Pencarian

Setan Pantai Timur 1

Pendekar Naga Putih 85 Setan Pantai Timur Bagian 1


1 Malam semakin larut. Sang Dewi Malam yang semula bersinar cerah, tampak mulai
redup. Sebagian wajahnya tertutup awan kelabu. Hembusan angin bertambah kencang
membawa hawa dingin menusuk tulang. Kendati demikian, suasana itu sama sekali
tidak membuat binatang malam menghentikan senandungnya.
Sesosok tubuh tinggi kurus menghentikan larinya di mulut sebuah hutan kecil. Ia
berdiri tegak memandang berkeliling. Namun sejauh mata memandang, hanya
kepekatan yang dilihatnya.
Terdengar helaan napasnya. Kedua kakinya melangkah lambat-lambat sambil tetap
mengawasi sekitar tempat itu.
"Bagus, Sagotra! Aku senang kau mau datang...."
Suara parau yang mirip sebuah desahan berat itu membuat Sogatra memutar
tubuhnya. Sepasang matanya berkilat tajam, menatap sosok yang agak tersembunyi
di kegelapan bayang pepohonan.
"Hua ha ha haaahhh...!"
iba-tiba saja sosok bertubuh pendek itu tertawa keras hingga tubuhnya yang gemuk
terguncang-guncang.
"Hm..., mengapa kau masih menggangguku, Harimau Gila" Apa lagi yang kau inginkan
dariku?" tegur lelaki kurus bernama Sagotra, menyembunyikan kemarahan.
"Sagotra... Sagotra, tahan dulu amarahmu! Apakah di antara sahabat tidak boleh
saling mengunjungi...?"
sahut lelaki pendek gemuk yang disebut dengan julukan Harimau Gila.
"Kita tidak lagi bersahabat, Harimau Gila!" tegas Sagotra dengan tatapan semakin
mencorong. "Masa lalu yang bergelimang dosa sudah kulupakan! Dan sekarang kau
tidak akan bisa lagi memaksaku untuk melakukan kesalahan kembali!"
Sosok gemuk pendek di kegelapan bayang
pepohonan kembali memperdengarkan gelak tawanya yang aneh. Kemudian mengayunkan
langkah mendekati tempat Sagotra berdiri. Kurang lebih satu tombak, langkahnya
terhenti. "Sagotra," ujar Harimau Gila dengan menentang mata Sagotra, "Untuk kedua
kalinya, aku terpaksa mengganggu kehidupanmu. Kuharap kau tidak menolak
permintaanku ini. Ingat, aku bukan saja bisa membuka kebusukanmu di depan anak
dan istrimu! Tapi, aku juga bisa melibatkan namamu dalam kematian Kakek Jubah Hitam!"
"Bangsat licik..! Kau... benar-benar iblis, Harimau Gila!"
Bukan main murkanya Sagotra demi mendengar ancaman Harimau Gila. Peristiwa
terbunuhnya tokoh golongan putih berjuluk Kakek Jubah Hitam, melintas sesaat
dalam benaknya. Secara langsung ia memang terlibat dalam peristiwa pembunuhan
tersebut. Hal itu dilakukannya dengan sangat terpaksa, karena ancaman Harimau
Gila. Namun, Harimau Gila yang berjanji tidak akan mengganggunya lagi setelah
itu, ternyata mengingkarinya. Harimau Gila kembali mengirimkan sepucuk surat
kepadanya, minta untuk bertemu di mulut hutan kecil di luar Desa Kranggan.
"Terpaksa kulakukan, Sagotra. Mulanya aku memang berjanji untuk tidak akan
mengganggumu lagi, setelah kau menolongku melenyapkan Kakek Jubah Hitam,
beberapa hari lalu. Tapi..., kali ini aku bersungguh-sungguh! Jika kau mau
membantuku, aku tak akan mengusikmu lagi. Aku membutuhkan bantuanmu,
Sagotra...," ujar Harimau Gila yang kemudian menundukkan kepalanya. Seolah ia
merasa bersalah telah mengingkari janjinya.
"Tidak!" tandas Sagotra. "Cukup sekali saja kau menipuku! Seharusnya sejak
semula aku sadar, bahwa janji sama sekali tidak berarti bagi orang sepertimu!
Dan jika kali ini aku masih menuruti kehendakmu, sudah pasti kau akan terus
meminta dengan ancaman yang serupa!"
Setelah berkata demikian, Sagotra memutar tubuhnya, hendak meninggalkan tempat
itu. "Tunggu, Sagotra...!" cegah Harimau Gila membentak.
Sagotra terpaksa menghentikan langkahnya. Tapi ia tidak berbalik, tetap
membelakangi Harimau Gila.
"Dengar, Sagotra!" lanjut Harimau Gila, "Jika kau berkeras hendak pergi dan
menolak permintaanku, berarti kau harus siap menerima kehancuran dalam hidupmu!
Kau akan dikutuk dan dimusuhi oleh anak dan istrimu! Sementara, tokoh-tokoh
persilatan golongan putih akan memburumu, menuntut tanggung jawabmu atas
kematian Kakek Jubah Hitam.
Kau bukan cuma akan kehilangan kebahagiaan, Sagotra, tapi hidupmu pun akan
hancur! Pikirkanlah, betapa sempitnya dunia ini jika apa yang kukatakan itu
benar-benar terjadi..."
Sagotra terpaksa memutar tubuh, menghadapi Harimau Gila. Apa yang dikatakan
Harimau Gila, memang harus diakui kebenarannya. Ngeri hatinya membayangkan kehidupan seperti
yang digambarkan Harimau Gila. Terlebih bayangan tentang anak dan istrinya, yang
akan berbalik memusuhinya. Bayangan hari-hari mengerikan itu, membuat wajahnya
menjadi pucat! "Tapi, jika kau bersedia membantuku lagi, kehidupan yang mengerikan itu tidak
akan pernah terjadi..." Harimau Gila melanjutkan ucapannya, sewaktu melihat
Sagotra mulai terpengaruh.
Tidak terdengar tanggapan dari Sagotra. Lelaki tinggi kurus berusia sekitar lima
puluh tahun ini tampak menggeleng perlahan, disertai helaan napas berat yang
berkepanjangan. Kedudukannya memang serba salah. Menuruti kehendak Harimau Gila,
berarti mengingkari janji pada dirinya sendiri. Dirinya telah bertekad
meninggalkan kesesatan untuk selama-lamanya. Namun, jika ia menolak, bayangan
hari-hari mengerikan yang digambarkan Harimau Gila, kemungkinan besar akan
menjadi kenyataan. Karena rahasia masa lalunya diketahui Harimau Gila.
Sehingga Sagotra menjadi bingung tak tahu harus memilih yang mana.
"Mengapa kau sampai hati melakukan semua ini terhadap diriku, Harimau Gila"
Bukankah aku tak pernah mengganggu ataupun menyakitimu" Bahkan sampai saat ini
pun aku masih tetap meng-ganggapmu sebagai seorang sahabat baik..." Ucapan lemah
Sagotra terdengar memecah kesunyian di antara mereka. Dalam ucapannya tergambar
jelas nada keputusasaan.
"Hmmm, mengapa kau menjadi cengeng, Sagotra?" ejek Harimau Gila. Hatinya sama
sekali tak tersentuh melihat wajah Sagotra yang terselimut
kedukaan. "Padahal aku sama sekali belum melakukan apa-apa terhadapmu"
Kebahagiaanmu masih utuh. Istri dan anakmu masih tetap men-dampingimu dan
menyayangimu. Dan aku cuma meminta sedikit bantuan darimu! Itu saja, tidak
lebih!" "Tapi bantuan yang kau inginkan itu membuat diriku kembali terseret ke dalam
lumpur kenistaan!"
tukas Sagotra menggeram marah. Tubuhnya gemetar dengan mata melotot. Dadanya
bergelombang menahan amarah.
Harimau Gila mendengus kasar. Kakinya melangkah mundur sewaktu melihat sikap
Sagotra seperti hendak menerkam tubuhnya. Namun, Sagotra sendiri sudah
mengurungkan niatnya. Munculnya empat sosok tubuh dari kiri-kanan dan langsung
mengapit tubuh Harimau Gila, membuat Sagotra sadar kalau dirinya tidak bisa
berbuat apa-apa.
"Bagaimana, Sagotra?" desak Harimau Gila menuntut jawaban Sagotra. Sagotra
berdiri mematung. Ia tidak menjawab, tidak menggeleng ataupun mengangguk. Namun
sikap itu dianggap Harimau Gila sebagai sikap menerima. Maka bibir lelaki pendek
gemuk ini pun mengulas senyum kemenangan.
