Pencarian

Rahasia Bunga Cubung Biru 3

Pendekar Pulau Neraka 16 Rahasia Bunga Cubung Biru Bagian 3


bersiap-siap hendak meninggalkan tempat ini. Dengan ayunan kaki tenang, dia
keluar dari pondok kecil ini.
Pemuda berbaju kulit harimau itu menghirup napas
dalam-dalam saat berada di luar pondok. Masih terlalu gelap, matahari juga belum
menampakkan sinarnya.
Namun suara kokok dan kicauan burung sudah me-
nyemarakkan sekelilingnya.
"Hmmm..., indah sekali...," desahan halus terucap dari bibir Bayu.
"Tidak akan indah jika seperti ini...!" tiba-tiba terdengar sahutan dari arah
samping kanan. Bayu memalingkan muka ke arah suara itu. Dan
seketika matanya terbeliak begitu melihat Rampita
terikat dalam posisi terbalik di pohon. Kedua kakinya terikat menyatu berada di
atas. sedangkan kepalanya terjuntai ke bawah. Di dekat gadis itu berdiri seorang
gadis cantik berbaju putih. Di belakangnya tampak
seekor beruang berbulu putih yang sangat besar,
mendekam di bawah pohon.
"Rampita...," desis Bayu. "Heh! Apa yang kau lakukan pada Rampita"!"
"Heh! Jika kau ingin dia selamat, serahkan Bunga Cubung Biru padaku!" dingin
sekali suara gadis berbaju putih itu.
Gadis muda itu memang pernah bertemu Bayu, dan
mengaku bernama Rampita. Padahal sebenarnya
bernama Seruni, yang dikenal berjuluk Gadis Salju.
"Kakang..., turuti saja
keinginannya," celetuk
Rampita pelan. Bayu masih terdiam. Ditatapnya dalam-dalam
Rampita yang tengah tergantung terbalik dengan kepala berada di bawah. Wajah
gadis itu memerah, tapi bukan karena marah. Memang, dalam posisi seperti itu,
darah tak seimbang lagi
mengalir. Bayu heran juga mendengar perkataan Rampita. Gadis ini seolah-olah pasrah, dan tidak sedikit pun
mencoba memberontak
Padahal, kalau mau mudah saja baginya melepaskan
diri. Toh, kedua tangannya bebas tak terbelenggu.
Sedangkan Rampita menatap Bayu, namun sinar
matanya penuh permohonan agar Pendekar Pulau
Neraka itu suka menuruti permintaan Seruni.
"Rampita...," desah Bayu pelahan tanpa sadar.
"Penuhi saja permintaannya, Kakang," kata Rampita lirih. "Tapi..., tapi aku tidak tahu apa yang diinginkannya..."!" Bayu benar-benar
tidak mengerti.
"Jangan pura-pura bodoh, Bayu!" bentak Seruni sengit. "Aku tahu, Bunga Cubung
Biru ada padamu.
Cepat serahkan! Kau tidak berhak memilikinya!"
"Bunga Cubung Biru..."! Apa lagi yang dikatakannya, Rampita?" Bayu semakin kebingungan tidak mengerti.
Rampita hanya diam saja. Ditatapnya dalam-dalam
pemuda berbaju kulit harimau itu. Sedangkan Bayu
sendiri tampak seperti orang bodoh. Sebentar dipandangi Rampita, sebentar kemudian beralih pada Seruni yang berkacak pinggang
dengan mata mendelik marah tidak sabaran.
Saat semuanya sedang terdiam, mendadak saja....
"Yeaaah...!"
Bayu dan Seruni tersentak kaget begitu tiba-tiba
Rampita berteriak keras. Dan seketika itu juga,
tubuhnya melesat
ke udara. Entah bagaimana kejadiannya, tahu-tahu ikatan tambang di kaki gadis itu terlepas. Dan bahkan dia
telah mendarat di samping kanan Pendekar Pulau Neraka sebelum ada yang
menyadari apa yang baru saja terjadi.
Bayu memandangi Rampita sebentar, kemudian
beralih ke arah tambang yang masih tergantung di
pohon. Ikatan tambang itu masih tetap seperti semula.
Tidak ada yang berubah, dan malah tambang itu tidak putus.
Kembali Pendekar Pulau Neraka itu memandangi gadis di sampingnya. Sedangkan yang
dipandangi melangkah maju tiga tindak
"Tidak ada gunanya terus mendesak, Seruni. Aku yakin Kakang Bayu tidak memiliki
yang kau cari," tegas Rampita. Nada suaranya datar dan terasa dingin.
"Huh!" Seruni hanya mendengus saja.
"Pergilah, Seruni. Cari
Bunga Cubung Biru untukmu sendiri," kata Rampita lagi.
"Kau pikir aku akan percaya begitu saja padamu, Rampita" Kalian pasti sudah
bekerja sama!" dengus Seruni ketus.
"Seruni..., apakah kau sudah tidak percaya lagi padaku" Sama sekali aku tidak
memiliki Bunga Cubung Biru. Lagi pula sudah kukatakan kalau aku
tidak ingin memilikinya. Biarlah kau saja yang
memilikinya. Aku rela."
"Kata-katamu selalu manis, Rampita. Pantas saja Ayah selalu berpihak padamu!"
"Jangan lagi melibatkan Ayah, Seruni. Biarkan Ayah tenang di alam kubur," agak
dingin nada suara Rampita.
"Akan kugali kuburannya!"
"Seruni...!" sentak Rampita terkejut.
Tapi sebelum Rampita bisa berkata lagi, Seruni
sudah melesat pergi. Sedangkan beruang putih ikut
melompat sambil meraung keras menggelegar. Rampita ingin mengejar, tapi segera
diurungkan niatnya begitu mendengar panggilan lembut Pendekar Pulau Neraka.
Gadis itu membalikkan tubuhnya, langsung menatap
bola mata pemuda berbaju kulit harimau itu.
"Tidak akan kubiarkan dia melakukan hal itu, Kakang," tegas Rampita.
"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Bayu.
"Kalau sampai kuburan Ayah benar-benar dibongkar, aku tidak peduli lagi siapa
dia!" desis Rampita setengah menggeram.
Bayu diam dengan mata tajam memandang wajah
cantik di depannya. Banyak yang ingin diketahuinya, tapi melihat sorot mata
Rampita begitu tajam, Bayu mengurungkan
keinginannya. Meskipun rasa penasaran menyelimuti seluruh hatinya. Betapa tidak"
Sikap Rampita terasa begitu aneh, bahkan sukar
diterima akal sehat Pendekar Pulau Neraka itu.
Bayu mengayunkan kakinya mengikuti langka kaki
gadis itu. Disejajarkan langkahnya di sampin Rampita yang berjalan cepat
mempergunakan ilmu meringankan tubuh. Agak terkejut juga Pendekar Pulau Neraka
itu saat menyadari ilmu meringankan tubuh Rampita
begitu tinggi, sehingga perlu juga diimbangi. Sebentar saja mereka sudah jauh
meninggalkan pondok kecil
tempat tinggal gadis itu.
"Rampita, bisa aku bicara padamu?" pinta Bayu tidak bisa lagi menahan rasa
keingintahuannya.
"Bicaralah," jawab Rampita tanpa mengendorkan kecepatan jalannya.
"Tolong jelaskan, apa sebenarnya yang terjadi?"
pinta Bayu berharap. Pendekar Pulau Neraka memang
paling tidak betah jika dihadapkan pada persoalan yang mengandung teka-teki
seperti ini. Berhadapan dengan manusia-manusia aneh yang
memiliki tingkah polah yang sukar dimengerti, memang bukanlah
pengalaman yang mengenakkan. Dan
Pendekar Pulau Neraka itu sama sekali tidak menyukai hal ini Dia paling benci
terhadap segala macam teka-teki yang membuat kepalanya berdenyut. Bahkan
membuat hatinya terus diselimuti berbagai macam
pertanyaan dan rasa penasaran.
