Pencarian

Pendekar Gunung Bromo 2

Dewa Arak 94 Pendekar Gunung Bromo Bagian 2


Cengeng?" Dewa Arak pernah berjumpa dengan Penyair Cen-
geng di saat tokoh itu menunggangi Garuda Emas.
(Untuk jelasnya, silakan baca episode "Angkara Si Anak Naga").
"Hei! Apa itu"!"
Arya melihat sesuatu melayang jatuh dari burung
Garuda Emas. Sesuatu yang meluncur tepat ke arah
Dewa Arak. Semula Dewa Arak bersikap waspada.
Khawatir akan terjadinya hal-hal yang tak diinginkan.
Tapi ketika benda itu terlihat semakin jelas, kewaspadaan Arya berkurang. Benda
itu ternyata segulungan
kulit binatang.
Setelah yakin gulungan kulit binatang itu tak ber-
bahaya, Dewa Arak menerimanya ketika telah hampir
menimpa kepala.
Dewa Arak Untuk kedua kalinya kita berjumpa dengan cara ini.
Aku yakin sekarang kau telah terlihat dalam masalah yang ku maksud. Kendati
mungkin kau belum mengetahuinya secara pasti. Masalah yang kuharap dapat kau
selesaikan berawal pada lima tahun lalu antara Pendekar-Pendekar Gunung Bromo
dengan musuh bebuyu-
tannya. Selamat bertugas, Dewa Arak. Kuharap dengan pemberitahuan ini, kau akan
mengetahui masalah yang sebenarnya. Aku pun tahu tentang masalah ini dari Eyang
Nararya alias Kertapati. Sebenarnya dia bermaksud mengurusnya sendiri. Tapi, dia
sudah jemu berurusan dengan kekerasan! Sekali lagi selamat bertu-
gas, Arya! Penyair cengeng.
Arya mendongakkan kepala menatap ke angkasa.
Tak ada sesuatu pun di sana. Kecuali langit biru dan
gumpalan awan putih. Pemuda ini mengedarkan pan-
dangan ke sekitarnya. Namun Garuda Emas sudah tak
ada. "Kalau saja gadis itu tak demikian sombong," pikir Arya menyesalkan.
"Mungkin sudah kuketahui masalah yang harus kuhadapi. Sikap gadis sombong itu
membuat semuanya berantakan! Tapi, akan ku coba
memenuhi harapan Penyair Cengeng"
Arya bangkit berdiri. Gulungan kulit binatang itu
diselipkannya ke pinggang. Kemudian, pemuda ini
membalikkan tubuh dan melesat pergi hendak menyu-
sul Winarni. Maksud Arya terhenti di tengah jalan. Matanya se-
kilas melihat sesuatu timbul tenggelam di permukaan
sungai. Arya memperhatikan lebih teliti. Ternyata seorang manusia! Arus sungai
yang cukup deras mem-
buat sosok itu melaju cepat.
Arya segera bertindak. Tangan kanannya dijulur-
kan ke depan. Saat itu sosok kuning yang terapung le-
wat di depannya. Jarak antara Arya dan sosok itu tak
kurang dari lima tombak.
Juluran tangan Arya yang ditopang pengerahan te-
naga dalam membuat sosok itu tidak terbawa arus.
Arya lalu memutar pergelangan tangannya. Seketika,
sosok berbaju kuning melayang deras ke arahnya. Se-
belum sosok itu jatuh menimpa pinggir sungai yang
berbatu-batu, Arya telah menangkapnya dengan sebe-
lah tangan. Seakan sosok itu tak lebih dari sehelai
daun! Arya langsung merebahkan sosok berbaju kuning
di batu yang berpermukaan rata. Dia seorang gadis
cantik. Kulitnya putih halus. Tubuhnya yang montok
tampak jelas karena pakaiannya yang basah melekat
di badan. "Seorang gadis yang sangat cantik...," pikir Arya penuh kagum sambil mengamati
sekujur tubuh sosok
kuning. Pemuda berambut putih keperakan ini tak lang-
sung memberikan pertolongan.
"Gadis ini tak bernapas lagi. Jantungnya berhenti berdenyut. Kalau kubiarkan
lebih lama, tentu dia akan mati. Tapi..., bagaimana mungkin aku menolongnya"
Jika dia sadar dan tahu tindakanku, dia akan marah
besar dan mendugaku yang bukan-bukan."
Arya benar-benar bingung. Di satu pihak dia ingin
menolong. Tapi kekhawatiran muncul di hatinya. Sete-
lah dipertimbangkan sejenak, akhirnya Arya mengam-
bil keputusan yang dirasanya tepat.
Jantung Arya berdetak cepat ketika mendekatkan
wajahnya ke wajah gadis berpakaian kuning. Tercium
oleh pemuda ini keharuman khas wanita dari tubuh si
gadis. Arya memang seorang pemuda yang berhati dan
pikiran bersih. Tak pernah pemuda ini mengimpikan
untuk melakukan tindakan tak senonoh terhadap seo-
rang wanita. Apalagi di saat wanita tersebut tak sadarkan diri. Kendati
demikian, dia seorang manusia biasa.
Tak luput dari serbuan berbagai macam perasaan dan
hawa nafsu. Dan, kali ini perasaan itu melandanya.
"Jangan bertindak bodoh, Arya," bisik setan di hati pemuda berambut putih
keperakan itu. "Kapan lagi kau mendapatkan kesempatan seperti ini" Gadis di
depanmu cantik sekali. Bisa dihitung dengan jari wani-
ta yang memiliki kecantikan seperti dirinya. Bentuk
tubuhnya pun menggiurkan. Dia toh tak akan tahu.
Lagi pula, kau tak akan melakukan tindakan yang ke-
terlaluan terhadapnya."
Godaan setan di hati Arya membuat napas Arya
agak memburu. Sekelebat pikiran yang mendukung
gagasan tak baik itu muncul di benaknya.
"Benar! Kurasa tak ada salahnya melakukan hal
itu. Toh, gadis ini tak akan rugi apa pun! Hanya cium, membelai. Lain tidak"
Pikiran-pikiran itu yang melanda Arya di saat wa-
jahnya didekatkan ke wajah berpakaian kuning. Tapi
di saat wajah kedua muda-mudi itu semakin dekat,
akal sehat Arya bekerja.
Arya mampu menekan gejolak nafsu ketika bibir-
nya bertemu dengan bibir indah gadis berpakaian kun-
ing. Dengan mempergunakan mulutnya, Arya meng-
hembus udara ke dalam mulut gadis berpakaian kun-
ing yang terbuka.
Sambil menghembus, sesekali Arya mengiringinya
dengan menekan dada si gadis. Beberapa kali hal itu
dilakukan. Sampai akhirnya gadis berpakaian kuning
bernapas kembali. Arya pun menghentikan pertolon-
gannya. Pada saat yang bersamaan dengan berhentinya
Arya melakukan pertolongan, gadis berpakaian kuning
membuka matanya. Seketika mata indah itu meman-
carkan keterkejutan.
"Sabar dulu. Nona. Sabar! Kau salah paham!" ujar Arya dengan kedua tangan
terjulur ke depan dan melangkah mundur-mundur. "Aku tak bermaksud kurang ajar
atau berbuat tak senonoh. Tapi,..."
"Manusia terkutuk!" sela gadis berpakaian kuning geram seraya melompat bangun.
Sepasang matanya
menyiratkan kemarahan. "Kau harus menebus keku-
rangajaranmu dengan nyawamu yang tak berharga!"
Gadis berpakaian kuning yang bukan lain Dewi
Ratna ini langsung mengirimkan serangan. Tangan
kanannya menegang kaku. Dengan sisi telapak tangan
gadis ini membacok leher Dewa Arak. Bunyi bercuitan
tajam mengiringi gerakan tangannya.
"Gila!" pikir Arya, kaget bercampur kagum. "Gadis ini hebat juga! Tidak hanya
tenaga dalamnya yang
kuat, juga ilmunya hebat. Ilmu yang dipergunakannya
mirip dengan ilmu Darba" (Untuk mengetahui lebih jelas tentang tokoh yang
bernama Darba, silakan baca
episode "Cinta Sang Pendekar").
Dengan berdasarkan pengalaman bertarung den-
gan Darba, Dewa Arak tahu kalau babatan tangan De-
wi Ratna tak kalah berbahayanya dengan babatan go-
lok pusaka! Karena itu Dewa Arak tak berani bertindak gegabah. Kendati diyakini
kalau menangkis dengan
tangan telanjang dia mampu, namun hal itu tak dila-
kukannya. Sudah menjadi sifat Arya untuk lebih dulu
melihat kedahsyatan ilmu lawan sebelum bertindak le-
bih jauh. Wuttt...! Beberapa helai rambut Dewa Arak putus. Tangan
Dewi Ratna memang lewat beberapa jari di atas kepala
Arya ketika pemuda berambut putih keperakan itu
mengelak dengan menundukkan kepala. Sambaran
angin serangan Dewi Ratna yang memutuskan ram-
but-rambut itu.
Kegagalan serangan pertama membuat Dewi Ratna
semakin sewot. Arya ternyata bukan lawan yang rin-
gan. Serangan lanjutan yang sudah dipersiapkannya
meluncur dalam bentuk tusukan jari tangan kiri ke
arah dada. Kali ini Dewa Arak tak mengelak.
*** 6 Takkk...! Benturan agak keras terdengar ketika Dewa Arak
melakukan tangkisan. Begitu tangan mereka beradu,
pemuda ini segera mengerahkan tenaga menyedot.
Dewi Ratna tak bisa menarik tangannya kembali.
"Heh..."!" Dewi Ratna tak kuasa untuk menahan pekikan kaget. Kejadian ini sama
sekali tak disangka-sangkanya. Sesaat dia tertegun keheranan. "Apa yang hendak
dilakukan manusia kurang ajar ini"! Kepandaiannya boleh juga!"
Sadar kalau tangan kirinya tak bisa dibebaskan,
Dewi Ratna mengirimkan serangan susulan. Gadis ini
mengirimkan bacokan ke arah pelipis. Salah satu tem-
pat yang lemah di tubuh manusia. Kendati manusia
itu memiliki kesaktian setingkat dengan Dewa Arak!
Sebagai pendekar muda yang kenyang pengalaman,
tentu saja Arya mengetahui ancaman maut itu.
"Gadis ini benar-benar kalap. Dia tak main-main
lagi. Setiap serangannya berakibat maut bagiku," pikir Dewa Arak. Bergegas Arya
mengelakkan serangan Dewi
Ratna. Pemuda yang memiliki kepandaian tinggi ini tak membutuhkan tenaga banyak.
Hanya dengan menggerakkan tubuh bagian atas Dewa Arak berhasil mem-
buat serangan Dewi Ratna tak mengenai sasaran. Sisi
tangan miring gadis berpakaian kuning itu hanya
mengenai pundak kanan Dewa Arak.