"Siapa tokoh yang menjadi musuhmu kali ini...?"
tanya Sagotra sekadar ingin tahu.
"Pendekar Clurit Perak. Ia sudah terlalu banyak menewaskan golongan kita. Orang
seperti tokoh itu harus segera dilenyapkan...!" sahut Harimau Gila, membuat
Sagotra kelihatan agak kaget.
"Pendekar Clurit Perak...!?" desisnya dengan kening berkerut Namun, sewaktu
Sagotra mengangkat kepala, Harimau Gila dan keempat kawannya
sudah melesat meninggalkan tempat itu. Pikirannya menerawang, terkenang pada
awal kemunculan Harimau Gila, yang mengusik kebahagiaannya.
*** Seperti biasanya, setiap pagi Sagotra duduk di taman belakang rumahnya. Namun
pada pagi itu ketenangannya terusik oleh suara bergegas yang mendatanginya. Dia
yang sudah siap mendamprat pemilik langkah suara itu, terpaksa harus menelan
kembali kata-kata yang sudah berada di ujung lidahnya. Karena pemilik suara
langkah kaki itu ternyata putrinya sendiri. Karuan saja wajah masam Sagotra
berganti senyum.
"Ayah..."
Andari, putri tunggal Sagotra, berlari-lari kecil mendatangi. Gadis belia
berusia sekitar enam belas tahun ini tampak begitu riang.
"Ada apa, Andari...?" tanya Sagotra tersenyum membiarkan Andari menggayuti
tubuhnya. Gadis remaja nan cantik rupawan ini memang sangat manja. Sagotra
sendiri memakluminya. Karena ia memang sangat sayang dan memanjakan putri
tunggalnya itu.
"Di luar ada tamu, yang katanya sahabat lama Ayah," jawab Andari dengan tubuh
terus bergerak-gerak membuat tubuh ayahnya yang duduk di atas kursi ikut
terguncang. "Tapi aku tidak begitu suka melihatnya, Ayah. Apalagi caranya
memandangiku. Seperti harimau kelaparan!" lanjutnya sambil memonyongkan mulut, memperlihatkan
ketidak-sukaannya.
"Sahabat lama Ayah..."!" desis Sagotra agak heran.
Karena selama belasan tahun ia tidak lagi berhubungan dengan dunia luar, selain
warga desa yang dipimpinnya. Sagotra adalah Kepala Desa Kranggan.
Datangnya tamu yang mengaku sebagai sahabat lamanya, membuat kening Sagotra
berkerut "Apakah orang itu tidak menyebutkan namanya...?" tanyanya.
"Tidak, Ayah. Cuma, orang itu bilang kalau Ayah pasti akan segera tahu apabila
melihatnya..."
"Hm...," Sagotra menggumam perlahan. Kemudian bangkit dan melangkah menuju ruang
tamu. Sedang Andari menggantikan duduk memandangi tanaman bunga kesukaannya yang
sedang bermekaran.
Tiba di ruang tamu, Sagotra mendapati seorang lelaki pendek gemuk yang pada pipi
sebelah kirinya terdapat luka memanjang. Sehingga sudut bibir sebelah kirinya
agak menjungkat. "Memang tidak salah penilaian Andari," pikirnya. Wajah tamu itu
membuat orang merasa kurang suka. Terlebih sepasang matanya yang selalu
jelalatan dan menyembunyikan kelicikan.
"Harimau Gila..."!" terka Sagotra setelah memperhatikan tamunya beberapa saat.
Kerutan keheranan pada wajahnya mendadak lenyap, berganti dengan kekagetan, yang
kemudian segera ditekan-nya.
"Kaget melihatku, Sagotra...?" tegur suara serak lelaki pendek gemuk itu.
Mulutnya tersenyum tipis.
Rupanya gambaran kekagetan yang hanya sekilas di wajah Sagotra dapat
ditangkapnya. Begitu mengenali siapa tamunya, ingatan Sagotra langsung menerawang ke masa
belasan tahun silam.
Waktu itu Harimau Gila memang merupakan sahabatnya yang cukup dekat. Bahkan
pernah dirinya beberapa kali membantu Harimau Gila, yang merupakan
kepala rampok dengan pengikut yang cukup banyak.
Sagotra sendiri bukan orang baik-baik. Dia merupakan seorang tokoh sesat
tunggal, yang malang melintang mengandalkan kepandaiannya. Tidak memiliki
pengikut seorang pun, karena memang lebih suka bekerja sendiri. Sagotra paling
tidak suka terikat oleh siapa pun atau perkumpulan sesat apa pun.
Namun tetap tidak menutup kemungkinan apabila ada rekan segolongan yang meminta
bantuannya. Tentu dengan imbalan yang diajukannya. Harimau Gila selalu menghubunginya
apabila mangsa yang diincar memiliki pengawalan yang kuat. Dan dengan perjanjian
membagi dua hasil rampokan, Sagotra pun sesekali bergabung. Setelah itu pergi
dengan membawa harta rampokan yang menjadi bagiannya.
Itulah yang membuat Sagotra mengenal Harimau Gila cukup dekat. Harimau Gila
sendiri sangat menyanjung dan memandang tinggi terhadap Sagotra. Bahkan
menganggap sebagai pelindungnya, kendati Sagotra sendiri tak menghendaki
pengakuan itu. Namun ia tetap datang jika Harimau Gila mem-butuhkannya untuk
melakukan pekerjaan besar.
"Kau sengaja mencariku...?" tanya Sagotra, setelah mempersilakan Harimau Gila
duduk. "Benar, Sagotra," jawab lelaki gemuk itu masih tersenyum dan tetap
memperlihatkan rasa segannya.
"Kau menghilang begitu saja, membuat aku sempat kalang-kabut, tak tahu ke mana
harus meng-hubungimu. Tidak adanya kau di antara kami, membuat pekerjaanku
berantakan! Sekitar sebelas tahun silam, ada iring-iringan kereta barang, yang
dikawal jago-jago silat tangguh. Karena tidak berhasil meng-hubungimu, aku dan
kawan-kawan nekat untuk tetap melakukannya. tapi, siapa sangka kalau orang-orang
yang mengawal iring-iringan kereta barang itu rata-rata berkepandaian tinggi.
Hingga, bukan saja kami menemui kegagalan, bahkan separo pengikutku terpaksa
harus menerima kematian di tangan mereka!"
Harimau Gila menghentikan ceritanya, menunggu tanggapan dari Sagotra. Namun
Sagotra terlihat tetap tenang, tidak menunjukkan perasaan apa pun! Sikap ini
membuat wajah Harimau Gila berkerut.
"Belakangan baru kami tahu, dan ini membuat kami menyesal telah berlaku ceroboh!
Karena iring-iringan kereta yang kami rampok itu ternyata milik seorang pembesar
kerajaan! Orangku, yang bertugas sebagai penyelidik, tidak lengkap dalam
memberikan keterangan. Pembesar kerajaan itu murka, lalu mengirimkan dua lusin
pasukan terlatih. Tempat persembunyian kami diobrak-abrik! Menyadari kalau
pihakku akan kalah, maka aku pun mengambil keputusan untuk lari menyelamatkan
diri. Sebagai orang buronan, aku pun tidak bisa tinggal di satu tempat lama-
lama. Maka, aku melakukan pengem-baraan tanpa tujuan, yang sekaligus menghindari
kejaran mereka. Baru setelah kurang lebih lima tahun hidup sebagai pelarian, aku
mulai dilupakan. Teringat akan dirimu, aku pun tidak menghentikan perjalanan.
Tapi bukan lagi sebagai orang buronan, melainkan untuk mencari tahu tentang
dirimu, mengapa kau mendadak lenyap tanpa berita" Sampai akhirnya aku tiba di
desa ini, dan mendengar bahwa kepala desanya bernama Sagotra."
"Apakah cuma aku seorang yang bernama Sagotra di dunia ini?" potong Sagotra tak
sabar. Karena ia memang tidak tertarik dengan cerita Harimau Gila.
"Sebelum datang ke rumah ini, aku sudah banyak
bertanya kepada penduduk tentang gambaran kepala desanya. Baru kemudian aku
merasa pasti kalau Sagotra Kepala Desa Kranggan adalah Sagotra sahabatku!" jelas
Harimau Gila, kemudian memperdengarkan suara tawa sebagai pelampiasan
kegembiraan hatinya, karena kembali bertemu orang yang dulu dianggap sebagai
pelindungnya itu.
