Pencarian

Iblis Segala Amarah 2

Pendekar Slebor 63 Iblis Segala Amarah Bagian 2


dah tua" Busyet! Apa aku tak salah dengar?" desisnya heran. Lalu geleng-geleng
kepala seraya mendesis,
"Pasti perempuan itu memiliki ilmu awet muda! Yah...
kalau aku yang mendapat pilihan, sudah tentu ku pilih Ratu Hitam ketimbang nenek
peot itu?"
Baru saja habis kata-kata Andika, mendadak saja
serangkum angin menderu ke arahnya.
Wusss!! Blaaammm!! Beruntung karena anak muda urakan ini masih
sigap. Bila tidak, sudah pasti tubuhnya akan tercacah pecah!
Menyusul didengarnya bentakan Mayang Kunting,
"Bicara kurang ajar sekali lagi, kurobek mulutmu!!"
"Busyet! Apa yang kuucapkan tadi padahal pelan
sekali dan jarak si nenek pun sudah menjauh! Tetapi dia masih dapat
mendengarnya!!"
Andika masih berdiri terkagum-kagum sampai ke-
dua tokoh itu menghilang dari pandangan. Kejap ke-
mudian, anak muda dari Lembah Kutukan ini segera
meninggalkan tempat itu.
*** 5 Tepat di saat matahari sudah melalui tiga perem-
pat perjalanannya, dua sosok tubuh hentikan lang-
kahnya. Sejarak tiga puluh tombak, Gunung Keram-
bang berdiri angkuh. Angin senja menghembus dingin.
Masing-masing orang tak ada yang buka suara.
Kejap kemudian, terdengar suara pemuda berpakaian
putih dan bercelana pangsi biru, "Werda... hingga jauh perjalanan kita, namun
orang yang kita cari belum ju-ga dapat ditemukan. Rasanya, aku sudah tidak sabar
untuk membunuh Manusia Muka Kucing!!"
Yang diajak bicara, dan tak lain Werdaningsih
adanya anggukkan kepalanya. Sambil pandangi pemu-
da yang di keningnya terdapat ikat kepala warna biru itu gadis ini berkata,
"Begitu pula denganku, Kang Jaya. Biar bagaimanapun sulitnya, aku tetap tak akan
hentikan segala keinginan ini."
Kembali tak ada yang buka mulut. Masing-masing
orang perhatikan sekelilingnya dengan seksama.
Terdengar lagi suara Jaya Lantung, "Aku benar-
benar kagum dengan tindakan Pendekar Slebor. Ken-
dati dirinya dijadikan bulan-bulanan fitnah, namun
dia masih mau menolong Kaki Kilat dari kematian. Ah, bila mengingat aku dan Kang
Arya pernah menuduh-nya sedemikian rupa, aku jadi malu."
Apa yang dikatakan Jaya Lantung memang benar
adanya. Semula dia bersama Arya Sempala memang
menuduh Pendekar Slebor sebagai salah seorang antek
dari Manusia Muka Kucing. Namun pada kenyataan-
nya, justru pemuda itulah yang berjuluk Pendekar
Slebor. Bahkan pemuda dari Lembah Kutukan itu la-
kukan satu tindakan yang mengejutkan. Karena Pen-
dekar Slebor justru menolong Kaki Kilat dari kematian (Baca: "Manusia Muka
Kucing"). "Bagaimana keadaan Kang Arya sekarang ini, ya?"
tanya Werdaningsih seperti ditujukan pada dirinya
sendiri. "Mudah-mudahan dia juga dalam keadaan baik-
baik saja. Menurut Pendekar Slebor, saat ini dia bersama Bibi Dewi Cadar Biru
yang tentunya sedang
memburu Manusia Muka Kucing."
"Tetapi, Kang Jaya...," suara Werdaningsih mendadak menjadi sendu.
Jaya Lantung segera arahkan pandangan pada
gadis jelita berkuncir kuda itu.
"Kenapa, Werda?"
"Guru...."
Mendengar sahutan singkat pelan itu, Jaya Lan-
tung menarik napas pendek. Dia tahu betul kalau adik seperguruannya ini sangat
menyesali dan sedih mengetahui guru mereka telah meninggal. Jaya Lantung
sendiri juga menyesali mengapa dia tidak menjaga gu-
runya yang masih dalam keadaan terluka" Namun,
semua sudah terjadi. Juga karena penyesalan selalu
datang terlambat.
Lalu dengan hati-hati dirangkulnya gadis itu.
"Sudahlah, Werda.... Tak perlu kau pikirkan lagi.
Bukankah kau tahu, bagaimana perasaanku tatkala
mengetahui Guru lenyap" Namun berkat nasihatmu,
akhirnya aku dapat tutupi segala penyesalan yang ada padaku."
Dalam rangkulan kakak seperguruannya, Werda-
ningsih mengangguk-anggukkan kepalanya. Diresapi
betul pelukan yang tak mengandung birahi sama seka-
li itu, pelukan tanda sayang seorang kakak kepada
adiknya. Dalam keheningan itu, mendadak saja terdengar
suara tawa menggelegar yang cukup keras, "Luar biasa! Sebuah pemandangan yang
menakjubkan! Dua
orang seperguruan rupanya telah menjalin cinta bu-
suk! Dan tentunya sangat mengasyikan sekali! Karena
yang kotor dan busuk itu terkadang nikmat rasanya!"
Serentak sepasang remaja itu lepaskan pelukan
mereka masing-masing. Kejap itu pula keduanya sege-
ra putar tubuh. Satu sosok tubuh yang tingginya
hanya sebahu mereka, telah berdiri dengan kedua tan-
gan dilipat di depan dada. Orang itu mengenakan pa-
kaian terbuat dari bulu dan paras orang itu... tak
ubahnya seekor kucing!!
*** Lelaki yang tak lain Manusia Muka Kucing
adanya, kembali keluarkan tawa keras.
"Dua orang lagi rupanya telah ditakdirkan untuk mampus di tanganku! Dan aku
sangat senang sekali
melakukan pembantaian terhadap orang-orang yang
tak mau mengikuti jalanku!!"
Werdaningsih sudah melompat satu langkah ke
depan. Wajahnya seketika menjadi garang. Dengan
tangan kanannya dia menuding tepat ke wajah Manu-
sia Muka Kucing.
"Manusia celaka! Kami mati pun tak akan me-
nyesal untuk menghentikan perbuatanmu!!"
"Berita yang sangat bagus! O ya, apakah kalian
sudah berjumpa dengan Pendekar Slebor, seperti yang
telah dilakukan Arya Sempala dan Dewi Cadar Biru!!"
"Jahanam terkutuk! Kau telah membunuh guru
kami!!" "Siapa pun akan kubunuh bila tak mau mengata-
kan di mana Pendekar Slebor berada!"
"Tetapi nyatanya, kau hanyalah manusia penge-
cut! Mengapa kau tak berani turunkan tangan pada
Pendekar Slebor begitu kau berjumpa dengannya,
hah"!"
Bukannya gusar mendengar ejekan orang, Manu-
sia Muka Kucing justru terbahak-bahak keras. Ta-
wanya berkumandang ke seantero tempat.
"Membunuh pemuda itu semudah membalikkan
telapak tanganku!" sahutnya kemudian.
"Hanya ucapan busuk yang kau lontarkan! Huh!
Kepandaian apa yang sebenarnya kau miliki, hah"!"
seru Werdaningsih dengan teriakan sengit. Wajah jelita gadis ini memerah tanda
kegusaran semakin melanda.
Namun dia juga tidak mau bertindak gegabah untuk
lancarkan serangan, karena dia tahu betul tentang lelaki bermuka kucing ini.
Guru mereka saja dapat dikalahkan oleh Manusia Muka Kucing!
Tawa Manusia Muka Kucing mendadak terputus.
Mulutnya nampak bergerak-gerak hingga kumis ja-
rangnya yang cukup panjang bergetar.
"Jahanam!! Kubunuh kalian!!"
Namun sebelum dia lakukan serangan, Jaya Lan-
tung yang sejak tadi terdiam dan berpikir buka mulut,
"Kuakui kehebatan yang kau miliki, Manusia Muka Kucing! Dengan kesaktianmu, kau
dapat kuasai dunia!
Kami mengaku tak berdaya di hadapanmu!"
Mendengar kata-kata itu, Manusia Muka Kucing
terbahak-bahak lebar. Sementara Werdaningsih segera
palingkan kepala pada Jaya Lantung. Kening gadis ini berkerut dengan tatapan
terbuka lebih lebar, tanda tak percaya mendengar ucapan Jaya Lantung.
