Pencarian

Wanita Baik Untuk Pria 2

Wanita Baik Untuk Pria Beruntung Karya Rama Bagian 2


Sebegitu cepatnya kah dia melupakanku dan bahkan membenciku"
Aku seorang perempuan, namun aku seakan-akan tidak memiliki harga diri di depannya.
Aku seakan mengemis cintanya.
Yang hanya dibalas dengan sebuah pengabaian yang sebenarnya sangat menyakitkan.
Maret 2009 Aku mengikuti sidang skripsi. Disaat sidang, segala puji bagi Allah aku diberikan kelancaran dan kefokusan.
"Mas Rama, aku baru selesai sidang, aku gugup sekali. Mas Rama dimana" Dinda kangen Mas Rama..."
"Dinda sayang, selamat sidangnya sudah selesai. Sebentar lagi Dinda akan wisuda ya sayang yaaa.... Semoga mendapatkan IP yang memuaskan ya sayang.."
Dibalik telpon terdengar suara Mama, bukan Mas Rama.
"Sayang, Dinda baik-baik saja kan?"
*tuttuttut Aku seperti orang bodoh yang paling bodoh hanya karena diacuhkan oleh seseorang yang dulunya begitu mengagumiku, yang dulunya begitu mencintaiku. Tidak hanya diacuhkan, tapi seakan aku dibuang.
Disaat aku mencoba menelponnya, dia hanya mereject semua panggilanku.
Disaat aku mencoba mengirimnya sms, dia tidak pernah membalasnya.
31 Maret 2009, 23.05, Mas Rama, Dinda sayang Mas Rama. Maafkan Dinda karena Dinda membuat Mas Rama marah dan membenci Dinda.
Bisakah Mas Rama kembali seperti dulu" Bisakah kita seperti dulu" Bisakah Mas Rama menghapus semua air mata Dinda seperti dulu" Bisakah Mas Rama mencintai Dinda seperti dulu"
Bisakah Mas Rama menganggap Dinda ada seperti dulu" Bisakah"
Bisakah seperti dulu"
Dinda akan selalu menyayangi Mas Rama. Sent to My Wish
31 Maret 2009, 23.45, Sudahlah Din, kita masih bisa berteman. Kita sudah punya kehidupan masing-masing, kamu hanya menjadi masa laluku. Oke! Pengirim My Wish Mei 2009
Akhirnya, aku wisuda dengan mendapatkan penghargaan karena meraih IP terbaik, 3,98 di usiaku ke 20 tahun 9 bulan. Papa Mamaku terlihat begitu bahagia. Aku pun tersenyum melihat kebahagiaan mereka.
'Mas Rama, aku sudah wisuda. Mas apa kabar" Dinda merindukan mas, sangat-sangat merindukan Mas.'
23 Mei 2009 Mas Rama, kali ini aku benar-benar ga bisa denger suara mas, karena mas selalu ngereject telponku. Aku bener-bener ga bisa merhatiin mas, aku bener-bener ga tau gimana keadaan mas sekarang. Aku ga tau mas shalat apa saja hari ini. Aku ga tau mas makan apa dan jam berapa makannya. Aku tau aku yang mengakhiri hubungan kita, tapi jujur saat itu aku hanya benar-benar kesal dan aku berbicara sembarangan, itu ga dari hati aku. Maafkan aku.
Mas, jika mas tidak mau kembali kepadaku hanya karena ingin fokus ke karir mas, aku akan tunggu mas, selama apapun.
Jika perlu, aku tidak akan mencintai siapapun sebelum melihat mas bahagia di pelaminan dengan wanita yang mas pilih.
Aku akan mencintai pria lain jika telah melihat mas menikah dan bahagia dengan seseorang yang mas pilih.
Mas, gapapa mas melupakan aku, tapi jangan sekali-kali mas melupakan Tuhan lagi yaa" dijaga shalat lima waktunya yaa. Semoga mas bahagia
Juni 2009 Aku sudah tidak lagi di Surabaya. Aku kembali ke Semarang dan mulai sibuk dengan interview perekrutan Pramugari Garuda yang sejak bulan Maret aku ikuti. Aku berpikir, aku bisa sedikit menghilangkan rasa rinduku pada Mas Rama ketika aku sibuk terbang dari satu kota ke kota lain. Akupun masih ingin menunggunya. Sampai aku merasa benar-benar lelah dan sampai rasa penyesalanku musnah.
8 Juni 2009, 21.01, Benarkah kamu ingin aku pergi" Benarkah aku sudah benar-benar menjadi masa lalumu yang tidak akan dikenang"
Entahlah, kenapa aku bisa mencintaimu segila ini.
Mas Rama, benarkah aku hanya sebagai pengganggu pikiran dan kehidupanmu" Benarkah" Benarkah kamu menyuruhku pergi,
Aku akan pergi. Tapi, Aku tidak akan pernah berhenti untuk mencintaimu, aku akan menunggumu, Suatu saat nanti,
Aku akan datang disaat kamu bersedih. Aku akan datang disaat kamu terluka. Aku akan datang disaat kamu terjatuh.
Aku akan datang, karena aku yakin, aku tercipta hanya untukmu.
Carilah bahagiamu semaumu, dan kembalilah jika bahagiamu menyakitimu, karena aku yang akan menghilangkan sakitmu. Sent to My Wish
8 Juni 2009, 23.29, Sudah aku bilang, kita tidak ada kecocokan. Kamu selalu buat keadaan ricuh, buat pikiranku makin keruh. Sudah kamu cari yang lain ya, jangan nunggu aku. Aku ga bisa sama kamu. Kita sudah punya urusan masing-masing sekarang. Pengirim My Wish
Perkataan dia benar-benar membuatku menangis. Entah kenapa dia begitu mudah mengatakan hal itu.
Semakin aku dibuatnya menangis, semakin pula aku berkonsentrasi pada cita-citaku, (tidak, aku bercita-cita menjadi seorang pramugari setelah aku merasakan hal semacam ini, sebelumnya citacitaku hanya ingin menjadi seorang pebisnis mandiri di usia muda), aku semangat mengikuti setiap tes-tesnya. Dari tes tulis, tes psikologi, tes kesehatan, tes kemampuan berbahasa asing, tes kecakapan, dll.
Mama dan Papa yang selalu menemaniku dan mendukungku.
Dan disaat tanggal 8 Juni lah, jam 15.00 aku membaca hasil pengumuman siapa-siapa yang direkrut menjadi pramugari Garuda, dari 980 peserta yang direkrut hanya 5 wanita dan 5 pria. Dan segala puji bagi Allah, aku salah satu dari kelima wanita itu. Dan ketika malam, disaat aku mengirim sms pada Mas Rama, Mas Rama membalas smsku, dan isi dari smsnya benar-benar membuatku ingin cepat-cepat terbang.
13 Juni 2009 Aku mulai terbang ke Jakarta untuk mengikuti masa karantina selama 3 bulan. Aku mendapatkan kecupan dan pelukan hangat dari Papa Mama. Mungkin aku juga akan merindukan mereka, seperti aku merindukan Mas Rama. Saat aku akan menuju ke mobil penjemputan Crew Pramugari- Pramugara Garuda masa karantina, Papa Mamaku mengatakan beberapa kalimat yang pasti akan selalu ku ingat.
"Papa Mama sayang Dinda. Dinda baik-baik yaa. Papa Mama tau Dinda menyembunyikan semua kesedihan Dinda sendiri, tanpa mau berbagi. Itu hak Dinda, sayang. Tapi perlu Dinda tau, kebahagiaan juga adalah hak Dinda untuk bisa Dinda rasakan. Jangan terus bersedih, jika Rama adalah jodoh Dinda, dia akan kembali untuk Dinda, tapi jika tidak, Dinda akan dipertemukan dengan seseorang yang lebih baik dari Rama. Dinda sudah sangat membuat Papa Mama bangga selama ini, tapi seharusnya Dinda bisa membuat diri Dinda juga bahagia. Tidak hanya kami yang merasakan, tapi Dinda juga."
"Iya, Pa Ma. Dinda bahagia kog. Bahagia meski hanya bisa menunggu Mas Rama, bahagia meski hanya bisa berdoa semoga Mas Rama adalah jodoh Dinda. Dinda sayang Papa Mama. Dinda juga sayang Mas Rama. Itu sudah membuat Dinda bahagia."
"Iyaaaa, jika itu membuat Dinda bahagia, lakukanlah, kami hanya bisa mendoakan dan mendukung,, tidak berhak melarang ataupun mengekang, karena Dinda sudah besar, sudah tau mana yang perlu dilakukan dan mana yang tidak. Dinda sudah tau mana yang membuat Dinda bahagia sehingga pantas dipertahankan dan mana yang membuat Dinda tersakiti sehingga pantas dilenyapkan dari pikiran."
"Dinda sayang kalian."
"Sukses ya sayang. Rama beruntung dicintai seorang putri Papa yang begitu cantik dan baik seperti Dinda."
### Tulisan Dinda:karantina Today 10:53 Quote: 13 Juni 2009, Sabtu Aku bersama Papa Mama terbang dari Semarang ke Jakarta pada pukul 8 pagi. Setiba di bandara kurang lebih jam 8.40. Dan ketika itu seakan aku tak ingin melepaskan pelukanku pada Papa Mama. Mereka terlihat sangat bahagia, begitu juga denganku, yaaa meskipun dalam hatiku begitu merindukan Mas Rama, aku tak pernah menampakkannya pada mereka. Ketika makan siang dan shalat dhuhur, kami memilih makan dan shalat di bandara Soekarno-Hatta. Seakan-akan waktu yang singkat itu kami gunakan sebaik-baiknya, kami isi dengan saling bercanda, saling menasihati, saling berpelukan, dan saling menyimpan kenangan yang tak akan pernah terlupakan.
Jam 4 sore pun tiba, saatnya aku harus berpisah dengan Papa Mama. Aku harus meninggalkan mereka dan menuju ke perkumpulan para Pramugari-Pramugara yang akan mengikuti masa karantina, sebenarnya hanya ada 10 orang, namun ketika itu ada begitu banyak orang dalam perkumpulan itu. Yaa tentunya mereka adalah penanggung jawab bagian service in flight beserta bagian-bagian di bawahnya. Papa Mamaku bersalaman kepada penanggung jawab yang ketika itu hadir menyambut kami.
"Selamat Sore, Bapak-Ibu. Saya Patricia. Wah putri kalian benar-benar menakjubkan. Dengan sikapnya yang anggun dan sederhana namun terlihat elegan benar-benar membuat kami jatuh cinta. Dia juga peraih nilai terbaik dari keseluruhan tes kali ini. Selamat Bapak-Ibu."
"Benar begitu, Ibu" Terima kasih untuk ucapannya. Dan terima kasih telah memberikan kesempatan kepada putri kami." , jawab Papa.
Mama dan Papa hanya bisa memeluk bahu dan mencium keningku ketika mendengar pernyataan Ibu Patricia, penanggung jawab pertama bagian service in flight. Sedangkan aku hanya bisa tersenyum malu, aku tidak biasa mendengar pujian yang berlebihan begitu. Akhirnya, akupun memilih untuk berkenalan dengan teman-teman yang akan menjadi rekan perjuanganku nanti. Mereka sangat cantik dan tampan, aku bersyukur karena aku yang biasa saja bisa berada ditengah mereka.
Ketika jam 5 sore, kami bersepuluh pun masuk ke dalam mobil penjemputan Crew Pramugari-Pramugara Garuda masa karantina. Kami tiba di asrama sekitar pukul 19.30. Perjalanan dari Airport Soekarno-Hatta ke asrama yang begitu panjang. Dari Tangerang ke salah satu hotel di Jakarta Pusat. Sebenarnya tidak begitu jauh dan memakan waktu lama apabila tidak macet, hehe. Setiba di Gedung Garuda, kami pun segera memasuki ruangan pertemuan di lantai dasar. Di dalam ruangan tersebut, kami diberi jadwal selama 3 bulan masa karantina. Selain itu, kami juga diberi tahu kamar mana yang akan kami tempati untuk beristirahat.
Senin : 05.30-06.15 : Olahraga Pagi
06.15-07.15 : Persiapan Menerima Materi 07.15-08.00 : Sarapan Pagi
08.00-11.30 : Materi Satu
11.30-13.00 : Istirahat ( Makan Siang ) 13.00-15.00 : Materi Dua 15.00-16.00 : Coffe Break 16.00-18.00 : Materi Tiga 18.00-19.00 : Coffe Break 19.00-22.30 : Materi Empat 22.30-05.30 : Istirahat Malam
Selasa 05.30-06.15 : Olahraga Pagi
06.15-07.15 : Persiapan Menerima Materi 07.15-08.00 : Sarapan Pagi
08.00-11.30 : Materi Lima
11.30-13.00 : Istirahat ( Makan Siang ) 13.00-15.00 : Materi Enam
15.00-16.00 : Coffe Break 16.00-18.00 : Materi Tujuh 18.00-19.00 : Coffe Break 19.00-22.30 : Materi Delapan 22.30-05.30 : Istirahat Malam
Rabu 05.30-06.15 : Olahraga Pagi
06.15-07.15 : Persiapan Menerima Materi 07.15-08.00 : Sarapan Pagi
08.00-11.30 : Materi Sembilan 11.30-13.00 : Istirahat ( Makan Siang ) 13.00-15.00 : Materi Sepuluh
15.00-16.00 : Coffe Break 16.00-18.00 : Materi Sebelas 18.00-19.00 : Coffe Break 19.00-22.30 : Materi Duabelas 22.30-05.30 : Istirahat Malam
Kamis 05.30-06.15 : Olahraga Pagi
06.15-07.15 : Persiapan Menerima Materi 07.15-08.00 : Sarapan Pagi
08.00-11.30 : Materi Satu
11.30-13.00 : Istirahat ( Makan Siang ) 13.00-15.00 : Materi Dua
15.00-16.00 : Coffe Break 16.00-18.00 : Materi Tiga 18.00-19.00 : Coffe Break 19.00-22.30 : Materi Empat 22.30-05.30 : Istirahat Malam
Jum'at 05.30-06.15 : Olahraga Pagi
06.15-07.15 : Persiapan Menerima Materi 07.15-08.00 : Sarapan Pagi
08.00-11.30 : Materi Lima
11.30-13.00 : Istirahat ( Makan Siang ) 13.00-15.00 : Materi Enam
15.00-16.00 : Coffe Break 16.00-18.00 : Materi Tujuh 18.00-19.00 : Coffe Break 19.00-22.30 : Materi Delapan 22.30-05.30 : Istirahat Malam
Sabtu 05.30-06.15 : Olahraga Pagi
06.15-07.15 : Persiapan Menerima Materi 07.15-08.00 : Sarapan Pagi
08.00-11.30 : Materi Sembilan 11.30-13.00 : Istirahat ( Makan Siang ) 13.00-15.00 : Materi Sepuluh
15.00-16.00 : Coffe Break 16.00-18.00 : Materi Sebelas 18.00-19.00 : Coffe Break 19.00-22.30 : Materi Duabelas 22.30-05.30 : Istirahat Malam
Minggu TIDAK ADA MATERI Catatan Tambahan : -Nama Materi dan Pemberi Materi terlampir -Minggu tidak ada materi
-Dilarang menggunakan Handphone selama masa karantina
Dari duabelas materi, aku paling suka materi ke sebelas, karena berlokasi di kolam renang.
Kamar Garuda Indonesia Jaya : Dinda Lamasi
Anggun Putri A Gabriella N
Cantika Barman Dasilva D Kamar Garuda Indonesia Sejahtera : Anggra W
Ramzi R Brian P Yohanes B Erick S Malam itu pun aku sekamar dengan Anggun; dia dari Palembang, Gabriella; dia dari Jakarta, Cantika; dia dari Maumere, Dasilva; dia dari Manado. Kamar kami berada di lantai lima. Luas kamar kami seperti 5 kamar hotel yang dijadikan satu kamar, ada 5 lemari, ada 5 meja belajar, ada 6 AC, dan ada kamar mandi yang dipisah dengan sekat berupa kaca buram tebal. Benar-benar luas.
Begitu juga dengan kamar prianya, luas dan fasilitasnya juga sama dan berada di lantai lima, di depan kamar wanita. Ohya, Anggra berasal dari Denpasar, Ramzi dari Aceh, Brian dari Surabaya, Yohanes dari Ujung Pandang, dan Errick dari Jakarta. Mereka semua gagahgagah, tampan-tampan, dan ramah-ramah.
Ketika Minggu Pagi, hari pertama kami di karantina, kami diberi sedikit pandangan dari ke semua materi oleh penanggung jawab service in flight. Kami juga diberitahu mengenai peraturan-peraturan yang akan diberlakukan. Dari tidak boleh membawa handphone, tidak boleh membawa laptop selain laptop yang telah disediakan di ruangan, harus membersihkan kamar sendiri, dan banyak lagi. Kemudian, kata Ibu Patricia, jika dari kami bersepuluh mendapatkan score tertinggi di setiap materi, maka di hari minggu akan diberi waktu satu jam untuk menelpon keluarga. Wah peraturan ini yang menurutku sangat menarik. Hehe.
14 Juni 2009, Minggu Besok adalah hari pertamaku menerima materi. Semoga aku bisa melewatinya dengan baik. Semangaat!!
Tuhan, jika Engkau berkenan, semoga malam ini aku memimpikan Mas Rama. Lindungi dia selalu... Lindungi dia dari seseorang yang menjahatinya. Tuhan, apakah dia masih shalat dan mengingatMu" Aku harap iya. Namun ingatkan dia dengan lembut jika memang dia tidak melakukannya. Pa Ma, selamat bermimpi indah.
Mas Rama, jangan tidur sampai larut malam yaa. (Diary)
Tuhan, jadikan dzikirku ini sebagai pengantar tidur yang nantinya akan membuatku tidur dengan lelap dan esok bisa melihat keindahan dan keajaibanMu lagi.