"Hm..., lalu, apa maksudmu datang menemuiku"
apakah cuma sekadar ingin berjumpa dengan kawan lama, atau kau mempunyai
kepentingan lain...?"
tanya Sagotra tanpa senyum sedikit pun, membuat Harimau Gila menghentikan
tawanya. "Perlu kau ketahui, Harimau Gila, bahwa Sagotra yang sekarang tidak
sama dengan Sagotra yang dulu. Sudah kurang lebih sebelas tahun aku meninggalkan
semua yang pernah kuperbuat. Aku tidak lagi berhubungan dengan kekerasan. Di
desa ini dan di samping anak-istriku, kudapatkan ketenangan. Jadi, kalau ke-
datanganmu mempunyai maksud seperti dulu, sebaiknya lupakan saja! Tapi, selama
kau datang dengan maksud baik, pintuku selalu terbuka untuk-mu. Kau mengerti
maksudku, Harimau Gila...?"
Harimau Gila tidak menjawab. Meski pandang matanya tertuju ke wajah Sagotra,
namun kosong. Karena ia merasa kaget mendengar penjelasan Sagotra.
"Dengan sikap yang kau ambil itu, tidakkah merasa bahwa dirimu telah
berkhianat...?" tanya Harimau Gila setelah dapat menguasai perasaannya. Dan
sikapnya berubah seketika. Tidak lagi ada nada hormat dalan ucapannya. Namun
Sagotra tidak peduli dengan per-ubahan itu.
"Berkhianat..."!" desis Sagotra menegaskan, khawatir salah mendengar ucapan
tamunya. "Ter-
hadap siapa aku berkhianat" Kau tahu sendiri kalau selamanya aku tak pernah
terlibat oleh orang atau komplotan apa pun!"
"Tapi, biar bagaimanapun kau tetap merupakan tokoh golongan sesat! Dan dengan
menarik diri dari dunia sesat, berarti kau telah berkhianat, pada golonganmu,
golongan kita!" ujar Harimau Gila, jelas-jelas menunjukkan ketidaksenangannya
atas sikap Sagotra.
"Lalu, siapa yang akan menuntutku...?" tanya Sagotra tersenyum sinis, tahu kalau
Harimau Gila cuma mencari-cari alasan.
"Aku yang akan menuntutmu, juga tokoh-tokoh golongan sesat lainnya!" tukas
Harimau Gila, menakut-nakuti Sagotra dengan maksud agar bekas pelindungnya itu
kembali merubah sikap.
"Hm..., kalau memang begitu, apa boleh buat..."
Jengkel bukan main Harimau Gila mendengar ucapan Sagotra, yang sama artinya
dengan menantang dirinya. Namun, ia pun bukan orang bodoh, dia sadar bahwa
kepandaiannya berada jauh di bawah Sagotra.


Pendekar Naga Putih 85 Setan Pantai Timur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm...." Tiba-tiba wajah keruh Harimau Gila kembali cerah. Senyum liciknya
terukir, membuat Sagotra agak heran. "Ada sesuatu yang lupa ku-ceritakan
kepadamu, sewaktu aku masih seorang buronan, Sagotra...," lanjutnya berteka-
teki. Kepala desa itu menanggapi. Dirinya tahu Harimau Gila tidak senang dengan sikap
yang diambilnya.
Bahkan tahu kalau bekas kepala rampok itu tengah mencari-cari alasan yang
mungkin akan bisa merubah pendiriannya.
"Waktu itu, aku baru saja lari menyelamatkan diri meninggalkan tempat dan
pengikutku yang dihancur-
kan prajurit kerajaan. Aku berlari tanpa tujuan.
Sampai akhirnya tiba di kaki Gunung Dampit, yang merupakan dua buah pegunungan
berhimpit satu sama lain..."
Harimau Gila menghentikan ceritanya, hendak melihat tanggapan Sagotra. Namun,
lelaki tinggi agak kurus itu masih tetap membisu, kendati ada sedikit kerutan di
keningnya. Dan itu sudah cukup menimbulkan senyum dingin di bibir Harimau Gila.
"Tidak disangka, aku tiba bertepatan dengan serombongan orang, yang hendak
menuju ke suatu tempat. Kau tahu siapa rombongan itu, Sagotra...?"
tanya Harimau Gila menyunggingkan senyum misterius.
"Aku bukan saja tidak tahu siapa rombongan itu, Harimau Gila. Tapi aku juga
tidak mengerti apa sebenarnya yang tengah kau ceritakan ini...?" jawab Sagotra
tetap tenang. Lagi-lagi Harimau Gila menanggapi dengan senyum. Karena sempat melihat kilatan
aneh pada mata Sagotra. Ia tahu kalau Sagotra mulai dapat menebak ceritanya.
Namun berusaha disembunyikan dan tetap menunjukkan sikap tenang.
"Sebagai seorang kepala rampok, tentu saja aku tahu dan kenal perampok-perampok
di hampir separo negeri ini. Jelasnya, rombongan itu adalah para perampok dari
Hutan Pagar Jurang! Dan Ki Tambak Raja, pimpinan mereka merupakan salah seorang
kenalan lamaku. Sewaktu kutanya apa tujuan mereka datang ke kaki Gunung Dampit,
Ki Tambak Raja memberikan jawaban yang sangat jelas!"
Harimau Gila kembali menghentikan ceritanya.
Matanya tak lepas dari wajah Sagotra.
Kali ini Sagotra tak dapat lagi menguasai dirinya.
Dengan wajah agak memucat, dia bangkit dari kursinya. Sepasang matanya
membelalak lebar. Deru napasnya memburu. Menandakan ketegangan dan kegelisahan
hatinya. Sepasang tangannya sudah terulur, hendak menjambret leher Harimau Gila.
Namun lelaki pendek gemuk itu, yang memang sejak tadi sudah waspada, bergegas
melompat mundur, menghindari cengkeraman Sagotra. Kursi yang didudukinya
terlempar, menimbulkan suara ribut!
Tubuh Harimau Gila sudah berada di ambang pintu, terpisah satu tombak lebih dari
tempat Sagotra berdiri.
"Rahasiamu ada di tanganku, Sagotra! Dan itu berarti mulai saat ini kau harus
menuruti kehendak-ku. Jika tidak, akan kubongkar semua kebusukanmu!
Kebahagiaan yang selama belasan tahun kau rasakan, dapat kuhancurkan hanya dalam
beberapa kalimat saja...!" ujar Harimau Gila tertawa penuh kemenangan.
"Keparat, jangan lari kau, Manusia Busuk!" bentak Sagotra kalap. Kemudian
menggenjot tubuhnya, melesat mengejar Harimau Gila yang sudah melarikan diri,
meninggalkan rumah besar itu.
"Tangkap! Jangan biarkan manusia jahat itu lolos...!"
Teriakan Sagotra membuat empat orang pengawalnya bergegas menghadang di tengah
pintu gerbang. Heran juga mereka sewaktu melihat orang yang mereka kenali sebagai tamu dan
sahabat kepala desa mereka, tengah berlari dengan kecepatan tinggi.
Bahkan dikejar-kejar Ki Lurah Sagotra!
"Minggir kalian...!" seru Harimau Gila, yang sambil berlari melepaskan pukulan
jarak jauhnya. Dua dari empat penjaga tempat tinggal kepala desa itu ter-jungkal
muntah darah! Keduanya meregang lalu
tewas seketika dengan mata mendelik!
"Pembunuh keji, serahkan dirimu...!" teriak salah satu penjaga, yang langsung
saja menusukkan mata tombaknya ke tubuh Harimau Gila. Hal serupa juga dilakukan
kawannya. Namun, dengan sebuah pekikan keras, tubuh Harimau Gila melenting berputar ke
udara. Sewaktu meluncur turun di belakang kedua penyerangnya, kedua tangannya
melancarkan hantaman ke arah punggung, dan telak mengenai sasarannya. Akibatnya,
dua penjaga yang tersisa itu, terlempar ke depan, memuntahkan darah segar.
Keduanya langsung tewas dengan tulang punggung remuk!
Kaget juga Sagotra melihat kepandaian Harimau Gila. Kenyataan itu membuat ia
sadar kalau ilmu silat bekas kepala rampok itu telah berkembang pesat.
