Pencarian

Dewa Racun Hitam 2

Pendekar Rajawali Sakti 106 Dewa Racun Hitam Bagian 2


hanya lewat di samping tubuhnya yang nyaris hancur kalau tak cepat menjatuhkan
diri. Ayunan senjata lawan memang kuat dan menimbulkan desir angin kencang. Sehingga,
mampu membuat lawan bergetar. Pandan Wangi memang menyadari kalau Ki Soma Langit
telah menggunakan seluruh tenaga dalam yang dimiliki untuk menjatuhkan lawan
secepatnya. Tapi tentu saja Pandan Wangi tak mau tinggal diam. Dia terus
bergulingan menghindari sambaran senjata lawan. Kemudian pada satu kesempatan,
tubuhnya melenting sambil melompat tinggi.
"Hiyaaa...!"
"Mampus!"
Ki Soma Langit berusaha membaca, kalau apa yang dilakukan gadis itu adalah
kesempatan baik baginya. Maka tubuhnya langsung melesat menyusul dari belakang,
sambil mengayunkan senjata ke pinggang lawan.
Namun. bukan main kagetnya Ki Soma Langit ketika lawan berbalik sambil
mengayunkan kipas ke arah lehernya. Masih untung gada berdurinya cepat
diayunkan. Trak! Tapi kekuatan senjata lawan ternyata jauh di atas gada berdurinya. Akibatnya,
senjatanya putus menjadi dua bagian. Terpaksa Ki Soma Langit melompat ke bawah
untuk menyelamatkan diri.
"Yeaaa...!"
Pandan Wangi tak berhenti sampai di situ saja. Dalam keadaan begitu, dia terus
mendesak lawan habis-habisan. Kini dalam sekejap saja, keadaan Ki Soma Langit
berubah cepat. Laki-laki dower itu tak mampu mengembangkan jurus-jurusnya untuk balas menyerang, karena sibuk mempertahankan diri.
"Hiyaaa...!"
"Uts!"
Tiba-tiba ujung kipas Pandan Wangi menyambar wajah. Maka cepat-cepat Ki Soma
Langit menundukkan kepala. Tapi kipas itu terus berputar membentuk lingkaran
putih keperakan yang mengurung ruang geraknya. Kedudukannya semakin terjepit
saja dan tak mampu bergerak leluasa.
"Mampuslah kau sekarang!" bentak Pandan Wangi nyaring.
Ki Soma Langit tercekat. Ujung kipas lawan tiba-tiba menyambar ke arah perutnya.
Dan dengan menjatuhkan diri serta bergulingan, laki-laki itu masih mampu
menghindarinya.
Tapi dalam penyelamatan diri, Ki Soma Langit lupa memperhitungkan anggota tubuh
lawan yang lain. Dan kini, dia harus menerima kenyataan pahit. Ki Soma Langit
tak mampu mengelak ketika satu tendangan keras menghantam betis kanannya. Sambil
mengeluh kesakitan, dia masih bisa bergerak terpincang-pincang untuk menghindari
tendangan kaki lawan yang sebelah lagi.
Pandan Wangi agaknya tak ingin memberi kesempatan lawan sedikit untuk bernapas.
Tendangan kaki yang tadi dilepaskan, ternyata hanya sebuah tipuan belaka. Maka
begitu lawan akan bergerak menghindar, ujung kipasnya menderu ke dada kiri.
Begitu cepat serangan itu dilakukan, sehingga membuat Ki Soma Langit terkejut
setengah mati. Tak ada waktu lagi baginya untuk menghindar dari ancaman maut.
"Hiyaaa...!"
*** 5 Pada saat yang gawat bagi Ki Soma Langit, mendadak melesat sesosok tubuh ke arah
Pandan Wangi dengan gerakan cepat bukan main.
"Heh"!"
Gadis itu tersentak kaget. Maka tanpa menoleh lagi kipasnya diayunkan dan
langsung membentur benda keras.
Trakkk! Bersamaan dengan itu, ujung kaki kiri Pandan Wangi menghantam perut Ki Soma
Langit dengan keras.
Diegkh! "Ukh!"
Orang itu kontan memekik kesakitan dengan tubuh terjungkal ke tanah.
Pandan Wangi berdiri tegak memandang ke arah lawan yang baru muncul. Sudah bisa
diduga, siapa orang itu. Dan orang itu memang Ki Rogo Jagat. Memang, mana
mungkin dia akan mendiamkan temannya begitu saja yang bakal celaka di depan
mata" Hal itulah yang membuat Pandan Wangi tidak begitu terkejut.
"Hm... Permainan silatmu boleh juga. Siapa kau sebenarnya" Rasanya, aku pernah
mengenalmu, Nisanak...?" tanya Ki Rogo Jagat dengan suara perlahan. Namun,
matanya memandang rendah pada si Kipas Maut ini.
"Untuk apa kau tahu diriku...?"
"Ha ha ha...! Bocah! Apa kau pikir dirimu sudah hebat dengan mengalahkan
temanku?" ejek Ki Rogo Jagat, menganggap rendah gadis ini.
"Kau boleh maju dan mengujiku," sahut Pandan Wangi dingin.
Pada saat itu juga, Ki Soma Langit sudah bangkit dan mendatangi mereka dengan
wajah gusar. "Ki Rogo Jagat! Jangan seenaknya bicara! Siapa bilang aku sudah
dikalahkannya...?"
"Apa kau ingin mernpermalukan dirimu lagi di depan mereka?" tunjuk Ki Rogo Jagat
kalem, ke arah Ki Tambak Gering dan murid-muridnya.
"Phuih! Siapa bilang aku akan mempermalukan diriku" Akan kuremukan tubuh
perempuan keparat itu!" dengus Ki Soma Langit gusar, sambil melangkah yang
dibuat gagah mendekati Pandan Wangi.
Tapi sebelum tiga langkah berjalan, ujung tongkat Ki Rogo Jagat sudah menghadang
langkah kakinya.
"Hentikan, Soma Langit!"
Ki Soma Langit langsung menghentikan langkahnya. Dipandanginya wajah Ki Rogo
Jagat dengan raut tidak senang. Kemudian dengan kasar ditepiskan tongkat yang
menghadang di depannya.
"Aku tidak peduli! Akan kupecahkan batok kepala bocah ini.'" dengus Ki Soma
Langit sengit. "Sabar, Soma Langit. Aku ingin menjelaskan sesuatu padamu," kata Ki Rogo Jagat
tetap kalem nada suaranya.
"Apa lagi yang akan kau katakan, hah...",'" tanya Ki Soma Langit sambil menoleh
sedikit. "Kau lihat. Kipas baja putih yang tadi digunakannya dan kini terselip di
pinggangnya itu" Apa benda itu tidak mengingatkanmu pada seseorang, Soma
Langit...?"
Ki Soma Langit memandang sekilas pada Pandan Wangi, kemudian kembali berpaling
pada Ki Rogo Jagat dengan raut wajah memancarkan kebingungan. Ki Rogo Jagat
menghela napas pendek, menyadari kalau sahabatnya tidak mengerti akan kata-
katanya tadi. "Soma Langit! Lawanmu itu bukan orang sembarangan. Dialah yang berjuluk si Kipas
Maut" jelas Ki Rogo Jagat langsung.
"Apa..."! Huh! Kebetulan sekali," dengus Ki Soma Langit agak tersentak sedikit.
"Ya, kebetulan.... Menurut berita yang kudengar, dia adalah kekasih Pendekar
Rajawali Sakti. Dan kau harus bersiap-siap berurusan dengannya, Soma Langit"
"Huh! Siapa peduli..." Aku tidak takut walaupun dia kekasihnya raja iblis neraka
sekalipun!" dengus Ki Soma Langit semakin kelihatan garang.
"Baiklah, Soma Langit. Sekarang, anggap saja aku yang mendapat giliran main-main
dengan gadis ini. Bukankah giliranmu tadi sudah...?" ujar Ki Rogo Jagat.
"Kau tidak mengerti, Rogo Jagat! Aku harus memecahkan batok kepala gadis keparat
ini!" sentak Ki Soma Langit.
Mendengar mereka saling cekcok begitu, sebenarnya merupakan keuntungan bagi
Pandan Wangi, maupun Ki Tambak Gering dan murid-muridnya. Tapi, Pandan Wangi
menangkap gejala lain. Agaknya Ki Rogo Jagat yang berusia lebih tua, lebih bisa
bersikap bijaksana daripada sahabatnya. Dari tutur katanya, terlihat kalau dia
tetap menjaga agar tidak terjadi perselisihan di antara mereka.
Tapi Pandan Wangi menjadi tidak sabar melihat kelakuan mereka.
"Hei...! Kenapa kalian malah ribut sendiri.."! Kenapa sungkan-sungkan
meladeniku" Aku tidak keberatan kalau kalian berdua ingin maju bersama. Dengan
begitu, kalian lebih cepat mampus. Maka, tentu saja lebih baik lagi bagi kami!"
bentak gadis itu dengan suara keras menggelegar bagai halilintar membelah
angkasa. "Kurang ajar...! Tutup mulutmu, Bocah!" bentak Ki Soma Langit semakin garang,
dianggap enteng begitu.
Sebaiknya, Ki Rogo Jagat tidak langsung menjawab. Malah kakinya melangkah tenang
mendekati gadis cantik berjuluk si Kipas Maut itu.
"Kau betul-betul ingin cepat mati, Bocah...?" tanya Ki Rogo Jagat dengan nada
agak sinis. "Kalian sendiri yang menginginkan," balas Pandan Wangi tidak kalah ketusnya.
"Baiklah, Bocah. Tahan seranganku. Yeaaah...!"
Ki Rogo Jagat sudah langsung membentak sambil melenting dengan kecepatan yang
sangat tinggi. Saat itu juga, senjatanya diayunkan ke arah si Kipas Maut ini.
"Haiiit..!"
Pandan Wangi yang sudah bisa mengukur ketangguhan lawan, tak sungkan-sungkan
lagi mencabut senjata pamungkasnya. Pedang Naga Geni! Sebilah pedang berwarna
hitam, dengan gagang berbentuk kepala burung yang tersampir di balik
punggungnya. Cring! Gadis itu, langsung saja mengayunkan pedang nya, memapak serangan tongkat Ki
Rogo Jagat. Begitu cepatnya ayunan senjata yang mereka lakukan, sehingga masing-
masing tidak dapat lagi menarik pulang Dan....
Trak! "lkh...!"
"Ukh!"
Pandan Wangi agak kerepotan juga ketika menyadari kalau tongkat lawannya yang
terbuat dari baja itu mampu menandingi pedangnya. Dalam sekejapan mata saja,
bisa dirasakan kalau tenaga dalam lawan sangat tinggi tingkatannya. Bahkan lebih
tinggi dibandingkan Ki Soma Langit. Buktinya telapak tangannya sampai bergetar
kesemutan ketika senjatanya beradu tadi.
