Pencarian

Misteri Gadis Gila 2

Dewa Arak 80 Misteri Gadis Gila Bagian 2


pura-pura berpikir keras.
Sementara itu, Peramal Gendeng mulai menghi-
tung begitu selesai mengajukan pertanyaan. Sejak hi-
tungan pertama sampai kelima, dia berhitung dengan
tenggang waktu. Tapi menginjak hitungan keenam, da-
sar tokoh berwatak aneh, hitungannya dengan kecepa-
tan membalap. Hingga hanya dalam sekejapan saja, hi-
tungannya telah mencapai hitungan keempat puluh
lima. "Aku tahu, Kek!" seru Arya sehingga membuat Peramal Gendeng menghentikan
hitungannya. Langsung ditatapnya Arya dengan sinar mata setengah tak
percaya. "Apa jawabanmu, Dewa Arak"!"
"Semut raksasa!" tebak Arya, mantap.
"Salah!" sentak Peramal Gendeng kegirangan, karena pertanyaannya tak terjawab.
Kakek ini sampai mencak-mencak kegirangan
dan membuatnya terbatuk-batuk secara hebat! Batuk
yang memercikkan darah segar!
Arya hanya melongo heran, mendengar jawa-
bannya dianggap tidak tepat
"Apakah kau tidak keliru, Kek"!" sergah pemuda berambut putih keperakan ini
karena merasa pena-
saran dan takut Peramal Gendeng salah mendengar.
"Jawabannya adalah Semut Raksasa. Bukankah demikian?" "Bukan itu jawabannya,
Dewa Arak! Mana ada semut raksasa"! Di mana pun, semut selalu kecil uku-rannya.
Dan, tak akan lebih dari ibu jari tangan ma-
nusia. Bukan! Bukan itu jawabannya, Dewa Arak. Cari
jawaban lainnya!"
Arya memutar otak untuk mencari jawaban
yang tepat. Tapi sampai beberapa lama, tetap saja tidak diketahuinya. Sambil
menghela napas berat pe-
muda ini menggelengkan kepala.
"Aku tidak bisa menemukan jawaban lainnya!
Pertanyaanmu terlalu sulit."
"Sudah kuduga, Dewa Arak! Dalam ilmu silat
dan berkelahi, kau boleh mengaku nomor satu! Tapi
dalam hal tebak-tebakan, kemampuanmu nol! Kuberi-
kan sebuah pertanyaan yang paling mudah pun, kau
tidak mampu menjawabnya! Luar biasa! Kau ingin ta-
hu jawabannya" Semut yang terselip di dalam sebuah
batu sebesar gajah! Ha ha ha...!"
Arya tersenyum masam. Kalau begitu caranya,
sampai mati pun pertanyaan itu tidak akan bisa dija-
wab dengan tepat. Tapi, Dewa Arak tidak merasa pena-
saran sedikit pun. Dia tahu, buat orang seaneh kakek ini, apa pun bisa saja
dijadikan tebakan yang hanya
menguntungkan satu pihak!
"Kek...," Arya buru-buru menyela ketika Peram-
al Gendeng yang mulai tertawa-tawa mulai terbatuk-
batuk lagi akibat luka dalamnya! Dia khawatir luka dalam kakek itu makin parah
dan akhirnya tidak bisa te-robati lagi
"Ada apa, Dewa Arak..."! Apakah kau minta
kuberi tebak-tebakan lagi"! Atau ingin mengajukan tebakan! Silakan! Silakan!
Keluarkan semua persediaan
tebakan yang kau miliki!" sambut Peramal Gendeng dengan batuk-batuk yang
sesekali menghentikan ucapannya.
"Tidak kedua-duanya, Kek," Arya menggeleng
"Aku mengaku kalah padamu dalam hal bermain te-
bak-tebakan. Tapi aku mempunyai sebuah permintaan
padamu"! Kuharap...."
"Tidak bisa, Dewa Arak!" potong Peramal Gendeng sambil menggoyang-goyangkan
tangan kanan di
depan dada. "Ingat perjanjian. Apabila kau ingin mengajukan pertanyaan, kau
harus bisa menebak satu
pertanyaan. Tapi, nyatanya" Kau tidak mampu menja-
wab! Berarti, kau tidak boleh mengajukan pertanyaan!
Mengerti"!"
Arya tidak menjadi putus asa atau mundur
mendengar bantahan Peramal Gendeng.
"Sama sekali tidak kusangka, Peramal Gendeng
yang katanya mampu menjawab pertanyaan yang di-
ajukan orang, tak lebih dari seorang pengecut. Ru-
panya berita yang kudengar terlalu berlebihan. Menu-
rut berita, Peramal Gendeng adalah seorang tokoh
yang tidak takut menghadapi pertanyaan orang. Tapi,
kenyataannya..."!"
"Siapa yang takut"!" tukas Peramal Gendeng cepat "Cepat katakan, apa yang ingin
kau tanyakan! Akan kubuktikan kalau berita-berita mengenai kepan-
daianku memberi jawaban tidak berlebihan!"
"Begitukah"!" Arya sengaja membuat Peramal Gendeng lebih panas dengan sikap
tidak percaya yang
ditunjukkannya.
Pemuda ini tidak khawatir bila kakek berpa-
kaian terbalik itu akan murka dan menyerangnya ha-
bis-habisan. Arya tahu, Peramal Gendeng, sebagaima-
na tokoh persilatan lainnya yang memiliki watak aneh, tidak akan sampai hati
bertindak keji.
"Jangan-jangan begitu mengetahui pertanyaan
yang kuajukan, kau akan mencari seribu macam ala-
san untuk mengelak karena tidak mampu untuk men-
jawabnya," tambah Dewa Arak.
"Tidak usah banyak ribut! Katakan saja, apa
yang hendak kau tanyakan! Akan kau lihat sendiri ka-
lau aku mampu memberi jawaban yang tepat!" sergah Peramal Gendeng berapi-api
karena penasaran mengingat kemampuannya diragukan orang.
' Tenang saja, Kek," Arya menyabarkan Peramal
Gendeng yang telah kelabakan mirip kakek-kakek ke-
bakaran jenggot. "Masalah mengajukan pertanyaan, soal mudah. Tapi, tidak akan
seru bila tidak ada taruhannya."
Sepasang mata Peramal Gendeng terbelalak le-
bar seperti akan melompat keluar. Kakek ini tampak
kaget tapi hanya sebentar saja. Sesaat kemudian rasa gembira yang amat sangat
sudah tampak pada tarikan
wajahnya. Peramal Gendeng memang memiliki watak
aneh. Semakin menarik sebuah masalah yang diaju-
kan, semakin gembira hatinya. Dan Arya pandai men-
gemas permasalahan yang akan dipaparkan, sehingga
membuat Peramal Gendeng merasa tertarik bukan
main. "Katakan cepat, Dewa Arak! Bagaimana taru-
han itu"!" tanya Peramal Gendeng tak sabaran.
"Mudah saja, Kek," jawab Arya berkesan meng-gampangkan. "Kita bertaruh. Aku dan
kau sama-sama menebak, apakah pertanyaan yang akan kuajukan
berhasil kau jawab atau tidak. Sebuah pertanyaan
yang amat sukar, dan tidak pernah ada orang yang bi-
sa menjawabnya."
Peramal Gendeng menelan ludah penuh minat.
Mendengar penegasan Arya kalau pertanyaan itu amat
sukar dan belum pernah berhasil dijawab orang, dia
merasa tertantang. Sebagai seorang tukang jawab, ti-
dak ada kebahagiaan lain yang didapatkan, selain bisa menjawab sebuah pertanyaan
yang amat sukar. Apalagi apabila pertanyaan itu belum pernah dijawab orang
seorang pun! Peramal Gendeng jadi semakin mengilar.
4 "Cepat katakan apa taruhannya, Dewa Arak"!"
desak Peramal Gendeng hampir tidak bisa menahan
kesabarannya lagi.
"Kalau kau bisa menjawab pertanyaan itu, aku
mengajukan satu permintaan padamu. Sedangkan ka-
lau kau tidak bisa menjawab, aku boleh mengajukan
satu permohonan padamu," jawab Arya dengan sikap sungguh-sungguh.
