Pencarian

Manusia Laba Laba 2

Pendekar Slebor 42 Manusia Laba-laba Bagian 2


Lembah yang kalau malam sangat mengerikan itu, kini pun diterangi cahaya sang
Raja Siang yang siap mengedar.
Asti terbangun ketika dirasakannya belai angin
sejuk menerpa wajahnya. Telinganya menangkap suara burung menyambut pagi.
"Oh!" desisnya pelan.
Mata si gadis beredar ke sekelilingnya. Baru
disadarinya lembah itu begitu hijau. Tetapi menurut ingatannya, kalau tak salah
dia berada di tepi lembah.
Karena, tubuhnya hampir terperosok kemarin. Lalu, mengapa kini berada agak jauh
dari lembah itu" Bahkan berada di antara pepohonan yang rimbun.
"Apakah aku semalam sewaktu tidur mengigau
dan berjalan" Oh! Untung sekali aku tidak berjalan ke arah lembah itu," desah si
gadis, bergidik membayangkan apa yang akan terjadi.
Tiba-tiba Asti teringat lagi akan Walengkeng yang begitu mengerikan. Teringat
akan hal itu, tiba-tiba saja dia bergegas bangkit.
"Aku harus segera meninggalkan tempat ini!"
gumamnya dengan mata memandang cemas. Namun baru saja hendak melangkah....
"Nah! Sudah bangun rupanya" Hei! Tidurmu
nyenyak sekali, ya?"
Gadis cantik itu seketika menoleh. Tampak satu
sosok tubuh tampan berpakaian hijau pupus sedang melangkah ke arahnya. Di
tangannya terdapat beberapa ekor burung yang baru saja diburunya.
Karena saat ini masih dicekam rasa cemas, tanpa
sadar Asti segera melarikan diri.
"Hei!" seru pemuda berpakaian hijau pupus yang tak lain Andika alias Pendekar
Slebor. Memang si pemuda urakan itu yang menemukan
Asti saat tertidur kemarin menjelang malam, dan
memindahkannya di tempat aman. Andika yang masih mencari orang kejam yang
berjuluk Manusia Laba-laba tak sengaja tiba di lembah itu kemarin.
Dan sekarang Pendekar Slebor melihat Asti lari
bagai melihat setan. Hanya sekali lompat dengan pencalan satu kaki, Pendekar
Slebor sudah melesat dan hinggap di depan gadis itu.
Asti tersentak. Wajahnya bertambah pucat. Se-
pasang matanya yang bagus bergerak liar bagai kelinci terjebak oleh ular yang
siap memangsa. "Hei, tenang dong! Aku bukan setan. Apa
tampangku yang ganteng ini persis setan?" ujar Andika.
Asti mundur dua langkah dengan hati kebat-kebit.
"Si.., siapa kau?"
Andika tersenyum.
"Nah, begitu lebih baik" Masa' sih sudah kutolong main kabur saja! Kau lihat
sendiri bukan, kedua kakiku menginjak tanah" Berarti, aku bukan setan. Sudahlah,
tidak usah takut padaku. Namaku Andika.... . . . . Kau sendiri siapa?"
Asti tak segera menjawab. Keningnya berkerut
memikirkan siapa pemuda yang berada di hadapannya ini"
"Bingung, ya. Kalau bingung pegangan. Nanti jatuh, lho!" goda Andika, mulai
timbul sifat urakannya.
Melihat hal itu, Asti yang pada dasarnya memiliki sifat riang jadi tertawa.
"Siapa namamu?" ulang si pemuda.
Naluri gadis itu mengatakan, pemuda gagah
namun sikapnya seperti urakan ini bukanlah orang ja-hat.
"Namaku..., Asti," sahut si gadis, mulai reda rasa takutnya."Asti.... Nama yang
cocok. Kau pasti belum makan, ya" Bagaimana kalau daging burung ini buat
menyumpal perut?" Sambil berkata, alis mata sayap elang Pendekar Slebor
terungkit-ungkit.
Asti yang memang sejak tadi kelaparan terpancing untuk mengiyakan. Tentu saja
tawaran itu tak ingin dilewatkan.
*** Meskipun sudah akrab, namun kecurigaan pada
Andika masih singgah di hati Asti. Apalagi ketika Andika bertanya tentang
keberadaannya di sini.
Sejenak Asti menghentikan makannya. Jangan-
jangan, pemuda ini adalah orang suruhan Walengkeng untuk membujuknya" Begitu
hati cemasnya berkata.
Andika menyadari kalau gadis itu masih mencurigainya. "E-e! Jangan curiga begitu, dong" Apakah semua orang di dunia ini berhati
jahat?" cetus Andika.
"Bukan begitu, hanya tak ingin mengalami
peristiwa mengerikan untuk kedua kalinya," sahut gadis itu sambil menatap Andika
tajam. "Peristiwa apa?"
"Aku tidak tahu, mengapa kau berada di sini. Yang pasti, aku tengah melarikan
diri dari Walengkeng?"
"Siapa Walengkeng" Aneh betul, namanya" Dan kenapa kau melarikan diri darinya?"
Asti mulai terpancing oleh pertanyaan Andika
"Walengkeng dulu pengurus kuda di rumahku.
Desa Wanasari. Tetapi lima tahun yang lalu, dia
diberhentikan oleh ayahku karena ternyata berbuat tak
senonoh padaku. Bahkan dia pun menyintaiku. Sungguh tak bisa kubayangkan bila
dia menjadi suamiku kelak. Dan aku berterima kasih pada Ayah yang memecatnya.
Lalu tahu-tahu, aku sudah berada di hutan sebelah timur sana bersama Walengkeng.
Meskipun ketakutan bersamanya, namun aku masih mencoba untuk bertahan. Hanya
saja, dia mengatakan kalau kedua orangtuaku sudah mati dibunuh oleh seseorang
yang tak dikenal. Namun, dia melarangku untuk kembali ke Desa Wanasari sampai
aku pernah mencoba untuk melarikan diri Dan...."
"Sudahlah, Asti.... Kedua orangtuamu memang sudah meninggal. Manusia yang...."
"Hei" Bagaimana kau tahu siapa aku?" desis Asti heran, seperti baru sadar kalau
dijebak Andika.
Andika cuma tersenyum. Diceritakannya apa yang
diketahuinya. Dan perlahan-lahan dia melihat bagaimana gadis
itu menundukkan kepalanya dengan napas
tersendat. Butiran air mata mengalir Iembut di pipi halusnya."Semuanya sudah
terjadi, Asti. Dan kau harus merelakan kepergian kedua orang tuamu. Karena walau
kau menangis sambil nungging pun, kedua orang tuamu tak akan kembali."
Mendengar kata-kata Andika, gadis itu menghentikan tangisnya.
"Aku mengerti, Kang Andika."
Andika memegang tangan putri Karna Wijaya
dengan lembut. "Ceritakanlah apa yang terjadi kemudian," ujarnya kemudian.
Asti pun menceritakan seluruh yang dialaminya.
Setelah selesai bercerita, Andika mengangguk-ang-gukkan kepala dengan tangan
terkepal. "Kau yakin orang-orang itu mengatakan dirinya sisa dari anggota Sembilan Iblis?"
Asti mengangguk.
"Kalau begitu, lawan yang kita hadapi bukan hanya
orang yang berjuluk Manusia Laba-laba. Tetapi, juga manusia-manusia dari anggota
Sembilan Iblis itu."
"Siapa mereka sebenarnya?" tanya Asti kini mulai merasa akrab dengan pemuda di
hadapannya. Andika pun menceritakan apa yang terjadi be-
berapa bulan yang lalu.
"Dan aku yakin, mereka muncul kembali untuk menuntut balas terhadapku," gumamnya
di akhir cerita.
Gadis itu terdiam. Matanya menatap nanar pada
Andika. "Siapakah sebenarnya Kang Andika ini?"
Andika nyengir. "Aku ya aku. Asti, lebih baik kita tinggalkan tempat ini. Aku
merasa kau lebih aman bila sudah bersama-sama Banowo. Karena, di sana akan ada
yang menjagamu."
"Lalu Kang Andika hendak ke mana?"
"Aku ingin tahu, siapa orang yang berjuluk Manusia Laba-laba itu. Juga
menuntaskan urusan lama dengan anggota Sembilan Iblis."
"Kang Andika.... Apakah Walengkeng..., ah! Tidak.
Aku hanya mau mengatakan tentang perubahan matanya yang memerah itu. Bukankah
seekor laba-laba bermata merah?"
Andika tersenyum. "Aku pun memikirkan hal itu.
Tetapi. aku belum bisa memutuskan bila belum melihatnya sendiri, meskipun
menurut cerita dia
mendadak memiliki kehebatan tinggi. Sudahlah....
Lebih baik, kau mandi saja dulu. Nanti baru kuantar kau ke Desa Wanasari."
Tak lama kemudian putri almarhum Juragan Karna
Wijaya itu sudah selesai mandi. Andika berdecak kagum melihat wajah dan tubuh
Asti yang kembali segar itu.
Rambutnya yang masih basah bagai mengeluarkan bau wangi segar. Berarti, dia
memang selalu merawat rambut dan seluruh tubuhnya.
"Kenapa menatapku seperti itu, Kang Andika?"
tanya Asti sambil menggerakkan tangannya ke rambut.
Sebenarnya si gadis agak risih dipandang dengan
tatapan seperti itu. Apalagi seolah baru menyadari, kalau wajah di hadapannya
ini begitu tampan meskipun matanya yang seperti mata elang itu terkadang
bersinar jenaka.
