Pencarian

Geger Di Kayangan 3

Pendekar Romantis 01 Geger Di Kayangan Bagian 3


panas-dingin itu.
Dardanila dan Yuda segera
menceritakan peristiwa kedatangan tiga utusan dari Pulau Iblis. Nyai Sirih Dewi
semula mau tidak percaya. Tapi dengan melihat atap yang masih hangus dan
beberapa bangunan yang belum
selesai diperbaiki, akhirnya ia
percaya juga bahwa kitab itu dibawa lari oleh tiga utusan dari Pulau
Iblis. "Kau harus bertanggung jawab
merebut kembali kitabku itu,
Dardanila! Jika tidak, aku akan bikin perhitungan denganmu secara pribadi!"
kata Nyai Sirih Dewi dengan hati
gundah. "Aku bersedia bikin perhitungan denganmu sekarang juga, daripada kau paksa aku
menemui Raja Kala Bopak!
Sekarang apa maumu akan kulayani!"
"Sabar, sabar...!" seia Yuda Lelana. Dengan kalem ia berkata, "Soal bikin
perhitungan itu soal gampang.
Sekarang juga, di sini pun, bisa
kalian lakukan dengan hasil
yang jelas. Tapi soal merebut kitab itu
dari tangan Raja Kala Bopak itu yang perlu dipikirkan. Kalian mati di sini,
salah satu atau dua-duanya, percuma saja jika kitab itu masih ada di Pulau
iblis. Toh kematian kalian di sini
tidak membuat kitab itu pulang
sendiri?" "Lalu apa maksudmu?" tanya Nyai Sirih Dewi kepada Yuda yang dicurigai memihak
Ratu Geladak Hitam.
"Aku perlu tahu dulu, kira-kira apa yang membuat Raja Kala Bopak
menginginkan kitab itu" Coba katakan perkiraanmu, Nyai."
"Kurasa... kurasa dia punya
maksud yang sama dengan Dardanila."
Yuda Lelana memandang Dardanila.
Ratu cantik yang selera cintanya belum terpenuhi sejak kemarin-kemarin itu
segera berkata,
"Kalau aku sih... cuma ingin
menjadi kitab itu sebagai sandera
supaya Perguruan Sekar Bumi pindah
dari Bukit Bara. Karena... jujur saja kukatakan kepada kalian, di bawah
tanah yang dipakai berdirinya
Perguruan Sekar Bumi itu tersimpan
tambang emas yang mungkin belum banyak diketahui orang."
Nyai Sirih Dewi dan dua murid
gadisnya tidak terkejut, karena
sebelumnya mereka sudah mendengar dari mulut Yuda Lelana. Justru sang Ratu yang
merasa heran melihat mereka tidak terkejut dan tidak merasa heran.
"Rupanya kalian sudah tahu, ya?"
katanya. "Mungkin jauh-jauh hari sebelum kau mendarat karena terdampar di sini kami sudah
mengetahuinya tentang
tambang emas itu. Cuma kami tak punya tenaga untuk menggalinya!" kata sang Nyai
sedikit sombongkan diri, padahal ia baru tahu beberapa hari yang lalu.
Yuda Lelana berkata, "Apakah
menurutmu tujuan Raja Kala Bopak juga mengarah pada tambang emas itu, Nyai?"
Napas tua yang masih tegar itu
dihela panjang-panjang. Setelah
memandang ke arah kedua muridnya tanpa reaksi, sang Nyai berkata kepada Yuda,
"Di dalam kitab itu ada satu ilmu yang sukar dipelajari. Aku pernah
mencobanya berulang kali tapi justru
hampir mati karena tak kuat menahan kekuatan ilmu tersebut."
"Ilmu apa itu?" tanya Ratu Geladak Hitam. Rasa ingin tahunya
membuat ia memandang sang Nyai dengan kepala menyamping.
"Namanya ilmu 'Pintu Tiga Iblis'.
Seseorang yang bisa menguasai jurus-jurus 'Pintu Tiga Ibiis' dapat masuk ke
dunia gaib; ke alam kematian, ke alam siluman, dan ke alam kayangan, mendekati
Sang Hyang Guru Dewa. Jika seseorang bisa mendekati Sang Hyang Guru Dewa,
berarti dia mempunyai
tempat khusus di kayangan, mempunyai hubungan dekat dengan para dewa, dan mampu
menimba ilmu maha sakti dari
Sang Hyang Guru Dewa."
Yuda Lelana hanya manggut-manggut
sambil menahan senyum dalam hati.
Sebab dunia yang dibicarakan sang Nyai itu adalah dunia yang menjadi tempat
tinggalnya sebenarnya. Sekalipun
begitu, toh Yuda tetap tenang dan
berlagak tidak tahu menahu soal alam kekayangan itu.
Sang Nyai teruskan kata,
"Barangkali Raja Kala Bopak ingin pelajari ilmu 'Pintu Tiga Iblis' untuk dapat
menembus tiga alam tersebut.
Mungkin dia ingin bisa mencapai ke
alam kayangan. Tapi mempelajari ilmu
'Pintu Tiga Iblis', adalah hal yang sulit sekali. Baru sampai pintu
pertama kita sudah mental dan terluka parah jika tak kuat-kuat tenaga
saktinya."
"Pada waktu itu kau ingin
menembus sampai ke alam kayangan?"
tanya Dardanila dengan antusias se-
kali. "Ya. Aku Ingin masuk ke alam para dewa, selain ingin bertemu dengan Sang Hyang
Guru Dewa, juga ingin bertemu dengan salah satu dewa yang menurut nenekku adalah
dewa tertampan di
antara para dewa. Konon ketampanannya melebihi tokoh pewayangan yang bernama
Arjuna. Nama dewa itu adalah Batara Kama!"
Sang Ratu manggut-manggut, dua
murid sang Nyai menyimak secara
sungguh-sungguh karena baru sekarang ia mendengar cerita tentang isi kitab itu.
Sedang kan Yuda Lelana sedikit salah tingkah ketika namanya
disebutkan sebagai dewa tertampan
melebihi Arjuna. Ia jadi malu sendiri, karenanya
ia segera melengos dan
lempar pandangan ke tempat orang yang sedang memperbaiki kerusakan sebuah
bangunan itu. "Jika begitu, berarti Raja Kala Bopak memang ingin menembus tiga
lapisan gaib itu dengan mempelajari ilmu yang ada dalam kitab kita, Guru!"
kata Peluh Selayang. "Kita harus bisa merebutnya sebelum ia menguasai ilmu
'Pintu Tiga Iblis'. Karena jika ia
berhasil kuasai ilmu itu, maka
tindakannya akan menjadi lebih semena-mena lagi dan...."
"Tapi tunggu dulu," potong Dardanila. "Apakah mungkin Raja Kala Bopak ingin
pelajari ilmu itu untuk menembus tiga lapisan alam gaib,
sedangkan Kala Bopak sendiri
sebenarnya adalah raja jin?"
Weet...! Kepala Yuda Lelana cepat
berpallng memandang Dardanila begitu mendengar kata 'raja jin' disebutkan.
Matanya memandang tajam dengan dahi mulai berkerut. Lalu terdengarlah
suaranya bertanya dalam nada ragu,
"Benarkah... benarkah Kala Bopak itu sebenarnya adalah raja jin?"
"Ya. Dia menjelma menjadi manusia karena dia kawin dengan manusia
perempuan. Tapi istrinya sekarang
sudah mati. Tinggal anak gadisnya yang bernama Murti Kumala. Anak gadisnya itu
tak mau ikut bapaknya, sedangkan sang bapak sangat sayang kepada anaknya. Murti
Kumala mau hidup bersama bapaknya jika mereka hidup di alam manusia. Maka Raja
Jin itu pun menjelma sebagai manusia dengan nama tetap Kala Bopak. Karena ia menjelma
menjadi manusia, maka ia membutuhkan tempat. Tempat yang dipilih adalah
Pulau Iblis. Dan dia datang bersama pasukannya menggempurku, mengusir
kami, lalu mendiami Pulau Iblis.
