Pencarian

Be My Sweet Darling 1

Be My Sweet Darling Karya Queen Soraya Bagian 1


Be My Sweet Darling (Nembak)
Tanpamu kasih Kesepian merenggutku Tak terucap sepi
Meski malam smakin merindu Pertunjukan ini
Belum berakhir Karenaku akan menyatakan cinta Coba dengarkan nada laguku Puitiskan makna yang berisyarat Aku jatuh cinta
Seseorang di hadapanku Coba kau tatap kedua mataku Tlah kukatakan yang sejujurnya Would you be my sweet darling kasih Kuingin jawabmu sekarang
Queen S* h t . c t . c B ISA dibilang Green House Caf" adalah salah satu
tempat makan favorit anak muda Jakarta. Tempat makan yang didominasi warna hijau ini menyediakan menu beragam, baik tradisional maupun modern. Selain itu, se4ing tempatnya juga memberikan kesan nyantai dan comfy. Selain kafe di bagian dalam, pengunjung juga dimanjakan open space yang luas di bagian luar. Yang makan di situ pasti bisa cuci mata. Mereka betah nongkrong di tempat ini berjam-jam. Dan yang terpenting, kafe ini tidak menyediakan minuman yang berbau alkohol. Soalnya, Green House Caf" sangat peduli dengan masalah drugs. Itu komitmen owner-nya sendiri lho. Komitmen itu sukses membuat pendatang yang mayoritas anak muda merasa nyaman.
t . c Sangat sesuai dengan moto kafe yang ditulis dengan huruf berukir di dalam ruangan.
Kenyamanan akan Menjadi Bagian dari Anda
Balik ke soal menu yang beragam. Green House Caf" menyediakan makanan modern seperti steik, hot dog, burger, tapi ragam makanan tradisional seperti jagung bakar dan steik singkong juga tidak ketinggalan. Nggak salah kan, kalau tempat yang baru dua tahun berdiri ini sudah kaya akan pengunjung"
Yap, Green House Caf" yang berlokasi di daerah Kemang, Jakarta Selatan, ini adalah tempat hang-out yang sangat istimewa. Sore ini pengunjung sudah memadati kafe itu buat nongkrong. Salah satunya, Marsha Kelly Anastasia, atau yang biasanya dipanggil Marsha. Cewek cantik berambut panjang itu kelihatan sangat manis sore ini. Ia baru saja keluar dari taksi yang berhenti tepat di depan kafe, mengenakan dress di atas lutut warna so blue.
Sebenarnya, sampai detik ini Marsha masih bertanyatanya. Mengapa sore ini Raya, salah satu sahabat karibnya, keukeuh banget mengajaknya janjian di Green House Caf?" Keheranannya lebih mendekati kecurigaan. Soalnya jarang-jarang Raya mengajaknya jalan atau makan berdua saja di suatu tempat tanpa mengajak Tata, sahabat mereka yang lain. Tidak ada alasan yang jelas mengapa semua ini terjadi. Meski merasa sedikit aneh, Marsha tetap setuju memenuhi ajakan Raya untuk menemuinya di tempat ini sekarang.
t . c Oke, pertanyaan dalam hatinya akan segera terjawab kalau Marsha segera masuk ke sana. Pelan-pelan Marsha mengambil napas. Ia sibakkan rambut panjangnya ke belakang sambil menatap sekitar open space kafe yang terbentang. Maka ia pun melangkah.
Ah& , desah Marsha. Matanya bergerak sambil mencari-cari keberadaan Raya. Ketika ia menemukan sosok sahabatnya itu, tiba-tiba jantung Marsha berdegup kencang. Tangannya gemetar, bibirnya bergetar. Matanya menangkap pemandangan tidak terduga di salah satu bangku open space.
Raya makan satu meja sama Ega"! jerit Marsha dalam hati, memerhatikan pemandangan yang hampir merusak matanya itu.
Cowok tinggi, berambut cepak, berkaus abu-abu, bernama Ega, yang bersama Raya, itulah alasannya. Alasan yang paling mendasar sebenarnya cukup satu. Setahu Marsha, Ega masih berada di Den Haag, Belanda. Dia kuliah di negara yang terkenal gudangnya kincir angin itu. Tapi kenapa sekarang Ega ada di Jakarta" Kapan dia kembali" Dan yang lebih penting dari semua itu adalah: Kenapa Ega bersama Raya, padahal Ega adalah pacarnya Marsha" Oke, ternyata alasannya lebih dari satu. Dan dari kesemua alasan yang ada, alasan terakhirlah yang benar-benar membuat Marsha muak. Beberapa detik ia tidak mampu bicara apa-apa. Napasnya hampir sesak, hatinya seolah terbakar menyaksikan pemandangan di depannya. Pengkhianat!
t . c Dengan napas memburu dan jantung yang seakan mau meledak, bergegas Marsha melangkah menemui dua makhluk menjengkelkan yang kini tengah asyikasyiknya nongkrong, ngobrol, bersikap mesra, sesekali berangkulan sambil suap-suapan, menikmati steik di salah satu meja.
Begitu mencapai meja tersebut, secepat kilat Marsha menyambar gelas jus jeruk di depan Ega. Tanpa banyak omong ia menyiramkan minuman itu tepat ke wajah cowok itu.
Brengsek! maki Marsha sengit. Splash!
Cowok itu kaget bukan main. Wajahnya basah. Ia langsung berdiri, memandang dengan gugup sosok Marsha di hadapannya. Marsha"!
Sha"! Raya pun bangkit dengan ekspresi tak kalah terkejut. Tapi kemudian ia berusaha tenang.
Air mata sudah membanjiri pipi Marsha. Ia menggeleng pelan dengan mata menyipit menatap Ega. Lalu memalingkan pandangannya perlahan dengan perasaan sakit, menatap Raya.
Jadi ini..." tanya Marsha dengan suara tertahan. Wajah Raya berubah tegang.
Pengkhianat lo, Ray& Tubuh Marsha bergetar hebat. Mati-matian ia menyembunyikan luka hatinya. Sha& Ega memegang tangan Marsha. Marsha berpaling pada Ega. Brengsek lo, Ga! Ternyata selama ini lo selingkuh di belakang gue"! Tanpa bisa membendung kemarahannya, Marsha mendorong
t . c dada cowok itu dengan kasar. Hampir saja Ega jatuh kalau tidak bertahan dengan cara memegang kursi. Wajah Ega pucat seperti mayat. Gugup.
Bu& bukannya lo ada di Belanda" tanya Marsha dengan suara bergetar. Kapan lo pulang" Dan kenapa gue, pacar lo sendiri, nggak lo kasih tau" Malah Raya, sahabat gue yang janjian sama lo di sini" Sha& Raya bicara.
Elo juga sahabat nggak tau diri, Ray! Lo berkhianat di depan gue! Kenapa lo ajak gue ketemuan di sini kalo akhirnya gue cuma harus menyaksikan pemandangan ini, Ray" Kenapa"!!! teriak Marsha.
Sha, please, nanti semuanya gue jelasin& Ucapan Raya terhenti ketika Marsha menarik kasar tubuhnya.
Lo sengaja nyakitin perasaan gue" Apa salah gue, Ray" Apa"! ucap Marsha sambil mengguncang-guncang tubuh Raya.
Sha... apa-apa-an lo" Suara Ega tertahan. Ia menarik tangan cewek itu. Pasti Ega malu ribut-ribut di kafe sampai menjadi tontonan orang banyak. Apalagi, hampir seisi kafe tahu kalau ia dalam posisi ketahuan selingkuh. Terbukti wajahnya merah padam.
Tapi, Marsha mana bisa membedakan rasa malu dan tidak" Yang lebih mendominasi hatinya selain amarah, jelas perasaan sakit. Siapa yang tahan dikhianati" Siapa yang mau dilukai" Tanpa sadar ia jadi kehilangan rasa malu.
Elo yang apa-apaan, Ga! bentak Marsha lagi. Menepis tangan Ega. Gue pikir selama ini lo masih di
t . c Belanda. Tapi nggak taunya lo udah balik ke Jakarta tanpa ngasih tau gue. Yang lebih parah, lo malah jalan sama sahabat gue. Suap-suapan nggak penting di sini! Lo selingkuh! Lo jahat! Jahat, Ga!
Sha, kita bicara. Tapi nggak di sini! Ega mencengkeram tangan Marsha kembali.
Gue nggak butuh penjelasan lo, Ga, semuanya udah jelas! teriak Marsha masih dengan suara bergetar. Ia menepis tangan Ega untuk kedua kalinya hingga terlepas. Ia tak sudi dipegang cowok itu lagi. Tiba-tiba saja memandang sosok cowok yang disayanginya ini membuat Marsha jijik. Dia bahkan heran, kenapa bisa-bisanya menyayangi cowok pengkhianat ini"! Ia jadi tahu tindakan apa yang sepantasnya didapat oleh cowok yang sudah berkhianat ini. Ia juga tahu, ending seperti apa yang biasanya menutup adegan perselingkuhan. Marsha tahu. Dan sekarang akan ia lakukan!
Dasar cowok brengsek! PLAKKK!!!
Tangan Marsha melayang lalu mendarat di pipi Ega. Ega kaget memegang pipinya. Bekas telapak tangan Marsha membekas jelas di bagian itu. Merah dan pastinya terasa pedas.
Raya membekap mulutnya dengan kedua tangan. Ia tak percaya semua ini akan terjadi. Ia memang mengundang Marsha untuk datang ke sini. Dengan suatu tujuan. Tapi keadaan yang terjadi benar-benar di luar dugaannya.
t . c Elo juga, Ray! Lo pikir gue bisa maafin semua kelakuan lo" Dasar pagar makan tanaman. Lo rebut cowok gue. Sekarang silakan lo ambil dia. Gue nggak sudi lagi punya cowok kayak gini. Gue juga nggak sudi punya sahabat kayak lo! tunjuk Marsha berapiapi.
Raya kaget. Sha" Ini nggak kayak yang elo pi... Udah gue nggak mau denger! Usai melampiaskan amarahnya, dengan bercucuran air mata dan tidak membuang waktu lagi, Marsha meninggalkan kafe itu.
Ini pasti mimpi, batin Marsha. Ega nggak sekejam itu. Dia baik. Dia cowok setia... Raya juga sahabat yang baik. Dia emang suka gonta-ganti pacar. Pernah juga sih, ngerebut pacar orang lain. Tapi dia nggak mungkin pacaran sama Ega. BUKAN! Ini nyata, Marsha. Berpikirlah dengan waras. Ega berkhianat! Raya juga! Lo pecundang. PECUNDANG! Hati kecil Marsha yang lain membantah.
Marsha! Marsha! Sha! Ega berusaha mengejar, tapi entah atas alasan apa Raya menghalanginya. Mereka berdua pun tampak bersitegang. Beberapa pegawai kafe berusaha menenangkan mereka tapi keduanya malah bertengkar hebat.
Tidak mau tahu lagi. Itulah yang Marsha pikirkan. Ia terus berlari meninggalkan open space kafe, dan langsung menyetop taksi yang ditemuinya di depan gerbang. Di dalam taksi, ia tumpahkan tangis sepuas-puasnya.
t . c Yang pasti hati Marsha sakit. Sakit sekali...
Mana janji lo mau setia, Ga" Mana buktinya lo mau setia" Mana" Yang ada lo malah ngecewain gue. Katanya, setelah lo kuliah di Belanda, cuma gue cewek lo satu-satunya. Tapi apa" Nyatanya ada cewek lain selain gue& Nyatanya lo udah balik ke Jakarta tanpa ngasih tahu gue. Nyatanya ada Raya. Sahabat gue sendiri! Lo brengsek, ga! Bener-bener brengsek!!! Gue benci sama lo. Benciiiiii!!!!! teriak Marsha dalam hati.
Sopir taksi melirik Marsha dari kaca spion dengan rasa iba. Menyedihkan. Meski ia tidak tau apa yang barusan dialami cewek itu, tapi hati kecilnya mengatakan bahwa hal itu pastilah berat. Dengan tidak bermaksud mengganggu perasaan hati Marsha, sopir taksi pun menjulurkan sekotak tisu ke bangku belakang. Ini, Neng...
Makasih, Pak.... Marsha meraihnya. Mau ke mana, Neng"
Ke Jalan Kiwi, Pak! jawab Marsha menyebut daerah rumahnya sambil menyeka air mata yang masih tidak mau berhenti. Ia biarkan saja ponselnya yang terus-terusan berdering di dalam tas. Di layar ponsel tertulis My love Ega calling. Lalu tak lama ponsel diam. Kemudian Raya Cutie calling. Ia matikan ponselnya. Tak peduli.
t . c Marsha mendorong pagar rumah dengan kasar. Jalannya mengentak-entak, lalu ia melempar sepatunya asal, dan secara sembrono masuk rumah. Tingkah alamiah yang dilakukan manusia saat pulang ke rumah apabila kemarahan sudah mencapai ubun-ubun. Marsha tengah membendung amarah itu. Meski tidak berhasil.
Marsha" panggil Mama begitu Marsha masuk rumah.
Boro-boro menoleh, Marsha langsung berlari meniti tangga, menuju lantai atas, masuk ke kamarnya, dan&
BLAMMM! & membanting pintu. Ega brengseeeek! teriak Marsha. Buk!
Marsha melempar tasnya ke lantai. Dengan banjir air mata tubuhnya luruh, bersimpuh di lantai dengan napas ngos-ngosan. Lo tega, Ga& Lo tega..., isak Marsha terus menangisi kejadian yang barusan ia alami.