Andika nyengir sambil menggaruk-garuk kepalanya
yang tak gatal. Malu tertangkap basah seperti itu.
"Kalau kau tidak mau dilihat, colok saja kedua mataku ini," kata Pendekar Slebor
seenaknya. "Tetapi, apakah kau tidak sayang bila wajahmu yang cantik itu tak ada
yang menikmati?" Asti mendengus.
"Tetapi tidak boleh pemuda konyol sepertimu!"
Andika tertawa.
"Kalau begitu, sebaiknya kita segera berangkat menuju Desa Wanasari. Di tempat
yang kau kenal, kau bisa meneruskan
perjalanan sendiri. Aku tak bisa mengantarmu sampai ke Desa Wanasari. Karena, aku akan
tetap memburu Manusia Laba-laba yang kukhawatirkan akan menurunkan tangan telengas pada siapa pun juga."
Gadis itu tak berkata apa-apa. Tubuhnya berbalik dan melangkah. Justru Andika
yang memberengut.
"Brengsek! Jadi geregetan aku melihatnya!"
Lalu si pemuda pun menyusul Asti yang sudah
sepuluh tombak berada di depan. Dan langkahnya berubah menjadi kelebatan cepat
ketika... "Aaaakhhhh!"
*** 7 Sekali kelebat saja, Andika sudah berada di depan Asti. Si. pemuda tak perlu
mendapatkan penjelasan lagi, apa yang menyebabkan gadis itu menjerit. Karena di
depannya, tiga sosok berwajah sangar berdiri dengan tatapan liar.
"Wah, wah...!
Kok, kalian sudah berada di sini"
Apa kabar. Kuharap kalian baik-baik saja.
Demikian pula aku. Berkat lindungan-Nya, aku...."
"Diaammm...!" bentak salah satu penghadang memenggal ocehan Pendekar Slebor yang
ngalor-ngidul. Asti yang ketakutan memegang tangan Pendekar
Slebor erat-erat. Matanya melirik cemas, karena melihat sikap Andika yang begitu
santai. Gadis ini mengenali orang-orang ini, yang sebelumnya bertarung dengan
Walengkeng. Ketiga orang yang muncul memang Iblis Baju
Sutera, Iblis Tangan Dewa, dan Iblis Kaki Seribu. Setelah menguburkan mayat
Iblis Rembulan, mereka pun bergerak menyusul Manusia Laba-laba. Dan yang
mengejutkan sekaligus menggembirakan, mereka menemukan Asti yang mengkerut di
samping Pendekar Slebor.
"Hhh! Ajal sudah ada di depan matamu, Pendekar Slebor! Jadi jangan ngoceh macam-
macam!" desis Iblis Baju Sutera.
"Nah, ini aku suka dengan kalian," gumam Pendekar Slebor.
"Jangan main-main dengan kami, Pendekar Slebor!
Kau pikir kami akan begitu saja melupakan dirimu"!"
timpal Iblis Tangan Dewa.
Mata lelaki ini menajam, menusuk masuk mata
Andika. Terdengar geramnya. Dan tahu-tahu.....
Iblis Tangan Dewa sudah membuka jurusnya.
"Hei, apa aku salah bicara?" lonjak Andika.
"Masa bodoh! Yang penting kau harus dilenyapkan!"
"Sontoloyo! Baru bertemu lagi, kau sudah bisa memastikan kalau aku bisa
dienyahkan?" Andika mendelik sejadi-jadinya jangan katakan hatinya tidak sewot.
"Sini kau!"
Andika melambaikan tangannya. Lagaknya tak
bedanya aki jompo yang berniat menjewer telinga cucu nakalnya."Heaaa...!"
Iblis Tangan Dewa menerjang. Tangan kanan dan
kirinya bergerak cepat.
Bed! Bed! Bed! .
Bunyi kibasan kencang tercipta. Dengan amat
bernafsu, Iblis Tangan Dewa hendak membelah batok kepala Pendekar Slebor saat
itu juga. Andika menyambutnya dengan gerakan melompat
ke samping. Lalu dengan pencalan satu kaki, dia melompat sambil menyambar tubuh
Asti begitu cepat. Si gadis berteriak ketakutan, karena tahu-tahu mendapatkan
dirinya berada di bawah sebuah pohon. Seketika
dipegangnya beberapa ranting pohon erat-erat dengan mata terpejam. Sementara,
tubuh Andika sudah meluruk ke tanah kembali.
Dan begitu Pendekar Slebor hinggap di tanah, kali ini Iblis Baju Sutera yang
menyerang dahsyat. Tangannya mengibas, maka angin hebat meluruk. Andika
memiringkan tubuhnya, membuat angin itu melesat di sisinya.
Drakk! Sebuah pohon langsung tumbang termakan angin
serangan Iblis Baju Sutera. Dahan bagian yang terhantam hancur. Pecahannya
berpentalan. "Nah! 'Kan luput" Kubilang juga apa...," gumam Pendekar Slebor.
Sementara Iblis Kaki Seribu yang terduduk hanya
bisa memandang gusar. Dia merasa benci pada diri sendiri karena tak bisa turun
tangan untuk membantu kedua sahabatnya. Sepasang kakinya untuk sementara tak
bisa digunakan, akibat hawa panas yang dialirkan Iblis Baju
Sutera dan Iblis Tangan Dewa ketika menolongnya
memutuskan jerat alot dari Manusia Laba-laba.


Pendekar Slebor 42 Manusia Laba-laba di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Iblis Kaki Seribu makin muak. Karena di saat
lawan yang dicari selama ini berada di hadapannya, justru dia tak mampu berbuat
apa-apa selain memperhatikan dengan rasa geram. Kedua tangannya terkepal karena
gatal untuk menghajar Pendekar Slebor yang tampak tenang-tenang saja.
"Heaa...!"
"Heaaa...!"
Para lawan makin kalap. Mereka mulai menyerang
dari segala penjuru. "Hea hea heaaaa...!"
Andika menimpalinya kendati merasa kesulitan
untuk meloloskan diri. Teriakannya malah tak ada juntrungan sama sekali.
Beberapa ekor burung di atas sebuah pohon kontan beterbangan kalang kabur.
Mungkin menyangka teriakan itu adalah angin ribut.
Pada saat yang sama, Iblis Baju Sutera tiba-tiba membentuk pusaran kuat sekali.
Sementara Iblis Tangan Dewa meluruk dengan pukulan-pukulan maut yang
mematikan. Namun begitu kedua lawan berada di udara
dengan serangan yang tinggal sejengkal lagi, pemuda itu mengenyalikan diri ke
sisi kanan. Sebelah kakinya terangkat tinggi menuju Iblis Baju Sutera.
Duk! Masih di udara. Iblis Baju Sutera merasakan
kantong menyannya nyeri hingga ke perut. Dia merasa teramat mual sekaligus
sesak. Dan dalam keadaan itu membuatnya tak mampu bertahan lagi.
Brukk! Tubuh lelaki itu jatuh berdebam menghantam
tanah. "Hati-hati nyusruk!" ejek Pendekar Slebor.
Buru-buru Iblis Baju Sutera bangkit. Meski masih merunduk-runduk sambil
memegangi kantong menyannya yang terasa hendak pecah.
dia bersikeras untuk menyerang kembali
Iblis Tangan Dewa yang melihat Pendekar Slebor
bisa menjatuhkan Iblis Baju Sutera dalam sekali gebrak jadi terkejut. Hati
kecilnya, dia mengagumi pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan yang begitu
mudah menyongsong serangan. Namun di sisi lain dia bertekad untuk melenyapkan si
pemuda. Maka pada saat menyerang, tenaganya segera ditambah berpuluh kali lipat.
"Jangan gegabah! Temanmu saja belum berhasil menjatuhkan aku!" cemooh Pendekar
Slebor. Mangkel juga Andika menghadapi orang keras kepala seperti itu.
Padahal, dia sendiri biangnya keras kepala.
Wuuttt! Membabi buta serangan Iblis Tangan Dewa
melesat ke arah Andika. Arahnya ke seluruh jaringan tubuh si pemuda urakan.
Namun Pendekar Slebor berkelit enteng. Maka tak bisa tertahan lagi karena
dorongan tenaganya sendiri, akibatnya serangan maut Iblis Tangan Dewa justru
menghajar telak tubuh Iblis Baju Sutera yang pada saat itu pula tengah membokong
Andika. Desss! "Aaakhhhh!"
Tubuh Iblis Baju Sutera seketika terlontar deras ke belakang, langsung
menghantam sebuah pohon besar hingga tumbang. Saat itu juga nyawa Iblis Baju
Sutera melayang dengan tulang iga patah tiga buah. Darah tampak mengalir dari
mulut dan hidungnya.
"Apa kubilang" Kenapa kau begitu tega membunuh teman sendiri?" kata Andika, membuat Iblis Tangan Dewa kalap bukan
main. "Setan alas! Kau harus mampus, Pendekar
Slebor!" bentak Iblis Tangan Dewa.
"Lho" Kenapa jadi sewot begitu" Bukankah kau sendiri yang membunuh temanmu?"
Rahang Iblis Tangan Dewa mengatup. Matanya
memancarkan sinar dendam dan berbahaya. Namun kini semangatnya kendor sudah.
Berdua saja, mereka tak
mampu menghadapi Pendekar Slebor. Apalagi kini
sendirian. Apalagi, Iblis Kaki Seribu tak dapat membantu.
