Pencarian

Tumbal Penguasa Samudera 2

Pendekar Rajawali Sakti 51 Tumbal Penguasa Samudera Bagian 2


dengan keramaian ini. Tapi Rangga tidak mau membuat penduduk yang sedang
melaksanakan upacara persembahan jadi terganggu.
"Kau tidak ikut bergembira bersama mereka, Anak Muda...?"
"Oh...!" Rangga agak tersentak kaget ketika tiba-tiba terdengar suara dari arah
belakang. Pendekar Rajawali Sakti berpaling. Sungguh dia tidak tahu kalau di belakangnya
sudah berada seorang laki-laki setengah baya. Bergegas Rangga berdiri dan
mengang-gukkan kepalanya. Ternyata dia laki-laki yang siang tadi ditemuinya.
Rangga mencoba bersikap ramah, meskipun di dalam hatinya begitu gelisah,
memikirkan Pandan Wangi.
"Saat seperti ini, biasanya dimanfaatkan anak-anak muda untuk mencari jodoh. Kau
tidak bergabung dengan mereka, Anak Muda?" kata laki-laki setengah baya itu lagi
yang siang tadi mengenalkan diri Pendekar Rajawali Sakti sebagai Paman Balek.
"Terima kasih," ucap Rangga diiringi senyuman yang dibuat seramah mungkin.
"Sejak tadi, kau kuperhatikan selalu saja me-renung. Ada sesuatu yang mengganjal
pikiranmu, Anak Muda?" Tanya Paman Balek.
Rangga tidak langsung menjawab, dan hanya tersenyum saja. Sungguh dia tidak tahu
kalau laki-laki setengah baya ini memperhatikannya sejak tadi. Dan memang
diakui, kalau pengamatan Paman Balek tidak meleset sedikit pun. Hatinya memang
sedang gefisah, memikirkan nasib Pandan Wangi yang belum jelas sampai saat ini.
"Paman, berapa lama pesta seperti ini berlangsung?" tanya Rangga.
"Tidak tentu, Anak Muda. Biasanya upacara seperti ini berlangsung sampai Dewi
Penguasa Samudera memilih seorang gadis untuk tumbalnya," jelas Paman Balek.
"Apakah sudah ada yang dipilih?" Tanya Rangga lagi.
"Sampai saat ini, belum ada satu keluarga pun yang melaporkan kehilangan anak
gadisnya. Yaaah..., memang tidak seperti biasanya...."
"Maksud, Paman?"
"Biasanya kalau sudah malam begini, sudah ada keluarga yang melaporkan
kehilangan anak gadisnya.
Tapi sampai jauh malam begini, belum juga ada yang melaporkan. Aku tidak tahu,
apakah Dewi Penguasa Samudera sudah mendapatkannya atau belum."
"Kalau sudah ada, apa tanda-tandanya, Paman?"
"Sulit dikatakan, Anak Muda. Tapi biasanya, kalau dewi Penguasa Samudera sudah
mendapatkan gadis tumbalnya, akan muncul sinar terang dari tengah lautan. Dan
itulah tenda yang sudah ada sejak nenek moyang dulu, sehingga upacara pun akan
berakhir. Maka, para nelayan bisa bebas mencari ikan di lautan."
"Apakah maksud Paman sinar terang itu...?"
Kangga menunjuk ke tengah laut sebelah Timur.
"Oh...!" Paman Balek tersentak begitu memandang ke arah yang ditunjuk Pendekar
Rajawali Sakti.
Pada saat itu, semua orang yang memadati pantai juga melihat sinar terang yang
menyemburat di tengah lautan sebelah Timur. Suasana gaduh mendadak lenyap, dan
hening sunyi. Tapi itu hanya sebentar saja. Begitu sinar terang lenyap, kembali
mereka ribut. Rangga tidak mengerti, apa yang diributkan. Dan ini langsung
ditanyakan pada Paman Balek.
"Apa yang mereka ributkan, Paman?" tanya Kangga.
"Mereka ingin tahu, anak gadis siapa yang dijadikan tumbal tahun ini," sahut
Paman Balek. Rangga terdiam tidak bertanya lagi. Diperhatikannya orang-orang yang terus
saling bertanya. Dan satu demi satu, mereka mulai meninggalkan pantai ini.
Orang-orang tua mereka membawa keluarganya pergi. Dan mereka yang mempunyai anak
gadis dan ternyata masih berada di sampingnya, merasa gembira. Bukan hanya
Rangga, tapi juga Paman Balek memperhatikan dengan penuh perhatian. Tidak berapa
lama, suasana di pantai ini jadi sunyi. Tampak perahu-perahu nelayan mulai
menjauh ke tengah.
*** Malam terus merayap semakin jauh. Rangga dan Paman Balek masih tetap berada di
pantai. Sementara keramaian yang terjadi tadi, kini telah benar-benar lenyap. Nyala api
obor sudah dipadam-kan. Dan kini keadaan pantai kembali gelap dan sunyi. Hanya
deru angin saja yang terdengar,
ditingkahi deburan ombak menjilat batu karang.
"Aneh...," desah Paman Balek perlahan, seaka bicara pada dirinya sendiri.
"Apanya yang aneh, Paman?" tanya Rangga seraya berpaling menatap laki-laki
setengah baya sampingnya
"Ya..., aneh. Tidak ada seorang pun yang melaporkan padaku kalau telah
kehilangan anak gadisnya. Padahal Dewi Penguasa Samudera sudah memberi tanda,
kalau sudah mendapatkan gadis tumbalnya," pelan sekali nada suara Paman Balek.
Rangga menelan ludahnya mendengar keterangan laki-laki tua setengah baya ini.
Dia langsung teringat Pandan Wangi. Disadari kalau Dewi Penguasa Samudera sudah
mendapatkan Pandan Wangi untuk dijadikan tumbal. Dan itu berarti, untuk
selamanya Rangga tidak akan bisa bertemu Pandan Wangi lagi.
"Oh, tidak...!" desis Rangga dalam hati. "Aku harus menyelamatkan Pandan Wangi."
Tanpa berpikir panjang lagi, Pendekar Rajawali Sakti berlari cepat menuju ke
laut Paman Balek terkejut melihat anak muda berbaju rompi putih itu berlari
cepat seperti hendak menceburkan diri ke lautan.
"Hei..! Mau apa kau ke sana..."!" teriak Paman Balek.
Namun Rangga tidak mempedulikan teriakan itu.
Dia terus berlari kencang, lalu melompat terjun ke dalam laut Melihat kenekatan
pemuda itu, Paman Balek jadi tersentak kaget. Cepat laki-laki setengah baya itu
berlari ke tepi pantai yang agak tinggi dan curam. Di sana, Rangga melompat
menceburkan diri ke dalam laut.
"Gila...! Apa yang dilakukannya...?"
Paman Balek tidak dapat lagi melihat Pendekar Rajawali Sakti yang sudah
tenggelam ke dalam laut.
Dia hanya bisa berdiri di tepi batu karang.
Pandangannya tak berkedip, mencari-cari. Tapi, Rangga tidak terlihat lagi di
laut. Pemuda berbaju rompi putih itu benar-benar sudah tenggelam.
"Dewata Yang Agung.... Pertanda apa semua ini..."
Jangan kau limpahkan musibah pada kami," desah Paman Balek seraya menengadahkan
kepalanya ke atas, memandang langit yang menghitam kelam.
Laki-laki setengah baya itu bergegas berbalik, lalu berjalan setengah berlari
meninggalkan tepian pantai ini. Wajahnya kelihatan begitu menegang dan agak
pucat. Sungguh tidak dimengerti sikap pemuda yang dikenalnya siang tadi Dia
telah menceburkan diri ke tengah laut, pada saat malam seperti ini" Padahal,
semua penduduk di sekitar pantai ini baru saja selesai melakukan upacara,
persembahan pada Dewi Penguasa Samudera.