Namun, hatinya sama sekali tidak gentar, terus melakukan pengejaran sambil
berteriak-teriak, menyuruh Harimau Gila berhenti. Tentu saja lelaki gemuk pendek
yang otaknya masih waras itu, tidak mau berhenti. Malah semakin menambah
kecepatan-nya. Hingga, mereka saling berkejaran, melintasi jalan utama Desa
Kranggan. Teriakan-teriakan Ki Lurah Sagotra, membuat belasan orang keamanan desa ikut
melakukan pengejaran Namun, mereka tertinggal beberapa tombak, dan semakin lama
semakin jauh tertinggal.
Kendati demikian mereka tetap tidak berhenti, terus mengejar!
*** 2 Di dekat sebuah hutan kecil, yang terletak di luar batas wilayah Desa Kranggan,
Harimau Gila tampak menghentikan larinya. Kemudian berbalik, seperti sengaja
menunggu kedatangan Sagotra yang mengejarnya.
Sagotra yang saat itu sudah tinggal dua tombak di belakang buruannya,
mengerutkan kening melihat sikap Harimau Gila. Namun kemarahan yang bagai
menghanguskan dadanya, membuat Sagotra tidak mau ambil pusing. Tubuhnya tetap
meluncur, bahkan ia langsung melancarkan pukulan lurus ke depan, mengarah dada
Harimau Gila. Whuttt...! Kepalan Sagotra menerpa angin kosong. Karena Harimau Gila sudah menggeser
tubuhnya ke samping.
Bahkan langsung mengirimkan tendangan kilat, mengancam lambung lawannya.
Plakkk! Kibasan tangan Sagotra membentur kaki Harimau Gila, membuat tendangan itu
terpental balik. Dan tubuh Harimau Gila sendiri sampai berputar, saking kerasnya
tenaga kibasan itu. Wajah lelaki pendek gemuk ini terlihat menyeringai. Karena
kakinya bagaikan membentur sebatang besi!
"Tamat riwayatmu, Manusia Berhati Busuk!" geram Sagotra menyusuli tangkisannya
dengan sebuah bacokan sisi telapak tangan miring ke leher Harimau Gila. Dan
sewaktu lelaki gemuk pendek itu merendahkan tubuh mengelak, Sagotra segera
menyusul lagi dengan gedoran telapak tangan ke dada lawannya.
Desss ..! "Hukkhhh..!"
Tanpa ampun lagi, gedoran telak itu membuat tubuh Harimau Gila terjengkang
keras! Selebar wajahnya memerah, menahan rasa sesak. Dari sudut bibirnya tampak
cairan merah merembes turun.
Keadaan lawan sama sekali tidak membuat
Sagotra berhenti. Tampaknya ia benar-benar hendak menghabisi nyawa Harimau Gila.
Serangan berikutnya meluncur cepat sekali. Menilik dari sambaran angin
pukulannya, dapat diketahui kalau Sagotra telah mengerahkan seluruh tenaganya
dalam serangan yang dimaksudkan sebagai pamungkas itu.
Sewaktu pukulan Sagotra tinggal setengah tombak lagi dari tubuh Harimau Gila,
tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan teras dari kanan-kirinya. Disusul dengan
bermunculannya empat sosok bayangan, yang langsung melontarkan serangan ke
arahnya. Sagotra terpaksa harus menunda serangannya, dan melompat mundur. Karena keempat
sosok bayangan itu menggunakan senjata. Selain itu, dari suara sambaran
anginnya, Sagotra dapat mengetahui bahwa tenaga keempat penyerang itu rata-rata
cukup kuat. Dan ia pun tidak ingin bertindak ceroboh.
Melihat Sagotra sudah melompat mundur,
keempat sosok bayangan itu tidak melanjutkan serangannya. Mereka bergerak
menghampiri Harimau Gila. Lalu berdiri mengapit lelaki pendek gemuk itu dari
kiri-kanan. Siap melindungi Harimau Gila apabila Sagotra masih melanjutkan
serangannya. "Hm..., rupanya semua ini sudah kau atur sedemikian rupa, Harimau Gila?" desis
Sagotra geram sewaktu mendapat kenyataan bahwa keempat sosok bayangan itu ternyata kawan-kawan
Harimau Gila. Sekarang baru ia mengerti, mengapa Harimau Gila tidak terus berusaha lolos dari
kejarannya. Malah sengaja berhenti dan menunggu kedatangannya.
Rupanya Harimau Gila sudah mempersiapkan kawan-kawannya yang baru akan muncul
apabila dirinya terancam.
"Bagus kalau kau sudah mengetahuinya, Sagotra,"
tukas Harimau Gila. Meski wajahnya terlihat masih seperti orang menahan sakit,
namun dia berusaha menyunggingkan senyum sinis. "Terus terang kukatakan, saat
ini aku membutuhkan bantuanmu.
Dan kau tulak mempunyai pilihan kecuali menerima-nya. Kalau tidak, akan
kuhancurkan kebahagiaanmu dengan membeberkan kebusukanmu di depan
keluargamu!"
Ancaman Harimau Gila membuat Sagotra menggereng keras. Wajahnya sebentar merah
sebentar pucat! Kelihatan sekali kalau saat itu tengah terjadi peperangan di
dalam hatinya. Beberapa saat kemudian, sewaktu Sagotra hendak mengatakan
sesuatu, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki orang banyak mendatangi tempat
itu. Sagotra menoleh sekilas ke belakang.
Dia menunda ucapannya begitu melihat ke-
munculan belasan orang keamanan desa, yang juga merupakan pengawal-pengawalnya.
"Ki Lurah"! Kau tidak apa-apa..."!"'tanya salah seorang yang merupakan kepala
keamanan desa, menghampiri Sagotra.
Sagotra cuma mengangguk sedikit sebagai
jawaban atas pertanyaan bernada cemas itu. Sedang pandangan matanya tetap
tertuju lurus ke arah
Harimau Gila dan empat orang kawannya.
"Hm..., sebaiknya kau cepat-cepat perintahkan orang-orangmu agar kembali ke
desa, Sagotra! Atau kau menghendaki agar aku mem...."
"Cukup! Tutup mulutmu, Harimau Gila!" Sagotra langsung memotong ucapan Harimau
Gila. Karena ia tahu apa kelanjutan ucapan itu.
Harimau Gila sama sekali tidak tersinggung.
Bahkan terdengar suara kekehnya berkepanjangan.
"Kalian kembalilah! Tidak perlu khawatir, aku bisa menjaga diri. Selain itu,
mereka pun tidak bermaksud mencelakakan aku...," ujar Sagotra kepada kepala
keamanan desa, agar membawa yang lainnya meninggalkan tempat itu.
"Cepatlah!" lanjut Sagotra setengah membentak, karena melihat kepala keamanan
desa itu masih berdiri di tempatnya.
"Baik... baik, Ki...," sahut lelaki, yang merupakan tangan kanan kepala desa
itu. Meski terlihat masih ragu, akhirnya dia menuruti juga perintah Sagotra.
"Bagaimana, Sagotra" Kau bersedia memenuhi permintaanku...?" tanya Harimau Gila
setengah mendesak, setelah belasan keamanan desa sudah tidak terlihat lagi
batang hidungnya.
"Apa yang kau kehendaki dariku, Harimau Gila...?"
geram Sagotra, terpaksa mengalah. Karena dirinya tak ingin kehilangan
kebahagiaan yang telah dibina-nya selama belasan tahun.
"He he he..., seperti pada belasan tahun silam yang sering kita lakukan,
Sagotra...," sahut Harimau Gila.
"Tidak perlu bertele-tele, katakan saja apa mau-mu?" sergah Sagotra tak sabar,
karena tak mendengar jawaban itu.
"Aku mempunyai seorang musuh yang sangat tangguh dan membuat pekerjaanku menjadi
sulit. Aku memerlukan bantuanmu untuk melenyapkan
penyakit itu. Sekarang, marilah kau ikut dengan kami...!"
"Tunggu, Harimau Gila...!" seru Sagotra mencegah langkah Harimau Gila dan kawan-
kawannya, yang berbalik hendak meninggalkan tempat itu.
Harimau Gila menunda langkahnya, berbalik menatap wajah Sagotra lekat-lekat.
"Aku bersedia membantumu. Tapi hanya untuk sekali ini saja! Setelah itu, aku tak
ingin melihat wajah busukmu muncul di Desa Kranggan lagi."
"Baik. Aku berjanji, hanya sekali ini saja meminta bantuanmu. Setelah itu, aku
akan pergi dari kehidupanmu untuk selama-lamanya," sahut Harimau Gila tanpa
perlu berpikir lagi. Lelaki gemuk itu kembali memutar tubuh dan melangkah pergi,
setelah memberikan isyarat kepada Sagotra untuk mengikutinya.
