Pencarian

Puteri Teratai Merah 3

Dewa Arak 88 Puteri Teratai Merah Bagian 3


berat. Sedangkan Nambi tertawa bergelak-gelak meli-
hat hasil ucapannya.
Kamandaka mengalihkan perhatiannya dari Putri
Teratai Merah ketika tubuh gadis itu lenyap ditelan kegelapan malam.
Pandangannya kini beralih pada Nam-
bi. "Kau boleh tertawa sepuasmu, Nambi. Sebentar lagi nyawamu akan kukirim ke
neraka. Orang seperti
kau tak layak dibiarkan hidup terus. Dunia akan men-
jadi kacau balau!"
Nambi menghentikan tawanya. Dia mendengus
keras. Pandangan matanya seakan hendak menelan
Pendekar Naga Emas bulat-bulat.
"Kau keliru, Pendekar Pengecut. Kaulah yang akan kukirim ke neraka. Dirimulah
yang menjadi penyebab
berantakannya semua cita-citaku. Kau akan mem-
bayar mahal semuanya malam ini!"
Pendekar Naga Emas melangkah maju. Nambi pun
demikian. Mata mereka saling memperhatikan calon
lawannya. Pertarungan yang sempat terhenti tampak-
nya beberapa saat lagi akan pecah kembali.
"Demi segala roh penasaran! Kau jangan serakah
Nambi. Pendekar Naga Emas bukan hanya mempunyai
hutang padamu. Dia pun harus membayar atas keke-
jian yang dilakukannya terhadap adik seperguruanku!"
Seruan yang diikuti dengan melangkah majunya
Dewa Tapak Darah membuat Pendekar Naga Emas dan
Nambi yang telah siap untuk saling gebrak menunda
maksud mereka. "Siapa kau, Kakek Aneh" Dan, siapa pula adik se-
perguruanmu yang kau katakan tewas di tanganku
ku?" tanya Pendekar Naga Emas tanpa mengalihkan
perhatian dari sosok Nambi.
Pendekar Naga Emas tahu pasti betapa liciknya
bekas panglima kerajaan itu. Maka, dia tak mau me-
ninggalkan kewaspadaan sedikit pun. Karena bagi
Nambi cara apa pun akan dipergunakan asalkan sakit
hatinya terbalaskan. Membokong pun tak menjadi per-
soalan baginya!
"Buka telingamu lebar-lebar, Naga Emas!" teriak Dewa Tapak Darah. "Aku Dewa
Tapak Darah. Dan adik seperguruanku yang kau bunuh secara kejam itu berjuluk
Pengemis Iblis Tanpa Tanding!"
"Adik seperguruannya bejat, kakak seperguruan-
nya pun pasti bukan orang baik-baik! Kalian berdua
memang sangat layak dikirim ke akhirat untuk menja-
di teman setan-setan penghuni neraka!" sahut Pendekar Naga Emas dengan suara
lantang. "Kaulah yang akan menjadi penghuni neraka, Ke-
parat!" bentak Dewa Tapak Darah yang sudah tidak bi-sa mengekang kemarahannya.
Kakek bermuka merah ini tanpa tanggung-
tanggung lagi mengeluarkan ilmu andalan. Kedua tan-
gannya jadi merah laksana besi dibakar! Hawa panas
pun menyebar dari kedua tangannya!
Pendekar Naga Emas bergegas melompat ke bela-
kang untuk mengelakkan serangan itu. Nambi tidak
tinggal diam. Lelaki berpakaian hitam ini pun ikut melancarkan serangan.
Pertarungan satu melawan dua
pun langsung pecah!
Pendekar Naga Emas alias Kamandaka mengelua-
rkan Ilmu Tangan Pedang Dan Golok yang menjadi ciri
khasnya. Sebuah ilmu tangan kosong yang amat am-
puh. Tapi, Nambi dan juga Dewa Tapak Darah memili-
ki ilmu tangan kosong yang tak kalah ampuh pula. Se-
telah pertarungan berlangsung lima belas jurus, Pen-
dekar Naga Emas harus mengakui keunggulan lawan-
lawannya. Pengeroyokan Dewa Tapak Darah dan Nam-
bi terlalu berat untuknya. Meskipun demikian, Ka-
mandaka yakin andaikata kedua musuhnya itu meng-
hadapinya satu persatu, dia akan dapat mengalahkan
mereka. Kendati memang tidak dengan mudah hal itu
dilakukan. Semakin lama keadaan Pendekar Naga Emas se-
makin mengkhawatirkan. Serangan-serangannya su-
dah tidak terlihat lagi. Pendekar ini sekarang lebih sering mengelak. Dia tidak
sempat mengirimkan serangan
balasan karena terlalu bertubi-tubinya serangan dari
kedua lawannya.
Pendekar Naga Emas bukan orang bodoh. Dia ta-
hu kalau keadaan seperti ini berlangsung tanpa ada
perubahan, dia akan roboh di tangan keduanya. Itu
berarti nyawanya akan melayang ke alam baka! Pa-
dahal, Kamandaka belum ingin tewas. Lelaki ini masih
mempunyai ganjalan di hatinya karena permasalahan-
nya dengan Putri Teratai Merah.
Di samping itu, ada hal lain yang ingin diketahui
pendekar Naga Emas. Hal itu adalah mengenai Putri
Teratai Merah. Adakah hubungan antara gadis berpa-
kaian merah itu dengan Putri Teratai Putih" Tentu saja yang dimaksudkan Pendekar
Naga Emas adalah hubungan keluarga. Rasanya tak mungkin jika ciri dan
nama mereka yang demikian mirip kalau tidak ada
hubungan apa-apa
Dalam suatu kesempatan Pendekar Naga Emas
membanting tubuhnya ke tanah untuk mengelakkan
serangan Nambi dan Dewa Tapak Darah bergegas
memburu untuk melancarkan serangan lanjutan. Ke-
dua tokoh sesat ini berlomba ingin lebih dulu menya-
rangkan serangan.
Brrr! Namun, Nambi dan Dewa Tapak Darah secepat ki-
lat menghentikan serangannya lalu melempar tubuh
ke belakang. Penyebabnya adalah serangan serangkum
debu dari Pendekar Naga Emas! Pendekar yang mem-
punyai kecerdikan cukup itu rupanya telah memperhi-
tungkan tindakan lawannya. Maka begitu tubuhnya
menyentuh tanah, tangannya langsung meraup debu
dan melontarkannya pada kedua lawannya.
Kesempatan yang tercipta dari urungnya serangan
Nambi dan Dewa Tapak Darah tidak disia-siakan oleh
Kamandaka. Lelaki kumal itu melentingkan tubuhnya.
Dan sesaat setelah kedua kakinya menjejak tanah dia
langsung melesat cepat dengan pengerahan seluruh
ilmu larinya. "Kamandaka...! Pengecut! Jangan lari kau...!" seru Nambi marah bercampur kaget
"Pendekar Naga Emas...! Ke mana pun kau pergi
jangan harap dapat lolos dari tanganku!" Dewa Tapak Darah pun berseru pula.
Dua tokoh sesat ini bergegas melesat untuk men-
gejar. Sayangnya pengejaran yang mereka lakukan
agak terlambat. Pendekar Naga Emas telah berada be-
lasan tombak di depan. Namun meski demikian, Nambi
dan Dewa Tapak Darah tetap melakukan pengejaran.
Pendekar Naga Emas tentu saja mendengar se-
ruan kedua lawannya. Tapi, lelaki ini pura-pura tidak
mendengar dan terus berlari cepat sekali. Sehingga
Nambi yang telah mengerahkan seluruh kemampuan-
nya tetap tak mampu menyusul. Malah, untuk sekadar
memperpendek jarak saja dia tak mampu.
Dewa Tapak Darah lebih parah lagi. Kakek ber-
muka merah ini malah tak bisa mempertahankan jarak
semula. Semakin lama jarak antara dia dan Pendekar
Naga Emas semakin jauh. Sampai akhirnya kakek itu
malah kehilangan jejak.
Nambi pun demikian. Meski jaraknya tak berubah
tapi kegelapan malam dan dengan adanya semak-
semak serta pepohonan membuatnya mengalami kesu-
litan untuk dapat terus melihat buruannya. Apa yang
dikhawatirkan lelaki ini akhirnya menjadi kenyataan.
