Pencarian

Raja Iblis Berhati Hitam 2

Dewa Arak 51 Raja Iblis Berhati Hitam Bagian 2


hitam. Tapi Braja Denta tidak bisa memastikan dari mana datangnya. Seperti dari
dalam dadanya. Tapi mengapa terdengar jelas di telinga"
"Sekarang kau telah menjadi orang sakti, Denta!
Seluruh ilmu yang kumiliki dapat kau pergunakan sesuka hatimu," lagi-lagi
terdengar suara sosok berpakaian hitam.
"Kau lihat batu besar di sebelah kananmu itu, Denta?"
Braja Denta mengalihkan pandangan ke arah yang
dimaksud sosok berpakaian hitam. Pemuda itu pun melihatnya. Sebuah batu yang kelihatan kokoh bukan main.
Besarnya tak kalah dengan seekor kerbau!
"Nah! Sekarang dekati batu itu, Denta," ucap suara itu lagi.
"Apa yang harus kulakukan?" tanya Braja Denta bingung. Meskipun demikian, tetap
diikutinya perintah sosok berpakaian hitam.
Dan Braja Denta tersentak kaget. Ketika dia melesat
ke sana, kecepatan gerakannya tidak bisa diatur. Tubuhnya seperti didorong keras
ke depan. Buru-buru dihentikannya larinya.
"Apa... apa yang terjadi?" tanya Braja Denta bingung.
Bagaimana pemuda berpakaian coklat itu tidak
gugup" Dia tidak mampu menguasai diri!
' Tenang, Denta. Tidak apa-apa. Kau hanya belum
terbiasa dengan kemampuan barumu. Membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk membiasakan diri dengan tingkatanmu sekarang. Lebih baik kau pergunakan sebagian kecil tenagamu. Yang
penting kau harus tenang. Mengerti, Denta?" Braja Denta mengangguk. "Nah!
Sekarang hampiri batu itu. Tenang saja. Tidak usah tergesa-gesa," nasihat sosok
berpakaian hitam.
Braja Denta tidak berani membantah. Diikutinya
saran sosok berpakaian hitam. Sesaat kemudian, dia telah berada di depan batu
besar itu. "Apa yang harus kulakukan sekarang?" tanya Braja Denta bingung. "Sebenarnya, apa
maksudmu mengajakku ke batu besar ini?"
"Aku ingin menunjukkan kedahsyatan ilmuku, Denta.
Tapi rasanya sulit juga kalau aku terus-menerus memberitahumu. Bagaimana kalau kau biarkan aku yang
melakukannya untukmu?" ujar sosok berpakaian hitam menawarkan diri. Braja Denta
tercenung. "Aku jadi bingung. Semula kau bilang seluruh
kesaktianmu akan menjadi milikku bila kau telah masuk ke dalam
diriku. Tapi mana buktinya" Kalau untuk mengeluarkan ilmumu harus mendengarkan petunjukmu,
aku bisa tewas lebih dulu!" ucap pemuda berpakaian coklat itu berapi-api.
"Ha ha ha...! Itu semua tergantung padamu, Denta.
Aku tidak berbohong sewaktu mengatakan kesaktian yang kumiliki akan menjadi
milikmu bila aku masuk ke dalam ragamu! Tapi tentu saja kau tidak langsung
menjadi sakti begitu aku berada dalam ragamu! Ada kesaktianku yang langsung bisa
kau dapatkan, tapi ada pula yang tidak!"
Sosok berpakaian hitam menghentikan ucapannya.
Rupanya dia ingin memberi kesempatan pada Braja Denta untuk mencerna kata-
katanya. "Kesaktianku yang langsung kau dapatkan adalah
tenaga dalam dan meringankan tubuh. Tanpa perlu kuberi petunjuk, kau telah
memiliki keduanya berlipat kali milikmu semula,"
lanjut sosok berpakaian hitam. "Sedangkan
kesaktianku yang tidak dapat langsung kau rasakan berupa ilmu-ilmu kesaktian.
Baik ilmu tangan kosong maupun yang menggunakan senjata. Juga ilmu-ilmu gaib.
Tapi tanpa kuberitahu
gerakannya, kau tidak akan dapat melakukannya. Untuk itu, berikan kesempatan padaku
untuk melakukannya. Kau hanya perlu mengosongkan
pikiran dan membiarkan anggota tubuhmu bergerak sendiri.
Bagaimana?" sosok berpakaian hitam mengajukan tawaran.
Braja Denta mengerutkan alis.
"Sebelum aku menjawab pertanyaan itu, boleh aku mengajukan pertanyaan?"
"Tentu saja boleh, Denta," jawab sosok berpakaian hitam
kalem. "Aku bersedia menjawab semua pertanyaanmu,"
' Terima kasih. Aku hanya ingin mengajukan dua
buah pertanyaan. Siapakah kau sebenarnya" Dan siapa
musuh-musuhmu?"
Untuk sesaat tidak ada jawaban dari sosok ber-
pakaian hitam. Hingga Braja Denta kebingungan. Tapi
keheningan itu tidak berlangsung lama. Beberapa saat kemudian, pemuda berpakaian
coklat itu mendapatkan
jawaban. "Sebenarnya berat hatiku untuk mengatakan. Tapi kuputuskan untuk
memberitahukannya padamu. Sebab aku tahu tanpa adanya kejujuran tidak akan ada
kerjasama yang baik antara kita. Ketahuilah, aku adalah tokoh yang
diceritakan gurumu. Akulah yang berjuluk Raja Sihir Berhati Hitam!"
"Apa"!"
5 Braja Denta sampai terlonjak ke belakang ketika
mengetahui siapa sosok berpakaian hitam itu. Sungguh tidak disangka dirinya akan
bersekongkol dengan musuh ayahnya!
Sekarang dia dapat menduga siapa musuh-musuh sosok
berpakaian hitam itu. Siapa lagi kalau bukan ayahnya. Dewa Tangan Sakti dan
Kidang Loka! "Jadi... kau manusia terkutuk itu"!" tanya Braja Denta terbata-bata.
"Jangan ulangi makian itu, Denta. Jangan membuatku marah. Akibatnya akan sangat tidak menyenangkan bagimu!" ancam sosok berpakaian hitam yang ternyata Raja Sihir
Berhati Hitam. "Oooh...! Ayaaah..., maafkan aku! Sungguh tidak kusangka masalahnya akan serumit
ini," keluh Braja Denta penuh penyesalan. Didekapnya wajah-nya dengan kedua
tangan. "Hentikan segala kecengengan itu, Denta. Aku paling benci dengan orang yang
cengeng!" tegas Raja Sihir Berhati Hitam penuh wibawa.
' Tutup mulutmu!" bentak Braja Denta keras. Tarikan wajahnya menyiratkan
kebencian yang sangat. Kalau saja Raja Sihir Berhati Hitam ada di depannya,
mungkin sudah diterjangnya. "Aku bukan orang semacam itu! Aku bukan orang
cengeng! Aku hanya menyesali, mengapa begitu mudah tertipu oleh manusia terkutuk
seperamu!"
"Kuperingatkan sekali lagi, Denta. Jangan coba-coba memakiku! Apa kau tidak
ingat dengan janji yang telah kita sepakati"!"
"Tidak ada perjanjian di antara kita! Aku tidak sudi membantumu melaksanakan
niat busuk itu! Ayahku tidak akan tenang di alam baka bila tahu aku bekerjasama
denganmu!" semakin meninggi kata-kata yang dikeluarkan Braja Denta.
"Jadi..., maksudmu perjanjian di antara kita batal"
Boleh! Kalau itu yang kau inginkan, aku setuju. Asal kau tahu
saja, Denta. Batalnya perjanjian itu justru menguntungkan diriku. Aku jadi tidak mempunyai kewajiban untuk memenuhi
keinginanmu!" beritahu Raja Sihir Berhati Hitam.
' Tidak apa! Dengan begitu, aku pun jadi dapat
menggagalkan maksud busukmu!" tegas Braja Denta mantap.
"Ha ha ha...! Kau keliru, Denta! Meskipun perjanjian kita telah kau batalkan,
bukan berarti aku tidak bisa melaksanakan keinginanku sebab aku sudah mempunyai
tempat! Dengan demikian, kesaktian yang kumiliki dapat kupergunakan kembali. Ha
ha ha...! Kau keliru, Denta!"
"Kuakui kau telah berhasil masuk ke dalam ragaku.
Tapi rohku masih ada. Aku masih hidup. Aku bukan benda mati! Tak akan kubiarkan
kau mempergunakan ragaku
seenakmu!" tegas dan mantap ucapan Braja Denta.
"Ha ha ha...! Lagi-lagi kau keliru, Denta. Kuakui saat ini rohmu yang berkuasa
atas ragamu. Tapi itu tidak akan bertahan lama. Kalau aku mau, dengan mudah
telah kuambil alih kekuasaan ragamu sejak pertama kali masuk! Tapi itu tidak
kulakukan! Kau tahu apa sebabnya?"
Raja Sihir Berhati Hitam menghentikan ucapannya,
seperti hendak memberikan kesempatan pada Braja Denta untuk memikirkan
jawabannya. Tapi ketika sampai beberapa saat tidak ada tanggapan dari pemuda berpakaian coklat itu, Raja Sihir Berhati Hitam
menjawabnya sendiri.
"Karena meskipun aku dikenal sebagai tokoh sesat, pantang bagiku untuk
mengingkari janji yang telah kubuat!
