Pencarian

After School Club 1

After School Club Karya Orizuka Bagian 1


Alhamdulillah, akhirnya, setelah sekian lama mengendap di komputer, After School Club terbit juga! Naskah ini sebenarnya sudah selesai dari tahun kedua kuliah (tepatnya 2006). Di dalam novel ini, aku menyentuh topik-topik ringan dengan suasana ceria, seperti yang kulakukan pada High School Paradise (2006), Love United (2008), dan Best Friends Forever (2012). Karena teenlit akhir-akhir ini jarang terlihat di rak toko buku, akhirnya aku memutuskan untuk kembali menyuguhkan bacaan ringan bagi para remaja. Semoga kalian suka, ya! ^ ^
Untuk mereka yang berjasa atas terbitnya buku ini: The Totos (my everything), Agatha (I owe you a lot), semua temanku sedari kecil hingga saat ini, para guru dan pengajar yang pernah membimbingku, terima kasih. You made me what I am today.
Special thanks untuk tim Bentang Belia and Dila sebagai the messenger. Semangat ya, dalam menerbitkan novel-novel remaja!
memiliki buku ini. Semoga terhibur dan nggak ikut jadi dodol, ya~ ;)
Regards, Orizuka The Prince uasana pagi itu sangat cerah. Sinar matahari sudah menelusup di antara tirai jendela kamar Putra. Burung-burung yang bertengger di dahan pohon pun sudah berkicau dengan merdu. Namun, sang pemilik kamar masih meringkuk di bawah selimut tebalnya yang nyaman.
Putra baru begadang semalaman, menamatkan PC game yang baru dibelinya kemarin sore. Suara kicauan burung masuk ke telinganya dan membuatnya membuka sebelah kelopak mata. Detik berikutnya, dia kembali menutupnya karena terlalu silau.
Tuan, sudah siang. Tuan harus berangkat ke sekolah.
Sayup-sayup Putra mendengar sebuah suara, yang jelas-jelas bukan kicauan burung. Itu suara Munah, salah seorang dari sekian banyak pelayan di rumah ini. Putra tidak menanggapi kata-kata Munah. Dia hanya menggaruk-garuk pipi, lalu kembali berusaha masuk ke alam mimpi.
Putra berusaha mengingat apa mimpi terakhirnya, tetapi dia sudah tak bisa berkonsentrasi. Suara Munah yang berfrekuensi tinggi menggetarkan gendang telinganya. Burung-burung itu pun terlalu berisik. Kicauan burung ternyata tidak selamanya indah, terutama mereka yang jadi backing vocal Munah. Putra memejamkan mata lebih rapat, dahinya sampai berkerut saking kerasnya berkonsentrasi.
Tuan, nanti terlambat, lho.
Arghhh, gumam Putra kesal, akhirnya benarbenar terbangun setelah yakin tidurnya tak akan tenang lagi. Setelah mengucek matanya keras-keras, Putra menatap jam di meja sampingnya. Memang sudah pukul 06.00.
Tuan & . Iya, iya! sahut Putra cepat-cepat. Setelah itu, suara Munah tak terdengar lagi. Putra menguap lebar-lebar, lalu meregangkan tubuhnya.
Putra bangkit dan bergerak malas ke kamar mandi. Dia membubuhkan pasta gigi ke sikat giginya, dan mulai menyikat gigi. Sambil melakukan itu, dia berjalan ke pintu balkon, membukanya, lalu keluar untuk melihat suasana pagi di rumahnya.
Putra menyipitkan mata untuk melihat kesibukan kecil yang sudah menjadi rutinitas di rumahnya. Ada Udjo yang sedang mengelap mobil ayahnya, Sarman yang sedang mengelap mobilnya, Slamet yang sedang menyapu halaman yang sudah terlalu bersih, Yuda yang sedang mengelap kantornya alias pos satpam, dan Rini yang sedang nongkrong di sana setelah membuat
Putra menyikat giginya lebih keras saat melihat ayahnya keluar rumah untuk berangkat ke kantor. Sebelum masuk ke mobil, ayahnya sempat meliriknya, tetapi Putra hanya balas menatapnya kosong sampai mobilnya menghilang di balik gerbang depan.
Tangan Putra berhenti menyikat, lalu dia menghela napas. Kehidupan yang sama setiap hari. Kehidupan yang nyaris membosankan. Untung saja ada game-game yang selalu setia menemaninya.
Tuan! Tuan jangan bengong aja! Entar banyak tetangga naksir, lho! sahut Rini dari pos satpam.
Putra cuma menatap datar orang-orang yang nyengir di bawahnya, lalu masuk untuk mandi. Sekarang, Putra harus bersiap-siap untuk satu lagi kehidupannya yang membosankan: sekolah.
Putra mematikan mesin Strada-nya, lalu melepas sabuk pengaman. Hari ini, seperti biasa, tempat parkir mobil selalu penuh. Putra menyambar ransel di jok samping, lalu melompat keluar dan menguncinya. Dengan segera, Putra merasakan firasat buruk karena bulu kuduknya tiba-tiba meremang.
Putraaa! sahut suara cempreng dari belakang, dan Putra tidak perlu repot-repot menengok untuk mengetahui siapa pemiliknya. Putra malah meneruskan perjalanannya ke sekolah.
Putra jahat, ih, nggak nungguin! sahut pemilik suara itu genit sambil menggamit lengan Putra. Putra meliriknya sebentar, lalu kembali berjalan seperti tak terjadi apa pun.
pemilik yayasan tempat Putra bersekolah. Dan, kejadian seperti ini pun sudah terlalu sering dialaminya, jadi Putra sudah tidak begitu peduli lagi.
Putra menyeberang jalan karena sekolah dan area parkir sekolahnya berada berseberangan. Genggaman Rachel di lengan Putra terasa lebih erat.
Putra, Rachel takut banget nyeberang & , kata Rachel, tak sadar kalau Putra membuka bibir untuk mengulang kata-katanya, hanya saja tanpa suara. Putra sudah hafal betul kalimat favorit cewek itu setiap paginya, dan Putra sudah tak mau capek-capek lagi mengingatkan kalau ada petugas yang siap menyeberangkan mereka karena Rachel sepertinya mendadak tuli kalau diingatkan.
Setelah berhasil menyeberang, dengan segera satpam sekolah menyapa mereka berdua dengan nada manis yang berlebihan. Putra sudah sering kali menyuruh mereka agar bersikap biasa, tetapi kedua pria berusia pertengahan 20-an tahun itu seperti kena hipnotis kalau ada Rachel di dekat mereka.
Mereka pun masuk ke koridor yang sudah dipenuhi oleh anak-anak berkemeja putih, berdasi biru tua, dan memakai bawahan kotak-kotak biru-abu-abu. Anakanak itu otomatis berbisik-bisik ketika Putra dan Rachel lewat. Putra menggaruk kepala bingung, tak tahu lagi bagaimana caranya menghentikan mereka.
Rachel melirik Putra dengan senyum bangga, tangannya masih mencengkeram erat lengan cowok itu. Putra memang sangat keren, dan kenyataan bahwa Rachel selalu ada di sampingnya setiap pagi dengan
henti-hentinya memuji mereka sebagai pasangan serasi. Rachel tersenyum lebih lebar, nyaris tertawa untuk merayakan ini.
Zi! Zia! Bantuin, dong! Sebuah suara membuyarkan lamunan Rachel. Mendadak, sekelebat bayangan muncul di hadapannya dan Putra, lalu sukses menabrak mereka.
Hei! Hati-hati, dong! Rachel mendelik seorang cewek yang sudah terduduk di lantai. Buku-buku yang tadi dibawanya bertebaran, tetapi Rachel tak peduli. Dia menoleh cepat ke samping. Putra, kamu nggak apa-apa"
Putra tak begitu mendengar kata-kata Rachel dan malah memperhatikan cewek yang terduduk sambil bengong di depannya. Putra tak pernah melihatnya sebelumnya.
Seorang cewek lain tahu-tahu muncul dengan tatapan heran. Cle" Kenapa lo"
Si cewek yang terduduk tiba-tiba sadar dan buruburu membereskan buku-bukunya. Elo, sih, Zi, main ninggalin gue aja!
Sori, sori, kata cewek yang satunya lagi, lalu tak sengaja menengok dan melongo saat mendapati Putra berdiri di hadapan mereka.
Merasa tak enak dengan segala kebengongan ini, Putra mulai bergerak, bermaksud membantu cewekcewek ini memungut buku-buku. Namun, jemari lentik Rachel menghentikannya.
Ayo, entar kita terlambat masuk kelas, katanya sambil menarik lengan Putra. Putra tak sempat
hal-hal kecil seperti ini.
Lain kali hati-hati, ya, kata Rachel kepada kedua cewek tadi, lalu melengos sambil membawa Putra berbelok ke koridor kelasnya.
Putra sendiri tak banyak bereaksi saat sekilas melihat tampang tak percaya kedua cewek itu. Kehidupan sekolah benar-benar membosankan bagi Putra. Tiap hari, dia selalu ditatap seperti ini oleh semua orang dan Rachel dengan setia menerima semuanya. Putra bahkan terlalu malas untuk menampik apa pun.
Namun, perasaan itu tiba-tiba terusik saat Putra melihat kelasnya. Entah mengapa dia memiliki firasat yang kurang enak soal hari ini, tetapi dia segera menepis pikirannya. Hal apa, sih, yang bisa memberi warna baru bagi kehidupannya yang sudah telanjur membosankan seperti ini"
Baiklah, Anak-Anak, sekarang saya akan memberikan hasil ulangan kemarin.
Latif, guru Fisika yang sedang mengajar di kelas Putra, mulai berkeliling kelas untuk membagikan hasil ulangan. Putra sendiri tidak begitu memperhatikan perhatiannya sedang dicurahkan pada majalah game yang terbuka lebar di atas meja. Bagaimanapun Putra harus menemukan game menarik untuk dimainkannya hari ini.
Mendadak, sebuah tangan keriput muncul di atas karakter Captain America dan menutup majalah itu.
menatapnya tanpa ekspresi.
Untuk sementara, yang ini saya tahan. Dia mengambil majalah itu dan meletakkan selembar kertas ke meja Putra. Dan, yang ini, kamu perhatikan.
Putra meraih kertas hasil ulangannya dengan malas, lalu membaliknya. Matanya melebar saat melihat angka merah yang ditulis besar-besar di pojok atas kertasnya.
50. 50 ketiga dalam tiga ulangan terakhir. Di bawah angka itu, terdapat catatan dari Latif yang berbunyi, temui saya di kantor istirahat nanti . Putra menggigit bibir, lalu melirik Latif yang sudah kembali ke meja guru.
Ya, baiklah. Sekian pelajaran hari ini, dan saya harap kalian bisa belajar lebih baik lagi untuk ulangan yang akan datang, katanya dan tepat setelah itu, bel istirahat berbunyi. Latif segera meninggalkan kelas sempat melirik Putra penuh arti sebelum menghilang di balik pintu. Putra balas menatapnya hampa, lalu bangkit.
Putra, ke kantin, yuk" Rachel tahu-tahu sudah ada di samping Putra.
Sori, gue ada urusan, tolak Putra pendek, lalu berjalan keluar kelas untuk mengikuti Latif yang ada beberapa meter di depannya. Putra menoleh ke belakang, merasa beruntung Rachel sedang tidak dalam mood menguntit.
Putra memasuki ruang guru dengan langkah kaku. Putra tak pernah masuk ruang guru karena kasus
ke ruang guru sebelumnya.
Silakan duduk. Suara Latif menyudahi lamunan Putra. Putra mengangguk, lalu duduk di sofa di tengah ruang guru. Beberapa guru menatapnya ingin tahu, membuat Putra jadi merasa tak nyaman.
Jadi, kata Latif setelah berdeham kecil. Apa ini yang menyebabkan nilai kamu menurun akhir-akhir ini"
Putra melirik majalah game yang disorongkan Latif ke meja.
Hm & kurang lebih, jawab Putra seadanya, membuat Latif bengong sesaat. Beberapa detik berikutnya, dia berdeham dan kembali menunjukkan wajah penuh wibawa.
Seharusnya kamu tahu, sebentar lagi kamu akan naik kelas dan harus memilih jurusan ....
Saya tahu, Pak, jawab Putra lagi, sambil mengawasi sekeliling dari ekor matanya. Sekarang, semua guru sudah menatapnya dan Latif terangterangan, seolah sedang menonton syuting sebuah film. Atau sinetron.
Jadi, kenapa kamu masih mementingkan hal-hal seperti ini dibandingkan prestasi belajar kamu" Latif mencoba bersabar.
Karena & prestasi belajar saya kurang penting" jawab Putra lagi, tidak benar-benar berkonsentrasi pada pertanyaan Latif tadi.
Putra, apa saya perlu memberi tahu ayah kamu" tanya Latif, membuat tatapan mata Putra segera terfokus. Latif tahu benar, inilah satu-satunya cara
perlu memberi tahu beliau kalau prestasi belajar anaknya menurun"
Nggak perlu, Pak. Kali ini, perhatian Putra hanya tertuju kepada Latif.
Kalau begitu, apa yang harus kamu lakukan sekarang, tentunya kamu sudah mengerti" tanya Latif senang, merasa muridnya ini sudah masuk perangkap. Putra hanya mengangguk malas. Tapi, saya masih kurang puas.
Putra mendongakkan kepala untuk menatap Latif lebih lekat.
Kita sudah pernah melakukan percakapan seperti ini ketika kamu mendapatkan 50 keduamu, dan sekarang kamu masih mendapatkan 50. Itu berarti cara ini tidak berhasil, jelas Latif, sementara Putra sibuk dengan pikiran kenapa Latif bisa mengatakan sesuatu yang sangat memenuhi persyaratan EYD di era alay seperti ini. Karena itu, mulai besok kamu akan saya serahkan kepada Pak Ramli untuk kelas After School.
Putra mengangguk-angguk tak jelas karena masih sibuk mencari-cari kesalahan pada kalimat Latif. Namun, detik berikutnya dia mengernyit.
Kelas After School" tanyanya penasaran. Latif tersenyum karena akhirnya mendapat tanggapan dari muridnya yang satu ini.
