Pencarian

Sepasang Walet Merah 3

Pendekar Rajawali Sakti 3 Sepasang Walet Merah Bagian 3


segera melepaskan genggamannya pada Rangga, langsung
melompat cepat ke arah Goa Larangan.
Mereka tidak lagi menghiraukan pertarungan dua tokoh sakti itu. Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti seperti
acuh saja terhadap Sepasang Walet Merah.
Dia dengan seksama memperhatikan
setiap pertarungan itu.
"Berhenti!" teriak Wulan melengking.
Teriakan yang disertai tenaga dalam,
membuat terkejut lima orang yang
berpakaian dengan warna berbeda itu.
Mereka adalah Lima Golok Neraka.
Mereka semakin terkejut ketika
melihat Sepasang Walet Merah tiba-tiba
saja telah meluruk dan berdiri di depan
mulut goa. Di tangan mereka telah ter-
genggam senjata tombak bermata dua.
* * * "Sungguh beruntung sekali bertemu
langsung dengan kalian," kata Baga Biru, salah satu dari Lima Golok Neraka yang
tertua. "Huh! Kalian orang-orang tidak tahu
diri! Datang hanya untuk merusak
peristirahatan orang!" dengus Wulan.
"Kalau begitu, serahkan saja Cupu
Manik Tunjung Biru pada kami," kata
Baga Biru lagi.
"Langkahi dulu mayat kami!" seru Wulan menantang.
Baga Biru menjentikan dua jarinya.
Seketika itu juga empat orang lainnya
serentak mencabut senjata masing-masing
yang berupa golok besar dengan sebelah
sisinya bergerigi. Senjata-senjata
itu berkilatan tertimpa sinar matahari. Baga
Kuning dan Baga Ungu menggeser
posisinya berada di sebelah kiri Baga Biru.
Sedangkan Baga Merah dan Baga Putih
mengambil tempat di kanannya.
"Hati-hati,
Wulan. Tampaknya mereka punya kepandaian cukup tinggi,"
bisik Jaka. Jika dilihat dari cara mereka
mengambil posisi saja, sudah terlihat kalau ilmu peringan tubuh mereka tidak
rendah. Kaki-kaki mereka seperti tidak bergerak,
tapi tiba-tiba saja telah siap dengan posisi masing-masing.
Wulan tidak bersuara. Matanya tajam
menatap pada lima orang yang sudah siap
dengan senjata di tangan. Sedikit pun
hatinya tidak merasa gentar. Setinggi apa
pun tingkat kepandaian lawan, harus
dipertahankan hak miliknya sampai titik
darah penghabisan.
"Hiyaaat.. !" tiba-tiba Wulan memekik keras.Seketika itu juga tombaknya
berpindah ke tangan kiri, sedang tangan
kanannya bergerak cepat Cahaya keperakan berkelebat keluar dari tangan
kanan Wulan. Ternyata gadis itu telah
menyerang lebih dulu dengan melemparkan bintang-bintang besi bersegi
delapan. Cring! Cring! Cring!
Lima Golok Neraka mengebut- ngebutkan senjatanya menangkis bintang-
bintang besi yang meluncur cepat mengancam jiwa. Wulan terus menghujani
lima orang itu dengan senjata rahasianya.
Namun sampai sejauh ini, tak satu pun
senjata itu menyentuh kulit lawan.
Semuanya rontok di tengah jalan.
"Hanya sampai di sinikah kepandaian
murid Suralaga?" Baga Biru mengejek.
"Kurobek mulutmu, bangsat'" Wulan seperti kalap mendengar ejekan yang
membawa-bawa nama Eyang Resi Suralaga. Setelah berkata demikian, Wulan
langsung mencelat menerjang Baga Biru.
Ujung tombaknya berkelebat mengancam
leher.Trang! Baga Biru menangkis serangan itu
dengan mengayunkan goloknya. Wulan
mencelat lagi ke belakang sejauh satu
batang tombak. Tangannya terasa ke-
semutan ketika ujung tombaknya berbenturan dengan golok Baga Biru.
Padahal dia menyerang dengan mengerahkan tenaga dalam.
Itu baru satu dari Lima Golok
Neraka. Bagaimana jika semuanya bergabung bersatu padu" Ada sedikit rasa
gentar terselip di hati Wulan. Dia sadar
kalau lawannya mempunyai tingkat kepandaian yang jauh di atasnya. Ternyata
hal ini pun dirasakan oleh Jaka. Segera dia melompat menghampiri Wulan.
"Kita hadapi bersama. Adik Wulan
Tahan emosimu," kata Jaka setengah
berbisik. Tanpa banyak bicara lagi, Wulan
segera memegang tangan Jaka. Mereka
langsung mengerahkan jurus 'Tapak Geni'.
Melihat Sepasang Walet Merah telah siap
akan menyerang lagi, Baga Biru memberi
isyarat pada yang lain. Serentak mereka
merapat dan menyatukan ujung-ujung
golok."Tapak Geni...!" Wulan dan Jaka berteriak bersamaan.
Seketika itu juga mereka mendorong
tangan ke depan. Dari telapak tangan
mereka meluncur sinar merah ke arah
Lima Golok Neraka.
Dalam waktu yang bersamaan, dari
ujung-ujung golok yang menyatu, keluar
seberkas sinar bagai kilat. Pada satu titik, kedua sinar itu saling bertemu.
Ledakan keras pun tetjadi disertai percikan bunga
api. Belum tuntas suara ledakan keras tadi, kembali
Sepasang Walet Merah mengerahkan ajiannya. Lima Golok Neraka pun tak kalah sigap untuk
menyambut serangan itu.
Suara ledakan kembali terdengar
beruntun. Lima Golok Neraka mulai
bergerak maju sambil terus menyatukan
ujung goloknya. Semakin lama jarak
mereka semakin dekat saja. Ketika jarak
mereka hanya tinggal setengah tombak
lagi, tiba-tiba Baga Biru melepaskan diri
seraya mengibaskan goloknya.
"Awas!"
teriak Jaka sambil melepaskan pegangannya pada tangan
Wulan. Sepasang Walet Merah melompat ke
samping menghindari tebasan golok Baga
Biru. Tanpa diduga sama sekali, Baga Biru
melompat ke arah Jaka seraya menebaskan
goloknya. Jaka yang belum siap benar,
sedapat mungkin menangkis serangan itu
yang mengancam iganya dengan tombak
pendek bermata dua.
Trang! Serangan cepat Baga Biru memang
berhasil dipatahkan, tetapi dengan cepat
Baga Biru melayangkan kakinya.
Buk! Tanpa dapat dihindari lagi, kaki itu
bersarang telak di dada Jaka. Tubuh Jaka
terdorong ke belakang sejauh dua tombak.
Baga Biru tidak memberi kesempatan
lawannya untuk bernapas. Dia langsung
melompat sambil berteriak nyaring.
Jaka yang masih sempoyongan dengan dada sesak, terkejut mendapati
lawannya sudah kembali menyerang Tapi
belum sempat dia berbuat sesuatu, tiba-
tiba..Cras! Ujung tombak Baga Biru menggores
dada Jaka. Darah segar keluar deras dari
luka yang dalam dan memanjang. Kembali
Baga Biru mengirimkan satu tendangan
keras. Buk! Tendangan itu tepat bersarang
di luka yang diderita Jaka.
"Akh!" Jaka memekik pendek dan
tertahan. Tubuhnya tersuruk ke belakang
dan membentur pohon. Jaka meluruk
roboh di tanah. Darah semakin mengalir
deras dari dadanya yang terluka. Dalam
keadaan kritis, Jaka masih berusaha untuk
bangkit. Matanya berkunang-kunang.
Bibirnya meringis menahan sakit yang
amat sangat. Seluruh tulang dadanya
terasa remuk. "Kakang...!" Wulan memekik cemas melihat keadaan Jaka yang kritis.
Dengan dada penuh diliputi berbagai
perasaan, gadis itu berlari ke arah Jaka
yang tertunduk bersandar di pohon.
Tampaknya dia sudah tidak sanggup lagi
untuk dapat berdiri. Napasnya satu dua.
Wulan langsung menubruk tubuh Jaka
dan memeluknya.