Pemuda berambut putih keperakan itu tidak
sungkan-sungkan lagi mengikuti tingkah Peramal
Gendeng. Dia tahu, untuk memahami bahkan menga-
lahkan orang gila, dia harus ikut-ikutan gila! Kalau tidak, segalanya akan
berantakan! Tapi, dasar Peramal Gendeng memiliki watak
aneh. Dia benar-benar tak menyimak kata-kata Dewa
Arak. Padahal, taruhan bagi pertanyaan itu tidak menguntungkan pihaknya sama
sekali. Bahkan hanya
menguntungkan Dewa Arak. Tapi dia malah bersorak-
sorak kegirangan.
"Bagus sekali, Dewa Arak! Sungguh sebuah ta-
ruhan yang adil sekali! Bagus! Aku setuju! Nah! Sekarang ajukan pertanyaanmu!"
Arya melongo. Meski sebelumnya memang telah
mengetahui watak kakek berpakaian terbalik ini, tetap saja tidak menyangka akan
seperti ini jawaban yang
didapatkan. Untungnya, pemuda berambut putih ke-
perakan ini termasuk dalam jenis orang yang tidak terlalu lama tenggelam dalam
alun perasaan. Hanya da-
lam waktu sebentar saja, dia sudah bisa bersikap bi-
asa. "Pertanyaan yang hendak kuajukan adalah, di mana adanya Iblis Buta, Kek"!"
Arya hampir terlontar, ketika melihat Peramal
Gendeng malah tertawa bergelak hingga terbatuk-
batuk. Meski heran, pemuda ini tidak mengajukan per-
tanyaan lagi. Ditunggunya hingga kakek itu sendiri
yang memberi jawaban.
"Luar biasa! Mengapa begitu banyak tokoh per-
silatan yang mencari-cari Iblis Buta"! Mengapa tidak ada seorang pun yang
mencari-cariku"! Apakah orang
buta itu memiliki wajah yang lebih tampan daripada
aku"!" Arya tak tahan untuk tidak tersenyum mendengar ucapan-ucapan Peramal
Gendeng. Tapi senyum-
nya langsung lenyap, ketika melihat wajah Peramal
Gendeng langsung berubah. Tidak penuh guyon dan
canda seperti sebelumnya, melainkan terlihat demikian
sungguh-sungguh. Sikap ini membuatnya tampak
angker. Apalagi karena sepasang matanya yang mena-
tap Dewa Arak itu seperti hendak membaca hati pe-
muda itu. "Sama sekali tidak kusangka seorang pendekar
seperti kau tidak berbeda dengan Jerangkong Penjagal Nyawa dan tokoh-tokoh hitam
lainnya. Mengilar terhadap pusaka milik orang lain!"
Wajah Arya kontan merah padam. Kendati de-
mikian, sikapnya tetap tenang. Dia tidak terkejut sama sekali mendengar ucapan
Peramal Gendeng. Baik melihat sikap kakek itu yang demikian cepat berubah,
maupun tuduhan yang dilontarkan padanya.
"Kau salah menduga, Kek," sergah Arya tenang.
"Justru keberadaanku di tempat ini untuk meminta petunjuk karena ingin
menyelamatkan Iblis Buta. Semula aku mencari sendiri, di mana adanya tokoh yang
dulu menggemparkan dunia persilatan itu. Tapi jejak-
nya lenyap. Dia bagaikan ditelan bumi. Maka, aku da-
tang kemari. Itu pun karena rasa tanggung jawabku
terhadap keamanan dunia persilatan. Maaf, bukannya
aku menyombongkan diri, Kek."
"Lanjutkan keteranganmu, Dewa Arak"!" ujar Peramal Gendeng, sama sekali tidak
peduli dengan permintaan maaf Dewa Arak.
"Kudengar, pusaka di tangan Iblis Buta yang
bernama Telur Elang Perak mempunyai banyak kha-
siat. Di antaranya, mampu membuat orang menjadi
muda kembali. Entah bagaimana caranya, aku tidak
tahu persis. Kudengar, karena alasan itulah tokoh-
tokoh sakti seperti Jerangkong Penjagal Nyawa dan Setan Gila, keluar dari
pertapaan. Kalau sampai salah
satu di antara mereka berhasil mendapatkannya, dan
kembali menjadi muda, aku tidak tahu malapetaka apa
yang akan menimpa dunia persilatan! Dalam usia tua
saja, mereka sudah demikian tangguh. Apalagi bila telah kembali menjadi muda!
Untuk mencegah terjadinya
hal ini, aku ikut mencari Iblis Buta! Setidak-tidaknya, dengan keberadaan
bersamanya, akan sedikit membantu. Apabila dia menghadapi banyak tokoh tangguh
yang menjadi lawannya!"
Wajah Peramal Gendeng yang tegang mencair
kembali. Sikapnya malah kembali seperti semula. Wa-
jahnya berseri-seri dengan sinar mata berputar penuh sikap menggoda orang lain.
Sorot tak waras pun memancar baik pada wajah maupun sinar matanya.
"Kalau begitu.., tidak ada masalah lagi, Dewa
Arak." Dengan suara berbisik seperti takut didengar orang lain, kakek berpakaian
terbalik ini memberitahukan di mana terlihatnya jejak Iblis Buta yang terakhir
kalinya, sebelum lenyap bagai ditelan bumi!
Arya tersenyum lebar sambil mengangguk-
anggukkan kepala. Karena Peramal Gendeng telah
memberikan jawaban, berarti kesempatan untuk men-
gajukan satu permintaan baginya telah terbuka.
"Sekarang giliranku untuk mengajukan satu
permintaan padamu, Kek."
"Silakan, Dewa Arak!" sambut Peramal Gendeng mengajukan tantangan.
"Aku minta kau segera mengobati luka dalam-
mu, Kek." "Ha ha ha...!"
Tawa Peramal Gendeng meledak. Permintaan
yang diajukan Dewa Arak tidak patut disebut per-
mintaan, karena tidak menguntungkan pemuda itu.
"Permintaanmu aneh, Dewa Arak. Tapi karena
telah berjanji tidak ada pilihan lain bagiku kecuali
memenuhinya, aku, Peramal Gendeng, bukanlah se-
macam orang yang mudah mengobral janji untuk ke-
mudian mengingkarinya. Tapi percayalah, Dewa Arak.
Setelah selesai mengobati luka dalamku, lukamu pun
akan kuobati."
*** Sampai di sini, ingatan Dewa Arak membuyar
karena pendengarannya yang tajam menangkap bunyi
mencurigakan. Memang saat itu benaknya tengah me-
layang-layang mengingat pertemuannya dengan Pe-
ramal Gendeng. Tapi, pendengarannya tetap mampu
mendengar gerak atau bunyi-bunyi tak wajar di seki-
tarnya. Bunyi yang tertangkap telinga Dewa Arak ada-
lah bunyi gemerisik pelan dari daun-daun kering yang terinjak kaki! Karena
asalnya dari sebelah kanan, kepalanya menoleh ke sana.
Dari celah-celah yang tercipta di antara kerim-
bunan semak-semak yang berjarak sekitar delapan
tombak di sebelah kanan, Dewa Arak melihat sesosok
tubuh berlari cepat menuruni lereng. Kelihatan terge-sa-gesa sekali. Cepatnya
gerakan sosok itu, membuat
Arya tidak bisa melihat secara jelas. Yang tampak se-kelebatan bayangan samar-
samar. Melihat hal ini, perasaan curiga pun timbul di


Dewa Arak 80 Misteri Gadis Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hati Dewa Arak. Menurut keterangan Peramal Gen-
deng, tempat ini merupakan tempat di mana jejak Iblis Buta terakhir kali
terlihat. Siapa tahu, sosok itu ada hubungannya dengan urusan mengenai Iblis
Buta. Perasaan tertarik yang sebagian besar dilandasi
perasaan curiga, membuat Arya melesat mengikuti so-
sok bayangan itu. Dia khawatir kalau-kalau sosok itu
adalah salah satu dari sekian banyaknya tokoh persilatan yang mengejar Iblis
Buta. Dan siapa tahu, sosok
itu malah telah mendapatkan Telur Elang Perak!
Saat itu juga, Dewa Arak mengerahkan seluruh
ilmu lari cepatnya. Dia tahu, jalur yang ditempuh sosok bayangan itu akan
berakhir, dan mau tidak mau
menuju jalan tanah berbatu yang pada bagian kirinya
terdapat gundukan batu. Maka segera diputuskannya
untuk segera tiba di balik batu itu sebelum sosok
bayangan itu tiba.