"Gila! Apa-apaan Kang Jaya berubah menjadi ti-
kus seperti itu" Ke mana jiwa kesatrianya untuk mem-
bela kebenaran!!"
Jaya Lantung yang mempunyai rencana sendiri,
buru-buru berkata begitu menyadari pandangan tak
suka dari adik seperguruannya.
"Dengan kepandaianmu itu, seharusnya kami tak-
luk dan mau menurut hingga tak mengalami nasib ko-
nyol!" Makin lebar tawa Manusia Muka Kucing.
Makin tak mengerti Werdaningsih mendengar per-
nyataan kakak seperguruannya ini.
Jaya Lantung yang tak ingin kesalahpahaman ter-
jadi buru-buru berkata lagi, "Tetapi, apakah kau tidak mau memberitahukan kami
rencana apa sebenarnya
yang telah kau susun" Mengapa kau tak menangkap
atau membunuh Pendekar Slebor, karena kau menu-
runkan tangan pada siapa pun juga yang tak mau
mengatakan di mana pemuda itu berada?"
Manusia Muka Kucing yang sebelumnya sudah
termakan oleh kata-kata sanjungan Jaya Lantung ma-
kin terbahak-bahak. Lelaki ini tidak tahu kalau sebenarnya dia tengah dipancing
oleh Jaya Lantung.
Werdaningsih cepat tanggap. Dia mengerti apa
yang diinginkan oleh kakak seperguruannya ini.
"Cerdik. Kang Jaya dapat kuasai keadaan karena
kecerdikannya...."
Di sela-sela tawa yang dikeluarkannya, Manusia
Muka Kucing berseru. "Tak ada salahnya kukatakan apa yang kurencanakan kepada
kalian, karena kalian adalah orang orang yang secara tidak langsung sudah
mampus! Bagus! Kubunuh orang-orang rimba persila-
tan yang tak mau mengatakan di mana Pendekar Sle-
bor berada, karena aku ingin memancing kemunculan
pemuda dari Lembah Kutukan yang bila kucari sudah
tentu akan memakan waktu yang sangat lama! Dan
akhirnya pemuda itu muncul sendiri! Tak kubunuh
dia, karena seseorang menghendakinya hidup-hidup!"
Jaya Lantung yang merasa Manusia Muka Kucing
telah masuk ke perangkapnya melanjutkan kata tetap
dengan nada menyanjung, "Luar biasa! Padahal kau dapat membunuhnya dengan mudah,
bukan?" "Tepat! Membunuhnya tak terlalu sulit!"
"Tetapi, bila orang itu menghendakinya hidup-
hidup, mengapa kau tidak menangkap dan memba-
wanya kepada orang itu?"
"Pertanyaan bagus! Tetapi aku tidak tahu menga-
pa dia tidak menyuruhku menangkapnya! Dia hanya
menyuruhku untuk memancingnya keluar!!"
"Lalu siapa orang itu?"
"Iblis Segala Amarah!!"
Jaya Lantung berteriak kaget, "Oh! Iblis Segala Amarah! Luar biasa! Bila sejak
semula aku tahu kalau kau diperintah oleh Iblis Segala Amarah, sudah tentu aku
akan memaksa Guru untuk tunduk kepadamu!"
Lalu sambungnya dalam hati, "Siapa sebenarnya Iblis Segala Amarah" Rupanya dia
orang yang berada di balik semua ini. Berarti, dugaan Pendekar Slebor benar
kalau lelaki muka kucing beserta cecunguknya ditung-gangi oleh seseorang yang
kini kuketahui berjuluk Iblis Segala Amarah" Tahukah Pendekar Slebor tentang
orang itu?"
Wajah Manusia Muka Kucing makin senang men-
dengar kata-kata Jaya Lantung.
"Bagus bila kau pernah mendengar julukannya!!"
"Tetapi... apa yang dihendaki oleh Iblis Segala Amarah pada diri Pendekar
Slebor?" "Hahaha... menyenangkan sekali bercakap-cakap
denganmu! Rupanya kau lebih pandai dari orang-orang
bodoh yang telah kubunuh! Iblis Segala Amarah
menghendaki tenaga 'Inti Petir' yang dimiliki pemuda itu! Karena dia tengah
memperdalam sebuah ilmu
langka yang sangat dahsyat yang akan dipergunakan
untuk membunuh Pendekar Cakra Sakti!!"
"Semakin jelas sekarang urusan yang ada ini. Di belakang semua urusan, berdiri
Iblis Segala Amarah
yang menginginkan tenaga 'Inti Petir' yang dimiliki
Pendekar Slebor dan untuk membunuh Pendekar Ca-
kra Sakti."
Habis membatin begitu, Jaya Lantung berkata lagi
dengan diantar tatapan kagum Werdaningsih, "Apakah kau tahu di mana Iblis Segala
Amarah berada" Terus
terang, aku ingin sekali mengabdi padanya!"
"Hmmm... ternyata kau masih bisa berpikir bagus!
Bila kau memang ingin mengabdi padanya, bunuh ga-
dis di sebelahmu!!"
Jaya Lantung terkesiap mendengar kata-kata
orang. Tetapi hanya sekejap saja, karena di lain kejap dia berkata sambil
tertawa, "Membunuh gadis celaka ini sangat mudah kulakukan!!"
Werdaningsih yang tahu apa yang diinginkan ka-
kak seperguruannya mendadak melompat agak men-
jauh dan berseru dengan tangan menuding, "Kang
Jaya! Kau sudah gila!"
Jaya Lantung tersenyum dalam hati melihat ke-
tanggapan adik seperguruannya. Lalu dengan suara
dibuat bengis dia berseru, "Werdaningsih! Jangan campuri urusanku! Bila kau
tidak ingin mampus di
tanganku, ikuti apa yang kuinginkan!"
"Kurang ajar! Ternyata di balik kelembutan si-
kapmu selama ini, tersimpan jiwa pengkhianat!"
"Diaaammm!" bentak Jaya Lantung keras dan
arahkan pandangan lagi pada Manusia Muka Kucing,
"Urusan gadis ini dengan mudah akan kuselesaikan!
Katakan, di mana Iblis Segala Amarah berada" Aku in-
gin segera mengabdi padanya!!"
Manusia Muka Kucing yang merasa mendapat
pengikut yang cukup tangguh terbahak-bahak kemba-
li. "Kau benar-benar dapat pergunakan otakmu dengan cerdik! Ya, orang-orang
cerdik seperti kita, sudah seharusnya selalu mempergunakan otak! Bagus! Iblis
Segala Amarah berdiam di...."


Pendekar Slebor 63 Iblis Segala Amarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Belum lagi tuntas kata-kata Manusia Muka Kuc-
ing, mendadak saja terdengar tawa keras bertalu-talu dan sesekali diiringi
gerengan yang keras pula, "Manusia Muka Kucing! Siapakah yang cerdik kalau
begini" Apakah kau tidak sadar kalau kau sesungguhnya se-
dang dibodohi pemuda itu" Dengan pujiannya yang
membuat kau melambung, kau dengan mudah mem-
buka seluruh rahasia yang kau pendam! Sungguh dis-
ayangkan sekali!!"
Bukan hanya Jaya Lantung dan Werdaningsih
yang tadi sudah berharap sekali kalau Manusia Muka
Kucing mengatakan di mana Iblis Segala Amarah bera-
da yang terkejut, lelaki berparas kucing itu sendiri segera balikkan tubuh.
Sepasang matanya yang memerah perhatikan se-
kelilingnya. "Suaranya... ya, suaranya sangat akrab di telingaku. Suara yang sekian lama tak
pernah lagi terdengar di telingaku. Suara..." Memutus kata batinnya sendiri,
mendadak lelaki berparas kucing ini putar tubuh kembali. Pandangannya sengit dan
menusuk pada Jaya
Lantung dan Werdaningsih.
Kejap kemudian terdengar bentakannya, "Jaha-
nam keparat! Kau berhasil memancingku untuk mem-
buka tabir semua ini! Keparat! Akan kurobek-robek
mulut kalian!!"
Sebelum lelaki berparas kucing ini lancarkan se-
rangan, terdengar lagi satu suara diiringi satu desir angin yang kuat, "Kau
sadar sekarang, kalau dirimulah yang bodoh!!"