### Tulisan Dinda :10 sekawan Today 22:30
Quote: 15 Juni 2009, Senin Aku bangun tepat jam 5 pagi. Aku segera membangunkan Anggun dan kemudian mengambil wudhu' dan shalat. Anggun adalah seorang muslim, sedangkan ketiga temanku yang lain adalah non-muslim. Setelah shalat, aku segera membangunkan yang lainnya untuk bersiap-siap berolahraga pagi. Kemudian kami pun segera menuju ke lantai 11, lantai teratas, disana ada kolam renang serta area untuk berolahraga lainnya. Anggra yang menjadi pemandu gerakan pemanasan ketika pagi itu, kemudian kita berlari pagi. Kami berlari mengelilingi kolam renang dan taman yang ada di sekitarnya. Tempatnya benar-benar cantik, membuat kami tidak mengantuk tetapi lebih membuat kami bersemangat. Kami saling berbaur dan sangat akrab, seakan kami sudah bertemu sejak lama, padahal baru kemarin kami bertemu. Jam telah menunjukkan pukul 6.15 setelah kami sudah melakukan pemanasan, berlari pagi, dan pendinginan, kami pun kembali menuju kamar masing-masing. Kami membersihkan badan, bermake-up, kemudian menggunakan pakaian bebas rapi yang sesuai dengan peraturan. Untuk wanita harus menggunakan rok selutut, dan pria harus menggunakan celana panjang yang bahannya dari kain, bukan jeans. Pagi itu, setelah mandi aku sempatkan untuk shalat dhuha, kemudian bermake-up (soft, tidak perlu tebal), meng-croisant rambut panjangku, dan mengenakan seragam yang desainnya aku sendiri yang merancang. Aku pakai motif polos, berwarna hijau muda yang soft, yang tidak tampak norak, dan rasanya sangat sederhana namun aku usahakan untuk tetap terlihat elegan. Rokku tepat selutut, berbentuk seperti pensil sedang atasanku berlengan tiga per empat dan aku berikan sedikit aksesoris manis di bagian depan. Rambutku yang berwarna cokelat sudah tertata rapi dengan sirkam yang membentuknya menjadi croisant dan kulitku yang kuning langsat sudah aku tutupi dengan seragam hijau elegan. Kemudian aku memakai sepatu heels 5 cm, memakai parfume, lalu membawa agenda beserta penanya menuju lantai tiga. Kami siap untuk menyantap menu sarapan.
Jam 08.00-11.30 materi pertama.
Saat memasuki ruangan, kami mengambil nomor urut tempat duduk untuk menerima materi. Tempat duduknya berjejer berbentuk seperti sebuah senyuman. Hehehe. Aku dapat di tempat duduk nomor 9. Disamping kananku ada Anggra dan di kiriku ada Brian. Penyampaian materinya full in English. Setiap selesai 1 Bab, kami selalu diberi selembar kertas untuk merangkum semua materi yang sudah dijelaskan, seingat dan semampu kita. Dari 3,5 jam di materi pertama, hanya 2 Bab yang diberikan. Materi pertama benar-benar tantangan.
Saat istirahat dan sedang makan siang, nilai dari rangkuman yang kami buat tadi muncul di layar yang terpampang tepat disamping televisi. Aku lagi-lagi di posisi pertama. Aku tidak percaya melihatnya.
"Waaah, Dindaaaaa. Kamu kecil-kecil jagoan yaak!!!", kata si Errick. Aku dibilang kecil karena usiaku paling muda, masih akan menginjak 21 tahun. Kami pun tertawa.
Saat materi kedua sampai ke tiga, materinya juga hampir sama meski temanya berbeda, dan juga
dalam berbahasa inggris. Tapi lebih mudah dan santai daripada materi pertama. Sedang materi keempat, kami diperlihatkan sebuah video bagaimana seorang pramugara-pramugari melayani para penumpang di dalam pesawat.
"Jika kita lihat di video tadi, kita bisa melihat bagaimana para pramugara-pramugari melayani penumpang. Bagi orang awam, kebanyakan dari mereka menganggap pekerjaan pramugarapramugari hampir sama dengan seorang pembantu, yang hanya bisa melayani. Mungkin memang sama, sama-sama melayani, namun cara melayani dari seorang pramugara-pramugari sangatlah berbeda. Mereka tidak hanya melayani penumpang, tetapi mereka juga menjamin keselamatan dan kenyamanan penumpang. Bayangkan saja jika ada penumpang yang ketakutan karena ketika pesawat sudah di atas awan tiba-tiba ada badai, yang bisa memandu penumpang agar tetap tenang yaa pramugara dan pramugarinya. Kemudian ada yang mengatakan bahwa pramugara dan pramugari membersihkan muntahan penumpang yang sedang jetlag, dalam kejadian ini sangat kecil kemungkinannya, karena tentunya para pramugara dan pramugari sudah dilatih bagaimana cara mengatasi seorang penumpang yang jetlag agar tidak muntah di tempatnya dia duduk.
Selain itu, dari video tadi bisa kita lihat bagaimana tugas purser/cabin superintendant atau pimpinan awak kabin, steward atau pramugara, dan stewardess atau pramugari. Nah disini seorang purser lah penghubung antara pilot in command atau kapten penerbang dan co pilot atau asisten penerbang dengan steward-stewardess dan penumpang."
***** Hari kedua-ketiga dan selanjutnya hampir sama dengan hari pertama. Aku dan Anggra saling bersaing. Dan ketika hari Minggu pertama hingga ke-duabelas aku berhak mendapatkan waktu 1 jam untuk menelpon papa mama. Namun biasanya aku berikan hak 1 jamku itu untuk temanteman yang lain. Mungkin aku memakai waktunya 5 menit saja, sisanya teman-teman yang menggunakan. Dan biasanya, setelah itu kami berjalan-jalan di daerah Jakarta dan Bogor yang tentunya masih dalam pengawasan.
Kami bersepuluh selalu bersama.
Ketika yang satu sakit, yang lain ikut merasakan.
Dan kita tidak ada yang sibuk dengan urusan pribadi masing-masing, yaa mungkin ini dampak positif dari penahanan handphone yaa.
Seperti disaat setiap malam minggu, ketika selesai menerima materi, kami bersepuluh berkumpul di ruang tengah lantai lima. Kami duduk bersila dan membentuk sebuah lingkaran. Dan kami bermain kasih-tangkap, istilah kami ketika bermain kasih pertanyaan dan tangkap dengan memberi jawaban, secara jujur dan buka-bukaan. Saat permainan ini, si Yohanes dan Errick yang biasanya paling heboh. Hehehe.
Ohya untuk di materi ke-sebelas, yang berlokasi di kolam renang, saat itu kita memang benarbenar di kolam renang. Kita diberi materi tentang bagaimana jika pesawat yang tiba-tiba harus mendarat di laut atau di sungai. Bagaimana kita membantu penumpang ketika berada di dalam air. Bagaimana sikap tangkas dan ketenangan yang harus kita lakukan. Dan sungguh, materi ke-sebelas ini benar-benar membuatku sedikit takut dan berharap hal ini tidak akan pernah terjadi.
************** 3 Agustus 2009 Senin, aku merasa ada yang berbeda. Teman-temanku sedikit berbicara di hari itu. Pemberi materi ketika itu juga sedikit hmm tidak ramah. Apa ada yang salah dengan aku ya" Ah sudahlah. Mungkin juga karena ketika itu kondisiku sedikit lemah ya, makanya aku jadi merasa ada yang aneh. Ketika makan siang mereka berbicara sekedarnya. Saat aku mengajak mereka bercanda, mereka hanya bisa mengabaikan candaanku, padahal biasanya mereka selalu tertawa disaat aku memberikan sebuah lelucon. Sampai malam tiba, disaat aku ingin menulis diary, kesemua temanku masih diam saja di dalam kamar. Rasanya jadi aneh. Dan disaat aku merasa aneh, tiba-tiba lampu kamar kami mati. Mereka berteriak dan aku berusaha menenangkan dengan mencari flashlight. Namun tibatiba ada yang membekapku dari belakang. Mataku diikat dengan kain. Kemudian aku digendong dengan banyak orang. Aku berteriak. Mereka tidak bersuara. Aku benar-benar khawatir. Aku digendong mereka dan sepertinya dibawa keluar kamar, namun mereka tidak naik lift, mereka sepertinya membawaku melewati tangga darurat. Apakah aku diculik" Aku hanya berteriak ketakutan. Tangan dan kakiku juga diikatnya.
Dan beberapa menit kemudian mereka menurunkanku. Aku hanya berteriak kalian siapa. Saat itu pula aku disiram dengan air, kemudian tepung, dan telur. Mereka pun kemudian menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Dan setelah aku benar-benar sudah bau amis, mereka membuka tali yang diikat di kaki dan tanganku, mereka juga membuka kain yang menutup mataku. Ternyata ini di lantai 7, di tempat olahraga dan kolam renang. Aku hanya bisa menangis melihat kelakuan mereka. Dan saat aku membalikkan badan, ternyata ada kue tart besar yang dibawa oleh Kak Ringgo dan Bu Patricia dan beberapa penanggung jawab service in flight dibelakangnya. Mereka semakin heboh menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih seraya menangis terharu.
"Gilaaa si Dinda berat yaa meski kelihatannya langsing!!!", celetuk Yohanes dan di-iyakan dengan yang lain.
"Kalian siapa" Kalian mau membawaku kemana" Hey kalian!!! Turunkan aku, jika tidak aku tendang kalian!!", kata Ramzi menirukan teriakanku. Aku pun mengejar mereka. Namun yang menjadi korban dari tepung dan telur yang berada di badanku adalah Cantika dan Dasilva. Sedang yang lainnya hanya bisa tertawa. Hehehe.
4 Agustus 2009, 00.14, Selasa
Diary, aku dikerjain habis-habisan dengan teman-teman disini. Jujur tadi aku benar-benar ketakutan. Aku pikir aku diculik, habisnya mereka membopongku tanpa bersuara dan tidak naik lift, haha.
Terima Kasih Tuhan untuk semua yang Engkau beri, Aku bahagia. Semoga di usiaku ini aku bisa semakin bersikap dewasa dan bisa bermanfaat bagi orang lain. Semoga aku bisa menjadi pribadi yang lebih baik.
Mas Rama, mungkinkah mas mengingat ulang tahun Dinda" Dinda merindukan mas, sangat merindukan mas. Dinda bahagia hari ini, selain kejutan tadi, Dinda diberi kesempatan untuk menerima telpon Papa Mama. Dan mungkin akan lebih bahagia jika Mas mengingat bahwa Dinda berulang tahun hari ini.
Tuhan, jagalah aku, keluargaku, dan Mas Rama dari segala sesuatu yang buruk. Jika dia yang terbaik buatku, maka kuatkan hati dan mentalku dalam menunggu Mas Rama, jagalah cintaku hanya untuknya.
Namun jika dia bukan yang terbaik buatku, maka bantulah aku untuk segera melenyapkan rasaku untuknya.
### Tulisan Dinda:first flight Yesterday 01:49
Quote: 7 September 2009, Senin Pada tanggal 7 September, kami bersepuluh tidak lagi menerima materi, namun sejak hari itu kami
akan melakukan flight training. Kami melakukan apa yang menjadi tanggung jawab kami di atas pesawat, dari melayani, menjaga ketenangan, keselamatan dan kenyamanan penumpang. Pagi itu aku berpartner dengan Brian dan dengan 3 pramugari senior ke Balikpapan dan kemudian ke Jakarta, bersama dua orang instructure yang akan mengawasi dan mengontrol kinerja kami. Setelah kami landing pertama di Balikpapan, kedua instructure itu pun memberitahu dimana letak kesalahan kami, dimana yang kurang maksimal, dan apa yang seharusnya dilakukan. Dan kemudian setiba landing kedua di Jakarta, kedua instructure itu pun kembali melakukan penilaian.
--- Jadi, seorang pramugara-pramugari harus pandai membaca situasi. Harus bisa profesional dalam melayani, ramah, cekatan, penuh dengan senyuman, dan wajib menenangkan penumpang yang sedang gugup disaat pesawat akan take-off, mengudara, dan landing. Mereka juga harus memberitahu bagaimana cara memakai sabuk pengaman, cara menggunakan masker oksigen dimana akan keluar secara otomatis tepat dari atas kursi penumpang apabila terjadi Slow Decompression, dll.
Hari itu aku dan Brian selesai melaksanakan flight training pertama kami. Keesokan harinya akan dilakukan semacam ini kembali. Dan aku berpartner dengan Anggun, selanjutnya dengan Anggra, dan terus bergiliran sampai 7 hari.
13 September 2009, Minggu
Aku kembali berhak mendapatkan 1 jam menelpon keluarga. Ketika itu aku menelpon Papa Mama dan Ibu Mas Rama. Aku bercerita mengenai pengalaman flight trainingku kepada mereka. Aku bercerita bahwa aku selalu beruntung selama masa karantina, karena aku selalu mendapatkan nilai terbaik, padahal nilai Anggra, Brian, dan Dasilva juga bagus dan hanya selisih 1-3 poin dari aku.
Ketika Minggu malam, sekitar jam 19.00 kami bersepuluh kembali masuk ke dalam ruangan di lantai tiga. Ketika itu kami pun menerima jadwal penerbangan kami. Kami bersepuluh memiliki jadwal yang berbeda, meski begitu persaingan masih akan tetap ada, persaingan kali ini adalah siapa diantara kami yang tidak pernah dikomplain penumpang dan tidak pernah absen dari jadwal yang telah ditentukan dan siapa yang paling cepat menjadi pramugara atau pramugari internasional. Meski kami bersepuluh selalu dihadapi dengan sebuah persaingan, kedekatan dan keakraban kami tidak pernah pecah, rasanya kami menganggap sesuatu yang dipersaingkan itu adalah sebuah tantangan kami yang harus diperjuangkan, jika tidak sesuai dengan yang diharapkan, masih ada banyak kesempatan yang akan datang.
Kami akan terbang 3 kali dalam seminggu, dengan rute domestik. Mungkin karena masih junior, maka jam terbang kami masih 3 kali dalam seminggu, dengan total 28 jam. Aku memiliki hak tinggal di Mess di kota Jakarta, dan jika aku ngeround selain di Jakarta aku berhak untuk beristirahat di hotel berbintang yang telah ditentukan.
Kami bersepuluh pun seakan tidak ingin berpisah. Mereka tidak sekedar teman buatku, tapi seakan seperti saudaraku sendiri. Aku dan Anggra mendapatkan hak mess di Jakarta, sedang yang lainnya di Surabaya, Bandung, Balikpapan, Semarang, Jogja, dan Denpasar. Kami pun akan mulai terbang perdana besok, dengan rute yang berbeda-beda. Dan malam itu, karena handphone yang sempat ditahan selama 3 bulan sudah dikembalikan kepada kami, kami pun saling bertukar nomor handphone, berbagi alamat facebook, dan twitter. Kami pun kembali ke kamar kami tepat jam 23.00.
--- 14 September 2009, Senin Pagi ini aku akan terbang ke Denpasar, aku terbang jam 08.50, namun jemputan sudah menunggu sejak jam 5. Alhasil aku bangun jam 4, mandi kemudian shalat, membawa koper yang sudah disediakan, yang didalamnya berisi make-up dan seragam ganti. Aku sarapan di dalam mobil, di dalam mobil aku tidak lagi bersama kesepuluh temanku, namun bersama 3 pramugari dan 1 pramugara senior. Aku berkenalan dan saling berbincang. Bertukar nomor handphone dan kemudian sarapan di dalam mobil jemputan. Setelah itu kami juga menjemput co-pilot yang ketika itu tidak tinggal di mess atau di hotel, namun dirumahnya sendiri. Saat mobil jemputan tiba di depan rumahnya yang mewah, ternyata co-pilot itu sudah siap sehingga kami tidak perlu menunggu terlalu lama. Dia masuk ke dalam mobil, duduk di depanku, dan dia membelakangiku.
"Angel, kata Bu Patricia ada crew baru yang bakal terbang bersama kita ke Denpasar, udah dijemput?", tanyanya kepada purser kami, Angel.
"Sudah 'kop', dia dibelakang mu!!", jawab Angel akrab dan co-pil itu menoleh ke belakang, ke arahku.
"Pagi, Pak. Saya Dinda Lamasi, hari ini terbang perdana bersama kalian.", jawabku gugup. Namun dibalik kegugupanku, mereka menertawakanku.
"Kamu manggil saya apa" Pak" Saya terlihat tua ya" Hahaha. Panggil saja saya Dino. Ga perlu Pak kali Din.", kata co-pilot yang ternyata bernama Dino dan masih berusia 26 tahun.
Kami pun tiba di Bandara Soekarno-Hatta pukul 7.00. Kami bersiap dan segera ke atas pesawat. Sebelum ke atas pesawat, aku berkenalan dengan seorang kapten pilot yang akan terbang bersama kami. Wajahnya sangat bijaksana dan terlihat sangat ceria. Namanya Kapten Hari. Setelah itu, kami seluruh cabin crew memeriksa siapa saja nama-nama penumpang, apakah penumpang kami ada yang sedang sakit, apakah penumpang kami ada yang lansia, apakah ada penumpang kami yang sedang hamil, apakah ada penumpang unaccompanied minor atau anak kecil yang berpergian sendiri, dll. Diatas pesawat kami membantu penumpang memasukkan barangbarangnya di headrack, memberitahu kursi yang seharusnya diduduki, dll.
Pesawat sudah mulai bersiap untuk take-off, dimana setelah kami sudah memberikan panduan bagaimana cara menggunakan sabuk pengaman, memberikan himbauan agar ponsel dinonaktifkan atau di aktifkan dengan modus penerbangan, dan sebagainya. Dan tepat jam 08.50 kami takeoff menuju Denpasar. 120 menit kami di angkasa. Dan Landing dengan cantik di Bandara Internasional Ngurah Rai tepat jam 11.45 WITA.