Maksud Arya ternyata terkabul. Dia telah tiba
lebih dulu di tempat yang dimaksud. Dewa Arak berdiri di tengah-tengah jalan
yang lebarnya tak lebih dari sa-tu tombak. Bagian kanannya berupa gundukan batu
yang besar, sedangkan sebelah kiri terdapat dinding
tebing yang menjulang tinggi seakan hendak mengga-
pai langit. Arya mengernyitkan alis dengan perasaan tidak
enak, ketika melihat sosok bayangan itu di kejauhan.
Cepat sekali gerakannya, hingga hanya dalam sekeja-
pan saja telah terlihat jelas. Dan apa yang terlihat jelas inilah yang membuat
pemuda ini mengernyitkan alis.
Sosok bayangan itu ternyata seorang pemuda
berpakaian indah. Seorang pemuda pesolek, karena
terlalu banyak riasan. Wajahnya memang tampan. Tapi
karena terlalu banyak riasan, jadi terlihat tidak jantan, berkesan lembut dan
banci! Kalau hanya melihat pemuda pesolek ini, Dewa
Arak akan bersikap seperti biasa. Tapi pemandangan
lainnya yang terlihatlah, menjadi penyebabnya. Pada
kedua tangan pemuda pesolek itu tampak terbopong
sesosok tubuh ramping berpakaian kuning, milik seo-
rang gadis yang berwajah amat jelita. Melihat kea-
daannya, langsung diketahui kalau gadis itu tengah
dalam keadaan tertotok.
Bukan hanya Arya yang merasa tidak senang,
pemuda pesolek itu pun demikian. Meski masih berja-
rak beberapa tombak, Arya dapat melihat sinar keti-
daksenangan yang memancar pada wajah dan sepa-
sang mata pemuda berpakaian indah itu.
"Minggir...! Minggir kau, Hey, Orang Gila...!"
Pemuda pesolek itu mengeluarkan seruan, tanpa bisa
menyembunyikan perasaan tidak senangnya. Hal ini
semakin menambah kecurigaan Arya. Sikap yang di-
perlihatkan hanya menunjukkan kalau dia tengah me-
rasa gelisah dan khawatir. Dalam sekejapan saja, otak Dewa Arak bekerja. Jelas,
pemuda pesolek itu pasti telah menculik gadis berpakaian kuning ini.
Karena keyakinan akan dugaannya, Dewa Arak
sama sekali tidak bergeming dari tempatnya. Bahkan,
renggangan kakinya semakin diperlebar. Tindakan ini
membuat pemuda pesolek semakin geram.
"Mampuslah kau, Orang Gila tak tahu diri!"
Saat itu juga pemuda pesolek itu menghentakkan tan-
gan kanannya ke arah Dewa Arak, setelah terlebih da-
hulu memindahkan tubuh yang dipondong ke tangan
kirinya. Maka hembusan angin keras langsung me-
nyambar ke arah Arya.
Sudah terbayang di benak pemuda berpakaian
indah ini kalau pemuda berambut putih keperakan itu
terjengkang ke belakang sambil menjerit memilukan
karena nyawanya melayang akibat dadanya hancur.
Pukulan jarak jauhnya memang luar biasa! Jangankan
tubuh manusia. Batu karang yang paling keras pun
akan hancur berantakan apabila terkena secara lang-
sung. Ketidaksenangan Arya semakin menjadi-jadi
melihat serangan ini. Dia tahu, serangan itu sangat
dahsyat mengandung maut. Kalau orang yang diserang
kurang cepat bergerak dan tidak memiliki tenaga da-
lam amat kuat, jelas sudah cukup mengirim nyawanya
ke neraka! Dari sini saja Arya sudah bisa mengira-ngira,
dari golongan mana pemuda berpakaian indah itu be-
rasal! Seorang yang memiliki watak gagah, tak akan
mengirimkan serangan demikian keji sebelum jelas
masalah yang tengah dihadapi!
Maka saat itu juga Dewa Arak menjulurkan ta-
ngan kanannya ke depan. Seketika hembusan angin
keras yang meluncur dari tangan pemuda pesolek itu
lenyap seperti tertelan oleh sesuatu yang keluar dari tangan Arya!
Pemuda pesolek itu terkejut melihat kenyataan
ini. Kegagalan serangannya tidak akan terlalu mem-
buatnya kaget, kalau tidak seperti ini kejadiannya. Apa yang telah dilakukan
oleh pemuda berpakaian ungu
itu" Kenyataan ini membuat pemuda pesolek ini ta-
hu kalau orang di hadapannya bukan lawan yang bisa
dipandang ringan. Cara dalam memunahkan pukulan
jarak jauhnya, telah menjadi pertanda kalau pemuda
berambut keperakan itu memiliki tenaga dalam tinggi.
Maka meski tengah tergesa-gesa, pemuda ber-
pakaian indah ini menghentikan larinya. Kini dia berdiri dalam jarak dua tombak
dari Arya. "Mengapa kau menghadang jalanku, Sobat.
Maaf, menyingkirlah sedikit. Berilah jalan padaku.
Aku, Lanang, akan berterima kasih sekali apabila kau bersedia mengabulkannya,"
ujar pemuda pesolek yang mengaku bernama Lanang dengan suara lembut penuh nada
membujuk. "Aku bersedia untuk memenuhi permintaanmu,
Lanang. Tapi, aku mempunyai sebuah syarat," timpal Arya tak kalah tenang dan
halus. Meski demikian, tidak berarti pemuda beram-
but putih keperakan ini terjebak oleh sikap manis Lanang. Pengalaman telah
menunjukkan padanya kalau
sikap manis biasanya ada udang di balik batu.
Arya yang sempat memperhatikan gadis ber-
pakaian kuning di bopongan Lanang, dan sekarang te-
lah dipindahkan ke bahu jadi berpikir keras. Dia yakin, pernah melihat gadis
ini. Hanya saja, lupa kapan dan di mana. Bentuk mulut, wajah, dan sepasang mata
itu diingatnya betul.
"Katakanlah syaratmu itu, Sobat," ujar Lanang, mengumbar senyum manis.
Pemuda pesolek ini memang memiliki kecerdi-
kan mengagumkan. Sebagai putra Naga Sakti Berwa-
jah Hitam yang terkenal sebagai datuk besar persilatan, tentu saja Lanang
memiliki kepandaian tinggi. Ta-pi, dia tahu kalau Dewa Arak juga memiliki kepan-
daian tinggi. Bisa jadi dia tidak kalah. Tapi, akan sangat membutuhkan waktu
untuk mengalahkannya. Se-
dangkan dia sendiri tengah memburu waktu. Kalau
ada cara lain yang lebih mudah dan cepat, mengapa
memilih yang sukar"! Maka, Lanang tidak ragu-ragu
lagi meladeni permintaan Dewa Arak.
"Katakan saja, Sobat. Kalau bisa tentu saja
akan ku penuhi. Bukankah lebih baik bersahabat, da-
ripada saling gontok-gontokan"!"
"Apa yang kau katakan itu memang benar, La-
nang. Aku pun tidak suka gontok-gontokan. Maka,
kuharap kau mau mengabulkan syarat yang kuajukan.
Yaitu, bebaskan gadis yang kau bawa. Dan, kita tidak menjadi saling bentrok
karenanya. Bagaimana"!"
Wajah Lanang langsung merah padam. Sepa-
sang matanya yang tajam memancarkan kilatan maut.
Ucapan Dewa Arak membuat hatinya terbakar amarah.
Tapi, lagi-lagi kecerdikan melarangnya untuk bertin-
dak macam-macam. Toh, siasat yang dipergunakannya
belum mencapai puncak. Maka, sebuah senyum lebar
pun menghias mulutnya, kendati hatinya memaki-
maki. "Kalau begitu kau salah sangka, Sobat. Kau ki-ra aku orang macam apa"!
Penculik gadis-gadis"! Ga-
dis yang tengah kubawa ini adalah saudaraku sendiri.
Dia kubawa tergesa-gesa, karena hendak kumintakan
obat pada Raja Obat Sakti di lereng sebelah timur. Dia terluka dalam akibat
salah mempelajari sebuah ilmu
yang diajarkan ayah," jelas Lanang panjang lebar, terbungkus kebohongan.
