Pencarian

Pembalasan Topeng Tengkorak 2

Pendekar Naga Putih 97 Pembalasan Topeng Tengkorak Bagian 2


5 Munculnya tokoh menyeramkan berwajah tengkorak, benar-benar menimbulkan
kegemparan di kalangan persilatan. Dalam waktu singkat, telah banyak tokoh
golongan putih yang menjadi korbannya. Sehingga, orang memberi julukan Iblis
Topeng Tengkorak kepadanya. Tokoh golongan putih sangat mengutuk dan mencerca
kekejaman Iblis Topeng Tengkorak.
Sebaliknya, justru tokoh-tokoh golongan hitam amat memuja dan
mengagungkannya. Sepak terjangnya dianggap sebagai masa kejayaan bagi kaum
golongan hitam. Dan Iblis Topeng Tengkorak dianggap sebagai biangnya datuk
sesat! Namun, ternyata tidak semua tokoh golongan hitam bersedia menerima kehadiran
Iblis Topeng Tengkorak sebagai raja. Mereka yang tidak sudi menerima pengakuan
itu, rata-rata para tokoh tingkat tinggi. Terutama, yang selama ini dianggap
sebagai datuknya kaum sesat. Mereka merasa tersaingi dan mulai dilupakan.
"Aku akan membuat perhitungan dengan Iblis Topeng Tengkorak, keparat itu!"
Kata-kata itu dilontarkan salah seorang datuk sesat berjuluk Singa Tangan
Delapan. Dia merasa marah dan juga sakit hati, karena tokoh-tokoh golongan hitam
di wilayahnya yang selama ini memberikan upeti kini menunjukkan tanda-tanda
hendak memberontak.
Penyebabnya tak lain, munculnya Iblis Topeng Tengkorak!
Sepak terjang Iblis Topeng Tengkorak, yang membunuhi kaum golongan putih, secara
tidak langsung telah melindungi tokoh golongan hitam. Selama ini, tindak
kejahatan tokoh golongan hitam memang selalu ditentang keras oleh tokoh golongan
putih. Maka sebagai tanda terima kasih, mereka menyisihkan sebagian hasil untuk
diserahkan kepada Iblis Topeng Tengkorak, di lereng Gunung Bromo.
*** Udara dingin di salah satu lereng Gunung Bromo menyambut kedatangan lelaki tua
berjuluk Singa Tangan Delapan. Tokoh berusia sekitar enam puluh lima tahun ini
tubuhnya masih terlihat kekar. Otot-otot lengannya bersembulan bagai akar pohon
yang melingkar-lingkar. Dengan pakaian rompi kulit binatang, seakan-akan dia
hendak memamerkan otot-otot kekarnya. Wajahnya yang agak mirip singa,
menunjukkan wataknya yang keras dan pemberang. Ditambah kumis dan jenggot yang
meranggas liar di sebagian wajahnya. Sehingga, sosok Singa Tangan Delapan
terlihat semakin angker saja.
Di depan sebuah bangunan berbentuk sebuah candi kuno, Singa Tangan Delapan
menghentikan langkahnya.
"Hoi, Iblis Topeng Tengkorak! Keluar kau...!"
Seruan tokoh berwajah mirip singa ini mengaung memenuhi penjuru lereng.
Begitulah watak Singa Tangan Delapan. Tak suka berbasa-basi, dan tidak menunda-
nunda persoalan.
Singa Tangan Delapan berdiri tegak, mengawasi candi kuno itu. Ditunggunya
kemunculan Iblis Topeng Tengkorak. Namun sampai beberapa saat, sosok yang
dinanti tak juga menampakkan diri.
Singa Tangan Delapan menggereng gusar. Ditariknya napas dalam-dalam siap
mengulang teriakannya. Namun tiba-tiba angin bertiup keras, menerbangkan
dedaunan dan rerumputan kering. Seketika pandangan Singa Tangan Delapan agak
terganggu. "Kau mencariku, Singa Tangan Delapan?"
Tiba-tiba terdengar teguran sengau dan ganjil membuat Singa Tangan Delapan
memutar tubuhnya secepat kilat. Rasa terkejut sepintas teriihat pada sorot
matanya, ketika mendapati sesosok tubuh tinggi kurus berwajah tengkorak, tahu-
tahu telah berdiri tegak satu tombak di sebelah kanan.
Kehadiran tokoh yang memang Iblis Topeng Tengkorak yang tiba-tiba dan di luar
sepengetahuannya sempat membuat hati Singa Tangan Delapan bergetar. Perasaan ini
cepat-cepat ditekannya. Sebab sebagai seorang datuk, Singa Tangan Delapan tidak
ingin ada orang lain tahu kalau hatinya sedang dilanda kengerian dan kegentaran.
"Terkejut dengan kehadiranku, Singa Tangan Delapan?" tegur Iblis Topeng
Tengkorak. Suaranya yang lebih mirip desahan panjang itu terdengar mengandung
ejekan. "Atau kau merasa ngeri melihat keadaan wajahku?"
"Hmh...!?" dengus Singa Tangan Delapan kasar. "Penampilanmu memang sangat
sempurna, Iblis Topeng Tengkorak. Namun, aku tidak dapat kau kelabui seperti
tokoh-tokoh tolol lainnya. Sebaiknya, lepaskan saja topeng buruk itu, sebelum
kesabaranku hilang sehingga membuat wajahmu benar-benar kubuat berubah jadi
tengkorak!"
"Siapa bilang aku mengenakan topeng, Singa Tangan Delapan" Ini memang wajahku
yang asli. Aku bukan manusia pengecut yang harus menyembunyikan diri di balik
topeng!" tukas Iblis Topeng Tengkorak dengan desahan bernada dingin.
"Hm..., bagus kalau begitu!" sambut Singa Tangan Delapan dengan suara berat,
tetap berusaha menyembunyikan rasa terkejutnya.
Lelaki berjuluk Singa Tangan Delapan sama sekali tidak menyangka, kalau wajah
Iblis Topeng Tengkorak memang benar-benar berupa tengkorak. Sepengetahuannya,
wajah tengkorak biasanya hanya sebagai topeng untuk menyembunyikan wajah
sesungguhnya. Namun, Iblis Topeng Tengkorak ternyata lain. Jadi memang pantas kalau julukan
Iblis Topeng Tengkorak diberikan kepadanya.
"Aku paham apa maksudmu mencariku, Singa Tangan Delapan," kata Iblis Topeng
Tengkorak. "Kau datang untuk menuntut hakmu, bukan?"
"Terus terang, ya!" jawab Singa Tangan Delapan seadanya. "Selain itu, aku juga
ingin menjajal sampai di mana kepandaian orang yang telah diangkat sebagai
biangnya golongan sesat!"
"Hm..., begitu?"gumam Iblis Topeng Tengkorak dingin dan tajam. Saking dinginnya,
tubuh Singa Tangan Delapan terlihat sempat menggigil. "Kau sudah siap?"
Belum sempat Singa Tangan Delapan mengangguk, Iblis Topeng Tengkorak sudah
melesat disertai sambaran tombak bermata tiga di tangan kanannya.
"Licik...!" umpat Singa Tangan Delapan sambil membuang tubuhnya ke kanan
sehingga serangan Iblis Topeng Tengkorak hanya mengenai tempat kosong.
"Bagi orang-orang seperti kita, mana ada istilah licik atau curang, Singa Tangan
Delapan!" sahut Iblis Topeng Tengkorak, tetap melanjutkan serangan.
Begitu gencar serangan Iblis Topeng Tengkorak, sehingga Singa Tangan Delapan
hanya mampui bergerak menghindar, dan terkadang menangkis.
Whuuut! Plakkk!
"Aaah...!?"
Singa Tangan Delapan tak dapat menahan pekik kagetnya, begitu habis memapak
serangan Iblis Topeng Tengkorak. Tubuhnya sempat terhuyung sejauh setengah
tombak. Sedangkan, telapak tangannya yang digunakan untuk memapak ujung tombak laki-laki
berwajah tengkorak itu, telah berubah kehitaman.
"Racun..!?" seru Singa Tangan Delapan dengan wajah pucat!
Laki-laki berwajah singa ini sadar kalau racun di tombak Iblis Topeng Tengkorak
sejenis racun hebat. Terbukti telapak tangannya yang telah dilindungi tenaga
dalam, masih juga terkena pengaruh.
"Senjata ini memang sangat luar biasa," puji Iblis Topeng Tengkorak untuk
senjatanya sendiri. "Selain mengandung racun hebat, juga mampu meredam dan
menolak segala jenis pukulan sakti."
"Siapa kau sebenarnya, Iblis Topeng Tengkorak" Rasanya aku pernah mengenal
dasar-dasar gerakanmu?"
Seolah tidak peduli keterangan itu, Singa Tangan Delapan menatap sosok Iblis
Topeng Tengkorak penuh perhatian.
"Betulkah kau masih bisa mengenaliku, Singa Tangan Delapan?"
Sambil berkata demikian, Iblis Topeng Tengkorak menggerakkan tangan kirinya,
langsung dibuatnya sebuah jurus yang merupakan ciri-ciri ilmu silatnya.
"Jadi..., kau...!?"
"Benar!" tukas Iblis Topeng Tengkorak cepat. "Tidak perlu kau teruskan lagi,
Singa Tangan Delapan. Aku sengaja membuka rahasia ini kepadamu, karena sebentar
lagi warna hitam itu akan menjalar ke seluruh tubuhmu. Maka dalam waktu singkat,
tubuhmu akan membusuk yang akan mengantarkan ke kematianmu! Ha... ha... ha...
ha...!" "Iblis busuk..!" rutuk Singa Tangan Delapan mengutuk dengan wajah pucat.
Keterangan Iblis Topeng Tengkorak benar-benar membuat Singa Tangan Delapan
ketakutan setengah mati! Terlebih ketika pada telapak tangannya terlihat warna
hitam yang telah menjalar hingga ke siku. Tahulah datuk sesat itu kalau ucapan
Iblis Topeng Tengkorak bukan hanya gertakan belaka.
"Jangan banyak bergerak, Singa Tangan Delapan!" cegah Iblis Topeng Tengkorak
"Setiap gerakan, terlebih dengan pengerahan tenaga dalam, akan mempercepat daya
kerja racun ini. Dan kau akan mengalami rasa sakit yang luar biasa."
