Pencarian

Kitab Pelebur Jiwa 2

Pendekar Rajawali Sakti 203 Kitab Pelebur Jiwa Bagian 2


Kini Bara Genta melakukan serangan balik. Tubuhnya meluruk deras ke arah Pendekar Rajawali Sakti sambil melepaskan tendangan berantai.
"Uts...!"
Rangga terpaksa bergerak ke samping. Segera dikerahkannya jurus "Sembilan Langkah Ajaib". Walaupun Rangga telah meliukkan tubuhnya dengan sempurna yang ditunjang gerakan yang lincah, namun tendangan susulan yang dilakukan Bara Genta sempat menyambar dadanya. Tidak ampun lagi....
Desss! "Hugkh...!"
Pendekar Rajawali Sakti terpental ke dinding hingga hancur. Dan tubuh Rangga terus meluncur keluar. Luncurannya baru terhenti, setelah punggungnya menabrak pohon belimbing di halaman samping.
Dalam suasana terang benderang bulan purnama, Bara Genta terus memburunya.
? *** ? 5 ? Pendekar Rajawali Sakti yang dadanya sempat terasa sesak segera mengatur pernapasan. Kemudian dia melompat bangkit pada saat tendangan Pembegal Jagad meluncur deras ke bagian wajah. Melihat serangan ini Rangga segera menghadang dengan mempergunakan telapak tangan.
Plak! Tap! "Auaaa...!"
Kini giliran Bara Genta yang terpelanting. Rupanya dalam upaya menangkis serangan tadi, Rangga sempat menangkap telapak kaki Pembegal Jagad. Secepat kilat dan sekuat tenaga didorongnya kaki Bara Genta.
Sambil mendengus-dengus bagaikan banteng mengamuk, Bara Genta bangkit berdiri. Pada saat yang sama Pendekar Rajawali Sakti telah melakukan serangan balik. Namun serangannya yang mengandalkan kaki dan kepalan ini dapat dihindari Bara Genta, membuat Pendekar Rajawali Sakti tak habis pikir dengan hati heran. Betapa tidak" Rangga merasa jurus yang dipergunakan lawannya justru kebalikan dari jurus "Sembilan Langkah Ajaib".
Keheranan Pendekar Rajawali Sakti rupanya sempat terlihat oleh Pembegal Jagad.
"Kau tidak perlu heran, Pendekar Rajawali Sakti. Jika kau punya jurus "Sembilan Langkah Ajaib", maka aku pun punya jurus "Liukan Sang Api". Apakah kau melihat persamaan dan perbedaannya?" ejek Bara Genta jumawa.
Sebenarnya, Rangga kembali heran. Dari mana Bara Genta tahu kalau Pendekar Rajawali Sakti punya jurus yang bernama "Sembilan Langkah Ajaib?" Namun, dia cepat memaklumi mengingat Pembegal Jagad adalah murid tokoh berjuluk Si Bayang-Bayang yang telah lama malang melintang dalam rimba persilatan.
"Bedanya, kau iblis berkedok manusia! Sedangkan aku manusia sejati...!" dengus Rangga tidak kalah sengit.
"Keparat sial! Hiyaaa...!"
Dengan gusarnya, Bara Genta kembali membangun serangan gencar. Badan masing-masing sudah bermandikan keringat. Sampai enam puluh jurus masih belum ada tanda-tanda siapa yang bakal keluar menjadi pemenangnya.
Rangga cepat menghindar dengan melenting ke udara. Pendekar Rajawali Sakti berjumpalitan beberapa kali di udara. Saat tubuhnya meluncur deras ke bawah dengan jurus "Rajawali Menukik Menyambar Mangsa" kaki kanannya bergerak cepat ke bagian kepala Bara Genta.
"Haiiit!"
Secepat kilat Pembegal Jagad yang seakan mengetahui gerakan Pendekar Rajawali Sakti kaki kirinya diangkat tinggi-tinggi.
Dhak! "Uaaakh...!"
Masing-masing menjerit keras dan terpental ke belakang. Baik kaki Rangga maupun kaki Bara Genta sama-sama memar, membiru. Rangga mengeluh dalam hati. Sungguh tidak disangka serangannya selalu bisa dipatahkan lawannya.
Bara Genta bangkit lebih awal dari Rangga. Sambil terpincang-pincang bibirnya tersenyum dingin.
"Jurusmu memang hebat. Tapi aku mempunyai jurus "Mematahkan Sambaran Sang Api". Itulah pemunah jurus "Rajawali Menukik Menyambar Mangsa"!" jelas Bara Genta.
Kembali Pendekar Rajawali Sakti dibuat kaget lagi. Ternyata Bara Genta tahu juga nama jurus yang barusan dipergunakan Rangga.
"Hmmm...," gumam Rangga tidak jelas.
Tidak disangka-sangka Pembegal Jagad melompat mundur. Kemudian dikerahkannya tiga perempat dari seluruh tenaga dalamnya.
?"Tendangan Badai Topan"! Hiyaaa...!"
Disertai teriakan melengking, Bara Genta mengibaskan tangannya ke depan.
Rangga melihat seleret sinar biru meluncur ke arahnya, menebarkan hawa dingin menusuk. Tidak menunggu lebih lama lagi, Pendekar Rajawali Sakti langsung mempergunakan jurus "Pukulan Maut Paruh Rajawali". Secepat kilat dibuatnya beberapa gerakan. Dan tiba-tiba tangannya menghentak.
"Heaaa...!"
Sinar merah keluar dari tangan Rangga, menebar hawa panas membakar. Tampaknya, masing-masing jurus memang hampir mempunyai persamaan. Sekejap kemudian, kedua sinar itu berbenturan di udara.
Blaaar! "Aaakh...!"
Benturan hawa panas dingin menimbulkan ledakan keras menggelegar. Karena kuatnya tenaga dalam yang terkandung, masing-masing terpelanting disertai jeritan keras.
Baik Rangga maupun Bara Genta sama-sama menderita luka dalam yang tidak ringan. Sudut-sudut bibir mereka mengalirkan darah kental. Dengan tertatih-tatih, Rangga segera duduk bersila. Sementara darah semakin banyak yang menetes. Kemudian matanya dipejamkan untuk mengatur napas dan mengerahkan tenaga hawa murni untuk mengobati luka yang dideritanya.
Pembegal Jagad juga melakukan, hal yang sama. Keadaannya sedikit lebih lumayan daripada Rangga. Setelah menelan beberapa buah obat berwarna hitam dan berbau amis, Bara Genta segera bangkit kembali.
Rangga harus mengakui inilah lawan yang terberat dalam sejarah petualangannya. Untuk itu dia harus berhati-hati.
"Kuakui, kau memang hebat. Tapi jangan menyangka aku akan membiarkan segala perbuatan busukmu!" desis Rangga dingin.
"Jangan kelewat yakin dengan kemampuan diri sendiri, Pendekar Rajawali Sakti. Kau harus menyadari dengan siapa sekarang berhadapan!" balas Bara Genta.
Rupanya diam-diam Pembegal Jagad telah mengerahkan tenaga dalam kembali ke bagian telapak tangannya. Saatnya sekarang dia bersiap-siap melepaskan ajian "Pedut Segara". Ajian itu hampir setara dengan ajian "Guntur Geni". Dan memang, pada dasarnya ajian itu khusus untuk menandingi ajian yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti.
*** Bara Genta kemudian berkelebat mengelilingi Rangga. Dari empat sisi pemuda berkulit legam ini menghentakkan tangannya ke satu sasaran.
Wuuut! Wueees! Suasana di sekeliling tempat itu berubah menjadi gelap berselimut kabut. Angin menderu-deru, menimbulkan suara-suara mengerikan. Pada saat itu pula, Rangga merasakan ada sebuah kekuatan yang sangat besar menyeretnya. Menyentakkannya, menusuk-nusuk pembuluh darahnya.
Dan Rangga tiba-tiba merasakan dirinya terdampar di lautan es. Sejauh-jauh mata memandang, yang terlihat hanya gumpalan kabut putih seperti salju. Pendekar Rajawali Sakti merasa lehernya seperti tercekik ribuan tali. Dan sebelum segala-galanya terlambat, tiba-tiba kedua tangannya mendorong ke empat penjuru.
"Aji "Guntur Geni"! Heaaa...!"
Hawa panas keluar dari tangan Rangga yang disertai empat sinar melesat ke empat penjuru, langsung menerjang kabut putih menyerupai salju.
Glar! Glaaar! Dentuman keras terdengar di sana-sini disertai pijaran bunga api. Akibatnya tentu tidak ringan bagi masing-masing yang telah melepaskan tenaga dalam tadi. Pendekar Rajawali Sakti tercampak ke utara, sedangkan Bara Genta terpelanting ke selatan.
Luka dalam yang mereka derita begitu parah. Tapi seperti kesetanan, mereka segera bangkit berdiri kembali tanpa menghiraukan darah yang terus mengucur dari mulut dan hidung.
Kini Bara Genta kembali melakukan serangan dengan bergerak ke samping kanan sejauh dua langkah. Kemudian kembali bergerak ke kiri dua langkah. Selanjutnya, ke belakang dua langkah pula.
Rangga menyadari mungkin lawannya bermaksud melakukan serangan yang paling mematikan. Tiba-tiba Bara Genta melompat ke depan. Tidak langsung menyerang, melainkan menjejakkan kaki kanannya sebanyak tujuh kali ke bumi.
"Aji "Pamiluto Gaib"!" teriak Bara Genta.
Rangga yang baru saja berdiri segera merasakan guncangan keras pada bagian dadanya. Kini disadari kalau Pembegal Jagad bermaksud mengadu jiwa melalui serangan jarak jauh.
Pendekar Rajawali Sakti yang telah menyalurkan tenaga dalam ke bagian tangannya segera melompat ke depan.
"Aji "Bayu Bajra"! Hiyaaa...!" teriak Rangga sambil menghentakkan tangannya.