Tidak diragukan lagi. Kejadian ini bagi Marsha adalah kejadian menyakitkan yang pasti sangat sulit dilupakan seumur hidup. Marsha benar-benar merasa dipermalukan di depan umum. Ega... dan Raya& yang masing-masing memiliki status sebagai pacar dan sahabatnya. Sebenarnya sudah berapa lama hubungan mereka di belakang Marsha" Seberapa lama Ega berkhianat" Marsha benar-benar merasa dibohongi habishabisan. Astaga. Pantas Ega jarang menelepon beberapa bulan belakangan ini. Ternyata ini yang terjadi.
t . c Apakah masih ada cowok dengan kejujuran dan kesetiaan sejati hidup di dunia ini" Kalaupun ada, kenapa salah satunya bukan Ega" Kenapa"
Setelah puas menumpahkan kekesalannya dengan tangisan diikuti berbagai macam kata umpatan, Marsha melirik bingkai foto yang terpajang di meja belajarnya. Ia menggeser tubuh agar mendekat dan meraih benda itu, lalu menatapnya lekat-lekat.
Fotonya dan Ega. Saat itu, di foto itu, ia masih bisa tersenyum. Tapi kali ini hatinya pedih. Tatapan Marsha perlahan berubah menjadi galak. Muak. Jijik melihat foto dengan pose mesra itu. Buat apa ia capek-capek menciptakan pose terbagus saat itu" Buat apa dengan cerewetnya ia minta foto berulang kali pada fotografer studio dan sibuk mengingatkan foto itu harus jadi tepat waktu. Tidak berguna. Hampir saja Marsha melempar bingkai itu, kalau saja ia tidak mendengar ketukan dan suara lembut Mama di luar pintu kamar.
Marsha& Ya, Ma" Marsha gelagapan dan segera menghapus sisa-sisa air matanya.
Ada telepon dari Raya&
Jantung Marsha berdetak. Sesaat ia diam bergeming.
Marsha" panggil Mama lagi. Bilang aja Marsha udah tidur, Ma....
Sha& katanya dia perlu ngomong sama kamu& penting& .
t . c Ma& please& . Mama menghela napas. Ia menduga pasti ada sesuatu di antara anak semata wayangnya itu dengan Raya. Akhirnya Mama menyerah. Ya udah kalau gitu....
Terdengar suara langkah kaki Mama menuruni tangga, menjauhi kamar.
Pandangan Marsha kembali menatap bingkai foto itu. Meski tidak segalak tadi, tapi sisa-sisa kemarahan tetap ada. Campur letih. Kemudian Marsha menyandarkan kepalanya ke kaki meja belajar dengan mata terpejam. Sekuat tenaga ia berusaha meredam perasaan sakit ini. Wajah Ega dan Raya muncul silih berganti.
Ya Tuhaaan... kenapa awalnya begitu manis kalau akhirnya menjadi pahit" Kenapa awalnya begitu indah kalau akhirnya membuat terluka" Kenapa awalnya seperti surga kalau akhirnya berubah jadi neraka" Kenapa"
Ega termasuk salah satu cowok yang cukup populer di sekolah. Tahun lalu, sebelum lulus sekolah dan kuliah di Communication Management, Haagse University of Profesional Education/Hogeshool, Den Haag, Belanda, dia masih menjadi kakak kelas Marsha di SMA Pembangunan 5. Duduk di kelas 3 IPA 2. Dari segi fisik, cowok itu cukup menjanjikan bagi cewek mana pun, untuk dijadikan kandidat bagi sebuah kata bernama
t . c pacar . Tubuhnya tinggi, kulitnya hitam manis, dan rambutnya cepak. Tampangnya oke, yang bisa diramalkan bakalan semakin macho ketika dewasa. Penampilannya juga keren. Rapi. Tajir. Pastinya, tidak sedikit cewek dengan sukarela melirik kalau Ega lewat. Sekadar menyapa atau sedikit menyunggingkan senyum bagi Ega adalah wajib bagi cewek-cewek itu. Bersikap sedikit genit guna mencari perhatian juga nggak dosa kok.
Kebanyakan cowok yang bertampang cakep dengan gaya yang cool, biasanya bersikap dingin sama cewek. Ega juga begitu. Nggak heran, saat cowok itu kelas 2 SMA pun, kabarnya ia masih jomblo. Ada yang beranggapan, daar asmaranya juga seputih kapas. Tanpa cela. Tidak pernah keganjenan sama cewek, bukan tipe cowok tengil, dan tampang alimnya itu banyak yang bilang sangat jauh dari sosok pengkhianat. Wajar, kalau akhirnya Marsha kaget ancur-ancuran waktu mergokin Ega selingkuh.
Selingkuh itu sekarang. Dulu" Keliatannya sih Ega kalem. Pendiam. Cool. Bikin penasaran.
Lalu, begitu Ega menginjak kelas 3, ia mulai PDKT pada Marsha yang baru masuk menjadi anak kelas 1 SMA Pembangunan 5.
Lalu terjadilah hal aneh yang menggemparkan seisi sekolah.
Gue sayang sama lo, Sha! Sayang banget! Gue sayang sama lo, Marshaaaa!
Sebelumnya, tidak pernah ada cowok yang dengan
t . c gilanya naik ke atap sekolah SMA Pembangunan 5 yang terdiri atas tiga lantai, dengan tujuan nembak cewek, sambil berteriak dengan lantang di siang hari bolong, di bawah panas matahari yang terik. Baru kali ini. Dan itu dilakukan oleh cowok sedingin Ega. Akibatnya semua setuju otak Ega saat itu lagi error. Tapi itu memang terjadi. Ega melakukannya. Cowok keren itu ada di situ, sambil melambai-lambaikan tangan ke salah satu cewek yang ikut berkerumun, membaur dengan orang-orang di lapangan basket, memperhatikan kelakuan gilanya.
Cewek itu Marsha. Anak kelas 1 SMA yang menatapnya dengan wajah lugu dan ekspresi cemas.
Melihat atraksi itu, jelas SMA Pembangunan 5 geger! Kelakuan Ega itu menjadi bahan tontonan gratis buat anak-anak karena saat itu bertepatan dengan jam istirahat.
Marsha, mau nggak lo jadi cewek gue"! tanya Ega berteriak sekuat tenaga.
Ya ampun, Ega! Ngapain dia naik ke atap sekolah"
Gila, tuh cowok! Dia mau nembak, tau! Hah" Nembak siapa"! Anak kelas satu, Marsha! Aih... beruntung banget Marsha!
Terdengar suara bersahutan mengomentari kelakuan Ega. Alamak! Ditembak Ega, siapa yang nggak mau" Dengungan iri yang terlontar dari bibir cewek-cewek
t . c pun bersahutan. Sinis. Pedas. Resah. Kagum. Kenapa sekarang Ega harus melepas status jomblonya" Dan kenapa anak kelas satu itu" Kenapa harus Marsha"
Ga, apa-apaan lo"... Lo gilaaa! teriak Marsha dari bawah. Wajah cewek itu merah padam. Selain mencemaskan Ega, ia juga malu. Terutama karena siang itu ia dan Ega menjadi pusat perhatian seisi sekolah.
Lo harus jawab sekarang! Kalo nggak, gue nggak akan turun!
Ga... Please... Wajah Ega memohon.
Mendengar suara Ega yang memelas, akhirnya Marsha tidak tega juga. Memang sejak pertama kali ia bertemu Ega di kantin, Marsha sudah merasakan sinyal-sinyal asmara itu. Seiring PDKT berjalan, tidak bisa dipungkiri, Marsha juga berharap waktu penembakan itu akan datang. Namun tidak pernah menyangka penembakan itu skenarionya akan sedahsyat ini. Bahkan sampai ditonton orang sebegitu banyak. Ditembak cowok sekeren Ega, jelas adalah hal yang membanggakan buat Marsha.
Lo turun dulu, baru gue mau jawab.... Janji"! tanya Ega.
Iyaaa! janji Marsha. Akhirnya Ega turun.
Tapi semuanya tidak selesai sampai di situ. Sambil melangkah mantap, Ega menemui Marsha di tengahtengah lapangan basket. Ketika mendekat, tiba-tiba Ega berlutut. Bak Romeo menyatakan cinta pada Juliet, de-
t . c ngan romantisnya Ega berkata, Would you be my sweet darling, Marsha" pinta Ega sambil menggengam lembut jemari Marsha.
Semua orang bersorak-sorai. Tepuk tangan riuh dan siulan nyaring membahana di lokasi penembakan. Meski tidak sedikit yang mencibir sinis, melengos kesal, atau diam-diam meninggalkan area penembakan terutama cewek-cewek yang menaruh hati pada Ega.
Melihat ketulusan hati dan kegilaan yang dilakukan Ega, saat itu Marsha benar-benar merasa menjadi sweet darling-nya Ega. Sweet darling sejati. Cowok keren dengan mata teduh sambil menggenggam lembut tangannya, menatap dengan tatapan penuh cinta. Tidak ada yang bisa membantah hati Marsha untuk bilang IYA di saat itu.
Dan hari itu pun mereka resmi jadian& .
Perlahan Marsha membuka mata. Kejadian masa lalu itu terbayang dengan jelas. Manis. Manis sekali. Awal yang sangat indah. Bibir Marsha membentuk senyum. Tapi perlahan, senyum itu berubah menjadi tarikan tegang yang luar biasa. Senyum Marsha lenyap. Akhir yang sangat tragis. Gila. Harusnya ia tidak mengingatingatnya lagi.
Marsha membuka laci meja belajarnya paling bawah. Lalu di antara tumpukan buku yang ada di situ, ia balik bingkai foto yang sejak tadi ia pandangi dan me-
t . c nyelipkannya di sana. Di laci itu juga, ada sebuah kalung mutiara warna putih yang tersimpan dalam sebuah kotak.
Kalung mutiara yang sangat bagus. Pemberian Ega. Kalung itu adalah kado dari Ega di ulang tahun Marsha yang keenam belas. Hari itu tiba-tiba saja Ega menghilang. Padahal Marsha mau mentraktirnya makan. Tapi Ega sangat sulit ditemui. Marsha sangat kesal. Sampai di rumah uring-uringan. Tapi baru saja ia masuk kamar, Mama mengatakan Ega datang. Dan yang tidak terduga, Ega datang sambil membawakan kalung mutiara putih itu untuknya.
Menghilang! Menghilang! Jangan diingat! Lupain! maki Marsha karena teringat peristiwa itu lagi. Ia kibaskan kepalanya dengan cepat. Marsha meraih kalung itu dari dalam laci dan menggenggamnya erat-erat. Setelah menutup laci rapat-rapat, ia pun bangkit.
Beberapa menit Marsha memeriksa wajah sembapnya di cermin. Kalau Mama melihatnya dalam wujud seperti ini, bisa-bisa ia dikatain bumil habis beranak. Kusut-munyut. Sakit hati.
Udah hampir setahun kita jadian, Ga. Tapi dengan pengkhianatan lo, semua yang udah terjadi selama ini seakan nggak berarti apa-apa. Tapi biarlah& Sekarang gue bukan anak kelas satu lugu yang lo tembak dulu. Yang langsung terbuai sama rayuan manis lo. Sekarang gue adalah Marsha yang tau akan kebusukan hati lo. Elo udah punya cewek lagi, Ga& . Raya, sahabat gue. Yeah& mungkin gue ini hanyalah masa lalu lo yang
t . c ingin lo lupain& . Gue emang cewek bodoh.... Cewek bodoh yang nggak akan percaya sama cinta lo lagi.... Marsha menatap dingin pada pantulan wajahnya sendiri di cermin. Tangannya meremas kalung mutiara putih itu.
t . c S UASANA SMA Pembangunan 5 jam istirahat itu
sama seperti biasanya. Riuh dan ramai. Tidak jauh beda riuhnya dengan orang-orang yang lagi pada nungguin kereta datang di Stasiun Senen. Semua sudut sekolah penuh murid yang istirahat, di lapangan basket, di taman sekolah, apalagi di kantin yang siang itu lagi ramai-ramainya karena anak-anak SMA Pembangunan 5 rata-rata sedang menyantap makan siang.
Di pojokan kantin, duduklah dua cewek sedang ngobrol serius sambil sama-sama menyantap makan siang mereka, mi pangsit dan jus mangga. Salah satunya yang berambut panjang, berwajah cantik, adalah Marsha. Dan teman ngobrol Marsha yang berkulit hitam manis dan berkacamata tebal adalah sahabatnya, Tata.
t . c Mereka sedang membicarakan sebuah topik. Topik perselingkuhan.
Benar-benar topik pembicaraan yang menyakitkan buat dibahas. Sesuai dengan hukum alam, yang ditindas bakal tersakiti. Beginilah perasaan orang-orang yang teraniaya hati. Apesnya lagi kalau penyebabnya cinta. Efeknya, kemarahan bakal meluap habis-habisan. Kurva-nya bisa naik-turun. Skemanya awut-awutan. Penggambarannya seperti catatan seismograf apabila ada gempa. Tidak stabil. Dalam kondisi ini, pada siapa lagi Marsha bisa curhat kalau bukan pada sahabatnya sendiri" Dan sebagai sahabat sejati, khususnya sejak ia tahu Raya telah berhianat, Tata adalah satu-satunya tempat curhat Marsha yang paling ia percayai.
Air mata Marsha sudah kering, hingga waktu menceritakan seluruh kejadiannya pada Tata, dia tidak mampu menangis lagi. Yang tersisa hanyalah kebencian demi kebencian terhadap dua nama. Ega dan Raya.
Ega" Sama Raya" Mata Tata terbelalak menatap Marsha usai sahabatnya itu membeberkan semua.