Ketika melewati kerimbunan semak-semak, Pendekar
Naga Emas lenyap tak berbekas. Nambi mencari den-
gan sia-sia sambil memaki-maki panjang pendek.
*** Arya dan Putri Teratai Putih duduk berhadapan
dalam jarak satu tombak. Kedua orang ini meletak
pantatnya pada sebatang pohon yang melintang tanah.
"Sejak kau meninggalkan pertapaan ayahmu keli-
hatan terus gelisah, Putri. Boleh ku tahu penyebab-
nya" Apakah karena kepergian Putri Teratai Merah?"
Arya membuka percakapan dengan pertanyaan yang
sejak beberapa hari ini selalu menggayuti benaknya.
Pertanyaan itu dikeluarkan Arya dengan hati-hati setelah dilihatnya sejak tadi
Putri Teratai Putih duduk
dengan pandangan menerawang ke langit
Putri Teratai Putih tidak memberikan jawaban se-
patah pun. Malah, terusik pun tidak Wanita ini tidak, dengan keasyikannya
sendiri seakan-akan pertanyaan
Arya tidak didengarnya.
Arya menghela napas berat setelah menunggu be-
rapa saat lamanya tak juga mendapatkan jawaban.
"Aku sebenarnya tak ingin mencampuri urusan-
mu, Putri." ujar Arya lagi. "Tapi, sebagai sahabat aku tak rela melihat kau
senantiasa dilanda kesedihan seperti ini. Aku ingin ikut membantu masalah mu.
Tentu saja kalau kau tak mau dengan senang hati aku akan
menutup mulut"
Lagi-lagi hanya kesunyian yang menyambuti uca-
pan Arya. Pemuda berambut putih keperakan ini me-
nunggu beberapa saat sebelum akhirnya bangkit dari
duduknya. "Kalau kau ingin sendiri, aku pergi dulu, Putri.
Barangkali saja tindakanku ini akan membuatmu lebih
tenang." Arya lalu membalikkan tubuhnya dan melangkah
meninggalkan tempat itu. Tapi baru juga beberapa
langkah, ayunan kakinya dihentikan. Arya mendengar
Putri Teratai Putih menyerukan namanya.
"Kau memanggilku, Putri?" tanya Arya setelah membalikkan tubuhnya kembali.
Putri Teratai Putih yang sekarang sudah tak me-
natap langit lagi tampak menganggukkan kepala.
"Aku ingin berbincang-bincang denganmu, Arya.
Kau bersedia?"
"Dengan segala senang hati, Putri," jawab Arya sambil melangkah kembali ke
tempat semula dia duduk. "Boleh aku mengajukan pertanyaan yang bersifat agak
pribadi?" "Boleh saja, Putri. Tapi aku tak menjamin akan
menjawabnya. Itu tergantung dari pertanyaan yang
akan kau ajukan," jawab Arya setelah tercenung se-
bentar. "Jawaban yang bijaksana. Kau benar-benar seo-
rang pemuda gemblengan, Arya," puji Putri Teratai Putih sehingga wajah Arya
memerah karena malu. "Kau pernah jatuh cinta?"
Arya kelabakan. Andaikata pertanyaan Putri Tera-
tai Putih diumpamakan serangan, mungkin perta-
nyaan itu merupakan serangan maut di saat Dewa
Arak belum bersiap. Bahkan mungkin lebih dari itu.
Karena, pertanyaan Putri Teratai Putih membuat Arya
terdiam dengan wajah berubah-ubah.
Arya tidak menyangka akan ditanya seperti itu.
Sebagai seorang pemuda, apalagi yang menanyakan-
nya adalah wanita, Arya merasa risih. Tapi setelah beberapa saat lamanya
kebingungan akhirnya Arya
mampu berpikir jernih. Putri Teratai Putih rupanya ta-hu perasaan yang
berkecamuk di hati Arya. Wanita ini
dengan sabar menunggu.
"Pernah, Putri," jawab Arya kemudian dengan wajah memerah.
Pemuda berambut putih keperakan itu memu-
tuskan untuk menjawabnya, karena Arya menduga
masalah yang tengah membelit Putri Teratai Putih ke-
mungkinan besar adalah masalah asmara. Tak ada sa-
lahnya malu sedikit tapi dapat memecahkan masalah
orang lain, pikir Arya.
"Syukurlah kalau demikian," desah Putri Teratai Putih lega. "Sekarang, bagaimana
perasaanmu kalau orang yang kau cintai itu pergi. Padahal kau dan dia
sama-sama saling cinta. Bertahun-tahun orang yang
kau cintai itu pergi dan kau mengharap-harapkan ke-
pulangannya. Hingga dua puluh tahun lebih keinginan
hatimu itu tak terwujud. Kemudian, tahu-tahu kau
bertemu dengan orang yang amat mirip dengannya.
Anggap saja orang yang mirip itu adalah keturunan
dari orang yang kau cintai. Bagaimana perasaanmu,
Arya?" "Tentu saja sangat kecewa, Putri. Mungkin ber-
campur dengan kesal karena merasa ditipu," jawab Arya setelah berpikir beberapa
saat "Nah, perasaan itulah yang tengah melanda ku,
Arya. Perasaan dikhianati! Padahal..., dengar baik-
baik, Arya. Hanya kau seoranglah yang akan mengeta-
hui rahasia ini. Aku tak tahan menyimpannya terus-
menerus. Kau telah kuanggap sebagai adikku sendiri.
Maka, padamulah kuberitahukan," ucap Putri Teratai Putih dengan suara bergetar
karena guncangan perasaan.
"Terima kasih atas kepercayaan yang kau berikan
padaku, Putri."
"Aku dan kekasihku telah mempunyai seorang
anak perempuan. Tapi sayangnya kekasihku tak men-
getahui hal ini. Bahkan mungkin tak akan pernah ta-
hu. Menyedihkan sekali, bukan?" suara Putri Teratai Putih tersendat menahan
tangis. Sepasang mata wanita ini tampak berkaca-kaca.
Arya merasa terharu sekali melihatnya. Pemuda
ini bisa merasakan kesedihan yang melanda Putri Te-
ratai Putih. "Mengapa itu bisa terjadi, Putri" Maksudku, kena-pa kekasihmu tak tahu kalau dia
telah meninggalkan
seorang anak di dalam rahimmu?"
"Sayang sekali, Arya. Aku tidak bisa menjawab
pertanyaan itu! Maafkan aku."
"Tidak apa-apa, Putri," jawab Arya bijaksana.
"Anakmu itu pasti Putri Teratai Merah, bukan?" tebak Arya kemudian.
Putri Teratai Putih hanya bisa mengangguk. Kese-
dihan yang melandanya terlalu besar. Kedua bahunya
tampak sampai terguncang-guncang karena isak tan-
gis yang ditahan. Agaknya wanita ini benar-benar di-


Dewa Arak 88 Puteri Teratai Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

landa kekecewaan yang sangat.
*** 7 "Kau tahu, Arya," lanjut Putri Teratai Putih setelah bisa menguasai perasaannya.
"Kelahiran Putri Teratai Merah membuat penyesalan yang besar di hatiku."
"Mengapa demikian, Putri?"
"Ayah angkatku, Prabu Banyak Santang, sakit-
sakitan dan akhirnya meninggal karena batinnya ter-
guncang melihat aku melahirkan anak tanpa suami.
Aku tak pernah menikah. Aku malu sekali, Arya. Se-
hingga meski tak ada orang lain yang tahu kecuali
ayahku dan ayah angkatku, aku didera penyesalan
yang besar."
Arya terdiam. Pemuda ini menunggu cerita Putri
Teratai Putih selanjutnya.
"Seperti juga ayah angkatku, ayahku juga merasa
terpukul sekali. Beliau malu karena aku, keturunan
satu-satunya dari Sepasang Malaikat, melahirkan anak
tanpa nikah. Tapi beliau lebih kuat batinnya daripada ayah angkatku. Untuk
menutupi rasa maluku, beliau
membawa Putri Teratai Merah ke tempat gurunya. Be-
liaulah yang mendidiknya di sana. Dan..., sampai Putri Teratai Merah besar tak
juga rahasia ini dibeberkan.
Baik aku maupun Ayah tak berani mengutarakannya.
Kecuali... kalau ayah dari Putri Teratai Merah, Pendekar Naga Emas, kutemukan
dan kuceritakan hal yang
telah terjadi. Tapi sekarang keinginan itu rasanya telah tidak ada lagi..."