Dua gulung angin topan langsung menghantam Bara Genta yang diam terpaku bagaikan patung. Tetapi, serangan itu tidak berakibat apa-apa bagi Pembegal Jagad. Malah angin topan kembali berbalik dengan kekuatan berlipat ganda.
Pendekar Rajawali Sakti yang telah banyak menguras tenaga masih berusaha menghindarinya. Namun gerakannya terlambat. Tubuhnya tersapu pukulannya sendiri, sehingga terjengkang ke belakang.
Sungguh mengenaskan keadaan pemuda berbaju rompi putih ini. Ia meringis kesakitan. Sedangkan Bara Genta tetap terpaku sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Tampaknya, dia bermaksud mengirimkan serangan yang dapat menghabisi riwayat Pendekar Rajawali Sakti. Namun pada saat-saat yang sangat menegangkan itu, tampak dua sosok tubuh berkelebat ke arah Bara Genta.
"Pembunuh keji! Heaaa...!"
Sosok yang satu kebutkan selendangnya. Sedangkan yang satu lagi merangkapkan kedua tangannya. Dari telapak tangan itu melesat lidah api, bagaikan serentetan petir ke arah Bara Genta.
Tangan Pembegal Jagad yang sudah terangkat tadi gagal dihantamkan ke arah Rangga. Kini tangan itu menangkis kedua serangan yang baru datang.
Blar! Blaaar! "Aaa .!"
Tampak pendatang yang menyerang pakai selendang terbanting roboh disertai teriakan kesakitan. Sedangkan yang satunya lagi, kalau tidak cepat menghindar dipastikan terkena pukulannya sendiri yang membalik.
"Dewi Kerudung Perak!" seru laki-laki tua yang lolos dari maut ketika melihat perempuan berbaju putih tewas seketika menemui ajal.
Laki-laki tua yang tak lain Ki Suta alias Dewa Petir tidak sempat memberi pertolongan. Bahkan masih dalam keadaan berdiri, Bara Genta tanpa berkata apa-apa langsung mengibaskan tangan kanannya ke arah Ki Suta. Sementara Dewa Petir segera merangkapkan kedua tangannya.
Saat itu juga seleret sinar seperti lidah petir secara berturut-turut kembali menghantam Bara Genta.
Blaaar...! Disertai suara dahsyat, tubuh Pembegal Jagad terkena serangan Dewa Petir. Namun, berkat aji "Pamiluto Gaib" yang telah dirapalnya, serangan itu tidak membawa akibat apa-apa. Malah sebagian dari serangan Dewa Petir berbalik, mengenai diri sendiri.
Glaaar! "Aaakh...!"
Dewa Petir menjerit keras. Dia langsung bergulingan di tanah, berusaha mematikan api yang membakar pakaiannya yang berwarna putih. Merasa tidak ada penghalang lagi, Bara Genta dengan langkah kaku segera mendatangi Rangga yang masih tergeletak.
"Nah, sekaranglah aku menyelesaikan tugasku!" desis Bara Genta seraya mengangkat tangannya kembali.
Rangga walaupun dalam keadaan payah, masih memiliki kesadaran. Tiba-tiba sambil melompat menerjang, pedangnya dicabut. Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang memancarkan sinar biru langsung menghujam dada Bara Genta yang tak sempat mengelak.
Jleees! "Aaa...!"
Bara Genta menjerit keras. Suaranya seakan merobek langit dini hari. Pemuda itu roboh dengan sebuah luka menganga. Tubuhnya berkelojotan, lalu terdiam.
Dengan terhuyung-huyung Rangga berusaha menghampiri Dewa Petir yang telah berusaha menolongnya. Namun pandangannya tiba-tiba mengabur. Kemudian tubuhnya terjengkang dan tidak ingat apa-apa lagi.
"Rangga...!" seru Dewa Petir.
Walaupun dalam keadaan terluka, Ki Suta merayap menghampiri Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara itu Ki Jatayu dan Anggraini yang menyaksikan pertempuran menegangkan dari dalam rumah, dengan tergopoh-gopoh membantu Ki Suta dan Rangga. Kedua orang itu dibopong untuk dibawa masuk ke dalam rumah.
Sedangkan di halaman samping, mayat Bara Genta tergeletak membeku. Beberapa saat, memang mayat itu seperti benar-benar mati. Tetapi tiba-tiba saja, angin berhembus hebat, disertai hujan dan suara petir yang tiada henti-hentinya. Lalu, terdengar suara bergemuruh. Suasana berubah gelap. Dalam kegelapan, tampak sebuah bayangan besar dan tinggi, seakan menggapai ke langit.
"Aku iblis penghuni Kitab Pelebur Jiwa! Si Bayang-Bayang memerintahkan aku untuk menghidupkanmu!" desis sosok tinggi besar ini.
Benar saja. Tidak lama kemudian, sosok yang mengaku Iblis penghuni Kitab Pelebur Jiwa mengangkat Bara Genta hanya dengan sebelah tangan. Setelah itu dibawanya mayat Pembegal Jagad menuju ke Hutan Wonocolo yang tidak begitu jauh dari Desa Pasir Molek.
*** Jenazah Bara Genta sampai di tengah-tengah Hutan Wonocolo segera dibaringkan di atas rumput. Perlahan-lahan iblis itu menggerak-gerakkan tangannya di atas sekujur tubuh Bara Genta.
Angin kencang terus berhembus tiada henti. Sampai kemudian....
"Kitab Pelebur Jiwa adalah diriku. Diriku adalah sumber kekuatan dan kesaktian. Juga sumber kehidupan bagi orang-orang yang mengabdi pada kekuatan iblis. Kau tidak mati. Tetapi, tidur. Kau tidak terluka, terkecuali tergores. Bangkit..., bangkitlah seperti asalmu. Hidup... hiduuup...!"
Terdengar suara yang sayup-sayup seperti datang dari kejauhan. Dan yang terjadi kemudian sungguh menggetarkan. Bara Genta yang jasadnya telah dingin membeku, sekarang tampak bergerak-gerak. Luka di perutnya secara perlahan menghilang. Matanya pun berkedip-kedip, hingga kemudian terdengar keluhannya panjang.
"Oh, di mana aku...!"
Iblis Hitam yang berdiri tegak di hadapannya tersenyum.
"Kau berada dalam kehidupanmu yang baru. Kau berada dalam bimbingan iblis. Kau adalah pengikut Kitab Pelebur Jiwa. Kitab Pelebur Jiwa adalah diriku. Iblis Hitam! Ha ha ha...!" jelas sosok tinggi besar disertai tawa menyeramkan.
Tanpa diketahui empat pasang mata menyaksikan kejadian itu. Dan karena begitu takutnya mereka akhirnya menyingkir. Sementara Bara Genta yang telah hidup kembali berkat kekuatan Kitab Pelebur Jiwa, tampak masih tetap terduduk di tempatnya.
"Pesan gurumu, kau harus bertarung dengan Pendekar Rajawali Sakti sampai titik darah yang terakhir!"
Iblis Hitam penghuni Kitab Pelebur Jiwa tiba-tiba raib, setelah memberi peringatan.
Pembegal Jagad hanya menganggukkan kepala.
*** Pagi harinya Ki Jatayu mengumpulkan warganya untuk menguburkan jenazah Nyai Jeliteng. Dan kepala desa ini menjadi heran, karena tidak menemukan mayat Bara Genta yang tewas di tangan Pendekar Rajawali Sakti. Kejadian ini segera dilaporkan pada Dewa Petir yang telah pulih kesehatannya setelah bersemadi. Tentu saja laki-laki tua itu jadi sangat heran.
"Bagaimana orang yang sudah mati bisa hilang, Ki?" tanya Ki Suta.
"Aku sendiri merasa heran. Jika mayat Bara Genta lenyap, mengapa mayat kawanmu tidak?"
"Pasti ada sesuatu yang tidak beres!" keluh Dewa Petir cemas.
"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Kepala Desa minta petunjuk.
"Aku sendiri belum tahu," jawab Ki Suta.
"Tampaknya Bara Genta benar-benar iblis. Bukan tidak mungkin gurunya telah mengambil mayat Bara Genta."
"Bagaimana keadaan Rangga sekarang?" tanya Ki Suta, mengalihkan pembicaraan.
"Dia masih belum sadarkan diri," jawab Ki Jatayu bimbang.
"Apakah di daerah ini tidak ada tabib?" tanya Ki Suta.
"Sulit mencari tabib di Pasir Molek ini. Tapi, nanti aku dapat memerintahkan orang-orang di sini untuk mengusahakannya."
"Aku khawatir jiwa Pendekar Rajawali Sakti tidak akan tertolong...!" desah Dewa Petir cemas.
"Mudah-mudahan saja dia tidak mengalami apa-apa yang tidak diharapkan. Lagipula putriku sedikit-sedikit dapat melakukan pengobatan. Dia tentu tahu. apa yang harus dilakukan."
"Mengapa kau tidak bilang sejak tadi, Ki?" tegur Ki Suta.
"Aku tidak ingin terlalu menonjolkan kemampuan Anggraini yang tidak seberapa itu. Lagipula, dia bukan tabib yang sangat ahli. Hanya sekadar bisa saja," jelas Ki Jatayu merendahkan diri.
Dewa Petir merasa lega. Bagaimanapun, hanya pada Rangga dia dapat menggantungkan harapannya. Bara Genta tidak dapat dianggap main-main. Belum lagi, bila gurunya yang muncul.
? *** ? 6 ? Ramu-ramuan dari tetumbuhan memang cukup manjur. Apalagi yang membuatnya Anggraini. Dulu, gadis cantik ini pernah belajar dari kakeknya yang memang seorang tabib.
Dengan telaten, Anggraini merawat Rangga. Dia bahkan tidak pernah meninggalkan pemuda itu walau barang sekejap pun. Anggraini memang telah berusaha segenap kemampuannya. Tampaknya hatinya tidak rela jika pendekar seperti Rangga harus tewas..