"Laknat...!" desis Singa Tangan Delapan. Keringat mulai membasahi wajahnya.
Kendati demikian, ucapan Iblis Topeng Tengkorak diturutinya.
Kini Singa Tangan Delapan terpaksa harus berdiam diri bagaikan patung. Hanya
sepasang matanya saja yang menatap sosok Iblis Topeng Tengkorak penuh dendam dan
kebencian. "Bagus! Itu namanya anak baik...," ujar Iblis Topeng Tengkorak memperdengarkan
tawanya yang mendirikan bulu roma.
Kemudian Iblis Topeng Tengkorak memutar tubuhnya. Lalu, dia meninggalkan Singa
Tangan Delapan dengan langkah perlahan.
"Iblis busuk! Hendak pergi ke mana kau..."!" seru Singa Tangan Delapan, geram
bukan main. Datuk sesat ini benar-benar ketakutan setengah mati. Sehingga, seruannya lebih
mirip rintihan orang putus asa yang sedang menghadapi kematian.
"Tenang-tenang sajalah kau di tempatmu, Singa Tangan Delapan. Ingat! Semakin
banyak bergerak, maka semakin cepat kematian datang menjemputmu," kata Iblis
Topeng Tengkorak tanpa menoleh dan terus melangkah perlahan.
"Ampuni aku, Iblis Topeng Tengkorak...! Aku mengaku kalah. Tolonglah aku.
Jangan biarkan aku mati. Aku masih ingin hidup. Aku bersedia menjadi budakmu
sekalipun, apabila mau membebaskan aku dari racun keparat ini... Aku
bersumpah...! Aku bersumpah, Iblis Topeng Tengkorak...!"
Karena rasa takutnya yang mendalam, Singa Tangan Delapan sampai menjatuhkan
dirinya, berlutut ke arah kepergian Iblis Topeng Tengkorak. Bayangan kematian
yang mengerikan, membuat kesombongannya lenyap seketika sehingga tanpa malu-
malu, dia menyembah dan merintih-rintih memohon belas kasihan Iblis Topeng
Tengkorak. "Hm...."
Iblis Topeng Tengkorak menahan langkahnya, setelah mengangguk sesaat, tubuhnya
berputar menghadap Singa Tangan Delapan yang tengah berlutut.
"Ke mana perginya kesombonganmu, Singa Tangan Delapan?" ejek Iblis Topeng
Tengkorak. "Apa kau tidak ingat peristiwa belasan tahun silam di mana ada
seorang tokoh yang hendak bergabung kepadamu, tapi ditolak mentah-mentah" Kau
hina dan kau permalukan tokoh itu di hadapan orang-orangmu. Sekarang, kau malah
merengek-rengek minta belas kasihan kepadaku. Apa aku tidak salah dengar" Atau,
kau pura-pura lupa bahwa tokoh yang pernah kau hina dan kau permalukan itu
adalah aku?"
"Aku memang sombong dan tolol. Tapi, tidakkah kau sudi memaafkan kekhilafanku
itu, Iblis Topeng Tengkorak" Aku..., aku sudah lama melupakan kejadian itu."
Singa Tangan Delapan terus merengek-rengek sambil membentur-benturkan keningnya
di tanah. "Bagimu memang tidak ada artinya. Tapi bagiku, sakit hati ini jauh lebih dalam
daripada lautan yang paling dalam sekalipun! Aku tidak pernah melupakan
peristiwa belasan tahun silam itu. Singa Tangan Delapan! Sekarang, hatiku puas
melihat kau merengek-rengek minta belas kasihan sambil menyembah-nyembah seperti
itu. Jadi, percuma saja kau merayu dengan cara seperti itu mengharapkan
pertolonganku, Singa Tagan Delapan. Asal tahu saja, meskipun kau menagis
mengeluarkan air mata darah sekalipun, hatiku tidak akan tergerak!"
Setelah berkata derrkian, Iblis Topeng Tengkorak kembali memutar tubuhnya. Kali
ini kakinya melangkah agak cepat meninggalkan Singa Tangan Delapan yang kembali
sudah bangkit berdiri.
"Keparat..!" gereng Singa Tangan Delapan lirih.
Tadi Singa Tangan Delapan terpaksa merendahkan diri agar dibebaskan dari
pengaruh racun itu. Tentu saja diam-diam hatinya bersumpah, suatu saat akan
membalas perbuatan Iblis Topeng Tengkorak bila permohonannya dikabulkan. Namun
siapa sangka kalau permintaannya sama sekali tidak digubris.
Singa Tangan Delapan bangkit kemarahannya. Dia merasa sudah kepalang tanggung.
Daripada diam menunggu ajal di bawah deraan rasa ngeri, dia memilih lebih cepat
mati, agar tidak merasakan penderitaan berkepanjangan.
"Haaattt..!"
Keputusan nekat diambil Singa Tangan Delapan. Dengan teriakan mngguntur,
dibokongnya Iblis Topeng Tengkorak, tubuhnya meluncur deras dengan kedua cakar
terulur siap mencengkeram leher Iblis Topeng Tengkorak!
"Chiaaa...!"
Namun sebelum sepasang cakar Singa Tangan Delapan tiba, mendadak Iblis Topeng
Tengkor membentak sambil mengibaskan senjatanya tanpa menoleh.
"Haaa...!"
Breeet...! Singa Tangan Delapan meraung panjang, ketika ujung-ujung tombak Iblis Topeng
Tengkorak merobek perutnya. Darah kontan terhambur berceceran membasahi tanah.
Tubuh Singa Tangan Delapan terlempar dan terbanting keras di tanah berbatu. Asap
tipis berwarna kehitaman tampak mengepul dari luka di perutnya. Kini tubuhnya
melejang-lejang sekarat, menekap luka dengan kedua tangannya. Namun sebentar
kemudian, tubuh datuk sesat ini diam tidak bergerak lagi. Nyawanya sudah
terbang, meninggalkan raga yang rusak berat.
"Hm.... Sebenarnya aku lebih suka melihatmu mati perlahan-lahan," ujar Iblis
Topeng Tengkorak sambil memandang mayat Singa Tangan Delapan yang terbujur
dengan usus terburai. "Tetapi, kau rupanya sudah tidak sabar untuk segera
menghadap raja akhirat"
Iblis Topeng Tengkorak agak lama berdiri memandangi mayat Singa Tangan Delapan.
Meskipun kematian datuk sesat itu tidak seperti yang diharapkan, namun hatinya
puas. Karena Singa Tangan Delapan sempat menyembah dan merengek-rengek
kepadanya. Satu hal yang agak disesalinya, tidak ada saksi yang melihat
perbuatan Singa Tangan Delapan.
6 Iblis Topeng Tengkorak baru saja hendak bergerak meninggalkan mayat Singa Tangan
Delapan ketika telinganya menangkap suara langkah kaki menuju ke arahnya.
Niatnya langsung ditunda. Dia berdiri tegak, sengaja menanti kedatangan pemilik
suara langkah tadi.
Sewaktu melihat dua orang lelaki berpakaian perwira tinggi kerajaan menuju ke
arahnya, kening Iblis Topeng Tengkorak berkerut. Pandang matanya dipertajam,
agar dapat mengenali dua orang perwira tinggi kerajaan itu.
"Heh" Ada urusan apa orang-orang kerajaan datang mengunjungi tempat ini"!
Kalau mereka hendak menangkap aku, mengapa hanya datang berdua" Apa mereka sudah
terlalu yakin dengan kepandaiannya?" gumam Iblis Topeng Tengkorak lirih.
Bermacam dugaan memenuhi benak Iblis Topeng Tengkorak. Rasa penasaran, membuat
langkahnya terayun menyongsong kedatangan kedua orang perwira tinggi kerajaan
itu. Dua orang perwira tinggi kerajaan ini tidak lain Dinoyo dan Lugino! Keduanya
menghentikan langkah, ketika melihat seorang lelaki bermuka tengkorak
menyongsong kedatangan mereka.
"Hei, orang-orang kotaraja! Ada urusan apa yang membuat kalian sampai ke tempat
ini" Apakah di sekitar tempat ini terdapat markas pemberontak?" tegur Iblis
Topeng Tengkorak langsung.
Dua orang perwira kerajaan yang juga murid Tinju Gledek tidak langsung menjawab.
Mereka saling bertukar pandang sejenak, lalu memperhatikan Iblis Topeng
Tengkorak dengan teliti.
"Hm... Kau pastilah Iblis Topeng Tengkorak yang belakangan ini membuat gempar
kalangan persilatan," kata Dinoyo tanpa mengalihkan pandangan dari wajah yang
seperti tengkorak.
"Tapi kedatangan kami bukan untuk mencarimu, Iblis Topeng Tengkorak,"
sambung Lugino. "Meskipun begitu, bukan berarti kami mendukung tindakanmu yang
kejam itu. Sebagai orang-orang golongan putih, kami berkewajiban menumpas
manusia-manusia keji sepertimu!"
Iblis Topeng Tengkorak mendesah panjang. Dia memang tidak ingin berurusan dengan
orang-orang kerajaan. Bukan berarti hatinya gentar, tapi merasa segan. Memang
berurusan dengan orang-orang kerajaan hanya akan merepotkan diri saja. Itu
sebabnya, mengapa selama malang-melintang di rimba persilatan, tak pernah sekali
pun mengusik kotaraja. Namun, jika orang-orang kotaraja yang justru datang
mencari perkara, Iblis Topeng Tengkorak tentu tidak akan menolaknya.
Ketika dua orang perwira tinggi kotaraja itu ditanya malah balik bertanya,
sebenarnya sudah menjadi alasan yang cukup bagi Iblis Topeng Tengkorak untuk
membunuh. Namun, keinginannya berusaha ditahan sebelum mengetahui apa maksud
kedatangan mereka.


Pendekar Naga Putih 97 Pembalasan Topeng Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Katakan saja, apa sebenarnya yang kalian inginkan?" tanya Iblis Topeng
Tengkorak tak sabar.
"Kami mencari seorang tokoh berjuluk Raja Ular Siluman," jawab Dinoyo. "Tokoh
itu mengaku tinggal di sekitar tempat ini. Nah! Apakah kau tahu, di mana letak
tempat tinggal iblis itu?"