Bukan hanya itu saja. Gerakan Ki Rogo Jagat pun sangat cepat. Karena dengan
tiba-tiba, senjatanya sudah kembali menyambar ke arah wajah, leher, dan jantung
dalam waktu yang hampir bersamaan. Sambil berjumpalitan, Pandan Wangi
menghindari serangan-serangan dahsyat mematikan ini.
Belum lagi Pandan Wangi bisa mengimbangi serangan-serangan yang dilancarkan Ki
Rogo Jagat, Ki Soma Langit sudah melesat menyerangnya. Akibatnya, si Kipas Maut
semakin bertambah kerepotan saja. Gadis itu terus berjumpalitan menghindari
serangan-serangan cepat kedua lawannya. Namun di saat Pandan Wangi benar-benar
terdesak, mendadak saja....
"Hm... Sungguh hebat dua orang tokoh kosen mengeroyok seorang gadis...!"
"Heh..."!"
"Hah..."!"
*** Ki Rogo Jagat dan Ki Soma Langit jadi tersetak kaget, dan langsung menghentikan
serangan begitu tiba-tiba terdengar suara yang nyaring bergema. Sementara wajah
Pandan Wangi seketika jadi berseri, begitu melihat seseorang tahu-tahu sudah ada
di tempat ini. "Kakang Rangga...!" teriak Pandan Wangi sambil berlari kecil mendekati pemuda
berbaju rompi putih yang tahu-tahu sudah muncul di tempat ini.
Orang yang baru tiba itu memang Rangga, yang dikenal berjuluk Pendekar Rajawali
Sakti. Pemuda itu lalu berjalan perlahan, menghampiri si Kipas Maut ini.
Kemudian ditatapnya Ki Soma Langit dan Ki Rogo Jagat bergantian dengan sinar
mata tajam, "Hm.. Jadi kau rupanya yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti...?" desis Ki Rogo
Jagat terdengar dingin nada suaranya. Tatapannya juga begitu tajam menyorot
langsung ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti.
"Begitulah orang-orang memanggilku. Dan, kalian berdua adalah tokoh kosen yang
namanya amat terkenal di penjuru mata angin, kini tak lebih dari tukang keroyok
gadis muda...?" suara Rangga juga tidak kalah dingin.
"Phuih! Jangan sembarangan bicara, Bocah! Apa kau pikir aku tidak mampu
memecahkan batok kepala gendakmu itu?" dengus Ki Soma Langit
"Aku percaya. Tapi kau terlalu bodoh. Sehingga, kau lupa kalau dia juga mampu
merobek mulutmu yang kotor, Kisanak...?" balas Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga kelihatan sudah tidak senang pada laki-laki tua itu. Terlebih lagi,
barusan Pandan Wangi dihina begitu rendah. Darahnya seketika jadi bergolak
mendidih. Tapi, Pendekar Rajawali Sakti masih tetap berusaha untuk tetap tenang
dan bersabar. Padahal, sinar matanya terlihat memerah mencorot tajam.
"Ha ha ha...! Apa kau pikir dia punya derajat untuk main-main denganku, heh..."!
Pendekar Rajawali Sakti, sudah lama aku mendengar nama besarmu. Dan julukanmu
membuat tanganku sering gatal ingin merasakan pelajaran darimu. Rasanya. kau
lebih pantas berhadapan denganku daripada gendakmu itu!"
"Hm... Kalau kau memang menginginkan, siapa yang bisa menolak kehormatan ini"
Silakan, Kisanak," sambut Rangga, langsung saja.
Sengaja Pendekar Rajawali Sakti menyambut tantangan dengan kata-kata bernada
dingin. Hatinya memang sudah muak melihat tingkah kedua orang tua ini. Mekipun
tidak bisa dipastikan bakal bisa dijatuhkan, tapi paling tidak Pandan Wangi akan
berjuang sekuat tenaga untuk bisa mengalahkan lawannya. Dan tampaknya, hal itu
bukan pekerjaan mudah. Yang jelas Pendekar Rajawali Sakti hanya tidak ingin
Pandan Wangi celaka dan terluka.
"He, Kipas Maut! Aku belum kalah!" teriak Ki Soma Langit penasaran, karena belum
juga bisa melampiaskan rasa geramnya pada gadis cantik yang berjuluk si Kipas
Maut ini. "Kau boleh maju, Kisanak!" sambut Pandan Wangi dingin.
Rangga berpaling sekilas. Dan ketika melihat Pandan Wangi begitu yakin bisa
mengatasi lawannya, pemuda itu jadi tersenyum. Kembali perhatiannya dialihkan
pada Ki Rogo Jagat.
"Silakan, Kisanak. Kau boleh mulai lebih dulu," ujar Rangga memberi tawaran,
disertai senyum kecil.
"Phuih!"
Ki Rogo Jagat menyemburkan ludahnya sedikit. Perlahan kakinya digeser ke kanan.
Sorot matanya terlihat begitu tajam. Sementara, Rangga tidak bergeming sedikit
pun. Diperhatikannya setiap gerak laki-laki tua ini. Sementara, Ki Tambak Gering
dan murid-muridnya yang sejak kedatangan Pendekar Rajawali Sakti, tidak lagi
merasa cemas. Mereka merasa yakin kalau kedua pendekar muda itu pasti mampu
mengatasi kesombongan kedua lawannya.
"Hup! Hiyaaa...!"
Sambil membentak nyaring, Ki Rogo Jagat melompat menerjang Pendekar Rajawali
Sakti. Langsung tongkatnya dikebutkan ke arah kepala pemuda berbaju rompi putih
ini, dengan pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Hup!"
Namun dengan gerakan manis sekali, Rangga bisa menghindarkan serangan dahsyat
laki-laki tua ini. Ki Rogo Jagat memang belum pernah bertemu langsung dengan
Pendekar Rajawali Sakti. Tapi dari cerita-cerita yang sering kali didengamya,
pemuda itu memang tidak bisa dipandang enteng. Untuk itulah dia tidak mau
gegabah. Bahkan sudah langsung menyerang dengan pengerahan seluruh kemampuan
yang dimilikinya.
Tapi memang lawannya kali ini bukanlah lawan sembarangan. Dengan gerakan-gerakan
jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' yang sangat lincah dan ringan, Rangga mudah
sekali bisa menghindan serangan-serangan Ki Rogo Jagat. Dan sejauh ini, belum
ada satu serangan pun yang mampu mendesaknya. Keadaan ini tentu saja membuat Ki
Rogo Jagat jadi semakin gusar saja. Gerahamnya digertakkan menahan geram. Lalu
begitu cepat tongkatnya berputar, hingga langsung menyambar ke arah leher dan
dada Pendekar Rajawali Sakti.
"Hih! Yeaaah...!"
"Upts!"
Hampir kibasan tongkat Ki Rogo Jagat menghujam ke dada. Untung saja Rangga
cepat-cepat meliukkan tubuhnya menghindar. Dan saat itu juga...
"Jebol...!" teriak Ki Rogo Jagat tiba-tiba, dengan suara keras mengejutkan.
Rangga jadi kaget juga. Cepat-cepat tubuhnya meliuk menghindari sodokan tangan
kiri laki-laki tua ini. Pendekar Rajawali Sakti lalu cepat melompat ke atas
sambil melepaskan satu tendangan keras, disertai pengerahan tenaga dalam
sempurna. Sementara Ki Rogo Jagat segera menyambutnya dengan ayunan tongkat yang cepat.
Namun dengan hanya mengangkat sedikit kaki, tongkat itu hanya menyapu angin
saja. Dan dengan gerakan mengagumkan satu kepalan tangan Pendekar Rajawali Sakti
melesat cepat ke arah dada dari bawah. Ki Rogo Jagat jadi tersetak setengah
mati. Buru-buru dia melompat ke belakang sambil mengibaskan tongkatnya.
"Huh!" dengus Rangga pendek.
Pendekar Rajawali Sakti cepat berputar untuk menghindari kibasan tongkat laki-
laki tua ini Kemudian tubuhnya berjumpalitan mengejar, sambil melepaskan satu
pukulan keras bertenaga dalam sempurna, hingga menimbulkan desir angin kencang
bagai badai. "Yeaaah...!"


Pendekar Rajawali Sakti 106 Dewa Racun Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wutt! "Haiilt..!"
Begitu Ki Rogo Jagat bisa menghindari pukulannya, Rangga cepat melompat ke
samping. Kemudian tubuhnya cepat berbalik sambil menghantamkan satu pukulan
sangat keras ke bahu kanan laki-laki tua ini. Sementara, Ki Rogo Jagat sudah
cepat pula langsung mengibaskan tongkatnya.
Tapi sungguh tidak diduga sama sekali, kalau hal itu hanya tipuan belaka. Karena
mendadak saja, Rangga sudah melesat dengan gerakan menyamping. Langsung
disambamya dada Ki Rogo Jagat dengan satu tendangan menggeledek yang sangat
keras luar biasa, mengandung pengerahan tenaga dalam sempurna. Begitu cepatnya
tendangan yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti itu, sehingga....
Duk! "Akh!"
Ki Rogo Jagat jadi terpekik tertahan. Namun dengan cepat tubuhnya diputar.
Langsung saja tongkatnya diayunkan untuk menyambar tubuh Pendekar Rajawali
Sakti. Tapi belum juga tongkat itu melayang, tangan kiri Rangga sudah menghantam
pergelangan tangannya. Akibatnya, tulang pergelangan tangan Ki Rogo Jagat jadi
berderak remuk, dan tongkatnya terpental jatuh entah ke mana. Ki Rogo Jagat
menjerit keras melengking dengan tubuh terjungkal ke belakang.
Bruk! Keras sekali tubuh laki-laki tua itu membentur tanah
*** Rangga berdiri tegak memperhatikan Ki Rogo Jagat yang telentang di tanah, dan
berusaha cepat bangkit.
"Setan keparat!" maki Ki Rogo Jagat berang. Bola mata laki-laki tua itu mendelik
lebar, memancarkan sorot mata memerah yang begitu tajam seakan hendak menembus
langsung ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti. Meskipun dengan bibir meringis
menahan sakit, dia berusaha keras menahannya. Pukulan yang tadi dilancarkan
Rangga memang menghasilkan luka dalam yang cukup parah di dada sebelah kanan.
Namun sebagai tokoh yang berilmu tinggi, tentu saja Ki Rogo Jagat tidak ingin
lawannya mengetahui.
"Kisanak! Pergilah kau dari sini. Dan, sudahi persoalan ini," kata Rangga kalem.
"Keparat! Kau pikir dirimu sudah terlalu hebat, berani berkata begitu padaku,
heh..."!" bentak Ki Rogo Jagat sengit.
