Pencarian

Rahasia Sang Geisha 2

Pendekar Slebor 27 Rahasia Sang Geisha Bagian 2


Diangkatnya ke bahu, lalu dengan santai dibawanya tubuh pendekar muda itu pergi.
Orang-orang Imada-Tong bergerak hendak meringkus.
Seichi Onigawa mcnahan mereka.
"Biarkan," katanya dengan kilat mata licik. "Kita masih memiliki Akimoto Kecil,"
tambahnya mendesis.
"Andika San.... Andika San.... Kau sudah sadar?"
Lamat-lamat Andika mendengar suara halus seorang
wanita di sisinya. Kelopak matanya membuka perlahan.
Dari mengabur, pandangannya mulai menjadi jelas. Yang pertama-tama ditemui
adalah wajah jelita si janda Akemi.
"Akemi" Di mana aku?" keluh Pendekar Slebor. Dari rebahnya, anak muda itu
berusaha bangkit. Pening luar biasa di kepala ditambah rasa sesak di dada
membuatnya urung bangkit.
"Andika San berada di rumah rahasia Kak Hiroto,"
kata Akemi, memberitahukan.
Alis Andika mengerut. Antara mimik wajah menahan sakit dan mimik bertanya.
"Bagaimana aku bisa sampai di sini" Siapa yang telah menyelamatkanku dari...,"
Andika memutus kalimatnya.
Belum waktunya dia mengatakan kalau dia pergi menemui Seichi Onigawa. Sewaktu
hendak pergi dari tempat itu, Andika mengatakan tujuan lain. Dia harus
merahasiakan rencananya. Takut-takut nanti diketahui Hiroto. Andika hanya tak
ingin kawannya itu menganggapnya telah lancang mencampuri urusan keluarga.
"Kissumi menemukan Andika San ditepi hutan batas propinsi Yamashiro. Katanya,
Tuan tergeletak bermandi darah. Lalu Kissumi membawa Andika San ke sini dengan
kereta kuda...," papar Akemi.
"Kissumi?" terbetik kecurigaan di benak Andika.
Sedang apa perempuan geisha* itu di hutan batas propinsi Yamashiro" Andika
teringat pada pakaian hitam-hitam yang disembunyikan di depan rumah pengasingan
rahasia Hiroto.
Dengan ditemukannya pakaian itu,
terpicu kecurigaan Andika bahwa di dalam keluarga Hiroto ada seorang yang menggunting
dalam lipatan. Seorang
penghianat! Mungkinkah Kissumi adalah penghianat itu"
"Mana Kissumi?" tanya Andika pada Akemi. Akemi belum sempat menjawab ketika
Andika berkata lagi.
"Maukah kau memanggilkan Kissumi?" Akemi mengangguk. Perempuan beranak satu tapi tetap memiliki tubuh molek itu bangkit.
Dari kamar dia keluar. Tak begitu lama, Akemi telah kembali. Kissumi mengekor di
belakangnya. "Andika San memanggil saya?" tanya Kissumi di dekat Andika. Kedua wanita itu
sudah duduk bersimpuh di sisi Andika.
Andika bergerak hendak bangkit. Menyaksikan itu, Akemi dan Kissumi bersicepat
hendak memapah bahu si anak muda. Wajah keduanya bersemu merah ketika
menyadari mereka seperti dua gadis kecil memperebutkan boneka.
Sialnya, Andika jadi urung dibantu. Dengan bibir meringis-ringis menahan sakit,
terpaksa anak muda itu bangkit sendiri. Apes sekali.
"Kissumi, Akemi bilang padaku, kau pergi ke hutan batas propinsi Yamashiro."
mulai Andika lagi dalam posisi duduk menjulur kaki
Kissumi menyahuti dengan anggukkan kecil yang
terlihat khidmat.
"Apa tujuanmu ke sana?" tanya Andika kembali.
Sclintas ada garis kecurigaan di wajahnya. Begitu juga dengan tatapannya.
"Aku membeli perbekalan yang tak ada di Kyoto ke Yamashiro...," jawab Kissumi.
"Perbekalan kita untuk di tempat ini sudah habis," tambahnya.
Tentu saja penuturan Kissumi terlalu dibuat-buat bagi Pendekar Slebor. Bagaimana
mungkin pada saat keluarga Hiroto digempur oleh musuhnya, Kissumi justru pergi
ke Yamashiro seorang diri. Tapi, Andika belum lag] mencari kejelasan seluruhnya.
Bukankah dia belum menanyakan apakah Kissumi pergi sendiri atau ditemani.
"Kau pergi sendiri?" susul Andika.
"Aku ditemani oleh...."
Kalimat Kissumi urung terselesaikan. Pintu geser kamar terdengar dibuka
seseorang. "Aku yang mengantarnya, Andika San. Kissumi tak mungkin kubiarkan pergi sendiri
pada saat genting seperti ini...," sela orang yang membuka pintu. Dia adalah
Fujimoto bekas anak buah kepercayaan Hiroto.
Tiga hari tiga malam Andika tidak bisa berbuat apa-apa. Luka dalam yang dideritanya tak bisa disebut ringan.
Selama itu, hanya semadi yang bisa dilakukan. Dengan semadi, Andika mencoba
memulihkan keadaan tubuhnya kembali.
Meski sudah begitu,
pemulihan keadaan
tubuhnya berjalan amat lambat. Akibat pukulan Seichi Onigawa tampaknya terlalu
kuat untuk dilumpuhkan secara cepat.
Sementara itu, Akemi dengan sabar membantu
merawatnya. Dia yang membawakan Andika makanan
Memberikan pemuda itu obat-obatan tradisonal, juga tak jarang menggadanginya
malam hari. Beberapa kali, ketika Andika
menyudahi sementara semadinya, Andika memergoki Akemi sedang terkantuk-kantuk di sisi pintu kamar. Wanita itu berusaha
untuk tidak tidur, walau matanya sendiri sudah bagai digelantungi bandul.
Beberapa kali Andika meminta Akemi agar tigak
terlalu memaksakan diri. Anak muda itu berusaha
meyakinkan Akemi keadaannya tidaklah terlalu mengkhawatirkan seperti yang terlihat. Permintaan Andika sia-sia. Akemi tetap
bersikeras untuk membantu merawat pemuda itu.
Ada apa sebenarnya pada diri Akemi" Andika sering bertanya begitu dalam hati.
Apa ada sesuatu di balik perhatiannya yang besar terhadapku" Atau hanya sikapnya
selaku salah seorang tuan rumah yang hendak memulihkan tamu"
Kalau sudah mesti bersemadi kembali. mau tak mau Andika membuang dulu segala
pikiran tadi. Yang
terpenting, dia harus kembali sehat. Urusan genting dengan Seichi Onigawa belum
lagi beres, pikirnya.
Pada hari keempat, tubuh Andika belum bisa berbuat banyak. Berdiri saja dia
terkadang masih terhuyung-huyung. Akemi sering terpekik kaget dan memapah
tubuhnya lergesa ketika perempuan itu mendapati tubuh Andika nyaris tersungkur.
Sementara itu, Hiroto yang telah pulang sebelum
Andika kembali, tak kunjung jua mendapat kabar dari Seichi Onigawa mengenai
Akimoto, anaknya. Karena pikiran Hiroto terlalu dikecamuk akan nasib anaknya,
dia jadi tak begitu mempcrhatikan keadaan Andika.
Hiroto beberapa kali menjadi tak sabar. Kalau saja Andika tak segera
mencegahnya, tentu samurai sejati itu bakal mulai lagi mencari tempat Seichi
Onigawa yang menyembunyikan Akimoto.
"Kita harus bisa bersabar. Jangan terlalu terburu nafsu. Bisa-bisa itu akan
mencelakakan diri kita sendiri,"
cegah Andika satu kali.
"Jangan membuang-buang tenaga sia-sia. Kita butuh segenap tenaga untuk
menghadapi lelaki keparat itu. Tapi, pada saatnya nanti," begitu Andika menahan
Hiroto. Dan Hiroto menyadari juga kebenaran pendapat Pendekar Slebor, meski
cukup sulit baginya untuk itu.
Di lain keadaan, seencer apa pun otak pendekar
muda tanah Jawa itu belum bisa memecahkan teka-leki pakaian hitam yang
ditemuinya di bawah tebing depan rumah pengasingan rahasia Hiroto. Jika menilik
bagaimana para Imaga-Tong dapat mengetahui rumah yang dirahasiakan itu, Andika jelas jadi berkesimpulan ada seorang pengkhianat
mendekam di keluarga Hiroto.
Masalahnya kini. siapa pengkhianat itu" Apakah pakaian itu ada hubungannya
dengan si pengkhianat"
Selain Hiroto, ada tiga orang lain di rumah itu. Mereka adalah Akemi, Kissumi,
dan Fujimoto. Andika sudah mengorek keterangan dari Fujimoto waktu itu. Lelaki
yang pernah menjadi bawahan kepercayaan Hiroto itu diyakini Andika tidak
berkhianat. Jadi, kalau Fujimoto mengaku telah mengantar
Kissumi ke hutan perbatasan propinsi Yamashiro, itu artinya Kissumi pun tidak
bisa lagi dicurigai sebagai pengkhianat.
Yang tersisa hanya Akemi. Tapi Andika mana mungkin mencurigai janda itu sebagai
pengkhianat" Jelas-jelas Akemi adalah ipar Hiroto, wanita yang menikah dan
memberi seorang anak pada adik kandung Hiroto.
Kalau begitu kecurigaan si anak muda sakti Lembah Kutukan menemui jalan buntu.
Tak ada lagi orang yang patut dicurigai. Bagaimana dengan Hiroto sendiri" Ah,
tak mungkin tepis Andika. Semua kekacauan ini justru bertujuan hendak
menghancurkannya. Bagaimana bisa dia hendak menghancurkan diri sendiri dan
keluarganya"!
"Pasti ada 'satu mata rantai yang putus!" tandas Andika
dalam hati. Mata rantai yang bisa menghubungkannya dengan si pengkhianat. Sebab, biar bagaimanapun
Andika tetap yakin keberadaan pengkhianat itu di tengah-tengah keluarga Hiroto. Untuk mengetahui mata rantai
yang terputus itu, dia harus menyelidiki lebih dalam, lebih teliti sekaligus
hati-hati! *** Malam ke sekian dari musim semi beranjak datang.