Karena perawatan yang telaten ini, kesehatan Rangga mulai membaik. Dan ketika Dewa Petir bersama Ki Jatayu sedang menyusun rencana di ruangan depan, Rangga mulai sadarkan diri. Matanya yang tertutup tampak mulai terbuka. Matanya memandang ke sekeliling ruangan. Pertama yang dilihatnya adalah putri Kepala Desa Pasir Molek.
"Mengapa aku di sini?" tanya Pendekar Rajawali Sakti dengan suara lemah.
"Kakang tadi tidak sadarkan diri. Sebaiknya, jangan bergerak dulu. Kakang perlu istirahat cukup!" saran Anggraini.
Gadis itu menundukkan kepala. Dia tidak berani menatap mata Pendekar Rajawali Sakti secara terang-terangan.
Rangga mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi sebelumnya. Kini, segala-galanya menjadi jelas. Bukankah dia bertarung habis-habisan melawan Bara Genta" Lalu, musuh besarnya itu tewas di ujung pedangnya.
"Aku ingin melihat mayat Bara Genta!" kata Rangga.
Anggraini menggeleng.
"Bara Genta hilang begitu saja. Entah, siapa yang telah melarikannya!" jelas gadis itu.
"Apa" Bagaimana mungkin"! Bukankah dia sudah mati"!" sentak Rangga seakan tidak percaya.
"Memang! Bahkan aku sendiri melihatnya. Menurut Dewa Petir, Bara Genta mungkin diselamatkan Kitab Pelebur Jiwa."
"Siapa Dewa Petir?" tanya Rangga.
"Dewa Petir adalah orang yang membantu Kakang. Kawannya yang bernama Nyai Jeliteng tewas."
"Mengenai Kitab Pelebur Jiwa, aku telah mendengarnya. Hanya aku tidak melihat kitab itu, ketika berhadapan dengan Bara Genta!" kata Rangga perlahan.
"Kitab itu memang tidak pernah ada. Dia hanya berupa kekuatan gaib yang datang dalam wujud Iblis Hitam."
"Heh"! Sungguh tidak masuk akal. Menurut Ki Renta Alam, kitab itu ada di dalam Gua Seribu Malam di dasar Laut Utara. Kurasa yang benar adalah, di dalam Kitab Pelebur Jiwa berkuasa sebuah kekuatan iblis, yang dapat diperintah melakukan apa saja sesuai kehendak pemiliknya. Jadi yang datang menyelamatkan Bara Genta yang sudah mati itu adalah kekuatan gaib yang berada dalam Kitab Pelebur Jiwa," jelas Rangga.
"Maafkan aku, Kakang. Aku hanya samar-samar saja mendengar pembicaraan antara Ayah dan Dewa Petir," ucap Anggraini meralat kata-katanya. "Sebaiknya Kakang pikirkan dulu masalah kesehatan Kakang. Nanti setelah Kakang pulih benar, baru pikirkan yang lain-lainnya."
Pendekar Rajawali Sakti jadi tak enak hati. Dia merasa yakin pastilah sejak tidak sadarkan diri, gadis ini yang telah mengurusnya.
"Kau baik sekali kepadaku. Aku berhutang nyawa padamu, Anggraini," kata Rangga tulus.
"Pertolongan yang Kakang berikan untuk penduduk di sini, jauh lebih besar daripada semua apa yang telah kuperbuat. Terus terang, aku memang mengkhawatirkan keselamatanmu!" sahut Anggraini, dengan suara bergetar sambil menundukkan kepala.
"Aku merasa berterima kasih atas perhatianmu!" ucap Pendekar Rajawali Sakti.
Pembicaraan antara kedua anak muda itu terhenti ketika Ki Jatayu dan Dewa Petir masuk ke dalam ruangan.
"Puji syukur pada Yang Maha Tunggal. Ternyata kau sudah sadar, Rangga," desah Ki Suta. "Perkenalkan aku Dewa Petir. Dan aku tahu namamu dari Ki Jatayu. Sungguh pertemuan yang tidak disangka-sangka...."
"Salam hormatku untukmu, Dewa Petir. Sayang, kita tak bisa berbincang-bincang lama, karena nanti sore aku sudah harus melakukan perjalanan kembali untuk mencari mayat Bara Genta yang hilang," kata Rangga, sambil memberi hormat dengan merapatkan telapak tangan di depan dada.
"Tapi kau memerlukan istirahat lebih lama, Pendekar Rajawali Sakti. Aku takut, Bara Genta hidup kembali!" sergah Dewa Petir cemas.
"Bagaimana mungkin?" tanya Rangga.
"Tentu saja berkat Kitab Pelebur Jiwa. Tentu kau tidak tahu kekuatan Iblis Hitam yang menguasai kitab itu," jelas Ki Suta.
"Lalu...?"
"Untuk sementara, biarkan kami yang mencari mayat Bara Genta. Itu pun kalau memang dia benar-benar mati. Tetapi jika hidup kembali, aku dan kawan-kawan segolongan tentu harus menghadapinya!"
"Dewa Petir! Kau sendiri sudah merasakan kehebatan Bara Genta. Kita harus menemukan cara lain untuk menghadapinya!" kata Rangga.
"Waktu kita sangat terbatas...."
Ucapan Ki Suta ini langsung terhenti ketika melihat salah seorang penduduk memberi isyarat pada kepala desanya agar keluar sebentar.
Ki Jatayu langsung menjumpai warganya. Namun tidak lama dia telah datang kembali menjumpai Ki Suta dan Rangga.
"Menurut wargaku, ada tiga orang gila ingin menjumpaimu, Ki," lapor Ki Jatayu.
Dewa Petir tersenyum-senyum. Sudah dapat ditebak siapa kiranya yang datang.
*** "Suruh mereka masuk!" pinta Ki Suta pada Kepala Desa.
Tanpa berkata apa-apa, Ki Jatayu segera keluar lagi. Dan ketika kembali, dia sudah bersama tiga orang laki-laki.
"Ha ha ha...! Akhirnya kita bertemu kembali, Ki! Di tengah jalan, kami bertemu Pendekar Seruling Perak. Tapi Kemudian dia memilih berpisah dan bergabung bersama Pendekar Beruang Merah. Ha ha ha...! Sungguh tolol dia!" kata laki-laki gemuk berbaju dari kulit beruang hitam itu disertai tawa.
"Betul, Ki," timpal laki-laki lain. "Katanya mereka takut jadi gendeng, karena ikut kami!"
"Gila Ketawa dan Sepasang Pendekar Gendeng! Pendekar yang terbaring ini adalah Pendekar Rajawali Sakti! Silakan kalian saling berkenalan," ujar Dewa Petir, tak menghiraukan gurauan kawan-kawannya yang baru datang.
Baik Si Gila Ketawa maupun Subali dan Indrajit memandang ke arah Rangga. Kemudian, mereka saling bersalaman. Namun mendadak, Si Gila Ketawa terpingkal-pingkal.
"Ha ha ha...! Pendekar Rajawali Sakti! Kulihat kau berhasil membuat Pendekar Seruling Perak yang berangasan kaku seperti patung. Setelah sampai di sini, kulihat pula wajahmu babak belur. Bagaimana ini"!"
"Bukan babak belur, tapi hampir mati," sahut Rangga kalem.
"Gila Ketawa! Kuharap dalam suasana seperti ini kalian dapat bersikap lebih bersungguh-sungguh. Sekarang aku ingin bertanya. Selama dalam perjalanan, apa yang kalian dapatkan?" sela Dewa Petir.
Indrajit maju ke depan mewakili dua orang kawannya.
"Tidak banyak, Ki. Terakhir, kami melihat kejadian yang sangat sulit diterima akal," jelas Indrajit.
Kemudian Indrajit secara terperinci menceritakan tentang mayat Bara Genta yang dihidupkan kembali oleh Iblis Hitam.
"Apakah Iblis Hitam membawa Kitab Pelebur Jiwa" Atau mungkin dia menyinggung-nyinggung tentang kitab itu?" tanya Dewa Petir, setelah Indrajit selesai bercerita.
"Sebenarnya Kitab Pelebur Jiwa adalah sumber kebangkitan Iblis Hitam itu sendiri. Kita tidak mungkin dapat menemukannya, karena tidak akan ada yang sanggup menyelam di dasar Laut Utara. Satu-satunya cara yang terbaik menurutku adalah, dengan cara memancing Rumbai Mangkulangit alias Si Bayang-Bayang keluar dari Gua Seribu Malam," kata Si Gila Ketawa mengemukakan pendapatnya.
"Kurasa pendapat Gila Ketawa benar, Ki Suta," timpal Rangga. "Untuk itu, kita harus menemukan Bara Genta yang telah berhasil dihidupkan kembali oleh Iblis Hitam. Satu kelemahan kita, tidak seorang pun di antara kita yang tahu, dengan cara bagaimana dapat melakukannya!" keluh Rangga.
"Maaf.... Kudengar kau seorang pendekar besar. Kurasa kau mampu mengatasinya!" kata Subali.
Rangga tersenyum saja. Sejenak suasana jadi hening.
"Ingat! Si Bayang-Bayang sengaja menciptakan jurus-jurus serta ajian yang gunanya untuk mematahkan seranganku. Kau dapat bertanya langsung pada Dewa Petir, betapa hebatnya dia, Subali!" kata Pendekar Rajawali Sakti, memecah keheningan.
"Hmmm.... Kalau begitu, semakin sulitlah bagi kita untuk menyelesaikan persoalan satu ini," keluh Indrajit.
"Rangga.... Sebaiknya kau istirahat saja dulu. Nanti sore kita bahas lagi persoalan ini," ujar Dewa Petir.
"Baiklah.... Kalau itu maumu, untuk sementara ini aku hanya dapat menurut saja," sahut Rangga.