"Kakang...," suara Wulan tercekat.
Dilepaskan pelukannya sambil matanya
nanar melihat darah membasahi tubuh
Jaka.Cepat-cepat Wulan menotok
beberapa bagian tubuh Jaka untuk
membekukan aliran darah. Seketika darah
itu tidak mengalir. Wulan membuka ikat
kepalanya dan membalut luka Jaka yang
cukup lebar. Selesai menolong Jaka, dia
berdiri membalikkan tubuh menghadapi
Lima Golok Neraka.
"Kubunuh kalian!" pekik Wulan
mengkelap. Selesai mengatakan itu,

Pendekar Rajawali Sakti 3 Sepasang Walet Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wulan langsung berteriak nyaring. Tubuhnya
yang ramping berkelebat cepat bagai
seekor burung walet Diterjangnya Lima
Golok Neraka seraya mengarahkan dua
ujung tombaknya ke bagian-bagian tubuh
lawan yang mematikan.
Wulan bertarung bagai singa betina
terluka. Tidak dipedulikannya lagi lawan
yang jauh lebih tinggi tingkat kepandaiannya. Rasa marah dan dendam
membalut seluruh perasaan takut gadis
ini, sehingga tidak dapat berpikir jernih
lagi. Serangan-serangannya
memang hebat, tapi kurang terkontrol. Lima Golok
Neraka dengan mudah dapat menghindari
setiap serangan Wulan yang gencar.
* * * Baga Biru yang mengetahui Wulan
yang tak terkontrol itu, dengan tenang
selalu dapat mengantisipasinya. Bibirnya
tersenyum ketika tahu beberapa kelemahan pada setiap serangan Wulan
yang beruntun. Dia pun mencari-cari
kesempatan yang baik untuk menjatuhkan
lawan sambil membuatnya malu.
Baga Biru memberi isyarat kepada
yang lain untuk terus bertahan sambil
mendesak Wulan. Empat orang itu
mengangguk sambil tersenyum-senyum.
Wulan tidak sadar kalau Lima Golok
Neraka mempunyai rencana kotor terhadapnya. Dia terus saja menyerang
membabi buta. "Hup!"
Baga Biru menurunkan tangan kanannya setelah melempar golok
ke tangan kirinya.
Wulan yang sibuk menghadang
empat golok, tidak memperhatikan Baga
Biru. Tiba-tiba saja tangan kanan Baga Biru menepuk bokong gadis itu.
"Auw!" Wulan memekik kaget
"Ha ha ha...!" Lima Golok Neraka tertawa terbahak-bahak bersama-sama.
Wajah Wulan seketika merah padam.
Sambil mendengus geram, tangannya
bergerak cepat menerjang leher Baga Biru.
Namun terjangan tangan yang menggenggam tongkat itu hanya dilayani
dengan mengegoskan kepala sedikit ke
samping. Bahkan tangan kanan Baga Biru
menjulur ke depan.
"Setan!"
maki Wulan sambil melompat mundur. Tangan Baga Biru
hampir saja menyentuh buah dadanya.
Laki-laki itu makin tertawa-tawa liar. Bola matanya jalang penuh nafsu memandang
paras Wulan yang cantik.
"Serahkan saja Cupu Manik Tunjung
Biru, dan kau akan senang bila jadi
istriku," kata Baga Biru.
"Phuih!" Wulan semakin geram
hatinya. Lima Golok Neraka kembali tertawa
gelak. Mereka melangkah maju mendekati
Wulan. Dada mereka bergolak penuh
nafsu. Liur mereka seperti tak tertahan
memandangi kecantikan Wulan. Mendadak mereka melompat serempak
Wulan menjadi bingung. Sedapat mungkin
diputarnya tombak pendek bermata dua
untuk melindungi dirinya.
Trang! Trang! "Akh!" Wulan menjerit tertahan.
Tangannya bergetar kesemutan ketika
tombak pendeknya beradu dengan golok
mereka. Pada saat yang tepar, ujung golok
Baga Biru berkelebat cepat.
Bret...! Bagian dada baju Wulan
sobek, sehingga kulit bukitnya yang putih, terbuka. Dua bukit kembar terlihat
akan mencuat hendak keluar.
Wulan memekik kaget bukan main.
Buru-buru ditutupinya bagian yang terbuka itu dengan tangannya. Wajahnya
semakin merah karena marah campur
malu. Baga Biru yang sempat melihat
kemulusan kulit dua bulat kembar itu,
semakin bernafsu. Perhatiannya terhadap
Cupu Manik Tunjung Biru terasa hilang
seketika. Kini dia hanya terpusat pada
gadis cantik yang sudah tidak berdaya di
depannya. "He he he. .," Baga Biru terkekeh.
Liurnya menetes menahan gejolak birahi.
"Kubunuh kalian!" geram Wulan.
Baga Biru tidak peduli. Kakinya
melangkah maju mendekati Wulan yang
sibukmemegangi sobekan baju di dadanya. Dengan kalap gadis itu menerjang Baga Biru. Tapi laki-laki ini
hanya memiringkan sedikit tubuhnya,
sehingga tusukan tombak pendek Wulan
hanya lewat menyambar tempat kosong.
Bahkan tangan kiri Baga Biru berhasil
menjambret bahu gadis itu.
Bret! "Akh!" lagi lagi Wulan memekik.
Kini bahunya terbuka lebar sampai ke
punggung. Keadaan Wulan benar-benar
tidak menguntungkan saat ini. Sebagian
tubuhnya kini telah terbuka lebar. Kulit
tubuhnya yang putih mulus terlihat
leluasa membangkitkan gairah lima laki-
laki yang menatapnya liar penuh nafsu.
Baga Biru sudah tidak bisa lagi
menahan gejolak nafsunya. Sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuh,
dia melompat menerjang. Wulan yang
sudah tak berdaya hanya bisa mendelik,
serta repot berusaha menutupi tubuhnya.
Pada saat yang kritis itu, tiba-tiba. ..
"Akh.. !" tubuh Baga Biru yang
hampir mencapai Wulan, tiba-tiba saja
terjengkang ke belakang.
Empat orang lainnya hanya ternganga. Di depan Wulan kini berdiri
seorang pemuda tampan berbaju rompi
dengan pedang di punggung Laki-laki
muda itu tidak lain dari Rangga, atau
Pendekar Rajawali Sakti.
"Rangga. .," Wulan mendesah.
"Menyingkirlah. Bawa saudaramu ke
tempat yang aman," kata Rangga pelan, namun tegas suaranya.
Sementara itu Baga Biru terlempar
sejauh dua batang tombak ke belakang
telah berdiri kembali. Mukanya merah
padam karena ada orang yang berani
menghalangi maksudnya. Dengan cepat
dia melompat menerjang Rangga.
Rangga hanya memiringkan sedikit
tubuhnya menghindari tebasan golok Baga
Biru. Kemudian tangan kirinya bergerak
cepat menotok pergelangan tangan lawan.
Baga Biru terperanjat, cepat-cepat ditarik tangannya sambil berputar mengarahkan
mata goloknya ke perut Rangga.
Lagi-lagi Pendekar Rajawali Sakti
hanya mengegos sedikit Tangan kanannya
segera bergerak menotok kembali pergelangan tangan lawan. Makin kalap
saja Baga Biru. Dua serangannya gagal
total, bahkan dua kali pula hampir terkena totokan pada jalan darah di
pergelangan tangannya. "Serang, anjing keparat ini!" teriak Baga Biru keras.
Seketika itu juga empat orang
saudaranya segera bergerak mengepung
Pendekar Rajawali Sakti. Golok mereka
berkelebatan menyerang ke bagian-bagian
tubuh yang mematikan. Pendekar Rajawali
Sakti hanya mengegoskan tubuhnya ke
kiri dan ke kanan menghindari setiap
tebasan golok lawan.
Semakin lama serangan Lima Golok
Neraka semakin dahsyat mematikan.
Menyadari lawannya bukan hanya sekedar nama kosong belaka. Rangga
mengeluarkan jurus 'Cakar Rajawali'. Kini
gerakan tubuhnya semakin cepat. Kedua
tangannya bergerak mencari sasaran.
