Candra Kirana 3
Candra Kirana Karya Ajiprosidi Bagian 3
Jangankan cita-cita Gusti tercapai, bahkan Raden Panji sendiri ..." tak lanjut perkataan permaisuri,
lantaran dadanya menjadi sesak pula oleh biang tangis. Beberapa lamanya ia sesenggukan,
terdengar pula ratapnya tak berkeputusan, "Duhai Raden ... mengapa nasibmu malang" Mengapa
183 mesti engkau yang mengalami pengalaman dahsyat seperti itu" Anggraeni hilang, dan yang
menitahkannya lenyap adalah ayahanda! Alahai, Tumenggung Braja Nata, saudaramu sendiri yang
melakukannya! Sungguh hebat... f"
Kecuali suara sang permaisuri yang meratap berkepanjangan, hanya nafas baginda yang
terdengar. Baginda diam merenung, sedangkan matanya memejam.
Beberapa lamanya berdiam-diam seperti itu, akhirnya baginda menghela nafas panjang, kemudian
memegang kedua bahu sang permaisuri.
"Sudahlah Rayinda, sudahlah," sabdanya. "Jangan Rayinda perturutkan juga kedukaan hati
Rayinda." Permaisuri meratap-ratap juga. Baginda keluar akan menitahkan beberapa orang ponggawa untuk
membawa Raden Panji pulang ke istana. Belum lama orang berangkat, datang warta dari Muara
27 Leila S Chudori - Malam Terakhir m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Kamal: putra mahkota Janggala tenggelam di lautan diterjang badai!
Baginda terperenyak. Tubuhnya seolah lesu dan tulang-tulangnya tak berdaya. Berita yang datang
saling menyusul itu sangat meremukkan kalbu baginda. Tetapi masih sempat baginda memben
ingat para hamba supaya jangan sampai benta itu terdengar oleh sang permaisuri.
Sekarang, lenyaplah harapan baginda! Raden Kanji hilang dalam lautan, tak mungkin baginda
184 mcmcnuhi janjinya kepada raja Kadiri. Tak mungkin cita-cita yang agung itu bisa terlaksana' Ari bila
Raden Panji masih hidup, meskipun tidak w." ras, masih ada harapan suatu waktu ia akan sembuh
dan persatuan Janggala dengan Kadiri terlaksana Tetapi sekarang ... ! Raden Panji entah di mana
di dasar samudra, mungkin sudah menjadi santapan ikan hiu pula!
"Tetapi agaknya itulah akhir yang sebaik-baiknya bagi Raden Panji ..." pikir baginda kemudian.
"Daripada hidup terus dengan ingatan yang tidak waras--"
Kemudian baginda termenung pula. Baginda merenung, menyelam ke dasar lubuk jiwanya,
memikirkan peristiwa demi peristiwa yang belakangan ini dialaminya. Sebagai seorang raja, baginda
seorang yang berambekan tinggi dan bercita-cita luhur. Tetapi kejadian-kejadian yang berlalu di luar
kekuasaannya sendiri, menggagalkan cita-citanya yang luhur itu. sehingga hatinya menjadi tawar.
"Malu aku kepada moyangku sang Airlangga!" pikirnya. "Cita-citanya hendak kulaksanakan. tetapi
gagal!" lalu setelah menghela nafas, "Padahal pembagian dua kerajaan itu dahulu, meskipun
batasnya dibikin oleh Empu Bharada, namun atas titah sang Airlangga juga. Tidakkah sekarang aku
kena kutuknya?" baginda tertegun.
"Dahulu sang Airlangga malah dengan sengaja
185 membagi dua kerajaannya ... agaknya lantaran baginda melihat kenyataan-kenyataan yang jauh
dari kemungkinan berlangsungnya kemegahan kerajaan secara abadi ... Baginda membagi dua
kerajaan, karena dua saudara yang menjadi nenek kami memperlihatkan gejala-gejala yang
memungkinkan timbulnya perang..."
Teringat akan leluhurnya, terkenang pula baginda akan Sang Kili Suci yang menolak takhta dan
memilih kehidupan bertapa sebagai pilihan hidup. Terkenang pula ia akan pertemuannya dengan
wanita pertapa itu beberapa waktu berselang.
"Yang paling benar adalah Nenenda sang Kili Suci. Ia memilih kehidupan yang aman, damai,
tenang ... Takhta kerajaan yang dimimpi-mimpikan orang lain, yang diperebutkan orang lain dengan
melupakan keselamatan jiwanya sendiri, malah dia tolak. Sungguh mulia!" baginda teringat akan
wajah yang segar dan damai, yang selalu memandang sesuatu dengan hati terbuka. "Mengapa aku
bertahan dalam hidup kerajaan yang megah namun tak menentramkan ini?" pikir baginda lebih
lanjut. "Mengapa tidak kuikuti saja jejak Nenenda" Mengapa aku tidak pergi saja ke gunung akan
bertapa, meninggalkan kehidupan keraton yang sangat berat ini?"
R 28 Leila S Chudori - Malam Terakhir m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
186 -Raden Panji kusuruh ke Pucangan akan m nemui sang Kili Suci. Apakah yang d
"Tak kukira engkau seagung itu, Anggraeni!" kata baginda dalam hati setelah menghela nafas.
"Engkau rela mengurbankan hidupmu sendiri, demi kepentingan kerajaan ... Engkau memilih mati,
karena tahu bahwa hidupmu menjadi penghalang bagi tercapainya cita-cita luhur . .
Baginda sangat bersukur dan kagum akan ketulusan cinta Dewi Anggraeni dan terharu tatkala
mendengar sembah Tumenggung Braja Nata.
187 Baginda menyayangkan menantu yang iklas itu dan kini mempersalahkan dirinya yang telah
berkeras kepala. "Betul," kata baginda kemudian kepada dirinya sendiri. "Yang paling benar adalah hidup seperti
Nenenda di Pucangan. Biar kutinggalkan segala kemegahan dan kegemilangan istana ini! Biar
semuanya kutinggalkan, karena tak satu pun memberiku ketentraman!"
Setelah keadaan memperkenankan, baginda kemudian mengutarakan maksudnya itu kepada sang
permaisuri. Dan sang permaisuri yang juga telah tawar hati dan berduka, menyetujui saran baginda.
Maka diputuskan, bahwa baginda akan mengundurkan diri dari takhta dan bersama-sama dengan
sang permaisuri akan mengasingkan diri ke gunung
dan hutan, buat bertapa____
Telah ditetapkan, bahwa yang akan menggantikan baginda memegang tampuk kerajaan Janggala
adalah Tumenggung Braja Nata. Meski banyak lagi putra baginda yang lain, namun dialah yang
paling tepat menggantikan baginda. Setelah Raden Panji tak bisa diharapkan lagi, maka
Tumenggung Braja Nata menerima penetapan baginda. Namun terkenang akan peristiwa-peristiwa
yang telah dialaminya, ia sangat berduka dan jauh dalam hatinya masih mengharap-harap bahwa
Raden Panji belum lagi meninggal.
'Belum pasti perahu itu tenggelam dan kalaupun 188
perahunya karam, belum pasti Raden Panii m, ninggal di dasar samudra. Siapa tahu dia terdTm".
par ke dataran" pikirnya. Dia merasa tak Puas dan berdosa kepada Raden Panji, setelah p^sti-wa
dalam hutan itu. Ia ingin supaya suatu kali dalam hidupnya ia bertemu pula dengan Raden Panji
akan menghaturkan ampun, la ingin menjelaskan duduknya perkara kepada Raden Panji, la ingin
Raden Panji mengetahui, bahwa ia tidak
sampai membunuh Dewi Anggraeni____
Beberapa puluh orang ponggawa dititahkan untuk mencari-cari Raden Panji. Bahkan suatu
angkatan perahu dikerahkan untuk mencari sisa-sisa perahu yang dilanda badai itu. Tetapi sia-sia
saja. Ia menerima pengangkatan baginda untuk memangku takhta, namun kepada dirinya sendiri ia
berjanji, kalau suatu masa kelak Raden Panji ternyata masih hidup, ia akan dengan rela
menyerahkan takhta kepada putra mahkota yang sesungguhnya berhak.
29 Leila S Chudori - Malam Terakhir m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Demikianlah baginda Prabu Jayanta
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
30Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
ka meninggalkan keraton Kahuripan menuju tempat petapan, tetapi tidak dalam keadaan yang
segar, melainkan tergantung kabut kemurungan yang menutupi kegembiraan kalbu seluruh
kerajaan. Tumenggung Braja Nata menangis tatkala timbang tenma. tetapi bukan lantaran
kegembiraan, melainkan lantaran kedukaannya juga terkenang akan Kaden
189 Panji dan lebih-lebih kepada istrinya. Dewi Anggraeni.
Sang Prabu Jayantaka pun tak kuat menahan air mata, apalagi sang permaisuri yang tak
henti-hentinya tersedu-sedu. Seluruh balairung sangat lengang, kecuali suara sedu sedan. Bahkan
di antara para pejabat negara yang hadir banyak yang tak kuat menahan air mata, mengalir
membasahi pipi.... DALAM SINAR PURNAMA Dalam terjangan badai yang dahsyat. Raden Panji erat-erat memeluk tubuh istrinya yang dingin.
Para awak perahu tidak mampu berbuat apa-apa. Layar-layar segera mereka turunkan, namun
ombak yang setinggi-tinggi gunung mengempas-em-paskan kedua perahu itu bagaikan sabut saja.
Para ponggawa pucat, ada yang muntah-muntah dan ada pula yang tak henti-hentinya menyebut
nama Batara, memohon pertolongannya. Patih Prasanta tak henti-hentinya memberi petunjuk.
Sedangkan Raden Panji tak henti-hentinya membujuk-bujuk mayat istrinya.
"Lihat, raksasa hitam datang! Tapi jangan takut, jangan cemas, biar dilandanya kita, namun tak
nanti kita kalah! Biar mereka berbuat sesuka hati, tetapi engkau cintaku, jangan kuaur! Engkau akan
selamat, engkau akan Kanda selamatkan. Takkan Kanda biarkan tangannya yang menjijikkan serta
mengerikan itu menjamah tubuhmu. Erat-191
eratlah peluk Kanda, supaya jangan lepas engkau dari tangan Kanda!" Tak dirasanya air hujan yang
turun lebat membasahi tubuhnya. Sedangkan badannya menggigil lantaran kedinginan.
Perahu tak terkuasai lagi. Jurumudi tak mampu berbuat suatu apa dan menyerahkan nasibnya
kepada para Dewa. Untung kedua buah perahu itu erat terikat, sehingga keduanya tidak
terpisah-pisah. Dalam gelap gulita itu mereka tidak tahu arah ke mana perahu dibawa ombak. Bahkan mereka tidak
tahu bahwa hari telah menjadi malam dan
pagi lagi-- Waktu badai reda, hari sangat cerah, matahari sangat cerlang, mereka menengok ke kiri ke kanan,
maka nampaklah pantai di arah selatan. Segera mereka mengayuh perahunya ke sana.
1 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Raden Panji turun dari perahu, sedangkan mayat istrinya tak lepas dari pelukan. Ia tak henti-henti
menembang atau berbisik-bisik kepada istrinya itu.
"Mari kita turun, lihat alangkah indah pemandangan di sini! Hutan subur dan pinggir lautan pula!
Tidakkah senang hatimu, bertamasya selagi hari seindah ini" Menikmati pemandangan sebagus
ini?" Patih Prasanta juga turun sambil memangku mayat inang pengasuh Dewi Anggraeni yang setia itu.
Ia bersukur bahwa mereka bisa selamat mendarat, meski belum lagi tahu di pantai mana mereka
sesungguhnya sekarang. Tetapi ia sudah h. Pikir-Pikir mengenai hari depan me
Tidak. Ia memikirkan akal supaya Raden Panji waras kembali, la jangan sampai berlarut-larut, la
mesti dipisahkan dari mayat istrinya, supaya pikirannya terbuka kepada hal-hal lain. Karena
menurut pengamatannya, sesungguhnya Raden Panji tidak parah apabila saja ia sempat dijauhkan
dari mayat istrinya itu. "Mamanda!" teriak Raden Panji. "Alangkah indahnya alam di sini! Mengapa baru sekali ini Mamanda
membawa kami ke sini" Mengapa tidak dahulu-dahulu Mamanda mempersembahkan bahwa ada
pemandangan seindah ini kepada kami"'
"Ampun Raden," sahut Patih Prasanta, "Sengaja hamba tidak memberitahukan hal ini kepada Gusti
dahulu-dahulu, karena..."
Raden Panji memandangnya dengan mata heran.
"Karena apa, Mamanda?"
"Karena tanah ini adalah tanah yang paling te -
192 193 pai buat peristirahatan istri Raden. Dewi Anggra-
"Masing-masing orang mempunyai tempat tertentu yang tepat buat peristirahatannya
masing-masing. Yang tepat buat istri kita belum tentu tepat pula buat kita ... Lagipula. Raden masih
hidup, masih harus melakukan perbuatan-perbuatan mulia pula. sedangkan istri Raden sudah
meninggal "Apa" Apa Mamanda bilang" Dewi Anggraeni sudah meninggal" Tidak! Mamanda jangan bicara
yang bukan-bukan! Dewi Anggraeni sedang tidur, nyenyak sekali, tidak Mamanda lihatkah wajahnya
yang tentram tenang itu?"
"Memang, memang. Raden benar ..." Patih Prasanta memperbaiki sikapnya. "Dewi Anggraeni tidak
meninggal, melainkan tertidur dengan amat nyenyaknya ... Tetapi tidakkah Raden maklum, bahwa
orang yang tidur itu mesti beristirahat dengan tenang" Ia takkan menemukan ketenangan jika
terus-terusan Raden pangku-pangku dibawa ke mana pun Raden pergi. Sang Dewi tentu ingin
beristirahat tenang ..."
2 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Raden Panji Kuda Waneng Pati memandang kepada Patih Prasanta. Perkataan patih yang sudah
lanjut usianya itu seperti termakan olehnya.
194 "Di manakah ia akan beristirahat, Mamanda"
"Tetapi di mana ia akan kita baringkan" Sedangkan di sini hanya ada hutan belukar belaka!"
"Supaya sang Dewi tenang dan tidak diganggu binatang-binatang buas, baik kita gali sebuah
tempat berbaring di dalam tanah ... "
"Di dalam tanah!"
"Ya, di dalam tanah. Supaya sang Dewi jangan diganggu binatang-binatang buas. Di sini dekat
hutan, kalau sang Dewi tidak diku ... eh, dibaringkan di dalam tanah, mungkin datang macan atau
srigala mengganggunya..."
"Tetapi ia akan merasa sesak!"
"Tidak Gusti, orang yang tidur abadi takkan merasa sesak."
"Namun bagaimana ia akan melihat bintang atau bulan" Ia sangat senang bercengkerama apabila
bulan purnama..." "Apabila sang Dewi ingin bercengkerama, tentu akan bangkit dari tidurnya. Tak ada yang mungkin
mampu menghalanginya ... Raden tak usah kuatir. Sang Dewi akan mampu bangun sendi-
n ... 195 Raden Panji termenung. "Benarkah engkau lelah, Anggraeni" Benarkah engkau ingin beristirahat pula?" kemudian ia
bertanya kepada mayat istrinya. "Engkau akan dibaringkan di sini, di dalam tanah, supaya tak ada
binatang buas mengganggumu. Maukah engkau?"
'Tentu saja sang Dewi suka ... ," Patih Prasanta menalangi menyahut. "Tanah di sini sangat subur
dan pemandangan sangat indah ..."
"Dan kalau istriku telah dibaringkan di dalam tanah, nanti kita dirikan istana yang indah di sini, buat
tempat kita menjaganya ..."
"Tidak. Raden, kalau sang Dewi sudah dibaringkan baik-baik dalam tanah. Raden jangan di sini
terus, melainkan Raden mesti melakukan hal-hal yang sangat menyukakan hati sang Dewi Untuk
menjaganya di sini, cukuplah kita baringkan pula Bibi Wagini. Bukankah ia seorang inang pengasuh
yang setia" Tentu ia akan menjaga sang Dewi dengan setia!"
"Melakukan hal yang menyukakan sang Dewi" Tetapi Dewi Anggraeni suka kalau kami berada di
3 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
sampingnya. Mamanda!"
"Benar , sang Dewi suka Raden berada di sampingnya. Tetapi itu kalau ia tidak sedang tidur abadi
..." sahut Patih Prasanta sambil tersenyum. Kalau ia sedang tidur, ia ingin tenang, tentu ia
menginginkan Raden pergi jauh-jauh melakukan
196 perbuatan-perbuatan yang menjadi darma Raden...
"Jadi apa yang mesti kami lakukan*
"Yang paling dahulu adalah raja Janggala ..." gumam Raden Panji.
Patih Prasanta menggelengkan kepala.
'Tidak! Itu raja kita! Dan agaknya kita pun sekarang mendarat bukan dalam wilayah Janggala.
Mamanda mengenal seluruh daerah kerajaan kita, tetapi daerah ini baru sekali ini Mamanda lihat.
Kita agaknya terdampar jauh dari kerajaan kita
Sesungguhnyalah, Patih Prasanta seorang yang luas pengetahuan dan pengalamannya. Tak
sia-sia menjadi pejabat kerajaan Janggala puluhan tahun lamanya. Ia maklum, bahwa mereka
terdampar di daerah asing dan kalau melihat arah matahari, rupanya di sebelah timur Janggala,
jauh di sebelah timur. Adalah menurut rencananya, ia akan mengajak gustinya itu berbuat
kepahlawanan, dan membawanya sedikit demi sedikit ke
197 arah barat selatan, menuju kerajaan Kadiri.
Kemudian Patih Prasanta menyuruh para ponggawa menggali liang lahat buat membaringkan
mayat Dewi Anggraeni bersama inang pengasuhnya yang berbakti itu.
"Biar dikubur saja dahulu, kelak kalau Raden Panji sudah sembuh, digali lagi untuk dibakar ..." pikir
Patih Prasanta. "Kalau sekarang dibakar, tentu Raden Panji takkan memperkenankannya
Sementara mengubur kedua orang itu, hari senja dan malam pun tiba. Di langit sebelah timur,
muncul bulan yang bulat penuh. Sinarnya sangat indah dan menenangkan.
Raden Panji bersimpuh di hadapan kuburan istrinya, sedangkan mulutnya mengeluarkan
cumbuan-cumbuan mesra. "Tidurlah engkau di sini, kekasihku, tidurlah tenang! Jangan engkau terganggu oleh apa pun!
Simakkan olehmu dalam tidur, suara ombak yang menerjang pantai dan suara angin yang melanda
hutan ... Bukankah itu suara cinta kita yang besar" Yang tidak kelihatan namun kekal sifatnya"
Bukankah itu suaraku membisikkan rindu hatiku kepadamu" Ombak itu takkan jemu-jemunya
mencium pantai, seperti juga cintaku kekal kepadamu ...."
Patih Prasanta dan ponggawa berdiri tak jauh dan tempat Raden Panji. Mereka mempersaksikan
198 4 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
perbuatan gusti mereka dengan hati yang hancur Tetapi senang juga Patih Prasanta, karena Raden
Panji sudi memperkenankan Dewi Anggraeni dikubur. Dan senang juga ia, muslihatnya termakan
semua oleh gustinya yang kasmaran itu Kini ia diam-diam menyaksikan perpisahan terakhir yang
mengenaskan antara sepasang suami istri yang saling mencintai dengan sungguh-sungguh itu.
"Wahai, Anggraeni! Engkau terjaga" Engkau puas tidur" Engkau bangkit?" tiba-tiba terdengar
Raden Panji berkata-kata dengan suara yang berubah, sedangkan ia bangkit dari duduknya. "Ya,
mari kita bersama-sama pulang ke istana kita!" tangannya bergerak-gerak ke depan, seolah-olah
hendak memeluk seseorang, sedangkan oleh Patih Prasanta dan para ponggawa tak nampak siapa
pun di depan gustinya itu. Mereka mengira penyakit gustinya kumat pula, dan beberapa orang di
antara mereka tak sanggup menyaksikannya, menundukkan kepala atau melengos, memandang ke
Candra Kirana Karya Ajiprosidi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
arah lain. "Mengapa engkau hanya tersenyum saja. Anggraeni" Mengapa sepatah pun engkau tak
mau menyahut" Alangkah indah senyummu! Seindah bulan yang terbit di ufuk itu! Seindah bunga
yang mekar! Anggraeni, mari, dekatlah ke mari, biar kupeluk tubuhmu dan kita berbahagia pula!
Mari, mari!" tangan Raden Panji terulur bagaikan hendak memeluk seseorang.
199 Namun oleh Patih Prasanta dan kawan-kawannya hanya udara jua yang nampak hendak
dipeluknya. "Anggraeni, mengapa engkau hanya memandang saja" Dan pandanganmu, alangkah
menyejukkan, bagaikan sinar purnama ini! Anggraeni, mengapa engkau mundur, mengapa engkau
menjauh" Anggraeni, tidakkah engkau sudi Kanda peluk" Tidakkah sudi engkau ... Anggraeni, ke
mana engkau hendak pergi?" Raden Panji berdiri, kakinya melangkah. "Anggraeni, tunggu! Tunggu!
Jangan engkau menjauh-jauh seperti itu" Ataukah engkau minta kanda kejar" Ya, berkejar-kejaran
seperti dahulu di dalam taman?" Raden Panji bergerak, bagaikan mengejar seseorang. "Anggraeni
mengapa engkau lari juga" Mengapa engkau menjauh juga?" Dan makin cepat pula ia bergerak.
"Anggraeni, mengapa engkau diam saja, tidak tertawa" Mana gelakmu yang biasanya berderai"
Mana suaramu yang merdu menentramkan hati" Mengapa engkau hanya tersenyum saja?" Raden
Panji kini berlari, makin jauh juga meninggalkan kawan-kawannya.
Patih Prasanta kuatir, kalau-kalau gustinya itu tergelincir ke dalam jurang atau laut, maka ia oangkit
mengejarnya. "Raden! Raden!" teriaknya.
t m^b*ta 200 Anggraeni! Anggraeni, tunggu! Mengapa eng-kau tega menunggalkan Kanda" Mengapa engkau tak
sudi menanti meski sejenak" Anggraeni'" "Raden! Raden!" teriak patih PraTanT^g
mengejarnya. 6 Kedua orang itu berkejar-kejaran dalam sinar bulan purnama, sedangkan ombak tak henti-hentinya
berdeburan menerjang pantai. Raden Panji berlari bagaikan orang yang tak sadar, maka tak lama
kemudian Patih Prasanta sudah berhasil mengejarnya. Dengan kedua belah tangannya yang sudah
mulai keriputan namun masih tangkas itu, ia memeluk tubuh gustinya.
5 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Raden! Raden! Sadarlah!"
Raden Panji meronta-ronta, sedangkan tangannya menggapai-gapai dan mulutnya tak henti-henti
berteriak. "Anggraeni! Engkau terbang" Wahai, engkau sungguh seorang bidadari! Sungguh, tetapi mengapa
engkau meninggalkan Kanda" Wahai, mengapa engkau terbang setinggi itu" Mengapa makin tinggi
saja?" Raden Panji tertegun. "Mamanda, Mamanda Patih Prasanta, tidakkah Mamanda lihat Dewi
Anggraeni terbang" Lihat ia bagaikan bersayap! Lihat, ditinggalkannya kami di sini! Anggraeni,
sampai hati engkau meninggalkan Kanda" Lihat, ia makin tinggi juga! Dia terbang ke arah bulan!
Anggraeni! Anggraeni! Mamanda Patih, ia makin kecil dan makin kecil dan makin
201 dekat juga ke bulan! Tidakkah Mamanda lihat?"
Patih Prasanta mengarahkan pandangannya ke arah bulan sedang purnama yang bulat itu. ia tidak
melihat Dewi Anggraeni, tetapi tiba-tiba cahaya bulan menggelap, bagaikan ada yang
menghalanginya. Ia membuka matanya lebar-lebar, samar-samar seorang tokoh wanita terpeta
dalam kegelapan itu, kemudian sinar bulan pun sedikit demi sedikit kembali pula menerangi dunia.
Ia terpukau menyaksikan keajaiban itu.
'Kiranya benar-benar Dewi Anggraeni itu terbang ke arah bulan ... ' pikirnya. 'Hanya, ia nampak
cuma kepada suaminya saja ... *
"Anggraeni ... , Anggraeni s . . /
"Apa maksud Mamanda" Anggraeni akan kembali pula?"
"Ya, sang Dewi akan kembali pula kelak."
-u tak%e";remandang Patih "
li 7**^1* nRaden' San* Dewi akan kemba-Raden '
"Sang DewiseWUlP"hKPmanta den
"Karena itu. Raden mesti tenang, mesti sabar...."
"Alangkah indahnya cahaya bulan candra kirana! Mamanda, sejak sekarang, istriku telah menjadi
Candra Kirana ... Dia yang memberi kedamaian dan ketenangan, keindahan dan
perasaan-perasaan mulia ..." kata Raden Panji, "la menjadi Candra Kirana ...
Patih Prasanta mengangguk-anggukkan kepala.
"Ya, menjadi Candra Kirana cahaya bulan purnama yang sejuk menentramkan. memberi
kebahagiaan ... . " sahutnya. "Ya, ia membangkitkan perasaan-perasaan mulia untuk kebaikan dan
kebajikan ... Karena itu Raden juga mesti melakukan kebaikan-kebaikan, menolong rakyat
sengsara, melakukan perbuatan-perbuatan kepahlawanan. Karena hidup tanpa melakukan
perbuatan-perbuatan baik. adalah bagaikan malam yang
203 gelap gulita, tak bercahaya, jauh dari cahaya bulan, jauh dari Candra Kirana ..."
6 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Raden Panji menganggukkan kepala. "Nasihat Mamanda akan kami turutkan, karena kami tak mau
ditinggalkan oleh Candra Kirana .
sahut Raden Panji. 'Kami ingin hidup disinari kegemilangan cahaya bulan, dalam kegemilangan
Candra Kirana ... Tak mau kehilangan dia! Besok akan mulai kulakukan perbuatan-perbuatan baik
dan kepahlawanan, darma seorang satria yang mesti melupakan kepentingan dirinya sendiri, buat
kebahagiaan umat manusia Kaden Panji bangkit, sekali memandang kepada bulan yang sudah meninggi seolah-olah hendak
melihat apakah kekasihnya ada di sana. Kemudian ia membalikkan tubuhnya sambil berkata,
"Tenanglah kau di sana. Candra Kirana! Kalau kelak hidupku telah berarti, engkau pun tentu akan
datang kepada Kanda, bukan?"
Patih Prasanta tersenyum melihat kelakuan gustinya itu. la merasa bangga dan lega, karena
menyaksikan sinar harapan memancar bagi hari depan gustinya. Tidak, gustinya takkan
berlarut-larut tenggelam dalam kesedihan. Ia akan melakukan perbuatan-perbuatan mulia. Dan ia
sendiri, ak\n M*3"13' akan sc,alu mendampinginya,
204 KELANA JAYENG SARI Beberapa bulan kemudian, muncullah seorang satria yang mengaku dirinya berasal dari tanah
Seorang dan bernama Kelana Jayeng Sari, melakukan berbagai perbuatan-perbuatan mulia dan
bersifat kepahlawanan. Mula-mula ia bersama para pengikutnya mengalahkan berbagai kraman dan
perampok yang mengganggu keamanan dan ketentraman rakyat yang bersembunyi dalam
hutan-hutan. Kraman-kraman itu dikalahkan dan hasilnya dibagikan kepada rakyat sengsara,
sehingga makin lama pengikutnya makin banyak dan makin banyak juga. Para kraman yang sudah
dikalahkannya, tidak dibunuhnya, melainkan disuruhnya memilih antara menjadi pengikutnya atau
kembali hidup sebagai rakyat biasa, bertani, menjadi nelayan ...
Tokoh Kelana Jayeng Sari menjadi sebut-sebut-an dan buah tutur setiap orang. Rakyat yang
sengsara menyebutnya dengan suatu harapan akan
205 munculnya ketentraman dan kedamaian yang abadi Dan para pemeras dan penjahat mendengar
namanya saja gemetar lutuMututnya. Perbuatan mulia Kelana Jayeng Sari menjadi sebut-sebutan
semua orang dan menyebabkan orang-orang suka kepadanya.
Menurut cerita yang menjalar dari mulut ke mulut. Kelana Jayeng Sari itu seorang satria yang
tampan, muda, manis budi dan sangat halus perasaannya. Tetapi ia pun seorang yang sakti dan
dig-jaya, ahli mempermainkan berbagai macam senjata dan senantiasa mampu mengalahkan
musuh-musuhnya secara mengagumkan.
7 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
la muncul secara ajaib. Kadang-kadang ia terdengar melakukan perbuatan mulia di hutan
pegunungan sebelah selatan, tetapi tak lama kemudian terdengar berita bahwa ia baru saja
melakukan perbuatan kepahlawanan pula di pantai utara. Ia seorang tokoh yang sakti, dan
dianggap oleh para penduduk, mungkin muncul di mana saja sesuka hatinya, bahkan mungkin
muncul di beberapa tempat dalam waktu yang bersamaan.