Ya. Kelas After School. Sudah pernah dengar" tanyanya, dan Putra segera menggeleng. Itu adalah kelas usai sekolah untuk mengulang pelajaran. Seperti les atau bimbingan belajar, hanya saja tidak dikenakan biaya. Dan, anak-anaknya adalah mereka yang sama
atau beberapa mata pelajaran. Tujuan mereka dimasukkan ke kelas tersebut adalah supaya mereka bisa memperbaiki nilai mereka. Kelas ini ada di bawah pengawasan Pak Ramli.
Saya bisa belajar sendiri, Pak, tolak Putra cepatcepat, malas mengikuti kegiatan apa pun setelah sekolah, apalagi kegiatan satu ini tidak terdengar asyik.
Saya sangsi soal hal itu, tandas Latif seolah sudah bisa menebak reaksi Putra sebelumnya. Dan, karena kamu tidak punya pilihan, maka mulai besok setelah sekolah, kamu akan mengikuti kelas After School ini.
Putra menatap Latif yang tampak puas karena dirinya mati langkah.
Sudah, Pak" tanya Putra dengan nada datar tanpa berkesan kurang ajar.
Sudah. Sekarang kamu boleh kembali ke kelas, kata Latif, membuat Putra segera bangkit dan mengambil majalahnya. Hei, hei, tinggalkan majalahnya. Saya juga mau baca.
Putra menatap Latif sebentar, lalu kembali meletakkan majalahnya dengan ogah-ogahan. Setelah itu, dia melangkah keluar ruang guru, masih ditatap oleh beberapa pasang mata.
Putra! seru Latif sebelum Putra mencapai pintu, membuatnya menoleh. Latif tersenyum jail. Jangan coba-coba menghindar, ya.
Putra bergumam tak jelas untuk menanggapi katakata gurunya itu, lalu berjalan menyusuri koridor dengan pikiran tak keruan. Putra tak pernah menyangka akan mendapat kesulitan semacam kelas
belajar sebelum ulangan Fisika kemarin.
Putra" Sudah makan, Sayang"
Putra tak melepaskan mata dari layar datar TV-nya. Tangannya sibuk menekan sembarang tombol di stik PlayStation.
Putra" Putra menekan tombol start untuk menghentikan permainan sejenak, meraih remote, memperbesar volume suara TV, lalu kembali bermain, sedikit pun tak bermaksud untuk memedulikan suara ketukan di pintu kamarnya. Tak lama kemudian, suara itu menghilang dengan sendirinya. Putra menghela napas lega dan kembali berkonsentrasi pada tokoh yang sedang dimainkannya.
Tuan, Tuan Putra. Tuan Besar manggil Tuan, katanya mau makan malam bersama.
Putra berdecak sebal begitu mendengar suara Munah. Setelah ini, pasti ayahnya akan mengerahkan Yuda untuk menarik paksa Putra dari kamarnya dan mendudukkannya di meja makan. Putra mengerang, lalu mematikan PlayStation3-nya dan melangkah malas keluar kamar. Munah mengetuk dada Putra begitu Putra membuka pintu.
Oh, maap Tuan, Bibi pikir masih pintu, katanya jenaka, membuat Putra mau tak mau nyengir juga. Munah adalah salah seorang dari sedikit hal yang bisa membuatnya tertawa.
Ada si Nenek Sihir, ya, Bi" tanya Putra sementara dia menuruni tangga. Munah mengikutinya di
Iya, Tuan, tadi dia pulang bareng Tuan Besar, jawab Munah, lantas cekikikan. Hari ini dandanannya persis nenek sihir, Tuan, matanya item semua.
Putra baru akan bertanya lebih detail ketika dia melihat nenek sihir itu dengan mata kepalanya sendiri. Vero, nenek sihir itu, berdiri tepat di depan tangga seperti sedang menunggu Putra.
Putra Sayang & . Vero merentangkan tangan lebar-lebar. Putra setengah mati mencoba untuk berkelit, tetapi tak berhasil. Vero sudah lebih dulu menarik dan mencium kedua pipinya. Putra hampir pingsan mencium aroma parfum tante-tante satu itu. Apa kabar, Sayang"
Begitu aja, seloroh Putra, malas menjawabnya. Ketika melihat wajah Vero dari dekat, tawa Putra hampir menyembur. Sekarang Putra tahu maksud Munah dengan dandanan nenek sihir ala Vero. Putra sendiri tidak yakin Vero menggunakan apa, tetapi garis-garis di matanya sudah diwarnai hitam, dengan kelopak mata yang juga hitam. Persis nenek sihir.
Tante baru pulang dari Singapura, lho, belanja bulanan. Vero memulai ceritanya. Putra sudah lebih dulu menghindar dengan bergerak cepat ke meja makan. Kamu Tante beliin Armani.
Putra sudah tidak begitu mendengar Vero. Sekarang, dia berhadapan dengan ayahnya yang sudah lebih dulu duduk di meja makan.
Ayo, makan, katanya dingin, membuat Putra malah tak berselera makan. Namun, dia duduk juga. Tak lama kemudian, Vero bergabung dan duduk di
Selama setengah jam, makan malam berlangsung hanya dengan ocehan Vero tentang betapa bosannya dia belanja di Singapura dan ingin mencoba untuk belanja bulanan di Milan saja.
Bulan depan aku ke Milan, ya, Mas, rayu Vero manja, membuat rasa makanan di mulut Putra tidak sama lagi.
Pergi aja kalau mau pergi, komentar ayah Putra. Vero segera bersorak girang sementara Putra mendengus sambil mengempaskan sendok. Makan malamnya selesai sudah.
Ayahnya melihat kelakuannya itu. Bagaimana sekolah kamu"
Begitu aja, jawab Putra, lalu teringat pada pertemuannya dengan Latif tadi siang. Perutnya jadi terasa mual.
Ayahnya menatap Putra selama beberapa saat, lalu kembali menyantap makan malamnya. Ingat, Putra. Kamu anak Ayah satu-satunya. Cuma kamu pewaris Ayah. Jangan kecewakan Ayah.
Mendadak, Putra merasa menyesal telah makan malam dengannya.
Putra mengempaskan tubuh ke tempat tidur, lalu mencoba untuk memejamkan mata. Detik berikutnya, dia membuka mata lagi karena yang langsung terbayang adalah wajah ayahnya saat makan malam tadi. Putra terduduk, lalu menjambak-jambak rambutnya sendiri untuk menghilangkan rasa sakit di
Ingat, Putra. Kamu anak Ayah satu-satunya. Cuma kamu pewaris Ayah. Jangan kecewakan Ayah.
Putra mendesah miris. Inilah kenyataan pahit yang harus dihadapinya setiap hari selama lima belas tahun hidupnya. Putra harus hidup di bawah kerajaan yang telah dibangun oleh ayahnya yang hebat. Karena itu juga, Putra harus kehilangan ibunya saat usianya baru 6 tahun. Putra sudah tidak tahu lagi di mana ibunya sekarang karena ayahnya mengusirnya saat mengetahuinya berselingkuh dengan salah seorang pegawai.
Putra tidak akan menyalahkan ibunya untuk hal yang satu itu. Siapa pun pasti akan berselingkuh kalau memiliki suami seperti ayahnya. Seseorang yang hampir tidak memiliki hati dan hanya memiliki ambisi. Seseorang yang tidak pernah ada untuk menjalankan kewajibannya sebagai kepala keluarga, tetapi selalu ada untuk menjalankan kewajibannya sebagai direktur beberapa perusahaan sekaligus.
Walaupun demikian, Putra tidak terlalu merindukan ibunya karena dirinya sudah tak begitu mengingatnya lagi. Putra besar bersama semua pelayan yang sudah dianggapnya keluarga, terutama Munah. Putra memang tidak terlalu kehilangan sosok seorang ibu, tetapi Putra juga tidak menginginkan ibu seperti Vero.
Putra menghela napas, lalu melangkah ke meja belajar dan membuka laptop. Dia akan melanjutkan game online favoritnya, Call of Duty, dan berusaha melupakan kalau dia mempunyai tanggung jawab
ayahnya. Lagi pula, alasan utama mengapa dia senang bermain-main di dunia maya adalah tak seorang pun tahu kalau dia adalah seorang pangeran.
After School Club utra menutup pintu Strada, lalu menekan tombol di kunci mobilnya. Tak lama kemudian, terdengar suara cempreng menyambut kedatangannya. Putra mulai melangkah dan seperti biasa, Rachel menggamit lengannya erat-erat.
Putra, Rachel takut nyeberang, kata Rachel tepat sebelum mereka menyeberang, tetapi kali ini Putra tak mengikuti kata-katanya. Tiba-tiba saja pikiran ini terlintas di benak Putra.
Eh, lo tahu sesuatu soal kelas After School" tanya Putra setelah mereka berhasil menyeberang. Putra masih berjalan, tetapi ada sesuatu yang aneh. Beban yang biasa ada di tangan kanannya mendadak tak terasa. Putra menoleh, tetapi Rachel entah ada di mana.
Heran, Putra menengok ke belakang dan mendapati Rachel berada sekitar dua meter di belakangnya sambil menekap mulut. Putra menatapnya bingung.
Putra ngajak ngomong Rachel! sahutnya girang dengan mata berkaca-kaca, membuat Putra takut. Ya, ampun! Putra ngajak ngo
mulai menarik perhatian orang-orang. Rachel sendiri akhirnya bisa mengendalikan diri setelah menyadari keadaan sekitar. Jadi, lo tahu apa nggak"
Kelas After School" ulang Rachel, tangannya sudah kembali menggamit lengan Putra. Mereka sekarang berjalan ke dalam area sekolah. Tahu. Anakanak yang ikut kelas itu nyebut diri mereka sendiri dengan After School Club. Mereka, kan, klub paling norak yang ada di sekolah kita.
Putra melirik Rachel, tidak mengerti.
Klub itu isinya orang-orang dodol semua, sambung Rachel, membuat Putra tambah bingung. Rachel menghela napas. Mereka tuh semuanya bego, itu sebabnya mereka disuruh masuk kelas After School. Itu adalah kelas tambahan setelah jam sekolah untuk orang-orang yang nilainya hancur. Kenapa, sih, Putra nanya itu"
Nggak ada, jawab Putra cepat, tak mau menimbulkan kecurigaan berlebih.
Dua cewek yang nabrak kita kemarin itu anggota tetap After School Club. Cewek-cewek dodol plus norak. Pokoknya yang masuk situ semuanya norak. Di samping tentunya, bego. Rachel tertawa halus. Amitamit, deh, masuk situ.
Putra tak menanggapi kata-kata Rachel. Mereka berbelok ke sebuah koridor dan tiba-tiba Rachel menunjuk sekumpulan anak-anak yang sedang bercengkerama di samping kolam ikan. Dua di antaranya familier bagi Putra, yaitu dua cewek yang menabraknya kemarin.
Cewek yang nabrak kita kemarin. Namanya Cleo. Rachel menunjuk cewek mungil berambut pendek berwajah sedikit tembam, lalu menunjuk dua orang cowok yang mengapitnya. Itu, bego nomer dua dan tiga. Kembar bego, Mario dan Ruby.
Kedua cowok itu sekarang melakukan semacam atraksi break dance, tetapi tampak menggelikan bagi siapa pun yang melihatnya. Alih-alih terlihat cool dengan gaya kejang-kejangnya, mereka lebih seperti sedang terserang ayan. Orang-orang yang menyaksikan mereka sampai tertawa geli. Sekarang, Putra paham mengapa mereka dibilang kembar walaupun tidak mirip secara fisik.
Seperti yang kamu lihat, mereka lebih kelihatan sinting daripada bego, komentar Rachel, tidak tampak geli. Terus itu, cewek sok cakep dan full make up yang kemarin kita lihat, adalah bego nomer empat. Zia.
Putra mengikuti telunjuk Rachel yang mengarah pada cewek yang kemarin dilihatnya. Cewek itu sedang membubuhkan bedak ke wajah yang sudah seperti penerima tamu di acara nikahan.
Dan, itu, cowok yang lagi duduk diam di pojokan namanya Panca, bego nomer lima. Cupu, out of date, pokoknya nggak banget. Rachel bergidik. Dan, itu, cewek yang lagi tepuk tangan sambil bengong itu, bego nomer enam. Namanya Tiar. Kalau kita ini Core i7, dia masih semafor. Itu istilah paling tepat buat dia. Anakanak sisanya, aku nggak tahu karena mereka bukan tim inti. Tapi, yang pasti mereka anak buahnya Cleo juga.
si kembar bego sedang melakukan atraksi selanjutnya. Entah apa Putra salah lihat, tetapi sepertinya kedua anak itu sedang melakukan gerakan-gerakan Naruto dan Sasuke saat sedang bertarung, dan cewek yang bernama Cleo malah bergabung sambil menggigit pensil dan melakukan gerakan-gerakan jari, bermaksud mengeluarkan jurus. Mungkin dia merasa dirinya Sakura atau siapa.
Putra menggelengkan kepala, tak percaya. Sebentar lagi, Putra akan bergabung dengan klub beranggotakan anak-anak dodol ini, dan mungkin saja dia akan menjadi bego ketujuh, atau malah jadi gila.
Putra" Masuk kelas yuk, males banget lihat anakanak dodol ini. Entar kita ketularan dodol, deh, ajak Rachel, membuat Putra meringis tak jelas.
Kalau biasanya bel akhir sekolah adalah sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu, sekarang Putra tidak merasa demikian. Putra tak pernah tidak menginginkan bel akhir sekolah seperti ini. Putra hanya tidak ingin mengikuti kelas After School itu.
Sepanjang pelajaran tadi, yang dipikirkannya hanyalah bagaimana dia akan masuk ke kelas penuh orang-orang aneh dan strategi apa yang bisa dia atur untuk melarikan diri. Namun, sebelum Putra sempat memikirkan caranya, wajah Latif sudah terbayang, kemudian, wajah ayahnya pun ikut terbayang.
Saat jam istirahat tadi, Latif sengaja datang ke kelas untuk mengingatkannya. Untung saja tidak ada
memberikan tugas sebab besok dia berhalangan hadir. Latif juga memberi tahu ruangan mana yang harus didatangi Putra. Padahal, Putra berharap gurunya itu lupa sehingga ada alasan baginya untuk tidak datang.