Sementara itu Rangga yang menceburkan diri ke ialam laut, terus berenang semakin
dalam. Diper-gunakannya ilmu yang didapat dari Satria Naga Emas, sehingga dapat
leluasa bergerak di dalam air. Bahkan bisa bernapas bebas seperti ikan. Keadaan
malam yang begitu pekat, membuat keadaan di dalam laut begitu gelap. Rangga
terpaksa menggunakan aji
'Tatar Netra'. Dengan ajian itu, semuanya dapat terlihat jelas, meskipun keadaan
sekitarnya begitu gelap.
"Hm...," Rangga menggumam dalam hati ketika matanya melihat sebuah titik cahaya,
jauh di depannya.
Pendekar Rajawali Sakti mempercepat gerakannya menuju ke arah cahaya yang
dilihatnya itu. Matanya
tidak berkedip sedikit pun memperhatikan cahaya di depannya yang semakin
terlihat jelas. Semakin dekat, Pendekar Rajawali Sakti memperlambat berenang-
nya. Keningnya jadi berkerut, karena cahaya itu datang dari sebuah lubang yang
cukup besar di dasar laut Lubang itu berada di tengah-tengah tumpukan batu
karang yang membentuk seperti bukit di dasar lautan ini
Pendekar Rajawali Sakti berhenti tepat di depan lubang yang memancarkan sinar
terang menyilaukan itu. Diperhatikannya lubang itu dengan seksama.
Tapil sinar terang itu menyulitkannya untuk bisa menembus ke dalam lubang.
Perlahan-lahan Rangga mendekati, dan perlahan-lahan pula masuk ke dalam lubang
itu. "Hei...!"
Wusss! *** 4 Rangga terkejut bukan main, ketika tiba-tiba dirinya terasa seperti terkena
terpaan angin yang begitu kuat. Dan sebelum sempat menyadari apa yang bakal
terjadi, mendadak saja tubuhnya seperti tersedot sesuatu dengan kuat sekali.
Keseimbangan tubuhnya tidak dapat lagi dipertahankan, dan terus meluncur tanpa
dapat terkendali lagi. Tubuhnya berputar-putar tersedot suatu tenaga yang begitu
kuat Pendekar Rajawali Sakti meluncur deras bagai berada di sebuah lorong
bercahaya menyilaukan yang penuh kabut tebal.
Begitu kuatnya tarikan itu, membuat seluruh otot dan tulang-tulang Rangga
seperti tercabut dari tubuhnya. Pendekar Rajawali Sakti itu merasa kepalanya
mulai pening, dan pandangannya jadi berkunang-kunang. Keseimbangan tubuhnya
benar-benar tidak dapat dikendalikan lagi. Seluruh kekuatan tenaga dalamnya
sudah dikerahkan, tapi tetap saja tidak mampu menahan tarikan kuat ini.
"Aaakh...!" Rangga menjerit sekuat-kuatnya.
Seluruh kekuatan tenaganya yang terakhir sudah dikerahkan, namun usaha ini malah
mengakibatkan kesadarannya menghilang. Dan Pendekar Rajawali Sakti itu benar-
benar tidak berdaya lagi. Dia jatuh pingsan, terbawa arus yang begitu kuat
menariknya Tubuhnya berputar, melayang-layang bagai di udara.
*** Entah berapa lama Rangga tidak sadarkan Begitu matanya terbuka, terasa ada
hembusan angin sejuk yang membawa aroma harum menyengat hidung.
Pendekar Rajawali Sakti bergegas menggerim jang hendak bangkit, namun terpekik.
Ternyata seluruh tubuhnya terasa begitu nyeri. Otot dan tulang tubuhnya seperti
terputus. Mata Rangga terpejam kembali, dan sebentar kemudian terbuka perlahan-lahan.
Sebentar matanya dibiasakan melihat pada keadaan terang, setelah beberapa waktu
tidak sadarkan diri dalam kegelapan.
"Oh.... Di mana aku...?" desah Rangga perlahan.
Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan pandangan berkeliling. Dicobanya untuk
mengingat-ingat peristiwa yang baru saja dialami, hingga tidak sadarkan diri.
Dan sekarang, tahu-tahu dirinya sudah berada di sebuah kamar yang sangat indah
berukuran besar.
Kembali pandangan Rangga beredar ke sekeliling.
Benar...! Dia berada dalam sebuah kamar yang ruangannya ditata indah sekali.
Bagaikan berada di dalam kamar seorang raja. Perlahan Rangga meng-geliatkan
tubuhnya. Mulutnya meringis, menahan nyeri pada persendian tubuhnya. Namun
dengan memaksakan diri, akhirnya pemuda berbaju rompi putih itu bisa duduk di
tepi pembaringan.
"Kau sudah bangun rupanya, Rangga...."
"Eh..."!" Rangga tersentak kaget begitu tiba-tiba sja terdengar suara lembut
tidak jauh di samping kanannya.
Pendekar Rajawali Sakti menoleh. Sungguh dia tidak tahu kalau dirinya tidak
sendirian di kamar ini.
Ternyata ada seorang wanita berparas cantik bagai bidadari di kamar ini. Dia
duduk di sebuah kursi yang sangat besar, terbuat dari kayu berukir dan ber-
alaskan beludru halus berwarna biru laut.
"Dewi Penguasa Samudera...," desis Rangga mengenali wanita cantik itu.
Wanita yang dikenal bernama Dewi Penguasa Samudera itu tersenyum manis sekali.
Rangga cepat memalingkan wajah ketika wanita itu menggerakkan tubuhnya. Baru
disadari, kalau pakaian yang dikenakan Dewi Penguasa Samudera ini begitu tipis.
Bahkan terlalu banyak belahannya, sehingga beberapa bagian tubuhnya menyembul
keluar. "Kau benar-benar menepati janjimu, Rangga. Aku sungguh kagum. Karena belum ada
seorang pun yang hasil melewati lorong cahaya dengan selamat," jelas Dewi
Penguasa Samudera. Suaranya terdengar lembut
"Aku datang bukan untukmu, Dewi Penguasa Samudera," sahut Rangga tanpa berpaling
sedikit pun. Rangga tahu, sekali saja terperangkap, sukar untuknya melepaskan diri. Wanita
ini memiliki daya yang begitu kuat dalam melemahkan hati laki-laki.
Selama ini, tak seorang pun yang sanggup menolak bila Dewi Penguasa Samudera
melemparkan jerat yang dikenal dengan 'Jerat Penyebar Asmara'. Dan Rangga juga
tahu, kalau kekuatan dari jerat itu bersumber di matanya!
"Kembalikan Pandan Wangi, atau terpaksa istanamu ini kuobrak-abrik!" ancam
Rangga. "Ah! Kau tidak perlu mengancam seperti itu, Rangga. Periksalah seluruh istanaku
ini. Tidak ada yang bernama Pandan Wangi di sini," tetap lembut nada suara Dewi
Penguasa Samudera.
"Kau pikir aku percaya pada omonganmu..."'
dengus Rangga ketus seraya turun dari pembaringan.
Kemudian, dia bangkit berdiri.
Dewi Penguasa Samudera hanya tersenyum saja.
Dia juga bangkit dari duduknya, lalu berjalan genit menghampiri Pendekar
Rajawali Sakti. Langkahnya berhenti tepat sekitar dua tombak didepan Rangga.
Senyumnya tetap mengembang, dan matanya memancarkan kekuatan dahsyat yang
menggoda. Rangga mulai merasakan adanya tarikan kuat yang mengganggu lubuk hatinya. Namun
Pendekar Rajawali Sakti tetap berusaha bertahan agar tidak tergoda. Sedapat
mungkin, Pendekar Rajawali Sakti berusaha mengalihkan pandangan dari mata wanita
cantik ini. Dia cepat melangkah mundur saat tangan Dewi Penguasa Samudera
menjulur ke arah dadanya.
"Ternyata kau lebih sulit dari dugaanku, Rangga,"
ujar Dewi Penguasa Samudera.
"Jangan paksa aku untuk bertindak kasar padamu, Nisanak!" dengus Rangga.
