Pencarian

Bunga Di Batu Karang 36

Bunga Di Batu Karang Karya Sh Mintardja Bagian 36


dengan Pangeran Yudakusuma kepada ayahandanya, maka terdengar derap beberapa ekor kuda me masuki hala man. "Ayahanda" berkata Raden Ayu Galihwarit "agaknya Pangeran Yudakusuma sudah datang, apakah aku dapat me mpersilahkannya" "Persilahkan mereka masuk ke ruang belakang" Lalu katanya kepada Rara Warih "Warih, kau di sini. Duduk di sampingku" Rara Warihpun ke mudian duduk di sa mping Pangeran Sindurata. Wajahnya pucat dan tubuhnya gemetar, la me mang benar-benar menjadi ketakutan. "Warih" desis ibunya "Kau harus berbuat sebaik-baiknya. Sebagaimana para pe layan di istana inipun harus berbuat demikian untuk kesela matan kita se muanya" Warih mengangguk kecil. Na mun jantungnya terasa berdegup sema kin keras oleh kecemasan, ketakutan dan berbagai perasaan yang bercampur baur. Dala m pada itu, seorang pelayan telah me mberitahukan, bahwa ada beberapa orang prajurit di halaman depan. Karena itulah, maka Raden Ayu Galihwaritpun segera berlari-lari ke halaman depan lewat longkangan sa mping. Demikian Raden Ayu itu muncul dari seketheng, maka dilihatnya Pangeran Yudakusuma, diiringi oleh beberapa orang perwira dan prajurit pengawal dari pasukan berkuda. "Silahkan Pangeran" Raden Ayu itu me mpersilahkan. "Aku sendiri telah me merlukan datang untuk me lihat keadaan" sahut Pangeran Yudakusuma. Lalu "Se mula aku ingin me merintahkan beberapa orang Senapati untuk melihat apa yang terjadi. Tetapi ternyata aku menganggap ke mudian bahwa persoalannya benar-benar gawat. Pangeran Yudakusuma berhenti sejenak, lalu "Dimana Pangeran Sindurata"
"Ayahanda berada di belakang. Ayahanda masih menggengga m tombaknya yang masih berbau darah. Aku agak takut mendekatinya, karena kemarahan ayah sebagian juga tertuju kepadaku" jawab Raden Ayu. "Aku dapat mengerti, kenapa ke marahan Pangeran Sindurata sebagian juga tertuju kepadamu" sahut Pangeran Yudakusuma "antarkan aku kepada Pangeran Sindurata" Raden Ayu Galihwaritpun ke mudian me mpersilahkan Pangeran Yudakusuma dan beberapa orang Senapati dan pengawalnya untuk pergi ke ruang be lakang, sementara dua orang masih tetap berada di hala man depan. Demikian mereka berdiri di depan pintu ruang bela kang, mereka me lihat Pangeran Sindurata yang duduk di sebelah Rara Warih. Ditangan Pangeran tua itu masih tergenggam sebatang tombak pusakanya. "Pamanda Yudakusuma. Pangeran Sindurata" desis Pangeran
Pangeran Sindurata bangkit dari duduknya. Dia matinya Pangeran Yudakusuma sejenak. Ke mudian katanya "Marilah anakmas Yuda kusuma. Apakah anakmas datang bersama kumpeni?" "Tida k pa manda" jawab Pangeran Yudakusuma yang me lihat ketegangan di wajah Pangeran Sindurata. Apalagi ketika ia melihat tombak Pangeran tua itu menjadi condong "Ka mi datang tanpa seorang kumpenipun" berkata Pangeran Yudakusuma "Raden Ayu Galihwarit telah me laporkan kepadaku, apa yang telah terjadi di istana ini. Karena itu, aku datang untuk me lihat sendiri" "Aku me mbunuh dua orang kumpeni" jawab Pangeran Sindurata "Mereka menjadi gila me lihat cucuku. Aku tidak peduli. Aku harus me lindunginya. Aku tidak pernah menca mpuri urusan kumpeni jika ia berhubungan dengan
Galihwarit. Biarlah yang sudah lepas dari tangan tidak akan ke mbali dala m pegangan. Tetapi t idak dengan cucuku. Ia seorang gadis yang baik. Ia bukan seperti ibunya. Aku sudah kehilangan anak pere mpuanku tenggela m dala m kebinalannya. kehilangan cucu la ki-lakiku yang mati, dan sekarang aku tidak mau kehilangan cucu pere mpuanku yang tinggal satu-satunya harapan dari keturunan ke luarga yang rusak, Ranakusuma " Pangeran Yudakusuma mengangguk-angguk. Meskipun Pangeran Sindurata sudah tua. tetapi matanya masih tetap me mancarkan darah kejantanannya. Apalagi Pangeran Yudakusuma tahu benar, bahwa Pangeran Sindurata me mpunyai semaca m penyakit yang sudah la ma diderita. Cepat marah dan kurang menguasai diri. "Pamanda " berkata Pangeran Yudakusuma ke mudian "Apakah aku diperkenankan melihat, dimana kedua orang kumpeni yang terbunuh itu?" "Mereka ada di longkangan belakang" jawab Pangeran Sindurata. Pangeran Yudakusumapun ke mudian melangkah diikuti oleh pengawal-pengawalnya menuju ke pintu yang menghadap ke longkangan belakang. De mikian mereka sampai ke pintu, maka mereka sudah melihat dua orang perwira kumpeni terkapar di tanah. Yang seorang bersenjata pedang yang lain bersenjata api berlaras pendek. Pangeran Yudakusumapun ke mudian mendekati kedua sosok mayat itu. Yang seorang perutnya koyak oleh ujung tombak, sedangkan yang lain terbunuh oleh pisau-pisau kecil yang tertancap di tubuhnya. Tanpa bertanya, Pangeran Yudakusuma telah me mbuat uraian sendiri terhadap peristiwa itu. Pangeran Sindurata telah bertempur dengan kumpeni yang bersenjata pedang itu dan me mbunuhnya. Sementara kumpeni yang lain, de mikian
keluar dari pintu dengan senjata api di tangan, beberapa pisau kecil telah menya mbarnya. "Senjata api ini sudah me ledak" berkata seorang Senapati yang melihat senjata api itu. "Tetapi tida k Yudakusuma. mengena i sasaran" sahut Pangeran
Dala m pada itu, Pangeran Sindurakapun turun pula kelengkungan itu. Tombaknya masih se lalu dibawanya. Dengan nada datar ia berkata "Aku merobek perutnya dengan tombakku ini" Pangeran Yudakusuma mengenalinya dari lukanya" mengangguk. Jawabnya "Aku
"Ya. Dan sekarang, apakah yang akan anakmas Pangeran lakukan?" bertanya Pangeran Sindurata. Pangeran Yudakusuma menarik nafas dalam-da la m. Dengan kerut di keningnya ia bertanya "Jadi yang terjadi seperti apa yang sudah pa manda ceriterakan?" "Apakah kau tida k percaya?" justru Pangeran Sindurata itupun bertanya pula. "Bukan maksudku tidak percaya. Aku menegaskan" sahut Pangeran Yudakusuma. hanya ingin
"Ya. Demikianlah yang terjadi. Aku tidak rela cucuku dinodai. Orang asing itu akan menghinakan setiap pere mpuan di Surakarta" geram Pangeran Sindurata "dan aku akan me mpertanggung-jawabkan apa yang terjadi kepada siapapun. Aku sudah tua. Jika a ku harus digantung di alunalun, maka aku akan menjadi la mbang kekerdilan sikap Surakarta, yang membiarkan dirinya sendiri di nodai oleh orang asing. Meskipun sebe lumnya aku berhubungan ba ik dengan kumpeni, dan yang karena itu pula aku tidak menga mbil sikap tegas terhadap anak perempuanku, na mun
aku masih tetap mempunyai harga diri sebagai seorang bangsawan di Surakarta" Pangeran Yudakusuma mengangguk-angguk. Sementara itu, beberapa orang Senapati menjadi kagum melihat bekas tangan Pangeran Sindurata. Meskipun Pangeran itu sudah tua, tetapi bekas arena pertempuran, tubuh kumpeni yang terkoyak oleh ujung tombak maupun pisau-pisau yang me mbunuh kumpeni yang lain, menunjukkan betapa tinggi ilmu Pangeran itu. Apalagi di masa mudanya. Tetapi setiap orangpun tahu, bahwa Pangeran Sindurata me mang bekas seorang prajurit. Dala m pada itu, maka Pangeran Yudakusumapun ke mudian berkata kepada seorang Senapatinya "Beritahukan ke matian kedua orang kumpeni ini kepada atasannya di Loji. Berikan alasannya kenapa hal ini terjadi. Dan katakan bahwa aku sudah berada di sini" Senapati yang mendapat tugas itupun segera meningga lkan halaman istana Pangeran Sindurata bersama seorang pengawalnya. Ketika ia sampai di loji, ia diterima oleh seorang perwira kumpeni yang sudah mula i ditumbuhi uban di kepalanya. Tetapi perwira itu masih na mpak kokoh dan kuat. "Mayor Bilman" berkata Senapati itu "aku ditugaskan oleh Pangeran Yudakusuma untuk menya mpaikan satu berita yang penting bagi Mayor" Mayor Bilman mengerutkan keningnya. Kemudian iapun bertanya "Berita apa?" Senapati itupun ke mudian menceriterakan apa yang telah terjadi di hala man rumah Pangeran Sindurata. Mayor itu terkejut. Wajahnya menjadi merah. Dengan suara gagap ia bertanya "Jadi kedua orang perwira ku itu terbunuh?"
"Ya Mayor. Tetapi sebagaimana aku katakan, ada alasan yang kuat kenapa Pangeran tua yang pemarah itu me mbunuh kedua perwira kumpeni itu" jawab Senapati itu. Bilman mengangguk-angguk. Na mun ke mudian katanya "Coba ulangi, yang kau maksud dengan perempuan itu, Raden Galihwarit atau anak gadisnya?" "Anak gadisnya, Mayor. Pangeran Sindurata tidak akan me mpedulikan seandainya kumpeni itu akan berbuat apa saja terhadap Raden Ayu Galihwarit. Raden Ayu itu sudah dianggap hilang oleh ayahandanya. Tetapi kumpeni itu akan menodai anak gadis Raden Ayu itu. Cucu Pangeran Sindurata yang sangat dicintainya, yang bagi Pangeran itu merupa kan ganti dari anak pere mpuannya yang sudah dianggapnya hilang itu" Mayor Bilma n menggera m. Ke mudian dipanggilnya dua orang perwira bawahannya dan diberitahu apa yang telan terjadi. "Gila" salah seorang perwira itu mengumpat "orang itu harus dihukum" "Tunggu" potong Mayor Bilman "Kita harus melihat perkaranya. Aku juga tidak senang me lihat pe mbunuhan itu, tetapi aku juga tidak senang melihat watak prajurit kumpeni yang buas dan liar seperti itu. Aku tidak pernah berkeberatan, dan bahkan aku sendiri me lakukan hubungan dengan perempuan pribumi, tetapi pada batas-batas tertentu. Sikap yang liar dan buas, akan dapat merusak hubungan kita dengan para Senapati di Surakarta" "Tetapi apakah Mayor percaya begitu saja terhadap laporan ini?" bertanya salah seorang dari kedua perwira bawahannya itu. "Aku akan melihat apa yang terjadi. Pangeran Yudakusuma juga sudah berada di sana" berkata Bilman.
Kedua perwira itupun telah diperintahkan menyiapkan sekelompok kumpeni untuk mengikutinya ke istana Pangeran Sindurata untuk melihat apa yang terjadi. Dengan melihat sendiri peristiwa itu, maka kumpeni akan mendapat gambaran yang jelas, apakah yang sebenarnya sudah terjadi. Demikianlah, maka sejenak ke mudian Mayor Bilman bersama Senapati utusan Pangeran Yudakusuma itupun segera berangkat menuju istana Pangeran Sindurata bersama beberapa orang yang lain. Para perwira kumpeni itu ternyata. me mpunyai tanggapan yang berbeda atas laporan Senapati Surakarta itu. Ada di antara mereka yang percaya. Ada yang tidak percaya. Ada yang dengan serta merta mendenda m kepada Pangeran Sindurata karena Pangeran itu telah me mbunuh kawannya. Tetapi ada juga yang menyesal, bahwa orang kulit putih yang menganggap dirinya me mpunyai tataran peradaban yang lebih tinggi itu telah menodai namanya sendiri. Ketika mereka sampai di istana Pangeran Sindurata, maka merekapun segera dibawa ke longkangan be lakang. Di longkangan belakang mereka bertemu dengan Pangeran Yudakusuma dan beberapa orang Senapati. Se mentara itu Pangeran Sindurata masih menggengga m tombak di tangannya. "Sela mat bertemu Pangeran" Mayor Bilman mengangguk hormat. Pangeran Sindurata juga mengangguk Tetapi ia tidak menjawab. Namun dala m pada itu, Mayor Bilman itu berkata "Tetapi sebaiknya Pangeran meletakkan tombak itu. Kita akan berbicara dengan baik. Aku kira setiap persoalan akan dapat dipecahkan" "Aku menggengga m tomba kku sendiri" jawab Pangeran Sindurata.
Mayor Bilman menarik mafas dalam-dala m. Ketika seorang kumpeni berbisik di telinganya Mayor Bilman menggeleng. Bahkan Mayor Bilman itu berkata "Aku ingin mendengar pendapat Pangeran Yudakusuma" Pangeran Yudakusumapun ke mudian mengatakan apa yang didengarnya tentang peristiwa itu dan bahkan ia sudah mengatakan, ke mungkinan yang terjadi sehingga kedua orang kumpeni itu terbunuh" "Aku tidak percaya" potong seorang perwira kumpeni "Pangeran itu terlalu tua untuk me mbunuhnya. Ia adalah orang yang baru di Surakarta. Menurut pendengaran ka mi, perwira itu me miliki ilmu pedang yang sulit dicari bandingnya" Belum lagi Pangeran Yudakusuma menyahut. Pangeran Sindurata bergeser maju sambil me mbentak "Siapa yang tidak percaya. Aku masih sanggup merobek perutnya jika ia berbuat seperti kumpeni itu" "Sudahlah" potong Mayor Bilman. Ia ternyata cukup bijaksana. Dari mata para Senapati prajurit Surakarta, ia dapat me mbaca, bahwa sikap kumpeni yang terbunuh itu me mang sangat mereka sesalkan. Bahkan na mpak ke marahan yang me mbayang di wajah para Senapati itu. Dala m pada itu keteganganpun telah mencengka m longkangan be lakang istana Pangeran Sindurata itu. Beberapa orang perwira kumpeni merasa tersinggung karena dua orang kawannya telah terbunuh. Sementara beberapa orang Senapati di Surakartapun merasa tersinggung, bahwa kumpeni itu ingin mence markan kehormatan seorang gadis bangsawan Surakarta. Namun dala m pada itu, ha mpir setiap orang menganggap bahwa kesalahan yang paling mendasar adalah kesalahan Raden Ayu Galihwarit sendiri. Meskipun demikian para Senapati di Surakarta menganggap bahwa yang dilakukan oleh Pangeran Sindurata itu dapat di
mengerti. Apalagi mereka mengena l sifat Pangeran Sindurata yang garang, cepat marah dan kurang pertimbangan. Dala m pada itu. Mayor Bilmanpun ke mudian berkata kepada Pangeran Sindurata "Pangeran, apakah aku diperkenankan bertemu dengan Raden Ayu Galihwarit. Bukankah Raden Ayu itu yang melaporkannya kepada Pangeran Yudakusuma?" Pangeran Sindurata termangu-mangu sejenak. Na mun ke mudian katanya "Bertanyalah kepadanya. Ia menunggui anak gadisnya atau barangkali me mbawa anak gadisnya ke dalam biliknya" "Biarlah aku mene muinya di ruang be lakang. Tidak di sini" berkata Mayor Bilman. Mayor Bilmanpun ke mudian masuk ke ruang belakang. Sejenak ia termangu-mangu. Tidak seorangpun yang nampak berada di ruang belakang. Agaknya Raden Ayu Galihwarit telah masuk ke ruang dala m. Namun dala m pada itu, ternyata Mayor Bilman me lihat seorang pelayan istana itu yang termangu-mangu. Karena itu, maka iapun mendekatinya dan minta agar disampaikan kepada Raden Ayu Galihwarit, bahwa ia ingin berte mu. Ketika Raden Ayu keluar ke ruang be lakang, dan dilihatnya Mayor Bilman berdiri di pintu menunggunya, maka iapun berdesis "Mayor?" "O" desis Mayor Bilman "Aku ingin bertemu dengan Raden Ayu" "Untuk apa?" bertanya Raden Ayu. "Bukankah Raden Ayu melihat peristiwa ini sejak awa l. Maksudku sejak kedua orang perwiraku itu datang, Raden Ayulah yang menerima nya?"
