Pencarian

Raja Akherat 2

Pendekar Slebor 20 Raja Akherat Bagian 2


"Apa kau bilang tadi" Menjijikkan!" dengus gadis itu, yang ternyata mendengar
bisikan Andika pada pengawal tadi. "Baru kali ini aku bertemu pemuda konyol yang
tidak tahu malu!"
Andika tercengang. Bila ternyata gadis ini mendengar bisikannya, ilmunya cukup
tinggi. Siapa sebenarnya dia"
Andika nyengir.
"Nona manis, siapakah sebenarnya Nona ini?" tany Pendekar Slebor, seramah
mungkin. "Namaku Sari! Ini tungganganku, Belang!"
"Namaku Andika...."
"Aku tidak peduli namamu!" bentak gadis itu
"Yaaa," desah Andika malu hati.
"Minggir, aku ingin melanjutkan perjalananku!"
"Oh. silakan. silakan.... Tetapi hati-hati jangan sampai
peliharaanmu itu menggigitku."
Sebenarnya gadis yang mengaku bernama Sari ini]
tertawa geli dalam hati melihat sikap konyol pemuda di hadapannya. Tetapi sudah
tentu tidak ingin diperlihat kannya.
"Ayo, Belang! Kita tinggalkan orang-orang dungul ini!"
ujar Sari. Wuuuttt!
Harimau bernama Belang itu seperti menghentikan!
kata-kata tuannya. Dengan gerakan ringan dia melompat meninggalkan tempat ini.
Sementara Andika menggelengkan kepalanya Pengawal yang berpangkat paling tinggi cepat men-ilekati Andika.
"Tuan Pendekar.... Bagaimana kalau ternyata gadis itu mata-mata dari Raja
Akherat?" tanya pengawal itu, gusar.
"Tidak, Kang Wirdoyo. Dia hanyalah seorang gadis baik-baik. Kau lihat tadi.
Kalau kau nekat..., wah!
Auumm...crat! Habis kepalamu ditelan peliharaannya! Kau mau ditelan harimau yang
ganas itu, Kang Wirdoyo?" sahut Andika yang memang sudah mengenal pengawal ini.
Wirdoyo tersenyum kecut.
Lalu Andika mengajak Danji ke dalam, menemui
Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima kembali.
"Siapa, Andika?" tanya Putri Permata Delima, begitu melihat Pendekar Slebor dan
Andika berjalan menghampiri.
"Seorang gadis yang menunggang seekor harimau besar," sahut Andika sambil duduk
kembali. "Hei" Sarikah namanya?" tanya Prabu Adiwarman.
"Benar, Prabu."
"Hmm.... Dia adalah putri tunggal dari Ki Wirayuda, Penguasa Harimau. Ke manakah
perginya?"
Andika mengangkat bahunya.
"Tidak tahu. Ia terlalu galak untuk ditanya," sahut Pendekar Slebor.
"Ayahnya pernah membantuku untuk mengembalikan harimau-harimau lepas ke Hutan
Lawengan. Sudahlah....
Seperti yang telah kita rencanakan, aku akan mengutus
dua orang pengawal ke Kerajaan Labuan. Suratnya pun telah kusiapkan."
"Kalau begitu, hamba akan pergi ke Keraton Pakuan Barat, Prabu...."
"Pendekar Slebor.... Terima kasih atas bantuanmu."
"Wah, wah...! Tidak tepat kalau dikatakan membantu.
Karena, aku sendiri tidak suka melihat perbuatan Raja Akherat yang sewenang-
wenang seperti itu," kata Pendekar Slebor, seraya bangkit berdiri.
Prabu Adiwarman diam-diam memuji sikap pemuda
yang nampak konyol ini. Lalu segera diperintahkannya dua orang pengawal untuk
segera berangkat kerajaan Labuan.
Sementara Andika sendiri sudah melangkah ke luar gua. Di belakangnya, Danji
mengantarkan sampai depan mulut gua.
"Andika..., hati-hati," ingat Danji.
Andika tersenyum.
"Justru tugasmulah yang sangat berat, Danji," kata Andika, membesarkan hati
sahabat barunya.
"Kenapa?"
"Karena..., kau harus menjaga Putri Permata Delima dan Prabu Adiwarman. Di
tanganmulah aku lebih yakin kau bisa menyelamatkannya," sahut Andika tanpa
maksud basa-basi.
"Kenapa kau berkata begitu, Andika?"
Andika tersenyum penuh arti.
"Hanya kau yang tahu jawabannya, Danji. Tetapi, bukankah kau senang karena lebih
bisa dan sering ber-dekatan dengan kekasihmu?" seloroh Andika.
Danji hendak membalas selorohan Andika, tetapi
tubuh berpakaian hijau lumut itu sudah melesat cepat.
*** 5 Seperti yang diduga Andika sebelumnya, keadaan
Kerajaan Pakuan sudah seperti neraka saja. Di salah mi tu sudut tembok keraton,
Pendekar Slebor mengawasi
keadaan dari atas pohon asam yang berdaun lebat.
Pendekar tampan ini melihat di tengah-tengah halaman Keraton Pakuan terdapat
sepuluh laki-laki tua yang harus mati di ujung anak panah. Si pemanah berdiri di
tangga keraton. Dia adalah seorang laki-laki tinggi tegap, berusia kira-kira
empat puluh lima tahun. Pakaiannya berwarna hitam dengan ikat kepala berwarna
merah. Wajahnya tirus.
Matanya memancarkan kekejaman. Sikapnya tampak
dingin. Dalam sekali jepretan, sepuluh anak panah sekaligus dilepaskan. Semuanya tepat
mengenai sasaran.
Andika menggeram dalam hati sambil mengepalkan
tangannya. Hatinya benar-benar murka melihat kese-wcnang-wenangan salah satu
kerabat Raja Akherat.
Siapakah laki-laki berpakaian hitam itu"
Plok! Plok! Plok!
Mendadak terdengar suara tepuk tangan keras.
"Hebat! Ilmu panahmu masih sangat hebat, Songko!"
Dari tempat persembunyian, Andika melihat jelas
siapa yang bersuara bagaikan guntur itu. Siapa lagi kalau bukan Raja Akherat,
yang sedang duduk di sebuah kursi besar indah sepuluh tombak dari tangga
keraton. Dua orang gadis yang mengenakan secarik kain untuk
menutupi dadanya, dan sebuah kain terusan untuk
menutupi perut hingga mata kaki, sedang mengipasi tokoh sesat itu.
Kelihatan sekali kedua gadis itu nampak sangat
terpaksa. Wajah mereka begitu sedih, tetapi dipaksakan untuk tetap tersenyum.
Kalau tidak, mereka akan
mendapat siksaan dari Raja Akherat Sementara tiga orang gadis duduk bersimpuh
dengan kepala tertunduk. Jelas sekali kalau batin mereka sangat tersiksa.
Di sebelah kanan Raja Akherat berdiri seorang! nenek bertubuh bongkok,
terbungkus pakaian kuning keemasan.
Rambutnya digulung ke atas, dihiasi sebuah tusuk konde dari emas. Di tangannya
tergenggam sebatang tongkat bengkok. Orang-orang rimba persilatan mengenalnya
sebagai Kayu Seribu Laksa. Namun nama aslinya adalah Nyai Surti.
Sementara di sebelah kiri Raja Akherat, berdiri dua orang gagah yang
bertelanjang dada. Kepala mereka gundul kelimis. Bila diperhatikan seksama,
jelas wajah satu sama lain mirip. Mereka memakai celana pangsi warna hitam. Di
pinggang masing-masing melingkar secarik kain berwarna putih. Dalam rimba
persilatan me? reka berjuluk Dua Kembar Kepalan Batu. Tapi sebenarnya nama
masing-masing adalah Srigunda dan Srigandi.
Merekalah orang-orang yang ditunjuk oleh Raja
Akherat untuk dijadikan pengawal. T ampak pula beberapa pemuda desa yang dipaksa
untuk menjadi penga?wal.
Mereka berjajar gagah dengan tombak di tangan. Mau tidak mau mereka harus
menuruti perintah, bila tidak ingin cepat mampus di tangan Raja Akherat.
Saat itu, pemanah yang dipanggil Songko sedang
tersenyum pada Raja Akherat. Busurnya segera diselempangkan di dadanya.
"Ha ha ha.... Saudara Tidar hanya bisa memuji saja,"
kata Songko merendah, padahal kepalanya langsung menjadi besar.
"Kau hebat, Songko! Ilmu panahmu sangat hebat. Tak sia-sia kau dijuluki Panah
Iblis Dari Utara!" puji Raja Akherat terbahak-bahak.
Rupanya Songko yang berjuluk Panah Iblis Dari Utara pandai menjilat. Ia tetap
berkata dengan suara rendah, meskipun dadanya semakin membusung.
"Itu berkat petunjuk lama yang pernah kau berikan,"
kata Panah Iblis Dari Utara.
