Pencarian

Dewi Beruang Putih 2

Pendekar Pulau Neraka 34 Dewi Beruang Putih Bagian 2


ingin sekali bertemu. Ada sesuatu yang hendak aku
tanyakan padamu" kata Bayu, tegas.
"Hm.... Kau mau mencari masalah denganku
Anak Muda," desis Ki Laksa menggumam.
Bayu melangkah mundur dua tindak. Dikelua-
rkannya keris berwarna kuning keemasan dari dalam
sabuk yang membelit pinggangnya. Bola mata Ki Laksa langsung terbeliak begitu
melihat Keris Naga Emas
yang kini berada di tangan pemuda berbaju kulit harimau itu.
"Kau kenali benda ini, Ki?" tanya Bayu.
"Dari mana kau dapatkan itu?" Ki Laksa malah balik bertanya.
"Aku rasa kau sudah tahu, dari mana aku
mendapatkannya, Ki. Aku ingin, kau menjawab perta-
nyaanku. Karena aku harus menyerahkan benda ini
kepada pemiliknya," kata Bayu tegas.
"Keris itu milikku!" dengus Ki Laksa.
"Kau pasti tidak bernama Intan Kumala, bu-
kan..." Hanya Intan Kumala yang berhak memilikinya.
Dan aku yakin, kau pasti tahu di mana dia," kata Bayu, tetap tegas.
Ki Laksa tidak berkata-kata lagi. Gerahamnya
terdengar bergemeletuk. Sedangkan si Perampok Tiga
Nyawa yang berada di belakang laki-laki tua berjubah putih itu sudah siap dengan
masing-masing kapaknya
di tangan kanan. Mereka tinggal menunggu perintah,
sambil terus menatap Pendekar Pulau Neraka dengan
sinar mata yang begitu tajam.
"Siapa kau sebenarnya, Anak Muda" Ada hu-
bungan apa kau dengan mereka?" tanya Ki Laksa dingin sekali.
"Aku hanya diberi pesan untuk menyerahkan
benda ini kepada pemiliknya. Dan kau tentu tahu, sia-pa itu Intan Kumala," sahut
Bayu. "Dia sudah mati. Sebaiknya kau serahkan saja
Keris Naga Emas itu kepadaku."
Bayu menggeleng-gelengkan kepalanya seraya
tersenyum kecil. Dia menyimpan kembali keris ber-
warna kuning keemasan itu ke dalam sabuk pinggang-
nya yang terbuat dari kulit berwarna kuning gading.
Sementara itu Ratna Wulan sudah berdiri di belakang Pendekar Pulau Neraka.
Tangan kanannya sejak tadi
sudah menggenggam gagang pedangnya yang tersim-
pan dalam warangkanya di pinggang.
"Maaf, kami terpaksa harus melanjutkan perja-
lanan," kata Bayu seraya memutar tubuhnya hendak meninggalkan kedai itu.
"Tunggu...!" sentak Ki Laksa.
Bayu tidak peduli. Dia terus saja berjalan sam-
bil meraih Tiren dari pundak Ratna Wulan yang ber-
jalan di sebelahnya. Sikap Bayu yang tidak peduli itu membuat Ki Laksa bertambah
geram. "Berhenti kau, Bocah!" bentak Ki Laksa, lantang. "Hiyaaa...!"
Wuk! "Haiiit..!"
*** Manis sekali Bayu mengegoskan tubuhnya be-
gitu Ki Laksa menghunjamkan tongkatnya ke pung-
gung pemuda berbaju kulit harimau itu. Dan begitu
tongkat Ki Laksa lewat di sampingnya, dengan cepat
sekali Bayu membungkukkan tubuhnya, lalu secepat
itu pula menghentakkan kakinya ke belakang. Begitu
cepat gerakan yang dilakukan Pendekar Pulau Neraka.
Ki Laksa pun tampak terhenyak tidak menyangka.
"Hup!"
Tapi, laki-laki tua berjubah putih itu cepat me-
lompat ke belakang. Tendangan ke arah belakang yang dilancarkan Pendekar Pulau
Neraka pun tidak sampai
mengenai tubuhnya. Bayu segera memutar tubuhnya
berbalik. Dan, pada saat itu, si Perampok Tiga Nyawa sudah berlompatan sebelum
Ki Laksa memberi perintah.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Yaaah...!"
Secara bersamaan, si Perampok Tiga Nyawa
menyerang Pendekar Pulau Neraka. Kapak-kapak me-
reka berkelebatan cepat sekali mengincar bagian-
bagian tubuh Bayu yang mematikan. Serangan dari ti-
ga arah ini membuat Bayu harus berjumpalitan meng-
hindari. "Hup! Yeaaah...!"
Cepat sekali Pendekar Pulau Neraka melenting-
kan tubuhnya ke atas. Dia menjebol atap kedai ini dan terus meluncur keluar
dengan kecepatan yang sungguh luar biasa. Tapi, si Perampok Tiga Nyawa tidak
mau membiarkan Pendekar Pulau Neraka lolos. Den-
gan cepat mereka segera berlompatan dan menjebol
atap kedai. Sementara itu Ratna Wulan sudah berlari ke-
luar. Ki Laksa juga bergegas keluar dari kedai. Tinggal-lah laki-laki tua
pemilik kedai itu, yang masih tetap di-am seperti patung. Dia lalu jatuh
terduduk lemas di lantai ketika melihat keadaan kedainya sudah porak-poranda.
"Hap!"
Bayu menjejakkan kakinya di tanah, tepat di
halaman depan kedai yang cukup luas ini. Dan, sesaat kemudian si Perampok Tiga
Nyawa juga menjejakkan
kakinya di halaman kedai ini. Mereka langsung men-
gepung Pendekar Pulau Neraka dari tiga arah. Agak
jauh dari mereka, terlihat Ratna Wulan berdiri hampir sejajar dengan Ki Laksa.
Gadis itu menggenggam ga-
gang pedangnya yang selalu tergantung di pinggang.
Tapi, tampaknya kedua orang ini hanya berjaga-jaga di tempatnya.
"Hiyaaa...!"
Tiba-tiba si Nyawa Merah melompat menyerang
dengan kapaknya yang terayun begitu cepat ke arah
kepala Bayu. Ayunan kapak yang disertai pengerahan
tenaga dalam tinggi itu menimbulkan suara angin yang menderu bagai badai.
"Hap!"
Hanya dengan sedikit mengegoskan kepalanya,
Bayu berhasil mengelakkan serangan kapak itu. Na-
mun, belum juga dia bisa menarik kembali kepalanya, dari arah lain sudah datang
lagi serangan yang begitu cepat luar biasa. Dan Pendekar Pulau Neraka terpaksa
melompat menghindari pukulan keras bertenaga dalam
tinggi yang dilancarkan si Nyawa Biru.
"Hiyaaa...!"
Dari arah lain lagi, datang satu serangan kilat
dari si Nyawa Kuning. Bayu cepat-cepat merundukkan
kepalanya, sehingga tendangan melompat si Nyawa
Kuning lewat di atas tubuhnya. Pada saat yang bersamaan, Pendekar Pulau Neraka
melentingkan tubuhnya
ke udara. Secepat itu pula dilepaskannya satu tendangan keras menggeledek ke
punggung si Nyawa Kuning.
Begitu cepat serangan yang dilakukan Pendekar Pulau Neraka. Si Nyawa Kuning pun
tidak dapat lagi menghindar. Des!
"Akh...!"
Si Nyawa Kuning langsung jatuh terbanting cu-
kup keras ke tanah. Beberapa kali dia bergulingan.
Dan, begitu hendak berdiri, Bayu sudah mendarat de-
kat di depannya. Bagaikan kilat Pendekar Pulau Nera-ka melepaskan satu pukulan
keras disertai pengera-
han tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat sem-
purna. Pukulan ini tepat diarahkan ke wajah laki-laki setengah baya yang
mengenakan baju kuning itu.
"Yeaaah...!"
Plak! "Aaakh...!"
Untuk kedua kalinya si Nyawa Kuning terpekik.
Pukulan yang dilepaskan Bayu tepat menghantam wa-
jah laki-laki setengah baya itu. Seketika darah muncrat keluar dari wajah yang
hancur terkena pukulan
bertenaga dalam sempurna. Si Nyawa Kuning kembali
terbanting ke tanah dengan keras. Tubuhnya langsung diam tak bergerak-gerak
lagi. "Hup!"
Saat itu juga, si Nyawa Merah melompati si
Nyawa Kuning. "Hah..."!"
Bayu terhenyak kaget setengah mati begitu me-
lihat si Nyawa Kuning bisa bangkit berdiri lagi. Bahkan wajahnya, yang tadi
hancur terkena pukulan dahsyat
Pendekar Pulau Neraka, kini sama sekali tidak me-
nampakkan luka sedikit pun.
"Edan...! Ilmu apa itu...?" desis Bayu, keheranan. "Nguk!"
Tiren yang sejak tadi berada di pundak Pende-
kar Pulau Neraka juga tampak terkejut melihat si Nya-wa Kuning bisa bangkit
lagi. Padahal, jelas sekali terlihat tadi, lelaki setengah baya itu sudah
menggeletak mati terkena pukulan keras yang dilepaskan Pendekar Pulau Neraka.
"Hiyaaa...!"
Saat Bayu masih diliputi rasa keheranan, Si
Nyawa Biru sudah melompat menyerang dengan cepat
sekali. Kapaknya diayunkan terarah ke kepala Pende-
kar Pulau Neraka.
"Uts!"
Cepat-cepat Bayu menarik kepalanya ke sam-
ping, sehingga hantaman kapak itu tidak sampai men-
genai kepalanya. Dan, secepat kilat pula kakinya di-hentakkan. Dilancarkannya
satu tendangan keras
menggeledek disertai, pengerahan tenaga dalam yang
tinggi. Tapi, dengan manis sekali si Nyawa Biru berhasil menghindarinya dengan
melompat ke belakang be-
berapa langkah.
"Hih! Yeaaah...!"
Secepat itu pula, Bayu merundukkan tubuhnya
sedikit. Tangan kanannya ditarik ke depan dada, lalu langsung di kibaskannya ke
depan. Wusss! Cakra Maut yang selalu menempel di pergelan-
gan tangan kanan Pendekar Pulau Neraka seketika itu juga melesat cepat bagai
kilat ke arah si Nyawa Biru.
Begitu cepat serangan yang dilakukan Bayu, sehingga si Nyawa Biru tidak sempat
lagi menghindar. Terlebih lagi, saat itu dia baru saja menjejakkan kakinya di
tanah. Tak pelak lagi, Cakra Maut pun menghantam da-
da si Nyawa Biru dengan keras sekali.
Bres! "Aaakh...!" si Nyawa Biru menjerit keras melengking tinggi.