Habis suara itu terdengar, desir angin kuat tadi
berhenti. Lalu nampaklah satu sosok tubuh tinggi be-
sar berpakaian warna kuning gading!
*** 6 "Manusia Tangan Harimau!!" desis Manusia Muka Kucing begitu mengenali siapa yang
muncul. Orang tinggi besar yang sejak tadi memperingati
Manusia Muka Kucing sekaligus menertawakan kebo-
dohannya yang memang Manusia Tangan Harimau
adanya, pentangkan seringaian. Wajahnya yang dipe-
nuhi jerawat memerah makin nampak mengerikan.
"Apa kabarmu, Manusia Muka Kucing" Sekian ta-
hun tak berjumpa, kau ternyata telah menjelmakan di-
rimu menjadi orang bodoh! Satu hal yang kusesali,
mengapa kau melupakanku untuk tidak mengajakku
bersama-sama menikmati kesenangan ini"!"
Mendengus gusar Manusia Muka Kucing menden-
gar ucapan orang. Lebih gusar lagi menyadari kalau
dia telah termakan ucapan Jaya Lantung.
"Kita tunda pembicaraan itu! Aku ingin mengirim nyawa kedua manusia celaka ini
ke akhirat!!"
Kejap berikutnya, mendadak saja lelaki berparas
kucing ini menerjang ke depan. Kesepuluh jari jema-
rinya yang dihiasi kuku-kuku runcing serta dihuni
oleh racun yang sangat ganas, mengembang. Yang ka-
nan siap mencabik-cabik wajah Jaya Lantung semen-
tara yang kiri siap merobek wajah Werdaningsih.
Kedua murid mendiang Malaikat Keadilan yang
sadar kalau bahaya telah datang, segera bertindak sigap. Serentak masing-masing
orang membuang tubuh
ke samping kanan dan kiri. Bersamaan dengan itu,
langsung lepaskan jurus 'Tebar Cahaya Maut'.
Serta-merta empat buah cahaya bening yang ke-
luarkan suara menggemuruh menderu mengerikan ke
arah Manusia Muka Kucing.
Yang diserang serentak kertakkan rahangnya.
Menyusul dengan gerakan sangat cepat Manusia Muka
Kucing meluruk ke depan setelah lakukan gerakan se-
perti menerkam dan secara tak langsung melompati
labrakan empat cahaya bening mengerikan itu.
Tangan kanan kirinya kembali bergerak cepat.
"Awas, Werda!!" seru Jaya Lantung sambil dorong adik seperguruannya ke samping
kanan. Lalu dengan
cepat dia lancarkan tendangan kaki kanan yang
menghantam tangan kiri Manusia Muka Kucing yang
tadi mengarah pada Werdaningsih.
Menyusul dengan pijakan kuat pada tanah dan
tubuh sedikit dibungkukkan, tangan kanannya dido-
rong. Serta-merta mencelat cahaya bening ke dada
Manusia Muka Kucing.
Bukan buatan geramnya lelaki berparas kucing
itu. Terutama begitu mendengar ejekan Manusia Tan-
gan Harimau, "Tak kusangka! Selain kau telah menjadi bodoh, kemampuanmu pun tak
seberapa maju! Sungguh mengherankan bila orang berjuluk Iblis Segala
Amarah mau mempergunakanmu! Dan terlalu som-
bong kau tak mengajakku serta!!"
"Setan terkutuk!!" maki Manusia Muka Kucing dan lakukan satu gerakan yang
menakjubkan. Karena
secara mendadak dikibaskan tangan kirinya.
Wussss!! Hamparan angin berjarak dekat karena sosok
Jaya Lantung begitu dekat dengannya menggebrak.
Memutus cahaya bening yang dilepaskan oleh pemuda
tampan itu. Namun hamparan angin itu terus menderu
siap menghantam dada Jaya Lantung.
Memekik tertahan Jaya Lantung yang tak me-
nyangka kalau lawan akan lakukan papakan serangan
dari jarak sedemikian dekat. Yang bisa dilakukannya
hanya mencoba membuang tubuh ke samping kanan.
Karena jarak yang begitu dekat, mau tak mau tangan
kirinya harus terserempet hamparan angin itu.
"Aaakhhhh!!" memekik keras salah seorang murid Malaikat Keadilan ini sambil
tekap tangan kirinya.
Bila saja Werdaningsih tidak bertindak cepat, su-
dah tentu tubuh Jaya Lantung akan tersungkur.
"Kakang...," desisnya.
"Werda... tinggalkan tempat ini! Cepat!!" seru Jaya Lantung seraya berusaha
tegak kembali. "Jangan sampai kita mati konyol di sini!"
"Tidak! Apa pun yang terjadi, kita akan mengha-
dapinya bersama-sama, Kang Jaya!"
"Jangan berlaku konyol! Kalau kita sama-sama
tewas, tak ada lagi yang akan membantu Kang Arya!
Cepat, Werda! Aku akan menyerang manusia celaka
itu dan kau pergunakan kesempatan itu untuk melari-
kan diri!"
"Tidak, Kang Jaya!" sahut Werdaningsih keras kepala. Malah kedua tangannya telah
pancarkan cahaya
bening tanda dia kembali keluarkan jurus 'Tebar Ca-
haya Maut'. Jaya Lantung yang sadar kali ini mereka tak akan
bisa meloloskan diri berkata dalam hati, "Tidak! Aku tidak boleh mencelakakan
Werdaningsih! Tak akan
pernah kumaafkan diriku setelah kematian Guru! Se-
baiknya, kudorong dia dan langsung kuserang Manu-
sia Muka Kucing!"
Berpikir demikian, mendadak saja pemuda yang di
pinggangnya melilit angkin hitam ini mendorong tubuh Werdaningsih. Bersamaan
sosok si gadis tersuruk ke
samping, Jaya Lantung sudah mencelat ke depan den-
gan mendorong kedua tangannya yang kontan melesat
dua cahaya bening. Menyusul dia gerakkan kedua tan-
gannya membentuk jotosan.
Di tempatnya, Manusia Muka Kucing cuma men-
dengus. Mendadak saja dia miringkan tubuh. Lalu
dengan cepat kedua tangannya yang telah membentuk
cakar bergerak, siap mencakar kedua lengan Jaya Lan-
tung. Sulit bagi Jaya Lantung untuk tarik pulang jotosannya. Dia hanya coba
tekuk untuk hindari samba-
ran cakar itu. Namun gerakan yang dilakukan oleh
Manusia Muka Kucing merupakan serangan susul me-
nyusul. Diiringi teriakan mengguntur, mendadak saja ke-
dua tangannya telah berada di balik punggung Jaya
Lantung dan siap mencakar.
Namun sebelum punggung si pemuda tercabik-
cabik, mendadak saja dua cahaya bening sudah men-
deru halangi niat Manusia Muka Kucing. Berteriak ge-
ram lelaki ini sambil melompat dengan cara memben-
tuk bayang lebih dulu.
Begitu kedua tangannya menyentuh tanah, tu-
buhnya meluruk dengan kaki mendahului ke arah
Werdaningsih. Ganti si gadis yang terkejut dan segera memapaki dengan kedua
tangannya. Akan tetapi, kedua cakar yang siap dihujamkan
Manusia Muka Kucing jelas tak akan dapat dihindari.
"Werdaaaa!" seru Jaya Lantung panik. Untuk membantu pun tak mungkin. Karena
selain jaraknya
cukup jauh, kedua cakar Manusia Muka Kucing sudah
begitu dekat dengan Werdaningsih.
Akan tetapi, keanehan terjadi. Karena mendadak
saja terlihat tubuh Manusia Muka Kucing bersalto ke
belakang. Bukan hanya Jaya Lantung dan Werdaningsih
yang terkejut sekaligus dapat menarik napas lega, Manusia Tangan Harimau yang
tadi tersenyum melihat
gerakan yang dilakukan Manusia Muka Kucing pun
terkesiap kaget.
"Gila!! Apa-apaan manusia itu mengurungkan
niatnya"!"
Namun tatkala melihat tangan kanan Manusia
Muka Kucing nampak bergetar dengan wajah menekuk
kesakitan, sadarlah lelaki bertangan harimau itu apa yang terjadi.
Kejap berikutnya dia melompat mendekati Manu-
sia Muka Kucing.
"Ada yang datang!!" desisnya.
"Wah, wah! Kok terlambat mengetahuinya sih"
Bagaimana ini" Katanya jagoan" Kok orang ganteng
datang tidak tahu?" mendadak terdengar seruan itu dari atas sebuah pohon.