Dewi Penguasa Samudera tertawa renyah. Begitu merdu suara tawanya, membuat
jantung Rangga sempat tergelitik. Entah bagaimana, Pendekar Rajawali Sakti
menatap tajam ke arah bola mata Dewi Penguasa Samudera. Namun cepat wajahnya di-
palingkan, begitu terasa dadanya berdebar kencang.
"Setan...!" dengus Rangga dalam hati. "Sampai kapan aku dapat bertahan..."
Wanita ini benar-benar cantik. Tapi aku tidak boleh tergoda! Sekuat apa pun daya
tarikmu. Aku tidak boleh tergoda!"
Sambil mendengus, Pendekar Rajawali Sakti melangkah mendekati pintu yang
tertutup rapat Sedangkan Dewi Penguasa Samudera hanya memandangi saja. Bibirnya
tetap menyunggingkan senyuman yang manis sekali. Rangga mencoba membuka pintu.
Tapi begitu menyentuh gagang pintu,
mendadak saja....
"Akh...!"
Cepat Rangga menarik tangannya. Pendekar Rajawali Sakti seperti tersengat ribuan
lebah, saat tangannya menyentuh gagang pintu. Rangga melangkah mundur beberapa
tindak, tidak mempedulikan Dewi Penguasa Samudera yang tertawa melihat
tingkahnya. "Hup...!"
Rangga mengerahkan tenaga dalamnya. Tangannya diletakkan di samping dada, dengan
jari-jari tangan terkembang merapat Kedua kakinya ditarik terbuka cukup lebar.
Tatapan matanya tajam, harus ke pintu. Sebentar napasnya ditahan, lalu dalamnya
disalurkan ke telapak tangan.
"Apa yang kau lakukan, Rangga?" Tanya Penguasa Samudera. Nada suaranya terdengar
meremehkan. "Persetan dengan kau...! Hiyaaa...!"
Sambil berteriak nyaring, Rangga melompat seraya menghentakkan kedua tangannya
ke depan. Tepat begitu kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti menghan-tam
daun pintu, terdengar ledakan dahsyat menggelegar.
"Akh...!" Rangga terpekik tertahan.
Tubuhnya kembali terpental balik ke belakang, jatuh bergulingan di lantai yang
dingin dan licin berkilat Namun, Pendekar Rajawali Sakti cepat bangkit berdiri.
Kedua matanya agak terbeliak tidak percaya melihat daun pintu itu tetap kokoh,
sedikit pun mengalami kerusakan.
"Ha ha ha...!" Dewi Penguasa Samudera tertawa terbahak-bahak.
"Huh!" dengus Rangga kesal.
"Kau tidak akan bisa keluar dari sini tanpa
seizinku, Rangga."
Rangga tidak mempedulikan kata-kata bemada ejekan itu. Kembali didekatinya pintu
yang masih kokoh tertutup rapat Dia sadar, kalau saat ini berada di dunia lain.
Bukan dunia nyata, tempat makhluk liidup bertubuh kasar dan memiliki roh hidup.
Tapi berada di dunia halus. Dan mereka yang tinggal di sini hanya merupakan roh,
tanpa jasad kasar.
"Akan kucoba dengan aji 'Batara Naga'," gumam Kangga dalam hati.


Pendekar Rajawali Sakti 51 Tumbal Penguasa Samudera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pendekar Rajawali Sakti segera mempersiapkan aji
'Batara Naga' yang didapat dari Satria Naga Emas.
Kedua tangannya dikepal erat, sejajar pinggang.
Perlahan kaki kanannya ditarik ke belakang. Lalu kaki kiri tertekuk, hingga
tubuhnya sedikit rendah. Tatapan matanya tertuju lurus ke arah pintu.
"Hup!"
Cepat sekali Rangga menjulurkan tangan kiri ke lepan, lalu cepat memutarnya
bagai baling-baling.
Dan begitu kakinya ditarik hingga merapat kembali, dengan cepat tangan kanannya
menghentak ke depan seraya menarik tangan kiri kembali sejajar pinggang. "Hiyaaat...!"
Bagaikan kilat, Rangga melompat begitu tangan kanannya kembali ditarik sejajar
pinggang. Lalu, kedua tangannya yang terkepal, cepat dihentakkan menghantam daun
pintu yang kokoh tertutup rapat itu.
Glarrr...! Kembali terdengar ledakan dahsyat saat Rangga menghantamkan pukulan yang
mengandung ajian
'Batara Naga' ke pintu itu. Seluruh dinding kamar ini jadi bergetar, bagaikan
diguncang gempa. Rangga melentingkan tubuh ke belakang, saat mendengar
suara berderak.
"Yeaaah...!"
Begitu melihat pintu itu roboh, Rangga cepat melesat keluar. Hal ini membuat
Dewi Penguasa Samudera, terkejut. Sama sekali tidak disangka kalau Ranga dapat
menjebol pintu.
"Hei! Kembali...!" teriak Dewi Penguasa Samu dera.
Tapi terlambat Rangga sudah cepat menghilang.
Dewi Penguasa Samudera mendengus sambil menghentakkan kakinya ke lantai.
Bergegas didekatinya meja kecil yang berada di sudut ruangan ini. Sambil
mendengus kesal, digebraknya meja kecil itu dengan keras.
Brak! "Kemari kalian...!" bentak Dewi Penguasa Samudera.
Entah dari mana datangnya, tahu-tahu di tengah ruangan ini muncul seorang pemuda
berwajah cukup tampan, bersama empat orang tua. Mereka membungkuk, merapatkan
satu tangan kanan di dada untuk memberi hormat pada Dewi Penguasa Samudera.
Mereka adalah Pangeran Argabaja dan empat orang pengawalnya yang sudah berusia
lanjut. "Kalian tangkap anak itu, tapi jangan sampai terluka," perintah Dewi Penguasa
Samudera. "Hamba laksanakan, Kanjeng Dewi," sahut Pangeran Argabaja.
Tanpa menunggu perintah dua kali, mereka bergas meninggalkan ruangan itu.
Sementara Dewi Penguasa Samudera menghempaskan diri di atas pembaringan dengan
kesal. "Rangga.... Huh! Kau akan berlutut di kakiku!"
lengus Dewi Penguasa Samudera. "Tidak mungkin ada yang menolak keinginanku! Kau
harus menyerah dan berlutut di kakiku, Rangga. Harus...!"
*** Sementara itu, Rangga sudah sampai di luar bangunan istana yang megah. Dia tidak
tahu kalau sekarang ini berada di bagian belakang istana yang merupakan sebuah
dataran luas berbatu-batu.
Rangga menghentikan larinya. Dia tertegun sejenak, memandangi sekitarnya. Di
tempat ini, begitu banyak orang. Semuanya laki-laki muda, dan hanya mengenakan
cawat dari rerumputan.
Para laki-laki-muda itu tampak tengah sibuk bekerja menghancurkan batu dan
mengangkutnya ke tempat yang cukup jauh. Tampaknya mereka tengah membangun
sebuah benteng batu yang sangat luas.
Tidak nampak ada matahari, tapi keadaan di tempat ini sangat terang bagaikan
siang hari. Tak ada seorang pun dari mereka yang memperhatikan kedatangan
Pendekar Rajawali Sakti. Seakan-akan, mereka tidak telihat ada orang lain di
dekatnya. Rangga mendekati salah seorang yang sedang mengumpulkan bongkahan batu.
"Kisanak...," tegur Rangga.
Tapi orang itu tidak mempedulikan teguran Ranga.
Malah terus saja sibuk bekerja, mengumpulkan bongkahan batu. Seakan-akan dia
tidak mendengar teguran itu. Rangga menjulurkan tangannya, hendak menyentuh
pundak orang itu. Tapi....
"Heh..."!"
Pendekar Rajawali Sakti terkejut bukan main.