"Hak... hak.. hak.. . Tak sia-sia kau kuajak bergabung!
Sebagai sahabat lama, sudah tentu aku akan menjamu
tamuku!" seru Raja Akherat. "Pilihlah, gadis mana yang kau suka! Lebih
mengasyikkan bila empat orang sekaligus!"
Sepasang mata Songko langsung berkilat penuh
birahi. Bibirnya tersenyum, namun lebih mirip seringai.
"Gairahku sejak tadi sudah muncul begitu melihat tiga orang gadis itu, Saudara
Tidar! Dapatkan aku memiliki mereka?" kata Songko.
Raja Akherat terbahak-bahak.
"Gadis mana pun juga dapat kau miliki! Hei, kalian gadis-gadis ayu! Layani
tuanmu Songko, dengan permainan mengasyikkan dan tak dapat terlupakannya!" ujar
Raja Akherat terbahak-bahak lalu kembali menoleh pada Panah Iblis Dari Utara.
"Kini mereka menjadi milikmu, Songko!"
'Terima kasih."
Songko bergerak menuju pintu diiringi tiga orang gadis yang sejak tadi bersimpuh
di sana. Mereka hanya pasrah saja, tetap melangkah dengan kepala tertunduk.
Terbayang kembali, bagaimana mereka akan dipermainkan di atas ranjang nanti.
Kalau saja mereka mempunyai kekuatan dan keberanian, sudah ditentangnya tirani
yang menyakitkan ini!
Tetapi tepat ketika Songko rnencapai pintu "Hauummm...!"
Terdengar suara auman yang sangat keras, disusul berkelebatnya satu sosok jelita
di atas punggung harimau besar.
*** "Sari!" desis Andika dari atas pohon. "Mau apa gadis itu di sana?"
Yang baru datang memang Sari yang menurut Prabu
Adiwarman adalah putri Ki Wirayuda, Penguasa Harimau.
Sebenarnya, gadis itu belum mendengar kalau Kerajaan Pakuan s udah dikuasai
orang-orang biadab. Ia baru saja turun gunung, tempat tinggal Ki Wirayuda
ayahnya Gunung Widara memang cukup jauh dari ibukota kerajaan. Paling
tidak, harus ditempuh dua minggu dengan berkuda. Itulah sebabnya, Sari tidak
tahu kalau keraton sudah dikuasai Raja Akherat.
Sejak peristiwa tadi di Hutan Kaliamang, hati gadis itu kesal bukan main. Dia
heran, mengapa orang-orang Kerajaan Pakuan mengurungnya" Bahkan bersikap tidak
sopan. Malah ada yang sudah mengangkat senjatanya.
Dan ini amat menjengkelkannya.
Itulah sebabnya, Sari merasa harus mendatangi
keraton. Dia ingin mencari tahu pada Prabu Adiwarman apa sebabnya diperlakukan
demikian. Karena ia tahu, hubungan ayahnya dengan Prabu Adiwarman sangat dekat.
Bahkan sesekali ia suka bertandang ke keraton bersama ayahnya. Tapi sekarang"
Sari sangat terkejut ketika melihat beberapa bagian dinding keraton telah
hancur. Lebih terkejut lagi ketika melihat mayat tergeletak dengan sebatang
panah menancap di jantung maising-masing.
Kening gadis ini pun berkerut, melihat beberapa
sosok tubuh yang tidak dikenal. Bahkan sangat asing.
Wajah dan tatapan mereka mencerminkan suatu
permusuhan. Tak seorang pun yang berada di sana
dikenalinya. Biasanya, bila ia datang, beberapa pengawal yang mengenalnya akan
menyapa dengan akrab. Bahkan langsung mengantarkan ke kaputren, tempat Putri
Permata Delima sering bermain di sana. Lalu Putri Permata Delima yang
memanggilkan ayahandanya, atau mengajaknya ke ruang berangin-angin Prabu
Adiwarman. Sari adalah seorang gadis yang cerdas. Seketika dia bisa berpikir cepat dan
menduga, kalau ada sesuatu yang tidak beres telah terjadi di keraton ini.
Seketika dia turun dari tunggangannya dengan lincah.
"Hhh! Rupanya kalian orang baru di sini, ya?" tegur Sari dengan tatapan waspada.
"Ha ha ha...!"
Raja Akherat tertawa ngakak sekeras-kerasnya sambil berdiri, begitu melihat
siapa yang muncul. Seorang gadis
ayu berkulit kuning langsat. Kelihatannya, gadis itu sedikit nakal. Pasti binal
bila berada di ranjang. Begitu, pikir Raja Akherat.
"Ha ha ha.... Selamat datang di keraton, Manis...."
Meskipun heran melihat sambutan yang bernada
membujuk, Sari tetap tenang.
"Aku ingin bertemu Prabu Adiwarman!" kata gadis itu, ketus.
"Ha ha ha.... Silakan masuk kalau begitu. Beliau pasti sangat suka menerima
kedatanganmu!"
"Kalau memang berada di dalam, mengapa kursinya kau duduki, Jelek?" sindir Sari.
Wajah Raja Akherat memerah. Birahinya semakin
bergejolak. Dadanya bergetar hebat melihat mangsa yang menurutnya sangat empuk
dan mengasyikkan.
"Ini kursi yang lama. Sedangkan Prabu memiliki yang baru. Jadi..."
"Jadi..., kau manusia busuk yang menjilat, ha"!
Bahkan telah menghancurkan Kerajaan Pakuan"!" cecar Sari yang kini sadar,
mengapa sikap para pengawal keraton yang ditemuinya tadi kelihatan begitu
tegang. Semakin memerah wajah Raja Akherat. Semula gadis ini ingin dibujuk, biar mudah
masuk dalam perangkapnya.
Tetapi sekarang, sikap gadis itu justru membuatnya marah.
Tetapi, amarahnya masih berusaha ditahan. Karena paling tidak, menurutnya akan
lebih mengasyikkan bila gadis itu menyerahkan diri saja, dan mau menuruti
seluruh kehendaknya. "Manis.... Lebih baik kau ikut bergabung denganku Prabu Adiwarman sudah mampus
dan entah di mana
mayatnya sekarang! Ketahuilah. Akulah orang yang menguasai Kerajaan Pakuan
sekarang ini!"
"Phuih...!"
Sari membuang ludahnya ke tanah. Hatinya semakin yakin, kalau keadaan Kerajaan
Pakuan memang berada di ambang kchancuran. Apakah ini ada hubungannya dengan
sikap para pengawal di hutan sana" Sari pun yakin, kalau
para pengawal tidak mcngenalnya. Mungkin, mereka lebih scring menjaga
berkeliling, sehingga tidak mengenalnya.
"Cui ih! Lebih baik kau minggat saja dari sini! Tahta Kerajaan Pakuan tak pantas
kau duduki!" desis Sari.
Raja Akherat yang bernama asli Tidar ini hanya
terbahak-bahak dengan suara nyaring.
"Aku menyukai gadis pemberani sepertimu!"
"Manusia tak tahu malu!" bentak Sari.
"Ha... ha.. ha. . Baiklah.... Kita lihat sekarang, apakah kau memang patut
disebut gadis pemberani?" Lalu tangannya menunjuk sepuluh pemuda desa yang
dijadikan pengawal. "Tangkap gadis itu!"


Pendekar Slebor 20 Raja Akherat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Serentak para pemuda ini berlompatan mengurung
Sari. "Raja Pengecut! Apakah kau tidak punya nyali untuk turun tangan menangkapku,
hah"!" bentak Sari.
"Ha... ha.. ha.. . Aku ingin melihat kepandaianmu, Manis. Bila memang kau bisa
mengalahkan mereka, kau sudah lulus ujian pertama untuk menjadi pendampingku!"
leceh Tidar. "Phuih!"
Sari membuang ludahnya lagi.
"Tangkap gadis itu!"
Bagaikan kerbau dicucuk hidungnya, atau mungkin
karena rasa terpaksa. sepuluh pemuda itu segera
mengangkat senjata dan menyerang Sari dengan gencar.
"Kalian pemuda-pemuda tidak punya nyali!" dengus gadis itu sambil menghindari
setiap serangan.
Tiba-tiba tubuh gadis itu berkelebat cepat bukan main. Tangan dan kakinya
bergerak ke sana kemari, menghantam para pemuda itu.
Duk! Des! "Aaakh...!"
Dalam waktu yang singkat saja kesepuluh pemuda itu bergeletakan pingsan. Plok!
Plok! Plok! Melihat hal ini Raja Akherat malah bertepuk tangan.
"Bagus, bagus sekali!"
"Mengapa kau masih duduk di situ, ha"!" bentak Sari.
"Raja Akherat! Biar kubereskan gadis cerewet ini!"