"Ya Mayor. Akulah yang menerima mereka" Raden Ayu itu berhenti sejenak. Dari pintu belakang ia melihat beberapa orang Senapati dan perwira kumpeni yang termangu mangu. "Bawa Raden Ayu Itu kemari" berkata seorang perwira kumpeni "Kita dapat mendengar keterangannya dengan jelas" "Aku takut melihat sosok mayat di longkangan itu" jawab Raden Ayu lantang "Baiklah" berkata Mayor Bilman "Aku mendengar dari Pangeran Yudakusuma dan Pangeran Sindurata apa yang terjadi. Kedua orang kumpeni itu ingin merusak kehormatan anak gadis Raden Ayu" Raden Ayu itu bergeser sedikit Namun tiba-tiba ia menjawab perlahan "Benar Mayor. Perwiramu, orang baru itu, menjadi gila ketika ia me lihat anak gadisku. Kawannya telah me mbantunya sehingga ana k gadisku menjerit-jerit. Suaranya telah me manggil ayahanda Pangeran Sindurata" "Hanya itu?" bertanya Mayor Bilman. Raden Ayu itu telah bergeser semakin de kat. Tiba-tiba saja ia tersenyum. Katanya "Mayor tahu. Perwiramu yang seorang, bukan yang baru itu. telah gila terhadapku. Ia selalu menganca m jika aku berhubungan dengan Mayor. Bahkan ia pernah mengatakan kepadaku, bahwa Mayor Bilman akan dipindah dari Surakarta. Apa benar begitu?" "Tida k. Itu bohong" Jawab Mayor Bilma n. "Nah, agaknya iri hatinya itulah yang telah mendorongnya me mbantu kawannya melakukan pelanggaran kehormatan terhadap anakku. Untunglah bahwa Hal itu tidak pernah dapat dilakukan" Raden Ayu itu berhenti sebentar, lalu "tetapi sebenarnyalah aku takut kepada perwiramu itu. Ia pernah menganca m, jika aku masih tetap berhubungan dengan Mayor, ia akan me mbunuhku atau me mbunuh Mayor jika Mayor tidak jadi dipindah"
"Gila. Aku memang sudah tahu, bahwa ia berusaha berhubungan rapat dengan Raden Ayu dan berusaha menggeser aku dari sisi Raden Ayu. Tetapi aku tidak menyangka bahwa ia teramat licik seperti itu" geram Mayor Bilman. Lalu "Jika de mikian, ma ka biarlah ia mati" "Terserah kepada sikap Mayor" berkata Raden Ayu "Tetapi jika Mayor bertanya kepadaku, kecuali karena sikap keduanya yang telah berusaha menodai anak gadisku yang berarti menyakit i hati setiap pere mpuan di Sura karta, sebenarnyalah aku takut kepadanya" Mayor itu mengangguk-angguk. Kemudian iapun berkata "Cukup Raden Ayu. Aku harus segera menga mbil keputusan yang paling baik bagi Surakarta" Mayor itupun ke mudian meninggalkan Raden Ayu di ruang belakang. Dengan wajah yang berkerut ia turun ke longkangan belakang. Pangeran Yudakusuma menunggunya dengan tegang, sementara orang-orang lainpun masih berdiri di te mpatnya masing-masing. "Tida k ada selisih sera mbutpun dengan apa yang dikatakan oleh Pangeran Yudakusuma. Aku sudah mendengar dari Raden Ayu itu sendiri, yang menceriterakan peristiwa itu sejak awal" berkata Mayor Bilman. "Apa kesimpulanmu?" desis Pangeran Yudakusuma. "Aku tidak dapat menyalahkan Pangeran Sindurata" jawab Mayor itu "peristiwa yang terjadi memang sangat menyinggung perasaan seisi istana ini" "Dan Mayor percaya begitu saja?" bertanya seorang perwira. "Aku sudah menjajagi dari segala sudut" jawab Mayor Bilman "dan seharusnya kalian tahu sifat kawanmu yang terbunuh itu. Baru beberapa waktu ia berada di Sura karta, Dan apakah yang sudah dilakukan di sini" Ia sudah pernah
mendapat peringatan dala m persoalan yang hampir serupa" Mayor Bilman itu berhenti sejenak, lalu "Tetap ada persoalan yang lebih penting yang harus kita sadari. Aku akan berbicara setelah kita ke mba li" Para perwira kumpeni itu sebagian masih saja tidak puas. Tetapi sebagian yang lain sependapat dengan Mayor Bilman. Perbuatan itu akan dapat merusak na ma baik seluruh prajurit yang berada di dala m lingkungan kumpeni di Surakarta. Dala m pada itu, ketika mereka telah me mperhatikan letak dan keadaan kedua sosok mayat itu, ma ka Mayor, Bilmanpun ke mudian me merintahkan para pengawalnya untuk me mbawanya ke loji untuk diselenggarakan sebagaimana seharusnya. Di loji, Mayor Bilman telah mengumpulkan orang-orangnya, para perwira, terutama mereka yang langsung me mimpin pasukan. Mayor itu memberikan penjelasan seperlunya. Persoalan yang menyangkut lugas mereka yang lebih besar. Bukan se kedar persoalan pribadi. "Tetapi kita juga me mpunyai harga diri" desis seorang perwira kumpeni. "Jadi apa yang harus kita lakukan?" Mayor. Bilman ganti bertanya "menangkap Pangeran Sindurata dan mengadilinya" Tetapi dengan de mikian kita akan berhadapan dengan sikap para Senapati di Surakarta termasuk Pangeran Yuda kusuma. Panglima pasukan yang sudah ditunjuk oleh Kangjeng Susuhunan untuk menghadapi Pangeran Mangkubumi?" "Tetapi apakah itu berarti bahwa kita akan me mbiarkan diri kita dihina kan di sini?" bertanya perwira yang lain. 0dw0
s.h. mintardja Bunga Diatas Batu Karang Dicetak dan diterbitkan oleh: Badan Penerbit "Kedaulatan Rakyat" Yogyakarta 1980 jilid duapuluh tujuh cetakan pertama hak cipta dilindungi oleh undangrundang Katakanlah, dengan duka dan keluh kesah, barangkali langit mendung dan halilintar menggelepar, dibibir kota yang pengab oleh gelisah, Yang asing, yang datang dengan sepatu tak dilepas Bertongkat tebu berwarna kela m Ini dadaku, biar koyak oleh peluru. Ini darahku, yang me mbasahi tanah ibuku. Ini nyawaku, yang rangkap beratus ribu. Penulis. Bunga Diatas Batu Karang gambar kulit illustrasi drs. herry wibowo Kenangan atas bapa tercinta bingkisan untuk ibu, isteri, anakanakku serta ke luarga tersayang
Karya SH MINTARDJA Bunga Di Batu Karang Editor : Dino Jilid 27 " SIAPAKAH sebenarnya yang telah bersalah dalam hal ini " Siapa yang telah memancing persoalan ?" bertanya Mayor Bilman ke mudian "aku akan menga mbil tinda kan yang pantas terhadap siapa saja yang menghinakan kita. Tetapi aku tidak dapat berbuat apa-apa untuk me mbela orang yang justru mence markan na ma kita di kalangan para bangsawan di Surakarta." Mayor Bilman berhenti sejenak, la lu "Aku adalah komandan pasukan khusus yang dite mpatkan dii Sura karta. Tetapi akupun akan berbicara dengan perwira-perwira yang lain yang menangani masalah yang berhubungan dengan pemerintahan. Bagaimana pendapat mereka. Apakah sebaiknya yang aku lakukan," Dala m pada itu, ketika Mayor Bilman bersiap untuk mene mui perwira-perwira yang lain, maka Pangeran Yudakusuma pun telah siap meninggalkan istana Pangeran Sindurata. Ketika Pangeran itu akan me loncat kepunggung kudanya, ia masih sempat berpesan kepada Pangeran Sindurata "Pa man, persoalan ini untuk sementara dapat kita anggap selesai. Tetapi aku mohon pamanda juga menjaga diri." "Aku bersiap menghadapi apapun juga " jawab Pangeran Sindurata "aku tidak mau noda yang sudah me lekat di rumah ini akan bertambah-ta mbah parah. Aku tidak mau kehilangan Rara Warih." "Aku mengerti pa manda" jawab Pangeran Yudakusuma "mudah-mudahan persoalan ini tidak akan berke mbang. Atau terjadi bahwa satu dua orang kawan kumpeni yang mati itu akan menga mbil sikap sendiri-sendiri." "Aku akan melayani, apa saja yang akan mereka la kukan," jawab Pangeran Sindurata, Pangeran Yudakusumapun mengangguk-angguk. Kemudian iapun minta diri bersama para Senapati dan pengawalnya.
Namun sebenarnyalah Pangeran Yudakusuma dipengaruhi oleh peristiwa yang baru saja terjadi itu.
masih Bahkan Pangeran Yudakusuma masih bimbang, apakah benar kumpeni menganggap bahwa persoalannya me mang sudah selesai. Na mun de mikian ia berkata didala m hatinya "Betapapun juga besar jasa orang-orang asing itu, tetapi sudah tentu ka mi, orang-orang Surakarta tidak a kan dapat me mbiarkan mere ka menodai gadis-gadis ka mi." Karena itulah, maka Pangeran Yudakusumapun telah menga mbil satu sikap yang pasti menghadapi masalah yang mungkin masih akan berke mbang itu. Dala m pada itu, sepeninggal Pangeran Yudakusuma, maka Pangeran Sindurata itupun menyandarkan tombaknya pada dinding serambi. Dengan le mahnya 'ia terduduk disebuah amben ba mbu. Ketegangan yang me muncak telah me mbuat kepalanya bagaikan dihimpit oleh Gunung Lawu. Dala m pada itu, Raden Ayu Galihwaritpun bergegas mendapatkannya. Sambil berjongkok dihadapannya Raden Ayu itu berkata tersendat-sendat "Aku mengucapkan terima kasih ayahanda. Semuanya berlangsung sebagaimana kita harapkan. Mudah-mudahan Mayor itu menganggap bahwa persoalan ini sebanannyalah telah selesai." "Pakaianku telah basah Ga lihwarit. Karena itu, aku akan menyeberang terus apapun yang akan terjadi. Tenangkan hati anakmu. Ia tentu mengala mi ketegangan yang sangat oleh peristiwa ini." sahut Pangeran Sindurata. Raden Ayu Galihwarit mencium tangan ayahandanya. Kemudian iapun bangkit masuk keda la m untuk menjumpai anak gadisnya yang ke mudian berada didala m biliknya. Seperti yang dikatakan oleh Pangeran Sindurata, maka Rara Warih benar-benar dicengkam oleh ketegangan yang sangat. Bahkan ke mudia m ternyata pada hari itu, Rara Warih sa ma seka li tidak mau makan. Kecua li ia sa ma se kali tidak menjadi lapar, na mun
ke matian yang terjadi di longkangan belakang istananya itu me mbuatnya serasa sangat mua l. "Sudahlah" berkata Raden Ayu Galihwarit "beristirahatlah. Aku yakin bahwa Mayor itu tidak akan berbuat apa-apa untuk selanjutnya. Bahkan ia tentu akan me mbuat peraturan yang lebih ketat bagi anak buahnya sehingga dengan demikian, maka gadis-gadis Surakarta akan menjadi lebih a man." Warih me mandang ibundanya sejenak. Terkilas didala m angan-angannya, bahwa jika gadis-gadis Surakarta menjadi semakin aman, bagaimana dengan mereka yang dengan sengaja me mbiarkan diri mereka sendiri dihinakan kehormatannya. Diluar sadarnya, terasa titik-titik air dipe lupuk mata gadis itupun me leleh kepipinya. "Sudahlah" desis Raden Ayu Galihwarit "jangan me mikirkan .peristiwa itu lagi. Jika kau dapat tidur, tidurlah. Kau akan mendapatkan ketenangan." Tetapi bagaimana mungkin Rara Warih akan dapat tidur. Ia me mang akan me njadi tenang jika ia dapat tidur barang sejenak. Tetapi kegelisahannya itulah yang me mbuatnya tidak akan dapat tidur sa ma se kali1. Meskipun de mikian Rara Warih itupun me ncoba berbaring di pe mbaringannya Na mun dengan de mikian justru angan angannyalah yang menerawang kedunia angan-angannya. Rara Warih kadang-kadang me mang tidur disiang hari. Tetapi justru kekalutan hatinya me mbuatnya sama sekali tidak dapat me meja mkan matanya. Bahkan iapun ke mudian teringat kepada Buntal dan Arum yang dengan tergesa-gesa meninggalkan istana itu. "Mudah-mudahan mere ka sela mat" berkata Rara Warih didala m hatinya.
