Pencarian

Asleep Or Dead 1

Asleep Or Dead Karya Bunbun Bagian 1


?"Masa ini adalah lanjutan dari sebuah Masa yang Paling Indah yang dituangkan oleh suami ku tercinta Agatha
And I know There's nothing I can say To change that part
But can I speak" Well is it hard understanding I'm incomplete
A life that's so demanding I get so weak
A love that's so demanding I can't speak
I see you lying next to me
With words I thought I'd never speak Awake and unafraid
Asleep or dead Hai Good People... Salam kenal dari aku, Bunbun. Panggil saja aku Bunbun, karena nama asli dan nama karakter ku disini tidak boleh diberitahukan dahulu.
Aku adalah seorang wanita yang memiliki suami bernama Oda Agatha, atau kalian mengenalnya di forum ini sebagai Reza / Eza / Kadal Bunting sebagai nama samarannya. (Jujur, yang terakhir engga banget sih Yah ).
Sebenarnya, Oda sudah meminta izin kepada ku dari akhir bulan februari lalu untuk melanjutkan ceritanya. Dan dari awal bulan maret, aku sudah memberikannya izin. Tentunya dengan berbagai syarat. Karena aku tidak ingin kejadian dari cerita sebelumnya (MyPI-red.) terulang. Dimana ditengah-tengah cerita, ada salah satu keluarga karakter yang meminta tolong untuk menghapus salah satu part dicerita itu.
Dan sejujurnya, berat bagi ku dan Oda untuk membagikan kisah kali ini pada kalian. Aku mencintai Oda setulus hati ku, menyayangi Oda sepenuh hati ku, dan dengan ikhlas merelakan apa yang sudah aku lalui untuk hidup bersamanya.
Sekarang, secara pribadi, aku sebagai istrinya, meminta kepada kalian pembaca cerita ini, agar bisa menjaga etika dalam berkomentar. Terutama ketika nanti ada beberapa cerita yang melibatkan karakter lain.
Oh aku hampir lupa, Ayah! Engga ada lagi adegan dewasa dalam cerita kali ini! Engga ada revisi atau delete mulai sekarang! Aku langsung minta closed thread ini atau delete sekalian thread nya!
Aku juga udah baca aturan disini, jelas-jelas engga boleh masukkin adegan stensilan! Ee malah bandel! Untuk kalian yang kecewa karena aku engga bolehin Oda nulis adegan dewasa, kenapa engga cari cerita stensilan disitus lain aja ". Maaf ya, sekali lagi, pokoknya kalao sampai Oda share adegan mesum y ang kelewatan, aku minta stop dan closed thread!
Jangan dipikir aku nyaman dan kuat nahan sabar, ngeliat cerita adegan yang ga' pantas dipublikasikan! Apalagi ini suami ku sendiri. Maaf kalau terlalu kasar, maklum aja, tengah bulan (Jangan lupa tempura seminggu sekali ya Yah)
*Awas kalao diedit ketikan ini Yah! ... ... ...
Dan inilah lanjutan kisah suami ku saat masa kuliahnya dahulu. Happy reading Good People...
Ayah, We love you as always, forever and ever... Much Love Bunbun & Orenz.
PROLOG Quote: Demi masa yang sudah terlewati, Aku memohon pengampunan-Mu ya Tuhan ku.
Demi masa yang sudah terlewati, Aku memohon maaf kepada mu wahai Ratu ku.
Demi masa yang sudah terlewati, Aku memohon kuatkanlah diri ini wahai Gadis Penghuni Surga.
*** Quote: Tahukah kau apa yang kau lakukan itu Tahukah kau siksa diriku
Bertahun ku nantikan jawaban darimu Bertahun-tahun ku menunggu
Kau sangka, aku akan menyerah Kau sangka, aku akan pasrah Dirimu tak perdulikan aku
Walau cinta hanya untukmu Walau kasih hanya untukmu Walau sayang hanya untukmu Untukmu..
Untukmu.. Untukmu... Kau mimpi-mimpiku Cinta gilaku hanya padamu Hanya kau belahan jiwa Cinta membara tiada tara
Tapi, dimana hatimu " Dimana hatimu "
Kini kau biarkan aku menjalani hidup sendiri sekarang, dan selamanya.
Aku tidak takut untuk terus hidup di dunia ini Aku tidak takut untuk susuri dunia ini sendiri
Dan inilah, Hidup yang banyak menuntut Juga cinta yang banyak menuntut.
Penggalan-penggalan lirik yang Gua gabungkan diatas sukses membuat Gua tertawa hingga mengeluarkan butiran airmata disudut indra penglihatan ini. Tapi sayangnya tawa dan airmata itu bukanlah sebuah perasaan kebahagiaan, melainkan sebuah rasa ironi ketika Gua mengingat kembali sebuah kisah tentang anak manusia yang masuk kedalam cinta penuh elegi.
Reza Agatha adalah nama Gua, seorang lelaki yang baru lulus dari sebuah sma di jawa barat. Pencarian jati diri yang sebenarnya bagi Gua pribadi dimulai di masa ini. Kisah lanjutan dari sebuah masa yang paling indah ketika SMA dahulu. Masa remaja dan masa transisi dari anak sma ke masa kuliah akan Gua tuangkan dikisah kali ini. Sebuah kisah yang akan menuntun Gua kepada cerita usang yang terekam dengan sangat rapih dalam memori otak Gua, tak ada sedikitpun kenangan dari cerita ini yang Gua lupakan.
......... Gadis itu telah tumbuh menjadi seorang perempuan yang cantik, baik hati, pintar, anggun mempesona dan lebih dewasa dari sebelumnya. Tak ada satupun laki-laki yang meragukan pesonanya, tak terkecuali diri ini. Apa yang coba diperjuangkannya berbuah manis, semanis harapannya. Ya, semoga tetap begitu dan terlihat seperti itu. Bukan sebuah angan-angan belaka. Bukan juga sebuah kesemu-an belaka. Segala pengorbanan Dia dan Gua membuat semua orang iri. Tapi apakah keirian mereka orang berbanding lurus dengan kenyataannya " Dan Tuhan akan menunjukkan betapa sebuah harapan manusia hanyalah keegoisan semata dari manusia tersebut, karena pada akhirnya Tuhan pula lah yang berkehendak.
Nikmati dan resapi setiap kata yang tertulis dalam kisah kali ini. Bukalah mata dan hati kalian, agar menjadi saksi dari dosa-dosa yang pernah dilakukan.
So rise your glass high for the espresso...
PART 1 September 2006 akhir, yang juga menjadi awal bulan puasa ditahun ini membuat gua mendaftarkan diri untuk menjadi seorang mahasiswa. Memang akhirnya gua memilih program D3 untuk jurusan perhotelan di kampus yang terletak di selatan jakarta ini, setelah sebelumnya meninggalkan kursus komputer yang belum selesai, dan baru berjalan satu bulan itu bersama Unang.
Gua baru mendaftar ke STP ini dengan ikut pada gelombang ketiga, yang jelas biayanya lebih besar dari gelombang pertama, belum waktu pendaftaran yang hampir tutup. Tapi alhamdulilah, gua masih bisa masuk ke STP ini dan menjadi salah satu mahasiswa disini.
Bukan tanpa alasan gua akhirnya memilih jurusan perhotelan. Sebuah pandangan akan realita kehidupan yang lebih baik dan mudah didapat, sukses membuat pikiran gw langsung menyetujui pandangannya. Bagaimana tidak ", bak seorang motivator ulung, Kinanti sukses mendoktrin gua akan dunia kerja di perhotelan yang menggiurkan. Belum lagi peluang kerjanya lebih besar dibandingkan bidang lainnya. Apalagi saat itu jurusan perhotelan masih asing ditelinga gua. Karena itulah gua berpikiran yang sama dengannya. Dan mungkin benar katanya, saat ini lahan pekerjaan di dunia perhotelan tidak akan surut, banyaknya wisatawan dan hotel-hotel di negara kita membuat kebutuhan sdm pada dunia itu melonjak drastis.
Pada akhirnya, ucapannya itu terbukti, bisa kita lihat sekarang banyak sekali hotel-hotel baru yang dibangun diberbagai daerah di negeri ini.
Alasan lainnya adalah Ayah gua yang pulang dan kembali bercengkrama dengan keluarga di awal september ini. Beliau pulang dari New Zealand setelah mendapatkan waktu liburan atau cuti mungkin, selama satu bulan setengah. Enggak ada ya cuti lebih dari satu bulan selain cuti hamil " Tapi di perusahaan tempat Ayah gua bekerja ada untuk pegawai laki-laki. Hehehe... Mungkin karena Beliau pegawai asing, jadi bisa mendapatkan liburan yang lama.
Ketika Beliau tau gua hanya mengambil kursus sebagai pendidikan selanjutnya setelah sma, Beliau langsung meminta gua memilih melanjutkan pendidikan lagi di perguruan tinggi. Dan ketika saran Kinan sebelumnya sukses mendoktrin gua, gua pun mengutarakan keinginan gua kuliah di SPT yang sama dengan Kinan kepada Beliau.
Alhamdulilah Beliau langsung setuju dengan jurusan yang akan gua ambil, lalu biaya pendaftaran pun dilunasi oleh Beliau. Dan uang semesteran berikut biaya hidup ditransfer ke rekening gua. Namun tabungannya gua bagi menjadi dua tabungan di bank yang berbeda, sesuai permintaan Beliau. Maksud beliau agar biaya kuliah dan biaya hidup gua dipisah saja. Maka tabungan khusus untuk biaya kuliah itu gua titipkan kepada Nenek, yang akan gua pakai nanti jika keperluan bayar semester, praktikum dan lain sebagainya sudah harus dibayar. Dan tabungan satu lagi, tabungan biaya hidup sehari-hari gua pegang sendiri.
Ada hal lain yang membuat tabungan gua bertambah, apalagi kalau bukan simpanan tabungan dari Almh. Ibu gua yang dititipkan kepada Kaka tiri gua, Nindi. Sesuai surat wasiat almh. Ibu yang ditunjukkan Nindi kepada gua, Nindi memberikan sebuah tabungan yang dananya dicairkan ke rekening gua. Dan akhirnya, alhamdulilah, sangat-sangat alhamdulilah gua ucapkan syukur atas rejeki yang gua terima ini. Biaya kuliah dan hidup yang gua terima dari Ayah dan almh. Ibu jika digabungkan lebih dari cukup untuk membeli sebuah rumah di pondok indah, tapi yang paling murah dan sederhana sih.
Tapi perkuliahan gua diawali dengan hati yang sedikit dongkol, pasalnya, yang gua tau jika bulan puasa itu, kampus lain rata-rata memberikan libur panjang. Gua bisa berpikir seperti itu karena mengetahui Dewa, Mba Yu dan Nindi telah liburan sebelum puasa tahun ini dimulai, bahkan lamanya liburan ada yang sampai dua bulan, rata-rata masuk kembali ke kampus mereka masing-masing usai libur lebaran.
Atau contoh yang lebih mudah, kampus gua ini memang sebuah STP jurusan perhotelan dan pariwisata, tapi kalau secara general, kampus gua adalah sebuah kampus besar ternama yang memiliki gedung utama di daerah Jakbar. Beberapa fakultas umum jelas berada di kampus utama itu. Beda halnya dengan gedung kampus gua, bahkan aturannya pun berbeda. Gua malah merasa jurusan yang gua pilih di anak tiri-kan oleh pusat, (kampus utama-red.).
Ah, ada satu hal penting soal hubungan gua dan sang kekasih, Wulan. Kami masih sering berkomunikasi, walaupun waktu kebersamaan gua dan Wulan semakin berkurang. Ya, semakin berkurang karena dia kuliah di Bandung dan gua di Ibu kota. Awal tahun 2006 hingga kelulusan sma di bulan juni lalu, gua dan Wulan masih bisa bertemu satu minggu sekali di kota gua. Tapi ketika dirinya pindah lagi ke bandung dan kost disana, kami mulai semakin sulit bertemu. Wulan sibuk untuk mengikuti masa orientasi maba disana. Sedangkan gua saat itu masih sibuk mencari -cari kampus walaupun akhirnya sempat kursus komputer bersama Unang. Ketika Wulan sudah resmi menjadi mahasiswi fakultas kedokteran gigi, semakin jarang lagi intensitas kami untuk bertemu. Gua belum pernah ke Bandung untuk menemuinya, begitupun Wulan, belum pernah lagi ke Ibu Kota untuk menemui gua. Kami bertemu hanya pada saat dia pulang ke kota kami. Awal agustus hingga september akhir ini, gua dan Wulan baru satu kali bertemu. Hubungan kami memang masih berlanjut, komunikasi via hp masih lancar, tapi perasaan kami lah yang mengganjal. Ya, baik gua ataupun Wulan sebenarnya sadar akan hal ini, ada sesuatu yang siap meledak bagai bom waktu dalam hubungan kami berdua. Apalagi kalau bukan soal perasaan kami yang semakin berkurang pada hubungan ini. Dan gua ataupun Wulan sama-sama menutup mata akan hal tersebut. Mungkin bagi kami, lebih baik membiarkan hal tersebut meledak pada waktunya nanti.
......... Satu minggu dari awal puasa, gua sudah aktif mengikuti kelas dan kegiatan belajar di STP ini. Oh ya, nilai tambah dari jurusan yang gua pilih dari kampus ini adalah tidak adanya masa orientasi untuk Maba seperti fakultas-fakultas lain di kampus utama. Dan lagi-lagi, bagi gua pribadi, ada nilai minusnya. Karena gua berharap bisa menjadi mahasiswa seperti pada umumnya, yang memakai pakaian casual sehari-hari, rambut boleh gondrong (untuk beberapa fakultas), dan tidak menuntut penampilan yang sangat rapih layaknya di sma dulu. Tapi sayang seribu kali sayang, di jurusan gua ini ternyata mewajibkan para mahasiswa/i nya memakai seragam. Grooming is everything.
Lucu dan konyol rasanya, saat gua sedang bercermin di dalam kamar gua pagi ini. Kemeja lengan pendek, dasi dan celana bahan biru dongker sudah membalut tubuh gua. Belum lagi sebuah jas yang harus gua kenakan nanti ketika di kampus. Rasanya gua seperti pegawai spb sebuah produk, yang siap menawarkan barang dagangan kepada masyarakat secara door-to-door. Btw, seragam kemeja kampus gua bukan berwarna putih dan jasnya pun bukan berwarna hitam.
(Maaf, gua bukan memandang rendah sebuah pekerjaan yang mengharuskan pakaiannya seperti yang gua jabarkan, tapi saat itu, gua berpikir kalau gua sebagai mahasiswa kok malah harus memakai seragam seperti itu, rasanya tidak cocok untuk diri gua secara pribadi.).
Kembali ke waktu gua mengikuti perkuliahan. Singkat cerita, gua sudah berada di kampus setelah sebelumnya menaruh si kiddo di stasiun kota gua dan naik krl ke jakarta selatan ini.
Gua dan Kinan berbeda kelas, ya jelas sih, karena dia kan Maba gelombang pertama. Otomatis Kinan sudah duluan kuliah di kampus ini walaupun kami satu angkatan sekarang. Kakak kelas gua yang pada saat di sma dulu itu selalu berbaik hati pada gua, kini jadi jauh lebih baik lagi ketika kami seangkatan di kampus yang sama. Kebaikkannya " Nantilah gua ceritakan seiring berjalannya cerita ini.