Sulit bagi Tata memercayainya. Yang lebih sulit tentu saja memercayai bahwa Raya adalah cewek selingkuhannya Ega. Raya kan sahabat mereka. Bola mata Tata yang tersembunyi di balik kacamata tebal itu seakanakan mau keluar dari kelopak, saking kagetnya.
Marsha mengangguk lemah. Membayangkan peristiwa di Green House Caf" kemarin hampir membuatnya gila. Kadang Marsha berharap ini hanya mimpi.
t . c Dan seseorang mencubitnya sampai bangun. Atau kalau masih belum bangun juga, ia bersedia dipukul.
Kemarin, gue udah bilang putus sama Ega. Makanya, pulang sekolah nanti gue mau mampir ke rumah Ega, dan ngembaliin kalung ini. Semoga dia belum pergi lagi ke Belanda. Marsha menunjuk lehernya. Hari ini ia sengaja memakai kalung mutiara putih pemberian Ega, dan memang berniat akan mengembalikannya pada cowok itu.
Dulu Ega pernah bilang, kalung itu dia berikan pada cewek yang ia sayangi. Kalau Ega memilih Raya, maka pada cewek itulah kalung tersebut harusnya Ega berikan. Bukan pada Marsha. Jadi, rasanya& mengembalikan kalung itu pada Ega adalah pilihan yang tepat. Toh, dengan memilih Raya, berarti Ega sudah tidak menyayanginya lagi.
Lagi pula, prinsip Marsha sih, kalo putusnya tidak secara baik-baik, buat apa menyimpan barang-barang pemberian mantan pacar" Bisa mengakibatkan dendam kesumat bertahun-tahun.
Beneran putus"! Tata meyakinkan lagi. Iya, Ta. Putus& Marsha mengangguk pahit. Apa" Raya sama Ega bener-bener keterlaluan! Tiba-tiba Tata yang biasanya kalem dan slow down itu berteriak sambil menggebrak meja. Mirip polisi lagi menginterogasi penjahat.
Marsha tersentak. Tata" Ngagetin, tau! Maaf... Tata nyengir. Sadar kelakuannya jadi aneh begitu mendengar berita ini.
t . c Marsha, Tata, dan Raya, sudah sahabatan sejak mereka sama-sama duduk di bangku kelas 1 SMA. Meski persahabatan mereka masih seumuran jagung, tapi jangan tanya keakraban mereka.
Sekarang, Marsha dan Tata duduk sebangku, di kelas 2 IPA 2. Sedangkan Raya di kelas 2 IPS 3.
Yang memiliki penampilan unik di antara ketiganya adalah Angelita Ayu Pangestu. Punya panggilan sayang, Tata. Banyak yang bilang wajah Tata itu manis. Tapi cewek ini tidak pernah menyadari ia memang manis, karena ia terlalu peduli pada rambutnya yang keriting megar panjang sebahu. Tata benci sekali dengan bentuk rambutnya itu. Makanya dia lebih suka mengucir rambutnya dengan rapi daripada membiarkannya tergerai. Tidak akan membuat percaya diri, katanya. Matanya yang bagus itu juga selalu tersembunyi di balik kacamatanya yang tebal.
Oya, Tata ini termasuk cewek pinter lho. Ia merupakan salah satu murid unggulan SMA Pembangunan 5. Paling suka baca buku, belajar, dan hal yang berbau tulis-menulis. Tata termasuk cewek yang kalem. Meski begitu, terkadang kelakuan Tata suka aneh. Contohnya saja tadi, tiba-tiba saja mengebrak meja. Atau bisa saja, mendadak bicara panjang susah berhenti. Dalam hal pelajaran dia emang jago. Tapi dalam hal kecil, terkadang mendadak jadi lemot. Cewek aneh bin ajaib.
t . c Sifat Tata sangat berbeda dari Marsha yang gampang emosian serta meledak-ledak. Kalau ada masalah sedikiiit aja, cewek bernama lengkap Marsha Kelly Anastasia ini bakal langsung sewot. Bicaranya juga kasar. Tidak aneh begitu tau Ega selingkuh, darah Marsha langsung naik dan dengan cepatnya menjalar ke ubunubun. Perkataannya kadang sulit dikontrol. Apalagi kalau sedang kesal.
Yang terakhir tentu saja Raya Aryanti Lubis yang akrab dipanggil Raya. Waktu kelas 1, mereka bertiga sekelas. Tapi begitu masuk kelas 2, mereka pisah kelas. Namun begitu mereka tetap sahabatan sampai sekarang. Sosok Raya memang agak beda. Cewek cantik berambut bob ini memang agak genit, lincah, dan lebih agresif dibandingkan kedua sahabatnya. Daar cowok yang mengantre untuk menjadi pacarnya juga lumayan panjang. Bisa dibilang, cukup bersaing dengan Marsha. Tapi bedanya, Raya cukup terkenal dengan status cewek yang suka gonta-ganti pacar. Bahkan ada beberapa cowok yang sudah memiliki pacar pernah ia gebet.
Keputusan Raya untuk tobat dari dunia gonta-ganti pacarnya selama setengah tahun ini memang cukup mengejutkan Marsha dan Tata. Sebagai sahabat, jelas mereka berdua sangat mendukung keinginan Raya. Tapi siapa sangka, di balik tobat -nya Raya, ternyata dia punya hubungan khusus dengan Ega.
t . c Tapi Ega bener-bener brengsek, Sha..., lanjut Tata lagi. Gue pikir dia cowok setia. Soalnya kalo gue perhatiin, dia perhatian dan sayang banget sama lo. Alah, gue masih inget tuh peristiwa waktu itu. Waktu dengan gilanya dia nembak lo pake acara naik ke atap sekolah segala dan jadi tontonan orang banyak. Gila, kan" Cowok kayak gitu langka di dunia ini, Sha. Tapi nggak taunya& hhh& , Tata mendesah prihatin, & Yang gue heran sih, kenapa cewek itu harus Raya" Gue udah pernah bilang kan, kalo penyakit Raya yang hobi gonta-ganti pacar itu agak sulit bisa disembuhin. Nah, terbukti, kan" Di belakang lo, Ega juga diembat!
Pssss4t... Marsha memberi kode pada Tata agar diam karena di saat yang bersamaan, orang yang mereka bicarakan, Raya, masuk ke kantin. Marsha purapura tidak melihat. Tapi rupanya Raya tahu. Sekarang, cewek itu malah tergesa-gesa menghampirinya. Kelihatannya Raya memang mencari-cari Marsha sejak tadi dan tidak sabar ingin bicara.
Sha, panggil Raya. Mau apa lagi lo, Ray" tanya Marsha tanpa menoleh. Ia merasa tak nyaman waktu Raya berdiri di sampingnya. Cih! Berani banget lo melakukan penampakan wujud lo di sini, Ray. Sahabat macam apa, lo" Pergi ke luar angkasa sana, dansa sama alien! batin Marsha kesal.
Gue minta waktu sebentar& , pinta Raya. Gue nggak punya waktu.
t . c Apa kita nggak bisa ngomong meski cuma sedikit" desak Raya.
Buat apa" Buat nyakitin gue lagi"! Marsha melirik sinis. Suaranya ketus. Agak bergetar. Virus sakit hati sedikit-banyak telah menyerangnya kembali. Bagaimana bisa ia bersikap lapang dada dan ramah pada cewek ini" Bagaimana mungkin ia diam saja ketika sahabat yang sudah berkhianat berbicara di depan wajahnya" Susah payah ia menahan diri supaya tidak menunjukkan ekspresi kekesalan tingkat tinggi.
Sha, denger dulu penjelasan gue. Gue sama Ega itu nggak ada apa-apa. Lo harus percaya kalo gue itu cuma&
Kalo lo pacaran sama Ega"! potong Marsha tetap ketus. Atau& kalo lo ketauan berkhianat" Ngerebut pacar sahabat lo sendiri" Iya"! lanjut Marsha jauh lebih ketus.
Lo kebangetan, Ray. Padahal selama ini Marsha baik sama lo. Apa pernah Marsha nyakitin lo" Ternyata lo tega ya, jadi orang" Tata ikutan nyemprot. Niatnya sih mau membela Marsha. Tapi dia malah mendapat sorotan tajam dari Raya.
Eh, gue nggak ngomong sama lo, Ta! kata Raya marah sambil menunjuk Tata. Gue juga nggak ada urusan sama lo. Gue cuma mau ngejelasin apa maksud gue ngelakuin semua ini sama Marsha. Jadi lo jangan coba-coba jadi kompor dalam masalah ini, ya" Ucapan Raya ini kontan membuat Tata mingkem.
t . c Eh, Ray! Siapa yang jadi kompor" Marsha berdiri dan menatap Raya tajam. Lo jangan bawa-bawa Tata dalam masalah ini. Nggak ada salahnya kalo seorang sahabat ngebelain sahabatnya sendiri. Jangan kayak elo. Nusuk gue dari belakang. Lo tuh yang seharusnya sadar diri. Jelas-jelas elo sendiri yang maen api sampe kebakaran jenggot. Makanya jangan coba-coba ngerebut pacar orang! Gue sih nggak pernah bermasalah sama sifat jelek lo yang suka gonta-ganti pacar. Tapi yang gue sesalin, kenapa lo harus ngerebut Ega dari gue" Tapi, Sha...
Mulai hari ini, persahabatan kita putus, Ray! Gue minta dengan hormat lo jaga jarak dari gue, potong Marsha cepat. Pergi jauh-jauh sana! Karena gue nggak butuh sahabat kayak lo!
Sha& Udahlah, Ray. Semuanya nggak usah diterusin. Bikin gue mual, tau! Dari pada gue muntah beneran, mendingan lo angkat kaki dari sini! usir Marsha karena makin merasa tidak nyaman. Bahkan sekuat hati ia berusaha agar tidak menangis lagi. Soalnya kalau ingat kejadian itu terus-terusan, terutama kalau saat ini melihat tampang Raya yang menurutnya sok-sok dibikin innocent itu, hati Marsha yang tadinya mulai mendingan lama-lama kembali sakit. Di sisi lain, selintas ia sempat berpikir akan memaa$an Raya saja. Apa" Maaf" Hati Marsha tersentak.
Ayolah, Marsha, barangkali ada alasan di balik semua ini. Semua orang melakukan kesalahan, kan" Lo
t . c juga pernah berbuat salah, kan" Jadilah cewek pemaaf. Bagaimanapun kalian sahabatan. Tapi, STOP! Jangan sampe kepengaruh. Lo udah janji nggak akan memaafkan bangsat, ini, Sha! Marsha memperingatkan dirinya sendiri. Peringatan itu bagaikan bentakan. Hardikan yang mengingatkan Marsha pada kesalahan Raya kembali. Ibarat beker berdering yang memaksanya untuk terjaga. BANGUN!!!
Sha, gue... Raya tetap berusaha.
Kalo elo nggak mau cabut, mending gue sama Tata yang cabut! Marsha segera beranjak dari tempat itu. Bersama dengan Tata, tergesa-gesa mereka pergi dari sana, meninggalkan Raya yang terpaku sendiri.
Yang Marsha pikirkan adalah segera pergi menjauh dari Raya. Ia tidak mau melihat tampang sahabatnya itu. Ia benci. Kehadiran Raya mengingatkannya juga pada Ega. Kalau bisa, Marsha ingin yang namanya Raya dan Ega tidak pernah dilahirkan di muka bumi ini. Bahkan kalau di siang bolong ini ada petir, Marsha ingin meminta pada Tuhan agar petir itu menyambar ke Raya dan Ega. Kalau ada angin puting-beliung, Marsha ingin angin itu bertiup ke arah Raya dan Ega, menggulungnya, dan menerbangkan mereka jauh-jauh. Sangat jauh& kemudian, TRING! Mereka menghilang. Atau, Raya dan Ega tersesat di padang pasir, lalu mati kehausan juga boleh. Apa pun lah, pokoknya mereka bedua menderita.
Pikiran Marsha kacau, tapi cuma hal itulah yang ada di benak Marsha sebagai pelampiasan kemarahannya.
t . c Marsha terus berjalan terburu-buru, dan Tata berusaha menyusul di belakangnya. Mereka sengaja lewat jalan memotong. Lewat jalan belakang kantin biar cepat sampai ke kelas. Dengan melewati tempat itu, nantinya jalan ini akan tembus ke samping perpustakaan. Dan begitu keluar, tak jauh dari sana nanti akan kelihatan kelas mereka. Meski jalannya sempit, tapi jalan ini efektif cepat sampai ke kelas 2 IPA 2, dibandingkan lewat jalan depan.
Namun, karena jalannya terlalu buru-buru, waktu Marsha berbelok ke samping perpustakaan tiba-tiba... BRUAAK!!!
Aduh! jerit Marsha kencang.
Secara tidak sengaja ia bertabrakan dengan seorang cowok yang membawa tumpukan buku tebal-tebal. Marsha terjatuh. Cowok itu pun dalam keadaan sama. Ia terjatuh dan buku-buku yang ia bawa bertebaran di lantai.
Tata yang ada di belakang Marsha sempat menghindar, namun melihat keadaan Marsha yang terjatuh, cepat-cepat ia membantu Marsha berdiri. Sha, lo nggak apa-apa, kan"
Eh, kalo jalan liat-liat dong! maki Marsha kesal usai berdiri sambil menunjuk-nunjuk cowok berkulit putih, berhidung mancung, dan berambut ikal yang kini berusaha memunguti buku-bukunya. Nggak pu-
t . c nya mata lo" Emangnya jalan ini punya monyet piaraan lo"!
Usai memunguti buku-bukunya, cowok itu langsung berdiri. Sebagai cowok, keliatannya ia tidak terima dimaki Marsha sekencang itu. Apalagi jelas-jelas Marsha sendiri yang salah.