"Lain kali kita akan berjumpa lagi, Pendekar Slebor!" desis Iblis Tangan Dewa
yang sudah putus nyalinya.
Lalu dengan perlahan lelaki ini menghampiri Iblis Kaki Seribu yang juga
menggeram marah. Diangkatnya tubuh sahabatnya itu.
"Ingat, kita akan bertemu lagi!" ulang Iblis Tangan Dewa. "Terima kasih....
Ternyata kau masih menyukaiku.
Jangan lupa kalau bertemu lagi bawa oleh-oleh. Ikan mujair kesenanganku!" sahut
Pendekar Slebor, sambil mengiringi kepergian Iblis Tangan Dewa yang membawa
Iblis Kaki Seribu, lewat sorot matanya.
82 Namun Andika teringat sesuatu.
"Hei" Kenapa mayat manusia jelek itu tidak kau bawa"!" seru Andika tiba-tiba.
Tetapi tubuh kedua manusia sesat itu telah hilang dari pandangannya.
Kini Pendekar Slebor berniat menurunkan Asti. Dia cepat melompat ke atas pohon
tempat Asti bersembunyi.
Dan wajahnya seketika kelam dengan mata terbelalak.
Karena, Asti tak ada di tempatnya!
"Alamak...!"
Andika jadi bingung bukan main. Bagaimana gadis
itu lenyap begitu cepat. Asti sama sekali tak memiliki kepandaian silat. Apalagi
ilmu meringankan tubuh. Lalu ke mana perginya gadis itu?" desisnya tak mengerti.
Diperhatikannya sekelilingnya, namun tak ada tanda-tanda di mana Asti berada.
Andika melompat turun.
"Apakah dia terjatuh dari dahan itu" Ah! Kalau terjatuh, pasti masih berada di
sekitar sini. Tetapi sekarang, mengapa tidak ada?"
Andika berpikir keras untuk memecahkan teka-teki itu.
"Pasti ada seseorang yang membawanya. Siapa dia" Ilmunya begitu tinggi karena
aku tak mendengar gerakan apa-apa yang dilakukannya."
Ketika tiba pada satu kesimpulan,
Andika melompat lagi ke dahan pohon itu. Diperhatikannya dengan seksama.
"Benar dugaanku. Pasti Manusia Laba-laba yang membawanya pergi," gumam si pemuda
sambil mera-ba dahan pohon. Di situ dia menemukan jerat halus yang alot.
"Hhh! Manusia keparat! Kau tak akan bisa melarikan diri dari tanganku!"
Setelah mengira-ngira, Andika memutuskan untuk
mengejar ke arah utara.
*** Saat itu, Asti memang kembali berada di tangan
Walengkeng alias Manusia Laba-laba.
Ketika Andika tengah berhadapan dengan tiga dari Sembilan Iblis, Manusia Laba-
laba diam-diam telah berada di tempat itu. Dan ketika Asti ditempatkan di tempat
aman, lelaki berwajah menyeramkan itu tersenyum licik. Baru saat Pendekar Slebor
bertarung, Manusia Laba-laba menyergap Asti.
Ketika mendengar Iblis Baju Sutera meneriakkan
nama 'Pendekar Slebor', Walengkeng alias Manusia Laba-laba menggeram. Namun
sejurus kemudian bibirnya
tersenyum dingin. Dia merasa lebih baik pemuda itu mampus di tangan iblis-iblis
itu! Sementara, dia sendiri mengurus putri Karna Wijaya.
Maka ketika pertarungan berlangsung Manusia
Laba-laba membawa Asti yang langsung ditotok hingga tak mampu bergerak dan
bersuara. Sraatt! "Oh, Tuhan! Walengkeng! Mengapa kau membawaku ke sini?" seru Asti begitu Walengkeng membuka totokannya. Saat ini
mereka berada di utara
hutan tempat Pendekar Slebor bertarung. Tepatnya di sebuah gua.
Walengkeng mendengus.
"Diaaam!" bentaknya keras, membuat batu-batu di atas gua itu berguguran.
Semetara aliran darah Asti bagai terhenti seketika. "Sudah beberapa hari ini aku
bersabar terhadap sikapmu, Asti. Namun sikapmu tetap tidak membuatku senang."
Tetapi..., aku. .," desis gadis itu takut-takut Kali ini si gadis
yakin kalau Walengkeng
bermaksud jahat. Jantungnya bagai berhenti berdetak ketika melihat tatapan
Walengkeng yang semerah darah.
"Aku ingin kembali ke Desa Wanasari, Walengkeng."
"Persetan dengan permintaanmu itu, Asti! Sekarang dengar baik-baik! Aku menginginkan kau menjadi istriku! Saat ini juga
kau harus menjawabnya!"
"Oh!" keluh gadis itu. "Kali ini jantungnya terasa bagai diremas oleh tangan
keras. "Aku tak suka membuang waktu sekarang! Kau
harus menjawabnya, Asti... "
Wajah pucat gadis itu nampak sekali.
"Walengkeng..., aku. ., aku. . "
"Kau harus menjawabnya iya, Asti!"
"Tetapi...."
"Setan!"
Plak! Si gadis menjerit ketika tamparan keras Walengkeng menerpa pipinya hingga seketika memerah.
Kepalanya bergoyang, dan mendadak menjadi pusing dengan mata nanar.
Mata Walengkeng semakin memerah. Bibirnya
menyeringai, membuat wajahnya semakin mengerikan.
Tangannya terjulur, membuat Asti menjerit ketakutan.
Tetapi tangan itu telah mencengkeram tangan si gadis yang merasa bagai dijepit
sebuah tang. "Perlu kau ketahui, Asti... Selama lima tahun aku
berada dalam keadaan tidak tenang dan rindu berbalur dendam. Hari ini, kau tak
akan pernah bisa kubiarkan untuk melarikan diri dari tanganku."
'Walengkeng..., aku.. . ."
"Kau harus menjawab 'iya', Asti. Aku tak mau mendengar kata 'tidak' dalam
hidupku. Terlebih lagi, dengan keinginanku yang satu itu!"
Bret! "Ogghhhkhhh!"
Pakaian di bagian dada Asti robek ketika
Walengkeng menggerakkan tangannya. Manusia bertampang setan itu terbahak-bahak begitu melihat dua bukit berkulit halus di
dada Asti. Dia menjilat ludahnya sendiri, membuat gadis itu bertambah ketakutan.
Sebelah tangannya mencoba menutupi dadanya yang menjulang indah. Dalam keadaan
seperti ini, ingin rasanya gadis itu mati mendadak. Bisa dibayangkan apa yang
akan dialaminya. Dan yang semakin membuatnya sadar,
Walengkeng bukanlah orang baik-baik. Terbukti dengan perlakuannya yang
mengerikan seperti ini.
"Oh, Tuhan.... Apakah aku akan mengalami sesuatu yang menakutkan?" desah si
gadis dengan rasa takut luar biasa.
"Kang Andika.... Tolong aku.. , to-long... "
Sambil terbahak-bahak Walengkeng menarik
tangan kiri Asti yang menutupi buah dadanya. Kini lelaki itu terbahak-bahak
ketika pemandangan yang tak tertutupi apa-apa terpampang di matanya bulat-bulat.
"Menyenangkan....
Sangat menyenangkan sekali...."Tangan kasar Manusia Laba-laba bersiap merobek kain yang dikenakan
AstL Tetapi baru saja hehdak melakukannya, tiba-tiba....
Tak! "Aaakh!"
Sebuah kerikil menerpa tangan Manusia Laba-laba
dengan kuat. Seketika, lelaki ini berdiri setelah melempar
tubuh Asti yang menangis ketakutan. Tatapannya geram penuh kemarahan. Tubuhnya
sampai bergetar hebat.
Sementara Asti yang bagai terlepas dari kungkungan mengerikan, beringsut ke sudut gua. Kedua tangannya menutup bagian
dadanya yang berbentuk indah.
"Manusia yang mau mampus! Berani lancang
terhadap Manusia Laba-laba!" dengus Walengkeng hingga batu-batu gua itu
berguguran. Sejurus kemudian tubuh Manusia Laba-laba
berkelebat keluar dengan makian panjang.
*** 8 Satu tubuh ramping berompi merah berdiri di
hadapan Manusia Laba-laba dengan tatapan merah. Wajah cantik memancarkan sinar
dingin. "Manusia setan! Kau harus mampus untuk me-
nebus dosa-dosamu pada paman guruku!" bentak sosok ramping.
Walengkeng alias Manusia Laba-laba mendelik
begitu melihat siapa yang mengganggu keinginannya.
"Larasati! Kalau waktu itu kau masih bisa
diselamatkan oleh Penghulu Segala Ilmu, sekarang tak akan bisa melarikan diri
lagi!" "Manusia hina! Bila kau tak berbuat curang, kau tak akan bisa mengalahkan
Penghulu Segala Ilmu!" sahut sosok ramping yang temyata Larasati.
Walengkeng terbahak-bahak, "Kuakui, memang
sangat sulit untuk mengalahkan Penghulu Segala Ilmu!
Namun hatinya terlalu lemah. Sehingga dia sangat mudah dibodohi! Tetapi yang
perlu kau ketahui, siapa pun boleh berbuat apa saja untuk menang!"