Di kampus ini gua berada dikelas G, atau kelas paling akhir di angkatan gua. Menurut gua, terdamparnya gua di kelas G ini jelas karena masuknya gua di gelombang ketiga, sedangkan Kinan yang masuk gelombang pertama berada di kelas B. Jarak ruangan kelas gua dan Kinan dekat, sangat dekat malah, karena kelas gua berseberangan dengan kelasnya, hanya dibatasi oleh taman yang berada ditengah-tengah di dalam kampus ini.
Satu kelas G terdiri dari 23 mahasiswa/i baru. Sedikit ya " Memang. Maklumlah, gua rasa karena jurusan yang gua pilih mungkin belum terlalu populer saat itu. Mungkin loch ya. Karena bagaimanapun, buktinya satu angkatan gua terdiri dari kelas A sampai G, yang rata-rata berisikan mahasiswa/i sebanyak 23 hingga 25 orang. Hitung saja rata-rata mahasiswa/i yang di wisuda diangkatan gua jika lulus semua secara bersamaan. Sedikit menurut gua dibandingkan jurusan lain pada umumnya.
Gua duduk di kelas G dibarisan meja dan bangku bagian tengah, bukan paling belakang yang berada paling atas/tinggi, dan bukan juga dibagian depan yang paling bawah/rendah. Ya, model kelas di kampus gua itu bertingkat-tingkat seperti undakan untuk meja dan bangkunya.
Bulan puasa mengikuti perkuliahan itu rasanya seperti berada di ruang tunggu pasien dengan nomor antrian yang jauh. Ruangan ber-ac berikut sang dosen yang menerangkan dengan semangat 4 tanpa 5, alias kurang semangat, sukses membuat gua boring dan mengantuk. Matkul hari ini adalah bahasa mandarin. Matkul wajib bagi maba di semester awal seperti gua. Manteub gak tuh " Bahasa mandarin gais, bikin otak gua mumet dan pusing melihat hurufnya. Alhasil, gua pun sukses diminta keluar kelas oleh dosen karena ketauan tertidur saat dirinya menerangkan dari bawah sana.
Gua menuju toilet yang berada diujung lorong deretan kelas gua. Beres mencuci muka dan keluar dari toilet, ternyata ada lagi yang menambah semangat gua untuk tetap membuka mata di bulan puasa ini. Seorang perempuan yang juga mahasiswi seangkatan dengan gua namun berbeda kelas sedang berjalan kearah toilet, dimana gua masih berdiri di ambang pintunya.
Rambut panjangnya berwarna hitam kemerahan, mata yang tertutupi softlens biru dan tubuh proposionalnya cukup menggoda mata gua, di saat gua harus menahan godaan agar tidak batal puasa.
Semakin dekat dirinya berjalan, sampai akhirnya dia melintas di depan gua, lalu masuk ke toilet khusus wanita disebelah kiri gua. Ada hal yang membuat gua tersenyum, apalagi kalau bukan karena dia melemparkan senyuman duluan ketika melintas tadi. Dan yang gua tau, senyum itu termasuk sedekah. Nah, karena ini bulan suci, bulan ramadan, maka gua harus perbanyak sedekah, insha Alloh nanti pahala gua berlipat ganda karena banyak sedekah seperti tersenyum tadi.
Gua tidak kembali ke kelas, ya jelaslah, kan gua sudah 'diusir' oleh dosen, dan pesannya jangan masuk lagi hingga jam matkul dia selesai siang ini.
Gua sekarang duduk di bangku kayu yang bentuknya melingkari sebuah pohon di tengah taman kampus, berada ditengah-tengah antara kelas A sampai D berikut ruang dosen serta musholla, dengan kelas E sampai G berikut toilet di lantai dasar ini. Oh ya, kelas maba yang gua sebut dari A sampai G tadi berada dilantai dasar kampus, sedangkan lantai satu untuk mahasiswa angkatan lainnya beserta lab. Komputer, lantai dua untuk mahasiswa jenjang D4 beserta beberapa ruangan praktikum serta lab. Komputer lagi, dan terakhir di lantai tiga ada aula, ruang praktikum lagi, serta studio musik amatiran.
Studio musik " Iya. Gua gak salah nulis. Memang ada studio musik ala kadarnya di kampus gua ini. Karena yang gua dengar dari salah satu pegawai kampus, studio musik itu dibuat oleh alumni kampus gua beberapa tahun lalu, tentunya setelah izin kepada pihak kampus. Memang kampus gua khusus untuk jurusan perhotelan, tapi adanya studio musik itu ibaratnya sebagai media kreatif mahasiswa/i kampus ini. Bukan sebagai ekskul atau matkul di kampus. Yang mau pakai studio itupun bebas, asalakan sudah booking hari dan jam. Biaya " Cukup 50 ribu rupiah, kita bisa menggunakannya selama 2 jam dalam 3x sebulan. Total berarti 6 jam dalam sebulan. Murahkan " Tapi itupun harus antri, ada waiting listnya. Dan yang enggak asiknya, hanya bisa digunakan di hari sabtu dan minggu, karena dari senin-jum'at dilarang menggunakan studio tersebut, karena bisa mengganggu aktifitas belajar mahasiswa, walaupun sudah memakai peredam ruangan.
Kembali saat gua masih duduk bersandarkan pohon dibelakang punggung gua. Nyaris saja mata ini terpejam kembali ketika angin sepoi-sepoi menerpa gua, tapi rasa kantuk itu hilang seketika saat mahasiswi yang gua lihat sebelumnya berjalan lagi, dan lagi-lagi kearah tempat gua berada.
"Siang...", sapanya dengan senyum yang manis ketika sudah berdiri di depan gua, "Boleh duduk disini juga ?", tanyanya kemudian.
"Siang juga", "Oh silahkan Mba...", jawab gua sambil tersenyum juga.
Kemudian mahasiswi di depan gua itu duduk di samping kiri gua, jarak duduk kami cukup jauh, mungkin jaraknya bisa untuk satu orang duduk diantara kami berdua.
"Lagi enggak ada kelas ?", tanyanya lagi.
"Heum ", Oh ada kok, kelas mandarin..",
"Cuma yaa, baru aja diminta keluar tadi, ha ha ha...", jawab gua sedikit malu.
"Loch ?", "Kenapa memangnya ?".
"Hehehe...", gua terkekeh sebelum menjawab pertanyaannya lagi,
"Biasa, gara-gara ketiduran tadi, terus diminta keluar deh sama dosennya...", jawab gua kemudian.
"Hmm, karena puasa jadi ngantuk ?" "Alesan aja itu maa...", tembaknya kepada gua.
"Ah ha ha ha...",
"Ya salah satunya itu, cuma alesan sebenernya gara-gara dosennya enggak bisa bangun suasana di kelas..",
"Ditambah lagi itu dosen enggak ada semangat-semangatnya buat ngajar mahasiswanya...", jelas gua kepadanya.
"Alesan teruss... Hihihi...", ledeknya.
"Laah... Beneran kok",
"Coba aja rasain kalo ketemu matkul tuh dosen..",
"Eh, itu juga kalo sampai dosen yang ngajar gua ke kelas Lo sih...", ucap gua.
"Hahaha...", "Bisa aja Lo...",
"Oh ya nama Lo siapa ?", kali ini senyumnya semakin manis terlihat oleh gua.
"Gua Eza....", "Nama Mba sendiri siapa ?", tanya gua balik.
"Veronica...", "Eh jangan panggil Mba lah, kita satu angkatan kok, berasa tua deh gue haha...", jawabnya.
Nama yang bagus, seperti tante operator telpon jaman baheula, he he he he... Perkenalan gua dengan Veronica tanpa berjabat tangan, lebih santai. Btw, kenapa gua menyingkat nama Veronica menjadi Vero, seperti terbaca Vera, karena nama asli kedua karakter tersebut memang hampir mirip jika disingkat.
Obrolan kami di taman kampus ini sudah berlangsung selama setengah jam. Dimana akhirnya gua lebih mengetahui tentang Vero. Kami pun ternyata seumuran, mahasiswi yang ternyata satu kelas dengan Kinan itu berasal dari Kalimantan. Dia datang ke Ibu kota untuk melanjutkan pendidikannya, sama seperti kebanyakan anak rantau. Jelas sudah bahwa dia tinggal disini sebagai anak kost-an.
Veronica memiliki kulit yang putih seperti kebanyakan warga keturunan lainnya, memerah jika terpapar sinar matahari tanpa bisa menghitam, lalu matanya yang tidak terlalu sipit itu, tidak cukup untuk menutupi bahwa Vero memang keturunan asli bangsa dari negeri tirai bambu.
Lalu gua menanyakan kenapa dirinya juga bisa berada di taman ini, sedangkan sepertinya, kelas Kinan sedang ada praktikum sebuah matkul di lantai dua kampus. Dan jawabannya cukup membuat gua heran, bosan. Ya, Vero hanya bosan mengikuti praktikum kelas table manner yang sudah sering ia ikuti dari sejak sekolahnya dulu. Ternyata memang Vero ini dulunya bersekolah di smk yang memiliki jurusan perhotelan juga. Tidak lama kemudian, gua melihat dosen bahasa mandarin dari kelas gua keluar, lalu diikuti teman-teman kelas.
"Nah, kelas gua udah bubar tuh, pada istirahat... Lo enggak mau istirahat juga ?", tanya gua kepada Vero.
"Ini mau ke kantin, Lo puasa gak ?", tanya balik Vero kepada gua.
"Alhamdulilah gua masih puasa..",
"Ya udah gua ke kelas dulu ya...", jawab gua sembari bangkit dari bangku taman ini.
Akhirnya Vero menuju kantin kampus, sedangkan gua kembali ke kelas untuk melanjutkan tidur yang sempat terganggu sebelumnya.
Btw, kantin dikampus gua memang buka, hanya beberapa kedai saja yang buka selama bulan puasa ini. Dan disediakan sebagian ruangan yang tertutup di dalam kantin khusus diperuntukkan mahasiswa/i yang tidak berpuasa, seperti ruang kelas gitu.
Veronica memang non-muslim, jadi dirinya tidak wajib untuk berpuasa, dan rata-rata mahasiswa/i disini dominanya tidak berpuasa seperti Vero. (Bukan sara ya Gais).
Gua sudah menancapkan headset ke kedua telinga gua untuk mendengarkan lantunan lagu akustik dari N-gage classic gua. Lalu gua benamkan kepala beralaskan kedua tangan yang dilipat diatas meja. Berharap tidur kali ini sempurna, tidak terganggu lagi.
Mungkin baru beberapa menit gua mengarungi alam mimpi ketika ada tangan yang menggoyanggoyangkan bahu gua.
"Heum ?", gua bergumam sambil membuka mata.
"Za..", "Bangun...", ucap suara seorang perempuan.
Gw pun perlahan-lahan mengangkat kepala dan menengok kearah suara disisi kiri gua itu. Dan ternyata Kinan sedang duduk disamping gua sekarang.
"Loch Kak ?", "Ada apa ?", tanya gua sambil mengucek mata.
"Udah selesai kelas kamu nih..",
"Kamu dibangunin sama teman sekelas tapi gak bangun-bangun daritadi...", ucapnya lagi.
Gw menyapukan mata ke ruangan kelas gua ini, dan hanya ada beberapa teman kelas gua yang masih ada di dalam sini, mereka melihat gua sambil tertawa. Lalu suara dari seorang wanita dari bawah sana membuat gua malu.
"Sudah selesai Mas tidur siangnya ?", tanyanya dengan nada suara yang menahan tawa. "Ha ha ha ha ha....", teman-teman kelas yang sisa lima orang di kelas ini pun menertawakan gua.
Dosen wanita yang tadi bertanya kepada gua pun ikut tertawa, lalu dirinya tersenyum sebelum beranjak keluar kelas gua.
"Kamu itu tidur selama mata kuliah Bu Dewi Za..",
"Kuat banget kamu tidur, emang begadang semalam ?", tanya Kinan lagi.
"Masa sih " Selama itu aku ketiduran ?",
"Semalam " Enggak kok, gak begadang, malah gak sempat sahur...", jawab gua kepada Kinan.
Ternyata, gua tidur selama 2 jam lamanya, selama itu pula matkul housekeeping yang diajar Bu Dewi gua lewati dengan mengarungi alam mimpi. Kinan cerita kalau dirinya menunggu gua di depan kelas tadi, ketika teman-teman kelas gua sudah keluar, Kinan masih juga belum melihat gua keluar, akhirnya dia masuk kedalam kelas gua, dan melihat Bu Dewi masih merapikan buku-bukunya di meja dosen, lalu hanya ada lima orang teman kelas gua yang belum pulang. Terakhir, gua lah yang dia lihat masih tertidur disini.
Kabar baiknya, Bu Dewi tidak marah kepada gua karena tertidur selama dia mengajar, malah Bu Dewi meminta teman-teman gua untuk tidak mengganggu gua yang asyik ketiduran. Baik banget ini dosen satu. Wah bakal jadi dosen favorit gua nih. Tapi sayangnya, matkul Bu Dewi bukanlah matkul favorit gua. Akhirnya gua dan Kinan pun keluar kelas dan menuju parkiran kampus.
Kami berdua sudah berada di dalam mobilnya, gua yang mengemudikan mobil, sedangkan Kinan duduk disamping gua. Lalu mobil pun gua pacu keluar kampus untuk menuju ke apartemennya.
PART 2 Ketukkan suara bedug yang kemudian berganti dengan suara adzan maghrib dari masjid di dekat resto ini, menandakan waktu berbuka puasa telah tiba.
Hiruk-pikuk dari para pengunjung yang mengucapkan hamdalah dan do'a berbuka puasa pun riuh terdengar. Tidak terkecuali kami berdua. Semoga puasa gua hari ini terima oleh-Nya.
Segelas teh manis hangat menjadi menu pertama yang mampir di lidah dan perut gua, begitupun dengan seorang perempuan berambut seleher disamping gua ini. Dirinya tersenyum ketika menaruh gelas teh manis miliknya itu.
"Alhamdulilah, hari ini lancar puasanya..", "Kamu lancar kan ?", tanyanya kepada gua.
"Lancar sih, tapi entah diterima apa enggak sama Tuhan..", "Hehehe...", jawab gua sambil terkekeh.
"Insha Alloh Za..",
"Yang penting niatnya dulu..",
"Ya udah yuk makan dulu nih kolaknya...", ucapnya lagi sambil memberikan kolak pisang kepada gua.
Ini adalah puasa hari kedelepan di tahun 2006, selama delapan hari itu pula gua alhamdulilah belum batal puasa, soal diterima atau enggaknya, biarlah jadi urusan sang Pencipta. Karena gua pun belum bisa jadi manusia yang baik dalam menjalankan perintah-perintah-Nya.
Selesai menyantap kolak pisang, gua tidak langsung menyantap menu utama pesanan kami berdua. Gua memilih membakar sebatang racun yang memang menjadi momok godaan terberat bagi smoker macem gua ini. Baru saja gua membakar si racun, tangan kiri gua pun ditepak oleh tangan lembutnya. "Iishh.. Malah langsung ngerokok sih..", ucap nya setelah menepak tangan gua tadi.
"Yeee.. Ah gimana sih!",
"Jatoh dah nih rokok ku Kak...", jawab gua hendak mengambil rokok yang terjatuh itu.
Tapi dasar nasib, belum sempat sebatang racun itu gua raih, sepatu kets berwarna pink sudah lebih dulu menyapa sang racun, alhasil gepenglah sudah si racun tak berdaya di lantai resto i ni.
"Enggak usah ngerokok dulu deh!",
"Kurangin tuh rokoknya, nanti sakit paru-paru loch...",
"Udah ayo makan lagi Za..", ucapnya setelah menginjak si racun dengan wajah cemberut.
