Pencarian

Tumbal Perkawinan 1

Pendekar Naga Putih 49 Tumbal Perkawinan Bagian 1


TUMBAL PERKAWINAN
oleh T. Hidayat
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting Tarech R.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
T. Hidayat Serial Pendekar Naga Putih
dalam episode: Tumbal Perkawinan
128 hal. ; 12 x 18 cm
1 Matahari sudah naik tinggi. Penduduk Desa Angkeran berbondong-bondong menuju
sebuah rumah sederhana yang sudah mulai ramai. Pada bagian depan halaman rumah
itu, terhias semarak. Sepertinya di rumah sederhana itu tengah diadakan suatu
pesta. "Terima kasih..., terima kasih...," seorang lelaki kurus berpakaian sederhana
dan bersih, menyambut para tamu dengan senyum di bibir. Di sebelah kirinya,
terlihat seorang wanita berusia empat puluh tahun mendampingi lelaki itu. Mudah
ditebak kalau wanita itu adalah istri dari lelaki kurus, yang saat itu tengah
menyelenggarakan pesta perkawinan putri tunggalnya.
Tampak seorang pemuda berwajah tampan dengan bentuk tubuh kokoh, menyambut
undangan. Demikian pula halnya dengan wanita muda berwajah manis yang berkulit tubuh
kuning langsat. Gadis itu menyalami para tamu sambil tak henti-hentinya
mengucapkan terima kasih.
Pasangan pengantin itu tampak berbahagia sekali. Semua itu tercermin dari raut
muka maupun dari sinar mata mereka yang berbinar-binar, penuh cahaya bahagia.
Bahkan tak jarang pasangan pengantin itu saling melempar pandang, penuh getaran
cinta dan kehangatan.
Para undangan nampaknya tidak kalah bahagia dengan pasangan pengantin itu.
Sambil menikmati hidangan sederhana yang disajikan, sesekali mereka melempar
pandang kepada pasangan pengantin sederhana itu. Meskipun pakaian yang mereka
kenakan tidak semewah putra-putri bangsawan, namun pasangan pengantin itu
kelihatan sangat menarik, dan menimbulkan rasa iri bagi pemuda-pemuda dan gadis-
gadis desa itu. Yang wanita mengagumi pengantin pria. Sedangkan yang pemuda
sering melemparkan pandang secara sembunyi-sembunyi kepada pengantin wanita yang
manis dan bertubuh ramping itu.
Namun suasana bahagia itu tiba-tiba terusik. Para tamu menoleh dengan wajah
tegang, ketika tuan rumah berjalan tergopoh-gopoh menyambut kedatangan seorang
lelaki berpakaian mewah. Wajah lelaki itu tidak menarik sama sekali. Tubuhnya
pendek gemuk. Sedangkan kulit tubuhnya agak kehitaman. Rambut kepalanya telah
botak sebagian, dan wajahnya masam.
"Ah..., Juragan Surya Denta..."! Sungguh tidak kusangka kalau Tuan akan
mengunjungi pesta pernikahan yang sederhana ini. Maaf, kalau sambutan saya
kurang berkenan di hati Tuan," ujar orangtua pengantin wanita itu.
Meskipun lelaki kurus itu bersikap setenang mungkin, tapi para tamu melihat
betapa wajahnya agak pucat. Bahkan, suaranya terdengar patah-patah.
"Hm.... Kau bilang tidak punya uang, tapi mengadakan pesta. Dari mana kau
peroleh biaya untuk menyelenggarakan pesta ini, Jarawa?" tanya lelaki gemuk
pendek itu tidak senang.
Ternyata lelaki itu adalah seorang juragan kaya. Dan kedatangannya jelas bukan
untuk memberi ucapan selamat kepada pengantin. Tentu saja beberapa orang tamu
yang hadir dalam pesta itu memperlihatkan wajah tak senang. Tapi, empat orang
tukang pukul berwajah bengis yang berdiri di belakang Juragan Surya Denta
membuat para undangan tidak berani ikut campur.
"Tapi..., biaya pesta ini hasil sumbangan dari para penduduk. Tuan Juragan...,"
Ki Jarawa berusaha menjelaskan kesalahpahaman Juragan Surya Derita mengenai
biaya pernikahan putrinya dengan wajah semakin pucat.
"Bohong...!"
Ki Jarawa terlompat mundur karena bentakan keras itu. Wajah lelaki tua itu
tampak bertambah pucat.
Bahkan kedua tangannya gemetar, dan butir-butir keringat mulai menitik membasahi
keningnya. "Benar, Tuan Juragan...," tiba-tiba terdengar suara jawaban yang ternyata
datangnya dari pengantin pria.
Lelaki muda bertubuh kokoh itu sepertinya tidak tega melihat ayah mertuanya yang
ketakutan setengah mati menghadapi Juragan Surya Denta.
"Akulah yang mengumpulkan uang bantuan dari saudara-saudara sesama petani untuk
membiayai perkawinan ini," lanjut pemuda gagah itu lagi menerangkan kepada
Juragan Surya Denta yang dikenal serakah dan bermata keranjang.
"Hm..., kaukah yang menjadi menantu dari lelaki kurus tak tahu diuntung ini...?"
tanya Juragan Surya Denta seraya menatap tak senang kepada pemuda bertubuh kokoh
itu. Sekilas matanya melirik ke arah pengantin wanita yang tampak ketakutan
melihat lirikan penuh ancaman itu.
"Benar, akulah menantu Ki Jarawa...," sahut pemuda itu dengan sikap gagah.
"Hm..., kalau begitu, sekarang juga kau lunasi hutang-hutang ayah mertuamu itu!
Kalau tidak, terpaksa aku akan membawa putri Ki Jarawa sebagai penggantinya,
sampai kau bisa melunasi hutang-hutang cecak kering itu!" geram Juragan Surya
Denta dengan wajah beringas.
Melihat gelagat yang tidak baik itu, para undangan bergegas bangkit dan menonton
dari tempat agak jauh. Jelas mereka tidak ingin melibatkan diri dengan masalah
yang dihadapi tuan rumah.
"Oh, sekarang aku tahu apa maksud kedatanganmu kemari, Bandot Tua! Rupanya
selama ini kau mengincar calon istriku untuk kau jadikan gundikmu! Tapi, kami
sudah tahu akan niat kotormu itu. Dan,itu pula yang menyebabkan aku berniat
lekas-lekas mengawini Nurati, agar ia terlepas dari incaran kebuasanmu!" ujar
lelaki muda bertubuh kokoh itu tanpa mengenal rasa takut sedikit pun.
Pemuda itu memang sudah mengetahui sifat Juragan Surya Denta, yang selalu
mencari gadis-gadis muda untuk dijadikan pemuas nafsu. Kesadaran itulah yang
membuatnya segera mengawini kekasihnya.
Kendati untuk itu ia harus meminta bantuan kepada para petani lainnya, yang juga
tidak suka kepada Juragan Surya Denta.
"Bangsat! Kalau kau memang tidak mampu untuk melunasi hutang-hutang cecak kering
itu sekarang juga, aku akan membawa Nurati. Kau sengaja melemparkan fitnah
terhadapku, agar orang-orang desa ini bersimpati kepadamu. Tapi biar
bagaimanapun, aku akan tetap membuktikan ucapanku. Bawa gadis putri cecak kering
itu...!" perintah Juragan Surya Denta kepada dua orang tukang pukulnya yang
sejak tadi memasang wajah angker dan menatap tamu dengan tajam. Sehingga nyali
para undangan itu menjadi ciut.
"Baik, Juragan...," jawab seorang lelaki kekar berpakaian hitam, yang berkumis
tebal. Dengan diikuti seorang kawannya, lelaki galak berkumis tebal itu segera
melangkah untuk membawa pengantin wanita.