"Ingat! Jangan coba-coba berbohong kalau tidak ingin mendapat kesulitan!" timpal
Lugino memperingatkan, membuat Iblis Topeng Tengkorak memperdengarkan tawanya
yang seperti tangisan!
"Sekarang aku yang ganti bertanya," kata Iblis Topeng Tengkorak sebelum memberi
jawaban "Kalian berdua mempunyai persoalan apa denga Raja Ular Siluman?"
"Manusia laknat itu telah membunuh Guru kami!" jawab Lugino tak sabar.
"Membunuh Guru kalian"!" Iblis Topeng Tengkorak tampak agak heran. "Siapa Guru
kalian?" "Hmh...." Dinoyo menggereng jengkel "Guru kami adalah Tinju Gledek!"
Iblis Topeng Tengkorak, kembali memperdengarkan tawa ganjilnya. Lalu, kepalanya
diangguk-anggukkan tanda mengerti mengapa dua orang perwira tinggi kerajaan
sampai ke daerah Gunung Bromo.
"Jadi kalian hendak menuntut balas kematiannya?" tanya Iblis Topeng Tengkorak
hendak menegasi. "Nah! Dengarlah baik-baik! Tokoh yang berjuluk Raja Ular
Siluman, akulah orangnya!"
"Kau...!?"
Dinoyo dan Lugino, terperanjat kaget!
"Bukankah kau berjuluk Iblis Topeng Tengkorak?" tanya Lugino tak mengerti.
"Sebelumnya, aku berjuluk Raja Ular Siluman!" jelas Iblis Topeng Tengkorak.
"Guru kalianlah yang menjadi salah satu penyebab rusaknya wajahku ini! Namun,
penderitaan ini justru mendatangkan keuntungan buatku. Sehingga aku bisa
memperoleh ilmu-ilmu sakti yang akhirnya, dapat membunuh musuh-musuhku, termasuk
Tinju Gledek!"
"Keparat!" bentak Dinoyo sambil melolos pedangnya. "Rupanya Iblis Topeng
Tengkorak dan Raja Ular Siluman sama saja orangnya! Sunggu suatu kebetulan yang
menggembirakan. Berarti kami tidak perlu bekerja dua kali. Dengan melenyapkan
dirimu, berarti kematian Guru kami, telah terbalaskan sekaligus menumpas manusia
keji yang telah menewaskan tokoh-tokoh persilatan!"
Langsung saja Dinoyo bergerak ke kanan. Sementara Luglno yang juga sudah melolos
senjatanya, bergerak dari sebelah kiri. Sedangkan Iblis Topeng Tengkorak, masih
berdiam diri, berdia tegak di tempatnya sambil memperdengarkan tawannya yang
mendirikan bulu roma.
*** "Hyaaat...!"
Tanpa banyak cakap, Dinoyo langsung menerjang, meskipun Iblis Topeng Tengkorak
belum bergeming dari tempatnya.
"Heaaat...!"
Lugino tak mau ketinggalan. Api dendam yang bergejolak dalam dada membuat murid
termuda Tinju Gledek ini langsung menggunakan jurus-jurus andalan pada gebrakan
pertama. Pedangnya diputar membentuk gulungan-gulungan sinar putih yang bergerak
turun-naik disertai suara menderu-deru.
Namun, Iblis Topeng Tengkorak hanya perlu melangkah dua tindak ke belakang.
Maka serangan-serangan Dinoyo dan Lugino nyasar entah ke mana. Padahal gerakan
Iblis Topeng Tengkorak kelihatannya lambat saja. Tapi, ternyata sanggup
meloloskan diri dari kepungan serangan kedua lawannya. Dan ini terjadi sampai
beberapa kali. Dan sejauh ini Iblis Topeng Tengkorak belum menunjukkan tanda-
tanda akan membalas serangan.
Kegagalan berturut-turut ini membuat Dinoyo dan Lugino penasaran! Serangan-
serangan mereka diperhebat. Bahkan kini, mulai mengeluarkan 'Ilmu Tinju Gledek'
menggunakan kepalan kiri, sementara tangan kanan tetap memainkan pedang.
Jdar! Jdar! Sambaran sinar putih disertai ledakan-ledakan keras, keluar dari setiap ayunan
kepalan tangan kiri Dinoyo dan Lugino. Sinar pukulan maut yang berhawa panas,
langsung membakar setiap batang pohon yang terkena sambarannya.
Meskipun kedua perwira kerajaan itu berusaha mencecar, namun Iblis Topeng
Tengkorak dapat mengatasinya dengan baik. Tak satu pun dari serangan kedua orang
murid Tinju Gledek mengenai sasaran. Dan, tokoh sesat itu selalu lenyap lebih
dulu, sebelum sambaran pedang atau pukulan maut kedua lawannya mengenai
tubuhnya. "Hiaaa...!"
Dua puluh jurus kemudian, tiba-tiba Iblis Topeng Tengkorak mengeluarkan
lengkingan tinggi menusuk telinga. Sementara, senjata mengerikan di tangannya
mengancam Dinoyo dan Lugino dengan kecepatan tinggi.
Begitu Iblis Topeng Tengkorak mulai mengirimkan serangan balasan, Dinoyo dan
Lugino pun menjadi kalang kabut. Kecepatan gerak tokoh sesat ini benar-benar
dahsyat. Sehingga jangankan untuk membangun serangan, sedang untuk menghindar saja kedua
perwira ini tunggang-langgang.
Merasakan kehebatan Iblis Topeng Tengkorak, barulah Dinoyo dan Lugino maklum,
mengapa guru mereka bisa tewas. Memang, kepandaian Iblis Topeng Tengkorak luar
biasa sekali! Trang! Tring!
Dinoyo dan Lugino terpelanting kemudian jatuh terguling-guling, ketika pada satu
kesempatan mereka nekat memapak serangan tombak mata tiga Iblis Topeng
Tengkorak. Perbuatan itu bukan saja membuat pedang mereka terlepas dan patah menjadi tiga
bagian, namun juga membuat telapak tangan lecet-lecet berdarah.
"Chiaaa...!"
Ketika Dinoyo dan Lugino terguling-guling, Iblis Topeng Tengkorak menyerangnya
kembali disertai hentakan nyaring. Kali ini tokoh sesat itu tidak menggunakan
senjata mautnya. Tapi, cukup tamparan saja. Dan....
Desss...! Sasaran pertama tamparan Iblis Topeng Tengkorak adalah Dinoyo, murid tertua
Tinju Gledek. Saat itu juga, perwira ini merasa kepalanya laksana dihantam palu
godam. Tamparan keras ini membuatnya terlempar sampai dua tombak jauhnya. Anehnya,
tamparan itu tidak membuat kepala pecah. Kepalanya masih tetap utuh tanpa luka
sedikit pun! Hanya saja, Dinoyo merasakan dunia seperti berputar cepat.
Telinganya berdengung keras, menyakitkan. Dinoyo kontan rebah telentang sambil
menekap kedua telinganya kuat-kuat, hingga akhirnya tak sadarkan diri.
Apa yang dialami Lugino pun tidak jauh berbeda. Tamparan Iblis Topeng Tengkorak
pada kepalanya, membuatnya terpelanting. Seperti halnya Dinoyo, tamparan itu
sama sekali tidak melukai kepalanya, kecuali pandangannya yang dirasakan
berputar cepat.
Sementara suara berdengung keras menusuk-nusuk kedua telinganya sehingga Lugino
tak sanggup mempertahankan kesadarannya. Pingsan!
Iblis Topeng Tengkorak memperdengarkan tawa ganjilnya. Demikian hebat tenaga
dalamnya di atur sehingga tamparan yang dilakukannya sampai tidak meninggalkan
bekas sedikit pun. Jangankan luka. Bilur-bilur merah pun tidak. Entah, apa
rencana yang ada dalam Iblis Topeng Tengkorak, sehingga dia hanya membuat kedua
lawannya pingsan saja.
"Kelak bukan hanya rimba persilatan saja yang akan kubuat gempar. Tapi, sebentar
lagi kotaraja pun akan kubuat kalang-kabut...!" desah Iblis Topeng Tengkorak.
Kemudian diseretnya tubuh Dinoyo dan Lugino ke candi yang menjadi tempat
tinggalnya selama ini.
*** "Hendak ke mana kalian, hah?"
Saat ini Panji dan Nurita sudah memasuki wasan Gunung Bromo. Dan baru saja
mereka hendak mendaki, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dari sebuah jalan
setapak yang berada di sebelah kanan. Begitu mereka menoleh tampak dua orang
menghampiri. Ternyata, suara itu tadi berasal dari seorang laki-laki berusia kira-kira enam
puluh tahun. Rambutnya hitam mengkilat, panjang hitam ke bahu. Pakaian, ikat kepala, dan
celana yang kenakannya terbuat dari sutera biru muda. Dari dandanannya yang
rapi, sosoknya tampak lebih muda daripada usianya. Lelaki tua yang sudah pantas
mempunyai cucu ini adalah salah satu datuk golongan sesat. Julukannya, Iblis
Pesolek! Sementara yang seorang lagi berusia lima tahun lebih muda daripada Iblis
Pesolek. Tubuhnya lebih pendek dan gemuk. Sehingga, tampak bulat. Kepalanya gundul
pelontos. Kumisnya lebat, tak terurus. Tokoh ini berpakaian serba hitam. Kedua sisi
pinggangnya kosong, seperti tidak pernah membawa-bawa senjata. Baginya, tangan
dan kaki yang dimilikinya sudah cukup sebagai senjata. Memang, ilmu tangan
kosongnya sangat hebat.
Julukannya, Tinju Kematian. Seperti halnya iblis pesolek, Tinju Kematian pun
juga datuknya golongan sesat.
Kedua tokoh sesat itu datang ke Gunung Bromo untuk menemui Iblis Topeng
Tengkorak Iblis Pesolek dan Tinju Kematian memang bermaksud menegur. Sekaligus
memberi pelajaran kepada Iblis Topeng Tengkorak yang dianggap telah lancang
berani menyebut dirinya sendiri sebagai biang golongan sesat.
"Kami hendak mengunjungi keluarga yang tinggal di desa sekitar Gunung Bromo,"
jawab Panji berdusta, setelah memperhatikan kedua lelaki tua itu.