Itulah sebabnya kukatakan padamu,
Yuda, bahwa satu orang anak buah Raja Bopak sama dengan delapan orang
benteng Geladak Hitam ini. Karena kekuatan yang mereka pakai adalah
kekuatan jin!"
Yuda Lelana manggut-manggut dalam renungannya. Ada percakapan yang
terjadi antara Nyai Sirih Dewi dengan Ratu Geladak Hitam, tapi Yuda tak
mendengar percakapan itu. Konsentrasinya tertuju pada sebaris kalimat yang
pernah dlucapkan oleh Dewa Hakim:
"Batara Kama boleh kemball ke
kayangan dan menjadi dewa lagi apabila ia sudah kawin dengan putri raja jin dan
mampu menghasilkan keturunan...."
Setelah merenungi kata-kata itu
berulang kali, maka Yuda Lelana pun segera berkata kepada Nyai Sirih Dewi,
"Nyai, kau tak perlu cemas. Aku akan merebut kitab itu dari tangan
Raja Kala Bopak!"
"Tidak!" sentak Kutilang Manja.
"Kau tidak boleh ke sana! Itu bukan tanggung jawabmu, Yuda!"
"Aku harus ke sana dan berjanji membawa pulang kitab itu asal kalian berdamai.
Antara orang Perguruan Sekar Bumi jangan bermusuhan dengan orang benteng Geladak
Hitam!" "Aku tetap tidak setuju!"
Kutilang Manja ngotot keras. "Kau
hanya akan menyumbangkan nyawa bagi raja jin itu jika nekat datang ke
Pulau Iblis!"
"Tidak, Kutilang! Percayalah
padaku, tidak akan terjadi hal yang kau bayangkan itu. Jangan menyerah
dulu, Anak Manis," bujuk Yuda Lelana yang membuat Kutilang Manja akhirnya luluh,
tundukkan kepala setelah
ditatap tajam oleh Yuda. Tatapan mata Yuda itu mengandung kekuatan mistlk yang
mampu meredakan amarah seseorang dan kekerasan hati siapa pun. itulah jurus
'Mata Dewata' yang selalu
mengalir dalam diri Yuda Lelana.
"Ratu," katanya kepada Dardanila.
"Kuambil alih tanggung jawabmu merebut kembali kitab itu, tapi kau harus
berjanji untuk tidak mengganggu orang Perguruan Sekar Bumi lagi. Jika kau masih
ingin mengganggu mereka, kau akan berurusan denganku lebih parah.
Dalam sekejap tempat ini bisa
kuratakan dengan tanah. Jika kau mau berdamai, itu lebih baik, dan aku akan
membantu kalian untuk menggali tambang emas. Hasilnya bisa kalian manfaatkan
bersama tanpa keserakahan."
Sang Ratu diam tak berkata karena
terpaku mendengar kata-kata itu dan terpukau menerima tatapan mata Yuda.
Nyai Sirih Dewi juga ditatapnya, dan saat itu Yuda bertanya, "Apakah kau
keberatan untuk berdamai, Nyai?"
Setelah diam beberapa saat,
barulah sang Nyai menjawab, "Tidak!"
"Bagaimana dengan kau, Ratu?"
"Hmmm... hmmm... ya, baiklah. Aku akan turuti kata-katamu!"
"Nah, jika begitu... aku akan
berangkat ke Pulau Iblis sekarang
juga." "Tunggu, kuperintahkan anak
buahku untuk mempersiapkan kapal dan pengawalnya," kata Dardanila.
"Tak perlu serepot itu, Ratu. Aku akan berangkat sendiri."
Yuda Lelana tempelkan kedua
telapak tangannya di dada. Berdirinya lurus dan tegak. Tiba-tiba, claaap...!
Ia berubah menjadi sinar terang
yang menyilaukan, membuat mereka
tersentak mundur sambil menyilangkan lengan di
atas kepala, menahan
silaunya sinar putih itu. Dan ketka sinar putih itu lenyap, sosok Yuda Lelana
yang kumal pun lenyap tak
berbekas. "Dia hilang..."!" sentak Kutilang Manja. Mereka terbelalak dan terbengong. Lebih
terbengong lagi setelah melihat atap ruang paseban yang rusak hangus itu
ternyata telah berubah
menjadi seperti semula. Bangunan yang sedang dlperbaiki itu tiba-tiba utuh
kembali tanpa cacat sedikit pun.
Keadaan yang porak poranda, bekas sisa
kebakaran, menjadi mulus bagaikan tak pernah terjadi peristiwa maut di situ.
"Siapa sebenarnya bocah kumal
itu"!" gumam Ratu Geladak Hitam. Rasa kagum, heran, takjub, takut, sungkan,
semua bergumul menjadi satu di dalam hati setlap manusia yang ada di situ.
Hal yang mengejutkan sekali adalah
munculnya para korban yang telah
dimakamkan akibat pertarungan dengan tiga orang utusan Pulau Iblis itu.
Sang Ratu tidak bicara sedikit pun
melihat mereka datang dalam keadaan segar bugar tanpa luka sedikit pun.
Bahkan tangan Adu Polo yang buntung itu menjadi pulih seperti sediakala.
Utuh tanpa luka, kecuali tiga panu
yang di lengannya dari dulu itu.
Telinga Kebo Tumang sendiri menjadi seperti semula, seperti tak pernah terpotong
oleh kekuatan dahsyat tangan Yuda Lelana.
"Gusti, Gusti... telinga saya
tumbuh lagi! Lihat... telinga saya
tumbuh lagi," teriak Kebo Tumang yang berlari
mendekati ratunya dengan gemblra. Ia tak sadar memamerkan
kegembiraannya itu kepada Kutilang
Manja, "Telingaku tumbuh lagi.
Lihatlah...! Tumbuh lagi, kan?"
Kutilang Manja bersungut-sungut,
"Tumbuh lagi, tumbuh lagi...,
memangnya batang singkong?"
Lalu terdengar suara Nyai Sirih
Dewi yang telah sadar dari rasa
shocknya. "Firasatku mengatakan, Yuda
Lelana itu sebenarnya adalah dewa...."
"Dewa..."!" ucap mereka dengan kompak, seperti paduan suara.
Ratu Geladak Hitam segera berlutut di tempat Yuda berdiri tadi.
Bekasnya dicium penuh hormat dan rasa takut. Peluh Selayang ikut-ikutan
berlutut, mencium lantai tempat
berdiri Yuda tadi. Kutilang Manja
bahkan sempat menangis dengan tubuh gemetar dan berucap lirih, "Ampunilah saya
yang telah berani menaruh hati padamu, Sang Hyang Dewa Yuda...." Hal itu
dilakukan Kutilang Manja karena gurunya sendiri berlutut dan bersujud di depan
bekas tempat Yuda berdiri dan menghilang. Kebo Tumang dan Adu Polo serta anak
buah Dardanila lainnya juga ikut bersujud seperti ratunya tadi.
Tiba-tiba kejadian aneh dialami
oleh mereka. Seluruh ruangan paseban bercahaya putih menyilaukan, tapi
tidak sakit dipandang mata. Tiang-
tiangnya, dinding-dindingnya, atapnya, semua bercahaya berbinar-binar. Cahaya
itu menghadirkan hawa sejuk yang enak dirasakan di hati. Hawa sejuk itu


Pendekar Romantis 01 Geger Di Kayangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagaikan menyapu seluruh kebencian, kecemburuan, kedongkolan bahkan dendam pun
enyap bagai tak berbekas sama
sekali di hati mereka. Yang mereka
rasakan hanyalah
kedamaian, kete- nangan, dan perasaan bahagia tak jelas maknanya. Perasaan bahagia itu
mengharukan sekali, hingga mereka
saling menltlkkan air mata, tak peduli pria maupun wanita yang ada di ruangan
tersebut. Tak lama kemudian, terdengar
suara Yuda Lelana yang amat dikenali oleh mereka. Suara itu berkata,
"Aku sudah sampai di Pulau Iblis, tapi... entah nyasar atau tidak nih"
Kok keadaannya sepi-sepi saja" Apakah karena aku masih berada di pantainya"
Ratu, apa ciri-clri Pulau Iblis?"
