Pencarian

Takanata Iblis Nippon 2

Pedang Siluman Darah 27 Takanata Iblis Nippon Bagian 2


sendiri. Bulu-bulu Landak itu runtuh berserakan
terbabat Samurai di tangan kedua Naga, yang
mematahkan Bulu-bulu Landak Maut. Namun belum juga keduanya beristirahat
melepaskan rasa
kaget, dengan cepat Taka Nata kembali menye-
rang dengan Bulu-Bulu Landak kembali. Kali ini
jumlah bulu-bulu tersebut bertambah menjadi
dua kali lipat. "Wuuuusss...!"
"Awas Adik...!" Naga Merah sadarkan Naga
Kuning. "Bangsat! Licik!" Naga Kuning memaki, lalu
mencoba kibaskan Samurainya. Namun gerakannya terhambat, sebab tenaganya nampak
telah terkuras habis. Tiga bulu landak dapat terbabat,
sedangkan dua lainnya kini melesat deras ke
arahnya, dan tidak dapat Naga Kuning mengelakannya. "Aaahhh...!" Naga Kuning
memekik, tubuhnya sempoyongan. Pahanya kini tertancap
dua buah Bulu Landak Maut yang dilancarkan
Taka Nata. Naga Merah yang sudah dapat mengatasi serangan Bulu Landak itu dengan cepat
berkelebat menyampak tubuh Naga Kuning, lalu dengan segera Naga Merah bawa lari tubuh Naga
Kuning dengan meninggalkan ancaman dan makian terhadap Taka Nata, "Taka Nata, kini kami
mengakui kekalahan. Namun kelak kami akan kembali menuntut balas atas sengaja
tindakanmu!"
"Aku tunggu!" Balas Taka Nata, dan dengan
bergelak tawa meremehkan ucapan Naga Merah,
Taka Nata pun berkelebat meninggalkan hutan
tersebut. Dengan tinggalkan gelak tawa Taka Nata
bagaikan gila saja, setiap jejakan kakinya menjadikan salju yang menghampar di
atas bumi lumer
berubah menjadi air.
5 Jaka Ndableg yang telah mampu menghancurkan para Ninja yang berada di Tanah
Jawa, kini nampak berjalan seorang diri. Seperti biasanya, Jaka Ndableg saat itu juga
tengah melakukan perjalanan berkelana menegakkan kebenaran dan keadilan di muka
bumi ini. Jaka Ndableg berjalan dengan santainya,
seakan ia ingin benar-benar menghayati makna
kehidupan ini. Kadang kala ia bernyanyi-nyanyi
menghibur diri atau duduk-duduk di atas sebuah
pohon yang tumbang. Tengah dirinya dudukduduk melepas lelah, tiba-tiba ia
dikejutkan oleh
suara berdesingnya puluhan senjata rahasia.
"Hiiiaaaattt...!" Jaka lompat, balikkan tubuh
menghadap ke arah datangnya suara tersebut.
"Orang-orang pengecut! Keluar kalian dari persembunyian kalian!" makinya, lalu
dengan cepat cabut Pedang Siluman Darah dari sarungnya, dan
disabutkannya ke arah Bintang-Bintang Maut
tersebut. "Wuuuuttt...!"
"Trang! Trang! Trang...!"
Sekali Pedang Siluman Darah bergerak, sekali itu pula runtuhlah Bintang-Bintang
Maut tersebut. Bintang-Bintang Maut itu terbelah menjadi
dua dan berjatuhan di atas tanah.
"Swing! Swing! Swwing...!"
"Monyet! Keluar kalian!" Jaka Ndableg memaki-maki marah karena kembali Bintang-
Bintang Maut tersebut menyerang ke arahnya,
dan kali ini jumlahnya makin bertambah banyak
saja. "Jangan kira aku tidak akan menghukum
kalian, Monyet!"
"Wuuuuttt...!" Pedang Siluman Darah berkelebat, membabat ke arah datangnya suara
desingan senjata rahasia yang kini mengarah ke arahnya.
"Trang...!"
Kembali puluhan senjata rahasia itu berantakan jatuh. terbabat Pedang Siluman
Darah. Senjata-senjata rahasia itu luluh lantak menjadi
dua. "Keluarlah kalian, Kunyuk-kunyuk Nippon!"
Jaka kembali membentak. "Kalian adalah orangorang Ninja, tentunya kalian
memiliki keberanian
bukan sebagai seorang Pengecut! "
"Hiiiaaaaaatttttt...!"
Bersamaan dengan habisnya suara Jaka
Ndableg, dari dalam tanah dan juga pepohonan
berkelebat puluhan orang berpakaian serba hitam
mengarah dengan Samurai siap di tangan ke arah
Jaka Ndableg. Jaka yang sudah mengetahui siapa
diri mereka, dengan cepat kibaskan Pedang Siluman Darah memapaki mereka.
"Hiiiaaattt...!"
"Wuuuutttt...!"
Jaka babatkan Pedang Siluman Darah ke
arah mereka. Rupanya para Ninja itu sudah tahu
kehebatan Pedang Siluman Darah yang berwarna
kuning kemerahan di tangan Jaka Ndableg, maka
mereka pun urungkan niat menyerang, cabut se-
rangan. "Pedang Siluman Darah! Awaas...!" Seorang
yang ternyata ketuanya berseru memperingatkan.
"Hati-hati dengan pedang itu!" Ia berkata dalam
bahasa Jepang, yang tidak dimengerti oleh Jaka
Ndableg. Jaka tidak hiraukan seruan pimpinan Ninja
tersebut, kembali Jaka berkelebat menyerang.
Namun ternyata para Ninja itu sudah dilatih sedemikian pula, sehingga serangan
Jaka tiada arti
sama sekali. Setiap Pedang Siluman Darah dibabatkan, setiap itu pula Ninja-ninja
yang diserang menghilang dengan mendahului serangan Pedang
Siluman Darah. "Kunyuk!" Jaka memaki-maki sendiri, dan
mana kala Ninja-ninja itu muncul, segera Jaka
pun kembali serang mereka. Namun seperti semula, Ninja-ninja tersebut bagaikan
telah tahu. Mereka menghilang dengan didahului ledakan.
"Swiiingg..!"
"Swiiiiittt...!"
Suara pimpinan Ninja menggema, berbarengan dengan suara suitan yang nyaring dan
desingan senjata-senjata rahasia. Habis suitan tersebut, tiga orang berbadan
besar tiba-tiba muncul
dan menghadang langkah Jaka Ndableg yang menyurut mundur.
"Siapa kalian?" tanya Jaka dengan mata
memandang tiada kedip ke arah ketiganya. "Apakah kalian diperintahkan oleh
Ninja-ninja tersebut menghadapi aku?"
"Hua, ha, ha...! Lagakmu terlalu tinggi."
Orang besar pertama yang berkalung ular berkata, langkahnya makin mendekati Jaka
Ndableg yang masih menggenggam Pedang Siluman Darah
di tangannya. "Ki Sanak! Aku bertanya, dan semestinya kalian menjawab," Jaka nampak tidak
sabar melihat ketiga orang yang bertampang bengis tidak bersahabat tersebut. "Kalau kalian
benar menjadi Anjing Ninja, tentunya kalian tidak lebih seorang
penjilat yang hendak merongrong negeri sendiri!"
"Hem, rupanya kau ingin menjadi Pahlawan,
Anak muda," Yang berkata orang kedua, bermata
sipit, dengan hidung mancung betet, serta rambut
panjang terurai. Di lehernya terkalung sama, seekor ular yang sebesar tangan.
Ular itu menjulurjulur, seakan ingin memangsa Jaka Ndableg yang
berada di hadapannya. "Kalau memang kami diperintah oleh mereka karena kami
dibayar, kau mau apa, hah!"
"Huh! Jangan kira kalian akan mampu menjadi anjing-anjing penjajah Nippon,
Iblis!" Jaka
nampak sudah tidak sabaran melihat mereka
yang diketahui adalah penjilat-penjilat musuh.
Hanya karena uang yang tidak seberapa mereka
harus mengorbankan negeri sendiri, sungguh
perbuatan yang patut mendapat hukuman mati
bagi mereka. "Kalian tidak lebih sebagai manusiamanusia tak mengerti rasa
kepatriotan! Kalian
demi uang rela mengorbankan negeri sendiri! Rakyat macam apa, kalian ini!"
"Anak Sundel! Itu urusan kami!" bentak
orang pertama. Memang itu urusan kalian, tapi aku tak
akan membiarkan penjilat-penjilat penjajah meraja lela di muka bumi tanah Jawa
ini! Aku akan berusaha menghalangi langkah kalian, meski
nyawaku sebagai taruhannya!"
Tertawa bergelak-gelak ketiga orang tinggi
besar itu mendengar ucapan Jaka Ndableg. Salah
seorang dari ketiganya, maju ke muka, lalu dengan cepat tangannya bergerak.
"Wuuuttt...!"
"Trap!"
Tangan orang tersebut mencepit tubuh Jaka
Ndableg, menjadikan Jaka kini bagaikan segenggaman orang tersebut. Tangan kekar
itu terus mengeras, sepertinya hendak menghancurkan
dan meremukkan tubuh Jaka Ndableg.
"Mampus, Pahlawan kesiangan!" bentak
orang tersebut.
Jaka masih berusaha tenang, perlahan disalurkannya tenaga murni ke segenap
tubuh. Hawa murni yang mengandung kekuatan dahsyat,
menjadikan orang tersebut seketika memekik.
"Ah...!"
Orang itu berusaha melepaskan tangannya
yang terasa panas menyengat, namun usahanya
sia-sia. Ternyata Jaka telah menyedot tubuh
orang tersebut hingga tangannya kini lengket
dengan tubuhnya tanpa dapat ditarik kembali.
Orang itu benar-benar panik. Sebab ia tidak menyangka kalau anak semuda Jaka
Ndableg telah mampu memiliki ilmu langka seperti itu. Sementara dua orang lainnya juga tidak
kalah kagetnya melihat hal tersebut. Mata kedua orang tersebut
membeliak, dan dari mulut mereka kini memekik
sebutkan ajian yang dilancarkan Jaka Ndableg.
"Dewa Api...!"
