Pencarian

Takanata Iblis Nippon 1

Pedang Siluman Darah 27 Takanata Iblis Nippon Bagian 1


TAKANATA IBLIS NIPPON Oleh Sandro S. Cetakan pertama, 1991
Penerbit Gultom Agency, Jakarta
Hak cipta ada pada penerbit Gultom, Jakarta
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Sandro S. Serial Pendekar Pedang Siluman Darah
dalam episode: Takanata Iblis Nippon
128 hal; 12 x 18 cm
https://www.facebook.com
/DuniaAbuKeisel
1 Gunung Fujiyama nampak menjulang tinggi
dengan agungnya, melukiskan betapa keindahan
terpampang di sana. Di bawah gunung Fuji, terbentang kota Tokyo yang menjadi
kesibukan para pedagang dan saudagar untuk melakukan transaksi perdagangan antar dunia. Di kota
itu pula pusat pemerintahan berada, di mana kekaisaran
menetap. Di situ pula para Pendekar Samurai
yang selalu siap sedia membela panji-panji kerajaan lalu lalang dengan segala
penyamarannya. Di sebuah desa, yang letaknya di kaki gunung Fuji, tampak sebuah bangunan besar
yang menyerupai Klenteng berdiri dengan megahnya.
Bangunan tersebut adalah sebuah bangunan di
mana para Ninja berkumpul.
Saat itu nampak di bangunan tersebut tengah berlangsung sebuah pertemuan. Sebuah
meja panjang yang pendek mendasar di lantai dikelilingi oleh hampir dua belas orang
berpakaian kebesaran Ninja. Hanya muka mereka tidak seperti biasanya. Muka
mereka kini tidak tertutup oleh
kain, tetapi terbuka layaknya orang biasa.
Duduk paling ujung kiri seorang berusia tua,
dengan jenggot putih terurai memanjang ke bawah. Dialah pimpinan atau Suhu Utama
Ninja. Orang ini bernama Fujita Babareka, atau Ninja
Sakti dari Negeri Fuji. Duduk di sampingnya seorang yang agak mudaan, dengan
wajah keras berbadan besar. Dia adalah murid utama Fujita,
bernama Amoka Takasita. Sedang yang duduk di
sebelah kirinya juga seorang Ninja berbadan tinggi jangkung dengan mata laksana
elang. Dia juga
murid utama adik seperguruan Amoka Takasita
atau Ninja Panda Bulan Sabit. Dia bernama Muroka atau Ninja Belerang.
Kenapa para Sesepuh Ninja berkumpul, tidak lain karena mereka tengah mengadakan
rapat membahas masalah salah seorang anggotanya
yang kini menjadi bahan pembicaraan di kalangan istana dan penduduk dengan sepak
terjangnya yang sangat telengas dan membahayakan.
Orang yang kini tengah mereka bicarakan tidak
lain Taka Nata, atau Ninja Selaput Iblis.
"Bagaimana pendapat kalian mengenai Taka
Nata?" Terdengar suara Ketua Utama Ninja berkata. Suara tuanya nampak masih
berwibawa, menggema di setiap ruangan. "Kalian telah mendengar tentang sepak terjangnya,
bukan?" ''Benar, Suhu. Kami memang telah mendengar sepak terjang Taka Nata," Yang
berkata Ninja Biru. "Apakah Takasima tidak dapat mengatasinya?" Sang Suhu kini menanya pada
Takasima. "Bukankah engkau dan Taka Nata masih ada hubungan darah?"
Takasima terdiam tanpa dapat menjawab
pertanyaan Suhunya. Ia sendiri tidak mengerti
dengan segala tingkah laku Taka Nata, walau pun
mereka adalah sedarah, namun segalanya bagi
mereka merupakan rahasia pribadi. Takasima
hela napas panjang, seakan ada rasa berat untuk
menarik lidah, Mukanya tertunduk ditekuk, matanya berkaca-kaca.
"Bagaimana, Takasima?" Kembali sang Suhunya bertanya.
"Ampun, Suhu. Sungguh pun kami sedarah,
namun hubungan kami bagaikan tertutup," Takasima akhirnya menjawab.
"Aneh!"
"Begitulah wataknya, Suhu,"
Semua yang hadir di situ seketika terdiam
hening. Seakan semuanya tengah berpikir bagaimana baiknya untuk mengatasi segala
keruwetan yang tengah melanda. Tengah semuanya terpaku
diam, dari luar dua orang prajurit kerajaan nampak berjalan masuk.
"Selamat Sore...?" sapa keduanya seraya
menjura. Semua yang ada di situ palingkan muka
menghadap pada dua orang prajurit yang baru
saja datang. "Selamat sore, Tuan-tuan Prajurit," jawab
mereka. "Silahkan duduk," Memerintah Suhu dengan
penuh rasa hormat. "Sungguh sangat kebetulan
Tuan-tuan mau berkunjung ke mari."
Keduanya duduk di antara para Ninja.
"Ada keperluan apa sebenarnya, Tuan-tuan
datang?" Kembali Suhu besar menanya. "Mungkinkah ada kepentingan yang menyangkut
masalah seorang anggota kami?"
Dua prajurit Samurai itu terdiam, hanya kepala mereka yang mengangguk
mengiyakan. Apa sebenarnya yang tengah terjadi di kerajaan" Mengapa Taka Nata yang dulu
bersahabat dengan kerajaan tiba-tiba berubah menjadi musuh bahkan memberontak" Untuk lebih
jelasnya, marilah kita ikuti kisah sebelum hal itu terjadi.
*** Tiga bulan yang lalu, Taka Nata yang diangkat oleh Kaisar menjadi Panglima
menghendaki Kaisar segera mengirim pasukannya ke Tanah
Jawa. Taka Nata juga menghendaki agar Kaisar
mau berkenan meluluskan dirinya untuk menjadi
pimpinan di Tanah Jawa yang kelak akan dijadikan sebagai Kerajaan kedua setelah
kekaisaran di Tokyo. Namun permintaan Taka Nata ditolak oleh
Kaisar, dengan alasan dana untuk semuanya belum mencukupi.
Wajah Taka Nata merah membara, rasa marah telah menggayut di hatinya. Ia duduk
dengan diam, seakan enggan untuk mengucap kata-kata.
Matanya yang tajam setajam mata elang memandang bengis pada Kaisar yang
didampingi oleh
Perdana Menterinya, Taifu Mai-mora. Kedua petinggi kerajaan nampak masih tenang,
sepertinya kedua peTinggi istana masih memberikan kebebasan pada Taka Nata untuk
mencetuskan apa
yang hendak ia katakan. Namun sekian jauh Taka
Nata tiada jua membuka mulut, sehingga akhirnya Kaisar pun kembali berkata.
"Kau harus sadar, Taka. Bukannya kami melarangmu untuk melakukan ekspansi ke
Tanah Jawa, namun segalanya memerlukan biaya yang
tidak sedikit," Kaisar terus mencoba memberikan
pengertian pada Taka Nata. "Sedangkan di dalam
negeri kini engkau tahu tengah dilanda krisis
ekonomi, bukan?"
Taka Nata masih terdiam.
"Apakah engkau dan prajurit-prajurit lainnya
tidak memerlukan makan dan minum?" tanya
Rang Kaisar melanjutkan. "Ingat, di Jawa bukan
di tanah Nippon, Taka."
"Pikirkan lagi, Taka."
Taka Nata tarik napas panjang, lalu dengan
suara berat ia pun berkata ketus. "Sudah membulat di hatiku untuk ke Jawa. Kalau
Tuan Kaisar tidak mengijinkan, biarlah aku berangkat sendiri."
Taka Nata bangkit dari duduknya.
"Taka...!" Perdana Menteri mencoba menyabarkan.
Taka Nata tidak mengubris, dengan tenangnya ia berkata. "Sayonara..,!" Taka Nata
seketika berkelebat pergi tinggalkan ruang kekaisaran tanpa dapat dicegah. Semua mata
hanya mampu memandang kepergiannya dengan pandangan penuh ketidakmengertian. Semua hanya
mampu diam, tanpa ada yang berani menghalang atau pun
mencoba mengatasinya.
*** Keesokan harinya, nampak Taka Nata dengan beberapa puluh orang prajurit yang
menjadi pengikutnya nampak telah siap-siap untuk mela-
kukan ekspansi ke Tanah Jawa. Semua nampak
sibuk, mempersiapkan segalanya. Ada yang
membuat perahu, membuat peralatan untuk
mengarungi samudra dan lainnya. Di sini nampak
betapa Taka Nata benar-benar sangat berpengaruh bagi mereka. Taka Nata berjalan
hilir mudik, sepertinya tengah memeriksa pekerjaan anak
buahnya. "Fiji Nakoya, apakah semuanya telah beres?"
tanya Taka Nata pada Fiji Nakoya, yaitu tangan
kanannya. Orang yang berbadan besar dengan
muka jelek menyeramkan itu nampak memandang ke arah Taka Nata sejenak, lalu ia
pun menyahuti. "Sebentar lagi, Ketua."
"Apakah tidak dapat dipercepat?"
Fiji Nakoya terdiam, seakan susah untuk
menjawabnya. "Sungguh Taka Nata adalah orang
Nippon yang tidak sabaran," gumam Fiji Nakoya
dalam hati. "Bagaimana akan dapat segera beres"
Sedangkan pekerjaan ini bukanlah pekerjaan ringan?"
"Mungkin tiga hari lagi, Ketua," jawab Fiji.
"Apa..." Taka Nata beliakkan matanya. "Pekerjaan begitu saja harus menunggu
sampai tiga hari?" "Benar, Ketua!"
"Ah...! Bodoh kalian semua! Bodoh!" Taka
Nalit mengomel, lalu dengan tanpa bicara lagi
pergi tinggalkan anak buahnya yang masih bekerja. Sedangkan Fiji Nakoya nampak
hanya geleng kepala menyaksikan watak ketuanya yang kurang
sabaran. "Serba tak mungkin Taka Nata meminta,"
gumam Fiji, dan kembali pada teman-temannya
yang masih sibuk mengerjakan apa saja yang tengah dipersiapkan untuk berlayar.
Tengah mereka sibuk mempersiapkan segalanya, dari kejauhan
nampak pasukan kerajaan dengan menunggang
kuda datang ke tempat itu. Pasukan kerajaan
yang berjumlah hampir lima puluh orang tersebut
menggebah kuda-kudanya dengan cepat.
"Hia, hia, hia...!"
Semua anak buah Taka Nata yang saat itu
tengah melakukan pekerjaan nampak tersentak
kaget. Mata mereka seketika memandang pada
pasukan kerajaan yang jaraknya kurang dari dua
mil dari mereka.