Kami berdua pun menyantap menu utama yang memang sudah tersedia diatas meja makan resto sebelum adzan maghrib berkumandang. Selesai menyantap makanan, gua pamit sebentar ke toilet kepada Kinan. Aslinya sih gua kedepan resto, mau ngudut bray. Udah gak tahan nih jiwa smoker gua pingin ngisep racun tembakau.
Gua berada di parkiran mobil, duduk diatas pembatas mobil yang berbahan semen keras. Hembusan asap yang keluar dari mulut gua, terbang kearah langit petang diatas sana, lalu pikiran gua menerawang kepada sosok perempuan baik hati yang sedang duduk disalah satu meja resto di dalam sana.
Kinanti, Kakak kelas gua saat di sma dahulu, sekaligus teman satu kampus gua sekarang adalah perempuan yang... Hm.. sedikit anti-sosial. Sepertinya gua enggak salah kok. Karena gua ngerasa dia tidak banyak bergaul di sma pada saat kami di sekolah, padahal dia masuk jadi anggota osis waktu itu. Nyatanya, dari sekian banyak teman sma nya dulu, hanya satu atau dua yang benar-benar dekat dengannya. Sekarang apalagi, setelah kuliah disini, dirinya memilih tinggal di apartemen daripada nge-kost. Gua tanya alasannya, dia bilang lebih privasi. See " Private.
Gua memang baru tau akhir-akhir ini soal kecendurangnnya yang lebih senang membunuh waktu santainya dengan beraktifitas secara individual daripada hangouts bersama temannya. Contohnya adalah ketika hari libur kuliah. Ketika disaat liburan, mahasiswa/i bisa pulang kerumah mereka, Kinan memilih membuat kue di apartemennya sendirian. Kalau satu atau dua kali sih mungkin wajar, tapi ini cenderung selalu begitu. Di lain waktu, dia keluar apartemen hanya untuk membeli kebutuhannya saja, dan lagi-lagi seorang diri, tanpa pernah mengajak teman kampusnya. Lalu kenapa gua bisa dekat dengan Kinan " Pengecualian memang hanya untuk A'a Eza seorang, Ppffftt...
Beres buka puasa di resto ini, kami berdua kembali kedalam mobil untuk pulang. Di dalam mobil, gua memutar lagu U2 dari cd lagu yang berada disini. Kemudian seperti yang sudah-sudah, apalagi kalau tidak bergelut dengan kemacetan, padahal seharusnya bisa lenggang jalan raya ini karena waktu berbuka puasa baru saja mulai dari setengah jam yang lalu.
"Za, kamu pulang ke rumah ?", tanya Kinan ketika gua menghentikkan mobilnya tepat saat lalu lintas kembali padat.
"Heum ?", "Iya lah.. Masa aku tidur di kampus Kak.. Ha ha ha..", jawab gw sambil menoleh kearahnya.
"Yaa bukan gitu..",
"Maksud aku, kamu enggak mau nginap di...", ucapannya terhenti.
Gua melirik lagi kearahnya setelah menekan habis pedal kopling, agar mobil melaju pelan menggunakan lumpsump nya.
"Di apartemen kamu ?", tanya gua.
Kinan mengangguk sambil tersipu malu. Lalu gua pun membelokkan mobil kearah jalan menuju stasiun.
Ya, gua memilih pulang ke rumah, rasanya gak etis kalau gua sampai benar-benar menginap di apartemennya berduaan. Gua baru dua kali main ke apartemen Kinan, pertama saat pendaftaran, dan kedua hari ini. Disana gua hanya numpang istirahat saja. Tiduran, nonton tv dan bermain Wii bersama Kinan sembari menunggu waktu buka puasa tadi sore.
Btw, soal console Wii, Kinan bisa lebih dulu mendapatkannya dari Papahnya setelah pulang dari luar negeri ketika itu. Dan yang gua tau, saat itu Wii belum dipasarkan disini.
Sampai juga gua dirumah pada jam 8 malam lebih setelah sebelumnya naik KRL dan membawa si Kiddo dari parkiran stasiun. Sekarang gua sudah mandi dan berganti pakaian santai, eh i ya, gua jarang ikut tarawih nih, paling ikutan tarawih saat hari pertama, pertengahan sekali dua kali dan terakhir sehari sebelum takbiran. Bahaya jangan dicontoh, gak baik gais.
Gua sedang bersantai ria di sofa teras depan kamar. Nenek belum pulang tarawih, sepertinya beliau ngobrol dulu kerumah tetangga, karena sekarang sudah pukul 9 malam. Gua meminum kopi hitam manis dengan ditemani sebatang racun diselipan jari.
Entah apa yang gua lamunkan waktu itu, tapi yang jelas, tidak lama kemudian berhentilah sebuah mobil tepat di halaman rumah gua. Seorang perempuan turun dari pintu kemudi. Oh My Goooodddddddd!!!
Ucapan itu jelas gua teriakkan di dalam hati dengan wajah yang terkesima menatap sosok perempuan yang kini sudah berada di ambang jalan antara teras dan halaman depan rumah.
"Assalamualaikum...", ucapan salam yang terdengar lembut dari mulutnya semakin membuat gua terkesima.
"Wa..", "Walaikumsalam Yaa Ukhtii..", ucap gw terbata karena pesonanya.
"Heum " Ukhti ?",
"Ada-ada aja kamu... Hi hi hi...", ucapnya lagi yang kini berada di dekat gua, masih berdiri.
Gua pun mempersilahkannya untuk duduk setelah dirinya membuyarkan lamunan gua ketika masih terkesima dengan sosoknya yang baru gua lihat itu.
"Hey, masih bengong aja ?",
"Kenapa sih ", aneh ya pakaian aku ?", tanyanya sambil melihat busana yang dia kenakan.
"Eh.. Eung...", "Enggak kok..",
"Malah kamu dengan pakaian itu almost perfect...", ucap gua sedikit gelagapan.
"Ha ?", "Aha ha ha ha... bisa aja kamu Za",
"Eh, tapi beneran cocok aku pakai busana gini ?", tanyanya lagi
"Nyaris sempurna kata aku juga kan..", "Pokoknya mantaplah..", jawab gua.
"Nyaris ?", "Terus kalo sempurna dimata kamu harus gimana ?", kali ini alisnya naik turun dengan bibir yang tersenyum kepada gua.
"Sempurna kalau kamu jadi pendamping hidupku selamanya...".
Faaaaaakkkk!!! Ini mulut gak bisa direm apa yak! Aduh buyung, bahaya ini bulan ramadan malah jiwa kadal gua tiba-tiba muncul.
"Dal, jangan lah muncul, ini bulan puasa cooyy..." "Bos... Sekarang jam berapa ?"
"Eh " Kok malah nanya jam " bentar...", "Jam 9 malem...",
"Napa Lo ?" "Udah berbuka dong, gak masalah dong...", "Yeee.. Sama aja kali, tetep aja gak boleh ah! Simpen semua jurus gombalan Lo Dal!!", "Enggak bisa Bos, kita kan belahan jivva...",
"Lama-lama kayak si Jojo Lo, gak bisa nahan napsu kalo liat yang bening dikit!!", Tiba-tiba, entah darimana, sebuah suara muncul, mana ada efek surroundnya pula.
"Hoooii...", "Kenapa ane disebut-sebut wahai Kadal dan Bos ku..."
"Wooo kampret malah muncul nih si Jojo, sono balik Lo, daripada trit ini di delete ama Nyonya...!!"
"Ooh jadi gituu ?",
"Ooh, udah lupa sama masa-masa kebersamaan kita Bos ?", "Udah lupa nih sama nikmatnya berse..",
"Wooo berisik kampreet!! Diem Jo dieemmm!!!",
"Ya sudahlah, ane balik lagi ke MyPI aja Bos, mau maen disono ama Jeje-jeje...", "Dal.. Oii, mau ikut gua gak Lo Dal " Gombalin ciwi-ciwi di myPI aja Nyok...", "Enggak ah Jo, Lo aja sono",
"Ngapa dah ?", "Lo gak liat ini perempuan depan si Bos...",
"Waaaduuuuhhhh....",
"Ckckck... muke gile, cantik beneeerrrr...", "Kok bisa berubah gini, cantik banget dah...."
"Makanya, gua sebagai Jivva Kadal bunting enggak bisa begitu sahaja meninggalkan si Bos disini sendirian..",
"Karena gua yakin, si Bos butuh bantuan gua untuk memikat hati Nona cantik di depannya itu", "Ketimbang bantuan Lo Jo, yang ahli mesum doang!"
Gua cuma menggelengkan kepala ketika mendengar ocehan dari kedua mahluk gak jelas itu. Dan gua pun tersadar, sepertinya gua mulai gila ketika menulis percakapan diatas!!
Perempuan yang sosoknya masih dinanti reader L.I.E, bahwa siapakah sebenarnya sosok itu " Iyakan " Penasarankan " Huahahaha...
Sumpah, selama gua kenal dengannya, belum pernah gua lihat dia memakai busana muslim, atau gamis. Balutan busana gamis yang memiliki corak bunga-bunga dengan warna biru muda dan putih sebagai warna dasarnya sukses membuat gua pangling. Apalagi kini dirinya memakai kerudung, atau hijab yang besar. Bukan yang model-model hijab jaman sekarang. Warna hijabnya biru muda, jam tangannya pun berwarna biru muda pada tali jamnya. Belum lagi parasnya yang semakin cantik mempesona, walaupun gua sudah mengetahui kalau dirinya memang cantik dari dulu, tapi kecantikannya sangat berbeda kali ini.
Subhanallah... Cantik sekali Ya Alloh mahluk ciptaan-Mu ini. Ucapan gua sebelumnya sukses membuat dia tersenyum malu-malu. Hiiiii... Cubit sini pipinya Non... Imut bener sih kalo lagi senyum malu-malu gitu. "Gombal mulu ih...", balasnya kepada gua.
"Tapi suka kaaann ?", balas gua lagi.
"Iya, tapi ditolak...", "Sebel",
"Huuu..". "Hua ha ha ha ha....", gua tertawa terbahak-bahak ketika mendengar ucapannya itu.
Raut wajahnya langsung berubah, dari senyum malu-malu malah jadi cemberut, bibirnya sengaja dimanyunkan. Hadeuh.. Nona-Nona-Nonaa... Aku tuh ya, pingin banget milikin kamu... Tapi sayang seribu kali sayang, kalo aku kasih tau alesannya kayak waktu itu, nanti reader tau siapa kamu Nona.. Buahahahaha.
Setelah sedikit mengobrol, dirinya mengajak gua untuk pergi keluar. Malam-malam gini ternyata dia sedang ingin minum bansus. Okelah kita cabs berdua menggunakan mobilnya.
Diperjalanan kami berdua tidak banyak mengobrol, karena dia asyik telponan dengan Sang Ibunda, hingga kami sampai di daerah tongkrongan muda-mudi di kota gua, barulah dia selesai mengobrol via telponnya itu.
Kami duduk bersebelahan di sisi kolam air mancur. Cukup ramai orang-orang yang menikmati malam seperti kami berdua, walaupun tidak seramai malam minggu.
"Wulan apa kabarnya Za ?", tanyanya memulai obrolan lagi.
Gua meminum sedikit bansus gua, barulah melirik kearahnya sambil tersenyum. "Baik, alhamdulilah dia baik...", jawab gua.
"Dia enggak libur Za ?",
"Enggak pulang kesini ?", tanyanya lagi.
"Entahlah...", "Sibuk mungkin, aku enggak tau jadwal kuliahnya..", jawab gua malas kali ini.
Perempuan cantik disebelah gua itu hanya mengerenyitkan keningnya. Kebingungan jelas nampak dari wajahnya itu.
"Udah", "Enggak usah bingung atau heran gitu..",
"Pokoknya aku sama dia baik-baik aja kok...", ucap gua sebelum dirinya lebih dalam lagi menanyakan hubungan gua dan Wulan.
"Okey..", "Oh ya, gimana kuliah kamu " Lancarkan ?". tanyanya kali ini mengalihkan topik.
Gua pun menceritakan kegiatan gua di kampus. Tak ada yang menarik, kecuali ketika dirinya, gua tunjukkan foto diri gua yang ada di dalam galeri hp gua.
"Ini kamu ?", "Ya ampun, rapih banget seragam kampusnya Za...",
"Hi hi hi...", ucapnya ketika melihat foto gua yang memakai seragam kampus, lengkap dengan jas.
"Heeuuu...", "Ngeledek pasti nih..", ucap gua sambil merebut hp gua dari tangannya.
"Iiih..", "Siapa yang mau ledekin kamu..", "Kan aku bilang bagus..",
"Lagian...". "Lagian apa hayoo ?", tanya gua memotong ucapannya.
"Lagian kamu tambah ganteng kok pakai seragam itu..", ucapnya sambil menatap mata gua lekatlekat.
SHI to the IT ini namanya! Gua yang sering tebar jurus tatapan maut ke cewek-cewek malah gantian kena combo yang sama. Dan kenapa harus dari dia coba " Haduuhh... Luluh hati adek Neng kalau diginiin. Lagian kok bisa-bisanya jadi seberani ini ya nih perempuan "! Herman gua, eh heran.
"Za..", "Kok malah diem ?",
"Ayo sini bluetooth foto tadi..". ucapnya mengagetkan lamunan gua.
Gua kaget karena terkesiap dengan ucapan sebelumnya itu. Sampai enggak mendengar ucapannya yang meminta foto gua itu.
Akhirnya gua berikan foto gua yang memakai seragam kampus itu kepadanya via bluetooth. Lalu kami pun kembali mengobrol, kali ini gantian dirinya yang menceritakan kesehariannya selama kuliah dan hal-hal lainnya.
Beres menikmati malam dingin ini, kami pun beranjak pulang, karena memang waktu sudah menunjukkan pukul 22.45 wib. Gua tidak tega jika dirinya harus mengantar gua kerumah dulu, akhirnya gua langsung memacu mobilnya langsung ke kediaman keluarganya.
"Loch, kenapa jadi langsung kerumah aku Za ?", "Kamu gimana pulangnya ?", tanyanya khawatir.
"Enggak apa-apa",


Asleep Or Dead Karya Bunbun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kan tadi di depan ada pangkalan ojek, aku naik ojek aja pulangnya ", jawab gua sambil membuka seat-belt.
"Enggak", "Enggak boleh..",
"Kamu bawa mobil aku aja kalau gitu..", ucapnya dengan nada bicara yang cepat.
"Ah enggak deh",
"Repot nanti pagi aku kembaliin mobil kamu...", jawab gua tidak kalah cepat.
"Aku enggak izinin kamu pulang pakai kendaraan umum pokoknya!", kali ini nada bicaranya meninggi. "Siapa yang butuh izin kamu ?",
"He he he...", jawab gua jahil.
But, sial bagi gua, candaan gua itu ditanggapinya dengan serius. Wajahnya langsung berpaling kesisi kiri, tangannya dilipatkan kedepan dadanya.
Gua menghela napas dan meminta maaf. Tapi dirinya masih saja diam tanpa menoleh sedikitpun kearah gua disisi kanannya.
"Ayolah...", "Aku minta maaf",
"Enggak ada maksud buat kamu jadi bete kok", "Maaf ya, aku cuma bercanda", bujuk gua kepadanya.
"Aku tau", "Kamu gak butuh izin aku", "Kamu butuhnya izin Wulan",
"Karena dia pacar kamu kan", ucapnya tanpa menoleh kearah gua sedikitpun.