Dewa Petir dan yang lainnya, termasuk juga Kepala Desa Pasir Molek meninggalkan ruangan kamar yang ditempati Pendekar Rajawali Sakti. Sehingga di dalam ruangan itu sekarang hanya tinggal Rangga dan Anggraini saja.
"Anggraini.... Sebaiknya kau tinggalkan aku sebentar saja!" pinta Rangga.
Anggraini tersenyum. Dengan perasaan tulus ditinggalkannya ruangan kamar ini. Setelah putri kepala desa itu meninggalkannya, Rangga berusaha menggerakkan tubuhnya. Tapi, niatnya urung. Karena entah dari mana datangnya, tahu-tahu seorang lelaki tua berbadan pendek berambut putih telah berada di depannya!
"Ki Renta Alam!" seru pemuda berbaju rompi putih itu.
"Syukur otakmu masih waras, sehingga masih mengenali siapa aku ini," kata laki-laki tua itu sambil mengelus-elus jenggotnya yang cuma beberapa lembar.
"Ya! Tetapi aku hampir mati di tangannya!" sahut Rangga lesu.
"Kau tidak boleh putus asa! Dia adalah musuhmu. Dan kau harus bisa mengatasi persoalan yang dihadapi," ujar Ki Renta Alam, tegas.
"Seperti ceritamu beberapa waktu yang lalu, Ki. Dia dapat mengatasi setiap jurus maupun pukulan yang kukerahkan untuk menyerangnya. Aku baru bisa membunuhnya, setelah mempergunakan Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Kini setelah dibawa Iblis Hitam, dia dapat hidup kembali. Pernahkan kau berpikir bahwa saat ini aku benar-benar mengalami kesulitan?" tanya Rangga.
Ki Renta Alam tersenyum.
"Semua manusia di muka bumi ini punya kesulitan sendiri-sendiri. Aku bisa sedikit membantu persoalanmu. "
"Hanya sedikit saja?" ujar Rangga, tak puas.
"Dengar dulu," sela Ki Renta Alam. "Hanya padamu, sebagai lelembut aku mau menampakkan diri. Kau bisa mengalahkan dia, hanya pada siang hari saja. Satu hal yang perlu kau ingat, Bara Genta dulunya hanya bernama Genta saja. Dialah kepala bajak laut yang ditenggelamkan Ki Wanayasa di Laut Utara. Dia sebenarnya sudah mati, tetapi berhasil dihidupkan kembali berkat Kitab Pelebur Jiwa. Si Bayang-Bayang menambahkan nama Bara di depan namanya. Dengan arti, bara tidak akan pernah padam. Sekarang Bara Genta sudah dua kali mengalami kehidupan. Sekali lagi binasa, dia sudah tidak punya kehidupan lagi...!" papar Ki Renta Alam.
"Lalu...?"
"Jika kau berhasil membunuhnya, usahakan mayatnya jangan sampai menyentuh tanah. Mayat itu boleh disangkutkan di mana saja. Untuk melakukan semua itu, kau bisa bekerja sama dengan Dewa Petir. Dan kabarkan kepada semua kawan-kawannya, tentang kelemahan Bara Genta ini. Yang perlu kutekankan, kalian harus bertarung dengannya hanya pada siang hari saja. Karena pada saat itu, kekuatannya tidak sehebat pada malam hari. Itulah kekuatan semua iblis. Nah, sekarang apa kau sudah mengerti?"
"Sudah, Ki," sahut Rangga.
Ki Renta Alam menggelengkan kepalanya. Entah, apa maksud gelengan kepalanya. Rangga sendiri tidak mengerti.
Ki Renta Alam lantas duduk di pinggir tempat tidur yang ditempati Rangga. Kemudian matanya melirik ke arah pintu, seakan apa yang ingin diucapkannya takut didengar orang lain.
"Rangga! Ada satu hal lagi yang perlu kau ketahui," bisik Ki Renta Alam.
"Apa itu, Ki?" tanya Rangga.
"Secara tidak langsung, putri kepala desa itu telah menyelamatkan dirimu."
"Ya, aku tahu. Dan aku telah berterima kasih kepadanya," jawab Rangga.
Ki Renta Alam tertawa perlahan.
"Yang kau tidak tahu, sebenarnya Anggraini menyukaimu. Dia mencintaimu. Belum pernah ada cinta anak manusia sebesar cintanya. Aku tidak mengajarimu bersikap macam-macam. Karena menurut mata gaibku, kau sudah punya kekasih bernama Pandan Wangi. Ha ha ha...!"
Rangga tersipu. Dia sama sekali heran, bagaimana manusia lelembut ini bisa tahu nama kekasihnya. Padahal, pemuda ini tidak pernah bercerita tentang masalah pribadinya pada siapa pun.
"Kau bisa saja, Ki!" kata Pendekar Rajawali Sakti salah tingkah.
"Sudahlah.... Tidak usah dipersoalkan lagi. Sekarang aku mau pergi. Tapi, kuharap kau mau memejamkan matamu sebentar!" pinta Ki Renta Alam.
"Kenapa?"
"Supaya kau tidak mengintipku. Ha ha ha...!"
Rangga langsung memejamkan matanya. Ketika matanya membuka kembali, Ki Renta Alam sudah lenyap dari ruangan.
*** Setelah semalam Rangga memaparkan pertemuannya dengan Ki Renta Alam yang menjelaskan kelemahan-kelemahan Bara Genta, paginya Si Gila Ketawa dan Sepasang Pendekar Gendeng berangkat lebih awal untuk mencari Pembegal Jagad. Tindakan mereka yang secara diam-diam membuat Ki Suta marah besar. Dia khawatir terjadi sesuatu terhadap tiga orang sahabatnya.
"Apakah kita harus menyusulnya, Rangga?" tanya Dewa Petir.
"Aku memerlukan waktu sehari lagi untuk menyembuhkan luka-luka yang masih tersisa, Ki!" pinta Rangga, terus terang.
Memang Pendekar Rajawali Sakti harus memulihkan kesehatannya secara menyeluruh. Sebab dia sendiri sudah merasakan, betapa dahsyatnya perlawanan yang dilakukan Pembegal Jagad.
"Sebaiknya aku berangkat duluan!" usul Dewa Petir.
"Tidak jelaskah perkataanku ini, Ki?"
"Aku memahami sepenuhnya. Tetapi, mereka tidak mungkin mampu menghadapi Bara Genta!" sergah Dewa Petir, cemas.
"Baiklah, Ki. Aku hanya dapat mendoakan keselamatan kalian saja...!" ucap Pendekar Rajawali Sakti.
Saat itu juga berangkatlah Dewa Petir menyusul kawan-kawannya. Rangga memang tidak dapat menyertainya, karena harus mengembalikan kesehatan tubuhnya yang sempat terluka parah.
*** Di tengah-tengah teriknya matahari siang ini, dua laki-laki berusia kurang lebih empat puluh tahun terus berjalan sambil mengedarkan pandangan ke sekitar Hutan Wonocolo. Mereka kemudian menemukan ceceran darah yang telah mengering.
"Kurasa dia masih di sekitar sini, Beruang Merah! Subuh tadi, aku sempat melihat Bara Genta dihidupkan kembali oleh Iblis Hitam. Lagi pula, dia pasti mencari korban baru," kata laki-laki berbaju putih yang tak lain Pendekar Seruling Perak.
"Kau bersama orang-orang gendeng! Mana mungkin orang gendeng bisa mengambil tindakan tepat!" gerutu laki-laki satunya yang ternyata Pendekar Beruang Merah.
"Memang benar, Sahabatku. Aku bisa jadi gendeng, bila ikut mereka terus. Itu sebabnya aku mencarimu," jelas Pendekar Seruling Perak.
Rupanya, mereka sama sekali tidak menyadari ada sepasang mata yang terus mengawasi dari atas sebuah pohon besar. Sosok pemilik sepasang mata itu menyeringai. Sehingga wajahnya yang angker semakin bertambah menyeramkan. Dan tiba-tiba, sosok itu melompat dari atas pohon. Gerakannya ringan, tidak menimbulkan suara. Jelas ilmu meringankan tubuhnya sangat sempurna.
"Kalian mencari aku?"
"Heh..."!"
Serentak kedua pendekar itu menoleh ke belakang ketika mendengar suara menggetarkan. Mereka terkejut, karena orang menegurnya tadi tidak lain dari Bara Genta.
Pendekar Seruling Perak langsung meneliti keadaan Bara Genta. Ternyata, pemuda bertelanjang dada ini dalam keadaan sehat tidak kurang sesuatu apa pun. Luka di perutnya juga sudah tidak meninggalkan bekas sama sekali.
"Ya! Memang kami mencarimu!" jawab Pendekar Seruling Perak.
"Ha ha ha...! Kalian hanya mengantar nyawa sia-sia. Pulanglah ke pangkuan ibumu!" ejek Bara Genta, disertai senyum mengejek.
Ucapan Bara Genta yang sangat meremehkan membuat kedua pendekar ini menjadi marah.
"Kau terlalu memandang remeh pada kami, Manusia Iblis!" teriak Pendekar Beruang Merah gusar.
"Ha ha ha...! Aku bicara apa adanya! Jika Pendekar Rajawali Sakti saja tidak sanggup mengalahkan aku, apalagi kalian!" dengus Bara Genta.
"Kurang ajar! Kesalahanmu sudah selangit. Jangan coba-coba menakut-nakuti kami!" desis Pendekar Beruang Merah.
"Sekarang yang bicara adalah kenyataan. Kalau kalian tidak percaya, cobalah maju. Tidak usah satu-satu, tapi sekalian secara berbarengan!" tantang Bara Genta.
Disertai amarah meluap, Pendekar Beruang Merah memberi isyarat pada Pendekar Seruling Perak untuk melakukan penyerangan.