Dukkk.... Untuk kedua kalinya tangan Dewi Ratna tak bisa
ditarik kembali. Tangannya menempel pada bahu De-
wa Arak! Betapapun putri Mundarang ini berusaha ke-
ras menarik tangannya, tetap saja sepasang tangannya
tak bergeming. Dewi Ratna tak putus asa. Dia meronta-ronta agar
dapat melepaskan diri. Sayang, usahanya sia-sia. Se-
pasang tangannya tetap tak bergeming.
"Sabarlah, Nona. Tenangkan hati. Jangan menuruti amarah belaka. Aku sama sekali
tak bermaksud buruk. Apa yang kulakukan karena ingin menyela-
matkanmu. Tak ada maksud-maksud lainnya," berita-hu Arya tanpa mempedulikan Dewi
Ratna yang terus
meronta-ronta. Arya memang memiliki kesabaran yang cukup be-
sar. Kendati Dewi Ratna tak mempedulikan seruannya,
tetap saja ucapannya dilanjutkan. Tapi ketika terus
tak ada perubahan, Arya sadar kegagalan akan diteri-
manya. Tanpa menggerakkan anggota tubuh dan hanya
mengerahkan tenaga dalam, Dewa Arak melemparkan
tubuh Dewi Ratna ke belakang. Di saat tubuh gadis itu masih melayang Dewa Arak
menjulurkan tangan. Dewi
Ratna merasakan sekujur tubuhnya lemas tak berte-
naga. Ia telah terkena totokan dari jarak jauh.
"Celaka...!" pikir Dewi Ratna cemas, "Manusia kurang ajar ini memiliki
kepandaian luar biasa. Aku jelas bukan tandingannya. Apa akalku agar dapat
selamat" Paman Ardaraja memang tak berlebihan mengatakan
kalau di dunia persilatan banyak tokoh-tokoh sakti!"
Kedongkolan Dewi Ratna agak mengendur ketika
mengetahui tubuhnya mendarat di tanah secara perla-
han-lahan. Tidak terbanting begitu saja.
"A... apa yang hendak kau lakukan?" tanya Dewi
Ratna dengan tubuh masih tergolek di tanah ketika
melihat Dewa Arak mendekatinya.
"Buang jauh-jauh dugaan burukmu, Nona. Ingat-
lah baik-baik kejadian sebelum ini. Apa yang kau ala-
mi sebelum hanyut dibawa sungai?"
Ucapan Dewa Arak ternyata membawa pengaruh
besar. Dewi Ratna terjingkat bagai disengat ular berbi-sa. Ucapan Arya
mengingatkannya akan hal yang ter-
lupakan. Karena seluruh perhatiannya tercurah pada
amarah terhadap Dewa Arak.
Gadis berpakaian kuning ini mulai ragu dengan
dugaannya. Kalau pemuda berambut putih keperakan
itu memang kurang ajar dan memiliki watak tak baik,
saat dirinya tak berdaya merupakan kesempatan ba-
gus. Tapi, kenyataannya tidak. Bahkan, beberapa kali
Arya mengingatkan akan terjadinya salah paham.
"Kau kutemukan hanyut di sungai ini," lanjut Arya ketika dilihatnya Dewi Ratna
tercenung. "Aku berusaha menolong. Ternyata kau tak sadarkan diri. Detak
jantungmu pun tak terdengar lagi. Untuk menyela-
matkan nyawamu terpaksa kulakukan pernapasan
buatan. Aku yakin kesalahpahaman kemungkinan be-
sar akan terjadi. Tapi, kuambil kemungkinan buruk itu untuk menyelamatkanmu...."
Penjelasan Dewa Arak terdengar samar-samar di
telinga Dewi Ratna. Sebagian besar perhatiannya ten-
gah tercurah pada kejadian yang dialaminya sebelum
hanyut ke sungai. Peristiwa itu terbayang kembali di
benak Dewi Ratna....
Dewi Ratna terhuyung-huyung ketika Ardaraja
mengibaskan tangan. Gadis yang berhati keras itu
hendak melesat keluar gua. Tapi, runtuhan atap gua
membuat gadis ini mengurungkan niatnya.
Dewi Ratna berlomba dengan batu-batu besar yang
berjatuhan dari atas untuk menyelamatkan nyawa. Dia
menggulingkan tubuh ke sisi sebelah kanan gua. Di
sana terdapat celah selebar satu tombak.
Dewi Ratna memang berhasil menghindar dari ba-


Dewa Arak 94 Pendekar Gunung Bromo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tu-batu besar. Tapi, batu-batu kecil sebesar kepala
manusia banyak yang menimpa sekujur tubuhnya.
Untung, tak satu pun yang mengenai kepala! Gadis ini
juga berhasil mencapai celah di dinding gua.
Dewi Ratna lalu merayap untuk tiba di ujung celah.
Belasan tombak dilalui akhirnya gadis itu berhasil
mencapai ujung celah rahasia. Ujung celah terlindungi oleh lebatnya rerumputan
dan semak, sehingga tak
terlihat dari luar.
Tanpa mempedulikan keadaan dirinya yang kotor
berdebu, Dewi Ratna menguak rerumputan dan se-
mak-semak. Gadis ini sudah tak sabar untuk segera
tiba di gua tempat tinggalnya. Agar dapat membantu
pamannya menghadapi tamu-tamu tak diundang yang
agaknya dari Kelompok Penjagal Manusia! Gadis yang
keras hati ini tak khawatir Ardaraja akan memara-
hinya habis-habisan. Dia lebih khawatir kehilangan
pamannya. Di saat Dewi Ratna meninggalkan ujung celah ra-
hasia, Ardaraja telah berdiri berhadapan dengan lelaki yang mempunyai ciri
berbeda satu sama lain.
"Akhirnya kau menampakkan congormu juga, Ar-
daraja," ujar lelaki tinggi kurus bercelana pendek hitam. Lelaki ini tak henti-
hentinya mengipasi tubuhnya yang berpeluh.
Lelaki kedua yang berdiri di belakang lelaki jang-
kung memiliki ciri-ciri yang bertolak belakang.
Tubuhnya pendek gemuk. Dari ujung kaki sampai
kepala, kecuali wajah, tertutup oleh pakaian dari kulit binatang. Kedua
tangannya dilipat di depan dada se-
perti layaknya orang kedinginan. Padahal, keadaan ha-
ri itu sangat panas. Sang surya yang berada tepat di
atas kepala memancarkan sinarnya dengan terik
Ardaraja yang berdiri dua tombak dari mulut gua
menatap sengit lelaki kurus di depannya. Orang yang
ditatap terlihat tenang saja dan terus mengipasi tu-
buhnya. "Itu berarti nyawamu akan pergi meninggalkan ra-
ga, Ardaraja," sambut lelaki pendek gemuk yang memiliki suara lembut seperti
wanita, "Kau akan menyusul Buluk Siwu yang tewas di tanganku! Sayang, putri
Buluk Siwu tak berada di tempat, sehingga bisa lolos dari maut!"
"Tapi, kau akan selamat jika mau menunjukkan di
mana pimpinan kami," timpal lelaki jangkung yang memiliki suara kasar.
"Kalian hanya dapat mengetahuinya bila telah me-
langkahi mayatku!" tandas Ardaraja. "Dan sebelum itu terjadi, kalian berdua akan
lebih dulu melayat ke lubang kubur!"
Seiring dengan keluarnya bentakan itu, Ardaraja
mengeluarkan seuntai tasbih yang tersusun dari batu-
batu kecil. Lelaki yang tak kuasa menahan amarahnya
itu kemudian menyabetkan tasbih ke arah kepala lela-
ki bercelana pendek.
Wuttt...! Serangan tasbih mengenai tempat kosong. Lelaki
jangkung telah merendahkan tubuhnya. Rambut dan
pakaiannya berkibaran keras ketika senjata Ardaraja
lewat di atas kepalanya.
Lelaki bercelana pendek hitam tak tinggal diam.
Kipas yang terbuat dari bulu binatang ternyata bergu-
na pula sebagai senjata. Bahkan tak kalah ampuhnya
dengan tasbih. Dua tokoh bersenjata aneh ini pun ter-
libat pertarungan sengit!
Jurus demi jurus berlangsung cepat. Semula tak
terlihat pihak yang akan keluar sebagai pemenang. Ta-
pi, begitu menginjak puluhan jurus Ardaraja harus
mengakui keunggulan lawan. Dia mulai terdesak.
Saat Ardaraja hanya dapat bergerak mundur, Dewi
Ratna tiba. Dalam jarak beberapa tombak gadis itu
berseru penuh semangat.
"Jangan khawatir, Paman...! Aku datang memban-
tu!" Trakkk...!
Tangkisan yang dibuat lelaki tinggi kurus membuat
Dewi Ratna terjengkang ke belakang. Pedang yang ter-
genggam hampir saja lepas dari pegangan.
Di lain pihak, lelaki bercelana pendek hitam yang
setiap gerakannya menyebarkan hawa panas luar bi-
asa tak terpengaruh sedikit pun. Waktu yang longgar
sedikit itu dipergunakan oleh Ardaraja untuk melan-
carkan serangan.
Serangan Ardaraja terlalu cepat datangnya. Lelaki
bercelana pendek hitam tak mempunyai kesempatan
untuk menangkis. Yang dilakukan hanya mengelak
dengan cara melempar tubuh ke belakang lalu bergu-
lingan menjauh.
Kesempatan itu kembali dimanfaatkan sebaik-
baiknya oleh Ardaraja. Dengan mempergunakan kiba-
san tangan, gulingan tubuh Dewi Ratna ditambahnya.
Kibasan tangan tokoh Gunung Bromo ini menimbul-
kan deru angin keras.
"Pergilah kau, Ratna. Jangan sia-siakan nyawamu!"
seru Ardaraja. Lelaki ini ingin berbicara banyak. Tapi, kesempatan
yang tercipta sangat singkat. Ketika pemberitahuannya terhadap Dewi Ratna baru
saja selesai, lelaki pendek
gemuk melesat menerjangnya.
Berbeda dengan lelaki bercelana pendek hitam, se-
rangan lelaki pendek gemuk menimbulkan gelombang
hawa dingin luar biasa. Ardaraja mengelak seraya
mengerling ke arah keponakannya. Lelaki dari Gunung
Bromo ini terkejut melihat Dewi Ratna belum juga me-
ninggalkan tempat itu. Bahkan, gadis itu seperti akan membantunya. Ardaraja
merasa cemas. Apalagi ketika
melihat lelaki jangkung telah bersiap hendak menyer-
bunya kembali. "Ratna! Pergilah cepat! Atau kau ingin aku mati
penasaran"!"
Ucapan yang dikeluarkan dengan nada keras itu
membuat Dewi Ratna kebingungan. Dia merasa bim-
bang. Sementara Ardaraja semakin kelabakan. Lelaki
jangkung kurus melesat menerjangnya. Sedangkan le-
laki pendek gemuk bergerak meninggalkannya.