Sampai di sini Putri Teratai Putih tak sanggup
membendung kesedihannya. Dia menangis dengan
tanpa suara. Air matanya yang sekian puluh tahun di-
tahannya sekarang mengalir deras bak air sungai.
Arya terpaku bagai patung. Rasa iba yang melan-
da hati pemuda berambut putih keperakan itu. Bisa
dirasakannya kesedihan yang sangat melanda Putri
Teratai Putih "Sudahlah, Putri," hibur Arya sambil menyentuh tangan Putri Teratai Putih.
"Percayalah, aku akan membantumu untuk mencari Pendekar Naga Emas.
Akan kuberitahukan semua hal yang telah kau alami
ini padanya."
Hiburan Arya membuat guncangan pada kedua
bahu Putri Teratai Putih semakin menjadi-jadi. Wanita ini menjatuhkan kepalanya
di dada Arya yang bidang.
Hampir saja pemuda berambut putih keperakan ini
terlonjak. Tapi, untungnya dia segera sadar. Dibiarkan saja tingkah Putri
Teratai Putih. Arya tetap diam kendati dadanya dirasakan basah
oleh air mata. Bahkan tanpa sadar tangan kanannya
mengelus-elus rambut Putri Teratai Putih. Tindakan ini membuat kesedihan wanita
itu semakin menjadi-jadi.
Dan... bunyi dengusan keras membuat Arya serta
Putri Teratai Putih sadar akan adanya orang lain di se-keliling mereka. Cepat-
cepat kedua orang itu melepas
pelukannya. Wajah Putri Teratai Putih tampak merah
seperti udang direbus.
"Hey...! Berhenti kau, Pengintai Hina...?" seru Arya ketika dilihatnya sesosok
tubuh berpakaian lusuh
membalikkan tubuh dan melangkah meninggalkan ke-
rimbunan semak-semak. Jarak semak-semak itu den-
gan tempat Arya dan Putri Teratai Putih berada sekitar lima tombak. Dan di
antara kedua tempat itu tak ada
apa pun yang menghalangi.
Seruan Arya terdengar kasar karena pemuda be-
rambut putih keperakan itu merasa malu mengingat
perbuatannya bersama Putri Teratai Putih dilihat
orang. Sang pengintai itu tampak menghentikan langkah.
Kendati demikian, tubuhnya tidak dibalikkan. Sosok
itu berdiri membelakangi Arya. Arya sendiri berbaren-
gan dengan seruannya telah melesat ke arah si pengin-
tai. Dia kemudian bersalto melewati atas kepalanya.
Dan dengan tanpa menimbulkan bunyi sedikit pun
menjejakkan kaki di tanah. Padahal, tanah tempat
pemuda berambut putih keperakan itu menjejakkan
kaki dipenuhi dengan semak-semak kering!
"Sungguh tercela sekali perbuatanmu Sobat, men-
gintai orang yang tengah membicarakan masalah," tegur Arya seraya mengamati si
pengintai yang berjarak
dua tombak di depannya.
Sang pengintai, seorang lelaki berusia lima puluh
lima tahun yang berpakaian lusuh, berkumis, jenggot,
dan cambang tak teratur terlihat tersenyum mengejek.
"Membicarakan masalah" Apakah aku tak salah den-
gar, Sobat" Kau ini tengah membicarakan masalah
atau berbuat mesum?" sahutnya dengan nada sinis.
"Mulutmu kotor sekali, Sobat!" sentak Arya dengan wajah memerah karena malu.
"Andaikata pun benar kami tengah melakukan hal yang kau tuduhkan
itu, tidak pantas kau mengintainya!"
"Siapa yang mengintai" Kalianlah yang tak tahu
diri. Mengapa berbuat mesum di tempat seperti ini"
Aku tidak mengintai! Aku kebetulan lewat dan melihat
perbuatan kalian yang menjijikkan!"
"Tarik kembali ucapanmu itu, Sobat!" ujar Arya dengan suara semakin meninggi.
"Kau telah keliru me-nilai orang. Wanita yang kau anggap berbuat mesum
itu adalah kakakku. Dia tengah mendapat musibah!
Aku sebagai adiknya berusaha untuk menghiburnya!
Dan...." "Ucapan apa ini"! Tak lebih dari bunyi yang keluar dari lubang dubur manusia
yang paling kotor! Belum
pernah kudengar putri dari Banyak Catra, salah seo-
rang pimpinan Perkumpulan Sepasang Malaikat,
mempunyai seorang saudara kandung. Sepengetahua-
nku dia anak tunggal!" dengus lelaki lusuh itu tetap dengan nada sinis.
Kalau saja ada halilintar menggelegar di dekat
tempat itu, Arya belum tentu sekaget ini. Dari mana lelaki lusuh itu tahu
rahasia ini"
"Siapa kau sebenarnya, Sobat?" tanya Arya. Suaranya mulai melunak
Lelaki lusuh kembali mendengus penuh ejekan.
"Betapa enaknya memutar lidah! Tadi seenaknya memaki-makiku dengan segala macam
cercaan. Begitu
melihat gelagat yang kurang menguntungkan, lalu me-
nanyakan nama. Tak perlu, Sobat. Panggil saja aku
dengan sebutan yang semula kau berikan padaku"
Wajah Arya merah padam. Di samping karena pe-
rasaan tersinggung, dia juga merasa malu. Disadarinya kalau tadi dia telah
bersikap agak berangasan. Meski
demikian, Arya tak merasa bersalah. Toh sikap itu
muncul karena perbuatan lelaki lusuh pula. Kalau
memang lelaki itu tak mau menimbulkan keributan
tentu begitu melihat adegan yang terjadi antara Dewa
Arak dengan Putri Teratai Putih, dia segera meninggalkan tempat itu tanpa perlu
mendengus. "Lalu... apa kehendakmu sekarang, Sobat?" tanya
Arya ingin tahu.
"Tidak ada keinginan apa pun," jawab lelaki lusuh dingin. "Tapi perlu
kuberitahukan padamu, Anak Mu-da. Kalau kau hendak berbuat mesum, pilihlah
tempat yang sepi. Di sini terhitung ramai. Nanti tak ada orang lain lagi yang melihat
kemesuman kalian!"
"Sebenarnya... apa yang kau kehendaki, Sobat"
Kalau tak ada apa-apa mustahil kau bersikap demi-
kian sinis. Sepertinya kau benci sekali padaku. Kuberitahukan sekali lagi, aku
bukan orang yang gemar ber-
buat seperti yang kau tuduhkan. Bahkan, apa yang
kau tuduhkan pun sama sekali tidak benar! Kuharap
kau mau mencabut ucapanmu yang kelewatan itu."
"Kalau aku tidak mau, kau mau apa?" tantang lelaki lusuh tanpa merasa gentar
sedikit pun. "Akan ku paksa agar kau mau melakukan apa
yang kuinginkan!" tandas Arya, mantap. "Kalau perlu dengan memberikan sedikit
hajaran pada mulutmu
yang kotor. Barangkali saja setelah itu kau tak akan
sembarangan lagi mengeluarkan perkataan."
"Kau boleh coba laksanakan keinginanmu, Sobat!"
timpal lelaki lusuh tak mau kalah. "Kebetulan jadi aku bisa mengetahui apakah
kemampuan bela dirimu sebesar kemampuanmu bermain mesum!"
"Tutup mulutmu yang kotor, Sobat!"
Arya tak bisa menahan sabar lagi mendengar
tanggapan lelaki lusuh yang tetap kasar. Pemuda be-
rambut putih keperakan ini segera menerjang dengan
pukulan kanan dan kiri lurus ke arah dada.
Arya sengaja mengirimkan serangan seperti itu
karena tak ingin membuat lelaki lusuh celaka. Biar bagaimana pun juga lelaki ini
bukan orang jahat. Maka
serangan yang dilakukan Dewa Arak menggunakan ge-
rakan yang sederhana dan tenaga dalam yang seka-
darnya saja. Lelaki lusuh mendengus. Dia tidak mengelak se-
rangan yang dikirimkan Arya. Pemuda berambut putih
keperakan ini menjadi kaget dan mengurangi lagi tena-
ganya agar lawan tidak terluka berat.
Buk, buk, bukkk!