Senja baru saja memudar. Di pelupuk langit sebelah timur, sisa cahaya kemerahan
masih berjuang untuk bertahan dari terkaman segala malam.
Andika berdiri di beranda rumah pcngasingan rahasia Hiroto. Menikmati memudarnya
cahaya matahari di
belahan langit timur membuat hatinya damai. Lantak sejenak segala pikiran-
pikiran runyam yang menggerayang di benaknya.
Sampai Akemi datang di belakangnya. Janda itu
berdehem kecil, mencoba menegur secara tak lang-sung.
Andika menoleh.
"Akemi,"
sapanya dengan sebaris senyum mengembang. "Sedang apa, Andika San?" tanya Akemi seraya melangkah ke samping pemuda tanah
Jawa itu. Seperti Andika, perempuan beranak satu itu pun menyanggahkan tangan
pada pagar bambu yang membentang panjang di sisi beranda.
Andika mengedikkan bahu.
"Entah," katanya mendesah. "Mungkin hanya ingin melupakan sejenak seluruh
kekacauan dunia ini...."
Akemi diam sebentar. Warna merah tembaga sisa
sinar mentari bertandang di kulit wajahnya. Membentuk bayang mempesona yang baru
kali itu disaksikan Andika pada wajah Akemi. Andika takjub. Inginnya dia terus
menatap. Tapi lama-kelamaan dia jadi risih sendiri. "Cantik benar dia," bisik
hati Andika memuji. Slompret sekali!
"Suatu saat kita memang harus memiliki tempat pelarian," gumam Akemi, tak
kentara. "Apa?" Andika tergagap. Bodoh sekali dia. Kare-na terlalu getol mencuri pandang,
dia jadi tak begitu memperhatikan ucapan wanita menawan di sebelah-nya.
Akemi menarik napas. Dalam sarat.
"Setujukah Andika San kalau kukatakan, kita suatu saat butuh tempat pelarian?"
ulang Akemi. Anak muda yang mengenakan kimono coklat muda itu mcnimbang sejenak. Matanya
bergerak-gerak, memikirkan.
"Setuju," tukasnya.
"Kau hendak mengatakan bahwa aku berdiri di tempat ini pun sudah menjadi satu
pelarian, bukan?"
sambung Andika.
Akemi menatap Andika. Mencoba mencari sesuatu di mata pemuda gagah itu.
"Andika San tidak tersinggung?" ajunya.
Andika tertawa kecil.
"Kenapa harus tersinggung?" tukasnya. Lalu mata setajam tatapan elang itu
menerawang. "Kita tak selamanya bisa bertahan dalam kekacauan dunia. Kita harus lari satu
saat. Kalau tidak, kita bisa menjadi gila. Banyak cara untuk lari. Tapi bagiku,
salah satu yang terbaik untuk itu adalah mendekat pada alam.
Dekat pada alam, kita pun dekat pada Penciptanya...,"
tutur Andika panjang dan tajam.
Andika menghirup dalam-dalam udara senja yang kian tua.
Lalu dihembuskannya lagi perlahan. Ditarik, dihembuskan. Seperti dia tak akan pernah terpuaskan
untuk terus melakukan itu.
Keduanya kemudian diam. Sama-sama menikmati
cahaya yang hampir mati jauh di timur sana.
"Kau menangis Akemi?" usik Andika ketika mendapati pipi wanita itu telah basah.
Ada genangan bening kecil terus mengalir lamat menuju leher jenjang halusnya.
Akemi membiarkan airmata itu. Toh Andika sudah
telanjur melihatnya.
"Andai aku bisa lari...," desah Akemi.
"Apa maksudmu?" tanya Andika. Ucapan Akemi tak jelas ditangkap maksudnya oleh
pemuda itu. "Ada sesuatu yang terus mengganggu pikiranmu?" susul-nya.
Entah karena pertanyaan terakhir Andika, Akemi
terisak. Dia menangis. Didekapnya wajah jelita yang diusik tangis itu. Tak ada
jawaban atas pertanyaan si pendekar tampan barusan.
Andika kontan gelagapan. Kalau soal musuh selicik serigala dan setangguh gajah
bengkak, akan dihadapinya dengan senyum mengembang. Tapi kalau tangis wanita"
Wah, dia paling ngeri! Bukan apa-apa. Dia bisa dibuat serba salah karenanya.
"Sudahlah, Akemi...," bujuk Andika. Tangannya serba salah menyentuh bahu Akemi.
Andika menduga wanita itu sedang menyesali kematian Jotaro, suaminya.
Bukannya terputus,
tangis Akemi malah kian


Pendekar Slebor 27 Rahasia Sang Geisha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendalam. Tubuhnya terguncang-guncang kecil.
Wah, makin gelagapan Andika. Apa yang mesti
diperbuatnya" Kalau gadis kecil, dia bisa membelikan boneka. Tapi kalau 'gadis
besar' yang jelita di depannya ini"
Bola mata anak muda itu bergerak bingung ke sana kemari.
Sampai Akemi menghambur ke dada bidang pemuda
itu. Ditumpahkan segalanya di sana. Dan Andika pun akhirnya tahu apa yang
mestinya dilakukan. Dirangkulnya tubuh Akemi. Dipeluknya, membagi kehangatan.
Malam akhirnya Iuruh juga. Sejak siang tadi, juga dua hari sebelumnya Andika tak
bertemu dengan Hiroto.
Menurut Akemi, samurai sejati itu tak pernah meninggalkan dojo*. Dia terus berlatih keras, menajamkan jurus-jurus kendonya
untuk menghadapi Seichi Onigawa nanti.Tangis Akemi telah tertumpah semua.
Tinggal tersisa isak kecilnya saja. Kepala wanita itu sudah sejak tadi beranjak
dari dada Andika. Dari wajahnya, Andika bisa menyaksikan rasa malu tersembul
samar di antara sisa tangisnya.
"Maafkan kelancanganku, Andika San," hatur Akemi, karena dianggap dirinya telah
lancang. "Maaf untuk apa" Kau tidak melakukan apa-apa padaku," tukas Andika. "Lagi pula
he he he.., aku senang, kok!"
Andika memperlihatkan cengiran tololnya.
Akemi tak bisa menahan senyum kecil yang biar
bagaimanapun masih terlihat rapuh.
"Sebaiknya kau masuk ke dalam, Akemi. Tentu bayimu belum kau susukan malam ini,
bukan?" saran Andika. Angin memang sudah menjadi dingin.
Akemi mengangguk. Sebentar ditatapnya Andika.
Setelah itu dia beranjak meninggalkan beranda, dikawal tatapan
lembut pemuda berambut gondrong di belakangnya. *** 7 Seseorang menyelinap malam. Berlari ringan di luar rumah pengasingan rahasia
Hiroto. Pakaian hitam yang menutupi hampir seluruh tubuhnya tersamar warna
malam. Dengan mengendap setengah merunduk, dimasukinya rumah Hiroto melalui jendela samping.
Di lorong menuju kamar, penyelinap itu merapatkan tubuh ke dinding yang luput
tersiram cahaya lampion.
Rupanya datang seseorang dari ruang lain. Kissumi orang itu. Sedang membawa baki
air hangat untuk Andika.
Mata di antara penulup kain hitam penyelinap tadi menyusut gusar menyaksikan
kedatangan Kissumi. Jemari tangannya mengepal geram. Kalau dia tak sedang
menjalani perintah lain dari atasannya, sudah dilemparnya pisau kecil untuk
menyingkirkan Kissumi. Kalau tindakan itu tidak dilakukan, itu semata karena
sang ninja tidak ingin mengalami resiko. Sedikit saja suara mencurigakan yang
timbul jika dia mencoba membunuh Kissumi, maka tugas utamanya bisa berantakan.
Kepalan si penyelinap makin merapat manakala
Kissumi menghentikan langkah. Wanita itu seperti merasakan sesuatu yang tidak
beres sedang terjadi dalam rumah. Untuk memastikannya dia mengawasi sekeliling.
Untunglah tempat lelaki tadi terlalu gelap untuk mata Kissumi. Karena tak
menemukan apa-apa, Kissumi
melanjutkan langkah. Dia hendak menuju dojo. Andika di sana. Sebelumnya pemuda
itu hendak menemui Hiroto.
Ternyata Hiroto sudah tidak ada lagi dalam dojo. Sedang bersemadi di kamarnya,
begitu kata Kissumi pada Andika.
Kebetulan atau bukan. lelaki berpakaian gelap tadi pun melangkah diam-diam ke
dojo. Di belakang Kissumi, dia mengekor hati-hati.
"Ini air hangatnya. Andika San," ucap Kissumi setibanya di dojo.
Andika yang sedang mengatur jalan darah dengan
seni pernapasan segera menghentikan kegiat-annya.
Kepalanya menoleh.
"Letakkan dulu di sana, Kissumi," pinta Andika seraya menunjukkan sudut dojo.
Air hangat itu berguna untuk membanlunya melacarkan peredaran darah. Jika jalan
darahnya bisa semakin lancar, maka pemulihan keadaan tubuhnya pun akan
meningkat. Kissumi menuju sudut yang dimaksudkan Andika.
"Ada lagi yang bisa saya bantu, Andika San?" tanya gadis geisah itu.
'Tidak, terima kasih Kissumi...," jawab Andika.
Didapatinya mata gadis itu berbinar seperti pernah disaksikannya ketika....
Ah, Andika cepat menepis
bayangan kemolekan serta kepadatan tubuh halus Kissumi yang dilihatnya dulu.
Kissumi keluar. Ada kekecewaan terbawa di parasnya.
Sepeninggalan gadis geisha tadi, lelaki berpa-kaian hitam mengendap-endap di
dekat dinding ka-mar latihan bela diri. Tangannya sudah menggenggam sebilah
belati yang gagangnya terbungkus semacam kertas.
Dinding bersekat kertas yang membatasi dojo dengan tempat lelaki itu
menyemburatkan cahaya lampion dari dalam. Bayangan Andika pun terlihat jelas
dari luar. Dengan mata waspada, ninja penyelinap mengawasi
bayangan di sekat kertas dinding.
Sesaat berikutnya....