? *** ? Selanjutnya Bagian 7-8 (selesai)
? Kitab Pelebur Jiwa


Pendekar Rajawali Sakti 203 Kitab Pelebur Jiwa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " 203. Kitab Pelebur Jiwa ~ Bag. 7-8 (selesai)
16 ?"?" 2015 ". " 7:40
7 ? Wajah Pendekar Seruling Perak dan Pendekar Beruang Merah seperti tomat matang. Tiba-tiba Abiyasa menerjang ke depan, melakukan serangan cepat dengan mengandalkan jurus-jurus andalan.
Bara Genta tertawa menghadapi serangan Pendekar Seruling Perak. Ketika tangan kanan lawannya meluncur deras ke arah dada, dia sama sekali tidak menghindar. Sehingga....
Buuuk! "Heeep!"
Bara Genta hanya tergetar saja. Sedangkan Pendekar Seruling Perak merasa tangannya seperti membentur batu karang yang amat keras. Ketika Pembegal Jagad menggerakkan tangannya, Pendekar Seruling Perak yang bernama asli Abiyasa merasa seperti ada sebuah batu besar menghimpit tubuhnya.
"Huaaakh...!"
Pendekar Seruling Perak terpelanting roboh dengan mulut mengucurkan darah. Sementara Pendekar Beruang Merah tidak tinggal diam. Disertai teriakan keras diterjangnya Bara Genta dengan jurus-jurus "Beruang" yang dimilikinya. Tangannya dengan ganas menyambar ke bagian-bagian yang mematikan.
Bara Genta segera mengeluarkan jurus "Liukan Sang Api". Seperti diketahui, jurus ini hampir sama hebatnya dengan jurus "Sembilan Langkah Ajaib" yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiyaaa...!"
Melihat serangannya berhasil dipatahkan, disertai teriakan keras Pendekar Beruang Merah langsung mengerahkan jurus "Beruang Membalik Bukit". Kemudian dilepaskannya tendangan telak ke arah sasaran.
Sedemikian cepat tendangan itu, namun Bara Genta masih saja bisa menghindar dengan melompat ke samping. Bahkan tangan kanannya meluncur ke arah kaki Pendekar Beruang Merah. Maka....
Duuuk! "Auuukh...!"
Benturan keras terjadi. Pendekar Beruang Merah terhuyung-huyung ke belakang sambil terpincang-pincang. Kakinya yang membentur tangan Bara Genta langsung membengkak. Kenyataan ini sungguh mengejutkan. Karena, tadi dia telah mengerahkan tenaga dalamnya ke bagian kaki.
"Ha ha ha...! Sebentar lagi kau akan kukirim ke neraka bersama kawanmu yang tolol ini!" dengus Bara Genta.
"Dasar keparat! Hiyaaa...!" teriak Pendekar Beruang Merah.
Tiba-tiba laki-laki ini meluruk dengan kecepatan dahsyat. Kedua tangannya bergerak cepat, mementang jurus-jurus yang diandalkannya. Dan tiba-tiba tangannya dikibaskan.
"Pukulan "Angkara Murka"! Heaaa...!"
Bara Genta hanya tersenyum ketika melihat seleret sinar merah meluncur deras ke arahnya. Begitu sinar itu sejengkal lagi menghantam, kedua tangannya disilangkan ke depan dada. Sekejap kemudian tubuhnya pun bergetar. Bersamaan dengan itu pukulan yang dilepaskan Pendekar Beruang Merah menghantam.
Blaaar! "He he he...!"
Sungguh sial bagi Pendekar Beruang Merah. Karena hawa panas yang menghantam, hanya membuat pemuda berkulit gelap itu terjengkang sambil tertawa-tawa. Secepatnya Pembegal Jagad berdiri. Secepat itu pula tenaga dalamnya dikerahkan ke bagian tangan.
"Aji "Pedut Segara"! Hiyaaa...!"
Dengan teriakan membahana, Pembegal Jagad melompat ke depan. Tangannya seketika dikibaskan. Suasana terang mendadak berubah redup.
Saat itu juga bertiup angin menderu disertai udara dingin yang sedemikian menusuk. Sementara Pendekar Beruang Merah sudah tidak sempat menghindar lagi. Maka....
Glaaar! "Aaa...!"
Jeritan keras terdengar, ditingkahi ledakan dahsyat. Pendekar Beruang Merah terpelanting roboh. Tubuhnya berkelojotan sebentar. Sementara, darah terus menetes dari hidung dan mulutnya. Laki-laki itu tewas detik itu juga.
Pendekar Seruling Perak tampak terkejut sekali melihat kematian kawannya. Seketika langsung dikeluarkannya seruling berwarna perak mengkilat. Tatapan matanya memandang geram pada Bara Genta.
Sebaliknya, Pembegal Jagad memandang dengan sinar mata dingin.
"Satu telah kubunuh. Dan kau giliran selanjutnya!" desis Bara Genta.
Pendekar Seruling Perak tidak menanggapi ucapan lawannya. Segera serulingnya ditiup. Suara seruling mengalun tinggi, mendayu-dayu.
Bara Genta yang tidak menyangka dengan kehebatan seruling itu langsung terkesiap. Tampaknya, dia terpengaruh irama seruling. Maka ketika suara seruling itu berubah sedih, Pembegal Jagad menangis tersedu-sedu seperti anak kecil. Dia terus menangis seirama suara seruling.
Langkah Bara Genta pun terhuyung-huyung, sampai kemudian kakinya terpeleset. Bara Genta tersungkur jatuh. Namun justru hal ini mengembalikan kesadarannya dari pengaruh seruling.
"Keparat! Kau menipuku dengan segala permainan yang tidak ada artinya!" teriak Bara Genta marah bukan main.
"Jangan banyak mulut. Majulah...!" tantang Pendekar Seruling Perak.
Mendapat tantangan seperti itu, Pembegal Jagad tidak tinggal diam.
"Heaaa...!"
*** Mendadak, Bara Genta melakukan beberapa gerakan, lalu melompat ke depan. Kakinya melakukan sapuan ke kaki Pendekar Seruling Perak.
Abiyasa cepat melompat ke udara, membuat serangan Bara Genta hanya menebas angin. Namun cepat sekali Pembegal Jagad menghantamkan tinjunya ke wajah itu. Bersamaan waktunya, Pendekar Seruling Perak juga mengibaskan serulingnya.
Trak! "Heh..."!"????????
Dengan wajah terkejut Abiyasa melompat mundur. Tangannya yang memegang seruling terasa dingin bagaikan ditusuk-tusuk jarum. Sementara, Bara Genta sendiri hanya terhuyung-huyung saja sambil memegangi tangannya yang agak membengkak.
"Boleh juga permainanmu! Tapi kurasa kau tidak dapat bertahan lama dalam menghadapi aku! Hiyaaa...!"
Disertai teriakan keras Pembegal Jagad melompat tinggi ke udara, dan langsung berjumpalitan beberapa kali. Ketika tubuhnya meluncur deras ke bawah, dengan mempergunakan jurus "Mematahkan Sambaran Sang Api" tangannya bergerak ke bagian bahu Pendekar Seruling Perak.
Duk! Duk! Krak! Krak! "Aaaugkh...!"
Hantaman kedua tangan Bara Genta yang sedemikian keras, membuat bahu Pendekar Seruling Perak patah menimbulkan suara berderak. Laki-laki berbaju putih ini menjerit dan jatuh terduduk.
Bara Genta tersenyum dingin melihat penderitaan pendekar ini.
"Sekarang aku telah membuktikan sebagian di antaranya! Ha ha ha...!" leceh Bara Genta dingin. Perlahan-lahan Pembegal Jagad menghampiri Abiyasa yang tulang bahunya telah hancur. Sambil mendengus, Bara Genta menendang. Sementara Pendekar Seruling Perak jelas tidak dapat bergerak leluasa. Sehingga....
Buuuk! "Hekh...!"
Pendekar Seruling Perak terpelanting. Dua buah tulang iganya remuk. Darah mengucur dari hidung dan mulutnya. Tampaknya dia begitu sulit bernapas.
"Kau hanya bermulut besar, Manusia Tolol! Mana kehebatanmu" Kau tidak lebih dari seorang banci!" ejek Bara Genta.
"Iblis Jahanam! Kau menang! Sekarang, tunggu apa lagi"!" sentak Pendekar Seruling Perak.
Pembegal Jagad tertawa-tawa. Wajahnya yang hitam berubah makin kelam. Kemudian dia melompat mundur sejauh dua batang tombak. Setelah itu....
"Aji "Pedut Segara"! Hiyaaa...!"
Bara Genta tiba-tiba mengibaskan tangannya ke depan. Saat itu juga segulung angin dingin menebar kabut putih meluncur deras ke arah Abiyasa. Tidak dapat dihindari lagi....
Blar! "Aaa...!"
Dengan telak pukulan yang dilepaskan Bara Genta menghantam Pendekar Seruling Perak. Ledakan disertai suara jerit kesakitan terdengar, mengiringi kematian Pendekar Seruling Perak.
Bara Genta tersenyum penuh kejumawaan. Matanya hanya sekejap saja memperhatikan lawannya yang sudah tidak bernyawa. Dan sambil mendengus, tubuhnya berkelebat pergi.
*** Malam ini bulan tersenyum cantik. Cahayanya yang kuning keemasan menerangi alam mayapada. Desa Pasir Molek tetap dalam keadaan sunyi. Ada sepotong hati milik Anggraini yang semakin gelisah, saat-saat perpisahan itu semakin bertambah dekat. Sehingga, membuatnya tidak enak makan, tidak bisa tidur, oleh perasaan was-was yang menghantui.
Anggraini yang sejak tadi tidak dapat tidur keluar dari kamarnya. Ketika melihat ke kamar yang ditempati Rangga, ternyata kamar itu dalam keadaan kosong.
Anggraini dengan hati berdebar-debar segera melihat ke halaman samping. Ternyata, Pendekar Rajawali Sakti sedang duduk termenung di situ.
Anggraini menghampiri. Dan Rangga menoleh ketika merasa ada tangan menyentuh bahunya. Bibirnya tersenyum pada gadis itu.