Rangga hanya tersenyum kecil.
'Terserah apa katamu, Kisanak. Tapi kalau kau masih keras kepala juga,
kuperingatkan kalau aku pun bisa bertindak lebih kejam lagi," tegas Rangga.
"Phuih! Jangan dikira aku takut, Bocah!"
Sambil membentak garang, Ki Rogo Jagat kembali melompat menyerang dengan
kecepatan tinggi sekali. Sedangkan Rangga tetap berdiri tegak, menanti serangan.
"Hiyaaat..!"
Pendekar Rajawali Sakti melompat ke atas sambil membuka jurus 'Rajawali Menukik
Menyambar Mangsa'. Tubuhnya berputaran cepat di udara. Lalu dengan kecepatan
sukar diikuti mata biasa, kedua kakinya berputaran. Akibatnya. Ki Rogo Jagat
jadi kelabakan. Dan pada saat yang tepat, kaki kanan Pendekar Rajawali Sakti
menghentak cepat ke arah batok kepala Ki Rogo Jagat.
Bet! "Heh..."!"
Ki Rogo Jagat kaget setengah mati. Tendangan Rangga yang begitu kuat, cepat-
cepat dihindari dengan merundukkan kepala. Namun dia benarbenar terkejut.
Karena, tendangan itu menimbulkan desir angin yang begitu kuat, sehingga membuat
tubuhnya jadi limbung. Dan saat itu juga..
"Hih!"
Belum lagi hilang rasa terkejutnya, mendadak saja kepalan tangan Rangga sudah
kembali melesat cepat ke arah dada. Akibatnya, Ki Rogo Jagat jadi kelabakan
menghindarinya. Cepat-cepat tubuhnya mengegos ke kiri, sambil menangkis dengan
tangan kanan yang sudah patah tulang pergelangannya. Dan pada saat itu pula,
kepalan tangan kirinya menghantam ke wajah Pendekar Rajawali Sakti. Namun cepat
sekali Rangga sudah membuang diri ke kanan sambil mengayunkan kakinya.
"Yeaaah...!"
Plak! Diegkh! "Aaakh...!"
Ki Rogo Jagat jadi menjerit keras, begitu kaki Pendekar Rajawali Sakti
menghantam pelipisnya. Seketika itu juga, tubuhnya terjungkal sambil terus
bergulingan di tanah. Dan saat itu pula Rangga sudah melesat cepat sambil
melepaskan satu tendangan keras luar biasa.
"Setan! Hup...!" Ki Rogo Jagat mengumpat di dalam hati. Cepat-cepat tubuhnya melenting ke udara.
Namun tindakannya justru membawa bencana bagi dirinya sendiri. Dengan satu
sentakan yang sangat kuat, lutut kanan Rangga menghantam perutnya. Akibatnya, Ki
Rogo Jagat kembali terpekik dan terpentat deras ke belakang.
Bruk! "Aaakh...!"
Keras sekali tubuh Ki Rogo Jagat menghantam tanah. Seketika itu juga, darah
muncrat keluar dari mulutnya. Tendangan Rangga memang bukan main kerasnya,
hingga Ki Rogo Jagat hanya sempat berkelojotan sedikit. Kemudian tubuhnya
mengejang kaku, dan diam tidak bergerak-gerak lagi. Rahangnya yang bekas terkena
hantaman lutut kanan Pendekar Rajawali Sakti itu terlihat remuk.
"Ki...! Dia..., dia mati...!" teriak salah seorang murid Padepokan Gagak
Lumayung yang berada tidak jauh dari jatuhnya Ki Rogo Jagat.
Semetara, Rangga hanya diam saja. Matanya hanya memandang ke arah pertarungan
yang berlangsung antara Pandan Wangi dan Ki Soma Langit. Sekilas saja Pendekar
Rajawali Sakti sudah dapat melihat kalau Ki Soma Langit sudah terdesak dengan
serangan-serangan Pedang Naga Geni yang berada di tangan kanan Pandan Wangi.
Apalagi, melihat temannya sudah mati. Akibatnya, Ki Soma Langit jadi gentar
juga. Kegentaran itu tampaknya cepat diketahui Pandan Wangi. Sehingga gadis itu
semakin memperhebat serangannya. Dan pada saat yang tepat..
"Hiyaaat..!"
Bet Cras! "Aaakh...!"
Dalam satu kesempatan yang tepat ujung pedang Pandan Wangi berhasil menyambar
pinggang laki-laki tua ini. Ki Soma Langit kontan menjerit kesakitan, namun
masih sempat berdiri dan melompat dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Langsung
dia berlari cepat meninggalkan tempat ini.
"Keparat! Jangan lari kau...!" bentak Pandan Wangi memaki.
"Hiyaaat..!"
Pandan Wangi sudah melompat hendak mengejar, tapi saat itu juga Rangga sudah
bergerak cepat menghadangnya.
"Tahan, Pandan Wangi...!" bentak Rangga keras. "Biarlah dia pergi."
"Huh!"
Pandan Wangi langsung menghentikan niatnya disertai hembusan napas kesal.
Matanya mendelik sedikit pada Pendekar Rajawali Sakti itu. Hatinya merasa tidak
puas, karena dihalangi mengejar lawannya yang kabur.
"Kenapa kau menghalangiku, Kakang?" Tanya Pandan Wangi agak mendengus suaranya.
"Biarlah dia pergi, Pandan. Biar dia memberi tahu pada yang lain. Dengan begitu,
kita bisa tahu siapa saja yang berpihak padanya," jelas Rangga singkat.
Meskipun hatinya masih kesal, tapi alasan yang dikemukan Rangga tidak bisa lagi
dibantah. Dan Pandan Wangi memang tidak bisa lagi membantah, kecuali hanya
mendengus saja sambil menyarungkan pedang ke dalam warangka di punggungnya.
Sedangkan Rangga jadi tersenyum kecil melihat gadis itu memberengut sambil
bersungut-sungut. Kemudian kedua pendekar dari Karang Setra itu berpaling ke
arah Ki Tampak Gering, dan melangkah menghampiri. Mereka sama-sama menjura
memberi penghormatan.
"Kisanak, maafkan kedatanganku ke sini hanya membuat keributan saja," ujar
Rangga sopan. "Ah, Pendekar Rajawali Sakti. Sungguh kehormatan bagiku mendapat kunjungan
pendekar besar sepertimu. Silakan. .," sambut Ki Tambak Gering langsung mengajak
masuk ke rumah sekaligus padepokannya.
Rangga melirik sekilas pada Pandan Wangi. Gadis itu hanya menganggukkan
kepalanya saja sedikit. Sepertinya, ajakan Ki Tambak Gering disetujui. Dan
mereka kemudian masuk ke dalam ruang utama Padepokan Gagak Lumayung
*** 6 Gunung Kelud tampak berdiri gagah. Puncaknya yang runcing terlihat dari kejauhan
seperti menantang langit. Punggung gunung itu sendiri tampak berwarna biru
kehitaman, terhalang kabut bagai sebuah selendang putih halus yang menyelimuti
sebagian lerengnya. Sinar matahari yang tadi sempat membelai, perlahan memudar
bersama-sang waktu. Saat ini burung-burung mulai kembali ke sarang. Dan senja
perlahan mulai merangkak, mendekati malam.
Sesosok tubuh tampak terus berlari tersaruk-saruk mendekati kaki gunung itu.
Beberapa kali kakinya tersandung hingga jatuh tersungkur. Namun dengan cepat dia
bangkit kembali. Jauh di depannya yang terlihat sunyi, tampak sebuah nyala api.
Orang itu semakin bernafsu dan mempercepat larinya.
Nyala api itu sendiri berasal dari sebuah obor kecil yang terpancang di dinding
kaki gunung. Disitu terlihat seseorang berdiri tegak sambil mengawasi keadaan
sekitarnya. Di dekatnya terlihat sebuah goa yang cukup dimasuki seorang dewasa
dalam keadaan tegak berdiri.
Wesss! "Ohhh...!"
Sosok yang tengah berlari itu tersentak kaget dan menghentikan larinya, ketika
mendadak sebuah tombak melesat ke arahnya. Masih untung dia mampu menjatuhkan
diri ke samping. Kalau tidak, niscaya ujung tongkat yang tajam dan runcing itu
akan menembus batok kepalanya.
"Siapa yang berani memasuki kawasan ini"!" bentak seseorang di kegelapan malam.
"Eh, jangan! Aku Ki Soma Langit akan membawa berita buruk kepada junjungan
kita!" kata sosok yang baru saja berlari, dan ternyata Ki Soma Langit.
"Ki Soma Langit" Hm..., kami kira siapa. Kenapa kau jadi penyakitan begitu?"
tanya suara tadi tanpa menunjukkan diri.
"Ceritanya panjang. Aku perlu bicara langsung dengan Ki Darmala... "
"Kalau begitu, silakan kau terus ke depan sana...!"
Ki Soma Langit kembali meneruskan perjalanannya, hingga tiba di depan pintu goa
itu tanpa mengalami kesulitan. Orang yang agaknya penjaga pintu goa itu pun
mempersilakannya untuk masuk.
Jalan menuju ke dalam goa ini cukup panjang dan berliku-liku. Namun makin ke
dalam, ruangannya terasa semakin membesar. Di tiap dinding terpancang obor-obor
yang menerangi sekitarnya. Langkah kaki Ki Soma Langit terus menuju sebuah
ruangan yang cukup besar. Tampak dua orang tengah berdiri tegak menjaga pintu
ruangan itu. "Aku ingin bertemu Ki Darmala...," jelas Ki Soma Langit dengan suara lemah.
"Ada keperluan apa?" tanya salah seorang penjaga dengan nada datar.
"Urusan penting. Soal Pendekar Rajawali Sakti!"
Kedua penjaga itu saling berpandangan untuk sesaat. Kemudian menyilakan Ki Soma
Langit ke dalam ruangan.
Ruangan itu luas dan terang, serta dipenuhi orang. Salah seorang duduk di atas
sebuah kursi besar dan lebar sambil memegang sebatang tongkat hitam yang
ujungnya berbentuk kepala ular merah yang sedang meleletkan lidahnya. Usianya
sekitar lima puluh tahun. Tubuhnya tinggi besar berkepala botak. Wajahnya penuh
bercak-bercak hitam dengan cambang bauk yang menambah keangkerannya. Kulitnya
hitam, terbungkus pakaian hitam yang kedombrongan dengan beberapa buah kantong
berukuran besar. Orang inilah yang bernama Ki Darmala. alias si Dewa Racun
Hitam! Tampak beberapa orang perempuan berwajah cantik tengah bergelayutan di pundak si
Dewa Racun Hitam. Tak jauh dari situ, terlihat beberapa orang bocah berkepala
botak memakai baju kedombrongan berwarna hitam yang juga banyak memiliki kantong
berukuran besar. Kemudian terlihat beberapa tokoh persilatan yang kini memandang
tajam ke arah Ki Soma Langit yang tengah menjura hormat dalam keadaan bersujud
di lantai. "Ki Darmala, maaf, hamba gagal menjalankan tugas...," ucap Ki Soma Langit, lesu.