"Urus dia! Biar aku yang akan menangkap gadis
liar itu!" ujar lelaki pendek gemuk yang berpakaian kulit binatang.
Kenyataan ini membuat Ardaraja semakin cemas.
Tanpa mempedulikan keselamatan diri sendiri dia me-
lompat berusaha menghalangi maksud lelaki pendek
gemuk. "Ratna! Lari! Apa aku harus membunuh diri di de-
pan matamu agar kau menuruti kehendakku"!" teriak Ardaraja di tengah terjangan
yang dilakukannya.
Perintah yang dikeluarkan dengan nada putus asa
ini membuat Dewi Ratna terisak. Gadis ini merasa ter-
haru sekali. Dia tahu pamannya menginginkan dia se-
lamat. Sebaliknya, Dewi Ratna lebih suka mati bersa-ma-sama Ardaraja.
Dewi Ratna tak ingin mengecewakan pamannya.
Setelah melepas pandangan terakhir, tubuhnya diba-
likkan dan melesat cepat meninggalkan tempat itu.
Gadis berpakaian kuning itu meninggalkan Ardaraja
dengan hati tak rela. Beberapa kali kepalanya ditolehkan ke belakang. Ketika
untuk kesekian kalinya ia
berpaling, gadis itu melihat Ardaraja roboh dan tak
bergerak lagi terkena hantaman lelaki Jangkung.
Dewi Ratna ingin segera kembali membalaskan
kematian Ardaraja. Tapi, akal sehat melarangnya. Dia pun melesat terus. Bahkan
menambah kecepatan la-rinya. Apalagi ketika dilihatnya pembunuh-pembunuh
pamannya berlari mengejar.
Karena kecepatan lari dua orang pembunuh Arda-
raja itu berada di atas Dewi Ratna, jarak antara mere-ka semakin dekat. Putri
Mundarang ini menyadari
keadaan yang berbahaya itu. Lambat laun dirinya akan
tersusul. Maka segera dicarinya jalan keluar.
Dewi Ratna cukup mengenai daerah sekitar tempat
itu. Belasan tombak darinya terdapat jalan buntu. Ti-
dak ada jalan lagi. Di bawahnya ada sebuah sungai.
Beberapa puluh tombak dari atas tebing.
Tepat di saat Dewi Ratna melayang turun pengejar-
pengejarnya tiba di tepi tebing. Yang jangkung berdiam diri saja. Hanya lelaki
pendek yang bertindak. Kedua
tangannya dihentakkan ke depan menimbulkan deru
angin dingin yang meluncur ke arah tubuh Dewi Rat-
na! Sampai di sini Dewi Ratna menghentikan lamu-
nannya. Dia masih ingat saat tubuhnya masih me-
layang sergapan hawa dingin yang luar biasa melanda.
Lalu dia pun tak ingat apa-apa lagi. Bahkan ketika tubuhnya menyentuh permukaan
air. "Kurasa...," ucapan Arya membuat Dewi Ratna mengalihkan perhatian. "Kau telah
berhasil mengingat kejadian yang menimpamu, Nona."
Dewi Ratna tak memberikan tanggapan. Tapi, ke-
curigaanya telah lenyap. Saat itu Arya mendengar jeritan-jeritan menyayat hati.
Bergegas pemuda ini bang-
kit dari duduknya. Dewi Ratna yang melihat tingkah
Arya sempat merasa kaget.
Arya menyadari keheranan Dewi Ratna. Tapi, dia
tak mempunyai waktu untuk menjelaskan. Dia ingin
segera tiba di tempat datangnya teriakan-teriakan me-
nyayat hati. Agaknya telah terjadi pembantaian di sa-
na. "Selamat tinggal, Nona. Kuharap pertemuan antara kita bisa terulang dalam
suasana yang lebih menyenangkan!"
Arya membalikkan tubuh setelah terlebih dulu me-
lambaikan tangan seperti orang mengucapkan selamat
berpisah. Kemudian, pemuda ini melesat cepat me-
ninggalkan tempat itu.
Dewi Ratna semula terkejut melihat tindakan Arya.
Demikian kejikah pemuda itu sehingga tega mening-
galkannya dalam keadaan seperti ini" Tapi, kecema-
sannya langsung buyar ketika dirasakan jalan darah-
nya kembali normal. Pemuda berambut putih kepera-
kan itu ternyata masih ingat untuk membebaskan di-
rinya dari totokan. Kenyataan ini semakin membuat
Dewi Ratna ragu kalau Dewa Arak bermaksud tak baik
terhadapnya. "Mungkin yang dikatakannya benar," pikir Dewi Ratna. "Sepertinya tak mungkin
orang segagah dan se-jantan dia memiliki watak demikian buruk!"
Masih dengan benak memikirkan Dewa Arak, Dewi
Ratna bangkit melesat ke arah yang ditempuh Arya.
Pada saat yang bersamaan dengan Dewa Arak me-
nemukan tubuh Dewi Ratna, Raja Babi Bertenaga
Raksasa dan Mata Iblis terus berlari melakukan penge-
jaran. Karena jarak yang tertinggal terlalu jauh, dua tokoh sesat ini salah
mengikuti jejak. Keduanya berlari dengan arah lurus. Padahal Dewa Arak telah
berbelok pada suatu persimpangan. Dewa Arak berbelok ke
arah kiri. Mata Iblis dan Raja Babi yang saling berlomba un-
tuk mendapatkan Winarni lebih dulu terus saja berlari.
Mata Iblis ternyata memiliki ilmu lari cepat di atas
saingannya. Raja Babi tertinggal belasan tombak di belakang Mata Iblis.
Sekarang dua tokoh sesat tingkat tinggi itu berada
di jalan tanah selebar tiga tombak. Di kanan kirinya
terdapat semak-semak dan pepohonan. Biasanya
daun-daun pohon dan semak akan bergoyang jika an-
gin berhembus agak keras. Tapi, kali ini bukan hanya
daun-daun. Batang pohon yang besarnya tiga pelukan
orang dewasa itu pun bergoyang keras.
"Ada yang tak beres...," pikir Mata Iblis dan Raja Babi ketika melihat keanehan
ini. Seperti telah disepakati sebelumnya, Raja Babi dan
Mata Iblis menghentikan lari. Kedua tokoh sesat ini
memperhatikan keadaan sekelilingnya dengan penuh
waspada. Dan, kewaspadaan itulah yang menyebabkan
mereka berdua dapat mendengar bunyi-bunyi mencu-
rigakan. Serempak keduanya mengeluarkan senjata
masing-masing. Raja Babi mengeluarkan piaritnya, se-
dangkan Mata Iblis mencabut clurit!
Bertepatan dengan tindakan kedua tokoh sesat itu,
dari atas pohon di kanan kiri jalan melayang turun beberapa sosok tubuh. Di
tangan mereka tergenggam se-
batang tombak yang pada dekat ujungnya dilekatkan
kain bendera. Kain berwarna merah darah bergambar
tengkorak kepala manusia yang ditunjang oleh sepa-
sang tulang yang saling bersilangan!
Berbeda dengan Mata Iblis yang masih memperha-
tikan sosok-sosok itu dengan pandang mata penuh se-
lidik, Raja Babi tampak memucat wajahnya. Memang,
dibanding tokoh dari Tuban itu Raja Babi Bertenaga
Raksasa yang memiliki pengalaman luas bisa memper-
kirakan siapa para penghadangnya.
"Tidak salah lihatkah aku" Apakah kalian orang-
orang dari Kelompok Penjagal Manusia"!" tanya Raja Babi dengan suara menyiratkan
ketegangan. Mata Iblis kendati tak bisa menebak siapa tiga so-
sok yang menghadang perjalanannya, tapi begitu men-
dengar ucapan Raja Babi jadi terperanjat kaget. Julu-
kan Kelompok Penjagal Manusia telah pernah diden-
garnya. Namun Mata Iblis yang percaya akan kemam-
puan diri tak merasa gentar sedikit pun. Bahkan, den-
gan sikap angker diperhatikannya tiga lawannya satu
persatu. "Ternyata kau mempunyai pengetahuan yang cu-
kup luas, Gendut!" sambut salah seorang dari tiga penghadang. Ia bertubuh tinggi
kurus. Tinggi tubuhnya terlihat lebih jelas karena dia mengenakan celana pendek
hitam. Lelaki ini mempunyai kulit tubuh merah kehitaman. "Memang, kami tokoh-
tokoh dari Kelompok Penjagal Manusia! Sudah tahu siapa adanya
kami, mengapa tak lekas berlutut dan memohon am-
punan"!"
"Tidakkah tindakan yang kau lakukan itu terlalu
keras, Setan Pembakar Jasad" Aku yakin ucapanmu
membuat mereka kaget dan ketakutan," sambung so-
sok lain yang memiliki suara lebih lembut.
Sosok kedua ini memiliki ciri-ciri yang bertolak be-
lakang dengan sosok pertama. Lelaki ini bertubuh
pendek gemuk. Tubuhnya tertutup pakaian tebal dari


Dewa Arak 94 Pendekar Gunung Bromo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bulu binatang. 7 Melihat sorot mata Setan Pembakar Jasad dan te-
mannya yang berjuluk Setan Pembeku Darah, Mata Ib-
lis serta Raja Babi tahu kalau kedua tokoh itu memiliki tenaga dalam yang amat
kuat. Sinar mata kedua
penghadangnya ini mencorong tajam bagai mata hari-
mau dalam gelap!
Sosok yang berdiri di belakang Setan Pembakar Ja-
sad dan Setan Pembeku Darah lebih mengiriskan hati.
Ia bertubuh tinggi besar dan kokoh laksana batu ka-
rang. Pakaian dan celananya berwarna merah darah.
Terbungkus jubah luar hitam pekat. Wajahnya dingin
tak membiaskan perasaan apa pun. Sepasang mata
tokoh berjubah hitam ini memancarkan warna hijau
kemerahan! Tokoh yang memiliki mata mengerikan itu berdiri
diam dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Si-
kapnya menunjukkan ketidakperhatian pada masalah
yang terpampang di depannya.
Ucapan Setan Pembakar Jasad segera mendapat
tanggapan dari Mata Iblis. Memang, tokoh dari Tuban
ini tak lebih berangasan dari Raja Babi. Tapi dia ku-
rang begitu mengenal Kelompok Penjagal Manusia. Ka-
rena itu, Mata Iblis lebih berani mengutarakan penda-
patnya. "Kalian kira siapakah kalian sehingga dapat mem-
buatku merasa takut"!" bentak Mata Iblis dengan suara keras menggelegar.
"Jangankan tokoh-tokoh dari Kelompok Penjagal Manusia, Kelompok Penjagal Iblis
sekalipun Mata Iblis tak merasa gentar. "
"Sungguh berani kau bicara seperti itu, Picak" Rupanya kau sudah bosan hidup,
heh"!" sergah Setan
Pembakar Jasad penuh kemarahan. Lelaki ini memang
memiliki watak mudah marah.