"Pasukan kerajaan datang...!" Fiji Nakoya
berseru. Seketika semua yang tengah melakukan pekerjaan serabutan hendak pergi. Namun
dengan segera Fiji Nakoya perintahkan pada mereka supaya tenang. "Tenang teman-teman!
Kita tak perlu khawatir!"
Semuanya kembali hentikan langkah, berdiri
dengan hati diselimuti dengan tanda tanya. Semuanya nampak memandang dengan
tanpa perasaan, seakan ada rasa kurang senang dengan kehadiran pasukan kerajaan.
Pasukan kerajaan yang dipimpin oleh Panglima Perang Sitasi Cibana, kini makin
mendekat ke arah mereka. Dan tidak lama kemudian sampailah mereka di tempat tersebut.
"Kami harap saudara-saudara urungkan
niat!" Sitasi Cibana buka suara. Suaranya yang
besar dan penuh mengandung kewibawaan menjadikan dirinya makin nampak gagah.
"Kaisar tidak menghendaki kalian menjadi orang-orang nekad!"
Fiji Nakoya yang sebagai tangan kanan Taka
Nata nampak membeRengut. Matanya memandang penuh tantangan pada Sitasi Cibana
yang masih duduk di atas pelana kudanya. Dua orang
itu akhirnya saling pandang, seakan ingin menunjukkan kewibawaan masing-masing.
Mata mereka kini bukanlah mata persahabatan, akan
tetapi merupakan sorot permusuhan. Dengan lantang Fiji Nakoya berseru;
"Panglima, turunlah
engkau dari kuda!"
"Apa yang ingin engkau katakan, Fiji" Katakanlah!"
"Huh! Sombong! Aku tidak ingin pihak kerajaan ikut campur dalam urusan ini!"
Fiji Nakoya kembali berkata.
"Tapi kalian adalah rakyat. Dan sebagai rakyat, kalian haruslah menurut!"
"Tidak bisa! Kami sekarang akan berdiri sendiri! Kami akan membentuk kerajaan
Ninja di Tanah Jawa!" Fiji Nakoya lantang berseru, tak ada
ketakutan di hatinya. Tekadnya yang direncanakan dengan Taka Nata telah bulat,
yaitu tekad untuk mampu membangun sebuah kerajaan yang
menyendiri dengan kuasa penuh di tangannya.
Hingga Kaisar tak akan dapat seenaknya memerintah. "Katakan pada Kaisar, kami
tak akan me- minta bantuan! Kami akan berjalan dengan semangat kami dan kemampuan kami!"
"Orang tolol!" Sitasi Cibana nampak marah
mendengar ucapan Fiji Nakoya. "Kalian benarbenar orang tolol!"
"Bangsat!" Fiji Nakoya balik membentak.
"Kau yang bangsat Fiji! Kau dan anak buahmu telah memberontak pada kerajaan!"
"Bedebah! Seraaannnggggg....!"
Mendengar seruan Fiji Nakoya, seketika semua anak buahnya yang berjumlah hampir


Pedang Siluman Darah 27 Takanata Iblis Nippon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lima puluh orang itu dengan nekad berkelebat menyerang. Kelima puluh orang itu begitu
ganas, sepertinya mereka benar-benar ingin menunjukkan
bahwa diri mereka benar-benar bukan orang
sembarangan. "Pemberontak! Prajurit.... seraaaaaang...!" Sitasi Cibana yang melihat anak buah
Taka Nata menyerang dengan segera berseru memerintahkan prajuritnya memapaki. Dan para
prajurit yang berjumlah dua kali lipat dari jumlah anak
buah Taka Nata pun dengan segera serta disertai
gagah berani memapaki serangan mereka. Tidak
ayal lagi, dua kekuatan itu saling bentrok.
Kini tidak ada lagi yang dapat dikata, atau
dijadikan alasan untuk menentukan mana yang
benar. Dan hanya perang saja yang nantinya
mampu berbicara, siapa di antara keduanya yang
benar-benar tangguh dan kuat.
Para anak buahnya terus berantem, saling
serang untuk dapat menjatuhkan musuh. Sementara itu Fiji Nakoya dan Sitasi
Cibana masih berdiam di tempatnya, keduanya seakan tidak ingin mendahului untuk menyerang.
"Trangg...!"
Senjata di tangan mereka saling beradu.
"Wuuusssstt..!"
"Bleeessttt...!"
"Aaaaaaaaaa...!"
Nyawa melayang bersamaan dengan muncratnya darah dari tubuh orang yang
tersambar. Namun begitu, yang masih hidup seperti tidak
mendengar sama sekali jeritan rekannya. Semuanya nampak tiada takut untuk
memapaki kematian, dan sepertinya memang hal itu yang mereka
cari untuk menunjukkan bahwa dirinya benarbenar yang paling kuat.
Tombak, Samurai, serta senjata-senjata rahasia yang mereka miliki terus ikut
meramaikan pertempuran tersebut. Dan setiap kali Pedang
atau senjata rahasia mengena tubuh lawan, maka
pekikkan kematian pun tidak dapat dihindarkan
dari telinga. Pantai Nagoya kini nampak membara. Darah
merembes membasahi pasir pantai, sehingga pasir pantai Nagoya seakan berwarna
kelabu. Darah itu beraduk dengan air laut yang pasang, lalu hilang berbaur dengan air.
Walaupun demikian,
pertarungan seakan tiada henti. Dari pasukan kerajaan nampak makin mengganas,
serangan mereka sebagai pasukan yang sudah terlatih bagaikan topan melanda batu
karang kecil. Walau jumlah pasukan Fiji Nakoya kecil, namun keberanian
mereka patut diacungkan jempol. Keberanian me-
reka sebagai seorang Ninja benar-benar telah terbukti. Bagi mereka hanya dengan
cara itu mereka
menemukan diri mereka sebagai Ninja.
"Wuuuut...!"
"Trang...!"
"Wuuuuutttttt...!"
"Bless...!"
"Aaaaaaaaaaa...!" Korban kembali datang,
bareng dengan melesatnya senjata di tangan mereka. Samurai-samurai yang
mengandung Racun
Fuji Hitam terus mencari mangsa. Dan mangsa
tersebut tak lain dari lawan atau dirinya sendiri.
Gerakan-gerakan mereka begitu liar. Tak ada
lagi ilmu silat di antara kerumunan perang itu,
yang ada hanya kemampuan membunuh atau
mati dibunuh oleh senjata lawan. Ilmu silat di situ hanyalah mereka gunakan
dalam keadaan luang saja, atau untuk mengelak. Sedangkan
yang paling berfungsi di situ tidak lain mental dan
kecerdikan mereka. Siapa yang cerdik, maka dialah yang akan mampu menjatuhkan
lawannya. Melihat anak buahnya banyak yang mati,
dengan penuh amarah Fiji Nakoya segera berkelebat terjun di arena pertempuran.
Fiji Nakoya benar-benar bagaikan kesetanan, dengan membentak dan mencaci maki
terus menyerang.
"Orang-orang Kerajaan
bodoh! Kalian akan mampus! Hiaaatt!"
"Wuuutttt...!"
Samurai di tangannya berkelebat, membabat
ke sana ke mari. "Aaaaaaaaa...!"
Satu orang terkena babatan Samurai Fiji Na-
koya, menjerit ambruk, lalu kelojotan sebentar
dan nyawa pun melayang. Fiji Nakoya tidak puas,
kembali dibabatkannya Samurai ke arah lawan.
"Wuuutttt...!"
"Aaaaaaaa...!"
Fiji Nakoya benar-benar bagaikan tak kenal
kompromi. Baginya ia harus mampu membunuh
sebanyak-banyaknya pihak musuh, dan bila perlu
kekaisaran harus berhasil ia kuasai. Fiji Nakoya
makin mengganas, Samurainya bagaikan tak
mengenal kasihan. Setiap tebasan Samurai di
tangannya menjadikan jerit kematian musuhnya.
Melihat para prajuritnya banyak yang mati di
tangan Fiji Nakoya, maka marahlah Sitasi Cibana.
"Nakoya keparat! Akulah musuhmu!"
Dengan Samurai siap terhunus, Sitasi Cibana segera berkelebat masuk ke arena
pertarungan. Dipapakinya Fiji Nakoya yang tengah mengamuk. Dibabatkannya Samurai
ke arah Fiji Nakoya, yang saat itu tengah membabatkan Samurainya ke arah
prajuritnya "Wuuutttt...!"
Fiji Nakoya yang melihat Sitasi Cibana babatkan Samurai ke arahnya dengan segera
balik menyerang. Ditariknya Samurai yang hendak menyerang prajurit, lalu dengan cepat
Samurai itu diarahkan menangkis ke arah datangnya Samurai
lawan. "Bangsat, Penjilat Kaisar!" bentaknya.
"Wuuuuttttt...!"
"Wuuuuttttt...!"
"Trang...!"
Dua Samurai saling beradu, menempel lengket bagaikan dibaluti lem. Mata keduanya
nampak tajam, saling pandang seakan mendalami hati
dan kekuatan musuh.
"Kau harus digantung, Nakoya!" Sitasi nampak menggeram.
"Jangan kau kira mampu, Anjing Kaisar!"
"Bedebah!"
"Wuuuuttttt...!" Samurai ditarik oleh Sitasi,
lalu dengan cepat Samurai di tangannya kembali
berkelebat mengarah ke arah Fiji Nakoya.
Fiji Nakoya egoskan tubuh ke samping
menghindar, disertai dengan kiblatkan Samurainya ke arah datangnya Samurai
lawan. "Wuuuuttttt...!"
Melihat musuhnya dapat menghindar, kembali Sitasi Cibana kebatkan Samurainya
mencerca. Dan kini serangannya nampak makin keras,
seakan Sitasi Cibana bergerak liar, menjadikan
sebuah guratan-guratan warna Samurai.
"Wuuuutttt...!"
Fiji Nakoya kini benar-benar tersentak kaget.
Ia tidak menyangka kalau musuhnya benar-benar
orang yang patut diperhitungkan. Ilmu pedang
musuhnya nampak begitu tinggi, mungkin berada
satu atau dua tingkat di atasnya. Fiji Nakoya kini
tak mampu lagi untuk membalas. Jangankan
membalas, menghindar pun rasanya kini harus
mengadu nyawa. Fiji Nakoya nampak nekad, Samurainya ditusukkan ke arah lambung
lawan. Namun rupanya Sitasi bukanlah sembarangan
prajurit istana. Sitasi sepertinya telah mampu
mendeteksi gerakan musuhnya. Dan ketika Fiji
Nakoya kembali tusukan Samurai, dengan cepat
Sitasi Cibana putarkan Samurainya cepat. Hingga...!
"Wuuuttt! Wuuut Wuuuuttt...!"
"Trang...! Trang! Trang...!"
Fiji Nakoya tersentak, berusaha menghindar.
