Pencarian

Asleep Or Dead 17

Asleep Or Dead Karya Bunbun Bagian 17


"Ehm.. Let's party rite " Hehehe", jawab Gua.
Kembali Gua berjalan berdampingan bersama Helen dan menaiki panggung pelaminan, semakin dekat semakin berdegup kencang jantung ini. Ini sungguh gila, meletup-letup rasanya sensasinya benar-benar nyata, tangan Gua sampai berkeringat bahkan mungkin wajah ini pucat. Entahlah.. I don't have any idea for this shit.
Gua menelan ludah, memejamkan mata sejenak lalu mendongkan kepala sedikit. Menghirup udara sedalam mungkin dan menghembuskannya perlahan. Gua buka mata ini dan fak dat! Ini bukan mimpi, Gua masih berdiri di pelaminan tepat disisinya, berjarak sedikit jauh. Oke i face the truth lah, mau gimana lagi. Gua melangkahkan kaki hingga tepat berdiri dihadapannya.
"Hai..", kurang ajar, intonasi suara Gua tidak bisa dikendalikan, Gua yakin tadi terdengar cukup bergetar.
Dia tersenyum dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Jangan, jangan kamu tumpahkan airmata itu Luna.. Atau aku bersumpah demi Tuhan semesta alam... Aku hancurkan pesta ini sekarang juga...", Gua berkata pelan kepadanya. Luna menggelengkan kepalanya pelan sambil menyeuka airmatanya yang nyaris tertumpah.
Gua melirik kepada sang pengantin pria disampingnya. Menatapnya tajam seolah-olah bersiap membunuhnya. Dia tersenyum ramah lalu memberikan gesture 'have a good time bro". "Maaf Za.. Maafin aku", ucap Luna yang membuat Gua melirik lagi kepadanya.
"Kamu itu.. Hehehe.. Bener-bener kurang ajar Luna.. Keterlaluan.. Omong kosong ini kayaknya perlu aku selesaikan sekarang...", Gua terkekeh pelan.
"Jangan.. Jangan berbuat nekat ya Za, inget kamu udah janji sama aku..".
Gua menghela nafas sambil tersenyum dan menggelengkan kepala pelan. "Enggak kok, cuma satu syarat aja Lun..", ucap Gua lagi.
"Syarat " Kok ?", tanyanya bingung.
"Demi drama yang kamu buat, sampai waktunya tiba aku cerita kepada dia nanti...", jawab Gua lagi. "Apa syaratnya ?".
Gua mengumpulkan segenap keberanian, seolah-olah Gua ini adalah pengecut yang tidak siap mendengarkan perasaannya secara langsung. Perasaan yang Gua buat sendiri agar dia benar seperti apa yang Gua harapkan.
"Bilang sama aku..", Gua melirik kepada suaminya. "Disini.. Bilang kalo kamu benci sama aku dan mencintai dia Lun..".
Berat bebanku Meninggalkanmu Separuh nafas jiwaku Sirna...
Luna terkejut begitupun dengan suaminya yang heran menatap Gua.
"Za, gak perlu seperti itu, kita semua tau kenyataan sebenarnya Za..", ucap suaminya kali ini.
"Luna udah memilih hidup dalam drama yang dia buat... Dan biarkan sekarang Gua pun mendengarnya langsung... Agar apa yang dia tutupi menjadi nyata, untuk selamanya...", Gua tatap mata suaminya dengan airmata yang hampir tertumpah.
"Gua enggak pernah menginginkan ini semua Za.. Andai Gua tau..".
"Ssstt.. Shut your fakin mouth dude.. I'm here to see your fakin wedding... To hear what i want from your wife.. So let me hear what shes said...".
Suami Luna itu terdiam sambil mengangguk pelan. Kini kembali Gua menatap Luna lekat-lekat. Dia sudah menangis dan berusaha menyeuka airmata yang sudah tertumpah.
"Oke.. Kamu gak berani ngomong Lun, jadi aku minta maaf...", Gua membalikan badan dan bersiap mengambil microphone yang berada disisi kiri pelaminan, dimana home band berada. "Tunggu!", teriak Luna sambil menahan lengan kiri Gua.
"AKU BENCI SAMA KAMU ZA! AKU BENCI!! AKU MENCINTAI ERICK!!", ucapnya lantang seraya menangis terisak.
Bukan salahmu Apa dayaku Mungkin benar cinta sejati Tak berpihak
Pada kita Jelas sudah, hampir semua orang dan tamu yang masih sedikit di dalam ruangan ini menatap kami, beberapa tamu undangan rasanya tidak memperhatikan kami karena tertutup oleh suara musik yang terdengar mengalun dari music player.
Gua tersenyum dan tanpa terasa airmata ini menetes pelan.
Luna melangkah hendak memeluk Gua dengan merentangkan kedua tangannya sedikit, tapi... "Gak usah kamu meluk dia Kak!!!", Helen menahan bahu kakaknya itu.
"Selamat Rick.. Selamat atas pernikahan kalian, maaf udah buat sedikit keributan, setelah ini.. Gua gak akan mengganggu hubungan kalian sama sekali...", Gua tarik tangan suaminya itu dan menjabatnya.
"Congrats Lun.. Have fun with your new life, God bless you, terimakasih untuk kado ulang tahun ku tahun ini, gak akan pernah aku lupakan seumur hidup aku Lun....", ucap Gua melirik kepada Luna lalu berbalik dan berjalan meninggalkan mereka di pelaminan.
Kasihku Sampai disini kisah kita Jangan tangisi keadaannya Bukan karena kita berbeda
* * * Gua tinggalkan ruangan dibelakang sana, dimana di dalamnya ada sebuah kebahagiaan semu... Kebahagiaan palsu... Kebahagiaan pilu. Gua mencoba merelakan semuanya, kenangan dan segalanya, Gua tinggalkan di dalam sana.
Seorang wanita yang baru sampai dan berdiri tepat di depan Gua menatap heran dan terkejut. Dia mendekati lalu memegang sisi wajah Gua.
"Kenapa Za ?". Gua menangis, lalu secara reflek memeluknya.
"Enggak ada kebahagiaan didalam sana Ve... Enggak ada...", Gua menangis dalam pelukannya.
Vera Tunggadewi, membelai rambut Gua dengan lembut, tubuhnya bergetar lalu Gua merasakan bahwa dia ikut menangis.
"Ikhlasin Za... Ikhlas ya Za... Ikhlasin Luna..".
"Semuanya selesai di sini Ve.. Januari ini, di hari ulangtahun ku ini Ve.. Dia melepas semuanya...".
"Selalu ada terang setelah gelap Za... Selalu ada... Selama kamu bersimpuh kepada Sang Maha Penerang, Za... Istigfar..".
Dengarkan Dengarkan lagu.....lagu ini Melodi rintihan hati ini
Kisah kita berakhir di Januari Selamat tinggal kisah sejatiku Oooo...pergilah
Kisah kita berakhir di Januari
Soundtrack request by FRANZISKA LUNA KATRINA Part 96
End of Elegy Mei 2010. Gua membuka pintu mobil ketika mentari pagi baru saja menampakkan pesonanya diatas sana. Lalu masuk kedalam bangku penumpang dibelakang bersama seorang wanita cantik yang memang sudah menunggu dari pukul lima pagi. Kini mobil sudah melaju pelan meninggalkan halaman rumah untuk menuju sebuah hotel di ibu kota.
Gua menatap wanita disamping sambil terus tersenyum, parasnya yang cantik ditambah pakaiannya yang simpel dengan kemeja putih dan celana denim biru laut itu benar-benar membuat Gua jatuh hati kepadanya. Tapi sayang, semua perasaan dalam hati ini harus Gua kubur dalam-dalam... Karena dia telah berstatus sebagai istri orang lain.
Pukul setengah sembilan akhirnya kami sampai disebuah hotel bintang empat, Gua dan Luna turun dari mobilnya yang dikemudikan oleh supir pribadi keluarganya, lalu mobil Mba Laras terparki r tepat disamping. Gua, Luna, Mba Laras dan Nenek berjalan menuju lobby hotel dan naik ke lantai dua, dimana ballroom hotel berada. Sekitar pukul sembilan acara baru dimulai dengan penyambutan oleh pihak kampus, seperti Dekan dan beberapa dosen lainnya.
Hari ini memang adalah hari dimana Gua di wisuda bersama Kinanti dan juga teman kampus lainnya. Usai acara ramah tamah dan pidato, mulailah ke acara inti, Gua yang sudah mengenakan pakaian wisuda atau baju toga yang dominan berwarna merah akhirnya resmi menjadi mahasiswa diploma yang lulus sebagai wisudawan tahun dua ribu sepuluh ini. Beres acara dan sesi foto didalam ballroom bersama dosen dan teman-teman, Gua keluar ruangan bersama keluarga. Di koridor depan ballroom tersebut kembali Gua berfoto bersama Kinanti yang lulus sebagai mahasiswi diploma empat. "Za.. Mau foto sama Luna ?", tanya Kinanti setelah kami difoto oleh Mba Laras. "Nah boleh tuh... Hehehe, sini Lun, foto sama aku", ucap Gua sambil memanggilnya.
Luna tersenyum lalu berjalan mendekat. Kemudian Kinanti mengambil alih kamera digital yang sebelumnya dipegang Mba Laras. Gua berdiri bersebelahan dengan Luna, lalu hitungan mundur dari Kinanti pun akhirnya membawa Gua dan Luna pada sebuah kenangan gambar dalam benda digital itu. Beberapa kali jepretan sudah cukup rasanya mengabadikan momen ini. Tapi ada satu hal gila yang Gua lakukan.
"Kak..". Kinanti menengok lagi, lalu Gua memberi kode kepadanya agar cepat mengambil foto. Gua tarik pinggang Luna dan seketika itu juga mencium sisi kepalanya... cekrekk.. Ntaps Souls Tante Gua cepet juga jepretannya.
"Hahaha.. Kamu ini Za...", ucap Luna yang tersipu malu. "Hehehe.. Sorry loch heheh..".
"Ulang deh, pasti wajah aku gak bagus tadi, kaget gituu..", lanjut Luna sambil melirik kepada Kinan. Weh weh... Diulang " Sapa takut, wuahahaha...
Akhirnya Gua benar-benar santai memeluk pinggangnya dan kembali memejamkan mata lalu mencium kepalanya dari samping. Satu foto terakhir inilah yang akan menjadi gunjingan pamajikan aing di lain hari...
Istri orang mblo... Tapi kan mantan Gua
Iya tapi udah mantan kan " Udah sah jadi istri orang lain ntuu.. Ya sekali aja deh
Lah, dasar kadal Pe'a Biarinlah.. Kapan lagi
Selesai acara wisuda tersebut, kami semua makan siang di sebuah restoran Jepang pada salah satu mall di ibu kota ini. Singkat cerita semua menu makanan sudah tersaji diatas meja makan. Ini benarbenar makan besar, i mean with my family. Karena biasanya, dulu saat Gua masih bersama Echa, kami berdualah yang sering ke restoran ini...
Tempura tentu saja menjadi salah satu menu wajib ketika Gua makan di resto tersebut, beberapa menu lainnya seperti beef dan chicken yakiniku atau teriyaki pun menjadi santapan kami semua. Rasanya memang ada yang kurang disini, almh. Istri Gua yang biasa mengambilkan lauk dan menaruhnya diatas mangkuk berisi nasi kini sudah tidak ada lagi, tidak ada lagi sosoknya yang biasa tersenyum dan mengingatkan Gua untuk menghabiskan makanan.
... ... ... Juli 2010 "Saya terima nikah dan ka-win-nya Sherlin Putri Levanya binti Gusti Hermansyah dengan emas kawin tersebut dibayar tunai...".
"Gimana saksi, Sah ?". "Sah.. Sah.. Sah..".
"Alhamdulillah... Bismillah...".
Do'a pun terlantun dari sang penghulu yang diikuti oleh kami semua yang berada disini. Gua tersenyum menatap wanita cantik itu. Sherlin dengan pakaian kebaya warna favoritnya, hijau tosca, sangat terlihat cantik sekali di hari spesialnya ini. Riasan serta rambutnya yang disanggul benar-benar membuat Gua pangling (berubah/tidak seperti biasanya. Melihat seseorang yang biasa kita kenali). Dia benar-benar cantik hari ini.
Selesai acara ijab kabul tersebut, beberapa orang menyalami dan mengucapkan selamat. Gua berjalan mendekat dan berdiri dihadapannya.
"Congrats Mbaaa..", ucap Gua riang.
Wajahnya cemberut sambil memanyunkan bibirnya. Gua terkekeh pelan. "Dih, masa cemberut sih, jelek lah itu muka.. Hahaha", lanjut Gua.
Puk.. sebuah pelukkan pun diberikan olehnya.
"Selamat ya... Selamat atas pernikahannya, semoga selalu bahagia dalam keluarga yang akan kamu bangun mulai hari ini bersama Feri..", lanjut Gua sedikit berbisik kepadanya.
"Makasih Mas.. Makasih banyak untuk do'a nya..", jawabnya setelah memundurkan tubuhnya dengan kedua tangan yang memegang kedua lengan Gua ini. "Maafin aku maaf untuk semua yang udah terjadi..".
"Aku relain semuanya kok.. Asal kamu bahagia Mba.. Bahagia dengan pilihan kamu ini, mulai sekarang aku cuma bisa mendo'a kan kamu... Terimakasih untuk semuanya ya", ucap Gua lalu mengelus pelan bahunya.
Kemudian Gua berjalan kesamping dimana Feri, suaminya yang sah itu berdiri dan menunggu Gua. "Congrats Bro...", ucap Gua.