Sama sekali dia tidak merasakan menyentuh sesuatu. Padahal, tangannya jelas-
jelas memegang pundak laki-laki muda yang berusia sebaya dengan-
nya. Sepertinya tangan Rangga menyentuh bayangan saja. Begitu hampa, bagai
angin. Rangga menarik kakinya ke belakang satu tindak. Diperhatikannya orang itu
beberapa saat. "Kisanak...," kembali Rangga menegur serai menyentuh pundak orang itu.
Tetap saja orang itu tidak memperhatikan, dan terus sibuk bekerja mengumpulkan
batu, lalu memasukkannya ke dalam keranjang bambu. Rangga jadi kebingungan.
Didekatinya seorang lagi, dan mencoba menegumya. Namun tetap saja tidak
mendapatkan sambutan. Beberapa orang sudah didekati.
Mereka semua sama saja. Seperti bayangan hidup!
"Apakah mereka bukan manusia" Kenapa tubuhnya tidak tersentuh olehku...?" Rangga
jadi bertanya-tanya sendiri di dalam hati.
Memang, sebenamya mereka adalah pemuda-
pemuda yang pernah menjadi suami Dewi Penguasa Samudera selama satu tahun.
Begitu sudah tidak terpakai lagi, mereka dibunuh. Lalu, mayatnya dilempar ke
dunia fana lagi, di pinggir pantai.
Sedangkan rohnya harus menjadi budak Dewi Penguasa Samudera untuk selama-
lamanya. Perhatian Pendekar Rajawali Sakti kini beralih ke sebuah bangunan batu yang
tidak jauh dari tempatnya berdiri. Bangunan batu itu hanya memiliki satu pintu
pada bagian depan, dan di sekelilingnya terdapat banyak jendela kecil berjeruji
besi. Bangunan itu lebih tepat bila dikatakan sebuah bangunan penjara. Rangga jadi
tertarik untuk mengetahui lebih jelas lagi. Bergegas kakinya diayunkan mendekati
bangunan batu yang lebih mirip penjara itu.
Timbul rasa keheranannya, karena tidak teriihat
ada seorang pun yang menjaga pintu bangunan ini.
Dan memang tidak terlihat adanya penjaga di sekitar tempat ini, seperti layaknya
sebuah istana yang dikelilingi para prajurit penjaga. Dan orang-orang aneh
itu.... Tidak satu pun dari mereka yang memperhatikan Pendekar Rajawali Sakti.
Perlahan Rangga membuka pintu bangunan itu.
Suara berderit dari engsel pintu yang terbuat dari lempengan besi baja itu
terbuka perlahan-lahan.
Keadaan di dalam bangunan itu sangat terang, meskipun tidak satu pun terlihat
adanya penerang disana. "Kosong...," desis Rangga bergumam.
"Apa yang kau cari di sini, Rangga...?"
"Heh..."!"
Rangga tersentak kaget ketika tiba-tiba saja dengar teguran dari arah belakang.
Dan belum Pendekar Rajawali Sakti sempat berpaling, mendadak punggungnya terasa
dihantam keras.
Diegkh! "Akh...!" Rangga terpekik tertahan.
Pendekar Rajawali Sakti terjajar ke dinding bangunan batu ini, namun cepat
menguasai diri dan berbalik. Di depannya kini berdiri seorang pemuda tampan
mengenakan baju indah dari sutra. Di kang pemuda itu berdiri dua orang wanita
tua dan orang laki-laki lanjut usia. Rangga mengenali mereka, karena memang
sudah pernah bertemu sebelumnya.
"Pangeran Argabaja...," desis Rangga seraya natap tajam pemuda yang berusia
sebaya dengannya, Pemuda berwajah tampan berpakaian indah hanya tersenyum saja.
Sementara Rangga menggeser kakinya sedikit ke kanan. Diperhatikannya empat orang
tua di belakang Pangeran Argabaja yang sudah mulai bergerak menyebar.
"Di mana kau sembunyikan Pandan Wangi?" Tanya Rangga langsung, dengan suara
keras. "Tidak ada yang bernama Pandan Wangi di sini Rangga," sahut Pangeran Argabaja.
"Kau pikir aku percaya...?" dengus Rangga sengit
"Kau bisa lihat sendiri di sini. Tidak ada satu wanita yang bernama Pandan
Wangi. Sebaiknya jangan mencari kesulitan, Rangga. Kanjeng Ratu cukup senang
padamu. Kau bisa hidup senang di sini.
Apa saja yang kau inginkan, bisa mudah terlaksana,"
bujuk Pangeran Argabaja.
"Jangan coba-coba membujukku, Argabaja."
"Sayang..., sikapmu itu akan menyulitkan dirimu sendiri, Rangga."
"Aku tidak punya waktu meladenimu! Serahkan saja Pandan Wangi!" bentak Rangga
semakin gusar. Pangeran Argabaja tersenyum lebar. Kepalanya mengegos sedikit ke kanan. Maka dua
orang wanita iua yang selalu mendampinginya, melompat maju.
mendekati Rangga. Tongkat kayu hitam yang berada di dalam genggaman tangan
mereka, tersilang di depan dada. Sedangkan Rangga sudah bisa menyadari, apa yang
bakal terjadi terhadap dirinya.
"Masih ada kesempatan untuk merubah sikap, Rangga. Kanjeng Ratu pasti akan
memaafkan sikapmu," bujuk Pangeran Argabaja lagi. Nada suaranya tetap terdengar
lunak dan lembut.
"Majulah kalian. Aku ingin tahu, sampai di mana kehebatan makhluk-makhluk dasar
samudera!"
tantang Rangga langsung.
Memang tidak ada pilihan lain lagi bagi Pendekar Rajawali Sakti itu. Disadari,
sikap yang lemah akan membuat dirinya semakin tidak berdaya. Dan semua
inii memang sudah diperhitungkan sejak semula.
Yang jelas, segala rintangan harus dihadapi. Hanya satu yang menjadi tujuannya,
mendapatkan kembali Pandan Wangi dalam keadaan selamat.
"Kau memilih jalan yang terburuk, Rangga. Kau akan menyesal telah menantang
kami," ancam Pangeran Argabaja.
Setelah berkata demikain, Pangeran Argabaja menepuk tangannya dua kali. Maka dua
orang wanita tua bersenjata tongkat kayu hitam, berlompatan menyebar ke samping
kanan dan kiri Pendekar Rajawali Sakti. Mereka memutar-mutar tongkatnya dengan
cepat hingga menimbulkan suara angin yang menderu bagai topan. Rangga cepat
menggeser kaki belakang dua tindak. Dirasakan putaran tongkat itu mengandung
hawa panas yang semakin lama semakin terasa menyengat kulit
"Hep...!"
Cepat Pendekar Rajawali Sakti menahan napas lalu memindahkan jalan pernapasan
dari hidung pusar di perutnya. Langsung terasa kalau putaran tongkat berhawa
panas itu mengandung racun yang dapat membuat kesadarannya menghilang. Racun itu
memang tidak berbahaya, tapi dapat membuat daya pikirnya hilang. Dengan cara
memindahkan pernapasan, sangat kecil kemungkinan bisa terpengaruh racun itu.
Trak! Tiba-tiba saja kedua wanita tua yang dikenal Rangga bernama 'Nyai Amoksa dan
Nyai Sutirani menghentakkan tongkat secara bersamaan ke tanah berbatu. Tampak
asap kebiru-biruan mengepul pada ujung tongkat kayu berwarna hitam itu. Dan
secepat kilat, secara bersamaan mereka beriompatan menye-
rang. Rangga cepat menarik tubuh ke belakang. Dan secepat itu pula, kedua tangannya
dihentakkan hingga terentang lebar ke samping dengan lebar.
Kedua kakinya ditekuk kedepan, hingga lututnya hampir menyentuh tanah. Begitu
Nyai Amoksa dan Nyai Sutirani berada di udara, Rangga cepat sekali melesat ke
udara dengan tangan mengembang lebar.
Pendekar Rajawali Sakti mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega', salah
satu jurus ampuh dari rangkaian lima lurus rajawali.