"Dasar iblis! Penghulu Segala Ilmu karena
kebijaksanaannya mau mengulurkan tangan baiknya
kepadamu. Namun kau memanfaatkannya secara kurang ajar. Dosa-dosamu tak akan
terampuni! Kau telah


Pendekar Slebor 42 Manusia Laba-laba di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membunuh Juragan Karna Wijaya dan istrinya! Juga, menculik putri mereka...."
"Peduli setan dengan semuanya! Itu adalah
urusanku, Larasati! Kau tak usah ikut campur dalam urusanku!"
"Dengan muka setanmu yang dipoles dengan
senyuman, membuat paman guruku bersedia menerimamu bahkan menurunkan seluruh
ilmu yang dimilikinya
kepadamu! Nyatanya, kau masih memiliki dendam
berkobar! Bahkan secara keji kau membunuh paman
guruku dengan mempergunakan ajian 'Laba-laba'!"
Walengkeng terbahak-bahak mendengar kata-kata
Larasati."Sudah kukatakan tadi, berbuat curang itu diha-lalkan bila untuk
menang! Dan, apa lagi yang bisa dibutuhkan dari paman gurumu si Jari Sakti itu,
hah"! Semuanya sudah kudapatkan. Mau apa lagi" Dan aku pun muak mendengar segala
nasihat yang diberikannya
kepadaku! Aku tahu, ajian 'Laba-laba' tak ada gunanya di dunia ini!"
"Setan alas! Bukan hanya wajahmu yang bertampang setan. Tetapi, hatimu berhati iblis!"
"Dan kau jangan lupa. Sebentar lagi, nyawamu akan putus!" dengus Walengkeng. Dan
tiba-tiba tangannya bergerak.Sratt! Srattt!
Jerat-jerat halus meluncur ke arah Larasati. Si
gadis cepat berguling menghindar sambil menggerakkan tangannya.
Sing! Sing! Sinar hitam meluncur melalui ilmu 'Jari Sakti' yang dikerahkan Larasati. Namun
Walengkeng hanya terbahak-bahak. Dan dengan enaknya dia menghindari serangan.
Tubuhnya dienyahkan ke samping klri. Akibatnya, dinding gua tempat Asti berada,
gompal di bagian atas, terhantam sinar-sinar itu. Di dalamnya, Asti yang tengah
meringkuk ketakutan merasa tubuhnya bagai bergetar.
"Kau tak akan mampu mengalahkan aku,
Larasati!?"Manusia setan! Kau mempergunakan ajian 'Laba-laba yang diajarkan
paman guruku untuk tindakan keji!"
dengus gadis berompi merah itu dan terus mencecar Manusia Laba-laba dengan ilmu
'Jari Sakti'-nya.
Tapi, Manusia Laba-laba yang memang juga
mendalami ilmu itu sudah tentu tahu, bagaimana cara mengelak dan sekaligus
melumpuhkan. Maka hanya dalam dua jurus berikutnya, Larasati kjni terdesak
hebat. Gadis itu pontang-panting dicecar Walengkeng
yang mengerahkan ilmu 'Laba-laba'. Jerat-jerat halus yang
melunc ur itu membuat Larasati tak berkutik untuk bergerak lebih lama.
Sementara, Walengkeng melompat ke sana kemari.
Dalam waktu tak lebih sepuluh tarikan napas,
tubuh gadis berompi merah itu s udah berada dalam keadaan telentang di atas
jerat halus yang dibuat Walengkeng. Dia meronta-ronta, namun jerat-jerat halus
itu bagai mengekang seluruh tubuhnya pada bagian belakang.
"Setan keparat! Lepaskan aku! Lepaskan!" seru si gadis yang menjunf ai-juntai
dalam jerat alot itu.
Walengkeng terbahak-bahak.
"Larasati! Aku adalah seorang laki-laki bijaksana.
Makanya, kubiarkan kau hidup dalam jerat laba-laba yang kumiliki itu!"
"Setan alas!" maki Larasati dengan wajah pucat.
Gadis ini mengerti, apa yang dimaksud Walengkeng. Dengan membiarkannya telentang tak
berdaya dalam jerat itu, berarti membunuh secara perlahan.Karena tubuhnya yang
terus-menerus berada dalam jerat tak akan mampu berbuat apa-apa.
Walengkeng hanya terbahak-bahak.
Lalu tangannya membuat jaring serupa, namun berada da? lam jarak tiga tombak di atas
tubuh Larasati.
Larasati, tahu apa arti jaring laba-laba di atasnya.
Bila ada yang menolongnya, maka jaring itu akan segera mengurungnya berikut si
penolong. "Nikmatilah kematianmu itu, Larasati! Percayalah!
Aku tetaplah orang bijaksana," kata Manusia Laba-laba sambil mendekati Larasati.
Ditotoknya urat suara Larasati, hingga gadis itu mendelik tanpa bisa bersuara.
Sambil terbahak-bahak Walengkeng berkelebat
masuk ke dalam gua. Asti yang masih menangis tak mampu berbuat apa-apa.
Keinginannya tadi untuk
melarikan diri selagi Walengkeng bertarung, seolah mampus. Karena saking
takutnya, kedua kakinya bagai tak mampu digerakkan.
"Tempat ini tak nyaman lagi untuk berbulan madu, Asti. Lebih baik kita cari
tempat yang lebih nyaman," oceh Walengkeng.
"Lepaskan aku, Walengkeng... Lepaskan aku...,"
desis Asti lemah.
Si gadis sudah putus asa sekarang. Apalagi ketika tadi
mendengar seruan dari gadis yang membentak Walengkeng. Batinnya menjerit.
"Oh.... GustL..! Apakah manusia bertampang setan ini yang membunuh kedua
orangtuaku?"
Walengkeng menggeleng dengan tatapan tajam.
"Lima tahun aku menunggu kesempatan seperti ini. Sudah tentu aku tak akan
menyia-nyiakannya."
Manusia Laba-laba lantas mengangkat tubuh Asti.
Dan si gadis bagai telah kehilangan seluruh tenaganya.
Ketakutannya semakin membesar, namun tak mampu
berbuat apa-apa ketika Walengkeng membawanya pergi.
Kejap berikutnya, Asti jatuh pingsan ketika angin keras
bagai menampar tubuhnya saat Walenkeng
berkelebat. *** Pendekar Slebor jengkel bukan main ketika tiba di
sebuah hutan kecil. Kepalanya benar-benar dibuat pusing menghadapi masalah
seperti ini. Karena, lawan sekalipun belum pernah dilihatnya. Apalagi yang
membingungkannya sekarang, keadaan putiri almarhum Juragan Karna Wijaya.
"Hhh! Ke mana kutu kuprel itu membawa Asti
pergi!" keluh Pendekar Slebor dengan tangan terkepal.
Otak seencer bubur di kepala Andika benar-benar
dipaksa harus memecahkan teka-teki itu seorang diri.
Meskipun Larasati sudah menceritakan tentang Manusia Laba-laba lengkap dengan
ciri-cirinya, namun sampai saat ini si pemuda urakan ini belum pernah sekali pun
berjumpa. "Aku tak boleh membuang waktu! Keselamatan
Asti-lah yang utama. Apalagi Manusia Laba-laba itu memang hendak memaksakan niat
busuk padanya. Karena, dialah yang membunuh Juragan Karna Wijaya dan istrinya! Setan betul!"
Lalu pendekar pewaris ilmu Pendekar Lembah
Kutukan itu pun berkelebat cepat. Gerakannya secepat angin, hingga yang terlihat
hanya kelebatan warna hijau saja.
Ketika Pendekar Slebor tiba di depan gua tempat
Asti dan Manusia Laba-laba sebelumnya berada, keningnya berkerut, melihat sosok
Larasati sedang telentang di sebuah jaring laba-laba.
"Wah, wah! Orang susah-susah mencari Manusia Laba-laba, kau asyik bermain
ayunan"!" seloroh Pendekar Slebor sambil mendekati Larasati.
Si gadis hanya mendelik. Mulutnya mengeluarkan
suara keluhan, membuat Andika tertawa.
"Kau ini ngomong apa sin?" goda si pemuda.
Larasati makin melotot. Lalu kepalanya bergerak-
gerak mencoba memberi tahu Pendekar Slebor kalau bahaya mengancam.
Andika tertawa melihatnya.
"Ah, jangan bercanda. Jangan pura-pura gagu. Aku tahu
kau tertotok. Tetapi, bagaimana caranya membebaskan totokanmu" Karena jarak kau denganku cukup jauh. Dan aku yakin, bila
aku menyentuh jaring laba-laba ini maka akan menempel di tubuhku. Hmm..., aku
tahu sekarang. Hei" Kau bersiap.... Aku akan melepaskan totokanmu itu!"
Mata Larasati masih melotot sambil menggerak-
gerakkan kepalanya. Dia menjadi gemas sendiri karena tak bisa mengatakan bahaya
yang mengancam bila Andika menyelamatkannya. Si gadis tahu apa yang hendak
dilakukan Andika. Tentunya si pemuda akan melompati jaring laba-laba itu dan
membebaskan totokannya.
Tentunya cara membebaskan totokan seperti itu haruslah oleh orang yang sangat
ahli. Karena, totokan itu harus bisa
tepat mengenai urat yang tertotok.
"Ahhg..., auggkk. . " Gadis berompi merah itu masih berusaha menyadarkan Andika
kalau bahaya tengah
mengancam. Tetapi pemuda itu seperti tak mengetahui apa
yang dimaksudkan oleh Larasati. Bahkan cengengesan saja.
"Bersiaplah!" desisnya.