Feri tersenyum lalu menjabat tangan Gua. "Makasih banyak Za, makasih ya..". "Janji.. Bahagiain Mba Yu Gua...", Gua mengingatkannya dengan nada yang ramah. "Insya Allah Za, insya Allah Gua berikan kebahagiaan untuk Sherlin... Makasih banyak".
Lalu Gua menengok lagi ke kiri, dimana dua orang wanita sedang bercipika-cipiki lalu berpelukan. Tidak lama kemudian Gua pun berjalan meninggalkan pasangan yang baru saja resmi menjadi suamiistri itu.
Tangan Gua digenggam oleh wanita yang sebelumnya mengucapkan selamat kepada Mba Yu, dia menengok kepada Gua lalu tersenyum menatap wajah ini.
"Rela kan ?". "Rela kok.. Ikhlas.. Gak seberat seperti sebelumnya...", jawab Gua sambil tersenyum lebar.
"Huu.. Dasar... Dia mulu yang diinget ih", wajahnya cemberut seperti biasanya ketika Gua selalu membicarakan sang Kakak.
"Hahaha.. Cemburu mulu ah..", Gua mendusel kepalanya dan mengacak sedikit rambutnya. "Iiih rusak nanti tataan rambut akuu...".
Lalu Gua terkekeh pelan dan secara reflek memeluknya dari samping. "Marah-marah mulu Ay... Hahaha..".
Wajahnya merona dan tersipu malu ketika Gua mengecup keningnya dihadapan banyak orang. "Kemana kita sekarang Kak ?".
"Makan yuk, laper...".
"Yuk..", jawabnya sambil merangkulkan kembali tangannya ke lengan Gua.
Wanita yang beberapa bulan ini sedang liburan semester dari perkuliahannya itu memang sedang dekat dengan Gua. Kedekatan kami sepertinya tidak disengaja, hanya karena reuni smp beberapa hari lalu kami jalan bersama ke sekolah itu. Bukan karena dia satu angkatan dengan Gua, melainkan karena Gua tidak mau datang sendirian di reuni satu angkatan Gua. Jadilah Gua mengajaknya tanpa direncakan sebelumnya, ehm... Apa kata dunia kalau Gua datang sendiri dan melihat Wulan bersama kekasihnya atau Dinda yang pernah dekat dengan Gua datang juga bersama tunanganya waktu itu. Jahat gak sih " Enggaklah ya, kan Gua ajak Helen sebagai teman dekat aja.
"Ini rumah kamu ?", tanya Helen ketika baru saja memasuki teras depan kamar Gua. "Dulu aku tinggal disini Ay...", ucap Gua sambil membuka pintu kamar dan....
Gua tersenyum memandangi kamar ini, kamar yang melihat Gua tumbuh dari masa kecil hingga remaja. Bahkan Almh. Istri Gua sempat tinggal di dalam ruangan ini. Beberapa barang pribadi Gua masih berada dalam kamar ini juga.
"Kak..", Helen menyadarkan Gua yang masih mengenang masa lalu. "Eh, kenapa ?", tanya Gua.
"Kamu kenapa diem aja " Aku aus ih..", rajuknya.
"Wahahaha.. Tamunya aus, sorry Ay hahaha.. Sebentar ya, duduk dulu deh".
Gua masuk kedalam kamar dan membuka pintu yang menyambungkan ke ruang tamu. Tapi rumah ini sepi, Nenek masih belum pulang yang berama Mba Laras sebelumnya dari acara pernikahan Mba Yu tadi. Ya, Gua memang membawa mobil sendiri bersama Helen saat pagi tadi berangkat ke acara tersebut.
Setelah mengambil minuman, Gua kembali ke teras depan kamar dan menaruh gelas yang berisi es sirup diatas meja. "Silahkan diminum Dek Helen...", ucap Gua.
"Diiih malah ngeledek, dasar huu..", jawabnya sambil mengambil gelas dan meminumnya. "Awas kena pelet loch.. Itu minuman udah aku jampe-jampe... Hahaha..", ledek Gua lagi.
"Oh ya " Enggak percaya aku yang kayak gituan", ucapnya setelah meminum dan berdiri mendekati Gua.
"Hehehe... Becanda lagian Ay".
Kyuuutt... Helen memelintir tangan Gua kebelakang. "Adaaaww... Ampun.. Sakit sakit sakiittt".
"Awas aja kalo aku kenapa-kenapa!!", ucapnya dengan nada mengancam.
"Aww.. Iya iya enggak.. Bercanda doang...", akhirnya dia melepaskan kunciannya tersebut. "Duuh.. Sakit nih.. Katanya gak percaya gituan tapi malah ngancem.. Aneh", lanjut Gua seraya mengurut-urut tangan yang terasa sakit.
"Abisnya ngapain coba pake jampe apalah itu... Dasar aneh!", sungutnya yang masih keki. Gua hanya tersenyum dan menggelengkan kepala, kemudian menarik lengannya pelan. "Eh " Kamu mau ajak aku kemana ?", tanyanya kebingungan.
"Aku lapar, kita makan yuk..", jawab Gua.
Gua tidak mengajaknya naik mobil, melainkan jalan keluar rumah dengan berjalan kaki kedepan komplek. Saat itu Gua kangen dengan makanan favorit yang sudah lama tidak Gua nikamti. Alhamdulillah warung makan sahabat Gua itu buka.
"Serius makan disini ?", Helen menghentikan langkahnya dan menatap warteg di depan kami.
Gua tau dia ragu, ya mungkin karena kebiasaan makan mewah selama ini, pasti dirinya belum pernah makan ditempat seperti ini. "Kenapa " Tenang aja, bersih kok, dijamin deh. Udah lama aku sering makan disini, udah langganan dari dulu, ibu temen aku pemilik warung makan ini, Ay...", jawab Gua meyakinkannya.
"Mmm...", Helen masih menimang-nimang apakah benar seperti apa yang Gua bilang tadi. Gua tersenyum melihatnya. "Luna pernah makan disini loch...".
Ucapan Gua itu mengagetkannya, terlihat wajahnya terkejut. "Eh, beneran " Kak Luna mau diajak makan disini ?".
Gua mengangguk cepat dan tertawa pelan. Tidak lama akhirnya dia mau masuk kedalam dan Gua pun mulai menyendok beberapa menu makan setelah sebelumnya menyapa anak sang pemilik warteg yang tidak lain adalah sahabat Gua, Unang.
Selesai makan, seperti yang biasa Gua lakukan sehabis makan di warteg Unang, Gua pergi kebelakang warung, tentu saja mengajak Helen juga. Gua duduk sembarang bersama Unang di rerumputan dan mulai membakar sebatang rokok. Helen berdiri tidak jauh dari tempat Gua duduk, Gua tersenyum melihatnya kemudian memintanya ikut duduk bersama-sama.
Setelah dia duduk disamping Gua, mulailah Gua menceritakan masa kecil Gua saat dulu sering mengintip perempuan mandi bersama Sahabat-sahabat Gua itu. Helen tertawa dan sesekali menanggapi ocehan Gua. Sampai akhirnya dia menanyakan siapa saja mantan-mantan kekasih Gua dulu kepada Unang. Ya mau tidak mau Gua pun membiarkan Unang membuka kartu as Gua itu.
"Iiih kok banyak banget siih.. Playboy ternyata!", ucapnya setelah mendengar daftar mantan pacar Gua itu dari Unang sambil mencubit Gua.
"Aww... Adaw.. Sakit Ay.. Ampuuun...", Gua meringis menahan sakit.
"Huh! Nyebelin... Terus tadi siapa aja yang pernah dipacarin di komplek ini ?", tanya Helen dengan wajah so marah.
"Siska doang...", jawab Gua sambil mengusap lengan yang terasa panas.
"Meli gak masuk itungan Bro ?", Tiba-tiba Unang membakar bensin dan menjadi kompor meleduk... Dasar kampret...
"Wooo kampret... Itu ma beda ya, bukan mantan pacar..", jawab Gua cepat mengingat hubungan Gua dan Meli sebelum dia berpacaran dengan Dewa.
"Mantan ttm tapi kan " Huahahahaha..", timpal Unang membenarkan.
"Eh sebentar, Meli itu adiknya Siska kan " Loch.. Jadi ?", Helen menyela obrolan Gua dengan Unang. "Si Eza ma emang kadal... Cantik terus semlohay aja, diembat udah, wuahahahah...". "Si Unang ngehe bener Lu ah..", Gua memukul lengannya berkali-kali. "Aww.. Ampun Za ampun... Kampret sakit gilaa!", ucap Unang sambil menghindar.
Gua hanya bisa mendengar tawa Helen yang kemudian dia malah ikutan, tapi bukan memukuli si Unang, malah nyubitin ini Gua punya perut.... Hadeuh... Cewe tuh yaaa
Selesai makan di warteg sahabat Gua itu, akhirnya Gua mengajak Helen kembali ke rumah Nenek, saat itu Nenek dan Mba Laras katanya sudah pulang dan berada di rumah Gua, Kinanti yang mengabarkan lewat bbm.
Gua dan Helen kembali duduk pada sofa teras depan kamar. Kali ini Gua menceritakan kepadanya perihal Mba Yu yang memilih menikah dengan Feri ketimbang menunggu Gua. Ya, memang Helen belum tau apa yang terjadi sebenarnya soal pernikahan Mba Yu itu.
"Jadi Kak Sherlin menerima lagi lamaran Feri karena kamu Kak ?", tanya Helen kepada Gua yang mulai membakar sebatang rokok ini.
Gua menghembuskan asap rokok itu keatas sambil mengingat cerita antara Gua dan Sherlin beberapa bulan kebelakang, setelah pernikahan Luna.
"Ya, kurang lebih begitu... Mmm.. Mba Yu gak yakin sama aku Ay", jawab Gua masih menerawang. "Maksudnya ?".
"Dia sama seperti.. Eh.. Bukan maaf..", nyaris Gua keceplosan. "Maksud aku dia berfikir kalo aku gak bisa lepas dari bayang-bayang Vera", larat Gua.
"Kok " Bukannya Kak Sherlin gak suka sama Kak Luna " Kok malah Vera sekarang ?", tanya Helen semakin bingung.
"Bukan Ay, bukan soal gak suka.. Mba Yu tau kalo kenyataannya Kakak kamu udah menjadi istri orang lain, dan itu bukan yang jadi permasalahan Mba Yu, dan kamu pasti ngerti kenapa Vera yang membuat Mba Yu gak yakin sama aku..", lanjut Gua.
"Emang ada apa dengan Vera ?".
Ah Helen belum tau cerita soal Vera. Gua ingin menceritakan apa yang sudah Gua alami bersama Vera di masa lalu, tapi kok rasanya berat mengulang cerita itu kepada Helen. Akhirnya Gua hanya bilang bahwa Vera adalah sosok wanita yang terlalu baik untuk lelaki seperti Gua, wanita yang setia menunggu Gua sampai... Saat itu tiba...
"Jadi... Kak Sherlin ngerasa kamu gak bisa move on dari Vera ?".
"Ya gitulah... Dan memang akunya juga yang gak bisa ambil sikap Ay... Entahlah, aku bingung", jawab Gua.
Helen menggelengkan kepalanya, dan terlihat jelas kalau dia sepertinya sepaham dengan Mba Yu.
"Kenapa kamu gak bisa tegas mengambil sikap, Kak " Sekarang Kak Sherlin sudah melepaskan kamu demi Vera...".
"Salah kamu.. Bukan demi Vera.. Tapi Mba Yu berfikir akulah yang masih mencintai Vera, dan dia bilang sendiri kalo aku gak akan bisa lupain Vera, yang artinya sama aja kalo aku gak menikahi Vera berarti cinta untuk Mba Yu juga gak utuh... Paham kan ?".
Gua mencoba memberi pengertian bahwa perbedaan pandangan antara Luna dan Mba Yu soal Vera kepada Helen. Tapi sayangnya Gua tidak bisa menceritakan sudut pandang dari Kakaknya. Karena amanat yang Luna berikan belum waktunya Gua ceritakan kepada adiknya ini.
"Hmm.... Aku heran.. Ada apa sebenarnya antara kamu sama Vera " Kok bisa Kak Sherlin sampai berfikir kamu gak akan bisa lupain Vera dan mencintai Vera sampai saat ini...".
"Huuftt... Vera terlalu baik Ay.. Dia terlalu baik... Aku.. Maaf aku belum bisa menceritakan soal ini sama kamu".
Helen tersenyum tipis lalu memainkan jemari tangannya. Kemudian melirik kepada Gua. Matanya menatap tajam... "Kak...".
"Ya ?". "Entah apa yang pernah kamu lalui bersama Vera dulu, tapi aku rasa kamu akan kehilangan dia juga... Sama seperti kamu kehilangan Kak Sherlin sekarang...", ucapnya serius. Gua terkejut mendengar ucapannya. "Maksud kamu ?".
"Aku nangkep kalo Vera itu kayaknya sosok yang istimewa banget untuk kamu, sampai Kak Sherlin bisa mundur dan memilih menikah dengan orang lain.. Tapi, kamu harus ingat satu hal Kak..". Gua menunggu kalimat selanjutnya sambil memainkan batang rokok disela jemari ini.
"Wanita manapun, enggak akan kuat menunggu terlalu lama... ketidakpastian yang kamu bangun bisa menjadikan Vera seperti Kak Sherlin...", tandasnya.
*** Suatu Malam di bulan Agustus tahun dua ribu sepuluh, Gua sedang duduk di dalam kamar lantai dua, sambil memegangi bingkai foto almh. Echa dan anak Gua. Sosok wanita yang selalu mengisi hati ini sampai kapanpun hingga akhir hayat Gua di dunia ini... Ya, Echa adalah cinta mati Gua, seorang wanita yang tidak akan pernah Gua lupakan seumur hidup, kenangan indah bersamanya akan selalu bersemayam dalam lubuk hati ini. Segala apa yang sudah kami ukir di masa lalu akan selalu tersimpan rapih dalam memori otak Gua.