Eh, lo sendiri yang nggak ati-ati! Udah tau jalan sempit kayak gini, masih aja buru-buru! Sebenernya yang nggak punya mata itu gue apa elo"! Apa lo bilang"! Marsha emosi.
Sha... Tata berusaha menahan, karena ia tau apa yang dikatakan cowok itu benar. Harusnya mereka tidak perlu berjalan terburu-buru karena jalan di samping perpustakaan memang sempit. Kalau mau berpapasan, maka kedua orang itu harus memperlambat langkah mereka dan berjalan dalam posisi miring.
Gue bilang, yang nggak punya mata itu gue apa elo" ulang cowok itu jauh lebih keras. Dari caranya berkata, ia menganggap Marsha itu adalah manusia budek yang telah mengalami gangguan pendengaran selama berabad-abad.
Brengseekk! Dengan kesal Marsha merangsek maju, mengakibatkan cowok itu terpaksa mundur, dan terenyak ke dinding. Untung tidak sampai jatuh. Cuma beberapa buku yang dibawanya saja yang jatuh kembali.
Ugh! Cowok itu kaget. Kemudian terpana, gelenggeleng menatap punggung Marsha yang kini pergi. Nggak sopan! ucap cowok itu geram.
t . c Sori, Bim! Tata berpaling pada cowok itu, tak enak hati, sebelum ia menyusul Marsha.
Yee& dasar cewek sinting! maki cowok itu lagi pada Marsha.
Tiba-tiba, Marsha yang memang mendengar makian itu pun berbalik. Elo yang sinting! Idiot! teriak Marsha bermaksud menemui cowok itu kembali.
Sha, udah! Tata segera menghadang Marsha dan berusaha menasihatinya agar bisa mengontrol emosi. Akhirnya, setelah dibujuk Tata, Marsha pun mau pergi dari tempat itu.
Busyet tuh cewek. Kemasukan jin kali dia, ya" Siapa yang salah, siapa yang marah" Payah! gerutu cowok itu geleng-geleng bingung.
Sepeninggal Marsha dan Tata, cowok itu membungkuk. Sambil terus mengomel ia memunguti bukunya yang jatuh tadi. Tapi matanya malah menangkap sesuatu berwarna putih tergeletak di tengah jalan. Ia menyipit, mendekati benda itu untuk memastikan.
Kalung mutiara" ucap cowok itu begitu meraihnya.
Siapa sih dia"! tanya Marsha dengan suara masih terbalut emosi setelah mereka sampai di kelas 2 IPA 2. Kelas mereka.
Sejak tadi cewek ini tidak bisa mengurangi perasaan kesalnya. Belum lagi perasaan bencinya pada Raya dan
t . c Ega hilang, eh... tadi ia bertabrakan dengan cowok sialan. Entah kenapa bawaannya jadi bete kalau melihat cowok" Kemarahan Marsha benar-benar sulit dikontrol.
Anak baru... Kelas 2IPA 4, jawab Tata sambil duduk di sebelah Marsha.
Anak kelas 2 IPA 4" Pindahan dari mana" Surabaya, jawab Tata.
Kok gue baru liat" Marsha heran.
Elo yang baru liat. Udah lebih dari sebulan, kali, dia sekolah di SMA kita. Telat lo, Sha. Padahal gue kan waktu itu pernah bilang sama lo dan Raya, ada anak baru yang tampangnya cakep pindahan dari Surabaya. Tapi lo cuek aja. Raya aja yang agak kecentilan gitu. Eh, elo malah nggak peduli. Lo terlalu setia sama Ega sih! Nah, anak baru itu ya itu orangnya. Keren, kan" Sejak pertama kali masuk, dia kan langsung jadi salah satu cowok inceran cewek-cewek sekolah ini. Anak kelas tiga aja pada berebutan tebar pesona sama dia. Denger-denger nih, si Poppy anak kelas tiga yang jadi model majalah remaja itu juga nggak mau ketinggalan tebar pesona sama dia.
Alah& cowok nyebelin gitu pake jadi rebutan. Idih, cewek-cewek di sini pada nggak punya mata kali, ya" Atau punya mata tapi pada katarak semua. Bilangin tuh sama mereka, gue punya rekomendasi klinik mata yang bagus di Jakarta! ejek Marsha.
Hm... kalo gue sih nggak apa-apa dibilangin katarak. Soalnya Bima emang cakep sih. Lebih keren dari-
t . c pada Ega. Pokoknya Ega lewaaaa4t..., ucap Tata dengan pandangan menerawang.
Marsha menoleh. Menyipit. Bima" Lo tau nama cowok sialan itu, Ta"
Tata mengangguk. Dia tetangga gue, lagi, Sha. Emang gue belum cerita ya, gue sama Bima tetanggaan" Dia cakep, kan" Kedua orangtuanya tinggal di Surabaya. Di Jakarta, dia tinggal sama Tante Ana, yang rumahnya tepat di sebelah rumah gue. Eh, tapi dia bukan cowok sialan lho& . Anaknya baik. Kata nyokap gue, Tante Ana sering muji-muji sifat Bima. Pokoknya baik lah. Dasar elonya aja yang kelewat emosi tadi. Padahal elo sendiri yang salah. Jadi gue nggak akan nyalahin dia kalo akhirnya dia ngebilangin elo sinting. Hihihi& Tata menutup mulutnya menahan tawa.
Lho, kok lo malah mojokin gue, Ta" Yang jadi temen lo itu, gue apa Bima sialan itu"! Marsha tak terima.
Udah deh, Sha. Kalo lo bawaannya emosi terus, lama-lama lo bisa penyakitan, canda Tata.
Marsha memandang wajah Tata penuh curiga. Ta"
Ya" Lo tu aneh, Ta! Tata melongo. Heran. Aneh"
Nggak biasanya lo ngebelain cowok. Dih, tadi pake muji segala, lagi. Trus anehnya, lo tau semua tentang cowok itu, dan siapa aja yang naksir cowok itu. Sejak kapan lo berubah jadi detektif"
t . c Tanpa ada yang menyadari, wajah Tata bersemu. Merah, kuning, ijo. Seperti habis kena sihir cinta yang memberikan efek sinar pelangi. Sihir cinta yang sakti. Abis dia cakep sih! lagi-lagi Tata memuji.
Memang, selama ini Tata terbilang jarang muji cowok. Bahkan bisa dibilang tidak pernah. Ritual kehidupan Tata tidak banyak bersinggungan dengan cowok. Rentetannya berkisar dari belajar, membaca, belajar lagi, membaca lagi, lagi-lagi belajar, dan lagi-lagi membaca. Lewat dari situ, paling mengeluh masalah rambutnya yang keriting. Atau kacamatanya yang terlalu tebal. Cuma itu. Tapi baru kali ini Marsha mendengar beberapa kali Tata memuji Bima dengan kata-kata yang sama. Cakep. Makanya Marsha jadi heran.
Tuh, kan" Lo ngebilangin dia cekep lagi, kan" Idih! Cakep mah, kagak. Nyebelin baru iya. Pokoknya kalo ngeliat dia, sama-sama ngebeteinnya dengan ngeliat Ega! Marsha menunjukkan tampang jijik.
Ya ampun. Bima lo sama-samain sama Ega. Nggak adil, tau& , Tata coba membela.
Bodo! ucap Marsha ketus.
Memang, di detik pertama ia tau Ega selingkuh, bawaan Marsha memang kesel kalau ngeliat cowok. Kalau tau akhirnya bakalan kayak gini, mana mau dia kemakan sama rayuan gombal Ega waktu nembak dulu.
Kembali mengingat Ega ngebuat darah Marsha mendidih lagi. Ia memang sempat menyiram wajah Ega, mendorongnya, bahkan sampai menampar pipi Ega
t . c kemarin, tapi rasanya semua itu masih belum sanggup menghilangkan perasaan bencinya jauh-jauh. Mungkin ia harus memikirkan alternatif lain buat menyiksa Ega. Seperti mengikat dan menggantungnya dalam posisi terbalik di pohon, membawanya ke Ragunan dan melemparkannya ke kandang macan, atau juga memukulnya sampai pingsan dan menelentangkannya di atas rel kereta api yang mau lewat, biar mampus sekalian.
ASTAGA! Tiba-tiba Marsha memukul jidatnya, sambil sibuk meraba-raba lehernya.
Kenapa, Sha" tanya Tata.
Kalung mutiaranya, Ta! Kalung mutiara dari Ega ilang! Aduh& jatuh di mana ya" Marsha bingung.
Ya udah nggak usah dipikirin lagi, Sha. Justru bagus, kan" Dengan ilangnya kalung itu, berharap aja kenangan lo sama Ega juga ikutan ilang. Dah, masa lalu... dah, masa lalu... Tata melambaikan tangannya ke kiri dan ke kanan.
Nggak bisa, Ta. Kalung itu harus dikembaliin ke Ega. Kalo nggak, gue nggak akan bisa tenang, ucap Marsha lirih.
Ya ampun, Sha, kayak mau mati aja lo. Darah Tata berdesir.
Tapi Marsha tidak memedulikan ucapan Tata. Ia bersiap bangkit keluar kelas hendak mencari kalung itu. Namun bersamaan dengan itu bel masuk berbunyi. Dan tak lama berselang Pak Bambang Irawan, guru fisika mereka, masuk untuk memulai pelajaran.
t . c Udah nggak ada, Sha. Tata menggeleng setelah cukup lama membantu Marsha mencari kalung mutiara yang hilang (kayak judul lagu zaman dulu aja).
Wajah Marsha tampak kecewa. Padahal mereka sudah melakukan penelusuran di semua tempat. Di mulai dari kantin, di samping perpustakaan, dan seluruh pojok kelas sudah mereka aduk-aduk. Tidak ada satu jengkal pun dari tempat itu yang terlewati. Survei sudah membuktikan dengan jelas. Konkret pula. Soalnya hanya ketiga tempat itulah yang dicurigai mereka sebagai area menghilangnya benda tersebut. Tapi meski sudah dicari seteliti mungkin, ternyata kalung itu tidak juga ditemukan. Tidak ada.
Paling-paling juga udah ditemuin sama orang lain, trus diambil. Atau dijual deh di toko perhiasan, kata Tata.
Hah" Dijual" Marsha kaget. Yang bener aja lo, Ta!
Mutiara asli, juga ada harganya, Sha.
Hhh& Marsha menghela napas panjang. Kecewa.


Be My Sweet Darling Karya Queen Soraya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kalo tau bakal ilang, coba awalnya lo kasih ke gue, terus gue yang ngejual. Gue bawa deh, ke pegadaian, terdengar dengungan suara Tata.
Dasar! Lo tu emang terlahir sebagai tukang gadai, Ta! cela Marsha.
t . c Matahari sore masih terasa hangat. Jam sudah menunjukkan pukul 17.00. Marsha sudah pulang dari sekolah. Ia baru saja turun dari bajaj dan masuk pagar rumahnya. Ia merasa setengah harian ini tidak sempurna. Kejadian menyebalkan terjadi secara beruntun. Bertengkar dengan Raya di kantin, dan kalung mutiara pemberian Ega yang harus dikembalikan pun hilang. TUNG- GU! Bertemu cowok menyebalkan jangan lupa. Bima. Persetan. Kenapa dua hari ini nggak ada indah-indahnya sih" Dalam hati Marsha mendamprat.
Rumah Marsha terdiri atas dua tingkat, bentuknya sederhana, tidak begitu besar, letaknya di area sebuah kompleks perumahan. Rumah ini merupakan peninggalan papa Marsha yang sudah meninggal sekitar tiga tahun yang lalu. Papa Marsha meninggal akibat kecelakaan waktu mendapat tugas kantor ke luar kota. Oleh karena itu, saat ini Marsha tinggal di rumah hanya berdua dengan mamanya.
Di ruang tamu, tampak mama Marsha sibuk menghitung uang yang bertebaran di meja. Kemudian ia terlihat mencorat-coret kertas dengan bolpoin, lalu sesekali ia menekan-nekan tombol kalkulator yang ada di sampingnya. Kemudian menulis lagi. Sore ini mama Marsha memakai kemeja putih dan celana kerja bahan lembut warna hitam. Sebuah kardigan krem tergantung asal di pegangan kursi. Mama Marsha barusan pulang
t . c kerja dan merasa tidak punya waktu untuk melakukan kegiatan lain selain menghitung pengeluaran bulan ini.
& delapan ratus, sembilan ratus, ngng& jadi total semuanya& ya ampun& masih kurang banyak& Usai menulis dan melakukan penghitungan, Mama meletakkan bolpoin yang dipegangnya. Ia menarik napas panjang.
Napas yang berat. Wajah perempuan berusia 41 tahun ini tampak lelah. Rambut panjangnya yang disanggul ke atas agak berantakan. Mama Marsha bekerja sebagai staf marketing toko kue yang lumayan terkenal di Mal Pondok Indah. Toko kue ini cukup berkembang pesat dan memiliki cabang yang tersebar di Jakarta, juga di beberapa daerah.
Bola mata Mama yang bulat dan biasanya bersinar itu, kini dihiasi kantong mata yang menghitam. Pertanda ia sangat lelah. Memang selain kelelahan, beberapa malam terakhir Mama tidak bisa tidur karena terlalu banyak pikiran.
Sesaat Mama diam bergeming menatap hasil penghitungan yang barusan ia tulis di kertas. Keuangan rumah tangga dalam posisi rumit. Lebih rumit dari biasanya. Setelah kembali menarik napas panjang, akhirnya Mama meraih bolpoin dan menulis kembali. Sejurus kemudian, perhatiannya tersita begitu melihat kedatangan Marsha.