Bet! Bet! Cepat sekali kedua tangan Rangga bergerak mengebut ke arah dua batang tongkat
yang melayang deras mengancam kepalanya. Tak pelak lagi, benturan keras pun
terjadi. Akibatnya, terjadilah ledakan dahsyat lenggelegar. Rangga melentingkan
tubuhnya lebih tinggi ke udara. Setelah berputaran beberapa kali, kemudian
jurusnya cepat dirubah menjadi 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa.
"Hiyaaa...!"
Jurus ini memang tidak mungkin digunakan untuk menyerang dua lawan sekaligus.
Dan Rangga memilih Nyai Sutirani yang berada paling dekat dengannya.
Kedua kaki Pendekar Rajawali Sakti bergerak cepat bagai berputar, mengincar
kepala Nyai Sutirani namun wanita tua itu cepat sekali mengegoskan kepalanya,
menghindari incaran kaki pemuda berbaju rompi putih ini. Dan tanpa diduga sama
sekali, tongkatnya dikebutkan ke atas.
Bet' "Uts! Yeaaah...!"
Rangga cepat melentingkan tubuh, lalu berputaran di udara. Tindakan ini diambil
untuk menghindari sabetan tongkat wanita tua itu. Ringan sekali kakinya mendarat
kembali di tanah berbatu, sekitar dua tombak jauhnya dari Nyai Sutirani. Namun
belum juga Pendekar Rajawali Sakti bisa menarik napas lega, Nyai Amoksa sudah
kembali menyerang cepat luar biasa.
"Hiyaaat..!"
"Hup! Yeaaah...!"
*** Rangga cepat mengegoskan tubuh, menghindari tusukan ujung tongkat kayu hitam
yang runcing itu.
Dan begitu terhindar dari ancaman maut itu, dengan cepat sekali tangan kanannya
bergerak mengibas ke lambung Nyai Amoksa. Begitu cepatnya serangan balasan yang
dilakukarmya, sehingga Nyai Amoksa tidak sempat lagi menghindar.
Begkh! "Akh...!" Nyai Amoksa memekik tertahan. Wanita tua itu terhuyung-huyung ke
belakang sambil mendekap lambungnya yang terkena sodokan tangan Pendekar
Rajawali Sakti. Sedangkan Rangga cepat melompat ke belakang sejauh tiga tindak,
Hatinya agak terkejut juga melihat Nyai Amoksa bisa cepat menguasai diri, dan
kembali berdiri tegak. Padahal tadi todokannya mengandung pengerahan tenaga
dalam penuh. Dan biasanya, jika orang yang terkena sodokannya, perut lawan akan
terburai pecah. Tapi Nyai Amoksa sama sekali tidak mengalami luka sedikit pun
luga. Bahkan malah tersenyum dengan mata berbinar.
Belum lagi hilang rasa keterkejutan Pendekar Rajawali Sakti, mendadak saja dari
arah lain datang serangan yang dilancarkan Nyai Sutirani. Wanita tua ini
melompat cepat bagai kilat seraya mengibaskan tongkat ke arah dada Rangga. Namun
pemuda berbaju rompi putih itu manis sekali dapat meng-hindarinya. Tubuhnya
ditarik sedikit ke samping, dan tangannya cepat bergerak menangkis tongkat itu.
Tak! Rangga cepat melompat mundur begitu dapat menghindari serangan yang begitu cepat
dan tidak terduga sama sekali. Namun hatinya jadi terkejut, karena Nyai Sutirani
bisa berbalik cepat tanpa menyentuh tanah sedikit pun. Wanita tua itu kembali
melakukan serangan gencar. Sabetan dan tusukan tongkatnya Segitu cepat dan
keras. Dan setiap gerakan tongkatnya, mengandung hawa panas menyengat kulit.
Rangga agak kewalahan juga menghadapi
serangan-serangan yang dilancarkan Nyai Sutirani.
Dan Pendekar Rajawali Sakti semakin kelabakan, begitu Nyai Amoksa ikut
menyerang. Hal ini membuatnya harus berjumpalitan menghindari serangan-serangan
yang datang bagai gelombang itu.
"Hhh! Aku tidak mungkin menghadapi mereka dengan tangan kosong. Terlalu
berbahaya...," Rangga dalam hati.
Menyadari kalau jurus-jurus yang dimiliki wanita tua itu sangat dahsyat, Rangga
cepat melentingkan tubuh ke udara. Setelah beberapa kali berputaran, lalu manis
sekali kakinya mendarat di atas sebongkah batu yang cukup besar. Cepat-cepat
pedangnya yang tersampir di punggung ditarik.
Sret! Cring...! *** 5 Seketika itu juga, cahaya biru terang menyemburat menyilaukan mata ketika Rangga
mencabut pedangnya. Nyai Amoksa dan Nyai Sutirani seketika melompat mundur. Mata
mereka terbeliak, dan mulut ternganga melihat pamor pedang di tangan Rangga yang
begitu luar biasa dahsyatnya. Bukan hanya kedua wanita tua itu saja yang
terkejut melihat pedang di tangan Kangga. Bahkan Pangeran Argabaja dan dua orang
laki-laki tua yang masih mendampingi di sampingnya ikut ternganga melihat pamor
pedang itu. Mereka seakan-akan tidak percaya dengan apa yang disaksikannya.
Mereka bagaikan melihat sosok dewa yang baru turun dari kahyangan.
"Ayo! Maju kalian semua jika ingin merasakan tajamnya pedangku!" bentak Rangga
menantang. Pendekar Rajawali Sakti sudah tidak dapat lagi menahan kesabarannya, karena


Pendekar Rajawali Sakti 51 Tumbal Penguasa Samudera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar-benar merasa dipermainkan dan dianggap rendah. Sebenarnya bukan itu saja
persoalannya. Kemarahannya timbul karena mereka sama sekali tidak mau mengakui
kalau telah menculik Pandan Wangi. Padahal Rangga melihat dengan mata kepala
sendiri kalau mereka telah membawa Pandan Wangi, masuk ke dalam laut setelah
mengurung dirinya di sebuah tempat di dalam tanah.
Dan kini, lima orang itu malah melangkah mundur perlahan. Empat orang tua itu
berdiri berjajar mengapit Pangeran Argabaja. Sikap mereka benar-benar seperti
melindungi pemuda tampan ini.
Sementara Rangga sudah menyilangkan pedang di depan dada. Pandangan matanya
menyorot tajam, seakan-akan hendak menelan kelima orang yang berdiri di depannya
bulat-bulat. "Kanjeng Pangeran, sebaiknya hal ini diberitahu-kan pada Kanjeng Ratu," bisik Ki
Sundrata pelan.
"Benar, Kanjeng Pangeran. Tidak mungkin kita bisa menangkapnya. Pedang pusaka
itu berbahaya sekali,"
sambung Ki Pulung.
"Baiklah, akan kuberitahukan pada Kanjeng Ratu.
Dan sementara aku pergi, kalian tetap berusaha menahannya di sini," ujar
Pangeran Argabaja.
"Akan kami usahakan, Kanjeng Pangeran," jawab Ki Sundrata.
Pangeran Argabaja bergegas memutar tubuhnya, lalu berlari kencang meninggalkan
tempat itu. Rangga yang melihat pangeran muda itu hendak pergi, tidak ingin
membiarkan begitu saja. Karena Pendekar Rajawali Sakti telah memastikan kalau
Pangeran Argabajalah yang harus bertanggung jawab atas hilangnya Pandan Wangi.
"Jangan lari kau! Hiyaaa...!"
Begitu Rangga melompat hendak mengejar
Pangeran Argabaja, secepat kilat empat orang tua Ianjut usia melesat menghadang
Pendekar Rajawali Sakti. Hampir bersamaan, mereka mengibaskan tongkat ke arah
Pendekar Rajawali Sakti yang melayang di udara
"Pengecut..! Uts!"
Rangga jadi geram setengah mati atas sikap empat orang tua yang menghadangnya.
