Pencarian

Hantu Bersayap 1

Raja Naga 09 Hantu Bersayap Bagian 1


Hak cipta dan copy right pada
penerbit dibawah lindungan
undang-undang Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
SATU MALAM beranjak angker. Hembusan angin ma-
lam semilir, tetapi dingin menusuk. Tak biasanya an-
gin malam berhembus seperti ini, seolah mengabarkan
akan terjadi satu kejadian yang sangat mengerikan.
Bayangan pepohonan yang berjajar di hutan itu, seper-ti raksasa yang sedang
menjaga. Suara burung malam
terasa menyayat hati dan pendengaran. Malam seperti
mati. Rembulan menghilang di balik gumpalan awan
hitam. Tiba-tiba keheningan di hutan itu dipecahkan
oleh suara kepakan sayap yang sangat cepat dan ken-
cang, yang berasal dari dalam hutan. Dari kepakan
sayap itu timbul gelombang angin yang membuat
ranggasan semak terpapas rata ujungnya!
Menyusul suara kepakan yang cukup keras itu,
satu bayangan melesat keluar dari dalam hutan itu.
Gerakannya sangat cepat dan lincah. Bayangan itu
nampak gelap, karena malam memang pekat dan rem-
bulan tertutup oleh awan hitam.
Bayangan yang terbang dan sesekali menge-
pakkan kedua sayapnya terus melesat. Dari sosok
yang nampak, bayangan itu seukuran manusia dewa-
sa! Setelah beberapa lama menempuh perjalanan
di udara, bayangan bersayap itu hinggap di halaman
sebuah rumah yang cukup besar. Tak ada suara yang
terdengar saat dia hinggap. Matanya tajam memperha-
tikan bangunan mewah itu, bangunan yang menanda-
kan kalau pemiliknya adalah orang berada. Keadaan di rumah itu sepi.
Sepasang mata bayangan bersayap ini meman-
dang tak berkedip ke depan. Sorot matanya mengeri-
kan dan sesekali seperti terlihat sinar merah yang me-nyilaukan.
Sebelum dia melangkah, secara tiba-tiba kehe-
ningan itu dipecahkan oleh bentakan keras, "Manusia terkutuk! Siapa kau yang
berani muncul di rumah Juragan Jagalaksa"!"
Menyusul bentakan itu, telah berdiri delapan
orang lelaki gagah yang memegang tombak dari samp-
ing kanan kiri rumah itu. Menilik kemunculan mereka
yang tiba-tiba, jelas sekali kalau orang-orang sebelumnya mengetahui kehadiran
orang bersayap ini. Mereka
langsung mengelilingi si bayangan bersayap. Pandan-
gan masing-masing orang dipenuhi kemarahan tinggi.
Bayangan bersayap itu menggeram dingin.
"Kalian hanya mencari mampus berani meng-
halangi keinginanku!" suaranya pun dingin, dalam dan menghujam ke jantung
Tetapi orang-orang yang bertindak sebagai pen-
gawal rumah besar itu tak ada yang keder. Mereka tak mempedulikan kata-kata yang
sarat dengan ancaman.
"Meninggalkan halaman rumah ini dengan se-
gera adalah tindakan yang lebih baik sebelum kami
memutuskan untuk mencacak tubuhmu!!" bentak sa-
lah seorang. Tombak yang dipegangnya sudah dihunuskan.
Bayangan bersayap menggeram dingin.
"Yang kubutuhkan adalah harta milik orang
yang kalian jaga dengan nyawa kalian! Aku tak mem-
butuhkan nyawa-nyawa busuk seperti milik kalian!
Dan tak akan ku ulangi lagi ucapanku ini! Menyingkir, atau mampus saat ini
juga!!" "Setan! Kau pikir kami takut, hah"! Bunuh ma-
nusia itu!!" bentak si lelaki yang kemudian mendahului
menerjang dengan tombaknya. Terjangan yang dilaku-
kannya segera disusul oleh yang lainnya.
Bayangan bersayap mengertakkan rahangnya
keras-keras. Secara tiba-tiba tubuhnya berputar se-
raya merentangkan sayap kanannya.
Wuunggg!! Gelombang angin serta-merta terjadi. Dan dela-
pan orang yang menerjang itu seketika berpentalan
laksana sehelai kapas yang terhempas badai!
Beberapa orang menabrak dinding pembatas
rumah. Beberapa orang lagi menabrak dinding rumah.
Secara bersamaan pula, masing-masing orang terbant-
ing lagi ke depan dan ambruk dengan nyawa putus di
atas tanah! "Huh! Kalian hanya membuang nyawa percu-
ma!!" maki si bayangan bersayap.
Lalu dengan merentangkan sedikit sayapnya,
dia sudah hinggap lagi di depan pintu rumah besar itu.
Dengan sekali mendorong saja, pintu itu jebol!
Di kamarnya, Juragan Jagalaksa yang baru tiga
hari menikah itu tersentak kaget. Terburu-buru dia
bangkit dari atas tubuh istrinya yang dalam keadaan
polos. Keringat membasahi sekujur tubuhnya. Nafas-
nya masih terengah-engah.
"Apa yang terjadi, Kakang?" tanya istrinya yang masih berusia sekitar tujuh
belas tahun. Yang begitu merasakan kegiatan suaminya terhenti, perlahan-lahan
dibuka kedua matanya. Dia juga mendengar su-
ara dobrakan pintu tadi. Tetapi kala itu sukmanya sedang berada di awang-awang.
Karena mendadak saja
suaminya menghentikan tindakannya, dia seperti ter-
hempas di atas tanah! Rasa kesalnya sesaat muncul.
Namun begitu dilihatnya suaminya terdiam, rasa kesal di hatinya hilang.
Juragan Jagalaksa tak menjawab. Ditajamkan
kedua alat pendengarannya. Lelaki bertubuh sedikit
gemuk ini mengerutkan keningnya, karena tak me-
nangkap suara-suara di luar.
"Aneh!" desisnya.
"Apa yang terjadi, Kakang?" tanya Istrinya lagi seraya bangkit. Tidak berusaha
untuk menutupi tubuhnya yang polos. Sepasang bukit kembarnya sedikit
basah oleh keringat, kencang dan menggemaskan. Di
bagian atas bukit kembarnya sebelah kanan, terdapat
sebuah tompel yang cukup besar berwarna coklat.
Dengan adanya tompel itu, bukannya menjadikan bu-
kit kembarnya tidak enak dipandang. Justru semakin
membuat orang tergila-gila untuk melihat, menjamah
maupun untuk....
Juragan Jagalaksa memandangi istrinya yang
baru tiga hari dinikahinya itu. Selama ini, Juragan Jagalaksa dikenal sebagai
seorang dermawan yang mem-
punyai usaha pada bidang perdagangan. Setelah sepu-
luh tahun menduda karena istrinya yang pertama me-
ninggal karena sakit, Juragan Jagalaksa memutuskan
untuk menikah lagi. Dan pilihannya jatuh pada is-
trinya yang masih belia ini.
Masih dipandanginya istrinya yang perlahan-
lahan tersenyum. Tetapi begitu disadari kalau sua-
minya sedang sedikit bingung, dia urung untuk mena-
rik lagi tubuh suaminya, meneruskan kegiatan mereka
yang belum selesai. Saat itu pula ketegangannya kem-
bali merambat. Mendadak... braaakk!!
Terdengar pintu bagian tengah jebol seperti dis-
entak. Seketika Juragan Jagalaksa mengenakan pa-
kaiannya. "Kau tunggu di sini!"
"Kakang... aku ikut!" seru istrinya yang terburu-buru mengenakan pakaiannya
pula. Juragan Jagalaksa menarik napas pendek. Di-
turutinya apa yang diinginkan istrinya.
"Aneh! Apa yang terjadi" Ke mana para penjaga
rumahku ini?" tanyanya dalam hati. Begitu dirasakan tangan istrinya telah
memegang tangannya, Juragan
Jagalaksa memutuskan pertanyaannya sendiri. "Jangan bersuara...."
Keadaan yang tiba-tiba menjadi tidak menye-
nangkan itu, membuat sepasang suami istri yang ma-
sih giat-giatnya melakukan kewajiban mereka, menjadi sedikit gusar. Tetapi yang
mereka rasakan justru satu ketegangan yang sangat mengerikan.
Juragan Jagalaksa mengambil pedang yang ter-
sampir di dinding.
"Aku tak mengerti, pada ke mana orang-
orangku itu?" desisnya pada dirinya sendiri. Lalu dengan hati-hati dibukanya
pintu kamarnya. Dicobanya
untuk mengintip lebih dulu keluar.
Namun.... Braaakkk!! Pintu itu seketika jebol. Dan menghantam tu-
buh Juragan Jagalaksa beserta Istrinya yang seketika terhuyung ke belakang.
"Kakang!" jerit istrinya yang terbanting di atas lantai. Rupanya dia belum
sepenuhnya merapikan pakaiannya. Pakaian bagian atasnya memang telah tertu-
tup. Tetapi di balik kain kamben yang dikenakannya,
dia tak mengenakan apa-apa! Hingga saat tubuhnya
terjengkang dan kambennya terbuka, terlihat sesuatu
yang sangat menggiurkan!
Juragan Jagalaksa sendiri buru-buru bangkit
dengan susah payah. Ditolakkan pintu yang menimpa
tubuhnya tadi. Kedua tangannya terasa agak ngilu.
Pedang yang dipegangnya tadi terlepas.
Dan begitu melihat satu sosok tubuh yang ber-
diri di ambang pintu, kepalanya menegak dengan ke-
dua mata membeliak. Di pihak lain, begitu melihat paras orang yang tiba-tiba
muncul, Istrinya sudah jatuh pingsan!
Juragan Jagalaksa bukanlah seorang yang
memiliki nyali ciut. Usahanya yang maju di bidang
perdagangan, sebagai bukti salah satu dari kebera-
niannya. Dengan gagah disambarnya lagi pedangnya
yang terlepas. Pandangannya tak berkedip pada orang
yang muncul di ambang pintu.
"Siapa kau"!" bentaknya keras. Orang yang
berdiri di ambang pintu yang bukan lain si bayangan
bersayap menggeram.
"Aku datang untuk mengambil seluruh ke-
kayaanmu! Bila kau tidak melakukan kerja sama yang
baik, berarti aku datang untuk mengambil nyawamu!".
"Terkutuk! Kau pikir kau dapat melakukan se-
mua ini, hah"!" geram Juragan Jagalaksa keras. Lalu berseru, "Jamalun! Gordo!