Begitu kuat pengerahan tenaga dalam yang di-
keluarkan Bayu saat melontarkan senjata mautnya itu, sampai-sampai tubuh si
Nyawa Biru terpental ke belakang sejauh dua batang tombak. Dan, Cakra Maut
tampak menembus begitu dalam ke dada laki-laki tua
berbaju biru itu.
"Hap!"
Cakra Maut kembali melesat keluar dari dalam
dada si Nyawa Biru begitu Bayu menghentakkan tan-
gannya ke atas kepala. Dan senjata keperakan bersegi enam itu kembali menempel
di pergelangan tangan kanan pemuda berbaju kulit harimau ini. Tampak darah
terus bercucuran deras dari dada si Nyawa Biru yang berlubang akibat tertembus
Cakra Maut tadi.
"Hup! Hiyaaa...!"
Saat itu juga si Nyawa Kuning melompat. Tapi
dia tidak menyerang Pendekar Pulau Neraka, melain-
kan melompati tubuh si Nyawa Biru yang sudah meng-
geletak tak bernyawa lagi di tanah.
"Hah..."!"
*** 5 Untuk kedua kalinya Bayu terbeliak kaget se-
tengah mati. Sungguh dia hampir tidak percaya de-
ngan pandangannya sendiri. Laki-laki setengah baya
berbaju biru itu seketika bangkit berdiri begitu si Nyawa Kuning melompatinya.
Dan, dadanya yang tadi ber-
lubang tertembus Cakra Maut kini sudah merapat
kembali. Tak sedikit pun terdapat luka di sana. Bahkan, darah yang tadi mengalir
pun kini lenyap tak berbekas sama sekali.
"Ha ha ha...!" Ki Laksa yang menyaksikan pertarungan itu tertawa terbahak-bahak.
Bayu melangkah ke belakang beberapa tindak.
Memang tingkat kepandaian ilmu olah kanuragan yang
dimiliki si Perampok Tiga Nyawa tidaklah terlalu tinggi Tapi ilmu 'Tiga Nyawa'
membuat mereka tidak gentar
menghadapi siapa pun. Bahkan, menghadapi orang-
orang yang berkepandaian jauh lebih tinggi pun, mere-ka tidak mempunyai rasa
gentar sedikit pun. Dengan
ilmu 'Tiga Nyawa' yang mereka miliki, tiga serangkai itu seakan-akan tidak bisa
mati. Walaupun tubuhnya
sudah tertembus senjata, salah seorang dari Perampok Tiga Nyawa akan bangkit
kembali jika salah seorang
yang lain melompatinya.
"Ha ha ha...! Kau tidak akan bisa mengalahkan
mereka, Anak Muda. Sebaiknya kau menyerah saja.
Tidak ada gunanya kau berkeras kepala!" ejek Ki Laksa angkuh.
Bayu diam saja. Sementara itu Ratna Wulan
menghampiri dan langsung berdiri di sebelah kiri Pendekar Pulau Neraka. Dia juga
keheranan setengah mati melihat lawan-lawan Pendekar Pulau Neraka ini bisa
langsung bangkit dengan cepat dari kematiannya. Belum pernah dia melihat hal
seperti ini seumur hidupnya. Sungguh tidak bisa dipercaya, seseorang bisa
kembali bangkit dari kematiannya hanya karena tu-
buhnya dilompati. Ini benar-benar sebuah ilmu yang
sangat aneh dan mencengangkan.
"Berikan keris itu padaku. Dan kau boleh pergi dari desa ini, Anak Muda," kata
Ki Laksa lagi seraya menjulurkan tangannya ke depan.
"Heh! Tidak semudah itu kau meminta, Kisa-
nak," dengus Bayu ketus.
"Keparat...!" desis Ki Laksa, geram.
Wajah Ki Laksa seketika memerah. Geraham-
nya bergemeletuk menahan kemarahan melihat sikap
Bayu yang masih tetap mempertahankan Keris Naga
Emas itu. Sedangkan si Perampok Tiga Nyawa yang be-
rada di belakang Ki Laksa sudah melangkah maju ke
depan. Tapi Ki Laksa masih mencegah mereka untuk
menyerang lagi pemuda berbaju kulit harimau itu.
"Aku harap, kau tidak membuat kesabaranku
hilang, Anak Muda," desis Ki Laksa, dingin.
"Heh!" Bayu hanya mendengus.
Bibir Pendekar Pulau Neraka menyunggingkan
senyum yang terasa begitu sinis. Dia memang paling
tidak suka kalau ada orang yang memaksakan kehen-


Pendekar Pulau Neraka 34 Dewi Beruang Putih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

daknya untuk memiliki sesuatu yang bukan haknya,
terlebih lagi jika benda itu ada di tangannya seperti saat ini. Bayu akan
mempertahankan walaupun harus
mengorbankan nyawanya sendiri.
"Wulan, kau pergi sekarang. Tunggu aku di gua
kemarin," bisik Bayu perlahan.
"Baik, Kakang," sahut Ratna Wulan.
"Bawa Tiren"
Ratna Wulan meraih Tiren yang ada di pundak
Pendekar Pulau Neraka. Kemudian dia melangkah
mundur beberapa tindak. Lalu cepat sekali gadis itu melesat pergi dengan
mempergunakan ilmu meringankan tubuhnya.
"Tangkap gadis itu...!" perintah Ki Laksa dengan suara yang lantang.
"Hiyaaa...!"
"Hup! Yeaaah..,!"
Begitu si Nyawa Biru melompat hendak menge-
jar Ratna Wulan, dengan cepat sekali Bayu menge-
butkan tangan kanannya ke arah laki-laki setengah
baya berbaju biru itu. Seketika Cakra Maut melesat
cepat bagai kilat dengan suara yang terdengar mendesing. "Haiiit...!"
Si Nyawa Biru terpaksa melentingkan tubuh-
nya, berputaran ke belakang beberapa kali. Dihinda-
rinya terjangan senjata maut Pendekar Pulau Neraka
itu. Dan, pada saat yang bersamaan, Bayu cepat me-
lompat menerjang si Nyawa Biru yang baru saja menjejakkan kakinya di tanah.
"Hiyaaat...!"
Cepat sekali serangan yang dilancarkan Pende-
kar Pulau Neraka. Si Nyawa Biru pun tidak sempat lagi berkelit menghindar. Dan,
satu tendangan keras
menggeledek yang dilepaskan Bayu tepat menghantam
dadanya. Des! "Akh...!"
Tubuh si Nyawa Biru langsung terpental ke be-
lakang sejauh dua batang tombak. Keras sekali dia jatuh bergelimpangan di tanah
yang keras berdebu ini.
Bayu cepat mengangkat tangan kanannya ke atas ke-
pala begitu kakinya kembali menjejak tanah. Dan Ca-
kra Maut pun kembali menempel di pergelangan tan-
gan kanan Pendekar Pulau Neraka.
"Hiyaaat...!"
Tanpa membuang-buang waktu sedikit pun,
Bayu cepat melompat ke arah si Nyawa Merah dan si
Nyawa Kuning yang belum sempat melakukan sesuatu.
Cepat sekali gerakan yang dilakukan Pendekar Pulau
Neraka, sehingga kedua lelaki tua itu tidak sempat bertindak apa pun. Dan, tahu-
tahu pemuda berbaju kulit harimau itu sudah menyerang dengan kecepatan yang
begitu luar biasa.
"Hup!"
"Haiiit...!"
Si Nyawa Merah dan si Nyawa Kuning cepat-
cepat berlompatan ke samping menghindari terjangan
Pendekar Pulau Neraka. Tapi belum juga mereka bisa
menguasai keseimbangan tubuh, Bayu sudah melan-
carkan satu serangan lagi yang begitu cepat dan dahsyat luar biasa. Secepat dia
melepaskan tendangan
sambil melompat ke arah si Nyawa Merah, secepat itu pula tangan kanannya
mengibas ke arah si Nyawa
Kuning. Wusss! Cakra Maut kembali melesat cepat bagai kilat
ke arah si Nyawa Kuning. Sedangkan si Nyawa Merah
tampak kelabakan setengah mati menghindari tendan-
gan yang dilancarkan Pendekar Pulau Neraka. Semen-
tara itu Ki Laksa hanya bisa terlongong bengong me-
nyaksikan ketangguhan yang diperlihatkan Bayu. Dia tidak mengira kalau pemuda
berbaju kulit harimau itu bisa bertindak begitu cepat bagai kilat, sampai-sampai
ketiga pembantu utamanya kalang kabut dibuatnya.
"Aaakh...!"
Terdengar jeritan panjang melengking tinggi.
Tampak si Nyawa Kuning terpental jauh ke belakang
begitu dadanya tertembus Cakra Maut yang dilepaskan Pendekar Pulau Neraka. Dan
pada saat itu juga, satu tendangan keras menggeledek bersarang di dada si
Nyawa Merah. Buk! "Akh...!"
"Hiyaaa...!"
Bayu segera melentingkan tubuhnya begitu me-
lihat si Nyawa Biru sudah bisa bangkit berdiri. Dan dengan cepat sekali Pendekar
Pulau Neraka melepaskan satu pukulan keras disertai pengerahan tenaga dalam yang
sudah mencapai tingkat sempurna. Begitu
cepat serangan yang dilancarkan Pendekar Pulau Ne-
raka, sehingga si Nyawa Biru yang belum bisa mengu-
asai keseimbangan tubuhnya dengan sempurna tidak
dapat lagi menghindar. Dan....
Prak! *** "Aaakh..."
Jeritan panjang melengking tinggi kembali ter-
dengar menyayat. Tampak si Nyawa Biru terhuyung-
huyung sambil memegangi kepalanya yang pecah aki-
bat terkena pukulan keras bertenaga dalam tinggi dari Pendekar Pulau Neraka.
Saat itu Bayu mengangkat
tangan kanannya ke atas kepala. Cakra Maut yang
terbenam di dada si Nyawa Kuning melesat balik dan
kembali menempel di pergelangan tangan kanan Pen-
dekar Pulau Neraka.
"Hup! Hiyaaa...!"
Saat itu juga Bayu melompat cepat sambil me-
nyambar tubuh si Nyawa Biru. Cepat sekali Pendekar
Pulau Neraka itu melesat dan terus berlari dengan
mempergunakan ilmu meringankan tubuhnya yang
sudah sempurna. Dan, dalam sekejap mata Pendekar
Pulau Neraka sudah lenyap tak terlihat lagi. Sementara itu, si Nyawa Merah yang
sudah bisa bangkit lagi cepat melompati si Nyawa Kuning. Laki-laki setengah baya
berbaju kuning itu pun bisa kembali bangkit berdiri, meskipun tadi dadanya sudah
berlubang tertembus
Cakra Maut. "Heh..."! Mana Nyawa Biru...?"