"Tahan!" seru pemuda bertubuh kokoh itu seraya berdiri menghadang jalan kedua
tukang pukul itu dengan sikap gagah. Jelas ia hendak melindungi istrinya dengan
taruhan nyawa, dan tidak mau membiarkan istrinya digondol orang.
"Hm..., minggir kau, Kerbau Dungu! Kalau tidak, kau pun akan kulemparkan ke
luar...!" ancam lelaki kekar berkumis tebal itu seraya meraba gagang pedang yang
tersembul di pinggangnya. Tindakannya jelas untuk membuat hati pengantin pria
itu menjadi ketakutan.
Sayang dugaan lelaki berkumis tebal itu meleset. Pengantin pria itu tetap
berdiri tegak dengan gagah dan jantan melindungi istrinya. Sehingga dara cantik
yang berdiri di kerumunan para tamu itu menatapnya penuh kagum.
"Bangsat!" maki lelaki kasar berkumis tebal itu sambil menampar kepala pengantin
pria yang menghadang jalannya.
Whuttt...! Tamparan keras itu ternyata luput. Karena lelaki bertubuh kokoh itu sudah
melangkah mundur.
Sehingga, lelaki berkumis tebal itu semakin marah dan kalap.
"Setan...! Nah, kau hindarilah yang ini...!" ujarnya dengan kemarahan yang
meluap-luap. Lelaki kekar berkumis tebal itu melompat dan mengirimkan tamparan dan tendangan
bertubi-tubi Tentu saja hal ini membuat lawannya tidak bisa menghindar. Meskipun
tubuh pengantin pria itu terlihat kokoh, tapi ia sama sekali tidak memiliki ilmu
silat seperti lelaki berkumis tebal itu. Tidak mengherankan kalau ia menjadi
bulan-bulanan tukang pukul Juragan Surya Denta yang kejam itu.
Desss...! "Aaakh...!"
Untuk kesekian kalinya, tubuh lelaki muda itu terpelanting akibat tendangan
keras yang menghantam perutnya. Karuan saja tubuh pengantin pria itu terbungkuk-
bungkuk kesakitan ketika ia berusaha bangkit.
"Jangan sakiti suamiku...!" teriak pengantin wanita yang tidak tega melihat
penderitaan suaminya.
Cepat ia berlari dan menubruk tubuh suaminya. Sehingga, lelaki kekar berkumis
tebal yang semula siap menjejak tubuh pengantin pria itu, terpaksa menahan
gerakannya. "Sungka...! Bawa gadis itu...!" perintah Juragan Surya Denta dengan suara
menggelegar. "Tuan..., jangan, Tuan. Biarlah kami yang melunasi hutang-hutang itu saat panen
nanti...," ratap lelaki kurus yang bernama Ki Jarawa itu sambil menubruk kedua
kaki Juragan Surya Denta.
"Hm.... Baik. Aku beri keringanan. Tapi, putrimu tetap akan kubawa sebagai
jaminannya. Kelak kalau kau sudah mendapatkan hasil panen itu, baru kau boleh
mengambilnya kembali...," ujar Juragan Surya Denta seraya menendang tubuh Ki
Jarawa. Bukkk! Tanpa ampun lagi, tubuh lelaki kurus itu terjengkang ke belakang. Juragan Surya
Denta sendiri mengebut-ngebutkan celananya. Seolah-olah tubuh Ki Jarawa telah
mengotori pakaiannya. Hati lelaki gemuk pendek itu sama sekali tidak tergerak
melihat istri Ki Jarawa menangis sambil memeluk tubuh suaminya yang telah
pingsan itu. Hal itu membuktikan kalau Juragan Surya Denta bukan orang lemah.
Kalau tidak, mana mungkin ia dapat membuat orang pingsan hanya dengan sekali
tendang saja. "Kakang...!" pengantin wanita berwajah manis itu menjerit-jerit, ketika lelaki
kekar berkumis tebal bernama Sungka itu mengulurkan tangan memondong tubuhnya.
Mendengar teriakan istrinya, petani muda bertubuh kokoh itu segera bangkit,
meskipun sekujur tubuhnya dirasakan remuk akibat tendangan dan pukulan Sungka
tadi. "Keparat busuk! Hendak kau bawa ke mana istriku..."!" bentak petani muda itu
sambil menerjang seperti singa lapar.
Sungka hanya bergumam jengkel. Kaki kanannya langsung mencelat saat tubuh petani
muda itu datang menyerbunya.
Plak...! "Aaah..."!"
Tepat pada saat telapak kaki Sungka akan mendarat di tubuh petani muda itu,
tiba-tiba melesat sesosok bayangan langsing menepiskan tendangan lelaki kekar
berkumis tebal itu. Akibatnya, tubuh Sungka berputar seraya menjerit kesakitan.
Belum lagi Sungka menyadari apa yang terjadi dengan dirinya, tiba-tiba terlihat
sosok tubuh ramping, yang menyelamatkan pengantin pria itu, mengulurkan kedua
tangannya. Dan sekejap saja, tubuh pengantin wanita dalam pondongan lelaki kekar
itu berpindah tangan.
"Hm..., kau bawa istrimu ke tepi. Biar aku yang akan memberikan pelajaran kepada
manusia-manusia jahat berhati busuk itu..,," terdengar suara merdu dari sosok
tubuh ramping berpakaian biru muda itu. Kemudian ia menyerahkan tubuh pengantin
wanita di pondongannya kepada petani muda, dan langsung dibawa menjauh.
*** Juragan Surya Denta menoleh ketika ia mendengar teriakan tukang pukulnya. Dan,
sepasang matanya yang berminyak itu langsung terbelalak. Lelaki gemuk pendek itu
menelan air liurnya begitu melihat sosok yang hampir membuat Sungka terjatuh.
"Hm..., siapakah kau, Nisanak" Apa hubunganmu dengan Ki Jarawa...?" tanya
Juragan Surya Denta seraya menjelajahi lekuk tubuh sosok ramping yang baru
datang itu. "Bangsat...!" desis bibir mungil dari sosok ramping berpakaian biru muda itu
geram. Wajahnya yang cantik manis dengan tahi lalat di sebelah kiri dagu itu
tampak merah ketika tubuhnya dijilati oleh mata Juragan Surya Denta. Yang jelas-
jelas mempunyai niat kotor terhadapnya. Namun, kejengkelan dan kemarahan itu
ditahannya. "Aku sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan Ki Jarawa atau siapa pun yang
ada di tempat ini.
Tapi, aku tidak suka melihat tindakanmu yang sewenang-wenang itu, Botak Jelek!
Untuk itu, aku akan memberikan pelajaran terhadapmu agar dapat bersikap baik
lain kali...," lanjut gadis cantik itu mengandung ancaman.
"Ha ha ha...! Hebat..., kau benar-benar hebat, Nisanak. Biarlah aku akan
membebaskan mereka, asalkan kau bersedia ikut denganku. Bagaimana...?" ujar
Juragan Surya Denta yang terpikat dengan dara cantik manis itu. "Aku pun akan
menceraikan semua istriku yang berjumlah tujuh orang, apabila kau bersedia
menggantikan tempatnya. Selama ini aku hanya mendapatkan wanita-wanita yang
lemah dan tolol. Alangkah baiknya seandainya kau bersedia menerima ajakanku
ini...." "Keparat! Manusia berotak kotor sepertimu memang sepantasnya diberi
pelajaran...!" geram dara cantik manis itu yang tidak mampu lagi menahan
kemarahannya. Usai berkata demikian, tubuh ramping itu langsung berkelebat menerjang Juragan
Surya Denta. Namun, tidak percuma lelaki gemuk pendek itu memelihara tukang pukul untuk
menjaga keselamatannya.
Sebab, sebelum serangan dara cantik manis itu datang mengenai tubuhnya, empat
orang tukang pukulnya langsung bergerak melindungi majikan mereka.
Tentu saja hal itu membuat kemarahan dara berpakaian biru muda itu semakin
memuncak. Cepat ia melontarkan tamparan-tamparannya ke arah empat orang tukang
pukul Juragan Surya Denta.