Tiba-tiba mulut sang Ratu
menjawab sendiri, "Tiga pohon kelapa kipas."
Suara menggema itu terdengar
lagi, "Oh, kalau begitu aku tak salah alamat. Aku melihat tiga pohon kelapa
kipas. Buahnya berjejer-jejer.
Baiklah, aku akan pergi ke pedalaman mencari istana si Bopak. Damailah
kalian bersama!"
Setelah suara itu hilang, cahaya
pendar-pendar menyilaukan itu pun
lenyap. Tapi mereka terkejut ketika melihat beberapa anak buah mengurung tempat
itu dengan mata terbelalak.
Kebo Tumang berseru kepada
mereka, "Hei, mengapa kalian mengurung kami dengan senjata lengkap?"
"Tuan Kebo... tempat ini tadi
kosong, kami mencarinya dengan siaga perang! Tapi tahu-tahu ruang paseban ini
muncul kembali. Padahal tadi kami lihat ruang paseban hilang tak
berbekas!"
Orang yang ada di dalam ruang
paseban tak bisa bicara sepatah kata pun. Mereka saling tertegun hingga Kebo
Tumang membubarkan anak buahnya.
Lalu terdengar suara Nyai Sirih Dewi berkata kepada Dardanila,
"Peristiwa ajaib ini tak mungkin kulupakan sepanjang hidupku! Kita
telah dibawa ke dalam suasana
kedamaian yang sejati. Dan
ini merupakan keberuntungan kita bersama yang belum tentu bisa dialami oleh orang
lain." "Memang," kata sang Ratu.
"Sekarang yang ada dalam pikiranku adalah, bagaimana dengan nasib Raja Kala
Bopak Itu" Dapatkah Dewa Yuda
Lelana mengalahkan kekuatan jin yang ada pada Raja Kala Bopak?"
"Dia berjanji akan datang lagi membawakan kitab itu. Kita tunggu saja hasilnya,"
kata Nyai Sirih Dewi dengan suara rendah, tanpa nada permusuhan.
TUJUH SINAR putih perak melayang-layang
dl sekeliling taman keputren, artinya taman untuk putri raja. Cahaya itu
besarnya seukuran bola bekel, mem-
punyai ekor sinar panjang sekitar dua jengkal. Cahaya itu bergerak terbang ke
sana-sini sampai akhirnya berubah menjadi seekor kupu-kupu warna putih perak.
Kupu-kupu itu hinggap di atas daun, padahal di sampingnya ada bunga bermadu,
tapi kupu-kupu itu memilih hinggap di daun. Jelas itu kupu-kupu bego namanya.
Tapi biarlah, itu urusan si kupu-kupu.
Yang jelas dari sudut istana
muncul seorang gadis cantik berjalan bersama seorang lelaki bertubuh tinggi
besar, gemuk, hitam, keling, mukanya lebar, hidungnya besar, matanya juga besar,
mulutnya lebar, wah... pokoknya jelek sekali deh. Tapi orang itu
mengenakan mahkota dan jubah mengkilap berwarna hitam. Jubahnya itu tampak
keren, disulam dengan benang emas
gambar kepala iblis bertanduk satu.
Kepala wajah iblis itu sedang julurkan lidah. Di atas sulaman gambar kepala
iblis di bagian dada kirinya itu ada tulisan sulam juga dari bahan benang putih
berbunyi: JAGALAH KEBERSIHAN.
Dari jauh memang terbaca begitu,
tapi begitu didekati
tulisan itu ternyata berbunyi: 'Sang Pelebur
Nyawa'. Serem juga makna tulisan itu.
Sesuai dengan wajah angker si pemakai jubah hitam mengkilap itu. Lebih
menyeramkan lagi jika mahkotanya
dibuka, maka tampaklah kepala
gundulnya yang mengkilap dengan sisa rambut berkuncir di bagian agak
belakang. Orang bermahkota dan berkalung
rantai emas batuan merah berbentuk
kepala manusia kecil itu tak lain
adalah penguasa Pulau Iblis yang
disebut-sebut sebagai Raja Kala Bopak.
Jin yang berubah wujud menjadi manusia ltu ternyata tetap saja kelihatan
jelek dan menyeramkan. Tapi anehnya anak gadisnya yang didampinginya kala itu
tampak cantik sekali!
Putri raja jin itu bernama Murti
Kumala. Sangat sesuai dengan keelokan wajahnya. Tak sia-sia nama itu
tersemat di hati dan jiwa si gadis.
Usianya sekitar dua puluh tahun. Masih bertingkah centil dan manja. Rambutnya
digulung menjadi dua bagian, melingkar di
kanan-kiri kepala.
Rambut itu diikat dengan tali pita warna ungu, sebab ia mengenakan pakalan serba
ungu. Pakaiannya tipis sekali,
transparan, sehingga bentuk keelokan pinggulnya tampak nyata, bentuk
dadanya yang tanpa pelapis lagi tampak menantang jantung untuk berdetak lebih
cepat lagi. Ia mengenakan perhiasan lengkap.
Dua cincin indah melingkar di jari-jarinya yang lentik. Perhiasan itu
menambah kecantikan wajahnya.
Hidungnya mancung, bibirnya mirip
kuncup mawar yang siap dicaplok,
sesuai dengan wajah imut-imutnya.
Matanya bundar indah, bulunya lentik, (maksudnya bulu mata), alisnya lebat dan
berbentuk indah. Sungguh wajah itu mirip wajah boneka yang menggemaskan, enak
diremas-remas. Kulit tubuhnya kuning langsat,
tapi mulus tanpa cacat tanpa goresan apa pun. Jubahnya yang tanpa lengan
menampakkan kulit tangannya yang
lembut seperti kulit bayi, tanpa ada bekas suntikan cacar di
ujung lengannya. Tinggi gadis itu lumayan, tidak terlalu jangkung, tidak terlalu
pendek. Pokoknya serasi dengan bentuk tubuhnya yang sekal, padat, dan
kencang. Sangat kontras dengan wujud sang
ayah yang angker mirip kuburan para zombi.
"Kamu nggak perlu murung lagi, Murti Kumala. Sekarang kita sudah
punya kunci menuju keinginanmu. Kitab Jayabadra sudah kita peroleh. Tinggal
bagaimana ketekunanmu mempelajari Ilmu
'Pintu Tiga Ibiis' itu. Nanti Ayah
akan membantumu dalam mempelajari ilmu tersebut."
Sang putri berkata, "Terima
kasih, Ayah. Ayah selalu menuruti
keinginanku."
"Karena sejak kematian Ibumu,
kaulah satu-satunya buah hatiku, Murti Kumala. Anak semata sapi harus
disayang setulus hati," kata Raja Kala Bopak dengan suaranya yang besar.
Mereka duduk di bangku taman yang
terbuat dari batu bening tembus cahaya itu. Letaknya berdekatan dengan
tanaman bunga kuning yang daunnya
dipakai hinggap seekor kupu-kupu
perak. "Tapi sebenarnya Ayah merasa
heran sekali, mengapa kamu ingin
sekali pelajari
ilmu 'Pintu Tiga
Iblis', apakah itu tidak menyindir
ayahmu, Nak?"
"Ayah jangan tersinggung," kata Murti Kumala dengan lagak manjanya.
"Murti hanya ingin pelajari ilmu saja itu kok. Sebab Murti kepingin bisa
menembus tiga lapisan alam."
"Lho, kamu kan anak jin, kamu
sudah bisa keluar masuk alam siluman."