Dala m pada itu, sebenarnyalah Buntal dan Arum telah mende kati padukuhannya di Gebang. Memang tidak ada rintangan apapun di perjalanan. Ketika mere ka bertemu dengan orang-orang yang mencurigakan, ternyata orangorang itu tida k berbuat apa-apa. "Aku kira mereka akan menya mun seperti yang pernah aku alami" berkata Arum. "Mungkin mereka bukan penyamun, tetapi mereka adalah orang-orang yang dipasang oleh prajurit Surakarta sebagai petugas sandi." jawab Buntal "karena itu mereka hanya mengawasi saja orang-orang yang lewat tanpa berbuat apaapa." Arum mengangguk-angguk. Jika benar yang dikatakan oleh Buntal, ia berharap bahwa orang itu tidak mencurigainya. Demikianlah, maka ketika mere ka sa mpai dite mpat, maka meretoapun segera menceriterakan apa yang terjadi kepada Kiai Danatirta. Sejak awal sa mpai a khir. Kiai Danatirta menarik nafas dala m-dala m. Na mun katanya ke mudian "Tuhan masih me lindungi ka lian. Bersukur-lah. Tetapi untuk selanjutnya kalian harus menjadi sangat ber hatihati untuk berhubungan dengan Raden Ayu Galihwarit." "Dima na kakang Juwiring " "bertanya Arum. "Ia sedang berada diantara para prajurit yang telah menyatakan diri berpiha k kepada Pangeran Mangkubumi. Pangeran Mangkubumi dengan resmi a kan me mbentuk pasukan berkuda seperti yang pernah kau dengar sebelumnya." "Hanya sekedar meresmikan. Pasukan itu sebelumnya me mang sudah ada" berkata Buntal. La lu "baiklah a ku akan mene muinya dan bersa ma-sa ma menghadap Ki Wandawa." "Aku akan bersama mu" berkata Arum.
Kedua anak muda itupun ke mudian mencari Juwiring. Ternyata pembicaraan mengenai diresmikannya satu pasukan berkuda telah selesai. Dalam waktu dekat pasukan itu akan disusun dan diresmikan, sebagai satu perkembangan dari kelompok-kelompok laskar berkuda yang me mang sudah ada. Karena itu, maka Buntal dan Arumpun ke mudian dapat mene muinya dan menceriterakan apa yang telah terjadi di istana Pangeran Sindurata, "Gila" geramnya "jadi kumpeni itu telah berusaha menodai kehormatan diajeng Warih?" "Ya" jawab Buntal. Juwiring menggeretakkan giginya. Kemudian katanya "Untunglah bahwa ka lian sedang berada di tempat itu dan berhasil menggagalkannya." "Meskipun de mikian, kami tidak mengetahui apakah yang terjadi ke mudian. Apakah kumpeni akan menga mbil langkahlangkah tertentu karena dua orang kawannya telah terbunuh."sahut Buntal. Raden Juwiring menjadi gelisah. Mungkin kumpeni akan menga mbil satu sikap yang keras. "Mudah-mudahan rencana Raden Ayu dapat berhasil" berkata Buntal ke mudian "Pangeran Sindurata telah menyatakan kesediaannya untuk menga mbil alih persoalan ini. Pangeran itulah yang akan bertanggung jawab seolah-olah Pangeran Sinduratalah yang telah me lakukannya."
Juwiring menarik nafas dala m-dala m. Guma mnya "Sebenarnya Pangeran Sindurata telah terlalu tua untuk me libatkan diri dala m persoalan ini. Tetapi bahwa ia bersedia me lindungi kalian adalah satu hal yang mendebarkan. Satu perkembangan sikap yang sebelumnya tidak pernah dapat dibayangkan. Namun aku tidak dapat me mbayangkan, bagaimana kah keadaannya jika penyakitnya itu sedang kambuh." Buntal dan Arum mengangguk-angguk. Se mentara itu Juwiringpun berkata "Kita akan menghadap Ki Wandawa." Ki Wandawa menggeleng-ge lengkan kepalanya ketika aa mendengar laporan tentang peristiwa itu. Iapun menjadi gelisah, bahwa persoalan itu akan dapat berke mbang sehingga Raden Ayu Galihwarit a kan mengala mi kesulitan. "Aku akan me merintahkan petugas sandi untuk menga mati. Mungkin akan dapat di ambil kesimpulan dari keadaan istana itu yang dapat dilihat dari luar. Adalah berbahaya jika salah seorang dari kalian akan langsung me masuki istana itu. Mungkin kumpeni a kan me masang pengawas khusus yang akan dapat menjebak kalian yang me masuki regol dtu. Agakmya kumpeni akan dapat menga mbil cara yang paling le mbut, tetapi juga yang paling kasar untuk mengetahui apa yang telah terjadi." Juwiring, Buntal dan Arum me mang hanya dapat menunggu. Seperti yang dikatakan oleh Ki Wandawa, maka akan sangat berbahaya jika salah seorang dari mereka me masuki istana Pangeran Sindurata. Tetapi dala m pada itu, orang-orang yang ke mudian dikirim oleh Ki Wandawa tidak me lihat sesuatu yang la in pada istana itu. Mereka masih juga me lihat Raden Ayu Galihwarit keluar dari pintu regol istananya. Merekapun melihat Rara Warih yang sedang menyira m bunga di hala man depan. Dan merekapun dapat melihat Pangeran Sindurata yang sibuk dengan burung-burungnya.
Ketika hal itu dilaporkan kepada Raden Juwiring, maka anak muda itupun berguma m "Sokurlah. Ternyata bahwa mereka t idak me ngala mi bencana karena peristiwa itu." Meskipun demikian Ki Wandawa masih belum mengijinkan salah seorang dari ketiga anak muda itu untuk mengunjungi Raden Ayu Galihwarit. "Kumpeni dan para Senapati prajurit di Surakarta me mpunyai penciuman yang sangat tajam." berkata Ki Wandawa. "Namun bukankah sa mpa i saat ini keadaan keluarga itu masih utuh. Tetapi kita tidak tahu apakah yang ada di-dalam istana itu. Mungkin ada sekelompok petugas sandi yang dipasang kumpeni, atau bahkan prajurit dengan senjata yang siap untuk menangkap orang-orang yang mereka curigai." Juwiring dan adik-adik seperguruannya itu menganggukangguk. Merekapun menyadari bahaya yang tersembunyi didalam istana itu, karena sulit untuk me lihat keadaan langsung dibalik dinding. Namun dala m pada itu, hubungan Raden Ayu Galihwarit dengan para perwirapun masih saja berlangsung. Mayor Bilman merasa bahwa saingannya yang paling kasar dan bahkan menganca m a kan me mbunuhnya justru telah terbunuh. Meskipun perwira yang terbunuh itu pangkatnya masih dua lapis di bawahnya, namun seperti yang dikatakan oleh Raden Ayu Galihwarit, bahwa perwira itu akan dapat me mbunuhnya. Sejalan dengan itu, keprihatinan Rara Warihpun masih tetap membuat hatinya setiap kali terasa pedih. Tetapi ia tidak dapat berbuat sesuatu. Apalagi ia menyadari, bahwa yang dilakukan oleh ibundanya itu telah me mberikan banyak sekali keuntungan bagi perjuangan Pangeran Mangkubumi. Dengan sikap dan tingkah lakunya. Raden Ayu Galihwarit telah dapat menyadap berbagai keterangan penting dari mulut kumpeni yang berbau minuman keras.
Tetapi sebagai seorang gadis, maka hidupnya benar-benar telah tersiksa. Namun dala m pada itu, yang tidak diketahui oleh Rara Warih, ibundanyapun telah dicengka m oleh satu perasaan ngeri jika ia mengingat ja lan hidup yang dite mpuhnya. Peristiwa yang terjadi dirumahnya merupakan satu peringatan yang paling 'berat baginya. Karena tingkah lakunya, maka orang menganggap, ia bertanggung jawab atas sikap kumpeni yang terbunuh itu terhadap anak gadisnya. Masih terngiang bahwa hampir setiap orang berkata kepadanya bahwa Rara Warih dianggap dapat diperlakukan apa saja seperti dirinya sendiri. Jika ibunya telah bersedia melakukan apa saja, bahkan menyerahkan harga dirinya, maka anaknyapun akan berbuat demikian pula. Anggapan itulah yang terasa sangat menyakitkan. Terkilas di hati Raden Ayu untuk menghentikan tingkah la kunya, justru karena iapun merasa menjadi se makin tua. Namun dala m keadaan yang semakin gawat ia merasa perlu untuk tetap mendengar rencana-rencana yang dibuat oleh kumpeni. Ketika ke matian dua orang kumpeni itu perlahan-lahan telah di lupakan, baik oleh para Senapati prajurit Sura karta, maupun kumpeni yang suasananya dengan sengaja telah dibuat oleh Mayor Bilman, maka mulailah kumpeni dan para prajurit Surakarta membuat rancangan-rancangan baru untuk menga mankan Surakarta dari para pe mberontak. Na mun disa mping rencana yang akan disusun itu, mereka masih saja selalu sibuk mencari siapakah sebenarnya yang pantas dicuriga i diantara mereka yang ikut duduk dala m meja perundingan dan perencanaan. Namun nampa knya segalanya masih serba gelap. Tidak ada seorangpun yang pantas untuk dicurigai berkhianat diantara mereka. Namun de mikian, Surakarta me mang t idak akan tinggal dia m. Sema kin la ma pengaruh Pangeran Mangkubumi terasa
menjadi se makin tersebar. Rencananya secara terpadu dengan gerakan Raden Mas Said me mbuat kumpeni se makin gelisah. "Kita harus menga mbil tindakan yang cepat dan tuntas" berkata seorang psrwira kumpeni "seba iknya kita menusuk langsung kejantung kekuatan Pangeran Mangkubumi. Pangeran itu telah menghina kita dengan menduduki kota ini selama setengah hari." Persoalan yang dilontarkannya itu ternyata mendapat tanggapan yang baik. Kumpeni berniat untuk langsung mengepung Gebang, tempat kedudukan induk pasukan Pangeran Mangkubumi. "Kita akan me nghubungi Pangeran Yuda kusuma" berkata perwira kumpeni itu. "Tetapi rahasia ini harus kita simpan sebaik-baiknya." Dala m pertemuan terbatas, maka mereka telah merencanakan untuk melakukan satu gerakan yang tiba-tiba. Gebang akan dikepung pada saat matahari terbit. Kemudian tempat itu akan dihancur lumatkan. "Kegagalan kita menghancurkan pasukan Raden Mas Said akan me njadi pengalaman" berkata perwira itu. Kemudian "Perencanaan yang lebih terperinci akan kita serahkan kepada Mayor Bilman. Ia akan me mbawa pasukan khususnya ke Gebang dan dengan tandas melumatkan pasukan pe mberontak itu."
"Jika de mikian, aku me merlukan kekuasaan yang lebih besar. Aku akan me mbicarakan dengan Pangeran Yudakusuma" berkata Mayor Bilma n. "Segalanya harus direncanakan sebaik-baiknya" jawab perwira kumpeni yang mence maskan tersebarnya pengaruh Pangeran Mangkubumi. Para perwira itupun ke mudian mengadakan perte muan dengan para Senapati di Surakarta yang dipimpin langsung oleh Pangeran Yudakusuma. Berbagai kemungkinan telah dibahas. Terutama ha mbatan yang mungkin terjadi. "Tida k ada yang mengetahuinya selain kita yang berada disini" berkata Mayor Bilman "segalanya akan terjadi dengan tiba-tiba. Kita tidak perlu mengadakan persiapan-persiapan seperti pada saat kita akan mengepung kedudukan Raden Mas Said. Dengan de mikian ma ka petugas sandi mereka akan mengetahui, apa yang akan kita lakukan. Berdasarkan atas perhitungan dan pertimbangan yang cermat, mereka ternyata ma mpu menduga, ke mana kita akan pergi." "Mungkin" jawab Pangeran Yudakusuma "tetapi mungkin pula, semakin banyak orang yang mengetahui rencana kita, maka diantara mereka adalah penghianat. Karena itu, maka dalam pertemuan yang terbatas ini kita dapat me mperkecil ke mungkinan itu. Aku yakin, tidak ada pengkhianat diantara kita sekarang ini." "Bagus" sahut Mayor Bilman "kita akan menjatuhkan perintah untuk dilaksanakan pada hari itu juga. Tidak ada kesempatan untuk menya mpaikan berita itu seandainya diantara para prajurit terdapat penghianat. Tetapi Pangeran Yudakusuma me mang ingin berhati-hati. Dala mi gerakan yang besar, Surakarta telah pernah gagal sampai dua kali. Yang perta ma mereka gagal me nghancurkan pasukan Pangeran Mangkubumi yang sebagian besar karena pengkhianatan dari da la m pasukannya sendiri. Pangeran Ra-
nakusuma telah menyerang pasukan Surakarta dari sayap pasukan itu sendiri. Kemudian kegagalan pasukan Surakarta menghancurkan pasukan Raden Mas Said. Bahkan .pasukannya menderita kerugian yang sangat besar, yang bersamaan dengan itu, justru pasukan Pangeran Mangkubumi telah menduduki kota. Karena itu, maka seperti yang dikatakan oleh Bilma n, maka persoalannya kemudian hanya diketahui oleh orang-orang yang, sangat terbatas. Pada saatnya perintah akan diberikan tanpa menyebut arah gerakan pasukan da la m keseluruhan. Baru kemudian pasukan itu akan mengerti dengan sendirinya setelah pasukan itu bergerak. Pada pertemuan berikutnya, Pangeran Yudakusuma dan Mayor Bilman telah menentukan wa ktunya, pula. Dua hari lagi mereka akan berangkat. Mereka akan meninggalkan Surakarta lewat senja, langsung mengepung Gebang. Mayor Bilman akan disertai dengan seorang kapten yang pilih tanding Yang dikenal diantara kumpeni sebagai seekor harimau salju yang nggegirisi. Kapten Kenop. Bahkan tersiar berita diantara kawan-kawannya, bahwa ketika kapalnya di sa modra di cegat oleh kapal bajak laut yang ditakuti, maka justru Kapten Kenoplah yang meloncat me masuki kapal bajak laut itu dan menghancurkan isinya. Demikianlah, para perwira kumpeni dan prajurit Surakarta yang sangat terbatas telah mengolah laporan-laporan dari para petugas sandi untuk mengetahui keadaan. Mereka me mpe lajari medan dan suasana tanpa minta keterangan khusus dari piha k manapun juga, agar rencana mereka tidak mere mbes sa mpa i ketelinga Pangeran Mangkubumi. Namun dala m pada itu. Mayor Bilman yang menganggap bahwa tugas mereka yang akan dilakukan itu merupakan tugas yang amat berat, maka ia masih juga menyisihkan kesempatan untuk me muaskan keinginannya. Pada malam sebelum pasukannya berangkat, Mayor itu telah tenggelam
dalam satu pesta yang mewah. Sementara itu, Mayor Bilman merasa tidak ada lagi perwira kumpeni yang dengan kasar telah mencoba menyainginya. Mayor itu tida k berkeberatan jika ada satu dua orang perwira yang juga bergaul rapat dengan Raden Ayu Galihwarit. Na mun t idak dengan sikap yang licik, dan bahkan berusaha untuk me mbunuhnya pula. Dala m pada itu, ketika mala m telah larut, ma ka Mayor Bilman sendiri telah mengantarkan Raden Ayu Galihwarit ke mbali ke istana Pangeran Sindurata. Tetapi dalam hal yang demikian, penggraita Raden Ayu Galihwarit yang tajam, telah mencium satu hal yang mendebarkan hati. Meskipun pesta yang demikian itu sering diadakan oleh kumpeni, namun dala m pesta yang mewah dan berlebih-lebihan, kadang-kadang dikandung satu isyarat akan ada tugas yang berat. Karena itu, ketika kereta itu me masuki hala man istana Pangeran Sindurata, Raden Ayu itu berkata "Besok aku akan datang ke loji Mayor." "Untuk apa?" Mayor Bilman. bertanya
"Kese mpatan kita hanya sedikit sekali mala m ini. Pesta itu sendiri terlalu la ma, sehingga yang dapat kita lakukan sama Sekali tidak menarik." berkata Raden Ayu Galihwarit. Mayor Bilman berpikir sejenak. Kemudian katanya "Besok pagi aku terlalu sibuk."