Mereka terkejut setengah mati Sebentar si
Nyawa Merah dan si Nyawa Kuning berpandangan. Me-
reka langsung sadar bahwa si Nyawa Biru telah dibawa oleh pemuda berbaju kulit
harimau itu. Kemudian mereka bergegas menghampiri Ki Laksa, yang masih tetap
berdiri tertegun melihat kejadian yang berlangsung begitu cepat dan sama sekali
tidak diduganya itu.
"Ke mana dia membawa Nyawa Biru, Ki?" tanya si Nyawa Merah.
"Ke arah Barat," sahut Ki Laksa, yang masih tampak tertegun.
"Ayo kita kejar dia, Nyawa Kuning," ajak Nyawa Merah. Tanpa menunggu perintah
dari Ki Laksa lagi, si Nyawa Merah dan si Nyawa Kuning langsung berlari
mengejar Pendekar Pulau Neraka. Mereka berlari cepat
dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuh
yang sudah mencapai tingkatan tinggi. Dan, sebentar saja kedua orang itu sudah
jauh berlari. Sedangkan Ki Laksa masih tetap berdiri diam memandangi kepergian
kedua pembantu kepercayaannya itu
"Hmm..., siapa anak muda itu" Hebat sekali
kepandaiannya," gumam Ki Laksa, berbicara sendiri.
Beberapa saat laki-laki tua berjubah putih itu
masih berdiri mematung memandangi kepergian kedua
pembantu kepercayaannya yang sudah hampir tak ter-
lihat lagi. Dan, begitu mereka benar-benar sudah tidak terlihat, Ki Laksa
bergegas melangkah masuk kembali ke dalam kedai. Kedua bola matanya mendelik
tajam menatap pada pemilik kedai ini.
Laki-laki tua pemilik kedai yang bertubuh ku-
rus itu hanya diam terpaku. Tubuhnya bergetar seperti terserang demam. Wajahnya
kelihatan pucat pasi, bagai tidak dialiri darah. Sedangkan Ki Laksa tetap
berdiri di ambang pintu kedai yang sudah sepi dan porak
poranda ini. "Ki Gandak! Kemari kau...!" bentak Ki Laksa, memanggil pemilik kedai itu.
"Iii.... Iya, Gusti...."
Laki-laki tua pemilik kedai yang dikenal dengan
nama Ki Gandak itu bergegas menghampiri. Dia lang-
sung berlutut begitu sampai di depan Ki Laksa. Kepalanya tertunduk dalam, tak
sanggup memandang wa-
jah Ki Laksa yang memerah bagai besi baja terbakar dalam tungku perapian.
Seluruh tubuh Ki Gandak sudah basah oleh keringat
"Kau tahu, siapa anak muda itu tadi?" tanya Ki Laksa, dengan nada suara agak
ditahan. "Maksud Gusti... yang pakai baju kulit harimau itu...?" Ki Gandak malah balik
bertanya dengan suara yang terbata-bata.
"Setan! Jawab saja pertanyaanku!" bentak Ki Laksa, geram.
"Tid... tidak tahu, Gusti. Dia datang berdua
dengan gadis itu kemarin. Dan menginap di sini semalam...," sahut Ki Gandak,
masih tergagap.
"Kau tanya namanya?"
"Kalau tidak salah, dia namanya Bayu. Sedang-
kan gadis itu Ratna Wulan"
"Apa dia menanyakan sesuatu padamu?"
"Maksud Gusti...?"
"Kau tadi lihat apa yang dipegangnya, kan.." Ki Gandak mengangguk.
"Dia mencari pewaris Keris Naga Emas. Apa dia
tidak bertanya-tanya tentang Intan Kumala?" ujar Ki Laksa, dengan suara yang
terdengar dalam.
"Iya, Gusti. Dia banyak bertanya padaku. Dan
minta diceritakan tentang Gusti Ayu Intan Kumala,"
sahut Ki Gandak.
"Lalu...?"
"Aku jawab apa adanya, Gusti."
"Hmm...."
Ki Laksa menggumam sedikit. Kemudian dia
berbalik dan keluar dari dalam kedai itu tanpa bicara apa pun. Sebentar dia
mengarahkan pandangannya ke
Barat, lalu dengan cepat sekali berlari mempergunakan ilmu meringankan tubuh.
Begitu tinggi tingkat ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, sehingga dalam
sekejap saja Ki Laksa sudah lenyap tak terlihat lagi.
Sedangkan Ki Gandak langsung terduduk lemas sam-
bil menghembuskan napas panjang.
"Ohhh..., untung dia tidak menggunakan keke-
rasan tangannya padaku...," desah Ki Gandak lega.
Saat itu juga, para penduduk Desa Gebang
yang tadi menghilang ke dalam rumahnya masing-
masing langsung bermunculan begitu Ki Laksa sudah
tidak terlihat lagi. Mereka menghampiri Ki Gandak
yang terduduk lemas di ambang pintu kedainya. Bebe-
rapa orang di antaranya menolong laki-laki tua itu dan membawanya masuk ke
dalam. Mereka semua bertanya-tanya, peristiwa apa sebenarnya yang sedang
terjadi pada diri Ki Laksa. Tapi, pertanyaan itu memang tidak bisa terjawab.
Dan, mereka hanya berha-
rap, desa ini tidak dilibatkan ke dalam persoalan
orang-orang berkepandaian tinggi itu.
*** Sementara itu Bayu sudah sampai di perbata-
san sebelah Barat Desa Gebang. Di sana Ratna Wulan
sudah menunggu. Gadis itu berdiri di depan mulut gua yang pernah mereka lalui
ketika keluar dari dalam Jurang Setan. Bayu terus menerobos masuk ke dalam
gua itu. Ratna Wulan mengikuti, lalu langsung menu-
tup mulut gua itu dengan semak dan bebatuan. Se-
buah obor dari bambu menerangi gua yang gelap dan
cukup besar ini.
Bruk! Bayu melemparkan tubuh si Nyawa Biru begitu
saja ke lantai gua yang lembab ini. Ratna Wulan me-
mandangi sebentar, lalu menghampiri dan memeriksa
urat nadi di bagian leher laki-laki setengah baya berbaju biru itu. Sebentar
kemudian dia sudah berdiri lagi.
Pandangan matanya langsung tertuju pada. Pendekar
Pulau Neraka. "Dia sudah mati. Untuk apa kau bawa ke sini?"
ujar Ratna Wulan
"Kalau ku tinggalkan, dia bisa hidup lagi," sahut Bayu.
"Lalu, akan kau apakan dia?"
"Kuburkan dia di sini. Nanti yang lainnya me-
nyusul. Hanya ini cara satu-satunya untuk mengalah-
kan ilmu aneh mereka."
Saat itu terdengar suara langkah kaki di luar
gua. Bayu segera mematikan api obor. Keadaan di da-
lam gua ini pun menjadi begitu gelap. Bahkan, Ratna Wulan yang berada begitu
dekat di samping Pendekar Pulau Neraka tidak terlihat. Dan, suara langkah kaki
di luar gua itu semakin jelas. Suara itu terdengar menuju ke arah gua. Bayu
segera mengintip keluar dari balik semak yang menutupi mulut gua ini.
"Siapa...?" tanya Ratna Wulan, berbisik.
"Orang-orang itu," sahut Bayu.
"Kalau mereka keluar dari jurang lewat gua ini juga, mereka bisa tahu kita di
sini, Kakang," kata Ratna Wulan.
"Kau bawa dia lebih ke dalam. Biar aku hadang
mereka," kata Bayu, tegas.
Ratna Wulan hanya mengangguk. Tapi, sudah
tentu Bayu tidak melihat anggukkan kepala gadis itu, karena keadaan di dalam gua
ini begitu gelap. Bayu
hanya dapat mendengar suara langkah kaki Ratna Wu-
lan yang masuk lebih ke dalam gua ini Dari suara
langkahnya yang terdengar berat, jelas sekali gadis itu tengah menyeret mayat
Nyawa Biru. Sementara itu Bayu terus memperhatikan tiga
orang yang berada di luar dari balik semak belukar
yang menutupi mulut gua ini. Mereka memang Ki Lak-
sa dan dua orang yang tersisa dari tiga serangkai si Perampok Tiga Nyawa, karena
yang seorang lagi sudah
diseret Ratna Wulan makin ke dalam lorong gua ini.
Bayu tahu, mereka pasti mengejarnya, karena dia
membawa salah seorang dari mereka dalam keadaan
sudah menjadi mayat. Yang pasti, mereka akan beru-
saha mendapatkannya untuk kemudian menghi-
dupkannya kembali. Dia tahu mereka adalah orang-
orang yang sangat berbahaya. Mereka selalu bertindak dengan cara kekerasan dan
sering-kali menyengsara-kan orang lain.
"Hup!"
Bayu baru melompat keluar begitu ketiga orang
itu sudah kelihatan cukup jauh. Cepat sekali dan begitu ringannya Pendekar Pulau
Neraka melompat keluar
dari dalam gua, sehingga tak ada suara sedikit pun


Pendekar Pulau Neraka 34 Dewi Beruang Putih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang terdengar. Tahu-tahu dia sudah berdiri tegak di atas batu hitam, agak jauh
dari mulut gua yang tertutup semak belukar kering itu.
"Apa yang kalian cari...?" lantang sekali suara Bayu. Ki Laksa dan si Perampok
Tiga Nyawa yang kini tinggal dua orang itu terkejut setengah mati.
Suara Pendekar Pulau Neraka memang terden-
gar lantang menggema, karena dikeluarkan dengan
pengerahan tenaga dalam tinggi. Ketiga lelaki tua itu langsung berbalik dan
berlompatan menghampiri Pendekar Pulau Neraka. Tapi, belum juga mereka sampai,
pemuda berbaju kulit harimau itu sudah melentingkan tubuhnya.
"Hiyaaa...!"
Manis sekali gerakan Bayu saat berputaran di
udara. Dilewatinya kepala-kepala mereka, lalu dengan indah kakinya dijejakkan
sekitar dua batang tombak di belakang ketiga laki-laki itu. Tentu saja mereka
terkejut, karena tiba-tiba saja Bayu sudah tidak ada di batu hitam itu. Dan,
yang membuat lebih terkejut lagi, begitu mereka berbalik, pemuda berbaju kulit
harimau itu sudah ada di tempat lain.
"Keparat...!" geram Ki Laksa, merasa dipermainkan.
Memang sulit bagi siapa pun mengikuti gerakan
yang dilakukan Pendekar Pulau Neraka itu. Begitu ce-
pat bagaikan kilat, sehingga sulit diikuti dengan pandangan mata biasa. Belum
juga ketiga laki-laki setengah baya itu berbuat sesuatu, tiba-tiba Pendekar
Pulau Neraka sudah bergerak dengan kecepatan yang begitu
luar biasa. "Kejar dia! Jangan sampai lolos...!" seru Ki Laksa lantang menggelegar.