Kesepuluh jari tangannya menjadi keras
bagai baja. Pendekar Rajawali Sakti menarik
kepalanya ke belakang ketika golok Baga
Kuning mengarah ke lehernya. Secepat
kilat dinaikkan tangan kiri, dan disentilnya ujung golok yang berada tepat
di depan lehernya.
Tring! Baga Kuning kaget bukan main.
Tangannya bergetar hebat bagai terkena
sengatan ribuan kalajengking. Cepat-cepat
ditarik pulang senjatanya. Baga Kuning
segera mundur dua tindak ke belakang.
Seluruh tangan kanannya seperti mati,
sulit digerakan.
Satu demi satu Pendekar Rajawali
Sakti menyentil ujung-ujung golok lawannya. Mereka semua langsung melompat mundur karena seperti tersengat tangan mereka. Merah Padam
wajah Lima Golok

Pendekar Rajawali Sakti 3 Sepasang Walet Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Neraka. Segera dipindahkan golok mereka ke tangan kiri.
Bagi mereka, tangan kanan atau kiri sama
aktifnya. "Aku masih mau memaafkan kalian.
Nah, pergilah. Benda itu bukan milik
kalian," ujar Pendekar Rajawali Sakti.
"Kutu busuk! Jangan sok jadi pahlawan, kau!" bentak Baga Biru berang.
"Aku peringatkan sekali lagi. Pergilah kalian sebelum aku jatuhkan tangan maut
pada kalian!" dingin suara Rangga.
"Seraaang...!" Baga Biru berteriak lantang.
Serempak Lima Golok Neraka berlompatan menyerang Pendekar Rajawali Saku. Namun serangan yang
mendadak dan cepat itu hanya menemui
tempat kosong saja. Rangga telah lebih
dulu menjejak kakinya dan melesat ke atas
dengan menggunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.
Tentu saja hal ini membuat kelima
penyerangnya kebingungan. Dan di tengah-tengah kebingungan itu, tiba-tiba
saja Rangga menggerakan tangannya
dengan cepat. Plak! Plak! Lima kali tangan Rangga menem-
peleng kepala mereka. Lima Golok Neraka
bergulingan di tanah. Rangga masih
memberikan kelonggaran bagi lawannya
dengan tidak mengerahkan seluruh kekuatan. Hanya saja kepala Lima Golok
Neraka dibuat benjol sebesar telur ayam.
"Setan!" dengus Baga Biru sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya mencoba menghilangkan rasa pening.
Baga Biru cepat melejit ke atas ketika
rasa pening di kepalanyahilang.
Diayunkan goloknya dengan cepat disertai
pengerahan tenaga dalam yang penuh.
Pendekar Rajawali Sakti tidak sedikit pun
berkelit Dia seperti menanti datangnya
golok itu. Dan ketika ujung golok hampir
mencapai tubuhnya, dengan cepat dijepitnya ujung golok itu dengan dua jari tangannya.
"Trek!"
Baga Biru hanya melompong melihat
goloknya patah dengan mudah oleh
Pendekar Rajawali Sakti. Belum lagi hilang rasa bingungnya, tiba-tiba sebelah
tangan Rangga berkelebat cepat. Baga Biru tidak
mampu lagi berkelit. Lehernya terbabat
tangan Pendekar Rajawali Sakti, dan
disusul dengan tendangan telak menghantam dadanya.
Baga Biru tidak mampu lagi bersuara.
Tubuhnya melayang deras ke tanah tanpa
kepala lagi. Tangan Pendekar Rajawali
Sakti yang setajam pedang telah memisahkan kepala dari badannya. Empat
orang lainnya hanya bisa melongo
menyaksikan Baga Biru menggeletak
tanpa kepala lagi.
"Siapa di antara kalian yang ingin
menyusul?" keras dan lantang suara
Rangga. Empat orang dari Lima Golok Neraka
saling berpandangan. Di wajah mereka
tergambar jelas rasa kengerian yang amat
sangat Buru-buru mereka menggotong
tubuh Baga Biru yang sudah tidak
memiliki kepala lagi. Tiga orang menggotong badan, seorang lagi membawa kepala Baga- Biru. Bergegas
mereka meninggalkan Bukit Batok.
Sementara Pendekar Rajawali Sakti
masih melayang tegak lurus di angkasa,
dan perlahan-lahan turun kembali. Ketika
kakinya sampai di tanah, segera dihampirinya Wulan yang tengah merawat luka-luka
Jaka. Gadis itu menoleh ketika merasa di dekatnya ada
orang lain. "Bagaimana lukanya?" tanya Rangga.
"Aku masih tidak tahu. Dia masih
belum sadar juga," sahut Wulan lirih.
"Bawa saudaramu ke goa itu. Biar
aku yang jaga di luar," kata Rangga.
"Goa Larangan..."!" Wulan terkejut
"Iya. Kenapa?" Rangga heran.
"Apa kau tidak tahu kalau goa itu
sekarang jadi pusat perhatian semua
orang?" Rangga hanya mengerutkan keningnya. Dia semakin paham dengan
apa yang tengah terjadi di Bukit Batok ini.
Rupanya orang-orang yang berkumpul di
tempat ini menduga kalau Cupu Manik
Tunjung Biru ada di dalam Goa Larangan.
Rangga menatap mulut goa yang tampak
hitam gelap. Tiba-tiba matanya menyipit.
Dilihatnya sebuah titik cahaya di dalam
kegelapan goa itu. Cahaya itu terlihat jauh di relung goa.
"Cahaya Cupu Manik Tunjung Biru
kah itu?" tanya Rangga dalam hati.
Mendadak saja cahaya itu hilang dari
pandangan matanya. Rangga menoleh ke
arah Wulan, lalu jongkok di samping
tubuh Jaka yang masih belum siuman.
Dadanya tampak bergerak lemah, menandakan masih hidup. Rangga menempelkan telapak tangannya di dada
yang bergerak lemah itu.
"Racun...," desis Rangga kaget.
"Apa"!" Wulan semakin cemas.
"Dia harus cepat ditolong "
Wulan tidak bisa berkata apa-apa
lagi. Didiamkan saja ketika Rangga
menyobek baju bagian dada Jaka. Selanjutnya kedua tangan Rangga menempel di dada yang bidang itu.
Perlahan-lahan kedua tangan Rangga
bergetar. Sebentar kemudian, asap putih
mengepul dari tangan yang menempel di
dada itu. "Buka balutannya," kata Rangga.
Wulan segera membuka kain pembalut luka Jaka. Tampak darah yang
menghitam seperti mendidih, meleleh
keluar dari luka yang lebar dan panjang
Dari mulut Jaka juga mengalir darah
kehitaman. Rangga menyalurkan hawa
murni melalui kedua telapak tangannya ke
seluruh tubuh Jaka. Dicobanya untuk
mengeluarkan racun yang bersarang di
dalam tubuh salah seorang dari Sepasang
Walet Merah. Sedikit demi sedikit darah yang
keluar berubah merah segar. Rangga
melepaskan tangannya setelah darah yang
mengandung racun tuntas.
"Bisa minta kain bajumu sedikit?"
pinta Rangga. Tanpa membantah lagi,
Wulan lantas menyobek bajunya. Tidak
dipedulikan lagi sebagian tubuhnya yang
terbuka. Pikirannya hanya terpusat pada
keselamatan Jaka. Rangga membalut luka
di dada Jaka dengan kain sobekan baju
Wulan. Kemudian diangkatnya tubuh Jaka
dan dibawa ke rimbunan pepohonan.
Wulan mengikuti sambil mengikat cabikan-cabikan bajunya. Yang penting
tubuhnya tidak terlalu lebar terbuka.
* * * 7 Tanpa ragu-ragu lagi Wulan menceritakan semua tentang Cupu Manik
Tunjung Biru yang diketahuinya. Wulan
merasa yakin kalau Pendekar Rajawali
Sakti tidak seperti tokoh-tokoh lain yang
datang hanya untuk merebut benda yang
bukan miliknya.
Rangga mendengarkannya dengan
serius. Sedikit pun dia tidak bersuara
sampai Wulan selesai dengan ceritanya.
Bahkan sampai lama Wulan terdiam,
masih juga belum membuka mulut.
Wulan memandang Jaka yang kelihatan tidur pulas di sampingnya.