"Besok mala m maksudku" berkata Raden Ayu Galihwarit "tuan menje mput aku ke mari. Aku akan datang ke loji. Perwira yang kasar itu tida k akan mengganggu lagi" Tetapi Mayor Bilman menjadi gelisah. Katanya "Jangan. Kau tidak perlu datang ke loji." "Kenapa " Bukankah bukan untuk yang pertama kalinya aku datang ke loji " Apakah di dala m loji itu sudah terdapat perempuan-pere mpuan lain " Atau tuan telah memanggil isteri tuan dari negeri tuan ?" bertanya Raden Ayu. "Tida k. Tidak." jawab Mayor itu "t idak ada pere mpuan. Tidak ada isteri disini. Kau boleh datang ke loji seperti biasanya kau datang. Siang atau mala m. Tetapi jangan besok." Raden Ayu Galihwarit menjadi se makin tertarik kepada keterangan Mayor itu. Karena itu, meskipun kereta sudah berhenti, namun Raden Ayu itu masih be lum turun dari kereta. "Mayor" berkata Raden Ayu Galihwarit "aku telah banyak berhubungan dengan perwira-perwira kumpeni. Tetapi aku menganggap mereka sebagai orang yang berjalan lewat sekilas di sera mbi hatiku. Aku menerima mereka karena mereka me miliki sesuatu yang aku tidak mempunyainya. Mereka dapat menghias rumahku dengan barang-barang mewah yang tidak terdapat dinegeri ini," Raden Ayu itu terdiam sejenak, lalu "tetapi bagiku Mayor adalah lain. Mayor me miliki sifat kebapaan sebagaimana dimiliki oleh Pangeran Ranakusuma. Kejantanan dan sifat kesatria sebagaimana dikagumi oleh orang-orang Surakarta. Karena itu, Mayor bagiku bukan sekedar pejalan kaki yang singgah sejenak dihatiku. Pertemuan yang mewah seperti mala m ini hanya mengundang kerinduanku saja kepada Mayor jika mala m nanti aku berbaring sendiri dipe mbaringan."' Terasa hati Mayor yang garang itu tersentuh: "Sambil menepuk pundak Raden Ayu Galihwarit Mayor itu berkata
"Kau me mang le mbut Raden Ayu. Aku tahu, kau telah kehilangan sua mimu. Karena itu kau merindukannya. Jika beberapa hal dari sifat suamimu terdapat padaku, adalah wajar sekali kau menganggap aku a kan dapat menjadi gantinya, sementara aku yang jauh dari keluarga diseberang yang dibatasi oleh samodra dan benua, mene mukan kele mbutan hati disini. Tetapi aku terpaksa tidak dapat menerima mu besok." "Mayor akan pergi " Untuk satu tugas yang berat ?" bertanya Raden Ayu Galihwarit Mayor itu tidak menjawab. Namun tiba-tiba saja Raden Ayu itu me me luknya sambil menangis tertahan "Mayor jangan pergi. Mayor tidak usah menghiraukan peperangan ini. Mayor dapat me merintahkan anak buah Mayor untuk menyerang Raden Mas Said dan menghancurkannya." Hati Mayor Bilman itu menjadi se makin berdebar-debar. Air mata itu me mbuat hatinya yang sekeras baja menjadi luluh. Raden Ayu Galihwarit me mang dapat mengisi kesepiannya selama ia bertugas di Surakarta, sehingga karena itu, ia me mang me mpunyai tanggapan yang lain terhadap Raden Ayu itu dari perempuan-perempuan la in yang pernah dikenalnya, "Kau perintahkan kapten-kaptenmu untuk me lakukan tugas itu Mayor" tangis Raden Ayu. Mayor Bilman menarik nafas dalam-da la m. Katanya "Aku me mang dapat me merintahkan satu dua orang kapten dalam pasukan khusus itu untuk menyerang Raden Mas Said. Tetapi aku tidak dapat berbuat demikian jika ka mi harus berhadapan dengan Pangeran Mangkubumi sendiri." Jantung Raden Ayu itu bagaikan berhenti berdenyut Namun ia masih harus bermain sebaik-baiknya. Karena itu, maka iapun segera berusaha menahan perasaannya dan berkata "Apalagi untuk me lawan Pangeran Mangkubumi. Bukankah
kau me mpunyai ke kuasaan disini " Mayor, aku tidak mau kehilangan lagi. Meskipun aku belum pernah me miliki Mayor sepenuhnya, tetapi aku menjadi ketakutan, bahwa aku akan kehilangan yang belum aku miliki itu." Mayor Bilman mengusap kening Raden Ayu yang basah sambil berkata "Sudahlah Raden Ayu. Aku adalah seorang prajurit. Tugasku adalah menjaga dan melindungi orang-orang yang lemah. Saat ini, Surakarta benar-benar dala m keadaan gawat Aku mempunyai kewajiban sebagai seorang kesatria seperti yang kau katakan menurut tanggapan orang Surakarta. Aku harus melindungi rakyat Surakarta dari ancaman pe mberontakan yang nafsu ketamakan bagi diri pribadi seperu yang dilakukan oleh Pangeran Mangkubumi." "Tetapi kau harus ke mbali dengan sela mat" desis Raden Ayu. "Aku pergi untuk me mbinasakan pe mberontak itu. Bukan untuk bunuh diri" jawab Mayor itu. Sejenak keduanya terdia m. Terasa dada Mayor Bilman, dada Raden Ayu itu berdebaran. Meskipun Mayor itu tidak tahu sebab yang sebenarnya. Tetapi ia menganggap bahwa Raden Ayu itu beriar-benar telah digelisahkan oleh kepergiannya. "Sekarang, aku persilahkan Raden Ayu untuk beristirahat" berkata Mayor Bilman "jika aku mengharap Raden Ayu besok ma la m tidak usah datang, sama sekali bukan karena aku tidak mau menerima Raden Ayu." Raden Ayu Galihwarit mengusap air matanya. Mayor Bilmanlah yang turun lebih dahulu. Ke mudian me lingkari kereta itu, ia me mbantu Raden Ayu turun dari keretanya. "Sela mat ma la m Raden Ayu" desis Mayor itu "semoga Raden Ayu bermimpi indah."
"Sela mat mala m Mayor." suara Raden Ayu serak "aku tidak mau kehilangan lagi." Mayor itu tersenyum. Namun ke mudian iapun naik ke keretanya dan sejenak kemudian kereta itu berderap pergi. Mayor Bilman masih me la mbaikan tangannya ketika ia keluar , dari regol hala man istana Pangeran Sindurata. Namun, demikian kereta itu lenyap, maka Raden Ayu Galihwarit itu bergegas pergi kebiliknya. Ia masih melihat penjaga regol menutup pintu. Namun ia tidak menghiraukannya lagi. Sebelum Raden Ayu Galihwarit mengetuk pintu biliknya, ternyata Rara Warih telah me mbukanya. Agaknya gadis itu masih belum tidur Raden Ayu mengerutkan keningnya ketika ia melihat mata Rara Warih yang basah dan kemerah-merahan. Gadis itu tentu telah menangis untuk wa ktu yang la ma. Raden Ayu Galihwarit mencium kening anak gadisnya setelah ia menutup pintu kemba li. Namun terasa pada Rara Warih pipi ibunya itu menjadi sangat kasar. Raden Ayu Galihwarit mengerti, kenapa anak gadisnya menangis. Tetapi ia me mang harus menahan hati. Ia sudah bertekad mengorbankan dirinya, kehormatannya dan apapun juga untuk menebus dosa-dosa yang pernah dilakukan. Meskipun kadang-kadang ia bertanya kepada diri sendiri, apakah ia me mang harus menebus dosa-dosanya dengan dosa-dosa yang baru. Namun dala m pada itu, sebuah kegelisahan telah bergejolak didala m dadanya, mengatasi perasaannya yang lain. Karena itu, setelah ia duduk dan menenangkan hatinya, maka Raden Ayu itupun ke mudian berkata "Warih. Kita menghadapi satu kesulitan." Warih mengerutkan keningnya. Tetapi ia tida k bertanya.
"Aku kira saudara-saudara angkat Juwiring itu masih be lum akan datang kemari untuk satu dua pekan ini. Na mun ada sesuatu yang penting yang harus disampaikan kepada pasukan Pangeran Mangkubumi." berkata ibundanya lebih lanjut. Rara Warih me mandang ibundanya sekilas. Namun rasarasanya ia tidak tahan me mandang wajah ibunya yang cantik. Ia me mbayangkan diluar sadar, apa saja yang telah terjadi dengan ibundanya itu selagi ia berada diantara para perwira kumpeni. Namun ibundanya seakan-akan tidak menghiraukannya. Bahkan katanya kemudian "Warih. Meskipun de mikian, aku akan menunggu sampai esok pagi. Jika Arum dan Buntal tidak datang, maka kita harus menga mbil sikap. Kita tidak boleh terlambat." Warih mulai tertarik kepada kata-kata ibundanya itu, sehingga karena itu, ma ka iapun telah mengangkat wajahnya pula. Bahkan ia mulai bertanya "Apakah kumpeni akan menyerang Pangeran Mangkubumi ?" "Ya" jawab ibundanya "Mayor Bilman telah mengatakan, bahwa ia sendiri akan me mimpin pasukannya. Jika tidak langsung menghadapi pa manda mu Pangeran Mangkubumi, maka ia akan dapat me merintahkan perwira-perwira bawahannya. Namun kali ini pasukan itu akan berhadapan langsung dengan Pangeran Mangkubumi." "Apakah itu berarti bahwa kumpeni akan menyerang Gebang?" bertanya Rata Warih Wajah Raden Ayu yang cantik itu menjadi tegang. Sambil mengangguk kecil ia menjawab "Aku me mang berkesimpulan demikian Warih" Rara Warih menjadi termangu-mangu. Peristiwa yang telah terjadi di istana itu, dengan terbunuhnya dua orang kumpeni, me mang telah me mbatasi kunjungan Buntal dan Arum.
Karena itu, ma ka ha mpir dihiar sadarnya ia berguma m "Tetapi bagaimana jika besok Buntal dan Arum itu tidak datang ibunda?" Raden Ayu Galihwarit menarik nafas dalam. Wajahnya menjadi tegang. Dengan sungguh-sungguh ia berkata "Tidak ada seorangpun yang dapat dipercaya untuk menyampaikan! berita ini kepada pasukan Pangeran Mangkubumi." ia berhenti sejenak, kemudian "tetapi aku masih akan me nunggu. Jika nasib pasukan itu baik, maka besok Buntal dan Arum, atau salah seorang dari keduanya akan datang ke rumah ini." Rara Warih menarik nafas dalam-dala m. Tetapi kegelisahan yang sangat telah menghentak-hentak didala m dadanya. Apakah jadinya jika pasukan Pangeran Mangkubumi tidak mendapat keterangan tentang pasukan yang akan menyergapnya. "Ibunda" bertanya Rara Wariti kemudian "apakah ibunda dapat menyebut secara terperinci, waktu dan kekuatan pasukan yang akan pergi ke Gebang ?" Raden Ayu Galihwarit mengge leng. Jawabnya "Aku rianya tahu bahwa besok mala m Mayor Bilman tidak ada di loji, karena ia harus me mimpin pasukan khususnya untuk menghadapi Pangeran Mangkubumi." Rara Waria menjadi tegang. Dengan ragu-ragu ia berdesis "Mudah-mudahan petugas sandi yang lain akan dapat mencium rencana itu," "Tetapi agaknya rencana itu dirahasiakan sekali" berkata Raden Ayu Galihwarit" tida k ada persiapan apapun yang nampak. Tida k seorang perwirapun yang pernah menyebut meskipun secara sa mar-samar. Bahkan dala m pesta diantara mereka tidak ada yang me mperbincangkannya. Biasanya, meskipun hanya satu dua kalimat, para perwira itu akan menyebut-nyebut rencana besar yang akan mereka lakukan. Agaknya kegagalan mereka di Pena mbangan me mbuat
mereka menjadi se makin berhati-hati, dan bahkan mungkin telah mencuriga i setiap orang yang pernah berhubungan dengan kumpeni. Na mpaknya ada pihak yang kurang puas dengan sikap Mayor Bilman atas kematian dua orang perwira di hala man rumah ini," Rara Warih menundukkan kepalanya, kepahitan yang menghimpit jantungnya terasa semakin pedih. Sikap ibundanya, namun ternyata banyak me mberikan manfaat kepada pasukan Pangeran Mangkubumi yang sedang berjuang bagi kebebasan rakyat Surakarta, merupakan masalah yang tidak akan terpecahkan bagi perasaannya. "Sudanlah Warih" berkata ibundanya "sekarang beristirahatlah. Tidak ada yang dapat kita lakukan mala m ini. Kita me mang harus menunggu pagi, kesimpulan apapun yang akan kita ambil." Rara Warih menarik nafas dala m-dala m. Ibundanyalah yang ke mudian bangkit Mengenakan pakaian t idurnya. Dan ke mudian berbaring di pe mbaringannya. Namun dala m pada itu, bagaimanapun juga, kedua orang ibu dan gadisnya itu sulit sekali me me ja mkan matanya oleh kegelisahan. Mereka selalu di bayangi oleh peristiwa yang mengerikan karena sergapan yang tiba-tiba akan dilakukan. Meskipun mereka bukan prajurit, tetapi mereka dapat menduga, bahwa Bilman akan berangkat lewat senja. Mengepung Gebang di ma la m hari dan de mikian fajar menyingsing, mereka menyergap dengan ledakan-ledakan senapan, didahului oleh dentuman meria m-meria m kecil yang akan mereka bawa, ditarik dengan kuda-kuda yang tegar. Namun Raden Ayu Galihwarit itupun ke mudian berkata didala m hatinya "Tetapi pasukan Pangeran Mangkubumi tidak terdiri dari anak-anak. Mereka tentu mempunyai cara untuk menghindarinya. Kekuatan mereka cukup besar untuk me lawan. Selebihnya, tentu ada petugas sandi lain yang akan dapat menyadap rencana ini."