"Hup!"
"Hiyaaa...!"
Si Perampok Tiga Nyawa yang tinggal dua orang
itu langsung melompat cepat dan berlari memperguna-
kan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai
tingkatan tinggi. Ki Laksa juga bergegas berlompatan ikut mengejar Pendekar
Pulau Neraka. Begitu cepat gerakan-gerakan yang mereka lakukan, sehingga tubuh
mereka seakan-akan lenyap. Yang terlihat hanyalah
bayangan-bayangan berkelebatan begitu cepat bagai
kilat. Sementara itu Bayu terus berlari cepat mem-
pergunakan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah
mencapai tingkat sempurna. Sesekali dia berpaling ke belakang. Tampak bibirnya
selalu tersenyum melihat
ketiga orang yang terus mengejarnya. Tingkat ilmu meringankan tubuh yang mereka
miliki memang masih
berada di bawah Pendekar Pulau Neraka. Sehingga,
sangat sulit bagi mereka untuk bisa mengejar. Padahal ketiga orang itu sudah
mengerahkan seluruh kemam-puannya.
Bayu baru berhenti berlari setelah merasa ya-
kin dirinya sudah jauh dari gua tempat Ratna Wulan
mengurus mayat si Nyawa Biru. Bibirnya menyung-
gingkan senyum kecil. Sekelilingnya kini hanya ditumbuhi ilalang, sehingga cukup
terbuka untuk dijadikan tempat bertarung Pendekar Pulau Neraka berdiri tegak
menunggu Ki Laksa dan dua dari tiga serangkai si Pe-
rampok Tiga Nyawa.
"Phuih! Kau sudah membuat kesabaranku ha-
bis Bocah!"
Ki Laksa mendengus sambil menyemburkan
ludahnya begitu sampai di depan Pendekar Pulau Ne-
raka. Sedangkan si Nyawa Kuning dan si Nyawa Merah
sudah mengambil tempat di sebelah kanan dan kiri
pemuda berbaju kulit harimau itu. Mereka masing-
masing menggenggam kapaknya dengan erat di tangan
kanan. Kapak-kapak itu tampak siap diayunkan ke
tubuh Pendekar Pulau Neraka. Terdengar tarikan na-
pas mereka begitu kuat dan tersengal, karena baru
berlari begitu cepat mengerahkan seluruh kemampuan
ilmu meringankan tubuh.
"Bunuh bocah keparat itu!" perintah Ki Laksa, lantang menggelegar.
"Hiyaaat...!"
"Yeaaah...!"
*** 6 "Haiiit..!"
Manis sekali Bayu mengegoskan tubuhnya. Di-
hindarinya serangan yang dilancarkan dua orang dari tiga serangkai si Perampok
Tiga Nyawa itu. Tapi Bayu belum bisa menarik napas lega, karena mereka terus
melancarkan serangan dengan gencar dari dua arah.
Kapak-kapak mereka yang bermata besar dan tajam
berkelebatan begitu cepat di sekitar tubuh Pendekar Pulau Neraka. Begitu kuatnya
ayunan kapak yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi itu, sehingga
menimbulkan suara angin yang menderu dahsyat bagai
badai. Sementara itu Ki Laksa tetap diam memperha-
tikan. Keningnya terlihat berkerut semakin dalam,
seakan-akan tengah memikirkan sesuatu. Dia menoleh
ke kanan dan ke kiri, seperti mencari sesuatu, kemudian kembali memperhatikan
pertarungan yang sudah
berjalan beberapa jurus dengan cepat itu.
"Hmm..., di mana Nyawa Biru...?" gumam Ki Laksa, bertanya-tanya sendiri.
Ki Laksa baru sadar, pemuda berbaju kulit ha-
rimau itu tidak membawa si Nyawa Biru, salah seorang dari si Perampok Tiga Nyawa
yang berhasil dilarikan Bayu setelah lebih dulu dilumpuhkannya. Dia tidak
tahu bahwa si Nyawa Biru yang sudah tewas itu kini berada di dalam gua bersama
Ratna Wulan. "Setan...! Dia menyembunyikan Nyawa Biru,"
dengus Ki Laksa berang.
Walaupun wajah Ki Laksa kelihatan memerah
menahan geram, di dalam sinar matanya jelas terlihat kecemasan karena Bayu tidak
membawa si Nyawa Bi-ru. Dan dia sungguh-sungguh tidak tahu, di mana sa-
lah seorang dari si Perampok Tiga Nyawa yang sangat dipercaya dan diandalkan itu
berada. Dia cemas karena si Nyawa Biru bisa benar-benar mati kalau tidak
segera dilompati oleh yang lainnya.
"Bocah keparat...! Kubunuh kau! Hiyaaa...!" Ki Laksa tidak dapat lagi menahan
kegeramannya. Bagaikan kilat, dia melompat menyerang Pendekar Pulau
Neraka yang tengah sibuk menghadapi serangan-
serangan dari dua orang lawannya. Dan, terjunnya Ki Laksa ke dalam kancah
pertempuran itu membuat
Bayu semakin kesulitan. Serangan-serangan kini da-
tang dari tiga arah.
"Jebol dadamu! Hiyaaa...!" Sambil berteriak keras menggelegar, Ki Laksa cepat
melepaskan satu pu-
kulan keras menggeledek, yang disertai dengan pengerahan tenaga dalam tinggi.
Cepat sekali pukulan itu dilepaskan. Bayu pun dibuatnya terbeliak sesaat Na-
mun, dengan manis sekali Pendekar Pulau Neraka
berhasil menghindar serangan dengan memiringkan
tubuhnya ke kanan.
Pada saat yang hampir bersamaan, si Nyawa
Merah mengebutkan kapaknya ke arah kaki Pendekar
Pulau Neraka. Hal itu tentu sama membuat Bayu kela-
bakan setengah mati. Di saat dia sedang menghindari satu pukulan dahsyat dari Ki
Laksa, si Nyawa Merah
sudah melancarkan serangan begitu cepat bagai kilat.
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat-cepat Bayu melentingkan tubuhnya. Di-
hindarinya sambaran kapak si Nyawa Merah itu. Tapi
dalam keadaan tubuhnya yang miring, dia tampak se-
kali tidak dapat menguasai diri. Terlebih lagi, di saat yang begitu tepat, si
Nyawa Kuning melepaskan satu
tendangan keras menggeledek dari belakang. Dan, se-
rangan ini benar-benar menyulitkan Pendekar Pulau
Neraka. Des! "Akh...!"
Bayu tidak dapat lagi menghindari tendangan
yang dilepaskan si Nyawa Kuning. Tendangan bertena-
ga dalam tinggi itu mendarat telak di punggung Pendekar Pulau Neraka. Pemuda
berbaju kulit harimau itu
langsung terbanting ke depan. Keras sekali tubuhnya menghantam tanah. Beberapa
kali Bayu bergulingan di tanah berumput itu.
"Hiyaaat...!"
Saat itu juga Ki Laksa melompat ke udara, lalu
dengan cepat sekali meluruk ke arah Pendekar Pulau
Neraka. Tampak ujung tongkatnya yang runcing tertu-
ju lurus ke tubuh pemuda berbaju kulit harimau itu
"Hap!"
Tidak ada lagi kesempatan bagi Bayu untuk
menghindari hunjaman ujung tongkat yang runcing
itu. Cepat-cepat dia merapatkan kedua tangannya di
depan dada dan langsung menjepit ujung tongkat yang runcing itu.
"Hiyaaa...!"
Sambil mengerahkan kekuatan tenaga dalam-
nya, Bayu menghentakkan tongkat itu ke belakang ke-
palanya. Begitu sempurnanya tenaga dalam yang dimi-
liki Pendekar Pulau Neraka, sehingga Ki Laksa yang
berada di udara terperanjat setengah mati. Tapi, dia tidak sempat lagi berbuat
sesuatu. Tahu-tahu tubuhnya sudah terlontar deras.
Brak! "Aaakh...!"
*** Ki Laksa memekik keras begitu tubuhnya
menghantam sebatang pohon yang cukup besar.
Begitu keras benturan tubuh Ki Laksa, sehing-
ga pohon itu langsung hancur berkeping-keping. Se-
dangkan Bayu cepat-cepat melompat bangkit berdiri.
Tapi, baru saja kakinya menjejak tanah, datang lagi satu serangan dari si Nyawa
Merah. "Hiyaaa...!"
"Uts!"
Cepat-cepat Bayu menarik tubuhnya ke bela-
kang. Dihindarinya tebasan kapak si Nyawa Merah.
Dan, begitu kapak itu lewat di depan dadanya, dengan cepat sekali Bayu
melepaskan satu tendangan keras
disertai pengerahan tenaga dalam yang sudah menca-
pai tingkat sempurna.
"Yeaaah...!"
Begitu cepat tendangan yang dilepaskan Pen-
dekar Pulau Neraka. Si Nyawa Merah pun tidak sempat lagi terlihat menghindar.
Dan.... Begkh! "Akh...!"
Seketika itu juga tubuh si Nyawa Merah terpen-
tal sejauh dua batang tombak ke belakang. Melihat si Nyawa Merah terkena
tendangan menggeledek bertenaga dalam sempurna, si Nyawa Kuning bergegas
menghampiri. Tapi Bayu, yang sudah tahu kalau si
Nyawa Kuning hendak melompati si Nyawa Merah, ce-
pat-cepat melentingkan tubuhnya menghadang laki-
laki setengah baya berbaju kuning itu.
"Yeaaah...!"
Secepat kilat Bayu melepaskan satu pukulan
keras disertai pengerahan tenaga dalam yang sem-
purna, tepat mengarah ke dada si Nyawa Kuning
"Haiiit..!"
Si Nyawa Kuning ternyata berhasil menghindari
pukulan Bayu dengan mengegoskan tubuhnya ke
samping. Bahkan, secara bersamaan pula, kapaknya
dikebutkan ke perut Pendekar Pulau Neraka. Cepat
sekali kebutan kapak itu. Bayu pun sempat terbeliak sesaat, lalu bergegas
melompat ke belakang. Dihindarinya tebasan kapak berukuran cukup besar itu
"Hiyaaat...!"
Saat itu Ki Laksa yang sudah bisa berdiri lagi
cepat melompat menyerang pemuda berbaju kulit ha-
rimau ini Secara beruntun dia melontarkan pukulan
dahsyatnya, yang diselingi dengan hunjaman tongkat-
nya yang begitu cepat. Hal ini membuat Bayu kelaba-
kan juga. Dia terpaksa berjumpalitan menghindarinya.
"Hup!"