Hanya sebentar Jaka sadar tadi, lalu
merasa lelah dan mengantuk. Sampai
sekarang Jaka belum juga bangun. Wulan
kembali teringat pesan terakhir Eyang Resi Suralaga dan Kakek Atmaya.
"Kau tunggu di sini, Wulan," kata Rangga tiba-tiba seraya bangit berdiri.
"Kau akan ke mana?" tanya Wulan


Pendekar Rajawali Sakti 3 Sepasang Walet Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ke Goa Larangan," sahut Rangga.
"Untuk apa ke sana?"
"Aku akan mencoba masuk ke
dalam goa itu, Wulan," ujar Rangga sambil berbalik menghadap ke muka goa. "Rangga...!"
teriak Wulan mencemaskan kepergian Rangga yang nekat ingin masuk ke goa itu. Sebab banyak
pihak lain yang tidak akan membiarkan Rangga masuk begitu saja!
"Mengambil Cupu Manik Tunjung
Biru. Jangan khawatir, cupu itu akan
menjadi milik kalian berdua."
"Aku tidak yakin benda itu ada di
sana," Wulan setengah bergumam.
"Kau bilang, selama ini tinggal di goa itu. Berarti Eyang Resi Suralaga juga
tinggal di sana. Aku yakin beliau pasti
menyimpan benda itu di sana juga."
"Aku kenal betul Goa Larangan, tapi
aku belum pernah melihat benda itu.
Namanya saja baru dengar sekarang-
sekarang ini," polos sekali Wulan berkata.
"Tidak ada salahnya kan aku ke
sana?""Mereka tidak akan membiarkanmu masuk ke goa itu."
"Aku akan coba." Rangga segera
melangkah, tapi.. ,
"Rangga. ," suara Wulan agak tersekat di tenggorokan.
Rangga berbalik. Dilihatnya Wulan
telah berdiri. Tampak bagian atas bajunya
terbuka. Kulit dada yang putih terlihat
jelas seakan dua bukit kembarnya ingin
keluar. Darah muda Pendekar Rajawali
Sakti sedikit bergetar melihat pemandangan itu. Cepat-cepat dialihkan
perhatiannya ke arah lain.
Wulan menangkap sikap Rangga, jadi
merasa canggung dan serba salah. Dia
tidak bisa berbuat apa-apa untuk menutupi dadanya yang terbuka. Hanya
tangannya saja yang sibuk agar kemulusan
tubuhnya sedikit tidak terlihat oleh orang lain.
Keadaanlah yang membuatnya menahan malu. "Aku tidak tahu harus berkata apa.
Budimu terlalu besar bagi kami berdua,"
pelan suara Wulan.
"Ah, sudahlah. Aku senang jika dapat
mengembalikan cupu itu padamu," sahut Rangga.
Wulan ingin berkata lagi, tapi Rangga
telah lebih cepat menghilang dari hadapannya. Cepat sekali Rangga pergi,
sampai-sampai gadis itu tidak melihat
arahnya pergi. Wulan menarik napas
panjang, lalu kembali duduk di samping
Jaka yang terbaring lelap.
Mata Wulan merayapi wajah Jaka
yang tampak lelap. Seolah-olah baru
disadarinya kalau laki-laki yang selama
sekian tahun selalu bersama-sama bukan
saudaranya. Wulan seperti baru pertama
kali melihat wajah Jaka yang tampan, yang
selama ini lepas dan perhatiannya.
Rasanya tidak berlebihan kalau dua
kakeknya menginginkan Wulan dan Jaka
menjadi sepasang pendekar suami istri.
"Jaka...," Wulan mendesah ketika melihat kelopak mata Jaka bergerak-gerak.
Jaka menggeleng-gelengkan
kepalanya, lalu perlahan-lahan membuka
matanya. Yang pertama kali dilihatnya
adalah wajah Wulan yang duduk di sam-
pingnya. Pelan-pelan dia berusaha bangun. Tubuhnya memang masih terasa
lemah, tapi kesegaran mulai merambat ke
seluruh tubuhnya. Jaka duduk bersandar
di pohon. "Wulan...!" Jaka tersentak kaget ketika melihat keadaan Wulan yang sobek-sobek
bajunya "Kau.. . Kenapa begini?"
"Aku..., aku tidak apa-apa. Hanya
bajuku saja yang rusak," sahut Wulan.
"Seorang pendekar telah menolong kita."
"Pendekar. .?"
"Iya. Dia menamakannya Pendekar
Rajawali Sakti"
Jaka berusaha mengingat-ingat.
Rasanya tidak pernah dengar nama itu.
Namun begitu, dalam hatinya mengucapkan terima kasih pada pendekar
yang telah menolong mereka.
"Dia yang tadi pagi bersama kita,"
kata Wulan seolah-olah mengingatkan
"O. ., Itu," Jaka jadi teringat dengan laki-laki muda yang sebaya dengannya.
Ternyata matahatinya tidak salah menilai.
"Dia juga yang menyembuhkanmu
dari racun Lima Golok Neraka," sambung Wulan.
Jaka langsung menatap Wulan. Dirasakan ada nada-nada aneh pada suara
Wulan. Laki-laki itu memang masih muda
dan tampan. Ilmunya pun sangat tinggi.
Buktinya, dengan mudah Lima Golok
Neraka dapat dikalahkannya. Tidak aneh
kalau Wulan seperti terpikat karenanya.
Secara jujur, Jaka cemburu juga. Namun
dia tidak berusaha memperlihatkan cem-
burunya pada Wulan. Memang sulit bagi
mereka untuk menghilangkan perasaan
saudara yang telah tertanam sejak lama.
"Aku sudah ceritakan semuanya pada
pendekar itu. Kau tidak keberatan, kan?"
kata Wulan "Oh, tidak," sahut Jaka. "Asal kau tidak ceritakan tentang permintaan Eyang
Resi dan Kakek Atmaya yang terakhir."
"Juga itu."
"Apa. .?" Jaka kaget bukan main.
"Tapi ditangagapinya dengan baik .
Katanya kita memang cocok untuk...,"
Wulan tidak melanjutkan ucapannya.
Kepalanya tertunduk, tidak sanggup lagi
meneruskan kata-kata yang hanya karangannya sendiri. Dia sebenarnya
hanya ingin tahu perasaan Jaka saja.
"Wulaa..," Jaka meletakkan tangannya ke pundak gadis itu yang terbuka.
Seketika aliran darah Jaka seperti
terhenti. Baru kali ini dia menyentuh
pundak Wulan tanpa penghalang. Sangat
halus kulit pundak itu. Rasanya Jaka
seperti sulit bernapas. Debar jantungnya
pun kian cepat berdetak.
Perlahan-lahan Wulan mengangkat
kepalanya. Pandangannya langsung tertuju pada satu titik perasaan yang sukar diungkapkan. Seketika dirasakan ada
sesuatu yang lain pada dirinya. Dia tidak
mengerti perasaan apa yang tengah
melanda dirinya. Yang jelas, debar
jantungnya jadi semakin kuat saja.
Tangan Jaka yang berada di pundak
Wulan, perlahan-lahan merayap naik. Lalu
dengan lembut jari-jari tangannya mengusap pipi yang halus bagai sutra.
Wulan membiarkan saja ketika tangan itu
secara perlahan-lahan menarik kepalanya.
Dia malah memejamkan matanya ketika
desah napas Jaka mengusap kulit wajahnya. Begitu hangat dan lembut
Seketika itu juga, Wulan seperti
terserang demam luar biasa ketika bibir
Jaka menyentuh bibirnya dengan lembut
Jaka merasakan seluruh tubuh Wulan
menggigil. Cepat-cepat dilepaskan bibirnya yang memagut tadi. Sungguh
mati, Jaka tidak tahu kenapa Wulan
demikian "Wulan, kau kenapa?" tanya Jaka
seperti orang bodoh.
"Aku...,"
Wulan tidak sanggup berkata-kata lagi. Wajahnya menyemburat
merah. Kepalanya kembali tertunduk.
"Maafkan aku, Wulan. Tidak seharusnya aku berbuat seperti ini
padamu," pelan suara Jaka.