"Mengunjungi keluarga...?" gumam Tinju Kematian lirih sambil menatap penuh
selidik pada Panji dan Nurita.
"Benar, Ki. Apakah ada yang salah dari ucapanku?" tanya Panji. Sikapnya dibuat
takut-takut, karena tidak ingin bentrok dengan kedua lelaki tua itu
"Hm... Jadi, kalian benar-benar hendak mengunjungi keluarga?" Tinju Kematian
kembali menegasi.
Tokoh ini curiga, karena sorot mata Panji yang tajam menunjukkan kalau mempunyai
kekuatan tenaga dalam hebat. Alasan ini yang membuat Tinju Kematian tidak
mempercayai begitu saja jawaban pemuda berjubah putih ini.
Panji mengangguk. Demikian juga Nurita, sewaktu Tinju Kematian menatapnya
beberapa lama. Lalu, Tinju Kematian tersenyum licik.
"Cantik juga istrimu, Sobat..."
Sambil berkata begitu, Tinju Kematian mengulur tangannya hendak menyentuh wajah
Nurita. Panji kaget atas tindakan si Tinju Kematian yang kurang ajar ini. Sadar kalau
dibiarkan tingkah lelaki botak ini lebih berani lagi, maka lengannya segera
dikibaskan ke lengan Tinju Kematian.
Duk! "Nah!"
Tinju Kematian berseru kaget. Benturan itu membuat lengannya terpental. Bahkan
tubuhnya sempat terhuyung beberapa langkah. Namun, hal ini bukan berarti dia
kalah tenaga. Tinju Kematian memang tidak siap, karena ketika mengulur tangan
hendak menyentuh wajah Nurita, sama sekali tenaga dalamnya tidak digunakan.
"Sudah kuduga kalau kau bukan pemuda sembarangan. Gerakanmu cepat, mantap, dan
tepat itu berarti, kau cukup ahli! Dan ini membuatku curiga. Apalagi, kau berada
di sekitar Gunung Bromo, tempat tinggal Iblis Topeng Tengkorak. Nah! Sebaiknya,
berterus-teranglah kepada kami. Ada hubungan apa kalian dengan Iblis Topeng
Tengkorak" Atau, kalian punya masalah dengannya?" tanya Tinju Kematian sambil
menjaga jarak dari Panji.
"Kami tidak tahu! Dan kami tidak punya urusan dengan Iblis Topeng Tengkorak yang
kau sebutkan itu, Orang Tua," jawab Panji tenang.
"Aku tidak percaya!" sentak Iblis Pesolek yang sejak tadi hanya diam
mendengarkan. Kelihatannya, hatinya merasa jengkel melihat bentakan-bentakan
kedua orang ini.
"Terserah kalian!" tukas Panji "Mau percaya atau tidak, itu bukan urusan kami.
Sekarang, biarkanlah kami lewat..."
"Tentu..., tentu...!" ujar Tinju Kematian tertawa. "Nah, lewatlah melalui
neraka...!"
Begitu ucapannya selesai, Tinju Kematian mengayunkan kepalan kanan ke tubuh
Pendekar Naga Putih. Luncuran kepalannya seakan membelah udara, memperdengarkan
suara bercicit tajam.
Beddd! Sayang, Panji telah menggeser tubuhnya ke kanan, sehingga serangan itu luput.
Melihat hal Tinju Kematian menyerang kembali lewat kepalan kiri. Dan ternyata
serangannya tak mengenai sasaran, membuat hatinya panas seketika.
"Keparat busuk!" maki Tinju Kematian denga rona wajah memerah menahan amarah.
Sebagai seorang datuk, kegagalan serangan merupakan suatu hal memalukan.
Apalagi gagal karena menyerang anak muda yang tampaknya baru mucul kemarin sore.
Benar-benar membuat nama besarnya tercoreng!
"Haaat...!"
Dengan sebuah bentakan mengguntur, Tinju Kematian menerjang Panji lagi.
Bergegas Pendekar Naga Putih melompat mundur. Lalu, didorongnya tubuh Nurita
agar menjauhi tempat perkelahian. Kemudian baru dihadapinya serangan-serangan
Tinju Kematian.
Plak! Plak! "Hei...!?"
Panji berhasil menggagalkan lagi dua serangan Tinju Kematian, sehingga tokoh ini
terpekik kaget. Benturan dua pasang lengan tadi, membuat tubuh Tinju Kematian
terjajar limbung. Namun, Panji tak bergeser selangkah pun dari tempatnya. Hanya, tubuhnya
saja yang bergetar.
"Dia..., dia Pendekar Naga Putih...!"
Sambil menuding sosok Panji, Tinju Kematian berseru kepada kawannya. Dia memang
tidak merasa ragu dengan ucapannya. Karena ketika lengannya berbenturan, terasa
ada hawa dingin merasuk ke dalam tubuhnya. Sementara, tubuh pemuda yang menjadi
lawannya terselimut kabut tipis bersinar putih keperakan. Inilah ciri-ciri
kesaktian Pendekar Naga Putih yang sering didengarnya!
"Pendekar Naga Putih..."!" gumam Iblis Pesolek menatap sosok Panji. "Hm...,
tahulah aku sekarang. Kau pasti hendak melenyapkan Iblis Topeng Tengkorak,
bukan" Kalau begitu, lanjutkanlah niatmu. Kami tidak akan menghalangi."
"Tidak!" Panji menggeleng. "Yang hendak kami temui adalah Raja Ular Siluman!
Bukan Iblis Topeng Tengkorak! Namun bukan berarti aku tidak berkeinginan untuk
menghentikan kekejaman Iblis Topeng Tengkorak. Kelak bila urusan dengan Raja
Ular Siluman selesai, kami akan membuat perhitungan dengan Iblis Topeng
Tengkorak"
"Raja Ular Siluman..."!"
Iblis Pesolek dan Tinju Kematian secara bersamaan menyebut nama itu, kemudian
saling bertukar pandang. Keheranan tampak jelas di wajah keduanya.
"Raja Ular Siluman sudah lama lenyap!" tandas Tinju Kematian, pada Panji. "Kalau
tidak salah, dia tewas terjerumus ke dalam jurang akibat keroyokan tokoh
golongan putih.
Begitu berita yang pernah tersiar. Namun kami tahu betul, sampai di mana
kesaktian Raja Ular Siluman. Terlalu berlebihan jika dia dikabarkan tewas akibat
keroyokan beberapa orang tokoh persilatan. Padahal, kejadian sebenarnya tidak
demikian. Ceritanya, waktu itu markasnya didatangi empat tokoh golongan putih.
Namun, hanya seorang yang berbaku-hantam dengan Raja Ular Siluman. Dialah
Pendekar berjuluk Tinju Gledek! 'Pukulan Maut Tinju Gledek'-lah yang menyebabkan
Raja Ular Siluman terlempar ke dalam jurang, dan dinyatakan tewas!"
"Raja Ular Siluman belum mati! Belakangan ini, dia muncul dan melakukan
pembalasan terhadap tokoh-tokoh yang pernah mengeroyoknya!"
Nurita yang tak bisa lagi menahan diri, membantah ucapan Tinju Kematian.
Bantahan Nurita membuat Iblis Pesolek dan Tinju'Kematian kembali? saling
bertukar pandang. Lalu, keduanya tertawa sinis.
"Aku kira, kepandaian Raja Ular Siluman, tak cukup mampu melakukah pembalasan
itu! Kalau itu dilakukan, sama saja mengantarkan nyawa!" kata Iblis Pesolek
menghina yang ditujukan kepada Raja Ular Siluman.
"Sudahlah! Kami tak mau tahu tentang hal itu!" tukas Panji menukas tak sabar.
"Meskipun demikian kami akan tetap mencari Raja Ular Siluman di sekitar lereng
Gunung Bromo ini."
Tinju Kematian dan Iblis Pesolek tidak segera menanggapi. Mereka bertukar
pandang Keduanya sama mengangguk tips, lalu menatap Panji dan Nurita.
"Rasanya, lebih baik membiarkan kalian lewat...," kata Tinju Kematian setelah
saling bertukar pendapat dengan Iblis Pesolek. Meskipun hanya melalui sorot
mata, mereka telah mendapat kata sepakat untuk membiarkan Panji dan Nurita
melanjutkan perjalanan.
Keputusan yang diambil Tinju Kematian dan Iblis Pesolek bukan tanpa perhitungan.
Mereka telah mempertimbangkan untung ruginya. Sebab, jauh lebih menguntungkan
apalabila mereka membiarkan kedua anak muda itu melanjutkan perjalanan. Dengan
begitu, Tinju Kematian dan Iblis Pesolek tidak perlu lagi membuang-buang tenaga
menghadapi Iblis Topeng Tengkorak atau pun Pendekar Naga Putih. Dan mereka
tinggal menggunakan sedikit tenaga, untuk menghabisi pemenangnya, yang sudah


Pendekar Naga Putih 97 Pembalasan Topeng Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pasti tengah kelelahan dan terluka.
7 Seorang lelaki setengah baya tengah bergerak ringan mendaki salah satu lereng
Gunung Bromo. Gerakannya demikian ringan, seolah medan berat itu bukan suatu
yang menyulitkan. Tetapi, ketika tiba pada dataran yang cukup luas, langkahnya
ditahan. Wajahnya tampak menegang, ketika melihat sosok tubuh yang rebah telentang.
Seketika kecurigaannya timbul. Dengan hati-hati didekatinya sosok yang telentang
di tanah berumput.
"Singa Tangan Delapan..."!" seru lelaki setengah baya itu tertahan dengan hati
berdebar tegang. "Gila! Siapa yang telah membunuh datuk sesat ini"! Mungkinkah
Raja Ular Siluman yang melakukannya" Namun, mengapa mereka bermusuhan" Bukankah
mereka orang-orang segolongan" Atau mungkin, tokoh lain yang kebetulan mempunyai
urusan dengan Raja Ular Siluman" Sulit kubayangkan betapa dahsyatnya kepandaian
tokoh yang telah sanggup membunuh Singa Tangan Delapan...!"