Akan tetapi, Samurai musuh kini telah mendahuluinya.
"Wuuuuttt...!"
"Blesssttt."..!"
"Cras!"
"Aaaaaaaa...!" Fiji Nakoya memekik mana kala Samurai di tangan musuh tembus dan
membabat tubuhnya. Darah muncrat ke luar, menjadikan Fiji Nakoya yang berbadan
besar itu kini bagaikan limbung. Sejenak tubuhnya kaku berdiri
dengan mata melotot ke arah Sitasi Cibana, lalu
akhirnya tubuh besar Fiji Nakoya ambruk dan
mati. Melihat ketuanya mati, semangat anak buah
Taka Nata nampak menurun. Hal itu diketahui
oleh musuhnya yang dengan cepat mendesak,
mencerca mereka. Dalam waktu singkat, semua
anak buah Taka Nata habis terbantai oleh para
prajurit yang tidak mengenal lagi arti kemanusiaan.
"Aaaaaaa...!"
"Mampus! Bagero...!"
Jerit kematian menggema dari mulut anak
buah Taka Nata, diikuti oleh ambruknya tubuh
mereka satu persatu. Yang menjadikan tempat
tersebut kembali senggang. Melihat musuhmusuhnya mati, tanpa perduli lagi semua
prajurit istana segera menghentakan kaki kuda mereka
untuk kembali ke istana melaporkan apa yang telah mereka lakukan. Langkah kuda
mereka kini memburu, sepertinya mereka ingin segera sampai. Di punggung depan kuda-kuda
mereka, nampak sosok-sosok tubuh temannya yang gugur. Sedang di punggung kuda Sitasi
Cibana terbaring dengan kaku Fiji Nakoya, seorang tangan
kanan Taka Nata yang hendak mereka jadikan
bukti di kerajaan.
Sore pun menghilang, berganti dengan malam yang merambat cepat. Matahari yang
tadinya masih menyaksikan kejadian di muka Bumi, lambat laun menghilang. Seakan Matahari
benarbenar tidak ingin dirinya menjadi saksi lebih lama
akan kejadian di Bumi. Bersamaan malam datang, burung-burung pemangsa bangkai
pun berterbangan ke tempat tersebut. Namun burungburung itu sejenak kembali
terbang, menghilang
entah ke mana....
*** 2 Betapa murkanya Taka Nata demi melihat
prajurit-prajuritnya telah bergelimpangan mati.
Namun kekesalan Taka Nata belum dapat menentukan siapa adanya orang-orang yang
telah berla- ku keji itu. Taka Nata benar-benar belum tahu
siapa dalang dari semua kejadian yang menjadikan seluruh prajuritnya dan tangan
kanannya Fiji Nakoya mati. Tubuh-tubuh prajurit Taka Nata
berserakan tinggal tulang, dan hanya Fiji Nakoya
saja yang tidak ada di situ.
Mata Taka Nata yang tajam, memandang
dengan penuh kepedihan dan dendam. Dendam
pada orang-orang yang telah membunuh semua
prajuritnya, yang sampai sekarang belum ia ketahui.
"Bangsat! Bagero!" Taka Nata memaki-maki
sendiri. "Kunyuk siapa yang telah berbuat semua
ini?" Kakinya melangkah lemah, menapaki selasela tubuh-tubuh rekan sekaligus
prajuritnya yang terkapar tanpa nyawa.
"Aku harus menuntut balas atas semuanya!
Aku akan membikin perhitungan dengan bangsatbangsat tersebut!" Mengerutu hati
Taka Nata penuh kebencian. Segala pertanyaan siapa yang telah membunuh prajurit-
prajuritnya belum terjawab. Semua seakan teka-teki yang benar-benar
susah untuk dipecahkan. "Mungkinkah pihak
kaisar" Atau musuh-musuhku yang memang ingin mengadakan pembalasan terhadapku
dan mencari kesempatan ini?"
Pertanyaan demi pertanyaan, terus terulang
dalam sanubari Taka Nata, saling beraduk satu
sama lainnya. Namun seakan semua pertanyaan
tersebut raib tanpa adanya jawaban yang pasti.
Dan Taka Nata mencoba mengingat-ingat siapa-
siapa musuh-musuhnya yang memang mendendam padanya.
"Musuhku.... Ajima, Sujataka, Fa-Fu-Sai.
Hem, mungkinkah ketiga Naga Fuji itu yang melakukannya?" tanya hati Taka Nata.
"Kalau memang mereka, Hem, jangan harap mereka akan
mendapat ampun dariku."
Setelah untuk sekian lamanya memandangi
sosok-sosok tubuh tinggal tulang milik anak
buahnya, dengan sekali kebat Taka Nata meninggalkan tempat tersebut. Di hatinya
kini ada dendam, dendam yang harus dilunasi oleh pemberi
hutang nyawa-nyawa prajuritnya.
*** Taka Nata benar-benar mendatangi tempat
ketiga Naga Fuji yang tinggal di lereng gunung Fujiyama. Kini Taka Nata benar
menjadi seorang
Ninja yang tak kenal ampun. Segenap tubuhnya
kini terbalut lilitan kain Putih Perak, sehingga setiap gerakannya benar-benar
memantulkan cahaya berkilauan. Sedang Samurai, nampak melekat di pundaknya.
Samurai dengan gagang tengkorak yang merupakan simbol yang sangat ditakuti bagi
para pendekar di negeri Nippon. Simbol
tengkorak tersebut hanya dimiliki oleh seorang
Ninja, yang tidak lain Taka Nata adanya. Samurainya bernama Samurai Iblis!
Tubuh Taka Nata nampak ringan, berlari
melompati tebing-tebing bersalju di Gunung Fujiyama. Terkadang berhenti sesaat,
palingkan muka memandang ke belakang, lalu kembali melompat bagaikan seekor kancil yang
gesit. Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh Ninjanya
yang sempurna, Taka Nata kini benar-benar bagaikan terbang layaknya. Dalam
sekejap saja kini


Pedang Siluman Darah 27 Takanata Iblis Nippon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kaki Taka Nata yang memakai sepatu beralas
khusus di salju telah menginjakkan kakinya pada
tebing-tebing salju di dekat kediaman ketiga Naga
Fuji tersebut. Taka Nata berdiri mematung, pandangannya
lurus ke muka, seakan hendak menghancurkan
segala yang ada di hadapannya. Tangannya mengepal, layaknya hendak menghancurkan
apa yang dapat diremas oleh tangannya. Napas Taka Nata
nampak memburu, liar bagaikan tiada menentu.
Lama dirinya diam memandang pada sebuah
bangunan di lereng gunung Fuji tersebut, kemudian dengan lantang dan disertai
tenaga dalam dia berseru, "Bajero Fa-Fu-Sai, keluar kau...!"
Fa-Fu-Sai yang saat itu tengah duduk-duduk
di hadapan murid-muridnya tersentak demi mendengar seruan seseorang dengan
panggilan yang tidak sopan. Matanya sejenak memandang kaget
pada kelima murid-muridnya, lalu dengan kesal
dia berkata. "Siapakah yang datang..." Tolong kau lihat
keluar, Moro!" perintahnya pada sang murid yang
bernama Amoro. Amoro tanpa membantah segera bangkit dari
duduknya, lalu dengan penuh kejengkelan tidak
terima orang di luar telah kurang ajar pada gurunya, Amoro menemuinya. Tersentak
Amoro de- mi melihat siapa adanya yang datang. Seorang
Ninja berpakaian putih perak dengan Samurai
bergagang Tengkorak.
"Taka Nata...!" Amoro terbelalak, dengan cepat dia berkelebat masuk kembali
untuk memberi tahukan pada sang guru akan kedatangan Ninja
Taka Nata atau Ninja Samurai Iblis. "Suhu.... Suhu! Dia datang kembali, Suhu."
Semua rekannya termasuk sang guru terbelalak.
"Kenapa Moro...?" Sang Guru bertanya.
"Dia kembali datang, Suhu."
"Dia siapa. Moro?"
"Dia.... dia Samurai Iblis!"
"Apa...?" Sang guru terjengah kaget. "Taka
Nata..." "
"Benar, Suhu."
Fa-Fu-Sai terdiam kecut demi mendengar
siapa adanya yang datang. Hatinya bertanya, "Untuk maksud apa dia kembali datang
ke mari?" Semuanya tiada dapat Fa-Fu-Sai jawab. "Memang
dulu kami musuhnya, akan tetapi sudah begitu
lama kami tidak mengadakan suatu pertarungan.
Dan kami telah saling berjanji tidak mengganggu.
Hem, apa gerangan maunya...?"
Tengah Fa-Fu-Sai berpikir, terdengar kembali suara Taka Nata berteriak. "Fa-Fu-
Sai, apakah kau telah menjadi seorang pengecut" Keluarlah...!
" Fa-Fu-Sai terdiam sesaat, setelah memandang pada kelima muridnya, Fa-Fu-Sai pun
dengan langkah ringan beranjak dari duduknya dan
melangkah ke luar. Di belakangnya kelima muridnya turut mengiringinya. Fa-Fu-Sai
terpaku diam di depan pintu, memandang ke arah di mana
Taka Nata berada.
"Oooh... Selamat datang di tempat kami, Taka?" sapa Fa-Fu-Sai ramah. "Maaf, kami
tidak selayaknya menyambut dalam keadaan begini. Untuk itu, sekali lagi kami
minta maaf."
Taka Nata nampak sunggingkan senyum, lalu kakinya melangkah mendekat ke arah Fa-
FuSai beserta kelima muridnya.
"Fa, aku minta kau menjawab dengan jujur."
"Tentang apa itu, Taka?"
Taka Nata tarik napas panjang, lalu kembali
berkata. "Kau tahu siapa yang membinasakan anak
buahku?" "Apa...?" Fa-Fu-Sai belalakkan mata kaget
demi mendengar ucapan Taka Nata. "Ah, mana
mungkin bisa terjadi, Taka" Bukankah kau seorang Pendekar Agung?"
"Aku tidak tengah bercanda, Fa."
"Maaf, Taka. Kami sudah setahun ini tiada
keluar dari tempat kami. Jadi manalah mungkin
kami tahu segalanya di luar?"
"Jadi kau menolak tuduhanku, Fa?"
"Ah, sungguh kami tiada mengerti, Taka."
"Baiklah! Kalau begitu, maka aku mohon
pamit," Taka Nata menjura, namun dengan cepat
Taka Nata berkelebat dengan Samurai Iblisnya
yang telah di tangan menyerang.
"Wuuuuttt...!"
"Bajero! Mengapa kau menyerangku, Taka"!"
bentak Fa-Fu-Sai sambil melompat ke belakang.
"Apa salah kami, Taka?"
"Tanya pada dirimu sendiri nanti di akherat,
Hiaaattt...!"
