Pencarian

Setan Bongkok 3

Dewa Arak 87 Setan Bongkok Bagian 3


Senyum yang penuh daya pikat!
*** Cendana berdiri menengadah ke langit dengan kedua
tangan di punggung. Bola matanya tidak bergerak-gerak.
Seakan ada sesuatu yang menarik perhatiannya di angkasa.
Padahal, kendati menatap ke langit pikiran gadis berpakaian kuning ini melayang-
layang mengingat semua kejadian yang dialami.Segumpal penyesalan masih bergayut
di hati Cendana ketika teringat gurunya. Gadis ini trenyuh mengingat
ketidakberhasilannya memenuhi permintaan nenek baju
hitam itu. Pendekar Penyebar Asmara tidak bisa dibunuhnya!
Pembunuh gurunya pun tidak mungkin dijadikan sasaran
balas dendam. Dua keinginannya kandas!
"Hendak ke mana lagi kau pergi, Laras" Setengah mati kami mencarimu, kau enak-
enakan di sini. Tidakkah kau tahu kami mengkhawatirkan keselamatan mu"!"
Seruan yang terdengar dekat itu membuat Cendana
terkejut bukan main. Apalagi ketika kedua bahunya disentuh sepasang tangan.
Lamunan Cendana buyar seketika. Dengan cepat ditampiknya sepasang tangan yang
menempel di bahunya. Dan, sambil membalikkan
tubuh gadis ini menyampokkan tangannya ke arah orang yang memiliki
tangan usil itu.
Sang pemilik tangan mengeluarkan seruan kaget
mendapat serangan tidak disangka-sangka ini. Lelaki berkulit hitam dengan gigi
tonggos ini untungnya masih sempat
melompat ke belakang. Kalau tidak, wajahnya akan porak-poranda
terkena sampokan Cendana yang mampu menghancurkan batu karang yang paling keras sekalipun itu
"Manusia kurang ajar...!" seru Cendana keras, penuh kemarahan. Apalagi ketika
serangannya gagal mengenai
sasaran. Cendana langsung mengirimkan tendangan ke pusar.
Lagi-lagi lelaki tonggos yang bukan lain Tanggur, ayah Larasati cepat mengelak.
"Hentikan, Nona. Kau salah paham. Aku tidak
bermaksud demikian," beritahu Tanggur sambil mengelak ke samping sehingga
serangan Cendana kembali luput.
Tapi, Cendana tidak menghentikan tindakannya.
Bahkan dia menyerang semakin kalang kabut. Gadis ini tidak mempedulikan
pemberitahuan Tanggur. Kemarahan yang
timbul karena tindakan Tanggur yang dianggapnya kurang ajar
dan Cendana memang tengah uring-uringan, membuatnya terus mengumbar kemarahan.
Dalam waktu sebentar saja Cendana telah menyerang
beberapa jurus. Tapi, semua dapat dipunahkan Tanggur
tanpa menemul kesulitan. Tanggur bergerak ke sana kemari.
Ia hanya mengelak dan tak sedikit pun melancarkan
serangan balasan. Berkali-kali dari mulutnya keluar ucapan yang menyatakan kalau
kejadian tadi hanya salah paham.
Namun, Cendana tetap menyerang bertubi-tubi
Setelah berlangsung lima belas jurus dan Cendana
terus menyerang. Tanggur sadar penjelasannya sia-sia
belaka. Cendana bukan
gadis yang mudah
diberikan pengertian. Cara lain pun terpaksa digunakan. Tanggur memutuskan untuk
merobohkan Cendana. Baru setelah itu diberikan penjelasan. Mungkin dengan cara
itu Cendana mengerti karena terpaksa mendengarkan penjelasannya.
Sebenarnya bisa saja Tanggur melarikan diri. Dengan
nhgkat kepandaiannya yang berada di atas Cendana,
merupakan hal yang mudah untuknya. Tapi Tanggur tidak mau melakukan hal
demikian. Tindakan itu dianggapnya
perbuatan pengecut, dan melarikan diri hanya menunjukkan kalau sangkaan Cendana
benar adanya. Pada satu kesempatan, Tanggur mendorong tubuh
Cendana hingga jatuh terjengkang di tanah. Cendana bangkit dengan cepat. Tapi,
Tanggur lebih cepat lagi. Lelaki ini menyerang dengan sebuah totokan arah bahu
kanan lawan. Cendana kaget. Gadis ini tahu dia kalah cepat
bergerak. Tapi sebelum kejadian yang tak diharap menimpa Cendana, dari samping
melesat sesosok bayangan memapaki serangan Tanggur!
"Sungguh tidak pantas seorang tua menghina yang
muda!" seru sosok bayangan itu.
Plakkk! Tubuh Tanggur terhuyung-huyung akibat tangkisan
sosok yang menolong Cendana. Lelaki tonggos merasakan sekujur tangannya sakit.
Di depan Tanggur berdiri membelakangi Cendana,
sosok yang bukan lain Setan Bongkok. Sikapnya tampak
angker bukan main.
"Menyingkirlah, Cendana. Dia bukan lawanmu. Biar aku yang menghadapinya," ujar
Setan Bongkok. "Apa yang terjadi, Cendana?"
"Dia hendak berbuat kurang ajar padaku!" tandas Cendana berapi-api.
"Itu tidak benar!" bantah Tanggur. "Hanya salah paham saja. Aku tidak bermaksud
demikian!"
"Kalau tidak hendak berbuat kurang ajar, mengapa menyentuh-nyentuh bahuku"!"
kejar Cendana tak kalah gertak.
"Kukira kau anakku, Nona," jelas Tanggur. "Potongan tubuhmu dari belakang mirip
sekali dengan Larasati, putriku.
Dia pergi dan belum kembali sampai sekarang. Aku dan
istriku mencari-carinya."
"Alasan! Dusta! Kau memang tua-tua cabul!"
Cendana melompat menerjang Tanggur dengan pukulan bertubi-tubi. Setan Bongkok ingin mencegahnya, tapi terlambat Cendana
telah lebih dulu melesat.
Tanggur kali ini tidak sesabar sebelumnya. Dia telah
terlalu banyak mengalah. Cendana pun mengetahuinya. Tapi, tetap saja tindakannya
kasar dan mulutnya tajam. Tanggur jadi tidak senang.
Tanpa pikir panjang lagi, dengan niat untuk mem-
berikan hajaran, serangan Cendana ditangkisnya. Akibatnya, tubuh gadis itu
terjengkang ke belakang dan terbanting di tanah. Berbeda dengan sebelumnya,
Cendana tidak langsung bangkit. Kedua tangannya yang berbentoran dengan tangan
Tanggur terasa sakit bukan main.
Setan Bongkok berkilat-kilat sepasang matanya.
Lelaki ini sangat marah melihat tindakan Tanggur. Kendati diakui sikap Cendana
sudah kelewatan, tapi tindakan
Tanggur pun dinilai Setan Bongkok terlalu keras!
"Mengandalkan kepandaian untuk melakukan tin-
dakan tak adil terhadap orang lemah bukan tindakan terpuji.
Aku, Setan Bongkok, tidak bisa membiarkan hal ini terjadi.
Majulah, Sobat. Lawan aku! Jangan kau tekan gadis yang bukan tandinganmu itu
kalau kau bukan seorang pengecut!"
Tanggur membusungkan dada. Harga dirinya tersinggung mendengar tantangan yang diajukan Setan
Bongkok. Dengan sorot mata penuh tantangan ditatapnya Setan Bongkok.