Whuttt..., plakkk! Plakkk!
Dua orang tukang pukul Juragan Surya Denta yang memapaki tamparan telapak tangan
halus itu, langsung terjengkang ke belakang. Jelas tenaga dalam gadis cantik itu
berada jauh di atas mereka.
"Heaaat...!"
Sungka dan seorang kawannya yang bercambang bauk, langsung melesat menerjang.
Kepalan dan tendangan mereka bertubi-tubi datang mengepung tubuh gadis
berpakaian biru muda itu. Namun, semua serangan itu sama sekali tidak membuat
lawannya kerepotan. Bahkan, serangan-serangan balasan dari gadis cantik manis
itu mulai mengincar tubuh lawan-lawannya.
Desss...! "Huaaakh...!"
Tanpa ampun lagi, lelaki bercambang bauk yang ikut mengeroyoknya, langsung
terjungkal muntah darah! Bahkan, tubuhnya tidak mampu lagi bergerak. Ia langsung
pingsan akibat tendangan keras dari gadis cantik manis itu.
Sungka benar-benar terkejut melihat kehebatan gadis cantik itu. Cepat-cepat
pedangnya dihunus, dan langsung membabat secara mendatar, begitu melihat dara
cantik itu mengincarnya.
Bettt...! "Hm...," dara cantik manis yang berusia sekitar delapan belas tahun itu
mendengus perlahan. Kemudian dadanya membungkuk saat pedang lawan hendak
membeset dadanya. Lalu, kaki kanannya bergerak menyapu kaki kanan lawan yang
berada di depan.
Duggg! "Akh..."!"
Sungka menjerit kaget. Tubuhnya yang kekar langsung terpelanting ke tanah. Belum
lagi ia sempat bangkit, telapak kaki mungil dara cantik manis itu kembali
bergerak menimpa dadanya.
Desss...! "Hugkh...!"
Sungka terbatuk hebat, memuntahkan darah segar. Lelaki kasar berkumis lebat itu
berkelojotan sesaat, sebelum melepaskan nyawanya ke alam baka. Karena injakan
telapak kaki mungil itu telah meremukkan tulang-tulang dadanya, bahkan membuat
isi dadanya pecah!
"Kurang ajar...!" maki Juragan Surya Denta tatkala melihat empat orang tukang


Pendekar Naga Putih 49 Tumbal Perkawinan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pukulnya tidak berdaya menghadapi gadis cantik manis itu. Cepat ia melompat dan
menerjang ke depan. Sayang, meskipun gerakannya cukup cepat dan mantap, tapi
semua itu belum menjamin bahwa ia dapat menandingi kehebatan dara berpakaian
biru muda itu. Plak! Plak! Dua buah pukulan yang dilancarkan Juragan Surya Denta, langsung dipapaki telapak
tangan berkulit halus itu. Akibatnya, tubuh pendek gemuk itu hampir terpelanting
ke tanah. Untunglah dua orang tukang pukulnya sudah bangkit, dan langsung
menyambut tubuh majikannya. Sehingga, tubuh pendek gemuk itu jatuh menindih
tubuh kedua tukang pukulnya.
Juragan Surya Denta sama sekali tidak mempedulikan nasib kedua tukang pukulnya,
yang merasa sesak karena tertimpa tubuh majikannya. Lelaki gemuk itu langsung
bangkit dengan wajah merah. Sayang, dara cantik manis berpakaian biru muda itu
tidak mau memberikan kesempatan lagi kepada Juragan Surya Denta. Saat itu juga
tubuh ramping itu berkelebat.
Plak! "Aaakh...!"
Tanpa ampun lagi, tubuh lelaki setengah baya yang pendek gemuk itu langsung
terjungkal disertai jerit kesakitan. Para tamu yang menyaksikan kejadian itu
langsung bersorak tanpa sadar. Jelas mereka sangat gembira melihat lelaki gemuk
yang selama ini berbuat sewenang-wenang di desa itu, mendapatkan ganjaran
setimpal. Desss...! Juragan Surya Denta kembali terlempar dan terjerembab ke tanah. Darah segar
mengucur dari hidung dan sudut bibirnya. Lelaki pendek gemuk itu berusaha
bergerak bangkit dengan merangkak-rangkak. Orang-orang desa menyorakinya.
Sehingga, wajah Juragan Surya Denta menjadi pucat ketakutan. Seolah-olah ia
melihat orang-orang desa itu bagaikan sekumpulan iblis yang siap merencah
tubuhnya. "Ampuuun..., ampunkan aku, Nisanak..," ratap Juragan Surya Denta.
Dan tanpa malu-malu lagi, lelaki gemuk itu langsung menjatuhkan tubuhnya
bersimpuh dengan wajah bersimbah air mata. Tentu saja hal itu membuat dara
cantik itu menjadi muak.
"Hm..., orang sepertimu tidak pantas untuk diberikan ampunan. Sikapmu jelas
tidak akan pernah berubah. Kalau kau dibiarkan hidup, gadis-gadis desa ini akan
merasa terancam olehmu...!" ujar dara cantik manis itu yang siap menurunkan
tangan mautnya untuk mencabut nyawa Juragan Surya Denta.
"Nisanak, tahan...!" tiba-tiba saja, Ki Jarawa, yang sudah tersadar dari
pingsannya, langsung bersimpuh di depan dara cantik manis itu. Dia memohon agar
Juragan Surya Denta diberi ampunan.
"Hei, apa-apaan kalian..." Mengapa kalian meminta ampunan untuk lelaki jahat
ini...?" tanya dara cantik berpakaian biru muda itu terheran-heran.
"Sebenarnya Juragan Surya Denta tidak terlalu jahat, Nisanak. Ia sering membantu
para penduduk yang tidak mempunyai benih untuk bertani. Kalaupun ia jahat, itu
hanya karena sifat mata keranjangnya yang tidak pernah sembuh. Tapi, kami yakin
setelah kejadian ini ia akan menyadari segala kejahatannya...," ujar Ki Jarawa
menjelaskan kepada dara cantik manis itu.
Melihat banyaknya orang-orang desa yang kemudian ikut-ikutan memintakan ampun
untuk Juragan Surya Denta, dara cantik itu membatalkan niatnya untuk menghabisi
nyawa Juragan Surya Denta.
Juragan Surya Denta sendiri tidak menyangka kalau orang yang semula dianiayanya,
justru menyelamatkan dirinya dari kemarian. Diam-diam lelaki gemuk pendek itu
merasa terharu ketika ia melihat orang-orang lain pun ikut memintakan
pengampunan bagi dirinya. Bahkan, pasangan pengantin itu pun juga ikut
memintakan ampun kepada dara cantik manis itu.
"Hm..., baiklah. Kali ini aku mengampunimu, Orang Tua! Tapi, apabila lain kali
kau berbuat kesalahan yang sama, aku akan datang untuk mengambil kepalamu yang
botak itu...!" ancam dara cantik manis itu dengan tatapan tajam. Jelas ia tidak
main-main dengan ancamannya itu.
Mendengar ucapan dara cantik manis itu, Juragan Surya Denta menjadi lega
hatinya. Kemudian, ia menyuruh Ki Jarawa untuk melanjutkan pesta perkawinan
putrinya lebih meriah atas biaya lelaki kaya itu.
Sementara, dara cantik berpakaian biru muda itu sudah melesat pergi, tanpa
mengharapkan imbalan atas pertolongannya. Bahkan ucapan terima kasih pun
sepertinya tidak diinginkan. Maka, para penduduk desa mengiringi kepergian dara
penolong itu dengan memintakan keselamatan kepada Sang Maha Pencipta.
2 Gadis cantik manis berpakaian biru muda itu terus bergerak menggunakan ilmu
meringankan tubuh.