Arya terdiam. Bukan karena menerima begitu
saja penjelasan Lanang, tapi tengah mempertimbang-
kan jawaban yang diberikan. Memang masuk akal ala-
san yang dikemukannya. Tapi, Dewa Arak tidak mu-
dah percaya. "Bisa kuajukan pertanyaan sendiri padanya,
Lanang. Maaf, bukannya curiga. Tapi, berhati-hati,"
ujar Arya, tenang.
"Sayang sekali, Sobat," sambut Lanang dengan sikap terlihat penuh penyesalan.
"Adikku ini justru tidak bisa berbicara, akibat salah latihan itu. Telah
beberapa hari dia bisu mendadak. Maka begitu menden-
gar adanya seorang jago obat di sekitar sini, segera sa-ja kubawa untuk segera
diobati." "Boleh aku melihatnya, Lanang"! Barangkali sa-
ja aku bisa mengobatinya. Sedikit banyak, aku men-
gerti cara untuk mengobati luka dalam. Terutama se-
kali, karena salah latihan!" ujar Arya, masih belum hilang rasa curiganya.
Lagi-lagi terlihat oleh Arya, wajah Lanang mem-
besi. Memang hanya sebentar, tapi cukup terlihat oleh sepasang mata Dewa Arak
yang tajam. Diam-diam pemuda berambut putih keperakan ini memuji kemam-
puan Lanang mengendalikan perasaannya.
"Silakan, Sobat," sambut Lanang dengan sikap gembira yang dipaksakan.
Terlihat jelas oleh Arya yang telah kenyang pen-
galaman menghadapi beragam orang dengan berbagai
watak kalau kata-kata itu seperti dipaksakan.
"Aku justru gembira kalau kau mampu mengo-
batinya. Sehingga, aku tidak perlu bersusah-payah
membawanya pada Raja Obat Sakti di lereng timur gu-
nung ini," tambah Lanang.
Dengan sikap tidak peduli, Arya mendekati tu-
buh gadis berpakaian kuning yang telah direbahkan
Lanang di tanah. Sementara pemuda pesolek itu sendi-
ri berdiri tak jauh darinya, bersikap mengawasi.
Kini Arya sudah berjongkok, agar bisa melihat
keadaan gadis berpakaian kuning lebih jelas. Dan saat itulah, Lanang mengirimkan
tendangan dahsyat dengan kaki kanan ke arah kepala Dewa Arak.
Namun pemuda pesolek itu keliru kalau mengi-
ra Dewa Arak akan sedemikian mudah dapat diroboh-
kan. Walaupun terlihat sembarangan dan kelihatan
tampak tidak menaruh kecurigaan sama sekali, sebe-
narnya sekujur urat-urat saraf pemuda berambut pu-
tih keperakan itu telah menegang waspada. Tentu saja Arya telah bersiap-siaga
untuk menerima serangan
yang datang tanpa terduga-duga.
Maka ketika kaki Lanang dengan kecepatan ki-
lat dan kekuatan dahsyat menyambar, Dewa Arak me-
lompat ke samping dan menggulingkan tubuhnya men-
jauh. Sehingga, membuat serangan itu kandas.
Lanang menggeram. Penasaran karena seran-
gannya tidak sesuai yang diharapkan, membuat pe-
muda berpakaian indah ini menubruk mengikuti Dewa
Arak Sambil mengejar, dikirimkannya serangan bertu-
bi-tubi dengan kedua tangan serta kaki.
Kali ini, Dewa Arak yang telah berhasil bangkit
cepat. Plak! "Aaakh...!"
Bunyi nyaring terdengar berkali-kali. Lanang
menjerit tertahan. Tubuhnya kontan terhuyung. Dan
tangan dan kakinya terasa nyeri bukan main, ketika
berbenturan. Seakan-akan yang dibentur adalah ba-
tang baja yang amat kuat!
Hasil benturan ini menyadarkan Lanang kalau
pemuda berambut putih keperakan itu memiliki tenaga
dalam lebih kuat. Maka sekali tarik, sabuk emas yang terselip di pinggang telah
berada di tangannya. Lalu cepat sekali pemuda pesolek ini mengibaskannya.
Tarrr! Ledakan nyaring terdengar, ketika sabuk emas
itu meledak di udara. Sementara, Arya telah lebih dulu menarik kepalanya ke
belakang, sebelum luncuran sabuk emas itu menghantamnya.
Pemuda pesolek itu semakin geram. Seluruh
kemampuannya memainkan sabuk dikeluarkan, hing-
ga lenyap bentuknya. Bahkan berubah-menjadi rente-
tan patuk-patuk yang mirip paruh ular. Terkadang
mengejang kaku laksana golok yang panjang. Tapi tak
jarang melecut-lecut laksana cambuk! Perkembangan
permainan senjata lemas ini memang sulit diduga.
Ketika untuk kesekian kalinya, sabuk Lanang
meluncur ke arah ubun-ubunnya, Dewa Arak men-
doyongkan tubuh ke samping. Dan sebelum pemuda
pesolek itu menarik pulang senjatanya, Arya telah lebih dulu mengulur tangan
untuk menangkapnya.
Tap! "Heh"!"
Lanang terperanjat ketika melihat senjata anda-
lannya berada dalam genggaman lawan. Tiba-tiba dita-
riknya senjata itu dengan keras untuk membuat tubuh
Dewa Arak ikut tertarik. Tapi, maksudnya tidak ter-
sampaikan. Tubuh pemuda berambut putih keperakan
itu sama sekali tidak bergeming, bak sebongkah gu-
nung! Melihat hal ini Lanang menggeram kesal. Maka
dengan menggunakan pengerahan tenaga dalamnya,
pemuda pesolek ini membuat sabuk itu bergelombang
bak permukaan air laut. Melalui cara ini, biasanya dia mampu membuat lawan
melepaskan cekalan. Karena,
sabuk yang bergelombang itu tiba-tiba dapat meng-
hantam muka. Namun, lagi-lagi maksud Lanang kandas. Keti-
ka gelombang pada sabuk itu baru mencapai perten-
gahan jarak, langsung mengendur, kemudian kandas!
Sementara dari arah yang berlawanan, Dewa Arak
mengerahkan tenaga dalam untuk membuat gerakan


Dewa Arak 80 Misteri Gadis Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bergelombang pada sabuk itu lenyap.
Lanang tidak kehabisan akal. Saat itu, adu ta-
rik-menarik masih berlangsung. Maka dengan mem-
pergunakan kekuatan menarik dari lawan, pemuda pe-
solek ini melompat ke depan. Langsung diterjangnya
Dewa Arak dengan kecepatan luar biasa. Karena di
samping akibat pengaruh tarikan Arya, masih ditam-
bah lagi luncuran yang dibuatnya.
Dewa Arak tidak kehabisan akal. Maka ujung
sabuk yang digenggamnya segera dilemparkan ke arah
tubuh Lanang yang tengah meluncur.
Lanang terperanjat bukan main. Saat itu tu-
buhnya tengah berada di udara. Untuk mengelak jelas
tidak mungkin. Jalan satu-satunya hanya menangkis.
Tapi hal itu pun sulit dilaksanakan, karena ujung sabuk yang dilemparkan tidak
mengarah ke tubuhnya,
melainkan bagian samping dengan gerakan seperti
berputar. "Ah...!"
Lanang hanya mampu mengeluarkan pekikan
kaget ketika sabuk itu melingkari tubuhnya dan melilit secara erat. Untung saja
kedua tangannya tidak ikut
terlilit. Walaupun demikian, keadaan tidak disangka-
sangka itu membuat Lanang gugup. Padahal saat itu,
Dewa Arak sudah mendorongkan kedua tangannya se-
cara bergantian pada tubuh yang masih berada di uda-
ra. Hembusan angin keras yang muncul dari kedua
telapak tangan Dewa Arak, tidak mampu dielakkan la-
gi. Tapi, pemuda pesolek ini telah mengerahkan tenaga dalam untuk melindungi
tubuhnya. Walaupun begitu,
bila Dewa Arak bermaksud buruk, dorongan itu telah
cukup membuat nyawanya terancam! Dorongan yang
dilakukan Arya hanya sekadarnya, tidak dimaksudkan
untuk melukai. Hasilnya, tubuh putra Naga Sakti Ber-
wajah Hitam ini terdorong beberapa tombak, kemudian
berhasil bangkit mendarat dengan kedua kaki secara
mantap. Dewa Arak yang memang tidak bermaksud
mencelakai lawannya, tidak melakukan serangan su-
sulan. Di saat tubuh Lanang melayang, kesempatan
itu dipergunakan untuk menghampiri gadis berpa-
kaian kuning yang masih tergolek tidak bergerak sama sekali. Namun....
