbau liar. Dari mulut mereka mengalir darah segar.
Dua anggota Setan Langit Bumi ini tahu, bila
melawan terus tidak ada gunanya. Pemuda itu terlalu
kuat untuk dapat ditandingi. Apalagi setelah mereka
terluka dalam seperti ini. Maka setelah terlebih dulu melemparkan pandangan
kebencian, tubuh Tiga Setan
Langit Bumi ini berbalik lalu melangkah tertatih-tatih meninggalkan tempat itu.
Sementara Dewa Arak tidak mengejar. Pemuda
berambut putih keperakan ini hanya memperhatikan-
nya, hingga tubuh tiga sosok sesat itu lenyap di kejauhan. Arya tahu, tidak ada
yang perlu di-khawatirkan
terhadap Tiga Setan Langit Bumi. Mereka memang ti-
dak berbahaya lagi, bagai harimau kehilangan taring.
Tidak hanya Setan Pisau yang kehilangan sebagian be-
sar kemampuannya, tapi juga Setan Tanpa Bayangan
dan Setan Tenaga Raksasa. Tepakan Dewa Arak telah
membuat mereka terluka dalam yang amat parah dan
membuat isi dada terguncang. Mereka bisa saja sem-
buh, tapi tidak akan mungkin bisa memiliki tenaga dalam yang cukup kuat lagi!
*** "Terima kasih atas pertolonganmu..., nggg...,
Arya. Namamu Arya bukan"!"
Sebuah suara dari belakang membuat Arya
membalikkan tubuh. Seperti yang sudah diduga, Ling-
garlah yang mengatakannya. Sekarang, gadis itu telah rapi seperti biasa setelah
mengganti pakaiannya di semak-semak. Bagian atas tubuhnya telah terbungkus
pakaian hitam. Linggar memang membawa pakaian
sewarna yang cukup banyak, di dalam buntalannya.
"Benar sekali, Nona. Namaku memang Arya.
Arya Buana. Dan kuminta jangan mempersoalkan per-
tolongan tadi. Aku hanya kebetulan lewat tempat ini, dan kebetulan melihat
kejadian ini. Aku memang paling benci dengan penjahat-penjahat semacam itu,"
sahut Arya tanpa menanyakan nama gadis yang dito-
longnya, dan mengapa bisa berada di tempat seperti
ini. Sekali lihat saja, bisa diketahui kalau Linggar adalah gadis dari
persilatan! "Apa pun katamu, aku tetap berterima kasih
atas pertolongan yang kau berikan. Tanpa adanya per-
tolongan ini, mungkin aku sudah...," Linggar tidak berani melanjutkan
perkataannya. Karena baru mengin-
gat kejadian tadi, bulu kuduknya sudah berdiri "O ya.
Namaku Linggar."
Sambil tersenyum Arya menyambut uluran ta-
ngan gadis berpakaian hitam itu. Linggar memang bu-
kan seorang gadis pemalu, meskipun memiliki watak
pendiam. Kesan yang terlihat, Linggar tampak matang.
"Kau pasti seorang pendekar, Arya. Kepan-
daianmu hebat sekali! Tiga Setan Langit Bumi yang
sakti itu pun berhasil kau halau dengan mudah," puji Linggar penuh perasaan
kagum sambil melepaskan
genggaman tangannya.
Arya tertawa pelan.
"Kau terlalu memuji, Linggar. Kalau tidak kebu-
ru takut bila kau segera ikut campur dalam pertarun-
gan, mana mungkin mereka melarikan diri"!" timpal Arya merendah hingga memancing
tawa lunak Linggar.
Linggar merasakan sesuatu yang aneh menye-
ruak dalam dada. Perasaan suka yang timbul ketika
melihat wajah dan tingkah Arya. Bahkan perasaan itu
semakin membesar begitu menyaksikan sendiri sikap
rendah hati pemuda berambut putih keperakan itu.
Gadis ini merasakan jantungnya berdetak jauh lebih
cepat dari semula.
Suasana langsung hening. Linggar memang
pendiam. Kendati memiliki sikap tenang, namun tidak
mampu membuka percakapan selanjutnya.
"Kau sendiri, mengapa bisa berada di sini, Linggar"!" tanya Arya untuk
memecahkan keheningan yang melingkupi.