"Untuk apa" Kau sendiri sudah tahu," Rampita menanggapi ringan.
Bayu menghentikan langkahnya. Dan Rampita juga
ikut berhenti. Untuk beberapa saat lamanya mereka
saling melemparkan pandang. Pelahan namun pasti,
Rampita memalingkan mukanya ke arah lain. Entah
kenapa, hatinya selalu bergetar jika bertemu pandang dengan pemuda ini. Suatu
perasaan yang belum
pernah terjadi pada dirinya. Tapi Rampita tidak ingin memanjakan perasaannya.
Gadis itu selalu saja bisa menghalau, meskipun sering kali timbul selama
Pendekar Pulau Neraka ini masih terlihat, dan begitu dekat di sampingnya.
'Terus terang, aku sebenarnya tidak ingin terlibat Tapi sukar bagiku untuk
menghindarinya. Masih
banyak yang belum kuketahui tentang semua ini,
Rampita," tutur Bayu berterus terang.
"Apa lagi yang ingin kau ketahui?" tanya Rampita.
"Banyak. Terutama tentang kotak kayu, Bunga
Cubung Biru, kau, dan mereka yang menginginkan
kotak itu," tegas Bayu.
"Hm..., jadi selama ini apa saja yang kau ketahui?"
Rampita malah bertanya terus.
"Aku sendiri tidak tahu. Tiba-tiba saja diriku terlibat dalam masalah yang aku
sendiri tidak bisa memahami.
Dan semua yang kuketahui kuceritakan padamu."
Rampita tersenyum manis. Diayunkan kakinya
pelahan. Sebentar Bayu memandangi Rampita, dan
sempat menelan bulat-bulat senyuman manis gadis itu.
Kemudian Pendekar Pulau Neraka ikut melangkah dan
mensejajarkan ayunan kakinya di samping gadis
berbaju hijau muda itu.
"Rampita, apa sebenarnya yang sedang diperebutkan?" tanya Bayu.
"Kotak kayu yang berisi Bunga Cubung Biru," sahut Rampita tanpa menghentikan
ayunan kakinya.
"Apa itu?"
"Hanya sekuntum bunga yang hanya tumbuh satu
kali dalam seratus tahun. Bunga itu tidak akan layu atau rusak selama tidak ada
yang merusaknya. Begitu banyak
gunanya, sehingga
banyak orang yang menginginkan. Mereka bersedia mempertaruhkan nyawa demi mendapatkan bunga itu," jelas Rampita.
"Kau tahu apa keistimewaannya?" Bayu ingin tahu.
"Sukar untuk mengatakannya. Tapi yang jelas,
bunga itu telah menyelamatkan nyawaku dari sengatan ular kobra. Hanya dalam
sekejap racun ular itu keluar tanpa meninggalkan bekas sedikit pun."
Sedikitnya Bayu sudah bisa mengerti kalau bunga
itu tentu memiliki khasiat yang sangat langka. Buktinya orang berani
mempertaruhkan nyawa hanya untuk
sekuntum bunga. Bahkan si Kobra Hitam sendiri telah bertahun-tahun mencoba
merebutnya dari tangan
Anom Sura. Dan Bayu jadi ingin tahu, bagaimana ayah Rampita itu bisa memiliki
Bunga Cubung Biru..."
Waktu Bayu menanyakannya, Rampita hanya
tersenyum saja. Memang tadi sudah dijawab kalau
bunga itu telah menjadi pusaka warisan leluhur gadis itu, yang secara turun
temurun hingga sampai ke
tangan ayahnya. Bertahun-tahun pula bunga itu selalu menjadi masalah, dan
pemiliknya tidak akan merasa
tenang. Selalu saja datang persoalan dari orang-orang yang menginginkan bunga
itu. Satu keistimewaan yang sangat luar biasa. Orang
yang memiliki Bunga Cubung Biru bisa menjadi tabib paling
mujarab tanpa harus mempelajari ilmu pengobatan dan segala macam ramuan. Bunga itu
sudah membantu banyak. Bisa menyembuhkan segala
macam penyakit, baik penyakit dalam maupun luar.
Bahkan dapat menolak segala jenis racun yang dahsyat sekali pun.
Sambil terus berjalan, Rampita menceritakan ten-
ang Bunga Cubung Biru. Juga tentang leluhurnya yang sudah bertahun-tahun
memiliki bunga itu. Gadis itu sendiri tidak tahu, sejak kapan dan bagaimana
leluhurnya memilikinya. Tapi yang jelas, dia enggan memilikinya. Dan Bayu hanya
bisa mempercayai saja
tanpa ingin menanyakan sebabnya. Dalam pikiran
Pendekar Pulau Neraka itu, mungkin Rampita tidak
ingin kehidupannya terganggu.
Tanpa terasa mereka sudah tiba di
depan Padepokan Tongkat Sakti yang hangus terbakar.
Rampita berdiri tegak memandangi puing-puing

Pendekar Pulau Neraka 16 Rahasia Bunga Cubung Biru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

reruntuhan padepokan yang didirikan ayahnya. Masih terlihat asap mengepul dari
reruntuhan yang terbakar hangus. Mayat-mayat masih terlihat berserakan dalam
keadaan rusak. Mungkin telah menjadi santapan
binatang binatang liar. Mayat-mayat yang mulai
membusuk itu menyebarkan bau tidak sedap.
Sementara matahari sudah naik tinggi di atas kepala.
Sinarnya yang terik begitu menyengat, seakan-akan
hendak membakar kulit.
"Hmmm..., seharusnya Seruni sudah sampai di
sini," gumam Rampita.
"Mungkin tidak ke sini," sahut Bayu tanpa diminta.
"Kau yakin, Kakang?" tanya Rampita.
Belum juga Bayu menjawab pertanyaan itu,
mendadak saja terdengar tawa menggelegar. Dan belum juga hilang tawa itu, tiba-
tiba bermunculan orang-orang bersenjata
golok terhunus. Mereka langsung mengepung Pendekar Pulau Neraka dan Rampita. Bayu
menatap tajam seorang laki-laki bertubuh tinggi kekar, yang wajahnya terdapat
luka memanjang hampir
membelah pipi. "Barong Codet...," desis Bayu mengenali.
"Hmmm...," sedangkan Rampita hanya menggumam tidak jelas.
*** 7 "Sudah kuduga! Kau pasti kembali lagi ke sini, bocah!" dingin dan besar sekali
suara Barong Codet.
Laki-laki bertubuh tinggi besar dan berwajah buruk itu melangkah beberapa tindak
mendekati Bayu dan
Rampita. Sedangkan anak buah Barong Codet yang
berjumlah sekitar dua puluh orang sudah menggerak-
gerakkan goloknya di depan dada. Mereka tampaknya
sudah siap, tinggal menunggu perintah saja.
Bayu dan Rampita hanya diam saja, namun tatapan
mereka begitu tajam ke arah Barong Codet Sedangkan Bayu sudah mengedarkan
pandangannya ke sekeliling
mencoba mengukur kekuatan gerombolan perampok
yang sangat ditakuti di sekitar daerah Lembah Bunga ini. Kelompok manusia kasar
yang sudah terkenal
kekejamannya sampai keluar Lembah Bunga.