Saat ini, Putra sedang berjalan malas menuju ruangan After School kelas kosong yang hanya dipakai untuk keadaan tertentu saja, yang letaknya jauh dari bangunan sekolah utama. Singkatnya, ruangan itu adalah ruangan terpencil yang tidak diketahui keberadaannya sampai Latif memberikan denahnya kepada Putra.
Tak berapa lama, Putra sampai juga di koridor kelas itu. Putra melangkah gontai dan merasa perutnya mulas saat melihat pintu kelas yang dimaksud. Putra berharap dia salah menemukan kelas, tetapi pada pintu itu terpasang tulisan besar-besar di atas kertas HVS: AFTER SCHOOL CLUB. Putra tak mungkin salah.
Setelah menghela napas, Putra membuka pintu perlahan dan segera mendapati beberapa anak yang tadi dilihatnya di taman. Mereka sedang berkumpul di tengah ruangan, tampak sibuk melihat sesuatu sambil berteriak dengan heboh. Mereka tampak belum sadar kalau Putra ada di sana, sampai salah seorang dari mereka menoleh dan memergokinya.
Eh" gumamnya sambil menatap Putra bingung. Putra balas menatapnya ragu selama beberapa saat. Putra mengenalinya sebagai Cleo, si Bego Nomor Satu.
Ada perlu apa" tanyanya, membuat perhatian semua orang yang ada di kelas itu teralihkan. Sekarang, semuanya melongo saat melihat siapa yang ada di
Pangeran?" Zia melepaskan matanya dari cermin untuk menatap Putra tak percaya.
Ah, sori, gue salah ruangan, kata Putra cepatcepat, seratus persen yakin tak mau berada di ruangan ini bersama anak-anak itu. Putra segera menutup pintu dan bergerak mundur, bermaksud untuk kabur. Namun, sebelum sempat melakukannya, sesosok pria bertubuh besar menghalangi jalannya.
Putra, ya" Kamu sudah benar, kok, ini kelasnya, katanya sambil menggiring Putra kembali ke kelas itu.
Bu & bukan, Pak, saya bukan Putra, saya cuma kesasar .&
Namun, usaha Putra sia-sia. Ramli sudah keburu menariknya dengan kekuatan super masuk ke ruangan kelas itu.
Hai, Anak-Anak! sahutnya dengan suara menggelegar, membuat anak-anak yang ada di kelas itu membalas sapaannya, tetapi segera bengong lagi saat melihat apa yang dipegang Ramli. Hari ini saya punya tangkapan baru!
Bercanda! sahut Mario, melompat dari jendela yang tadi dihinggapinya. Putra menatapnya datar.
Tidak, tidak bercanda. Hari ini kalian kedatangan teman baru, namanya Putra. Ya, ya, Putra yang ini, lanjut Ramli cepat, paham dengan kekagetan semua anak.
Gue pikir tadi dia beneran salah kelas! sahut Ruby, masih tak percaya.
Nggak mungkin, dodol! Kelas ini ada di mana sampai dia salah kelas" Emang iseng! sahut Cleo
dipegangnya. Putra menatap Cleo yang tersenyum kepadanya, yang tentu saja tak dibalas.
Yah, oke, kalau begitu, sekarang silakan duduk di & yah, di mana sajalah, kata Ramli tidak peduli. Tampaknya, dia sudah terlalu terbiasa akan keadaan kelas ini.
Putra melangkah malas ke salah satu kursi yang tampak tidak berpenghuni, lalu mengempaskan tubuh di sana. Dia memutuskan untuk menatap papan tulis karena semua orang masih menatapnya terangterangan.
Jadi, nilai lo jeblok" tanya Mario yang entah bagaimana sudah ada di sampingnya. Putra menatapnya malas.
Emang ada alasan lain kenapa orang masuk kelas ini" Putra balas menjawab dingin, tetapi reaksi mereka sangat mengejutkan. Anak-anak itu malah beramai-ramai membantai Mario, melemparinya dengan segala barang.
Bego lo! Kalau nilai dia bagus dia masuk kelas Olimpiade! Nggak heran lo masuk sini! sahut Ruby sambil mendorong kepala Mario yang sudah tertawatawa.
Putra menatap pemandangan itu heran. Putra bahkan bersumpah melihat Ramli tersenyum simpul dan bukannya berusaha melerai.
Eh, Pangeran, jangan heran, ya, lihat kita-kita, kata Cleo, nyengir melihat ekspresi Putra.
Jangan panggil gue Pang & hei, tegur Putra, kesal karena Cleo tak menghiraukan kata-katanya dan
dengan spidol. Putra. Putra. Putra mengernyit saat melihat sebuah tangan lentik melambai-lambai di depan wajahnya. Putra menengok dan mendapati Rachel sedang menatapnya heran. Putra balas menatapnya sebentar, lalu membuang pandangan.
Kamu kenapa, sih" Dari tadi pagi ngelamun terus. Ada yang dipikirin, ya" tanya Rachel sambil menyejajari langkah Putra.
Sebenarnya, sudah bukan dari tadi pagi lagi Putra melamun. Semenjak kepulangannya dari kelas After School, Putra jadi sering melamun. Kebanyakan masih menganalisis perbuatan-perbuatan bodoh yang kemarin dilakukan anak-anak itu.
Memang, kemarin belum banyak yang terjadi. Kelas After School dibubarkan karena guru Matematika yang harusnya mengajar berhalangan hadir, dan Ramli yang seorang guru Olahraga tidak bisa mengajar Matematika. Namun, tetap saja, dalam waktu yang singkat itu, terjadi hal-hal bodoh yang membuat Putra tidak habis pikir.
Anak-anak itu tidak berhenti memanggilnya pangeran dan setiap kali ada kesempatan, anak-anak itu selalu mengisenginya, entah itu melempari rambutnya dengan gumpalan kertas mini dan berteriak heboh pangeran ketombe , atau menebeng pulang dengan mobilnya dan memaksanya mengantarkan
Putra mendesah lagi. Kelas After School bahkan belum dimulai, tetapi dia sudah merasa lelah. Entah apa lagi yang akan terjadi siang ini. Putra menggaruk kepala, malas menghadapi kelas konyol itu.
Lho, Putra" Kamu mau ke mana" Nggak pulang" tanya Rachel bingung ketika Putra berbelok.
Ada urusan, jawab Putra, hampir-hampir tidak sadar, lalu melanjutkan perjalanannya ke ruang yang paling tidak ingin didatanginya sekarang.
Selama perjalanan ke kelas After School, Putra memutar otak. Dia harus cepat-cepat meninggalkan kelas itu sebelum jadi gila. Namun, Putra tidak memiliki cara lain selain belajar dan mendapatkan nilai bagus di ulangan selanjutnya untuk menghindari kelas itu. Wajah Latif kembali terbayang di benak Putra.
Apa, sih, Bapak Tua itu, gumam Putra kesal, lalu terdiam di depan pintu yang bertuliskan After School Club.
Putra menatap pintu itu ragu, lalu mendadak merasa curiga. Suasana di dalam kelas itu terlalu hening, padahal kemarin ributnya bukan main. Apa hari ini kelas ditiadakan" Namun, Latif dan Ramli tidak memberitahunya apa pun. Putra memegang kenop pintu, tetapi segera melepasnya. Ini kesempatan baginya untuk kabur. Kalau besok ditanya, dia hanya harus beralasan kelas itu kosong saat dia ke sana.
Putra cepat-cepat beranjak pergi, tetapi ketika baru berada satu meter dari pintu, dia mendengar suara langkah dari koridor lain. Yakin bahwa itu Ramli, Putra mengurungkan niat dan cepat-cepat kembali ke
pintu, tetapi sebelum seluruh badannya sempat masuk, dia merasakan sesuatu yang empuk mendarat di kepalanya.
HA! Kena! sahut Mario tepat di depan Putra yang segera bengong. Tawa seluruh anak yang ada di kelas itu meledak begitu melihat kepala Putra bertaburan tepung.
Putra segera terbatuk saat tepung itu masuk ke hidungnya. Dan, sebelum dia sempat membersihkan tepung-tepung itu, mendadak Cleo muncul entah dari mana. Putra tak sempat bergerak untuk menghindarinya.
Roh jahat, enyahlah! sahutnya sambil menempelkan sesuatu di jidat Putra yang langsung membatu.
Cleo, yang baru saja berhasil menempelkan kertas itu, tertawa girang sambil ber-high five dengan Mario dan Ruby. Mereka lantas bersama-sama membentuk formasi di depan Putra yang masih membatu, shock berat.
Eh" seru Cleo ketika Putra tak juga bereaksi. EH" Jangan bilang segel gue ampuh!
Masa?" Mario ikut heboh. Jadi dia vampir?" Edward Cullen?"
Putra menatap orang-orang bodoh di depannya tanpa ekspresi, lalu melepas kertas di jidatnya. Anakanak di depannya segera menjerit dan berlarian untuk menyingkir.
Jangan bernapas! Teman-Teman, tahan napaaas! seru Ruby sambil memencet hidung. Seketika semua
melongo. Dia membalik kertas yang tadi menempel di jidatnya dan membaca tulisan yang ada di sana.
Apaan, nih" katanya dengan nada meremehkan saat melihat tulisan-tulisan ceker ayam di kertas itu.
Eh, itu segel suci, tahu, segel suci! sahut Cleo tak terima. Suaranya terdengar sengau karena dia masih memencet hidung.
Mana ada tulisan Jepang begini, komentar Putra lagi sambil membersihkan rambutnya dari sisa-sisa tepung.
Hah" Emang lo ngerti bahasa Jepang" tanya Cleo, nyaris kagum.
Nggak juga, tukas Putra pendek, lalu bergerak menuju bangkunya. Beberapa anak menyingkir, masih tersugesti kata-kata Ruby.
Putra menatap anak-anak itu sebal, lalu mendadak terpaku melihat pemandangan superaneh di depannya.
Apaan lagi, nih" tanyanya saat melihat bangkunya.
Oh, ini bangku khusus buat Pangeran! sahut Ruby sambil merentangkan tangan pada bangku itu seperti seorang sales kursi pijat. Tadaaa!
Putra menatap nanar bangku di depannya yang sudah tidak sama lagi dengan yang terakhir dilihatnya. Sekarang, tempat dia duduk itu telah diberi kain berenda merah tua di sekeliling mejanya, dan bangkunya sendiri diberi hiasan bunga-bunga kertas. Putra bersumpah bulu kuduknya meremang saat melihat bangku itu.
Ogah, seloroh Putra refleks setelah kekagetannya
bangku lain. Lho, kenapa" Ini bangku spesial, lho! Mario mengadang Putra. Ada bantal duduknya juga, Pangeran bisa nyaman duduk di sini!
Gue & lewat aja, deh, tolak Putra lagi, benarbenar tak mau duduk di kursi mengerikan seperti itu.
Yah & padahal kita udah susah-susah bikinnya & , keluh Cleo dengan tampang memelas.
Nggak ada yang nyuruh, kan, tukas Putra kesal. Kita pikir kita udah bikin image yang buruk di depan Pangeran, jadi sekarang kita mau Pangeran ngerasa nyaman di kelas ini, timpal Zia, membuat Putra tertawa garing. Jadi, untuk membuatnya merasa nyaman, dia harus dijatuhi tepung dan ditempeli segel dulu. Hebat sekali cara mereka.
Makasih, tapi gue udah & nyaman, gumam Putra tak yakin. Namun, yang membuatnya heran, tampang anak-anak ini mendadak cerah.
Wah, syukur, deh! Kalau gitu, ayo cepetan duduk! Cleo menyeretnya ke bangku hias tadi.
Woi, tunggu, tadi maksud gue
Terlambat. Putra sudah berhasil duduk di bangku itu dengan suksesnya. Dan, sekarang, anak-anak itu menatapnya kagum.
Tuh, bener, kan, cocok banget, kan" Cleo menatapnya puas. Anak-anak lain bergumam setuju dan mengangguk-angguk serius.
Gue & berasa jadi penerima tamu, kata Putra akhirnya, membuat gumaman-gumaman itu berhenti. Ah! Lo, sih! Cleo menepuk kepala Mario dengan
penerima tamu, tuh! Oh, iya, iya, besok diganti, deh. Biru gimana biru" Atau ungu" Mario meminta pendapat yang lain.
Nggak usah, potong Putra cepat-cepat, takut hal yang lebih buruk terjadi. Nggak usah repot-repot .&
Namun, omongan Putra sudah tak didengar. Sekarang, anak-anak itu sibuk membicarakan warna apa yang cocok untuk meja Putra.
& sama krem aja, gradasinya oke, loh! sahut Mario yang kepalanya langsung dikeplak Ruby.
Gradasi! Sok iya lo! sahutnya disambut tawa yang lain. Gimana kalau pake warna-warna lembut aja" Warna-warna flamboyan!
Anak-anak itu bengong sesaat mendengar kata-kata Ruby, lalu akhirnya membantainya ramai-ramai.
Flamboyan" Lembayung kali maksud lo! sahut Cleo sambil tertawa-tawa.
Putra menatap keramaian bodoh itu geli. Tak pernah sekali pun seumur hidupnya, dia menemukan sekelompok orang dodol seperti ini. Walaupun demikian, mereka tampak bebas, seperti tak mempunyai beban apa pun. Mau tak mau, Putra merasakan sesuatu saat melihat mereka.
Pangeran, mau request warna apa" tanya Zia, membuat lamunan Putra buyar.
Apa aja, jawab Putra pendek, tak mau repot-repot mencegah mereka lagi karena tahu tak akan mempan.
Oke, katanya apa aja! sahut Mario sambil berdiri di atas bangku. Kalau gitu, kuning aja, ya! Kuning yang cerah! Oh, dipaduin sama shocking pink!
disetujui oleh banyak orang.
Hitam! sahut Putra cepat, membuat semua mata sekarang terpusat kepadanya. Hitam aja, ulang Putra, lebih tenang.
Oh, iya! Hitam aja! Kenapa nggak kepikiran, ya" sahut Mario seperti baru menemukan harta karun.