Yang diperkatakan orang-orang pula, ialah bahwa ia selalu didampingi seorang yang sudah lanjut
usianya, yang konon disebut orang Ki Kebo Pandogo. Ternyata Ki Kebo Pandogo itu seorang yang
sakti pula, menjadi penasihat Kelana Jayeng Sari.
petelah ia mendapat banyak pengikut, maka ditaklukkannya pula berbagai raja, terutama raja -
206 raja yang zalim. Mula-mula raja BelamW kemudian raja Basuki, Uni'ft"
Tetapi yang mengherankan orang-orang, ialah karena meskipun ia berhasil secara mudah
menaklukkan raja-raja itu, namun ia sendiri tidak mau duduk memangku takhta.
Tatkala raja Lumajang dikalahkan, atas bisikan patihnya, sang baginda mempersembahkan
seorang putra dan seorang putrinda akan menjadi hamba Kelana Jayeng Sari yang perwira itu.
Sesungguhnya itu adalah muslihat sang patih, yang ingin mengikat sang kelana, supaya mau
tinggal di Lumajang dan dengan demikian akan menyebabkan Lumajang dimalui oleh
kerajaan-kerajaan lain. Tetapi peristiwa yang aneh terjadi.
Waktu sang putra dan sang putri yang tampan rupawan itu datang ke hadapan Kelana Jayeng Sari,
sang Kelana memburu sang putri, sedangkan mulutnya berteriak kegirangan, "Candra Kirana!
Engkau k ah yang datang itu!"
Sang putri Lumajang itu terkejut dan hatinya berdegupan lantaran takut. Ia menundukkan ke -
207 pala Dirasanya dua buah tangan yang perkasa memegang bahunya kiri kanan, kemudian
mengangkat wajahnya. "Nama hamba ... Lukita Sari ... ," sahutnya dengan suara gemetar dan terputus-putus.
Sang Kelana Jayeng Sari melepaskan kedua belah tangannya, lalu memejam.
"Ya, engkau bukan istriku ... Candra Kirana seorang yang amat sangat jelita. Tak ada yang
menandinginya ... Tak ada orang yang secantik dia, bercahaya bagaikan bulan purnama ...
gumamnya kemudian. "Dan engkau, siapakah engkau?"
Maka patih yang mewakili raja Lumajang itu menghaturkan sembah, menerangkan bahwa kedua
putra-putri itu adalah tanda takluk baginda kepada Sang Kelana Jayeng Sari, di samping berbagai
persembahan lain-lainnya pula.
8 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Baginda mempersembahkan kedua putranda, akan menjadi hamba gusti akhirnya sang
patih menutup pembicaraan.
Sang Kelana Jayeng Sari menggeleng lemah.
'Tidak ..." sahutnya. "Kembalilah engkau semua kepada rajamu. Haturkan kepada baginda bahwa
aku tidak mengharapkan persembahan apa pun sebagai tanda takluk. Pengakuan rajamu saja
sudah cukup. Tak usah ia mengurbankan putra-putrinya. Kami pun tidak menghendaki
hamba-hamba ... Para ponggawa sudah cukup bagi kami
208 . Sekarang, pulanglah engkau semua'" Patih itu kembali dengan sangat merasa heran dan malu. Ia
malu lantaran muslihatnya tak merT-na, umpan tidak dimakan. Dan heran lanu^n perbuatan serta
sikap yang luar biasa dari Kelana jayeng San yang gagah perkasa serta sakti itu
Peristiwa itu cepat pula menjalar dari mulut ke mulut. Dan selalu mengherankan barang siapa yang
mendengarnya. Jadi buat apakah Kelana Jayeng Sari dari tanah Sebrang itu mengalahkan kerajaan
demi kerajaan, sedangkan ia sendiri tidak sudi menduduki singgasana" Sedangkan dia sendiri lebih
suka berkelana dari hutan ke hutan, dari gunung ke gunung" Sedangkan dia sendiri merasa puas
tidur di alam terbuka dalam kemah"
Karena itu pula nama Kelana Jayeng Sari menjadi makin termashur. Dihormati, diherani, dikagumi
berbareng ditakuti. Beberapa orang raja, tanpa dia perangi, menyatakan dirinya takluk, yang
diterima Kelana Jayeng Sari dengan sikap yang biasa. Ia tidak nampak gembira, pernyataan takluk
raja-raja itu diterima dengan sikap yang tawar dan tak ambil perduli. Baginya seolah-olah tak ada
bedanya apakah raja itu takluk atau tidak. Hanya dengan mendahului menyatakan takluk, raja-raja
itu menunjukkan sikap bijaksana, karena dengan demikian ia menghindarkan kerajaannya dari
malapetaka peperangan yang terkutuk itu.
Bahkan meskipun beberapa orang raja mena -
209 warkan takhta serta istananya yang indah mewah. Kelana Jayeng Sari senantiasa menolak. Ia lebih
suka tinggal di hutan, di tengah-tengah alam yang segar daripada tinggal di tengah-tengah
manusia. Apabila tidak melatih pasukannya berperang, atau apabila tidak melakukan peperangan,
biasanya Kelana Jayeng Sari termenung-menung saja kerjanya. Dalam keadaan seperti itu, tak
dikehendakinya ada orang yang berani mengganggu. Tak diperkenankan orang berada di dekatnya.
Hanya penasihat yang tua itu saja yang dibolehkan datang mengawani. Kadang-kadang Kelana
Jayeng Sari berbicara dengan suara yang murung dan guram. Sedangkan penasihatnya itu. Sang
Kebo Pandogo, menghiburnya dengan berbagai hal yang menarik hati. Terutama mengenai
raja-raja yang belum mereka taklukkan.
"Tahukah Gusti, kerajaan apakah yang berada di sebelah barat hutan yang sekarang kita tinggali
ini?" bertanya Kebo Pandogo dengan suara setengah bersenda.
"Tak tahu! Dan kerajaan apa pun yang berada di sana. tak kuperdulikan, karena mereka sama' saja.
Mereka akan dengan mudah kita kalahkan!" sahut Kelana Jayeng Sari tak peduli.
9 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
'Tetapi, apabila Gusti pergi ke kerajaan itu, cita-cita Gusti bakal tercapai..."
Kelana Jayeng Sari mengangkat wajah. Agak -
210 nya hatinya mulai tertarik.
cinta" Kebo Pandogo tersenyum. "Makin banyak Gusti berbuat kepahlawanan, makin cepat ia kembali,
bukan?" "Kalau begitu, baiklah besok kita berangkat untuk menaklukkannya. Kerajaan apakah yang berada
di sebelah barat itu?"
"Tidak usah tergesa-gesa begitu," sahut Kebo Pandogo sambil bergelut senyum juga. "Kita tidak
usah menyerangnya..." "Habis?"
"Kita tinggali saja hutan yang menjadi daerah kerajaannya, kita buat onar di sana ... Kalau
pancingan kita berhasil, siapa tahu orang yang selama ini Gusti harapkan akan datang?"
Kelana Jayeng Sari seperti tak mengerti apa yang dimaksud oleh penasihatnya yang bijaksana itu.
"Kerajaan apakah yang berada di sebelah barat itu, Mamanda?" ia mengulangi pertanyaannya yang
belum dijawab. Kebo Pandogo tersenyum dan sambil tersenyum
itu ia menyahut. "Kadiri ... " katanya.
211 Kelana Jayeng Sari seperti terkejut, tetapi kemudian ia termenung. Beberapa jenak lamanya ia tidak
berkata-kata. "Apa yang menurut Mamanda baik, baiklah kita lakukan...," akhirnya ia berkata.
Kebo Pandogo merasa puas. Ia merasa bangga dan gembira.
Adalah maksudnya yang sesungguhnya, hendak mempertemukan gustinya itu dengan pahlawan
yang tersohoi dan menjadi kebanggaan kerajaan Kadiri: putri perwira Dewi Sekar Taji. Dewi Sekar
Taji sangat gagah dan sakti, sudah sering menaklukkan kraman dan begal-begal yang mengganggu
keamanan kerajaannya. Apabila perbuatan-perbuatan Kelana Jayeng Sari kelak dianggap
mengancam keamanan kerajaan Kadiri. Kebo Pandogo mengharap. Dewi Sekar Tajilah yang akan
10 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tuna tangan menaklukannya. Ia tidak melihat jalan lain yang tepat untuk mempertemukan keduanya
tangkan ia sendiri percaya, bahwa kalau kedua-baha^a mUany *m bakhil dengan
henlw"^ bahwa pcristiwa ,ain telah menghendaki kejadian lain pula ..
212 MAHA PATIH KEBO RERANGIN Di sebelah barat Kadiri, berdiri kerajaan Metaun yang diperintah oleh Prabu Gajah Angun-angun.
Prabu Gajah Angun-angun belum lama menaiki takhta, menggantikan ayahanda yang meninggal
belum lama berselang. Raja yang masih muda usianya itu berambekan besar, la tidak puas dengan
kerajaan ayahanda dan kepada ayahanda yang telah puas dengan apa yang ada, ia pun merasa
tidak puas. Ia mencita-citakan suata kerajaan yang lebih luas dan kekuasaan yang lebih besar. Ia
bercita-cita hendak memperluas wilayah kekuasaannya.
Ia seorang muda yang pandai bergaul dan licin. Maka telah dihasutnya berbagai raja kecil dan para
bupati yang selama itu hidup berdampingan dengan damai atau menjadi setengah kawula kerajaan
Kadiri, sehingga banyak di antara mereka yang mau mendengar perkataannya itu. Kalau ada bupati
atau raja yang menolak pikirannya.
213 tak ragu-rag Tatkala itu Prabu Gajah Angun-angun menganggap dirinya sudah cukup kuat untuk melakukan
penyerangan kepada kerajaan-kerajaan yang besar-besar., Kerajaan besar yang bertapal batas
dengan kerajaannya di sebelah timur, adalah Kadiri. Maka diancamnya Prabu Jayawarsya. raja
Kadiri, hendak diperanginya, kecuali kalau Prabu Jayawarsya bersedia menyatakan takluk
kepadanya. Mendengar ancaman itu. Prabu Jayawarsya murka. Tetapi ia tidak bisa mengumbar amarahnya,
karena baginda sendiri bingung, siapa gerangan yang mungkin memerangi raja Gajah Angun-angun
yang muda itu. Meskipun balatentara Kadiri tidak lemah dan para pahlawannya bersemangat,
namun apabila baginda mengukur kekuatannya, diam-diam baginda mengakui keunggulan
balatentara Metaun itu. Mereka tentara yang sudah dipersiapkan untuk suatu perang besar,
sedangkan ba atentara kerajaan Kadiri. lantaran berbagai soal Mam negen waktu-waktu
belakangan menyita srPerba;Tda-tidak bci*^-* -
214 Dewi Sekar Taji yang mendengar ancam
Baginda memandang kepada putri baginda itu. Dewi Sekar Taji memang bukan putri sembarangan.
Ia seorang putri yang gagah berani. Ia putri yang akan menggantikan ayahanda memegang tampuk
11 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
kerajaan, karena itu kecuali mempelajari berbagai ilmu pemerintahan, ia pun mempelajari pula ilmu
peperangan. Berbagai macam alat senjata tak ada yang asing baginya. Dan alat-alat peperangan
Candra Kirana Karya Ajiprosidi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu dipergunakannya dengan kemahiran yang mengagumkan. Kegagahan dan keahliannya dalam
mempergunakan tombak dan keris, terbukti dalam perbuatan-perbuatannya yang perwira,
mengalahkan para kraman dan pemberontak yang mengganggu keamanan kerajaan.
Ya, baginda tidak ragu-ragu akan keperwiraan putri tunggalnya itu. Tetapi yang baginda hadapi
bukan para pemberontak atau kraman biasa, melainkan seorang musuh tangguh. Tidak, baginda
tidak yakin akan kegagahan putrinda untuk mengalahkan musuh yang bukan sembarangan itu.
Baginda merasa kuatir akan keselamatan putnnda.
"Tidak. Sekar Taji. raja Metaun itu buk.an^lawanmu yang seimbang! Ia konon sakti dan ia pun
215 sangat kejam!" sabda baginda sambil memandang
kepada putrinda. Mendengar perkataan baginda itu, Dewi Sekar Taji merasa terhina. Ia marah, tetapi ia tidak bisa
berbuat apa-apa. Ia mengundurkan diri, lalu menghibur dirinya di tengah-tengah taman yang
warna - warni Sementara itu baginda dengan para pejabat negara yang penting-penting merundingkan masalah
yang dihadapi oleh kerajaan Kadiri yang diancam bahaya peperangan dengan raja Metaun itu.
Baginda meminta pemandangan para pejabat negara, dan merembukkan jalan-jalan
memecahkannya. Umumnya para pejabat negara itu berpendirian sama, bahwa dengan kekuatan kerajaan Kadiri
saja, musuh dari barat itu tak mungkin dilawan. Beberapa kerajaan di sebelah barat, bahkan juga
yang tadinya menjadi takluk Kadiri, kini berpihak kepada raja Gajah Angun-angun.
Tak ada jalan lain, Kadiri mesti meminta bala bantuan kepada salah satu kerajaan sahabat.
Patih W,ranggada menganjurkan agar baginda meminta bala bantuan kepada raja Janggala.
Bukankah Janggala dan Kadiri bersaudara" Janggala
k^TV janggala terlalu jauh. Sementara menung . bantuan datang, sewaktu-waktu baiat ^ S taun bisa
masuk menyerbu. Rupanya kemun u -Perti itu pun sudah pula ip
Maka termenunglah para pejabat penting kera' jaan Kadin yang tersohor arif bijaksana itu. Mereka
asyik memikirkan bagaimana caranya menyelamatkan kerajaan mereka dari kehancuran.
-Bagaimanakah jadinya, Mamanda Mahapatih Kebo Rerangin?" tanya baginda beberapa saat
kemudian, dengan suara yang muram. "Adakah jalan lain yang lebih tepat kita tempuh" Memang,
kita tidak nanti mau menyerah tak bersyarat kepada raja Metaun itu, tetapi kita pun jangan sampai
hancur musnah, apabila masih kita lihat cahaya harapan ..."
12 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mahapatih Kebo Rerangin yang sudah lanjut usianya itu berdehem beberapa kali. Setelah itu baru
ia menghaturkan sembah. "Ampun Gusti, memang keadaan kita sangat sulit. Hamba percaya akan keperwiraan para
pahlawan Kadiri yang gagah berani, tetapi dengan perkiraan yang waras, balatentara Metaun yang
sekarang berada di tapal batas itu bukan lawan kita yang setimpal. Tak ada jalan lain, kita mesti
meminta tolong kepada fihak lain. Tetapi siapa" Janggala yang pasti akan menolong kita tak
mungkin kita minta tolong berhubung kerena letaknya
217 216 yang sangat jauh. Mau tak mau kita mesti meminta tolong kepada f'inak yang dekat ... Dan
tetangga kita yang terdekat, di sebelah barat adalah ... Raja Metaun.' Yang sekarang sedang
mengancam kita! Raja Malang, agaknya dalam hal ini tak boleh kita harapkan pula. karena ia
memang tidak mempunyai bala tentara yang kuat. lagipula perhubungannya tetap sulit. Sebelum
bala bantuan datang, setiap saat mungkin datang tentara Metaun--"
Orang batuk-batuk kecil, lantaran merasa jemu oleh perkataan Mahapatih Kebo Rerangin seperti
mengulang-ulang apa yang telah dikunyah tadi. Mengapa dalam keadaan mendesak seperti itu
Mahapatih Kebo Rerangin berkata-kata demikian menjemukan"
"Jadi bagaimana?" baginda bertanya dengan tak sabar.
Tetapi agaknya bukan tidak dengan maksud tertentu. Kebo Rerangin bicara seperti itu. la
menghaturkan sembah pula kepada rajanya, kemudian ia melanjutkan pembicaraannya pula.
"Karena itu, kita hanya mungkin meminta baJa bantuan kepada satu-satunya fihak
"Siapa?" "Ampun Gusti, hendaknya Gusti jangan terkejut, satu-satunya fihak yang mungkin kita mintai tolong
adalah... Kelana Jayeng Sari!"
Semua orang terkejut. Kelana Jayeng Sari! Itulah kraman yang dalam waktu belakangan ini
218 mengacau di hutan-hutan perbatasan Kadiri ^
,ah Umur dan makin lama makin
ke arah barat! Mana mu^Su^it
SaL"raman Vang 38aknya *ngaja hendak
perbatasan sebelah timur?"
13 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mahapatih Kebo Rerangin menghaturkan sembah.
"Daulat, Gusti. Hal itu memang benar." "Masa kita meminta tolong kepada orang yang
hendak mengacau kita?"
Mahapatih Kebo Rerangin berbicara dengan
tetap sabar. "Memang hal ini sulit. Hamba sendiri mengikuti perihal Kelana Jayeng Sari yang konon mengaku
dirinya berasal dari tanah Sebrang itu sejak lama ... Ia banyak melakukan keanehan-keanehan,
tetapi tak syak lagi, ia seorang yang gagah dan perwira. Ia mengalahkan berbagai kerajaan di
sebelah timur. Dan boleh dikatakan semua negara di sebelah timur kerajaan kita ini, sampai di
pantai timur, takluk belaka kepadanya. Namun alangkah mengherankan, karena dia tidak mau
duduk memangku takhta. Yang disukainya adalah berperang ... Ia mengacau di beberapa daerah,
tetapi untuk kepentingan penduduk daerah itu. Mereka
219 tidak melakukan kekejaman atau perbuatan keterlaluan, bahkan konon selalu menjadi pelindung
rakyat-rakyat sengsara.......'a mulai dari
pantai timur, dan makin lama makin ke barat jua. Kini ia berada di dalam wilayah kita, di suatu hutan
yang hamba dengar tak jauh letaknya dari sini. Ia bersama balatentaranya melakukan berbagai
gangguan-gangguan kecil-kecilan, tetapi terang tidak membahayakan. Ia seperti dengan sengaja
hendak menguji kesabaran kita ..."
"Ia malah harus kita basmi!" sembah Senapati Wi rapati.
"Memang kalau keadaan tidak segenting sekarang, orang seperti itu mesti kita basmi. Tetapi
keadaan kita sekarang sangat sulit dan genting......
Kita mesti bertindak bijaksana!" sahut Mahapatih Kebo Rerangin.
"Apakah tindakan bijaksana meminta tolong kepada kraman yang mengacau di negeri sendiri?"
"Kalau Kelana Jayeng Sari mau menerima permintaan tolong kita, maka kita telah melakukan
tindakan yang bijaksana sekali."
"Bagaimana pula itu?"
"Baik Kelana Jayeng Sari maupun raja Metaun tidak hendak berbuat kebajikan kepada kita, boleh
dikatakan dua-duanya musuh kita....."
"Kalau keduanya bertempur untuk kepentingan kita, maka kita telah membunuh dua ekor ular
220 14 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dengan sekali pukul! Kalau Melaun w dcngan Kelana Jayeng Sari, siapa vat^T*! untung" Pasti fihak
ketiga. Dan fih J kLA tak lain tak bukan: kita sendiri. Z
Baginda mengerti akan maksud Mahapatih Kebo Rerangin yang licin itu. Baginda
mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju. Sekali lagi baginda kagum akan mahapatih yang arif
serta sudah lanjut usianya itu. Maka diputuskanlah, bahwa Kadiri akan meminta tolong kepada
Kelana Jayeng Sari untuk menaklukkan raja Gajah Angun-angun dari Metaun. Mereka mesti bekerja
dengan cepat maka seketika itu juga baginda menitahkan Patih Wiranggada pergi membawa
sepucuk surat untuk Kelana Jayeng Sari yang menyatakan maksud baginda. Patih Wiranggada
tidak boleh ayal, seketika itu juga bersiap-siap, lalu berangkat hendak mencari Kelana Jayeng Sari
ke hutan-hutan di sebelah timur. Kelana Jayeng Sari mempunyai ponggawa yang jumlahnya
ratusan orang, sehingga takkan susah dicari.
221 DEWI SEKAR TAJI Dewi Sekar Taji merasa tidak puas, lantaran ayahanda bagaikan memandang tidak tinggi kepada
kegagahannya. la percaya, ia sendiri akan mampu mengalahkan Prabu Gajah Angun-angun yang
angkuh itu. la tidak takut. Dan ia ingin menunjukkan keperwiraannya dalam membela kerajaan
Kadiri. Maka tatkala kemudian ia mendengar bahwa ayahanda telah memutuskan untuk meminta tolong
buat melawan raja Metaun itu kepada Kelana Jayeng Sari yang waktu itu banyak mengacau di
hutan-hutan bagian timur kerajaan Kadiri, amarahnya meluap kepada kepala kraman yang konon
berasal dari tanah Seberang itu.
Apa sih kelebihannya orang Seberang itu daripadaku" tanyanya dalam hati. Mengapa ayahanda
sampai meminta tolong kepadanya" Sungguh tak mengerti aku!'
Wajahnya guram, dan memberengut. Beberapa lamanya termenung-menung mengumbar
kesalahan 22 hatinya. Akhirnya ia memberangsang
menusukkan kcns! katanya pula dalam hati. Ingin kucoba kegagahan dan kesaktiannya!'
Setelah berpikir demikian, maka tetaplah hatinya. Ia mempersiapkan segala sesuatunya, tetapi
dengan diam-diam saja. Ia tak ingin maksudnya itu diketahui orang lain. Ubih-lebih ia tidak ingin
baginda akan mengetahuinya.
15 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Maka ia mempersiapkan tombak serta kerisnya. Kemudian dia berdandan, tetapi tidak seperti
seorang putri, melainkan sebagai seorang lelaki. Dalam pakaian demikian, ia tampak tampan dan
gagah, akan mengagumkan barang siapa yang melihatnya. Tetapi ia masih kuatir jugakalau-kalau
kelak ia akan dikenali orang, maka dibekal-nya sebuah topeng akan penutup parasnya.
Waktu hari mulai gelap, ia sudah siap. maka diambilnya kuda. Kepada orang kepercayaannya ia
berpesan, supaya kepergiannya itu jangan sampai diketahui orang lain.
Malam itu bulan purnama, dan seperti biasanya jika bulan bulat penuh, Kelana Jayeng Sari keluar
dari kemahnya, lalu berjalan sendirian akan meng-gadangi sang rembulan yang sinarnya lembut itu.
Sering ia tampak merenung, memandang ke arah bulan, seakan-akan mengharap akan terjadi
keajaiban dari sana. Para ponggawa sudah mengenal kebiasaan gustj mereka dan tidak berani mengganggu gusti
mereka itu dari lamunannya. Ki Kebo Pandogo yang biasanya turut serta mengawani Kelana
Jayeng Sari, tatkala itu tidak nampak.
Kebo Pandogo tidak menyertai gustinya, karena ia tatkala itu sedang sibuk menghadapi tetamu,
utusan dari Kadiri. Kelana Jayeng Sari telah menemui utusan itu dan telah pula membaca surat
yang disampaikan oleh Patih Wiranggada kepadanya. Ia maklum kepada maksud raja Kadiri. Tetapi
Kebo Pandogo mengajukan syarat: apabila raja Metaun berhasil dikalahkan, raja Kadiri mesti
menyerahkan putrinya, sang Dewi Sekar Taji kepada Kelana Jayeng Sari. Mendengar nama Dewi
Sekar Taji disebut, hati Kelana Jayeng Sari tawar. Apapula malam telah turun, dan malam bagaikan
siang terang-benderang disinari cahaya bulan yang bulat penuh bulan purnama. Maka hal-hal
selanjutnya diserahkannya kepada penasihatnya itu akan dirundingkan lebih jauh dengan sang
Patih Wiranggada yang menjadi kepercayaan Prabu Jayawarsya dari Kadiri. Ia sendiri keluar dari
kemah, sendirian menyusuri malam yang indah disinari
cahaya keemasan yang lembut menyejukkan.....
Berjalan beberapa lama. sampailah ia di bagian hutan y.ng agak terbuka, sehingga dari sana ia oisa
berpuas-puas menikmati sinar bulan purnama. 3 berd,n
224 dadanya, sedangkan matanya menatar, m-wajah bulan yang indah itu. P merenungi
Entah berapa lama ia berdiri
"Hehh! Begitu sajakah Kelana Jayeng Sari yang termashur gagah berani dan tak terkalahkan itu"
Merenung memandang bulan bagaikan orang kasmaran yang mimpi?"
Kelana Jayeng Sari menoleh ke arah suara itu, maka nampak olehnya sesosok tubuh berdiri tegak
bagaikan menantang menghadap ke arahnya. Ia tak bisa memandang dengan jelas, siapakah
gerangan orang itu, karena dalam bayang-bayang hutan ia samar sekali. Sedangkan suaranya, ia
terkejut mendengar suara itu.....seolah-olah suara yang
selama ini dinanti-nantikannya!
16 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Siapakah Tuan?" ia balik bertanya.
Sosok tubuh itu tertawa pula mengejek, bergerak ke arah tempat yang tidak disamari
bayang-bayang yang hitam. Maka kelihatan oleh Kelana Jayeng Sari sekarang, bahwa menilik
pakaiannya, orang yang berdiri di depannya itu seorang lelaki. Tetapi tatkala ia meneliti dengan
telik, nampaklah bahwa wajah orang itu ditutupi sebuah topeng.
"Akulah orang yang sengaja datang untuk me-naklukkanmu, supaya engkau jangan sombong.
Kngkau mesti tahu, di dunia ini tidak hanya engkau
225 lelaki' Tidak hanya engkau yang gagah berani!"
Kelana Jayeng Sari memandang dengan tenang ke arah orang itu.
"Mengapa engkau bertopeng" tanyanya kemudian dengan suara tetap.
"Jangan banyak bertanya, hunus kerismu! Mari kucoba kepandaianmu mempermainkan keris!"
Kelana Jayeng Sari tertawa. "Lebih baik. pertunjukkan permainanmu dahulu!" sahutnya.
Orang, itu agaknya merasa terhina dan menjadi murka. Maka dihunusnya keris, kemudian
melompat ke arah Kelana Jayeng Sari, menikam Tetapi dengan matanya yang terlatih. Kelana
Jayeng Sari melihat, bahwa orang itu menusuknya tidak dengan sungguh-sungguh, kelihatan
bahwa ia ragu-ragu. Kelana Jayeng Sari jadi heran dan bertanya-tanya dalam hati. 'Siapakah
gerangan orang itu"* Ia mengegoskan tubuhnya dari tikaman, lalu mencoba memukul pergelangan
tangan orang yang memegang keris itu, agar kerisnya terjatuh.
Namun orang itu sungguh-sungguh tangkas, sebat sekali ia mengilir, sehingga tangannya tak
menjadi kurban pukulan Kelana JayenE Sari yang anginnya berkesiur. Karena tikamannya meleset,
ia mengulangi lagi. Tetapi kembali Kelana Jayeng ^an jnehhat, bahwa orang itu menjadi ragu-ragu
tatkala kerisnya sudah menuju bagian tubuh yang berbahaya, dan dibelokkan ke arah bagian yang
22u tidak begitu berbahaya. Kelana Jayeng Sari m*
ayeng Sari merasa kaeum Sementara itu orang yang bertopeng telah menyerangnya pula bertubi-tubi, gencar dan sangat
sebat sekali. Kelana Jayeng Sari dengan tak kurang tangkas, berkelit dari setiap tikaman. Sehingga
orang yang bertopeng menyerang secara sia-sia saja. Tetapi Kelana Jayeng Sari pun tidak bisa
berbuat leluasa. Ia ingin menangkap dan memaksa orang bertopeng itu melepaskan kerisnya, tetapi
sebegitu jauh usahanya tidak berhasil.
Demikianlah beberapa lama keduanya berkelahi dengan seru, memperlihatkan ketangkasan dan
kesehatannya masing-masing. Dalam berkelahi itu Kelana Jayeng Sari tak henti-hentinya merasa
kagum atas ketangkasan dan kesehatan orang bertopeng yang tak dikenal itu. Keringat telah
membasahi tubuh mereka, tetapi keduanya masih tangguh bagaikan gunung.
Mereka berkelahi di tempat terbuka, tetapi jauh dari perkemahan, sehingga tak diketahui orang lain.
17 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
227 Nafas mereka sudah mulai memburu, tetapi tak ada tanda-tanda bahwa perkelahian itu akan segera
berakhir. Kelana Jayeng Sari tiba-tiba meloncat, keluar dari kalangan, sambil berteriak, "Tunggu dulu orang
asing! Tunggu dulu! Berkelahi dengan mempergunakan topeng tidak leluasa! Bukalah topengmu,
supaya bebas kita berkelahi!"
"Kau ngaco-belo apa?" hardik orang itu. "Apa bedanya berkelahi dengan topeng atau tidak?"
Kelana Jayeng San tak sempat berkata-kata pula, karena serangan telah menyusul. Ia segera
berkelit. Sekali lagi, usahanya untuk menangkap tangan musuhnya tak terlaksana.
'Sungguh bukan orang sembarangan* katanya dalam hati. 'Jarang orang yang mempunyai
kepandaian seperti ini. Tetapi masih aku tidak mengenalnya! Siapakah dia gerangan"*
Tetapi ia tidak juga mengetahuinya, apapula karena gencarnya serangan yang mengarahnya
secara bertubi-tubi. 'Ia kelihatannya masih muda.....
Sekali, waktu tikamannya tak mengena, orang bertopeng itu tak sempat menghindarkan tangannya
dan sabetan tangan Kelana Jayeng Sari yang mengarah pergelangan.
"Upas!" teriak Kelana Jayeng Sari.
'*a-tiba orang bertopeng itu merasa tangannya
228 terpukul dan semutan, sehingga keris yang dipegangnya itu pun terlepas......... 8 pe
"Jawab: siapakah engkau?" Kelana Jayene Sari
bertanya. 6 Orang yang bertopeng itu tidak menyahut Ia dengan sigap memungut kerisnya yang jatuh' Kelana
Jayeng Sari kagum akan kesigapannya itu Keris yang terlempar itu segera kembali dipegang oleh
tangan kiri orang bertopeng.