"Akh...!"
Mendadak Arya mengeluarkan pekik kesakitan.
Dirasakannya kedua pahanya ditusuk tombak! Arya
yakin, tombak itu menembus hingga ke paha belakang.
Karena saat itu tengah melangkah, tak ampun lagi tu-
buhnya terguling jatuh.
Gadis berpakaian kuning yang sudah yakin ka-
lau penolongnya akan berhasil membebaskannya,
menjadi terkejut ketika melihat secara tiba-tiba pendekar muda itu memekik
kesakitan dan terguling roboh.
Apa yang terjadi dengan pemuda perkasa itu"
Dewa Arak sendiri, begitu roboh terguling se-
gera mengerahkan pandangan pada sepasang pa-
hanya. Dia tidak percaya kalau ada tombak yang me-
nembus di sana, karena tidak mendengar atau melihat
luncurannya. Tepat seperti yang diduga pemuda berambut
putih keperakan itu, pada pahanya tidak terdapat apa pun. Jangankan tombak,
jarum pun tidak!
Dewa Arak adalah seorang pendekar yang telah
kenyang pengalaman menghadapi ilmu-ilmu aneh.
Maka segera dapat diduga kalau kejadian yang me-
nimpanya dilakukan lewat ilmu gaib. Karena, dia ma-
sih merasakan seperti ada dua buah tombak pada pa-
hanya yang menembus sampai ke belakang.
Dugaan ini membuat Dewa Arak teringat akan
peristiwa yang belum lama dialaminya. Saat itu, dia
pun melihat kejadian seperti yang dialaminya ini.
Hanya saja kejadiannya menimpa orang lain. Seorang
pemuda berpakaian kuning tersiksa. Padahal, yang di-
lakukan si penyiksa hanya melakukan tusukan terha-
dap sebuah boneka!
*** Begitu teringat pemuda berpakaian kuning
yang bernama Jumpena, orang yang mengalami sik-
saan secara aneh itu, Arya hampir memukul kepalanya
sendiri. Mengapa dia demikian pelupa" Gadis berpa-
kaian kuning yang tengah tergolek tak berdaya itu
mempunyai wajah yang demikian mirip Jumpena! Ti-
dak hanya ciri-ciri tubuh, tapi juga pakaiannya!
Sebagai orang yang berakal cerdas, Dewa Arak
segera bisa mengetahui kalau gadis berpakaian kuning ini adalah Jumpena! Pemuda
tampan pintar bicara dan
keras hati yang dulu ditemukannya bersama Dirganta-
ra (Untuk jelasnya mengenai Jumpena, Dirgantara,
dan pengalaman yang mereka alami silakan baca serial Dewa Arak dalam episode :
"Iblis Buta". Karena cerita ini merupakan sambungannya).
Tapi, Arya tidak bisa terlalu lama memikirkan
mengenai Jumpena yang sebenarnya adalah seorang
gadis bernama Jumini. Karena saat itu, di tengah be-
rada dalam keadaan mengkhawatirkan. Pemuda be-
rambut putih keperakan ini segera sibuk mencari cara untuk menyelamatkan diri
dari pengaruh ilmu aneh
dari orang yang belum diketahui.
Dewa Arak segera mengedarkan pandangan ke
sekeliling. Tak lama, matanya tertunduk pada seorang kakek berpakaian dari kulit
ular tengah duduk bersila di atas sebatang ranting yang ditancapkan di atas
sebongkah batu sebesar gajah bunting!
Ranting itu kecil, tak lebih dari ibu jari tangan.
Panjangnya sekitar satu tombak. Merupakan sebuah
pemandangan aneh sekaligus menakjubkan melihat
ranting yang lemas itu mampu menembus batu yang
amat keras. Apalagi, mampu diduduki seorang manu-
sia tanpa meliuk yang terlalu berlebihan. Malah, kakek
berpakaian dari kulit ular yang berwajah hitam itu duduk dengan enaknya, seakan
pantatnya telah menem-
pel dengan ranting!
Kakek berwajah hitam ini dengan sikap anteng
dan tak peduli duduk memegang sebuah boneka. Pada
bagian paha kanan kiri boneka itu tertancap sebatang jarum panjang, tembus
sampai ke paha belakang!
Di lain pihak, Lanang yang sudah siap mene-
rima serangan Arya, menjadi kaget. Terutama ketika
melihat pemuda berambut putih keperakan itu men-
dadak jatuh dan berdiam di tanah dengan seringai ke-
sakitan. Di sini dia merasa mempunyai kesempatan
untuk melancarkan serangan. Dengan cepat sabuk
pada tubuhya dilepas. Tapi baru saja maksudnya hen-
dak dilancarkan, Lanang memandang ke arah Dewa
Arak, menatap disertai rasa heran. Seketika wajahnya memucat! Arah tatapan Dewa
Arak tertuju pada kakek
yang tengah duduk bersila di atas ranting kecil! Kakek yang amat dikenalnya.
Karena, kakek itu adalah....
ayahnya. Naga Sakti Berwajah Hitam!
Tidak aneh kalau Lanang merasa kaget dan ju-
ga takut. Memang, dia telah mempunyai satu kesala-
han besar. Pemuda ini telah berani membawa kabur
Jumini karena tertarik akan kejelitaannya. Bukan di-
landasi cinta, karena orang seperti Lanang mana kenal cinta" Yang ada hanya
nafsu! Perasaan itulah yang
mendorongnya bertindak nekat, menentang keputusan
ayahnya! Padahal, selama ini pemuda pesolek ini tidak bertindak demikian.
Apalagi Naga Sakti Berwajah Hitam amat keras dengan aturannya. Siapa pun yang
be- rani menentang aturannya, akan mendapat hukuman
berat! Tak terkecuali, Lanang putranya.
Lanang sendiri telah tahu peraturan ayahnya.
Bahkan telah merasakan hukuman dari ayahnya! Tapi,
rasa nafsu mengalahkan rasa takutnya. Kini melihat
keberadaan ayahnya di situ, Lanang langsung pucat
pasi! Perasaan takut yang luar biasa, membuat La-
nang bagai orang kehilangan akal. Bukannya melaku-
kan sesuatu, dia malah tercenung di tempat itu sambil menatap Naga Sakti
Berwajah Hitam seperti orang melihat hantu.
Sebenarnya, kalau hanya birahi saja, tak akan
berani Lanang bertindak seperti itu. Ada hal lain yang lebih mendasar yang
membuat dorongan itu jadi membesar. Tanpa sengaja, dia telah membaca buku Naga
Sakti Berwajah Hitam yang memang gemar menulis.
Lanang tahu, kegemaran ayahnya. Tapi karena
setiap kali menulis, Naga Sakti Berwajah Hitam selalu menyimpan bukunya, Lanang
tidak pernah tahu apa
yang ditulisnya. Dan kebetulan, sewaktu pergi berse-
madi di ruang rahasia, dia lupa menyimpan bukunya
kembali. Saat itu Lanang yang tengah mencari ayahnya,
untuk menanyakan perkembangan ilmunya, tak kuasa
untuk menahan keinginan untuk membaca buku itu.
Ternyata isinya, semua pengalaman Naga Sakti Berwa-
jah Hitam itu dan asal-usulnya.
Dari buku itulah, Lanang tahu kalau dirinya
bukan putra Naga Sakti Berwajah Hitam itu. Dia ter-
nyata anak seorang panglima yang gagal dalam mela-
kukan pemberontakan terhadap kerajaan. Sebelum
mati, si panglima yang merupakan sahabat baik Naga
Sakti Berwajah Hitam, menitipkan Lanang cilik.
Lanang sekarang mengerti, mengapa ayahnya,
Naga Sakti Berwajah Hitam, bersikap dingin saja. Ti-
dak pernah terlihat adanya kasih sayang, baik dalam
ucapan maupun sikap. Perasaan tidak betah dan kein-
ginan untuk melihat keluarganya, membuat Lanang
mengambil keputusan untuk meninggalkan tempat itu.