Tiba-tiba terdengar suara keras dari mulut Panah Iblis Dari Utara. Begitu kata-
katanya habis, tubuh Songko sudah melayang deras ke arah Sari. Memang dia tadi
merasa terganggu. Karena sebelumnya sudah terbayang di
benaknya kalau akan menikmati pemberian Raja Akherat yang memang telah
membuatnya tidak sabar. Maka tak tanggung-tanggung,
langsung dilancarkannya sebuah serangan berbahaya.
Tetapi mudah sekali Sari menghindar dengan
mengegoskan tubuhnya ke kanan. Panah Iblis Dari Utara jadi terkejut. Sekali lagi
serangannya diulangi. Tetapi tetap saja dia gagal menyentuh bagian-bagian tubuh
Sari yang bisa meliuk-liuk indah.
"Hhh! Rupanya kau hanya besar mulut saja!" ejek Sari.
Songko semakin geram. Dalam hal ilmu tangan ko-
song, laki-laki bertampang tirus ini memang tidak terlalu tinggi menguasainya.
Tetapi dalam ilmu memanah, hanya dialah yang paling tangguh!
Kembali Panah Iblis Dari Utara mencoba terus
mendesak gadis itu. Namun demikian, lincah sekali Sari menghindar.
"Bosan aku dengan manusia busuk sepertimu,
Belang! Ajar adat manusia busuk itu!" seru Sari.
Mendadak saja Sari bersalto ke depan, ke arah Raja Akherat. Sementara harimau
besar yang sejak tadi diam saja sambil menatap.nyalang pada Songko, kini mengaum
keras. Diterjangnya Panah Iblis Dari Utara dengan cakar dan taring-taringnya
yang tajam. Songko terkejut melihatnya. Tubuhnya cepat berkelit dan melepaskan satu
tendangan. Wuuuttt..!
Mengejutkan! Karena, si Belang bagai mengerti kalau perutnya terancam tendangan.
Mendadak saja tubuhnya bergerak merunduk,
bagaikan sedang menghindari
serangan. Lalu kaki kanan bagian depan mengibas.
"Hei ittt!" Songko mendengus kaget dan melompat.
"Gila! Harimau siluman rupanya!"
Si Belang memang telah lama dilatih Ki Wirayuda, ayahnya Sari. Dan sejak kecil pula, harimau itu sudah
menjadi teman bermain Sari. Secara naluri, Belang tahu kalau lawan akan
menyerang dan bagaimana harus
menghindar. Sementara Sari yang meluncur ke arah Raja Akherat, sudah mencabut pedang di
punggungnya. Dia yakin, laki-laki bertampang menyeramkan itulah yang menguasai
orang-orang ini. Dan belum sampai Sari mengebutkan pedangnya, tangan Raja
Akherat sudah terangkat ke atas sambil menghentak.
Wesss. .! Desss.. ! "Aaakh...!"
Sari mengeluh tertahan ketika merasakan dadanya
bagai dihantam sebuah godam yang sangat kuat.
Tubuhnya terpental meluncur ke belakang, dan ambruk ke tanah.
Sari berusaha bangkit sambil menahan rasa sakit.
Dan ketika baru saja berdiri.... "Hoekh...!" Sari muntah darah.
"Ha... ha.. ha.. !" Raja Akherat tertawa terbahak-bahak. "Lebih baik kau menurut
saja apa yang kuinginkan, Manis" Daripada terluka..."'
Tatapan Sari meruncing, penuh amarah bergejolak
dalam dada. "Cuih! Biarpun aku sudah mati, tak sudi kuberikan mayatku kepadamu, Manusia
Busuk!" Raja Akherat memandang sambil tertawa lebar.
"Aku sangat suka dengan gadis pemberani sepertimu, Manis... Sangat suka. Tetapi,
yakinlah. Aku akan mendapatkanmu sebentar lagi."
Meskipun merasakan kesakitan, Sari tidak pedulikan.
Ia pantang menyerah dan tidak mengenal takut.
"Hiaaa...!"
Disertai teriakan
keras, Sari menyerang lagi. Tubuhnya meluruk, dengan pedang di tangan terhunus ke arah Raja Akherat yang
terbahak-bahak. Begitu tubuh Sari sudah dekal, kembali Raja Akherat mengangkat
tangan kanannya sambil menghentak.
Wesss. .! Serangkum angin serangan meluncur, mengancam
Sari. Dan.... Des!
"Aaakh...!"
Tubuh Sari kembali terhuyung ke belakang disertai keluhan
kesakitan. begitu angin serangan menghantamnya. "Hoekh...!"
Lagi-lagi Sari memuntahkan darah segar, walaupun tubuhnya belum ambruk.
Raja Akherat tertawa, melihat gadis itu masih
terhuyung-huyung. Tanpa rasa kasihan sedikil pun, kembali tangannya terangkat
dan dihentakkan. Lalu....
Wesss! Sekali lagi sebuah hantaman tak terlihat meluncur.
mengancam keselamatan Sari. Namun sebelum serangan itu mencapai sasaran, tiba-
tiba berkelebat satu sosok bayangan hijau yang langsung menyambar tubuh Sari,
sehingga serangan itu luput dari sasaran.
Dua kali sosok itu berputaran di udara, lalu mendarat ringan sepuluh tombak dari
Raja Akherat agak ke samping kanan."Masa' laki-laki bertampang monyet seperti
itu, beraninya melawan seorang gadis?" leceh pemuda berbaju hijau muda yang
menangkap tubuh Sari tadi.
Sementara itu Sari sudah duduk bersemadi, untuk
mengembalikan tenaga dan memulihkan rasa sakit di dadanya.
Dan bila sejak tadi Raja Akherat hanya santai saja sambil terbahak-bahak, tetapi
begitu melihat sosok pemuda berpakaian hijau, seketika dia langsung berdiri.
Seolah, ada kalajengking yang menyengat pantatnya.
Tatapannya nyalang, ke arah pemuda yang tak lain Andika alias Pendekar Slebor.
"Keparat! Berani benar kau mengantarkan nyawamu, hah"!" bentak Tidar dengan
napas mendengus-dengus.
"Keparat! Berani benar kau mengantarkan muka monyetmu itu, hah"!" Andika balas
membentak meniru Raja Akherat. Sifat konyolnya mulai kumat lagi.
Raja Akherat sudah tidak bisa menguasai marahnya lagi.. "Kalau waktu itu aku
gagal membunuhmu, sekarang kau harus mampus!"
Bertepatan dengan itu, kedua tangan Raja Akherat mengibas ke muka.
Wesss. .! Dua rangkum angin besar begitu deras menuju ke
arah Pendekar Slebor.
Andika yang sudah menduga akan hal itu, cepat
mengempos tubuhnya ke samping kanan. Dan angin besar itu terus meluncur,
menghantam sebuah pohon yang tumbuh di sana.
Blarrr...! Krakkk...! Seketika pohon itu tumbang, dalam keadaan hangus.
"Wah, wah.... Ki Maja tak perlu cari arang jauh-jauh kalau mau bakar satenya.
Bagaimana kalau kupinjam tanganmu untuk buat arang lagi?" ejek Andika, ketika
melirik pohon yang jadi sasaran pukulan Raja Akherat.
Raja Akherat mendengus geram melihat kelakuan
Pendekar Slebor. Bukannya gentar melihat hasil pukulannya, pemuda itu malah melecehkannya.
"Dua Kembar Kepalan Batu! Perlihatkan tekadmu untuk mengabdi kepadaku!" desis
Raja Akherat, tak ingin buang-buang tenaga.
Bersamaan dengan itu, Srigunda dan Srigartdi
melesat ke depan. Beberapa kali mereka membuat
putaran di udara, lalu hinggap tak jauh di depan Andika dengan tatapan dingin.
"Wah, wah.... Aku jadi malu hati nih. karena rambutku gondrong!" ejek Andika
langsung. Tetapi Dua Kembar Kepalan Batu sudah menyerang
ganas. Kepalan tangan mereka benar-benar sekeras batu.
Karena begitu berkelebat dan memukul, terdengar angin keras menderu-deru.
"Hei ittt! Hati-hati dengan kepala kalian! Kalau kupegang, kan rasanya seperti
memegang... he... he...
he...," kata Andika sambil melenting, dan berusaha men-jitak kepala Dua Kembar
Kepalan Batu. Begitu mendarat di tanah, Pendekar Slebor langsung berbalik. Tubuhnya meluruk ke
arah dua manusia gundul itu disertai sambaran tangannya. Plak! Plak!
Mantap sekali tepakan tangan Andika mendarat di
kepala Srigunda dan Srigandi yang licin tandas. Kontan keduanya semakin marah.
Saat itu juga mereka membalas serangan dengan lebih gencar. mengarah pada
bagian-bagian tubuh Andika yang mematikan.
Pendekar Slebor terus menghindar dengan segala
kelincahannya. Tapi bisa dirasakan, kalau tenaga kedua lawannya sangat kuat. Dan
yang membuatnya sejak tadi harus berpikir, sikap Dua Kembar Kepalan Batu tak
ubahnya bagaikan mayat hidup yang bisa dikendalikan.