Kalau saja Pendekar Rajawali Sakti tidak segera melentingkan tubuh ke belakang,
pasti ujung-ujung tongkat runcing itu merobek tubuhnya. Dua kali pemuda berbaju
rompi putih itu berputaran di udara, lalu manis sekali mendarat di tanah
berbatu, sejauh tiga batang tombak dari empat orang tua itu.
"Jangan biarkan dia keluar dari sini...!" seru Ki Sundrata.
Belum lagi hilang suara laki-laki tua itu, tiga orang tua lainnya segera
berlompatan mengepung Rangga.
Mereka bergerak berputar sambil mengayun-ayunkan tongkat, mengelilingi Pendekar
Rajawali Sakti.
Mereka seakan-akan membentuk rantai hidup yang mengurung pemuda berbaju rompi
putih ini. "Kalian pikir bisa mencegahku dengan cara begitu, heh"!" dengus Rangga sengit.
"Tahan ini...! Hiyaaat..!"
Bagaikan kilat, Pendekar Rajawali Sakti melesat ke depan. Seketika pedangnya
dikebutkan kuat-kuat disertai pengerahan tenaga dalam sempurna. Begitu
sempurnanya tenaga dalam yang dikeluarkan Pendekar Rajawali Sakti, sampai-sampai
membuat deru angin bagaikan topan yang siap menghancurkan daerah berbatu ini.
Glarrr...! Ledakan keras terdengar menggelegar begitu mata pedang Rangga menghantam
sebongkah batu yang sangat besar. Seketika bayangan lingkaran yang mengelilingi
Pendekar Rajawali Sakti mendadak saja lenyap. Tampak empat orang tua yang
berputaran megelilingi pemuda itu berpentalan ke belakang sambil memekik keras
tertahan. "Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja Rangga melesat cepat meninggalkan tempat itu. Pada saat yang
sama, keempat orang tua yang bergelimpangan telah bisa bangkit berdiri.
Mereka bergegas hendak mengejar. Namun mendadak saja....
"Tahan...!"
Empat orang lanjut usia itu tidak jadi mengejar.
Tubuh mereka diputar, dan langsung berlutut begitu melihat seorang wanita cantik
berbaju biru muda tahu-tahu sudah berada di tempat berbatu ini. Di samping
wanita cantik itu berdiri Pangeran Argabaja.
"Bangunlah kalian," ujar wanita cantik yang ternyata Dewi Penguasa Samudera.
"Maafkan kami, Kanjeng Ratu. Kami tidak sanggup menahan pemuda itu lebih lama
lagi," ucap Ki Sundrata mewakili yang lainnya.
"Dia memang bukan lawan kalian. Berdirilah," ujar Dewi Penguasa Samudera,
lembut. Keempat orang tua itu bangkit berdiri. Kembali nereka memberi sembah dengan
merapatkan kedua telapak tangan di depan hidung, kemudian menying-kir agak ke
tepi. Sementara Dewi Penguasa Sam memandang lurus ke arah kepergian Rangga tadi.
"Pergilah. Masih banyak yang harus kalian kerjakan," ujar Dewi Penguasa Samudera
lagi. Tanpa membantah sedikit pun, keempat orang itu segera meninggalkan tempat
berbatu ini, memberi sembah penghormatan sekali lagi. Sementara Pangeran
Argabaja masih tetap mendampingi cantik itu di sampingnya.
"Bagaimana, Kanjeng Ratu..." Apakah Kanjeng Ratu tetap tidak ingin
melenyapkannya?" Tanya Pangeran Argabaja setelah empat orang tua pengawal tidak
terlihat lagi. "Apa kau tidak bisa menghilangkan sebutan itu, Argabaja"!" dengus Dewi Penguasa
Samudera tanpa menjawab pertanyaan pemuda di sampingnya.
"Maaf, Kanda Dewi," ucap Pangeran Argabaja.
"Itu lebih baik, Argabaja. Bagaimanapun juga, kau adalah adikku. Dan aku tidak
suka kalau kau tetap
memanggilku Kanjeng Ratu. Aku masih bisa menerima jika di depan orang lain."
"Akan kuingat, Kanda Dewi."
Dewi Penguasa Samudera diam membisu.
Pandangannya tetap tidak beralih ke arah kepergian Rangga. Sedangkan Pangeran
Argabaja ikut terdiam.
Dia menyesal, karena lupa menyebut wanita cantik ini dengan panggilan Kanjeng
Ratu. Dan memang, Dewi Penguasa Samudera selalu menganggap Argabaja adiknya. Padahal
di antara mereka tidak ada turunan darah sama sekali. Hanya saja Argabaja tidak
ingin mengecewakan wanita cantik ini. Dan dia tahu, apa akibatnya jika menolak.
Keinginan wanita ini. Baginya, tidak ada persoalan sama sekali bila dianggap
adik. Malahan, dia memiliki kekuasaan di daerah ini, meskipun segala yang
dilakukannya harus setahu dan disetujui Dewi Penguasa Samudera. Namun dalam
beberapa hal, wanita ini membebaskan Argabaja bertindak, sebatas tidak merugikan
dan mengancam keutuhan kerajaan dasar samudera ini.
"Hm... Dia memang membawa pedang pusaka itu,"
nada suara Dewi Penguasa Samudera terdengar bergumam, seakan-akan bicara pada
dirinya sendiri.
Tapi apakah mungkin dia jelmaan Pendekar Rajawali"
Rasanya tidak mungkin dia itu...., ah! Meskipun Rangga berjuluk Pendekar
Rajawali Sakti, dan sekarang sudah berada di sini, rasanya tidak mirip
dengan...."
"Kanda Dewi masih saja suka mengenang masa lalu. Apakah masa lalu tidak bisa
dilupakan?" potong Argabaja cepat
Dewi Penguasa Samudera hanya tersenyum saja.
Dia tahu kalau adiknya ini tidak pernah menyukai
kenangan masa lalu. Sering Argabaja menasihatkan agar dia melupakan masa lalu.
Tapi bagi Dewi Penguasa Samudera, masa lalu merupakan
kenangan yang tidak bisa dilupakan. Memang mudah untuk bicara, tapi rasanya
sukar melupakan kenangannya bersama Pendekar Rajawali.
Kenangan yang begitu berkesan dan manis, tapi juga menyakitkan hati. Hingga
kini, rasa sakit itu masih tetap membekas. Bahkan berkembang menjadi sebuah
dendam yang tidak pernah pupus selama jiwanya masih hidup. Hal ini sudah
berlangsung puluhan tahun lamanya. Bahkan sudah mencapai seratus tahun lebih
namun tetap saja tidak bisa terlupakan begitu saja. Dan di hatinya telah timbul
suatu tekad yang berasal dari rasa sakit hati.
Kemudian rasa sakit hati berkembang menjadi dendam yang hanya dirinya saja yang
tahu. Bahkan Argabaja sendiri tidak tahu, apa yang terkandung di balik dinding
hati wanita cantik ini.
"Ayo kita ke sana, Argabaja," ajak Dewi Penguasa Samudera, setelah bisa
melupakan kenangan lalunya.
"Ke mana?" Tanya Argabaja.
"Kita temui Pendekar Rajawali Sakti. Aku tahu di mana dia sekarang berada,"
sahut Dewi Penguasa Samudera.
Argabaja tidak bisa membantah. Diturutinya saja keinginan wanita cantik yang
entah sudah berapa puluh tahun usianya, tapi masih saja kelihatan cantik bagai
gadis remaja berusia tujuh belasan tahun.
Mereka kemudian berjalan bersisian, namun tapak kaki sama sekali tidak menyentuh
tanah. Mereka bagaikan berjalan di atas angin saja.
*** Sementara itu, Rangga kini sudah berada di sebuah hutan yang tidak begitu lebat
Dia berhenti berlari di bawah sebatang pohon yang sangat besar dan rimbun
daunnya. Pendekar Rajawali Sakti menghempaskan tubuhnya di atas akar yang
menyembul keluar dari dalam tanah. Disekanya keringat yang membanjiri wajah dan
leher. Entah sudah berapa lama dia berlari, tapi tidak juga menemukan apa yang
dicarinya. "Hhh..., daerah ini begitu luas. Aku tidak tahu lagi, ke mana harus mencari
Pandan Wangi. Apakah aku harus kembali ke istana itu lagi...?" Rangga berbicara
pada dirinya sendiri.