"Kaulah yang sudah tak ingin melihat matahari
terbit besok jika berani menentang Mata Iblis!" bentak tokoh sesat dari Tuban
tak kalah keras.
Usai berkata demikian, Mata Iblis menerjang Setan
Pembakar Jasad. Dikirimkannya pukulan lurus ke
arah dada. Pukulan itu langsung dipapak oleh tokoh
dari Kelompok Penjagal Manusia dengan gerakan yang
sama. Desss...! Bunyi keras seperti bertumbukannya dua benda
keras terjadi. Dua kepalan tangan yang sama-sama
mengandung tenaga dalam tinggi berbenturan. Tubuh
Mata Iblis terjengkang ke belakang dengan sekujur tu-
buh terasa sakit. Sementara Satan Pembakar Jasad
tak bergeming sama sekali!
Ketika berhasil mematahkan kekuatan yang mem-
buat tubuhnya terlontar, Mata Iblis tampak terkejut
bukan main. Bukan hanya karena mengetahui bentu-
rannya gagal. Tapi juga karena adanya rayapan hawa
panas di tangannya. Buru-buru dipunahkan hawa pa-
nas itu dengan mengerahkan tenaga dalam
"Hanya sampai di situ sajakah kemampuanmu, Pi-
cak"!" ejek Setan Pembakar Jasad. "Hanya dengan kemampuan seperti itu kau berani
menentang Kelompok
Penjagal Manusia. Sungguh lucu!"
Terdengar bunyi gemeretak keras seperti tulang-
tulang berpatahan. Padahal Mata Iblis tak melakukan
tindakan apa pun. Lelaki itu hanya merasa geram bu-
kan main. Dan, itu membuat tenaga dalamnya menga-
lir sendiri sehingga menimbulkan bunyi keras.
"Sombong...!" rutuk Mata Iblis dengan suara bergetar. "Jangan kau berbesar hati
dulu, Keparat! Apa yang
ku keluarkan tadi belum seberapa!"
Mata Iblis menghimpun tenaga dalam. Matanya
yang semula hampir berupa garis mulai membeliak
dan memancarkan sorot kehijauan. Sorot itu semakin
lama semakin terang. Kemudian melesat ke arah Setan
Pembakar Jasad.
Setan Pembakar Jasad terperanjat kaget. Dia sama
sekali tak menyangka lawannya mempunyai ilmu se-
perti itu. Ilmu yang semula diyakininya hanya dimiliki oleh dua orang. Iblis
Penghisap Darah yang dulu menjadi ketuanya, dan seorang tokoh lagi yang sekarang
menjadi ketua baru.
Kendati demikian, tokoh dari Kelompok Penjagal
Manusia ini tak menjadi gugup. Kedua tangannya yang
terkepal disilangkan di depan dada untuk menghim-
pun seluruh tenaga dalamnya. Sesaat kemudian, men-
gepul uap tipis disertai hawa panas menyengat menye-
bar dari sekujur tubuh Setan Pembakar Jasad!
Hawa yang tercipta ternyata cukup panas untuk
memaksa Raja Babi menjauhi kancah pertarungan.
Sementara lelaki tinggi besar dan Setan Pembeku Da-
rah tak beranjak dari tempat itu. Malah, Setan Pembe-
ku Darah tetap dengan kebiasaannya, menggigil kedin-
ginan tak peduli cuaca apa pun yang tengah dihada-
pinya. Setan Pembakar Jasad menarik tangan kanannya
ke pinggang dalam kedudukan jari-jari terkepal. Lalu
dihentakkan ke depan dengan kekuatan dan kecepatan
penuh Wusss...! Bola api kemerahan meluncur ke arah sinar kehi-
jauan dari Mata iblis. Di tengah jalan kedua sinar
maut itu berbenturan menimbulkan bunyi ledakan
nyaring. Tokoh sesat dari Tuban terjengkang ke bela-
kang dan terbanting di tanah. Setan Pembakar Jasad
hanya terhuyung-huyung.
Setan Pembakar Jasad benar-benar tak mau mem-
beri kesempatan pada lawan, Dia segera melompat
tinggi ke atas dan turun tepat di atas tubuh Mata Iblis yang baru berhasil
bangkit. Setan Pembakar Jasad
mengirimkan pukulan kanan kiri ke arah kedua sisi
bahu Mata Iblis.
Mata Iblis tak mempunyai kesempatan lagi untuk
mengelak. Waktu yang dimilikinya terlalu sempit.
Hanya ada satu jalan untuk menyelamatkan nya-
wanya. Mata Iblis nekat menghentakkan kedua tangan
terkepal ke atas menyambuti serangan Setan Pemba-
kar Jasad. Padahal, tokoh sesat dari Tuban ini tahu
kalau cara itu dapat mencelakakan dirinya. Kekuatan
tenaga lawan berada di atasnya.
Dukkk, dukkk...!
Tubuh Setan Pembakar Jasad agak terpental ke
atas. Tapi, kejadian yang dialami Mata Iblis lebih mengerikan. Tokoh ini
terbenam ke dalam tanah sampai
sepinggang! Kedua tangannya terlepas sambungannya
pada pangkal tangan. Dan mulut, hidung, dan telinga
mengalir darah segar! Benturan kali ini terlalu dahsyat untuk diterima Mata
Iblis. Mata Iblis segera menyadari keadaannya yang tak
menguntungkan. Maka buru-buru dia meloloskan diri
dari jeblosan dalam tanah. Tapi Setan Pembakar Jasad
tak membiarkan lawannya lolos dari maut. Dia bersal-
to lalu meluruk turun kembali ke arah Mata Iblis.
Desss...! "Aaakh...!"
Jerit tertahan Mata Iblis terdengar ketika tendan-
gan kaki kanan Setan Pembakar Jasad mendarat telak
di dadanya. Tubuh tokoh sesat dari Tuban ini terpental ke be-
lakang dan melayang jauh. Saat tubuhnya melayang
itulah nyawa Mata Iblis lepas dari raga. Tulang da-
danya hancur berantakan. Kulitnya hangus karena te-
naga dalam berhawa panas yang terkandung dalam se-
rangan Setan Pembakar Jasad!
Raja Babi Bertenaga Raksasa terperanjat melihat
kejadian yang menimpa Mata Iblis. Dengan sorot mata
bingung ditatapnya tubuh betas saingannya.
"Mata Iblis memang pantas mendapat nasib seperti itu. Dia telah bertindak
lancang meremehkan Kelompok Penjagal Manusia yang terkenal," puji Raja Babi
Bertenaga Raksasa untuk menyelamatkan selembar
nyawanya. "Bukan hanya dia saja," sahut Setan Pembakar Jasad sinis. "Siapa pun orang yang
berani mencari urusan dengan tokoh-tokoh dari Gunung Bromo akan me-
nerima nasib seperti orang tak tahu diri itu!"
Wajah Raja Babi langsung berubah memucat. Dia
mulai menyadari ancaman bahaya maut terhadap di-
rinya. "Begitukah kiranya" Kalau demikian, biarlah saat ini juga ku habiskan
persoalanku dengan orang-orang
dari Gunung Bromo. Aku tak mengetahui kalau orang-
orang dari Gunung Bromo berurusan dengan Kelom-
pok Penjagal Manusia. Sekarang aku telah tahu dan
tak akan ikut campur lagi."
"He he he...!"
Sambutan berupa tawa itu keluar dari mulut Satan
Pembeku Darah. Lelaki berpakaian kulit binatang itu
segera menyela sebelum Setan Pembakar Jasad mem-
berikan tanggapan.
"Tak semudah itu, Kawan! Kelompok Penjagal Ma-
nusia telah mempunyai aturan. Siapa pun orang yang
mencampuri urusan kami, tahu atau tidak akan men-
dapat hukuman!"
"Maafkan aku kalau demikian," ucap Raja Babi bu-ru-buru. "Aku mengaku salah.
Dan, hanya bisa meng-harapkan kebesaran hati Kelompok Penjagal Manusia
untuk memberikan kesempatan bagiku mencuci tan-
gan dalam masalah ini."
"Kebijaksanaan yang kami anut adalah mele-
nyapkan setiap orang yang mempunyai salah terhadap
kami, Jelas"! Jadi tak ada pilihan bagimu, Kawan. Kau melawan atau tidak, bukan
masalah. Kami akan tetap
mencabut nyawamu!" tandas Setan Pembeku Darah
dengan suara khasnya yang bernada lembut.
Sekujur tubuh Raja Babi menggigil hebat. Lelaki ini
tak kuat menahan amarahnya. Dirinya telah terlalu
mengalah, tapi tanggapan yang diterima semakin me-
rendahkan. Rasa takutnya segera terusir berganti den-
gan amarah! Biar bagaimanapun Raja Babi belum
membuktikan sendiri kehebatan tokoh-tokoh dari Ke-
lompok Penjagal Manusia.
Getaran pada tubuh yang timbul karena amarah
mengiringi bergolaknya tenaga dalam ke seluruh tubuh
Raja Babi Bertenaga Raksasa. Sedikit demi sedikit tu-
buh Raja Babi terbenam ke dalam tanah.
"Rupanya kau mempunyai kepandaian lumayan.
Bagus! Aku suka karena aku mendapat perlawanan
yang lumayan," ujar Setan Pembeku Darah bernada
gembira. Raja Babi meraung. Begitu usai raungan yang
mampu membuat sekitar tempat itu bergetar hebat,
tokoh ini berlari mendekati Setan Pembeku Darah den-
gan kepala di depan seperti layaknya seekor babi me-
nyerang lawan. Setan Pembeku Darah tetap berdiri tenang di tem-
patnya, menunggu hingga serangan mendekat. Lelaki
ini baru kehilangan senyumnya ketika merasakan ke-
kuatan dahsyat melandanya.
Sebagai tokoh tingkat tinggi Setan Pembeku Darah
segera menyadari lawan tengah menyerangnya dengan
sebuah ilmu mukjizat. Ilmu yang mempergunakan ke-
pala seperti layaknya binatang babi.
Tapi justru dengan kepala kedahsyatan serangan
jadi berlipat ganda.
Meskipun demikian Setan Pembeku Darah tak mau
beranjak dari tempatnya. Perasaan tinggi hati menye-
babkannya bersikap demikian. Dia malah mengum-
pulkan seluruh tenaga dalamnya, sehingga sekitar
tempat itu berhawa dingin luar biasa!
Serbuan hawa dingin yang amat dahsyat itu juga
melanda Raja Babi. Tapi karena tubuhnya terlindungi
pancaran kekuatan dahsyat yang menyebar dari seku-
jur tubuhnya, serbuan hawa dingin tadi tertahan ba-
nyak Kenyataan ini cukup membuat Setan Pembeku Da-
rah kaget. Pancaran hawa dinginnya biasanya cukup
untuk membuat lawan tak bisa melanjutkan serangan.
Otot-ototnya akan kaku dan tak bisa digerakkan. Keti-
dakberhasilan pancaran hawa dingin kali ini menjadi
petunjuk kalau Raja Babi Bertenaga Raksasa memiliki
tenaga dalam yang amat kuat.