"Ah, iya. Hampir saja aku lupa. Aku mempu-
nyai sebuah urusan yang harus segera kuselesaikan.
Urusan yang menjadi perintah guruku. Apakah kau
bersedia" Aku harus segera turun gunung," Linggar terjingkat karena teringat
akan urusannya. "Kau sendiri..., hendak ke mana, Arya"!"
Linggar mengajukan pertanyaan itu dengan pe-
nuh perasaan harap-harap cemas. Dalam pertanyaan
itu sebenarnya terkandung ajakan terselubung, apabi-
la pemuda berambut putih keperakan itu tidak mem-
punyai tujuan pasti. Bukankah pemuda itu tadi men-
gatakan keberadaan di tempat ini hanya sekadar le-
wat" Berarti dia memang tidak mempunyai tujuan.
Dan tidak ada salahnya kalau mereka melakukan per-
jalanan bersama. Tapi, tentu saja Linggar tidak berani mengajukan penawaran
karena merasa malu.
Tapi harapan di hati Linggar langsung kandas
ketika mendengar sambutan Arya.
"Ah...! Kalau begitu, keberadaanku di sini
mengganggu urusanmu, Linggar. Silakan berangkat.
Aku sendiri akan mengikuti ke mana kakiku melang-
kah. Silakan."
"Kalau begitu, selamat tinggal, Arya. Sekali lagi, terima kasih atas pertolongan
yang kau berikan. Aku
berjanji, meski kau tidak mengharapkannya, akan ku-
balas budi baikmu ini."
Dengan menahan kekecewaan, Linggar berbalik
dan melangkah meninggalkan tempat itu. Perasaan ke-
cewa membuatnya langsung mengeluarkan ilmu lari
cepatnya. Sehingga dalam sekejapan saja, tubuhnya
telah tidak terlihat lagi.
"Seorang gadis yang hebat!" puji Arya penuh perasaan kagum.
Seketika itu pula Dewa Arak teringat kembali
akan kekasihnya, Melati. Di mana gadis berpakaian
putih yang cantik jelita itu sekarang"! Ah! Betapa rindu hatinya untuk segera
bertemu Melati! Pertemuan-
nya dengan Linggar, membuatnya teringat akan Melati
dan mendatangkan kerinduan yang menggebu-gebu.
Arya menggeleng-geleng keras untuk mengusir
bayangan Melati dari kepalanya. Disadari, sekarang
bukan saatnya untuk memikirkan Melati. Ada hal
penting yang harus diselesaikannya. Dia telah men-
dengar akan keluarnya dua datuk sesat yang amat
sakti dari pertapaannya, karena tergiur Telur Elang Perak. Dan dengan keluarnya
datuk sesat itu, berarti malapetaka besar bagi dunia persilatan akan terjadi.
Dan sudah kewajiban Arya untuk menumpasnya!
Arya mengedarkan pandangan ke sekeliling.
Keberadaannya di tempat ini sebenarnya bukan secara
kebetulan. Melainkan, atas petunjuk seorang tokoh
persilatan yang memiliki kemampuan luar biasa. Teru-
tama dalam hal ilmu meramal! Tokoh itu berjuluk Pe-
ramal Gendeng! *** Teringat Peramal Gendeng, membuat Arya ter-
ingat kembali akan pertemuannya dengan kakek Aneh
yang selalu mengenakan pakaian terbalik itu. Maka
benaknya langsung menerawang, mengingat kejadian
itu. Dewa Arak yang waktu itu memang hendak
mencari dan menemukan Peramal Gendeng, sehabis
menolong Jumpena dan Dirgantara dari tangan maut
Tengkorak Darah, segera melesat menuju tempat yang
dimaksud (Untuk jelasnya mengenai kejadian antara
Tengkorak Darah, Dewa Arak, Jumpena, dan Dirganta-
ra, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode : "Iblis Buta"). Namun belum
begitu jauh Dewa Arak melesat, mendadak saat itu telinga Arya mendengar....
"Huakh...!"