"Hm.... Ki Soma Langit, bangunlah. Ceritakanlah padaku, apa yang membuatmu
begitu loyo seperti tikus kecebur got?" tanya Ki Darmala dengan suara datar.
Perlahan-lahan Ki Soma Langit bangkit, namun tak berani mengangkat kepalanya.
"Ki Tambak Gering memiliki dua orang kawan. Agaknya, merekalah yang
menghancurkan Sumawangsa beserta murid-muridnya. Dan..., dan Ki Rogo Jagat..."
"Kau ingin mengatakan kalau Ki Rogo Jagat tewas?"
Ki Soma Langit mengangguk cepat.
"Dan Ki Soma Langit yang garang serta berangasan kini dipecundangi?"
Ki Soma Langit diam tak menjawab. Tapi, wajahnya semakin menunduk mendengar kata
kata Ki Darmala yang mengandung ejekan.
"Nah! Katakan padaku, siapa kedua orang hebat yang kau ceritakan tadi?"
"Pendekar Rajawali Sakti dan si Kipas Maut..."
"Hm.... Kau akan mendapat hadiah atas berita mu ini, Ki Soma Langit!" seru Ki
Darmala dengan wajah berseri.
"Ampun, Ki. Aku.. , aku tak berani...."
"Kemarilah. Angkatlah mukamu itu. Aku berkata sungguh-sungguh!" lanjut Ki
Darmala dengan nada manis.
Dengan takut-takut, Ki Soma Langit mengangkat wajahnya sambil beringsut lebih
dekat. Tapi pada saat itu juga, mendadak.
Get! Ciet! Crab! "Aaa...!"
*** Ki Soma Langit menjerit keras ketika beberapa buah benda kehitaman dilemparkan
Ki Darmala ke arahnya. Benda-benda yang tak lain kalajengking berbisa itu
menancap di kerongkongan, jantung, ulu hati, dan perutnya. Tubuh Ki Soma Langit
langsung ambruk dengan keadaan membiru. Dari mulutnya tampak mengeluarkan busa.
Setelah menggelepar-gelepar beberapa saat, kemudian nyawanya melayang. Jelas, Ki
Soma Langit menderita keracunan hebat. Kelajengking kecil bertubuh hitam
mengkilat itu memang memiliki bisa sangat hebat tiada duanya.
"Lemparkan mayatnya keluar, biar menjadi santapan anjing liar!" seru Ki Darmala
memberi perintah.
Beberapa orang segera bergerak menggotong mayat Ki Soma Langit keluar dari
ruangan itu. Sejenak suasana jadi hening di dalam goa itu, seperti di pekuburan.
Agaknya hal itu sering terjadi. Mereka yang berada di tempat itu tahu, sikap apa
yang harus diambil. Berdiam diri dan menunggu Ki Darmala buka mulut.
"Orang sepertinya memang patut mampus. Siapa saja yang memiliki jiwa pengecut
seperti Ki Soma Langit, tak akan selamat di tanganku!" tandas Ki Darmala dengan
suara keras. Suasana di ruangan itu masih terlihat hening. Belum ada yang berani buka suara.
"Ki Sasongko, dan Ki Padmo! Apa tanggapan kalian mengenai kehadiran kedua
pendekar muda itu?" tanya Ki Darmala seperti tak mempedulikan kejadian barusan.
Dua orang laki-laki berusia lanjut langsung menoleh ke arah Ki Darmala sambil
memberi hormat.
"Bukankah ini kesempatan baik bagi Ki Darmala untuk membuktikan cita-cita, bahwa
Dewa Racun Hitam memang patut menjadi raja di segala golongan?" sahut laki-laki
tua yang berambut pendek dan putih dengan tubuh kecil. Orang inilah yang tadi
dipanggil Ki Sasongko.
"Benar, Ki Bukankah Ki Darmala telah lama menunggu kesempatan baik seperti
sekarang ini" Pendekar Rajawali Sakti adalah penghalang besar bagi tujuanmu.
Oleh sebab itu, dia memang harus disingkirkan! Dan kini, kita tak usah bersusah
payah menelusuri jejaknya. Dia telah berada di dekat sini. Dan keadaannya
seperti ular mencari penggebuk. Kita tinggal menggebuknya saja, Ki!" sambung Ki
Padmo, yang bertubuh bungkuk dengan gigi mancung ke depan.
"Ha ha ha...! Betul! Apa yang kalian katakan memang tak salah. Tapi, jangan
menganggap enteng. Kedua orang itu bukan orang sembarangan. Apalagi, Pendekar
Rajawali Sakti. Kepandaiannya kuakui sulit diukur. Banyak sudah tokoh sakti yang
tewas di tangannya. Kalian pasti pernah mendengar berita tentang itu, bukan!"
"Benar, Ki. Pendekar Rajawali Sakti memang tokoh hebat. Telah banyak tokoh sakti
yang tewas di tangannya. Tapi kebanyakan dari mereka hanya memiliki nama besar
tanpa kemampuan memadai. Jadi sudah sepatutnya mereka mampus di tangan pemuda
itu. Tapi menghadapi Dewa Racun Hitam, jangan coba-coba berharap bisa
mengunggulimu. Ki!" sahut Ki Sasongko mantap.
Pendekar Rajawali Sakti hanya dikawani oleh si Kipas Maut. Jumlah kita amat
banyak. Dan sudah pasti, dia akan berpikir seribu kali untuk menentangmu, Ki.
Apalagi, mencoba menghancurkanmu. Lagipula, pengaruhmu sudah meluas sampai ke
mana-mana. Kalau dia mencoba menghasut, tak akan ada yang sudi membantunya!"
lanjut Ki Padmo.
Ki Darmala alias si Dewa Racun Hitam hanya tersenyum kecil mendengar penuturan


Pendekar Rajawali Sakti 106 Dewa Racun Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kedua orang tua itu.
"Hm.... Apakah dengan begitu kalian akan mengatakan kalau aku mampu
menghancurkan mereka?"
"Siapa yang bisa menyangsikan hal itu?" sahut Ki Sasongko, mengandung kepastian.
"Betul, Ki! Tak seorang pun yang mampu mengunggulimu!"
Kata-kata Ki Sasongko dan Ki Padmo dibenarkan yang lainnya. Dan Ki Darmala jadi
tersenyum lebar mendengar pujian itu.
"Hm.... Terima kasih atas kepercayaan kalian terhadapku. Jika kalian merasa
bangga terhadapku, demikian pula aku. Dewa Racun Hitam akan menjadi penguasa
atas jagat ini. Demikian pula orang terdekatnya. Kalian akan menjadi orang-orang
hebat yang patut disegani, dengan kemampuan yang hebat dan patut dibanggakan,"
ujar Dewa Racun Hitam.
Kedua orang itu serta yang lain mengangguk-anggukkan kepala mendengar kata-kata
Dewa Racun Hitam.
"Oleh karena itu. aku yakin sekali kalau setiap orang yang berada di dekatku
akan mampu membereskan segala persoalan," lanjut Ki Darmala.
'Tentu saja, Ki! Kalau tidak, untuk apa kami di sini?" sambung Ki Sasongko.
Ki Sasongko dan Ki Padmo terdiam sejenak, mendengar kata-kata terakhir Ki
Darmala. Kini baru disadari arti perkataan Ki Darmala tadi.
"Eh! Apa maksudmu, Ki?" tanya Ki Sasongko.
"Maksudku, orang-orang terdekatku memiliki kemampuan yang hebat dan bisa
dibanggakan. Oleh sebab itu, urusan Pendekar Rajawali Sakti pasti kalian mampu
menanganinya dengan baik," sahut Dewa Racun Hitam enteng.
"Apakah Ki Darmala menginginkan kami membereskah Pendekar Rajawali Sakti?" tanya
Ki Sasongko memastikan.
"Apakah kalian takut berhadapan dengannya?" balas Ki Darmala, dingin.
"Eh" Mana berani kami membantah perintahmu. Bahkan ini merupakan tugas yang amat
menggembirakan. Bukan demikian, Ki Padmo?"
"Betul! Betul, Ki. Kalau memang Ki Darmala mempercayakan pada kami untuk
mengurus Pendekar Rajawali Sakti, maka kami akan senang sekali melakukannya."
"Bagus! Kalian boleh berangkat sekarang juga menemui mereka. Dan katakan, mereka
berdua harus tunduk kepadaku."
"Malam ini, Ki"!" tanya Ki Sasongko, seperti tak percaya pada pendengarannya.
"Kapan lagi" Apakah ada perlunya ditunda?"
"Eh! Kalau demikian, baiklah. Kami akan berangkat sekarang juga. Bukan begitu,
Ki Padmo?"
"lya, iya...," sahut Ki Padmo cepat sambil menjura hormat kemudian mengikuti Ki
Sasongko berlalu dari tempat itu.
Ki Darmala tersenyum-senyum kecil mengiringi kepergian mereka, sampai hilang di
mulut pintu ruangan ini.
"Kalian semua, siapkan orang-orang kita untuk menyambut Pendekar Rajawali Sakti
dan kawan-kawannya!"
"Ki, bukankah barusan Ki Sasongko dan Ki Padmo akan membereskannya?" sambut
salah seorang dengan wajah heran.
"He he he...! Apakah kau pikir mereka akan mampu" Pendekar Rajawali Sakti bukan
orang sembarangan. Dan kalau mereka yang kutugaskan, itu karena aku tak suka
pada penjilat. Mereka ke sana hanya menemui ajalnya saja. Pendekar Rajawali
Sakti pasti akan ke sini, cepat atau lambat!" tegas Ki Darmala.
Orang itu mengangguk mengerti, kemudian segera memberi isyarat pada yang lain.
Beberapa orang segera berlalu dari ruangan ini.
Sementara, Dewa Racun Hitam hanya tersenyum kecil di singgasananya dikelilingi
gundik-gundiknya.
*** Ki Tambak Gering sangat girang ketika mendengar jawaban kalau kedua tamunya
yakni Pendekar Rajawali Sakti dan Pandan Wangi bersedia bermalam di
padepokannnya, bukan hanya itu. Mereka juga memang telah bertekad untuk membantu
menghancurkan Dewa Racun Hitam. Kalau mulanya laki-laki setengah baya itu merasa
was-was dan kecil hati, tapi dengan kehadiran Pendekar Rajawali Sakti di tempat
ini. Mereka seperti mendapat semangat baru. Dalam dada setiap murid Padepokan
Gagak Lumayung menyala api semangat membara untuk menghancurkan Dewa Racun Hitam
yang selama ini menjadi momok menakutkan bagi penduduk desa-desa sekitar Gunung
Kelud. "Rangga, apakah tak berbahaya mengirim pengantar surat secepat ini. Mereka
mungkin kaget, atau bahkan merasa bimbang," tanya Ki Tambak Gering.