Tetapi setelah ia menjemput keris, orang bertopeng itu tidak kembali menyerangnya, melainkan lari
ke hutan yangg gelap. "Kelana Jayeng Sari! Tak kecewa kau disebut orang gagah! Namamu bukan nama kosong belaka!"
"Terima kasih atas pujian. Tuan. Tetapi siapakah Tuan sebenarnya?" Kelana Jayeng Sari balik
betanya. Tetapi orang bertopeng itu tak kedengaran menyahut. Ia hanya tertawa di jauhan, dan tertawanya
18 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
yang keras berderai itu makin lama makin menjauh sampai akhirnya ia hilang dalam kelengangan
hutan. Kelana Jayeng Sari merasa sangat penasaran. Suara orang itu dan deraian tertawanya sungguh
Candra Kirana Karya Ajiprosidi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sama dengan suara orang yang selama ini dimimpi-mimpikannya: suara istrinya yang telah lenyap
terbang ke bulan. Ia memandang ke arah bulan yang ketika itu telah mulai condong ke arah barat.
">"9 Tak terasa lagi. ia rupanya telah bergadang hampir semalaman. Tatkala ia menganggap bahwa
orang bertopeng itu takkan muncul kembali, maka ia pun kembali ke kemahnya. Di sana didapatinya
penasihatnya Kebo Pandogo belum tidur, tetapi Kelana Jayeng Sari tidak bernapsu hendak
berbicara, maka dibaringkannya tubuhnya di atas ranjang ketidurannya. Demikianlah peristiwa
perkelahiannya malam itu dengan musuh tak dikenal, tak pernah dia ceritakan kepada orang lain.
Meskipun ia sendiri tak habis-habisnya heran, memikirkan siapakah gerangan musuh yang telah
berkelahi dengan memakai topeng itu............
PRABU GAJAH ANGUN-ANGUN Bingung juga sang Prabu Jayawarsya tatkala mendengar sembah Patih Wiranggada tentang
permintaan yang diajukan pihak Kelana Jayeng Sari sebagai syarat. Dewi Sekar Taji, putri mahkota
Kadiri, diminta sebagai tanda terima kasih apabila Kelana Jayeng Sari berhasil memukul mundur
balatentara Metaun! Kelana Jayeng Sari, meski termashur gagah serta perwira, namun orang yang
tak ketahuan asal-muasalnya. Dalam pada itu. Dewi Sekar Taji pun masih terikat oleh pertunangan
dengan Raden Panji Kuda Waneng Pati dari Janggala. Memang baginda mengetahui juga, bahwa
Raden Panji telah lenyap tak ketahuan hidup-matinya, namun kepastian ia sudah tak ada lagi di
dunia ini, juga tak ada. Masih mungkin kelak sewaktu-waktu akan muncul Raden Panji Kuda
Waneng Pati dan ia mungkin akan menuntut tunangannya.
Lama juga baginda termenung-menung, memikirkan syarat yang diajukan oleh pihak Kelana Jayeng
231 Sari itu. Tetapi keadaan tidak memungkinkan baginda berpikir terus. Keadaan sangat mendesak.
Berita tentang makin majunya tentara Metaun menuju Kadiri datang saJing susul-menyusul.
Agaknya pihak Metaun sudah juga mencium berita baginda meminta tolong kepada Kelana Jayeng
Sari. Sambil berjalan ke arah timur, tentara Metaun itu melakukan perampokan dan pembakaran di
sepanjang jalan. Para penduduk mengungsi dengan ketakutan dan ratap an-ratap an yang
mengharukan kalbu. Baginda cepat mengambil keputusan. Baginda menerima syarat yang diajukan pihak Kelana
Jayeng Sari, tetapi meminta supaya Kelana Jayeng Sari segera datang di ibu kota bersama
pasukannya. Patih Wiranggada segera pulang kembali akan mengabarkan hal itu. Dan keesokan
harinya Kelana Jayeng Sari sudah akan masuk ke ibukota. Seluruh ibukota sejak pagi sudah
dititahkan berhias, akan menyambut pahlawan mereka dari Sebrang itu. Tatkala hari sudah lewat
19 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tengah hari, bala bantuan yang diharap-harapkan pun datang. Kelana Jayeng Sari dengan gagah
duduk di atas kudanya, memandang tak peduli kepada segala keriahan yang diselenggarakan untuk
menyambutnya itu. Kelana Jayeng Sari diterima baginda dengan gembira, kemudian ditempatkan di puri Tambaknya
yang dihiasi seindah-indahnya. Dia menempa ta^ S"** ba* dan Penasihatnya yang ^a itu, Kebo
Pandogo'mendapat bilik yang tak
berjauhan. Para ponggawa dan pasukan u -
Kelana Jayeng Sari telah bertemu dengan baginda dan bercakap-cakap juga beberapa lamanya
kemudian ia meminta diri akan kembali ke purinya. Malam itu Kebo Pandogo berniat hendak
mempersembahkan pakaian yang indah-indah buat Dewi Sekar Taji. la sudah mempersiapkan
persembahan itu sejak beberapa lama. berupa pakaian sutra yang halus-halus dan intan permata
yang gemerlapan, emas urai, mutiara dan sebagainya. Kelana Jayeng Sari tidak ambil peduli akan
maksud penasihatnya itu. Tetapi ia sendiri tidak hendak pergi ke istana.
"Tak usahlah Gusti turut serta," kata Kebo Pandogo. "Biarlah semuanya hamba urus. Lagipula Gusti
mesti beristirahat karena bukankah besok kita akan bertempur dengan tentara Metaun?"
Tetapi Kelana Jayeng Sari tidak mau tidur, la berjalan-jalan di taman yang sangat indah, menikmati
udara malam yang sejuk. Kebo Pandogo diterima baginda dengan hormat, dan tatkala mendengar maksud kedatangannya,
baginda menitahkan supaya Dewi Sekar Taji datang menghadap. . T
Tatkala Kebo Pandogo melihat Dewi Sekar Taji,
ia terkesiap. 233 'Sungguh serupa benar!' katanya dalam hati Tak sia-sia usahaku selama ini! Kalau Kelana Jayeng
Sari melihat Dewi Sekar Taji ini, tentu ja lupa akan istrinya. Dan niscaya ia percaya kepada
perkataanku, bahwa istrinya benar-benar kembali turun ke dunia!"
Waktu ia kembali ke puri, didapatinya gustinya belum lagi beradu. Maka ia pun mempersembahkan
pengalamannya bertemu dengan Dewi Sekar Taji.
"Kalau Gusti bertemu dengan putri dari Kadiri itu, Gusti tentu akan kagum, karena ia
sungguh-sungguh seorang yang sangat jelita!" akhirnya ia bilang.
Kelana Jayeng Sari menghela nafas.
"Tetapi mungkinkah ia secantik istriku Candra Kirana?" tanyanya dengan tak bernafsu. "Tak ada
orang yang secantik dia! Takkan ada!"
Kebo Pandogo tersenyum-senyum.
'Kelak akan Gusti lihat . " katanya. "Dewi Sekar Taji memang sama cantiknya dengan Dewi
Anggraeni..." 20 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mendengar nama itu disebut orang, Kelana Jayeng San menjadi berduka dan ia tak hendak
bercakap-cakap pula. Kenang-kenangan akan istri-hi!J >Z ,U3!nya bcncdih'
Keesokan harinya pagi-pagi benar ia sudah ber siap, karena han itu ia akan bertemnur ,1
Waktu Kelana Jayeng Sari sudah naik ke atas kudanya, hendak berangkat, tiba-tiba datang
berlari-lari seorang putri yang berkata kepadanya, "Kelana Jayeng Sari! Perkenankanlah aku turut
berperang di sisi Tuan!"
Kelana Jayeng Sari menolehkan mukanya dan memandang dengan mata terbelalak kepada putri
yang mendatanginya itu. "Istriku yang tercinta, sungguh-sungguhkah engkau kembali?" sambutnya.
"Tuan khilaf, Kelana Jayeng Sari!" sahut putri itu yang bukan lain daripada Dewi Sekar Taji putri
mahkota Kadiri, "Hamba belum lagi menjadi istri Tuan!"
Tetapi Kelana Jayeng Sari tak syak lagi: parasnya, tubuhnya, suaranya, gerak-geriknya, ah,
semuanya sama benar dengan istrinya.
"Candra Kirana! Masihkah Adinda akan mempermainkan Kakanda?" tanyanya dengan suara
lembut. ... -Hl "Candra Kirana" Siapakah Candra Kelana Jayeng Sari?" sahut putri Sekar Taji. Na; ma hamba
bukan Candra Kirana, melainkan ue
23$ Sekar Taji, putri Kadiri!"
Kelana Jayeng Sari tertegun. Dewi Sekar Taji! Inilah putri yang telah dipertunangkan dengan dia
sejak masih kanak-kanak! Baru sekali ini ia melihatnya! Dan putri itu bagaikan pinang dibelah dua
dengan istrinya yang terbang ke arah bulan! Alangkah sama! Segalanya!
Ia memandang tajam-tajam ke arah putri itu, meneliti dengan mata terpukau. Beberapa jenak ia tak
kuasa melahirkan kata-kata. Lidahnya menjadi kelu.
"Hamba hendak turut serta dengan Tuan memerangi raja Gajah Angun-angun yang angkuh itu!"
kata putri Sekar Taji pula.
Kelana Jayeng Sari cepat menguasai dirinya pula.
'Tetapi putri jelita, sayangilah kecantikanmu itu! Jangan turut ke medan perang!" sahutnya.
"Hamba memang seorang wanita, tetapi hamba bukan seorang pengecut!" kata Dewi Sekar Taji
pula. "Orang-orang menyebut hamba putri yang gagah berani dan hamba memang mahir
mempermainkan pelbagai alat senjata, Tuan pun tahu!"
"Kita baru sekali ini bertemu, mana mungkin hamba tahu tentang diri Tuan Putri!"
21 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Putri Sekar Taji tertawa.
"Mata Tuan sungguh buta! Tuan benar-benar seorang pemimpi yang kerjanya melamun
menggadang 236 Mendengar perkataan itu Kelana jtv.
"Tak hamba sangka di Kadiri ada putri perwira!" katanya kemudian sambil tertawa. "Sungguh
mataku buta, pendengaranku cupet!" Dewi Sekar Taji tertawa pula. "Jadi Tuan perkenankan hamba
turut serta ke medan pertempuran?" Kelana Jayeng Sari tertawa. "Hamba mempunyai seekor gajah
putih ..." kata Dewi Sekar Taji pula. "Ia seekor binatang peperangan yang terlatih. Biarlah ia
kutunggangi untuk menyaksikan pertarungan Tuan dengan
Raja Metaun!" Prabu Jayawarsya tidak berhasil melarang putrinda turut ke medan laga. Maka ia hanya berpesan
kepada Kelana Jayeng Sari supaya hati-hati menjaganya, agar jangan sampai mendapat
celaka. . "Sang Dewi seorang gagah perwira. Kelana Jayeng Sari berkelakar. Tetapi iamenyang -
237 gupijuga pesan baginda. Maka Kelana Jayeng Sari bersama wadia-balanya pun berangkat ke arah barat. Sang Dewi Sekar
Taji duduk di atas gajah putihnya yang anggun dan tangkas itu.
Gajah Angun-angun beserta bala tentaranya bergerak ke arah timur, berbuat semena-mena
melampiaskan amarahnya. Para pendudujc yang tidak berdosa dianiaya serta disiksa.
Rumah-rumah dibakar, harta kekayaan diranjah dan dirampas, wanita-wanita diperkosa.
Tatkala kedua tentara itu bertemu, maka perang campuh pecah. Suara senjata yang berlaga
berdencing-dencing, diselang oleh teriakan-teriakan kesakitan yang mengerikan hati. Darah
mengalir membasahi tanah dan suara kuda yang mabuk darah atau luka menyebabkan langit dan
bumi gemetar. Bala tentara Metaun sudah lelah, karena menganiaya dan menyiksa penduduk, lagipula tak
terkuasai lagi oleh orang atasannya, sehingga bertempur cerai-berai, merugikan pihaknya.
Sebaliknya wadia-bala Kelana Jayeng Sari yang telah terlatih itu, masih segar bugar dan
dikendalikan oleh ahli siasat yang mahir. Menjelang tengah hari, bala tentara Metaun sudah
cerai-berai. Betapapun sang Prabu Gajah Angun-angun berteriak murka menitahkan bala
tentaranya supaya jangan lari, namun sia-sia saja. Lagipula beberapa raja yang semula berpihak
kepadanya tatkala melihat gelagat tidak
238 baik. segera berbalik senjata atau menitahka pengikutnya menghindarkan diri MeSa^P S, hati
22 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
karena dengan Di aus gajahnya yang didandani secara mewah Prabu Gajah Angun-angun tak henti-hentinya
berteriak, menganjurkan supaya maju menerjang anak buah Kelana Jayeng Sari. Panah yang
menghujaninya dengan tangkas selalu dapat ditangkis-nya.
Kelana Jayeng Sari dengan perkasa, berdampingan dengan Dewi Sekar Taji maju ke arah barat.
Kelana Jayeng Sari di atas kuda, sang putri di atas gajah. Sedangkan tangan keduanya tak
berhenti-henti memain. Kelana Jayeng Sari mempergunakan tombak. Setiap gerakan tangannya,
menyebabkan tentara musuh rubuh. Mereka tak mampu menghindari tusukan tombak yang
matanya bagaikan bisa melihat itu. Yang selamat, timbul takutnya, lalu terbirit-birit melarikan diri.
Gajah yang ditunggangi oleh Dewi Sekar Taji sudah biasa di medan perang, menyebabkan musuh
yang kurang waspada kehilangan nyawanya, hancur dibanting oleh belalai atau luluh lantak diinjak
oleh kakinya yang besar-besar itu. Panah Dewi Sekar Taji pun sangat berbahaya, senantiasa
meminta kurban nyawa. Segera Prabu Gajah Angun-angun melihat musuhnya. Murkanya pun membakar wajahnya
239 "Kelana Jayeng Sari!" ia berteriak menantang "Kau kira medan perang ini tempat apa" Kalau kau
benar berani, tinggalkanlah perempuan itu, mari kita bertarung mencoba kekebalan kulit
masing-masing." Kelana Jayeng Sari tertawa mengejek. "Prabu Gajah Angun-angun, jangan banyak bicara, harimu
yang terakhir sudah tiba! Lihatlah sinar matahari sepuas-puasmu. karena besok ia takkan kaulihat
pula!" Prabu Gajah Angun-angun bertambah murka. Maka diarahkannya gajahnya ke dekat Kelana
Jayeng Sari, sehingga keduanya berhadapan.
"Kelana Jayeng Sari! Kalau engkau benar perkasa, kautangkis tombakku si Pantang Kalah ini"
teriaknya sambil menusukkan tombaknya. Tetapi Kelana Jayeng Sari dengan mudah saja
menangkisnya, sehingga murka Prabu Gajah Angun-angun makin menjadi. Bertubi-tubi ia menusuk
dan mengarah tubuh musuhnya, tetapi dengan tamengnya Kelana Jayeng Sari selalu menangkis.
"Mana permainan tombakmu yang kesohor itu?" ejek Kelana Jayeng Sari sambil tertawa. Hanya itu
sajakah"1' Prabu Gajah Angun-angun meloncat dari gajahny a.
"Kelana Jayeng Sari, tunrn ke mari! Mari kita berkelah. dengan keris di atas tanah'"
Hanya sekejap Kelana Jayeng Sari sudah berada
240 di hadapannya... -Apa maumu akan selalu kulayani'" sah Belum lagi perkataannya habis diucapkan"mS kens telah
23 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
menyambar akan menusuk lambung" Tetapi ia sungguh gesit, tusukan itu bi
"Hunus kerismu!" teriaknya dengan murka. "Tak usah terburu-buru benar ..." sahut Kelana Jayeng
Sari. "Bukankah engkau masih ingin
melihat sinar matahari?"
Ejekan-ejekan Kelana Jayeng Sari yang menghina itu menyebabkan Prabu Gajah Angun-angun
makin murka. Ia sudah tak bisa menguasai amarahnya lagi. Ia menusuk dengan kalap kepada
musuhnya, tetapi dengan demikian musuhnya pun jadi lebih gampang menyelamatkan diri.
Demikianlah kedua pahlawan itu berkelahi beberapa lamanya, ditonton dengan asyik oleh Dewi
Sekar Taji yang tersenyum-senyum saja. la yakin akan kepandaian Kelana Jayeng Sari yang
diketahuinya sangat mahir dan ahli mempermainkan keris____
Dalam pada itu pertempuran sudah mendekati
akhirnya. 241 Kelana Jayeng Sari sudah menghunus kerisnya yang konon sangat sakti dan bertuah benar itu. Ja
tidak membuta seperti musuhnya menusuk-nusukkan keris, tetapi menanti saat yang tepat. Matanya
yang tajam mengawasi musuhnya dengan teliti. Ia pun mesti menghindarkan diri dari setiap tusukan
Prabu Gajah Angun-angun. Tidak berapa lama. ia melihat satu lowongan. Tatkala keris Prabu Gajah Angun-angun mengarah
dadanya sebelah kiri, ia sengaja bertindak ayal, sehingga menggembirakan musuhnya itu. Ia yakin
sekali ini Kelana Jayeng Sari tak nanti mampu menghindarkan dirinya dari tusukan kerisnya.
"Rubuhlah!" teriak Prabu Gajah Angun-angun. Dan benar-benarlah: tubuh yang besar kekar itu
rubuh, karena tangan kanan Kelana Jayeng Sari yang memegang keris itu telah mendahului masuk
ke bawah ketiaknya, sedangkan mata kerisnya masuk ke dalam dada. Darah mengucur, keris
terlepas dari tangan Prabu Gajah Angun-angun. Kelana Jayeng Sari berdiri sambil bernafas lega. Ia
membersihkan kerisnya dari darah yang merah membasahinya.
"Sungguh mengagumkan!" terdengar pujian dan atas gajah. Itulah suara Dewi Sekar Taji yang
Karena raja mereka rubuh, maka bubar tak
242 keruanlah tentara Metaun. Yang tak sempat melarikan diri, tertangkap, lalu dibelenggu oleh bala
tentara Kelana Jayeng Sari. Mereka memohon ampun, mau menyelamatkan selembar nyawanya.
Kelana Jayeng Sari menitahkan agar mayat Prabu Gajah Angun-angun dan para tawanan dibawa
ke Kadiri akan menjadi bukti kemenangannya.
243 24 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
RAHASIA TERBUKA Seluruh Kadiri mengelu-elukan Kelana Jayeng Sari yang telah menjadi pahlawan mereka memukul
mundur tentara Metaun dan membunuh Prabu Gajah Angun-angun yang kejam. Prabu Jayawarsya
menyabut kedatangan Kelana Jayeng Sari bersama pasukannya itu sampai di luar kota Kadiri.
Waktu sang pahlawan turun dari gajah akan menghaturkan sembah kepada baginda, terdengar
sorak gempita yang membelah udara.
"Hidup Kelana Jayeng Sari! Hidup pahlawan Kadiri!"
Kemudian mereka bersama-sama masuk ke dalam istana. Prabu Jayawarsya nampak terharu. Ia
memandang berganti-ganti kepada Kelana Jayeng Sari dan putrinda Dewi Sekar Taji, lalu
menundukkan kepalanya, seperti memikirkan sesuatu hal yang mengganggu kalbunya.
Para prajurit Kelana Jayeng Sari dijamu dan dihibur dengan berbagai pertunjukan. Maka hilang -
244 lenyap capai lelah mereka, karena terhibur oleh berbagai hal yang menyukakan hati.
Sementara itu di istana, baginda beserta beberapa orang pejabat penting juga sedang menjamu
Kelana Jayeng Sari bersama Kebo Pandogo. Baginda memuji kepahlawanan sang Kelana dan
bersukur karena ancaman bahaya terhadap Kadiri sudah bisa dihindari.
Tatkala pembicaraan sampai pada soal pernikahan Kelana Jayeng Sari dengan Dewi Sekar Taji
seperti yang telah dijanjikan, baginda menghela nafas panjang.
"Jodoh memang ditentukan oleh para dewa ... " sabdanya kemudian. "Manusia tak bisa berbuat
sesuatu apa, apabila Dewata raya tidak memperkenankannya ..."
Orang-orang termenung demi mendengar sabda baginda yang diucapkan dengan suara yang
murung sedih itu, diam termenung, tak ada yang berani memotong kalimat. Suasana yang penuh
gelak tertawa berubah menjadi sungguh-sungguh.
"Umpamanya Dewi Sekar Taji ..." baginda melanjutkan perkataannya pula. "Sejak masih
kanak-kanak ia telah dipertunangkan dengan Raden Panji Kuda Waneng Pati, putra mahkota
Janggala. Apa mau pihak Janggala tidak menepati janji - atau lebih tepat: Dewata menghendaki
yang lain. Raden Panji konon nikah di luar perke
245 nan ayahanda dengan seorang bukan keturunan raja dan menolak untuk menikah dengan anakku
Sekar Taji ..." wajah baginda muram, suaranya pun makin menjadi guram. "Dan kemudian Raden
Panji konon tenggelam di lautan selagi berlayar-layar dengan istrinya yang sudah meninggal ...
Tetapi ada pula yang mengatakan, bahwa Raden Panji masih hidup, hanya sebegitu jauh sampai
sekarang belum kelihatan muncul. Sang Prabu Jayantaka sudah mengundurkan diri, kini telah
digantikan oleh Prabu Braja Nata, putra baginda. Hebat adalah bagi kami, karena Prabu Braja Nata
bersikeras mengatakan bahwa saudaranya. Raden Panji Kuda Waneng Pati masih hidup, karena itu
Candra Kirana Karya Ajiprosidi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
25 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
pertunangannya dengan Dewi Sekar Taji tidak dibatalkan! Tetapi bertahun-tahun telah lampau,
kabar mengenai Raden Panji tak juga sampai. Lagipula bukti bahwa Raden Panji masih hidup tak
ada yang layak dipercaya ... Prabu Braja Nata tak percaya saudaranya itu telah meninggal, karena
mereka tidak berhasil menemukan mayatnya. Ya, bagaimana pula mencari mayat di dalam lautan
yang dalam dan luas tak terkira?" baginda berhenti sejenak, suasana hening. "Karena itu, menurut
pendapat kami, adalah anakku Kelana Jayeng Sari yang telah ditentukan oleh Dewata untuk
menjadi jodoh Dewi Sekar Taji - anakku. Sesuai dengan perjanjian kita, kami merasa tidak
keberatan menikahkan anakku Dewi Sekar Taji
246 dengan anakku Kelana Jayeng Sari. Persiapan untuk itu akan segera disediakan ..."
Hampir Kelana Jayeng Sari tak kuasa menahan dirinya, akan sujud di depan baginda dan
menjelaskan bahwa Raden Panji Kuda Waneng Pati yang dikabarkan tenggelam di lautan itu,
adalah dia sendiri adanya. Hampir ia tak kuat menahan keinginan untuk mengatakan bahwa Raden
Panji Kuda Waneng Pati dan Kelana Jayeng Sari itu orangnya satu. Untung saja penasihatnya yang
bijaksana, Ki Kebo Pandogo, menekan tangannya, sehingga sadar ia akan dirinya yang sedang
menyamar. Maka pembicaraan pun dilanjutkan tentang pernikahan yang akan segera dilangsungkan. Beberapa
orang senapati mengutarakan kekuatirannya kalau-kalau pihak Janggala menjadi marah dan
menyerang Kadiri. Tetapi mengapa pula mesti takut" Bukankah Kelana Jayeng Sari yang gagah
perwira dan sakti itu akan sanggup memukul mundur serbuan Janggala" Maka mengenai hal itu
orang tidak berani menyinggung-nyinggungnya pula.
Pernikahan ditetapkan akan dilangsungkan enam minggu lagi. Selama itu persiapan-persiapan
akan diadakan. Sebuah pesta kerajaan akan diselenggarakan besar-besaran. Bukankah Dewi
Sekar Taji putri mahkota yang kelak akan memangku takhta Kadiri" Seluruh kerajaan sibuk
bersiap-siap untuk 247 menyambut hari yang akan dirayakan empat puluh hari empat puluh malam itu.
Tetapi waktu yang enam minggu itu menyebabkan berita tentang pernikahan Dewi Sekar Taji
dengan Kelana Jayeng Sari dari tanah Seberang itu sampai di Janggala dan Prabu Braja Nata
murka besar tatkala mendengarnya.
"Dewi Sekar Taji sudah dipertunangkan dengan Raden Panji Kuda Waneng Pati!" katanya dengan
geram. "Raden Panji memang hilang, tetapi ia belum meninggal dan pertunangan antara keduanya
pun belum diputuskan! Nyata pihak Kadiri hendak menghina kita, Janggala! Hinaan ini tak boleh kita
biarkan saja!" Maka baginda berunding dengan para pejabat kerajaan yang penting-penting membicarakan
persiapan-persiapan untuk menyerang Kadiri, supaya pernikahan tunangan putra mahkota
Janggala dengan orang yang berasal dari tanah Sebrang itu jangan sampai terlaksana. Baginda
bertindak cepat, beberapa hari kemudian berangkatlah tentara Janggala dalam jumlah yang besar
menuju Kadiri. 26 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Prabu Braja Nata sendiri memimpin penyerangan itu.
Tetapi Prabu Braja Nata bertindak hati-hati. Ia tidak langsung menyerang Kadiri. Tatkala sampai di
perbatasan, ia pun mendirikan perkemahan. Lalu ditulisnya sepucuk surat yang akan di -
248 antarkan oleh Senapati Arya Suralaga kepada sang baginda Prabu Jayawarsya. Dalam surat itu
Prabu Braja Nata mengingatkan mamanda akan pertunangan putri mahkota Kadiri dengan putra
mahkota Janggala Raden Panji Kuda Waneng Pati. Pertunangan itu belum pernah diputuskan, dan
meskipun dikabarkan tenggelam ke dasar lautan, belum tentu Raden Panji sudah meninggal.
Hingga sekarang mayatnya belum diketemukan orang. Karena itu, Prabu Braja Nata menyatakan
keberatannya kalau Dewi Sekar Taji dinikahkan dengan orang lain, sedangkan pertunangannya
dengan Raden Panji Kuda Waneng Pati belum diputuskan secara resmi. Ia mengatakan bahwa jika
hal itu dilangsungkan, maka itu berarti penghinaan buat Janggala dan ia takkan membiarkan diri
serta nama baik kerajaannya terhina. Di perbatasan ia telah siap dengan bala tentaranya yang
besar untuk menyerbu Kadiri, kalau penghinaan dilangsungkan juga.
Pada akhir suratnya, Prabu Braja Nata menuntut agar pernikahan itu dibatalkan dan agar Kelana
Jayeng Sari datang menyerah kepadanya untuk menerima hukuman penggal. Orang yang konon
berasal dari tanah Sebrang itu dianggap telah dengan sengaja menghina kerajaan Janggala.
Tetapi sebelum Senapati Arya Suralaga sampai di hadapan Prabu Jayawarsya akan mempersem -
249 hahkan surat Prabu Braja Nata. berita tentang kedatangan tentara Janggala di perbatasan Kadiri.
telah meniup-niup di seluruh negen. Setiap orang membicarakannya. Setiap orang berkuatir. Dan
kekuatiran itu mempengaruhi persiapan pesta kerajaan untuk pernikahan putri mahkota mereka.
Dan tatkala Prabu Jayawarsya menerima utusan Prabu Braja Nata, hatinya goncang. Sebelum ia
membuka surat yang dipersembahkan orang kepadanya, untuk sebagian besar baginda telah
maklum akan isinya. Perang! Perang dengan Kadiri! Tidak, bencana itu tak mungkin dihindari lagi! Tuntutan Prabu Braja
Nata sangat mustahil: Kelana Jayeng Sari mana mungkin bersedia untuk menyerahkan kepalanya
kepada pihak Janggala! Sebaliknya ia pun takkan mungkin meminta Kelana Jayeng Sari untuk
membatalkan pernikahannya dengan Dewi Sekar Taji! Itu akan menyebabkan pahlawan dari tanah
Sebrang itu merasa terhina dan murka pula!
Memang, ia boleh tidak usah menaruh kuatir, karena Kelana Jayeng Sari dengan bala tentaranya
tentu akan menghadapi serangan dari Janggala. Namun jika hal itu terjadi, maka perhubungannya
dengan Janggala akan buruk untuk selama-lamanya. Sedangkan Janggala dengan Kadiri berasal
dari satu keturunan, dari satu kerajaan jua ...
Maka terkenang pula baginda akan cita-citanya semasa muda, bersama-sama dengan saudara
250 sebuyutnya Prabu Jayantaka, untuk Dersama-sama
27 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mewujudkan kembali apa yang dahulu dengan susah payah telah dipersatukan oleh moyang
mereka Sang Airlangga: persatuan Kadiri dengan Janggala! Sungguh suatu cita-cita yang indah!
Sungguh tak baginda kira, cita-cita yang mulia itu akan berakhir seperti ini. Jangankan persatuan,
bahkan perpecahan selama-lamanya mengancam perhubungan kedua kerajaan itu!