Maka kubiarkan rohmu yang memegang peranan atas
ragamu. Tapi sekarang lain masalahnya. Kau telah memutuskan perjanjian. Jadi jangan salahkan bila kekuasaan atas ragamu kuambil alih!"
'Tidak akan kubiarkan kau melakukan itu, Manusia
Iblis!" tandas Braja Denta tegas.
"Ha ha ha...! Percuma, Denta. Apa yang bisa kau lakukan!" Kalau aku mau,
sekarang juga kekuasaan atas ragamu kuambil alih. Tapi aku tidak ingin
melakukannya sekarang. Anggaplah itu sebagai tanda terima kasihku. Maka
pergunakanlah waktumu sebaik-baiknya,
Denta. Aku bersedia menjawab semua pertanyaan yang kau ajukan.
Utarakanlah. Sebanyak-banyaknya pun tidak apa," ujar Raja Sihir Berhati Hitam
penuh perasaan gembira.
Braja Denta menggertakkan gigi. Memang tidak ada
yang dapat dilakukannya sekarang. Kalau menuruti perasaan, ingin diterjangnya Raja Sihir Berhati Hitam. Tapi bagimana bisa"
Tempat tokoh sesat itu berada dalam
tubuhnya! Akhirnya Braja Denta memutuskan untuk menenangkan hati. Dan mengatur pernapasan berulang-
ulang. Usahanya ternyata tidak sia-sia. Sedikit demi sedikit amarahnya berhasil
diredakan. Lalu, Braja Denta memutuskan untuk menerima
tawaran Raja Sihir Berhati Hitam. Setidak-tidaknya dia jadi tahu, mengapa Raja
Sihir Berhati Hitam yang menurut
Kidang Loka telah mati, ternyata masih mampu hidup lagi.
Meskipun dengan menggunakan raga orang lain.
*** "Kuberi kesempatan sekali lagi padamu, Denta.
Barangkali ada hal-hal yang mengganjal hatimu. Katakanlah.
Atau... kau telah mengerti semuanya"!"
Raja Sihir Berhati Hitam mengajukan tawarannya
kembali setelah menunggu beberapa saat tidak ada tanggapan dari Braja Denta. Memang meskipun rohnya
berada di dalam raga Braja Denta. Tapi apa yang dipikirkan dan terpendam di hati
pemuda berpakaian coklat itu tidak diketahuinya. Sebab walaupun berada dalam
satu raga, pikiran mereka tidak bersatu.
Ini sesuai dengan perjanjian yang dibuat. Walaupun


Dewa Arak 51 Raja Iblis Berhati Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebenarnya, Raja Sihir Berhati Hitam ingin dapat mengetahui semua yang terbentuk
di hati dan pikiran Braja Denta. Tapi itulah kehebatan Raja Sihir Berhati Hitam!
Dia tidak mau mengingkari perjanjian yang telah dibuat.
"Memang banyak hal yang tidak kumengerti," ucap Braja Denta pelan.
"Kalau begitu, utarakanlah. Aku akan menjawab
dengan sejujurnya," janji Raja Sihir Berhati Hitam.
Braja Denta menarik napas dan menghembuskannya,
seakan-akan tengah membuang beban berat yang mengganjal dadanya.
"Guruku bercerita kalau dia bersama dua orang
kawannya telah berhasil menewaskanmu. Tapi mengapa kau dapat hidup kembali,
meskipun dengan menggunakan raga orang lain" Padahal sepanjang yang kutahu,
orang yang telah mati tidak akan dapat hidup kembali," ujar Braja Denta datar.
"Ha ha ha...! Itulah kehebatanku, Denta. Umumnya orang yang telah tewas tidak
akan bisa hidup kembali, meskipun menggunakan raga orang lain. Tapi aku adalah
Raja Sihir Berhati Hitam! Sebagaimana seorang raja sihir, tentu aku banyak
memiliki ilmu-ilmu gaib yang menurut pendapat orang mustahil untuk dilakukan."
Sampai di sini Raja Sihir Berhati Hitam menghentikan penjelasannya. Itu
disengajanya agar Braja Denta bisa mengerti. Sebab hal yang akan diuraikannya
tidak mudah untuk dicerna akal sehat
"Ilmu-ilmu gaib itu sebagian
besar kudapatkan
dengan cara tidak wajar. Tak jarang aku menggunakan
korban persembahan berupa manusia. Sebagai imbalannya, aku mendapat ilmu-ilmu
aneh yang tidak masuk akal. Satu di antara ilmu yang kudapat kan
adalah keampuhan ucapanku. Semua ucapanku, apalagi yang berupa sumpah, akan dapat terwujud! Entah
bagaimana caranya, dan kapan terjadinya."
Sejenak Raja Sihir Berhati Hitam menghentikan
ucapannya. "Ilmu itulah yang kupergunakan saat aku menjelang ajal karena keroyokan gurumu,
ayahmu, dan Dewa Tangan Sakti. Di saat sekarat itu kuucapkan sumpahku."
"Apa yang kau katakan saat itu, Raja Sihir?" tanya Braja Denta tak sabar lagi
memendam rasa ingin tahunya.
Raja Sihir Berhati Hitam tidak segera menjawab
pertanyaan itu. Dia tercenung sejenak seperti tengah mengingat ucapan yang dulu
dikeluarkannya.
"Begini, Denta. Kuakui kali ini aku kalah. Tapi, suatu saat aku akan bangkit dan
menebus kekalahanku. Aku akan menitis pada salah seorang keturunan kalian yang
bertindak murtad!"
Suasana langsung hening ketika Raja Sihir Berhati
Hitam menyelesaikan ucapannya. Braja Denta termenung.
Tarikan wajah dan sorot mata pemuda berpakaian coklat itu menyiratkan
penyesalan yang sangat. Dalam hati disayangkannya kecerobohan Kidang Loka. Kalau saja kakek berpakaian putih itu
memberitahu mengenai sumpah Raja Sihir Berhati Hitam, mungkin semua peristiwa
ini tidak akan terjadi. Tapi nasi telah menjadi bubur! Tidak akan mungkin bisa
diubah lagi! "Karena sumpahku itu, rohku melayang-layang ke
sana kemari. Puluhan tahun aku harus menahan diri.
Selama itu kuikuti kehidupanmu, Kidang Loka, dan Salya.
Sungguh tidak kusangka kalau akhirnya jalan terbuka
bagiku. Tak lama lagi dendam puluhan tahun
akan kutuntaskan! Ha ha ha...!"
Raja Sihir Berhati Hitam menutup ucapannya dengan
tawa panjang. Sebuah tawa kemenangan.
"Bagaimana, Denta"! Apakah masih ada pertanyaan lainnya" Kalau ada, keluarkan
saja. Biar se mua yang mengganjal di benak dan dadamu dapat tuntas saat ini.
Kalau tidak... sudah saatnya bagiku untuk mengambil alih kekuasaan atas
ragamu...!"
"Tidak! Tak akan kubiarkan kau melakukannya!" jerit Braja Denta kalap.
Dalam cekaman perasaan takut dan cemas yang
menggelegak, Braja Denta melesat pergi. Seluruh ilmu meringankan
tubuhnya dikerahkan untuk secepatnya meninggalkan tempat itu. Padahal, saat itu di dalam diri Braja Denta tengah
bergolak suatu kekuatan hebat
Braja Denta tidak dapat mengatur keseimbangan
lesatannya. Baru sekali melesat dia hampir terjatuh. Tapi pemuda berpakaian
coklat itu tidak peduli. Kakinya tetap diayunkan. Yang ada di benaknya hanya
satu, berlari-lari sejauh-jauhnya dari tempat itu!
Tapi baru beberapa lesatan, Braja Denta memutuskan
untuk menghentikan larinya. Setelah beberapa kali dia hampir menabrak pohon
karena tidak mampu mengatur
kecepatannya. Pemuda berpakaian coklat itu membanting tubuhnya, dan bergulingan
di tanah untuk mematahkan sisa lesatannya.
"Hup!"
"Ha ha ha...!"
Suara tawa keras yang menggema terdengar ketika
Braja Denta bangkit dari bergutingnya. Suara tawa itu seperti memenuhi isi
kepalanya, sehingga kedua telinganya tidak dapat mendengar suara-suara lain.
Yang terdengar hanya suara tawa itu. Tawa Raja Sihir Berhati Hitam.
Menghadapi kenyataan ini, Braja Denta semakin
kalap. Kedua tangannya dikepalkan. Dan semua kekuatannya dikumpulkan. Lalu dia berteriak sekuat-
kuatnya! Itu dilakukan Braja Denta untuk menghalau suara tawa yang memenuhi
kepalanya. Sebenarnya, keras bukan main teriakan yang dikeluarkan Braja Denta. Bahkan
menggelegar seperti
halilintar menyambar. Tapi aneh, Braja Denta tidak mendengarnya. Yang terdengar tetap tawa keras Raja Sihir Berhati Hitam! Hingga
Braja Denta bertambah kalap. Sambil mengeluarkan
teriakan sekeras-kerasnya,
tangannya didekapkan ke telinga. Pemuda itu berusaha membendung pengaruh tawa Raja Sihir
Berhati Hitam. Sayang sekali usaha Braja Denta sia-sia. Bahkan
suara tawa itu terdengar semakin keras! Dengan diliputi rasa panik yang
menggelegak, Braja Denta mengamuk!
"Mampus kau, Manusia Siluman! Hih!" Braja Denta menghentakkan kedua tangannya ke
sana kemari. Tidak
hanya tangan. Juga kedua kakinya. Pemuda itu terus
bergerak seperti orang sedang bertarung.