Sebentar saja, bayangannya telah cukup jauh meninggalkan Desa Angkeran. Tiba-
tiba gadis itu menoleh ke belakang, ketika hendak menyeberangi sebuah aliran
sungai kecil. Sekilas terlihat senyuman sinis membayang di bibirnya yang merah
itu. "Hm...," dara cantik itu bergumam seorang diri. Senyum nakalnya membayang.
Seolah-olah ia menemukan suatu pikiran yang baik. Sebentar kemudian, tubuhnya
sudah meloncat menyeberangi sungai. Dan lenyap ditelan timbunan pohon.
Tidak berapa lama kemudian, tampak sesosok tubuh tegap berlari mendekati sungai,
ia berdiri beberapa saat sebelum menyeberangi sungai kecil itu. Dengan pandang
matanya yang tajam, sosok tubuh yang ternyata adalah seorang pemuda berusia
sekitar dua puluh satu tahun itu merayapi seberang sungai. Setelah memastikan
bahwa di depannya tidak terdapat sesuatu yang mencurigakan, pemuda itu segera
melesat menyeberangi sungai.
Melihat dari gerakan dan caranya menyeberangi sungai, jelas pemuda itu bukanlah
orang sembarangan.
Ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya cukup sempurna. Sehingga, sebentar saja
ia telah berada di seberang sungai, dan melanjutkan langkahnya dengan berlari-
lari kecil. Namun, tidak berapa lama kemudian, pemuda itu tampak menghentikan larinya, dan
memandang berkeliling dengan kening berkerut. Sesaat kemudian, ia kembali
melesat ke depan bagaikan sebatang anak panah yang dilepaskan dari busurnya.
Setelah agak jauh berlari dengan mengerahkan ilmu lari cepatnya, pemuda itu
kembali menahan langkahnya. Jelas sekali terlihat rasa heran pada wajahnya.
"Aneh..." Ke mana perginya gadis itu..." Mustahil ia bisa bergerak demikian
cepatnya...?" gumam pemuda itu seorang diri seraya tangannya mengelus-elus ujung
dagu. Keningnya tampak berkerut semakin dalam. Jelas ia tengah berpikir keras
untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaannya itu.
"Haiiit...!"
Mendadak terdengar suara teriakan melengking mengandung tenaga dalam yang kuat.
Belum lagi gema lengkingan itu lenyap, sesosok tubuh ramping melayang dari atas
pohon, dan langsung melancarkan serangan maut kepada pemuda gagah yang tengah
berdiri kebingungan itu.
Bettt! Bettt! "Aihhh..."!"
Pemuda itu memekik kaget. Cepat tubuhnya dilempar dan berputar ke belakang, guna
menghindari serangan yang cepat dan kuat itu. Kemudian, meluncur turun sejauh
dua tombak dari tempatnya berdiri semula.
"Nisanak, sabar dulu....!" pemuda itu berusaha mencegah ketika mengenali
penyerangnya, seorang gadis cantik manis berpakaian serba biru muda.
"Hm..., membuntuti orang secara diam-diam adalah perbuatan yang tidak sopan! Kau
pikir aku tidak tahu kalau kau telah membuntutiku sejak dari Desa Angkeran!
Sekarang terimalah hukumanmu...!" bentak gadis cantik itu sambil menerjang,
tanpa memberikan kesempatan kepada pemuda itu untuk berbicara lebih banyak.
Untuk kesekian kalinya, pemuda itu kembali berloncatan guna menghindari serangan
maut lawan. Namun, ketika dara cantik yang galak itu semakin mempergencar serangannya,
pemuda itu tampak mulai kerepotan. Sehingga, ia terpaksa menangkis ketika sebuah
bacokan sisi telapak tangan gadis galak itu datang mengancam pelipisnya.
Dukkk! Pertemuan kedua lengan yang sama-sama terisi tenaga sakti itu membuat keduanya
sama-sama terdorong mundur beberapa langkah. Hal itu justru makin menambah
kemarahan dara cantik berpakaian biru muda itu.
"Hm..., rupanya kau memiliki kepandaian. Pantas kau berani membuntutiku.
Baiklah! Sekarang coba kau tahan seranganku selanjutnya. Bersungguh-sungguhlah!
Kalau tidak, nyawamu akan melayang...!" ancam dara cantik itu.
Tampak gadis itu sudah menyilangkan kedua tangannya ke atas kepala. Jari-jari
dara itu terlihat agak bergetar. Jelas kalau ia tengah mengerahkan kekuatan
tenaga saktinya secara utuh untuk penyerangan kali ini.
"Nisanak, sabar dulu! Aku memang telah membuntutmu sejak dari Desa Angkeran,
Tapi, kalaupun itu merupakan suatu kesalahan, apakah pantas dibalas dengan
nyawaku" Percayalah. Aku sama sekali tidak bermaksud jahat. Bahkan aku sangat
kagum alas tindakanmu yang menyelamatkan keluarga pengantin tadi.
Karena itu aku ingin mengenalmu, dan terpaksa mengikutimu hingga sampai ke
tempat ini...," ujar pemuda tegap berwajah tampan dengan sebaris kumis tipis
yang menambah kejantanannya itu.
Suara pemuda ini terdengar mengandung kecemasan. Karena ia sadar bahwa serangan
gadis itu pastilah akan sangat berbahaya. Sedangkan ia sama sekali tidak ingin
bertarung dengan gadis cantik yang telah menimbulkan kekaguman di hatinya itu.
"Nisanak, sabar dulu...!" pemuda itu berusaha mencegah ketika mengenali
penyerangnya, seorang gadis cantik manis berpakaian biru muda.
"Hm..., membuntuti orang secara diam-diam adalah perbuatan yang tidak sopan!"
bentak gadis cantik itu sambil bersiap-siap ingin menyerang kembali.
"Hm..., kalaupun ucapanmu benar, kau harus melayani seranganku kali ini. Dan,
kalau kau sanggup bertahan selama lima jurus, biarlah kesalahanmu kuampuni, dan
kau boleh pergi dari tempat ini!" kembali terdengar jawaban gadis cantik manis
itu, yang rupanya masih ingin melanjutkan serangannya. Meskipun nadanya tidak
segalak semula. Tapi, ia tetap saja belum mempercayai sepenuhnya ucapan pemuda
itu. "Tapi...," pemuda tegap berwajah tampan itu berusaha mencegah perkelahian yang
sama sekali tidak diinginkannya itu. Tapi, ia tidak bisa berbuat lain ketika
tubuh gadis itu sudah meluncur dengan serangan yang lebih hebat lagi.
"Cerewet, sambut setanganku...!" bentak gadis cantik yang galak itu seraya
melancarkan serangan-serangannya yang menimbulkan deruan angin tajam.
Whuuut! Whuuut!
Mau tak mau pemuda tegap itu terpaksa menghindari serangan gadis cantik itu.
Sesekali ia mencoba memapaki sambaran tangan lawannya, yang dianggap sangat
berbahaya itu. Meskipun demikian, pemuda itu belum terlihat melontarkan serangan
balasan. Sepertinya ia memusatkan perhatian pada pertahanan, agar bisa melayani
serangan gadis galak itu selama lima jurus tanpa terluka.
"Hait...!"
Plak! Plak! Terdengar dua kali benturan keras berturut-turut, ketika pemuda tampan bertubuh
tegap itu memapaki tamparan dan tendangan lawan. Keduanya kembali terjajar
mundur untuk kesekian kalinya. Tapi, gadis cantik itu kembali melesat menerjang
dengan kecepatan gerak yang mengagumkan. Sehingga, pemuda itu mengeluarkan kata-
kata pujian di luar kesadarannya.
"Jurus kelima...!" dara cantik berpakaian biru muda itu berseru mengingatkan
jurus serangan yang dilontarkannya.
"Akh...!"
Jurus terakhir yang dijanjikan dara cantik itu benar-benar hebat dan berbahaya
sekali. Pemuda itu sampai terpekik kaget ketika cengkeraman jari-jari tangan
lawan hampir saja merobek bagian iga kanannya.