"Rampita! Serahkan Bunga Cubung Biru padaku,
dan kau boleh pergi dengan selamat dari sini!" ujar Barong Codet seraya menatap
tajam Rampita. "Bunga itu tidak ada padaku!" sahut Rampita tidak kalah dinginnya.
"Phuah! Aku tidak main-main, bocah setan! Aku tahu, kalau manusia tolol murid
ayahmu telah diselamatkan monyet buduk itu. Dan aku juga tahu
kalau Adilangu sudah mampus di tangan Sureng Rana.
Kemudian kotak kayu berisi Bunga Cubung Bini
dibawa monyet itu. Dan sekarang dia bersamamu. Nah!
Mana bunga itu..."!" lantang sekali suara Barong Codet.
"Sudah kukatakan, bunga itu tidak ada padaku!"
dengus Rampita sengit.
"Aku tidak ada waktu bermain-main, Rampita!"
ancam Barong Codet mendesis.
"Lalu, apa maumu?" tantang Rampita tajam Barong Codet menggereng kecil. Tatapan
matanya begitu tajam. Namun di balik tatapan mata itu,
tersimpan sesuatu yang liar. Benaknya langsung
dipenuhi pikiran-pikiran kotor melihat kecantikan dan keindahan tubuh Rampita.
Barong Codet menjilati
bibirnya sendiri yang hampir tertutup berewok dan
kumis. "Sayang sekali, kau terlalu cantik untuk mati di tanganku, Rampita," agak lunak
suara Barong Codet kali ini.
Rampita hanya mendengus saja. Gadis itu sudah
tahu, siapa Barong Codet itu. Dan dia begitu muak
melihat tatapan mata laki-laki kasar itu. Namun
Rampita masih bisa meredam gejolak darahnya yang
sudah mendidih dalam dada.
"Baiklah. Kau boleh memiliki bunga itu, Rampita.
Tapi kau harus ikut dan hidup bersamaku. He he he...,"
Barong Codet terkekeh.
'Tawaran yang menarik. Tapi sayang sekali, kau
begitu jelek untuk menjadi pendampingku," ujar Rampita halus.
"Setan...!" geram Barong Codet
Kata-kata halus gadis itu membuat wajah Barong
Codet memerah seketika. Betapa tidak" Ucapan
Rampita memang halus, namun sangat menyakitkan
telinga. Sedangkan Bayu hanya tersenyum, bahkan
tidak bisa menahan rasa geli. Pendekar Pulau Neraka itu terkikik Hal ini membuat
Barong Codet semakin
geram, dan langsung mendelik ke arah Bayu.
"Keparat! Kau menertawakanku, bocah setan...!"
geram Barong Codet mengkelap.
Kemarahan dan perasaan terhina di dada Barong
Codet seketika ditumpahkan pada Bayu. Tanpa banyak bicara lagi, laki-laki yang
wajahnya terdapat luka memanjang membelah pipinya itu langsung melompat
menerjang Pendekar Pulau Neraka. Terjangannya
sangat cepat dan tiba-tiba sekali.
Namun begitu telapak kaki Barong Codet hampir
bersarang di dada, bergegas Bayu mengegoskan
tubuhnya ke samping sedikit miring. Maka tendangan Barong Codet lewat sedikit di
depan dada. Dan pada saat itu, Bayu cepat menghentakkan tangannya ke
pinggang. Buk! "Ughk..!" Barong Codet mengeluh pendek.
Sodokan tangan Pendekar Pulau Neraka memang
tidak terduga dan tidak terhindari lagi. Laki-laki kasar itu terhuyung ke
belakang dengan tubuh setengah
membungkuk. Bibirnya meringis merasakan nyeri dan
mual pada perutnya. Untung saja Bayu tidak menge-
rahkan penuh kekuatan tenaga dalamnya, sehingga
Barong Codet hanya merasakan sedikit nyeri dan
mual "Keparat! Hiyaaa...!"
Sambil memaki dan berteriak keras, Barong Codet
kembali menerjang pemuda berbaju kulit harimau itu Kafi ini dia tidak mau
bermain-main lagi. Dua pukulan bertenaga dalam cukup tinggi dilontarkan ke
bagian tubuh Bayu. Namun manis sekali Pendekar Pulau
Neraka itu berhasil berkelit mengelakkannya. Bahkan kembali memberikan satu
sodokan balasan ke arah
dada. "Uts!"
Buru-buru Barong Codet menarik mundur tubuhnya ke belakang Tapi Bayu juga cepat menarik
kembali sodokan tangannya. Dan sambil menyusur
tanah, Pendekar Pulau Neraka itu mendekati Barong
Codet. Dan dengan kecepatan bagai kilat, pemuda
berbaju kulit harimau itu mengibaskan tangan kirinya disusul satu hentakan kaki
agak memutar. "Yeaaah...!"
Des! Buk! "Aaakh...!" Barong Codet terpekik keras.
Dua kali pukulan dan tendangan Bayu mendarat
telak di tubuh laki-laki tinggi besar itu. Tak ampun lagi, tubuh tinggi besar
itu terpental deras sekali ke
belakang. Sebatang pohon yang terlanggar tubuhnya
langsung tumbang tanpa ampun. Sementara Bayu
sudah berdiri tegak, seraya melirik sedikit pada
Rampita yang memberikan senyuman kecil.
"Setan keparat! Seraaang...!" umpat Barong Codet langsung memberi perintah pada
anak buahnya. "Hiya! Yeaaah...!"
Seketika itu juga dua puluh orang anak buah
Barong Codet berlompatan menyerang Pendekar Pulau
Neraka. Golok-golok mereka berkelebat cepat berkilatan tertimpa cahaya matahari.
"Menyingkirlah, Rampita!" seru Bayu keras. Tanpa diminta
dua kali, Rampita langsung
melompat menjauh. Pada saat itu Bayu sudah mengegoskan
tubuhnya menghindari tebasan golok yang mengarah
ke dada. Dan tangkas sekali, Pendekar Pulau Neraka itu
menghentakkan tangannya menyodok iga penyerangnya. Dughk! "Heghk...!" orang itu melenguh.
Dan sebelum lawan sempat menyadari apa yang
terjadi, Bayu langsung memberikan gedoran keras
bertenaga dalam tinggi ke dada penyerangnya ini.
"Yeaaah...!"
Des! Orang itu terpental jauh ke belakang tanpa
bersuara lagi. Tubuhnya ambruk ke tanah, dan tewas seketika itu juga. Dadanya
tampak remuk melesak ke dalam. Darah mengucur dari mulut dan hidungnya.
Namun Bayu belum bisa menarik napas lega. Ternyata lawan-lawan yang lain kembali
menyerang ganas.
Beberapa golok berkelebat di sekitar tubuh Pendekar Pulau Neraka yang meliuk-
liuk menghindari setiap
serangan. Bahkan meskipun dalam keadaan terkurung rapat,
Bayu masih sempat memberi serangan balasan yang
tidak kalah mautnya. Pekik pertempuran berbaur
menjadi satu dengan jerit kesakitan. Satu persatu
tubuh lawan bergelimpangan ke tanah dalam keadaan
tak bernyawa lagi. Meskipun tidak menggunakan
senjata, namun kedua tangan Pendekar Pulau Neraka
itu merupakan senjata ampuh yang sukar dicari
tandingannya Setiap pukulan maupun sodokan tangannya mengandung pengerahan tenaga dalam
yang sudah mencapai taraf kesempurnaan.
*** Sementara itu Rampita yang menyaksikan pertarungan dari tempat yang tidak terlalu jauh,
semakin mengagumi Pendekar Pulau Neraka itu.