Diawali dengan pertemanan kami semasa kecil, remaja hingga menikahinya adalah sebuah cerita indah bagi Gua. Dia tidak pernah menyerah kepada keadaan... Keadaan di saat dirinya tidak mendapatkan apa yang seharusnya terbalas atas cintanya. Sampai akhirnya Gua menyerah ketika mengetahui kehamilannya, kehamilan yang jelas adalah buah cinta kami berdua.
Quote:Satu masa itu adalah sebuah cerita indah. Echa, adalah segalanya untuk Gua... Menuliskan cerita untuknya memang tujuan Gua saat pertama kali merilis thread ini. Tapi kenyataan ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan keinginan Gua.
Indah memang cerita bersamanya, tapi ternyata Gua tidak bisa semudah itu melukiskan saat-saat bersamanya. Segala dosa yang Gua buat kepadanya ternyata membuat hati ini berteriak... Tangis dan penyesalanpun akhirnya kembali Gua rasakan setiap kali mengetik cerita tentangnya.
Tidak ada yang mengetahui itu semua kecuali keluarga Gua... Berapa kali Gua menekan tombol backspace pada laptop atau delete pada smartphone ketika mengetik cerita tentangnya. Sulit mengungkapkan itu semua disini... Kalian berfikir begitu cepatnya Gua memposting setiap update cerita, Melihat Gua sebagai sosok writer yang kuat, berterima kasih atas apa yang Gua tuangkan disini... Tapi dibalik itu semua, Gua menangis... Ya benar-benar menangis setiap kali harus menceritakan sosok Almh. Echa.
Za.. Lu pasti berat ya nulis ini semua, makasih untuk ceritanya... Semoga almarhumah tenang di alam sana...
Kurang-lebih seperti itukan komentar kalian saat part 66 dirilis " Sedihkah Gua " Kalian lihatkah Gua seperti apa setelah part itu dirilis "
Gua tidak menangis saat part 66 dirilis, benar-benar tidak menangis, Gua diingatkan untuk selalu mendo'akannya oleh keluarga Gua.
Hal yang paling berat untuk Gua selama mengetik cerita LiE ini adalah puluhan part sebelum kehilangannya... Seriously, I'm fakdap before 66...
Bagaimana Gua harus menuangkan KEBAHAGIAAN BERSAMANYA... itulah hal terberat untuk Gua. Bukan saat Kepergiannya.
Sadarlah, apa yang menjadi momok menakutkan adalah kehilangan canda tawa bahagia seseorang, bukan hembusan nafas terakhirnya.
Dalam heningnya kamar ini Gua tersenyum membelai pipi almh. Istri Gua itu, walaupun hanya sebuah foto. Tapi seolah-olah Gua benar-benar menyentuhnya. Beberapa kali Gua bergumam, dan akhirnya airmata ini menetes jatuh diatas kaca bingkai tersebut. Gua tersenyum kepadanya. "Cha... Aku akan menikahinya, kamu mengizinkan aku kan ?"
010717.G+2 Setelah ini... Matahari pagi menyinari jalan Gua dalam menuju masa depan. Ketika malam tiba, Bintang lah yang menerangi jalan itu. Terimakasih
* * * TAMAT -EPILOG Quote: Demi masa yang sudah terlewati, Aku memohon pengampunan-Mu ya Tuhan ku, atas segala apa yang sudah hamba lakukan dalam jalan yang salah, atas segala dosa yang pernah hamba lakukan, dan atas semua pembunuhan yang pernah hamba lakukan. Terimalah toubat hamba ya Allah SWT. Terangkanlah jalan hamba serta keluarga hamba, dan lindungi kami sekeluarga dalam naungan-Mu Yaa Rabb...
Demi masa yang sudah terlewati, Aku memohon maaf kepada mu wahai Ratu ku, Ressa Ferossa. Maafkan suami mu ini yang tidak sempat memberikan mu kebahagiaan, yang pernah terlambat untuk mencintai kamu dengan tulus. Segala apa yang sudah kamu berikan untuk ku adalah kebahagiaan nyata, Cha. Terimakasih...
Demi masa yang sudah terlewati, Aku memohon kuatkanlah diri ini wahai Gadis kecil Penghuni Surga, Kencana Jingga. Anak ku, buah hati ku. Terimakasih sudah sempat hadir menyapa Ayah di dunia ini, temani Ibu mu disana ya Nak. Basuh dia dengan kebahagiaan sampai nanti Ayah datang menyusul kalian berdua...
* * * Tahukah kau apa yang kau lakukan itu Tahukah kau siksa diriku
Bertahun ku nantikan jawaban darimu Bertahun-tahun ku menunggu...
Dan kali ini... Aku akan mengakhiri penantian panjang mu wahai Nona penyuka bunga Lily....
*** 01.07.17 kampung halaman Bunbun.
Gua memandangi pohon Ek di musim panas yang nyatanya tetap terasa cukup dingin untuk tubuh Gua. Kemilau mentari yang menembus dedaunan, lalu jatuh pada rerumputan yang berembun itu menjadi pemandangan indah di pagi ini. Kedua tangan ini Gua masukan kedalam saku sweater ketika seorang wanita berjalan menghampiri dari arah belakang.
"Guten morgen meine Sonne...", sapa Gua ketika dia berdiri tepat disamping kiri Gua. "Sugeng enjing, Mas...", balasnya sambil tersenyum.
Tangan kanannya menelusup pada tangan kanan Gua, lalu dia menyandarkan kepalanya ke lengan ini. Secangkir teh hangat ia pegang pada tangan kirinya. Kami berdua tersenyum melihat gadis kecil yang baru saja melintas dan berlari ke halaman di depan sana.
"Ayaaah...". Gua tersenyum sambil menaikan alis. "Ciii Ayaaah.. Hihihi...".
"Ribet ya dek Ayahnya...", ucap istri Gua yang hendak meminum teh hijau itu.
"Hihihi...", Orenz menutupi mulutnya dengan kedua tangan sambil terkekeh. Lalu berlari dan menubruk kaki Gua, dia memeluk kaki ini sambil mendongkan kepalanya keatas. "Enggaaa ya Yah... Bunda yang ibeut (ribet) ma yaa..", ucap gadis kecil yang hampir berumur tiga tahun itu sambil memonyongkan bibirnya dan menggelengkan kepalanya.
"Hahahaha... Iyoy.. Iyoy...", Gua tertawa dan mengiyakan ucapan anak Gua itu.
"Eh! Ci Bundaa.. Ibeut ogeee...", ucapan Orenz membuat kami tertawa, tidak terkecuali sang Tante yang awalnya membaca novel di dekat halaman.
"Nyebelin emang kamu! Kalo gak da Ayah aja, Bunda yang dicari... Huuuh!".
"Iisshh.. Ibeut... Bunda ma ibeut", Orenz beringsut masuk ke antara sela kaki Gua lalu berlari lagi kedalam rumah.
"What is 'oge' " She's mean bean sprout ?", tanya sang Tante.
"Hahahaha... Hahahaha... Nay nay.. Not bean sprout.. Orenz mean, Mmm.. Like a... Juga..", Gua tertawa.
"Juga ?". "Maksudnya seperti, 'Iya juga', 'tidak juga' yang berakhiran kata 'juga'...", istri Gua membenarkan penjelasan tadi.
"Hoo.. I know... Hahaha.. So Oge not a some vegetable, ah.. Hahaha... Sorry i don't know that's word.. Sudanese, ha ?".
"Yep.. Sunda... Hehehe", jawab Gua sambil terkekeh.
... ... ... Malam hari Gua sedang menikmati sebatang rokok sambil membaca part sembilan puluh enam atau part end of elegy sebelum diposting. Istri Gua yang baru saja menunaikan ibadah berjalan mendekat dan duduk di bangku samping seraya merapihkan mukenanya. Kami berdua duduk di balkon rumah mertua Gua ini.
"Shalat dulu Mas...", ucapnya.
"Iya sayang, ini mau kok..", Gua berdiri lalu hendak masuk kedalam kamar di lantai tiga ini. "Eh sebentar..", ucapnya tiba-tiba.
"Hm " Kenapa ?", tanya Gua yang sudah berbalik kearahnya. "Kamu lagi ngetik cerita di Kaskus ?".
Gua mengangguk. "Iya, tapi lagi dibaca ulang tadi...". "Aku liat dong Mas, udah sampai mana ?".
Gua tersenyum. "Ini baca dulu aja sama kamu.... Itu bagian tamatnya", jawab Gua sambil memberikan smartphone kepadanya.
Lalu Gua kembali berjalan masuk kearah kamar mandi dan mulai membuka keran air untuk mengambil air wudhu. Baru setelah itu Gua melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim. Selesai beribadah, Gua kembali ke balkon kamar dan melihat istri Gua yang masih memandangi smartphone milik Gua itu.
"Udah Mas ?", tanyanya ketika Gua sudah berdiri disampingnya.
"Udah.. By the way gimana untuk part terakhir itu ?", tanya Gua balik.
"Nih, aku ubah sedikit... Bukan part sembilan puluh enamnya...", jawabnya sambil memberikan smartphone kepada Gua.
Gua melihat notes yang terbuka dengan isi epilog ini. "Kok epilog " Eh " Loch loch..." Kok diubah ?"?".
Lalu istri Gua menyetel sebuah lagu yang dia mainkan dari smartphone miliknya dan menaruhnya diatas meja balkon ini. Kemudian berdiri dan tersenyum kepada Gua.
"Sayang " Are you serious " Naruh lagu ini buat epilog ?", antara percaya dan tidak Gua bertanya sambil tersenyum lebar.
Dia malah mulai memainkan jemarinya sambil bergoyang ke kiri dan ke kanan. "Let's dancing honey..", ajaknya sambil menarik tangan Gua pelan.
Gua terkekeh ketika dia mulai bernyanyi mengikuti lantunan lirik yang bermain pada smartphonenya itu.
"I said the joker is a wanted man He makes his way all across the land
See him sifting through the sand...", dia mulai bernyanyi sambil memegangi kedua tangan Gua.
"So I'll tell you all the story
About the joker and the thief of the night..", Balas Gua mengikuti lirik selanjutnya.
Kami berdua bernyanyi dibawah cahaya bulan malam itu, terang bintang di langit sana menjadi saksi bahwa cerita ini akan berlanjut sampai mereka semua mengetahui fakta sebenarnya... Dan kamu, penyuka bunga Lily... Sesuai permintaan kamu, epilog kali ini sekaligus salam pembuka untuk hal gila yang aku lakukan di hari itu... You are my sunshine
Gua mengemudikan mobil dengan kecepatan yang cukup tinggi, hampir mungkin, ya hampir seratus kilometer perjam, jalanan yang tidak macet membuat Gua mudah bermanuver dengan sedan milik almarhumah istri Gua ini.
"Astaghfirullah... Astagfirullah... Nyebutt Oiiii... Kita bisa mateee brooo...", teriakan seorang sahabat yang duduk di bangku samping itu tidak Gua hiraukan.
Kedua tangannya memegangi handle diatas pintu dengan kedua kaki yang ia angkat, Gua masih fokus ke jalan raya dan berbelok ketika sebuah jalan besar di sisi kanan sudah terlihat jelas. Gua lajukan mobil dengan kecepatan rendah ketika sudah mulai memasuki perumahan ini. Gua hentikan mobil tepat dibelakang mobil tipe mini-bus berwarna hitam.
Deubh... Gua tutup pintu mobil ketika sudah keluar dan melihat deretan mobil di depan. Ada dua mobil di depan rumah ini.
Gua berjalan pelan sampai didepan gerbang rumahnya yang terbuka lebar. Dan sialan... Mental Gua turun seketika.
"Ayo masuk! Tadi aja kebut-kebutan kaya orang gila Lu!", teriak Sahabat Gua itu yang sudah berdiri disamping.
"Coy.. Gua gak berani ah.. Takut coy!", jawab Gua lirih memandangi kearah teras rumah didepan sana.
"Za, jangan jadi orang gila setengah-setengah, capek Gua daritadi ngingetin Lu nih!", ucapnya lagi.
"Balik lah bro.. Balik aja, gak enak gila!", Gua membalikan badan hendak kembali berjalan lagi ke mobil.
Tiba-tiba kerah baju Gua ditarik hingga Gua berbalik dan berhadapan lagi dengan sahabat Gua itu.
"Anjiiing!! Rese Lu! Sekarang atau menyesal seumur hidup Lu Zaa!!", teriaknya tepat didepan wajah Gua.
Gua membelalakan mata dan sadar tujuan awal Gua kesini untuk apa... "Oo.. Oke.. Oke oke, lepas dulu ini tangan Lu", jawab Gua.
Gua kembali menatap kearah depan sana. Puk... bahu Gua ditepuk dari samping. "Terakhir Za, demi jalan hidup yang terlalu gila ini, let's do it brother...", ucapnya.
Gua menghirup udara dalam-dalam sambil memejamkan mata, lalu menghembuskannya pelan dan memandang kebawah... Syit!!!
"Bro..". "Apalagi Zaaa.. Busyet dah".
"Sendal, celana boxer, kaos oblong.. Dan... Belom mandi", jawab Gua sambil memandangi wajah sahabat Gua itu.
"Hahahaha bangke.. Bodo amaaattt.. Sono mandi kalo mau nyesel maa..., tai Lu!", teriaknya sambil tertawa.
... "Assalamualaikum...", Gua mengucapkan salam dari ambang pintu.
Ketika itu, Gua melihat sekumpulan orang yang sedang duduk dibawah dengan beralaskan karpet. Suasana ramah tamah yang diiringi canda tawa sebelumnya menjadi hening seketika, ketika Gua sudah berdiri dan mengucapkan salam tadi. Mereka semua menatap kearah ambang pintu ini. Melihat sosok lelaki yang.... Berantakan, ya Gua yakin seperti itu.