Baginda menghela nafas. Kepada Senapati Arya Suralaga baginda meminta tempo untuk
merundingkannya dahulu dengan para tetua negara dan sementara menunggu keputusan itu,
utusan Prabu Braja Nata dipersilakan beristirahat di sebuah pesanggrahan yang sangat resik.
Tetapi para tetua serta pejabat negara pun tidak mampu menghasilkan saran yang merupakan jalan
keluar. Mahapatih Kebo Rerangin yang terkenal bijaksana itu, merenung, berpikir keras dan
kata-katanya tidak memberikan cahaya harapan.
"Akhir-akhirnya segala-galanya terserah kepada Gusti Kelana Jayeng Sari jua ... " demikian
katanya. "Hanya ia dalam hal ini yang mungkin memberi keputusan. Kalau ia menghendaki perang,
maka perang pun takkan mungkin dihindari ... Kecuali kalau ia bersedia memenuhi tuntutan Prabu
Braja Nata itu ... "
"Tetapi sudikah ia menyerah?" tanya baginda.
"Itulah yang tak bisa kita jawab. Karena itu
251 hanya ia sendiri yang mungkin memberi keputusan ....1
"Tak ada jalan lain kalau begitu: kita mesti merundingkan hal ini dengan dia! Baiklah, Senapati
Wirapati, silakan Kelana Jayeng Sari datang ke mari!" sabda baginda.
Sementara itu Dewi Sekar Taji, yang juga mendengar berita tentang masuknya tentara Janggala ke
perbatasan, bermuram durja. Ia nampak merenung-renung dan melamun, sehingga menimbulkan
heran Kelana Jayeng Sari yang sedang mengunjunginya.
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
28Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
Dewi Sekar Taji memandang kepada bakal suaminya itu dengan mata redup.
"Hamba kuatir, karena hamba dengar wadia-bala Janggala telah sampai di perbatasan akan
menyerang Kadiri," sahutnya dengan suara guram. 'Tentu gara-gara pihak Janggala mendengar
tentang akan dilangsungkannya pernikahan kita ..."
Kelana Jayeng Sari tersenyum dan wajahnya cerah, seperti ia tidak mengetahui apa-apa dan
sambil tersenyum jua ia bertanya, "Jadi menyesalkah Adinda akan pernikahan kita?"
Dewi Sekar Taji memandang dengan tajam.
"Jangan Kakanda berbicara seperti itu! Hamba tidak menyesal karena telah mendapat jodoh
Kakanda, malah ... bangga!"
"Tetapi agaknya Adinda mengharap-harap jua
252 Raden Panji, tunangan Adinda sejak masih kanak-kanak itu ... " kata Kelana Jayeng Sari sambil
tersenyum jua. "Tidak!" sahut Dewi Sekar Taji cepat. "Tidak demikian! Hamba dengan Raden Panji belum pernah
bersua. Atau kalau pun pernah bersua, tentu tatkala kami masih kanak-kanak. Kami tak ingat lagi.
Lagipula Raden Panji hamba dengar sudah menikah dengan orang lain dan ia sangat mencintai
istrinya itu, sehingga..."
"Jadi apa yang Adinda rusuhkan?" potong Kelana Jayeng Sari seakan-akan ia tak mau mendengar
kekasihnya itu menghabiskan kalimat.
Dewi Sekar Taji menghela nafas sambil mengarahkan pandangannya ke kejauhan. Ia nampak
berfikir keras. "Yang hamba jadikan pikiran," akhirnya ia menyahut, "adalah bencana yang bakal dialami oleh
rakyat Kadiri..." "Bencana apa?" "Kalau bala tentara Janggala masuk, tentu peranglah yang akan terjadi dan tentu rakyat Kadiri akan
hancur menderita karenanya ..." sahutnya dengan suara murung.
"Ragu-ragukah Adinda akan kegagahan serta keperwiraan para ponggawa Kelana Jayeng Sari'1"
Dewi Sekar Taji menggleng-gelengkan kepala.
"Tidak! Sedikit pun Dinda tidak ragu. Hamba telah menyaksikan mereka bertempur tatkala
1 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
253 menghadapi tentara Metaun dan hamba percaya, mereka di bawah pimpinan gustinya yang perwira
akan mencapai kemenangan di setiap peperangan .
. " mengucapkan yang terakhir ia tersenyum sambil mengerling manja kepada tunangannya.
Kelana Jayeng Sari tersenyum.
"Jadi apa yang Adinda kuatirkan?" kemudian ia bertanya.
"Apabila terjadi perang dengan Janggala, tentu akan banyak orang yang mati atau
sekurang-kurangnya mendapat celaka, menderita berbagai kesengsaraan. Wanita-wanita akan
banyak yang kehilangan suami, anak-anak banyak yang akan kehilangan ayah dan ibu-ibu banyak
yang akan kehilangan anak lelaki mereka yang menjadi tiang kehidupannya ... Waktu berperang
dengan Metaun tempo hari, hamba menyaksikan hal-hal yang mengerikan dan menyedihkan itu.
Dan diam-diam hamba berpikir: Alangkah hebatnya bencana yang dialami dan diderita oleh
manusia lantaran perang! Apakah manfaatnya perang itu" Apakah artinya perang antara sesama
manusia, sesama saudara" Ya. Kadiri dan Janggala masih berasal dan satu keturunan ... Kalau
terjadi perang, tak peduli siapa yang menang ataupun siapa >ang kalah, kedua pihak akan
menderita, akan mengalami bencana. Bencana atas sesama manu-aa. Dew, Sekar Taji berhenti
sebentar dan karena 254 kekasihnya diam saja menyimakkan perkataannya, kemudian ia melanjutkan pula, "Dan kalau
hamba bertanya kepada diri hamba sendiri. Apakah pangkal sebabnya sehingga kedua kerajaan
yang berasal dari satu keturunan itu berperang" Apakah yang mereka bela" Apakah yang mereka
pertahankan" Kanda pun tahu: hambalah pangkal sebabnya. Hamba! Hambalah yang akan
menyebabkan manusia saling bunuh sesamanya! Dan kalau pun kelak kita menang, apakah yang
akan kita dapat" Kebahagiaan kita. Barangkali kita akan berbahagia dalam hidup kita. Tetapi
apakah artinya kebahagiaan kita apabila kita perbandingkan dengan penderitaan serta
kesengsaraan yang dialami oleh beratus-ratus dan beribu-ribu orang yang mendapat bencana
perang itu" Seimbangkah kebahagiaan kita dengan kurban yang dimintanya" Ya, apakah artinya
kebahagiaan kita kalau untuk itu kita menyebabkan beribu-ribu orang lain mendapat bencana dan
menderita kesengsaraan?"
Kelana Jayeng Sari mendengarkan perkataan bakal istrinya itu dengan kagum, la merasa malu,
karena ia sendiri dahulu hanya memikirkan kebahagiaannya sendiri saja. 'Coba kalau dahulu aku
tidak terlalu menurutkan hatiku sendiri ...' sesalnya dalam hati. 'Kini tentu bulan dan matahari ada
dalam genggamanku! Dan siapakah lagi yang akan lebih berbahagia daripada orang yang
menyandingkan keduanya"'
255 Teringat akan masa lampaunya, ia menjadi murung dan menyesal. Tetapi melihat Dewi Sekar Taji
yang memandang dengan mata redupnya ke arah tak berwatas. ia segera berkata, "Kalau begitu,
perang mesti kita hindari...
Dewi Sekar Taji menolehkan wajahnya. Kini ia memandang wajah Kelana Jayeng Sari tajam-tajam,
2 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dari matanya terpancar keheranan. "Apakah maksud Kanda?" "Perang itu akan kita hindari ..."
"Tetapi semudah itukah soalnya" Sesederhana itukah?" Kelana Jayeng Sari tersenyum. "Kalau
Kanda mengirimkan utusan kepada Prabu Braja Nata, tentu persoalan akan beres dan apa yang
Rayinda takuti akan terhindar..."
Dewi Sekar Taji memandang dengan heran dan tidak mengerti. Ia hendak bertanya pula. tetapi
tatkala itu datang Senapati Wirapati yang memangku titah baginda. Kelana Jayeng Sari disilakan
menghadap baginda secepat mungkin
"Apakah soalnya gerangan?" tanya Dewi Sekar Taji.
Senapati Wirapati seperti keberatan menyahut. Maka Kelana Jayeng Sari menalanginya, menjawab,
"Tentu soal Janggala, bukan?"
Senapati Wirapati terkejut. 'Bagaimana ia mungkin mengetahuinya" Benar-benar orang ini sakti!'
pikirnya dalam hati. Ia hanya mengangguk dan
mengiakan saja. Kelana Jayeng Sari meminta diri dari kekasihnya, lalu bergegas menuju balairung, diiringkan oleh
Senapati Wirapati. Waktu ia sampai di sana, Ki Kebo Pandogo juga sudah ada di sana. Maka baginda pun lalu
membicarakan masalah yang membingungkan hatinya itu. Surai yang diterimanya dari Prabu Braja
Nata diberikannya kepada Kelana Jayeng Sari.
Ki Kebo Pandogo tersenyum-senyum saja, tetapi ia tidak berkata sesuatu apa. Setelah Kelana
Jayeng Sari menelaah surat itu, terdengar baginda bersabda, "Anakku pun .tahu, bahwa dalam hal
ini, semuanya tergantung kepada Anakku Kelana sendiri ... Kami tak bisa berbuat apa-apa ...
Apakah yang hendak Anakku lakukan?"
Kelana Jayeng Sari memandang kepada baginda, kemudian menghaturkan sembah, "Tak usah
Gusti merisaukan hal itu. Ancaman tentara Janggala tak usah Gusti kuatirkan ..."
"Ya, kami percaya, Anakku akan dengan mudah mengalahkannya dan memukulnya mundur sela
baginda. 'Tidak!" sela Kelana Jayeng Sari. "Hamba tidak akan mempergunakan kekuatan senjata... "
Semua orang terkejut, kecuali Ki Kebo Pandogo.
"Apa maksud Anakku?" tanya baginda pena -
257 saran. Kelana Jayeng Sari tersenyum. "Hamba akan menyerahkan diri hamba kepada Prabu Braja Nata
..." "Apa?" semua orang terlonjak dari duduknya. "Anakku akan menyerahkan diri untuk
3 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dipenggal"*' tanya baginda dengan hati kuatir, meski baginda berpikir, bahwa itulah yang
sebaik-baiknya untuk mencegah permusuhan antara kedua kerajaan yang berasal dari satu
keturunan. "Daulat Gusti," sahut Kelana Jayeng Sari. "Hamba akan menyerahkan kepala hamba kepada Prabu
Braja Nata .... " "Tetapi ... bagaimana dengan prajurit-prajurit Anakku" Tidakkah mereka mampu menangkis bahkan
memukul mundur tentara Janggala" Apakah Anakku merasa kuatir?"
"Samasekali hamba tidak merasa kuatir," sahut Kelana Jayeng Sari. "Tetapi bukankah jalan itu yang
sebaik-baiknya ditempuh?"
Baginda terperanyak. Perkataan itu mengena benar pada hati baginda. Darah menyirat memerahi
wajah baginda. Apakah ia tahu apa yang kami kuatirkan"' pikir baginda dalam hati. 'Sungguh sakti
ia!' 66 Melihat baginda terdesak, mahapatih Kebo Kerangin yang bijaksana itu segera menghaturkan
c ."!gaimana Pun Gusti, Gusti Kelana Jayeng banlah yang mungkin memberi putusan.
258 Apa juga yang dikehendakinya, kita tak mungkin berbuat apa-apa ..." Dan dengan demikian ia
merasa telah menolong gustinya dari kesulitan.
Maka keputusan diambil. Kelana Jayeng Sari tidak akan mengadakan perlawanan terhadap Prabu
Braja Nata. Ia malah hendak menyerahkan diri.
Kepada Senapati Arya Suralaga yang menunggu di pesanggrahannya, segera baginda
menyampaikan keputusan itu. Maka rombongan utusan itu, keesokan harinya segera pulang
membawa keputusan yang melegakkan hati. Namun tatkala Prabu Braja Nata menerima berita itu,
ia hampir-hampir tidak percaya. Semudah itukah soal bisa diselesaikan" Mengapa Kelana Jayeng
Sari yang terkenal gagah perwira itu segampang itu menyerah" la curiga kalau-kalau di balik
kesediaan untuk menyerah itu tersembunyi maksud keji untuk membokong. Tetapi tatkala ia
bertanya dengan lebih teliti kepada Senapati Arya Suralaga, barangkali mereka diam-diam
mengadakan persiapan perang, utusan yang bermata tajam itu menyangkalnya.
"Persiapan yang hamba lihat semuanya dipusatkan untuk perayaan pernikahan belaka," sahutnya.
"Hamba tak melihat persiapan-persiapan bala
tentara!" Mau tak mau baginda percaya akan keterangan itu. karena Senapati Arya Suralaga seorang yang
teliti dan waspada. Hidungnya tajam mencium
259 bahaya dan tentang hal itu baginda yakin.
4
Candra Kirana Karya Ajiprosidi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Sungguh aneh Tetapi tak seorang pun yang bisa menerangkan hal itu. Maka sehari lamanya baginda dan para
penasihatnya dirundung kebingungan. Mereka lega karena takkan terjadi perang, tetapi akhir
peristiwa agaknya samasekaii di luar sangkaan semua orang. Mereka tak habis-habisnya merasa
heran. Siang hari datang seorang pengawal memberitakan kedatangan tokoh yang mengherankan
berbareng membingungkan mereka itu. Kelana Jayeng Sari nendak menghadap kepada Prabu
Braja Nata, akan menyerah.
"Dengan siapakah ia datang" Banyakkah pengiringnya?" tanya baginda dengan perasaan kuatir
juga. "Hanya berdua dengan seorang yang sudah "lanjut usianya," sahut pengawal itu.
"Titahkan mereka ke mari!" sabda baginda akhirnya setelah merenung sejenak.
Sementara itu para tetua dan penasihat baginda memang sudah mengharap-harap kedatangan
tamu itu. Dan mereka senantiasa mengharap dengan perasaan heran juga kedatangan satria yang
penuh rahasia itu. Mereka siap menerima.
Sementara menanti masuknya satria yang mere-ka anggap telah menghina harga diri mereka itu,
260 tak tahu kenapa mereka merasa debaran jantungnya mendadak mengeras. Prabu Braja Nata
sendiri gelisah dan beberapa orang yang lain merasa tidak tenang duduk. Bagaimana pun akhir
segala sesuatunya berlainan benar dengan yang pernah mereka bayangkan.
Akhirnya yang dinanti-nantikan pun datang
juga-- "Adinda!" teriak Prabu Braja Nata dengan mata terbelalak dan mulut ternganga.
"Raden Panji!" teriak yang lain-lainnya dengan
takjub. Prabu Braja Nata melompat lalu memeluk adinda dengan berurai airmata.
"Adinda ... Adinda... Jadi Adindakah Kelana Jayeng Sari itu?" tanyanya dengan suara sarat
sukacita. "Wahai Adinda, terlebih dahulu berilah Kakanda ampun!"
Kelana Jayeng Sari yang telah menjadi Raden Panji Kuda Waneng Pati kembali itu, mencoba
menahan keharuan hatinya. Tetapi ia tak mampu. Maka dalam pelukan kakanda ia pun tergukguk
mengalirkan airmata sukacita.
"Tak ada yang mesti hamba maafkan," akhirnya ia berhasil mengucapkan kata-kata, "karena tak
ada kesalahan Kanda atas Dinda! Malah sebaliknya, Adindalah yang meminta kelapangan hati
5 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Kanda karena telah membikin Kanda semua merasa tegang ..."
261 Sementara itu Senapati telah memeluk-merang-kul Ki Kebo Pandogo dengan mesra dan terharu.
"Kanda Prasanta! Kakandalah kiranya!" Waktu Prabu Braja Nata melepaskan pelukannya dari
adinda, ia menoleh kepada Patih Prasanta yang tua itu. Baginda pun berseru, "Mamanda Prasanta!"
"Daulat Gusti!" sahut Patih Prasanta. Lalu mereka pun berbicara dengan sukacita, mencurahkan
perasaan hatinya masing-masing. Prabu Braja Nata meminta agar Adinda Raden Panji Kuda
Waneng Pati sudi mengisahkan pengalamannya selama menjadi Kelana Jayeng Sari. Adinda
tersenyum, lalu memandang kepada Patih Prasanta.
"Semuanya adalah atas nasihat Mamanda Prasanta ..." ia menyahut. "Ia sungguh seorang yang
bijaksana ..." "Gusti memuji terlalu berlebihan," tukas Patih Prasanta. "Yang hamba lakukan hanya kewajiban
seorang hamba terhadap junjungannya belaka
Akhirnya Patih Prasanta mau juga mengisahkan pengalamannya selama berkelana sehabis
terpukul badai di tengah lautan, diakhiri dengan kisah menaklukkan raja Metaun yang disertai syarat
agar baginda Prabu Jayawarsya sudi menyerahkan Dewi Sekar Taji pabila Prabu Gajah
Angun-angun bisa dikalahkan.
262 "Namun pernikahan itu tidak mungkin berlangsung, lantaran pihak Janggala murka dan hendak
memenggal kepala sang Kelana Jayeng Sari, yang dianggap telah merebut tunangan Adinda
Raden Panji Kuda Waneng Pati ... " demikian Patih Prasanta mengakhiri kisahnya sambil
tersenyum. Orang-orang tertawa. "Tetapi Kelana Jayeng Sari ternyata adalah Adinda Raden Panji, karena itu sesungguhnya tak ada
peristiwa perebutan tunangan," sabda Prabu Braja Nata kemudian. "Karena itu pernikahan Kelana
Jayeng Sari dengan Dewi Sekar Taji mesti dilangsungkan! Kita yang sudah kepalang sampai di
perbatasan, sekalian saja masuk ke Kadiri akan turut merayakan pernikahan kedua putra mahkota!"
Pikiran itu mendapat persetujuan orang banyak. Maka keesokan harinya tentara Janggala itu
bergerak ke arah Kadiri. Tetapi bukan untuk menyerang atau berperang, melainkan untuk
merayakan pesta pernikahan yang akan mewujudkan cita-cita Prabu Jayantaka dan Prabu
Jayawarsya dahulu .... 263 6 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
CANDRA KIRANA Prabu Jayawarsya sangat bersuka cita tatkala mengetahui bahwa Kelana Jayeng Sari itu tak lain
Raden Panji Kuda Waneng Pati adanya. Mereka menyambut kedatangan Kelana Jayeng Sari
bersama-sama rak anda Prabu Braja Nata dengan kehormatan dan kegembiraan.
Pernikahan Raden Panji Kuda Waneng Pati dengan Dewi Sekar Taji dilangsungkan dengan amat
sangat meriah. Seluruh kerajaan berpesta. Semua orang bersuka ria. Berbagai pertunjukan dan
hiburan diselenggarakan tanda kegembiraan hatinya menyaksikan pernikahan putra mahkota
Janggala dengan putri mahkota Kadiri. Bala tentara Janggala yang berangkat dari negerinya
ditangisi oleh para kerabatnya lantaran hendak berperang, tenggelam dalam pesta dan suka ria.
Setelah empat puluh hari empat puluh malam lamanya bersuka ria dan bersenang-senang, Prabu
Braja Nata meminta diri kepada Baginda Prabu
264 jayawarsya akan pulang ke negerinya. Kepada Raden Panji Kuda Waneng Pati ia meminta agar
putra mahkota itu segera pulang ke Janggala akan menerima takhta kerajaan. Prabu Braja Nata
merasa dirinya hanya seorang wakil belaka dan ia ingin menyerahkannya kembali kepada yang
berhak. Tetapi di luar dugaannya, Raden Panji menggelengkan kepala. Hatinya telah tawar, ia udak
memikirkan takhta kerajaan dan ia meminta agar rakanda terus menduduki takhta.
"Bagi Adinda sekarang," katanya lebih lanjut, "kehidupan terpencil di sebuah pegunungan lebih
menarik hati ... Kesibukan istana dan kerajaan, membikin pikiran Adinda pepat ... "
"Tetapi kalau demikian Adinda menyia-nyia-kan cita-cita ayah kita dahulu ..." kata Prabu Braja Nata.
Raden Panji menghela nafas. Terkenang pada
ayahanda, ia berduka. "Bagaimanapun juga," katanya kemudian, "sekarang belum bersedia hamba kembali ke Janggala
akan memangku takhta. Sekarang, Kakanda saja pulang dahulu. Kalau kelak hamba ternyata
diperlukan, tentu akan datang..."
Setelah masak diperembukkan, maka diambil keputusan. Prabu Braja Nata beserta tentaranya akan
segera pulang ke Janggala, sedangkan Raden Panji beserta istrinya Dewi Sekar Taji akan pergi ke
sebuah gunung akan mengecap madu kebahagia -
265 an sel di sana. Prabu Jayawarsya telah membangun "buah istana mungil untuknya, letaknya di pung_
gung gunung Wilis yang sejuk hawanya.
7 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Demikianlah penganten dan mempelai itu mengecap keberuntungan serta kebahagiaan hidupnya,
di suatu tempat terpencil dari keriahan kerajaan. Hanya beberapa orang pengasuh dan ponggawa
yang turut serta dengan mereka.
Dewi Sekar Taji sangat berbahagia, di tengah alam yang indah serta bunga-bungaan yang aneka
wami, ia bagaikan mahkota segala bunga ... .
Tetapi Raden Panji tidak mengecap kebahagiaan itu sepenuh jiwa, lantaran ia terkenang akan
istrinya yang dahulu, Dewi Anggraeni ... Apa pula keadaan alam pegunungan itu, mengenangkan ia
akan pertemuannya dengan Dewi Anggraeni di pegunungan Penanggungan. Kadang-kadang,
lantaran Dewi Sekar Taji bagaikan pinang dibelah dua dengan Dewi Anggraeni. ia merasa ragu,
siapakah sebenarnya gerangan putri yang ada di sampingnya itu, Anggraeni ataukah Sekar Taji"
Tak jarang ia terluncur kata, memanggil 'Anggra . . kepada istrinya, untung kemudian segera ia
sadar. Dewi Sekar Taji maklum akan keadaan kakanda, kadang-kadang ia pun merasa berduka, pabila
kakanda memanggilnya dengan nama istri kakanda yang dahulu, la merasa disia-siakan ... Tetapi
untuk menghapus kakanda dari kenangannya kepada istrinya yang pertama itu, ia merasa tidak
266 membisikkan kata-kata lembut.
-Maafkan Kakanda, Sekar ... Maafkan Kakanda!"
Tetapi sesungguhnya, tak ada yang mesti dimaafkan. Maka ia hanya tersenyum arif, meski merasa
hatinya pedih. Raden Panji sendiri bukan tidak maklum akan apa yang dirasa oleh istrinya. Ia merasa bersalah.
Tetapi ia pun merasa lebih bersalah pula jika mencoba hendak menghapuskan kenangan kepada
istrinya yang dahulu itu.
'Benarkah Anggraeni akan kembali"' tanyanya dalam hatinya sendiri. Ta pergi terbang ke langit, ke
arah bulan dan mungkin suatu waktu ia kembali kepadaku
Teringat bahwa akan hancur kalbu Dewi Anggraeni pabila menyaksikan ia sudah beristrikan orang
lain, hati Raden Panji pepat Ia merenung memikirkan dirinya.
Malam itu purnama bulat penuh keluar dengan cahayanya yang laksana emas. Raden Panji
terkenang pula akan istrinya, merenung memandang kepada ratu malam yang lembut itu.
Terkenang Pula Raden Panji akan malam tatkala istrinya secara gaib terbang ke arah bulan. Waktu
itu bulan P"n purnama, bulat tak bercacat.
267 Dan beberapa lamanya Raden Panji memandang bulan purnama itu dengan mata tak mengejap,
ngejap, sedangkan Dewi Sekar Taji menyaksikan kelakuan suaminya itu dengan hati yang teriris.
Tiba-tiba Raden Panji melihat sesuatu bergerak dari arah bulan kepadanya. Mula-mula titik yang tak
bisa dikenali, tetapi makin dekat makin jelas.
8 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Itulah Dewi Anggraeni!" bisik Raden Panji dengan mata terbelalak. "Ia datang!"
Kemudian ia melihat Dewi Anggraeni yang sangat jelita dalam cahaya bulan itu, lebih jelita daripada
waktu yang lampau, berdiri di sebelah istrinya, di sebelah Dewi Sekar Taji. Keduanya sama benar!
Hanya, pabila Dewi Anggraeni memandangnya dengan senyum yang menyejukkan kalbu, adalah
Dewi Sekar Taji memandangnya dengan mata redup.
"Anggraeni!" ia berteriak sambil bangkit, lalu berjalan hendak memeluk istrinya yang dahulu itu.
Tetapi Dewi Anggraeni tidak menyahut. Ia hanya tersenyum saja, tersenyum. Dan jaraknya makin
dekat juga ia kepada Dewi Sekar Taji, makin dekat dan makin dekat ...
Waktu Raden Panji melompat hendak menubruknya, Dewi Anggraeni sudah berpadu dengan Dewi
Sekar Taji. Maka istrinya itulah yang ditubruk serta dipeluknya.
"Kakanda!" terdengar Dewi Sekar Taji bicara dengan suara yang hiba. "Kakanda! Mengapa?"
2UH Raden Panji tersadar. Ia mpmo
nya- -Kakanda! Ada apakah gerangan?" Dewi Sekar Taji bertanya, padahal ia sudah maklum akan hal
kakanda. Tentu kenangannya kepada istrinya dahulu jua yang menjadi sebab.
"Adinda! Adinda!" bisik Raden Panji. 'Tidakkah Adinda tadi melihat ada orang datang?"
Dewi Sekar Taji terkejut.
"Orang?" tanyanya dengan heran, "Tidak ada. Yang ada cuma kita berdua ..."
Raden Panji melengak. Ia memandang kepada istrinya dengan mata menyelidik. Tetapi agaknya
istrinya itu berkata dengan sungguh-sungguh. Jadi, apakah yang kelihatan olehnya tadi" Ia berpikir.
Tak salah aku! Tadi di samping Dewi Sekar Taji ia berdiri! Tersenyum dengan manis ... ' katanya
dalam hati. Dialah yang tadi kupeluk
Tiba-tiba ia yakin. Tak syak lagi! Tentu kedua istriku itu kini telah berpadu. Dewi Anggraeni telah kembali kepadaku,
tetapi ia menyatukan dirinya dengan Dewi Sekar Taji
"Kakanda ..." suara Dewi Sekar Taji menyadarkan ia dari pikirannya. Ia memandang kepada
9 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
269 istrinya itu. "Kakanda, agaknya Kakanda senantiasa diharu-biru pikiran ..." perkataan itu diucapkan Dewi Sekar
Taji tidak lancar. "Sesungguhnya sudah lama hamba memperhatikan kelakuan Kanda ... Agaknya
ingatan kepada Dewi Anggraeni selalu mengganggu Kanda ... Kanda, kata orang ia sudah
meninggal, karena itu hamba tidak merasa telah merebut Kanda dari sampingnya. Namun begitu,
tidakkah Kanda memandang hamba sebagai ganti-nya?"
Ia sudah lama hendak berkata seperti itu, tetapi baru ketika itu mampu dia ucapkan. Dan kalimat
yang sejak lama telah dia susun dan rangkai-rang-kaikan dalam kepala, ternyata masih
tersekat-sekat dalam kerongkongannya....
Raden Panji melengak. Ia memandang ke dalam mau istrinya yang jernih bening itu. Ia memandang
mata Dewi Anggraeni. "Sejak sekarang engkau tak usah cemas ..." sahutnya. "Engkaulah istriku, kekasihnya abadi,
penjelmaan cinta yang kudus suci... Pada dirimu Kanda lihat apa yang Kanda sangka telah hilang
... Engkau Dewi Sekar Taji, istriku, tetapi engkau pun Dewi Anggraeni, istriku yang dahulu ...
Sekarang kedua istriku berpadu dalam dirimu____"
Dewi Sekar Taji berurai airmata saking gembira. Ia menyekapkan wajah dalam dada suaminya. Ia
menangis bahagia. 270 "Kanda ... Kanda!" tfcrdengar suaranya antara
sedu-sedu kecil. "Ya, Adinda saja seorang yang sejak sekarang Kanda cintai sepenuh hati ... Hanya engkau saja.
Candra Kirana ..." kata Raden Panji sambil membelai-belai istrinya dengan mesra. Dewi Sekar Taji
tersentak. "Apa" Candra Kirana" Siapakah Candra Kirana?" ia bertanya seperti tersengat.
Raden Panji tersenyum. Kedua tangannya memegang bahu istrinya, dan sambil memandang
kepada wajahnya dan menyelam ke dalam matanya, ia berkata dengan suara lembut, "Ya,
engkaulah Candra Kirana! Engkau yang menjadi perpaduan antara dua mutiara ... Sukakah Adinda
akan nama itu" Tidakkah nama itu indah?"
"Candra Kirana ... Candra Kirana ..." Dewi Sekar Taji menggumam. "Alangkah indah! Nama itu
Kanda anugerahkan kepada Adinda?"
"Ya, kepadamu, kepada cintaku. Candra Kirana... "
Keduanya berpelukan dan sambil memandang kepada bulan purnama yang menebarkan cahaya
yang lembut keemasan itu. mereka pun melihat masa emas kebahagiaan mereka ....