Betapa tidak" Menghadapi dua puluh orang bersenjata golok yang selama ini
menjadi momok setiap orang,
ternyata pemuda itu mampu membuat lawan jungkir
balik. Bahkan dalam waktu tidak terlalu lama, hampir separuh lawan telah
bergelimpangan tak bernyawa lagi.
Bayu kelihatan seperti bermain-main saja. Dia
berlompatan dan berkelit sambil sesekali melontarkan pukulan mautnya yang sangat
dahsyat Setiap kali
melontarkan pukulan, terdengar jeritan melengking
tinggi yang kemudian disusul menggeleparnya seorang pengeroyoknya. Satu persatu
mereka dibuat tewas
dengan dada remuk atau kepala pecah.
"Hiyaaa...!"
Melihat anak buahnya semakin berkurang, Barong
Codet jadi marah bukan main. Ketika melihat Rampita asyik mengawasi jalannya
pertarungan, dengan licik sekali laki-laki kasar itu melompat sambil mencabut
goloknya menerjang gadis itu.
Wut! "Heh...! Hap!"
Rampita terkejut dan buru-buru melompat mundur
ke belakang tiga tindak sambil menarik tubuhnya ke samping menghindari tebasan
golok lawan. "Curang!" dengus Rampita geram.
Barong Codet tidak mempedulikan gerutuan gadis
itu, dan malah sudah kembali menyerang. Goloknya
yang terhunus berkelebatan mengincar bagian-bagian tubuh Rampita yang mematikan.
Gadis itu terpaksa
harus jumpalitan, karena tidak diberi kesempatan
untuk balas menyerang.
"Hup! Hiyaaa...!"
Tepat ketika golok Barong Codet mengibas ke arah
kaki, Rampita cepat-cepat melompat dan menjejak
ujung golok itu dengan jari kakinya. Kemudian
tubuhnya melenting ke udara, dan berputar sekali.
Sungguh luar biasa sekali! Dalam keadaan di udara, gadis itu masih bisa memberi
satu tendangan menggeledek ke arah kepala lawannya.
"Uts!"
Barong Codet buru-buru merunduk sambil mengibaskan goloknya ke atas kepala. Dan Rampita
bergegas menarik kembali kakinya. Gadis itu berputar sekali lagi, lalu mendarat
manis di belakang laki-laki itu.
"Hiyaaat..!"
Sebelum laki-laki kasar itu memutar tubuhnya,
Rampita sudah memberi satu gedoran keras ke
punggung lawan. Sodokan keras- mengandung tenaga
dalam cukup tinggi itu membuat Barong Codet
tersentak. Tubuhnya terjungkal keras ke tanah dan
wajahnya terantuk akar pohon yang menyembul keluar dari dalam tanah.
"Monyet!" geram Barong Codet
Dengan punggung tangan, Barong Codet menyeka


Pendekar Pulau Neraka 16 Rahasia Bunga Cubung Biru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

darah yang keluar dari hidung akibat terantuk akar pohon
tadi. Mulutnya mendesis dan bibirnya menyeringai. Sedangkan matanya liar menatap buas ke tubuh Rampita. Barong Codet
menggerak-gerakkan
goloknya di depan dada, kemudian berteriak keras dan berlari cepat menerjang
gadis itu. "Yaaat..!"
"Hup!"
Rampita langsung merapatkan kedua telapak
tangannya di depan dada begitu Barong Codet
menusukkan goloknya. Dan tepat sekali kedua tangan yang halus dan berjari lentik
itu mengunci golok lawan di depan dadanya.
"Uh!"
Barong Codet berusaha menarik goloknya, tapi
merasakan goloknya seperti masuk dalam sebuah
penjepit baja yang sangat kuat Bahkan goloknya tak bergerak sama sekali meskipun
sudah mengerahkan
tenaga dalam. Sementara Rampita tersenyum tipis,
seolah-olah mengejek laki-laki itu.
"Yap!"
Tiba-tiba saja gadis itu menghentakkan tangannya
ke samping, tepat pada saat Barong Codet mencoba
menarik goloknya. Dan....
"Heh..."!"
Barong Codet terkejut setengah mati. Golok
kesayangannya patah jadi dua bagian. Dan sebelum
keterkejutannya
hilang, secepat kilat Rampita mengirimkan satu tendangan keras disusul satu
pukulan bertenaga dalam tinggi.
Buk! Buk! "Aaakh...!"
Barong Codet memekik panjang melengking. Tubuh tinggi besar dan kekar itu terpental jauh ke belakang, dan ambruk keras ke
tanah. Sementara,
Rampita dengan ujung jari kakinya menjentik sebilah golok yang tergeletak di
depan kakinya. Golok itu
terpental ke atas. Dengan tangkas sekali gadis itu me-nangkap, dan langsung
melemparkannya ke arah
Barong Codet yang baru saja menggeletak di tanah.
Swing! Crab! "Aaa...!" kembali Barong Codet menjerit keras.
Dadanya tertembus sebilah golok yang dilemparkan
Rampita. Begitu dalamnya, sehingga hanya tangkainya saja yang terlihat. Hanya
sebentar Barong Codet
berkelojotan, kemudian diam tak berkutik lagi.
Plok! Plok.... "Ah...,"
Rampita tersentak mendengar suara tepukan. Ternyata Bayu bertepuk tangan di antara mayat-
mayat yang bergelimpangan di sekitarnya. Rupanya
Pendekar Pulau Neraka itu juga sudah menyelesaikan pertarungannya. Jelas sekali,
tak satu pun lawannya yang dibiarkan hidup. Semuanya tewas bersimbah
darah membasahi bumi.
*** "Hebat1 Kau mampu menundukkan pemimpin
perampok, Rampita," puji Bayu tulus seraya menghampiri gadis berbaju hijau muda itu.
"Ah...," Rampita hanya mendesah saja.
Gadis itu langsung memalingkan wajahnya ke arah
lain. Rampita tidak ingin
pemuda itu melihat
perubahan wajahnya yang memerah tersipu. Sungguh,
sulit membohongi dirinya sendiri saat ini. Hatinya begitu senang dan sangat
menyukai pujian Bayu tadi.
Bahkan ingin mendengar sekali lagi pujian itu. Pujian yang terdengar tulus dan
datang dari seorang pemuda tampan.
"Tidak kusangka, gadis secantikmu memiliki
kepandaian begitu tinggi," kembali Bayu memuji.
Pemuda ini sudah berada di samping Rampita.
"Ah, sudahlah Kakang. Bukan saatnya untuk
memuji. Masih banyak yang harus kulakukan," ujar Rampita
mencoba mengelak, meskipun sangat bertentangan dengan kata hatinya.
"Apa yang akan kau lakukan sekarang, Rampita?"
tanya Bayu. Rampita tidak bisa menjawab dengan cepat karena
memang tidak tahu harus melakukan apa. Gadis itu
tadi hanya asal bicara saja untuk menghentikan pujian Bayu. Untuk menghilangkan
kegugupannya, Rampita
mengayunkan kakinya pelahan. Bayu hanya memandangi, kemudian ikut melangkah dan mense
jajarkan ayunan kakinya di samping gadis ini
Mereka terus berjalan tanpa berbicara lagi, dan baru berhenti setelah tiba pada
suatu tempat Tampak sekali wajah Rampita berubah memerah seketika. Tatapannya
lurus tak berkedip memandang sebuah makam yang
terbongkar tak karuan.
"Ayah...!" pelak Rampita seketika.
Gadis itu langsung memburu dan berlutut di depan
kuburan yang terbongkar itu. Ketika melongok ke
dalam, ternyata....
"Oh, tidak..!" jerit Rampita langsung memalingkan mukanya.