Ketika serangan kepala Raja Babi menyambar se-
makin mendekat, Setan Pembeku Darah menghentak-
kan kedua tangannya dengan jari-jari terbuka. Tokoh
Kelompok Penjagal Manusia ini hendak mengadu keras
lawan keras. Begitu kedua telapak tangannya hampir berbentu-
ran dengan batok kepala Raja Babi, Setan Pembeku
Darah terperanjat. Dirasakannya kekuatan luar biasa
dahsyat hendak melemparkan tubuhnya ke belakang.
Hal ini memaksa Setan Pembeku Darah mengerahkan
tenaga untuk memberatkan tubuhnya.
Desss...! Benturan sangat keras yang terjadi membuat tu-
buh keduanya terhuyung-huyung ke belakang. Bumi
dan benda-benda yang berada di sekitar tempat itu
bergetar hebat. Namun, kedua petarung itu kembali
saling menghampiri begitu kekuatan yang membuat
tubuh mereka terhuyung berhasil dipatahkan.
Di saat kedua tokoh yang terlibat perselisihan itu
saling menghampiri, Setan Pembakar Jasad melesat
meninggalkan tempatnya. Dihampirinya tokoh-tokoh
persilatan yang dilihatnya berlari menuju tempat me-
reka. Setan Pembakar Jasad benar-benar memiliki watak
luar biasa kejam. Sambil melesat menghampiri, tangan
kanan dan kirinya bergantian dipukulkan ke depan


Dewa Arak 94 Pendekar Gunung Bromo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengirimkan bola api.
Jeritan-jeritan menyayat hati pun menguak angka-
sa ketika bola-bola api menerpa tubuh tokoh-tokoh
persilatan. Mereka yang sial terbungkus api menjerit sejadi-
jadinya. Jeritan mereka itulah yang terdengar oleh De-wa Arak.
Tokoh-tokoh persilatan itu menghunus senjata
masing-masing dan memberikan perlawanan sekuat
tenaga. Tapi karena memang kemampuan mereka ter-
paut terlalu jauh, perlawanan yang diberikan tak
ubahnya semut-semut menerjang api. Mereka roboh
semua ketika telah dekat!
*** 8 "Terkutuk...!"
Seruan keras bernada geram itu mengiringi lesatan
sesosok bayangan ungu. Sosok ini langsung melesat ke
dalam pertarungan antara tokoh-tokoh persilatan ali-
ran hitam dengan Setan Pembakar Jasad!
Saat itu di kancah pertarungan hanya tinggal bebe-
rapa gelintir yang masih berdiri tegak dan melakukan
perlawanan. Sisanya telah bergeletakan di tanah dalam keadaan tak bernyawa.
Begitu melesat masuk ke dalam kancah pertarun-
gan, sosok ungu langsung menyambuti serangan Setan
Pembakar Jasad yang tertuju pada sisa lawan-
lawannya. Besss...! Gedoran tangan terbuka Setan Pembakar Jasad di-
papak dengan hantaman tangan terbuka Dewa Arak.
Keduanya segera terhuyung-huyung ke belakang.
Kesempatan ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh
tokoh-tokoh persilatan yang tersisa. Mereka berlari secepat mungkin meninggalkan
tempat itu, Setan Pem-
bakar Jasad tak mengejar. Perhatian tokoh kejam ini
ditujukan sepenuhnya pada sosok ungu yang bukan
lain Dewa Arak.
"Siapa kau, Anjing Kecil"! Sungguh berani men-
campuri urusanku! Apakah kau ingin buru-buru ting-
gal dl lubang kubur, heh"!" bentak Setan Pembakar Jasad geram bercampur heran.
Orang yang mampu
membuatnya terhuyung ternyata seorang pemuda.
"Namaku Arya. Bukan maksudku lancang men-
campuri urusanmu, Sobat. Aku hanya tak bisa melihat
tindak kekejaman di depanku!" tandas Arya mantap.
Bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Dewa Arak tahu Setan Pembakar Jasad seorang
lawan yang teramat tangguh. Benturan tangan yang
terjadi tadi telah menunjukkan kalau tenaga dalam to-
koh Kelompok Penjagal Manusia ini tak berada di ba-
wahnya. "Sombong sekali ucapanmu, Anjing Buduk!" geram Setan Pembakar Jasad. "Tahukah
kau siapa aku?"
Arya menggelengkan kepala.
"Biarpun aku tahu siapa adanya kau, tak mengu-
rangi tindakanku untuk ikut campur tangan dalam
masalah ini!" jawab Arya tegas.
"Keparat!" Setan Pembakar Jasad hampir tak bisa menahan rasa murkanya lagi. "Aku
adalah Setan Pembakar Jasad, tokoh dari Kelompok Penjagal Manusia!"
Harapan Setan Pembakar Jasad untuk bisa menci-
utkan nyali Dewa Arak dengan cara memperkenalkan
julukannya ternyata kandas. Pemuda berambut putih
keperakan itu tak merasa takut sama sekali.
"Mengapa anjing buduk ini tak merasa takut. Apa-
kah dia belum pernah mendengar julukan Setan Pem-
bakar Jasad dan Kelompok Penjagal Manusia?" tanya lelaki jangkung kurus itu
dalam hati. Dugaan Setan Pembakar Jasad tak sepenuhnya
benar. Dewa Arak memang belum pernah mendengar
julukan Setan Pembakar Jasad. Tapi, nama Kelompok
Penjagal Manusia pernah didengarnya. Kelompok Pen-
jagal Manusia beranggotakan tokoh-tokoh sesat berke-
pandaian tinggi.
Setan Pembakar Jasad yang telah sewot langsung
menyerbu Dewa Arak Pukulan bertubi-tubi diarahkan
ke dada. Namun, dengan sekali jejak Dewa Arak me-
layang melewati kepala lawannya. Sebelum mengelak
Arya menyempatkan diri mengerling ke sekitar tempat
itu. Terlihat olehnya mayat Mata Iblis dan Raja Babi.
Sukar dibayangkan betapa tingginya kepandaian Setan
Pembakar Jasad mengingat kedua pentolan tokoh se-
sat itu bisa dikalahkan.
Arya sungguh tak mengira kalau Raja Babi bukan
tewas di tangan Setan Pembakar Jasad. Tokoh dari
Madura itu tewas di tangan Setan Pembeku Darah.
Dan, Setan Pembeku Darah bersama ketuanya telah
meninggalkan tempat itu. Mereka melesat menuju Gu-
nung Bromo, meninggalkan Setan Pembakar Jasad
yang belum berhasil menghabiskan lawan-lawannya.
Karena itu, Arya hanya menjumpai Setan Pembakar
Jasad. Sementara itu, begitu berada di atas Dewa Arak
berjumpalitan. Kemudian, tangan kanannya disam-
pokkan ke arah belakang kepala Setan Pembakar Ja-
sad. Wuttt! Sampokan Dewa Arak mengenai tempat kosong.
Setan Pembakar Jasad telah lebih dulu merendahkan
tubuhnya. Jari-jari tangan Arya lewat beberapa jari di atas sasaran.
Kegagalan serangan ini sudah diperhitungan Dewa
Arak. Maka serangan susulan berupa sepakan kaki
kanan ke bawah segera dikirimkan.
Tappp...! Dewa Arak hampir tak percaya akan apa yang ter-
jadi. Setan Pembakar Jasad membalikkan tubuh dan
mengulurkan tangan, mencekal pergelangan kaki De-
wa Arak. Begitu berhasil Setan Pembakar Jasad segera me-
nyentakkannya. Arya bertindak tak kalah cepat. Di
saat lawan menyentakkan, dia pun ikut menyentak
pula sambil mengeraskan kemampuan yang membuat
kulit tubuhnya menjadi licin. Dewa Arak berhasil den-
gan usahanya. Pergelangan kakinya dapat dibebaskan
dari cekalan Setan Pembakar Jasad.
Secepat kedua kakinya menjejak tanah, secepat itu
pula Dewa Arak menerjang lawannya. Di saat yang
bersamaan Setan Pembakar Jasad melakukan hal yang
sama. Pertarungan pun tak bisa dielakkan lagi.
Kedua belah pihak tak ragu-ragu lagi mengelua-
rkan seluruh kepandaiannya. Hawa yang luar biasa
panas menyebar ke sekitar tempat itu.
Di waktu pertarungan berlangsung sengit-
sengitnya Dewi Ratna muncul. Gadis ini tak berani terlalu mendekat. Dari jarak
beberapa belas tombak dia
memperhatikan jalannya pertarungan. Cepatnya gera-
kan Dewa Arak dan Setan Pembakar Jasad membuat
Dewi Ratna tak bisa melihat dengan jelas gerakan me-
reka. Dewi Ratna memperhatikan dengan penuh minat.
Dia harus mengakui kalau orang-orang yang tengah
bertarung itu memiliki tingkat kepandaian di atasnya.
"Paman Ardaraja benar. Dunia persilatan dipenuhi oleh banyak orang sakti. Arya
saja telah memiliki kepandaian di atasku. Kalau dia mempunyai maksud
yang tak baik, mungkin aku tak bisa berbuat apa pun
untuk mencegahnya," pikir Dewi Ratna, dengan perasaan ngeri.
Di kancah pertarungan kembali Dewa Arak dan Se-
tan Pembakar Jasad berbenturan tangan. Tubuh ke-
dua tokoh itu sama-sama terhuyung. Hal ini membuat
gerakan mereka lambat dan terlihat jelas oleh Dewi
Ratna. "Dia...!" seru Dewi Ratna dalam hati ketika melihat Setan Pembakar Jasad. "Dia
orang yang telah membunuh Paman Ardaraja!"
Teringat akan hal ini Dewi Ratna tak bisa menahan
perasaan lagi. Sambil mengeluarkan pekikan keras, dia menghunus pedang dan
meluruk ke arah Setan Pembakar Jasad. Campur tangan orang luar itu membuat
Dewa Arak dan Setan Pembakar Jasad terperanjat. Se-
ketika pertarungan terhenti.
"Nona! Jangan...!" teriak Arya berusaha mencegah.
Tingkat kepandaian gadis itu belum bisa dibandingkan
dengan Setan Pembakar Jasad.
Setan Pembakar Jasad memang tak memiliki belas
kasihan sama sekali. Di saat Dewi Ratna tengah melu-
ruk ke arahnya, tinju kanannya dihentakkan. Bola api
merah pun meluruk ke arah gadis itu.
Dewi Ratna langsung pias wajahnya. Kalau seran-
gannya diteruskan, sebelum berhasil mengenai sasa-
ran dirinya akan lebih dulu terhantar bola api merah.
Tapi, dalam kesempatan yang demikian sempit Dewi
Ratna masih bisa menunjukkan kalau dirinya bukan
orang yang mudah dipecundangi. Putri Mundarang ini
membanting tubuhnya ke tanah sehingga lolos dari bo-
la api yang mematikan
"Kiranya kau, wanita sial! Sekarang jangan harap kau dapat lolos dari tanganku!"
seru Setan Pembakar Jasad sambil melesat ke arah Dewi Ratna.