"Hai! Apa hubunganmu dengan Paksi Anom,
Anak Edan!" bentak salah seorang dari keduanya
yang ternyata tahu siapa pemilik ilmu aneh yang
bergelar Dewa Api.
Jaka tersenyum, sementara orang yang melekat di tubuhnya masih berusaha
melepaskan tangannya yang masih melekat. Namun usahanya
menemui kesia-siaan. Setiap kali tangannya ditarik, setiap kali itu juga sedotan
Jaka Ndableg makin menjadi-jadi. Sedangkan Jaka Ndableg seakan
tiada merasa apa-apa, bahkan kini ia tertawa bergelak-gelak seperti orang gila.
"Aku Jaka Ndableg! Aku cucu Paksi Anom!"
jawab Jaka, menjadikan kedua orang itu membeliakkan mata makin lebar, tidak
menyangka kalau
mereka harus menghadapi seorang Pendekar yang
namanya kini tengah menjadi buah bibir di dunia
persilatan. "Kau Pendekar Pedang Siluman Darah?"
tanya orang kedua, masih dengan mata membeliak kaget.
"Tidakkah kau lihat apa yang kini aku genggam"!"
Mata keduanya seketika tertuju pada pedang
yang kini tergenggam di tangan Jaka Ndableg.
Maka manakala mereka melihat pedang tersebut,
seketika mulut mereka menganga. Benar, pedang
itu adalah Pedang Siluman Darah yang kini ten-
gah menggegerkan dunia persilatan. Makin bergidig saja keduanya setelah tahu
bahwa pedang di
tangan Jaka Ndableg benar-benar Pedang Siluman Darah. Namun untuk lari, jelas
mereka tidak ingin rekannya yang kini masih melekat di tubuh
Jaka mati lemas. Salah satu jalan, mereka harus
mengadu jiwa. Namun bila hal itu mereka lakukan, tentunya mereka hanya menjadi
bulanbulanan Pendekar muda tersebut.
Pikiran keduanya bergolak, antara merasa
dirinya tidak ungkulan dengan rasa setia kawanan mereka. Kini tampak oleh
keduanya teman mereka makin lama makin melemas. Tenaga
orang yang melekat di tubuh Jaka kini benarbenar habis, akhirnya orang itu hanya
diam, tanpa mampu lagi berbuat apa-apa lagi. Tubuhnya
nampak membara, merah bagaikan terbakar oleh
Inti Api yang dilancarkan oleh Jaka Ndableg.
"Bahaya! Sungguh bahaya kalau kita biarkan!" Orang pertama berseru kaget melihat
apa yang terjadi dengan temannya yang kini tubuhnya
berwarna merah membara. "Kita bantu...!"
Orang kedua hanya mampu terbengong,
seakan ia benar-benar hilang nyalinya untuk
menghadapi Pendekar kita ini. Ia merasa tidak
bakalan ungkulan, namun untuk lari, jelas ia tidak ingin dikata pengecut oleh
temannya. Maka hanya satu jalan bagi mereka, nekad menyerang
Jaka Ndableg. "Hiiaaaattt...!"
Tubuh keduanya kini berkelebat ke arah Jaka, sementara di tangan keduanya
tergenggam sosok-sosok bersisik panjang. Ular itu mendesisdesis, sepertinya ular itu hendak
memangsa Jaka Ndableg. Namun Pendekar muda ini, seakan tidak
bergeming sedikit pun untuk mengelakkan serangan ular berbisa di tangan kedua
musuhnya. Jaka Ndableg bagaikan membiarkan tubuhnya menjadi sasaran patukkan
ular-ular tersebut. Namun...!
"Sssssttt...!" Ular-ular itu mendesis, bergerak
liar manakala mencium bau manusia. Mulut ularular itu membuka, menunjukkan gigi-
giginya yang runcing. Lidahnya yang bercabang menjulur,
seakan-akan kedua ular itu berselera tinggi hendak mendapatkan mangsa yang
empuk. Jaka Ndableg masih tenang, hanya Inti Api


Pedang Siluman Darah 27 Takanata Iblis Nippon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terus menjalar memenuhi aliran darahnya. Tubuh
Jaka kini benar-benar membara, sehingga hawa
panas makin menjadi-jadi menyengat orang yang
menempel di tubuhnya. Tatkala ular-ular berbisa
itu makin mendekat, segera Jaka gunakan Mata
Malaikatnya menghantam ular-ular tersebut. Tidak ayal lagi, ular-ular tersebut
seketika berbalik
menyerang tuannya. Ternyata Mata Malaikat yang
dilancarkan Jaka, mampu menjinakkan ular-ular
tersebut untuk menyerang kedua orang yang menyerangnya. Dan hasilnya, kini ular-
ular tersebut berbalik menyerang tuannya. "Ssssttt...!"
"Ah! Ilmu setan!" maki keduanya sembari kibaskan tangan membuang ular-ular yang
menggila hendak menyerangnya. Ular-ular tersebut jatuh
bergedebukan di tanah. Namun ular-ular tersebut
bagaikan tak mau membiarkan mangsanya begitu
saja, ular-ular tersebut kini mendesis kembali
dengan kepala mendongak berjalan mendekati
kedua bekas tuannya.
"Ular Edan, Hiaaattt...!"
Keduanya hantamkan pukulan ke arah ularular tersebut.
"Duar..!"
"Sssttt...!"
Ular-ular tersebut hanya mampu mendesis
lemah, sebelum akhirnya terkulai lemas dan mati
dengan tubuh hancur tertetel-tetel.
"Hua, ha, ha...! Kalian benar-benar orang jahat! Dengan ular yang pernah berjasa
pada kalian, kalian tega membinasakannya. Apa lagi dengan sesama manusia! Huh,
tak ubahnya kalian
hanyalah Iblis-iblis yang tiada berperikemanusiaan!" ejek Jaka. Sedangkan orang
yang melekat di tubuhnya kini telah terkulai tanpa tenaga. Dari
telapak tangan hingga ke bahu nampak melepuh,
seakan terbakar oleh api.
Dan memang orang tersebut benar-benar
terbakar oleh Inti Api yang dilancarkan Jaka
Ndableg. "Hiiiiaaattt...!"
Jaka berteriak, dorong tubuh orang tersebut
hingga orang itu mencelat ke belakang beberapa
tombak. Tubuh orang itu kini benar-benar menghitam, hangus terbakar. Pakaian
yang dikenakannya koyak-koyak, compang camping terbakar.
Yang lebih menyedihkan, keadaan muka orang
tersebut. Mukanya amburadul, melepuh dagingnya karena hawa panas yang teramat
sangat. "Iblis! Aku akan mengadu nyawa denganmu,
Anak Muda!" maki orang pertama marah melihat
rekannya yang mati naas.
"Heh, apakah kau tidak salah ngomong?"
Jaka membalik ucapan orang tersebut. "Kalianlah
yang Iblis, sehingga demi nafsu kalian tega membuat orang-orang kalian sendiri
menderita!"
"Bangsat!"
Kedua orang itu kini benar-benar dilanda
amarah, berkelebat menyerang Jaka Ndableg dengan senjata di tangan mereka yang
berupa Pecut. Itulah Pecut Waringin Pitu, sebuah pecut yang
mampu meleburkan Gunung Agung sekalipun.
"Bletar! Bletar...!"
Pecut Waringin Pitu menggema, manakala
disalakkan oleh keduanya. Keduanya atau ketiga
orang berbadan besar tersebut merupakan Tiga
Serangkai Warok dari Ponorogo. Warok Pertama
bernama Warok Gemuling, kedua bernama Gempoleng, sedangkan yang ketiga atau yang
telah mati bernama Genjeli. Tiga Warok itu memiliki ilmu yang bukan sembarangan.
Senjata mereka sama, yaitu Tri Cambuk Waringin Pitu. Cambuk
Pertama bernama Cambuk Braja Geni, kedua
bernama Braja Bayu, sedangkan yang ketiga bernama Braja Mukti. Kini dari ketiga
Cambuk Sakti tersebut, tinggal dua cambuk lagi yang tersisa.
Kalau pemilik salah satu cambuk mati, maka
cambuknya tidak dapat digunakan oleh yang
lainnya, sebab ketiga Warok tersebut telah diajarkan masing-masing dengan cambuk
yang mereka pegang. Kehebatan cambuk mereka, sama semua.
Semuanya merupakan senjata dahsyat yang sangat berbahaya.
Dua hawa Panas dan dingin berbaur mana
kala dua cambuk di tangan Warok itu melecut.
Hawa panas keluar dari Cambuk Braja Geni, sedangkan hawa dingin keluar dari
Cambuk Braja Bayu yang mengeluarkan angin besar puting beliung.
Jaka Ndableg yang telah siaga, dengan cepat
buang tubuhnya ke samping hindari serangan pecut tersebut. Sebenarnya bila
dipadukan ketiga
cambuk itu sangat berbahaya. Ketiganya mampu
menjadikan sebuah kekuatan yang maha dahsyat. Namun walaupun hanya dua cambuk,
keduanya mampu membuat Jaka Ndableg harus
berlompatan ke sana ke mari menghindar.
"Bletar...! Bletar...!"
Kembali dua cambuk sakti itu menggelegar,
keluarkan hawa yang berlawanan. Satu berhawa
panas, sedangkan yang lainnya berhawa dingin
membekukan. Dua hawa tersebut mampu menyentakkan Pendekar kita Jaka Ndableg. Ia
baru menghadapi dan merasakan hawa yang begitu
menggetarkan. Hawa panas mungkin dapat dia
atasi dengan mudah, sebab dirinya mampu mengeluarkan hawa yang lebih panas.
Tetapi hawa dingin membekukan, rasa-rasanya sukar untuk
ditangkis dengan Inti Api-nya. Tubuh Jaka Ndableg kini kelihatan agak menggigil
oleh hawa dingin
yang keluar dari Cambuk Braja Bayu.
"Oooohhh...! Hawa yang keluar dari cambuk
itu mampu membuat tulang-tulangku lemas," Ja-
ka Ndableg mengeluh, mencoba salurkan hawa
murni, sedangkan tubuhnya kini melompat ke
sana ke mari untuk menghindari pecutan Braja
Geni dan Braja Bayu yang terus mencercanya.