Bayu bergegas menghampiri dan menjulurkan ke-
palanya. Pendekar Pulau Neraka itu juga bergegas memalingkan mukanya, tidak
sanggup menyaksikan se-
mua yang ada dalam lubang itu. Jasad Anom Sura
telah tercabik-cabik hancur berantakan. Bayu mendekap pundak Rampita dan mengajaknya berdiri.
Kemudian gadis itu diajak menjauh dari pusara Ketua Padepokan Tongkat Sakti itu.
Bayu mendudukkan Rampita di sebuah pohon
tumbang, kemudian menghampiri makam itu. Pen-
dekar Pulau Neraka mengambil dua batang golok yang menggeletak di tanah. Dengan
golok itu diuruknya
kembali kuburan itu. Disertai pengerahan tenaga dalam dan kecepatan gerak,
Pendekar Pulau Neraka itu
menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu tidak berapa lama.
Sementara Rampita terdongak sambil menarik
napas dalam-dalam. Gadis itu mencoba menahan air
matanya, tapi tak kuasa juga. Setitik air bening
menggulir di pipinya. Bayu membuang golok yang
digunakan untuk menguruk makam itu, kemudian
menghampiri Rampita. Pendekar Pulau Neraka itu
merengkuh pundak Rampita dan memeluknya.
"Menangislah!
Itu akan meredakan sedikit penderitaanmu," ujar Bayu lembut.
Kata-kata lembut pemuda berbaju kulit harimau itu
membuat tangis Rampita meledak seketika. Gadis itu langsung menyembunyikan
wajahnya di dada Bayu.
Seluruh tubuh Rampita terguncang di dalam pelukan
Pendekar Pulau Neraka. Selama hidupnya, mungkin
hanya dua kali Rampita menangis. Pertama, waktu
hadir ke dunia. Dan kedua, sekarang ini.
Malah Rampita tidak menangis ketika ibunya
meninggal. Baginya kematian merupakan takdir yang
akan dialami semua manusia dan seluruh makhluk
hidup di dunia ini. Takdir yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Tapi begitu melihat
kuburan ayahnya terbongkar dan jasad ayahnya hancur tercabik, gadis itu tak
kuasa lagi membendung perasaannya.
*** "Selama ini aku selalu menghindari kekerasan, dan tidak ingin ada dendam di
hatiku. Tapi...," keluhan Rampita terputus.
Gadis itu menarik napas dalam-dalam. Masih
tersisa air mata di kelopak mata gadis itu. Sedangkan Bayu hanya diam
mendengarkan. Dibiarkan saja
Rampita mengeluarkan seluruh isi hatinya. Bayu dapat merasakan betapa beratnya
penderitaan gadis ini. Siapa pun pelakunya, perbuatan membongkar kuburan
memang tidak bisa dimaafkan begitu saja. Apalagi
sampai merusak jasad yang sudah terkubur.
"Kakang, apa yang harus kulakukan sekarang"
Apakah aku harus meminta pertanggungjawaban
manusia iblis itu...?" pertanyaan Rampita seperti untuk dirinya sendiri.
Sukar bagi Bayu menjawab pertanyaan itu.
Pendekar Pulau Neraka ini hanya menarik napas
panjang dan menghembuskannya
kuat-kuat Dipandangi dalam-dalam bola mata bulat di sampingnya. Sedangkan Rampita membalas dengan
sinar mata bagai berharap menerima jawaban dari
pertanyaannya. "Aku bisa merasakan apa yang kau rasakan
sekarang ini, Rampita. Terus terang, aku sendiri belum bisa menghapus dendam di
hatiku," ungkap Bayu pelan dan lembut sekali suaranya.
"Terima kasih, Kakang. Siapa pun orangnya, dia harus mati!" desis Rampita
dingin. "Bagaimana jika Seruni yang melakukannya?" tanya Bayu agak memancing.
Rampita tidak langsung menjawab, tapi malah
menatap dalam-dalam Pendekar Pulau Neraka itu.
Pertanyaan Bayu barusan seperti menyengat benaknya.
Rampita mematingkan pandangannya ke arah lain, dan langsung tertumbuk pada
pusara ayahnya ya kini
sudah rapi kembali.
"Kenapa kau tanyakan itu, Kakang?" tanya Rampita pelan.
"Apa kau sudah lupa ancamannya, Rampita?" Bayu balik bertanya.
"Tidak," sahut Rampita mendesah. "Tapi...."
"Kenapa" Bisa saja dia yang melakukan. Orang
seperti Seruni akan melakukan apa saja demi mencapai keinginannya," tegas Bayu.
"Kau benar, kakang. Seruni memang akan melakukan apa saja asal kehendaknya tercapai.
Bahkan dia...," kembali suara Rampita terputus.
Bayu menatap dalam-dalam wajah yang kini ber-
ubah mendung itu. Sepertinya Rampita menyimpan
sesuatu yang membuat hatinya seperti tersayat Dan
pemuda berbaju kulit harimau itu menduga keras
kalau ini ada hubungannya dengan Seruni. Sejak
mengenal gadis ini, dalam benaknya memang sudah
diliputi berbagai macam pertanyaan yang belum
terjawab. Pertanyaan itu semakin melekat dan membesar
sejak pagi tadi. Rampita kelihatan begitu mengalah pada Seruni. Bahkan gadis ini
rela disiksa, digantung terbalik tanpa melakukan perlawanan sedikit pun. Dan
yang lebih mengherankan lagi, Rampita rela kalau
Bunga Cubung Biru jatuh ke tangan Seruni. Ada
hubungan apa antara Rampita dan Seruni sebenarnya"
Bahkan Seruni tahu persis keluarga Rampita. Dan
sepertinya mereka sudah kenal cukup lama.
"Aku memang belum mengenalmu lebih jauh.
Bahkan aku tidak tahu siapa dirimu dan Seruni Tapi rasanya aku mencium adanya
suatu hubungan antara
kau dengan Seruni. Kau selalu bersikap mengalah,
bahkan rela digantung tanpa melawan sedikit pun.
Padahal aku yakin kau bisa melawan," ungkap Bayu tentang ganjalan di hatinya.
"Ah! Sebaiknya lupakan saja, Kakang. Anggap saja tidak terjadi sesuatu
barusan," desah Rampita meminta. Bayu semakin tidak mengerti terhadap sikap gadis
ini. Pendekar Pulau Neraka itu jadi terdiam. Sementara Rampita sudah bangkit
berdiri. Ditatap sejenak pusara ayahnya, kemudian berbalik dan berjalan gontai


Pendekar Pulau Neraka 16 Rahasia Bunga Cubung Biru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meninggalkan tempat yang dipenuhi mayat bergelimpangan ini.
Sementara Bayu masih duduk memandangi gadis
yang terus berjalan pelahan. Pendekar Pulau Neraka itu bangkit berdiri, dan
berjalan menyusul Rampita.
Sebentar saja Bayu sudah berada di samping gadis itu Mereka berjalan
meninggalkan tempat itu tanpa
berkata-kata lagi. Namun dalam benak Bayu masih
tersimpan teka-teki yang belum terpecahkan.
Pendekar Pulau Neraka mencoba menduga-duga
hubungan Rampita dengan Seruni. Namun rasanya
sukar sekali. Sementara gadis itu masih saja membisu.
Pandangan matanya menerawang jauh. Bayu memandangi gadis yang berjalan di sampingnya. Dan
tiba-tiba saja Pendekar Pulau Neraka tersentak Baru disadari kalau ada yang
luput dari perhatiannya. Ya..., Seruni dan Rampita begitu mirip! Baik wajah
maupun bentuk tubuhnya. Hanya saja dandanan dan bentuk
pakaian mereka yang berbeda. Bayu semakin dalam
memandangi wajah gadis itu. Seketika dicobanya untuk membayangkan wajah Seruni.