Setiba di Bandara, kami segera ke ruangan khusus para crew Garuda. Setibanya, aku segera menghapus make-up dan segera shalat. Prinsipku, aku berusaha untuk tidak meninggalkan shalat 5 waktu meski sudah terbang. Jam 15.30 aku kembali terbang ke Kupang dengan crew yang berbeda. Kemudian langsung terbang ke Surabaya dengan crew yang berbeda pula. Jadi dalam satu hari aku berkenalan dengan banyak crew, co-pilot dan kapten pilot. Aku tiba di Surabaya jam 23.30 dan ngeround di Hotel Bumi Surabaya. Selama perjalanan dari juanda ke hotel, lagi-lagi aku mengingat semua kenangan bersama Mas Rama. Aku benar-benar masih sangat mencintainya, aku tidak bisa melupakannya. Tuhan, bantu aku mengontrol ini semua. Aku tiba di hotel Bumi Surabaya tepat jam 01.00. Dan aku sekamar dengan Anggrit dan Lusia. Besok aku terbang jam 9 pagi, dan akan dijemput jam 5 pagi.
15 September 2009, Selasa, 01.45
Diary, alhamdulillah hari ini aku berhasil terbang. Hehehe. Tadi juga ada anak kecil laki-laki lucu banget. Kemana aku pergi di atas pesawat, dia selalu mengikutiku. Padahal seharusnya dia tidur karena waktu sudah malam. Dia pun memintaku untuk mendongenginya. Lucu sekali. Aku pun menurutinya, tak berapa lama diapun tertidur.
Malam ini aku di Surabaya, di Hotel Bumi Surabaya. Dan kamu pasti tau, aku dibuatnya semakin merindukan Mas Rama.
Tuhan, Apakah Mas Rama sudah dengan yang lainnya" Jika iya, kuatkan aku, jagalah Mas Rama agar bahagia. Salamkan padanya, aku selalu merindukan dan mencintainya.
15 September 2009, Selasa, 01.48, Pa Ma, Dinda sudah di hotel Bumi Surabaya, Terima kasih doanya, bermimpi indah yaa Pa Ma. Love you. Sent to : My Lovely Mom
Tulisan Dinda:melamar Yesterday 08:36 Quote: 25 Oktober 2009, Minggu Jam 20.50 aku baru saja selesai shalat, sejam yang lalu baru saja landing dari Semarang. Saat ini aku sedang di Ujung Pandang. Jam 23.45 nanti kembali terbang ke Jayapura dimana transit di Manado selama kurang lebih 5 jam. Perjalanan Ujungpandang Manado bisa dibilang tidak sampai 2 jam, biasanya hanya 1jam 45 menit.
Saat aku mulai bersiap-siap, aku sempatkan membuka handphoneku.
25 Oktober 2009, 21.07, Dinda, ibu sedih. Rama ngenalin pacarnya kepada ibu dan keluarga ibu. Ibu sedih, kenapa dia memilih cewek itu. Dinda, Ibu mau Dinda yang menjadi menantu Ibu, bukan dia. Pengirim: Ibu Mas Rama.
Aku tersenyum membaca sms Ibu, namun entah air mataku juga turut tumpah seketika. Jantungku berdegup kencang, benarkah Mas Rama juga mengenalkan wanita lain kepada keluarganya" Apa artinya" Aku hanya tersenyum menahan tangis yang sungguh menyesak. Aku tak membalasnya. Aku mencoba menenangkan diri dengan mulai bermake-up. Sebelum aku bermake-up, aku kembali membasuh wajahku, kemudian bercermin dan mengatakan, 'air mata tolong jangan pernah keluar jika aku sudah memakai make-up. Bisakan" Bagus!!! Aku pakai make-up sekarang!!'. Ungkapku perlahan. Ketiga rekanku tidak mengetahui aku menangis tadi, mereka hanya bisa melihat aku yang selalu tersenyum ceria.
Saat aku sudah selesai make-up, aku kembali menerima sms.
25 Oktober 2009, 22.25, Dinda, aku denger kamu terbang ke Manado jam 23.45 nanti" See you very soon, Din. -Co-pil Windra-
25 Oktober 2009, 22.27, Dinda, kita terbang bareng ke Manado, aku baru landing nih Din. Kamu dimana" -Steward Anggra-
25 Oktober 2009, 22.29, Iya kah" Aku ga lihat siapa steward malem ini sih. Wah jam terbang yang begini nih jarang banget loh. Oke deh kamu prepare dulu, 40 menit lagi kita udah harus ready on flight, Nggra. See you yaa.
Jam 22.55, aku bersama ketiga rekan terbangku sudah siap untuk terbang. Kami duduk di sofa ruang tunggu crew. Akupun kembali mengambil handphone yang sudah aku letakkan di dalam koper.
25 Oktober 2009, 23.00, Ibu tidak boleh sedih yaa. Dinda peluk ibu dari jauh yaa. Ibu, kita doakan saja semoga Mas Rama bahagia. Ibu tidak boleh sedih yaaa. Jika Allah mengizinkan Dinda untuk Mas Rama, Dinda akan menjadi menantu Ibu. Tapi jika tidak, Dinda tetap akan menjadi putri ibu. Dan ibu, Dinda akan menunggu Mas Rama, semampu Dinda. Jadi tolong, jangan pernah banding-bandingkan calon Mas Rama dengan Dinda ya bu. Dinda tidak berhak mendengarkan itu. Jika nantinya Mas Rama menikah dengan perempuan itu, tolong jangan ceritakan apapun pada Dinda, agar Dinda tidak perlu khawatir akan apa yang Mas Rama alami. Sudah malam, ibu segera tidur. Dinda akan terbang ke Jayapura bu. Mimpi indah bu.
Aku menarik napas panjang setelah mengirimkan sms itu pada ibu, aku masukkan kembali handphoneku ke dalam koper.
"Din, lu ga minum susu sereal lu" Noh buruan ambil. Ntar ga enak kalau uda dingin!", suruh Gladis
"hahaha Iye iyeee, btw malem ini dimana ada spaghetty yak" laper niih!!"
"Lu yeee selalu laper disaat mau take-off. Hahaha kebiasaan buruk tuh!!", jawab Anggrit.
Akupun segera mengambil susu serealku di meja dekat pintu masuk. Dan disaat aku mengambilnya, Anggra masuk dan membawa sesuatu.
"Eh stewardnya Lu, Nggra" Oke fix lah yeee. Btw Lu bawa apaan, Nggra?", tanya Gladis.
"Gue bawa spaghetty, biasanya Dinda laper kalau harus terbang malem, dan dia biasanya ngidam spaghetty."Kami pun tertawa. Ternyata Anggra masih inget kebiasaan burukku itu.
--- Jam 23.30 kami berlima pun naik ke pesawat dengan flight number GA-470. Penumpang tidak seberapa banyak. Hanya ada 60 penumpang dari 147 kursi. Kami mengudara selama 1 jam 45 menit dan landing di bandara Sam Ratulangi dengan selamat. Saat kami turun dan menuju ruang kedatangan crew, co-pilot Windra menghampiriku. Aku hanya bisa tersenyum disaat dia menyapaku. Aku bersikap sewajarnya saja.
************* 15 November 2009, Dinda, Rama sudah hampir 1 bulan tidak menghubungi ibu dan keluarga, dia juga tidak pernah berkunjung ke rumah. Andai Rama sama Dinda, pasti Dinda yang mengingatkan dia untuk main ke rumah Ibu. Maafkan, ibu lagi-lagi mengatakan hal ini.
Aku baru saja membaca sms Ibu Mas Rama. Karena aku baru saja landing di Jakarta. Setelah 1 bulan aku terbang, aku mendapatkan jam terbang 120 jam perbulan, batas maksimal seorang pramugari terbang. Selain aku, Anggra dan Brian juga mendapatkan jumlah jam terbang yang sama denganku. Hari ini, 16 November, aku tidak ada penerbangan. Aku hanya bisa beristirahat di Mess Crew Jakarta.
16 November 2009, Ibu jangan khawatir ya, Mas Rama sedang berpikir untuk kebaikan dia dan keluarga. Didoakan saja bu, untuk sesuatu yang terbaik buat kita semua.
Disaat aku tidak terbanglah, aku mengingat dengan jelas semua kenangan bersama Mas Rama. Dulu dia selalu menghapus air mataku ketika aku menangis. Dia selalu mencubit pipiku disaat aku mulai ngambek. Dia selalu melucu disaat aku tidak ingin bicara. Bahkan aku mengingatnya ketika dia mengajakku ke danau angsa hanya karena aku ingin melihat angsa. Padahal ketika itu aku berpikir tidak ada angsa di Surabaya, makanya aku mencoba meminta sesuatu yang tidak ada. Tapi nyatanya, dia mengajakku berkeliling mencari danau angsa, dan akhirnya kami menemukannya. Aku kembali tersenyum mengingatnya. Dan mulai menangis ketika aku mengingat betapa marahnya aku ketika aku tau dia berkali-kali menerima telpon dari Lia yang aku tidak ketahui siapa Lia itu, karena memang Mas Rama hanya mengatakan Lia adalah teman. Nangisku semakin menjadi ketika aku mengingat betapa tidak sukanya aku dengan sikap Mas Rama yang sudah mulai cuek dan tidak memperhatikanku. Aku menyesalinya, sungguh menyesalinya. Aku hanya bisa menangis dibalik guling yang selalu setia menemaniku.
"Dindaaaaa........"
Ada yang mengetuk pintu. "Iya siapa?" "Radit, Din. Kamu libur" Jalan yuk. Ada Shinta dan Bagas juga kog."
"Oke tunggu dibawah yaaa. Aku siap-siap dulu."
Radit, dia co-pilot yang baru bergabung dengan Garuda Indonesia 2 tahun terakhir, dia
lulusan dari pendidikan penerbangan di Amerika.
Akupun segera bersiap. Dengan celana jeans panjang, kaos beserta kardigan pinknya, wedges 5cm, tas kecil yang hanya berisi handphone, dompet, dan tissue, dan dengan rambut panjangku yang diikat dan tanpa make-up. Kami pun hanya pergi menonton dan makan di mall terdekat. Yaa biasanya disaat kami mendapat jatah libur terbang dan tidak pulang ke kampung halaman, kegiatan kami yaa hanya bisa jalan-jalan ke mall sekedar nonton dan makan, kalau ga ya ke salon (kalau ke salon, biasanya aku nganterin aja sih, karena aku ngerawat rambut, wajah, dan kulit sendiri, aku baru ikutan nyalon kalau ngeliat kukuku sudah mulai berteriak ingin disentuh dengan mbak-mbak salon yang cantik-cantik, hehehe), kalau ga begitu, kami biasanya main monopoli atau nonton film di mess.
****************** 30 November 2009 Aku baru saja landing di Surabaya. Aku membuka sms ketika perjalanan ke Hotel Bumi Surabaya.
30 November 2009, 20.32, Dinda, kami melamar perempuan itu. Ibu tak henti-hentinya menangis.
Aku menahan tangis membacanya. Aku tidak berani menampakkan kesedihanku di depan teman-temanku.
30 November 2009, 21.43, Mohon maaf baru balas ibu, Dinda baru saja landing di Surabaya. Ibu, besok Dinda libur. Dinda ingin ketemu ibu. Kita ketemu di tempat jual gado-gado itu ya bu, jam 10, bu.
Setiba di hotel, aku menangis sejadi-jadinya di dalam kamar mandi. Setelahnya aku segera mengambil wudhu' dan shalat. Aku menceritakan semuanya kepada Tuhan, yang aku yakini bisa menguatkan.
01 Desember 2009, Selasa, 02.30
Diary, Mas Rama melamar wanita lain. Aku sedih mendengarnya, tapi aku hanya bisa berdoa semoga dia bisa bahagia dengan pilihannya. Aku kuat aku kuat!! Kita harus menunggu Mas Rama menikah yaaa. Kalau dia sudah menikah, kita tunggu Mas Rama memiliki putri yang cantik. Hehehe, yuk kita tidur, jam 10 pagi nanti kita akan ketemu Ibu Mas Rama kan" Bermimpi indah yaaa....
### 1 Desember 2009, Selasa Sekitar jam 09.30 pagi aku sudah berada di dalam taksi menuju tempat jual gado-gado kesukaan Mas Rama, dulunya aku pernah diajak Mas Rama makan gado-gado disana. Dia bercerita bahwa sering mengajak Ibunya juga. Dan sekarang aku akan bertemu Ibu yang sudah hampir 7 bulan tidak ku lihat wajahnya. Aku menelpon Ibu, dan ternyata Ibu sudah menungguku. Aku terjebak macet. Akupun terlambat 15 menit dari jam yang sudah ditentukan.
"Dinda sayang......", teriak ibu kemudian memelukku sambil menangis.
Aku pun memeluk Ibu dengan menahan tangis. Aku selalu berusaha tersenyum di hadapannya.
"Ibu, sudah jangan menangis. Apa yang membuat Ibu bersedih seperti ini" Seharusnya Ibu bahagia melihat putra pertama ibu akan menikah, bukan menangis begini. Nanti Bapak sedih loh melihat Ibu begini.", aku menghapus air mata ibu yang terus-menerus mengalir.
"Ibu sedih, sedih karena kenapa perempuan itu yang akan dinikahi Rama."
"Buu, InsyaAllah perempuan itu yang membuat Mas Rama nyaman dan bahagia. Sekarang kita doakan saja Mas Rama. Ibu tidak perlu menangis lagi yaaa. Dinda akan selalu ada buat Ibu, meski Dinda bukan siapa-siapa Mas Rama. Ibu sudah pesan gado-gadonya?", aku segera mengalihkan pembicaraan.
"Sudah. Dinda minumnya pasti es jeruk kan" Ibu juga sudah memesankan"
"Ibu tau aja yaaa. Hehehe. Ibu, kabar Mas Rama sehat kan" Dia lebih gendut atau kurus bu?"
"Rama agak kurusan, tapi dia baik-baik aja. Dinda juga kelihatan kurusan yaa" Tapi terlihat makin cantik.", Ibu mencubit pipiku. Aku jadi teringat Mas Rama, ketika dulu dia memujiku, dia selalu mencubit pipiku yang memerah. Ternyata Ibu juga melakukan hal yang sama. Ah, aku makin rindu. Namun, beberapa hari lagi dia akan dimiliki oleh seseorang, dan itu bukan aku. Hehe.
Sejak saat itupun, aku mencoba untuk menghibur ibu, membuat Ibu tertawa dan berharap Ibu bisa melupakan kesedihannya.
"Sayang, Ibu senang liat Dinda tersenyum seperti ini. Tapi entah, hati ibu sangat sakit melihatnya. Apa benar Dinda merasakan sakit seperti yang Ibu rasakan ini"
"Iya, Dinda sakit bu. Dinda sakit jika melihat ibu nangis seperti tadi."
"-------" "Dulu, Mas Rama sangat tidak suka jika melihat Dinda menangis. Kata Mas Rama, DInda cengeng. Masa hanya karena melihat nenek-nenek tua yang masih harus membanting tulang dengan berjualan kacang seharga 500 perak di lampu merah, Dinda bisa nangis sesunggukan. Hehehe. Mungkin Mas Rama tidak nyaman dengan Dinda, karena Dinda cengeng, bu. Ga seperti calon istrinya nanti. Iya kan bu" hehehe.
Semenjak Dinda putus dengan Mas Rama, Dinda sudah berjanji pada diri sendiri untuk Mas Rama, bahwa Dinda tidak akan menangis, Dinda ga mau cengeng lagi. Makanya, daritadi Dinda ga nangis bu. Dinda selalu tersenyum kan" Karena Dinda sudah berjanji pada diri Dinda sendiri, dan bukan berarti Dinda tersenyum karena menyembunyikan kesedihan Dinda. Hayuuk Ibu tersenyum yaa, Dinda kangen sama senyuman Ibu yang telah berhasil menarik perhatian Bapak." , Ibu tersenyum mendengarkan pernyataanku.
Jam 13.00 aku pun pamit untuk kembali ke hotel, Ibu mengizinkan. Setelah aku memeluk Ibu, aku mencium tangan dan pipi Ibu, kemudian aku naik ke dalam taksi. Di dalam taksi, aku menangis sejadi-jadinya ketika melihat sosok Ibu yang masih memperhatikan kepergian taksi yang aku naiki. Aku menangis karena apa yang aku dengar adalah nyata, Mas Rama benar-benar akan menikah. Aku pikir semua ini hanyalah mimpi belaka, tapi ternyata sebaliknya. Aku melewati lampu merah yang dulu pernah aku lewati bersama Mas Rama.
"Mas Rama..... Dinda mau makan gado-gado tapi ga pake sayur yaa."
"Mana ada makan gado-gado ga pake sayur?"
"Ada dong, nih Dinda buktinya."
Mas Rama hanya mengacak-ngacak rambutku.
"Boleh yaa ga pake sayur yaaa?", kataku manja.
"Iyaa boleh. Tapi ada syaratnya!"
"Apa?" "Kamu harus cium pipiku!"
"Yaaa kog gitu" Aaak Mas Rama curang!!! Ga ah Dinda ga mau...."
"Yaudah...." Dan ketika itu, akupun membeli gado-gado dan terpaksa memakan sayur-mayurnya. Aku hanya bisa menangis mengingat kenangan-kenangan yang semakin liar berlarian di dalam pikiran.
---

Wanita Baik Untuk Pria Beruntung Karya Rama di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

1 Desember 2009, 17.09, Dinda, terima kasih telah menghibur ibu. Ibu sudah sedikit tidak sedih. Terima kasih telah meminjamkan bahu Dinda untuk Ibu. Ibu sayang Dinda.
1 Desember 2009, 16.45, Dinda lagi di Surabaya" -Co-pilot Dino-
*Iya No. Kamu" -Sama. Kamu di Hotel Surabaya kan"-
*Iya -Malem ini ada acara Din"-
*Engga, No -Mau keluar" Ke Sutos yuk. Tempatnya bagus. Bisa ngopi sambil liat langit.-
*Sekarang" -Lusa aja Din! Yaiyalah sekarang. Mau"- -Diiiiiiin, kamu tidur"-
30 menit kemudian.........
*Sorry No baru bales, baru dapet izin dari Papa. Oke aku mau.
-Hahaha oke oke. Aku jemput ke kamar kamu yaaa. Di 209 kan"-
*Wah ga usah!Pake dijemput segalaa. Tunggu aja di bawah, di depan lift.