Lalu gw pegang bahu kanannya dengan lembut, dan ketika gua baru saja ingin mengucapkan kata maaf lagi, wajahnya menengok kearah gua. Gua pun terkejut menatap wajahnya itu. "Tapi salah kalo aku juga khawatir sama kamu "!!".
Ucapanya itu diiringi dengan airmata yang sudah mengalir hingga pipi.
. . . . . . Dan untuk kesekian kalinya ku buat kau menangis. Maaf.
PART 3 Hari ini gua sudah kembali berada di kampus, mengikuti matkul b.inggris. Gua hanya menatap layar proyektor dibawah sana tanpa mengerti apa yang sedang diterangkan oleh dosen. Bukan karena gua tidak paham, tapi pikiran gua hanya tertuju kepada kejadian tadi malam.
Vera memang tipe perempuan setia. Nyaris, nyaris saja dia ingin pindah kuliah ke jakarta demi ingin selalu bersama gua. Tapi untungnya omongan gua yang mengandalkan logika bisa dia terima. Dan tadi malam, gua kembali membuatnya menangis di dalam mobilnya. Sedih dan kasihan melihatnya selalu gua buat menangis, sedangkan perasaan sayangnya kepada gua sudah sedemikian besarnya.
Ve, andai saja dulu aku tidak dekat dengan Olla diawal sekolah. Mungkin saja kamu yang akan menjadi kekasih ku setelah Wulan. Tapi nasi sudah menjadi bubur, tinggal diberih kecap asin dan lada bubuk, jangan lupa kerupuknya, soo... nikmati hidangannya. Nikmati saja apa yang sudah terjadi. Karena ujungnya pun kamu tau kan Ve, bagaimana akhir dari perjalanan cinta ini ".
Skip ke waktu gua pulang kuliah, karena yang namanya perkuliahan di bulan puasa tidak jauh dari rasa kantuk yang menyerang, lalu sukses membuat gua kembali bobo ganteng di dalam kelas. "Za..", sapa Veronica ketika gua melintasi taman kampus.
"Hai Vo..", "Mau pulang juga ?", tanya gua kepada Vero.
Btw, gua sengaja memanggil Vero menjadi Vo agar tidak salah sebut dengan Ve alias Vera.
"Iya, kamu udah mulai ada praktikum belum Za ?", tanyanya lagi ketika kami sudah berjalan berdampingan.
"Belum Vo", "Katanya nanti sih, sehabis lebaran..", jawab gua.
Lalu, suara yang sudah gua kenal menyapa telinga gua dari arah belakang.
"Za..", "Mau pulang ?", tanya Kinan ketika gua sudah menoleh kebelakang. "Eh Kak Kinan..",
"Iya Kak, mau langsung pulang nih..", jawab gua.
"Ya udah yu bareng aku aja..", "Duluan ya Voo...", ucap Kinan.
Ucapan Kinan itu langsung membuat Vero melongo, karena Kinan mengajak gua pulang bareng sambil mengaitkan lengan kanannya ke lengan kiri gua. Otomatis gua seperti ditarik pelan oleh Kinan, dan kami berdua sudah meninggalkan Vero yang sempat tersenyum kepada gua ketika gua sudah berjalan beberapa langkah darinya.
Kinan mengajak gua ke apartemennya seperti kemarin, untuk bersantai ria dan istirahat. Tapi sayangnya hari ini gua sudah ada janji dengan Sang Ukhti. Vera edisi ramadan. Hehehe...
"Kamu mau bukber sama siapa emangnya ?", tanya Kinan ketika kami sudah setengah perjalanan kearah stasiun.
"Sama Vera..", jawab gua.
"Hah "!", "VERO "!", teriaknya sambil menginjak pedal rem secara mendadak.
Gilbert nih cewek satu! Gila beraaattt!!! Maen rem mendadak aja tengah jalan! Untung sepi kendaraan lain! Kalau enggak, bisa-bisa jadi kadal terbang gua keluar mobil mecahin kaca, dan terhempas kesana-kemari terus... Wooi woii woiii udah lebaynya. Cape deh!. Okeh sorry.
"Ngapain kamu janjian sama dia "!", "Kok bisa sih "!",
"Baru juga kenal kemarin kan "!",
"Kamu tuh kegenitaaann...", ucapnya kesal sambil...
"Aawwwww....", "Aw.. aw... aawww..", "Udah, udah ampun..",
"Aku gak janjian sama Vero!",
"Tapi V E R A !!", ucap gua akhirnya menjelaskan dengan benar. Kalo enggak, abis pinggang gua dipelintir oleh cubitan jarinya.
"Ooh..", "Eh "!",
"Kok Vera "!", "Teman sekelas kamu itu ?",
"Waktu kelas satu dan dua di SMA ?", tanyanya lagi. "Iyoooiii... He he he...".
Cemberut lagi, bete lagi, kesel lagi, ngambeuk lagi... Gitu aja terus Kak. Hadeuh. Konsekuensi suka sama aku ya gini keles. Ppffttt...
Ya akhirnya gua sudah berada di dalam krl setelah berdebat sedikit dengan Kinanti di mobilnya tadi. Tapi kan Kinanti harus sadar diri juga, dia tidak berhak melarang gua dekat dengan siapapun. Bukan gua menampik perasaannya, tapi saat ini gua perlu... Ehm... Lebih tepatnya butuh sih, butuh Ukhti VeVe.
Secepat laju krl, cerita pun gua skip disaat gua sudah berdua lagi bersama Sang Ukhti dirumahnya. Gua tidak pulang dulu kerumah, dari stasiun kota gua, langsung gua pacu si Kiddo ke arah rumah Ve. "Ezaaa...", ucapnya dengan raut wajah bahagia.
"Hai Ve...", "Maaf ganggu ya...", ucap gua.
"Iiihhh...", "Kamu..",
"Kamuu kok ganteng banget sih Za pakai seragam kuliah ini...", ucapnya yang masih terpesona dengan penampilan 'ngehe' gua ini.
"Vee..", "Udah ah, berlebihan kamu niih...", balas gua yang aneh melihat tingkahnya.
"Iihh, beneran tauu..",
"Ganteng dan cocok banget kamu rapih kayak gini...",
"Aku makin suka deh sama kamu..", ucapnya sambil memutar tubuh gua kekanan-kekiri, depanbelakang.
"Veee..", "Udah ooiii...", gua mulai risih.
"Aaahh.. diem ah!",
"Eh iya, bentar-bentar...", ucapnya lalu berlari masuk kedalam rumah.
Yoi, gua masih berada diteras rumahnya, depan pintu masuknya, kagak disuruh masuk dulu lagi, bener-bener ajib ini Ukhti satu.
Ve kembali ke teras menghampiri gua dengan sebuah kamera saku ditangannya. Lalu, bak seorang fotografer, Ve meng-capture gua sebagai modelnya. Entah berapa banyak foto gua yang dia simpan pada kameranya, yang jelas gua sampai lelah berdiri dan bergaya sesuai permintaannya. Ampun deh. ...
"Tuh, gantengkan Za ?", ucapnya sambil menunjukkan hasil karyanya dilayar kamera. "Iya aja deh biar cepet..", jawab gua datar.
"Iiih... Dasar...",
"Eh, nanti kita kesananya pakai mobil aku aja ya, berangkat jam berapa enaknya Za ?", tanyanya kemudian.
"Eeuummm...", gua berpikir sejenak. "Setengah lima aja kali ya",
"Biar sebelum maghrib udah sampe disana..", jawab gua pada akhirnya.
Begitulah sedikit obrolan kami di siang menjelang sore ini disofa ruang tamu rumahnya. Tidak lama kemudian dering telpon dari hpnya berbunyi. Vera mengobrol seperti malam kemarin dengan Ibundanya via telpon. Sepertinya bakal lama dirinya berbicara ditelpon, gua pindah ke sofa sebrang untuk mengambil posisi tiduran. Mata gua sudah tidak bisa diajak kompromi untuk menahan kantuk yang menyerang ini. Dan gua pun terlelap...
... Gua terbangun ketika sebuah usapan lembut pada punggung tangan ini kian cepat gerakannya, gua buka mata perlahan dan ternyata sang Ukhti sedang tersenyum manis menatap wajah gua.
"Bangun Za..", "Udah jam empat..", ucapnya lembut dengan tetap tersenyum.
Gua pun bangun perlahan, kembali duduk, lalu menyenderkan punggung ke bahu sofa. Mata gua kerjapkan beberapa kali agar terbiasa dengan cahaya pada ruang tamu rumahnya ini. Tidak lama kemudian, gua izin ke kamar mandinya untuk mencuci muka dan berganti pakaian.
Gua memang sengaja hari ini membawa pakaian ganti dari rumah. Karena awalnya gua pikir kami berdua akan langsung pergi ketika gua sudah pulang kuliah, ternyata ada perubahan rencana. Kalau tau ginikan gua bisa pulang kerumah dulu dan gak perlu repot-repot bawa pakaian ke kampus tadi pagi.
Gua memakai polo shirt hitam dengan celana long-jeans yang warnanya seragam dengan polo shirt gua. Minusnya satu, gua hanya memakai sandal hotel yang tipis, karena sepatu kuliah gua kan tipe pantofel, jadi enggak mecing rasanya kalau gua pakai lagi itu sepatu resmi untuk jalan bareng Ve.
Beres ganti pakaian, gua kembali ke ruang tamunya. Ternyata disitu sudah ada seorang pria paruh baya yang tidak lain adalah Papahnya Ve, sepertinya baru pulang kerja.
"Assalamualaikum Om..", sapa gua sambil menghampirinya.
"Walaikumsalam..", jawabnya sambil menengok kearah gua "Heum ?",
"Kamu siapa ya ?", tanyanya bingung melihat gua.
"Saya teman sekolahnya Vera Om waktu di SMA..", jawab gua lalu mengulurkan tangan.
Setelah tangan gua disambut oleh Papahnya Vera, gua pun mencium tangannya. Lalu duduk di depannya.
"Sebentar..", "Hmmm...", Papahnya Ve mencoba mengingat-ingat, "Aaah.. Kamu yang dulu bertemu saya dulu disini juga ya ?", "Siapa nama kamu ?", tanyanya kemudian.
"Reza Om..", "Panggilan saya Eza..", jawab gua sambil tersenyum.
"Oh iya, Eza...", "Apa kabar kamu ?"
"Alhamdulilah baik Om",
"Om sendiri sepertinya sehat ya Om ?".
"Yaa alhamdulilah, beginilah..", "Kuliah dimana kamu sekarang ?", "Atau langsung kerja ?", tanyanya lagi.
Lalu gua pun menceritakan kalau gua kuliah disebuah STP di Ibu kota. Hanya obrolan santai antara gua dan Papahnya Ve soal perkuliahan dan jurusan yang gua ambil. Tidak lama kemudian Vera keluar dari kamarnya dengan pakaian gamis beserta hijab yang berbeda dengan malam kemarin, kali ini model hijabnya lebih modis dan modern. Lalu Ve duduk disebelah Papahnya.
"Ooh, di daerah selatan...",
"Mau jadi apa kira-kira setelah lulus nanti ?", tanya Papahnya lagi.
"Saya belum tau kalau mau ambil jurusan yang lebih spesifiknya Om, karena ini baru semester awal..",
"Biasanya di semester tiga nanti baru akan diberi pilihan bidang yang akan ditekuni saat praktek kerja lapangnya Om...", jawab gua menerangkan.
"Ooh, jadi sekarang belum pasti ya lulus akan jadi tukang angkut barang atau bersih-bersih kamar..", ucap Papahnya Ve.
Gua mulai paham arah pembicaraan ini. Ve yang berada disamping Papahnya itu langsung kaget mendengar ucapan beliau. Lalu Ve mendengus pelan.
"Yaa, realistis saja ya Nak Eza..",
"Orangtua manapun di dunia ini pasti ingin memberikan yang terbaik untuk putra atau putri mereka tooh ?",
"Begitupun dengan saya..",
"Vera saya kuliahkan di kampus terbaik kota ini dan dia mengambil fakultas Fema..", "Yang pada akhirnya saya berharap Vera bisa menjadi salah satu ahli gizi terbaik di negara ini..", "Nah Sekarang, saya juga berharap Vera bisa mendapatkan pendamping hidup yang sepadan dengan dirinya nanti...", panjang lebar Papahnya Ve menjelaskan maksud ucapannya itu.
Gua hanya tersenyum dan mengangguk mendengar ucapannya. Lalu gua lihat Vera yang tadinya menunduk langsung melirik kearah gua dengan wajah yang sendu.
"Ngomong-ngomong, kamu kesini masih bawa motor berisik mu itu ya ?", "Belum punya kendaraan roda empat juga Nak ?", ucap Papahnya.
"PAPAH!!", "Apaan sih ngomongnya kok gitu "!".
Vera kali ini tidak bisa menahan emosinya, wajahnya langsung menatap sang Papah dengan mata yang tajam.
Gua kembali tersenyum, dalam hati dan otak gua, ini kejadian serupa tapi tak sama. Dejavu sedikitlah. Dulu waktu gua masih kelas dua SMA memang pernah main kerumah Vera, dan pertanyaan terakhir tadi pertama kalinya dilontarkan oleh Papahnya Vera kepada gua. Sekarang " Again. Harus ya Om punya mobil untuk deketin anak Om " Apa besok gua beli tank baja sekalian nih. Biar lebih aman jalan bareng anak sampean.
Kemudian Papahnya bangkit dari sofa, tersenyum kepada gua.
"Nak Eza", "Mainlah kesini ketika kamu sudah sukses nanti ya, itu pun kalau Vera belum ada yang meminang", "Saya ke kamar dulu yaa..",
"Jangan lupa bersabar, lagi puasa tooh ?"
"Hehehe...", ucap Papahnya Ve dan berlalu kedalam kamarnya. "Okeee Oom..", jawab gua santai sambil tersenyum.
Vera langsung pindah, duduk disamping gua dan memegang bahu kiri gua, tangan satunya mengusap punggung gua.
"Za..", "Maafin Papah ya..", ucap Vera dengan nada suara yang lirih.
"Ya elah Ve, santai aja...",
"Kayak baru pertama kali aja aku diginiin sama Papah mu...", "Ha ha ha ha...", jawab gua.
Vera hendak memeluk gua, tapi gua tahan kedua bahunya.
"Eeitss..", "Puasa Neng, Puasaa..",
"Jangan doong, nanti Aa batal nih, ha ha ha ha...", ucap gua. ...
"Ve, hey..", "Jangan nangis ah...", ucap gua lagi setelah melihat kedua bola matanya berkaca-kaca. "Maafin aku ya Za...", ucapnya lirih.
"Enggak perlu kamu minta maaf, enggak apa-apa kok..", "Santai aja kaya di pantai", jawab gua sambil tersenyum lebar.
Alhamdulilah airmatanya tidak jadi menetes, lalu kami berdua keluar ruang tamu, kali ini kami duduk diteras rumahnya. Sedikit mengobrol soal libur kuliahnya saat ini. Vera menceritakan kegiatannya kalau dia banyak mengisi waktu liburnya dengan mengikuti pengajian mingguan bersama temanteman kampusnya.
Pukul setengah lima sore kami bersiap untuk berangkat keluar, tapi ketika kami akan pamit kepada Papahnya..
"Oh, mau buka bersama..", "Hmm..",
"Gini Sayang, Papahkan jarang pulang awal seperti hari ini, jadi Papah juga ingin buka puasa denga n kamu sayang..",
"Gimana kalau kita makan di restoran xxx.. Papah jamin cita rasa makanannya enak dan berkualitas..", ucap Papahnya.