Gerakan-gerakan mereka bukanlah gerakan lentur yang lincah, tetapi kaku penuh
tenaga mematikan.
Lebih dahsyat lagi, Dua Kembar Kepalan Batu dapat menyerang seiring, dan
terkadang pula bergantian dengan jurus sama.
Andika sendiri lama kelamaan harus berpikir pula.
Karena kedua lawannya tidak memberi kesempatan sedikit pun. Bahkan terus
mencecarnya. Pukulan, tangkisan, dan tendangan Pendekar Slebor sendiri tidak dirasakan kedua
lawannya. Entah ajian apa yang dimiliki Dua Kembar Kepalan Batu. sehingga
pukulan sekeras apa pun tak dirasakan.
Dua Kembar Kepalan Batu terus menyerang ganas
dengan pukulan dan tendangan yang sangat cepat.
Sementara Andika sendiri mulai mempergunakan kelincahannya, melangkah dari satu tempat ke tempat lain dengan ilmu warisan
Pendekar Lembah Kutukan.
Mendadak saja tubuh Pendekar Slebor melangkah
demikian cepat dari satu tempat ke tempat lain. Ketika Srigunda menyerang ke
arah kepala, Pendekar Slebor merunduk. Tetapi Andika harus segera melompat,
karena sambaran kaki Srigandi sudah menyambarnya.
Dan memang itulah yang ditunggu. Karena begitu kaki Srigandi menyambar, Andika
langsung melompat ke arah Srigunda yang siap menyerang pula. Seketika Pendekar
Slebor menghentakkan kedua tangannya dengan jurus
'Guntur Selaksa'.
Wesss. .! Srigunda terkejut ketika merasakan angin keras
menderu ke arahnya. Dicobanya untuk memapak, tetapi lerlambat. Dan....
Desss.. ! Tubuh Srigunda terhuyung ke belakang. Pukulan
Guntur Selaksa' yang dilepaskan Andika memang tepat mengenai dada. Tetapi,
sedikit pun tak terdengar pekikan.
Seolah-olah dia tidak merasakan apa-apa.
Andika jadi heran melihatnya. Dan dia hanya bisa mendengus dalam hati.
*** Sementara saat ini, Belang masih terus menyerang
Songko dengan ganasnya. Cakar dan taringnya yang tajam menjadi ancaman bagi
Panah Iblis Dari Utara.
Songko sendiri hampir-hampir tak bisa percaya kalau harimau itu ternyata bisa
menguasai jalannya pertarungan.
Memang secara naluri, harimau itu seperti telah biasa menghadapi sebuah
pertarungan. Dan kini mendadak saja Songko melompat ke belakang, sambil melepas
selempang busur panahnya. Sementara, Belang sedang bersiap-siap menerkam.
Dengan cepat Songko mencabut lima buah anak
panahnya, seraya memasang pada busur. Direntangkannya tali busur, dan anak
panahnya siap meluncur.
Ajaib! Kali ini Belang tidak segera menyerang. Na lurinya mengatakan, lawan kali
ini sangat kejam. Songko sendiri yang menunggu diam-diam, merasa keheranan.
Mengapa harimau itu tidak menyerangnya juga"
Lalu mendadak saja, Panah Iblis Dari Utara mele
paskan anak panahnya yang meluncur deras ke arah Belang.
Set! Set! Belum juga anak-anak panah mencapai sasara
mendadak melompat satu sosok bayangan menyongsong.
Trang! Trang! Trang! Trang! Trang!
Lima buah anak panah yang dilepaskan Songko
berhasil ditepis sosok bayangan yang langsung berdiri di depan Panah Iblis Dari
Utara. Sosok itu adalah Sari yang tenaganya sudah pulih.
"Belang! Beristirahatlah! Biar manusia ini bermain-main denganku!" ujar Sari.
Begitu habis kata-katanya, Sari langsung menerjang ke arah Songko dengan
kelebatan pedangnya. Pada saat Sari melihat pemuda yang menolongnya sedang
bertarung melawan dua orang berkepala gundul, sejenak ia ingat.
Memang, pemuda itulah yang dijumpainya dua hari yang lalu di depan gua, di Hutan
Kaliamang. Songko di daerahnya dijuluki Panah Iblis Dari Utara.
Sehingga tak heran kalau dia begitu mudah melayani kibasan pedang dengan
luncuran anak panahnya yang cepat bagai kilat. Sari sendiri pun harus
menghentikan serangannya, kalau tidak ingin sepuluh anak panah itu mengenai
salah satu bagian tubuhnya.
Mendapat kesempatan, dengan bertubi-lubi Songko
terus melepaskan anak panahnya yang herjumlah sangat banyak. Sementara Sari pun
terpaksa dengan kalang kabut menghindari sambil menangkis
Pada satu kesempatan putri Ki Wirayuda itu melihat


Pendekar Slebor 20 Raja Akherat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Songko mengambil sebuah anak panah yang diujungnya terdapat kain kecil seperti
bantalan. Naluri gadis ini mengatakan kalau anak panah yang dilepaskan Panah
Iblis Dari Utara sangat berbahaya.
Wuuuttt...! Maka ketika anak panah itu melesat, Sari tidak berani menangkisnya. Seketika
tubuhnya melenting ke atas, sehingga luncuran anak panah lewat di bawah kakinya.
Duaaarrr! Dugaan gadis itu ternyata benar. Begitu anak panah tadi menghantam dinding yang
memagari halaman
keraton, terdengar ledakan keras menggelegar. Dinding itu pun seketika hancur.
Sari menghela napas lega. Kalau saja tadi panah itu dipapaki. tentu bisa
berakibat sangat parah. Bisa-bisa tubuhnya akan hancur berantakan termakan anak
panah itu! Sementara Belang yang melihat tuannya dalam
bahaya, langsung menerjang dengan aumannya yang
keras. Songko yang tak menduga jadi terkejut setengah mati. Apalagi, ia kalah
cepat untuk memasang anak panahnya. Maka sebisanya tubuhnya menghindar ke kiri.
Namun bertepatan dengan itu, Sari sudah melesat cepat sambil membabatkan
pedangnya. Dan....
Cras! "Aaakh...!"
Ujung pedang gadis ini menggores paha kanan Panah Iblis Dari Utara Laki-laki itu
kontan menjerit tertahan.
Tampak darah telah merembes dari celananya.
"Belang! Hajar dia dari belakang! Jangan beri kesempatan dia mempergunakan
panah!" ujar Sari, berteriak.
Seperti mengerti yang diperintah tuannya. si Belang pun melompat menerkam. Dan
Songko pun harus mati-matian menyelamatkan selembar nyawanya.
*** Sementara itu, Nyai Surti alias si Kayu Seribu Laksa sudah tidak sabar melibat
Srigandi dan Srigunda belum juga mampu menjatuhkan Pendekar Slebor. Dalam
pandangannya yang sudah berwarna kelabu, bisa terlihat kalau dada bagian dalam
Srigunda sudah remuk.
Perempuan tua itu memang tahu, Dua Kembar Kepalan Batu memiliki ajian yang
dinamakan 'Mati Rasa'. Tetapi ia juga tahu, kalau Srigunda tidak akan mampu lagi
bertahan lebih lama
Ajian 'Mati Rasa' memang sangat mengerikan
sebenarnya bagi pemiliknya. Karena, si pemilik tidak akan bisa mengetahui,
bagian mana yang telah terluka. Baik di luar maupun di dalam tubuhnya.
"Hiaaa..!"
Disertai teriakan membahana. Nyai Surti melesat ke arah Pendekar Slebor dengan
ayunan kayunya yang cepat, menimbulkan suara mendesir-desir.
Andika yang sedang mencecar Srigunda. terpaksa
harus menarik serangannya. Ayunan tongkat kayu Nyai Surti harus dihindarinya,
kalau tak mau tubuhnya hancur.
"Wah, wah...! Rupanya nenek peot macam kau ini genit juga, ya" Tetapi, maaf, Aku
tak sudi disentuh tanganmu yang keriput!" seloroh Pendekar Slebor, langsung
bersal o ke belakang.
"Nama Pendekar Slebor. telah sampai ke telingaku ini!" kata si Kayu Seribu Laksa
garang. "Aku ingin tahu kehebatannya!"
Begitu gema suaranya hilang, pcrempuan tua itu
kembali berkelebat dengan sabetan tongkatnya yang dahsyat.
Sementara Sari yang sedang menyerang Songko,
mendengar kata-kata nenek berkonde emas tadi. Dan diam-diam gadis ini terkejut.