"Walaikumsalam...", jawaban salam dari seorang lelaki paruh baya menyadarkan semua orang yang berada di ruang tamu rumahnya itu. Lalu mereka menjawab salam Gua.
"Ehm.. Saya..", ucapan Gua terbata, rasanya kelu bibir ini.
"Ada apa Nak Eza ?", sela sang kepala keluarga memandangi Gua sambil tersenyum.
"Maaf.. Om.. Tante. Dan semua yang ada disini... Mohon maaf yang sebesar-besarnya...", lanjut Gua sambil berjalan masuk dan melangkahi beberapa tamu yang duduk dibawah itu. Gua berjongkok kemudian duduk dan bersimpuh didepan sang kepala keluarga.
"Pah.. Saya mohon izin untuk melamar anak gadis Papah... Izinkan saya menikahinya Pah... Saya mencintainya sepenuh hati ini dan akan membahagiakannya Pah.. Saya berjanji demi nama Allah subhanahu wa Ta'ala yang Maha pengasih lagi Maha penyayang...", ucapan Gua itu diiringi dengan kedua tangan ini yang memegang tangan beliau dan tubuh yang membungkuk, bersimpuh pada kedua pahanya.
"Loch... Loch.. Apa-apaan ini "!!", ucap seorang lelaki tua yang berada diantara kami.
"Sabar, Mas...", ucap sang kepala keluarga kepada lelaki tua tadi. "Hey.. Bangun", lanjutnya kali ini kepada Gua.
Gua menegapkan tubuh hingga terduduk tegap dihadapannya.
"Panggil Mba mu...", ucapnya kepada seorang lelaki remaja yang duduk di sisi lain.
Kemudian lelaki remaja tersebut berdiri dan berjalan masuk kebagian dalam rumah lainnya, tidak lama dia kembali bersama sang kakak.
Wanita itu, dia yang selalu membuat Gua memikirkannya akhir-akhir ini berdiri beberapa meter dari tempat Gua berada dengan wajahnya yang terkejut.
"Eza "!", ucapnya.
"Sini Nak...", ucap Papahnya kali ini.
Dia berjalan mendekat dan duduk disamping Papah dan Mamahnya, diantara kedua orangtuanya itu.
"Hari ini... Kamu dilamar oleh dua orang Nak", ucap Papahnya lagi sambil memegangi bahu sang anak perempuannya. "Dia datang tiba-tiba dan mau melamar kamu juga...", lanjut beliau sambil melirik kepada Gua yang masih duduk dihadapannya.
"Sebentar, sampean tau tata krama ndak ?", tiba-tiba lelaki paruh baya sebelumnya menyela lagi. "Sampean kurang ajar, datang ke acara lamaran ini, dengan pakaian tidak sopan!", lanjutnya melotot kearah Gua.
Gua menelan ludah, mau gimana lagi Om, buru-buru ini juga hiks.. Hampura we atuh lah. Ucap Gua dalam hati.
"Mas, biarkan dulu acara ini berlanjut...", jawab kepala keluarga dihadapan Gua i ni.
"Ndak bisa gitu Pak! Ini namanya sudah memalukan keluarga saya! Kami datang kesini untuk melamar anak sampean! Bukan main-main, apa sampean tidak lihat anak itu.. Datang tiba-tiba dengan pakaian yang tidak sopan dan mengatakan ingin melamar anak sampean juga!", lelaki paruh baya itu terlihat cukup emosi.


Asleep Or Dead Karya Bunbun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mas.. Apa dia terlihat main-main dengan mengucapkan janji kepada Allah ?", pertanyaan sang kepala keluarga ini ternyata membuat bungkam mulut lelaki paruh baya tadi, "Dan maaf Mas.. Lamaran Mas juga belum saya terimakan ?", lanjut sang kepala keluarga. "Sekarang, biarkanlah anak saya yang memutuskan, siapa yang ia terima sebagai pasangan hidupnya.. Saya akan memberikan kebebasan kepadanya untuk mejawab kedua lamaran ini".
Seketika itu suasana menjadi hening kembali. Semua orang yang berada di dalam ruang tamu ini menunggu... Menunggu jawaban dari seorang wanita cantik yang dilamar oleh dua orang dihari dan waktu yang sama.
"Gimana Nak.. Kamu terima lamaran siapa ?", tanya sang Papah yang menengok kepada anaknya itu.
Dia menatap wajah Gua lekat-lekat dengan ekspresi wajah yang tidak bisa Gua artikan, kedua bola matanya menampakkan kemilau, kemilau dari air yang sudah cukup menggenang.
"Apa kamu bisa menerima semua kekurangan aku " Bisa membuktikan bahwa kamu siap dengan segala apa yang akan aku tuntut demi kebaikan keluarga kita nanti ?", tanyanya dengan sorot mata yang tajam.
Jujur, My Love... Saat itu aku blank loch.. Hehehe.. Makanya langsung jawab tanpa berfikir ulang. Hehehe.. Maaf yak ?"
"Tentu... Apapun akan aku lakukan demi kebahagiaan keluarga kita kelak... Aku menerima segala kekurangan kamu...", jawab Gua tanpa berfikir lagi.
"Jadi ?", tanya Papahnya lagi.
Anak wanitanya itu tersenyum sambil menganggukan kepalanya. "Alhamdulillah...", sontak Gua mengucapkan syukur.
"Saya ndak terima sampean memilih anak begajulan seperti dia! Ini penghinaan keluarga saya!", emosi lagi itu lelaki paruh baya.
"Mas.. Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya. Bersikaplah layaknya orang tua, seperti seharusnya Mas.. Ini semua demi kebahagiaan anak-anak kita kelak toh ?", jawab sang Papah lagi.
"Betul... Betul apa yang sampean katakan, demi kebahagiaan anak kita. Tapi ini namanya memalukan keluarga saya! Sampean seharusnya memilih menerima lamaran anak saya!".
"Sebentar...", kemudian Papahnya melirik lagi kepada anak wanitanya itu. "Kamu mencintai Adit ?", tanyanya lagi.
Dengan mantap dan yakin, anak wanitanya menggelengkan kepala sambil berucap. "Tidak Pah..
Tidak sama sekali... Aku tidak mencintai Adit", jawabnya. "Mohon maaf Om dan Tante, tapi ini pilihan saya. Dan apabila hari ini, Eza pun tidak datang dan melamar saya... Saya sendiri akan menolak lamaran Om dan Tante, mohon maaf sekali lagi", jawab wanita ini.
"Dengar sendiri Mas " Anak saya tidak mencintai anak sampean itu. Apakah ada kebahagiaan disana kelak untuk anak saya ?", pernyataan dari Papahnya itu membuat keluarga Adit berdiri dan balik kanan, ehm.. Tentu saja dengan misuh-misuh.
Suasana ruang tamu rumahnya kali ini sedikit sepi dan lebih santai setelah keluarga sebelumnya balik kanan. Gua duduk santai dan lega rasanya. Lalu Gua kembali mengucapkan terimakasih kepada sang Papah.
"Terimakasih bany..".
"Ssstt..", tiba-tiba Papahnya itu menyuruh Gua diam. "Kamu ini datang tiba-tiba dengan pakaian seperti itu, lalu melamar anak saya tanpa didampingi perwakilan keluarga. Apa kamu yakin akan saya restui " Hm ?", lanjutnya.
Waduh. Waduh.. Waduh... Amsyong Gua.
"Za.. Telpon keluarga kamu dan minta datang kesini sekarang juga", ucap Mamahnya kali ini.
"Ooh... Iiya.. Iya iya Mah...", jawab Gua sambil merogoh celana boxer sepaha yang berwarna biru dengan gambar salah satu karakter disney. Eeyore.
Bajirut! Bajigur! Bajingaaannn... Ini boxer kagak ada sakunya.. Gua kagak bawa hape anjay...
"Hehehe.. Sayang, pinjem hape atuh.. Hehehe...", ucap Gua sambil cengar-cengir kepada calon istri Gua itu.
Tentulah, Papah dan Mamahnya melotot kepada Gua mendengar ucapan Gua tadi, hehehe... Maaf Pah, Mah.
"Tunggu, aku ambil dulu ya dikamar", jawab wanita yang baru saja Gua lamar. "Nih Mas...", tiba-tiba calon adik ipar Gua memberikan handphonenya kepada Gua sambil tertawa.
Ketika Gua mulai mengetik nomor handphone Tante Gua, calon adik ipar Gua itu mencolek lengan Gua, hingga Gua melirik kepadanya.
"Kenapa ?", tanya Gua.
"Gokil Mas.. Asli gokil kamu Mas.. Aku terinspirasi mau melamar si doi juga kalo gini caranya... Hehehhe", jawabnya sambil tertawa.
Puk.. sebuah lemparan kulit kacang mengenai kepalanya.
"Kuliah selesain dulu! Baru ngelamar anak orang!", ucap Mamahnya dan membuat kami semua tertawa.
"Hallo Assalamualaikum Kak... Iya ini Eza.. Aku di rumah xxx.. Tolong kamu kesini sekarang, ajak Mba Laras dan Nenek.. Hah " Iya sekarang Kak, aku udah ngelamar dia, secara gak resmi... Jadi tolong cepetan kesini yak, beli buah atau apa kek hehehe.. Oh iya tolong bawain pakaian aku dari lemari yak hehehe...", ucap Gua ditelpon kepada Tante Gua Kinanti.
"Done... Alhamdulillah...", ucap Gua lagi setelah menyudahi telpon lalu berdiri. "Mmm.. Punten nih Pah, Mah.. Hehehe..", lanjut Gua.
"Apalagi ?", tanya Papahnya.
"Saya.. Saya numpang mandi disini yak, maaf belum mandi", jawab Gua.
Sontak semua yang ada disini langsung melotot kepada Gua dan tertawa pelan. Papahnya sampai menepuk jidatnya sendiri.
"Pantes bau walang sangit apaan daritadi... Taunya kamu belom mandi Zaa.. Za..haduh", timpal Mamahnya.
* * * Terimakasih banyak untuk kalian yang sudah meluangkan waktu membaca cerita ini. Menyempatkan komentar di trit ini. Terimakasih Gais...
Terimakasih juga untuk Kaskus, situs yang memberikan wadah gratis untuk menuangkan cerita orangorang yang memiliki ceritanya sendiri, terutama sub-forum ini, SFTH.
Terimakasih untuk Admin, moderator, enthusiasts, readers, dan para Sahabat-sahabat saya di salah satu aplikasi sosial.
Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika saya tidak sempat mengetikkan nama-nama orang atau akun kaskus yang berkontibusi seperti di MyPI sebelumnya. Mohon maaf, bukan saya tidak tau berterima kasih atau malas. Hanya saja saya fikir do'a terbaik untuk kalian adalah ucapan terimakasih yang paling berarti. Yap, saya mendo'a kan kalian semua agar selalu berada dalam Lindungan Sang Maha Esa, dan tentunya juga dalam Kebahagiaan yang diberkahi-NYA. Aamiin.
Terimakasih sekali lagi, terimakasih untuk semua do'a baik kalian untuk almarhumah istri saya dan anak saya. Terimakasih banyak.
Salam hangat dari keluarga Agathadera untuk kalian semua. We are family rite "
Akhir kata, terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ALLAH subhanahu wa Ta'ala pemilik alam semesta, dan ucapan Salam untuk Rasoolullah Sallallahu Alaihi Wasallam.
Untuk kalian berdua, Ressa Ferossa dan Kencana Jingga... Lantunan Do'a dari Aku lah yang bisa aku berikan dalam setiap sujudku... Dalam setiap simpuhku, hingga nanti malaikat itu mengambil nyawa ini. Terimakasih atas cinta dan kebahagiaan untuk aku. Kamulah cinta dalam hati ini. I love you both forever
Siapa nih Bunbun " Vera " Helen " Atau jangan-jangan Luna " Hmm... Bisa jadi juga diluar ketiga nama tersebut... Bingung nih, si Kadal rese sih...
Oke... Jawabannya nanti ya, tenang aja, bakal Gua kasih kok.. Sebelum request closed thread.
So stay tuned ya Gais... Salam secangkir kopi hitam Itachi Shinden I
Part of The Dark Night "Oh ini pacarnya Sherlin ya ?" tiba-tiba cewek yang berada diantara Ben dan Ucok bertanya "Iya, nih si Eza anak kelas 1 di sma negeri xxx..." jawab Ben kepada si Cewek
"Gak aneh sih kalo Sherlin sampe nolakin si Feri terus karena nungguin cowok kayak gini. Ngomong-ngomong tinggi juga baru kelas 1 sma, kirain udah kelas 3 juga... Pantes dia betah ngejomblo dari kelas 1..." wah ini cewek tau juga kalo Sherlin nungguin gw dan ternyata 2 tahun di smk ini Sherlin gak punya pacar.
"Oh ya, kenalin nih temen gw Za..." ucap Ben kepada gw "Oh.. Kenalin gw Reza, panggil aja Eza..." ucap gw sambil mengulurkan tangan kepada cewek berambut panjang tergerai lurus, mata yang indah, berkulit putih dan cantik ini "Aku Luna...", balasnya menjabat tangan gw sambil tersenyum manis. ***
Gw hanya melihat keramaian orang yang berlalu lalang dijalanan bawah sana. Ibu kota ini gede ya, jauh sama kota gw, Mall ini aja gede banget. Enak kali kalo bisa lanjutin studi disini. Begitulah pikiran gw mencoba berkhayal dan mulai merencanakan akan kemana gw setelah lulus SMA nanti.
Masih melamun dan menghisap rokok, pundak gw dicolek dengan halus oleh seseorang, gw tengok kesamping dan....