Dengan berbagai pertanyaan tak terjawab, lelaki setengah baya itu melanjutkan
perjalanannya. Kali ini langkahnya tidak terlalu cepat. Sementara kewaspadaannya langsung
ditingkatkan. Sosok Singa Tangan Delapan yang ditemukannya tewas dalam keadaan
mengerikan, membuatnya jadi mudah curiga. Sedikit terdengar suara mencurigakan,
tangannya cepat menggenggam erat gagang pedang di pinggangnya.
Setelah agak jauh .meninggalkan mayat Singa Tangan Delapan, lelaki setengah baya
itu menemukan sebuab candi kuno. Dugaannya candi ini sudah lama tak dirawat.
Namun kecurigaannya malah bertambah. Karena letak candi kuno ini tidak terlalu
jauh dari tempat mayat Singa Tangan Delapan ditemukan.
"Jangan-jangan pembunuh Singa Tangan Delapan berada di dalam bangunan candi kuno
itu." desis lelaki setengah baya itu, langsung meraba gagang pedangnya. Dengan
langkah perlahan dan hati-hati-sekali, didekatinya bangunan candi kuno itu.
"Hiii..."
Lelaki setengah baya itu terlonjak kaget dan nyaris terpelanting jatuh, begitu
terdengar lengkingan yang sulit dibedakan antara tawa atau tangisan itu. Bahkan
hampir-hampir jantungnya copot! Ketegangan yang sejak tadi mempengaruhi dirinya
membuat lelaki setengah baya ini mudah terkejut. Apalagi suara ganjil ini datang
tiba-tiba dan mengejutkan.
"Hm... Siapa pun kau, tempakkanlah dirimu! Aku bukan orang yang mudah percaya
dengan setan marakayangan!" bentak lelaki setengah baya itu. sementara tangan
kanannya masih melekat pada gagang pedang.
Tidak terdengar sahutan.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah lambat seperti diseret-seret.
Hal ini membuat ketegangan lelaki setengah baya ini, semakin memuncak!
"Keparat...!" umpat laki-laki setengah baya geram. "Rupanya kau memang sengaja
hendak main-main dengan Pedang Dua Belas Naga...!"
Selesai berucap, dengan gerakan perlahan lelaki setengah baya ini meloloskan
senjatanya. Lalu dia bergerak maju ke arah sumber suara langkah tadi.
"Aaah...!"
Lelaki setengah baya yang mengaku sebagai Padang Dua Belas Naga, kontan melompat
mundur disertai pekik kaget. Sosok tubuh yang muncul dari balik dinding candi,
benar-benar membuat jantungnya nyaris copot! Sikap laki-laki itu memang tidak
terlalu berlebihan. Meskipun sebagai tokoh yang telah banyak pengalaman
mengerikan, namun kemunculan sosok tinggi kurus berwajah tengkorak saat hatinya
tengah dilanda ketegangan, jelas buatnya terkejut bukan kepalang!
"Siapa kau..."!" bentak Pedang Dua Belas Naga sambil melintangkan pedangnya di
depan dada. Sorot matanya tajam menusuk. Suaranya sengaja dikeraskan, untuk
menyembunyikan hatinya yang tergetar karena penampilan sosok berwajah tengkorak
ini. "Hm.... Mustahil tokoh seperti dirimu tidak mendengar kehebohan yang belakangan
ini kuciptakan..." sahut sosok berwajah tengkorak itu, berteka-teki.
"Kau..., Iblis Topeng Tengkorak...!" desis Pedang Dua Belas Naga, yang langsung
menyebut nama tokoh itu.
Tentu saja lelaki berjuluk Pedang Dua Belas Naga mendengar sepak terjang Iblis
Topeng Tengkorak, yang membuat geger kalangan persilatan. Namun, karena ada
persoalan penting yang harus didahulukannya, perbuatan Iblis Topeng Tengkorak
terpaksa dikesampingkannya. Dan dia berjanji akan mencarinya kelak, setelah
persoalannya selesai.
"Dan juga musuh lamamu, Pedang Dua Belas Naga...," tambah Iblis Topeng Tengkorak
menambahkan. Suaranya terdengar mendesah panjang.
"Hm.... Maksudmu, kau telah bersatu dengan Raja Ular Siluman?" tanya Pedang Dua
Belas Naga. Ingin menegasi sambil melirik ke kiri-kanan. Seolah hatinya khawatir
kalau-kalau tokoh yang disebutnya tengah mengintai, dan membokongnya secara
licik. "Mengapa tidak kau suruh bedebah itu keluar menemuiku?"
"Sejak tadi, dia sudah berada di dekatmu, Pedang Dua Belas Naga. Apakah kau
tidak melihatnya?" jawab Iblis Topeng Tengkorak, mengejutkan hati Pedang Dua
Belas Naga. "Mana...! Mana bedebah itu...?" Pedang Dua Belas Naga mengamati sekeliling
tempat itu dengan teliti.
"Dia berdiri tepat di depan hidungmu, Pedang Dua Belas Naga."
"Bangsat...!" umpat Pedang Dua Belas Naga karena merasa dipermainkan. "Apa kau
kira Raja Ular Siluman sebangsa lalat busuk! Jangan main-main denganku, Iblis
Topeng Tengkorak!"
"Hm.... Siapa yang sudi bermain-main denganmu!" dengus Iblis Topeng Tengkorak.
"Raja Ular Siluman tepat di depan hidungmu. Bahkan tengah berbicara kepadamu,
Goblok!" "Kau..."! Apa..., apa maksudmu..."!" ucap Pedang Dua Belas Naga, gagap bercampur
tanda tanya. "Akibat perbuatanmu wajahku menjadi rusak seperti ini...!" desis Iblis Topeng
Tengkorak penuh luapan dendam.
Sepasang mata Iblis Topeng Tengkorak, yang tampak bagai kilatan menyeramkan,
membuat Pedang Dua Belas Naga dijalari kengerian. Sehingga tanpa sadar kakinya
berangsur mundur.
"Tinju Gledek serta yang lain sudah kukirim ke neraka, Pedang Dua Belas Naga.
Dan rupanya, aku tak perlu susah-susah untuk mencarimu. Karena kau sendiri sudah
datang mengantarkan nyawa busukmu!" tambah Iblis Topeng Tengkorak, dingin.
"Kau...!"
Pedang Dua Belas Naga, tidak tahu harus berbicara apa. Baginya penjelasan Iblis
Topeng Tengkorak sangat mengejutkannya.
"Sengaja aku menggunakan nama Raja Ular Siluman, agar kalian semua tidak dapat
menemuiku. Karena, aku yakin kalian tidak menyangka kalau keadaanku akan seperti
ini. Lalu kuciptakan kekacauan di kalangan persilatan. Sehingga, kini aku
dijuluki sebagai Iblis Topeng Tengkorak. Aku suka julukan baruku itu. Dengan
demikian, orang tidak akan pernah menduga kalau Raja Ular Siluman dan Iblis
Topeng Tengkorak sesungguhnya satu orang!" Iblis Topeng Tengkorak menambahkan
keterangannya, penuh kebanggaan.
"Keparat busuk! Kalau begitu, dosamu benar-benar sudah melewati takaran!
Manusia sepertimu, pantasnya menjadi penghuni neraka jahanam...!"
Sambil menggereng. Pedang Dua Belas Naga memutar senjatanya. Kini, dia siap
menggempur Raja Ular Siluman, atau belakangan lebih dikenal sebagai Iblis Topeng
Tengkorak! Iblis Topeng Tengkorak memperdengarkan tawa ganjilnya. Tubuhnya tetap belum
bergerak dari tempatnya, meski Pedang Dua Belas Naga sudah membuka jurus
serangan. "Hm...! Kepandaianmu tidak berarti apa-apa bagiku, Pedang Dua Belas Naga! Dulu
kehebatan ilmu pedangmu boleh kau banggakan. Setelah aku secara tak sengaja
memperoleh ilmu-ilmu dahsyat di Pulau Ratu Api, kini bagiku ilmu pedangmu tak
ubahnya seperti permainan bocah ingusan! Itulah sebabnya, mengapa aku tidak menyesal
meskipun wajah harus rusak oleh taring-taring ikan hiu sewaktu berusaha mencapai
pulau keberuntungan itu! "
"Pulau Ratu Api..."!"
Pedang Dua Belas Naga mengulang nama itu dengan kening berkerut. Rasa-rasanya
telinganya memang pernah mendengar nama pulau itu. Namun entah di mana, kapan,
dan siapa yang menyebutnya. Pedang Dua Belas Naga tidak ingat lagi.
"Ya, Pulau Ratu Api!" tegas Iblis Topeng Tengkorak. "Bawalah nama itu sebagai
hadiah dariku, agar perjalananmu ke neraka tidak terlalu membosankan. "
"Bedebah...!" Pedang Dua Belas Naga menggereng, "Jangan dikira akan mudah untuk
merobohkan aku, Manusia Jahanam...!"
Pedang Dua Belas Naga menggeser langkahnya ke kanan. Pedangnya diputar dan
bergerak turun naik, menimbulkan bayang-bayang putih laksana dua belas ekor naga
yang tengah bermain-main di angkasa raya.
*** "Yeaaa...!"
Pedang Dua Belas Naga membuka serangan. Tubuhnya bergerak cepat dengan langkah
menyilang. Ujung-ujung pedangnya bergetar, seolah senjatanya bukan hanya satu,
tapi delapan! Dan tiap-tiap ujung pedangnya, mengancam titik-titik jalan darah
kematian di tubuh Iblis Topeng Tengkorak! Sungguh, sebuah serangan maut hebat!
Sementara Iblis Topeng Tengkorak mengeluarkan dengus ejekan. Bukannya
menghindar, tokoh dahsyat itu justru bergerak maju, menyongsong datangnya
serangan. Seolah, tubuhnya kebal senjata tajam. Namun tindakan Iblis Topeng Tengkorak
justru mengejutkan Pedang Dua Belas Naga yang telah mati langkah. Karena sebelum
bergerak maju, Iblis Topeng Tengkorak telah menghadang jalannya. Terpaksa Pedang
Dua Belas Naga merubah gerakan.
"Aiyeee...!"
Seperti sudah dapat ditebak apa yang bakal diperbuat Pedang Dua Belas Naga,
tokoh sesat itu menarik mundur tubuhnya. Kemudian dia melompat ke samping kanan,
seraya mengibaskan tombak mata tiga di tangan kanannya yang menderu mengancam
tenggorokan Pedang Dua Belas Naga!