Benturan yang terjadi antara dada lelaki lusuh
dengan kepalan-kepalan Arya membuat pemuda be-
rambut putih keperakan itu menyeringai. Jari-jari tangannya bagai menumbuk besi
baja, bukan tubuh ma-
nusia yang terdiri dari daging dan tulang!
"Mengapa kau sungkan-sungkan, Sobat" Tadi ku-
lihat di waktu berbuat mesum kau tak ragu-ragu.
Bahkan, segenap kemampuan yang kau miliki dikelua-
rkan semuanya. Apakah tenagamu telah habis untuk
bermesum ria"!" sembur lelaki lusuh, tak pernah kehilangan ejekan yang berpokok
pangkal dari persoalan
itu. "Kalau itu yang kau inginkan. ku penuhi Sobat!"
desis Arya sambil menggertakkan gigi. Pemuda itu ge-
ram bukan main melihat lelaki lusuh semakin keterla-
luan dengan ejekannya. Rupanya sikap welas asih
Arya dijadikan bahan untuk membuat ejekan.
Dewa Arak segera melompat menerjang lawannya.
Kali ini pemuda berambut putih keperakan itu menge-
luarkan seluruh kemampuan yang dimiliki. Bukan
hanya karena ucapan dan sikap lelaki lusuh yang me-
lampaui batas, tapi juga karena telah mengetahui ka-
lau lawannya itu memiliki kepandaian tinggi.
Dewa Arak mengirimkan tendangan terbang. Kaki
kanannya meluncur ke arah leher. Sementara kaki ki-
rinya yang tertekuk, kendati terlihat tenang, menyem-
bunyikan bahaya yang tak kalah besar. Kaki kiri itu
bisa menyusul kaki yang kanan dan mengancam kese-
lamatan lawan! Serangan Dewa Arak kali ini berlipat kali lebih
dahsyat dari sebelumnya. Tapi, lelaki lusuh tetap terlihat tenang. Tak kelihatan
kalau dia merasa gelisah.
Malah lelaki itu berdiri di tempatnya.
Tappp! Kreppp! Tangkisan sekaligus tangkapan tangan lelaki lu-
suh membuat Dewa Arak terkejut bukan main. Ka-
kinya dirasakan tergetar hebat. Tapi, hal itu belum terlalu mengejutkan. Yang
membuat jantung pemuda
berpakaian ungu ini bagai terhenti berdetak adalah
keberhasilan tangan lelaki lusuh menangkap pergelan-
gan kakinya Meskipun demikian, Dewa Arak mampu bertindak
cepat. Maka ketika kaki kanannya ditangkap, kaki ki-
rinya segera disarangkan ke arah dada lelaki lusuh untuk memaksa dia melepaskan
cekalannya. Lelaki lusuh itu mengetahui akan adanya anca-
man besar. Disadarinya tendangan lawan mampu
membuat batu karang yang paling keras sekalipun
hancur berantakan. Maka cekalannya dilepaskan, dan
bersamaan dengan itu dia melompat jauh ke belakang.
"Kau hebat, Anak Muda," untuk pertama kalinya lelaki lusuh memuji. "Tapi,
kehebatanmu ini belum se-hebat ilmu mesummu!"
"Mungkin yang kali ini akan lebih hebat dari gen-carnya mulutmu mengeluarkan
ucapan kotor!" sahut Arya cepat
Arya yang semakin menjadi-Jadi kemarahannya
mendengar makian lelaki lusuh lalu secepat kilat me-
nerjang. Kedua tangannya didorongkan dengan jari-jari tangan terkembang. Pemuda
berambut putih keperakan ini dalam cekaman rasa marah yang sangat sete-
lah mengerahkan tenaga dalam inti matahari yang
menjadi andalannya.
Angin yang luar biasa panas berhembus dari ke-
dua tangan Arya yang didorongkan. Seketika semak-
semak yang berada di sekitar tempat itu layu! Bebera-
pa di antaranya langsung rontok ke tanah dalam kea-
daan gosong! "Sebuah Ilmu pukulan yang hebat..!" Lelaki lusuh berseru memuji. Kedua tangannya
dikembangkan membentuk cakar naga lalu ditarik ke depan dada
dengan cepat. Dan, perlahan kedua tangan itu dihen-
takkan ke depan.
Tidak terdengar deru angin sedikit pun. Tapi Dewa
Arak melihat sekujur tangan, bahkan sebagian besar
tubuh lelaki lusuh, diselimuti sinar kuning keemasan.
Bunyi meletup pelan terdengar kemudian. Tubuh
Dewa Arak dan lelaki lusuh sama-sama terjengkang ke
belakang. Masing-masing merasakan dadanya sesak
bukan main. Dan begitu berhasil memperbaiki kedu-
dukan baik Arya maupun lelaki lusuh saling berpan-
dangan dengan sinar mata kagum. Mereka tampaknya
kini lebih yakin akan kelihaian lawan yang dihada-
pinya Dewa Arak mulai menurunkan guci arak dari
punggungnya. Pemuda berambut putih keperakan itu
mengambil keputusan demikian karena tahu lawan
yang akan dihadapinya sangat lihai.
"Tunggu, Arya...!"
Guci yang telah diangkat di atas kepala dan siap
untuk dituangkan ke mulut, urung dilakukan Arya.
Dengan sinar mata penuh pertanyaan pemuda beram-
but putih keperakan itu menatap ke arah Putri Teratai Putih yang berlari ke


Dewa Arak 88 Puteri Teratai Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempatnya dan lelaki lusuh berada. Putri Teratai Putih menghentikan larinya
ketika jarak dengan lelaki lusuh tinggal dua tombak. Pandang wanita ini terpaku pada ke
arah punggung lelaki lusuh. Arya jadi heran melihatnya. Apalagi ketika meli-
hat sinar mata Putri Teratai Putih yang demikian pe-
nuh dengan berbagai perasaan.
"Siapa kau sebenarnya, Sobat?" tanya Putri Teratai Putih dengan suara menggigil.
"Ilmu yang kau gunakan ketika menangkis serangan kawanku mengin-
gatkan aku pada seseorang. Sepengetahuanku hanya
dialah yang memiliki ilmu seperti itu, Ilmu Emas."
Lelaki lusuh tetap tak bergeming. Tawa ejekan
yang didahului dengan dengusan keras segera diper-
dengarkannya. "Hai, Anak Muda! Jawab yang benar siapa di anta-
ra kalian berdua yang berbohong" Kulihat kau dan
wanita itu berbuat mesum. Kau katakan padaku wani-
ta itu adalah kakakmu. Sedangkan wanita itu sendiri
memberitahukan kalau kau adalah kawannya. Mana di
antara kalian yang benar"!"
"Dia yang benar, Sobat," jawab Arya dengan wajah merah. "Tapi, aku pun tak
salah. Aku memang saha-batnya. Tapi...."
"Karena persahabatan terlalu erat lalu kalian buat mesum dengan alasan telah
seperti saudara diri. Begitu bukan"!" potong lelaki lusuh.
"Kamandaka, kau terlalu?" bentak Putri Teratai Putih, keras melengking.
Lelaki lusuh sedikit pun tidak kelihatan terkejut
mendengar panggilan itu. Yang kaget justru Arya. Pe-
muda berambut putih keperakan ini sekarang mengerti
mengapa lelaki lusuh ini kelihatan demikian memu-
singkan perbuatannya dengan Putri Teratai Putih. Pan-
tas. Lelaki ini bukan lain dari Pendekar Naga Emas!
Sekarang Arya juga mengerti mengapa lelaki itu
memiliki kemampuan demikian dahsyat. Hal itu tidak
aneh kalau mengingat lelaki ini adalah Pendekar Naga
Emas. Pendekar itu terkenal memiliki kepandaian yang
amat tinggi. "Siapa yang terlalu, Teratai" Kau atau aku..."!" balas lelaki lusuh. Suaranya
tidak penuh ejekan dan ke-
seriusan seperti tadi. Suara Pendekar Naga Emas kali
ini dikenal baik oleh Putri Teratai Putih sebagai milik Pendekar Naga Emas yang
dikenalnya dulu.
"Tentu saja kau!" bentak Putri Teratai Putih sambil menudingkan tangan.
Pendekar Naga Emas membalikkan tubuh dengan
cepat. Kelihatan jelas kalau lelaki ini tak puas dengan jawaban yang diberikan
Putri Teratai Putih.