Memang, siang tadi Rangga meminta Ki Tambak Gering untuk mengirim surat kepada
tokoh-tokoh persilatan yang selama ini menentang Dewa Racun Hitam. Para
pengantar surat itu terdiri dari murid-murid Ki Tambak Gering sendiri.
"Ki Tambak! Kita seperti mengadu cepat dengan Dewa Racun Hitam. Ki Soma Langit
yang kabur tadi, tentu akan memberitahukan persoalan. Dan cepat atau lambat,
mereka akan ke sini. Seperti yang Ki Tambak ceritakan, maka kuat dugaanku mereka
akan datang sesaat lagi. Itulah yang membuatku harus bertindak cepat mengirim
surat, dan menyuruh mereka datang ke sini secepatnya," jelas Rangga.
Ki Tambak Gering mengangguk-angguk begitu mendengar penjelasan Pendekar Rajawali
Sakti. "Aku hanya khawatir, mereka yang dikirimi surat akan kaget dan bimbang..."
"Mereka harus menentukan keputusan cepat, Ki. Kalau tidak, Dewa Racun Hitam akan
semakin merajalela!"
"Apakah kau berniat akan mendatangi sarang Dewa Racun Hitam, Rangga?"
"Bagaimana menurut Ki Tambak" Apakah itu usul yang baik?"
"Untuk menghancurkan seseorang, memang sebaiknya sampai ke akar-akarnya. Kalau
kita ke sana, seperti sekali menepuk kejahatan. Maka, selesailah sudah
urusannya. Tapi, itu bukanlah pekerjaan gampang. Karena, justru di sanalah
mereka kuat dan sulit ditaklukkan".
"Ki Tambak benar. Tapi, kita harus ke sana. Karena sekali mereka berpencar-
pencar, akan sulit bagi kita untuk menumpasnya. Kalau memang malam ini juga para
tokoh yang dikirimi surat datang ke sini, kita langsung akan menyerbu ke sarang
Dewa Racun Hitam!" jelas Rangga mantap.
"Rangga, apakah itu bukan tindakan gegabah?" tanya Ki Tambak kaget.
Rangga menggeleng mantap.
"Tidak, Ki! Kita akan berangkat malam ini juga ke sarang Dewa Racun Hitam.
Mereka akan datang ataupun tidak biar saja. Tak perlu banyak orang, tapi cukup
mereka yang memiliki kepandaian lumayan serta orang-orang berani.
"Kami siap, Ki!" sahut salah seorang murid Padepokan Gagak Lumayung bersemangat.
"Aku juga! Demi membela kebenaran, kami siap berkorban nyawa!"
"Kami juga akan ke sana kalau memang Pendekar Rajawali Sakti berkata demikian!"
Mendengar jawaban murid-muridnya, hati Ki Tambak Gering tergugah juga. Perlahan
kepalanya mengangguk, menyetujui usul yang dikemukakan Pendekar Rajawali Sakti
tadi. "Maaf, Ki. Usulku memang seperti mengajak mereka bunuh diri. Tapi, justru hal
ini demi keselamatan kita bersama juga. Seperti yang Ki Tambak ceritakan, mereka
sering melakukan kejahatan di siang hari. Oleh sebab itu, kita harus menghadapi
malam hari, agar mereka kelabakan. Lagi pula, jumlah mereka banyak. Kalau kita
menyerang malam hari, sulit bagi mereka untuk membedakan mana musuh dan mana
kawan. Sehingga, kita bisa berusaha menekan jumlah korban yang jatuh dengan
membuat tanda di antara sesama kita, agar tak terjadi saling bentrok."
"Hm.... Kalau memang begitu, rencanamu, kusetujui. Itu suatu siasat yang cukup
jitu!" sahut Ki Tambak Gering bertambah semangat.
"Siapa yang tahu, di mana sarang Dewa Racun Hitam itu?" tanya Pandan Wangi.
'Tempat itu bukan rahasia, karena semua tokoh persilatan di wilayah ini
mengetahuinya. Di sebuah goa di kaki Gunung Kelud!" jelas Ki Tambak Gering.
"Kalau begitu, tak berapa jauh lagi dari tempat ini," sahut Rangga.
"Pendekar Rajawali Sakti, keluar kau!" Tiba-tiba terdengar suara bentakan
nyaring dari luar.
"He" Siapa itu"!" seru Ki Tambak Gering dan murid-muridnya serentak kaget.
Rangga dengan tenang bangkit dari duduknya sambil tersenyum kecil.
"Benar bukan kataku?"
"Anak buah Dewa Racun Hitam!" sambung Pandan Wangi sambil beranjak dari
duduknya. "Mari kita sambut mereka, Ki. Dan kita cari tahu, apa maksud kedatangannya itu,"
ajak Rangga. "Eh! Iya..., iya!"
*** 7 "Bukakan pintu gerbang itu!" perintah Ki Tambak Gering pada salah seorang
muridnya, ketika Rangga memberi isyarat.
"Baik, Guru," sahut murid Padepokan Gagak Lumayung sambil membuka pintu gerbang.
Begitu pintu terbuka lebar, tampak di depan telah berdiri tegak dua sosok tubuh
menyeramkan yang telah ubanan. Yang seorang bertubuh kecil, dan seorang lagi
bertubuh bungkuk dengan gigi tonggos. Masing-masing bersenjatakan sebilah
pedang. "Hm.... Kukira siapa yang datang malam-malam begini. Rupanya Ki Sasongko dan Ki
Padmo. Ada apa gerangan, sehingga membuat kalian singgah di sini?" sapa Ki
Tambak Gering sambil memberi salam penghormatan.
Namun kedua tamu tak diundang itu seolah tak mempedulikan sikap hormat tuan
rumah. Sebaliknya, mereka memandang tajam kepada semua yang hadir di tempat itu,
kemudian menatap tajam kepada Pendekar Rajawali Sakti.
"Kaukah yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti?" tanya orang tua bertubuh kecil,
yang tak lain Ki Sasongko dengan nada sinis.
"Orang tua! Kau sama sekali tak punya sopan santun terhadap tuan rumah yang
telah bersikap ramah padamu. Apakah umurmu yang lanjut itu tak memberi pelajaran
apa-apa bagi hidupmu?" sahut Rangga, tak mempedulikan pertanyaan orang tua itu.
"Keparat! Bocah sombong. Sebelum kau lahir di muka bumi ini, aku telah malang
melintang mengajarkan sopan santun pada orang lain! Bahkan juga pada bapak
moyangmu!" dengus Ki Sasongko garang.
"Boleh jadi begitu. Tapi alangkah lucunya kalau ternyata guru sepertimu adalah
orang yang tolol dan sama sekali tak tahu sopan santun," sahut Pendekar Rajawali
Sakti. "Heh, Bocah! Mulutmu ternyata lebih berbisa. Tapi belum keketahui, apakah
pedangmu juga lebih berbisa. Nah, cabutlah. Agar kau tak mati penasaran sebentar
lagi!" kata Ki Padmo, gusar.
"Hm.... Pedangku belum pantas buat orang seperti kalian. Tapi kalau memang ingin
merasa kan biarlah diwakili pedang lain saja. Aku toh, masih bisa menggunakannya
juga." Setelah berkata demikian, Rangga meminjam sebilah pedang milik salah seorang
murid Ki Tambak Gering. Dengan cepat seorang murid itu melemparkan, dan cepat
ditangkap Rangga.
"Hm.... Dengan pedang butut itukah kau akan melawanku?" dengus Ki Padmo merasa
terhina. "Kenapa tidak" Bukankah pedang butut ini sama dengan watakmu yang butut?" sahut
Rangga santai. "Keparat! Akan kupancung kepalamu!" geram Ki Padmo sudah langsung melompat
menerjang lawan sambil mencabut pedangnya. Cepat disambarnya Pendekar Rajawali
Sakti yang masih berdiri tenang.
'Yeaaa...!"
Sring! Dengan sigap, Rangga menyambut serangan lawan dengan ayunan pedang pinjaman.
Trang! Kini pertarungan tak dapat dihindari lagi. Sementara Ki Sasongko serta yang
lain, hanya memperhatikan saja. Sebenarnya, masih ada yang ingin dibicarakan Ki
Sasongko. Tapi, agaknya marah Ki Padmo mudah terbakar dan tak bisa dikendalikan
lagi. Bagaimanapun, terbersit rencana dan harapan kalau mereka bisa akan dibujuk
tanpa melalui pertarungan. Mendengar nama Dewa Racun Hitam, mungkin mereka akan
berpikir seribu kali untuk menentang. Tapi keadaan kini sudah terlambat
"Hiyaaa...!"
Trang! Terlihat Ki Padmo berusaha menekan lawan sedemikian hebat, karena bermaksud
cepat menundukkannya. Namun hai itu ternyata tak mudah. Jurus-jurus Pendekar
Rajawali Sakti memang sulit ditembus. Bahkan kalau dia tak cepat bergerak,
tubuhnya nyaris tertembus ujung pedang lawan ini.
Pedang yang digenggam Pendekar Rajawali Sakti berkelebat menyambar ke arah
pinggang, kemudian meliuk menyambar ke arah jantung. Mau tak mau Ki Padmo
terpaksa meliuk-liukkan tubuhnya menghindari. Kemudian, ditangkisnya serangan
yang mengarah ke dada. Tapi dengan kecepatan dahsyat Rangga berputar. Dan dari
arah samping, disambarnya leher laki-laki tua itu. Karuan saja Ki Padmo
terkejut. Buru-buru kepalanya ditundukkan. Namun, Pendekar Rajawali Sakti cepat
melepaskan tendangan keras. Akibatnya, Ki Padmo terpaksa melompat ke belakang.
Tapi pada saat yang sama ujung pedang Pendekar Rajawali Sakti itu telah menderu
menyambar perutnya. Dengan agak gugup, terpaksa Ki Padmo menangkisnya.
Trang! Tanpa diduga sama sekali, Rangga berhasil menembus benteng pertahanannya. Hanya
saja, arahnya ke bawah. Begitu cepat gerakannya, sehingga Ki Padmo tak sempat
menghindar. Dan....
Cras! "Uhhh...!"