Serta-merta orang-orang yang berada di sana ang-
kat kepala. Masing-masing orang melihat satu sosok
tubuh berpakaian hijau pupus asyik duduk dengan
kedua kaki menguncang-nguncang.
"Pendekar Slebor...," desis Jaya Lantung dan Werdaningsih secara bersamaan.
Sementara terdengar teriakan geram Manusia
Muka Kucing, "Pemuda celaka! Kali ini kau tak akan kubiarkan hidup!!"
Habis kata-katanya, lelaki ini sudah melompat
dengan kedua tangan siap mencabik tubuh Pendekar
Slebor. Craakk! Craakkk!!
Dahan yang tadi diduduki pemuda urakan itu
langsung patah tercabik. Namun sosok si pemuda te-
lah lenyap dari tempatnya semula.
Bersamaan tubuh Manusia Muka Kucing sudah
berputar dan hinggap kembali di tanah terdengar se-
ruan, "Busyet! Galak amat sih" Kau kan seharusnya mencium tanganku dulu tanda
hormatmu!! Benar-benar tidak tahu sopan santun sama yang lebih tua"!"
Sementara Jaya Lantung dan Werdaningsih me-
nyingkir, Manusia Muka Kucing menggeram menden-
gar kata-kala tengik Pendekar Slebor, "Kubunuh kau!!"
Dengan gerengan keras, lelaki muka kucing ini do-
rong tangan kanan kiri ke depan.
Di tempatnya, anak muda urakan dari Lembah
Kutukan itu geleng-geleng kepala tanpa bergeser dari tempatnya.
"Benar-benar keras kepala!!" desisnya dan segera melompat begitu serangan yang
dilancarkan Manusia
Muka Kucing mendekat.
Luput serangan pertamanya, lelaki berparas kuc-
ing ini makin panas. Dia segera susulkan serangan keduanya. Kali ini siap
merobek kulit kepala Pendekar
Slebor. "Wah! Kejam amat nih!!"
Segera saja diangkat dan disilangkan kedua tan-
gannya di atas kepala.
Bukkk! Bukkk!! Dua benturan keras sekaligus terjadi. Pendekar
Slebor mundur satu tindak ke belakang. Tangan kanan
kirinya dirasakan nyeri. Sementara itu Manusia Muka
Kucing juga merasakan hal yang sama. Sesaat dia
nampak terkejut. Namun kejap berikutnya, lelaki ber-
paras kucing ini sudah menerjang kembali.
Andika kembali mendengus. Dan dia sengaja la-
kukan bentrokan.
Begitu bentrokan terjadi, Manusia Muka Kucing
langsung buka jotosannya membentuk cakar. Lang-
sung menyabet ke arah muka!
Wutttt!! Bila saja Andika tidak segera tarik kepalanya ke
belakang, bisa dipastikan wajahnya akan robek. Ber-
samaan dia tarik wajahnya, tangan kanannya segera
meluncur. Manusia Muka Kucing masih sempat hinda-
ri sergapan tangan kanan itu. Namun tangan kiri An-
dika yang telah dialiri tenaga 'Inti Petir' telak menghantam dadanya.
Dessss!! Terdengar pekikan tertahan dari lelaki berparas
kucing ini bersamaan tubuhnya terhuyung ke bela-
kang. Nampak sekali dia berusaha untuk kuasai ke-
seimbangan. Wajahnya menekuk dengan pipi men-
gembung. Kejap berikutnya, kembungan pipi itu men-
gempis dan menyentak.
Huaaakkk! Darah hitam segera keluar.
Di tempatnya Andika berkata sambil geleng-geleng
kepalanya. "Wah! Masih sih yang begini yang dijadikan anak buah oleh Iblis
Segala Amarah" Lebih baik katakan saja deh di mana lelaki jelek itu berada"!"
Manusia Muka Kucing menggeram dengan tatapan
menusuk. "Hhh! Rupanya dia sudah tahu tentang hal itu!"
Apa yang dibatinkan Jaya Lantung pun sama,
"Pendekar Slebor memang cerdik. Rupanya dia tahu siapa orang yang berada di
belakang Manusia Muka
Kucing. Tetapi, apakah dia tahu kalau Iblis Segala
Amarah menghendaki tenaga 'Inti Petir' dalam tubuh-


Pendekar Slebor 63 Iblis Segala Amarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nya?" Sementara itu Manusia Tangan Harimau yang se-
jak tadi sudah gatal untuk menyerang, tak mau me-
nunggu lebih lama. Apalagi dilihatnya sahabat la-
manya ini telah dikalahkan oleh pemuda yang di le-
hernya melilit sehelai kain bercorak catur.
Mendadak dia segera melompat ke depan. Pan-
dangannya tajam menusuk pada Pendekar Slebor.
"Aku ingin merasakan kehebatan Pendekar Slebor
yang kesohor!!" desisnya dingin.
"Wah! Aku jadi tidak enak nih dibilang kesohor!!"
"Tutup mulutmu!!"
Habis makiannya, lelaki penuh jerawat ini sudah
melompat ke depan. Satu gelombang angin menderu
mendahului terjangan Manusia Tangan Harimau.
Kaget juga Andika merasakan besarnya tenaga be-
gitu serangan itu mendekat. Kali ini dia tak mau untuk lakukan bentrokan, karena
ingin mengetahui besarnya
tenaga lawan. Manusia Tangan Harimau yang memang memiliki
kekuatan pada kedua tangannya terus lancarkan se-
rangan. Dan setiap kali dia gerakkan kedua tangan-
nya, setiap kali pula terdengar desiran serta dorongan angin yang kuat.
Zeeb! Zeeb! Andika masih tetap menghindar tanpa berusaha
membalas. Mendapati kalau serangannya belum juga menge-
nai sasaran, kegeraman semakin merajai dada Manu-
sia Tangan Harimau. Diiringi teriakan membahana, le-
laki ini terus menerjang ganas.
Hingga kemudian Andika mau tak mau memapaki
gebukan kedua tangan lawan.
Dess! Desss!! Begitu benturan terjadi, sosok Andika terhuyung
ke belakang. Pergelangan tangan hingga sikunya tera-
sa nyeri sekali. Saat diangkat, terlihat warna biru.
Sementara itu Manusia Tangan Harimau terba-
hak-bahak. "Tak seorang pun yang dapat tandingi kekuatan kedua tanganku ini! Tak terkecuali
kau, Pendekar Slebor!!"
Dasar urakan, kendati kedua tangannya dirasa-
kan nyeri, Andika menyahut tengik, "Ah, masa?"
Makin menggila kegeraman Manusia Tangan Ha-
rimau. Dia segera menyerang dengan gebrakan kedua
tangannya yang mengerikan.
Zeebb! Zeebbb! Zeeebbb!!
Sementara itu Manusia Muka Kucing yang telah
pulihkan rasa sakit pada dada dengan kerahkan tena-
ga dalamnya, sudah membantu menyerang!
Mendapati dua serangan ganas sekaligus yang di-
lancarkan masing-masing orang, sesaat Andika terke-
jut bukan alang kepalang. Pemuda dari Lembah Kutu-
kan ini mencoba mencari sela untuk masukkan seran-
gannya. Tenaga 'Inti Petir' telah dipergunakan kembali. Se-
tiap kali tangan kanan kirinya bergerak, terdengar salakan petir yang sangat
kuat. Manusia Muka Kucing yang tadi bentrokan di saat
Andika pergunakan tenaga 'Inti Petir' tak mau lagi
mengadu tangannya. Lain halnya dengan Manusia
Tangan Harimau.
Lelaki ini justru tertawa-tawa saja bila sekali wak-
tu tangannya berbenturan dengan tangan Andika.
Bahkan dengan penuh ejekan dia berkata, "Manusia Muka Kucing! Apakah tenaga itu
yang diinginkan oleh
orang yang telah menyuruhmu, hah" Benar-benar
orang bodoh Iblis Segala Amarah!!"
Kendati jengkel mendengar ucapan itu, namun
Manusia Muka Kucing tak mau buka mulut. Dia terus
gerakkan kedua cakarnya yang berkelebat-kelebat.
Di lain pihak, sambil terus menghindari setiap
gempuran kedua lawannya, Andika memaki, "Berabe!
Gebrakan Manusia Tangan Harimau rupanya lebih
dahsyat daripada yang dimiliki Manusia Muka Kucing!