Hebat bukan main amukan Braja Denta. Bunyi
menderu, mengaung dan mencicit mengiringi setiap gerakannya. Tanah terbongkar di sana-sini. Kalau saja saat itu siang hari,
mungkin debu tebal akan mengepul tinggi ke udara. Untung saja Braja Denta
mengamuk di sebuah tanah lapang berumput yang cukup luas. Sehingga tidak terjadi
hal-hal yang membahayakan. Sebab Braja Denta tidak mempedulikan keadaan sekitarnya.
Yang ada di benak Braja Denta hanya satu,
menghilangkan suara tawa yang memenuhi kepalanya. Dan ternyata setelah mengamuk
sejadi-jadi-nya, pengaruh suara tawa itu agak berkurang. Kenyataan ini membuat
semangat Braja Denta bangkit. Hingga amukannya semakin diperhebat Braja Denta
mengeluarkan seluruh ilmunya. Dari
ilmu-ilmu dasar, sampai ilmu andalan. Dan kini pemuda berpakaian coklat itu
tengah menggunakan ilmu andalannya, jurus 'Kalajengking'!
Braja Denta menyusun kedua tangannya membentuk
cakar aneh. Dengan kedudukan jari-jari seperti itu, dia mengamuk. Bunyi cicitan
senantiasa terdengar setiap kali tangannya bergerak. Jurus 'Kalajengking'
ternyata memang sebuah jurus yang dahsyat. Tidak hanya kedua tangan itu saja
yang berbahaya. Kedua kakinya pun bisa mencuat melakukan serangan yang tidak
terduga. Tapi baru beberapa jurus Braja Denta memainkan
jurus 'Kalajengking', mendadak terjadi sebuah peristiwa yang mengejutkan. Di
saat pemuda berpakaian coklat itu tengah mengayunkan tangan untuk melancarkan
sebuah serangan ke arah pelipis kiri, ayunan tangan itu terhenti di udara.
Seperti tertahan suatu kekuatan yang tidak nampak.
Braja Denta terkejut bukan main melihat kenyataan
ini. Sebuah kekuatan aneh memaksa tangannya bergerak ke arah lain. Demikian
kuat, sehingga Braja Denta yang
memaksakan diri untuk meneruskan penggunaan jurus
'Kalajengking' terpaksa mengerahkan seluruh tenaganya.
Suara ah ah uh uh keluar dari mulutnya, ketika Braja Denta berusaha meneruskan
jurus 'Kalajengking'nya. Tapi betapa pun telah diusahakan, hasilnya tetap sama.
Bahkan perlahan-lahan tangan itu bergerak ke arah yang berlawanan.
Ke kanan! Dan terus terbawa ke sana.
Meskipun demikian, Braja Denta tidak putus asa.
Sisa-sisa tenaganya terus dikerahkan untuk mengarahkan tangannya pada tujuan
semula. Tapi tetap saja sia-sia!
Tangan itu terus terbawa ke kanan. Akhirnya, Braja Denta tidak sanggup lagi
bertahan. Pemuda itu pasrah. Dibiarkan saja tangannya dibawa oleh kekuatan tak
nampak itu. Kepasrahan Braja Denta berakibat fatal! Kekuatan
yang menarik tangannya ternyata demikian dahsyat! Begitu tidak ada perlawanan,
tangan Braja Denta terbawa tarikan itu. Karena arahnya terus ke kanan, tubuh
Braja Denta pun berputar. Bahkan demikian cepat!
Kini tubuh Braja Denta berputar seperti gasing.
Cukup lama juga, sebelum akhirnya berhenti secara
mendadak. Dan seiring dengan terhentinya putaran itu, Braja Denta memasang kuda-
kuda sejajar. Kedua kakinya agak dibungkukkan, sedangkan kedua tangannya dengan
jari-jari terbuka lurus dijulurkan di depan dada. Mendadak....
"Ha ha ha...!"
Braja Denta tertawa bergelak. Keras, berat, dan
bergaung, seperti tawa hantu kuburan. Jelas tawa itu bukan milik Braja Denta.
Ini terbukti beberapa saat kemudian.
"Kidang Loka! Tunggulah...! Sebentar lagi dendam kesumat puluhan tahun lalu akan
kutuntaskan! Tidak hanya kau yang akan kubunuh! Tapi juga semua orang yang
mempunyai hubungan denganmu! Baru setelah itu, dunia persilatan akan kukuasai.
Ha ha ha...!"
Roh Braja Denta sudah tidak mempunyai kekuasaan
lagi atas raganya. Sekarang yang berkuasa di sana roh Raja Sihir Berhati Hitam!
Tokoh sesat yang mahir berbagai ilmu gaib itu telah membuktikan kebenaran
sesumbarnya, bahwa tidak sulit baginya untuk menguasai raga Braja Denta!
Braja Denta, yang telah ditunggangi Raja Sihir Berhati Hitam, terus tertawa-
tawa. Terlihat jelas kalau dia sedang gembira. Tawanya baru berhenti ketika
langit di ufuk timur memancarkan bias kemerahan. Pertanda tak lama lagi sang
Surya akan muncul! Pagi akan datang menggantikan malam.
Saat itulah, Braja Denta melesat meninggalkan tempat itu.
6 "Hiya! Hiyaaa...!"
Ctarrr! Bunyi lecutan cambuk, bentakan-bentakan keras
penunggang kuda dan derap langkah binatang itu membelah suasana pagi.
Saat itu cuaca sangat cerah. Sang Surya yang belum
lama menampakkan diri, memancarkan
sinarnya yang lembut ke bumi. Angin berhembus pelan. Lembut membelai kulit.
Tapi suasana seperti itu tidak menarik perhatian
penunggang kuda. Dia seorang pemuda berpakaian kuning.
Berwajah tampan dan gagah. Tapi saat itu teriihat kusut dan penuh debu. Agaknya,
pemuda berpakaian kuning itu telah menempuh perjalanan jauh dan melelahkan.
Ctarrr! Pemuda berpakaian
kuning kembali melecutkan
cambuknya ke bagian belakang kuda. Rupanya, pemuda itu menginginkan binatang
tunggang-annya berlari lebih cepat.
Padahal kuda berwarna coklat mulus itu telah berlari sangat cepat. Bahkan
seperti tidak menginjak tanah. Debu yang mengepul tinggi ke udara menjadi tanda
betapa cepat binatang itu berlari.
"Hiya! Hiyaaa...!"
Sambil mengeluarkan bentakan-bentakan,
entah untuk yang keberapa kali, pemuda berpakaian kuning
melecutkan cambuknya kembali. Pandangannya di arahkan ke depan.
Tiba-tiba sepasang mata pemuda itu membelalak
lebar. Sekitar lima belas tombak di depannya tampak berdiri sesosok tubuh.
Melihat letak berdirinya yang berada tepat di tengah jalan, pemuda berpakaian
kuning itu dapat menduga sosok itu sengaja menghadang perjalanannya.
Menyadari hal ini, pemuda itu memperlambat laju
kudanya. Sementara pandangannya tetap di arahkan pada sosok yang menghadang
jalannya. Ingin diketahuinya, siapa sosok yang begitu usil itu! Semakin lama
jarak antara mereka semakin dekat. Hingga ciri-ciri sosok itu semakin jelas
terlihat. "Ahhh...!"
Jeritan kaget keluar dari mulut pemuda berpakaian
kuning ketika melihat jelas sosok yang menghadang
perjalanannya. Sosok itu ternyata seorang pemuda berusia dua puluh tahun dan
berpakaian coklat. Dari sikapnya dapat diketahui kalau pemuda berpakaian kuning
itu mengenai penghadangnya. Terbukti beberapa saat kemudian.


Dewa Arak 51 Raja Iblis Berhati Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kakang Braja Denta! Mengapa berada di sini, Kang"!
Guru amat mencemaskan keadaanmu,"
ujar pemuda berpakaian kuning itu pelan.
Sambil berkata demikian, pemuda berpakaian kuning
melompat turun dari punggung kuda. Kemudian, dituntunnya binatang itu menghampiri sosok itu yang
ternyata Braja Denta.
"Hm...!"
Tanggapan yang diberikan pemuda berpakaian coklat
hanya dengusan. Hingga pemuda berpakaian kuning terkejut.
Itu terlihat jelas pada riak di wajahnya. Tapi cepat-cepat ditutupinya dengan
senyuman lebar. Sedangkan kakinya terus diayunkan mendekati Braja Denta.
' Tidak usah berpura-pura ramah, Salya!" sentak Braja Denta kasar. "Kehadiranku
di sini bukan untuk beramah-tamah denganmu. Tapi untuk menuntaskan masalah
kita!" Seketika itu pula, pemuda berpakaian kuning yang
tidak lain Salya, menghentikan langkah. Pemuda itu segera menyadari akan
terjadinya peristiwa yang tidak diharapkan.
Maka dia bersikap waspada. Kini dirinya berdiri di hadapan Braja Denta dalam
jarak tiga tombak!
"Apa maksudmu, Kang" Aku tidak mengerti?" tanya Salya berpura-pura tidak tahu.
Pemuda berpakaian kuning itu sengaja mengajukan
pertanyaan seperti itu untuk memastikan kebenaran dugaannya. Dia menduga, Braja Denta sengaja mencegatnya untuk mencari keributan
"Tidak usah berpura-pura, Salya!" sergah Braja Denta.
"Kau dan guru telah bersekongkol mengucilkan aku. Guru menganak emaskan dirimu,
sedangkan aku dianak tirikan!