Pandangan Pendekar Rajawali Sakti beredar ke sekeliling. Dan mendadak saja
dirasakan ada sesuatu yang janggal di hutan ini. Tidak ada suara sama sekali.
Bahkan suara burung atau serangga pun tidak terdengar. Udara di hutan ini begitu
sejuk, tapi sama sekali tidak terasa adanya hembusan angin.
Perlahan-lahan Kangga bangkit berdiri. Sikapnya langsung waspada. Perasaannya
mengatakan, kalau ada bahaya yang ngancam dirinya.
Dan belum lagi dapat berpikir panjang, mendadak saja....
"Heh..."!"
Akar pohon yang tadi didudukinya tiba-tiba menjadi hidup, dan langsung menjalar
cepat membelit kakinya. Rangga tersentak kaget. Cepat dia mencoba melepaskan
belitan akar itu. Namun belum juga berhasil melepaskan belitan akar itu, pohon-
pohon disekitarnya mendadak saja bergerak hidup. Ranting ranting pohon menjulur
hendak menangkap Pendel
Rajawali Sakti.
"Apa ini..." Kenapa mereka jadi hidup...?"
Rangga tidak sempat lagi berpikir terlalu jauh.
Cepat-cepat kekuatan tenaga dalamnya dipusatka Lalu dengan keras sekali akar
yang membelit kakinya dihantam. Seketika akar itu hancur remuk. Cepat-cepat
Pendekar Rajawali Sakti melompat mundur.
Namun belum juga sempat menarik napas lega, belakangnya menjulur sebatang pohon
bambu. Langsung dibelitnya pinggang pemuda itu.
"Hih! Yeaaah...!"
Cepat Rangga memberikan tebasan tangan kiri pada pohon bambu yang hidup dan
membelit pinggangnya. Batang pohon bambu itu patah, bagaikan ditebas sebilah
golok tajam. Rangga bergegas melompat kembali, dan cepat berlari menjauhi tempat
itu. Namun belum juga berlari jauh, pepohonan di sekitarnya bergerak merapat,
seperti hendak mengurungnya hutan ini. Rangga semakin kebingungan dan tidak
mengerti. Dia berhenti berlari.
Dipandanginya pohon pohon yang terus bergerak perlahan mendekati.
"Benar-benar tempat siluman...! Hhh.... Apa yang harus kulakukan sekarang...?"
Rangga terus memutar otaknya, mencari keluar dari kepungan pepohonan yang
bergerak hidup ini.
Rasanya memang tidak ada jalan untuk bisa meloloskan diri, kecuali.... Pendekar
Rajawali Sakti men-dongakkan kepala ke atas.
"Oh! Kalau saja Rajawali Putih bisa men-dengarku...," bisik Rangga dalam hati.
Namun Pendekar Rajawali Sakti itu tidak ingin banyak berharap dapat pertolongan
dari burung rajawali raksasa sahabatnya. Disadari kalau saat ini
berada di alam lain daerah siluman, di dasar laut Tidak mungkin Rajawali Putih
bisa mendengar, meskipun memanggilnya dengan siulan sakti. Rangga terus berpikir
keras, mencari jalan keluar. Sementara pohon-pohon di sekitarnya terus bergerak
semakin dekat. "Khraaaghk...!"
"Heh..."!"
Hampir saja jantung Pendekar Rajawali Sakti copot, ketika tiba-tiba saja
terdengar suara nyaring begitu keras dan agak serak. Suara itu demikian jelas
terdengar memecah angkasa, dan sangat dikenali Rangga. Hampir dia tidak percaya
terhadap pen-dengarannya, dan menganggap itu hanya khayalannya saja. Tapi ketika
melihat ada bayangan besar di atas kepalanya, hatinya langsung gembira.
Kepalanya didongakkan ke atas, dan melihat Rajawali Putih melayang-layang di
atas kepalanya. Begitu besar dan gagah sekali.
"Khraghk...!"
"Rajawali Putih! Cepat ke sini...!" teriak Rangga kencang.
"Khraaaghk...!"
Tapi burung raksasa itu seperti tidak mendengar seruannya. Burung itu tetap
melayang-layang berputaran di atas kepala pemuda itu. Hal ini membuat Rangga
jadi keheranan atas sikap Rajawali Putih Kembali Pendekar Rajawali Sakti
memanggil dan meminta Rajawali Putih turun mengambilnya. Namun tetap saja burung
rajawali raksasa itu, tidak mendengarkan.
"Hm.... Kenapa dia tidak mau turun" Apa Karena po..."
Gumaman Rangga terhenti mendadak. Hatinya
terkejut, karena di sekitarnya tidak ada lagi pepohonan yang hidup mengepungnya.
Semua pohon di sekelilingnya tampak diam tak bergerak sedikit pun. Rangga jadi
tertegun, semakin tidak mengerti atas semua kejadian yang dialaminya. Begitu
aneh dan sukar diterima akal sehat manusia. Pendekar Rajawali Sakti kembali
mendongak ke atas. Tampak Rajawali Putih masih tetap melayang-layang di atas
kepalanya. "Ha ha ha...!"
"Hei..."!"
Lagi-lagi Rangga tersentak kaget ketika tiba-tiba saja terdengar tawa keras
menggelegar dan menggema. Seakan-akan suara itu datang dari segala penjuru mata
angin. Dari suaranya, Rangga sudah dapat memastikan kalau pemilik suara itu
adalah wanita. Tapi siapa..." Dan di mana pemilik suara tawa yang menggema itu"
Belum juga Rangga mendapatkan jawabannya, mendadak saja....
Slap...! *** 6 "Uts! Yeaaah...!"
Cepat sekali Rangga melompat ke samping begitu tiba-tiba dari depannya meluncur
sebuah bayangan biru muda. Dua kali Pendekar Rajawali Sakti berjumpalitan di
udara, lalu manis sekali menjejakkan kakinya di tanah. Dan kini, hampir dia
tidak percaya dengan apa yang disaksikannya. Di depannya kini berdiri seorang
gadis cantik, mengenakan baju ketat berwarna biru muda. Di punggungnya tersembul
sebuah gagang pedang berbentuk kepala naga berwama hitam. Pada sabuk kuning
keemasan yang melingkar di pinggangnya, terselip sebuah kipas keperakan yang
ujung-ujungnya runcing bagai mata anak panah.
"Pandan Wangi...," desis Rangga dengan nada suara setengah tidak percaya.
Wajah gadis berbaju biru itu memang Pandan Wangi. Baik bentuk tubuh, pakaian,
maupun senjatanya sdalah milik Pandan Wangi. Hanya saja, gadis itu seperti tidak
mengenali Pendekar Rajawali Sakti. Tatapan matanya kosong dan tajam sekali,
menusuk langsung ke bola mata pemuda tampan di depannya. Bibirnya yang merah
berbentuk indah itu, terkatup rapat Menyiratkan sikap permusuhan.
"Pandan... Kaukah Pandan Wangi...?" Tanya Rangga ragu-ragu.
Dari pengalamannya selama berada di dalam kekuasaan Dewi Penguasa Samudera ini,
Pendekar Rajawali Sakti jadi tidak mudah percaya begitu saja.
Dan kini, Rangga mendongakkan kepala ke atas.
udara sana, masih terlihat Rajawali Putih yang melayang berputaran tepat di
angkasa. Burung rajawali raksasa itu seakan-akan ingin menyaksikan sepasang
kekasih yang kini berhadapan dengan sikap bermusuhan dan saling tidak percaya.
Perhatian Ranga kembali terpusat pada Pandan Wangi.
"Pandan, jawablah. Apakah kau benar-benar Padan Wangi...?" Tanya Rangga ingin
meyakinkan kalau yang ada di depannya adalah Pandan Wangi Atau mungkin hanya
khayalannya saja.
Pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti sama sekali tidak dijawab dengan kata-kata,
tapi malah dijawab dengan serangan cepat dan dahsyat. Rangga tersentak sesaat
Bergegas tubuhnya dimiringkan ke kanan, menghindari pukulan keras bertenaga
dalam tinggi yang dilepaskan Pandan Wangi.
"Pandan, tunggu...!" seru Rangga seraya melompat menjauh.


Pendekar Rajawali Sakti 51 Tumbal Penguasa Samudera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun Pandan Wangi tidak mempedulikan.
Kembali diserangnya Pendekar Rajawali Sakti itu dengan jurus-jurus cepat dan
mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi. Rangga terpaksa harus berjumpalitan,
menghindari serangan-serangan seraya mempergunakan jurus 'Sembilan Langkah
Ajaib'. Satu jurus yai hanya digunakan untuk menghindar, tanpa melakukan
serangan balasan sedikit pun. Kalau ada serangan balasan, itu hanya bersifat
mencari jarak saja. Namun, sama sekali tidak membahayakan lawan. .
Dan rupanya Pandan Wangi mengetahui jurus yang digunakan Rangga. Gadis itu terus
mendesak. Meskipun beberapa kali Rangga melakakan serangan balasan, namun sedikit pun
Pandan Wangi tidak
peduli. Tentu saja hal ini membuat Pendekar Rajawali Sakti jadi semakin ragu-
ragu. Dia menyadari kalau Pandan Wangi tahu persis semua jurus-jurus yang
dimilikinya. Dan setiap melakukan serangan balasan lewat jurus 'Sembilan Langkah
Ajaib', cepat ditarik kembali serangannya. Pendekar Rajawali Sakti tidak ingin
melukai, sebelum yakin benar tentang gadis ini.
"Pandan, hentikan...!" sentak Rangga seraya melompat cepat ke belakang sejauh
dua batang tombak.
Namun Pandan Wangi benar-benar tidak mempedulikan peringatan itu. Bahkan gadis
itu kembali melompat menerjang seraya mencabut senjata yang terselip di
pinggang. Sebuah senjata berbentuk kipas berwarna keperakan.
"Hiyaaat..!"
Bet! "Uts!"
Hampir saja ujung kipas yang berbentuk bagai mata anak panah itu merobek kulit
dada Rangga. Untung saja Pendekar Rajawali Sakti cepat menarik tubuhnya ke belakang. Dan
belum lagi keseimbangan tubuhnya sempat dikuasai, Pandan Wangi sudah melepaskan
satu tendangan lurus yang keras, bertenaga dalam tinggi. Yang dituju adalah
perut pemuda berbaju rompi putih itu.
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat Rangga melentingkan tubuhnya ke
belakang, sehingga tendangan Pandan Wangi tidak mengenai sasaran. Dua kali
Pendekar Rajawali Sakti berputar udara, lalu manis sekali mendarat di tanah,
sejauh dua batang tombak dari Pandan Wangi.
"Hhh! Jurus-jurusnya sama persis dengan ya dimiliki Pandan Wangi. Dia benar-
benar ingin mem-
bunuhku...," keluh Rangga dalam hati.
Saat itu Pandan Wangi sudah kembali bersiap hendak melakukan serangan. Dibukanya
kembangan jurus yang digunakan untuk menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Maka
pemuda berbaju rompi putih itu langsung menyadari, kalau jurus yang dibuka
Pandan Wangi merupakan jurus dahsyat dan tidak bisa dianggap main-main lagi.
"Apa yang harus kulakukan sekarang...?" keluh Rangga dalam hati.
*** "Hiyaaat..!"
Bagai seekor sengala lapar, Pandan Wangi melompat cepat menyerang Rangga.
Senjatanya yang berupa kipas berwama keperakan, berkelebat cepat mengincar
bagian-bagian tubuh yang peka dan mematikan. Rangga yang tahu kalau jurus itu
sangat dahsyat dan tidak bisa dianggap remeh, tidak akan bermain-main lagi.
"Hiyaaa...!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat melesat tinggi ke udara. Dan secepat itu pula,
tubuhnya menukik deras hendak menyambar Pandan Wangi. Gerakannya persis seperti
seekor burung rajawali menyambar mangsanya. Dan memang, Rangga tengah
mengerahkan lurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.
Tapi begitu sasarannya hampir mengena, mendadak saja Rangga cepat membelokkan
sasaran. Pendekar Rajawali Sakti hanya mengibaskan tangannya ke arah dada gadis
itu. Perubahan yang dilakukan begitu cepat, membuat Pandan Wangi tampak kelabakan.
Dan gadis itu terlambat untuk menghindari sodokan tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti itu.
Memang pada saat itu dia sibuk mempertahankan kepalanya yang semula menjadi
incaran serangan Rangga.
Dieghk! "Akh...!" Pandan Wangi terpekik tertahan.
Gadis itu terhuyung-huyung ke belakang sambil memegangi dadanya yang terkena
sodokan tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti. Dan belum juga Pandan Wangi bisa
menguasai keseimbangan tubuhnya, nendadak saja Rangga sudah melompat cepat
Langung dilepaskannya satu totokan tajam ke arah dada dekat tenggorokan gadis
itu. Pandan Wangi benar-benar tidak dapat lagi menghindar, sehingga....
"Ah...!"
Gadis cantik berbaju biru itu langsung jatuh lemas ke tanah berumput ketika
tertotok di bagian dada dekat tenggorokan. Bergegas Rangga menghampiri.
Namun sebelum sempat menyentuh tubuh gadis itu, mendadak saja sebuah bayangan
hijau berkelebat cepat menyambar tubuh Pandan Wangi.
"Hei.."!" Rangga tersentak kaget.
Dan belum lagi hilang rasa keterkejutannya, mendadak saja dari balik pepohonan
bermunculan gadis-gadis muda yang cantik. Mereka semua mengenakan kemben warna
hijau muda sehingga bagian dada dan pundaknya terlihat jelas. Jumlah mereka
cukup banyak. Entah berapa puluh banyak-nya. Dan mereka semua membawa senjata
berupa tombak serta pedang di punggung.
Sementara itu Pandan Wangi sudah lenyap setelah disambar bayangan hijau tadi.
Rangga memutar tubuhnya periahan-lahan, merayapi gadis-gadis cantik yang kini
mengelilinginya. Seluruh hutan ini jadi
penuh oleh gadis cantik berkemben hijau. Mereka bergerak lahan, semakin rapat
mengurung Pendekar Rajawali Sakti. Tak ada celah sedikit pun yang bisa digunan
untuk keluar dari kepungan ini.
Rangga mendongakkan kepala ke atas. Tampak di atas sana seekor burung rajawali
putih raksasa berputar-putar, seakan-akan ingin menjadi saksi atas nasib
Pendekar Rajawali Sakti di sarang Dewi Penguasa Samudera ini. Rangga mengalihkan
perhatiannya pada gadis-gadis cantik yang semakin dekat rapat mengepungnya.
Mereka semua menghunus senjata yang ditujukan ke arah pemuda itu.
"Sebaiknya menyerah saja, Rangga. Tidak ada gunanya melawan," tiba-tiba
terdengar suara keras dan lantang.
Suara itu jelas datang dari atas kepalanya.
Pendekar Rajawali Sakti mendongakkan kepala ke atas. Tapi yang ada di sana
hanyalah seekor burung rajawali aksasa yang sejak, tadi melayang-layang
mengitari tempat ini. Namun begitu mengarahkan pandangan ke ebelah kanan, tampak
di atas sebatang pohon yang cukup tinggi berdiri seorang pemuda berwajah tampan
dan berpakaian sangat indah. Rangga mengenali pemuda itu sebagai Pangeran
Argabaja. Yang membuat mata Pendekar Rajawali Sakti jadi terbeliak, Pangeran Argabaja kini
Pisau Tanduk Hantu 3 Dewa Arak 30 Dalam Cengkeraman Biang Iblis Perempuan Pembawa Maut 1
^