Berguno!" "Huh! Para pengawalmu tak akan mampu me-
lindungimu, karena mereka telah mampus kubunuh!
Cepat kau lakukan kerja sama yang baik denganku!!"
Juragan Jagalaksa merasa hatinya mulai tidak
tenang. Rasa takutnya tiba-tiba muncul. Tetapi biar
bagaimanapun juga, dia tak menghendaki orang ber-
sayap itu merampas seluruh kekayaannya.
Dipandanginya orang itu yang sedang mena-
tapnya. Juragan Jagalaksa terkejut tatkala menyadari kalau orang itu mengenakan
topeng yang menyeramkan! Yang menutupi sebagian besar wajahnya kecuali
matanya yang menyala-nyala!
Perasaan Juragan Jagalaksa semakin menciut.
Sebelum dia melakukan apa-apa, tiba-tiba tangan ka-
nan orang itu sudah mencengkeram lehernya.
"Aku bisa mematahkan batang lehermu dengan
sekali sentak! Tetapi tentunya kau lebih menyayangi
nyawamu ketimbang hartamu!" ancamannya dingin.
"Tunjukkan di mana kau simpan hartamu"! Atau kau ingin membuktikan apa yang
kukatakan tadi"!"
Dalam sekali tekan saja, Juragan Jagalaksa
sudah megap-megap kesulitan bernapas. Diangguk-
anggukkan kepalanya dengan gerakan terburu-buru.
Orang bersayap yang mengenakan pakaian hi-
tam itu tertawa angker. Lalu dengan tangan yang se-
makin keras mencengkeram leher Juragan Jagalaksa,
dipaksanya lelaki bertubuh setengah tambun itu un-
tuk mengeluarkan seluruh miliknya.
Dengan sebuah karung kecil, orang bersayap
itu berhasil mengeruk seluruh harta kekayaan Jura-
gan Jagalaksa yang berupa uang dan perhiasan.
"Kau telah melakukan kerja sama yang baik
denganku! Dan aku minta, pada saat-saat mendatang
kau juga melakukannya!!"
Juragan Jagalaksa yang tersungkur di dinding
tatkala orang itu mendorongnya, hanya memandang
sengit. Kemarahannya muncul kembali. Tetapi hati ke-
cilnya mengatakan, agar dia jangan bertindak gegabah.
Walaupun dia berusaha untuk menindih ama-
rahnya, tetapi amarah itu telah bergolak. Dengan su-
sah payah sambil menahan sakit pada lehernya, Jura-
gan Jagalaksa berdiri.
"Manusia terkutuk! Siapa kau"!"
"Kau tak perlu mengenal siapa aku! Aku datang
bukan hanya untuk mengeruk seluruh kekayaanmu,
tetapi seluruh kekayaan yang orang-orang miliki!"
"Terkutuk! Aku bersumpah, suatu saat kau
akan mampus tertelan oleh benda-benda yang kau cu-
ri!" Kilatan merah pada kedua mata orang bersayap
semakin kentara. Tajam, dingin dan bengis.
"Kau telah menunjukkan kematianmu sendiri!"
"Terkutuk!!"
Wuutttt!! Tangan kanan orang bersayap sudah bergerak.
Dan... plopp! "Heeiiggkk!!"
Sebuah kalung masuk ke mulut Juragan Jaga-
laksa di saat lelaki itu membentak tadi. Kontan Juragan Jagalaksa merasakan
sesuatu yang menyiksa jalan
nafasnya. Dia berusaha untuk memuntahkan kalung
itu. Tiba-tiba dirasakan satu tenaga telah memak-
sanya untuk terus mengatupkan mulut. Bahkan dira-
sakan kedua lubang hidungnya tak bisa dipergunakan
untuk bernapas.
Orang bersayap yang sedang menunjuk ke


Raja Naga 09 Hantu Bersayap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

arahnya sambil mengerahkan tenaga dalam terbahak-
bahak. "Kau telah memilih jalan kematianmu sendiri!!"
Habis ucapannya, dengan memanggul parang
rampasannya orang bersayap melesat terbang. Di ru-
mahnya, Juragan Jagalaksa berkelojotan dengan tu-
buh menyentak-nyentak. Dia berusaha untuk membu-
ka mulut dan bernapas selega-leganya. Tetapi semakin di usahakan, semakin sulit
dilakukan. Tiga kejapan lain, Juragan Jagalaksa sudah
menggelosoh dengan tubuh penuh keringat dan wajah
memutih pucat! DUA KEMATIAN Juragan Jagalaksa yang dermawan
itu menyentakkan seisi dusun keesokan paginya.
Orang-orang ramai membicarakan kematiannya yang
mengenaskan. Juga menduga-duga apa yang terjadi.
Delapan pengawal Juragan Jagalaksa adalah orang-
orang gagah yang memiliki sedikit ilmu bela diri. Melihat kematian mereka,
orang-orang di sana menduga
kalau si pembunuh jelas memiliki ilmu yang lebih ting-gi.
Astari, istri Juragan Jagalaksa, masih dapat di
selamatkan. Tetapi Astari tak bisa bercerita banyak.
Dia selalu menangis dan menangis penuh ketakutan.
Sesekali terdengar ucapannya, "Hantu Bersayap...
Hantu Bersayap... "
Ramalah orang-orang di dusun itu mencerita-
kan tentang munculnya Hantu Bersayap yang telah
membunuh Juragan Jagalaksa. Tiga orang yang me-
ronda malam itu mengatakan, tidak mendengar apa-
apa pada malam kejadian. Mereka kemudian sepakat
untuk mengadakan ronda secara ketat. Siang dan ma-
lam mereka berusaha menemukan jejak Hantu Ber-
sayap. Namun sampai tujuh hari lamanya, Hantu Ber-
sayap tak pernah muncul. Kendati demikian, tak men-
gurangi kewaspadaan para penduduk desa itu.
Berita tentang munculnya Hantu Bersayap, ter-
dengar pula ke telinga seorang pemuda yang mengena-
kan rompi ungu terbuka di bagian dada. Dadanya bi-
dang dengan menonjolkan otot-otot yang terlatih.
Rambut si pemuda tampan ini dikuncir kuda. Saat itu
dia sedang makan di sebuah warung yang terdapat di
pinggir dusun itu. Agak berada di pojok.
"Anehnya," kata salah seorang yang sedang
bercerita dengan mulut sedikit penuh, "Sampai saat ini tak terdengar lagi kabar
si Hantu Bersayap itu muncul"
"Hantu Bersayap hanya menginginkan harta
kekayaan seseorang. Di dusun kita, hanya Juragan
Jagalaksa orang yang kaya. Mungkin saat ini dia se-
dang melakukan aksinya di tempat lain," sahut temannya
Pemuda berompi ungu yang sedang menikmati
makanannya, mendengarkan dengan seksama. Saat
dia menyuap nasinya, terlihat sisik-sisik coklat yang memenuhi lengannya sebatas
siku. Sisik-sisik coklat
itu juga terdapat di lengan lainnya. Anak muda ini melirik orang-orang yang
sedang membicarakan Hantu
Bersayap. Astaga! Lirikannya begitu angker! Seperti men-
gandung tenaga gaib yang mampu melemahkan nyali
siapa pun yang melihatnya.
"Hantu Bersayap... siapa pula orang itu?" desisnya dalam hati. Pemuda yang bukan
lain Boma Paksi atau yang lebih dikenal dengan julukan Raja Na-ga, terus mendengarkan.
"Dan kematian Juragan Jagalaksa justru mem-
bikin orang-orang seperti Mat Bendot dan gerombolan-
nya menjadi merajalela. Selama ini Mat Bendot hanya
berdiam diri karena takut dengan Juragan Jagalaksa."
"Ya! Kau benar! Dia semakin gila memeras para
penduduk!"
"Seharusnya kita bahu membahu untuk meng-
hadapinya!"
"Tapi kau kan tahu sendiri, Mat Bendot begitu
kejam. Bukankah Kakang Jumewa dibunuhnya begitu
saja di hadapan anak dan istrinya?"
"Ya! Kekejamannya itu sudah tak bisa dibiar-
kan!" "Tapi... siapa yang berani menghadapinya" Siapa?" "Bagaimana dengan
Astari?" tanya lelaki yang di bahunya tersampir sebuah kain yang sudah lusuh.
Nampaknya dia tidak begitu menyukai percakapan
tentang Mat Bendot dan gerombolannya yang merajale-
la. "Wah! istri Juragan Jagalaksa itu tak bisa diharapkan banyak! Dia memang bisa
bercerita, tetapi sela-lu terpotong. Ki Lurah saat ini sedang berusaha untuk
menanyakan semua kejadian yang mengerikan."
"Sayang... masih muda sudah jadi janda."
"Memangnya kau mau dengan dia, Tong"."
Otong yang giginya tonggos menyeringai.
"Siapa yang tidak mau dengan Astari" Kau in-
gat tidak, Gus, sebelum Astari dipungut istri oleh Juragan Jagalaksa, kita
sering mengintipnya mandi?"
"Iya jelas ingat! Tapi...," mata Bagus melirik ke kanan kiri. "Jangan keras-
keras kau bicara!"
"Hei, hei... memangnya kalian pernah mengintip
Astari mandi?" tanya yang duduk di samping kiri. Kepala lelaki ini bulat dengan
sedikit botak di tengah.
Bagus menganggukkan kepalanya.
"Jangan cerita-cerita...."
"Coba, coba... katakan padaku, bagaimana ben-
tuk tubuhnya?"
"Tanya Otong saja," sahut Bagus setengah ter-paksa. Sebenarnya ini rahasianya
dengan Otong, tetapi Otong sudah lancang bicara.
Sementara itu Otong justru bersemangat. Dia
merasa bangga karena hanya dia dan Bagus yang per-
nah melihat tubuh Astari sebelumnya.
Otong mengangkat jempolnya.
"Begini! Tubuhnya indah! Kulitnya mulus dan
menggiurkan! Bukit kembarnya... waduh! Tidak sabar
rasanya tanganku untuk menjamah dan meremasnya!
Kalau bisa juga... hehehe... menciuminya!"
"Terus, terus...," pinta Bulang bersemangat. Di-am-diam dia menelan ludahnya dan
merasa iri dengan
keberuntungan Otong dan Bagus.