Kau diberikan Golok Api dan Wardani! Tapi aku"! Sekarang aku akan menuntut hak-
hakku! Berikan Golok Api padaku, Salya! Atau... aku akan mengambilnya secara
paksa!" Sekarang Salya yakin kalau keributan antara dia dan
kakak seperguruannya tidak bisa dielakkan lagi. Maka tali kekang kudanya
dilepaskan. "Pergilah, Kilat! Cari makanan!" perintah Salya pada binatang tunggangannya.
Seperti mengerti perintah majikannya, kuda coklat itu berlari mencongklang
meninggalkan tuannya. Binatang itu menuju hamparan rumput hijau yang terletak di
kanan kiri jalan.
Braja Denta menatap kuda coklat itu sesaat. Mulutnya menyunggingkan senyum keji.
"Seekor kuda yang baik, hehhh..."! Sayang sekali dia harus mati...!" datar
ucapan Braja Denta.
Hati Salya langsung tercekat. Dia merasakan ada
ancaman atas diri kudanya dalam ucapan kakak seperguruannya.
"Apa... apa maksudmu, Kang...?" tanya Salya.
"Sederhana saja," jawab Braja Denta tenang. "Aku ingin membunuh kuda itu."
"Apa"!" sentak Salya kaget. "Kau gila, Kang! Jangan harap aku akan membiarkanmu
melakukan tindakan keji
itu!" "Ha ha ha...!"
Tanggapan atas pernyataan Salya adalah tawa gelak
Braja Denta. Tawa itu terdengar menyeramkan karena
nadanya yang aneh, keras, berat, tapi bergaung. Bahkan tanpa sadar bulu kuduk
Salya merinding.
"Kau ingin mencegahnya, Salya"! Ha ha ha...! Cobalah kalau kau mampu...!"
Setelah berkata demikian, Braja Denta menge-luarkan
siulan. Nadanya terdengar aneh.
*** Tindakan Braja Denta membuat Salya heran. Apa
yang hendak dilakukan
Braja Denta" Tanya pemuda
berpakaian kuning itu dalam hati. Ternyata Salya tidak perlu menunggu lama untuk
mengetahui maksud siulan Braja
Denta. Karena sesaat kemudian, terdengar ringkikan kudanya. Ringkik ketakutan dan kegelisahan.
Salya tampak keheranan. Apa yang terjadi dengan
binatang tunggangannya sehingga gelisah begitu" Dengan agak terburu-buru, tanpa
melepaskan perhatiannya pada Braja Denta karena takut dibokong, Salya memandang
sekilas ke arah kudanya berlari.
Salya langsung terkejut! Binatang tunggangannya
tampak sangat ketakutan! Kudanya itu berlari cepat
meninggalkan tempat itu sambil mengeluarkan ringkikan nyaring.
"Kilat...! Kembali...!" seru Salya keras.
Tapi kuda coklat itu tidak mempedulikan panggilannya. Binatang itu terus berlari. Hingga Salya bingung bercampur heran.
Sebab, sebelumnya tidak pernah sekali pun kuda itu membangkang perintahnya.
Tapi sebelum Salya berbuat sesuatu, terdengar bunyi
mendesis. Tidak hanya satu. Tapi banyak. Dan diiringi dengan tersibaknya
rerumputan di sekitar tempat itu.
"Aaakh...!"
Tanpa sadar Salya mengeluarkan
jeritan kaget. Karena pemandangan mengerikan yang tampak di hadapannya. Ratusan, bahkan mungkin ribuan ular dari berbagai jenis dan ukuran
merayap cepat mengejar kudanya!
Untuk sesaat Salya melupakan kehadiran Braja
Denta. Pemandangannya terpaku pada ribuan ekor ular itu.
Berbagai pertanyaan bergayut di benaknya. Mengapa ular-ular itu datang
berbondong-bondong" Mengapa mereka
seperti mencecar kudanya"
"Kuda bagus itu tidak akan selamat."
Ucapan Braja Denta membuat Salya sadar dari
ketertegunannya. Segera perhatiannya dialihkan pada Braja Denta. Pemuda
berpakaian coklat itu balas menatapnya.
"Kuda itu akan mati dengan seluruh daging di
tubuhnya lenyap. Ular-ular
itu akan berpesta pora,"
terdengar sangat yakin ketika Braja Denta mengemukakan pernyataannya.
Salya tersenyum untuk menutupi perasaan
ce- masnya akan keselamatan kudanya.
"Kau keliru, Kang. Kuda itu bukan binatang sembarangan. Di samping cerdik, larinya pun cepat. Dengan mudah dia akan
meninggalkan ular-ular yang memburunya."
"Jangan terlalu yakin, Salya," bantah Braja Denta.
"Apa kau tidak melihat hamparan rumput itu" Tempat berakhirnya padang rumput ini
tak kurang dua ratus tombak dari sini. Sebelum kudamu yang cerdik itu tiba,
ular-ular itu telah berada di sana. Apakah kau masih berkeyakinan kuda itu akan
lolos dari maut"!"
Ada nada ejekan dalam ucapan Braja Denta. Apalagi
saat pernyataan itu ditutup dengan gelak tawanya yang aneh.
Tapi Salya tidak sempat memperhatikan semua itu.
Pandangannya telah
dialihkan pada tempat hamparan
rumput itu berakhir. Seketika itu pula hatinya tercekat.
Kudanya baru mencapai setengah perjalanan. Padahal Salya berani bertaruh kalau
saat itu di ujung sana telah berkumpul ratusan bahkan mungkin ribuan ekor ular.
Binatang melata itu telah siap menjarah tubuh kudanya.
"Kilat...!" teriak Salya bingung.
Pemuda berpakaian kuning itu menyadari kalau
nyawa kudanya tidak akan tertolong lagi. Jalan keluar bagi binatang itu sudah
tidak ada lagi. Di ujung ular-ular lain menunggu, sedangkan di belakangnya
mengejar. Kuda coklat itu telah terkepung.
Salya tahu keberadaan ular-ular itu bukan terjadi
secara kebetulan. Ada sebuah kekuatan aneh yang memaksa ular-ular itu berkumpul
di situ dan mengejar Kilat. Tanpa perlu berpikir lama, pemuda itu tahu siapa
yang telah mengumpulkan binatang melata itu. Siapa lagi kalau bukan Braja Denta"
Siulan itulah yang telah mendatangkan ular-ular!
Sadar akan bahaya maut yang tengah mengancam
kudanya, Salya memutuskan untuk memberikan pertolongan. Meskipun rasanya sulit untuk dilakukan, tapi setidak-tidaknya tidak
ada penyesalan di hatinya bila telah diusahakan untuk memberikan pertolongan.
Setelah mengambil keputusan demikian, Salya bergegas membalikkan tubuh dan melesat menuju arah yang ditempuh kudanya.
Tapi.... "Mau ke mana, Salya"!" Seiring dengan keluarnya pertanyaan bernada bentakan itu,
sesosok bayangan coklat berkelebat melewati kepala Salya. Dan....
Jliggg! Ringan laksana sehelai daun kering Braja Denta
mendaratkan kedua kakinya di depan Salya. Jarak antara mereka terpisah sekitar
dua tombak. Salya tampak tersentak kaget. Dirinya telah mengerahkan seluruh ilmu meringankan tubuhnya, tapi
mengapa dengan demikian mudah Braja Denta berhasil
mencegatnya" Padahal Salya yakin Braja Denta tidak
mungkin dapat melakukan tindakan seperti itu!
Mungkinkah hanya dengan lenyap beberapa hari
kepandaian Braja Denta dalam ilmu meringankan tubuh bisa meningkat sepesat itu"
Rasanya mustahil! Salya lebih condong pada dugaan kalau tadi dia bergerak kurang
cepat! Perasaan cemas akan keselamatan Kilat membuat
Salya tidak dapat berpikir jernih. Tadi dia telah menduga ular-ular itu datang
karena siulan Braja Denta. Mengapa itu tidak menjadi pertanyaan baginya" Karena
bukankah Kidang Loka tidak pernah mengajarkan ilmu seperti itu"
"Kumohon kau bersedia menyingkir dari situ, Kang?"
pinta Salya. "Dan membiarkan kau membantai ular-ular itu,
Salya?" ejek Braja Denta sinis. "Jangan harap!"
"Kakang..!"
Salya masih berusaha memohon kesediaan kakak
seperguruannya.
"Tutup mulutmu, Salya! Biarkan binatang-binatang itu dengan urusannya. Kita pun
mempunyai urusan sendiri!"
potong Braja Denta keras.
"Kalau begitu, terpaksa aku akan
menolongnya setelah mengurusmu lebih dulu!" terdengar penuh kegeraman ucapan Salya.
"Itu lebih baik!" sahut Braja Denta gembira. Karena memang itu yang ditunggu-
tunggunya. Wuttt! Salya mengawali jurus 'Kalajengking'nya dengan
sebuah sampokan ke arah pelipis!
"Hmh...!" dengus Braja Denta perlahan. Pemuda itu tetap berdiri
di tempatnya. Namun, begitu serangan
menyambar dekat, tangan kirinya segera digerakkan untuk memapak. Hingga....
Takkk! Dan pemuda berpakaian coklat itu segera menghentikan ucapannya. Saat itu, Salya telah melancarkan serangan ke arahnya.


Dewa Arak 51 Raja Iblis Berhati Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tak tanggung-tanggung lagi, pemuda berpakaian kuning itu menggunakan jurus
'Kalajengking'nya!