"Apa boleh buat. Kalau kau memang hendak membela wanita liar bermulut kurang
ajar itu, aku pun, Tanggur bukan orang berwatak pengecut! Kuterima tantanganmu,
Setan Bongkok!" mantap dan tegas kata-kata yang dikeluarkan Tanggur.
"Hajar orang kurang ajar itu, Paman Bongkok!" seru Cendana. Ia bangkit berdiri
dan memberi semangat pada Setan Bongkok.
Mata Setan Bongkok berbinar. Memang hanya sesaat
terlihat, tapi bisa diketahui kalau tokoh aneh ini gembira. Itu tidak
terlalu berlebihan. Sejak pertemuannya dengan Cendana, sewaktu menolong gadis itu dari tangan Gajah Kecil, Cendana tidak
pernah mengajaknya bicara.
Bahkan ketika mereka melakukan perjalanan berdua
setelah Setan Bongkok menyelamatkan Cendana dari Pendekar Penyebar Asmara, Cendana juga tidak bicara. Gadis ini banyak termenung
ketika beristirahat. Setan Bongkok yang tidak mau mengganggunya, meninggalkannya
untuk mencari makanan. Ketika kembali Cendana ternyata telah terlibat keributan dengan
Tanggur. Setan Bongkok pun ikut campur.
*** Ucapan Cendana membuat semangat Setan Bongkok
bergelora. Lelaki ini menerjang Tanggur. Tanggur yang memang
sudah bersiap sedia segera menyambutinya. Pertarungan antara dua tokoh ini pun berlangsung.
Setan Bongkok ternyata terlalu tangguh
untuk Tanggur. Setelah bergebrak beberapa kali lelaki tonggos ini segera berada di
bawah angin. Setan Bongkok unggul dalam segala hal. Tidak hanya dalam kecepatan
gerak. Tapi juga tenaga dalam dan mutu ilmu silatnya. Meski demikian,
Tanggur berusaha sekuat tenaga melakukan perlawanan.
Beberapa kali dia terpontang-panting!
Cendana yang melihat keunggulan Setan Bongkok
kelihatan gembira bukan main. Dia bertepuk tangan sambil tak henti-hentinya
memberi semangat.
"Ayo, Paman Bongkok! Hajar lelaki kurang ajar itu!
Gebuk saja pantatnya!"
Hampir Setan Bongkok tertawa karena geli mendengar
ucapan Cendana yang terdengar lucu dan menggelikan.
Semangatnya semakin membara. Gerakan-gerakannya
semakin dahsyat dan menggiriskan.
Tanggur semakin terdesak. Di samping itu, lelaki
tonggos ini juga merasa sakit hati dengan ucapan Cendana.
"Mengapa pantatnya yang disebut-sebut?" rutuk Tanggur dalam hati.
Di saat keadaan Tanggur semakin mengkhawatirkan
dan lebih sering terbanting ke sana kemari, terdengar teriakan melengking
nyaring dari kejauhan.
"Ayah...!"
"Kak Tanggur...!"
Dua seruan itu keluar hampir bersamaan. Yang satu
berasal dari mulut Larasati. Sedangkan yang satunya lagi diserukan Nilam Sakini,
istri Tanggur. Ibu dan anak ini masih berjarak tak kurang dua
puluh tombak. Tapi, seruan keras itu telah mereka keluarkan dan sambil terus
berlari mendekat. Di sebelah Larasati dan Sakini tampak berdiri orang lain,
seorang pemuda berpakaian ungu dengan rambut putih panjang berkibaran. Arya
Buana alias Dewa Arak.
Hampir bersamaan Larasati dan Sakini melompat
menyerang Setan Bongkok yang tengah mendesak Tanggur
dengan hebat. Setan Bongkok mendengus. Kedua tangannya dikibaskan. Bagaikan
diterpa angin keras, tubuh ibu dan anak itu terlempar balik dan jatuh
bergulingan di tanah.
Tanggur menggeram. Lelaki ini marah bukan main
melihat kejadian yang menimpa anak dan istrinya. Namun sebuah sapuan kaki Setan
Bongkok telah melemparkan
tubuhnya. Tanggur masih ma mpu menunjukkan keperkasaannya dengan menjejakkan kedua kaki di tanah.
Tanggur tidak menjadi gentar. Lelaki tonggos ini bertekad untuk terus bertarung
sampai tetes darah penghabisan!
Sebuah tangan yang menyentuh bahunya membuat
Tanggur mengurungkan niat itu. Ditolehnya kepalanya ke belakang. Tidak tergesa-
gesa. Sebab, Tanggur tahu orang yang menyentuh itu tidak bermaksud jahat.
Apabila tidak, saat itu nyawanya sudah melayang!
"Boleh aku mewakilimu untuk menghadapinya, Paman?" sapa Arya Buana, yang menyentuh bahu Tanggur.
Tanggur membutuhkan waktu sejenak untuk mengangguk. Lelaki ini tertegun melihat ciri-ciri pemuda di hadapannya. Wajah
dan potongan tubuhnya pemuda. Tapi, rambutnya milik orang berusia lanjut!
"Dia memiliki kepandaian amat tinggi, Anak Muda, Kau harus berhati-hati."
Tanggur masih sempat untuk berpesan. Agak ragu-ragu lelaki tonggos ini menyapa
Arya sebagai pemuda.
"Akan kuperhatikan nasihatmu, Paman," jawab Arya sopan seraya tersenyum.
Dewa Arak lalu mengalihkan perhatian ke arah Setan
Bongkok. Tokoh ini tidak melakukan tindakan apa pun


Dewa Arak 87 Setan Bongkok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setelah Tanggur tidak menyerangnya.
Agak jauh ke belakang Setan Bongkok, Cendana
memperhatikan Dewa Arak dengan perasaan lain. Pemuda ini kelihatan matang dan
dewasa karena sikapnya yang tenang dan rambutnya yang putih. Wajah dan potongan
tubuhnya pun menarik. Cendana mulai menaruh perhatian. Sungguh amat jauh
bedanya, bagaikan
bumi dan langit jika dibandingkan dengan Setan Bongkok.
7 Setan Bongkok sadar Dewa Arak tidak bisa disamakan
dengan lawan-lawan sebelumnya. Kendati menilik usianya dia merupakan lawan
paling muda dari lawan-lawan tangguh yang pernah dihadapinya, tapi dari sorot
mata Dewa Arak yang tajam mencorong laksana mata seekor naga dalam
gelap, Setan Bongkok bisa mengetahui ketangguhan lawannya. Bukan hanya Setan Bongkok yang bersikap waspada.
Dewa Arak pun demikian. Untuk sesaat kedua tokoh ini
saling memperhatikan gerak-gerik lawan.
Setan Bongkok yang pertama kali membuka serangan.
Dia melompat ke atas dengan kedua tangan membentuk
cakar, siap untuk dikirimkan ke arah Dewa Arak dalam
bentuk serangan dahsyat. Kedua kakinya agak didekatkan ke perut dengan menekuk
lututnya. Dewa Arak melangkah mundur seraya mengangkat
wajah untuk memperhatikan gerakan lawan. Pemuda ini
melompat agak jauh ke belakang ketika Setan Bongkok
melancarkan serangan bertubi-tubi dalam bentuk sampokan.
Tahu kalau lawan telah menggunakan ilmu andalan,
Dewa Arak segera menggunakan ilmu 'Belalang Sakti'.
Setelah beberapa kali mengelak, serangan ba lasan pun dilancarkan.
Plak, plakkk, plakkk!
Berturut-turut benturan terjadi ketika pertarungan
berlangsung beberapa jurus. Tubuh Dewa Arak terhuyung-huyung dua langkah. Tapi,
Setan Bongkok terhuyung tiga langkah ke belakang.