"Apalagi... di atas payudaranya sebelah kanan
itu, terdapat sebuah tompel cukup besar berwarna
coklat! Ih! Semakin membuatku tidak sabar untuk
menjilatinya! Eh, kau tahu tidak" Pinggulnya... aduk, Mak! Nggak ketahanan deh!
Pahanya mulus menggiurkan! Juga... hehehe,.. kau tahu sendirikan, benda yang ada
di pangkal paha?"
"Bagaimana... bagaimana bentuknya?"
"Wah! Pokoknya mengundang...."
"Heemm!!"
Kata-kata Otong terpotong, karena pemuda be-
rompi ungu mendeham. Ketiga orang itu melirik tak
senang. Tetapi si pemuda dengan tenangnya bangkit
dan membayar apa yang telah dimakannya. Lalu berla-
lu dari sana. "Sombong!" dengus Otong.
"Siapa sih pemuda itu" Aku baru melihatnya!"
sahut Bulang yang merasa kesal karena cerita Otong
terpotong. Padahal yang akan didengarnya adalah se-
suatu yang luar biasa.
"Pasti dia seorang pengembara! Bukankah ak-
hir-akhir ini desa kita banyak kedatangan pengemba-
ra?" kata Bagus.
"Sudah, sudah... teruskan lagi ceritamu, Tong!"
Sementara Otong meneruskan ceritanya, Raja
Naga terus melangkah masuk ke dusun itu. Saat ini
matahari baru sepenggalah. Kesibukan di dusun itu
sangat kentara sekali. Beberapa orang menyapanya
dan menawarkan dagangan yang mereka jual. Bebera-
pa orang memandang terkejut begitu melihat tatapan-
nya. Beberapa orang gadis cekikikan melihat ketampa-
nannya. Semua disambut murid Dewa Naga dengan se-
nyuman. "Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Siapa orang yang dijuluki Hantu Bersayap itu?" desis Boma Paksi dalam hati.
Tiba di pasar yang ada di dusun itu, keributan
terjadi. Seorang kakek yang jelas-jelas sudah tidak
memiliki daya, sedang dihajar oleh dua orang lelaki
bertubuh tinggi besar dengan wajah dipenuhi bulu
tebal. Di pinggang masing-masing terdapat sebuah go-
lok tajam. "Orang tua! Kemarin kau belum membayar pa-
jak, sekarang juga demikian! Apakah kau lebih rela tubuhmu kami hajar ketimbang
kau membayar pajak"!"
"Ampun, Den... ampun... saya... saya... belum
mendapatkan untung...," sahut si kakek tersendat, mulutnya sudah mengeluarkan
darah. "Setan! Aku tak meminta untung mu! Aku
hanya minta kewajibanmu untuk membayar pajak!
Atau... kau ingin Mat Bendot yang turun tangan untuk menghajarmu"!" bentak si
lelaki bengis. "Jangan, Den... jangan...."
Sraaakkk!! Golok yang berada di pinggang kini sudah be-
rada di tangan. Tergenggam erat dan diacungkan di
depan wajah si kakek.
"Berikan sekarang juga! Atau... kami sita ba-
rang dagangan mu ini!!"
Orang tua yang tak berdaya itu terus mengiba-
ngiba. Sementara para pedagang lainnya memandang
dengan takut-takut. Di hati sebagian dari mereka begi-tu geram dan membenci
tindakan orang-orang yang
merupakan anak buah Mat Bendot. Ada orang yang in-
gin segera menolong si kakek, tetapi masih berpikir
beberapa kali mengingat mereka mempunyai keluarga.
"Jangan... jangan sita dagangan saya, Den!" se-ru si kakek sambil memburu lelaki
yang satunya lagi, yang sudah mengangkuti kain-kain dagangannya.
Lelaki yang mengacungkan golok menendang-
nya hingga dia jatuh tersungkur. Tetapi si kakek tetap bangkit untuk merebut
kembali dagangannya.
Lelaki yang mengacungkan golok dan bernama
Pergiwo, menendangnya kembali.
Des!! Yang mengherankan, kalau sebelumnya si ka-
kek tersungkur, kali ini si kakek tiba-tiba melenting ke udara dan hinggap di
atas tanah. Bukan hanya orang-orang yang berada di sana, termasuk Pergiwo dan
te- mannya yang bernama Adkuro yang tercengang, si ka-
kek sendiri terkejut. Dipandangi sekujur tubuhnya
dengan tatapan membelalak.
"Astaga! Apa yang terjadi?" desisnya heran. Dan belum dia menemukan jawaban atas
keheranannya, tiba-tiba saja tubuhnya seperti terdorong, sudah melesat ke arah Pergiwo. "Hei,
hei!!" seru si kakek gelaga-pan sendiri.
Melihat si kakek melesat ke arahnya, Pergiwo
menjadi murka. Serta-merta disabetkan goloknya yang
jelas-jelas akan membuat tubuh si kakek tercacak!
Orang-orang yang memandang menahan napas
melihat kenekatan si kakek. Beberapa orang sudah
siap bergerak untuk menolong. Tetapi yang terjadi ke-
mudian sungguh mengejutkan, karena si kakek berha-
sil menghindari sabetan golok yang memperdengarkan
suara membeset angin!
Bahkan tiba-tiba saja....
Plaaak! Tangan kanan si kakek sudah menampar wajah
Pergiwo! Yang ditampar tersentak kaget dengan mulut
menganga. Untuk beberapa lama dia berdiam dengan
pandangan tak berkedip. Tak disadarinya kalau darah
mengalir dari sela-sela bibirnya.
"Heiii! Kakek Kuto bisa melawan"!"
"Astaga! Aku yakin kalau Kakek Kuto memiliki
ilmu bela diri. Tetapi selama ini dia berdiam diri terus menyembunyikan
keahliannya. Pasti, pasti sekarang
dia sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi!"
"Bagus! Ini kesempatan kita untuk menghajar
kedua anak buah Mat Bendot!"
Di pihak lain, Adkuro yang sudah mengambil
barang dagangan milik Kakek Kuto, tersentak melihat
apa yang dialami oleh Pergiwo. Dengan gusar dia
membanting barang-barang yang diambilnya. Lalu
dengan kemarahan tinggi, diloloskan goloknya dan dia menerjang ke arah Kakek
Kuto. Seperti yang terjadi tadi, Kakek Kuto dapat
menghindari tebasan golok Adkuro. Adkuro sejenak
terperangah. Tetapi saat itu pula kemarahannya sudah naik ke ubun-ubun!
"Keparat! Akan ku cacak tubuhmu, Kakek cela-
ka!!" Tetapi sebelum dilakukannya, tiga orang lelaki sudah menyergapnya. Lalu
membantingnya. Sebagian
lagi menyerbu ke arah Pergiwo. Seperti mendapatkan
tempat untuk melampiaskan segala kemarahan yang
telah mereka tahan, orang-orang itu menghajar Pergi-
wo dan Adkuro sampai babak belur.
Dan tak seorang pun yang tahu apa yang ke-
mudian dipikirkan oleh Kakek Kuto. Saat ini Kakek
Kuto sedang memandangi tubuhnya sendiri, lalu me-
natap kedua tangannya lama-lama.
"Astaga! Apa yang terjadi" Bagaimana mungkin
aku bisa menghajar keduanya" Apa yang terjadi"!"
Dan tanpa sepengetahuan siapa pun juga, Bo-
ma Paksi tersenyum dalam hati.
"Hemm... mudah-mudahan dengan apa yang
kulakukan itu, kedua anak buah Mat Bendot bisa sa-
dar," desisnya dalam hati.
Boma Paksi-lah yang tadi membantu Kakek Ku-
to menghadapi kedua orang galak itu dengan jurus
'Hamparan Naga Tidur'.
Tetapi apa yang diharapkannya tidak berjalan
seperti yang diinginkannya. Karena begitu dilepaskan dalam keadaan babak belur,
Pergiwo dan Adkuro segera berlari terbirit-birit tanpa menghiraukan rasa sakit


Raja Naga 09 Hantu Bersayap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang mereka alami. Keduanya terus berlari menuju ke
sebuah tempat yang dipenuhi ranggasan semak belu-
kar. Tiba di sebuah tempat yang terhalang oleh pepo-
honan tinggi, keduanya menghentikan lari masing-
masing. Di tempat ini mereka baru merasakan sakit
yang tak terkira.
"Pergiwo... apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Adkuro dengan keheranan yang
kian menjadi-jadi.
"Bagaimana Kakek Kuto dapat menjadi hebat seperti itu?" Pergiwo yang bibirnya
sudah jontor. dan sedikit berdarah mengeluh. Lalu bersuara sengau, "Aku tidak
tahu." "Ini tak bisa kita biarkan berlarut-larut. Mereka
pasti akan memberontak."
"Kita katakan semua ini pada Kakang Mat Ben-
dot." "Tapi...."
"Kenapa" Kau khawatir Kakang Mat Bendot
akan murka?"
"Ya! Apakah kau tidak memikirkan soal itu?"
Pergiwo menarik napas pendek. Ngilu pada se-
kujur tubuhnya kian menjadi-jadi. Untuk beberapa
saat keduanya tak ada yang buka suara. Lalu tanpa
sadar mereka mengarahkan pandangan pada sebuah
tenda besar berwarna hitam yang tak jauh dari sana.
Di sanalah Mat Bendot tinggal bersama anak buahnya
yang lain. "Aku yakin, Kakang Mat Bendot tidak akan
murka. Malah ini suatu petunjuk untuknya kalau
orang-orang desa sudah mulai memberontak."
"Tapi...."
"Adkuro... bukan hanya kau yang ketakutan.
Aku pun sudah merasa sebelah kakiku telah masuk ke
neraka! Tapi bila kita tidak muncul, Kakang pasti akan bertambah murka! Kita
hanya berharap akan kebai-kannya saja!"
Adkuro mengangguk-anggukkan kepalanya
sambil menghela napas panjang. Rasa nyeri pada tu-
buhnya kian terasa, apalagi ditambah dengan pera-
saan tidak tenang.
"Kalau begitu, ayo kita laporkan semua ini pada Kakang Mat Bendot!"
Memutuskan demikian, kedua orang itu segera
melangkah mendekati tenda besar yang mereka lihat.
* * * Mat Bendot lelaki bertubuh besar dengan ke-
dua tangan yang besar pula. Wajahnya dipenuhi cam-
bang bawuk. Matanya bersorot kejam. Di pipi kirinya
terdapat codet bekas luka. Menurut kabar, Mat Bendot adalah murid seorang
perempuan kejam yang berdiam
di Gunung Halimun.
