Pencarian

Titisan Budak Iblis 2

Pedang Siluman Darah 3 Titisan Budak Iblis Bagian 2


terjadi di desa itu.
"Jadi semua wanitanya mengungsi karena takut diculik?" bertanya Kebo Pangasan
pura-pura tak mengerti. Hatinya tersenyum senang sebab secara tak langsung kini
ia telah memperoleh petunjuk di mana sebenarnya semua penghuni desa itu.
"Benar, Tuan pendekar. Karena menurut desas-desus yang kami terima orang itu
begitu sakti dan kejam,"
menjawab seorang yang tadi bercerita.
Sementara kedua temannya hanya terdiam.
"Kalian tahu siapa adanya tokoh itu?" bertanya Kebo Pangasan dengan bibirnya
tampak tersungging senyuman sinis yang jelas nampak kelihatan dari tarikan kain
cadar yang dipakainya.
"Apakah kalian pengin tahu?"
bertanya Kebo Pangasan, menjadikan ketiga orang itu tersentak kaget. Namun belum
sempat ketiga orang itu berkata, Kebo Pangasan telah mendahuluinya.
"Ketahuilah. Akulah orang yang telah membuat semua warga ketakutan."
Demi mendengar pengakuan dari orang yang berdiri di hadapan mereka, seketika
ketiganya makin gemetaran dengan mulut mereka menganga karena kaget. Belum juga
mereka berucap, sebuah hantaman telah
membuat mereka seketika meregangkan nyawa.
Setelah membunuh ketiga orang itu, kembali Kebo Pangasan tertawa bergelak-gelak.
Lalu dengan sekali kelebat Kebo Pangasan pun telah berlalu pergi.
4 Karena diselingi canda ria membuat perjalanan mereka tak begitu terasa: Apalagi
oleh tingkah laku Keempat Kate Sakti yang sesekali melucu dan membuat tingkah-
tingkah yang aneh.
Sekian lama berjalan, mereka pun
segera menuju ke sebuah kedai yang tampaknya sepi. Di kedai itu hanya ada
beberapa orang saja yang siang itu tengah menyantap makanan
Melihat Jaka dan Keempat Kate Sakti masuk, sesaat semua orang yang ada di kedai
itu memandang ke arah mereka. Hanya dua orang yang duduk di pojokan saja yang
tampaknya acuh dengan kedatangan mereka.
Seorang pelayan seketika
menghampiri Jaka dan Keempat Kate Sakti dengan maksud menanyakan apa yang mereka
pesan, seketika Jaka bertanya mendahului.
"Gerangan apa yang telah menjadikan desa ini begitu sepi"!" Ditanya seperti itu;
seketika pucat pasi wajah sang
pelayan dan hendak buru-buru berlalu kala Jaka segera mencekal tangannya.
"Hai. Mengapa kau bertingkah begitu" Apa kau kira aku dan keempat temanku
seperti pengemis?" bertanya Jaka kembali dengan agak marah,
melihat tingkah pelayan kedai yang dianggapnya kurang sopan. Belum juga pelayan itu
menjawab, Kate Bungsu yang memang panasan berkata:
"Pelayan! Jangan kau kira kami ini miskin. Kalau boleh, segala yang ada di kedai
ini akan kami beli!"
Wajah pelayan kedai itu begitu
pucat demi mendengar bentakan Kate Bungsu. Lalu dengan terbata-bata pelayan
kedai pun berkata: "Ampun, Tuan-tuan.
Bukanlah hamba hendak merendahkan Tuan-tuan, namun hamba tak berani menjawab
pertanyaan Tuan-tuan tentang kejadian di desa ini."
Tercengang Jaka mendengar jawaban pelayan kedai. Lalu tanyanya kemudian:
"Pelayan, mengapa kau begitu takutnya untuk menceritakan pada kami"
Apakah ada yang mengancammu" "
Karena ditanya terus menerus, maka tanpa sadar pelayan kedai pun akhirnya
bercerita juga tentang apa yang menjadi ketakutannya, yang juga menjadi
ketakutan orang-orang di desa itu.
"Begitulah, Tuan-tuan. Apabila
bulan purnama tiba, tentu ada seorang gadis yang digantung di lembah Karang
Hantu dengan tubuh telanjang."
Kembali Jaka tampak membelalakkan mata, tak luput juga Keempat Kate Sakti dan
dari mulut mereka terdengar membersit suara. "Sadis...! Apakah tak ada orang
yang mencoba menghalanginya?"
Tengah mereka bercakap-cakap, tiba-tiba terdengar dua orang yang sedari tadi
acuh berkata: "Kau terlalu gegabah berbicara, Ki Sanak. Apakah kau tak tahu dan
sengaja membuat petaka?"
Jaka membelalakkan mata demi
mendengar bentakan salah satu dari kedua orang yang duduk di sudut kedai. Jaka tahu bahwa ucapan itu jelas ditujukan padanya, maka dengan segera Jaka
pun menjawab: "Kami tidak berbicara dengan anda, Ki Sanak. Kenapa anda begitu perduli?"
Marah orang itu mendengar ucapan
Jaka yang dirasakan menyinggung dan menyepelekannya. Maka dengan geram, kembali
salah seorang di antara keduanya dengan congkak berkata: "Rupanya kau belum tahu
adat anak muda! Kau belum mengenal siapa aku, sehingga kau begitu enteng
ngebacot!"
Keempat Kate Sakti mendengus marah demi mendengar tuannya dimaki seperti itu.
Maka Kate Panengah yang terkenal
penyabar, seketika bangkit amarahnya.
"Hai, Gondoruwo tak pernah mandi!
Badanmu begitu bau. Kalau kalian tak segera meminta ampun pada tuanku, jangan
menyesal kalau kami menghajar mulutmu yang bau terasi itu!"
"Hai, Tuyul. Tubuh mu kerdil, tapi suaramu lantang bagai kaleng rombeng.
Buktikan segala ucapanmu kalau kalian mampu, Tuyul jelek."
"Bedebah! Berani lancang kalian pada kami, jangan salahkan bila kami bertindak.
Siapa nama kalian, Gondoruwo?"
membentak Kate Bungsu membela kakaknya.
"Tuyul jelek! Kalau kau ingin tahu nama kami, baik kami katakan. Kami harap
kalian tak akan lari terbirit-birit setelah mendengar nama kami!" berkata salah
seorang dari kedua Bumerang
"Katakan nama kalian. Jangan sampai kalian kalah tanpa nama." berkoar Kate
Bungsu dengan nada mengejek membuat kedua Bumerang itu marah.
"Tuyul jelek! Kami terkenal dengan julukan Sepasang Bumerang Dari Wetan.
Bersiaplah kalian untuk mati!"
Salah satu dari Bumerang itu
berkelebat menyerang keempat Kate Sakti.
Melihat serangan itu, Keempat Kate Sakti dengan bergerak cepat menghindar, dan
segera balik menyerang dengan membentuk sebuah lingkaran mengurung Bumerang Dari
Wetan. Jurus-jurus yang digunakan oleh Empat Kate Sakti tampak aneh dan lucu-
lucu, persisi seperti kera. Satunya menyerang, yang lainnya segera
menyambung. Tersentak kaget Bumerang demi
melihat jurus aneh yang dikeluarkan oleh Keempat Kate Sakti yang bernama jurus
Empat Kera Menyambit Durian. Bumerang Dari Etan terlebih dahulu membentak
sebelum akhirnya mengubah jurus yang lain yaitu jurus Bumerang Menghalau Angin
Topan. Hampir empat puluh jurus sudah
mereka lalui, namun tampaknya tak akan ada yang bakal menang ataupun kalah.
Ketika hampir menginjak jurus yang kelima puluh, seketika itu Keempat Kate Sakti
segera melompat saling tumpuk menjadi satu dan kembali menyerang Bumerang.
Rupanya jurus yang mereka keluarkan, adalah jurus Kera Gendong Menjolok Mangga.
Salah seorang dari Kate Sakti yang berada di pundak atas melompat menghantam
muka Bumerang. Seketika Bumerang melolong
kesakitan, dari hidungnya mengalir darah segar. Seketika itu tubuh Bumerang
limbung ke belakang. Melihat adiknya dapat dikalahkan oleh Keempat Kate Sakti,
Bumerang tua dengan marah berkelebat hendak menyerang. Seketika sebuah
bayangan berkelebat menghadangnya membuat Bumerang tua mengurungkan niatnya.
Demi melihat Jaka yang menghadang, Bumerang tua tanpa banyak kata lagi mendengus
dan menyerang. Jaka dengan segera berkelit sambil tertawa bergelak-gelak.
Keempat Kate Sakti yang telah dapat menjatuhkan musuhnya, dengan segera duduk di
kursi sambil menonton pertarungan tuannya dengan Bumerang tua. Orang-orang di
kedai itupun segera menghentikan makannya, menonton pertandingan tersebut.
Tanpa mengalami kesulitan, Jaka
dengan mudah dapat menguasai pertarungan tersebut. Tubuhnya bergerak dengan
cepat. Dan...! "Bug...! Bug...! Bug...!"
Tiga kali berturut-turut pukulan
Jaka mendarat telak di tubuh Bumerang tua yang seketika itu terjengkang ke
belakang, ambruk.