Untunglah ia masih sempat memiringkan tubuh sambil menggeser kaki kanannya ke
belakang. Kalau tidak, sudah bisa dipastikan iganya akan terluka. Setidaknya,
kulit dan dagingnya akan terkelupas oleh cengkeraman yang mendatangkan deruan
angin tajam itu.
"Cukup...!" ketika serangan jurus kelima itu berakhir, pemuda tampan itu berseru
mengingatkan seraya melompat ke belakang dan meluncur turun, setelah berputar
beberapa kali di udara.
"Hm..., kau ternyata sangat tangguh, Kisanak. Baiklah. Sesuai dengan janjiku,
sekarang kau boleh pergi meninggalkan tempat ini. Jangan ikuti aku lagi...,"
ujar dara cantik itu.
Diam-diam dalam hati dara cantik ini timbul rasa kagum kepada pemuda tampan
bertubuh tegap itu.
Sebab, jarang ia menemukan seorang pemuda yang mampu menahan serangannya sampai
sepuluh jurus lebih.
Bahkan serangan lima jurus terakhir dengan mempergunakan ilmu andalannya pun
dapat pula dihadapi oleh pemuda itu. Tapi, kekaguman itu hanya disimpannya dalam
hati, tanpa mengucapkannya kepada pemuda itu.
"Tapi, adakah undang-undang yang melarang kita untuk mengikuti seseorang"
Sedangkan orang itu sama sekali tidak berniat jahat terhadap orang yang
diikutinya" Nah, apa jawabanmu, Nisanak...?" bantah pemuda itu yang kelihatannya
mulai berani menjawab ucapan-ucapan gadis cantik yang galak itu.
"Memang tidak ada undang-undang yang melarangmu untuk membuntuti orang lain.
Tapi, tidak adakah pekerjaan lain yang lebih baik ketimbang membuntuti orang"
Atau kau memang mempunyai kebiasaan aneh mengikuti setiap gadis yang kau kagumi,
begitu" Hm..., kalau memang itu merupakan pekerjaanmu, jelas kau seorang pemuda
yang tidak mempunyai tata kesopanan...," balas dara cantik itu tidak mau kalah.
Jelas selain galak dan berkepandaian tinggi, dara itu pun pandai berdebat.
Sehingga, untuk sesaat lamanya, pemuda tampan berkumis tipis itu tidak bisa
menjawab. "Mmm..., tuduhanmu jelas keliru, Nisanak. Percayalah, baru kali ini aku
membuntuti seorang gadis.
Dan, karena pekerjaan ini terasa sangat menyenangkan hatiku, maka aku berniat
untuk melanjutkannya. Apakah kau keberatan...?" balas pemuda itu setelah terdiam
beberapa saat lamanya. Kali ini ditatapnya wajah cantik manis itu dengan senyum
lebar. "Hm..., apakah kau tidak mempertimbangkan perasaan orang lain dalam melakukan
pekerjaanmu yang aneh itu...?" tanya dara cantik manis itu seraya bertolak
pinggang. "Maksudmu...?" tanya pemuda itu seolah-olah belum mengerti arah pertanyaan dara
cantik yang dikaguminya itu.
"Hm..., aku jelas tidak suka kau buntuti, Kisanak. Oleh karena itu, aku akan
menerjangmu mati-matian kalau kau masih hendak melanjutkan pekerjaanmu itu. Nah,
silakan kau pilih. Pergi dengan selamat, atau bertarung sampai salah seorang di
antara kita ada yang tewas...!" dingin dan tegas sekali suara dara cantik itu.
Mendengar ucapan si dara cantik, pemuda tampan berkumis tipis itu menjadi
bengong, seolah-olah tak percaya dengan pendengarannya.
"Nah, ternyata kau masih bisa berpikir waras...," ucap dara cantik yang galak itu
ketika melihat pemuda di depannya berdiri bengong memandangi kepergiannya.
Setelah melemparkan senyum penuh kemenangan, dara cantik itu pun berkelebat
lenyap dari tempat itu.
"Gila...! Gadis itu benar-benar keras kepala, dan sulit sekali untuk diajak
berteman. Tapi..., biar bagaimanapun aku akan tetap membuntutinya dari kejauhan.
Aku tidak akan pernah berhenti sebelum dapat mengenalnya...," gumam pemuda
tampan itu berkata kepada dirinya sendiri. Jelas ia sangat tertarik dengan dara
cantik berpakaian biru muda yang galak itu. Ia pun memutuskan untuk tetap
mengikutinya tanpa sepengetahuan gadis cantik yang telah membuat kagum hatinya.
*** "Hm..., perlahan langkahmu, Nisanak...!" tiba-tiba terdengar sebuah teguran yang
membuat dara cantik manis berpakaian biru muda itu menunda langkahnya.
Sepasang mata dara itu berkilat curiga ketika melihat ada lima orang lelaki
berwajah bengis, berdiri menghadang jalannya. Dengan sikap tenang, dara cantik
manis itu melangkah maju beberapa tindak. Keningnya tampak berkerut ketika
mengenali lelaki bercambang bauk yang menjadi tukang pukul Juragan Surya Denta.
"Hm..., rupanya kau belum puas dengan kejadian kemarin, Kerbau Dungu! Dan,
sekarang mengajak teman-temanmu untuk mengeroyokku," tegur dara cantik itu
tersenyum mengejek ke arah lelaki bercambang bauk, yang bentuk tubuhnya memang
gemuk seperti kerbau.
"Hm..., perempuan liar inikah yang telah membunuh kakangmu, Bunggali..."!" tanya
seorang lelaki tinggi kurus berusia sekitar lima puluh tahun lebih. Sikap lelaki
itu terlihat keren dan memancarkan perbawa.
Jelas ia bukan orang sembarangan.
"Benar, Guru. Iblis betina inilah yang telah menewaskan Kakang Sungka kemarin,"
jawab lelaki bercambang bauk yang bernama Bunggali itu. Jelas ia masih mendendam
atas peristiwa kemarin di Desa Angkeran, dan mengundang guru serta kawan-kawan
seperguruannya untuk membalas perbuatan gadis cantik itu.
"Nisanak. Dengan membunuh salah seorang murid kami, berarti kau telah menanamkan
bibit permusuhan dengan Perguruan Gunung Lawa. Sebaiknya kau menyerahlah untuk
diadili oleh para tetua perguruan kami...," ujar lelaki tinggi kurus itu yang
rupanya merasa enggan untuk melakukan kekerasan, ketika melihat usia gadis itu


Pendekar Naga Putih 49 Tumbal Perkawinan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang pantas menjadi putrinya. Sayang, dara cantik berpakaian biru muda itu
menganggap ucapan calon lawannya sebagai suatu penghinaan. Hal itu terlihat
jelas dari sepasang matanya yang memancarkan sinar berkilat.
"Orang tua! Seharusnya kau berpikir lebih jauh, sebelum mengambil keputusan
untuk membela murid-muridmu. Bagaimana kalau ternyata yang berbuat salah adalah
muridmu" Apakah kau akan tetap berkeras untuk membelanya...?" tegur dara cantik
manis itu tanpa rasa gentar sedikit pun. Bahkan ia kembali melangkah maju dua
tindak. Sikap itu jelas-jelas merupakan tantangan.
"Perlu apa berbaik hati kepada iblis betina itu, Guru. Lihat saja sikapnya yang
sombong, dan menganggap dirinya manusia tersakti di atas permukaan bumi ini.
Gadis liar seperti dia, harus segera diberi pelajaran biar jera...," Bunggali
yang sudah tidak sabar kembali menggosok hati gurunya. Sepasang mata lelaki
bercambang bauk itu melotot, seperti hendak menelan tubuh dara cantik itu bulat-
bulat. "Sabarlah, Bunggali...," ujar lelaki tinggi kurus itu mengibaskan lengannya
perlahan, mencegah Bunggali yang sudah siap maju. Kemudian, berpaling kepada
dara cantik itu. "Nisanak. Sekali lagi kutegaskan.