"Ke mana" Dan apa yang akan kita kerjakan..."!"
seru Sagotra yang belum tahu jelas maksud dan tujuan Harimau Gila.
Namun Harimau Gila dan keempat kawannya tidak lagi mempedulikan. Mereka sudah
melesat pergi mempergunakan ilmu lari meninggalkan tempat itu.
Sagotra termenung sesaat, tapi akhirnya mengayun langkah, berlari mengikuti
mereka. *** "Inilah tempat yang kita tuju...," jelas Harimau Gila, setelah tiba di depan
sebuah bangunan yang cukup besar. Sebelum Sagotra sempat berkata sesuatu, ia
sudah melangkah dan memukul hancur pintu gerbang bangunan yang tertutup rapat
itu. "Harimau Gila..."! Bukankah bangunan ini...," ucap Sagotra yang berpada kaget
dan heran terhenti.
Hatinya kaget, melihat Harimau Gila tengah memukul tewas dua orang lelaki
berpakaian tukang kebun, yang berteriak dan datang menghadang. Perbuatan Harimau
Gila membuat selebar wajah Sagotra menjadi pucat! Terlebih ketika seorang
pelayan wanita muncul dari dalam bangunan, lalu kembali berlari masuk sambil
berteriak-teriak ketakutan.
"Ada pembunuh... ada pembunuh...!"
"Celaka! Kau benar-benar sinting, Harimau Gila!
Kalau sejak mula kutahu musuhmu adalah majikan tempat ini, tentu aku tidak sudi
untuk membantumu!"
geram Sagotra yang tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah tindakan kejam
Harimau Gila terhadap dua orang tukang kebun itu.
"Bagus...! Jadi kau tahu siapa pemilik rumah besar ini...," desis Harimau Gila,
tak peduli dengan kecemasan yang diperlihatkan Sagotra.
"Tentu saja aku tahu. Ia adalah..."
"Hm..., siapa yang berani mengacau di tempat ini...?"
Suara parau dan berat serta mengandung getaran perbawa kuat itu, membuat ucapan
Sagotra terhenti.
Seorang lelaki berusia sekitar tujuh puluh tahun, yang tubuhnya terbungkus jubah
panjang berwarna hitam, tampak berdiri di ambang pintu dengan kaki terpentang.
Sorot matanya yang tajam menyapu wajah lima orang tamu yang tak diundangnya itu.
"Kakek Jubah Hitam..."!" desis Sagotra mengenali sosok lelaki tua itu. Pandangan
kakek itu yang juga sudah menyapu wajahnya, membuat Sagotra sadar
kalau ia tidak mungkin mundur lagi. Karena ia berada di antara orang-orang yang
telah membunuh dua orang tukang kebun Kakek Jubah Hitam.
Kakek Jubah Hitam memang merupakan satu dari sekian banyak tokoh berilmu tinggi
yang memiliki watak aneh. Usia tua membuat ia menghentikan petualangannya di
rimba persilatan. Kemudian mem-bangun sebuah tempat tinggal, yang letaknya agak
terpencil, jauh dari pedesaan. Kakek Jubah Hitam tidak memelihara seorang murid
pun. Ia hanya memelihara beberapa orang pembantu laki-laki dan pelayan
perempuan, yang usianya tidak muda lagi, untuk melayani segala keperluannya.
Namun, meski telah menjalani hidup layaknya seorang hartawan, ia tetap tidak
melupakan kewajibannya sebagai penentang segala bentuk kejahatan. Sikap ini yang
membuat Harimau Gila mendendam kepadanya.
Tindak kejahatan yang dilakukan Harimau Gila telah digagalkannya, sewaktu hendak
menjarah sebuah desa, yang terletak tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya.
Demikian pula dengan beberapa perampokan yang terjadi di desa-desa sekitar
tempat tinggal tokoh tua itu. Begitu mendengar, Kakek Jubah Hitam langsung
bertindak, menghajar mereka.
Namun, kakek ini tidak membunuh, hanya memberikan hajaran, berharap agar para
penjahat sadar dari kesesatannya.
Siapa sangka Harimau Gila dan para perampok yang pernah dihajarnya malah
bergabung untuk membalas dendam. Sampai akhirnya Harimau Gila teringat kepada
Sagotra dan meminta bantuan.
Karena kepandaian Kakek Jubah Hitam tidak dapat ditandinginya, meski dengan
mengandalkan keroyokan.
Ketika melihat Kakek Jubah Hitam telah muncul, Harimau Gila langsung saja
bergerak menghampiri.
"Kami datang untuk menuntut balas kepadamu, Kakek Bau Tanah! Dan kali ini kami
yakin akan berhasil membunuhmu. Karena kami membawa seorang jago sebagai
tandinganmu," ujar Harimau Gila, yang kemudian berpaling ke arah Sagotra.
"Inilah jago kami. belasan tahun silam sepak terjangnya sudah terkenal di


Pendekar Naga Putih 85 Setan Pantai Timur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalangan persilatan. Sampai ia mendapat julukan Setan Pantai Timur! Kau tentu
pernah mendengar namanya, bukan?" lanjut Harimau Gila yang kemudian
memperdengarkan suara kekeh berkepanjangan.
"Setan Pantai Timur..."!" desis Kakek Jubah Hitam, mengulang nama julukan
Sagotra yang memang terkenal pada belasan tahun silam. "Ya, aku memang pernah
mendengarnya. Hm..., rupanya setelah sekian lama menghilang, kini kau muncul
lagi untuk melanjutkan kesesatan?" lanjutnya sambil menatap wajah Sagotra lekat-
Iekat. Sagotra hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan wajah penuh sesal. Ia tidak
berusaha membantah. Karena ucapan Harimau Gila yang me-munculkan kembali nama
yang telah lama dilupa-kannya, sudah pasti tidak akan merubah pandangan Kakek
Jubah Hitam terhadapnya, apa pun yang dikatakannya! Terlebih Harimau Gila dan
empat orang kawannya sudah mencabut senjata, dan mengeroyok kakek itu. Sagotra
pun terpaksa ikut maju mengeroyok, karena Harimau Gila berteriak-teriak meminta-
nya untuk terjun ke arena.
Majunya Sagotra membuat kedudukan berubah seketika. Kalau semula Kakek Jubah
Hitam masih dapat membuat Harimau Gila dan empat kawannya
kewalahan, kini justru ia yang menjadi kelabakan!
Lontaran serangan Sagotra yang menimbulkan sambaran angin tajam, membuat Kakek
Jubah Hitam terpaksa harus lebih banyak berkelit dan bermain mundur. Sehingga
kian lama kedudukannya kian terdesak!
Desakan-desakan yang terutama dilakukan
Sagotra, membuat Kakek Jubah Hitam menjadi geram! Hingga, sewaktu dua pukulan
beruntun Sagotra datang mengancam tubuhnya, kakek ini terpaksa berlaku nekat,
memapaki serangan itu.
Plakk, plakkk! Kedua pasang lengan yang sama-sama berisi tenaga dalam kuat saling berbenturan
keras, membuat keduanya terjajar mundur sampai sejauh satu setengah tombak. Hal
itu menandakan bahwa kemampuan tenaga dalam Kakek Jubah Hitam dan Setan Pantai
Timur berimbang.
Harimau Gila dan keempat kawannya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Selagi
tubuh Kakek Jubah Hitam terjajar mundur, kelimanya langsung membabatkan senjata
masing-masing ke tubuh kakek itu.
Brettt! Capp! "Aaakkhh...!"
Dua di antara lima sambaran senjata itu tidak dapat lagi dielakkan Kakek Jubah
Hitam. Tubuhnya kembali terhuyung mundur. Pada dada kirinya terdapat luka
memanjang, yang merupakan sayatan ujung pedang Harimau Gila. Masih ditambah
dengan luka di lambungnya yang mengalirkan banyak darah.
Karena luka pada bagian ini cukup dalam, membuat kedua kaki Kakek Jubah Hitam
agak gemetar, sewaktu dapat menguasai kuda-kudanya.
Melihat Kakek Jubah Hitam sudah terluka, dan terlihat agak lemah, Harimau Gila
kembali memekik keras. Tubuhnya melesat disertai tebasan pedang dari atas ke
bawah. Bweettt....! Meski agak payah, Kakek Jubah Hitam masih sempat menyeret tubuhnya ke samping.