Sore, Maa& , sapa Marsha yang barusan masuk
t . c rumah. Ia langsung menemui Mama dan mencium tangan wanita itu.
Mama mengulurkan tangan kanannya dan menghentikan kegiatannya menulis. Ia memandangi Marsha. Sesaat ia tertegun. Berpikir. Lalu berkata dengan berat, Sha...
Apa, Ma" Duduk sini...
Begitu duduk berhadapan dengan mamanya, mata Marsha memandang bingung pada uang yang bertebaran di meja. Tatapannya lalu beralih ke wajah Mama yang kelihatan capek sekali.
Seolah mengerti maksud pandangan Marsha, Mama berkata lirih, Biaya pembayaran rumah sakit Mama, yang Mama pinjem dua bulan yang lalu dari bos Mama, Ibu Rosa, mau Mama balikin. Tapi& Suara Mama tertahan. Marsha bergeming, masih menebak-nebak maksud Mama. Mama kan udah sembuh, keluar rumah sakitnya aja udah sebulanan yang lalu. Mama janji mau balikin uang itu dalam jangka waktu sebulan. Tapi, ini udah dua bulan lewat sejak Mama keluar rumah sakit. Meski hari ini Mama udah gajian, tapi Mama masih nggak bisa ngembaliinnya... Katakata itu menggantung, disertai desah napas berat.
Masih kurang berapa banyak, Ma" tanya Marsha sedikit khawatir setelah mengerti maksud ucapan Mama.
Lumayan banyak. Dua juta lima ratus ribu lagi. Marsha tersentak. Kemudian berpikir. Ambil aja
t . c uang di tabungan Marsha, Ma, Marsha menawarkan.
Jangan, Sha. Itu kan buat keperluan sekolah kamu. Lagian, kalo uang di tabungan kamu semuanya diambil juga, tetep masih kurang...
Iya sih, Ma. Tapi mau gimana lagi" Minimal bisa ngebantu& sisanya kita minta tempo aja sama Ibu Rosa.
Mama menggeleng lemah. Gini, Sayang... sebenernya Mama punya usul. Beberapa malem ini Mama udah pikirin mateng-mateng cara mendapatkan uang tambahan untuk ngebayar utang Mama itu. Tapi Mama juga harus minta persetujuan kamu, karena mungkin agak sedikit mengganggu kenyamanan kehidupan rumah kita. Semoga kamu bisa bantu masalah kita ya, Sayang"
Usul apa, Ma" Mungkin Marsha bisa bantu. Lagian& kalo bukan Marsha, siapa lagi yang bisa bantu" Papa& sudah meningggal& Terlintas di benak Marsha wajah papanya dengan sorot mata yang menyejukkan. Sosok pelindung keluarga yang sudah meninggalkan dunia dan mereka. Tapi ia tidak mau larut dalam kesedihan. Ditepisnya bayangan menyedihkan itu dari benaknya. Pokoknya, buat Mama, Marsha pasti bisa ngebantu!
Mama tersenyum, memegang lembut tangan Marsha. Sha, rumah peninggalan papa kamu ini kan terdiri atas dua lantai, Sayang. Emang nggak terlalu besar sih& tapi juga nggak kecil-kecil amat. Mama pikir, ka-
t . c lau satu lantai aja yang kita fungsikan buat tempat tinggal kita kan masih cukup, kata Mama sambil memandang berkeliling. Lalu menatap Marsha penuh harap. Selama ini, Mama kan tidur di kamar depan lantai bawah, sedangkan kamar kamu ada di lantai atas. Besok kan Minggu, gimana kalau besok pagi kamu beres-beresin kamar, dan pindahin semua barangbarang kamu ke kamar belakang lantai bawah" Atau kamu tidur aja sama Mama" Gimana"
Maksud Mama" Marsha menatap dengan tatapan setengah tak mengerti.
Seperti yang Mama bilang tadi, kalo lantai bawah aja yang kita fungsikan buat tempat tinggal kita, itu kan masih cukup. Jadi maksud Mama& gimana kalau lantai atas kita bikin tempat kos"
Apa" Tempat kos, Ma"! Marsha terbelalak kaget.
Minggu yang sibuk! Benar-benar sibuk! Supersibuk!
Pokoknya, dari semua hari Minggu yang pernah dilewati marsha, inilah yang paling sibuk!!!
Sejak lima jaman yang lalu Marsha naik-turun tangga. Bolak-balik dari lantai atas ke lantai bawah, guna mengangkuti barang-barang di kamarnya yang ada di lantai atas, untuk dipindahkan ke kamar belakang di lantai bawah. Minggu pagi yang biasa dalam seper-
t . c empat harinya dihabiskan untuk bergumul dengan selimut, alias bangun siang, kini digunakan untuk kepentingan lain yang lebih bermutu. Penuh makna. Beres-beres. Hahaha& Nasib.
Segenap kemampuan tersembunyi pun dikeluarkan oleh Marsha. Menyusun ulang barang-barang itu kembali dengan rapi di kamar belakang lantai bawah yang kelak akan menjadi kamar barunya. Seperti yang direncanakan Mama kemarin, lantai atas harus dikosongkan dengan segera karena area itu akan dijadikan koskosan!
YAP! KOS-KOSAN! Ide yang mengejutkan.
Yeah... Sejak kapan Mama memiliki ide ini" pikir Marsha. Sebesar apakah kerelaan Mama membuka gerbang rumah kami untuk penghuni lain (selain anggota keluarga kami)" Sedahsyat apa kesucian hati Mama menerima penghuni baru yang notabene belum kami kenal" Salut.
Selama ini, meski dalam posisi keuangan yang tersulit pun, Mama enggan mempersilakan orang lain kos di rumah mereka. Dulu, menurut Mama, rumah ini sangat sakral. Banyak kenangan manis yang ditinggalkan oleh Papa. Dan keceriaan rumah ini tidak akan tergantikan dengan kedatangan siapa pun. Makanya mati-matian Mama menolak sewaktu ada yang berniat kos atau mengontrak rumah ini. Apalagi sampai mau membelinya. Tapi sekarang... posisi keuangan lebih sulit dari biasanya. Bahkan cukup mendesak. Tidak ada jalan lain selain menempuh keputusan ini.
t . c Bruk! Marsha mengempaskan tubuh di ranjang usai beresberes. Ia kecapekan. Peluh mengalir di pelipisnya. Tubuhnya sudah banjir keringat, juga pastinya sudah bau. Titah mamanya untuk mengosongkan lantai atas dan merapikan kamar belakang lantai bawah secara utuh sudah ia laksanakan.
Semuanya sudah beresss! Marsha mengatur napas, mengusap keningnya. Setelah agak tenang, dan peluhnya mulai berkurang, ia pun kembali ke lantai atas. Masuk ke sebuah kamar, menemui mamanya yang barusan selesai mengepel lantai.
Udah rapi..., kata Mama begitu melihat Marsha datang. Tolong nanti bawain sapu sama pel-pelannya ke lantai bawah ya, Sha"
Marsha mengangguk. Kemudian teringat sesuatu ketika menatap tembok bagian atas kamar itu. Ma" panggil Marsha ketika menyadarinya.
Mama menoleh. Apa" Bingkai foto Papa nggak dilepas" Tunjuk Marsha ke dinding, di sana masih terpajang bingkai foto berisi gambar laki-laki paro baya berwajah tampan.
Ngelepasinnya susah, Sayang. Mama udah coba, tapi takut jatuh. Terlalu tinggi. Lagi pula, foto itu udah bertahun-tahun ada di sana. Jadi biarin aja tetap di situ, ya"
Iya, Ma. Marsha mengangguk.
Setelah Mama keluar kamar, Marsha tertegun.
t . c Kamar itu sudah kosong dari barang-barang Marsha. Yang tersisa hanyalah satu ranjang tidur, lemari besar, serta bingkai foto papanya.
Sebenarnya, Marsha agak keberatan pindah dari kamar ini. Soalnya kamar ini enak banget. Ranjangnya luas, lemarinya besar, dan kamar mandinya ada di dalam. Dan yang paling asyik, Marsha bisa nongkrong di balkon yang menghadap ke belakang, ditemani angin semilir sambil belajar, ngemil, atau ngerumpi kalau para sahabatnya main ke rumah.
Pokoknya, lantai atas, terutama kamar ini, is the best deh! Udah kayak markas buat Marsha. Tapi mulai sekarang, apalagi kalau sudah ada yang kos di kamar ini, berarti secara resmi lantai atas bukanlah daerah kekuasaan Marsha lagi. Tapi apa boleh buat. Kalau tidak seperti ini, Mama tidak akan mendapatkan uang tambahan.
Ikhlas. Ikhlas. Ikhlas. Marsha menabahkan dirinya sendiri.
Namun, ikhlas itu agaknya cukup sulit. Marsha memandang sekeliling kamar dengan perasaan sedih. Ia menarik napas panjang dan berusaha tersenyum. Lalu ia berjanji dalam hati tidak akan pernah kecewa menyetujui keputusan Mama ini.
Setidaknya, keputusan ini tentu akan banyak gunanya. Terutama bisa mendapatkan uang untuk membantu pembayaran utang Mama pada Ibu Rosa.
Marsha membungkuk, mengambil sapu dan alat pel yang ada di sana. Lalu ia menuju ke luar kamar. Sesaat
t . c Marsha berpaling, memandangi kamar itu sekali lagi. Lalu sambil tersenyum ia berkata, Selamat mendapatkan penghuni baru... Ia pun menutup pintu.
t . c B EL sekolah berdering nyaring. Seiring kata penutup
dari guru yang mengajar pelajaran terakhir siang itu, semua siswa serentak membereskan peralatan sekolahnya. Mereka yang sudah tidak sabaran ingin pulang ke rumah atau ada niat lain seperti jalan bersama pacar, teman, atau juga hang-out bareng di sebuah plasa yang letaknya tidak jauh dari SMU Pembangunan 5, membereskan barang-barang mereka lebih cepat lagi.
Di kelas 2 IPA 2, Pak Sartono, guru matematika, barusan meninggalkan ruangan kelas diikuti murid-murid yang mulai berhamburan. Bahkan ada yang berkelakuan kurang sopan dengan berlarian sampai menabrak Pak Sartono segala. Kontan guru berkulit hitam legam dan bertubuh gendut itu menghindar kian kemari sambil mendamprat anak-anak yang boro-boro
t . c ngegubris, mendengar ocehannya pun tidak. Terpaksa Pak Sartono cuma bisa ngusap-usap dadanya dengan keki menahan kesal dan mencoba berpikir positif, dengan cara menabahkan diri melihat kelakuan muridmuridnya yang lebih mirip manusia-manusia barbar, daripada murid SMA yang katanya terpelajar.
Tobaaat... kelakuan anak-anak makin menjadi-jadi saja setiap hari.... Pak Sartono geleng-geleng.
Namun, meski anak-anak sudah pada keluar kelas dan kelas 2 IPA 2 hampir sepi, Marsha masih sibuk di bangkunya membereskan sesuatu. Ia mengeluarkan setumpuk kertas ukuran kuarto warna kuning dari tasnya. Dan ketika ia hendak berdiri, tanpa sengaja selembar kertas itu melayang jatuh.
Apaan ni, Sha" tanya Tata yang masih ada di sana juga. ia membungkuk, memungut kertas itu. Di sana ia membaca iklan yang bertuliskan:
MURAH!!! KOS-KOSAN (lantai atas)
Jl. Kiwi III No. 24, dekat Mesjid Al-Amin Terdiri atas sebuah kamar dan ruang tamu yang cukup luas
Disediakan fasilitas makan, cuci baju, dan setrika Info lebih lanjut hubungi:
Ibu Dahlia Safitri 021-XXXXXXXX Atau hubungi HP: 08XX-XXXXXXXX
t . c Rumah siapa yang mau buka kos-kosan, Sha" tanya Tata lagi begitu mengerti maksud iklan pada selebaran itu.
Rumah gue& , jawab Marsha menghela napas. Trus elo sama Tante Dahlia tinggal di mana" Gue sama Mama masih tinggal di rumah itu kok. Cuma kita tinggalnya di lantai bawah. Sedangkan yang dikosin itu lantai atas doang& . Itu lho, kamar gue. Sekarang sih, sudah jadi mantan kamar gue, karena gue udah pindah ke lantai bawah, jelas Marsha. Kenapa" tanya Tata penasaran.
Mama butuh uang buat bayar utang sama Ibu Rosa, bos Mama. Dulu kan, waktu Mama masuk rumah sakit gara-gara demam berdarah, Ibu Rosa yang bantuin Mama ngasih jaminan biaya pengobatan rumah sakitnya. Rencananya uang itu harus dikembaliin dalam waktu sebulan. Tapi udah lewat dua bulan, seperti yang udah Mama duga, uang gaji Mama belum cukup buat ngembaliin uang Ibu Rosa. Makanya& Mama mutusin buat ngekosin kamar lantai atas biar bisa ngedapetin uang. Yeah, meski akhirnya gue juga yang jadi korban. Harus pindah kamar. Tapi nggak apa-apa deh, gue kan masih sekolah, belum bisa bantu Mama nyari uang. Nah, mungkin gue cuma bisa ngebantuin Mama dengan jalan kayak gini& .
Oh... Tata turut prihatin sekaligus bangga dengan pemikiran Marsha. Em& gue bantuin sebarin brosurnya deh! Tata menawarkan diri. Ia langsung mengambil setengah brosur dari tangan Marsha.
t . c Serius lo, Ta, mau bantuin gue" Iya&
Duh.. lo itu emang sahabat yang paling baik, Ta& cantik, lagi. Marsha mencubit pipi Tata.