Putra kembali tertawa garing. Acara penyambutan anak baru ini terlalu berlebihan. Mereka sudah banyak mengisengi Putra dan sudah saatnya yang seperti ini berhenti. Memangnya mau sampai kapan mengisengi anak baru"
Tahu-tahu, terdengar suara langkah kaki di koridor yang diyakini Putra sebagai Ramli. Tak ada orang yang bisa menimbulkan suara langkah kaki seheboh gurunya itu.
Putra mengernyit heran saat melihat Cleo dan yang lain segera melesat dan bersiap-siap di depan pintu. Begitu pintu terbuka setengah, Putra tahu mereka mau apa.
HA! Kena lagi!! sahut Mario saat kepala Ramli kejatuhan bantalan tepung persis seperti Putra tadi. Putra melongo menatap Ramli yang sekarang sudah bermandikan tepung.
Roh jahat, enyahlah! sahut Cleo sambil menempelkan kertas segel yang sama di jidat Ramli, membuat Putra semakin ngeri. Anak-anak ini & apa mereka tahu apa yang mereka lakukan"
Putra semakin bingung saat seluruh anak malah tertawa melihat tampang Ramli yang sudah keki berat. Kalian ini & . Sama guru & , katanya geram,
langkah dan segera kabur begitu tangan Ramli menggapai-gapai.
Udah mau setengah tahun, lho, Paaak! goda Cleo sambil berlari menyingkir diikuti Mario dan Ruby. Bapak udah tua, nih! Masa selalu kena"
Putra benar-benar melongo melihat Ramli yang berbadan sebesar gorila tidak mengamuk ketika dikerjai Cleo dan teman-temannya. Mungkin karena dia sudah terlalu terbiasa.
Ramli membersihkan kepala, menepuk-nepuk pundak, lalu melangkah ke meja guru sambil melempar tatapan sebal kepada anak-anak yang nyengir nakal. Pada saat-saat seperti ini, dia selalu menyesal kenapa dulu mau menerima tugas sebagai penanggung jawab kelas ini. Harusnya dia curiga kenapa tidak ada guru yang mau melakukannya.
Ayo, pada duduk, geramnya sambil membuka buku absen. Detik berikutnya, matanya menangkap sesosok merah di tengah ruangan. Dia pun bengong saat melihat bangku yang digunakan Putra.
Jangan tanya, Pak, kata Putra kaku sebelum Ramli sempat bertanya.
Oh. Ramli mengangguk-angguk maklum, tetapi kemudian melihat kepala Putra yang juga putih. Kamu kena juga, ya"
Putra segera mengibas-ngibas rambut sehingga bubuk-bubuk putih bertebaran di mejanya.
Dia, sih, bisa dimaklumi, baru sekali! Nah, Bapak" Sudah berkali-kali masih aja kena! sahut Ruby yang diamini anak-anak lainnya.
saya kasih tes titipan Pak Blabla! sahut Ramli membuat semua bengong, termasuk Putra.
Yah, Pak! seru Mario frustrasi, sebagaimana anakanak lainnya. Saya belum belajar!
Memangnya kapan kamu belajar" balas Ramli tak peduli. Sekarang, ayo siapkan alat tulis. Ini sebagai hukuman karena sudah mengerjai guru.
Pak. Putra mengacungkan tangan, membuat perhatian sekarang terpusat kepadanya. Saya bahkan belum dapat pelajaran tambahannya.
Oh, iya, benar. Ramli kemudian berpikir sesaat. Ya, sudah, kalau begitu, kamu tidak usah ikut tes. Lagi pula, kamu tadi juga dikerjai.
Baru ketika Putra akan menghela napas lega, terdengar gelombang kecewa dari berbagai tempat.
Enak, ya, anak baru & , kata Cleo sambil menerawang. Nggak ikutan tes & dengan alasan tadi dikerjain & .
Belum dapat pelajaran tambahan & , Ruby ikut nimbrung.
Nggak punya rasa solidaritas, nih & , timpal Mario dengan ekspresi yang sama, membuat dahi Putra berdenyut.
Iya, iya, gue ikut juga! sahut Putra akhirnya, membuat semua anak bersorak.
Baik, baik, semua ikut, kata Ramli tak sabar, lalu membagikan kertas tes. Semuanya sudah pernah kalian pelajari di kelas biasa. Waktunya satu jam, dimulai dari sekarang.
Putra mengedarkan pandangan ke sekeliling dan
bereaksi dengan kata-kata Ramli. Di antara mereka, ada yang menyerut pensil dulu dengan santai, menerawang keluar jendela, membubuhkan bedak di wajah, menatap kosong lembar jawaban, menulis graffiti di kolom nama tanpa bermaksud benar-benar mengisi jawaban, sibuk dengan ponsel, ada pula yang malah tidur.


After School Club Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kalian ini & , kata Ramli geram. Kalau sampai satu jam lagi kertas kalian masih kosong, saya akan bilang Pak Sardi untuk menyediakan kamar mandi yang harus kalian bersihkan.
Dalam sekejap, kelas mulai beraktivitas sebagaimana layaknya suasana sedang ujian. Semua anak sekarang dengan serius menekuni lembar jawabannya. Ada yang menggigit pensil, ada yang sibuk mencoret-coret kertasnya, ada pula yang mulutnya berkomat-kamit seolah sedang menghitung sesuatu. Putra benar-benar tak habis pikir dengan mereka.
Pandangan Putra tertancap pada Cleo yang sedang menyelipkan pensil di telinga dan menatap nanar lembar jawabannya. Cleo tiba-tiba menoleh, lalu nyengir sambil mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf V. Putra segera mengalihkan pandangan pada lembar jawabannya sendiri yang masih kosong. Putra tak tahu harus melakukan apa dengan kertas ini.
Mendadak, sinyal jam seseorang berbunyi. Putra melirik jam tangannya. Jam tangannya masih menunjukkan pukul 14.59, berarti sinyal tadi bukan dari jamnya. Lagi pula, bunyi sinyal jam tangannya
Pak. Mario tiba-tiba mengacungkan tangan, membuat Ramli menatapnya. Saya tidak bisa meneruskan tes ini.
Kenapa" tanya Ramli ketus, dahinya mengernyit. Saya dipanggil Hokage, Pak, kata Mario dengan wajah serius. Ada monster muncul di tengah kota.
Bilang Hokage, kamu lagi tidak bisa bertugas. Suruh saja dia mempekerjakan ninja lain yang tidak ikut kelas tambahan, tandas Ramli tak peduli, sementara semua anak terkikik melihat wajah lesu Mario.
Putra berusaha keras untuk menyembunyikan tawa sampai perutnya sakit. Benar-benar kelas yang ajaib.
Dangerous Guys "aya nggak ngerti, Pak. Kemarin saya, kan, cuma jelek di Fisika, kenapa saya harus ikut ngulang semua mata pelajaran"
Siang ini, Putra sedang berada di ruang guru untuk menghadap Latif. Latif sendiri hanya menatapnya penuh arti.
Nilai-nilai kamu di beberapa mata pelajaran lain juga tidak mengagumkan, jawab Latif dengan senyum samar di wajahnya. Kalau saya boleh jujur, nilai-nilai kamu di bawah standar. Boleh saya tahu, kamu mau masuk jurusan mana di kelas XI nanti"
Putra menatap Latif ragu. Dia belum memutuskan mau masuk jurusan mana di kelas XI nanti.
Saya belum tahu, Pak, jawab Putra jujur, membuat Latif mengernyit.
Kenaikan kelas cuma tinggal dua bulan lagi, lho, kata Latif. Kamu harus cepat-cepat memutuskan karena kalau tidak, akan terlambat dalam memperbaiki nilaimu. Kalau saya lihat dari hasil belajarmu, nilai-
pun. Putra menatap Latif lagi, yang sekarang sedang mencermati buku nilai milik beberapa guru yang mengajar Putra.
Kamu tidak bisa masuk jurusan IPA karena Fisika dan Matematika-mu lemah. Kamu juga tidak bisa masuk IPS karena Ekonomi dan Akuntansi-mu juga lemah. Dan, kamu juga tidak bisa masuk Bahasa karena ternyata Bahasa Indonesia-mu juga lemah. Latif mengempaskan buku-buku nilai tersebut ke meja dan menatap Putra serius. Saya jadi curiga, apa kamu ada niat untuk putus sekolah"
Putra tak menjawab. Sebenarnya, dia juga tak menyangka nilai-nilainya separah itu. Latif menghela napas.
Saya mau menolong kamu, katanya lagi. Makanya kamu saya masukkan kelas After School supaya kamu bisa memperbaiki nilai-nilai kamu. Kalau itu terlalu sulit, kamu bisa memulai dengan menentukan jurusan apa yang mau kamu masuki dan konsentrasi pada pelajaran-pelajaran yang diperlukan. Itu lebih efektif.
Saya tidak menganggap kelas itu berguna, Pak, seloroh Putra setelah kemarin dikerjai habis-habisan.
Tentu saja berguna. Latif tersenyum, mengerti perasaan muridnya itu. Saya tahu persis kalau kamu kesal karena kelakukan mereka yang, yah, ajaib. Tapi, mereka bukannya tidak punya kelebihan.
Kelebihan apa" tanya Putra, tak percaya anakanak seperti itu bisa memiliki kelebihan.
terbuka pada mereka, jawab Latif. Sekarang, yang harus kamu tahu, kelas itu akan sangat berguna untuk kamu. Setidaknya kamu bisa belajar karena pastinya kamu tidak akan belajar selama kamu berada di rumah.
Putra menghela napas. Sepertinya pembicaraannya dengan Latif tidak memiliki poin. Tujuan utama Putra ke ruang guru adalah membebaskan dirinya dari kelas After School, tetapi tampaknya hasilnya sama dengan nol.
Putra melangkahkan kaki malas ke dalam ruang kelas After School. Seperti biasa, kelas itu sangat ramai walaupun hanya ada sekitar dua belas orang di dalamnya. Semuanya tampak mengitari sebuah meja, entah apa yang sedang mereka lakukan. Tak mau tahu, Putra melepas ransel dan duduk di bangku kebesarannya yang omong-omong sudah diganti dengan kain hitam. Ditambah bola kristal di atas meja, pasti Putra akan dianggap penerus Ki Joko Bodho atau siapa.
Huahaha! Dua hotel! Bayar, Mar! sahut Cleo heboh, sementara semua orang menertawakan Mario yang wajahnya berubah masam. Mario lantas mengeluarkan uang kertas warna-warni dari saku celananya, tampak tak rela.
Putra sudah hampir terbiasa dengan semua kelakuan aneh anak-anak ini, jadi dia hanya menghela napas saat mengetahui kalau mereka sedang bermain
HA! Parkir bebas! seru Cleo lagi, sementara Mario, Ruby, dan Panca terduduk lemas. Cleo menjalankan bidaknya kelewat bersemangat, tawanya membahana. Ya, ampun, semua udah gue beli, enaknya menclok di mana, ya" Apa di tanah lo aja, ya, Mar" Kasihan gue!
Anak-anak tertawa lagi melihat wajah Mario yang sekarang sudah sangat keruh. Tahu-tahu, dia berakting seolah kehilangan keseimbangan, lalu menabrak meja tempat monopoli itu dimainkan.
Ups! serunya dengan wajah tanpa dosa, sementara Cleo bengong melihat kerajaan yang dibangunnya berserakan di lantai.
HAAA! sahut Cleo frustrasi, sementara Mario mundur selangkah demi selangkah. Cleo meliriknya ganas, lalu menyerangnya dengan membabi buta. AWAS AJA LO!
Anak-anak sibuk menyemangati mereka yang berkejaran di kelas. Putra menghela napas, masih tak tahu kelebihan macam apa yang dimaksudkan Latif. Kelebihan energi, mungkin.
Setelah sepuluh menit berkejaran, Cleo dan Mario sekarang sudah duduk terengah di bangku masingmasing. Putra melirik jam tangannya, sudah lima belas menit berlalu dari waktu dimulainya kelas ini, tetapi Ramli belum juga datang. Putra menarik ransel, bersiap untuk pulang. Daripada jadi gila karena kelamaan berada di kelas ini, mending bermain game saja di rumah.
Eh, Pangeran. Zia tiba-tiba muncul di sebelahnya. Putra menatapnya. Mau ikut karaokean nggak"
pendengarannya. Iya, kan, kayaknya hari ini nggak ada kelas, biasanya kalau gitu kita-kita pada nongkrong di karaoke, kata Zia lagi dengan wajah berseri, entah karena seri betulan atau efek blush-on. Mau, ya"
Iya, Pangeran, mau aja, timbrung Ruby dari sebelah Zia. Seru banget, lho, tempat karaokeannya udah langganan, jadi bayarnya cuma setengah. Sori, gue nggak bisa, tolak Putra sambil bangkit. Mau ke mana, sih" Masa baru hari gini udah pulang" Disuruh Mama pulang cepet, ya" Nggak boleh keluyuran" seru Cleo, membuat Putra meliriknya sebal. Harga dirinya sedikit terusik dengan kata-kata cewek itu.
Cleo menyeringai licik, tahu betul strateginya berhasil. Oke kalau gitu, ayo berangkat! sahutnya lagi, disambut gembira anak-anak lain.
Putra menatap cewek berambut pendek bernama Cleo itu sengit. Baru kali ini dia menemukan cewek seajaib Cleo.
Baru ketika Putra sedang memikirkan cara untuk kabur, cewek itu menarik tangan Putra secara paksa menuju mobilnya.
Putra melongo begitu melihat tempat karaoke yang dipesan anak-anak. Bukan masalah tempatnya yang membuat Putra bingung, tetapi ruangan yang semula hanya muat untuk delapan orang ini sekarang sudah disesaki dua belas orang sekaligus. Putra pun hanya
sempitan dengan yang lain.
Oke, ayo pada request! seru Cleo sambil mengoperasikan komputer. Putra sampai kagum melihat kelihaian Cleo dalam memilih-milih lagu, seolah seumur hidupnya hanya didedikasikan pada mesin pencari lagu itu.
Anak-anak dengan cepat meminta beberapa lagu, kebanyakan yang tidak dikenal Putra. Putra hanya menyukai beberapa jenis lagu, kebanyakan lagu-lagu Jepang yang menjadi soundtrack game atau anime favoritnya. Walaupun demikian, Putra pernah mendengar beberapa lagu Indonesia yang sering diputar Yuda dari pos satpam.