Tindakan tokoh dari Kelompok Penjagal Manusia
mengejutkan Dewi Ratna. Gerakannya terlalu cepat.
Yang dapat dilihatnya hanya sekelebatan bayangan da-
lam bentuk tak jelas.
Rasa gugup membuat Dewi Ratna meneruskan
bantingan tubuhnya dengan gulingan. Dia tak mem-
punyai kesempatan lagi untuk bangkit berdiri dan
menjauhi Setan Pembakar Jasad. Lelaki jangkung ber-
telanjang dada itu tak tinggal diam. Ia berdiri membu-ru.
Dewa Arak tak bisa berpangku tangan melihat an-
caman terhadap Dewi Ratna. Apalagi setelah diyaki-
ninya gadis itu adalah orang baik-baik. Tanpa me-
nunggu lebih lama Dewa Arak melesat menghadang ge-
rak Setan Pembakar Jasad. Tokoh dari Kelompok Pen-
jagal Manusia itu tak mempunyai pilihan ketika Dewa
Arak berada di depannya.
Setan Pembakar Jasad menghentakkan kedua tan-
gan terbuka ke arah dada Dewa Arak. Pendekar muda
itu tak diberi kesempatan nampaknya dengan gerakan
yang sama. Plak, plakkkk...!
Benturan keras dua pasang tangan yang sama-
sama mengandung tenaga dalam berhawa panas kali
ini tak membuat tubuh mereka terjengkang ke bela-
kang. Keduanya mengadu tenaga dalam secara lang-
sung dari jarak dekat. Tangan-tangan mereka bertem-
pelan. Keriuhan yang semula tercipta dari pertarungan
Dewa Arak dengan Setan Pembakar Jasad berganti
dengan keheningan adu tenaga dalam. Kedua belah
pihak sama-sama mengerahkan tenaga dalam sampai
puncaknya. Sebuah pertarungan maut. Selisih tenaga
dalam sedikit saja cukup untuk membuat nyawa yang
unggul terluka parah, dan yang kalah tewas!
Mula-mula tak terjadi apa pun. Tapi beberapa saat
kemudian, wajah kedua lelaki itu mulai merah padam.
Peluh membanjir. Kian lama keadaan kedua tokoh itu
semakin mengkhawatirkan. Dari atas kepala Dewa
Arak maupun Setan Pembakar Jasad mengepul uap
putih. "Celaka...!" pikir Dewi Ratna cemas. "Pertarungan ini telah mencapai puncaknya.
Bukan hanya iblis ja-hanam itu saja yang akan celaka. Pemuda itu pun de-
mikian. Aku tak bisa membiarkan hal ini terjadi. Aku
harus berbuat sesuatu!"
Dewi Ratna yang tak menginginkan Dewa Arak ce-
laka segera melesat ke arah kancah pertarungan. Pe-
dang terhunus tercekal di tangannya. Gadis ini melesat tanpa mempedulikan
sengatan hawa panas luar biasa
yang menyebar dan pertarungan tenaga dalam antara
Dewa Arak dan Setan Pembakar Jasad.
Wajah Dewi Ratna merah padam dan dipenuhi cu-
curan peluh ketika berhasil mendekati Setan Pemba-
kar Jasad Tanpa banyak bicara pedang di tangannya
dibabatkan ke punggung tokoh Kelompok Penjagal
Manusia itu. Takkk...! Bukan hanya pedang saja yang terpental kembali
begitu berbenturan dengan punggung. Tapi tubuh De-
wi Ratna ikut terjengkang ke belakang, lalu terbanting keras di tanah.
Kejadian yang menimpa Dewi Ratna membuat De-
wa Arak tak bisa bersikap lunak lagi. Kemampuan is-
timewa yang jarang dikeluarkannya dalam penggunaan
ilmu 'Tenaga Sakti Inti Sinar Matahari' kali ini dipergunakannya!
Sejak tadi Dewa Arak memang telah menggunakan
tenaga inti mataharinya. Tapi, itu hanya terbatas pada tenaga yang berada di
dalam dirinya. Hampir tak pernah Dewa Arak menggunakan tenaga yang berada di
luar dirinya. Tapi sekarang pemuda berambut putih
keperakan itu menggunakannya. Ia mengambil tenaga
tambahan dari luar. Tenaga matahari! (Untuk jelasnya
mengenai hal tersebut, silakan baca episode "Pedang Bintang")
Dewa Arak memusatkan perhatian. Ia membuat ge-
rakan di benaknya mengenai pengambilan kekuatan
dari matahari. Dibayangkan seakan-akan kekuatan
yang diambilnya itu berupa garis yang masuk ke dalam
dirinya, terus turun ke dalam dada dan diputarkan di
pusar. Seketika itu pula Dewa Arak merasakan kekuatan
dahsyat bergolak di pusarnya. Kekuatan yang diyakini
Dewa Arak didapatkannya dari matahari itu segera di-
arahkan sebagian pada kedua tangannya.
"Aaakh...!"
Setan Pembakar Jasad meraung keras bagai bina-
tang disembelih. Tubuhnya melayang deras ke bela-
kang. Dari mulut, hidung, dan telinga tokoh Kelompok
Penjagal Manusia itu mengalir darah segar. Samar-
samar tercium bau hangus daging terbakar.
Tanpa mempedulikan nasib Setan Pembakar Ja-
sad, Arya melesat menghampiri tubuh Dewi Ratna.


Dewa Arak 94 Pendekar Gunung Bromo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pemuda itu berjongkok di dekatnya untuk memeriksa.
Arya sampai terjingkat kaget ketika Dewi Ratna mem-
buka matanya. "Kau tidak apa-apa, Nona?" tanya Arya agak gugup.
"Tidak. Aku hanya terjengkang saja. Mungkin se-
bentar tak sadarkan diri akibat tenagaku sendiri yang membalik. Aahhh...!
Keparat-keparat itu ternyata benar-benar lihai! Mungkin benar Paman Buluk Siwu
te- lah berhasil mereka tewaskan, sebagaimana Paman
Ardaraja. Sungguh menyedihkan! Pendekar-Pendekar
Gunung Bromo akhirnya berguguran di tangan mu-
suh-musuhnya. Keturunannya pun hanya tinggal me-
nunggu nasib," keluh Dewi Ratna.
"Maaf, Nona, "ujar Arya sopan, "Dari kawanku aku pernah mendengar tentang
Pendekar-Pendekar Gunung Bromo. Tentang kepandaian dan kegagahan me-
reka. Malah, diceritakan pula tentang musuh bebuyu-
tan pendekar-pendekar itu. Sayang, kawanku tak ber-
cerita lebih jauh tentang musuh besar itu. Apakah mu-
suh bebuyutan Pendekar-Pendekar Gunung Bromo
adalah Kelompok Penjagal Manusia?"
"Benar," angguk Dewi Ratna. "Orang yang telah mati di tanganmu itu adalah salah
satunya. Paman Ardaraja tewas di tangan iblis yang satunya lagi, yang berjuluk Setan Pembeku
Darah. Demikian pula dengan
pamanku yang lain. Buluk Siwu namanya."
"Buluk Siwu!" ulang Arya dengan alis berkerut.
"Rasanya aku pernah mendengar nama itu. Ah ya...!
Nama itu disebutkan oleh Raja Babi terhadap seorang
gadis yang dikejar-kejarnya. Menurut berita yang ku-
dapatkan, gadis itu dikejar-kejar oleh tokoh-tokoh persilatan golongan hitam
karena merupakan keturunan
Pendekar Gunung Bromo."
"Apakah gadis Itu berpakaian merah?" terka Dewi Ratna dengan mata berbinar. Arya
mengangguk. "Gerak-gerik dan sikapnya memperlihatkan keya-
kinan hati, bukan?" kejar Dewi Ratna lagi.
Tanggapan yang diberikan Arya lebih dulu adalah
kerutan sepasang alisnya.
"Aku tak setuju dengan ucapanmu, Nona. Aku te-
lah cukup berbincang-bincang di saat nyawanya sela-
mat dari ancaman Raja Babi dan Mata Iblis. Dari per-
cakapan singkat dengannya, aku cenderung menilai
sikapnya bukan merupakan keyakinan hati yang besar
terhadap kemampuan sendiri, melainkan kesombon-
gan! Sombong karena kepandaian yang dimiliki dan
garis keturunan yang didapatkan!" tandas Arya karena belum bisa melenyapkan rasa
jengkelnya terhadap Winarni.
Dewi Ratna hanya bisa tersenyum kecil melihat ke-
jengkelan Dewa Arak.
"Gadis itu bernama Winarni. Seperti juga aku, dia
pun termasuk keturunan Pendekar-Pendekar Gunung
Bromo." Kemudian secara singkat Dewi Ratna menceritakan
semua yang berhubungan dengan Pendekar-Pendekar
Gunung Bromo. Juga mengenai sebab-sebab timbul-
nya permusuhan dengan Kelompok Penjagal Manusia.
"Kelompok Penjagal Manusia yang merasa sakit ha-
ti kemudian membalas dendam. Paman Ardaraja tewas
di tangan mereka. Aku lihat sendiri kematiannya. Bah-
kan, Paman Buluk Siwu pun telah berhasil mereka
bunuh. Aku berhasil kabur. Tapi Setan Pembeku Da-
rah sempat mengirimkan pukulan jarak jauh berhawa
dingin luar biasa. Setelah itu aku tak ingat apa-apa la-gi," Dewi Ratna
mengakhiri penjelasannya.
"Hawa dingin yang luar biasa menghentikan kerja
alat-alat tubuhmu, tak terkecuali jantung. Tubuhmu
pun dibawa arus sungai. Melihat dirimu masih bisa
diselamatkan, kutolong kau dengan napas buatan.
Dan..." "Aku minta maaf atas piciknya pandanganku."
"Aku bisa memakluminya, Ratna," ujar Arya sambil mengembangkan senyum. "Aku
yakin setiap wanita
pun pasti akan melakukan tindakan yang sama bila
mendapat perlakuan seperti itu."
Dewi Ratna menundukkan kepala. Dia merasa ma-
lu. Di samping itu, di dalam hatinya timbul getar-getar aneh. Getaran yang
muncul ketika mengetahui betapa
gagahnya Arya. "Kurasa kita harus bertindak cepat, Ratna. Aku yakin pemimpin Kelompok Penjagal
Manusia yang seka-
rang pasti akan berusaha menemukan bekas pimpi-
nannya. Kalau pimpinan kelompok itu, Raja Setan,
berhasil menemukan Winarni maka keadaan akan
menjadi kacau!"
"Kalau begitu kita harus segera pergi ke puncak Gunung Bromo!"
"Tentu saja!"
*** Dua sosok berkelebatan cepat menuju puncak Gu-
nung Bromo. Gerakan kedua sosok itu demikian cepat.