Betis Ki Padmo mendapat luka yang cukup dallam, tersambar pedang yang digenggam
Pendekar Rajawali Sakti. Orang tua itu mengeluh kesakitan mendapat luka yang
cukup dalam memanjang, mengeluarkan darah. Pendekar Rajawali Sakti tak
melanjutkan serangan. Dia tetap tegak berdiri, seolah memberi kesempatan pada
lawan untuk memperbaiki kedudukannya.
"Keparat!" maki Ki Padmo sambil membuka jurus baru.
Tapi saat itu juga..
"Ki Padmo! Biarkan, kini giliranku...," selak Ki Sasongko.
'Tidak bisa! Dia harus merasakan hajaranku!" bantah Ki Padmo bersikeras.
Tapi, Ki Sasongko tak mempedulikan bantahan kawannya. Kakinya langsung melangkah
perlahan, mendekati Pendekar Rajawali Sakti.
'Pendekar Rajawali Sakti! Kuperingatkan sebelum kau mendapat kesulitan. Menyerah
dan tunduklah kepada Dewa Racun Hitam. Maka, kau akan selamat!"
*** "Ha ha ha...! Terima kasih, Kisanak. Kau sangat baik padaku, telah memberi
peringatan itu. Tapi sayang, sejak kecil aku terkenal kepala batu dan tak pernah
mau menyerah. Apalagi, tunduk kepada manusia busuk, seperti Dewa Racun Hitam.
Harap kau maklum!" sahut Rangga, kalem.
"Hm.... Rupanya kau lebih memilih mati. Sayang sekali, Anak Muda..."
"Oh, benarkah itu" Setahuku, soal hidup mati bukan ditentukan oleh kau atau Dewa
Racun Hitam. Jadi, sama sekali tak pernah terlintas dalam benakku, kalau aku
harus takut terhadap kalian."
Merasa kalau usahanya secara baik-baik tak berhasil, bahkan jawaban-jawaban
pemuda itu, amat menyakitkan, wajah manis Ki Sasongko berubah kelam. Raut
wajahnya kini diliputi hawa membunuh.
"Kalau memang menghendaki kematian, baiklah. Tak ada jalan Iain. Bersiaplah
kau!" lanjut Ki Sasongko sambil mencabut pedangnya.
Cling! "Silakan. Aku telah siap sejak tadi!" sahut Pendekar Rajawali Sakti dingin
"Ki Sasongko! Aku belum lagi selesai!"
Ki Sasongko melirik sekilas pada Ki Padmo yang agaknya masih merasa penasaran
atas kekalahannya tadi.
"Ki Padmo! Kau akan mendapat giliran, setelah aku selesai dengannya. Atau
barangkali tak akan sempat..."
Setelah berkata demikian, Ki Sasongko langsung melompat menyerang lawan.
Sementara, Ki Padmo tak bisa berbuat apa-apa, selain menonton dengan perasaan
kesal bercampur geram.
"Yeaaa...!"
"Hup!"
Trak! Dengan tangkas Pendekar Rajawali Sakti menangkis senjata lawan. Dan sekilas saja
sudah bisa dirasakan kalau Ki Sasongko begitu bernafsu. Tak heran bila gempuran
yang dilakukannya tak kepalang tanggung. Agaknya, pertarungan Ki Padmo melawan
Pendekar Rajawali Sakti tadi betul-betul diperhatikan Ki Sasongko dengan
seksama. Sehingga meski pun perhatian utamanya ditujukan pada titik serangan,
namun tak lupa menjaga pertahanannya sedemikian rupa.
"Hm.... Pantas kau dikagumi banyak orang. Ternyata, namamu bukan kosong belaka!"
puji Ki Sasongko setelah lewat beberapa jurus, namun belum juga mampu mendesak
lawan. "Kau pun hebat, Kisanak. Hanya sayang, kehebatanmu digunakan di jalan yang
salah. Sehingga, orang sepertimu tak punya kebanggaan dalam hidupmu, karena
setiap orang akan mengutuk dan menyumpah kepadamu. Kau ibarat sampah, Kisanak.
"He he he..! Kau boleh berkata apa saja. Tapi sebentar lagi, akan kita lihat
siapa sebenarnya yang sampah. Kau atau aku," sahut Ki Sasongko. enteng.
Setelah selesai dengan kata-katanya, orang tua itu meningkatkan serangan. Kali
ini seluruh kemampuan yang dimilikinya betul-betul dikerahkan untuk menghabisi


Pendekar Rajawali Sakti 106 Dewa Racun Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lawan secepatnya. Pedangnya mendesing menimbulkan angin tajam yang mampu
menggetarkan jantung. Kadang-kadang berputar bagai kitiran seperti hendak
mengecoh. Namun, sejauh itu Pendekar Rajawali Sakti masih mampu mengimbanginya.
'Yeaaa...!"
Tiba-tiba Rangga membentak nyaring. Tubuhnya langsung berputar sambil mencelat
ke atas. Ki Sasongko lalu menyusuli dari bawah dengan ujung pedang menyambar-
nyambar, seolah mencuri kelengahan Pendekar Rajawali Sakti. Namun, sambaran
pedangnya tak membawa hasil, karena tubuh Pendekar Rajawali Sakti kini bergulung
terlipat, kemudian menderu keras ke bawah.
"Hiyaaa...!"
Dengan gerakan cepat, Ki Sasongko berusaha membelah pertahanan lawan. Tangan
kirinya cepat melepaskan satu pukulan maut yang mengeluarkan cahaya kuning
kecoklatan ke arah Rangga. Namun bersamaan dengan itu, dari telapak kiri
Pendekar Rajawali Sakti melesat selarik sinar berwarna merah dari jurus 'Pukulan
Maut Paruh Rajawali'.
Glarrr! "Hup!"
Terjadi ledakan kecil yang begitu cepat, ketika kedua pukulan itu beradu.
Tubuh Ki Sasongko kontan terlempar jauh, begitu pukulannya dihadang Pendekar
Rajawali Sakti. Dan sebelum orang tua itu jatuh ke tanah, Rangga cepat
memburunya dengan kecepatan luar biasa, pedang pinjaman itu langsung ditebaskan
ke arah leher. Dan....
Cras! "Aaa...!"
Ki Sasongko langsung terkapar di tanah dengan leher buntung. Darah tampak
mengucur deras dari lehernya.
"Ki Sasongko...! Keparat, kau harus membalas kematiannya!
"Yeaaa!"
Ki Padmo sangat terkejut melihat kematian kawannya yang mengenaskan itu. Tanpa
berpikir panjang langsung diterjangnya Pendekar Rajawali Sakti yang masih tegak
berdiri memandangi mayat lawannya.
Kali ini tampaknya Rangga tak mau banyak omong dengan lawannya. Disadarinya
kalau orang seperti Ki Padmo tak bisa diajak bicara baik-baik. Maka begitu
melihat lawan bernafsu ingin membunuhnya, langsung saja serangan lawan dibalas
dengan sengit. Sehingga dalam beberapa saat saja Ki Padmo tampak mulai terdesak
hebat. Pendekar Rajawali Sakti terus mengurung ruang gerak Ki Padmo. Dan ketika
orang tua itu bergerak berputar, dengan cepat Pendekar Rajawali Sakti menepis
pedangnya. "Lepas!"
"Heh"!"
Pedang di tangan Ki Padmo langsung terpental jauh. sehingga membuatnya tersentak
kaget. Namun buru-buru dia membuang diri ke samping, ketika pedang Pendekar
Rajawali Sakti menusuk lurus ke depan.
"Uts! Heh"!"
Sungguh tak disangka-sangka, ternyata sambaran pedang itu hanya gerak tipu
belaka. Karena begitu Ki Padmo bergerak menghindari, maka saat itu pula satu
tendangan keras meluncur ke perutnya. Begitu cepat tendangan itu, sehingga Ki
Padmo tak sempat menghindari! Maka...
Bugkh! "Ugkh...!"
Orang tua itu kontan memekik kesakitan, ketika isi perutnya terasa pecah terkena
tendangan geledek Pendekar Rajawali Sakti. Tubuhnya langsung terlempar beberapa
langkah, tapi mendadak saja...
Bresss! "Aaa...!"
"Heh"!"
*** Pendekar Rajawali Sakti dan orang-orang yang berada di tempat itu jadi terkejut.
Tiba-tiba saja sesosok bayangan menghujam senjatanya, tepat menembus jantung Ki
Padmo yang sedang terlempar itu kontan menjerit kesakitan. Dan tubuhnya tak
bergerak-gerak lagi begitu menyentuh tanah, dengan darah mengucur deras.
"Maaf. Orang seperti dia memang tak pantas hidup. Pengkhianat dan tukang buat
onar!" sahut seorang laki-laki berusia empat puluh tahun sambil menyarungkan
golok yang agaknya telah digunakan untuk menghabisi Ki Padmo tadi.
"Oh! Kukira siapa. Ternyata, Ki Sudini. Maaf kalau kami tidak bisa menyambutmu
sebagaimana mestinya," ucap Ki Tambak Gering sambil memberi salam penghormatan.
Orang yang dipanggil Ki Sudini itu membalas dengan sikap hormat. Kemudian,
kepalanya berpaling ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Kisanak. Kaukah pemuda yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti?"
"Begitulah orang-orang memanggilku," sahut Pendekar Rajawali Sakti merendah.
"Dan kaukah yang dikenal sebagai Kipas Maut?" lanjut Ki Sudini sambil berpaling
ke arah Pandan Wangi.
"Tak salah, Kisanak," sahut gadis itu acuh tak acuh.
Gadis itu memang kurang begitu suka melihat sikap orang ini. Sombong dan merasa
paling hebat sendiri!
"Pendekar Rajawali Sakti! Maaf, aku telah mencampuri urusanmu dengan si
pengkhianat itu. Juga kau, Ki Tambak. Maafkan kedatanganku yang tak sopan ini.
Tapi begitu membaca suratmu, semangatku seperti tak terbendung. Dan kebencianku
kepada si keparat Dewa Racun Hitam semakin memuncak saja. Itulah sebabnya, aku
langsung datang ke tempatmu ini!" ujar Ki Sudini dengan suara nyaring.
"Hm.... Tak mengapa, Ki Sudini. Kurasa, Pendekar Rajawali Sakti memaklumi hal
itu. Bukan begitu, Rangga?"
Pendekar Rajawali Sakti hanya mengangguk kecil sambil tersenyum-senyum.
"Hm.... Mana yang lainnya"!" tanya Ki Sudini sambil mengedar pandang ke
sekeliling. "Ki Tambak Gering, terimalah salam hormatku!"
Tiba-tiba terdengar suara nyaring yang disusul hadirnya sesosok tubuh di pintu
gerbang, Rambutnya panjang dan telah memutih. Bajunya putih panjang sampai ke
lutut. Dengan tubuhnya yang kecil, orang itu terlihat lucu sekali. Padahal,
usianya belum lagi lewat empat puluh tahun.