Mendengar laporan Pergiwo dan Adkuro, Mat
Bendot tidak bersuara. Lelaki berpakaian hitam ini
hanya berdiam diri, duduk di kursinya sambil mengu-
sap-usap cambangnya.
Apa yang dilakukannya justru membuat Pergi-
wo don Adkuro menjadi tidak tenang. Perasaan mereka
diliputi ketakutan yang cukup tinggi.
Keduanya tersentak kaget ketika Mat Bendot
mendeham. "Kalian beristirahat sekarang! Kau, Jumono!
Bawa lima orang untuk membunuh Kakek Kuto dan
penduduk yang nekat menghajar Pergiwo dan Adkuro
tadi!" Orang yang diperintah itu segera berlalu dengan mengajak lima orang
lainnya. "Sebelum kalian beristirahat, kalian ikut aku!"
Mat Bendot turun dari kursinya dan melangkah ang-
kuh. Wajahnya tegang penuh kemarahan. Pergiwo dan
Adkuro saling berpandangan sebelum kemudian men-
gikuti lelaki tinggi besar itu. Mat Bendot mengajaknya ke belakang tenda.
Dia berdiri dengan kedua tangan terlipat di de-
pan dada. Pergiwo dan Adkuro berdiri di hadapannya
dengan kepala tertunduk.
"Aku telah lama mengenal Kakek Kuto! Dan
aku tahu apa yang dimilikinya!"
Kata-kata Mat Bendot membuat keduanya
mengangkat kepala. Mereka menangkap rasa tidak
percaya dari kata-kata Mat Bendot. Dan ini membuat
hati masing-masing orang menjadi ketakutan. Mereka
tahu apa akibatnya bila perintah yang diberikan Mat
Bendot gagal mereka laksanakan.
"Tetapi Kakang.... Kakek Kuto berubah menjadi
hebat! Bahkan dia dapat menghindari sabetan golok-
ku!" kata Pergiwo dengan suara sedikit bergetar.
Mat Bendot tak menjawab. Hanya menatap ke-
jam. Adkuro buru-buru menyambung, "Benar, Ka-
kang. Bahkan dia juga dapat menghindari sabetan go-
lokku! Dan tindakannya itu, memancing keberanian
orang-orang di sana! Mereka mengeroyok kami, hingga
babak belur seperti ini!"
Mat Bendot tak menjawab. Sorot matanya se-
makin memperlihatkan rasa tidak percayanya.
"Hemmm... apa mungkin Kakek Kuto menyem-
bunyikan kehebatannya selama ini?" desisnya dalam hati. "Tetapi sungguh sulit
kupercaya. Mungkin ini hanya kebodohan dari Pergiwo dan Adkuro saja. Huh!
Sebaiknya kutunggu hasil yang dilakukan Jumono!
Kalau memang Kakek Kuto berubah menjadi hebat,
aku harus menemui Guru! Mungkin pula Kakek Kuto
bukan tandinganku...."
Habis membatin demikian, Mat Bendot berkata,
"Beristirahatlah kalian!"
Baik Pergiwo maupun Adkuro sama-sama men-
ganggukkan kepalanya. Mereka merasa lebih baik se-
gera menyingkir sebelum Mat Bendot berubah menjadi
murka. Namun baru saja keduanya membalikkan tu-
buh, tiba-tiba....
Kraakk! Kraaakk!
Keduanya merasa kepala mereka dihantam se-
buah tenaga dahsyat. Belum lagi mereka menyadari
apa yang terjadi, leher mereka telah terjepit tenaga yang kuat.
Mat Bendot yang tadi memukul kepala kedua-
nya, telah memiting leher masing-masing orang dengan tangan kanan kirinya. Wajah
lelaki ini berubah menjadi sangat kejam, melebihi kekejaman seekor singa!
"Aku tak menyukai orang-orang yang tak ber-
guna! Sebaiknya kalian mampus saja!!"
Kreeekkk!! Dengan satu tekanan yang dilakukan menyen-
tak dan gigi yang merapat keras, Mat Bendot telah
membuat leher dua anak buahnya patah. Tubuh ke-
duanya menggelosoh dan begitu dilepaskan, langsung
terjerunuk jatuh tanpa nyawa.
Dipandanginya kedua mayat itu, dingin.
"Tindakan bodoh kalian justru membuat nama
besarku yang ditakuti oleh orang-orang desa akan ja-
tuh!" Lalu seperti tanpa adanya kejadian, Mat Bendot langsung masuk kembali ke
tenda besarnya. Dia berkata dingin pada dua orang anak buahnya yang berada
di sana, "Kubur mayat-mayat manusia tak berguna itu!" Beberapa saat kemudian,
ketika orang-orang yang diperintahnya muncul dengan tubuh babak belur, Mat
Bendot mulai merasa yakin kalau Kakek Kuto
menyembunyikan keahliannya selama ini. Apalagi ke-
tika Jumono menceritakan bagaimana hebatnya Kakek
Kuto. Mat Bendot terdiam sambil mengusap-usap
cambang bawuknya. Kemarahannya perlahan-lahan
naik. Tangan kanannya memegang kuat pegangan
kursi. Tiba-tiba....
Praaakk! Pegangan kursi itu patah.
"Ini tak bisa dibiarkan!"
Tak seorang pun yang berani menyahut ucapan
Mat Bendot. Jangankan menyahuti ucapannya, me-
mandang sorot mata Mat Bendot yang telah dibalut
kemarahan tinggi saja mereka tak berani melakukan-
nya. Saat ini yang mereka harapkan adalah ampunan
yang diberikan Mat Bendot.
"Aku akan pergi sebentar! Kalian berjaga-jaga
sini! Siapa pun orangnya yang berani memasuki dae-
rah ini, bunuh!"
Habis kata-katanya, Mat Bendot keluar dari
tendanya. Menaiki kuda hitamnya yang gagah. Lalu
menggebraknya menuju ke arah timur!
TIGA SEPASANG mata angker dari balik dedaunan
memperhatikan perginya Mat Bendot. Si pemilik mata
angker yang bukan lain Raja Naga adanya ini menarik
napas pendek. "Hemmm... cecunguk-cecunguk yang ingin
tampil menjadi singa!" desisnya dalam hati. "Aku telah membantu Kakek Kuto untuk
menghajar keenam
orang yang kemudian datang itu. Dan kudengar pula
kalau orang-orang desa sudah murka dan bersiap un-
tuk menyerang gerombolan Mat Bendot! Ah, apakah
urusan yang akan kuhadapi ini hanya sebatas urusan
Mat Bendot saja. Bagaimana dengan Hantu Bersayap"
Dan nampaknya para penduduk sudah melupakan
tentang Hantu Bersayap, karena mereka yakin Hantu
Bersayap tak akan datang lagi mengingat tak ada
orang kaya di sini kecuali mendiang Juragan Jagalak-
sa." Pemuda yang mulai jari jemari hingga batas si-
ku kedua lengannya dipenuhi sisik coklat ini terdiam.
Di menunggu kehadiran para penduduk yang sedang
marah. Yang ditunggunya pun kemudian berdatangan.
Berjumlah dua puluh orang dengan senjata beraneka
macam di tangan. Di depan, Kakek Kuto melangkah
gagah. Kecuali Raja Naga, tak seorang pun dari para
penduduk itu yang mengetahui kalau Kakek Kuto be-
rada dalam ketakutan yang teramat sangat. Tetapi pa-
ra penduduk justru mengelu-elukannya.
Kedatangan para penduduk yang murka itu
disambut oleh anak buah Mat Bendot. Bentrokan tak
terelakkan lagi. Raja Naga hanya memperhatikan dari
atas pohon. Tanpa sepengetahuan siapa pun, dia mengirim-
kan satu tenaga tak nampak yang membuat satu per-
satu orang-orang Mat Bendot pingsan. Bila saja tidak dibantu oleh Raja Naga,
sangat mustahil para penduduk itu bisa memenangkan bentrokan dengan anak
buah Mat Bendot yang terlatih.
Di bawah komando Kakek Kuto yang muncul
lagi keberaniannya setelah tiba-tiba saja dia menjadi hebat lagi, mereka
mengikat anak buah Mat Bendot.
Lalu membakar tenda besar yang menjadi kediaman
Mat Bendot. Di atas pohon, Raja Naga mendesah, "Mudah-
mudahan begitu siuman, mereka sadar dengan apa
yang telah mereka lakukan."
Tiba-tiba terjadi keributan di sana. Mereka ber-
teriak-teriak keras karena tak menemukan sosok Mat
Bendot. "Cari! Cari bajingan itu!" seru Kakek Kuto gagah. Mereka pun segera
berkeliaran mencari Mat Ben-
dot. Raja Naga sendiri sudah melesat untuk menyu-
sul perginya Mat Bendot. Dan dia tidak mengetahui,
tatkala satu bayangan hitam melesat cepat ke arah
orang-orang desa yang sedang mencari Mat Bendot.
Bayangan bersayap yang melesat di udara itu
meluruk ke bawah dan berdiri di atas tanah.
Sudah tentu kemunculannya yang tiba-tiba
membuat orang-orang itu tersentak. Masing-masing
orang meninggalkan kegiatan mereka yang hendak
membawa anak buah Mat Bendot ke balai desa.
Tiba-tiba salah seorang berseru, "Astaga! Orang itu... orang itu bersayap!"
Seruannya membuat yang lain menjadi terhe-
nyak. Menyusul terdengar suara, "Orang bersayap"!
Jangar-jangan... dia... dia Hantu Bersayap!"
"Hantu Bersayap yang membunuh Juragan Ja-
galaksa"!" seru Kakek Kuto dengan kedua mata membelalak lebar. Siapa pun di desa
itu sangat menghor-
mati Juragan Jagalaksa!
"Keparat! Bunuh dia! Bunuh!!"
Seruan-seruan yang terdengar kemudian sema-
kin membahana. Kemarahan mereka yang semula di-
tujukan pada Mat Bendot dan anak buahnya, kini be-
ralih pada orang bertopeng menyeramkan yang berdiri
kaku. Sorot matanya tajam menyala-nyala.
"Kudengar kalian mencariku untuk membalas
kematian Juragan Jagalaksa"! Bagus! Nyali kalian
memancingku untuk muncul kembali ke sini!"