Trang! Trang! Pedang Dua Belas Naga yang tidak mempunyai kesempatan untuk menghindar, langsung
memapak serangan ini dengan dua kali babatan pedang. Namun, justru tubuhnya yang
terpelanting jatuh beberapa langkah. Tangan kanannya terasa panas dan sakit
begitu berusaha bangkit sehingga pedang dalam genggamannya nyaris tak dapat
dipertahankan. Kagetlah hati Pedang Dua Belas Naga. Rupanya, Raja Ular Siluman bukan sekadar
omong kosong saja, ketika menganggap ilmu pedangnya seperti permainan bocah
ingusan. "Hiaaa..."
Belum sempat Pdang Dua Belas Naga memperbaiki kuda-kudanya, Iblis Topeng
Tengkorak telah membangun serangan kembali disertai lengkingan panjang
mendirikan bulu roma. Sebisanya Pedang Dua Belas naga cepat melempar tubuhnya.
Dan.... Crab! Crab! Ujung-ujung tombak Iblis Topeng Tengkorak menghujam tanah, tepat di tempat
Pedang Dua Belas Naga tadi berpijak.
"Haaat...!"
Setelah tubuhnya bangkit, Pedang Dua Belas Naga langsung berteriak membahana.
Pedangnya diacungkan lurus-lurus menuding langit. Kemudian, tubuhnya melesat
berputar di udara disertai babatan pedangnya yang laksana baling-baling.
Tapi sebelum gerakan ini tuntas dilakukannya, Iblis Topeng Tengkorak lebih dulu
melompat menyarangkan sebuah tendangan kilat ke tubuh Pedang Dua Belas Naga.
Begitu cepat gerakannya sehingga...
Desss...! Pedang Dua Belas Naga kontan terpental sejauh dua tombak. Tubuhnya
bergulingan di tanah disertai muntahan darah segar. Meskipun tendangan kras tadi
seperti meremukkan tulang dadanya namun kelemahannya tidak ingin ditunjukkan. Dia
menggigit bibirnya berusaha menahan rasa sakit yang menusuk-nusuk bagian
dadanya. Pedang Dua Belas Naga kini berdiri tegak sambil melintangkan senjata di depan
dada. Sorot matanya tampak tajam menatap lawannya.
"Bagus..., bagus... Kau memang hebat, Pedang Dua Belas Naga. Daya tahan tubuhmu
sangat mengagumkan...!" puji Iblis Topeng Tengkorak. Namun raut wajah dan sorot
matanya penuh ejekan. Memang dia tahu betul keadaan Pedang Dua Belas Naga saat
itu sebenarnya. Tapi sebelum Iblis Topeng Tengkorak melancarkan serangannya
kembali... "Ayaaah...!"
Iblis Topeng Tengkorak mengurungkan niatnya untuk menghampiri Pedang Dua Belas
Naga, ketika tiba-tiba terdengar teriakan seorang gadis.
"Heh"!"
*** Betapa terkejutnya Pedang Dua Belas Naga melihat kedatangan seorang gadis cantik
yang ditemani seorang pemuda tampan berbaju putih. Mereka tak lain dari Nurita
dan Pendekar Naga Putih. Memang, tadi mereka mendengar teriakan-teriakan
pertarungan. Sehingga, mereka segera mendatangi asal teriakan. Dan Nurita yang
mendapati Pedang Dua Belas Naga, langsung menghambur ke arah laki-laki yang
ternyata ayahnya. Sedang, Panji menghadang Iblis Topeng Tengkorak.
"Dia..., Iblis Topeng Tengkorak dan juga Raja Ular Siluman!" jelas Pedang Dua
Belas Naga, ketika melihat sorot mata Nurita penuh pertanyaan.
Nurita semula memang merasa heran menemukan ayahnya tengah berhadapan oengan
Iblis Topeng Tengkorak. Penjelasan itu melenyapkan rasa heran di hatinya.
Panji yang juga menangkap perkataan Pedang Dua Belas Naga, menatap sosok Iblis
Topeng Tengkorak penuh perhatian. Diam-diam hatinya bergidik melihat wajah
mengerikan Menurutnya, julukan Iblis Topeng Tengkorak memang sangat tepat untuk
tokoh sesat ini.
"Dengan mencampuri urusanku, sama artinya mendatangi kematian, Anak Muda...,"
kata Iblis Topeng Tengkorak, diikuti desahan panjang. Cahaya segi empat dari dua
rongga matanya semakin berkilat. Tanda sedang gusar atas campur tangan Pendekar
Naga Putih. "Tidak perlu menggertak. Iblis Topeng Tengkorak," sahut Panji, sambil melangkah
mundur untuk menjaga jarak. "Sesungguhnya kaulah yang telah melibatkan aku ke
dalam persoalan ini. Setiap tokoh penegak keadilan, pasti akan terpanggil dan
merasa bertanggung jawab untuk menghentikan sepak terjangmu. Jadi, dalihmu tidak
berlaku, Iblis Topeng Tengkorak!"
"Bedebah...!" Iblis Topeng Tengkorak menggereng gusar, lalu melompat ke
belakang. Dan ternyata tubuhnya melesat ke dalam bangunan candi kuno itu.
"Hei, jangan lari kau pengecut...!" seru Panji sambil menjejakkan kakinya ke
tanah. Seketika tubuh Panji bersalto, mengejar Iblis Topeng Tengkorak. Namun sebelum
memasuki candi, tiba-tiba terlontar dua sosok tubuh yang keluar dari dalam candi
Seketika Panji menunda niatnya, lalu melompat mundur.
Dua bayangan itu berjumpalitan, lalu melayang turun di hadapan Pendekar Naga
Putih dengan gerakan ringan.
8 "Dinoyo!" Lugino!"''
Pedang Dua Belas Naga tok dapat menahan keheranannya. Sebagai sahabat Tinju
Gledek, tentu saja Dinoyo dan Lugino dikenalnya. Seruan tadi cukup keras, namun
Dinoyo dan Lugino sama sekali tidak menoleh. Wajah mereka tetap datar dan
dingin. Sorot mata mereka kosong, hanya tertuju kepada Panji.
Melihat hal ini tahulah Pedang Dua Belas Naga kalau dua murid sahabatnya telah
diperalat Iblis Topeng Tengkorak untuk menghadapi pemuda berjuluk Pendekar Naga
Putih. "Hati-hati, Pendekar Naga Putih. Kelihatannya mereka tidak sadar dengan yang
dilakukan!" kata Pedang Dua Belas Naga mengingatkan Pendekar Naga Putih agar
tidak melukai dua orang murid sahabatnya.
"Baik, Paman!"
Panji mengangguk, meskipun sebenarnya sudah menduga ketika melihat sikap dua
orang itu yang tidak sewajarnya. "Aku akan mencoba untuk melumpuhkan mereka."
Sementara, tanpa mempedulikan sekelilingnya, Dinoyo dan Lugino berusaha
mengepung Pendekar Naga Putih. Meskipun keadaannya tidak sadar, namun kepandaian
mereka tidak hilang. Itu dapat dilihat dari cara mereka memutar senjata.
Tanpa buang waktu lagi, Dinoyo dan Lugino menerjang. Sebelum serangan Dinoyo
tiba, Lugino pun mengirimkan serangannya. Begitu cepat dan kuat serangan mereka,
mengandung sambaran angin menderu-deru.
Bweeet! Whuuut!
Serangan pertama dihindari Panji dengan menggeser langkah disertai liukan
tubuhnya. Dan, sebelum lawan memutar senjatanya, Pendekar Naga Putih telah
menyerbu dengan totokan-totokan yang ditujukan ke bagian-bagian tertentu.
Tuk! Tuk! Totokan jari-jari tangan Panji telak mengenai sasarannya. Hal ini terjadi bukan


Pendekar Naga Putih 97 Pembalasan Topeng Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disebabkan rendahnya tingkat kepandaian Dinoyo dan Lugino. Bahkan seakan kedua
murid Tinju Gledek ini sengaja membiarkan tubuhnya menjadi sasaran. Namun yang
terjadi di luar perkiraan. Ternyata totokan itu tidak berpengaruh sedikitpun
terhadap mereka. Sebaliknya, Panji merasakan jari-jari tangannya, kesemutan.
Seolah jari-jari tangannya menghantam bongkahan besi!
"Hm..."
Panji mengerutkan kening setelah melompat mundur mengatur kuda-kudanya.
Pandangannya beredar, menari-cari sosok Iblis Topeng Tengkorak.
"Tidak salah lagi!" desis Pendekar Naga Putih, ketika tidak menemukan Iblis
Topeng Tengkorak di sekitar tempat pertarungan terjadi. "Pastilah Iblis Topeng
Tengkorak tengah mengerahkan ilmu sihirnya mengendalikan mereka!"
Seketika pikiran Panji berubah. Niatnya segera diurungkan untuk mengerahkan
'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'. Dan kini segera dikerahkannya 'Tenaga Sakti Inti
Panas Bumi' yang mampu menolak dan memusnahkan pengaruh sihir. Dan dengan ilmu
ini, dia menghadapi Dinoyo dan Lugino.
"Hyaaat..!"
Panji melesat mendahului lawan-lawannya. Kedua tangannya diputar secepat kilat,
sehingga tidak tampak jelas. Bahkan tubuhnya kini diselimuti sinar kuning
keemasan mengandung hawa panas.
Kali ini Dinoyo dan Lugino berlompatan mundur menghindari serangan Pendekar Naga
Putih dengan wajah ngeri. Melihat hal ini, Panji jadi semakin bersemangat.
Serangan- serangannya diperhebat, sehingga Dinoyo dan Lugino semakin kalang kabut,
kewalahan untuk menghindari.
Whuuus...! Bresssh...!
Cahaya kuning keemasan membersit keluar dari telapak tangan kanan Panji,
menghantam tubuh Dinoyo yang tak sempat menghindar. Tanpa ampun lagi, tubuhnya
terhempas diiringi lengking kesakitan, kemudian terbanting di tanah tak sadarkan
diri. Sementara cahaya kuning keemasan masih membungkus sekujur tubuh Dinoyo tanda
'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi' tengah bekerja memusnahkan kekuatan jahat yang
menguasainya. Robohnya Dinoyo, membuat Lugino bergerak menjauh. Sorot kengerian tampak
terlihat di matanya. Rasa ngeri ini bukan milik Lugino, melainkan dari kekuatan
jahat yang menguasai dirinya.