Bersamaan dengan itu, si Nyawa Kuning segera
melompat dengan cepat. Dilewatinya tubuh si Nyawa
Merah yang menggeletak dengan dada melesak ke da-
lam. Dan begitu tubuhnya dilompati, si Nyawa Merah
langsung bangkit berdiri. Tapi, belum juga kedua
orang dari tiga serangkai si Perampok
"Ghraaaugkh...!" "Heh..."! Apa itu?" sentak si Nyawa Merah. Ki Laksa dan Bayu
yang sedang bertarung pun sangat terkejut, dan menghentikan pertarungannya.
Tiba-tiba, dari dalam hutan lebat muncul seekor beruang putih yang sangat besar.
Dan, di punggungnya berdiri seorang gadis berambut meriap!
Tiga Nyawa itu bisa membantu Ki Laksa menye-
rang Pendekar Pulau Neraka, tiba-tiba....
"Ghraaaugkh...!"
"Heh..."! Apa itu...?" sentak si Nyawa Merah, terkejut.
Bukan hanya si Nyawa Merah dan si Nyawa
Kuning yang tersentak kaget Tapi, Ki Laksa dan Bayu yang sedang bertarung pun
sampai-sampai menghentikan pertarungannya ketika tiba-tiba saja terdengar
gerungan yang begitu keras menggelegar. Bumi yang
mereka pijak tadi bergetar, bagaikan diguncang gempa.
Ki Laksa sampai terlompat beberapa tindak ke bela-
kang, Sedangkan Bayu cepat melentingkan tubuhnya
sejauh dua batang tombak dari laki-laki tua berjubah putih itu.
Dan, belum lagi rasa terkejut mereka hilang, ti-
ba-tiba muncul seekor beruang berbulu putih seperti kapas dari dalam hutan yang
sangat lebat. Tubuh beruang itu sangat besar. Dan, di punggungnya berdiri
seorang gadis yang seluruh wajahnya hampir tertutup oleh rambut.
Gadis di punggung beruang itu mengenakan
baju putih warnanya sudah memudar dan kelihatan
begitu buruk, karena penuh tambalan dan compang-
camping. Rambutnya yang panjang meriap tak teratur
tampak melambai-lambai dipermainkan angin. Semua
orang yang berada di tempat itu mengarahkan pan-
dangan padanya. Terlebih lagi Ki Laksa. Dia cepat
mengenali, wanita itulah yang membakar rumahnya
semalam. Ki Laksa sempat melihat, walaupun dalam
sekejap saja, ketika wanita berpakaian seperti pengemis itu melepaskan bola api
sebelum menghilang setelah membakar rumahnya.
"Akhirnya kau muncul juga, Perempuan Setan!"
desis Ki Laksa, geram.
"Aku akan tetap datang sampai kau mampus,
Pengkhianat!" sambut gadis itu dingin.
"Phuih! Siapa kau sesungguhnya, Gadis Liar?"
bentak Ki Laksa, lantang.
"Heh!"
Gadis itu hanya tersenyum. Terasa begitu sinis
senyumannya. Kemudian dia melompat turun dari
punggung Beruang Putih bertubuh raksasa itu. Sung-
guh ringan dan indah gerakannya saat dia melompat
turun. Dan, tanpa menimbulkan suara sedikit pun,
gadis itu menjejakkan kakinya di tanah. Sementara


Pendekar Pulau Neraka 34 Dewi Beruang Putih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu, si Perampok Tiga Nyawa yang kini tinggal dua
orang sudah berada di belakang Ki Laksa. Sedangkan
Bayu berdiri terpisah dari mereka semua.
"Tampaknya kau begitu ingin mengetahui na-
maku Pengkhianat. Kau lihat sendiri pakaianku, juga sahabatku ini," kata gadis
itu dengan nada suara masih tetap terdengar dingin.
"Kau murid si Tiga Pengemis Sakti...?"
"Benar. Dan aku bernama Dewi Beruang Putih.
Kau dengar itu...?"
Ki Laksa diam saja. Baru kali ini dia mendengar
nama yang disebutkan gadis itu. Tapi, mereka memang sudah pernah bertemu saat
berada di dasar Jurang
Setan. Bahkan, mereka juga sempat bertarung. Tapi,
ketika itu pakaian yang dikenakan gadis ini tidak compang-camping seperti
sekarang, walaupun juga ber-
warna putih (Baca serial Pendekar Pulau Neraka dalam kisah "Tiga Pengemis
Sakti"). "Nisanak, kenapa kau selalu menyebutku
pengkhianat?" tanya Ki Laksa yang benar-benar ingin tahu. Gadis yang mengaku
bernama Dewi Beruang
Putih itu diam saja. Sorot matanya yang hampir tertutup rambut itu terlihat
sangat tajam menembus lang-
sung kedua bola mata Ki Laksa.
"Aku murid Tiga Pengemis Sakti yang kau bu-
nuh dengan keji. Kau berhutang lima nyawa padaku
Pengkhianat! Sekarang aku akan menagih hutangmu.
Kau harus membayar dengan nyawamu sendiri!" ujar gadis itu, dengan nada suara
yang semakin dingin.
"Lima..."! Apa maksudmu, Nisanak...?"
"Jangan banyak omong! Terimalah kematian-
mu, Iblis Keparat! Hiyaaat...!"
Tiba-tiba saja gadis yang mengaku bernama
Dewi Beruang Putih itu melompat cepat menerjang Ki
Laksa. Satu pukulan keras bertenaga dalam tinggi dilepaskannya begitu cepat.
Sesaat Ki Laksa terhenyak.
Namun, dengan cepat pula dia mengegoskan tubuhnya
ke samping. Dihindarinya pukulan Dewi Beruang Putih itu. "Hap!"
Saat tangan si Dewi Beruang Putih lewat di
samping tubuhnya, dengan cepat sekali Ki Laksa men-
gebutkan tongkatnya ke arah samping.
Bet! "Uts!"
Namun, dengan gerakan yang manis sekali,
Dewi Beruang Putih berhasil mengelakkan kebutan
tongkat Ki Laksa. Dan, cepat pula dia melompat ke belakang ketika Ki Laksa
memutar tongkatnya yang
langsung menghunjam ke arah dada. Ujung tongkat
itu pun lewat di depan dada si Dewi Beruang Putih.
"Hup! Yeaaah...!"
Sambil memutar tubuhnya ke belakang. Dewi
Beruang Putih melepaskan satu tendangan keras yang
menggeledek ke bagian perut laki-laki tua berjubah putih itu. Cepat sekali
tendangan gadis itu, sehingga tak ada lagi kesempatan bagi Ki Laksa untuk
menghindarinya. Dan, seketika itu juga dia mengebutkan tong-
katnya ke arah kaki si Dewi Beruang Putih.
Wuk! "Ikh..."!"
Dewi Beruang Putih tersentak kaget. Dia tidak
menyangka kalau Ki Laksa tidak menghindari se-
rangan dan malah mengebutkan tongkatnya. Cepat-
cepat gadis itu menarik kakinya kembali. Lalu, tubuhnya segera melenting dan
berputaran beberapa kali ke belakang. Dan, dengan manis sekali kakinya menjejak
tanah, sekitar satu batang tombak jauhnya dari Ki
Laksa. "Serang perempuan edan itu...!" seru Ki Laksa lantang menggelegar.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Si Perampok Tiga Nyawa yang tinggal dua orang
itu segera berlompatan menyerang Dewi Beruang Pu-
tih. Kapak-kapak mereka langsung berkelebatan begitu cepat, hingga menimbulkan
suara angin yang menderu
bagai badai. Dan, setiap kebutan kapak itu menimbulkan hawa panas yang sangat
menyengat. "Hup! Hiyaaa...!"
Dewi Beruang Putih terpaksa berjumpalitan.
Tubuhnya meliuk-liuk menghindari setiap serangan
yang datang secara beruntun dari dua arah itu. Hawa panas yang ditimbulkan dari
kelebatan kapak-kapak
itu sangat terasa bagai hendak membakar seluruh ku-
lit tubuhnya. "Hup!"
Begitu ada kesempatan, dengan cepat sekali
Dewi Beruang Putih melompat ke belakang beberapa
langkah. Kedua telapak tangannya langsung dira-
patkan ke depan begitu kakinya menjejak tanah. Dan, kedua lututnya ditekuk
sedikit. Kemudian dia melakukan beberapa gerakan dengan kedua tangannya. La-
lu.... "Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, gadis yang
menjuluki dirinya dengan nama Dewi Beruang Putih
itu menghentakkan kedua tangannya ke depan. Se-
ketika itu juga berhembus hawa dingin di sekitar hutan ini. Hawa dingin itu
semakin lama semakin terasa menggigilkan. Dan, terus bertambah semakin dingin,
hingga udara di sekitar hutan ini terasa membeku.
Tampak dari kedua telapak tangan gadis itu keluar
gumpalan-gumpalan putih seperti kapas yang beter-
bangan ke segala penjuru.
Sesaat kemudian, mendadak hawa dingin itu
menghilang lenyap dan langsung berganti dengan ha-
wa panas yang begitu menyengat, bagaikan hawa pa-
nas di dekat tungku api.
"Ugkh...!"
Tiba-tiba, tampak Dewi Beruang Putih ter-
huyung-huyung sambil melenguh pendek. Tangan ka-
nannya cepat bergerak mendekap dada. Dan saat itu
juga dia jatuh terduduk di tanah. Sudut bibirnya terlihat mengeluarkan darah.
Kejadian yang tidak terduga sama sekali itu membuat semua orang yang berada di
tempat itu terperanjat keheranan. Mereka tidak men-
gerti, kenapa tiba-tiba gadis yang menjuluki dirinya si Dewi Beruang Putih itu
langsung jatuh terkulai, di saat dia baru saja mengerahkan ilmu kesaktiannya
yang sempat membuat mereka semua merasa tersiksa.
"Ugkh! Dadaku...," keluh Dewi Beruang Putih.
"Bunuh dia, cepat...!" seru Ki Laksa, tiba-tiba.
"Hiyaaat...!"
Si Nyawa Merah lebih cepat tersadar. Begitu
mendengar suara keras bernada perintah itu, dia langsung saja melompat cepat
sambil mengayunkan ka-
paknya ke kepala si Dewi Beruang Putih. Tapi, belum
juga mata kapak itu sampai, mendadak....
Wuk! Tring! "Heh..."!"
Si Nyawa Merah terkejut setengah mati ketika
tiba-tiba kapaknya terpental balik ke belakang. Cepat-cepat dia melompat mundur
dan berputaran di udara
beberapa kali sebelum menjejakkan kakinya kembali
ke tanah. "Keparat...!"