Hingga bacokan pedang Harimau Gila, yang nyaris membelah tubuhnya, dapat
dihindarkan. Namun, dua serangan yang datang kemudian dari kawan-kawan Harimau
Gila, tak dapat lagi dielakkannya. Karuan saja tubuh renta ini melintir disertai
percikan darah dari luka yang kembali merobek tubuhnya.
"Habisi...!"
Harimau Gila kembali membentak. Pedang di tangannya terayun deras ke tubuh yang
tengah melintir itu.
Crakkk...! Kakek Jubah Hitam tidak sempat berteriak lagi.
Sambaran pedang lawan membuat kepalanya
terpisah dari badan, jatuh menggelinding di atas tanah. Sedang tubuhnya yang
tanpa kepala, masih bergoyang-goyang beberapa saat, dengan semburan darah segar
dari leher yang terpenggal. Kemudian ambruk dan berkelojotan sesaat. Lalu diam
tak bergerak-gerak lagi.
Kematian Kakek Jubah Hitam membuat Harimau Gila tertawa terbahak-bahak bersama
empat orang kawannya. Kemudian kelimanya pergi meninggalkan tempat itu tanpa
mempedulikan Sagotra, yang masih berdiri mematung, memandangi mayat Kakek Jubah
Hitam. *** 3 "Hhuuff...!"
Hembusan angin malam yang semakin dingin, nenyadarkan Sagotra dari lamunannya.
Sesaat ia menengadahkan kepalanya disertai hembusan napas panjang. Kematian
Kakek Jubah Hitam membuatnya nenyesal berkepanjangan. Belum lagi hilang bayangan
mayat yang terpisah dari kepalanya itu, Harimau Gila telah muncul lagi dan
mengancamnya. "Hhh..., seharusnya aku tahu kalau janji orang seperti Harimau Gila tidak dapat
dipercaya...!" desis Sagotra masih menyesali perbuatannya. Meski yang membunuh
Kakek Jubah Hitam adalah Harimau Gila, namun secara tidak langsung dialah yang
jadi penyebabnya. Sebab, tanpa bantuannya belum tentu kakek itu sampai dapat
terbunuh. Dalam balutan rasa sesal, Sagotra mengayun langkahnya meninggalkan tempat itu.
Dirinya sudah mengambil keputusan untuk tidak mengulangi perbuatan seperti itu.
Apa pun yang bakal terjadi, Sagotra tak lagi peduli. Biarlah anak dan istrinya
mengetahui kebusukan yang pernah dilakukannya di masa lalu. Biarlah orang-orang
yang dicintainya itu berbalik membenci dirinya. Mengutuk dan menjauhi-nya.
Baginya itu lebih baik daripada terus tersiksa di bawah ancaman Harimau Gila,
yang ia tahu pasti akan terus berkelanjutan.
Sagotra yang melangkah dengan pikiran kalut, sama sekali tidak sadar kalau saat
itu malam telah berganti siang. Bahkan ia tidak tahu kalau langkah
kakinya telah membawanya meninggalkan Desa Kranggan yang menjadi tempat
tinggalnya. Begitu dalam Sagotra terhanyut arus sesal dan kedukaan.
Kesadaran itu baru didapatkannya kembali sewaktu kepalanya menengadah disertai
tarikan napas panjang. Pancaran sinar matahari membuat Sagotra lekas-lekas
kembali menunduk. Kemudian kembali mengangkat kepala, memperhatikan sekitarnya.
Tatkala menyadari dirinya berada di daerah sebuah kaki bukit, keheranan besar
tergambar di wajahnya.
Membuat ia memutar tubuh, memandang arah dari mana tadi ia datang.
"Sahabat, harap tunggu sebentar...!" Langkah Sagotra yang hendak kembali ke
desanya, tertahan oleh sebuah teguran halus. Namun, sebelum ia sempat
mernbalikkan tubuh, tahu-tahu sesosok tubuh melayang lewat di atas kepalanya.
Kaget bukan kepalang hati Sagotra menyaksikan kepandaian ilmu meringankan tubuh
yang demikian tinggi. Sehingga gerakan sosok itu hampir tidak tertangkap pen-
dengarannya. "Maaf, kalau aku telah membuat kau terkejut...!"
ujar sosok yang telah berdiri tegak di hadapannya.
Setelah berkata demikian, sosok yang berupa seorang lelaki setengah baya berdahi
lebar ini langsung mengulur tangannya dengan jari-jari terkembang ke arah leher
Sagotra! "Hei..."!"
Sagotra berseru heran sambil menarik tubuhnya mundur dua langkah ke belakang.
Namun, cengkeraman yang luput itu masih terus mengejarnya, membuat Sagotra
semakin kaget. Jengkel dengan sikap orang yang tidak sopan itu, Sagotra
mengangkat tangan untuk menyambut tangan yang hendak
mencengkeram lehernya. Namun lagi-lagi ia dibuat kaget. Karena cengkeraman itu
meliuk dengan gerakan cepat bukan main, membuat tangkisannya luput!
"Gila..."!" desis Sagotra memaki dalam kejengkelan yang berubah menjadi
kemarahan. Bergegas ia berkelit sambil melepaskan sebuah pukulan jarak jauh ke
tubuh lelaki berdahi lebar itu.
Debbb! Hampir Sagotra tidak bisa menahan jeritan kagetnya. Pukulan yang dilancarkan
laksana menghantam sebuah benda kenyal, saat lelaki berdahi lebar itu merubah
cengkeramannya menjadi kibasan yang menerbitkan sambaran angin kuat. Tenaga yang
saling berbenturan membuat tubuh kepala desa itu terjajar mundur sampai enam
langkah. "Siapa kau" Mengapa datang-datang langsung menyerangku"! Padahal rasanya kita
baru sekali ini berjumpa...?" hardik Sagotra begitu mendapatkan kesempatan untuk
menumpahkan kejengkelan dan rasa penasaran di hatinya.
Lelaki berdahi lebar, yang wajahnya terhias kumis tebal bercampur uban ini sama
sekali tidak menyahut Sebaliknya ia malah menatap wajah Sagotra lekat-lekat.
Beberapa kali keningnya terlihat berkerut-kerut seperti tengah berpikir keras,
mengingat-ingat wajah Sagotra. Sagotra pun balas menatap dan meneliti wajah
serta sosok lelaki itu.
"Kau... tidak salahkah penglihatanku..."! Bukankah kau yang dikenal dengan
julukan Pendekar Bayangan Setan...?" desis Sagotra. Dia terkejut bukan main
sewaktu mengenali siapa adanya lelaki ber-kening lebar, yang mengenakan pakaian
kedodoran itu. Sosok orang itu tampak lucu, karena ujung lengan bajunya terlalu panjang, sampai
menutupi jari-jari tangannya. Kecuali itu, pakaiannya pun terbuat dari bahan
kembang-kembang, yang tidak lumrah bagi laki-laki. Karena yang biasanya
menggunakan bahan seperti itu hanyalah orang-orang perempuan! Sehingga,
keseluruhan penampilan lelaki berdahi lebar ini terlihat sangat lucu.
"He he he..., bagus kau dapat mengenaliku, Sahabat. Dan rasa-rasanya aku pun
pernah melihat rupa seperti rupamu yang jelek dan lucu itu.
Sayangnya aku lupa di mana dan kapan pernah melihatmu...?" ujar lelaki berdahi
lebar ini membenarkan terkaan Sagotra sambil memiringkan kepalanya ke kiri-
kanan, seperti tengah berusaha untuk dapat mengenali Sagotra.
Namun tingkah Pendekar Bayangan Setan yang sesungguhnya sangat lucu itu, sama
sekali tidak membuat Sagotra tertawa. Bahkan tersenyum pun tidak. Karena hati
Sagotra sudah diliputi ketegangan, begitu mengenali siapa adanya lelaki
berpenampilan aneh dan lucu itu. Dan ia tidak berusaha membantu ingatan Pendekar
Bayangan Setan. Meski Sagotra sudah dapat mengingat kapan dan di mana pertama
kali berjumpa dengan tokoh berpenampilan seperti orang kurang waras itu.
Dalam kalangan rimba persilatan, nama Pendekar Bayangan Setan memang cukup
terkenal. Tapi, karena tokoh ini jarang menampakkan diri, nama dan keberadaannya
pun tidak terlalu sering dibicarakan orang. Bahkan banyak tokoh tingkat
pertengahan yang lupa dengan nama Pendekar Bayangan Setan.