"Kalau begini terus menerus, sungguh celaka aku
nantinya! Aku harus mampu mengatasi semuanya, dan hanya dengan pedang Siluman
Darahlah akan mampu!"
Jaka Ndableg pasangkan Pedang Siluman
Darah itu di hadapan mukanya, seakan siap untuk menghadapi serangan kedua cambuk
di tangan dua Warok tersebut. Kini Pedang Siluman
Darah nampak meneteskan darah merah, membasahi batang pedang hingga pedang
tersebut bagaikan darah. Dan memang pedang itu kini mengeluarkan darah,
menjadikan mata kedua Warok
tersebut membeliak. Namun kedua Warok yang
merasa bahwa Pecut Sakti Tri Waringin mampu
mengalahkan Jaka Ndableg tidak merasa gentar.
Kembali kedua Warok tersebut berkelebat.
"Hiiiaaattt...!"
"Suiiiittt...!"
"Bletar! Bletar!"
Bersamaan dengan pecahnya suara ledakan
yang keluar dari dua pecut itu, dari dalam tanah
dan atas pohon berkelebatan Ninja-ninja yang segera menyerang Jaka Ndableg.
"Wuuuuttt...! "
"Wuuuuttt...!"
Samurai-samurai yang berada di tangan para Ninja berkelebat membabat ke arah
Jaka, sedangkan Pecut Sakti Braja Geni dan Braja Bayu
turut membantu serangan. Jaka kini benar-benar
dikeroyok layaknya Sadam Husein dan Pasukan
Multi Nasional yang kini tengah bertarung. Jaka
kini dengan Pedang Siluman Darah yang telah
siap di tangan papaki serangan para Ninja.
"Hiiiaaaattt...!"
"Wuut! Wuuut...!"
Pedang Siluman Darah kini bagaikan siluman hidup yang haus darah. Pedang
tersebut berkelebat, memapaki serangan para Ninja yang
menyerbu berbarengan. Ninja-ninja tersebut bagaikan kalap, menyerang dengan
membabi buta. Samurai-samurai tajam yang berkilat-kilat kini
tiada mau membiarkan musuhnya. Samuraisamurai itu kini bergerak liar, menusuk
dan membabat ke arah tubuh Jaka. Begitu pula dengan kedua Warok tersebut. Kedua
Warok itu tidak
mau ketinggalan, pecutnya menggelegar-gelegar
memekikkan telinga bagi yang mendengarnya.
"Bletar..! Bletar...!"
"Wuuuttt! Wuuuttt...!"
Dua senjata berlainan yang jumlahnya banyak terus mencerca Jaka Ndableg. Jaka
Ndableg segera kibaskan Pedang Siluman Darah, papaki
serangan mereka.
"Wuuuuttt...!"
"Prak! Prak! Prak...!"
Beruntun terdengar beradunya senjata Samurai di tangan para Ninja dengan Pedang
Siluman Darah di tangan Jaka Ndableg. Beruntun
pula terdengar suara benda logam patah. Dan
manakala Jaka melompat mundur kembali, nam-
pak Samurai-samurai di tangan sepuluh orang
Ninja yang tadi menyerangnya patah menjadi dua.
Tinggallah gagang-gagangnya saja yang masih.
Kalau saja Jaka mau, mungkin tangan mereka
akan puntung. "Aku sarankan, kalian minggatlah dari Tanah Jawa ini sebelum para Pendekar Tanah
Jawa mencincang tubuh kalian!" Jaka berkata memperingatkan pada para Ninja. "Aku
tidak ingin kalian hanya mati sia-sia di tanah Jawa ini!"
"Bajero! Apa hakmu. Anak muda!" balas
membentak pimpinan Ninja tersebut. "Kau tidak
ada hak mengusir kami!"
"Hem, ini adalah tanah tumpah darahku!
Maka aku berhak mengusir kalian dari muka Jawa Dwipa ini!" Jaka kembali
memperingatkan mereka. "Kalau kalian tidak mau, jangan salahkan
kalau aku bertindak telengas!"
Pimpinan Ninja itu tersenyum, matanya memandang tajam pada Jaka Ndableg. Dan
tangannya perlahan bergerak, memberikan isyarat pada
anak buahnya termasuk dua Warok itu menyerang.
"Hiiiiaaattt...!" Semua anak buahnya dan
Dua Warok itu kembali menyerang.
"Kalian memang ingin mampus! Dan kau,
Warok-warok murtad! Kalian akan mendapat hukumannya, Hiiiiaaattt...!" Jaka
Ndableg kini benar-benar marah, merasa peringatannya tidak digubris oleh orang-
orang Nippon tersebut.
"Blelar! Bletar...!" Suara cambuk Dua Warok
menggelegar "Wuuuttt...!"
"Swiiingg...!"
Senjata-senjata Rahasia yang dimiliki oleh
Ninja-ninja tersebut mendesing menyerang ke
arah Jaka berbarengan dengan serangan Samurai
di tangan Ninja-ninja lainnya yang kini bergerak
ke arah Jaka Ndableg.
Jaka Ndableg melompat ke muka, lalu dengan cepat kibaskan Pedang Siluman Darah
ke arah datangnya senjata-senjata rahasia yang berbentuk bintang tersebut.
"Traangg...!"
Senjata-senjata rahasia itu mental, sebagian
runtuh terbelah menjadi dua dan berjatuhan ke
tanah terbabat Pedang Siluman Darah yang dibabatkan oleh Jaka Ndableg. Namun
belum juga Jaka selesai menyapu senjata-senjata rahasia tersebut, serangan kembali datang
menerpa ke arahnya. Dua puluh lima Ninja dan dua orang
Warok itu berkelebat dengan senjata-senjata mereka menyerangnya. Jaka lemparkan
tubuh melenting ke udara, hindari serangan mereka.
"Bahaya kalau aku biarkan berlarut-larut!"
keluh Jaka dalam hati.
Belum juga Jaka hilang kagetnya, orangorang yang menyerang telah kembali
berkelebat menyerang. Murka Jaka benar-benar dibuatnya.
Tanpa dapat dicegah lagi Jaka rapalkan ajian
yang diperoleh dari kitab milik kakeknya Banyu
Geni. Ajian yang kini tengah dirapalkannya tidak
lain ajian intinya, yaitu Dewa Api.
"Oooaaaaaarrrr...!" Jaka menggeretak marah,
dan dari tubuhnya kini keluar api yang menyalanyala. Kini Jaka benar-benar
menjadi Dewa Api
yang ganas. Dengan marah Dewa Api yang masih
menggenggam Pedang Siluman Darah maju memapaki serangan mereka.
"Dewa Api...!" Dua Warok memekik tertahan.
"Dewa Agni...!" Para Ninja juga nampak tersentak kaget, surut ke belakang. Namun
Dewa Api kini benar-benar murka, dari matanya memancar api, itulah Sinar Mata
Malaikat. "Wuuuusssss...!"
"Duar!"
"Aaaaaaaa...!"
Satu persatu Ninja memekik, tubuhnya terbakar oleh api yang dilancarkan dari
mata Dewa Geni. Api membakar mereka, sesaat mereka mengejang, lalu ambruk dengan tubuh
hangus. Dua Warok dan sisa Ninja itu kini membelalakkan mata.
"Munduuurrr...!" Warok Gemuling berseru
memerintahkan pada semuanya agar mundur.
"Percuma kita melawan! Dia benar-benar telah
menjadi Dewa Geni!"
Tanpa menunggu perintah untuk yang kedua
kalinya, para Ninja dan kedua Warok itu serabutan meninggalkan tempat tersebut.
Dewa Geni kembali ke bentuk asalnya, lalu dengan segera
mengejar mereka yang telah jauh meninggalkan
tempat tersebut.
6

Pedang Siluman Darah 27 Takanata Iblis Nippon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kembali Di Negara Nippon...
Taka Nata yang berambisi untuk menjadikan
dirinya penguasa di Tanah Jawa, kini kembali
membuat petaka di dunia persilatan dan juga
menteror kerajaan. Dengan kemampuannya
menghimpun para pemberontak Taka Nata bermaksud melakukan pemberontakan dengan
tujuan memaksa kaisar meluluskan permintaannya
untuk menjadi seorang raja di Tanah Jawa.
Saat itu Taka Nata nampak berdiri dengan
gagahnya di antara kerumunan orang-orang yang
mendukung niatnya. Mereka tidak tahu apa yang
akan mereka dapatkan dengan mendukung tindakan Taka Nata. Kebanyakan mereka
hanya tahu bahwa diri mereka kelak akan dijadikan
orang-orang yang senang dengan bergelimang
harta benda dan wanita. Bukankah wanita-wanita
Jawa kebanyakan cantik-cantik dan lembah lembut" Bayangan ingin dapat
memperistri gadis Tanah Jawalah yang menjadikan mereka memiliki
semangat tinggi.
"Saudara-saudara, kalian apakah tidak ingin
menjadi orang yang bermasa depan enak dengan
bergelimpangan harta?" tanya Taka Nata memberikan semangat dan janji-janji pada
anak buahnya. "Ingiiiinnn...!" jawab semuanya ketus. "Nah,
kalau aku nanti menjadi raja di Tanah Jawa, maka kalian akan menjadi orang-orang
yang mempunyai kedudukan. Kalian akan aku angkat sebagai prajurit-prajuritku!
Bagaimana...?"
"Akkuuurrr,..!"
"Bagus!" Taka -Nata tersenyum senang. "Kalian memang harus mempunyai semangat
yang tinggi untuk menjadi orang-orang yang tidak selamanya di bawah! Nah, mulai
sekarang, kalian
akan aku didik menjadi orang-orang persilatan.
Kalian akan menjadi seorang Ninja sejati yang berilmu tinggi."
Bagaimana pun, orang akan merasa senang
bila diberi janji-janji yang indah. Seperti halnya
mereka, mereka pun nampak berseri-seri mendengar penuturan Taka Nata. Mereka
benar-benar hanya tahu bahwa diri mereka kelak akan menjadi orang yang dihormati di Tanah
Jawa, tidak seperti keadaan mereka sekarang. Keadaan mereka
benar-benar merupakan keadaan yang menderita.