Bunyi khas dari orang yang memuntahkan da-
rah segar terdengar jelas oleh telinga Dewa Arak yang saat itu tengah melalui
kerimbunan semak-semak dan
pepohonan lebat
Bunyi itu memaksa pemuda berambut putih
keperakan ini untuk mempercepat langkah. Dia tahu,
dan orang yang tengah membutuhkan pertolongan,
meski belum diketahui mengapa orang itu sampai
memuntahkan darah.
Dewa Arak segera mengerahkan kemampuan-
nya sehingga kerimbunan semak-semak lebih dulu
terkuak, sebelum tubuh berambut putih keperakan itu


Dewa Arak 80 Misteri Gadis Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menerobosnya. Pengerahan tenaga dalam ke sekujur
tubuh, telah menimbulkan getaran hebat. Sehingga
membuat kerimbunan semak-semak terkuak, sebelum
tubuh pemuda berambut putih keperakan itu mela-
braknya. Bunyi berkerosakan nyaring terdengar setiap
kali tubuh Dewa Arak menerobos kerimbunan semak-
semak, yang kendati pun telah terkuak, tetap saja ter-langgar tubuhnya.
"Tahan...!"
Begitu keluar dari kerimbunan semak-semak,
Dewa Arak langsung mengeluarkan teriakan mengge-
ledek disertai pengerahan tenaga dalam luar biasa. Dalam cengkeraman perasaan
kekhawatiran, Arya sampai
mengeluarkan teriakan dengan tenaga dalam sepe-
nuhnya. Seruan pemuda berambut putih keperakan itu
memang keras bukan kepalang, membuat sesosok tu-
buh jangkung yang tengah mengejar-ngejar sesosok
tubuh kecil kurus yang tengah bergulingan, menghen-
tikan pengejaran. Dan dia segera menoleh ke belakang.
Sosok jangkung yang ternyata seorang kakek
berwajah muram ini merasakan dadanya tergetar he-
bat, pertanda orang yang mengeluarkan seruan memi-
liki tenaga dalam amat kuat!
Arya menghembuskan napas lega ketika meli-
hat sosok kecil kurus yang ternyata seorang kakek
berpakaian terbalik, belum mengalami kejadian yang
mengkhawatirkan. Meski memang di sekitar mulutnya
tampak cucuran darah yang keluar akibat luka dalam.
Arya tahu, luka itu tidak akan membahayakan nyawa
apabila segera dilakukan tindak penanggulangan.
Maka, dengan sikap tenang Dewa Arak men-
gayunkan kaki mendekati. Dua sosok itu yang bukan
lain dari Peramal Gendeng dan Jerangkong Penjagal
Nyawa memang masih berjarak sekitar delapan tombak
darinya. Dan Jerangkong Penjagal Nyawa berada lebih
dekat dengannya.
Sikap Dewa Arak membuat Jerangkong Penjag-
al Nyawa semakin murka. Kakek Jangkung ini me-
mang memiliki watak pemarah. Tentu saja tindakan-
nya yang terganggu dalam menamatkan riwayat Pe-
ramal Gendeng, membuatnya murka. Sekarang ditam-
bah lagi dengan sikap Dewa Arak yang terlihat jelas
seperti tidak memandang rendah padanya Maka Je-
rangkong Penjagal Nyawa menjadi kalap!
"Pemuda Gila tak tahu diri! Rupanya kau ingin
segera menghadap malaikat maut"!"
Jerangkong Penjagal Nyawa segera mengayun-
kan kakinya yang panjang-panjang. Hanya beberapa
langkah saja, dia telah berada di depan Arya dalam jarak tiga tombak. Kakek
jangkung ini tidak mempeduli-
kan lagi keadaan Peramal Gendeng. Yang ada di be-
naknya adalah, menghancurkan orang yang telah be-
rani mengacau urusannya.
"He he he...!"
Begitu berhasil bangkit, Peramal Gendeng lang-
sung tertawa terkekeh-kekeh. Kelihatan gembira seka-
li, bahkan mengandung ejekan. Karuan saja tindakan
kakek ini membuat Dewa Arak mengernyitkan alisnya.
Sungguh seorang kakek yang aneh! Bukannya segera
memulihkan luka dalamnya, tapi malah tertawa. Dan
akan menyebabkan luka dalam itu semakin parah!