Pendekar Slebor" Oh! Pemuda inikah yang sering
dibicarakan ayahnya" Diakah tokoh pendekar yang selalu membela kebenaran"
Sungguh, seringkali Sari mendengar cerita tentang Pendekar Slebor dari ayahnya
Namun yang tak pernah disangka, ternyata Pendekar Slebor seorang pemuda konyol yang
dijumpainya di depan gua sana. Dan tadi, pendekar itu telah menolongnya!
"Kehebatannya atau kegantengannya" Kau pura-pura ya, Peot!" ejek Andika pula
sambil tertawa. "Tetapi, maaf Aku tak sudi disentuh tanganmu! Kambing yang sudah
diberi obat perangsang pun enggan membiarkan tubuhnya kau sentuh!"
Si Kayu Seribu Laksa semakin geram mendengar
ejekan-ejekan Pendekar Slebor terasa pedas di telinga.
Maka begitu tubuhnya melesat, tongkat kayunya langsung diputar-putar dengan
gerakan dahsyat. Begitu cepatnya, membuat tongkat itu berubah menjadi seribu.
Kini giliran Andika sendiri yang sekarang kalang kabut. Bahkan Srigandi dan
Srigunda telah menyerang pula. "Gawat, aku bisa mampus!" desis Pendekar Slebor,
seraya melirik Raja Akherat yang kelihatan geram bukan main.Andika terus
mempergunakan kelincahannya dalam menghindar. Tetapi semakin lama terasa kalau
ruang geraknya semakin tertutup. Dan mendadak saja Pendekar Slebor melompat ke
belakang, sambil mencari kainnya yang bercorak catur. Begitu kain tertarik,
langsung dikebutkannya ke depan.
Bet! Bet! Bet! Terdengar suara meledak-ledak yang kuat sekali. Dari sini para tokoh sesat itu
yakin, kalau kain yang dipergunakan
Pendekar Slebor bukanlah kain sembarangan. Maka dengan serentak mereka menarik serangan.
Mendapat kesempatan, Andika balas menyerang.
Nyai Surti dan Srigandi bisa melihat kalau sasaran yang dituju Andika adalah
Srigunda. Maka sebisanya keduanya merapat untuk membela Srigunda yang kewalahan
menghadapi serangan kain catur milik Pendekar Slebor.
"Kenapa jadi rapat begitu, ya" He he he.... Rupanya si
Gundul ini masih bernafsu juga denganmu, Nenek Peot!"
ledek Andika sambil terus mencecar. "Atau..., kau yang memang genit, hah"!"
Semakin marah si Kayu Seribu Laksa. Maka kembali dia menerjang dengan sambaran
tongkatnya. Dan sekali-kali dia berusaha menghalangi serangan Pendekar Slebor
pada Srigunda. Dengan senjata kain itu, Andika sedikit banyaknya bisa menguasai pertarungan
sekarang. Karena, Nyai Surti malah jadi repot sendiri. Di samping menyerang dan
membela diri, perempuan tua ini juga harus membela nyawa Srigunda.
"Kayu Seribu Laksa! Biar aku yang menjaga Kakang Srigunda!" terdengar suara
Srigandi untuk pertama kalinya.
Suaranya cempreng tidak sesuai tubuhnya yang kasar.
"Ha... ha.. ha. .!"
Andika sampai terbahak-bahak.
"Kau lebih pantas menjadi sinden, Gundul!" ejek Pendekar Slebor.
Tar! Blarrr...!
Berkali-kali dua senjata pusaka itu beradu, menimbulkan suara ledakan keras.
Kayu di tangan si Kayu Seribu Laksa membabi-buta menyerang. Sementara kain
pusaka milik Andika berkali-kali melilir dan mencoba menariknya.
Tetapi dengan kelenturan tenaga dalam yang dimiliki.
perempuan tua itu berhasil menarik pulang senjatanya.
Memang patut diakui. kalau wanita setua Surti memUiki kepandaian sangat tinggi.
"Chiaaa...!"
Dan mendadak saja si Kayu Seribu Laksa memekik
keras, sambil melejit telah siap dengan jurus 'Kayu Me-mangsa Anjing'. Gebukan
tongkat kayunya lebih dahsyat.
Andika dapat merasakan kalau lawannya kini telah melipat gandakan tenaga
dalamnya. "Uts.. !"
Andika cepat bergerak demikian cepat menghindari serangan si Kayu Seribu Laksa.
Tubuhnya melompat
kesamping dan langsung bergulingan. Namun begitu bangkit berdiri. Raja Akherat
diam-diam sudah menghentakkan tangannya melepas pukulan jarak jauh.
Wesss. .! Desss.. ! "Aaakh...!"
Andika kontan terlempar beberapa tombak ke
belakang begitu pukulan jarak jauh Raja Akherat mendarat di punggungnya.
"Aku bosan melihat kalian masih bermain-main perti itu!" geram Raja Akherat
seraya melesat kearah Pendekar Slebor yang berusaha bangun.
Pendekar Slebor merasakan dadanya sakit luar biasa.
Meskipun begitu, bukan Andika kalau tidak mengejek.
"Rupanya gelar Raja Akherat tidak pantas untukmu!
Kau lebih pantas menyandang gelar Raja Pengecut yang doyan kentut! Heaaai ittt!"
Andika melompat ke samping menghindari terjangan Raja Akherat yang cepat dan
dahsyat! Sementa Srigandi tampak tengah mengalirkan tenaga dalam pada kakak
kembarnya. Dia yakin, dada bagian dalam Srigunda terluka parah. Sedangkan si
Kayu Seribu Laksa kelihatan masih sangat penasaran. Namun diakui. kalau
kepandaian Pendekar Slebor pun sangat tinggi.
Kini tampak Raja Akherat sedang mendesak
Pendekar Slebor. Kalau tadi Andika berada di atas angin, kini nampak jelas
sekali terdesak. Yang membuat Pen dekar Slebor terkejut, kain pusakanya ternyata
tida mempan ketika mengenai tubuh Raja Akherat.
"Carilah bagian yang empuk dari tubuhku...! Ha-ha., ha...! Kain gombal semacam
itu lebih pantas dipergunakan untuk mengelap pantatku!" ejek Tidar.
"Ya. ya... Nanti akan kulakukan untuk menyumpal mulutmu yang bau petai!"balas
Andika tak kalah sengit.
Raja Akherat terus mendesak dengan cepat. seperti tidak ingin memberi kesempatan
pada Pendekar Slebor lagi.
"Heaaah...!"
Namun mendadak saja Andika melompat cepat ke
kanan dan kiri.
Kain pusakanya disampirkan kembali ke punggung.
Lalu, diterjangnya Raja Akherat.
Raja Akherattampak terkejut melihat serangan tak terduga. Bisa dirasakan betapa
tenaga dalam pemuda lawannya menjadi berlipat ganda. Bahkan pukulan-pukulan yang
dilakukan menimbulkan suara yang keras sekali.
"Bangsat! Kau harus kukubur hari ini juga!" geram Raja Akherat.
"Atau kau yang sudah tidak sabar"Ha ha ha.... Aku masih akan berbaik hati untuk
menggali kuburanmu!"
sahut Andika. Sementara, saat ini Panah Iblis Dari Utara dalam keadaan terdesak hebat.
Diserang dari dua penjuru oleh si Belang dan Sari, membuatnya kewalahan. Sedikit
pun ia tidak diberi kesempatan untuk mempergunakan senjata.
Bahkan di beberapa bagian tubuhnya, sudah tampak luka berdarah, terkena cakaran
si Belang dan pedang Sari.
Melihat hal itu, si Kayu Seribu Laksa segera
membantu. Langsung diterjangnya Sari yang tengah mencecar Songko
Trak! Ayunan pedang Sari terhalang ayunan kayu Nyai Surti.
Dan gadis ini merasakan tangannya sedikit bergetar.
Dalam sekali bentrok saja sudah terlihat kalau tenaga dalam gadis itu jauh
berada di bawah tenaga dalam Nyai Surti.
"Mampuslah kau!" teriaksi Kayu Seribu Laksa terus menyerang.
Sebisanya Sari menahan serangan-serangan. Sctiap kali kayu di tangan perempuan
tua ini berkelebat, terdengar suara angin yang keras sekali.
Sedangkan Songko yang kini hanya diserang si Belang bisa mengambil kesempatan
untuk mencabut anak
panahnya. Dan laki-laki ini pun bersiap memusnahkan
hewan ganas yang terus-menerus menyerang.
"Belang! Pergi dari sini! Pergi!" seru Sari yang melihat gelagat tidak
menguntungkan terhadap peliharaannya.
Sekali lagi, seperti mengerti akan bahaya yang
mengancam. si Belang melompat meninggalkan tempat itu.
Sementara Songko tampaknya tak sempat untuk melepas anak panahnya. Dan Belang
dengan leluasa terus
melarikan diri.
Pada saat berteriak tadi. perhatian Sari jadi terpecah.
Hingga tanpa disadari serangan Nyai Surti telah meluncur ganas. Akibatnya....