Kebanyakan dari mereka hanyalah seorang tani
yang tiada daya apa-apa untuk melakukan apa
yang sebenarnya terserat di hati.
"Kapan kita akan ke Tanah Jawa?" Seorang
di antara mereka yang masih muda dan berbadan
besar bertanya.
"Kalau kita sudah menjadi sebuah kekuatan,
kita akan memaksa Kaisar untuk memberikan
bantuan pada kita," jawab Taka Nata.
"Bukankah dengan kita sendiri, kita akan
mampu menjalankannya, Ketua...?" Yang lain
menyambung bertanya.
Taka Nata tahu bahwa semua anak buahnya
yang berhasil dihimpun yang jumlahnya mencapai seratus orang lebih, memiliki
antusias yang tinggi. Mungkin dikarenakan mereka selalu dijeja-
li oleh janji-janji Taka Nata yang muluk-muluk.
"Hem, nampaknya usahaku akan berhasil," Taka
Nata berkata dalam hati. "Kalau sudah begitu,
aku tentunya akan berhasil menjalankan segala
apa yang menjadi rencanaku."
"Kalian bersabarlah barang satu dua minggu," Taka Nata akhirnya berkata. "Kita
perlu persiapan yang masak, agar kita tidak mudah untuk
dijatuhkan. Menurut yang aku dengar, Pendekar
Tanah Jawa sangat sakti. Kita perlu menimba ilmu!"
Semua yang ada di situ terdiam, sepertinya
menurut akan apa yang dikatakan oleh Taka Nata
selaku pimpinannya. Memang benar, apa yang dikatakan Taka Nata. Begitulah ucapan
penghibur diri di hati mereka. Mereka memang perlu menimba ilmu, agar kelak mereka mampu
mengatasi semuanya. "Memang di Tanah Jawa telah menanti Ninja
Hitam, yang kelak akan menyokong usaha kita.
Namun sampai sekarang Ninja Hitam belum
memberikan kabar lagi bagaimana keadaannya,"
Taka Nata melanjutkan berkata.
"Kalau Ninja Hitam tidak mendapatkan hasil,
apakah kita juga akan nekad" Tentunya tidak
bukan..." Tapi akan lain dengan Ninja Hitam. Aku
adalah Taka Nata, si Ninja Iblis, yang mampu
mengatasi segalanya!"
"Hidup Ketua kita!"
"Hidup Ninja Iblis...!"
"Hidup Tuan Taka Nata...!"
Suara sanjungan menggema, bersamaan
dengan habisnya ucapan Taka Nata. Semua seakan terhanyut oleh janji-janji yang
dilontarkan oleh Taka Nata.
"Nah, untuk persiapannya, maka mulai kini
kita akan selalu terikat oleh sebuah persatuan.
Bagaimana kalau perserikatan kita, kita namakan
Persatuan Samurai Iblis"! Seperti Samurai milikku?"
"Akuuurrr...!"
"Setujuuu...!"
"Hidup Taka Nata...!"
"Hidup Samurai Iblis...!" Riuh rendah suara
mereka yang menyanjung Taka Nata, seakan Taka
Nata adalah Dewa Penolong baginya untuk mengubah nasib yang selama ini mereka
geluti. Hidup sebagai buruh tani memang sangatlah menderita.
Tiada pernah mereka berbahagia seperti orangorang istana atau juragan-juragan
mereka. "Mulai sekarang, kalian aku percayakan untuk mengumpulkan Dana! Peras juragan-
juragan dan tuan tanah yang ada di Tanah Nippon ini!"
Taka Nata kembali memerintah. "Bagaimana,
apakah kalian sanggup?"
"Apakah kami akan mendapatkan perlindungan?" tanya mereka ingin keyakinan.
"Jelas! Kalian adalah anak buahku, maka
aku pun akan melindungi kalian! Bila ada tuan
tanah atau juragan yang membangkang, maka
akulah yang akan menyelesaikan mereka. Dan
kalian ajaklah rekan-rekan kalian untuk bergabung bersama di Samurai Iblis yang
akan memberikan pada kalian kebahagiaan!"
"Hidup Samurai Iblis...!"
"Hidup Ketua Taka Nata...!"
"Hidup Dewa Pembela kaum lemah...!" Taka
Nata tersenyum-senyum mendengar seruan yang
dilontarkan oleh anak buahnya.
Kini Taka Nata menemukan dirinya bagaikan
seorang raja yang agung. Raja diraja yang kelak
akan mencatat sejarah di Nippon dan di Tanah
Jawa. Dan bila semuanya berhasil, maka baru
sekali itu orang dari golongan Ninja yang mampu
menjadi raja atau kaisar di Tanah Jawa.
Setelah mengadakan rencana-rencana yang
kemudian disetujui oleh anak buahnya, maka hari itu juga seluruh anak buah
Samurai Iblis kembali ke tempat masing-masing untuk melakukan
apa yang telah direncanakan mereka. Sebuah
rencana yang matang, rencana untuk mempengaruhi dan memaksa pada tuan tanah
serta saudagar-saudagar untuk memberikan harta mereka
sebagai bantuan dalam rangka niat mereka mengadakan ekspansi ke Tanah Jawa.
*** Kota Tokyo diguyur hujan salju malam itu,
sehingga keadaan kota Tokyo bagaikan mati. Tak
ada seorang pun yang berani keluar, hanya desahan angin yang menerbangkan salju-
salju mengukir putih di pepohonan serta hamparan kota
yang terang oleh lampu-lampu listrik.
Keheningan kota Tokyo, malam itu bukan
menjadi hambatan untuk anak buah Taka Nata
beraksi. Sesuai dengan rencana, malam itu dengan menerobos hujan salju mereka
berkelompokkelompok mendatangi para juragan dan tuan tanah. Itulah gerilya ala
mereka, gerilya ala petani
yang menghendaki kebebasan dan keinginan yang
tinggi agar mampu mengubah nasib mereka.
Sepuluh orang berkerudung hitam, berkelebat berlari-lari kecil membelah hujan
salju menuju ke sebuah rumah yang cukup besar. Dan biasanya, rumah seperti itu
adalah rumah milik
seorang saudagar atau seorang tuan tanah, atau
pun juragan. Enak kata, rumah seperti itu adalah
rumah orang berada. Dan ke situlah mereka menuju kaki mereka. Pedang sudah
terselip di pundak, dan mereka benar-benar mirip seorang pendekar Ninja yang
siap untuk melaksanakan apa
yang menjadi tugas mereka.
Salah seorang yang berjalan di muka, segera
mengetuk pintu rumah.
"Tok, tok, tok!"
"Siapa...?" Terdengar suara seseorang berseru.
"Saya juragan," Jawab orang bertopeng.
"Siapa engkau...?" Kembali terdengar suara
orang bertanya.
"Bukalah pintu, nanti engkau akan tahu siapa aku,"
Lama kesepuluh orang itu menanti untuk
masuk, namun sepertinya pintu tidak mau dibuka. Mungkin tuan rumah telah mengira
siapa adanya orang yang datang. Hal tersebut menjadikan kesepuluh orang yang berada di
luar sewot. Maka dengan kasar didobraknya pintu rumah
tersebut dengan tendangan.
"Braaak...!"
Pintu rumah itu hancur berantakan, namun
belum juga kesepuluh orang itu sadar, tiba-tiba
sebuah bayangan berkelebat menyerang dengan
Samurai siap memancang tubuh mereka. Melihat
hal itu, segera kesepuluh orang utusan Taka Nata
balas membabatkan Samurai yang sudah siap di
tangan. Tidak ayal lagi, seorang kini harus berhadapan dengan sepuluh orang.
"Kau harus tunduk pada kami!" bentak
orang yang tadi mendobrak pintu.
"Persetan dengan kalian, Hiaaattt...!"
"Wuuuuttt...!"
Samurai di tangan tuan rumah mendesing,
mengarah ke arah kesepuluh orang yang baru datang. Kesepuluh orang tersebut
tersentak kaget,
dan dengan cepat menghindar sembari balik menyerang dengan Samurai mereka.
"Orang mencari mampus! Hiaaattt...!"
Mendengar teriakan ketuanya, segera kesembilan orang lainnya turut menyokong.
Kini sepuluh orang bertopeng itu benar-benar hendak
menghabisi nyawa orang tersebut. Tuan rumah
yang berbadan gendut itu nampak berusaha
mengelakan serangan kesepuluh orang tersebut.
Walaupun tuan rumah sudah keteter, namun kesepuluh orang yang sudah dididik oleh
Taka Nata kini benar-benar bagaikan iblis yang tidak mengenal kasihan.
"Wuuutttt...! Wuuutttt...!"
"Papah...!" Terdengar jeritan dari dalam, dan
tampak seorang gadis berlari keluar. Melihat seorang gadis cantik keluar, nampak
ketua dari kesembilan orang itu berikan isyarat untuk anak
buahnya yang terus mencerca tuan rumah. Sementara dirinya sendiri kini
berkelebat ke arah
gadis tersebut berdiri.
"Kau mesti tenang, Anak Manis," ucap seorang bertopeng, dan dengan cepatnya
tangan orang bertopeng itu menyeret gadis cantik tersebut ke dalam. Disekapnya gadis
itu yang terus berontak mencoba melawan.
"Tidaaaakkk...! Jangan ganggu aku!" Gadis
itu berontak. Kakinya menjejak, tangannya terus
memukuli tubuh orang yang menyeretnya. Namun bagaikan tidak merasa sakit, lelaki
bertopeng itu terus menyeret sang gadis. "Bagero. Lepaskan aku!"
"He, he, he...! Kau harus menurut, Nona."
"Cih! Lebih baik kau bunuh aku!"
"Tidak, Nona! Kau harus melayani apa yang
menjadi keinginan kami. Kau harus mau. He, he,
he...!" Tanpa hiraukan pemberontakan gadis tersebut, segera lelaki tersebut menotok urat
darah sang gadis. Seketika sang gadis terkulai lemah.