Lanang yang merasa terpukul menerima ke-
nyataan ini memutuskan untuk membawa lari Jumini.
Di samping karena birahinya, juga karena keinginan
untuk membalas sakit hati. Sakit yang timbul karena
kenyataan ini, selalu dirahasiakan oleh Naga Sakti
Berwajah Hitam. Maka, pelarian itu pun terjadi.
Naga Sakti Berwajah Hitam rupanya tahu kalau
ada orang yang memperhatikannya. Pandangannya
yang sejak tadi ditujukan pada boneka segera dialih-
kan. Maka dua pasang mata pun bertemu. Yang satu
penuh rasa takut, sedangkan yang lain tajam menusuk
dan penuh hawa maut.
"Anjing tak kenal budi!" seru Naga Sakti Berwajah Hitam tajam dan nyaring. Tidak
kelihatan adanya kemik pada bibirnya. "Sejak kecil kau ku pelihara. Kuberi pelajaran ilmu
silat tinggi. Tapi setelah besar, kau berani mengkhianatiku! Rupanya kau sudah
ingin bertemu malaikat maut. Baik! Ku penuhi
keinginanmu!"
Wajah Lanang semakin pucat. Keringat sebesar
biji-biji jagung bermunculan di wajahnya. Kedua ka-
kinya pun menggigil hebat. Dia tahu, nyawanya teran-
cam. Bahkan kemungkinan besar akan tewas mengeri-
kan! Apalagi bila mengingat kelihaian ayahnya dengan boneka di tangan. Selama
ayahnya melihat kebera-daannya, selama itu pula melalui boneka, kakek ber-
wajah hitam itu mampu bertindak apa pun terhadap
orang yang dituju dengan sarana sebuah boneka.
Karena rasa takut akan kematian yang menge-
rikan, Lanang tidak ragu-ragu lagi menjatuhkan diri berlutut.
"Ampunkan aku, Ayah! Aku berjanji tidak akan
melakukannya lagi. Ampunkanlah aku, Ayah," ratap Lanang tanpa malu-malu. Pemuda
yang cerdik ini
mencoba bersikap seakan belum tahu rahasia dirinya
kalau bukan keturunan kakek berwajah hitam itu!
"Cuhhh!"
Naga Sakti Berwajah Hitam meludah ke tanah
dengan sikap kasar.
"Jangan harap aku mengampunimu, Anjing!
Aku tidak sudi mengampuni seorang pengkhianat! Se-
karang kau hanya menyabot tawananku! Kelak bila
kuampuni, kau akan membunuhku! Tak ada ampun
lagi bagi seorang pengkhianat!"
Tubuh Lanang yang tengah berlutut itu sema-
kin menggigil keras.
"Aku berjanji, Ayah. Aku tidak akan berani
membantah semua ucapanmu lagi. Sampai hatikah
kau membunuh darah daging sendiri, Ayah"!" ratap Lanang masih mencoba melumerkan
hati kakek berwajah hitam itu.
"Ha ha ha...!"
Naga Sakti Berwajah Hitam tertawa bergelak.
Keras bukan main, sehingga membuat sekitar tempat
itu berguncang-guncang. Tapi anehnya, mulutnya te-
tap tidak bergerak sama sekali!
"Siapa yang bilang kau anakku, Anjing"! Kau
hanya seorang anak telantar yang ku pungut, dengan
harapan bisa membalas budi baikku. Tapi harapanku
ternyata sia-sia! Aku tak lebih dari memelihara seekor anjing! Sedari kecil ku
pelihara dan ku sayang, tapi ketika besar malah menggigit ku! Sebelum kau
semakin membahayakan kedudukanku, sudah tiba saatnya ku-
lenyapkan dari muka bumi! Lihat ini baik-baik, Anjing tak kenal budi!"
Ucapan-ucapan Naga Sakti Berwajah Hitam tak
ubahnya pisau berkarat yang menghujam jantung La-
nang secara bertubi-tubi. Berita yang didengarnya tetap mengejutkan hati,
kendati telah mengetahui sebe-
lumnya. Keterangan yang mengejutkan, membuat piki-
ran Lanang bagaikan menguap. Maka, kalimat terakhir
Naga Sakti Berwajah Hitam tanpa banyak pikir lagi di-turutinya. Lanang tahu,
kalau Naga Sakti Berwajah Hitam akan mengunjukkan boneka yang dianggap di-
rinya. Boneka yang menjadi jalan bagi Naga Sakti Berwajah Hitam untuk melakukan
tindakan apa pun se-
kehendak hatinya!
Dugaan Lanang memang tepat! Di tangan ka-
nan kakek berwajah hitam itu tergenggam sebuah bo-
neka. Lanang yang sejak tadi terkesima, jadi mengge-


Dewa Arak 80 Misteri Gadis Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ram bagai harimau luka. Perasaan terpukul dan kha-
watir yang besar akan kematian mengerikan, mem-
buatnya bertindak nekat. Maka sambil meraung keras,
pemuda pesolek ini bangkit dan melesat sambil meng-
hentakkan kedua tangannya. Langsung dikirimkannya
pukulan jarak jauh pada orang yang selama ini diang-
gap ayahnya! Tapi, sebelum maksudnya terlaksana, Lanang
memekik kesakitan. Karena, Naga Sakti Berwajah Hi-
tam telah lebih dulu, menggerakkan jari-jemarinya,
meremas boneka di tangannya.
Akibat remasan itu, Lanang merasakan tubuh-
nya bagai digencet dua buah bongkahan batu besar!
Rasa sakit yang amat sangat mendera sekujur tubuh-
nya. Napasnya pun sesak. Pemuda pesolek ini yakin,
tak lama lagi sekujur tulang-belulangnya akan hancur berantakan!
Lanang mengeluarkan geraman yang lebih mi-
rip erangan seekor binatang buas terluka! Dikerah-
kannya tenaga dalam untuk bertahan dari himpitan
tak nampak pada tubuhnya. Dia tidak ingin mati sia-
sia! Urat-uratnya sampai bersembulan keluar, saking
kuatnya himpitan yang melanda.
Rupanya, geraman Lanang menyadarkan Dewa
Arak yang sejak tadi memperhatikan dan mendengar-
kan jalannya perselisihan antara Naga Sakti Berwajah Hitam dengan Lanang. Namun
pemuda berambut putih keperakan itu tidak bisa berdiri, apalagi bergerak.
Karena, kedua kakinya masih tidak mampu digerak-
kan. Tapi tentu saja kedua tangan Dewa Arak terbe-
bas. Maka dengan kedua tangannya dikirimkannya se-
rangan terhadap Naga Sakti Berwajah Hitam yang ber-
jarak sekitar delapan tombak, berupa pukulan jarak
jauh dengan jurus 'Pukulan Belalang'!
Seketika itu pula hembusan angin keras ber-
hawa panas menyengat, meluruk ke arah Naga Sakti
Berwajah Hitam. Kakek itu terkejut bukan main me-
nyadari serangan amat berbahaya yang cukup untuk
menghantarkan nyawa kea lam baka.
Meski tahu pukulan jarak jauh itu amat dah-
syat, Naga Sakti Berwajah Hitam tidak menjadi kecil
hati. Hatinya tidak merasa gentar, karena terlalu yakin akan kepandaiannya
sendiri. Maka pukulan jarak jauh
Dewa Arak tidak dielakkannya, melainkan dipapaknya.
Keras lawan keras. Untuk itu, kakek ini terpaksa menjatuhkan boneka-boneka yang
tengah digenggamnya
ke tanah. Bresss! Bumi bagaikan bergetar hebat ketika dua pu-
kulan jarak jauh yang dahsyat berbenturan di tengah
jalan. Akibatnya, tubuh kedua belah pihak sama-sama
terjengkang ke belakang.
Ranting yang diduduki Naga Sakti Berwajah Hi-
tam kontan patah berkeping-keping. Namun, kakek itu
mampu mematahkan kekuatan yang membuat tubuh-
nya terlempar dengan bersalto beberapa kali di udara.
Lalu kakinya menjejak tanah dengan mantap.
Di lain pihak, Dewa Arak sendiri sampai bergu-
lingan di tanah. Hal ini membuat rasa sakit pada pa-
hanya semakin menjadi-jadi. Karena meskipun keliha-
tannya tidak ada apa-apa, tapi terasa bagaikan ada
dua batang tombak yang menyate pahanya. Tentu saja
hal ini membuat rasa sakitnya semakin menghebat!