Merasa tak akan bakal unggulan,
segera kedua Bumerang dari Wetan
mengambil langkah seribu tanpa memandang lagi pada kelima musuhnya. Seketika
itu, orang-orang yang berada di kedai segera menyoraki mereka yang makin
terbirit-birit larinya.
Pelayan kedai yang dari tadi hanya menonton seketika menghampiri Jaka dan
Keempat Kate Sakti. Lalu dengan muka manis ia bertanya:
"Apa yang hendak tuan-tuan pesan?"
"Kami minta sediakan lima piring nasi dan lauk pauknya serta lima gelas air,"
pinta Jaka. Tanpa banyak kata, pelayan kedai
itu segera berlalu meninggalkan Jaka dan Keempat Kate Sakti. Tak seberapa lama
kemudian, pelayan kedai itu kembali dengan segala pesanan yang mereka pinta.
"Silahkan disantap, Tuan-tuan,"
berkata pelayan kedai.
"Terima kasih," jawab Jaka pendek.
Tanpa banyak kata lagi, kelimanya segera menyantap makanannya, sehingga dalam
waktu yang cepat habislah makanan mereka.
Setelah membayar seluruh makanan
yang mereka makan, kelimanya segera pergi melanjutkan perjalanannya mencari
pencuri kitab Kate sakti.
* * * * Di perguruan Kate Sakti, saat itu tengah terjadi kerusuhan yang dilakukan oleh
sekelompok penjahat, bernama Kom-plotan Hantu Gemet.
Di bangsal perguruan, tampak Kate Merah yang menjabat tetua setelah kepergian
Keempat Kate Sakti tengah berhadapan dengan ketua pengacau Hantu Gemet.
Bertarung satu lawan satu.
Kate Merah yang merupakan murid
utama dari Keempat Kate Sakti, telah mendapatkan gemblengan yang tinggi dari
keempat gurunya, hingga bagaikan seekor kera liar Kate Merah berkelebat-kelebat
dengan cepatnya menyerang dan sesekali berkelit.
Di lain pihak, ketua Hantu Gemet
juga bukan tokoh sembarangan yang berilmu cetek. Maka perkelahian yang mereka
lakukan adalah perkelahian tingkat tinggi dengan jurus-jurus tingkat tinggi
pula. Korban telah berjatuhan dari kedua belah pihak. Namun begitu tampaknya kedua
belah pihak tak ada yang mau mengalah.
Bahkan pertarungan makin bertambah seru.
Begitu juga dengan kedua pimpinannya, yang kini masih bertarung.
Kala hampir mendekati jurus yang
keseratus, di saat Kate Merah tampaknya terpepet. Tiba-tiba tiga sosok bayangan
berkelebat dengan cepat menghadang ketua Hantu Gemet yang seketika terperanjat
dan melompat mundur.
Kate Merah tampak tersenyum senang manakala mengetahui orang-orang yang datang
dan dari mulut Kate Merah
membersit ucapan gembira: "Ah... rupanya tuan Naga Branjangan dan nona Dewi. Ada
gerangan apakah, hingga tuan-tuan dan nona kembali berkunjung ke mari?"
"Aku dan adikku kebetulan lewat,
ketika mendengar jeritan di sini yang menggugah hati kami untuk datang melihat
apa yang terjadi. Karena kami telah menganggap perguruan Kate Sakti adalah
saudara kami," berkata Naga Branjangan tua seraya memandang pada adiknya dan
Dewi Rambi yang tersenyum sembari mengangguk.
"Benar, Kate Merah. Sejak kejadian tiga bulan yang lalu kami telah sepakat untuk
menjadikan Kate Sakti sebagai salah satu dari kami." berkata Naga Branjangan
muda menambahkan.
"Ya... maka sebagai saudara bila ada satu yang menderita, akan
menderitalah semuanya," tambah Dewi Rambi kemudian yang membuat Hantu Gemet
seketika gusar.
Serta merta Hantu Gemet segera
menyerang ketiga orang yang barusan datang, yang dianggapnya mengacaukan
rencananya untuk menghancurkan musuh bebuyutannya, yaitu Perguruan Kate Sakti.
Mendapat serangan yang datangnya
mendadak, seketika keempatnya berkelit menghindar. Naga Branjangan tua segera
menyuruh adik dan kedua temannya untuk menyingkir dan membantu yang lainnya.
"Biarkan setan ini urusanku, kalian bantulah yang lain."
Dengan segera ketiganya berkelebat menuju ke tempat prajurit Kate Sakti yang
bertempur melawati anak buah Hantu Gemet.
Melihat ada orang dan keduanya membantu, seketika prajurit kate itu bertambah
semangat. Kate Merah, Dewi Rambi dan Naga
Branjangan muda mengamuk bagaikan banteng ketaton. Tangan dan kaki mereka selalu
mencabut nyawa bagi yang terkena tamparan dan dupakan mereka. Di lain tempat,
tampak Naga Branjangan tua tengah bertempur menghadapi ketua Hantu Gemet.
Keduanya merupakan tokoh-tokoh persilatan utama, hingga pertarungan mereka
begitu cepat dan sukar untuk diikuti dengan mata.
Namun dari perkelahian itu, tampak bahwa Naga Branjangan berada di atas dua
tingkat ilmunya dibanding dengan Hantu Gemet. Hingga ketika mencapai jurus
keenam puluh satu Naga Branjangan dapat mendesak musuhnya. Dengan jurus Naga
Membelah Lautan tampak Naga Branjangan memekik dan melambung ke angkasa lalu
kembali menukik dengan tangan membuat cakar. Dan...!
"Aaa... aaah...!" Terdengar pekik Hantu Gemet ketika tangan Naga Branjangan
menghantam batok kepalanya yang seketika pecah dan mengeluarkan darah.
Tubuh Hantu Gemet untuk sesaat
berkelojotan, sebelum akhirnya terkulai kaku tanpa nyawa.
Naga Branjangan yang melihat
pertarungan masih berlangsung. Dengan seketika melempar tubuh Hantu Gemet yang
telah mati ke tengah-tengah pertempuran.
Demi melihat ketuanya telah mati, seketika semua anggota Hantu Gemet menyerah
kalah dan mohon diampuni. Atas kebijaksanaan Kate Merah, merekapun diampuni
dengan syarat harus kembali ke jalan yang lurus.
Setelah mengurusi dan menguburkan mereka yang mati dan beramah tamah dengan Kate
Merah, ketiganya segera memohon pamit untuk meneruskan perjalanan mereka yang
diundang oleh para tokoh persilatan golongan mengadakan pertemuan demi
pengepungan Bukit Iblis. Dengan diantar oleh Kate Merah ke depan pintu gerbang,
perguruan Kate Sakti, ketiganya pun berlalu pergi.
* * * * Di kediaman Ki Sapta Hanggara yang berupa padepokan, tampak kaum persilatan dari
golongan lurus kembali berkumpul.
Seperti pada waktu pertemuan pertama kali, tampak pula di pertemuan itu tokoh-
tokoh persilatan yang dulu hadir ditambah dengan Dewi Tudung Emas, Dua Naga
Branjangan, Langlang Buana, Dewi Raga Padmi dan Dewi Rambi.
Dengan penuh persaudaraan sebagai kaum satu golongan, mereka tampak akrab dan
saling menghormati. Tak lama mereka menunggu, dalam pesanggrahan Ki Sapta
Hanggara keluar diiringi oleh Ki Ageng Watu Gunung dan Suryo Pati. Demi melihat
Ki sapta Hanggara telah hadir, semua tokoh persilatan golongan lurus segera
menjura hormat.
"Terima kasih atas kedatangan saudara-saudaraku segolongan. Silahkan duduk,"
berkata Ki Sapta Hanggara mempersilahkan tamu-tamunya, yang menurut duduk dengan
tenangnya. Ki Sapta Hanggara dan kedua
rekannya pun segera mengambil tempat
duduk yang masih kosong. Lalu dengan dipimpin oleh Ki Ageng Watu Gunung semuanya
sesaat terdiam berdoa.
"Seperti yang telah kita bicarakan pada pertemuan pertama, maka pertemuan ini
juga membahas masalah bagaimana caranya menanggulangi sepak terjang orang yang
selalu mengambil korban pada setiap bulan purnama. Juga rencana kita untuk
menyerbu Bukit Karang Iblis, yang diketahui tempat penggantungan korban,"
berkata Ki Sapta Hanggara setelah selesai berdoa untuk kelangsungan dan
ketertiban pertemuan itu.
"Menurut penyelidikan yang telah kita lakukan, orang yang kini membuat


Pedang Siluman Darah 3 Titisan Budak Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bencana di dunia ini merupakan penitisan dari Ki Budak Iblis yang telah dikubur
hidup-hidup oleh Ki Bayong atau Pendekar Suci seratus tahun yang silam. Karena
orang itu titisan dari Ki Budak Iblis maka sudah pasti orang itu pun mewarisi
ilmu yang dimiliki oleh Ki Budak Iblis yaitu ajian Karang Kikir, yang pemiliknya
tak akan bisa mati selamanya kecuali hari akhir atau kiamat. Dan bilapun mati,
maka yang dapat membunuhnya tak lain adalah pewaris ilmu Ki Bayong. Siapakah
yang bersedia mencari murid Ki Bayong?"