Wulan mengangkat kepalanya. Mereka kembali saling pandang. Entah
kenapa, tiba-tiba saja Wulan jadi seperti
takut kehilangan Jaka. Apakah ini yang
dinamakan cinta" Begitu cepatkah cinta itu datang"
"Kita akan selalu bersama kan,
Kakang?" lirih suara Wulan.
"Tentu," sahut Jaka tersenyum
Tanpa berpikir banyak, Wulan segera
menjatuhkan tubuhnya ke dalam pelukan
Jaka. Sesaat mereka saling berpelukan
tanpa berkata-kata lagi. Kini hanya hati
dan debar jantung mereka yang terpaut
jadi satu. Mengalun dalam irama cinta
yang indah. Dengan jari-jari tangannya, Jaka
mengangkat dagu gadis itu. Mata mereka
kembali bertemu. Jaka secara lembut
mendekatkan wajahnya. Yang terjadi kini
hanya desahan napas dari dua insan
berlainan jenis yang menyatukan bibir
mereka dengan rapat. Anehnya, Wulan
seperti sudah biasa saja melakukannya.
Dibalasnya kecupan dan lumatan bibir
Jaka penuh dengan gelora cinta.
Mendapat balasan yang bergelora
dari Wulan, gairah Jaka bangkit seketika.
Pelan-pelan dibaringkan tubuh ramping
itu di atas rerumputan. Tangannya kini
mulai merayap menjelajahi tubuh indah
yang terbaring pasrah. Luka yang ada
pada tubuh Jaka seakan-akan lenyap saat
itu juga, terbawa desah napas Wulan yang
memburu hangat menggairahkan.
"Oh, Kakang.. ," desah Wulan.
* * *

Pendekar Rajawali Sakti 3 Sepasang Walet Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu Pendekar Rajawali
Sakti semakin dekat dengan Goa Larangan. Malam yang berkabut tebal
hanya menampakkan bayangan tubuhnya
saja yang bergerak ringan bagai melayang
di atas tanah. Tanpa disadari dua pasang
mata mengawasi setiap geraknya yang
tersembunyi tidak jauh dari situ.
"Uts!" tiba-tiba Pendekar Rajawali Sakti melompat.
Seberkas sinar kebiruan menyambar
cepat ke arah tubuhnya. Untungnya
Pendekar Rajawali Sakti selalu waspada.
Sinar biru itu hanya lewat sedikit di bawah kakinya. Dua kali jumpalitan di
udara, lalu dengan manis menjejakkan kakinya di
tanah."Rupanya ada juga yang ingin main-main denganku," gumam Rangga pelan.
Baru saja selasai bergumam, sinar
biru kembali meluncur menyambar tubuh
Rangga. Pendekar ini hanya memiringkan
tubuhnya sedikit, maka sinar itu hanya
lewat di depan dadanya. Matanya yang
tajam, segera dapat mengetahui dari mana
datangnya sinar-sinar itu.
"Keluar, kalian!" dengus Rangga.
Dengan kekuatan luar biasa, tangan
kanannya bergerak mengibas. Seberkas
cahaya kemerahan pun meluncur deras
dari telapak tangannya. Sinar itu langsung menghantam pohon besar tidak jauh
darinya. Pohon itu pun tumbang tanpa
menimbulkan suara ledakan sedikit pun.
Dari pohon yang tumbang itu,
berkelebat dua sosok bayangan putih.
Dalam sekejap saja di depan Rangga telah
berdiri dua orang dengan pakaian, wajah,
dan bentuk tubuh yang sama.
"Ah, rupanya Setan Kembar dari
Gunung Wetan tertarik juga dengan kabar
kosong," kata Rangga mengenali dua laki-laki kembar di depannya.
"Kami sudah mendengar nama besarmu, Pendekar Rajawali Sakti. Beruntung sekali bisa bertemu di sini,"
kata Sencaka. "Tentunya maksudku berbeda dengan kalian."
"Aku tidak peduli dengan alasanmu
datang ke Bukit Batok. Yang jelas, siapa
saja berani mendekati Goa Larangan,
harus mati!" dingin suara Sencaki.
"Apa ada larangan seperti nama goa
itu?" Rangga berlagak pion.
"Aku yang melarang!"
dengus Sencaki "Apakah goa ini milikmu?"
"Jangan banyak bacot!" bentak Sencaki yang tidak pernah dapat meredam
emosi. Lain dengan saudara kembarnya
yang lebih tenang dan kalem dalam
wataknya. Mereka memang selalu sama
dalam banyak hal, tapi dalam watak
mereka berbeda jauh.
"Meskipun kau punya nama besar
yang bisa membuat jantung orang copot
tapi kami tidak gentar menghadapimu!"
lanjut Sencaki.
"Aku pun tahu nama besar kalian,
tapi aku muak dengan sepak terjang
kalian!" Rangga tidak kalah dingin serta pedas suaranya.
"Bersiaplah untuk mati!" dengus
Sencaki seraya mencabut senjata andalannya berupa sepasang pedang
pendek melengkung.
Sret! Sencaka pun telah mencabut senjata
yang sama bentuknya dengan Sencaki.
Rangga tetap berdiri tenang walaupun dua
orang dari Setan Kembar telah mencabut
senjatanya. Pendekar Rajawali Sakti sama
sekali tidak menyentuh gagang pedangnya. Dia sengaja bersikap seolah-
olah meremehkan, untuk memancing
kemarahan lawan.
"Cabut pedangmu!" dengus Sencaki Rangga hanya tersenyum tanpa
mempedulikan bentakan Sencaki
"Jangan salahkan kami bila kau mati
tanpa senjata," kata Sencaka. Suaranya masih terdengar tenang dan tanpa emosi.
"Silakan kalau kalian mampu"
Setan Kembar segera bergerak membuka jurus. Rangga masih tetap
tenang, namun dua bola matanya tajam
mengamati setiap gerakan lawan. Sambil
berteriak nyaring, dua orang kembar itu
melompat menyerang.
Sadar kalau lawan memiliki kepandaian cukup tinggi, Rangga melayaninya dengan jurus 'Cakar Ra-
jawali'. Tubuhnya bergerak cepat menghindari setiap sabetan dan tusukan
pedang lawan yang sangat berbahaya dan
mematikan. Hingga pada saat yang tepat
Rangga berhasil menyentil ujung pedang
Sencaki. Namun dengan cepat Sencaki
memutar pedangnya menyabet ke perut
Rangga; "Uh!" Rangga mendengus sambil
menarik perutnya ke belakang.
Ujung pedang Sencaki lewat di depan
perut Rangga. Tampaknya Sencaki tidak
terpengaruh oleh sentilan jari Pendekar
Rajawali Sakti. Bahkan semakin ganas saja
menyerang Demikian pula dengan saudara kembarnya yang selalu mendukung setiap serangan Sencaki.
Tidak jarang ujung pedang Sencaka
hampir bersarang di tubuh Pendekar
Rajawali Sakti.
"Nampaknya
mereka bisa menandingi jurus 'Cakar Rajawali'. Hm. .,
akan kucoba lagi," bisik Rangga dalam hati. Pada saat yang tepat pedang Sencaki
masuk mengarah dada Pendekar Rajawali
Sakti. Dengan cepat tangan Rangga
bergerak menjepit pedang Itu dengan dua
jarinya. Jepitan itu sangat kuat dan disertai pengerahan tenaga dalam yang
tinggi. Tapi hanya sekali sentak saja, Sencaki
berhasi melepaskan jepitan itu Bahkan dia
langsung memutar pedangnya mengarah
ke leher. Rangga benar-benar terkejut.
Pendekar Rajawali Sakti tidak punya
pilihan lain. Segera dikerahkan jurus
'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Seketika
itu juga tubuhnya mencelat ke udara.
Pedang Sencaki hanya menyambar tempat
kosong di bawah kaki Rangga.
Tetapi sungguh di luar dugaan sama
sekali. Setelah Pendekar Rajawali Saka
melesat ke udara, ternyata Setan Kembar
pun bisa melayang bagai burung. Apalagi
serangan-serangan mereka juga semakin
dahsyat. Baru kali ini Pendekar Rajawali
Sakti menemui lawan yang mampu
menandingi duel di udara. Sungguh lawan
yang cukup tangguh. Kibasan-kibasan
tangan pendekar muda itu selalu dapat
dihindari lawan. Namun serangan- serangan balasan Setan Kembar juga tidak
kalah dahsyatnya. Empat buah pedang
pendek seperti mengurung Pendekar
Rajawali Sakti.