"Hmmm..", "Gimana Za ?", tanya Vera bingung sambil melirik kearah gua.
"Eh ?", "Aku ma terserah aja, ha ha ha...", jawab gua.
"Loooch...", "Maksud Papah kita berdua sayang..",
"Kita kan jarang buka puasa bareng toh..", potong Papahnya Vera.
"Pah, aku udah janji duluan sama Eza!", "Aku gak enak kalo main batalin aja..",
"Lagian Papah juga kenapa tiba-tiba gini sih! Apa Papah pernah ajak aku buka bersama diluar tahun lalu "!"
"Papah minta aku makan berdua sama Papah biar aku gak jadi jalan sama Eza kan "!", "Pikiran Papah tuh picik "!!", ucap Vera yang kembali emosi.
"Ve!", "Enggak boleh gitu Ve..", potong gua kali ini kepada Vera. "Om maaf kalau saya ganggu, dan saya enggak tau kalau Om juga mau ajak Vera makan berdua",
"Kalau gitu saya pamit dulu Om, sekali lagi maaf kalau kehadiran saya mengganggu keluarga Om..", lanjut gua kepada Papahnya Vera.
"Za..", ucap Vera dengan mata yang kembali berkaca-kaca.
"Ve, maaf ya, betul kata Papah kamu, beliau udah lama loch gak ajak kamu buka puasa berdua..", "Sama aku kan gampang, bisa atur waktu lagi nanti..",
"Udah ya aku pamit dulu..", ucap gua kepada Vera.
"Ya betul kata Eza",
"Dan nanti kalian berdua bisa atur waktu lagi untuk buka bersama berdua toh..", "Yaaa... atur waktunya di bulan puasa beberapa tahun kedepan ya Nak Eza, kalau kamu sudah sukses...",
"Ya sudah hati-hati dijalan ya Nak..", ucap Papahnya lagi. "PAPAH TEGA!!!", teriak Vera.
Dengan airmata yang berderai, Vera berlari masuk kedalam rumah, dan gua mendengar suara bantingan pintu dari teras ini, mungkin dari kamarnya.
PART 4 00.05 wib. "Selamat ulang tahun ya sayang..",
"Semoga panjang umur, sehat selalu, tercapai apa yang dicita-citakan, dan selalu diberikan kebahagiaan oleh Tuhan...", ucap Gua.
"Aamiin...", "Makasih yaa sayang...", jawabnya. cuupp.. Gua kecup keningnya.
"Ini potongan pertama untuk Papah...", "Ini untuk Mamah...",
"Ini untuk Kakak...", ucapnya sambil membagikan potongan kue kepada keluarganya.
"Nah, ini untuk kamuu..",
"Maaf ya kecil potongannya, kebagian dikit hihihii....", ucapnya lagi kali ini kepada Gua sambil memberikan potongan kue terakhir.
"Hahaha..", "Enggak apa-apa kok..",
"Utamain keluarga lah..", jawab Gua santai.
Kemudian Gua dan perempuan ini keluar dari ruang tamu dan duduk di bangku taman rumahnya.
"Makasih ya kejutannya",
"Aku pikir kamu lupa hihihi...", ucapnya sambil menggandeng lengan Gua. "Enggaklah, masa lupa sih..", jawab Gua sambil mengelus rambutnya.
"Kok bisa sih ngasih kejutan bareng keluarga ku ?", "Udah direncanain dari kapan A ?", tanyanya.
"Dari sejak dalam kandungan..",
"Ha ha ha ha....", jawab Gua sambil mencolek dagunya kali ini. "Iiiih... Gitu muluuu..",
"Eh A, aku mau nanya..",
"Waktu kamu sama Vera jalan dua hari lalu jadinya bukber dimana ?", tanyanya lagi.
Dan akhirnya, Gua menceritakan apa yang sebenarnya terjadi sampai Gua dan Vera gagal bukber di hari itu. Wulan cukup terkejut dengan sikap Papahnya Vera yang Gua ceritakan kepadanya. Tapi pada akhirnya Wulan juga mengerti keinginan Papahnya Vera. Karena kembali lagi, apa yang diinginkan Papahnya Vera adalah untuk kebahagiaan sang anak tercinta, walaupun kita tidak tau, bahagia atau tidak batin sang anak.
Karena tolak ukur kebahagiaan seseorang berbeda-beda. Kita bisa saja melihat seseorang sukses dengan apa yang kita lihat di depan mata. Entah itu pekerjaannya yang sukses, ataupun keluarga yang utuh, tapi apakah kita tau isi hati mereka " Bisa saja dibalik kesuksesan seseorang dalam pekerjaannya dia menjerit di dalam hati karena waktunya bersama keluarga harus dikorbankan, seperti Bapak Gibraltar.
"Hmm..", "Dan kamu masih berteman baik kan dengan Vera A ?", tanyanya lagi setelah selesai mendengar cerita Gua.
"Alhamdulilah baik, sampai hari ini juga kita masih komunikasi kok...", jawab Gua.
"Tapi jangan terlalu deket A...",
"Akunya cemburuu tauu...", ucapnya melanjutkan kecemburuan yang sempat tertunda dari dua hari lalu.
"Iya iya.. HHehehe..",
"Maaf ya Neng..", jawab Gua sambil mengucek-ucek rambutnya.
"Keseel aku...",
"Dia kan suka sama kamu..".
"Haha.. iya deh iyaa..",
"Udah ya jangan dibahas lagi..".
"Bukan gituu...",
"Kata kamu kan dia udah suka sama kamu dari kelas satu sma, waktu ada Olla juga...", "Nah, kejadiannya nanti kaya aku sama kamu lagi..", ucapnya melanjutkan kekhawatirannya itu. "Maksudnya ?", tanya Gua balik.
"Iyaa..", "Kan Vera suka kamu udah lama tuh, kayak aku ke kamu..",
"Dan dia menunggu kamu.. Kayak aku nunggu kamu saat dulu sama almarhum..", ucap Wulan menjelaskan.
Ya, memang Wulan pada akhirnya tau soal kedekatan Vera dengan Gua. Dua hari lalu, saat Gua dan Vera tidak jadi bukber, Wulan menelpon Gua malam harinya. Awalnya dia hanya cerita seperti biasa, saat kami sering ngobrol ditelpon selama ini. Tapi setelah lama kami mengobrol, Wulan cerita bahwa di kampusnya ada yang suka dengan dirinya, Kakak tingkatnya. Baru saja mulai pendekatan ke Wulan, tapi si Kakak tingkat itu sudah ditolak mentah-mentah oleh Wulan. Percayakah Gua " Percayalah. Lalu gantian Gua yang menceritakan kedekatan Gua dengan Vera yang langsung membuatnya cemburu. Tapi ada maksud dari itu semua, Gua memang sengaja menceritakan soal kedekatan Gua dengan Vera, Karena cuma satu hal yang Gua tunggu dari Wulan, tentang kejujurannya juga soal hubungannya dengan...
"Iya aku paham kok Neng..",
"Tapi, aku mau terbuka sama kamu soal hati ku ke Vera..", ucap Gua.
"Heum ?", "Oh..",
"Kamu mau bilang kalau kamu suka juga dengan Vera gitu ?", tembak Wulan. "Iya", jawab Gua langsung tanpa jeda.
"Hah "!", "Apa A ?"
"Kamu jawab apa "!",
"Aku bilang iyaa..", ulang Gua.
"Beneran kamu "!"
"Kamu enggak bercanda A "!", kali ini Wulan melepaskan kaitan tangannya dilengan Gua.
"Iya beneran", "Sebelum kamu marah, sebelum kamu nampar aku, sebelum kamu mutusin aku...", "Coba pikirin dengan logika kamu...",
"Baru aja kamu bilang sebelumnya, kalo Vera dan kamu sama kan, sama-sama nungguin aku, bedanya cuma di masa smp dan sma aja antara kamu dan Vera...",
"Lalu pada akhirnya " Aku bisa terima kamu..", ucap Gua menjelaskan.
"Aku gak ngerti sama pikiran kamu Za!",
"Kok bisa-bisanya kamu jujur soal perasaan kamu ke Vera sama aku "!", "Dimana hati kamu "!", kali ini Wulan mulai emosi.
"Karena kita berdua tau Lan..",
"Hubungan kita enggak akan berjalan baik selama kita jauh..",
"Dan sampai kapan kita mau tutup mata soal hubungan yang akhirnya akan berujung pada kata putus juga ?",
"Apa aku perlu nunggu kabar sampai Yudha nembak kamu dan kamu terima ?", tembak Gua kali ini kepada Wulan.
Wajah Wulan langsung berubah, yang tadinya sudah emosi, kini dirinya terkejut dan heran dengan apa yang Gua ucapkan tadi.
"Yuu.. Yudha ?",
"Yudha siapa ?", tanyanya terbata.
Gw menghela napas pelan, lalu tersenyum menatapnya.
"Yudha..", "Mahasiswa FKG yang satu kelas dengan kamu sekarang..", "Dia itu mantan ketua kelas ku dulu di SMA Lan..",
"Amanat yang aku kasih ke dia untuk ngawasin kamu malah buat hubungan kalian jadi dekatkan ?", "Dia sengaja gak pernah cerita sama kamu kalo aku dan dia pernah satu sekolah di SMA, bahkan satu kelas selama dua tahun..",
"Dan minggu kemarin, Yudha jujur ke aku kalo dia suka sama kamu..", "Dia bilang, kamu kasih respon baik selama dia ngedeketin kamu..", "Berapa kali kalian udah jalan berdua pun aku tau..",
"Sampai akhirnya Yudha minta maaf ke aku lewat telpon, karena udah nyatain perasaannya ke kamu kemarin di kampus kalian...",
"Aku juga tau kalo kamu nahan jawaban untuk Yudha karena masih ada aku kan ?". ucap Gua menjelaskan apa yang selama ini terjadi diantara kami.
Jelas sudah, kini Wulan mengerti semuanya, dan hanya airmata yang bisa ia berikan sebagai tanggapannya atas apa yang Gua ketahui selama ini. Gua mendekapnya dalam pelukkan, Gua belai rambutnya perlahan dan mengusap punggungnya. Tubuhnya bergetar diiringi dengan suara isak tangis yang semakin terdengar nyaring di taman rumahnya ini.
Dan kembalinya hubungan pertemanan diantar kami berdua menjadi kado untuknya di ulangtahunnya yang ke-18 itu.
......... Yes! Single, sendirian lagi. Lega rasanya bisa mengakhiri hubungan dengan Wulan selama ini. Bukan karena Gua jahat terhadap dirinya, tapi kami berdua sebenarnya sama-sama tau kalau hubungan ini tidak akan pernah berjalan baik. Hanya kami menutupinya saja selama ini, membohongi diri masingmasing bahwa semuanya akan bisa dilewati dengan baik. Tapi kenyataannya " Everything's is bullsyittt. Gua dekat dengan Kinan dan Vera, begitupun Wulan, dekat dengan Yudha. Bahkan akhirnya Gua tau kalau mereka akhirnya jadian satu hari setelah Gua dan Wulan putus.
Sedih " Perih " Ditikung temen sendiri " Biasa aja Gua ma Bray... Masih ada satu goalkeeper berkerudung dan satu defender jago bikin kue yang menjaga gawang hati Aa Eza. Slow baeeee... Huahahaha. Tinggal pilih ajalah, jentikkan jari, langsung satu gol masuk ke hati Aa. Atau mau yang ekstrim " Manggil pemain veteran " Layaknya Wulan " CeuLeuBeuk lagi " a.k.a CLBK " Bisaaa, masih ada Mba Yuu yang bisa Gua tikung nanti dari cowonya, Ppfffttt... Be careful, Pregnant Lizard is Back, Dude!!!.
Tapi Gua udah lama enggak menikmati kesendirian tanpa pasangan. Jadi kali ini, Gua akan memulainya secara acak tanpa perlu terburu-buru mendapatkan yang baru. Cukup sudah Gua salah langkah waktu sama Olla, dan balikkan sama Wulan. Single will be better than together for me rite now na na na na na naaaa.... Yiipppiiiiieee... Hell Yeah!.
*** 15 hari sudah Puasa di tahun 2006 Gua lewati tanpa bocor sehari pun, Yap, mulus kalo soal rekor nahan hawa nafsu makan sih, tapi soal diterima apa enggaknya biarlah menajadi urusan Sang Maha Adil.
Gua sedang buka bersama di kampus dengan teman sekelas. Acara dadakan sebenarnya, karena salah satu teman sekelas Gua sedang berulang tahun hari ini. Sebut saja namanya Mawar, eh maenstim ah, Mmm... siapa ya, ah melati, enggak enggak, kurang oceh, hmmm.. Oh Gua tau, Lisa aja. Yap, namanya Lisa, begitulah panggilannya. Wajahnya asli pribumi, cah ayu tenan, adem kalo ngeliatnya, bodinya standar, proposional lah, bempernya enggak tumpeh-tumpeh kayak Mba Yu sih, tapiii... Eheum, Gua kudu rem, bahaya ini trit punya bini Gua bray.
Makan bersama di dalam kelas tentunya setelah adzan maghrib berkumandang. Karena ini dadakan, Lisa hanya memesan delivery order KaeFCeh untuk satu kelas, paket komplit pokoknya. Gua dan yang lainnya sih mau apa aja terserah, yang penting traktirannya aja ahahaha. Kelar menyantap makan gratisan, Gua dengan beberapa laki-laki perokok lainnya keluar kelas untuk menghisap si racun. Saat itu ada Gua, Eko, Mat Lo, dan Iyon.
Kami semua ngudut di taman kampus. Btw, kampus kami memang tidak mempermasalahkan asap rokok yang bertebaran di lingkungan kampus, selama itu diluar ruangan. Taman adalah salah satu tempat ngerokok paling favorit untuk mahasisw/i juga dosen di kampus ini, tentunya selain kantin.
"Bro, Jujur aja yak, Gua nih paling gak kuat nahan godaan ngudut kalo bulan puasa gini Bro..", ucap Iyon memulai obrolan.
"Sama Bro, Gua udah batal puasa 10 hari cuma gara-gara ngerokok ama ngopi, kalo makan ma ampe maghrib juga Gua kuat nahan..", timpal Mat Lo.
"Parah Lu berdua, itukan godaan Cuy, kudunya jadi bagian untuk nambah pahala biar bisa lewatin hawa nafsu ngerokok... Gua aja bisa..", ucap Eko.
"Ah yang bener Lu Ko " Mana kita tau Lu sering ke kantin buat belajar taunya malah ngudut juga, kalo mau belajar ma di kelas aja atau gak di perpus...", kali ini Mat Lo yang menjawab.
"Yee kampret, dosa Lu fitnah Gua...",
"Nih, Gua juga gak kuat nahan ngerokok ma, tapi cuma kalo lagi kayak gini..", "Abis makan doang, pinginnya buru-buru udut..",
"Rasanya kayak...",
"Wes mangan ora udut, paru-paru ora senyum Brooo...". ucap Eko sambil nyeungir. "Ha ha ha ha ha... bisa aja Lu Kooo.. Koo! Dasar Eko Pe'A!!", balas Iyon.
"Eh, Za... ngomong-ngomong",
"Gua mau tau, Lu ama anak kelas B deket banget..", "Jadian Lu ama dia ?", tanya Mat Lo tiba-tiba berganti topik.