"Kakang belum juga tidur?" sapa Anggraini bergetar suaranya.
"Belum. Aku belum mengantuk," sahut Rangga masih tetap tersenyum.
"Apa yang Kakang pikirkan?" usik gadis ini.
"Hmm," Rangga menggumam tidak jelas. "Begitu banyak persoalan yang kuhadapi."
"Aku selalu mengkhawatirkan keselamatanmu, Kakang!" desah Anggraini.
Pendekar Rajawali Sakti memang sudah mengetahui tentang perasaan gadis ini dari Ki Renta Alam. Maka dia segera dapat memakluminya.
"Aku selalu dalam keadaan baik-baik saja. Jangan khawatir!" kilah Rangga, tenang.
Anggraini kemudian duduk di samping Rangga. Sehingga, harum tubuhnya tercium pemuda itu.
"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu...!" desah gadis cantik itu, agak gugup.
"Apa" Coba katakan!" ujar Rangga.
"Eee..., tidak.... Aku tidak bisa...!" Anggraini jadi gugup.
Pendekar Rajawali Sakti menepuk bahu gadis di sebelahnya. Sehingga, membuat tubuh Anggraini jadi panas dingin.
"Aku tahu," kata Rangga.
"Tahu apa?"
"Tahu kalau kau cantik," goda Rangga.
"liih..., Kakang...!"
Anggraini semakin tersipu-sipu. Serasa tak sadar, tiba-tiba ia memeluk Rangga. Rangga sebenarnya tak ingin memberi harapan pada gadis itu. Dia tak ingin membuat Anggraini kecewa nantinya. Namun entah karena dorongan apa, tiba-tiba dibalasnya pelukan gadis ini yang telah menelusupkan kepalanya di dada bidang Pendekar Rajawali Sakti.
"Kakang...!"
"Hmmm..."
Sepasang mata Anggraini yang bening memandang penuh rasa kagum pada pemuda di samping. Dalam jarak yang demikian dekat, bau harum gadis ini semakin bertambah tajam.
Rangga tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya ke wajah Anggraini.
Perlahan Anggraini memejamkan matanya. Betapa wajahnya tampak semakin cantik dalam keadaan begitu. Lalu entah siapa yang memulainya, bibir mereka telah berpagutan dengan lembut. Hingga kemudian terdengar erangan lirih dari bibir gadis ini yang setengah terbuka.
Mendadak di benak Pendekar Rajawali Sakti terlintas bayangan Pandan Wangi. Cepat-cepat wajahnya dijauhkan dari Anggraini. Ada perasaan berdosa di hati Rangga terhadap Pandan Wangi, satu-satunya gadis yang paling dicintainya. Tapi Pendekar Rajawali Sakti sadar bahwa dirinya adalah laki-laki biasa yang mempunyai nafsu. Sekarang, tinggal bagaimana dia menguasai nafsunya.
"Kakang! Kenapa?" tanya gadis itu keheranan.
"Eeeh..., tidak apa-apa ... Sebaiknya kita masuk sekarang. Nanti kalau dilihat orang lain tidak enak jadinya!" kilah Pendekar Rajawali Sakti.
"Tapi...!"
"Aku tak ingin bertemu denganmu lagi, kalau kau suka membantah."
Anggraini tidak sempat melanjutkan ucapannya, karena Pendekar Rajawali Sakti sudah memotongnya.
? *** Di pagi yang cerah, Sepasang Pendekar Gendeng dan Si Gila Ketawa menemukan mayat Pendekar Seruling Perak dan Pendekar Beruang Merah yang dalam keadaan mengenaskan sekali. Sehingga ketiga laki-laki itu merasa yakin bahwa yang membunuh tidak lain adalah Bara Genta!
"Kurasa iblis itu yang harus kita cari!" desis Si Gila Ketawa.
"Apakah kau tidak tahu bahwa kita ini sedang mencarinya?" tukas Indrajit.
"Mari kita pergi ke arah sana!" ajak Subali.
Mereka segera menuju ke arah selatan. Tidak lama, sampailah mereka di sebuah lembah yang sangat curam.
"Coba kita lihat ke situ!"
"Lembah ini sangat curam. Mustahil ia tinggal di situ!" bantah Si Gila Ketawa.
"Belum tentu. Aku mengendus tanda-tanda kehadirannya!" sahut Indrajit.
Tanpa menunggu lebih lagi lagi, mereka segera menuruni lembah. Namun tiba-tiba....
Set! Set! Crap! "Aaa...!"
Terdengar teriakan kesakitan dari Si Gila Ketawa. Sepasang Pendekar Gendeng segera berbalik. Ternyata, punggung sahabat mereka telah tertembus kayu runcing yang tampaknya dilemparkan dengan tenaga dalam tinggi. Begitu cepatnya, membuat Si Gila Ketawa tak mendengar desir angin serangan dari belakangnya.
"Hah" Astaga...!" desis Indrajit.
Sepasang Pendekar Gendeng segera memberi pertolongan pada Si Gila Ketawa. Tapi, tusukan kayu runcing yang menembus jantung laki-laki ini begitu parah. Setelah kelojotan sejenak, nyawa Si Gila Ketawa tidak tertolong lagi.
"Waspadalah! Kurasa pemuda iblis itu bersembunyi di sekitar sini!" desis Subali.
Laki-laki ini segera memberi isyarat pada Indrajit agar meningkatkan kewaspadaannya. Mereka segera mencari-cari. Setiap tempat yang dianggap mencurigakan didatangi. Sampai kemudian....
Set! Set! Kali ini desiran halus itu terdengar. Serentak Sepasang Pendekar Gendeng berpaling ke arah datangnya suara. Ternyata, dua batang kayu berujung runcing kembali meluncur deras. Serentak mereka menghindarinya sambil berjumpalitan beberapa kali.
Cap! Cap! Dua batang kayu menancap di batang pohon di belakang mereka. Kemudian suasana berubah sunyi kembali. Sebentar saja, karena sekejap kemudian terlihat sosok tubuh meluncur dari balik pohon.
"Ha ha ha...! Ada saja orang yang minta mati dengan datang kemari. Siapa kalian?" tanya sosok yang ternyata seorang pemuda berkulit legam.
"Kami Sepasang Pendekar Gendeng. Tujuan kami kemari jelas ingin menangkapmu!" tegas Indrajit, mengenali pemuda yang tak lain Bara Genta.
"Jika kalian hanya punya selembar nyawa, sebaiknya menyingkirlah sebelum terlambat!" seru pemuda bertelanjang dada ini.
"Kepada orang lain, kau boleh bicara begitu. Tapi kepada kami jangan coba-coba menggertak!" desis Subali.
"Aku bukan bicara omong kosong. Kalau kalian memang sudah bosan hidup, memang sebaiknya harus kukirim ke neraka! Hiyaaa...!"
Secepat kilat, Bara Genta hantamkan tinjunya ke dua arah sekaligus. Sepasang Pendekar Gendeng cepat menghindar dengan merunduk, membuat pukulan itu hanya setengah jengkal menyambar di atas kepala mereka. Setelah itu, Subali dan Indrajit mengirimkan pukulan balasan ke arah dada.
Bukkk! "Hegkh...!"
Serangan mereka tepat menghantam sasarannya. Sambil mengeluh tertahan, Bara Genta terhuyung-huyung.
Pemuda berkulit gelap itu menggeram penuh amarah. Namun Sepasang Pendekar Gendeng tampak sudah tidak memberi kesempatan lagi. Maka terpaksa Bara Genta mempergunakan jurus "Liukan Sang Api" untuk menghindarinya.
Jurus aneh ini membuat setiap serangan yang dilancarkan Sepasang Pendekar Gendeng tidak mengenai sasaran. Subali dan Indrajit tiba-tiba melompat mundur sejauh satu batang tombak. Segera mereka mengambil tongkat sepanjang dua jengkal yang terselip di balik baju.
Trek! Treeek! Ketika mereka menekan tonjolan kecil berwarna merah di tengah-tengah tongkat, pada kedua ujung tongkat keluar mata pisau yang sangat tajam berwarna putih mengkilat.
"Kalian akan mati dengan senjata kalian sendiri!" desis Bara Genta.
Sepasang Pendekar Gendeng hanya tersenyum kecut tanpa mempedulikan gertakan Pembegal Jagad.
? ? *** ? 8 ? Secara serentak, Sepasang Pendekar Gendeng memutar tongkat pendek berujung dua mata pisau dengan cepat, menimbulkan desir angin halus yang menderu-deru.
Begitu Subali dan Indrajit menerjang, Bara Genta tidak tinggal diam. Saat mata-mata pisau itu menerjang ke beberapa bagian tubuhnya, secepat kilat tubuhnya melenting ke udara. Namun gerakannya kalah cepat dibandingkan luncuran senjata di tangan Subali. Sehingga....
Cres! "Auuukh...!"
Bara Genta memekik keras ketika ujung mata pisau menghujam tumitnya. Dia jatuh terguling-guling. Sambil meringis menahan sakit, dia bangkit berdiri.
"Huh! Kalian boleh juga. Tapi kesempatan itu hanya sekali saja dalam hidup kalian! Heaaa...!"
Bara Genta pun tiba-tiba merangkapkan kedua tangannya ke depan dada.
"Aji "Sirep Hampa"!"
Disertai teriakan menggelegar, Pembegal Jagad cepat mengibaskan kedua tangannya ke dua arah. Sekejap kemudian, suasana berubah redup. Dan tiba-tiba ada sebuah kekuatan yang tidak terlihat menyedot tubuh Sepasang Pendekar Gendeng. Kekuatan itu membuat mereka terseret-seret mendekati Bara Genta.
Walaupun Subali dan Indrajit telah berusaha mempertahankan diri dengan pengerahan tenaga dalam, namun tetap saja terseret mendekati lawannya. Keadaan ini tentu sangat berbahaya. Terlebih-lebih setelah terlihat kedua tangan Pembegal Jagad telah berubah menjadi hitam pekat.