Taka Nata kini tiada memberi kesempatan
pada Fa-Fu-Sai untuk berkata. Samurai Iblis di
tangannya benar-benar meminta nyawa, menderu-deru dengan cepat membabat dan
menusuk. Melihat sang Suhu diserang begitu rupa,
dengan cepat kelima muridnya cabut pedang. Kelimanya dengan geram dan marah
berkelebat memapaki serangan Taka Nata.
"Suhu biarkan kami yang menghadapinya,"
Yang berkata murid Fa-Fu-Sai yang pertama.
"Benar, Suhu. Orang ini biarlah kami yang
menghadapinya," Tambah lainnya. "Biarlah kami
menjajal ilmunya!"
Taka Nata sunggingkan senyum, lalu dengan
mengejek berkata.
"Jangan tanggung-tanggung, kalian dengan
Guru kalian majulah, biar cepat aku bereskan!"
Habis berkata begitu, dengan cepat Taka Nata kebatkan Samurai Iblisnya ke arah
musuh. "Wuuuuutttttt...!"
Tersentak kelima murid Fa-Fu-Sai, yang
dengan segera melompat mundur dengan didahului memekik kaget. Kelimanya kini
benar-benar sadar bahwa sang musuh bukanlah orang sembarangan, apa lagi Samurainya yang
dikatakan Samurai Iblis. Samurai itu mampu menggetarkan
sukma mereka. "Bajero! Awas...!" Murid pertama memperingatkan, mana kala Taka Nata kembali
menggempur mereka.
"Wuuuuttt...!" Taka Nata kebaskan Samurainya.
"Traaanggg...!" Dengan cepat kelima murid
Fa-Fu-Sai balas menangkis. Kelima Samurai di
tangan lima murid Fa-Fu-Sai saling bertemu,
menjepit Samurai Iblis. Mata keenam orang itu
saling pandang dengan tajam. Lebih-lebih kelima
murid Fa-Fu-Sai, mereka nampaknya benarbenar harus mengeluarkan tenaga yang
besar agar mampu bertahan.
Fa-Fu-Sai yang tahu akan kehebatan ilmu
pedang Taka Nata tersentak kaget mana kala melihat kelima orang muridnya nekat
mengadu pedang mereka dengan Taka Nata.
"Bahaya...! " pekiknya tertahan. "Aku harus
membebaskan kelimanya."
Sebelum semuanya terlanjur, dengan cepat
Fa Fu-Sai berkelebat mencelat ke angkasa. Tangannya memegang Samurai bergerak
cepat. Tangan itu diarahkannya ke arah Taka Nata, lalu
dengan berteriak dia babatkan pedangnya.
"Hiiiiiiiaaaaaaattttt...!"
"Wuuuuuuuutttt...!"
Taka Nata yang melihat gerakan Fa-Fu-Sai
nampak tenang, dan dia hanya cukup tarik Samurainya. Setelah Fa-Fu-Sai dekat,
dengan cepat Taka Nata babatkan Samurainya ke arah kelima
murid Fa-Fu-Sai yang seketika itu terbelalak kaget. Kelimanya tercekap dan
dengan nekad balas
membabat Samurai lawan. Hal itu memang yang
ditunggu-tunggu oleh Taka Nata. Dan mana kala
kelimanya memapaki Samurainya, Taka Nata
lemparkan tubuh ke belakang menghindari serangan yang dilancarkan Fa-Fu-Sai.
Tidak ayal, Samurai Fa-Fu-Sai melejit ke arah kelima muridnya yang saat itu tengah balik
menyerang Taka Nata. "Bajero! Licik...!' Fa-Fu-Sai membentak marah, tarik kembali Samurainya urungkan
niat menyerang. Bagaimana pun, kalau dia teruskan
menyerang, maka murid-muridnyalah yang akan
menjadi korbannya. Fa-Fu Sai tolakkan tubuhnya
kembali ke belakang, lalu ketika kakinya menginjakkan tanah kembali tubuh, Fa-
Fu-Sai mental ke
angkasa. Dengan gerakan Tarikan Sinar Pelangi,
Fa-Fu-Sai kembali mencoba membantu kelima
muridnya yang tengah menghadapi kesulitan.
Kelima murid Fa-Fu-Sai nampak benarbenar kewalahan menghadapi serangan Taka
Nata. Samurai di tangan Taka Nata kini benar-benar
bagaikan sebuah lingkaran Iblis yang sukar ditembus oleh serangan mereka. Bahkan
kalau Taka Nata mau, dalam sekejap saja Samurai di tangannya akan mampu
menghabisi nyawa mereka
dalam sekejap. "Wuuuuttt! Wuuuuuttt! Wuuuuttt!" Samurai
Iblis di tangan Taka Nata berkelebat membabat.
Segera kelima murid Fa-Fu-Sai lemparkan tubuh
ke samping menghindar, lalu dengan untunguntungan kelimanya balas menyerang.
"Wuuuut...!"
"Wuuuuuttt...!"
Taka Nata yang ingin hanya memberikan pelajaran pada kelima murid Fa-Fu-Sai,
sepertinya tidak mengingini kelimanya mati di tangannya.
Maka dengan gerak Iblis Menyapu Awan, Taka
Nata kibaskan Samurai Iblisnya. Gerakan Samurai Iblis di tangan Taka Nata yang
memutar, tanpa ampun lagi harus dihadapi oleh Samurai kelima murid Fa-Fu-Sai.
"Wuuuuuuuuuttttttt...!"
"Wuuuuttt...!"
"Traang...!"
'"Ahai!" kelimanya memekik, tangan mereka
bagaikan terhantam ribuan kaki. Tangan mereka
kini bergetar sedangkan Samurai di tangan kelima murid Fa-Fu-Sai kini tinggal
sepotong. Samurai mereka puntung terbabat oleh Samurai Iblis di
tangan Taka Nata yang terbuat dari Perak Murni.
Kini mata kelima murid Fa-Fu-Sai benar-benar
harus terbuka lebar, mereka harus menyakinkan
diri mereka siapa adanya orang yang kini mereka
hadapi. Ternyata bukan hanya kelima muridnya
yang tersentak kaget, akan tetapi Fa-Fu-Sai juga
terbelalak. Bagaimana pun, Fa-Fu-Sai tidak menyangka kalau kelima muridnya akan
dengan mudah dikalahkan oleh Taka Nata. Ilmu kelima
muridnya bukanlah ilmu anak-anak ingusan. Mereka telah dididik oleh Fa-Fu-Sai
dengan ilmuilmu tinggi yang sebanding dengan ilmu yang dimiliki olehnya. Akan
tetapi, di hadapan Taka Nata
kini mereka bagaikan tiada arti sama sekali.
"Sungguh bukan ilmu sembarangan, ilmu yang
dimiliki oleh Taka Nata," gumam hati Fa-Fu-Sai.
"Fa, aku minta, kau dan kelima muridmu
menyerahlah!" Taka Nata berkata, "Aku tak ingin
membunuh kalian sia-sia, akan tetapi aku hanya
minta kalian mau membantuku. Itu saja...!"
Fa-Fu-Sai dan kelima muridnya terbelalak
kaget mendengar apa yang dituturkan Taka Nata.
Keenam murid dan guru itu saling pandang, seakan ingin menyakinkan akan apa yang
telah dikatakan oleh Taka Nata. Setelah saling pandang antara guru dan murid,
lalu keenamnya memandang dengan penuh ketidakmengertian pada Taka
Nata. "Kalau kalian mau, maka kalian akan menjadi sahabatku," Taka Nata kembali
berkata. "Tapi
kalau tidak, maka sampai kemana pun kalian
akan aku kejar!"
Kembali keenam murid dan guru itu saling
pandang "Bagaimana, Fa?"
"Kami belum mengerti, Taka," jawab Fa-FuSai.
"Hua, ha, ha...! Fa, aku hanya minta tenaga
kalian untuk membantu usahaku."
"Apa yang dapat kami lakukan, Taka?" Kembali Fa bertanya.
"Cukuplah kau dan kelima muridmu menghubungi rekan-rekan kalian untuk bergabung
denganku."
"Tidak bisa begitu, Taka. Katakan apa maksudmu, baru nanti kami akan
mempertimbang- kannya," jawab Fa-Fu-Sai masih tenang, walaupun ia merasa tak akan unggulan bila
harus bentrok dengan Taka Nata. Tetapi, jikalau dia harus
menyerah begitu saja, di mana ia akan menaruh
mukanya" "Baik! Dengarkan oleh kalian! Aku akan melakukan pembalasan pada Kaisar yang
telah membunuh seluruh anak buahku."
Tersentak Fa-Fu-Sai mendengar akan apa
rencana Taka Nata yang tiada terduga tersebut.
Bagaimanapun juga, Fa-Fu-Sai pernah mengabdi
pada kerajaan yang akhirnya memusuhi kerajaan
dikarenakan dirinya tidak sehaluan dengan kerajaan. Mungkin Taka Nata juga sama
seperti dirinya dan kedua rekannya.
"Bagaimana, Fa?" tanya Taka Nata demi melihat Fa-Fu-Sai masih terdiam. "Bukankah
kau dan kedua rekanmu juga sama seperti diriku?"
"Baiklah, Taka," Akhirnya Fa-Fu-Sai memberi jawaban. "Kalau begitu, aku dan
kelima muridku akan membantumu, juga mungkin kedua rekanku, si Naga Kuning dan
Naga Biru."
"Bagus itu! Kalau benar kalian akan membantuku, maka kita akan menjadi sebuah
kekuatan yang dahsyat. Bukan begitu, Fa."
Kedua musuh bebuyutan itu akhirnya saling
tertawa bareng hingga keadaan tubuh mereka kini terguncang-guncang. Tawa mereka


Pedang Siluman Darah 27 Takanata Iblis Nippon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membahana, menyusup ke bebatuan yang ada di sekeliling
mereka hingga menimbulkan gema yang menggaung.
"Baiklah, Fa. Aku pergi dulu," Taka Nata
menjura pada orang bekas musuhnya, yang juga
membalas menjura. "Sayonara, Fa. Sampai ketemu lusa di kediamanku."
"Sayonara, semoga kita akan selalu dalam
persatuan," jawab Fa-Fu-Sai, nadanya seakan ia
benar-benar merasa gembira menjadi sahabat Taka Nata. Sudah beberapa kali dia
dan kedua Naga lainnya bentrok dengan Taka Nata, namun mereka tiada pernah menang sekali pun
juga. Kini Taka Nata meminta dirinya juga dua orang rekannya
menjadi sahabat, bukankah suatu kesempatan
baik mengadakan persahabatan"
"Kita beruntung, Murid-muridku," Fa-Fu-Sai
berkata akhirnya setelah melihat Taka Nata telah
menjauh dan akhirnya hilang di belokan.