Biar bagaimanapun, aku harus membawamu ke perguruan untuk diadili. Menyerahlah,
atau aku terpaksa menggunakan kekerasan!"
"Hm..., jelas kalian ini adalah orang-orang jahat. Orang-orang seperti kalian
memang harus diberi pelajaran, agar lain kali lebih berhati-hati, dan tidak
meremehkan orang lain!" sahut dara cantik manis itu dengan nada menantang,
sehingga wajah lelaki kurus itu menjadi gelap.
"Hm...," gumam lelaki kurus itu sambil mengibaskan kedua lengannya ke kiri
kanan. Seketika empat orang lainnya, termasuk Bunggali, langsung menyebar mengepung
dara cantik berpakaian biru muda itu. Keempatnya telah mencabut senjata masing-
masing, siap mengeroyok bila gadis itu hendak melarikan diri.
"Hi hi hi...! Kalian ini betul-betul kerbau tolol! Kalian pikir aku mau
melarikan diri dari pertempuran"
Huh! Jangan sombong dulu, Orang-orang Tolol! Kalian lihatlah, aku akan membuat
guru kalian lari terbirit-birit...!" ejek dara cantik manis itu terkekeh seperti
merasa geli melihat tingkah-polah musuh-musuhnya.
"Kurang ajar...!" maki lelaki tinggi kurus yang menjadi pimpinan keempat orang
muridnya itu. Ia marah karena mendengar ejekan calon lawannya. Cepat ia melompat
ke depan, dan langsung melancarkan sebuah pukulan yang menimbulkan desiran angin
tajam. "Sambut seranganku...!" seru lelaki tinggi kurus itu membentak.
"Hm...," dara cantik itu bergumam pelan, seraya menggeser kaki kanannya ke
samping. Kemudian disusul dengan gerakan tubuh meliuk indah. Ketika pukulan
telah lewat di sampingnya, tubuh dara cantik itu langsung berputar dengan sebuah
tendangan belakang yang mengincar pelipis lawan.
Plak! Terdengar suara benturan keras ketika lelaki tinggi kurus itu mengangkat lengan
kirinya memapaki tendangan lawan. Tubuh keduanya terjajar mundur beberapa
langkah ke belakang. Terlihat lelaki tinggi kurus itu agak terkejut, ketika
merasakan kekuatan tenaga dalam yang tersembunyi dalam tendangan gadis itu.
"Hm..., pantas kau demikian sombong. Rupanya kepandaianmu memang cukup
hebat...," ujar lelaki tinggi kurus itu yang mau tak mau terpaksa memuji
kekuatan tenaga sakti lawannya, "Tapi, jangan besar kepala dulu. Sambutlah
seranganku selanjutnya...."
Dan sesaat setelah ucapannya selesai, tubuh lelaki tinggi kurus itu sudah
melayang dengan sebuah serangan yang jauh lebih berbahaya dari sebelumnya.
Bettt! Bettt! Melihat serangan lawannya semakin berbahaya, dara cantik berpakaian biru muda
itu segera menyilangkan kedua tangannya dan langsung dijulurkan ke depan.
Terdengar sambaran angin berkesiutan ketika sepasang lengan yang mengepal itu
berputaran membentuk gerakan-gerakan yang indah dan kuat.
"Haittt..!"
Dibarengi sebuah seruan melengking, tubuh ramping yang terbungkus pakaian biru
muda itu langsung menyambut datangnya serangan lawan. Sebentar saja, keduanya
telah saling serang dengan jurus-jurus ampuh.
Pukulan keduanya menimbulkan deru angin yang tajam.
Namun, setelah lewat dua puluh jurus lebih, terlihat sosok bayangan biru muda
mulai melakukan tekanan-tekanan berat kepada lawannya. Tampak sosok tinggi kurus
yang menjadi lawannya itu mulai terdesak, dan hanya bisa bergerak mundur.
Plak! Plak...! "Aaah...!?"
Meskipun dua buah pukulan lawan masih dapat ditangkis, namun lelaki tinggi kurus
itu terdengar memekik kesakitan. Dan, tubuhnya terpental keluar dari dalam arena
pertempuran. "Terimalah pukulanku...!" seru dara cantik berpakaian biru muda itu sambil
melesat mengejar tubuh lawannya. Dan....
Desss...! Tanpa ampun lagi, lawannya yang tidak mampu mengelak itu langsung kembali
terpental. Kali ini darah segar muntah dari mulutnya. Jelas kepalan mungil yang
menghantam bagian dadanya itu sangat kuat, sehingga menimbulkan luka yang tidak
bisa dipandang enteng.
"Haittt...!"
Dara cantik itu sepertinya tidak mau tanggung-tanggung dalam menuntaskan
pertempuran. Terlihat ia kembali melesat dengan telapak kaki yang siap menjejak
tubuh lawan yang tengah tergeletak hendak bangkit berdiri.
Derrr...! "Aaah...!"
Untunglah dalam saat yang gawat itu lawannya masih sempat menyadari datangnya
bahaya maut. Sebisa-bisanya ia langsung bergulingan menghindari telapak kaki mungil yang
jelas bisa mendatangkan kematian bagi dirinya.
"Hm..., rupanya kau masih sempat juga menyelamatkan dirimu, Orang Tua. Tapi,
kali ini kau coba saja menghindarinya...," ancam dara cantik itu yang kali ini
memberikan kesempatan kepada lawannya untuk berdiri tegak. Kemudian, tubuhnya
langsung meluncur ketika lelaki kurus itu sudah memasang kuda-kudanya, meskipun
dengan tubuh agak goyah.
"Haittt... !"
Diiringi teriakan melengking panjang, tubuh dara cantik itu melayang ke arah
lawannya. Bunggali dan ketiga orang lainnya tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab,
kepandaian mereka memang masih jauh untuk dapat menyelamatkan guru mereka.
"Heaaah...!"
Ketika serangan dara cantik itu sudah dekat, tiba-tiba lelaki tinggi kurus yang
merupakan seorang tokoh dari Perguruan Gunung Lawa itu mengibaskan tangan
kanannya ke depan. Kemudian, ia langsung bergulingan ke samping guna menghindari
serangan lawan.
"Aaah..."!"
Dara cantik manis itu memekik kaget ketika ia melihat kibasan tangan lawan
menyemburkan gumpalan asap tipis berbau harum. Sadarlah dara cantik itu kalau
lawannya berbuat curang dengan menebarkan bubuk beracun. Cepat ia melompat
mundur dan berputaran ke udara sambil mendorongkan sepasang telapak tangannya
dengan pukulan jarak jauh, guna mengusir asap putih yang berasal dari bubuk
racun itu. Namun, bubuk yang sudah telanjur tercium tadi, membuat tubuh dara
cantik itu tampak goyah ketika sepasang kakinya mendarat di atas tanah.
"Ohhh...! Dasar pengecut licik...!" umpat gadis itu sambil memejamkan matanya
untuk menghilangkan rasa pening yang membuat pandangannya kabur.
3 "Ha ha ha...! Sekarang kau baru tahu kelihaian orang-orang dari Perguruan Gunung
Lawa, Perempuan Liar...!" lelaki tinggi kurus itu tertawa bergerak ketika
melihat lawannya mulai goyah. Cepat ia memerintahkan murid-muridnya untuk
membekuk dara cantik itu. Sedangkan ia sendiri sudah melompat maju seraya
mengirimkan tamparan kilat ke bahu gadis itu.
Plak. Meskipun kepalanya terasa pening dan pandangan kabur, namun dara cantik itu
masih sempat mengangkat tangannya untuk memapak tamparan lawan. Sayang,
gerakannya tidak lagi segesit semula.
Akibatnya, sebuah tendangan salah seorang pengeroyok, menghajar telak
punggungnya. Desss...! "Hugkh...!"