Kalau sebelumnya aku penasaran ingin mengenal Ma-
nusia Muka Kucing, kali ini tujuanku adalah Iblis Segala Amarah! Apalagi secara
tidak langsung aku telah emban tugas yang diberikan Pendekar Cakra Sakti dan
Mayang Kunting!! Tetapi mengatasi keduanya pun cu-
kup sulit kulakukan! Hmmm... aku harus bertindak
cepat!!" Memikir sampai di sana, Pendekar Slebor segera
melompat ke belakang, menjaga jarak dari kedua la-
wannya. Bersamaan dengan itu, mendadak saja terli-
hat sekeliling tubuhnya dihiasi oleh pernik perak. Rupanya anak muda ini sudah
keluarkan ajian 'Guntur
Selaksa'. Melihat perubahan yang ada pada pemuda berba-
ju hijau pupus itu, Manusia Tangan Harimau dan Ma-
nusia Muka Kucing untuk sesaat saling pandang. Ke-
jap berikutnya setelah saling anggukan kepala, mas-
ing-masing orang segera menggebah ke depan disertai
tenaga dalam tinggi.
Jaya Lantung dan Werdaningsih yang menyingkir
agak menjauh pun terkejut melihat perubahan pada
diri Pendekar Slebor. Mereka yang tadi mulai cemas
melihat pemuda itu diserang habis-habisan dan siap
untuk membantu, kali ini dapat tarik napas lega.
Apalagi setelah terjadi benturan keras antara tan-
gan kanan Manusia Tangan Harimau dengan tangan
Pendekar Slebor. Terdengar salakan guntur yang san-
gat keras. Menyusul terlihat sosok Manusia Tangan
Harimau mencelat ke belakang.
Sementara Andika sendiri hanya terhuyung dua
tindak ke belakang.
Mendapati hal itu, wajah Manusia Muka Kucing
nampak berubah. "Gila! Ternyata dia memang hebat!
Hmmm... seperti yang diperintahkan Iblis Segala Ama-
rah. sebaiknya kupancing dia ke Gunung Kerambang!!"
Memutuskan demikian, lelaki berparas kucing ini
berseru, "Pendekar Slebor! Bila kau memang memiliki jiwa seorang pendekar, beri
aku waktu beberapa hari!
Dan kau kutunggu di Gunung Kerambang!!"
"Wah! Mana bisa begitu" Keenakan kau itu na-
manya! Pokoknya, aku ingin jitak kepalamu!!" sahut Andika yang diam-diam coba
cernakan apa yang di-
maksud Manusia Muka Kucing.
"Jahanam! Aku harus menjauh dari sini!!" desis Manusia Muka Kucing dalam hati.
Lalu berseru lagi,
"Ternyata kau tak memiliki jiwa seorang pendekar! Tidakkah kau lihat sendiri aku
sedang terluka dalam?"
"Terus kenapa kalau kau terluka dalam" Aku ha-
rus kasihan begitu" Enak saja! Aku ingin tahu apakah kau kasihan melihat
korbanmu yang kau bunuh?"
Sebelum Manusia Muka Kucing berkata, Manusia
Tangan Harimau yang telah berdiri tegak kendati agak goyah sudah buka mulut,
"Manusia Muka Kucing!
Ternyata kau sudah menjadi pengecut! Hhh! Pertama
kau dibodohi oleh pemuda berbaju putih itu! Sekarang kau berlaku pengecut di
hadapan pemuda ini! Ke ma-na letak keberanianmu sebenarnya, hah"!"
"Keparat! Dia muncul justru mengejekku habis-
habisan! Hhh! Peduli setan dia mau mampus atau ti-
dak" Pokoknya, aku harus memancing pemuda ini ke
Gunung Kerambang!! Tetapi... tenaga Manusia Tangan
Harimau masih dapat kupergunakan!"
Habis membatin begitu, Manusia Muka Kucing
berseru, "Baik! Kita habisi pemuda itu sekarang juga!!"
Menyusul dia segera lancarkan serangan dengan
kedua cakar mengembang siap membeset wajah Andi-
ka. Andika sendiri kali ini tak mau mundur, dia justru mencelat ke depan seraya
gerakkan tangan kanannya
yang telah terangkum ajian 'Guntur Selaksa'.
Namun Manusia Muka Kucing yang memiliki niat
lain, justru membuang tubuh ke arah Manusia Tangan
Harimau. Secepat kilat dia menyambar tubuh lelaki
berjerawat merah itu dan membawanya lari dari sana.
Anehnya, Andika tidak mengejar. Bahkan dia me-
nahan Jaya Lantung dan Werdaningsih yang sudah
berkelebat. "Biarkan mereka!"
"Kenapa?" tanya Jaya Lantung. Kali ini suaranya tidak segarang biasanya bila
bertemu dengan Andika
yang semula diduga sebagai antek dari Manusia Muka
Kucing. Andika garuk-garuk kepalanya dulu sebelum men-
jawab, "Aku tahu apa maksudnya menantangku di
Gunung Kerambang. Dugaanku, di sanalah Iblis Sega-
la Amarah berdiam. Bila kita mengikutinya, kemung-
kinan besar dia akan membawa kita ke arah yang sa-
lah dan bisa-bisa menjebak pula. Kalian paham mak-
sudku?" Jaya Lantung dan Werdaningsih sama-sama ang-
gukkan kepala. Diam-diam mereka kagum dengan ke-
cerdikan pemuda tampan namun urakan ini.
"Sekarang... kalian lebih baik beristirahat dulu.
Biar aku yang menyusul kedua orang itu."
Habis kata-katanya, anak muda pewaris ilmu
Pendekar Lembah Kutukan ini segera berlari ke arah
perginya Manusia Muka Kucing dan Manusia Tangan
Harimau. Tinggal Jaya Lantung dan Werdaningsih yang sa-
ma-sama tarik napas. Lalu duduk bersemadi untuk
pulihkan tenaga.
*** 7 "Mengapa kau justru melarikan diri, hah"!" membentak Manusia Tangan Harimau
begitu mulai berada
dalam jarak lima belas tombak dari Gunung Keram-
bang. Manusia Muka Kucing mendengus. Sambil terus
berlari dia menyahut, "Aku diperintah oleh Iblis Segala
Amarah untuk memancing Pendekar Slebor!" Lalu lan-jutnya dalam hati, "Tak
kusangka kalau pemuda itu memiliki kesaktian tinggi. Pupus sudah niatku untuk
menyerap lebih dulu tenaga 'Inti Petir' sebelum dilakukan Iblis Segala Amarah!"
"Bodoh! Bukankah lebih baik dibunuh saja"!"
"Justru kau yang bodoh!" balas Manusia Muka Kucing mangkel. "Bila kita
membunuhnya, sudah tentu Iblis Segala Amarah yang akan membunuh kita!!"
"Hhh! Dia masih membutuhkan tenaga 'Inti Petir'
yang ada pada Pendekar Slebor! Sementara tadi, aku
masih dapat menandingi pemuda itu! Apakah kau ti-
dak berpikir kalau Iblis Segala Amarah tak mempunyai ilmu yang diandalkan?"
"Bila dia tak punya ilmu yang diandalkan, tak
mungkin dia dapat jatuhkan aku hanya tiga gebra-
kan!!" sahut Manusia Muka Kucing menindih dongkol-nya. Lagi-lagi sambungnya
dalam hati, "Sudah lama kurencanakan untuk lepas dari tangan Iblis Segala
Amarah! Tetapi aku belum terlalu bodoh karena tak
memiliki sesuatu yang lebih kuandalkan untuk menga-
tasi sepak terjangnya!"
"Berarti... kau tak maju-maju dalam soal kepan-
daian!" "Terkutuk! Ucapannya benar-benar bikin aku
muak! Bila saja dia tak pernah bergabung denganku
dulu dan bukan kambrat dekatku, sudah kubunuh
sekarang juga!!"
Habis membatin geram begitu, Manusia Muka
Kucing berkata, "Sekarang ini kau jangan banyak tanya! Ingat, bila Iblis Segala
Amarah berhasil mendapatkan tenaga 'Inti Petir' dari tubuh Pendekar Slebor,
berarti hidup kita akan terjamin. Apakah kau sekarang mengatakan kalau aku tidak
mengajakmu, hah"!"
Ganti Manusia Tangan Harimau yang memaki-
maki dalam hati. Dadanya masih dirasakan nyeri aki-
bat hantaman Pendekar Slebor. Dan hal itu membuat-
nya amat geram dan rasanya tak bisa berdiam diri le-
bih lama. Akan tetapi, dia juga tertarik dengan rencana yang
dikatakan Manusia Muka Kucing. Kendati kelak bera-
da di bawah kaki Iblis Segala Amarah, bukankah sega-
la sesuatunya akan terlindungi" Dan berarti dia bebas berbuat apa saja!