Melihat Lugino bergerak menjauh, Pendekar Naga Putih bergegas mengejar.
Tubuhnya masih meluncur di atas tanah dengan telapak tangan dilontarkan
bergantian. Cahaya kuning keemasan membersit susul-menyusul, meluncur deras ke arah Lugino
yang tidak mampu lagi menghindar. Sehingga, salah satu cahaya kuning keemasan
menghempaskan tubuhnya ke tanah. Maka Lugino pun langsung jatuh tak sadarkan
diri dengan balutan cahaya kuning keemasan di sekujur tubuhnya.
"Matikah mereka, Pendekar Naga Putih..:?" tanya Pedang Dua Belas Naga kepada
Panji dengan nada cemas.
Memang laki-laki setengah baya ini belum tahu kalau tenaga sakti yang digunakan
Panji memiliki daya hidup. Bahkan tenaga sakti ini bisa membunuh dan juga
menyembuhkan manusia.
"Mereka hanya pingsan, " jawab Panji, setelah menggelengkan kepala. "Setelah
sadar nanti, mereka akan sembuh seperti semula. "
"Tetapi kau tidak akan sempat melihat mereka sadarkan diri, Pendekar Naga
Putih...!"
*** Suara sengau berupa desahan panjang ini membuat Panji memutar tubuhnya.
Tampak Iblis Topeng Tengkorak sudah berdiri dengan tatap mata menggiriskan.
Napasnya terlihat memburu seperti habis berlari jauh. Sebagian tubuhnya terlihat
dibasahi peluh. Dari penampilannya saat itu Panji yakin bahwa tokoh inilah yang
mengendalikan Dinoyo dan Lugino dengan kekuatan ilmu sihir.
"Kita lihat saja Iblis Topeng Tengkorak..." sahut Panji sambil mengayunkan langkah
ke tempat lapang. Dia menjauhi Nurita dan Pedang Dua Belas Naga yang tengah
menunggui dua orang murid Tinju Gledek.
"Hm... Rupanya kau sangat yakin dengan kepandaianmu, Pendekar Naga Putih...!"
ejek Iblis Topeng Tengkorak dengan tatap mata menggidikkan.
"Aku yakin, Tuhan akan melindungi orang-orang yang benar, " sahut Panji, seraya
mengerahkan 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'-nya.
Pendekar Naga Putih memang harus siaga, karena lawannya adalah seorang manusia
kejam dan licik. Bahkan tidak akan segan-segan berbuat curang.
Iblis Topeng Tengkorak mendongakkan kepala. Terdengar suara tawanya yang ganjil,
membuat kening Panji berkerut. Pendekar Naga Putih tidak tahu apa yang membuat
Iblis Topeng Tengkorak tertawa. Dan baru disadari kalau perbuatan itu hanya
untuk memancing perhatiannya saja. Karena begitu menghentikan tawanya, Iblis
Topeng Tengkorak langsung menerjang dengan senjata aneh yang membawa hawa
mengerikan. "Haiiit...!"
Sambil mengeluarkan teriakan nyaring. Pendekar Naga Putih melompat jauh ke
balakang. Tubuhnya berputar beberapa kali sebelum melayang turun. Begitu kakinya
menginjak tanah Pedang Naga Langit telah tergenggam erata di tangan kanan.
Rupanya sambil berputaran tadi, Panji telah mengambil pusaka saktinya. Pendekar
Naga Putih memang sudah berpikir untuk menggunakan Pedang Naga Langit, sewaktu
merasakan kalau senjata lawan mengandung hawa aneh yang membuat hatinya
bergetar. "Shiaaa...!"
Melihat di tangan Pendekar Naga Putih sudah tergenggam sebilah pedang bersinar
kuning keemasan, Iblis Topeng Tengkorak segera dapat menduga bahwa senjata itu
pasti sebuah pusaka ampuh. Maka saat itu juga langsung diterjangnya Pendekar Naga
Putih dengan tusukan senjata mautnya.
Trang! Trang! Bunga api berpijar menyilaukan mata, ketika senjata mereka saling membentur
dengan keras. Pendekar Naga Putih terdorong delapan langkah. Sedangkan, Iblis
Topeng Tengkorak hanya empat langkah. Hal ini menunjukkan kalau kekuatan tokoh
sesat itu masih lebih unggul. Bahkan dia yang lebih dulu menguasai keseimbangan
tubuhnya, membentak keras sambil menudingkan senjatanya ke arah Pendekar Naga
Putih. Sreset..! Seketika tiga larikan sinar biru membersit dari tiga ujung senjata Iblis Topeng
Tengkorak, meluncur deras ke arah Pendekar Naga Putih!
"Haiiit...!"
Glarrr...! Hampir bersamaan dengan gerakan tubuhnya yang dilempar ke samping, tiga larikan
sinar biru itu membongkar tanah tempat Pendekar Naga Putih tadi berpijak!
Ledakan keras terjadi. Debu dan batu-batu kecil berhamburan. Sementara, Panji
terus bergulingan menjauhi tempat itu.
"Gila..."!" desis Panji takjub. Hatinya dijalari perasaan ngeri. "Ternyata bukan
hanya kepandaiannya saja yang tinggi. Tapi, senjata yang digunakannya juga
sangat dahsyat dan mengerikan...!"
"Sebentar lagi tubuhmulah yang akan terpanggang hangus, Pendekar Naga Putih....
Ha ha ha...!"
Tawa Iblis Topeng Tengkorak terdengar mendirikan bulu roma.
Pendekar Naga Putih maklum, kalau ucapan lawannya bukan gertakan kosong belaka.
Buktinya, tanah tempat Pendekar Naga Putih berpijak tadi, tercipta sebuah
kubangan yang masih mengepulkan asap tipis. Sempat tergetar juga hatinya melihat
akibat tiga larikan sinar biru itu.
Kedahsyatan senjata pusaka Iblis Topeng Tengkorak membuat Pendekar Naga Putih
memutar otaknya. Namun rupanya, Iblis Topeng Tengkorak tidak memberi kesempatan
lagi. Seketika itu pula terdengar lengkingan panjang mengiringi serangan Iblis
Topeng Tengkorak kembali yang berupa larikan sinar biru.
"Hyaaah...!"
Pendekar Naga Putih membentak mengguntur. Lalu diangkatnya Pedang Naga Langit
tinggi-tinggi. Dan ketika tiga larikan sinar biru itu meluncur datang,
senjatanya ditudingkan.
Sresettt...! Seketika itu dari ujung Pedang Naga Langit keluar sinar kilat kuning keemasan
menyambar. Sinar itu terus melebar dan akhirnya membentur tiga sinar biru.
Prasssh...! Cahaya terang yang menyilaukan memenuhi arena pertarungan, ketika sinar biru dan
sinar kuning keemasan bertemu di udara.
Iblis Topeng Tengkorak terkejut bukan kepalang, ketika sinar kuning keemasan
yang membersit dari ujung pedang pemuda itu mendesak sinar-sinar birunya.
"Hiaaa...!"
Iblis Topeng Tengkorak membentak, menambah kekuatannya. Kini larikan-larikan
sinar biru terus membersit, lalu mendesak sinar kuning keemasan. Tampak tubuh
tokoh sesat itu bergetar keras, ketika sinar kuning keemasan milik Pendekar Naga
Putih memberi perlawanan gigih. Sehingga Iblis Topeng Tengkorak harus menambah
kekuatannya berkali-kali. Sementara, Pendekar Naga Putih tidak perlu menambah
kekuatannya. Karena sinar kuning keemasan yang merupakan wujud 'Tenaga Sakti
Inti Panas Bumi' dapat bekerja sendiri. Dan dia cukup menudingkan terus ujung
pedangnya ke arah Iblis Topeng Tengkorak, yang tengah berusaha mati-matian
memukul mundur sinar kuning keemasan.
Cukup lama dua sinar berlainan warna itu saling mendesak. Napas Iblis Topeng
Tengkorak semakin memburu. Namun, tetap saja sinar birunya tidak dapat mendesak
sinar kuning keemasan.
Pertarungan ini tentu membuat Iblis Topeng Tengkorak menjadi kepayahan.
Tenaganya terkuras. Sekujur tubuhnya bermandikan keringat. Namun sinar kuning
keemasan semakin bertambah kuat. Padahal ketika Iblis Topeng Tengkorak sempat
matanya melirik Pendekar Naga Putih, wajah lawannya tampak tenang. Sama sekali
tidak kelihatan seperti orang tengah mengerahkan tenaga. Melihat kenyataan ini,
heranlah hati Iblis Topeng Tengkorak!
"Keparat...!" desis Iblis Topeng Tengkorak tak habis pikir. "Bagaimana mungkin
bedebah itu kelihatan tenang-tenang saja"! Sedemikian tinggikah tenaga dalam
yang dimilikinya, sehingga kekuatanku seperti tidak berarti baginya"!"
Ketidaktenangan dan terganggunya pusat pemikirannya, membuat sinar-sinar biru
itu semakin terdesak. Kenyataan ini membuat Iblis Topeng Tengkorak bercucuran
keringat dingin! Tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Untuk menarik sinar-sinar
birunya jelas sangat berbahaya. Sementara, mendiamkan begitu saja juga tidak
kalah berbahayanya. Apalagi sinar kuning keemasan itu terus mendesak, membuat
hingga sinar-sinar biru hampir lenyap. Bahkan tinggal satu setengah jengkal lagi
dari tubuh Iblis Topeng Tengkorak!
Darrr...! Akhirnya, seiring lenyapnya sinar-sinar biru, terjadilah ledakan keras
memekakkan telinga. Iblis Topeng Tengkorak meraung parau ketika sinar kuning
keemasan menghantam, tubuhnya terlempar keras bagai selembar daun kering yang
diterbangkan angin.
Iblis Topeng Tengkorak terbanting di tanah dengan tubuh gosong. Sedang tombak
mata tiganya terpental lepas dari genggamannya.
Pendekar Naga Putih menghempaskan napas lega, berkepanjangan.