Mendengar nama Ki Bayong atau
Pendekar Suci, seketika Naga Branjangan dan Dewi Rambi teringat pada seorang
pemuda yang menjadi sahabatnya yang bernama Jaka. Maka dengan segera Naga
Branjangan tua berkata:
"Maaf, Ketua. Bila orang itu yang ketua maksud, kami sanggup menemukannya karena
kami bertiga telah menjadi sahabat-sahabatnya."
Mendengar pengakuan Naga Branjangan tua, seketika semua yang hadir terbelalak
dengan mulut tergurai senyum kegembiraan.
Lalu terdengar Ki Sapta Hanggara kembali bertanya. Yang kali ini ditujukan pada
Branjangan muda.
"Benarkah yang telah dikatakan kakakmu, Branjangan?"
"Benar, Tetua," menjawab Branjangan
muda. "Benar apa yang dikatakan kedua Naga Branjangan, Rambi?"
"Benar, Tetua. Memang kami merupakan sahabat-sahabat Pendekar Pedang Siluman
Darah. Kami bertemu dengannya di perguruan Kate Sakti, tiga bulan yang lalu."
Semua mata seketika memandang pada Dewi Rambi dan kedua Naga Branjangan, tak
luput juga Ki Sapta Hanggara yang kembali berkata:
"Kalau begitu. Aku meminta kesediaan kalian yang memang telah tahu pasti
pendekar itu untuk menyampaikan salam dari kami sekaligus meminta bantuannya.
Kami yakin Pendekar Pedang Siluman Darah akan menerimanya dan mau membantu
kita." Setelah ketiganya meminta pamit,
segera ketiganya pergi mencari Jaka yang belum tentu rimbanya. Namun demi
kedamaian dan ketentraman dunia
persilatan, tanpa mengeluh ketiganya segera menjalankan tugasnya
Sepeninggalan Naga Branjangan dan Dewi Rambi yang telah mencari Jaka, rapatpun
diteruskan. Tengah berlangsung rapat itu tiba-tiba mereka dikejutkan oleh
datangnya tokoh golongan sesat yang membuat keonaran.
Seorang penjaga pintu gerbang
padepokan yang luka berlari menemui Ki
Sapta Hanggara yang tersentak kaget.
Begitu juga halnya dengan yang lainnya yang segera memapahnya duduk. Dengan
suara terputus-putus, penjaga pintu gerbang pun segera menceritakan apa yang
terjadi. Mendengar penuturan penjaga pintu gerbang, seketika semua yang hadir menjadi
gusar dan marah. Tanpa dapat dicegah, mereka segera berlari ke luar menuju ke
pintu gerbang. Darah mereka seketika mendidih demi dilihatnya perbuatan kaum persilatan
golongan sesat tengah menyiksa salah seorang penjaga pintu gerbang lainnya.
"Iblis-iblis laknat! Apa maksud kalian membuat keributan di sini?"
membentak Elang Putih dengan geramnya.
Kedua tangannya mengepal sesaat, lalu membuka membentuk cakar elang. Itulah
Jurus Elang Menyambar Naga yang merupakan salah satu jurus yang paling berbahaya
dan ganas. Jarang jurus itu dipergunakan oleh Elang Putih bila tidak dalam
keadaan terpaksa. Tapi karena amarah yang telah meluap-luap melihat perlakuan
golongan sesat pada orang yang lemah, menjadikan Elang Putih mengeluarkan jurus
itu. Tubuh Elang Putih berkelebat dengan cepat melayang bagaikan terbang. Lalu dengan
tangan yang siap mencengkram ia menukik ke bawah.
Demi melihat Elang Putih telah
mengawali, yang lainnya pun segera terjun membantu. Perkelahian antar dua
golongan persilatan pun tak dapat dicegah, hingga halaman padepokan itupun kini
menjadi ajang pertarungan.
Dari golongan hitam yang dipimpin oleh Walmaka, tampak menyambuti serangan kaum
persilatan golongan lurus.
Sedang seru-serunya kedua golongan itu bertempur, tiba-tiba sebuah bayangan
berkelebat dengan cepatnya terjun ke arena pertarungan dan dengan seketika
menghantamkan ilmunya pada orang dari golongan sesat.
Kaum persilatan dari golongan lurus sesaat terkesiap melihat orang yang baru
datang, menyerang dengan ajiannya menghantam orang-orang dari golongan sesat.
Makin keteter saja kaum persilatan dari golongan sesat dengan kedatangan orang
asing itu, maka dengan segera Walmaka selaku ketua segera menyuruh anak buahnya
untuk mundur. "Mundur...!"
Bersamaan dengan mundurnya golongan sesaat, saat itu juga orang asing yang telah
membuat perlawanan golongan sesaat terhenti berkelebat pergi meninggalkan kaum
persilatan golongan lurus yang masih tak mengerti dengan tingkahnya.
* * * * Sudah hampir seluruh wilayah
didatangi oleh ketiga orang itu yang terdiri dari Naga Branjangan bersaudara dan
Dewi Rambi, namun jejak Jaka dan Keempat Kate Sakti belum juga mereka temui.
Siang itu ketika ketiganya berlari menerobos hutan jati, tiba-tiba mereka
mendengar suara orang memanggil namanya
"Saudara Naga Branjangan, Dewi Rambi... mau ke mana kalian?"
Naga Branjangan dan Dewi Rambi
segera menghentikan langkahnya. Mereka segera mencari pemilik suara itu yang
mereka kenal. "Saudara Jaka, di mana kau berada?"
bertanya Dewi Rambi, setelah tak
menemukan orang yang memanggil namanya.
"Dewi Rambi dan Naga Branjangan, aku ada kira-kira seratus tombak di belakang
kalian," terdengar suara Jaka kembali menggema.
Ketiganya segera berbalik, berjalan dengan menghitung langkah mereka. Setelah
mereka berjalan pada jarak yang telah ditentukan Jaka, mereka menemukan Jaka dan
Keempat Kate Sakti tengah duduk di atas sebatang cabang.
Melihat kedatangan kedua Naga
Branjangan dan Dewi Rambi, kelimanya
segera turun sembari menjura hormat.
"Selamat jumpa sahabat-sahabatku"
Ada gerangan apa, sampai kalian begitu terburu-buru?" tanya Jaka.
"Kami tengah mengemban tugas dari ketua kaum persilatan golongan lurus untuk
mencarimu," jawab Naga Branjangan tua.
Jaka tersentak kaget demi mendengar dirinya dicari oleh kaum persilatan golongan
lurus; "Ada apakah gerangan"
Apakah aku pernah berbuat salah?" tanya Jaka dalam hati.
Lalu dengan menarik napas sesaat
Jaka kemudian berkata:
"Saudara Naga Branjangan. Kalau memang itu tugas yang diamanatkan ketua kalian,
laksanakan. "Ah, terima kasih atas kesediaan saudara sebelumnya. Masalah kedua, mungkin
saudara telah mendengar adanya desas-desus tentang seorang tokoh sakti yang
perbuatannya terlalu biadab. Di mana setiap bulan purnama tiba orang itu akan
mengambil korban seorang gadis."
"Ya, itu aku telah mendengar. Lalu apakah kalian menuduh aku yang berbuat semua
itu?" tanya Jaka, menjadikan ketiganya tersentak dan dengan segera Dewi Rambi
berkata menerangkan.
"Saudara Jaka. Menurut wangsit yang diperoleh ketua serta penyelidikan yang
dilakukan oleh Ki Ageng Watu Gunung, didapat suatu kesimpulan bahwa tokoh itu
adalah titisan Budak Iblis yang telah dikubur hidup-hidup oleh gurumu dua puluh
tahun yang silam. Karena kami tahu bahwa kau adalah murid Ki Bayong atau
Pendekar Hati Suci, maka kami sepakat meminta bantuanmu. Karena hanya kaulah
yang mampu mengalahkannya.
Jaka mengangguk-angguk mengerti.
Setelah semuanya memahami, mereka segera bergegas pergi menuju ke padepokan
Sapta Sakti, di mana teman-teman mereka dari golongan putih tengah menunggu.
5 Mulanya Jaka agak janggal berjalan dengan keempat sahabat katenya yang mengaku
sebagai abdinya, dikarenakan faktor keturunan yang telah terbina sejak jaman
guru mereka masih hidup. Lama-kelamaan rasa canggung itu hilang berganti dengan
rasa senang. Kalau dulu ia selalu berjalan sendirian, kini semenjak keempat kate
itu bersamanya Jaka ada yang mendampingi.
Kate-kate Sakti itu selalu membuat Jaka bahagia dan tertawa bergelak-gelak
manakala menyaksikan tingkah mereka yang lucu.
Bila sedang beristirahat keempat
Kate Sakti itu menghiburnya dengan bernyanyi-nyanyi atau berlatih ilmu silat
yang belum mereka rampungkan selama menjadi ketua perguruan Kate Sakti.
Siang itu Jaka dan Keempat Kate
Sakti tengah menyusuri sepanjang pesisir pantai, ketika dari kejauhan tampak
seorang lelaki berlari-lari menuju ke arah mereka.
"Tuan, sepertinya orang itu perlu pertolongan kita," berkata Kate Utama.
"Benar ucapanmu, Utama. Memang orang itu tampak memerlukan bantuan.
Sepertinya ia tengah dikejar-kejar oleh seseorang," berkata Jaka. "Coba kau
tanyakan padanya, Pangguluh?"