"Tidak salahkah apa yang kudengar ini, Teratai?"
bantah Pendekar Naga Emas tak mau kalah. "Kaulah yang keterlaluan! Kau yang ku
pikirkan bertahun-tahun dengan hati berdarah ternyata sedang enak-
enak berbuat mesum."
Tutup mulutmu, Kamandaka...!" jerit Putri Teratai Putih dengan nada suara lebih
tinggi. "Berkacalah ada dirimu sendiri! Kau yang ku pikirkan siang malam selama
dua puluh tahun lebih dan kucari-cari tanpa ha-
sil ternyata enak-enakan menikah dengan wanita lain
dan mempunyai anak!"
"Apa kau bilang"!" Kamandaka membentak tak
kalah keras. Tapi, kali ini bercampur dengan rasa ka-
get yang besar. Sepasang mata pendekar ini membela-
lak lebar. "Siapa yang menyebar fitnah keji seperti itu padamu, Teratai" Pemuda
yang menjadi temanmu
buat mesum inikah"!"
Arya yang sejak tadi mendengarkan pertengkaran
antara Kamandaka dengan Putri Teratai Putih sangat
kaget mendengar tuduhan itu. Arya yang semula ingin
mencampuri urusan sepasang kekasih itu, setelah di-
rinya dibawa-bawa merasa tak bisa berdiam diri lagi.
Meski demikian, pemuda berambut putih keperakan
ini tak mempunyai kesempatan untuk membela diri,
Putri Teratai Putih telah mendahuluinya.
"Kau keliru, Kamandaka! Aku tak mengetahui dari
siapa pun, melainkan bukti yang kulihat jelas dengan
mata kepalaku sendiri. Baru beberapa hari lalu hal ini kuketahui"
"Bukti apa"!" Kamandaka menantang.
"Anakmu datang menyatroni tempat kediaman
ayahku. Kalau saja tak ada seorang pemuda yang kau
maki-maki berbuat mesum ini, aku dan ayahku telah
menjadi mayat di tangannya. Pemuda yang kau anggap
orang mesum inilah yang telah menolong nyawa aku
dan ayahku. Pemuda itu adalah seorang pendekar be-
sar yang memiliki nama tak kalah harum dengan na-
mamu, Kamandaka! Dia Dewa Arak!"
"Aku tak peduli siapa adanya dia! Aku memang
bukan apa-apa. Aku hanya seorang gembel hina. Tapi
dari mana kau bisa tahu kalau orang yang hendak
membunuh kau dan ayahmu adalah keturunan ku.
Perlu kuberitahukan, Teratai, tuduhanmu itu sama
kali tak benar! Aku tak pernah menikah dengan wanita
lain. Apalagi sampai mempunyai anak. Aku tak pernah
berhubungan dengan wanita mana pun. Aku malah
menyiksa diri setelah pergi jauh darimu. Kau lihat
keadaanku" Tak terurus, bukan" Itu karena aku selalu
tak bisa melupakanmu!"
"Kau kira aku enak-enak saja, Kamandaka?" timpal Putri Teratai Putih dengan
suara yang mulai mele-
mah. Wanita ini sejak tadi sebenarnya telah melihat
perbedaan yang menyolok dalam diri pendekar di ha-
dapannya ini. Pendekar Naga Emas dulu seorang pemuda tam-
pan dan selalu rapi. Tapi sekarang" Tak ubahnya gem-
bel! Pemuda itu kelihatan kotor dan tak terawat.
"Tapi..., mengapa ada orang yang demikian mirip
denganmu bagai pinang dibelah dua," semakin melemah suara Putri Teratai Putih.
"Malah pemuda itu pun mempunyai ilmu yang sama denganmu. Kalau bukan
keturunanmu, mengapa dia bisa demikian mirip den-
ganmu" Lagi pula, dari mana ilmu-ilmu khasmu dida-
patkannya?"
Pendekar Naga Emas tercenung. Rupanya kata-
kata Putri Teratai Putih mulai membuatnya bimbang.
"Mungkinkah ada orang yang hendak memecah belah
kita" Hendak mengadu domba antara kita, Teratai?"
ucap Pendekar Naga Emas setelah berpikir beberapa
saat lamanya. "Aku pun telah bertemu dengan orang wanita muda yang amat mirip
denganmu. Bahkan dia
memiliki ilmu-ilmu khas Perkumpulan Sepasang Ma-
laikat. Tapi ketika kutanyakan mengenai hubungannya
denganmu, dia tidak tahu-menahu."
"Apakah gadis itu memperkenalkan diri padamu"
Pakaiannya serba merah?" terka Putri Teratai Putih.
Kamandaka mengangguk.
"Putri Teratai Merah namanya. Nah, bukankah
aneh ada seseorang yang bisa mirip segala-galanya
denganmu tapi tak ada hubungan apa pun" Maksudku
hubungan keturunan."
"Siapa bilang tak ada hubungan apa pun, Kaman-
daka. Gadis itu adalah anakmu. Anak kita!" tandas Putri Teratai Putih
"Apa"!"
Pendekar Naga Emas terjingkat bagai disengat
ular berbisa. Kelihatan jelas keterkejutan melandanya.
"Apakah kamu masih waras, Teratai"! Anak kita"
Bagaimana mungkin hal itu terjadi" Kita kan tak per-
nah... Bagaimana mungkin bisa terjadi seorang anak"!"
Putri Teratai Putih menghela napas berat. Hal se-
perti ini sudah diduga sebelumnya.
"Oleh karena itulah Kak Kamandaka, sejak dua
puluh tahun lalu aku mencari-carimu. Aku ingin men-
ceritakan semuanya. Aku juga semula tak mengerti.
Tapi ketika Paman memberitahukannya, juga Ayah,
aku mulai mengerti..."
"Apa yang mereka katakan?" sambut Pendekar
Naga Emas cepat, penuh rasa ingin tahu.
Suasana jadi hening. Putri Teratai Putih belum
memberikan jawaban. Wanita ini tengah mencari kata-
kata yang tepat untuk memulai ceritanya.
"Ha ha ha...!"
Tawa keras menggelegar membuat Putri Teratai
Putih yang hendak memberikan jawaban jadi urung
mengatakannya. Wanita ini menolehkan kepala ke
arah asal suara.
Hal yang sama dilakukan oleh Dewa Arak dan
Pendekar Naga Emas. Seketika jantung mereka berde-
tak jauh lebih cepat. Di tempat itu telah hadir sosok-sosok yang sangat
mengejutkan mereka. Nambi dan
Dewa Tapak Darah!
"Sama sekali tak kusangka kalau di tempat ini
akan bisa menemukan orang-orang yang kucari sekali-
gus! Pendekar pengecut yang dulu berjuluk Pendekar
Naga Emas dan Putri Teratai Putih!"
Nambi yang pertama kali membuka suara. Lelaki
ini kelihatan gembira bukan main.
"Tapi kau harus ingat, Nambi. Pendekar Naga
Emas adalah bagianku. Akulah yang akan memenggal
kepalanya!" timpal Dewa Tapak Darah tak mau kalah.
"Jangan khawatir, Tapak Darah! Setelah kita men-
jadi sobat baik, aku tak pelit untuk memberikan ke-
sempatan padamu membalaskan sakit hati. Tapi, kau
harus ingat kalau Putri Teratai Putih adalah bagian-
ku!" tandas Nambi
"Aku tak akan mencampuri urusanmu, Nambi.
Yang penting bagiku adalah Pendekar Naga Emas.
Dan, setelah itu semuanya tak akan ku pikirkan lagi!"
"Ha ha ha...!" Tawa Nambi terdengar semakin keras membahana.
*** 8 "Bukankah itu si keparat Nambi, Kak," ujar Putri Teratai Putih setelah
memperhatikan bekas panglima
kerajaan itu beberapa saat lamanya.
"Benar, Teratai," Pendekar Naga Emas mengangguk. Dia tidak ingat lagi kalau
Putri Teratai Putih telah mengubah panggilan terhadap dirinya.
"Hati-hati terhadap kakek muka merah itu, Kak,"
ucap Putri Teratai Putih lagi. "Dia berjuluk Dewa Tapak Darah, kakak seperguruan
Pengemis Iblis Tanpa
Tanding. Kepandaiannya luar biasa. Aku saja mungkin
telah tewas di tangannya kalau tidak keburu ditolong
Dewa Arak "
"Aku tahu, Teratai. Aku telah bertarung dengan-
nya. Dia tidak terlalu berbahaya. Nambi masih lebih lihai dari padanya," jelas
Pendekar Naga Emas.