Yak, mulai lagu pertama, anthem After School Club! sahut Cleo bersemangat, lalu segera maju dan mengambil mik diikuti oleh Mario dan Ruby. Semuanya tampak bersemangat, membuat Putra merinding. Walaupun demikian, Putra juga ingin tahu seperti apa anthem After School Club.
Tahu-tahu suara alunan seperti musik dangdut mengalun, membuat Putra berpikir kalau Cleo pasti telah salah memilih lagu. Tetapi, melihat sikap anakanak yang biasa saja dan cenderung gembira, Putra tahu mereka tidak salah memilih lagu. Inilah anthem After School Club.
Saya si Putri & . Si Putri sinden panggung & , Cleo mulai bernyanyi, sementara anak-anak lain sudah heboh berjoget membuat Putra terperangah. Datang kemari & penuhi panggilan Anda & .
Suasana mulai memanas. Mario dan Ruby sekarang
Cleo sendiri bernyanyi tanpa peduli suaranya serak atau malah melengking tidak keruan. Putra hanya bisa menatap pemandangan itu tanpa bisa berkata apa-apa. Dia sudah benar-benar mati rasa.
Tahu-tahu Cleo mengambil syal yang dipakai Zia, lalu berputar-putar mengelilingi ruangan, masih sambil bernyanyi. Cleo mendekati Putra yang berusaha menghindar walaupun terpojok lalu membelitkan syal itu ke lehernya.
Eh, ganti, ganti, pake Putra! usul Ruby kemudian, dan Cleo dengan senang hati menanggapi. Sekarang liriknya sudah berganti.
Saya si Putra & . Si Putra sinden panggung & , nyanyinya, sementara wajah Putra langsung merah padam.
Akhirnya, lagu itu berakhir, setelah Putra berpikir kalau mesin karaoke itu rusak karena lagunya tak kunjung selesai. Sekarang Putra bisa bernapas lega setelah tadi dipermalukan habis-habisan. Putra melepas belitan syal yang tadi mencekiknya, lalu mencoba bernapas seperti orang normal.
Hebat, kan, gue" sahut Cleo gembira setelah mendapat nilai sembilan puluh pada skor menyanyinya. Lo mau nyanyi apa" tanyanya lagi setelah melempar diri ke samping Putra.
Nggak usah, jawab Putra dengan suara serak. Cleo nyengir melihat Putra yang merajuk. Tanpa diduga, Cleo tiba-tiba mencubit pipi Putra yang segera bengong tanpa reaksi lebih lanjut.
Nggak asyik, ah, kalau manggilnya Pangeran, kata
sekarang, gue panggil lo Puput aja.
Putra tambah bengong. Eh, jangan seenak Yak, udah gue putuskan, Puput aja. Lebih cute, tandas Cleo, tidak mendengar kata-kata Putra. Dia sudah kembali sibuk mengoperasikan komputer, sementara Putra menatapnya sebal sambil mengeluselus pipi yang sakit.
Oke! Sekarang Satu Jam Saja , ya! sahut Cleo tibatiba, membuat anak-anak bersorak.
Putra mengernyit saat melihat ekspresi anak-anak yang tiba-tiba berubah sendu saat lagu dimulai, dan tambah heran saat melodi yang mengalun bukan melodi yang dulu pernah didengarnya di lagu Satu Jam Saja milik Audy.
Satu jam saja & kutelah bisa ... cintai kamu, kamu, kamu ..., nyanyi Mario dengan suara pilu, membuat tangan Putra yang semula menopang dagunya tergelincir.
Putra menepuk dahinya pasrah. Benar-benar kelas yang aneh.
Dari mana kamu, hari gini baru pulang"
Putra menoleh. Ayahnya tampak sedang duduk di sofa sambil membaca majalah. Putra menghela napas. Ka & .
Putra segera menutup mulut. Tidak mungkin dia mengatakan kalau dia baru pulang karaoke. Ayahnya sekarang menatapnya ingin tahu.
Ka & " ulang ayahnya penasaran.
Ka & tanya ada game baru, jadi saya tadi nyari-
tetapi segera kembali membaca. Putra menghela napas lega, lalu melanjutkan perjalanannya ke kamar.
Jangan kebanyakan main game, nanti prestasi belajarmu menurun, kata ayah Putra, membuat langkah Putra kembali terhenti. Ngomong-ngomong, kamu sudah mau naik kelas, kan" Sudah penjurusan"
Belum, jawab Putra tanpa berbalik, malas mengobrolkan ini dengan ayahnya.
Kamu masuk IPS, kan" tanya ayahnya lagi, membuat Putra kembali menoleh. Ayahnya sekarang sudah menatapnya. Kamu nanti masuk IPS, kan" Karena kamu akan sekolah bisnis setelah selesai SMA.
Putra menatap ayahnya kosong, lalu berbalik dan naik ke kamarnya tanpa menjawab. Dia kemudian mengempaskan tubuh ke tempat tidur. Matanya menerawang ke langit-langit.
Saat Putra belum memutuskan apa pun, ayahnya sudah. Masa depannya sudah ditentukan, bahkan sebelum Putra sempat memikirkannya. Jadi, apa gunanya memilih"
Putra bangun siang esok harinya. Memang tidak sampai terlambat sekolah, tetapi saat Putra sampai, Rachel sudah tidak ada. Putra segera mengingat pukul berapa tadi dia berangkat sekolah supaya mulai besok, kondisi yang kondusif ini bisa terus berlangsung.
Putra sedang berjalan di koridor yang sudah ramai oleh para murid saat melihat sosok Rachel di depan kelas XII. Refleks, Putra berbelok ke koridor sebelah.
kelasnya. Puput, sapa sebuah suara, membuat Putra menengok. Cleo sudah ada di sampingnya, cengiran nakal tersungging di wajahnya. Putra mengernyit tak suka.
Jangan panggil gue pake nama itu, kata Putra dingin sambil meneruskan langkahnya.
Nggak apa-apa, lagi. Cleo menyenggol Putra. Kok, jadi grogi gitu, sih"
Putra melongo, keki. Siapa juga yang grogi" Cleo mengibaskan tangan tanda tak percaya, lalu mengadang Putra sambil menatapnya curiga.
Kok, lo lewat sini, sih, Put" Sengaja mau lihat kelas gue, ya" tanyanya, membuat Putra balas menatapnya datar.
Nggak, jawab Putra singkat, berusaha melewati Cleo. Namun, cewek itu bersikeras mengadangnya.
Oh, jadi nggak sengaja" ulang Cleo, tahu-tahu menekap mulut dengan mata berkaca-kaca. Jadi, ini takdir"
Putra kehabisan kata-kata menghadapi cewek yang sekarang berakting terharu seolah dia Nikita Willy atau siapa.
Lo bener-bener, ya Ah, Pupuuuut! Bisa aja! sahut Cleo malu-malu sambil mencubit Putra tepat di lesung pipi.
Bisa apanya" gumam Putra setelah berhasil menepis tangan Cleo dari pipinya. Cleo tentu tidak mendengar karena masih sibuk dengan khayalannya sendiri. Putra menatapnya sebal. Sekarang gue mau ke
Putra segera melangkah meninggalkan Cleo yang sudah ngakak hebat. Putra mengumpat dalam hati. Hari masih pagi, tetapi cewek itu sudah mengerjainya. Putra benar-benar tak punya ide, apa lagi yang akan dilakukan cewek itu di kelas After School nanti.
Putra tak tahu kalau Rachel sedari tadi mengawasinya dan Cleo dari jauh. Sekarang, cewek itu sudah berdiri di depan pintu kelas dengan tangan terlipat di depan dada. Putra yang baru mau masuk kelas menatapnya heran.
Kamu kenal sama dia" tanya Rachel penuh selidik. Putra menatapnya heran, lalu mengikuti pandangan Rachel yang mengarah kepada Cleo yang sedang mengobrol dengan Ruby di depan kelasnya. Dia. Si Cleo.
Nggak juga, jawab Putra pendek, lalu melangkah masuk ke kelas, masih keki pada kelakuan Cleo tadi.
Rachel menatap Putra, lalu menatap tajam Cleo yang sudah tertawa-tawa di ujung koridor lain. Rachel menghela napas dan menghampiri Putra dengan riang.
Kalau kata-kata Putra, aku percaya, deh! katanya sambil tersenyum kepada Putra yang hanya bengong.
Oke, komentar Putra walaupun tak mengerti, lalu segera mengeluarkan majalah game terbaru dari ranselnya.
Putra memasuki kelas After School yang ramai seperti biasa, lalu duduk tanpa bersuara di bangkunya. Dia melirik Mario yang sekarang sedang berdiri di atas
Teman-Teman & dengan bangga gue perlihatkan & . Tada! Mario membuka kertas yang dipegangnya sehingga semua orang bisa melihat huruf yang tercetak besar di kertas itu. 70 di ulangan Matematika terakhir gue!
Seketika anak-anak bertepuk tangan dengan meriah, sementara Mario tertawa penuh kemenangan. Putra juga ikut bertepuk tangan pelan. Hal yang seperti ini terhitung normal bagi Putra, jadi tidak ada salahnya ikut andil walaupun sedikit.
Hua & . Hebat lo! sahut Ruby, ikut naik ke atas bangku dan menepuk pundak Mario dengan berwibawa. Gue nggak nyangka! Gue bangga bisa berteman sama lo, Mar!
Tawa anak-anak meledak setelah Ruby menyeka air mata haru dan berpelukan hangat dengan Mario. Putra sendiri nyengir tanpa disadarinya. Namun, tahu-tahu, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
Hei, lo, kan, udah dapat nilai bagus, terus kenapa lo masih ikut kelas ini" tanya Putra. Sekarang, anakanak terdiam, sementara Mario tampak berpikir. Hm & kenapa, ya" katanya bingung.
Kalau gue sih, gue seneng banget bisa ada di kelas ini. Gue enggan meninggalkan kelas ini. Teman-teman gue yang paling berharga ada di kelas ini, sambar Ruby membuat beberapa anak mengangguk-angguk setuju. Putra baru saja akan tersentuh pada perkataannya itu saat kepala Ruby tahu-tahu dipukul oleh Mario.
Alah! Sok banget lo! Itu, sih, lo aja yang nggak pernah dapat nilai bagus, makanya lo ada di sini terus!
sendiri tidak menyangkal dan hanya menggaruk-garuk kepala sambil nyengir.
Putra menghela napas, lalu tersentak kaget saat melihat Cleo yang tahu-tahu sudah nangkring di depannya sambil membawa kotak makanan. Cleo membuka kotak itu, di dalamnya terdapat berbagai macam kue.
Mau" tanya Cleo sambil menyodorkan kotak makanan itu. Gue bawa dari rumah. Nyokap gue punya usaha pastry.
Gue ... nggak suka manis, jawab Putra tanpa bermaksud menolak.
Oh & kalau gitu, nih, risoles. Asin, kok. Cleo menyodorkan sebuah risoles dilapis tisu kepada Putra. Putra menatap risoles itu ragu, tetapi menerimanya juga.
Thanks, katanya sambil mengangguk kaku. Putra mencermati risoles itu, lalu menggigitnya.
Gimana" tanya Cleo.
Putra menatapnya, lalu mengangguk. Enak, komentarnya jujur, kembali menggigit risoles itu dengan gigitan yang lebih besar.
Syukur, deh, kata Cleo, tampak senang. Putra sedang mengunyah risoles dengan nikmat saat menyadari tatapan Cleo yang seakan menunggu sesuatu terjadi. Putra balas menatapnya curiga, lalu mencermati kembali risoles di tangannya yang sekarang sudah tinggal setengah. Putra pun tercekat.
Oh, tunggu dulu. Lo nggak ngasih racun, kan" tanya Putra takut-takut. Alih-alih menjawab, Cleo
dia sebisa mungkin mengeluarkan isi perutnya. Cewek ini gila dan mungkin saja dia serius menaruh racun ke dalam risoles itu.
Put! Woy! Put! sahut Cleo panik saat melihat Putra yang berusaha muntah. Sekarang, semua anak sudah melepas perhatiannya dari Mario untuk menatap Putra. Put! Gue bercanda! Bercanda doang!
Putra muncul dari balik meja, lalu menatap Cleo sengit. Cewek itu malah ngakak melihat wajah Putra yang merah padam.
Ya, ampun Put, masa iya gue naruh racun di risoles" serunya di sela tawa. Putra menyipitkan mata untuk menatap cewek itu.
Mana tahu, kan" balas Putra sengit, sementara semua orang sekarang sudah ikut menertawakannya.
Putra bersumpah tak akan menerima apa pun lagi dari anak-anak ini. Dia tak mau mengambil risiko apa pun. Anak-anak ini terlalu berbahaya.
Are You Ashamed" agi ini, perut Putra terasa kurang enak. Mungkin tersugesti oleh kejadian kemarin, tetapi lebih mungkin karena cewek sinting itu benar-benar menaruh racun tikus ke dalam risoles-nya. Putra mengelus perut selama perjalanan ke kelas. Tahu-tahu, Rachel muncul di depannya sambil membawa karton untuk keperluan mading.
Putra" Kenapa kamu" tanyanya bingung saat melihat wajah Putra yang pucat. Sakit"
Nggak, jawab Putra sambil terus berjalan. Rachel mengikutinya. Tapi, kayaknya kamu pucat banget. Aku antar ke UKS, ya"
Nggak us Putra urung meneruskan kata-katanya saat melihat Cleo dan Zia tampak berjalan ke arahnya. Cleo tadinya tidak sadar, tetapi begitu melihat Putra, dia nyengir dan melangkah riang ke arahnya.
Puput! sahut Cleo, membuat mata Rachel melotot. Apa kabar"
Putra menatap Cleo tak percaya. Bisa-bisanya cewek itu bertanya apa kabar setelah kemarin melakukan
Wah, apaan, nih" kata Rachel sinis, membuat Putra meliriknya. Ada yang sok kenal rupanya.
Senyum di wajah Cleo langsung menguap. Dia menatap Rachel sebentar, lalu beralih pada Putra yang balas menatapnya sengit.
Sori, ya, kalau nggak ada urusan, kita mau ke kelas, kata Rachel sambil menggamit tangan Putra. Putra mengikutinya tanpa banyak bicara, masih teringat tragedi risoles.