10 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ciborelang, 1961 271 (http://cerita-silat.mywapblog.com)
11 Pendekar Laknat 3 Si Rase Kumala Giok Hou Ko Kiam Karya S D Liong Orang Orang Lembah Terkutuk 2
Jangankan cita-cita Gusti tercapai, bahkan Raden Panji sendiri ..." tak lanjut perkataan permaisuri,
lantaran dadanya menjadi sesak pula oleh biang tangis. Beberapa lamanya ia sesenggukan,
terdengar pula ratapnya tak berkeputusan, "Duhai Raden ... mengapa nasibmu malang" Mengapa
183 mesti engkau yang mengalami pengalaman dahsyat seperti itu" Anggraeni hilang, dan yang
menitahkannya lenyap adalah ayahanda! Alahai, Tumenggung Braja Nata, saudaramu sendiri yang
melakukannya! Sungguh hebat... f"
Kecuali suara sang permaisuri yang meratap berkepanjangan, hanya nafas baginda yang
terdengar. Baginda diam merenung, sedangkan matanya memejam.
Beberapa lamanya berdiam-diam seperti itu, akhirnya baginda menghela nafas panjang, kemudian
memegang kedua bahu sang permaisuri.
"Sudahlah Rayinda, sudahlah," sabdanya. "Jangan Rayinda perturutkan juga kedukaan hati
Rayinda." Permaisuri meratap-ratap juga. Baginda keluar akan menitahkan beberapa orang ponggawa untuk
membawa Raden Panji pulang ke istana. Belum lama orang berangkat, datang warta dari Muara
27 Leila S Chudori - Malam Terakhir m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Kamal: putra mahkota Janggala tenggelam di lautan diterjang badai!
Baginda terperenyak. Tubuhnya seolah lesu dan tulang-tulangnya tak berdaya. Berita yang datang
saling menyusul itu sangat meremukkan kalbu baginda. Tetapi masih sempat baginda memben
ingat para hamba supaya jangan sampai benta itu terdengar oleh sang permaisuri.
Sekarang, lenyaplah harapan baginda! Raden Kanji hilang dalam lautan, tak mungkin baginda
184 mcmcnuhi janjinya kepada raja Kadiri. Tak mungkin cita-cita yang agung itu bisa terlaksana' Ari bila
Raden Panji masih hidup, meskipun tidak w." ras, masih ada harapan suatu waktu ia akan sembuh
dan persatuan Janggala dengan Kadiri terlaksana Tetapi sekarang ... ! Raden Panji entah di mana
di dasar samudra, mungkin sudah menjadi santapan ikan hiu pula!
"Tetapi agaknya itulah akhir yang sebaik-baiknya bagi Raden Panji ..." pikir baginda kemudian.
"Daripada hidup terus dengan ingatan yang tidak waras--"
Kemudian baginda termenung pula. Baginda merenung, menyelam ke dasar lubuk jiwanya,
memikirkan peristiwa demi peristiwa yang belakangan ini dialaminya. Sebagai seorang raja, baginda
seorang yang berambekan tinggi dan bercita-cita luhur. Tetapi kejadian-kejadian yang berlalu di luar
kekuasaannya sendiri, menggagalkan cita-citanya yang luhur itu. sehingga hatinya menjadi tawar.
"Malu aku kepada moyangku sang Airlangga!" pikirnya. "Cita-citanya hendak kulaksanakan. tetapi
gagal!" lalu setelah menghela nafas, "Padahal pembagian dua kerajaan itu dahulu, meskipun
batasnya dibikin oleh Empu Bharada, namun atas titah sang Airlangga juga. Tidakkah sekarang aku
kena kutuknya?" baginda tertegun.
"Dahulu sang Airlangga malah dengan sengaja
185 membagi dua kerajaannya ... agaknya lantaran baginda melihat kenyataan-kenyataan yang jauh
dari kemungkinan berlangsungnya kemegahan kerajaan secara abadi ... Baginda membagi dua
kerajaan, karena dua saudara yang menjadi nenek kami memperlihatkan gejala-gejala yang
memungkinkan timbulnya perang..."
Teringat akan leluhurnya, terkenang pula baginda akan Sang Kili Suci yang menolak takhta dan
memilih kehidupan bertapa sebagai pilihan hidup. Terkenang pula ia akan pertemuannya dengan
wanita pertapa itu beberapa waktu berselang.
"Yang paling benar adalah Nenenda sang Kili Suci. Ia memilih kehidupan yang aman, damai,
tenang ... Takhta kerajaan yang dimimpi-mimpikan orang lain, yang diperebutkan orang lain dengan
melupakan keselamatan jiwanya sendiri, malah dia tolak. Sungguh mulia!" baginda teringat akan
wajah yang segar dan damai, yang selalu memandang sesuatu dengan hati terbuka. "Mengapa aku
bertahan dalam hidup kerajaan yang megah namun tak menentramkan ini?" pikir baginda lebih
lanjut. "Mengapa tidak kuikuti saja jejak Nenenda" Mengapa aku tidak pergi saja ke gunung akan
bertapa, meninggalkan kehidupan keraton yang sangat berat ini?"
R 28 Leila S Chudori - Malam Terakhir m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
186 -Raden Panji kusuruh ke Pucangan akan m nemui sang Kili Suci. Apakah yang d
"Tak kukira engkau seagung itu, Anggraeni!" kata baginda dalam hati setelah menghela nafas.
"Engkau rela mengurbankan hidupmu sendiri, demi kepentingan kerajaan ... Engkau memilih mati,
karena tahu bahwa hidupmu menjadi penghalang bagi tercapainya cita-cita luhur . .
Baginda sangat bersukur dan kagum akan ketulusan cinta Dewi Anggraeni dan terharu tatkala
mendengar sembah Tumenggung Braja Nata.
187 Baginda menyayangkan menantu yang iklas itu dan kini mempersalahkan dirinya yang telah
berkeras kepala. "Betul," kata baginda kemudian kepada dirinya sendiri. "Yang paling benar adalah hidup seperti
Nenenda di Pucangan. Biar kutinggalkan segala kemegahan dan kegemilangan istana ini! Biar
semuanya kutinggalkan, karena tak satu pun memberiku ketentraman!"
Setelah keadaan memperkenankan, baginda kemudian mengutarakan maksudnya itu kepada sang
permaisuri. Dan sang permaisuri yang juga telah tawar hati dan berduka, menyetujui saran baginda.
Maka diputuskan, bahwa baginda akan mengundurkan diri dari takhta dan bersama-sama dengan
sang permaisuri akan mengasingkan diri ke gunung
dan hutan, buat bertapa____
Telah ditetapkan, bahwa yang akan menggantikan baginda memegang tampuk kerajaan Janggala
adalah Tumenggung Braja Nata. Meski banyak lagi putra baginda yang lain, namun dialah yang
paling tepat menggantikan baginda. Setelah Raden Panji tak bisa diharapkan lagi, maka
Tumenggung Braja Nata menerima penetapan baginda. Namun terkenang akan peristiwa-peristiwa
yang telah dialaminya, ia sangat berduka dan jauh dalam hatinya masih mengharap-harap bahwa
Raden Panji belum lagi meninggal.
'Belum pasti perahu itu tenggelam dan kalaupun 188
perahunya karam, belum pasti Raden Panii m, ninggal di dasar samudra. Siapa tahu dia terdTm".
par ke dataran" pikirnya. Dia merasa tak Puas dan berdosa kepada Raden Panji, setelah p^sti-wa
dalam hutan itu. Ia ingin supaya suatu kali dalam hidupnya ia bertemu pula dengan Raden Panji
akan menghaturkan ampun, la ingin menjelaskan duduknya perkara kepada Raden Panji, la ingin
Raden Panji mengetahui, bahwa ia tidak
sampai membunuh Dewi Anggraeni____
Beberapa puluh orang ponggawa dititahkan untuk mencari-cari Raden Panji. Bahkan suatu
angkatan perahu dikerahkan untuk mencari sisa-sisa perahu yang dilanda badai itu. Tetapi sia-sia
saja. Ia menerima pengangkatan baginda untuk memangku takhta, namun kepada dirinya sendiri ia
berjanji, kalau suatu masa kelak Raden Panji ternyata masih hidup, ia akan dengan rela
menyerahkan takhta kepada putra mahkota yang sesungguhnya berhak.
29 Leila S Chudori - Malam Terakhir m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Demikianlah baginda Prabu Jayanta
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
30Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
ka meninggalkan keraton Kahuripan menuju tempat petapan, tetapi tidak dalam keadaan yang
segar, melainkan tergantung kabut kemurungan yang menutupi kegembiraan kalbu seluruh
kerajaan. Tumenggung Braja Nata menangis tatkala timbang tenma. tetapi bukan lantaran
kegembiraan, melainkan lantaran kedukaannya juga terkenang akan Kaden
189 Panji dan lebih-lebih kepada istrinya. Dewi Anggraeni.
Sang Prabu Jayantaka pun tak kuat menahan air mata, apalagi sang permaisuri yang tak
henti-hentinya tersedu-sedu. Seluruh balairung sangat lengang, kecuali suara sedu sedan. Bahkan
di antara para pejabat negara yang hadir banyak yang tak kuat menahan air mata, mengalir
membasahi pipi.... DALAM SINAR PURNAMA Dalam terjangan badai yang dahsyat. Raden Panji erat-erat memeluk tubuh istrinya yang dingin.
Para awak perahu tidak mampu berbuat apa-apa. Layar-layar segera mereka turunkan, namun
ombak yang setinggi-tinggi gunung mengempas-em-paskan kedua perahu itu bagaikan sabut saja.
Para ponggawa pucat, ada yang muntah-muntah dan ada pula yang tak henti-hentinya menyebut
nama Batara, memohon pertolongannya. Patih Prasanta tak henti-hentinya memberi petunjuk.
Sedangkan Raden Panji tak henti-hentinya membujuk-bujuk mayat istrinya.
"Lihat, raksasa hitam datang! Tapi jangan takut, jangan cemas, biar dilandanya kita, namun tak
nanti kita kalah! Biar mereka berbuat sesuka hati, tetapi engkau cintaku, jangan kuaur! Engkau akan
selamat, engkau akan Kanda selamatkan. Takkan Kanda biarkan tangannya yang menjijikkan serta
mengerikan itu menjamah tubuhmu. Erat-191
eratlah peluk Kanda, supaya jangan lepas engkau dari tangan Kanda!" Tak dirasanya air hujan yang
turun lebat membasahi tubuhnya. Sedangkan badannya menggigil lantaran kedinginan.
Perahu tak terkuasai lagi. Jurumudi tak mampu berbuat suatu apa dan menyerahkan nasibnya
kepada para Dewa. Untung kedua buah perahu itu erat terikat, sehingga keduanya tidak
terpisah-pisah. Dalam gelap gulita itu mereka tidak tahu arah ke mana perahu dibawa ombak. Bahkan mereka tidak
tahu bahwa hari telah menjadi malam dan
pagi lagi-- Waktu badai reda, hari sangat cerah, matahari sangat cerlang, mereka menengok ke kiri ke kanan,
maka nampaklah pantai di arah selatan. Segera mereka mengayuh perahunya ke sana.
1 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Raden Panji turun dari perahu, sedangkan mayat istrinya tak lepas dari pelukan. Ia tak henti-henti
menembang atau berbisik-bisik kepada istrinya itu.
"Mari kita turun, lihat alangkah indah pemandangan di sini! Hutan subur dan pinggir lautan pula!
Tidakkah senang hatimu, bertamasya selagi hari seindah ini" Menikmati pemandangan sebagus
ini?" Patih Prasanta juga turun sambil memangku mayat inang pengasuh Dewi Anggraeni yang setia itu.
Ia bersukur bahwa mereka bisa selamat mendarat, meski belum lagi tahu di pantai mana mereka
sesungguhnya sekarang. Tetapi ia sudah h. Pikir-Pikir mengenai hari depan me
Tidak. Ia memikirkan akal supaya Raden Panji waras kembali, la jangan sampai berlarut-larut, la
mesti dipisahkan dari mayat istrinya, supaya pikirannya terbuka kepada hal-hal lain. Karena
menurut pengamatannya, sesungguhnya Raden Panji tidak parah apabila saja ia sempat dijauhkan
dari mayat istrinya itu. "Mamanda!" teriak Raden Panji. "Alangkah indahnya alam di sini! Mengapa baru sekali ini Mamanda
membawa kami ke sini" Mengapa tidak dahulu-dahulu Mamanda mempersembahkan bahwa ada
pemandangan seindah ini kepada kami"'
"Ampun Raden," sahut Patih Prasanta, "Sengaja hamba tidak memberitahukan hal ini kepada Gusti
dahulu-dahulu, karena..."
Raden Panji memandangnya dengan mata heran.
"Karena apa, Mamanda?"
"Karena tanah ini adalah tanah yang paling te -
192 193 pai buat peristirahatan istri Raden. Dewi Anggra-
"Masing-masing orang mempunyai tempat tertentu yang tepat buat peristirahatannya
masing-masing. Yang tepat buat istri kita belum tentu tepat pula buat kita ... Lagipula. Raden masih
hidup, masih harus melakukan perbuatan-perbuatan mulia pula. sedangkan istri Raden sudah
meninggal "Apa" Apa Mamanda bilang" Dewi Anggraeni sudah meninggal" Tidak! Mamanda jangan bicara
yang bukan-bukan! Dewi Anggraeni sedang tidur, nyenyak sekali, tidak Mamanda lihatkah wajahnya
yang tentram tenang itu?"
"Memang, memang. Raden benar ..." Patih Prasanta memperbaiki sikapnya. "Dewi Anggraeni tidak
meninggal, melainkan tertidur dengan amat nyenyaknya ... Tetapi tidakkah Raden maklum, bahwa
orang yang tidur itu mesti beristirahat dengan tenang" Ia takkan menemukan ketenangan jika
terus-terusan Raden pangku-pangku dibawa ke mana pun Raden pergi. Sang Dewi tentu ingin
beristirahat tenang ..."
2 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Raden Panji Kuda Waneng Pati memandang kepada Patih Prasanta. Perkataan patih yang sudah
lanjut usianya itu seperti termakan olehnya.
194 "Di manakah ia akan beristirahat, Mamanda"
"Tetapi di mana ia akan kita baringkan" Sedangkan di sini hanya ada hutan belukar belaka!"
"Supaya sang Dewi tenang dan tidak diganggu binatang-binatang buas, baik kita gali sebuah
tempat berbaring di dalam tanah ... "
"Di dalam tanah!"
"Ya, di dalam tanah. Supaya sang Dewi jangan diganggu binatang-binatang buas. Di sini dekat
hutan, kalau sang Dewi tidak diku ... eh, dibaringkan di dalam tanah, mungkin datang macan atau
srigala mengganggunya..."
"Tetapi ia akan merasa sesak!"
"Tidak Gusti, orang yang tidur abadi takkan merasa sesak."
"Namun bagaimana ia akan melihat bintang atau bulan" Ia sangat senang bercengkerama apabila
bulan purnama..." "Apabila sang Dewi ingin bercengkerama, tentu akan bangkit dari tidurnya. Tak ada yang mungkin
mampu menghalanginya ... Raden tak usah kuatir. Sang Dewi akan mampu bangun sendi-
n ... 195 Raden Panji termenung. "Benarkah engkau lelah, Anggraeni" Benarkah engkau ingin beristirahat pula?" kemudian ia
bertanya kepada mayat istrinya. "Engkau akan dibaringkan di sini, di dalam tanah, supaya tak ada
binatang buas mengganggumu. Maukah engkau?"
'Tentu saja sang Dewi suka ... ," Patih Prasanta menalangi menyahut. "Tanah di sini sangat subur
dan pemandangan sangat indah ..."
"Dan kalau istriku telah dibaringkan di dalam tanah, nanti kita dirikan istana yang indah di sini, buat
tempat kita menjaganya ..."
"Tidak. Raden, kalau sang Dewi sudah dibaringkan baik-baik dalam tanah. Raden jangan di sini
terus, melainkan Raden mesti melakukan hal-hal yang sangat menyukakan hati sang Dewi Untuk
menjaganya di sini, cukuplah kita baringkan pula Bibi Wagini. Bukankah ia seorang inang pengasuh
yang setia" Tentu ia akan menjaga sang Dewi dengan setia!"
"Melakukan hal yang menyukakan sang Dewi" Tetapi Dewi Anggraeni suka kalau kami berada di
3 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
sampingnya. Mamanda!"
"Benar , sang Dewi suka Raden berada di sampingnya. Tetapi itu kalau ia tidak sedang tidur abadi
..." sahut Patih Prasanta sambil tersenyum. Kalau ia sedang tidur, ia ingin tenang, tentu ia
menginginkan Raden pergi jauh-jauh melakukan
196 perbuatan-perbuatan yang menjadi darma Raden...
"Jadi apa yang mesti kami lakukan*
"Yang paling dahulu adalah raja Janggala ..." gumam Raden Panji.
Patih Prasanta menggelengkan kepala.
'Tidak! Itu raja kita! Dan agaknya kita pun sekarang mendarat bukan dalam wilayah Janggala.
Mamanda mengenal seluruh daerah kerajaan kita, tetapi daerah ini baru sekali ini Mamanda lihat.
Kita agaknya terdampar jauh dari kerajaan kita
Sesungguhnyalah, Patih Prasanta seorang yang luas pengetahuan dan pengalamannya. Tak
sia-sia menjadi pejabat kerajaan Janggala puluhan tahun lamanya. Ia maklum, bahwa mereka
terdampar di daerah asing dan kalau melihat arah matahari, rupanya di sebelah timur Janggala,
jauh di sebelah timur. Adalah menurut rencananya, ia akan mengajak gustinya itu berbuat
kepahlawanan, dan membawanya sedikit demi sedikit ke
197 arah barat selatan, menuju kerajaan Kadiri.
Kemudian Patih Prasanta menyuruh para ponggawa menggali liang lahat buat membaringkan
mayat Dewi Anggraeni bersama inang pengasuhnya yang berbakti itu.
"Biar dikubur saja dahulu, kelak kalau Raden Panji sudah sembuh, digali lagi untuk dibakar ..." pikir
Patih Prasanta. "Kalau sekarang dibakar, tentu Raden Panji takkan memperkenankannya
Sementara mengubur kedua orang itu, hari senja dan malam pun tiba. Di langit sebelah timur,
muncul bulan yang bulat penuh. Sinarnya sangat indah dan menenangkan.
Raden Panji bersimpuh di hadapan kuburan istrinya, sedangkan mulutnya mengeluarkan
cumbuan-cumbuan mesra. "Tidurlah engkau di sini, kekasihku, tidurlah tenang! Jangan engkau terganggu oleh apa pun!
Simakkan olehmu dalam tidur, suara ombak yang menerjang pantai dan suara angin yang melanda
hutan ... Bukankah itu suara cinta kita yang besar" Yang tidak kelihatan namun kekal sifatnya"
Bukankah itu suaraku membisikkan rindu hatiku kepadamu" Ombak itu takkan jemu-jemunya
mencium pantai, seperti juga cintaku kekal kepadamu ...."
Patih Prasanta dan ponggawa berdiri tak jauh dan tempat Raden Panji. Mereka mempersaksikan
198 4 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
perbuatan gusti mereka dengan hati yang hancur Tetapi senang juga Patih Prasanta, karena Raden
Panji sudi memperkenankan Dewi Anggraeni dikubur. Dan senang juga ia, muslihatnya termakan
semua oleh gustinya yang kasmaran itu Kini ia diam-diam menyaksikan perpisahan terakhir yang
mengenaskan antara sepasang suami istri yang saling mencintai dengan sungguh-sungguh itu.
"Wahai, Anggraeni! Engkau terjaga" Engkau puas tidur" Engkau bangkit?" tiba-tiba terdengar
Raden Panji berkata-kata dengan suara yang berubah, sedangkan ia bangkit dari duduknya. "Ya,
mari kita bersama-sama pulang ke istana kita!" tangannya bergerak-gerak ke depan, seolah-olah
hendak memeluk seseorang, sedangkan oleh Patih Prasanta dan para ponggawa tak nampak siapa
pun di depan gustinya itu. Mereka mengira penyakit gustinya kumat pula, dan beberapa orang di
antara mereka tak sanggup menyaksikannya, menundukkan kepala atau melengos, memandang ke
Candra Kirana Karya Ajiprosidi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
arah lain. "Mengapa engkau hanya tersenyum saja. Anggraeni" Mengapa sepatah pun engkau tak
mau menyahut" Alangkah indah senyummu! Seindah bulan yang terbit di ufuk itu! Seindah bunga
yang mekar! Anggraeni, mari, dekatlah ke mari, biar kupeluk tubuhmu dan kita berbahagia pula!
Mari, mari!" tangan Raden Panji terulur bagaikan hendak memeluk seseorang.
199 Namun oleh Patih Prasanta dan kawan-kawannya hanya udara jua yang nampak hendak
dipeluknya. "Anggraeni, mengapa engkau hanya memandang saja" Dan pandanganmu, alangkah
menyejukkan, bagaikan sinar purnama ini! Anggraeni, mengapa engkau mundur, mengapa engkau
menjauh" Anggraeni, tidakkah engkau sudi Kanda peluk" Tidakkah sudi engkau ... Anggraeni, ke
mana engkau hendak pergi?" Raden Panji berdiri, kakinya melangkah. "Anggraeni, tunggu! Tunggu!
Jangan engkau menjauh-jauh seperti itu" Ataukah engkau minta kanda kejar" Ya, berkejar-kejaran
seperti dahulu di dalam taman?" Raden Panji bergerak, bagaikan mengejar seseorang. "Anggraeni
mengapa engkau lari juga" Mengapa engkau menjauh juga?" Dan makin cepat pula ia bergerak.
"Anggraeni, mengapa engkau diam saja, tidak tertawa" Mana gelakmu yang biasanya berderai"
Mana suaramu yang merdu menentramkan hati" Mengapa engkau hanya tersenyum saja?" Raden
Panji kini berlari, makin jauh juga meninggalkan kawan-kawannya.
Patih Prasanta kuatir, kalau-kalau gustinya itu tergelincir ke dalam jurang atau laut, maka ia oangkit
mengejarnya. "Raden! Raden!" teriaknya.
t m^b*ta 200 Anggraeni! Anggraeni, tunggu! Mengapa eng-kau tega menunggalkan Kanda" Mengapa engkau tak
sudi menanti meski sejenak" Anggraeni'" "Raden! Raden!" teriak patih PraTanT^g
mengejarnya. 6 Kedua orang itu berkejar-kejaran dalam sinar bulan purnama, sedangkan ombak tak henti-hentinya
berdeburan menerjang pantai. Raden Panji berlari bagaikan orang yang tak sadar, maka tak lama
kemudian Patih Prasanta sudah berhasil mengejarnya. Dengan kedua belah tangannya yang sudah
mulai keriputan namun masih tangkas itu, ia memeluk tubuh gustinya.
5 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Raden! Raden! Sadarlah!"
Raden Panji meronta-ronta, sedangkan tangannya menggapai-gapai dan mulutnya tak henti-henti
berteriak. "Anggraeni! Engkau terbang" Wahai, engkau sungguh seorang bidadari! Sungguh, tetapi mengapa
engkau meninggalkan Kanda" Wahai, mengapa engkau terbang setinggi itu" Mengapa makin tinggi
saja?" Raden Panji tertegun. "Mamanda, Mamanda Patih Prasanta, tidakkah Mamanda lihat Dewi
Anggraeni terbang" Lihat ia bagaikan bersayap! Lihat, ditinggalkannya kami di sini! Anggraeni,
sampai hati engkau meninggalkan Kanda" Lihat, ia makin tinggi juga! Dia terbang ke arah bulan!
Anggraeni! Anggraeni! Mamanda Patih, ia makin kecil dan makin kecil dan makin
201 dekat juga ke bulan! Tidakkah Mamanda lihat?"
Patih Prasanta mengarahkan pandangannya ke arah bulan sedang purnama yang bulat itu. ia tidak
melihat Dewi Anggraeni, tetapi tiba-tiba cahaya bulan menggelap, bagaikan ada yang
menghalanginya. Ia membuka matanya lebar-lebar, samar-samar seorang tokoh wanita terpeta
dalam kegelapan itu, kemudian sinar bulan pun sedikit demi sedikit kembali pula menerangi dunia.
Ia terpukau menyaksikan keajaiban itu.
'Kiranya benar-benar Dewi Anggraeni itu terbang ke arah bulan ... ' pikirnya. 'Hanya, ia nampak
cuma kepada suaminya saja ... *
"Anggraeni ... , Anggraeni s . . /
"Apa maksud Mamanda" Anggraeni akan kembali pula?"
"Ya, sang Dewi akan kembali pula kelak."
-u tak%e";remandang Patih "
li 7**^1* nRaden' San* Dewi akan kemba-Raden '
"Sang DewiseWUlP"hKPmanta den
"Karena itu. Raden mesti tenang, mesti sabar...."
"Alangkah indahnya cahaya bulan candra kirana! Mamanda, sejak sekarang, istriku telah menjadi
Candra Kirana ... Dia yang memberi kedamaian dan ketenangan, keindahan dan
perasaan-perasaan mulia ..." kata Raden Panji, "la menjadi Candra Kirana ...
Patih Prasanta mengangguk-anggukkan kepala.
"Ya, menjadi Candra Kirana cahaya bulan purnama yang sejuk menentramkan. memberi
kebahagiaan ... . " sahutnya. "Ya, ia membangkitkan perasaan-perasaan mulia untuk kebaikan dan
kebajikan ... Karena itu Raden juga mesti melakukan kebaikan-kebaikan, menolong rakyat
sengsara, melakukan perbuatan-perbuatan kepahlawanan. Karena hidup tanpa melakukan
perbuatan-perbuatan baik. adalah bagaikan malam yang
203 gelap gulita, tak bercahaya, jauh dari cahaya bulan, jauh dari Candra Kirana ..."
6 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Raden Panji menganggukkan kepala. "Nasihat Mamanda akan kami turutkan, karena kami tak mau
ditinggalkan oleh Candra Kirana .
sahut Raden Panji. 'Kami ingin hidup disinari kegemilangan cahaya bulan, dalam kegemilangan
Candra Kirana ... Tak mau kehilangan dia! Besok akan mulai kulakukan perbuatan-perbuatan baik
dan kepahlawanan, darma seorang satria yang mesti melupakan kepentingan dirinya sendiri, buat
kebahagiaan umat manusia Kaden Panji bangkit, sekali memandang kepada bulan yang sudah meninggi seolah-olah hendak
melihat apakah kekasihnya ada di sana. Kemudian ia membalikkan tubuhnya sambil berkata,
"Tenanglah kau di sana. Candra Kirana! Kalau kelak hidupku telah berarti, engkau pun tentu akan
datang kepada Kanda, bukan?"
Patih Prasanta tersenyum melihat kelakuan gustinya itu. la merasa bangga dan lega, karena
menyaksikan sinar harapan memancar bagi hari depan gustinya. Tidak, gustinya takkan
berlarut-larut tenggelam dalam kesedihan. Ia akan melakukan perbuatan-perbuatan mulia. Dan ia
sendiri, ak\n M*3"13' akan sc,alu mendampinginya,
204 KELANA JAYENG SARI Beberapa bulan kemudian, muncullah seorang satria yang mengaku dirinya berasal dari tanah
Seorang dan bernama Kelana Jayeng Sari, melakukan berbagai perbuatan-perbuatan mulia dan
bersifat kepahlawanan. Mula-mula ia bersama para pengikutnya mengalahkan berbagai kraman dan
perampok yang mengganggu keamanan dan ketentraman rakyat yang bersembunyi dalam
hutan-hutan. Kraman-kraman itu dikalahkan dan hasilnya dibagikan kepada rakyat sengsara,
sehingga makin lama pengikutnya makin banyak dan makin banyak juga. Para kraman yang sudah
dikalahkannya, tidak dibunuhnya, melainkan disuruhnya memilih antara menjadi pengikutnya atau
kembali hidup sebagai rakyat biasa, bertani, menjadi nelayan ...
Tokoh Kelana Jayeng Sari menjadi sebut-sebut-an dan buah tutur setiap orang. Rakyat yang
sengsara menyebutnya dengan suatu harapan akan
205 munculnya ketentraman dan kedamaian yang abadi Dan para pemeras dan penjahat mendengar
namanya saja gemetar lutuMututnya. Perbuatan mulia Kelana Jayeng Sari menjadi sebut-sebutan
semua orang dan menyebabkan orang-orang suka kepadanya.
Menurut cerita yang menjalar dari mulut ke mulut. Kelana Jayeng Sari itu seorang satria yang
tampan, muda, manis budi dan sangat halus perasaannya. Tetapi ia pun seorang yang sakti dan
dig-jaya, ahli mempermainkan berbagai macam senjata dan senantiasa mampu mengalahkan
musuh-musuhnya secara mengagumkan.
7 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
la muncul secara ajaib. Kadang-kadang ia terdengar melakukan perbuatan mulia di hutan
pegunungan sebelah selatan, tetapi tak lama kemudian terdengar berita bahwa ia baru saja
melakukan perbuatan kepahlawanan pula di pantai utara. Ia seorang tokoh yang sakti, dan
dianggap oleh para penduduk, mungkin muncul di mana saja sesuka hatinya, bahkan mungkin
muncul di beberapa tempat dalam waktu yang bersamaan.
Yang diperkatakan orang-orang pula, ialah bahwa ia selalu didampingi seorang yang sudah lanjut
usianya, yang konon disebut orang Ki Kebo Pandogo. Ternyata Ki Kebo Pandogo itu seorang yang
sakti pula, menjadi penasihat Kelana Jayeng Sari.
petelah ia mendapat banyak pengikut, maka ditaklukkannya pula berbagai raja, terutama raja -
206 raja yang zalim. Mula-mula raja BelamW kemudian raja Basuki, Uni'ft"
Tetapi yang mengherankan orang-orang, ialah karena meskipun ia berhasil secara mudah
menaklukkan raja-raja itu, namun ia sendiri tidak mau duduk memangku takhta.