Tetapi betapapun juga Raden Ayu itu berusaha me meja mkan matanya, namun ia tidak berhasil tidur barang sekejappun. Raden Ayu itu tidak yakin bahwa rahasia yang disimpan terlalu rapat itu dapat didengar oleh seseorang yang akan dapat menyampaikannya kepada pasukan Pangeran Mangkubumi. Bahkan na mpaknya beberapa orang perwira pentingpun tida k tahu apa-apa tentang rencana itu. Dala m pada itu, sebenarnyalah bahwa beberapa orang perwira dalam tugas sandi kumpeni di Surakarta, agak sulit menerima sikap Mayor Bilma n atas kematian kedua orang perwira kumpeni. Bahkan dengan ketajaman penciuman tugas sandi, seorang perwira telah mengetahui hubungan yang erat sekali antara Mayor Bilma n dengan Raden Ayu Galihwarit. Penyelidikan se lanjutnya telah me mbawa mereka pada satu kesimpulan, bahwa ada persaingan antara Mayor itu dengan perwira yang telah terbunuh diistana Pangeran Sindurata. Meskipun petugas sandi itu tidak me nyangsikan kesetiaan Mayor Bilman kepada tugasnya, namun agaknya dalam pengusutan kedua orang perwira yang mati terbunuh itu terdapat sesuatu yang kurang wajar. Namun demikian, petugas sandi itu tidak dapat berbuat sesuatu yang akan mengganggu rencana yang sudah tersusun. Bagi petugas sandi yang me ngenal Mayor itu dengan baik menganggap bahwa Mayor Bilman yang juga atasannya itu adalah seorang prajurit yang luar biasa. Kemampuannya di medan dan ke ma mpuannya berpikir me mperhitungkan muslihat .peperangan, telah diakui, sehingga ia mendapat tugas me mimpin sepasukan yang dikena l sebagai pasukan khusus yang disegani. Yang ke mudian dila kukan oleh petugas sandi itu ke mudian adalah menugaskan orang-orangnya, terutama yang pribumi untuk mengawasi istana Pangeran Sindurata. Mungkin terdapat sesuatu yang mencurigakan. Bahkan mungkin ada
kesengajaan untuk me mbunuh kumpeni yang me masuki istana itu. "Mayor Bilman juga sering datang ke istana itu" berkata salah seorang petugas "bahkan mala m hari. Tetapi ia selalu keluar dengan sela mat." "Awasi saja. Aku hanya menduga ada sesuatu yang patut dia mati. Me mang mungkin sekali, kesimpulan Mayor Bilman benar. Yang terjadipun benar seperti apa yang kita ketahui. Tetapi naluriku menuntut untuk mengawasinya" perintah perwira dala m tugas sandi itu. Karena itulah, maka istana itu me mang selalu diawasi oleh para petugas sandi yang justru orang-orang Surakarta sendiri. Sementara itu, pada mala m yang menegangkan itu, baik Raden Ayu Galihwarit, maupun Rara Warih me mang tidak dapat tidur. Betapapun mereka berusaha untuk menyisihkan kegelisahan di hati. Mereka berbaring di pe mbaringan dengan angan-angan yang bergejolak. Hampir tidak sabar mereka me nunggu sa mpai hari esok. Ketika matahari mula i mewarnai langit di sebelah Timur, maka Rara Warihpun segera pergi ke pakiwan. Air yang diingin me mbuat tubuhnya menjadi agak segar. Namun terasa betapa tubuhnya sangat letih oleh perasaan yang gelisah. Ketika Rara Warih telah selesai dengan me mbenahi diri, maka ibundanya dengan nada ce mas berkata "Mudahmudahan salah seorang dari kedua saudara angkat Juwiring itu datang," Rara Warih tidak me nyahut. Tetapi agaknya mereka masih harus me mperhitungkan keadaan. Hampir diluar sadarnya, dalam kegelisahan Rara Warih itupun ke mudian berjalan-jalan dihala man. Rasa-rasanya ia me mang me nuggu kedatangan seseorang sebagaimana diharapkan oleh ibundanya. Bahkan Rara Warih hanya
berjalan-jalan saja diha la man lingkungan hala man istananya, namun iapun telah berada dipintu gerbang yang terbuka. Dilihatnya orang-orang yang lewat. Satu dua dengan me mbawa barang-barang yang akan mereka perjual belikan di pasar. Ada yang membawa barang anyaman, tetapi ada juga yang me mbawa hasil sawah dan ladangya, tetapi ada juga ada yang me mbawa hasil sawah dan ladang mereka. Sayur sayuran dan buah-buahan. Namun dala m pada itu diluar kehendaknya, dan secara kebetulan Rara Warih melihat dua orang yang duduk agak jauh dari pintu gerbang itu. Keduanya agaknya memang sedang mengawasi pintu gerbangnya. Rara Warih me mang berpura-pura tida k menghiraukannya. Tetapi setiap kali ia melihat orang itu me mandanginya. Bahkan ke mudian sa lah seorang dari keduanya berbicara sambil me mandang Rara Warih yang berusaha untuk me mberikan kesan, bahwa ia tidak mengetahui kehadiran kedua orang itu. Tanggapan Rara Warih atas dua orang itu sangat mengge lisahkan. Keduanya tentu bukan kawan-kawan Buntal dan Arum. Menilik sikap mereka, kedua orang itu sedang mengawasi regol istananya. Meskipun demikian Rara Warih me mang menunggu sejenak. Jika keduanya adalah orang-orang baru yang akan menghubunginya, karena sesuatu hal telah menghalangi Arum dan Buntal, maka keduanya tentu akan datang kepadanya, atau salah seorang dari mereka. Tetapi keduanya sama .sekali tidak berusaha membuat hubungan dengan Rara Warih. Bahkan nampak keduanya mengawasinya dengan sungguh-sungguh. Rara Warihpun kemudian masuk kedala m. ibundanya ia mengatakan apa yang dilihatnya. Kepada
Raden Ayu Galihwarit menarik nafas dalam-dala m. Katanya kepada Rara Warih "Agaknya keadaan me mang menjadi semakin gawat. Aku kira ada pihak yang me mang sudah mencurigai a ku dala m keadaan seperti ini, apalagi karena ke matian kedua orang kumpeni itu." "Jadi seandainya Buntal dan Arum itu datang juga, apakah hal itu tidak akan berbahaya baginya" bertanya Warih. Raden Ayu Galihwarit merenung sejenak. Lalu katanya "Kita dalam kesulitan. Berita bahwa kumpeni akan menyerang Gebang harus segera disampaikan. Sementara .pengawasan atas rumah ini menjadi se makin ketat." "Apakah mungkin ada sumber lain yang akan dapat menya mpaikan berita tentang rencana serangan itu ibunda ?" bertanya Rara Warih. "Mudah-mudahan petugas sandi Pangeran Mangkubumi dapat menangkap rencana itu lewat sumber lain" jawab Raden Ayu Galihwarit "tetapi rasa-rasanya rencana ini me mang tertutup rapat-rapat. Sebenarnya aku agak cemas bahwa tidak ada sumber lain yang dapat menyampaikan rencana ini." desis ibundanya. "Tetapi bukankah pasukan pa manda Pangeran Mangkubumi cukup kuat seandainya dengan tiba-tiba saja kumpeni menyerangnya " Atau di sekitar daerah Gebang itu tentu sudah diawasi dengan ketat sehingga para pengawas itu akan me lihat kedatangan satu pasukan yang besar mendekati Gebang. "berkata Rara Warih. "Meskipun de mikian kese mpatannya menjadi kecil sekali untuk dapat menyusun perlawanan atau jika mereka hendak meninggalkan daerah itu. Pasukan berkuda akan dengan cepat mengepungnya. Sementara senjata-senjata yang akan mampu menghancurkan Gebang sudah siap pula bersama pasukan berkuda itu Mereka tentu membawa meria m-meria m kecil yang dapat melontarkan peluru yang akan menghancurkan
pertahanan Pangeran Mangkubumi, sebelum pasukannya menyerang me masuki daerah pertahanan itu," jawab ibundanya. Rara Warihpun terdiam. Sebagaimana ibundanya, keduanya tidak pernah berada di medan, sehingga keduanya sebenarnya kurang dapat me mbayangkan apa yang dapat terjad:. Tetapi sebagai isteri seorang Senapati Agung. Raden Ayu Galihwarit pernah juga mendengar, bagaimana Pangeran Ranakusuma berada di peperangan. Pangeran Ranakusuma pada masanya, kadang-kadang menyatakan kebanggaannya juga kepada kterinya apa yang pernah di capai dengan satu siasat yang matang di peperangan. Karena itu, maka rasa-rasanya Raden Ayu itu pernah juga me mbayangkan apa yang dapat terjadi di satu medan. Dala m kegelisahan itu, maka katanya "Aku mengharapkan dua hal yang sangat bertentangan." Rara Warih memandang ibundanya sejenak. Kemudian iapun bertanya dengan ragu-ragu "Apakah yang ibunda maksudkan. ?" "Disatu piha k aku mengharap agar Buntal dan Arum tidak usah mendekati rumah ini lebih dahulu. Tetapi dilain pihak, aku mengharap kedatangannya agar berita tentang serangan ke Gebang itu dapat disampaikannya kepada pasukan Pangeran Mangkubumi." jawab Rara Warih. Rara Warih menarik nafas dala m-dala m. Me mang sesuatu yang rumit untuk dipecahkan. Dala m pada itu. kedua orang itupun kemudian telah berada diregol pula, karena Raden Ayu ingin melihat kedua orang yang disebut oleh Rara Warih. Ternyata kedua orang itu masih juga berada dite mpatnya. Sementara Raden Ayu Galihwarit dan Rara Warih seakan-akan sedang menunggu seseorang yang me mbawa barang dagangan yang dikehendakinya.
Untuk melenyapkan prasangka orang-orang yang sedang menga matinya, kadang-kadang Raden Ayu juga menghentikan seseorang yang membawa barang dagangannya. Tetapi ia sekedar bertanya, apakah yang dibawanya. Tetapi keduanya tidak lama berada diregol. Kegelisahan yang sangat telah menyengat hati mereka. Keadaan me mang benar-benar bertambah gawat. Seperti yang dikatakan oleh Raden Ayu Galihwarit. Jika mereka datang, mungkin mereka akan terjebak. Jika mereka tidak datang, maka berita penyergapan itu tidak dapat disa mpaikannya kepada pasukan Pangeran Mangkubumi. Setiap kali Raden Ayu mencoba menghibur diri, bahwa mungkin sekali sumber la in akan dapat menyadap rencana itu. Tetapi usahanya itu tida k dapat menenangkan hatinya. Dala m kegelisahan itu, tiba-tiba saja Rara Warih berkata "Ibunda. Bagaimanakah pendapat ibunda, jika aku sajalah yang pergi ke Gebang." "Warih" desis ibundanya "kau belum pernah pergi keluar istana ini. Seolah-olah kau baru mengenal lingkungan di dala m dinding hala man ini. Atau katakanlah, kau baru mengenal daerah kota raja. Jika kau akan pergi, maka kau akan mengala mi kesulitan diperjalanan." Tetapi .pada saat-saat Buntal dan Arum datang kemari, mereka selalu berceritera tentang jalan yang mereka lalui. Meskipun aku belum pernah me lihatnya, tetapi rasa-rasanya aku telah mengenalnya. Sehingga aku merasa bahwa jika aku menelusuri jalan itu, aku akan sa mpai juga di Gebang." jawab Rara Warih.
"Perjalanan yang sangat berbahaya bagimu Warih" berkata ibundanya "selebihnya kau tidak tahu ucapan sandi pada saat terakchir. Jika terjadi salah paham, ma ka kau akan dapat menga la mi bencana justru oleh .para pengawal Pangeran Mangkubumi sendiri." "Aku akan berusaha menjelaskan dengan jujur ibunda. Aku berharap mereka a kan dapat mengerti" jawab Rara Warih. "Tetapi setelah kau katakan segalanya menurut pengertian kita, ternyata orang itu bukan pengawal Pangeran Mangkubumi, tetapi petugas sandi dari Surakarta. Nah, apakah yang akan terjadi ?" bertanya Raden Ayu. "Setiap usaha me mang ada dua ke mungkinan ibunda. Berhasil atau tidak. Jika aku gagal, dan aku harus berhadapan dengan pasukan sandi Surakarta, apa boleh buat." berkata Rara Warih. "Tetapi kau jangan pergi Warih" minta ibundanya. Rara Warih me mandang ibundanya sejenak. Na mun ke mudian katanya "Ibunda. Dalam keadaan seperti sekarang ini, se mua tenaga sangat di .perlukan. Ibunda telah me mberikan banyak sumbangan kepada pasukan Pangeran Mangkubumi dengan cara yang ibunda paha mi. Biarlah aku juga me mberikan setitik manfaat bagi perjuangan ini. Karena itu, biarkan aku pergi mencari, dimana kah letak padukuhan Gebang itu. Sebenarnyalah, aku telah me mpunyai satu bayangan yang jelas tentang tempat itu. Tentang jalan-jalan yang harus aku lewati. Bahkan tentang tikungan dan jalan simpang, rasa-rasanya aku sudah dapat mengingatnya dengan pasti." Raden Ayu Galihwarit kemudian telah dicengka m oleh keragu-raguan yang sangat Ia sadar, bahwa perjuangan Pangeran Mangkubumi me mang me merlukan pengorbanan yang besar. Ia sendiri merasa sudah mengorbankan apa yang dimilikinya. Na mun jika ia harus mengorbankan Rara Warih,
Tetapi ia tidak me mpunyai pilihan lain. Jika Buntal dan Arum datang, maka keduanyalah yang akan menjadi korban. Bahkan mungkin penga kuan yang keluar dari keduanya akan me libatkan dirinya sendiri dengan tuduhan yang akan dapat me mbawanya ketiang gantungan. Meskipun Raden Ayu Galihwarit tidak akan lebih menghargai dirinya sendiri daripada anak gadisnya, namun segalanya me mang harus diperhitungkan sebaik-baiknya. Pasukan Pangeran Mangkubumi me mang tida k boleh dihancurkan oleh kumpeni. Keragu-raguan itulah yang kemudian me mbuat segalanya menjadi la mbat. Sementara itu matahari merayap terus naik keatas punggung pegunungan di sebelah Timur. Sema kin la ma menjadi se makin tinggi. "Ibunda" berkata Rara Warih setelah ma kan pag i"aku menunggu keputusan ibunda. Seandainya Buntal atau Arum datang, biasanya mereka sudah datang lebih pagi dari saat ini Agaknya mereka meninggalkan Gebang lewat tengah mala m, sehingga mereka akan me masuki kota menje lang matahari terbit, sebagaimana orang-orang padesan me mbawa hasil tanahnya ke pasar." Betapapun juga Raden Ayu Galihwarit masih tetap bimbang. Tetapi ketika ia me mbayangkan kehancuran yang akan diala mi oleh pasukan induk Pangeran Mangkubumi jika Gebang disergap dengan tiba-tiba. maka dengan sendat ia berkata "Jika kau me mang sudah siap untuk me mberikan pengorbanan itu Warih, aku tida k dapat menghalangimu lagi." "Aku sudah siap ibunda, apapun yang akan terjadi" berkala Rara Warih. Raden Ayu Galihwarit menarik nafas dalam-dala m. Na mun ke mudian katanya "Kau tidak usah minta diri kepada eyangmu. Kau tentu tida k akan diijinkannya."