Kontan tubuh dara cantik itu terjerunuk ke depan. Kembali tubuh ramping itu
terjengkang ketika sebuah pukulan keras mendarat di perutnya.
"Roboh...!" lelaki tinggi kurus itu membentak nyaring seraya melontarkan
tamparan keras ke arah pelipis gadis cantik itu. Agaknya ia ingin membuat
lawannya pingsan.
Whuttt..! Plakkk!
"Aih...!?"
Mendadak sesosok bayangan berkelebat memapak serangannya, saat tamparan lelaki
kurus itu hampir mengenai sasarannya. Akibatnya, terdengarlah benturan keras
disusul jeritan kaget dari lelaki kurus itu.
Tubuhnya terpental balik dan hampir terpelanting.
"Bedebah...!" umpat lelaki tinggi kurus itu dengan wajah merah padam, ia
kemudian bergerak bangkit seraya menatap tajam ke arah sosok tegap yang tengah
dikeroyok empat orang muridnya. Hatinya kembali tercekat ketika dua orang
muridnya terpelanting dan langsung pingsan, hanya dalam satu gebrakan saja.
Karuan saja kemarahan lelaki tinggi kurus itu makin menggelegak.
"Haaat...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, lelaki tinggi kurus itu langsung melayang ke
arah pertarungan.
Begitu tiba, ia langsung melancarkan serangan-serangan yang menimbulkan angin
berkesiutan. Namun, sosok tegap yang baru muncul itu benar-benar hebat sekali. Gerakannya
demikian gesit dan sangat kuat. Sehingga, meskipun dikeroyok tiga orang, ia
dengan mudah mengelakkan setiap sambaran senjata dan pukulan lawan-lawannya.
Bahkan serangan balasannya justru jauh lebih hebat dari lawan-lawannya.
Plakkk! Sosok tegap itu merunduk sambil memiringkan tangan kirinya, dan memapaki sebuah
tendangan yang dilancarkan lelaki tinggi kurus itu. Kemudian, langsung meliuk
dengan mengirimkan sebuah hantaman telapak tangannya yang tepat mendarat di dada
kiri lawan. Bukkk! "Hugkh...!"
Tanpa ampun lagi, tubuh tinggi kurus itu langsung terpental menyemburkan darah
segar. Gerakan sosok tegap itu terus berlanjut mematahkan serangan dua batang
senjata pengeroyoknya. Dan, mengirimkan tendangan serta pukulan yang membuat
kedua orang pengeroyok terakhir berpelantingan tersambar pukulan dan
tendangannya. "Bangsat! Siapa kau, Kisanak...?" desis lelaki tinggi kurus yang menjadi
pimpinan keempat kawannya.
"Kau telah membuat permusuhan dengan Perguruan Gunung Lawa! Hal itu akan
membuatmu menyesal seumur hidup...!"
"Hm..., terserah kau, Orang Tua. Kalau kau menganggapnya demikian, aku pun tidak
bisa menolak. Sekarang, tinggalkanlah tempat ini sebelum kesabaranku habis...!" ancam sosok
tegap yang ternyata adalah seorang pemuda berparas tampan dan gagah. Sikapnya
tampak tenang, meskipun lawannya jelas-jelas mengancam. Malah ia balik mengancam
dengan berani. Sehingga, ganti lelaki tinggi kurus itulah yang menjadi gelisah.
Tanpa berkata apa-apa lagi, ia langsung mengajak kedua orang muridnya untuk
membawa dua orang kawannya yang masih tak sadarkan diri itu. Kemudian mereka
berlari meninggalkan tempat itu dengan hati penasaran dan penuh dendam.
"Sebutkan namamu, kalau kau benar-benar bukan seorang pengecut, Kisanak...?"
ujar lelaki tinggi kurus itu, sebelum meninggalkan kedua orang lawannya. Sorot
matanya terlihat penuh api dendam ketika menatap sosok pemuda bertampang gagah
itu. "Hm..., namaku Sasmita. Kalau kalian ingin membalas dendam, datanglah ke Bukit
Harimau Putih...,"
jawab pemuda tampan itu tanpa gentar sedikit pun.
"Bukit Harimau Putih..."! Ada hubungan apa kau dengan Pendekar Macan Sakti...?"
tanya lelaki tinggi kurus itu agak terkejut ketika mendengar jawaban pemuda itu.
Kini ia baru mengerti mengapa gerakan pemuda itu seperti pernah dikenalnya.
Diam-diam hatinya agak bergetar ketika mendengar pemuda itu berasal dari Bukit
Harimau Putih, yang merupakan tempat tinggal seorang tokoh besar golongan putih.
Dinantinya jawaban pemuda itu dengan hati berdebar tegang.
"Aku adalah putra tunggalnya...," jawab pemuda gagah itu tanpa terkesan bahwa ia
hendak mengandalkan ketenaran nama orangtuanya dalam menanggapi ancaman lawan.
"Hm..., kalau begitu orangtuamu harus diberi peringatan agar bisa mendidik
putranya dengan baik.
Tunggulah pembalasan kami! Persoalan ini masih belum selesai...," ujar lelaki
kurus itu dengan nada mengancam.
Setelah berkata demikian, lelaki bertubuh tinggi kurus itu menyusul kawan-
kawannya. Langkahnya terlihat limbung. Karena ia menderita luka dalam akibat
pukulan Sasmita. Untunglah pemuda gagah itu tidak berniat menghabisi lawan-
lawannya. Kalau tidak, rasanya kelima orang itu tidak mungkin bisa meninggalkan
tempat itu dalam keadaan masih bernyawa.
Sepeninggal kelima orang itu, Sasmita segera melangkah menghampiri dara cantik
berpakaian biru muda yang tergeletak pingsan. Jelas, bubuk beracun itu telah
membuatnya tidak berdaya.
"Hm...," Sasmita bergumam perlahan. Kemudian dipondongnya tubuh ramping itu dan
melesat pergi. *** Dengan mengerahkan ilmu lari cepatnya. Sasmita terus bergerak menyusuri hutan.
Ia berniat hendak mencari pondok yang biasa dibuat oleh para pemburu untuk
bermalam. Meskipun racun yang melumpuhkan tubuh gadis dalam pondongannya itu
tidak berbahaya, tapi ia hendak mencari tempat yang aman dan terlindung.
Sebab, bukan tidak mungkin orang-orang Perguruan Gunung Lawa akan kembali dengan
membawa kawan-kawan yang lebih banyak. Hal itulah yang dikhawatirkan pemuda itu.
Tidak terlalu sulit bagi Sasmita untuk mencari tempat yang dimaksudkannya itu.
Tidak berapa lama kemudian, di depannya terlihat sebuah pondok sederhana. Tanpa
membuang-buang waktu lagi, pemuda gagah itu langsung memasuki pondok itu setelah
yakin tidak ada orang di dalamnya. Tubuh dara cantik berpakaian biru muda itu
diletakkannya di aras balai-balai, ia sendiri kemudian melesat pergi untuk
mencari air. Setelah air sungai yang dijerangnya masak, Sasmita duduk di undakan tangga
pondok sambil menanti dara cantik itu siuman. Tadi ia sudah mengurut beberapa
bagian jalan darah di tubuh gadis itu, yang berguna untuk mempercepat bangkitnya
kesadaran. "Ouhhh...!"
Sasmita bergerak bangkit ketika mendengar keluhan lirih gadis cantik yang
ditolongnya itu. Pemuda itu berdiri di samping balai-balai sambil memandang
gadis cantik manis yang terlihat berkeringat itu. Diam-diam kekagumannya semakin
bertambah, membuat hatinya bergetar aneh. Meskipun demikian. Sasmita sama sekali
tidak berani menyentuhnya. Pemuda itu hanya berdiri tersenyum menunggu pulihnya
kesadaran dara cantik manis itu.
Tidak berapa lama kemudian, Sasmita melihat kelopak maia dara itu mulai terbuka.