Hal tersebut menjadikan senyum menyungging di
bibir lelaki bercadar tersebut. Dan manakala mulut gadis itu hendak menganga,
lelaki bercadar
tersebut memasukkan dua butir pil berwarna merah ke dalam mulutnya. Sejenak
gadis tersebut terkulai pingsan, hingga dengan gampangnya le-
laki bercadar itu membopong tubuh gadis itu ke
atas kasur yang ada di kamar tersebut.
Sementara itu di luar, nampak pertarungan
masih terus berjalan. Nampaknya tuan rumah tidak ingin mengalah begitu saja, dan
berusaha terus melawan. Dari dalam kamar lain seorang lelaki muda yang mungkin
anaknya nampak mendengus demi melihat ayahnya dikeroyok oleh
orang-orang berpakaian Ninja.
"Bajero! Kalian orang-orang bangsat! Kubunuh kalian!" Pemuda itu cabut pedang
yang tergantung di dinding rumahnya, lalu dengan nekad
dia mencelat membantu ayahnya. Belum juga tubuhnya sampai, seorang dari sembilan
orang, tersebut telah menghadangnya dengan tebasan Samurainya.
"Wuuuttt...!"
Pemuda itu tersentak, melompat mundur.
"Wuuuuttt...!" Kembali orang itu menyerang.
"Bajero! Anjing Ninja, Hiaat! Aku bunuh kau,
Anjing!" Kemarahan pemuda anak tuan rumah yang
kini dikeroyok oleh delapan orang Ninja seperti
membabi buta. Pedang di tangannya bergerak
liar, nekad menghadang Samurai lawan.
"Wuuuttt...!"
"Wuuuutttt...!"
"Trang...!" Dua pedang itu saling bertemu.
"Prak!" Pedang di tangan anak juragan itu
patah, menjadikan mata anak juragan tersebut


Pedang Siluman Darah 27 Takanata Iblis Nippon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membeliak kaget. Ia sesaat tertegun, sebelum akhirnya melompat hindari serangan.
Melihat musuhnya mampu menghindar,
orang berpakaian Ninja kembali babatkan pedang
Samurainya ke arah sang pemuda. Tidak lagi pemuda juragan itu mampu menghindar,
hingga akibatnya dapat diterka.
"Wuuuuttt...!"
"Breet...!"
"Aah...!" Pemuda itu memekik, melompat ke
belakang. Dadanya kini tergores oleh Samurai lawan. Melihat dirinya terluka,
dengan nekad pemuda tersebut kembali memekik dan menyerang
dengan tangan kosong. "Aku bunuh kau, Bajero!"
"Wuuut...!"
Tangan dan kaki pemuda itu menghantam,
namun sepertinya tiada arti sama sekali bagi
orang berpakaian Ninja tersebut. Malah kini Samurainya yang telah terbasah darah
makin nampak liar. Samurai itu kini berkelebat dengan cepat, membabat ke arah
perut sang pemuda
"Wuuuutt...!"
"Breet...!"
"Aaaaaah...!" Pemuda itu kembali memekik,
namun hal tersebut tidak menjadikan orang berpakaian Ninja itu hentikan aksinya.
Malah sepertinya orang itu kalap. Kembali Samurainya berkelebat, dan kini
mengarah ke punggung si pemuda
yang terhuyung-huyung.
"Wuuuuttt...!"
"Crass...!"
"Krak!"
"Aaaahhh...!" Samurai di tangan orang berpakaian Ninja membabat tulang belikat
di pung- gung si pemuda, yang menjadikan pemuda tersebut menjerit. Tulang tersebut patah,
sedangkan si pemuda kini berguling-guling menahan sakit.
Mungkin karena merasa dirinya tidak bakalan
ungkulan, maka dengan mendengus si pemuda
mengamuk dengan luka-luka tubuhnya. Hal tersebut tidak menjadikan dirinya mampu,
sebab darah telah terkuras keluar, mengurangi kekuatan pertahanan tubuhnya. Tubuhnya
mulai limbung, matanya kini nampak berkunang-kunang.
"Wuuuttt...!" Samurai di tangan orang berpakaian Ninja kembali berkelebat,
membabat ke arah pemuda itu.
"Craaaaasss...!'
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaa...!" Pemuda itu menjerit panjang dengan tubuh berputar-putar
sesaat sebelum akhirnya ambruk ke lantai. Samurai di
tangan Ninja tersebut telah membabat putus tangan kanannya. Darah muncrat
membasahi lantai.
Demi mendengar suara jeritan anaknya, hilanglah
konsentrasi tuan tanah tersebut.
"Anaakku...!"
Kekagetan orang berbadan gemuk yang kaya
tersebut tidak disia-siakan oleh kedelapan orang
pengeroyoknya. Dengan cepat salah seorang dari
mereka babatkan Samurainya.
"Wuuuttt...!"
Tersentak tuan rumah itu dan berusaha
menghindar. Namun terlambat, datangnya Samurai tersebut jauh lebih cepat dari
gerakannya menghindar. Hingga...!
"Wuuuuuttt...!"
"Craas...!"
"Aaaaaaaa...!" lelaki setengah baya itu memekik, pegangi perutnya yang terbeset
oleh sabetan Samurai lawannya. Bareng dengan keadaan
ayahnya. Si gadis yang kini tengah dalam pengaruh obat serahkan segalanya pada
orang bercadar yang kini mengangkangi dirinya. Dan manakala
satu lesatan hebat mendera, terdengar suara pekikkan kecil
"Ah..!" Gadis itu memekik pendek tatkala sesuatu mendera dan menjadikan dirinya
kini hilang segalanya. Sebentar ia melenguh, kemudian
terdengar keluhnya yang panjang. "Ooooohhh...!"
Melihat si gadis telah dapat dikangkangi, dan
telah mendapatkan segalanya, orang bercadar
Ninja itu kini kembali keluar. Sementara orang
lainnya yang telah menyelesaikan anak lelaki pemilik rumah tersebut menyusul ke
kamar. Sementara di kamar perang tanding satu lawan satu, di luar kini pemilik rumah
makin tampak kewalahan. Samurai-samurai musuh mencerca dan hendak mencincang
dirinya. "Wuuuuuttt...!"
Sadis memang tindakan mereka. Samurai di
tangan mereka bagaikan tidak mengenal ampun,
membabat tubuh sebelah belakang lelaki setengah baya gemuk tersebut.
"Breeeet...!"
"Aaaaaaa...!" Lelaki setengah baya tersebut
memekik. Tubuhnya kini tergurat goresangoresan luka akibat tebasan-tebasan
Samurai lawan. Tubuhnya limbung, terhuyung-huyung ke
belakang. Melihat itu, kembali kedelapan orang
tersebut dengan kesetanan mencerca. Dan puncak dari semuanya, manakala orang
yang baru saja keluar dari kamar babatkan Samurai ke arah
tubuhnya. "Hiiaaaattt...!"
"Wuuuuttt...!"
"Craaasss...!"
"Aaaaaaaa...."
Puntung saat itu juga leher Orang tua setengah baya, terbabat oleh Samurai di
tangan pimpinan kesembilan Ninja tersebut. Kesembilan Ninja
itu kini nampak tertegun sesaat, saksikan tubuh
pemilik rumah yang menggelepar-gelepar menanggung sekarat. Tubuh pemilik rumah
itu kejang sesaat, lalu akhirnya tergolek dengan nyawa
menghempas hilang.
Dengan matinya pemilik rumah, maka kesembilan Ninja itu kini dengan mudahnya
menguras harta benda milik tuan tanah kaya tersebut.
Namun sebelum mereka pergi, dengan sadisnya
mereka bergantian memperkosa anak tuan tanah
tersebut. Sungguh malang, seorang gadis cantik
harus menjadi korban kebiadaban orang-orang tidak bertanggung jawab.
Setelah semuanya pergi, dan gadis itu menyadari keberadaan dirinya, maka gadis
itu pun kini menangis sejadi-jadinya. Gadis tersebut tidak
mampu berbuat apa-apa, kecuali menangis dan
menangis menyesali keadaannya. Dan bagaikan
orang gila, gadis itu berlari menghambur pergi
tinggalkan rumah. Batinnya tersiksa, apa lagi
tatkala melihat keberadaan ayah dan kakaknya
yang mati dengan tubuh amburadul.
*** 7 Gadis itu masih berlari dan berlari sambil
menjerit-jerit dengan histeris. Kini dirinya bagaikan seorang gadis tanpa
diurus. Pakaiannya amburadul, compang camping. Terkadang ia melamun, lalu
menangis sendiri.
"Ayah...! Hu, hu, hu...! Mereka jahat! Mereka
telah memperkosaku! Aku akan membalas segala
apa yang mereka lakukan! Aku akan membalas!"
Gadis itu kembali berlari, tinggalkan tempat
tersebut menuju ke jurang di dekat sebuah pancuran di gunung Fujiyama. Sejenak
dia tercenung, pandangi dasar jurang yang dalam hingga
tidak tampak. Ingin rasanya ia bunuh diri menerjunkan tubuhnya ke jurang
tersebut, tapi bila ingat akan apa yang harus ia lakukan, diurungkannya niat.
"Tidak! Aku tidak mau mati! Aku harus
mampu membalas segala yang telah mereka lakukan! Rampok-rampok Iblis itu harus
mati di tanganku!"
Tengah gadis tersebut menangis, nampak
seorang lelaki muda berlari-lari mendekat. Dilihat
dari pakaian yang dikenakan, dia jelas merupakan seorang pendekar. Di pundaknya
tergantung sebilah pedang. Pemuda itu bertelanjang dada,
menjadikan otot-otot dadanya kelihatan menonjol.
Pemuda itu tidak lain Jaka Ndableg yang jagoan
kita atau Pendekar Pedang Siluman Darah. Mau
apa Pendekar Pedang Siluman Darah ke tanah
Nippon" Dan mengapa dia sampai datang di sini"
"Nona...! Nona, tungguu..!" Jaka Ndableg
berseru, sentakan gadis itu menengok ke arah datangnya suara tersebut. "Nona,
dapatkah engkau
menolongku?"
Gadis itu diam, hanya matanya yang memandang tiada kedip ke arah Jaka Ndableg.
"Hem, sepertinya gadis ini menderita batin,"
gumam Jaka dalam batin.