"Tetapi bagaimanakah jawab ibunda jika eyang mencari aku ?" bertanya Rara Warih. "Mungkin aku harus berbohong. Aku akan me nganggapmu lari, karena kau takut mengala mi peristiwa seperti yang telah terjadi. Mungkin ada kumpeni lain yang akan menjadi gila sepsrti yang pernah terjadi. Sebenarnyalah tingkah laku mereka terpengaruh sekali oleh sikap ibumu ini Warih." jawab ibundanya. "Tida k, bukan karena ibunda" sahut Warih. Raden Ayu Galihwarit menarik nafas dalam-dala m. Na mun ke mudian katanya "Jika kau merasa sanggup me lakukannya, lakukan." Rara Warihpun ke mudian segera bersiap-siap. Seperti yang dikatakannya, maka ia benar-benar ma mpu me mbayangkan jalan manakah yang harus dilaluinya. Seolah-olah ia memang sudah pernah mengenali ja lan menuju ke Gebang. Seperti yang dinasehatkan oleh ibundanya, maka Rara Warih dengan sengaja tidak minta diri kepada Pangeran Sindurata. Dengan dia m-dia m iapun sudah siap meninggalkan halaman istananya. Tidak dengan pakaian seorang puteri, tetapi dengan pakaian orang kebanyakan, sehingga perjalanannya tidak akan banyak menarik perhatian. Namun dala m pada itu, ibundanya rasa-rasanya tidak sampai hati me lepaskan ana k puterinya berjalan seorang diri. Karena itu, maka katanya "Rara Warih. Aku kira, seorang pengawal akan lebih baik mengantarkanmu." Rara Warih mengerutkan keningnya. Katanya "Apakah hal itu perlu a ku la kukan ibunda " Bukankah dengan de mikian akan ada orang lain yang mengerti, apa yang kita lakukan selama ini" "Aku akan me milih seorang pengawal yang aku anggap paling setia sela ma ini." jawab ibundanya. Lalu "Se mentara
itu, apabila kau sudah sa mpai ketujuan, ma ka kaupun harus me laporkan tentang pengawal itu. Mungkin kakangmas-mu Juwiring akan menga mbil satu kebijaksanaan, bahwa pengawal itu akan diperintahkannya untuk tinggal bersamanya di Gebang, sehingga selama perjuangan ini masih berlangsung pengawal itu tidak akan kembali lagi ke istana ini. Atau setelah kakangmasmu Juwiring yakin, bahwa pengawal itupun telah menginsyafi dengan sesungguhnya perjuangan ini, sehingga iapua telah benar-benar dapat dipercaya." Rara Warih termangu-mangu sejenak. Tetapi dengan seorang kawan agaknya me mang lebih baik daripada berjalan seorang diri. Demikianlah ma ka Raden Ayu Galihwarit telah me merintahkan seorang pengawal yang dianggapnya paling setia Seorang laki-laki yang pendia m. Yang menurut penilaian Raden Ayu memiliki se kedar ilmu untuk me mbe la diri jika diperlukan diperja lanan menghadapi orang-orang yang bermaksud jahat. Selebihnya, dalam pe mbicaraan yang sepotong-sepotong, menurut penilikan Raden Ayu, laki-la ki pendia m itu juga me mpunyai perasaan kagum terhadap Pangeran Mangkubumi meskipun ia tidak berani berterus terang. "Jika ia ingin berkhianat, tentu hal itu sudah dilakukannya, karena orang itu juga mengetahui kehadiran Juwiring ke rumah ini" berkata Raden Ayu Galihwarit "bahkan juga kehadiran Buntal dan Arum. Iapun tahu, siapakah yang sebenarnya telah me mbunuh kedua orang kumpeni itu." Ketika matahari menjadi se makin t inggi, ma ka Rara Warihpun meninggalkan istananya mela lui regol butulan bersama seorang pengawalnya. Tetapi tidak seorangpun yang menyangka, bahwa perempuan yang keluar dari regol butulan itu adalah puteri Pangeran Ranakusuma. Mereka yang me lihatnya, termasuk kedua orang penga mat yang dipasang oleh kumpeni itupun menganggap bahwa yang keluar dari
pintu butulan sa mping itu adalah para pelayan. Karena perempuan yang keluar dari regol butulan itu me mbawa keranjang anyaman, maka dikiranya pelayan itu akan pergi ke pasar untuk berbelanja. Apalagi bagi mereka, yang penting adalah justru orang-orang yang datang me masuki istana itu. Mungkin diiantara mereka ada orang-orang yang pantas dicuriga inya. Demikianlah maka Rara Warihpun telah mulai dengan perjalanannya menuju ke Gebang diantar oleh seorang pengawal. Pengawal yang dianggap paling setia dan pendia m. Tidak banyak persoalan yang dibuatnya. Selalu patuh dan me lakukan tugasnya dengan rajin dan penuh tanggung jawab. Namun orang itu akan dapat me masuki satu lingkungan yang akan me maksanya untuk tidak keluar lagi dala m waktu yang mungkin la ma, tetapi mungkin juga tidak terlalu la ma, apabila ia dapat me mbuktikan bahwa ia benar-benar setia terhadap lingkungan Pangeran Sindurata, dan juga kepada perjuangan Pangeran Mangkubumi Demikianlah perjalanan itu dimula i ketika panas matahari sudah mulai terasa menggigit punggung. Namun dala m pada itu, bersama-sa ma orang-orang yang pulang dari pasar untuk menjua l hasil kebunnya, maka Rara Warih dan pengawalnya telah keluar dari pintu gerbang. Untunglah bahwa tidak seorangpun pengawal dipintu gerbang itu me ncuriga i mereka. Baik Rara Warih maupun pengawalnya. Demikian mereka lepas dari gerbang kota, maka merekapun berusaha me mpercepat perjalanan. Tetapi Rara Warih yang tidak terbiasa berjalan jauh, terlalu cepat menjadi letih. Namun demikian tekadnya yang membaja dihati, ia telah ma mpu mengatasi perasaan lelahnya, sehingga iapun berjalan terus untuk beberapa la ma tanpa berhenti. Ternyata daya angan Rara Warih cukup tajam. Meskipun ia seorang puteri yang terkurung da la m lingkungan se mpit,
tetapi ia adalah seorang puteri dari seorang panglima yang me miliki ke lebihan dari para Senapati dala m tatarannya. Karena itulah, maka ternyata Rara Warih benar-benar dapat mengenali jalan yang hanya dilihatnya dalam angan-angannya sebagaimana di katakan oleh Buntal dan Arum. Ternyata pengawalnya telah mengikutinya dengan setia. Meskipun sekali-se kali Rara Warih me merlukan pertimbangan pertimbangannya, tetapi karena orang itu justru belum pernah me lihat, mengenal maupun diberi tahu oleh seseorang, maka ia tidak banyak dapat me mbantu. Namun de mikian ternyata Rara Warih tidak tersesat. Tetapi betapapun keras kemauannya, maka atas nasehat pengawalnya, maka sekali-sekali Rara Warihpun beristirahat di bawah pohon yang teduh. Sementara pengawalnyapun yang nampak juga mulai lelah, telah beristirahat pula sa mbil me mijit-mijit mata 'ka kinya. Perjalanan Rara Warih ternyata jauh lebih lambat dari perjalanan yang sering dilakukan oleh Arum dan Buntal. Arum dan Buntal adalah orang-orang yang terbiasa berjalan di jalanjalan padesan. Bahkan menelusuri pe matang dan tanggultanggul parit. Karena itulah, maka ketika matahari sudah turun ke Barat, mereka masih belum mendekati Gebang. "Tetapi aku masih me mpunyai waktu" berkata Rara Warih didala m hatinya "pasukan kumpeni baru akan bergerak menje lang ma la m. Baru mala m nanti mereka akan mengepung Gebang, dan baru esok pagi, saatnya fajar menyingsing mere ka akan menyerang." Betapapun perasaan letih menyengat kakinya, tetapi Rara Warihpun ke mudian me ma ksa dirinya untuk me lanjutkan .perjalanannya menuju ke Gebang. Tetapi yng terayata kemudaan nampak terlalu letih adalah justru pegawainya Meskipun ia adalah seorang laki-laki yang
me mii'ki ke ma mpuan dala m olah kanuragan, namun ternyata ia tidak dapat berjalan terus sebagaimana dikehenda ki eleh Rara Warih. Setiap kali ia justru mohon untuk beristirahat barang sejenak. Kemudian tertatih-tatih ia berdiri dan me langkah mergikuti Rara Warih. "Sebentar lagi mala m a kan turun" berkata Rara Warih. "Tetapi bukankah Gebang sudah dekat pengawal itu. ?" bertanya
Rara Warih me mandang kekejauhan. Ia melihat sebatang pohon nyamplung yang besar dalam sebuah gerumbul. Arum pernah menyebut pohon itu yang menurut kepercayaan orang-orang disekitarnya sering menyesatkan orang berjalan. Namun agak jauh ia masih melihat sebuah gumuk kecil. Dan Rara Warih pun teringat Arum pernah mengatakan "Jangan hiraukan pohon rya mplung itu. Puteri harus me mperhatikan gumuk disebekah. Lewat gumuk itu puteri tidak a kan tersesat lagi. Jalan lurus menuju ke Gebang. Jika kemudian puteri harus menyeberang sebuah sungai kecil, ma ka beberapa puluh tongga k lagi puteri akan segera sampa i." "Jika de mikian Gebang tida k terlalu jauh lagi" berkata Rara Warih. "Jika de mikian, kita tidak usah tergesa-gesa puteri" jawab pengawalnya. "Tetapi jika berita ini sa mpai kepada pasukan Parageran Mangkubumi, mereka masih me merlukan wa ktu." sahut Rara Warih. "Berita apa?" bertanya pengawalnya itu. Rara Warih ragu-ragu. Namun ke mudian jawabnya "Ibunda me manggil kakangmas Juwiring. Penting sekali, sesuai dengan niat eyang Pangeran untuk me ningga lkan Surakarta." Pengawal itu termangu-mangu sejenak. Na mun ke mudian iapun bangkit dan berjalan di be lakang Rara Warih.
Sebenarnyalah akhirnya mere ka sampai kesebuah sungai kecil setelah mereka me lewati pohon nya mplung, gurauk kecil dan berjalan beberapa saat. "Aku akan merenda m ka ki barang sejenak puteri" berkata pengawal itu ketika ia merasa betapa segarnya air sungai kecil itu di ka kinya. "Tetapi gelap sudah turun Marilah kita bertahan beberapa langkah lagi. Ke mudian kau akan dapat merenda m kakimu untuk waktu yang tidak terbatas. "sahut Rara Warih. Namun jawab pengawal itu benar-benar mengejutkan. Katanya "Puteri. Aku akan mandi. Aku mohon puteri juga mandi dahulu di. sungai kecil ini." "Jangan gila " sahut Rara Warih. Tiba-tiba saja pendia m itu telah tertawa. Terdengar aneh sekali. Orang itu jarang sekali tertawa. "Gelap me mang sudah turun puteri. Itulah yang aku tunggu." katanya. "Apa maksudmu ?" bertanya Rara Warih. "Te mpat ini jauh dari padukuhan manapun juga puteri." desis orang itu pula. "Jangan gila. Katakan apa maksudmu ?" bentak Rara Warih yang bulu-bulunya mula i mere mang. "Aku adalah hamba yang paling setia dari istana Pangeran Sindurata" berkata pengawal itu " karena itu, apakah salahnya jika seka li-sekali aku mendapat upah mirunggan. Sebenarnyalah kecantikan Raden Ayu Galihwarit me mbuat aku hampir gila. Tetapi kecantikan puteri benar-benar me mbuat aku sudah gila " Rara Warih bergeser beberapa langkah surut. Tetapi pengawal itu tertawa semakin keras "Puteri akan lari ke mana" Betapapun juga puteri tidak akan dapat menentang
keinginanku. Aku tahu rahasia puteri dan seisi istana Sinduratan. Jika aku me mbuka mulut sedikit saja dihadapain kumpeni, ma ka seisi istana itu akan digantung di alun-alun." "Kau sudah gila" bentak Rara Warih. "Ya. Aku me mang sudah gila. Tetapi jangan melawan kegilaanku. Tida k ada gunanya." berkata pengawal itu. "Kau akan dibunuh oleh kakangmas Juwiring." gera m Rara Warih. "Disini tidak ada Raden Juwiring. Yang ada hanya aku dan puteri. Jangan me mbuat aku marah. Hidup mati istana Sinduratan ada ditanganku. Sebagaimana Raden Ayu Galihwarit telah mengorbankan segala-galanya, maka puteripun harus bersedia berkorban pula bagi kemenangan pasukan Pangeran Mangkubumi, diantaranya pengorbanan seperti yang selalu ibunda puteri berikan." "Tida k. Jangan sentuh aku" teriak Rara Warih. "Jangan berteriak" bentak pengawal itu "aku dapat berbuat halus, tetapi aku dapat juga berbuat kasar mela mpaui kekasaran orang yang benar-benar gila. Kau tklak me mpunyai pilihan lain puteri." Rara Warih masih ingin berteriak. Tetapi orang itu telah menerka mnya. Dengan telapak tangannya ia berusaha untuk menutup mulut Rara Warih. Tetapi Rara Warih se mpat menggigit tangan orang itu, sehingga mulutnya itupun se mpat pula terbuka. Yang terdengar adalah teriakan me lengking didala m gelapnya ujung ma la m. Namun tempat itu terlalu jauh dari padukuhan yang manapun juga. Suara teriakan Rara Warih itupun segera lenyap. Tangan pengawalnya yang kuat telah berhasil sekali lagi me mbungka mnya. Kemudian Rara Warih itu tidak lagi berdaya oleh tangan-tangan yang kuat dan kasar.
Tetapi sejenak ke mudian, terdengar keluhan tertahan. Wajah laki-laki pendia m itu menjadi tegang. Matanya terbelalak lebar. Perlahan-lahan tangannya menjadi le mah. Akhirnya ia terjerumus me nelungkup diatas pasir tepian. Rara Warih tidak sempat me lihat. Matanya terpejam. Namun ia masih se mpat me me kik keras sekali. Namun akhirnya iapun jatuh ditanah. Pingsan. Tetapi ditangannya masih tergenggam patrem kecil yang selalu dibawanya pada saat-saat terakhir, setelah dua orang kumpeni terbunuh di hala man rumahnya. Ketika Rara Warih sadar, ia berada disebuah bilik yang sempit. Sebuah la mpu minyak menyala berkeredipan. Pandangannya yang semula sa mar-samar menjadi se makin je las. Hampir saja ia terpekik ketika ia me lihat dua orang laki-la ki yang bertubuh dan berpakaian kasar berada di sisi pe mbaringannya. Namun ia berhasil menahan diri dan me ngatupkan mulutnya rapat-rapat. "O, anak itu sudah sadar" berkata yang seorang. Kawannya mengangguk-angguk. Kemudian katanya "Aku akan me manggil Ki Lurah." Rara Warih menjadi se makin ce mas. Ia me merlukan waktu sejenak untuk mengingat apa yang telah terjadi atas dirinya. Namun ke mudian ketakutannya menjadi se makin bertambahtambah. Ia berhasil me mbebaskan diri dari pengawalnya yang gila. Tetapi ia tidak tahu, dimana ia ke mudian berada.