Sebagai jawaban, lima lelaki gagah dengan pa-
rang di tangan sudah menyerbu ke arah Hantu Ber-
sayap. Orang ini tak melakukan tindakan apa-apa. Ma-
tanya yang menyala-nyala bersinar mengerikan. Me-
nyusul diiringi dengusan keras, tangan kanannya
mengibas Sayapnya pun bergerak.
Wussss!! Kelima orang itu kontan berpentalan tersapu
gelombang angin besar yang keluar dari kibasan
sayapnya. Dan begitu terbanting di atas tanah, mas-
ing-masing orang telah putus nyawa!
Melihat tindakan kejam orang bersayap, yang
lainnya bukannya menjadi jeri. Kemarahan mereka
semakin menjadi-jadi. Tak seorang pun yang berniat
untuk melarikan diri sebelum melihat orang bersayap
itu putus nyawa!
"Bunuh dia!"
"Cincang sampai mampus!!"
"Tunggu!!" tiba-tiba terdengar seruan keras itu.
Kakek Kuto berdiri dengan kedua tangan terentang.
Matanya memandang tak berkedip pada orang ber-
sayap. "Jangan gegabah!" katanya lagi.
"Kakek Kuto! Dialah orang yang telah membu-
nuh Juragan Jagalaksa! Dia pula yang membuat is-
trinya menjadi seperti orang sinting! Apakah kita akan mendiamkannya begitu
saja"!"
"Jangan gegabah...," desis Kakek Kuto sambil terus memperhatikan orang di


Raja Naga 09 Hantu Bersayap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hadapannya. Lalu bi-siknya, "Kalian lihat apa yang telah dilakukannya tadi"
Dengan mudah dia dapat membunuh kawan-kawan ki-
ta lainnya! Ini menandakan dia bukan orang semba-
rangan!!" "Kakek Kuto! Pada orang seperti dia, kita tak
boleh bermurah hati!"
"Manusia itu adalah pembunuh yang kejam "
"Ya! Bunuh saja dia!"
"Ganyang!!"
Kakek Kuto mendesah pendek. Dia tak mampu
menahan kemarahan orang-orang lainnya,
Salah seorang berseru, "Kakek Kuto! Selama ini
kau kami kenal sebagai orang yang lemah, tetapi tidak tahunya kau menyimpan satu
keahlian yang sungguh
hebat! Bantu kami untuk membunuhnya!"
Kakek Kuto tak bisa berbuat apa-apa. Walau-
pun sesungguhnya dia merasa tak mengerti dengan
perubahan yang beberapa kali terjadi pada dirinya,
namun kali ini dia mencoba berharap banyak. Agar
kemampuan yang tiba-tiba dimilikinya muncul kemba-
li. Diiringi teriakan keras, Kakek Kuto menerjang
ke arah Hantu Bersayap yang berdiri dengan tatapan
bengis. Namun satu tendangan saja, sudah membuat
tulang dada Kakek Kuto remuk! Menyusul dengan satu
sontekan pada kaki kanannya, tubuh renta itu ambruk
di atas tanah menjadi mayat!
"Gila! Bunuh dia! Bunuh!!"
Kegagah-beranian orang-orang desa itu pun ha-
rus mereka tebus dengan nyawa! Masing-masing orang
bertumbangan tatkala Hantu Bersayap tanpa bergeser
dari tempatnya sudah menggerakkan sayap kanan ki-
rinya. Dalam waktu singkat, orang-orang gagah itu telah tewas!
Namun yang tewas ternyata bukan hanya me-
reka karena anak buah Mat Bendot yang dalam kea-
daan terikat pun harus menemui ajal setelah terseret gelombang angin dahsyat
yang membuat tubuh mereka berpentalan laksana sebuah daun!
"Huh! Orang-orang bodoh yang mencari mam-
pus! Kalian tak bisa apa-apa menghadapiku!!" desis Hantu Bersayap dengan tatapan
menyala-nyala. Diperhatikannya sekelilingnya yang telah po-
rak-poranda akibat sapuan gelombang angin besar da-
ri sayap kanan kirinya.
Tiba-tiba Hantu Bersayap menggeram dingin.
"Sampai saat ini orang yang kucari belum mun-
cul juga! Padahal kabar yang kudengar, bila ada kejahatan maka orang itu akan
muncul! Tetapi sampai
saat ini, belum juga kelihatan batang hidungnya! Ke-
parat kapiran! Apakah aku harus selalu merampok te-
rus dengan wujud Hantu Bersayap"!"
Untuk beberapa lama orang bersayap yang wa-
jahnya ditutupi topeng menyeramkan ini tak bersuara.
Kejap lain dia sudah menggeram dingin.
"Apa pun yang terjadi, aku harus membantu
sahabatku untuk menemukan orang yang telah mem-
bunuh sahabatnya!!"
Di saat lain, orang bersayap ini sudah melesat
ke udara. Lesatannya sangat cepat. Setiap kali dike-
pakkan kedua sayapnya, angin yang menderu-deru
terjadi. * * * Boma Paksi memicingkan matanya untuk meli-
hat lebih jelas siapakah orang yang diajak bercakap-
cakap oleh Mat Bendot. Tetapi karena orang itu mem-
belakanginya, dia tidak bisa melihat seperti apa rupa orang itu. Kecuali
rambutnya yang sedikit beruban
tatkala sinar rembulan meneranginya.
Dipertajam pendengarannya untuk menangkap
apa yang sedang dibicarakan oleh kedua orang itu.
"Kau salah besar, Gayang Lumajang!" terdengar
suara seorang perempuan yang serak. "Orang tua bernama Kuto itu tidak memiliki
kemampuan apa-apa."
"Apa maksud, Guru?" tanya Mat Bendot dengar kedua mata membuka.
"Gayang Lumajang! Aku lebih yakin kalau si
Kuto dibantu oleh seseorang yang memiliki ilmu sangat tinggi! Menurut laporan
anak buahmu, mereka tak melihat adanya orang di sekitar sana kecuali Kakek Kuto.
Mungkin pula mereka tidak terlalu memperhatikan ka-
rena telah tersita perhatiannya terhadap Kakek Kuto!
Mengingat, saat itu mereka terkejut dengan perubahan yang terjadi."
"Jadi... maksud Guru... ada orang yang mem-
bantunya?"
"Bukankah tadi sudah kukatakan seperti itu?"
Mat Bendot mengangguk-anggukkan kepa-
lanya. Kedua tangannya dikepalkan bertanda kegera-
mannya sudah muncul.
Di balik ranggasan semak, Raja Naga membatin
"Hemm... ternyata lelaki bernama Mat Bendot itu bukan nama sebenarnya. Dia
bernama Gayang Luma-
jang. Apakah gerangan yang membuatnya mengubah
namanya menjadi Mat Bendot" Dan sialnya... aku tak
bisa melihat wajah orang yang diajaknya bercakap-
cakap kecuali kuketahui dia seorang perempuan...."
"Gayang Lumajang.... Juragan Jagalaksa telah
dibunuh oleh sahabatku yang berjuluk Hantu Ber-
sayap. Akulah yang mengatur pembunuhan itu. Ke-
mudian kau kuperintahkan untuk menyamar dan
mencari anak buah untuk melakukan tindakan makar.
Apakah orang yang kita tunggu sudah datang?"
Mat Bendot atau yang bernama asli Gayang
Lumajang menggelengkan kepalanya.
"Sampai saat ini, aku belum menangkap kabar
akan datangnya orang yang sedang kau cari, Guru.
Aku tak mau mengatakan pada anak buahku kalau
ada yang sedang kucari. Karena aku khawatir, mereka
justru akan mencurigaiku hingga penyamaran ku akan
terbongkar. Guru... ada sebenarnya yang ingin kuta-
nyakan" "Tanyakanlah!"
"Mengapa Guru begitu yakin kalau orang yang
Guru maksud akan muncul di desa Karang Bambu
itu?" "Karena... dia mempunyai seorang cucu yang berdiam di sana...."
"Kalau begitu, bukankah lebih baik kita sande-
ra saja cucunya?"
"Tak semudah itu, Gayang."
"Aku tak mengerti, Guru."
"Aku tak ingin memancing ikan kecil kendati
sering kali dipergunakan orang bila ingin mendapatkan ikan yang besar harus
dipancing dengan ikan yang kecil. Cucu dari orang yang kucari dapat kupastikan
telah diwarisi ilmu manusia celaka itu. Dan aku sama
sekali tidak jeri terhadapnya. Malah dengan mudah dia akan kubunuh."
"Aku dapat melakukannya untuk Guru! Siapa-
kah cucunya itu, Guru?"
"Dia bernama Astari...."
Kepala Gayang Lumajang menegak. Kedua ma-
tanya membelalak. Bahkan untuk beberapa lama dia
tak bersuara. Tak lama kemudian dia mendesis terba-
ta-bata, "Bukankah... bukankah... Astari adalah istri Juragan Jagalaksa?"
"Ya!"
"Aku telah menetap di desa Karang Bambu ku-
rang lebih lima tahun! Aku tahu kalau Astari adalah
putri dari...."
"Tidak! Tak seorang pun yang tahu kalau Astari
bukanlah putri kandung kedua orangtuanya! Mereka
datang ke desa itu sekitar delapan tahun yang lalu.
Dan tak seorang pun yang tahu asal usul kedua orang
tuanya maupun Astari."
"Dan Guru mengikuti mereka?"
"Kau betul!"
"Guru hanya membuang waktu! Sekian tahun
Guru menunggu kemunculan orang yang Guru tung-
gu, tetapi Guru menyia-nyiakan kesempatan untuk
membunuh Astari!"
"Karena aku baru mengetahui keadaan itu tiga
tahun yang lalu!"
Gayang Lumajang menggeleng-gelengkan kepa-
lanya yang semakin pusing.
"Aku semakin tidak mengerti...."
Perempuan tua di hadapannya mendengus.
"Astari adalah cucu dari orang yang telah mem-
bunuh suamiku tujuh belas tahun yang lalu! Orang itu mempunyai seorang putri
yang telah mampus di tanganku untuk membalas kematian suamiku yang telah
dibunuhnya! Saat itu, aku tak berhasil menemukan-
nya! Jadi, putrinya dan suami putrinya itulah yang
menjadi sasaranku! Tak ku hiraukan bayi mereka ka-
rena aku terus melacak orang yang telah membunuh
suamiku! Karena kupikir, bayi itu akan mampus kare-
na kekurangan makan! Tetapi pada kenyataannya se-
pasang suami istri menemukannya dan membawanya
serta merawatnya! Yang kuingat adalah...!" perempuan tua itu menghentikan
ucapannya sejenak.