Tras! Wesss! Didahului bunyi sekat kertas terkoyak, sebilah belati melesat, menembus dinding.
Arahnya tepat menuju
Pendekar Slebor di dalam dojo!
Pendekar Slebor bukan main tersentak. Tanpa
mencaritahu apa yang terjadi dengan dinding dojo sebelah barat, anak muda itu
berguling ke depan. Hanya naluri terlatihnya yang diandalkan saat itu. Baki air
hangat yang diletakkan Kissumi cepat diraihnya. Bletak!
Baki tembikar di tangan Pendekar Slebor saat itu juga retak. Tengahnya tertembus
belati yang dilempar si pembokong. Air hangat di dalamnya sekarang sudah
berhamburan di lantai dojo.
Sadar kalau seseorang baru saja hendak membunuhnya, Pendekar Slebor dengan mata nyalang men-cari. Sekelebatan
dilihatnya sesosok tubuh berlari di luar dojo. Lincah bagai seekor rubah
mengejar buruannya.
Rahang pemuda dari tanah Jawa itu mengeras.
Geram, dihempasnya langkah, seperti dia menghempas baki dari tangannya. Baru
mencoba berlari lima-enam langkah, Andika merasakan dadanya sesak luar biasa.
Pengerahan ilmu peringan tubuh yang dipaksakan
membuat luka dalamnya kambuh seketika.
Di dekat dinding dojo anak muda itu menyanggahkan tubuh ke tempat senjata.
Tangannya mendekap dada.
Sementara wajahnya memucat teramat sangat.
"Luka dalam sial! Kenapa harus kambuh saat penting seperti ini!" rutuknya
diselingi keluhan.
Sifat keras kepala si pendekar muda dari Lembah
Kutukan itu memang sulit diragukan. Baru dada sesak dan napas Senin-Kamis
seperti itu saja tidak akan digubris.
Terhuyung-huyung seperti bocah baru belajar melangkah, dia ngotot juga mengejar
pem-bokongnya tadi.
Andika merasa nyaris mampus ketika tiba di luar.
Napasnya bukan cuma s ulit ditarik, tapi juga seperti disumbat dari dalam. Lepas
dari semua itu, ada hal yang benar-benar membuatnya ingin mampus di tempat.
Kissumi yang selama ini dikenalnya sebagai geisha lemah-lembut, sedang
menggempur ninja pembokong Andika habis-habisan!
Anak muda itu terpana. Sempat-sempatnya dia
melompong saat napasnya tersengal-sengal. Karena merasa salah melihat, Andika
mengerjap-ngerjapkan mata. Ini pasti akibat luka dalamku, pikirnya. Tapi sudah
berkali-kali dia mengerjap, wanita yang dilihatnya tetap Kissumi.
Dari jalannya pertarungan, bisa terlihat Kissumi berada jauh di atas angin.
Dengan tangan kosong, gadis itu bisa mendesak lawan berkatana.
"Heaaah!"
Deb! Seperti tidak mengalami kesulitan, Kissumi berhasil menyarangkan totokan
bertenaga ke perut lawan. Saat lelaki berpakaian hitam merunduk menahan sakit,
tangannya yang memegang pedang disepak kaki Kissumi keras-keras.
Katana berputar di udara. Kissumi melenting lincah, memburu putaran pedang. Tep!
Tras! Hanya dengan satu tebasan, kepala lelaki berpakaian hitam menggelinding di
tanah. terkena tebasan Kissumi.
*** Hiroto dan Akemi datang ketika Andika dipapah
masuk oleh Kissumi. Fujimoto menyusul di belakang mereka. Ketiganya terkejut
mendengar ribut-ribut di luar.
"Ada apa, Andika San?" tanya Hiroto. Wajahnya ketat, menampakkan ketegangan.
Andika hendak membuka mulut, tapi Kissumi cepat
menyela. "Tidak ada apa-apa, Hiroto San," sergah gadis itu bergegas. Ada suatu hal yang
hendak disembunyikan.
Andika tahu soal itu ketika Kissumi memintanya
merahasiakan kejadian yang terjadi sebelum Hiroto, Akemi dan Fujimoto keluar.
Kissumi juga telah menyingkirkan mayat si ninja ke semak-semak.
"Andika San hanya terjatuh," sambung Kissumi seraya membungkukkan badan. Tubuh
pemuda yang masih
dipapahnya jadi ikut terunduk. Andika cuma bisa cengar-cengir saja.
"Sebaiknya kau beristirahat Andika San," nasihat Hiroto demi menyaksikan
temannya dari negeri seberang itu kepayahan.
"Ada ular masuk tadi. Aku berusaha mengusir nya. Tak kusangka aku akan sepayah
ini. Brengsek!" kibul Andika, mencoba membantu Kissumi. Biarpun kecurigaannya
tetap ada pada diri Kissumi, Andika tetap tak bisa menuduhnya begitu sebagai
pengkhianat. Setidak-tidaknya dia mau mendengarkan penjelasan Kissumi. Apalagi
gadis geisha itu berkata akan menjelaskan duduk persoalannya.
Hiroto dan Akemi akhirnya masuk kembali. Hanya
Fujimoto tetap berdiri di tempatnya.
"Kau pun boleh masuk," tukas Andika pada lelaki itu.
Andika berharap Fujimoto masuk agar dia bisa cepat mengetahui segala sesuatu
yang dirahasiakan Kissumi.
Termasuk mengetahui kenapa selama ini dia berpura-pura lemah. Yang dilakukan
Fujimoto justru bertolak-belakang dengan harapan Andika, lelaki itu merundukkan
badan. Apa perlunya kau merunduk seperti itu?" rutuk Andika.
Jengkel juga dia. "Aku mau kau masuk, kau mengerti?"
sambungnya. Lagi-lagi Fujimoto membungkukkan badan.
"Eee, kau sial sekali rupanya...." maki Andika.
Tidak apa-apa, Andika San," cegah Kissumi.
Andika merengut. "Tidak apa-apa'.'" gumamnya heran.
Kissumi mengangguk. Diliriknya Fujimoto. "Fujimoto tahu mengenai diriku..,"
Kissumi menjelaskan.
"Ooo!"
Andika menjentikan tangan. Dilangkahkan kaki,
melepaskan papahan Kissumi.
"Jadi kalian bersekongkol rupanya," cibir pemuda tanah Jawa itu.
"Semacam itu Andika San," sela Fujimoto. Untuk ketiga kalinya lelaki itu
menundukkan badan. Membuat Andika merasa jakunnya hendak melompat karena kelewat
sebal."Sebaiknya, kami tak menjelaskan di sini, Andika San.
Tak boleh ada orang lain yang mendengar rahasia ini sementara waktu," kata
Kissumi lagi. "O. jadi di mana" Di kuburan" Agar kalian bisa membunuhku sekaligus menguburku
tanpa harus repot-repot menggotong-gotong mayatku?"
"Ikuti aku, Andika San?" ujar Fujimoto cepat. Tak
tahan juga dia mendengar cerocosan pendekar satu ini.
Dia cepat melangkah. Andika dan Kissumi mengikuti.
Ketiganya akhirnya sampai ke tempat yang di-
maksud. "Sekarang kalian jelaskan padaku apa sesungguhnya yang kalian sembunyikan.
Semuanya! Dan jangan coba macam-macam. Sebutlah aku sedang lemah karena luka
dalamku! Tapi untuk mengepruk kepala kalian berdua, aku masih bisa melakukannya!
semprot Andika seperti kakek-kakek kebakaran jenggot.
Kissumi dan Fujimoto mengajaknya ke tempat yang
aman untuk menceritakan segala sesuatunya Mereka masih tetap tak ingin ada orang
lain mendengarnya.
Karena itu mereka mendatangi tempat yang paling
memungkinkan untuk itu. Tepatnya di ruang bawah lanah yang dijadikan gudang
penyimpanan. "Asal kalian tahu, selama ini aku mencurigai di keluarga Hiroto ada seorang
pengkhianat. Dengan begini, kecurigaanku itu akan jatuh pada kalian! Apa benar
kalian pengkhianat" Benar"! Slompret kalau benar!" cerocos Andika lagi. Sulit
juga untuknya menganggap kedua orang itu sebagai pengkhianat Kalau mereka adalah
orang-orang Seichi
Onigawa kenapa tidak langsung saja menyingkirkannya pada saat sedang payah seperti ini"
Sementara Seichi Oni gawa sendiri sudah menang satu langkah dengan menawan
Akimoto kecil. "Sabar Andika San. Berilah kesempatan Nona Kissumi mengambil napas...," mohon
Fujimoto. "Mcngambil napas?" Andika mendengus. "Kalau kalian lebih lama diam, aku yang
akan mengambil napas kalian!
Kalian mengerti"!"
Lalu si pemuda yang uring-uringan itu mulai mondar-mandir dalam ruangan sumpek
penuh barang-barang. Tak dipedulikannya dada yang masih terasa sesak.
"Asal kau tahu Andika, aku sebenarnya bukanlah geisha Hiroto San," mulai
Kissumi. Perempuan molek itu
duduk di atas tumpukan karung gandum.
"Teruskan!" bentak Andika, sok galak. Dihajarnya peti yang tertumpuk tinggi.
Padahal tanpa disadarinya dia meninju peti penyimpan telur.
Prak! Andika langsung mencak-mencak seperti tak ingin
berhenti sampai kiamat menjelang ketika, wajahnya dilanda tumpahan pecahan
telur. Fujimoto dan Kissumi berusaha sebisanya menahan
geli. Mereka ingin tertawa, tapi takut kalau pendekar muda dari negeri asing itu
mengamuk. 'Teruskan! Teruskan!" bentak Andika. Tangannya sibuk membersihkan cairan kental
di sekujur mukanya.


Pendekar Slebor 27 Rahasia Sang Geisha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nenekku adalah geisha kakeknya Hiroto San, Yoshioka...," mulai Kissumi lagi.
"Kau menyebut siapa?" wajah Andika jadi sungguh-sungguh.
Tangannya berhenti
menyingkirkan bekas pecahan telur. Seingat Andika, dia pernah mendengar nama itu.
"Yoshioka," ulang Kissumi.
"Yoshioka" Orangtua bungkuk itu?" Andika ingin mendapatkan kejelasan.