Aku pun segera keluar kamar. Aku lagi-lagi pake jeans yang ditemenin dengan kaos berlengan yang ada jaket kulit merah tuaku dibagian luarnya. Rambut aku kuncir kuda seperti biasa, bawa tas kecil yang hanya cukup diisi dengan Handphone, dompet, dan tissue, dan aku pake flat shoes warna merah tua, senada dengan jaketku.
Keluar dari lift, sudah ada Dino yang menunggu. Dia tersenyum, aku membalas senyumannya. Kami ke Sutos dengan taksi.
"Ke SUTOS ya pak.", Kata Dino kepada Pak Sopir. "Din, kamu serius tadi pake izin ke Papamu?"
"Iya, ada yang salah?"
"Hahaha engga sih. Aneh aja dengernya."
"Hahaha apaan!!"
Dia pun banyak tanya mengenai jalan-jalan di Surabaya. 15 menit kemudian, kami sudah tiba di Sutos. Kami segera menuju Coffee Bean.
"Kamu periang ya Din. Tapi kamu sedikit tertutup."
"Tertutup maksudnya?"
"Hm jarang pasang foto pacar kamu atau ngajak pacar kamu ketemu gitu."
"Hahaha. Kamu juga tertutup dong kalau gitu."
"Yaaa enggalah, karena emang aku masih belum punya pacar. Wah jangan-jangan kamu juga yaaak?"
"Aku emang ga lagi punya pacar, No. Tapi.............."
"Tapi apa?" "Seseorang yang aku sayang mencintai lelaki!!"
"Hahahaha. Emang ada yang begitu" Kamu yang suka cewek atau orang yang kamu sayang cowok tapi dia suka cowok juga?"
"Hahaha." "Kamu nih kebiasaan yaa. Aku nanyanya serius kamunya malah bercanda."
"Hahaha iya iyaa, aku emang ga punya pacar No, tapi aku udah cinta mati sama seseorang. Gimana dong" Hahaha."
"Siapa" Kenapa kalian ga pacaran aja?"
"Rahasia. hehehehe. Udah ah No, jangan dibahas yaa. Kalau kamu ngebahasnya, aku makin cinta dia nih."
Dino pun hanya tertawa. Dino adalah co-pilot yang pertama kali aku kenal. Dia berasal dari Jakarta. Dan pernah sekolah pilot di Amerika. Dia belum punya pacar, karena selama ini dia hanya diporotin sama pacar-pacarnya, selain di porotin, dia juga diselingkuhin, akhirnya dia trauma. Padahal Dino itu baik banget, ganteng, shalatnya juga ga bolong, tapi ada yaa cewek yang setega itu sama dia" Ckckck.
------------------------------------------
7 Desember 2009, Ibu, Mas Rama berulang tahun ke 24. Terima kasih telah melahirkan Mas Rama ke dunia ini bu.
7 Desember 2009, Senin, 23.00
Diary, Mas Rama lagi ulang tahun. Setahun lalu aku buatin dia pudding yaaa" Hehehe. Mas Rama, selamat ulang tahun. Semoga Mas bahagia dengan wanita pilihan Mas. Sukses selalu mas.
------------------------ 20 Desember 2009 Aku akan terbang ke Banjar dan akan ngeround disana. Sesampainya aku di bandara Syamsuddin Noor aku menerima telpon dari mama.
"Iya ma" Dinda baru saja landing."
"Sayang, undangan Rama sudah mama terima."
"Benarkah" Apakah ada foto Mas Rama Maa" Kalau ada, kirimin via BBM dong Ma."
"Undangannya ga ada foto Rama, sayang."
"Lalu, siapa nama wanita Mas Rama, Ma?"
"Tya Mahdana." Aku menangis terisak. "Sayang..." "Dinda baik-baik aja Ma... Yaudah Ma, dinda istirahat dulu yaaa."
Disaat aku menangis, aku tidak tahu bahwa ada Dino dibelakangku. "Din, kamu baik-baik aja?"
Aku segera menghapus air mataku.
"Hehehe iyaa, aku gapapa, No. Udah lama kita ga ketemu, terakhir ketemu saat di Surabaya yaaa. Hehehe. Kamu baik?"
"Kamu peduliin diri kamu sendiri dulu. Sudah jelas aku ngeliat kamu nangis. Pertama kalinya aku ngeliat kamu begini. Kamu kenapa" Siapa yang ngasih undangan?"
"Yasudah, aku pikir kamu baik-baik aja No. Syukurlah. Aku balik dulu yaa, pasti sudah dijemput sama mobil crew.", aku pun berbalik meninggalkan Dino.
Dino menahan tanganku. Aku diam, menundukkan kepalaku semakin dalam.
"Kamu mau lari setelah aku tau kamu nangis" Aku hanya pengen tau, apa kamu baik-baik aja sekarang, Din!"
"Aku baik-baik aja, No.... Makasih yaa, aku pergi dulu. Kamu selamat terbang, hati-hati yaa.", dia pun melepaskan tanganku.
--- 20 Desember 2009, 22.49, Ibu, Dinda sudah menerima undangannya, terima kasih. Dinda sayang ibu, ibu yang kuat yaaaa.
----------------------------------
30 Desember 2009, Rabu Malam ini aku di Aceh. Aku memakai kerudung setelah keluar dari bandara, yaa karena adat istiadat Aceh begitu kental, semua wanita wajib berkerudung jika memasuki wilayah Aceh. Besok aku hanya menerima 4 jam terbang karena aku akan menghadiri pernikahan Mas Rama besok. Besok aku akan terbang ke Jogja jam 11 siang, tiba di Jogja jam 14.00. Lalu terbang lagi ke Surabaya jam 15.30, tiba di Juanda kurang lebih jam 16.30. Dan sepertinya cukup untuk datang tepat waktu. Baiklah.
30 Desember 2009, Ibu, bagaimana persiapan ibu besok" Ah Dinda tidak sabar melihat ibu memakai kebaya, pasti ibu terlihat sangat cantik. Dinda masih di Aceh malam ini bu, besok akan terbang lagi jam 11 siang menuju Jogja bu, landing kurang lebih jam 2, doakan saja semoga besok Dinda bisa tepat waktu untuk tiba di acara pernikahan Mas Rama. Dinda juga sudah menerima jam terbang hanya 4 jam besok bu. Setelah dari Jogja, Dinda langsung terbang ke Surabaya. Ibu tidak boleh tampak sedih yaaa. Sayang ibu. Sent to Ibu Mas Rama
### Quote Tulisan Dinda:undangan 11-07-2014 21:51
Quote: 1 Desember 2009, Selasa Sekitar jam 09.30 pagi aku sudah berada di dalam taksi menuju tempat jual gado-gado kesukaan Mas Rama, dulunya aku pernah diajak Mas Rama makan gado-gado disana. Dia bercerita bahwa sering mengajak Ibunya juga. Dan sekarang aku akan bertemu Ibu yang sudah hampir 7 bulan tidak ku lihat wajahnya. Aku menelpon Ibu, dan ternyata Ibu sudah menungguku. Aku terjebak macet. Akupun terlambat 15 menit dari jam yang sudah ditentukan.
"Dinda sayang......", teriak ibu kemudian memelukku sambil menangis.
Aku pun memeluk Ibu dengan menahan tangis. Aku selalu berusaha tersenyum di hadapannya.
"Ibu, sudah jangan menangis. Apa yang membuat Ibu bersedih seperti ini" Seharusnya Ibu bahagia melihat putra pertama ibu akan menikah, bukan menangis begini. Nanti Bapak sedih loh melihat Ibu begini.", aku menghapus air mata ibu yang terus-menerus mengalir.
"Ibu sedih, sedih karena kenapa perempuan itu yang akan dinikahi Rama."
"Buu, InsyaAllah perempuan itu yang membuat Mas Rama nyaman dan bahagia. Sekarang kita doakan saja Mas Rama. Ibu tidak perlu menangis lagi yaaa. Dinda akan selalu ada buat Ibu, meski Dinda bukan siapa-siapa Mas Rama. Ibu sudah pesan gado-gadonya?", aku segera mengalihkan pembicaraan.
"Sudah. Dinda minumnya pasti es jeruk kan" Ibu juga sudah memesankan"
"Ibu tau aja yaaa. Hehehe. Ibu, kabar Mas Rama sehat kan" Dia lebih gendut atau kurus bu?"
"Rama agak kurusan, tapi dia baik-baik aja. Dinda juga kelihatan kurusan yaa" Tapi terlihat makin cantik.", Ibu mencubit pipiku. Aku jadi teringat Mas Rama, ketika dulu dia memujiku, dia selalu mencubit pipiku yang memerah. Ternyata Ibu juga melakukan hal yang sama. Ah, aku makin rindu. Namun, beberapa hari lagi dia akan dimiliki oleh seseorang, dan itu bukan aku. Hehe.
Sejak saat itupun, aku mencoba untuk menghibur ibu, membuat Ibu tertawa dan berharap Ibu bisa melupakan kesedihannya.
"Sayang, Ibu senang liat Dinda tersenyum seperti ini. Tapi entah, hati ibu sangat sakit melihatnya. Apa benar Dinda merasakan sakit seperti yang Ibu rasakan ini"
"Iya, Dinda sakit bu. Dinda sakit jika melihat ibu nangis seperti tadi."
"-------" "Dulu, Mas Rama sangat tidak suka jika melihat Dinda menangis. Kata Mas Rama, DInda cengeng. Masa hanya karena melihat nenek-nenek tua yang masih harus membanting tulang dengan berjualan kacang seharga 500 perak di lampu merah, Dinda bisa nangis sesunggukan. Hehehe. Mungkin Mas Rama tidak nyaman dengan Dinda, karena Dinda cengeng, bu. Ga seperti calon istrinya nanti. Iya kan bu" hehehe.
Semenjak Dinda putus dengan Mas Rama, Dinda sudah berjanji pada diri sendiri untuk Mas Rama, bahwa Dinda tidak akan menangis, Dinda ga mau cengeng lagi. Makanya, daritadi Dinda ga nangis bu. Dinda selalu tersenyum kan" Karena Dinda sudah berjanji pada diri Dinda sendiri, dan bukan berarti Dinda tersenyum karena menyembunyikan kesedihan Dinda. Hayuuk Ibu tersenyum yaa, Dinda kangen sama senyuman Ibu yang telah berhasil menarik perhatian Bapak." , Ibu tersenyum mendengarkan pernyataanku.
Jam 13.00 aku pun pamit untuk kembali ke hotel, Ibu mengizinkan. Setelah aku memeluk Ibu, aku mencium tangan dan pipi Ibu, kemudian aku naik ke dalam taksi. Di dalam taksi, aku menangis sejadi-jadinya ketika melihat sosok Ibu yang masih memperhatikan kepergian taksi yang aku naiki. Aku menangis karena apa yang aku dengar adalah nyata, Mas Rama benar-benar akan menikah. Aku pikir semua ini hanyalah mimpi belaka, tapi ternyata sebaliknya. Aku melewati lampu merah yang dulu pernah aku lewati bersama Mas Rama.
"Mas Rama..... Dinda mau makan gado-gado tapi ga pake sayur yaa."
"Mana ada makan gado-gado ga pake sayur?"
"Ada dong, nih Dinda buktinya."
Mas Rama hanya mengacak-ngacak rambutku.
"Boleh yaa ga pake sayur yaaa?", kataku manja.
"Iyaa boleh. Tapi ada syaratnya!"
"Apa?" "Kamu harus cium pipiku!"
"Yaaa kog gitu" Aaak Mas Rama curang!!! Ga ah Dinda ga mau...."
"Yaudah...." Dan ketika itu, akupun membeli gado-gado dan terpaksa memakan sayur-mayurnya. Aku hanya bisa menangis mengingat kenangan-kenangan yang semakin liar berlarian di dalam pikiran.
--- 1 Desember 2009, 17.09, Dinda, terima kasih telah menghibur ibu. Ibu sudah sedikit tidak sedih.
Terima kasih telah meminjamkan bahu Dinda untuk Ibu. Ibu sayang Dinda.
1 Desember 2009, 16.45, Dinda lagi di Surabaya" -Co-pilot Dino-
*Iya No. Kamu" -Sama. Kamu di Hotel Surabaya kan"-
*Iya -Malem ini ada acara Din"-
*Engga, No -Mau keluar" Ke Sutos yuk. Tempatnya bagus. Bisa ngopi sambil liat langit.-
*Sekarang" -Lusa aja Din! Yaiyalah sekarang. Mau"- -Diiiiiiin, kamu tidur"-
30 menit kemudian.........
*Sorry No baru bales, baru dapet izin dari Papa. Oke aku mau.
-Hahaha oke oke. Aku jemput ke kamar kamu yaaa. Di 209 kan"-
*Wah ga usah!Pake dijemput segalaa. Tunggu aja di bawah, di depan lift.
Aku pun segera keluar kamar. Aku lagi-lagi pake jeans yang ditemenin dengan kaos berlengan yang ada jaket kulit merah tuaku dibagian luarnya. Rambut aku kuncir kuda seperti biasa, bawa tas kecil yang hanya cukup diisi dengan Handphone, dompet, dan tissue, dan aku pake flat shoes warna merah tua, senada dengan jaketku.
Keluar dari lift, sudah ada Dino yang menunggu. Dia tersenyum, aku membalas senyumannya. Kami ke Sutos dengan taksi.
"Ke SUTOS ya pak.", Kata Dino kepada Pak Sopir. "Din, kamu serius tadi pake izin ke Papamu?"
"Iya, ada yang salah?"
"Hahaha engga sih. Aneh aja dengernya."
"Hahaha apaan!!"
Dia pun banyak tanya mengenai jalan-jalan di Surabaya. 15 menit kemudian, kami sudah tiba di Sutos. Kami segera menuju Coffee Bean.
"Kamu periang ya Din. Tapi kamu sedikit tertutup."
"Tertutup maksudnya?"
"Hm jarang pasang foto pacar kamu atau ngajak pacar kamu ketemu gitu."
"Hahaha. Kamu juga tertutup dong kalau gitu."
"Yaaa enggalah, karena emang aku masih belum punya pacar. Wah jangan-jangan kamu juga yaaak?"
"Aku emang ga lagi punya pacar, No. Tapi.............."
"Tapi apa?" "Seseorang yang aku sayang mencintai lelaki!!"
"Hahahaha. Emang ada yang begitu" Kamu yang suka cewek atau orang yang kamu sayang cowok tapi dia suka cowok juga?"
"Hahaha." "Kamu nih kebiasaan yaa. Aku nanyanya serius kamunya malah bercanda."
"Hahaha iya iyaa, aku emang ga punya pacar No, tapi aku udah cinta mati sama seseorang. Gimana dong" Hahaha."
"Siapa" Kenapa kalian ga pacaran aja?"
"Rahasia. hehehehe. Udah ah No, jangan dibahas yaa. Kalau kamu ngebahasnya, aku makin cinta dia nih."
Dino pun hanya tertawa. Dino adalah co-pilot yang pertama kali aku kenal. Dia berasal dari Jakarta. Dan pernah sekolah pilot di Amerika. Dia belum punya pacar, karena selama ini dia hanya diporotin sama pacar-pacarnya, selain di porotin, dia juga diselingkuhin, akhirnya dia trauma. Padahal Dino itu baik banget, ganteng, shalatnya juga ga bolong, tapi ada yaa cewek yang setega itu sama dia" Ckckck.
------------------------------------------
7 Desember 2009, Ibu, Mas Rama berulang tahun ke 24. Terima kasih telah melahirkan Mas Rama ke dunia ini bu.
7 Desember 2009, Senin, 23.00
Diary, Mas Rama lagi ulang tahun. Setahun lalu aku buatin dia pudding yaaa" Hehehe. Mas Rama, selamat ulang tahun. Semoga Mas bahagia dengan wanita pilihan Mas. Sukses selalu mas.
------------------------ 20 Desember 2009 Aku akan terbang ke Banjar dan akan ngeround disana. Sesampainya aku di bandara Syamsuddin Noor aku menerima telpon dari mama.
"Iya ma" Dinda baru saja landing."
"Sayang, undangan Rama sudah mama terima."
"Benarkah" Apakah ada foto Mas Rama Maa" Kalau ada, kirimin via BBM dong Ma."
"Undangannya ga ada foto Rama, sayang."
"Lalu, siapa nama wanita Mas Rama, Ma?"
"Tya Mahdana." Aku menangis terisak. "Sayang..." "Dinda baik-baik aja Ma... Yaudah Ma, dinda istirahat dulu yaaa."
Disaat aku menangis, aku tidak tahu bahwa ada Dino dibelakangku. "Din, kamu baik-baik aja?"
Aku segera menghapus air mataku.
"Hehehe iyaa, aku gapapa, No. Udah lama kita ga ketemu, terakhir ketemu saat di Surabaya yaaa. Hehehe. Kamu baik?"
"Kamu peduliin diri kamu sendiri dulu. Sudah jelas aku ngeliat kamu nangis. Pertama kalinya aku ngeliat kamu begini. Kamu kenapa" Siapa yang ngasih undangan?"
"Yasudah, aku pikir kamu baik-baik aja No. Syukurlah. Aku balik dulu yaa, pasti sudah dijemput sama mobil crew.", aku pun berbalik meninggalkan Dino.
Dino menahan tanganku. Aku diam, menundukkan kepalaku semakin dalam.
"Kamu mau lari setelah aku tau kamu nangis" Aku hanya pengen tau, apa kamu baik-baik aja sekarang, Din!"
"Aku baik-baik aja, No.... Makasih yaa, aku pergi dulu. Kamu selamat terbang, hati-hati yaa.", dia pun melepaskan tanganku.
--- 20 Desember 2009, 22.49, Ibu, Dinda sudah menerima undangannya, terima kasih. Dinda sayang ibu, ibu yang kuat yaaaa.
----------------------------------
30 Desember 2009, Rabu Malam ini aku di Aceh. Aku memakai kerudung setelah keluar dari bandara, yaa karena adat istiadat Aceh begitu kental, semua wanita wajib berkerudung jika memasuki wilayah Aceh. Besok aku hanya menerima 4 jam terbang karena aku akan menghadiri pernikahan Mas Rama besok. Besok aku akan terbang ke Jogja jam 11 siang, tiba di Jogja jam 14.00. Lalu terbang lagi ke Surabaya jam 15.30, tiba di Juanda kurang lebih jam 16.30. Dan sepertinya cukup untuk datang tepat waktu. Baiklah.