Salya mempunyai alasan
kuat untuk langsung
menggunakan ilmu andalan itu. Diketahuinya kalau Braja Denta memiliki tingkat
kepandaian tinggi, yang hanya berselisih sedikit dengannya. Bertindak setengah-
setengah hanya akan membuang tenaga dan waktu dengan sia-sia.
Wuttt! Deru angin keras terdengar ketika serangan Salya meluncur.
Pemuda berpakaian kuning itu mengawalinya dengan sebuah sampokan tangan kanan ke
arah pelipis! "Hmh...!"
Braja Denta mendengus
melihat serangan itu. Sikapnya tampak tenang. Pemuda itu tetap berdiri di
tempatnya. Tak ada tanda-tanda dia akan menangkis atau mengelakkan serangan itu.
Baru ketika serangan itu menyambar dekat, tangan
kirinya digerakkan memapaki datangnya serangan. Dan itu dilakukannya sambil
lalu! Sikapnya menunjukkan kalau serangan Salya bukan hal yang patut dihadapi
sungguh-sungguh.
Meskipun heran, Salya tak mempedulikannya. Saat
itu yang ada di benaknya hanya satu, merobohkan Braja Denta secepatnya agar bisa
menolong Kilat. Hingga....
Takkk! "Akh...!"
Jeritan kesakitan terdengar ketika tangannya berbenturan dengan tangan Braja Denta. Rasa sakit dan ngilu mendera bagian yang
beradu! Tidak hanya itu. Tubuh pemuda berpakaian kuning itu terhuyung ke
belakang. Itu cukup untuk membuat Salya kaget. Benarkah
tenaga Braja Denta demikian
kuat sehingga mampu
membuatnya terhuyung-huyung" Bukankah
selama ini tenaganya yang lebih kuat" Adakah sebuah kesalahan di sini" Pertanyaan-
pertanyaan itu menggayuti benak Salya.
Dan belum lagi kekagetan hatinya lenyap, dengan
kecepatan yang menakjubkan tangan kiri Bra ja Denta yang tadi memapaki tangannya
telah meluncur cepat. Dan....
Tappp! Tahu-tahu pergelangan tangan kanan Salya berhasil
dicekal! Hingga pemuda berpakaian kuning itu menjadi gugup. Segera Salya
berusaha membebaskan dengan cara menariknya. Tapi usaha itu hanya mudah
direncanakan dan dipikirkan, daripada dilaksanakan. Betapapun ia telah berusaha
sekuat tenaga menariknya, tetap saja tidak
bergeming. "Keluarkan semua tenagamu, Salya," ujar Braja Denta dengan senyum mengejek.
Untuk kesekian kalinya Salya harus menerima
kenyataan yang mengejutkan. Kini disadarinya Bra ja Denta telah berubah. Braja
Denta kini memiliki kepandaian yang amat tinggi! Terbukti dia tak berhasil
melepaskan tangannya dari Braja Denta!
"Ha ha ha...!"
Berbeda dengan Salya yang mengeluarkan su-ara ah
ah uh uh dari mulutnya, Braja Denta tertawa-tawa. Padahal bagi Salya, jangankan
untuk tertawa, mengeluarkan ucapan pun sulit! Dari sini saja bisa diketahui
kalau tenaga dalam Braja Denta berada jauh di atas Salya.
"Sekarang giliranku, Salya!" Setelah berkata begitu, Braja Denta meremas tangan
Salya. "Akh!"
Salya melolong kesakitan seiring dengan terdengarnya bunyi berkerotokan tulang-
tulang hancur berpatahan. Dan sebelum Salya sempat berbuat sesuatu, mendadak
Braja Denta menarik tangannya. Sehingga tubuh pemuda berpakaian kuning itu tertarik ke depan. Sambungan tulang bahunya terlepas
karena kerasnya sentakan itu. Tindakan Braja Denta tidak hanya sampai di situ.
Tangannya bergerak mengibas.
"Aaa...!"
Salya menjerit ngeri ketika tubuhnya melayang deras
ke belakang. Meskipun
demikian, dia masih
mampu menunjukkan kalau dirinya bukan orang yang mudah
dipecundangi. Dengan satu gerakan manis, pemuda itu
berhasil mematahkan daya dorong tubuhnya, dan mendarat di tanah dengan kedua
kaki lebih dulu. Memang tidak begitu mantap, karena dia sempat terhuyung-huyung.
Namun begitu telah berhasil memperbaiki kedudukannya. Salya langsung mencabut
senjatanya yang terselip di pinggang, Golok Api!
Srattt! Secercah sinar kemerahan mencuat ketika golok
pusaka itu keluar dari sarungnya.
"Golok Api," desis Braja Denta dengan perasaan tertarik
Dengan penuh minat pemuda berpakaian coklat itu
menatap golok yang berada di tangan Salya. Tampak tersirat kekaguman yang
mendalam pada sorot mata Braja Denta. Itu memang wajar. Sebab Golok Api memang
patut untuk dikagumi. Ada perbawa mengerikan yang memancar dari
badan golok merah membara seperti besi dibakar itu!
Salya tidak mempedulikan sikap Braja Denta. Semua
perhatiannya dipusatkan pada golok yang tergenggam di tangan kirinya. Sebab
jari-jari tangan kanannya telah hancur"
Wuk wuk wuk! Brrrlll...! Api menyembur ketika Salya memutar golok itu.
Memang hanya kecil, tapi cukup untuk mengundang decak kagum Braja Denta.
"Salya...! Mengapa kau memegang ular"!" ucap Braja Denta dengan suara bergetar
penuh kekuatan gaib. "Apa kau tidak takut dipatuk"!"
7 Salya merasa heran mendengar ucapan Braja Denta.
Tapi anehnya ada suatu kekuatan yang memaksanya untuk melihat golok yang
tergenggam di tangannya.
"Ah...!"
Salya berseru kaget melihat yang tergenggam di
tangannya, seekor ular kobra! Yang lebih mengerikan, ular itu telah siap
mematuknya. Melihat ada bahaya maut tengah mengancam dirinya, tanpa pikir
panjang Salya melemparkan ular itu!
Keanehan kembali terjadi. Begitu ular kobra itu jatuh di tanah, tiba-tiba
berubah menjadi... Golok Api! Salya pun sadar kalau dirinya telah ditipu. Braja
Denta pasti telah menggunakan ilmu sihir untuk membuatnya melepaskan
Golok Api! Tapi dari ma na Braja Denta mempelajari ilmu sihir itu" Salya tidak
habis mengerti.
Seiring dengan timbulnya kesadaran itu, cepat Salya
melesat ke tempat Golok Apinya tergolek. Pemuda berpakaian kuning itu bermaksud
mengambil kembali senjatanya. Tapi Braja Denta tidak membiarkan hal itu terjadi.
Pemuda itu melesat menuju tempat Golok Api berada.
Kreppp! Tappp! Bertepatan dengan tergenggamnya gagang Go lok Api
itu oleh Salya, kaki Braja Denta menginjak gagangnya.
Padahal letak golok itu lebih dekat dengan Salya. Dan lagi pemuda berpakaian
kuning itu lebih dulu bergerak. Tapi Braja Denta mampu menggagalkan tindakan
Salya. Tentu saja kenyataan itu membuat Salya terkesiap.
Tidak mungkin lagi baginya mendapatkan Golok Api. Apalagi saat itu kedudukannya
sangat tidak menguntungkan. Dia berada dalam sikap merangkak. Sedangkan Braja
Denta berdiri tegak. Kedudukannya membuat lawan mudah menjatuhkan serangan maut.
Menyadari akan kedudukannya yang berbahaya,
Salya tidak ragu-ragu lagi melepaskan senjata pusaka. Buru-buru cekalannya
dilepaskan. Lalu, tubuhnya dilempar ke belakang. Dan pada saat yang bersamaan
Braja Denta mengirimkan tendangan ke arah kepala dengan kaki kirinya.
Wuttt! Bukkk! "Hukh!"
Keuntungan masih berpihak pada Salya. Berkat
tindakan cepatnya, tendangan Braja Denta tidak mendarat di sasaran. Tapi
mengenai dada kanan sebelah atas. Cukup keras!
Hingga Salya mengeluarkan darah segar dari mulutnya. Dan tubuhnya melayang jauh ke belakang seperti layang-layang putus.
Saat itulah Braja Denta yang bermaksud melenyapkan
Salya, melompat menyusul. Kedua tangannya dengan jari-jari tangan
terbuka dihentakkan
ke depan. Sudah dapat dipastikan nyawa Salya akan melayang ke alam baka. Sebab pemuda berpakaian
kuning itu sudah tidak berdaya. Dia tidak mampu berbuat sesuatu.
Tapi rupanya Tuhan masih belum mau mencabut
nyawa Salya. Di saat yang amat gawat itu melesat dua sosok bayangan.
Putih dan ungu. Sosok bayangan putih menangkap tubuh Salya. Sedangkan sosok bayangan ungu memapaki hentakan kedua
tangan Braja Denta dengan cara yang sama!
Blarrr! Benturan keras yang menggetarkan sekitar tempat itu
terdengar ketika dua pasang tangan yang dialiri tenaga dalam tinggi berbenturan.
Sesaat kemudian, tubuh Braja Denta dan sosok bayangan ungu terjengkang ke
belakang. Tapi dengan gerakan manis yang indah dilihat, Braja Denta dan sosok
bayangan itu berhasil mendaratkan kedua kakinya di tanah dengan mantap. Kemudian
saling pandang dengan sorot mata penuh selidik.
"Ah...!"