"Andika San sudah mengenalnya?" sekali ini justru Kissumi yang melengak.
"Kakek yang selalu membawa toya itu?" Andika masih penasaran. Bola matanya
membesar. "Benar," sahut Kissumi pasti.
"Bagaimana bisa dia adalah kakek Hiroto?" Andika mengajukan pertanyaan
membingungkan. Kissumi tak bisa menjawabnya. Pertanyaan macam apa itu" Apa
terlalu aneh seorang lelaki tua menjadi kakek Hiroto" Lain lagi kalau Yoshioka
itu perempuan peot atau bocah belasan tahun....
"Apa maksud Andika San dengan pertanyaan itu?"
Fujimoto jadi ikut-ikutan ngawur. Jelas pertanyaan Andika barusan tak perlu
ditanggapi. Anak muda tanah Jawa itu cuma tak percaya kalau Yoshioka tua adalah
kakek Hiroto. Itu saja. Andika menepak kening keras-keras. "Aku heran, bagaimana Hiroto yang
begitu berwibawa punya kakek se sinting dia...," gumam Andika tak kentara.
"Kenapa, Andika San?" Kissumi bertanya.
"Tidak. tidak apa-apa," kelit Andika. "Teruskan saja ceritamu!"
Lalu, Kissumi pun melanjutkan ceritanya.
Seperti dikatakannya belum lama, dia adalah cucu dari geisha Yoshioka. Karena
begitu dekat dengan Yoshioka, nenek Kissumi mengabdi sepenuhnya pada Yoshioka.
Ketika istri Yoshioka meninggal dunia, nenek Kissumi pun dijadikan istri oleh
Yoshioka. Dari istri pertama, Yoshioka memiliki anak lelaki yang bakal menjadi
ayah Hiroto. Sementara perkawinan kedua Yoshioka dengan
geishanya menghasilkan se?orang anak perempuan yang nantinya menjadi ibu Kissumoi.
"Artinya, kau mau hubungan darah dengan Hiroto?"
Kissumi mengangguk, membenarkan.
"Karena tahu Hiroto dalam ancaman Seichi Oni-gawa.
Kakek Yoshioka meminta aku berpura-pura menjadi
seorang geisha. Dengan begitu, sewaktu-waktu aku bisa membantu kesulitan Hiroto.
Sekaligus dapat terus mengabari Kakek Yoshioka tentang sepak terjang Seichi Onigawa terhadap Hiroto.
Kakek Yos hioka ingin membayar perhatiannya yang dulu tak pernah didapat Hiroto
darinya." "Kenapa begitu?" potong Andika. Kissumi melanjutkan. "Anak lelaki Kakek Yoshioka terpisahselama berpuluh-puluh tahun
karena satu kejadian. Ketika bertemu kembali, anak laki lakinya sudah menjelang
ajal di tangan mus uh keluarga mereka dan meninggalkan seorang anak yang
beranjak dewasa. Dialah Hiroto," sambung Kissumi.
Dengan begitu, pantas Hiroto tak mengenalinya ketika bertemu dengan Yoshioka tua
di Kuil Matahari. Orang tua bungkuk bertoya itu diam-diam rupanya terus
mengawasi keselamatan cucu lelakinya. Semua tindak-tanduk Hiroto didapatnya dari
Kissumi. Ketika Hiroto hendak mengejar
Seichi Onigawa yang membawa lari anaknya. Kissumi pun memberitahukan Yoshioka
tua. Karena itu Yoshioka bisa berada di sana terlebih dahulu.
Kissumi menuntaskan paparannya.
"Bagaimana dengan kau, Fujimoto.'" tanya Andika, mengalihkan persoalan pada
lelaki itu. "Bagaimana apanya'.'" tanya Fujimoto tak mengerti.
"Slompret kau! Ya, tentu saja aku mau tahu kenapa kau bisa mengetahui siapa
Kissumi sesungguhnya!" hardik Andika kesal.
"Suatu kali, aku memergoki Kissumi sedang menemui Yoshioka," ucap Fujimoto
singkat. "Begitu saja?" susul Andika, belum puas.
Fujimoto baru hendak menjawab. Andika sudah cepat mengibaskan tangan.
"Tak perlu dijelaskan. Aku tahu kesimpulannya.
Kissumi lalu membuka rahasianya padamu. Karena kau adalah salah seorang bawahan
setia Hiroto, kau pun bekerja sama untuk melindungi keluarga Hiroto secara diam-
diam bersama Kissumi. Apa aku betul atau betul?"
"Betul?" Fujimoto mcnanggapi kesimpulan Andika dengan mengacungkan ibu jari.
Tuntas mendengar semua rahasia yang selama ini
tersembunyi, timbul lagi pertanyaan lain yang perlu butuh jawaban. Pendekar
Slebor menyandarkan tangan pada dinding. Wajahnya mengetat. Anak muda itu sedang
mengingat sesuatu.
"Aku menemukan pakaian hitam-hitam di tebing depan rumah ini. Apa kalian tahu
milik siapa itu?" aju Andika lagi. Baru dia teringat pada masalah itu.
"Itu milikku," Fijimoto mengaku.
"Pada malam penculikan Akimoto, aku berusaha menolong Akimoto. Karena ingin
tetap merahasiakan penyamaranku, kugunakan pakaian hitam itu dan pengikat wajah
ungu. Sayang, usahaku tak berhasil.
Andika tak cepat percaya. Pada dasarnya, dia masih ingin membuktikan kebenaran
ucapan Fujimoto.
"Kau bisa membuktikan?" selirik pemuda tanah Jawa itu.
Fujimoto tanpa segan-segan membuka sebagian
pakaian atasnya. Di salah satu bahunya terlihat bekas luka akibat lemparan
senjata rahasia berbentuk bintang milik seorang anggota Imada-Tong.
Andika benar-benar percaya kini.
"Kalau kalian berada di pihak Hiroto, lalu siapa yang telah berkhianat?" bisik
Andika kemudian dengan kening berkerut.
"Akemi?" ungkap Kissumi ragu.
Andika menatap Kissumi dan Fujimoto bergantian.
Sama dengan Kissumi. Anak muda itu pun ragu, apakah Akemi benar-benar musuh
dalam selimut. "Bagaimana menurutmu, Kissumi?" tanya Andika.
Gadis itu terdiam. Sulit baginya untuk membuat
kesimpulan yang menyangkut Akemi. Bukankah Akemi adalah ipar Hiroto sendiri"
"Mungkinkah orang Seichi Onigawa sudi menikah dengan salah satu keluarga musuh?"
gumam Andika. "Kenapa tidak?" tukas Fujimoto menyela. "Andika San harus ingat. Di negeri ini,
orang bahkan rela mengorbankan nyawa untuk tujuannya...."
Andika bergidik. Benar kata Fujimoto.
*** 8 Andika mengajak Kissumi dan Fujimoto cepat-cepat ke dojo. Ketika di gudang bawah
tanah, mendadak saja anak muda itu teringat sesuatu. Belati yang dilemparkan
kepadanya sekilas dilihatnya terbungkus sesuatu.
Tak lama ketiganya sampai.
Pecahan baki dan belati masili tergolek serampangan di lantai dojo. Pengelihatan
sekilas Andika sebelumnya tidak meleset. Tepat di gagang belati, mereka
menemukan semacam gulungan kertas.
Andika mengambilnyaa.
"Sehelai surat," ucap Andika begitu menemukan tulisan kanji* di atas carikan
tersebut. Diserahkannya surat itu pada Kissumi. Andika hanya mempelajari bahasa
Nippon. Tidak termasuk cara membaca tulisannya.
Sejenak Kissumi menekuni. "Dari Seic hi Onigawa,"
tukasnya usai membaca surat tadi.
"Lelaki itu mengajukan penukaran Pedang Ekor Naga dengan Akimoto. Tempatnya di
danau besar propinsi Obani...," Kissumi memberitahukan inti pesan dalam surat.
"Bagus! Akhirnya lelaki sial itu mengabari juga apa maunya!" geram Andika.
Otaknya yang selalu berjalan dalam keadaan
bagaimanapun segera mengambil kesimpulan-kesimpulan.
Dia tahu, tentunya anggota Imada-Tong yang telah dibunuh Kissumi menyangka
dirinya adalah Hiroto. Bukankah selama dua hari belakangan Hiroto terus di dalam
dojo" Tentu saja musuh dalam selimut di keluarga Hiroto yang telah memberitahukan
lawan kebiasan Hiroto di dojo hari-hari belakangan!
Andika mengepalkan tinju. Teka-teki kini maki jelas.
Hanya tinggal mencari tahu, apakah Akemi benar-benar seorang pengkhianat.
Sebabselain dia, tak ada lagi orang yang bisa dicurigai.
"Jadi bagaimana selanjutnya, Andika San?" Fujimoto, samurai setia yang pernah
menjadi bawahan Hiroto saat
shogun sebelumnya, tak sabar ingin mengetahui tindakan yang harus mereka
lakukan. "Sebaiknya kau memberitahu pada Hiroto tentang surat ini," putus Andika cepat.
"Bagaimana
dengan aku?" Kissumi tak ingin dilupakan bagiannya.
"Kau teruskan penyamaranmu. Selidiki Akemi!" alur Andika lagi. "Aku sendiri...."
Kissumi dan Fujimoto menunggu.
"Aku punya rencana sendiri," tandas Andika Kissumi hendak bertanya. Terlihat
jelas dari sinar keingintahuan di matanya.
"Rahasia!" elak Andika seraya mengedipkan sebelah mata.
Pendekar muda pemilik nama besar itu ditahan oleh Kissumi baru ketika hendak
beranjak. "Apa Andika San, sudah tahu cara menghadapi Seichi Onigawa?" aju Kissumi hati-
hati. Sepertinya dia tak ingin menyinggung harga diri Andika.
Andika berbalik. Ditatapnya Kissumi lekat-lekat.
"Maksudmu apa?"
"Beberapa hari lalu, aku mengetahui Andika San terlibat pertarungan dengan
lelaki itu."
"Kau tahu?" Andika melengak.