*** Sementara dengan adanya gempuran Dewa
Arak, Lanang jadi terbebas dari siksaan. Cepat dike-
rahkannya tenaga dalam untuk mengusir rasa sakit
yang masih mencengkeram sekujur tubuhnya. Kemu-
dian tanpa mempedulikan apa-apa lagi, tubuhnya se-
gera melesat menyambar tubuh Jumini yang masih
tergolek di tanah.
"Hey...!" '
Arya yang telah terbebas dari kekuatan yang
membuat tubuhnya terguling-guling, sempat berseru
melihat tindakan Lanang yang memanfaatkan kesem-
patan dalam kesempitan. Secara untung-untungan,
tangan kanannya dihentakkan untuk melancarkan ju-
rus 'Pukulan Belalang' pada Lanang.
Untuk yang kedua kalinya, hembusan angin
keras berhawa panas menyengat meluncur dari tangan
Dewa Arak. Tapi karena terlalu terburu-buru melan-
carkan serangan, maka Lanang mudah sekali menge-
lakkannya dengan melompat jauh ke depan. Setelah
itu, pemuda pesolek yang memiliki watak licik ini lang-
sung melesat cepat, meninggalkan tempat itu bersama
tubuh Jumini. "Keparat...!"
Naga Sakti Berwajah Hitam menggeram murka,
melihat bekas putranya berhasil melarikan diri. Malah dalam waktu sebentar saja,
telah berada puluhan tombak di depan. Kakek ini tahu, mengejar bukan meru-
pakan hal yang mudah. Apalagi, medan di sini me-
mungkinkan Lanang untuk bersembunyi di berbagai
tempat yang ada di situ. Mumpung tubuh pemuda itu
masih terlihat, Naga Sakti Berwajah Hitam ini memu-
tuskan untuk menggunakan boneka, mencegah La-
nang melarikan diri.
Kakek berwajah hitam ini mengerutukkan gigi.
Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi ke atas, lalu digetarkan sebentar. Sesaat
kemudian, boneka yang
merupakan cermin Lanang, melayang deras dari atas
gundukan batu dan meluncur ke arah tangan kakek
itu. Padahal, boneka itu berada di atas gundukan batu yang tingginya tak kurang
dari satu tombak, jarak sekitar lima tombak dari tempatnya berada!
Dewa Arak yang melihat hal ini tahu, apabila
boneka Lanang berhasil jatuh ke tangan Naga Sakti
Berwajah Hitam, keselamatan pemuda pesolek itu te-
rancam. Ini berarti, nyawa Jumini pun dalam bahaya.
Dan Arya tidak ingin hal itu terjadi.
Maka dalam waktu singkat, Dewa Arak bisa
mengambil keputusan. Lanang harus diselamatkan. Ini
berarti, boneka yang merupakan cerminan pemuda pe-
solek itu, tidak boleh jatuh ke tangan Naga Sakti Berwajah Hitam, selama Lanang
masih terlihat. Maka De-
wa Arak segera menjulurkan kedua tangannya ke arah
boneka Lanang. Naga Sakti Berwajah Hitam menggeram penuh
kemarahan, ketika melihat luncuran boneka Lanang
melambat. Seakan-akan, tertahan oleh kekuatan yang
tak nampak. Begitu melihat tangan Dewa Arak yang di-
julurkan, kakek ini langsung tahu apa yang tengah terjadi. Memang, Dewa Arak pun
menggunakan tenaga
dalam untuk menarik boneka itu ke arahnya!
Perbedaan kepentingan, membuat boneka La-
nang tertarik ke sana kemari. Tapi karena jarak bone-ka itu dengan Naga Sakti
Berwajah Hitam telah lebih
dekat, membuat pengaruh tarikan tenaga Naga Sakti
Berwajah Hitam lebih kuat daripada Dewa Arak. Sete-
lah tertahan sebentar, meski agak lambat, boneka itu meluncur ke arah tangan
Naga Sakti Berwajah Hitam.
Dewa Arak tentu saja mengetahuinya. Dan dia
tahu, apabila tetap diteruskan, Naga Sakti Berwajah
Hitam akan unggul. Padahal, saat itu tubuh Lanang
masih terlihat. Maka, pemuda berambut putih ke-
perakan ini segera merubah tenaganya. Kalau semula
berusaha menahan, sekarang malah mengirimkan te-
naga mendorong.
Perubahan ini membuat tenaga tarikan Naga
Sakti Berwajah Hitam jadi berlipat ganda, setelah ditambah tenaga dorong Dewa
Arak. Tindakan Dewa Arak benar-benar di luar perhi-
tungan Naga Sakti Berwajah Hitam. Akibatnya dia jadi tidak bisa mengendalikan
luncuran boneka, yang seharusnya mendarat di telapak tangannya, jadi melesat
melewatinya. Naga Sakti Berwajah Hitam kesal bukan main.
Cepat tubuhnya berbalik dan bermaksud mengambil
boneka yang masih melayang deras melewatinya den-
gan menggunakan tarikan tenaga dalamnya.
Tapi, Dewa Arak tidak membiarkannya terjadi.
Sambil mengeluarkan teriakan keras, pemuda be-
rambut putih keperakan ini melompat menerjang sam-
bil menghantamkan kedua tangannya yang terbuka!
Naga Sakti Berwajah Hitam tidak mempunyai
pilihan lain kecuali menangkisnya. Dalam kemarahan
dipapaknya serangan itu dengan pengerahan seluruh
kekuatan tenaga dalamnya.
Plakkk! Dua pasang tangan yang sama-sama terbuka
saling berbenturan dan melekat. Kedua belah pihak
pun segera mengerahkan tenaga dalam untuk saling
menekan. Tak membutuhkan waktu lama, segera terlihat
pihak yang unggul. Wajah Dewa Arak tampak kuyup
dibasahi peluh. Kedua tangannya menggigil keras se-
perti terserang demam tinggi. Bahkan dari atas kepa-
lanya mulai mengepul uap putih. Mula-mula tipis, tapi makin lama makin banyak
dan tebal! Di pihak lain, Naga Sakti Berwajah Hitam be-
lum terlihat apa-apa. Wajahnya masih biasa saja, tidak terlalu dibanjiri peluh.
Walaupun pada kenyataannya Dewa Arak ber-
ada di pihak yang terdesak, tapi bukan berarti kalah kuat dibanding lawannya.
Yang jelas Dewa Arak harus
membagi sebagian tenaganya untuk sepasang kakinya.
Sebagian tenaganya digunakan untuk menahan rasa
sakit, karena pemuda ini terpaksa berdiri. Sementara sebagian lagi digunakan
untuk menegakkan sepasang
kakinya yang sebenarnya tidak layak untuk dipakai
berdiri. Maka tak heran kaki pemuda ini menggigil keras!
Keadaan Arya semakin mengkhawatirkan. Tak
akan lama lagi, pemuda berambut putih keperakan ini
roboh di tangan lawannya. Kalau tidak tewas, paling
ringan akan terluka dalam amat parah.
Naga Sakti Berwajah Hitam menyadari keung-
gulannya. Dan dia tidak sabar lagi untuk segera me-
raih kemenangan. Maka segera diputuskannya untuk
memberikan pukulan terakhir, agar cepat merobohkan
lawannya. "Hhhgrrr...!"
Naga Sakti Berwajah Hitam menggereng keras
seperti seekor macan murka, disertai tenaga dalam lebih besar. Itu pun masih
ditambah muncratnya darah
segar dari mulutnya. Bukan darah karena kakek ini
terluka dalam, tapi memang dikeluarkan untuk mengi-
rimkan serangan. Saat itu juga gumpalan darah me-
luncur ke arah ubun-ubun Dewa Arak. Apabila men-
genai sasaran, maka ubun-ubun Arya akan hancur be-
rantakan. "Huakh...!"
Dewa Arak yang memang sudah hampir tidak
kuat, langsung terjengkang ke belakang sambil me-
muntahkan darah segar dari mulut. Pengerahan te-
naga dalam Naga Sakti Berwajah Hitam yang disertai gerengan, terlalu kuat untuk
bisa ditahannya. Tapi, justru hal ini yang menyelamatkannya dari maut. Gum-
palan darah yang meluncur ke arahnya lewat beberapa
jari di atas kepalanya.