*** 7 Saat itu terlihat Bayu mengangkat tangan ka-
nannya ke atas kepala. Dan, terlihat pula Cakra Maut berwarna keperakan dan
bersegi enam melesat balik,
langsung menempel di pergelangan tangan kanan Pen-
dekar Pulau Neraka. Rupanya dialah tadi yang meng-
gagalkan serangan curang si Nyawa Merah pada si De-
wi Beruang Putih.
"Phuih!"
Si Nyawa Merah menyemburkan ludahnya den-
gan sengit ketika tahu bahwa serangannya telah digagalkan oleh pemuda berbaju
kulit harimau itu.
Sementara itu si Dewi Beruang Putih masih
terduduk di tanah. Tampaknya dia seperti kehabisan
tenaga. Terlihat sekujur tubuhnya dibasahi keringat yang bercucuran begitu
deras. Bayu kemudian melangkah menghampiri gadis berpakaian pengemis itu.
Pandangannya terus tertuju pada beruang putih rak-
sasa yang telah berdiri begitu dekat dengan si Dewi Beruang Putih. Tapi belum
juga Pendekar Pulau Neraka
sampai di dekat si Dewi Beruang Putih, mendadak....
"Hiyaaa...!"
Slap! "Heh...?"
Uts...! Cepat-cepat Bayu melentingkan tubuhnya ber-
putaran ke belakang ketika tiba-tiba saja Beruang Putih yang berada di belakang
gadis itu melompat begitu cepat sambil meraung dahsyat menggelegar. Suaranya
terdengar bagai guntur yang memecah angkasa di wak-
tu hujan. "Ghraaagkh...!"
Beruang Putih bertubuh raksasa itu lewat di
atas tubuh Pendekar Pulau Neraka. Dia terus melun-
cur ke arah dua orang dari si Perampok Tiga Nyawa.
Begitu cepat lompatan Beruang Putih Itu. Si Nyawa
Merah dan si Nyawa Kuning pun tampak sama-sama
terbeliak. "Hup! Hiyaaa...!"
Si Nyawa Merah yang lebih cepat menyadari
keadaan ini bergegas melompat ke samping. Dihinda-
rinya terjangan Beruang Putih itu. Tapi, si Nyawa Kuning ternyata terlambat
menyelamatkan diri, sehingga kebutan kaki depan Beruang Putih itu telak menampar
wajahnya. Plak! "Akh...!"
Si Nyawa Kuning terpekik keras sekali. Dia
langsung terpelanting jatuh ke tanah. Dan beberapa
kali dia bergulingan di tanah yang berumput ini. Namun, dengan cepat laki-laki
setengah baya berbaju
kuning itu bisa bangkit berdiri. Tapi, baru saja kakinya menjejak tanah, Beruang
Putih itu sudah kembali
mengibaskan kaki depannya dengan kecepatan yang
begitu luar biasa.
Buk! "Akh...!"
Untuk kedua kakinya si Nyawa Kuning meme-
kik. Hantaman kaki depan yang juga sekaligus tangan beruang raksasa itu tepat
mengenai dadanya dengan
keras sekali. Kembali si Nyawa Kuning terpental ke belakang dengan deras, dan
baru berhenti setelah mena-brak sebatang pohon yang cukup besar. Seketika po-
hon itu hancur berkeping-keping.
"Ghraaagkh...!"
Sambil menggerung dahsyat, beruang putih
raksasa itu melompat cepat bagai kilat menerkam si
Nyawa Kuning yang menggeletak tak berdaya lagi di
antara kepingan pohon.
Ngek! "Ugkh...!"
Hanya sedikit keluhan kecil yang terdengar dari
mulut si Nyawa Kuning ketika kedua kaki beruang pu-
tih raksasa itu menjejak dadanya. Seketika darah me-muncrat dari mulut laki-laki
setengah baya berbaju
kuning itu. "Aaargkh...!"
Beruang Putih itu berteriak keras menggelegar.
Begitu keras teriakannya, sehingga tanah terasa bergetar bagai diguncang gempa.
Kedua tangan beruang
raksasa itu terangkat ke atas. Moncongnya yang penuh dengan gigi bertaring
terbuka lebar-lebar, seperti hendak memamerkan gigi-giginya yang bertaring tajam
itu. Kemudian dia kembali melompat mendekati si Dewi
Beruang Putih. "Hup!"
Pada saat itu juga, tampak si Nyawa Merah me-
lompat cepat. Dia langsung melompati tubuh si Nyawa Kuning yang menggeletak tak
bernyawa dengan dada
remuk dan kepala retak. Dan, begitu si Nyawa Merah
melompatinya, mendadak si Nyawa Kuning bangkit
kembali dengan cepat. Dadanya yang tadi remuk terinjak kaki Beruang Putih
raksasa itu kini terlihat kembali pulih seperti semula dengan cepat sekali.
Bahkan, darah yang keluar dari mulut-nya sudah tidak terlihat lagi. "Ghrrr...!"
*** Beruang Putih itu tampak keheranan melihat
korbannya yang tadi tewas bisa bangkit lagi dengan
cepat Bahkan, si Nyawa Kuning terlihat lebih segar da-ri semula, sebelum dadanya
diremukkan Beruang Pu-
tih itu. Dan, kini si Perampok Tiga Nyawa yang sekarang tinggal dua orang itu
sudah bergerak mendekati Beruang Putih itu. Kapak mereka terayun-ayun, seperti
hendak menakut-nakutinya.
"Ghrrr...!"
Tampaknya Beruang Putih bertubuh raksasa
itu tidak gentar melihat mata kapak yang berkilat tajam. Dia malah menggerung
sambil memperlihatkan
baris-baris giginya yang bertaring tajam. Perlahan dia memutar tubuhnya
berbalik, lalu berdiri di atas kedua kaki belakangnya. Sungguh besar sekali
tubuhnya, seperti sebuah bukit yang berselimut salju putih bagai kapas.
"Hiyaaa.,.!"
"Yeaaah...!
Si Nyawa Merah dan si Nyawa Kuning tiba-tiba
saja berlompatan cepat menyerang Beruang Putih rak-
sasa itu. Kapak mereka terayun deras dan hampir bersamaan mengarah ke perut dan
dada. "Ghraaagkh...!"
Beruang Putih itu meraung keras menggelegar.
Dan, cepat sekali dia mengibaskan kedua tangannya.
Disampoknya kapak-kapak yang berkelebat begitu ce-
pat mengincar tubuhnya yang ditumbuhi bulu berwar-
na putih seperti kapas itu.
"Hup!"
"Yeaaah...!"
Ternyata si Perampok Tiga Nyawa yang tinggal
dua orang itu lebih cepat lagi melentingkan tubuh.
Dan, secara bersamaan, mereka melepaskan ten-


Pendekar Pulau Neraka 34 Dewi Beruang Putih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dangan serta pukulan yang keras disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
Buk! Des! Dada dan kepala Beruang Putih itu menjadi sa-
saran empuk pukulan dan tendangan si Perampok Ti-
ga Nyawa. Tapi, binatang raksasa itu hanya terhuyung sedikit Dan, cepat sekali
kemudian dia mengibaskan
tangannya sambil memutar tubuhnya sedikit Hampir
saja kibasan tangannya mengenai si Nyawa Merah ka-
lau laki-laki setengah baya berbaju merah itu tidak cepat-cepat melompat mundur.
"Mundur kalian! Hiyaaat..!"
Tiba-tiba Ki Laksa melompat sambil berteriak
keras menggelegar. Dan, seketika itu juga dia me-
lepaskan satu pukulan menggeledek yang mengandung
pengerahan tenaga dalam tinggi. Begitu tinggi tenaga dalam yang dikerahkannya,
sehingga kepalan tangan
kanannya terlihat berwarna merah bagai besi terbakar di dalam tungku api. Ki
Laksa menyerang dari belakang Beruang Putih itu.
"Putih awas...!" teriak si Dewi Beruang Putih, memperingatkan binatang
peliharaannya itu.
Tapi, peringatan Dewi Beruang Putih sudah ter-
lambat Dan.... Begkh! "Aaargkh...!"
Beruang Putih raksasa itu meraung keras begi-
tu punggungnya terkena pukulan yang begitu dahsyat
dari Ki Laksa. Begitu keras pukulan yang dilancarkan Ki Laksa. Beruang Putih itu
pun langsung terhuyung-huyung ke depan. Tubuhnya menjadi limbung dan ti-
dak terkuasai lagi. Pada saat itu juga, si Nyawa Merah dan si Nyawa Kuning cepat
melompat menyerang dengan cepat.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Secara bersamaan, si Nyawa Merah dan si
Nyawa Kuning melepaskan pukulan keras disertai
pengerahan tenaga dalam yang tinggi. Dalam keadaan
tubuh yang limbung dan belum terkuasai, Beruang Pu-
tih itu tidak sempat lagi menghindari serangan kedua orang itu Hingga, kembali
dia harus menerima dua kali pukulan beruntun yang mengandung tenaga dalam
tinggi. "Aaargkh...!"
Sesaat kemudian tampak Ki Laksa melepaskan
satu pukulan keras yang mengarah langsung ke dada
beruang putih raksasa itu. Cepat sekali serangan yang dilakukannya, sehingga
binatang raksasa berbulu putih bagai kapas itu tidak dapat lagi menghindarinya.
Pukulan Ki Laksa telak menghantam dada binatang itu dengan keras sekali.
"Aaargkh...!"
Raungan yang begitu panjang terdengar keras
menggelegar. Tampak beruang raksasa itu terpental ke belakang sejauh beberapa
batang tombak. Keras sekali tubuhnya yang berbulu putih itu terbanting ke tanah.
Melihat binatang peliharaannya terus dihujani
pukulan-pukulan keras bertenaga dalam tinggi, Dewi
Beruang Putih tidak tahan juga melihatnya. Tanpa
menghiraukan keadaan dirinya sendiri, gadis itu cepat melompat menerjang Ki
Laksa yang sudah siap hendak
menghunjamkan tongkatnya yang berujung tajam ke
dada Beruang Putih itu. Sambil mengerahkan sisa-sisa kekuatannya yang masih ada,
Dewi Beruang Putih melompat cepat sambil berteriak keras melengking tinggi.
"Hiyaaat..!"
"Yeaaah...!"
Namun, pada saat itu juga, tampak si Nyawa
Merah melemparkan kapaknya dengan cepat sekali ke
arah Dewi Beruang Putih. Kapak yang berukuran cu-
kup besar itu meluncur deras, hingga menimbulkan
suara mendesing yang keras sekali. Dewi Beruang Pu-
tih terperangah. Tak ada kesempatan lagi baginya untuk menghindari lemparan
kapak itu. Tapi, belum juga kapak itu mengenai tubuhnya, mendadak....
Wusss! Trang! "Heh..."!"