Mata Larasati melotot, masih berusaha mem-
beritahukan Andika kalau jaring laba-laba di atas tubuhnya akan segera menerkam.
Tetapi tubuh Pendekar Slebor sudah bergerak.
Lalu.... "Hup!"
Dengan pencalan satu kaki Andika melompat
cepat. Tangannya cepat bergerak.
Tuk! Getaran tenaga dalam yang dilakukan Pendekar
Slebor membuat jerat-jerat itu bagai bergetar sejenak. Dan jaring laba-laba yang
berada di atas tubuh Larasati jatuh melayang.
"Awaaasss! Kau bisa terjerat, Andika!" seru Larasati begitu totokan pada urat
suaranya terlepas.
Dengan tubuh berjingkat sejenak.
Namun di luar dugaan, Andika bukannya meneruskan loncatannya, justru hinggap di sisinya. Maka jaring laba-laba yang
alot itu bergoyang. Dan bertepatan dengan jatuhnya jaring laba-laba di atas
tubuhnya, Andika mengangkat kedua tangannya.
Hawa panas langsung menebar dari seluruh tubuh
Pendekar Slebor. Dan jaring laba-laba yang hinggap di tubuhnya putus satu
persatu! "Hhh! Ternyata benar!" desis pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan
Dan bukan hanya jaring yang jatuh itu saja yang
putus. Jaring yang menjerat tubuh Larasati pun putus.
Tubuh si gadis ambruk ke tanah, sementara Andika
melompat cepat.
"Brengsek! maki Larasati yang kini sadar kalau dipermainkan Andika.
Andika tertawa saja. Sebenarnya, ketika menemukan Larasati telentang tak berdaya pada jaring laba-laba itu, Pendekar
Slebor sudah melihat jaring laba-laba di atas si gadis. Andika pun teringat apa
yang pernah diutarakan Larasati. Menurut Penghulu Segala Ilmu, jaring laba-laba
itu hanya bisa diputuskan oleh seseorang yang memiliki tenaga 'inti petir'.
Makanya, Pendekar Slebor pun bermaksud
mencobanya. Sambil melompat untuk membebaskan
totokan pada diri Larasati, tenaga 'intir petir' tingkat pamungkas telah
dirangkum pada kedua tangannya. Lalu seketika hawa panas segera menebar ke
seluruh tubuhnya. Dan yang dikatakan Penghulu Segala Ilmu
memang benar. Pendekar Slebor bukan hanya mampu
memutuskan jaring-jaring halus yang alot itu, bahkan menghancurkannya. Jaring
laba-laba yang terkena panas melalui kakinya pun putus, menyebabkan tubuh
Larasati ambruk tanpa ampun.
"Kenapa kau bisa berada di sini?" tanya Pendekar Slebor kemudian.
"Brengsek!"
Larasati yang masih jengkel karena dipermainkan
membentak. "Usil! Urakan! Kau pikir tubuhku ini nangka bus uk yang bisa dijatuhkan begitu
saja"!" lanjutnya geram.
"He he he.... Jatuh, ya" Yah, sekali-kali bolehlah kalau kau mau jadi nangka
busuk," oceh Andika.
"Brengsek!
Putri Karna Wijaya berada di tangan Walengkeng
alias Manusia Laba-laba!"
Andika menghentikan tawanya. Dia melengak
kaget. "Ke mana dia membawanya?" tanya Pendekar
Slebor. "Arah timur!"
"Kalau begitu, secepatnya kita harus menuju ke sana! Aku khawatir, akan terjadi
apa-apa pada Asti!
Larasati! Sebaiknya kau ikut denganku!"
"Buat apa aku berjalan bersama pemuda usilan?"
Kali ini Andika mengumpat dalam hati.
"Bukan apa-apa. Terus terang, aku belum pernah melihat wujud Walengkeng alias
Manusia Laba-laba. Aku hanya mendengar dari ceritamu saja tentang ciri-cirinya."
Meskipun masih jengkel karena dipermainkan,
namun Larasati merasa beruntung juga karena Andika muncul di saat yang tepat.
Kalau tidak, dia bisa tergantung sepanjang masa di jaring laba-laba itu dalam
keadaan tak berdaya.Tanpa berkata apa-apa, Larasati sudah melesat ke arah timur.
Andika pun segera mengempos tubuhnya, menyusul. Karena dengan begitu, secara
tidak langsung Larasati memenuhi permintaannya.
*** 9 "Jangan, Walengkeng.... Jangan kau perlakukan itu padaku...," ratap Asti
ketakutan. Tubuhnya mengkeret di pembaringan, dalam sebuah gubuk di pinggiran
hutan. "Persetan dengan ucapanmu!" sentak Walengkeng dalam kemarahan memuncak. Lalu
tanpa ragu lagi
Manusia Laba-laba menggerakkan tangannya, hendak menjamah baju Asti.
"Aku..., aku..., menerima lamaranmu, Walengkeng!"


Pendekar Slebor 42 Manusia Laba-laba di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata-kata Asti membuat Walengkeng menghentikan gerakan tangannya untuk merobek-robek kembali pakaian si gadis.
Matanya membeliak tak percaya-
"Kau?" desis lelaki ini terkejut. Lalu tawa keras-nya terumbar, memenuhi ruangan
ini. "Menyenangkan, menyenangkan sekali mendengar kata-katamu itu, Asti."
Asti dalam tekanan batin yang menyesakkan,
mencoba untuk berpikir waras. Lebih baik dia menerima lamaran Walengkeng lebih
dulu daripada mengalami hal yang paling menakutkan dalam hidupnya. Dia berharap,
dengan berbuat seperti itu Walengkeng akan mengurungkan niatnya. Sebersit harapan pun terlintas bila suatu saat ada
kesempatan untuk melarikan diri. Terutama sekali,
kedatangan Pendekar Slebor yang sangat ditunggunya. Namun harapan si gadis hanya tinggal harapan
"Aku ingin melihat kesungguhanmu, Asti. Sekarang, bukalah pakaianmu sendiri....
Sementara, aku akan memutuskan jerat laba-laba yang mengikat kaki dan tanganmu."
Gemetar, Asti menjamah kancing bajunya. Setitik
air bening menggulir di matanya. Tak mampu lagi dia membayangkan apa yang bakal
terjadi selan-jutnya.
Namun di saat yang gawat itu....
"Walengkeng! Keluar kau!"
Satu bentakan keras membangkitkan kegeraman
Walengkeng. Lelaki ini dengan penuh kegeraman bangkit berdiri. Hendak dibelahnya
kepala orang usil yang menggagalkan niatnya.
Tiba di luar, Walengkeng mendelik tak percaya
melihat Larasati segar bugar. Kalau gadis itu selamat, pasti ada yang
menyelamatkannya. Kalau yang menyelamatkan si gadis pun selamat, pasti si
penyelamat berilmu amat tinggi. Dan kalau di sisi gadis itu ada seorang pemuda
berbaju hijau pupus dengan kain bercorak catur di bahu, pasti dialah
penyelamatnya. Sekaligus, berilmu amat tinggi.
Sosok yang tak lain Pendekar Slebor.
Bagaimana Pendekar Slebor dan Larasati bisa
menemukan Walengkeng"
Tak terlalu sulit, memang. Arah yang ditempuh
Walengkeng, menurut petunjuk Larasati adalah timur. Ada satu kebodohan yang
dimiliki Manusia Laba-laba. Bila bosan berkelebat, Walengkeng menggunakan jerat-
jeratnya untuk bergayutan dari satu pohon ke pohon lain, tak ubahnya laba-laba
yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Dari jerat-jerat yang tertinggal, Pendekar Slebor segera melacaknya. Hingga
ketika tiba di pinggir hutan dan mendapatkan sebuah gubuk, telinga tajamnya
menangkap suara rintihan. Maka dugaannya makin terbukti.
"O, ini orang yang berjuluk Manusia Laba-laba"
Ha ha ha.... Pasti bapakmu kawin dengan onggok-
onggok, ya?"
Sementara Andika yang kini baru pertama kali
berjumpa dengan Manusia Laba-laba, membuka mulut usilnya. "Dan kau yang berjuluk
Pendekar Slebor?"
"Terserah kau menyebutku apa."
Dalam hati sebenarnya Manusia Laba-laba heran
ketika menyadari Larasati berhasil lolos dari jerat-jerat alotnya. Selama ini
dia berkeyakinan, tak satu tenaga pun yang akan mampu memutuskan jerat-jeratnya.
Kalaupun mampu, kemungkinan besar akan bahu-membahu dan
membutuhkan waktu lama.
"Sialan! Apakah Pendekar Slebor itu yang mampu memutuskan jerat-jerat milikku?"
desisnya dalam hati.
Manusia Laba-laba menatap tajam Pendekar
Slebor. Namun yang ditatap malah cengengesan tak bermakna.
"Pendekar Slebor! Ternyata kau hanya manusia lancang yang kerjanya mencampuri
urusan orang!"
"Alah, jangan banyak lagak lagi, Manusia Laba-laba. Cepat serahkan Asti padaku!"
sergah Andika. Hati si pemuda sudah sangat jengkel melihat ulah Manusia Laba-
laba. Terutama, bila mengingat Asti berada di tangan manusia itu.