"Iya, tapi kan nggak bisa masuk ke alam kayangan, Ayah."
"Ooo... jadi kau ingin masuk ke alam para dewa?"
"Iya dong. Murti kan kepingin
ketemu dewa yang bernama Batara Kama.
Katanya dia itu dewa terganteng di
seluruh kayangan."
"Katanya sih memang begitu, tapi Ayah sendiri belum pernah melihatnya.
Habis Ayah selalu diusir kalau mau
masuk ke kayangan. Ayah tak bisa
mengalahkan penjaga kayangan."
"Makanya biar Murti saja deh yang ke sana. Murti cuma ingin buktikan
cerita almarhumah Ibu yang bilang
bahwa dewa terganteng itu adalah
Batara Kama. Kata mendiang Ibu sih, ketampanan Batara Kama tidak ada yang
mengalahkan. Makanya Murti jadi
penasaran banget deh sama yang namanya Batara Kama itu, Ayah!"
"Ya, sudah. Nanti Ayah bantu kamu pelajari kitab itu. Sekarang Ayah
ingin kembali ke istana, ada yang
harus Ayah bicarakan dengan Panglima Marong!"
"Baiklah. Silakan Ayah ke istana, Murti mau duduk di sini mengkhayalkan
pertemuan dengan Batara Kama nanti."
"Hah, hah, hah, hah, hah... !"
Raja Kala Bopak tertawa sambil
mengusap punggung putrinya. Saat itu tanaman-tanaman bergetar karena bumi pun
bergetar mendapat sentakan
gelombang suara tawa Sang Pelebur
Nyawa itu. Putrinya memejamkan mata, menahan rasa sakit di telinganya.
"Ayah kalau tertawa jangan di
dekat Murti! Kuping Murti bisa budek nih!"
"Iya, iya... maafin Ayah deh!"
sang Ayah bersikap sabar, penuh
curahan kasih sayang kepada anaknya.
Setelah sang Ayah pergi, Putri Murti Kumala duduk sendirian dengan kaki
kiri ditumpangkan ke kaki kanan,
jubahnya menyingkap, sehingga betis yang mulus indah terlihat jelas sampai ke
paha. Seekor kupu-kupu perak
menjadi gelisah, lalu terbang dan
hingga di paha yang tersingkap itu.
Sang putri tertawa geli dan cekikikan.
"Aduh, lucunya... kupu-kupu
bersayap perak. Iiih... bagus sekali!
Akan kurawat di kamar tidurku, ah!"
Sang kupu-kupu ditangkap, lalu
dibawa lari masuk ke kamar tidurnya.
Kamar tidur Murti Kumala berkesan
mewah. Ada tanaman pot yang mempunyai bunga merah jambu bening seperti kaca.
Kupu-kupu perak itu diletakkan di
tanaman bunga itu dengan hati-hati.
"Kupu-kupu, kamu di sini saja ya"
Jangan terbang ke mana-mana. Aku suka melihat kecantikan rupamu. Jangan
nakal, ya?" ujarnya dengan manja.
Sang kupu-kupu diam saja. Ruang
tidur itu cukup sejuk karena Raja Kala Bopak menyalurkan hawa salju yang
mengembang di atas langit-langit kamar tersebut. Hawa salju itu tak bisa
hilang jika tidak diambil oleh si
pemiliknya. Hawa sejuk itu membuat
sang putri betah tlnggal di kamar,
apalagi sekarang ada kupu-kupu lucu, pasti akan lebih betah lagi. Bahkan ketika
ayahnya menyarankan agar segera mempelajari ilmu 'Pintu Tiga Iblis', Murti
Kumala menangguhkan niatnya itu, sebab ia masih senang bermain dengan kupu-kupu
perak. Tentu saja keadaan di kamar
membuat sang kupu-kupu juga menjadi betah. Tapi ia sering dibuat gelisah
manakala Murti Kumala masuk ke dalam kamar, selesai mandi sore dan melepas
pakaiannya untuk ganti dengan pakaian yang bersih, juga berwarna ungu.
Agaknya cewek itu memang suka warna ungu sebagai warna favoritnya.
Buktinya ranjang tidurnya berlapis
seprai warna ungu juga. Selimut
tebalnya juga berwarna ungu.
Ketika Murti Kumala salin busana
tanpa canggung-canggung, sayap kupu-kupu itu bergetar menandakan hatinya sedang
gundah dicekam kegelisahan. Eh, ternyata kupu-kupu perak itu nekat
terbang berkeliling sebentar
dipandangi Murti Kumala yang berhenti mengenakan busananya
kupu-kupu itu lalu hinggap di ujung dada Murti
Kumala. Sang putri cekikikan geli,
lalu mengangkat kupu-kupu perak.
"Ih, nakal kamu ya" Nggak boleh begitu, ah! Kamu istirahat di sini saja, ya?"
sambil meletakkan kupu-kupu ke daun tanaman pot itu. "Kalau kau ingin mimik,
mimiklah madu di bunga itu. Kamu kan kupu-kupu, mimiknya ya madu. Nggak boleh
mimik lainnya."
Murti Kumala tertawa cekikikan
sendiri. Pada malam hari, menjelang Murti
Kumala tidur, kupu-kupu perak
dlambilnya dari tanaman bunga. Kupu-kupu itu diletakkan di atas bantal dan
sayapnya dibuat mainan dengan jari
lentik sang putri. Sungutnya juga
dibuat mainan seraya diajak bicara
macam-macam. Murti Kumala tampak
senang sekali bermainkan kupu-kupu
itu, sampai tak terasa malam semakin larut dan akhirnya rasa kantuk pun
tiba. "Nah, sekarang aku mau tidur.
Kamu tidur di bantal sampingku saja, ya" Besok pagi kita main kembali. Kamu juga
harus tidur lho, jangan begadang.
Kalau kamu begadang, nanti
masuk angin. Kalau kamu masuk angin, aku
susah ngerokinnya. Habis tubuhmu kecil sih. Hi, hi, hi, hi...!"
Sang putri pun tidur. Cantik
sekali dalam keadaan tidur begitu.
Bibirnya sedikit merenggang bak delima merekah. Tanpa disadarinya, kupu-kupu
perak itu memancarkan cahaya putih
menyilaukan. Semakin lama cahayanya semakin terang dan bertambah besar.


Pendekar Romantis 01 Geger Di Kayangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Akhirnya, blaaab...! Cahaya itu padam, wujud kupu-kupu berubah menjadi Yuda
Lelana. Pemuda itu cengar-cengir, duduk
di atas ranjang di samping sang putri.
Tangannya memainkan ujung hidung sang putri. Bibirnya disentuh-sentuh oleh jari
telunjuk Yuda. Dagunya juga
dimainkan, dan akhirnya merayap sampai ke dada. Sang putri kaget lalu
terbangun. "Hahh..."!" ia terpekik tertahan den lompat dari tempat tidur. Matanya
membelalak tegang melihat sesosok
pemuda berpakaian kumal ada di atas ranjangnya. Tentu saja sang putri
berdebar-debar ketakutan dan merasa dongkol.
"Siii... siapa kau?"
"Namaku Yuda Lelana," jawab Yuda dengan kalem. Ia turun dari ranjang, Murti
Kumala mundur ketakutan.
"Keluar, atau kupanggilkan
pengawal biar kau ditangkap"!"
"Jangan dong. Aku suka di sini kok."
"Nggak bisa! Nggak bisa! Keluar sana! Kalau ayahku tahu kau ada di
sini, kau akan dipancung, tahu"!"
"Iya. Tahu. Bapakmu sadis sih!"
jawab Yuda Lelana seenaknya saja.
"Dari mana kau masuk" Bagaimana kau bisa sampai di sini" Penjagaan
sangat ketat. Jangankan menuju ke
kamarku, masuk ke istana saja sulitnya bukan main. Tapi... tapi kau bisa
berada di sini dengan tanpa luka apa pun" Aneh sekali. Siapa kau
sebenarnya"!"