Benar! Kedua gadis itu
mirip sekali, seperti....
"Rampita, apakah Seruni itu saudaramu?" tanya Bayu agak ragu-ragu suaranya.
Rampita tampak terkejut, lalu berpaling menatap
pemuda berbaju kulit harimau di sampingnya. Gadis
itu sampai berhenti melangkah, dan cukup lama
memandang Bayu.
"Maaf, kalau pertanyaanku menyinggungmu," ucap Bayu buru-buru.
"Kenapa kau berpikir sampai ke situ, Kakang?"
tanya Rampita. "Mungkin karena mataku melihat ada kemiripan
pada kalian berdua," sahut Bayu seraya mengangkat pundaknya.
Rampita kembali terdiam, kemudian melanjutkan
langkahnya. Gadis itu tidak ingin menjawab pertanyaan Bayu barusan, namun
sikapnya kini berubah. Kini
wajahnya semakin terselimut mendung tebal. Bayu
mengangkat pundaknya tinggi-tinggi. Meskipun masih penasaran, tapi Pendekar
Pulau Neraka tidak ingin
bertanya lagi *** 8 Perjalanan Bayu dan Rampita terhalang sebuah
sungai kecil. Tapi sebenarnya bukan karena sungai itu yang menjadi penghalang,
melainkan seorang gadis dan seekor beruang putih yang berada di tepi sungai itu.
Gadis berbaju putih itu duduk mencangkung di atas
sebongkah batu, seakan-akan sengaja menunggu.
"Aku selalu bisa menebak, ke arah mana kau pergi, Rampita," ujar gadis berbaju
putih yang dikenali bernama Seruni.
Suaranya terdengar tenang, dan bibirnya yang
merah selalu mengulas senyuman manis. Sementara
Bayu memandangi Seruni dan Rampita bergantian.
Sungguh...! Pendekar Pulau Neraka itu seperti melihat satu wajah pada dua orang
gadis itu. Mereka begitu mirip satu sama lain. Hanya pakaian dan tata
rambutnya saja yang berbeda. Tapi itu semua tidak
menutupi kemiripan wajahnya.
Kalau saja baju dan tata rambut mereka sama, pasti sukar membedakannya. Dan Bayu
memang tidak bisa
menemukan perbedaan pada wajah dan bentuk tubuh
kedua gadis itu. Dan ini belum lama disadarinya. Bayu semakin bertanya-tanya,
apakah kedua gadis ini
saudara kembar" Sementara Seruni sudah turun dari
batu. Dia berdiri tegak di samping beruang putih yang mendekam sambil mencakar-
cakar tanah di depannya.
"Apa lagi yang kau inginkan dariku, Seruni?" tanya Rampita.
"Bunga Cubung Biru," sahut Seruni tajam.
"Bukankah kau sudah mendapatkannya?"
"Aku muak dengan kepura-puraanmu, Rampita!"
bentak Seruni kasar. "Berikan bunga itu padaku!"
"Sudah berapa kali kukatakan, aku tidak memiliki Bunga Cubung Biru," tegas
Rampita. Ada sedikit nada kekesalan pada suara Rampita.
Dan ini diketahui jelas oleh Bayu. Bahkan sinar mata gadis itu juga memancarkan
sesuatu yang sukar
diterka. Namun Bayu bisa menebak kalau dalam diri
Rampita tengah bergolak dua kutub yang saling
bertentangan. "Dengar, Rampita. Aku sudah
cukup sabar menunggu, dan tidak bisa bermain-main lagi. Kau
dengar itu, Rampita...!" keras sekali suara Seruni.
Rampita berdecak sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya. Diayunkan kalanya melangkah beberapa
tindak Sedangkan Seruni berkacak pinggang dan
wajahnya memerah. Sementara Bayu hanya mengawasi
saja. Pendekar Pulau Neraka ini
belum ingin melakukan sesuatu sebelum merasa pasti kebenaran
kedua gadis ini.
"Baiklah. Apa yang kau inginkan sekarang?" dingin sekali nada suara Rampita
terdengar. Sepertinya Rampita sudah kehilangan kesabarannya, dan lantas berdiri tegak bersikap
menantang. Tatapan matanya tajam, dan gerahamnya
bergemeletuk Kedua tangannya terkepal erat agak berkeringat.
Tak ada yang tahu, apa yang sedang terjadi di dalam batin gadis ini. Hanya dia
sendiri yang tahu.
"Kau yang menginginkannya,
Rampita! Bersiaplah...! Hiyaaat!"
Seruni langsung melompat menerjang Rampita. Dua
pukulan beruntun langsung dilepaskan. Rampita
kelihatan masih berdiri tegak, seakan-akan tidak bergeming menerima serangan
itu. Hal ini membuat Bayu jadi cemas juga. Tapi, begitu serangan Seruni sudah
dekat, mendadak saja gadis itu menghentakkan kedua tangannya ke depan.
"Yeaaah...!"
Duk! Rampita benar-benar menyongsong pukulan Seruni, sehingga kedua tangannya membentur keras
tangan gadis berbaju putih itu. Tampak Seruni
terpental balik sejauh dua batang tombak, sedangkan Rampita hanya terdorong dua
langkah. Tiga kali Seruni berputaran di udara sebelum mendarat manis.
"Bagus! Aku ingin tahu, sampai di mana tingkat kepandaianmu, Rampita!" dengus
Seruni dingin. Sret! Seruni langsung mencabut pedangnya. Sedangkan
Rampita masih berdiri tegak. Meskipun kelihatan
tenang, namun jelas sekali kalau raut wajah gadis itu menegang. Matanya tidak
berkedip menatap pedang di tangan Seruni.
'Tahan seranganku, Rampita! Hiyaaat...!" Dua kali Seruni
berlompatan. Kemudian begitu kakinya menjejak tanah di depan Rampita, langsung dikibaskan pedangnya ke arah kaki
gadis berbaju hijau muda itu sambil merendahkan tubuhnya. Wut!
"Hup! Hiyaaa...!"
Sigap sekali Rampita mengangkat sebelah kakinya
seraya menarik mundur kaki lainnya. Dan sebelum
Seruni bisa menarik pulang pedangnya yang tidak
mengenai sasaran, Rampita cepat-cepat menghentakkan kakinya ke depan.
"Ikh!"
Seruni tampak tersentak kaget. Buru-buru lebih
direndahkan tubuhnya dengan kepala merunduk.
Tendangan Rampita lewat di atas kepala gadis itu. Tapi sungguh tidak disangka
sama sekali. Ternyata Rampita malah meneruskan dengan satu lompatan kecil, dan
sambil memutar tubuhnya dikirimkan satu pukulan ke arah punggung Seruni. Tak
pelak lagi, gadis itu terpekik menerima pukulan keras di punggung.
"Akh! Curang...!"
Sambil mengumpat geram, Seruni memutar tubuhnya seraya mengibaskan pedangnya menyilang
sejajar dada. Manis sekali Rampita menarik tubuhnya ke belakang, dan
meliukkannya begitu ujung pedang
lewat di depan dadanya. Kembali Rampita menghentakkan tangannya. Kali ini mengarah ke
pergelangan tangan kanan Seruni yang menggenggam
pedang. "Lepas...!"
Plak! "Akh...!" lagi-lagi Seruni terpekik.