"Jerangkong Penjagal Nyawa! Tengkorak Berja-
lan yang bangkit kembali dari lubang kubur, kali ini kau akan mendapatkan lawan
setimpal! Nama besar-mu akan runtuh di tangan pemuda itu! Dialah Dewa
Arak! Jagoan muda yang julukannya telah menggeger-
kan dunia persilatan! Kau akan roboh di tangannya.
He he he...! Uhugh!"
Peramal Gendeng menutup ucapan dan ta-
wanya dengan batuk-batuk yang memercikkan darah
segar. Maka terpaksa tawanya dihentikan.
Arya yang telah bersiap-siap menghadapi Je-
rangkong Penjagal Nyawa hanya bisa menggeleng me-
nyimpan perasaan tak mengertinya akan sikap Peram-
al Gendeng dalam hati. Perhatiannya semakin besar
dipusatkan pada Jerangkong Penjagal Nyawa yang di-
yakini memiliki kepandaian tinggi, karena memang sa-
lah seorang dari dua datuk sesat yang telah lama men-gundurkan diri akibat
merasa tua! Sekujur urat-urat
saraf pemuda berambut putih keperakan ini menegang
penuh kewaspadaan.
Dalam hatinya, Dewa Arak berterima kasih pa-
da Peramal Gendeng. Dalam sikap anehnya, kakek
berpakaian terbalik itu masih berbaik hati untuk
memberitahukan padanya, siapa lawan yang tengah
dihadapi. Sehingga Arya bisa bersikap lebih hati-hati dan waspada.
3 Tapi bukan hanya Dewa Arak saja yang merasa
terkejut karena ucapan Peramal Gendeng. Jerangkong
Penjagal Nyawa pun tak luput dari rasa kaget. Sikap
pandang rendahnya, meski sebelumnya telah merasa-
kan kuatnya getaran tenaga dalam yang dimiliki Dewa
Arak, langsung pupus. Hal itu terjadi karena menden-
gar kalau pemuda berambut putih keperakan yang
berdiri di hadapannya ini adalah Dewa Arak! Julukan
yang amat terkenal dan sempat mampir di telinganya,
begitu turun dari pertapaannya!
Semula Jerangkong Penjagal Nyawa tidak ter-
lalu menganggap tinggi Dewa Arak, meski telah me-
rasakan sendiri kekuatan tenaga dalam pemuda itu.
Tapi, anggapan itu langsung berubah ketika
mengetahui kalau sosok yang berdiri di hadapannya
adalah Dewa Arak! Meskipun hanya seorang pemuda,
namun Dewa Arak tidak bisa disamakan dengan pe-
muda lainnya. Dalam usia semuda itu, dia telah me-
rambah kerasnya dunia persilatan. Bahkan kenyang
bertarung melawan berbagai tokoh persilatan tingkat
tinggi, terutama sekali dari golongan hitam. Hal inilah yang menyebabkan
Jerangkong Penjagal Nyawa tidak
berani memandang rendah.
"Jadi..., kau rupanya Dewa Arak yang meng-
gemparkan dunia persilatan itu"! Sungguh kebetulan!
Sudah lama kebesaran namamu kudengar. Sudah la-
ma pula aku ingin menjajaki kelihaianmu. Dan seka-
rang, kau hadir di sini. Bersiaplah mampus di tangan-ku, Dewa Arak!" tandas
Jerangkong Penjagal Nyawa dengan sikap beringas, seperti ikan hiu mencium bau
darah. "Aku pun sudah lama mendengar nama besar-mu, Jerangkong Penjagal Nyawa.
Sama sekali tidak
kusangka akan bertemu di sini, Seperti juga kau, aku mempunyai maksud yang sama
denganmu. Kudengar,
kau terlalu kejam dengan menyebar maut di mana-
mana. Jadi, merupakan kewajibanku untuk mele-
nyapkanmu selama-lamanya. Perjumpaan kita untuk
menentukan siapa yang berhak untuk terus hidup!"
sambut Arya tak kalah gagah dan tegas.
"Cuhhh...!"
Jerangkong Penjagal Nyawa meludah dengan
sikap kasar. ' Tentu saja kau yang akan melawat ke akherat,
Dewa Arak!"