Cleo menatap Putra dan Rachel yang sudah menghilang ke dalam ruang kelas.
Sok banget, sih, si Rachel! seru Zia kesal. Kayak Putra cowoknya aja.
Emang bukan" tanya Cleo.
Setahu gue, sih, bukan. Rachel aja yang kecentilan, kata Zia lagi. Cleo mengangguk-angguk.
Kalau emang bukan ceweknya, kenapa dia mau aja digandeng ke mana-mana" tanya Cleo bingung. Zia hanya mengedikkan bahu.
Mungkin karena mereka udah keburu dinobatkan sebagai pasangan" kata Zia, membuat Cleo kembali menatap kelas tempat Putra dan Rachel berada.
Cleo terlambat masuk kelas After School karena harus piket dulu. Namun, ternyata, kelas belum dimulai. Cleo masuk ke kelas dan mendapati Putra sudah ada di sana, duduk tenang di bangkunya sambil membaca majalah game. Cleo mengamatinya sebentar, lalu mendekatinya.
Putra meliriknya sebentar, lalu kembali membaca majalah. Cleo melambaikan tangan di depan wajahnya. Hei, Put. Hei.
Putra masih tak bereaksi. Dia masih terus membaca majalah itu seakan tak ada orang di depannya. Cleo berdecak sebal, lalu mengetuk meja Putra berkali-kali.
Puput! sahutnya nyaris berteriak, membuat seluruh kelas menatap mereka. Beberapa anak mengikik.
Puput" Manis amat, komentar Ruby yang baru kembali dari toilet. Panggilan sayang nih, Cle"
Iya, dong, jawab Cleo pede, membuat semua anak menggodanya. Putra melotot, tetapi cengiran Cleo semakin lebar. Setelah keriuhan sedikit berkurang, Cleo menatap Putra serius yang dibalas dengan tatapan malas.
Jadi, lo belum bilang-bilang kalau lo masuk kelas After School, kata Cleo.
Apa harus" tanya Putra balik.
Apa lo malu" tanya Cleo, membuat Putra menatapnya. Majalahnya sudah diletakkan di meja.
Gue cuma nggak lihat di mana pentingnya. Lagian, nggak ada yang nanya.
Kalau ada yang nanya, lo bakal bilang apa" tanya Cleo lagi.
Putra membetulkan duduk, lalu mendekatkan wajah pada Cleo. Apa lo menganggap kelas ini segitu memalukan sampe lo harus nanya begini sama gue"
Cleo menatap Putra, tersenyum, lalu mengedikkan bahu. Nggak. Tapi, mungkin lo menganggap begitu.
menyandarkan punggung ke bangku. Gue nggak malu. Puas" kata Putra akhirnya.
Puas. Cleo nyengir, lalu bangkit dan meraih pipi Putra untuk dicubit. Kalau serius Puput imut, deh.
Putra tertawa garing. Memangnya kapan dia pernah tidak serius"
Sementara itu, Cleo membuka tas dan mengeluarkan kotak makanan. Putra menatapnya penuh selidik. Kali ini, dia tak akan tertipu lagi. Cleo melirik Putra.
Mau" Nyokap bawain sushi, katanya polos, membuat Putra kembali sebal.
Nggak, tolak Putra cepat.
Bener" Kayaknya lo pucat banget, lho. Serius nggak mau" tawar Cleo lagi, sambil menyumpit salah satu sushi daging ikan. Putra sempat tergiur juga dia tadi melewatkan sarapan saat tahu Vero yang memasak tetapi Putra harus menahan diri. Dia tak mau tertipu untuk kali kedua.
Nggak, jawab Putra lagi, dan Cleo hanya mengangguk-angguk.
Wah, apaan nih! Woy, Cleo bawa sushi! sahut Mario yang kebetulan lewat. Seketika semua anak menyerbu sushi di kotak makanan Cleo sampai hanya tersisa satu potong.
Putra sendiri memperhatikan anak-anak yang menyantap sushi itu baik-baik, siapa tahu ada yang langsung menggelepar dengan mulut berbusa atau sebagainya. Namun, tampaknya mereka baik-baik saja, sesehat biasanya.
Cleo lagi, geli melihat ekspresi Putra. Putra baru mau menggeleng saat perutnya berbunyi nyaring.
Sejenak, Putra dan Cleo hanya saling pandang. Cleo yang pertama sadar. Dia menyumpit sushi terakhir di kotak makanannya, lalu menyodorkan sushi itu kepada Putra.
Aa & . Cleo membuka mulutnya lebar-lebar. Putra menatapnya sesaat, lalu akhirnya memakan sushi yang disodorkan Cleo.
Thanks, gumam Putra dengan mulut penuh. Cleo tersenyum, lalu mencubit pipi cowok itu.
Duh & yang kurang makan & . Awas entar kena gizi buruk, lho, katanya, lalu ngakak saat melihat ekspresi masam di wajah Putra.
Bagaimana, sudah ada keputusan mau masuk jurusan mana" tanya Latif keesokan harinya. Putra menatapnya ragu.
Belum, Pak, jawab Putra kemudian. Latif menatap anak didiknya itu, lalu menghela napas.
Begitu, ya & . Apa kamu berniat tidak naik kelas" tanya Latif lagi. Putra tidak menjawab, jadi Latif mendesah. Kalau kamu belum juga memutuskan, bagaimana kalau saya memberi kamu saran"
Boleh aja, Pak, jawab Putra, merasa membutuhkan saran itu.
Saya sarankan kamu masuk kelas IPS karena nilainilai sosialmu paling tidak lebih baik daripada nilainilai eksak, kata Latif. Tapi, saya ingin tahu,
Minat" Putra balik bertanya.
Iya, minat kamu. Jangan bilang game. Maksud saya, minat kamu terhadap masa depan kamu. Kamu mau mempelajari apa di kemudian hari" tanya Latif lagi.
Hm .... Bagaimana membuat game" jawab Putra asal.
Apa maksud kamu, kamu tertarik pada desain grafis" tanya Latif lagi.
Putra mengedikkan bahu, tak yakin. Mungkin" Kalau begitu, jurusan IPA mungkin lebih membantu kamu. Latif mencoba untuk tidak putus asa pada anak didiknya yang satu ini. Boleh saya tahu, kamu lebih suka Fisika atau Akuntansi"
Wah, itu pertanyaan yang sulit, Pak, jawab Putra. Jujur aja, saya nggak suka dua-duanya.
Latif mendesah lagi. Sekali lagi, diskusinya menemukan jalan buntu. Muridnya ini tampak tak punya minat apa pun di bidang akademis.
Baik, baik, saya beri kamu waktu untuk memikirkan ini. Minggu depan saya harap kamu sudah bisa menentukan jurusan mana yang kamu mau, atau saya terpaksa harus mendiskusikannya dengan ayah kamu. Mengerti" desak Latif, dan Putra tidak punya pilihan lain selain mengangguk.
Putra keluar dari ruang guru dengan pikiran kusut. Dia tak tahu harus mengambil jurusan apa. Sebenarnya, Putra sangat ingin masuk IPS karena tak harus bertemu dengan Matematika lagi, tetapi kalau Putra memilih IPS, itu berarti dia memenuhi keinginan ayahnya. Putra tak ingin terus-menerus
menentang kemauan ayahnya, tetapi Putra tak tahu apa mungkin melakukan itu karena masuk IPA berarti bunuh diri baginya.
Putra memijat lehernya yang terasa pegal. Memikirkan hal ini benar-benar melelahkan. Segala urusan penjurusan ini terasa sangat merepotkan.
Putra! Habis dari mana" seru Rachel, membuat langkah Putra terhenti. Satu lagi makhluk merepotkan. Putra memilih diam daripada repot menjawab pertanyaan-pertanyaan selanjutnya.
Rachel menggamit tangan Putra. Kita ke kantin, yuk" Udah lama banget nggak ke kantin bareng, dia bermonolog, lalu menarik Putra ke kantin.
Merasa sebotol Pepsi dingin bisa membantu untuk menenangkan pikirannya, Putra mengikuti Rachel menuju kantin. Rachel sudah duluan duduk di meja tempat dia biasa duduk bersama teman-teman dan kakak kelas yang populer. Putra baru mau menghampirinya dengan sebotol Pepsi dingin ketika tanpa sengaja melihat sekumpulan makhluk berisik di ujung kantin.
Ih, keren banget lagi! sahut Zia. Dia, tuh, cowok paling keren sesekolah kita!
Kerenan mana sama gue" Mario segera berpose bak fotomodel dan langsung kena sambitan kulit jeruk. Bapak penjual mie ayam malah berpartisipasi melemparnya dengan kain lap.
Cle, kalau lo bisa jadian sama dia, bakal mengangkat nama kelas After School! sahut Zia lagi. Jadian apa, sih, sungut Cleo sambil melahap
yang sedang berdiri bengong di ujung sana. Eh! Sini!
Cleo melambai-lambai heboh dan serta-merta teman-temannya mengikutinya. Putra hanya balas menatap mereka malas. Seluruh isi kantin sekarang bingung mencari siapa yang heboh dicari oleh anakanak After School Club.
Puput! Ngapain bengong aja! Ayo sini gabung! sahut Cleo lagi. Sekarang, semua orang menatap Putra tidak percaya.
Puput" bisik beberapa anak.
Putra mendengus tak habis pikir. Bisa-bisanya cewek itu memanggilnya dengan nama itu di depan seluruh isi kantin. Putra tidak menanggapi Cleo dan membuang muka. Pada saat itulah, pandangannya bertemu dengan Rachel yang menatapnya tak percaya.
Putra, kamu bergaul dengan mereka" tanya Rachel takut-takut. Cewek-cewek di meja itu juga sudah mengeluarkan ekspresi serupa. Kamu bergaul sama anak-anak dodol itu"
Nggak juga, jawab Putra, keki berat.
Jadi, mereka yang sok kenal" Rachel menatap geram ke arah anak-anak After School yang masih melambai-lambai, tak tahu apa yang terjadi.
Putra menatap Rachel yang tampak begitu marah, mengedikkan bahu, lalu memutuskan untuk kembali ke kelas. Dia malas bergabung dengan anak-anak After School Club karena sudah mempermalukannya di depan semua anak. Lagi pula, hari ini Putra sedang sangat tidak mood untuk mendapatkan masalah ekstra dari mereka.
kantin. Eh, si Pangeran kenapa, sih" tanya Ruby heran saat melihat Putra pergi dan bukannya bergabung. Tahu, tuh, timpal Mario, sama herannya. Guys, kalian harus janji satu hal sama gue, kata Cleo tiba-tiba, membuat anak-anak menoleh kepadanya dan menatapnya serius. Janji jangan bilang siapa pun kalau Pangeran masuk kelas After School. Anak-anak menatapnya bingung.
Kenapa" tanya Zia, mewakili yang lain. Belum sempat Cleo menjawab, Rachel sudah berdiri di depan meja mereka bersama teman-temannya. Rachel menggebrak meja itu, mengagetkan anak-anak.
Eh, Anak-Anak Dodol, kalian jangan pada sok kenal, ya, sama Putra, kata Rachel ketus. Pake panggil-panggil Puput lagi. Emangnya lo siapa" Cleo, jawab Cleo kalem, membuat Rachel geram. Gue nggak nanya nama lo, dodol! sahut Rachel lagi. Pokoknya, lo jangan pernah sok kenal lagi sama Putra. Kalian, tuh, nggak selevel sama dia!
Kata siapa! Dia, tuh, seke AW! Zia segera mengaduh kesakitan begitu kakinya diinjak Cleo. Zia langsung menutup mulut.
Rachel menatap Cleo sengit, lalu berderap pergi diikuti teman-temannya. Sekarang, anak-anak menatap Cleo yang menghela napas.
Gue rasa sekarang gue tahu kenapa lo minta kita ngerahasiain itu, kata Ruby kemudian. Cleo hanya mengangguk sambil menatap punggung Rachel yang menjauh.
Mario sambil bangkit dari kursinya. Mendadak, sepasang sumpit melayang dan mendarat tepat di dahinya. Mario langsung mengaduh kesakitan.
Udah, udah. Bayar dulu! sahut penjual mie ayam, membuat anak-anak tertawa. Seketika suasana kembali ceria.
Ayo, Ca! sahut Ruby sambil menepuk bahu Panca, tetapi yang bersangkutan tidak bereaksi. Bingung, Ruby menatap Panca lebih saksama, lalu melompat ngeri. Ca! Lo kenapa" Kenapa ngeces begitu?""
Anak-anak memperhatikan Panca yang masih bengong dengan air liur menetes.
Ca" Cleo melambai-lambaikan tangan di depan wajah Panca, tetapi tetap tak ada reaksi. Cleo mengikuti arah pandang Panca yang sedari tadi tidak berubah. Mendadak Cleo mengerti, karena pada saat Rachel menghilang di balik koridor lain, Panca kembali bereaksi.
Hem" Kalian pada ngapain" tanyanya, membuat semua anak bengong. Ruby segera menoyor kepalanya gemas.
Yang ngapain, tuh, elo, dodol! sahutnya keki. Ngelihatin Rachel sampe ngeces begitu!
Panca buru-buru mengelap air liurnya dengan kain lap milik penjual mie ayam, lalu menyeringai.
Berjuang, ya, Ca. Cleo menepuk bahu Panca penuh simpati, lalu kembali ke kelas sambil tertawa-tawa, menyadari betapa kesempatan Panca bersama Rachel hanyalah kalau dia laki-laki terakhir di dunia. Itu pun kalau Rachel tidak mempertahankan harga
Putra memasuki kelas After School, tetapi baru ada beberapa orang di sana. Anggota inti belum kelihatan. Ini sangat aneh mengingat biasanya yang terlihat duluan setiap membuka pintu adalah duo Mario dan Ruby.
Saat Putra baru duduk, pintu menjeblak terbuka. Anggota inti, yaitu Cleo, Mario, Ruby, Zia, Panca, dan Tiar masuk ke kelas dengan heboh. Kecuali Tiar, tentunya, karena dia jarang bersuara, bahkan kalau diminta. Sangat mengherankan Tiar bisa tahan dengan semua makhluk bawel ini.