"Maaf, boleh pinjem pemantik.. Eh " Kayaknya gw pernah liat lo deh... Mmm... Dimana ya ?"
Subhanallah... Cantik banget ini perempuan, Masya Allah... gw benar-benar terpesona dengan wajahnya yang cantik, alisnya yang tipis memanjang, matanya yang agak sipit tapi bola matanya berwarna biru, apakah softlen " Entahlah... Rambutnya panjang lurus sepunggung, udah seperti iklan shampo aja itu rambut. Kulitnya putih dan bibirnya tipis kemerahan... Ini perempuan pasti turunan indo, gw yakin seyakin-yakinnya.
"Halloo... Hei... Kok melamun ?" ucapnya sambil menggoyangkan telapak tangan didepan muka gw "Eh, euuu.. maaf-maaf, kenapa Mba " Ada apa ?"
"Kayaknya kita pernah ketemu, Tapi dimana ya...?" "Oh ya " Masa sih " Eummm..."
Gw berpikir sejenak, benar apa enggak nih gw pernah ketemu perempuan secantik dia. Masa iya sih... Tapi dimana ya... Gw lupa atau emang dia salah orang, masa iya gw lupa sama perempuan secantik dia.
"Aah, gw inget sekarang, lo itu temennya Ben kan ?" ucapnya tiba-tiba "Eh " Ben " Mmm..."
"Ben anak smkn xxx... Lo pacarnya Sherlin... Ya ya ya... Gw inget sekarang. Bener lo pacarnya Sherlin deh, Eza kan kalo gak salah nama lo ?"
"Eh, ii.. Iya sih... Terus, lo ituu... Eeuu.." gw masih mencoba mengingat-ingat nama perempuan super cantik didepan gw ini.
"Luna"., ucapnya sambil tersenyum manis sekali. part from MyPI
* * * Dua kali kita bertemu dan berkenalan.
Terlalu jauhkah waktu untuk kita hingga sampai di titik ini..." Dan part kali ini adalah untuk kamu Franziska...
... Setelah Luna menangis dan memeluk Gua dihadapan makam Echa juga Jingga, dia limbung, tubuhnya terlihat lemah dan nyaris terjatuh jika Gua tidak sigap menahannya. Kemudian Gua papah dia kedalam rumah dan menyadarkan tubuhnya ke sofa ruang tamu.
"Bii... Tolong ambilkan teh hangat Bi..", teriak Gua dari ruang tamu.
Gua memandangi wajahnya yang nampak pucat, lalu menyeuka keringat pada keningnya itu, matanya sayu tapi tidak terpejam sepenuhnya.
"Lun.. Kamu sakit ?".
Dia tersenyum tipis lalu menggelengkan kepalanya lemah. Gua khawatir akan kondisi kesehatannya. "Lun, diminum dulu tehnya.. Bisa bangun ?", ucap Gua lagi.
Luna menangguk pelan lalu berusaha menegapkan duduknya yang dibantu oleh Gua. Dia meminum sedikit teh hangat itu lalu memundurkan wajahnya lagi dari cangkir yang masih Gua genggam. "Kamu kenapa ?", tanya Gua lagi kali ini duduk di sampingnya.
"Aku enggak apa-apa kok Za.. Cuma letih aja mungkin karena baru sampai tadi malam dari Aussie...", suaranya jelas terdengar lemah, nyaris tidak terdengar oleh Gua.
Gua menghela nafas kasar. Lalu memegang keningnya lagi. "Kamu demam Lun..", ucap Gua ketika merasakan suhu tubuhnya meningkat.
"Maaf, tolong anter aku pulang kerumah ya Za.. Rasanya aku lemes, gak kuat bawa mobil".
Gua membantunya berdiri dan berjalan keluar rumah untuk masuk kedalam mobilnya. Setelah memastikan Luna duduk dengan nyaman, barulah Gua bergegas masuk kedalam bangku kemudi. Setelah itu Gua lajukan mobil kearah rumahnya yang tidak jauh dari rumah Gua ini.
Sesampainya dirumah Luna, setelah memarkirkan mobilnya, Gua kembali memapahnya kedalam rumah dan menuruti keinginannya untuk rebahan di dalam kamar tidur pribadinya dilantai dua.
Luna sudah berbaring diatas kasur kamarnya ini, Gua menarik selimut hingga sebatas perutnya, kemudian seorang art paruh baya masuk kedalam kamar dengan nampan yang berisi segelas air mineral dan plastik obat-obatan. Gua memperhatikan Luna yang disuapi obat tersebut oleh art-nya itu sampai selesai, setelah beres dan art nya keluar kamar, Gua duduk disisi kasur sambil memegang tangan kirinya.
Gua menatap wajahnya yang pucat dan terasa lemah sekali. Dia tersenyum walaupun Gua tau dirinya sedang merasakan sakit. Gua merasakan tangan lembutnya bergerak memainkan jemari ini. "Ada apa sebenarnya Lun ?".
"Enggak ada apa-apa Za.. Aku cuma lemes aja, biasa kalo kecapean jadi gini kok...". "Ke dokter ya..".
"Enggak apa-apa Za, enggak usah... Aku tadi udah minum obat, cuma butuh istirahat aja kok beneran..", ucapnya lagi sambil berusaha tersenyum.
Akhirnya Gua meninggalkan Luna, yang ingin beristirahat dalam kamar sendirian. Ketika Gua menuruni anak tangga dari lantai atas kamarnya, Gua melihat art rumah Luna sedang membereskan ruang tamu, saat itu fikiran Gua pun mengingatkan untuk menanyakan obat apa yang dikonsumsi Luna. Setelah memfoto obat tersebut, Gua pulang kerumah dengan berjalan kaki. ...
Sore hari Gua sedang berada di rumah seorang mantan kekasih. Entahlah mungkin karena kepala keluarganya berprofesi sebagai seorang dokter yang membuat Gua berani mendatangi lagi rumah ini. Tidak mungkin juga Gua melupakan kenangan disini. Dimana saat masih bersama sang anak gadisnya Gua pernah menjalin hubungan.
"Assalamualaikum...", ucap Gua didepan pintu rumahnya.
"Walaikumsalam...", jawab seorang wanita yang berjalan dari dalam rumah kearah pintu.
Gua tersenyum ketika dia berhenti beberapa langkah dihadapan Gua dengan ekspresi wajah yang terkejut.
"A' Ezaaaa!!!", teriaknya.
"Hai... Apa kabar Neng ?", sapa Gua.
"Ya ampuuun.. Masuk-masuk A'a..", ajaknya kali ini sampai menarik lengan kanan Gua secara antusias. "Alhamdulillah baik, aku baik kok.. A'a apa kabarnya ?", tanyanya ketika kami sudah duduk di sofa ruang tamu rumahnya.
"Baik.. Ya baiklah... Hahaha..".
"Hmmm.. Selalu deh gitu.. Ada apa A' " Pasti ada sesuatu ya..", terkaannya memang selalu tepat dari dulu.
Gua tersenyum kepadanya. Dia, Wulan Adinda Putri, ternyata sudah banyak berubah, terakhir Gua bertemu dengannya saat pernikahan Gua dengan almh. Echa, semenjak itu kami tidak pernah bertemu. Wajahnya imut dan masih nampak lugu, potongan rambutnya kini sudah memanjang sebahu lebih. Bukan lagi Wulan saat di smp yang Gua kenal.
"Mmm.. Maaf loch Neng, aku kesini karena ada perlu... Maaf...", jawab Gua merasa tidak enak karena sekalinya datang ada keperluan.
"Enggak apa-apa A'.. Kayak kesiapa aja kamu tuh.. Aku seneng kok kamu masih inget main kesini...". "Ehm.. Mamah dan Papah kamu kemana ?", tanya Gua.
"Mereka lagi pergi keluar kota A', ada acara gitu.. Eh sebentar ya, aku ambilin minum dulu..", Wulan beranjak dari duduknya lalu masuk kebagian rumah lainnya.
Gua menyapukan pandangan di ruang tamu rumahnya ini, beberapa hal kembali mengingatkan Gua saat dulu masih sering kesini. Ah beberapa dosa juga pernah Gua lakukan disini.. Fakdat! "Silahkan diminum A' sirupnya...", tawarnya ketika sudah menaruh gelas berisi es sirup diatas meja.
Berubah.. Ya, dia menjadi lebih dewasa dan sangat sopan. Ah enggak enggak... Dia memang lebih dewasa dari Gua sejak dulu.
"Makasih Neng...".
"Oiya.. Mana Echa, A' " Kok gak dibawa " Udah punya momongan belum A' ?". Degh...
Astagfirullah... Gua lupa, Wulan belum mengetahui kalau Echa sudah berpulang, begitu juga dengan anak Gua. Ya Tuhanku...
Bohong kalau hati ini tidak bergetar ketika dia menanyakan orang yang Gua cintai dan sayangi itu telah berpulang. Tapi inilah hidup, bagaimanapun Gua harus memberitahukannya.
"A' " Kamu kenapaa " Jangan bikin aku takut..", Wulan memegangi bahu kanan Gua dengan tangan kirinya dengan wajah khawatir.
Gua memejamkan mata sejenak seraya menggigit bibir ini. Air pada pelupuk mata sudah menggenang, sebelum terjatuh Gua menyeuka butiran air tersebut.
"Ehm.. Maaf ya Neng... Ehm.. Ehm..".
"Ada apa A' ?", suaranya bergetar.
Wulan.. Kamu itu memang paling tau ya dari dulu, belum sempat aku bercerita, tapi airmata kamu sudah tertumpah duluan.
"Echa.. Sudah berpulang satu setengah tahun yang lalu...", ucap Gua sambil tersenyum kepadanya.
Pelukannya ini bukanlah pelukan antara seorang lelaki dan wanita yang pernah jatuh cinta, bukan seperti itu... Pelukannya adalah tanda bahwa manusia memang membutuhkan manusia lainnya untuk berkeluh kesah, sebagai makhluk sosial yang mana kita bisa berbagi kebahagiaan juga kesedihan.
Wulan menangis sambil memeluk Gua, dia menyandarkan kepalanya ke bahu ini. "Astagfirullah A'... Hiks.. Hiks.. Kenapa kamu baru cerita... Aku enggak tau sama sekali, gak ada yang ngasih kabar duka itu ke aku A'... Ya Alloh...", ucapnya sambil tetap menangis.
Setelah itu, Gua menceritakan apa yang selama ini sudah terjadi dalam kehidupan Gua, kehilangan istri, anak, sampai akhirnya sekarang soal Luna.
"Ini obat untuk ?", tanya Wulan yang memperhatikan foto obat dalam blackberry Gua. "Aku enggak tau, makanya kesini untuk nanya soal itu ke Papah kamu Neng...".
"Hmmm...", Wulan memperhatikan foto obat tersebut sambil berfikir, kemudian entah sengaja atau tidak, ibu jarinya menggeser trackpad blackberry itu dan bergeserlah foto pada layar ke kanan. "Wow...", suaranya sedikit berteriak karena terkejut.
"Eh " Kenapa Neng ?".
"Maaf A', hihihi... Enggak sengaja kok.. Hihihi...", jawabnya sambil menengok lalu menunjukkan foto pada layar blackberry itu kepada Gua dan menjulurkan lidahnya.
"Aduuh.. Hahaha.. Sini sini.. Jangan diliat ah", Gua mencoba meraih kembali blackberry itu tapi tangan kanan Wulan lebih cepat dan menyembunyikannya dibalik tubuhnya. "Hihihi... Cantik tau... Itu yang namanya Luna A' ?".
Gua mengangguk cepat sambil tersenyum lebar. "Terus yang lagi nyium pipinya siaaaaapaahh " Hehehehe...". "Yaelah Neng... Udah ah.. Siniin bb aku.. Dasar kamu tuh... Hahahahaha..".
Wulan akhirnya menelepon sang Papah untuk menanyakan obat apa yang Luna konsumsi saat ini, Gua berjalan keluar rumah dan duduk di ayunan halaman depan rumahnya itu. Membakar sebatang rokok sambil menunggu Wulan selesai menelepon. Beberapa kali hisapan rokok, akhirnya Wulan keluar rumah dan menghampiri Gua yang masih duduk di ayunan ini.
"A'... Luna itu pacar kamu atau lebih ?", tanyanya langsung ketika dia berdiri disamping Gua.
Gua melirik kepada Wulan. Menatapnya agak keheranan. "Kenapa emangnya Neng ?", tanya Gua balik.
"....". "Neng.. Ada apa " Kenapa kamu nanya gitu ?".
Wulan menunjukkan sebuah isi pesan singkat yang ia terima dari Papahnya. Benar-benar sangat singkat, padat dan jelas... Gua yang hanya orang awam dan buta akan dunia kedokteran pun tau apa arti dari kata yang tertulis di pesan tersebut. Hati Gua menclos, tidak percaya dengan apa yang Gua baca. Rasanya dunia Gua berputar dan terlalu berat (lagi dan lagi) untuk Gua tapaki. Wulan memegangi bahu Gua dan mengusapnya lembut.
"Sabar ya... Ini ujian untuk kamu dan Luna mungkin A'...".
"Neng... Berapa kali lagi aku harus menghadapi situasi seperti ini ", belum cukupkah sang maut menyapa aku dengan mencabuti nyawa-nyawa dari orang yang aku sayangi selama ini Neng ?".
Kembali pelukannya menyapa tubuh ini, kali ini... Airmata Gua mengalir pelan membasahi sisi wajah ini. Lembut tangannya membelai punggung Gua, Wulan berkali-kali mengingatkan Gua agar tetap berada disisi Luna, mendampinginya yang mungkin sedang berada dalam masa sulit.