"Hhh! Menghancurkan pendekar yang suka ikut campur urusan orang, bukanlah hal
yang menyulit-kanbagiku! Larasati! Kalau dua kali perjumpaan kita kau masih
hidup, kali ini jangan harap kubiarkan lebih lama hidup!" Sehabis berkata
demikian, kedua tangan Manusia Laba-laba mengibas ke arah Larasati dan Pendekar
Slebor. Sraat! Sraat! "Hei, jangan sewot dulu, Laba-laba! Kalau kau mau sabar dikit, pasti akan kuberi
lalat!" oceh Andika, seraya mendorong
tubuh Larasati. Dan mereka segera bergulingan di tanah.
Dalam bergulingannya, Larasati masih sempat
mengibaskan tangannya.
Sing! Sing! Dua larik sinar hitam langsung meluruk ke arah
Manusia Laba-laba. Namun Walengkeng tak kalah sigap.
Kembali tangannya mengibas. Kali ini dua buah sinar hitam yang sama melesat pula
menghantam dua larik sinar yang dilepaskan Larasati.
Duar! Duaaarr! Dua ledakan terdengar keras. Pada saat yang
sama, Pendekar Slebor s udah melesat ke depan ke arah Manusia Laba-laba. Akan
tetapi.... Srat! Srat! Terpaksa Pendekar Slebor menjatuhkan diri, dan
langsung bergulingan cepat ketika jerat-jerat halus kembali dilepaskan Manusia
Laba-laba. Selagi Pendekar Slebor bergulingan begitu,
Larasati langsung mengirimkan serangannya dengan ilmu
'Jari Sakti'. Sing! Sing! Dua larik sinar hitam dahsyat kembali meluruk ke arah Manusia Laba-laba. Namun
sambil terbahak-bahak Walengkeng membuang tubuhnya ke kanan. Akibatnya, dua
pohon besar langsung bolong seketika. Dan dengan gerakan menakjubkan, tubuh
laki-laki berambut jarang dan bermata merah itu me-ngibaskan tangannya.
Sratt! Sratt! Kalau biasanya jerat-jerat halus itu meluncur, kali ini menebar dan seketika
mengurung Larasati.
Si gadis terkejut, melepas pekikan. Bila saja
Pendekar Slebor tidak sigap menyambar tubuhnya, bisa dipastikan akan terjerat.
Dan sangat sukar baginya untuk melepaskan diri. Bahkan jerat-jerat halus itu
akan mematikan seluruh jalan darahnya.
Namun yang dialami Andika justru menyakitkan.
Karena bertepatan tubuhnya bergerak untuk menyelamatkan Larasati,
Manusia Laba-laba sudah
meluruk ke arahnya dengan cara merangkak di tanah Begitu cepat gerakannya.
Lalu.... Des! Des! "Aaakh!"
Dua kali pukulan telak menghantam punggung
Pendekar Slebor. Andika kontan ters uruk ke depan. Untung keseimbangannya masih
bisa dikuasai. Ketika tubuhnya sempoyongan, segera dikemposnya untuk melompat
dua kali ke muka.
Manusia Laba-laba yang sudah menderu kembali
terbahak-bahak.
"Huh.... Rupanya hanya begitu saja kemampuan yang dimiliki Pendekar Slebor!"
Begitu merasakan hawa panas yang mengarah
kepadanya, Andika membuat gerakan mengejutkan. Masih membopong
Larasati, tubuhnya bergerak setengah lingkaran. Maka, pukulan Manusia Laba-laba luput dari sasarannya. Dan begitu
Pendekar Slebor bergerak, tubuh Larasati diturunkan. Saat itu juga tubuh si
gadis diputarnya, seolah menjadikan sebagai senjata.
Larasati yang mengerti maksud Andika, meng-
alirkan tenaga dalam pada kedua kakinya. Lalu.... Buk!
Tubuh kurus berwajah mengerikan itu tersuruk ke
samping, terhantam kaki si gadis pada bagian punggung.
Ketika tubuhnya berdiri tegak, matanya melotot dengan sorot mata mengerikan.
Rambutnya yang jarang seolah berdiri menandakan kemarahan menggelegak.
Andika sadar, lawan akan berbuat nekat untuk
menghancurkan mereka.
"Kau menyingkir dari sini, Laras," ujar Pendekar Slebor. "Tidak... Aku harus
membunuh manusia setan itu."
"Jangan keras kepala, Laras. Ini bukan waktunya untuk bercanda! Kau tahu, tadi
aku kewalahan untuk menyelamatkanmu."
"Kau tak usah menyelamatkan aku! Aku bisa
mengurus diri sendiri!"
Sehabis berkata begitu, gadis keras kepala itu
berkelebat ke depan. Gerakannya begitu cepat dengan tubuh mengeluarkan hawa
dingin. "Perempuan slompret!" maki Andika, merasa kehabisan akal.
Tepat ketika Pendekar Slebor berkelebat ke
depan, Manusia Laba-laba sambil terbahak-bahak telah meluruk hendak memapak
serangan Larasati.
Sraat! Sraat! Andika harus menghentikan gerakan memotongnya terhadap gerakan laju Manusia Laba-laba yang ditujukan pada
Larasati. Karena dengan cerdiknya, lelaki itu telah mengirimkan jerat-jerat
halusnya. Terpaksa
Andika harus membuang tubuhnya. Sementara tubuh
Manusia Laba-laba terus meluruk ke arah Larasati.
Plak! Plak! Dua benturan terjadi.
Dalam soal tenaga dalam, sebenarnya Larasati
memiliki tingkat kemampuan cukup. Namun lawan yang dihadapinya adalah Manusia
Laba-laba yang mampu
mengalirkan seluruh tenaga dalam ke urat darahnya sekalipun. Maka tak ampun
lagi, tubuh si gadis tersentak ke belakang.
"Laras!" seru Andika.
Pendekar Slebor yang sudah berdiri tegak segera
menyambar tubuh Larasati. Dalam dekapannya, si gadis muntah darah dan pingsan.
Melihat hal ini wajah Andika berubah bengis. Tubuhnya bergetar.
"Perbuatanmu benar-benar tak bisa diampuni!"
"Justru aku ingin melihat kehebatanmu, Pendekar Slebor. Dan seluruh rimba
persilatan akan tersentak begitu mendengar kau mampus di tangan si Manusia Laba-
laba!" Andika meletakkan tubuh Larasati. Begitu berdiri tegak, tatapannya memancarkan
hawa amarah. Namun dalam keadaan seperti ini, sifat urakan Andika tetap saja tak
enyah. "Heran" Kenapa sih kau mau dijuluki Manusia Laba-laba" Apa karena wajahmu yang
jelek itu" Kurasa tidak juga. Karena kupikir, wajahnya cukup mirip kecoa. Ha ha
ha...! Mestinya kau berjuluk Manusia, Kecoa. Pantas kepalamu yang gersang itu
bau kotoran!"
"Setan keparat!"
Manusia Laba-laba mengibaskan kedua tangannya, tepat ketika Andika berhenti mengoceh. Tak ada waktu lagi buat
Pendekar Slebor.
Sraat! Sraat! "Ha ha ha...!"
Ganti Manusia Laba-laba yang terbahak-bahak
ketika melihat Pendekar Slebor terlilit jerat-jerat halusnya.
Kelihatan sekali bagaimana Andika seperti susah bergerak
dan bernapas. "Hanya begitu saja kemampuan yang kau miliki Pendekar Slebor" Nah untuk
sementara aku akan
menuntaskan urusanku dulu. Kau kutunggu di Bukit Kamparan, Pendekar Slebor. Di
sanalah tempat tinggalku yang sebenarnya!"
Begitu habis kata-katanya, Manusia Laba-laba
langsung berkelebat cepat ke dalam gubuk tempat Asti berada. Setelah menyambar
tubuh Asti, dia melompat lewat jendela dan menghilang cepat.
"Kutu kupret! Sapi bangkotan! Aku akan menyusulmu. Heaaa...!" teriak Andika penuh gelegak
*** 10 Keheningan Bukit Kamparan yang terlalu tinggi
menyambut Andika. Setelah mampu memutuskan jerat-jerat dari Manusia Laba-laba
yang membelit tubuhnya dengan tenaga 'inti petir', Pendekar Slebor membawa
Larasati ke tempat yang aman. Baru kemudian dia menuju tempat ini. Tak terlalu
sukar mencarinya. Karena Andika sendiri pernah mengenal bukit itu.
Di sisi lain pun, Pendekar Slebor
harus berhadapan dengan kelicikan Manusia Laba-laba. Karena begitu tiba dia sudah
disuguhi pemandanganyang tak mengenakkan. Si pemuda melihat Asti tengah tak
berdaya terlilit jerat laba-laba yang menggantung di satu pohon ke pohon lain.
"Ha ha ha.... Selamat datang di gubukku ini, Pendekar Slebor! Menarik bukan,
sambutanku?" sambut Manusia Laba-laba, langsung melompat dari gubuknya di atas
pohon ke jerat-jerat tempat Asti berada.
"Rupanya kau tengah menjalankan cara licik kuno.
Jangan pergunakan gadis itu sebagai sandera. Mari kita bertarung sebagai
lelaki!" teriak Andika dari bawah, sarat dengan kemarahan.
"Majulah, Pendekar Slebor! Aku ingin melihat keberanianmu sekarang ini" Ayo,
sini! Melompatlah!"
Di tengah kegeramannya, otak encer Andika
berkutat keras. Di sisi Asti, tampak tangan Walengkeng sudah berubah menjadi


Pendekar Slebor 42 Manusia Laba-laba di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hitam. Ini menandakan laki-lakibertampang setan itu telah merangkum ilmu 'Jari
Sakti' yang siap dihantamkan pada gadis itu.