Putri Teratai Putih melongo. Kalau saja bukan
Pendekar Naga Emas yang bicara, dia tak akan per-
caya. Mungkinkah Nambi yang dulu berkepandaian ala
kadarnya itu sekarang memiliki tingkat kepandaian di
atas Dewa Tapak Darah" Padahal, kakek bermuka me-
rah itu saja sudah memiliki kepandaian tak terukur!
"Menyingkirlah, Teratai," ujar Pendekar Naga Emas sambil melangkah maju.
Pendekar yang pernah menjadi jago nomor satu
pada jamannya itu tahu kalau Putri Teratai Putih bu-
kan tandingan dua lawan yang amat tangguh itu. Pe-
rasaan khawatir pun bersemayam di hati Kamandaka.
Pendekar Naga Emas tidak mengkhawatirkan ke-
selamatan dirinya, Yang menjadi pikirannya adalah
Putri Teratai Putih! Karena, kalau Nambi dan Dewa
Tapak Darah bisa berlaku cerdik, keadaan akan men-
guntungkan mereka.
Apa yang dikhawatirkan Pendekar Naga Emas ter-
nyata beralasan! Nambi dan Dewa Tapak Darah telah
cepat membaca kedudukan Pendekar Naga Emas dan
Putri Teratai Putih.
"Kau tangkap Putri Teratai Putih, Tapak Darah,"
beritahu Nambi "Sementara aku yang akan mengurus pendekar pengecut ini. Tapi
ingat, jangan buat putri
itu terluka berat. Aku masih membutuhkannya. Sete-
lah kau lumpuhkan dia, kau masih mempunyai ke-
sempatan membantuku menghadapi Pendekar Naga
Emas." "Aku pun berpikir demikian, Nambi. Sebuah usul
yang bagus sekali!" sambut Dewa Tapak Darah.
Pendekar Naga Emas menggertakkan gigi. Di da-
lam hati dia memaki-maki kelicikan kedua lawannya.
Tapi menyadari waktu yang amat sempit, lelaki ini se-
gera mendahului menyerang!
Pendekar Naga Emas yang telah tahu kalau lawan
yang lebih ringan adalah Dewa Tapak Darah, segera
menyerang kakek itu. Tak tanggung-tanggung lagi, Il-
mu Tangan Sakti Pedang Dan Golok yang menjadi an-
dalannya dipergunakan.
Bunyi berdesing tajam seakan-akan ada beberapa
pedang dan golok berkelebatan mencari mangsa ter-
dengar ketika Pendekar Naga Emas melancarkan se-
rangan. Sinar kekuningannya menyelimuti sekujur ke-
dua tangan Kamandaka.
Dewa Tapak Darah tidak berani menangkis seran-
gan Pendekar Naga Emas yang berupa tusukan dan
bacokan. Dia melompat ke belakang untuk mengelak-
kannya. Kakek ini tahu betul kedahsyatan serangan
itu. Jangankan terkena langsung, angin serangannya
saja sudah cukup untuk membuat lawan yang memili-
ki tenaga dalam kurang kuat putus anggota tubuhnya.
Pendekar Naga Emas tak tinggal diam. Pendekar
ini segera memburu untuk melancarkan serangan su-
sulan. Tapi, Nambi bertindak cepat. Lelaki ini melom-
pat menjegal gerakan Pendekar Naga Emas!
Plak, plakkk! Bunyi berdetak keras terdengar ketika dua pasang
tangan berbenturan. Nambi berbeda dengan Dewa Ta-
pak Darah. Bekas panglima kerajaan ini tak sungkan-
sungkan memapaki serangan Pendekar Naga Emas.
Tak ada akibat apa pun atas kedua tangannya, kecuali
pada lengan-lengan bajunya yang robek memanjang.
Nambi memang memiliki tangan sekuat baja!
Saat Pendekar Naga Emas terhuyung ke belakang
seperti halnya Nambi akibat benturan keras itu, Dewa
Tapak Darah melompat melewati kepala sang pendekar


Dewa Arak 88 Puteri Teratai Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan menyerang Putri Teratai Putih.
Pendekar Naga Emas tak ingin hal itu terjadi. Ke-
dua cakarnya diayunkan memapaki melesatnya tubuh
Dewa Tapak Darah. Tapi, baru setengah jalan langsung
diurungkan. Tubuhnya lalu dibanting ke tanah dan di-
gulingkan menjauh karena Nambi telah mengirimkan
tendangan bertubi-tubi!
Nambi benar-benar memenuhi janjinya untuk
membuat Dewa Tapak Darah bisa berurusan dengan
Putri Teratai Putih. Bekas panglima kerajaan ini meluruk menyerbu Pendekar Naga
Emas dan menghuja-
ninya dengan serangan-serangan dahsyat
Pendekar Naga Emas tak mempunyai pilihan lain
kecuali memberikan perlawanan. Pertarungan yang
kedua kali antara kedua musuh bebuyutan itu ber-
langsung. Keberhasilan Nambi membuat Pendekar Naga
Emas kerepotan hingga Dewa Tapak Darah dapat den-
gan leluasa berurusan dengan Putri Teratai Putih.
Sang Putrilah yang kewalahan. Dia pontang-panting ke
sana kemari untuk menyelamatkan diri. Pertarungan
tak seimbang pun terpampang di depan mata,
Ternyata bukan hanya Pendekar Naga Emas dan
Putri Teratai Putih yang terlibat dalam pertarungan.
Dewa Arak pun demikian. Malah, pemuda berambut
putih keperakan itu menghadapi seorang lawan yang
amat tangguh! Lawan Dewa Arak adalah seorang pemuda berpa-
kaian kuning yang bukan lain Reksanata. Pertarungan
telah berlangsung sengit. Jarak pertempuran dua
orang muda ini dengan pertarungan Pendekar Naga
Emas serta Putri Teratai Putih tak lebih dari lima belas tombak
Pertarungan mereka kini sudah mencapai pun-
caknya, Dewa Arak menggunakan jurus 'Belalang Sak-
ti'nya. Sementara Reksanata telah menggunakan ilmu
Tangan Sakti Pedang Dan Golok serta Naga Emas!
Di luar kancah pertarungan tampak berdiri seo-
rang gadis berpakaian merah yang bukan lain dari Pu-
tri Teratai Merah. Wajah gadis ini kelihatan agak pu-
cat. Terbayang kembali di benak gadis ini kejadian
yang dialaminya. Putri Teratai Merah tengah tercenung dengan pikiran kusut
setelah pusing memikirkan masalah Pendekar Naga Emas. Kenyataan betapa Kaman-
daka yang dikaguminya dan diharapkan dapat menjadi
kawan tarung melawan Pendekar Naga Emas ternyata
si pendekar itu sendiri.
Berbagai macam perasaan berkecamuk di benak
Putri Teratai Merah. Rasa marah, malu, dan sedih dan
merasa dipermainkan. Perasaan-perasaan itu mem-
buat Putri Teratai Merah terguncang batinnya. Selama
berhari-hari dia melanjutkan perjalanan dengan benak
kusut Sesampainya di tempat ini Putri Teratai Merah
bertemu dengan Reksanata. Pemuda sombong ini ru-
panya tertarik melihat gadis cantik duduk termenung
seorang diri, Putri Teratai Merah digodanya!
Putri Teratai Merah yang memang sedang tidak
tenang hati segera menimpalinya dengan marah. Bah-
kan, pertarungan antara mereka pun terjadi.
Tapi, Putri Teratai Merah hanya besar marahnya
saja. Kemampuan yang dimilikinya tak sebesar kema-
rahannya. Dengan mudah Reksanata menangkap se-
tiap serangannya. Serangan-serangan Putri Teratai Me-
rah tanpa menemui kesulitan sama sekali berhasil di-
elakkan Reksanata.