"Apapun kejadian yang akan terjadi di depan nanti, aku harap itu yang terbaik untuk kamu dan Luna, jangan berprasangka buruk pada Tuhan ya A'... Aku yakin kamu dan Luna pasti bahagia, baik bersama ataupun enggak... Yang jelas, itu semua adalah takdir..", ucapnya kali ini sambil menatap mata ini lekat-lekat.
Gua tersenyum lalu mengangukan kepala pelan. "Insha Alloh, Neng..". "Salam untuk Luna ya A'... Semoga dia selalu dalam lindungan Tuhan yang Maha Esa..". "Aamiin.. Terimakasih Wulan..".
Dunklen Nacht Sekitar pukul tujuh malam Gua sudah berada di rumah Luna lagi. Gua memarkirkan motor setelah satpam rumahnya membukakan gerbang. Lalu Gua berjalan melintasi sebuah mobil mewah yang belum pernah Gua lihat sama sekali. Gua berdiri diambang pintu ketika melihat kedalam ruang tamunya, disana terlihat ada tiga orang yang sepertinya sedang berdiskusi. "Selamat malam...", ucap Gua sedikit berteriak agar terdengar kedalam.
Mereka bertiga menengok kepada Gua, dan ya Gua kenal betul dengan wajah-wajah itu. Salah satu dari mereka tersenyum lalu berdiri dan berjalan menghampiri Gua. "Hai, malam Za..".
"Udah mendingan atau langsung sehat ?".
"Yaaa.. Seperti yang kamu lihat.. Sehatkan aku, hihihi...". Ya kamu sehat Luna... Sehat dan akan selalu sehat... "Ayo masuk Za..", ajaknya.
Gua berjalan dibelakang Luna hingga kami sampai di ruang tamunya, Gua menyalami Papahnya kemudian menyapa Erick yang duduk disebrang Papahnya itu. Kemudian Gua duduk bersebelahan dengan Luna di sofa sebelah Papahnya itu.
"Apa kabar Za ?", tanya Papahnya.
"Alhamdulillah baik Om..", jawab Gua sambil tersenyum. "Om sendiri apa kabar " Kapan datang dari Jerman Om ?", tanya Gua balik.
"Ya, saya sehat... Saya baru datang tadi sore, masih jetlag rasanya ini, hahaha...", jawabnya sambil tertawa.
"Wah kalau begitu lebih baik istirahat dulu Om...".
"Wah enggak bisa rasanya Za... Ini Luna dan Erick dadakan mau menikah katanya...".
Gua terkejut sampai membelalakan mata mendengar ucapan beliau. What dafak.." Apalagi ini " Gila, baru saja tadi pagi Luna menjelaskan soal hubungan kami di depan makam istri Gua, sekarang tibatiba Gua mendengar berita... Enggaklah.. Bukan berita bahagia untuk Gua. Syit!!! Oke oke... Gua tau Luna memang ingin mengakhiri hubungan kami, tapi kenapa dia enggak bilang tadi pagi juga kalau dia dan Erick akan menikah...
"Are you ok, Za ?", tanya Papahnya yang melihat Gua terkejut itu.
"Of course.. Of course I'm not okay..", reflek jawaban itu terlontar dari mulut ini. "Ehm.. Maaf Om, tapi apa in..".
"Aku akan jelasin ke kamu Za", potong Luna sambil menarik tangan kanan Gua pelan.
Erick dan Papahnya kebingungan melihat Gua yang dibawa oleh Luna keluar rumah lagi. Kini kami berdua duduk di bangku kayu teras rumahnya. Luna menundukan kepala sebentar lalu menengok kepada Gua.
"Jangan kamu minta maaf lagi Lun...", Gua langsung menerka apa yang akan ia ucapkan.
"Za.. Erick memang udah melamar aku ke Papah, maaf aku belum cerita soal ini Za.. Dia sungguhsungguh...".
Gua berdiri dan berjalan mendekatinya, kali ini Gua berjongkok dimana ia masih terduduk.
"Luna... Kamu fikir aku enggak sungguh-sungguh mencintai kamu " Kamu fikir aku main-main dengan semua ini ?", Gua menatap matanya lekat-lekat.
Luna memalingkan wajahnya kearah samping.
"Dengar baik-baik Luna... Kalau pertimbangan kamu karena penyakit yang kamu derita! Aku sendiri siap untuk menemani kamu Lun...menjadi pendamping hidup kamu, aku enggak peduli dengan apapun resiko yang akan kita hadapi kelak Lun..".
"Kamu... Kamu tau darimana aku punya penyakit Za ?". Luna terkejut memandangi Gua.
"Lun, udahlah... Aku tau semuanya, aku tau kamu enggak mencintai Erick... Dia mungkin sudah tau apa yang kamu derita, begitupun dengan aku Lun.. Aku menerima kamu apa adanya seperti kamu menerima aku selama ini...".
"Kamu belum siap Za..", ucap Luna.
Gua mengerenyitkan kening. "Apa yang kamu maksud ?".
"Kamu belum siap untuk kehilangan Za.. Terlalu perihkan rasa dari sebuah kehilangan orang yang kamu sayangi " Apa kamu siap jika harus kehilangan aku " Bukan sekedar menjauh Za... Aku tau kamu mengerti maksud aku".
Gua terdiam, memikirkan ucapannya itu. Luna kamu tau apa yang udah terjadi dalam hidup ku, tapi kenapa kamu menjadi pesimis seperti ini Lun...
"Lun... Aku sadar, kita semua pasti akan kehilangan, begitupun dengan diri kita sendiri, yang akan meninggalkan dunia ini suatu hari nanti... Tapi biarlah aku bahagia dan membahagiakan kamu Luna... Selama kita masih bernafas, selama itu pula aku akan membahagiakan kamu Luna..".
"Poinnya bukan itu.. Kamu boleh bilang aku egois. Tapi kelak kamu akan menyadari untuk apa dan siapa aku melakukan ini semua, bukan hanya untuk dia, tapi kamu juga Za..". Luna berdiri, kemudian memeluk Gua, dia menyandarkan kepalanya ke bahu ini.
"Za, aku akan bahagia jika melihat kamu bahagia... Mungkin ini klise Za, tapi pahamilah, aku akan menunjukkan jika omongan orang-orang itu benar...".
"Omongan siapa ?".
"Bahwa mencintai itu tidak harus memiliki, dan melihat kamu bahagia dengan wanita yang lebih pantas adalah kebahagiaan aku juga Za...".
Kemudian Luna mengajak Gua kembali masuk kedalam rumahnya, kembali kami berdua bergabung bersama Papahnya dan Erick di ruang tamu ini. Gua berdiri disamping Luna, sedangkan Erick dan Papahnya masih berdiskusi perihal acara pernikahan yang serba mendadak ini.
Gua berjalan mendekati Erick yang masih duduk, lalu Gua berjongkok di depannya. Erick kebingungan...
"Rick..", Gua menepuk bahunya. "Lepasin Luna... Lepasin dia Rick, Lu tau dia gak mencintai Lu.. Biarkan Luna bahagia sama Gua", ucap Gua dengan nada seramah mungkin.
Erick dan Papahnya memandangi Gua, lalu Erick melirik kepada Luna sesaat sebelum kembali menatap Gua.
"Za.. Gua sadar Luna mencintai Lu tulus.. Tapi kalau Gua sampai melepaskan Luna ke Lu, itu sama aja Lu egois Za...", jawabnya dengan suara yang pelan.
"Maksud Lu ?". "Kita semua tau Za, apa yang Luna derita, Gua yakin begitu pun dengan Lu..". "Karena itu Rick.. Karena itulah biarkan Luna bahagia bersama Gua..".
"Elu salah Za.. Elu salah besar...", Erick memegang tangan Gua yang masih berada dibahunya, lalu mengajak Gua berdiri. "Za, Luna memilih melepaskan Lu karena dia enggak mau Lu merasakan kehilangan seperti apa yang udah Lu alami dengan Almarhumah istri Lu dulu Za...", ucapnya kali ini setelah kami saling berhadapan.
"Tau apa Lu soal masa lalu Gua Rick ?".
"Maaf Za, tapi Luna udah cerita semuanya, cerita soal hubungan kalian sampai ke pernikahan Lu dengan Echa.. Gua tau semuanya Za.. Betapa hancur dan depresinya Lu ketika itu...". Gua mendengus kasar. "Terus sekarang apa maksud Lu dengan Gua harus relain Luna, Rick ?".
"Luna pasti bahagia menikah dengan Lu Za, ya dia bahagia... Tapi.. Apa dia bisa memberikan kebahagiaan ke Elu Za ?", tanyanya.
"Jelaslah Rick... Itu jelas, menikah dengan orang yang dicintai pasti membuat bahagia.. Dan Elu gak perlu rasanya menanyakan hal seperti itu, Gua pasti bahagia".
"Enggak.. Lu gak akan bahagia kalau sampai Luna meninggalkan Lu untuk selamanya Za...". Buaghh.. Gua menghajar wajahnya hingga ia tersungkur dan terjatuh ke atas sofa.
Luna menahan bahu Gua dari belakang. Sedangkan Papahnya membantu Erick untuk kembali duduk. Nafas Gua memburu dan emosi Gua sudah diubun-ubun.
"Berani Lu bicara seperti itu Rick... Kita semua bukan Tuhan! Enggak ada yang tau masa depan seseorang sampai takdirnya sendiri yang mendatangi kita semua Rick!".
"Gua bicara kenyataannya Za..", ucap Erick sambil menyeuka tulang pipinya yang sedikit berdarah. "Buka mata Lu, lihat kenyataan yang ada Za, Lu fikir Gua dan keluarganya gak berusaha untuk kesembuhan Luna Za.. Dan berapa persen manusia yang selamat dari penyakit itu Za " Berbagai pengobatan udah kami coba.. Dan Lu gak pernah tau betapa sakitnya Gua Za ketika tau Luna lebih mencintai Lu daripada Gua!", lanjutnya yang kembali berdiri dihadapan Gua.
Gua nyaris saja maju dan kembali menghajarnya jika Luna tidak menahan Gua. "Za, tenang dulu...", ucap Luna dari belakang yang masih memegangi bahu ini.
"Lu harus sadar, semua ini demi kebahagiaan Lu Za.. Luna enggak mau melihat Lu hancur seperti pernikahan Lu sebelumnya, dan Gua disini mencoba memahami juga Za..", lanjut Erick, kemudian dia memasukan kedua tangannya ke saku celana dan tertunduk.
"Reza... Apa Lu pernah menikahi orang yang enggak mencintai Lu ?", Erick menatap Gua kali ini dengan tersenyum.
Pertanyaannya itu langsung menghempaskan Gua jauh kedalam cerita dimana saat Gua baru menikahi Echa. Posisi yang terbalik, saat itu Gua yang belum sepenuhnya mencintai Echa, dan posisi Erick saat ini, rasanya sama seperti Echa dulu.
"Sorry Za.. Karena itulah Gua bilang Lu itu egois...", ucapnya lagi,
"Ini semua demi Lu Za, masa depan dan kebahagiaan Lu.. Sadar Za, Luna mencintai Lu lebih dari apa yang Lu bayangin, dan Gua akan berusaha membahagiakan dia walaupun dia enggak mencintai Gua Za..", lanjutnya dengan tetap tersenyum.
Luna memeluk Gua dari belakang dan menyandarkan kepalanya ke punggung ini, terasa tubuhnya bergetar lalu suaranya terisak menangis.
"Aku mencintai kamu tulus, merelakan kamu bukan berarti aku berhenti menyayangi kamu Za, enggak ada yang tau soal ini, termasuk apa yang aku derita kecuali semua orang yang ada disini Za...", ucapnya lirih.
"Lun...", Gua melepaskan dekapannya dan berbalik untuk memegangi kedua bahunya. "Mamah kamu enggak tau soal penyakit kamu ?", tanya Gua.
Luna menggelengkan kepalanya pelan dan tersenyum. "Bahkan Helen pun enggak tau...".
Gua yang mendengar semua perasaan dari dalam hati orang-orang yang berada di rumahnya itu seolah-olah tidak memiliki keteguhan hati, apa yang Gua coba perjuangankan dipandang sebagai suatu keegoisan. Jika memang begitu, malam ini sama dengan malam dimana Gua harus bisa merelakannya pergi.
Tidak ada kebahagiaankah untuknya " Ya, rasanya seperti itu, dia melepaskan dan memilih untuk berjalan pada pilihan yang sulit. Demi sebuah cerita yang dia rangkai sendiri untuk kami semua. ...
Gua pulang setelah waktu menunjukkan pukul setengah sembilan malam dengan menggunakan motor, hujan deras yang mengguyur kota ini cukup membuat Gua basah kuyup walaupun jarak rumah kami cukup dekat. Setelah memarkirkan motor disamping mobil sedan yang cukup Gua kenali, Gua turun dan menuju teras rumah.
"Za.. Kamu kenapa hujanan ?", tanya seorang wanita yang sudah berdiri diambang pintu rumah Gua.
"Gak apa-apa, udah malam soalnya, gak enak bertamu terlalu lama dirumah orang kan, Eh iya maaf, bisa tolong minta Bibi ambilin handuk Kak ?".
"Udah ah masuk dulu, biar aku yang ambilin handuknya...", Dia menarik lengan Gua dan kami berdua memasuki rumah ini.
Setelah itu Gua membilas tubuh didalam kamar mandi lalu mengenakan pakaian hangat karena rasanya terlalu dingin malam ini apalagi setelah hujanan. Gua menuruni tangga untuk menuju gazebo halaman belakang setelah meminta dibuatkan secangkir kopi hitam.
"Kapan datang Kak ?", tanya Gua ketika baru saja membakar sebatang rokok di dalam gazebo.
"Tadi sama Mba Laras jam delapanan... Eh kamu tadi darimana ?", ucapnya yang duduk dihadapan Gua.