30 Desember 2009, Ibu, bagaimana persiapan ibu besok" Ah Dinda tidak sabar melihat ibu memakai kebaya, pasti ibu terlihat sangat cantik. Dinda masih di Aceh malam ini bu, besok akan terbang lagi jam 11 siang menuju Jogja bu, landing kurang lebih jam 2, doakan saja semoga besok Dinda bisa tepat waktu untuk tiba di acara pernikahan Mas Rama. Dinda juga sudah menerima jam terbang hanya 4 jam besok bu. Setelah dari Jogja, Dinda langsung terbang ke Surabaya. Ibu tidak boleh tampak sedih yaaa. Sayang ibu. Sent to Ibu Mas Rama
Tulisan Dinda: alam juga merasakan 13-07-2014 00:46
Quote: 31 Desember 2009, Kamis Siang ini aku akan terbang dari Aceh sekitar pukul 04.00 UTC atau jam 11 WIB. Aku beserta pramugara-pramugari lainnya sibuk melayani penumpang yang ketika itu seat-nya terisi penuh. Setelah kami mengangkasa kurang lebih 20 menit, Pilot melaporkan bahwa mereka melihat adanya badai dalam rute perjalanan yang sudah direncanakan. Badai ini terlihat dari radar cuaca di dalam pesawat. Kami pun memerintahkan kepada seluruh penumpang untuk tetap tenang dan segera memakai sabuk pengaman. Ketika itu ada nenek-nenek yang sedang ketakutan, aku berusaha menenangkan, dengan menemaninya dan memegang erat tangannya. Purser kami mendapat informasi dari pilot bahwa Pilot berusaha untuk mengubah rute, untuk menghindari cuaca buruk dan badai, padahal sebelumnya selama penyelidikan, tinggal landas, climb dan cruise selama penerbangan cuaca dilaporkan cerah. Namun sepertinya disaat pilot mengubah rute penerbangan, pesawat sudah memasuki kawasan badai. Data satelit menunjukkan pesawat memasuki daerah dengan cuaca buruk sekitar 04.17 UTC. Pilot melaporkan bahwa mereka mencoba terbang di celah antara dua badai yang dapat dilihat dari radar cuaca pesawat. Suasana di dalam pesawatpun benar-benar riuh. Tak sedikit penumpang yang menangis ketakutan, karena memang pesawat ketika itu berguncang tak karuan. Aku yang tidak duduk di tempatku dan memilih menenangkan nenek yang benar-benar ketakutan pun diperintahkan untuk duduk dan memakai sabuk pengaman. Tapi hati nuraniku mengatakan 'aku harus bersama nenek ini, bagaimanapun resikonya.'
Setelah 125 detik memasuki badai, segala puji bagi Allah, kedua mesin pesawat masih menyala. Pilot tidak melakukan landing darurat di Soekarno-Hatta, melainkan terus melanjutkan penerbangan ke Jogja, karena tidak terlihat ada kawasan badai setelah pesawat melewati kawasan badai sebelumnya. Dan saat berhasil landing di Jogjakarta, bandara Adi Sutjipto, sekitar pukul 14.30, para penumpang terlihat begitu lega dan bahagia. Rasanya begitu senang melihat senyuman dan kebahagiaan mereka.
"Nak Dinda, terima kasih telah menenangkan nenek tadi. Terima kasih. "
"Semua itu adalah tugas dan tanggung jawab kami, ibu. Dan tentu semua ini berkat perlindungan Tuhan. Ibu hati-hati di jalan. Apakah sudah ada yang menjemput?"
"Sudah Nak, itu anak-anak dan cucu nenek." , tunjuk nenek ke ruang tunggu kedatangan.
Akupun memberi salam kepada mereka. Dan nenek itupun segera menuju keluarga dan kami berpisah.
Kami berlima beserta co-pilot dan kapten pilot masuk ke dalam ruang kedatangan. Kami menangis lega karena berhasil menghindari badai ketika mengudara. Kami yang muslim bersujud syukur tiada henti.
"Dinda, saya dengar dari Ine, ketika pesawat tepat diterjang badai, kamu tidak duduk di tempat kamu" Lain kali jangan pernah mengulanginya lagi yaa. Itu berbahaya.", tegur kapten pilot Budi.
"Maaf Capten, tadi saya telah melanggar, saya hanya merasa tidak mungkin membiarkan seorang nenek yang ketakutan. Terima kasih untuk peringatannya, capten."
Akupun segera bersiap untuk terbang ke Surabaya. Saat itu co-pilot nya adalah Ringgo. Capten pilotnya adalah Dino. Pramugaranya adalah Anggra. Kenapa mereka bertiga terbang bersamasama"
20 Desember 2009, 23.00, Dinda, aku khawatir. Kamu baik-baik aja" Tapi rasanya engga. Din,
kamu berhasil buat aku mikirkan kamu. -Co-pilot Dino-
25 Desember 2009, 13.05, Din, posisi dimana" Aku kangen kamu. -Steward Anggra-
27 Desember 2009, 23.57, Hallo Din. Aku Ringgo. Kita baru terbang bareng yaa" Seneng bisa terbang sama kamu tadi. Selamat istirahat, Dinda. -08112xxxx-
--- "Din, kamu baik-baik aja kan" Syukurlah ga terjadi apa-apa dalam penerbangan kamu tadi. Kamu jadi pembicaraan loh di twitter, hanya karena melanggar peraturan ketika terbang. Lain kali hatihati yaaa."
"Ohyaa" Waduuh!! Hehehe yaudah emang aku salah sih, tadi juga dapet teguran dari Capten Budi. Tapi alhamdulillah aku baik-baik aja kog, Nggra, ga perlu dikhawatirin.Thanks yaa."
Tepat jam 16.30, delay 1 jam dari estimasi keberangkatan semula, aku kembali terbang ke Surabaya. Alhamdulillah ketika terbang tidak terjadi apa-apa. Dan kami landing dengan mulus di Juanda.
Aku tiba di Juanda tepat jam 17.20. Aku segera menuju ke ruang kedatangan crew, aku mandi dan berganti baju disana. Kemudian jam 18.30 aku baru saja keluar dari Tol Juanda. Ketika itu hari Kamis, namun jalanan benar-benar macet, Ah iya mungkin karena malam ini adalah malam pergantian tahun.
Jam 19.45 aku masih berada di jalan Ahmad Yani. Pernikahan Mas Rama di aula ITS, masih jauh dari tempatku sekarang. Dan aku pun baru tiba di acara pernikahan Mas Rama ketika jam sudah menunjukkan pukul 20.45. Saat aku tiba, tamu undangan sudah bisa dihitung dengan jari. Aku yang menggunakan longdress dengan bahan pakaiannya dari kain sifon sehingga saat berjalan rokku seakan-akan bermekaran ke samping kiri-kanan menjadi pusat perhatian. Mungkin menjadi pusat perhatian karena, "hello ini jam berapa mbak?", hehehe. Longdress yang aku kenakan berwarna coklat kopi susu dengan heels 15cm-ku yang juga berwarna coklat kopi susu dan tas kecil berwarna senada yang sedikit ada hiasan mutiaranya. Aku segera naik ke pelaminan Mas Rama dan Tya, mengucapkan selamat kepada orangtua Tya, kemudian mencium pipi kanan-kiri Tya seraya berkata, 'Selamat yaaa', dan bersalaman dengan Mas Rama dan mengucapkan, 'Semoga Bahagia, Mas Rama', seraya tersenyum, dan kemudian mencium tangan bapak dan ibu. Ketika itu pula Ibu memelukku erat, menangis sejadi-jadinya.
"Ibu, maaf Dinda membuat Ibu khawatir. Dinda baik-baik saja. Ibu jangan menangis, nanti cantiknya hilang loh.", bisikku seraya menghapus air mata ibu sembunyi-sembunyi.
--- 31 Desember 2009, Kamis, 23.30
Diary, siang tadi penerbanganku mengerikan. Seakan-akan angkasa tau bahwa hatiku merasa sangat sesak untuk melewati hari ini, dan kamu tau" Pesawatku tadi masuk ke area cuaca buruk dan badai. Aku pun hanya bisa berserah dan mengikhlaskan.
Diary, aku tadi ke pesta pernikahan Mas Rama. Aku melihat Mas Rama begitu bahagia. Dia tersenyum dan terlihat sangat ceria. Wajahnya sama seperti saat dia jatuh cinta padaku setahun lalu. Dia masih sangat tampan dan putih bersih seperti dulu.
Dia masih sangat tampan! Sangat menarik dan mempesona. Dan aku masih sangat mencintainya, dan entah sampai kapan akan merasakannya.
Tuhan, maafkan aku mencintainya. Maafkan aku...
Aku tak akan pernah mengganggu kehidupan barunya, tapi bolehkah aku masih mencintainya dalam diam" Bolehkah aku menunggunya, Tuhan" Aku benar-benar mencintainya, sangat mencintainya.
Sampaikan salamku padanya, Mas Rama harus bahagia yaaa...
### Tulisan Dinda:satu hati 13-07-2014 20:11
Quote: Di tahun 2010 ini, aku mendapatkan penghargaan dari Garuda Indonesia sebagai The Best Domestic Stewardess pilihan penumpang. Alhamdulillah, dengan penghargaan ini membuatku lebih bersemangat menjalani hidup, hehe kedengarannya lebay yaa.
Ketika di acara Malam Penghargaan itu, hampir semua pilot, co-pilot, stewardess dan steward hadir, termasuk Ringgo, Dino, dan Anggra.Ohya Anggra terpilih sebagai The Best Domestic Steward loh. Hehehe. Ketika itu EO acara Malam Penghargaan mengundang NAFF dan Nidji. Lagu Naff yang melow dan Nidji yang energik, keduanya membuatku terhibur. Aku berkumpul bersama rekanrekanku. Dan terlihat jelas bahwa kami saling berbahagia malam itu.
Naff menyanyikan sebuah lagu yang entah kenapa seakan lagu itu cocok buat aku. Karamnya cinta ini
tenggelamkanku di duka yang terdalam Hampa hati terasa
kau tinggalkanku meski ku tak rela Salahkah diriku hingga saat ini ku masih mengharap kau tuk kembali mungkin suatu saat nanti
kau temukan bahagia meski tak bersamaku Bila nanti kau tak kembali
Kenanglah aku sepanjang hidupmu (Naff-Kenanglah Aku)
"Hey!!" "Hey, sumpah kaget, No."
"Hahaha kamu sih, dengerin lagunya serius amat. Hahaha. Btw selamat yaa Din, udah dapet penghargaan, padahal baru beberapa bulan terbang yaa. Keren euy!!"
"Thanks yaa. Aku ga keren, lagi beruntung aja."
"Eh ini lagi muterin video apa?", tanya Dino. Akupun melihat video yang sedang diputar di atas panggung.
Ternyata itu videoku. Video saat penerbangan malam dan ada anak kecil laki-laki yang selalu mengikutiku yang kemudian memintaku untuk menemaninya tidur. Saat itulah aku berdongeng untuknya.. Dia mendengarkan dan lama-lama tertidur.
"Ini adalah video yang direkam oleh salah satu penumpang kemudian dia mengirimkan video ini ke email kita. Blablablaaaaaa...."
Aku malu melihat dan mendengarnya. Aku memilih menundukkan kepala.
Seketika itu, Dino menyentuh daguku untuk menegakkan kepalaku. Aku menatapnya.
"Aku lebih suka melihat kamu menunduk karena tersipu malu, bukan karena menangis seperti beberapa waktu lalu."
Aku tersenyum. "Din, kamu masih mencintai seseorang itu?"
Aku mengangguk. "Bolehkah aku nunggu kamu" Seperti kamu nunggu dia" Karena aku mencintaimu, Dinda."
Aku terdiam, berharap ada seseorang yang menolongku dari situasi seperti ini.
"Hey kalian ngapain disini?", sapa Dasilva.
Hufh aku bersyukur ada Dasilva yang menyapa kami berdua.
"Hey Dasilvaa.. Apa kabar" No, aku ke Dasilva dulu yaaa...."
Maaf ya No, aku ga bisa jawab, aku masih belum siap dan belum bisa melupakan Mas Rama.
-------------------- 14 Februari 2010 Hari ini aku tidak terbang. Rasanya aku pengen pulang Semarang, tapi badanku rasanya benarbenar aah melelahkan, akupun hanya bisa tidur di dalam kamar. Hari ini aku di Jakarta, di mess crew. Ada si Nesia dan Claudya di kamarku, mereka menemaniku yang sedang merebahkan badan. Ketika kami asyik berbincang, telponku berbunyi. Nesia mengambilkan handphoneku.
"Ndaaaaaaa...... Co-pil Dino nelpon!!", teriak Nesia histeris.
"Ga usah diangkat, biarin aja, Sia." , jawabku tak bergairah.
"Hallo....", jawab Nesia. Aku hanya bisa membiarkannya. Pasrah. "Dinda lagi rebahan. Sepertinya dia kelelahan."
"Iyaa dia di mess, di Jakarta."
"Oke nanti aku sampaikan."
"Nda, gila lu yaaaa!!! Bisa-bisanya nyuekin Dino. Eh btw lu kudu ganti nama dia di phonebook lu, dia bukan co-pil yak, dia sekarang udah jadi capten pilot!!"
"Iyaa, tau, males aja mau ganti. Udah ah gue mau tidur!!"
"Kog tidur" Dino bentar lagi kemari!!"
"Nesiaaaaaa!! Lu yee... Ah tau deh gelap!!", aku pun segera menutup wajahku dengan bantal.
Setelahnya aku tertidur pulas.
Bangun-bangun aku melihat Dino, Nesia, dan Claudya bermain monopoli di meja sofa.
"Lu udah bangun Nda" Sini ikutan main!!", tanya Claudya.
"Kalian berisik yee."
Mereka malah menertawaiku.
"Nda, ada pudding coklat buatan Dino tuh!! Cie cie.", kata Nesia.
Aku hanya diam dan terpaksa tersenyum.
Setelahnya, Dino mengajakku keluar, akupun segera mencuci muka.
Kali ini Dino hanya mengajakku ke Coffee Toffee di dekat Messku.
"Thanks ya No untuk puddingnya."
"Hahaha iyaa. Itu pudding pertama buatanku, haha. Oya Din, 3 hari kedepan schedule kita sama. Tapi kalau dilihat, kondisi kamu ga seperti biasanya. Mungkin sebaiknya kamu ambil cuti 3 hari, Din. Aku juga denger, kamu belum pernah pake cuti kamu. Aku sih ga maksa kamu untuk cuti, tapi setidaknya aku udah ngizinin kamu untuk itu."


Wanita Baik Untuk Pria Beruntung Karya Rama di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku ga mau cuti, karena ketika aku ga beraktivitas, aku semakin mencintai dan merindukannya, No. Aku minta maaf ketika itu ga jawab pertanyaan dan pernyataan kamu, karena aku masih ga bisa melupakan dia. Aku benar-benar mencintainya, No."
"I see, It's no problem, Din. Anggep aja aku ga pernah bilang gitu, biar kamu ga terbebani. Hahaha. Hm btw sebenernya ga ada yang ga bisa untuk dilakuin, Din, yang ada tuh kamu yang ga mau nyoba, bukan ga bisa. Yaudahlah yaa, aku ga berhak untuk ngomong apapun, hehe."
"Thanks ya No udah ngertiin."
"Iyeee iye. Gimana" Kamu mau ambil cuti ga?"
"Kamu ga keberatan?"
"Sama sekali engga."
"Oke, aku minta cuti besok sampe 3 hari kedepan."
"Kamu mau pulang Semarang?"
"Iya" "Yaudah, cepet hubungi Bu Patricia, sekalin minta konsesi terbang Semarang besok."
"Iya, thanks ya No."
Ketika itulah, aku pertama kali mengambil cuti terbang. Aku isi cutiku dengan melepas rindu dengan Papa Mama di Semarang. Saat setelah cuti, aku tidak membawa ponselku. Aku sudah meminta izin kepada Papa Mama untuk tidak membawa ponsel, dengan syarat aku harus sempatkan pulang Semarang 2 minggu sekali. Aku melakukannya karena aku tidak mau memberikan harapan kepada siapa pun. Aku tidak mau menyakiti siapa pun. Dan aku tidak mau terbebani karenanya.
------------------ Sabtu pagi dipertengahan Juni 2010, aku berada di Semarang, dirumah Papa Mama yang tampak sepi. Ketika aku membuka ponselku yang sengaja aku simpan didalam kotak persembunyian, ternyata ada banyak pesan masuk. Salah satunya dari Ibu Mas Rama.
17 Juni 2010, 10.32, Dinda, mbahkung sakit, kolesterolnya tinggi. Kata Mbahkung, Mbahkung kangen Dinda. Kalau Dinda sempat, Dinda bisa ke RS. Dr. Soetomo yaa. Di kamar 301. Pengirim: Ibu Mas Rama.
Aku baru membuka pesan dari Ibu ketika Sabtu jam 9 pagi. Setelah membaca pesan dari ibu, akupun segera memesan tiket pesawat ke Surabaya. Dan sekitar jam 13.00, aku kembali mengudara, namun tidak sebagai pramugari, melainkan sebagai penumpang. Tepat jam 13.40 aku sudah tiba di Juanda. Dan sekitar jam 14.50, aku sudah berada di RS. Dr. Soetomo di kamar 301. Aku bertemu dengan keluarga besar Mas Rama, ada Ibu, Bapak, tante, Om, Mbahuti, dan Mbahkung yang terbaring lemah diatas kasur. Mbahkung menangis melihatku, sepertinya beliau benar-benar merindukanku. Aku pun duduk disampingnya, mengingatkan untuk makan yang teratur dan tidak boleh sembarangan. Mbahkung hanya bisa membelai rambutku dengan mata yang berkaca-kaca seraya mengangguk dan tersenyum.