Sebaliknya, setiap serangan sembarangan Reksa-
nata membuat Putri Teratai Merah pontang-panting
menyelamatkan diri. Benturan tangan antara mereka
membuat tubuh gadis itu terhuyung-huyung dengan
tangan sakit. Malah, beberapa kali tubuh Putri Teratai Merah terguling-guling
ketika Reksanata mengibaskan
tangan. Di saat itulah Dewa Arak muncul. Tanpa pikir
panjang lagi pemuda berambut putih keperakan itu
segera menerjang Reksanata. Telah diketahuinya kalau
Reksanata, meski tak jahat, tapi tidak berdiri di pihak yang benar. Maka, Arya
berpihak pada Putri Teratai
Merah. Arya menduga gadis itu adalah putri dari Putri Teratai Putih, kendati dia
belum pernah melihatnya.
Reksanata yang memang mendendam pada Dewa
Arak menyambutinya dengan penuh semangat. Pemu-
da sombong yang telah sembuh dari luka parahnya itu
mengerahkan seluruh kemampuannya. Reksanata be-
lum yakin kalau dirinya kalah oleh Dewa Arak. Perta-
rungan pun berlangsung hebat
Jalannya pertarungan tidak diam di tempat. Sedi-
kit demi sedikit bergeser ke tempat Pendekar Naga
Emas dan Putri Teratai Putih. Dilain pihak, pertarun-
gan Pendekar Naga Emas dan Putri Teratai Putih pun
bergeser ke tempat di mana Dewa Arak bertarung.
Putri Teratai Merah yang merasa tertarik dengan
pertarungan itu tanpa sadar mengikuti bergesernya
arena pertarungan. Dan gadis ini terkejut bukan main
ketika melihat Putri Teratai Putih tengah didesak hebat oleh Dewa Tapak Darah.
Kakek bermuka merah ini memang memiliki wa-
tak licik! Kalau dikerahkan seluruh kemampuannya
sebenarnya Putri Teratai Putih telah roboh sejak tadi.
Tapi bila hal itu terjadi Nambi yang akan beruntung.
Bekas panglima kerajaan itu akan segera terbantu da-
lam menghadapi Pendekar Naga Emas.
Dewa Tapak Darah sengaja membiarkan Nambi
berjuang keras menghadapi Pendekar Naga Emas.
Nambi yang cerdik tentu saja tahu hal itu. Tapi dia tidak berkata apa-apa. Di
samping karena memang tak
sempat, dia juga tak mau.
Meski mulutnya diam, tapi hati Nambi mengutuk
Dewa Tapak Darah habis-habisan. Bahkan, bekas
panglima kerajaan ini berjanji akan membalas perbua-
tan Dewa Tapak Darah.
Sementara itu Putri Teratai Merah yang melihat
Putri Teratai Putih tengah didesak hebat tanpa banyak pikir lagi segera mencabut
pedang pendeknya dan ikut
terjun dalam kancah pertarungan. Ikut campurnya Pu-
tri Teratai Merah membuat keadaan Putri Teratai Putih tidak terlalu
mengkhawatirkan.
"Jangan takut Putri, aku membantu...!" seru Putri Teratai Merah seraya
menghujani Dewa Tapak Darah
dengan serangan-serangan mematikan.
"Bagus, Teratai Merah," puji Putri Teratai Putih dengan penuh semangat dan
gembira. "Kita habisi kakek bermuka aneh ini!"
Dewa Tapak Darah sekarang terpaksa harus me-
nyesali tindakannya yang main-main. Munculnya Putri
Teratai Merah membuat kedudukan kedua lawannya
itu luar biasa kuat. Kakek ini tak tahu kalau ini merupakan keistimewaan ilmu
yang dimiliki Sepasang Ma-
laikat! Putri Teratai Putih mendapatkan ilmu-ilmu
yang bersifat lembut. Sedangkan Putri Teratai Merah
sebaliknya. Bila hanya dihadapi seorang saja, ilmu-
ilmu itu tak terlalu dahsyat. Tapi bila sudah bersatu, menjadi satu kekuatan
yang besar. Putri Teratai Putih dan Putri Teratai Merah mam-
pu bekerja sama dengan baik. Mereka berdua bisa sal-
ing melengkapi. Saling menutupi kelemahan masing-
masing. Sebaliknya, serangan-serangan yang dilancar-
kan semakin bertambah kedahsyatannya!
Dewa Tapak Darah harus menelan kenyataan pa-
hit kalau dirinya tak mampu berbuat banyak. Seran-
gan-serangannya kandas. Sebaliknya, serangan-
serangan balasan lawan membuatnya kelabakan.
Tidak hanya Dewa Tapak Darah, Nambi pun de-
mikian. Setelah bertarung puluhan jurus dia harus
mengakui keunggulan Pendekar Naga Emas. Lelaki ini
terus terdesak secara hebat
Hal yang sama pun dialami pula oleh Reksanata!
Pemuda sombong ini harus mengakui kenyataan kalau
Dewa Arak terlalu tangguh untuknya. Semula, bebera-
pa kali Dewa Arak harus mengeluarkan seruan kaget
karena serangan-serangannya menyeleweng sebelum
mencapai sasaran. Ada daya tolak yang luar biasa kuat berasal dari sinar kuning
keemasan di sekujur tubuh
Reksanata. Tapi seiring dengan semakin lemahnya tenaga ka-
rena terlalu lama bertarung, sinar kuning keemasan
yang memancar dari sekujur tubuh Reksanata memu-
dar. Hal itu membuat tenaga tolakannya tidak terasa
lagi oleh Dewa Arak.
Kelelahan yang dialami Reksanata tidak diderita
Dewa Arak. Pemuda berambut putih keperakan masih
tetap seperti sedia kala. Serangan-serangan yang di-
lancarkannya masih mengandung tenaga dalam pe-
nuh. Itu karena pengaruh arak yang ditenggaknya da-
lam pertarungan. Arak yang berasal dari yang tersam-
pir di punggungnya itu mampu membuat tenaga Arya
yang susut pulih kembali.
Karena itu, menginjak pada jurus ketujuh puluh
lima, perlahan-lahan Dewa Arak mulai bisa mengenda-
likan jalannya pertarungan. Lambat tapi pasti dia mu-
lai berada di atas angin. Dan sekarang Reksanata tam-
pak lebih banyak mengelak daripada melancarkan se-
rangan. Bukkk! Reksanata memekik tertahan ketika pukulan tan-
gan kanan Dewa Arak menghantam bahu kanannya.
Tubuh Reksanata langsung terhuyung-huyung. Dari
mulutnya mengalir darah segar. Pemuda sombong itu
agaknya terluka dalam.
"Jangan bunuh dia...!" .
Dua buah suara yang dikeluarkan hampir berba-
rengan membuat Dewa Arak menghentikan gerakan-
nya. Pemuda berambut putih keperakan ini bermak-
sud ingin melumpuhkan Reksanata agar pemuda som-
bong itu tidak terus mengajaknya bertarung.
Arya mengalihkan pandangan ke arah asal suara.
Dilihatnya dua orang kakek, salah satu di antaranya
telah dikenalnya sebagai Malaikat Merah dan seorang
kakek lain berpakaian putih yang diduga Arya sebagai
Malaikat Putih, berdiri tak jauh darinya.
Bertepatan dengan munculnya pimpinan Perkum-
pulan Sepasang Malaikat itu terdengar dua jeritan me-
nyayat hati yang disusul dengan melayangnya dua so-
sok tubuh. Sosok yang pertama kali menjerit adalah Nambi.
Tubuh lelaki ini melayang keras ke belakang karena
tendangan Pendekar Naga Emas menghantam dadanya
secara telak. Darah menyembur deras dari mulutnya
akibat tulang-tulang dadanya yang hancur berantakan!
Nyawa bekas panglima kerajaan ini melayang saat itu
juga sebelum tubuhnya ambruk ke tanah.
Jeritan kedua berasal dari mulut Dewa Tapak Da-
rah. Itu terjadi akibat serangan-serangan Putri Teratai Putih dan Putri Teratai
Merah. Pedang Putri Teratai
Putih menembus perut hingga ke punggung Dewa Ta-
pak Darah. Sedangkan pedang Putri Teratai Merah me-
robek punggungnya mendatar dan lebar.
Dewa Tapak Darah menggelepar meregang maut
sebelum akhirnya ambruk ke tanah. Hampir bersa-
maan Putri Teratai Putih dan Putri Teratai Merah
menghela napas lega. Mereka lalu menyarungkan pe-
dangnya kembali ke dalam warangkanya di punggung.
Senyum Putri Teratai Merah memudar ketika be-
radu pandang dengan Pendekar Naga Emas. Pendekar
yang dicapnya pengecut itu menyunggingkan senyum.