Tatkala raja Lumajang dikalahkan, atas bisikan patihnya, sang baginda mempersembahkan
seorang putra dan seorang putrinda akan menjadi hamba Kelana Jayeng Sari yang perwira itu.
Sesungguhnya itu adalah muslihat sang patih, yang ingin mengikat sang kelana, supaya mau
tinggal di Lumajang dan dengan demikian akan menyebabkan Lumajang dimalui oleh
kerajaan-kerajaan lain. Tetapi peristiwa yang aneh terjadi.
Waktu sang putra dan sang putri yang tampan rupawan itu datang ke hadapan Kelana Jayeng Sari,
sang Kelana memburu sang putri, sedangkan mulutnya berteriak kegirangan, "Candra Kirana!
Engkau k ah yang datang itu!"
Sang putri Lumajang itu terkejut dan hatinya berdegupan lantaran takut. Ia menundukkan ke -
207 pala Dirasanya dua buah tangan yang perkasa memegang bahunya kiri kanan, kemudian
mengangkat wajahnya. "Nama hamba ... Lukita Sari ... ," sahutnya dengan suara gemetar dan terputus-putus.
Sang Kelana Jayeng Sari melepaskan kedua belah tangannya, lalu memejam.
"Ya, engkau bukan istriku ... Candra Kirana seorang yang amat sangat jelita. Tak ada yang
menandinginya ... Tak ada orang yang secantik dia, bercahaya bagaikan bulan purnama ...
gumamnya kemudian. "Dan engkau, siapakah engkau?"
Maka patih yang mewakili raja Lumajang itu menghaturkan sembah, menerangkan bahwa kedua
putra-putri itu adalah tanda takluk baginda kepada Sang Kelana Jayeng Sari, di samping berbagai
persembahan lain-lainnya pula.
8 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Baginda mempersembahkan kedua putranda, akan menjadi hamba gusti akhirnya sang
patih menutup pembicaraan.
Sang Kelana Jayeng Sari menggeleng lemah.
'Tidak ..." sahutnya. "Kembalilah engkau semua kepada rajamu. Haturkan kepada baginda bahwa
aku tidak mengharapkan persembahan apa pun sebagai tanda takluk. Pengakuan rajamu saja
sudah cukup. Tak usah ia mengurbankan putra-putrinya. Kami pun tidak menghendaki
hamba-hamba ... Para ponggawa sudah cukup bagi kami
208 . Sekarang, pulanglah engkau semua'" Patih itu kembali dengan sangat merasa heran dan malu. Ia
malu lantaran muslihatnya tak merT-na, umpan tidak dimakan. Dan heran lanu^n perbuatan serta
sikap yang luar biasa dari Kelana jayeng San yang gagah perkasa serta sakti itu
Peristiwa itu cepat pula menjalar dari mulut ke mulut. Dan selalu mengherankan barang siapa yang
mendengarnya. Jadi buat apakah Kelana Jayeng Sari dari tanah Sebrang itu mengalahkan kerajaan
demi kerajaan, sedangkan ia sendiri tidak sudi menduduki singgasana" Sedangkan dia sendiri lebih
suka berkelana dari hutan ke hutan, dari gunung ke gunung" Sedangkan dia sendiri merasa puas
tidur di alam terbuka dalam kemah"
Karena itu pula nama Kelana Jayeng Sari menjadi makin termashur. Dihormati, diherani, dikagumi
berbareng ditakuti. Beberapa orang raja, tanpa dia perangi, menyatakan dirinya takluk, yang
diterima Kelana Jayeng Sari dengan sikap yang biasa. Ia tidak nampak gembira, pernyataan takluk
raja-raja itu diterima dengan sikap yang tawar dan tak ambil perduli. Baginya seolah-olah tak ada
bedanya apakah raja itu takluk atau tidak. Hanya dengan mendahului menyatakan takluk, raja-raja
itu menunjukkan sikap bijaksana, karena dengan demikian ia menghindarkan kerajaannya dari
malapetaka peperangan yang terkutuk itu.
Bahkan meskipun beberapa orang raja mena -
209 warkan takhta serta istananya yang indah mewah. Kelana Jayeng Sari senantiasa menolak. Ia lebih
suka tinggal di hutan, di tengah-tengah alam yang segar daripada tinggal di tengah-tengah
manusia. Apabila tidak melatih pasukannya berperang, atau apabila tidak melakukan peperangan,
biasanya Kelana Jayeng Sari termenung-menung saja kerjanya. Dalam keadaan seperti itu, tak
dikehendakinya ada orang yang berani mengganggu. Tak diperkenankan orang berada di dekatnya.
Hanya penasihat yang tua itu saja yang dibolehkan datang mengawani. Kadang-kadang Kelana
Jayeng Sari berbicara dengan suara yang murung dan guram. Sedangkan penasihatnya itu. Sang
Kebo Pandogo, menghiburnya dengan berbagai hal yang menarik hati. Terutama mengenai
raja-raja yang belum mereka taklukkan.
"Tahukah Gusti, kerajaan apakah yang berada di sebelah barat hutan yang sekarang kita tinggali
ini?" bertanya Kebo Pandogo dengan suara setengah bersenda.
"Tak tahu! Dan kerajaan apa pun yang berada di sana. tak kuperdulikan, karena mereka sama' saja.
Mereka akan dengan mudah kita kalahkan!" sahut Kelana Jayeng Sari tak peduli.
9 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
'Tetapi, apabila Gusti pergi ke kerajaan itu, cita-cita Gusti bakal tercapai..."
Kelana Jayeng Sari mengangkat wajah. Agak -
210 nya hatinya mulai tertarik.
cinta" Kebo Pandogo tersenyum. "Makin banyak Gusti berbuat kepahlawanan, makin cepat ia kembali,
bukan?" "Kalau begitu, baiklah besok kita berangkat untuk menaklukkannya. Kerajaan apakah yang berada
di sebelah barat itu?"
"Tidak usah tergesa-gesa begitu," sahut Kebo Pandogo sambil bergelut senyum juga. "Kita tidak
usah menyerangnya..." "Habis?"
"Kita tinggali saja hutan yang menjadi daerah kerajaannya, kita buat onar di sana ... Kalau
pancingan kita berhasil, siapa tahu orang yang selama ini Gusti harapkan akan datang?"
Kelana Jayeng Sari seperti tak mengerti apa yang dimaksud oleh penasihatnya yang bijaksana itu.
"Kerajaan apakah yang berada di sebelah barat itu, Mamanda?" ia mengulangi pertanyaannya yang
belum dijawab. Kebo Pandogo tersenyum dan sambil tersenyum
itu ia menyahut. "Kadiri ... " katanya.
211 Kelana Jayeng Sari seperti terkejut, tetapi kemudian ia termenung. Beberapa jenak lamanya ia tidak
berkata-kata. "Apa yang menurut Mamanda baik, baiklah kita lakukan...," akhirnya ia berkata.
Kebo Pandogo merasa puas. Ia merasa bangga dan gembira.
Adalah maksudnya yang sesungguhnya, hendak mempertemukan gustinya itu dengan pahlawan
yang tersohoi dan menjadi kebanggaan kerajaan Kadiri: putri perwira Dewi Sekar Taji. Dewi Sekar
Taji sangat gagah dan sakti, sudah sering menaklukkan kraman dan begal-begal yang mengganggu
keamanan kerajaannya. Apabila perbuatan-perbuatan Kelana Jayeng Sari kelak dianggap
mengancam keamanan kerajaan Kadiri. Kebo Pandogo mengharap. Dewi Sekar Tajilah yang akan
10 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tuna tangan menaklukannya. Ia tidak melihat jalan lain yang tepat untuk mempertemukan keduanya
tangkan ia sendiri percaya, bahwa kalau kedua-baha^a mUany *m bakhil dengan
henlw"^ bahwa pcristiwa ,ain telah menghendaki kejadian lain pula ..
212 MAHA PATIH KEBO RERANGIN Di sebelah barat Kadiri, berdiri kerajaan Metaun yang diperintah oleh Prabu Gajah Angun-angun.
Prabu Gajah Angun-angun belum lama menaiki takhta, menggantikan ayahanda yang meninggal
belum lama berselang. Raja yang masih muda usianya itu berambekan besar, la tidak puas dengan
kerajaan ayahanda dan kepada ayahanda yang telah puas dengan apa yang ada, ia pun merasa
tidak puas. Ia mencita-citakan suata kerajaan yang lebih luas dan kekuasaan yang lebih besar. Ia
bercita-cita hendak memperluas wilayah kekuasaannya.
Ia seorang muda yang pandai bergaul dan licin. Maka telah dihasutnya berbagai raja kecil dan para
bupati yang selama itu hidup berdampingan dengan damai atau menjadi setengah kawula kerajaan
Kadiri, sehingga banyak di antara mereka yang mau mendengar perkataannya itu. Kalau ada bupati
atau raja yang menolak pikirannya.
213 tak ragu-rag Tatkala itu Prabu Gajah Angun-angun menganggap dirinya sudah cukup kuat untuk melakukan
penyerangan kepada kerajaan-kerajaan yang besar-besar., Kerajaan besar yang bertapal batas
dengan kerajaannya di sebelah timur, adalah Kadiri. Maka diancamnya Prabu Jayawarsya. raja
Kadiri, hendak diperanginya, kecuali kalau Prabu Jayawarsya bersedia menyatakan takluk
kepadanya. Mendengar ancaman itu. Prabu Jayawarsya murka. Tetapi ia tidak bisa mengumbar amarahnya,
karena baginda sendiri bingung, siapa gerangan yang mungkin memerangi raja Gajah Angun-angun
yang muda itu. Meskipun balatentara Kadiri tidak lemah dan para pahlawannya bersemangat,
namun apabila baginda mengukur kekuatannya, diam-diam baginda mengakui keunggulan
balatentara Metaun itu. Mereka tentara yang sudah dipersiapkan untuk suatu perang besar,
sedangkan ba atentara kerajaan Kadiri. lantaran berbagai soal Mam negen waktu-waktu
belakangan menyita srPerba;Tda-tidak bci*^-* -
214 Dewi Sekar Taji yang mendengar ancam
Baginda memandang kepada putri baginda itu. Dewi Sekar Taji memang bukan putri sembarangan.
Ia seorang putri yang gagah berani. Ia putri yang akan menggantikan ayahanda memegang tampuk
11 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
kerajaan, karena itu kecuali mempelajari berbagai ilmu pemerintahan, ia pun mempelajari pula ilmu
peperangan. Berbagai macam alat senjata tak ada yang asing baginya. Dan alat-alat peperangan
Candra Kirana Karya Ajiprosidi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu dipergunakannya dengan kemahiran yang mengagumkan. Kegagahan dan keahliannya dalam
mempergunakan tombak dan keris, terbukti dalam perbuatan-perbuatannya yang perwira,
mengalahkan para kraman dan pemberontak yang mengganggu keamanan kerajaan.
Ya, baginda tidak ragu-ragu akan keperwiraan putri tunggalnya itu. Tetapi yang baginda hadapi
bukan para pemberontak atau kraman biasa, melainkan seorang musuh tangguh. Tidak, baginda
tidak yakin akan kegagahan putrinda untuk mengalahkan musuh yang bukan sembarangan itu.
Baginda merasa kuatir akan keselamatan putnnda.
"Tidak. Sekar Taji. raja Metaun itu buk.an^lawanmu yang seimbang! Ia konon sakti dan ia pun
215 sangat kejam!" sabda baginda sambil memandang
kepada putrinda. Mendengar perkataan baginda itu, Dewi Sekar Taji merasa terhina. Ia marah, tetapi ia tidak bisa
berbuat apa-apa. Ia mengundurkan diri, lalu menghibur dirinya di tengah-tengah taman yang
warna - warni Sementara itu baginda dengan para pejabat negara yang penting-penting merundingkan masalah
yang dihadapi oleh kerajaan Kadiri yang diancam bahaya peperangan dengan raja Metaun itu.
Baginda meminta pemandangan para pejabat negara, dan merembukkan jalan-jalan
memecahkannya. Umumnya para pejabat negara itu berpendirian sama, bahwa dengan kekuatan kerajaan Kadiri
saja, musuh dari barat itu tak mungkin dilawan. Beberapa kerajaan di sebelah barat, bahkan juga
yang tadinya menjadi takluk Kadiri, kini berpihak kepada raja Gajah Angun-angun.
Tak ada jalan lain, Kadiri mesti meminta bala bantuan kepada salah satu kerajaan sahabat.
Patih W,ranggada menganjurkan agar baginda meminta bala bantuan kepada raja Janggala.
Bukankah Janggala dan Kadiri bersaudara" Janggala
k^TV janggala terlalu jauh. Sementara menung . bantuan datang, sewaktu-waktu baiat ^ S taun bisa
masuk menyerbu. Rupanya kemun u -Perti itu pun sudah pula ip
Maka termenunglah para pejabat penting kera' jaan Kadin yang tersohor arif bijaksana itu. Mereka
asyik memikirkan bagaimana caranya menyelamatkan kerajaan mereka dari kehancuran.
-Bagaimanakah jadinya, Mamanda Mahapatih Kebo Rerangin?" tanya baginda beberapa saat
kemudian, dengan suara yang muram. "Adakah jalan lain yang lebih tepat kita tempuh" Memang,
kita tidak nanti mau menyerah tak bersyarat kepada raja Metaun itu, tetapi kita pun jangan sampai
hancur musnah, apabila masih kita lihat cahaya harapan ..."
12 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mahapatih Kebo Rerangin yang sudah lanjut usianya itu berdehem beberapa kali. Setelah itu baru
ia menghaturkan sembah. "Ampun Gusti, memang keadaan kita sangat sulit. Hamba percaya akan keperwiraan para
pahlawan Kadiri yang gagah berani, tetapi dengan perkiraan yang waras, balatentara Metaun yang
sekarang berada di tapal batas itu bukan lawan kita yang setimpal. Tak ada jalan lain, kita mesti
meminta tolong kepada fihak lain. Tetapi siapa" Janggala yang pasti akan menolong kita tak
mungkin kita minta tolong berhubung kerena letaknya
217 216 yang sangat jauh. Mau tak mau kita mesti meminta tolong kepada f'inak yang dekat ... Dan
tetangga kita yang terdekat, di sebelah barat adalah ... Raja Metaun.' Yang sekarang sedang
mengancam kita! Raja Malang, agaknya dalam hal ini tak boleh kita harapkan pula. karena ia
memang tidak mempunyai bala tentara yang kuat. lagipula perhubungannya tetap sulit. Sebelum
bala bantuan datang, setiap saat mungkin datang tentara Metaun--"
Orang batuk-batuk kecil, lantaran merasa jemu oleh perkataan Mahapatih Kebo Rerangin seperti
mengulang-ulang apa yang telah dikunyah tadi. Mengapa dalam keadaan mendesak seperti itu
Mahapatih Kebo Rerangin berkata-kata demikian menjemukan"
"Jadi bagaimana?" baginda bertanya dengan tak sabar.
Tetapi agaknya bukan tidak dengan maksud tertentu. Kebo Rerangin bicara seperti itu. la
menghaturkan sembah pula kepada rajanya, kemudian ia melanjutkan pembicaraannya pula.
"Karena itu, kita hanya mungkin meminta baJa bantuan kepada satu-satunya fihak
"Siapa?" "Ampun Gusti, hendaknya Gusti jangan terkejut, satu-satunya fihak yang mungkin kita mintai tolong
adalah... Kelana Jayeng Sari!"
Semua orang terkejut. Kelana Jayeng Sari! Itulah kraman yang dalam waktu belakangan ini
218 mengacau di hutan-hutan perbatasan Kadiri ^
,ah Umur dan makin lama makin
ke arah barat! Mana mu^Su^it
SaL"raman Vang 38aknya *ngaja hendak
perbatasan sebelah timur?"
13 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mahapatih Kebo Rerangin menghaturkan sembah.
"Daulat, Gusti. Hal itu memang benar." "Masa kita meminta tolong kepada orang yang
hendak mengacau kita?"
Mahapatih Kebo Rerangin berbicara dengan
tetap sabar. "Memang hal ini sulit. Hamba sendiri mengikuti perihal Kelana Jayeng Sari yang konon mengaku
dirinya berasal dari tanah Sebrang itu sejak lama ... Ia banyak melakukan keanehan-keanehan,
tetapi tak syak lagi, ia seorang yang gagah dan perwira. Ia mengalahkan berbagai kerajaan di
sebelah timur. Dan boleh dikatakan semua negara di sebelah timur kerajaan kita ini, sampai di
pantai timur, takluk belaka kepadanya. Namun alangkah mengherankan, karena dia tidak mau
duduk memangku takhta. Yang disukainya adalah berperang ... Ia mengacau di beberapa daerah,
tetapi untuk kepentingan penduduk daerah itu. Mereka
219 tidak melakukan kekejaman atau perbuatan keterlaluan, bahkan konon selalu menjadi pelindung
rakyat-rakyat sengsara.......'a mulai dari
pantai timur, dan makin lama makin ke barat jua. Kini ia berada di dalam wilayah kita, di suatu hutan
yang hamba dengar tak jauh letaknya dari sini. Ia bersama balatentaranya melakukan berbagai
gangguan-gangguan kecil-kecilan, tetapi terang tidak membahayakan. Ia seperti dengan sengaja
hendak menguji kesabaran kita ..."
"Ia malah harus kita basmi!" sembah Senapati Wi rapati.
"Memang kalau keadaan tidak segenting sekarang, orang seperti itu mesti kita basmi. Tetapi
keadaan kita sekarang sangat sulit dan genting......
Kita mesti bertindak bijaksana!" sahut Mahapatih Kebo Rerangin.
"Apakah tindakan bijaksana meminta tolong kepada kraman yang mengacau di negeri sendiri?"
"Kalau Kelana Jayeng Sari mau menerima permintaan tolong kita, maka kita telah melakukan
tindakan yang bijaksana sekali."
"Bagaimana pula itu?"
"Baik Kelana Jayeng Sari maupun raja Metaun tidak hendak berbuat kebajikan kepada kita, boleh
dikatakan dua-duanya musuh kita....."
"Kalau keduanya bertempur untuk kepentingan kita, maka kita telah membunuh dua ekor ular
220 14 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dengan sekali pukul! Kalau Melaun w dcngan Kelana Jayeng Sari, siapa vat^T*! untung" Pasti fihak
ketiga. Dan fih J kLA tak lain tak bukan: kita sendiri. Z
Baginda mengerti akan maksud Mahapatih Kebo Rerangin yang licin itu. Baginda
mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju. Sekali lagi baginda kagum akan mahapatih yang arif
serta sudah lanjut usianya itu. Maka diputuskanlah, bahwa Kadiri akan meminta tolong kepada
Kelana Jayeng Sari untuk menaklukkan raja Gajah Angun-angun dari Metaun. Mereka mesti bekerja
dengan cepat maka seketika itu juga baginda menitahkan Patih Wiranggada pergi membawa
sepucuk surat untuk Kelana Jayeng Sari yang menyatakan maksud baginda. Patih Wiranggada
tidak boleh ayal, seketika itu juga bersiap-siap, lalu berangkat hendak mencari Kelana Jayeng Sari
ke hutan-hutan di sebelah timur. Kelana Jayeng Sari mempunyai ponggawa yang jumlahnya
ratusan orang, sehingga takkan susah dicari.
221 DEWI SEKAR TAJI Dewi Sekar Taji merasa tidak puas, lantaran ayahanda bagaikan memandang tidak tinggi kepada
kegagahannya. la percaya, ia sendiri akan mampu mengalahkan Prabu Gajah Angun-angun yang
angkuh itu. la tidak takut. Dan ia ingin menunjukkan keperwiraannya dalam membela kerajaan
Kadiri. Maka tatkala kemudian ia mendengar bahwa ayahanda telah memutuskan untuk meminta tolong
buat melawan raja Metaun itu kepada Kelana Jayeng Sari yang waktu itu banyak mengacau di
hutan-hutan bagian timur kerajaan Kadiri, amarahnya meluap kepada kepala kraman yang konon
berasal dari tanah Seberang itu.
Apa sih kelebihannya orang Seberang itu daripadaku" tanyanya dalam hati. Mengapa ayahanda
sampai meminta tolong kepadanya" Sungguh tak mengerti aku!'
Wajahnya guram, dan memberengut. Beberapa lamanya termenung-menung mengumbar
kesalahan 22 hatinya. Akhirnya ia memberangsang
menusukkan kcns! katanya pula dalam hati. Ingin kucoba kegagahan dan kesaktiannya!'
Setelah berpikir demikian, maka tetaplah hatinya. Ia mempersiapkan segala sesuatunya, tetapi
dengan diam-diam saja. Ia tak ingin maksudnya itu diketahui orang lain. Ubih-lebih ia tidak ingin
baginda akan mengetahuinya.
15 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Maka ia mempersiapkan tombak serta kerisnya. Kemudian dia berdandan, tetapi tidak seperti
seorang putri, melainkan sebagai seorang lelaki. Dalam pakaian demikian, ia tampak tampan dan
gagah, akan mengagumkan barang siapa yang melihatnya. Tetapi ia masih kuatir jugakalau-kalau
kelak ia akan dikenali orang, maka dibekal-nya sebuah topeng akan penutup parasnya.
Waktu hari mulai gelap, ia sudah siap. maka diambilnya kuda. Kepada orang kepercayaannya ia
berpesan, supaya kepergiannya itu jangan sampai diketahui orang lain.
Malam itu bulan purnama, dan seperti biasanya jika bulan bulat penuh, Kelana Jayeng Sari keluar
dari kemahnya, lalu berjalan sendirian akan meng-gadangi sang rembulan yang sinarnya lembut itu.
Sering ia tampak merenung, memandang ke arah bulan, seakan-akan mengharap akan terjadi
keajaiban dari sana. Para ponggawa sudah mengenal kebiasaan gustj mereka dan tidak berani mengganggu gusti
mereka itu dari lamunannya. Ki Kebo Pandogo yang biasanya turut serta mengawani Kelana
Jayeng Sari, tatkala itu tidak nampak.
Kebo Pandogo tidak menyertai gustinya, karena ia tatkala itu sedang sibuk menghadapi tetamu,
utusan dari Kadiri. Kelana Jayeng Sari telah menemui utusan itu dan telah pula membaca surat
yang disampaikan oleh Patih Wiranggada kepadanya. Ia maklum kepada maksud raja Kadiri. Tetapi
Kebo Pandogo mengajukan syarat: apabila raja Metaun berhasil dikalahkan, raja Kadiri mesti
menyerahkan putrinya, sang Dewi Sekar Taji kepada Kelana Jayeng Sari. Mendengar nama Dewi
Sekar Taji disebut, hati Kelana Jayeng Sari tawar. Apapula malam telah turun, dan malam bagaikan
siang terang-benderang disinari cahaya bulan yang bulat penuh bulan purnama. Maka hal-hal
selanjutnya diserahkannya kepada penasihatnya itu akan dirundingkan lebih jauh dengan sang
Patih Wiranggada yang menjadi kepercayaan Prabu Jayawarsya dari Kadiri. Ia sendiri keluar dari
kemah, sendirian menyusuri malam yang indah disinari
cahaya keemasan yang lembut menyejukkan.....
Berjalan beberapa lama. sampailah ia di bagian hutan y.ng agak terbuka, sehingga dari sana ia oisa
berpuas-puas menikmati sinar bulan purnama. 3 berd,n
224 dadanya, sedangkan matanya menatar, m-wajah bulan yang indah itu. P merenungi
Entah berapa lama ia berdiri
"Hehh! Begitu sajakah Kelana Jayeng Sari yang termashur gagah berani dan tak terkalahkan itu"
Merenung memandang bulan bagaikan orang kasmaran yang mimpi?"
Kelana Jayeng Sari menoleh ke arah suara itu, maka nampak olehnya sesosok tubuh berdiri tegak
bagaikan menantang menghadap ke arahnya. Ia tak bisa memandang dengan jelas, siapakah
gerangan orang itu, karena dalam bayang-bayang hutan ia samar sekali. Sedangkan suaranya, ia
terkejut mendengar suara itu.....seolah-olah suara yang
selama ini dinanti-nantikannya!
16 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Siapakah Tuan?" ia balik bertanya.
Sosok tubuh itu tertawa pula mengejek, bergerak ke arah tempat yang tidak disamari
bayang-bayang yang hitam. Maka kelihatan oleh Kelana Jayeng Sari sekarang, bahwa menilik
pakaiannya, orang yang berdiri di depannya itu seorang lelaki. Tetapi tatkala ia meneliti dengan
telik, nampaklah bahwa wajah orang itu ditutupi sebuah topeng.
"Akulah orang yang sengaja datang untuk me-naklukkanmu, supaya engkau jangan sombong.
Kngkau mesti tahu, di dunia ini tidak hanya engkau
225 lelaki' Tidak hanya engkau yang gagah berani!"
Kelana Jayeng Sari memandang dengan tenang ke arah orang itu.
"Mengapa engkau bertopeng" tanyanya kemudian dengan suara tetap.
"Jangan banyak bertanya, hunus kerismu! Mari kucoba kepandaianmu mempermainkan keris!"
Kelana Jayeng Sari tertawa. "Lebih baik. pertunjukkan permainanmu dahulu!" sahutnya.
Orang, itu agaknya merasa terhina dan menjadi murka. Maka dihunusnya keris, kemudian
melompat ke arah Kelana Jayeng Sari, menikam Tetapi dengan matanya yang terlatih. Kelana
Jayeng Sari melihat, bahwa orang itu menusuknya tidak dengan sungguh-sungguh, kelihatan
bahwa ia ragu-ragu. Kelana Jayeng Sari jadi heran dan bertanya-tanya dalam hati. 'Siapakah
gerangan orang itu"* Ia mengegoskan tubuhnya dari tikaman, lalu mencoba memukul pergelangan
tangan orang yang memegang keris itu, agar kerisnya terjatuh.
Namun orang itu sungguh-sungguh tangkas, sebat sekali ia mengilir, sehingga tangannya tak
menjadi kurban pukulan Kelana JayenE Sari yang anginnya berkesiur. Karena tikamannya meleset,
ia mengulangi lagi. Tetapi kembali Kelana Jayeng ^an jnehhat, bahwa orang itu menjadi ragu-ragu
tatkala kerisnya sudah menuju bagian tubuh yang berbahaya, dan dibelokkan ke arah bagian yang
22u tidak begitu berbahaya. Kelana Jayeng Sari m*
ayeng Sari merasa kaeum Sementara itu orang yang bertopeng telah menyerangnya pula bertubi-tubi, gencar dan sangat
sebat sekali. Kelana Jayeng Sari dengan tak kurang tangkas, berkelit dari setiap tikaman. Sehingga
orang yang bertopeng menyerang secara sia-sia saja. Tetapi Kelana Jayeng Sari pun tidak bisa
berbuat leluasa. Ia ingin menangkap dan memaksa orang bertopeng itu melepaskan kerisnya, tetapi
sebegitu jauh usahanya tidak berhasil.
Demikianlah beberapa lama keduanya berkelahi dengan seru, memperlihatkan ketangkasan dan
kesehatannya masing-masing. Dalam berkelahi itu Kelana Jayeng Sari tak henti-hentinya merasa
kagum atas ketangkasan dan kesehatan orang bertopeng yang tak dikenal itu. Keringat telah
membasahi tubuh mereka, tetapi keduanya masih tangguh bagaikan gunung.
Mereka berkelahi di tempat terbuka, tetapi jauh dari perkemahan, sehingga tak diketahui orang lain.
17 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
227 Nafas mereka sudah mulai memburu, tetapi tak ada tanda-tanda bahwa perkelahian itu akan segera
berakhir. Kelana Jayeng Sari tiba-tiba meloncat, keluar dari kalangan, sambil berteriak, "Tunggu dulu orang
asing! Tunggu dulu! Berkelahi dengan mempergunakan topeng tidak leluasa! Bukalah topengmu,
supaya bebas kita berkelahi!"
"Kau ngaco-belo apa?" hardik orang itu. "Apa bedanya berkelahi dengan topeng atau tidak?"
Kelana Jayeng San tak sempat berkata-kata pula, karena serangan telah menyusul. Ia segera
berkelit. Sekali lagi, usahanya untuk menangkap tangan musuhnya tak terlaksana.
'Sungguh bukan orang sembarangan* katanya dalam hati. 'Jarang orang yang mempunyai
kepandaian seperti ini. Tetapi masih aku tidak mengenalnya! Siapakah dia gerangan"*
Tetapi ia tidak juga mengetahuinya, apapula karena gencarnya serangan yang mengarahnya
secara bertubi-tubi. 'Ia kelihatannya masih muda.....
Sekali, waktu tikamannya tak mengena, orang bertopeng itu tak sempat menghindarkan tangannya
dan sabetan tangan Kelana Jayeng Sari yang mengarah pergelangan.
"Upas!" teriak Kelana Jayeng Sari.
'*a-tiba orang bertopeng itu merasa tangannya
228 terpukul dan semutan, sehingga keris yang dipegangnya itu pun terlepas......... 8 pe
"Jawab: siapakah engkau?" Kelana Jayene Sari
bertanya. 6 Orang yang bertopeng itu tidak menyahut Ia dengan sigap memungut kerisnya yang jatuh' Kelana
Jayeng Sari kagum akan kesigapannya itu Keris yang terlempar itu segera kembali dipegang oleh
tangan kiri orang bertopeng.