Sambil memandangi Gayang Lumajang dite-
ruskan ucapannya, "Pada dada bayi itu di bagian atas sebelah kanan, ada sebuah
tompel besar berwarna ke-
coklatan! Dan ketika suatu hari aku tak sengaja melihat Astari mandi, aku
melihat tanda itu yang segera
mengingatkan ku pada cucu orang yang telah membu-
nuh suamiku! Terus ku pantau keadaannya. Bahkan
saat dipinang oleh Juragan Jagalaksa aku mengeta-
huinya. Saat itulah aku berpikir untuk membuat Asta-
ri menjadi sinting karena kejadian yang mengerikan.
Seorang sahabatku yang berjuluk Hantu Bersayap ber-
sedia membantuku. Gayang Lumajang... kau paham
apa yang kuceritakan?"
Gayang Lumajang mengangguk-anggukkan ke-
palanya. Di tempat persembunyiannya, Raja Naga men-
desah dalam hati, "Hemm... kini mulai jelas apa yang sebenarnya terjadi. Gayang
Lumajang adalah murid
dari perempuan yang belum kulihat wajahnya itu. Dia
ditugaskan menyamar untuk menunggu kedatangan
orang yang hendak dibunuh gurunya karena telah
membunuh suami gurunya. Dan satu hal yang pasti
sekarang, kalau Hantu Bersayap adalah orang suru-
hannya. Berarti.. sasaranku sekarang adalah perem-
puan itu, Gayang Lumajang dan Hantu Bersayap...."
Gayang Lumajang merangkapkan kedua tan-
gannya di depan dada.
"Guru... sebaiknya aku kembali ke dusun Ka-
rang Bambu! Aku khawatir kalau orang yang Guru
maksudkan telah hadir di sana! Tentunya dia telah
mendengar kabar tentang cucunya yang menjadi sint-
ing!" "Ya! Kau pergilah! Mengenai Kakek Kuto... kau tak perlu khawatir
terhadapnya! Bunuh siapa saja
yang menghalangi niatmu! Kau tetap melancarkan aksi
gilamu di dusun Karang Bambu!"
"Aku akan tetap melaksanakannya, Guru!" sa-
hut Mat Bendot alias Gayang Lumajang. Lalu dia sege-
ra berdiri dan menaiki kuda hitamnya yang ditam-
batkan di sebuah pohon.
Di saat lain digebraknya kuda itu hingga me-
ringkik yang kemudian berlari dengan cepat.
Raja Naga membatin, "Hemm.... Mat Bendot
hanyalah seorang cecunguk yang menjadi suruhan
utama dari perempuan itu. Sementara otak dari keja-
dian ini adalah perempuan itu. Aku ingin melihat wa-
jahnya...."
Sejenak pemuda berompi ungu dari Lembah
Naga ini memperhatikan sosok perempuan yang tadi
berbicara dengan Mat Bendot alias Gayang Lumajang.
Setelah itu, dengan mempergunakan ilmu pe-
ringan tubuhnya, murid Dewa Naga mengendap, me-
mutar tubuh untuk dapat melihat secara jelas sosok si perempuan.
Namun mendadak saja terdengar seruan din-
gin, "Langkahmu baru kudengar sekarang! Tetapi dari langkahmu itu, aku yakin
kalau sebelumnya kau sudah berada di sini! Mengapa harus mengendap" Men-
gapa tidak segera muncul bila memang punya nyali"!"
Seketika kepala pemuda yang kedua tangannya
sebatas siku ini bersisik coklat menegak.
"Astaga! Pendengarannya cukup tajam! Dia
mendengar langkahku! Huh! Niat semula adalah untuk
melihat wajahnya! Inilah kesempatan!"
Di saat lain, Raja Naga sudah mencelat ke de-
pan dengan gerakan lincah. Tanpa menimbulkan sua-
ra, dia telah berdiri di hadapan perempuan yang juga telah berdiri tegak!
EMPAT SOROT mata angker pemuda berambut dikun-
cir itu tak berkedip memandang pada perempuan di
hadapannya. Sejenak Raja Naga agak tersentak begitu
melihat paras si perempuan! Paras itu sangat jelita, bahkan melebihi kecantikan
para bidadari dalam don-geng. Kulitnya putih mulus, sedikit bercahaya terang.
Hidungnya mancung dengan sepasang bibir memerah
yang indah. Dagunya menggantung manja. Matanya
bersinar cerah. Dari wujudnya yang nampak, tak ada
tanda-tanda kalau perempuan itu adalah seseorang
yang kejam, yang telah mengatur sebuah kejahatan ke-
jam. Sementara itu, perempuan yang mengenakan
pakaian putih bercahaya itu memandang tak berkedip
pula. Terlihat kalau dia sedikit menegakkan kepalanya tatkala melihat sepasang
mata pemuda di hadapannya.
"Astaga! Ku rasakan kalau degup jantungku
bertambah mengeras! Gila! Wajahnya begitu tampan,
bahkan ku taksir kalau usianya baru tujuh belas tahun! Tetapi sorot matanya
begitu kejam, angker dan
berkesan sadis! Siapa pemuda yang mencuri dengar
percakapan ku dengan Gayang Lumajang?" desisnya dalam hati. Kejap lain dia sudah
menggeram lagi,
"Huh! Siapa pun dia adanya, dia telah mengetahui apa yang telah ku susun! Bisa
jadi dia akan membocorkan
seluruh rencanaku!"
Untuk beberapa lama masing-masing orang tak


Raja Naga 09 Hantu Bersayap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada yang buka suara. Satu sama lain seperti terpeso-
na. Padahal di hati masing-masing bergolak berbagai pertanyaan.
Perempuan yang sebagian rambutnya sudah
memutih itu mendesis dingin, "Orang muda berompi ungu! Siapa kau yang berani
lancang mencuri dengar
percakapan ku"!"
Raja Naga tak menjawab. Sorot matanya yang
angker bertambah angker.
Mendapati sikap yang tak menyenangkan yang
diperlihatkan si pemuda, perempuan itu mengertakkan
rahangnya. "Kau berani tak menjawab pertanyaanku! Be-
rarti kau telah siap untuk memasuki perjalanan ke
akhirat!" "Sebelum kujawab pertanyaanmu, siapakah
kau adanya"!"
Di balik tanya seperti itu semakin membuat
kemarahan si perempuan menjadi-jadi. Dengan suara
geram dia menyahut, "Kau boleh mengenalku sebagai Ratu Segala Bidadari!"
"Ratu Segala Bidadari?" desis Raja Naga dalam hati. "Julukan yang sangat tepat
untuknya, kendati nampaknya dia tidak memiliki murid wanita! Tetapi julukan itu
cocok mengingat kecantikan wajahnya yang
sangat luar biasa!"
Habis membatin demikian. Raja Naga menya-
hut, "Namaku Boma Paksi. Aku hanyalah orang keba-nyakan yang suka menggembara!
Kalaupun kau kata-
kan aku mencuri dengar, sebenarnya tidak tepat sama
sekali!" "Tepat atau tidak, kau telah mendengar apa yang menjadi rahasiaku
selama ini! Itu artinya... kau harus mampus!!"
Belum habis bentakan itu terdengar, diiringi te-
riakan sengit Ratu Segala Bidadari sudah menerjang
depan. Saat dia menerjang, terlihat pakaian panjang-
nya terbelah di kanan kiri pahanya, hingga memperli-
hatkan bungkahan paha yang gempal, indah, mulus
dan menggiurkan!
Tangan kanan kirinya dikepal. Dan saat dijotos
terdengar gelombang angin yang mendahului jotosan-
nya. Wuuusss!! Kejap lain, kedua tangannya yang dikepal itu
sudah dibuka. Lalu dikibaskan dengan cara seperti
mengepret! Wuuungggg!!! Gelombang angin pertama yang menderu tadi,
tiba-tiba tertindih oleh datangnya gelombang angin su-sulan! Yang kemudian
meliuk-liuk dengan suara ber-
gemuruh! Tanah dan ranggasan semak terseret naik
masuk dalam liukannya.
Di tempatnya Raja Naga menjerengkan sepa-
sang matanya. Diperhatikannya sesaat serangan aneh
yang dilakukan perempuan jelita itu. Saat lain dia sudah mendeham.
"Hemmm!!"
Dehaman yang dilakukannya bukan sembarang
dehaman. Karena mengandung tenaga dahsyat yang
dapat memusnahkan serangan lawan. Namun kalau
biasanya serangan lawan akan terhenti, kali ini tidak sama sekali!
Memang terlihat kalau gelombang angin yang
meliuk-liuk menerbangkan tanah dan ranggasan se-
mak itu seperti tertahan. Tetapi tidak pecah di udara!
Bahkan semakin ganas menderu ke arah Raja Naga!
"Heiiii!!"
Anak muda dari Lembah Naga ini tersentak ka-
get dan segera membuang tubuh ke samping kanan.
Blegaaaarrr!! Ranggasan semak yang tumbuh di belakangnya
kontan bermuncratan ke udara. Menyusul membuyar-
nya tanah yang membubung tinggi.
Belum lagi Raja Naga bernapas lega, satu se-
rangan telah datang ke arahnya.
Sigap anak muda ini memiringkan tubuhnya.
Lalu menggerakkan kedua tangannya.
Buk! Bukk!! Benturan yang terjadi itu membuat Ratu Segala
Bidadari tersentak mundur. Wajahnya sedikit merin-
gis. Dengan geram dipandangi kedua tangannya yang
terasa ngilu. "Hebat!" desisnya dalam hati. "Tenaga dalam anak muda ini lumayan besar! Dia
mampu membuat kedua tanganku terasa tidak enak!"
Apa yang diduga oleh perempuan jelita itu sa-
lah sama sekali. Karena kedua tangan Raja Naga seba-
tas siku yang dipenuhi sisik coklat, memang memiliki kekuatan luar biasa. Bahkan
mampu mematahkan
senjata ampuh sekalipun. Jadi bukannya karena dia
telah mengalirinya dengan tenaga dalamnya.
Di pihak lain, Raja Naga juga tersentak kaget.
"Astaga! Dia kelihatan hanya sekali saja meringis akibat benturan dengan
tanganku! Hebat! Tenaga dalam-
nya sangat tinggi!!" desisnya dalam hati.
"Boma Paksi... siapa kau sebenarnya"!" seru Ratu Segala Bidadari.