"Hah ?", "Siapa nih yang Lu maksud ?",
"Ada dua cewek yang Gua liat deket ama si Eza dari kelasan anak B...", timpal Eko kepada Mat Lo.


Asleep Or Dead Karya Bunbun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Gilee.. Dua cewek ?", "Bagi-bagilah Zaa..",
"Belum anak kelasan juga kayaknya demen ama nih anak...", timpal Eko kali ini. "Ah Lu pada percaya gosip murahan doang...",
"Gua ama Kinan anak kelas B deket karena kita satu sekolah dulu..",
"Terus satu lagi si Vero, baru aja kenal kemaren-kemaren, cuma kenalan doang Broo... ", "Eh iya, yang satu kelas demen ama Gua siapa ?", tanya Gua pada akhirnya kepo juga.
"Laah, bo'ong banget Lu cuma deket ama anak kelas B ma, nempel mulu Cooy yang rambutnya seleher itu... Kinan kan namanya tadi ?",
"Kelas kita ma sapa lagi kalo bukan yang lagi ulang tahun sekarang...", "Pura-pura gak tau Lu Broo...", jawab Mat Lo.
Hee " Lisa " Ah masa dia demen ama Gua ", Wah bahaya nih kalo dibiarin, kudu beraksi sebelum terlambat.. Kudu beraksi duluan sebelum jatuh ke pelukkan ketiga teman yang ada di depan Gua ini maksudnya. Hueheheheheh...
"Ah aneh-aneh aja Lu Mat, gak mungkin Lisa demen ama Gua ma...", pancing Gua kepada Mat Lo.
"Lu tanyain si Eko nih..",
"Beneran Coy dia demen ama Lu...",
"Kemaren sebelum ultah, dia nanya Lu pacaran bukan sama si Kinanti anak kelas B itu, gitu katanye ke Gua", jawab Mat Lo.
"Iye Za, Gua saksinya si Lisa nanyain gitu ke si Mamat nih..",
"Terus katanya lagi, dia minta alamat kost-an Lu, tapi kan Lu kagak ngekost, jadi ya Gua bilang Lu PP rumah Kampus naek krl..", tambah Eko menjelaskan ke Gua.
Hmm, sepertinya kabar Lisa suka sama Gua bukan isapan jempol. Boleh juga nih, bukan apa-apa, masalahnya si Lisa ini Bapaknya juragan kontrakan/kost-an 40 pintu Coy. Deket kost-kostannya ama Kampus Gua. Mana kost-an campur lagi. Cocok dah kalo Gua selepet sedikit ma. Huehehehe...
"Eh, bentar-bentar...",
"Gua heran, Lu kenapa manggil si Mamat pake Mat Lo sih Za ?", tanya Iyon tiba-tiba.
"Ooh, soal Mat Lo..",
"Jadi gini, Gua punya temen di SMA dulu, namanya Arthur, dia mantannya temen sekelas Gua yang namanya Vera..",
"Nah si Arthur ini suka nikung cewek orang, terus demen banget ama yang namanya PHP -in cewek juga..",
"Nah sekarang Gua tanya, si Mamat kelakuannya gimana ?", tanya Gua balik ke Iyon.
"Sama ama temen lu yang namanya Arthur itu..",
"Nah hubungannya ama nama apaan " Kok kelakuannya doang ?", tanya Iyon lagi.
"Si Arthur, ama anak-anak angkatan SMA Gua dulu dipanggilnya Thur Lo, alias Arthur Pelo...", jawab Gua.
"Kalo Mat Lo berarti ?", tanya Iyon. "MAMAT PELO!!", jawab Eko.
"HUA HA HA HA HA HA HA.."
(tawa diatas bukan tawa Gua dan ketiga teman kampus Gua, tapi tawa para reader, terutama si setipen! emoticon-Peace ).
*** Tidak terasa libur kuliah karena hari raya idul fitri sebentar lagi sudah di depan mata. Hari ini adalah hari terakhir Gua ngampus, karena besok sudah mulai liburan.
Hari ini di kelas, matkul terakhir, Gua lupa matkul apa, anggap aja housekeeping nya Bu Dewi. Gua sedang dipepet oleh seorang perempuan ayu yang tiba-tiba saja di matkul terakhir hari ini bergeser duduknya jadi disebelah Gua.
Lisa, si anak juragan kost-an 40 pintu ini sedang asyik mengorek info tentang Gua. Dari mulai hubungan Gua dengan Kinan, Veronica, sampai perkenalan didiem Gua dengan anak D4 di lantai atas kampus dia tau.
Gua heran sebenarnya sama Lisa, bisa ya dia kayak Vera waktu Gua di SMA dulu, tau aja Gua deket sama Olla, Kinan, Echa dan Nindi. Jangan-jangan si Lisa ini klonengannya si Vera. Entahlah, yang penting nikamtin aja dulu yang di depan mata.
"Jadi beneran kamu sama anak D4 yang namanya Tyas itu enggak ada apa-apa ?", tanyanya untuk kesekian kalinya lagi.
"Ya ampun, beneran kok enggak ada apa-apa..", jawab Gua yang sudah capek menjawab seperti ini daritadi.
"Ya udah iya deh aku percaya..",
"Iya, aku juga percaya kamu sama Kinan dan Vero enggak ada apa-apa..", ucapnya tapi sambil cemberut.
"Dih cemberut mulu, nanti wajahmu keriput loch...", "He he he he...", balas Gua.
"Iiisshh, kamu tuh suka nyebelin ya ternyata...", ucapnya lagi. "Tapi ngangenin kaan ... ?", balas Gua lagi.
"Bangeetttt...", jawabnya sambil mencolek dagu Gua.
Gilbert lagi ini ma, gila berat Gais, Lisa diem-diem demen colak-colek ai punya dagu. Awas Lis, kalo dicolek kadal berbisa bahaya loch, belum juga dicolek udah kena hawanya aja kan... Ha ha ha ha.
"Mmm...", "Eza...",
"Aku mau nanya, kenapa kamu enggak kost aja sih deket kampus ?", tanyanya kali ini agak serius.
"Heum ?", "Enggak apa-apa sih, selama masih bisa PP ya ngapain nge-kost Lis ?", "Lagian kayaknya mahal deh kost daerah sini...", Ssyyiiiiuuuuuttttt (rudal ditekan). "Enggak kok, banyak yang terjangkau..", jawabnya mulai antusias.
"Tapi jarang ada yang bebas ya " Peraturannya pada ketat ?", tanya Gua lagi. (Wuuuuussssss.... Rudal otw Kapten!)
"Cuma formalitas palingan",
"Kalo kamu mau aku tunjukkin kost-an yang murah dan bebas...", jawab Lisa lagi. "Murahnya segimana dulu Lis ?", (Target lock! Biipp.. Biipp.. Biipp...). "Udah pokoknya murah kok, setengah harga buat kamu..". "Ada kamar mandi dalam ?", (10 seconds to blow the target).
"AC, kasur, lemari, meja dan bangku belajar, juga kamar mandi dalam ada semua fasilitasnya, bebas lagi.. Mau enggak ?", jawabnya mempromosikan.
"Boleh sih... Tapi..", "Berapa dulu nih ?",
"Aku juga harus cek uang bulanan kan Lis...", (5 seconds Capt!).
"Asal kamu mau..",
"Tiga bulan pertama aku kasih gratis..",
"Bulan selanjutnya setengah harga aja Za.. 250 ribu per bulan". Jawabnya sambil menaruh telapak tangannya diatas tangan kanan Gua.
(DUUUAARRRR!!! Target is Going Down Capt!! Mission success!!).
PART 5 Libur menjelang lebaran. Sahur kali ini Gua sedang makan diluar bersama Nona Ukhti. Disalah satu warung tenda yang menyediakan ayam geprek atau penyet sambal ijo. Wuissh mantep pedesnya nih, dan gak kira-kira tempatnya jauh banget. Masih di kota Gua tapi deket kampusnya Nona Ukhti ini. "Huuaa.. Gile pedes Vee..", ucap Gua sambil memonyongkan bibir.
Vera lalu mengambil tisu dan menyeuka kening Gua yang mengeluarkan butiran keringat kecil-kecil.
"Sambelnya jangan dimakan lagi sayaang...",
"Sampe bibir kamu merah gitu..", ucapnya setelah beres menyeuka kening Gua. "Mas..",
"Saya pesan satu gelas teh tawar hangat satu ya..", ucap Vera kali ini kepada penjual.
"Ini minum dulu yang anget",
"Kata aku juga kan jangan pesen es teh manis...",
"Gak akan hilang pedesnya Sayang...", ucapnya kali ini sambil mengelap bibir Gua dengan tisu.
Wih rasanya mantep kan tuh kalo kepedesan langsung minum yang anget " Kebalikan dari yang dingin. Begitu diminum yang anget, bibir langsung kerasa panas pooollll, tapi udahnya cepet ilang, kalo yang dingin, diminum ilang pedesnya tapi udahnya langsung dah panas lagi sembari kayak ditusuk-tusuk jarum nih bibir.
Beres makan sahur, kami berdua masih santai di warung tenda ini. Cukup ramai pengunjung yang makan sahur disini. Gua membuka bungkus rokok, lalu menyelipkannya dibibir, baru saja mau menyalakan korek gas, Vera langsung mengucapkan kalimat syahdu.
"Katanya kalo ngerokok itu enak ya Sayang ?",
"Tapi kok kenapa ada yang meninggal karena suka ngerokok ya ?", "Kalopun hidup, lehernya bisa bolong katanya...",
"Bener gak sayang ?", ucap Vera dengan nada lembut.
Gua langsung masukkan lagi itu korek gas ke saku celana jeans, lalu menaruh kembali sebatang rokok ke kandangnya.
"Iya-iya Vee...", ucap Gua dengan wajah kusut.
"Duuuh... Yang beteee...",
"Cinii-cinii aku cium aja pipinya..", ucapan manja itu dibarengi dengan tangannya yang melingkar kebelakang leher Gua.
"Vee...", "Maluu ah...", jawab Gua cepat sambil melepaskan tangannya dari leher.
"Ha ha ha ha...",
"Abisnya cemberut gitu siiih...",
"Senyum dong..", ucapnya kali ini sambil menarik kedua pipi Gua dibagian atas ujung bibir.
Yap, Vera sukses membuat lengkung senyum dibibir Gua walaupun memaksa dengan kedua tangannya. Tapi Gua harus akui, dirinya paling bisa melarang Gua merokok dengan cara yang lembut, kalimat sarkasnya yang lembut tanpa bermaksud kasar. Intinya selalu bisa mengingatkan Gua dengan caranya yang lembut tanpa marah-marah.
Selesai berurusan dengan makan Sahur, Gua dan Vera kembali naik si Kiddo. Gua antar dia ke kostannya di dekat kampusnya. Kost-an khusus perempuan, yang pasti membuat Gua hanya bisa mengantarkannya sampai gerbang pagar kost-an 20 pintu itu.
"Makasih ya sayang udah mau nemenin aku sahur, udah mau datang jauh-jauh kesini...", ucapnya setelah turun dari si Kiddo dan berdiri disamping Gua.
"Iya sama-sama ya Ve..",
"Makasih untuk makan sahurnya tadi, hehehe...",
"Ya udah aku pulang dulu ya Ve..", jawab Gua sambil berniat mengenakan helm fullface lagi.
Tapi tangan Gua ditahan olehnya, Vera melirik ke kanan dan ke kiri lalu menengok ke belakang, dimana kost-annya berada. Kemudian...
Cuuupp... Sebuah kecupan di pipi Gua mendarat dengan mulus dari bibir kissable-nya itu.
"Belum imsak kan ?",
"Hi hi hi hi...", ucapnya kemudian terkekeh pelan sambil menutup mulutnya.
"Dih, bisaan ya..",
"Dasar kamu Ve, kalo ada yang liat berabe nanti.. Ha ha ha...", "Aku pulang ya..", ucap Gua lagi sebelum menutup kaca helm.
"Iya hati-hati dijalan ya..", "Jangan kebut bawa motornya",
"Sms kalo udah sampai rumah ya Sayang...", jawab Vera.
"Sip..", "Assalamualaikum..". "Walaikumsalam..". ...
Begitulah kedekatan Gua dengan Vera akhir-akhir ini selama Gua sudah liburan kuliah. Kedekatan Gua dengan dirinya tidak berkurang sedikitpun, apapun yang terjadi antara Gua dengan Papahnya tidak membuat Gua mengurungkan niat untuk menjauhi Vera sedikitpun. Alasannya " Vera si Nona Ukhti ternyata berpikir pendek. Bahaya kalau Gua sampai benar-benar menjauhinya. Niatnya tidak main-main untuk kabur dari rumah dan menetap di Ibu kota agar bisa bersama Gua.
Lalu, kenapa kok bisa dia ngekost di dekat kampusnya, padahal kalau dipikir, rumah Vera dan kampus masih satu kota, walaupun jaraknya jauh dari kota, dimana rumah Vera berada di Kotamadya, sedangkan kampusnya sudah masuk Kabupaten. Alasannya agar Vera tidak telat datang mengikuti perkuliahaan, dan akhirnya memilih jadi anak kost, dan itu hanyalah alasan untuk Papahnya. Lalu alasan kepada Gua adalah alasan yang sebenarnya. Dirinya sengaja kost agar bisa lebih leluasa bertemu dengan Gua. Dan soal Vera hari ini lebih memilih tidur di kost-an daripada pulang kerumah, padahal perkuliahannya sudah libur, ya karena dia bertengkar dengan Papahnya. Karena Gua " Bukan. Karena Vera tidak suka dengan Ibu 'barunya'. (Jangan tanya kenapa ataupun siapa Ibu baru Vera, apakah yang sering ditelpon Ibu kandungnya atau bukan, itu privasi Nona Ukhti).
Niat Gua ingin menemaninya disaat dia sedang butuh teman untuk mengadu seperti sekarang. Tapi Gua pun tidak mungkin menginap di kost-annya. Mau dibawa ke rumah Nenek, lebih bahaya, maen bawa anak orang aja Gua.
Soal panggilan sayang " Gua jadian sama Vera " Belum. Itu hanya dirinya yang ingin memanggil Gua sayang setelah mengetahui putusnya hubungan Gua dengan Wulan kemarin-kemarin. Jadi biarlah sesuka hatinya dia mau manggil Gua apa. Asalkan dia bahagia dan tersenyum saja Gua ikut senang. Kasihan Nona Ukhti, materi tercukupi tapi keluarganya tidak bisa memenuhi perasaannya yang rindu akan sebuah keluarga bahagia. Like me in the past.. So Pathetic.
*** Saat momen menjelang lebaran biasanya sebuah keluarga sering jalan bersama ke pusat perbelanjaan untuk membeli pakaian dan barang baru. Sebuah budaya yang sudah melekat dari dahulu. Tapi bagi Gua semua itu sudah tidak ada lagi semenjak perpisahan kedua orangtua Gua. Sampai Gua lupa kapan terakhir kali Gua, almh. Ibu dan Ayah pergi bersama untuk sekedar main ke mall disaat menjelang lebaran seperti sekarang. Tapi tahun ini sedikit berbeda, ada rasa bahagia karena Gua bisa pergi bersama Ayah. Bukan karena barang baru yang dibelikan atau belanja pakaian, tapi momen antara Ayah dan anaklah yang membuat Gua bahagia, sekalipun tidak lengkap karena tidak adanya sosok Ibu.
Dua hari sebelum lebaran, Gua sedang jalan-jalan dengan Ayah di sore hari di sebuah mall ibu kota. Ayah meminjam mobil Om Gua yang sudah berniat untuk lebaran bersama di rumah Nenek tahun ini.