Cendana bengong melihat hal ini. Sebaliknya, Larasati dan Tanggur serta Sakini
tampak gembira. Pemandangan
yang terpampang menjadi pertanda kalau jagoan mereka
berada di pihak yang unggul.
Setan Bongkok penasaran bukan main. Seluruh
ilmunya dikerahkan. Tubuhnya bagai tidak pernah menjejak tanah. Mulutnya tak
henti-henti mengeluarkan pekikan
nyaring. Setan Bongkok tidak ingin peristiwa yang memalukan tadi terulang kembali. Dia tidak ingin Cendana merasa kecewa.
Tapi, betapa pun besarnya semangat Setan Bongkok
untuk menang, kemampuan yang tertinggi yang menentukan.
Ternyata kemampuan puncak Setan Bongkok masih belum
mampu menandingi Dewa Arak yang mempergunakan ilmu
'Belalang Sakti'. Setan Bongkok tetap tidak mampu mendesak lawannya.
Di lain pihak, Dewa Arak dapat mendesak Setan
Bongkok. Sementara desakan-desakan
lawan dapat dipunahkan dengan jurus 'Delapan Langkah Belalang'.
Tak sampai lima puluh jurus pertarungan Setan
Bongkok telah dipaksa untuk bertarung mundur. Ilmunya yang biasa menang dalam
mutu sekarang mati kutu. Ilmu
'Belalang Sakti' milik Dewa Arak tidak kalah tinggi mutunya!
Di saat Setan Bongkok terus bergerak mundur tiba-
tiba terdengar geraman keras. Dari bunyi yang tertangkap, Setan Bongkok dan Dewa
Arak tahu kalau pemilik suara itu sudah pasti manusia. Ia berada di tempat yang
jauh dari mereka.Geraman itu cukup menarik perhatian. Tidak hanya Larasati,
Sakini, maupun Tanggur. Juga Dewa Arak, Setan Bongkok, dan terutama. Cendana.
Pertarungan antara Dewa Arak dan Setan Bongkok seketika terhenti.
Tindakan Cendana lebih hebat lagi. Wajah gadis itu
pucat pasi laksana mayat. Tapi, sinar mata dan tarikan mulutnya menyiratkan
kebencian dan dendam. Cendana
menduga pemilik geraman ini adalah pemuda gila yang telah menewaskan gurunya.
Sesaat tubuh gadis ini menggigil keras seperti orang
terkena demam tinggi. Kemudian, sambil mengeluarkan
keluhan tertahan ia melesat menuju sumber suara geraman.
"Cendana...! Hentikan...!" seru Setan Bongkok Dalam teriakannya tersirat
kekhawatiran yang dalam.
"Sobat, di antara kita tidak pernah ada urusan. Dan, aku bukan orang jahat.
Mungkin aku telah bertindak terlalu kasar pada kawan-kawanmu. Tapi, itu
kulakukan karena
tidak ada pilihan lain. Aku mohon kau biarkan aku pergi untuk menyusul kawanku
agar dia tidak celaka di tangan orang jahat. Bagaimana?" pinta Setan Bongkok
penuh harap. Setan Bongkok sebenarnya tidak gentar. Bahkan,
andaikata mati sekalipun dalam pertarungan ini. Tapi, dia tidak ingin
Cendana celaka. Apabila pertarungan
ini dilanjutkan mungkin Cendana sudah pergi terlalu jauh dan dia akan kehilangan
jejak. Tidak ada pilihan lain kecuali meminta kebijaksanaan Dewa Arak.
"Pergilah. Selamatkan kawanmu," timpal Arya sambil menyimpan gucinya dan
melangkah mundur.
Setan Bongkok menatap Arya dengan pandangan
penuh terima kasih sebelum membalikkan tubuh dan
melesat cepat meninggalkan tempat itu. Tanggur beserta anak dan istrinya
menyaksikan kejadian itu dengan alis berkerut "Mengapa Dewa Arak membebaskan
tokoh jahat itu?" tanya mereka dalam hati.
*** Cendana berlari bagaikan dikejar hantu. Gadis ini
ingin segera tiba di tempat geraman tadi berasal. Geraman yang diyakininya
keluar dari mulut Lesmana. Perasaan benci membuat Cendana lupa akan nasihat
gurunya untuk tidak membalas dendam.
Setelah berlari beberapa lama, di kejauhan sekitar
delapan tombak di depannya, Cendana melihat dua sosok tengah berdiri berhadapan
dalam jarak tiga tombak. Mereka memiliki ciri-ciri yang a mat aneh. Wajah sosok
yang satu mirip harimau. Sedangkan yang satu lagi mirip kera besar.
Cendana merasa kecewa sekali melihat hal ini. Apalagi ketika mengetahui geraman
itu dikeluarkan kakek berwajah harimau. Dialah Siluman Harimau. Tokoh sesat yang
memiliki kepandaian amat tinggi.
Kakek yang satu lagi lebih mengerikan dari pada
Siluman Harimau. Kakek ini tidak lain dari Raja Monyet Bertangan Seribu. Tokoh
teratas dalam kelompok Tiga
Binatang lblis Neraka.
Kendati tahu pemilik geraman itu bukan Lesmana,
Cendana tidak meninggalkan tempat itu. Gadis ini malah tertarik untuk mengetahui
kelanjutan kejadian yang tengah disaksikannya.
Tampak oleh Cendana, Siluman Harimau melompat
menerjang Raja Monyet Bertangan Seribu. Serangannya
ganas bukan main. Tapi, dengan gerak kaku Raja Monyet Bertangan
Seribu mengelakkannya.
Ketika tangannya diayunkan secara sembarangan, kakek yang memiliki wajah mirip kera besar itu
berhasil membuat tubuh Siluman
Harimau terhuyung-huyung ke belakang. Padahal, yang
melanda Siluman Harimau hanya angin pukulannya saja!
Cendana membelalakkan mata saking kagumnya
melihat kepandaian Raja Monyet Bertangan Seribu. Meski melihat gerakan-gerakan
Siluman Harimau, ga dis ini tahu kalau tingkat kepandaian kakek itu jauh di atas
tingkatnya, bahkan mungkin tidak kalah dengan Setan Bongkok. Namun kenyataannya
Siluman Harimau bagai seekor semut bertarung melawan api.
Setelah beberapa kali dibuat permainan lawan, Si-
luman Harimau mengeluarkan senjatanya. Sepasang cakar yang memiliki pegangan.
Cakar yang terbuat dari baja pilihan itu pada ujung-ujungnya dibubuhi racun
mematikan. Dengan senjata andalan di tangan Siluman Harimau bagai seekor harimau
tumbuh sayap. Serangan-serangannya semakin
dahsyat. Siluman Harimau berhasil menyerang selama tiga
jurus. Tapi semua itu berhasil dielakkan Raja Monyet
Bertangan Seribu dengan tanpa kesulitan. Bahkan seperti sebelumnya, Siluman
Harimau dibuat terhuyung-huyung
dengan angin pukulannya. Raja Monyet Bertangan Seribu lalu mengeluarkan
senjatanya. Sepasang kecer!
Raja Monyet Bertangan Seribu membenturkan se-
pasang kecernya dengan pengerahan seluruh tenaga. Menurut perhitungan akan terdengar bunyi menggelegar yang luar biasa keras,
mengingat kakek ini memiliki tenaga dalam amat kuat. Namun, tidak terdengar
bunyi sedikit pun!
Cendana yang sudah siap untuk menutup telinga mengernyitkan alis. Heran.