Berlompatan dari satu batu ke batu lainnya.
Dua sosok itu terdiri dari lelaki dan wanita. Yang
lelaki memiliki tubuh tinggi besar. Sedangkan yang
wanita cantik dan mengenakan pakaian merah. Dua
sosok ini adalah Raja Setan atau pimpinan Kelompok
Penjagal Manusia, dan Winarni!
"Tidak bisakah kau bergerak lebih cepat lagi?" dengus Raja Setan, tak sabar
mengikuti gerakan Winarni
yang dirasakannya terlalu lambat. "Awas kalau kau berani mempermainkan ku! Akan
ku jarah tubuhmu! Ku
permainkan!"
Wajah Winarni berubah. Tampak jelas kengerian
membias di wajahnya. Terbayang kembali kejadian
yang dialaminya sampai akhirnya bisa bersama-sama
dengan Raja Setan.
Gadis ini tengah duduk pada sebatang pohon besar
berdaun rindang. Dia beristirahat sejenak untuk
menghilangkan rasa lelahnya. Winarni telah berlari ri-buan tombak, sejak
berpisah dengan Dewa Arak di
persimpangan jalan.
Dengan punggung bersandar pada batang pohon,
Winarni memejamkan sepasang matanya. Winarni tak
tahu ketika di depannya telah berdiri dua sosok tubuh.
Mereka adalah Raja Setan dan Setan Pembeku Darah.
Raja Setan tak sabar menunggu Winarni membuka
matanya. Tokoh sesat ini melancarkan serangan den-
gan mempergunakan sinar kebiruan yang keluar dari
matanya untuk menghantam batang pohon tepat di
atas kepala Winarni.
Brakkk...! Batang pohon itu hancur berantakan dan tumbang
di tanah memperdengarkan bunyi hiruk-pikuk. Tapi,
Winarni sudah tak berada di situ lagi. Gadis ini sudah lebih dulu menggulingkan
tubuh meninggalkan tempatnya.
"Kau putri Buluk Siwu bukan"!" tanya Raja Setan dengan suara mengguntur.
Winarni benar-benar memiliki ketabahan hati yang
besar. Sebagian besar tokoh persilatan akan segera
memberikan jawaban bila mendapat pertanyaan dari
Raja Setan. Wibawa tokoh ini terlalu mengiriskan. Tapi Winarni malah mendengus
dan membuang ludah.
Raja Setan menggeram mendapat tanggapan yang
tak diharapkan. Tokoh tinggi besar ini murka bukan
main. Dia yang selalu dihormati dan ditakuti, Sekarang mendapat hinaan dari
seorang gadis muda! Tangannya
pun diulurkan dan bergerak seperti mencengkeram.
Terdengar bunyi kain robek. Pakaian Winarni di bagian dada koyak. Tampaklah apa
yang tersembunyi di baliknya. Salah satu dari sepasang bukit kembar me-
nyembul keluar. Wajah gadis itu langsung pias.
"Kalau kau tak mau menjawab pertanyaanku, selu-
ruh pakaianmu akan ku koyak-koyak. Bukan hanya
itu saja. Kau pun akan kuberikan pada anak buahku
agar diperkosa sampai mati! Nasibmu ditentukan oleh
sikapmu terhadap pertanyaanku!" gertak Raja Setan yang tahu betul cara
memberikan ancaman jitu.
"Aku berjanji akan memberikan jawaban yang kau
inginkan. Ku mohon kau bersedia memberikan kain
untuk menutupi bagian tubuhku yang terbuka," pinta
Winarni dengan suara gemetar. Tak terlihat lagi ke-
sombongan yang semula terlihat jelas pada sikapnya.
"Sekarang jawab pertanyaanku. Dan jangan coba
mencari penyakit," ujar Raja Setan setelah memenuhi permintaan Winarni.
"Aku memang putri dari Buluk Siwu," jawab Winarni hati-hati. Khawatir sikapnya
akan mengundang
kemarahan Raja Setan.
"Berarti kau keturunan dari tokoh-tokoh yang terkenal dengan julukan Tiga
Pendekar Gunung Bromo,"
Raja Setan mengangguk-anggukkan kepala. "Kau tentu pernah mendengar cerita
ayahmu mengenai kami, tokoh-tokoh dari Kelompok Penjagal Manusia?"
"Benar," Winarni mengangguk cepat. "Menurut cerita Ayah, antara Kelompok
Penjagal Manusia dengan
Tiga Pendekar Gunung Bromo terjadi permusuhan.
Ayah bersama dua saudaranya bentrok dengan pimpi-
nan Kelompok Penjagal Manusia yaitu Iblis Penghisap
Darah yang berjuluk Biang Setan. Tokoh itu lihai seka-li dan tak dapat dibunuh.
Namun, Ayah dan saudara-
saudaranya berhasil melumpuhkannya dengan sebuah
pusaka. Pusaka itu membuat Biang Setan kehilangan
semua tenaganya. Ayah dan saudara-saudaranya ke-
mudian mengurungnya di puncak Gunung Bromo."
"Kemudian ayahmu dan dua saudaramu itu me-
nyerbu markas Kelompok Penjagal Manusia. Memban-
tai semua orang yang ada di situ tanpa kenal ampun.
Hanya beberapa yang berhasil selamat. Inilah kami
semua yang berhasil selamat," sambung Raja Setan tanpa menyembunyikan rasa sakit
hatinya yang besar.
"Bukankah demikian?"
"Benar," jawab Winarni singkat.
"Sekarang aku ingin kau membawaku ke tempat
tahanan Biang Setan. Aku ingin kau membuang pusa-
ka yang membuatnya kehilangan tenaga. Ingat, aku
tak ingin kau berpikir terlalu lama. Kau sendiri tahu akibatnya pada dirimu bila
tak setuju!"
"Aku bersedia," jawab Winarni tanpa sempat berpikir panjang lagi. Ancaman yang
mengintai terlalu me-
nakutkan untuknya. Dia tak berani menghadapi.
Sampai di sini ingatan Winarni buyar. Gadis ini
kembali memusatkan perhatian pada perjalanannya.
Hal itu harus dilakukan kalau ia masih ingin sayang
pada nyawa. Jalan menuju tempat tahanan Biang Se-
tan penuh ancaman maut! Winarni masih ingat jalan-
jalan yang aman, kendati telah lima tahun tak mengin-
jak Gunung Bromo. Dulu sewaktu usianya masih bela-
san, ayahnya sering mengajaknya ke tempat itu.
Winarni juga masih ingat semua tempat-tempat
berbahaya. Sekarang dia melihat salah satu dari tem-
pat-tempat itu. Berupa hamparan padang pasir yang
terlihat bening. Winarni mulai berpikir menggunakan
tempat itu untuk melepaskan diri dari ancaman Raja
Setan. Semakin dekat dengan padang pasir semakin te-
gang perasaan Winarni. Gadis ini sampai khawatir ka-
lau-kalau Raja Setan mengetahui kegalauan hatinya
dari bunyi detak jantungnya.
"Apakah harus kulakukan rencanaku menjebak ib-
lis ini" Tapi, bagaimana kalau gagal" Kelihatannya iblis jelek ini terlalu sakti
untuk dapat dijebak begitu saja"
Tapi kalau tak dipergunakan, bukan kesempatan na-
manya! Siapa tahu jebakan itu akan berhasil?" pikir Winarni galau.
Bloss...! Raja Setan tak kuasa untuk menahan pekik kaget-
nya. Kedua kakinya amblas ke dalam hamparan pasir
sampai sebatas betis. Pasir yang diinjaknya ternyata
empuk seperti bubur!
Belum lagi lenyap perasaan kagetnya, Raja Setan
merasakan kekuatan aneh menarik kakinya terus ke
dalam hamparan pasir. Sementara Winarni terus saja
melesat tanpa terjadi apa pun.
"Lumpur hidup...!" desis Raja Setan geram. Tokoh Kelompok Penjagal Manusia ini
murka karena merasa
ditipu. Winarni sengaja menjebaknya. Terbukti, gadis
itu sama sekali tak peduli akan nasibnya.
Raja Setan bersikap tenang kendati tubuhnya terus
tertarik ke dalam hamparan pasir. Bahkan, pimpinan
tertinggi Kelompok Penjagal Manusia ini masih sempat
memperhatikan semua tingkah Winarni.
Raja Setan cukup cerdik. Dia tahu ada tempat-
tempat yang aman untuk dipijak dengan kaki. Dan,
Winarni menggunakan tempat yang aman itu. Dengan
mempergunakan benaknya, Raja Setan mencatat tem-
pat-tempat itu. Dengan goyangan kepalanya, dia mem-
buat beberapa helai rambutnya terbang dan mendarat
di tempat-tempat yang dijadikan pijakan kaki Winarni.
Tindakan yang dilakukan Raja Setan membuat tu-
buhnya terbenam semakin cepat. Sekarang bagian tu-
buh yang tenggelam mencapai pinggang. Kendati de-
mikian, Raja Setan tak merasa gugup
Tokoh puncak Kelompok Penjagal Manusia ini me-
narik napas dalam-dalam. Kedua telapak tangannya
yang terbuka dipertemukan di depan dada. Sesaat ke-
mudian, tubuhnya berputar. Mula-mula lambat, tapi
semakin lama semakin cepat. Lumpur pun berpercikan
ke sana kemari.
Permukaan lumpur hidup bergolak hebat terbawa
putaran tubuh Raja Setan. Putaran tubuh itu bergerak
ke atas sedikit demi sedikit. Tubuh Raja Setan terangkat naik.
Ketika tubuh yang terbenam dalam lumpur hidup
tinggal sebetis, Raja Setan membarengi putaran tu-
buhnya dengan lompatan ke arah tempat-tempat yang
telah diberi tanda dengan rambutnya.
Jliggg! Raja Setan menghembuskan napas lega. Kakinya


Dewa Arak 94 Pendekar Gunung Bromo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendarat di permukaan pasir tanpa terbenam. Tokoh
yang mengiriskan ini menggeram seraya menggerakkan
tubuhnya sedemikian rupa, seperti seekor ayam mem-
bersihkan tubuhnya dari debu. Sesaat kemudian,
lumpur yang menempel di sekujur tubuhnya berperci-
kan jatuh. Dalam waktu yang demikian singkat Raja
Setan telah kembali seperti sedia kala, seperti selesai mandi dan mengeringkan
tubuh! Dengan sepasang mata seperti mengeluarkan api
Raja Setan menatap Winarni. Winarni mengetahui Raja
Setan berhasil lolos dari jebakannya. Gadis ini tahu
tak ada gunanya lagi terus berlari. Telah dilihat tanda-tanda yang dibuat Raja
Setan pada tempat-tempat di
mana kaki harus berpijak. Winarni sadar kalau terus
melarikan diri akan tertangkap juga. Jarak antara me-
reka berdua belum terlalu jauh. Itulah sebabnya Wi-
narni menghentikan lari dan membalikkan tubuh me-
nunggu kedatangan Raja Setan. Bahkan, gadis ini
memberi petunjuk di mana-seharusnya Raja Setan
menjejakkan kaki. Kalau saja tokoh sesat itu belum
memberi tanda, Winarni tak terlalu bodoh untuk me-
mutuskan menyerah!