"Ahh! Aku tahu! Kau memang tak punya nyali untuk berhadapan sebagai lelaki!"
ejek Andika. "Ha ha ha.... Apa artinya nyali dan keberanian"
Justru aku ingin melihat, apakah kau memiliki nyali dan keberanian untuk datang
ke sini"!"
"Monyet pitak!" gerutu Andika dalam hati.
"Aku bisa saja segera menghantamnya. Namun
kalau aku kalah cepat, bisa jadi nyawa Asti taruhannya.
Orang seperti dia memang menghalalkan segala cara!
Tetapi, apakah aku harus berdiam seperti ini?"
"Hei! Mengapa bengong" Bila kau memang tak
punya nyali dan keberanian itu, silakan pergunakan kesaktianmu. Lalu, hantamkan
pada tubuhmu sendiri!"
seru Manusia Laba-laba sambil terbahak-bahak Dia merasa
menang melihat Pendekar Slebor seperti kehilangan akal.
Akal licik Manusia Laba-laba memang patut diberi pujian.
Dengan keyakinan Pendekar Slebor akan menyusulnya, dia memasang tubuh Asti yang telah tertotok pada jerat-jerat yang
dibuatnya. Dengan mengancam akan membunuh Asti, dia yakih Pendekar Slebor akan
memenuhi seluruh perintahnya.
"Permainan tengik!" maki Andika.
"Di sinilah terlihat kepengecutanmu, Pendekar Slebor. Bila kau memang memiliki
nyali, lakukan yang kuperintah. Kalau tidak..., nyawa gadis ini akan segera
melayang."
Mata setajam elang Andika menyipit. Memang tak
ada jalan lain sekarang. Seharusnya dia bisa menguasai pertarungan karena telah
mengetahui kelemahan ilmu
'Laba-laba' yang dimiliki Manusia Laba-laba. Namun, lelaki berambut jarang itu
memiliki seribu akal licik yang mematikan.
Seperti yang dilakukannya saat ini pada Andika
yang bagai tak berkutik. Namun jangan sebuat Pendekar Slebor kalau untuk masalah
segede upil ini saja tak bisa memecahkannya. Sebuah rencana telah tersusun rapi
dalam beriaknya. Yang jelas rencana itu akan membuat Manusia Laba-laba mengumpat
tak karuan. "Kau janji akan melepaskan gadis itu bila aku menuruti kemauanmu?" tanya pemuda
urakan ini mulai memasang akal bulusnya.
"Ha ha ha.... Kecerdikan Pendekar Slebor ternyata hanya pantas untuk anak
kecil!" ejek Manusia Laba-laba.
Dan tiba-tiba suaranya berubah.
"Lakukan yang kuperintahkan itu! Bila dalam hitungan ketiga kau belum juga
melakukannya, jangan menyesali bila gadis ini akan rebah tanpa nyawa!
Satu!" Andika tersenyum kecut. Sebenarnya dia pun tak
pasti dengan keberhasilan rencananya. Tapi apa boleh buat" Itulah cara satu-
satunya. "Dua!"
Andika menatap tajam Manusia Laba-laba.
"Ti... "
"Tunggu!" sentak Pendekar Slebor cepat. Babak pertama rencananya mulai berjalan
mengulur-ulur waktu.
"Baik! Aku akan melakukan apa yang kau inginkan!
Tetapi...."Tidak ada tetapi! Jangan mengulur waktu lagi!
Lakukan yang kuperintah itu, Bedebah!"
Andika mati kutu. Otak encernya terus bekerja
keras. Ditariknya napas dalam-dalam.
115 "Setan alas! Kau hanya membuang-buang waktuku!" bentak Manusia Laba-laba. Tangannya siap terayun.
"Sabar, Manusia Laba-laba!" seru Andika sekali lagi.
Seharusnya Pendekar Slebor memang bisa
langsung bergerak menghantam Manusia Laba-laba.
Namun kali ini perhitungannya meleset. Karena bila bergerak bersamaan dengan
ayunan tangan Manusia
Laba-laba, belum tentu gadis itu dapat cepat diselamatkan.
Karena belitan jaring laba-laba pada gadis itu sangat tebal.
"Kau menang kali ini!" gumam Andika.
"Akal ah yang membuatku besar, Pendekar Slebor!
Lakukan!" Bagai tak berdaya menghadapi masalah di
hadapannya, Pendekar Slebor terdiam. Manusia Laba-laba terbahak-bahak begitu
melihat tangan Pendekar Slebor
mengencang, memancarkan sinar keperakan. Begitu pula sekujur tubuhnya.
Walengkeng yakin kalau Pendekar Slebor tengah mengerahkan kekuatan dahsyat.
Dan perlahan-lahan tangan yang telah terangkum
tenaga 'inti petir' itu dihantamkan Andika pada tubuhnya sendiri. 116
Duarrr...! "Aaa.. !"
Terdengar ledakan keras yang disusul lontaran
tubuh Andika beberapa tombak. Pemuda urakan itu
memekik menyayat, bagai menyambut kematian.
"Ha ha ha.... Kini mampuslah kau, Pendekar
Slebor!" sambut Manusia Laba-laba sambil melayang turun.
Perlahan-lahan lelaki ini mendekati tubuh Andika yang tergolek tak berdaya.
Pakaian di bagian dada si pemuda hangus seperti terbakar. Napasnya terdengar
tersendat. "Menyenangkan.... Sangat menyenangkan," decak Manusia Laba-laba. "Nama besar
Pendekar Slebor kini telah terkubur dalam tanah. Hhh! Tenaga dalamnya yang
sangat dahsyat itu akhirnya memakan pemiliknya sendiri.
Inilah yang dinamakan senjata makan tuan."
Mata merah Walengkeng membulat senang.
"Kau tak perlu kubunuh, Pendekar Slebor. Karena dengan sendirinya kau akan mati
akibat pukulanmu sendiri."
Lalu Manusia Laba-laba kembali melompat ke
jerat-jeratnya. Dibebaskannya Asti yang meskipun ditotok, bisa mengelahui apa
yang terjadi. Hatinya pilu begitu menyadari Pendekar Slebor berkorban untuk
dirinya. Dalam keadaan seperti ini, hati gadis itu semakin pilu.
Sekarang, tak ada lagi yang bisa menolongnya.
Manusia Laba-laba melompat turun kembali
dengan tubuh Asti dalam bopongannya. Kali ini gadis itu tak banyak meronta.
Hatinya sudah pasrah mengikuti nasib apa yang akan terjadi. Hatinya teriris
melihat tindakan Pendekar Slebor. Dan rasanya, mati memang lebih baik.
Namun sesuatu yang mengejutkan terjadi. Karena
begitu kaki kurus Manusia Laba-laba menginjak tanah, satu sosok tubuh berpakaian
hijau pupus berkelebat sangat cepat. Lalu....
Des! Buk! Sosok itu langsung menghantam punggung
Walengkeng dan menendangnya hingga terhuyung. Asti yang berada dalam bopongannya
terlepas. Dan dengan cepat, sosok itu menangkapnya.
Dengan geram penuh kemarahan, Manusia Laba-
laba berbalik. Kedua matanya seperti hendak melompat keluar, melihat sosok yang
memukulnya. Sosok itu tak lain Pendekar Slebor!
Masih tak percaya dengan yang dilihatnya, Wa-
lengkeng mengalihkan pandangan ke tempat Pendekar Slebor tadi berada. Namun,
sosok itu tak ada di tempatnya!
"Curang!" bentak Manusia Laba-laba dengan amarah meradang.
"Biarrr...!" balas Andika.
*** Pendekar Slebor sudah bergerak cepat. Bahkan
terlalu cepat. Tahu-tahu saja tubuh Asti telah bersandar pada batang pohon. Dia
pun telah membuka jalan suara gadis itu yang ditotokoleh Manusia Laba-laba tadi.
Dan sebentar kemudian si pemuda telah berada di depan Walengkeng.
Dan bukan Pendekar Slebor kalau sifat usilnya tak muncul untuk menguras tuntas
kemarahan orang lain.
"Nah, kan" Aku yang menang" Kubilang juga apa"
Nang-ning-nong, neng-nang-neng gong!" ejek Andika sambil nandak sendirian.
Persis topeng monyet sedang ditanggap.
"Setan alas!" maki Manusia Laba-laba dengan wajah memerah karena dipermainkan.
Sebenarnya, apa yang telah terjadi tadi" Di saat yang gawat tadi di bawah
ancaman Manusia Laba-laba,
bagai orang terpaksa Andika pun menghantamkan
tangannya ke dada sendiri. Namun tanpa sepengetahuan Manusia Laba-laba, Andika
sudah meng-alirkan ajian
'Guntur Selaksa' pada tubuhnya. Sinar perak yang melingkupi tubuhnya tadi,
dijadikan sebagai tameng untuk menghalangi sebuah keberanian. Namun yang
terpenting adalah nyawa Asti.
Begitu pukulan terhantam, sifat tengik Andika pun muncul. Teriakan keras
dikeluarkannya boros-boros. Bisa jadi, itu untuk meyakinkan Manusia Laba-laba.
Dan bersamaan dengan itu, si pemuda mengempos tubuhnya ke belakang bagai
terlontar akibat pukulannya sendiri.
Pukulan Pendekar Slebor memang tak begitu
keras. Kendati demikian, tetap membuat pakaiannya hangus. Bukan oleh pukulannya,
tapi karena benturan pukulan dengan ajian 'Guntur Selaksa'.