"Aku adalah kupu-kupu yang kau bawa dari taman itu."
"Ah...!" Murti Kumala tak percaya. Tapi matanya segera pandangi sekeliling
mencari kupu-kupu itu.
Ternyata memang tak ada. Barulah Murti Kumala tertegun dan mengurangi
ketegangannya. "Kalau begitu... kalau begitu kau bukan pemuda sembarangan!"
"Memang bukan. Aku adalah pemuda idola," kata Yuda Lelana. Ia mendekati Murti
Kumala yang telah bersandar di dinding. Matanya memandangi Yuda tak berkedip,
lalu sadarlah sang putri
bahwa pemuda yang ada di depannya itu ternyata berparas rupawan. Hanya karena
pakaiannya kumal dan tubuhnya
kurang terawat saja sehingga tampak kurang menawan.
"Oh, hatiku kenapa jadi berdebar-debar indah?" pikir Murti Kumala.
"Pandangan matanya begitu lembut membelai kalbuku. Aduh, mati aku,
Mak...! Kenapa tiba-tiba aku merasa ingin dipeluknya" Celaka. Tubuhku
menggigil penuh harapan mesra. Oh,
haruskah kubiarkan dia mendekatiku
terus" Haruskah" Ya, harus."
Yuda Lelana nekat mepet gadis
itu. Sang gadis yang merasa terpepet tak bisa berbuat apa-apa. Kepalanya rapat
dengan dinding, matanya masih menatap nanar pada seraut wajah tampan di
depannya. "Gagah sekali dia," pikir Murti Kumala dengan masih diam tak berkutik.
Ketika jarak wajah tinggal dua
jengkal, Yuda Lelana ucapkan kata
lembut yang lirih sekali, membuat
telinga penasaran ingin menyimak lebih jelas.
"Cantik sekali kau, Murti Kumala.
Baru sekarang kutemukan kecantikan
yang sempurna pada seraut wajah
seorang gadis sepertimu. Oh, rasa-
rasanya aku tak ingin malam cepat
berlalu, biar kupuas memandangi
wajahmu yang membekas lengket di
hatiku." Sebaris rayuan mulai diluncurkan
lewat ucapan lirih. Rayuan itu membuat Murti Kumala makin tak berkutik. Kini
Yuda Lelana sunggingkan senyum lebar.
Dada Murti Kumala terguncang hebat
karena senyuman itu.
Setangkai bunga merah jambu
bertangkai hijau dipetiknya. Yuda
Lelana menyematkan setangkai bunga itu
di rambut Murti Kumala, di
atas telinga. "Bunga ini sebagai lambang
kebahagiaanku bisa bertemu denganmu, Murti Kumala. Kebahagiaan ini melebihi
segala kebahagiaan yang pernah
kujumpa. Ingin rasanya aku membawamu terbang dan duduk di gumpalan mega putih
menikmati malam terang bulan
purnama." "Ba... bawalah... bawalah aku
pergi, Yuda," ucap Murti Kumala sambil sesekali menelan napas untuk
menenangkan kegundahan hatinya yang diterkam seribu kemesraan asmara.
Yuda Lelana hanya sunggingkan
senyum. Lalu pelan-pelan didekatinya wajah itu, dibisikkan kata lirih,
"Aku... kagum padamu, Murti Kumala.
Bolehkah kusentuh ujung bibirmu?"
"He'eh...," gadis itu hanya bisa menjawab dengan napas mendesah.
Kepalanya mengangguk samar. Kemudian karena takut jantungnya meledak saat
didekati wajah tampan, Murti Kumala pejamkan mata dengan tangan
menggenggam gemetar. Mulutnya sedikit ternganga, seakan pasrah. Dan Yuda
Lelana segera tempelkan bibirnya ke bibir sang gadis.
Plek...! Nyuuuut...! Nyawa Murti
Kumala bagaikan melayang tinggi,
nyantel di awang-awang. Karena saat itu bibirnya dikecup pelan dan lembut
sekali. Tak bisa dilukiskan lagi
kelembutannya, sehingga roh Murti Kumala bagaikan diterbangkan tinggi-
tinggi. "Dun Gusti... indah nian pagutan bibirnya. Nasib apa yang akan kutemui
selanjutnya sehingga aku menerima
kebahagiaan yang begitu tinggi dan tak tertandingi lagi?" pikir Murti Kumala
sambil tetap biarkan bibirnya menerima kelembut Yuda Lelana.
Malam itu, jatuhlah hati sang
putri kepada pemuda kumal yang
menjelma menjadi kupu-kupu di siang harinya. Murti Kumala tak bisa lari dari
kenyataan, bahwa hatinya terpaku di tempat sang pemuda memeluknya.
Kemesraan itu membuat Murti Kumala terlena di alam mimpi. Sekalipun Yuda Lelana
hanya memangku kepala sang putri hingga sang putri tertidur dalam usapan lembut
tangan Yuda, tapi mimpi yang hadir adalah mimpi pembawa sejuta kenikmatan. Murti
Kumala menerima
kehangatan cinta, terpenuhi hasrat
wanitanya di alam mimpi. Dan pemuda yang hadir di alam mimpinya itu tak lain
adalah Yuda Lelana.
Raja Kala Bopak heran melihat
perubahan anak gadisnya. Setiap siang hanya bermain kupu-kupu, sedangkan
kalau malam lebih sering mengeram diri di dalam kamar. Kitab Jayabadra
menjadi bahan cuekan. Sama sekali tak
dibaca dan tak disentuh oleh Murti
Kumala. "Kau ini bagaimana" Berbulan-
bulan murung hanya ingin dapatkan
Kitab Jayabadra, giliran sudah dapat nggak mau dipelajari" Apa sih maumu
sebenarnya, Anakku?" tanya sang ayah dengan nada jengkel.
"Seleraku sedang turun, Ayah,"
hanya itu jawab sang anak. Karena
memang dimanja, maka sang ayah tidak mau memaksa putrinya untuk pelajari isi
Kitab Jayabadra. Pikirnya, nanti-nanti pasti kitab itu akan
dipelajarinya. Buat Raja Kala Bopak, yang penting wajah sang anak selalu ceria
dan tidak murung seperti bulan-bulan kemarin.
Tiga malam berturut-turut Yuda
Lelana tinggal sekamar dengan Murti Kumala. Tiga malam berturut-turut
tidur sang putri amat nyenyak. Terang saja, sebab sang kekasih selalu
menenggelamkan buaian indah dalam
pelukan. Bahkan kalau perlu satu hari itu tanpa ada siang. Malam terus. Biar
kebahagiaan batin selalu terpenuhi.
Sebab sekalipun mereka tidak lakukan percumbuan yang paling dalam, tapi
jika berada dalam pelukan Yuda mimpi sang putri selalu indah, selalu mimpi
mendapat kehangatan yang memuaskan
batin. Sampai pada malam keempat,
akhirnya sang putri berkata dengan
sangat terpaksa, sebab didesak oleh kebutuhan batiniahnya.
"Aku tak mau hanya dalam mimpi.
Aku ingin mimpi itu menjadi
kenyataan."
"Berarti kita harus menikah."
"Aku bersedia. Sangat bersedia!"
jawabnya menggebu-gebu, sudah tak
memikirkan malu-maluin lagi. "Kapan kau akan melamarku?"
"Esok siang aku akan menghadap ayahmu," jawab Yuda Lelana.
"Apakah kau berani" Ayahku raja preman!"
"Demi mendapatkan dirimu, tak ada yang membuatku takut sedikit pun! Biar ayahmu
raja jin, malaikat sekalipun, aku tak gentar melamarmu."
"Oh, Yuda...," Murti Kumala jatuhkan kepala ke dada Yuda. "Kau memang pria
idaman yang mampu
membangkitkan semangat cintaku.