Tanpa membantah Pangguluh segera
menghampiri orang yang masih berlari menuju ke arah mereka. Walau tubuhnya Kate,
namun karena larinya dilandasi dengan ajian Kate Terbang, maka dalam sekejap
saja Kate Pangguluh telah sampai pada orang tersebut yang nampak
mengernyitkan kening.
"Ki Sanak, kalau boleh aku tahu, kenapa engkau berlari bagai dikejar setan?"
tanya Pangguluh sembari mengimbangi lari orang itu. Melihat seorang kate dapat
mengimbangi larinya, orang itu seketika menghentikan
langkahnya dan menatap pada Pangguluh dengan terheran-heran.
"Hai! Kenapa Ki Sanak memperhatikan diriku begitu dalamnya" Apakah ada yang aneh
pada diriku?" seru Pangguluh bertanya manakala melihat orang itu
memperhatikannya dengan tajam
"Benar! Memang ada keanehan pada dirimu, Ki Sanak," menjawab orang itu.
Mendengar jawaban dari orang itu, Pangguluh seketika memandangi dirinya.
Memang dirinya aneh, pendek dan kerdil.
Tapi apakah seseorang bisa dinilai dari kekerdilan
tubuhnya" Hampir saja
Pangguluh tersinggung marah kalau orang itu tidak segera kembali berkata
menerangkan maksud ucapannya.
"Maaf, Ki Sanak. Bukannya
aku bermaksud mengejekmu. Tidak. Yang aku maksud aneh, kenapa kau yang kecil ini
dapat mengikuti langkahku?"
"Ooh, maafkan aku yang tak
menyadari, Ki Sanak. Kembali pada soal semula, mengapa Ki Sanak berlari-lari
seperti ketakutan" Apakah Ki Sanak memang tengah dikejar-kejar oleh seseorang?"
Setelah kembali memandang ke
belakang dan dilihatnya tak ada orang lain, maka dengan napas ngos-ngosan orang
itu berkata. "Benar Ki Sanak. Aku memang tengah dikejar-kejar oleh
seorang yang menginginkan nyawaku."
"Hai, kenapa bisa begitu?" bertanya
Pangguluh terkejut
"Memang rasanya aneh. Tapi hal itu benar-benar terjadi pada diriku. Mulanya
begini...." Orang itu pun menceritakan tentang seorang wanita yang mempunyai
kebiasaan yang buruk, yaitu memperkosa lelaki untuk pemuas nafsunya. Wanita tua
itu suatu hari bertemu dengannya dan memaksa untuk melayani nafsu iblisnya.
Namun lelaki yang bernama Darma itu menolak, hingga terjadilah pertempuran.
Tapi ternyata ilmu si wanita berada jauh di atasnya, hingga Darma pun akhirnya
terpepet. Beruntung saat itu juga muncul
seorang lelaki bercadar hitam-hitam menolongnya yang saat itu juga bertarung
dengan wanita itu. Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Darma untuk melarikan
diri. Tapi rupanya hal itu diketahui oleh si wanita yang langsung mengejarnya,
tanpa memperdulikan lelaki bercadar itu.
Bersamaan dengan habisnya Darma
bercerita, saat itu juga tampak seorang wanita berlari-lari menuju ke arah
mereka. Darma seketika hendak kembali berlari manakala Pangguluh segera
mencegahnya. "Tak usah kau lagi Ki Sana!"
Mendengar ucapan Pangguluh, maka makin ketakutan saja Darma. Ia menyangka kalau
Pangguluh adalah sekutu Dewi Kembang
Iblis yang saat itu menuju ke arahnya.
"Ampunilah aku! Bebaskankah aku!
Sungguh aku tak kuat," berkata Darma.
meratap membuat Pangguluh tersenyum sembari menggelengkan kepalanya.
"Jangan kuatir, Ki Sanak, Aku tak sejahat apa yang kau kira. Bahkan aku
bermaksud menolongmu. Tenanglah!" berkata Pangguluh menghibur Darma yang tampak
pucat pasi wajahnya oleh ketakutan.
Darma untuk sesaat merasa tenang
demi mendengar akan maksud Pangguluh sebenarnya. Namun di hatinya masih tersisa
rasa was-was, takut kalau-kalau lelaki cebol ini sekutu Dewi Bunga Iblis.
Darma makin ketakutan manakala Dewi Bunga Iblis makin dekat. Sementara lelaki
cebol itu tampak masih tenang, bahkan tersenyum-senyum.
Dewi Bunga Iblis yang telah datang seketika menyeringai. Lalu dengan suara parau
berkata. "Akhirnya aku dapatkan juga kau, Anak muda."
Tangan si Dewi hendak mencengkeram pundak Darma, ketika secara kilat Pangguluh
menghantam tangannya. Dewi Bunga Iblis seketika memekik kesakitan dan secepatnya
menarik tangan ke belakang mengurungkan niatnya. Dari mulutnya terdengar sumpah
serapah yang ditujukan pada Pangguluh.
"Kate sialan! Kau telah berani
lancang menyakitiku. Waspadalah, jangan sampai kau lengah, kunyuk cebol!"
Setelah berkata begitu Dewi Bunga Iblis seketika menyerang Pangguluh.
Pangguluh yang memang telah waspada dengan gesit mengelakannya, sembari
tangannya yang pendek dijulurkan ke muka Dewi Bunga Iblis. Tampak tangan yang
kecil dan pendek menjadi panjang bagaikan karet, sehingga membuat si Dewi
tersentak mundur.
Namun rupanya serangan yang.
dilakukan oleh Pangguluh hanya merupakan pancingan belaka. Sedang serangan yang
sebetulnya, menyusul setelah Dewi Bunga Iblis mengelak mundur. Hingga...!
"Dest! Bug...! Bug...!" Tiga hantaman telak bersarang di dada Dewi Bunga Iblis,
yang seketika itu tampak sempoyongan sembari memegangi dadanya yang terasa
sakit. Geram Dewi Bunga Iblis menerima
kenyataan itu, maka tanpa disangka oleh Pangguluh, Dewi Bunga Iblis seketika
merogoh sesuatu dari balik pakaiannya.
Dan tampak lembaran-lembaran bunga mawar beterbangan mengancam jiwa Pangguluh
yang tak mampu berbuat apa-apa.
Hampir saja nyawa Pangguluh
melayang oleh racun bunga mawar yang dilemparkan Dewi Bunga Iblis. Kalau saja
sebuah bayangan tak segera berkelebat dan
menghantamkan pukulannya yang menjadikan bunga-bunga mawar itu seketika rontok
berjatuhan ke tanah.
Terbelalak Dewi Bunga Iblis sembari melompat mundur, ketika ia tahu bahwa orang
yang telah menghancurkan senjatanya tak lain hanya seorang pemuda yang dengan
suara dingin berkata pada Dewi Bunga Iblis
"Dewi Bunga Iblis, rupanya ketuaan usiamu tidak menjadikan kesadaran yang
timbul, bahkan kau makin dikuasai oleh iblis yang bersemayam di hatimu."
Sang Dewi tampak menggeram
mendengar ucapan pemuda yang tak lain Jaka adanya. Lalu dengan membentak sang
Dewi pun bertanya
"Anak muda! Tak tahukah dengan siapa kau sedang bicara?"
"Aku tahu. Aku kini tengah
berbicara dengan iblis berbentuk manusia"
menjawab Jaka dengan senyum mengejek, yang membuat Dewi Bunga Iblis makin marah
dan gusar. Hingga dengan sengitnya Dewi Bunga Iblis kembali membentak.
"Sayang dengan wajahmu yang tampan itu, Anak muda, kalau akhirnya kau harus mati
di tanganku." mendengar ucapan Dewi Bunga Iblis yang sombong dan takabur,


Pedang Siluman Darah 3 Titisan Budak Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertawalah Jaka bergelak-gelak yang disertai ajian Raja Geledek. Seketika semua
yang ada di situ tersentak dan
berusaha menutup pendengarannya yang terasa perih dan sakit dengan tenaga dalam
mereka. Melihat semuanya tampak menderita akibat gelak tawanya, maka Jaka pun
segera menghentikannya dan kembali berkata pada Dewi Bunga Iblis
"Dewi Bunga Iblis. Sebelum aku berubah pendirian, kuharap kau segera enyah dari
sini!" "Sombong! jangan kau kira aku akan mengalah padamu begitu saja, setelah
mendengar tawamu yang memang hebat.
Tunggulah kau di sini aku akan kembali lagi ke mari." Setelah berkata begitu,
Dewi Bunga Iblis pun segera berlalu meninggalkan mereka.
Jaka hanya mampu menggelengkan
kepala demi melihat hal itu, lalu dengan bergumam Jaka berkata pada Keempat Kate
Sakti: "Inilah kehidupan. Kadang kita menemukan hai yang aneh-aneh. Bayangkan,
orang setua Dewi Bunga Iblis masih gila oleh hal-hal yang bersifat duniawi,
seharusnya dia telah insyaf dan sadar.
Tapi karena jiwanya telah diperdaya oleh iblis maka ia jadi lupa akan kenyataan
dan keadaan dirinya."
"Benar Tuanku. Memang kalau iblis telah menguasai diri kita, yang ada hanyalah
keindahan dan kebahagiaan maya belaka," berkata Penengah menimpali ucapan Jaka.
"Hai, kenapa teman kita yang baru ini tidak kita ajak ngobrol" Ki Sanak, kalau
boleh aku tahu, siapa namamu?"
bertanya Jaka pada Darma yang segera menjura hormat sebelum akhirnya berkata.