Nampa knya ia diketemukan oleh sa lah seorang diantara orang-orang kasar itu dan dibawa kedala m sarangnya. Sejenak kemudian, seorang berjanggut putih memasuki ruangan yang sempat itu. Sambil mengangguk-angguk ia berkata "Kau sudah sadar ngger." Rara Warih tidak segera menjawab. Tetapi dipandanginya orang itu sekilas. Na mpaknya orang tua ini tidak sekasar orang-orang lain yang ada diantara mereka. "Duduklah jika kau sudah kuat" minta orang tua itu Rara Warihpun ke mudian berusaha untuk bangkit. Ketika salah seorang diantara orang-orang kasar itu berusaha me mbantunya, ma ka gadis itu telah mengibaskan tangannya. Sejenak ke mudian Rara Warih telah duduk di bibir pembaringannya. Dengan ragu-ragu iapun kemudian berdesis "Kia i, aku ini berada dima na?" "Kau berada di Gebang ngger" jawab orang tua itu. Jawaban itu me mang sangat mengejutkan. Sekali lagi ia menje laskan "Di Gebang?" "Ya. Ampat orang peronda kami mendengar kau menjerit. Ketika mereka datang, mereka mene mukan kau pingsan dengan patrem ditanganmu. Se mentara seorang laki-la ki terbujur disebelahmu. Mati, karena perutnya kau cabik dengan patrem ini." "O" Rara Warih menutup wajahnya dengan kedua belah tangannya. Sementara orang tua bertanya "Siapakah kau sebenarnya. dan kau akan pergi ke mana ?" "Tetapi apakah benar aku berada di Gebang Kiai" "bertanya Rara Warih. "Ya. kau me mang beraba di Gebang" jawab laki-laki itu. Rara Warih menarik nafas dalam-dala m Meskipun ia maasih dibayangi oleh keragu-raguan namun peristiwa yang baru saja
terjadi telah membuat hatinya menjadi kabur. Karena itu maka ia tidak berpikir lebih la ma lagi. Katanya "Aku mencari seorang saudaraku yang berada di Gebang." Orang-orang yang berada didalam bilik itu terkejut. Orang tua itupun bertanya dengan bimbang: "Kau akan menrcari saudatamu " Siapakah na ma saudara mu ?" Rara Warihpun merasa ragu. Tetapi sekali lagi terdorong oleh keadaannya dan kebingungannya setelah terjadi peristiwa yang tidak diduganya itu, ia berkata "Na ma saudaraku adalah Juwiring." Wajah orang-orang itu menegang sejenak. Orang tua berjanggut putih itupun berkata "Apakah kau berkata sebenarnya ?" "Ya. Aku adiknya" jawab Warih. "Sebutlah beberapa kenyataan tentang anak muda yang kau sebutkan itu. Jika kau dapat mengatakan dengan tepat, maka aku akan menolongmu. Tetapi jika tidak, maka kau akan dihadapkan kepada pengadilan kita mala m ini juga disini" berkata orang berjanggut putih itu. Mengerikan se kali. Terasa kulit diseluruh tubuh Rara Warih mere mang. Pengadilan itu tentu akan sangat mengerikannya dengan tingkah laku pengawalnya yang gila itu. Karena itu, maka katanya "Kakangmas Juwiring, putera Pangeran Ranakusuma yang telah gugur." "Dan kau ?" desak orang berjanggut put ih. "Aku adiknya Aku juga putera Ranakusuma." jawab Rara Warih. puteri Pangeran
Orang berjanggut putih itu menarik nafas dalam-da la m. Kemudian diraihnya sebilah patrem yang terletak diatas geledek bambu didala m bilik yang sempit itu. Sambil me mperhatikan patrem itu ia berkata "Patre m ini adalah
patrem yang luar biasa. Tetapi apakah benar kau puteri Pangeran Ranakusuma.?" "Pertemukan aku dengan kakangmas Juwiring. Biarlah ia mengadili aku Jika aku berbohong" jawab Rara Warih. Namun akhirnya ia menjadi ragu-ragu ketika ia melihat orang-orang itu saling berpandangan. Jika mereka bukan orang-orang dalam lingkungan pasukan Pangeran Mangkubumi, ma ka ia akan mengala mi nasib yang lebih buruk lagi. Orang tua itu tidak menjawab sama sekali. Tapi kemudian me langkah keluar dan me mbiarkan dua orang laki-laki kasar menungguinya. Sekali-seka li Rara Warih me lihat, betapa mata kedua orang laki-laki kasar itu menjadi liar me ma ndanginya. Ketika la mpu minyak menjadi redup. yang seorang diantara laki-laki kasar itu berkata "La mpu akan mati." Jawab kawannya memang me ndebarkan jantung Rara Warih "Minyak sudah habis. Bilik ini a kan menjadi gelap sebentar lagi." Namun dala m pada itu. dala m kegelisahan yang sangat, ia mendengar langkah-langkah kaki. Tiba-tiba saja muncul dihadapannya, dimuka pintu bilik sempit itu, tiga orang anak muda. Dua orang laki-laki dan seorang gadis. "Kakangmas" Rara Warih berteriak sambil meloncat dari ambennya. Sambil me me luk kaka knya maka gadis itu telah menangis sejadi-jadinya. Buntal, dan Arum yang hadir juga, menarik nafas dala mdalam. Mereka me mbiarkan Rara Warih me lepaskan perasaan yang menghimpit hatinya. Baru ke mudian kakangmasnya itu berkata "Duduklah. Kita akan berbicara." Namun salah seorang laki-la ki kasar itu berkata "Silah-kan duduk diluar Raden. Bilik ini akan menjadi ge lap. Minyak
la mpu itu sudah kehabisan minyak, dan kita sudah tidak me mpunyai persediaan lagi untuk ma la m ini." Raden Juwiringpun ke mudian mengajak adiknya duduk dia mben besar di ruang dalam yang juga tidak begitu luas. Kepada orang berjanggut putih itu, Juwiring me ngatakan "Anak ini benar adikku Kia i." "Sokurlah Raden" berkata orang berjanggut putih itu. Juwiring mengangguk-angguk. Ke mudian kayanya "Warih, jika tidak ada sesuatu yang sangat penting, kau tentu tidak akan datang ke mari. Akupun sudah mendengar ceritera orangorang yang menemukanmu. Siapa yang mati dipinggir sungai kecil itu ?" "Pengawal eyang Sindurata" jawab Rara Warih "pengawal yang paling setia dan pendia m. Ia selalu bersungguh-sungguh dan dalam keadannya sehari-hari ia sangat sopan dan bertanggung jawab. Tetapi ketika ibunda me mpercayainya mengantar aku, ia telah kehilangan nalarnya dan ingin bertindak diluar paugeran." "Dan kau sendiri telah me mbunuhnya ?" bertanya Juwiring. "Aku tidak tahu lagi apa yang aku lakukan. Tetapi aku me mbawa patrem dibawah bajuku. Diluar sadarku, aku telah me mbunuhnya" desis Rara Warih sa mbil menunduk. Air matanya mulai mengalir lagi dengan derasnya. "Sudahlah" berkata Raden Juwiring "kau tidak bersalah. Kau me mbe la dirimu dala m keadaan yang tersudut. Tetapi apakah ada yang penting sekali sehingga kau sendiri harus datang kemari?" "Ya kakangmas, karena sudah beberapa lama tidak seorangpun yang datang menghubungi ka mi." jawab Rara Warih. "Bukankah istana eyang Sindurata kini diawasi?" desis Juwiring "ka mi me ma ng menjadi agak bingung karena
keadaan. Petugas sandi mengatakan, bahwa istana Sinduratan lelah diawasi oleh prajurit Surakarta dala m tugas sandi pula." "Ya. Ka mi mengerti. Karena itu, ka mi tidak dapat mengharap kedatangan salah seorang dari saudarasaudaramu. Buntal atau Arum atau kedua-duanya." jawab Rara Warih "karena persoalannya penting sekali, maka aku telah me mberanikan diri untuk mencarimu dengan diantar oleh seorang pengawal. Tetapi pengawal itu menjadi gila " "Sudahlah. Lupakan pengawal itu. Katakan, apa yang penting yang harus kita ketahui disini" desis Raden Juwiring. Rara Warih menjadi ragu-ragu, se mentara Juwiring mendesaknya "Se mua orang disini dapat dipercaya. Katakanlah." "Apakah tidak ada petugas sandi lain yang telah menya mpaikannya kepada pimpinan pasukan disini " "bertanya Rara Warih. "Aku belum mendengar masalahnya" sahut Juwiring t idak sabar. Rara Warihpun ke mudian mengatakan apa yang diketahui oleh ibundanya. Mala m ini Mayor Bilman tidak ada di loji karena ia harus me mbawa pasukannya. Ia tidak dapat menugaskan orang lain, karena pasukan itu akan berhadapan langsung dengan induk pasukan Pangeran Mangkubumi. "Jadi kesimpulan ibunda, Mayor Bilman dan prajurit Surakarta akan langsung menyerang Gebang?" bertanya Raden Juwiring. Rara Warih mengangguk. "Apakah ibunda dapat menyebut kumpeni?" bertanya Juwiring. kekuatan pasukan
Rara Warih menggeleng. Katanya "Ibunda tidak dapat menangkap isyarat lain, kecuali bahwa Mayor Bilman akan
me mimpin sendiri pasukan khususnya itu. Nampaknya gerakan yang dilakukan ka li ini adalah gerakan yang besar dan sangat rahasia" "Ya" jawab Juwiring "t idak seorang petugas sandi-pun yang menyinggung persoalan ini. Karena itu, aku harus segera mene mui Ki Wandawa. Jika benar Mayor itu berangkat mala m ini, ma ka besok pagi-pagi mereka tentu akan menyerang dengan tiba-tiba, setelah mengepung daerah ini. Karena itu, kita harus bersiap apapun yang akan kita lakukan. Tetapi adalah tekad Pangeran Mangkubumi untuk sela lu menghindari pertempuran besar-besaran. Meskipun demikian, aku tidak tahu. keputusan apakah yang akan dia mbil kali ini." Raden Juwiringpun ke mudian mengajak kedua saudara angkatnya menghadap Ki Wandawa. Untuk menjelaskan persoalannya, maka diajaknya pula Rara Warih bersa manya. Sambil minta diri, Raden Juwiring berkata kepada orang berjanggut putih itu "Terima kasih Kiai Kau sudah menyela matkan adikku Aku mohon satu dua orang menyelenggarakan mayat pengawal yang semula adalah orang yang setia dan bertanggung jawab itu, na mun yang justru telah kehilangan nalarnya." Demikianlah maka Raden Juwiringpun telah menghadap Ki Wandawa dengan me mbawa Rara Warih serta disamping kedua adik angkatnya. Dengan singkat ia mengatakan yang telah didengar oleh Rara Warih dari ibundanya. Malam ini pasukan kumpeni dan prajurit Sura karta sedang dalam perjalanan menuju ke Gebang. Ki Wandawa mengangguk-angguk. Laporan yang diberikan atas dasar pemberitahuan dari Raden Ayu Galihwarit pada umumnya dapat dipercaya. Karena itu. maka katanya "Aku akan menghadap Pangeran. Mudah-mudahan Pangeran ada di tempat."
Demikianlah, maka Ki Wandawapun segera menghadap Pangeran Mangkubumi untuk me mberitahukan rencana kumpeni yang dapat disadap oleh Raden Ayu Galihwarit. "Siapakah yang datang ke mari untuk me mbawa berita itu ?" bertanya Pangeran Mangkubumi. "Seorang puteri. Adik Raden Juwiring" sahut Ki Wandawa. "Siapa?" "Ma manya Rara Warih" jawab Ki Wandawa yang ke mudian dengan singkat pula menceriterakan, kenapa gadis itu yang telah datang dan apa yang telah terjadi dengannya diperjalanan. "Na mpaknya berita itu sangat bersungguh-sungguh. Jika tidak, maka Raden Ayu Ranakusuma tida k akan melepaskan satu-satunya anak perempuannya itu. Untunglah bahwa ia tidak mene mui bencana diperjalanan. Karena itu, sebaiknya kita me mperhatikannya. Kita akan menghindari pertempuran besar itu. Tetapi kita akan mengganggunya. Panggillah para Senapati. Aku akan berbicara dengan mereka." Demikiankah se muanya dila kukan dengan cepat dan tergesa-gesa. Waktunya sudah menjadi se makin se mpit. Jika kumpeni dan pasukan Surakarta itu datang, maka kesempatan untuk me mbuat perhitungan yang lain tidak akan dapat di'akukannya lagi kecuali me mbenturkan diri. Se mentara itu Pangeran Mangkubumipun mengerti, bahwa kumpeni tentu akan me mbawa segala jenis senjatanya. Apalagi pasukan khususnya akan ikut menga mbil bagian. Tentu akan disertai pasukan berkuda dari prajurit Surakarta yang juga terkenal itu. Setelah mereka mene mukan kesepakatan, apa yang akan dilakukan cleh pasukan Pangeran Mangkubumi itu, maka Pengeran Mangkubumipun telah me merintahkan kepada semua Senapati untuk me lakukan tugas mereka sebaikbaiknya. Sementara itu Pangeran Mangkubumi telah
me mberikan perintah kepada pasukannya di Sukawati untuk me lakukan gerakan terpadu dengan pasukannya di Gebang. Demikianlah dengan cepat segalanya telah dapat diatur sebaik-baiknya. Dalam waktu singkat, maka Gebangpun telah dikosongkan. Sementara itu beberapa orang penghubung berkuda telah menuju ke Sukawati. Sedangkan beberapa orang petugas sandi harus menga mati jalan dari arah Surakarta. Dala m pada itu, para peronda telah melakukan tugasnya pula. Para Senapati di Gebang telah me merintahkan me lakukan penga manan atas rencana yang telah disusun. Sebelum pasukan Surakarta datang, maka tentu akan ada petugas sandi yang akan menga mati daerah yang akan menjadi sasaran. Menjelang pengosongan Gebang, tiga orang telah ditangkap oleh para peronda karena mereka mencurigakan. Mereka tidak dapat menjawab pertanyaan para peronda dengan baik, dan apalagi ketika didala m kantong ikat pinggang mere ka terdapat tanda keprajuritan Surakarta. "Kalian ingin mengetahui, apa yang kami la kukan disini ?" bertanya peronda itu. Petugas sandi itu sama seka li tidak menjawab. Ketika mereka dibawa kepada orang yang berwenang mengurusi mereka didala m pasukan Pangeran Mangkubumi, orang-orang itu terkejut melihat bahwa pasukan Pangeran Mangkubumi telah mela kukan satu gerakan menghadapi kedatangan pasukan kumpeni dan prajurit Surakarta. "Kalian sudah mengetahui ?" bertanya petugas sandi itu. Orang yang menahannya disebuah padukuhan kecil diluar padukuhan Gebang tersenyum. Katanya "Kami akan menya mbut kedatangan kalian sebaik-ba iknya."