"Sejak tadi kukatakan, kalau namaku adalah
Boma Paksi! Kau tanya siapa aku sebenarnya, yang
sudah pasti namaku tetap Boma Paksi! Sampai kapan
pun juga namaku akan dan selalu Boma Paksi!" sahut Raja Naga dengan tatapan
angkernya. "Kau sungguh tidak memandang tingginya lan-
git dan dalamnya lautan! Dari ucapanmu kau justru
semakin membuatku bernafsu untuk membunuhmu!"
"Yang kau cari bukanlah aku! Bukan pula Ju-
ragan Jagalaksa maupun istrinya yang kini menjadi
agak sinting karena perbuatanmu! Kau telah melaku-
kan satu tindakan yang tak bisa dimaafkan! Hantu
Bersayap adalah orang suruhanmu untuk membuat
Astari menderita! Ratu Segala Bidadari! Bila kau me-
mang memiliki sedikit nyali, katakan padaku... siapa sebenarnya orang yang kau
tunggu!" Ratu Segala Bidadari tidak menjawab. Matanya
kini ditujukan pada kedua tangan kanan kiri Boma
Paksi. "Hemmm... baru kulihat sekarang kalau kedua tangannya sebatas siku
dipenuhi sisik coklat. Kalau
aku tak salah ingat, saat ini rimba persilatan tengah gempar dengan kemunculan
seorang pemuda yang kedua tangannya sebatas siku bersisik coklat! Apakah
pemuda ini yang julukannya sedang ramai dibicarakan
orang?" Untuk beberapa saat Ratu Segala Bidadari tak bersuara. Dari kedua tangan
Boma Paksi, tatapannya
dibawanya untuk menatap si pemuda. Dan perasaan
tegang kembali muncul di hatinya sesaat tatkala melihat betapa angkernya sorot
mata pemuda di hadapan-
nya! "Keparat! Aku tak boleh melihat matanya!" geramnya dalam hati. Lalu makinya
dengan tangan me-
nuding, "Pemuda celaka! Apakah kau orang yang berjuluk Raja Naga"!"
"Mungkin yang kau katakan benar, tetapi
mungkin pula salah!" sahut Raja Naga.
Perempuan yang pakaiannya terbelah di paha
kaki kiri hingga ke pinggul itu menggeram pendek.
Kain bagian tengahnya bergerak-gerak dihembus an-
gin, dan mencetak sesuatu berbentuk segitiga pada
pangkal pahanya.
"Keparat terkutuk! Kelancanganmu ini akan be-
rakibat fatal untukmu!!"
Habis bentakannya, Ratu Segala Bidadari sege-
ra memutar kedua tangannya di depan dada. Perlahan-
lahan diangkatnya di atas kepala. Menyusul dengan
gerakan disentak, kedua pergelangan tangannya di-
tempelkan satu sama lain dengan cara menyilang!
Crasss! Segera memercik cahaya bening ke udara. Ber-
samaan memerciknya cahaya bening itu, bibirnya yang
indah monyong sedikit dan....
Wrrrr! Dia meniup cahaya itu!
Wunngggg!! Cahaya bening itu terlontar ke udara.
Raja Naga mau tak mau mengikuti dengan
pandangan angkernya. Di saat lain, dia sampai mun-
dur satu langkah ke belakang tatkala melihat cahaya
bening yang terlontar ke udara itu mendadak saja me-
nyebar! Lalu bergumpal laksana awan-awan, memben-
tuk beberapa gumpalan bening.
Di saat lain, tiba-tiba saja menyalak guntur se-
cara bersamaan dari cahaya bening yang telah beru-
bah menjadi gumpalan awan-awan!
"Heiiii!!" seru Raja Naga tersentak.
Salakan guntur tadi membuat dedaunan men-
gering. Menyusul kilat menyambar secara tiba-tiba.
"Astaga!!" seru Raja Naga tertahan sambil melompat ke samping kanan.
Biaaarr! Blaaarr! Blaaarr!!
Kilat-kilat bening yang melesat itu menghantam
tanah di mana Raja Naga sebelumnya berdiri. Belum
lagi anak muda itu tegak di atas tanah kembali, kilat-
kilat lain terus menyambar berulang-ulang!
Tiga buah pohon tersambar, dan begitu angin
berhembus luruh menjadi debu! Melihat kedahsyatan
ilmu perempuan jelita berpakaian putih bercahaya itu, Raja Naga menggeram
dingin. Sisik-sisik coklat yang
terdapat pada kedua tangannya sebatas siku, semakin
nampak. Dia menunggu dengan tatapan angkernya. Ta-
jam dan tak berkedip. Tatkala kilat-kilat itu menyambar lagi, Raja Naga segera
mendorong kedua tangan-
nya ke atas. Melepaskan ilmu 'Kibasan Naga Mengu-
rung Lautan'. Gelombang angin dahsyat disaput sinar merah
menggebrak dan membentur kilat-kilat bening yang
menyambar. Blaaamm! Blaaam! Blaaammm!
Letupan keras terjadi berturut-turut. Berte-
munya dua tenaga dahsyat itu menyebabkan kilat-kilat bening itu bermuncratan ke
udara. Untuk beberapa
saat menerangi tempat itu. Sebagian mengenai pepo-
honan yang langsung menghangus.
Di tempatnya, kedua kaki Raja Naga amblas
sebatas lutut. Anak muda ini cepat menarik keluar kedua kakinya tatkala kilat-
kilat bening itu sudah menggebrak lagi, yang sebelumnya didahului oleh salakan
guntur yang keras.
"Huh! Kehebatan ilmu yang diperlihatkan Ratu
Segala Bidadari sungguh menakjubkan! Tentunya aku
harus menghantam gumpalan awan-awan bening itu!"
Memutuskan demikian Raja Naga segera mun-
dur tiga langkah dan siap mendorong kedua tangannya
untuk melepaskan ilmu 'Kibasan Naga Mengurung
Lautan' kembali.
Di tempatnya Ratu Segala Bidadari yang kedua
tangannya masih bersilangan mendengus pendek,
"Kau telah cari penyakit! Dan kau akan merasakan akibatnya!!"
Raja Naga melirik. Sorot matanya bertambah
angker. Sisik-sisik coklat yang terdapat pada kedua
tangannya sebatas siku semakin kentara, pertanda ka-
lau dia sudah berada dalam kemarahan. Tiba-tiba satu pikiran lain singgah di
benaknya. Urung melepaskan
ilmu 'Kibasan Naga Penghancur Karang', mendadak
sontak murid Dewa Naga ini menjejakkan kaki kanan-
nya di atas tanah!
Tanah muncrat sedikit ke atas. Dan pada saat
yang bersamaan, tanah itu telah bergelombang, men-
deru dahsyat ke arah Ratu Segala Bidadari.
Perempuan berparas jelita itu tersentak. Sejak
tadi dia memusatkan perhatiannya pada tindakan
yang akan dilakukan oleh Raja Naga yang pikirnya
akan mencoba untuk membuyarkan awan-awan ben-
ing yang telah tercipta. Dia sama sekali tidak memikirkan kemungkinan lain.
Diiringi teriakan geram, Ratu Segala Bidadari
melompat ke belakang. Begitu hinggap di atas tanah,
dia sudah berlutut. Saat itu pula ditepakkan telapak tangan kanan kirinya di
atas tanah! Blaaaammm!! Tanah yang bergerak cepat itu terhenti seperti
ada tenaga yang menahannya. Tubuh Ratu Segala Bi-
dadari terpental ke belakang.
Dalam keadaan seperti itu, perempuan berpa-
kaian putih bening ini masih memperlihatkan kelas-
nya. Tubuhnya meliuk di udara dan hinggap kembali
di atas tanah. Namun baru saja kedua kakinya hing-
gap lagi di atas tanah, tanah sudah bergerak kembali.
Lebih dahsyat dari yang pertama
"Kepaaraaattt!!" geram Ratu Segala Bidadari sambil melompat menghindari barisan
tanah yang bergerak itu. Namun tiba-tiba saja....
Desss!! Perutnya terhantam satu pukulan keras yang
membuatnya terhuyung. Paras jelitanya berubah, me-
ringis. Perutnya dirasakan mulas yang tak terkira. Dia berusaha untuk
mengembalikan keseimbangannya.
Kepalanya sedikit didongakkan dengan tatapan tajam
pada Raja Naga.
Bila saja Raja Naga saat ini hendak menghabisi
nyawanya, mungkin dia dapat melakukannya walau-
pun sudah tentu Ratu Segala Bidadari tak membiar-
kan hal itu terjadi.
Raja Naga menggeram dingin, "Aku bukanlah
orang yang lancang ingin mencampuri urusan orang
lain! Tetapi dari tindakan yang telah kau lakukan dan rencanakan, kau hanya
menimbulkan petaka belaka!
Ratu Segala Bidadari... urungkan segala niat busukmu itu. Hentikan tindakan
Hantu Bersayap dan muridmu
yang bernama Gayang Lumajang! Karena bila kau ma-
sih keras kepala, aku akan tetap menghancurkan se-
gala keinginanmu!!"
Ratu Segala Bidadari yang telah berhasil men-
guasai keseimbangannya walaupun sambil memegangi
perutnya, menggeram pendek.
"Pemuda celaka! Kau baru sekali berhasil me-


Raja Naga 09 Hantu Bersayap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lancarkan seranganmu! Kau belum melihat keheba-
tanku yang lain! Tetapi untuk saat ini, kuputuskan
untuk menghentikan urusan yang telah terbuka di an-
tara kita. Dan perlu kau ingat, bila urusanku telah selesai kita akan membuka
urusan kembali!"
Raja Naga tidak menyahut. Sorot matanya tetap
angker dan berapi-api.
"Kau telah membulatkan niatmu seperti itu! Be-
rarti aku juga membulatkan niatku untuk menghenti-
kan segala sepak terjang mu!"
"Baik! Kita akan melihat, siapa yang berhasil
menjalankan maksud! Anak muda... dalam satu hal
kau kalah langkah! Karena... kau tidak tahu siapa
orang yang hendak kubunuh! Kau tak mungkin dapat
melakukan tindakan sekaligus! Karena bisa jadi saat
ini orang yang hendak kubunuh sudah mampus dibu-
nuh oleh muridku, atau oleh Hantu Bersayap!"
Mendengar kata-kata orang, Raja Naga mende-
sah pendek. Dibenarkan apa yang dikatakannya. Dan
kalau sudah demikian, dia harus bertindak cepat! Te-
tapi seperti yang dikatakan perempuan itu, tak mung-
kin dia bisa bertindak pada saat yang bersamaan di ti-ga tempat yang berlainan!