Terlebih setelah pendekar bertingkah laku aneh itu tidak muncul-muncul sampai
beberapa tahun lama-
nya. Membuat namanya semakin tenggelam. Kecuali beberapa orang tokoh tua, yang
memang menganggap Pendekar Bayangan Setan sebagai tokoh seangkatan.
"Aha, aku ingat sekarang...!" Tiba-tiba saja Pendekar Bayangan Setan berseru
mengejutkan, membuat Sagotra sampai terlompat saking kagetnya!
Karena tokoh yang oleh sebagian orang dianggap agak sinting ini, seperti tak
sengaja, telah mengerahkan tenaga dalam sewaktu berseru.
Sagotra sudah melangkah mundur dengan urat-urat tubuh menegang! Jantungnya
berdebar keras, dan merasa tegang menunggu kelanjutan ucapan tokoh setengah
sinting itu. "Ahh..., siiial...!" seru Pendekar Bayangan Setan sembari menelengkan keningnya
perlahan, "Baru saja aku ingat, eh, sudah lupa lagi! Haiih..., dasar otakku
memang sudah kurang beres...!"
Pengakuan Pendekar Bayangan Setan membuat Sagotra menghembuskan napas panjang
tanda kelegaan hatinya. Namun ucapan itu juga membuat sekujur tubuhnya lemas.
Sagotra merasa dirinya tak ubahnya seperti sebuah balon yang ditiup sebesar-
besarnya, lalu dikempeskan dengan tiba-tiba.
"Aha...!" Lagi-lagi Pendekar Bayangan Setan berseru gembira, "Kau tunggulah
sebentar, sahabat yang baik! Aku sudah mulai ingat lagi sedikit-sedikit. Harap
kau jangan terlalu banyak bergerak, biar aku lebih mudah untuk mengingat di mana
dan kapan pernah melihat rupa jelekmu itu...," lanjutnya yang kemudian bergerak
mendekat, lalu mengitari tubuh Sagotra.
"Maaf, aku tidak punya banyak waktu untuk meladenimu, Pendekar Bayangan Setan.
Aku harus pergi..."
Sagotra yang kembali dibuat tegang oleh ucapan-ucapan Pendekar Bayangan Setan,
bergegas melangkah hendak meninggalkannya. Khawatir kalau lama-lama
diperhatikan, bisa-bisa tokoh aneh itu akan mengenali dan mengingat siapa
dirinya. Maka, sebelum terlambat, Sagotra memutuskan untuk angkat kaki dari
tempat itu. "Hei, kau ini tuli atau sengaja hendak bikin aku marah, hah?" tiba-tiba saja
Pendekar Bayangan Setan menghardik marah. Hingga, langkah Sagotra terpaksa
tertunda. "Apa maksudmu, Pendekar Bayangan Setan...?"
tanya Sagotra tak mengerti mengapa tokoh agak sinting itu mendadak marah-marah.
"Masih pura-pura bertanya lagi...!" tukas Pendekar Bayangan Setan mengomel.
"Tadi sudah kukatakan kalau kau jangan bergerak-gerak, karena aku sedang
berusaha mengingat di mana pernah melihat wajah jelekmu. Eh, kau malah bukan
cuma bergerak, tapi hendak pergi dari tempat ini! Hm..., kau sengaja ya, hendak
membuat aku marah" Senang ya, melihat orang marah-marah?"
"Maaf, Orang Tua, tapi aku benar-benar tidak bisa menemanimu lebih lama...."
"Bisa! Kau bisa menemaniku sampai kapan pun!
Karena, kalaupun benar tidak bisa, aku akan memaksamu untuk terus menemaniku.
Dan itu sudah merupakan satu keharusan!" tandas Pendekar Bayangan Setan,
bersikeras memaksakan kehendak-nya.
"Sinting...!" desis Sagotra tak lagi ambil peduli.
Kemudian melangkah hendak meninggalkan tempat itu. "Kurang ajar...!"
Pendekar Bayangan Setan menghentakkan kakinya ke tanah. Hatinya benar-benar
gusar melihat kebandelan Sagotra. Tanpa banyak cakap lagi, tubuhnya langsung
melesat dengan sebuah cengkeraman.
Melihat serangan yang cepat dan kuat itu, Sagotra tidak bisa lagi menahan diri.
Dengan menggeser tubuhnya, Sagotra mengelakkan serangar itu. Kemudian langsung
mengirimkan sebuah tendangan kilat sebagai balasannya.
"Gerakan yang bagus...!" puji Pendekar Bayangan Setan tertawa-tawa, tidak
berusaha menghindari tendangan.
Bukkk! Telapak kaki Sagotra menghantam telak dada kanan lawannya. Namun bukan main
kagetnya ketika merasakan betapa tendangannya bagaikan menghantam sebuah benda
kenyal yang membuat
tenaganya membalik. Bahkan tubuhnya nyaris ter-pelanting!
Pendekar Bayangan Setan tertawa geli melihat Sagotra berdiri terheran-heran.
"Tidak kusangka kalau kau memiliki perasaan halus, Sahabat. Aku senang kau tidak
tega untuk menyakitiku...," ujar Pendekar Bayangan Setan, yang jelas-jelas
sengaja hendak mengejek Sagotra.
Ejekan itu membuat wajah Sagotra seketika merah padam. Terdengar gerengan
kemarahannya. "Pendekar Bayangan Setan...," ujar Sagotra masih menahan diri. "Rupanya kau
memang sengaja hendak menghinaku! Tapi jangan kau kira aku takut meng-hadapimu!
Kalau kau memang menantangku bertarung, marilah! Akan kuhadapi walau sampai
seribu jurus sekalipun!"
"Ck ck ck...," Pendekar Bayangan Setan berdecak-
decak sambil menggelengkan kepala, memperlihatkan rasa kagumnya terhadap sikap
Sagotra, "Bukan main...! Aku sendiri mungkin tidak akan sanggup melakukan
pertarungan sampai seribu jurus, seperti yang kau inginkan itu. Tapi..., tentu
saja aku tak menolak tantanganmu...."
Dan, begitu ucapannya selesai, tubuh Pendekar Bayangan Setan sudah melesat
menerjang Sagotra.
Kali ini ia menggunakan sepasang tangannya, melakukan serangkaian serangan yang
mendatangkan deruan angin keras!
"Haiiittt...!"
Sagotra yang tidak sudi dihina orang, segera membentak nyaring. Disambutnya
serangan Pendekar Bayangan Setan, dengan tidak kalah garangnya.
Sebentar saja keduanya telah terlibat dalam sebuah perkelahian sengit!
Namun tidak sampai tiga puluh jurus, Sagotra sudah dipaksa untuk bermain mundur.
Serangan Pendekar Bayangan Setan yang datang bertubi-tubi disertai sambaran
angin keras, membuat setiap pukulan yang dilontarkannya selalu terpental balik.
Akibatnya, Sagotra terpaksa harus memperkuat pertahanan dirinya. Dan ini
membuatnya semakin terdesak!
Degk...! Lewat dari dua puluh jurus Sagotra tak dapat lagi menghalangi gempuran telapak
tangan lawan, yang telak bersarang di dadanya. Tanpa ampun lagi, tubuhnya
terjengkang deras. Meski ia masih sanggup mempertahankan kuda-kudanya, namun
pada sudut bibirnya terlihat ada cairan merah yang merembes turun.
"Heh heh heh..., gerakanmu memang cukup hebat,
Sahabat. Dan aku bisa menduga kalau ilmu yang kau miliki berasal dari golongan
sesat. Jurus-jurus seranganmu sangat keji dan tak pantas dilakukan oleh orang
gagah." Terdengar ucapan Pendekar Bayangan Setan, yang tidak melanjutkan


Pendekar Naga Putih 85 Setan Pantai Timur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serangannya. Ia berdiri sambil tertawa-tawa memandang lawannya.
"Apa pedulimu, Pendekar Bayangan Setan! Tanpa sebab kau menyerang dan melukaiku.
Padahal di antara kita tidak pernah ada permusuhan...," sahut Sagotra dengan
nada geram bercampur penasaran.
"Heh, siapa bilang aku menyerangmu tanpa sebab" Sejak pertama kali melihatmu,
aku sudah bisa menebak kalau kau pastilah bukan orang baik-baik.
Sedangkan aku paling benci dengan orang jahat!
Terlebih setelah sahabatku Kakek Jubah Hitam, kutemui tewas di tempat
kediamannya, membuatku semakin benci kepada orang-orang jahat. Dan aku bersumpah
untuk membunuh siapa saja orang yang kutemui. Tentunya yang menurut pikiranku
bukan dari kalangan orang baik-baik. Dan kau termasuk di antaranya!" ujar
Pendekar Bayangan Setan dengan wajah yang tiba-tiba berubah beringas! Sepasang
matanya bergerak-gerak liar, tanda tokoh ini sedang dalam puncak kegilaannya.