Ibu memelukku, Ibu menanyakan keadaanku yang sudah lama tidak pernah memberinya kabar. Akupun berjanji suatu saat nanti akan mengabarinya melalui surat kabar. Disaat jam menunjukkan pukul 16.00, tiba-tiba saja jantungku berdegup kencang. Kaki dan tanganku dingin, dan aku mulai resah. Perasaanku tidak enak. Aku pun berpamitan untuk kembali pulang.
"Mbahkung, ibu, Dinda izin pulang yaa. Tidak enak jika semisal Mas Rama dan istrinya melihat Dinda berada disini."
"Mana mungkin mereka datang kemari, Dinda" Semenjak Rama menikah, dia sudah tidak pernah mengunjungi Ibu dan keluarga." , kata Ibu.
"Tapi perasaan Dinda mengatakan, InsyaAllah Mas Rama akan menjenguk Mbahkung sore ini. Baiklah, Dinda izin pulang dulu ya, bu.. Mbahkung cepat sembuh yaaa. Dinda sayang Mbahkung. Ibu, jaga kesehatan yaaa."
Akupun berpamitan kepada semua keluarga besar Mas Rama yang ketika itu menemani Mbahkung, dan mengatakan kepada mereka, "semisal Mas Rama benar kemari, tolong jangan beritahu dia jika Dinda baru saja menjenguk Mbahkung."
Saat keluar dari kamar 301, jantungku semakin berdegup tidak karuan. Dan saat sudah berada diluar RS, aku berjalan dengan tergesa mencari taksi. Dan disaat aku memotong jalan mobil yang akan berbelok ke tempat parkir, tiket pesawatku untuk kembali ke Semarang terjatuh. Aku mengambilnya dan disaat aku mengambil tiket itu, aku melihat mobil yang berhenti di depanku adalah plat mobil Mas Rama. Ketika itu rasanya jantungku benar-benar berhenti berdetak. Setelah sekian detik aku terdiam, akupun berusaha untuk bersikap biasa saja dan segera berjalan cepat ke arah taksi.
Aku tidak melihat Mas Rama. Dan ketika itulah terakhir kalinya aku bertemu dengannya, dengan - mobil hitamnya-.
--- Hampir 1 tahun aku tidak memegang ponsel. Aku fokuskan pada pekerjaan dan tanggung jawabku. Dan sekarang, aku kembali menggunakan ponselku, karena aku membutuhkannya untuk mengontrol bisnis butikku di Jakarta. Semakin hari aku semakin menyibukkan diri agar bisa sedikit melupakan Mas Rama.
31 Desember 2010 Saat landing di Juanda hari sudah menjadi malam, cuaca sedang turun hujan. Para penumpang turun dari pesawat dengan Garbarata. Dan ketika kami turun melalui garbarata, ada sesuatu yang terjadi. Aku terjatuh dan terguling dari atas hingga ke ujung bawah garbarata. Sebagian betisku memar dan terluka. Anggra yang ketika itu satu flight denganku segera membantuku. Dia menggendongku karena kakiku tidak kuat untuk berjalan. Mungkin selain terluka, kakiku juga terkilir. Kemudian Dino menghampiri kami, dia membawakan kursi roda. Namun Anggra lebih memilih menggendongku, padahal jarak ke ruang kedatangan crew sangat jauh. Setiba kami di ruang kedatangan, ternyata dokterpun sudah siap melakukan pengobatan. Heran, ini kenapa seakan-akan direncanakan ya" Ternyata Ringgolah yang memanggil dokter bandara untuk segera mengobatiku. Aku hanya tersenyum dan bersyukur, bersyukur ada banyak orang yang baik dan peduli padaku. Terima kasih ya.
31 Desember 2010, 23.43, Ibu, tadi Dinda jatuh dari garbarata saat setelah landing. Tidak biasanya Dinda begini bu. Apa ada sesuatu bu" Ibu baik-baik saja" Sent to Ibu Mas Rama
1 Januari 2011, 05.10, Dinda jatuh" Lalu bagaimana keadaan Dinda" Ibu baik-baik saja sayang.
Hm Dinda, mungkin Ibu harus memberitahu Dinda. Sayang, Rama diceraikan dengan perempuan itu. Karena Perusahaan Rama gulung tikar. Dan kemarin mereka sudah sah bercerai. Pengirim Ibu Mas Rama
Aku terkejut membaca sms Ibu. Benarkah ini terjadi"
Tuhan, apa yang telah terjadi, apakah Mas Rama baik-baik saja" Lindungi dia selalu Tuhan. Aku mohon.
Dan aku mohon, kuatkan aku untuk menjaga rasaku untuknya. Izinkan aku untuk bisa membuatnya kembali bahagia. Bantu aku untuk bisa bertahan menunggunya.
### Tulisan Dinda:arigato cantika Yesterday 22:37
Quote: 1 Januari 2011 1 Januari 2011, 05.10, Dinda jatuh" Lalu bagaimana keadaan Dinda" Ibu baik-baik saja sayang. Hm Dinda, mungkin Ibu harus memberitahu Dinda. Sayang, Rama diceraikan dengan perempuan itu. Karena Perusahaan Rama gulung tikar. Dan kemarin mereka sudah sah bercerai. Pengirim Ibu Mas Rama
Aku terkejut membaca sms ibu. Aku tidak tau harus menjawab apa. Aku hanya bisa menangis membacanya, berharap Mas Rama bisa kuat dan tabah menjalani ini semua.
3 Januari 2011 Setelah aku jatuh dari garbarata di tanggal 31 Desember malam, aku pun dirawat intensif di rumah sakit. Jadwal penerbanganku yang sudah terjadwal dengan rapi pun menjadi berentakan. Untung saja capten pilot dan co-pilotnya tidak keberatan dengan kondisiku yang harus dirawat, dan jadwal penerbanganku akan dihandle dengan pramugari baik Larisa yang kebetulan jam terbangnya masih dibawah 120 jam. Aku dirawat dengan sangat intensif karena kakiku yang terkilir tak kunjung sembuh. Apalagi luka lecet yang membekas di betisku, aku benar-benar dilarang untuk terbang karenanya.
Disaat aku dirawat di salah satu rumah sakit di Surabaya, Papa Mamaku datang untuk merawatku. Papa memilih mengambil cuti untuk kerja dan menjagaku. Dino dan Anggra menjengukku secara bergantian. Ketika Anggra baru landing di Surabaya dan ada waktu istirahat selama 9 jam sebelum kembali terbang, dia selalu menyempatkan 4 jam waktunya untuk menemaniku. Begitu juga Dino yang ternyata memilih cara yang sama dengan Papa, mengambil cuti sehari dan 12 jamnya ia gunakan untuk di rumah sakit bersamaku.
3 Januari 2011, 21.09 Diary, aku sudah tidak terbang beberapa hari ini. Kondisi kakiku tidak cepat membaik. Padahal aku tidak merasakan sakit. Papa Mama merawatku, Anggra dan Dino juga menyempatkan waktunya untuk menjengukku. Anggra, Dino, mereka laki-laki baik, tapi entah aku tidak bisa menganggap kebaikan mereka sebagai sesuatu yang lebih dari sekedar teman. Aku menganggap sikap mereka adalah sesuatu yang biasa. Maafkan aku yaa, Nggraa, Nooo.
Diary, hari ini adalah hari ketiga Mas Rama bercerai, bagaimana sedihnya dia" Aku benar-benar sesak merasakannya. Semoga Mas Rama kuat yaa.
Tuhan, mungkin lukaku ini tidak sesakit luka yang Mas Rama rasakan. Maka, bisakah Engkau membagi rasa sakitnya kepadaku" Aku yakin aku lebih sanggup merasakan semuanya dan aku tidak perlu khawatir dengan keadaan Mas Rama jika nantinya Engkau mengizinkanku untuk merasakan apa yang Mas Rama rasakan. Jika tidak Engkau izinkan, maka kuatkan Mas Rama, dan segeralah pertemukanku dengannya. Kali ini, izinkan aku membuatnya kembali bahagia.
--- 4 Januari, kondisiku membaik, luka lecet pun sudah samar-samar terlihat, dan kakiku yang terkilir
pun sudah bisa digunakan untuk berjalan tanpa menggunakan tongkat. Papa Mamaku begitu sabar merawatku dan begitu senang melihat Dino dan Anggra yang begitu baik padaku.
"Anggra baik ya sayang."
"Anggra emang baik Ma."
"Dino juga baik."
"Iya paa, emang baik. Hehehe. Tapi hati Dinda masih untuk Mas Rama, Pa Ma... Boleh yaa" Papa Mama gapapa kan?"
"----" "Paaaa" Maa?"
"Kalau memang itu buat Dinda bahagia, Papa akan dukung sayang. Papa hanya bisa mendoakan yang terbaik yang membahagiakan bagi Dinda."
--- 5 Januari, jam 14.45, aku akan terbang pertama kali ke Singapura dari Jakarta. Sejak saat itu aku kembali fokus terhadap tanggung jawabku dan tentunya tetap mendoakan yang terbaik buat Mas Rama. Meski aku tau Mas Rama sudah bercerai, aku tidak akan menghubunginya duluan. Aku akan menunggunya. Untung saja disaat aku menunggunya, jam terbangku semakin padat dan sering meninggalkan Indonesia. Setidaknya dengan jam terbangku itu, aku sedikit menahan keinginanku untuk menghubungi Mas Rama terlebih dahulu.
Ohya, Nomor Mas Rama masih tersimpan di handphoneku, dengan nama yang sama, "My Wish". Mungkin, Mas Rama yang tidak memiliki nomorku, karena dulu dia pernah mengatakan bahwa dia akan menghapus nomor handphoneku di kontaknya.
10 Oktober 2011, 04.50, Dinda, penumpang kita ada nama Rama pagi ini, terbang Surabaya-
Jakarta. Btw Rama yang lu maksud Rama ini bukan siih" Ntar kalau gue udah landing, gue kabarin lagi yaak. Gue bakal perhatiin Rama yang di foto apa sama dengan Rama penumpang ini. Hahaha. Pengirim : Stewardess Cantika
10 Oktober 2011, 07.00, Dindaaaa, gue udah landing. Gue tadi liat Rama secara nyataaaa!!!! Pantes aja lu cinta mati ama dia yeee, gantengnya gilaaaa. Hahaha. Pengirim :Stewardess Cantika
10 Oktober 2011, 11.30, Ckckck apaan sih, engga karena dia ganteng kali, Kaaaa. Eh btw beneran lu liat Mas Rama" Gue baru landing Ternate nih. Kalau bener lu liat Mas Rama, gue berharap lu ga jatuh hati sama dia, hahaha.
15 menit kemudian, bbmku kembali berbunyi. Cantika mengirim sebuah foto dengan judul, ini bukan"
Dan disaat aku buka foto kiriman Cantika, ternyata benar, Rama yang Cantika maksud adalah Mas Rama. Dia tidak banyak berubah, dia tetap seperti dulu.
Cantika adalah salah satu sahabatku. Aku bercerita tentang sedikit siapa Mas Rama itu. Maka dari itu, dia benar-benar heboh saat tau dia akan terbang dengan Mas Rama pagi itu.
-Hahaha iyaa, dia Mas Rama. Gimana caranya minta foto dia"-
-Hahaha gue gitu loh. Yaudah Din, gue harap lu cepet balikan yeee. Aamiin. Makanya lu cepet dong ngubungin dia, kalau ga gue sabet dia nih, hahaha-
Aku pun hanya tersenyum membaca pesan singkat Cantika.
10 Oktober 2011, 23.00 Diary, aku melihat wajah Mas Rama hari ini yang setelah sekian lama tidak pernah aku lihat wajahnya. Dia sedikit kurusan. Semoga dia selalu sehat yaa.
Ohya setelah aku perhatikan baik-baik foto yang dikirim Cantika, aku melihat ada kesedihan yang tersirat di dalam senyumnya. Namun matanya menyiratkan bahwa dia kembali bangkit dan penuh dengan banyak harapan baru. Ah, aku benar-benar merindukannya. Tuhan, segerakan Engkau pertemukan kami berdua. Aamiin.
Dan keesokan harinya, ketika jam 08.30, aku akan mendarat di Jakarta. Setiba di Soekarno-Hatta, entah kenapa jantungku kembali berdegup kencang. Mungkinkah ada Mas Rama"
### Tulisan Dinda:doaku di dengar tuhan 03-08-2014 21:21
Quote: 11 Oktober 2011 Tepat jam 08.30 aku mendarat di Jakarta, yang entah kenapa ketika setiba di Bandara Soekarno- Hatta, jantungku berdegup tak tertata. Biasanya jika jantungku menggila seperti ini, selalu ada Mas Rama disekitarku. Hehe.
Setelah seluruh penumpang turun, para crew pun segera masuk ke dalam bus jemputan untuk menuju ke ruang kedatangan. Di ruang kedatangan, aku segera mengganti seragam kesayanganku, karena setelahnya, aku tidak ada jam penerbangan lanjutan, aku akan kembali terbang pukul 20.00 ke Berau. Disaat aku akan bersiap ke mess crew dengan mobil jemputan, Cantika muncul dengan girangnya. Kami pun melakukan kebiasaan kami yang diharuskan untuk berjabat tangan dan mencium pipi kanan-kiri disaat bertatap muka, eh bukan mencium, tapi sekedar menempelkan pipi diantara kami , hehe.
"Asyiiik-asyik cie yang lagi seneng ngeliatin foto Rama...."
"Haha apaan sih! Ga jelas.."
"Haha yaa ga jelas lah, kan ngeliatinnya dari foto, bukan secara langsung!!"
"Yeee, bukan fotonya ga jelas, lu-nya kali yang ga jelas!!!"
"Hahaha kalau lu mau liat Rama secara jelas, ke terminal 3 sono!! Tadi gue liat dia ke counter check-in airasia."
"Seriusan?" "Iyeee serius!"
Aku pun segera menuju ke terminal 3 dengan sedikit berlari. Aku berharap aku bisa melihatnya secara langsung, meski melihatnya dari jarak 10-20m. Namun setiba di terminal 3 dan ketika melihat daftar keberangkatan, ternyata airasia tujuan Surabaya baru saja boarding, tepat pada pukul 09.45, dan disaat aku tiba di terminal 3 pukul 09.52. Selisih 7 menit saja. Aku kembali ke tempat dimana aku bertemu Cantika. Dia berlari menghampiriku.
"Gimana Din, lu ketemu Rama?"
Aku menggeleng. "Yaudah, suatu saat lu pasti akan ketemu dia. Yuk kita balik. Lu bareng gue aja yaa. Driver Crewnya udah gue kasih tau kalau lu pulang bareng gue."
Aku hanya mengiyakan apa yang dikatakan Cantika. Dan ketika berada di dalam mobil Cantika, aku tidak bisa membendung air mataku yang mulai penuh dan berteriak ingin tumpah.
"Lu nangis, Din" Yaelaaah Din. Kalau menurut gue, lu sendiri yang nyiksa hati lu. Jelas-jelas lu masih nyimpen nomor handphone Rama! Kalau gue jadi lu, gue bakal ngubungin dia saat gue tau dia udah cerai sama istrinya. Bukan malah diem dan ngarepin dia ngehubungin gue duluan. Iya kalau dia inget gue" Kalau engga" Sekarang gue tanya, emang si Rama inget sama lu" Kalau ga lu yang ngingetin dengan cara dateng ke kehidupan dia, mana mungkin dia inget lu, Din?"
"Iyaa gue tau. Dia ga akan nginget-nginget gue. Tapi kalau gue yang dateng ke kehidupan dia
duluan, gue bener-bener ga mau, karena Mas Rama ga suka tipe cewek yang seakan ngejar-ngejar dia, dia lebih suka dia yang ngejar cewek itu. Kalau gue yang ngehubungin dia duluan, gue takut dia makin ilfeel sama gue. Dan jujur, kali ini gue pengen ngerasain gimana senengnya dihubungin duluan dengan orang yang gue sayang, yang sebelumnya selalu gue yang ngehubungin dia duluan."
"Emang pemikiran lu ribet banget yaak!! Heran gue!! Kalau emang lu berpikiran begitu, ngapain lu nangis, Din" Lu tuh cantik kali, pinter, baik, banyak yang naksir... Kalau lu ngehubungin Rama duluan dan Rama ilfeel sama lu seperti yang lu pikirin, yaudah lu lupakan dia, move-on, cari yang baru!!"
"Gue nangis karena gue nyesel aja, Cantikaaa... Bukan karena pikiran gue yang lu nilai ribet! Hahaha. Gue nangis karena gue nyesel karena lagi-lagi nyia-nyiain firasat gue yang ngasih tau kalau Mas Rama lagi di sekitar gue, deket dengan keberadaan gue. Dan yang paling gue sesalin itu, gue biasanya bisa ganti seragam hanya 5-10 menit, tapi tadi gue ganti seragam 20 menit, karena gue sempat bengong di depan wastafel, bengong untuk nenangin jantung gue yang detakannya ga karuan. Karena lama di ruang ganti itu, gue kehilangan waktu 7 menit untuk bisa ngeliatin Mas Rama."
"Yaelaaaah Diiin, lu kaga jelas banget siih!! Masa nangis hanya karena begituan."
Aku hanya bisa tersenyum melihat Cantika yang tampaknya mulai kesal dengan keanehanku. Aku pun memilih untuk memutar lagu Fall for You nya Secondhand Serenade.
Siang itu, Cantika menemaniku di mess crew dan memilih menonton film korea terbaru. Karena Cantika adalah tipikal orang yang tidak betah menonton terlalu lama, dia pun melihat-lihat fotofotoku yang ada di handphoneku.
"Din, ini foto lu di Singapura" Berapa kali lu terbang kesana?"
"Iyaa, foto itu udah ke sekian kalinya gue ke Singapura. Foto pertama gue di Singapura di bawah
sendiri keknya, bulan Januari. Gue lebih sering terbang ke Singapura mah kalau rute luar. Jadi gue ga ngitung tuh berapa kali."
"Eh ini lu terbang ke Amsterdam" Kapan?"
"Hahaha iyeee, penerbangan yang panjang waktu itu. 3-4 harian gue disana. Itu pertengahan Juli deh keknya."