Duk! "Aaakh...!"
Sari melenguh tertahan ketika kakinya terhantam
kayu si Kayu Seribu Laksa. Tubuhnya kontan sempoyongan kehilangan keseimbangan.
Melihat gadis itu sudah tidak bisa menguasai
tubuhnya lagi, si Kayu Seribu Laksa menyerang dengan ayunan kayu ke kepala yang
agaknya tak dapat
menghindari lagi.
"Hhh! Mau ke mana lagi kau, hah"!" bentak Nyai Surti sambil menerjang. "Tak ada
kesempatan bagimu sekarang untuk menghindar, Gadis Binal"!"
*** 7 Dalam keadaan kewalahan, Pendekar Slebor masih
tampak melihat kalau Sari tengah dalam bahaya.
"Heaaa...!"
Dengan gcrakan dahsyat, Andika menghentakkan
tangannya dua kali melepaskan pukulan jarak jauh pada dua tubuh Raja Akherat.
Werrr...! Werrr...! "Uts!"
Tepat ketika Raja Akherat menghindar, Pendekar
Slebor berkelebat cepat bagai kilat ke arah Nyai Surti yang sedang meluruk
dengan hantaman tongkat kayunya. Begitu cepat gerakan Andika, sehingga....
Des! "Aaakh...!"
Tubuh si Kayu Seribu Laksa terhuyung ke samping
terkena pukulan Andika disertai keluhan tertahan. Lalu dengan cepat Andika
menyambar tubuh Sari, dan
melarikan diri dari tempat ini disertai ilmu meringankan tubuh yang sudah sangat
tinggi. Begitu cepat gerakan yang dilakukan Pendekar Slebor. sehingga tak
seorang pun yang sempat menyadarinya.
Raja Akherat menggeram marah, melihat lawannya
telah hilang melarikan diri.
"Cari kedua manusia itu! Hidup atau mati!"
Serentak si Kayu Seribu Laksa dan Songko, melesat mengejar. Nyai Surti geram
bukan main karena tadi terkena pukulan Pendekar Slebor. Sambil berlari, tenaga
dalamnya dialirkan ke bagian tubuh yang terhantam.
Sementara Raja Akherat kembali mengamuk ganas
melihat musuhnya bisa melarikan diri dengan cara tak terduga. Tangannya tiba-
tiba berkelebat ke depan.
Wesss! Des! Des! "Aaa...!"
"Aaa...!"
Seketika sepuluh pemuda desa yang jadi pengawalnya, beterbangan terhantam pukulan jarak jauh Raj Akherat yang dahsyat.
Ketika jatuh di tanah semu sudah menjadi mayat!
Di pinggiran Hutan Kaliamang yang sepi dan h
nyaknya pepohonan, Andika menghentikan larinya. pundaknya tampak tubuh Sari yang sejak tadi meronta ronta minta dilepaskan. Lama
kelamaan Andika menjadi jengkel juga. Dilontarkannya tubuh gadis itu begit saja
hingga terhempas ke tanah.
"Keterlaluan! Apakah kau sudah bosan hidup, hah"!"
dengus Andika mangkel.
"Biar saja! Daripada seperti kau yang pengecut begitu"!" balas Sari juga
jengkel.

Pendekar Slebor 20 Raja Akherat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Andika melotot.
"Aku masih mau hidup, Nona! Apa kau tak sayang dengan wajahmu yang bakal dielus-
elus tangan Raj Akherat"!"
"Mau mati. kek! Mau hidup, kek! Bukan urusanmu!
Tetapi yang baru kutahu, ternyata kau pengecut! Hhh!
Nama besar Pendekar Slebor telah kudengar sejak lama.
Tetapi kenyataannya sekarang ini, kau tak lebih dari pendekar pengecut belaka!"
"Heran"! Gadis cantik sepertimu tak mau-maunya sama Raja Akherat"!"
"Hei! Siapa yang mau sama dia"! Aku kan mengobrak-abrik mereka"!"
"Iya... Tapi aku masih bisa mempergunakan otakku.
Mundur dulu, baru nanti akan menyerang kembali!"
"Ah! Dasar pengecut!"
Andika kini melotot.
"Kalau kau masih penasaran, kembali saja ke sana!
Lawan mereka. Biar tubuhmu dirancah oleh mereka di atas ranjang!" kata Andika.
Meskipun membenarkan yang dikatakan Andika
kalau mereka tak akan mampu mengalahkan orang-orang
itu, tetapi Sari masih tidak peduli. Ia sebenarnya malu kalau sejak tadi marah-
marah, kini berubah menjadi lembek.
"Biar saja! Toh, ini nyawaku sendiri!" cibir gadis itu.
"Siapa bilang nyawaku, hah"!" "Dan tak ada urusannya denganmu, bukan?" Andika
mendengus. "Hhh! Kalau saja Prabu Adiwarman tidak mengatakan kalau dia mengenalmu dan
ayahmu Ki Wirayuda, sudah kubiarkan tubuhmu digerayangi di sana!"
Kali ini Sari terdiam.
"Di mana Prabu dan Putri Permata Delima berada?"
tanya gadis ini.
"Kau sudah tahu tempatnya!" sentak Pendekar Slebor.
"Jangan main-main!" bentak Sari. "Sikapmu yang norak waktu berada di depan gua
di dalam Hutan Kaliamang sana, mcmbuatmu tidak tahu kalau Prabu Adiwarman dan Putri Permata
Delima berada di sana!"
terjang Andika, ceplas-ceplos.
Kini Sari yang menghentakkan kakinya.
"Ajak aku ke sana!" sentak gadis ini.
"Aku memang ingin ke sana!'Tetapi, berjalan bersama gadis galak sepertimu...
huh! Aku tak sudi, ya"!"
"Sok!" sembur Sari.
"Aku memang sok!" sahut Andika kalem.
"Sok kecakepan!"
"Aku memang cakep!"
Sebelum Sari sempat mengumbar kekesalannya....
"Hauuummmm...!"
Mendadak terdengar suara auman yang keras, lalu
disusul berkelebat hewan berkaki empat dari balik semak.
"Belang!" seru Sari gembira, tangannya langsung membuka. Dipeluknya binatang
peliharaannya itu, lalu diusap-usapnya dengan lembut.
Belang tahu kalau tuannya amat menyayanginya.
Lidahnya langsung menjilat-jilat wajah Sari.
"Oh! Kau gembira ya, bertemu denganku" Aku juga,
Belang...," desah Sari.
Justru Andika yang bergidik melihatnya.
Tiba-tiba Sari menoleh pada Andika.
"Belang! Ada seorang pemuda sok cakep yang
kerjanya mengganggu orang saja. Kalau kau sayang padaku, berbuatlah sesuatu
untuk menyenangkan hatiku, ya?" kata Sari, tanpa disangka-sangka.
Andika tahu kalau dirinyalah yang dimaksud Sari.
Seketika wajahnya menjadi pias. Bukannya takut terhadap harimau itu, tapi Andika
khawalir kalau nanti akan melukai binatang kesayangan gadis ini. Padahal ia
tahu, gadis itu berada di golongan yang sama dengannya.
"Eit! Jangan, jangan kau perintahkan dia!" ujar Pendekar
Slebor sambil melompat mundur dan menggoyang-goyangkan kedua tangannya.
Sari berdiri dan berkacak pinggang.
"Kau takut?" ejek Sari.
Andika meluruskan tubuhnya.
"Aku bukan takut. Cuma.... Ya, geli saja," kata Pendekar Slebor, sombong.
"Brengsek! Memangnya si Belang menjijikkan!" seru Sari sewot.
"Oh, bukan! Bukan.... Dia..., dia tampan sekali." kata Andika berusaha
meyakinkan. "Aku tidak percaya kau bicara seperti itu!"
"Kalau kau tuli, pasti tidak akan bisa mendengarnya.
Apalagi mempercayainya.'
Sari semakin sewot. Tangannya menepuk punggung si Belang.
"Hajar pemuda konyol itu!"
Serentak si Belang menerjang ganas. Namun Andika langsung melompat ke atas. Dan
hanya sekali lorn-pat saja, tubuhnya sudah hinggap di sebuah dahan po-hon.
Tetapi Andika lupa, kalau si Belang dapat memanjat.
Begitu binatang itu memanjat, Pendekar Slebor segera melompat turun. Si Belang
pun turun dengan kedua kaki depan mengarah padanya. Cakar-cakarnya membuka, siap
mencabik-cabik tubuh Pendekar Slebor.
"Sari...! Hentikan dia! Hentikan! Nanti dia bisa mati kubunuh!"
"Sombong! Buktikan saja!" sahut Sari.
"Oh, jangan... jangan...."
Sari terbahak-bahak.
Di samping senang mempermainkan, hatinya juga gcli melihat sikap pemuda yang rada konyol ini.
Dibiarkan saja si Belang melompat menerkam ke arah Andika.