"Mengapa begitu, Suhu?" tanya kelima muridnya.
"Ya, Kalau dia mau, dia dengan mudah akan
menjatuhkan kita. Akan tetapi rupanya dia
menghendaki kita menjadi sahabatnya. Bukankah
itu yang diinginkan semua Pendekar untuk bersahabat dengannya?" Menerangkan Fa-
Fu-Sai. "Yaa! Kita harus bersyukur, sebab dia ternyata masih menghargai kita."
Kelima muridnya menunduk, lalu dengan
beriring keenam murid dan guru itu beranjak
kembali masuk ke tempatnya untuk mengatur tugas mereka masing-masing. Mereka
benar-benar ingin membantu Taka Nata.
*** 3 Apa yang direncanakan Taka Nata untuk
menarik ketiga musuh bebuyutannya untuk menjadi rekan sejuang, tampaknya
berhasil ditunaikan oleh Fa-Fu-Sai dan kelima muridnya.
Fa-Fu-sai yang menghubungi sahabatnya
Naga Kuning, sementara kelima muridnya menghubungi Naga Biru.
Hari itu keenam guru dan murid nampak
memacu kuda-kuda mereka menuju ke simpang
gunung Fuji di mana kedua rekan Fa-Fu-Sai tinggal. Dengan hanya memakan waktu
setengah hari perjalanan, maka keenam murid dan guru itu
dengan cepat sampai di tempat tujuan. Di simpang jalan bercabang, keduanya
berpisah. Sang guru berjalan menuju ke kediaman Naga Kuning,
sementara kelima muridnya dengan membawa
surat menuju ke tempat Naga Biru.
"Kita berpisah dan harus berhasil menjalankan tugas kita,"
"Akan kami usahakan, Suhu," jawab kelimanya. "Kami mohon pamit, Suhu."
"Do'aku selalu mengikuti kalian. Aku berharap kalian akan menemukan
keberhasilan."
"Terimakasih, Suhu."
Kelima murid Fa-Fu-Sai menjura, lalu dengan segera kelimanya pun meninggalkan
sang guru yang masih terpaku diam dengan kudanya.
Fa-Fu-Sai baru melajukan kudanya tatkala kelima muridnya telah menghilang dari
pandangan- nya. Kuda itu dihelanya ke arah yang berlawanan,
yaitu sebuah jalan yang membelok ke kanan.
"Apakah aku akan berhasil melakukan tugas?" tanya Fa-Fu-Sai dalam hati. "Ah,
moga saja Naga Kuning akan mau menerima persahabatan
yang diinginkan oleh Taka Nata."
Kembali dihelanya kuda dengan kencang,
sehingga kuda itu berlari bagaikan kibasan angin.
Lari kuda itu pesat, menjejak bebatuan yang melayang mana kala tersepak kakinya.
Dingin salju yang menyelimuti gunung Fujiyama bagaikan tak
mempengaruhi tekad Fa-Fu-Sai untuk menemui
Naga Kuning. Tidak berapa lama antaranya, kuda
yang ditumpangi Fa-Fu-Sai sampai di sebuah rumah panggung yang berdiri di
tengah-tengah hutan pinus yang memutih oleh salju yang menutupinya. Perlahan
kuda dihentikan, lalu dengan ringan Fa-Fu-Sai lompatkan tubuh turun. Kudanya
di tambatkan, melangkah kakinya menginjak salju yang begitu dingin hingga sepatu
sendal yang dikenakan bagaikan bantalan karet es.
"Sampurasun...?" Fa-Fu-Sai menguluk salam.
Tak ada jawaban dari dalam rumah itu,
hanya terdengar langkah berat beranjak menuju
ke luar. Langkah-langkah yang seakan mengandung rasa was-was dan hati-hati. Lama
Fa-Fu-Sai menanti orang yang dia nanti.
"Kreettt...!"
Pintu rumah dibuka, dan dari dalam rumah
nampak keluar seorang lelaki setengah baya dengan wajah pucat pasi. Wajah itu
walau pucat na-
mun menandakan betapa dulunya dia adalah seorang yang berjiwa baja.
"Naga Kuning...!" Fa-Fu-Sai teriak tertahan
demi melihat keadaan kambratnya. Segera Fa-FuSai berlari ke arah Naga Kuning,
lalu dengan penuh kerinduan Fa-Fu-Sai dekap rekannya seraya
bertanya. "Apa yang telah terjadi denganmu...?"
"Aku... aku," Naga Kuning tersendat, sepertinya sukar untuk berkata-kata.
"Kau kenapa, Adik..." Fa-Fu-Sai yang memang lebih tua mendesak ingin tahu.
"Apakah kau sakit?"
Naga Kuning mengangguk.
"Sakit biasa...?"
Naga Kuning gelengkan kepala.
Fa-Fu-Sai makin tidak sabar ingin tahu, lalu
dengan memandang wajah Naga Kuning yang pucat kembali Fa-Fu-Sai bertanya. "Kau
telah berkelahi?"
"Ya!" jawab Naga Kuning pendek.
"Dengan siapa" Katakanlah, mungkin aku
akan mampu membuat pembalasan dengannya."
"Prajurit Kaisar," Kembali Naga Kuning menjawab.
"Jadi...?" Fa-Fu-Sai terbelalak. "Bajinganbajingan rendah Kaisar telah
melukaimu?"
"Ya!"
"Aku akan membalaskannyya, Adik."
"Tak mungkin, Kakak."
"Kenapa?"
Naga Kuning hela napas panjang, lalu katanya, "Bukankah di pihak Kaisar ada Taka
Nata?" "Tidak! Aku datang ke mari juga atas perintah Taka Nata untuk meminta padamu
agar mau membantu dirinya memberontak."
"Apa..."!" Kaget Naga Kuning mendengar penuturan Fa-Fu-Sai yang mengatakan bahwa
Taka Nata kini memusuhi pihak kerajaan yang dulu dibelanya. "Apakah dia benar-benar,
Kakak?" "Aku tidak berdusta, Adik," jawab Fa-Fu-Sai.
"Dia seperti kita. Dia juga ditolak permintaannnya
untuk ke Tanah Jawa. Itulah makanya dia memusuhi kerajaan dan mengajak kita
bergabung dengannya memberontak."
Naga Kuning kembali diam, sepertinya Naga
Kuning tengah memikirkan akan kebenaran yang
telah dikatakan oleh Kakak seperguruannya. Hal
tersebut menjadikan Fa-Fu-Sai kembali bertanya.
"Bagaimana, Adik?"
"Aku menyokong," jawab Naga Kuning setelah menarik napas panjang, menjadikan Fa-
FuSai tersenyum. Kembali dipeluknya Naga Kuning.
"Terimakasih. Mungkin kita akan mendapatkan ketenangan bila telah bersatu dengan
Taka Nata."
Kedua kakak beradik perguruan itu akhirnya
masuk ke dalam rumah Naga Kuning. Di dalam
keduanya meneruskan cerita apa saja yang selama perpisahannya keduanya alami.
Ruangan rumah Naga Kuning nampak berantakan, hal tersebut menjadikan tanya Fa-
Fu-Sai kembali.
"Mana istri dan anak-anakmu?"
Ditanya begitu rupa, bukannya menjadikan
Naga Kuning mampu menjawab. Bahkan tampak
air matanya berlinang, lalu tetes-tetes air bening
pun jatuh ke pipinya.
"Kenapa kau menangis, Adik?"
"Aku sedih, Kakak."
Dicobanya untuk menyeka air mata, lalu
dengan bibir pucat bergetar Naga Kuning yang
dulu merupakan Tiga Serangkai Naga yang terkenal berani dan kokoh dalam
pendirian bercerita
bagaimana keadaan keluarganya.
Dua tahun yang lalu mana kala dirinya baru
menjalankan tugas yang dilakukan dengan kedua
kakak seperguruannya yaitu Naga Merah dan Naga Biru, Naga Kuning kembali untuk
menemui istri dan anak-anaknya. Tetapi, betapa marah dan
jengkelnya Naga Kuning mana kala mendapatkan
rumahnya berantakan. Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana. Mayat istri dan
anakanaknya yang sangat ia sayangi.
"Aku menjerit kaget! Aku marah saat itu,
Kakak." "Lalu, apakah kau mengetahui siapa pembunuhnya?"
Naga Kuning gelengkan kepala.
Naga Merah terjengah diam, seakan turut
berduka atas segala yang dialami oleh Naga Kuning. Tidak terasa gigi-gigi Naga
Merah saling beradu, membunyikan suara gemerutuk. Untuk beberapa lama keduanya
terdiam tanpa kata, sepertinya keduanya tengah merasakan penderitaan
yang panjang. Segala kejadian yang dialami oleh
mereka hampir sama. Seluruh keluarganya mati
terbantai, dan keduanya tiada tahu siapa yang te-
lah membantai keluarga mereka. Kejadian itu semua, terjadi mana kala mereka
menentang kekaisaran, sehingga mereka menganggap bahwa semuanya yang melakukan
tak lain dari pihak kerajaan.
"Mengapa nasib kita sama, Adik?"
Terbelalak mata Naga Kuning mendengar
ucapan Naga Merah yang tiada diduganya. Ada
rasa tidak percaya dalam pancaran mata Naga
Kuning, sebab setahunya, Naga Merah bukanlah
orang sembarangan. Manalah mungkin semudah
itu musuh melakukannya" Dan istri Naga Merah
si Dewi Rembulan Perak juga seorang tokoh persilatan yang tidak rendah ilmu
silatnya. "Mana mungkin bisa begitu, Kakak?" tanya
Naga Kuning tidak begitu percaya. "Bukankah
Kakak Dewi Rembulan Perak seorang tokoh persilatan yang patut diperhitungkan?"
"Itulah, Adik. Aku juga mulanya tak mengerti. Dan aku juga bertanya-tanya siapa
adanya yang mampu mengimbangi ilmu istriku. Mulanya
aku menduga Taka Nata, akan tetapi bila dilihat
dari kematian istriku, jelas bukan oleh Taka Nata.
Istriku mati oleh sebuah senjata yang sampai sekarang aku simpan. Ini...!"
Mata Naga Kuning kembali membeliak tatkala melihat senjata yang digenggam oleh
Naga Merah. "Bulu Landak...!"
"Ya! Inilah senjata yang telah membunuh istriku."
"Sama, Kakak."
Naga Merah kini yang kaget. Matanya melo-
tot tidak percaya mana kala Naga Kuning keluarkan Bulu Landak dari ikat
pinggangnya. Mata
kedua saudara seperguruan itu begitu terbelalaknya, sebab keduanya tahu siapa
adanya pemilik Bulu Landak tersebut. Namun keduanya tidak ingin segalanya diperpanjang. Namun
bila melihat keadaan Naga Kuning, maka Naga Merah tidaklah
mampu menahan amarahnya.