Kendati demikian, di hati Manusia Tangan Hari-
mau berkata lain, "Manusia Muka Kucing seperti men-ganggap dewa pada Iblis
Segala Amarah! Kalaupun dia
dapat dikalahkan dengan mudah, sudah tentu karena
kedunguannya! Iblis Segala Amarah masih membu-
tuhkan tenaga 'Inti Petir' dan sudah barang tentu ke-kuatannya belum seberapa
karena dia belum menda-
patkan tenaga 'Inti Petir'! Dasar si Muka Kucing saja yang bodoh!"
Selagi kedua orang ini terus berkelebat, sepasang
mata yang berada di balik sebuah ranggasan semak
memperhatikan mereka tak berkedip.
"Manusia Muka Kucing. Menurut Pendekar Cakra
Sakti, Iblis Segala Amarah telah memiliki cecunguk
berjuluk Manusia Muka Kucing. Tetapi, siapakah
orang tinggi besar berjerawat itu?"
Pemilik sepasang mata yang di kepalanya berteng-
ger mahkota bersusun tiga yang dihiasi butiran mutia-ra terus mengikuti larinya
kedua orang itu dengan tatapannya.
"Pendekar Cakra Sakti memang masih sesakti du-
lu. Bahkan dia tahu kalau Iblis Segala Amarah sedang merencanakan untuk membalas
dendam dengannya.
Bahkan dia tahu kalau lelaki itu menghendaki tenaga
'Inti Petir' milik Pendekar Slebor. Sungguh luar biasa memang! Entah ilmu apa
yang dimilikinya hingga dia
mengetahui semua itu" Tetapi karena sikapnya yang
terkadang asal-asalan saja dia nampak tak memiliki
kepandaian apa-apa. Bahkan sering kali bila ditanya
dari mana dia tahu, jawabannya juga asal-asalan. Ah, terus terang, bila saja aku
tak pernah berjumpa dengan Pendekar Cakra Sakti, hingga hari ini tentunya
aku masih berkubang dalam kesesatan!"
Perempuan jelita yang sesungguhnya berusia lan-
jut ini menarik napas pelan. Dan mendadak saja ke-
ningnya berkerut, tatkala dilihatnya dua orang itu hentikan lari di hadapan


Pendekar Slebor 63 Iblis Segala Amarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebuah batu besar.
"Hmmm... ada apa ini" Nampaknya mereka tengah
menunggu seseorang" Padahal aku bermaksud mengi-
kuti, siapa tahu mereka akan membawaku pada Iblis
Segala Amarah. Tetapi, siapa yang mereka tunggu?"
desis si perempuan yang tak lain Ratu Hitam adanya.
Sepasang matanya tetap tak berkedip. Tangan kanan-
nya memegang sebuah tombak yang telah patah dan di
ujungnya terdapat sebuah trisula. "Hmm... sebaiknya aku mendekat saja, untuk
mengetahui apa yang mereka percakapkan...."
Dengan pergunakan ilmu peringan tubuhnya, pe-
rempuan jelita berpakaian hitam tipis hingga perli-
hatkan lekuk tubuhnya yang indah, berkelebat men-
gendap. Saat bergerak, pakaian bawahnya yang terbe-
lah hingga pangkal paha terbuka, memperlihatkan
bungkahan montok yang mulus.
Sejarak lima tombak dari samping kanannya, Ma-
nusia Tangan Harimau berkata pada Manusia Muka
Kucing, "Mengapa kau berhenti?"
"Kita tunggu kedatangan Pendekar Slebor!!"
"Hhh! Apakah kau pikir, pemuda itu akan ter-
pancing dengan tantanganmu?"
Manusia Muka Kucing langsung palingkan kepala.
Kali ini tatapannya agak menusuk. Rupanya lelaki
berparas kucing ini sudah tak kuasa lagi menahan ke-
jengkelannya pada setiap ucapan Manusia Tangan Ha-
rimau. "Tidakkah mulutmu dapat kau kunci barang seje-
nak" Ucapanmu bikin aku jengkel!!"
Manusia Tangan Harimau nampak hendak mem-
buka mulut. tetapi urung kendati tatapannya juga ta-
jam. Lalu katanya, "Baik! Aku tak akan banyak tanya lagi! Tetapi percayalah...
karena kau melupakan tentang kecerdikan pemuda itu, maka semuanya akan
berbalik memukulmu!"
"Itu urusanku!!" sentak Manusia Muka Kucing geram. "Tangan Harimau! Bila kau
ingin bergabung denganku, turuti semua yang kukatakan! Toh aku tak
akan menjerumuskanmu!!"
"Mereka rupanya sedang menunggu Pendekar Sle-
bor. Tentunya pemuda itu telah bertemu dengan kedu-
anya. Manusia Tangan Harimau... tak pelak lagi kalau dia memang kambrat dari
Manusia Muka Kucing. Tetapi yang kutuju bukan mereka, melainkan Iblis Segala
Amarah. Bila aku keluar saat ini, sudah tentu aku tidak akan tahu apa yang akan
mereka rencanakan. Se-
baiknya kutunggu saja...."
Di depan sana, dua manusia sesat itu sama-sama
tutup mulut. Angin malam berhembus dingin. Bila saja saat ini bulan tidak
bersinar penuh, dapat dipastikan kalau kegelapan semata yang terlihat.
Waktu terus melangkah kendati lambat namun
pasti. Suara hewan-hewan malam cukup meramaikan
tanah di sekitar Gunung Kerambang.
Wajah Manusia Muka Kucing menekuk dalam.
Mata merahnya berputar ke sana kemari. Rasa tak sa-
bar mulai menggayuti hatinya. Sementara Manusia
Tangan Harimau hanya terdiam walau sesekali terden-
gar dengusannya.
Tepat rembulan sudah berada tegak lurus dengan
kepala, nampak satu sosok tubuh berkelebat cepat
mendekati keduanya. Masing-masing orang segera ma-
ju satu langkah dengan wajah tegang. Begitu bayangan tadi semakin mendekat,
terdengar dengusan Manusia
Muka Kucing, "Kaki Kilat!!"
Manusia Tangan Harimau sejenak arahkan pan-
dangannya pada lelaki berparas kucing itu. Kejap berikutnya, arahkan pandangan
pada lelaki berpakaian
merah-merah yang semakin mendekat dengan kening
berkerut. Sementara itu dari balik ranggasan semak belu-
kar, Ratu Hitam mendesis, "Datang lagi cecunguk yang harus dibinasakan. Apakah
dia termasuk yang sedang
ditunggu oleh kedua manusia itu?"
Lelaki berpakaian merah yang muncul dengan tu-
buh agak terhuyung, langsung rangkapkan kedua tan-
gannya di depan dada. Dengan kepala agak ditunduk-
kan dia berkata, "Ketua!"
Manusia Muka Kucing menggeram dingin.
"Mengapa kau ke sini, hah"!!"
Sesaat nampak lelaki berkumis tebal itu tak bera-
ni angkat kepala. Lalu perlahan-lahan dia angkat ke-
palanya seraya berkata, "Ketua... aku telah berjumpa dengan orang yang Ketua
cari! Pendekar Slebor!"
"Sial!" bentak Manusia Muka Kucing. Karena dia langsung menduga, kalau pertemuan
Kaki Kilat dengan Pendekar Slebor sebelum dia sendiri berjumpa
dengan pemuda itu. Berarti, tak ada berita yang menarik. Sambil gerakkan
tangannya ke atas, lelaki yang
tingginya hanya sebahu ini membentak keras hingga
kumis jarangnya bergetar, "Pergi dari sini!!"
"Tetapi..."
"Jahanam terkutuk! Apakah kau sudah ingin
mampus, hah"!" bentak Manusia Muka Kucing geram.
Manusia Tangan Harimau berkata sambil lipat ke-
dua tangan penuh bulunya di dada, "Manusia semacam ini, nampaknya lebih baik
dibunuh! Aku melihat
kelicikan dan keculasan pada wajah buruknya!!"
Manusia Muka Kucing yang mendongkol karena
yang datang justru bukan orang yang sedang ditung-
gunya, mengangguk-angguk seraya berkata tak ubah-
nya desisan belaka, "Kau benar! Manusia seperti dia memang layak untuk mampus!"