Ugh& bilang gue baik aja sekarang. Gue kan emang baiknya dari dulu, oceh Tata.
Eh, tapi, Ta! Marsha menahan tangan Tata. Seolah ada yang ia khawatirkan.
Kenapa, Sha" Jangan sebarin di sekolahan ini, ya" Gue nggak mau kalo anak-anak tau. Gue nggak nyaman kalo sampe tinggal satu rumah sama anak-anak yang satu sekolah sama kita. Pokoknya, sebarin jauh-jauh deh..., pinta Marsha.
Iya, tenang aja.... Makasih, Ta. Sama-sama.
Ya udah, kita pergi yuk"
Keduanya berbarengan keluar kelas.
Di depan kelas, hal yang tidak terduga terjadi. Tanpa disangka-sangka, Marsha dan Tata bertemu dengan Bima. Cowok sialan yang bertabrakan dengan Marsha di samping perpus hari Sabtu kemarin.
Begitu mendekat, Bima langsung berhenti di depan kedua cewek itu.
Marsha memandangnya sinis. Kemudian melengos. Hai, Bim..., sapa Tata ramah.
Hai, Ta..., balas Bima juga ramah, tapi langsung berubah dingin begitu menatap Marsha. Kebetulan
t . c banget kita ketemuan di sini. Niat gue emang mau ke kelas lo.
Lo nyari siapa, Bim" Anak-anak kelas gue udah pada pulang. Kelas udah kosong tuh. Tinggal kita berdua aja, kata Tata menunjuk dirinya dan Marsha. Heran juga dia. Meski mereka bertetanggaan rumah, tapi selama ini Bima tak pernah mencarinya ke kelas mereka. Mau apa"
Gue mau ketemu dia, ujar Bima malas melirik Marsha.
Loh" Kok" Tata kaget. Perlahan ia berpaling ke arah Marsha. Bingung. Keduanya saling pandang.
Gue" Marsha menunjuk dirinya heran sekaligus kaget. Kemudian tertawa sinis. Hah" Mau ketemu gue" Mau apa lo" Mau minta maaf masalah yang kemaren" Nyadar kalo lo salah" Baguslah! suara Marsha ketus.
Eh, jangan ge-er lo. Mana mau gue minta maaf kalo gue nggak salah! Bima tersenyum mengejek.
Trus, mau lo apa" Minta tanda tangan sama gue" ejek Marsha.
Sori! Kurang kerjaan! Gue cuma mau ngembaliin ini& . Bima merogoh sesuatu dari dalam kantong celananya. Lalu tangannya ia julurkan ke hadapan Marsha. Tampaklah kalung mutiara warna putih di telapak tangan Bima. Barangkali ini punya lo.
Kalung gue! Marsha kaget dan langsung meraih benda itu secepat kilat. Tapi Bima keburu menarik tangannya kembali. Lebih cepat dari gerakan tangan
t . c Marsha, hingga membuat Marsha hanya menggapai angin. Hal itu sukses membuat Marsha merasa barusan menjelma menjadi orang tolol. Hei"! Marsha melotot.
Tata melongo tak mengerti melihat keduanya bergantian.
Lo mau kalung ini balik ke tangan lo" Kalo iya, lo yang minta maaf sama gue! pinta Bima.
Wajah Marsha merah padam merasa dipermainkan. Buat apa gue minta maaf sama lo" Ngejatohin harga diri gue aja, tau nggak"!
Udah gue duga& . Bima tersenyum sinis mendengar jawaban Marsha. Di saat ini, memberi pelajaran pada Marsha rasanya adalah keharusan. Dan yang mengagetkan, dengan santainya cowok itu menjatuhkan kalung mutiara tersebut ke lantai.
Elo..." Marsha tercekat. Tata juga.
Itu! Lo ambil aja sendiri! Gue mungutnya di lantai waktu kita tabrakan di samping perpus. Buat cewek nggak sopan macam lo, gue rasa ngembaliin kalung ini di atas lantai malah jauh lebih pantes, daripada ngembaliinnya secara baik-baik ke tangan lo! Usai mengatakan hal itu Bima pergi.
COWOK IDIOT!!! teriak Marsha geram karena kelakuan Bima barusan. Ekspresi tak terima pun ia selipkan. Tapi cowok itu tidak peduli dan dengan cueknya terus saja berjalan. Marsha berang, ia mencoba menyusul, tapi segera dicegah oleh Tata.
Sha, udahlah.... Tata menarik tangan Marsha.
t . c Lo nggak liat kelakuan anak baru idiot itu, Ta" Dia menghina gue! Abis makan obat nggak tau diri tuh orang! erang Marsha makin geram.
Sha, emosi sih emosi, tapi kalo elo ngurusin dia, mau sampe jam berapa lagi kita nyebarin brosur ini" Lo lupa, ya" ujar Tata sambil mengangkat brosur yang dipegangnya tinggi-tinggi.
Ya ampun& Marsha tersadar. Ia menghela napas, menyadari niatnya semula. Oke, kalau ia mau dimarahi Mama, maka kejar saja cowok itu dan marahi habishabisan. Kalau ingin membantu Mama, akhiri saja kekesalan ini. Tobat. Tiga hari berurut-turut dirundung kekesalan. Dengan berat hati ia memungut kalung mutiara pemberian Ega yang ada di lantai, lalu menyimpannya di dalam tas.
Lo bener, Ta. Nyebarin brosur ini jauh lebih penting daripada ngurusin si idiot gila itu! tatap Marsha kesal pada Bima di kejauhan. Lalu keduanya pergi.
Tak jauh dari tempat itu, seseorang bersembunyi di balik tembok. Raya. Menatap kepergian kedua sahabatnya dengan perasaan sedih.
Entah sudah berapa dinding yang ada di pelosok gang telah mereka tempeli brosur. Entah berapa buah tiang listrik, dan berapa banyak pepohonan yang masih bisa dibilang area strategis telah menjadi sasaran Marsha dan Tata. Dengan semangat mereka menempelkan bro-
t . c sur kuning itu. Bahkan mereka juga membagikan kertas itu pada orang yang mereka jumpai di pinggir jalan. Yeah, kali-kali aja ada yang berminat. Atau& meski bukan orang-orang itu yang berminat, setidaknya mereka bisa memberitahu sanak saudara, kerabat, maupun kenalan mereka bahwa di Jalan Kiwi ada sebuah rumah yang menerima kos-kosan....
Memang sih, menyebarkan dan membagikan brosur itu bukanlah pekerjaan yang menyenangkan. Selain capek, panas, lelah, pastinya juga harus menahan malu. Bahasa ringkasnya muka tambeng . Soalnya nggak jarang dari sekian banyak orang ada yang malas-malasan menerima brosur dari mereka. Bahkan ada yang menolak sambil menunjukkan ekspresi enggan. Tapi bodo deh! Bagi Marsha dan Tata, masalah malu itu urusan belakang. Yang penting kerjain aja dulu. Lagian, membagikan brosur kan bukan pekerjaan dosa. Jadi buat apa mikirin rasa malu"
Toh, mengerjakan sesuatu itu, bagi mereka yang penting niatnya ikhlas. Kalau awalnya ikhlas, mau capek, lelah, terutama malu, atau apa pun lah namanya itu, pasti tidak akan mereka rasakan.
Sekitar jam 17.00, Marsha dan Tata sudah menyelesaikan pekerjaan mereka. Kedua sahabat itu pun berpisah. Tata menyetop taksi, pamit, dan melambaikan tangannya pada Marsha. Setelah taksi itu pergi, Marsha pulang menumpang bajaj.
t . c Tata sudah sampai di depan rumahnya pukul 18.03. Ia sudah membantu menyebarkan brosur milik Marsha. Kini yang tersisa tinggal satu lembar yang masih ada dalam genggamannya. Begitu mau masuk pintu gerbang rumah, sesaat Tata berhenti. Pandangannya jatuh pada tiang listrik yang berdiri kokoh di seberang jalan. Kemudian Tata manggut-manggut seolah menemukan ide cemerlang. Segera ia mendekati tiang listrik itu.
Tempat yang lumayan strategis.
Gue rasa, daerah ini lumayan jauh dari sekolah. Yeah, siapa tau aja ada orang yang lewat, trus tertarik sama iklan ini. Tata menempelkan brosur berwarna kuning itu di sana. Setelah selesai, ia kembali memasuki pintu gerbang rumahnya.
Tak lama berselang, sebuah motor melintasi jalan itu. Entah apa yang menarik minat pengendaranya, perlahan motor itu berhenti tepat di samping tiang listrik yang ada di seberang rumah Tata. Pengendara motor itu membuka helmnya. Tampaklah wajah yang tampan dengan hidung yang mancung dan rambut yang ikal. Cowok keren itu rupanya Bima. Ia memang tinggal di kawasan ini. Bola matanya membaca dengan teliti brosur kuning yang menempel di tiang listrik.
Baca sampai tuntas. Bima tersenyum senang. Menyunggingkan senyum tercerah yang bisa ia keluarkan.
Wah& Jalan Kiwi" Kalo nggak salah, daerah ini kan lumayan deket dengan SMA gue. Kebetulan ba-
t . c nget nih! Bima seolah menemukan apa yang selama ini ia cari.
Tanpa pikir panjang Bima menarik brosur itu dan menyimpannya di kantong jaketnya. Setelah itu ia masuk ke gerbang rumah dua tingkat, persis di sebelah rumah Tata.
Bim, baru pulang" sapa seorang perempuan paro baya berwajah cantik yang ditemui Bima di ruang tamu. Wanita itu sangat cantik, berambut ikal yang disanggul rapi. Ia memakai atasan dari bahan satin bewarna pink, dipadukan rok selutut bewarna cokelat.
Eh, Tante Ana. Melihat Tante Ana, Bima menghentikan langkahnya yang semula hendak menuju kamar. Ia pun berbalik mendekati wanita itu. Tan, kalau jadi& Bima beneran mau pindah.
Tante Ana agak kaget. Kamu serius, Bim" Yeah... tapi itu juga kalo Bima udah ngedapetin tempat kosnya, Tan....
Apa nggak seharusnya kamu tetep tinggal di sini aja" Rumah ini juga kan masih luas, Bim. Cuma ada Tante, Oom Jafar, sama Nadia....
Nggak apa-apa, Tan. Lagian Bima pengin hidup mandiri, Bima memberikan alasan. Alasan yang masih belum dipercayai kebenarannya. Ia sendiri pun ragu dengan alasan itu. Tante Ana memang tidak lekas percaya. Namun ia juga tak punya hak untuk membatasi
t . c Bima terlampau jauh. Bima sudah cukup besar dan mampu dipercaya dalam menentukan langkah. Walau di dalam hati Tante Ana tetap tebersit rasa khawatir. Ia sangat menyayangi Bima layaknya anak sendiri.
Bima tinggal di rumah ini bukannya tanpa alasan. Mama Bima bernama Elliana, teman semasa kecil Tante Ana, yang sudah layaknya saudara, waktu Tante Ana masih berdomisili di Surabaya dulu. Kalau mau dirunut, mereka juga masih terbilang saudara meski saudara jauh. Tapi kedekatan itulah yang membuat Tante Ana menganggap Bima sudah seperti anak sendiri. Bahkan kehadiran Bima cukup memberi warna di rumah mereka. Apalagi Bima anaknya baik. Makanya, waktu mendengar Bima yang mengincar perguruan tinggi negeri di Jakarta memutuskan akan bersekolah di sini, dengan senang hati Tante Ana menawarkan agar Bima tinggal di rumahnya saja.
Ya udah... Tante sih nggak mau memaksa apa yang udah jadi keputusan kamu. Cuma... yang Tante harap, kamu mendapatkan rumah kos di lingkungan yang baik. Dan satu lagi, Tante harap alasan kamu pergi dari rumah ini bukan karena kamu sering berantem sama Nadia....
Bima tersentak. Kemudian tertawa getir. Matanya segera beralih pada sebuah bingkai foto besar yang terpajang di ruang tamu. Foto cewek seusianya berambut ikal panjang yang sangat cantik. Dialah Nadia yang dimaksud.
Ya nggaklah, Tan. Mana mungkin karena Nadia....
t . c Syukurlah& Tante Ana bernapas sedikit lega. Berharap itu bukanlah alasan yang dibuat-buat. Oya, kasih tau Tante kalau kamu udah mendapatkan tempat kos yang cocok, ya"
Iya, Tan.... Bima mengangguk. Tersenyum. Lalu berbalik menuju kamarnya diikuti pandangan mata Tante Ana yang juga tersenyum. Namun entah kenapa, senyuman itu terasa pahit.
Di balik dinding dari arah ruang belakang, seorang cewek juga tengah memerhatikan Bima yang menghilang masuk kamar. Cewek berwajah cantik, berambut ikal panjang ini berdiri sambil melipat kedua tangannya, sementara matanya mengawasi pintu kamar Bima yang barusan ditutup, dengan sorot mata tanpa ekspresi.
Mau pergi ke mana lo, Bim" Keinginan lo buat pergi bisa dimulai kapan aja. Tapi kemauan gue supaya elo tetep di sini juga besar. Seberapa pun jauhnya elo pergi, gue nggak akan bersedia ngelepasin lo, ucapnya pelan.
PRAAANG!!! Tante Ana, yang masih tegak mematung di ruang tamu, tersentak mendengar suara benda dibanting dari arah belakang. Suara itu disertai jeritan histeris. Nadia"! panggilnya cemas, mengejar seseorang yang menjerit-jerit di ruang belakang.
t . c Pukul 20.30, Tata hendak belajar. Ia mengintip dari balik jendela kamarnya yang menghadap ke samping rumah tante Bima. Seperti biasanya, jeritan histeris itu terdengar lagi. Jeritan seorang cewek. Sama seperti jeritan histeris yang Tata dengar tadi sore. Kasar. Tak tentu arah dan tidak jelas jeritan itu merupakan umpatan yang diarahkan pada siapa.