"Sungguh hebat kalian," puji Rangga dalam hati.
Dengan cepat Pendekar Rajawali
Sakti merubah jurusnya. Kini- dia melesat
tinggi, lalu secepat itu pula menukik
dengan kaki bergerak mengancam kepala
lawan. Jelas, ini adalah jurus 'Rajawali
Menukik Menyambar Mangsa'. Begitu
cepat gerakan kakinya, sehingga membuat
Setan Kembar kewalahan. Secepat itu pula
mereka merubah jurusnya.
Kembali pertarungan beijalan seimbang. Rangga terus saja menukik
turun dan menjejakkan kakinya di tanah
dengan gerakan indah. Setan Kembar juga
segera turun sambil terus menyerang,
membuat Pendekar Rajawali Sakti sedikit
kewalahan juga.
"Terpaksa harus kugunakan jurus
'Pukulan Maut Paruh Rajawali'" dengus Rangga dalam hati.
* * * Ketika Pendekar Rajawali Sakti merubah jurusnya, baru kelihatan kalau
lawan mulai terdesak sedikit demi sedikit.
Gerakan pendekar muda ini selalu penuh
tipuan. Bahkan setiap pukulannya mengandung hawa panas yang luar biasa.
Hal ini membuat Setan Kembar menjadi
kacau dalam permainan jurus-jurusnya.
"Hm. ,."
Rangga mendengus ketika melihat
Sencaki sedikit lowong pertahanannya.
Dengan cepat dimiringkan tubuhnya
menghindari tebasan pedang Sencaka.
Tapi tanpa diduga, tangan kirinya menyodok iga Sencaki yang kosong.
Sencaki yang tengah memusatkan
perhatiannya pada kaki lawan, benar-
benar terkejut Padahal dia tadi ingin cepat-cepat melompat, tapi pukulan tangan
kiri Rangga bagai kilat datangnya. Tanpa
ampun lagi iga Sencaki terhantam 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
"Aaaakh!" Sencaki memekik keras.


Pendekar Rajawali Sakti 3 Sepasang Walet Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sencaki terjungkal beberapa langkah
ke belakang. Tampak pada bagian iganya
seperti hangus terbakar. Warna hitam
sebesar kepalan tangan menghanguskan
bajunya, tembus sampai ke bagian tubuh.
Melihat saudara kembarnya terkena pukulan, Sencaka pun memperhebat
serangannya. Dua pedang pendeknya
berkelebat cepat mengancam tubuh Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara itu Sencaki yang roboh,
berusaha bangun kembali Mulutnya meringis kesakitan merasakan tulang-
tulang iganya remuk. Cepat digerakkan
jari-jari tangannya ke bagian sekitar luka hitam di iga. Walaupun masih terasa
nyeri, Sencaki bergerak berdiri.
"Bangsat!" umpat Sencaki geram.
Segera dia terjun lagi dalam pertarungan. Sencaka agak senang juga
melihat saudaranya mampu melanjutkan
pertarungan lagi. Sedangkan Rangga
sedikit terkejut karena pukulan mautnya
tidak membuat lawan tewas. Bahkan kini
mampu menyerang kembali dengan ganas.Sret! Rangga tidak ada pilihan lagi. Segera
dicabut pedang saktinya. Seketika keadaan
malam yang diliputi kabut menjadi terang
oleh sinar biru yang terpancar dari pedang pusaka itu.
Betapa terkejutnya Setan Kembar
melihat pamor pedang itu. Tapi rasa
terkejut itu pun lenyap ketika Rangga
mengibaskan pedangnya.
Trang! Trang! Dua kali terdengar senjata berbenturan. Kali ini Setan Kembar
terlonjak dan langsung mencelat mundur
dua langkah. Mata mereka membelalak
melihat sebuah pedang mereka masing-
masing buntung. Bahkan akibat benturan
itu, tangan mereka seperti kaku.
Rasa kaget yang menyentak jantung
mereka belum lagi hilang, Rangga kini
kembali menyerang dengan menggunakan
jurus gabungan antara 'Cakar Rajawali'
dengan 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
"Awas...!" seru Sencaka keras.
Sencaki yang masih dalam keadaan
terluka, tidak dapat mengelak cepat.
Terpaksa ditangkisnya pedang yang mengancam jiwanya.
Trang! Pedang Sencaki buntung!
Dan tanpa diduga sama sekali,
pedang Rangga terus menerobos tanpa
henti."Aaaakh..!" Sencaki menjerit melengking.
Pedang itu telah membuat leher
Sencaki hampir putus. Sebentar masih
mampu bertahan, tapi tak lama ambruk
dan menggelepar di tanah. Darahnya
mengucur deras dari leher yang koyak.
"Sencaki...!" teriak Sencaka kaget.
Benar-benar hampir tak percaya Sencaka
melihat saudara kembarnya tewas mengerikan. Sencaka memang tidak bisa berbuat
banyak lagi. Pedang itu kini telah
berkelebat lagi mengancam dirinya. Pikirannya cerdik. Dia tidak mau mengambil resiko dengan menghadang
pedang itu dengan pedangnya. Cepat-
cepat dia melompat sejauh satu tombak ke
belakang. Pedang Pendekar Rajawali Sakti
hanya menebas bagian kosong
"Kubunuh kau, bangsat!" geram
Sencaka. Secepat kilat Sencaka menyerang
Rangga dengan melompat. Tapi kalah
cepat dengan Rangga. Karena baru saja
akan melompat, pedang Rangga telah
lebih dulu mengibas. Sencaka yang
dirasuki amarah tidak dapat lagi menghindar. Pedang itu tepat menancap
di dadanya. Dengan satu jeritan melengking panjang, tubuh Sencaka roboh
mandi darah. Rangga kembali memasukkan pedang pusaka ke dalam sarung di
punggung. Kembali gelap menyelimuti
sekitarnya. Sebentar Rangga memandangi
dua mayat lawannya, lalu cepat melompat
ke arah mulut goa.
* * * 8 Rangga mengamati sebentar mulut
goa yang gelap pekat Kakinya melangkah
ringan memasuki Goa Larangan Semakin
masuk, semakin lembab udaranya. Rangga
mengerahkan ilmu 'Mata Dewa Elang' se-
hingga dapat melihat jelas dalam keadaan
gelap sekali pun
Kakinya terus melangkah lebih dalam
lagi, dan baru berhenti melangkah ketika
didapatkannya sebuah makam yang indah
di depannya. Segera Rangga berlutut
dengan sikap memberi hormat. Dari cerita
Wulan dapat dipastikan kalau ini makam
Eyang Resi Suralaga. Pendekar Rajawali
Sakti kembali berdiri.
"Maaf, saya datang untuk membantu
cucu-cucumu," kata Rangga sopan
Baru saja Rangga selesai berkata, tiba-
tiba makam itu bergetar yang semakin
lama semakin kuat. Rangga tetap berdiri
tenang. Matanya tertuju pada makam yang
masih bergetar bagai terjadi gempa. Tiba-
tiba asap putih mengepul perlahan-lahan
di tengah-tengah makam. Kian lama kian
menebal. Rangga kembali memberi hormat,
namun matanya tetap tertuju ke arah
makam yang masih mengepulkan asap
putih tebal. Pelan-pelan getaran itu
melemah bersamaan dengan pudarnya
asap, hingga akhirnya hilang sama sekali.
Goa kembali tenang.
"Apakah Eyang Resi berkenan cupu
itu saya bawa untuk Sepasang Walet
Merah?" Rangga bertanya halus dan
sopan. Rangga menunggu beberapa saat
sambil tetap menjura hormat Matanya
tertuju pada sebuah benda berbentuk
kendi berwarna keemasan yang muncul
setelah asap tebal menghilang. Itulah
Cupu Manik Tunjung Biru. Besarnya
seukuran kepala orang dewasa, berada
tepat di tengah-tengah makam.