Jaka yang dipandang hanya terdiam, sementara si gadis seperti makin mendalamkan
pandangannya. Dua mata mereka kini beradu, menyiratkan sebuah benang di hati si
gadis. "Nona...," Jaka kembali buka mulut.
"Ya! Ada apakah?"
"Em, maukah Nona tunjukkan aku di mana
tempatnya guru besar Ninja berada?" Kembali Jaka bertanya, menjadikan gadis
cantik namun berpakaian amburadul itu lekatkan pandangannya. "Mengapa Nona begitu tajam
memandang padaku?" "Aku....." Gadis itu tidak teruskan ucapannya, ada perasaan malu untuk
mengutarakan apa
yang sebenarnya ada di hati. Merasa dirinya tiada
arti lagi, menjadikan gadis tersebut kini benarbenar tiada arti bagi seorang
pemuda. "Ah, tidak!"
Jaka Ndableg kerutkan kening mendengar
ucapan gadis tersebut yang nadanya mengandung
sebuah keputus asaan. "Kenapa, Nona" Adakah
yang dapat aku bantu?" tanya Jaka. "Oh ya, namaku Jaka Ndableg. Aku datang dari
Tanah Jawa Dwipa." "Dari Jawa Dwipa?" tanya gadis itu heran.
"Ya, kenapa?"
"Oh, jauh sekali."
"Menurut ayahku, Tanah Jawa Dwipa subur
dan makmur. Penduduknya ramah tamah. Benarkah, Tuan Jaka?"
Jaka tersenyum senang seraya mengangguk.
Kini gadis itu telah kembali menemukan siapa
adanya dirinya.
"Kalau boleh aku tahu, siapakah Nona
adanya. Dan sedang apakah Nona sendirian di tepi jurang?"
Gadis itu bukannya menjawab, malah kini
menangis. Hal tersebut menjadikan Jaka terbeliak
kaget. Jaka tidak mengerti kenapa gadis itu menangis, namun Jaka memaklumi dan
sadar mungkin gadis tersebut sadar akan keadaan dirinya.
Gadis itu dengan masih berlinang air mata
akhirnya bercerita tentang bencana yang menimpa dirinya. Jaka tergugah, terenyuh
mendengarkan cerita yang dituturkan oleh sang gadis. Kini
Jaka tahu apa sebenarnya yang telah menimpa
gadis tersebut dan keluarganya. Tak terasa Jaka
pun menggumam. "Sungguh perbuatan Iblis!"
"Ya! Mereka memang Iblis, Tuan Jaka."
"Nona, Meimora, janganlah Nona memanggil
diri saya Tuan."
"Kenapa?"
"Tidak apa-apa. Oh ya, dapatkah Nona
membantu saya" Nanti saya akan berusaha
membantu Nona."
"Benarkah itu, Tu... eh Jaka?"
Jaka hanya mengangguk mengiyakan dengan bibir berurai senyum.
"Apa yang dapat aku bantu...?" Nada ucapan
Meimora manja, menjadikan Jaka kini harus menarik napas panjang. Jaka sadar
kalau Meimora kini tengah mendapatkan sebuah perasaan lain di
hatinya. Jaka sadar keadaan dirinya, seperti dikatakan oleh Ratu Penguasa Bumi
dan kecemburuan Miranti beralasan.
Bila ingat semua itu, ingat Miranti Jaka
hanya mampu mengguman dalam hati. "Miranti...,"
"Mengapa kau melamun, Jaka?"
Tersentak Jaka seketika, dengan mencoba
tersenyum Jaka sembunyikan keterkejutannya.
"Ah, tidak mengapa. Oh ya, dapatkah Nona membantu saya menunjukkan di mana saya
harus bertemu dengan Kaisar?"
Mata Meimora membeliak mendengar ucapan Jaka Ndableg. Mulutnya menganga,
sepertinya menandakan kekagetannya. Hal tersebut
tertangkap oleh Jaka, sehingga Jaka pun tersenyum dan berkata lagi. "Kenapa,
Nona" Kau kaget?"
"I... iya!"
"Jangan kaget, Nona. Aku bukanlah orangorang istana! Aku hanya diutus oleh Raja
Tanah Jawa untuk menanyakan apa yang sebenarnya
kini melanda tanah kelahiranku. Nah, maukah
Nona membantu?"
"Mau!" jawab Meimora.
"Terimakasih sebelumnya."
Keduanya pun berjalan tinggalkan tempat
tersebut menuju ke kerajaan. Namun segera
Meimora hentikan langkah, manakala ia teringat
akan keadaan dirinya. Hal tersebut menjadikan
Jaka kembali kerutkan kening bertanya. "Ada
apa, Nona Me?"
"Apakah aku pantas menghadap Raja dengan pakaian begini rupa?" Jaka tersenyum.
"Benar! Ah, sayang aku tidak membawa pakaian."
"Tidak apa! Rumahku dekat dari sini. Maukah engkau mampir?"
Jaka tak mampu menolak, dan keduanya
pun kini putar arah menuju ke rumah Meimora.
Dua sosok tubuh pemuda pemudi itu berjalan
santai, sepertinya menikmati apa yang tengah
bermusim di Negeri Nippon tersebut.
*** Jaka Ndableg tersentak manakala melihat
dua sosok tubuh laki-laki tergeletak dengan keadaan yang menyedihkan. Tubuh
keduanya bagaikan dicincang. Sementara Meimora kini kembali
menangis, dan memeluk tubuh Jaka Ndableg


Pedang Siluman Darah 27 Takanata Iblis Nippon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

erat-erat. Ditumpahkan tangisan kepedihan hatinya di dada Jaka Ndableg.
Menyaksikan hal tersebut menjadikan Jaka
turut terenyuh. Tidak dirasakannya air matanya
meleleh. Jaka kini benar-benar merasakan betapa
hidup ini begitu pahit dan sakitnya. Apa lagi
tatkala melihat dua sosok tubuh ayah dan kakak
Meimora, dada Jaka sebagai seorang pembela kebenaran dan keadilan bagaikan
hendak meledakledak. Ingin rasanya Jaka Ndableg menjerit, dan
memaki-maki pada siapa saja andai saja ia tidak
menyadari makna kehidupan itu yang sebenarnya.
"Sudahlah, Mei. Mungkin semua sudah takdir Yang Maha Esa, kau harus
menerimanya."
"Tapi aku kini sebatang kara. Aku... aku juga
tiada berarti."
"Tidak juga, Mei," Jaka terus berusaha
menghibur diri Meimora.
Meimora memandang ke arah Jaka penuh
arti, sepertinya pandangan tersebut mengandung
sebuah harapan, entah harapan apa" Yang jelas
hanya Jaka sendiri dan Meimora yang tahu.
"Aku berjanji akan membantumu mencari
orang-orang yang telah biadab."
"Benarkah, Jaka?"
Jaka hanya mengangguk.
"Oh, terimakasih, Jaka."
"Sekarang kita makamkan kedua ayah dan
kakakmu, baru nanti kita teruskan perjalanan kita ke Kerajaan."
Mendengar ucapan Jaka, bagaikan anak ke-
cil saja Meimora kembali peluk tubuh Jaka erat.
Sepertinya di dada Jaka ada segala apa yang ia
cari. Seakan hanya Jaka saja yang menjadi tumpuhan hidupnya saat ini. Jaka
segera lepaskan
dekapan Meimora, lalu berjalan mendekati tubuh
yang tergeletak dengan luka-luka yang banyak
menggurat di tubuh keduanya. Dengan tanpa merasa jijik Jaka Ndableg angkat
mayat-mayat tersebut keluar. Dibantu oleh Meimora yang masih
menangis Jaka terus menggali lubang lahat untuk
mayat-mayat tersebut. Dan menjelang sore baru
Jaka menyelesaikan segala apa yang menjadi tugasnya. Dua kuburan kini tampak di
depan rumah Meimora. Dua kuburan baru, sehingga tanahnya nampak masih merah.
Jaka di dampingi Meimora duduk memanjatkan do'a. Meimora sendiri masih menangis,
seakan hanya air mata saja tumpuan dan hanya
pada Jaka hal tersebut ia ungkapkan.
"Sudahlah, jangan menangis," Jaka menghibur. Dipapahnya tubuh Meimora yang
melangkah tinggalkan tempat tersebut.
Dengan berjalan beriringan, sementara kepala Meimora terpatah di pundak Jaka,
keduanya melangkah tinggalkan rumah menuju ke kerajaan
yang menjadi tujuan Jaka semula.
*** Kerajaan kini benar-benar dibikin pusing
oleh segala tindakan yang dibuat oleh anak buah
Taka Nata. Kini nama Taka Nata yang dulunya
harum berubah menjadi busuk. Julukan untuk
Taka Nata adalah Iblis Nippon.
Sang kaisar dengan didampingi oleh perdana
mentrinya terduduk tanpa semangat. Di hadapannya duduk pula para prajurit utama
dan panglima-panglima perangnya. Kaisar kini tengah
mencari jalan keluar untuk menyelesaikan masalah yang kini berlarut-larut.
Masalah yang sangat
sukar, sebab Taka Nata bukanlah orang sembarangan yang mudah dibekuk. Telah
berulang kali kaisar memerintahkan untuk menangkap Taka
Nata, namun hasilnya malah sebaliknya. Korban
demi korban berjatuhan. Kini kaisar memerintahkan dua orang panglimanya untuk
mengikuti rapat yang diadakan oleh pimpinan besar Ninja.
Dan sampai kini kedua utusan tersebut belum juga muncul kembali.
"Apakah mereka menemui hambatan?" tanya
kaisar. "Mereka merupakan Panglima Perang yang
tangguh, Kaisar. Jadi tidaklah mungkin mereka
dengan mudah dapat dijatuhkan."
Mendengar ucapan perdana menterinya, kaisar angguk-anggukan kepalanya.
"Aku juga berharap begitu. Dan aku juga
berharap para tokoh persilatan khususnya Sesepuh Ninja cepat bertindak agar
semuanya tidak berlarut-larut."
"Semoga saja, Kaisar."
Semua prajurit yang hadir di situ tak seorang pun yang membuka kata, semuanya
diam tiada berani berbicara. Tengah semuanya hening
terdengar suara seorang wanita menyapa. "Slamat
Sore, Tuan-tuan?"