"Abis dari rumah Luna.. Mba Larasnya mana ?"
"Ada di kamar, dia nunggu kamu tadi, tapi katanya ngantuk mau istirahat...", jawabnya sambil merapihkan helaian rambutnya yang tertiup semilir angin malam,
"Kamu dari rumah Luna " Tumben naik motor... Enggak ada apa-apa kan Za ?", tanyanya lagi.
Suara deras hujan yang turun menghantarkan Gua untuk kembali menceritakan apa yang sudah terjadi selama ini antara Gua dan Luna. Kamu memang selalu menjadi pendengar yang baik ya Kak.. Dari awal masalah aku sejak sma hingga menikah dengan Echa. Dan sekarang sepertinya aku pun enggak bisa menutupi apa yang aku sembunyikan.
Gua menceritakan apa yang Luna alami selama ini kepada Tante Gua itu, Kinanti. Dengan seksama ia mendengarkan setiap rentetan cerita Gua sampai tadi dirumah Luna, tidak ada satupun kenyataan yang Gua tutupi kepadanya.
"Za.. Kamu diamanatkan untuk enggak menceritakan ini semua, tapi kenapa kamu cerita sama aku ?", tanyanya setelah mendengar cerita Gua itu.
"Aku percaya sama kamu Kak, lagipula aku dititik beratkan belum boleh cerita sama dua wanita yang Luna sebutkan toh.. Dan kamu bukanlah salah satu diantara mereka.. But yeah.. I trust you as always Kak...".
"Makasih untuk kepercayaannya Za..", ucapnya seraya tersenyum. "Za.. Ada ya wanita seperti Luna itu... Gak nyangka aja di dunia ini kamu bisa bertemu dan diberi kesempatan untuk melihat seorang wanita yang memiliki hati mulia seprti dia..", lanjutnya.
"Terlalu banyak bahkan Kak.. Tuhan menunjukkan Aku beberapa wanita yang memiliki hati mulia dan berjiwa besar..", kemudian Gua menghembuskan asap rokok setelah sebelumnya menghisapnya dalam-dalam.
"Echa.. Vera... Dan sekarang Luna...", timpal Kinanti membenarkan.
Gua tersenyum dan menganggukkan kepala. Gua berdiri dan berjalan kearah sisi gazebo, dimana di depan sana, disebelah kolam renang berada dua buah makam dari kedua orang yang Gua cintai.
Hujan malam ini masih turun dengan deras ketika airmata ini mulai menggenang di pelupuk mata. Mengalir pelan, dan menetes ketika air itu berada pada dagu ini. Tangan Gua bergetar sedikit, merasakan sensasinya, kenangan-kenangan bersama dua wanita yang sudah pergi ke alam lain itu tiba-tiba saja kembali menyeruak.
"Aku mencintai kamu dalam waktu yang singkat Cha.. Terlambat memang, dan ketika aku ingin mencoba mencintai wanita dengan tulus dari awal, kesempatan itu malah hilang... Dia memilih untuk melepaskan semuanya, Cha.. Dengan berat dia merelakan ini semua, Cha.. Atas nama kebahagiaan aku.. Omong kosong apa seperti itu, Cha ?".
Gua masih memandangi makam almh istri Gua di depan sana dengan airmata yang berderai. Ucapan Gua sebelumnya sepertinya terdengar oleh Kinanti.
"Aku mengerti Za apa yang Luna mau... Bukan dia egois.. Tapi apa yang kamu bilang soal ucapan Erick rasanya benar...", ucapnya yang sudah berdiri disamping Gua,
"Luna enggak mau sampai kamu kehilangan dia untuk selamanya... Disaat kalian sedang bahagia.. Itu sudah cukup kamu alami kan ?", kali ini Kinan melirik ke depan sana, memandangi makam yang sama, yang masih Gua pandangi. "Dan dia lebih memilih untuk dipandang buruk oleh semua orang daripada mengatakan yang sebenarnya..".
"Untuk apa dia menyembunyikan ini semua menurut kamu Kak ?".
"Kamu itu Za.. Wanita berfikir menggunakan perasaannya, dia enggak mau dikasihani.. Kalau sampai semua orang tau apa yang ia derita, itu sama aja dengan menghentikan langkah wanita itu untuk bersama kamu... Apa kamu gak akan berfikir kalo dia tau semua ini, akan tetap bertahan " Dan Luna lebih memilih untuk mengalah sebelum kenyataan ini diketahui semuanya Za.. Apa yang udah Luna lihat dari sosok dia lebih dari cukup untuk melepaskan kamu dan merelakan kamu kepadanya Za".
"Lebih baik berhenti disini sebelum semuanya terlambat " Bahagia yang hanya sesaat ", gitu ?", tanya Gua.
"Mungkin.. Ya mungkin seperti itu maksud Luna.. Walaupun memang kita gak ada yang tau hidup ini sampai dimana.. Tapi dia lebih memilih berhenti sebelum kamu larut dalam kebahagiaan itu Za.. Dan ketakutan terbesar Luna adalah meninggalkan kamu, meninggalkan kamu untuk selama-lamanya".
* * * Quote:Malam itu aku melihat kamu, seorang wanita yang bernama Franziska Luna Katrina berkorban demi orang lain, bukan hanya untuk aku semata, tapi juga untuk dia yang kamu hormati selama ini kan Lun...
Sebelumnya, sampai saat itu tiba... Mereka semua melihat kamu sebagai wanita yang tidak memiliki perasaan dan jahat. Bahkan sampai ada orang yang berani mengatakan kamu itu tidak punya hati karena cerita yang aku tulis ini. Tapi kita semua tau, ucapannya.. Ucapan salah satu sahabat dan saudara kita... Selalu terpatri dan mengingatkan kita semuakan...
"Sayang, biarkan orang melihat kita sebelah mata, bermain-main dengan pikiran picik mereka, menghina dan mencaci. Dan pada akhirnya hanya kita berdua yang menjalani. Karena kebahagiannya hanya kita yang rasa, bukan milik mereka yang selalu menjadi hakim orang lain" Sherlin Putri Levanya.
... Drama yang kamu buat memang nampak sempurna layaknya sinetron dalam televisi, tertawalah mereka yang menganggap semua ini hanya sebuah khayalan dan sandiwara cerita. Tapi kamu mengingatkan aku, tidak ada gunanya membenarkan dan membela semua ini. Biarkan dan jadikan ini semua cerita usang.
Terimakasih... Tuhan bila masih ku diberi kesempatan Ijinkan aku untuk mencintanya
Namun bila waktuku telah habis dengannya Biar cinta hidup sekali ini saja
Side Story Ramadhan 1438 Hijriyah. Buk..
Gua terbangun di waktu pagi buta oleh dentuman yang cukup keras menghantam perut ini. "Heeeuggghh...", Gua terperanjat sambil menahan sakit.
"Hihihihi...", gelak tawa yang keluar dari mulut mungilnya terdengar cukup nyaring.
"Ya Allooh.. Adee.. Sakit iih", ucap Gua sambil melotot kepada seorang anak gadis cantik yang nampaknya baru bangun tidur juga.
"Cii Ayaah maa.. Banguun ish.. Saul Yaah Sauuull..", ucapnya sambil memonyongkan bibir dengan kedua tangan yang direntangkan.
"Iya bentaran atuuh", jawab Gua seraya terduduk diatas kasur, yang otomatis tubuhnya merosot ke paha Gua.
Tidak lama kemudian seorang wanita cantik masuk kedalam kamar ini. "Udah bangun belum Ayahnya De..?", tanyanya sambil berjalan mendekat. "Uda Mah.. Tuh Ci Ayah balu bangun...", jawabnya sambil menunjuk kearah wajah ini.
"Kamu dibangunin sama aku susah banget Mas..", ucap wanita cantik yang sudah sah menjadi istri Gua selama ini.
"Ngantuuuukk beuut Sayang...", jawab Gua seraya meregangkan otot. Orenz bangun lalu berdiri pada kedua paha Gua.
"Wadaaaww....", teriak Gua. "Ngapain diri disitu Dek " Jatoh nantii eh..", ucap Gua lagi lalu memegangi kedua tangannya.
"Kamu tuh tiap malam ngobrol mulu sama teman-teman sih.. Sampe begadang segala..", ucap istri Gua lagi sambil memasukan beberapa pakaian ke lemari.
"Ayaah.. Nanti siang mau mandi bolaaa..", teriak Orenz yang masih Gua pegangi. "Iya sayang.. Mandi bola iya..".
"Mas, ayo makan sahur dulu.. Udah disiapin daritadi juga makanannya...", ajak istri Gua lagi. Gua pun menggendong Orenz lalu beranjak dari kasur dan berjalan menuju ruang makan. Disana sudah ada Mba Laras dan suaminya duduk bersebelahan.
"Ayahnya susah dibangunin ya De..?", tanya Mba Laras melirik kepada Orenz yang masih Gua gendong.
Orenz mengangguk cepat lalu menengok kepada Gua. "Cii Ayaaahh.. Hihihihi...", ucapnya sambil mencubit pipi ini pelan.
"Begadang terus selama puasa dia Bu..", timpal istri Gua kepada Mba Laras. "Jangan kebanyakan begadang Za.. Gak baik untuk kesehatan kamu..".
"Iya Bu, iya.. Ini perempuan pada ceramah subuh deh", jawab Gua yang sudah duduk di kursi makan, tepat bersebrangan dengan Mba Laras.
"Hahaha.. Emang gitu Za, namanya juga wanita, Bapak aja diomelin terus sama Ibu mu nih tiap begadang", kali ini suami Mba Laras yang menimpali.
"Ya gimana gak ngomel, begadang terus ngopi sambil ngerokok", jawab Mba Laras kepada suaminya. Gua dan istri tertawa pelan mendengar sedikit debat antara Ibu dan Bapak tiri Gua itu.
Ya hari ini cukup ramai di ruang makan, karena Mba Laras dan suaminya itu sedang menginap, dan hari ini sudah hari kedua mereka menemani Gua dan keluarga di rumah kami. Gua mulai menyantap makan sahur setelah istri Gua menuangkan lauk keatas nasi kedalam piring makan, lalu sesekali menyuapi Orenz yang ikut-ikutan sahur sambil memainkan lego di meja makan. Tidak lama kemudian seorang wanita ikut bergabung di meja makan ini dan duduk di sisi kiri Gua. Kami berlima ditambah seorang gadis kecil yang berada dipangkuan ini menikmati makan sahur tahun dua ribu tujuh belas dengan suasana yang cukup ramai, beberapa hal menjadi perbincangan kami hingga sebuah suara dering telpon dari dalam kamar membuat istri Gua beranjak dari duduknya.
Gua dan yang lain masih asyik menyantap makanan ketika suara tangis terdengar cukup nyaring.
"Loch " Itu suara istri mu Za ?", ucap Mba Laras.
Sejenak kami semua menghentikan aktifitas makan ini untuk sekedar memastikan apakah benar itu suara isak tangis dari istri Gua.


Asleep Or Dead Karya Bunbun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gua berdiri dan menyerahkan Orenz kepada wanita disamping kiri tadi, lalu bergegas ke kamar dan berhenti ketika melihat dia menangis sambil masih menerima telpon. Tidak lama kemudian smartphone miliknya ditaruh diatas kasur, disisinya. Lalu Gua kembali berjalan mendekatinya yang masih duduk diatas kasur itu, dan langsung memeluknya.
"Kenapa sayang " Ada apa ?".
"Papah Mas.. Papah masuk rumah sakit lagi..", jawabnya sambil terisak dalam dekapan Gua.
... ... ... Beberapa hari setelahnya, Gua sedang kebagian libur jaga malam. Ya, ketika Papah mertua Gua masuk rumah sakit beberapa hari sebelumnya, Gua bergantian ikut menjaganya di rumah sakit.
Saat itu malam hari, Gua sedang asyik mengobrol dengan beberapa teman di aplikasi chatt Line sambil menikmati secangkir kopi dan sebatang rokok di halaman belakang ketika suara derap langkah kaki terdengar cukup nyaring.
"Mas.. Mas..", teriak istri Gua dari arah dalam rumah.
Gua bangun dan berdiri tepat diambang pintu. "Ya sayang.. Kenapa ?".
"Kita ke rumah sakit sekarang ya Mas, Papah kritis Mas..", ucapnya dengan raut wajah yang sangat khawatir.
Tidak butuh waktu lama bagi Gua untuk langsung bergegas ke lantai dua dan mengambil kunci mobil serta berganti pakaian sekedarnya. Ketika Gua baru saja mengenakan sweater, tiba-tiba saja anak Gua bangun.
"Ayah.. Mau kemana ?", tanya Orenz dengan mata yang menahan kantuk.
Gua berjalan mendekatinya dan duduk di sisi kasur. "Kok adek bangun " Bobo lagi ya sayang, Ayah gak kemana-mana kok..", jawab Gua sambil mengelus keningnya.
"Ayah bobo sini ya, temenin Olenznya... Olenz pingin bobo sama Ayah", lanjutnya sambil memegang tangan kanan Gua.
Gua tersenyum lalu melirik kepada seorang wanita yang berdiri tepat disamping Gua.
"Ayahnya ada kerjaan sayang, nanti besok pagi kita main sama Ayah yaa..", ucap wanita tersebut kepada Orenz.
Orenz bangun dan terduduk sambil mengucek matanya. "Enggak boleh, inikan udah malem, Ayah kan udah pulang... Besok aja pelginya sama Olenz...", jawab Orenz merajuk.
"Aku ikut aja ke rumah sakit ya, udah bangun gini susah pasti dia tidur laginya... Nanti yang ada nyariin kamu pasti..".
Gua menghela nafas lalu menyetujui sarannya. "Yaudah iya...".