Mendengar kata-kata itu, lelaki berkumis tebal
dengan luka di pipi kanan cepat-cepat mengangkat ke-
dua tangannya. "Ketua... ada berita yang hendak kusampaikan
kepadamu...," katanya terburu-buru.
Wajah Manusia Muka Kucing sesaat menyiratkan
keingintahuan. Namun hanya sesaat, karena di saat
lain dia kembali menggeram, "Peduli setan dengan apa yang kau hendak sampaikan!
Mampuslah!!"
"Pendekar Slebor sedang menuju ke sini, Ketua!!"
seru Kaki Kilat terburu-buru. Wajahnya sedemikian
pias. Mendengar kata-kata lelaki itu, tangan kanan Manusia Muka Kucing yang tadi
terangkat, terhenti, lalu lamat-lamat diturunkan.
Melihat Manusia Muka Kucing urungkan niat, Ka-
ki Kilat buru-buru berkata setelah melirik geram pada Manusia Tangan Harimau,
"Ketika aku menuju ke sini, kulihat Pendekar Slebor sedang celingukan di sebuah
tempat. Nampaknya dia tengah memperkirakan jalan
mana yang harus ditempuh untuk menuju ke Gunung
Kerambang ini, Ketua."
"Bodoh! Mengapa kau tidak membunuhnya?" yang keluarkan bentakan Manusia Tangan
Harimau. Mata Kaki Kilat sejenak memandang tajam. Untuk
sesaat lelaki berkumis tebal ini tak keluarkan ucapan.
Setelah mendengar hardikan Manusia Muka Kucing
barulah dia menjawab dengan arahkan pandangannya
pada lelaki yang tingginya hanya sebahu itu, "Maafkan aku, Ketua... terus
terang, aku pernah dikalahkan pemuda keparat itu. Dan hingga saat ini sebenarnya
keadaanku belum pulih benar. Sudah tentu aku tak
berani lakukan tindak bodoh untuk menghalangi niat-
nya. Dan lagi... sepertinya Ketua sedang menunggu
kehadirannya, bukan?"
Manusia Muka Kucing mendengus melihat sikap
menjilat yang diperlihatkan Kaki Kilat.
"Aku dan si Tangan Harimau saja dapat dikalah-
kan oleh pemuda itu, apalagi si Kaki Kilat! Hhh! Sudah tak sabar rasanya untuk
menanti kehadiran pemuda
celaka itu!! Hmmm... aku masih membutuhkan tenaga
Kaki Kilat kendati dia tak memiliki kepandaian yang
berarti. Namun ilmu larinya yang hebat dapat kuper-
gunakan bila suatu ketika urusan jadi mengembang
pada jalur yang tak diinginkan."
Berpikir demikian, lelaki berparas kucing ini ber-
kata, "Berapa jauh jaraknya?"
"Tak berada jauh, Ketua. Bahkan aku yakin, bila pemuda itu tak kesasar arah
dalam waktu kurang dari
sepeminuman teh dia akan segera tiba di sini!"
"Gila! Bodohnya aku ini! Betul juga yang dikatakan Kaki Kilat! Bila pemuda itu
tidak menempuh arah
yang berlainan denganku, jelas dia akan tiba di sini!
Bila tidak" Hhh! Usahaku untuk memancingnya da-
tang ke Gunung Kerambang berarti sia-sia! Tetapi pe-
duli setan! Aku akan tetap menunggunya!"
Kemudian katanya, "Pulihkan tenagamu dulu!
Aku tak ingin melihatmu hanya menjadi penghalang
saja!!" Buru-buru Kaki Kilat mengangguk-anggukkan ke-
palanya. Saat melangkah ke kiri, pandangan tajamnya
ditujukan pada Manusia Tangan Harimau. Yang dita-
tap bukan main jengkelnya, namun tak hendak turun-
kan tangan. Sementara itu, perempuan jelita yang di kepalanya
terdapat mahkota bersusun tiga membatin, "Mereka menunggu Pendekar Slebor.
Tetapi mengapa harus
menunggu di tempat ini" Apakah ada sesuatu yang di-
rencanakan mereka, terutama Manusia Muka Kucing?"
Sejenak Ratu Hitam terdiam dengan kening diker-
nyitkan. Lalu membatin lagi, "Jangan-jangan... di salah satu tempat yang ada di
sekitar gunung itulah Iblis Segala Amarah berada. Hmmm... bisa kutebak sekarang,
kalau Manusia Muka Kucing sedang mencoba me-
mancing kehadiran Pendekar Slebor. Sungguh cerdik
sekaligus licik! Biar bagaimanapun juga, Pendekar Cakra Sakti telah menugaskanku
untuk membantu Pen-
dekar Slebor! Ya, apa pun yang akan terjadi... aku
akan membantunya...."
Lalu dilihatnya Manusia Muka Kucing berkata
dengan cara berbisik-bisik pada Manusia Tangan Ha-
rimau. Menyusul terlihat keduanya terbahak-bahak.
Di tempatnya Ratu Hitam menggeram jengkel, ka-
rena dia tak mendengar apa yang dibicarakan kedua-
nya. Dan dia yakin, lelaki berpakaian merah-merah
yang sedang duduk bersemadi itu pun tak mendengar
apa yang dibicarakan oleh kedua manusia sesat itu.
*** 8 Pada saat yang bersamaan, di sebelah timur Gu-
nung Kerambang, Dewi Cadar Biru dan Arya Sempala
hentikan langkahnya. Pandangan masing-masing
orang memandang ke arah Gunung Kerambang yang
diliputi kegelapan malam.
"Arya... aku menangkap sesuatu yang tidak enak
akan terjadi di gunung itu...," terdengar suara perempuan bercadar biru tipis
yang berdiri di samping kiri Arya Sempala.
Pemuda berwajah agak kasar namun berhati lem-
but itu pun anggukkan kepala.
"Aku juga menangkap gelagat seperti itu, Bibi."
Kembali tak ada yang buka suara. Pandangan ke-
duanya tetap ditujukan ke arah Gunung Kerambang.
"Arya... sebaiknya kita segera saja ke sana...."
"Benar, Bibi. Mudah-mudahan segala teka-teki
yang ada di benak dapat terjawab...."
Kedua orang itu pun segera melangkah. Baru saja
lima langkah mereka bergerak, mendadak saja Dewi
Cadar Biru hentikan langkahnya.
Sebelum Arya Sempala ajukan tanya, dia sudah
berkata sambil palingkan kepala ke kanan, "Ada yang datang...."
Kata-kata Dewi Cadar Biru yang cukup menge-
jutkan itu membuat Arya Sempala juga menoleh ke
kanan. Mereka tak perlu menunggu terlalu lama untuk
mengetahui siapa yang datang. Karena tiga lelaki berpakaian hitam-hitam juga
telah hentikan langkah mas-
ing-masing. Di punggung salah seorang di antara me-
reka, terdapat satu sosok tubuh berpakaian merah-
merah yang nampak lemah.
Namun begitu mengetahui mengapa ketiga lelaki
berpakaian hitam-hitam itu berhenti, lelaki berpakaian merah-merah angkat kepala
dengan kedua mata terbeliak.
"Celaka!" desisnya. "Dewi Cadar Biru dan Arya Sempala!!"
Arya Sempala yang melihat wajah lelaki berpa-
kaian merah-merah itu langsung melompat tiga tindak
ke muka disertai bentakan, "Kaki Kilat!!"
Lelaki berkumis tebal itu berkata pada orang yang
menggendongnya, "Menghindar! Sementara kalian ber-dua, hadang manusia-manusia
itu!!" Mendengar perintahnya, dua lelaki berpakaian hi-
tam-hitam berwajah bengis segera melompat dengan
pandangan menusuk. Sementara yang menggendong
lelaki berpakaian merah-merah sudah berbalik.
Namun langkahnya langsung terhenti, karena
mendadak saja Arya Sempala sudah berada di hada-
pannya. "Kau tak akan bisa melarikan diri, Kaki Kilat! Ke-kejamanmu harus dituntaskan
hari ini!!"
Wajah Kaki Kilat nampak memucat. Sesaat nam-
pak dia gugup sebelum berbisik, "Turunkan aku! Kau hajar dia!!"
Lelaki berpakaian hitam-hitam yang menggen-
dongnya, segera menurunkan sosoknya. Kejap beri-
kutnya dia sudah lancarkan serangan pada Arya Sem-
pala. Sementara itu, dua orang berpakaian hitam-hitam lainnya yang mencoba
membantu, langsung dihadang
oleh Dewi Cadar Biru.