Jerangkong Penjagal Nyawa mengegoskan kepa-
lanya keras-keras. Saat itu juga rambutnya yang pen-
dek, terutama sekali di bagian belakang kepalanya, ja-di terayun seperti akan ke
depan. Yang luar biasa, beberapa helai rambut kontan terlepas dari kepala dan
meluncur ke arah wajah Dewa Arak diiringi bunyi ber-
kesiutan nyaring.
Tapi Arya tidak gugup melihat serangan macam
ini. Sebelum rambut-rambut itu mengenai sasaran,
Dewa Arak melepaskan hembusan napas lewat tiupan
yang mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi.
Seketika, rambut-rambut yang semula menegang kaku
laksana jarum melemas kembali dan runtuh ke tanah.
Dewa Arak tidak bertindak gegabah dengan
membiarkan rambut-rambut itu mengenai sasaran.
Meski hanya rambut yang kelihatannya lemas, tapi ka-
rena dorongan tenaga dalam Jerangkong Penjagal
Nyawa rambut-rambut itu mampu menembus batu ka-
rang yang paling keras sekali pun.
Semula, Jerangkong Penjagal Nyawa sudah
memperhitungkan kalau serangannya akan berhasil
dikandaskan Dewa Arak. Maka, hatinya tidak merasa
heran sama sekali. Serangan itu memang dimaksud-
kan untuk mengalihkan perhatian Dewa Arak. Dan ke-
tika pemuda berambut putih keperakan itu tengah si-
buk untuk mematahkan serangan rambutnya, lang-
sung dikeluarkannya ilmu andalan. Tubuhnya lang-
sung jungkir balik dengan kepala di bawah dan kaki di atas. Kakek jangkung ini
berdiri dengan mempergunakan kepala.
Dewa Arak sampai mengeluarkan seruan kaget,
ketika sepasang kaki yang panjang meluncur ke arah
kepalanya. Buru-buru, pemuda ini melompat ke bela-
kang hingga serangan ini gagal mengenai sasaran.
Tapi sambil mengeluarkan dengusan nyaring,
Jerangkong Penjagal Nyawa mengejar Dewa Arak den-
gan cara aneh bukan main. Kakek ini berlompatan
mengejar dengan mempergunakan kepalanya! Sehing-
ga, terdengar bunyi berisik ketika batok kepala itu
berbenturan dengan tanah.
Melihat keanehan ilmu lawannya, Dewa Arak
lak ragu-ragu lagi mengeluarkan ilmu andalannya,
'Belalang Delapan Langkah'. Tak pelak lagi, perta-
rungan aneh pun berlangsung.
Di lain tempat, yang hanya berjarak beberapa
tombak dari situ, Peramal Gendeng sibuk memperhati-
kan jalannya pertarungan. Kakek aneh ini sama sekali tidak mempedulikan luka
dalamnya. Bagaikan seorang
bocah menemukan tontonan menarik, demikian kela-
kuannya. "Bagus! Bagus, Dewa Arak! Pukul kepalanya!
Ya, betul! Ah, sayang meleset! Awas! Awas kaki yang kurus itu mengenai mukamu!
Benar, bagus! Mengelak!
Hantam! Serang! Patahkan saja tulang-tulang Tengko-
rak Berjalan itu, Dewa Arak!"
Sambil mencak-mencak tak karuan, kakek ke-
cil kurus ini tak henti-hentinya memberi semangat pa-da Dewa Arak. Padahal,
beberapa kali seruannya ter-
henti oleh batuk beruntun yang memercikkan darah
segar. Bahkan beberapa kali ketika mencak-mencak,
seakan-akan dia sendiri yang bertarung, kakek ini me-nyeringai kesakitan. Tapi,
toh kelakuannya itu tetap diteruskan.
Di kancah pertarungan sendiri, memang ber-
jalan menarik. Dewa Arak harus mengakui kalau Je-
rangkong Penjagal Nyawa benar-benar memiliki ke-
mampuan mengagumkan. Ilmu kakek jangkung itu
benar-benar mengejutkan! Di samping aneh dan sukar
ditebak, juga sulit ditangkal! Baik untuk mengelakkan atau menangkis, benar-
benar membuat Dewa Arak harus menguras seluruh kemampuan.
Yang lebih mengejutkan Dewa Arak lagi, setiap
serangannya sebelum mengenai sasaran sering melen-
ceng, karena ada kekuatan tak nampak menyebar di
sekujur tubuh kakek jangkung itu. Arya benar-benar
dipaksa untuk menguras seluruh kemampuan.