Singkat cerita kami berempat sudah berada di dalam mobil dengan supir pribadi istri Gua. Orenz berada dipangkuan istri Gua sambil sesekali memainkan mainan yang ia dapatkan dari kinder joy. Sekitar lima belas menit kami semua sampai di rumah sakit dan langsung menuju ruangan dimana tempat Papah mertua Gua dirawat. Sebelumnya Gua sempat berdebat dengan pihak keamanan rumah sakit karena menjenguk pasien tidak boleh membawa anak umur dibawah tiga tahun. Tapi setelah istri Gua yang bernegosiasi, akhirnya Orenz boleh ikut masuk.
Baru saja kami sampai di depan ruangan, Mamah mertua Gua keluar ruangan sambil mengutak-atik handphonenya hingga tidak sadar kami sedang berjalan mendekat.
"Mamah", ucap istri Gua.
"Nak...", (aslinya memanggil nama istri Gua).
Beliau langsung menangis dan mereka berdua pun berpelukan. Gua berdiri tepat disampingnya bersama seorang wanita yang menggendong Orenz.
Kemudian setelah mereka selesai berpelukan tanpa berbicara apapun, Mamah mertua Gua melirik kepada Orenz dan mengusap rambutnya.
"Orenz.. Kakek kamu udah 'pulang' Nak...", ucap Beliau sambil menangis.
Kami semua yang mendengar ucapan tersebut langsung kaget. Sontak Gua yang awalnya masih mengobrol pada sebuah aplikasi chatting terkejut dan secara otomatis malah mengetik dan memberikan kabar duka itu pada obrolan chatt. Istri Gua menangis lagi dan memeluk Mamah mertua Gua.
Gua masukan smartphone kedalam saku celana, kemudian mengusap bahu istri Gua. Tidak lama kemudian, istri Gua Limbung, dan nyaris pingsan, Gua memeganginya dan mendudukannya di sebuah kursi besi di sisi dinding rumah sakit ini. Gua memeluknya sambil duduk.
"Sabar ya sayang, ikhlas.. Mungkin ini yang terbaik yang Tuhan berikan untuk Papah..", ucap Gua mencoba menenangaknnya.
"Tuluun.. Mau Tuluuun...", Orenz merengek ingin turun dari gendongan.
Lalu gadis kecil itu berjalan dua langkah kedepan, kini tepat berdiri dihadapan Gua dan Istri yang masih duduk.
"Mamah...", ucap Orenz.
"Iya sayang...", istri Gua menengok dengan airmata yang masih berderai. "Mamah kenapa nangis " Kan ada Olenz....".
Ucapan gadis kecil itu meruntuhkan mental Gua seketika, tidak terkecuali seorang wanita yang sebelumnya menggendong Orenz. Kami semua menangis ketika Orenz memeluk Istri Gua.
*** Tanggal empat belas juni dua ribu tujuh belas lalu, Papah mertua Gua berpulang setelah berjuang dengan sakit yang sudah dideritanya beberapa tahun terakhir ini. Beliau memang manusia biasa seperti kita semua. Tapi ada satu hal yang selalu terpatri diotak Gua ketika dua kali dirinya memberikan kepercayaan penuh untuk Gua. Dan kepercayaan itu, kedua hal tersebut, bukanlah suatu hal yang biasa, setidaknya menurut Gua seperti itu. Beliau adalah seorang lelaki yang sangat mencintai keluarganya, terutama anaknya, istri Gua.
Dan Almarhum adalah sosok yang Gua hormati selama ini. Terimakasih untuk kepercayaan yang Papah berikan kepada saya. Semoga saya selalu bisa memegang teguh amanat dan kepercayaan Papah.
Selamat jalan Pah, tenang dan berbaringlah dalam bahagia di alam sana. Do'a kami menyertai Papah. We always love you...
Breaking News Hai Gais Gimana prediksinya " Masih bingung " Hehehe
Tar ajalah yak ane kasih tau siapa Bunbun, kapan-kapan kalau inget itu juga Kabar Para Karakter yak " hmmm.. Okelah.
Spoiler for character: Wulan :
Wulan sudah menjadi seorang dokter gigi, dan membuka kliniknya sendiri. Dia menikah dengan seorang lelaki yang berprofesi sebagai dokter umum. Wulan menikah di tahun 2012 silam. Dia sudah memiliki dua orang anak saat ini.
=== Arya dan Erna : Salute dah... Mereka akhirnya menikah di tahun 2014. Perjalanan cintanya putus nyambung kata si Arya waktu curhat sama Gua sebelum dia menikah. Mereka sudah memiliki satu anak lelaki. Oh ya, Arya dan Erna tinggal di Bandung.
=== Shinta dan Wildan : Mereka berdua juga ternyata jodoh loch Gais hehehe.. Keren yak, pacaran dari SMP sama kayak Arya dan Erna akhirnya menikah di tahun 2012. Wildan sudah menjadi seorang aparatur negara. Sedangkan Shinta menjadi Ibu Rumah Tangga dan telah memiliki anak lelaki dan perempuan. Sepasang lah hehehe.
=== Ben-Ucok-Farid-Agil : Mereka juga sudah memiliki keluarga masing-masing. Ben dan Ucok menjadi aparatur negara baret hijau. Mereka berdua tinggal di luar pulau, sedangkan Farid dan Agil bekerja di kota Jawa Tengah, Farid dan Agil memiliki usaha kerjasama berdua. Sudah jarang banget ketemu mereka, malah enggak pernah. Paling kontak via chatt aja.
=== Rekti-Unang-Dewa-Icol-Robbi :
Rekti dan Robbi sudah menjadi aparat penegak hukum baju coklat. Mereka berdinas di kota yang sama dengan Gua. Mereka berdua sudah menikah dengan pasangannya masing-masing.
Rekti menikahi Desi, finally yak. Hehehe... Adeknya Mba Yu itu memang berjodoh dengan sahabat Gua.
Dewa.. Nah ini si kampret. Berjodoh juga rupanya dengan adik Mba Siska, alias Meli . By the way, Dewa dan Meli tinggal di Jawa Timur dari tahun 2015 lalu. Kami masih berkomunikasi dengan baik juga.
Unang menikah dengan kekasihnya di masa SMP dulu, dia masih tinggal di komplek perumahan Nenek Gua. Kadang kalau Gua pulang atau main ke rumah Nenek pasti mengabarinya, dan ya, akhirnya Gua nongkrong bersama Unang dan Icol. Kalau Rekti dan Robbi tidak sibuk, kami berlima nongkrong di lapangan seperti dulu, tanpa lintingan tentunya, udah toubat Bray... Ganti rokok ama kopi aja, bini-bini kita da pada dumel hahaha. Berarti minus Dewa yang memang sudah pindah ke Jatim saja.
Icol yang menjadi pns sudah menikah dengan tetangga komplek, seperti Dewa dan Meli gitu. Sedangkan Robbi menikah dengan seorang suster.
=== Gladis : Teman sekaligus kakak kelas Gua di masa SMA ini menjadi ibu bhygkra. Dia menikah dengan seorang Pamen dan tinggal di Ibu Kota Jakarta. Gladis sudah memiliki dua orang anak. ===
Shandi : Teman masa SMA Gua yang satu kelas bersama Gusmen dan Alm. Topan. Dia si tampan satu angkatan yang cintanya bertepuk sebelah tangan kepada Tissa ini sekarang menjadi entrepreneur.. Sebelumnya sempat menjadi anak band yang cukup terkenal dikalangan band indie. Sudah memiliki anak dua dan menikah dengan... Ehm.. Tenang Shan, gw kaburin sedikit. Istrinya artis FTV bray. Hehehe.
=== Gusmen : Si gigi ompong sahabat Gua ini menjadi seorang aparatur negara juga. Dia menikah setelah Gua menikahi istri Gua yang sekarang. Dia tinggal di Ibu Kota saat ini, dan memiliki dua orang anak. Istrinya satu profesi juga.
=== Airin : Aiiishhh... Ini dia si First Love. Hahahah...
Rin.. Baca gak nih " Bacalah pasti yak, tiap hari bbman trus di grup arisan kan wkwkwk. Airin sudah menikah dengan seorang pengusaha batu bara. Dia sudah memiliki dua orang anak. Dah gitu aja ah. Wakakaka... Biar readers bingung ya Rin, jangan-jangan Nona Ukhti tuh si Bunbun hahahahayyyy...
=== Dian : Adik tiri Gua yang satu ini cantiknya gak nahan bray, beneran deh. Imut sih sebenarnya dan sudah memiliki dua orang anak dari Pernikahannya. Dian tinggal di Aussie bersama suaminya. ===
Nindi : Kakak tiri Gua yang cantik nan baik hati ini adalah seorang wanita karir, tinggal di Singapore bersama sang suami dan sudah memiliki tiga orang anak. Dia lah si Old Lady yang menelepon Gua saat di cerita MyPI dulu. Hehehe... Apa kabar Kak..." Sehatkan " Aku lagi mudik ini. ===
Tissa : Nah ini nih wanita yang sempat membuat Gua keder pas nulis salah satu part di MyPI hahaha... Bunbun sampai nanyain ini itu. Hadeuh ampun deh.. Dia inilah orang yang memiliki id miss.tirva. Sekarang kemana ini orang jarang OL lagi. Eh iya dia udah marriage juga. ===
Mba Siska : Dia sudah menikah dengan seorang aparatur negara juga, dan memiliki dua orang anak. Keluarga yang bahagia dan menetap di Ibu Kota. Salah satu member arisan di grup bbm, hahahaha... ===
Olla dan Indra : Olla dan Indra yang menikah pada saat Gua masih SMA, sampai sekarang masih awet dan langgeng bersama Indra, mereka telah dikarunia tiga orang anak dan tinggal diluar pulau Jawa. Olla dan Indra masih sering berkomunikasi dengan Gua dan Keluarga.
Paling heboh bini Lu kan Dra di Grup bbm -_-
Gara-gara dia juga deh pas part si Bandot, Gua kena semprot ama bini... Amsyong saya Dra.
(Spekulasi lagi reader... Nah Bunbun si A atau si B nih " Huahahah.. Masalahnya keduanya ataupun semua wanita di trit inikan baru pada tau kenyataan si Bandot dijual pas MyPI part besi tua rilis, sama aja kemungkinannya untuk semua karakter hahahaha...).
=== Kinanti : My Auntie... Hehehe.. Si cantik nan ramah ini tentu saja sering bertemu dengan Gua dan Keluarga, hubungan silaturahmi kami alhamdulillah masih terjaga dengan baik. Dia menikah dengan seorang Pilot. Memiliki dua orang anak dan masih tinggal satu kota dengan Gua. Beberapa waktu lalu, Kinan dan suaminya menginap di rumah Gua.
=== Mba Laras : My stepmom... Lovely Mom... My Everything...
Ibu Gua ini adalah Ibu yang sangat mencintai dan menyayangi Gua, tidak pernah dia menganggap Gua sebagai anak tirinya. Kasih sayang beliau kepada Gua sungguh nyata dan terasa sekali kalau Gua ini seolah-olah anak kandungnya sendiri. Beliau menikah lagi pada akhirnya setelah Gua dan istri sedikit memaksa. Ya beliau menikah setelah Gua menikahi istri Gua. Dan sudah memiliki satu orang anak.
Beliau masih sering main dan menginap di rumah Gua. Sekedar main bersama cucunya, alias anak Gua, Orenz. Dan kalian juga bisa lihat di part side story, beliau dan suaminya menginap di rumah Gua. I love you Mom... Really love you.
=== Nenek, Om dan Tante : Keluarga Gua alhamdulillah masih sehat semua. Walaupun Nenek mengidap diabetes, tapi beliau masih cukup sehat. Beliau masih setia tinggal di komplek perumahan dekat rumah Gua. Apakah beliau sendirian " Alhamdulillah tidak. Gua sempat megajak beliau ikut tinggal bersama Gua dan keluarga, tapi beliau tetap ingin tinggal dirumah peninggalan almh. Kakek Gua. Dan siapa yang menemani beliau " Mba Laras alias Ibu Gua lah yang tinggal bersama Nenek.
Om dan Tante Gua masih stay di Bandung. Anak-anaknya sudah remaja. Alhamdulillah mereka semua sehat dan tentu saja kami masih sering berkomunikasi.
=== Oke, cukup ya " Udahkan " Hah " Apa " Masih ada " Siapa " Oooh... Ya ya ya... Tar sebentar Gua capek ngetik. Istirahat dulu boleh lah yak...
Apa " Kentang " Apanya "
Luna " Mba Yu " Helen " Nona Ukhti " Oooh... Mending spekulasi aja lagi diantara mereka Gais... HA HA HA HA HA HA HA HA...
ich danke dir sehr Quote:
Terimakasih banyak untuk waktu kalian yang sudah menyempatkan membaca cerita ini, semoga sedikit hikmah bisa diambil dalam cerita L.i.E ini. Bukan bermaksud untuk menggiring opini bahkan pandangan agar membuat kalian berfikir negatif, tapi aku pribadi berharap apa yang sudah dilalui oleh suamiku bisa dijadikan pelajaran bahwa hidup dan takdir setiap manusia telah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Kuatkanlah dan tabahlah dalam menjalani setiap cobaan dan ujian dari Tuhan. Karena apapun jalan yang kita tempuh adalah yang terbaik, Tuhan tidak akan membiarkan hamba-Nya dirundung kesedihan selama kita selalu mengingat-Nya. Tetap berpegang teguh pada Firman- Nya.
Akhir kata terimakasih sekali lagi, dan sampai bertemu lagi di Thread : Sonne Mond und Stern
(Matahari Rembulan dan Bintang).
Salam hangat, Bunbun.orenz.
Para Ksatria Penjaga Majapahit 3 Crazy Karya Unknown Pedang Golok Yang Menggetarkan 4
^