Gadis itu tak bisa lagi mempertahankan pedangnya
yang lepas terpental ke udara. Dan sebelum Seruni bisa melesat mengejar
pedangnya, Rampita sudah memberi
satu tendangan keras. Tendangan itu tak dapat
dihindari lagi, tepat mengenai dada Seruni.
Lagi-lagi gadis berbaju putih yang berjuluk si Gadis Salju itu memekik keras.
Tubuhnya kontan terpental sejauh tiga batang tombak. Keras sekali Seruni jatuh
ke tanah dan bergulingan beberapa kali. Namun dia cepat melompat
bangkit meskipun tubuhnya limbung.
Tampak darah menetes keluar dari sudut bibirnya.
"Keparat..!" geram Seruni seraya menyeka darah di bibir dengan punggung
tangannya. "Kembalilah kau ke Puncak Gunung Cakal, Seruni,"
kata Rampita datar.
"Phuih! Aku belum kalah!" bentak Seruni. Sesaat kemudian
Seruni merentangkan tangannya ke samping, dan dengan cepat merapatkan kedua telapak tangannya di atas kepala.
Pelahan tangannya turun
sampai ke depan dada. Lalu....
"Hiyaaa...!"
sambil berterik keras, Seruni menghentakkan tangannya ke atas!
Seketika itu juga, entah dari mana datangnya,
tiba-tiba saja bertiup angin kencang menderu-deru.
Dan udara di sekitar tempat ini menjadi dingin membekukan. Tak lama kemudian
dari langit turun butir-butir putih seperti gumpalan kapas yang melayang-
layang jatuh ke bumi. Udara pun semakin terasa
dingin. , "Hmmm...," Rampita bergumam kecil.
"Ayo! Lawan aji 'Salju Menyiram Bukit', Rampita!"
seru Seruni langsung tertawa terbahak-bahak
Rampita kemudian merapatkan kedua tangannya di
depan dada. Kemudian diliukkan tubuhnya ke kanan
dan ke kiri secara pelarian dengan kaki tertekuk ke depan. Sebentar gadis itu
menarik napas panjang,
lalu.... "Aji 'Pati Agni'...!" seru Rampita keras.
Secepat tangan Rampita menghentak ke depan,
seketika itu juga dari telapak tangannya berkobar api yang mengeluarkan hawa
panas membara. Melihat hal
itu, Seruni langsung merapatkan tangannya di depan dada. Dan sambil berteriak
keras, dihentakkan
tangannya ke depan. Seketika itu juga badai salju
mengarah ke tubuh Rampita.
*** Agak lama juga kedua gadis itu bertarung ilmu
kesaktian. Sementara Bayu hanya dapat menyaksikan
tanpa mampu berbuat ana-apa. Diam-diam Pendekar
Pulau Neraka itu mengagumi kedigdayaan kedua gadis cantik ini. Sungguh dahsyat
luar biasa ilmu kesaktian yang dimiliki mereka.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Dalam waktu yang bersamaan, kedua gadis itu
berlompatan ke depan sambil merentangkan tangan
lurus ke depan. Dan pada satu titik, kedua telapak tangan mereka beradu.
Seketika terjadi ledakan
dahsyat, disusul terpentalnya tubuh masing-masing ke belakang. Tampak Rampita
berjumpalitan di udara
beberapa kali sebelum kakinya mendarat manis di
tanah. Sedangkan Seruni jatuh berguling di tanah hingga
membentur sebatang pohon. Gadis itu menjerit keras, namun
cepat bangkit berdiri.

Pendekar Pulau Neraka 16 Rahasia Bunga Cubung Biru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dari mulutnya menyemburkan darah kental. Kedua kakinya bergetar, dan tubuhnya limbung. Seakan-
akan dia tak mampu
lagi berdiri. "Ughk!" Seruni mengeluh. Sedangkan Rampita hanya tersenyum kecil. Tak sedikit
pun ada perubahan pada diri gadis berbaju hijau muda itu. Sikapnya
tenang, dan wajahnya menyiratkan kematangan jiwa
dari seorang gadis yang memiliki kepandaian tinggi.
Sementara Seruni menggerak-gerakkan tangannya di
depan dada. Terdengar suara desisan panjang bagai
ular. "Beruang Putih! Bunuh dia!" perintah Seruni.
"Ghrauuughk...!" beruang putih yang sejak tadi diam mendekam, meraung keras
sambil mengangkat
kepalanya ke atas. Binatang itu lalu bangkit berdiri dengan kedua kakinya, dan
kembali meraung. Sungguh
luar biasa. Tinggi beruang putih itu hampir menyamai pohon cemara.
"Ghraughk...!"
Sambil menggerung keras, beruang putih itu me-
lompat menerjang Rampita. Satu cakar depannya
menyampok cepat, membuat Rampita terperangah
sesaat Namun secepat kilat gadis'itu melentingkan
tubuhnya ke belakang menghindar. Tapi angin sampokan beruang putih raksasa itu membuat
tubuhnya tak terkendali. Dan sebelum gadis itu bisa menguasai keseimbangan
tubuhnya, beruang putih
raksasa itu sudah kembali menyampokkan tangannya.
Bret! "Aaakh...!" Rampita menjerit keras.
Sampokan beruang putih itu tak dapat dihindari
lagi. Kuku-kuku yang tajam berhasil merobek perut
Rampita. Darah merembes keluar seketika, dan gadis berbaju hijau itu terhuyung-
huyung ke belakang sambil mendekap perutnya.
Belum lagi Rampita bisa menguasai keadaan diri-
nya, beruang putih itu sudah kembali menyerang sambil menggerung keras. Tak
mungkin lagi Rampita
mengelak. Gadis itu hanya membeliak dengan wajah
memerah. Dan pada saat kaki depan beruang itu
menyampok kembali, mendadak berkelebat sebuah
bayangan kuning menyambar tubuh Rampita.
Brak! Sampokan beruang itu menghantam sebatang
pohon yang sangat besar hingga hancur berkeping-
keping. Tampak dalam jarak yang cukup jauh, Bayu
memondong tubuh Rampita. Pendekar Pulau Neraka
itu meletakkan Rampita di tempat yang aman,
kemudian langsung melompat menghadang beruang
putih yang sudah berlari mengejar ke arah mereka
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras. Bayu mengirimkan dua
pukulan beruntun bertenaga dalam sempurna sekali.
Pukulan itu tak terelakkan lagi, dan tepat mendarat di bagian dada beruang putih
raksasa itu. Duk! Bughk...! "Ghraughk...!"
Beruang putih itu mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi sambil meraung keras. Dikibaskan cakar-cakarnya ke arah Pendekar Pulau
Neraka. Namun berkat kelincahan yang luar biasa
cepatnya, Bayu berhasil mengelakkan serangan beruang putih raksasa itu. Bahkan beberapa kali
pemuda berbaju kulit harimau itu berhasil mendaratkan pukulan dan tendangan keras bertenaga
dalam penuh. Tapi sungguh luar biasa! Beruang putih raksasa itu hanya menggerung dan langsung
menyerang tanpa
mengalami rasa sakit sama sekali. Bahkan serangan-
serangannya semakin dahsyat dan berbahaya, sehingga beberapa
kali Bayu harus berjumpalitan menghindarinya. Seluruh bagian tubuh dan kepala
beruang putih itu sudah kena hantaman bertenaga
dalam tinggi dari Pendekar Pulau Neraka, tapi tak satu pun yang mencederai
binatang raksasa itu.
"Edan! Binatang apa ini..."!" dengus Bayu. Bayu memutar
otaknya, mencari cara untuk bisa mengalahkan binatang raksasa liar ini. Disadari kalau binatang raksasa ini pasti
tidak sembarangan. Sambil berpikir keras memutar otak, Bayu terus memberi
pukulan-pukulan keras dan tendangan menggeledek
bertenaga dalam sangat tinggi. Hal ini membuat
binatang itu semakin marah, sehingga mengamuk
membabi buta. Akibatnya, tempat sekitar pertarungan hancur berantakan.