Dewa Arak mengeluh dalam hati. Ilmu lawan-
nya benar-benar membuat serangan-serangannya ke-
hilangan keampuhan. Serangan yang seharusnya ter-
tuju pada kepala, leher, atau ulu hati, selalu berbenturan dengan lutut atau
betis lawan. Cara bertarung Jerangkong Penjagal Nyawa memaksa Dewa Arak untuk
sesering mungkin mempergunakan sepasang kakinya,
melakukan tendangan-tendangan rendah.
Dewa Arak merasa jemu bertarung seperti ini.
Dia tahu, apabila tidak dilakukan satu perubahan,
pertarungan akan berjalan ulet. Dan hal itu akan
membahayakan nyawa Peramal Gendeng. Kakek itu
karena bawaan sifatnya yang aneh, jadi tidak mempe-
dulikan keselamatan diri sendiri. Yang dipentingkan-
nya hanya kesenangan belaka. Menyaksikan jalannya
pertarungan yang menarik, dia bukannya memikirkan
pengobatan luka dalamnya. Kalau pertarungan ber-
langsung lama, nyawa Peramal Gendeng bisa teran-
cam! Maka, Dewa Arak segera memikirkan untuk
bertindak nekat. Ketika kedua tangan Jerangkong Pen-
jagal Nyawa meluncur ke arah bawah pusar dan ulu
hati, sengaja tindakannya berkesan lambat. Dia men-
gelak dengan cara menarik tubuh bagian bawah jauh-
jauh ke belakang.
Kelanjutannya, seperti yang diduga Dewa Arak.
Jerangkong Penjagal Nyawa yang melihat kesempatan
baik itu segera melancarkan serangan. Kedua kakinya
yang menjulang, meluncur ke arah kepala. Saat itu,
Dewa Arak bertindak sigap. Tubuhnya cepat ditegak-
kan sambil melancarkan tendangan bertubi-tubi ke
arah ulu hati dan pusar!
"Uhhh...!"
Jerangkong Penjagal Nyawa mengeluarkan ke-
luhan tertahan, kaget bukan main. Kalau menuruti pe-
rasaan, serangan itu ingin dibatalkan saja. Karena
dengan bangkitnya Dewa Arak, sasaran yang tertuju
kedua kakinya melenceng ke bagian pundak. Di lain
pihak dia sendiri terancam pada bagian yang memati-
kan. Tapi keinginan itu hanya mudah dipikirkan, ta-
pi tidak untuk dilaksanakan. Meskipun demikian, ka-
rena sayang pada nyawa, kakek ini berusaha keras
menghindari. Dengan keahliannya, tanpa membatal-
kan serangan, tubuhnya dibuat doyong ke belakang,
dengan hanya sedikit menggerakkan kepala. Pada saat
yang bersamaan, kedua tangannya melakukan tangki-
san bertubi-tubi ke arah kaki Dewa Arak.
Duk, duk, plak, plak, des!
Benturan nyaring terdengar berkali-kali disusul
dengan terhuyung-huyungnya tubuh Dewa Arak dan


Dewa Arak 80 Misteri Gadis Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jerangkong Penjagal Nyawa. Arya terhuyung sampai
beberapa langkah. Sebaliknya, Jerangkong Penjagal
Nyawa terpaksa berlompatan beberapa kali dengan ke-
palanya ke belakang, karena dorongan keras yang san-
gat kuat. "Huakh...!"
Bahkan Jerangkong Penjagal Nyawa sampai
memuntahkan darah segar dari mulutnya ketika berdi-
ri dengan kedua kakinya kembali. Kakek ini tampak
masih terhuyung-huyung.
Sebaliknya, Dewa Arak berdiri tegak, tidak ku-
rang suatu apa pun. Tapi, kedua tangannya terkulai ke sisi pinggang. Pangkal
lengan Arya terlepas dari sambungannya akibat terkena tendangan kaki Jerangkong
Penjagal Nyawa yang dilakukan beruntun.