"Benar-benar saudara celaka!" maki Naga
Merah gusar, entah ditujukan pada siapa makian
tersebut. "Aku juga tidak mengerti, Kakak."
"Apakah kau tidak tahu siapa pemilik Bulu
Landak tersebut?"
Naga Kuning gelengkan kepala, lalu katanya. "Sama sekali."
"Aku tadinya tidak yakin."
"Maksudmu, Kakak?"
"Bulu Landak adalah milik Naga Biru," jawab
Naga Merah. "Ah...!" Tersentak Naga Kuning demi mendengar penuturan Naga Merah tentang siapa
adanya pemilik senjata beracun Bulu Landak
yang telah membinasakan keluarganya. "Kakak
tidak berdusta?"
Naga Merah gelengkan kepala, meyakinkan
adiknya. "Apa sebenarnya maksud Naga Biru?" gumam Naga Kuning.
"Kau ingat tentang Kitab Naga Api?" Naga
Merah bertanya, diangguki oleh Naga Kuning.
"Mungkin Naga Biru hendak berbuat curang pada
kita." "Mungkin juga," Naga Kuning menggumam.
"Nah, dengan membunuh keluarga kita, dirinya hendak membuat kita jadi menderita.
Beruntung waktu itu aku tahu bahwa senjata tersebut dialah yang memilikinya."
Naga Merah kemudian menceritakan tentang
Naga Biru yang diketahuinya sebagai pemilik senjata Bulu Landak. Suatu hari mana
kala Naga Biru tengah berlatih sendiri di rumahnya, diamdiam secara sembunyi-
sembunyi Naga Merah
mengintai apa yang dilakukan oleh Naga Biru.
Mata Naga Merah membeliak mana kala melihat
apa yang saat itu dilakukan oleh Naga Biru. Naga
Biru rupanya tengah menguji kehebatan senjata
barunya, yang tidak lain Bulu Landak Maut. Bulu
Landak tersebut telah dilumuri oleh Racun Fuji
Hitam, sebuah racun yang beraksi cepat. Maka
bila korbannya tidak cepat ditolong dalam jangka
waktu satu jam, melayanglah nyawa seorang korban.
"Aku masih sangsi, Kakak."
"Maksudmu?" tanya Naga Merah kurang
mengerti. "Apakah tidak ada orang lain yang memang
sengaja mencuri senjata tersebut dengan tujuan
memecah belah kita?"
"Bisa juga," jawab Naga Merah.
Keduanya kembali diam, sepertinya keduanya tengah menganalisa siapa sebenarnya
yang menjadi biang dalam hal ini. Lama keduanya tanpa kata, dan hanya napas mereka
saja yang ter-

Pedang Siluman Darah 27 Takanata Iblis Nippon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengar mendesah berat.
"Apakah tidak sebaiknya kita ke sana?" usul
Naga Kuning. "Maksudmu ke Naga Biru?" Balik bertanya
Naga Merah. "Ya!"
"Ide yang bagus," jawab Naga Merah." Ayolah
kalau kau kuat untuk melakukan perjalanan
jauh." "Aku masih sanggup, Kakak," jawab Naga
Kuning. Setelah mempersiapkan segala apa saja yang
dibutuhkan untuk menjadi seorang pendekar
kembali, Naga Kuning pun disertai oleh Naga Merah berangkat meninggalkan rumah
untuk menemui satu saudara seperguruannya lagi yaitu
Naga Biru. Keduanya hendak menyakinkan kebenaran adanya siapa yang telah
menggunakan senjata Bulu Landak Maut tersebut. Hari itu juga keduanya memacu
kuda-kuda mereka dengan kecepatan tinggi. Keduanya tiada hiraukan hujan salju
yang menetes membasahi lereng gunung Fuji.
Rasa dingin bagaikan tak menghalangi niat keduanya.
*** Sementara itu di kediaman Naga Biru, nampak kelima murid Naga Merah telah
sampai. Kelimanya disambut dengan penuh persaudaraan
oleh Naga Biru. Dipersilahkannya kelima murid
kakak seperguruannya masuk, lalu dengan kea-
kraban keenam orang tersebut saling berbincangbincang menceritakan apa yang
mereka alami juga guru mereka. Diceritakan pula apa yang menjadi tujuan
kedatangan mereka menemui Naga Biru.
"Jadi Guru kalian menyuruh kalian untuk
menemuiku?"
"Begitulah, Paman Guru," jawab murid yang
tertua. "Apa yang kalian bawa?"
"Kami diperintahkan untuk memberi kabar
bahwa Taka Nata menghendaki Paman Guru mau
mendukung usahanya memberontak pada Kaisar."
Naga Biru sunggingkan senyum, dan dengan
sinisnya berkata setelah mendengar penuturan
murid-murid kemenakannya. "Kalian mau membantu Iblis..."!"
"Maksud Paman Guru?" Murid kedua bertanya.
Naga Biru kembali hela napas, sementara
bibirnya masih menyungging senyuman. Hal tersebut makin menjadikan ketidak
mengertian kelima murid Naga Merah.
"Percuma! Percuma kalian membantunya."
"Kenapa, Paman Guru?" Murid Naga Merah
yang pertama kembali bertanya. Matanya memandang penuh ketidak mengertian pada
paman gurunya, diikuti oleh adik-adik seperguruannya.
"Kalian belum mengenal benar siapa adanya
Taka Nata," Naga Biru akhirnya menggumam.
"Hem, dia benar-benar licik!"
Makin penuh ketidakmengertian saja kelima
murid Naga Merah mendengar penuturan paman
gurunya. Bukankah menurut guru mereka ini
merupakan satu kesempatan. Mengapa paman
guru mereka malah menolak dan bahkan mencaci
maki" Namun segala pertanyaan tersebut hanya
mereka simpan dalam hati. Mereka tak berani untuk mengutarakannya, sebab mereka
takut kalau paman gurunya nanti akan marah
Melihat kelima murid kemenakannya terdiam, Naga Biru pun kembali berkata:
"Akulah yang kini menanggung malu pada guru kalian
dan paman guru kalian Naga Kuning."
"Maksud, Paman...?" Kelimanya serempak
bertanya dengan mata kembali membelalak penuh ketidakmengertian.
"Kalian tidak mendengar Istri guru kalian
mati?" "Ya! Kami mendengar itu," jawab mereka.
"Nah, apakah yang diceritakan gurumu mengenai kematian istrinya?"
"Guru tidak pernah menceritakan apa-apa,
Paman," jawab mereka kembali. Hal tersebut
menjadikan Naga Biru terbengong kaget. Hatinya
salut pada kakak seperguruannya yang tidak mau
membuat aib dirinya pada murid-muridnya.
Naga Biru tarik napas panjang, lalu katanya: "Baiklah kalau kalian belum tahu,
maka aku akan menceritakan pada kalian mengapa aku tidak lagi mendatangi guru kalian."
Naga Biru terdiam sejenak, begitu juga dengan kelima murid yang seakan tidak
ingin me- nanya lebih jauh. Tidak lama kemudian, Naga Biru pun akhirnya bercerita juga apa
sebenarnya yang telah terjadi dengan dirinya dan diri saudara-saudaranya.
"Istri guru dan paman gurumu mati oleh
senjataku yang telah dicuri oleh orang. Aku mulanya tidak tahu siapa adanya
pencuri senjata
maut milikku. Namun setelah aku selidiki, ternyata yang mencurinya tidaklah lain
Taka Nata adanya." Semua yang mendengarkan seketika makin
memaku diam. Hati kelima murid Naga Merah
benar-benar tersengat penuh kemarahan. Bagaimana pun, hati mereka tidaklah mau
menerima bila guru mereka harus saling baku hantam dengan Paman Gurunya.
"Betul-betul keji!" Murid pertama berkomentar.
"Memang! Dia tidaklah lain seorang Ninja Iblis! Dia curi senjataku, lalu dengan
kejinya yang dengan maksud hendak memfitnah diriku senjata
itu digunakannya untuk membunuh keluarga
saudara-saudara seperguruanku. Taka Nata mengira bahwa tindakannya akan
menguntungkan bagi dirinya. Setelah berhasil memperdayai kedua
saudaraku, dengan berpura-pura ia bermaksud
mengajak kami memberontak. Rupanya dia tidak
sadar bahwa aku telah mengetahui hal sebenarnya."
"Braaakkk...!"
Keenam orang yang berada di situ tersentak
dan bangkit dari duduknya mana kala mendengar
suara pintu rumah dibongkar dengan paksa dari
luar. Pintu yang terbuat dari Jati itu, seketika berantakan hancur terhantam
oleh sebuah pukulan.
Belum juga keenam hilang dari kaget, sesosok tubuh dengan pakaian serba putih
perak dengan Samurai menggantung di pundaknya bergagang
Tengkorak. Itulah Samurai Iblis, Samurai yang
hanya dimiliki oleh Taka Nata saja.
"Taka Nata...!" Keenamnya memekik tertahan setelah tahu siapa adanya orang yang
datang. Taka Nata tiada kata, kakinya melangkah
ringan ke arah mereka. Matanya nampak liar
memandang pada Naga Biru. Setelah jarak mereka dekat, dari bibir Taka Nata
terdengar suara
mendesis berkata: "Naga Biru, hari ini juga akhir
dari hidupmu. Karena bila kau tidak aku akhiri,
maka rahasia siapa adanya aku akan terbuka!"
"Hem, jangan hanya bisanya lempar batu
sembunyi tangan, Taka Nata! Kalau kau memang
seorang lelaki, hadapilah aku!" Naga Biru tak kalah gertak. Tangannya nampak
meraba Samurai yang tergantung di dinding di sampingnya, begitu
juga dengan kelima murid Naga Merah yang turut
menggeretak marah mana kala tahu siapa yang
benar-benar melakukan segala tindakan keji,
yang mengakibatkan kematian istri guru dan paman guru mereka. Kelimanya kini
juga telah meraba Samurai mereka.
"Sraaangng...!" Suara Samurai dicabut.
Taka Nata nampak masih tenang, sepertinya
tiada artinya keenam orang guru dan kemenakan
murid itu baginya. Bahkan dengan tenangnya Ta-
ka Nata makin mendekati mereka. Keenam orang
dihadapannya kini makin siap dengan Samurainya. Dan mana kala Taka Nata makin
mendekat. "Hiiiiiaaaaaaaatttt...!" Naga Biru mendahului
menyerang. "Hiiiiiiaaaaattt...!" Diikuti oleh kelima murid
Naga Merah. "Wuuuuuttt! Wuuuutttt!"
Samurai di tangan keenamnya berkelebat
membabat tubuh Taka Nata. Taka Nata lompat ke
belakang, lalu dengan memandang tajam ke arah
keenam orang itu Taka Nata cabut Samurainya.