Cendana hampir tak kuat menahan pekikannya ketika
melihat kejadian yang terpampang kemudian. Siluman
Harimau terkesima sebentar. Kemudian, tertawa terbahak-bahak. Demikian gelinya
sampai tubuhnya terbungkuk-
bungkuk. Semula Cendana menduga Siluman Harimau menertawakan serangan Raja Monyet Bertangan Seribu. Tapi ketika melihat wajah
Siluman Harimau, gadis ini mulai menaruh curiga. Wajah Siluman Harimau seperti
bukan wajah orang yang tengah tertawa. Hanya mulutnya yang
menganga mengeluarkan tawa, tapi wajah dan sinar matanya tidak! Wajah itu
menyiratkan rasa takut yang besar.
Kelihatan tegang bukan main!
Kecurigaan Cendana semakin besar ketika melihat
Siluman Harimau terus saja tertawa seperti tidak mempedulikan keberadaan Raja Monyet Bertangan Seribu
yang menjadi lawannya. Raja Monyet Bertangan Seribu
sendiri dengan tenang menyimpan kembali kecernya lalu menyaksikan perbuatan
lawan. Raja Monyet Bertangan Seribu tentu saja melihat
keberadaan Cendana karena medan pertarungan berupa
tanah datar yang luas tanpa ada penghalang sampai belasan tombak. Tapi, kakek
monyet itu bersikap tidak peduli, seakan Cendana tidak berada di situ. Seluruh
perhatiannya ditujukan pada Siluman Harimau.
Siluman Harimau sendiri terus saja tertawa. Sampai
suara tawanya semakin
pelan dan sekujur urat-urat
menonjol di sekitar wajah dan leher. Wajahnya pun merah padam. Matanya telah
mengeluarkan air. Tak lama lagi tokoh ini akan tewas dengan pembuluh darah pecah
dan napas putus! Sekarang Cendana mulai merasa ngeri. Gadis ini tahu
Siluman Harimau akan tewas dalam keadaan mengerikan.
Semua itu terjadi akibat berbenturannya sepasang kecer yang tidak berbunyi itu.
Cendana merasa ngeri. Raja Monyet Bertangan Seribu
ternyata memiliki watak yang luar biasa keji. Sebelum dia menjadi korban pula,
maka dibalikkan tubuhnya. Cendana mengambil keputusan untuk meninggalkan tempat
itu. Tapi ternyata tidak mudah rencana itu dilaksanakan. Terdengar oleh Cendana,
Raja Monyet Bertangan Seribu menegurnya dengan suara tanpa kemarahan.
"Mengapa tergesa-gesa, Nona Cilik" Tidakkah kau
ingin menyaksikan pertunjukan ini terus. Belum selesai, bukan?"
Cendana tidak mempedulikan ucapan itu. Ia tetap
meneruskan maksudnya. Tapi begitu ucapan Raja Monyet
Bertangan Seribu selesai, dia tidak bisa menggerakkan kakinya. Padahai Cendana
ingin berlari sejauh-jauhnya.
Cendana tidak mengerti bagaimana itu bisa terjadi. Dia tidak merasakan adanya
sentuhan jari tangan atau totokan pada bagian tubuhnya.
Cendana tidak tahu kalau begitu menegur, Raja
Monyet Bertangan Seribu mengambil kecer dan membenturkannya satu sama lain seperti yang dilakukan terhadap Siluman Harimau!
"Yang jantan ada, betina pun sekarang datang. Si jantan telah tertawa. Alangkah
baiknya kalau si betina menangis. Hey, wanita usilan yang terlalu mau tahu
urusan orang, kau akan
bersedih untuk menimpali Siluman
Harimau!" Raja

Dewa Arak 87 Setan Bongkok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Monyet Bertangan Seribu kembali membenturkan sepasang kecernya. Tidak terdengar oleh Cendana.
Bahkan terlihat pun tidak. Gadis ini berdiri membelakangi. Tapi, akibatnya tetap berlangsung sebagaimana yang dikehendaki Raja Monyet Bertangan Seribu.
Cendana mampu bergerak kembali. Tapi gadis itu
tidak memanfaatkannya untuk melarikan diri, melainkan menangis dengan sedihnya
sambil menjatuhkan diri di tanah.
Di lain pihak, Siluman Harimau sudah tidak terdengar
lagi suaranya. Tokoh itu telah tergeletak di tanah. Diam tidak bergerak-gerak
lagi Siluman Harimau telah tewas dengan mulut masih menganga lebar. Pembuluh
darahnya telah pecah! *** "Khraaak...!"
Pekikan yang mirip burung marah itu terdengar keras
bukan main. Keras dan melengking nyaring. Cendana yang tengah menangis
menggerung-gerung, tapi dengan tidak
adanya kesedihan baik di wajah maupun matanya, langsung menghentikan tangis.
Secepat itu pula Cendana melesat ke arah orang yang mengeluarkan pekikan. Orang
yang tadi masih
berjarak belasan tombak ketika Raja Monyet Bertangan Seribu mulai membenturkan sepasang kecernya.
Dewa penolong Cendana yang sekarang telah berdiri
di depan gadis itu dalam jarak dua tombak tidak lain Setan Bongkok! Tokoh yang
tertinggal Cendana cukup jauh ini berhasil menyusul dan menemukan buruannya
setelah tersaruk-saruk cukup lama. Tangis Cendana yang membuatnya dapat menemukan gadis itu.
Setan Bongkok mengembangkan kedua tangan ketika
Cendana menghambur ke arahnya. Sesaat kemudian, tubuh mungil itu telah berada di
pelukan Setan Bongkok yang merengkuhnya dengan penuh kasih sayang. Setan Bongkok
malah membelai-belai rambut Cendana.
Cendana adalah seorang gadis manja. Selama ini
nenek baju hitam kelewat menyayanginya. Boleh dikata, Cendana hidup dan tumbuh
besar dalam limpahan kasih
sayang yang besar. Hilangnya si nenek membuat Cendana kehausan
kasih sayang. Sekarang Setan Bongkok dirasakannya memberikan kasih sayang itu. Ini membuat Cendana tidak segera
menarik dirinya dari pelukan Setan Bongkok.
Sebelum munculnya Setan Bongkok, Cendana merasa
ngeri sekali. Gadis ini takut mati dengan cara mengerikan.
Mati karena kebanyakan menangis. Dicobanya untuk menghentikan tangis atau mengatupkan mulutnya, tapi hai itu tidak bisa
dilakukan. Urat-urat sarafnya seperti bukan menjadi miliknya lagi sehingga tidak
mau diperintah.
"Alangkah mengharukannya pertemuan ini tidakkah
aku merupakan gangguan di sini?" celetuk Raja Monyet Bertangan Seribu dengan
suara khasnya, lembut seperti orang yang berwatak welas asih dan memiliki sopan
santun tinggi. Teguran Raja Monyet Bertangan Seribu membuat
Cendana melepaskan pelukan. Dengan muka ditundukkan
dia berdiri diam di tempatnya. Cendana tidak berani
mengangkat wajah, lalu!
"Minggirlah, Cendana. Biar aku yang menghadapi
monyet besar ini." Setan Bongkok menyentuh bahu Cendana dan mendorongnya ke
belakangnya dengan halus.
Raja Monyet Bertangan Seribu tidak kelihatan marah
atau tersinggung, meski dia dimaki monyet besar. Kakek ini malah tersenyum
memperlihatkan gjgi-giginya yang runcing dan kuning.
"Kau cukup menarik hatiku sebagai lawan, Sobat.
Meskipun bukan tandinganku, biasanya aku tidak bergairah bertarung dengan orang
yang jauh dari tingkatanku. Kau merupakan kekecualian, Sobat. Pekik yang kau
keluarkan mengingatkan aku pada seorang tokoh penuh rahasia yang berjuluk Elang
Malaikat. Tokoh yang tinggal di daerah pegunungan ini, tapi tidak pernah
ketahuan di mana
tempatnya yang pasti. Aku akan bertempur denganmu!"