Andika sendiri merasa bingung. Kalau si Belang
berhasil menyergapnya,
kan tidak luc u. Kalaupun diserangnya, binatang itu milik Sari. Maka lebih baik Andika menghindar saja.
Wuuut! Tubuh Pendekar Slebor pun seketika berkelebat
cepat."Hoooi, Pengecut! Mau ke mana kau"!" ejek Sari sambil memberi isyarat pada
si Belang untuk tidak usah mengejar.
Lalu dengan sigapnya. gadis ini melompat kepunggung si Belang.
"Ayo, Belang! Kita susul pemuda konyol itu! Ia pasti pergi menemui Prabu
Adiwarman dan Putri Perma Delima!"
Tubuh si Belang pun berkelebat cepat. Sari harus membungkukkan tubuhnya, sejajar
punggung si Belang Selang beberapa lama, munc ul dua sosok tubuh.
Yang satu seorang wanita tua, dan yangsatu lagi seorang laki-laki berusia empat
puluh lima tahun. Keduanya tak lain dari Nyai Surti dan Songko yang menerima
perintah untuk mengejar Pendekar Slebor dan Sari.
"Hhh! Ke mana kedua manusia itu harus dicari?"'
omel Nyai Surli sambil mendengus.
Songko pun berbuat yang sama.
"Lebih baik kita kembali saja! Peduli setan T idar akan marah! Aku belum
merasakan nikmatnya tubuh keliga gadis itu!" seru Panah Iblis Dari Utara
jengkel. "Kau belum tahu kalau dia marah" Bila kita sudah
menyetujui rencana dan bergabung dengannya, maka akan sulit untuk keluar dari
tangannya! Lebih baik kita cari saja kedua manusia itu!"
Sambil menggerutu jengkel, Songko pun mengikuti
Nyai Surti yang sudah berlari.
*** 8 Senja semakin menurun. Matahari mulai menurunkan kegarangannya. Daerah di
sekitar gua di dalam Hutan Kaliamang tetap sunyi. Hanya pepohonan tinggi saja
yang mendesir-desir ketika dihembus tiupan angin.
Satu sosok tubuh tiba di sana. Dua orang pengawal Kerajaan Pakuan yang menjaga
di depan gua itu segera mengenali, siapa yang datang.
"Tuah Pendekar...."
"Di mana Prabu Adiwarman dan Putri Permata
Delima?" tanya Andika sambil mengatur napas.
"Di dalam."
"Danji?"
"Sedang memetik buah-buahan di hutan."
Andika segera masuk ke dalam gua. Di dalam gua,
ada dua buah penerangan yang menerangi. Andika melihat Prabu Adiwarman sedang
termenung. Sementara, Putri Permata
Delima langsung bangkit begitu melihat kemunculannya. "Tuan Putri...," sebut Andika seraya menjura.
"Bagaimana keadaan keraton, Andika?" tanya Putri Permata Delima.
"Kacau. Kacau sekali!" kata Andika, seraya duduk di depan gadis itu.
Prabu Adiwarman mendesah panjang, lalu mengangkat kepalanya.
"Bagaimana maksudmu?" tanya laki-laki setengah baya ini.
"Raja Akherat bertindak sewenang-wenang. Ia telah mempunyai pengikut-pengikut.
Prabu..., apakah utusan ke Kerajaan Labuan sudah tiba?"
Prabu Adiwarman menggeleng lemah.
"Bila menurut perhitungan waktu, seharusnya sudah kembali. Karena, jarak yang
ditempuh paling tidak tiga hari berkuda. Satu hari beristirahat, dan tiga hari
kembali lagi ke sini. Sedangkan mereka. sudah satu minggu pergi...,"
jelas Prabu Adiwarman.
Andika terdiam beberapa saat seperti berpikir.
"Prabu Yang Mulia..., adakah jalan rahasia untuk masuk ke keraton?"
Prabu Adiwarman mengangguk cepat.
"Ya! Ada dua jalan untuk masuk ke sana. Pertama, melalui lubang bawah tanah yang
terdapat di kamarku, dan keluar hingga pintu samping keraton," papar laki-laki
setengah baya ini.
"Yang kedua?"
"Berada sepuluh meter dari dinding halaman keraton sebelah barat."
"Di mana berakhirnya?"
"Jalan rahasia itu berakhir di istal kuda."
"Hmmm.... Sambil menunggu kedatangan utusan ke Kerajaan Labuan, hamba akan
mencoba menyelinap
kembali ke sana. Meskipun hamba tahu, kesaktian Raja Akherat sangat tinggi.
Apakah ada tanda khus us untuk menemukan jalan rahasia yang tembus di istal
kuda, Prabu?"
"Ya! Lubang itu tepat berada di antara dua buah pohon trembesi. Kau bisa
merabanya. Maka, akan
menemukan tangkai besi. Jalan rahasia itu Sudah jarang sekali dipakai. Mungkin
sudah sangat berat untuk mengangkatnya."
Andika manggut-manggut.
"Hamba akan mencobanya, Prabu...."
"Andika..., bila melihat dirimu sekarang ini, apakah kau tadi bertarung melawan
Raja Akherat?" tanya Putri Permata Delima sambil memperhatikan tubuh Andika yang
kelihatan kotor dan berantakan.
Andika nyengir menahan malu. Namun diam-diam
hatinya kagum dengan kejelian Putri Permata Delima.
"Tuan Putri benar.... Kesaktian Raja Akherat sangat tinggi. Jalan satu-satunya
untuk melumpuhkannya harus diserang dari belakang. Meskipun ini kelihatan tidak
jantan. Tetapi, untuk mengembalikan tahta keraton, kita
memang telah siap menghalalkan segala cara!"
Belum habis kata-kata Pendekar Slebor.... "Hauuummm...!"
Mendadak saja terdengar auman harimau keras dari luar.
"Hhh! Gadis ceriwis itu lagi!" dengus Andika. Putri Permata Delima menatap
Andika, penuh tanya.
"Apa kau bilang tadi, Andika?" tanya Putri Permat Delima.
"Oh, tidak! Tidak.... Aku..., aku bilang.,., yang datang itu seorang gadis
cantik...."
Putri Permata Delima tersenyum geli seraya bangkit berdiri. Lalu kakinya
melangkah keluar, karena dia yakin yang datang adalah Sari, sahabatnya. Kalau
waktu itu ia tidak muncul menjumpai Sari, karena khawatir yang datang adalah
orang-orang Raja Akherat.
*** "Sari i...!" panggil Putri Permata Delima, begitu tiba di luar. "Permata!" seru
Sari sambil melompat. Langsung dirangkulnya Putri Permata Delima.
"Apa kabarmu, Sari?" tanya Putri Permata Delima akrab.Sikap Putri Permata Delima
memang tidak mencerminkan seorang putri keraton. Meskipun saat ini berada jauh di luar
keraton. namun tetaplah seorang gadis yang banyak dihormati dan disanjung
rakyat. Beberapa pengawal yang ada di sana saling
berpandangan. Sebenarnya mereka telah lama mendengar kalau Putri Permata Delima
mempunyai seorang sahabat yang selalu menunggang seekor harimau. Namun baru kali
ini mereka melihatnya.
"Baik," sahut Sari pelan.
Sedikit banyaknya hati gadis ini terenyuh melihat keadaan Putri Permata Delima
yang banyak dipuja. Namun
kini, putri raja telah berada di hutan belantara yang menyeramkan. Namun,
sikapnya sama saja. Baik di
keraton maupun di luar keraton, Putri Permata Delima selalu bersikap baik.
Bahkan selalu bisa bersikap di mana tempat.
"Hei" Mengapa sikapmu seperti itu, Sari?" tanya Putri Permata Delima. bisa
melihat kalau Sari sangat menyesali keadaan ini.
Sari tersenyum.
"Tidak, tidak apa-apa. Aku..., hei! Kau pemuda konyol!
Mau apa ke sini?"
Tiba-tiba Sari membentak keras begitu melihat Andika muncul. Padahal sejak tadi
ia sudah tidak tahan untuk bertanya tentang Andika berada" Tetapi perasaannya
tidak enak pada Putri Permata Delima. Kini,kebetulan pemuda itu muncul.
Sementara Andika hanya nyengir saja.
"Kau sendiri mau apa di sini" Apa bukan ingin me-nemuiku, hah" Hayo..., bilang
saja kalau kangen. Kau memang kangen padaku, kan?" goda Andika tertawa.
"Brengsek! Berkaca dululah kau, hah!" seru Sari sewot.Putri Permata Delima hanya
tersenyum geli. Dia yakin kalau keduanya sudah saling mengenal. Tetapi tidak
tahu, apa yang menyebabkan keduanya bertengkar seperti itu.
"Sudah, sudah...! Ada apa ini?" tanya Putri Permata Delima, menengahi.
Sari menuding ke arah .Andika yang masih nyengir dengan mulut berbentuk kerucut.