Bukan main terkejutnya si Nyawa Merah ketika
tiba-tiba saja kapaknya terpental balik. Sempat terlihat tadi secercah cahaya
kilat keperakan menyambar senjata andalannya itu. Cepat-cepat si Nyawa Merah me-
lentingkan tubuhnya. Dan, kapaknya yang terpental
tinggi ke udara segera disambarnya sebelum sampai
jatuh ke tanah.
"Hap!"
Namun, baru saja si Nyawa Merah berhasil me-
raih kapaknya yang terpental tinggi ke udara, mendadak terlihat sebuah bayangan
berkelebat begitu cepat bagai kilat. Cepat-cepat dia mengebutkan kapaknya ke
arah bayangan itu. Tapi tanpa diduga sama sekali,
bayangan itu melesat ke atas dan tahu-tahu sudah berada di belakangnya. Dan
secepat itu pula....
Des! "Akh...!"
Si Nyawa Merah terpekik keras. Tubuhnya
mendadak terbanting ke tanah dengan deras sekali.
Hanya sedikit terdengar keluhan kecil ketika tubuh la-ki-laki setengah baya
berbaju merah itu menghantam
tanah. Dan, hanya sedikit terlihat gerakan. Sesaat kemudian si Nyawa Merah diam
tak bergerak-gerak lagi.
Darah terlihat mengalir dari sudut bibir dan kedua lubang hidungnya.
Tap! Pada saat yang hampir bersamaan, tampak
Pendekar Pulau Neraka mendarat ringan di samping
tubuh si Nyawa Merah. Kemudian dipandanginya si
Nyawa Kuning dengan tajam. Jelas sekali terlihat raut wajah si Nyawa Kuning
begitu gelisah dan cemas, karena pemuda berbaju kulit harimau itu berada sangat
dekat dengan tubuh si Nyawa Merah yang sudah tidak
bergerak-gerak lagi. Sementara itu Dewi Beruang Putih sudah begitu gencar
menyerang Ki Laksa.
*** "Ayo, lompati temanmu ini kalau bisa," ujar Bayu dengan nada suara yang sangat
sinis. "Phuih!"
Si Nyawa Kuning menatap dengan sengit Dia
menyemburkan ludahnya sambil melangkah beberapa
langkah ke depan Kapaknya yang berukuran cukup
besar itu disilangkan ke depan dada. Sorot matanya yang tajam tampak agak gentar
melihat ketegaran dan ketangguhan Pendekar Pulau Neraka. Tapi, dia tetap
melangkah maju perlahan-lahan. Sedangkan Bayu
masih berdiri tegak. Bibirnya menyunggingkan senyum kecil. Dan, tiba-tiba....
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat sekali Pendekar Pulau Neraka melenting-
kan tubuhnya ke udara sambil menyambar tubuh si
Nyawa Merah yang menggeletak di tanah. Begitu cepat gerakannya, sehingga sulit
diikuti dengan pandangan mata biasa. Dan, tahu-tahu pemuda berbaju kulit harimau
itu sudah berada di atas cabang sebatang pohon yang cukup besar dan kokoh.
Bayu meletakkan tubuh si Nyawa Merah di ca-
bang pohon itu. Lalu, dengan gerakan yang indah dan ringan sekali, dia meluruk
turun. Begitu sempurna il-mu meringankan tubuh yang dimilikinya, sehingga tak
terdengar suara sedikit pun saat kakinya menjejak tanah. Lalu kembali dia
mendarat di tempat berdirinya semula. Begitu cepat semua gerakan yang dilakukan
oleh Pendekar Pulau Neraka. Si Nyawa Kuning pun
tampak terlongong bengong.
"Hah..."!"
Si Nyawa Kuning terperanjat setengah mati be-
gitu menyadari tubuh si Nyawa Merah sudah tidak ada lagi. Dan, lebih terkejut
lagi dia ketika tahu bahwa si Nyawa Merah kini sudah berada di atas pohon. Dan,
sudah pasti si Nyawa Kuning tidak mungkin lagi bisa menghidupkannya, karena
tubuh si Nyawa Merah tidak menyentuh tanah.
"Keparat...!" geram si Nyawa Kuning, berang.
Beberapa saat dia memandangi tubuh si Nyawa
Merah, kemudian menatap tajam pada Pendekar Pulau
Neraka yang berada sekitar enam langkah lagi di de-
pannya. Sedangkan pemuda berbaju kulit harimau itu
hanya tersenyum. Namun, terasa begitu sinis senyum-
nya. "Kubunuh kau, Keparat!" desis Nyawa Kuning.
"Hiyaaat...!"
Cepat sekali si Nyawa Kuning melompat sambil
mengayunkan kapaknya ke arah kepala Pendekar Pu-
lau Neraka. Namun hanya dengan sedikit menge-
goskan kepalanya, Bayu berhasil menghindari kebutan kapak itu. Tapi sempat juga
dia terperanjat Karena, begitu mata kapak lewat di depan wajahnya, saat itu juga
terasa hawa panas yang begitu menyengat disertai hembusan angin yang keras.
"Hup...!"
Cepat-cepat Bayu melompat ke belakang tiga
langkah. Tapi, baru saja kakinya menjejak tanah, si Nyawa Kuning sudah kembali
menyerang Satu pukulan keras menggeledek langsung dilepaskan laki-laki setengah
baya berbaju kuning itu. Pukulan ini disertai dengan pengerahan tenaga dalam
yang tinggi sekali tingkatannya.
"Haiiit..!"
Bayu segera mengegoskan tubuhnya. Dihinda-
rinya pukulan si Nyawa Kuning. Dan, saat itu juga dia memiringkan tubuhnya, lalu
menghentakkan kakinya
untuk melepaskan satu tendangan keras menggeledek
yang disertai pengerahan tenaga dalam sempurna. Be-
gitu cepat serangan balik yang dilancarkan Pendekar Pulau Neraka. Si Nyawa
Kuning pun tidak sempat
menghindar lagi. Terlebih lagi saat itu tubuhnya memang sedang doyong ke kanan
karena baru melakukan
pukulan yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
Tak pelak lagi, tendangan Pendekar Pulau Neraka
mendarat telak di perut si Nyawa Kuning.
Begkh! "Hegkh!"
Si Nyawa Kuning melenguh pendek Tubuhnya
langsung terbungkuk. Perutnya terasa hampir jebol
terkena tendangan Pendekar Pulau Neraka. Dan, pada
saat itu juga, Bayu melepaskan satu pukulan keras
disertai pengerahan tenaga dalam tinggi ke wajah laki-laki setengah baya berbaju
kuning itu. "Hiyaaa...!"
Plak! "Akh...!"
*** 8 Begitu keras pukulan yang dilepaskan Bayu. Si
Nyawa Kuning sampai menjerit keras melengking. Dan, tubuhnya terpental jauh ke
belakang. Sebatang pohon yang terlanda langsung hancur seketika. Beberapa kali
si Nyawa Kuning bergelimpangan. Tapi dia masih bisa cepat bangkit berdiri.
Tampak wajahnya berlumuran
darah, pecah akibat terkena pukulan keras bertenaga dalam tinggi yang dilepaskan
Pendekar Pulau Neraka
tadi. "Hiyaaa...!"
Belum juga si Nyawa Kuning bisa menguasai
keseimbangan tubuhnya, mendadak Bayu sudah men-
gebutkan tangan kanannya ke depan, dengan tubuh
sedikit terbungkuk ke kiri. Seketika Cakra Maut yang selalu menempel di
pergelangan tangan kanan Pendekar Pulau Neraka melesat cepat bagai kilat Begitu
cepat senjata maut berwarna keperakan itu melesat Si
Nyawa Kuning pun hanya bisa terbeliak. Dan...
Crab! "Aaakh...!"
Satu jeritan panjang melengking tinggi terde-
ngar begitu menyayat Tampak tubuh si Nyawa Kuning
terhuyung-huyung. Dadanya berlubang dan berlumu-
ran darah tertembus Cakra Maut bersegi enam dan
berwarna keperakan itu. Saat itu Bayu menghentak-
kan tangan kanannya ke atas kepala. Seketika Cakra
Maut yang terbenam di dada si Mayat Kuning melesat
keluar dengan cepat. Dan kembali senjata andalan itu menempel di pergelangan
tangan kanan Pendekar Pulau Neraka.
Darah semakin banyak keluar dari dada si Nya-
wa Kuning. Beberapa saat tubuh laki-laki setengah
baya berbaju kuning itu limbung terhuyung-huyung,
lalu ambruk menggelepar di tanah. Terdengar erangan kecil. Dan sesaat kemudian
dia mengejang kaku lalu
diam tak bergerak-gerak lagi. Saat itu juga nyawanya terbang melayang dari
tubuhnya. "Heh...!"
Bayu menghembuskan napas panjang. Perla-
han dia memutar tubuhnya. Bola matanya meman-
dang lurus ke arah pertarungan antara Dewi Beruang
Putih dan Ki Laksa. Tampak jelas sekali Dewi Beruang Putih begitu kewalahan
menghadapi laki-laki tua berjubah putih itu. Dan entah sudah berapa kali gadis
itu harus menerima pukulan serta tendangan keras yang
mengandung pengerahan tenaga dalam.
*** "Hiyaaa...!"
Cepat sekali Ki Laksa melompat sambil meng-
hunjamkan ujung tongkatnya yang runcing ke arah
dada Dewi Beruang Putih. Cepat-cepat Dewi Beruang
Putih berkelit menghindar ke kiri. Tapi gerakannya kelihatan agak lambat,
sehingga ujung tongkat Ki Laksa masih bisa merobek pundak gadis itu.
Bret! "Akh...!"
Dewi Beruang Putih memekik agak tertahan.
Dia terhuyung-huyung sambil mendekap pundaknya
yang sobek berlumuran darah. Dan, saat itu pula Ki
Laksa sudah melancarkan serangan lagi dengan tong-
katnya yang terkenal maut dan sangat berbahaya. Ce-
pat sekali tongkatnya dikebutkan dengan gerakan berputar ke arah perut Sedangkan
Dewi Beruang Putih
saat itu masih dalam keadaan limbung. Tak mungkin
dia bisa menghindari serangan secepat kilat dari laki-laki tua berjubah putih
ini. Tapi, begitu ujung tongkat Ki Laksa hampir saja merobek perut gadis ini,
mendadak.... Wus!
Trang! "Heh..."!"
Ki Laksa tersentak kaget setengah mati ketika
tiba-tiba terlihat secercah cahaya keperakan berkelebat begitu cepat menyambar
ujung tongkatnya.