Hampir bersamaan jeritan kaget keluar dari mulut
Braja Denta dan sosok bayangan ungu. Bahkan sosok
bayangan putih pun mengeluarkan jeritan kaget pula,
meskipun agak terlambat. Ternyata mereka bertiga sudah pernah bertemu
sebelumnya. Di depan tanah pemakaman di pinggir Desa Alas Nga mpar.
Sekarang dapat diketahui siapa sosok bayangan putih
dan ungu itu. Ya! Dewa Arak dan Melati!
*** "Siapa kau" Mengapa mencampuri urusanku?" tanya Braja Denta tidak senang.
"Aku Arya. Aku tidak bermaksud ikut campur dalam urusan ini. Hanya aku tidak
bisa tmggal diam melihat ketidakadilan berlangsung di depan mataku!" jawab Dewa
Arak mantap. "Sombong! Rupanya kau sudah ingim mampus,
hehhh..."! Heh...!"
Usai berkata demikian, Braja Denta langsung menerjang! Pemuda berpakaian coklat itu membuka serangannya dengan sebuah tendangan terbang ke arah dada Arya. Wuttt!
Dewa Arak tidak berani bertindak sembrono. Disadarinya betapa berbahaya serangan semacam ini. Dia tahu
kalau ditangkisnya akan menimbulkan banyak kerugian. Tenaga yang terkandung dalam serangan itu saja sudah dahsyat. Apalagi
ditambah dengan tenaga luncuran.
Maka kedahsyatannya jadi berlipat ganda. Dan bila tendangan itu ditangkis kaki yang satunya pasti akan menyusul.
Padahal saat itu kedudukannya tidak memungkinkan. Akhirnya, Dewa Arak memutuskan untuk
mengelak. "Hih!"Dewa Arak mengelak dengan lompatan harimau ke samping kanan. Kemudian
dengan bertumpu pada kedua tangan, tubuhnya digulingkan. Hasilnya, tendangan
Braja Denta mengenai tempat kosong!
"Hup!"
Begitu Braja Denta mendaratkan kaki di tanah, Dewa
Arak telah berhasil memperbaiki kedudukan. Sekarang


Dewa Arak 51 Raja Iblis Berhati Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka berdiri berhadapan dalam jarak tujuh tombak!
Masing-masing bersikap waspada ka rena lawan berilmu tinggi.
Mendadak Braja Denta memasukkan tangan kanannya ke balik baju. Melihat hal itu Dewa Arak pun bersiap-siap menghadapi.
Pemuda berambut putih keperakan itu menduga lawan akan mengeluarkan senjata
rahasia. Hanya sebentar tangan Braja Denta masuk ke balik
baju. Sesaat kemudian telah keluar kembali. Di tangannya tergenggam sesuatu.
Sayang Dewa Arak tidak sempat
melihatnya. Karena Braja Denta sengaja menyembunyikan.
Dengan mendadak dan tidak disangka-sangka, Braja
Denta melemparkan
benda yang digenggamnya. Tidak
dilemparkan ke tubuh Dewa Arak, tapi dilemparkan ke atas.
"Lihat, Arya! Naga peliharaanku akan menerkammu...!" ucap Braja Denta penuh wibawa. Ada getaran kuat yang mengandung
kekuatan aneh di dalamnya.
Akibatnya memang hebat Dewa Arak melihat di
depannya, tepatnya di udara, tampak seekor naga. Warnanya hijau. Dan ketika
binatang itu membuka mulurnya, terlihat gigi-giginya yang runcing ba gai pedang.
"Brrrlll!"
Segundukan api menyambar ke arah tubuh Dewa
Arak ketika naga hijau itu meniup.
Dewa Arak tidak berani bertindak gegabah. Bergegas
tubuhnya dilemparkan ke samping. Akibatnya, semburan api yang keluar dari mulut
naga itu menjilat tanah.
Baru saja Dewa Arak menjejakkan kaki di tanah, naga
itu kembali melancarkan serangan. Seperti juga sebelumnya, binatang yang konon
hanya ada dalam dongeng itu
menyemburkan apinya ke arah Dewa Arak. Lagi-lagi Dewa Arak mengelakkan senjata
itu dengan cara yang sama. Tapi, kali ini Dewa Arak mengirimkan serangan pada
naga itu. Tangan kirinya dikibaskan.
Wusss! Hampir berbarengan dengan tibanya semburan api
naga hijau itu ke tanah yang semula dijadikan tempat berdiri Dewa Arak, serangan
Dewa Arak telak mengenai tubuh naga!
Pyarrr! Ajaib! Begitu terkena hantaman itu tubuh naga hijau
hancur berantakan. Hingga memaksa Dewa Arak menggulingkan tubuhnya menjauh, agar tidak terkena
percikan darah dan daging naga itu!
"Hup!"
Setelah bergulingan beberapa kali di tanah, Dewa
Arak bangkit. Pandangannya segera dilayangkan ke arah tempat naga tadi hancur
terkena pukulan jarak jauhnya. Tapi tidak ada sesuatu pun dijumpainya di sana.
Tidak ada percikan
darah, juga potongan-potongan
daging. Yang tergeletak di tanah hanya sebilah pisau yang hancur
berantakan! Dewa Arak segera sadar kalau dirinya telah tertipu.
Yang dihadapinya tadi bukan naga sungguhan, melainkan naga hasil ciptaan seorang
tukang sihir yang hebat. Seketika itu juga Dewa Arak teringat kembali pada Braja
Denta. Tapi pemuda berpakaian coklat itu telah pergi. Rupanya di saat Dewa Arak
tengah sibuk bertarung dengan naga ciptaannya, Braja Denta melarikan diri.
Yang ada hanya Melati dan Salya. Gadis berpakaian
putih itu berdiri dengan sepasang mata memancarkan
kebingungan. Sementara di sebelahnya, Salya tergolek pingsan.
"Sebenarnya..., apa yang terjadi, Kang?" tanya Melati ketika Arya menghampiri.
"Aku tak mengerti maksudmu, Melati?" Arya malah balas bertanya.
"Aku bingung, Kang. Tadi kulihat kau bertarung
dengan seekor naga yang entah dari mana munculnya.
Binatang itu menyerangmu membabi buta. Tapi tubuhnya langsung hancur berantakan
ketika pukulan jarak jauhmu mengenainya. Anehnya, tidak ada potongan tubuh naga
itu. Yang ada hanya sebuah pisau!" Melati mengutarakan hal-hal yang mengganjal
hatinya. "Itu sihir, Melati!" jawab Arya tanpa menggurui.
Diam-diam pemuda berambut putih keperakan itu
memuji kedahsyatan sihir lawan. Padahal sihir itu ditujukan untuknya, tapi
pandang mata Melati ternyata terpengaruh juga. Ini menunjukkan kalau sihir Braja
Denta amat ampuh.
"Oooh...!"
Mulut Melati membentuk bulatan. Dan kepalanya
mengangguk-angguk tanda mengerti.
"O, ya. Bagaimana keadaan orang itu, Melati?" tanya Arya ketika pandang matanya
tertumbuk pada tubuh Salya yang tergolek.
' Dia terluka, Kang. Cukup parah. Tapi tidak membahayakan nyawanya. Tapi sudah kuberikan obat yang dapat meringankan luka-
lukanya. Aku yakin tak lama lagi dia akan sadar," jelas Melati.
"Syukur kalau begitu. Dengan demikian, pertolongan yang kita berikan tidak sia-
sia. Nanti bila dia sadar kita bisa tanyakan penyebab pertempurannya dengan ahli
sihir itu,"
ujar Arya. Melati hanya mengangkat sebelah alisnya yang indah.
Entah apa maksudnya. Hanya dia yang tahu.
"Kakang...!"
"Apa, Melati?" tanya Arya sambil menatap wajah kekasihnya penuh selidik.
"Bukankah orang itu yang kita temui di dekat
pemakaman di pinggir Desa Alas Nga mpar?"
"Benar. Lalu, kenapa?" tanya Arya belum mengerti maksud pertanyaan kekasihnya.
"Tidak apa-apa, Kang. Aku hanya ingin menyatakan kebenaran dugaanku.
Maksudku..., aku yakin orang itu tokoh sesat," ujar Melati mengemukakan
dugaannya. Dewa Arak mengangkat bahu.
"Mungkin kau benar, Melati. Tapi rasanya ada yang lain pada diri orang itu.
Maksudku, bila dibandingkan dengan saat pertama kali kita bertemu. Saat ini aku
merasakan ada bau asing di dalam dirinya. Seperti ada makhluk dari alam lain di
dalam tubuhnya."
Melati terdiam. Sedikit pun tidak diremehkannya
keterangan Arya. Sebab Melati tahu kekasihnya memiliki perasaan yang peka.
Sering kali dugaannya benar. Dewa Arak mempunyai naluri yang kuat.
Di saat sepasang muda-mudi berwajah elok itu tengah
terdiam, dan tenggelam dalam alun pikiran masing-masing.
Tiba-tiba.... "Uuuh...!"
Terdengar suara keluhan. Memang tidak keras. Tapi
amat jelas tertangkap telinga Dewa Arak dan Melati. Serentak keduanya
mengalihkan perhatian ke arah suara itu.
Tampak tubuh Salya bergerak-gerak.
Kelopak matanya berkedip-kedip pertanda pemuda berpakaian coklat itu telah sadar. Salya
mengedarkan pandangan ke sekeliling dengan alis berkernyit dalam. Rupanya dia
masih belum ingat akan kejadian yang dialaminya. Tatapan matanya berhenti ketika
membentur sosok Arya dan Melati.