"Hm, Ki Sapto Hudoyo. Rupanya kau mau juga memenuhi udanganku. Terima kasih,
Kisanak!" sahut Ki Tambak Gering.
"He he he...! Aku ke sini sekalian ingin melihat bagaimana tampang pemuda
kesohor yang bergelar Pendekar Rajawali Sakti itu. Sial! Padahal waktu aku
seusianya, masih bau kencur dan tak becus apa-apa!" sahut orang tua itu mengomel
sendiri. Mendengar itu Rangga hanya tersenyum-senyum kecil saja.
Tak berapa lama beberapa tokoh persilatan lainnya telah hadir di tempat itu.
Jumlah mereka seluruhnya yang ikut menyerbu ke sarang Dewa Racun Hitam sekitar
dua puluh lima orang, termasuk murid-murid Ki Tambak Gering. Rangga memberikan
beberapa pengarahan sebelum mereka berangkat.
"Sudahlah.... Ayo kita serang sekarang juga keparat beracun itu! Tanganku sudah
gatal mendengar ocehan dan kesombongannya!" dengus Ki Sapto Hudoyo geram.
"Baiklah. Kalau demikian mari kita berangkat sekarang juga! Oh, ya. Satu hal
yang harus diingat, rombongan mesti dibagi dua. Aku, Pandan Wangi, dan Ki Tambak
Gering berangkat lebih dulu. Sedangkan para Kisanak Pendekar Kebenaran mengikuti
kami agak jauh di belakang. Kalian mengawasi sambil menunggu aba-aba," ujar
Pendekar Rajawali Sakti.
Tidak ada yang membantah. Semua itu memang telah disepakati bersama.
Maka, malam itu juga mereka berangkat sambil mengendarai beberapa ekor kuda.
Sementara, sisanya berjalan kaki sambil menggunakan ilmu meringankan tubuhnya.
Seperti yang dikatakan Ki Tambak Gering, sarang Dewa Racun Hitam memang tak
begitu jauh. Apalagi ditempuh dengan mengendarai kuda. Sehingga tak lama
kemudian mereka telah berada di kaki Gunung Kelud. Sementara malam semakin
larut. Udara juga semakin dingin terlapis kabut, sehingga membekukan tulang.
Rombongan yang dipimpin Pendekar Rajawali Sakti terus mendaki lereng gunung yang
selalu dilapisi kabut ini. Setelah cukup lama, mereka akhirnya tiba di dekat
sebuah goa yang terlihat sepi.
"Kita berhenti di sini, Ki. Itulah goanya. Kemungkinan goa itu dijaga anak
buahnya. Jadi, tak mungkin goa ini dibiarkan begitu saja!" kata Pendekar
Rajawali Sakti mengingatkan sambil turun dari kudanya.
"Betul juga katamu," sahut Ki Tambak Gering sambil turun dari punggung kudanya,
diikuti beberapa murid utama Padepokan Gagak Lumayung. Sedangkan para pendekar
terus mengikuti dan mengawasi mereka dari jarak jauh.
Mereka berjalan mengendap-endap mendati goa yang ditunjuk Ki Tambak Gering.
Namun baru saja melangkah beberapa tindak, mendadak...
Beberapa sosok tubuh tiba-tiba melayang dari atas cabang pohon ke arah mereka
sambil melepaskan serangan. Namun Rangga dan Pandan Wangi cepat melompat
menghindar. Begitu terbebas, langsung saja kedua pendekar Karang Setra itu balas
menyerang. "Hiiih!"
Pandan Wangi bergerak tak kepalang tanggung. Gerakannya demikian cepat, tak
terkendalikan lagi. Maka....
Bret! Begkh! "Aaa...!"
Kipas Mautnya langsung menelan korban. Dua orang tewas seketika ketika tubuhnya
bergerak cepat menyambar lawan. Sementara sisanya binasa di tangan Pendekar
Rajawali Sakti serta Ki Tambak Gering dan murid-muridnya. Dalam sekejap saja
lima orang lawan telah binasa di tangan mereka.
Mereka kini segera mendekati goa. Salah seorang murid Ki Tambak Gering melompat
masuk ke dalam, diiringi seorang kawannya setelah mendapat perintah dari Rangga.
Sambil memegang obor, mereka melangkah hati-hati. Ki Tambak Gering dan Pandan
Wangi mengikuti dari belakang, sementara Pendekar Rajawali Sakti dan beberapa
murid Ki Tambak Gering menunggu di luar.
Tak berapa lama, orang yang masuk ke dalam goa keluar.
"Sudah dibakar tempat itu?" tanya Rangga pada Pandan Wangi.
Gadis itu mengangguk.
"Tapi di dalam kosong...," lanjut Pandan Wangi.
"Hm...," Rangga mengangguk-nggukkan kepala. Pada saat itulah mendadak terdengar
gema suara tawa yang memenuhi seluruh tempat itu.
"Ha ha ha...! Pendekar Rajawali Sakti! Kukira kau cerdik, tapi ternyata tak
lebih pintar dari seekor keledai dungu. Kalian hanya membakar ruangan kosong
karena, kami lewat jalan belakang untuk mengepung kalian. Menyerahlah, karena
tak ada jalan untuk melarikan diri!"
*** 8 Pendekar Rajawali Sakti, si Kipas Maut, Ki Tambak Gering, dan beberapa murid
Padepokan Gagak Lumayung langsung melihat ke sekeliling tempat itu. Memang,
tempat itu telah dipenuhi orang yang membawa obor. Tapi, mereka tenang-tenang
saja tanpa menunjukkan kekhawatiran.
"Kaukah yang menyebut diri sebagai Dewa Racun Hitam?" tanya Rangga sambil
menatap tajam pada orang yang tadi tertawa terbahak-bahak.
Jarak antara mereka cukup jauh juga. Dan di malam yang gelap begini, sulit bagi
mereka untuk saling mengenal muka satu sama lain. Tapi bagi mereka yang memiliki
tenaga batin kuat, tak menjadi halangan untuk bisa melihat muka lawannya meski
dalam gelap sekalipun.
"Tak ada duanya Dewa Racun Hitam di jagat ini. Akulah orangnya!"
"Dewa Racun Hitam! Hentikanlah perbuatanmu yang terkutuk ini. Dan, jangan lagi,
menumpahkan darah! Banyak sudah orang-orang tak berdosa yang menjadi korban
kekejamanmu!"
"Ha ha ha...! Bocah! Sungguh lancang bicaramu dalam keadaan terjepit begini.
Apakah tak kau sadar kalau maut sedang menunggu di ambang pintu"! Sebaiknya
pikirkan saja keselamatan kalian sebelum memikirkan keselamatan orang lain!"
"Dewa Racun Hitam! Agaknya kau terlalu mendewakan diri sendiri. Bahkan berani
menentukan kematian seseorang. Sungguh gegabah sekali, kau!"
"Kenapa tidak" Justru kutegaskan sekali lagi, hidup mati kalian berada di
tanganku! Nah, pilihlah jalanmu. Menyerah, atau mati sekarang juga!"
"Sayang sekali, kedua pilihanmu itu sama sekali tak menarik!" sahut Rangga
enteng. "Hm.... Kalau demikian, kalian memang mesti mampus saat ini juga!" dengus orang
itu. "Hiyaaa...!"
Dewa Racun Hitam memberi aba-aba. Maka saat itu juga melesat beberapa batang
panah ke arah Pendekar Rajawali Sakti dan kawan-kawannya. Beberapa batang anak
panah malah memiliki nyala api pada ujungnya. Agaknya hal itu memang disengaja,
agar di sekelilingnya terang benderang. Dengan demikian mereka akan mudah
melihat sasaran. Tapi baru sekali melepaskan anak panah, mendadak terdengar
pekik kesakitan beberapa orang anak buah Dewa Racun Hitam.
"Aaa...!"
"Awas, serangan gelap!" teriak seseorang memberi isyarat.
"Kurang ajar! Siapa yang berani berbuat begini terhadapku"!" maki Dewa Racun
Hitam garang. "Ha ha ha...! Dewa Racun Hitam dungu! Kata siapa kau telah mengepung Pendekar
Rajawali Sakti dan kawan-kawannya" Kalianlah yang sebenarnya telah terkepung.
Menyerahlah, atau seluruh anak buahmu akan mampus tanpa bisa membalas!" teriak
sebuah suara di antara kegelapan malam. Memang, itu adalah suara dari salah satu
pendekar yang mengepung tempat ini.
"Cuihhh! Keparat! Kalian pikir mampu mengalahkanku"! Yeaaa...!"
Serrr! Serrr! Dengan perasaan gusar bercampur geram, Dewa Racun Hitam yang memiliki
penglihatan jeli melempar beberapa benda ke satu arah di rimbunan pohon yang
gelap. "Aaa...!"
Beberapa saat kemudian, terdengar jerit kesa-kitan yang melengking nyaring.
"Sudah saatnya kita menggempur mereka, Ki! Seraaang...!" teriak Rangga memberi
aba-aba. Mereka segera berpencar, dan bergerak perlahan-lahan mendekati lawan-lawannya.
"Hancurkan mereka!" Dewa Racun Hitam memberi perintah.
Maka bagai tanggul jebol, anak buahnya langsung menyerbu menyambut Pendekar
Rajawali Sakti dan kawan-kawannya. Memang, anak buah Dewa Racun Hitam bukanlah
orang-orang sembarangan. Mereka terdlri dari tokoh persilatan golongan hitam
terkenal, serta ketua perguruan silat yang memiliki kepandaian tak rendah.
Orang-orang yang telah ditaklukan Dewa Racun Hitam itu memang betul-betul
membuktikan pengabdiannya!
Namun ketika Rangga telah berteriak memberi aba-aba, maka dan cabang-cabang
pohon di sekitar tempat itu melesat beberapa pendekar yang terus menyerang anak
buah Dewa Racun Hitam dengan semangat menyala-nyala. Pertarungan memang tak
dapat dihindari lagi. Meski berjumlah tak seimbang, karena anak buah Dewa Racun
Hitam memiliki jumlah hampir dua kali lipat, namun tak mengurangi semangat para
pendekar. Terlebih-lebih ketika mereka melihat Pendekar Rajawali Sakti betul-betul
mengamuk seperti benteng kedaton. Meskipun hanya menggenggam sebatang pedang
biasa yang dipinjam dari seorang murid Ki Tambak Gering, namun di tangannya
senjata itu mampu menjatuhkan nyawa lawan lawannya. Beberapa orang tewas
seketika di ujung pedangnya. Dan yang lain langsung menyusul beberapa saat
kemudian. Tentu saja hal itu membuat semangat para pendekar semakin menyala-
nyala. *** Dewa Racun Hitam agaknya begitu yakin kalau anak buahnya mampu membereskan
lawan-lawannya. Tapi mau tak mau, akhirnya dia dibuat kaget sendiri melihat
sepak tenang mereka. Apalagi ketika menyadari kalau Pendekar Rajawali Sakti
benar-benar tak bisa dikasih hati. Memang, di tangannyalah anak buahnya banyak
yang tewas. Dan kalau terus dibiarkan, bisa jadi seluruh anak buahnya akan
tewas. Berpikir begitu, dia langsung menggenjot tubuh sambil membentak nyaring.