"Selamatkan dirimu, Subali!" seru Indrajit tegang.
Peringatan Indrajit hanya sia-sia saja. Karena baik Subali maupun Indrajit sama-sama tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh sedotan.
Ketika jarak mereka semakin bertambah dekat, secepat kilat tangan Bara Genta bergerak ke bagian kepala Subali.
Praaak! "Aaa...!"
Subali langsung tersungkur roboh. Kepalanya pecah. Darah bercampur otak kontan berhamburan keluar. Sedangkan Indrajit sendiri yang sedang berusaha membebaskan diri dari pengaruh kekuatan Bara Genta hanya mampu membelalakkan matanya. Tubuhnya sendiri terus terseret oleh satu kekuatan tidak terlihat.
"Iblis...!" desis Indrajit.
Setelah sekian kalinya berusaha membebaskan diri dari pengaruh kekuatan lawan, Indrajit mencoba melompat ke samping. Usahanya ini tetap sia-sia saja. Dan ketika Bara Genta menjulurkan tangan ke arahnya, pemuda ini hanya dapat mengibaskan senjatanya. Namun tangan Pembegal Jagad yang satunya cepat menghalau. Kemudian....
Braaak! "Aaa...!"
Tangan Bara Genta mendadak menghantam telak dada Indrajit. Saat itu juga, pemuda ini terjengkang dan ambruk di tanah. Tubuhnya langsung menghitam. Dari mulut dan hidungnya mengucur darah kental berwarna kehitam-hitaman.
Bara Genta tersenyum puas Dan baru saja dia hendak melanjutkan langkah....
"Sungguh keji sekali perbuatanmu itu, Pemuda Iblis!"
Terdengar bentakan keras dari belakang. Namun dengan tenang, Bara Genta menoleh. Tidak jauh di depannya, tampak seorang laki-laki tua berambut panjang berdiri tegak sambil memandangi penuh amarah.
"Rasanya aku pernah melihatmu, Kisanak" Coba katakan, apa tujuanmu!" tegur Bara Genta, langsung.
"Tujuanku sudah jelas. Kau telah membunuh kawan-kawanku. Di samping itu, aku muak melihat tindakanmu yang sewenang-wenang!" desis laki-laki tua yang tak lain Dewa Petir tegas.
"Hem, begitu" Rupanya masih belum jelas bagimu, bahwa aku sengaja datang ke sini untuk menciptakan neraka dunia" Jadi, kuperingatkan padamu jika tidak punya nyawa rangkap, sebaiknya jangan campuri urusanku!" gertak Bara Genta.
"Kau memang iblis sombong yang pantas dikirim ke neraka!" desis Dewa Petir.
"Tidak usah banyak omong! Buktikanlah semua ucapanmu itu jika kau benar-benar punya kemampuan!" tantang Bara Genta, sesumbar.
Dewa Petir yang memang sudah mengetahui kehebatan lawannya ini tidak mau bersikap gegabah. Segera dia bersikap waspada untuk menghadapi segala kemungkinan. Dan tiba-tiba kedua tangannya dihentakkan ke arah Bara Genta. Seketika sinar keperakan bagai petir meluncur.
"Huh! Hanya pukulan picisan. Rasanya tidak ada gunanya kau pamerkan di depanku!" ejek pemuda berkulit hitam ini.
Satu tombak sinar bagai petir itu menghantam, Bara Genta mengibaskan tangannya.
Wuuut! Blaaar! Terjadi guncangan yang cukup keras bagai gempa disertai ledakan. Dewa Petir yang sempat terhuyung-huyung mundur dapat menguasai keadaannya. Sedangkan Bara Genta yang menganggap enteng serangan lawannya, sempat jatuh terduduk.
*** Secepatnya Bara Genta bangkit. Malah kini segera menerjang Dewa Petir dengan mempergunakan jurus "Tendangan Badai Topan". Tentu saja serangan itu tidak dapat dianggap main-main.
Melihat gerakan tangan dan kaki Bara Genta yang cukup cepat, Dewa Petir segera melenting ke udara. Namun pada saat yang bersamaan, Pembegal Jagad juga melompat ke udara. Ketika tubuh mereka sama-sama mengambang di atas, serangkaian tendangan dilancarkan.
Duk! "Heh..."!"
Dewa Petir sempat tergetar juga saat terjadi benturan kaki di udara. Dengan sebisanya, kedua kakinya mendarat di atas tanah, namun sempat jatuh terjengkang. Ketika matanya melirik, ternyata kakinya sudah membiru. Jelas, tadi Bara Genta telah mengerahkan tenaga dalam.
"Boleh juga kau punya kepandaian! Heaaa...!"
Bara Genta mengakhiri ucapannya dengan serangkaian serangan ganas.
Ki Suta yang memang telah merasakan kehebatan lawan, sekarang tidak mau bersikap setengah-setengah lagi. Dengan segera dikerahkannya jurus "Amarah Sang Dewa". Bahkan jurus-jurus ini dirangkai jurus-jurus lainnya. Sehingga, serangan yang dilancarkannya semakin bertambah cepat dan sangat berbahaya.
"Hiyaaa...!"
"Ciaaat...!"
Bara Genta dan Dewa Petir sudah kembali terlibat pertarungan. Rupanya sekarang mereka memang sedang berusaha membunuh satu sama lain dalam waktu secepatnya.
Niat yang terkandung dalam hati masing-masing tentu sangat sulit diwujudkan, mengingat mereka sama-sama sengaja mengerahkan jurus-jurus simpanannya.
Lama-kelamaan Dewa Petir jadi tidak sabar juga. Tiba-tiba kedua tangannya dirangkapkan, seraya mengerahkan tenaga dalam ke bagian telapak tangan. Dan sekejap kemudian....
"Aji "Dewa Pamungkas"! Hiyaaa...!"
Disertai teriakan keras Ki Suta menghentakkan tangannya ke depan. Seketika seleret sinar berwarna biru meluncur deras ke arah Bara Genta.
Tampaknya, Bara Genta juga tidak tinggal diam. Secara cepat tangannya dikibaskan menyongsong pukulan Dewa Petir.
"Aji "Sirep Hampa"! Heaaa...!"
Bum! Buuum! Dua luncuran sinar yang datang dari dua arah bertubrukan di udara. Ledakan-ledakan dahsyat terdengar. Dewa Petir sempat terpelanting hingga sejauh tiga batang tombak. Dari mulutnya tampak meneteskan darah kental.
Bara Genta sendiri sempat merasa dadanya sesak bukan main. Peredaran darahnya kacau dan jantungnya berdetak lebih cepat lagi. Akan tetapi setelah mengatur pernapasan, keadaannya telah berangsur-angsur membaik.
Perlahan-lahan Bara Genta berdiri kembali. Tatapan matanya sedemikian tajam menusuk, memandang dingin pada Ki Suta.
Dewa Petir segera mencoba bangkit berdiri. Namun pada saat itu, seluruh tenaganya seperti hilang begitu saja. Padahal, Bara Genta telah bersiap-siap melepaskan pukulan dahsyat untuk mengakhiri perlawanannya.
Dalam keadaan sulit berjalan itu, Ki Suta tidak mau mati pasrah begitu. Segala macam usaha dilakukannya.
"Kau segera mati, Orang Tua!" geram Bara Genta.
"Pemuda iblis! Jangan terlalu takabur dengan kemampuan diri sendiri!" dengus Ki Suta.
"Hiyaaa...!"
Disertai teriakan menggelegak, Bara Genta menerjang ke depan. Kedua tangannya segera didorong ke depan. Seketika segulung angin kencang yang tidak terlihat meluruk deras ke arah Dewa Petir.
Ki Suta tiba-tiba saja merasakan ada suatu kekuatan yang sangat besar menyedotnya. Dan tiba-tiba pula, tubuhnya seperti tertarik, terseret-seret mendekati Bara Genta.
Dewa Petir kaget bukan main melihat daya tarik yang sedemikian hebat ini. Sementara itu, tangan Bara Genta sendiri telah menghitam.
Rupanya, Pembegal Jagad sedang mengerahkan ajian "Pamiluto Gaib". Walaupun Ki Suta telah berusaha keras untuk mempertahankan diri dari pengaruh daya tarik itu, namun usahanya sia-sia.
Kini keselamatan Ki Suta benar-benar bagaikan telur di ujung tanduk. Apalagi melihat jarak satu sama lain semakin lama semakin dekat saja.
*** Dalam keadaan yang sangat gawat, tiba-tiba melesat sesosok bayangan putih dari sebelah kanan. Pembegal Jagad terkesiap. Segera tangan kirinya dipergunakan untuk memapak.
Wuuut! Plak! "Auaaakh...!"
Bara Genta terjengkang disertai teriakan melengking tinggi. Sedangkan Dewa Petir selamat dari jarum maut. Di lain waktu tidak jauh dari mereka telah berdiri seorang pemuda berbaju rompi putih yang tak lain Pendekar Rajawali Sakti.
"Huh! Kau rupanya!" dengus Bara Genta sinis.
"Kau memang hebat. Sudah mati, dapat hidup kembali. Tetapi jangan terlalu banyak berharap dengan kehidupanmu yang ketiga. Karena sekali ini, Iblis Hitam yang menguasai Kitab Pelebur Jiwa tidak akan sanggup lagi menolongmu!" desis Rangga.
"Kurang ajar! Jangan terlalu yakin dengan kemampuanmu, Pendekar Rajawali Sakti! Kau telah ditakdirkan mati di tanganku hari ini!" teriak Bara Genta. "Aji "Pamiluto Gaib"! Hiyaaa...!"
Melihat lawannya mempergunakan jurus yang paling berbahaya, seketika Pendekar Rajawali Sakti sudah tidak ingin membuang waktu lagi. Segera dicabutnya Pedang Pusaka Rajawali Sakti di punggungnya.