Tetapi setelah ia menjemput keris, orang bertopeng itu tidak kembali menyerangnya, melainkan lari
ke hutan yangg gelap. "Kelana Jayeng Sari! Tak kecewa kau disebut orang gagah! Namamu bukan nama kosong belaka!"
"Terima kasih atas pujian. Tuan. Tetapi siapakah Tuan sebenarnya?" Kelana Jayeng Sari balik
betanya. Tetapi orang bertopeng itu tak kedengaran menyahut. Ia hanya tertawa di jauhan, dan tertawanya
18 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
yang keras berderai itu makin lama makin menjauh sampai akhirnya ia hilang dalam kelengangan
hutan. Kelana Jayeng Sari merasa sangat penasaran. Suara orang itu dan deraian tertawanya sungguh
Candra Kirana Karya Ajiprosidi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sama dengan suara orang yang selama ini dimimpi-mimpikannya: suara istrinya yang telah lenyap
terbang ke bulan. Ia memandang ke arah bulan yang ketika itu telah mulai condong ke arah barat.
">"9 Tak terasa lagi. ia rupanya telah bergadang hampir semalaman. Tatkala ia menganggap bahwa
orang bertopeng itu takkan muncul kembali, maka ia pun kembali ke kemahnya. Di sana didapatinya
penasihatnya Kebo Pandogo belum tidur, tetapi Kelana Jayeng Sari tidak bernapsu hendak
berbicara, maka dibaringkannya tubuhnya di atas ranjang ketidurannya. Demikianlah peristiwa
perkelahiannya malam itu dengan musuh tak dikenal, tak pernah dia ceritakan kepada orang lain.
Meskipun ia sendiri tak habis-habisnya heran, memikirkan siapakah gerangan musuh yang telah
berkelahi dengan memakai topeng itu............
PRABU GAJAH ANGUN-ANGUN Bingung juga sang Prabu Jayawarsya tatkala mendengar sembah Patih Wiranggada tentang
permintaan yang diajukan pihak Kelana Jayeng Sari sebagai syarat. Dewi Sekar Taji, putri mahkota
Kadiri, diminta sebagai tanda terima kasih apabila Kelana Jayeng Sari berhasil memukul mundur
balatentara Metaun! Kelana Jayeng Sari, meski termashur gagah serta perwira, namun orang yang
tak ketahuan asal-muasalnya. Dalam pada itu. Dewi Sekar Taji pun masih terikat oleh pertunangan
dengan Raden Panji Kuda Waneng Pati dari Janggala. Memang baginda mengetahui juga, bahwa
Raden Panji telah lenyap tak ketahuan hidup-matinya, namun kepastian ia sudah tak ada lagi di
dunia ini, juga tak ada. Masih mungkin kelak sewaktu-waktu akan muncul Raden Panji Kuda
Waneng Pati dan ia mungkin akan menuntut tunangannya.
Lama juga baginda termenung-menung, memikirkan syarat yang diajukan oleh pihak Kelana Jayeng
231 Sari itu. Tetapi keadaan tidak memungkinkan baginda berpikir terus. Keadaan sangat mendesak.
Berita tentang makin majunya tentara Metaun menuju Kadiri datang saJing susul-menyusul.
Agaknya pihak Metaun sudah juga mencium berita baginda meminta tolong kepada Kelana Jayeng
Sari. Sambil berjalan ke arah timur, tentara Metaun itu melakukan perampokan dan pembakaran di
sepanjang jalan. Para penduduk mengungsi dengan ketakutan dan ratap an-ratap an yang
mengharukan kalbu. Baginda cepat mengambil keputusan. Baginda menerima syarat yang diajukan pihak Kelana
Jayeng Sari, tetapi meminta supaya Kelana Jayeng Sari segera datang di ibu kota bersama
pasukannya. Patih Wiranggada segera pulang kembali akan mengabarkan hal itu. Dan keesokan
harinya Kelana Jayeng Sari sudah akan masuk ke ibukota. Seluruh ibukota sejak pagi sudah
dititahkan berhias, akan menyambut pahlawan mereka dari Sebrang itu. Tatkala hari sudah lewat
19 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
tengah hari, bala bantuan yang diharap-harapkan pun datang. Kelana Jayeng Sari dengan gagah
duduk di atas kudanya, memandang tak peduli kepada segala keriahan yang diselenggarakan untuk
menyambutnya itu. Kelana Jayeng Sari diterima baginda dengan gembira, kemudian ditempatkan di puri Tambaknya
yang dihiasi seindah-indahnya. Dia menempa ta^ S"** ba* dan Penasihatnya yang ^a itu, Kebo
Pandogo'mendapat bilik yang tak
berjauhan. Para ponggawa dan pasukan u -
Kelana Jayeng Sari telah bertemu dengan baginda dan bercakap-cakap juga beberapa lamanya
kemudian ia meminta diri akan kembali ke purinya. Malam itu Kebo Pandogo berniat hendak
mempersembahkan pakaian yang indah-indah buat Dewi Sekar Taji. la sudah mempersiapkan
persembahan itu sejak beberapa lama. berupa pakaian sutra yang halus-halus dan intan permata
yang gemerlapan, emas urai, mutiara dan sebagainya. Kelana Jayeng Sari tidak ambil peduli akan
maksud penasihatnya itu. Tetapi ia sendiri tidak hendak pergi ke istana.
"Tak usahlah Gusti turut serta," kata Kebo Pandogo. "Biarlah semuanya hamba urus. Lagipula Gusti
mesti beristirahat karena bukankah besok kita akan bertempur dengan tentara Metaun?"
Tetapi Kelana Jayeng Sari tidak mau tidur, la berjalan-jalan di taman yang sangat indah, menikmati
udara malam yang sejuk. Kebo Pandogo diterima baginda dengan hormat, dan tatkala mendengar maksud kedatangannya,
baginda menitahkan supaya Dewi Sekar Taji datang menghadap. . T
Tatkala Kebo Pandogo melihat Dewi Sekar Taji,
ia terkesiap. 233 'Sungguh serupa benar!' katanya dalam hati Tak sia-sia usahaku selama ini! Kalau Kelana Jayeng
Sari melihat Dewi Sekar Taji ini, tentu ja lupa akan istrinya. Dan niscaya ia percaya kepada
perkataanku, bahwa istrinya benar-benar kembali turun ke dunia!"
Waktu ia kembali ke puri, didapatinya gustinya belum lagi beradu. Maka ia pun mempersembahkan
pengalamannya bertemu dengan Dewi Sekar Taji.
"Kalau Gusti bertemu dengan putri dari Kadiri itu, Gusti tentu akan kagum, karena ia
sungguh-sungguh seorang yang sangat jelita!" akhirnya ia bilang.
Kelana Jayeng Sari menghela nafas.
"Tetapi mungkinkah ia secantik istriku Candra Kirana?" tanyanya dengan tak bernafsu. "Tak ada
orang yang secantik dia! Takkan ada!"
Kebo Pandogo tersenyum-senyum.
'Kelak akan Gusti lihat . " katanya. "Dewi Sekar Taji memang sama cantiknya dengan Dewi
Anggraeni..." 20 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mendengar nama itu disebut orang, Kelana Jayeng San menjadi berduka dan ia tak hendak
bercakap-cakap pula. Kenang-kenangan akan istri-hi!J >Z ,U3!nya bcncdih'
Keesokan harinya pagi-pagi benar ia sudah ber siap, karena han itu ia akan bertemnur ,1
Waktu Kelana Jayeng Sari sudah naik ke atas kudanya, hendak berangkat, tiba-tiba datang
berlari-lari seorang putri yang berkata kepadanya, "Kelana Jayeng Sari! Perkenankanlah aku turut
berperang di sisi Tuan!"
Kelana Jayeng Sari menolehkan mukanya dan memandang dengan mata terbelalak kepada putri
yang mendatanginya itu. "Istriku yang tercinta, sungguh-sungguhkah engkau kembali?" sambutnya.
"Tuan khilaf, Kelana Jayeng Sari!" sahut putri itu yang bukan lain daripada Dewi Sekar Taji putri
mahkota Kadiri, "Hamba belum lagi menjadi istri Tuan!"
Tetapi Kelana Jayeng Sari tak syak lagi: parasnya, tubuhnya, suaranya, gerak-geriknya, ah,
semuanya sama benar dengan istrinya.
"Candra Kirana! Masihkah Adinda akan mempermainkan Kakanda?" tanyanya dengan suara
lembut. ... -Hl "Candra Kirana" Siapakah Candra Kelana Jayeng Sari?" sahut putri Sekar Taji. Na; ma hamba
bukan Candra Kirana, melainkan ue
23$ Sekar Taji, putri Kadiri!"
Kelana Jayeng Sari tertegun. Dewi Sekar Taji! Inilah putri yang telah dipertunangkan dengan dia
sejak masih kanak-kanak! Baru sekali ini ia melihatnya! Dan putri itu bagaikan pinang dibelah dua
dengan istrinya yang terbang ke arah bulan! Alangkah sama! Segalanya!
Ia memandang tajam-tajam ke arah putri itu, meneliti dengan mata terpukau. Beberapa jenak ia tak
kuasa melahirkan kata-kata. Lidahnya menjadi kelu.
"Hamba hendak turut serta dengan Tuan memerangi raja Gajah Angun-angun yang angkuh itu!"
kata putri Sekar Taji pula.
Kelana Jayeng Sari cepat menguasai dirinya pula.
'Tetapi putri jelita, sayangilah kecantikanmu itu! Jangan turut ke medan perang!" sahutnya.
"Hamba memang seorang wanita, tetapi hamba bukan seorang pengecut!" kata Dewi Sekar Taji
pula. "Orang-orang menyebut hamba putri yang gagah berani dan hamba memang mahir
mempermainkan pelbagai alat senjata, Tuan pun tahu!"
"Kita baru sekali ini bertemu, mana mungkin hamba tahu tentang diri Tuan Putri!"
21 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Putri Sekar Taji tertawa.
"Mata Tuan sungguh buta! Tuan benar-benar seorang pemimpi yang kerjanya melamun
menggadang 236 Mendengar perkataan itu Kelana jtv.
"Tak hamba sangka di Kadiri ada putri perwira!" katanya kemudian sambil tertawa. "Sungguh
mataku buta, pendengaranku cupet!" Dewi Sekar Taji tertawa pula. "Jadi Tuan perkenankan hamba
turut serta ke medan pertempuran?" Kelana Jayeng Sari tertawa. "Hamba mempunyai seekor gajah
putih ..." kata Dewi Sekar Taji pula. "Ia seekor binatang peperangan yang terlatih. Biarlah ia
kutunggangi untuk menyaksikan pertarungan Tuan dengan
Raja Metaun!" Prabu Jayawarsya tidak berhasil melarang putrinda turut ke medan laga. Maka ia hanya berpesan
kepada Kelana Jayeng Sari supaya hati-hati menjaganya, agar jangan sampai mendapat
celaka. . "Sang Dewi seorang gagah perwira. Kelana Jayeng Sari berkelakar. Tetapi iamenyang -
237 gupijuga pesan baginda. Maka Kelana Jayeng Sari bersama wadia-balanya pun berangkat ke arah barat. Sang Dewi Sekar
Taji duduk di atas gajah putihnya yang anggun dan tangkas itu.
Gajah Angun-angun beserta bala tentaranya bergerak ke arah timur, berbuat semena-mena
melampiaskan amarahnya. Para pendudujc yang tidak berdosa dianiaya serta disiksa.
Rumah-rumah dibakar, harta kekayaan diranjah dan dirampas, wanita-wanita diperkosa.
Tatkala kedua tentara itu bertemu, maka perang campuh pecah. Suara senjata yang berlaga
berdencing-dencing, diselang oleh teriakan-teriakan kesakitan yang mengerikan hati. Darah
mengalir membasahi tanah dan suara kuda yang mabuk darah atau luka menyebabkan langit dan
bumi gemetar. Bala tentara Metaun sudah lelah, karena menganiaya dan menyiksa penduduk, lagipula tak
terkuasai lagi oleh orang atasannya, sehingga bertempur cerai-berai, merugikan pihaknya.
Sebaliknya wadia-bala Kelana Jayeng Sari yang telah terlatih itu, masih segar bugar dan
dikendalikan oleh ahli siasat yang mahir. Menjelang tengah hari, bala tentara Metaun sudah
cerai-berai. Betapapun sang Prabu Gajah Angun-angun berteriak murka menitahkan bala
tentaranya supaya jangan lari, namun sia-sia saja. Lagipula beberapa raja yang semula berpihak
kepadanya tatkala melihat gelagat tidak
238 baik. segera berbalik senjata atau menitahka pengikutnya menghindarkan diri MeSa^P S, hati
22 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
karena dengan Di aus gajahnya yang didandani secara mewah Prabu Gajah Angun-angun tak henti-hentinya
berteriak, menganjurkan supaya maju menerjang anak buah Kelana Jayeng Sari. Panah yang
menghujaninya dengan tangkas selalu dapat ditangkis-nya.
Kelana Jayeng Sari dengan perkasa, berdampingan dengan Dewi Sekar Taji maju ke arah barat.
Kelana Jayeng Sari di atas kuda, sang putri di atas gajah. Sedangkan tangan keduanya tak
berhenti-henti memain. Kelana Jayeng Sari mempergunakan tombak. Setiap gerakan tangannya,
menyebabkan tentara musuh rubuh. Mereka tak mampu menghindari tusukan tombak yang
matanya bagaikan bisa melihat itu. Yang selamat, timbul takutnya, lalu terbirit-birit melarikan diri.
Gajah yang ditunggangi oleh Dewi Sekar Taji sudah biasa di medan perang, menyebabkan musuh
yang kurang waspada kehilangan nyawanya, hancur dibanting oleh belalai atau luluh lantak diinjak
oleh kakinya yang besar-besar itu. Panah Dewi Sekar Taji pun sangat berbahaya, senantiasa
meminta kurban nyawa. Segera Prabu Gajah Angun-angun melihat musuhnya. Murkanya pun membakar wajahnya
239 "Kelana Jayeng Sari!" ia berteriak menantang "Kau kira medan perang ini tempat apa" Kalau kau
benar berani, tinggalkanlah perempuan itu, mari kita bertarung mencoba kekebalan kulit
masing-masing." Kelana Jayeng Sari tertawa mengejek. "Prabu Gajah Angun-angun, jangan banyak bicara, harimu
yang terakhir sudah tiba! Lihatlah sinar matahari sepuas-puasmu. karena besok ia takkan kaulihat
pula!" Prabu Gajah Angun-angun bertambah murka. Maka diarahkannya gajahnya ke dekat Kelana
Jayeng Sari, sehingga keduanya berhadapan.
"Kelana Jayeng Sari! Kalau engkau benar perkasa, kautangkis tombakku si Pantang Kalah ini"
teriaknya sambil menusukkan tombaknya. Tetapi Kelana Jayeng Sari dengan mudah saja
menangkisnya, sehingga murka Prabu Gajah Angun-angun makin menjadi. Bertubi-tubi ia menusuk
dan mengarah tubuh musuhnya, tetapi dengan tamengnya Kelana Jayeng Sari selalu menangkis.
"Mana permainan tombakmu yang kesohor itu?" ejek Kelana Jayeng Sari sambil tertawa. Hanya itu
sajakah"1' Prabu Gajah Angun-angun meloncat dari gajahny a.
"Kelana Jayeng Sari, tunrn ke mari! Mari kita berkelah. dengan keris di atas tanah'"
Hanya sekejap Kelana Jayeng Sari sudah berada
240 di hadapannya... -Apa maumu akan selalu kulayani'" sah Belum lagi perkataannya habis diucapkan"mS kens telah
23 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
menyambar akan menusuk lambung" Tetapi ia sungguh gesit, tusukan itu bi
"Hunus kerismu!" teriaknya dengan murka. "Tak usah terburu-buru benar ..." sahut Kelana Jayeng
Sari. "Bukankah engkau masih ingin
melihat sinar matahari?"
Ejekan-ejekan Kelana Jayeng Sari yang menghina itu menyebabkan Prabu Gajah Angun-angun
makin murka. Ia sudah tak bisa menguasai amarahnya lagi. Ia menusuk dengan kalap kepada
musuhnya, tetapi dengan demikian musuhnya pun jadi lebih gampang menyelamatkan diri.
Demikianlah kedua pahlawan itu berkelahi beberapa lamanya, ditonton dengan asyik oleh Dewi
Sekar Taji yang tersenyum-senyum saja. la yakin akan kepandaian Kelana Jayeng Sari yang
diketahuinya sangat mahir dan ahli mempermainkan keris____
Dalam pada itu pertempuran sudah mendekati
akhirnya. 241 Kelana Jayeng Sari sudah menghunus kerisnya yang konon sangat sakti dan bertuah benar itu. Ja
tidak membuta seperti musuhnya menusuk-nusukkan keris, tetapi menanti saat yang tepat. Matanya
yang tajam mengawasi musuhnya dengan teliti. Ia pun mesti menghindarkan diri dari setiap tusukan
Prabu Gajah Angun-angun. Tidak berapa lama. ia melihat satu lowongan. Tatkala keris Prabu Gajah Angun-angun mengarah
dadanya sebelah kiri, ia sengaja bertindak ayal, sehingga menggembirakan musuhnya itu. Ia yakin
sekali ini Kelana Jayeng Sari tak nanti mampu menghindarkan dirinya dari tusukan kerisnya.
"Rubuhlah!" teriak Prabu Gajah Angun-angun. Dan benar-benarlah: tubuh yang besar kekar itu
rubuh, karena tangan kanan Kelana Jayeng Sari yang memegang keris itu telah mendahului masuk
ke bawah ketiaknya, sedangkan mata kerisnya masuk ke dalam dada. Darah mengucur, keris
terlepas dari tangan Prabu Gajah Angun-angun. Kelana Jayeng Sari berdiri sambil bernafas lega. Ia
membersihkan kerisnya dari darah yang merah membasahinya.
"Sungguh mengagumkan!" terdengar pujian dan atas gajah. Itulah suara Dewi Sekar Taji yang
Karena raja mereka rubuh, maka bubar tak
242 keruanlah tentara Metaun. Yang tak sempat melarikan diri, tertangkap, lalu dibelenggu oleh bala
tentara Kelana Jayeng Sari. Mereka memohon ampun, mau menyelamatkan selembar nyawanya.
Kelana Jayeng Sari menitahkan agar mayat Prabu Gajah Angun-angun dan para tawanan dibawa
ke Kadiri akan menjadi bukti kemenangannya.
243 24 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
RAHASIA TERBUKA Seluruh Kadiri mengelu-elukan Kelana Jayeng Sari yang telah menjadi pahlawan mereka memukul
mundur tentara Metaun dan membunuh Prabu Gajah Angun-angun yang kejam. Prabu Jayawarsya
menyabut kedatangan Kelana Jayeng Sari bersama pasukannya itu sampai di luar kota Kadiri.
Waktu sang pahlawan turun dari gajah akan menghaturkan sembah kepada baginda, terdengar
sorak gempita yang membelah udara.
"Hidup Kelana Jayeng Sari! Hidup pahlawan Kadiri!"
Kemudian mereka bersama-sama masuk ke dalam istana. Prabu Jayawarsya nampak terharu. Ia
memandang berganti-ganti kepada Kelana Jayeng Sari dan putrinda Dewi Sekar Taji, lalu
menundukkan kepalanya, seperti memikirkan sesuatu hal yang mengganggu kalbunya.
Para prajurit Kelana Jayeng Sari dijamu dan dihibur dengan berbagai pertunjukan. Maka hilang -
244 lenyap capai lelah mereka, karena terhibur oleh berbagai hal yang menyukakan hati.
Sementara itu di istana, baginda beserta beberapa orang pejabat penting juga sedang menjamu
Kelana Jayeng Sari bersama Kebo Pandogo. Baginda memuji kepahlawanan sang Kelana dan
bersukur karena ancaman bahaya terhadap Kadiri sudah bisa dihindari.
Tatkala pembicaraan sampai pada soal pernikahan Kelana Jayeng Sari dengan Dewi Sekar Taji
seperti yang telah dijanjikan, baginda menghela nafas panjang.
"Jodoh memang ditentukan oleh para dewa ... " sabdanya kemudian. "Manusia tak bisa berbuat
sesuatu apa, apabila Dewata raya tidak memperkenankannya ..."
Orang-orang termenung demi mendengar sabda baginda yang diucapkan dengan suara yang
murung sedih itu, diam termenung, tak ada yang berani memotong kalimat. Suasana yang penuh
gelak tertawa berubah menjadi sungguh-sungguh.
"Umpamanya Dewi Sekar Taji ..." baginda melanjutkan perkataannya pula. "Sejak masih
kanak-kanak ia telah dipertunangkan dengan Raden Panji Kuda Waneng Pati, putra mahkota
Janggala. Apa mau pihak Janggala tidak menepati janji - atau lebih tepat: Dewata menghendaki
yang lain. Raden Panji konon nikah di luar perke
245 nan ayahanda dengan seorang bukan keturunan raja dan menolak untuk menikah dengan anakku
Sekar Taji ..." wajah baginda muram, suaranya pun makin menjadi guram. "Dan kemudian Raden
Panji konon tenggelam di lautan selagi berlayar-layar dengan istrinya yang sudah meninggal ...
Tetapi ada pula yang mengatakan, bahwa Raden Panji masih hidup, hanya sebegitu jauh sampai
sekarang belum kelihatan muncul. Sang Prabu Jayantaka sudah mengundurkan diri, kini telah
digantikan oleh Prabu Braja Nata, putra baginda. Hebat adalah bagi kami, karena Prabu Braja Nata
bersikeras mengatakan bahwa saudaranya. Raden Panji Kuda Waneng Pati masih hidup, karena itu
Candra Kirana Karya Ajiprosidi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
25 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
pertunangannya dengan Dewi Sekar Taji tidak dibatalkan! Tetapi bertahun-tahun telah lampau,
kabar mengenai Raden Panji tak juga sampai. Lagipula bukti bahwa Raden Panji masih hidup tak
ada yang layak dipercaya ... Prabu Braja Nata tak percaya saudaranya itu telah meninggal, karena
mereka tidak berhasil menemukan mayatnya. Ya, bagaimana pula mencari mayat di dalam lautan
yang dalam dan luas tak terkira?" baginda berhenti sejenak, suasana hening. "Karena itu, menurut
pendapat kami, adalah anakku Kelana Jayeng Sari yang telah ditentukan oleh Dewata untuk
menjadi jodoh Dewi Sekar Taji - anakku. Sesuai dengan perjanjian kita, kami merasa tidak
keberatan menikahkan anakku Dewi Sekar Taji
246 dengan anakku Kelana Jayeng Sari. Persiapan untuk itu akan segera disediakan ..."
Hampir Kelana Jayeng Sari tak kuasa menahan dirinya, akan sujud di depan baginda dan
menjelaskan bahwa Raden Panji Kuda Waneng Pati yang dikabarkan tenggelam di lautan itu,
adalah dia sendiri adanya. Hampir ia tak kuat menahan keinginan untuk mengatakan bahwa Raden
Panji Kuda Waneng Pati dan Kelana Jayeng Sari itu orangnya satu. Untung saja penasihatnya yang
bijaksana, Ki Kebo Pandogo, menekan tangannya, sehingga sadar ia akan dirinya yang sedang
menyamar. Maka pembicaraan pun dilanjutkan tentang pernikahan yang akan segera dilangsungkan. Beberapa
orang senapati mengutarakan kekuatirannya kalau-kalau pihak Janggala menjadi marah dan
menyerang Kadiri. Tetapi mengapa pula mesti takut" Bukankah Kelana Jayeng Sari yang gagah
perwira dan sakti itu akan sanggup memukul mundur serbuan Janggala" Maka mengenai hal itu
orang tidak berani menyinggung-nyinggungnya pula.
Pernikahan ditetapkan akan dilangsungkan enam minggu lagi. Selama itu persiapan-persiapan
akan diadakan. Sebuah pesta kerajaan akan diselenggarakan besar-besaran. Bukankah Dewi
Sekar Taji putri mahkota yang kelak akan memangku takhta Kadiri" Seluruh kerajaan sibuk
bersiap-siap untuk 247 menyambut hari yang akan dirayakan empat puluh hari empat puluh malam itu.
Tetapi waktu yang enam minggu itu menyebabkan berita tentang pernikahan Dewi Sekar Taji
dengan Kelana Jayeng Sari dari tanah Seberang itu sampai di Janggala dan Prabu Braja Nata
murka besar tatkala mendengarnya.
"Dewi Sekar Taji sudah dipertunangkan dengan Raden Panji Kuda Waneng Pati!" katanya dengan
geram. "Raden Panji memang hilang, tetapi ia belum meninggal dan pertunangan antara keduanya
pun belum diputuskan! Nyata pihak Kadiri hendak menghina kita, Janggala! Hinaan ini tak boleh kita
biarkan saja!" Maka baginda berunding dengan para pejabat kerajaan yang penting-penting membicarakan
persiapan-persiapan untuk menyerang Kadiri, supaya pernikahan tunangan putra mahkota
Janggala dengan orang yang berasal dari tanah Sebrang itu jangan sampai terlaksana. Baginda
bertindak cepat, beberapa hari kemudian berangkatlah tentara Janggala dalam jumlah yang besar
menuju Kadiri. 26 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Prabu Braja Nata sendiri memimpin penyerangan itu.
Tetapi Prabu Braja Nata bertindak hati-hati. Ia tidak langsung menyerang Kadiri. Tatkala sampai di
perbatasan, ia pun mendirikan perkemahan. Lalu ditulisnya sepucuk surat yang akan di -
248 antarkan oleh Senapati Arya Suralaga kepada sang baginda Prabu Jayawarsya. Dalam surat itu
Prabu Braja Nata mengingatkan mamanda akan pertunangan putri mahkota Kadiri dengan putra
mahkota Janggala Raden Panji Kuda Waneng Pati. Pertunangan itu belum pernah diputuskan, dan
meskipun dikabarkan tenggelam ke dasar lautan, belum tentu Raden Panji sudah meninggal.
Hingga sekarang mayatnya belum diketemukan orang. Karena itu, Prabu Braja Nata menyatakan
keberatannya kalau Dewi Sekar Taji dinikahkan dengan orang lain, sedangkan pertunangannya
dengan Raden Panji Kuda Waneng Pati belum diputuskan secara resmi. Ia mengatakan bahwa jika
hal itu dilangsungkan, maka itu berarti penghinaan buat Janggala dan ia takkan membiarkan diri
serta nama baik kerajaannya terhina. Di perbatasan ia telah siap dengan bala tentaranya yang
besar untuk menyerbu Kadiri, kalau penghinaan dilangsungkan juga.
Pada akhir suratnya, Prabu Braja Nata menuntut agar pernikahan itu dibatalkan dan agar Kelana
Jayeng Sari datang menyerah kepadanya untuk menerima hukuman penggal. Orang yang konon
berasal dari tanah Sebrang itu dianggap telah dengan sengaja menghina kerajaan Janggala.
Tetapi sebelum Senapati Arya Suralaga sampai di hadapan Prabu Jayawarsya akan mempersem -
249 hahkan surat Prabu Braja Nata. berita tentang kedatangan tentara Janggala di perbatasan Kadiri.
telah meniup-niup di seluruh negen. Setiap orang membicarakannya. Setiap orang berkuatir. Dan
kekuatiran itu mempengaruhi persiapan pesta kerajaan untuk pernikahan putri mahkota mereka.
Dan tatkala Prabu Jayawarsya menerima utusan Prabu Braja Nata, hatinya goncang. Sebelum ia
membuka surat yang dipersembahkan orang kepadanya, untuk sebagian besar baginda telah
maklum akan isinya. Perang! Perang dengan Kadiri! Tidak, bencana itu tak mungkin dihindari lagi! Tuntutan Prabu Braja
Nata sangat mustahil: Kelana Jayeng Sari mana mungkin bersedia untuk menyerahkan kepalanya
kepada pihak Janggala! Sebaliknya ia pun takkan mungkin meminta Kelana Jayeng Sari untuk
membatalkan pernikahannya dengan Dewi Sekar Taji! Itu akan menyebabkan pahlawan dari tanah
Sebrang itu merasa terhina dan murka pula!
Memang, ia boleh tidak usah menaruh kuatir, karena Kelana Jayeng Sari dengan bala tentaranya
tentu akan menghadapi serangan dari Janggala. Namun jika hal itu terjadi, maka perhubungannya
dengan Janggala akan buruk untuk selama-lamanya. Sedangkan Janggala dengan Kadiri berasal
dari satu keturunan, dari satu kerajaan jua ...
Maka terkenang pula baginda akan cita-citanya semasa muda, bersama-sama dengan saudara
250 sebuyutnya Prabu Jayantaka, untuk Dersama-sama
27 Alissa Susi Hutapea m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mewujudkan kembali apa yang dahulu dengan susah payah telah dipersatukan oleh moyang
mereka Sang Airlangga: persatuan Kadiri dengan Janggala! Sungguh suatu cita-cita yang indah!
Sungguh tak baginda kira, cita-cita yang mulia itu akan berakhir seperti ini. Jangankan persatuan,
bahkan perpecahan selama-lamanya mengancam perhubungan kedua kerajaan itu!
Baginda menghela nafas. Kepada Senapati Arya Suralaga baginda meminta tempo untuk
merundingkannya dahulu dengan para tetua negara dan sementara menunggu keputusan itu,
utusan Prabu Braja Nata dipersilakan beristirahat di sebuah pesanggrahan yang sangat resik.