"Bukankah Andika berhasil dikalahkan" Maaf, Andika San...," tanya Kissumi tanpa
mengatakan kalau dirinya yang telah menolong Andika waktu itu. Di samping
Kissumi adalah orang berpakaian hitam yang berusaha menggagalkan penculikan Akimoto. Kissumi jugalah orang yang
mencoba menghadang Seichi Onigawa saat membawa Akimoto dengan kuda. Dia pula yang menolong Andika saat nyawanya
terancam tinju maut Seichi Onigawa beberapa waktu
Andika meringis.
"Ya, aku maafkan. Tapi, jangan sekali lagi menyebut soal itu," hindar Andika,
mau enak sendiri. Dasarnya memang dia sudah dipecundangi Seichi Onigawa, masih
juga dia mau memungkiri.
"Apa Andika San sudah tahu bagaimana menghadapinya?" dua kali sudah Kissumi menanyakan pertanyaan itu.
"Kau mengulang pertanyaan yang sama, Kissumi!"
tukas Andika. "Jelaskan saja secara singkat apa
maksudmu...." Bolehnya Andika sewot.
"Seichi Onigawa memiliki kesaktian simpanan. Andika San.?"Yang itu aku sudah
tahu. Ah, kau ini!"
"Aku tahu rahasia kelemahan kesaktiannya...," aku Kissumi.
"Kau tahu?" Andika mclengak lagi.
"Bagaimana?" kejarnya bernafsu sekali. Di benak anak muda itu. terbayang dia
membalas kekalahannya tempo hari. Terbayang bagaimana dia akan membuat Seichi
Onigawa pontang-panting, mencium dengkulnya, atau terbengek-bengek seperti
dialaminya. "Kakek Yoshioka membcrilahukan aku tentang kunci kelemahan kesaktian Seichi
Onigawa...."
"Tunggu! Tunggu! Aku bukan menanyakan bagairnana kau bisa mengetahui kunci
kesaktian manusia sial itu!
Yang aku tanyakan, bagaimana aku dapat mengalahkannya," potong Andika seenaknya.
"Seichi Onigawa dapat...."
"Tunggu! Tunggu!" Andika menahan kalimat Kissumi lagi. Aku rasa, cerita tentang
Kakek Yoshioka brengsek itu menarik juga. Bagaimana kalau kau menceritakan itu
dulu" Bagaimana dia bisa sampai tahu rahasia kelemahan Seichi Onigawa....
Fujimoto di dekat Kissumi geleng-geleng kepala.
Susah juga menghadapi pendekar muda yang dibesar-bcsarkan Hiroto San ini,
gumamnya membatin.
Sesabar-sabarnya Kissumi, gadis itu mulai dongkol juga dengan kebrengsekan
Andika. Wajahnya jadi masam tak bersahabat. Merajuk dia.
"Kenapa kau jadi diam?"
"Aku ingin yakin dulu. kau mau kuberitahu yang mana," landus Kissumi sedikit
ketus. "Bukankah sudah kubilang aku ingin tahu soal Kakek Yoshioka brengsek itu!"
"Dia kakekku, Andika San. Jangan sembarangan menyebut namanya seperti itu!"
"O, bisa kualat.' Durhaka" Dosa besar" Waduh, ampuni aku, Kakek Yoshioka...,"
cibir Andika. "Ya, kau kuampuni! Tapi setelah kepalamu kubuat bengkak dengan loya ini!"
Seseorang tahu-tahu sudah duduk di palang langit-langit dojo. Tahu-tahu pula dia
turut campur dalam pembicaraan Andika dengan Kissumi.
Andika, Kissumi dan Fujimoto mendongak. Semuanya cukup terkejut mengetahui siapa
yang berada di atas sana.
Tapi yang paling terkejut adalah Andika. Wajah pendekar muda itu lantas
merengut. Dilihatnya Kakek Yoshioka sedang menjuntai-juntai kaki di sana.
"Orangtua besar adat...," rutuknya sebaL
Bletak! Andika meringis. Tangannya mendekap kepala. Kakek Yoshioka baru saja
menghadiahkan satu timpukan kerikil ke jidatnya.
"Sekali lagi kau mengatakan aku macam-macam, bukan cuma kerikil yang kulempar ke
jidatmu! Tapi ini!"
ancam Kakek Yoshioka sanibil mengacungkan loyanya.
Andika ngeri. Dia meringis parah.
Kakek Yoshioka melayang turun. Hinggap di dekat
Andika yang cepat-cepat menjauh. Ngeri kalau toya si orang tua bungkuk itu
mampir di jidatnya.
"Jadi ini anak muda yang sering dibicarakan orang-orang Imada-Tong itu?" leceh
Kakek Yoshioka pada Andika.
"Kata mereka kesaktianmu jempolan. Huh mana buktinya" Belum lama saja kau dibuat
mati kutu oleh Seichi Pencundang itu!" sembur Kakek Yoshioka tak puas.
Andika sewot dibegitukan. "Jangan c uma bisa menuding orang Iain, Orang Tua!


Pendekar Slebor 27 Rahasia Sang Geisha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kenapa kau jadi lupa kalau kau pun belum lama dibuat keok oleh lelaki sial itu!
Oh, iya aku lupa kau sudah pikun, bukan?" cemooh balik Andika.
"Kapan aku pernah dikalahkan si pec undang itu?"
elak Kakek Yoshioka. Dia sungguh-sungguh menimpali cemoohan Pendekar Slebor
barusan. Seperti juga Andika menimpali lecehannya. Mereka jadi mirip sepasang
bocah berebut pepesan
"Alah, jujur saja orang tua besar adat! Waktu aku datang ke ruang bawah tanah
Kuil Matahari, kau sedang berusaha menyembuhkan luka dalammu, bukan" Kau
dapat dari mana kalau bukan dari Seichi Onigawa" Apa tahu-tahu kau temukan luka
dalam itu di lobang tikus?"
olok-olok Andika, makin menjadi.
Kakek Yoshioka kontan mendengus sehebat de-
ngusan kerbau ngamuk. Dia merasa didodori oleh anak muda asing satu ini.
"Mulut tak tahu adat! Biar kusodok tenggorokanmu dengan toyaku!"
Kissumi tak tahan lagi melihat tingkah tengik dua lelaki bertaut usia itu.
Dilerainya mereka. "Kapan persoalan bisa selesai kalau kalian terus main olok-
olokan seperti ini"
San... " Dengan tetap memperlahankan kesopanan pada kakeknya, Kissumi
mengingatkan. "Coba kau tanya dia!" bentak Andika dan Kakek Yoshioka berbarengan. Keduanya
saling tuding satu dengan yang lain.
Ampun.... *** Jika kau ingin anakmu selamat, datanglah ke danau besar Obani, tepat pekan ke
tiga musim ini. Bawa Pedang Ekor Naga ke sana. Anakmu akan selamat jika pedang
itu kau serahkan padaku. Bila tidak, kau akan kehilangan anakmu selamanya.
Kujamin itu! Seichi Onigawa Hiroto menghajar lantai kayu dengan tinjunya ketika
selesai membaca surat dari Seichi Onigawa. Wajahnya mematang secepatnya,
memendam bara kemarahan.
Ketika sedang bersemadi di kamarnya, Fujimoto
datang mengantarkan surat itu. Kini Fujimoto duduk di sebelahnya, menanti titah
apa pun yang akan dibebankan ke pundaknya.
"Selembar saja rambut anakku saja diusiknya, akan kubelah kepalanya." geram
Hiroto, bergeletar kemurkaan.
Ayah mana yang tak begitu jika anaknya terancam. Seekor induk monyet dungu saja
akan siap mencabik-cabik dalam keadaan seperti itu. Apalagi Hiroto"
"Ada sesuatu yang bisa aku lakukan, Hiroto San?"
tanya Fujimoto hati-hati.
Hiroto melirik orang kepercayaannya itu. Mata merah padamnya membuat Fujimoto
bergidik. "Terimakasih, Fujimoto. Aku tahu. kau siap mati demi kesetiaanmu. Tapi aku
meminta kau tak turut campur dalam masalah ini...." tolak Hiroto. Dalam golak
nada bicaranya, dia tetap berusaha menjaga harga diri Fujimoto.
"Tapi...."
Hiroto mengangkal tangan. mcnahan ucapan Fujimoto. "Aku tahu. Aku hanya ingin kau tahu. Urusan ini adalah urusan antara aku dengan
Seichi Onigawa ke-parat itu. Biar aku yang menyelesaikan sebagai seorang samurai
sejati sekaligus sebagai seorang ayah sejati yang bertanggung
jawab penuh terhadap keselamatan anaknya...."
Kalau sudah begitu, Fujimoto bisa bilang apa lagi"
"Apakah Andika San tahu soal ini?" tanya Hiroto.
Fujimoto agak ragu menjawab, "Tidak, Hiroto San...."
Lelaki itu dengan terpaksa berdusta. Andika atau Kissumi
memintanya untuk berdusta jika Hiroto menanyakan perihal surat Seichi Onigawa. Sebab menurut pertimbangan mereka
berdua, Hiroto akan tersinggung jika mereka mencoba membantu. Sebaiknya bergerak
diam-diam, begitu pikir mereka.
Hiroto mengangguk. Jawaban Fujimoto memuaskannya. Mata merahnya menerawang jauh. Ada selingkup kerinduan menyelinap
di mata sipit itu. Tentu saja pada anak tercinta yang sudah lama tak ditemuinya.
Ada kecemasan, ada pula kegeraman. Semuanya berbaur menjadi satu.
"Pekan ke tiga musim ini jatuh besok hari. Besok, tolong siapkan kudaku pagi-
pagi sekali. Fujimoto...,'
desahnya. Fujimoto membungkuk. "Baik," sahutnya.
*** 9 "Kau hanya akan dapat mengalahkan Seichi Onigawa dengan cara berlawanan...,"
tutur Kakek Yoshioka pada Andika. Saat itu dua lelaki bertaut usia itu sedang
merembukkan sesuatu di bawah tebing depan rumah
rahasia Hiroto. Tempat itu mereka anggap aman, tanpa diketahui Hiroto atau lawan
yang mungkin saja menyelinap.
"Tapi aku tetap tak mengerti kenapa kau bisa dikalahkan manusia sial itu. Kalau
kau tahu kunci ke-lemahannya, mestinya dia telah kau buat bertekuk-lulut.
Bukan malah kau...." cibir Andika. Pertengkaran di gudang kemarin tak membuat
anak muda itu penasaran.