Sring! Rangga mengerahkan setengah dari tenaga dalamnya dan menyalurkannya ke bagian hulu pedang, maka saat itu pula senjata itu kemudian diputar.
Pada saat itu juga, Bara Genta merasakan adanya suatu kelainan. Ajian "Pamiluto Gaib" seakan macet, tidak berguna sebagaimana mestinya. Padahal, pedang di tangan Rangga terus meluncur menghantam ke arah dada.
Pemuda berhati iblis ini cepat berusaha menghindarinya dengan cara meliukkan badannya berulang-ulang. Serangan pertama ini gagal mengenai sasarannya. Tetapi pedang itu seakan memiliki mata saja. Kelebatannya seperti mengejar Bara Genta ke mana saja.
"Hiyaaa...!"
Pendekar Rajawali Sakti berteriak sekeras-kerasnya. Pedangnya dikibaskan, kemudian langsung menyodok ke bagian perut Bara Genta.
Pemuda bertelanjang dada ini memang sudah tidak punya waktu lagi menghindar. Apalagi, pedang bersinar biru berkilau itu sangat cepat datangnya. Tidak ampun lagi....
Cres! "Aaa...!"
Bara Genta melolong keras begitu perutnya tertembus pedang. Tubuhnya jatuh terduduk. Sedangkan darah menyembur dari luka di perutnya.
Rangga yang mengetahui kelemahan Pembegal Jagad langsung mencabut pedangnya. Kemudian dengan dibantu Dewa Petir, diangkatnya tubuh Bara Genta ke udara.
"Aaa...!"
Suara lolongan semakin bertambah panjang. Tubuh yang berlumuran darah itu cepat langsung membusuk, menebarkan bau yang sangat menusuk.
"Sangkutkan mayat ini ke atas pohon, Ki!" perintah Rangga setelah memasukkan pedangnya ke warangka.
Ki Suta segera melompat ke atas pohon. Sedangkan Rangga melemparkan mayat Bara Genta ke arah Ki Suta.
Tap!

Pendekar Rajawali Sakti 203 Kitab Pelebur Jiwa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dewa Petir menangkapnya. Kemudian mayat Bara Genta yang mengalami pembusukan secara cepat ini disangkutkan di atas pohon.
Wusss...! Pada saat itu, tiba-tiba berhembus angin kencang yang disertai hujan dan suara petir sambung-menyambung. Lalu di tengah-tengah hujan, tampak sesosok tubuh bergerak cepat ke arah Rangga. Sosok tubuh ini memiliki empat tangan dan dua kepala.
Pendekar Rajawali Sakti segera menyadari kalau laki-laki berwujud aneh dan mengerikan itu tidak lain dari gurunya Bara Genta.
Sebelum laki-laki berkepala dua ini berkata apa-apa, tiba-tiba....
"Hanya pedangmu yang dapat mengatasinya! Penggal lehernya! Baru dia mati!"
Sebuah bisikan terdengar di telinga Pendekar Rajawali Sakti. Rangga kenal betul kalau orang yang berbisik itu tidak lain dari Ki Renta Alam.
"Kitab Pelebur Jiwa! Iblis Hitam yang selalu bersemayam di dalamnya. Bunuh kedua manusia yang telah membunuh muridku!" perintah laki-laki berkepala dua dan bertangan empat. Dia tidak lain dari Rumbai Mangkulangit yang berjuluk Si Bayang-Bayang!
Sekejap kemudian, Si Bayang-Bayang mengambil sebuah kitab dari balik pakaiannya. Kitab berwarna hitam dan sangat kumal itu diacungkan ke udara, dan digoyang-goyangkan, Saat itu juga terlihat asap putih membubung tinggi ke udara.
Asap yang menyerupai kabut itu kemudian bergerak. Dan dari balik asap tampak sosok serba hitam. Tubuhnya sangat tinggi. Dialah Iblis Hitam, penghuni Kitab Pelebur Jiwa!
"Bunuh!" perintah Si Bayang-Bayang lantang.
"Perintah dijalankan!" sahut Iblis Hitam.
Secepat kilat kedua tangan Iblis Hitam yang dapat terjulur memanjang tanpa batas itu bergerak ke dua arah. Tangan kirinya berusaha menggapai leher Dewa Petir yang sedang di atas pohon, sedangkan tangan kanannya hendak mencengkeram punggung Rangga.
Dewa Petir terkesiap. Namun sebelum cengkeraman itu sampai pada sasaran, dilepaskannya pukulan "Dewa Menolak Bala".
Blasshh! Blammm! Pukulan yang dilepaskan Ki Suta ini tepat mengenai sasarannya. Tetapi begitu ledakan terjadi Iblis Hitam tidak mengalami luka apa-apa.
Dewa Petir jadi geram setengah mati. Sementara, tangan Iblis Hitam yang hitam dan besar sudah mencengkeram punggungnya. Tubuh Ki Suta diangkat tinggi-tinggi, lalu dibanting sekeras-kerasnya.
Bruk! "Argkh ...!"
Dewa Petir menggeliat kesakitan ketika tubuhnya menghantam tanah. Kiranya perlakuan yang sama juga dialami Pendekar Rajawali Sakti. Pemuda ini pun terhempas. Untung sebelumnya tenaga dalamnya sudah dikerahkan untuk melindungi diri.
Sekarang, Iblis Hitam terus mengejar Dewa Petir. Kakinya yang besar berusaha menginjak tubuh laki-laki tua itu. Namun pada saat itulah Rangga kembali mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti.
Sring! "Hiyaaa...!"
Disertai teriakan menggelegar, Rangga melompat ke udara. Ujung pedang di tangannya meluncur deras ke punggung Iblis Hitam. Dengan mempergunakan kesempatan saat Iblis Hitam lagi lengah, Pendekar Rajawali Sakti menusukkan pedangnya.
Jrooos! "Haaargkh...!"
Iblis Hitam penghuni Kitab Pelebur Jiwa menjerit keras saat wujudnya tertusuk senjata Rangga. Tubuhnya kontan terbakar. Pada saat yang sama, kitab di tangan Si Bayang-Bayang terbakar.
Rumbai Mangkulangit terpaksa melepaskan kitabnya. Lolongan panjang Iblis Hitam terdengar menjauh. Semakin lama semakin jauh, hingga akhirnya lenyap begitu saja.
Rumbai Mangkulangit jelas terkejut melihat kehebatan senjata di tangan Pendekar Rajawali Sakti. Pedang itulah yang tidak pernah berhasil dilihat melalui kekuatan gaibnya! Sehingga dia tidak menciptakan senjata yang dapat mengimbangi pedang milik Pendekar Rajawali Sakti. Tanpa senjata tandingan, mustahil pemuda itu dapat dikalahkan.
Sementara Rangga sendiri segera melompat menghadapi Si Bayang-Bayang.
"Setelah kehancuran Iblis Hitam, sekarang giliranmu yang harus kukembalikan ke neraka!" dengus Rangga.
Si Bayang-Bayang melompat mundur, ketika Pendekar Rajawali Sakti menebaskan senjatanya. Saat itu juga terasa adanya hawa panas yang menerjang. Rumbai Mangkulangit terkesiap, lalu melompat lagi.
Melihat kenyataan ini, Pendekar Rajawali Sakti hilang kesabarannya. Dengan mempergunakan jurus dari rangkaian jurus-jurus "Rajawali Sakti", diserangnya laki-laki tua itu dengan gencar.
Mendapat serangan begini rupa, Rumbai Mangkulangit jadi pontang-panting. Agaknya dia begitu takut menghadapi Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Saking takutnya, dia lupa mempergunakan pukulan-pukulan saktinya!
Tiba-tiba Si Bayang-Bayang mengambil sebuah benda dari balik saku celananya. Kemudian benda bulat itu dilemparkannya ke tanah di depan Rangga.
Buuum! Terjadi letupan keras, disertai menebarnya asap tebal. Suasana di sekitarnya jadi gelap gulita.
"Dasar licik!" teriak Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti berusaha keluar dari kepungan asap tebal. Begitu terbebas, ternyata Si Bayang-Bayang telah lenyap.
"Hari ini adalah kekalahanku, Pendekar Rajawali Sakti! Suatu saat jika aku telah menemukan senjata ampuh, aku akan mencarimu!"
Terdengar suara Si Bayang-Bayang yang dikirimkan lewat ilmu mengirimkan suara.
"Tantanganmu kuterima, Pengecut!" teriak Rangga, lantang.
"Rangga! Kita telah terkecoh. Sayang, aku sendiri juga tidak dapat menghentikannya," keluh Dewa Petir, seakan menyalahkan diri sendiri.
"Sudahlah, Ki. Kita telah membunuh muridnya, dan juga memusnahkan Kitab Pelebur Jiwa. Lain kali, kita pasti dapat menghancurkan Si Bayang-Bayang!" tandas Pendekar Rajawali Sakti.
"Sekarang kita ke mana?" tanya Ki Suta.
"Ke Desa Pasir Molek, bagaimana?" tanya Pendekar Rajawali Sakti disertai senyum.
Dewa Petir mengangguk setuju. Ketika mereka meninggalkan Hutan Wonocolo, hari sudah mulai gelap. Hati mereka lega, karena telah berhasil membunuh Bara Genta.
? ? SELESAI ? Segera terbit :
TITAH SANG RATU
? ? ? ? Tukang Scan: Clickers
Tukang Edit: Aura PandRa
Tukang E-Book: Abu Keisel
? ? ? https://www.facebook.com/pages/Dunia-Abu-Keisel/511652568860978
? ? Kitab Pelebur Jiwa
? Daftar Isi Pendekar Rajawali Sakti
?"?"?"" Pendekar Rajawali Sakti
? 2017 Patung Emas Kaki Tunggal 9 Joko Sableng 35 Wasiat Darah Di Bukit Toyongga Hikmah Pedang Hijau 14
^