"Binatang ini berbahaya sekali. Hhh! Terpaksa aku harus membunuhnya!" dengus
Bayu dalam hati.
Pendekar Pulau Neraka itu kemudian melentingkan
tubuhnya ke udara hingga melewati kepala beruang
putih itu. Dan sambil mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalam, dihantamkan
satu pukulan keras di
tengah-tengah kepala binatang raksasa itu.
"Hiyaaa...!"
Des! "Ghraughk...!"
Beruang putih raksasa itu mengibaskan tangannya
ke atas sambil menggeleng-gelengkan kepala. Mungkin kepalanya terasa sakit
terhantam pukulan bertenaga dalam sempurna itu. Dan pada saat itu, Bayu melesat
ke depan. Begitu kakinya menjejak tanah, dengan
tubuh setengah membungkuk, Pendekar Pulau Neraka
itu mengibaskan tangan kanannya.
Seketika itu juga Cakra Maut bersegi enam melesat
secepat kiat. Dan tak pelak lagi, senjata itu menghunjam tepat di antara kedua
mata beruang putih raksasa itu. Binatang itu kontan meraung keras. Bayu
menghentakkan tangannya, maka Cakra Maut kembali
melesat balik dan menempel di pergelangan tangan
pemuda berbaju kulit harimau itu.
"Hiyaaa...!"
Bayu tidak ingin lagi memberi kesempatan. Selagi
beruang raksasa itu merasa kesakitan akibat luka pada keningnya, Pendekar Pulau
Neraka kembali melontarkan Cakra Maut-nya. Seketika senjata bersegi enam itu
kembali melesat secepat kilat, dan kali ini menancap tepat di mata kiri binatang
raksasa itu. Secepat kilat Bayu melentingkan tubuhnya, dan langsung melontarkan
satu pukulan bertenaga dalam sempurna ke mata
kanan beruang putih itu.
"Aaarghk...!"
"Yeaaah...!"
Satu tendangan menggeledek disarangkan Pendekar
Pulau Neraka tepat di dada, membuat binatang raksasa itu limbung sambil meraung
keras. Darah sudah
bercucuran mengotori bulu-bulu putihnya. Binatang
raksasa itu tak dapat lagi melihat, karena kedua
matanya pecah berlumuran darah.
Sementara itu Bayu melirik pedang Seruni yang
tertancap di pohon. Sedangkan Cakra Maut sudah
kembali menempel di pergelangan tangannya. Bagai
seekor tupai, Pendekar Pulau Neraka itu melompat, dan langsung mencabut pedang
Seruni. Tanpa menyentuh
tanah lagi, pemuda berbaju kulit harimau itu
melentingkan tubuh sambil berjumpalitan di udara ke arah beruang putih raksasa
itu. "Hiyaaat...!"
Sambil berteriak keras, Bayu mengibaskan pedang
yang telah diambil dari pohon ke leher beruang putih itu. Tebasannya yang
disertai pengerahan tenaga dalam- tinggi itu tepat merobek leher beruang putih
raksasa. Bret! "Yeaaah...!"
Crab! "Aaargh...!"
"Hih!"
Bayu menusukkan pedangnya ke dada binatang
raksasa itu hingga amblas sampai ke tangkai. Ditarik pedang itu keluar sambil
merobek dada beruang putih hingga menganga lebar. Darah bercucuran deras
membasahi tanah. Dan begitu Bayu hendak menghun-
jamkan lagi pedang itu, beruang putih raksasa itu
sudah ambruk menggelepar di tanah.
Tring! "Oh! Tidak!" tiba-tiba Seruni menjerit keras dan langsung
menghambur ke arah binatang kesayangannya. Bayu melepaskan pedang itu ke tanah. Sebentar
Pendekar Pulau Neraka memandangi beruang putih
raksasa itu, kemudian langsung melompat ke arah
Rampita yang duduk bersila di bawah pohon agak jauh dari tempat pertarungan.
Bayu membantu gadis itu
berdiri dengan memeluk pinggangnya, lalu menyampirkan tangan Rampita ke pundaknya.
"Tunggu dulu, Kakang," ujar Rampita ketika Bayu hendak membawanya pergi.
Bayu menatap Seruni yang tengah memeluk dan
menangisi binatang beruang putih raksasa itu. Tidak lama Seruni menangis,
kemudian bangkit berdiri
sambil mengambil pedangnya yang tergeletak di tanah.
Gadis itu berdiri tegak dengan mata merah basah
menatap tajam Pendekar Pulau Neraka.
"Tunggu pembalasanku, Bayu!" desis Seruni dingin.
Gadis itu langsung melesat cepat pergi. Sedangkan
Bayu hanya mendesah panjang saja. Kemudian
dibawanya Rampita pergi dari tempat itu. Tapi rupanya gadis itu cukup berat
terluka. Dia sepertinya tak
mampu lagi berjalan. Tanpa meminta persetujuan lagi, Pendekar Pulau Neraka itu
memondong tubuh Rampita
dan membawanya pergi.
Kau harus segera diobati, Rampita," kata Bayu.
"Hhh...," Rampita hanya menarik napas kecil.
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Pendekar
Pulau Neraka memang sudah mencapai taraf kesem-
purnaan. Sehingga, dalam sekejap saja bayangan
tubuhnya sudah lenyap tak berbekas lagi. Seperti
hilang ditelan lebatnya hutan di sekitar Lembah Bunga ini.
Dan belum begitu lama Bayu pergi membawa
Rampita, muncul seorang laki-laki bertubuh cebol,
berkepala botak, dan berperut buncit. Orang tua cebol yang ternyata Eyang Banadu
itu terperanjat begitu
melihat seekor beruang putih raksasa tergeletak
berlumuran darah tak bernyawa lagi.
"Oh, beruangku...."
Eyang Banadu menubruk beruang putih itu, lalu
memeluknya. Tapi sebentar kemudian laki-laki tua itu bangkit berdiri, tepat pada
saat Seruni muncul bersama delapan
orang gadis cantik. Mereka semua mengenakan baju putih. Selendang biru melilit
pinggang masing-masing bersama pedang yang tersampir di punggung.
"Siapa yang melakukan ini, Seruni?" tanya Eyang Banadu.
"Bayu, Eyang," sahut Seruni.
"Hmmm..., Bayu. Nyawa beruang putihku harus
ditebus dengan nyawamu. Kau harus mampus, Bayu."
geram Eyang Banadu.
Suara Eyang Banadu menggema ke seluruh pelosok
penjuru mata angin. Tanpa sadar, laki-laki tua cebol itu menggeram sambil
mengerahkan tenaga dalamnya.
Sementara itu, Bayu dan Rampita entah sudah berada di mana.
Nah! Pembaca yang budiman. Di manakah sebenarnya Bunga Cubung Biru itu" Apakah yang akan terjadi bila Eyang Banadu
berhasil bertemu Pendekar Pulau Neraka" Ada hubungan apa antara Seruni dan
Rampita" Jika Anda ingin tahu semua jawabannya,


Pendekar Pulau Neraka 16 Rahasia Bunga Cubung Biru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tunggu kisah Pendekar Pulau Neraka berikutnya, da-
lam kisah "RAHASIA DARA AYU".
TAMAT Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Molan_150
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
Petualangan Manusia Harimau 7 Pahlawan Harapan Karya Tang Fei Alap Alap Laut Kidul 16
^