"Nah yang ini lu di Hong Kong" Ini bulan April yeee.. Nah ini" Ini dimana?"
"Di Bangkok. Itu bulan September."
"Lu ga pernah cerita-cerita yeee kalau jadwal terbang lu udah kemana-mana."
"Buat apa" Hahaha. Biasa aja, ga perlu dicerita-ceritain."
"Pantes lu kadang susah dihubungin. Sibuk bener ternyata. Ah gue pengen cepet-cepet dapet jam terbang ke luar... Doain Januari besok yaaa, Diiin!!"
"Iyee, moga-moga lu cepet terbang ke luar. Aamiin."
*** Sejak kejadian di Soekarno-Hatta, di pagi 11 Oktober 2011, kenangan tentang Mas Rama kembali menguatkan memoriku untuk terus mengingat semuanya. Untung saja, jam terbangku semakin padat. Tidak hanya terbang di rute domestik, namun juga harus terbang ke luar negeri. Bahkan pernah standby hingga 12 jam di atas pesawat, yang tentunya hal itu membuat pikiranku mengalihkan semua kenangan tentang Mas Rama.
25 Desember 2011 Jam 4.30 aku sudah berada di bandara Balikpapan. Tepat pukul 5 pagi, aku membaca daftar nama seluruh penumpang. Kebiasaan yang aku lakukan sebelum terbang. Dan disaat aku membaca nama penumpang di no 79, tertera nama Rama disana. Jantungku lagi-lagi berdegup kencang. Apa benar ini Mas Rama" Akupun segera menuju gate di bandara Balikpapan, butuh waktu 10 menit dari ruanganku ke gate tersebut. Aku melihat ke dalam. Dan benar, ada Mas Rama di gate itu. Aku perhatikan dia dari luar gate. Dia tampak pucat dan sepertinya sedang sakit. Leader Pasasi yang ternyata melihat keberadaanku pun menghampiriku, dia menanyakan apa yang sedang aku lakukan.
"Bapak, boleh saya minta tolong?"
"Silahkan, Mbak."
"Tolong tanyakan pada pria yang duduk di pojokan gate sebelah kanan itu, kenapa wajahnya begitu pucat. Karena sepertinya dia sedang sakit, saya khawatir dia kenapa-kenapa dalam penerbangan nanti."
Leader Pasasi itu pun menyuruh staff yang lain untuk menanyakan apa yang aku perintahkan melalui Handy Talky (HT) yang dia pegang.
"Mbak Dinda, ternyata penumpang itu merasa mual dan pusing."
"Kalau begitu, tolong disampaikan kepada pihak penyedia makanan pagi ini, kalau 1 penumpang jangan diberi nasi, namun bubur atau nasi lembek yaa, bapak."
"Baik, Mbak, segera saya informasikan. Terima kasih untuk informasinya, Mbak Dinda."
"Ohya, sebelum di informasikan, tolong di cek penumpang yang lainnya ya bapak, apakah ada juga yang mengalami hal yang sama."
"Baik, Mbak." "Terima kasih banyak, Bapak Setyo."
*** Jam 5.45, penumpang boarding. Aku pun membaca nama penumpang beserta nomor tempat duduknya. Selama sebelum take-off, Mas Rama masih belum menyadari bahwa ada aku di dalam pesawat itu. Karena memang dia sedang memejamkan matanya, sepertinya dia benar-benar pusing.
30 menit kami berada di dalam satu pesawat. Dia sibuk menahan sakitnya dan aku sibuk melayani penumpang. Dan setelah dia dari toilet, dia meminta air hangat kepada rekanku. Rekanku pun memberikan tanggung jawabnya padaku, karena aku yang dekat dengan pantry di pesawat itu. Aku membawakan permen penghilang rasa sakit karena maag, segelas air mineral, dan juga nasi lembek beserta lauknya. Dia sedikit terkejut dengan hidangan yang disajikan berbeda dengan sajian penumpang yang berada disampingnya. Disaat dia akan mengambil hidangan yang aku bawa, dia menoleh padaku, untuk pertama kalinya. Jantungku benar-benar berdegup kencang, dan ketika itu aku berusaha untuk tidak terlihat gugup.
"Silahkan diminum, bapak. Kemudian dimakan makanannya ya. Harus dijaga kesehatannya, jangan sampai sakit. Jika nanti membutuhkan bantuan kembali, kami siap membantu.", kataku seraya tersenyum.
Setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu, aku segera meninggalkannya tanpa menunggu apa yang ingin dikatakannya. Sepertinya aku tampak angkuh dan cuek ketika itu.
"Yaa Allah, aku benar-benar gugup. Tapi terima kasih telah mengabulkan doaku yang sejak 1 tahun terakhir aku panjatkan, yakni bertemu secara langsung dengan Mas Rama." ###
Tulisan Dinda: cinta membutakan mata 08-08-2014 23:10
Quote: 25 Desember 2011 Jam terbangku begitu padat hari itu. Dari Balikpapan-Surabaya, Surabaya-Jogja, Jogja-Jakarta, Jakarta-Denpasar. Dan entah ini kebetulan atau apa, Dino juga landing di Denpasar, dan kita ngeround di hotel yang sama.
Aku sekamar dengan Dania, di kamar sebelah ada Elisa dan Christin. Di depan kamar kami ada Pramugara Erik dan Ricard, di kamar sebelahnya, tepat di depan kamarku, ada kamar Dino. Aku tau karena tadi sebelum masuk kamar sempat berpas-pasan dengan dia.
"Hai, Din..... Gimana kabar?"
"Alhamdulillah baik, No. Hm aku masuk dulu yaaa, pengen ke toilet nih.."
"Oke, silahkan.."
*** Tepat pukul 20.00 WITA, semua crew termasuk Dino berkumpul di kamarku, karena Dania yang mengundang dan menyuruh mereka untuk mencicipi es manado buatannya. Setelahnya, Ricard mengajak kami ke Ocean 27, Kuta. Kami bertujuh pun segera menuju kesana tepat pukul 21.00 WITA. TIdak membutuhkan waktu yang lama untuk kami berjalan kaki menuju ke ocean 27. Tempat makan ini menawarkan nuansa outdoor yang sangat cantik. Semua meja tertata dengan rapi menghadap ke arah laut. Ada beberapa bagian dari tempat makan berhiaskan tenda putih. Kayu-kayu yang tersusun menyerupai panggung kecil pun menjadi alas tempat makan ini. "Kapan kita ke tempat ini, Mas Rama?"
Di Ocean 27 kami saling berbincang, bernyanyi dan bermain alat musik akustik. Dan tepat pukul 23.00, Dania mengajak kami kembali ke hotel, karena dia ada jam terbang pukul 5.30 WITA ke Surabaya, yang artinya harus sudah bangun jam 3 pagi. Selama perjalanan kami menuju hotel, Dino memintaku untuk berjalan paling belakang.
"Din, kamu kenapa jadi dingin?"
"Hehehe bukannya dari dulu aku selalu dingin sama siapa aja termasuk kamu, No?"
"Iya sih, tapi ga sedingin belakangan ini."
"Hehe sorry sorry, aku ga bermaksud dingin, No... Aku jarang banget bawa BBku. BBku aku tinggal di mess, di Jakarta. Aku biasa pake handphone satunya. Hehehe. Kamu ngeBBM aku kah?"
"Iyaa. Ratusan kali tapi statusnya tetep aja D!!"
"Hahaha.. sorry sorry deh."
"Lalu nomor kamu di handphone satunya, berapa nomornya?"
"Hmm Cantika tau. Kamu tanya dia aja yaa. Aku ga hafal."
"Cantika" Cantika yang mana" Aku ga tau, Din. Apalagi tau nomornya!"
"Yaudah kalau gitu. Aku juga ga tau nomor handphoneku berapa, hehehe."
"Ah kamu nih, kebiasaan. Selalu buat penasaran!! Kamu begini makin buat aku jatuh cinta sama kamu kali Din."
"Hahaha apaan siih, No..."
"Yaudah, kamu cepet istirahat. Aku ada penerbangan ke China malam ini. Take care yaa, Din. Jangan sampe sakit."
"Siap, Bos!! Kamu selamat terbang. Selalu ingat Allah yaaa."
"Iyaa, pasti itu. Pasti juga akan inget kamu."
Aku hanya membalasnya dengan senyum dan segera berjalan bersama kelima temanku. Sedang Dino masih berjalan dengan jarak yang agak jauh dibelakang kami.
*** 26 Desember 2011, 00.15 Diary, pagi tadi saat penerbangan Balikpapan-Surabaya, aku dan Mas Rama terbang di pesawat yang sama. Dia sedang sakit. Entah kenapa dia tidak pernah berubah sejak dulu, selalu menyepelekan maagnya yang sering kambuh. Dulu saat dia sibuk bekerja, dan disaat aku ngingetin makan tapi dia tetep ga makan, aku akan terus-menerus ngingetin sampe-sampe dia bilang aku bawel. Tapi hasilnya, maagnya jarang sekali kambuh. Dan kalau sekarang, aku ga bisa ngebawelin dia. Aku lebih memilih diam dan memperhatikannya melalui tulisan di diary ini. Benar-benar keras kepala aku ini. Diary.... Jujur tadi pagi saat landing di Juanda, aku berharap Mas Rama nunggu aku di bawah. Tapi kenyataannya, dia ga nunggu aku. Dia sepertinya bener-bener udah bisa ngelupain aku. Sedang aku, hingga saat ini masih mengingat dengan detail semua kenangan antara aku dan dia. Kata Cantika aku bodoh, aku udah dibutain sama cinta. Tapi kalau menurutku, mungkin mataku dibutakan cinta, tapi hatiku yang bisa melihat dan merasakan hingga aku bisa bertahan sejauh ini.
Yasudah, aku tidur yaa, Diary.
Semoga apa yang aku rasakan ini bukan karena rasa obsesiku ingin memilikinya, tapi karena memang rasa yang suci yang memang tercipta untuk Mas Rama. Aamiin. ****
25 Desember 2011, 20.00 Dinda, Ibu kemarin dari Jakarta naik Garuda. Tapi sayang pramugarinya bukan Dinda. Dinda, Rama di Surabaya.
26 Desember 2011, 05.01, Maaf ibu, Dinda baru sempat balas. Iya bu, Dinda tau kalau mas Rama balik Surabaya, karena Dinda kemarin terbang satu pesawat dengan dia. Tapi dia sedang sakit bu, apakah sekarang dia sudah membaik"
**** 29 Desember 2011, 13.41 Dindaaaaaa, lu dimana" Dino nge-mail gue hanya untuk minta nomor handphone lu!!! Gimana" Gue kasih kaga"
29 Desember 2011, 18.00, Helloooooo, Diiiiiin" Gue udah kasih nomor lu ke Dino. Bukan
salah gue yaaaa kalau lu ga suka karena elu juga lama banget balesnya, mana Dino bolakbalik ngirim e-mailnya.
**** 30 Desember 2011, 00.31 Aku udah dapet nomor kamu, Din. Ini no.ku. Simpen yaaaa!!!! Din, sumpah aku kangen banget sama kamu. Aku harus apa Diiin" Dino
Tulisan Dinda:jauh terasa dekat 12-08-2014 21:07
Quote: Sejak malam setelah aku di Denpasar, aku kembali memuseumkan handphoneku selama lima hari di dalam koper. Entah kenapa aku lebih suka untuk melakukannya disaat aku benar-benar berharap bahwa deringan telponku adalah panggilan atau pesan singkat dari Mas Rama. Aku kembali menyibukkan diri dengan terbang dan memonitor bisnis butikku di Jakarta. Dan karena harus memonitor bisnisku-lah aku harus mengeluarkan handphoneku dari singgasananya.
29 Desember 2011, 13.41 Dindaaaaaa, lu dimana" Dino nge-mail gue hanya untuk minta nomor handphone lu!!! Gimana" Gue kasih kaga"
29 Desember 2011, 18.00, Helloooooo, Diiiiiin" Gue udah kasih nomor lu ke Dino. Bukan salah gue yaaaa kalau lu ga suka karena elu juga lama banget balesnya, mana Dino bolakbalik ngirim e-mailnya.
30 Desember 2011, 08.13, Haha sorry baru kebaca. Yasudahlah, gapapa..
30 Desember 2011, 06.19, Dinda sayang, jangan terlalu capek yaa. Jaga kesehatan yaaa. Dinda terbang kemana aja hari ini"
30 Desember 2011, 9.14, Baik bu, terima kasih untuk perhatian Ibu. Ibu juga yaa. Dinda hari
ini terbang ke daerah Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Jawa Tengah Bu. Mohon doanya, bu.
*** 30 Desember 2011 Diary, kita di Jogja. . .
Ohya Ibu Mas Rama mengirimku pesan tadi, aku disuruh untuk segera menghubunginya. Tapi sial, handphoneku ngedrop!! Ada apa yaa" Apakah ada sesuatu dengan Mas Rama" Ah semoga saja tidak!!!
Aku sangat merindukanmu, Mas Rama. . .
*** 31 Desember 2011 Aku kembali menghubungi Ibu Mas Rama.
Aku telpon berkali-kali namun tetap tidak terangkat. Sebenarnya apa yang terjadi"
31 Desember 2011, 08.43, Assalamualaykum Ibu, Ibu sedang sibuk" Maaf Dinda telpon pagipagi sekali. Dinda minta maaf semalam tidak mengangkat telpon Ibu, karena Dinda baru saja landing di Jogja, bu. Maaf juga baru menghubungi Ibu pagi ini.
--- Malam pergantian tahun 2011 ke 2012, aku berada di Padang. Bersama Cantika di hotel berbintang. Lagi-lagi aku tidak merayakan malam yang special dengan pesta kembang api ini.
"Diiiiin, hape lu getaaaar !!!", kata Cantika disaat aku baru saja selesai shalat Isya'. Aku segera mengambil handphoneku. Dan kemudian hanya bisa mematung ketika melihat siapa yang baru saja memanggilku. "Mas Rama!"
Satu menit kemudian, Ibu Mas Rama menelponku. Dan aku segera mengangkatnya. Namun tidak ada suara dan kemudian panggilan terputus.
"Aneh!", batinku. Dan lagi-lagi..............
Aku kembali mengacuhkan panggilan Mas Rama.
Aku berpikir bahwa jika Mas Rama merindukanku, pasti dia akan mengirimku pesan ketika telponnya tidak terangkat.
---- Januari 2012 Pada pertengahan Januari, aku menandatangani surat kontrakku yang akan terbang ke rute Internasional di awal Februari. Aku akan terbang ke Amsterdam dengan periode selama 6 bulan bergantian dengan jam terbangku ke Korea dan China. Selama 6 bulan itu, aku menikmati penerbanganku meski harus sering meninggalkan Indonesia. Cape siiih, tapi capenya hilang, dilenyapkan dengan sesuatu yang menyenangkan.
Dino, dia semakin intens menghubungiku, karena memang, selama 6 bulan ini jadwal terbangku hampir seluruhnya selalu bersama dengan dia. Tapi hatiku tidak sedikitpun tertarik dengan sikap baik dan perhatiannya. Aku masih menganggapnya sebagai teman yang peduli kepada sesama teman. Entah!
Tulisan Dinda:mas rama datang kembali 13-08-2014 08:55
Quote: 29 Juli 2012 Diary, akhirnya aku sudah melewati masa kontrak 6 bulan pertamaku untuk terbang ke luar. Besok kita akan ke kantor pusat untuk menerima kontrak baru. Are you ready"
Diary, tadi aku liat handphoneku yang penuh dengan kenangan antara aku dan Mas Rama yang selama 6 bulan ini aku taruh di dalam lemari mess ini. Dan aku liat, kalau ternyata Mas Rama menelponku berkali-kali di bulan Maret di tanggal 19. Tapi dia hanya berkali-kali menelpon, tanpa mengirim pesan. Dan setelahnya, tidak ada satupun panggilan dari dia.
Yasudahlah.... Mungkin waktu itu dia salah menelpon. Tapi, dia dapet nomorku dari siapa?" Bukannya nomorku sudah dia hapus sejak kita putus 2 tahun lalu"
Eh Diary, kita sambung besok yaaa, ada yang ngetuk pintu kamar.... Bye
--- Aku segera membuka pintu kamarku, dan ternyata Meysa yang mengetuk pintuku dengan panik. Ketika itu jam masih menunjukkan pukul 7 malam.
"Diiiiin, gue dapet broadcast kalau Capten Dino kecelakaan!!"
"Broadcast dari siapa" Jangan aneh-aneh deh, dia baru aja bbm gue. Dia bilang dia mau ke hypermart."
"Jam berapa dia bbm lu?"
"Wait. Gue ambil BB gue dulu..... Eh ini sejam yang lalu dia bbm gue."
"Dan broadcast-annya baru 25 menit yang lalu, Dinda!!"
Aku segera menelpon Dino. Di nada sambung ke 7, dia mengangkatnya.
"Kamu baik-baik aja, No?"
"Hey, aku gapapa. Kenapa?"
"Ini dimana?" "Di Rumah Sakit."
"Ck! Aku tanya seriusan."
"Iyaaa, aku di rumah sakit Dinda Lamasi. Tadi kesenggol motor saat belok ke hypermart."
"Di rumah sakit mana" Aku kesana bareng Meysa."
"Di -------" "Oke. Kamu ga usah banyak gerak dulu."
Sekitar pukul 20.30, aku baru saja tiba di kamar VIP tempat Dino dirawat. Yaaa, akhirnya aku ke rumah sakit seorang diri, karena ternyata Meysa ada jam terbang malam. Dino terbaring namun masih bisa menyambutku dengan senyuman khasnya. Ada Mama dan Papa Dino ketika itu. Aku bersalaman dan memperkenalkan diri. Mereka menyambutku hangat. Kemudian aku duduk di samping Dino terbaring. Aku hanya bisa diam dan menunduk seraya menarik napas panjang.
"Kamu kenapa" Kog diem" Sorry udah bikin khawatir."
"Kamu bilang baik-baik aja, nyatanya" Kamu begini.. Di infus segala. Bohong."
"Hahaha aku gapapa, emang aku baik-baik aja. Dijahit 5 cm doang mah ga masalah."