Memang dalam benturan tadi serangan Je-
rangkong Penjagal Nyawa mendarat pada kedua ba-
hunya. Sedangkan serangan Dewa Arak sendiri berha-
sil mendarat di perut lawannya. Hanya satu saja yang mengenai sasaran. Itu pun
tidak terlalu telak, karena Jerangkong Penjagal Nyawa berhasil menangkisnya.
Meskipun demikian serangan itu telah cukup mem-
buat kakek jangkung yang konyol itu terluka dalam
yang cukup parah!
"Kau hebat, Dewa Arak!" Jerangkong Penjagal Nyawa memberikan pujian. ''Tapi aku
belum kalah. Saat ini, tenagaku telah terkuras habis karena telah bertarung dengan Peramal
Gendeng. Lain kali kita
akan bertemu lagi. Dan kau akan kukirim ke akherat!
Selamat tinggal!"
Tanpa mempedulikan Dewa Arak lagi, kakek
jangkung ini berbalik dan berlari tertatih-tatih meninggalkan tempat itu.
Kendati demikian, kecepatan larinya masih luar biasa!
Dewa Arak menghela napas, antara perasaan
kagum dan lega. Diam-diam hatinya meraga kagum
bukan main terhadap Jerangkong Penjagal Nyawa. Dia
tidak yakin akan dapat mengalahkan kakek jangkung
yang amat sakti itu.
Karena lawan yang menolak melanjutkan perta-
rungan, tambahan lagi keadaannya sendiri tidak men-
guntungkan, Dewa Arak tidak bisa bertindak apa-apa
lagi. Pemuda berambut putih keperakan ini hanya
mengawasi kepergian lawannya.
"Kau hebat, Dewa Arak. Julukanmu yang
meenggemparkan memang tidak hanya berita besar
belaka." Ucapan serak yang diikuti batuk-batuk itu membuat Arya tersadar dari
kesimanya. Pemuda berambut putih keperakan ini menoleh ke belakang, me-
natap Peramal Gendeng. Lalu, bibirnya tersenyum le-
bar. "Kau benar-benar seorang kakek yang luar bi-
asa, Peramal Gendeng!" ujar Dewa Arak tanpa menyembunyikan perasaan kagumnya,
seraya melangkah
menghampiri Peramal Gendeng. "Dalam keadaan terluka parah, bukannya berusaha
menyembuhkan lu-
kamu, tapi malah bersorak-sorai menyaksikan jalan-
nya pertarungan. Pantas kau berjuluk Gendeng di
samping Peramal yang tersandang, Kek."
"Ah...! Begitulah, Dewa Arak" Kurasa bukan
karena itu aku mendapat julukan demikian. Tapi, ka-
rena kemampuanku menebak pertanyaan orang dan
membuat orang lain tidak bisa menebak pertanyaan-
ku. Kalau kau berhasil menebak pertanyaanku, kau
boleh mengajukan satu pertanyaan padaku. Tapi seba-
liknya, bila kau tidak bisa menebaknya, kau harus
ganti mengajukan satu pertanyaan padaku" Bagaima-
na, Dewa Arak"! Apakah kau berani menerima tantan-
gan yang kuajukan"!"
Dewa Arak menyembunyikan perasaan geli da-
lam hati melihat tingkah Peramal Gendeng yang tetap
tidak mempedulikan luka dalamnya. Hatinya tidak he-
ran melihat watak Peramal Gendeng yang aneh. Dewa
Arak terlalu sering menjumpai tokoh aneh dalam pe-
rantauannya. Bahkan tokoh yang suka tebak-tebakan
seperti halnya Peramal Gendeng (Untuk jelasnya sila-
kan baca serial Dewa Arak dalam episode : "Pembunuh Gelap"). "Semut apa yang
untuk mengangkatnya membutuhkan orang yang bertenaga amat kuat! Tidak
sembarang orang bisa mengangkatnya"! Ayo, silakan
tebak Dewa Arak! Kuberi waktu sampai lima puluh hi-
tungan!" Arya mengernyitkan alis dengan sikap sung-
guh-sungguh, seperti layaknya orang yang tengah ber-
pikir keras. Sebuah pertanyaan yang mudah sebetul-
nya. Demikian kata hati pemuda ini. Namun, untuk ti-
dak membuat kecil hati Peramal Gendeng, Dewa Arak
Pedang Asmara 19 Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong Pedang Medali Naga 15
^