Sikap ini memang selalu muncul jika Pendekar Bayangan Setan tengah dilanda
kemarahan ataupun kesedihan. Itu memang sudah menjadi cirinya, meski tidak
terlalu banyak tokoh yang mengetahui.
Agak kecut juga hati Sagotra ketika mendengar perkataan Pendekar Bayangan Setan.
Ia memang sudah tahu kalau tokoh setengah gila yang kini dihadapinya adalah
sahabat Kakek Jubah Hitam.
Sewaktu masih malang-melintang sebagai Setan
Pantai Timur, Sagotra pernah berjumpa dengan kedua orang tokoh itu. Dan ia pun
langsung bisa menduga apa maksud kemunculan Pendekar
Bayangan Setan di tempat itu. Dugaannya ternyata tidak meleset. Kemunculan tokoh
setengah gila yang jarang terlihat itu, ternyata ada kaitannya dengan kematian
Kakek Jubah Hitam. Hanya sama sekali tidak disangkanya kalau kematian Kakek
Jubah Hitam membuat Pendekar Bayangan Setan terpukul, hingga bersumpah untuk
membuhuh setiap orang yang dianggapnya sebagai tokoh sesat. Ucapan itu membuat
Sagotra sadar kalau nyawanya berada dalam ancaman maut!
"Sekarang, sebelum aku mencabut nyawamu, jawablah pertanyaanku," ujar Pendekar
Bayangan Sean lagi, "Apakah kau tahu siapa pembunuh sahabat yang juga adik
seperguruanku itu?"
Pertanyaan itu membuat Sagotra kaget bukan main. Kini semakin jelaslah baginya,
mengapa Pendekar Bayangan Setan sangat terpukul atas kematian Kakek Jubah Hitam.
Mau tidak mau, miris juga hati Sagotra mengingat dirinya ikut terlibat dalam
pembunuhan itu.
"Mengapa hal itu kau tanyakan kepadaku" Aku cuma orang desa, yang tidak tahu-
menahu tentang urusan orang-orang persilatan. Sebaiknya kau tanyakan saja soal
itu kepada orang lain," jawab Sagotra, mencoba mengelabui Pendekar Bayangan
Setan. Kendati saat itu hatinya semakin tegang, khawatir kalau-kalau tokoh
setengah gila itu keburu mengenalinya.
"Heh heh heh..., kau ingin membodohiku, ya"
Mataku cukup awas untuk mengetahui sampai di mana tingkat kepandaianmu. Dan
menurutku, kau termasuk salah satu orang yang pantas untuk kucurigai. Dan meski kau tidak tahu-
menahu tentang kematian saudara seperguruanku itu, tetap aku tidak akan
melepaskanmu sebelum tubuhmu menggeletak tanpa nyawa...!" tukas Pendekar
Bayangan Setan, yang membuat Sagotra lagi-lagi harus menyembunyikan
kekagetannya. Sagotra bergegas melangkah mundur ketika dilihatnya Pendekar Bayangan Setan
sudah siap untuk bergerak. Ia terpaksa harus mempertahankan diri dengan
menggunakan ilmu tangan kosong.
Karena setelah bertekad untuk meninggalkan kesesatan, Sagotra tidak pernah lagi
membawa-bawa senjata. Padahal ia merupakan seorang ahli pedang yang boleh
dikatakan jarang tandingannya. Dengan kepandaiannya bermain pedang itu pula
sebutan Setan Pantai Timur melekat dalam dirinya pada belasan tahun silam. Meski
demikian, diam-diam Sagotra merasa bersyukur karena tidak membawa senjata.
Sebab, jika ia menggunakan senjata sewaktu bertempur tadi, sudah pasti Pendekar
Bayangan Setan akan segera ingat siapa dirinya.
"Hm..., sekarang bersiaplah! Kuberi waktu kau sepuluh jurus untuk membela
diri...," ujar Pendekar Bayangan Setan yang kemudian melangkah maju empat
tindak. Dan, begitu langkah yang keempat menginjak tanah, tubuhnya langsung
melesat dengan kecepatan menggetarkan!
Bergegas Sagotra melompat ke samping. Lalu mengirimkan dua pukulan dan satu
tendangan sekaligus. Dan karena kali ini Sagotra telah mengerahkan seluruh
tenaganya, sambaran angin pukulannya pun menderu keras, dengan kecepatan yang
tinggi. Namun serangan itu sama sekali tidak
membawa hasil seperti yang diharapkan. Lontaran pukulan dan tendangannya dapat
dielakkan dengan baik oleh Pendekar Bayangan Setan. Demikian pula dengan
serangan-serangan selanjutnya. Sehingga, sampai jurus yang ketiga puluh
berakhir, belum satu pun serangan Sagotra yang mengenai sasarannya.
Jangankan mengenai tubuh, untuk menyentuh ujung jubah tokoh itu saja, tak dapat
dilakukan Sagotra.
Karena gerakan Pendekar Bayangan Setan memang harus diakui, sangat cepat!
Membuat serangannya selalu mengenai tempat kosong!
"Waktumu sudah habis, dan sekarang giliranku!
Kersiaplah...!"
Begitu ucapannya selesai, serangan Pendekar Bayangan Setan langsung datang
mencari sasaran di tubuh Sagotra. Membuat bekas tokoh sesat ini menjadi
kelabakan untuk menyelamatkan dirinya.
Plakkk! Bukkk! Memasuki jurus ketiga puluh lima, Sagotra bertindak nekat memapaki serangan
lawan. Akibatnya, tubuhnya terdorong mundur. Saat itu sebuah hantaman keras,
yang merupakan serangan susulan lawan, menghantam telak dada kanannya. Hingga,
tanpa ampun lagi, tubuh kepala desa itu terbanting ke tanah.
Pendekar Bayangan Setan kembali memper-
dengarkan kekehnya. Kemudian melangkah perlahan menghampiri Sagotra, yang tengah
berusaha bangkit berdiri.
"Manusia jahat, kau apakan ayahku...!"
Sewaktu langkah Pendekar Bayangan Setan
tinggal empat tindak lagi dari Sagotra, tiba-tiba terdengar sebuah bentakan
nyaring, yang bernada marah. Disusul kemudian dengan kelebatan sinar
putih yang berdesingan datang mengancam tubuh Pendekar Bayangan Setan!
"Aaahh..., celaka..."!"
Pendekar Bayangan Setan yang menolehkan
kepala sewaktu mendengar bentakan itu, memekik kaget. Wajahnya kontan memucat.
Sepasang matanya membelalak lebar, bagaikan melihat hantu di siang bolong.
Whukkk...! Sambaran angin berdesing itu lewat di atas kepala, karena Pendekar Bayangan
Setan sudah merendahkan kepala dan kuda-kudanya. Kemudian dilanjutkan dengan
sebuah lompatan panjang ke samping kanan.
"Hm..., jangan harap kau bisa lolos dari pedangku, Setan Gundul...!" sosok
bayangan merah, bertubuh ramping yang memegang sebatang pedang itu kembali
membentak. Serangannya berkelebat lagi mengancam Pendekar Bayangan Setan.
Sementara, wajah pucat Pendekar Bayangan Setan tampak mulai dibanjiri peluh.
Terlebih setelah dapat melihat tegas sosok dan wajah penyerangnya.
Ketakutannya semakin tampak jelas!
"Waaa..., ada setaaannn...!"
Belum lagi ujung pedang sosok bayangan merah ini meluncur ke tubuhnya, Pendekar
Bayangan Setan sudah melesat pergi, lari terbirit-birit sambil berteriak teriak
ketakutan! "Jangan lari kau, Setan Gundul...!" maki bayangan merah ini yang melesat hendak
mengejar. "Andari, jangan kejar...! Biarkan ia pergi...!"
Sosok ramping terbungkus pakaian serba merah ini bergegas menghentikan larinya.
Kemudian menoleh ke arah Sagotra, ayahnya, yang tampak mengulapkan tangan
kepadanya. Bergegas dara
remaja yang manis dan manja ini berlari menghampiri.
Sagotra masih termanggu dengan wajah dilanda keheranan besar, sewaktu putrinya
Senopati Pamungkas I 4 Pendekar Bayangan Sukma 3 Petaka Cinta Berdarah Keris Pusaka Nogopasung 5
^