Pendekar Slebor 20 Raja Akherat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Manusia konyol itu kurang ajar, Putri!"
Putri Permata Delima menoleh pada Andika.
"Apa yang telah kau lakukan, Andika?" tanya Putri Permata Delima.
Andika membuka kedua tangannya.
"Tidak ada. Hanya.... menggendong dia saja...." sahut Andika, kalem.
"Kurang ajar!" wajah Sari memerah.
"Sebenarnya, aku tidak ingin menikmatinya, Putri.
Karena berat. Tetapi..., karena dia selalu bergerak-gerak...
ya, akhirnya terasa juga...." jelas Andika, membuat amarah Sari kontan bergolak.
Putri Permata Delima tertawa geli. Dia yakin
sebenarnya hal itu tidak pcrnah terjadi. Tetapi karena sifat Andika yang memang
rada konyol, maka hal seperti itu dikatakan.
"Ka...," dengus Sari gusar.
"Sudah, sudah...! Kita sama-sama orang sendiri. Tidak perlu bertengkar... Sari,
mari masuk.. ." .
Sebenarnya Sari masih mendongkol pada Andika.
Tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, karena Putri Permata Delima sudah
membimbingnya masuk ke dalam gua.
Sementara Andika menjulurkan lidahnya.
"Kurang ajar!"
Hanya itu yang bisa digumamkan Sari. Sementara
Belang yang sejak tadi menunggu perintah tuannya untuk menyerang Andika,
perlahan-lahan merebahkan tubuhnya di tanah. Binatang itu menggeliat dan
mengeluarkan suara auman pelan.
Andika tertawa.
"Heran...! Kok ada ya gadis yang berangasan begitu...."
Belum ada yang bisa menjawab, Danji muncul dengan membawa buah-buahan yang
dipetik tadi di Hutan
Kaliamang sebelah utara. Pada waktu menaiki sebuah pohon tadi, Danji melihat dua
sosok tubuh yang tak dikenalinya berhenti di sana sambil celingukan.
Dan kejadian ilu segera diceritakan pada Andika.
Begitu diceritakan tentang ciri-cirinya, Pendekar Slebor sadar kalau mereka
adalah si Kayu Seribu Laksa dan Songko. Kedua tokoh ini memang tengah mencari
Andika dan Sari.
Andika hanya mengangguk-angguk. Jelas sekarang,
kalau keadaan mereka di sini sudah tidak aman lagi.
Besok pagi kedua tokoh anak buah Raja Akherat itu
pasti akan menjelajah dan tiba di sini. Maka Andika segera mengajak Danji masuk
ke dalam gua. Langsung diceritakannya tentang kejadian tadi pada Prabu Adiwarman. Sementara
Sari memandangnya dengan sinis.
"Lalu, apa yang harus kita lakukan, Andika?" tanya Prabu Adiwarman.Suara laki-
laki ini terdengar tegar. Dan sikapnya tetap tenang. Meskipun jelas sekali di
matanya suatu beban yang berat
"Kita harus pindah dari sini, Prabu Malam ini juga,"
usul Pendekar Slebor.
"Ke mana kita harus pindah, Andika?" tanya Putri Permata Delima.
Andika menggaruk-garuk kepala, dia menoleh pada
Danji."Apakah kau mempunyai tempat persembunyian yang lain, Danji?"
Danji mendesah panjang.
Tempatnya agak mengerikan. Andika."
"Maksudmu?"
"Tempat itu bernama Jurang Setan. Jaraknya, dua waktu penanakan nasi dari sini.
Letaknya memang
tersembunyi. Jarang orang yang mendatangi tempat itu.
Tetapi ketika masih kecil, aku sering bermain di sana. Aku pun telah menemukan
jalan masuk yang aman. Tetapi aku tidak tahu, apakah Jurang Setan sangat
berbahaya atau tidak," jelas Danji.
'Tetapi, hanya itulah tempat yang aman sekarang ini.
Ayo, kita berangkat sekarang juga, sebelum malam datang," ajak Andika.
Bergegas Pendekar Slebor memberitahukan pada
yang lain untuk bersiap-siap.
*** Malam telah merangkak perlahan-lahan. Rembulan di
langit sana berusaha setengah mati menyingkirkan
timbunan awan hitam yang menghalangi sinarnya. Berjuta bintang seakan lenyap
dari pandangan.
Di bawah kegelapan, beberapa sosok tubuh tampak
herjalan beriring-iring mcnuju ke satu tempat. Suara nyanyian binatang malam
mengiringi setiap langkah rombongan yang tak lain dari Pendekar Slebor. Sari,
Danji, Putri Permata Delima, dan Prabu Adiwarman, beserta para pengawal.
"Masih jauhkah tempatnya, Danji?" tanya Andika yang melangkah di sisi Danji.
Di belakang berlurut-turut tampak Prabu Adiwarman yang menunggang si Belang,
Sari yang berjalan ber-iring dengan Putri Permata Delima, dan sepuluh orang
pengawal. "Kita sudah sampai," sahut Danji, melegakan Andika.
Danji mengheritikan langkahnya di kuti Pendekar
Slebor. Tangannya menunjuk ke bawah. Nampaklah lubang lebar yang menganga daiam.
Dari atas tak terlihat apa-apa karena keadaannya gelap.
"Inikah yang kau sebut sebagai J urang Setan?" tanya Andika.
"Benar, Andika," sahut Danji singkat. "Jalan manakah yang harus kita lalui untuk
tiba di bawah?" tanya Andika lagi. "Ayo! Ikut aku!"
Danji melangkah kembali, menuju ke sebuah balu
besar. Ia berhenti di dekat batu itu.
Di bawah batu ini ada sebuah lubang yang cukup
besar, dengan undakan-undakan untuk tiba di dasar Jurang Setan," jelas Danji.
Andika merasa heran melihat batu yang besar itu.
Sejenak diperhatikannya Danji dengan seksama. Menurut Danji, semasa kecil ia
menemukan jalan rahasia itu. Tetapi, bagaimana mungkin batu besar itu bisa dige-
sernya. "Jangan heran, Andika," tukas Danji seperti mengerti tatapan Andika. "Dulu belum
ada batu besar ini menutupi lubang ini. Di sini tumbuh pohon-pohon merambat.
Tetapi, lima belas tahun yang lalu, terjadi gempa bumi kecil, yang
menyebabkan batu ini berguling dari gunung, hingga menutupi jalan rahasia.
Berkali-kali aku mencoba untuk menggesernya, tetapi sekali pun tak mampu."
Andika kini mengerti.
"Minggirlah.... Aku akan mencoba menggesernya,"
ujar Andika. Dengan tenaga dalam tingkat tinggi, Andika berhasil menggeser batu itu. Lalu
diperintahkannya para pengawal keraton untuk membakar obor yang sejak tadi belum
dinyalakan. Andika mengambil obor itu dan menyorotkan ke lubang.
Apa yang dikatakan Danji memang benar. Di bawah
sana memang terdapat undakan-undakan, juga tumbuhan merambat.
Andika segera memimpin rombongan untuk turun.
Matanya waspada setiap kali kakinya menginjak setiap undakan. Bau tanah lembah
menerpa hidung. Tidak sedap, dan membuat napas sedikit sesak.
Bentuk tanah itu miring, sehingga memudahkan
mereka untuk menitinya. Cukup banyak juga undakan yang dipijak, hingga kemudian
menembus ke satu lubang besar.
Andika mengangkat tangannya.
"Kalian semuanya tetap di sini.... Aku akan memeriksa dulu sekitar dasar Jurang
Setan...," ujar Pendekar Slebor.Lalu dengan mata waspada dan kesiagaan penuh,
Andika menjelajahi sekitar dasar Jurang Setan. Banyak batu cadas di sana.
Tumbuhan merambat dan beberapa hewan kecil yang tak berbahaya. Andika juga
melihat sebuah lubang besar yang cukup untuk menetap tiga puluh orang.Sebentar
saja Pendekar Slebor sudah kembali pada yang lainnya.
"Aman.... Ayo jalan....
Satu persatu mereka menginjakkan kaki di dasar
jurang. Hingga akhirnya mereka pun berada di dasar Jurang Setan.
"Ah...! Lega rasanya... " desah Andika sambil men-dongak ke atas.
Karena rembulan harus terhalang awan hitam, jadi tak terlihat apa-apa di atas.
Hanya bedanya, di sekitar sana udara lebih segar dibandingkan di dalam tanah
tadi. Danji memperhatikan sekitarnya. Tidak banyak
perubahan yang terjadi di Jurang Setan. Tetap seperti dulu, sunyi dan
menyeramkan. Ketika ditinggal mati oleh ayahnya, Danji selalu berdiam diri di
sini. Begitu pula ketika ditinggal mati ibunya. Ia selalu merenung disini,
Rajawali Sakti Dari Langit Selatan 15 Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo Sang Penerus 3
^