"Sraaangg...!"
"Mari kita buktikan! Hiiiiaaattt..."
Taka Nata berkelebat dengan Samurai Iblisnya, menyerang ke arah keenam orang
tersebut. Samurai Iblis berkelebat cepat, namun dengan
cepat pula keenamnya balas menyerang.
"Wuuuuutttt...!"
"Wuuuuutttt...!"
"Traaaangg...!"
Terdengar suara bergemerang mana kala
Samurai-samurai mereka bertemu dan saling beradu. Lima Samurai di tangan kelima
murid Naga Merah puntung menjadi dua, tinggal Samurai
yang berada di tangan Naga Biru saja yang masih
utuh. Samurai di tangan Naga Biru nampak mengeluarkan asap tatkala berbenturan
dengan Samurai Iblis di tangan Taka Nata. Dua orang musuh bebuyutan itu dalam
keadaan siap tempur.
Mata keduanya saling pandang, tajam bagaikan
mata seekor Elang.
"Hiiiaaattt...!" Taka Nata tarik Samurainya,
melompat mundur sesaat, lalu dengan cepat
kembali menyerang ke arah Naga Biru.
Melihat Taka Nata menyerang, dengan cepat
kelima murid Naga Merah yang ingin menunjukkan baktinya kebaskan tangan. Maka
dari tangan kelimanya berdesing lima buah senjata rahasia
berbentuk bintang empat mengarah ke arah Taka
Nata. "Sriingg! Sringg...! Sriiiiinnnnggg...!"
Taka Nata yang hendak menyerang Naga Biru terkesiap, namun dengan cepat Taka
Nata kebaskan Samurai Iblisnya memapaki serangan
senjata rahasia tersebut.
"Wuuuuuttt...!"
"Trang! Trang! Trangggg...!"
Taka Nata yang hendak menyerang Naga Biru terkesiap, namun dengan cepat Taka
Nata kebaskan Samurai Iblisnya memapaki serangan
senjata rahasia tersebut.
"Wuuuttt...!"
"Trang! Trang! Trangggg...!"
Luluh lantak kelima senjata rahasia yang dilemparkan oleh kelima murid Naga
Merah. Kelima senjata rahasia itu hancur terbabat oleh Samurai
Iblis di tangan Taka Nata. Mata kelima murid Naga Merah terkesiap. Dan belum
kelimanya hilang
kaget, tiba-tiba Taka Nata telah kembali berkelebat menyerang ke arah mereka.
Samurai Iblis di tangan Taka Nata kini mengarah ke arah kelima murid Naga Merah.
Taka Nata kini benar-benar tidak menghendaki orangorang yang berada di situ mampu
menghirup udara kehidupan lagi. Ditebaskannya Samurai Iblis. "Wuuuttt...!"
Hampir saja Samurai Iblis di tangan Taka
Nata mengakhiri nyawa kelimanya, kalau saja kelimanya tidak segera melompat
mundur. Akan tetapi, dengan cepat Taka Nata kembali bergerak
babatkan Samurai Iblisnya. Dan mana kala Samurai Iblis hampir menjarah tubuh
kelima murid Naga Merah, dengan cepat Naga Biru babatkan
Samurainya menangkis.
"Wuuuttt...!"
"Traangg...!"
Dua Samurai itu saling berbenturan, menempel dengan ketatnya. Kedua orang musuh
bebuyutan itu saling pandang, saling kerahkan tenaga dalam yang tersalur di
Samurai mereka. Hal
itu berjalan cukup lama, menjadikan Samurai keduanya kini nampak mengepulkan
asap. Mulanya asap itu hanya mengepul di Samurai mereka, namun dikarenakan mereka
terus menguras tenaga, sehingga tubuh mereka pun
kini nampak mengeluarkan asap pertanda mereka
benar-benar mengeluarkan tenaga dalam tingkat
tinggi. Keringat nampak bercucuran dari pelipis keduanya. Demi melihat hal itu, maka
dengan mengharap dapat menjatuhkan Taka Nata kelima
murid Naga Merah segera bergerak menyerang.
"Jangaaan...!" Naga Biru mencoba menghalangi, namun terlambat. Kelima orang
murid ke- menakannya kini telah berkelebat menyerang ke
arah Taka Nata.
"Hiiaaattt...!"
Rupanya hal tersebut yang ditunggu oleh
Taka Nata. Mata Taka Nata melirik, membuat sudut memandang ke arah datangnya
kelima murid Naga Merah. Dan mana kala kelima murid Naga
Merah makin dekat, Taka Nata segera tarik Samurainya.
"Wuuuttt...!"
Taka Nata kiblatkan Samurai ke arah datangnya kelima murid Naga Merah yang tidak
memperhitungkan bahwa Taka Nata akan mampu
melakukan itu semua. Maka mana kala tubuh kelimanya makin dekat dengan tangan
mereka siap menghantam diri mereka, Taka Nata kibaskan
Samurai. "Wuuut! Wuuuut! Wuuuuuttt...!"
"Aaaaaaa...!" Lima kali berturut-turut kelimanya memekik, mana kala Samurai
Iblis di tangan Taka Nata menjerat tubuh mereka. Seketika
perut kelima murid Naga Merah terkoyak, memuncratkan darah segar. Mata mereka
melotot, kejang sesaat, lalu akhirnya ambruk satu persatu
dengan lidah menjulur. Tubuh kelimanya seketika
membiru. Kelimanya nampak seperti terkena racun yang sangat ganas.


Pedang Siluman Darah 27 Takanata Iblis Nippon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Racun Fuji Hitam...!" Naga Biru memekik,
lalu dengan penuh kemarahan Naga Biru pun
kembali berkelebat menyerang.
Melihat Naga Biru telah kembali berkelebat
menyerang, Taka Nata yang masih mengkiblatkan
Samurainya kini berteriak sambil melompat menyerang. Dua tubuh itu saling
melompat bagaikan
terbang dengan Samurai siap di tangan masingmasing
"Kau harus mampus, Iblis!" gertak Naga Biru.
"Wuuuut...!"
Samurai Naga Biru berkelebat membabat,
namun dengan cepat pula Taka Nata elakkan babatan tersebut. Taka Nata lemparkan
tubuh ke udara, kemudian dengan cepat Samurai Iblis papaki serangan tersebut.
"Wuuuut...!"
"Wuuuutttt...!"
"Traaaaaaangg...!"
Kembali dua Samurai itu saling beradu, dan
kembali keduanya menempel. Keduanya kini benar-benar menguras tenaga yang mereka
miliki untuk mampu menjatuhkan musuh. Keringat
menetes di pelipis keduanya. Sementara mata keduanya saling pandang, sepertinya
mata keduanya menyadap apa yang menjadi gerak gerik musuh. Taka Nata nampak
bergetar, hal itu menunjukkan bahwa tenaga yang dimilikinya masih berada di
bawah musuh. "Bahaya kalau tidak aku selesaikan!" Membatin Taka Nata. Otak Taka Nata bergerak
cepat, mencari bagaimana untuk mampu menjatuhkan
Naga Biru. Ternyata Naga Biru jauh lebih kuat dibandingkan dengan dua saudara
seperguruannya yang lain. Dua tahun keduanya tidak saling bertemu, dan dua tahun ternyata cukup
bagi Naga Biru untuk mendalami ilmu kanuragan hingga
kini benar-benar bukanlah tandingan bagi Taka
Nata. "Aku harus mampu membunuhnya!"
Naga Biru tidak menyadari apa yang sebenarnya tengah dielakkan oleh Taka Nata.
Merasa dirinya tidaklah ungkulan, Taka Nata dengan licik
dan cepat kibaskan tangan yang telah merogoh
sesuatu dari balik sabuknya.
"Wuuuusss...!"
Naga Biru tersentak mana kala tahu apa
yang dilakukan oleh Taka Nata. Dicobanya untuk
menarik Samurai yang menempel, namun Taka
Nata rupanya telah memperbesar tenaganya untuk menempelkan Samurainya agar
Samurai lawan tidak dapat difungsikan.
"Licik!" maki hati Naga Biru, wajahnya kini
nampak tegang menandakan bahwa dia kini benar-benar tengah menghadapi bahaya.
Sementara lima larik benda yang ia kenal kini melesat ke
arahnya dengan cepat. Benda-benda tersebut tidak lain Bulu Landak Maut miliknya
yang dicuri. Tanpa ampun lagi, memekiklah Naga Biru mana
kala dengan telak Bulu-bulu Landak Maut tersebut menyerbu ke arahnya.
"Aaaaaaa.....!"
"Jep, jep, jep!"
Naga Biru menggelepar-gelepar mana kala
kelima Bulu Landak Maut itu menjarah tubuhnya. Satu di paha, satu lagi di
perutnya, sementara yang tiga berada di mata dan pipinya. Naga Biru yang
terkenal pemberani dan gagah itu tanpa
ampun sekarat untuk beberapa saat se-belum
akhirnya ambruk dengan mulut mengeluarkan
buih racun ganas. Saat itu juga Naga Biru pun
nyawanya melayang, dan mati menyedihkan.
"Hua, ha, ha...! Akulah yang akan menguasai
Tanah Jawa!" Taka Nata bergelak tawa. "Aku akan
membunuh orang-orang yang hendak bermaksud
menghalangiku! Akulah Taka Nata si Iblis Nippon,
sekaligus Maha Raja yang kelak menguasai Tanah
Jawa! Hua, ha, haaaa...!"
Dengan meninggalkan gelak tawa Taka Nata
pun melesat pergi tinggalkan keenam sosok tubuh
yang telah tanpa nyawa. Dengan penuh kepuasan
Taka Nata berlalu pergi entah ke mana, tinggallah
keadaan rumah Naga Biru yang porak poranda
dan sunyi...! *** 4 Dua ekor kuda dengan penunggangnya yang
mengenakan pakaian Pendekar dengan Samurai
di pundak masing-masing nampak memacu menuju ke rumah Naga Biru. Di wajah kedua
orang penunggang kuda tersebut tergambar ketidakbahagiaan. Di wajah keduanya jelas
terlintas rasa kurang percaya pada apa yang menjadi tuduhan
dan terkaan mereka. Mungkin hati mereka sudah
terikat oleh rasa kekeluargaan hingga keduanya
nampak tidak tenang.
"Apakah kau tidak merasakan sesuatu, Naga
Kuning" tanya Naga Merah.
"Aku merasakan ketidak enakan, Kakak."
"Begitu juga aku. Hatiku tergetar hebat, seakan ada sesuatu yang tidak beres,"
Naga Merah menjelaskan apa yang dirasakan di hatinya.
"Ayo kita percepat!"
"Hia, hia, hia...!"