Lamarlah aku secepatnya! Jika ayahku tak izinkan kita kawin, kita lari dari
Pulau Iblis!"
Maka Yuda Lelana
memberanikan diri menghadap Raja Kala Bopak. Ia
muncul bukan dari kamar sang putri, melainkan berubah menjadi kupu-kupu dulu,
kemudian terbang keluar benteng istana, lalu menjelma menjadi manusia
dan datang ke istana dalam keadaan
pakaian tetap kumal.
Penjaga gerbang berkumis lebat
dan berwajah seram menahannya.
"Siapa kau, dan mau apa datang kemari?"
"Namaku Yuda Lelana. Aku mau
menghadap Raja Kala Bopak."
"Apa perlumu?"
"Melamar Putri Murti Kumala."
"Hah..."! Lancang betul mulutmu"!
Putri raja kami mau dilamar pemuda
kumal sepertimu" Wah, ini sih sudah kurang ajar namanya! Perlu dibobok
dulu mulut dan gigimu itu! Heaaah...!"
Wuuus...! Sekelebat tangan besar
menghantam wajah Yuda Lelana. Tapi
karena Yuda Lelana sebenarnya adalah dewa, dan penjaga gerbang itu hanya
prajurit jin kelas kambing, maka
pukulan itu hanya ditahan dengan satu jari. Pukulan itu menghantam ujung jari
telunjuk Yuda yang mengeras.
Dess...! "Aaaauh...!" penjaga gerbang memekik kesakitan. Tubuhnya berasap.
Matanya terpejam kuat-kuat, giginya meringis. Sekujur tubuhnya yang
berasap menjadi gemetaran. Tangan yang memukul mau ditarik susahnya setengah
mati. Badan besar itu bagaikan dibakar api dari dalam tubuh. Panasnya
bagaikan panas lahar gunung berapi.
"Ampuuun...!" ratapnya sambil menggeliat-geliat. Lalu, Yuda Lelana menarik jari
telunjuknya. Seet...!
Orang itu pun roboh dengan terkulai lemas, seperti karung beras basah.
Brruk...! Tetapi teriakannya yang
keras tadi telah mengundang perhatian anak buah Raja Kala Bopak. Mereka
segera menyerang Yuda Lelana dengan kesaktian masing-masing. Mereka dapat
menghilang silih berganti, membuat
raganya bagai bayangan yang tak bisa disentuh.
Tetapi ilmu kedewaan Yuda Lelana
mampu mengimbangi ilmu jin mereka.
Yuda Lelana juga mampu menghilang
dalam sekejap dan bertarung dengan mereka di alam gaib. Tahu-tahu mereka
terlempar ke alam nyata dalam keadaan babak belur. Ada yang hidungnya
somplak, ada yang tangannya patah, ada pula yang giginya rontok bagian depan,
dan yang jelas hal itu menimbulkan
kehebohan yang memancing perhatian
Raja Kala Bopak.
"Ada apa itu di luar"!" tanyanya kepada pengawal istana.
"Seorang tamu mengamuk, Paduka!"
"Apa maksudnya datang-datang
mengamuk?"
"Ingin menghadap Paduka tapi kami cegah."
"Hmmm! Biarkan dia menghadapku, aku ingin jajal ilmunya yang sok-sokan itu!
Suruh dia masuk!"
Tiga belas prajurit jin bonyok
semua melawan Yuda Lelana. Akhirnya pertarungan itu dihentikan. Yuda Lelana
dibawa masuk ke istana dan
menghadap Raja Kala Bopak yang
kupingnya sudah naik, wajahnya
semburat merah karena menahan marah.
Sebentar-sebentar terdengar suara
gemeretak menggema, itulah saatnya ra-ja jin menggeletukkan giginya.
Krak, krrrruk, kraak, kriuuuk...!
"Gila! Menggeletukkan gigi apa makan tulang kambing tuh?" pikir Yuda Lelana
dengan santai sekali. Seakan ketegangan yang menyeramkan di
sekelilingnya dicuekin begitu saja. Ia tetap berdiri di depan Raja Kala Bopak
yang matanya melotot lebar nyaris
lompat keluar. "Apa maksudmu bikin keributan di wilayahku, hah"!" bentak Raja Kala Bopak.
"Aku ingin melamar anakmu; Murti Kumala."
"Apa..."! Edan!" sentak Raja Kala Bopak. Sentakan itu membuat pilar
bergetar dan salah satu sisi dinding retak.
"Hei, manusia kumal!" katanya penuh geram kemarahan. "Tidak tahukah kau bahwa
Murti Kumala adalah anak
semata sapi bagi diriku"! Biar jelek-jelek aku ini raja! Raja Jin!" sambii
menepuk dada sendiri.
Buuhg, buhg, bung...!
"Kalau anak raja jin apa tak
boleh dilamar?" kata Yuda Lelana tetap kalem."Apa yang kau andalkan sih,
sehingga kau berani melamar anakku"!
Apa"!"
"Yang kuandalkan hanya cinta dan kesetiaan yang kumiliki. Semuanya akan
kuberikan kepada anakmu, Raja!"
"Gombal!" bentaknya, kembali menggetarkan pilar-pilar besar.
"Anakku tidak butuh cinta semata.
Keberanianmu melamar anakku sama saja keberanianmu menantangku! Kusarankan
pulanglah dan jangan mencoba melamar anakku untuk yang kedua kalinya!"
"Aku tidak mau pulang sebelum
memboyong anakmu!"


Pendekar Romantis 01 Geger Di Kayangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dasar wedus kurap! Panglima
Morang...! Remukkan tulangnya!" teriak Raja Kaia Bopak, dan sang Panglima pun
datang, langsung menendang pemuda yang tingginya hanya sebatas ulu hati si
panglima itu. Wuukkk...! Weees...!
Yuda Lelana terpental jauh. Padahal tidak terkena tendangan itu.
Baru terkena anginnya. Dia sampai
terguling-guling keluar istana.
Wajahnya bercampur dengan tanah
berdebu. Tapi Yuda tak merasa jera. Ia
segera bangkit dengan tarik napas
dalam-dalam. Hatinya sempat membatin,
"Gila! Anginnya saja sudah membuat tubuhku terpentai, apalagi jika
terkena tendangannya. Itu pun baru
panglimanya, belum rajanya sendiri!"
Sebuah suara tak terlihat wujud
orangnya terdengar bagaikan berbisik di telinga Yuda Lelana. Suara itu
dikenal sebagai suara Begawan Dewa Gesang.
"Jangan mundur! Maju
terus, Anakku! Hajar dia dalam satu gebrakan saja! Jangan lama-lama, supaya kau
cepat kembaii ke kayangan. Aku
membantumu, Nak!"
Panglima Morang yang rambutnya
panjang, berwajah seram dan bertaring, segera lompat keluar dari istana dan
menerjang Yuda Lelana.
"Heeeeaaaahhhh...!" suara teriakannya memekakkan telinga karena keras sekali.
Tapi Yuda tidak merasa gentar sedikit pun. Ia segera
merapatkan telapak tangannya. Kedua telapak tangan yang merapat di dada itu
segera disentakkan ke arah
Pangiima Morang. Wuuut...! Dari
telapak tangan itu keluar selarik
sinar warna putlh perak. Bentuknya
panjang, lurus, kaku.
Zlaaab...! Sinar itu menghantam tubuh besar
Panglima Morang yang sedang melompat di udara. Cepat sekali gerakan sinar,
sehingga Pangiima Morang tak sempat menghindar. Tapi dadanya segera
bersinar merah membara. Dada itulah yang dihantam sinar putihnya Yuda
Lelana. Blegaarrr...! Suara ledakan dahsyat sekali
menggelegar bagai memenuhi seluruh
bumi. Tanah bergetar keras, bangunan istana ada yang retak terutama bagian atap.
Bangunan lainnya sempat roboh.