Kedongkolannya dengan orang tua bungkuk itu sudah lunas. Cuma dia hanya ingin
tahu sesuatu. Andika ingin memastikan kenapa Seichi Onigawa bisa mengalahkan
Kakek Yoshioka. Tentu ada hal yang bisa dipelajarinya.
Karena orang tua ini termasuk makhluk langka yang sulit diajak berdamai. mau tak
mau Andika harus punya satu cara agar dia mau bercerita tentang kekalahannya
tanpa merasa harga dirinya terusik. Kakek Yoshioka menaikkan pangkal hidungnya,
seperti seekor serigala mau mengamuk.
"Kau benar-benar anak muda banyak mulut! Kenapa kau tak diam dan mendengarkan
apa kataku saja!"
"Karena aku tak mau dikibuli!" debat Andika.
"Sial! Aku tak mengibulimu!"
"Tak mengibuli" Heh!" Andika mencibir. "Seorang yang mengaku tahu cara buang
hajat tapi tak pernah buang hajat, apa itu tidak ngibul?" sindirnya.
"Tapi aku tak ingin menjelaskan soal buang hajat padamu!" gertak Kakek Yoshioka,
terpancing. "Rasanya kau memang mau menjelaskan itu!"
Dari silanya, Kakek Yoshioka bangkit mendengus-
dengus. Napas tuanya terseret-seret, menahan kegusaran.
"Kau mau membalas kekalahanmu pada Seichi
Pecundang itu atau tidak'.'!"
Andika ikut berdiri. Dadanya dibusungkan tepat di depan wajah Kakek Yoshioka
yang bertubuh lebih pcndek.
"Kau bisa menyebut dia 'pecundang', ya" Hebat sekali....
Bukankah kau semestinya yang disebut pecundang?"
Gigi tinggal beberapa butir milik Kakek Yoshioka bergemeletuk.
"Khauuu mhauu mengalahkhan dia apa thidaakh!"
bentaknya mulai tak jelas, saking dadanya ditanduki kedongkolan minta ampun.
"Aku tetap akan membalas kekalahanku," sesumbar si anak muda. Makin kalap Kakek
Yoshioka, makin senang dia. Biasalah, sifat kurang ajarnya lagi kumat.
"Ya. kau akan dibuat kembang-kempis! Lebih sial lagi, kau mungkin akan dilempar
ke liang lahat!"
"Tak bisa..., tak bisa. .," Andika mendongak-dongakan dagu.
Kakek Yoshioka makin berantakan. Dia berdiri serba salah. Berjalan hilir-mudik
serba salah. Juga menatap pemuda di depannya serba salah.
"Kalau kau bukan pemuda yang kuharapkan bisa menolong cucuku, Hiroto, akan
kulabrak kepalamu
sekarang juga!" geramnya.
"A ha, kau akhirnya punya rasa rendah hati juga!"
sentak Andika. Wajahnya berseri. "Sebetulnya, itu yang amat kurindukan darimu
sejak kita berjumpa, Orang Tua!"
Lalu Andika mendekap tubuh melengkung Kakek
Yoshioka. Dirangkulnya ketat-ketat tubuh keropos itu, diurak-uraknya, diputar-
putarnya.... "Sinting! Turunkan aku!" hardik Kakek Yoshioka.
nyaris putus napasnya.
Andika menurunkan lelaki tua itu. Ditepuk-tepuknya pakaian Kakek Yoshioka untuk
meratakan kerutan.
"Sekarang, aku tahu kau masih memiliki rasa rendah hati. Biarpun sudah
bangkotan, hatimu tidak benar-benar membatu. Sekarang pasti kau sudi menjelaskan
padaku kenapa kau sampai bisa dikalahkan Seichi Onigawa?" rayu
Andika, berbalik seratus delapan puluh derajal dari sikap sebelumnya.
Masih dengan agak merajuk dan wajah terlipat, Kakek Yoshioka masuk perangkap si
pemuda berotak encer. Dia mulai 'rela' menceritakan muasal kekalahannya atas
Seichi Onigawa.
"Sebetulnya, dia itu memiliki satu hal di luar kesaktian andalannya...," mulai
Kakek Yoshioka, masih agak malas-malasan. Andika tersenyum.
"Terus" Terus" Wah, makin nyata saja kau benar-benar rendah hati.... Kau seorang
tua yang mulia, Orang Tua!" puji Andika, mencoba terus mendongkel-dongkel.
Sementara, dalam hati dia terus terkikik-kikik.
"Dia itu licik! Dasar pecundang!"
"Licik bagaimana?" kejar Andika.
"Ah, sudahlah!" putus Kakek Yoshioka. Penuh kekesalan, dihantamnya tepi tebing
dengan loya. Andika tahu, Pasti si congkak tua ini tak sudi disebut tua bangka yang bodoh,
mau diliciki oleh anak kemarin sore seperti Seichi Onigawa.
"O, jelas tidak! Jelas kau tidak bisa dikibuli oleh Seichi Onigawa sial itu.
Kecuali hanya karena kau belum beruntung saat itu, bukan?" sergah Andika
bergegas. Takut orang tua bungkuk itu ngadat lagi.
Kakek Yoshioka seperti dikipasi. Wajahnya jadi agak nyaman kembali.
"Asal kau tahu, dalam segala hal dia amat licik.
Jangan tertipu oleh tindakannya! Yang paling penting kau mesti yakin pada
tindakanmu! Jelas"!" ujar Kakek Yoshioka, angkuh.
"Jelas! Jelas!"
"Nah. sekarang mari kujelaskan soal kunci kelemahan kesaktian Seichi Pencundang
itu!" Sebentar Kakek Yoshioka mondar-mandir, menyeret-nyeret langkah di
permukaan batu tebing.
"Seichi Onigawa memiliki Ninjitsu Hitam tingkat tinggi.
Hanya segelintir orang yang bisa mencapai taraf itu. Si
Pecundang itu tampaknya beruntung. Kesaktian itu didapatnya
dari mendiang kakeknya, yang juga musuhku...."
"Jelaskan saja langsung ke intinya!" potong Andika, lak sahar. Lagi pula buat
apa dia mendengar cerita usang yang sama sekali tak diperlukan" Yoshioka mulai
jengkel lagi. "Bagaimana kalau kau menjelaskan cara aku
menghadapi kesaktian yang membuat tubuhku sulit
bergerak?" tawar Andika dengan seulas senyum merayu.
Susah bicara dengan makhluk langka keras kepala seperti dia, rutuknya dalam
hati. Lalu anak muda itu mendekati Kakek Yoshioka. Mau membujuk-bujuknya lagi.
"Jangan dekat...," tukas Kakek Yoshioka.
Andika mengurungkan langkah.
"Baik, aku tak akan mendekatimu...," ujarnya seraya mengedikkan bahu.
"Tolol! Yang kumaksud bukan itu!" hardik Kakek Yoshioka. Biji mata kelabunya
mencorong. "Kau tak boleh mendekati Seichi Onigawa saat bertarung. Bila kau masuk dua
tombak saja dari sekeliling tubuhnya. maka otot-ototmu akan terkunci. Paham"!"
"Ooo...: "Soal tinju mautnya...," Kakek Yoshioka hendak memulai lagi. Tapi Andika
langsung menukas.
"Soal itu, aku tak ada masalah!"
"Ei! Pemuda tak tahu diuntung! Mestinya kau menghargai aku karena mau mengungkap
semua rahasia kelemahan kesaktian Seichi Pecundang itu. Biarkan aku bicara
sampai selesai dulu dan...."
Bibir kcriput Kakek Yoshioka terus menyerocos. Diam-diam.
Andika berjingkat-jingkat
di belakangnya. Ditinggalkannya orang tua itu sendiri. "Kalau maumu aku membiarkan kau bicara
sampai selesai, baik!" gerutu Andika disisipi rasa geli. Dan Kakek Yoshioka
terus saja menyerocos.
*** Hari terlampaui. Matahari mencoba usaha pertamanya melepas sinar lamat berwarna jingga. Ufuk timur ramah. Angin bertiup,
seramah pelengkap suasana pagi muda yang Iain.
Pagi-pagi seperti itu, Hiroto sudah menggebah kuda hitamnya. Pekan ketiga musim
semi jatuh pada hari itu. Di mana Seichi Onigawa memerintah Hiroto untuk datang
ke danau besar Obani.. propinsi yang berscbelahan dengan Kyoto.Di punggung
lelaki itu berlengger katana yang biasa disebut Pedang Ekor Naga. Pedang itu
sesungguhnya biasa saja. Tak beda dengan pedang-pedang lain, tanpa
keistimcwaan apa-apa. Hanya seni pembuatannya memang tergolong tinggi. Gagang
pedangnya dilapisi kulit seekor ular jenis langka. Sementara sarung pedang
dibuat dari kayu yang juga langka. Batang pedangnya terbentuk dari tiga jenis
logam berbeda. Di bagian batangnya ada semacam gambar timbul berbentuk ekor
naga. Dan kalau Seichi Onigawa begitu bernafsu ingin
memiliki Pedang Ekor Naga, itu semata karena dia menganggap pedang itu sebagai
lambang dari kehormatan buyutnya, murid tertua Sensei Ekor Naga. Tak ada lain
alasan. Di lain pihak. Hiroto bersikeras mempertahankannya pun dengan alasan serupa. Dia
juga menganggap pedang itu adalah lambang kehormatan garis keturunan buyutnya,
murid bungsu Sensei Ekor Naga.
Dilepas oleh bekas samurai setianya, Fujimoto, lelaki itu berangkat dari rumah
pengasingan rahasia. Akemi, Kissumi, dan Andika tak terlihat. Mereka tak perlu
diberitahu, begitu pesan Hiroto pada Fujimoto. Seperti niat sebelumnya, Hiroto
memang tak ingin melibatkan siapa pun dalam hal ini. Baginya perkara Seichi
Onigawa adalah urusan pribadi yang mesti di-selesaikan sendiri.
Sebelum Hiroto benar-benar melarikan kudanya
dalam kobaran semangat membakar. Fujimoto

Pendekar Slebor 27 Rahasia Sang Geisha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menahannya. Dengan menahan tali kekang kuda, Hiroto bertanya.
"Ada apa?"