Terkadang, jeritan itu sangat mengganggu. Apalagi kalau di malam hari seperti ini. Tata jadi kesulitan belajar karena tidak bisa konsentrasi. Untung di abad ini manusia sudah sangat familier sama yang namanya walkman, discman, Ipod, dan semacamnya. Sehingga meski jeritan histeris sekencang apa pun terdengar sampai ke telinga, bisa gampang dinetralisir dengan mendengarkan musik dengan benda-benda semacam itu. Dan untungnya juga, Tata paling suka belajar sambil mendengarkan musik. Jadi tidak ada masalah. Tapi kalau benda-benda itu tidak ada, memakai cara tradisional seperti menyumpal telinga dengan kapas juga akan sedikit membantu.
Kasian banget ya, Nadia& , ucap Tata pelan sambil menuju meja belajar. Hatinya ikut sedih membayangkan cewek yang menjerit-jerit itu. Lalu ia mengeluarkan Ipod-nya dari dalam laci.
t . c S UDAH tiga hari berlalu sejak Marsha membagikan
brosur. Tidak banyak telepon yang masuk, namun cukup membuat semarak rumah mereka. Dalam sehari, ada tiga sampai lima kali telepon masuk guna menanyakan kondisi dan harga kos-kosan.
Namun sayangnya, tidak ada satu pun negosiasi yang berakhir dengan keputusan bulat. Terkadang calon anak kos merasa tempatnya tidak cocok lah, atau mengeluh harganya terlalu mahal lah. Ya ampuuun& hari gene, di Jakarta mana ada sih kos-kosan yang nggak mahal" Padahal, mama Marsha tidak menawarkan harga yang begitu tinggi lho. Masih standar-standar aja kok. Tapi yeah, ibarat pepatah lama, lidah kan tidak bertulang. Harga semurah apa pun, terkadang
t . c mulut manusia seakan merasa berdosa kalau tidak melakukan tawar-menawar.
Hasilnya" Setelah menghabiskan waktu berbicara dengan tekanan tinggi dan rendah sampai mulut berbusa-busa, akhirnya tetap nihil. Nihil. Buntutnya berakhir dengan sakit hati. Kekesalan meningkat. Atau berakhir dengan CAPEK DEH&
Yeah begitulah& keinginan kadang tidak bisa diramal dengan akal sehat. Terlalu berharap tidak bagus, tidak berharap juga gimana ya" Akal pikiran manusia kan kadang berkhayal yang tinggi-tinggi. Bahkan terkadang kelewat batas. Harapan anak kos datang, bersedia membayar dengan harga tinggi, tapi hasilnya, berbanding terbalik dari itu. Sekali lagi, CAPEK DEH&
Hhh..., mama Marsha menghela napas panjang. Terduduk lemas di sofa malam itu, usai menerima penelepon terakhir dari calon penghuni baru yang menawar harga terlalu rendah. Terpaksa ia harus menyetop khayalan indah mengenai pelunasan utang yang harus dilakukan segera. Kebutuhan ini rasanya mengikat. Mendesak. Membikin sesak. Sepanjang hidup selama suaminya meninggal, ia masih bisa berkata anti dengan kata utang . Tapi penyandang ekonomi terbesar keluarga itu sudah tiada. Dan meski tujuannya jelas, akhir kata utang pun melekat di badan. Gimana, Ma" tanya Marsha.
Mama menggeleng. Seperti biasa, masalah harga, Sha. Masih nggak klop sama kemauan Mama. Susah
t . c juga& yeah, kalo ngak sabar-sabar& mau gimana lagi"
Tapi Mama sabar, kan" Marsha mendekat dan memijat-mijat pundak mamanya.
Mencoba mengusir sedikit keresahan Mama, adalah ciri anak berbakti. Di saat-saat ini, sedikit perbuatan baik artinya sangat besar. Marsha sangat menyayangi Mama. Ia terus memijat.
Harus..., jawab Mama dengan mata terpejam, terkantuk-kantuk menikmati pijatan anak semata wayangnya ini.
Keesokan malamnya... Malam terasa dingin. Angin malam yang bertiup seolah meresap menusuk tulang. Tapi Bima tidak peduli dengan angin yang bertiup begitu dingin menyentuh tubuhnya. Soalnya tubuhnya yang terbilang berpostur tinggi itu dilapisi sweter abu-abu dari bahan wol yang cukup tebal, hangat, dan nyaman. Seorang diri ia duduk di teras sambil mengeluarkan ponsel dari dalam kantong celananya. Tangan kirinya memegang selembar kertas kuarto warna kuning yang ia ambil di tiang listrik beberapa hari yang lalu.
Setelah beberapa saat menimbang-nimbang, Bima pun menyalin nomor yang tertera pada brosur kuning itu ke ponsel, lalu menekan tombol hijau untuk menelepon. Dengan satu tekad.
t . c Halo, selamat malam..., ucap Bima ketika mendengar suara lembut ibu-ibu di seberang telepon. Malam&
Apa benar ini rumahnya Ibu Dahlia" tanya Bima kaku.
Iya, benar. Dengan saya sendiri. Ada yang bisa dibantu"
Bima mencoba merilekskan diri. Ia terlalu tegang. Menelepon sendirian malam-malam begini memang rahasia. Sesekali ia celingukan, memastikan siapa pun tidak ada yang tau-tau muncul di belakangnya. Bukan hantu. Bukan penampakan. Tapi orang lain. Nadia.
Apa benar Ibu menerima kos-kosan di Jalan Kiwi" Yang letaknya nggak begitu jauh dari SMA Pembangunan 5" tanya Bima lebih lanjut.
Mama Marsha menutup telepon dengan wajah berseri. Ketika ia berjalan menuju kamar, senyumnya terus mengembang laksana bunga segar yang baru saja merekah, dihinggapi kupu-kupu. Marsha yang sedari tadi duduk sambil membaca majalah di ruang tamu, menatap mamanya curiga.
Ada apaan sih, Ma" Baru dapet undian berhadiah, ya" Kok seneng banget"
Mama mengurungkan niatnya masuk kamar. Ia mendekati Marsha, lalu ikut duduk di sofa ruang tamu.
t . c Kamu tau nggak, Sha" Dari sekian penelepon yang berniat mau kos di rumah kita, kayaknya cuma yang barusan nelepon ini yang cocok sama hati Mama.
Maksud Mama" Marsha menutup majalah yang dipegangnya sambil menoleh.
Dia ini cowok. Namanya Satriyo apa& gitu. Aduh, Mama lupa nama panjangnya. Kelihatannya masih muda. Sendirian, lagi!
Idih, Mama mau cari anak kos atau cari jodoh, Ma" goda Marsha cekikikan.
Aduh... kamu ini. Kalo dia masih muda dan sendirian itu bagus. Kalo dia udah berkeluarga dan ngebawa semua keluarganya kan bisa repot. Apalagi Mama bersedia kasih fasilitas makan, cuci baju, dan setrika. Otomastis pekerjaan kita bakalan nambah banyak. Nah... coba bayangin, kalo dia masih muda trus sendirian, kan nggak begitu repot. Tapi yang terpenting sih... anak kos ini bersedia ngebayar uang kos di muka sebanyak tiga bulan ke depan, dengan jumlah yang sesuai dengan keinginan Mama! ucap Mama penuh semangat. Bola matanya berbinar-binar.
Marsha terbelalak tak percaya. Beneran, Ma" Berita bagus. Sangat bagus.
Mama mengangguk senang sambil menggenggam tangan Marsha erat-erat. Bener, Sayang!
Wah, berarti Mama bisa langsung ngelunasin utang sama Ibu Rosa dong! seru Marsha senang. Tapi tibatiba ia melihat kening Mama berkerut. Kenapa, Ma"
t . c Ng... anu, mengenai fasilitas yang Mama janjikan berupa makan, cuci baju, dan setrika baju... Mama terdiam sesaat. Kemudian melanjutkan, ...Mama bisa minta bantuan kamu sedikit kan, Sayang" Masalahnya Mama kan kerja. Kalo soal makan sih nggak masalah. Tiap pagi Mama selalu buat sarapan, sekaligus lauk buat makan siang. Kalo malem juga Mama nggak masalah karena makanan bisa beli di luar. Tapi kalau nyuci baju sama nyetrika& sesekali kamu bisa bantuin Mama kan, Sayang" pinta Mama.
Bantuin buat nyuci baju sama nyetrikain baju anak kos itu, Ma" Bisa kok, Ma! Itu mah gampang, Marsha langsung menyanggupi.
Makasih ya, Sayang.... Mama mencium kening Marsha.
Aduh, Mama... ini kan udah kewajiban Marsha buat ngebantu Mama.... Marsha memeluk mamanya dengan erat.
Tapi tiba-tiba Mama melepaskan pelukannya karena teringat sesuatu lagi. Dahi Mama kembali berkerut. Kenapa lagi, Ma"
Ya ampun Mama lupa, Sha. Berhubung orang itu nggak begitu hafal daerah rumah kita, besok siang dia minta jemput di halte yang ada di pertigaan Jalan Kiwi. Sekalian pulang sekolah besok, kamu bisa jemput dia kan, Sayang"
Bisa, Ma. Tapi Mama nyimpen nomor teleponnya, kan" Biar Marsha gampang menghubunginya.
t . c Nomor teleponnya udah Mama tulis di buku telepon. Inget, namanya Satriyo. Nanti kamu tinggal liat.
Sip, Ma! t . c S IANG itu panas sekali. Cahaya menyengat yang di-
bagikan sinar matahari di siang itu menciptakan keluhan bagi siapa saja yang merasakannya. Terutama bagi orang-orang yang berada di luar ruangan sana. Tapi kalau kegiatannya emang penting, sepanas apa pun suhu hari ini tidak bakal menghalangi untuk keluar rumah. Dan hal itu juga berlaku buat Marsha.
Di pertigaan Jalan Kiwi, tepatnya di bawah halte yang ada di dekat pertigaan itu, Marsha yang saat itu masih berseragam SMA karena sekolah baru usai dan belum sempat pulang ke rumah, gelisah berdiri sendirian. Sesekali ia memandangi jam tangannya. Beberapa saat cewek cantik berambut panjang ini duduk di bangku panjang halte, dan beberapa saat kemudian ia kembali berdiri sambil celingukan berpaling ke kanan
t . c dan kiri. Kalau-kalau orang yang ditunggunya muncul.
Duh... ke mana orang yang namanya Satriyo itu ya" Kok dari tadi belum keliatan juga" Padahal janjinya jam segini. Duh... jangan-jangan nyasar, lagi! Marsha cemas.
Ini perkara besar. Hitam dan putih keuangan keluarganya setidaknya dalam waktu dekat ini ada di tangan calon anak kos itu. Siapa pun orangnya, kehadirannya pasti sangat dibutuhkan di saat genting. Terutama uang sewa kosnya yang (di saat ini) baunya pasti sangat harum. Lebih harum daripada parfum Dolce & Gabbana yang lumayan mahal itu. Anda menyewa, kami menerima uang, dan pelunasan utang pun dimulai. Lalu Mama dan Marsha tersenyum lega. Indah sekali. Meski baru angan-angan.
Tak lama, sebuah motor berhenti di halte itu. Pengendara motor itu juga masih berseragam SMA, dilapisi jaket hitam. Ia membawa tas warna hitam berukuran besar yang ia selipkan di bagian depan jok motornya. Cowok ini membuka helm. Tampaklah tampang keren dengan hidung mancung dan rambut ikal yang agak basah akibat keringatan. Ia celingukan.
Marsha yang sejak tadi duduk di halte langsung terlonjak. Bukannya itu Bima, cowok sialan yang kemarin menabraknya di samping perpus" Whoops" Sakit matakah ia" Marsha mengerjapkan mata berkali-kali. Ternyata memang Bima.
Idih, ngapain si idiot itu ada di daerah ini" pikir
t . c Marsha jijik. Ia membuang muka. Pura-pura tak melihat.
Pertigaan itu cukup sepi dari orang-orang yang lalu lalang. Bima masih celingukan. Hanya ada beberapa mobil yang melintas. Sebenarnya cowok ini dalam keadaan bingung dan butuh sekali tempat bertanya. Tapi dia tidak mungkin menyetop salah satu mobil yang lewat hanya untuk menanyakan sebuah alamat. Untungnya ada seseorang yang duduk di halte. Bima pun berpaling dengan niat akan bertanya pada orang itu.
Tapi begitu menoleh dan menyadari bahwa manusia yang duduk di halte itu Marsha, Bima langsung kaget. Itu kan cewek sinting yang bertabrakan dengannya di samping perpus. Sama seperti Marsha, sikap Bima juga memandang cewek itu jijik. Ia membuang muka dan pura-pura tidak melihat. Tapi, eh, dia bukan sih" Bima melirik sepintas, meyakinkan kembali. Bener. Ia melengos lagi.
Beberapa saat kedua orang itu sama-sama diam. mereka saling pura-pura tak melihat satu sama lain. Hampir satu minggu ini kehidupan sosial kemasyarakatan mereka dalam status bermusuhan. Hal paling pantang dalam kondisi sosial seperti ini jelas sangat banyak. Pantang berteguran, pantang beramah-tamah, say hello pun sangat dilarang. Bisa kena kutuk.
Lama-lama Marsha jadi resah. Tidak tahan lagi berada di tempat itu, khususnya karena ada Bima di sana.