Dua kantung belanjaan sudah berada dalam kedua genggaman tangan kanan-kiri Gua, sedangkan di tangan kanan Ayah ada satu kantung belanjaan.
Kalau kalian pikir isi kantung belanjaan adalah pakaian baru untuk Gua dan Ayah, kalian salah. Kami lebih banyak belanja pakaian untuk Nenek, Om, Tante dan keponakan Gua. Dibandingkan belanja untuk dirinya sendiri. Memang tidak semua pakaian yang kami beli untuk keluarga, ada beberapa untuk Gua dan Beliau sendiri.
"A, sini..", ucap Beliau ketika kami sedang melintasi sebuah outlet jam tangan. "Kenapa Yah ?", tanya Gua.
"Sini, masuk dulu...",
"Ayah mau lihat jam tangan".
Kami berdua akhirnya masuk ke outlet tersebut, lalu Gua mengekor dari belakang ketika Beliau melihat-lihat jejeran jam tangan disebuah etalase.
Banyak jam tangan dari merk-merk terkenal yang dijual di outlet ini, cuma yang Gua dengar dari Ayah, beberapa barang memang original dan sebagian ada juga yang kw. Ayah bisa tau karena Beliau memang kolektor jam tangan. Gua jelas tidak meragukan pendapatnya soal aksesoris yang satu itu. Ketika ayah masih melihat-lihat jam tangan, mata Gua tidak sengaja melihat ke sebuah jam tangan dengan tali jam berwarna biru muda dengan logo 'ceklist' terkenal dunia. Gua melangkah kearah jam tangan itu terpajang. Lalu Gua panggil pramuniaga outlet untuk menunjukkan jam tersebut. "Berapa Mba yang ini ?", tanya Gua sambil memutar-mutar jam tangan tersebut.
"Sekian juta Mas",
"Itu barang Original Mas..", jawabnya.
"Beneran Ori ini Mba ?",
"Harganya bisa kurang berapa Mba ?", tanya Gua lagi.
"Ada sertifikat autentifikasinya Mas, bisa di cek nanti kodenya dari websitenya Mas, jadi pasti original", ucapnya menjelaskan,
"Kebetulan sedang ada diskon lebaran Mas, 25% untuk semua produk yang dijual..", lanjutnya.
Gua berpikir sejenak, diskon 25% dari sekian juta harganya, Gua menemukan angka sekian ratus ribu. Lumayan juga nih. Lumayan mahal maksudnya jiirr. Duh, bagus sih, rasa sayang akan mengeluarkan uang sekian rupiah tiba-tiba saja muncul, kampret nih. Masih galau untuk dibeli atau tidak, tiba-tiba suara Ayah terdengar dari sisi kiri Gua.
"Bagus A..", "Asli tuh A..", ucap Beliau.
"Eh ?", "Iya ya Yah ?",
"Bagus sih, cuma harganya sekian ratus ribu setelah di diskon..", jawab Gua kepada Beliau.
"Heum ?", "Murah A, barang ori gitu di luar negeri gak dapet segitu..", "Model terbaru juga kan itu...", ucap Beliau lagi.
Gua berpikir sejenak, wah ini Ayah sama pramuniaga kompakan banget ngojok-ngojok Gua untuk beli ini barang. Okelah Gua beli aja deh, namun sebelum Gua mengatakan deal dan beli ini barang, mata Gua melihat jam tangan yang sama, model yang sama dan hanya warnanya yang berbeda. Tapi karena warnanya itulah Gua langsung ingat seseorang.
"Mba, coba lihat yang warna itu Mba..", ucap Gua kepada pramuniaga, "Iya yang itu..", ucap Gua lagi ketika pramuniaga menunjuk barang yang dimaksud.
Gua kembali melihat jam tangan yang satu ini, hanya beda warna. Gua jadi galau lagi, beli dua atau satu. Dan kegalauan Gua sepertinya mengusik Ayah.
"Kenapa A ?", "Bingung sama warnanya ?", tanya Beliau. "Memang 'dia' suka warna apa ?", lanjut Beliau.
Gua hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala kepada Beliau. Dan gua yakin seyakinyakinnya, Beliau paham maksud Gua.
"Ha ha ha ha...",
"Ya sudah angkut dua-duanya..", jawab Beliau sambil berlalu menuju kasir.
Waaah sumringah langsung Gua, enggak pake pikir panjang lagi, langsung Gua minta dua jam tangan satu model dengan warna yang berbeda tersebut dibungkus kepada si pramuniaga.
Gua berada disamping Beliau di depan kasir, Beliau membayar jam tangan yang dia pilih untuknya sendiri lalu tersenyum kearah Gua. Sedangkan gua masih tidak mengerti maksud senyumnya itu.
"Kalo Mas, pesananya yang ini ya ?", tanya si kasir kepada Gua seraya menunjukkan dua buah jam tangan.
"Eh, iya Mba..", jawab Gua.
Si kasir memasukkan nominal kepada mesin kasirnya, lalu bill belanja pun tercetak keluar dan disodorkan kepada Gua.
"Ini totalnya Mas, sudah termasuk diskon setiap itemnya..", "Pembayarannya tunai atau debet Mas ?", tanya si kasir kemudian.
Gw masih memegang bill tersebut, lalu Gua melirik kepada Ayah yang berada disisi kiri Gua. "Ayah tunggu diluar ya A..", ucap Beliau sambil berbalik menghadap pintu keluar outlet. "Eh " Yah, ini gima..", ucapan Gua terpotong.
"Debet saja A, uang tabunganmu kan banyak",
"Ha ha ha ha...", ucap Beliau tanpa menengok sedikitpun sambil berlalu meninggalkan Gua yang masih melongo di depan kasir.
Dengan hati yang menclos Gua pun mengeluarkan dompet lalu mengambil kartu debet dan memberikannya kepada si kasir. Gua sempat melihat Mba kasir terkekeh pelan ketika Gua memberikan kartu debet kepadanya. Sompret bener nih si Mba, seneng dia liat Gua dikerjain Bokap, hadeeuuh.
Kami berdua sudah selesai belanja di mall ini, waktu pun sudah menunjukkan pukul 17.00 wib, tandanya waktu berbuka puasa akan tiba sebentar lagi. Sekarang kami sudah sudah berada di parkiran mobil mall, Ayah meminta Gua yang membawa mobil kali ini. Sebelumnya beliau yang mengemudi ketika berangkat tadi.
"A, kita cari tempat makan di sekitar sini saja",
"Enggak akan keburu kalau buka bersama di rumah...", ucap Ayah ketika mobil sudah keluar parkiran mall.
"Lewat tol aja Yah",
"Pasti keburu, cepet kok", jawab Gua.
"Sama aja A", "Jalanan pasti macet baik di tol atau lewat Jaktim", balas Beliau.
"Oh, ya udah oke",
"Mau makan apa Yah ?", tanya Gua lagi.
"Tunjukkin tempat makan yang paling enak disini A", "Yang penting menu lokal",
"Bosan ayah kalau makan western food..", ucap Beliau lagi.
Gua berpikir sejenak, memikirkan tempat makan dengan menu lokal yang paling enak dimana ya. Bukan apa-apa, Gua selama kuliah belum pernah makan ditempat yang tergolong restoran, kecuali saat bersama Kinan, itu pun menunya bukan menu lokal, kecuali kolaknya. Selama puasa Gua kebanyakan buka di rumah bersama Nenek. Dan daerah yang sedang Gua dan Ayah kelilingi kali ini berada di Pusat, bukan di Selatan Jakarta.
"Kamu gak hapal jalan A ?",
"Kok dari tadi muter kesini lagi ?", tanyanya.
"He he he...", "Iya Yah, A'a kan enggak pernah ke pusat, kampus juga di selatan..", jawab Gua.
"Hmm..", Beliau mendengus pelan,
"Ya sudah tuh disitu saja, kita makan disitu", ucapnya setelah menunjuk sebuah rumah makan besar menu sunda yang cabangnya ada dimana-mana.
Setelah memarkirkan mobil, kami berdua turun, lalu masuk kedalam RM sunda ini. Ternyata sudah penuh meja makannya dengan pengunjung yang rata-rata mereka semua bersama keluarganya. Kami masih beruntung karena pelayan RM menyediakan meja dan bangku tambahan untuk kami berdua.
Singkat cerita, menu makanan yang secara prasmanan dan kami pilih sendiri sebelumnya, telah tersaji diatas meja makan di depan kami berdua. Sambil menunggu bedug maghrib yang masih beberapa menit kedepan, Ayah membuka kultum untuk Gua.
"A, kegiatan kamu kenapa cuma pulang pergi rumah dan kampus ?", tanya Beliau.
"Heum ?", "Enggak apa-apa Yah, kan di Jakarta juga baru, belum sebulan", jawab Gua. "Kamu banyak teman di kampus ?", lanjutnya.
"Kalo sekedar teman sih ada Yah",
"Ngomong-ngomong ada apa memangnya Yah ?", tanya gua balik.
"Gini A", "Kamu laki-laki, masih muda",
"Tapi kok Ayah perhatikan selama Ayah disini Kamu jarang main keluar atau nongkrong bareng temanmu ?",
"Sekalinya kamu pamit, ketempat teman perempuan mu..", ucapnya lagi.
Selama Ayah Gua liburan dari awal bulan hingga sekarang Gua kuliah, memang Gua selalu jujur kepadanya jika akan keluar untuk pergi bersama siapa saja, dan rata-rata Gua memang pergi bersama Vera selama bulan puasa ini. Otomatis Beliau tau kalau Gua selalu jalan hanya dengan perempuan. Btw, Beliau dan Vera belum sempat bertemu selama Beliau liburan di rumah. Ketika Vera datang di malam hari, saat dia pertama kalinya memakai busana gamis dihadapan Gua, Ayah Gua sedang keluar saat itu, jadi tidak ada pertemuan diantara mereka berdua.
"Ayah bukan melarang mu bergaul dengan perempuan ataupun laki-laki..", lanjutnya, "Ayah malah ingin kamu pergi dari rumah...", ucapnya penuh penekanan.
Weleh " Diusir kah Gua " Ajigile bener nih Bokap, sekalinya liburan di rumah malah nyuruh anaknya minggat. But...
"Maksudnya gimana Yah ?", tanya Gua heran. "Kamu harusnya kost di Ibu Kota ini..", "Jadilah lelaki yang haus akan tantangan, jadilah lelaki yang penuh rasa ingin tau akan kehidupan yang sebenarnya..",
"Di kota kita ruang lingkupnya sempit",
"Tapi disini " Di Ibu Kota ruang lingkupnya luas A..", ucapnya. Gua masih menerka-nerka arah pembicaraan Beliau.
"Kamu bisa melihat kehidupan yang sebenarnya disini, di Jakarta ini..", "Dari mulai orang yang susah hingga orang yang kaya raya pun ada disini..", "Dari mulai preman pasar, hingga penjahat kelas kakap pun ada disini..", "Buka mata kamu akan realita hidup",
"Bergaul lah dengan siapapun kamu mau..", lanjutnya.
Gua disini masih bingung, bukan tidak paham soal pergaulan, tapi kenapa harus preman dan penjahat sebagai contohnya.
"Maksudnya..", "Ayah menyuruh A'a bergaul dengan penjahat ?", tanya Gua. Beliau tersenyum simpul, lalu wejangan itu pun keluar dari mulutnya.
"Kalo perlu kenapa enggak A ?", "Gini A..",
"Kamu tau, kalau kita bukan perokok kemudian duduk di dekat orang yang sedang merokok, bau asap rokoknya pun akan menempel di pakaian kita, walaupun hanya sedikit..",
"Begitupun dalam pergaulan A",
"Kalau kamu bukan penjahat dan bergaul dengan seorang penjahat, sedikitnya kamu akan terlibat..", "Entah hanya sebagai pendengar rencana sebuah kejahatan, atau malah membantu mereka untuk merampok..", ucap Beliau lagi.
"Berarti, A'a diizinin bermain dengan kejahatan ?", tanya Gua semakin heran.
"Satu hal yang kamu harus tau A", "Hidup ini enggak mudah, keras",
"Tergantung bagaimana kita menyikapinya..",
"Tuhan sudah menunjukkan mana hal yang baik dan mana hal yang buruk pada firman-NYA yang tertuang dalam kitab suci..",
"Kalau kita berpegang teguh kepada-NYA, mau kamu bergaul dengan siapapun, iman mu tak akan goyah..",
"Dan Ayah pribadi tidak melarang kamu bergaul dengan seorang penjahat..", "Karena bau rokok yang Ayah maksud bukan agar kamu bisa ikut terlibat di dalamnya, namun agar kamu jadikan pandangan dan bisa menela'ah realita kelam dalam hidup ini secara langsung, bukan dari 'drama' yang selalu dipertontonkan pada acara berita di tv-tv..".
Pada akhirnya Gua paham maksud Beliau. Ayah memang seseorang yang punya pergaulan luas, teman-temannya dari kalangan pengemis di dekat rumah hingga pejabat pemerintahan pusat pun ada. Satu hal lainnya, Beliau tidak pernah percaya 100% dengan sebuah berita kriminal di media manapun, karena baginya, selalu ada kepentingan suatu golongan pada berita tersebut. Dan apa yang diyakininya terbukti hingga jaman sekarang.
Lalu, kesimpulannya untuk Gua adalah, Beliau membebaskan Gua untuk bergaul dengan siapapun, baik itu seorang penjahat ataupun tidak. Konsekuesi selalu ada dalam kehidupan, maka bertanggungjawablah pada apa yang telah kita perbuat. Apalagi Gua sebagai laki-laki, tanggungjawabnya lebih besar daripada seorang perempuan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dan pandangan Beliau soal pergaulan, agar Gua bisa memperbanyak pengalaman hidup selagi muda.
"A, perluas pengalaman masa muda kamu, sayang kalau kamu hanya diam di zona nyamanmu", "Laki-laki itu butuh tantangan",
"Agar bisa menempa mental dan kesabaran mu kelak ketika nanti sudah berkeluarga..", "Janganlah jadi laki-laki yang bermental tempe, karena kepada siapa nanti istri dan anakmu berlindung kalau kepala keluarganya pun hanya bisa menerima nasib tanpa bisa berusaha..".
"Iya Yah", "Aku paham..", jawab Gua dengan jantung yang berdegup kencang.
"Ayah yakin, kamu akan menjadi laki-laki yang kuat, bertanggungjawab dan bermental baja..", "Jangan buat kecewa ya A",
"Bukan untuk Ayah, tapi untuk keluargamu nanti A', kalimat terakhir itupun disertai dengan bedug maghrib.
Kultum kali ini memang beda, penuh dengan wejangan dari Ayahanda. Gua pun bersyukur bisa bercengkrama lagi dengan Beliau. Love you Dad, but... Please forgive me for what i've done later. .........
Dalam perjalanan pulang, kembali Gua yang mengemudikan mobil.
"A, kamu pacaran sama perempuan yang sering kamu ajak jalan itu ?", tanyanya ketika mobil sudah berada di jalan tol.
"Eum.... Belum Yah..", jawab Gua.
"Lalu, siapa yang kamu suka ?", "Biru atau Hijau ?", tanyanya lagi. "Biru " Hijau ?", ucap Gua bingung.
"Jam yang kamu beli satu model", "Hanya beda warna",
"Menurut Ayah, rasa sayang kamu sama besarnya sama kedua perempuan itu...", tebak Beliau.