"Bagaimana jika Hiroto San tak berhasil membawa pulang Akimoto?" tanya Fujimoto.
"Apa sebaiknya aku memberitahukan Andika San dalam jangka waktu tertentu"
Seperti kepergian Hiroto San sebelumnya?"
"Kau boleh memberitahukan Andika San. jika dalam dua pekan aku tak kembali.
Katakan padanya aku
memohon pertolongan untuk menyelamatkan Akimoto!"
pesan Hiroto. Seperti tak ingin kehilangan waktu sedetikpun, dia berseru
sementara kudanya sudah berlari kencang.
Sepergian Hiroto, Andika dan Kissumi keluar.
"Bagaimana?" tegur Andika.
Fujimoto tanpa menoleh menjawab.
"Tampaknya dia tetap tak ingin seorang pun dari kita membantunya."
Kissumi mengeluh.
"Jadi bagaimana cara kita membantu dia" Kalau kita terang-terangan, pasti dia
akan marah besar. Kalau kita memakai topeng kain, nanti dia mengira kita anggota
Imada-Tong."
"Tenang Kissumi," tukas Andika. Bibirnya tersenyum seperti meremehkan persoalan.
"Kau punya cara menolong Hiroto San tanpa
membyatnya marah?" Kissumi ingin tahu apa yang ada di benak pemuda slebor itu.
Andika cengengesan.
"Itu rahasiaku!" kelit Andika. Dikerdipkannya sebelah mata pada Kissumi.
Fujimoto pun kebagian.
Cuma lelaki itu jadi agak melongo. Sejak kapan
pendekar muda yang dikagumi bekas atasannya punya penyakit genit dengan kaum
sejenis" Perangah hatinya.
*** 10 Danau besar Obani. Hiroto sampai di sana. Tak ada tanda sehimpun kemarahan
padanya. Wajah dan sikap samurai muda itu sarat ketenangan. Juga dingin.
Sementara tatapannya begitu beku.
Sekitar seratus tombak dari danau, seseorang telah menunggunya. Orang itu tak
lain Seichi Onigawa. Hiroto membawa kudanya ke dekat lawan. Tinggal berjarak
sepuluh depa, dia berhenti. Turun dari kuda, dan berdiri menantang Seichi
Onigawa. "Mana anakku, Seichi"!" Hiroto membuka pertanyaan.
Tanpa berniat cepat-cepat menjawab, Seicih Onigawa tertawa terbahak-bahak.
Sebelumnya matanya hanya tertuju pada gagang pedang di punggung Hiroto.
"Ha ha ha! Akhirnya kau bawa juga Pedang Ekor Naga yang telah kau simpan
bertahun-tahun itu!"
"Mana anakku"!" ulang Hiroto, lebih mengguntur.
"Sabar! Sabar! Anakmu dalam keadaan baik-baik saja.
selama kau masih berniat memberikan pedang itu
padaku...," ujar Seichi, mengulur-ngulur waktu.
Hiroto tanpa banyak cakap melepas ikatan Pedang
Ekor Naga dan punggungnya. Digenggamnya pedang itu di tangan kanan.
"Ini pedang yang kau mau! Sekarang mana anakku'.'!"
Seichi Onigawa mengangguk-angguk. Dia bersuit.
"Suittt!"
Dari sebuah perahu yang tertambat di tepi danau
muncul seorang anggota Imada-Tong. Di sampingnya seorang anak telah berdiri.
"Akimoto...," desis Hiroto.
"Ayah!" teriak Akimoto di kejauhan. Anak itu hendak berontak. Ninja di
sebelahnya menahan gerak anak kecil itu dengan cengkeraman tangan.
Dengan wajah tak berubah. Hiroto mengirim isyarat pada anaknya untuk tenang.
Sengaja lelaki itu melempar senyum, agar hati si anak lebih merasa aman.
"Jadi, bagaimana aturan mainnya?" aju Hiroto pada Seichi Onigawa.
"Mudah saja!" Seichi Onigawa menanggapi.
"Kau harus meletakkan pedang itu di bawah pohon itu!" Seichi Onigawa berseru
seraya menunjuk sebatang pohon besar yang tak jauh dari tempat berdiri nya.
Hiroto menatap tajam-tajam mata lawannya.
"Aku akan menyerahkan pedang ini kalau kau telah melepaskan Akimoto!" desisnya
tegas, tandas. Seichi Onigawa terbahak lagi.
"Apa kau kira aku akan tertipu dengan muslihat busuk macam itu, Hiroto" Kau
jangan bodoh! Tak ada yang mesti kau perbuat kecuali mengikuti aturan mainku!"
ancam Seichi Onigawa. Dengan menjentikan jari, dia melepas isyarat pada ninja di
dekat Akimoto. Ninja tadi beranjak dari atas perahu. Naik ke darat bcrsama Akimoto di dekatnya.
Di darat, pedang pendeknya diloloskan. Senjata itu lalu dihunuskan di dekat
leher si bocah kecil.
"Kau lihat,"leceh Seichi Onigawa, merasa berada di atas angin.
"Kepala anak lelaki kesayanganmu akan terpisah dari badannya kalau kau tak
segera meletakkan Pedang Ekor Naga di bawah pohon itu!" tegas Seichi Onigawa
lagi. Bibir Hiroto menyeringai. Ancaman lawan seperti
bukan apa-apa buatnya.
"Kau memang punya anakku. Tapi kau pun tahu, aku punya pedang ini...."
Seichi Onigawa mcnautkan alis. Apa dia tak salah mendengar ucapan lawan"
Tampaknya Hiroto sedang
bertaruh dengan nyawa anaknya sendiri. Itu sama sekali tak pernah diperhitungkan
Seichi Onigawa.
"Kau mau ikuti aturanku, atau kau tak dapatkan pedang yang kau idam-idamkan
ini?" terabas Hiroto lagi.
"Kau akan menyaksikan kepala anakmu menggelinding segera!" geram Seic hi Onigawa. Hendak dicobanya menggentarkan
hati seorang ayah terhadap
nasib anaknya. "Kuhitung sampai tiga! Bila kau tak segera meletakkan pedang itu maka jangan
harap anakmu selamat,"
lanjut Seichi Onigawa beringas. Dan dia pun mulai menghitung.
"Satu...!"
Hiroto tak bergemik. Wajahnya tetap beku, tanpa
bersit kegentaran. Matanya tepat menembus manik mata Akimoto, seakan berkata-
kata tanpa terucap.
"Dua...!"
Hiroto tetap berdiri kaku.
"Kau benar-benar akan menyesal, Hiroto! Dia adalah anak satu-satunya yang
diberikan mendiang istrimu tercinta, bukan?" Masih saja Seic hi Onigawa mencoba
meruntuhkan jiwa Hiroto dari dalam.
Tapi, usahanya sia-sia. Hiroto seperti telah siap mengorbankan segala sesuatu
yang paling dicintainya.
Termasuk Akimoto!
Seichi Onigawa mendengus, gusar tak alang kepalang.
Rupanya dia telah salah perhitungan pada musuh
bebuyutannya kali ini.
"Baik!" tandasnya, akhirnya. Seichi Onigawa menyerah pada aturan yang diajukan
Hiroto. meski wajahnya sama sekali tak mengakui itu.
Hiroto tersenyum tipis. Seperti juga Kakek Yoshioka, Hiroto pun amat tahu
bagaimana sifat Seic hi Onigawa sesungguhnya. Dia adalah lelaki berotak licik
dan culas. Tapi, dia tak memiliki pendirian kokoh. Pribadinya gampang terhuyung.
"Tapi, bagaimana aku bisa percaya kalau pedang itu adalah pedang asli"!" lontar
Seichi Onigawa lagi, sebelum dia memutuskan untuk melepaskan Aki?moto.
"Aku bukan seperti dirimu, Seichi! Aku menganut bushido. Bagiku, perkataanku
adalah harga diriku. Pantang untukku menjilat ludah yang telah kubuang!" tandas
Hiroto. Sejenak Seichi Onigawa menimbang. Tangannya
memainkan dagu. Selanjutnya dia menjentikkan tangan
lagi pada ninja di belakangnya, mernerintahkan orang itu melepas Akimoto.
"Jangan clilepas Seichi!" cegah suara perempuan, tiba tiba. Suaranya datang dari
arah yang sama dengan arah kedaiangan Hiroto.
Hiroto tak cepat menoleh. Benaknya disibuki oleh pertanyaan yang mendadak
menyeruak. Dia me-ngenal suara itu. Apakah dia salah dengar".
Hiroto hendak memastikan. Dia menoleh.
Betapa terkesiapnya dia kala itu juga mendapati
wanita yang baru hadir.
"Akemi...?" bisik Hiroto, nyaris lak dipercayai sama sekali penglihatan sendiri.
Akemi berdiri angkuh.
Bertolak-belakang sekali
dengan sifat yang dikenal Hiroto selama ini.
"Jangan sekali-kali kau berikan anak itu pada dia, Seichi!" seru Akemi lagi.
Setelah mengucapkan itu, Akemi melangkah mendekati ninja yang menahan Akimoto.
Tepat di samping anggota Imada-Tong tadi, wanita itu berdiri.
"Apa yang kau ketahui Akemi?" tanya Seic hi Onigawa.
Lelaki berjiwa busuk ini tampak sudah demikian mengenal Akemi. Tampak jelas dari
garis wajah dan sikapnya.
"Aku menyaksikan dia membawa pedang pals u. Dia tak sungguh-sungguh ingin
menyerahkan Pedang Ekor Naga padamu.
Dia datang ke sini hanya untuk
menyelamatkan anaknya, dengan cara menipumu!" tutur Akemi meledak-ledak.
Parasnya jadi demikian bengis.
Ledakan tawa Seichi Onigawa merangsak angkasa.
"Hiroto.... Hiroto... Kau mimpi kalau hendak mengadu kelicikan denganku!" cemooh
Seichi Oni-gawa. Lelaki itu bertolak-pinggang, menyombongkan siapa dirinya.
"Kau terkejut melihat Akemi" Sekaranglah saatnya kau mengetahui, bahwa Akemi
adalah sepupuku. Dia yang kukirim dua sekitar tiga tahun lalu untuk menelusup ke
dalam keluargamu. Aku memang punya rencana matang yang butuh waktu
lama untuk menyelesaikannya.