Putri Teratai Merah malah membuang muka. Karuan
saja Putri Teratai Putih yang melihat hal itu menjadi heran. Tapi, tidak
diutarakannya. "Ayah...! Paman...! Terimalah hormatku...," ucap Putri Teratai Putih memberi
hormat "Guru...!" Putri Teratai Merah tak ketinggalan.
"Selamat berjumpa lagi, Paman Banyak Catra,
Paman Banyak Ngampar," Kamandaka ikut serta
memberi salam. Banyak Catra dan Banyak Ngampar tersenyum
dan menganggukkan kepala
"Selamat berjumpa lagi, Kamandaka," Banyak Catra yang mewakili memberikan
sambutan. "Kulihat kau banyak mengalami perubahan. Pasti karena peristiwa
di masa lalu."
Kamandaka tersenyum pahit
"Semula kukira kau telah beristri dan melahirkan seorang anak yang bernama
Reksanata. Tapi ternyata
tidak. Kakang Banyak Ngampar yang membuat sega-
lanya menjadi jelas," Banyak Catra melanjutkan ucapannya sambil menoleh ke arah
kakak seperguruan-
nya. Kakek berpakaian putih itu hanya tersenyum sa-
ja. "Kalau tak ada Kakang Banyak Ngampar, mungkin kita akan terus terlibat dalam
salah paham. Kau, Reksanata! Kau patut mendengar cerita ini karena ini ada
hubungannya dengan riwayat hidupmu."
Reksanata hanya membisu. Pemuda ini masih
terpukul karena kekalahannya dengan Dewa Arak.
Dan, kekalahan yang kedua kali itu membuat kesom-
bongannya berkurang banyak
"Apa yang akan kuceritakan ini tak ada orang
yang tahu," ujar Banyak Catra pada putrinya.
Putri Teratai Putih dengan perasaan tegang me-
nunggu cerita ayahnya. Sempat dilihatnya Kamandaka
sekilas. Wajah lelaki itu pun tampak tegang. Rupanya, apa yang akan diceritakan
Banyak Catra amat mende-barkan hatinya.
"Dua puluh tahun lebih yang lalu Putri Teratai Putih melahirkan. Anak itu
kemudian aku yang menga-
suhnya untuk menjaga nama baik Putri Teratai Putih."
Sesampainya Banyak Catra bercerita pada bagian
ini, Putri Teratai Merah yang semula kurang tertarik


Dewa Arak 88 Puteri Teratai Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasakan dadanya bagai di tumbuk pohon besar. Dia
mulai menduga-duga hal yang terjadi selanjutnya.
Dengan jantung berdetak kencang Putri Teratai
Merah mendengarkan penuturan Banyak Catra.
"Anak yang ternyata perempuan itu akhirnya be-
sar dalam asuhanku. Ibunya, Putri Teratai Putih sering menjenguknya. Bahkan
Ibunya yang memberi nama
Putri Teratai Merah. Nah, Teratai Merah, Putri Teratai Putih itu adalah Ibu
kandungmu sendiri. Berilah hormat padanya."
"Ibu...!" Putri Teratai Merah, gembira bercampur kaget. Gadis ini terharu dan
gembira mendengar berita kalau Putri Teratai Putih adalah ibunya.
"Teratai Merah, Anakku," sambut Putri Teratai Putih dengan suara terisak. Wanita
ini merasa terharu
karena akhirnya dia dapat memanggil anaknya seba-
gaimana layaknya seorang ibu.
Ibu dan anak ini pun berpelukan erat dalam ke-
rinduan yang besar.
Putri Teratai Merah menatap Kamandaka dengan
mata membelalak. Masalahnya, dia telah bertekad un-
tuk menghukum sang pendekar! Tapi apa lacur pende-
kar itu ternyata ayahnya.
"Reksanata pun tak bersalah! Dia korban siasatku dan Naga Emas guru dari
Pendekar Naga Emas. Kami
berdua tahu kalau Pendekar Naga Emas dan Putri Te-
ratai Putih saling mencintai. Maka, kami mengatur siasat untuk menyatukan
mereka," Banyak Ngampar menelan air liur untuk memba-
sahi tenggorokannya yang kering.
"Kebetulan Naga Emas, sahabat akrabku itu,
mempunyai murid. Bersama-sama kami bentuk dia
mirip dengan Pendekar Naga Emas. Ini kami lakukan
agar Pendekar Naga Emas muncul. Kami berikan kete-
rangan-keterangan palsu tanpa setahunya. Ini jelas
Reksanata tak bersalah!"
Reksanata merasa terpukul bukan main. Dia malu
atas tindakannya. Sambil menggeleng-gelengkan kepa-
la dia membalikkan tubuh dan berlari meninggalkan
tempat itu. Putri Teratai Merah ikut berlari meninggalkan tempat itu pula.
"Teratai...!" panggil Putri Teratai Putih seraya bergerak untuk mengejar
putrinya yang memberontak da-
ri pelukannya dan kabur. Tapi, tindakan itu segera di-tahannya ketika mendengar
ucapan Banyak Catra,
"Tak usah dikejar, Putih. Batin mereka masih terguncang. Beri mereka kesempatan
untuk berpikir dan
menenangkan hati."
"Tapi, Paman Banyak Catra," kesempatan itu dipergunakan oleh Kamandaka untuk
mengajukan per-
tanyaan. "Bagaimana mungkin kami bisa mempunyai
anak. Aku... maksudku.... Aku tak akan bisa menda-
patkan keturunan. Ilmu Naga Emas membuat cairan
kejantananku tidak subur. Dan...."
Banyak Catra tersenyum bijaksana. Kesempatan
itu dipergunakan Arya untuk minta izin meninggalkan
tempat itu. Disadarinya kalau dirinya sudah tidak di-
perlukan lagi kehadirannya.
Banyak Catra, Pendekar Naga Emas, Banyak
Ngampar, dan terutama sekali Putri Teratai Putih, me-
lepas kepergian Dewa Arak dengan ucapan maaf dan
berterima kasih yang sebesar-besarnya atas pertolon-
gan yang telah diberikan.
"Aku tahu hal itu, Kamandaka. Aku mengenal il-
mumu sebagai ilmu sesat yang mampu membuat pe-
miliknya kehilangan kesuburan pada cairan kejanta-
nannya alias mandul. Oleh karena itu, kau kujamu se-
habis kita tewaskan datuk-datuk sesat itu. Kuberikan
kau ramu-ramuan yang membuat cairan kejantanan-
mu subur kembali. Kau tak tahu itu karena tak ber-
bau, berasa, atau berwarna. Selama seminggu kau ku-
cekoki minuman itu," lanjut Banyak Catra meneruskan keterangannya yang tadi
terputus oleh permintaan
mohon diri Dewa Arak.
Kamandaka menghela napas berat. Tidak dipung-
kirinya kejadian itu. Keterangan Banyak Catra me-
mang masuk akal.
"Sekarang," tambah Banyak Catra lagi "Sudah merupakan kewajiban kalian untuk
menikah. Adi Banyak
Santang sudah tak ada. Jadi, orang yang menentang
hubungan kalian tak ada. Jangan lupa dengan anak
kalian. Nah! Kami pergi!"
Kamandaka dan Putri Teratai Putih hanya sempat
mengangguk ketika Banyak Catra dan Banyak Ngam-
par melesat meninggalkan tempat itu. Keduanya ber-
pandangan dengan hati gembira. Penghalang cinta ka-
sih mereka memang sudah tak ada. Penghalang yang
menyebabkan Pendekar Naga Emas meninggalkan ke-
kasihnya tanpa pamit Prabu Banyak Santang menen-
tang hubungan cinta mereka karena hendak menjo-
dohkan Putri Teratai Putih dengan seorang pangeran.
Entah siapa yang lebih dulu bergerak. Yang jelas,
tahu-tahu tubuh Pendekar Naga Emas dan Putri Tera-
tai Putih telah saling berpelukan. Kerinduan yang ter-pendam puluhan tahun
dilampiaskan saat itu. Mereka
tak ingat lagi pada Reksanata dan Putri Teratai Merah.
Lagi pula, mereka yakin tak lama lagi kedua orang
muda itu akan kembali.
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Seruling Sakti 25 Joko Sableng 31 Wasiat Agung Dari Tibet Pendekar Tongkat Dari Liongsan 2
^