"Ck...." "Tapi, makasih yaaa udah ngekhawatirin."
**** 3 Agustus 2012 Aku berulang tahun ke 24, yang pada akhirnya aku rayakan bersama Papa Mama di Korea. Sengaja mengajak Papa Mama ke Korea hanya untuk bisa berkumpul bersama disaat aku berulang tahun yang ternyata sudah 3 tahun tidak kami lakukan. Yaa meski di Korea hanya sehari, tapi gapapa, itu sudah cukup menyenangkan. Yaa, melihat Papa Mama tersenyum begitu aku sudah merasa senang.
4 Agustus 2012 Jam 17.00 WIB kami sudah berada di Soekarno-Hatta. Papa Mama akan terbang ke Semarang jam 19.00, sedang aku akan terbang ke Surabaya jam 20.45. Sekitar jam 23.00 aku sudah berada di dalam mobil crew dan akan segera tiba di Hotel.
Setiba di kamar hotel, aku kembali mengecek handphoneku yang telah sekian hari berada di singgasananya.
3 Agustus 2012, 13.10, Selamat ulang tahun ke 24, Dinda. Semoga sehat selalu dan sukses dunia akhiratnya. Rama. Pengirim My Wish
Aku tersenyum membacanya. Dan air mataku tiba-tiba saja mengalir dengan liarnya. Tuhan, aku bahagia.
4 Agustus 2012, 23.31, Aamiin. Terima kasih Mas Rama.
-Iya, sama-sama, Nda. Kamu apa kabar"
-Baik Mas. Mas sendiri"
-Alhamdulillah Baik. Nda, aku minta maaf ya selama ini sudah nyakitin kamu. Aku minta maaf.
-Mas Rama minta maaf kenapa" Dinda ga kenapa-kenapa kog.
Aku segera mengambil wudhu dan kemudian shalat.
-Kamu selalu begitu. Kamu dimana" Besok terbang lagi" Ohya kenapa baru bales smsku" -Eh sorry nda, aku banyak tanya. Yaudah selamat istirahat.
Aku kembali tersenyum membaca pesan singkat Mas Rama. Dia masih seperti dulu. Disaat aku tidak membalas smsnya, dia semakin menggebu-gebu.
-Dinda lagi di Surabaya, besok terbang ke Balikpapan. Sepertinya juga ngeround di Balikpapan. Sebenernya sih besok libur, hanya aja ngeback up temen yang lagi opnam. Makanya jam terbangnya hanya 2 jam. Hm iya maaf, Dinda sejak hari Rabu ada penerbangan ke Malaysia, Singapura dan ke Korea, Mas. Ini aja baru landing di Surabaya. Mas ga tidur"


Wanita Baik Untuk Pria Beruntung Karya Rama di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

-Besok ke Balikpapan" Jam berapa landing di Balikpapan"
-Kurang lebih jam 8 pagi Mas
-Dinda, besok ada waktu" Aku jemput kamu di airport ya" Tapi kamu izin dulu sama pacar kamu. Aku ga butuh waktu lama kog untuk ketemu kamu.
Mas Rama mengira aku sudah punya pacar. Hehehe.
-Loh, Mas Rama emang di Balikpapan" Bukannya di Surabaya" Hehehe iya iya, pasti dibolehin kog mas. Besok ya" kalau gitu tunggu Dinda di kedatangan yaa, di pintu 1.
-Oke Nda, makasih ya. See you. Besok hati-hati terbangnya.
05 Agustus 2012, 00.03 Diary, Mas Rama sms aku. Alhamdulillah besok juga kita akan ketemuan. Aduuh, aku deg-degan nih, susah tidur serius!!!
Aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Setengah 4 subuh, akupun sengaja mandi dan bersiap. Dan menyiapkan pakaian yang akan aku pakai saat bertemu dengan Mas Rama nanti.
### Tulisan Dinda:i m yours 13-08-2014 22:55
Quote: 5 Agustus 2012 Tepat jam 07.45 WITA, aku tiba di bandara Balikpapan. Aku beserta crew yang lain segera bergegas ke ruang kedatangan. Suatu hal yang biasa kami lakukan adalah selalu bersamasama untuk menuju ke ruang kedatangan. Karena memang kami diharuskan untuk berbaur, tidak mengelompok atau sendiri-sendiri. Pagi itu aku gugup namun semua rekanku tidak bisa membaca kegugupanku. Mereka hanya bisa menangkap gelagatku yang tergesa. Saat turun ke lantai bawah dengan eskalator, Co-pilot Ringgo, yang setahun lalu menyukaiku namun dia tidak sanggup bertahan dan 3 bulan lalu baru menikah dengan seorang artis cantik, tepat berada disampingku. Aku yang sudah memegang handphone sejak seluruh penumpang turun pesawat segera menghubungi Mas Rama untuk memintanya menunggu sebentar. Namun panggilanku tidak segera dia jawab. Untung saja aku bilang padanya untuk menungguku di pintu kedatangan 1, jadi aku tidak membutuhkan waktu lama untuk mencari sosoknya. Dan benar saja, aku melihatnya.
Aku segera mohon izin untuk berpisah dengan crew ku pagi itu, dan segera menghampiri Mas Rama.
Mas Rama berdiri mematung menyambut kedatanganku.
"Assalamu'alaykum..... Mas Rama.. Kenapa ga angkat telpon Dinda" Tadinya Dinda hanya pengen bilang kalau Dinda mau ganti seragam dulu. Tapi Mas Rama ga angkat telpon Dinda."
"Wa'alaykumsalam.. Eh sorry, Ndaaa. Aku kaget aja. Hm maaf yaa jadi buat kamu bolak-balik. Yaudah, aku tunggu kamu disini yaa."
Aku hanya mengangguk seraya tersenyum.
--- Butuh waktu sekitar 10 menit untuk ganti seragam. Pagi itu aku menggunakan longdress berwarna hijau lembut dan blazer berwarna kuning kalem dengan sepatu heels kesayanganku. Dan aku segera ke tempat dimana Mas Rama menungguku setelah izin untuk tidak ke hotel bersama-sama crew lainnya. Aku perhatikan dari jauh, ternyata Mas Rama juga sedang menggunakan kemeja hijau yang warnanya sama dengan dressku.
"Loh, warna baju kita kenapa sama, Mas?"
"Kamu nih yang ikut-ikutan!!"
"Engga kog, Dinda naruh baju ini sejak jam 4 pagi tadi di dalam tas. Berarti mas yang ikutikutan"
Hahaha. Kami pun tertawa bersama. Dan dia segera mengajakku untuk ke parkiran mobil. Di dalam mobil, aku kembali terdiam.
"Kog diem, Nda?"
"Hmm gapapa. Mas, kita mau kemana?"
"Lihat nanti aja. Kamu tidur aja kalau mau tidur. Perjalanan untuk sampe sana butuh waktu lama nih."
Lagi-lagi aku diam. Mas Rama menoleh ke arahku, aku segera menunduk karena ketahuan memperhatikannya.
"Kamu kenapa lagi" Kog nunduk setelah merhatiin aku diem-diem?"
"Yee, siapa yang merhatiin. Engga kog!!"
"Oh, engga merhatiin yaa" Oke..."
"Mas Rama kurusan. Ga kek dulu."
"Katanya ga merhatiin, tapi malah ngomentarin aku kurusan.."
"Cck!" "Hahaha. Digituin aja langsung diem. Aku dari dulu kan emang segini, Nda.. Mungkin karena kamu lama ga ngeliat aku, jadinya kamu ngira aku kurusan."
"Engga kog. Mas Rama memang kurusan. Itu jam tangan yang mas pake, jam tangan yang dulu kan" Biasanya jam tangannya ga akan turun ke pergelangan tangan. Tapi sekarang?"
"Hahaha iya iyaa, aku ngaku deh kalau aku kurusan. Dasar kamu yaaa, paling bisa deh!!"
30 menit kemudian kami tiba di sebuah pantai. Ga nyangka Mas Rama bakal ngajakin ke sini.
Karena kami sama-sama belum sarapan, kami pun terlebih dahulu ke tempat makan di tepi pantai itu. Dan anehnya, Mas Rama memilih tempat makan yang ada larangan merokok.
"Mas Rama sudah ga ngerokok" Kog milih tempat makannya disini?"
"Hm bukan engga ngerokok sih, cuma aku lagi bawa pramugari, ntar kalau dia batuk-batuk kan kasian."
"Yee, biasa aja kali.. Engga segitunya juga. Hehehe."
Aku merasa banyak bertanya pagi itu. Seakan-akan aku butuh untuk menyesuaikan diri lagi dengan kebiasaan Mas Rama yang sepertinya tidak sama seperti dulu. Dulu Mas Rama suka memilih tempat dimana dia bisa merokok, meski dia tahu aku ga betah dengan asap rokok. Jadi aku yang selalu ngebetah-betahin biar aku bisa denger banyak ceritanya. Saat nunggu pesanan kami datang, aku asyik menikmati pemandangan pagi itu. Dan kemudian Mas Rama kembali membuka percakapan.
"Nda..... Aku minta maaf untuk semua kesalahanku selama ini. Dulu aku bener-bener jahatin kamu. Ngacuhin kamu. Ga peduliin kamu. Maaf. Aku tau permintaan maafku ini ga akan pernah sebanding dengan sakit yang udah kamu rasain."
"Mas Rama ngomong apa" Dinda gapapa. Dinda baik-baik aja kog, hehehe. Mas Rama sama sekali ga nyakitin Dinda, Dinda yang nyakitin Mas karena Dinda yang ngakhirin hubungan kita."
"Mas Rama..... Maafkan Dinda karena telah membiarkan Mas Rama menikah dengan dia, jika Dinda tau akhirnya Mas akan tersakiti seperti ini, Dinda tidak akan pernah membiarkan mas menikahinya dulu. Maafkan Dinda."
"Hahaha. Bukan salah kamu kog. Aku yang salah. Dulu aku pikir dia cewek yang cocok buat aku karena kita punya banyak kesamaan sifat, kesamaan hoby. Ternyata... karena aku cuek, dia pun juga cuek. Hidupku setelah menikah yaa sama seperti hidupku sebelum menikah. Sarapan yaa masih sarapan diluar. Ngopi yaa masih ngopi diluar. Nyuci yaaa masih ngelaundry sendiri. Kita sama-sama sibuk dan mentingin keinginan kita masing-masing. Pernah saat itu aku lagi kecapean, maag kambuh, demam tinggi. Aku telpon dia malem-malem, karena kita biasanya tidur di rumah masing-masing, aku bilang ke dia kalau aku butuh dia untuk ngerawat aku, tapi dia bilang dia capek dan besok harus meeting. Hahaha." "Dinda, itu dulu, sekarang aku baik-baik saja. Bahkan aku bahagia melihat Tya sudah menikah lagi dengan pengusaha lain, yang tentunya lebih baik dari aku. Jangan sedih begitu. Jelek tau!!"
Pesanan pun datang disaat Mas Rama baru saja menceritakan kehidupannya dulu. Aku benar-benar sedih mendengarkan cerita Mas Rama.
Sebelum mengambil lauk, aku melakukan kebiasaanku dulu yang selalu menaruh setengah porsiku di piring Mas Rama. Setelah beberapa detik aku meletakkan nasiku ke piring Mas Rama, aku baru sadar kalau sekarang ini bukanlah dulu. Dan aku segera mengambil kembali nasiku yang sudah duduk manis di piring Mas Rama. Namun Mas Rama menahan tanganku.
"Kamu mau ngapain?"
"Hmm maaf, Dinda mau ngambil nasi Dinda."
"Ngapain diambil" Bukannya kamu memang setengah gitu makannya" Udah gapapa, santai aja, ga usah panik gitu, Nda.."
Sial. Dia tau aku panik. Setelah kami melahap semua pesanan yang dihidangkan, Mas Rama lagi-lagi membuka percakapan.
Dinda, pria disamping kamu tadi, itu pacar kamu"
Aku menggeleng. Kog menggeleng" Itu artinya dia bukan pacar kamu"
Aku mengangguk. Oh begitu. Hehehe. Lalu pacar kamu yang mana"
Aku terdiam. Lagi-lagi. Kemudian hening.
Setelah lama kami dalam diam, aku pun mulai menjawab dengan nada perlahan dan sedikit terisak.
"Dinda masih berharap...
Seseorang yang duduk didepan Dindalah yang menjadi...... Pacar Dinda...
Seseorang yang selama ini Dinda cintai dan..... sangat sulit untuk bisa lenyap dari ingatan dan hati Dinda."
Setelah pernyataan itu, Mas Rama segera berdiri dari tempat duduknya, mendekatiku, menarikku dari tempat dudukku dan kemudian memelukku erat. Dan aku menangis sejadijadinya. Aku benar-benar merindukan hangatnya pelukan ini dan wangi khas dari tubuh Mas Rama. Karenanya aku tidak menyadari bahwa kepalaku benar-benar tenggelam dalam pelukannya dengan keadaan menghadap dada Mas Rama, bukan menoleh.
"Nda, kamu baik-baik aja kan?", tanya Mas Rama yang masih memelukku erat.
Aku tak menjawab. "Ndaaa?" "Ma ama, Inda ha bia napa"
"Apa?" "Inda hga bia napa....as"
Dan setelahnya dia segera melepas pelukan eratnya. Dan dia menarik hidungku dan mencubit pipiku yang pasti sudah memerah.
Kemudian, dia mengecup keningku....
"Nda, dulu kamu menjadi seseorang yang terindah di masa laluku. Lalu sekarang, kamu mau menjadi seseorang yang sangat indah di masa depanku" Menemaniku dan selalu ada buat aku" Kamu mau, Nda?"
Aku hanya tersenyum menatapnya. Dan dia kembali mencium keningku.
"Terima kasih untuk penantian kamu selama ini, Nda. Aku beruntung dicintai wanita sesetia kamu."
### Tulisan Dinda: calon istri saya 14-08-2014 17:52
Quote: "Terima kasih untuk penantian kamu selama ini, Nda. Aku beruntung dicintai wanita sesetia kamu."
Sekali lagi aku tersenyum dengan apa yang Mas Rama ucapkan.
'Terima kasih Tuhan, saat-saat seperti inilah yang aku tunggu-tunggu selama ini. Dan terima kasih telah memberikan aku kekuatan selama nunggu Mas Rama.', batinku.
Aku dapat melihat keceriaan yang Mas Rama rasakan dari sorot matanya. Dia tidak segugup pagi tadi saat aku menghampirinya sehabis landing.
Setelah Mas Rama membayar menu sarapan kami, Mas Rama mengajakku ke tengah dermaga di pantai itu. Ada 2-3 gazebo disana. Dan kami memilih gazebo pertama, di sisi kanan dermaga. Kami duduk bersebelahan, menghadap ke tengah laut.
"Ndaa... Aku belum denger kamu bilang kalau kamu sayang aku. Daritadi kamu hanya senyum-senyum aja."
"Selama ini Dinda nunggu Mas Rama, apakah masih perlu Dinda nyatakan bahwa Dinda sayang Mas Rama?"
"Iya sih. Tapi kan aku pengen denger langsung juga, Nda.. Aku takut kamu kepaksa balikan sama aku."
"Engga kepaksa kog, Mas Rama."
"Kalau ga kepaksa, yaudah bilang kalau kamu sayang aku."
"Mas Rama, kita bukan anak kecil lagi." , godaku.
"Ck tau ah.. Terserah! Disuruh ngomong gitu aja susah!! Paling kamu juga lagi sayang sama orang lain kan" Makanya ga mau ngo..."
*Cuup* Aku mencium pipinya.
"Dinda sayang Mas Rama, sayang banget.", kemudian aku tersenyum. Dia jadi senyum genit gitu, hehehe. Aku tau Mas Rama ngomel-ngomel begitu karena pengen dimanja aja, kangen mungkin dia. Padahal dulu, aku yang begitu, bukan Mas Rama. Hehehe.
"Ndaaaa......."
"Dalem...." "Selain sama aku, kamu pacaran sama siapa?"
"Hehehe.. Mau tau aja atau mau tau banget?"
"Seriusan... Pilot yaa" Atau Pramugara" Atau...."
"Dinda ga pacaran lagi setelah putus sama Mas Rama."
"Kamu serius" Kenapa emang?"
"Serius. Karena Dinda ga bisa lupain Mas Rama."
"Lalu, ada yang naksir kamu, Nda" Pasti banyak yaaa."
"Menurut Mas Rama begitu" Enggalah, ngga banyak."
"Cerita dong... Aku kangen denger cerita-cerita kamu nih...."
"Yaa saat Mas Rama pergi, Dinda ga pernah bisa suka sama lelaki lain. Ada Kapten Pilot yang baik banget sama Dinda, namanya Dino. Dia selalu merhatiin Dinda, meski Dinda dingin banget sama dia. Yaa dia sering nyatain perasaannya buat Dinda, tapi Dinda selalu bilang, kalau Dinda lagi nunggu seseorang. Dia pun berkeinginan untuk nunggu Dinda juga. Dia sering ngajak jalan, tapi jarang banget jalan berdua, biasanya bareng temen-temen gitu. Selain Dino, ada Anggra juga yang baik banget sama Dinda. Dia pramugara, seangkatan dengan Dinda. Jadi saat masa karantina, kami berdua saling bersaing. Setelah terbang, kita jarang banget dapet jam terbang yang sama, sekali dapet jam terbang sama, dia selalu tau kebiasaan Dinda yang pasti bakal pengen makan sphagetty sebelum terbang malem, dan dia selalu beliin sphagetty buat Dinda. Hehehe. Bahkan, mereka berdua pernah jagain Dinda saat Dinda di rumah sakit."
"Di rumah sakit" Kapan?"
"Tahun lalu... Saat...."
"Saat kamu jatuh dari garbarata?"
"Loh, kog Mas Rama tau Dinda pernah jatuh di garbarata?"
"Aku baca sms kamu sama Ibu."
Tiba-tiba, handphone Mas Rama berbunyi.
Drama Dari Krakatau 1 Mr Quin Yang Misterius The Mysterious Mr. Quin Karya Agatha Christie Bencana Tanah Kutukan 2
^