Seketika semua yang hadir di situ palingkan
muka menghadap ke arah pintu gerbang. Di sana
nampak seorang gadis dan seorang pemuda bertelanjang dada hingga otot-ototnya
yang kekar nampak menggurat kencang.
"Siapakah kalian adanya?"
"Kami Jaka Ndableg. Kami diutus dari Kerajaan Tanah Jawa untuk menghadap
Kaisar." "Oooh...! Kalau tidak salah, bukankah engkau, yang bergelar Pendekar Pedang
Siluman Darah?" tanya kaisar
Tersentak Jaka Ndableg mendengar pertanyaan kaisar. "Hai, mengapa kaisar
mengerti dan tahu siapa adanya aku" Apakah Baginda Swarna
Sukma telah memberitahukan sebelumnya?" Jaka
bertanya dalam hati. Dan Jaka hanya mampu
mengangguk tanpa dapat menolaknya. Hal tersebut menjadikan Meimora yang baru
tahu siapa adanya pemuda itu pandangkan mata ke arah
Jaka dengan perasaan kagum.
"Ayo masuk, Tuan Pendekar."
"Terimakasih, Kaisar," jawab Jaka. Keduanya
pun masuk, lalu duduk di antara para prajurit setelah terlebih dahulu menjura ke
kaisar. "Nona ini, apakah teman Pendekar Siluman
Darah?" "Hamba orang sini, Kaisar."
"Oh, benar!" kaisar angguk-anggukan kepala
mengerti. "Di mana engkau temui Tuan Pendekar
ini, Nona?"
"Saya hendak ke sini, dan kebetulan saya
melihat Nona Meimora ini tengah menangis. Dan
setelah kami saling kenal, ternyata Nona ini juga
korban dari kebiadaban warga Tuan Kaisar yang
tidak berperikemanusiaan. Mungkin Ninja-ninja
yang seperti mewabah di Tanah Jawa," Jaka menjelaskan, menjadikan Meimora
tersipu-sipu malu.
Sementara sang kaisar nampak murung mendengar sindiran yang dilontarkan oleh
Pendekar Pedang Siluman Darah. Dirinya merasa salah tidak
mampu memberikan perlindungan bagi rakyatnya, sehingga rakyatnya kini tercekam
dalam ketakutan.
"Bukan saja tindakan Ninja-ninja itu merampok dan membunuh, tapi yang lebih keji
lagi, Ninja-ninja tersebut telah memperkosa Nona
Meimora ini," Jaka meneruskan.
"Itulah yang ada di negeri ini, Tuan Pendekar. Maka itu pula kami meminta
bantuan dari sahabat kami yaitu Raja Tanah Jawa untuk mengirim Pendekarnya ke mari. Dan
ternyata engkaulah yang dimaksudkan."
"Heh, bukankah aku di utus kemari untuk
menyelesaikan masalah Ninja-ninja yang berada
di Tanah Jawa?" Jaka tersentak kaget, mendengar
penuturan kaisar.
"Memang benar! Tapi kami juga meminta
bantuanmu untuk menyelesaikan apa yang telah
terjadi di sini. Semua Pendekar di sini kini tengah
mengadakan rembuk untuk mencari jalan keluarnya. Kini para Pendekar tersebut
tengah berkumpul. Kalau Tuan Pendekar ingin menjumpai
mereka, maka dengan senang hati kami sendiri
yang akan mengantar ke sana."
"Ah, tidaklah usah repot-repot. Saya akan
datang ke sana sendiri, asalkan kaisar memberikan peta tempat di mana mereka
berkumpul."
"Baiklah! Kami akan mengutus dua Panglima
untuk menemanimu, Tuan Pendekar," sang kaisar
memutuskan. "Fatakanabe, dan engkau Saisagaya, temani Tuan Pendekar dan Nona ini
ke tempat berkumpulnya para Pendekar. Katakan
pada mereka, bahwa Pendekar ini akan membantu mereka menghadapi Taka Nata si
Iblis Nippon."
"Daulat, Kaisar," jawab keduanya. "Mari,
Tuan Pendekar."
Jaka Ndableg dan Meimora menjura, lalu
bersama dengan kedua panglima perang dengan
menggunakan kereta menuju ke tempat di mana
para tokoh persilatan yang dipimpin oleh Maha
Guru Ninja berkumpul.
*** Kereta yang ditumpangi Jaka Ndableg, Meimora dan kedua panglima perang kerajaan
masih melaju dengan cepat di atas salju-salju yang menyirami tanah, menjadikan kereta
itu walau cepat
bagaikan tersendat. Hamparan putih salju, membentang luas dari gunung Fujiyama
turun ke bukit-bukit dan ke tempat di mana mereka kini berada.
Sambil melepas penat, Jaka Ndableg terus
bercakap-cakap dengan kedua panglima perang.
Tidak lupa juga Meimora turut serta diajak bercakap-cakap. Tengah mereka
melakukan percakapan, tiba-tiba kusir kereta hentikan laju kereta
tersebut. Hal tersebut menjadikan kedua panglima perang kerajaan bertanya.
"Ada apakah, Kusir?"
"Mereka menghadang kita." jawab sang kusir.
"Mereka siapa?" tanya Jaka dan Meimora bareng ingin tahu.
"Mereka yang telah membuat kerusuhan."
jawab panglima pertama. "Hati-hatilah, Tuan
Pendekar."
Jaka tersenyum mengangguk.
"Biarlah kami yang turun," kata panglima
kedua. "Jangan!" Jaka mencegah. "Kusir, lanjutkan
jalan!" Sang kusir tersentak kaget, namun manakala panglima perang memberi isyarat dia
pun dengan menurut kembali jalankan keretanya.
"Hia, hai, hia...!"
Kuda-kuda itu melesat dengan cepatnya, sepertinya tidak gentar menghadapi pagar
orang yang berpakaian Ninja itu menghadang di mukanya.
"Edan! Mereka nekad!" maki orang yang berdiri paling depan.
"Seraaaaaangg...!"
Mendengar seruan pimpinannya, dengan segera kedua puluh lima orang Ninja
berkelebat menyerang dengan Samurai siap menyerang.
"Hiiiiiaaaaaaattttt...!"
Kedua puluh lima orang tersebut kini berkelebat menyerang.
"Tenang! Semua tenang," Jaka memperingatkan pada keempat temannya yang nampak
memucat ketakutan. "Aku harap kalian tetaplah
di kereta, biar aku sendiri yang menghadapi mereka!" Jaka segera melompat turun,
dan tiba-tiba tubuhnya telah menghadang kedua puluh lima
orang Ninja yang seketika merandek tatkala melihat Jaka menghadangnya.
"Siapa kau orang asing?" tanya pimpinan
Ninja. "Aku yang akan menumpas kalian!" Jaka
menjawab. "Bajero! Orang asing tak tahu diri. Seraangg...!"
Jaka Ndableg masih berusaha tenang,
menghadapi mereka yang bersenjata dengan tangan kosong. Tubuh Jaka berkelebat,
papaki mereka yang menyerangnya dengan Samurai di tangan.
"Wuuuttt...!"
Jaka tolakkan tubuh ke angkasa manakala
Samurai mereka menyerang. Dan dengan cepat
Jaka hinggap di puncak salah seorang Ninja. Melihat musuhnya berada di atas
temannya, segera
Ninja yang lain babatkan Samurainya ke arah tubuh Jaka.
"Wuuuuttt...!"
Jaka melompat dengan kaki masih menggapit kepala musuh, hingga manakala Jaka
melom- pat naik, tubuh musuhnya pun turut terbetot ke
angkasa. Tanpa ayal lagi, tubuh Ninja tersebutlah
yang menjadi sasaran tebasan Samurai temannya.
"Breet...!"
"Aaaaaaa...!" Orang itu memekik, sesaat dan
akhirnya mati dengan usul modol keluar dari luka
yang menganga di perutnya. Sedangkan Ninja
yang membabatkan Samurainya, kini nampak terjengah bengong. Melihat hal itu,
segera Jaka yang
masih melayang hantamkan pukulan ke muka
orang tersebut.
"Ini hadiah untuk orang yang berjasa.
Hiaaattt...!"
Orang tersebut tak mampu menghindar.
"Bug, bug, bug...!"
Tiga kali kepelan Jaka melanda mukanya,
menjadikan orang bercadar itu seketika memekik.
Darah muncrat dari hidung dan mulutnya.
"Aaaaaaaaaaaaa...!"
Dua orang Ninja menggeletak mati, sementara yang lainnya nampak garang demi
melihat temannya dapat dikalahkan. Kembali kedua puluh
tiga Ninja lainnya menyerang. Jaka dengan cepat
berkelebat. Namun serangan dari Ninja-ninja itu
terus susul-menyusul, menjadikan Jaka harus
mencelat ke sana ke mari untuk menghindari serangan tersebut.
"Wuuut..!"
"Wuuuuttt...!"
Tiga orang Ninja nekad mencerca dengan
Samurainya. Jaka terus melompat dengan sekali-
kali jejakan kakinya ke arah musuh. Kini Jaka


Pedang Siluman Darah 27 Takanata Iblis Nippon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali melompat, lalu dengan terbaring bagaikan terbang Jaka kiblatkan pukulan
ke arah musuh. "Hiiiiiaaaatttt...!"
Kelima Ninja itu tersentak, babatkan Samurai ke tangan Jaka yang menuju ke arah
mereka. "Wuuuuttt...!"
"Bug! Bug! Bug...!"
Lima Samurai itu menghantam telak ke tangan Jaka Ndableg. Semua yang ada di
kereta nampak ketakutan, menyangka Jaka Ndableg
akan puntung lengannya. Namun ketakutan mereka seketika lenyap tatkala melihat
sesuatu keajaiban di hadapan mata mereka. Tidak hanya
panglima perang serta Meimora dan kusir kereta
yang tersentak kaget, tetapi kelima orang Ninja
yang menyerangnya juga ternganga.
"Trak! Trak! Trak!"
Bukanya tangan Jaka yang patah, terbabatkan Samurai mereka. Akan tetapi Samurai
merekalah yang kini puntung menjadi dua. Tatkala
kelimanya masih tercengang, segera Jaka menghantam mereka dengan bogem berisi.