Abis dari mana, kok, baru pada nongol" tanya Putra kepada Mario yang lewat. Mario berhenti sebentar, menatap Putra ragu, lalu melirik Cleo.
Tadi ada yang jual bakso, jadi nongkrong dulu di depan sekolah, jawab Mario datar, lalu duduk di bangkunya dan segera berkicau dengan yang lain.
Putra menatapnya bingung sesaat, lalu memutuskan untuk tidak peduli. Pandangan Putra lantas bertemu dengan Cleo yang sudah lebih dulu menatapnya, persis seperti tatapan Mario tadi. Putra mengernyit, tetapi tahu-tahu Cleo mendekat dan menepuk bahunya.
Tenang aja, Put. Kita-kita nggak bakal kasih tahu siapa-siapa, kok, kalau lo masuk kelas ini, katanya sambil mengangguk mantap. Sebelum Putra sempat berkata apa pun, dia sudah bergabung dengan yang lain untuk bermain halma.
pernah bermaksud untuk merahasiakan apa pun kepada siapa pun. Putra juga tidak begitu peduli dengan kepopulerannya. Rupanya anak-anak ini sudah menyalahartikan kejadian di kantin tadi.
Hei, seru Putra, berusaha memanggil Cleo yang tampak sibuk mendominasi permainan. Hei.
Cleo menoleh. Kenapa" Mau ikut main" Ayo, sini. Cleo menarik tangan Putra dan memaksanya masuk ke keramaian. Tahu nggak cara mainnya"
Lumayan, jawab Putra jujur, walaupun sebenarnya heran kenapa Cleo masih bersikap baik kepadanya.
Eh, kalau gitu, biar Pangeran main sama gue. Ruby menarik Putra ke sampingnya. Kalau sama lo nggak sah, lo sendiri aja udah menang melulu!
Lo nggak ada kerjaan lain, ya, Cle di rumah selain main, perasaan setiap main apaan aja lo menang terus! sahut Mario sebal yang diamini anak-anak.
Ayo, Pangeran, kita hancurkan rezim Cleo! sahut Ruby sambil mengocok dadu yang ada di tangannya. Ayo ditiup!
Putra menatap dadu yang digenggam Ruby, lalu tanpa sadar meniupnya. Ruby melemparkan dadu itu dan angkanya bagus.
Hore! Emang Pangeran membawa keberuntungan! sorak Ruby lalu menjalankan bidakbidaknya dengan semangat, sementara Cleo cemberut.
Mau tak mau, Putra tersenyum juga melihat keceriaan anak-anak itu. Putra merasa anak-anak ini sangat tulus dan baru kali ini Putra melihat kebaikan mereka. Rasanya hampir-hampir tidak bisa dipercaya.
Putra bukannya senang atas perkataan Cleo kemarin karena setelah itu, setiap kali Putra bertemu dengan anak-anak After School Club di sekolah, mereka selalu bersikap seolah tidak kenal. Walaupun demikian, sikap mereka kembali hangat apabila berada di kelas After School. Putra merasa sangat tidak nyaman dengan keadaan ini karena dia merasa dirinyalah yang memerankan peran jahat di sini.
Saat ini, Putra sedang berjalan di koridor kelasnya bersama Rachel. Putra baru saja kembali dari kantin setelah membeli roti saat melihat Cleo muncul dari arah berlawanan, tampak baru keluar dari ruang guru. Putra dan Cleo saling tatap, tetapi Putra merasa ada yang hilang saat Cleo hanya melewatinya tanpa berkata apa pun. Biasanya Cleo akan berteriak Puput sambil mencubit pipinya, atau menggodanya dengan segala macam cara. Sekarang, sangat aneh rasanya melihat cewek itu jadi jinak dan hanya lewat begitu saja.
Putra, lihat, deh, madingku. Kita lagi mengangkat After School Club, kata Rachel tiba-tiba, membuat Putra berhenti untuk membaca mading itu. Tak pernah sekali pun Putra membaca mading, terlebih saat Rachel menjadi salah seorang pengurusnya. Walaupun demikian, sekarang Putra sangat tertarik membaca mading itu karena foto masing-masing pentolan After School Club terpampang di sana.
Putra membaca artikel pertama mengenai Cleo. Tawa Putra hampir saja menyembur saat membaca
lalu membaca lebih lanjut dan dahinya mengernyit saat membaca alasan Cleo masuk kelas After School. Alasannya adalah mendapatkan nilai 50 di tiga ulangan Matematika berturut-turut, nilai 55 di ulangan Fisika, dan dua 55 lagi di ulangan Kimia.
Kemudian, berurut di artikel selanjutnya, terdapat berita tentang pentolan kelas After School lain, seperti Mario, Ruby, Panca, Zia, dan Tiar, beserta alasan yang kira-kira hampir sama dengan milik Cleo.
Kenapa lo tulis yang kayak gini" tanya Putra dingin, membuat senyum di wajah Rachel perlahan menghilang.
Maksud kamu" tanya Rachel. Lo mau mempermalukan mereka"
Putra, udah bukan rahasia lagi kalau anak-anak After School emang dapat nilai jelek. Makanya mereka masuk kelas itu, kan"
Tapi, apa perlu lo taruh perincian nilai mereka di mading kayak gini" tanya Putra lagi, kali ini dengan nada meninggi. Rachel sampai menatapnya tidak percaya.
Mereka nggak keberatan, kok, waktu aku interview, jawab Rachel. Mereka malah bangga. Dodol, kan, namanya" Jadi bukan salahku, dong"
Kalau gitu, lo kurang satu orang untuk dimasukin mading lo. Putra menoleh dan menatap Rachel. Gue.
Mata Rachel melebar saat mendengar kata-kata Putra. A-apa" Rachel tergagap, tak percaya. Lo denger, kan, gue juga masuk kelas After School.
melangkah pergi meninggalkan Rachel yang terkulai lemas di depan madingnya.
Rescue Me utra, aku minta maaf, ya, kata Rachel keesokan harinya. Aku nggak tahu kamu dimasukin ke kelas itu sama Pak Latif. Aku bener-bener minta maaf.
Pagi itu, suasana kelas masih ramai karena jam pelajaran pertama belum dimulai. Putra tekun membaca majalah game, sementara Rachel duduk di depannya, menatapnya penuh rasa menyesal.
Putra membalik halaman majalah, tak peduli. Apa gunanya minta maaf ke gue"
Jadi gue harus ngapain, dong" tanya Rachel, membuat Putra risi.
Putra menatap Rachel lama, tetapi cewek itu jelasjelas tidak menangkap pesan dari tatapan kesalnya. Cabut mading lo, kata Putra akhirnya, setelah sekian lama berusaha.
Oke, sekarang juga aku cabut. Tapi, jangan marah lagi, ya" bujuk Rachel dengan tatapan memohon. Putra menatapnya sebentar, lalu menghela napas.
mencermati walkthrough game favoritnya. Rachel tersenyum lega, lalu duduk di depan Putra.
Yang kemarin itu, aku nggak bermaksud ngatain kamu bego nomer tujuh, lho. Kamu, kan, bukan anggota tetap kelas itu. Sebentar lagi kamu pasti keluar, kan" tanya Rachel, membuat Putra tak bisa lagi fokus pada bacaannya. Aku yakin kamu pasti bisa dapet nilai bagus di ulangan selanjutnya. Setelah itu, kamu bakal bisa lepas dari mereka. Ya, kan"


After School Club Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Putra tidak berkomentar. Apa yang dikatakan Rachel benar. Jika di ulangan selanjutnya dia mendapatkan nilai bagus maka dia harus mengucapkan selamat tinggal pada kelas After School.
Namun, anehnya, Putra tak tahu harus merasa senang atau malah sedih.
Eh, kalian tahu nggak, mading soal kita dicabut, lho!
Putra melepas mata dari majalah untuk melirik Ruby yang baru memasuki kelas bersama yang lain.
Yang bener lo" Yah, padahal di mading itu foto gue lagi bagus, keluh Zia, membuat Putra mengernyit.
Iya, tadi gue lewat situ, terus artikel kita udah nggak ada. Ruby duduk di meja Mario. Kenapa, ya" Padahal udah bagus-bagus kita ngetop.
Putra segera menganga, dahinya berkedut. Anakanak ini terlalu polos, atau terlalu bodoh, Putra benarbenar tidak tahu. Jadi, kata-kata Rachel kalau mereka memang bangga pada kebodohan mereka benar adanya.
teralih kepadanya. Ngerasa bangga, ya, dibilang bego"
Yah, Pangeran, kalau nggak bangga, terus mau gimana lagi" Daripada kita putus asa terus bunuh diri, mending kita bangga-banggain aja, ya, nggak" Mario meminta persetujuan dari yang lain, yang segera disambut hangat.
Putra nyengir garing. Anak-anak ini memang sangat easy going. Semuanya ditanggapi dengan santai. Saking santainya, Putra sampai merasa iri kepada mereka. Mereka tampak tidak punya beban dan tidak keberatan dianggap bodoh oleh semua orang.
Sia-sia saja kemarin Putra membela mereka di depan Rachel.
Putra Sayang! sahut Vero dari pinggir kolam renang. Putra pura-pura tak mendengar dan meneruskan berenang seolah tak terjadi apa pun. Putra Sayang!
Kesal, Putra berhenti berenang. Setelah melepas kacamata renangnya, Putra menatap Vero.
Apa" sahutnya sebal, tetapi Vero seolah tak merasakannya. Dia malah nyengir sambil melambailambai.
Tante baru pulang dari Milan, lho! sahutnya riang. Putra berdecak sebal. Ganggu gue cuma mau bilang itu"
Putra Sayang, kita harus bicara, soal ulang tahun kamu! sahut Vero lagi, tak mendengar kata-kata Putra barusan.
Putra mengernyit. Ulang tahun apa"
tahun sendiri lupa" Mau tak mau, Putra mengingat-ingat tanggal ulang tahunnya. Benar. Lusa dia berulang tahun. Lalu apa"
Mau ngomongin apanya" sahut Putra, masih menolak untuk naik.
Apanya" Ya, ampun, kamu ini. Lucu banget, deh. Vero tertawa, membuat telinga Putra langsung berdenging. Apanya" Ya, pestanya dong.
Pesta" Pesta apa" sahut Putra lagi, bingung. Vero segera terdiam, sadar ada yang tidak beres.
Ya, pesta ulang tahun! Nggak lucu lagi, ah, Put! Kamu dulu, kan, janji mau dirayain kalau udah SMA, kata Vero, membuat Putra merinding.
Benar. Putra pernah membuat janji itu, sekitar berapa, lima tahun yang lalu" Saat itu, Putra selalu menolak setiap kali Vero mau merayakan ulang tahunnya, dengan alasan dia hanya mau merayakannya saat sudah SMA. Putra tak menyangka usia ini datang juga dan Putra lebih tak menyangka kalau Vero masih ingat.
Putra" Kamu masih ingat, kan" desak Vero lagi. Iya, iya, jawab Putra risi.
Vero langsung tersenyum. Bagus kalau gitu. Besok Tante bakal datengin EO-nya, dan Tante bakal siapin gedungnya. Terus Tante juga bakal siapin katering paling enak di
Stop, stop! Putra memutus omongan Vero, ngeri. Tunggu dulu. EO apa" Gedung apa" Katering apa" Emang mau ngundang siapa"
Siapa" Ya, sesekolah kamu dong, gimana, sih"
Se & sekolah" ulang Putra tak yakin. Satu sekolah"
Iya! Satu sekolah kamu, kalau perlu semua pegawainya juga diundang! jawab Vero bahagia.
Tante, nggak usah berlebihan gitu! Apa-apaan satu sekolah diundang" Nggak ada! sahut Putra cepat. Sekarang, dia sudah naik dan membelitkan handuk di tubuhnya.
Tapi, Putra Sayang, kamu, kan, udah janji Aku janji bakal ngerayain aja, kan" Nggak ngerayain sama satu sekolah, kan" Kenapa nggak satu Jakarta aja diundang sekalian" sahut Putra kesal sambil berjalan masuk ke rumah. Vero mengikutinya.
Iya, deh, nggak satu sekolah. Satu angkatan aja gimana" rayu Vero. Atau satu kelas"
Putra berhenti mendadak, membuat Vero hampir menabrak punggungnya. Dalam benak Putra tiba-tiba tebersit wajah anak-anak After School Club, yang pastinya tidak akan datang kalau hanya kelasnya yang diundang. Tanpa anak-anak itu, Putra pasti bisa mati garing di pestanya sendiri.
Oke, satu angkatan, kata Putra, membuat Vero bengong. Putra lalu berbalik. Tapi, nggak pake EO. Nggak pake gedung. Di rumah aja. Rumah ini cukup luas buat satu angkatan.
Vero segera mengangguk bersemangat. Oke kalau gitu, Tante pasti akan siapin pesta yang meriah buat kamu! Kamu perlu dress code"
Terserah, jawab Putra, mulai menggigil karena badannya basah dan tidak menggunakan apa pun
mandi. Putra naik ke kamarnya dan segera berendam di air hangat untuk menetralkan suhu tubuhnya. Vero benar-benar mengingat janjinya dulu. Benar-benar wanita yang menyusahkan.
Putra baru memasuki area sekolah ketika terdengar suara nyaring memanggil namanya. Seperti biasa, Putra tidak perlu menengok untuk mengetahui siapa pemiliknya. Rachel sudah menggamit lengannya eraterat dan menariknya masuk ke sekolah.
Putra, kata Tante Vero, besok pesta ulang tahun kamu yang keenam belas, ya" tanya Rachel riang. Putra cuma mengangguk malas. Aku diundang, kan"
Satu angkatan, kok, jawab Putra, membuat Rachel berhenti melangkah dan menatapnya dengan mulut separuh terbuka.
Satu & angkatan" ulangnya tak percaya. Mending, kan" Tadinya mau satu sekolah. Putra berhenti untuk membetulkan tali sepatunya, sama sekali tak menyadari ekspresi Rachel.
Tapi! Kalau satu angkatan, berarti anak-anak dodol itu bakalan pada dateng dong! sahut Rachel histeris.