Kuperintahkan dia agar bisa menjadi istri adikmu. Dan dia
sudi berkorban demi kehormatan keluarga kami. Demi Pedang Ekor Naga. Dia pun tak
keberatan mengandung anak adikmu, selama rencana kami bisa berjalan dengan
mulus! Hahaha!!
Di lain sisi, wajah Hiroto berubah. Semula dia tampak tenang, kini ada
kekacaunan di parasnya. Tangannya menggenggam sarung pedang keras-keras seperti
hendak menghancurkannya.
Menyaksikan itu, Seichi Onigawa terbahak lagi.
Hiroto hendak berkata, tapi Seichi sudah memancung tawa dan menyela.
"Sekarang ikuti aturanku, Hiroto! Kembali ke
tempatmu dan ambil pedang yang asli! " ancamnya mendengus.
"Ya, kalau kau tak mengikuti perkataannya, aku akan menebas batang leher anak
ini!" Akemi menimpali.
Digenggamnya gagang pedang yang tergantung di
pinggangnya. Sementara ninja yang memegang Akimoto menundukkan anak itu.
Kepalanya siap dipenggal!
Hiroto makin disudutkan. Dia tak tahu lagi apa yang masih bisa dilakukan kecuali
menuruti kemauan Seichi Onigawa dengan sedikit harapan yang begitu tipis. Dia
tak mungkin berharap Seichi Onigawa akan bersikap ksatria.
Dia cuma anjing culas tak punya harga din!
Meski begitu. Hiroto tak langsung pergi. Dia seperti tertahan oleh kecamuk
sesuatu dalam benaknya. Dia tak percaya kalau
Akemi selama ini adalah seorang
pengkhianat. Tapi dia pun tak percaya kalau Akemi mengatakan pedang yang
dibawanya adalah pedang pals u.
Padahal, Hiroto tak sedikit pun berniat menyerahkan pedang pals u pada Seichi
Onigawa. Yang digenggamnya sekarang ini justru pedang asli!
Hal itu benar-benar membingungkan Hiroto.
Hiroto bagai disentak sengatan lidah petir ketika dengan tiba-tiba Akemi
meloloskan pedangnya. Pasti vvanita itu mengira dia tak menggubris ancaman
Seichi Onigawa! Pekik Hiroto dalam hati. Dia seperti
hendak berteriak menahan. Sayang terlambat.
Wukh! Crash! Sepotong kepala saat itu juga mcnggelinding di tanah!
Darah memercik ke mana-mana.
Hiroto berdiri kaku. Seluruh tubuhnya seperti tak bisa digerakkan lagi. Tak ada
yang lebih pantas dibandingkan dengannya saat itu selain dengan mayat hidup.
Pucat. beku dan kaku. Namun, bukan c uma Hiroto saja yang terperanjat
menyaksikan perbuatan Akemi. Seichi Onigawa pun tak kalah terperanjat. Matanya
membesar terpaksa di balik kelopak sipilnya. Dia tak percaya yang dilihatnya!
Tak percaya! Apa terjadi"
Akemi kini merangkul Akimoto. dibopongnya lalu
dibawanya bocah itu menyingkir dari dekat Seichi Onigawa yang masih terkaku.
Kepala yang menggelinding barusan adalah kepala anggota Imada-Tong yang menahan
Akimoto! Disebelah tangannya, tergcnggam pedang mempesona berwarna merah bara. Warnanya terang
menyilaukan. Itulah Pedang Pusaka Langit! Pedang milik Pendekar Slebor yang
dihadiahkan seorang sahabatnya dari kerajaan Cina! Hanya dengan membungkus
gagangnya dengan sejenis kulit, pedang itu jadi terlihat lain jika tidak
diloloskan. Akemi kah yang memegangnya"
Bukan! Pedang itu tak bisa sembarang dipercayakan kepada orang lain. Perempuan
itu bukanlah wanita sesungguhnya. Dia adalah Pendekar Slebor!
Setelah kecurigaannya hanya tertuju pada Akemi
seorang, Andika mencoba menjalankan rencana untung-untungan. Dia memang belum
sempat memastikan apakah Akemi benar-benar pengkhianat.
Usaha untung-untungnya
itu membawa hasil Pendekar Slebor dapat menyelamatkan Akimoto sekaligus
menyelamatkan Pedang Ekor Naga. Karena menurut
Kissumi, jika pedang itu berhasil dimiliki Seichi Onigawa, Hiroto akan melakukan
seppuku. Pasti Hiroto sudah menganggap dirinya berkhianat pada buyutnya karena
telah menyerahkan pedang kehormatan itu pada Seichi Onigawa. Andika tentu tak
ingin kehilangan Hiroto, seperti juga tak ingin kehilangan Akimoto!
Lalu anak muda itu pun mempreteli topeng halus yang dibuat dari campuran getah
tanaman khusus. Juga kimono yangdikenakan.
Kini terlihat penampilan sesungguhnya. Anak muda berpakaian hijau-hijau, dengan
selendang bercorak catur di bahunya.
Seraya memaju-majukan bibir tak setiap, anak muda konyol itu meledek Seichi
Onigawa, seperti sebelumnya Seichi mengejek Hiroto.
"Seichi... Seichi... Kau mimpi jika hendak mengadu kelicikan denganku! He he
he!" "Kau..., rupanya kau belum jera!" dengus Seichi Onigawa berat tersedat, dijejali
kemurkaan tak terhingga.
Biar tahu rasa dia, pikir Pendekar Slebor.
"Jera" Terus terang saja, aku ini termasuk orang keras kepala. Jera itu jadi
sesuatu yang lucu di benakku. Seperti lucunya tampangmu ketika terkejut tadi!"
ledek Pendekar Slebor.
"Kali ini, kau tak akan kuberi kesempatan hidup!"
Andika melirik Akimoto. Dikerlingkan matanya pada anak itu.


Pendekar Slebor 27 Rahasia Sang Geisha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau dengar kera berkumis itu bicara?" katanya pada Akimoto. "Dia pikir aku
masih bisa dibuat bertekuk-lutut!"
Akimoto nyengir, memperlihatkan gigi ompongnya,
menyaksikan tampang ketolol-tololan yang diperlihatkan Andika.
"Jadi, apa Paman bisa membuat 'kera berkumis' itu yang bertekuk-lutut pada
Paman?" tukas si bocah dengan suara melengking girang. Senang bukan main
dia bisa menyebut musuh ayahnya dengan sebutan
'kcra berkumis'. Asal dia tidak sudah ketularan penyakit sableng pemuda itu
saja! "Kau mau kubuat jadi apa 'kera berkumis' itu" Jadi bubur. tahu. atau tulangnya
kita jadikan mainanmu?"
"Bangsat!" Seichi Onigawa menggertak. Dia hendak melabrak dengan tinju
geledeknya. Srang!
Melihat gejala itu, Hiroto langsung melepas Pedang Ekor Naga di tangannya.
"Pedang Ekor Naga...," desis Seichi Onigawa gusar bukan main. Betapa dia telah
dikibuli demikian rupa oleh pemuda asing sial itu.
"Sekarang aku siap mengadu jiwa denganmu Seichi!"
geram Hiroto padat ancaman.
"Tak perlu!" sergah Andika.
Hiroto terheran.
"Aku tahu dia akan menyingkir dari sini. Dia tak cukup punya nyali untuk
menghadapi kita berdua. Jangankan untuk menghadapi kita, menghadapi aku saja
kali ini mungkin dia tak punya kesempatan menang. Kakek
Yoshioka sudah cerita banyak soal 'isi perut' kera berkumis ini...," leceh
Andika. Disebutnya kelemahan kesaktian Seichi Onigawa dengan sebutan 'isi
perut'. "Ayosana lari.
Sana! Hus-hus!"
Seichi Onigawa bimbang sejenak. Meski napasnya
sudah tersengal-sengal terus ditanduki kegusaran, sifat pengecutnya mulai
berkecambah lagi saat itu juga. Apalagi ketika Andika menyebut-nyebul soal Kakek
Yoshioka. "Kau pemuda asing! Tunggu pembalasanku! Satu saat aku akan menjadi mimpi
burukmu, meski kau telah
kembali ke negerimu! Dan kau, Hiroto! Jangan harap aku berhenti untuk memiliki
Pedang Ekor Naga. atau berhenti untuk menumpas seluruh keluargamu!" ancam Seichi
Onigawa. Sesudah itu Seichi Onigawa benar-benar melarikan diri.
"Dasar pecundang!" maki Andika, mengekori gaya Kakek Yoshioka menyebut Seichi
Onigawa. "Dasar pecundang!" Akimoto ikut-ikutan.
Hiroto yang hcndak mengejar Seichi Onigawa ditahan Andika.
"Biarkan dia pergi, Hiroto!" sergah Andika. "Selama ada Akimoto bersama kita,
terlalu berbahaya bertarung dengannya. Sebaiknya kita pulang...," lanjutnya.
Hiroto terdiam. Dimasukkannya Pedang Ekor Naga
yang selama ini terus menjadi silang sengketa ke dalam sarungnya. Ditatapnya
lama-lama benda itu.
"Pedang ini yang menjadi sebab seluruh kekacauan...," gumamnya samar.
Lalu dilemparkannya pedang itu jauh-jauh ke tengah danau dingin Obani.
"Hei, bukankah pedang itu berarti harga dirimu"!" seru Andika tak mengerti.
"Ya. Selama aku tak menyerahkan pada Seichi, aku tetap bisa menjalankan amanat
dari Sensei Ekor Naga.
Sekarang, sudah waktunya alam yang menjaga...," gumam Hiroto lagi.
"Sekarang mari kita pulang, Andika San. Ada yang harus kita selesaikan dengan
Akemi...."
"Ya," keluh Andika dalam hati. Bagaimana mereka harus memperlakukan wanita itu
nanti. Mudah-mudahan, bayi yang dilahirkannya buah dari perkawinan dengan Jotaro
menyadarkan dia untuk selamanya. Andika berharap dalam hati.
SELESAI Segera menyusul serial Pendekar Slebor selanjutnya: ISTANA SEMBILAN IBLIS
Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Arya Winata
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
Kisah Si Rase Terbang 18 Beruang Salju Karya Sin Liong Suling Emas 3
^