"Ampun, Tuan pendekar. Hamba bernama Darma, berasal dari desa Kulon Probo. Hamba
mengucapkan terima kasih pada tuan pendekar yang telah berkenan menolong diri
hamba yang bodoh dan hina ini."
Mendengar ucapan Darma yang
merendah, Jaka tampak menggelengkan kepalanya, sementara di bibirnya tergerai
senyum ramah berlapis dengan kewibawaan akan seorang yang berbudi pekerti.
Dengan memegang pundak Darma yang masih menjura, Jaka pun berkata: "Saudara
Darma. Tak perlu kau merendah seperti itu dan tak perlu kau berterima kasih
kepadaku. Sudah menjadi tugasku sebagai manusia untuk saling menolong pada
sesamanya yang memerlukan pertolongan. Bukan begitu Utama?"
"Benar, Gusti. Kita hidup memang perlu saling tolong menolong. Tolong
menolonglah dalam kebajikan, sebab hal itu akan memberikan rasa ketenangan dan
kedamaian hati kita." berkata Kate Utama meneruskan ucapan Jaka.
Sedang asyiknya mereka ngobrol,
tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara
bentakan dari seseorang yang jaraknya masih agak jauh dari mereka. Ketika mereka
memandang ke arah asal suara bentakan itu, tampak seorang lelaki dengan tubuh
kurus ceking dan tinggi berlari menuju ke arah mereka. Di belakangnya tampak
Dewi Bunga Iblis mengikuti.
"Mana orang yang telah menyakitimu, Manis?" bertanya si kurus ceking pada Dewi
Bunga Iblis yang tampak manja, dan berkata:
"Itu, Kakang. Aku hendak diperkosa olehnya," berkata membela diri, membuat Jaka
yang mendengarnya tersentak dengan hatinya memaki-maki. "Dasar, Iblis!
Pintar saja mengarang cerita. Dia yang hendak memperkosa Darma, eh malah aku
yang dijadikan sasaran!"
Kata-kata yang dilontarkan oleh
Dewi Bunga Iblis, ternyata ditangkap juga oleh Keempat Kate Sakti. Merasa
tuannya difitnah dengan geram Kate Bungsu yang sedari tadi diam menggerutu
kesal: "Iblis, Jalang...! Mengapa kau tak mengatakan hal yang sebenarnya" Kenapa kau
memfitnah" Tuan, biar hamba memberi adat sedikit pada iblis gila itu,"
meminta Kate Bungsu pada Jaka yang segera menggelengkan kepala sembari berkata
menenangkan Kate Bungsu dan ketiga kakak seperguruannya.
"Tenanglah. Biarkan ia hendak berkata apa. Kita tunggu saja kedatangan mereka."
Mendengar ucapan tuannya, seketika Keempat Kate Sakti terdiam dan menurut.
Mereka dengan sabar menunggu kedatangan Dewi Iblis Bunga dan kekasihnya yang
masih berlari menuju ke arah mereka.
"Itu, Kakang. Orang yang hendak memperkosaku," berkata Dewi Bunga Iblis pada
kekasihnya dan ditunjuknya Jaka yang tampak tersenyum tenang.
Demi melihat orang yang ditunjuk
istrinya tak lebih dari seorang pemuda, maka si jangkung kurus dengan nada
meremehkan berkata: "Anak muda! Jangan karena kau masih muda dan ganteng, lalu
kau bermaksud memperkosa kekasihku. Ayo, bila kau memang laki-laki lawanlah aku.
Aku Ki Buyut Belatung tak akan mundur menghadapimu."
Jaka tampak tersenyum-senyum men-
dengar ucapan Ki Buyut Belatung yang mencak-mencak bagai kebakaran jenggot.
Dengan masih tersenyum, Jaka pun membalas berkata: "Ki Buyut Belatung, tidakkah
kau berpikir waras" Atau memang kau telah gila oleh rayuan nenek di sampingmu"
Seharusnya kau berpikir, apakah mungkin aku ini pantas memperkosa" Kalau lah
yang hendak diperkosa itu bidadari, baru kau boleh percaya. Tapi nenek di
sampingmu... ha... ha...! Anjing kurapan juga tak akan bernafsu melihatnya."
"Setan alas! Berani kau menghina kekasihku yang cantik ini!" membentak marah Ki
Buyut Belatung demi mendengar pemuda itu menghina kekasihnya. Mendengar ucapan
Ki Buyut Belatung, seketika semua yang ada di situ termasuk Darma tak dapat lagi
menahan gelak tawanya.
"Dasar, Iblis gila! Kalau kekasihmu yang kaya tempe bongkrek itu kau bilang
cantik, lalu yang jelek kaya apa?"
berkata Kate Bungsu berolok-olok yang makin membuat Ki Buyut Belatung mendengus
marah. Sementara Dewi Bunga Iblis terus mengojok-ojokinya hingga membuat Ki
Buyut Belatung makin terbakar marah.
"Lihat, Kakang, mereka menghina kita. Apakah kakang mau tinggal diam?"
berkata Dewi Bunga Iblis memanas-manasi, membuat Ki Buyut Belatung menggeram
marah. "Tenang kasihku. Demi cintaku padamu akan aku hajar mereka semua."
Mendengar ucapan Ki Buyut Belatung kembali semuanya tertawa tergelak-gelak, lalu
berkatalah Penengah mengejek: "Hai Ki Buyut Belatung, seharusnya kau berkaca
dengan pacarmu itu. Pantaskah kalian berpacaran" Kalau memang pantas, maka
kalian pantasnya berpacaran di liang kubur."
Kemarahan Ki Buyut Belatung tak
dapat dicegah lagi, maka dengan sekali bentak tubuhnya segera meloncat menyerang
Jaka yang berdiri di hadapannya.
Sementara Dewi Bunga Iblis pun tak mau ketinggalan, turut menyerang pada Keempat
Kate Sakti yang dengan gesitnya mengelak dan membalas menyerang bergantian
dengan jurus Empat Kera Memetik Buah Apel. Serangan mereka susul menyusul,
bagaikan layaknya empat ekor Monyet yang tengah berebut memetik buah apel.
Tak menyangka akan mendapatkan
serangan yang datangnya bertubi-tubi dan bergantian itu, terbelalak Dewi Bunga
Iblis yang terdesak ke belakang. Memang Keempat Kate Sakti sengaja tak memberi
kesempatan sekali pun pada Dewi Bunga Iblis untuk mengambil bunga beracunnya.
Sementara itu, Jaka yang tengah
menghadapi serangan Ki Buyut Belatung dengan tenang menghindari serangan Ki
Buyut. Tampaknya Jaka tak mau menurunkan tangan jahatnya, hingga ia hanya
menghindar dan menghindar sembari bersiul-siul.
Melihat musuhnya hanya menghindar, makin berang dan marahlah Ki Buyut Belatung
yang dengan membentak dirubahnya jurus serangannya. Walaupun begitu, Jaka yang
diserang masih tampak tenang dan santai. Bahkan Jaka yang memang ingin
meledek Ki Buyut Belatung, dengan jahil menjitak kepala Ki Buyut Belatung yang
botak. Terbelalak Ki Buyut Belatung ketika jaka yang tanpa sepengetahuannya telah
menjitak kepalanya tanpa dapat dicegah, hingga melelehlah nyali Ki Buyut "Ah...
kalau pemuda ini ingin melukaiku, niscaya dengan mudah dia akan mampu," mengeluh
Ki Buyut Belatung dalam hati. Dan tanpa memperdulikan Dewi Bunga Iblis yang
masih dikeroyok oleh Keempat Kate Sakti, Ki Buyut Belatung langsung pergi
meninggalkan mereka
Jaka yang kini tenang karena
musuhnya telah pergi ngacir, duduk sambil menonton pertarungan Keempat Kate
Sakti yang tengah mengeroyok Dewi Bunga Iblis.
Melihat orang yang diandalkannya
lari, Dewi Bunga Iblis tampak agak bimbang dan takut, hingga konsentrasinya
buyar saat itu juga. Hal itu membuat Keempat Kate Sakti makin di atas angin.
Dan...! "Bret!" Tangan Bungsu dengan jahilnya menyobek celana yang dikenakan Dewi Bunga
Iblis, yang seketika itu melorot ke bawah. Jaka segera membuang mukanya demi
melihat hal itu, sementara Dewi Bunga Iblis berlari pontang-panting dengan badan
di bawah tak tertutup.
Menyaksikan hal itu keempat Kate
Sakti tertawa bergelak-gelak dan
mengolok-oloknya yang makin membuat kencang lari Dewi Bunga Iblis.
Setelah keadaan kembali tenang,
keenam orang itu segera melanjutkan perjalanannya menuju ke arah Timur.
"Kalau boleh aku tahu, hendak ke mana tujuanmu, Darma" Apakah kau tak berhasrat
pulang ke rumahmu?" bertanya Jaka ketika mereka kembali melangkah pergi.
Sesaat tampak wajah Darma sayu,
menjadikan Jaka mengerutkan alis matanya dan berkata: "Hai, kenapa kau Darma"
Apakah ucapanku telah menyinggung perasaanmu?"
"Tidak, Tuan! Bukan karena ucapan tuan yang membuatku bersedih. Namun selama
iblis itu masih bercokol di wilayahku rasanya aku tak berani kembali pulang;"
berkata Darma menerangkan.