Hal itu juga ternyata dirasakan oleh Bima.
t . c Ah, gue telepon aja deh orangnya. Daripada gue lama-lama di sini. Bisa sakit mata gue ngeliat cowok idiot itu! Untung gue nggak lupa nyimpen nomor ponsel calon anak kos itu. Marsha mengeluarkan ponselnya dan menelepon nomor ke nomor yang disimpannya, sambil tetap menghadap ke arah yang berlawanan dari Bima. Yeah, selain memang ada tujuannya, menelepon bisa membuang waktu.
Di saat yang hampir bersamaan, Bima merasakan ponsel yang ia simpan di saku celana, bergetar. Segera ia mengangkat dan menjawab telepon sambil kepalanya masih menghadap ke arah yang berlawanan dari Marsha.
Halo" kata Marsha. Ya, halo" kata Bima.
Dengan Mas Satriyo" tanya Marsha.
Oh, iya, saya sendiri. Ini dengan Ibu Dahlia, ya" Bima balik bertanya.
Mas Satriyo ada di mana" Sesuai perjanjian, saya udah nungguin dari tadi di halte deket pertigaan Jalan Kiwi.
Ibu Dahlia juga ada di sini" Lho" Saya juga lagi nungguin Ibu dari tadi di depan halte, jawab Bima bingung. Ibu ada di mana"
Lho" Saya kok nggak liat Mas" Marsha celingukan. Ia heran.
Saya juga nggak ngeliat Ibu Dahlia, balas Bima celingukan. Ia juga heran.
t . c Jangan becanda deh, Mas! Sejak tadi saya nggak ngeliat siapa-siapa di sini selain cowok idiot yang nangkring di atas motor di depan saya! ucap Marsha ketus, merasa orang yang bernama Satriyo itu tengah mempermainkannya.
Saya juga dari tadi nggak ngeliat siapa-siapa, Bu, selain cewek sinting yang lagi duduk sendirian di halte belakang saya& Tiba-tiba Bima tersentak. Segera ia mengunci mulutnya ketika menyadari sesuatu. Secepat kilat ia memandang ke arah belakang. Dan& JELEGHAAARRRRRRR!!!
Begitu mereka menyadarinya, seolah ada petir yang menyambar bersahut-sahutan.
Elo"!!! teriak Marsha dan Bima hampir bersamaan.
Dunia seakan mau kiamat! Marsha dan Bima saling menatap dengan pandangan kaget-sekaget-kagetnya. Kedua anak manusia ini shock! Ini nggak mungkin terjadi. Mana mungkin! MANA MUNGKIN BISA"!!! batin mereka masing-masing hampir tak mampu memercayai kenyataan.
Pertama-tama, yang Marsha lakukan adalah menelan ludah. Glek. Kenapa rasanya sangat pahit" Lalu mengatur napas. Dan ketika tingkat kesadaran telah terpencar-buyar, suara Marsha pun akhirnya keluar.
Jadi elo yang namanya Satriyo"!!! teriak Marsha mendekati Bima dengan mata melotot saking kagetnya.
Elo yang namanya Dahlia" Eh, gue pikir elo itu
t . c ibu-ibu!!! balas Bima juga melotot dan jelas nggak kalah kaget.
Ibu Dahlia itu nyokap gue tau!!! Ngapain lo nyamar-nyamar pake nama Satriyo segala"!!! Marsha panas.
Eh, siapa yang nyamar" Nama asli gue Satriyo Bima Sakti Abimanyu! Keren, kan" Panggilan gue Bima. Yah, mana gue tau kalo elo make nama nyokap lo. Dan kalo gue tau lo anaknya Ibu Dahlia yang punya rumah itu, gue nggak bakalan mau ngekos di tempat cewek sinting macam lo!!! kata Bima sambil menunjuk Marsha.
Heh! Kalo gue tau elo yang bakalan kos di rumah gue, gue juga nggak sudi tinggal sama cowok idiot kayak lo!!! balas Marsha tak mau kalah.


Be My Sweet Darling Karya Queen Soraya di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Oke, kalo gitu gue batalin! Gue juga masih bisa nyari tempat kos lain!!! Bima memasang helm, menstater motornya, kemudian berbalik arah ke tikungan.
Silakan lo batalin semuanya!!! Pergi jauh-jauh sana!!! Lebih baik gue serumah sama anak monyet atau orangutan sekalian daripada serumah sama lo!!! usir Marsha garang sambil berteriak membabi-buta.
Bima memilih tak peduli. Motornya terus menghilang berbelok ke arah kanan tikungan.
Setelah Bima tidak kelihatan lagi, Marsha menghela napas panjang. Ampun. Apa yang terjadi barusan" Ia baru saja melakukan tindakan kampungan. Berantem" Benar. Berantem dengan Bima. Tapi masalah terbesar tentu saja bukan Bima. Melainkan BIMA = CALON
t . c ANAK KOS DI RUMAHNYA! Di saat itu, tiba-tiba hatinya diselimuti rasa bersalah pada Mama. Dalam angan-angan, Marsha melihat seraup uang yang ada dalam genggaman mamanya beterbangan ditiup angin. Dan Marsha sibuk menangkap uang itu satu per satu. Tapi karena anginnya terlalu kencang, uang tidak didapat. Ia malah terjembap. Jatuh.
Astaga& apa yang udah gue lakuin" GAWAT!!! Tangan Marsha bahkan sampai berkeringat dingin. Kalo Bima nggak jadi kos, sampe kapan Mama bisa ngebayar utang pada Ibu Rosa" Mati gue& Marsha cemas. Tapi gue juga nggak mau tinggal serumah sama Bima. Apa kata dunia kalau gue serumah sama si idiot nyebelin itu" Tata pasti bakalan ngetawain gue keras-keras. Aduuh& Tapi kalo beneran dia batal maka& Argggh! Marsha mengentakkan kakinya kencang-kencang. Ya Tuhan& kenapa Kau memberi aku pilihan yang sangat sulit seperti ini"
Marsha seperti orang gila linglung yang barusan lepas ke jalanan. Ia bolak-balik, maju-mundur dalam pikiran akan menyusul Bima atau ia lupakan saja cowok itu dan pulang ke rumah, berpura-pura sama Mama bahwa dia tidak menemukan calon anak kos idiot itu. Tapi& apa adil buat Mama kalau Marsha hanya mementingkan emosi pribadi daripada keperluan Mama yang jauh lebih penting"
Tidak ada rumusan ide yang cukup membantu dalam masalah ini. Hei, Einstein& bisa bantu aku" Pikiran Marsha tambah kalut.
t . c Apa ini adil" Adil"
Lo kejam, Sha! Jelas ini nggak adil buat Mama! bentak hati kecil Marsha. Hal itu membuat rasa bersalah makin menyelimuti hatinya.
Setelah beberapa menit memikirkannya, barulah Marsha memperoleh keputusan bulat.
Apa boleh buat. Ya Tuhan& cuma kali ini& aja. Ini gue lakuin demi Mama, bukan demi siapa-siapa. Gue akan susul cowok itu, nebelin muka, ngebuang jauhjauh gengsi gue (dengan catatan: buat sementara), meminta dia kembali kos di rumah kami (dengan catatan: daripada dimarahin Mama). Semoga dia belum jauh& semoga... semoga& Marsha berdoa dalam hati.
Usai komat-kamit, bergegas Marsha berlari dan berbelok ke arah kanan tikungan. Mengejar Bima.
Cewek sinting! Kenapa hari ini gue sial banget bisa hampir kos di rumah cewek galak dan sinting itu" Untung belum terlambat! maki Bima di sepanjang perjalanannya naik motor.
Sulit dipercaya. Tapi terjadi. Kebetulan yang langka. Tapi juga terjadi. Persetan.
Kalo gue kos di rumahnya, apa jadinya coba" Mendingan gue tinggal di atas pohon daripada tinggal di rumah si sinting itu! Bima sudah cukup jauh dari halte tadi. Perasaan kagetnya mengetahui Marsha adalah
t . c calon anak induk semangnya mulai mereda. Betapa gilanya kejadian tadi. Betapa anehnya Tuhan mengatur pertemuan mengagetkan ini. Mereka hampir serumah. HAMPIR. Tapi jelas Bima ketar-ketir. Apalagi kalau hampir sudah menjadi akhirnya . Bisa kacau.
Di sebuah warung pinggir jalan yang diteduhi pohon besar dan rimbun, Bima pun berhenti untuk beristirahat.
Air mineral gelas satu, Bang! pinta Bima pada pemilik warung itu.
Bapak pemilik warung memberikan segelas air mineral kemasan pada Bima, yang disambut cowok itu dan langsung menenggaknya sampai habis. Rasa aliran air yang menelusup di sela-sela kerongkongan sangat nikmat.
Di saat kekagetan dan kelelahan mulai agak terusir dari raganya, pikiran Bima malah menerawang pada kejadian semalam. Ia tertegun. Teringat pada pertengkaran itu.
Elo nggak boleh pergi sejengkal pun dari sini, Bim! Pokoknya nggak boleh! teriak Nadia sambil menangis memegang tangan Bima di teras semalam, usai ia memergoki percakapan telepon Bima yang sedang bernegosiasi masalah tempat kos. Nadia memandangnya dengan tatapan menusuk-nusuk.
t . c Bima melepaskan tangan Nadia dengan paksa. Nad, gue nggak bisa terus-terusan begini. Mungkin kemarinkemarin gue bersedia ngalah. Tapi sekarang rasanya kesabaran gue udah habis. Dari pertama kali gue dateng ke rumah ini, sedikit pun gue nggak ngerasain yang namanya kenyamanan. Itu karena siapa" Karena elo! suara Bima tertahan. Keramahtamahan yang selama ini dijunjungnya apabila bicara dengan cewek yang sudah dianggapnya sebagai adik ini makin terkikis. Makin hari makin habis. Ia sudah tak tahan lagi. Kekangan. Ia benci kekangan yang semakin hari semakin membatasi ruang geraknya ini. Dan malangnya kenapa makhluk yang mengekangnya itu adalah dia. Nadia.
Ini karena gue sayang lo, Bim! Gue sayang sama lo! Cewek berambut ikal panjang ini histeris.
Sadar, Nad. Lo tu sebenernya nggak cinta sama gue. Lo cuma terobsesi sama pacar lo, Bayu, kembaran gue. Tapi sekarang Bayu udah nggak ada. Dia udah meninggal. Dia masa lalu. Gue sama Bayu adalah orang yang beda. Harusnya lo sadari itu& Intonasi suara Bima langsung menurun. Mereka sedang bertengkar. Tidak ada yang boleh menyaksikan pemandangan ini. Namun agaknya Nadia tetap bersikeras. Nggak, pokoknya nggak!!! Nadia menggeleng. Sadarilah kenyataan, Nad. Jangan pernah berharap lebih dari gue. Perasaan gue dari dulu sampe sekarang tetap sama. Gue selalu menganggap lo sebagai adik yang gue sayangi&
t . c Nggak! Gue nggak mau denger! Nadia histeris menutup telinganya.
Bima tidak tau harus bagaimana menghadapi cewek ini. Ia cemas.
Nadia& Tiba-tiba pintu depan terbuka. Seorang wanita berdiri dengan wajah sedih menatap Nadia dan Bima bergantian.
Tante Ana... suara Bima tertahan. Antara kaget dan tak enak.
Mama... Nadia kaget, menghapus air matanya. Kalian berantem lagi" ucap Tante Ana lirih. Seolah tidak mau semuanya dibahas, Nadia buruburu masuk meninggalkan tempat itu.
Bima menunduk. Ia menghela napas. Kemudian menatap Tante Ana dengan pandangan sendu.
Kayaknya Bima bener-bener harus pergi, Tante. Keberadaan Bima di sini adalah pilihan yang salah. Kalau Bima terus-terusan ada di sini, mungkin hati Nadia bakalan tambah terluka karena dia selalu inget Bayu.... Maaf, kalo alasan kepergian Bima akhirnya memang karena dia&
Mendengar hal itu, mata Tante Ana berkaca-kaca.
Dari mana mau ke mana Mas" pertanyaan itu seketika membuyarkan lamunan Bima.
Bima berpaling pada bapak penjaga warung yang menanyainya tadi. Oh& dari rumah, mau nyari kos-
t . c kosan, Pak. Kira-kira... di daerah sini adanya di mana ya, Pak" tanya Bima, berharap bapak penjaga warung ini tahu.
Wah, kalo di sekitar sini sih sulit, Mas. Kalaupun ada ya, mungkin udah penuh. Oya, kemarin-kemarin ada yang nyebarin brosur. Itu tuh! kata bapak itu sambil menunjuk selembar kertas warna kuning yang menempel di pohon tak jauh dari warungnya.
Itu brosurnya Marsha. Bima dapat mengenalinya karena brosur itu jugalah yang kemarin ia dapatkan menempel di tiang listrik di depan rumah Tante Ana. Ia menghela napas. Kos di rumah cewek sinting itu" Jelas mimpi paling buruk di dunia. Siapa sudi" Ia termenung. Menimbang-nimbang. Baik-buruknya, untungruginya. Mungkin ia bakalan buntung, tiap hari bertemu dengan cewek sinting itu. Tapi Nadia"
Hh& kalo akhirnya gue emang harus kos di sana, apa boleh buat. Berarti gue harus nebelin muka, narik kata-kata gue yang udah gue ucapin tadi dari hadapan cewek sinting itu, pikir Bima pasrah. Tapi itu lebih baik daripada Nadia terus berharap yang nggak pasti sama gue& dan itu bakalan tambah melukai hatinya.
Kisah Sepasang Bayangan Dewa 8 Cinta Sang Naga Karya V. Lestari Pendekar Jembel 3
^