"Elang Malaikat" Kau mengenal tokoh luar biasa itu, Raja Monyet?" Setan Bongkok
mengutarakan rasa ingin tahunya.
"Mengenalnya" Ha ha ha...! Kau lucu, Sobat. Aku
bukan saja mengenalnya, tapi amat kenal! Aku telah pernah bertarung
dengannya dan berhasil dikalahkan. Elang Malaikat memang hebat. Aku jumpa dengannya secara tidak sengaja di saat tengah
mencari tempat kediamannya.
Sekarang, ingin kutahu apakah kakek bongkok itu memiliki ilmu yang sama seperti
bertahun-tahun lalu. Bukan tidak mungkin
ketuaannya telah membuat ilmu-ilmunya berkurang. Mataku tidak lamur untuk bisa mengetahui kitab yang tengah dibaca
Siluman Harimau adalah kitab milik Elang Malaikat Seribu Satu Obat Langit Bumi
terkenal sebagai kitab Elang Malaikat"
"Kau pasti tak perlu menunggu lebih lama untuk
mengambilnya, bukan" Aku tahu pasti tokoh-tokoh sesat seperti kau atau Siluman
Harimau tak pernah puas dengan ilmu-ilmu yang kalian miliki!" tandas Setan
Bongkok berapi-api.
"Apa hubunganmu dengan Elang Malaikat" Aku yakin ada. Kalau tidak, mengapa kau
terlalu mementingkan kitab palsu itu?"
"Kitab palsu"!" ulang Setan Bongkok. Tokoh itu kelihatan terkejut bukan main.
Raja Monyet Bertangan Seribu hanya terkekeh sambil
menggaruk-garuk
dadanya. Tindakan khas binatang bertangan panjang itu.
"Ketidaktahuanmu akan hal ini menunjukkan kalau
hubunganmu dengan Elang Malaikat cukup jauh," timpal Raja Monyet Bertangan
Seribu tenang. "Telah menjadi rahasia umum kalau Elang Malaikat mempunyai watak
yang luar biasa pelit. Terlebih di dalam ilmu. Tidak pernah ada orang yang mendapatkan
cepretan ilmunya kecuali orang-orang yang teramat dekat dengannya. Andaikata
seorang tokoh seperti Siluman Harimau berhasil membawa kitab miliknya, apalagi
kitab Seribu Satu Racun Langit Bumi, tidak ada hal Iain kecuali kitab itu
palsu!" "Mana mungkin palsu. Raja Monyet!" tandas Setan Bongkok, tidak setuju dengan
kakek gorilla itu. "Kitab itu diambil sendiri oleh pelayannya."
Raja Monyet Bertangan Seribu terkekeh. Nadanya
meremehkan sekali.
"Jangankan terhadap pelayannya, kepada muridnya
sekalipun aku yakin Elang Maiaikat tidak akan menunjukkan kitab-kitab
miliknya. Dia lebih sayang kitab-kitabnya daripada nyawanya sendiri!"
Setan Bongkok terdiam. Ia tidak memberikan ban-
tahan sedikit pun.
"Dan lagi," sambung Raja Monyet Bertangan Seribu
"Tokoh-tokoh macam Siluman Harimau mana bisa membawa pergi kitab itu" Tanpa
menemui kesulitan sama sekali Elang Malaikat akan mengambilnya kembali
seandainya kitab itu asli!"
Setelah berkata demikian, Raja Monyet Bertangan
Seribu melompat menerjang Setan
Bongkok. Sepasang
kecernya disimpan. Kakek gorilla ini menggunakan tangan kosong. Gerak-geriknya
kelihatan kaku dan lambat, tapi ternyata tetap cepat dan kuat!
Cendana segera melompat menjauh. Tapi, tak urung
serempetan angin serangan membuat tubuhnya terguling-
guling. Setan Bongkok sendiri telah melompat ke atas. Dari sana
Setan Bongkok melancarkan serangan balasan! Gerakannya cepat dan ganas. Kendati demikian, Raja Monyet Bertangan Seribu yang
tampak bergerak lambat mampu
mengelakkan serangannya! Kakek gorilla ini lalu balas menyerang.
Setan Bongkok harus mengakui Raja Monyet Ber-
tangan Seribu merupakan lawan tertangguh yang pernah
ditemuinya. Bahkan mungkin lebih tangguh dari Dewa Arak.
Setiap gerakan kakek gorilla ini menimbulkan angin kuat dan cukup untuk membuat
tubuh Setan Bongkok terhuyung-huyung. Sekitar tempat itu pun dipenuhi gelombang
angin serangan Raja Monyel Bertangan Seribu.
Meski demikian, Setan Bongkok berusaha keras
melakukan perlawanan. Dia berkali-kali memekik nyaring mengeluarkan ilmu andalan
yang mengingatkan orang akan tingkah laku burung yang tengah murka.
Setan Bongkok tahu Raja Monyet Bertangan Seribu
unggul dalam segala hal. Tenaga dalam, kecepatan, maupun ilmu silat. Untungnya,
di bidang lompat-melompat Setan Bongkok, meski keadaan
tubuhnya demikian, mampu
melompat ke sana kemari dengan lincahnya.
Satu yang dikhawatirkan Setan Bongkok adalah
benturan antara mereka. Sedapat mungkin hal itu dihindarkannya. Perbedaan tingkat tenaga dalam mereka terlalu jauh. Akan terjadi
hal yang tak menguntungkan pada Setan Bongkok bila benturan itu terjadi.
Blarrr! Apa yang ditakutkan Setan Bongkok terjadi juga.
Benturan antara mereka tak bisa dielakkan lagi. Itu terpaksa dilakukannya untuk
menyelamatkan diri. Setan Bongkok
memapaki sampokan Raja Monyet Bertangan Seribu dengan kakinya. Akibatnya, tubuh
tokoh aneh ini terpental ke belakang dan jatuh terbanting keras di tanah.
"Cendana...! Cepat lari,..! Tinggalkan tempat ini.
Cepat...!"
Di saat tubuhnya melayang, Setan Bongkok masih
sempat memberikan peringatan. Cendana hampir menangis melihat dalam keadaan
terjepit Setan Bongkok masih ingat akan nasibnya, bukan nasib dirinya sendiri.
Sikap Setan Bongkok sama betul dengan nenek baju hitam. Kedua tokoh itu
menyayanginya dan menginginkan keselamatannya.
Untuk pertama kalinya Cendana yang gemar membantah tidak menentang perintah Setan Bongkok sedikit pun. Gadis ini melesat
dengan kecepatan tinggi meninggaikan tempat itu.
Setan Bongkok, yang bertepatan dengan melesatnya
Cendana jatuh ke tanah, merasa lega melihat kepergian Cendana tapi juga sedikit
kecewa. Cendana tidak bertimbang sama
sekali tidak ada perasaan berat sedikit pun meninggalkan dirinya. Bahkan, gadis itu berlari secepat mungkin.
Meski menginginkan Cendana mengikuti perintahnya, Setan Bongkok akan lebih gembira kalau
Cendana menampakkan perasaan berat untuk pergi. Setidak-tidaknya bila hal itu
dilakukan menjadi pertanda kalau keselamatan Setan Bongkok dipikirkan gadis itu.
Setan Bongkok tidak bisa berpikir lebih lama karena
Raja Monyet Bertangan Seribu telah menyerbunya. Tokoh berwajah buruk ini pun
kembali berjuang keras untuk
menyelamatkan selembar nyawa. Kali ini lebih sulit dari sebelumnya. Benturan
tadi menyebabkan kakinya sakit dan sulit digerakkan.