Jaka tercenung sesaat dengan hati berkata: "Memang benar apa yang dikatakan oleh
Darma. Selama iblis masih bercokol di daerahnya, maka tak akan tentram kaum
lelaki." "Baiklah, Darma. Aku akan
mengantarmu ke desamu, sekalian ingin mencoba menyadarkan iblis itu. Ayo
saudara-saudaraku, kita antar Darma ke desanya," berkata Jaka mengajak Keempat
Kate Sakti. Keenam orang itupun kini menuju ke desa di mana Darma tinggal, yang letaknya tak
begitu jauh. Hingga tak berapa lama kemudian, sambil ngobrol mereka telah sampai
ke desa itu. Desa itu tampak sepi, rumah-rumah penduduk kelihatan tak ada
penghuninya. Hal itu mengundang perhatian Jaka yang segera bertanya pada Darma.
"Kenapa rumah penduduk tampak sepi, Darma" Ke mana mereka semua?"
"Sebenarnya mereka ada, namun mereka tak berani keluar dari rumah.
Mereka takut akan kekejaman yang
dilakukan oleh bajak laut Kolanglang yang selalu merampok dan menculik gadis-
gadis." berkata Darma menjelaskan.
Demi mendengar nama Kolanglang oleh Darma, seketika keempat Kate Sakti
terbelalak. Lalu tanpa sadar Kate Utama berkata: "Hem... rupanya pencuri itu ada
di sini, Tuanku."
"Pencuri" Siapa yang kau maksud"
Dan telah mencuri apa?" bertanya Jaka belum mengerti akan maksud ucapan Utama.
Utama segera menceritakan tentang kitab pusaka Empat Kate Sakti yang ditulis
oleh Eyang gurunya atas saran Ki Bayong atau Pendekar Suci yang telah dicuri
orang yang bernama Kolanglang.
"Hem... kalau begitu kita tak perlu cape-cape mencarinya. Aku rasa Darma dapat
membantu kita. Bukan begitu,
Darma?" bertanya Jaka setelah mendengar cerita Utama.
"Demi tuan-tuan semua, tugas apapun yang dibebankan pada diri hamba, akan hamba
laksanakan." menjawab Darma dengan penuh keikhlasan. Mendengar pernyataan yang
diucapkan Darma, Jaka menggelengkan kepala sembari tersenyum di bibirnya dan
berkata: "Tidak untuk kami, Darma. Namun semua untuk warga desa dan dirimu sendiri yang
selama ini terbelenggu oleh
ketamakan dan kekejaman mereka. Juga mengenai tugas yang akan aku berikan padamu
tidak berat, kau hanya menunjukkan di mana sarang ketua bajak laut
Kolanglang. Biarlah kami yang akan menangani sendiri."
Tak terasa mereka telah sampai di mana rumah Darma berada. Maka untuk sekedar
melepas lelah, merekapun mampir ke rumah Darma.
Melihat Darma telah kembali bersama kelima orang asing, seketika mengundang
seluruh tetangganya untuk menghampiri.
Apa lagi ketika istri Darma menceritakan tentang orang-orang asing itu, yang
katanya hendak memberantas bajak laut Kolanglang. Makin membuat semuanya ingin
tahu dan ingin mengenai mereka.
Setelah Darma selesai melepas rindu dengan keluarganya, tak lama kemudian
mereka segera berangkat kembali menuju ke sarang Kolanglang.
* * * * Di sebuah rumah yang terpencil yang letaknya di tengah-tengah hutan bakau,
tampak seorang lelaki tengah tertidur mendengkur di dipan yang ada di depan
rumahnya. Tiba-tiba terdengar seseorang berseru memanggil namanya. "Kolanglang! Aku
datang...!" Bersama dengan habisnya suara itu, dari semak-semak pohon bakau
muncul empat orang kate menuju ke arahnya duduk.
"Siapa kalian!" membentak Kolanglang setelah terbangun dari tidurnya.
Mendengar pertanyaan Kolanglang,
seketika keempat Kate Sakti tertawa bergelak-gelak dan si Utama pun berkata
mewakili adik-adiknya.
"Kolanglang. Aku dan adik-adikku datang akan mengambil Kitab yang kau curi
sekaligus juga mengambil nyawa anjingmu, Kolanglang!"
"Ka... kalian Keempat Kate Sakti"!"
terbata-bata Kolanglang bertanya pada Keempat Kate Sakti yang menyeringai,
membuat Kolanglang makin takut
Kolanglang telah tahu siapa adanya keempat Kate Sakti itu. Maka demi melihat
keempat ada di hadapannya, surutlah
keberanian Kolanglang. Tanpa diduga oleh Keempat Kate Sakti. Kolanglang berusaha
melarikan diri. Beruntung saat itu Jaka dan Darma telah menghadangnya.
"Mau lari ke mana, Kolanglang"
Bukankah kau adalah seorang ketua bajak laut yang disegani" Nah, kuharap kau mau
meladeni keempat saudaraku itu," berkata Jaka dengan dingin. Kolanglang yang
tidak tahu siapa adanya pemuda yang tengah berdiri menghadangnya, menganggap
ilmu pemuda itu di bawah Keempat Kate Sakti.
Maka dengan membentak, Kolanglang nekad menyerang Jaka yang tampak
hanya menggeserkan kakinya sedikit untuk mengelak.
Merasa serangannya tak mendapat
sasaran, Kolanglang kembali melancarkan serangannya bertubi-tubi membuat Jaka
agak sedikit repot. Namun.... ketika Jaka mengeluarkan jurus Lumba-lumba Menari,
dalam segebrakan saja Kolanglang
tertampar sabetan kaki Jaka. Saat itu juga, Kolanglang sadar bahwa pemuda yang
berkelahi dengannya bukan sembarangan pemuda.
Dengan tubuh ngejuprak ke tanah
karena tertampar oleh kaki Jaka.
Kolanglang menangis dan bersujud meminta ampun.
"Ampunilah selembar nyawa hamba!
Hamba akan mengembalikan kitab keempat
Kate Sakti."
"Baik. Aku ampuni nyawamu,
Kolanglang. Nah, sekarang kembalikan kitab itu pada pemiliknya dan berjanjilah
bahwa kau tak akan mengganggu penduduk di sini, Mengerti"!" berkata Jaka.
Kolanglang mengangguk. Lalu dengan segera memberikan Kitab itu pada Keempat Kate
Sakti. Setelah mendapat kitab itu kembali, kelimanya kembali meneruskan perjalanan
meninggalkan desa itu untuk mengembara.
6 Di Padepokan Sapta Sakti kaum
persilatan dari golongan lurus tampak berkumpul ketika rombongan Naga
Branjangan dan Dewi Rambi yang membawa Jaka beserta abdi setianya, Empat Kate
Sakti tiba. Semua yang hadir di situ segera
menjura hormat mana kala tahu bahwa pemuda yang bernama Naga Branjangan dan Dewi
Rambi adalah orang yang dapat mengalahkan titisan Budak Iblis.
Menerima penghormatan seperti itu dengan segera Jaka berkata: "Tuan-tuan
pendekar yang saya hormati. Rasanya terlalu berlebihan bila saya yang rendah dan
bodoh dalam pengetahuan harus menerima penghormatan yang begitu tinggi.
Untuk itu saya mohon janganlah tuan-tuan terlalu meninggikan saya, karena saya
tak lebih dari tuan-tuan."


Pedang Siluman Darah 3 Titisan Budak Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Semua yang hadir di situ takjub
demi mendengar ucapan Jaka yang merendah.
Biasanya orang yang berilmu tinggi akan senang bila dihormati. Tapi sebaliknya
pemuda itu tampak enggan untuk menerima penghormatan, hat itu menandakan betapa
luhur hatinya. "Anak muda dan kalian semuanya.
Kami persilahkan duduk." berkata Ki Sapta Hanggara. Tanpa ada yang membantah
semuanya segera duduk di kursi yang telah disediakan.
Setelah semua yang hadir duduk di tempatnya, Ki Sapta Hanggarara pun segera
membuka kata dengan bertanya pada Jaka:
"Anak muda. Kami tahu kau adalah pendekar Pedang Siluman Darah pewaris ilmu-ilmu
Empat Pendekar Sakti. Tapi kami minta, sudilah anda membuktikannya pada kami
kebenarannya."
"Maksud ketua?" bertanya Jaka belum mengerti.
Sesaat Ki Sapta Hanggarara
tersenyum lalu ucapnya kemudian: "Kalau benar engkau Pendekar Pedang Siluman
Darah, maka kami yakin kau memiliki sebuah senjata aneh itu. Tunjukanlah pada
kami. Percayalah, kami dari golongan lurus tak akan memperdayaimu."
"Benar, Anak muda! Kami hanya membutuhkan kepastian," berkata Ki Ageng Watu
Gunung menambahkan. Sesaat Jaka terdiam. Lalu perlahan tangannya segera merogoh
baju belakangnya dan mengeluarkan pedang pusaka, "Pedang Siluman Darah."
Semua yang hadir tersentak kaget
dan memekik. "Ah...!" Hampir saja mereka terjengkang dari duduknya, kalau
keseimbangan mereka hilang. Dari Pedang Siluman Darah yang tiba-tiba datang di
tangan Jaka, ujungnya meneteskan darah.