Tak sampai sepuluh pijakan Raja Setan telah bera-
da di depan Winarni. Gadis itu menabah-nabahkan ha-
ti dengan tetap menatap wajah Raja Setan.
"Maafkan aku, Raja Setan. Bukan maksudku un-
tuk...." Ucapan Winarni terhenti di tengah jalan. Tangan
Raja Setan dilambaikan padanya. Tubuh gadis berpa-
kaian merah itu tertarik ke arah Raja Setan secara keras. Raja Setan menyambut
tubuh si gadis dengan ke-
dua tangan terkembang dan merengkuhnya dalam pe-
lukan. Pelukan Raja Setan erat sekali. Winarni hampir tak
bisa bernapas. Pelukan itu saja sudah membuat se-
mangat Winarni seperti lenyap. Apalagi ketika Raja Setan menciuminya dengan
buas. Tokoh yang kelihatannya tak menyukai wanita ini
ternyata memiliki nafsu yang besar. Dia menciumi se-
kujur wajah Winarni penuh nafsu. Buas dan liar! Bah-
kan, bibir Winarni yang indah dikulumnya habis-
habisan. Mulut Raja Setan lalu berpindah ke leher Wi-
narni. Tangannya yang sebelah menjelajah bagian-
bagian tubuh Winarni. Winarni meronta-ronta ngeri.
"Hentikan, Raja Setan! Hentikan! Aku tak akan
mengulangi perbuatanku...," rintih Winarni dengan suara memelas.
Raja Setan mendengarnya dengan jelas. Tapi, tokoh
sesat ini tak mempedulikan. Dia hendak menumpah-
kan seluruh kemarahannya pada Winarni. Dia pun te-
lah dimabuk nafsunya sendiri!
"Hentikan, Raja Setan! Kalau tidak, aku tak akan mau mengantarmu ke tempat
hukuman Biang Setan!
Toh, aku bisa bunuh diri setelah kau menjarah tubuh-
ku!" pekik Winarni di tengah keputus-asaan nya.
Ancaman Winarni ternyata manjur juga. Raja Setan
seperti baru bangun dari mimpi buruk. Pelampiasan
nafsunya dihentikan. Malah, tubuh gadis itu didorong-
nya hingga terbanting ke tanah. Sepasang mata tokoh
sesat ini tampak memerah.
"Kali ini kau kuampuni. Tapi ingat, setelah kali ini tak ada kelonggaran lagi.
Kau akan kujadikan mainan,
dan tak akan kubiarkan membunuh diri! Camkan itu!"
desis Raja Setan dengan suara bergetar.
Winarni tak sanggup berkata-kata. Dia masih terla-
lu ngeri mengingat peristiwa yang hampir saja menim-
panya. Perutnya terasa mual. Kalau tak mengingat Ra-
ja Setan bisa tersinggung. Winarni tak akan menahan
isi perutnya yang ingin keluar.
"Mari kita lanjutkan perjalanan!" sentak Raja Setan keras.
Winarni tak berani bergerak ayal-ayalan. Dikerah-
kan seluruh ilmu lari cepatnya untuk bisa mengim-
bangi lari Raja Setan!
Gundukan batu yang jauh lebih besar hancur lebur
menjadi kepingan ketika Raja Setan menyorot dengan
sinar matanya. Tampaklah sebuah lubang menganga.
Kiranya, gundukan batu itu menjadi penutup gua.
Dengan setengah menyeret Winarni, Raja Setan
memasuki gua di depannya. Ternyata gua itu mempu-
nyai lorong yang cukup panjang, sebelum berakhir di
ruangan yang lebih luas.
"Raja Setan...!" seru Sosok yang berada di atas sebuah batu.
Sosok yang tengah duduk ini bergegas bangkit. So-
sok ini bertubuh kecil kurus. Potongan tubuhnya men-
gingatkan orang akan seekor kera. Inilah tokoh sesat
yang amat terkenal. Biang Setan!
"Matamu masih awas juga rupanya, Biang Setan!"
dengus Raja Setan tanpa kesan ramah sama sekali.
Pimpinan tertinggi Kelompok Penjagal Manusia ini
menatap pimpinannya terdahulu yang tampak kebin-
gungan. Raja Setan tak peduli. Winarni dicampakkan
begitu saja ke samping.
"Kiranya aku salah menduga...," Biang Setan mengangguk-anggukkan kepala. Dia
bisa merasakan adanya ancaman terhadap keselamatannya. "Kau da-
tang tidak dengan niat untuk menyelamatkanku, bu-
kan?" "Syukur kau mengerti, Biang Setan Ompong!" sahut Raja Setan sinis, "Apa
untungnya kutolong dirimu.
Kedudukanku akan lenyap. Kau lagi yang akan menja-
di pimpinan. Dan aku menjadi pesuruh mu. Karena ku
tahu kepandaianmu masih di atasku! Aku tak mau
bertindak bodoh dengan membebaskan mu, Biang Se-
tan Ompong!"
"Kalau begitu..., untuk apa kau kemari"!" tanya Biang Setan kendati telah bisa
memperkirakan maksud
bekas anak buahnya.
"Sederhana saja. Aku ingin melenyapkanmu sela-
ma-lamanya. Agar kau tak menjadi ancaman bagiku di
waktu nanti. Kaulah satu-satunya yang tahu kelema-
han ku. Sekarang terimalah kematianmu, Biang Setan
Ompong!" Raja Setan mengirimkan serangan berupa larik si-
nar kebiruan. Dalam keadaan biasa Biang Setan tak
akan mengalami kesulitan memapak serangan itu. Ta-
pi, sekarang kekuatannya lenyap. Yang dimiliki bekas
tokoh datuk sesat ini hanya kekuatan manusia biasa.
Menghadapi serangan yang meluncur dalam kecepatan
yang menakjubkan itu, dia tak mampu berbuat apa
pun. Di saat-saat yang mengkhawatirkan itu angin ber-
hembus keras ke arah Biang Setan. Angin yang mam-
pu membuat tubuh Biang Setan terpental dan tergul-
ing-guling. Raja Setan menggeram mengetahui serangannya
kandas. Seseorang telah menolong Biang Setan dengan
mempergunakan dorongan angin pukulan. Pimpinan
Kelompok Penjagal Manusia ini juga tahu kalau peno-
long itu berada di belakangnya. Buru-buru tubuhnya
dibalikkan. Di depan Raja Setan telah berdiri Dewa Arak dan
Dewi Ratna. Dewi Ratna yang tahu kalau lelaki kokoh
itu memiliki kepandaian menakjubkan, segera me-
nyingkir. "Kurasa tindakan kejimu harus segera dihentikan, Raja Setan!" tandas Arya
mantap. "Kau harus menyusul Setan Pembakar Jasad dan Setan Pembeku Darah
yang telah lebih dulu pergi ke akhirat!"
"Kaulah yang akan menemui malaikat maut, pe-
muda sombong!"
Raja Setan menjejakkan kakinya ke tanah. Tak ke-
lihatan dihentakkan. Malah, seperti diletakkan pelan-
pelan. Namun akibatnya tanah di dalam ruangan itu
bergetar hebat! Yang mengerikan adalah ketika tanah
retak memanjang menuju Dewa Arak.
Retaken tanah itu tak hanya memanjang, tapi juga
melebar. Sedikit demi sedikit terjadinya. Seiring dengan itu pula dari atap gua
berjatuhan debu-debu.
Dinding-dinding gua bergetar hebat. Rubuhnya gua
hanya menunggu waktu saja.
Dewa Arak adalah seseorang yang kenyang penga-
laman. Dia tahu dirinya bisa masuk ke dalam tanah.
Arya menjejakkan kedua kakinya bergantian. Ta-
nah amblas sampai sedalam mata kaki. Dan, jejakan
kedua kaki Dewa Arak membuat retakan pada tanah
merapat kembali! Tanah retak yang semula berjarak
sejengkal dari Arya perlahan-lahan menjauh menjadi
tiga jengkal. Raja Setan menggeram. Getaran pada dinding dan
atap gua semakin hebat. Batu-batu kecil serta debu
berjatuhan. Winarni dan Dewi Ratna yang tak ingin
terkubur hidup-hidup segera melesat keluar. Dewi
Ratna tak lupa menyambar tubuh Biang Setan dan
membawanya keluar gua.
Lawan ternyata memiliki tenaga dalam yang jauh
lebih kuat! Kalau diperturutkan hati terus melawan,
Arya akan celaka. Pemuda ini segera melesat keluar
gua. Bumi bagaikan dilanda kiamat. Perginya Arya
membuat retakan pada tanah kembali melebar dan
memanjang secara cepat. Atap dan dinding gua lang-
sung ambruk. Beruntung Dewa Arak telah berhasil
melesat keluar.
"Hhh...!"
Arya melepas napas lega ketika menatap gundukan
tanah yang mengepulkan debu tebal. Pemuda ini ber-
syukur dalam hati karena berhasil lolos. Sukar di-
bayangkan bagaimana nasibnya apabila tidak berhasil
keluar. Dia akan terkubur hidup-hidup di dalam gua.
Kendati demikian, ada perasaan sangsi di hati Arya.
Benarkah Raja Setan telah binasa" Sulit untuk me-
mastikan kebenarannya! Tokoh itu begitu sakti untuk
tewas, begitu mudah dengan terkubur di dalam gua.
"Berakhir sudah riwayat tokoh yang mengerikan
itu!" desah Winarni gembira seraya mengerling ke arah Dewa Arak.
Arya hanya menggumam perlahan. Dia segera te-
ringat akan janjinya dengan Kertapati beberapa waktu
yang lalu. "Kalau kau berhasil menyelesaikan persoalan itu, segera kunjungi aku, Dewa Arak.
Akan kubuktikan
padamu kalau aku pandai bermain dadu. He he he...!
Kau bersedia kembali kemari, Arya?"
"Bersedia, Kek," jawab Arya mantap.
"Kalau begitu segeralah selesaikan urusan itu se-cepatnya! Ajaklah Penyair
Cengeng untuk ikut ambil
bagian dalam permainan ini!"
Dewa Arak tanpa sadar tersenyum sendiri. Dia tak
tahu kalau dua gadis yang berdiri di dekatnya tengah
memperhatikan. Kedua wanita yang sama-sama cantik
ini merasa tertarik pada Arya.
Pemuda itu sendiri tak tahu-menahu dengan gejo-
lak perasaan Winarni dan Dewi Ratna. Arya masih si-
buk memikirkan janjinya terhadap Kertapati alias
Eyang Nararya. SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Pendekar Sakti Suling Pualam 13 Dewa Linglung 21 Tangan Darah Suling Emas Dan Naga Siluman 10
^