Angin pukulannya saja mampu membuat Angin Puting Beliung. Kelima Ninja itu
tersentak mencoba mengelak, namun ternyata gerakan mereka kalah cepat
dengan gerakan memukul yang dilancarkan Jaka.
"Wuuutt...!"
"Bug! Bug! Bug...!"
"Aaaaaaaaaa...!"
Lima orang itu memekik panjang, mukanya
bagaikan terhantam benda ribuan kati beratnya.
Kelimanya memegangi mukanya, berguling-guling
bagaikan ayam disembelih.
"Nah, bukankah itu bukti bagi kalian bahwa
aku tidak segan-segan membuat kalian kapok!
Jangan kalian anggap orang-orang Jawa Dwipa
rendah!" Rupanya segala ucapan Jaka tiada arti sama
sekali bagi mereka. Mereka menganggap ucapan
Jaka hanyalah menakut-nakuti mereka saja. Dan
ilmu yang dikeluarkan Jaka, tak lebihnya hanya
ilmu sulap yang biasa mereka tonton.
"Seraaaannggg...!"
Mendengar seruan pimpinannya, seketika
semua anak buahnya yang tinggal tujuh belas
berkelebat kembali mengeroyok Jaka Ndableg.
Samurai di tangan ketujuh belas orang itu kini
berkelebat membabatkan Samurai mereka.
"Wuuuuutttt...!"
Jaka piringkan tubuh menghindar, namun
dari arah kanan sebuah pedang Samurai telah
menunggunya. Jaka kini benar-benar terjepit.
Namun bukanlah Jaka Ndableg si Pendekar Pedang Siluman Darah kalau harus
mengalah begitu saja dan pendek akalnya. Dalam keadaan bagaimana pun Jaka masih
terus berusaha mencari
jalan yang baik untuk menangkal serangan mereka. Dan manakala Samurai di sebelah
kanan tubuhnya berkelebat, segera Jaka luruskan tubuh
kembali. Dua Samurai kini benar-benar mengancam jiwanya, maka dengan cepat Jaka
lentingkan tubuh ke angkasa.
"Wuuuuuuttt..,!"
"Wuuuuuuttt...!"
Dua Samurai itu melaju, saling serang. Jaka
kini mencelat, sehingga laju Samurai mereka kini
saling berhadapan mengkiblat ke arah teman
masing-masing. Keduanya berusaha mengelak
dan menarik mundur Samurai mereka, akan tetapi laju mereka tidak memungkinkan.
Hingga...! "Aaaaaaa...!"
"Bless..!"
Dua Samurai saling serang ke arah rekannya, menusuk deras hingga tembus menyate
tubuh mereka. "Wuaaaaaa...!"
Keduanya memekik, darah muncrat dari tusukan Samurai mereka. Tangan mereka masih
menggenggam Samurai, sementara mata mereka
melotot tak mengerti akan apa yang mereka lakukan. Kejadian tersebut berjalan
kilat, lalu keduanya terkulai jatuh dan mati.
"Bajero! Kau harus mampus, Anak Muda!"
maki ketua Ninja.
"Bagaimana, apakah masih kurang yakin?"
tanya Jaka mengejek.
"Bajero, Seraaaaanggg..!"
Lima belas orang Ninja yang masih hidup kini berkelebat menyerang ke arah Jaka.
"Wuuuuttt...!"
Jaka yang sudah mengira dengan cepat berkelebat mengelak. Tubuh Jaka Ndableg
bergerak cepat menghindari serangan kelima belas Samurai Ninja.
"Swiiiingg...!"
Tersentak kaget semua yang ada di kereta
melihat pimpinan Ninja mengeluarkan senjata rahasianya menyerang Jaka.
"Awas Jaka...!" pekik Meimora yang cemas
akan keselamatan Jaka Ndableg.
"Srang...!" Jaka Ndableg cabut Pedang Siluman Darahnya, dan dengan cepat
kebaskan pedang tersebut.
"Wuuuutttt...!"
"Trang! Trang! Traang....!"
Lima buah senjata rahasia saling beradu
dengan Pedang Siluman Darah. Lima senjata rahasia itu luluh lantak, berjatuhan
ke atas tanah, terbabat oleh Pedang Siluman Darah.
"Kalian memang orang-orang yang tidak tahu
diuntung! Jangan salahkan kalau aku terpaksa
turunkan tangan jahat! Hiiiaaaattt!"
Jaka Ndableg dengan Pedang Siluman Darah
kini berkelebat menyerang ke arah musuh. Pedang Siluman Darah kini berkelebat
dengan liar dan ganas, sepertinya Pedang tersebut memiliki
mata sendiri. "Wuuuuttt...!"
Tersentak kelima belas Ninja manakala Pedang Siluman Darah dibabatkan. Hawa
Panas yang teramat sangat menerpa mereka, menjadikan suasana sekeliling mereka
bagaikan terbakar.
Mata kelima belas Ninja itu membelalak kaget,
tak dapat menyangka bahwa pedang di tangan
Jaka benar-benar sebuah pedang yang aneh.
Kelima belas Ninja itu terdorong ke belakang,
sementara Pedang Siluman Darah kini benarbenar haus darah. Pedang Siluman Darah
terus mencerca ke arah musuh, bergerak dengan cepat
dan sukar diduga. Kelima belas orang Ninja itu
benar-benar tersentak, sebatkan Samurai mereka
manakala Jaka menyerang.
"Wuuuuttt...!" Lima belas Samurai bareng
menyerang. "Traang! Trang! Trang...!"
Mata kelima belas Ninja itu seketika membeliak, tatkala mata mereka melihat apa
yang terjadi. Kelima belas Pedang Samurai di tangan mereka puntung, terbabat
oleh Pedang Siluman Darah
di tangan Jaka Ndableg. Mata mereka membelalak, begitu juga mata keempat orang
temannya yang berada di kereta. Mereka baru yakin siapa
adanya Jaka Ndableg.
Jaka Ndableg sengaja hentikan serangan,
mengharapkan musuh-musuhnya mau mengerti.
Namun kesempatan itu bukan digunakan oleh
para Ninja untuk menyadari, malah dengan nekad kelima belas Ninja itu kini
kembali menyerang Jaka.
"Bangsat! Kalian rupanya ingin mampus!"
Jaka nampak begitu marahnya, sehingga kini dirinya benar-benar terbakar.
"Oaaaaaarr!"
Tersentak semua Ninja yang menyerangnya,
manakala tiba-tiba tubuh Jaka berubah menjadi
Manusia Api. Mereka benar-benar tidak percaya.
Salah seorang dari mereka menyerang, namun...!
"Wuaaaa...!" Orang tersebut menjerit, tubuhnya hangus terbakar. Melihat hal itu,
yang lain- nya hendak meninggalkan pergi manakala dengan
cepat Dewa Api hantamkan Mata Malaikatnya
menyerang. "Wuusss...!"
Api dari mata Jaka membersit, menghantam
tubuh mereka yang seketika menggelepar-gelepar
bagaikan dipanggang. Sementara yang lainnya
nampak makin mempercepat larinya. Dewa Api
yang sudah marah kembali berkelebat, memapaki
lari mereka. Para Ninja itu tersentak, namun dengan cepat Jaka hantamkan pukulan
Inti Apinya. Tak ayal, tubuh mereka pun kini terbakar oleh
api, hanya seorang saja yang sengaja Jaka lepaskan. Jaka berharap Taka Nata yang
menjadi ketuanya akan muncul kembali.
Jaka kembali kebentuk semula, menjadikan
keempat orang yang berada di kereta tersentak.
Mereka bagaikan baru saja bangun dari mimpi
manakala melihat Jaka. Tubuh Jaka tiada luka
sedikit pun walau Api tadi membakar tubuhnya.
"Jaaakkaaa...!" Meimora nampak bergembira,
dan dengan bangga disambutnya Jaka Ndableg
yang hanya tersenyum. Begitu juga dengan kedua
panglima perang kerajaan, keduanya nampak ceria.
"Mengapa tidak Tuan bunuh saja orang itu?"
tanya panglima pertama.
Jaka tersenyum gelengkan kepala. "Ah, biarlah ia hidup agar dapat
menceritakannya pada
sang ketua. Mari kita lanjutkan perjalanan kita."
Dengan penuh rasa yakin bahwa Pendekar
Muda itu akan mampu melindunginya, maka se-
muanya kini kembali ke kereta. Sang kusir yang
tadinya merasa was-was, kini berubah menjadi
rasa yakin yang teramat sangat di hatinya. Kini
tak perlu ia merasa takut, sebab Pendekar Jaka
Ndableg berada di dalam kereta bersamanya.
Dengan berkelakar menghilangkan segala
apa yang telah terjadi mereka pun kembali melanjutkan perjalanan. Matahari tak
pernah nampak di musim salju, namun Matahari Nippon akan selalu bersinar. Begitulah kata-kata
penghibur yang selalu berada di hati mereka. Dan benarkah Matahari Nippon akan selalu bersinar
cemerlang walau dihempas prahara yang ditimbulkan oleh Taka Nata si Iblis
Nippon" Sebagai jawaban atas
semuanya, marilah kita ikuti kelanjutan kisah
Jaka Ndableg si Pendekar Pedang Siluman Darah
ini pada judul: RUNTUHNYA SAMURAI IBLIS.
Pada judul di atas, kita akan dapat menjawab bagaimana Jaka Ndableg menghadapi
Taka Nata" Dan Bagaimana pula Taka Nata si Iblis
Nippon dengan Persekutuannya yang bernama
Samurai Iblis! Selamat mengikuti...!
Untuk kali ini, saya cukupkan kisah ini. Dan
silahkan anda tunggu kelanjutannya, dengan judul Runtuhnya Samurai Iblis. Di
situ kita akan mengikuti Jaka Ndableg dengan segala liku-liku
hidup dan cintanya. Bagaimana pula cinta Meimora pada Jaka"....
TAMAT https://www.facebook.com
/DuniaAbuKeisel
Scan/PDF: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Dalam Pelukan Musuh 2 Boma Gendeng 7 Bonek Candi Sewu Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 18
^