"Sudahkah kalian semua yakin?"
bertanya Jaka menyarungkan pedangnya kembali.
"Maafkan kami, Anak muda!" berkata Ki Sapta Hanggarara.
"Tak apa! Kalian memang berhak untuk mencurigai aku." membalas Jaka berkata.
"Kami mohon, demi ketentraman kehidupan
kau mau membantu kami
menghancurkan titisan Budak Iblis."
berkata Ki Sapta Hanggarara kembali.
Setelah Jaka menyanggupi, maka
diputuskannya untuk mendatangi Lembah Karang Iblis nanti malam. Karena nanti
malam adalah bulan purnama penuh. Di mana akan ada penculikan gadis untuk tumbal
iblis. * * * * Di sebuah hutan yang tak pernah di jamah oleh manusia karena terkenal
keangkerannya, tampak seorang lelaki berdiri memandang pada sebuah lembah yang
bernama Lembah Karang Iblis. Mata lelaki yang wajahnya tertutup oleh kain cadar
sampai di bawah mata tampak berkaca-kaca, seperti ada sesuatu yang bergolak di
hatinya. "Bulan purnama telah tiba lagi, aku harus segera mendapatkan seorang gadis untuk
tumbal," berkata hatinya. Seketika ia berkelebat dengan cepatnya
meninggalkan hutan itu yang kembali diselimuti sepi.
Tak berapa lama setelah kepergian orang bercadar itu. Tampak dua bocah kecil
keluar dari rumah tua yang dulu terdapat makam Budak Iblis.
Kedua bocah itu segera berjalan
melangkah semakin jauh meninggalkan rumah tersebut.
Sedang mereka berjalan, salah
seorang dari bocah itu melihat sebuah batangan bambu berwarna kuning tergeletak
di tanah. Naluri bocah menyuruhnya untuk mengambil bambu kuning yang tergeletak,
tanpa mengerti apa fungsinya.
Malam hampir tiba ketika dua bocah itu telah keluar dari hutan yang terkenal
angker itu menuju ke perbatasan kampung
penduduk. "Kakang, hendak ke mana kita?"
bertanya bocah kecil itu pada kakaknya.
"Entahlah, Dik. Aku sendiri tak tahu harus ke mana, namun daripada di rumah yang
menakutkan itu. Hiey... Ayo cepat, nanti kita kemalaman!" ajak sang kakak.
Dengan bergandengan, kedua bocah kecil itu segera berlari-lari pergi.
Bulan Purnama makin tinggi,
pertanda malam makin larut. Dari kejauhan tampak serombongan orang berjalan
sambil mengendap-endap menuju ke Bukit Karang Iblis.
Tengah mereka berjalan, mereka
seketika menghentikan langkahnya ketika tampak dua sosok tubuh kecil berjalan ke
arah mereka. Segera rombongan orang yang tak lain kaum persilatan golongan lurus
bersama Jaka bersembunyi di balik semak-semak.
Setelah kedua bocah kecil itu makin mendekat, seketika Jaka tersentak dan
langsung mendekat ke arah bocah tersebut.
"Hai... bukankah kalian anak Juminten?" tanya Jaka.
"Benar, kami anak Juminten.
Siapakah paman adanya?" balik bertanya bocah yang agak besar.
"Kalian mungkin lupa padaku. Tapi bila kalian melihat keempat temanku, mungkin
kalian tak lupa. Sebentar." Jaka
segera berkelebat pergi memanggil Keempat Kate Sakti.
Setelah Keempat Kate Sakti itu
keluar, kedua bocah kecil itu seketika ingat siapa adanya orang-orang di
hadapannya. "Ya, aku ingat. Kalau tak salah, bukankah paman yang bernama Jaka
Ndableg?" bertanya si sulung.
"Benar! Ternyata ingatanmu tajam.
Hai, dari mana kau memperoleh tongkat bambu kuning itu" Dan di mana ibumu?"
Terkejut Jaka Ndableg demi melihat bambu kuning yang menurut Ki Sapta Hanggara
adalah merupakan kunci makam Budak Iblis berada di tangan bocah kecil itu.
Dengan polos, bocah kecil itu
menceritakan dari mana ia memperoleh tongkat itu. Makin yakinlah Jaka akan apa yang telah diduganya.
"Sedang ibumu, di mana?"
"Ibu mati oleh ayah," menjawab bocah itu dengan mata berlinang. Membuat Jaka dan
Keempat Kate Sakti tersentak sembari berseru.
"Mati...! Kenapa ayahmu membunuh ibumu?"
"Entahlah, Paman. Akhir-akhir ini ayah seperti orang gila. Ayah juga sering
membawa tubuh gadis yang katanya untuk korban penguasa Bukit Karang Iblis."
Makin terbelalak kaget Jaka dan
Keempat Kate Sakti demi mendengar penuturan bocah kecil tersebut. Kini mereka
tahu siapa pelaku dari kesemuanya, yang telah menteror dunia.
"Bocah, ikutlah kami dahulu.
Saudaraku Empat Kate Sakti, ajaklah kedua bocah ini dan lindungi mereka."
"Baik Tuan."
Sepeninggalan Keempat Kate Sakti
dan kedua bocah itu, Jaka segera
berkelebat menyusul teman-temannya yang telah berjalan mendahuluinya ke Bukit
Karang Iblis. * * * * Malam makin larut dan bulan semakin tinggi, ketika dari arah Selatan seorang
berlari menuju ke Bukit Karang Iblis.
Melihat orang yang mereka tunggu-tunggu telah datang, semua tampak tegang. Hanya
Jaka yang masih tampak tenang yang segera berkelebat memisahkan diri.
Lelaki yang di gendongannya
membopong sesosok tubuh wanita, sesaat memandang sekelilingnya. Ketika dirasa
aman, lelaki bercadar itu hendak
berkelebat pergi manakala terdengar suara orang berteriak memburunya.
Melihat banyak orang mengejarnya, lelaki bercadar itu hendak melarikan
diri. Tetapi, ternyata bukit itu telah terkurung oleh tokoh-tokoh persilatan.
"Mau lari ke mana kau, Iblis"!
Dosamu telah terlalu banyak, maka hari ini kau harus musnah dari muka bumi!"
membentak Suro Pati.
Melihat tak ada orang yang ditakuti di antara mereka, seketika orang bercadar
itu tertawa tergelak-gelak. "Hua, ha...
ha... Apa yang hendak kalian lakukan padaku" Kalian tak akan mampu
mengalahkanku. Apa lagi membunuhku."
"Takabur! Jangan sombong, Iblis!"
Elang Putih turut membentak. Namun orang bercadar itu sepertinya tak perduli,
malah dengan tertawa kembali berkata.
"Wahai semua yang ada di sini, menyerahlah padaku. Akulah yang akan menjadi
pimpinan kalian."
"Edan! Saudara-saudara, serang...!"
Mendengar Ki Sapta Hanggara
berseru, maka bagaikan air bah semua tokoh persilatan bergerak menyerbu. Tak
ayal lagi, orang bercadar itu dikeroyok oleh seratus tokoh persilatan.
Dikeroyok sebanyak itu, tidak
menjadikan orang bercadar itu gentar.
Bahkan dengan ganda tertawa, orang bercadar itu memapaki serangan mereka.
Bersamaan dengan kelebatan tubuhnya, tangan dan kakinya bergerak cepat
menghantam dan menendang. Gerakannya
begitu gesit, walaupun di pundaknya membopong tubuh seorang gadis. Setiap
tendangan atau pukulannya, menjadikan jeritan kematian orang-orang yang terkena.
Korban demi korban dari pihak tokoh persilatan terus berjatuhan. Namun hal ini
tidak menjadikan patah semangat
orang-orang persilatan. Mereka terus menyerang dengan bersemboyan, "Lebih baik
mati membela kebenaran dan keadilan, daripada hidup dalam cengkeraman iblis."
Ketika para pengeroyok itu
terteter, tiba-tiba terdengar seruan.
"Mundur!"
Bersama dengan habisnya suara itu, seketika berkelebat sesosok tubuh menghadang
orang bercadar. Orang bercadar itu seketika melompat mundur, matanya melotot
demi mengetahui siapa adanya pemuda di hadapannya. "Pendekar Pedang Siluman
Darah!" menggumam hati orang bercadar kaget.
Jaka yang sudah mendengar kehebatan ilmu orang bercadar di hadapannya dengan
tenang berkata;
"Ki Sanak, kuharap kau mau
menyerah" Mendengar ucapan Jaka, lelaki bercadar itu mendengus marah dan dengan
tanpa bicara ia menyerang. Jaka yang telah menduga akan diserang, dengan
segera mengelakkannya. Lalu dengan cepat, Jaka segera balik menyerang.
Kini pertarungan tampak seimbang, satu lawan satu. Keduanya merupakan tokoh-
tokoh persilatan yang mumpuni.
Keduanya merupakan pertemuan dua puluh lima tahun yang silam, walau keduanya
hanya titisan dan murid belaka.
Karena keduanya merupakan wakil-
wakil dari tokoh-tokoh sakti pada jamannya, maka pertempuran antara keduanya
tampak seru. Mereka menggunakan jurus-jurus yang pernah dipakai pada dua.
puluh lima tahun yang silam.
Ketika mencapai jurus yang ke-100, Jaka Ndableg atau Pendekar Pedang Siluman
Darah tiba-tiba melentingkan tubuhnya ke angkasa. Ketika ia kembali turun,
tangannya segera diarahkan pada musuhnya.