Setan Bongkok sadar nasibnya akan segera diten-
tukan. Dan, perhitungannya sama sekali tidak meleset Raja Monyet
Bertangan Seribu berhasil

Dewa Arak 87 Setan Bongkok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghimpitnya sedemikian rupa kemudian mengirimkan sampokan tangan
kanan dan kiri secara bergantian
Setan Bongkok yang telah terjepit tidak dapat berbuat lain
kecuali berdiam diri menanti datangnya maut, Menangkis ia tidak sempat, apalagi mengelak!
8 Wusss! Deru angin keras meluncur dari samping. Hawanya
panas bukan main. Padahal, pukulan itu sendiri masih
cukup jauh. Serangan jarak jauh itu memotong di tengah-tengah antara Setan
Bongkok dengan Raja Monyet Bertangan Seribu.
Andaikata Raja Monyet Bertangan Seribu meneruskan
maksudnya, sebelum serangan yang dilancarkannya mendarat di sasaran akan terlebih dulu terlanda serangan angin pukulan berhawa
panas menyengat itu. Raja Monyet Bertangan
Seribu tidak punya pilihan lain kecuali membatalkan serangannya. Kakek gorilla ini malah menambahkannya dengan melompat ke belakang.
Sekejap kemudian, melesat sesosok bayangan ungu.
Di tempat itu telah berdiri sesosok tubuh lagi. Dewa Arak.
Pemuda berambut putih keperakan ini menatap Setan
Bongkok sebentar, lalu mengalihkan perhatian pada Raja Monyet Bertangan Seribu.
"Ternyata dunia ini sempit, Anak muda," Raja Monyet Bertangan Seribu berkata
setengah berfilsafat "Belum lama kita bertemu sekarang sudah bersua lagi di
sini. Mungkin sudah
menjadi jalan nasib kita untuk meneruskan pertarungan yang waktu itu belum tuntas."
Dewa Arak tersenyum pahit.
"Dan, senantiasa di setiap pertemuan kita kulihat kau selalu membuat keonaran,
Raja Monyet!" tandas Dewa Arak.
Raja Monyet Bertangan Seribu tertawa lembut.
"Siang malam. Ada gelap ada terang. Disebut
pendekar karena adanya penjahat. Tanpa adanya orang yang selalu menyebar
kejahatan mana mungkin orang-orang
seperti kau mendapat nama harum sebagai seorang yang
berada di jalan lurus dan gemar menegakkan kebenaran.
Seharusnya kau berterima kasih terhadap golonganku, Anak Muda. Tanpa adanya kami
mana mungkin kau akan
memperoleh nama harum?"
"Kurasa tidak ada gunanya perdebatan ini diteruskan, Raja Monyet. Atau, kau
memang lebih gemar berbicara dari pada bertarung?"
Sambutan Raja Monyet Bertangan Seribu adalah
sambaran kedua tangannya yang memiliki ukuran panjang di atas tangan manusia
umumnya. Kakek gorilla ini memang memiliki ilmu silat yang sebagian besar
bertumpu pada kedua tangan. Jarang sekali kakinya dipergunakan untuk menyerang.
Dewa Arak tak ragu-ragu lagi untuk menyambutnya
dengan menggunakan ilmu 'Belalang Sakti' yang menjadi andalannya. Dua tokoh
lihai ini sesaat kemudian telah terlibat dalam pertempuran dahsyat!
Setan Bongkok menghela napas berat. Sungguh tidak
disangka nyawanya akan tertolong oleh Dewa Arak. Semakin bertumpuk budi yang
diberikan pemuda berpakaian ungu itu terhadapnya. Entah bagaimana Dewa Arak bisa
berada di sini dalam waktu yang tepat dan cepat Atau, pemuda berpakaian ungu ini
mengikuti perjalanannya"
Setan Bongkok tidak perlu berpikir lebih lama untuk
menemukan jawabannya. Di kejauhan dilihatnya Cendana
melesat cepat menuju tempat ini. Pasti Cendana yang
memberitahukan hai ini pada Dewa Arak, duga Setan
Bongkok. "Syukur kau berhasil selamat, Paman Bongkok,' ujar Cendana sambil berlari
mendekat. Tak sabar menunggu
dirinya lebih dekat dengan Setan Bongkok yang sekarang telah berdiri tegak. "Aku
sudah khawatir sekali usahaku akan terlambat "
Setan Bongkok tersenyum. Senyum yang lebih pantas
disebut seringai.
"Jadi, kau yang menyebabkan pemuda itu sampai di sini dan menolongku pada saat
yang tepat?" Setan Bongkok berusaha mencari kepastian mengenai dugaannya.
"Aku tidak punya pilihan lain, Paman Bongkok,"
Cendana memberikan jawaban sambil menundukkan kepala.
Ia merasa bersalah telah meminta pertolongan pada orang yang semula justru
menjadi lawan tarung Setan Bongkok.
"Aku rela kau marahi daripada harus kehilanganmu, Paman.
Kaulah yang selama ini melindungiku. Tanpa adanya kau mungkin aku telah celaka.
Cukup sudah aku kehilangan
Guru. Aku tidak ingin kau pun pergi dari sisiku."
Sepasang mata Setan Bongkok mengerjap beberapa
kali untuk mencegah runtuhnya air mata. Perasaan haru melanda hatinya Kini dia
mengerti mengapa tadi Cendana berlari bagai dikejar hantu. Rupanya, untuk
mencari pertolongan! Agak menyesal Setan Bongkok karena telah menduga jelek terhadap
Cendana. Memang Cendana bernasib baik. Tepat pada saat dia
tiba di tempat semula dirinya terlibat keributan dengan Tanggur. Dewa Arak baru
hendak berpamitan meninggalkan keluarga Tanggur. Berkumpulnya lagi Tanggur
bersama anak dan istrinya menjadi alasan Arya untuk selekasnya berpisah dengan
Larasati. Arya melihat adanya benih-benih asmara dalam hati gadis itu. Dan, Arya
tidak ingin perasaan suka Larasati terhadapnya semakin membesar.
Seperti dugaan Dewa Arak, Larasati terlihat keberatan. Tapi, sifatnya yang tenang membuat gadis itu berdiam diri saja. Ia
tidak mengajukan keberatannya. Saat itulah Cendana datang membawa kabar mengenai
ancaman maut terhadap Setan Bongkok. Arya jadi mempunyai alasan kuat untuk meninggalkan
tempat itu. Karena keadaan sudah gawat, demikian menurut
penuturan Cendana, Arya berlari mendahului agar tidak terlambat. Usaha pemuda
berambut putih keperakan itu
ternyata berhasil. Setan Bongkok berhasil diselamatkannya.
"Aku tidak marah, Cendana. Malah
sebaliknya, berterima kasih sekali atas usahamu. Aku terlalu rendah untuk mendapatkan
pertolonganmu, Cendana. Aku orang
yang telah berlumuran darah dan dosa. Tidak pantas untuk ditolong. Apalagi oleh
gadis secantik dan segagah kau!"
Cendana mengibaskan tangan.
"Apa pun katamu, Paman Bongkok. Bagiku kau
merupakan orang yang paling mulia. Akan kuterjang orang yang
berani menghinamu. Orang sedunia boleh menganggapmu jahat, tapi aku tidak!" lantang dan penuh semangat ucapan Cendana.
Setan Bongkok tidak kelihatan gembira. Dia bahkan
semakin menundukkan kepala. Terpuruk dalam kesedihan
yang mendera. Karuan saja hal ini membuat Cendana heran.