Tiba-tiba saja cupu itu bergerak-gerak
dan melayang ke arah Rangga. Pendekar
Rajawali Sakti ini pun berdiri seraya
mengeluarkan tangannya. Cupu Manik
Tunjung Biru berhenti tepat di telapak
tangannya. Tanpa ragu-ragu lagi, dia
menjura dan berbalik. Kembali dilangkahkan kakinya menuju luar goa.
Ketika kakinya baru melangkah
sejauh dua tombak di depan mulut Goa
Larangan, tiba-tiba di depannya muncul
seorang perempuan tua dengan rambut
yang serba putih.
"Nenek Sumbing," gumam Rangga
mengenali perempuan tua itu. "Apakah
telah kau selesaikan pertarunganmu?"
"Hik hik hik..," Nenek Sumbing
tertawa ngikik. "Sangat mudah melenyapkan si tua Klabang Hijau."
Pendekar Rajawali Sakti tak perlu
penjelasan lagi. Dia cepat mengerti kalau
Klabang Hijau telah tewas di tangan
perempuan tua ini. Jadi jelas, tingkat
kepandaian Nenek Sumbing tidak bisa
diremehkan. "Heh! Rupanya kau sudah berhasil
menemukan Cupu Manik Tunjung Biru,
bocah!" seru Nenek Sumbing. Matanya
jelalatan memandang benda yang berada
di kempitan ketiak Pendekar Rajawali
Sakti."Benda pusaka ini akan kuserahkan pada pemiliknya," sahut Rangga.
"Kalau begitu, kau tak usah repot-
repot mencarinya. Benda itu milikku."
"Aku sudah tahu siapa pemiliknya.
Yang pasti bukan kau, Nenek Sumbing."
"Kampret jelek! Berani umbar bacot
di depanku. Apa kau punya nyawa
rangkap?" Nenek Sumbing mendelik
gusar."Bukanhanyarangkap, tapi seribu."
Nenek Sumbing berjingkrak geram.
Kata-kata Rangga yang diucapkan tenang
itu sangat menyakitkan telinganya. Jelas
mengandung tantangan meski tidak diucapkan secara langsung.
"Bocah, serahkan saja cupu itu!
Jangan sampai kuturunkan tangan kejam
padamu!" dengus Nenek Sumbing mengancam. "Aku rasa kau telah kejam sejak
dulu," sahut Rangga kalem.
"Setan belang! Rupanya kau tidak
bisa diajak damai!"
"Tidak ada kata damai untuk orang
serakah sepertimu."
Nenek Sumbing tidak bisa lagi
menahan geram. Seketika itu juga

Pendekar Rajawali Sakti 3 Sepasang Walet Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diterjangnya Pendekar Rajawali Sakti.
Namun terjangan itu luput, karena
pendekar ini telah menggeser kakinya
sedikit ke kanan. Nenek Sumbing yang
semula menganggap remeh, semakin
gusar. Segera dia berbalik dan menyerang
kembali dengan jurus-jurus tangan kosong
Perhatiannya terpusat penuh pada cupu
yang aman dalam ketiak Pendekar
Rajawali Sakti.
Dalam lima jurus saja, Rangga paham
kalau Nenek Sumbing mengarahkan jurus-
jurusnya hanya untuk merebut Cupu
Manik Tunjung Biru. Namun demikian,
pertahanan Nenek Sumbing juga sangat
kokoh. Beberapa kali Rangga mencoba
untuk membuka pertahanan itu dengan
pancingan, tapi kenyataannya gagal.
Nenek Sumbing seperti mampu membaca
ke mana arah gerakan dan tujuan lawan.
Sebenarnya, pertarungan itu berjalan
lamban seperti dua orang yang sedang
berlatih olah kanuragan. Sampai matahari
terbit di ufuk Timur, mereka hanya
menyelesaikan sepuluh jurus tangan
kosong. Rangga penasaran juga melihat
Nenek Sumbing seperti main-main.
"Aku tidak punya waktu untuk main-
main denganmu, Nenek Sumbing!" seru
Rangga agak gusar.
"Siapa yang main-main"
Lihat tanganku!" dengus Nenek Sumbing.
Belum lagi kering mulutnya berkata,
Nenek Sumbing memiringkan badannya
ke kiri sambil tangan kanannya dengan
cepat didorong ke depan. Rangga hanya
berkelit ke kanan, karena serangan itu
mudah dibaca. Tapi tak diduga sama
sekali, kaki perempuan itu terangkat naik
cepatBuk! Rangga tersentak ketika dirasakan
perutnya terkena hantaman kaki perempuan tua itu. Dua langkah dia
terdorong ke belakang, lalu dengan cepat
menguasai diri. Dan memang benar,
Nenek Sumbing sudah kembali menyerang dengan jurus-jurus yang cepat
"Awas kaki!" seru Nenek Sumbing
tiba-tiba. Rangga hanya mengangkat kaki
kanan sedikit ketika kaki Nenek Sumbing
bergerak cepat menyambar. Dan sebelum
perempuan tua itu berdiri dengan leluasa,
dengan cepat kaki Pendekar Rajawali Sakti
terayun ke depan.
"Uts!" Nenek Sumbing cepat menarik kepalanya.
Kibasan kaki Rangga meleset beberapa senti di depan muka Nenek
Sumbing. Masih dalam keadaan kaki
kanan di atas, Rangga menaikkan kaki
kirinya. Cepat sekali Rangga bergerak
memutar tubuh. Dan tanpa diduga kaki
kiri pendekar itu melayang ke arah dada.
"Ukh!" Nenek Sumbing yang tidak
menyangka secepat itu datangnya serangan susulan, tidak bisa mengelak
lagi. Satu tombak Nenek Sumbing
terjengkang ke belakang. Dadanya terasa
sesak terkena tendangan yang disertai
dengan pengerahan tenaga dalam yang
sempurna. Nenek Sumbing mendengus,
sambil mengerahkan hawa murni ke
seluruh tubuhnya. Ini dilakukan untuk
menghilangkan rasa sesak yang me-
nyelimuti dadanya.
* * * Duel dua tokoh tingkat tinggi itu
terjadi sampai matahari naik cukup tinggi.
Sampai sejauh ini belum ada yang terlihat
terdesak. Masing-masing sudah me- ngeluarkan jurus-jurus andalan yang
sangat berbahaya.
Pada kesempatan yang memungkinkan, Rangga menggunakan
jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.
Tubuhnya melayang cepat ke angkasa.
Tidak diduga, Nenek Sumbing pun
mampu melesat cepat mengejar Pendekar
Rajawali Sakti.
"Jangan lari, Bocah!" seru Nenek Sumbing.
Tangan Nenek Sumbing bergerak
cepat melontarkan benda-benda kecil
berbentuk jarum. Senjata rahasia itu
melesat cepat ke arah Pendekar Rajawali
Sakti. Saat itu juga Rangga memang telah
siap dengan jurusnya itu, sehingga dengan
mudah tangannya mengibas cepat menghalau serangan jarum-jarum Nenek
Sumbing. Gerakannya bagai sepasang
sayap burung saja yang hendak menghalau kumpulan awan di langit.
Jarum-jarum senjata rahasia Nenek
Sumbing pun rontok di tengah, jalan.
Bahkan beberapa di antaranya berbalik
menyerang sang pemilik. Tentu saja
Nenek Sumbing terkejut. Segera dia
jumpalitan di udara menghindari senjata
rahasianya sendiri.
Pada saat perempuan itu sibuk
dengan senjata rahasianya sendiri, Rangga
dengan cepat merubah jurusnya menjadi
'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.
Begitu cepat gerakan kakinya meluruk
mengincar kepala lawan. Nenek Sumbing
tidak mampu mengelak lagi. Terpaksa
dihadangnya kaki itu dengan tangannya.
Krek! "Akh!" Nenek Sumbing memekik
tertahan. Bunyi tulang patah terdengar cukup
keras. Tampak tangan kiri perempuan tua
itu seperti layu, menyambar disamping
tubuhnya. Nenek Sumbing merasa tidak
menguntungkan bertarung di udara.
Cepat-cepat dia kembali turun.
Sementara itu Rangga tenis mengikutinya dengan tetap mengerahkan
jurus 'Rajawali Menukik Menyambar
Mangsa'. Ketika kaki Nenek Sumbing
sampai di tanah, tiba-tiba dari atas datang serangan bagai seekor rajawali
hendak menyambar mangsa.