"Ajian Getih Sakti. Hiaat!"
Saking terkesimanya, lelaki ber-
cadar itu tak dapat mengelakannya.
Seketika tubuh lelaki bercadar itu terhantam cairan merah membara. Tubuh lelaki
bercadar itu terbakar, namun sepertinya lelaki itu tak merasa panas.
Bahkan dengan cepatnya, lelaki bercadar itu balik menyerang.
Diserang secara mendadak, tidak
menjadikan Jaka bingung atau mati langkah. Dengan terlebih dahulu bersuit
panjang, Jaka segera menghantamkan ajian
Petir Sewu. Ledakan-ledakan yang dahsyat menggema, menghantam tubuh lelaki
bercadar itu. Namun seperti Getih Sakti, Petir Sewu pun tak mempan. Jangankan
tubuh lelaki itu hancur, hangus pun tidak. Bahkan dengan nada mengejek, lelaki
bercadar itu berkata:
"Jaka Ndableg, keluarkan semua ajianmu. Aku, Kebo Pangasan tak akan mampu kau
kalahkan!"
"Sombong kau, Kebo Pangasan!
Terimalah ini. Hiat...!"
Jaka segera berkelebat menyerang, Ajian Tapak Prahara telah dirapalkan.
"Ajian Tapak Prahara, terimalah ini Pangasan!" segera Jaka menghantamkan
ajiannya. "Hua, ha, ha... Jaka Ndableg, percuma kau menguras tenaga. Aku, Budak Iblis tak
akan dapat kau kalahkan!"
Tersentak Jaka seketika itu, demi melihat apa yang terjadi. Ajian Tapak Prahara
yang dahsyat, tidak mengakibatkan apa-apa di tubuh Kebo Pangasan.
"Tobat, Gusti. Dengan cara apa aku untuk mengalahkannya?" mengeluh hati Jaka.
Tengah Jaka terbengong diam, tiba-tiba terdengar Kebo Pangasan berteriak
lantang: "Hai anak muda! Rupanya telah habis ilmumu, sehingga kau terbengong bagai
sapi ompong. Ternyata ajian Empat Pendekar Sakti, tak ada apa-apanya. Hua, ha,
ha...!" "Jangan sombong, Pangasan!"
membentak Jaka marah. "Bersiaplah untuk mati!"
"Hua, ha, ha.... sedari tadi kau ngomong begitu. Tapi nyatanya hanya omongan
kosong! Adakah ajianmu lagi"
Keluarkanlah semuanya, bila perlu keluarkan senjatamu yang terkenal itu.
Aku, Kebo Pangasan tak akan mundur."
"Baik, kalau itu yang engkau maui.
Bersiaplah Kebo Pangasan!"
Habis berkata begitu, Jaka segera terdiam mengheningkan cipta. Jaka tak
memperdulikan apa yang diucapkan Kebo Pangasan. "Dening Ratu Siluman Darah.
Datanglah!"
Terbelalak mata semua yang ada, di situ termasuk Kebo Pangasan demi melihat hal
yang sukar diterka oleh pikirannya.
Pedang Siluman Darah yang menggemparkan dunia persilatan, tiba-tiba telah berada
di tangan Jaka. Dari ujung pedang, meleleh darah membasahi batangnya.
Tengah Kebo Pangasan terdiam kaget, secepat kilat Jaka berkelebat menyerang.
Ditebaskan Pedang Siluman Darah ke tubuh Kebo Pangasan. Kebo Pangasan bermaksud
memapakinya dengan ajian yang ia miliki.
Tapi belum juga Kebo Pangasan menyerang,
Jaka telah mendahului membabatkan Pedang Siluman Darah. Memekik seketika Kebo
Pangasan, tubuhnya terbelah menjadi dua.
Kembali untuk kedua kalinya semua terbelalak demi melihat suatu keanehan.
Tubuh Kebo Pangasan yang terbelah, tak ada setetes darahpun. Darahnya telah
terhisap habis oleh Pedang Siluman Darah di tangan Jaka.
Tengah mereka terdiam menyaksikan kematian Kebo Pangasan, juga terkesiap oleh
keajaiban Pedang Siluman Darah.
Mereka dikejutkan oleh pekikan dua anak kecil yang menangisi kematian ayah
mereka. "Sudahlah, Nak. Jangan kau
menangis," berkata Jaka terharu. Pedang Siluman Darah masih tergenggam di
tangannya berwarna merah menyala.
"Paman sungguh hebat. Aku kagum denganmu, Paman!"
"Ah, Kau sungguh pintar, Anak manis. Sekarang kau ikutlah bersama paman Kate
Sakti." Tengah Jaka berkata-kata dengan
kedua bocah kecil itu, Pedang Siluman Darah seketika terbang membawa tubuhnya ke
puncak bukit. Jaka tersentak dan mengikuti ke mana pedang itu melesat membawa
tubuhnya. Sedangkan semua tokoh persilatan, hanya memandang takjub tanpa dapat
berbuat apa-apa.
Pedang Siluman Darah terus membawa tubuh Jaka menuju ke atas Bukit Karang Iblis.
Pedang itu berhenti manakala telah sampai di atas, membuat Jaka tak
mengerti. Tengah Jaka kebingungan, terdengar sayup-sayup ayahnya si penghuni Kawah Chandra
Bilawa yaitu Eka Bilawa berkata:
"Anakku... selama penghuni Bukit Karang Iblis belum sirna, akan bahayalah dunia
persilatan. Kau harus mampu membunuhnya. Walaupun dia iblis, namun Pedang
Siluman Darah akan mampu
membunuhnya."
"Ayah...! Di mana ayah?"
"Aku selalu ada di sisimu, Anakku."


Pedang Siluman Darah 3 Titisan Budak Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Berkata suara Bilawa.
"Kenapa ayah tidak menampakkan diri?" tanya Jaka seraya mencari-cari di mana
gerangan ayahnya.
"Ha, ha, ha... kau lucu, Anakku, Ayah tak dapat menampakkan ujud, karena ayah
kini bukan penghuni alam manusia.
Sudahlah Anakku, tak perlu kau bersedih.
Kini ayah telah bersama emakmu lagi."
"Jadi...adi emak ada di sini?"
tanya Jaka berseri. "Emak, kenapa emak tak ngomong?"
"Ada apa, Anakku?" bertanya suara wanita, menjadikan Jaka makin tersenyum
senang. "Cepatlah kau lakukan apa yang telah ayahmu perintahkan. Kau harus
mampu, Anakku. Emak kini telah hidup bahagia bersama ayahmu, jangan kau
pikirkan. Kau barus lebih banyak
memikirkan nasib kaummu dari orang-orang jahat. Nah, lakukanlah!"
"Baik, Emak. Ayah, apa yang harus Jaka lakukan?"
"Tebaskan pedangmu ke muka, kau akan mendapatkan apa yang kini kau tak dapat
melihatnya."
Mendengar penuturan ayahnya, Jaka dengan segera menebaskan Pedang Siluman Darah
ke muka. Seketika terpampanglah, sebuah kerajaan di mana Ratu Iblis Karang
Bolong telah duduk di atas singgasananya.
Ratu Iblis itu tersenyum pada Jaka, namun Jaka yang sudah dipesan wanti-wanti
oleh ayah dan emaknya tak mau perduli. Dengan Pedang Siluman Darah,
ditebaskannya pedang itu ke tubuh Ratu Iblis. Seketika melengkinglah sang Ratu,
sirna dari hadapannya. Darah hitam legam tampak membasahi Pedang Siluman Darah.
Bersamaan dengan matinya Ratu Iblis Karang Bolong, seketika kerajaan itu
meledak. Secepat kilat Pedang Siluman Darah membawa Jaka terbang kembali.
Para tokoh persilatan tersentak
kaget, mana kala Bukit Karang Bolong yang ada di hadapannya meledak. Suara
ledakannya menggelegar kencang,
menyemburkan bebatuan.
"Ooh, Pendekar muda itu...!" Tak dapat Ki Sapta Hanggara meneruskan kata-
katanya. Ki Sapta Hanggara menyangka kalau Jaka telah mati bersama ledakan
bukit. Bukan hanya Ki Sapta Hanggara yang menangis, semuanya pun turut
menitikkan air mata.
Yang lebih sedih di antara mereka rupanya keempat Kate Sakti. Keempatnya
menangis menggerung-gerung bagaikan anak kecil.
"Duh tuan Pendekar, mengapa tuan meninggalkan kami?"
"Benar, Kakang Utama. Mengapa kita tak dapat mengabdi lebih lama pada tuan
kita?" Tengah keempat Kate Sakti dan
lainnya menangis, tiba-tiba terdengar suara Jaka bergema.
"Kenapa kalian menangis" Aku masih selamat. Aku telah pergi untuk meneruskan
pengembaraanku. Selamat tinggal semuanya.
Kate Sakti, kembalilah kalian pada perguruan."
Betapa gembiranya keempat Kate
Sakti demi mendengar tuannya berkata.
Dengan melompat-lompat kegirangan yang membikin semuanya tertawa-tawa, keempat
Kate Sakti bernyanyi-nyanyi sambil melangkah pulang.
TAMAT Scan/E-Book: Abu keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com
Hina Kelana 15 Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung Pusaka Golok Iblis Dari Tanah Seberang 1
^