Itulah babak kedua rencana Andika. Dan dia
berharap lelaki hidung sumplung itu akan turun untuk memeriksanya.
Makanya, di tangannya sudah di- persiapkan ajian 'Guntur Selaksa' untuk menyelamatkan diri.
Benar saja Manusia Laba-laba memang merae-
riksa keadaan Andika. Dasar wataknya kejam, Andika yang disangka sudah tak
berdaya diharapkan mati perlahan-lahan. Ketika menyadari Manusia Laba-laba pergi
dan bersiap membawa Asti, Pendekar Slebor bergerak cepat membokong.
Andika tertawa.
Aduh, bagaimana ya" Kenapa kau bisa kecolongan?" gumam Andika meledek dengan berpura-pura tolol.
"Keparat busuk!" dengus Manusia Laba-laba.
Dengan gerakan dahsyat Manusia Laba-laba mengibaskan tangannya ke arah Pendekar
Slebor. Sing! Sing!
Dua larik sinar hitam melesat. Kecepatannya tak
terkira. Namun dua jengkal lagi menemui sasaran,
Pendekar Slebor sudah tidak ada di tempat.
Ke mana Pendekar Slebor sendiri"
Dengan kecepatan yang tak terlihat mata, pemuda
pewaris ilmu-ilmu Lembah Kutukan berkelebat cepat ke atas.
"Aku di sini, Kecoa!" susul Andika, seraya melesat cepat ke arah Manusia Laba-
laba. Lalu.... Des! Jotosan Pendekar Slebor tahu-tahu sudah menghantam dada Manusia Laba-laba. Sambil terhuyung.
rupanya Walengkeng masih sempat melepaskan jerat-jerat halusnya. Dia berharap
masih mampu menahan serangan Andika selanjutnya.
Namun, Pendekar Slebor yang memang tahu
kelemahan jerat-jerat halus itu sudah merangkum tenaga
'inti petir'-nya. Dan dengan sekali sentak, jerat-jerat itu sudah putus!
Tanpa membuang waktu lagi, tubuh Pendekar
Slebor berkelebat mengejar. Kini yang terlihat hanya bayangan hijau saja. Di
tangannya sudah terangkum ajian
'Guntur Selaksa'.
Manusia Laba-laba,sudah mati kutu. Tak ada
waktu lagi untuk menahan gempuran dahsyat Andika.
Dan.... Desss! "Augh...!"
Kembali Manusia Laba-laba terhuyung. Pada saat
begini, tendangan kaki kanan penuh tenaga dalam yang dilakukan secara berputar
dilepas Andika.
Krak! "Aaa...!"
Terdengar suara berderak tulang patah disusul
jeritan menyayat hati. T ulang leher Manusia Laba-laba patah terkena tendangan
dahsyat Andika. Lalu, tubuhnya pun ambruk menggeloso di tanah tak mampu bangkit
lagi. Andika menarik napas panjang.
"Impas sudah. Kelicikan kubayar dengan kelicikan
pula," gumamnya.
Plok! Plok! Plok!
Tiba-tiba terdengar suara tepukan di belakang
Andika. "Hebat.... Memang hebat orang yang berjuluk Pendekar Slebor!" Andika
menoleh. "Penghulu Segala Ilmu!"
"Ilmu laba-laba memang hanya dimiliki si 'Jari Sakti'. Namun lelaki bijaksana
itu tak pernah lagi mempergunakan ajian yang sakti itu. Terus terang, tak ada
yang sanggup memutuskan jaring laba-laba yang dimilikinya, bila tidak bahu-membahu untuk melepaskan jaring-jaring itu. Namun
bagi orang yang telah memakan buah 'intir petir', jerat-jerat halus itu bukanlah
masalah besar. Terus terang, aku sendiri tak akan sanggup memutuskan jaring-
jaring itu tanpa bantuan seseorang atau beberapa orang untuk mengalirkan hawa
panas," kata sosok lelaki yang baru datang. Dia memang Penghulu Segala Ilmu.
Andika diam-diam merasa kagum atas kerendahan
hati Penghulu Segala Ilmu. Dia yakin, tak seorang pun mampu menyaingi ilmu
lelaki tua itu. Dia sepertinya tahu berbagai jenis ilmu aneh yang ada di dunia
ini. Bahkan tahu cara memusnahkannya, meskipun harus meminta bantuan orang lain.
Seperti yang terjadi sekarang. Penghulu Segala
Ilmu tahu bagaimana cara memusnahkan ilmu 'Laba-laba'.
Namun dia membutuhkan Pendekar Slebor untuk
melakukannya. Karena, pemuda urakan itulah satu-
satunya orang yang pernah memakan buah 'inti petir' yang tersimpan puluhan tahun
di Lembah Kutukan.
Kedatangan Penghulu Segala Ilmu pun sebenarnya


Pendekar Slebor 42 Manusia Laba-laba di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk mencari Pendekar Slebor, sekaligus mencoba menghalangi sepak terjang
Manusia Laba-laba. Ketika muncul tadi, pertarungan sudah terjadi. Namun dengan
penuh keyakinan, Penghulu Segala Ilmu memegang Andika sebagai pemenangnya.
"Kelicikan itu berbahaya, Andika."
"Kau benar, Orang Tua. Tapi sekali-kali boleh dong digunakan untuk melawan
kelicikan pula...."
"Aku percaya, kelicikanmu untuk jalan kebaikan.
Hm.... Manusia itu memang, sangat sulit untuk ditandingi bila sudah
mempergunakan ilmu 'Laba-laba'. Andika, tetaplah berjalan di jalurmu. Karena
orang sepertimu sangat dibuluhkan untuk mengamankan isi dunia."
"Ah! Yang benar saja, Orang Tua. Sekali-kali jalan di jalur orang lain boleh,
dong?" Penghulu Segala Ilmu tertawa renyah. Dia memang
paham dengan sifat Andika yang nyeleneh. Untung saja, pemuda
ini selalu menjunjung tinggi sifat kependekarannya.
"Bila saja Larasati tak mengatakan tentang
kelemahan jaring laba-laba, niscaya aku sendiri belum tentu mampu
mengalahkannya," kali ini Andika tak berseloroh. Wajahnya dipasang sungguh-
sungguh. Penghulu Segala Ilmu tersenyum.
"Berjanjilah kepadaku, bahwa kau akan tetap berada di jalurmu."
Andika menarik ujung bibirnya. Balas tersenyum.
Tanpa diminta pun, Andika tetap akan berada pada jalan yang memang telah
ditemukannya. Setelah melihat Pendekar Slebor tersenyum,
Penghulu Segala Ilmu menghilang dari pandangan.
Ketika Pendekar Slebor berniat hendak menemui
Asti... "Hei, Pemuda Brengsek! Kenapa kau tinggalkan aku, hah"! Apa kau ingin aku mati
dengan membiarkan aku pingsan" Hhh! Pemuda urakan konyol!"
*** 11 Larasati sudah berdiri di hadapan Pendekar Slebor sambil berkacak pinggang.
Tetapi sebelum meneruskan bentakannya, tiba-tiba pandangannya tertuju pada sosok
Manusia Laba-laba yang sudah terkapar menjadi mayat.
"Hhh! Kini puas perasaanku melihat manusia
keparat itu sudah mampus! Aku yakin, paman guruku pasti akan tenang di alamnya
sana," desah si gadis.
"Kalau begitu, kenapa kau masih berada di sini?"
goda Andika. Larasati melotot.
"Brengsek! Apa kau pikir aku berada di sini karenamu" Tak usah ya?"
"Ya, sudah. Pergi sana!"
"Konyol!" maki Larasati.
Tetapi kali ini wajah si gadis memerah. Sebenarnya, sejak bertemu Andika, dia merasakan sesuatu yang lain di hatinya.
Namun disadarinya kalau dirinya dengan Andika jauh berbeda. Larasati mempunyai
tempat tinggal meskipun kini seorang diri. Kalau Andika, sudah bisa dipastikan
akan meneruskan perjalanannya. Karena, rimba persilatan adalah kehidupannya.
"Hei, Laras! Aku ingin suatu saat kita bertemu lagi."
Gadis itu mendelik.
"Mana sudi aku bertemu denganmu lagi" Tetapi, terima kasih atas bantuanmu,
Andika." Meskipun mulutnyaberkata begitu, tetapi hati si
gadis sangat mengharapkan dapat bertemu Andika
kembali."Aku permisi!" lanjutnya, mohon diri.
Saat itu juga tubuh gadis
itu berkelebat meninggalkan tempat ini dengan dendam yang tuntas terhadap Manusia Laba-laba.
Sementara setengah hatinya tertinggal pada Pendekar Slebor.
Andika tak menghiraukan Larasati lagi, karena
memang. tak punya perasaan apa pun pada gadis itu,
kecuali membantunya. Kakinya kini melangkah mendekati Asti. Gadis itu tampak
tersenyum gembira. Perlahan-lahan dibimbingnya Asti berdiri.
"Terima kasih, Kang Andika...," desah Asti seraya merangkul Andika.
"Semua sudah berakhir. Sebaiknya kuantar kau.
kembali ke rumahmu...."
Asti hanya mengangguk-angguk.
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Arya Winata
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
PENDEKAR SLEBOR
Segera terbit!!!
Serial PENDEKAR SLEBOR dalam episode:
MACAN KEPALA ULAR
Duel Di Puncak Lawu 1 Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagus Sajiwo 1
^