Naga Sakti Berwajah Hitam terkekeh kegirang-
an, melihat lawan tangguhnya berhasil dirobohkan.
Tanpa memberi kesempatan pada Dewa Arak
yang masih tergolek di tanah, tubuhnya meluruk me-
nyerbu untuk menjatuhkan pukulan maut.
"Akhirnya kau tewas juga, Dewa Arak! Pendekar
tenar yang ditakuti lawan dan kawan, akhirnya tewas
di tanganku. Ingin kudengar sendiri kegemparan da-
lam dunia persilatan! Selamat tinggal Dewa Arak! Silakan temui Malaikat Maut!"
Naga Sakti Berwajah Hitam mengayunkan ta-
ngan kanannya, menghantam kepala Dewa Arak. Saat
itu juga angin keras berhembus sebelum pukulan itu
sendiri tiba. Tapi, Dewa Arak tetap tidak menunjukkan gerakan sedikit pun.
Rupanya dia sudah pasrah
menghadapi maut yang akan datang menjemputnya.
Tapi.... Tuk! "Aaakh...!"
Naga Sakti Berwajah Hitam mengeluh tertahan
ketika ada sesuatu yang menghantam sikunya, se-
belum tangannya menghancurkan kepala Dewa Arak.
Akibatnya, aliran tenaga dalamnya ke tangan lenyap.
Sikut tangannya mendadak langsung lumpuh. Dengan
sendirinya, serangan Naga Sakti Berwajah Hitam pun
urung. Alis Naga Sakti Berwajah Hitam berkernyit.
Bingung. Ditatapnya Dewa Arak. Pemuda inikah yang
telah membatalkan serangan dengan lemparan benda
kecil pada sikunya" Tapi, rasanya mustahil! Bukankah pemuda itu tengah berada
dalam keadaan tidak berdaya. Tidak mungkin dia yang melakukan karena ten-
gah terluka parah. Mengerahkan tenaga dalam, berarti bunuh diri! Sedangkan
tindakan yang baru saja dilakukan, membutuhkan tenaga dalam tinggi. Kenya-
taannya, mampu membuat tangan Naga Sakti Berwa-
jah Hitam itu lumpuh! Ya! Bukan Dewa Arak. Berarti,
ada orang lain yang usil.
Keyakinan akan dugaannya membuat kakek
berwajah hitam ini mengarahkan pandangan ke depan.
Tidak terlihat apa-apa kecuali bongkahan batu besar
yang tadi didudukinya. Lalu, dari mana sesuatu yang
membuat tangannya lumpuh itu berasal"
Karena tidak menemukan sesuatu yang mencu-
rigakan, Naga Sakti Berwajah Hitam kembali menga-
lihkan perhatian pada Dewa Arak.
Kali ini, kakek ini bertindak cerdik dalam mela-
kukan serangan. Dia tidak menggunakan tangan lagi
melainkan kaki. Dengan ujung kaki kanannya, diki-
rimkannya tendangan ke arah leher yang merupakan
jalan darah yang mematikan! Tersentak sedikit saja telah cukup untuk membuat
nyawa Dewa Arak me-
layang. Tapi lagi-lagi, sebelum ujung kaki itu menyentuh sasaran, ada sesuatu


Dewa Arak 80 Misteri Gadis Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang menyambar telak lutut
Naga Sakti Berwajah Hitam. Sehingga, membuat ka-
kinya lemas kehilangan tenaga. Untuk yang kedua ka-
linya serangan kakek ini kandas.
Naga Sakti Berwajah Hitam melangkah mun-
dur. Langsung pandangannya beredar ke sekeliling.
Tapi, tetap saja tidak terlihat adanya tanda-tanda kalau di sekitar tempat itu
ada orang lain. Tentu saja kakek ini murka, karena merasa dipermainkan.
"Pengecut! Keluar kau...! Kalau memang berani,
jangan hanya bermain secara sembunyi-sembunyi!
Ayo, hadapi aku! Naga Sakti Berwajah Hitam...!" teriak kakek itu sambil berkacak
pinggang. Seruan yang dikeluarkan Naga Sakti Berwajah
Hitam keras bukan main, disertai pengerahan tenaga
dalam tinggi. Sehingga tidak hanya bergema di sekitar tempat itu, tapi juga
terdengar sampai jauh.
Sambil mengeluarkan tantangan demikian, Na-
ga Sakti Berwajah Hitam mengedarkan pandangan ke
sekitar tempatnya berdiri. Dan bulu kuduknya tanpa
terduga meremang, karena tidak terlihat adanya benda yang bisa diperkirakannya
dilepas oleh orang yang
menolong Dewa Arak. Padahal seharusnya, bila peno-
long itu melemparkan sesuatu, akan tergolek di tanah!
Lalu, apa yang sejak tadi menyentuh siku dan lutut-
nya, sehingga serangan-nya kandas" Ataukah semua
ini perbuatan hantu" Atau, makhluk halus lainnya"
6 Naga Sakti Berwajah Hitam sebenarnya tidak
pernah percaya akan adanya setan atau yang sejenis-
nya. Tapi entah kenapa, kakek ini merasa seram juga.
Tidak adanya orang lain yang ikut campur uru-
sannya di sekitar tempat ini, membuat kakek berwajah hitam ini yakin betul kalau
keanehan ini terjadi akibat campur tangannya makhluk halus. Dan hatinya semakin
yakin, dengan tidak adanya bekas-bekas dari se-
suatu yang membentur siku atau lututnya. Padahal,
dia yakin betul bahwa telah terjadi benturan pada siku dan lutut. Tapi, mengapa
tidak ada bekasnya sama sekali"! Bahkan tidak adanya desir angin yang mengirin-
gi luncuran sesuatu yang telak mengenai siku dan lu-
tutnya, terpaksa membuat ciut nyalinya. Betapapun
saktinya orang yang ikut campur tangan, Naga Sakti
Berwajah Hitam yakin kalau pendengarannya akan
mampu menangkap sekalipun desir angin itu amat le-
mah. Naga Sakti Berwajah Hitam tahu, kendati sosok
yang menyelamatkan Dewa Arak memiliki ilmu 'Sirna
Raga' atau ilmu 'Halimun' sekalipun, gerakannya tetap akan terdengar. Setidak-
tidaknya, kekuatan yang terkandung dalam serangan akan menimbulkan angin
yang tertangkap telinga. Tapi kenyataannya" Ini berar-ti, penolong Dewa Arak itu
tidak menggunakan ilmu
demikian! Kesimpulan yang paling gampang memang
makhluk halus yang menjadi biang keladinya! Tapi,
mungkinkah ada makhluk halus yang demikian usil
mencampuri urusan manusia"
Naga Sakti Berwajah Hitam menunggu bebe-
rapa saat, setelah mengeluarkan tantangan. Tapi ter-
nyata tidak ada jawaban sama sekali. Justru yang terdengar adalah gema ucapannya
sendiri yang dipantul-
kan tebing-tebing gunung. Terdengar aneh dan menye-
ramkan. Mungkin, beginilah suara makhluk halus itu.
Tapi kalau benar makhluk halus, kenapa ber-
tindak tanggung-tanggung bila hendak membela Dewa
Arak. Mengapa hanya bertindak, sewaktu pemuda be-
rambut putih keperakan itu diserang" Kenapa tidak
melancarkan serangan saja" Apakah makhluk halus
tidak pandai menyerang"!
Keberanian Naga Sakti Berwajah Hitam yang
sempat mengalami guncangan, timbul kembali. Mak-
hluk halus atau bukan, kalau memang menghalangi
tindakannya, tidak ada salahnya dilabrak! Apa yang di-takutkan" Bukankah dia
merupakan seorang tokoh
persilatan tingkat tinggi"
Naga Sakti Berwajah Hitam memutuskan untuk
bertindak nekat. Satu langkah lagi, Dewa Arak yang
terkenal di dunia persilatan itu berhasil ditewaskannya. Tunggu kapan lagi
kesempatan sebaik ini" Maka
setelah mengumpulkan seluruh tenaga dalamnya, dia
melompat menerjang Dewa Arak dengan kedua tangan
Dewi Ular 2 Joko Sableng 31 Wasiat Agung Dari Tibet Kereta Berdarah 9
^