Nenek Sumbing menjerit kaget. Buru-
buru dijatuhkan tubuhnya dan bergulingan di tanah. Kaki Rangga
menyambar tempat kosong. Tapi secepat
itu pula Rangga kembali melesat ke udara,
lalu turun kembali langsung menyambar
lawan yang bergulingan di tanah. Nenek
Sumbing benar-benar seperti seekor tikus
yang terancam oleh elang lapar.
Tiga kali serangan Rangga berhasil
dihindari. Kini Pendekar Rajawali Sakti
merubah jurusnya menjadi 'Pukulan Maut
Paruh Rajawali' ketika kakinya menjejak
tanah. Mendapat sedikit kesempatan,
Nenek Sumbing bergegas bangkit
"Tamat riwayatmu, Nenek Sumbing!"
seru Rangga keras.
Seketika Nenek Sumbing harus
menerima serangan jurus 'Pukulan Maut
Paruh Rajawali'. Kedua tangan Rangga
bergerak cepat mengarah ke bagian-bagian
tubuh yang mematikan. Perempuan tua itu
kembali repot menghindari serangan yang
datang beruntun bagai hujan yang tumpah
dari langit. Lebih-lebih hanya sebelah
tangan saja yang bergerak menahan
gempuran itu. Beberapa kali Nenek Sumbing hampir kecolongan. Jurus yang dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti penuh
dengan tipuan. Dan lagi, setiap ayunan
tangannya mengandung hawa panas
menyengat kulit. Hal ini membuat Nenek
Sumbing kian sulit mengatur napasnya.
"Ikh!"
Nenek Sumbing kembali tersentak ketika tangan kiri Rangga tiba-
tiba menerobos mengarah dada.
Buru-buru Nenek Sumbing melompat
ke belakang. Dalam keadaan tangan masih
mengarah sasaran, kaki Rangga sudah
bergerak cepat melompat sambil menyepak. Nenek Sumbing segera mengegoskan tubuhnya ke kiri. Sepakan
kaki Rangga luput dari sasaran.
"Hiya. .!" Rangga berteriak nyaring.
Dengan kaki masih melayang, tangan
kanan Pendekar Rajawali Sakti berkelebat
cepat. Kali ini Nenek Sumbing tidak bisa
lagi menghindar. Hawa panas yang
datang lebih dulu, membuat tubuhnya
kaku. Dan... "Aaaakh.. !" Nenek Sumbing menjerit menyayat hati.
Tangan kanan Rangga telak masuk ke
bagian dada perempuan tua itu. Seketika
tubuh Nenek Sumbing terlontar keras ke
belakang, dan baru berhenti setelah
menabrak pohon yang cukup besar. Tubuh
itu pun terhempas keras di tanah. Tampak
dari mulutnya darah kental kehitaman
muncrat membasahi pakaian.
Nenek Sumbing meregang nyawa
sebentar, lalu diam dengan dada melesak
ke dalam. Rangga berdiri tegak memandang tubuh tua yang menggeletak
tak bernyawa lagi Kemudian mata Rangga


Pendekar Rajawali Sakti 3 Sepasang Walet Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beredar ke sekeliling. Bibirnya menyungging senyum, karena yakin tidak
ada lagi orang-orang yang terlihat di
sekitar tempat ini.
Mereka yang rata-rata memiliki
kepandaian di bawah Nenek Sumbing,
segera melarikan diri ketika melihat
perempuan tua itu tewas. Rangga mengalihkan pandangannya ke arah
Wulan yang berdiri memapah Jaka.
Pendekar Rajawali Sakti itu pun tersenyum seraya melangkah mendekati
Sepasang Walet Merah. Cupu Manik
Tunjung Biru masih berada di dalam
kempitan ketiaknya.
* * * Rangga menyerahkan Cupu Manik
Tunjung Biru kepada Sepasang Walet
Merah. Wulan yang menerimanya tidak
mampu untuk berkata-kata lagi selain
matanya saja yang berkaca-kaca meluapkan keharuan. Agak lama mereka
tidak saling bicara.
"Aku rasa tempat ini tidak aman
untuk kalian berdua," kata Rangga
memulai pembicaraan.
Wulan menatap Jaka sebentar, lalu
kembali memandang Pendekar Rajawali
Sakti."Jika kalian setuju, aku punya tempat cukup baik," kata Rangga lagi.
"Boleh kami tahu?" tanya Jaka.
"Tentu saja. Tempat itu bernama
Pulau Karang. Memang tempatnya di
seberang laut, tapi kalian bisa menyewa
perahu dari para nelayan."
"Di mana letaknya?" tanya Wulan.
"Kalau ingin ke sana, pergi saja ke
arah selatan. Jika telah sampai pantai,
minta tolonglah pada nelayan untuk
mengantarkan. Rata-rata mereka tahu
tempat itu."
Wulan mengerutkan keningnya.
"Jangan khawatir. Di sana ada banyak
pulau karang Kalian bisa memilihnya
salah satu. Sulit bagi orang lain untuk
mencari pulau yang akan kalian tempati.
Bahkan nelayan yang mengantar kalian
belum tentu dapat ingat."
"Bagaimana, Kakang?" tanya Wulan meminta pendapat
"Aku rasa itu lebih baik," sahut Jaka menerima penuh usul Pendekar Rajawali
Sakti."Tapi keadaanmu..."
"Aku tidak apa-apa. Hanya luka ini
perlu sedikit perawatan lagi."
Sepasang Walet Merah kembali
menoleh pada Rangga, tapi pendekar
muda itu telah tidak ada lagi di
tempatnya. Tentu saja mereka jadi
mencari-cari. Rangga seolah-olah lenyap
ditelan bumi, hilang tanpa jelas ke mana
perginya. Bahkan suaranya pun tak
terdengar saat pergi.
"Sungguh tinggi ilmunya," gumam
Jaka kagum. "Ya. Kalau saja seluruh tokoh sakti
seperti dia, dunia ini pasti aman," sahut Wulan bergumam pula.
Jaka memandang Wulan dan tersenyum. Tangannya melingkar di pundak gadis itu. Wulan juga tersenyum
sambil melingkarkan tangannya di pinggang Jaka. Sesaat mereka berdiri
mematung. "Kita berangkat sekarang?" usul Jaka setelah lama terdiam.
"Sebentar, aku ganti pakaian dulu,
"sahut Wulan baru sadar kalau pakaiannya cabik-cabik tidak karuan.
Sepasang Walet Merah mengayunkan
kakinya menuju ke Goa Larangan. Goa itu
sebenarnya memang tempat tinggal mereka. Bertahun-tahun mereka tinggal di
sana, dan sebentar lagi harus hengkang
dari situ. Entah untuk waktu berapa lama,
atau mungkin tak lama lagi.
"Sebenarnya aku berat meninggalkan
tempat ini," bisik Wulan.
"Aku juga," sahut Jaka
"Tapi kita harus berlatih lagi untuk
menyempurnakan ilmu 'Walet Merah'."
"Kau tetap ingin jadi pendekar?" Jaka bertanya.
"Kenapa?" Wulan balas bertanya.
"Tidak apa-apa," desah Jaka.
"Kau tidak suka, Kakang?"
"Aku suka, tapi aku lebih suka jadi
orang biasa. Punya ladang, keluarga, dan
anak-anak yang manis. Hidup tentram
tanpa selalu dibayangi bahaya."
"Kita akan hidup tentram setelah
menguasai ilmu "Walet Merah'," sahut Wulan.
Jaka hanya tersenyum saja. Wulan tak
kalah dengan senyumnya yang manis. Dan
matahari pun tersenyum seperti mengiringi sepasang anak manusia memasuki goa. Tanpa diketahui, sepasang
mata mengawasi dari jarak yang tidak
begitu jauh. Sepasang mata itu milik
Pendekar Rajawali Sakti. Bibirnya menyungging senyum, lalu berbalik dan
melangkah pergi.
TAMAT Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Fujidenkikagawa
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Bentrok Rimba Persilatan 16 Hamukti Palapa Karya Langit Kresna Hariadi Naga Sakti Sungai Kuning 13
^