Tapi sebelum Cendana yang penasaran melihat sikap
Setan Bongkok mendesak lebih jauh, terdengar bentakan-bentakan nyaring.
Kedengarannya berasal dari tempat yang cukup jauh. Terdengar derap langkah kaki
sekejap telah menyusul. Tidak hanya satu, tapi beberapa pasang.
Setan Bongkok langsung sadar dari cengkeraman
perasaannya. Tokoh ini segera mengetahui ada orang-orang berkepandaian luar
biasa tinggi tengah menuju ke tempat ini.
Cepatnya mereka mendekat, padahal dari teriakan-teriakan yang terdengar jaraknya
masih jauh, telah menjadi pertanda ketinggian ilmu mereka.
Setan Bongkok bersikap waspada. Dia bertindak
cepat, berdiri di depan Cendana dengan sikap melindungi.
Padahal lelaki ini teiah terluka! Gempuran-gempuran Raja Monyet Bertangan Seribu
yang dahsyat telah melukai bagian dalam tubuhnya.
Hampir berbarengan dengan pindahnya Setan Bongkok, melesat tiga sosok yang saling berkejaran. Sosok paling depan dikenali
Cendana dan Setan Bongkok sebagai Pendekar Penyebar Asmara!
Pendekar Penyebar Asmara berlari sambil membopong
tubuh Mirah, istrinya. Di belakangnya mengejar Kelabang Merah dan Gajah Kecil.
Setan Bongkok melihat dari sudut mulut Pendekar
Penyebar Asmara menetes cairan merah kental. Kiranya
pendekar ganteng itu telah terluka dalam. Karena telah terluka, tambahan lagi
tengah membopong istrinya, dengan satu
lompatan, Kelabang Merah berhasil mencegah perjalanan Pendekar Penyebar Asmara. Mau tidak mau
Pendekar Penyebar Asmara menghentikan lari.
Sekarang, Pendekar Penyebar Asmara dikepung dari
dua arah. Pendekar ganteng yang masih bisa tersenyum itu menurunkan tubuh Mirah.
"Menyingkirlah dari sini, Mirah!"
ucapnya lembut tapi penuh tekanan. Terasa jelas nadanya yang tak menghendaki
bantahan Mirah tahu lawan-lawan suaminya amat tangguh. Dia
pun tidak akan berarti banyak andaikata memberikan
bantuan. Bahaya maut tengah
mengancam suaminya.
Dengan terisak Mirah menyingkir.
"Bersiaplah
untuk menghadap malaikat maut, Pendekar Pemadat Wanita!" sentak Gajah Kecil penuh kegembiraan, karena menyadari
sakit hatinya kali ini
mungkin akan terbalaskan.
"Belum tentu, Gajah Kecil!" bantah Pendekar Penyebar Asmara. "Andaikata pun aku
harus menghadap malaikat maut, setidak-tidaknya kau akan kubawa serta!"
Ucapan Pendekar Penyebar Asmara ini sebagian besar
hanya berupa ancaman. Saat itu dia telah terluka. Itu terjadi karena
pengeroyokan dua lawannya. Semula Pendekar
Penyebar Asmara berhasil mendesak Gajah Kecil, tapi
Kelabang Merah muncul dan membantu saingan beratnya
itu. Pendekar Penyebar Asmara tak mampu menghadapi
keroyokan mereka. Untungnya, dia sempat kabur sambil
membawa Mirah. Sayang, lukanya yang semakin parah karena dipaksa
mengerahkan kemampuan untuk terus berlari membuat
Kelabang Merah berhasil menghadangnya. Kelabang Merah yang memiliki watak tidak
sabaran langsung menyerang
Pendekar Penyebar Asmara dengan ilmu andalan.
Gajah Kecil tidak bisa tinggal diam. Dengan gelindingan yang menjadi ciri khasnya, dia ikut ambil bagian.
Sebentar saja Pendekar Penyebar Asmara telah dikeroyok dan langsung terdesak.
Setan Bongkok tidak bisa berpangku tangan melihat
hal ini. Meski sebenarnya kurang suka dengan Pendekar Penyebar Asmara, lelaki
ganteng itu tengah diperlakukan tidak adil. Dikeroyok. Terlepas dari sifat
pendekar itu yang jelek, Pendekar Penyebar Asmara adalah seorang tokoh
golongan putih yang sejak bertahun-tahun lalu menentang kejahatan! Nama dan
tingkat kepandaiannya tidak berada di bawah tingkat kepandaian salah satu
anggota Tiga Binatang Iblis Neraka. Pendekar Penyebar Asmara berada di atas
tingkatan tokoh-tokoh seperti Siluman Harimau atau Mayat Sejuta Bunga.
Maka, melihat Pendekar Penyebar Asmara didesak
hebat, Setan Bongkok terjun dalam kancah pertarungan. Dia menyerang Gajah Kecil!
Dengan terjunnya Setan Bongkok di tempat itu terjadi tiga kancah pertarungan.
Pertarungan yang paling dahsyat berlangsung antara
Dewa Arak dengan Raja Monyet Bertangan Seribu. Ilmu tokoh tertinggi dalam
kelompok Tiga Binatang Iblis Neraka ini memang luar biasa. Dewa Arak kendati
telah menggunakan ilmu 'Belalang Sakti' masih juga kewalahan menghadapinya.
Apalagi ketika Raja Monyet Bertangan Seribu menggunakan sepasang kecernya. Dewa Arak sempat kelabakan. Benturan kecer lawan yang tidak berbunyi tapi menimbulkan
akibat-akibat dahsyat sempat

Dewa Arak 87 Setan Bongkok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membingungkannya.
Tingkat penguasaan
tenaga dalam Raja Monyet
Bertangan Seribu memang telah mencapai puncak. Itu masih ditambah lagi dengan
seperti adanya hubungan batin antara kakek gorilla itu dengan senjatanya. Kedua
hal itu membuat Raja
Monyet Bertangan Seribu mampu menyalurkan keinginannya terhadap lawan lewat benturan sepasang
kecernya. Menotok lumpuh, menidurkan, membuat lawan
menangis, atau tertawa.
Dewa Arak sempat dibuat menangis. Untungnya,
berkat pengalamannya yang banyak, pemuda berambut putih keperakan ini segera
sadar dan mengusir pengaruh tak wajar itu dengan teriakan nyaring. Setelah itu
setiap kali lawan membenturkan kecer, Dewa Arak berkumur-kumur dengan
araknya. Bunyi kumur-kumur itu menangkal pengaruh
benturan kecer yang tidak bersuara.
Berbeda dengan pertarungan Dewa Arak dengan Raja
Monyet Bertangan Seribu yang tetap berlangsung sengit, pertarungan Pendekar
Penyebar Asmara dan Setan Bongkok menghadapi lawan lawannya mulai menghadapi
puncak! Lawan-lawan Pendekar Penyebar Asmara dan Setan
Bongkok lebih menguntungkan. Mereka belum terluka.
Apalagi tidak diambil jalan nekat, pertarungan lambat-laun akan dimenangkan
kedua tokoh sesat itu.
Pendekar Penyebar Asmara dengan
tingkat ke- pandaiannya yang hampir sejajar dan mengerahkan seluruh kemampuan terakhirnya
segera membuat lawannya tersudut, hingga tidak bisa berbuat apa pun kecuali
menangkis. Pendekar Penyebar Asmara menggunakan kesempatan ini
untuk melancarkan serangan yang mengadu nyawa!
"Kak...!" seru Mirah melihat tindakan yang diambil Pendekar Penyebar Asmara.
Wanita ini kaget bukan main.