Pemuda gagah itu menahan debaran dalam dadanya ketika melihat sepasang mata
gadis itu tampak mengerjap beberapa kali, sebelum terbuka lebar-lebar.
"Kau..."!" pekik dara cantik manis itu ketika melihat sosok pemuda yang
dikenalnya, tengah berdiri menatapnya sambil tersenyum. "Apa yang kau
lakukan...?"
Sasmita, hanya tersenyum lebar ketika melihat dara cantik yang telah menarik
hatinya itu bangkit dengan wajah bersemu merah. Pemuda itu masih tetap berdiri
tenang, meskipun dara cantik itu telah berdiri tegak di hadapannya.
"Ke mana manusia-manusia licik itu...?" tanya dara cantik itu seraya menoleh dan
mencari-cari orang-orang Perguruan Gunung Lawa yang telah mengeroyoknya.
"Mereka telah pergi...," sahut Sasmita sambil mengambil air obat yang telah
dimasaknya. Diangsurkannya gelas bambu itu kepada dara cantik di depannya. "Tubuhmu masih
agak lemah. Sebaiknya kau minumlah obat ini guna melancarkan darahmu yang
terhambat akibat racun pembius orang-orang Perguruan Gunung Lawa itu."
"Racun pembius...?" desis dara cantik itu mengerutkan kening.
Dara cantik itu mencoba mengingat kejadian yang dialaminya beberapa saat yang
lalu. Perlahan-lahan, ia mulai dapat mengingat rangkaian peristiwa yang baru
saja dialaminya.
"Kaukah yang menolongku dari tangan mereka...?" tanya dara cantik itu seraya


Pendekar Naga Putih 49 Tumbal Perkawinan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memperhatikan wajah Sasmita. Pemuda itu tersenyum lebar melihat dara itu
menelusuri wajahnya, seperti hendak menilai dirinya.
"Maaf kalau perbuatanku kau anggap lancang, Nisanak. Semua itu kulakukan karena
aku tidak rela kau jatuh ke tangan mereka. Meskipun Perguruan Gunung Lawa bukan
dari golongan sesat, tapi mereka pun tidak bisa dikatakan orang baik-baik,"
sahut Sasmita agak merendah. Tangannya masih tetap terulur mengangsurkan gelas
bambu berisi air obat.
"Hm...," dara cantik manis itu bergumam pelan. Ada rasa kagum melihat sikap
pemuda tampan itu yang berlaku sopan dan menghormati dirinya. Perlahan
disambutnya gelas bambu di tangan pemuda itu. Sesaat dara cantik itu tertegun
ketika ia merasakan getaran aneh saat jari-jari tangan mereka saling
bersentuhan. Hal itu membuat hatinya berdebar-debar. Untuk mengalihkan
perhatian, diteguknya air obat yang diberikan pemuda itu.
"Mmm..., kalau kau tidak keberatan, bolehkah aku mengetahui namamu, Nisanak" Aku
sendiri bernama Sasmita...," tanya Sasmita seraya memperkenalkan namanya kepada
gadis itu. "Namaku Sari Asih...," sahut dara cantik manis itu setelah meneguk habis air
obat di dalam gelas bambu, dan meletakkannya di atas balai-balai.
"Sari Asih.... Sebuah nama yang indah...," ujar Sasmita perlahan seperti hendak
mengukir nama itu dalam hatinya. Ditatapnya wajah cantik manis yang menimbulkan
kekaguman di hatinya.
Sari Asih merundukkan wajahnya ketika melihat pancaran kekaguman pada sepasang
mata pemuda gagah itu. Ia merasa aneh tatkala debaran dalam dadanya semakin
kuat. Padahal, bukan baru kali ini ia menemukan tatapan itu pada mata laki-laki.
Tapi, kali ini ia benar-benar merasakan adanya kelainan dalam dirinya. Ada
jalaran rasa nikmat dan bangga mendapat tatapan penuh kagum dari pemuda gagah
yang menolongnya itu.
Merasa agak jengah mendapat ratapan mata Sasmita, Sari Asih membalikkan tubuhnya
dan melangkah ke pintu.
"Ah..., hari sudah mulai gelap...," desahnya perlahan seraya menatap ke luar
pondok yang mulai diselimuti kegelapan.
"Kalau begitu, biariah aku mencari makan malam untuk kita. Kuharap kau mau
menunggu sebentar...,"
ujar Sasmita yang langsung melesat pergi, sebelum Sari Asih mengangguk
menyetujuinya. Dara cantik itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya
perlahan. Sepeninggal Sasmita, Sari Asih duduk di tepi balai-balai menatap ke luar lewat
jendela yang terbuka.
Perhatian pemuda itu yang berlebihan terhadap dirinya, membuat Sari Asih
termenung. Ia memang kagum dengan kegagahan dan kesopanan sikap Sasmita.
Ditambah lagi, pemuda itu bukan orang lemah. Bahkan mungkin masih berada di aras
kepandaiannya sendiri.
Sari Asih sadar bahwa pemuda seperti Sasmita sangat jarang ditemuinya. Diam-
diam, ia mulai membayangkan andaikata pemuda itu menyukainya. Bagaimana ia harus
bersikap" Karena ia sendiri pun tidak dapat menipu dirinya sendiri yang mulai
merasa kagum dan suka kepada pemuda itu. Bahkan ada rasa damai dan aman berada
di sisi pemuda itu.
Sari Asih tidak bisa memastikan apakah ia telah jatuh cinta kepada pemuda itu
atau hanya suka sebagai seorang kawan baik. Dara cantik itu belum berani
memastikan. Menurutnya, hal itu masih terlalu pagi. Selain itu, Sari Asih belum
tahu banyak tentang Sasmita, ia memutuskan untuk melihat bagaimana kelanjutan
sikap pemuda itu. Dan ingin mengetahui mengapa pemuda itu selalu membuntutinya
sejak dari Desa Angkeran.
Meskipun ia sudah dapat meraba, tapi Sari Asih belum tahu pasti.
Sari Asih yang tengah termenung itu langsung bergerak bangkit ketika telinganya
menangkap suara gerakan orang di luar. Cepat ia melesat ke pintu. Senyumnya
mengembang ketika melihat Sasmita datang dengan membawa dua ekor ayam hutan di
tangan kanannya.
"Lihat, Asih! Rupanya nasib kita memang sedang beruntung. Dua ekor ayam hutan
ini cukup gemuk.
Rasanya cukup untuk kira berdua," seru Sasmita seraya mengangkat tangannya
tinggi-tinggi. Wajah pemuda itu berseri gembira. Nada suaranya pun terdengar
sangat akrab, membuat senyum di bibir Sari Asih semakin lebar.
Tanpa ragu-ragu lagi, Sari Asih langsung menghampiri Sasmita, dan mengambil dua
ekor ayam hutan di tangan pemuda tampan itu. Sedangkan Sasmita sendiri bagai
mendapatkan sebuah karunia yang tiada taranya ketika melihat senyum manis di
bibir gadis yang telah menawan hatinya itu.
"Hm..., kau sudah susah mencarinya. Sekarang biarlah aku yang memasakkannya
untuk kita berdua.
Tolong buatkan api untuk memanggang ayam ini..," ujar Sari Asih sambil melangkah
menuju pondok. Dara cantik manis itu sama sekali tidak memperhatikan betapa Sasmita seperti
orang tolol. Pemuda itu bagaikan terkena sihir! Ia benar-benar terpesona dengan
senyum manis yang diberikan Sari Asih.
Kesadaran baru kembali mengisi pikiran pemuda itu ketika bayangan tubuh Sari
Asih telah lenyap di balik pintu. Sasmita menggeleng berkali-kali sambil
berdecak tak habis-habisnya. Kali ini hatinya benar-benar telah terpikat oleh
Pendekar Remaja 3 Pusaka Para Dewa Karya Lovely Dear Tusuk Kondai Pusaka 8
^