Tetapi para tetua serta pejabat negara pun tidak mampu menghasilkan saran yang merupakan jalan
keluar. Mahapatih Kebo Rerangin yang terkenal bijaksana itu, merenung, berpikir keras dan
kata-katanya tidak memberikan cahaya harapan.
"Akhir-akhirnya segala-galanya terserah kepada Gusti Kelana Jayeng Sari jua ... " demikian
katanya. "Hanya ia dalam hal ini yang mungkin memberi keputusan. Kalau ia menghendaki perang,
maka perang pun takkan mungkin dihindari ... Kecuali kalau ia bersedia memenuhi tuntutan Prabu
Braja Nata itu ... "
"Tetapi sudikah ia menyerah?" tanya baginda.
"Itulah yang tak bisa kita jawab. Karena itu
251 hanya ia sendiri yang mungkin memberi keputusan ....1
"Tak ada jalan lain kalau begitu: kita mesti merundingkan hal ini dengan dia! Baiklah, Senapati
Wirapati, silakan Kelana Jayeng Sari datang ke mari!" sabda baginda.
Sementara itu Dewi Sekar Taji, yang juga mendengar berita tentang masuknya tentara Janggala ke
perbatasan, bermuram durja. Ia nampak merenung-renung dan melamun, sehingga menimbulkan
heran Kelana Jayeng Sari yang sedang mengunjunginya.
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
28Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
Dewi Sekar Taji memandang kepada bakal suaminya itu dengan mata redup.
"Hamba kuatir, karena hamba dengar wadia-bala Janggala telah sampai di perbatasan akan
menyerang Kadiri," sahutnya dengan suara guram. 'Tentu gara-gara pihak Janggala mendengar
tentang akan dilangsungkannya pernikahan kita ..."
Kelana Jayeng Sari tersenyum dan wajahnya cerah, seperti ia tidak mengetahui apa-apa dan
sambil tersenyum jua ia bertanya, "Jadi menyesalkah Adinda akan pernikahan kita?"
Dewi Sekar Taji memandang dengan tajam.
"Jangan Kakanda berbicara seperti itu! Hamba tidak menyesal karena telah mendapat jodoh
Kakanda, malah ... bangga!"
"Tetapi agaknya Adinda mengharap-harap jua
252 Raden Panji, tunangan Adinda sejak masih kanak-kanak itu ... " kata Kelana Jayeng Sari sambil
tersenyum jua. "Tidak!" sahut Dewi Sekar Taji cepat. "Tidak demikian! Hamba dengan Raden Panji belum pernah
bersua. Atau kalau pun pernah bersua, tentu tatkala kami masih kanak-kanak. Kami tak ingat lagi.
Lagipula Raden Panji hamba dengar sudah menikah dengan orang lain dan ia sangat mencintai
istrinya itu, sehingga..."
"Jadi apa yang Adinda rusuhkan?" potong Kelana Jayeng Sari seakan-akan ia tak mau mendengar
kekasihnya itu menghabiskan kalimat.
Dewi Sekar Taji menghela nafas sambil mengarahkan pandangannya ke kejauhan. Ia nampak
berfikir keras. "Yang hamba jadikan pikiran," akhirnya ia menyahut, "adalah bencana yang bakal dialami oleh
rakyat Kadiri..." "Bencana apa?" "Kalau bala tentara Janggala masuk, tentu peranglah yang akan terjadi dan tentu rakyat Kadiri akan
hancur menderita karenanya ..." sahutnya dengan suara murung.
"Ragu-ragukah Adinda akan kegagahan serta keperwiraan para ponggawa Kelana Jayeng Sari'1"
Dewi Sekar Taji menggleng-gelengkan kepala.
"Tidak! Sedikit pun Dinda tidak ragu. Hamba telah menyaksikan mereka bertempur tatkala
1 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
253 menghadapi tentara Metaun dan hamba percaya, mereka di bawah pimpinan gustinya yang perwira
akan mencapai kemenangan di setiap peperangan .
. " mengucapkan yang terakhir ia tersenyum sambil mengerling manja kepada tunangannya.
Kelana Jayeng Sari tersenyum.
"Jadi apa yang Adinda kuatirkan?" kemudian ia bertanya.
"Apabila terjadi perang dengan Janggala, tentu akan banyak orang yang mati atau
sekurang-kurangnya mendapat celaka, menderita berbagai kesengsaraan. Wanita-wanita akan
banyak yang kehilangan suami, anak-anak banyak yang akan kehilangan ayah dan ibu-ibu banyak
yang akan kehilangan anak lelaki mereka yang menjadi tiang kehidupannya ... Waktu berperang
dengan Metaun tempo hari, hamba menyaksikan hal-hal yang mengerikan dan menyedihkan itu.
Dan diam-diam hamba berpikir: Alangkah hebatnya bencana yang dialami dan diderita oleh
manusia lantaran perang! Apakah manfaatnya perang itu" Apakah artinya perang antara sesama
manusia, sesama saudara" Ya. Kadiri dan Janggala masih berasal dan satu keturunan ... Kalau
terjadi perang, tak peduli siapa yang menang ataupun siapa >ang kalah, kedua pihak akan
menderita, akan mengalami bencana. Bencana atas sesama manu-aa. Dew, Sekar Taji berhenti
sebentar dan karena 254 kekasihnya diam saja menyimakkan perkataannya, kemudian ia melanjutkan pula, "Dan kalau
hamba bertanya kepada diri hamba sendiri. Apakah pangkal sebabnya sehingga kedua kerajaan
yang berasal dari satu keturunan itu berperang" Apakah yang mereka bela" Apakah yang mereka
pertahankan" Kanda pun tahu: hambalah pangkal sebabnya. Hamba! Hambalah yang akan
menyebabkan manusia saling bunuh sesamanya! Dan kalau pun kelak kita menang, apakah yang
akan kita dapat" Kebahagiaan kita. Barangkali kita akan berbahagia dalam hidup kita. Tetapi
apakah artinya kebahagiaan kita apabila kita perbandingkan dengan penderitaan serta
kesengsaraan yang dialami oleh beratus-ratus dan beribu-ribu orang yang mendapat bencana
perang itu" Seimbangkah kebahagiaan kita dengan kurban yang dimintanya" Ya, apakah artinya
kebahagiaan kita kalau untuk itu kita menyebabkan beribu-ribu orang lain mendapat bencana dan
menderita kesengsaraan?"
Kelana Jayeng Sari mendengarkan perkataan bakal istrinya itu dengan kagum, la merasa malu,
karena ia sendiri dahulu hanya memikirkan kebahagiaannya sendiri saja. 'Coba kalau dahulu aku
tidak terlalu menurutkan hatiku sendiri ...' sesalnya dalam hati. 'Kini tentu bulan dan matahari ada
dalam genggamanku! Dan siapakah lagi yang akan lebih berbahagia daripada orang yang
menyandingkan keduanya"'
255 Teringat akan masa lampaunya, ia menjadi murung dan menyesal. Tetapi melihat Dewi Sekar Taji
yang memandang dengan mata redupnya ke arah tak berwatas. ia segera berkata, "Kalau begitu,
perang mesti kita hindari...
Dewi Sekar Taji menolehkan wajahnya. Kini ia memandang wajah Kelana Jayeng Sari tajam-tajam,
2 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dari matanya terpancar keheranan. "Apakah maksud Kanda?" "Perang itu akan kita hindari ..."
"Tetapi semudah itukah soalnya" Sesederhana itukah?" Kelana Jayeng Sari tersenyum. "Kalau
Kanda mengirimkan utusan kepada Prabu Braja Nata, tentu persoalan akan beres dan apa yang
Rayinda takuti akan terhindar..."
Dewi Sekar Taji memandang dengan heran dan tidak mengerti. Ia hendak bertanya pula. tetapi
tatkala itu datang Senapati Wirapati yang memangku titah baginda. Kelana Jayeng Sari disilakan
menghadap baginda secepat mungkin
"Apakah soalnya gerangan?" tanya Dewi Sekar Taji.
Senapati Wirapati seperti keberatan menyahut. Maka Kelana Jayeng Sari menalanginya, menjawab,
"Tentu soal Janggala, bukan?"
Senapati Wirapati terkejut. 'Bagaimana ia mungkin mengetahuinya" Benar-benar orang ini sakti!'
pikirnya dalam hati. Ia hanya mengangguk dan
mengiakan saja. Kelana Jayeng Sari meminta diri dari kekasihnya, lalu bergegas menuju balairung, diiringkan oleh
Senapati Wirapati. Waktu ia sampai di sana, Ki Kebo Pandogo juga sudah ada di sana. Maka baginda pun lalu
membicarakan masalah yang membingungkan hatinya itu. Surai yang diterimanya dari Prabu Braja
Nata diberikannya kepada Kelana Jayeng Sari.
Ki Kebo Pandogo tersenyum-senyum saja, tetapi ia tidak berkata sesuatu apa. Setelah Kelana
Jayeng Sari menelaah surat itu, terdengar baginda bersabda, "Anakku pun .tahu, bahwa dalam hal
ini, semuanya tergantung kepada Anakku Kelana sendiri ... Kami tak bisa berbuat apa-apa ...
Apakah yang hendak Anakku lakukan?"
Kelana Jayeng Sari memandang kepada baginda, kemudian menghaturkan sembah, "Tak usah
Gusti merisaukan hal itu. Ancaman tentara Janggala tak usah Gusti kuatirkan ..."
"Ya, kami percaya, Anakku akan dengan mudah mengalahkannya dan memukulnya mundur sela
baginda. 'Tidak!" sela Kelana Jayeng Sari. "Hamba tidak akan mempergunakan kekuatan senjata... "
Semua orang terkejut, kecuali Ki Kebo Pandogo.
"Apa maksud Anakku?" tanya baginda pena -
257 saran. Kelana Jayeng Sari tersenyum. "Hamba akan menyerahkan diri hamba kepada Prabu Braja Nata
..." "Apa?" semua orang terlonjak dari duduknya. "Anakku akan menyerahkan diri untuk
3 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dipenggal"*' tanya baginda dengan hati kuatir, meski baginda berpikir, bahwa itulah yang
sebaik-baiknya untuk mencegah permusuhan antara kedua kerajaan yang berasal dari satu
keturunan. "Daulat Gusti," sahut Kelana Jayeng Sari. "Hamba akan menyerahkan kepala hamba kepada Prabu
Braja Nata .... " "Tetapi ... bagaimana dengan prajurit-prajurit Anakku" Tidakkah mereka mampu menangkis bahkan
memukul mundur tentara Janggala" Apakah Anakku merasa kuatir?"
"Samasekali hamba tidak merasa kuatir," sahut Kelana Jayeng Sari. "Tetapi bukankah jalan itu yang
sebaik-baiknya ditempuh?"
Baginda terperanyak. Perkataan itu mengena benar pada hati baginda. Darah menyirat memerahi
wajah baginda. Apakah ia tahu apa yang kami kuatirkan"' pikir baginda dalam hati. 'Sungguh sakti
ia!' 66 Melihat baginda terdesak, mahapatih Kebo Kerangin yang bijaksana itu segera menghaturkan
c ."!gaimana Pun Gusti, Gusti Kelana Jayeng banlah yang mungkin memberi putusan.
258 Apa juga yang dikehendakinya, kita tak mungkin berbuat apa-apa ..." Dan dengan demikian ia
merasa telah menolong gustinya dari kesulitan.
Maka keputusan diambil. Kelana Jayeng Sari tidak akan mengadakan perlawanan terhadap Prabu
Braja Nata. Ia malah hendak menyerahkan diri.
Kepada Senapati Arya Suralaga yang menunggu di pesanggrahannya, segera baginda
menyampaikan keputusan itu. Maka rombongan utusan itu, keesokan harinya segera pulang
membawa keputusan yang melegakkan hati. Namun tatkala Prabu Braja Nata menerima berita itu,
ia hampir-hampir tidak percaya. Semudah itukah soal bisa diselesaikan" Mengapa Kelana Jayeng
Sari yang terkenal gagah perwira itu segampang itu menyerah" la curiga kalau-kalau di balik
kesediaan untuk menyerah itu tersembunyi maksud keji untuk membokong. Tetapi tatkala ia
bertanya dengan lebih teliti kepada Senapati Arya Suralaga, barangkali mereka diam-diam
mengadakan persiapan perang, utusan yang bermata tajam itu menyangkalnya.
"Persiapan yang hamba lihat semuanya dipusatkan untuk perayaan pernikahan belaka," sahutnya.
"Hamba tak melihat persiapan-persiapan bala
tentara!" Mau tak mau baginda percaya akan keterangan itu. karena Senapati Arya Suralaga seorang yang
teliti dan waspada. Hidungnya tajam mencium
259 bahaya dan tentang hal itu baginda yakin.
4
Candra Kirana Karya Ajiprosidi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Sungguh aneh Tetapi tak seorang pun yang bisa menerangkan hal itu. Maka sehari lamanya baginda dan para
penasihatnya dirundung kebingungan. Mereka lega karena takkan terjadi perang, tetapi akhir
peristiwa agaknya samasekaii di luar sangkaan semua orang. Mereka tak habis-habisnya merasa
heran. Siang hari datang seorang pengawal memberitakan kedatangan tokoh yang mengherankan
berbareng membingungkan mereka itu. Kelana Jayeng Sari nendak menghadap kepada Prabu
Braja Nata, akan menyerah.
"Dengan siapakah ia datang" Banyakkah pengiringnya?" tanya baginda dengan perasaan kuatir
juga. "Hanya berdua dengan seorang yang sudah "lanjut usianya," sahut pengawal itu.
"Titahkan mereka ke mari!" sabda baginda akhirnya setelah merenung sejenak.
Sementara itu para tetua dan penasihat baginda memang sudah mengharap-harap kedatangan
tamu itu. Dan mereka senantiasa mengharap dengan perasaan heran juga kedatangan satria yang
penuh rahasia itu. Mereka siap menerima.
Sementara menanti masuknya satria yang mere-ka anggap telah menghina harga diri mereka itu,
260 tak tahu kenapa mereka merasa debaran jantungnya mendadak mengeras. Prabu Braja Nata
sendiri gelisah dan beberapa orang yang lain merasa tidak tenang duduk. Bagaimana pun akhir
segala sesuatunya berlainan benar dengan yang pernah mereka bayangkan.
Akhirnya yang dinanti-nantikan pun datang
juga-- "Adinda!" teriak Prabu Braja Nata dengan mata terbelalak dan mulut ternganga.
"Raden Panji!" teriak yang lain-lainnya dengan
takjub. Prabu Braja Nata melompat lalu memeluk adinda dengan berurai airmata.
"Adinda ... Adinda... Jadi Adindakah Kelana Jayeng Sari itu?" tanyanya dengan suara sarat
sukacita. "Wahai Adinda, terlebih dahulu berilah Kakanda ampun!"
Kelana Jayeng Sari yang telah menjadi Raden Panji Kuda Waneng Pati kembali itu, mencoba
menahan keharuan hatinya. Tetapi ia tak mampu. Maka dalam pelukan kakanda ia pun tergukguk
mengalirkan airmata sukacita.
"Tak ada yang mesti hamba maafkan," akhirnya ia berhasil mengucapkan kata-kata, "karena tak
ada kesalahan Kanda atas Dinda! Malah sebaliknya, Adindalah yang meminta kelapangan hati
5 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Kanda karena telah membikin Kanda semua merasa tegang ..."
261 Sementara itu Senapati telah memeluk-merang-kul Ki Kebo Pandogo dengan mesra dan terharu.
"Kanda Prasanta! Kakandalah kiranya!" Waktu Prabu Braja Nata melepaskan pelukannya dari
adinda, ia menoleh kepada Patih Prasanta yang tua itu. Baginda pun berseru, "Mamanda Prasanta!"
"Daulat Gusti!" sahut Patih Prasanta. Lalu mereka pun berbicara dengan sukacita, mencurahkan
perasaan hatinya masing-masing. Prabu Braja Nata meminta agar Adinda Raden Panji Kuda
Waneng Pati sudi mengisahkan pengalamannya selama menjadi Kelana Jayeng Sari. Adinda
tersenyum, lalu memandang kepada Patih Prasanta.
"Semuanya adalah atas nasihat Mamanda Prasanta ..." ia menyahut. "Ia sungguh seorang yang
bijaksana ..." "Gusti memuji terlalu berlebihan," tukas Patih Prasanta. "Yang hamba lakukan hanya kewajiban
seorang hamba terhadap junjungannya belaka
Akhirnya Patih Prasanta mau juga mengisahkan pengalamannya selama berkelana sehabis
terpukul badai di tengah lautan, diakhiri dengan kisah menaklukkan raja Metaun yang disertai syarat
agar baginda Prabu Jayawarsya sudi menyerahkan Dewi Sekar Taji pabila Prabu Gajah
Angun-angun bisa dikalahkan.
262 "Namun pernikahan itu tidak mungkin berlangsung, lantaran pihak Janggala murka dan hendak
memenggal kepala sang Kelana Jayeng Sari, yang dianggap telah merebut tunangan Adinda
Raden Panji Kuda Waneng Pati ... " demikian Patih Prasanta mengakhiri kisahnya sambil
tersenyum. Orang-orang tertawa. "Tetapi Kelana Jayeng Sari ternyata adalah Adinda Raden Panji, karena itu sesungguhnya tak ada
peristiwa perebutan tunangan," sabda Prabu Braja Nata kemudian. "Karena itu pernikahan Kelana
Jayeng Sari dengan Dewi Sekar Taji mesti dilangsungkan! Kita yang sudah kepalang sampai di
perbatasan, sekalian saja masuk ke Kadiri akan turut merayakan pernikahan kedua putra mahkota!"
Pikiran itu mendapat persetujuan orang banyak. Maka keesokan harinya tentara Janggala itu
bergerak ke arah Kadiri. Tetapi bukan untuk menyerang atau berperang, melainkan untuk
merayakan pesta pernikahan yang akan mewujudkan cita-cita Prabu Jayantaka dan Prabu
Jayawarsya dahulu .... 263 6 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
CANDRA KIRANA Prabu Jayawarsya sangat bersuka cita tatkala mengetahui bahwa Kelana Jayeng Sari itu tak lain
Raden Panji Kuda Waneng Pati adanya. Mereka menyambut kedatangan Kelana Jayeng Sari
bersama-sama rak anda Prabu Braja Nata dengan kehormatan dan kegembiraan.
Pernikahan Raden Panji Kuda Waneng Pati dengan Dewi Sekar Taji dilangsungkan dengan amat
sangat meriah. Seluruh kerajaan berpesta. Semua orang bersuka ria. Berbagai pertunjukan dan
hiburan diselenggarakan tanda kegembiraan hatinya menyaksikan pernikahan putra mahkota
Janggala dengan putri mahkota Kadiri. Bala tentara Janggala yang berangkat dari negerinya
ditangisi oleh para kerabatnya lantaran hendak berperang, tenggelam dalam pesta dan suka ria.
Setelah empat puluh hari empat puluh malam lamanya bersuka ria dan bersenang-senang, Prabu
Braja Nata meminta diri kepada Baginda Prabu
264 jayawarsya akan pulang ke negerinya. Kepada Raden Panji Kuda Waneng Pati ia meminta agar
putra mahkota itu segera pulang ke Janggala akan menerima takhta kerajaan. Prabu Braja Nata
merasa dirinya hanya seorang wakil belaka dan ia ingin menyerahkannya kembali kepada yang
berhak. Tetapi di luar dugaannya, Raden Panji menggelengkan kepala. Hatinya telah tawar, ia udak
memikirkan takhta kerajaan dan ia meminta agar rakanda terus menduduki takhta.
"Bagi Adinda sekarang," katanya lebih lanjut, "kehidupan terpencil di sebuah pegunungan lebih
menarik hati ... Kesibukan istana dan kerajaan, membikin pikiran Adinda pepat ... "
"Tetapi kalau demikian Adinda menyia-nyia-kan cita-cita ayah kita dahulu ..." kata Prabu Braja Nata.
Raden Panji menghela nafas. Terkenang pada
ayahanda, ia berduka. "Bagaimanapun juga," katanya kemudian, "sekarang belum bersedia hamba kembali ke Janggala
akan memangku takhta. Sekarang, Kakanda saja pulang dahulu. Kalau kelak hamba ternyata
diperlukan, tentu akan datang..."
Setelah masak diperembukkan, maka diambil keputusan. Prabu Braja Nata beserta tentaranya akan
segera pulang ke Janggala, sedangkan Raden Panji beserta istrinya Dewi Sekar Taji akan pergi ke
sebuah gunung akan mengecap madu kebahagia -
265 an sel di sana. Prabu Jayawarsya telah membangun "buah istana mungil untuknya, letaknya di pung_
gung gunung Wilis yang sejuk hawanya.
7 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Demikianlah penganten dan mempelai itu mengecap keberuntungan serta kebahagiaan hidupnya,
di suatu tempat terpencil dari keriahan kerajaan. Hanya beberapa orang pengasuh dan ponggawa
yang turut serta dengan mereka.
Dewi Sekar Taji sangat berbahagia, di tengah alam yang indah serta bunga-bungaan yang aneka
wami, ia bagaikan mahkota segala bunga ... .
Tetapi Raden Panji tidak mengecap kebahagiaan itu sepenuh jiwa, lantaran ia terkenang akan
istrinya yang dahulu, Dewi Anggraeni ... Apa pula keadaan alam pegunungan itu, mengenangkan ia
akan pertemuannya dengan Dewi Anggraeni di pegunungan Penanggungan. Kadang-kadang,
lantaran Dewi Sekar Taji bagaikan pinang dibelah dua dengan Dewi Anggraeni. ia merasa ragu,
siapakah sebenarnya gerangan putri yang ada di sampingnya itu, Anggraeni ataukah Sekar Taji"
Tak jarang ia terluncur kata, memanggil 'Anggra . . kepada istrinya, untung kemudian segera ia
sadar. Dewi Sekar Taji maklum akan keadaan kakanda, kadang-kadang ia pun merasa berduka, pabila
kakanda memanggilnya dengan nama istri kakanda yang dahulu, la merasa disia-siakan ... Tetapi
untuk menghapus kakanda dari kenangannya kepada istrinya yang pertama itu, ia merasa tidak
266 membisikkan kata-kata lembut.
-Maafkan Kakanda, Sekar ... Maafkan Kakanda!"
Tetapi sesungguhnya, tak ada yang mesti dimaafkan. Maka ia hanya tersenyum arif, meski merasa
hatinya pedih. Raden Panji sendiri bukan tidak maklum akan apa yang dirasa oleh istrinya. Ia merasa bersalah.
Tetapi ia pun merasa lebih bersalah pula jika mencoba hendak menghapuskan kenangan kepada
istrinya yang dahulu itu.
'Benarkah Anggraeni akan kembali"' tanyanya dalam hatinya sendiri. Ta pergi terbang ke langit, ke
arah bulan dan mungkin suatu waktu ia kembali kepadaku
Teringat bahwa akan hancur kalbu Dewi Anggraeni pabila menyaksikan ia sudah beristrikan orang
lain, hati Raden Panji pepat Ia merenung memikirkan dirinya.
Malam itu purnama bulat penuh keluar dengan cahayanya yang laksana emas. Raden Panji
terkenang pula akan istrinya, merenung memandang kepada ratu malam yang lembut itu.
Terkenang Pula Raden Panji akan malam tatkala istrinya secara gaib terbang ke arah bulan. Waktu
itu bulan P"n purnama, bulat tak bercacat.
267 Dan beberapa lamanya Raden Panji memandang bulan purnama itu dengan mata tak mengejap,
ngejap, sedangkan Dewi Sekar Taji menyaksikan kelakuan suaminya itu dengan hati yang teriris.
Tiba-tiba Raden Panji melihat sesuatu bergerak dari arah bulan kepadanya. Mula-mula titik yang tak
bisa dikenali, tetapi makin dekat makin jelas.
8 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Itulah Dewi Anggraeni!" bisik Raden Panji dengan mata terbelalak. "Ia datang!"
Kemudian ia melihat Dewi Anggraeni yang sangat jelita dalam cahaya bulan itu, lebih jelita daripada
waktu yang lampau, berdiri di sebelah istrinya, di sebelah Dewi Sekar Taji. Keduanya sama benar!
Hanya, pabila Dewi Anggraeni memandangnya dengan senyum yang menyejukkan kalbu, adalah
Dewi Sekar Taji memandangnya dengan mata redup.
"Anggraeni!" ia berteriak sambil bangkit, lalu berjalan hendak memeluk istrinya yang dahulu itu.
Tetapi Dewi Anggraeni tidak menyahut. Ia hanya tersenyum saja, tersenyum. Dan jaraknya makin
dekat juga ia kepada Dewi Sekar Taji, makin dekat dan makin dekat ...
Waktu Raden Panji melompat hendak menubruknya, Dewi Anggraeni sudah berpadu dengan Dewi
Sekar Taji. Maka istrinya itulah yang ditubruk serta dipeluknya.
"Kakanda!" terdengar Dewi Sekar Taji bicara dengan suara yang hiba. "Kakanda! Mengapa?"
2UH Raden Panji tersadar. Ia mpmo
nya- -Kakanda! Ada apakah gerangan?" Dewi Sekar Taji bertanya, padahal ia sudah maklum akan hal
kakanda. Tentu kenangannya kepada istrinya dahulu jua yang menjadi sebab.
"Adinda! Adinda!" bisik Raden Panji. 'Tidakkah Adinda tadi melihat ada orang datang?"
Dewi Sekar Taji terkejut.
"Orang?" tanyanya dengan heran, "Tidak ada. Yang ada cuma kita berdua ..."
Raden Panji melengak. Ia memandang kepada istrinya dengan mata menyelidik. Tetapi agaknya
istrinya itu berkata dengan sungguh-sungguh. Jadi, apakah yang kelihatan olehnya tadi" Ia berpikir.
Tak salah aku! Tadi di samping Dewi Sekar Taji ia berdiri! Tersenyum dengan manis ... ' katanya
dalam hati. Dialah yang tadi kupeluk
Tiba-tiba ia yakin. Tak syak lagi! Tentu kedua istriku itu kini telah berpadu. Dewi Anggraeni telah kembali kepadaku,
tetapi ia menyatukan dirinya dengan Dewi Sekar Taji
"Kakanda ..." suara Dewi Sekar Taji menyadarkan ia dari pikirannya. Ia memandang kepada
9 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
269 istrinya itu. "Kakanda, agaknya Kakanda senantiasa diharu-biru pikiran ..." perkataan itu diucapkan Dewi Sekar
Taji tidak lancar. "Sesungguhnya sudah lama hamba memperhatikan kelakuan Kanda ... Agaknya
ingatan kepada Dewi Anggraeni selalu mengganggu Kanda ... Kanda, kata orang ia sudah
meninggal, karena itu hamba tidak merasa telah merebut Kanda dari sampingnya. Namun begitu,
tidakkah Kanda memandang hamba sebagai ganti-nya?"
Ia sudah lama hendak berkata seperti itu, tetapi baru ketika itu mampu dia ucapkan. Dan kalimat
yang sejak lama telah dia susun dan rangkai-rang-kaikan dalam kepala, ternyata masih
tersekat-sekat dalam kerongkongannya....
Raden Panji melengak. Ia memandang ke dalam mau istrinya yang jernih bening itu. Ia memandang
mata Dewi Anggraeni. "Sejak sekarang engkau tak usah cemas ..." sahutnya. "Engkaulah istriku, kekasihnya abadi,
penjelmaan cinta yang kudus suci... Pada dirimu Kanda lihat apa yang Kanda sangka telah hilang
... Engkau Dewi Sekar Taji, istriku, tetapi engkau pun Dewi Anggraeni, istriku yang dahulu ...
Sekarang kedua istriku berpadu dalam dirimu____"
Dewi Sekar Taji berurai airmata saking gembira. Ia menyekapkan wajah dalam dada suaminya. Ia
menangis bahagia. 270 "Kanda ... Kanda!" tfcrdengar suaranya antara
sedu-sedu kecil. "Ya, Adinda saja seorang yang sejak sekarang Kanda cintai sepenuh hati ... Hanya engkau saja.
Candra Kirana ..." kata Raden Panji sambil membelai-belai istrinya dengan mesra. Dewi Sekar Taji
tersentak. "Apa" Candra Kirana" Siapakah Candra Kirana?" ia bertanya seperti tersengat.
Raden Panji tersenyum. Kedua tangannya memegang bahu istrinya, dan sambil memandang
kepada wajahnya dan menyelam ke dalam matanya, ia berkata dengan suara lembut, "Ya,
engkaulah Candra Kirana! Engkau yang menjadi perpaduan antara dua mutiara ... Sukakah Adinda
akan nama itu" Tidakkah nama itu indah?"
"Candra Kirana ... Candra Kirana ..." Dewi Sekar Taji menggumam. "Alangkah indah! Nama itu
Kanda anugerahkan kepada Adinda?"
"Ya, kepadamu, kepada cintaku. Candra Kirana... "
Keduanya berpelukan dan sambil memandang kepada bulan purnama yang menebarkan cahaya
yang lembut keemasan itu. mereka pun melihat masa emas kebahagiaan mereka ....
10 Dara Pendekar (Kangouw Sam Liehiap) Gan KL m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ciborelang, 1961 271 (http://cerita-silat.mywapblog.com)
11 Pendekar Laknat 3 Si Rase Kumala Giok Hou Ko Kiam Karya S D Liong Orang Orang Lembah Terkutuk 2