"Paman Bongkok...! Jangan...!" Cendana berseru
penuh kekhawatiran pula ketika melihat Setan Bongkok, dengan mengandalkan
ilmunya yang istimewa, mengirimkan serangan mengadu nyawa yang menutup semua
jalan keluar bagi Gajah Kecil.
Maksud Setan Bongkok dan Pendekar Penyebar
Asmara memang tidak sia-sia. Gajah Kecil dan Kelabang Merah
demi untuk menyelamatkan nyawa memapaki serangan itu dengan seluruh tenaga mereka.
Bresss! Blarrr!
Dua benturan keras yang membuat sekitar tempat itu
bagai dilanda gempa bumi pun terdengar. Tubuh empat
tokoh yang bertindak nekat itu berpentalan ke belakang sambil mengeluarkan
jeritan menyayat hati!
Dengan berteriak kaget dan khawatir, Mirah serta
Cendana meluruk ke arah tubuh Setan Bongkok dan
Pendekar Penyebar Asmara. Kekhawatiran mereka meledak menjadi kesedihan ketika
mendapati tubuh kedua tokoh
perkasa itu tidak bangkit lagi untuk selama-lamanya!
Dari mulut, hidung, telinga, bahkan mata Pendekar
Penyebar Asmara dan Setan Bongkok mengalir darah segar.
Di tempat yang terpisah, belasan tombak jauhnya, Gajah Kecil dan Kelabang Merah
pun menemui ajal! Keadaan
mereka tidak berbeda dengan Setan Bongkok.
Akibat benturan keras itu, pertarungan Dewa Arak
dan Raja Monyet Bertangan Seribu terhenti. Keduanya lebih tertarik
untuk memeriksa keadaan tokoh-tokoh yang bertindak nekat itu.
Raja Monyet Bertangan Seribu tercenung melihat
mayat dua orang saingannya. Sementara Dewa Arak hanya memandangi dua wanita yang
tengah berduka. Pandang mata Arya yang tajam melihat adanya keanehan pada mayat
Setan Bongkok. Arya menegasi lebih seksama. Ternyata tidak salah.
Ada bagian wajah Setan Bongkok, pada kening sebelah kanan terdapat kulit yang
berbeda dengan sekitarnya.
Arya menghampiri dan duduk bersimpuh. Setelah
melempar senyum duka pada Cendana, diulurkan tangannya memeriksa selebar wajah
Setan Bongkok. Cendana yang
bingung melihat tingkah Arya memperhatikannya dengan
setengah hati. Dia masih terlalu sedih untuk memikirkan hal-hal lain
Arya tidak hanya memeriksa wajah, tapi juga leher
dari kulit tubuh lainnya. Tidak sulit bagi Arya untuk mengetahui kalau Setan
Bongkok tidak setua kelihatannya.
"Dia memakai topeng, Nona. Mungkin kau, sebagai
orang yang paling dekat dengannya ingin mengetahui siapa dia sebenarnya"
Hidupnya pasti menyedihkan sehingga dia harus bersembunyi di balik topeng."
beritahu Arya. Cendana tidak langsung menanggapi pemberitahuan
Arya. Dia masih dibalut kesedihan. Membutuhkan waktu
yang cukup untuk mencerna kata-kata Arya. Kepalanya
terasa pusing hingga tidak bisa diajak berpikir. Bahunya pun masih terguncang-
guncang oleh tangis yang siap meledak.
Kemudian, dengan tangan gemetar Cendana mengikuti anjurah Arya. Dia pun melihat kalau Setan
Bongkok ternyata mengenakan topeng. Kulit yang berbeda di kening kanan itu
adalah kulit asli. Mungkin kulit topeng terkoyak akibat pertarungan.
"Aaa...!"
Cendana mengeluarkan jeritan tertahan ketika melihat wajah lain di balik topeng itu. Wajah yang amat dikenalnya. Wajah
Lesmana! Hanya saja wajah itu tidak beringas seperti dulu. Lembut. Sinar
sepasang matanya pun tampak lembut.
Cendana kaget bukan main. Sepasang matanya
membelalak lebar. Mulutnya pun menganga seperti orang melihat hantu. Beberapa
saat dia bersikap demikian, sebelum akhirnya dengan mengeluarkan keluhan
tertahan, gadis itu roboh ke tanah. Cendana pingsan! Dia tak kuat menahan
guncangan batin yang bertubi-tubi itu.
Dewa Arak dan Mirah terkejut melihat kejadian yang
menimpa Cendana. Untung, Arya sempat menyambut
sebelum tubuh Cendana ambruk ke tanah.
Pada saat itu Raja Monyet Bertangan Seribu rupanya
berhasil menguasai perasaannya. Dengan langkah lebar
dihampirinya Dewa Arak untuk diajak bertarung kembali!
Arya kaget. Apalagi ketika melihat Raja Monyet
Bertangan Seribu mengeluarkan kecer. Saat itu tangannya tengah memondong tubuh
Cendana. Dewa Arak tidak punya kesempatan untuk bertindak.
Tepat di saat Raja Monyet Bertangan Seribu membenturkan kecer, mendadak saja, entah datang dari
mana di tempat itu telah berdiri seorang kakek yang luar biasa pendek. Kepalanya
botak mirip tuyul. Tanpa berkata apa pun kakek ini bertepuk tangan.
Seperti juga kecer, tepukan tangan kakek cebol tidak
berbunyi. Tapi, akibatnya sepasang kecer Raja Monyet
Bertangan Seribu hancur berkeping-keping. Tubuh Raja
Monyet Bertangan Seribu sendiri terjengkang ke belakang sambil memuntahkan darah
segar. "Kali ini aku mengaku kalah lagi, Elang Malaikat Tapi kelak aku akan kembali,"
rutuk Raja Monyet Bertangan Seribu. Kemudian, berlari tertatih-tatih
meninggalkan tempat itu.
"Terima kasih atas pertolonganmu, Kek," ujar Dewa Arak dengan tersenyum.
Kakek cebol tidak menyambuti. Dipanggulnya tubuh
Setan Bongkok alias Lesmana.
"Dia muridku, Anak Muda. Untuk membenrinya
pengalaman aku pura-pura terluka parah ketika Mayat
Sejuta Bunga dan Siluman Harimau kupergoki mencuri
kitab. Padahal, luka-luka yang kuderita hanya sandiwara saja. Demikian pula
kitab yang dicuri. Hanya kitab palsu.
Aku memang membiarkan diriku dipukul oleh mereka.
Sungguh tidak kusangka kalau perkembangannya akan jadi demikian jauh. Muridku
dibuat gila oleh Mayat Sejuta Bunga.
Maksud tokoh itu untuk dijadikan budak. Malang, dia malah tewas diamuk muridku.
Untung aku segera mengobatinya
sebelum angkara murka yang ditimbulkan muridku bertambah." Arya sempat termangu. Kakek itu kelihatan acuh saja.
"Sayangnya, muridku telah membuat guru gadis itu tewas. Untuk menebus kesalahan
dia mencoba menjadi
pelindungnya. Tentu saja untuk itu dia harus menyamar.
Namun, segalanya harus berakhir seperti ini." Kakek cebol yang ternyata Elang
Malaikat, mengakhiri ceritanya.
Tanpa permisi lagi, Elang Malaikat kemudian melesat
meninggalkan Dewa Arak. Angin bertiup sepoi-sepoi. Arya menatap kepergjan si
kakek dengan tubuh Cendana masih dibopongnya.
Tunggu serial Dewa Arak selanjutnya dalam episode:
PUTRI TERATAI MERAH
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Fujidenkikagawa
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
Anak Pendekar 8 Neraka Hitam Seri Bara Maharani Karya Khu Lung Pedang Kunang Kunang 9
^