Kuda mereka pacu dengan cepatnya, seakan
keduanya ingin segera sampai di tempat yang dituju. Tengah keduanya memacu kuda-
kuda mereka. Tiba-tiba sebuah bayangan berlari berkelebat menuju arah berlawanan
dengan mereka. Keduanya sejenak tersentak, dan makin tidak enak
saja perasaan keduanya setelah melihat siapa
yang telah berpapasan dengan mereka.
"Taka Nata...?" desis Naga Merah.
Taka Nata tidak hiraukan keduanya, seakan
ia tidak mengenal keduanya dan terus berlari.
Kedua adik kakak seperguruan makin bertambah
tidak tentram hatinya. Perasaan keduanya makin
berkecamuk beberapa pertanyaan yang sukar dijawab. Maka dengan makin mempercepat
lari kudanya, keduanya kini membawa segala tanda
tanya yang bergayut di benak mereka menuju jawaban di rumah Naga Biru. Dan benar
apa yang menjadi prasangka buruk keduanya, tampak rumah Naga Biru berantakan, sepi
bagaikan tiada berpenghuni "Apa yang telah terjadi?"
Belum habis segala pertanyaan Naga Kuning,
dengan cepat Naga Merah berkelebat lompat dari
kudanya ke rumah Naga Biru. Melihat hal terse-
but Naga Kuning pun tidak mau ketinggalan, segera Naga Kuning pun berkelebat
mengikuti kakak seperguruannya menuju rumah Naga Biru.
"Bajero! Taka Nata keparat...!" Naga Merah
memaki marah dengan melihat apa yang terjadi.
Enam orang yang sungguh ia kenal kini nampak
bergelimpangan dengan tanpa nyawa lagi. Dan
yang lebih menyakitkan hatinya, adalah kematian
Naga Biru oleh senjatanya sendiri yaitu Bulu
Landak Maut. "Bulu Landak Maut!"
"Bajero! Taka Nata Iblis! Rupanya dia juga
yang telah membunuh istri kita, Kakak."
Naga Merah tak mampu berkata apa-apa.
Kini mereka menyadari bahwa diri mereka
benar-benar telah diperdayai oleh Taka Nata. Kemarahan keduanya kini benar-benar
telah memuncak. Tangan kedua kakak beradik seperguruan itu kini mengepal,
sepertinya ingin menghancurkan Taka Nata yang telah diketahuinya
berbuat segalanya.
"Taka Nata keparat! Dia harus mempertanggung jawabkan semua tindakannya"
Menggeram Naga Merah. "Ayo kita kejar, Adik!"
Dengan membawa kemarahan dan dendam
kedua kakak beradik seperguruan tersebut kembali pergi menggebah kuda-kuda
mereka untuk memburu Taka Nata yang sudah diketahui adalah
orang yang telah melakukan segalanya. Di hati
mereka hanya satu pilihan, lebih baik mati atau
menang! *** Taka Nata terus berlari tanpa menengok ke
belakang lagi. Perasaannya sebagai seorang Ninja
sangat pekat. Ia merasa bahwa dirinya kini diikuti
dan dikejar oleh dua Naga.
"Tentunya kedua Naga dungu itu akan mengejarku," kata Taka Nata masih terus
berlari. Bahkan kini makin dipercepat saja larinya. Dan
mana kala di hadapannya terhampar sebuah hutan lebat Taka Nata segera melompat,
masuk dan menghilang entah ke mana.
Sementara dua orang yang mengejarnya masih berusaha mencari jejak Taka Nata.
Kedua orang tersebut masih mencoba mengejar dengan
memacu kuda mereka cepat. Namun kemudian
kedua Naga itu tersentak ketika tiba-tiba bayangan Taka Nata hilang, dan
tinggallah hutan yang
terhampar di hadapan mereka.
"Ke mana Iblis tersebut?" Naga Merah bertanya pada diri sendiri. "Aku yakin dia
masih berada di sekitar sini."
"Benar! Tadi aku melihat dia lari ke hutan
ini, Kakak. Kita mesti berhati-hati."
Dua orang kakak beradik Naga itu melangkah dengan perlahan. Sementara itu di
tangan keduanya telah siap Samurai-samurai yang sewaktu-waktu mampu membuat musuh harus
berusaha mengelakannya atau dirinya tersayatsayat Samurai tersebut.
"Taka Nata, keluar kau...!" Naga Merah
membentak, berseru memanggil nama Taka Nata.
"Taka Nata, kalau kau tidak pengecut, keluarlah!"
Tidak ada jawaban, menjadikan keduanya
geram. "Bajero! Keluar kau, Bajero, Iblis!" Naga Kuning yang juga marah turut
berteriak. Namun tiada
jawaban, dan hanya gema suara mereka saja yang
terdengar menggaung di antara pepohonan pinus
yang nampak memutih tertutup salju. Makin saja
kaki keduanya masuk ke dalam, makin sunyi
keadaan hutan pinus yang tertimbun salju itu.
Tekad di hati keduanya hanya satu, yang mampu
menimbulkan keberanian yang melebihi keberanian sebenarnya. Kaki keduanya
melangkah agak berat, melangkah di atas hamparan tanah bersalju yang dingin dan beku. Keduanya
telah jauh meninggalkan kuda-kudanya yang keduanya
tambat di luar hutan.
"Huh, ha, ha...! Kalian datang juga!" Terdengar suara gema yang dilontarkan
dengan didasari
tenaga dalam. "Bagaimana, apakah kalian mau
menjadi sahabat-sahabatku?"
"Taka Nata, keluarlah!" Naga Merah berseru.
"Ya! Keluarlah kalau kau tidak ingin dikatakan
pengecut!"
"Baik!"
Berbarengan dengan habisnya suara Taka
Nata, tiba-tiba sebuah bayangan Putih Perak berkelebat dengan Samurai Iblisnya
menyerang keduanya.
"Awas...!" Naga Merah berseru memperingatkan Naga Kuning.
Keduanya melompat, lemparkan tubuh ke
samping, lalu berbareng keduanya balik babatkan
pedang Samurai ke arah datangnya serangan.
"Wuuuuttt...!" Samurai Iblis membersit.
"Wuuuuttt...!"
"Wuuuuuttt...!"
Dua Samurai di tangan dua Naga itu juga
berkelebat memapaki serangan. Kilatan putih saling bertemu, lalu...!
"Traang...!"
Tiga Samurai yang dialiri tenaga dalam kini
saling beradu di udara. Kedua Naga itu kini nampak menggeretak, sementara Taka
Nata dengan wajah tegang yang nampak dari sorot matanya juga nampak mengeluarkan tenaga
untuk mampu menahan serangan tenaga dalam keduanya. Mata
ketiganya saling pandang, saling menjajagi kekuatan lawan.
"Hiiiaaaaattt...!" Taka Nata tarik Samurai Iblisnya, lalu dengan cepat kebaskan
Samurai tersebut kembali menyerang kedua Naga. Dengan
cepat dan tangkas kedua Naga itu pun elakan serangan yang dilancarkan Taka Nata
dengan masih waspada akan apa yang dilakukan Taka Nata.
Tubuh Taka Nata yang memegang Samurai Iblis
terus bergerak menyerang, sementara kedua Naga
itu pun tidak mau mengalah begitu saja. Keduanya kembali bergerak memapaki
seranganserangan Taka Nata. Kini ketiganya bagaikan
menghilang, dan hanya gulungan-gulungan Samurai di tangan ketiganya saja yang
nampak. Gulungan sinar putih dan Perak saling bergulung
untuk saling mampu mengalahkannya.
"Wuuuuttt...!" Taka Nata Kebaskan Samurai,
mencoba merangsek kedua Naga itu. Namun kedua Naga tersebut bukanlah lawan yang
enteng. Ketiganya, bahkan berempat dengan Naga Biru
pernah saling bertempur mana kala keempatnya
saling membela diri masing-masing. Tiga Naga
Dari gunung Fuji adalah orang-orang yang menjadi buronan kerajaan, hal tersebut
merupakan tugas bagi Taka Nata untuk menumpas ketiga
Naga tersebut. Namun sejauh itu, mereka belum
juga mampu untuk saling menjatuhkan. Akan tetapi, sekarang Taka Nata bergerak
atas nama sendiri. Taka Nata tidak ingin dirinya tersaingi
oleh pendekar lainnya. Dia ingin hanya dirinya
sendiri yang terkenal sebagai seorang Pendekar
Ninja. Kedua Naga dari Fuji dengan cepat balik menyerang, setelah terlebih dahulu
mengelakkan serangan Taka Nata. Samurai di tangan keduanya
tidak kalah cepat membabat dan menangkis Samurai Iblis di, tangan Taka Nata.
"Wuuuuttt...!"
"Wuuuuuttt...!"


Pedang Siluman Darah 27 Takanata Iblis Nippon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Traang...!"
Percikan api mencelat manakala ketiga Samurai tersebut saling beradu. Ketiganya
untuk sesaat tergetar, lalu dengan memekik ketiganya
kembali berkelebat menyerang. Dua lawan satu
itu terus berlangsung, masing-masing dengan
kemampuan yang dimiliki oleh mereka masingmasing. Mungkin kalau satu lawan satu
Taka Nata akan mampu dengan cepat menjatuhkan mereka, tetapi kini Taka Nata
menghadapi dua orang
Naga sekaligus yang ilmunya boleh dikata sama
dengan ilmu yang dimilikinya.
Tubuh Ketiganya melayang bagaikan terbang, lalu kiblatkan Samurai ke arah lawan
masing-masing. Dua Samurai di tangan Dua Naga itu
kini terarah ke arah Taka Nata. Ujung Samurai
itu kini bagaikan dua Malaikat yang siap mencabut nyawa Taka Nata. Gerakan
Samurai di tangan
dua Naga itu begitu cepat, hampir sukar bagi Taka Nata untuk mampu menghindari.
Namun Taka Nata bukanlah orang Ninja sembarangan. Menghadapi tekanan serangan begitu cepat
tidak menjadikan dirinya terperangkap oleh ketakutan, namun dengan tenangnya
Taka Nata kibaskan tangan. "Wuuuuttt...!"
Lima larik sinar hitam meleset, menjadikan
kedua Naga itu terperanjat. Kedua naga itu segera
tarik kembali serangan, lalu kibaskan Samurai ke
arah benda-benda yang melesat ke arah mereka.
"Licik!" Keduanya membentak.
"Wuuuuttt...!"
"Trang! Trang..! Trang...!"
Lima kali Samurai mereka menyampok lima
benda-benda yang beterbangan yang mereka tahu
adalah sebuah senjata rahasia milik salah seorang dari Tiga Naga, itulah Bulu
Landak Maut milik Naga Biru yang akhirnya mati oleh senjatanya
Iblis Hitam Tangan Delapan 2 Joko Sableng Sekutu Iblis Pendekar Lembah Naga 21
^