Diperhatikannya beberapa saat sosok Iblis Topeng Tengkorak yang kali ini tak
mungkin dapat hidup lagi. Karena sekujur tubuhnya itu telah hangus. Tamatlah,
riwayat Iblis Topeng Tengkorak!
"Wah! Aku datang terlambat rupanya...!"
Ucapan bernada sesal ini membuat Panji menoleh. Namun, wajahnya langsung berseri
begitu mengenali sosok lelaki kerdil yang tengah bergerak menghampirinya.
"Malaikat Kerdil...!" seru Panji, gembira.
Sungguh Pendekar Naga Putih tidak menyangka kalau dapat berjumpa lagi dengan
tokoh bertubuh cebol ini, yang dulu pernah bersama-sama menyelamatkan Jubah
Antakusuma dari tangan-tangan jahat.
"He he he...! Kita bertemu lagi, Pendekar Naga Putih," ujar kakek cebol berperut
buncit. Kemudian dengan langkah-langkah kecilnya, dihampirinya Pendekar Naga
Putih. Pendekar Naga Putih segera menunda usahanya untuk menyadarkan Dinoyo dan Lugino.
Dia berdiri menyambut kedatangan Malaikat Kerdil.
"Eh! Senjata apa ini..."!"
Malaikat Kerdil menghentikan langkahnya dan membungkuk. Benda yang tidak lain
milik Iblis Topeng Tengkorak, dan tergeletak di tanah segera diambilnya. Setelah
mengamati beberapa saat.
"Entah dari mana dia mendapatkan senjata pusaka sedahsyat itu?"
"Kalau tidak salah, dari Pulau Ratu Api," jelas Pedang Dua Belas Naga tanpa
diminta. ''Begitu juga kepandaian yang dimilikinya. Semua diperoleh dari Pulau
Ratu Api itu."
"Pulau Ratu Api..."!" gumam Malaikat Kerdil, dengan kening berkerut. "Sebuah nama
yang aneh. Ah! Sudahlah. Yang penting, Iblis Topeng Tengkorak tidak bisa hidup
lagi. Heh, heh, heh..."
Sambil tertawa tawa, Malaikat Kerdil mengangsurkan senjata itu kepada Panji.
"Tapi senjata ini sangat berbahaya, Kek. Sebaiknya, kau saja yang menyimpan."
Panji menggeleng, menolak benda itu. Dia memang, merasa tidak berhak untuk
menyimpannya. "Kalau begitu, biar kusimpan untuk kenang-kenangan," ujar Malaikat Kerdil,
menimang-nimang tombak bercabang tiga ini. "Tadinya aku bermaksud untuk menumpas
Iblis Topeng Tengkorak. Tetapi, ternyata, aku telah keduluan. Kalau begitu, aku
pergi saja. Persoalan di sini, kan sudah beres."
Setelah berkata demikian Malaikat Kerdil langsung mohon diri. Panji tidak
berusaha, menahan. Dia maklum pada watak Malaikat Kerdil yang semaunya itu.
*** Tanpa sepengetahuan Pendekar Naga Putih dan yang lain, dua pasang mata mengintai
dari balik semak belukar. Dua pasang mata itu ternyata milik Iblis Pesolek dan
Tinju Kematian.
Kedua datuk sesat telah sejak tadi mengintai pertempuran antara Pendekar Naga
Putih melawan Iblis Topeng Tengkorak. Dan mereka sempat menyaksikan kedahsyatan
senjata Iblis Topeng Tengkorak yang membuat mereka mengilar.
Tadinya, Iblis Pesolek dan Tinju Kematian merasa lega ketika senjata dahsyat
yang terpental dari tangan Iblis Topeng Tengkorak telah terlupakan Pendekar Naga
Putih. Namun, mereka jadi geram ketika kemunculan Malaikat Kerdil yang langsung
mengambil senjata dahsyat itu. Bahkan kini dibawanya pergi dari tempat itu.
"Kita harus merebut senjata sakti itu dari tangan Malaikat Kerdil!" kata Tinju
Kematian kepada Iblis Pesolek.
"Aku setuju!" sahut Iblis Pesolek bersemangat. "Senjata sakti itu harus jadi
milik kita. Dan..., rasanya aku juga tertarik, untuk mencari tempat yang bernama
Pulau Ratu Api itu. Bagaimana denganmu, Tinju Kematian" Apakah kau tidak iri
melihat kedahsyatan Iblis Topeng Tengkorak" Menurutku, kemungkinan besar masih
banyak ilmu dan senjata langka tersimpan di pulau itu."
"Aku juga berpikir demikian," kata Tinju Kematian, termenung sesaat. "Raja Ular
Siluman saja, yang kepandaiannya jauh berada di bawah kita, bisa sehebat itu.
Apalagi kita" Namun, yang paling penting sekarang adalah merebut senjata sakti
itu dari Malaikat Kerdil. Hal lainnya kita pikirkan belakangan."
Setelah sama-sama sepakat, Iblis Pesolek dan Tinju Kematian meninggalkan tempat
persembunyian secara hati-hati tanpa suara sedikit pun. Mereka terus menuruni
lereng Gunung Bromo, bermaksud merebut tombak bermata tiga dari tangan Malaikat
Kerdil. SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Fujidenkikagawa
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewikz.byethost22.com/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Berhasilkah Iblis Pesolek dan Tinju Kematian merebut senjata sakti itu dari
tangan Malaikat Kerdil" Seperti apa sebenarnya tempat yang bernama Pulau Ratu
Api" Dapatkah Iblis Pesolek dan Tinju Kematian mewujudkan impian-impiannya"
Ikuti kelanjutan kisah ini dalam episode:
PULAU RATU API Serial Pendekar Naga Putih
dalam episode-episodenya yang menarik:
1. TIGA IBUS GUNUNG TANDUR
56. PEMBUNUH BAYARAN
2. DEDEMIT BUKIT IBLIS
57. PEMBURU NYAWA
3. ALGOJO GUNUNG SUTRA
58. MAJIKAN PULAU SETAN


Pendekar Naga Putih 97 Pembalasan Topeng Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

4. PARTAI RIMBA HITAM
59. SEPASANG PEDANG IBLIS
5. JARI MAUT P. NYAWA
60. GOA LARANGAN
6. PENGHUNI R. GERANTANG
61. PEWARIS DENDAM SESAT
7. RAJA IBUS DARI UTARA
62. PENCULIK-PENCULIK MISTERIUS
8. PENJAGAL ALAM AKHERAT
63. DUEL JAGO-JAGO PERSILATAN
9. MENCARI JEJAK PEMBUNUH
64. GEROMBOLAN SETAN MERAH
10 BUNGA ABADI DI GUNUNG K
65. BERUANG GUNUNG ES
11. MEMBURU HARTA KARUN
66. SILUMAN GURUN SETAN
12. KELABANG HITAM
67. JERAT PERI KEMBANGAN
13. PENGGEMBALA MAYAT
68. WARISAN TERKUTUK
14. PUSAKA BERNODA DARAH
69. TOKOH BURONAN
15. PENDEKAR MURTAD
70. GENDRUWO RIMBA DANDANA
16. KECAPI PERAK D. SELATAN
71. PETUALANG SAKTI
17. SERIGALA SILUMAN
72. PERTARUNGAN DUA NAGA
18. DEWI BAJU MERAH
73. RASE PERAK 19. ASMARA DI UJUNG PEDANG
74. MISTERI DI B. ULAR EMAS
20. BENCANA DARI ALAM KUBUR
75. PEREMPUAN LEMBAH HITAM
21. HILANGNYA P. KERAJAAN
76. NERAKA BUMI
22. TRAGEDI G. LANGKENG
77. ALTAR SETAN
23. DEWA TANGAN API
78. TINJU TOPAN DAN BADAI
24. MACAN TUTUL L. DARU
79. TONGKAT DELAPAN NAGA
25. MALAIKAT GERBANG NERAKA
80. IBLIS ANGKARA MURKA
26. RAHASIA PEDANG N. LANGIT
81. BUDAK NAFSU TERKUTUK
27. SENGKETA JAGO J. PEDANG
82. TUJUH SATRIA PERKASA
28. LABA-LABA HITAM
83. PEREMPUAN BERBISA
29. TERSESAT DI L. KEMATIAN
84. NAGINA (PUTRI ULAR)
30. DENDAM PENDEKAR CACAT
85. SETAN PANTAI TIMUR
31. TERDAMPAR DIPULAU ASING
86. PUKULAN PENGISAP DARAH
32. KUMBANG MERAH
87. JEJAK BENDA BERDARAH
33. BIDADARI IBLIS 88. BAYANG-BAYANG MAUT 34. MUSTIKA NAGA HIJAU
89. ORANG-ORANG TERBUANG
35. PENDEKAR GILA
90. SILUMAN SERULING GADING
36. MISTERI DESA SILUMAN
91. ISTANA DASAR BUMI
37. KETURUNAN D. PERSILATAN
92. PENGANTIN RATU PESOLEK
38. TEWASNYA R. RACUN MERAH
93. BOCAH TITISAN DEWA
39. PUTRA HARIMAU
94. PENHELA PETI MATI
40. SEPASANG M. L MAUT
95. UTUSAN DARI NERAKA
41. HANTU LAUT PAJANG
96. JUBAH ANTA KUSUMA
42. TERJEBAK DI PERUT BUMI
97. PEMBALASAN TOPENG TENGKORAK
43. DARAH PERAWAN SUCI
98. PULAU RATU API
44. PENGEMBAN DOSA TURUNAN
45. BADAI RIMBA PERSILATAN
46. PETUALANGAN DI ALAM ROH
47. BANGKITNYA MALAIKAT PETIR 48. MISTERI SELENDANG BIRU
49. TUMBAL PERKAWINAN 50. SANG PENGHANCUR 51. PETAKA KUIL TUA
52. PENYEMBAH DEWI MATAHARI
53. PASUKAN PEMBUNUH
54. RACUN ULAR KARANG
55. PANGGUNG KEMATIAN
Keris Naga Sakti 2 Tiga Dara Pendekar Seri Thiansan Jiang Hu San Nu Xia Kang Ouw Sam Lie Hiap Karya Liang Ie Shen Si Rajawali Sakti 1
^