Tembok benteng istana jebol sebelah timur. Pintu gerbang yang kokoh pun pecah akibat gelombang ledakan dahsyat
tadi. Semua masyarakat jin kaget dan menjadi tegang. Pilar istana roboh
satu, yang sebelah kanan dekat dapur.
Tangga teras istana retak nyaris
terbelah. Panglima Morang terkapar di atas
pohon besar, tersangkut di sana tak bergerak. Tapi suara erangannya
terdengar samar-samar. Tubuhnya yang hitam menjadi putih karena kulitnya
terkelupas saat terkena hantaman sinar putih perak tadi. Sinar itulah yang
dinamakan sinar pukulan 'Inti Dewa'.
Kalau orang biasa kena sinar itu,
habis sudah. Bukan hanya mati, tapi malah sulit dikubur karena menjadi
serpihan-serpihan kecil seperti serat abon.
Raja Kala Bopak merinding melihat
panglimanya tersangkut di atas pohon besar tanpa daya lagi. Ia segera
dekati Yuda Lelana dan memandang
dengan mata menjadi merah.
"Kurang ajar! Kau mampu membuat panglimaku tumbang begitu, ya"!
Sekarang kau berhadapan denganku!
Kalau kau bisa kalahkan aku, kau boleh kawini putriku itu! Tapi kalau kau
kalah, kau harus rela
mati di tanganku!"
Murti Kumala yang muncul dari
istana mendengar ucapan itu. Wajahnya tampak cemas, karena ia tahu persis
kesaktian ayahnya sangat besar. Selama ini tak pernah ada manusia yang bisa
menandingi kesaktian ayahnya. Diam-diam Murti Kumala berharap agar ayahnya kalah
tapi jangan sampai mati.
Sorot mata sendunya yang memandang ke arah Yuda diterima pemuda itu sebagai
sorot mata mohon pengertian akan sifat ayahnya yang buas itu. Yuda Lelana
paham dengan bahasa mata itu.
"Yuda Lelana...! Terimalah jurus
'Pelebur Nyawa' ini!" teriak Raja Kala Bopak.
Claaap...! Tiba-tiba dari kedua
mata Raja Kala Bopak keluar sinar
terang warna merah. Sinar itu berbentuk bulat sebesar genggaman tangan
bayi. Melesat cepat sepasang berjajar, menghantam tubuh Yuda Lelana. Jurus
'Pelebur Nyawa' adalah jurus andalan Raja Kala Bopak yang mampu membuat
raga manusia menjadi bubur seketika jika terkena salah satu dari sepasang sinar
merah itu. Tetapi Yuda Lelana juga mempunyai
jurus tandingan yang dimiliki oleh
setiap dewa di kayangan. Jurus itu
bernama jurus 'Surya Pamungkas'.
Bentuknya sinar ungu sebesar lidi,
panjangnya tiga jengkal. Melesat dari kedua mata Yuda Lelana. Sinar ungu itu
begitu melesat langsung berputar
cepat, makin lama semakin besar,
memercikkan bunga api warna merah.
Woos, wooos, woos, woos...!
Sinar-sinar itu akhirnya
bertabrakan di pertengahan jarak.
Buuumm...! Glegaaarrr...!
Hampir semua yang ada di sekitar
situ terjungkal jatuh karena ledakan maha dahsyat itu. Tanah bagaikan
dijungkir balikkan. Istana ambruk. Pilar-pilarnya pecah. Untung Murti
Kumala cepat melompat keluar dari
serambi istana sehingga selamat. Tapi ikut terpelanting sampai ke pintu
gerbang. Ledakan maha dahsyat itu membuat
langit merah membara. Kilatan petir menyambar-nyambar. Seolah-olah langit ingin
retak menjadi beberapa bagian.
Matahari langsung surutkan sinarnya.
Awan hitam tebal menutup permukaan
matahari. Air laut muncrat dalam
pergolakannya, tingginya melebihi
pohon kelapa, nyaris menelan Pulau
Iblis. Pohon-pohon tumbang, lebih dari sepuluh pohon. Bangunan-bangunan rusak
berat. Pulau itu sendiri bagaikan
hendak dijungkir balikkan oleh suatu kekuatan dahsyat dari dasar laut.
Gema ledakan maha dahsyat cukup
lama, seakan menyebar seluruh
permukaan bumi. Padahal gelombang
hentakan dahsyat itu mencapai lapisan alam ketiga, mengguncangkan kayangan,
sehingga para dewa dibuat tunggang
langgang. Para bidadari jejeritan,
membuat suasana gempar dan heboh di kayangan. Tapi mereka segera maklum, karena
mereka tahu sang mantan dewa sedang adu kesaktian dengan raja jin yang seiama
ini sukar dikalahkan oleh manusia sesakti apa pun.
Hutan di sekitar tempat itu
terbakar. Apinya membubung tinggi.
Pulau Ibiis bagaikan dilanda kiamat.
Pulau-pulau lainnya pun demikian.
Gelombang getaran maha dahsyat itu
terbawa angin sehingga mencipta
bencana di mana-mana. Tanggul sungai jebol, lereng pegunungan longsor.
Hewan-hewan menjadi liar, berlarian tak punya tujuan.
Pokoknya mengerikan sekali akibat
adu kesaktian jin dengan dewa itu.
Raja Kala Bopak terkapar dalam
keadaan pakaian rusak total. Tercabik-cabik bagai dirajang puluhan cakar
singa ganas. Tubuhnya telentang di
pantai, jauh dari istana. Yang
menemukan prajurit penjaga pantai,
yang kala itu hampir saja tersapu
ombak besar. Keadaan Raja Kala Bopak tak sadarkan diri selama tiga hari.
Itu masih untung. Jika dia bukan
berilmu tinggi, pasti tubuhnya akan menyebar menjadi serpihan-serpihan
yang sulit dikumpulkan kembali.
Yuda Lelana sendiri juga terpental keluar dari benteng istana, sempat menabrak sisa tembok benteng dan
tembok itu akhirnya jebol juga.
Yuda dalam keadaan terkulai lemas.
Wajahnya memar membiru. Mulutnya
berdarah. Matanya bengkak. Pakaiannya semakin compang-camping. Maklum,
pertarungan tenaga maha sakti yang
terjadi kontak langsung kepada
pelakunya lebih memberatkan beban si pelaku itu sendiri. Yang terkena angin
hentakannya saja bisa parah, apalagi yang melakukan kontak langsung adu
kesaktian. Tapi itu masih untung.
Biasanya lawan yang terkena jurus
'Pelebur Nyawa' milik Raja Kala Bopak langsung menjadi cair, kental, seperti
bubur. Raja Kala Bopak sempat pingsan
tiga hari, tapi Yuda Lelana hari itu juga bisa bangkit dan berjalan
sempoyongan mencari kekasihnya; Murti Kumala. Sang putri sendiri keadaannya juga
menderita. Dadanya terasa panas, tulang-tulangnya bagaikan remuk.
Untung Yuda Lelana
segera dapat salurkan hawa murni untuk sembuhkan luka beratnya sendiri, setelah itu
baru menyembuhkan Murti Kumala dengan jurus 'Hawa Bering' yang ajaib itu
Ketika Raja Kala Bopak sadar dari
pingsannya, langsung disembuhkan oleh Yuda Lelana. Tapi anak muda bengal itu
mencoba menantangnya lagi. Raja Kala Bopak hanya bilang, "Aku tak sanggup!
Lebih baik kalian menikah secepatnya, lalu pergi dari Pulau iblis dan jangan
kelihatan aku lagi, supaya di antara kita tidak ada yang saling membunuh!"
"Ayah merestui perkawinanku
dengan Yuda Lelana"!"
"Mau nggak mau merestui juga!"
jawab Raja Kala Bopak dengan pasrah.
"Tapi aku tidak suka dengan calon suamimu itu! Dia telah mengalahkan
aku. Aku tidak suka! Makanya, habis kawin nanti, kalian langsung minggat dan
cari tempat sendiri untuk berbulan madu. Jangan temui aku lagi. Kalau kau rindu,
kau saja yang datang temui aku.