Cepat-cepat dia menarik tongkatnya sambil me-
lompat ke belakang beberapa tindak. Tangan kanan-
nya yang menggenggam tongkat terasa bergetar, kare-
na benturan cahaya keperakan tadi pada ujung tong-
kat itu. Dan pada saat itu tampak sebuah bayangan
berkelebat cepat. Tahu-tahu di depan Dewi Beruang
Putih sudah berdiri Pendekar Pulau Neraka dengan
tangan kanan terangkat di atas kepala.
Tap!

Pendekar Pulau Neraka 34 Dewi Beruang Putih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Secercah cahaya keperakan melesat cepat me-
nyambar pergelangan tangan kanan Pendekar Pulau
Neraka. Tampak Cakra Maut sudah kembali menempel
di pergelangan tangan kanan pemuda berbaju kulit harimau ini.
"Bocah keparat..! Phuih!"
Ki Laksa geram setengah mati begitu menyadari
bahwa serangannya pada Dewi Beruang Putih tadi di-
gagalkan oleh pemuda berbaju kulit harimau ini Beberapa kali dia menyemburkan
ludahnya dengan geram.
Sedangkan Bayu terlihat berdiri tenang. Dia berpaling
sedikit pada gadis berbaju putih penuh tambalan dan compang-camping yang berada
di belakangnya agak ke
kanan. "Bagaimana lukamu?" tanya Bayu.
"Hmm...."
Gadis yang tadi memperkenalkan diri sebagai
Dewi Beruang Putih itu hanya menggumam. Se-
dangkan Pendekar Pulau Neraka sudah berpaling lagi
menatap Ki Laksa. Dia melangkah ke depan beberapa
tindak. Sikapnya masih terlihat tenang karena tahu
bahwa sekarang Ki Laksa tinggal sendirian. Tapi laki-laki tua berjubah putih itu
belum sadar kalau kini dia tinggal seorang diri. Dia belum tahu bahwa dua orang
pembantu kepercayaannya sudah tewas di tangan
Pendekar Pulau Neraka.
"Sudah cukup banyak kau merepotkan aku,
Bocah. Apa sebenarnya yang kau inginkan dariku,
heh...?" bentak Ki Laksa dengan suara yang lantang dan mendesis geram.
"Aku hanya menginginkan jawabanmu saja, Ki.
Kau pasti bisa menjawab pertanyaanku di kedai tadi,"
sahut Bayu tenang.
"Phuih! Aku tidak akan menjawab pertanyaan
edanmu!" dengus Ki Laksa mendesis.
"Aku hanya meminta kepastian darimu saja, Ki.
Dan aku bisa pergi tanpa mengusik mu lagi. Aku da-
patkan keris itu dari orang yang mati akibat ulah tan-ganmu. Dan aku yakin, kau
punya hubungan dengan
orang itu. Tidak mungkin dia bertarung denganmu jika tidak ada persoalan apa-
apa," kata Bayu lagi.
"Phuih!"
Ki Laksa hanya menyemburkan ludahnya. Dia
melirik sedikit pada Dewi Beruang Putih yang masih
tetap berada agak ke kanan di belakang Pendekar Pu-
lau Neraka. Dan, ketika dia berpaling ke arah lain,
mendadak bola matanya terbeliak lebar. Hampir dia tidak percaya saat melihat
tubuh si Nyawa Kuning yang sudah menggeletak tak bernyawa lagi. Sedangkan si
Nyawa Merah sama sekali tidak terlihat Tapi, begitu kepala Laksa mendongak ke
atas.... "Setan keparat...!" desis Ki Laksa. Wajah Ki Laksa seketika merah padam begitu
melihat si Nyawa
Merah tertelungkup di cabang pohon yang cukup besar dan tinggi, tidak jauh dari
tubuh si Nyawa Kuning
yang menggeletak di atas tanah. Ki Laksa langsung
menatap tajam pada Pendekar Pulau Neraka. Dia ya-
kin, pemuda berbaju kulit harimau inilah yang telah menewaskan si Perampok Tiga
Nyawa. "Hmm...."
Ki Laksa menggerung geram, seperti seekor bi-
natang liar yang kelaparan. Sinar matanya yang begitu berkilatan dan bersorot
tajam tertuju lurus ke bola ma-ta Bayu yang berdiri sekitar enam langkah di
depan- nya. Dan, saat itu juga..,.
"Hiyaaat...!"
"Hup!"
Secepat Ki Laksa melompat menyerang, secepat
itu pula Bayu melentingkan tubuhnya ke udara. Dan,
hunjaman tongkat Ki Laksa hanya mengenai tempat
kosong. Sementara itu Dewi Beruang Putih sudah sejak tadi bergerak menjauh.
Tampak jelas sekali kalau dia begitu kelihatan lemah. Darah terus bercucuran
keluar dari pundaknya yang sobek oleh ujung tongkat Ki Laksa tadi. Gadis berbaju
putih dan kumal serta penuh
tambalan itu menghampiri seekor beruang putih rak-
sasa yang mendekam diam di bawah pohon Beruang
itu juga tampak terluka dalam cukup parah akibat
mendapat gempuran gencar dari Ki Laksa dan si Pe-
rampok Tiga Nyawa yang tinggal dua orang tadi.
Sementara itu Bayu berputaran beberapa kali
di udara. Dan, dengan manis sekali kakinya menjejak di tanah. Saat itu Ki Laksa
sudah memutar tubuhnya
dengan cepat sekali. Langsung tongkatnya dikebutkan ke arah dada Pendekar Pulau
Neraka. Tapi, hanya
dengan sedikit menarik dadanya ke belakang, ujung
tongkat yang runcing itu pun lewat di depan dada
Bayu. Dan, saat itu juga, Pendekar Pulau Neraka me-
narik kakinya ke samping dua langkah.
Cepat sekali Pendekar Pulau Neraka memiring-
kan tubuhnya. Dan, secepat itu pula dia menghentak-
kan kakinya. Dilepaskannya satu tendangan yang begi-tu keras menggeledek,
disertai pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkatan kesempurnaan.
Begitu cepat serangan yang dilancarkan Pendekar Pu-
lau Neraka. Sehingga Ki Laksa tidak sempat lagi berkelit menghindar.
Des! "Akh...!"
Keras sekali tubuh Ki Laksa terpental ke bela-
kang begitu tendangan Bayu mendarat telak di da-
danya. Belum lagi laki-laki tua berjubah putih itu bisa menguasai keseimbangan
tubuhnya, Bayu sudah
kembali melancarkan serangan cepat bagai kilat Dia
melompat sambil melepaskan satu pukulan yang begi-
tu keras disertai pengerahan tenaga dalam yang begitu tinggi tingkatannya.
"Hiyaaat...!"
Begkh! "Aaakh...!"
Kembali Ki Laksa terpental jauh ke belakang.
Sebatang pohon yang cukup besar seketika hancur
berkeping-keping terlanda tubuhnya. Saat itu pula
Bayu sudah kembali melompat menerjang. Cepat seka-
li gerakan yang dilakukan Pendekar Pulau Neraka itu,
sehingga sulit diikuti dengan pandangan mata biasa.
Dan tahu-tahu dia sudah berdiri dekat dengan tubuh
Ki Laksa. Bahkan, satu kakinya menginjak dada laki-
laki tua itu. "Hegkh...!"
*** "Katakan, di mana Intan Kumala...?" desis Ba-yu, dingin.
"Ugkh...!"
Ki Laksa tetap saja belum mau menjawab,
meskipun pijakan kaki Pendekar Pulau Neraka mem-
buat nafasnya tertahan. Semakin kuat pijakan kaki itu di dadanya, semakin sulit
pula dia bernapas. Saat itu, si Dewi Beruang Putih tampak terperanjat ketika
Bayu menyebut nama Intan Kumala. Dan, dia langsung
bangkit berdiri, walaupun baru saja mengambil sikap duduk bersila untuk
melakukan semadi.
Sementara itu Bayu mengeluarkan Keris Naga
Emas dari sabuk yang membelit pinggangnya. Saat ke-
ris berwarna kuning keemasan itu berada di dalam
genggaman tangan Bayu, mendadak...
"Hei."!"
Tiba-tiba saja si Dewi Beruang Putih terpekik.
Saat itu pula Bayu berpaling menatapnya. Dan, tanpa sadar, pijakan kakinya pada
dada Ki Laksa menjadi
bertambah kuat Akibatnya, laki-laki tua berjubah putih itu tidak dapat lagi
bertahan. Dan...
"Hegkh...!"
Ki Laksa hanya dapat mengejang beberapa
saat, kemudian terkulai lemas, lalu tak bergerak-gerak lagi. Dadanya remuk
terinjak kaki Pendekar Pulau Neraka. Cukup lama juga Bayu baru menyadari keadaan
itu. Dan, cepat-cepat dia menarik kakinya dari dada
laki-laki tua berjubah putih itu. Tapi, Ki Laksa sudah sejak tadi menghembuskan
nafasnya yang terakhir.
Bayu cepat melangkah ke belakang beberapa tindak
Sedangkan si Dewi Beruang Putih menghampirinya
dengan ayunan kaki agak terseok
"Berikan keris itu padaku!" bentak Dewi Beruang Putih dingin.
Bayu menatap sebentar pada Keris Naga Emas
yang berada dalam genggaman tangannya. Sungguh
dia tidak mengerti, kenapa banyak orang yang menginginkan benda yang
kelihatannya biasa ini. Apakah karena benda ini terbuat dari emas..." Tapi Bayu
tidak yakin kalau mereka semua menginginkan keris ini karena terbuat dari emas.
Sebentar kemudian dia mena-
tap pada Dewi Beruang Putih.
"Maaf, keris ini harus kuserahkan pada pewa-
risnya yang sah," kata Bayu dengan tenang tapi terdengar tegas.
"Akulah pewarisnya yang sah!" dengus Dewi Beruang Putih dengan tidak kalah
tegasnya. "Hmm..., bagaimana aku bisa mempercayai-
mu?" tanya Bayu sambil menyipitkan kelopak matanya. Memang sulit bagi Pendekar
Pulau Neraka un-
tuk bisa percaya begitu saja bahwa gadis berpakaian pengemis itu adalah pewaris
sah Keris Naga Emas.
Bayu memang belum mengenal orangnya. Dan dia
hanya tahu, pewaris Keris Naga Emas ini bernama In-
tan Kumala, putri Ki Satria.
Lalu, bagaimana Bayu bisa bertemu dengan
pewaris sah Keris Naga Emas" Apakah memang Dewi
Beruang Putih yang berhak memilikinya" Atau dia
hanya mengakuinya saja, seperti yang lainnya. Dan
mampukah Dewi Beruang Putih membuktikan bahwa
dirinya adalah Intan Kumala"
Untuk mengetahui jawabannya, ikuti saja ki-
sah petualangan Pendekar Pulau Neraka dalam epi-
sode "Pewaris Keris Naga Emas."
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Mybenomybeyes
Pedang Kiri 9 Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo Bende Mataram 1
^