Memang ya, yang namanya orangtua itu pengalamannya lebih banyak dan luas. Cuma dua buah jam tangan yang Gua beli saja Beliau langsung paham apa yang Gua rasakan untuk kedua perempuan itu. Malu-malu cuking nih Gua, ke gep sama Ayahanda. Ha ha ha...
"Dan Ayah rasa, si Biru itu peluangnya lebih besar ya A ?", tanyanya mulai menebak lagi. "Hah " Kok bisa berpikir gitu Yah ?", tanya Gua heran.
"Yang Hijau kamu pilih kedua karena tidak sengaja melihatnya kan ?", "Kemungkinannya, si Hijau adalah plan B kamu",
"Atau dia sudah memiliki pasangan..".
Double kill!!! Mode detektif Bokap mode on ini, gila bener, cuma karena sebuah jam tangan merembet sampai isi hati dan fakta. Salute Dad...
"Siapa namanya A ?", tanya beliau lagi.
"Eumm...", "Yang... Yang mana Yah ?", ucap Gua gerogi. "Biru..",
"Vera namanya..", jawab Gua. "Lalu yang Hijau ?", tanyanya lagi. "Sherlin..".
PART 6 Gema takbir yang melantun dari masjid-masjid di malam terakhir bulan ramadan tahun ini terdengar indah. Banyak kaum muslim & muslimah berbondong-bondong ke masjid ataupun muda-mudi yang ikut menabuh bedug untuk memeriahkan malam takbiran.
Gua dan keluarga sedang berada di rumah Nenek, hampir lengkap rasanya tahun i ni. Ada keluarga Om Gua, Ayahanda, dan tentu saja Nenek. Hanya Ibu yang memang selalu tidak bisa hadir bercengkrama bersama kami sejak lama, dan tahun ini hingga selamanya pun sosoknya tidak akan bisa lagi berkumpul bersama kami, karena Tuhan sudah memanggil Beliau pulang lebih dulu. ...
Saat ini Nenek dan Tante Gua sedang memasak makanan untuk menu hari raya idul fitri, seperti kebanyakan masyarakat, menu daging yang di rendang, semur kecap, opor ayam, ketupat dan sayur lainnya untuk menambah varian masakan esok hari. Sedangkan Om Gua sedang mengajak anaknya main ke masjid, untuk melihat remaja masjid memukul bedug di malam takbiran ini. Lalu Gua dan Ayah berada di teras depan kamar, duduk bersebrangan di sofa.
"Yah, ini enggak terlalu berlebihan ?", ucap Gua sambil menatap sebuah buku ditangan. Beliau meneguk sedikit kopi hitam panas yang berada digelas cangkirnya. "Tanggungjawab ya A..", ucapnya seraya menaruh gelas cangkir kopi. "Heum ?", Gua sedikit bingung.
"Tanggungjawab dengan apa yang kamu miliki sekarang..", "Jangan salah gunakan pemberian orangtua dan gunakan sebaik-baiknya..", "Berlebihan atau tidak itu relatif A",
"Ayah bekerja selama ini, meninggalkan kamu dan keluarga bertahun-tahun untuk kamu juga pada akhirnya..", lanjutnya.
"Iya Yah..", "Tapi ini sih berlebihan Yah...", jawab Gua.
"Gini A..", "Ayah bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan kamu..", "Kamu tau kesalahan Ayah apa ?", tanyanya kepada Gua.
Gua hanya mengerenyitkan kening lalu menggelengkan kepala kepada Beliau.
"Ayah tidak bisa menemani kamu melewati hari-hari kamu dari kecil hingga kamu sudah beranjak dewasa seperti sekarang, tanggungjawab Ayah yang seharusnya bisa mendampingi kamu, merawat kamu, dan membesarkan kamu ketika Alm. Ibu mu pergi malah digantikan oleh Nenek dan Kakek, lalu berganti ke Paman mu..",
"Ayah meminta maaf untuk itu semua..", jawabnya dengan senyum yang.. Entah Gua tidak tau senyum yang dimaksud oleh Beliau. Yang jelas kedua matanya sudah berkaca-kaca.
Dan Gua yang tidak pernah melihat Beliau seperti ini dari dahulu langsung membuat hati ini bergetar, napas Gua sesak, perasaan tulus permintaan maaf yang Beliau ucapkan langsung mengusik batin Gua. Dan syit, i'm crying.
Gua langsung bersimpuh dihadapan Beliau, membenamkan wajah ke pahanya. Isak tangis Gua semakin menjadi ketika kepala dan punggung Gua diusap lembut olehnya. Lalu ketika tangis Gua sudah mereda Beliau membantu mengangkat tubuh ini agar duduk disampingnya.
Laki menangis " Cemen " Banci " Mental tempe " Ha ha ha ha... Kata-kata itu enggak ngaruh buat Gua. Karena selama ini yang Gua tau, seorang lelaki selalu membohongi perasaannya, berdiri tegak seolah-olah menantang seisi dunia ini pun mereka sanggup, tapi ketika dihadapkan pada sebuah kenyataan pahit soal rasa kasih sayang, baik itu keluarga maupun orang yang dicintai, hatinya pasti bergetar, menampik rasa sesal ataupun sedih sekuat tenaga agar airmata yang seharusnya keluar pun enggan membasahi wajah mereka. Dan Gua bukanlah lelaki seperti itu, Gua tidak sungkan untuk menunjukkan airmata ini tertumpah membasahi pipi Gua. Dan akhirnya, sebagai lelaki, tanyalah kedalam hati kalian kemudian jujurlah, berapa kali kalian menangis tanpa airmata karena menghadapi kerasnya hidup ". Diam dan tersenyum...
... Gua sudah lebih santai, perasaan yang selama ini terpendam telah keluar lewat ucapan maaf yang tulus dari Ayah kepada Gua anak semata wayangnya. Jujur, Gua memang menunggu momen seperti ini bertahun lamanya, ingin mendengar ucapan itu tulus dari hatinya. Dan malam takbiran tahun ini adalah momen yang Gua tunggu. Terimakasih ya Tuhan.
Kebahagiaan Gua semakin bertambah karena apa yang diberikan Beliau sangat berlebihan bagi anak seusia Gua. Buku sertifikat yang Gua pegang sebelumnya adalah sebuah investasi dari uang yang seharusnya menjadi biaya kuliah Gua dari beliau. Tapi uang yang Gua tabungkan dan dititipkan ke Nenek itu, satu minggu lalu dicairkan semuanya oleh Gua dan Beliau. Uangnya pun Beliau gunakan untuk membeli sebidang tanah ratusan meter di pinggir jalan protokol kota Gua. Tentunya pembelian investasi itu tidak cukup jika hanya menggunakan dana kuliah gua dari Beliau, maka Beliau pun mengeluarkan dana pribadinya lagi untuk menutupi kekurangannya. Maaf, ini sedikit info, yang Gua tau, yang namanya tanah dipinggir jalan dan jalan protokol itu pasti harganya gila-gilaan, dan karena alasan itu pula lah beliau membeli sebidang tanah disana, agar dikemudian hari bisa lebih tinggi lagi harganya jika dijual, lalu sehabis lebaran nanti sudah ada yang akan menyewa tanah tersebut, akan dibangun sebuah factory outlet. Dan dana sewa selama tiga tahun langsung masuk ke rekening baru Gua. Dana sewa yang membuat mata Gua terbelalak itu dipotong 30% untuk mengganti kekurangan modal dari Ayah. Padahal kalau dipikir-pikir semua dana modal kan memang dari Beliau. Tapi ya balik lagi, inilah yang Beliau berikan untuk anaknya.
"kamu ayah berikan modal awal agar bisa dikembangkan di kemudian hari, besar atau kecil bisnisnya yang utama dari semua itu adalah tanggungjawabnya A..",
"Bagi Ayah, ini bukan sekedar pemberian, dan tidak berlebihan A..",
"Karena masa yang tak bisa kembali lagi tak akan bisa Ayah beli dengan uang sebanyak apapun...", "Masa itu, adalah masa dimana ayah seharusnya menjaga kamu..", jelasnya kepada Gua dengan tersenyum.
Ya, inilah apa yang Beliau berikan kepada Gua, benar apa yang diucapkannya, waktu bersama keluarga yang sudah terlewati tidak akan bisa dikembalikan bagaimanapun caranya, konteksnya adalah masa kecil bersama anak, yang seharusnya bisa mendampingi sang anak. But life's must go on... We living on present day, not the past time. And forgiveness is the best thing for him. "A, kamu ngerokok ?", tanyanya lalu menghisap cerutu kuba nya.
"Heum ?", "Eeuu... Ii.. Iya Yah...", jujur Gua takut juga nih soal ngerokok. "Sejak kapan ?", tanyanya lagi sambil menghembuskan asap keatas. "SMA Yah..", jawab Gua tanpa berani menatap matanya.
Sumpah, kalo inget momen ini Gua serasa diintrogasi oleh bos mafia. Gimana enggak, Beliau memakai setelan all-black, jas hitam dengan jeans hitam, sepatu pantofel kulit hitam, jam tangan hitam baru yang dia beli kemarin siang bersama Gua dan hanya kaos oblong putih sebagai penetralisir all-black outfitnya. Belum lagi rambutnya yang bergelombang panjang seleher dibelah tengah dibiarkan menjuntai ke sisi wajah kanan-kirinya, gaya rambut Nicholas Saputra ke kinian lah. Bedanya wajah Ayah Gua lebih macho, kumis sedikit tebal dan jenggot tipis ditambah wajahnya yang keras terlihat dari tulang rahangnya yang menonjol, kulitnya cokelat, tangan dan dadanya berbulu, manly banget, tampang penjahat banget dah. Sayang nya Gua lebih mirip ke Alm. Ibu, kurang macho, enggak ada tampang penjahat Gua ma, tapi tetep Tampanlah, terbukti dari sepak terjang Gua selama ini Gais. Gak usah protes!
"Mau coba cerutu ?", tawarnya kepada Gua.
"Enggak Yah..",
"Makasih..", jawab Gua sambil tertunduk.
"A, kamu boleh merokok, selama tidak dihadapan Ayah..",
"Ketika kamu sudah lulus kuliah dan bekerja, baru kamu boleh bebas merokok dihadapan keluarga sekalipun...",
"Saat ini, jangan coba-coba untuk merokok di depan ayah A.."., ucapnya penuh penekanan. Gua hanya bisa menelan ludah mendengar warning darinya.
Setelah itu, obrolan kembali santai, pembahasan selanjutnya adalah, ehm.. Surprise lainnya yang Beliau berikan kemarin malam, membuat Gua merasakan berkah ramadan tahun ini sungguh besar. Walaupun barang bekas, second user, tetap saja Gua menitikkan airmata kemarin malam. Biar kata keluaran tahun 2000, sudah enam tahun yang lalu, tapi ini barang masih mulus, mesinnya masih jos gandos.
"Ingat, jangan main ugal-ugalan di jalan raya A", ucap Beliau lagi. "Iya Yah..", jawab Gua.
"Tapi harus juga dibawa ke rpm tinggi..", "Di jalan tol A",
"Karena namanya tipe sport memang untuk dipacu pada kecepatan yang seharusnya..", "Kalau kamu bawa dalam keadaan pelan terus kasihan mesinnya..", jelas Beliau. Gua hanya mengangguk cepat, maklum, belum ngerti mesin kan Gua ma.


Asleep Or Dead Karya Bunbun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan jangan salah Gais, barang baru untuk Gua tapi bekas pakai itu tidak gratis, Gua harus mencicilnya kepada Beliau lewat transfer Bank. Beliau memang membelinya secara kontan, tapi karena sekarang Beliau memberikan sebuah 'bisnis' yang sebelumnya Gua ceritakan diatas, maka uang hasil sewa tanah yang 70% milik Gua dipotong lagi sekian rupiah untuk membayar barang baru itu. Memang tidak semua, hanya 20% Beliau potong lagi untuk awal pembayaran, sisa 50% untuk tambahan biaya kuliah Gua, walaupun Beliau tau gua juga memiliki tabungan biaya kuliah lainnya yang alm. Ibu berikan bulan lalu lewat Nindi, tapi Beliau meminta Gua untuk tidak memakainya kecuali mendesak dan untuk keperluan kuliah lagi.
Kami berdua sekarang sedang berada di depan barang baru itu, di halaman rumah, melihat kembali interiornya, padahal kemarin malam pun sudah Gua lihat, tapi ya maklum, namanya barang baru, hawanya pingin cek n' ricek terus ya kan. Gatel sebenarnya pingin keluar jalan-jalan, tapi Ayah meminta Gua untuk stay sebentar sampai tamu Beliau datang. Gua tidak tau siapa tamu Beliau yang akan datang di malam takbiran ini. Apalagi setelan Beliau semi formal begitu, mungkin sahabat lamanya atau rekan bisnisnya, entahlah. Masih asyik di dalam si black (panggilan untuk barang baru, karena warnya full-black) Gua mendengar suara mesin mobil terparkir dan melihatnya berhenti tepat disamping si black. Ayah keluar duluan lalu...
"Assalamualaikum Mas...", ucap seorang wanita. "Walaikumsalam..", jawab Ayahanda.
Gua masih berada di dalam si black, mencuri-curi pandang dari sini untuk melihat siapa gerangan tamu yang datang. Dan cukup terkejut ketika seorang wanita itu mencium tangan Ayahanda. "A, sini keluar dulu Nak...", panggil Beliau dari luar kepada Gua.
Gua pun keluar, dan... OH MY GOD!!! Siapaaa lagi iniiii "!! Kiiillllsss... Sumpah cantik sekaleh ini Ukhti! Ukhti Veve lewat ini ma. Masih terpana dengan sosok Ukhti dewasa yang umurnya Gua taksir dibawah 25 tahun itu, Ayahanda mengagetkan Gua dengan menepak bahu Gua pelan, seolah-olah Kakak dan Adik, Beliau merangkulkan tangannya ke bahu Gua sambil mengajak bercanda sang Ukhti dewasa dihadapan kami berdua itu.
"Kenalin ini adik Mas...", ucap Ayahanda kepada Ukhti dewasa. Jelaslah Gua kaget dan langsung menengok kearah Ayahanda.
"Assalamualaikum, aku Laras..", ucap sang Ukhti sambil memperkenalkan diri dengan kedua tangan mengatup.
Yap, cara berkenalan ala muslimah, Gua pun hanya mengatupkan kedua tangan sama seperi dirinya.
"Walaikumsalam, saya Reza Mba..", "Anak Aaa....Aaww...", Gua meringis.
Ayahanda melirik kepada Gua sambil tersenyum, senyum jahat, seringai serigala.. Ampuuun Yaaah.. Cengkraman tangannya di pundak Gua benar-benar sakit Cuy! Heuuuu...!
Singkat cerita Mba Laras yang ternyata baru lulus kuliah dari Oxford university pernah berkenalan dengan Ayahanda di negeri sang Ratu Elizabeth dahulu, tentunya ketika Ayah masih bekerja disana 3 tahun lalu. Dan perkenalan itu berbuntut panjang hingga Mba Laras dan Ayah ada disini sekarang.
Kami sudah berkumpul di ruang tamu rumah Nenek bersama-sama. Ternyata memang nih Ayahanda the great seduceman, acara malam takbiran dibuatnya untuk memperkenalkan Mba Laras kepada Nenek dan keluarga. Muke gileeee... Gua bakal punya Ibu muda baru nih, bukan main Yah Yaah, turunkanlah ilmu mu Yah kepada Ananda.
Eldest 7 Wiro Sableng 184 Dewi Dua Musim Pedang Kilat Membasmi Iblis 3
^