Suamimu jangan diajak!"
Perkawinan Yuda Lelana dengan
Murti Kumala berlangsung cukup meriah.
Kebanyakan yang datang menghadiri
perkawinan itu para jin dengan
berbagai macam rupa dan bentuknya.
Perkawinan itu dilakukan setelah Yuda berhasil meminta kembali Kitab Jayabadra
dan diserahkan kepada Nyai Sirih Dewi. Kutilang Manja tak berani lagi
menampakkan cintanya karena ia takut dikutuk sang dewa yang menjelma
manusia. Yuda Lelana mendapat tempat untuk
berbulan madu. Ia membangun gubuk
sederhana di Puncak Gunung Ismaya.
Pengertian gubuk di sini sebenarnya adalah sebuah bangunan menyerupai
candi yang terbuat dari susunan batu tanpa perekat. Orang awam akan merasa
heran, bagaimana mungkin seseorang
membangun candi atau bangunan rumah menyerupai candi di puncak gunung, sedangkan
batu-batunya cukup besar, puncak itu pun cukup tinggi. Bagaimana para kuli
mengangkat batu-batuan besar itu"
Masyarakat jin dikerahkan oleh
Raja Kala Bopak. Rakyat jin dan warga siluman itulah yang membangun candi
tersebut dalam tempo hanya satu malam.
Fantastis sekali, tapi memang
begitulah jika raja jin bekerja.
Kepindahan mereka dari Pulau Iblis ke Puncak Ismaya juga tidak melalui jalan
darat atau laut, melalui jalan udara.
Menembus lapisan dimensi dengan
kekuatan gaib, sepasang mempelai itu mampu pindah tempat dalam satu kedipan
mata. Sembilan bulan kemudian, Murti
Kumala melahirkan seorang bayi. Proses kelahiran bayi itu tidak keluar begitu
saja. Sejak tujuh hari tujuh malam sudah diawali dengan datangnya hujan tanpa
henti. Tanah longsor terjadi di sekitar lereng gunung itu.
Pada saat sang jabang bayi hendak
nongol dari rahim sang ibu, hujan
deras disertai dengan amukan badai
cukup dahsyat. Lebih dari tiga puluh pohon tumbang, puluhan batu
menggelinding dari ketinggian, kilatan cahaya petir ikut menghujani gunung itu.
Badai mengamuk hanya di puncak gunung, sedangkan di kaki Gunung
Ismaya hanya terjadi angin kencang
biasa-biasa saja. Bahkan hujannya tak terlalu lebat.
Kabut pun hadir membungkus puncak
Gunung Ismaya. Tebal sekali, seperti selimut domba. Yuda Lelana sudah
memanggil seorang dukun bayi untuk
menolong kelahiran sang jabang bayi.
Tapi dukun bayi itu tersesat di
perjalanan. Terpaksa ia kembali lagi ke rumahnya menunggu hujan badai reda.
Tapi sang hujan tiada kunjung reda
juga, bahkan semakin deras. Puncak
Gunung Ismaya bagai lenyap ditelan langit. Kilatan cahaya biru
menggelegar menyambar-nyambar puncak gunung itu.
Akhirnya, suara tangis bayi itu
pun terdengar melengking tinggi.
Seakan ingin mengalahkan deru badai dan ledakan guntur di sana-sini.
Tangis sang bayi menggetarkan dinding-dinding batu, seolah-olah bangunan
candi itu akan runtuh karena getaran suara si jabang bayi. Bahkan dari
puncak hingga kaki gunung terjadi
getaran hebat, sepertinya gunung itu akan meletus atau tumbang entah ke mana.
Rumah-rumah penduduk di kaki
gunung ikut bergetar, gentengnya
melorot dan pada pecah. Hewan-hewan ternak saling menjerit ketakutan, ada yang


Pendekar Romantis 01 Geger Di Kayangan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai lepas dari kandangnya dan mengamuk di sana-sini.
Bayi itu adalah bayi lelaki. Tali
pusarnya digunting oleh dua jari sang ayah, tanpa senjata apa pun. Yuda
Lelana tampak gembira sekali ketika berhasil menolong kelahiran anaknya sendiri.
Tapi beberapa saat kemudian ia menjadi lemas, terpuruk sambil
memeluk bayi itu. Murti Kumala
terpaksa mengambil alih sang jabang bayi dan memeriksanya.
Murti Kumala agak
terkejut, karena bayi itu ternyata tidak
mempunyai garis tangan sedikit pun.
Lebih terkejut lagi setelah mengetahui dada sang bayi mempunyai noda tato
bergambar setangkai bunga mawar merah kuncup.
"Suamiku, apakah tato di dada
anak kita ini yang membuatmu lemas?"
Yuda Lelana menjawab dengan
gelengan kepala, setelah bangkit
merayap dan duduk di tepi pembaringan baru berkata,
"Kekuatanku telah hilang! Semua ilmuku telah menitis ke kayangan
atau... entahlah. Aku tak tahu apa
yang akan terjadi berikutnya." Yuda Lelana terengah-engah. Sang bayi masih
menjerit dalam tangisnya. Baru
berhenti setelah disusui oleh sang
ibu. Bayi itu tampak riang, ceria,
mulutnya lahap sekali menikmati air susu sang ibu.
"Ilmuku sudah menitis ke dalam ragamu, Nak! Jaga dan pelihara baik-baik. Kau
harus menjadi pemandu
kebenaran dan keadilan. Karena itu
kunamakan dirimu: Pandu Puber. Artinya
'Puber': Punya Keberanian! Kalau mau menjadi pemandu kebenaran dan keadilan
harus punya keberanian! Keberanian
menentang si angkara murka, keberanian melawan tindakan sesat, juga
keberanian mengakui kesalahan diri
sendiri." "Kau ngomong sama siapa" Bocah baru lahir kok diajak ngomong," kata
Murti Kumala. Tiba-tiba sang jabang bayi melepas nenennya. Mata bayi itu bisa
terbuka jelas-jelas. Ini suatu keanehan, karena biasanya bayi baru lahir tak
bisa membuka mata. Mata itu memandangi ibunya, ada senyum tipis di bibir mungil
sang bayi yang sewajarnya tak bisa tersenyum. Sang ibu mulai
tegang dan terheran-heran.
Tangan sang bayi bergerak-gerak
menepuk-nepuk air minumnya yang ada di dada sang ibu. Ia bagaikan bermain
'tempat minuman' tersebut. Ia tampak girang, sehingga sang ibu yang
memandangi dadanya ditepuk-tepuk sang anak menjadi sedikit cemas. Ia berkata
kepada suaminya,
"Gawat anakmu ini! Masih kecil sudah senang bermain 'tempat
minumnya', bagaimana kalau sudah besar nanti?"
"Mudah-mudahan gerakan itu hanya suatu kebetulan saja. Jangan terbawa menjadi
kebiasaan sampai dewasa.
Kasihan para gadis yang kasmaran
padanya," ujar Yuda Lelana sambil tersenyum-senyum.
"Jangan-jangan kebiasaanmu
menurun pada anak ini?"
"Kebiasaan yang mana?"
"Kebiasaan romantismu!" jawab Murti Kumala agak ketus. Yuda menjadi tertawa
pelan. Tapi dalam hatinya
bertanya-tanya,
"Jika seluruh ilmuku menitis
kepadanya, apakah anak ini kelak juga akan ikut-ikutan suka merayu wanita"
Wah, kacau juga kalau dia begitu...."
Hujan pun berhenti, badai reda,
petir sembunyikan diri, kabut sirna dan alam menjadi terang. Seakan mereka takut
dengan kemunculan sang jabang bayi yang kelak akan melanglang buana, menembus
belantara persilatan dan
cinta. SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Golok Halilintar 12 Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo Api Di Puncak Sembuang 2
^