"Kalian manusia-manusia sesat yang tak pernah
mau hentikan sepak terjang dungu kalian! Rasanya...
terpaksa aku harus membungkam kalian selamanya!!"
Yang berwajah lonjong menggeram, "Jangan ba-
nyak omong! Kau belum mengetahui siapa kami!!"
Habis bentakannya, dia sudah menerjang ganas.
Menyusul temannya lancarkan tendangan lurus.
Dewi Cadar Biru keluarkan dengusan dingin. Tan-
pa hindari serangan keduanya, dia sudah menerjang
pula. Dan sudah tentu kedua cecoro itu bukanlah tan-
dingan perempuan bercadar biru. Maka hanya dua ge-
brakan saja keduanya dapat dilumpuhkan. Yang seo-
rang patah kedua kakinya, sementara yang seorang la-


Pendekar Slebor 63 Iblis Segala Amarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gi patah kedua tangannya.
Masing-masing orang mengerang kesakitan dan
akhirnya jatuh pingsan.
Sementara itu, kendati membutuhkan waktu lebih
dari yang dibutuhkan Dewi Cadar Biru, Arya Sempala
pun akhirnya melumpuhkan lawannya yang tergolek
dengan kepala pecah. Pemuda ini sebenarnya bukan-
lah orang yang kejam, namun karena dia merasa orang
semacam lawannya ini hidup hanya akan menimbul-
kan bibit penyakit, maka dia terpaksa membunuh.
"Hhhh! Manusia-manusia tak berguna!" dengusnya. Kejap itu pula pandangannya
diarahkan pada Ka-
ki Kilat yang tengah beringsut mundur.
"Manusia celaka! Kau pun harus mampus!!" geram Arya Sempala keras sambil
mengangkat tangan kanannya yang mendadak keluarkan cahaya bening.
"Tunggu, Arya!" tahan Dewi Cadar Biru seraya mendekat. Dengan pandangan tak
kalah geramnya dia
berkata pada Kaki Kilat, "Manusia celaka! Siapakah orang yang berada di balik
semua kekejaman ini,
hah"!!"
Wajah lelaki kejam itu nampak sedemikian pucat.
Dadanya berdegup keras dengan kengerian yang men-
jadi-jadi. Namun kejap kemudian lelaki ini justru
sunggingkan seringaiannya. Disusul dengan kata-kata
agak terengah, "Mengapa kau menahan pemuda itu
membunuhku, hah" Apakah kau akan merasa berdosa
bila membunuhku"!"
"Terkutuk! Membunuh seratus orang seperti kau
aku sama sekali tak pernah merasa berdosa!"
"Mengapa kau tak membunuhku, hah"!"
"Manusia ini benar-benar licik! Tetapi cukup
mengherankan, bagaimana dia bisa terluka seperti itu"
Siapa yang telah menghajarnya" Dan nampaknya...
kendati dia masih dapat hidup, namun tak memiliki
lagi kemampuan untuk bertarung. Ilmunya jelas sudah
punah." Habis membatin begitu, dengan menindih rasa ge-
ramnya, Dewi Cadar Biru berkata, "Melihat keadaanmu... nampaknya kau tak akan
bisa hidup lebih lama!"
"Lantas mengapa bila aku tak dapat hidup lebih
lama" Apakah kau akan mengobatiku?" ejek Kaki Kilat.
Namun di luar dugaannya, Dewi Cadar Biru justru
anggukkan kepalanya. Sudah tentu sikap yang diperli-
hatkan perempuan berpakaian serba biru ini membuat
Arya Sempala seketika palingkan kepala.
Pemuda yang sejak tadi sudah tak sabar untuk
membunuh Kaki Kilat berkata, "Bibi! Apa maksud, Bi-bi?" Dewi Cadar Biru tak
hiraukan pertanyaan itu. Dia berkata pada Kaki Kilat, "Tetapi tentunya... aku
mengajukan syarat sebelum kau kusembuhkan."
"Hhhh! Kau hendak memancing di air tenang ru-
panya, Dewi Cadar Biru! Bunuh aku! Bunuh seka-
rang!!" seru Kaki Kilat dengan suara keras, namun bi-birnya sunggingkan
seringaian. Dewi Cadar Biru tak hiraukan kata-kata orang.
Dia terus berkata-kata, "Pertama... katakan padaku, siapa yang telah melukaimu
seperti ini" Kedua... katakan siapa orang yang berada di balik Manusia Muka
Kucing" Ketiga... katakan apa rencana yang telah disusun oleh orang di balik
Manusia Muka Kucing?"
Kaki Kilat terdiam dengan pandangan menyipit.
Diam-diam dia membatin, "Hmmm... nampaknya Dewi
Cadar Biru memang tak menginginkan nyawaku. Ba-
gus! Tak akan kukatakan apa yang dimintanya. Karena
aku yakin, perempuan ini tetap akan mengobatiku.
Hahaha... begitu bodohnya orang-orang golongan lu-
rus. Selalu mengandalkan nurani dan belas kasihan
pada sesama. Baiknya, kuatur rencana ini."
Lalu serunya, "Hhh! Ketiga pertanyaan itu ten-
tunya dapat kujawab dengan mudah! Tetapi aku pun
mengajukan syarat! Sembuhkan aku sekarang juga...
baru kukatakan apa yang kau tanyakan?"
Dewi Cadar Biru tersenyum dan diam-diam berka-
ta dalam hati, "Licik! Lelaki seperti dia memang tak perlu ku kasihani. Tetapi
aku membutuhkan jawaban
dari ketiga pertanyaanku tadi. Bila sudah kudapatkan, tak akan kuampuni lelaki
ini. Tetapi dia memang cerdik sekaligus licik. Hmmm, aku juga akan memainkan
peranan ku...."
Sambil tersenyum, perempuan bercadar biru tipis
ini berkata, "Kaki Kilat... karena aku membutuhkan jawaban itu maka kau tidak
akan kubunuh. Tetapi bila aku tak membutuhkan, sudah tentu kau akan kubunuh!"
"Mengapa kau tidak segera membunuhku, hah?"
sentak Kaki Kilat kendati sesaat sempat terkejut mendengar kata-kata si
perempuan. Setelah dikalahkan Pendekar Slebor, secara tidak
sengaja Kaki Kilat yang ilmunya telah lumpuh keda-
tangan tiga orang anak buahnya yang berpakaian hi-
tam-hitam. Lelaki ini memang mempunyai lima belas
anak bu-ah. Lima orang tewas di tangan ketiga murid
mendiang Malaikat Keadilan. Lima orang lagi di tangan Manusia Muka Kucing dan
dua orang lagi tewas di
tangannya sendiri.
Kaki Kilat saat ini sebenarnya hendak menuju ke
Gunung Kerambang. Karena baginya, tempat itulah sa-
tu-satunya yang aman (Baca : "Manusia Muka Kuc-
ing"). Namun tanpa disangkanya, dia harus bertemu dengan Dewi Cadar Biru dan
Arya Sempala. Kaki Kilat yang menghendaki agar tiba di Gunung
Kerambang dalam keadaan selamat berkata setelah
melihat Dewi Cadar Biru terdiam, "Mengapa kau tak melakukannya, hah" Hahaha...
kau tak akan membunuhku, Dewi Cadar Biru!!"
"Bibi! Bunuh saja manusia keparat ini!!"
Dewi Cadar Biru menganggukkan kepalanya. "Kau
benar, Arya. Memang, manusia ini tak akan pernah
menjadi baik! Tak ada salahnya bila dia kubunuh!"
"Kau hanya menggertak, Dewi Cadar Biru! Kau
membutuhkan jawaban atas pertanyaan-
pertanyaanmu!!"
"Kau salah, Kaki Kilat! Karena akulah yang akan menjawab pertanyaan Bibi Dewi
Cadar Biru!" terdengar seruan keras itu disusul munculnya dua sosok tubuh
di hadapan masing-masing orang.
Menyusul terdengar suara seorang gadis. "Bibi....
Kang Arya... apa kabar?"
Wajah Arya Sempala yang tadi tertekuk, kali ini
terpentang cerah.
"Werdaningsih! Jaya Lantung!!"
Kedua orang yang baru datang itu memang Wer-
daningsih dan Jaya Lantung. Jaya Lantung segera
Misteri Selendang Biru 1 Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H Dendam Iblis Seribu Wajah 4
^