'Pendekar Rajawali Sakti, akulah lawanmu! Yeaaa...!"
Dewa Racun Hitam cepat melakukan serangan dengan melepaskan benda-benda
berbahaya ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
Serrr! Serrr...!
"Hup!"
Pras! Mendengar bentakan nyaring itu, Rangga langsung melompat sambil membuat gerakan
berputar di atas. Dan pedangnya cepat diayunkan dengan tenaga penuh. Beberapa
ekor hewan-hewan berbisa yang dilontarkan Dewa Racun Hitam kontan musnah
dihantam pedangnya.
"Dewa Racun Hitam! Bagus kau mau memberi pelajaran padaku. Hanya sayang kenapa
baru sekarang"!"
"Huh! Tadi atau sekarang, buatku sama saja. Kau telah menguras habis
kesabaranku! Dan untuk itu, kau patut mampus!" geram Dewa Racun Hitam sambil
memutar tongkat menyerang lawan dengan gencar.


Pendekar Rajawali Sakti 106 Dewa Racun Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pendekar Rajawali Sakti betul-betul terkejut melihat cara lawan menyerangnya.
Dewa Racun Hitam ternyata bukan nama kosong belaka. Permainan tongkatnya sungguh
hebat. Bahkan kalau tak hati-hati dalam sekejap Pendekar Rajawali Sakti akan
kena dijatuhkan. Mulut ular yang ada di pangkal tongkatnya terkadang
menyemburkan jarum-jarum kecil yang halus dan amat beracun. Beberapa kali
Pendekar Sajawali Sakti nyaris termakan serangan lawan. Namun sejauh itu, dia
masih mampu menghindar dengan gerakan gesit
"Hiyaaa...!"
Rangga membentak nyaring dan berusaha membuyarkan permainan tongkat lawan dengan
memutar pedang sedemikian rupa, sambil mengerahkan jurus 'Seribu Rajawali'.
Kini, tubuh Pendekar Rajawali Sakti bagai berjumlah seribu saja, mengelilingi
Dewa Racun Hitam.
Pada mulanya, Dewa Racun Hitam sempat terkejut dan melihat seolah-olah lawan
yang berjumlah seribu. Namun dia begitu percaya diri. Senjata-senjata rahasianya
yang berupa hewan-hewan berbisa berbentuk kecil, membuat gerakan lawan tak bisa
begitu leluasa. Belum lagi, ditambah permainan tongkatnya yang luar biasa.
Tongkat itulah yang agaknya cukup merepotkan bagi Pendekar Rajawali Sakti. Sebab
di tangan Dewa Racun Hitam tongkat itu tak ubahnya seperti memiliki kekuatan
dahsyat. "Hiiih!"
Ujung pedang Pendekar Rajawali Sakti menyambar ke arah leher Dewa Racun Hitam
Namun dengan gesit Dewa Racun Hitam memiringkan tubuh sambil menghantam
tongkatnya ke jantung. Maka cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti mencelat ke
atas, menghindari serangan. Sementara, kaki kanannya cepat terayun menghantam
rahang. "Uts!"
Namun dengan gesit Dewa Racun Hitam menghindari ke kiri. Kemudian, tongkatnya
dihantamkan sambil mengirim senjata rahasia. Mau tak mau, Rangga harus menangkis
senjata lawan sambil melompat menghindar.
Wuttt! Trak! Pemuda itu tak begitu terkejut ketika melihat pedangnya patah akibat menangkis
tongkat lawan. Namun yang lebih membuatnya terserak kaget, karena tiba-tiba
ujung tongkat lawan mendesir ke arah tenggorokannya. Maka, buru-buru dia
membuang diri ke samping, kemudian melenting ke belakang.
"Ha ha ha...! Kau akan mampus, Bocah! Kau akan mampus sekarang!" ejek Dewa Racun
Hitam sambil tertawa terbahak-bahak.
Disadari betul oleh Pendekar Rajawali Sakti, tanpa senjata di tangan akan sulit
sekali balas menyerang lawan. Saat ini, Dewa Racun Hitam betul-betul bernafsu
menghabisinya secepat mungkin. Sehingga, sulit bagi pemuda itu untuk bergerak
leluasa dan mengembangkan jurus jurusnya.
"Hiyaaa...!"
Cring! "He he he...! Bagus! Kenapa tidak sejak tadi pedang bututmu dikeluarkan, heh"!"
ejek Dewa Racun Hitam ketika melihat lawan mengeluarkan pedang pusaka yang sejak
tadi tersandang di punggung.
"Kau harus hati-hati, Dewa Racun Hitam!" dengus suara Pendekar Rajawali Sakti
dengan wajah dingin.
Dewa Racun Hitam sebenarnya terkejut setengah mati melihat pamor pedang lawan.
Apalagi ketika melihat sekelebatan cahaya biru yang memancar menerangi tempat
dari batang pedang Pendekar Rajawali Sakti. Diam-diam dalam hatinya terbersit
perasaan khawatir. Tapi, mana mau hal itu ditunjukkanya di depan lawan. Maka
untuk menunjukkan kalau tak merasa gentar sedikit pun dia mendahului menyerang.
"Hiyaaa...!"
Wut! Wut! Pendekar Rajawali Sakti cepat memapak dengan pedangnya yang bersinar biru
berkilauan. Dan....
"Hiiih!"
Tras! "Heh"!"
Betapa terkejutnya hati Dewa Racun Hitam ketika tongkatnya patah menjadi tiga
bagian terbabat pedang lawan. Belum lagi habis rasa kagetnya, ujung pedang lawan
telah menyambar ke tenggorokan dan jantungnya, sehingga menimbulkan hawa panas
yang seperti hendak menyedot darahnya. Jantung Dewa Racun Hitam berdetak lebih
kencang. Sementara gerakan-gerakan Pendekar Rajawali Sakti cepat bukan main.
Bahkan meskipun Dewa Racun Hitam mampu melemparkan senjata rahasianya, namun
semuanya rontok dibabat pedang itu, sebelum berhasil menyentuh kulit lawan.
Sedangkan ujung pedang itu terus membayanginya, seperti tak mau lepas barang
sekejap. "Yeaaa...!"
Dalam keadaan putus asa begitu, Dewa Racun Hitam melepaskan pukulan mautnya yang
dinamakan 'Kelabang Geni' ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Pukulan itu amat
beracun, karena angin serangan saja mampu membuat orang tewas. Namun pada saat
itu Rangga cepat menggerakkan tangannya.
Cepat telapak kiri Pendekar Rajawali Sakti mengusap batang pedang itu, kemudian
dihentakkan ke depan.
"Aji 'Cakra Buana Sukma'!"
Cahaya biru melesat dari telapak kiri Pendekar Rajawali Sakti menahan cahaya
ungu yang dilepaskan Dewa Racun Hitam. Dan cahaya itu terus menderu kontan
mengejar lawan, dan menelannya bulat-bulat.
"Aaakh!"
Dewa Racun Hitam hanya menjerit pelan. Tubuhnya limbung sesaat, lalu ambruk ke
tanah dalam keadaan gosong tak berbentuk. Masih terlihat bias-bias sinar biru
yang menyelubunginya, sebelum akhirnya memudar.
"Dewa Racun Hitam tewas! Dewa Racun Hitam mati...'" teriak seseorang yang
melihat pertarungan itu.
"Apa"!"
"Dewa Racun Hitam tewas di tangan Pendekar Rajawali Sakti!"
Mendengar berita itu, orang-orang tersentak kaget. Lebih-lebih, anak buah Dewa
Racun Hitam. Sebaliknya, hal itu disambut gembira kawan-kawan Pendekar Rajawali
Sakti. *** Sebagian dari mereka menyerah, namun sebagian lagi dengan rasa penasaran mencoba
bertahan. Termasuk, bocah-bocah berusia tujuh sampai delapan tahun yang
berkepala botak dan memakai baju kebesaran.
"Maafkan aku, Kakang. Aku tak punya pilihan...," kata Pandan Wangi lesu ketika
menewaskan dua orang bocah, dan telah berada dekat dengan Pendekar Rajawali
Sakti. "Kau tak salah. Mereka adalah bonekanya Dewa Racun Hitam. Kalau kau tak membunuh
mereka, maka merekalah yang akan membunuhmu.
Kepandaian bocah-bocah itu memang sangat luar biasa. Untunglah dalam pertempuran
ini mereka terpecah-pecah. Sudahlah, tak usah dipikirkah lagi...."
"Rangga, apa yang harus kita lakukan terhadap mereka yang menyerah ini?" tanya
Ki Tambak Gering, bingung.
"Ki Tambak bisa menilai sendiri. Apakah mereka yang tunduk terhadap Dewa Racun
Hitam memang terpaksa atau kemauan sendiri. Kalau bagi mereka terpaksa, bisa
diberi pengertian. Tapi bagi mereka yang secara sadar mengikuti jalan sesat Dewa
Racun Hitam, patut mendapat hukuman. Soal itu bisa diserahkan pada pihak
kerajaan," sahut Rangga.
Di ufuk timur matahari mulai menyemburkan cahaya fajar menerangi sebagian
belahan bumi. Sementara, Pandan Wangi tampak masih melamun. Rangga bukannya tak
tahu, apa yang dipikirkan gadis itu. Perasaan gadis itu sebenarnya halus, meski
terkadang berangasan dan lekas naik darah.
"Sudahlah. Soal itu tak usah kau pikirkan lagi..."
"Sulit bagiku, Kakang. Mereka terlalu kecil sekali dan rasanya tanganku berlumur
dosa dengan membunuh mereka...."
"Lalu bila kau terbunuh oleh mereka, apakah mereka juga akan menyesal?"
Pandan Wangi diam tak menjawab. Dan mereka kemudian segera bergabung dengan yang
lain untuk meninggalkan tempat itu.
Fajar terus berjalan, tanda kehidupan akan dimulai lagi Sementara, persoalan
baru akan dihadapi lagi oleh kedua pendekar dari Karang Setra itu.
SELESAI Scan: Clickers Edit : Lovely Peace
Scan/E-Book: Abu Keisel
http://duniaabukeisel.blogspot.com
Geger Dunia Persilatan 19 Pendekar Mabuk 079 Penjara Terkutuk Tembang Tantangan 5
^