Sementara itu melihat pemuda berompi ungu
tak bersuara, Ratu Segala Bidadari sudah melesat me-
ninggalkan tempat itu. Tawanya menggema keras, "Ki-ta! berlomba untuk melihat
siapa yang memenangkan
permainan ini, Anak muda!!"
Di tempatnya Raja Naga mendesah pendek.
"Aku yakin, kalau perempuan itu memang sen-
gaja menghentikan pertarungan. Dia belum kalah sa-
ma sekali. Belum kalah. Karena aku yakin pula kalau
dia masih memiliki ilmu lain yang tidak kalah menge-
rikannya...."
Untuk beberapa saat murid Dewa Naga ini ma-
sih terpaku di tempatnya. Dipikirkannya cara terbaik untuk menghentikan sepak
terjang Ratu Segala Bidadari. Di saat lain, setelah menghela napas panjang,
pemuda bersisik coklat pada kedua tangannya sebatas
siku ini, sudah melesat meninggalkan tempat itu.
Yang kembali direjam sepi, namun sudah ka-
cau balau keadaannya!
LIMA KAKEK setengah baya berpakaian biru muda
itu menarik napas pendek tatkala mendengar teriakan
menyayat dari sebuah rumah. Wajah si kakek yang di-
penuhi keriput, diliputi duka yang cukup dalam. Berulang kali diusap jenggot
putihnya. Matanya tetap
memperhatikan rumah sederhana dari atas pohon di
mana dia berada sekarang.
Jeritan yang menyayat hati itu membuat si ka-
kek menahan napas. Kegundahan dan kedukaannya
terpilin menjadi satu.
"Astari...," desisnya pelan. "Ah, betapa malang nasibmu, Nak...."
"Jangan... jangan bunuh aku! Jangaaannn!!" jeritan menyayat itu terdengar lagi.
"Astari! Dia ayahmu, Nak! Ayahmu!" terdengar suara seorang perempuan dari rumah
itu, cukup keras
pula. Bukan bernada kemarahan, tetapi kesedihan
yang dalam. Jeritan itu terdengar kembali.
Otong dan Bagus yang melewati tempat itu me-
nuju ke pasar, bercakap-cakap sambil melangkah,
"Kasihan Astari.... Dia sudah menjadi gila...."
"Ya! Ini gara-gara Hantu Bersayap!"
"Huh! Aku juga muak dengan manusia yang di-
juluki Hantu Bersayap itu! Ingin rasanya kubunuh
dia"!" "Memangnya kau berani, Tong"!"
"Siapa bilang aku berani"!" sahut Otong sambil
mendengus. Bagus tertawa. "Pokoknya, kalau dia muncul kita tidak akan
tinggal diam, kan"!"
"Jelas dong! Oya, aku cukup heran dengan
orang-orang Mat Bendot" Sejak tadi pagi tak seorang pun yang kulihat berkeliaran
di sini!" "Jelas saja mereka tidak berkeliaran! Mungkin
sudah pada mampus dibunuh oleh rekan-rekan kita
yang lain yang menyerbu ke sana!"
"Wah! Mengapa aku baru tahu" Siapa yang
memimpin?"
"Kakek Kuto!"
"Hebat! Tapi sayang, aku tidak ikutan! Padah-
al...." "Padahal apa?" goda Bagus.
"Padahal kalau mereka menyerbu ke sana, aku
lebih baik tidur saja...."
Bagus tertawa sambil terus melangkah.
Kakek di atas pohon yang masih mendengar
percakapan keduanya kendati sudah cukup jauh, me-
nahan napas. "Hantu Bersayap" Rasanya baru kali ini kuden-
gar julukan Hantu Bersayap" Siapa orang yang telah
membunuh suami cucuku itu, hingga membuat cucu-
ku jadi ketakutan sepanjang hari?"
Untuk beberapa lama kakek berpakaian pan-
jang berwarna biru muda ini terdiam. Lalu diputuskan untuk mencari tahu tentang
Hantu Bersayap.
Pada saat yang bersamaan Mat Bendot alias
Gayang Lumajang tersentak kaku di atas kuda hitam-
nya yang bernapas mendengus-dengus. Mata Gayang
Lumajang tak berkedip pada mayat-mayat yang dili-
hatnya, bergeletakan. Atau boleh dikatakan berserakan
laksana sampah.
Dengan hati yang mulai diliputi kegeraman.
Gayang Lumajang melompat turun dari kudanya. Di-
perhatikan mayat-mayat itu satu persatu. Dikenalinya sebagian mayat-mayat itu
adalah anak buahnya, sementara yang sebagian lagi para penduduk desa.
"Aneh!" desisnya sambil mengusap-usap da-
gunya yang dipenuhi bulu yang bersatu dengan cam-
bangnya. "Mengapa anak buahku mampus dalam kea-
daan terikat sementara para penduduk itu tidak sama
sekali" Apa yang terjadi?"
Masih terus memikirkan apa yang sebenarnya
telah terjadi, Gayang Lumajang melangkah, meneliti
satu persatu mayat-mayat di sana. Dilihatnya mayat
Kakek Kuto yang tewas dengan dada remuk. Sejenak
dipandanginya mayat itu dengan seksama sebelum
kemudian datang amarahnya.
"Terkutuk!!"
Kakinya menyepak.
Kraaakk! Leher Kakek Kuto yang telah menjadi mayat pa-
tah! "Huh! Kau berani jual lagak di hadapanku ru-
panya! Siapa orang yang telah membantumu, hah"!"
maki Gayang Lumajang membawa kekesalannya sendi-
ri. Lalu ditengadahkan kepalanya, memandang
langit pagi yang cerah.
"Orang-orangku mampus dalam keadaan teri-
kat, sementara yang lain tidak! Tak mungkin si pem-
bunuh yang mengikat orang-orangku, karena kemung-
kinan besar para penduduk pun akan diikatnya pula
sebelum dibunuh. Berarti...."
Memutus ucapannya sendiri, Gayang Lumajang
mengerutkan keningnya. Setelah beberapa saat dia
mendengus gusar, "Keparat! Jangan-jangan para penduduk di bawah pimpinan Kakek
Kuto yang telah
mengikat anak buahku! Tentunya, orang yang entah
siapa, telah membantu Kakek Kuto kembali! Kemu-
dian... muncul si pembunuh yang keparat! Siapa orang itu"!" Penuh kegusaran
Gayang Lumajang mendorong tangan kanannya.
Wussss!! Serta-merta menghampar gelombang angin
berkekuatan tinggi yang menghajar sebuah pohon
yang seketika tumbang dan terpental cukup jauh!
Setelah beberapa saat berada dalam kegusa-
rannya, Gayang Lumajang mendesis, "Keparat! Se-
baiknya kutunggu kakek bernama Dundung Kali-
mayang! Orang yang hendak dibunuh Guru karena te-
lah membunuh suaminya!! Atau...."
Kembali Gayang Lumajang menghentikan kata-
katanya. Untuk beberapa saat dia terdiam sebelum terlihat seringaiannya.
"Aku tidak mengerti mengapa Guru hanya me-
nyiksa batin Astari, dengan harapan Dundung Kali-
mayang akan muncul. Seharusnya Astari dibunuh sa-
ja! Hemm sampai saat ini aku belum mengenal wajah
dari Hantu Bersayap yang tertutup topeng. Kalau begi-tu... biar aku saja yang
membunuh Astari! Aku yakin, bila Astari sudah mampus, maka Dundung Kalimayang
akan lebih cepat muncul di desa ini!"
Seringaian lelaki tinggi besar ini semakin lebar.
Kepuasan sudah terpampang di wajahnya.
"Tompel coklat pada bagian atas buah dada As-
tari" Hemm... baru mendengarnya saja sudah terun-
dang gairahku. Berarti... sebelum kubunuh, akan ku-
nikmati dulu tubuh cucu Dundung Kalimayang!"
Memutuskan demikian, Gayang Lumajang se-
gera berbalik. Dengan dua kali mengempos tubuh, dia
sudah berada di atas kuda hitamnya kembali. Lalu
disentaknya tali kekang kuda itu sebelum kemudian
digebraknya menjauh.
* * * Pemuda berompi ungu yang memiliki pandan-
gan angker itu kembali ke desa Karang Bambu. Setelah mendengar apa yang
dipercakapkan antara Gayang
Lumajang dengan Ratu Segala Bidadari, Boma Paksi
merasa kalau memang dia harus kembali ke desa Ka-
rang Bambu. Dia merasa pasti kalau orang yang entah
siapa saat ini sedang ditunggu oleh Ratu Segala Bidadari akan tiba di desa itu.
Ditelusuri pasar yang ramai. Kalau sebelumnya
kehadirannya tidak terlalu dipedulikan, kali ini orang-orang yang berdagang dan
membeli di pasar, memper-
hatikannya. Raja Naga tersenyum berulang-ulang. Dia
harus bersikap wajar agar tidak memancing kesalah-
pahaman. Beberapa orang gadis yang kebetulan sedang
berbelanja di pasar itu, tersenyum dengan wajah malu-malu padanya.
"Ih! Tampan ya?"
"Tapi... kau lihat tadi, tatapannya kok seram
betul! Angker ya?"
"Tapi aku yakin kalau dia memiliki sifat yang
lembut. Selain tampan dia juga gagah lho."
"Kau tidak melihat sisik-sisik coklat pada kedua tangannya sebatas siku" Seram
betul!" "Biar saja. Kalau pemuda itu mau, aku mau
menjadi istrinya..,."
Percakapan itu terdengar oleh telinga peka Bo-
ma Paksi. Tetapi anak muda gagah berambut dikuncir
ini tidak menghiraukannya. Dia terus melangkah me-
nyusuri pasar. Tiba di tempat biasanya Kakek Kuto
berdagang, Boma Paksi mengerutkan keningnya. Di-
perhatikannya sekelilingnya dengan sikap yang tak begitu kentara.
"Aneh! Ke mana Kakek Kuto dan orang-orang
yang biasanya berdagang di sini" Tak seorang pun dari orang-orang yang semalam
menyerbu markas Mat
Bendot atau Gayang Lumajang yang kulihat. Apakah
saat ini mereka sedang menghakimi orang-orang itu?"
Raja Naga kembali memperhatikan dengan sek-
Imbauan Pendekar 6 Pendekar Naga Putih 55 Panggung Kematian Pendekar Panji Sakti 14
^