"Siapa kalian?" tanya Salya seraya mencoba bangkit.
Mulutnya menyeringai ketika rasa sakit mendera. Dengan tatapan heran,
diperhatikannya bagian-bagian yang terasa nyeri. "Mengapa aku terbaring di
sini?" "Kami pengelana yang kebetulan lewat di sini. Dan melihat kau terancam maut di
tangan seorang pemuda
berpakaian coklat. Kami mencoba menyelamatkanmu dari tangannya. Kini orang yang
melukaimu kabur," jawab Arya.
"Ah! Aku ingat sekarang! Ya! Aku bertempur dengan kakak seperguruanku. Tapi aku
kalah. Dadaku terkena
tendangannya. Ya...! Tidak salah lagi," ujar Salya. Dahinya dikernyitkan untuk
meng-ingat kejadian itu. ' Terima kasih atas pertolongan yang kalian berikan.
Kalau tidak ada kalian mungkin saat ini aku tinggal nama saja."
"Lupakanlah, Kisanak," sahut Arya cepat. "Untung saja orang itu tidak meneruskan
tindakannya. Kalau tidak, mungkin kami juga akan celaka di tangannya. O ya,
apakah benar dia kakak seperguruanmu" Kalau benar, mengapa dia ingin membunuhmu,
Kisanak?" "Ceritanya cukup panjang.... Eh, boleh kutahu siapa namamu, Kisanak"! Namaku
Salya." "Aku Arya," jawab Arya menyebutkan nama-nya. "Dan kawanku ini Melati."
"Bagaimana,
Arya" Apakah kau masih ingin mengetahui penyebab kakak seperguruanku ingin membunuhku?"
"Kalau kau tidak keberatan, dengan senang hati kami akan mendengarkan," sahut
Arya tenang. "Kalau begitu, baiklah."
Salya lalu menceritakan semuanya. Tidak ada yang
dilewatkan. Entah mengapa terhadap Arya dan Melati dia percaya!"Ah! Jadi dia
memendam rasa dendam terha-apmu dan gurumu"! Kalau begitu, dia pasti mendatangi
gurumu!" duga Arya. "Ah! Kau benar, Arya! Kalau memang demikian, aku harus segera kembali untuk
memberitahukan beliau akan ancaman Braja Denta. Aku khawatir beliau akan celaka
di tangan Braja Denta," ujar Salya penuh kecemasan.
Arya dan Melati bertukar pandang.
"Apakah kekhawatiranmu tak berlebihan, Salya?"
tanya Arya mengingatkan. "Mana mungkin Braja Denta mampu mencelakakan gurumu
yang juga gurunya" Entah
kalau dia menggunakan siasat licik."
"Kau tidak tahu, Arya. Braja Denta yang sekarang jauh berbeda dengan Braja Denta
beberapa hari yang lalu."
"Aku belum mengeti maksudmu, Salya?" ujar Arya tanpa menyembunyikan perasaan
heran yang membias di
wajahnya. Gambaran perasaan yang sama tersirat di wajah
Melati. "Beberapa hari yang lalu, Braja Denta bukan orang yang pantas ditakuti. Aku
tidak menyombongkan diri kalau kukatakan tingkat kepandaiannya berada di
bawahku. Tapi..., sejak pergi tanpa pamit beberapa hari yang lalu kepandaiannya meningkat
pesat. Dan memiliki ilmu-ilmu gaib. Di antaranya sihir dan ilmu memanggil ular."
Kemudian Salya mengalihkan pandangannya ke arah
tulang-belulang seekor kuda yang tergeletak tak jauh dari tempat mereka.
"Semula tulang-belulang itu adalah kuda yang cerdik dan
mampu berlari cepat. Tapi Braja Denta dengan
kemampuannya memanggil dan menguasai ular telah membuat kuda milikku tinggal onggokan tulang yang tidak berguna," urai Salya
dengan ke-edihan yang mendalam.
"Kalau begitu, Braja Denta amat berbahaya. Lebih cepat kita tiba di tempat
gurumu lebih baik," usul Arya.
"Kita"!"
Sepasang alis Salya berkerut heran mendengar
ucapan Dewa Arak.
"Oooh..., maaf. Kami memang bermaksud melihat
Braja Denta. Tentu saja bila kau mengizinkannya, Salya?"
ucap Arya hati-hati.
"Mengapa tidak" Mari kita berangkat!" ajak Salya.
Sesaat kemudian, ketiga orang muda itu melesat cepat meninggalkan tempat itu.
Tujuan mereka ke tempat tinggal Kidang Loka!
8 "Guru...! Guru...!"
Jarak dirinya dengan pondok Kidang Loka masih
jauh, tapi Salya yang tengah dilanda kekhawatiran yang sangat akan keselamatan
kakek berpakaian putih itu telah berteriak-teriak.
Sementara Dewa Arak dan Melati yang berada di
sebelah Salya mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sebelum akhirnya berhenti pada pondok Kidang Loka.
Pondok itu berdiri di hampa ran tanah lapang yang luas dan datar.
"Guru...!"
Sambil memanggil-manggil Kidang Loka, Salya terus
mengayunkan kaki mendekati pondok. Sikapnya terlihat tidak sabaran. Hingga Dewa
Arak khawarir. Apalagi ketika melihat Salya hendak menerobos masuk ke dalam
pondok. "Hati-hati, Salya. Mungkin saja Braja Denta berada di dalam," ucap Arya
mengingatkan. Pemuda berambut putih keperakan itu khawatir
terjadi sesuatu yang tidak diharapkan atas diri Salya.
Padahal, pemuda berpakaian kuning itu baru saja
sembuh dari luka dalamnya, berkat obat mujarab Melati!
Tapi Salya seperti tidak mendengar peringatan itu.
Kakinya terus diayunkan memasuki pondok. Mau tidak mau, Dewa Arak dan Melati
mengikutinya. Sikap mereka terlihat waspada. Tak membutuhkan waktu yang lama
bagi Salya untuk membuktikan rumah itu kosong. Tidak ada seorang pun di dalamnya.


Dewa Arak 51 Raja Iblis Berhati Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Salya langsung kebingungan. Tapi itu hanya berlangsung sesaat. Karena sesaat kemudian, pemuda itu teringat akan tempat yang
biasa dikunjungi gurunya, air terjun. Tanpa membuang waktu lagi, Salya melesat
ke sana dengan mengerahkan seluruh ilmu meringankan tubuh.
Disusul Arya dan Melati. Ketiga orang muda itu melesat cepat menuju air terjun.
Salya berada di depan. Pemuda itu bertindak sebagai penunjuk jalan.
Meskipun jarak pondok Kidang Loka dengan air terjun
cukup jauh, tapi karena ketiga orang itu berlari cepat maka tak berapa lama
tempat itu sudah terlihat
Dan seiring dengan terlihatnya air terjun, terutama
batu besar yang biasa dijadikan tempat duduk Kidang Loka, seketika itu pula
tiga pasang mata muda-mudi itu membelalak lebar. Di sisi batu besar itu tampak bersandar sesosok tubuh
berpakaian putih. Sebenarnya tidak pantas dikatakan bersandar karena kedua kaki
sosok itu tidak menginjak tanah!
"Guru...!"
Salya berseru serak memanggil sosok berpakaian
putih yang seperti tengah bersandar. Perasaan khawatir berkecamuk dalam dada
pemuda berpakaian kuning itu.
Sikap gurunya terlihat janggal!
Dan bukan hanya Salya saja yang dilanda perasaan
itu. Dewa Arak dan Melati pun demikian pula. Itu sebabnya kecepatan lari mereka
ditingkatkan. Kekhawatiran ketiga orang muda ini ternyata beralasan. Kidang Loka tidak sedang bersandar, tapi
ditempelkan! Empat batang pedang yang ditancapkan pada bawah bahu dan paha
hingga tembus ke batu membuat
tubuh Kidang Loka tidak merosot.
"Guru...!" jerit Salya pilu melihat nasib gurunya yang demikian mengenaskan.
Perlahan-lahan kelopak mata Kidang Loka membuka.
Kakek ini belum mati.
"Salya...," ucap Kidang Loka dengan susah payah.
Pelan sekali, lebih mirip bisikan.
"Guru...!" seru Salya serak. "Akan kubalas kekejian ini! Akan kubunuh dan
kurobek-robek dagingmu, Braja
Denta!?"Jangan lakukan itu, Salya. Kau bukan tandingannya.
Meskipun kelihatannya Braja Denta, sebenarnya ada roh orang lain di dalam
raganya. Kau ingat ceritaku mengenai Raja Sihir Berhati Hitam"!"
Salya hanya bisa mengangguk. Pemuda itu tidak
mampu menjawab. Lidahnya terasa kelu melihat keadaan gurunya. Kalau menuruti
perasaan, ingin dicabutnya pedang-pedang itu. Lalu menurunkan tubuh Kidang Loka.
Tapi dia khawatir tindakan itu akan menambah derita gurunya. Maka diputuskannya
untuk membiarkan dulu keadaan gurunya
seperti itu. "Roh Raja Sihir Berhati Hitam telah masuk ke dalam tubuh Braja Denta. Sekarang
raga Braja Denta dikuasai roh jahat itu. Sumpahnya telah menjadi kenyataan.
Padahal aku telah berusaha mencegah terjadinya sumpah itu dengan memberikan
Pedang Embun pada Braja Denta. Sebab aku
tahu Braja Denta mempunyai watak keras. Bila sedang
merasa sakit hati, dia dapat dengan mudah disusupi roh Raja Sihir Berhati Hitam.