Putra cuma tersenyum samar, tak bermaksud menjelaskan apa pun kepada cewek itu. Dia bangkit, lalu melanjutkan perjalanannya. Baru beberapa langkah, seseorang memanggilnya. Hanya saja, panggilannya ada embel-embel Tuan . Bingung, Putra menoleh dan mendapati sopir ayahnya sedang
yang menyodorkan sebuah kotak. Apaan, nih, Pak" tanya Putra bingung. Ini Tuan, dari Nyonya Vero. Katanya undangan buat teman-teman Tuan, jawab Udjo dengan napas terengah.
Putra menatap ragu kotak di tangannya, lalu membukanya dan segera menyesal. Di dalamnya, terdapat ratusan undangan mewah berwarna biruperak berpita yang sangat menyilaukan, dan parahnya lagi, di bagian depan undangan itu tertempel foto Putra yang entah diambil Vero dari mana. Putra sampai tak bisa berkata apa-apa. Rachel berinisiatif mengambilnya.
Wah, hebat, semua undangan ada namanya, komentar Rachel setelah mencermati isi kotak itu.
Serius lo" tanya Putra tak percaya. Dia memeriksa isi kotak itu dan melongo saat melihat undanganundangan itu ternyata sudah dibagi-bagi sesuai kelas. Nama setiap anak tercetak di undangannya.
Putra tak habis pikir. Dari mana Vero mendapatkan semua nama ini" Kapan dia melakukannya" Kenapa harus ada fotonya di bagian muka" Dan, kenapa undangan ini harus norak sekali"
Kamu cakep banget lho, di foto ini, seloroh Rachel, membuat Putra melotot emosi.
Putra tidak peduli. Kenyataan bahwa undangannya lebih mirip undangan khitanan daripada ulang tahun sudah membuatnya kesal.
Mendadak, perasaan tak enak menelusup ke dalam hati Putra.
Seluruh sekolah sekarang sudah dihebohkan oleh undangan pesta ulang tahun Putra. Seharian ini, Putra melihat anak-anak yang membawa-bawa undangan berwarna biru-perak, dan ke mana pun Putra melangkah, dia selalu disenyumi cewek-cewek dari berbagai kelas.
Putra senang hari ini berakhir. Dia tidak harus bertemu cewek-cewek yang mengerubutinya dan bertanya warna apa yang dia suka, barang apa yang sedang dia inginkan, dan pertanyaan tidak penting lainnya.
Dengan enggan, Putra membuka pintu kelas After School dan pasrah saat melihat keadaan di kelas itu, yang notabene sama saja seperti di luar. Semua anak sedang memegang undangan norak itu dan langsung heboh begitu melihat Putra di pintu.
Pangeran! Kita diundang juga" pekik Zia tak percaya. Sebelum Putra sempat menjawab, dia menarik tangan Putra dan membawanya ke tengah kelas.
Undangannya ramai, lho, komentar Mario sambil memperhatikan kilau-kilau perak di undangan itu.
Bisa buat tambahan glitter di make-up lo, Zi, timpal Ruby saat mengetahui jempolnya terkena kilau undangan itu. Zia segera menggosok jarinya pada undangan, lalu menatap Putra dengan senyum cerah. Bukan gue yang buat, elak Putra cepat. Gue nggak tahu kalau lo jenis orang yang suka foto studio. Cleo mengamati foto Putra dengan saksama. Putra segera merebut undangan itu dari tangan
foto keluarga. Ada dress code-nya juga, lho, kata Mario, membuat Putra tersentak. Pesta topeng.
Hah" sahut Putra tak percaya, lalu segera membuka undangan milik Cleo. Ternyata Mario benar, Vero secara sepihak menjadikan topeng sebagai dress code-nya. Apa-apaan nih"
Topeng" Gimana nyarinya, ya" Hari gini baru dikasih tahu dress code-nya! Zia kena serangan panik.
Tenang, pestanya juga baru mulai jam tujuh, kan" Paginya nyari aja dulu, kan, besok Sabtu, tandas Ruby, tak paham dengan kepanikan Zia.
Eh, apa kita bikin aja, yuk" Kita bikin bareng! sahut Cleo yang segera disambut meriah oleh yang lain. Ngumpul di rumah Mario kayak biasa, ya! Bawa alat sama bahannya!
Iya! Kita bikin aja! sahut Mario. Gue mau mirip Kaito Kid, ah!
Kalau gue, Bleach! Si Ichigo pas jadi hollow! sahut Ruby, lalu ber-high five dengan Mario.
Hei, hei & . Putra bermaksud mengatasi euforia mereka. Kalau semua berpikir seperti dua anak ini, bisa-bisa pestanya nanti malam berubah menjadi acara cosplay 1 . Namun, sepertinya tak ada yang mengindahkan Putra. Mereka sekarang malah sibuk mendiskusikan siapa menjadi apa.
Hm & umur lo udah enam belas, ya" Kok, tua amat" tanya Cleo yang masih sibuk memperhatikan undangan. Putra meliriknya sebal. Keasyikan TK apa gimana"
membuat perhatian semua anak terarah kepadanya.
Serius lo" sahut Mario tak percaya. Putra menatap mereka semua datar, lalu mengangguk.
Kecelakaan parah waktu SMP, lanjut Putra, membuat anak-anak sibuk menekap mulut. Cleo malah langsung memeriksa tangan Putra.
Terus, ada yang patah" Apanya" tanyanya cemas. Anak-anak di belakang cewek itu juga sudah ikut menatapnya khawatir.
Putra menatap mereka geli. Bercanda.
Anak-anak bengong sesaat, lalu detik berikutnya, Putra langsung menerima lemparan buku dari segala arah. Putra tertawa ngakak, merayakan keberhasilan pertamanya menipu anak-anak dodol itu.
Dan, mungkin sekaligus yang terakhir, kalau dilihat dari betapa seriusnya usaha anak-anak itu mengeroyok Putra.
Cleo dan anak-anak telah sampai di depan pagar rumah Putra tepat pukul 19.00. Mario masih mencari parkiran karena tempat parkir di dalam halaman maupun di luar rumah Putra sudah penuh. Cleo menatap ke dalam rumah Putra yang sudah ramai orang melalui pagar, lalu menoleh cemas ke jalanan.
Si Mario parkir di mana, sih" Lama amat, keluh Cleo sambil melirik jam tangannya.
Tahu, tuh, di jalur Gaza kali, ikut perang dulu, timpal Ruby. Tahu-tahu, dia melihat sesuatu. Dia pun menyikut Cleo. Cle, si Rachel, tuh.
sedang turun dari Alphard-nya tepat di depan pintu rumah Putra.
Dapet valet. Ruby berdecak. Dia emang bukan tamu sembarangan.
Semua anak sedang memperhatikan Rachel yang tampak sangat elegan dengan gaun warna keemasannya saat Cleo dan Ruby sama-sama menyadari sesuatu. Mereka saling tatap, lalu menoleh secepat kilat ke arah Panca, yang ternyata memang sudah bengong. Air liurnya hampir menetes lagi.
AAARGH! sahut Cleo dan Ruby berbarengan. Tisu, tisu! Cari tisu! Nih, anak malu-maluin aja, sih!
Anak-anak bergegas mengorek tas untuk mencari tisu. Tepat setelah Rachel masuk ke rumah, Panca mendadak bergerak.
Kalian lagi apa, sih" tanyanya, heran melihat anak-anak yang kerepotan mencari tisu. Semua bengong, lalu Ruby dan Cleo berinisiatif memukulnya bersamaan.
Lo yang tadi ngapain! Sakit lo! sahut Ruby keki. Bener-bener, deh, itu cewek, sampe lo kayak kena hipnotis gitu. Gue aja nggak segitunya.
Zia yang sedang mengecek dandanannya melepaskan mata dari kaca untuk melihat Ruby. Emangnya lo suka juga sama dia"
Yah, seenggaknya dia wanita, jawab Ruby sambil menatap Zia dari ujung kaki hingga ujung kepala, sementara Panca mengangguk-angguk setuju.
Maksud lo apa, heh" Zia segera berkacak pinggang dengan mata melotot. Lo juga Ca, apaan ngangguk-
Eh, tuh Mario dateng. Cleo coba melerai Ruby dan Zia supaya tidak terjadi perang dunia ketiga. Mar, lo parkir di mana, sih" Di Bogor"
Man, parkirannya sampe luar kompleks, tahu nggak lo! sahut Mario sebal, napasnya terengah. Asal kalian tahu aja, gue nyampe sini pake ojek! Nggak elit banget, kan, masa Kaito Kid naik ojek!
Ah, udah, deh, buruan masuk! sahut Cleo, nyaris tak mendengarkan kata-kata Mario. Anak-anak mengikuti Cleo masuk, sementara Mario masih bengong. Tiar menepuk bahunya dengan senyum penuh simpati, lalu mengikuti Cleo juga.
Topengnya silakan dipakai, kata seorang penerima tamu. Anak-anak menurut, lalu memakai topeng kreasinya masing-masing dan diantarkan sampai ke halaman belakang oleh si penerima tamu.
Gila, gue bisa nyasar kalau masuk rumah ini sendirian, komentar Mario saat melalui rumah Putra.
Tak berapa lama, mereka sampai di halaman belakang rumah Putra yang sangat luas dan sudah dipenuhi oleh para tamu yang juga memakai topeng. Cleo sampai pusing melihat mereka semua.
Guys, ingat, ya, jangan dekat-dekat sama Putra. Cleo mengingatkan, yang dimengerti oleh semuanya. Sebelumnya, mereka memang sudah membuat perjanjian untuk tidak dekat-dekat Putra selama pesta berlangsung.
Mereka kemudian berjalan bersama menuju kolam renang yang telah dihias dengan lilin dan bunga-bunga. Cleo sedang mengagumi keindahan dekorasi kolam itu
di seberangnya. Itu Rachel, yang sepertinya sudah mengenali anak-anak After School Club, terima kasih kepada Mario dan Ruby yang berpakaian seperti orang bodoh.
Dipimpin Cleo, anak-anak itu segera melipir ke arah meja minuman. Saat mereka mengambil minum, sesosok tinggi mengenakan jas berjalan ke arah mereka. Rasa-rasanya Cleo bisa mengenali sosok bertopeng putih itu, tetapi tidak mungkin dia menghampiri mereka pada saat semua orang berkumpul di sini.
Hai, guys, sapa Putra begitu sampai di depan anakanak yang kompak bengong. Thanks, ya, udah mau dateng.
Semua orang sekarang sudah berbisik-bisik melihat Putra menyapa anak-anak After School Club. Cleo menoleh ke kiri dan ke kanan, serbasalah.
Ng & siapa, ya" Nggak kenal, tukas Cleo cepatcepat, yang didukung oleh anak-anak lain.
Hah" tanya Putra bingung, lalu melepas topengnya. Ini gue.
Nggak kenal! sahut Cleo panik, tak peduli walaupun wajah Putra sudah jelas-jelas terlihat. Ya, kan, guys" Ada yang kenal sama dia"
Nggak, nggak ada, sambut Mario cepat, begitu pula yang lainnya. Putra menatap mereka bingung, lalu mendengus geli.
Kalau kalian nggak kenal gue, terus pesta siapa yang kalian datengin sekarang" tanya Putra lagi. Anak-anak terdiam, salah tingkah. Hei, nggak apa-
Hah" Serius lo" seru Cleo tak percaya. Putra mengangguk, lalu matanya beralih pada Mario dan Ruby.
Ya, ampun, kalian bener-bener dateng pake kostum, kata Putra geli. Mario dan Ruby terkekeh tak tahu malu. Ya, udah kalau gitu, enjoy the party.
Putra melempar senyum, kemudian kembali bergabung bersama ayahnya dan seorang wanita di samping kue ulang tahun.
Itu nyokapnya" Masih muda banget, komentar Ruby. Cakep, lagi.
Bukan, katanya ortunya udah lama cerai. Zia langsung pasang mode bergosip. Itu pacar bokapnya, namanya Tante Vero.
Anak-anak menatap Zia, lalu beralih kepada Putra yang sedang mengobrol dengan tante itu. Putra tampak tidak bersemangat dengan pesta ini, malah beberapa kali terlihat menguap. Pandangan Cleo kembali terarah kepada Rachel, yang sekarang sudah berjalan mendekati Putra dan menggamit akrab lengannya seperti biasa.
Pesta sudah berjalan sekitar satu jam, dan anak-anak After School Club sudah menemukan permainan supaya tidak merasa bosan. Mereka bermain siapa dia dengan menebak nama-nama di balik topeng. Permainan menjadi seru saat mereka menemukan seorang cewek yang tidak bisa diidentifikasi, dan untuk menentukannya, salah seorang dari mereka harus
topeng. Mario harus rela diacuhkan oleh cewek yang ternyata teman sekelasnya sendiri itu selama lima belas menit hingga akhirnya dia mau melepas topengnya.
Cleo melirik ke arah Putra tiap beberapa menit sekali, hanya untuk memastikan keadaannya. Sepertinya Putra baik-baik saja karena Rachel selalu ada di sampingnya dan menariknya ke mana-mana, bahkan hanya untuk mengambil minum. Putra menangkap pandangan Cleo, dan mereka bertukar pandang selama beberapa saat sampai Rachel kembali menarik Putra menuju kekasih ayahnya.
Cleo juga menyadari kalau ayah Putra sudah tak terlihat semenjak sambutannya sejam yang lalu. Sepertinya ayah Putra sangat sibuk sehingga tidak bisa berlama-lama berpesta. Namun, Putra tampak tidak begitu keberatan.
Sekarang, Rachel menatap Cleo sengit dari seberang kolam renang. Menurut Rachel, cewek norak bernama Cleo itu sedari tadi menatap Putra seperti berhak melakukannya. Rachel melepaskan pegangannya dari lengan Putra lalu menghampiri teman-temannya. Setelah berdiskusi sejenak, mereka menghampiri Cleo yang sedang menatap kolam.
Halo, sapa Rachel, membuat Cleo menoleh. Gue lihat dari tadi lo ngelihatin cowok gue. Mimpi apa lo" Gue nggak lagi tidur, kok, jawab Cleo santai. Rachel menatapnya sengit. Eh, denger, ya. Cuma karena Putra masuk kelas After School, bukan berarti lo bisa suka sama dia. Lo masih belum level sama dia.
Peperangan Raja Raja 11 Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong Memanah Burung Rajawali 7
^