"Setan" geram petugas sandi dari Surakarta itu "jadi ada juga pengkhianat yang menyampaikan kepada kalian tentang gerakan pasukan itu ?" "O" sahut orang yang menahannya "jadi kau menganggap orang yang menyampaikan berita itu sebagai pengkhianat ?" "Ya. Mereka telah menentang Kangjeng Susuhunan." jawab orang itu. "Tida k Ki Sanak" jawab orang yang menahannya "kami sama seka li tidak merasa me musuhi Kangjeng Susuhunan." Petugas sandi dari Surakarta itu memandang orang yang menahannya dengan tatapan mata tajam. Dengan nada dalam ia bertanya "Jika ka lian tidak menentang Kangjeng Susuhunan, lalu apa yang kalian lakukan disini ?" "Ka mi menentang kehadiran kumpeni di Surakarta" jawab orang yang menahannya. "Tetapi itu sa ma artinya menentang Kangjeng Susuhunan karena Kangjeng Susuhunan menyatakan menerima kedatangan mereka di Surakarta." jawab petugas sandi itu. Tetapi pengikut Pangeran Mangkubumi itu tersenyum. Jawabnya "Apakah kau yakin bahwa Kangjeng Susuhunan menerima kedatangan mereka dengan ikhlas" Apakah kau tidak pernah berpikir, bahwa Kangjeng Susuhunan me merlukan dukungan yang nyata untuk menga mbil satu langkah mengusir kumpeni itu dari Surakarta?" Para petugas sandi itu termenung. Pertanyaan itu me mang menyentuh hatinya. Karena itu, maka ia tidak menjawab sama sekali. Dala m pada itu, Gebang menjadi sibuk. Pasukan Pangeran Mangkubumi segera me mpersiapkan diri sesuai dengan rencana yang telah mereka susun. Gebang me mang dikosongkan. Tetapi tidak sama sekali kosong. Masih ada yang
tersisa, yang harus memancing satu gerakan kumpeni dan pasukan Surakarta. Untuk beberapa saat pasukan Pangeran Mangkubumi menunggu dengan berdebar-debar. Apakah yang disampaikan oleh adik pere mpuan Juwiring dan bersumber dari Raden Ayu Ranakusuma itu benar-benar a kan terjadi. Sebenarnyalah pada saat itu, pasukan kumpeni yang dipimpin langsung oleh Panglima pasukan khusus tengah bergerak maju bersama sepasukan prajurit Sura karta, termasuk pasukan berkuda. Mereka keluar dari kota setelah matahari terbenam. Menurut perhitungan mereka perjalanan mereka tentu tidak akan diketahui oleh Pangeran Mangkubumi. Bahkan beberapa orang Senapati dari tataran menengahpun baru mengetahui apa yang akan mereka lakukan, setelah pasukan itu mula i bergerak. Mayor Bilman di bantu oleh seorang kapten yang memiliki pengalaman ha mpir seluas Mayor Bilma n itu sendiri, telah me mbawa pasukan yang sangat kuat. Seperti yang diperhitungkan oleh para Senapati Pangeran Mangkubumi. maka mere ka telah me mbawa beberapa buah meria m kecil beroda yang ditarik oleh kuda. Dengan meria m-meria m itu mereka akan me mecah pertahanan Pangeran Mangkubumi, sehingga pasukannya akan menerobos dengan mudah untuk menghancurkannya sa ma sekali. Dala m pasukan segelar sepapan, prajurit Surakarta dan kumpeni itu dipimpin langsung oleh Pangeran Yuda kusuma. Namun de mikian, ia me mberi kele luasaan yang besar bagi kumpeni untuk menentukan langkah khusus asal tidak bertentangan dengan kesepakatan mereKa. Demikianlah, di gelapnya mala m pasukan itu merayap maju. Ternyata untuk menga mati ja lan, beberapa orang petugas sandi sudah dikirimkan lebih dahulu di muka pasukan yang besar dan kuat itu.
Namun dala m pada itu, kumpeni telah me mperhitungkan pula ke mungkinan adanya pengawas dari pasukan Pangeran Mangkubumi. "Jika pengawas itu me lihat pasukan ini, maka kita tentu sudah dekat. Mereka tidak akan sempat berbuat banyak, sementara pasukan berkuda kita akan dapat mendahului dan mengepung Gebang, sementara pasukan kitapun a kan segera sampai." berkata seorang perwira kumpeni kepada Mayor Bilman. Semakin dekat dengan Gebang, maka pasukan itupun menjadi se makin berdebar-debar. Para Senapati dari prajurit Surakartapun menjadi gelisah. Mereka akan bertemu dengan saudara-saudara mereka sendiri dalam sikap dan pendirian yang berbeda. Namun dala m pada itu, kumpeni merasa, bahwa sergapan mereka seka li ini tida k akan gagal. Mereka harus dapat menguasai dan menghancurkan induk pasukan itu. "Jika Pangeran Mangkubumi ada di Gebang, ma ka ia harus dapat ditangkap, hidup atau mati" berkata Mayor Bilman. Tetapi Mayor itupun menyadari, bahwa Pangeran Mangkubumi kadang kadang tidak ada di dala m lingkungannya. Mungkin ia berada di Sukawati. Mungkin di Gunung Garigal. Mungkin justru di tengah-tengah kota Surakarta tanpa diketahui oleh siapapun juga. Ketika mereka se makin dekat dengan Gebang, maka seperti yang mereka duga, tiba-tiba saja dua panah sendaren telah me luncur di langit. Suaranya bagaikan jerit panjang yang me lengking menuju ke padukuhan Gebang. "Seorang pengawas melihat pasukan ini" berkata kapten Kenop kepada Mayor Bilman "apakah sebaiknya pasukan berkuda mulai bergerak untuk mengepung Gebang" Dengan demikian, maka kita sudah me mberikan kesan, bahwa mereka tidak sempat lagi meningga lkan sarang mereka, sehingga
mereka harus bertahan. Pada kesempatan berikutnya, menje lang fajar, kita akan menghancurkan pertahanan mereka dengan meria m-meria m." Mayor Bilman merenung sejenak. Kemudian katanya kepada seorang perwiranya "Laporkan kepada Pangeran Yudakusuma. Pasukan berkuda a kan bergerak. Justru bersama-sama dengan pasukan berkuda dari Surakarta sendiri." Perwira itupun segera menghadap Pangeran Yudakusuma. Ternyata Pangeran Yudakusuma itu tidak berkeberatan. Sejenak kemudian, ma ka pasukan berkuda itupun mulai bergerak. Derap kaki kuda telah menyayat sepinya mala m. Debu yang putih berhamburan bagaikan kabut yang turun di ma la m hari. Pasukan berkuda itupun ke mudian me misahkan diri menje lang sa mpai ke padukuhan. Mereka akan mendekati Gebang dari dua arah. Yang separo akan me lingkari padukuhan itu untuk me mberikan kesan, bahwa Gebang telah terkepung, sementara yang lain akan datang dari jurusan yang berbeda untuk me mberikan kesan yang sa ma. Tetapi pasukan berkuda yang melingkari Gebang terkejut, Mereka me lihat belum begitu jauh, pasukan Pangeran Mangkubumi meningga lkan Gebang. Sebagian dari mereka justru me mbawa obor untuk menerangi jalan yang mereka lalui. "Gila" geram kapten Kenop "mereka ma mpu bergerak demikian cepatnya. Begitu isyarat itu naik keudara. mereka telah siap untuk meninggalkan Gebang. He, apakah mereka sudah mendengar sebelumnya bahwa pasukan ini akan datang ?" Kapten Kenop termangu-mangu sejenak. Kemudian diperintahkannya dua orang penghubung untuk me laporkannya kepada Mayor Bilman dan Pangeran
Yudakusuma yang masih merekapun sudah de kat.
da la m perjalanan meskipun Laporan itu cukup mengejutkan. Mayor Bilman sendiri ke mudian mene mui Pangeran Yudakusuma. Keduanya sepakat untuk mendahului pasukannya Berkuda serta di kawal oleh beberapa orang prajurit, keduanya mendahului pasukannya menyusul pasukan berkuda yang telah berada di seberang Gebang. Kedatangan keduanya belum terla mbat. La mat-la mat mereka masih me lihat orangorang terakhir dari iringiringan pasukan Pangeran Mangkubumi yang meninggalkan Gebang sambil me mbawa obor. "Ini adalah satu kegilaan yang tidak dapat dimaafkan" bentak Mayor Bilman" ikut aku me lihat keadaan Gebang" Tetapi ketika Mayor itu mulai bergerak, kapten Kenop berkata "Biarlah dua orang penga mat mendahului perjalanan Mayor me masuki padukuhan itu. Siapa tahu, kita berada dalam jebakan," Mayor yang marah itu menarik nafas dalam-dala m. Sambil mengangguk ia berkata "Bagus kapten. Segera perintahkan dua orang penga mat." Dua orang yang mendapat perintah untuk me lihat keadaan padukuhan itupun segera merayap mendekat dengan hatihati. Ketika mereka sampa i di regol padukuhan, ternyata regol itu sepi. Tidak ada seorangpun yang berjaga-jaga digardu.
Ketika mereka me masuki padukuhan itu beberapa langkah, maka yakinlah mereka, bahwa padukuhan itu telah kosong, sehingga merekapun ke mudian berlari-lari menyusuri jalan padukuhan untuk meyakinkan penga matan mereka. Ketika mereka mengetuk dan ke mudian me mbuka dengan pa ksa pintu-pintu rumah, maka rumah-rumah itupun telah kosong. Sambil mengumpat keduanya dengan tergesa-gesa kembali kepada kapten Kenop untuk melaporkan, apa yang mereka lihat di padukuhan itu. "Mustahil" gera m Kapten Kenop "jika mereka tahu pada saat isyarat itu dilontarkan, mereka tentu belum selesai bersiaga. Menurut kesimpulanku, mereka sudah me mperhitungkan bahwa Gebang akan dikepung hari ini." "Tetapi tidak mungkin rahasia ini bocor" gera m Mayor Bilman. "Ya. Tidak mungkin" sahut Pangeran Yudakusuma "segalanya dilakukan dengan penuh kewaspadaan dan berhati-hati." "Tetapi kita tidak dapat mengingkari kenyataan ini" berkata kapten Kenop ke mudian. "Kita tida k ada waktu untuk berbantah sekarang" berkata Mayor Bilman "pasukan Pangeran Mangkubumi masih belum jauh. Kita akan me ngikuti mereka. Ternyata mereka cukup bodoh, sehingga mereka justru me mbawa obor yang akan dapat menuntun kita dengan mudah mengikuti mereka. "Apakah kita akan menyergap mereka?" bertanya seorang perwira. "Kita akan mengikut i mereka. Jika fajar menyingsing, dimanapun mereka berada, kita akan menyergap dan mengi hancurkan. Mungkin kita tidak akan dapat mengepungnya. Tetapi mereka tidak akan dapat melarikan diri dari pasukan berkuda" sahut Mayor Bilman.
Demikianlah, maka Pangeran Yudakusuma pun telah menga mbil satu sikap. Dipanggilnya para Senapatinya untuk mendengar perintahnya. Mereka akan mengikuti pasukan Pangeran Mangkubumi yang agaknya juga hanya berjalan kaki. Pasukan berkuda akan berada didepan, tetapi mereka akan maju bersa ma pasukan la in yang tida k berkuda. Mereka akan mengikuti pada jarak tertentu, sehingga Pangeran Mangkubu. mi tidak menyadari, bahwa mereka telah diikuti. Perintah itu jelas bagi setiap Senapati. Karena itu, maka merekapun segera menyiapkan pasukan maeing-masing. Dipaling depan adalah pasukan berkuda yang dipimpin oleh kapten Kenop. Baru kemudian pasukan yang lain, yang mengiringinya dengan berjalan ka ki. Tidak sulit bagi pasukan itu untuk mengikuti pasukan Pangeran Mangkubumi dari jarak yang cukup. Merekan me lihat obor bergerak ditengah-tengah bulak. Berpuluh-puluh. Meskipun na mpaknya tidak setiap orang me mbawa obor, tetapi dari yang paling ujung, sa mpai ke pangka lnya, nampak iring-iringan itu cukup panjang. "Seluruh isi Gebang ikut dala m iring-iringan itu" berkata Kapten Kenop "na mpaknya mereka me nuju ke Sukawati." "Ya mereka menuju ke Sukawati" sahut perwira yang lain "tetapi mereka tidak akan sampai di Sukawati Sebentar lagi langit akan mulai dibayangi fajar. Pasukan Pangeran Mangkubumi itu merayap seperti siput." Kapten Kenop tidak menjawab. Namun ia me mang harus menahan hati untuk menunggu fajar. Sebenarnyalah menurut perhitungan, perang itu akan lebih baik dila kukan setelah matahari terbit, agar tidak terjadi salah paham. Apalagi kumpeni agak sulit untuk me mbedakan orang-rang pribumi, kecuali dari ujud pa kaiannya saja. Untuk beberapa pasukan Kumpeni dan prajurit Surakarta itu mengikuti puluhan obor yang menyingkir dari Gebang.
Sementara itu kapten Kenop sudah me mperhitungkan, bahwa diantara mereka tentu terdapat perempuan dan anak-anak. "Tetapi, apaboleh buat" berkata kapten yang garang itu "jika terjadi sesuatu atas perempuan dan anak-anak ilu adalah tanggung jawab Pangeran Mangkubumi. karena ia tidak dengan tegas me misahkan mereka dengan pasukannya." Kapten Kenop sudah me merintahkan sepasukan kecil dari pasukan berkuda itu untuk menyerang dari la mbung, meskipun mere ka harus menyeberangi sawah yang basah. Kemudian pasukan yang lain akan menyerang dari belakang. Jika sebagian dari mereka akan berlari cera i berai, maka sudah ada petugas-petugas yang akan mengejar mereka dan menghancur lumatkan. Sejenak kemudian ternyata bahwa iring-iringan orang me mbawa obor itu me lintasi sebuah sungai yang cura m. Karena itu, maka kapten Kenop telah me merintahkan agar mereka yang me mbawa meria m berhati-hati. "Meria m-meria m itu jangan sa mpai terperosok ketempat yang sulit untuk di angkat" katanya kepada penghubung yang segera menyampaikannya kepada pasukan kecil yang bertanggung jawab atas meria m-meria m yang mereka bawa. Demikianlah, maka kapten Kenop me lihat obor-obor itu turun ke sunga i, na mun beberapa saat ke mudian na mpak obor obor itu menda ki di seberang. Kapten Kenop sudah me mbayangkan, bahwa sungai itu akan dapat sedikit mengha mbat pasukannya. Agaknya pasukan Pangeran Mangkubumi harus maju lebih la mbat lagi ketika mereka menyeberang sungai itu, apalagi agaknya diseberang tebingpun cura m pula. Tetapi kapten Kenoppun tahu, karena ada jalur jalan yang me mang me lintasi sungai itu, tentu jalan menyeberang itupun akan dapat dite mpuhnya, meskipun agak sulit.
Mutiara Hitam 3 Wiro Sableng 072 Purnama Berdarah Memburu Manusia Harimau 3
^