Pedang Embun di tangannya, roh datuk sesat itu tidak akan bisa masuk. Tapi
kenyataannya" Aku sungguh tak mengerti. Dan...."
"Ha ha ha...!"
Suara tawa keras dan berat tapi bergaung menghentikan ucapan Kidang Loka. Tiba-tiba raut wajah dan sinar mata kakek itu
menyiratkan kecemasan yang sangat.
Tapi ternyata bukan nasib dirinya yang dikhawatirkan, melainkan....
"Celaka! Dia datang lagi! Cepat kau sembunyi, Salya!
Ajak teman-temanmu pergi dari sini. Tidak ada gunanya kau melawannya," ucap
Kidang Loka dengan suara yang semakin pelan.
' Tidak, Guru. Aku tidak akan lari. Aku bukan
pengecut. Harus kubalas kekejian ini! Sekalipun untuk itu aku harus mati!"
tandas Salya mantap.
' Akhhh...! Kau keras kepala, Salya...," hanya itu yang bisa digumamkan Kidang
Loka. Sementara Salya sudah bangkit berlari. Dewa Arak
dan Melati sudah berdiri sejak suara tawa itu terdengar.
Sikap mereka berriga tampak waspada.
Dewa Arak dan Melati kini sudah bisa memperkirakan
duduk perkaranya. Mereka yakin Salya dan gurunya berada di pihak yang benar.
Sementara Braja Denta sebaliknya. Dan dari ucapan Kidang Loka, sepasang pendekar
muda berwajah elok itu tahu kalau raga Braja Denta telah ditumpangi roh seorang
tokoh sesat. Tapi Dewa Arak dan Melati tidak dapat berlama-lama
tenggelam dalam pikiran itu. Sebab saat itu kembali
terdengar suara tawa bergelak. Sebelum gema tawa itu lenyap, berkelebat sesosok
bayangan coklat. Tahu-tahu di hadapan mereka telah berdiri Braja Denta dengan
sikap pongah. "Ha ha ha...!"
Braja Denta tertawa keras. Tampak jelas dia merasa
gembira bukan main.
"Aku gembira sekali kau dapat hadir di sini, Salya.
Jadi aku tidak repot-repot mencarimu. Saat ini juga akan kutuntaskan dendam
puluhan tahun lalu. Ha ha ha...!"
"Jahanam...!"
Didahului makian keras, Salya melesat menerjang
Braja Denta. Golok di tangan kirinya ditusukkan ke arah kerongkongan Braja
Denta. Memang bukan Golok Api karena pusaka itu telah diambil Braja Denta. Tapi
meskipun demikian, golok yang dipergunakan Salya kali ini termasuk pusaka ampuh!
Wuttt! Bunyi menderu keras mengawali tibanya serangan
golok itu. Ini menjadi pertanda kalau serangan itu cukup dahsyat.
Tapi Braja Denta hanya menyunggingkan senyum
sinis. Ditunggunya hingga serangan itu dekat. Baru setelah itu pusaka yang
dirampasnya dari tangan Salya dicabut Golok Api! Dengan Golok Api di tangan,
dipapakinya tusukan golok Salya. Nyala api tampak di sepanjang batang golok itu
ketika Braja Denta menggerakkannya!
Trangngng! Gila! Batang golok Salya langsung terbabat putus! Dan
sebelum pemuda berpakaian kuning itu sempat berbuat
sesuatu, Braja Denta sudah mengirimkan serangan susulan.
Dengan sebuah gerakan unik, Braja Denta membuat
goloknya meluncur ke arah perut Salya.
Tentu saja gerakan itu membuat Salya kelabakan.
Sungguh tidak disangkanya akan
mendapat serangan
balasan secepat itu. Tak heran
jika Melati khawarir
melihatnya. Hingga akhirnya gadis itu melesat memasuki kancah pertarungan dan
memapaki tusukan golok Braja
Denta. Trangngng! Benturan yang lebih keras dari sebelumnya langsung
terdengar. Diiringi dengan berpercikannya bunga-bunga api ke udara. Tubuh Melati
terjengkang ke belakang dengan ujung pedang gompal!
Dan belum lagi Melati sempat memperbaiki kedudukan, Braja Denta telah melancarkan serangan susulan. Tak pelak lagi gadis itu dibuat pontang-panting menyelamatkan diri.
Untung Salya segera datang membantu.
Pertarungan satu melawan dua terjadi. Salya dan Melati bahu-membahu menghadapi
amukan Braja Denta. Tapi tetap saja mereka terdesak.
Braja Denta memang terlalu tangguh untuk dihadapi
mereka berdua. Pemuda berpakaian coklat itu unggul dalam ilmu meringankan tubuh
dan tenaga dalam. Belum lagi
dengan Golok Api yang ampuh itu. Lengkap sudah keadaan yang membuat Melati dan
Salya terdesak. Mereka terus-menerus didesak mundur. Sudah dapat dipastikan,
jika tidak ada perubahan dalam pertarungan, kedua orang itu akan tewas di tangan
Braja Denta! Keadaan Melati dan Salya yang terdesak tentu saja
tak luput dari perhatian Dewa Arak dan Kidang Loka. Kakek berpakaian putih itu
memang ikut pula memperhatikan. Dan sebagai tokoh tingkat tinggi, Dewa Arak dan
Kidang Loka dapat mengetahui kalau robohnya Melati dan Salya hanya ringgal
menunggu waktu.
Dewa Arak tidak menginginkan hal itu terjadi. Maka
diputuskannya untuk terjun dalam kancah pertarungan, menggantikan
kedudukan mereka. Setelah mengambil keputusan demikian, Dewa Arak mengambil gucinya, dan menuangkan isinya ke mulut
Gluk... Gluk... Gluk..!
Terdengar bunyi tegukan ketika arak itu melewati
tenggorokan Dewa Arak. Seketika itu pula hawa hangat berputaran di bawah pusar.
Kemudian perlahan-lahan naik ke atas. Sesaat kemudian, tubuh pemuda berambut
putih keperakan itu oleng ke kanan kiri. Pertanda ilmu 'Belalang Sakti'nya telah
siap dipergunakan.
Sementara di kancah pertarungan Melati dan Salya
semakin terdesak. Kedua orang itu bergulingan mundur untuk menjauhkan diri. Tapi
Braja Denta tidak mau memberi kesempatan pada kedua lawannya. Sambil
mengeluarkan tawa khasnya, dikejarnya lawan dengan golok siap dihunjamkan. Saat itulah Dewa Arak melesat masuk ke dalam
kancah pertarungan. Untuk mengalihkan perhatian Braja Denta
dari Melati dan Salya, Dewa Arak langsung melancarkan serangan. Gucinya diayunkan ke arah dada Braja Denta.
Klangngng! Bunyi berdentang nyaring terdengar ketika Braja
Denta menganyunkan senjatanya memapaki! Kali ini Golok Api menemui pusaka yang
setimpal. Guci Dewa Arak tidak punggal! Gompal pun tidak!
Tapi hanya sesaat kedua tokoh itu menghentikan
gerakannya untuk memeriksa senjata mereka. Setelah
melihat jelas pusaka-pusaka itu tidak rusak mereka kembali saling
terjang. Hebat bukan main pertarungan yang berlangsung. Bunyi menderu, mencicit, dan mengaung
menyemaraki jalannya pertarungan. Debu mengepul tinggi ke udara. Jurus demi
jurus berlalu cepat. Sebentar saja, seratus lima puluh jurus telah berlalu.
Namun selama itu belum nampak tanda-tanda yang akan keluar sebagai pemenang.
Baru ketika pertarungan menginjak jurus kedua ratus
Dewa Arak mulai dapat mendesak lawan. Gabungan guci, kedua tangan dan kaki serta
semburan araknya, berhasil mengobrak-abrik pertahanan ilmu golok Braja Denta.
Bahkan entah kenapa ilmu sihir Braja Denta tidak berdaya sama sekali. Padahal
beberapa kali pemuda berpakaian coklat itu menggunakannya. Mungkinkah semua itu
karena ilmu 'Belalang Sakti'" Dewa Arak sendiri tidak tahu. Keluarnya Dewa Arak sebagai
pemenang hanya tinggal menunggu
waktu. Di jurus kedua ratus tiga puluh tiga, sambil
mengeluarkan teriakan keras yang membuat sekitar tempat itu bergetar hebat,
Braja Denta menusukkan kerisnya ke arah perut.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Dewa Arak
melompat ke atas. Kemudian berjungkir balik. Dan dalam keadaan kepala di bawah,
gucinya dihantamkan ke arah kepala Braja Denta.
Prakkk! Terdengar bunyi berderak keras. Kepala Braja Denta
hancur berantakan! Darah bercampur otak pun bermuncratan! Seketika itu pula nyawa Braja Denta
melayang meninggalkan raga.
"Hhh...!"
Helaan napas lega keluar dari mulut Melati, Salya,
dan Kidang Loka. Hampir bersamaan waktunya dengan
mendaratnya kedua kaki Dewa Arak di tanah.
Kidang Loka yang telah berhasil dilepaskan dari
pasungan pedang oleh Salya, tampak berseri-seri wajahnya.
Begitu pula wajah Salya tampak berbinar-binar setelah melepaskan gurunya dari
pasungan. Sebab, bahaya yang mengerikan itu telah berhasil ditumpas Dewa Arak.
SELESAI

Dewa Arak 51 Raja Iblis Berhati Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Fujidenkikagawa
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
Tiga Dara Pendekar 2 Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W Jaka Lola 14
^